Pendekar Bodoh Pengejaran Ke Masa Silam Bagian 1
SERIAL PENDEKAR BODOH
PENGEJARAN KE MASA SILAM
Episode I : TONgKAT DEWA BADAI
Episode II : KEMELUT Dl TELAGA DEWA
Episode III : SETAN SELAKSA WAJAH
Episode IV : RATU PERUT BUMI
Episode V : KSATRIA SERIBU SYAIR
Episode VI : MUSLIHAT SANG DURJANA
Episode VII : PENGEJARAN KE MASA SILAM
Hak cipta dan copy right pada penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
Sebagian atau seluruh
Isi buku 1 PADANG Angin Malaikat....
Walau sedang duduk bersemadi di tengah tiupan
angin kencang, rambut dan kain baju kakek itu sairss
sekaii iidak bergerak ataupun berkibaran. Bahkan,
manakala muncul putatan angin puting beiiung, rambut
dan kain baju si kakek tetap tak bergerak sama sekaii.
Tubuhnya pun diam tak bergeming seperti sebongkah batu
karang yang tetap kokoh kuat berdiri meskipun diterjang
ombak ganas berkali-kali. Tubuh si kakek memang
terlindungi oleh kekuatan gaib yang bersumber dari lima
belas bendera kecil kuning yang tertancap di tanah
berpasir. Bendera-bendera yang mengelilingi tubuh kakek
itu disebut sebagai 'Benteng Rajah Abadi'.
Namun, kekuatan gaib ciptaan seorang tokoh
bergelar Bidadari Alam Kelam itu sebenarnya tidak
melindungi si kakek. Tapi, justru mengurung dan
memenjarakannya!
Kakek yang sedang berusaha menghimpun seluruh
daya kekuatannya itu berpakaian serba kuning. Kulit wajah
dan tubuhnya berwarna kuning pula seperti dilumuri air
perasan kunyit, Demikian juga dengan rambutnya yang
panjang tergerai,
Menilik dari ciri-cirinya, siapa lagi dia kalau bukan
Banyak Langkir atau Raja Penyasar Kukma!
Sementara, sekitar iima tombak di sisi kanan kakek
berperawakan kekar itu tampak dua orang lelaki yang
tengah berdiri dengan tatapan nanar penuh kebencian.
Yang satu seorang pemuda remaja berparas tampan,
mengenakan pakaian biru-biru dengan ikat pinggang kain
merah. Sorot matanya menyiratkan keluguan dan
kejujuran. Dan, yang seorang lagi seorang kakek gendut
berkepala gundul licin, mengenakan rompi dan celana
pendek putih kusam. Pusarnya berupa gumpalan daging
sebesar buah terong tua yang dapat bergerak-gerak
dengan sendirinya.
Kedua lelaki itu adalah si Pendekar Bodoh Seno
Prasetyo dan Setan Bodong! (Untuk mengetahui penyebab
kedatangan kedua tokoh ini di Padang Angin Mataikat,
silakan simak serial Pendekar Bodoh episode: "Muslihat
Sang Durjana").
"Jahanam! Dia pembunuh ibuku! Aku harus
membalasnya! Aku harus membalasnya!" geram Pendekar
Bodoh penuh kebencian. Sinar matanya berkilat-kilat
menatap sosok Raja Penyasar Sukma yang masih duduk
bersila dalam sikap semadi.
"Tenanglah! Tahan hawa amarahmu dulu!" sergah
Setan Bodong. "Tidak! Bagaimana aku bisa tenang kalau melihat
seorang durjana yang telah membunuh ibuku berada di
depan mataku" Tidak! Aku harus membalas kematian
ibuku sekarang juga!"
Usai berkata, Seno menarik napas panjang seraya
mengalirkan kekuatan tenaga dalam ke tangan kanannya.
Di Iain kejap, pergelangan tangan itiurid Dewa Dungu itu
telah berubah warns menjadi kuning keemasan. Agaknya,
dia mengeiuarkan salah satu bagian ilmu pukulan 'Dewa
Badai Rontokkan Langit'-nya yang bernama 'Pukulan inti
Dingin'. Pelihat apa yang dilakukan Seno, jelas sekali bila
pemuda remaja itu benar-benar hendak melaksanakan
niatnya, membunuh Raja Penyasar Sukma!
"Taban dulu, Bocah Bagus" seru Setan Bodong,
menyimpan rasa khawatir. "Kau jangan gegabah! Kau tidak
tabu bila...."
'"Ah! Kejahatan harus diberantas!" potong Seno.
"Kalau aku membunuh durjana keparat itu, sama halnya
dengan aku memberantas kejahatan!"
"Uh! tahan dulu!"
Setan Bodong berteriak lantang untuk mengingatkan,
Namun, Pendekar Bodoh yang sudah dikuasai rasa
dendam dan hawa amarah tak mau peduli, Tiba-tiba,
pemuda lugu itu menggembor keras seraya menghentakkan telapak tangan kanannya ke depan!
Wusss...! Tanpa dapat terbendung lagi, Sapisan salju berwarna
kuning keemasan meiesat dari telapak tangan kanan Seno.
Lapisan salju itu meluruk deras bagai terjangan air bah.
Suhu udara dl Padang Angin Malaikat yang panas
menyengat berubah dingin menusuk tulang. Lalu....
Blarrr...! Alangkah terkejutnya Pendekar Bodoh. Sebelum
menerpa tubuh Raja Penyasar Sukma, lapisan salju kuning
keemasan wujud dari 'Pukulan inti Dingin' nya mendadak
terlontar balik. Dan, meiuruk ke arah Pendekar Bodoh
sendiri! "Astaga!" seru Seno seraya meioncat jauh ke samping
kanan. Namun, karena pemuda itu sempat terpukau
beberapa saat dalam keterkejutan, gerakannya jadi kurang
cepat. Sebagian lapisan salju menerpa tubuhnya. Hingga
tampak kemudian, tubuh Seno jatuh bergulingan di atas
tanah berpasir. Ketika dia bangkit berdiri, kain bajunya
yang berwarna biru tampak terlapisi salju yang
membuatnya menggigil kedinginan.
"Apa yang terjadi" Apa yang terjadi?" kejut Pendekar
Bodoh dengan tatapan nyalang.
Meskipun murid Dewa Dungu itu tak menderita luka
dalam, tapi rasa kaget sudah cukup mampu untuk
rnembuat dadanya jadi sesak.
"Sudah kubilang, tahan hawa amarahmu dulu!" sahut
Setan Bodong. Sewaktu pukulan jarak jauh Pendekar
Bodoh terpental balik, kakek gendut ini bergerak
menghindar cepat sekaii, sehingga tak ada setitik pun salju
yang menempel di tubuh ataupun pakaian yang
dikenakannya. "Apa yang terjadi" Apa yang terjadi?" seru Pendekar
Bodoh lagi, seperti telah kehilangan ingatan.
"Kau memang pemuda tolol yang berlagak sok
pandai!" sembur Setan Bodong tiba-tiba.
Mendelik mat a Pendekar Bodoh mendengar cacian
kakek gendut itu. Tapi, si pemuda tak berbuat apa-apa. Dia
menyadari kebodohannya sendiri.
"Kenapa pukulanku terpentai balik" Begitu saktikah
dia hingga bisa menyerang orang tanpa menggerakkan
tubuh?" ujar Seno. Tatapannya beralih ke sosok Raja
Penyasar Sukma yang masih tetap duduk bersila dalam
sikap semadi. "Tolol! Apa kau tidak meiihat bendera-bendera keci
yang mengelilingi tubuh Banyak Langkir itu?" sahut Setan
Bodong, berjaian mendekati Seno.
"Oh! Bendera itukah sebabnya?"
. "Sebenamya, aku juga toloi, tapi tidak setolol dirimu!
Aku juga punya dendam kesumat terhadap Banyak Langkir,
tapi dendam itu tidak sampai membuatku lupa diri seperti
dirimu!" ujar Setan Bodong, seperti menggerutu.
"Ya! Ya, aku memang toloi! Tak periu kau katakan itu
terus-menerus!" sergap Pendekar Bodoh, tersinggung.
Melihat bola mata Pendekar Bodoh yang melotot
besar, Setan Bodong malah tertawa terkekeh-kekeh. "He
he he.... Andai kau bisa selalu berpikir jernih, andai kau
selalu dapat menahan hawa amarah, kau akan jadi orang
yang bijaksana. Dan, kalau sudah bisa bersikap bijaksana,
kau akan tahu bagaimana seharusnya berperilaku dan
berbuat. Kalau ha! itu dapat kau lakukan, kau akan tahu
bagaimana seharusnya memperlakukan seorang musuh,
memperlakukan seorang sahabat, ataupun memperlakukan seseorang yang mestinya kau hormati dan
kau segani...."
"Hmmm... jadi, kau mimta aku menghormati dan
menyeganimu?" cibir Pendekar Bodoh.
"Uts, jangan salah mengerti!" sergah Setan Bodong.
"Sulit benar aku menasihatimu, Bocah Bagus...."
"Kalau tahu sulit, kenapa kau masih saja berusaha
menasihati aku terus"!"
"Nah! Kalimat itu yang kutunggu dari mulutmu, Bocah
Bagus! Aku bisa membalikkan kaiimatmu tadi.... Kalau kau
sudah tahu bila cepat naik darah akan menyulitkanmu,
kenapa kau masih saja tak dapat menahan hawa amarah?"
Seno nyengir kuda. Untuk beberapa iama, dia tak
dapat berkata apa-apa.
"He he he...," tawa kekeh Setan Bodong. "Kau bisa
merasakan kebenaran ucapanku, bukan" Kalau memang
kepalamu sudah dingin dan perasaanmu sudah tenang
lagi, aku bisa menjawab semua pertanyaanmu tadi."
"Ya! Ya, kau benar, Pak Tua...," sahut Seno,
mengangguk-angguk.
"Kau tentu melihat lima belas bendera yang
mengeliiingi tubuh Banyak Langkir itu," ujar Setan Bodong
penuh kesungguhan. "Kau tentu juga sudah tahu kalau
bendera-bendera itu bernama 'Benteng Rajah Abadi'...."
"Ya! Aku tahu. Kau pernah mengatakannya setelah
kau berebut bendera-bendera itu dengan Mahisa Lodra."
"Kalau kau sudah tahu, kesimpulan apa yang tercetus
dalam pikiranmu?"
"Ya! Ya, aku tahu! Mahisa Lodra telah mendahului kita
datang ke tempat ini. Dia telah mengurung tubuh Banyak
Langkir dengan 'Benteng Rajah Abadi'. Dia hendak
menggunakan tangan kita untuk membunuh kakek berkulit
kuning seperti kunyit itu!"
"Nah! Nah! Benar sekali apa yang kau katakanl Kalau
hatimu tidak dikotori hawa amarah, kau akan dapat
berpikir jernih. Sekarang, kau sudah tahu akibat buruk
menyimpan hawa amarah, bukan?"
"Ya! Kau memang seorang kakek yang amat pintar,
Pak Tua. Maafkan kesalahanku tadi...," ujar Pendekar
Bodoh, tulus. "Hanya saja, aku amat heran. Banyak Langkir
adaiah tokoh sakti yang pilih tanding, bagaimana dia
sampai bisa terkurung seperti itu" Bahkan, tidak bisa
keluar pula! Aku juga heran mellhat kekuatan gaib
'Benteng Rajah Abadi'. Kenapa kekuatan rajah itu dapat
membuat pukulanku terpental bai k?"
"Memang begitulah kehebatan 'Benteng Rajah Abadi'
ciptaan Bidadari Aiam Kelam. Oleh karenanya, ketika aku
meihat benda itu, aku berusaha sekuat tenaga agar tak
jatuh ke tangan Mahisa Lo?dra...."
"Kau tadi menyebut Bidadari Alam Keiam, siapa itu?"
"Dia seorang pemuja setan. Umurnya sudah lebih dari
enam puiuh tahun. Tapi, jika di kelak kemudian hari kau
bertemu dengannya, jangan heran bisa melihat wujud
nenek itu berupa seorang wanita cantik bertubuh amat
menggiurkan. Dia punya ilmu awet muda yang bersumber
dari kekuatan hitam.... Namun, pada saat ini, kita tak periu
membicarakan orang itu. Banyak Langkir lebih penting.
Kau katakan tadi bila Mahisa Lodra hendak menggunakan
tangan kita untuk membunuh Banyak Langkir. Apakah kau
benar-benar akan membunuhnya?"
"Banyak Langkir adalah pembunuh ibuku. Tentu saja
aku akan menuntut balas. Walau aku seperti diperalat
Mahisa Lodra, itu tak jadi soal. Karena, pada saatnya nanti
aku juga akan menuntut balas kepadanya!"
Setan Bodong mengangguk-angguk, iaiu katanya,
"Aku bisa mengerti perasaanmu. Tapi, sudah tahukah kau
bila 'Benteng Rajah Abadi' tak dapat ditembus oleh pukulan
dan senjata apa pun?"
"Kalau memang benar demikian, bagaimana cara
agar aku bisa membunuh Banyak Langkir?" tanya Seno
penuh kesungguhan.
"Kau harus tahu terlebih dahulu bila Banyak Langkir
tak dapat memusnahkan kekuatan gaib 'Benteng Rajah
Abadi'. Dia tak akan berani mencabut lima belas bendera
yang mengeiilingi tubuhnya. Jangankan mencabut,
menyentuh saja dia tak akan berani."
"Kenapa?"
"Bendera-bendera itu sudah terkena aliran tenaga
dalam Mahisa Lodra yang membuat kekuatan gaib
'Benteng Rajah Abadi' bekerja. Kalau Banyak Langkir
menyentuhnya, tangannya akan terbakar!"
"Ah! sebegitu hebatkah 'Benteng Rajah Abadi'..." Lalu,
bagaimana aku bisa menyerang Banyak Langkir?"
"Kau bisa menyerangnya dengan menggunakan
benda yang teiah diisi kekuatan gaib pula. Tapi, untuk
membuatnya perlu waktu lama. Aku khawatir Banyak
Langkir keburu dapat keiuar dari kurungan benderabendera itu...."
"Aaaeh! Kau katakan tadi, Banyak Langkir tak akan
bisa keluar dari kurungan 'Benteng Rajah Abadi'! Kau
jangan membuat pikiranku bingung, Pak Tua?" bentak
Pendekar Bodoh Pengejaran Ke Masa Silam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seno tiba-tiba.
"Jangan saiah tafsir! Kaiau ada orang memiliki iimu
'Dewa Pelanglang Jagat', dia akan dapat lolos dari
kurungan 'Benteng Rajah Abadi'...," sahut Setan Bodong
dengan sabar. "Banyak Langkir memiiiki ilmu itu?"
"Ya! iimu 'Dewa Pelanglang Jagat' berasal dari Kitab
Tiga Dewa. Aku telah membantunya untuk menyempurnakan ilmu itu. Dan, itulah kesalahan terbesar
dalam hidupku!"
"Kalau begitu, aku harus segera membunuhnya
sebelum dia dapat menggunakan iimu 'Dewa Pelanglang
Jagat'-nya!"
"Begituiah...."
Sedikit tergesa-gesa Setan Bodong mengeluarkan
lima belas bendera kuning yang tersimpan di saku
belakang celananya. Bendera-bendera itu sama persis
dengan lima betes bendera yang mengurungtubuh Raja
Penyasar Sukma. Bendera-bendera yang dibawa Setan
Bodong memang bagian dari 'Benteng Rajah Abadi' ciptaan
Bidadari Alam Kelam. (Agar lebih jelas, baca lagi serial
Pendekar Bodoh episode: "Musiihat Sang Durjana")
"Untuk apa bendera itu?" tanya Seno, kebodohbodohan. "Telah kukatakan tadi, Banyak Langkir bisa diserang
dengan henda yang berisi kekuatan gaib. Lima beias
bendera ini bisa djgunakan untuk mewujudkan keinginan
itu!" Di ujung kalimat Setan Bodong, tangan kanan
Pendekar Bodoh berkelebat cepat sekali. Tahu-tahu lima
belas bendera kuning kecil yang berada dalam cekalan
Setan Bodong telah herpindah tangan. Lalu....
Wuuttt.... Pendekar Bodoh menyambitkan tiga bendera ke arah
Raja Penyasar Sukma. Ujung-ujung bambu yang terlilit kain
bendera itu meiesat cepat laksana anak panah lepas dari
busur! Srattt...! Benar kata Setan.Bodong.
Tiga bendera yang disambitkan Pendekar Bodoh
dapat menembus kekuatan gaib 'Benteng Rajah Abadi'.
Namun, karena kebetulan Raja Penyasar Sukma telah
menyelesaikan semadinya, kakek berpakaian kuning itu
dapat menghindari sambitan bendera, bahkan dua di
antaranya dapat ditangkap.
"Keparat!" geram Raja Penyasar Sukma, mena tap
tajam sosok Pendekar Bodoh dan Setan Bodong. "Setan
alas kalian berdua! Walau aku terkurung di tempat ini,
jangan harap kalian dapat membunuhku!"
Sambil berkata, diam-diam Raja Penyasar Sukma
mengalirkan hawa beracun pada dua batang bendera yang
ada di tangannya. Lalu, disertai dengus gusar, kedua
batang bendera itu disambitkannya. Satu mengarah ulu
hati Pendekar Bodoh. Satunya lagi mengarah kepala Setan
Bodong yang gundul licin!
Wuttt...! "Hiahhh...!"
Sembari menggeser kedudukan tubuhnya, Pendekar
Bodoh hendak menangkap batang bendera yang meluncur
ke arahnya. Sementara, Setan Bodong yang tengah
merundukkan tubuh tampak memelototkan mata.
"Jangan ditangkap!" seru kakek gendut itu.
Tapi terlambat. Jemari tangan kanan Pendekar Bodoh
keburu berhasil mencekal bendera kuning yang
disambitkan Raja Penyasar Sukma!
"Uh! Aduhl"
Tiba-tiba, Pendekar Bodoh memekik kesakitan.
Cekalannya pada batang bendera lepas. Dan, terbelalaklah
mata pemuda remaja itu. Telapak tangan kanannya terasa
amat panas seperti tersengat bara api. Sesaat kemudian,
warna kuning menjalar dari lima jari tangan kanannya!
"Kau terkena racun 'Peremuk Jantung'. Cepat
salurkan kekuatan 'Pukulan Inti Dingin'!" seru Setan
Bodong yang telah berhasil menghindari sambitan bendera
yang hendak memecahkan batok kepala nya.
Tanpa pikir panjang lagi, bergegas Seno mengalirkan
kekuatan tenaga dalam ke pergelangan tangan kanannya.
Dalam sekejap mata, rasa panas dan warna kuning pada
teiapak tangan kanannya langsung lenyap. Agaknya, hawa
dingin yang bersumber dari 'Pukulan Inti Dingin' dapat
mengalahkan serangan racun 'Peremuk Jantuhg' Raja
Penyasar Sukma.
"Jahanam kau, Banyak Langkir!" umpat Seno. "Bila
kau masih Ingat kejadian dl lereng Bukit Takeran lima
tahun yang iaiu, jangan menyesal bila hari ini aku akan
memaksamu membayar hutang nyawa atas kematian
ibuku!" Di ujung kalimatnya, si pemuda lugu Seno Prasetyo
meiontarkan dua belas bendera kuning di lengan kirinya.
WaSau hanya dengan menggunakan tangan kiri, lontaran
itu amat cepat luar biasa dan menimbulkan tiupan angln
kencang bergemuruh.
Wusss...! Srattt...! Pucat pasi wajah Raja Penyasar Sukma seketika.
Dalam keadaan terkurung 'Benteng Rajah Abadi" tentu saja
dia tak bisa bebas bergerak menghindar. Susah-payah dia
berusaha memukul balik dua belas bendera yang meluncur
ke arahnya dengan mengibaskan ujung lengan bajunya
berkali- kali. Wesss...! Gelombang angin pukulan ciptaan Raja Penyasar
Sukma memang bisa menahan Suncuran dua belas
bendera yang mengancam jiwanya. Tapi, ketika gelombang
angin pukulan itu membentur kekuatan gaib 'Benteng
Rajah Abadi', terkejut setengah mati Raja Penyasar Sukma.
Terhantam gelombang angin pukulan ciptaannya
sendiri, tubuh kakek itu terbentur-bentur kekuatan gaib
'Benteng Rajah Abadi'. Ketika jatuh berdebum di sisi
lempengan batu pipih yang semula di gunakannya sebagai
tempat duduk, beberapa batang bendera kuning tampak
menancap di bahu, dada, dan pinggangnya. Tentu saja
cairan darah segar mengucur tanpa dapat dicegah lagl.
"Keparat!" geram Raja Penyasar Sukma seraya
bangkit dan menatap tajam sosok Pendekar Bodoh. "Walau
Setan Bodong berada di pihakmu, jangan harap kau dapat
berbuat sekehendak hatimu kepadaku. Justru aku akan
mengubah sejarah hidupmu! Ha ha ha...!"
Mendadak, Raja Penyasar Sukma tertawa bergelak
panjang sekali. Kedua tangannya terangkat lurus ke atas,
ialu turun perlahan dan menyatu di depan dada. Tawa
getaknya semakin terdengar lirih. Bersamaan dengan itu,
tubuh Raja Pertyasar Sukma tampak mengabur, kemudlan
hilang dari pandangan!
"Celaka!"
seru Setan Bodong. "Dia telah mengeluarkan ilmu 'Dewa Pelanglang Jagat'!"
"Dia bisa keluar dart kurungan 'Benteng Rajah
Abadi'?" tanya Pendekar Bodoh, turut panik.
"Bukan hanya itu! Dia bisa menembus ke masa lalu
kita! Dia bisa berbuat seenak perutnya sendiri untuk
mengubah sejarah hidup kita!"
"Aku tak mengerti apa maksudmu, Pak Tua.
Me?nembus masa lalu kita" Bagaimana mungkfn?"
"Singkat saja kujelaskan. Andai dia datang ke masa
lima tahun sebelum ini untuk menemuimu, tentu kau
masih berupa seorang bocah yang tak punya kemampuan
apa-apa. Dia bisa membunuhmu di saat itu. Dan, kalau itu
benar-benar terjadi, tentu saja kau sekarang ini tak ada.
Dengan kata lain, Pendekar Bodoh tak pernah ada karena
dia telah dibunuh Banyak Langkir lima tahun yang ialu!"
"Astaga!" lonjak Seno.
"Kita harus mengejar Banyak Langkir!"
"Ke masa Ialu?"
"Begitulah!"
"Bagaimana caranya?"
Setan Bodong tak menjawab. Jalan pikirannya tibatiba jadi buntu. Bagaimana cara mengejar Raja Penyasar
Sukma" Dia tak dapat menjawab pertanya an itu!
* ** 2 LEMBUT sinar mentari merasuk ke sanubari. Semilir
sejuk sang bayu menciptakan suasana syahdu, mesra
terasa mengelus jiwa. Kuntum- kuntum bunga merah
jingga di lereng Bukit Pralambang mekar tersenyum dalam
damai. Burung-burung masih setia menemani bersama
kicau riang nya.
Di sore hari nan cerah itu, seorang lelaki bertubuh
kekar tampak berjalan di antara jajaran pohon rindang.
Anak-anak rambut dan pakaian merah-merah yang
dikenakannya berkibaran mana kala angin berhembus
iebih kencang. Sepasang kakinya gagah melangkah
menuju ke puncak Bukit Pralambang.
Dia Mahisa Lodra atau Setan Selaksa Wajah!
Karena memiliki ilmu 'Selaksa Wajah Berganti- ganti',
Ielaki yang sebenarnya telah berumur Iebih dari enam
puluh tahun itu dapat mengubah raut wajahnya sesuka
hatinya. Sehingga saat mendaki bukit itu, wajah si kakek
berupa seorang pemuda tampan dua puluh lima tahunan.
"Hmmm.... Aku telah meiaksanakan salah satu
siasatku. Banyak Langkir berhasil kujebak dengan 'Benteng
Rajah Abadi'. Kalau dia tidak mati di tangan Setan Bodong,
Pendekar Bodoh lah yang akan membinasakannya!" kata
hati Setan Selaksa Wajah. "Kini, tiba saatnya aku
menyusun kekuatan untuk menggulingkan takhta Raksa
Jalinti. Lelaki keparat yang telah mengubah namanya
menjadi Wira Parameswara Itu tak pantas memegang
tampuk kepemimpinan di Kerajaan Mahespati! Hmmm....
Dia juga harus matl! Ya! Dia harus matl!"
Mengingat rencana besar yang telah lama
disusunnya, semangat dalam diri Setan Selaksa Wajah jadi
berkobar menyala-nyala. Hingga, tak sabaran lagi murid
murtad Dewa Dungu itu mengayunkan langkah. Bergegas
dia menjejak tanah seraya mengempos tenaga untuk dapat
berlari cepat dengan menggunakan llmu peringan tubuh
'Angin Pergi Tiada Berbekas'.
Di lain kejap, sosok Setan Selaksa Wajah berubah
menjadi segumpal asap merah yang berkelebat cepat di
antara bongkah-bongkah batu besar dan tonjolan akar
pepohonan. Tak jarang bayangan kakek berwajah pemuda
itu melenting tinggi, melesat cepat di atas dedaunan.
Tak seberapa kemiidlan
"Gua Secawan...," desis Setan Selaksa Wajah seraya
menghentikan kelebatan tubuhnya.
Kakek bertubuh kekar itu berdiri tegak di puncak
Bukit Pralambang. Tatapan matanya tertuju ke bongkahbongkah batu besar yang tersusun membentuk sebuah
cawan raksasa. DI bawah susunan bongkah batu itu
terdapat sebuah gua kecil yang disebut sebagai Gua
Secawan. Namun, karena jalan masuknya tertutup oleh
bongkah batu sebesar kerbau, wujud Gua Secawan jadi tak
terlihat dari luar.
Perlahan Setan Selaksa Wajah melangkah. Tanpa
menemui kesulitan sedikit pun, dia menggeser bongkah
batu yang menutupi mulut Gua Secawan. Setelah menatap
kedalaman gua beberapa saat, Setan Selaksa Wajah
melangkah masuk.
Kebetulan mulut Gua Secawan menghadap ke barat,
sehlngga slnar mataharl sore dapat menerobos masuk.
Dan, ternyata gua itu memang tidak seberapa lebar. Setan
Seiaksa Wajah menggeser lagi sebongkah batu yang
terletak di salah satu sudut gua. Setelah batu itu berpindah
tempat, tampaklah sebuah lubang bergaris tengah tiga
jengkal. Berdirl terpaku sejenak Setan Selaksa Wajah.
Ditariknya napas panjang beberapa
kali untuk menenangkan perasaan hatinya yang mendadak berdebardebar tak karuan.
Sesaat kemudian. Setan Selaksa Wajah berjongkok
lalu merayap masuk ke Iubang di dindlng gua. Usai
menempuh jarak kira-kira sepuluh tombak, sampailah
Setan Selaksa Wajah di sebuah ruangan bawah tanah
berdinding batu cadas.
Ruangan bawah tanah itu juga tidak seberapa lebar.
Walau sinar mentari tak dapat menerobos masuk. Setan
Selaksa Wajah dapat menebarkan pandangan dengan
leluasa, karena di situ terdapat dua buah obor gas alam
yang dapat terus menyala tanpa kehabisan bahan bakar.
Sekali lagl Setan Selaksa Wajah menggeser
sebongkah batu. Dan..., berseru girang lah kakek ber wajah
pemuda itu saat melihat sebuah benda pipih panjang
terbungkus kain hitam yang berada di dalam cekungan di
dinding batu cadas.
"Pusaka Pedang Naga...!" seru Setan Selaksa Wajah
penuh luapan rasa gembira.
Tanpa pikir panjang, Setan Selaksa Wajah
menyambar bungkusan kain hitam di hadapannya. Jemari
tangan murid murtad Dewa Dungu itu tampak bergetar
saat mengeluarkan bungkusan, yang ternyata sebilah
pedang, "Pusaka Pedang Naga.... Setelah kusimpan selama
Pendekar Bodoh Pengejaran Ke Masa Silam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua pekan di tempat ini, tiba waktuku untuk
membangkitkan kekuatan gaibnya...," desis Setan Selaksa
Wajah dengan boia mata terus berbinar.
Pedang yang berada daiam cekalan kakek berpakaian
serba merah itu tampak lebih besar dan panjang bi a
dibandingkan dengan ukuran pedang pada umumnya. Hulu
pedang berupa ukiran kepala naga, panjangnya hampir
dua jengkal. Dan, sarungnya terbuat dari sejenis kayu
cendana yang senantiasa menebarkan aroma harum.
Ketika Setan Selaksa Wajah menghunusnya, bilah pedang
itu berlekuk- lekuk seperti keris, namun tentu saja lebih
besar dan lebih panjang puia. Bila di ihat dari ujung pedang
sampai ke hulunya, biiah pedang itu mirip seekor naga
yang tengah meliukkan tubuhnya.
"Pusaka Pedang Naga...,' desis Setan Selaksa Wajah
lagi, menyebut nama pedang dl tangannya.
Terbawa luapan rasa gembira, tanpa sadar murid
murtad Dewa Dungu itu mengeluarkan ilmu penyamarannya yang diperoleh dari salah satu bagian
Kitab Sanggalangit, ilmu 'Selaksa Wajah Berganti- ganti',
beberapa kali wajah si kakek tampak berubah-ubah.
Sebentar menjadi wajah seorang gadis cantik, lalu berubah
ke wajah aslinya, yaitu wajah seorang kakek-kakek enam
puluh tahunan. Namun akhirnya, kembali ke wajah seorang
pemuda tampan dua puluh lima tahunan.
Mendadak, Setan Selaksa Wajah meloncat berdirl
seraya mengangkat bilah Pusaka Pedang Naga di atas
kepala. "Ha ha ha."! Kini, tiba saatnya aku menyusun
kekuatan untuk menggulingkan takhta Wira Parameswara!
Dengan menggunakan kekuatan gaib pedang bertuah ini,
empat ketua partai besar yang berada di Kerajaan
Mahespati akan bertekuk lutut di bawah kakiku! Ha ha
ha...!" Kakek berambut panjang sedikit kusam itu tertawa
bergelak-gelak panjang sekaii. Suara tawanya yang keras
menerobos keiuar dari Gua Secawan, dan membahana di
seantero Bukit Pralambang....
* ** Bangunan megah yang menjadi tempat tinggal ketua
Partai Naga llmur tampak sunyi lengang seperti tak ada
tanda-tanda kehidupan di daiamnya. Dua orang penjaga
pintu gerbang berdiri tegak bagai patung batu dengan
senjata tombak. Tubuh mereka sama sekali tak bergerak
walau kadang-kadang tiupan angin terasa menampar
wajah. Kesunyian terpecah manakala dari arah utara jelas
terdengar derap langkah kuda yang dipacu cepat.
Penunggangnya seorang lelaki setengah baya berparas
tampan berwibawa. Tubuhnya yang tinggl tegap terbungkus
pakaian putih-putih dengan ikat plnggang kain biru. Kedua
penjaga pintu gerbang sedlkit kaget saat lelaki setengah
baya Itu menghentikan laju kudanya di hadapan mereka.
"Ksatria Seribu Syalr...," kesiap kedua penjaga, dapat
mengenali sosok orang yang baru datang.
Tanpa turun dari pelana kudanya, lelaki setengah
baya menyungging Senyum tipis. Namun, di balik sinar
matanya yang tajam jelas tersimpan rasa sedih bercampur
kekhawatlran yang mendalam.
"Uts! Tak perlu! Tak Perlul" seru lelaki berambut
panjang tergeral Itu saat melihat kedua penjaga hendak
membungkuk hormat kepadanya.
Setelah saling pandang, penjaga yang berwajah
lembutbertanya, "Tuan hendak bertemu dengan ketua
kami"i' Lelaki setengah baya menggeleng lemah. "Aku tidak
punya waktu banyak. Aku harus segera menemui ketiga
ketua partal lalnnya. Sampaikan saja suratku ini kepada
ketuamu." Usai berkata, lelaki yang tampak gagah berwibawa itu
mengeluarkan gulungan kertas dari kantong kain yang
terlkat di pelana kudanya. Gulungan kertas itu Ialu
disodorkan kepada penjaga berwajah lembut.
"Sampaikan sekarang juga kepada ketuamu."
"Baik, Tuan...."
Penjaga berwajah lembut membungkuk hormat.
Namun, Ielaki berpakalan putih-putlh yang diberi
penghormatan telah menggebrak kuda, dan memacunya
amat cepat menuju ke selatan.
"Kau tetap berjaga dl sini, Dulu. Aku akan menghadap Tuan Ajl Pamenak...," ujar penjaga berwajah lembut
kemudian. Penjaga yang wajahnya dihiasi kumis tebal
mengangguk. Mendapat persetujuan itu, penjaga berwajah
lembut bergegas melangkah masuk ke gedung megah.
Dilewatinya belasan orang penjaga di ruangan dalam tanpa
berkata apa-apa. Dan agaknya, melihat ketergesa-gesaan
si penjaga berwajah lembut, teman-temannya bisa
memaklumi. Mereka dapat menebak kalau si penjaga
berwajah lembut membawa sesuatu yang harus segera
disampaikan kepada ketua mereka.
"Beliau tidak berpesan apa-apa. Beliau hanya berkata
blla tidak punya waktu dan harus segera menemui ketiga
ketua partai lainnya. Dan, saya harus menyampaikan surat
ini kepada Tuan Aji Pamenak...," lapor penjaga berwajah
lembut Setelah berhadapan dengan junjungannya.
Ketua Partai Naga Timur adalah seorang Ielaki gagah
berperawakan kekar. Wajahnya yang tampan dihiasi kumis
tipis. Mengenakan pakaian putih kuning dengan baju luar
seperti jubah berwarna merah. Usianya sekitar lima puluh
tahun. Lelaki bernama Ajl Pamenak yang biasa disebut orang
sebagai Naga Dari Timur itu tampak mengerutkan kening
saat menerima gulungan kertas yang diserahkan penjaga
berwajah lembut. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia
langsung membuka gulungan kertas itu, yang ternyata
berisi.... Tuan Aji Pamenak,
Maafkan aku bila kemunculanku membuat Tuan
terkejut. Bukan aku tak menaruh rasa hormat kepada
Tuan. Aku tidak bisa bertatap muka langsung dengan
Tuan. Karena, aku harus segera menyampaikan pesan
yang sama dengan isi surat ini kepada ketiga keturunan
Pendekar Naga lainnya.
Sebagai keturunan Pendekar Naga, Tuan Aji
Pamenak tentu tahu kekuatan gaib Pusaka Pedang Naga.
Maafkan aku, Tuan. Pedang pusaka itu sebenarnya telah
kusimpan di puncak Gunung Arjuna yang sangat sulit
dijamah oleh manusia. Akan tetapi, meleset dari
perhitunganku, sejak dua pekan yang Ialu pedang bertuah
itu tak berada di tempatnya lagi. Seorang durjana licik
berhasil mencurinya. Sampai saat ini, aku belum tahu di
mana pedang itu berada. Oleh karena itu, harap Tuan
berhati-hati. Seluruh anggota Partai Naga Timur yang Tuan
pimpin harus meningkatkan kewaspadaan.
Sementara aku berusaha merebut kembali Pu saka
Pedang Naga, Tuan Aji Pamenak harap mencari akal untuk
membekali diri, agar tak terkena pengaruh kekutan gaib
pedang yang mengandung tuah leluhur Tuan itu. Aku
khawatir kekuatan gaib Pusaka Pedang Naga akan
dibangkitkan orang untuk tujuan jahat
Sekali lagi, harap TuanAji Pamenak berhati-hati.
Darma Pasulangit.
Setelah membaca surat itu, wajah Aji Pamenak atau
Naga Dari Timur tampak pucat pasi. Sinar matanya yang
semula teduh tenang, kini tampak nyalang menyiratkan
kekhawatiran. Lalu, dengan suara keras menggeiegar,
ielaki itu memberi perintah kepada penjaga berwajah
lembut yang masih duduk bersimpuh dl hadapannya.
"Panggil semua anggota partai yang berada di
kotapraja sekarang juga! Mulal hari ini penjagaan harus
diperketat! Blla ada orang yang gerak-geriknya tampak
mencurlgakan, jangan biarkan dia masuk! Bila perlu,
gunakan ketajaman senjata untuk mengusirnya!"
"Bb... balk, Tuan...," sahut penjaga berwajah iembut
seraya beringsut mundur.
* ** 3 PUTARAN waktu berlalu cepat, membawa malam
rebah menjelang. Di pinggir sebuah hutan kecil, terpaut
cukup jauh dari Padang Angin Malaikat, Pendekar Bodoh
dan Setan Bodong tampak duduk termenung menatap apl
unggun. Mereka diam membisu daiam kesunyian. Tak
peduli pada belasan kelelawar yang terbang rendah di atas
kepala. Tak peduli pada usikan burung hantu yang
memperdengarkan suara serak sengaunya. Namun,
manakala api unggun hamplr padam, barulah kedua leiaki
itu beranjak dari tempat duduk masing-masing.
"Api senantiasa membuat terang dalam kegelapan,"
ujar Setan Bodong sambil memasukkan beberapa batang
ranting kering ke perapian. "Namun..., aku heran. Benarbenar heran! Telah lama aku duduk diam memutar otak,
telah iama aku berpikir dan merenung, tak juga muncul api
yang mampu menerangi kegelapan daiam benakku ini...,
walpu hanya setitik...."
"Api apa?" tanya si Pendekar Bodoh Seno Prasetyo
dengan sinar mata iugu. Sambil menatap wajah Setan
Bodong, tangan kanannya turut memasukkan rantingrantlng kering ke parapian.
Setan Bodong tak menjawab. Dibalasnya tatapan
Seno lewat sudut matanya. Memang, agak jengkel kakek
gendut Itu kepada si pemuda yang dianggapnya terialu
lambat berpikir.
"Kita dalam bahaya...," desis Setan Bodong kemudian.
"Entah kau, entah aku, yang akan mati lebih dulu...."
"Dengan ilmu 'Dewa Pelanglang Jagat'-nya, Banyak
Langkir akan menembus putaran waktu, dan membunuh
kita di masa sebelum sekarang ini. Benarkah begltu?"
cetus Seno. Mengangguk lemah Setan Bodong. Wajahnya yang
biasanya tampak jenaka kini kusut masai. Si kakek sedang
dilanda rasa bingung dan kaiut.
"Di Padang Angin Malaikat tadi, kau berkata bila kau
turut membantu Banyak Langkir menyempurnakan ilmu
'Dewa Pelanglang Jagat'-nya. Sedikit banyak, kau tentu
tahu kelemahan ataupun rahasla ilmu itu, Pak Tua...," ujar
Seno, menatap wajah Setan Bodong semakin iekat.
"Tidak. Aku tak tahu," sergap Setan Bodong. "Aku
memang pernah membantu Banyak Langkir mempelajari
isi Kitab Tiga Dewa. Tapi, aku tak pernah berpikiran bila di
kelak kemudian hari Banyak Langkir akan menggunakan
ilmunya di jalan sesat. Oleh karena itu, hatiku tak pernah
tergerak untuk mengetahul kelemahan ataupun rahasia
ilmu kesaktian yang terdapat dalam Kitab Tiga Dewa...,
termasuk Ilmu 'Dewa Pelanglang Jagat'. Dan, kalau
sekarang aku harus memikirkannya, akan banyak memakan waktu. Jalan satu-satunya untuk mencegah Banyak
Langkir mengumbar keinginan jahatnya di mana yang
sekarang ini dia masuki adalah dengan mengejarnya...."
"Caranya?"
"Itulah yang harus kita piklrkan, Tolol!" bentak Setan
Bodong tiba-tiba.
Pendekar Bodoh nyengir kuda. Jengkel hatlnya
dibentak sedemikian rupa. Tapi, murid Dewa Dungu itu tak
berbuat apa-apa, kecuali menggerutu daiam hati.
"Ketika aku masilh kecil, Ibuku pernah bercerita. Ada
seorang ratu siluman yang tinggal di Istana Abadi. Istana
itu tak dapat dijamah oleh manusia biasa karena
tempatnya berada di alam gaib...," ujar Setan Bodong, lirih
seperti ditujukan kepada dirinya sendiri.
"Apa" Kau berkata apa, Pak Tua?" tanya Pendekar
Bodoh yang merasa tertarik.
"Tapi..., ada seorang pertapa sakti yang berhasil
masuk ke Istana Abadi...," lanjut Setan Bodong, tak
menghiraukan pertanyaan Pendekar Bodoh. "Tentu saja
sang ratu siluman nalk pitam karena tempat tinggalnya
dijamah seOrang manusia tanpa seizinnya. Ratu siluman
yang bernama Ayu Raseksi itu ia!u mengusir sang pertapa.
Namun..., sang pertapa tak mau pergi dari Istana Abadi
karena ternyata dia teiah jatuh cinta kepada Ayu
Raseksi...."
"Apa" Manusia jatuh cinta kepada siluman?" ke siap
Seno, terbawa ke jalan cerita Setan Bodong.
"Dia seorang pertapa. Kenapa dia tidak bisa
mengendalikan rasa hatinya" Siapa nama pertapa itu?"
"Bagus Karma...," jawab Setan Bodong. "Hebat nya,
tahu Ayu Raseksi tak menyukai kedatangan nya, Bagus
Karma malah menantang bertempur. Tapi sebelumnya, dia
membuat perjanjian. Apabila Bagus Karma kalah, sang
pertapa rela meninggalkan Istana Abadi dan bersumpah
tak akan kembali lagi ke tempat itu selama-lamanya.
Sebaliknya, kalau Ayu Raseksi kalah, ratu siluman itu harus
bersedia menjadi Istri Bagus Karma...."
"Uhl Pertapa macam apa itu?" olok Pendekar Bodoh.
"Sebagai seorang pertapa, mestinya dia harus selalu
menjauhkan diri dari segala sesuatu yang bersifat
keduniawian. Kenapa dia malah bermaksud memperistri
seorang ratu siluman?"
"Sebenarnya, wajar saja bila Bagus Karma jatuh cinta
kepada Ayu Raseksi. Wajah sang ratu siluman memang
sangat cantik iuar biasa. Kemungkinan bahkan melebihi
kecantikan para bidadari...."
"Lalu, pertempuran benar-benar terjadi?"
"Ya. Ayu Raseksi kalah."
Pendekar Bodoh Pengejaran Ke Masa Silam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dia jadi istri pertapa itu?"
"Ya. Namun..., kebahagiaan yang dirasakan Bagus
Karma tak berlangsung lama. Tepat satu tahun sejak hari
pernikahannya di Istana Abadi, dia menerima kutuk dari
para dewa. Raga Bagus Karma lenyap tanpa bekas. Dan,
rohnya terusir dari Istana Abadi. Entah kalau sekarang Ini
roh pertapa itu jadi setan gentayangan atau apa...."
"Lalu, bagaimana dengan sang ratu siluman?"
"Dia melahirkan seorang bayi aneh...."
"Bayi aneh" Apanya yang aneh" Lelaki atau
perempuan?"
"Perempuan. Tubuh bagian atas bayi itu berupa
manusia biasa dan berwajah cantik. Tapi, tubuh bagian
bawahnya berupa ekor ular yang amat menjijikkan. Lebih
aneh lagi, kelahiran bayi manusia setengah uiar itu
dibarengi sebuah benda ajaib yang juga keluar dari perut
sang ratu siluman. Benda itu berupa sebuah cermin. Dan,
ketika sang jabang bayi sudah besar, dia bisa menemui roh
ayahnya dengan menggunakan cermin ajaib itu...."
"Cermin ajaib... cermin ajaib...," desah Pendekar
Bodoh, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. "Apa yang
kau ceritakan ini benar-benar terjadi atau hanya sekadar
dongeng sebeum tidur, Pak Tua?"
"Dikatakan dongeng juga bisa, karena ceritanya
memang hampir tak masuk akal. Tapi, aku percaya bia
cerita itu benar-benar nyata. Bukan dongeng!"
"Hm.... Begitu?" Pendekar Bodoh menganggukangguk. "Sebuah benda ajaib tentu punya nama. Apa nama
cermin ajaib yang lahlr bersama putri Ayu Raseksi itu?"
"'Terawang Tempat Lewati Masa'...," jawab Setan
Bodong, lirih. "Astaga!" keslap Pendekar Bodoh.
"Kenapa kau terkejut?" selidik Setan Bodong.
"Cermin ajaib yang kau sebutkan Itu milik Ratu Perut
Bumi." "Benarkah?"
"Beberapa kali aku pernah bertemu dengan orang itu.
dia seorang manusia setengah ular. Hmmm.... Rupanya,
Ratu Perut Bumi adalah putri Ayu Raseksi, ratu kerajaan
siluman yang tinggal di Istana Abadi...."
"Ratu Perut Bumit..," desis Setan Bodong. "Benar kau
pernah bertemu dengan orang itu, Bocah Bagus" Apakah
dia membawa cermin ajaibnya?"
"Ya! Bahkan, aku pernah membantunya untuk
mendapatkan kembali cermin ajaib 'Terawang Tempat
Lewati Masa'. Semula cermin itu dicuri oleh Seno
Prasetyo...."
"Seno Prasetyo?" ganti Setan Bodong yang terkesiap.
"Lagl-lagi dia! Dia memang seorang durjana licik yang
punya seribu akal bulus!" usai merutuk Setan Selaksa
Wajah, kakek gendut Ini bertanya, "Lalu..., apakah Ratu
Perut Bumi berhasil mendapatkan cermin ajaibnya
kembaii?" "Begitulah," jawab Seno Slngkat.
"Kita harus menemui manusia setengah ular itu!"
cetus Setan Bodong dengan bola mata berbinar-binar.
Agaknya, kakek berkepala gundul licin ini mendapatkan
jalan terang untuk memecahkan masalah pelik yang
sedang dihadapinya.
"Menemui Ratu Perut Bumi" Untuk apa?" tukas Seno,
belum mengerti jalan pikiran Setan Bodong.
"Sebenarnya, ketika tinggal di Istana Abadi, putri Ayu
Raseksi itu pernah membuat kesalahan besar. Entah apa
kesalahan itu. Yang jelas, dia lalu tlnggal di bumi yang
sekarang kita tempati ini. Dia tak bisa lagi tinggal di istana
Abadi...," ujar Setan Bodong, melenceng dari pertanyaan
Seno. "Mungkin karena malu melihat keadaannya sendiri
yang sete- ngah uiar, putri Ayu Raseksi Itu memilih tinggal
di dalam tanah. Mungkin karena itulah ia menyebut dirinya
sebagai Ratu Perut Bumi...."
"Hal itu tak penting, Pak Tua!" tukas Seno. "Di lain waktu kau bisa bercerita
Iebih banyak. Tapi, coba kau
katakan dulu alasanmu tadi, kenapa kau mengajakku
menemul Ratu Perut Bumi?"
"Tentu saja untuk meminta bantuannya."
"Bantuan" Bantuan apa?"
"Menurut cerita ibuku pula, cermin ajaib 'Terawang
Tempat Lewatl Masa' juga bisa digunakan untuk
menembus putaran waktu...."
"Kalau begitu, kita bisa mengejar Banyak Langkir!"
lonjak Pendekar Bodoh. "Tapi..., bagaimana kita bisa
menemuinya" Ratu Perut Bumi pernah berkata kepadaku
bila dia tinggai di Liang Hawa Dingin yang terletak jauh di
bawah permukaan tanah! Bagaimana mungkin kita bisa
menemuinya?"
"itu soal mudah!" seru Setan Bodong penuh yakinan.
"Karena kau pernah bertemu dan berdekatan dengan Ratu
Perut Bumi, kau pernah mendengar atau merasakan
getaran tubuh manusia setengah ular itu. Dengan i mu
"Getaran Raga Pelacak Jejak', aku akan membantumu
untuk berhubungan dengan putri Ayu Raseksi itu!"
"Berhubungan" Berhubungan macam apa"
Apakah...."
Seno tak melanjutkan ucapannya. Mendadak, air
mukanya merona merah.
"Uts! Jangan berpikiran yang tidak-tidak! 'Berhubungan' yang kumaksud adalah bertatap muka
dengan Ratu Perut Bumi melalui kekuatan batin. Bukan
'berhubungan' seperti layaknya sepasang... he he he....
Jangan punya pikiran jorok!"
Kali ini, walau dibentak-bentak, Seno malah
tersenyum. "Kau yakin akan berhasil?" tanyanya sambil
menggaruk-garuk. pantatnya yang tiba-tiba terasa amat
gatal. "Akan kita buktikan bersama."
Usai berkata, Setan Bodong mencekal tangan kanan
Pendekar Bodoh. Lalu, jari telunjuk pemuda remaja itu
ditancapkan ke dalam tanah. Sementara, Setan Bodong
seridiri meluruskan kedua telunjuk jari tangannya seraya
ditempelkan ke kedua pelipis Pendekar Bodoh.
Setan Bodong yang duduk di belakang Pendekar
Bodoh lalu berbisik, "Kosongkan pikiranmu. Aku akan
menyalurkan kekuatan ilmu 'Getaran Raga Pelacak Jejak'
lewat pelipismu. Kemudian, kau harus mengeluarkan ilmu
itu lewat telunjuk jari tangan kananmu yang menancap ke
dalam tanah. Kau siap?" <
Pendekar Bodoh tak menjawab.
Pemuda taimpan berpakaian biru-biru itu langsung
mengikutii petunjuk Setan Bodong, Hi ngga sesaat
kemudian, Pendekar Bodoh merasakan getaran aneh yang
menjalar dari kedua jari telunjuk Setan Bodong yang
menempel di pelipisnya. Getaran itu menciptakan sosok
Ratu Perut Bumi ke dalam ingatannya.
"Kekuatan ilmu 'Getaran Raga Pelacak Jejak' sudah
kumasukkan ke dalam alam pikiranmu," bisik Setan
Bodong lagi. "Sekarang, himpun kekuatan batinmu.
Salurkan kekuatan ilmu itu ke jari telunjuk tangan
kananmul" Tanpa berkata apa-apa puia, Seno langsung
mengikuti petunjuk Setan Bodong, Mendadak, Seno
tampak kaget. Bayangan Ratu Perut Bumi yang ada dalam
benaknya tiba-tiba menatap tajam ke arahnya.
"Daya batinmu teiah berhasil menemul Ratu Perut
Bumi. Terus salurkan kekuatan i mu 'Getaran Raga Pelacak
Jejak' ke telunjuk Jaritangan kananmu...," bisik Setan
Bodong untuk ketiga kalinya.
"Dia... dia menatap tajam ke arahku, Pak Tua...," desis
Pendekar Bodoh, matanya tetap terpejam.
"Dia tak dapat melihatmu. Itu hanya perasaanmu.
Cepat katakan apa perlumu!"
"Caranya?"
"Katakan daiam hati, Tolol "
"Ya!, Ya, tapi jangan katakan aku toloi! Aku tak suka!"
Dengan menjepitkan kedua lututnya ke pinggang
Pendekar Bodoh,;Setan BodOng memperingatkan pemuda
lugu itu agar terus hersikap tenang. Dan tak lama
kemudian, Seno mulal berkata-kata dengan Ratu Perut
Bumi lewat kekuatan batin.
"Ratu... Ratu, ini aku yang datang,Ratu."," ucap
Pendekar Bodoh dalam hati. "Ratu tidak lupa kepadaku,
bukan?" Lalu, Pendekar Bodoh seperti melihat Ratu Perut
Bumi berkata, "Aku tak akan pernah lupa kepada' mu,
Seno. Hanya saja kedatanganmu ini sangat mengejutkan
aku. Aku tak dapat melihat wujud lahirmu. Aku hanya dapat
membaca suara hatimu, Ada apakah, Seno...?"
"Tolonglah aku, Ratu. Datanglah Ratu ke pinggir hutan
kecil yang terletak di sebeiah barat Padang Angln
Malaikat...."
"He! Ada apa" Ada Apa?" tegur Setan Bodong tilbatiba. Kakek gendut ini melihat tubuh Pendekar Bodoh
menggeliat-geliat terus.
"Uh! Uh!"
Karena geliatan Pendekar, Bodoh tak berhenti juga,
Setan Bodohg jadi tak bisa menyalurkan kekuatan ilmu
'Getaran Raga Pelacak Jejak' nya. Hingga di lain kejap,
Setan Bodohg menarik kedua telunjuk jari tangannya dari
pelipis Pendekar Bodoh.
"Tolol! Kenapa kau menggeliat terus"!" bentak Setan
Bodong dengan bola mata melotot.
"Aku geii! Aku geii! Ada sesuatu yang menggelitik
pinggangku!" ujar Pendekar Bodoh, membuka kelopak
mata. Setan Bodong mengerahkan pandangan ke bawah.
Ternyata, pusarnya yang berupa gumpalan daging tampak
bergerak-gerak terus, menempel di pinggang belakang
Pendekar Bodoh.
"Dasar bodong!" maki Setan Bodong kepada pusarnya
sendiri seraya beringsut mundur.
Pendekar Bodoh bemapas lega karena tak merasa
digelitik lagi. Pemuda remaja itu cuma nyengir kuda saat
melihat Setan Bodong menuding-nuding gumpaian
pusarnya yang terus bergerak-gerak tiada henti....
* * * 4 PERMUKAAN tanah di bawah pohon Itu tiba-tiba
bergetar kencang, menimbulkan suara gemuruh keras.
Bongkah-bongkah batu menggelinding jauh, sebagian
malah berpentalan ke udara. Gumpalan tanah bercampur
kerikilturut berhamburan ke mana-mana. Lalu...
Brull ...! Wusss...! Tepat di pusat getaran, permukaan tanah mendadak
jebol karena ada sebentuk tenaga kuat yang mendorong
dari dalam. Hingga, terbentuklah sebuah Iubang bergaris
tengah tiga jengkal. Kemudian..., dari dalam Iubang itu
melesat sesosok bayangan yang tampak melolor panjang!
Ketika mendarat di tanah, dapat dilihat cukup jelas
bila sosok bayangan itu temyata seorang wanita berparas
cantik menawan, mengenakan pakaian merah gemerlap
seperti layaknya seorang ratu. Di kepalanya bertengger
sebuah mahkota emas bertatahkan intan beriian. Anehnya,
dari pinggang ke bawah, tubuh si wanita berupa ekor ular
yang panjang melingkar di bagian ujungnya, berwarna hijau
kehitaman! "Ratu Perut Bumi...," desis Pendekar Bodoh,
menyimpan rasa girang dalam hati.
Lewat cahaya api unggun yang kebetulan belum
padam, murid Dewa Dungu itu menatap lekat sosok yang
baru muncul dari dalam tanah, yang memang Ratu Perut
Bumi adanya. Setan Bodong yang belum pernah melihat
wujud Ratu Perut Bumi tampak membelalakkan mata.
Untuk beberapa lama, kakek gendut Itu cuma dapat duduk
bersila tanpa mengucap sepatah kata pun. Dia tak sadar
kalau mulutnya terganga lebar.
"Pertolongan apa yang harus kuberikan padamu,
Seno...?" tanya Ratu Perut Bumi dengan suara lembut.
Pendekar Bodoh tak segera menjawab.
Pemuda lugu itu masih saja menatap lekat sosok
Ratu Perut Bumi. Cerita Setan Bodong yang baru
didengarnya, berkelebatan kembai dalam ingatannya.
Benarkah ayah Ratu Perut Bumi, Bagus Karma yang
seorang pertapa, telah terkena kutukan para dewa"
Kesalahan apa yang diperhuat Ratu Perut Bumi sehingga
dia tak dapat lagi Tinggal di Istana Abadi" Kalau Setan
Bodong mendengar cerita tentang riwayat Ratu Perut Bumi
dari ibunya semasa si kakek masih kecil, lalu berapa usia
Ratu Perut Bumi sebenarnya" Dan, kenapa wajah manusia
setengah ular itu masih tampak cantik jelita"
Segudang pertanyaan muncul dalam benak Pendekar
Bodoh. Namun, ketika ingat kepada Banyak Langkir atau
Raja Penyasar Sukma yang telah menembus putssran
waktu dengan menggunakan ilmu 'Dewa Pelalang Jagat',
bergegas Pendekar Bodoh melangkah menghampiri Ratu
Perut Bumi. "Ratu...," sahut Seno. "Ada orang jahat yang dapat
menembus putaran waktu. Dia amat berbahaya, Ratu. Dia
bisa menembus ke masa kecilku lalu membunuhku pada
saat itu...."
"He he he...," mendadak Setan Bodbng tertawa
terkekeh-kekeh sambil berjalan mendekati Pendekar
Bodoh. "Dia bukan hanya berbahaya bagi dirimu, tapi juga
berbahaya bagi diriku! Dia tidak hanya berniat
membunuhmu, tapi juga berniat membunuhku!"
"Ya! Ya, Banyak Langkir memang berbahaya bagi kita
Pendekar Bodoh Pengejaran Ke Masa Silam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berdua...," sahut Pendekar Bodoh, menatap lugu wajah
Setan Bodong. "He he he...," Setan Bodong tertawa iagi. "Begitu baru
bagus! Jangan sekali-sekaii kau lupakan aku!"
"Ya. Ya, Pak Tua...."
Setan Bodong menepuk-nepuk bahu Seno, lalu
tatapannya beralih ke sosok Ratu Perut Bumi yang tengah
berdiri dengan menggunakan ekornya sebagai penyangga
tubuh. "Akulah yang teiah menyuruh Seno memanggllmu ke
tempat ini, Ratu...," ujar si kakek. "Maafkan aku bila
tlndakanku tak berkenaan di hatlmu. Tapi, aku percaya
kepadamu bahwa kau tak akan membiarkan seseorang
mengumbar kejahatannya. Aku dan Seno dalam bahaya
besar...."
"Hmmm.... Walau aku belum pernah bertatap muka
langsung denganmu, aku tahu siapa dirimu, Pak Tua.
Bukankah kau penguasa Pulau Kayangan?" tebak Ratu
Perut Bumi. Suaranya tetap lembut, namun terasa amat
berwibawa, sehingga untuk beberapa lama Setan Bodong
tak hendak berlaku cengengesan di hadapan wanita
setengah ular ini.
"Benar, Ratu. Aku memang Setan Bodong, penguasa
Pulau Kayangan...," sahut Setan Bodong.
Ratu Perut Bumi diam sejenak, menatap wajah
Pendekar Bodoh dan Setan Bodong bergantian. Lalu
katanya, "Aku tahu kalian berdua memilliki ilmu kesaktlan
yang amat hebat. Apakah orang yang kalian takutkan itu
memiliki kesaktian setinggi dewa" Dengan menggabungkan kekuatan, apakah kalian tetap merasa
tak mampu menghadapl orang itu?"
"Bukan begitu, Ratu...," tukas Pendekar Bodoh. "Aku
dan Pak Tua Ini sama sekall tak takut kepada Banyak
Langkir. Kami bahkan telah berhasil melukainya. Hanya
saja, sekarang ini orang jahat itu berhasil menembus
putaran waktu dengan menggunakan ilmu 'Dewa
Pelanglang Jagat'...."
"Banyak Langkir...?" desis Ratu Perut Bumi. "Jadi,
yang kau maksud dengan 'orang jahat itu' adalah Raja
Penyasar Sukma?"
"Tepat!" sahut Setan Bodong. "Kuharap Ratu bersedia
membantu kami..."
"Membantu dalam hal apa?"
"Sudah dikatakan oleh Seno tadi, Banyak Langkir
telah berhasil menembus putaran waktu. Kami harus
mengejar orang itu, Ratu...."
"Ya! Ya, sekarang aku tahu jalan pikiranmu, Pak Tua.
Bukankah kau hendak meminjam cermin 'Terawang
Tempat Lewati Masa',..?"
"Ya! Memang begitulah, Ratu. Jalan satu-satunya
untuk dapat mengejar Banyak Langkir adalah dengan
menggunakan kekuatan gaib cermin ajaib milik Ratu itu...."
Mengangguk-angguk Ratu Perut Bum!. Tapi dengan
suara amat pelan, dia berkata, "Sayang sekaii..., saat ini
aku tak membawa cerminku itu. Ketika masih berada di
Liang Hawa Dingin tadi, Seno cuma memintaku datang ke
tempat ini.... Jadi, aku tak membawa cermin itu."
"Uh! Kau memang bocah gemblung yang amat toloi!"
rutuk Setan Bodong tlba-tiba kepada Pendekar Bodoh.
"Hei, kenapa kau mencelaku, Pak Tua" Apa salahku?"
sergap Seno dengan tatapan tak mengerti.
"Apakah kau belum menyadari kebodohanmu sendirl"
Ketika kusalurkan kekuatan i mu 'Getaran 3aga Pencari
Jejak' tad!, kenapa tak kau katakan bila kita hendak
meminjam cermin ajaib 'Terawang "empat Lewati
Masa'..."!"
"Aku tak sempat mengatakannya! Pusarmu itu
menggelitik pinggangkul"
Melihat Setan Bodong dan Pendekar Bodoh
bersitegang, Ratu Perut Bumi tersenyum tipis. "Sudahlah...," serunya. "Salah seorang dari kalian Ikut aja ke Liang Hawa
Dingin. Dari sana, dengan menggunakan
kekuatan gaib cermin 'Terawang Tempat Lewati Masa',
salah seorang dari kalian akan dapat Tsngejar Banyak
Langkir." "Kenapa cuma seorang dari kami, Ratu?" tanya Setan
Bodong. "Banyak Langkir berbahaya bagi keselamatan
kami berdua. Aku dan Seno harus mengejar Banyak
Langkir bersama-sama...."
"Tidak bisa."
"Kenapa?"
"Kekuatan gaib cermin 'Terawang Tempat Lewati
Masa' cuma bisa digunakan oleh satu orang saja. Oleh
karena itu, salah seorang dari kalian harus tinggal di
tempat ini...."
"Aku saja yang pergi!" cetus Pendekar Bodoh.
"Kau" Kenapa mestl kau?" seildik Setan Bodong.
"Tak apa-apa...," sahut Seno seraya nyengir kuda.
"Kurasa aku lebih mampu...."
"Huh! Sombong benar kau! Jangan-jangan kau akan
berbuat yang tldak-tidak...."
"Sudahlah, Pak Tua...," tukas Ratu Perut Bumi. "Kalau
Seno sudah menawarkan diri, lebih baik kau mengalah
saja. Tinggal ah di tempat ini, atau kau boleh pergi ke mana
pun kau suka. Blarkan Seno yang mengejar Banyak
Langkir...."
"Tapi, Ratu...."
"Ada apa lagi?"
"Seno tidak punya ilmu pelacak jejak. Kalau Banyak
Langkir menggunakan ilmu 'Dewa Pelanglang Jagat'nya,
orang jahat itu bisa pergi ke mana pun dia mau.
Bagaimana Seho bisa mengejarnya?"
"Itu mudah!" sahut Pendekar Bodoh penuh keyakinan.
Bola matanya tampak berblnar-binar.
"Apanya yang mudah"!" bentak Setan Bodong.
"Urusan ini tidak sesederhana yang kau bayangkan!"
"Aku bilang mudah, ya mudah! Ke mana pun Banyak
Langkir pergi, aku akan dapat mengejarnya. Seiain
menggunakan kekuatan gaib cermin Terawang Tempat
Lewati Masa', bukankah kau bisa mengajariku ilmu
'Getaran Raga Pelacak Jejak'mu, Pak Tua?"
"Uh! Tolol benar kau! Mengajari iimu pelacak Jejak
tidak. mudah, Tolol! Butuh waktu lama. Apa kau lupa bila
jiwa kita sama-sama terancam?"
Seno nyengir kuda.
Setan Bodong terus menggerutu.
"Aku punya cara Untuk mengajari Seno Hir.u 'Getaran
Raga Pelacak Jiwa'-mu daiam waktu singkat, Pak Tua...,"
cetus Ratu Perut Bumi.
"Bagaimana?" tanya Setan Bodong, setengah tak
percaya. "Kau dan Seno harus sama-sama mengosongkan
pikiran. Aku yang akan memindahkan ilmu itu, Pak Tua...."
"Memindahkan" Jadi, setelah kau pindahkan, IImuku
itu akan hilang dan kemudian dimiiiki oleh Seno?"
"Jangan salah tafsir. 'Memindahkan' yang kumaksud
hanya istilah saja. Kau tak perlu khawatlr, Pak Tua. ilmu
'Getaran Raga Pelacak Jejak'mu masih tetap akan kau
miliki tanpa sedikit pun berkurang kemampuannya."
Berkerut kening Setan Bodong. Setelah berpikir-pikir,
akhirnya kakek berkepala gundul licin itu menyetujul.
"Baikiah kaiau begitu. Hanya saja aku berpesan, bila kelak
di kemudian hari bocah gemblung itu menggunakan ilmu
'Getaran Raga Pelacak Jejak'-nya untuk tujuan tak baik...,
akan kupotong kedua tangannya, kupotong pula kedua
kakinya, lalu kuremas kepalanya sampai hancur...!"
"Uh! Jangan kau mengancamku seperti itu, Pak Tua?"
tegur Pendekar Bodoh. "Walau kau selalu menganggapku
bocah tolol, aku masih bisa membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk. Aku tahu karmal Aku tahu kalau
kejahatan hanya akan mendatangkan kerugian bagi diri
sendiril" "Sudahl Sudah! Tak perlu kalian bersitegang lagi!"
Ratu Perut Bumi menengahi. Lalu, ditatapnya wajah Setan
Bodong lekat-lekat seraya berkata, "Bagaimana, Pak Tua"
Kau bersedla mengajarkan i mu pelacak jejakmu kepada
Seno?" Setan Bodong menggaruk-garuk kepaianya yang tak
gatai. "Baikiah.... Kalau memang demi kebaikan, apa
ruginya mengajarkan salah satu ilmu kepandaianku
kepada bocah gemblung itu. Mudah- mudahan dia tak
setolol yang kukira. He he he...."
Mendadak, Setan Bodong tertawa terkekeh-kekeh.
Pusarnya yang berupa gumpalan daging tampak bergerakgerak. Pendekar Bodoh yang menyaksikannya turut tertawa
geii. Namun tak seberapa lama kemudian, kedua anak
manusia itu tampak duduk bersila berhadapan dalam
slkap semadi. Sementara, Ratu Perut Bumi memegang
tengkuk mereka.
"Terus kosongkan pikiranmu, Seno...," bisik Ratu Perut
Bumi, "ilmu 'Getaran Raga Pelacak Jejak' Setan Bodong
akan segera kupindahkan ke jiwa dan ragamu...."
Splash...! Wusss...! Tiba-tiba, dari kepala Setan Bodong keluar segumpal
cahaya kuning sebesar boia. Cahaya itu melayang sebentar
di atas kepaia si kakek, lalu mendadak melesat cepat,
masuk ke kepala Pendekar Bodoh lewat ubun-ubun!
"Uh!" keluh Pendekar Bodoh, merasakan tubuhnya
bergetar kencang.
"Tetaplah kau pejamkan mata, Seno. Aku akan
membawamu ke Liang Hawa Dingin...," ujar Ratu Perut
Bumi seraya menarik kedua teiapak tangannya yang
menempei di tengkuk Setan Bodong dan Pendekar Bodoh.
"Sudah selesal?" tanya Setan Bodong.
"Begitulah" jawab Ratu Perut Bumi.
Dan..., tepat ketika Setan Bodong membuka kelopak
matanya, rnendadak Ratu Perut Bumi menyambar tubuh
Pendekar Bodoh. Setan Bodong cuma menatap terlongonglongong saat tubuh Pendekar Bodoh dibawa amblas ke
daiam tanahl Pendekar Bodoh baru membuka kelopak matanya
setelah mendengar perintah Ratu Perut Bumi. Langsung
berkerut kening murid Dewa Dungu itu saat mengetahul
dirinya telah berada di sebuah gua bawah tanah. Beberapa
peiita yang terbuat dari gas alam tampak menempel di
dinding gua, sehingga si pemuda dapat mengedarkan
pandangan dengan leluasa.
Jajaran gigi Pendekar Bodoh saiing bertaut rapat,
memperdengarkan suara gemeietukan. Rupanya, dia
terserang hawa dingin yang membuat tubuhnya menggigii
kedinginan. "inilah Liang Hawa Dingin, Seno..., beritahu Ratu Perut
Bumi. "Kenapa kau biarkan tubuhmu tersiksa" Cepat
kerahkan tenaga dalammu!"
"I... iya! Aku memang tolol!" sahut Seno.
Bergegas pemuda iugu itu mengalirkan tenaga dalam
ke sekujur tubuhnya. Dengan menggunakan ilmu kebal
'Perisai Dewa Badai' rasa dingin yang menyerangnya
berangsur-angsur lenyap.
Untuk beberapa lama, Seno terpesona melihat
pemandangan yang terpampang di hadapannya. Walau
Liang Hawa Dingin berada jauh di permukaan tanah, tapi
keadaan di tempat Itu amat bagus dan sangat sedap
dipandang mata.
Liang Hawa Dingin berbentuk limas segi enam besar.
Atap, lantai, dan dinding-dindingnya terlapisi batu marmer.
Sebagai penyangga agar gumpalan tanah di atas atap tidak
runtuh, di situ terdapat pilar yang juga terbuat dari batu
marmer. Berkali-kal Seno berdecak kagum.
Setiap sudut ruangan dihiasi kain-kaln berenda yang
dlbentuk sedemikian rupa hingga membentk hiasan indah.
Beberapa lukisan yang menggambarkan keindahan alam
juga menghiasi ruangan itu. Mata Seno tak berkedip saat
melihat sebuah tilam yang kerangkanya terbuat dari perak
yang ditempeli butir- butir emas dan beraneka macam batu
permata. Ratu Perut Bumi cuma tersenyum tipis melihat Seno
berdiri terbengong-bengong. Tanpa berkata apa-apa,
manusia setengah ular itu menggerakkan ekornya, berjaian
ke saiah satu sudut ruangan. Dibukanya sebuah kotak
kecil yang menempei di dinding marmer. Dan, dari dalam
kotak itu, Ratu Perut Bumi mengeluarkan sebuah benda
persegi yang berupa cermin selebar telapak tangan,
keempat sisi nya berukir Indah seperti cermin putri iatana.
"Cermin 'Terawang Tempat Lewati Masa'...," desis
Pendekar Bodoh. Cermin "Terawang Tempat Lewati Masa'
iangsung diserahkan kepada murid Dewa Dungu itu.
"Cermin itu hanya kupinjamkan kepadamu, Se-no...,"
ujar Ratu Perut Bumi. "Cermin itu amat berharga bagiku.
Kau harus dapat menjaganya dengan balk...."
"Ya! Ya, Ratu...," sahut Seno. "Tapi..., bagaimana aku
bisa menggunakan kekuatan gaib cermin ini untuk
mengejar Banyak Langkir?"
"Kau teiah mempunyai i mu 'Getaran Raga Pelacak
Jejak'. Gunakan ilmu itu terlebih duiu untuk mencari di
mana Banyak Langkir berada...."
"Caranya?" tanya Seno kebodoh-bodohan.
Tersenyum tipis Ratu Perut Bumi. "Kosongkan
Pendekar Bodoh Pengejaran Ke Masa Silam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pikiranmu, lalu munculkan sosok Banyak Langkir dalam
Ingatanmu. Kalau hal itu sudah kau lakukan, di mana
Banyak Langkir berada akan dapat kau ketahui...."
"Ya! Ya, Ratu...."
Sambil mencekal erat cermin 'Terawang Tempat
Lewati Masa', Pendekar Bodoh memejamkan mata seraya
mengosongkan plkiran. Kemudian dia munculkan sosok
Banyak Langkir dalam ingatannya, mengikuti petunjuk Ratu
Perut Bumi. Sesaat kemudian....
"Aku melihatnya! Ya! Aku melihatnyal" seru Pendekar
Bodoh, matanya tetap terpejam rapat. "Dia berada di
lereng sebuah gunung. Ch! itu Gunung Lawu! Aku juga
melihat Padepokan Tapak Sakti! Di sana ada Tuan Gagak
ireng yang baru saja dlangkat menjadi ketua padepokan!
Berarti... berarti..., Banyak Langkir berada dl masa lima
tahun sebelum ini!"
"Bukalah matamu, Seno...," perintah Ratu Perut Bumi.
Dan..., begitu Seno membuka kelopak mata,
bayangan Banyak Langkir bersama Gajah Ireng dan
Padepoan Tapak Sakti langsung Jehyap. Yang dilihat Seno
ganti sosok Ratu Perut Bumi yang tengah berdiri di
hadapannya. "Kini, tiba saatnya kau gunakan kekuatan gaib cermin
ajaib yang ada di tanganmu itu, Seno...."
"Sebentar, Ratu..,."
"Ada apa iagi?"
"Sebelum pergi, aku ingin bertanya kepada Ratu, agar
aku tak dihantui rasa penasaran...."
"Bertanyalah. Kaiau aku bisa menjawab, pasti
kujawab..,."
"Ratu pernah berkata kepadaku bila Ratu tak dapat
mengerahkan tenaga dalam. Kalau hal itu Ratu lakukan,
Ratu akan celaka. Tapi..., kenapa Ratu selalu dapat masuk
ataupun keluar dari dalam tanah tanpa menemui
kesulitan...?"
Tersenyum lagi Ratu Perut Bumi. "Kau lihat, bukankah
aku manusia setengah ular" Tanpa mengerahkan tenaga
dalam, aku bisa menerobos masuk ke dalam tanah
ataupun muncul ke permukaan tanah. Itulah salah satu
kemampuanku yang kudapatkan semenjak aku lahir...."
"O, begitu...," Pendekar Bodoh mengangguk- angguk.
"Bagaimana" Kau tidak penasaran iagi?"
"Ya, Ratu! Aku tidak penasaran Iagi. Sekarang, aku
harus cepat-cepat mengejar Banyak Langkir...."
"Sebelum kau gunakan kekuatan gaib cermin
Terawang Tempat Lewati Masa', satu pesanku, jangan
pernah kau lupakan. Kau jangan mengubah sesuatu yang
teiah terjadi...," ujar Ratu Perut Bumi penuh kesungguhan.
"Ya! Ya, Ratu. Aku akan seialu mengingat pesan
Ratu...," sambut Pendekar Bodoh,
Ratu Perut Bumi menatap iekat wajah Seno sejenak,
lalu berkata, "Hadapkan cermin itu ke wajahmu,"," perintah
Ratu Perut Bumi.
"Ya! Ya, Ratu,..," sahut Seno seraya menjalankan
perintah. "Apa yang kau lihat?"
"Cermin ini aneh sekali. Aku tak melihat apa- apa,
bahkan bayanganku sendiri...."
Himpun kekuatan batinmu, dan lihatlah lagi
permukaan cermin itu."
Sembari menatap tajam permukaan cermin
'Terawang Tempat Lewati Masa', Seno menghimpun
kekuatan batinnya. Hingga....
"Aku melihat wajahku sendiri, Ratu...."
"Katakan dalam hatimu, ke mana dan ke masa yang
kau inginkan...."
Pergelangan tangan kanan Pendekar Bodoh yang
memegang cermin 'Terawang Tempat Lewati Masa' tampak
bergetar saat pemuda lugu itu berkata dalam hati..., "Aku
ingin datang ke lereng Gunung Lawu, di masa lima tahun
sebelum ini...."
Mendadak, Pendekar Bodoh memekik keras. Dia
marasakan tubuhnya terangkat laiu dilontarkan amat
cepat. Ratu Perut Bumi menghela napas panjang saat
sosok Pendekar Bodoh lenyap dari pandangannya....
"Seno...," desis Ratu Perut Bumi kemudian.
Perlahan wanita cantik yang tubuh bagian bawahnya
berupa ekor ular itu merayap, laiu membaringkan tubuhnya
di atas tilam. Sebentar kemudian,
Liang Hawa Dlngin dipenuhi
suara tangis sesenggukan. Ratu Perut Bumi rebah di atas tilam dengan air mata
menganak sunyai. "Oh, Dewata Yang Agung...," keluhnya di
arttara sedu-sedan tangis. "Aku tak tahu apa yang telah
terjadi pada diriku. Sejak berjumpa dengan Seno, kenapa
bayangan pemuda itu tak pernah hilang dari Ingatanku"
Oh, Dewata Yang Agung..,. Inikah yang dinamakan cinta...?"
Semakin deras air mata Ratu Perut Bumi mengalir,
Wanita setengah uiar Itu semakin terjerat dalam rasa
sedih. "Oh, Dewata Yang Agung.... Aku tahu..., tak mungkin
aku dapat menjalin cinta kasih bersama pemuda itu. Tapi,
aku tak mampu menipu diriku sendirl. Aku membutuhkannya...."
Lama Ratu Perut Bumi larut daiam tangis.
Rasa sedih terus mengiris-iris..,.
* ** 5 MASA lima tahun silam.... Semburat cahaya jingga di
langit timur menandakan hari telah menyingsing fajar.
Perlahan sang baskara muncul tersenyum, menyapa
puncak Gunung Lawu yang diam membisu terbalut sepi.
Lapisan hai mun terusir, membubung pergi bersama tiupan
sang bayu. Di lereng gunung itu, terlindungi jajaran pohon
cemara, seorang kakek yang sekujur tubuhnya berwarna
kuning seperti dilumuri air perasan kunyit tampak duduk
bersila daiam sikap semadi. Angin gunung yang berhembus
cukup kencang mengibarkan anak-anak rambut si kakek.
Sementara, kain bajunya yang juga berwarna kuning robekrobek di beberapa tempat. Noda darah kering menempel di
antara robekan itu.
Si kakek adalah Banyak Langkir atau Raja Penyasar
Sukma! Di hadapan kakek yang raut wajahnya menyiratkan
kekejaman itu tergeletak beberapa batang bendera kecii
kuning. Batang-batang bendera yang tak lain 'Benteng
Rajah Abadi' itu tampak berlumuran cairan darah kering,
karena beberapa waktu yang lalu menancap dan membuat
luka di tubuh Raja Penyasar Sukma,
Manakala sinar mentari pagi menerobos ke sela-sela
daun cemara, mendadak Raja Penyasar Sukma tertawa
tergelak-gelak. Tubuhnya yang tetap dalam sikap semadi
bergetar kencang. Permukaan tanah di sekitar tempat
duduk kakek berpakaian serba kuning itu turut bergetar.
Akibatnya, batang-batang pohon cemara bergoyang bagai
dilanda gempa. Daun-daunnya yang menyerupai jarum
jatuh luruh ke tanah, sebagian menghujani tubuh si kakek.
"Hmmm.... Aku baru saja menghimpun kekuatan.
Walau luka-luka di tubuhku belum sembuh, dapatlah aku
melaksanakan rencana yang telah kususun...," kata hatl
Raja Penyasar Sukma. "Akan kucari Seno Prasetyo di masa
ini. Aku tahu bocah gemblung itu putra Dewi Ambarsari.
Aku tahu sekarang ini dia berada di Bukit Takeran. Akan
kulenyapkan dia! Ya! Akan kulenyapkan dia!"
Raja Penyasar Sukma bangkit berdiri seraya tertawa
bergelak-gelak lagi. Suara tawanya panjang berderai,
membiahana di angkasa beberapa iama. Sehingga,
menganggu suasana sunyi di Padepokan Tapak Sakti yang
berada di bagian lain lereng Gunung Lawu.
Tak lama kemudian, saat Raja Penyasar Sukma
berjalan menuruni lereng gunung, berkelebat empat sosok
bayangan menghadang tangkah si kakek. Mereka adalah
anak murid Padepokan Tapak Sakti.
"Astaga...!"
Keempat pemuda yang sama-sama bertubuh kekar
itu meionjak kaget bersamaan. Tak mereka sangka bila
orang yang mereka hadang mempunyai rupa yang
beriainan dengan manusia pada umumnya.
Namun, karena sedang menjalankan tugas, cepat
mereka mengikis rasa terkejut dan ngeri di hati. Mereka
menatap sosok Raja Penyasar Sukma dengan sinar mata
tajam. "Siapa kau,..?" tanya salah seorang dari mereka, yang
menggunakan ikat pinggang kain merah.
Raja Penyasar Sukma tak menjawab.
Kakek yang sekujur tubuhnya berwarna kuning
seperti diiumuri air perasan kunyit itu cuma menatap
seraya mendengus gusar, membuat keempat anak murid
Padepokan Tapak Sakti mengerutkan kening karena
penasaran. "Siapa kau, Pak Tua?" uiang pemuda berikat pinggang
merah, membentak tagi.
"Aku tak punya urusan dengan kalian! Kaiian tak
perlutahu siapa aku!" sergap Raja Penyasar Sukma, balas
membentak. "Jangan begltu, Pak Tua...," tegur anak murid
Padepokan Tapak Sakti lainnya, yang menggunakan ikat
pinggang kain hijau. "Kami tidak bermaksud buruk
kepadamu. Hanya saja, perlu kau ketahul bahwa sejak tiga
bulan yang lalu, ketua perguruan kami, Ki Tunggal Jaladra,
telah terbaring di padepokan dalam keadaan sakit Kakak
seperguruan kami, Kakang Gagak Ireng, yang saat ini teiah
menggantikan tugas-tugas Ki Tunggai memerintahkan kami
untuk mencari orang yang dianggap mengganggu
ketenangan padepokan...."
"Hmmm.... Siapa mengganggu"! Aku tidak penah
berurusan dengan padepokan kalian!" dengus Raja
Penyasar Sukma.
"Mungkin saja Pak Tua tidak merasa mengganggu,"
sahut pemuda berikat pinggang merah. "Tapi..., menilik dari
nada suaramu, aku tahu engkaulah yang sejak tadi malam
tertawa panjang berkali-kai . Suara tawamu itulah yang
dianggap ketua baru kami, Kakang Gagak Ireng,
mengganggu ketenangan padepokan...."
"Jelas dianggap mengganggu karena Ki Tunggal
dalam keadaan sakit...," tambah pemuda berikat pinggang
hijau. "Ha ha ha...!" mendadak Raja Penyasar Sukma
tertawa tergelak-gelak. Seperti biasanya, suara tawa kakek
ini selalu panjang berderai dan terdengar keras sekali
karena tanpa sadar dia mengalirinya dengan tenaga
dalam. "Aku tertawa saja sudah dianggap mengganggu.
Apalagi, kalau aku mencincang tubuh kalian! Ha ha ha...!"
Pemuda berikat pinggang merah dan temannya yang
berikat pinggang hijau tampak baling pandang. Melihat
wujud Raja Penyasar Sukma yang aneh dan terkesan
menyeramkan, sebenarnya mereka jadi giris. Namun,
karena si kakek menunjukkan sikap sombong, dan
congkak, tiba-tiba rasa giris di hat! reka itu hilang. Mereka
jadi kesal dan ingin sekali ngajar adat pada si kakek.
"Pak Tua...!" bentak pemuda berikat pinggang hijau.
"Kami berempat, murid Padepokan Tapak Sakti, dilarang
berlaku tinggi hati. Apalagi, sengaja mencari gara-gara.
Oleh karena itu, kau jangan salah mengerti, Pak Tua. Aku
dan teman-temanku ini sebenarnya hanya ingln
menegurmu, agar kau tak berbuat seenak perutmu sendiri
selagi ada orang yang sedang berduka cita. Manusia hidup
punya aturan. Di mana pun manusia berada, seharusnya
dia bisa . menjunjung tinggi adab kesopanan. Harap kau
tahu itu, Pak Tua!"
"Ha ha ha...!" Raja Penyasar Sukma tertawa iagi. Kali
ini suaramya malah terdengar makin keras. Hingga,
keempat anak murid Padepokan Tapak Sakti merasakan
telinga mereka jadi pekak. Jantung mereka pun tiba-tlba
berdegup lebih cepat. Melihat ranting-ranting cemara yang
bergoyang tidak sewajarnya, tahulah mereka bila suara
tawa si kakek dialiri tenaga daiam tingkat tinggi.
"Jahanam! Hentikan tawamu, Pak Tua!" geram
pemuda berikat pinggang merah. "Kau ditegur baik- baik
malah sengaja berlaku congkak menantang perkara! Walau
usiamu sudah bau tanah, agaknya kau masih periu diajar
peradatan!"
Di ujung kaiimatnya, murid Padepokan Tapak Sakti
tataran menengah itu menerjang Raja Penyasar Sukma.
Tangan kirinya ditekuk sedikit, sementara tangan kanannya
diiuruskan untuk menghantam dada. Namun, tahu dirinya
diserang, Raja Penyasar Sukma tetap saja tertawa
bergelak. Si kakek diam berdlri di tempatnya tanpa
Panggung Penghukum Dewa 1 Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Pedang Kilat 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama