Ceritasilat Novel Online

Persekutuan Orang Orang Sakti 1

Pendekar Bloon 17 Persekutuan Orang Orang Sakti Bagian 1


PERSEKUTUAN ORANG-ORANG SAKTI Oleh: D. AFFANDY
Diterbitkan oleh: Mutiara, Jakarta
Cetakan Pertama: 1995
Sampul: BUCE Setting: M. Yohandi
Hak penerbitan ada pada penerbit Mutiara
Dilarang mengutip, mereproduksi
dalam bentuk apapun tanpa ijin
tertulis dari penerbit.
D. Affandy Serial Pendekar Blo'on
Dalam episode Persekutuan Orang-orang Sakti
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
1 Sudah sejak ratusan tahun yang silam
bangunan itu berdiri. Dibangun di atas sebuah
bukit. Di sekeliling bukit itu gersang, tidak satu pun pepohonan tumbuh di sana.
Entah siapa yang mendirikan bangunan tersebut tidak seorang pun yang tahu. Ada yang mengatakan konon
bangunan megah dengan empat sisi yang menjulang ke langit itu dibangun oleh seorang tokoh
sakti bergelar Ratu Keindahan hanya dalam tempo setengah malam. Jika ini merupakan kenyataan. Tidak terbayangkan betapa tingginya kesaktian yang dimiliki oleh wanita sakti tersebut. Betapa tidak" Salah satu tiang penyangga bagi berdirinya bangunan itu saja besarnya sepelukan laki-laki dewasa. Sedangkan jumlah tiang yang ada
seluruhnya dua puluh buah. Sepuluh berwarna
putih dan sepuluh berwarna hitam. Setiap tiang
berseling antara putih dan hitam. Apa tujuan didirikannya bangunan itu oleh wanita sakti tersebut tidak ada yang tahu. Bangunan megah terletak di bukit gersang tersebut memang penuh teka-teki bagi orang yang punya pikiran luas. Selain itu, tidak jauh dari bukit
gersang ini. Terdapat
bangunan lain yang lebih besar, walaupun letaknya di bukit yang lebih tinggi, namun bentuknya
unik. Bagian depan bangunan condong ke kiri,
seakan ingin menjangkau bangunan megah yang
berada di bukit gersang di sebelahnya. Jumlah
tiang-tiangnya juga dua puluh. Hanya sisinya berjumlah lima. Bangunan tersebut mengalami keretakan di sana sini. Konon yang menciptakan bangunan ini adalah seorang tokoh sakti pula. Bukan
wanita, melainkan seorang laki-laki yang gagah
perkasa. Apa maksud yang tersembunyi dibalik berdirinya kedua bangunan tersebut tidak seorang
pun yang tahu. Demikianlah bangunan itu berdiri
selama ratusan tahun tanpa ada yang mengusiknya. Sampai pada suatu masa muncul seorang
gadis gagu di daerah Imogiri. Gadis itu cantik sekali kulitnya kuning langsat berpakaian hijau seperti zambrut. Kemunculan gadis ini tidak akan
mengundang perhatian orang, jika ia tidak menulis syair di sembarang tempat yang dilewatinya.
Terkadang ia menulis syair-syairnya di atas daun
yang menghijau, atau di kulit-kulit kayu dan tidak jarang di pintu-pintu warung.
Sayang gadis gagu dan penyair ini seperti
manusia misterius. Ia muncul di sembarang tempat. Di pasar-pasar, warung, keramaian atau
tempat yang sunyi. Ia pergi tanpa meninggalkan
bekas. Namun apa yang ditulisnya satu purnama
kemudian menimbulkan kegemparan dan mengundang rasa ingin tahu berbagai kalangan. Bahkan lama-kelamaan bermunculanlah tokoh-tokoh
sakti dari berbagai daerah di tanah Jawa.
Mereka berusaha memecahkan teka-teki
yang terdapat dalam syair si gadis gagu. Namun
tidak satu pun di antara mereka yang dapat memahami arti dari setiap baris kalimat yang mereka jumpai dalam syair-syair itu. Kenyataan ini
menjadi pembicaraan dari mulut ke mulut. Menjadi bahan diskusi baik pagi maupun petang.
Siang itu seorang laki-laki tua tampak memasuki kota Imogiri. Tubuhnya besar luar biasa.
Berpakaian putih dan bercelana putih kedodoran.
Sehingga sesekali ia terpaksa menarik celananya
agar tidak sampai melorot ke bawah. Telanjang.
Orang ini memikul buntalan besar, seperti orang
yang mengungsi karena diusir mertuanya. Buntalan putih, kumal, dekil sebagaimana penampilan
kakek berjenggot putih itu sendiri. Melewati sebuah warung, ia melihat ada sekelompok orang
sedang berkerumun. Rasa penasaran membuatnya datang menghampiri. Matanya berkedip-kedip
ketika dilihatnya orang-orang ternyata hanya
memperhatikan dan membaca syair-syair yang
tertulis di kulit pohon Trembesi (Ambon).
"Jidad orang-orang ini berkerat-kerut seperti sedang memecahkan kode buntut saja.
Hanya sepuluh baris kalimat yang dibuat orang
gila," gumamnya dalam hati. "Eeeh... cara meng-gurat kulit kayu itu boleh juga.
Dia pasti punya
tenaga dalam yang cukup lumayan!" Si kakek berambut putih ini memperhatikan
tulisan itu dengan seksama. Lalu membacanya.
Aku sering bertanya, siapa aku, buat apa
aku dilahirkan mengapa aku hidup di dunia"
Aku sudah lupa janjiku ketika berada di
alam Rahim Aku bertanya pada matahari, bintang dan
bulan Pada pohon, pada angin, pada air, dan pa-da seluruh makhluk yang punya
nyawa dan jiwa Mereka diam membisu, tanya ku berlalu....
Seperti diriku yang gagu
Lalu kudengar bisikan kalbu, datanglah ke
bukit Keangkuhan!
Kening si kakek mengerenyit. Celananya
yang kedodoran melorot dan ia terpaksa tarik celananya hingga lewat di atas pusernya.
"Yang membuat syair ini rupanya orang gagu. Mengapa harus datang ke bukit Keangkuhan"
Ada apa rupanya di sana!" pikir si kakek. Si kakek lalu menggamit salah seorang
laki-laki yang berada di sebelahnya.
"Saudara, bukit Keangkuhan itu di mana?"
tanya kakek berpenampilan seperti orang sinting
ini. Orang itu memperhatikan si rambut putih,
ada perasaan ngeri membayang di matanya.
"Sebaiknya Kisanak jangan ke sana. Bukit
Keangkuhan adalah Bukit Keramat. Sudah beratus-ratus tahun tidak seorang pun berani datang
ke sana. Tempat itu mengandung kutuk. Siapa
datang tidak akan pernah kembali ke dunia fana
ini!" jelasnya penuh ketakutan. Si kakek tarik celananya yang melorot.
Sesungguhnya setiap tarikan napasnya selalu membuat celananya turun
melulu. Tampaknya ia sangat penasaran sekali.
"Memangnya di sana ada jin tukang makan
manusia. Wah lucu juga ini, coba saudara perhatikan. Bukankah syair-syair itu menarik. Orang
bertanya asal-usul, untuk apa ia terlahir ke dunia. Wah, saudara. Hal ini bukan main-main. Aku
harus kasih keterangan pada orang gagu itu agar
dia tahu dan tidak membawa pertanyaannya di
liang kubur!" kata si kakek.
"Kisanak, sebaiknya ja...!" Orang ini terpaksa telan ucapannya karena orang yang
diajak- nya bicara sudah minggat dari hadapannya. Lakilaki itu gelengkan kepala sekaligus takjub.
"Gila! Sekarang sudah mulai bermunculan
orang-orang sakti!" gumamnya dalam hati.
* * * Bukit Keangkuhan jaraknya sekitar setengah hari lagi dari tempat kedua orang ini berada.
Tampaknya kedua laki-laki berpakaian hitam
dengan kancing terbuka ini datang dari sebuah
tempat yang cukup jauh. Yang terasa aneh dari
keduanya adalah di sekeliling pinggang mereka
terdapat buli-buli arak yang jumlahnya tidak kurang dari tiga puluh buah. Arak yang mereka bawa adalah arak yang paling keras. Seandainya saja arak itu dituangkan ke atas rumput-rumput
menghijau, dapat dipastikan rumput jadi kering
dan terbakar. Laki-laki jangkung dan laki-laki
pendek itu di rimba persilatan dikenal dengan julukan Iblis Pemabukan dan Setan Arak. Tidak
seorang pun yang tahu siapa nama asli mereka.
Sekarang mereka duduk di bawah pohon
yang sangat rindang. Sambil duduk mereka meneguk arak yang diambil dari pinggang masingmasing. Mata orang-orang ini senantiasa merah
seperti mata orang yang tidak pernah tidur.
"Apa jadinya dengan rimba persilatan jika
iblis dan setan seperti kita muncul" Kita telah ter-tipu hanya karena syair
butut si gagu! Gluk!
Gluk! Gluk! Hmm... sedap betul rasanya arak ini!"
kata Iblis Pemabukan meracau tidak karuan.
"Siapa tahu di bukit Keangkuhan kita dapat peruntungan disana, Kakang. Kalau di dalam
bangunan itu terdapat kitab, kitab kita ambil, jika harta, harta pula kita
ambil. Jika perempuan cantik...!" Setan Arak si gendut pendek terdiam sejenak
seakan berpikir. Lalu ia bicara seperti ditujukan pada diri sendiri.
"Aku lebih suka dalam dua bangunan itu
terdapat arak. Arak lezat yang tersimpan ratusan
tahun. Perempuan bagiku bukan kenikmatan.
Araklah yang nikmat!"
"Aku juga begitu, tapi jangan kita merendahkan perempuan. Walaupun ia kelihatannya
lemah, tapi mulutnya mampu menelan laki-laki
sebesar apapun...!" sahut Iblis Pemabukan. Kemudian mereka berdua tertawa
terkekeh-kekeh.
Mereka meneguk araknya lagi, sehingga terdengar
suara sendawa saling bersahut-sahutan.
"Lihat, Kakang, gunung sudah mulai miring, nah pohon-pohon mulai berlarian saling kejar. Eh, kita juga berputar-putar, Kakang!" kata Setan Arak sambil tersenyumsenyum. "Edan kau! Itu tandanya kau sudah mulai
mabuk lagi, sinikan buli-bulimu...!" kata Iblis Pemabukan. Tanpa kata-kata ia
langsung meneguk
arak yang direbutnya, lalu....
Gluk! Gluk! Gluk!
"Hmmm, sedap betul!" desah Iblis Pemabukan, seraya tepuk-tepuk perutnya yang gembung.
Lama mereka dalam keadaan seperti itu,
sampai kemudian muncul sesosok tubuh berpakaian hitam di hadapan kedua orang ini.
"Weh, ada orang, Setan Arak! Siapa dia,
coba kau tanya" Jika ia menginginkan arak kita
sebaiknya kau usir cepat sebelum kesabaranku
habis!" dengus Iblis Pemabukan.
"Hmm, aku mencium bau busuk. Aku sendiri tidak suka bau-bauan seperti ini. Biar aku
berdiri dulu!" kata Setan Arak, seraya meneguk araknya. Kemudian ia menghampiri
laki-laki berpakaian hitam itu.
Langkahnya terhuyung-huyung seperti
orang mau jatuh.
"Kau siapa?" tanya Setan Arak.
Laki-laki bermuka bopeng-bopeng dan bertampang angker ini memandang penuh sinis.
"Aku si Perusak Raga. Ingin bertanya apakah kalian yang menulis syair-syair di atas daun,
di kulit kayu, di atas batu dan di sembarang tempat!" tanya laki-laki muka bopeng tersebut dingin.
"Ha ha ha...! Kau Perusak Raga, pantasan
mukamu bopeng seperti jeruk purut. Ketahuilah,
kami bukan orang yang menulis syair-syair itu.
Sekarang kami malah ingin datang ke bukit
Keangkuhan." sahut Setan Arak.
"Kau dan kawanmu hendak pergi ke sana"
Huh sedangkan jalanmu saja tidak lempang.
Hanya aku yang boleh ke sana!" kata Si Perusak Raga. "Jadi...?" gumam Iblis
Pemabukan tidak jelas. "Jadi kalian berdua harus kubunuh!" dengus Si Perusak
Raga. Mendengar ucapan laki-laki berpakaian hitam tersebut, kedua laki-laki pemabukan ini tergelak-gelak. "Kau ini sedang bicara atau melawak. Kepandaian apa yang kau miliki sehingga berani
menantang kami?" ejek Setan Arak.
"Inilah kepandaian yang ingin kalian lihat!"
teriak Si Perusak Raga.
Tiba-tiba saja ia jentikan tangannya ke
arah Setan Arak dan Iblis Pemabukan. Dari tempat duduknya ia melompat dengan langkah terhuyung-huyung. Terlihat sinar hitam berkelebat,
hawa panas menebar seperti memanggang kulit
mereka. Iblis Pemabukan tertawa bekakakan, bibirnya mengatup rapat, mulut mengembung. Ke

Pendekar Bloon 17 Persekutuan Orang Orang Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mudian ia menyemburkan cairan arak dari mulutnya ke arah sinar yang hampir menghantam
tubuhnya. Cuh! Cuh! Zzzzzst...! Buumm! "Heh...!"
Dua-duanya terdorong mundur. Tampak
asap putih mengepul di udara. Si Perusak Raga
agak terkesiap juga melihat kenyataan ini. Lalu
secara tidak terduga tubuhnya melesat ke depan.
Kaki kanannya yang setengah ditekuk itu menghantam perut Iblis Pemabukan. Sebelum tendangan itu mengena pada sasaran dari samping Setan Arak menyerang dengan tendangan kaki pula.
Bletok! Si Perusak Raga menjerit kesakitan, Setan
Arak berteriak keras. Ia berjingkrak-jingkrak karena menahan sakit yang luar biasa sekali. Betapa pun ia tadi mengerahkan tenaga dalam yang
dimilikinya. Hingga beradunya tulang kering masing-masing lawan sakitnya sampai ke ubun-ubun.
Si Perusak Raga menggeram penuh amarah, jemari tangannya bersilangan. Lalu laksana
terbang ia menerjang kembali dengan serangkaian
serangan beruntun yang tidak ada putusputusnya. Angin menderu, debu beterbangan.
Baik Iblis Pemabukan maupun Setan Arak dengan terhuyung-huyung menghindari sergapan lawannya. Sekarang mereka benar-benar mengerahkan jurus-jurus mabuknya. Gerakan menghindar maupun serangan balasan yang dilakukan
dua bersaudara pemabukan ini sudah tidak teratur, namun Si Perusak Raga berulang kali hampir
terkecoh. Laki-laki bermuka bopeng ini tiba-tiba melompat mundur ia kerahkan tenaga dalamnya ke
bagian tangan, sehingga tangan itu dalam waktu
yang sangat singkat telah berubah hitam legam.
"Pukulan Inti Raga!" desis Iblis Pemabukan dengan mata menyipit. "Setan Arak,
hati-hati. Orang gila mulai mengeluarkan pukulan saktinya!" kata laki-laki jangkung ini memperingatkan. "Ha ha ha...! Kau lihat, Kakang. Pohonpohon masih berputar, mereka seperti orang bingung. Kenapa kita tidak layani dia dengan ini saja!" teriak Setan Arak membalas peringatan saudaranya. Tiba-tiba saja Setan Arak
acungkan tin- junya di udara. Tinju itu digerak-gerakkan ke
udara. Apa yang dilakukan Setan Arak diikuti
oleh saudaranya. Begitu tinju itu diayunkan ke
depan. Maka selarik sinar putih menghampar,
menimbulkan suara deru dan bergulung-gulung.
Suasana di sekelilingnya sontak menjadi panas.
Sedangkan pada waktu itu pula Si Perusak Raga
telah lebih dahulu melepaskan pukulan Inti Raga.
Terdengar pula gaung suara seperti badai. Tidak
heran, karena masing-masing lawan adalah tokoh-tokoh sakti dan termasuk sudah memiliki
kepandaian rata-rata di atas sempurna. Maka di
tengah-tengah suara ribut yang saling tindih menindih dan menyakitkan telinga itu terjadi ledakan keras menggeledek. Terlihat ada bunga api
berpijar seperti lintasan kilat. Tiga sosok tubuh
terlempar dan tampak terguling-guling. Perusak
Raga memuntahkan darah segar. Setan Arak dan
Iblis Pemabukan pegangi mulutnya yang mengucurkan darah. Walaupun mereka sama-sama
menderita luka dalam yang cukup parah. Dua
saudara pemabukan ini berdiri dan langsung tertawa-tawa seperti orang gila.
Gluk! Gluk! Gluk!
Lagi-lagi Setan Arak dan Iblis Pemabukan
meneguk araknya. Arak membasahi tenggorokan
dan membuat tubuh mereka terasa hangat. Perusak Raga bangkit berdiri dengan wajah berubah
kelam membesi. "Aku tidak akan pernah puas sebelum
memukul remuk batok kepala mereka!" kata Perusak Raga dalam hati. Kemudian ia mengeluarkan senjata andalannya berupa bola rantai baja
berduri. Keunikan senjata ini antara lain pada setiap bagian sisi bola tersebut bila ditekan dapat
mengeluarkan kabut beracun. Racun ganas yang
sangat mematikan sekali.
2 Melihat apa yang hendak dilakukan oleh
lawannya Setan Arak langsung berseru ditujukan
pada saudaranya Iblis Pemabukan.
"Apa jawabmu apabila dia bermaksud
mengadu jiwa dengan kita?"
"Adalah bodoh jika sesama golongan sendiri saling membunuh. Bukankah lebih baik jika kita bekerja sama Perusak Raga" Kami adalah
orang yang penasaran dan ingin tahu ada rahasia
apa yang terkandung dalam bangunan-bangunan
di bukit Keangkuhan! Apakah kau masih ingin
saling ngotot dan unjuk gigi pada kami?" tanya Iblis Pemabukan ketus.
Laki-laki berbaju hitam itu terdiam. Memang kalau dipikir kedua lawannya itu mempunyai kepandaian seimbang dengannya. Konon
semburan araknya saja dapat melubangi lempengan baja setebal apapun. Dan sejak mereka terlibat pertempuran sengit tadi, tampaknya lawan
belum mempergunakan senjata maut dari minuman keras tersebut. Walaupun ia sendiri merasa
yakin dengan kehebatan senjata yang dimilikinya.
Kalau dipikir bukankah lebih baik mereka bekerja
sama" Nanti jika keadaan di sana menguntungkan bukankah mereka dapat dibunuh secara licik. Berpikir sampai ke sini, Perusak Raga langsung menyimpan senjatanya kembali.
"Bagus, kiranya kau dapat menerima apa
yang kami tawarkan!" ujar Setan Arak, seraya
menarik napas lega.
"Apakah kau mau minum arak kami, sobat" Hitung-hitung sebagai tanda persahabatan
kita." Iblis Pemabukan menawarkan sambil menyodorkan buli-buli tuaknya pada Si Perusak Raga. Tapi tokoh aneh yang satu ini menolaknya.
"Jelaskan padaku apa yang kalian ketahui
tentang Penyair Gagu?" tanya Si Perusak Raga.
Iblis Pemabukan dan Setan Arak berpandangan.
Setan Arak melangkah maju.
"Oh mengenai Penyair itu kami pun sama
butanya dengan engkau. Tapi menurutku ia pasti
tahu banyak tentang bukit Keangkuhan. Terbukti
ia menulis syair-syair itu dan apa yang dikatakannya berada tidak jauh lagi dari sini. Cuma
kami tidak tahu arti sepuluh mengalahkan sepuluh. Satu mengalahkan sembilan!" ujar Iblis Pemabuk. Bibir Perusak Raga
menggerimit, keningnya yang menghitam tampak berkerenyit dalam.
"Itu sebuah misteri. Kurasa ada sesuatu
yang berguna di dalam bangunan itu. Ada hal
yang kurasakan agak janggal dalam syair-syair
itu?" gumam Perusak Raga.
"Apa?" tanya Setan Arak dan Iblis Pemabukan hampir bersamaan.
"Apa hubungannya wanita penyair gagu itu
dengan dua bangunan yang berada di atas bukit
Keangkuhan?"
"Hal ini baru dapat kita cari jawabannya bila kita sudah sampai ke sana!" sahut Setan Arak.
"Nah sekarang setelah kita berserikat tunggu apa lagi!" ujar Perusak Raga seakan tidak sabar. "Betul, kita adalah orangorang bersekutu.
Mari segera berangkat!" timpal Iblis Pemabukan.
Maka berangkatlah ketiga tokoh-tokoh sakti itu
menuju bukit Keangkuhan yang jaraknya tidak
jauh lagi dari tempat mereka berada.
* * * Pemuda bertampang tolol kekanakkanakan itu baru saja mengenakan bajunya. Ia
mengangkat beberapa ekor ikan jurung besar
yang baru didapatnya ketika mandi tadi. Ikan itu
megap-megap karena tidak bisa bernapas. Si pemuda baju biru ini garuk-garuk kepala sambil
memperhatikannya.
"Sebenarnya aku sudah kelaparan nih. Tapi setelah melihat mata ikan ini kok jadi tidak te-ga! Baiknya aku lepaskan
saja." pikir si konyol.
Ternyata ia ragu-ragu. "Lepas jangan ya" Jangan apa dilepas?"
Krukuk! "Heh, cacing dalam perutku mengatakan
supaya jangan dilepas." kata Suro. "Tapi bagaimana jika bapak emak ikan ini
mencari anaknya"
Bapak ikan pasti sedih! Weleh masa bodo! Mau
makan saja pakai ragu-ragu segala!"
Plok! Plok! Dan tiga ekor ikan jurung itu dihempaskannya di atas batu. Ikan menggelepar dan
mati. Suro segera membuat api dari rantingranting kering yang dikumpulkannya. Tidak lama
kemudian terciumlah bau harum daging panggang yang lezat.
Suro Blondo murid Penghulu Siluman Kera
Putih dan Malaikat Berambut Api ini mulailah sibuk menggerogoti ikan panggang tersebut. Sedang
asyik-asyiknya ia menikmati santapannya. Tibatiba telinganya yang sudah sangat terlatih itu menangkap ada suara langkah-langkah kaki mendekati ke arahnya. Tanpa membuang waktu lagi Suro melompat ke atas dahan pohon. Sayang ia
hanya dapat menyambar salah satu ikan panggang, sedangkan sisanya tertinggal di pinggir perapian. "Wiih, ikan ini padahal gurih. Sayang aku cuma sempat membawanya satu.
Kalau sedang makan enak begini rasanya mertua lewat pun tidak kelihatan. Goblok, siapa mertuaku" Satusatunya gadis yang aku suka hanya Putri Kilat
Bayangan. Entah di mana dia!" ujar si konyol seperti orang berbisik-bisik
seperti orang kurang
waras. "Rasanya lebih baik aku turun mengambil ikan itu!" katanya memutuskan.
Namun belum sempat ia melakukan sesuatu, tiba-tiba ia melihat
seorang gadis berkulit kuning langsat berwajah
ayu berpakaian hijau. Suro berdecak kagum melihat kecantikan gadis itu. "Untung dia datang bukan pada waktu aku lagi mandi.
Kalau sampai ketahuan, weleh-weleh, aku bisa sial empat puluh
hari!" desah Suro.
Lalu Suro memperhatikan gadis itu agak
lama. Ternyata gadis baju hijau tertarik melihat
ikan bakar yang terletak di pinggir perapian tersebut. Setelah celingak-celinguk memperhatikan
sekelilingnya. Ikan bakar milik Pendekar Blo'on
dimakannya tanpa rasa curiga, sikapnya santai.
Tidak sepatah kata pun keluar dari bibirnya yang
tipis kemerahan.
"Enak saja ikanku diambil. Mana boleh begitu?" gumam Suro dalam hati. Ia garuk kepala lagi. Tiba-tiba saja melompat
turun. "Hei... ikanku...!" tegas Suro cemberut.
Sepontan gadis baju hijau melengak dan
langsung melompat mundur ketika melihat kehadiran pemuda berambut hitam kemerahan ini. Sejenak lamanya ia memperhatikan Pendekar
Blo'on. Lalu sisa ikan di tangannya ia buang.
"Eii, jangan dibuang mubazir!" kata Suro.
Pemuda itu memungut sisa ikan yang dibuang
gadis baju hijau. Ketika Suro bangkit berdiri ia
melongo. Gadis berbaju hijau sudah menghilang
dari hadapannya.
Namun ada sesuatu yang membuatnya merasa aneh. Ia melihat bendera terbuat dari kain
putih. Bendera tersebut diikatkan pada ranting
kayu, pangkal ranting menancap di tanah.
"Bendera putih" He he he...! Seperti orang
kalah perang aja!" ujar Suro sambil menghampiri.
Merasa penasaran ia langsung mencabut ranting
kayu tersebut. "Ugkh...!"
Dan pemuda ini terbelalak kaget. Ranting
kayu itu tidak dapat dicabut dengan tenaga kasar. Keningnya mengerenyit. Jika gadis baju hijau
itu dapat melakukan hal seperti ini pasti ia memiliki tenaga dalam yang sudah sempurna sekali.
"Trondolo! Ini sih bukan main-main!" gumam si pemuda. Seraya garuk-garuk kepala. Sekarang ia mengerahkan tenaga dalamnya.
"Huup!"
Broll! "Wadoow...!"
Begitu kerasnya ia mencabut sampai membuatnya jatuh terduduk, sialnya lagi pantatnya
terhempas di atas batu runcing. Pemuda berbaju
biru ini meringis kesakitan. Ia usap-usap pantatnya. "Untung bukan pedangku yang kena. Kalau sampai itu yang tertusuk batu, jika
anu yang tertusuk. Bisa-bisa masa depanku jadi suram!" geru-tunya sambil


Pendekar Bloon 17 Persekutuan Orang Orang Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nyengir. Bendera putih yang tergulung dibukanya. Mata pemuda konyol ini membulat lebar. Di bolak-baliknya bendera tersebut, mulutnya termonyong-monyong. Tulisan itu cukup
indah, tapi Suro yang sudah diajar tulis baca dan
berhitung oleh kedua gurunya dulu masih sulit
membaca tulisan tersebut. Kening Suro berkeratkerut lagi, eeh, kemudian monyong lagi.
"Sialan, ini tulisannya kok susah amat dibacanya!" desahnya. Ia garuk-garuk kepala. Sesungguhnya bahasa pada tulisan itu
sebagaimana bahasa umum, namun rupanya gadis tadi adalah
seorang ahli hias tulisan, sehingga arti huruf yang samar-samar membuat kepala
Suro puyeng. Setelah memperhatikannya agak lama dan lebih teliti
barulah Suro menyeringai kegirangan.
"Ini syair yang bagus! Isinya kok aneh,
ya...?" batin Suro dalam hati. Sebentar saja pemuda ini sudah menelitinya baris
demi baris ka- limat yang tertulis pada bendera putih itu.
Manusia dilahirkan berjodoh
Laki-laki dengan perempuan
Bumi berdampingan dengan langit,
Namun tidak pernah menyatu
Siapa yang menjunjung langit"
Siapa yang memegang bumi"
Manusia banyak belajar agar jangan bodoh
Ternyata semakin belajar semakin bodoh
Tambah ilmu tambah bodoh
Tambah pintar tambah goblok
Sesungguhnya manusia itu teramat bodohnya sangat tololnya, semakin gobloknya!
Sedikit kepandaian manusia mengatakan
dirinya sakti Kemudian terlahir keangkuhan, satu ingin
memiliki, satunya lagi ketakutan, akan ditempatkan dimana bila ia mati
Luh Jingga ingin jodoh
Ia menciptakan kemegahan dalam waktu
semalam Tapi kemegahan itu miring, karena hatinya
condong pada wanita
Rata Keindahan, Dara Nirmala
Ia tidak ingin jodoh
Hatinya eondong pada maut
Orang-orang sakti
Orang-orang sakti
Kemegahanmu berdiam di bukit Keangkuhan! Suro seka keringatnya, ia leletkan lidah.
Hanya sedikit saja makna dari baris-baris kata
yang tertulis di atas kain putih itu. Kemudian ia
ingat ketika lewat di daerah Imogiri beberapa hari yang lalu. Ia juga banyak
melihat syair-syair yang selalu dikerumuni orang. Syair yang konon ditulis
oleh seorang penyair wanita. Penyair Gagu! Suro
sekarang tepuk-tepuk keningnya.
"Kurasa gadis itu tadi penyair gagu yang
dimaksud oleh orang-orang di Imogiri. Tololnya
aku mengapa tidak kukejar" Padahal aku bisa
bertanya padanya apa yang terjadi di bukit
Keangkuhan" Aneh, dia sendiri punya hubungan
apa dengan Ratu Keindahan?" Pendekar Blo'on
golang-golengkan kepala pertanda bingung.
"Apapun yang terjadi di sana bukankah lebih baik jika aku mengetahuinya!" pikir Pendekar Mandau Jantan. Pemuda berambut
kemerahan ini selanjutnya berlari meninggalkan tepian sungai. Dikejauhan terdengar suara sayup-sayup, seperti memaki dirinya sendiri.
Tololnya aku, begonya Suro! Punya ilmu lari Kilat Bayangan, kok malah berlari seperti monyet-monyet terbirit-birit!"
Wueees! Brebet! Setelah mengarahkan ilmu lari Kilat
Bayangan, tubuh si pemuda berkelebat-kelebat di
antara pohon-pohon yang dilaluinya. Jika saja
ada orang yang mengetahui perjalanan pendekar
konyol itu, pastilah mereka terkagum-kagum.
* * * Aripati Ujudana termasuk salah seorang
tokoh kondang, sakti, serakah di daerah gunung
Ceremai. Ia bergelar Si Muka Setan. Bukan karena wajahnya yang buruk. Wajah laki-laki itu cukup tampan, sisa-sisa ketampanannya itu masih
ada walaupun kini umurnya sudah mencapai
hampir 60 tahun. Ia menjadi manusia yang paling
ditakuti di daerah gunung Ceremai, karena selain
kesaktiannya yang tidak terukur, ia memiliki senjata ampuh yang terkenal dengan nama Petala
Langit. Senjata itu berupa roda-roda terbang yang
apabila melayang di udara dapat berubah jadi banyak bagaikan bintang bertaburan.
Munculnya Penyair Gagu telah menimbulkan heboh dan kegemparan di mana-mana. Sampai-sampai kabar itu tersebar di daerah Ceremai.
Aripati Ujudana sebagai pentolan gunung Ceremai
dan telah pula mengasingkan diri, terdorong oleh
rasa keingintahuan akhirnya meninggalkan pengasingan. Pagi itu ketika kabut menyelimuti bukit
Keangkuhan ia sudah sampai di sana. Ia tercengang melihat kedua bangunan megah yang letaknya berdampingan tersebut. Antara kedua bangunan itu ia melihat batu besar di atas tanah. Batu tersebut berbentuk aurat laki-laki lengkap
dengan buah jambunya. Ujung batu yang berbentuk aurat itu menghadap ke arah bangunan indah
yang memiliki empat sisi pada bagian atapnya.
Aripati Ujudana atau Si Muka Setan adalah orang
yang paling jarang tertawa dalam hidupnya. Namun kali ini tawanya meledak, ia tertawa seperti
orang kurang waras. Perutnya terguncang air matanya bercucuran akibat tawanya yang tiada henti. Ternyata batu berbentuk aurat itu mempunyai suatu kekuatan gaib yang dapat mempengaruhi jiwa orang yang melihatnya. Seperti Aripati Ujudana ini. Si Muka Setan
sama sekali tidak
menyadari bahwa dirinya telah terpengaruh kekuatan gaib dari apa yang dilihatnya. Sementara
dari bangunan di sebelah barat, yaitu bangunan
yang condong dimana setiap tiang penyangganya
retak di sana sini seperti mau ambruk. Ada satu
kekuatan yang kemudian menggerakkan Si Muka
Setan. Laki-laki berambut panjang ini sambil tertawa-tawa memasuki bangunan yang condong
tersebut. Pintunya yang tertutup langsung membuka secara aneh, Si Muka Setan masuk melalui
pintu itu. Setelah ia berada di ruangan dalam,
pintu menutup kembali. Aripati Ujudana tercengang-cengang melihat keindahan yang terdapat di
bagian dalam bangunan tersebut. Pada setiap
dindingnya terdapat gambar seorang perempuan
cantik luar biasa. Lukisannya memang sungguh
indah. Rasanya tidak seorang pelukis pun di dunia ini yang mampu melukis wanita sesempurna
itu. 3 Aripati Ujudana tidak berhenti sampai di
situ saja. Tubuh serta langkah kakinya seperti
tertarik untuk memeriksa ruangan demi ruangan
bangunan yang luas dan memanjang ke belakang
tersebut. Sementara itu suara tawa terus terdengar, tidak pernah berhenti hingga membuat suaranya serak sekali. Sampai di sebuah ruangan
lain ia tertegun. Di sana ia melihat sebuah lukisan lain yang langsung menempel pada dinding.
Lukisan seorang gadis yang sama dalam bentuk
samar sementara ada seorang laki-laki yang sedang melambaikan tangannya seakan ingin
menggapai gadis itu. Di belakang si laki-laki yang tidak jelas wajahnya itu
terlihat seorang gadis pu-la memakai baju putih. Wajahnya hampir sama
dengan wajah gadis yang satunya lagi. Cuma yang
di belakang laki-laki itu tampak cemberut. Berbeda dengan perempuan yang satunya lagi yang
seakan berlari menjauhi si laki-laki. Sedangkan
yang di belakang laki-laki seakan mengejarnya.
Aripati Ujudana semakin keras tawanya
melihat lukisan tersebut. Padahal tidak ada sesuatu yang lucu. Demikianlah sambil tertawa-tawa
seperti orang gila itu terus bergerak ke arah ruangan lainnya. Hingga ia melihat
tumpukan batu- batu jambrut serta mutiara yang bertebaran di
atas lantai. Si Muka Setan bermaksud mengambil
barang-barang berharga itu. Ia berpikir jika ia dapat membawa barang-barang itu keluar, ia pasti
akan menjadi orang paling kaya. Namun baru saja jemari tangannya hendak menyentuh salah satu dari mutiara dan batu jambrut tersebut ada sinar putih menyambar tangannya.
Sinar itu membuat tangannya melepuh,
Aripati Ujudana menjerit keras. Ia memandang ke
arah datangnya sinar tadi. Ternyata tidak ada
siapapun di belakangnya. Aripati memaki, tawanya terhenti. Lalu terdengar suara seseorang
yang seakan datang dari ruangan lainnya.
"Jangan kau sentuh barang yang bukan
milikmu! Kau telah memasuki bangunan tandingan yang kuciptakan dalam waktu semalam. Berarti kau tidak dapat keluar dari tempat ini selamanya. Kau harus bersekutu denganku!" kata sebuah suara.
"Mana bisa, aku Si Muka Setan tidak dapat
bekerja sama dan bersekutu dengan siapapun!"
bantah Aripati.
"Setiap pintu terkunci, tidak pernah terbuka tanpa seizinku. Kau tidak mungkin dapat menembusnya tanpa bantuanku. Walau kau mempunyai kesaktian setinggi gunung!"
"Siapa kau" Tunjukkanlah wajahmu dan
datang kepadaku!"
"Datanglah kau kemari! Kau segera melihat
siapa aku yang sebenarnya!" sahut suara itu.
Seumur hidupnya Aripati tidak pernah diperintah
orang lain. Biasanya dialah yang memberi perintah. Itu sebabnya ia tetap bertahan pada tempatnya. Namun tanpa disangka-sangka seakan ada
kekuatan gaib yang menyeretnya. Aripati bergerak
diluar kehendak hatinya. Ia tetap berusaha bertahan, tapi malah ia tersungkur bahkan seperti ada
suatu kekuatan yang menyeretnya. Jika saja tokoh berkepandaian tinggi seperti Aripati ini tidak berdaya melawan kekuatan gaib
tersebut, dapat
dibayangkan betapa kesaktian orang yang bicara
tadi. Gluduk! Aripati terguling-guling di sebuah ruangan
yang sangat luas. Pada setiap bagian dinding terdapat gambar-gambar laki-laki yang sedang menangis. Gambar laki-laki itu sama persis dengan
lukisan yang di depan tadi. Aripati bangkit berdiri dengan perasaan terheranheran. Ketika ia
layangkan pandangan matanya. Di tengah-tengah
ruangan, tepatnya di atas batu pualam putih berbentuk empat persegi duduk seorang laki-laki.
Pakaiannya hancur lapuk dimakan waktu, Aripati
tidak dapat melihat wajah orang ini karena posisinya memunggungi. Laki-laki itu mengelilingi batu tersebut, bergerak ke depan untuk melihat wajah orang yang rambutnya menjuntai ke lantai.
Dan Si Muka Setan pun terkesiap, dari kedua mata orang ini ternyata mengucur air mata
yang tidak kunjung henti. Sungguh pun kedua
kelopak matanya dalam keadaan terpejam, namun air mata yang keluar tidak pernah berkurang. Apa yang membuat laki-laki ini menangis
sepanjang masa, itulah yang membuat Aripati
terheran-heran.
"Ternyata aku hanya melihat seorang lakilaki cengeng. Huh... aku harus keluar dari tempat
ini untuk memeriksa bangunan yang di sebelah
timur!" dengus Si Muka Setan. Mendengar katakata Aripati. Sosok yang duduk di atas batu tampak bergetar. Matanya membuka seketika. Memandang pada Aripati dengan sorot tajam mengerikan. "Kau anak manusia, kutahu namamu, gelarmu, bapak moyangmu, umurmu dan sampai
dimana kesaktianmu! Kau telah memasuki bangunan megah yang kuciptakan semalam. Berada
di sini berarti kau tidak akan keluar, kau harus
bersekutu denganku. Manusia sakti yang tidak
ada duanya. Kau tidak boleh pergi ke bangunan
yang terletak di sebelah timur itu. Karena di sana tinggal manusia suci, wanita
yang dulu sangat
aku cintai. Namun ternyata ia lebih cinta pada
kematiannya! Laki-laki sepertiku punya banyak
kekurangan dan kelebihan. Manusia diberi sepuluh akal, sembilan untuk laki-laki, satu untuk perempuan. Manusia diberi sepuluh nafsu, satu untuk laki-laki, sembilan untuk perempuan. Tapi
sembilan nafsu yang dimiliki wanita tertutup oleh
rasa malu. Tahukah kau bahwa aku terjebak dalam cinta! Ini yang mengalahkan sembilan akal


Pendekar Bloon 17 Persekutuan Orang Orang Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang kumiliki. Aku runtuh oleh satu nafsu yang
ada padaku. Aku teramat sangat mencintainya,
tapi ia tidak mencintaiku. Ia teramat sibuk memikirkan kematiannya, karena sesungguhnya ia cinta pada mati. Sementara itu ada perempuan lain
yang mencintaiku, tapi aku tidak suka padanya.
Nah perempuan itulah yang menjadi musuhku
dan musuhnya!" kata si kakek tua. Kemudian ia mengulang-ulangi ucapannya.
"Ia perempuan suci, jangan kau pergi ke
sana! Aku tidak suka melanggar janji! Aku tidak
suka!" kata orang ini.
"Siapa kau" Mengapa begitu lemahnya kau
menjadi manusia?" sentak Si Muka Setan. Kakek tua itu mengangkat wajahnya dan
memandang ke langit. Air mata semakin deras menetes membasahi pipi. Walaupun memang tangisnya tidak
pernah terdengar.
"Aku Lu Jingga, bergelar Datuk Tinggi Raja
Di Angin. Kau mungkin pernah mendengar namaku, atau mungkin tidak bukanlah soalan...!"
Aripati langsung memotong. "Aku pernah
mendengar kakekku dulu bercerita ada seorang
tokoh sakti yang memiliki umur ratusan tahun.
Orang itu bisa menciptakan gedung-gedung megah hanya dalam waktu semalaman. Konon ia dibantu oleh masyarakat Jin untuk mewujudkan
sesuatu. Jika benar kau Datuk Tinggi Raja Di Angin. Aku ingin tahu berapa umurku sekarang dan
dapatkah kau menciptakan apa yang kau bangun
ini dalam bentuk yang sangat kecil sebagai tiruannya?" Datuk Tinggi Raja Di Angin memperhatikan
Si Muka Setan. Kemudian terdengar suaranya
seakan berseru dan ditujukan pada makhlukmakhluk yang tidak terlihat.
"Ada anak manusia yang memintaku agar
membuat duplikat bangunan ini. Wahai anak buahku yang berada di alam gaib. Adakan segera
dalam waktu sekedipan mata!" kata Lu Jingga.
Aripati melotot memperhatikan kemungkinan
yang terjadi. Namun ia tidak kuat menentang mata hingga membuat matanya berkedip. Tahu-tahu
di depan kakek rambut putih bersenjata roda bergerigi ini telah tercipta sebuah bangunan yang
sama persis dengan bangunan besar tersebut.
"Ternyata kau benar! Kau Datuk Tinggi Raja Di Angin. Tapi mengapa kau mengurung diri
seperti ini dan dalam keadaan selalu menangis
pula?" bertanya Si Muka Setan. Lu Jingga seka air matanya, seraya menarik nafas
dalam-dalam. Ekspresi wajahnya sulit dibaca. Setelah itu ia bicara dengan perasaan segan.
"Panjang ceritanya! Ini sebenarnya adalah
suatu rahasia yang memalukan. Tapi jika kau ingin tahu, sebagai orang yang pertama datang ke
sini. Aku ingin kau mendengarnya baik-baik." ka-ta Datuk Tinggi Raja Di Angin.
Kemudian ia segera menuturkan segala sesuatunya secara jelas.
Sekitar dua ratus tahun yang lalu, ada seorang pemuda memiliki kepandaian sangat tinggi.
Ia mempelajari ilmu silat dan berbagai kesaktian
dari satu negeri ke negeri lainnya. Sampai kemudian kesaktiannya setara dengan para dewa. Namun ia tetap berpetualang, hingga sampailah ia di
Lembah Silau Dunia. Di lembah itu tinggal dua
orang kakak beradik, dua-duanya berwajah cantik bagai bidadari. Yang paling tua bernama Dara
Nirmala sedangkan adiknya bernama Dara Alindi.
Pemuda itu jatuh cinta pada Dara Nirmala dalam
pandangan pertama. Cinta sejati, sebaliknya adik
gadis itu yang bernama Dara Alindi jatuh cinta
pada pemuda itu. Tentu saja dia tidak menanggapi, karena cintanya hanya untuk Dara Nirmala.
Gadis suci yang selama hidupnya memikirkan hari kematiannya. Dara Nirmala selalu bertanyatanya bila ia mati nanti masuk surga atau neraka" Sehingga ia tidak pernah menghiraukan cinta
pemuda itu. Walaupun pemuda itu telah duduk
bersimpuh di dekat pemujaan sang gadis selama
bertahun-tahun.
Sebaliknya gadis yang bernama Dara Alindi
selalu datang menggoda dan merayunya. Gadis
ini juga punya kesaktian yang tidak terukur. Pemuda itu ternyata tetap teguh pada pendiriannya.
Ia menunggu Dara Nirmala, hingga pakaiannya
lapuk dimakan panas dan hujan. Dara Nirmala
tersentuh juga hatinya, ia menjumpai pemuda itu
sehingga terjadilah pembicaraan yang cukup panjang. "Wahai pemuda gagah, apa perlumu menungguku" Padahal kau telah mengetahui pendirianku. Keputusanku tidak berubah! Kau manusia sakti, aku juga wanita sakti. Apa yang kau
bayangkan tentang diriku, sama artinya kau melakukan sesuatu sebagaimana yang ada dalam
hatimu. Perkataan hatimu ataupun perkataan
mulutmu selalu didengar oleh Gusti Allah. Manusia sakti seperti kita kata-katanya manjur, ucapan hatinya terkabul. Tidakkah kau berpikir
bahwa itu akan membahayakan dirimu dan diriku. Kalau kau suka mengapa kau tidak mau berdampingan dengan adikku, ia mencintaimu!" kata Dara Nirmala dengan kata-kata
yang sangat halus
dan merdu. "Cinta tidak dapat dibantah, kata hati jeritan jiwa tidak dapat kudustai. Cintaku hanya untukmu!" "Kau tetap ngotot. Bicaramu dan apa yang
kuucapkan terkabul. Tidakkah kau takut?"
"Cinta sejati tidak mengenal rasa takut!"
sahut si pemuda.
"Baiklah! Aku akan mempertimbangkan
pertanyaanmu! Sebagai orang yang tidak berdusta. Aku akan mengajukan dua pertanyaan padamu, jika kau dapat menjawabnya. Aku bersedia
menjadi isterimu! Jika kau tidak mampu menjawabnya, maka sebaiknya kau pergi dari sini!"
"Syaratmu aku penuhi, sekarang tanyalah
apa yang ingin kau tanyakan!"
"Karena aku kurang suka tinggal di dunia
ini. Pertanyaanku pertama bila aku mati dan dikubur. Apakah di alam kubur aku mendapat siksa atau tidak?"
"Itu persoalan gaib, hanya Gusti Allah yang
dapat menjawabnya!" jawab si pemuda dengan jujur. "Apa pertanyaan yang kedua?"
"Pertanyaanku yang terakhir. Setelah aku
mati apakah aku masuk surga atau neraka?"
"Itu juga urusan Tuhan, aku tidak bisa
menjawabnya!" kata si pemuda.
"Kalau begitu pergilah cepat! Jangan kau
duduk di depan pintu tempat aku memuja kebesaran-Nya!"
"Berilah aku tangguh hingga besok. Pagipagi sekali aku pasti meninggalkan tempat ini!"
Dara Nirmala sama sekali tidak menyahut,
ia menutup pintu rapat-rapat, sedangkan pemuda
sakti itu tetap duduk di situ menunggu datangnya
pagi. Malamnya baik Dara Nirmala maupun si
pemuda sama-sama bermimpi melakukan hubungan suami isteri. Dara Nirmala merasa seakan-akan dirinya menjadi hamil akibat mimpi itu.
Sebagai orang suci yang sakti, mimpi bukan
hanya sekedar mimpi karena bisa berubah menjadi sebuah kenyataan.
Terdorong oleh perasaan bingung dan rasa
bersalah yang sangat mendalam. Malam itu juga
Dara Nirmala yang merasa dirinya telah ternoda
meninggalkan tempat pemujaannya. Kejadian ini
diketahui oleh si pemuda. Ia pun menyusul, kejar-kejaran pun terjadi di sepanjang pulau Jawa.
Hingga dua-duanya merasa letih dan Dara Nirmala tersusul setelah berada di puncak bukit yang
terletak di sebelah barat daya Imogiri.
Di sini perdebatan sengit terjadi.
"Kau terlalu keras kepala! Kau pasti membayangkan sedang melakukan hubungan cinta
denganku!" tuduh Dara Nirmala sambil menangis.
"Bayangan itu hanya terlintas sepintas saja!" Si pemuda mengakui.
"Tidakkah kau ingat bahwa apa yang kau
bayangkan sering menjadi kenyataan" Aku benci
pada manusia lemah sepertimu! Kau punya sembilan akal, namun kesembilan akalmu tidak
mampu mengendalikan nafsumu yang cuma satu.
Aku punya sembilan nafsu, tapi sembilan nafsuku dapat dikendalikan oleh akalku yang cuma satu! Akibat mimpi itu telah membuatku ternoda.
Kini aku hamil, memalukan sungguh memalukan!" teriak Dara Nirmala.
"Tapi bukankah kau dan aku hanya bermimpi saja"!"
"Kau manusia bodoh, orang sakti tolol.
Mimpi adalah lebih berbahaya dari kenyataan.
Bertaubatlah kau, jangan ganggu aku! Kelak anak
ini akan terlahir. Malam nanti akan kuciptakan
sebuah gedung tempat tinggalku dan mengurung
diri!" tegas Dara Nirmala.
"Aku bersedia bertanggungjawab atas semua yang terjadi!" kata si pemuda yang tidak lain adalah Lu Jingga.
"Tidak! Sebaiknya bertaubatlah kau mulai
hari ini. Dan ciptakan sebuah gedung untuk pengasinganmu jika kau punya kemampuan!" tantang si gadis. "Aku dapat melakukannya. Bukit ini kunamakan bukit Keangkuhan. Sebagai rasa penyesalanku aku akan menangisi segala apa yang terjadi pada dirimu!"
"Itu lebih baik, dan jangan kau ganggu aku
lagi. Seandainya hal itu kau lakukan, jalan terakhir aku terpaksa membunuhmu!" ancam Dara
Nirmala. Benar saja malamnya dengan kesaktian
yang dimiliki masing-masing mereka membangun
sebuah gedung. Hanya para Jin yang membantu
Dara Nirmala lebih banyak dan lebih cepat. Sedangkan Jin yang berada di bawah pimpinan Lu
Jingga jumlahnya terbatas. Hingga kokok ayam
terdengar dua bangunan telah berdiri. Bangunan
milik si pemuda tidak sempurna betul, bahkan
miring ke arah bangunan Dara Nirmala. Beberapa
tiangnya retak-retak. Konon ada salah satu Jin
yang iseng dan meletakkan batu berbentuk aurat
laki-laki. Dan mengandung kekuatan gaib yang
dapat mempengaruhi orang lain. Siangnya bangunan itu jadi sunyi, Dara Nirmala maupun Lu
Jingga sudah tidak terlihat lagi.
Di luar kesadaran mereka, rupanya Dara
Alindi yang tertinggal di Lembah Silau Dunia
menjadi marah dan menyimpan dendam terlebihlebih pada Lu Jingga alias Datuk Raja Di Angin, ia telah bertekad untuk
melakukan pembalasan terhadap saudara dan pemuda yang telah membuatnya sakit hati tersebut.
"Tidak disangka, Kak Nirmala minggat bersama Lu Jingga! Katanya tidak suka, tapi kulihat
dalam mimpiku Dara Nirmala bunting malah!
Orang munafik! Kalian berdua nanti akan merasakan pembalasan yang setimpal!" geramnya penuh rasa dendam yang menyala-nyala. Untuk diketahui, mereka ini punya ajian yang membuat
diri mereka tetap awet muda walaupun usia sudah melewati ratusan tahun. Terlebih-lebih Dara
Nirmala dan Dara Alindi ini. Sejak saat itu Dara
Alindi yang merasa dikhianati kakaknya mulai
melakukan persiapan-persiapan yang cukup matang. Ia bahkan terus memperdalam kesaktian
yang dimilikinya. Beberapa tahun kemudian ia
mulai bergentayangan mencari kakaknya juga
pemuda yang telah membuatnya kecewa.
"Aku sudah bercerita banyak, apakah kau
sudah memahaminya?" tanya Datuk Raja Di Angin kemudian. Si Muka Setan anggukkan kepala
dengan perasaan takjub.
"Kesaktian yang dimiliki oleh orang dulu
sangat luar biasa sekali. Bagaimana dengan
anakmu dari hasil hubungan dalam mimpi itu?"
tanya Aripati ingin tahu.
"Kurasa sekarang ia sudah dewasa. Aku tidak pernah keluar meninggalkan gedung ini. Itu
sudah menjadi kesepakatan. Anakku mungkin diasuh oleh para Jin. Untuk itu kuminta padamu!
Jangan kau pergi ke bangunan di sebelah timur
itu setelah datang ke gedung ini, apa yang kau lakukan dapat menimbulkan fitnah. Sebab aku merasa yakin cepat atau lambat Dara Alindi pasti
datang ke sini untuk menghancurkan aku atau
kakaknya sebagai pelampiasan rasa sakit hati
yang dialaminya!"
"Baiklah, aku turuti permintaanmu, mulai
saat ini aku bersedia bersekutu denganmu!" tegas Aripati Ujudana.
4 Si tua berpakaian putih dan membawa

Pendekar Bloon 17 Persekutuan Orang Orang Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bawa buntalan seperti orang yang mau pindah terus mendekam di semak-semak kering yang terletak tidak jauh dari bukit Keangkuhan. Ia sudah
melihat paling tidak tiga orang laki-laki dan kemarinnya lagi seorang laki-laki bersenjata roda
bergerigi. "Sudah dua hari aku mendekam di tempat
ini. Tapi tidak satu pun di antara mereka yang berangkat ke sana kembali. Seingatku kalau tidak
salah orang bersenjata roda masuk ke dalam gedung condong yang terletak di sebelah barat itu.
Kemudian orang itu tertawa seperti orang gila!
Sebenarnya apa yang membuatnya tertawa" Dan
tiga laki-laki lainnya menuju gedung yang megah
tersebut. Dua di antara mereka jalannya seperti
mau jatuh! Itu pasti Iblis Pemabukan dan Setan
Arak, yang satunya aku tidak kenal. Setelah masuk, mereka pun kulihat tidak pernah keluar.
Eeh... apa mereka menemukan harta karun, ya"
Atau mungkin di dalam gedung mewah itu berdiam gadis-gadis cantik! Aku sih tidak ngiler, aku cuma ingin tahu rahasia di
balik syair-syair si gagu. Gadis misterius itu sebenarnya siapa?" kata si kakek. Ia bangkit berdiri,
kemudian tarik celananya yang selalu melorot ke bawah bila ia menarik nafas. Kakek rambut putih ini kemudian menyandarkan punggungnya di bawah sebatang pohon kering. Melihat ke atas pohon yang gersang ia
jadi bosan sendiri.
"Aneh, pohon di sini tidak ada yang tumbuh. Benar kata orang-orang di Imogiri bahwa
daerah ini merupakan daerah keramat dan angker!" Si kakek mengomel lagi. Orang ini julurkan kepala lagi, memandang ke arah
kedua bangunan tersebut terasa sepi-sepi saja. Selagi ia sibuk
memperhatikan gedung-gedung itu. Tanpa disadarinya seseorang telah berdiri di situ. Jika seorang tokoh seperti Dewa
Sinting yang punya segudang ilmu saja tidak dapat mengetahui kehadiran orang itu, dapat dibayangkan betapa tingginya tingkat kepandaian pendatang yang tidak
diundang ini. "Apa kerjamu di sini! Apakah kau tamu salah satu dari pemilik gedung mewah itu" Mengapa
tidak cepat masuk?" tegur orang itu, suaranya dingin menusuk.
"Edan, ada orang datang aku sampai tidak
tahu! Jika ia membawa maksud tidak baik tentu
sejak tadi aku sudah mampus!" maki Dewa Sinting ditujukan pada dirinya sendiri. Cepat ia menoleh, terlihat olehnya seorang laki-laki setinggi satu setengah batang tombak.
Orang ini memiliki
empat wajah. Masing-masing wajah mempunyai
empat mulut. Matanya berjumlah delapan, hidungnya sumplung.
Kepala cuma satu, tapi besarnya bukan
main. Hampir tujuh kali kepala orang biasa.
Hanya badannya yang tinggi itu kurus kering, bila
mulutnya yang satu membuka, maka mulut
yang lainnya ikut membuka pula.
"Aku bukan tamu dari pemilik gedung itu.
Di sini aku cuma melihat-lihat saja. Aku tertarik
dengan kata-kata yang terdapat dalam syair si
wanita gagu! Engkau sendiri siapa orang aneh,
apa maksud tujuanmu datang ke tempat ini?"
tanya Dewa Sinting.
"Apa perlumu bertanya apa tujuanku. Yang
boleh kau ketahui, aku si Empat Wajah, namaku
Trigada." jelas laki-laki berkepala besar berwajah empat tersebut disusul dengan
tawa tergelak-gelak. "Heh...!" Dewa Sinting melengak kaget.
"Bukankah kau makhluk tanpa pendirian?" sahut Dewa Sinting sambil melangkah
mundur. Terus terang ia sendiri memang baru sekali ini bertemu
dengan Trigada, namun dari apa yang didengarnya selama puluhan tahun lalu. Laki-laki di depannya adalah makhluk yang tidak punya pendirian dan terkadang dapat melakukan pembunuhan tanpa diduga-duga.
"Kau kelihatannya kaget! Adakah sesuatu
yang kau ketahui tentang diriku ini?" tanya Si Empat Wajah delapan biji matanya
tampak melo- tot. Dewa Sinting gelengkan kepala.
"Hmm, ketahuilah di dalam gedung itu ada
kekasihku. Mungkin saat ini ia sudah berada di
sana. Aku ini makhluk paling cepat cemburu! Aku
tidak ingin melihat ia berdua-duaan dengan orang
lain!" tegas Trigada.
"Apakah kekasihmu itu seperti dirimu?"
Si Empat Wajah menggeleng.
"Tidak! Dia manusia seperti golonganmu,
wajahnya cantik. Aku bersedia membantunya
mengatasi persoalan yang membuatnya susah.
Untuk itulah ia bersedia menjadi kekasihku! Apakah kau melihatnya lewat di sekitar sini?"
"Sama sekali aku tidak melihat siapa-siapa.
Kurasa di dalam bangunan itu ada setannya, sehingga ketika aku berdiri di sini, tengkukku merinding!" kata Dewa Sinting setengah bergurau.
"Akulah setan! Kau jangan bicara sembarangan. Bagaimanapun aku harus segera ke sana.
Untuk keterangan yang kau berikan, inilah oleholeh untukmu...!" kata Trigada. Kemudian sambil melangkah lebar-lebar ia
kibaskan tangannya.
Dari jemari tangan tersebut menderu gelombang
hawa panas luar biasa. Dewa Sinting jungkir balik
selamatkan diri. Tidak urung serangan mendadak
itu membuat hangus buntalan di punggungnya.
Dewa Sinting memaki-maki sambil padamkan api. Ia memandang ke arah perginya Si Empat Wajah. Namun orang itu sudah tidak kelihatan lagi. "Duh sialan! Keparat tidak tahu rasa terima
kasih. Seharusnya aku kejar dia dan buat perhitungan! Tapi...!" Dewa Sinting meragu dan tarik celananya yang melorot.
"Aku belum pernah bentrok dengan makhluk bermulut empat itu. Kudengar dulu ia memiliki kesaktian luar biasa. Sebaiknya aku tunggu
lagi di sini. Suasana pasti bakal ramai. Tapi aku
haus, tidak ada air terkecuali kali yang di belakang sana." pikir Dewa Sinting. Baru saja ia hendak melakukan sesuatu, terdengar
suara di bela- kangnya. Gluk! Gluk! Gluk!
Cepat sekali Dewa Sinting menoleh. Ternyata tidak jauh di belakangnya tampak seorang
pemuda berpakaian biru berambut hitam kemerahan sedang meneguk air dari dalam kendi. Terbit selera dahaga Dewa Sinting, jakunnya turun
naik. Si pemuda bersikap acuh tak acuh. Ia malah memamerkan kendinya dan menuangkan isi
kendi sambil garuk-garuk kepala.
"Hmm, enak betul. Tidak ada yang lebih
berharga di tempat segersang ini terkecuali air.
Apalagi yang kubawa mengandung rasa madu,
gula, berbau sedikit arak dan bermacam-macam
lagi rasa yang tidak ada duanya!" kata si pemuda yang tidak lain adalah Suro
Blondo. "Betulkah apa yang kau katakan?" sahut
Dewa Sinting, seraya menelan ludah sambil tarik
celananya yang melorot.
"Hmm, luar biasa enaknya!" Suro meneguk
air dalam kendinya.
"Heh, apakah kau tidak mendengar katakataku?" bentak Dewa Sinting. Kakek tua ini melompat ke depan sambil berusaha
merampas ken- di di tangan Suro. Si konyol bersikap acuh tak
acuh, ketika tangan Dewa Sinting hampir berhasil
menjangkau kendi di tangan Suro. Pemuda ini
meliukkan tubuhnya dengan gerakan seperti seekor monyet menari.
Wuees! "Heh...!"
Terperanjatlah Dewa Sinting. Sama sekali
ia tidak menyangka pemuda ini dapat menghindari serangannya. Penasaran ia melompat lagi, kali
ini tangannya menampar wajah Suro sedangkan
kaki menendang ke bagian pantat pemuda itu.
Serangan itu memang cukup berbahaya, selain
sangat cepat sekali. Suro berjingkrak mundur.
Ketika tangan dan kaki Dewa Sinting hampir
menjangkau sasaran. Suro melompat sambil
jungkir balik seperti monyet yang sedang main
sirkus. "Sialan! Berikan kendi itu padaku!! Apa kau memilih mampus!" bentak
Dewa, Sinting sewot. Suro termonyong-monyong. "Kau hendak
merampok atau minta, kakek gendut! Kalau minta silakan ambil sendiri, jika mau merampok
sampai botak ubanan kau tidak bakalan mendapatkan kendi ini! Ha ha ha...!"
"Kurang ajar! Kau hendak mempermainkan
aku!" teriak Dewa Sinting marah.
Dewa Sinting mulai mengerahkan jurusjurus mautnya. Sesuai dengan julukannya yang
sinting. Ketika ia hendak melancarkan serangannya, si kakek menari-nari sambil berputar-putar.
Setelah itu sambil tarik celananya ia berteriak keras. Tubuhnya yang besar itu
tiba-tiba saja melesat ke arah Suro. Si konyol kerahkan jurus 'Kera
Putih Memilah Kutu'. Bertarunglah kedua orang
ini seperti orang gila tidak karuan juntrungnya.
Yang satu berusaha selamatkan kendi sambil berjingkrak, berjongkok atau berguling-guling. Sedangkan yang satunya lagi melakukan serangan
sambil menari-nari. Tarian Dewa Sinting berubah
menjadi serangan-serangan yang sangat dahsyat.
Suro kalang kabut. Namun tidak berlangsung lama, segera pemuda ini lipat gandakan tenaga dalamnya. Sekarang ia sudah mengerahkan
jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'.
Bet! Deb! Bet! Tanpa berubah dari gerakan dan langkah
monyet. Tiba-tiba saja Suro Blondo tampak berkelebat lenyap dari pandangan Dewa Sinting. Tubuh
pemuda ini seakan menjadi banyak dan bergerak
cepat mengelilingi Dewa Sinting. Berulang kali
Sure menerobos pertahanan lawan sambil lakukan serangan bertubi-tubi.
Dewa Sinting bersurut mundur. Dalam hati
diam-diam memaki di samping ia sendiri merasa
takjub. Jurus-jurus monyet Suro adalah jurus
langka yang seingatnya hanya dimiliki oleh Penghulu Siluman Kera Putih. Ada hubungan apa pemuda bertampang ketololan ini dengan Penghulu
Siluman itu" Dan Dewa Sinting sudah tidak berpikir lebih jauh. Posisinya kini bukan menyerang,
malah dia didesak mati-matian. Si kakek tidak
tinggal diam, ia tarik celananya lagi yang melorot sambil mempergunakan jurus
lebih ampuh. Jurus itu dikenal dengan nama 'Menggapai Langit
Dilamun Rindu'.
"Hea...!"
Tiba-tiba saja si kakek melesat ke udara.
Di udara ia melakukan tarian kilat. Lalu tubuhnya meliuk-liuk dan meluncur cepat ke bawah.
Tangan menghantam bahu lawan. Sedangkan kaki menendang pinggang Suro. Pendekar Mandau
Jantan berkelit. Sayang gerakannya kalah cepat.
Bahu kirinya kena dihantam Dewa Sinting,
meskipun merasa sakit bukan main. Ia berbalik
hindari tendangan kaki. Tangan kanannya menyambar asal-asalan.
Srosot! Plak! "Keekh...!"
Tidak pelak lagi pemuda ini jatuh terduduk
pegangi kendi. Bibirnya mengucur darah. Walaupun ia merasa seperti hendak mampus dan bahunya seakan remuk. Namun akhirnya tertawatawa melihat Dewa Sinting seperti orang kebakaran jenggot dan memaki-maki.
"Bangsat! Berani-beraninya kau mempermalukan aku! Anak setan! Pasti gurumu lebih setan lagi!" teriak Dewa Sinting. Ia tarik celananya yang sempat melorot sebatas
lutut. Suro tertawa-tawa seperti orang kurang waras. Ia memukulmukulkan tangannya ke tanah. Kakinya bergerakgerak seperti anak kecil. Ia lupa dengan rasa sakit yang dideritanya.
"Ki, rupanya Tuhan adil! Kalau rambut
yang di atas putih yang di bawah ikut memutih
juga. Kau sudah tua bangka, Ki. Sudah mendekati mampus mungkin, tapi kau memakai celana saja tidak becus!"
"Bangsat! Hii...!"
Disertai kemarahan yang meluap-luap,
Dewa Sinting menerkam leher si konyol sambil
berusaha merampas kendi di tangannya. Suro
menggeser pantatnya. Sayang gerakan pemuda ini
kalah cepat. Hingga lehernya kena dicekik lawan
dan kendi sekarang jadi rebutan. Suro mendelik,
lehernya seperti dijerat kawat baja. Namun ia masih dapat memaki.
"Kau benar-benar sudah gila, Ki! Kau hendak memperkosaku, padahal kau tahu kita punya


Pendekar Bloon 17 Persekutuan Orang Orang Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama. Apakah kau menantangku bermain tongkat"!" "Anak setan! Aku akan mengirimmu ke neraka!" teriak Dewa Sinting tidak
ubahnya seperti orang yang sedang bertarung dengan musuh be-buyutannya saja.
Buk! "Hukh...!"
Dewa Sinting meninju perut Suro, pemuda
itu menjerit. Andai saja si konyol tidak lindungi
perutnya dengan tenaga dalam. Isi perutnya pasti
cerai berai. Sementara kendi hampir saja dapat
dirampas. Akal cerdik Suro dalam keadaan terdesak seperti itu timbul. Ia menggeser kakinya, dengan mempergunakan lutut ditendangnya selangkangan Dewa Sinting.
Brot! "Huagkh...!"
Dewa Sinting terhempas ke belakang, jeritannya seakan merobek langit. Perutnya mulas
bukan main. Ia pegangi anunya sambil bergulingguling akibat menahan sakit yang sangat luar biasa. Suro usap-usap lehernya yang masih memerah, kemudian terdengar suara tawanya terkekeh-kekeh. "Ha ha ha...! Apes betul nasibmu hari ini,
Ki. Mimpi apa kau semalam" Pernahkah kau
bermimpi kejatuhan bintang, kejatuhan bulan,
kemudian kejatuhan durian" Katanya pertanda
baik, Ki."
Dewa Sinting sama sekali tidak menyahut.
Ia duduk mendekam seperti ayam mau nelor. Dia
urut-urut bagian itu. Tiba-tiba tangannya menyelinap di balik celana. Setelah ia raba-raba ternya-ta yang bulat-bulatnya masih
ada dan potongan
tebu yang cuma sejengkal pun masih ada, walaupun agak bengkak. Sebenarnya jika ia mau membalas ulah pemuda berambut kemerahan itu, Dewa Sinting mampu. Rasanya ia tidak bakalan
kalah, namun bila mengingat jurus-jurus yang
dipergunakan Suro. Ia khawatir pemuda itu masih punya hubungan tertentu dengan Penghulu
Siluman Kera Putih. Di samping pemuda ini juga
tampaknya dari kalangan baik-baik. Hanya wataknya saja yang konyol terkesan seperti orang
kurang waras. Si kakek tarik celananya setelah berdiri.
Memperhatikan Suro sejenak lamanya, kemudian
terdengar suaranya agak sinis.
"Punya hubungan apa kau dengan Penghulu Siluman Kera Putih?"
Pendekar Mandau Jantan melengak kaget.
Matanya berkedap-kedip, seraya seka keringat
yang menetes di keningnya.
"Engkau hendak minum, Ki. Mintalah baikbaik! Air dalam kendi ini masih setengah dan
akan kuberikan padamu!" kata Suro seakan tidak menghiraukan pertanyaan Dewa
Sinting. "Jawab pertanyaanku atau kau meminta
aku mengirimmu ke liang lahat?" bentak si kakek.
Pendekar Blo'on menggumam. Namun kemudian
bicara secara tegas.
"Penghulu Siluman Kera Putih yang setengah edan itu guruku, Ki. Aku heran bagaimana
kau bisa mengetahui aku muridnya?" tanya Suro.
"Ha ha ha....! Melihat jurus-jurusmu, dan
setelah melihat keedananmu. Tentu saja dugaanku tidak melesat, ketahuilah aku Dewa Sinting! Datang ke sini berhubungan dengan syairsyair yang menarik itu! Lalu kau bocah goblok
untuk urusan apa kau datang ke bukit Keangkuhan ini?" bertanya Dewa Sinting sambil senyum.
"Salaman dulu, Ki. Kita punya tujuan yang
sama!" jawab Suro, ia datang menghampiri dengan tangan terulur bermaksud salaman. Tapi Dewa Sinting menepis tangannya. Tangan lain menyambar dan kendi berisi air telah berpindah ke
tangan Dewa Sinting.
Gluk! Gluk! Gluk!
Dengan nikmat Dewa Sinting meneguknya
hingga tuntas. "Jangan kau habiskan!" teriak Suro mencegah. Percuma saja ia berteriak. Kendi
telah ko- song. Kesudahannya si kakek memukulkan kendi
tersebut ke kepalanya hingga hancur berantakan.
Tidak lama terdengar suara tawa puas si kakek.
5 "Kalau sudah begini kau bisa apa. Untung
tidak kupecahkan kepalamu sebagai balasan atas
sikapmu yang kurang ajar karena telah membuat
bengkak adikku!" hardik Dewa Sinting.
Suro terkekeh, "Apakah sudah kau periksa,
Ki. Barangkali adikmu terbang meninggalkanmu"
Bukankah tempat persembunyiannya yang menyeramkan itu telah kuketahui!" Seenaknya saja Pendekar Blo'on menyahuti
"Pemuda gila" Aku pernah mendengar sikapmu yang konyol, keedananmu dan juga ketidak warasan otakmu. Kuharap hari ini kau tidak
bicara seenak perutmu. Kau lihatlah kedua bangunan itu!" Dewa Sinting menunjuk ke arah bangunan. Suro memperhatikan dengan
mulut ter- monyong-monyong saking seriusnya.
"Memang ada apa dalam bangunan itu
orang tua sinting?" bertanya Suro tanpa menga-lihkan perhatiannya dari kedua
bangunan tersebut. "Sudah dua hari aku mendekam di sini!
Aku sudah melihat ada empat orang yang masuk
ke dalam bangunan yang terletak di sebelah timur
itu dan satunya lagi masuk ke dalam bangunan
yang berada di sebelah barat! Sampai sekarang
tidak seorang pun di antara mereka ada yang keluar!" "Siapa sebenarnya penghuni gedung itu?"
tanya Suro ingin tahu.
"Aku kurang tahu. Kurasa satu-satunya
orang yang bisa memberi jawaban adalah Penyair
Gagu itu!"
"Hmm, aku pernah melihatnya, sekarang
pun aku sampai ke sini karena mengejarnya.
Sayang aku kehilangan jejak."
"Apakah kau sempat bicara dengannya?"
tanya Dewa Sinting.
"Aku belum sempat. Lagipula bagaimana
aku bisa bicara dengan orang gagu. Kau sendiri
apakah pernah bertemu dengan gadis baju hijau
itu?" Dewa Sinting menggeleng.
"Ada yang kurasakan menarik di sini. Kau
lihatlah tidak satu pun pohon dapat tumbuh di
sini." "Lalu apa yang akan kau lakukan" Menunggu sampai ubanan atau sampai
mampus" Kalau menurutku sebaiknya kita melakukan penyelidikan di sana. Apakah kau setuju, kakek
sinting?" tanya Suro merasa lebih cepat akrab dengan kakek tua yang celananya
yang selalu melorot terus itu.
"Banyak kejadian aneh di sana, janganjangan kita terjebak. Aku melihat seorang lakilaki yang berada di gedung sebelah barat tertawatawa seperti orang gila. Kurasa ia melihat sesuatu yang lucu, tapi yang
kuherankan tawanya seperti
tidak wajar."
"Apakah tidak sebaiknya kita cari dulu gadis baju hijau yang pernah ku lihat beberapa hari
yang lalu"!" Suro mengajukan usul.
"Kau yakin dia berlari ke arah sini?"
"Yakin sekali!" jawab Suro mantap.
"Tapi aku tidak melihatnya selain orang
yang kusebutkan tadi!"
"Mungkin ada jalan rahasia lain yang aman
untuk mencapai gedung itu, Kek. Bagaimana jika
kita mulai mencarinya?"
Dewa Sinting terdiam dan tampak sedang
mempertimbangkan usul Pendekar Blo'on.
"Dua hari di sini selain cuma mendekam
aku memang tidak pernah pergi ke mana-mana.
Kalau aku menuruti keinginanmu berarti aku setuju. Tapi aku kurang yakin apakah ada jalan lain
di sekitar sini."
"Jangan pakai dipikir dan dikira-kira. Kalau kau tidak mau biarkan aku jalan sendiri!" ka-ta Suro sewot.
"Ayolah, aku setuju-setuju saja!" sahut
Dewa Sinting. Ia mengambil buntalan besar berikut kayu yang menyanggahnya. Tidak lama ia sudah mengikuti Pendekar Blo'on yang berjalan tidak jauh di depannya.
Gedung megah yang mempunyai tiang penyanggah sebanyak dua puluh buah itu bagian
dalamnya memang indah. Pada bagian dindingnya berhiaskan intan permata gemerlapan. Si Perusak Raga yang lebih dikenal dengan julukan
Sang Maut bersama Setan Arak dan Iblis Pemabukan begitu sampai di dalam langsung tercengang. Iblis Pemabukan dan Setan Arak memunguti mutiara-mutiara yang melekat di dinding itu.
Namun barang-barang berharga tersebut tidak
lama dicampakkan oleh mereka kembali ketika
hidung mereka mengendus bau yang sangat khas,
bau arak wangi.
"Itu kesukaan kita, apakah kau mencium
baunya, Kakang?" bertanya Setan Arak dengan
mata belingsatan.
"Betul. Baunya dari ruangan ini! Mari kita
cari!" sahut Iblis Pemabukan.
Tanpa menghiraukan Si Perusak Raga yang
sibuk melakukan pemeriksaan. Setan Arak dan
Iblis Pemabukan menuju ke kamar sebelah. Dengan sekali dorong pintunya langsung terbuka. Melihat kendi-kendi arak yang jumlahnya mencapai
puluhan, terbelalaklah mata kedua orang ini.
"Kita panen, kita panen! Sungguh beruntung sekali kita. Pemilik gedung ini ternyata suka menyimpan minuman!" kata
Setan Arak. Ia mengambil salah satu kendi, dengan serakah ia meneguknya. Gluk! Gluk! "Ha ha ha...! Enak! Ini arak paten yang belum pernah kita jumpai seumur hidup!" Karena
penasaran Iblis Pemabukan. juga ikut-ikutan meneguk arak tersebut. Rasanya memang lain dari
pada yang lain, harumnya beda dari yang ada.
Jago-jago mabuk ini lama kelamaan mulai merasakan kepalanya sakit mendenyut. Padahal yang
mereka minum baru satu kendi besar dan itu pun
berdua. Tidak terbayangkan betapa sangat kerasnya arak itu. Dengan langkah terhuyung-huyung
kedua laki-laki bersaudara keluar dari kamar
dengan membawa masing-masing satu kendi
arak. Maksudnya mereka hendak menawarkannya pada Si Perusak Raga. Namun sekutu mereka
tidak ada di tempat itu. Akhirnya sambil duduk
ngjelepok di lantai marmar mereka menikmati
arak keras itu berdua saja. Sementara itu Si Perusak Raga telah sampai di sebuah ruangan lain.
Ruangan indah penuh kejutan. Di tengah ruangan tersebut terdapat sebuah ranjang tertutup kelambu. Di atas ranjang terbaring seorang perempuan cantik berpakaian warna putih tipis merangsang. Perempuan ini kelihatannya seperti sedang
tidur, bibirnya menyunggingkan seulas senyum
yang menawan menggairahkan. Si Perusak Raga
menelan ludah. Tubuh padat wanita itu membayang di balik pakaiannya yang tipis tembus
pandang. Sepasang pahanya yang menjuntai,
buah dadanya yang menonjol bergerak-gerak
mendebarkan sesuai dengan tarikan nafasnya.
"Siapa dia" Sudah berapa lama berada di
sini! Andai saja aku memilikinya" Aku akan patuh dengan setiap perintahnya!" kata Si Perusak Raga dalam hati. Cukup
mengejutkan memang,
karena begitu laki-laki berpakaian hitam ini selesai bicara dalam hati. Tiba-tiba wanita itu menggeliat dan matanya langsung terbuka. Sepasang
matanya yang indah itu memandang tajam pada
Si Perusak Raga. Orang gemetaran, bukan karena
dilanda ketakutan. Melainkan karena dilanda gairah yang berkobar-kobar dan nyaris tidak terbendung. "Betul apa yang kau katakan tadi?" bertanya si wanita seakan menuntut.
Si Perusak Raga kaget. Ia merasa tidak dan
belum bicara apa-apa terkecuali apa yang baru
saja diucapkannya dalam hati.
"Aku tidak tahu apa maksudmu!" katanya
dengan suara bergetar.
Orang ini tersenyum, ia menyilangkan kakinya yang mulus seenaknya. Sehingga dua
pangkal pahanya terlihat dengan jelas.
"Bukankah kau mengatakan dalam hatimu
bahwa kau ingin memiliki aku dan setelah itu kau
bersedia menuruti perintahku! Hi hi hi...!" Laki-laki itu telan ludah. Ia tidak
mampu bicara, tapi
kepalanya mengangguk.
"Hmm, masih ada waktu!" gumamnya entah ditujukan pada siapa. "Kau boleh memiliki tubuhku sesuka hatimu. Setelah
itu, kau harus patuh pada perintahku sebagaimana Si Empat
Wajah!" ujarnya.


Pendekar Bloon 17 Persekutuan Orang Orang Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa Si Empat Wajah?" tanya Si Perusak Raga. "Dia pembantuku, kekasihku!"
sahut si gadis tanpa merasa bersalah.
"Lalu siapa kau ini?"
"Hi hi hi...! Aku pencipta gedung ini. Nah
sekarang kemarilah, kau harus mendekat padaku
jika ingin tahu betapa hangatnya pelukanku!" katanya. Kelambu disingkapkan oleh
tangan-tangan mungil si gadis. Senyumnya merekah mendebarkan. Si Perusak Raga tanpa ragu-ragu segera
mendatangi. Sampai di depan si gadis. Seperti
seekor singa jantan yang kelaparan ia langsung
memeluk dan menjatuhkan ciuman bertubi-tubi.
Gadis itu menyambutnya dengan hangat.
"Cuma sebatas inikah" Bukankah kau
menginginkan diriku seutuhnya! Nah tidak inginkah kau melepaskan pakaianku ini?" desah si gadis sambil merebahkan tubuhnya di
atas ranjang. Si Perusak Raga ragu-ragu, lalu ia berbisik. "Di luar kamar ini ada sekutuku.
Bagaimana jika mereka mengetahui perbuatan kita?" katanya berbisik. Gadis itu
tersenyum, senyum yang membuat
Si Perusak Raga menggelegak darahnya terbakar
birahi. "Mengapa takut! Menurutku sekarang mereka sudah mabuk di ruangan depan.
Mengang- kat kepala pun mereka sudah tidak mampu. Bila
nanti mereka sadar, kawan-kawanmu itu sudah
patuh pada perintahku! Ayo...!" kata wanita misterius itu sambil mengedipkan
matanya. Jemari
tangan yang gemetaran itu pun melepaskan pakaian tipis si gadis. Di balik pakaian itu ternyata ia tidak mengenakan apa-apa
lagi. Betapa ini merupakan sebuah pemandangan yang indah. Gadis
itu benar-benar menggairahkan dan penuh semangat berkobar-kobar.
Maka terjadilah hubungan terkutuk. Si gadis melayaninya dengan penuh semangat. Si Perusak Raga mengerang-ngerang dalam kenikmatan yang belum pernah didapatkannya dari gadis
mana pun yang pernah diajaknya tidur bersama.
Sehingga di ujung pendakian itu Si Perusak Raga
merasakan ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia terkapar, tubuhnya lemah lunglai seakan
tidak bertenaga. Gadis itu tersenyum, ia bangkit
berdiri dan sekarang mengenakan pakaian ringkas warna hitam.
"Kenakanlah pakaianmu! Sekarang sudah
waktunya bagiku untuk membicarakan urusan
yang sebenarnya!" ujar gadis misterius bersemangat. Laki-laki itu tanpa
membantah segera menuruti apa yang diperintahkan padanya. Ia mengikuti wanita yang telah memberinya kepuasan menuju ke ruangan di mana Setan Arak dan Iblis Pemabukan terkapar dalam keadaan mabuk.
"Inikah kawan-kawanmu?"
"Ya...!"
Gadis itu menuangkan cairan berwarna
putih dari dalam kendi ke wajah Setan Arak dan
Iblis Pemabukan. Keduanya tampak gelagapan
ketika mencium sesuatu yang keras menyengat.
"Eeh... eeh, apa ini! Lho kita berada di mana adik Setan Arak?" tanya Iblis Pemabukan
terkesan bingung. Ketika itu ia sudah duduk dan
memandang pada si gadis dengan penuh rasa
takjub sekaligus terheran-heran.
"Kurasa kita berada di sorga. Lihat ada bidadari cantik! He he he...! Kita sudah sampai di
sorga!" Setan Arak menjawab dengan ngawur.
"Kalian bukan di sorga, tapi dalam gedung
tempat kediamanku! Aku yang berkuasa di sini!"
"Kkk... kau siapa gadis cantik?" tanya Setan Arak sambil menelan ludah.
"Siapa aku tidak perlu kalian tahu. Satu
hal yang harus kalian lakukan sesuai dengan perintahku. Kalian harus mencari perempuan yang
bernama Dara Nirmala! Perempuan itu harus kalian bunuh! Selain itu kalian juga harus menghancurkan gedung yang di sebelah barat itu. Temukan laki-laki yang bergelar Datuk Tinggi Raja
Di Angin. Orang itu harus kalian bunuh. Jika kalian berhasil melakukannya. Maka kalian semua
di samping Si Empat Wajah berhak menjadi suamiku. Ketahuilah aku tidak pernah mengalami
ketuaan. Aku tetap awet muda selama ratusan
tahun. Nah kalian akan beruntung bila mendapatkan aku. Siapa yang ingin minum arak, arak
telah kusediakan. Jadi kurang apa lagi?" Setan Arak dan Iblis Pemabukan saling
berpandangan. Sebenarnya hati kecil mereka tidak setuju tapi entah mengapa jalan pikiran mereka seperti sudah
tidak dapat mengendalikan mulut.
"Bagaimana?"
"Kami mau menerima asal engkau paling
tidak bersedia menyebutkan siapa kau!" tanya Setan Arak.
"Hi hi hi...! Aku adalah Ratu Keindahan!"
kata si gadis seenaknya.
"Hmm, kalau begitu kau adalah orang yang
disebut-sebut oleh Si Penyair Gagu. Kalau begitu
aku bersedia membantu!" kata Iblis Pemabukan.
"Bagus! Hi hi hi...!" Gadis yang mengaku sebagai Ratu Keindahan ini tertawa
renyah. Gigi-giginya yang putih tampak berkilauan. Namun
tawanya terhenti ketika terdengar suara ketukan
pada pintu depan. Si Perusak Raga bermaksud
membukakan pintu tersebut. Namun gadis itu
memberi isyarat agar tetap duduk di tempatnya.
Ia sendiri kemudian yang membuka pintu. Saat
pintu terbuka tampaklah sosok tubuh kurus tinggi. Tingginya kurang lebih satu setengah tombak.
Kepalanya besar dan memiliki empat wajah. Setan
Arak, Iblis Pemabukan dan Si Perusak Raga tersentak kaget dan sempat timbul perasaan ngeri di
hati mereka. Si Empat Wajah langsung masuk dan memandang penuh rasa cemburu pada ketiga lakilaki itu. "Siapa mereka?" tanyanya dengan perasaan tidak senang.
"Mereka adalah para sekutu kita yang siap
menghancurkan musuh-musuhku! Kau tidak perlu cemburu kekasihku. Jika kalian semua berhasil menghancurkan musuh-musuhku, kalian
akan menjadi suamiku!" kata si gadis.
"Apakah kau tidak yakin dengan kesaktianku?" tanya Si Empat Wajah tidak senang.
"Aku tentu saja merasa yakin. Tapi alangkah baiknya jika kita bersatu padu untuk memperoleh suatu kemenangan"!"
"Aku tidak suka diduakan!" protes Trigada.
"Jangan takabur dan serakah. Orang yang
kita hadapi bukan manusia-manusia berkepan Pahlawan Dan Kaisar 25 Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong Perjodohan Busur Kumala 21

Cari Blog Ini