Ceritasilat Novel Online

Rahasia Darah Kutukan 1

Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan Bagian 1


SATU GADIS cantik berpakaian warna ungu yang rambutnya dikelabang dua itu melompat
dari sisi rumpun
bambu dan tegak beberapa langkah di hadapan orang
yang duduk rangkapkan kaki serta sembunyikan wajahnya di belakang rangkapan
kedua kakinya. Sepasang matanya yang bulat beberapa saat memperhatikan orang di
hadapannya dan gadis ini seolah acuh
dengan pandangan beberapa mata yang saat Itu tengah terpusat padanya.
"Paduka Seribu Masalah! Aku telah lama mencarimu. Harap tidak tinggalkan tempat
ini. Aku butuh beberapa keterangan!" Berkata gadis berbaju ungu.
Orang yang duduk rangkapkan kaki dan bukan lain
memang Paduka Seribu Masalah adanya urungkan
niat berkelebat. Lalu perdengarkan suara.
"Aku takut mengingat apakah kita pernah bertemu
atau belum...."
"Aku Dayang Tiga Purnama!" sahut gadis berbaju
ungu. Lalu putar pandangan berkeliling. Yang terlihat
pertama adalah dua gadis berparas cantik yang duduk
berjajar. Sebelah kanan mengenakan pakaian warna
merah. Di sampingnya mengenakan baju warna kuning. Dari sudut bibir kedua gadis
ini masih terlihat
genangan darah. Jelas kalau keduanya tengah terluka
dalam. Mereka adalah Galuh Sembilan Gerhana dan
Galuh Empat Cakrawala.
Orang kedua yang terlihat adalah seorang gadis
cantik berbaju hijau yang rambutnya dikepang dua.
Salah satu kepangannya dilingkarkan pada lehernya
yang jenjang dan putih. Gadis ini tidak lain adalah Bidadari Pedang Cinta.
Tidak jauh dari Bidadari Pedang Cinta, terlihat seorang perempuan bertubuh
bahenol berparas cantik jelita berusia kira-kira dua puluh lima tahunan.
Perempuan ini tegak dengan dada berguncang. Pakaian putih
ketat yang dikenakan tampak robek memanjang di bagian bawah hingga kedua pahanya
yang putih mulus
dan kencang terlihat jelas. Perempuan ini adalah Bidadari Tujuh Langit.
Orang terakhir yang terlihat oleh gadis berbaju ungu dan bukan lain memang
Dayang Tiga Purnama adalah orang yang pernah ditemuinya ketika dia bersama
Pendekar 131. Dia adalah seorang nenek berpakaian
selempang kain warna hitam yang sanggulan rambutnya dihias dua buah pedang.
Nenek yang selama ini
dikenal kalangan rimba persilatan dengan julukan Nenek Selir.
Seperti diketahui, setelah Galuh Sembilan Gerhana
dan Galuh Empat Cakrawala tidak puas dengan jawaban yang diberikan pasangan guru
mereka yang dikenal dengan si Pasangan Mesum, Iblis Muka Setan dan
Perempuan Kembang Darah, akhirnya Galuh Sembilan
Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala berusaha mencari Paduka Seribu Masalah. Mereka
akhirnya bertemu
dengan Paduka Seribu Masalah dan memperoleh jawaban.
Ketika Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala berkelebat pergi dari hadapan Paduka Seribu Masalah, kedua gadis ini
mendengar ucapan Paduka Seribu Masalah yang membuat mereka merasa curiga jika
ada orang lain yang mencuri dengar pembicaraan mereka dengan Paduka Seribu
Masalah. Akhirnya mereka memutuskan kembali ke tempat mana mereka tadi
berbincang dengan Paduka Seribu Masalah.
Kedua gadis itu melihat Bidadari Pedang Cinta. Tapi
saat lain muncullah Bidadari Tujuh Langit. Karena sudah memendam dendam pada
Bidadari Tujuh Langit
akibat tindakan tidak senonoh yang diperbuat sang Bidadari, Galuh Sembilan
Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala segera saja mengeroyok Bidadari Tujuh
Langit. Di saat kritis, mendadak muncul Nenek Selir membantu Galuh Sembilan Gerhana dan
Galuh Empat Cakrawala. Sementara Paduka Seribu Masalah sendiri tidak tinggal
diam. Dia juga sempat memberikan bantuan.
Akhirnya Bidadari Tujuh Langit tumpahkan kemarahan pada Paduka Seribu Masalah.
Tapi akhirnya Bidadari Tujuh Langit merasa sadar jika orang yang dihadapi bukan
saja berilmu tinggi tapi juga memiliki
kesaktian aneh. Hingga akhirnya Bidadari Tujuh Langit tidak buka mulut atau
mencegah saat Paduka Seribu Masalah hendak berkelebat pergi setelah mengucapkan
beberapa saran.
Namun belum sampai Paduka Seribu Masalah benar-benar berkelebat pergi, mendadak
terdengar satu seruan menahan kepergian Paduka Seribu Masalah.
Yang muncul ternyata Dayang Tiga Purnama.
Dayang Tiga Purnama sendiri saat Itu baru saja
mengikuti perjalanan murid Pendeta Sinting. Setelah
mendengar keterangan dari mulut Pendekar 131 tentang siapa sebenarnya Paduka
Seribu Masalah dan
memberikan ancaman pada Joko, gadis berbaju ungu
ini kembali ke hutan bambu.
Saat langkahnya mulai memasuki kawasan hutan
bambu, Dayang Tiga Purnama mendengar beberapa
debuman. Tanpa pikir panjang lagi, dia segera berkelebat ke arah sumber suara.
Saat itulah dari tempatnya
mendekam dia melihat Paduka Seribu Masalah.
Dayang Tiga Purnama tidak pedulikan lagi beberapa
orang yang ada di sekitar Paduka Seribu Masalah. Dia
segera saja melompat lalu berkata pada sang Paduka.
"Dayang Tiga Purnama..." Paduka Seribu Masalah
perdengarkan gumaman ulangi ucapan Dayang Tiga
Purnama yang memperkenalkan diri. "Aku tidak berani
memastikan apakah aku pernah dengar nama itu atau
tidak..." "Paduka... Kita pernah bertemu ketika kau bersama
pemuda asing bernama Joko Sableng yang bergelar
Pendekar 131!" kata Dayang Tiga Purnama.
"Ah... Aku sekarang ingat! Apakah kau masih bersama pemuda sahabatku itu"!"
Mendengar ucapan Paduka Seribu Masalah, semua
orang yang ada di tempat itu jadi terkejut. Lebih-lebih
Bidadari Pedang Cinta dan Bidadari Tujuh Langit.
"Mengapa kau diam"!" tanya Paduka Seribu Masalah ketika tidak mendapat sahutan
dari Dayang Tiga
Purnama. "Kau takut mengatakannya padaku"!"
"Dia sudah pulang ke negeri asalnya!" kata Dayang
Tiga Purnama. Kalau saja saat itu berada sendirian, niscaya kaki
Bidadari Pedang Cinta sudah tersurut mundur saking
kagetnya mendengar ucapan Dayang Tiga Purnama.
"Apakah benar keterangan gadis itu"! Apa hubungannya dengan pemuda asing itu
hingga dia tahu"!"
Diam-diam Bidadari Pedang Cinta membatin dengan
dada berdebar. Di lain pihak, mendengar kata-kata Dayang Tiga
Purnama, Nenek Selir terkesiap. Laksana terbang dia
melompat lalu tegak beberapa langkah di hadapan si
gadis. Lalu membentak.
"Jangan kau bicara mengada-ada! Dari mana kau
tahu pemuda sialan itu sudah pulang ke negeri asalnya, hah"! Kapan kau bertemu dan di mana"!"
Jelas si nenek marah besar dan penasaran, karena
tidak berselang lama, dia sempat bertemu dengan murid Pendeta Sinting. Bahkan
Nenek Selir sudah membekal niat akan membuat perhitungan dengan Pendekar 131
karena akibat ulah Joko, Wang Su Ji alias
Manusia Tanah Merah bisa selamat dari tangan mautnya bahkan bisa meloloskan
diri. Dayang Tiga Purnama yang sempat geram ketika
pertama kali bertemu dengan Nenek Selir berpaling ke
jurusan lain dan berkata ketus.
"Aku tidak bisa mengatakan kapan, di mana bertemu dengan pemuda itu! Aku juga
tidak mengada-ada
bicara! Yang jelas dia sudah pulang ke negeri asalnya!
Terserah mau percaya atau tidak!"
"Kau bicara dusta!" bentak Nenek Selir. Wajahnya
berubah angker.
Dayang Tiga Purnama tersenyum dingin. "Aku sudah bilang. Terserah kau mau
percaya atau tidak! Itu
bukan urusanku! Aku punya hal yang harus kubicarakan dengan Paduka Seribu
Masalah. Harap tidak menyela!"
Ucapan Dayang Tiga Purnama membuat Nenek Selir
makin penasaran. Tanpa mau tahu urusan orang, nenek ini segera buka mulut.
"Kau boleh bicara dengannya sampai kau mampus!
Tapi kalau kau belum memberi penjelasan jelas, jangan harap kau bisa bicara
dengannya!"
"Hem... Nenek ini begitu penasaran dan marah dengan keteranganku! Jangan-jangan
tuduhan kalau kedua cucunya dibuat hamil oleh pemuda asing itu benar adanya!"
kata Dayang Tiga Purnama dalam hati ingat akan tuduhan Nenek Selir pada Joko
saat mereka pertama kali bertemu. "Atau nenek ini punya maksud
lain"! Mungkinkah dia tahu kalau pemuda itu mendapatkan pedang sakti dan takut
kalau dia kehilangan
jejak"!"
Berpikir begitu, Dayang Tiga Purnama segera berpaling menghadap Nenek Selir.
Lalu berkata. "Kau tak akan dapat penjelasan apa-apa sebelum
kau katakan mengapa kau begitu penasaran saat kukatakan pemuda itu pulang ke
negeri asalnya!"
Nenek Selir sapukan pandangan berkeliling sebelum
berkata menjawab.
"Pemuda sialan itu telah menyelamatkan manusia
jahanam yang harus kubunuh!"
"Benar"!" tanya Dayang Tiga Purnama dengan tertawa pendek.
Mata Nenek Selir melotot besar. Sosoknya bergetar.
Sambil bantingkan kaki kanan dia buka mulut dengan
suara keras. "Kau pikir aku penasaran karena merasa ditinggalkan, begitu hah"! Kau kira aku
kecewa dengan ke- pergiannya seperti saat kau kecewa ketika kukatakan pemuda
sialan itu telah menghamili kedua cucuku, begitu"!"
Tampang Dayang Tiga Purnama merah mengelam.
Sepasang matanya melirik pada semua orang yang ada
di tempat itu. Namun karena tak mau dibuat malu di
hadapan orang, gadis ini segera buka suara.
"Aku tidak tahu apa sebenarnya urusanmu dengan
pemuda itu! Aku hanya ingin meyakinkan! Dan kau
salah besar kalau menduga aku kecewa saat kau katakan pemuda itu menghamili
kedua cucumu!" Dayang
Tiga Purnama gelengkan kepala. "Bahkan jika kau katakan seratus cucumu hamil
karena pemuda itu, aku
tidak akan merasa kecewa!"
Orang yang paling tidak enak mendengar pembicaraan Dayang Tiga Purnama dengan Nenek Selir adalah
Bidadari Pedang Cinta. Dada gadis ini makin berdebar.
Berkali-kali dia lempar pandang mata pada Dayang Tiga Purnama dan Nenek Selir
seolah tidak percaya dengan apa yang dibicarakan keduanya.
"Benarkah Joko Sableng menghamili kedua cucu
nenek itu"! Ketika pertama kali aku bertemu dengan
nenek itu, dia minta keterangan ke mana perginya Joko Sableng... Mungkinkah ini
ada kaitannya dengan
urusan hamilnya kedua cucunya"! Hem..." Bidadari
Pedang Cinta membatin seraya menghela napas panjang. Tanpa sadar terbayang raut
wajah Pendekar 131
di kelopak matanya. Namun bayangan itu segera lenyap begitu terdengar ucapan
Nenek Selir. "Kau masih juga berkata dusta! Aku sudah kenyang
merasakan pahit getirnya dunia! Aku tahu bagaimana
perasaanmu ketika kukatakan pemuda itu menghamili
kedua cucuku! Kau kecewa dan sakit hati! Karena sebenaranya kau menyukai pemuda
sialan itu!"
Dayang Tiga Purnama laksana mendengar gemuruh
di gendang telinganya. Hingga walau mulutnya sudah
menganga akan buka suara, namun tidak terdengar
sepatah kata pun.
Mendapati sikap orang, Nenek Selir tertawa cekikikan panjang. Lalu berkata.
"Kau bernasib buruk... Hik... Hlk... HIK...! Kau tahu. Pemuda sialan itu adalah
kekasih gadis cantik
berbaju hijau itu!" Jari tangan kanan Nenek Selir bergerak lurus menunjuk
Bidadari Pedang Cinta.
Bidadari Pedang Cinta tercengang. Laksana disentak satu kekuatan dahsyat,
sosoknya berkelebat dan
tegak di hadapan Nenek Selir tidak jauh dari samping
Dayang Tiga Purnama.
"Nek! Jangan berani bicara lancang menuduh yang
bukan-bukan!" tegur Bidadari Pedang Cinta.
Nenek Selir makin panjangkan tawa cekikikannya.
"Anak sekarang memang pandai menutupi perasaan!
Mereka tak sadar, jika sikapnya itu akan membawa
bencana di kelak kemudian hari! Hik... Hik... Hik..!"
"Nek! Tuduhanmu sudah keterlaluan!" bentak Bidadari Pedang Cinta. Lalu berpaling
pada Dayang Tiga
Purnama dan sambungi ucapan. "Harap kau tidak percaya dengan bualannya! Aku
tidak punya hubungan
apa-apa dengan pemuda itu!"
Dayang Tiga Purnama tersenyum walau sikap Bidadari Pedang Cinta sudah cukup
membuatnya maklum
kalau sebenarnya gadis berbaju hijau itu punya perasaan lain pada murid Pendeta
Sinting. "Kau juga harap tidak percaya dengan keterangan
mulutnya! Apa yang dikatakannya tidak benar!"
Mendengar perbincangan Dayang Tiga Purnama dan
Bidadari Pedang Cinta, Nenek Selir putuskan tawanya.
Lalu berujar. "Kalian berdua tidak mau membuka diri! Itu terserah kalian! Duka sengsara,
kalian yang kelak akan merasakannya sendiri!"
Habis berkata begitu, Nenek Selir arahkan pandang
matanya pada Dayang Tiga Purnama. Lalu berkata.
"Aku telah mengatakan mengapa aku penasaran dengan kepergian pemuda sialan itu!
Sekarang jawab kapan dan di mana kau bertemu dengannya hingga kau
tahu jika pemuda itu sudah pulang balik ke negeri
asalnya!" "Kemarin malam!"
"Di mana"!" sahut Nenek Selir seolah tak sabar.
Dayang Tiga Purnama tidak segera menjawab. Sebaliknya tengadahkan kepala.
"Di mana"!" Nenek Selir ulangi pertanyaan dengan
suara makin keras.
"Perjalanannya setengah hari dari sini. Di satu tempat yang banyak diterjali
batu-batu. Aku tak tahu apa
nama tempat itu!" jawab Dayang Tiga Purnama dengan
enggan karena dada gadis ini sebenarnya sudah di
buncah kemarahan.
"Lalu bagaimana kau tahu dia pulang ke negeri
asalnya"! Kau mengantarnya hingga pesisir laut"!"


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dayang Tiga Purnama geleng kepala. "Dia yang mengatakan jika hendak pulang ke
negeri asalnya! Dan
kau harus tahu. Kalaupun dia tidak meninggalkan negeri ini, dia harus mengadu
nyawa denganku!"
Habis menjawab begitu, Dayang Tiga Purnama melangkah ke arah Paduka Seribu
Masalah seraya berucap.
"Aku punya sesuatu yang lebih penting daripada
membicarakan pemuda asing itu! Harap tidak menyela
lagi!" Dayang Tiga Purnama berhenti dua tindak di hadapan Paduka Seribu Masalah.
"Bagaimana sekarang"!
Rasanya tidak mungkin mengatakan urusanku pada
Paduka Seribu Masalah di hadapan banyak orang begini rupa..."
Baru saja Dayang Tiga Purnama membatin begitu,
Paduka Seribu Masalah perdengarkan suara.
"Sepertinya kau tidak berani buka suara. Kau ingin
kita bicara hanya berdua-dua saja"!"
"Kau tidak keberatan kita cari tempat lain?" sambut
Dayang Tiga Purnama dengan lega.
Paduka Seribu Masalah tertawa. "Aku paling tidak
takut kalau diajak gadis cantik...."
Paduka Seribu Masalah putar duduknya. Dayang
Tiga Purnama melirik pada Bidadari Pedang Cinta. Lalu tanpa buka mulut lagi dia
melangkah hendak tinggalku tempat itu.
Namun belum sampai Paduka Seribu Masalah
membuat gerakan lebih jauh, dan Dayang Tiga Purnama baru mendapat satu tindak,
terdengar suara.
"Siapa pun adanya laki-laki yang duduk rangkapkan kaki, dia boleh pergi! Tapi
tidak kau gadis bernama Dayang Tiga Purnama!"
*** DUA ORANG yang pertama kail tersentak kaget dan langsung putar kepala adalah Dayang
Tiga Purnama. Disusul kemudian oleh Bidadari Pedang Cinta. Kemudian
Nenek Selir lalu Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala. Mereka sama arahkan pandang mata masing-masing pada Bidadari
Tujuh Langit, orang
yang baru saja perdengarkan suara.
Bidadari Pedang Cinta, Galuh Sembilan Gerhana,
dan Galuh Empat Cakrawala, serta Nenek Selir sudah
maklum apa maksud ucapan Bidadari Tujuh Langit.
Namun tidak demikian halnya dengan Dayang Tiga
Purnama. Gadis ini segera buka mulut.
"Aku tidak kenal siapa dirimu. Mengapa berani
mencegah"!"
Bidadari Tujuh Langit arahkan pandangan pada sosok Paduka Seribu Masalah. Saat
pertama kali Dayang
Tiga Purnama muncul dan langsung menyebut nama
Paduka Seribu Masalah, Bidadari Tujuh Langit sempat
terlonjak kaget. Mula-mula dia hampir tidak percaya.
Namun setelah simak pembicaraan orang dan apa
yang dialaminya saat bentrok dengan Paduka Se-ribu
Masalah, dia mulai yakin.
Keyakinan yang timbul membuat Bidadari Tujuh
Langit menjadi khawatir. Namun ingat akan kesaktian
cincin yang berada di kaki kirinya, perlahan-lahan rasa
khawatir itu lenyap. Malah dia merasa girang mendapati kemunculan sosok Dayang
Tiga Purnama. Setelah memperhatikan Paduka Seribu Masalah,
Bidadari Tujuh Langit alihkan pandangan pada
Dayang Tiga Purnama. Sambil sunggingkan senyum
dia berkata. "Kita memang belum kenal. Karena itulah aku mencegahmu. Aku...."
"Aku tidak punya waktu banyak! Harap katakan saja jika punya maksud!" Dayang
Tiga Purnama sudah
memotong sebelum Bidadari Tujuh Langit selesaikan
ucapan. Bidadari Tujuh Langit tertawa. "Begitu pentingkah
urusanmu"!"
"Hem... Aku tak tahu apa maksud perempuan ini.
Tidak ada gunanya aku meladeni!" bisik Dayang Tiga
Purnama dalam hati. Lalu tanpa menjawab pertanyaan orang, dia putar kepala lagi
ke arah Paduka Seribu
Masalah. Saat lain dia teruskan langkah seraya berkata.
"Paduka.... Harap Ikuti aku...!"
Bidadari Tujuh Langit memandang beberapa lama.
Dadanya sempat terguncang melihat gerakan sosok
Dayang Tiga Purnama yang terus melangkah. Sementara Paduka Seribu Masalah
perdengarkan gumaman
tak jelas. Lalu putar duduk menghadap arah mana
Dayang Tiga Purnama tengah melangkah.
Belum sampai Paduka Seribu Masalah bergerak,
Bidadari Tujuh Langit sudah berkelebat dan tahu-tahu
tegak menghadang di depan Dayang Tiga Purnama.
Sikap Bidadari Tujuh Langit membuat Dayang Tiga
Purnama tak bisa menahan kemarahan. Dia langsung
membentak. "Kau tidak mau mengatakan apa maksudmu! Sekarang kau tegak menghadang! Apa maumu
sebenarnya"!"
"Aku ingin mengajakmu.... Dan kita lupakan sejenak urusan dunia!"
"Bicaramu aneh! Aku tidak mengerti!"
"Nanti kau akan mengerti...."
Dayang Tiga Purnama tersenyum dingin. "Sayang
sekali aku masih punya sesuatu yang harus kubicarakan dengan Paduka Seribu
Masalah. Jika tidak, mungkin aku akan mempertimbangkan ajakanmu!" kata
Dayang Tiga Purnama meski dalam hati dia coba menindih ucapan yang keras.
Dayang Tiga Purnama menyisi ke samping. Berpaling pada Paduka Seribu Masalah
seraya berkata.
"Paduka.... Kita berangkat sekarang!"
"Kau akan pergi dari sini jika bersamaku...," Bidadari Tujuh Langit menyahut.
Kali ini Dayang Tiga Purnama tidak bisa menahan
diri lagi. Dengan suara keras dia berucap.
"Dengar sekali lagi! Aku masih punya urusan! Dan
kalau aku tidak mau pergi bersamamu, kau mau
apa"!"
"Aku ingin lihat, apakah kau bisa menahan ajakanku...," ujar Bidadari Tujuh
Langit dengan bibir tetap
tersenyum. "Kau yang ingin tahu. Jangan salahkan aku kalau
kutunjukkan!"
Dayang Tiga Purnama melompat. Begitu dua langkah di hadapan Bidadari Tujuh
Langit, kedua tangannya dikelebatkan lepas pukulan.
Bidadari Tujuh Langit hadapi pukulan dengan senyum tanpa membuat gerakan apaapa. Perempuan berparas cantik bertubuh bahenol ini tampaknya bisa
membaca jika pukulan yang tengah dilancarkan orang
hanya mengandalkan tenaga luar.
Di lain pihak, Dayang Tiga Purnama sempat terkejut
melihat Bidadari Tujuh Langit tidak membuat gerakan
menghadang atau berkelit. Dia sudah hendak tarik pulang kedua tangannya. Tapi
ingat akan ucapan Bidadari Tujuh Langit, dan merasa jika pukulannya hanya
mengandalkan tenaga luar, akhirnya Dayang Tiga Purnama teruskan pukulan.
Bukkk! Bukkk! Kepala Bidadari Tujuh Langit tersentak tengadah ke
samping kiri kanan.
Dayang Tiga Purnama surutkan langkah dua tindak. Lalu memandang tajam dengan
sedikit heran. Di hadapannya, Bidadari Tujuh Langit usap dagunya yang baru saja terhantam
tangan Dayang Tiga
Purnama. Tanpa buka mulut dia melangkah mendekati.
"Awas! Jangan beri dia kesempatan untuk menjamah tubuhmu!" Tiba-tiba Galuh Empat
Cakrawala berteriak.
"Dia perempuan gila sinting yang punya kelainan!
Dia lebih suka melihat tubuh perempuan daripada tubuh laki-laki!" Galuh Sembilan
Gerhana menimpali.
Ucapan kedua gadis itu membuat Dayang Tiga Purnama tercekat dengan mata melotot
memperhatikan sosok Bidadari Tujuh Langit seolah melihat hantu gentayangan. Kuduknya jadi
dingin. Tanpa sadar dia cepat
kerahkan tenaga dalam pada kedua tangannya.
Di lain pihak, Bidadari Tujuh Langit berhenti. Perlahan-lahan kepalanya diputar
ke tempat mana Galuh
Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala berada. Bibirnya kembangkan senyum.
Namun sekonyongkonyong kedua tangannya bergerak lepaskan pukulan
jarak jauh bertenaga dalam tinggi!
Wuutt! Wuutt! Dua sinar merah berkiblat ganas ke arah Galuh
Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala.
Karena dari tadi sudah waspada, meski Bidadari
Tujuh Langit lepas pukulan secara tiba-tiba, Galuh
Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala tidak
merasa terkejut. Tapi kedua gadis ini tidak mau bertindak ayal. Apalagi mereka
sadar jika tengah terluka
dalam. Memaksakan bentrok pukulan hanya akan
memperparah luka dalam bahkan mungkin bisa membuat mereka tewas.
Menyadari akan hal itu, begitu dua sinar merah
berkiblat dari kedua tangan Bidadari Tujuh Langit, Galuh Sembilan Gerhana dan
Galuh Empat Cakrawala
segera sentak tubuh masing-masing bergulingan di
atas tanah. Dan maklum jika Paduka Seribu Masalah
adalah orang yang mampu menghadapi Bidadari Tujuh
Langit, kedua gadis ini gulingkan tubuh hindarkan diri
ke tempat mana Paduka Seribu Masalah berada.
Wusss! Wuuss! Beberapa rumpun bambu di belakang sana tadi Galuh Sembilan Gerhana dana Galuh
Empat Cakrawala
berada terhantam rata lalu amblas semburat. Beberapa orang di situ rasakan
pijakan masing-masing bergetar keras.
Bidadari Tujuh Langit cepat putar diri mengikuti
gulingan tubuh Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala begitu mendapati kedua gadis itu bisa selamatkan diri dari
pukulannya. Saat lain dia
membuat gerakan hendak mengejar.
Namun gerakannya tertahan ketika tiba-tiba
Dayang Tiga Purnama sudah mendahului berkelebat
dan tegak menghadang.
Bidadari Tujuh Langit tersenyum. Namun tiba-tiba
dia melesat ke depan. Kedua tangannya berkelebat sarangkan totokan pada beberapa
bagian tubuh Dayang
Tiga Purnama. Gerakan tidak terduga Bidadari Tujuh Langit membuat Dayang Tiga Purnama
terlambat untuk membuat
gerakan menghadang walau dia masih mampu angkat
kedua tangannya.
Saat itulah terdengar orang bergumam dari balik
rumpun bambu. Lalu satu gelombang melesat lurus ke
arah Bidadari Tujuh Langit.
Kedua tangan Bidadari Tujuh Langit yang siap lancarkan totokan tertahan dan
terpental ke belakang.
Sosoknya ikut terjajar dua langkah ke samping. Saat
yang sama sosok Dayang Tiga Purnama tersentak lalu
jatuh terduduk di atas tanah.
Bidadari Tujuh Langit berteriak marah. Dia langsung putar diri menghadap rumpun
bambu dari mana
tadi gelombang melesat dan mampu menahan gerakannya. Di lain pihak, Dayang Tiga
Purnama juga buru-buru bergerak bangkit dan ikut palingkan kepala ke
arah rumpun bambu.
Karena rumpun bambu sangat tebal, Bidadari Tujuh Langit tidak mampu melihat
siapa adanya orang di
baliknya. Hingga sambil angkat kedua tangannya dia
berteriak. "Kau berani campuri urusanku. Mengapa pengecut
tidak berani unjuk diri"!"
"Nah.... Apa kubilang!" Tiba-tiba terdengar suara
dari balik rumpun bambu tebal. "Kini semuanya terlambat! Karena kau yang membuat
ulah, kau juga yang harus berani turuti kemauannya!"
"Ah.... Bagaimana bisa begitu"! Kau tadi yang menyuruhku! Sekarang curi tangan!
Memang benar aku
yang membuat ulah. Tapi kau yang menyuruh! Jadi
kau yang harus turuti kemauannya!" terdengar suara
orang kedua menyahut.
Mendengar suara dari balik rumpun bambu, Nenek
Selir terkesiap. "Telingaku hafal betul suara jahanamnya! Yang bicara pertama
tadi pasti dia!" Nenek Selir
pentangkan mata lalu alirkan tenaga dalam pada kedua tangannya.
Kalau Nenek Selir mengenali suara orang yang pertama, lain halnya dengan
Bidadari Pedang Cinta dan
Dayang Tiga Purnama. Bidadari Pedang Cinta kernyitkan dahi seraya membatin.
"Aku seperti pernah dengar suara orang yang kedua.... Tapi mungkinkah dia"! Ah,
mengapa aku selalu
mengharap..."! Bukankah dia bukan pemuda baikbaik"! Dia telah menghamili kedua
cucu nenek itu!"
Jika Bidadari Pedang Cinta membatin begitu, diamdiam Dayang Tiga Purnama juga
berkata dalam hati.
"Aku yakin siapa adanya orang yang kedua! Ternyata dia belum hengkang dari
negeri ini! Hem.... Dia
memang baru saja menyelamatkan aku. Tapi jangan
mimpi tindakannya itu bisa menghapus ancaman ku!"
Gadis berbaju ungu ini segera pula kerahkan tenaga
dalam pada kedua tangannya.
Karena hanya terdengar suara tanpa adanya orang
yang muncul unjuk diri, Bidadari Tujuh Langit habis
kesabaran. Kedua tangannya digerakkan. Namun sebelum dua sinar merah sempat
melesat, Nenek Selir berteriak.
"Tahan serangan!"
Nenek Selir melompat dan tegak menjajari Bidadari
Tujuh Langit. Sang Bidadari melirik lalu berucap.
"Wajahmu berubah! Kau mengenali siapa adanya
jahanam di balik rumpun bambu itu"!"
"Itu bukan urusanmu! Sekarang kau menyingkirlah!
Urusan manusia di balik rumpun bambu menjadi hakku!"
"Enak saja kau bicara! Siapa pun adanya manusia
di balik rumpun bambu, mereka telah membuka urusan denganku! Kau yang harus
menyingkir!"
Baru saja Bidadari Tujuh Langit bicara begitu, mendadak dari balik rumpun bambu
terdengar orang tertawa cekikikan. Disusul dengan terdengarnya suara.
"Mengapa harus turuti kemauan perempuanperempuan jelek begitu"! Yang satu sudah
bau tanah tapi masih cerewet! Yang satu benar masih cantik dan


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahenol. Sayang, salah satu anggota tubuhnya ada
yang tidak beres! Hik... Hik... Hik...! Lebih baik kita
lanjutkan saja acara kita...."
Sosok Nenek Selir bergetar keras. Bukan saja karena ucapan orang, tapi karena
ucapan itu jelas diperdengarkan oleh seorang perempuan!
"Jahanam betul! Keparat itu membawa makhluk perempuan!" desis si nenek seraya
lipat gandakan tenaga
dalam. "Betul... Betul..! Lebih baik kita lanjutkan acara kita. Di sana kulihat ada
aliran sungai. Kita berenang
berempat... Daripada harus melayani perempuan-perempuan aneh yang tak jelas
juntrungannya!" Terdengar suara perempuan dari balik rumpun bambu
menyahut suara perempuan yang pertama.
Nenek Selir dan Bidadari Tujuh Langit tak bisa menahan diri masing-masing. Belum
habis suara sahutan
perempuan yang kedua, tangan masing-masing sudah
berkelebat lepas pukulan ke arah rumpun bambu.
Blamm! Blammm! Kawasan hutan bambu bergetar keras. Rumpun
bambu di mana dari baliknya tadi terdengar sahutsahutan orang bicara langsung
mental amblas rata dengan tanah! Malah di sana sini terlihat lobang menganga
besar. Bidadari Tujuh Langit dan Nenek Selir sama pentang mata. Dan hampir berbarengan
mereka berdua melompat ke bekas rumpun bambu yang sudah rata
dengan tanah. Kepala keduanya bergerak memutar.
"Keparat! Mana jahanam-jahanam busuk itu"!" desis Nenek Selir seraya putar kedua
tangannya siap lepas pukulan di mana pun orang terlihat muncul.
"Suara-suara tadi jelas dari rumpun bambu ini! Tapi ke mana mereka"! Kalau kena
hantam, tidak kulihat
potongan tubuhnya! Kalau tidak mampus, tidak kulihat batang hidungnya! Janganjangan yang kudengar
tadi hanya permainan pengalihan suara!" Bidadari Tujuh Langit menduga-duga
begitu dia juga tidak melihat
siapa- siapa. Sementara itu, Bidadari Pedang Cinta yang sesaat
tadi sempat berdebar dengan tindakan Bidadari Tujuh
Langit dan Nenek Selir, segera pula putar pandangan
berkeliling. Mendadak sepasang mata Bidadari Pedang Cinta
melotot besar tatkala tanpa sengaja matanya menumbuk pada satu sosok tubuh di
balik salah satu rimbun
bambu tidak jauh dari tempat tegaknya. Saking kagetnya, meski gadis cantik ini
coba menahan diri, namun
tak urung terdengar seruan dari mulutnya.
Bidadari Tujuh Langit dan Nenek Selir serta-merta
berpaling. Lalu sama arahkan pandangan ke arah mana Bidadari Pedang Cinta tengah
memandang terkejut.
Saat yang sama terdengar suara orang mengeluh.
Namun suara keluhan itu terputus ketika tiba-tiba dua
sosok bayangan hitam dan putih berkelebat dan tegak
beberapa langkah dari sumber suara keluhan!
*** TIGA SOSOK bayangan hitam yang bukan lain adalah Nenek Selir segera berpaling pada
sosok putih yang ternyata adalah Bidadari Tujuh Langit. Lalu berteriak.
"Jangan berani lancang turun tangan dulu! Aku ingin tahu tampang jahanam-jahanam
keparat itu!"
Tanpa menunggu sambutan Bidadari Tujuh Langit,
Nenek Selir segera arahkan pandangan ke satu rumpun bambu di mana terlihat satu
sosok tubuh tengah
mendekam sembunyi. Orang ini tidak terlihat raut wajahnya, karena sengaja
sembunyikan wajah dengan
menunduk dalam-dalam.
Bersamaan dengan berpaling si nenek, perlahanlahan orang yang mendekam sembunyi
angkat wajahnya. Dari sela rumpun bambu, baik Nenek Selir maupun Bidadari Tujuh
Langit melihat raut tampan milik
seorang pemuda yang keduanya sudah sangat mengenalinya.
Anehnya, begitu wajah di sela rumpun terangkat,
orang ini bukannya memandang pada si nenek atau
Bidadari Tujuh Langit. Melainkan pada sosok Bidadari
Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama yang tegak
agak jauh. "Cepat keluar!" bentak Nenek Selir.
Dengan pasang tampang nyengir, orang di sela rumpun bambu bergerak bangkit. Lalu
perlahan-lahan melangkah keluar dengan senyam-senyum.
Nenek Selir mendelik angker. Bidadari Tujuh Langit
menyeringai dingin. Sementara Bidadari Pedang Cinta
menghela napas panjang, lalu lontar lirikan pada
Dayang Tiga Purnama yang tampak kuasa diri dari rasa tak percaya dan kaget.
Yang muncul dari balik rumpun bambu adalah seorang pemuda berambut panjang acakacakan mengenakan pakaian putih-putih.
"Setan kecil jahanam!" Nenek Selir membentak. "Lekas suruh keluar sekalian Tua
Bangka keparat yang
bersamamu! Juga dua gundik yang bersama kalian!
Cepat!" Si pemuda yang bukan lain adalah murid Pendeta
Sinting, Pendekar 131 Joko Sableng menjura hormat.
Lalu buka mulut.
"Nek... Aku telah berulang kali menyuruhnya keluar. Tapi dia bandel. Mungkin
kalau kau sendiri yang
memerintah, dia akan keluar!"
"Baik! Aku akan menyuruhnya keluar dengan caraku!" kata Nenek Selir seraya maju
dua langkah dan
angkat kedua tangannya.
"Nek! Apa yang akan kau lakukan"!" teriak murid
Pendeta Sinting saat melihat kedua tangan si nenek
diarahkan lurus padanya.
Nenek Selir tidak menjawab. Sebaliknya gerakkan
kedua tangan lepas pukulan!
"Celaka! Dia bisa mampus kalau menghadapi nenek
itu dengan bercanda!" Tiba-tiba terdengar orang bergumam. Lalu satu rumpun bambu
di bagian samping
bergerak menguak. Satu sosok tubuh berkelebat keluar seraya berteriak.
"Tunggu!"
Seorang kakek berambut putih panjang mengenakan jubah tanpa lengan berwarna abuabu telah tegak
di seberang samping.
Semula kepala menoleh. Nenek Selir tampak terguncang. Sepasang matanya mendelik
nanari sosok orang yang bukan lain adalah Wang Su Ji alias Manusia Tanah Merah.
"Beberapa saat berselang takdir nyawamu masih
baik! Kau masih mendapat pertolongan perempuan
gembrot sialan itu! Lalu pagi tadi, nyawa jahanammu
masih tertolong setan kecil dari negeri asing ini!" Tangan kiri Nenek Selir
diluruskan tepat ke arah murid
Pendeta Sinting. "Sekarang setan pun tak akan bisa
menyelamatkan selembar nyawamu!" Nenek Selir berteriak. Lalu melompat dan tegak
delapan langkah di
hadapan Manusia Tanah Merah.
Begitu tegak di hadapan Manusia Tanah Merah,
kembali si nenek sudah berkata.
"Sebelum nyawamu kurobek, lekas suruh unjuk
tampang perempuan-perempuan kalian yang punya
mulut tak karuan itu!" Kepala si nenek pulang balik
memandang ke arah Manusia Tanah Merah dan Pendekar 131.
"Nek...! Kami tidak bersama perempuan-perempuan
yang kau bilang bermulut tak karuan!" Pendekar 131
menyahut. "Mulut manusia negeri asing ternyata bukan saja
pandai merayu perempuan, tapi juga pintar berdusta!"
bentak Nenek Selir.
"Ah... Mungkin kau salah dengar, Nek! Kau terlalu
terbawa perasaan, hingga suara laki-laki bisa berubah
jadi suara perempuan!" Enak saja Joko berkata.
"Biar aku yang menjelaskan," Manusia Tanah merah buka suara. "Kami memang tidak
bersama perempuan. Kalaupun tadi kau dengar suara-suara perempuan, itu juga
adalah suara kami...."
Nenek Selir mendengus. Tiba-tiba dia berpaling pada Dayang Tiga Purnama. Lalu
berseru. "Gadis berbaju ungu! Kau tadi bilang manusia asing
itu sudah pulang ke negeri asalnya. Sekarang batang
hidungnya ada di hadapanmu. Apa jawabmu, hah"!
Apa yang ada dalam benakmu hingga berani lancang
menutup-nutupi"! Kau takut dia mampus"!"
Tampang Dayang Tiga Purnama berubah merah mengelam. Dadanya laksana dibakar
mendengar ucapan
si nenek. Namun karena sadar jika kata-kata Nenek
Selir benar adanya, gadis ini coba menahan diri untuk
tidak meladeni ucapan si nenek. Sebaliknya dia segera
berkelebat lalu tegak tidak jauh dari Pendekar 131.
"Kau pasti masih ingat ucapan terakhirku! Sekali
kau masih kutemukan di negeri ini, kita akan mengadu jiwa!" teriak Dayang Tiga
Purnama dengan angkat
kedua tangan. "Hem... Manusia-manusia di tempat ini tampaknya
sudah saling punya sengketa. Lebih baik aku mundur
dahulu walau sebenarnya aku ingin membunuh pemuda tampan ini! Terjadinya
bentrokan akan menguntungkan bagiku.... Aku nanti hanya tinggal mengambil
hasilnya!" Bidadari Tujuh Langit yang tegak tidak jauh dari Joko berkata sendiri
dalam hati. Setelah
melirik ke arah Dayang Tiga Purnama yang tegak beberapa langkah di sampingnya,
perempuan bertubuh bahenol ini perlahan-lahan surutkan langkah ke belakang.
"Dayang...," kata Joko. "Sebenarnya aku sendiri sudah tidak betah berada lamalama di negeri aneh ini!
Tapi bagaimana lagi aku harus berbuat jika kehendak
lain masih menuntunku tetap di negeri ini, bahkan
mengharuskan kita bertemu lagi"!"
"Kau pandai mencari alasan! Jelasnya kau memang
tidak ingin tinggalkan negeri ini! Dan berarti kau ingin
mengadu jiwa denganku!"
Habis berkata begitu, Dayang Tiga Purnama melompat. Kedua tangannya dikelebatkan
lepas pukulan ke
arah murid Pendeta Sinting!
Tapi baru setengah jalan kedua tangan Dayang Tiga
Purnama menderu ganas mengarah pada batok kepala
Joko, mendadak Nenek Selir berteriak.
"Jangan berani menyentuh tubuhnya!"
Satu gelombang menyambar lurus ke arah Dayang
Tiga Purnama, membuat gerakan kedua tangan gadis
ini tertahan, bahkan saat lain sosoknya terjajar mundur satu tindak!
Dalam kaget dan marahnya, Dayang Tiga Purnama
berpaling pada Nenek Selir. Namun sebelum si gadis
buka mulut, si nenek sudah mendahului.
"Dia berhutang janji padaku! Aku tak ingin setan
negeri asing itu mampus sebelum selesaikan janji denganku!"
"Janji apa"!" Membentak Dayang Tiga Purnama.
"Kau sudah tahu masalahnya! Mengapa pura-pura
bodoh"!"
Habis bicara begitu, Nenek Selir putar diri lagi
menghadap Manusia Tanah Merah. Namun sebelum
nenek yang sanggulan rambutnya dihias dua buah pedang ini sempat buka mulut,
Pendekar 131 berucap.
"Nek! Saat datangnya hari perjanjian masih kurang
beberapa hari lagi. Sekarang aku harus pergi mencari
tempat yang tenang. Aku tak mau nantinya terkecoh!
Jika saatnya tiba, aku akan muncul di tempat yang kita tentukan!" Joko palingkan
kepala ke arah Manusia
Tanah Merah. Lalu sambungi ucapannya.
"Kek! Sebenarnya aku ingin terus bersamamu. Tapi
keadaan tidak memungkinkan.... Aku harus pergi dulu!" Joko terus putar tubuh. Kini menghadap Galuh
Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala yang
sekarang tegak tidak jauh dari Paduka Seribu Masalah.
"Kalian tidak membutuhkan keterangan apa-apa lagi dariku"!"
Kedua gadis yang ditanya saling pandang. Galuh
Sembilan Gerhana berbisik.
"Manusia satu ini aneh. Semua yang dilakukannya
dianggap main-main!"
"Orang macam begini, mampus pun akan tertawa!"
sahut Galuh Empat Cakrawala.
Karena tidak ada yang menjawab, Joko putar pandangan dan berhenti kala saling
pandang dengan mata
Bidadari Pedang Cinta.
"Senang jumpa denganmu lagi, Bidadari.... Terima
kasih atas keteranganmu tempo hari!"
Bidadari Pedang Cinta tidak menyahut walau sebenarnya dia ingin sekali buka
mulut. Seperti diketahui, Joko sempat bertemu dengan Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala.
Dan dari keterangan Joko pula akhirnya kedua gadis
ini bisa bertemu dengan Bidadari Tujuh Langit yang
tengah dicarinya. Sementara di lain pihak, dari keterangan Bidadari Pedang
Cinta, akhirnya Joko sampai
ke Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai.
Murid Pendeta Sinting teruskan pandangan. Begitu
matanya menumbuk pada sosok Dayang Tiga Purnama, dia berkata.
"Aku tidak bisa memastikan kapan hengkang dari
negeri ini! Tapi satu hal yang harus kau tahu. Orang
yang kau cari sudah ada di dekatmu!" Joko melirik ke
arah Paduka Seribu Masalah. Lalu teruskan pandangan ke arah Bidadari Tujuh Langit.
Namun kali ini sebelum Joko sempat bicara, Bidadari Tujuh Langit sudah
mendahului. "Kau tidak akan pernah hengkang dari negeri ini!"
Sambil berteriak begitu, Bidadari Tujuh Langit kembali
berkelebat lalu tegak lima langkah di hadapan Joko.
"Bidadari Tujuh Langit! Manusia sepertiku kurasa
tidak ada gunanya bagimu!" ujar Pendekar 131 seraya
hendak balikkan tubuh.
"Kau memang tidak berguna! Dan kau pasti tahu di
mana tempat manusia yang tak ada gunanya!"
Murid Pendeta Sinting tidak hiraukan ucapan Bidadari Tujuh Langit. Dia teruskan
gerakan membalik.
Saat itulah Bidadari Tujuh Langit menyergap ke depan.
Wuutt! Wuutt! Joko merasakan deruan angker berkiblat dari arah
samping. Joko tidak tinggal diam. Dia segera menghadang dengan sentakkan kedua
tangannya.

Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukk! Bukk! Pendekar 131 terjajar dua langkah dengan tangan
terpental. Di sampingnya Bidadari Tujuh Langit tersentak mundur dan perdengarkan
jeritan tertahan. Namun perempuan ini cepat kuasai diri. Saat lain dia telah
pentang mata. Sementara kedua tangannya diangkat tinggi-tinggi.
Karena sudah pernah bentrok, Pendekar 131 tidak
mau bertindak gegabah. Dia kerahkan tenaga dalam
pada kedua tangan siapkan pukulan 'Lembur Kuning'.
Didahului bentakan garang, Bidadari Tujuh Langit
melompat mundur. Saat lain kedua tangannya menghantam. Sepasang matanya
dipentang besar-besar.
Wuutt! Wuutt! Wusss! Wusss! Dari kedua tangan Bidadari Tujuh Langit melesat
dua sinar merah. Bersamaan dengan itu dari sepasang
mata sang Bidadari berkiblat dua sinar hitam yang
membuat suasana mendadak laksana ditelan kegelapan!
Dari serangan yang dilancarkan jelas kalau Bidadari
Tujuh Langit ingin membunuh Joko dalam satu kali
gebrakan. "Tahan serangan!" teriak Nenek Selir ketika Bidadari Tujuh Langit membuat
gerakan menghantam.
Namun teriakan si nenek sudah sangat terlambat.
Di lain pihak Joko tekuk lutut. Lalu sentakkan kedua
tangan. Dari kedua tangan murid Pendeta Sinting melesat
gelombang dahsyat disertai kiblatan sinar kuning yang
membawa hawa panas menyengat.
"Kalau sampai terjadi apa-apa pada pemuda asing
itu, urusan ketiga gadis itu bisa tak karuan! Lagi pula
aku tidak akan membiarkan seorang pun menjamah
tubuhnya karena dia telah berani kurang ajar padaku!"
Nenek Selir mendesis. Lalu kedua tangannya bergerak.
Dua pedang di sanggulan rambutnya ditarik lalu dihantamkan memotong pukulan
Bidadari Tujuh Langit.
Blamm! Blamm! Blaamm!
Tiga ledakan keras terdengar tiga kali berturut-turut
ketika pukulan yang dilepas ketiga orang itu bertemu
di udara. Suasana gelap pecah dengan semburatnya
bunga-bunga api. Sinar merah dari kedua tangan Bidadari Tujuh Langit bertabur.
Sinar kuning pukulan
'Lembur Kuning' bertebaran kian kemari di udara. Sementara dua kobaran api yang
keluar dari kedua pedang di tangan Nenek Selir terbongkar padam.
Bidadari Tujuh Langit berteriak tegang. Sosoknya
mental ke udara lalu menukik deras dan jatuh terjengkang di atas tanah dengan
mata terpejam dan mulut
megap-megap. Saat lain dari mulutnya terlihat lelehan
darah! Saat yang hampir bersamaan, sosok Nenek Selir
laksana dihantam kekuatan hebat. Sosoknya terjungkal ke udara dua setengah
tombak. Lalu tersentak dan
terbanting sebelum akhirnya meluncur jungkir balik ke
bawah dan jatuh punggung di atas tanah dengan mulut mengembung dan kepala pulang
balik tersentaksentak. Ketika kepalanya tersentak terakhir kali, mulutnya
terbuka semburkan darah! Sanggulan rambutnya terlepas terurai menutupi sebagian
pundak dan sebagian wajahnya yang pucat pasi!
Di seberang, begitu terdengar ledakan, sosok Pendekar 131 terlempar dua tombak
ke belakang lalu jatuh
terjepit di antara sela rumpun bambu dengan kedua
tangan terkulai dan mata terpejam terbuka merasakan
darahnya yang jungkir balik tak karuan.
Namun murid Pendeta Sinting adalah orang yang
paling beruntung dibanding Bidadari Tujuh Langit dan
Nenek Selir. Karena pukulan yang dilancarkan Bidadari Tujuh Langit terpangkas
dahulu oleh pukulan yang
dilepas Nenek Selir. Hingga begitu pukulannya bentrok, keadaan Bidadari Tujuh
Langit dan Nenek Selir
sudah mengalami bias bentroknya, keadaan Bidadari
Tujuh Langit dan Nenek Selir sudah mengalami bias
bentroknya pukulan terlebih dahulu. Maka meski Joko
terlempar dan jatuh terjepit di antara rumpun bambu
dan merasakan darahnya menyentak-nyentak, namun
dia tidak sampai semburkan darah.
*** EMPAT KETIKA Bidadari Tujuh Langit, Nenek Selir, dan
Pendekar 131 sama lepas pukulan, semua orang yang
ada di tempat Itu tampaknya maklum jika akan terjadi
sesuatu yang hebat. Hingga saat itu juga Dayang Tiga
Purnama dan Bidadari Pedang Cinta segera melompat
menyingkir. Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala berdiri tegak lalu
buru-buru berkelebat
menjauh. Cuma Paduka Seribu Masalah yang tetap
duduk di tempatnya semula. Sementara Manusia Tanah Merah sesaat tadi tampak
hendak buka mulut
mencegah tindakan Nenek Selir yang memotong pukulan Bidadari Tujuh Langit. Tapi
belum sampai suaranya terdengar, si nenek sudah keburu lepas pukulan.
Orang tua berjubah tanpa lengan ini akhirnya hanya
geleng kepala lalu mundur beberapa langkah.
Di lain pihak, begitu masing-masing sosok yang lepas pukulan sama terpental
jatuh, Bidadari Tujuh Langit adalah orang yang pertama kali bergerak bangkit.
Disusul Nenek Selir. Untuk beberapa saat kedua perempuan ini sama perang pandang
dengan unjuk tampang seringai dingin. Lalu sama arahkan pandangan
pada sosok murid Pendeta Sinting yang terjepit di antara rumpun bambu. Saat
lain, seakan sadar apa yang
harus mereka lakukan, kedua orang ini segera kerahkan hawa sakti untuk kuasai
luka dalam masingmasing. Lalu lipat gandakan tenaga dalam.
Pendekar 131 buka sepasang matanya. Lalu angkat
wajah memandang ke arah Bidadari Tujuh Langit dan
Nenek Selir. Tahu apa yang sudah dilakukan orang,
Joko cepat sibakkan bambu yang menjepit tubuhnya.
Bunggg! Bunggg! Bungggg!
Belum sampai Joko bertindak lebih jauh, mendadak
kawasan hutan bambu itu dipecah dengan terdengarnya suara gaung menggelegar
bertalu-talu. Semua orang yang ada di tempat itu rasakan liang
telinga laksana ditusuk-tusuk dan dada dihantam gelombang dahsyat.
"Jahanam! Ada saja yang merusak pekerjaanku!"
Nenek Selir mendengus karena dengan terdengarnya
suara gaung, pengerahan tenaga dalamnya jadi kacau.
Bidadari Tujuh Langit sendiri tampak terkesiap.
"Ulah siapa ini"! Gaung gila! Aku tak bisa pusatkan tenaga dalam!" rutuknya
dalam hati seraya sapukan
pandangan berkeliling ke arah satu persatu orang yang
ada di tempat itu.
"Eyang Guru...! Dia berada di sekitar sini!" Dayang
Tiga Purnama bergumam pelan seraya kerahkan tenaga dalam menutup jalan
pendengaran. "Aku pernah dengar suara gaung Ini...," kata Joko
dalam hati seraya kerahkan tenaga dalam pada kedua
telinga. Selagi orang-orang sama membatin, mendadak suara gaung sirna. Tapi cuma sekejap.
Di lain saat terdengar deruan angker membubung ke angkasa.
Ketika semua orang tengadah, mereka melihat sebuah gulungan benda hitam. Namun
belum sampai ada yang tahu benda apa itu, mendadak gulungan
benda hitam menukik deras ke tempat mana beberapa
orang tengah berada.
Blaaarrr! Gulungan benda hitam semburat pecah perdengarkan ledakan dahsyat. Suasana
berubah laksana digenggam kegelapan. Lalu asap putih menebar menungkup tempat
itu. Semua orang selain Paduka Seribu Masalah tersentak dan buru-buru tundukkan
ke- pala sambil takupkan kedua tangan pada wajah karena mereka merasakan mata
masing-masing perih dan
kucurkan air mata.
"Jahanam! Jahanam! Siapa berani kurang ajar berlagak buat kekacauan ini"!" Nenek
Selir memaki habishabisan.
"Munculnya pemuda asing keparat itu selalu saja
membawa petaka!" Bidadari Tujuh Langit juga menyumpah-nyumpah. "Jika keparat itu
tidak segera kubereskan, rejeki yang sudah di tangan terus akan melayang! Nenek
bangsat itu juga harus kuhabisi sekarang! Dia bisa jadi batu sandungan di kelak
kemudian hari!"
Setelah suasana kembali terang dan asap putih
yang tebarkan rasa perih di mata lenyap, Nenek Selir
cepat turunkan kedua tangan dari wajahnya. Lalu putar kepala dengan mata
dibeliakkan. Untuk kesekian kalinya, dari mulut si nenek terdengar makian panjang pendek
ketika tahu yang tinggal di tempat hanya Galuh Sembilan Gerhana, Galuh
Empat Cakrawala, Bidadari Tujuh Langit, dan Pendekar 131.
Sosok Paduka Seribu Masalah, Manusia Tanah Merah, Dayang Tiga Purnama, dan
Bidadari Pedang Cinta
tidak kelihatan lagi batang hidungnya.
"Siapa pun adanya jahanam yang punya pekerjaan
ini, pasti dia masih kambratnya salah satu gadis yang
berbaju hijau atau gadis baju ungu!" desis Nenek Selir
sambil gerak-gerakkan kedua tangannya yang menggenggam pedang. Yang dimaksud
gadis baju hijau dan
baju ungu oleh si nenek adalah Bidadari Pedang Cinta
dan Dayang Tiga Purnama. "Tapi tidak tertutup kemungkinan yang punya ulah ini
adalah gundik jahanam Wang Su Ji! Buktinya dia juga lenyap! Sialan betul!" Nenek Selir bantingkan kaki.
Di tempat lain, Bidadari Tujuh Langit cepat pula turunkan kedua tangan dari
wajah. Lalu lepas pandangan berkeliling. Perempuan cantik jelita bertubuh
bahenol ini tampak beringas kala tahu tinggal siapa saja
yang berada di tempat itu.
Dalam geram dan marahnya mata Bidadari Tujuh
Langit saling bentrok dengan mata Nenek Selir. Kemarahan sang Bidadari sudah
naik ke ubun-ubun apalagi
dia tahu karena pangkasan pukulan si nenek, dia harus mengalami luka dalam walau
segera bisa diatasi.
Namun Bidadari Tujuh Langit masih menindih keinginan ketika tiba-tiba telinganya
mendengar suara
gumaman dari rumpun bambu di mana Joko jongkok
sambil tutupi wajah. Dia cepat berpaling.
"Wang Su Ji pasti belum jauh dari tempat ini. Urusanku dengannya lebih penting
daripada masalah di
tempat ini! Aku harus segera mengejarnya!" Nenek Selir membatin lalu berteriak.
"Bidadari Tujuh Langit! Silakan kau punya sengketa
dengan pemuda asing sialan itu! Tapi jika dia mampus
di tanganmu, aku akan menagih nyawamu sebagai
ganti nyawanya!"
Habis berkata begitu, Nenek Selir putar langkah. Bidadari Tujuh Langit tidak
pedulikan teriakan si nenek.
Sebaliknya angkat kedua tangannya.
Di depan sana, murid Pendeta Sinting bergerak
bangkit sambil kucek-kucek mata. Ketika dia balikkan
tubuh, sosoknya tersurut dua tindak melihat kedua
tangan Bidadari Tujuh Langit sudah berkelebat lepas
pukulan ke arahnya!
Namun belum sampai sinar merah melesat dari kedua tangan Bidadari Tujuh Langit
dan dari sepasang
matanya melesat sinar hitam, tiba-tiba Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala sentakkan
tangan masing-masing.
Wuutt! Wuutt! Wuutt! Wuutt! Dari kedua tangan Galuh Sembilan Gerhana melesat arakan awan hitam yang membuat
suasana jadi remang-remang. Sedang dari kedua tangan Galuh Empat Cakrawala berkiblat sinar
pelangi. Kedua gadis ini
kembali telah lepas pukulan 'Inti Gerhana' dan 'Inti
Cakrawala'. Bidadari Tujuh Langit terkejut. Dia batalkan niat
lepas pukulan ke arah Pendekar 131. Lalu putar tubuh
dan serta-merta hantamkan kedua tangan menghadang pukulan yang datang.
Melihat apa yang terjadi, entah mengapa tiba-tiba
Nenek Selir urung teruskan langkah. Malah saat itu
juga dia angkat kedua tangannya siap membantu Galuh Sembilan Gerhana dan
saudaranya. Di lain pihak, Joko cepat melompat dari sela rumpun bambu. Sesaat dia bimbang.
Dia sebenarnya ingin
membantu Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala. Dia dapat membaca, kedua gadis itu tidak
akan mampu menghadapi Bidadari Tujuh Langit. Joko
sudah angkat kedua tangannya. Tapi mendadak dia
urungkan niat ketika sekilas dapat melihat gerakan
kedua tangan Nenek Selir.
Di udara, pukulan dari masing-masing ketiga orang
terus melesat. Nenek Selir sudah kelebatkan kedua
tangannya. Namun sekonyong-konyong, dari arah
samping terdengar suara dahsyat bergemuruh.
Ketika Nenek Selir melirik, kagetlah nenek ini. Dua
gelombang angin luar biasa menggebrak lurus ke
arahnya! Karena tak ada kesempatan lagi untuk menghadang
gelombang yang tiba-tiba datang, sambil berteriak marah dia jatuhkan diri sama
rata dengan tanah hindari
gelombang. Wusss! Wusss! Dua gelombang lewat dua jengkal di atas tubuh Nenek Selir. Rambut nenek ini
tampak berkibar-kibar ke
udara lalu sosoknya terseret hingga dua tombak di
atas tanah! Kedua tangannya yang tadi lepas pukulan
membantu Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala tersentak ke bawah hingga kobaran api dari
kedua pedangnya menghantam udara kosong!
Saat itulah terdengar dentuman keras ketika pukulan Galuh Sembilan Gerhana dan
Galuh Empat Cakrawala bertemu pukulan yang dilepas Bidadari Tujuh
Langit. Kedua gadis murid si Pasangan Mesum ini terpekik.
Sosok keduanya langsung mencelat dan terkapar di
atas tanah. Dari mulut masing-masing semburkan darah. .
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala tampaknya salah menduga. Mereka
tadi mengira Bidadari Tujuh Langit tidak akan mampu memutar gerakan tangannya yang saat itu
tengah lepas pukulan
ke arah murid Pendeta Sinting. Hingga tanpa pikir
panjang lagi, mereka segera lepas pukulan. Karena mereka pikir itulah kesempatan


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baik untuk membuat balasan Ternyata dugaan mereka meleset.
Di seberang, Bidadari Tujuh Langit hanya terjajar
beberapa tindak. Saat lain perempuan ini sudah angkat kedua tangannya lagi siap
lepas pukulan! Yang paling kecewa adalah Pendekar 131. Karena
dia tadi dapat menangkap gerakan kedua tangan Nenek Selir, dia urungkan niat
untuk ikut menghadang
pukulan Bidadari Tujuh Langit. Dia tidak menduga jika tiba- tiba Nenek Selir mendapat serangan gelap dari
arah samping. Hingga pukulan si nenek melenceng
dan akibatnya Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala harus menghadang pukulan Bidadari Tujuh Langit tanpa bantuan
orang lain. Begitu sosoknya terhenti, Nenek Selir cepat membuat gerakan jungkir balik. Lalu
tegak kembali di atas
tanah seraya berteriak.
"Siapa berani pengecut membokongku, hah?" Kedua
tangannya yang memegang pedang diacung-acungkan
memutar. Belum habis teriakan si nenek, dua sosok berkelebat dan langsung tegak di tempat
itu dengan kepala lurus menghadap ke arah sosok Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala.
"Iblis Muka Setan! Perempuan Kembang Darah!"
Joko bergumam mengenali seorang laki-laki berusia
lanjut berparas lonjong dengan kulit putih pucat laksana tidak dialiri darah.
Sosoknya kerempeng hingga
anggota tubuhnya yang kelihatan hampir-hampir tidak
tertutup daging. Rambutnya panjang serta jarang. Sepasang matanya melotot besar.
Orang tua kerempeng
ini mengenakan pakaian gombrong besar berwarna putih. Begitu gombrongnya pakaian
yang dikenakan,
hembusan angin yang masih mendera tempat itu akibat bentroknya pukulan membuat
sosok orang tua ini
laksana bergerak-gerak hendak amblas tersapu. Padahal dia tidak membuat gerakan
apa-apa. Tegak di samping orang tua berpakaian gombrong
besar adalah seorang perempuan berparas cantik walau usianya tidak muda.
Rambutnya hitam lebat dikuncir tinggi. Kulitnya putih bersih. Hidungnya mancung,
bibirnya dipoles merah menyala. Dadanya mencuat kencang dan padat. Pinggulnya
yang besar menggoda dibalut pakaian tipis ketat warna biru.
Nenek Selir mendelik angker dengan dada panas,
apalagi mendapati kedua orang yang muncul dan dia
yakini manusia yang membokongnya seakan tidak melihat keberadaannya di tempat
itu. Untuk beberapa saat si nenek memperhatikan dengan kepala disorongkan ke depan.
Jelas wajahnya menggambarkan kebimbangan.
Sementara dua orang yang baru muncul sama
sunggingkan senyum melihat Galuh Sembilan Gerhana
dan Galuh Empat Cakrawala terbungkuk-bungkuk
bangkit sambil pegangi dada masing-masing. Lalu tanpa pedulikan pandangan orang,
kedua sosok yang baru muncul saling berpaling. Saat lain kepala keduanya
bergerak ke depan. Kedua orang ini berciuman
sambil lingkarkan tangan masing-masing ke pinggang
lainnya! "Gila! Dua jahanam itu adalah si Pasangan Mesum!"
desis Nenek Selir sambil lemparkan pandangan ke jurusan lain dengan tampang
berubah. "Tanpa kucari, akhirnya kau datang sendiri, Perempuanku.... Gayamu sungguh luar
biasa! Hingga aku
tak sabar ingin segera menikmatimu!" Bidadari Tujuh
Langit buka suara begitu melihat siapa adanya kedua
orang yang muncul. Sepasang matanya terus menatap
pada sosok si perempuan berbaju biru ketat yang masih berciuman dengan si orang
tua bertubuh kerempeng berpakaian gombrong.
"Edan! Edan!" rutuk Joko dalam hati melihat apa
yang tengah dilakukan dua sosok yang baru muncul
yang bukan lain memang Iblis Muka Setan dan Perempuan Kembang Darah. Sepasang
tokoh yang dikenal
dengan gelar Pasangan Mesum.
Mendengar ucapan Bidadari Tujuh Langit, Iblis Muka Setan sudah hendak tarik pulang ciumannya dari
bibir Perempuan Kembang Darah. Namun si Perempuan Kembang Darah cepat rapatkan
tangannya yang melingkar di pinggang si laki-laki. Lalu daratkan bibirnya lagi ke bibir Iblis
Muka Setan. Nenek Selir melirik. Ketika dilihatnya kedua orang
itu masih juga berciuman, si nenek langsung berteriak.
"Binatang saja masih punya rasa malu bercinta di
depan orang! Kalian manusia adanya mengapa tidak
punya kemaluan"!"
"Nek! Ucapanmu salah! Mana mungkin mereka berani bercinta di depan orang kalau
mereka tidak punya
kemaluan"! Yang benar, mereka manusia adanya mengapa tidak punya malu-malu"!"
Pendekar 131 menyahut lalu tertawa bergelak.
"Setan! Berani kau menyalahkan ucapanku! Kau
yang bodoh! Apa itu malu-malu"!" Nenek Selir kembali
berteriak. "Malu-malu artinya sama dengan malu! Berhubung
manusia yang tidak punya malu ada dua orang, apa
salah kalau dikatakan malu-malu"!" ujar murid Pendeta Sinting.
"Ah, kau sok pintar bicara! Yang jelas apa pun namanya, mereka tidak punya
kemaluan!"
"Astaga! Dari mana kau tahu, Nek"!" tanya Joko
dengan pasang tampang sungguh-sungguh.
"Suruh saja mereka singkap pakaian yang dikenakan! Mereka pasti memilih mampus
daripada buka pakaian! Dan karena tidak punya kemaluan, maka hilang
pula rasa malu-malunya!"
"Bidadari Tujuh Langit! Kau dengar ucapan nenek
itu! Apa kau masih tertarik dengan perempuan berbaju
biru itu"!" Joko berteriak ajukan tanya pada Bidadari
Tujuh Langit. Pertanyaan Joko bukannya disahut Bidadari Tujuh
Langit, tapi disambut Nenek Selir.
"Bagi dia, tidak perlu apakah adanya orang itu utuh
atau tidak! Yang penting wujudnya perempuan! Neneknenek pun jadilah! Malah
akhir-akhir ini kudengar dia
lebih gandrung dengan nenek-nenek!"
Joko perdengarkan seruan kaget. Lalu buka mulut.
"Bagaimana bisa begitu"!"
"Aku tak bisa menjelaskan! Aku khawatir nanti dikira tidak punya kemaluan! Ah,
salah.... Aku khawatir
nanti dikira tidak punya malu ungkapkan hal-hal luar
biasa begitu di depan orang banyak! Apalagi kau adalah orang negeri asing! Kalau
sampai kabar berita ini
tersebar hingga negerimu, bisa celaka seumur-umur
semua nenek-nenek negeri ini!"
*** LIMA BIDADARI Tujuh Langit tegak dengan dagu terangkat mendengar kata-kata Pendekar 131 serta Nenek
Selir. Sementara Iblis Muka Setan dan Perempuan
Kembang Darah sama lepas pelukan tangan masingmasing di pinggang lainnya. Lalu
tarik pulang wajahnya. Iblis Muka Setan berpaling pada Nenek Selir. Sedang
Perempuan Kembang Darah sentakkan wajah
menghadap murid Pendeta Sinting.
Walau sudah bisa membaca raut kemarahan pada
wajah orang, tapi Joko seakan tidak peduli. Sambil
alihkan pandangan dari tatapan Perempuan Kembang
Darah dan lirikan tajam Bidadari Tujuh Langit, dia
buka suara. "Nek! Kau bilang nenek-nenek negeri ini bisa celaka
seumur-umur. Bagaimana maksudmu"!"
"Huss! Jangan keras-keras!" bentak si nenek.
Joko tengadahkan wajah. Lalu mulutnya membuat
gerakan seperti orang bicara tapi tanpa perdengarkan
suara. "Bagaimana tidak bisa celaka seumur-umur. Kalau
sampai berita tersebar, orang-orang pasti menduga jika
seluruh nenek negeri ini sudah melakukan hal-hal luar
biasa yang memalukan!" kata si nenek setelah Joko
hentikan gerakan mulutnya.
"Bahkan tidak mustahil orang-orang akan menduga
semua nenek negeri ini tidak punya kemaluan!" sahut
Joko. "Sialan! Ujung ucapanmu pulang balik ke situ lagi!"
"Jahanam!" Iblis Muka Setan menghardik. "Mulut
nenek satu ini perlu dibuat tidak bisa bicara!"
"Soal dia dan manusia asing itu kita tunda. Sekarang sudah saatnya kita
selesaikan urusan lama!" Menyahut Perempuan Kembang Darah. Lalu perempuan
cantik ini putar tubuh lurus menghadap Bidadari Tujuh Langit.
Iblis Muka Setan mendelik sesaat pada Nenek Selir.
Si nenek kedipkan sebelah mata lalu tertawa cekikikan. Kalau saja di situ tidak
ada Bidadari Tujuh Langit, pasti Iblis Muka Setan sudah berkelebat dan
menggebuk si nenek.
Melihat Perempuan Kembang Darah menghadap ke
arahnya, Bidadari Tujuh Langit tersenyum. Lalu berkata.
"Perempuanku... Lebih baik kita lupakan urusan
lama! Aku punya urusan yang pasti akan membuatmu
kesenangan! Kau bisa tanyakan pada kedua muridmu
itu... Sekali mereka merasakan, mereka terus mencariku..."
Perempuan Kembang Darah tidak menyahut. Sebaliknya perempuan ini diam-diam
salurkan tenaga dalam pada kedua tangannya.
Bidadari Tujuh Langit saput bibirnya dengan lidah.
Lalu buka suara lagi.
"Pasanganmu memang tampan. Tapi di mana enaknya bercinta dengan tulang belulang
begitu rupa"! Kau
harus sadar, Perempuanku! Kau perempuan cantik
bertubuh bagus. Kau layak merasakan kenikmatan daripada sekadar rasa tulang
belulang! Hik... Hik...
Hik...!" Iblis Muka Setan sudah tidak sabaran mendengar
ucapan Bidadari Tujuh Langit. Tapi tampaknya Perempuan Kembang Darah masih bisa
menahan diri. Dia
segera berkata.
"Biarkan mulutnya membuka sepuasnya! Mungkin
saat ini terakhir kali dia bisa bicara!"
Baru saja Perempuan Kembang Darah berkata begitu, dari bagian belakang Galuh
Sembilan Gerhana dan
Galuh Empat Cakrawala sama berseru tertahan melihat siapa yang tegak di seberang
depan. Sesaat tadi, kedua gadis ini memang belum menyadari siapa kedua orang yang tegak
di seberang depan.
Karena mereka berdua masih coba kuasai diri akibat
bentrok dengan Bidadari Tujuh Langit. Dan begitu mereka dapat tegak dan buka
mata, mereka kaget.
Galuh Empat Cakrawala sudah hendak buka mulut.
Tapi buru-buru Galuh Sembilan Gerhana menahan
dengan berbisik.
"Jangan bicara dulu! Ada yang tak beres..."
Galuh Empat Cakrawala berpaling. Belum sampai
gadis berbaju kuning ini buka suara, Galuh Sembilan
Gerhana sudah bicara lagi.
"Walau sekilas, aku tadi melihat nenek itu hendak
membantu kita. Tapi tiba-tiba ada gelombang yang
membokongnya! Aku tahu benar. Pukulan itu adalah
pukulan Guru kita berdua! Mengapa mereka berdua
menahan orang yang hendak membantu kita" Mengapa mereka berdua sepertinya
menginginkan kita mampus"! Jangan-jangan mereka berdua sendiri yang
membunuh kedua orangtua kita!"
Galuh Empat Cakrawala terdiam beberapa lama simak ucapan saudaranya. "Tapi...
Apa mungkin"! Kalau
memang mereka menginginkan kita mampus, bukankah mereka berdua tidak usah
membesarkan kita
atau membekali kita dengan ilmu silat"! Dan kalaupun
benar dia inginkan nyawa kita, tentu mudah bagi mereka melakukannya! Mengapa
harus cari jalan begini"!"
Galuh Sembilan Gerhana menghela napas. Kepalanya bergerak menggeleng perlahan.
"Itulah yang tak
kumengerti. Tapi jika tidak, mengapa mereka tadi tidak
langsung saja membantu kita"! Bukankah Bidadari binal itu adalah musuh
besarnya"! Lebih-lebih lagi mengapa mereka menahan nenek itu yang jelas akan
membantu kita"!"
"Kita tunggu saja...," akhirnya Galuh Empat Cakrawala memutuskan. "Pasti ada
sesuatu yang disembunyikan hingga mereka lakukan itu pada kita! Tapi satu
hal yang pasti, menurut Paduka Seribu Masalah, semua keterangan Guru berdua
tidak benar!"
Kalau kedua gadis murid Pasangan Mesum itu berbisik menduga-duga, diam-diam
Nenek Selir juga
membatin dalam hati.
"Bidadari edan itu mengatakan kedua gadis cantik
itu adalah murid pasangan gila itu! Jika benar, mengapa pasangan gila itu
menahan gerakanku"! Ada sesuatu yang aneh! Dan ketika menyaksikan kedua muridnya terluka, sepertinya pasangan gila itu tenangtenang saja! Malah senyumsenyum dan berciuman!
Kasihan nasib kedua gadis itu.... Dari ucapannya, jelas
mereka telah menjadi korban kelainan Bidadari edan
sialan itu!"
Nenek Selir pandangi berlama-lama Galuh Sembilan
Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala. Entah mengapa
tiba-tiba timbul rasa iba pada diri si nenek. Hingga kalau tadi sudah memutuskan
untuk berkelebat mengejar Manusia Tanah Merah, kini dia melupakan urusannya
dengan laki-laki bekas kekasihnya itu. Malah dengan melirik ke arah Iblis Muka
Setan dan Perempuan
Kembang Darah, dia melangkah ke arah Galuh-Empat
Cakrawala dan Galuh Sembilan Gerhana.
Namun baru saja mendapat empat tindak, tiba-tiba
terdengar suara.
"Tampaknya kau juga tertarik dengan kedua gadis
itu! Hik... Hik... Hik...! Silakan... Silakan! Mereka berdua sudah pernah
mendapat pelajaran dariku. Tentu
kau sudah tak perlu lagi memberi pelajaran tambahan... Kau tinggal buka baju dan
berbasah-basah ria!
Tapi harap tidak melakukannya di sini meski aku tahu
kau sudah tidak kuat menahan diri... Aku takut nantinya tertarik melihat
potongan tubuhmu!"
Nenek Selir hentikan langkah dengan kepala disentakkan ke arah Bidadari Tujuh
Langit yang baru saja
perdengarkan suara. Tampang si nenek berubah merah mengetam. Kedua lutut dan
tangannya bergetar.


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tampangmu berubah! Kau malu.."! Hik... Hik...
Hik...! Mengapa harus malu kalau kau sebenarnya lebih tertarik dengan gadis
daripada dengan laki-laki"!
Malah kalau kau mau berterus terang, di hadapan kita
ada seorang perempuan yahud yang selama ini hanya
menikmati tulang belulang! Kita bisa menikmati tubuhnya bersama-sama. Hik... Hik... Hik..! Kita bawa
dia melayang-layang hingga dia sadar, apa yang kita
berikan lebih asyik daripada apa yang selama ini dia
pamerkan di hadapan manusia!" Bidadari Tujuh Langit
kembali berkata.
"Waduh... Apa telingaku tidak salah dengar"!" Pendekar 131 berseru. Matanya
dipelototkan pada Nenek
Selir di seberang sana. "Jika betul, bukan saja neneknenek negeri ini yang bisa
celaka seumur-umur. Tapi
para gadis pun bisa tertimpa malapetaka dari ujung
rambut sampai ujung kaki1"
Nenek Selir balik melotot angker pada murid Pendeta Sinting. Lalu membentak.
"Beraninya mulutmu menuduhku yang bukan-bukan! Apa kau ingin tanganku memutus
tanggal kepalamu atas bawah, hah"!"
"Aku tidak menuduh, Nek! Aku hanya..."
"Diam!" hardik Nenek Selir. Dia berpaling mendelik
pada Bidadari Tujuh Langit. Tapi belum sampai dia
buka mulut, Perempuan Kembang Darah yang merasa
tersindir dengan ucapan Bidadari Tujuh Langit sudah
berkelebat ke depan.
Bidadari Tujuh Langit tidak berdiam diri. Hampir
bersamaan dengan berkelebatnya sosok Perempuan
Kembang Darah, dia membuat gerakan melompat ke
depan songsong Perempuan Kembang Darah.
Di atas udara, Perempuan Kembang Darah kelebatkan kedua tangan dan kedua kakinya
sekaligus! Bidadari Tujuh Langit sambuti dengan hantamkan kedua tangan dan tendangkan kedua
kaki. Bukk! Bukk! Bukk! Bukk!
Sosok Perempuan Kembang Darah terjajar dua
langkah di atas udara. Di hadapannya Bidadari Tujuh
Langit tersentak satu langkah. Perempuan Kembang
Darah membuat gerakan berputar di atas udara. Saat
lain kembali sosoknya melesat ke depan. Kedua tangan
dan kakinya lagi-lagi berkelebat. Bidadari Tujuh Langit
tidak tinggal diam. Dia kembali sambuti pukulan lawan dengan gerakkan kedua
tangan dan kaki.
Terjadilah saling adu tangan dan kaki di atas udara.
Hingga untuk beberapa lama terdengar suara bentrokan bertubi-tubi. Suara
benturan baru terputus ketika
sosok Perempuan Kembang Darah terbanting mencelat
dan perdengarkan seruan tertahan.
Mendapati apa yang terjadi, Iblis Muka Setan cepat
berkelebat lalu menyambar sosok kekasihnya. Hingga
sosok Perempuan Kembang Darah selamat dari benturan dengan tanah di bawahnya.
Di pihak lain, Bidadari Tujuh Langit terpental deras
ke belakang. Lalu limbung sebelum akhirnya meluncur
jatuh. Namun dalam keadaan begitu rupa, perempuan
cantik ini masih mampu membuat gerakan jungkir balik satu kali. Lalu tegak
terbungkuk-bungkuk di atas
tanah dengan paras berubah memperhatikan kedua
tangannya yang bengkak merah.
Begitu berhasil menyambar sosok Perempuan Kembang Darah, Iblis Muka Setan cepat
meletakkan tubuh
kekasihnya di atas tanah dan meneliti. Tiba-tiba sepasang mata Iblis Muka Setan
mendelik besar. Dari mulutnya keluar suara seruan tegang ketika melihat
bagaimana kedua kaki Perempuan Kembang Darah berubah menjadi merah laksana
dipanggang! Kulitnya mengelupas dan tulang betisnya patah!
"Aku gagal memutus kaki kirinya...." Perempuan
Kembang Darah berucap dengan suara tersendat. "Kau
harus hati-hati menghadapi kaki kirinya...."
"Aku menawarkan kenikmatan. Kau minta yang lain! Hik... Hik... Hik..!" Berkata
Bidadari Tujuh Langit
lalu melangkah ke arah Perempuan Kembang Darah
yang masih tergeletak di samping Iblis Muka Setan.
Laksana terbang, Iblis Muka Setan bergerak bangkit. Saat yang sama, Perempuan
Kembang Darah ikut
bergerak. Karena kedua kakinya patah, perempuan ini
hanya bisa bergerak duduk.
"Iblis Muka Setan! Untuk terakhir kalinya kuberi
kesempatan padamu untuk mencium kekasihmu!" kata Bidadari Tujuh Langit sambil
kacak pinggang dan
berhenti sepuluh langkah di hadapan Iblis Muka Setan. Pandang matanya bukan
terarah pada Iblis Muka
Setan, melainkan menelusuri sosok Perempuan Kembang Darah yang duduk selonjorkan
kedua kaki. Iblis Muka Setan sambuti ucapan Bidadari Tujuh
Langit dengan angkat kedua tangan. Namun laki-laki
kerempeng ini bukannya segera membuat gerakan
menghantam. Dia hentakkan kaki ke tanah. Sosoknya
membal ke udara.
Dari atas udara, kedua tangannya disapukan ke
pakaiannya yang gombrong besar.
Weerr! Pakaian putih gombrong milik Iblis Muka Setan berkelebat perdengarkan deruan
angker. Beberapa rangkum angin dahsyat berkiblat lurus ke arah Bidadari
Tujuh Langit. Saat lain kedua tangan laki-laki ini terangkat ke udara, lalu
dihantamkan ke bawah.
Tiba-tiba suasana menjadi gelap gulita. Inilah tanda
jika Iblis Muka Setan lepas pukulan 'Inti Gerhana*.
Melihat apa yang dilakukan Iblis Muka Setan, Perempuan Kembang Darah buru-buru
kerahkan tenaga
dalam pada kedua tangan. Lalu dihantamkan ke depan.
Wuutt! Wuutt! Gelapnya suasana sesaat pecah diterjang sinar pelangi yang melesat dari kedua tangan Perempuan Kembang Darah.
Bidadari Tujuh Langit rasakan sosoknya tersapu
saat terdengar deruan dari pakaian gombrong Iblis
Muka Setan. Rambutnya berkibar. Pakaian bawahnya
yang robek menyingkap hingga terlihat jelas sepasang
pahanya yang mulus padat.
Bidadari Tujuh Langit cepat melompat mundur saat
mana suasana berubah gelap. Lalu seraya tengadah
tembusi kegelapan dia hantamkan kedua tangan sambil pentang mata. Di lain saat
dia angkat kaki kirinya.
Dengan bertumpu pada kaki kanan, kaki kirinya dikelebatkan membuat gerakan
menendang ketika sinar
pelangi melesat memecah suasana gelap.
Bummm! Bummm! Bummm!
Terdengar beberapa kali dentuman dahsyat ketika
dari kedua tangan Bidadari Tujuh Langit melesat sinar
merah dan dari sepasang matanya melesat dua sinar
hitam. Saat lain dari kaki kirinya juga berkiblat semburan sinar merah menyala.
Suasana gelap laksana disentak kekuatan dahsyat.
Lalu semburat dan berubah jadi terang kembali. Sinar
pelangi bertabur pecah porak-poranda. Sementara sinar merah dan hitam yang
berkiblat dari pukulan Bidadari Tujuh Langit muncrat bertebaran kian kemari.
Iblis Muka Setan terbanting dua kali di atas udara.
Lalu terlempar beberapa tombak. Ketika melayang turun, laki-laki ini tak bisa
lagi kuasai diri. Hingga jatuh
terkapar menghantam tanah!
Krakk! Krraakk!
Terdengar suara seperti benda patah.
Iblis Muka Setan berseru tertahan. Lehernya lunglai
ke samping dengan tulang bersembulan keluar. Darah
mengucur deras dari lehernya yang patah dan mulutnya yang menganga terbuka. Kekasih Perempuan Kembang Darah ini sesaat gerakgerakkan mulutnya seolah
ingin bicara dengan memaksakan kepala bergerak
menghadap pada Perempuan Kembang Darah yang juga terkapar di atas tanah dengan
mulut semburkan
darah. Namun belum sampai ada suara yang terdengar, mulutnya mengatup rapat
laksana ditakup setan. Kedua kakinya yang sesaat tadi bergerak-gerak
terdiam seketika. Sepasang matanya yang melotot besar pancarkan pandangan
kosong! *** ENAM WALAU dalam keadaan terluka dalam cukup parah,
Perempuan Kembang Darah masih sempat dengar seruan tertahan Iblis Muka Setan.
Dengan menahan rasa
sakit pada sekujur tubuh, perempuan ini menoleh pada kekasihnya yang saat itu
tengah memaksakan diri
gerakkan lehernya yang patah dengan mulut membuka
berusaha berucap.
Begitu mendapati Iblis Muka Setan katupkan mulut
dan gerakan kakinya terdiam, kaget Perempuan Kembang Darah bukan alang kepalang.
Laksana kalap, dia
bergerak tegak dan hendak berkelebat. Dia lupa jika
kedua kakinya sudah patah. Hingga begitu belum sampai tegak, sosok perempuan ini
terjengkang roboh!
Namun Perempuan Kembang Darah seperti orang
kesetanan. Dia kerahkan sisa-sisa tenaga dalamnya.
Lalu bergulingan ke arah Iblis Muka Setan.
Perempuan Kembang Darah melolong tinggi begitu
mendapati Iblis Muka Setan sudah tidak bernyawa lagi. Dia menangis sambil
memeluk! sosok mayat kekasihnya. Tapi hal itu cuma sekejap. Ketika dia sadar,
perempuan ini putuskan tangisnya. Lalu angkat wajahnya disentakkan menghadap
Bidadari Tujuh Langit
yang saat itu terbungkuk-bungkuk bangkit dengan kedua tangan pegangi dadanya.
"Bidadari laknat! Aku mengadu jiwa denganmu!" teriak Perempuan Kembang Darah.
Dia angkat kedua
tangannya. Namun perempuan ini jadi tercekat sendiri
ketika sadar kalau tenaga dalam yang disalurkan pada
kedua tangannya terasa hampa! Bahkan kedua tangannya segera luruh ke bawah
seolah tidak bertenaga!
Bidadari Tujuh Langit tersenyum. Tanpa buka mulut, dia melangkah mendekati.
Perempuan Kembang
Darah tercekat dengan kuduk dingin. Sementara Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala
saling pandang seolah tak tahu apa yang harus dilakukan.
"Seandainya kau terima tawaranku, tidak mungkin
kau mengalami nasib buruk seperti ini! Kini semuanya
terlambat. Hidup pun tidak ada gunanya bagimu! Kematian adalah hal terbaik yang
harus kau terima!" kata Bidadari Tujuh Langit seraya hentikan langkah tujuh
tindak di hadapan Perempuan Kembang Darah.
Dalam keadaan tidak berdaya begitu rupa, tampaknya Perempuan Kembang Darah sudah
tidak punya harapan sama sekali. Hal ini membuat dia tidak punya
beban lagi. Hingga begitu dengar ucapan Bidadari Tujuh Langit, dia tertawa
panjang. Lalu berucap.
"Kau boleh membunuhku berapa kali kau suka!
Kau boleh hidup seribu tahun lagi! Tapi satu hal yang
harus kau tahu. Aku mati dengan membawa kepuasan! Aku memang tidak berhasil
membunuhmu, tapi
setidaknya aku telah membuatmu lebih sengsara dari
kematian!"
Ucapan orang membuat Bidadari Tujuh Langit balik
tertawa panjang. "Orang sekarat memang selalu bicara
tanpa juntrungan! Kau tahu. Dalam hidup, aku tidak
akan pernah mengalami sengsara! Justru seluruh hidupku terisi dengan kenikmatan!
Sayang kau harus
mampus sebelum membagi kenikmatan denganku...!"
"Kau boleh bicara tidak pernah mengalami sengsara. Tapi aku tahu. Kau masih
punya ganjalan besar
dalam hidupmu!"
Bidadari Tujuh Langit makin keraskan tawa. "Aku
punya bekal untuk membunuh semua orang! Aku...."
"Kau ingat peristiwa enam belas tahun silam"!" Perempuan Kembang Darah sudah
memotong sebelum
Bidadari Tujuh Langit lanjutkan ucapan.
"Aku tidak pernah mengingat apa yang telah terjadi!
Maka kau salah besar jika mendugaku punya ganjalan
hidup!" "Bagus! Apa kau juga tidak pernah ingat siapa suamimu"!" Bertanya Perempuan
Kembang Darah. Bidadari Tujuh Langit terdiam sesaat. Semua orang
yang ada di situ tidak ada yang buka suara membuat
gerakan. Mereka seakan terkesima dengan perbincangan Bidadari Tujuh Langit dan
Perempuan Kembang
Darah. Namun semua orang di situ dapat menangkap
raut terkejut pada paras Bidadari Tujuh Langit mendengar pertanyaan Perempuan
Kembang Darah. "Bagiku, laki-laki adalah bangkai yang harus disingkirkan! Jadi jangan tanya
perihal laki-laki!" ujar Bidadari Tujuh Langit setelah terdiam sesaat. Namun
sebenarnya dada perempuan ini sempat berdebar tidak
enak dengan pertanyaan orang. Hanya sejauh ini dia
tidak tahu mengapa.
"Baik! Aku tidak akan tanya perihal laki-laki! Sekarang aku tanya. Kau juga
tidak ingat dengan anak
yang kau lahirkan"!"
Berubahlah tampang Bidadari Tujuh Langit. Dia
mendelik besar. Saat lain dia membentak.
"Kau tahu apa tentang itu, hah?"
"Bagus.... Nada ucapanmu memberi satu petunjuk
kalau kau ingat dengan anak-anak yang kau lahirkan!"
kata Perempuan Kembang Darah seraya tertawa pendek. "Selama ini kau pernah
bertemu dengan mereka"!"
Yang ditanya tidak segera menjawab. Sebaliknya tengadahkan kepala. Perempuan
Kembang Darah lagilagi tertawa. Lalu berucap.
"Kau tahu kalau selama ini mereka mencarimu"!"
"Jahanam! Apa maksud pertanyaan perempuan
ini"! Mungkinkah dia tahu perihal anak-anakku"! Enam belas tahun lamanya aku
coba menyirap kabar
tentang keberadaan anak-anakku. Tapi aku tidak pernah mendapat keterangan yang
benar! Kini, ada perempuan sekarat yang ucapannya aneh!" Bidadari Tujuh Langit
membatin dengan dada di buncah kebimbangan.
"Wajahmu berubah. Mulutmu tidak berkata menjawab. Jadi kau berdusta kalau selama
ini tidak punya
ganjalan hidup! Bahkan sebenarnya kau masih ingat
siapa suamimu...!"
Bidadari Tujuh Langit luruskan kepala. "Aku tahu.
Kau pura-pura tahu segalanya. Padahal sebenarnya
kau tidak tahu apa-apa! Kau sengaja menggantungkan


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ucapan agar aku tidak membunuhmu! Jangan mimpi!"
Bidadari Tujuh Langit geleng kepala.
Lagi-lagi Perempuan Kembang Darah tertawa mendengar kata-kata orang. "Dengar,
Bidadari Binal! Hari
ini aku rela mampus seribu kali. Karena aku telah
membuatmu lebih sengsara daripada kematian!"
"Jahanam! Dari tadi dia bicara hal itu! Apa maksud
sebenarnya"!" Kembali Bidadari Tujuh Langit membatin. "Jangan-jangan dia...."
Bidadari Tujuh Langit melompat dan tegak dua langkah di hadapan Perempuan
Kembang Darah. "Membunuhmu saat ini bukan pekerjaan sulit. Tapi
aku bersumpah akan membuatmu mampus perlahanlahan jika kau tidak mengatakan apa
maksud ucapanmu!"
Sikap orang membuat Perempuan Kembang Darah
tertawa bergelak seakan lupa akan keadaan dirinya.
Puas tertawa dia berpaling ke jurusan lain sambil berkata.
"Karena kebinalanmu hingga kau tidak sadar siapa
saja yang selama ini telah kau jadikan korban! Tapi semuanya sudah terlambat!
Dan perempuan macammu
memang sudah layak menerima penyesalan!"
Ucapan Perempuan Kembang Darah membuat Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala saling pandang dengan dada berdebar. Mereka tadi sebenarnya sudah hendak
berkelebat ke arah Iblis Muka
Setan. Mereka memang masih agak jengkel setelah
mendengar keterangan dari Paduka Seribu Masalah jika semua hal yang diucapkan
guru mereka tidak benar
adanya. Tapi kematian gurunya mau tak mau membuat kedua gadis ini seakan
melupakan kejengkelannya. Namun begitu sadar akan keadaan diri masingmasing,
apalagi ingat jika masih punya sesuatu yang
harus di-selesaikan, akhirnya kedua gadis ini batalkan
niat untuk mendekati gurunya.
"Jangan-jangan yang dimaksud Guru adalah...." Galuh Sembilan Gerhana yang
berbisik tidak lanjutkan
ucapan, karena Galuh Empat Cakrawala sudah menukas.
"Kita memang telah jadi korban kebinalan Bidadari
keparat itu! Tapi masih banyak lagi yang lainnya! Dan
mustahil kita masih ada hubungan dengan Bidadari
binal itu! Tidak mungkin! Tidak mungkin!"
Baru saja Galuh Empat Cakrawala berbisik begitu,
di depan sana Bidadari Tujuh Langit maju satu tindak
lagi. Lalu berkata dengan senyum dingin.
"Aku tanya. Kau tahu perihal anak-anakku"!"
Perempuan Kembang Darah tersenyum. "Sebelum
kujawab tanyamu, jawab dulu pertanyaanku! Jika kau
melakukan pekerjaan gila menggauli perempuan, apakah kau tidak bisa membedakan
rasa antara anak sendiri dan orang lain"!"
Medali Wasiat 4 Tiga Mutiara Mustika Karya Gan Kl Matahari Esok Pagi 7

Cari Blog Ini