Ceritasilat Novel Online

Tabib Setan 3

Gento Guyon 1 Tabib Setan Bagian 3


sangat dipercaya berikut beberapa tokoh silat yang mendukungnya sedang memimpin
pasukan untuk melakukan pengejaran ke kuil kuno yang terletak di luar dusun
Mojokerto. Kesempatan ini dipergunakan oleh kepala abdi Senopati ini untuk
menyelinap ke dalam kamar di mana Ni
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Seroja dipasung. Dan secara kebetulan pula prajurit yang berjaga di depan pintu
penyekapan merupakan orang yang sangat dekat dengan Nini Parawit sendiri.
Sehingga dia tidak menjumpai banyak kesulitan.
"Nini... jika sampai Senopati tahu adiknya meloloskan diri. Bukan hanya nini
sendiri. Tapi kami berdua akan digantung!" kata salah seorang di antara dua
pengawal itu sambil
membukakan pintu.
"Nini harus ingat, istriku di rumah sekarang sedang hamil besar.
Anakku lima masih kecil-kecil. Kalau aku dibunuh oleh gusti Senopati, bukan saja
anak-anakku menjadi yatim, tapi mereka juga akan sengsara!" menimpali pengawal
yang satunya lagi. Laki-laki itu nampak sangat tegang sekali.
"Bertahun-tahun gusti Ni Seroja diperlakukan seperti hewan. Semua itu mengundang
rasa ibaku. Sekarang aku akan menotok dan mengikat kalian berdua. Jika Senopati
kembali dan mengetahui kejadian ini aku yang bertanggung jawab. Paham?"
"Tidak takutkah nini
dengan hukuman yang akan nini jalani?" tanya pengawal pertama dengan suara
bergetar. Nenek tua berpakaian rapih itu
tersenyum. GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Aku dulu seorang ibu yang jahat.
Kucegah anakku menikah dengan laki-laki yang dia cintai. Dia akhirnya mati
membunuh diri. Aku menyesali semua itu. Tapi anakku tidak pernah kembali.
Sekarang biarkan aku berbuat sedikit kebaikan untuk mengurangi beban derita
batin yang selama ini menekan, jiwaku. Aku tak tega
membiarkan gusti Ni Seroja menderita seperti itu. Biarkan aku korbankan nyawaku
yang tidak berguna ini demi kebebasannya!" kata perempuan tua itu dengan mata
berkaca-kaca. Kedua pengawal itu menjadi
terenyuh hati mereka. Belum pernah mereka mendengar ada seorang pelayan mau
mengorbankan nyawa demi kepentingan orang lain.
"Nini, lakukanlah apa yang menjadi keinginanmu. Kami tak akan menghalangi tapi
harap ikat kami dulu!" kata kedua pengawal itu hampir bersamaan. Nini Parawit
anggukkan kepala. Kemudian dia dengan cepat melakukan dua totokan di punggung
dan leher kedua pengawal ini. Ketika kedua pengawal rebah dalam keadaan kaku
tertotok, Nini Parawit langsung mengikatnya.
Tak berselang lama perempuan tua ini dengan terbungkuk-bungkuk memasuki sebuah
ruangan yang gelap dan pengap.
Di dalam ruangan itu hanya terdapat
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
sebuah tikar pandan lusuh, pelita minyak dan sebuah alat pemasung yang besar dan
berat. Sedangkan gadis yang dipasung nampak bersandar pada tembok dinding
berwarna putih kusam.
Melihat kehadiran Nini Parawit si gadis yang bukan lain adalah Ni Seroja nampak
tersenyum dan mulai lagi menyanyi.
Nini Parawit tempelkan jari
telunjuknya ke depan mulut. Dia berjalan mendekati. Selanjutnya nenek tua ini
melepaskan kayu-kayu yang
dijadikan kunci alat pemasung sambil berkata.
"Gusti... aku tahu gusti tidak gila sungguhan. Sekarang aku ingin menolongmu.
Tapi setelah bebas harap kau pergi sejauh mungkin meninggalkan gusti Senopati.
Cari Sanjaya yang kini bergeiar Pendekar Sesat Patah Hati.
Doaku menyertaimu, semoga gusti selamat dan hidup bersama Sanjaya."
Diam-diam Ni Seroja jadi kaget
menyadari nenek tua itu tahu keadaan yang sebenarnya, namun ada juga rasa haru
di hati si gadis. Dia tak
menyangka nenek itu mau berkorban nyawa demi kebahagiaannya. Hal ini menimbulkan
rasa haru yang mendalam hingga membuat Ni Seroja menangis sesunggukkan. Ketika
dia terbebas dari pasungan Ni Seroja hendak memeluk Nini Parawit. Namun si nenek
mencegahnya. GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Dia malah kerahkan tenaga dalam ke bagian kaki si gadis untuk melancarkan jalan
darahnya. "Waktu gusti Ni Seroja tidak banyak. Aku telah melakukan apa yang dapat
kulakukan. Sekarang cepat pergi lewat pintu belakang!" pinta Nini Parawit.
"Nini, kau telah melakukan pengorbanan besar untukku. Aku tak mampu membalasnya.
Tapi aku pasti mengingatnya sepanjang hidup." kata Ni Seroja.
Nini Parawit anggukkan kepala.
Sebelum pergi gadis cantik berambut panjang awut-awutan itu memeluk si nenek
tua. Keharuan di hati si gadis yang merasa ditolong oleh orang tua itu sempat
membuatnya tenggelam dalam kesedihan untuk beberapa saat lamanya.
"Pergilah. Senopati sebentar lagi pasti akan kembali ke sini." ujar nenek itu.
Ni Seroja pun akhirnya meninggalkan ruangan itu. Lewat pintu belakang tanpa arah
tujuan yang pasti dia berlari di tengah kegelapan malam.
Hanya beberapa saat setelah
kepergian Ni Seroja di depan pintu kamar yang dijadikan tempat memasung Ni
Seroja selama ini muncul seorang laki-laki berbadan semampai berwajah beringas.
Laki-laki itu memakai pakaian mewah, bertopi tinggi warna kuning, sedangkan di
punggungnya GENTO GUYON T A B I B S E T A N
tergantung sebilah pedang dengan hulu berukir tengkorak kepala manusia.
Melihat kemunculan laki-laki ini dua prajurit yang dalam keadaan terikat tentu
sangat terkejut sekali.
Sebaiiknya si laki-laki yang
bukan lain adalah Senopati Lambak Renggono juga tak kalah kagetnya.
"Apa yang telah terjadi?" hardik sang Senopati.
"Kami... kami...!" Salah seorang prajurit mencoba menjawab. Tapi tak kuasa
melanjutkan ucapannya karena demikian tegangnya.
"Kurang ajar. Adikku lari...
siapa yang telah melarikannya"!"
bentak Senopati Lambak Renggono berang begitu melihat pintu kamar terbuka.
"Aku yang melakukannya gusti."
Dari dalam kamar satu suara menjawab disertai dengan munculnya Nini
Parawit. Sejenak lamanya sang Senopati tercengang karena tidak menyangka kepala
pelayan yang sangat dia percaya berani melakukan tindakan senekad itu.
"Tua bangka tak tahu diri. Kau telah melakukan kesalahan besar. Tidak sadarkah
kau bahwa kesalahan yang telah kau lakukan itu tak akan
mendapat pengampunan dariku?" dengus Senopati Lambak Renggono dengan mata
mendelik dan wajah berubah beringas.
Dia sendiri saat itu sedang merasa gusar karena ketika sampai di kuil
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
kuno orang yang dia cari dan sangat dibencinya ternyata tak berada di tempat.
Kini ketika kembali demi melihat adiknya meloloskan diri tentu saja membuat
kemarahannya semakin memuncak.
"Aku mengerti gusti!" sahut Nini Parawit yang saat itu telah bersimpuh di depan
sang Senopati. "Kau sudah mengerti" Lalu mengapa kau bebaskan dia?"
"Aku tidak tega melihat
penderitaannya." kata Nini Parawit.
Sedikit pun tidak terlihat ada rasa takut terbayang di wajah orang tua itu.
"Orang tua edan. Kukira kau hanya pandai memasak dan menyusun hidangan tak
tahunya kau pandai pula menotok dan mengikat kedua prajurit tolol ini.
Jiwamu tak akan kuampuni!" teriak Senopati Lambak Renggono sambil acungkan lima
jari tangannya ke arah Nini Parawit. Dua prajurit yang sudah mengetahui Senopati
hendak melepaskan salah satu ajian mautnya tidak mampu berbuat banyak. Wajah
mereka sama pucat tegang dan sama pula pejamkan matanya.
Beberapa saat kemudian dari empat jari tangan sang Senopati membersit sinar
hitam redup berhawa dingin menusuk. Sinar itu sekejap lagi pasti akan menembus
batok kepala Nini
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Parawit jika saat itu tidak terdengar suara bentakan disertai melesatnya sinar
putih kemilau dari bagian atas langit-langit ruangan yang langsung memapas empat
sinar hitam itu.
"Orang tua hendak dibunuhnya.
Sungguh merupakan tindakan tidak terpuji."
Lalu ada suara lain yang
menimpali. "Dia adalah manusia murtad yang tak takut kwalat. Dasar bangsat!
Ha... ha... ha...!"
Terdengar suara empat kali suara letupan berturut-turut. Senopati terhuyung ke
belakang dengan muka pucat dan kening mengernyit kaget.
Bila dia melihat ke langit-langit ruangan, bagian atap rumahnya jebol bolong
melompong. Tapi dia tak melihat apa-apa terkecuali kegeiapan semata.
Dari letupan yang terjadi mengepul asap teba!, dalam kemarahannya akibat apa
yang hendak dilakukannya
digagalkan orang sang Senopati sempat mengendus bau sesuatu. Di bagian atas
langit-langit rumahnya dia mendengar suara bergedebukan seperti suara anak kecil
yang sedang bercanda. Lalu ada suara orang bicara.
"Huh, bau apa ini" Busuk amat?"
Selanjutnya ada suara serak berat menyahuti. "Kurang ajar, bocah edan.
Kau yang kentut rupanya?"
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Biarkan aku kentut. Asal
kentutku membuat nenek itu jadi panjang umur. Ha... ha...ha!"
Merasa ada orang yang telah
menghinanya begitu rupa dan sadar orang-orang itu pastilah memiliki kepandaian
tinggi mengingat
kehadirannya tak diketahui oleh pengawal yang berjaga di sekeliling gedung
Senopati, maka sambil katupkan bibirnya dia menghantam ke atas, sedangkan Nini
Parawit sendiri diam-diam segera menyingkir dan menyelinap pergi membawa rasa
takutnya. Sinar hitam berkiblat, hawa
dingin menderu menghantam langit-langit gedung,
Buuum! Ledakan keras berdentum. Langit-langit ruangan hancur berkeping-keping, atap
genteng jebol. Di atas sana terdengar suara gelak tawa saling tindih menindih
menyakitkan telinga.
"Lihat manusia murtad itu
mengamuk. Gedung begini bagus hendak dihancurkannya!"
"Biarkan saja guru. Kurasa gilanya lagi kambuh. Kalau kita melarang urusan jadi
kapiran!" kata suara di atas genteng.
"Setan! Siapa kau berani datang ke tempatku ini!" hardik Senopati Lambak
Renggono sengit.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Ha... ha... ha. Yang datang justru kakek setan dan cucu setan.
Kami datang ke mari karena merasa punya kepentingan dengan anak setan!"
sahut suara di atas genteng.
"Betul. Anak setan perlu diberi pengajaran agar jangan sembarangan lagi hendak
membunuh nenek tua tidak berdaya! Ha... ha... ha!"
Merasa diejek dan dipermainkan
terus menerus. Maka lenyaplah sudah kesabaran di hati sang Senopati.
Dengan tinju terkepal dan dihantamkan ke atas, maka tubuhnya pun melesat.
Sinar hitam berkiblat menghantam bagian atas genteng di mana sang Senopati
memperkirakan kedua tamu yang tak diundang itu berada.
Terdengar suara genteng berderak hancur disusul dengan munculnya sosok Senopati
melalui atap yang baru dihancurkannya tadi. Dalam gelap hanya diterangi cahaya
bintang Senopati Lambak Renggono melihat dua sosok laki-laki. Yang satu adalah
seorang kakek tua berbadan besar luar biasa, berperut gendut. Baju hitamnya
tidak terkancing, sedangkan wajahnya bulat.
Pipi gemuk padat tembem, bukit
hidungnya sama sekali nyaris lenyap sama rata dengan pipi. Sambil usap-usap
perut dengan tangan kanan, tangan kirinya terkadang iseng mengorek lubang
hidung. Melihat besarnya badan
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
kakek ini pastilah genteng yang dipijaknya akan hancur berantakan.
Akan tetapi hal itu tak terjadi, ini merupakan suatu tanda bahwa kakek itu
memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tarap di atas sempurna.
Sedangkan tak jauh dari kakek
gendut itu berdiri tegak seorang pemuda tampan berambut gondrong, berpakaian
biru dengan ikat kepala warna biru pula. Sambil berkacak pinggang dan
menggerakkan kedua bahunya pemuda ini menyeletuk.
"Guru... lihat. Senopati ini gagah juga ya" Rambut klimis, kumisnya yang
melintang juga klimis. Tapi seperti yang baru kita lihat tadi tingkah lakunya
seperti iblis. Ha...
ha... ha!"
"Gege, jangan berani bicara sembarangan dengan tuan besarmu itu.
Kalau dia sampai marah aku tidak ikutan menanggung akibatnya." kta si kakek yang
bukan lain adalah Gentong Ketawa.
"Ha... ha... ha. Cepat guru berlutut di hadapannya. Katakan kedatangan kita ke
sini hanya ingin memberi tahu bahwa adiknya yang pergi tak usah dicari." kata
Gelge alias Gento Guyon.
Diam-diam Senopati jadi kaget
mendengar ucapan si pemuda. Jika dia
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
berkata begitu berarti mereka tahu di mana adiknya saat ini berada.
"Kalian yang melarikan adikku?"
hardik Senopati bengis.
Gentong Ketawa gelengkan kepala.
"Kami hanya melihat dia berlari dalam gelapnya malam. Kemudian muridku itu
mengambilkan kuda untuknya di kandang belakang gedung, maksud kami supaya dia
jangan terlalu lelah.
Setelah itu kami ke mari, bukankah begitu Gege?" Sambil berkata si kakek melirik
muridnya sambil kedipkan mata satu kali. Gento Guyon ikut kedipkan matanya pula
sambil tersenyum.
"Memang begitu Senopati. Aku terpaksa mencuri kuda demi adikmu, harap kau sudi
mengampuniku!"
"Jahanam keparat! "Senopati menggeram. Dia kemudian berteriak keras. "Pengawal!
Tangkap dua kunyuk ini hidup atau mati!"
Suara teriakan Senopati lenyap.
Tapi tak seorang pengawal pun yang datang. Bahkan pengawal yang berjaga-jaga di
atas gedung Senopati diam tak bergerak. Hal ini tentu menimbulkan rasa kaget dan
heran. Gento Guyon terkekeh, sedangkan Gentong Ketawa tak mampu menahan tawanya.
"Jangan kaget Senopati. Kami terpaksa membuat pengawalmu tidur semua. Sedangkan
pengawal yang di atas gedung sudah kami beritahu agar jangan
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
meninggalkan tempat walaupun petir membelah kepala mereka. Ha... ha...
ha!" kata Gento Guyon seenaknya.
"Saking patuhnya mereka kaku tegak. Telinga mendengar tapi berlagak tuli. Mereka
ingin ke sini tapi takut pada guruku betul begitu guru?" ujar Gento Guyon.
"Kenyataannya memang begitu, Gege! Tapi kau lihat rambut di
kepalanya berjingkrak tegak. Itu pertanda dia merasa kaget!"


Gento Guyon 1 Tabib Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa semua bulu yang tumbuh di sekujur tubuhnya jadi tegak berdiri.
Aku takut celananya robek! Ha... ha...
ha." ujar Gento Guyon disertai tawa cekakakan. Mendidihlah darah Senopati Lambak
Renggono mendengar semua kata-kata yang diucapkan oleh Gentong Ketawa dan
muridnya. Tapi dia kemudian melengak kaget ketika melihat Gento Guyon dan
Gentong Ketawa secara serentak sama jatuhkan diri. Kedua tangan yang
dirangkapkan diletakkan di atas kepala dengan gerakan seperti orang menyembah.
Selanjutnya kedua orang ini buka mulut masing-masing hampir bersamaan mereka
berucap. "Gusti Senopati!
Maafkan kami. Sama sekali kami tak bermaksud menghinamu. Kami tadi hanya
bercanda. Sekarang terimalah hormat kami."
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Apa yang terjadi kemudian bukan sebagaimana yang diharapkan oleh Senopati Lambak
Renggono. Karena begitu Gento Guyon dan gurunya
menggerakkan kedua tangan masing-masing ke depan. Maka serangkum hawa panas
menderu sebat menghantam sang Senopati secara susul menyusul.
"Jahanam keparat, penipu tengik!"
teriak sang Senopati. Sekonyong-konyong dia melesat ke udara. Di udara laki-iaki
itu lakukan gerakan
berjumpalitan tiga kali sambil
pukulkan tangannya ke arah kedua lawannya.
Wuus! Wuss! Angin dingin membersit, sinar
hitam berkiblat dan melesat deras memapaki pukulan Selaksa Duka yang dilepaskan
Gento dan gurunya. Tak dapat dihindari lagi bentrokan tenaga sakti pun terjadi.
Atap gedung hancur berkeping-keping. Senopati sendiri jatuh terjengkang dan
terguling-guiing untuk akhirnya jatuh di halaman depan.
Sedangkan Gento dan gurunya jatuh terduduk di atas genteng. Gento merasa dadanya
jadi sesak. Nafas kembang kempis dan aliran darahnya jadi kacau.
Dia terpaksa kerahkan tenaga daiam untuk memulihkan kesehatannya.
Sedangkan si kakek malah menyengir
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
sambil mengusap wajahnya yang
keringatan. 9 ENT O UYON GG Ketika Gentong Ketawa memandang ke arah muridnya, maka si kakek tertawa
tergelak-geiak. "Ada apa denganmu"
Dadamu kembang kempis
seperti diurut setan."
"Betul. Habis mengurut setannya langsung jatuh menggelinding ke bawah sana!"
sahut si pemuda sambil menunjuk ke arah halaman depan.
Gentong Ketawa memperhatikan
sejenak, memandang sejenak ke arah yang ditunjuk si pemuda. Setelah itu dia
berkata. "Senopati memiliki senjata yang sangat berbahaya. Di samping itu dia
juga mempunyai kesaktian tinggi. Kuharap kau berhati-hati dalam menghadapinya." pesan si kakek.
Gento Guyon mengangguk. Beberapa saat lamanya mereka menunggu. Tapi ternyata
setelah lama menunggu
Senopati Lambak Renggono tidak muncul-muncul juga.
"Guru... kurasa Senopati pergi mengejar adiknya. Bagaimana kaiau kita mengejar
Senopati itu?" tanya Gento.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Dasar geblek. Untuk apa kita bermain kejar-kejaran?" sahut si kakek yang diamdiam jadi curiga. Apa yang dikatakan oleh Gento Guyon memang benar. Begitu
Senopati menyadari bahwa kedua lawan yang dianggapnya kurang waras itu ternyata
memiliki kesaktian tinggi. Maka dia yang khawatir adiknya bisa bertemu dengan
Sanjaya langsung memerintahkan pasukan pemanah dengan menunggang kuda segera
mengejar adiknya.
Kini si kakek dan Gento Guyon
saling pandang. Namun perasaan mereka sama-sama tidak enak.
"Aku curiga bukan mustahil Senopati itu menjebak kita." gumam Gentong Ketawa.
Si pemuda tertawa terkekeh. "Kau ini selalu takut dengan bayang-bayangmu
sendiri, guru. Semua prajurit telah kita totok. Mana mungkin mereka bisa sampai
ke sini!" "Gege.... Seorang Senopati hanya mempunyai prajurit dalam jumlah sekecil itu"
Tidak mungkin bukan" Dia pasti mempunyai pasukan besar.
Sebaiknya kita kejar saja Senopati itu."
"Guru apakah kau sudah linglung.
Tadi kau mengatakan untuk apa mengejar Senopati itu. Sekarang kau malah
mengatakan sebaliknya." gerutu Gento Guyon sambil gelengkan kepala.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Si kakek hanya senyum-senyum
saja. "Aku merasa tertarik mendengar jalan hidup Pendekar Sesat Patah Hati.
Kalau benar kabar yang ku dengar tentang riwayat pemuda itu. Kurasa tidak salah
jika kita membantunya agar jalan perjodohan antara pendekar itu dengan adik
Senopati bertambah lancar.
Pendekar itu dapat rejeki besar dan kita kebagian pahalanya. Syukur-syukur aku
diberi kesempatan melihat pesta membelah durian di malam pertama.
Apalagi di malam pesta suasananya hujan lebat. Ha... ha... ha!"
Baru saja si kakek selesai
bicara. Pada waktu bersamaan dari segala penjuru arah di bagian atap gedung
melesat puluhan batang anak panah yang menghujani kedua orang ini.
Mendengar suara mendesing yang
datang dari setiap sudut gedung sambil hantamkan kedua tangannya menangkis
serangan anak panah Gento Guyon nyeletuk.
"Guru... doamu terkabul. Sekarang benar-benar hujan. Tapi bukan hujan seperti
yang kau inginkan. Melainkan hujan anak panah. Lengah sedikit tentu tubuh
besarmu yang seperti raksasa ditembusi anak-anak panah ini!"
Si kakek memang sempat terkesiap melihat serangan gencar yang dilakukan oleh
pasukan pemanah Senopati. Namun sambil tetap tertawa ha ha he he,
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Gentong Ketawa buka bajunya. Ketika baju diputar dan dikebutkan. Maka puluhan
batang anak panah yang
menghujani tubuhnya berpentalan tak karuan. Sebagian anak panah itu bahkan ada
yang berbalik dan menghantam pemiliknya. Terdengar jerit di sana-sini. Gento
Guyon sendiri sambil
menghindari serangan anak panah berjingkrak melompat sesuka hatinya, namun walau
gerakan yang dilakukannya terkesan seenaknya sendiri. Sampai sejauh itu tak
sebatang pun anak panah yang menembus tubuhnya. Pada satu kesempatan si pemuda
melepaskan pukulan Iblis Ketawa Dewa Menangis.
"Gege bocah edan. Kalau memukul jangan seenaknya sendiri. Apa kau mau
membunuhku!" hardik Gentong Ketawa yang melihat sang murid juga
melepaskan pukulan ke arahnya.
"Ha... ha... ha. Kalau sudah begini mana aku bisa membedakan mana kambing mana
kerbau bengkak." sahut si pemuda.
Walaupun tubuh si kakek beratnya lebih dari dua ratus kati, namun sambil
mengebutkan bajunya yang dipergunakan untuk mengusir serangan anak panah yang
mendera mereka laksana hujan. Dengan gerakan ringan dia jatuhkan diri ke atas
genteng. Bagaikan bantal guling tubuhnya menggelinding ke bawah dan....
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Bluuk! Si kakek jatuh di halaman samping dan berdiri tegak di sana. Sementara itu di
atas genteng terdengar suara pekik dan jerit kematian ketika pukulan yang
dilepaskan oleh Gento Guyon menghantam pasukan pemanah Senopati. Banyak di
antara mereka yang tewas dengan tubuh berjatuhan dari atas gedung setelah habis
tertawa-tawa aneh.
Kenyataan yang terjadi tentu saja membuat kawan-kawannya yang berhasil
menyelamatkan diri jadi tercengang, kaget juga heran. Selagi para pemanah
bersikap lengah melihat kenyataan yang terjadi. Di bawah gedung Senopati
terdengar suara siulan pendek. Lalu Gento Guyon mendengar gurunya berkata
melalui ilmu mengirimkan suara.
"Apa lagi yang kau tunggu di situ Gege" Tak ada gunanya kau melayani mereka.
Karena itu hanya membuang tenaga sia-sia. Ayo kita merat dari sini. Rasanya
belum kasip untuk mengejar anak gondoruwo yang mengejar adiknya itu."
"Kau benar kakek gondoruwo.
Cucumu itu memang kelewat bandel. Awas kalau kutemui dia pasti kujitaki
kepalanya pulang balik!" berkata begitu dengan gerakan yang sangat ringan Gento
Guyon berkelebat turun.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Jangari biarkan dua kunyuk itu melarikan diri!" seru prajurit pemanah begitu
melihat lawannya berkelebat pergi.
Murid dan guru tanpa menghiraukan teriakan para prajurit pemanah cepat
tinggalkan tempat itu.
Setelah mereka jauh dari kejaran musuh-musuhnya sambil tetap berlari si kakek
berucap. "Rupanya kau teringat kenangan indah ketika kau kalah berkelahi dengan
salah seorang dari tiga bocah berkepala botak itu" Ha...
ha... ha. Aku tak pernah lupa saat itu Tabib Sesat Timur menjitaki kepalamu!"
"Tabib Setan!" desis si pemuda.
Kilatan matanya jelas tak mampu menyembunyikan rasa benci di hatinya.
"Kelak bila aku bertemu dengannya aku pasti akan membalas perlakuannya dulu.
Akan kujitaki kepalanya, lalu
kugantung dia di atas puncak cemara."
dengus Gento Guyon sengit.
"Jika kau sudah menggantungnya baru nanti kucarikan semut merah, kepalanya
kubotaki."
"Kakinya kukuliti untuk kujadikan kasut. Sedangkan kulit badannya hendak kubikin
tetabuhan. Nantinya kita bisa keliling kotaraja. Aku yang menabuh gendang, kau
yang menari. Ha... ha...
ha!" GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Dasar sinting, kau kira aku ini orang gila"!" rutuk Gentong Ketawa sambil
delikkan matanya.
Gento Guyon terkekeh-kekeh
melihat gurunya jadi sewot.
10 ENT O UYON GG Suasana di pagi itu masih
diselimuti kabut tebal. Udara dingin terasa menusuk hingga ke sumsum tulang.
Seakan tidak perduli dengan keadaan yang terjadi di sekitarnya.
Gadis cantik Ni Seroja dengan wajah pucat dan rambut kusut masai terus memacu
kuda tunggangannya. Binatang itu mendengus-dengus, tubuhnya
berkeringat sedangkan dari mulutnya keluar busa putih. Tambaknya binatang ini
memang sangat kelelahan setelah semalaman penuh terus dipacu tiada henti.
Memasuki hutan Mojokerto, jalan yang harus ditempuh merupakan
perbukitan berbatu. Si gadis mencoba memaksa kudanya untuk mendaki bukit
tersebut, namun baru beberapa langkah kuda itu mendaki, tiba-tiba kakinya
bergetar. Tak berapa lama kuda ini terguling. Jika Ni Seroja tidak cepat
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
melompat dan punggung kudanya, niscaya dia juga ikut terpelanting.
Sejenak lamanya dia pandangi
binatang itu. Kini setelah kuda yang dia tunggangi sudah tak bergerak lagi maka
barulah Ni Seroja sadar bahwa dirinya seorang diri.
"Ke mana aku hendak pergi?" kata Ni Sen dalam hati. Dengan wajah kuyu dan tatap
matanya yang letih dia pandangi kelebatan hutan di
sekelilingnya. Setelah sadar di mana dirinya saat itu berada. Diam-diam perasaan
takut kini mulai merayapi hatinya. "Kakak Sanjaya" Tidak mungkin aku bisa hidup
seorang diri. Di manakah dirimu saat ini berada?"
Tentu saja pertanyaan ini tidak pernah mendapatkan jawaban karena di tempat itu
tidak ada siapapun
terkecuali dirinya sendiri. Selagi si gadis diliputi rasa bingung. Mendadak di
belakangnya terdengar suara ranting seperti terinjak kaki seseorang. Dalam
kagetnya karena menyangka yang datang adalah Senopati Lambak Renggono yaitu
kakak kandungnya sendiri, maka gadis ini pun menoleh.
Sepasang mata si gadis yang
cekung dan seperti banyak menyimpan penderitaan iiu terbelalak lebar.
Mulutnya ternganga hendak menjerit, namun tak sepatah katapun yang keluar dari
bibirnya. GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Ni Seroja...!" Satu suara terdengar disusul dengan mendekatnya laki-laki
berwajah rusak hancur seperti dicacah ke arah gadis itu.
Melihat laki-laki itu semakin
mendekatinya. Maka Ni Seroja pun menjerit. Menjerit lagi hingga
akhirnya dia pun terkulai tak sadarkan diri.
"Ni Seroja kekasihku. Ini aku, Sanjaya... akh... mengapa keadaanmu begini
mengenaskan?" kata Psndekar Sesat Patah Hati. Dengan cepat dia membaringkan Ni
Seroja di tempat yang rata berlapiskan daun kering. Setelah itu dia memijit
kening, pelipis dan bagian leher si gadis. Hanya beberapa saat seteiah itu si
gadis merintih.
"Ni Seroja, tenanglah. Segala sesuatunya kurasa sudah berakhir."
kata pemuda itu lagi menghibur.
Ni Seroja buka matanya. Kembali dia melihat wajah yang sangat
mengerikan itu. Kini bahkan nampak demikian dekatnya.
"Jangan takut, Roja...!" kata Sanjaya menyebut panggilan akrab si gadis.
"Roja"
Hanya Sanjaya yang
memanggilku begitu. Suaramu... suaramu seperti tidak asing bagiku. Siapakah
engkau ini yang sebenarnya?" tanya Ni Seroja bingung.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Aku Sanjaya. Senopati Lambak Renggono yang membuat wajahku cacat begini." ujar
pemuda itu. Suaranya bergetar menahan sedih dan dendam.
"Kakak Sanjaya"!" pekik Ni Seroja. Tiba-tiba gadis itu duduk. Air matanya kini
deras menetes. "Benarkah kau kakak Sanjaya?"
"Ya... Hanya aku bukan lagi Sanjaya yang dulu. Kini wajahku cacat mengerikan.
Jangankan manusia, setan sekalipun lari bila melihatku."
Ni Seroja galengkan kepala.
"Benarkah kakakku Lambak Renggono yang telah merusak wajahmu?" tanya gadis itu
ingin kepastian.
"Aku tidak berdusta." ujar si pemuda. Dia kemudian menceritakan segala
sesuatunya yang telah terjadi.
"Tak kusangka dia sekejam itu.
Semula kukira dia hanya mengusirmu.
Tidak tahunya...!" Si gadis tiba-tiba memeluk Sanjaya tanpa perduli pengan cacat
wajah yang dialami pemuda yang dicintainya itu.
"Dia bukan saja memisahkan kita.
Tapi juga berusaha menghancurkan dirimu dan diriku. Aku benci
kepadanya!" desis Ni Seroja sambil menyembunyikan wajahnya di dada Sanjaya yang
kekar. "Apa yang harus kulakukan?" tanya si pemuda sambil balas memeluk gadis yang
sangat dia cintai.


Gento Guyon 1 Tabib Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Perlahan Ni Seroja jauhkan
wajahnya dari dada si pemuda. Dia pandangi wajah Sanjaya sambil berkata.
"Senopati memiliki senjata sakti,
selain itu ilmunya juga sangat tinggi.
Aku sejak berpisah denganmu selama tiga tahun. Hidup dalam pasungan. Atas jasa
baik Nini Parawit aku bebas. Tapi mengapa harus begini?" Si gadis kembali
pandangi wajah Sanjaya yang hancur mengerikan.
"Aku tahu kau pasti sudah tidak mau lagi padaku karena keadaanku yang seperti
ini. Tidak mengapa, aku maklum. Aku memang sudah tidak
berguna. Sedangkan kau tetap cantik, pasti banyak yang mau menjadikanmu sebagai
istri." kata Sanjaya sedih.
Dia bangkit berdiri dan bermaksud meninggalkan tempat itu. Tapi si gadis cepat
meraih tangannya.
"Kakak Sanjaya kau hendak ke mana?" tanya Ni Seroja ikut pula bangkit.
Pendekar Sesat Patah Hati
palingkan wajahnya ke arah lain.
"Aku ingin pergi ke gedung Senopati menyusul Tabib Sesat Timur yang semula
kuminta menjemputmu. Dan yang pasti aku akan membuat
perhitungan dengan Senopati Lambak Renggono!"
"Aku maklum jika kau hendak melakukan hal itu. Tapi sebaiknya
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
jangan lakukan. Lebih baik kita pergi ke tempat aman. Aku tak ingin berpisah
lagi darimu kakak." ujar Ni Seroja tersendat.
Sanjaya tercekat, dia merasa
seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Perlahan dia memutar
tubuh dan pandangi gadis di depannya
"Apa maksudmu" Apakah aku masih mempunyai arti bagimu?" Sanjaya ajukan
pertanyaan. "Kakak... Seandainya kakimu
buntung atau tubuhmu memiliki sepuluh cacat, rasa cintaku padamu tak pernah
berubah." "Benarkah apa yang kau katakan itu?" tanya Sanjaya terperangah seakan tidak
percaya. Ni Seroja tinpa ragu anggukkan
kepala. Betapa Saijaya merasa terharu
mendengar ucapan gadis cantik itu. Dia tiba-tiba memeluk Ni Seroja. Gadis itupun
balas merangkulnya. Dua kekasih yang telah terpisah sekian lama ini saling
bertangisan menahan rasa haru dan bahagia yang tiada tara.
Selagi kedua insan yang saling
mencinta ini saling berpelukan. Pada waktu bersamaan terdengar suara derap
langkah kuda yang disusul dengan bentakan keras menggelegar.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Dua manusia kutuk sumpah. Kalian memang pantas kukirim ke neraka agar dapat
meneruskan cinta mesum kalian!"
Dalam kejutnya baik Sanjaya
maupun Ni Seroja lepaskan rangkulan.
Wajah gadis ini mendadak berubah pucat pasi begitu melihat siapa yang datang.
Sebaliknya Sanjaya alias Pendekar Sesat Patah Hati berubah sinis.
Dendamnya pada Senopati Lambak
Renggono memang kelewat memuncak.
Apalagi bila dia teringat bahwa Senopati itu termasuk salah satu
penyebab kematian ayahnya.
"Kau... akhirnya kita dapat bertemu juga Senopati?" kata Sanjaya dengan suara
dingin menyeramkan.
Tidak jauh di depannya sana
Senopati Lambak Renggono menyeringai sinis. Sedikitnya dia merasa puas karena
cacat pemuda yang sangat dibencinya ternyata tidak dapat disembuhkan.
"Budak hina, putra penghianat kerajaan. Kau sungguh tak bermalu menaruh rasa
cinta pada adikku. Kau pasti telah mengguna-gunainya hingga adikku Ni Seroja
tergila-gila padamu!"
dengus sang Senopati penuh rasa benci.
"Mungkin begitu menurutmu. Tapi demi Tuhan aku tak pernah melakukan semua itu
Lambak Rengdono"!" desis Sanjaya tak kalah sinis.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Puah... bualan busuk. Siapa mau percaya dengan ucapan anak penghianat
kerajaan?"
Melihat Senopati berulang kali
menyebut-nyebut ayahnya. Maka
mendidihlah darah Sanjaya.
"Senopati keparat! Ayahku tidak mungkin mati jika bukan karena ulahmu.
Adikmu tidak akan menderita dan wajahku mustahil menjadi begini kalau bukan
karena ulahmu juga! Sekarang tampaknya tidak ada jalan penyelesaian yang baik
selain harus ada yang mati di antara kita!" geram Sanjaya.
"Hah, akupun tak pernah puas sebelum dapat melenyapkan nyawamu!"
Seiring dengan ucapannya itu Senopati melompat dari atas kudanya. Sanjaya
sendiri tidak tinggal diam. Dia melesat ke depan.
Melihat kejadian ini Ni Seroja
berseru mencegah.
"Kakak Lambak Renggono, kakak Sanjaya jangan...!!"
Sia-sia saja seruan si gadis bagi kedua orang ini. Hanya beberapa saat kemudian
terjadilah perkelahian sengit antara kedua tokoh muda yang sama-sama menyimpan
dendam kesumat ini.
Sanjaya sendiri mengawali serangan dengan serangkaian tendangan menggeledek bertubi-tubi. Sebaliknya Senopati
Lambak Renggono yang sudah sangat berpengalaman di berbagai
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
kalangan pertempuran ini dan menjatuhkan banyak musuh tangguh hingga membuatnya
dijuluki Senopati Pamungkas selalu berhasil menghindari tendangan gencar yang
dilakukan lawannya. Pada satu kesempatan Senopati melompat ke samping ketika
tendangan dahsyat yang dilancarkah oleh Sanjaya menghantam bagian rusuknya.
Begitu tendangan luput dan lewat di atas bahu sang Senopati, maka tangan kanan
pemuda itu lakukan gerakan membabat ke atas.
Sanjaya melihat tangan lawan
berkelebat menghantam selangkangannya.
Dia tahu jika bagian itu kena
diterabas ujung jemari lawannya maka akan sia-sialah hidupnya sebagai laki-laki.
Untuk itu Sanjaya putar tubuhnya ke atas dalam satu gerakan yang sulit dan tak
mungkin dapat dilakukan oleh tokoh silat biasa. Setelah kakinya berbalik ke
atas, maka dengan telapak tangan terkembang dia menangkis.
Dess! Cres! Sanjaya jatuh dengan kaki goyah dan tubuh agak menghuyung. Ketika pemuda itu
melihat ke telapak
tangannya yang dipergunakan untuk menangkis, maka terkejutlah dia.
Bagian telapak tangan terluka
mengucurkan darah bagaikan
terkena goresan pedang. Di depan sana Senopati Lambak Renggono tersenyum sinis.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Dengan ujung tanganku ini sebentar lagi aku akan memotong leherrnu!" dengus
Senopati. Hanya tawa panjang dingin
menggidikkan yang terdengar dari mulut Pendekar Sesat Patah Hati ini. Setelah
menyedot dan menelan darahnya sendiri yang keluar dari telapak tangan.
Pemuda ini kemudian memutar tubuhnya ke samping kiri, setelah itu dia angkat
tangannya ke atas. Namun pada waktu bersamaan pula Senopati Lambak Renggono
telah menyerbu ke arahnya sambil kirimkan satu tendangan dan satu pukulan
menggeledek ke arah lawannya.
Angin dingin disertai sinar hitam kebiruan berkiblat mengiringi
tendangan dan pukulan yang dilancarkan oleh Senopati. Melihat hal ini Sanjaya
cepat hantamkan kedua tangannya ke depan. Sedangkan tubuhnya berkelit
menghindari tendangan lawannya. Dua tangan saling beradu. Akibatnya Sanjaya
terlempar, jatuh terguling-guling dengan mulut semburkan darah.
Melihat hal ini Ni Seroja memekik kaget. Dia hendak memburu bermaksud memberikan
pertolongan, namun
bersamaan dengan itu pula Senopati Lambak Renggono yang hanya menderita luka
ringan sudah melesat ke udara sambil melepaskan ajian Telapak Guntur. Selama
jadi pimpinan belum ada
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
seorang pun yang dapat menyelamatkan diri bila sudah terkena ajiannya ini.
Ni Seroja hanya
mampu menjerit histeris ketika terlihat seperti ada cahaya kilat menyambar keluar dari telapak
tangan saudaranya yang
langsung melesat menghantam Sanjaya.
Pada waktu itu juga sebenarnya
Pendekar Sesat Patah Hati menyadari bahaya yang mengancamnya. Untuk itu diamdiam dia kerahkan ilmu ajian Gelombang Naga yang dahsyat itu.
Mendadak sontak dari sekujur tubuh si pemuda menderu angin yang sangat kencang
laksana gelombang topan mengeluarkan suara bergemuruh bagaikan air bah yang
menjebolkan bendungan.
Lesatan cahaya putih laksana kilat yang membersit dari telapak tangan Senopati
Lambak Renggono langsung amblas tersedot pusaran angin yang sangat kencang itu.
Ni Seroja jatuh menelungkup sama rata dengan tanah.
Sementara Senopati sendiri kini terpelanting jungkir balik dihantam pusaran
angin tersebut.
"Edan... bangsat itu punya ilmu aneh yang membuatku jadi bulan-bulanan begini
rupa." geram laki-laki itu sambil memukul kian ke mari dalam usahanya
membebaskan diri dari gelombang angin yang menggilasnya. Tapi usahanya ini
gagal. Dalam keadaan tubuh berputar-putar seperti gasing
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
akibat pusaran topan dahsyat itu, Senopati Lambak Renggono cabut senjata
andalannya. Sriing! Begitu senjata berkiblat di
udara. Pusaran angin topan yang menggilasnya pupus dan buyar seketika.
Sang Senopati yang sudah terluka di bagian dalam segera tancapkan Pedang Selaksa
Iblis berwarna hitam di atas tanah.
Sanjaya terkejut sekali melihat kenyataan ini. Dia pun dengan gontai berdiri
tegak. Ketika melihat sang Senopati cabut pedangnya, maka si pemuda sudah tak
memberinya kesempatan lagi. Jari telunjuknya diputar tiga kali di udara.
Selanjutnya dengan pengerahan tenaga dalam penuh Sanjaya acungkan jari
telunjuknya ke arah lawan.
Sinar putih laksana mata pedang melesat ke arah Senopati. Lawan tertawa
terkekeh. "Hari ini akan diketahui siapa di antara kita yang patut hidup lebih lama di
dunia ini!" seru Senopati pamungkas. Dia lalu menggerakkan pedang di tangan
menyambut sinar putih berhawa panas membakar yang keluar dari telunjuk lawannya.
Jesss! Sinar putih itu kemudian
membentur pedang di tangan Senopati.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Tapi sesuatu yang mengejutkan Sanjaya kemudian terjadi. Serangan yang
dilancarkannya bukan saja tak mampu menghancurkan lawan maupun pedangnya.
Tapi sebaliknya sinar maut itu seakan tersedot ke bagian badan pedang. Di lain
kejap Sanjaya merasakan ujung telunjuk serta tangan bagaikan dibetot tanggal.
Bahkan kemudian tubuh pemuda itu mulai terseret, tertarik mendekat ke arah
lawannya. Dengan segenap tenaga yang dia
miliki dia berusaha menarik tangannya yang seakan tersedot ke arah senjata
lawan. Gerakan ini ternyata tidak mendatangkan hasil sebagaimana yang
diharapkannya. Di depan sana Senopati Lambak Renggono menyeringai.
"Sekejap lagi kau mampus di tanganku, bocah buruk!" dengus laki-laki itu.
Ni Seroja yang baru saja bangkit jadi kaget. Tapi dia tak berani melakukan
apapun terkecuali menangis.
Kira-kira sejarak satu langkah lagi dari lawannya di mana saat itu
Senopati siap menggerakkan pedangnya untuk membunuh Sanjaya. Maka pada saat itu
pula terdengar suara siulan.
"Dicari ke mana-mana tidak tahunya buruan kita ada di sini!"
"Tunggu apalagi." Menimpali suara kedua. "Kau urus anak setan itu sedang aku
sebaiknya menonton saja!"
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Suara lenyap. Dari balik rumpun semak belukar melesat selarik sinar pelangi yang
langsung menghantam bagian pergelangan tangan Senopati ini. Sang Senopati tentu
tak mau tangannya jadi korban pukulan orang.
Sehingga sambil bergulingan ke
belakang dia tarik pedangnya. Dengan begitu serangannya terhadap Sanjaya melalui
pedang anehnya itu lepas tak terkendali. Mempergunakan kesempatan itu dengan
langkah terhuyung-huyung Sanjaya yang banyak kehilangan tenaga dalam akibat
tersedot senjata lawannya segera duduk di bawah pohon untuk memulihkan tenaganya
yang banyak terbuang sia-sia. Sedangkan Senopati Lambak Renggono sendiri saat
itu begitu sinar pelangi menghantam pohon besar di sampingnya segera melompat
bangkit. Terdengar suara berderak dan gemuruhnya pohon yang roboh.
Ketika Senopati memandang ke
depan. Di sana dilihatnya berdiri tegak seorang pemuda berpakaian serba biru dan
juga seorang kakek gendut besar luar biasa.
"Kau lagi?" gerutu Senopati Lambak Renggono geram.
Si pemuda yang bukan lain adalah Gento Guyon dan gurunya Gentong Ketawa tertawa
lebar. GENTO GUYON T A B I B S E T A N
11 ENT O UYON GG Agaknya dunia ini terlalu sempit bagi kita, Senopati. Kau lari, kami mengejar.
Akhirnya kita bertemu lagi di sini." kata Gento Guyon sambil gelengkan kepala.
"Semua itu merupakan satu
pertanda setiap langkahnya tidak direstui Tuhan. Gege... jangan kau ajak dia
ngobrol. Salah-salah dia mencari kesempatan untuk melarikan diri lagi. Ha...
ha... ha!" timpal Gentong Ketawa disertai tawa tergelak-gelak.
"Dua manusia edan keparat. Berani mencampuri urusanku. Kalian kira diri kalian
itu siapa?" hardik Senopati Lambak Renggono berang.
"Ha... ha... ha. Baru tadi malam kita bertemu sekarang kau lupa.
Bukankah kami ini saudaramu yang berbaik hati hendak menjadikanmu sebagai
Senopati di neraka!" jawab Gento Guyon acuh.
"Puah, kau dan gurumu boleh bermimpi!" dengus sang Senopati.
Mendadak Senopati Lambak Renggono melesat ke arah Gento. Pedang di tangan
menderu membabat pinggang pemuda itu. Si pemuda melesat ke udara ketika
merasakan sambaran hawa dingin
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
dan berkelebatnya sinar hitam ke bagian pinggang.
"Senopati sinting. Diberi nasehat malah mencari penyakit." gerutu Gento Guyon
sambil berjumpalitan di udara.
Dengan begitu serangan pedang lawan luput. Tangan si pemuda meluncur deras


Gento Guyon 1 Tabib Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghantam bahu sedangkan tangan kirinya bergerak ke bagian kepala.
Lawan selamatkan bahunya dengan melompat mundur ke belakang. Tapi bagian kepala
tetap menjadi sasaran serangan lawannya.
Pletak! "Akh...!"
Senopati Lambak Renggono meraung kesakitan
begitu terkena jitakan
Gento. Bagian yang terkena jitakan benjol besar. Hal ini membuat Senopati
menjadi sangat murka sekali. Sekarang dia melompat mundur. Seteiah itu langsung
memutar pedangnya hingga menimbulkan suara berkesiuran aneh mengerikan.
"Gege awas! Lengah sedikit isi perutmu bisa medel!" teriak Gentong Ketawa begitu
melihat Senopati
mengerahkan jurus-jurus pedangnya yang hebat dan cepat luar biasa.
Sekejap saja Gento Guyon sudah
terkurung sinar padang lawannya.
Pemuda ini goyangkan kepala ke kiri atau ke kanan sedangkan kakinya
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
berjingkrak tak karuan di saat pedang membabat bagian perut dan kakinya.
"Hebat amat. Aku tak diberinya kesempatan menarik nafas barang sejenak!" kata
Gento Guyon. Singg! Pedang menderu menghantam ke
dadanya. Gento melompat ke belakang.
"Hampir saja aku berpindah tempat ke dunia lain." gerutu si pemuda.
Laksana kilat dengan mulut sengaja diperotkan dia hantamkan kedua
tangannya ke arah Senopati itu.
Wuuuus! Kembaii dua larik sinar pelangi menderu di udara, mengeluarkan suara bergemuruh
hebat dan kemudian
menghantam Senopati itu. Tapi lawannya tidak bodoh. Dengan mempergunakan pedang
iblisnya dia menangkis serangan ganas lawannya.
Buuum! Dua sosok tubuh sama terpental ke belakang di saat pukulan yang
dilepaskan Gento membentur ujung pedang lawannya. Pemuda itu sendiri jatuh
terduduk dengan dada terasa sesak dan wajah pucat. Di depan sana Senopati Lambak
Renggono yang hanya mengalami guncangan pada bagian perutnya akibat benturan itu
segera menerjang kembali sambil mengayunkan senjatanya ke bagian kepala Gento.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Weit... hendak kau apakan muridku" Enak saja kau mau
membunuhnya. Dari tolol sampai pintar aku mengajarnya bukan untuk dibunuh!
Husss!" Si kakek dengan gerakan yang enteng sekali melompat menghadang gerakan
Senopati. Pelan saja tangannya melambai dengan gerakan seperti orang mengusir
sesuatu. Tapi akibatnya sungguh luar biasa sekali. Hawa panas luar biasa
menyambar disertai deru angin yang membuat gerakan Senopati Lambak Renggono jadi
tertahan. Begitu lawan terdorong mundur, maka tinju kakek itu yang berat bukan
main ditambah dengan pengerahan tenaga dalam penuh menghantam dada sang
Senopati. Braaak! "Wuagkk...!" Laksana dicampakkan sang Senopati jatuh terbanting. Dari mulutnya
menyembur darah segar. Tulang dadanya remuk melesat ke dalam. Dia terluka parah.
Namun walau Senopati ini nyaris sekarat. Dengan tangan gemetaran dia mengangkat
pedangnya. "Eeh, apa yang hendak
dilakukannya!" desis Gentong Ketawa heran.
"Orang tua awas!!" Tidak jauh di belakang si kakek terdengar satu seruan. Lalu
ada sinar putih melesat melewati kepala Gentong Ketawa. Si kakek jatuhkan diri
dengan kaki GENTO GUYON T A B I B S E T A N
ditekuk. Sementara sinar putih yang melesat dari teiapak tangan Sanjaya kini
menghantam pedang Senopati.
Kembali satu keanehan terjadi. Sinar maut yang pernah membelah tubuh Ratu Ular
Kayangan itu seakan amblas.
Sadarlah si kakek dan muridnya kalau senjata lawan ternyata menyedot tenaga
sakti milik lawannya.
"Gento, lakukan sesuatu!" teriak Gentong Ketawa. Dia sendiri saat itu langsung
menghantam kaki Senopati Lambak Renggono dengan pukulan Selaksa Duka dengan
maksud mengacaukan
perhatian lawan. Dan nampaknya
Senopati yang telah terluka parah itu memang terkecoh. Ketika dia
menggerakkan pedang ke bawah menangkis serangan. Saat itu pula Gento Guyon
melesat di udara, sedangkan kakinya menghantam kepala sang Senopati.
Praak! Kepala Senopati berderak pecah.
Dia tak sempat lagi menjerit, jatuh tersungkur tak berkutik lagi.
"Satu langkah yang baik. Ha...
ha... ha!" gumam si kakek sambil tertawa-tawa.
"Menjadi tidak baik karena kita termasuk mengeroyoknya!" timpal si pemuda.
"Hust, dalam hal apapun.
Kerjasama merupakan tindakan yang
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
baik. Apalagi dia sangat berbahaya dan sesat pula!" sahut si kakek.
"Orang tua dan anak muda. Aku Sanjaya merasa berterima kasih atas budi
pertolonganmu! Kelak aku akan membalasnya!"
"Eeh, jangan berterima kasih padaku. Tapi pada bocah itu." kata si kakek. Ketika
dia menoleh ke belakang.
Sanjaya nampak masih tetap menjura.
Sementara tak jauh di belakangnya Ni Seroja datang menghampiri kekasihnya.
"Jangan berterima kasih padaku.
Tapi bersyukurlah pada gusti Allah!"
ujar Gento Guyon jadi salah tingkah.
"Ya, aku bersyukur pada gusti Allah dan berterima kasih pada
kalian." ujar Sanjaya sambil menatap Ni Seroja.
"Sama-sama!" sahut si kakek.
"Kembali kasih." ucap Gento.
Si kakek mendelik
"Eeh' apa maksudmu?" tanya si kakek melalui ilmu menyusupkan suara.
"Maksudku kekasihnya
sudah kembali." celetuk si pemuda sambil kedipkan sebelah matanya.
Di depan mereka Sanjaya dan Ni
Seroja yang baru saja merasa terbebas dari segala bencana saling berpelukan.
Tanpa sadar Gento Guyon yang melihat kejadian mesra itu memeluk gurunya.
"Hei, apa-apaan kau... diriku kau peluk-peluk." dengus Gentong ketawa
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
sambil mengibaskan tangan muridnya.
Gento jadi malu hati.
"Eeh... maaf. Aku jadi ikut-ikut latah, habisnya kulihat asyiik sih!"
kata si pemuda dengan muka merah tapi tak pernah lepas dari senyumnya.
Sanjaya dan Ni Seroja jadi malu hati dan sadar bahwa di tempat itu mereka tidak
sendiri. "Sanjaya... Ni Seroja tidak berada di tempatnya. Dia melarikan diri!" satu suara
berseru. Walau belum melihat orangnya, namun Gento Guyon merasa mengenali suara
itu. Dia dan gurunya saling pandang.
"Celaka si setan itu datang...!"
kata Gento tegang.
"Jangan takut. Kalau dia berani macam-macam, kita gebuki saja dia bersama-sama."
sahut Gentong Ketawa.
Tak berselang lama di tempat itu muncul Tabib Sesat Timur. Agaknya urusan orang
tua itu sangat penting, terbukti dia seperti tidak
menghiraukan kehadiran Gento dan gurunya.
"Hah, bukankah gadis ini yang seharusnya kujemput. Bagaimana dia bisa sampai di
sini?" tanya Tabib Tapadara.
"Dia melarikan diri, kek.
Senopati mengejarnya. Tapi kami berhasil membunuhnya!" jawab Sanjaya.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Pantasan kucari di gedung Senopati tak ada. Eeh... kau bilang tadi kami.
Berarti kau tidak sendiri!"
Sanjaya menunjuk ke arah Gento
dan gurunya. Ketika sang tabib
memandang ke arah yang ditunjuk Sanjaya, maka berubahlah parasnya.
"Kkk... kau... bocah...!"
Belum sempat Tabib Sesat Timur
melanjutkan ucapannya Gento kepalkan tangannya.
"Berani kau memanggilku bocah setan lagi. Kujitaki kepalamu sampai babak belur!"
"Ah, tidak disangka kita bertemu lagi. Aku sangat gembira sekali.
Kalian telah menolong putra almarhum sahabatku. Aku sangat berterima kasih."
kata si kakek. "Eeh, bagaimana tabib sinting ini bisa berubah baik?" bisik Gento.
"Hati-hati. Bisa jadi dia hendak menipu kita." jawab Gentong Ketawa.
Tanpa menghiraukan Sanjaya dan
kekasihnya, Tabib Tapadara mendekati Gento Guyon. "Aku sudah sangat rindu.
Siapa namamu kini...?"
"Yang jelas bukan bocah setan."
"Kau mengatakan rindu pada Gege, apakah rindu untuk menggantungnya"
Kalau itu niatmu, maka justru kau yang akan digantungnya. Ha... ha... ha." kata
Gentong Ketawa.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Tabib Sesat Timur gelengkan
kepala. "Maafkan kesalahanku di masa lalu. Gege... oh. Sebuah panggilan yang bagus. Kau
telah membunuh Senopati, berarti ilmu kesaktianmu sudah sangat maju." puji sang tabib.
Gento menyengir. "Ya, supaya aku tak dijitaki orang lain."
Si kakek berubah muram. "Aku mengaku salah, kalau kau mau balas, balaslah. Tapi
beri aku kesempatan untuk menurunkan ilmuku barang satu dua jurus."
"Jadi kau benar-benar telah tobat. Jika betul, karena dulu kita sudah pernah
berjanji, masalah
menurunkan ilmu kesaktian kuserahkan pada Gege...!" ujar Gentong Ketawa.
Si pemuda terkejut. Ingat akan
segala kekejaman si kakek di masa lalu, sekarang dia masih belum percaya kalau
Tabib Sesat Timur benar-benar telah insyaf. Sehingga dia pun
berkelebat melarikan diri.
"Bocah... ee... Gege... tunggu.
Kau hendak ke mana?" seru kakek tabib.
Tanpa menghiraukan Sanjaya dan Ni Seroja si kakek tabib yang sudah sangat rindu
pada Gento Guyon segera mengejar.
"Kurang asem. Gara-gara kau muridku jadi ketakutan. Awas jika dia sampai hilang
kucungkil matamu."
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
gerutu Gentong Ketawa ikutan mengejar.
Sanjaya gelengkan kepala.
"Orang-orang tua yang aneh!" kata pemuda itu.
"Ya, tapi tanpa mereka belum tentu kita dapat bersatu kembali."
sahut Ni Seroja. Sambil berangkulan kedua insan yang saling mencinta itu
melangkah pergi.
TAMAT Nantikan Episode Mendatang!
TANAH KUTUKAN Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Istana Kumala Putih 12 Hamukti Palapa Karya Langit Kresna Hariadi Rahasia Si Badju Perak 4

Cari Blog Ini