Ceritasilat Novel Online

Maut Dari Hutan Rangkong 3

Dewa Arak 22 Maut Dari Hutan Rangkong Bagian 3


Dewa Arak menghembuskan napas lega ketika lawannya
yang keras kepala itu berhasil dilumpuhkan Perlahan-lahan
tubuhnya dibungkukkan, lalu berjongkok.
"Mau apa kau"!" tanya Ranti. Suaranya jelas menunjukkan
rasa takut yang hebat. Bahkan wajahnya yang cantik jelita itu
terlihat tegang.
Namun, Arya sama sekali tidak menyambutnya. Pemuda
berambut putih keperakan itu hanya terse nyum lebar.
"Kalau berani bertindak macam-macam, kubunuh kau...!"
ancam Ranti, di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Namun
ucapan maupun raut wajahnya menyiratkan kesungguhan
hati. Merah wajah Dewa Arak mendengar ucapan itu. Meskipun
gadis berambut kepang ini baru mengatakannya sampai di
situ, tapi sudah bisa ditangkap maksudnya. Ranti mengira,
lawannya akan bertindak tidak senonoh.
"Lebih baik jaga mulutmu, Nisanak!" sentak Arya
Ucapan dan juga nada suara Dewa Arak menyiratkan kalau
dia merasa tersinggung atas ucapan Ranti. Dan itu memang
tidak salah. Dewa Arak memang sangat tersinggung bila
dituduh me lakukan tindakan kotor. Apakah orang seperti
dirinya mirip penjahat pemerkosa wanita"!Keterlaluan sekali
gadis berpakaian biru ini! Mulutnya terlalu keji!
Ranti terdiam begitu mendengar sentakan keras Arya.
Gadis itu bukan orang bodoh. Maka dia bisa tahu, pemuda
berambut putih keperakan yang mempunyai kepandaian luar
biasa ini merasa tersinggung.
"Perlu kau ketahui, aku bukan orang yang berwatak rendah
seperti dugaanmu, Nisanak," jelas Arya penuh ketegasan.
"Aku bukan pembunuh lima orang Itu!"
Ranti tersentak mendengar ucapan Arya Benarkah pemuda
berambut putih keperakan ini bukan pembunuh ketiga orang
rekannya" "Sayang, aku tidak tahu siapa pembunuh mereka," keluh
Dewa Arak. "Sewaktu aku tiba, mereka semuanya telah
bergeletakan. Tapi begitu kuperiksa, ternyata ada salah
seorang di antara mereka yang belum tewas. Untungnya dia
sempat memberitahuku lebih dahulu, siapa orang yang telah
melakukan semua ini."
Wajah Ranti berubah begitu mendengar penegasan Dewa
Arak. "Siapa orang yang telah me lakukannya...?" tanya Ranti,
mulai lembut suaranya.
Kini gadis itu mulai meragu kalau pelaku pembunuhan Itu
adalah Dewa Arak. Meskipun begitu, tetap saja perasaan
curiga masih berkecamuk dalam hatinya. Dia masih belum
percaya sepenuhnya terhadap pemuda di depannya.
"Kalau tidak salah..., pelaku pembunuhan itu adalah
Bidadari Sabuk Emas...." "Bidadari Sabuk Emas..."!" "Benar,"
Dewa Arak menganggukkan kepala "Itulah julukan yang
kudengar dari mulut orang yang tadi masih hidup!" jelas Dewa
Arak sambil menudingkan telunjuk tangan kanannya ke arah
murid Perkumpulan Pedang Perak yang berkulit putih.
"Pantas saja, setelah kitab itu dicuri, Bidadari Sabuk Emas
juga menyatroni perkumpulan kami. Rupanya, dia juga
berminat pada kitab itu. Dan begitu tahu kalau kitab itu telah
dicuri, dia pun membunuhi murid-murid Perkumpulan Pedang
Perak," jelas Ranti.
Dugaan Ranti sebenarnya ada benarnya. Sewaktu Bidadari
Sabuk Emas membunuh kakek dan nenek penduduk Desa
Rangkong, kebetulan memang ada tiga orang murid
Perkumpulan Pedang Perak. Dan alasan membunuh suami istri
lanjut usia itu, sebenarnya hanya kekesalan Bidadari Sabuk
Emas, karena Kitab Tangan Racun Pasir Merah telah dicuri.
Kekesalan itu kemudian dilampiaskan pada penduduk tak
berdosa. Melihat pembantaian itu, maka tentu saja tiga orang
murid Perkumpulan Pedang Perak tidak membiarkan begitu
saja. Namun akhirnya, mereka harus rela mengorbankan
nyawa. "Kalau kau benar bukan orang jahat.., cepat bebaskan
totokanmu...," pinta Ranti dengan wajah merah padam karena
malu. Dewa Arak tersenyum lebar.
"Aku berjanji akan memunahkan tatokan itu, dengan
syarat..."
"Apa syaratnya?" selak Ranti dengan perasaan geram
ditahan. Perasaan curiga kembali muncul di hati gadis itu. Dan
sudah bersiap-siap mengucapkan makian, apabila pemuda
berambut putih keperakan itu mengajukan syarat yang kurang
ajar. "Kau tidak lagi menyerang membabi buta seperti tadi,"
jawab Arya kalem.
Plong...! Lega hati gadis berambut kepang itu mendengar jawaban
Dewa Arak. Diam-diam, Ranti memaki dirinya sendiri.
Mengapa dia terlalu menyangka buruk terhadap pemuda
berambut putih keperakan itu" Apakah karena rambutnya
yang mengerikan" Mendapat dugaan seperti itu, membuat
Ranti berpikir. Apa yang menyebabkan rambut pemuda di
hadapannya ini jadi seperti itu" Kalau karena pengalaman,
bisa dibayangkan betapa mengerikannya pengalaman itu.
Ataukah karena pukulan batin yang hebat sehingga membuat
rambutnya jadi berwarna seperti itu" Berbagai macam
pertanyaan terus bergayut di dalam hati Ranti.
"Bagaimana, Ranti?" tanya Arya begitu gadis itu malah
terdiam, jelas ada sesuatu yang dipikirkannya. Atau, tengah
mempertimbangkan syarat yang diajukannya"
"Nggg..., baik! Aku bersedia!" jawab Ranti agak terbatabata. Dalam hati, Ranti memaki dirinya sendiri. Mengapa dirinya
begitu bodoh, sehingga sampai me lamun di depan Dewa
Arak" Dan karena sibuk memaki dirinya sendiri, Ranti sampai
tidak memperhatikan kalau Arya telah memanggilnya dengan
namanya. "Betul?" tanya Arya lagi memastikan.
Pemuda berambut putih keperakan itu memang kurang
percaya atas jawaban yang diberikan Ranti, Apalagi gadis
berpakaian biru itu sepertinya ragu-ragu menjawabnya.
Kontan wajah gadis berambut kepang itu memerah.
"Kau kira, aku orang macam apa" Aku bukan orang yang
suka menjilat ludah sendiri!" tegas Ranti.
Dewa Arak terperanjat mendengar ucapan berapi- api gadis
itu. Sungguh tidak disangka kalau Ranti memiliki sifat yang
demikian keras. Mirip Melati, kekasihnya. Lalu, di manakah
Melati kini" Teringat akan Melati, rindu Dewa Arak kembali
menyeruak. "Maaf...! Maaf...!" sahut Arya buru-buru. "Bukannya aku
tidak percaya. Tapi, aku tidak ingin mandi keringat apabila kau
nanti mengamuk lagi."
Mau tak mau, Ranti merasa geli mendengar ucapan Arya.
Tapi dengan sekuat tenaga, perasaan geli itu ditahannya.
Sehingga pada wajahnya yang cantik, sama sekali tidak
tampak tersirat perasaan apa-apa.
Sehabis berkata demikian, Dewa Arak segera mengulurkan
tangan dan bergerak menepuk. Seketika
Ranti telah bebas dari pengaruh totokan.
Gadis berpakaian biru itu segera bangkit berdiri. Kini rasa
percayanya semakin besar, bahwa Dewa Arak bukan pelaku
pembunuhan terhadap ketiga orang murid Perkumpulan
Pedang Perak. Jelas, kalau pemuda itu tidak bermaksud jahat
padanya. Kini dia mengerti, mengapa sampai puluhan jurus
lamanya pemuda berambut putih keperakan ini sama sekali
tidak melawannya.
Meskipun begitu, Ranti tetap tidak meninggalkan
kewaspadaannya. Kecurigaannya pada Dewa Arak masih
terselip di hatinya.
"Kalau boleh tahu, apa hubunganmu dengan ketiga orang
itu?" tanya Arya sambil menudingkan telunjuk kanannya ke
arah tubuh tiga orang murid Perkumpulan Pedang Perak yang
tergeletak tanpa nyawa di tanah.
"Mereka adalah tiga orang saudara seperguruanku," jawab
Ranti, sendu. Sebenarnya dia merasa terpukul melihat
tewasnya ketiga rekannya itu.
"Sukar kubayangkan, sampai di mana ketinggian ilmu yang
dimiliki Bidadari Sabuk Emas yang telah mampu membunuh
ketiga orang saudara seperguruanmu itu. Padahal, mengalahkanmu saja aku sudah susah payah," kata Dewa
Arak setelah sekian lamanya tercenung.
"Kepandaian mereka tidak setinggi kepandaianku' jawab
Ranti cepat. "Hm...," hanya gumaman perlahan Arya yang
menyambut ucapan gadis berpakaian biru itu.
"Sejak masih kecil, aku dididik langsung olah guruku.
Bahkan diperbolehkan mempelajari kitab-kitab yang ada di
perpustakaan. Sementara, mereka hanya dididik oleh murid
kepala perkumpulan kami. Kau tidak usah heran. Kepandaian
mereka bertiga, sekalipun digabung, masih belum menyamai
kepandaianku. Jadi, janganlah merasa bingung membayangkan kepandaian Bidadari Sabuk Emas."
Arya menganggukkan kepala pertanda mengerti. Kini
pemuda berambut putih keperakan ini tahu, mengapa Bidadari
Sabuk Emas mampu membinasakan mereka semua.
"Apakah kau juga mempunyai tugas yang sama dengan
mereka?" tanya Arya lagi.
"Hm.... Maksudmu?" Ranti mengerutkan alisnya.
"Mencari kitab pusaka perkumpulan kalian yang dicuri
orang," jelas Dewa Arak.
"Dari mana kau tahu tentang hal itu?" tanya Ranti penuh
selidik. Sikap Ranti mendadak tegang lagi. Perasaan curiganya
kembali timbul. Dia memang belum sepenuhnya percaya
terhadap Arya. Maka begitu mendengar ucapan yang
mengetahui tugas yang diberikan gurunya, dia kembali merasa
curiga. Masalahnya, peristiwa pencurian kitab pusaka itu
memang amat dirahasiakan. Di Perkumpulan Pedang Perak
sendiri, tidak semua murid perkumpulan mengetahuinya. Jadi,
wajar saja kalau Ranti merasa curiga tatkala pemuda di
hadapannya ini tahu tentang tugasnya.
"Kau tidak usah bersikap setegang itu, Ranti," sergah Arya
sambil tersenyum
lebar. Kembali dipanggilnya
gadis berpakaian biru itu dengan namanya. "Aku mengetahui dari
mulut temanmu sebelum dia tewas."
Mendengar jawaban itu, seluruh urat-urat tubuh Ranti yang
tadi mengejang, kembali mengendur.
"Apa saja yang dikatakannya padamu?" tanya Ranti lagi,
ingin tahu. Dia masih belum mau memanggil Dewa Arak
dengan namanya saja. "Hanya dua masalah itu saja." Gadis
berambut kepang itu mengangguk-anggukkan kepalanya
Sementara suasana menjadi hening sejenak begitu Dewa Arak
menghentikan ucapannya. Apalagi,
.Ranti juga tidak
melanjutkan pertanyaannya. Kini kedua orang itu sama-sama
berdiam diri. Masing-masing tenggelam dalam lamunannya
sendiri-sendiri.
~Dewi.KZ~ 6 Mendadak Arya dan Ranti menolehkan kepala ke satu arah.
Dan memang terdengar suara banyak langkah kaki yang
menuju ke tempat mereka. Mendengar langkah-langkah yang
berat, jelas kalau mereka sama sekali tidak memiliki ilmu
meringankan tubuh.
Benar saja. Di kejauhan, dalam jarak lebih dari dua puluh
tombak dari tempat Dewa Arak dan Ranti berdiri, nampak
berjalan puluhan, bahkan mungkin seratus orang. Menilik dari
pakaian yang dikenakan, nampaknya mereka adalah para
penduduk desa. Arya dan Ranti saling pandang dengan sinar mata
memancarkan keheranan. Memang kedua orang itu merasa
heran, karena di bahu dan tangan para penduduk itu tidak
kosong. Mereka semua membawa barang-barang maupun
perbekalan. Bisa diperkirakan, rombongan orang itu hendak
pergi jauh. Ataukah hendak pindah"
Arya dan Ranti semakin heran ketika rombongan itu
menghentikan langkah. Sepasang mata puluhan orang itu
menatap ke arah mereka berdua tanpa berkedip. Jelas, kalau
keberadaan Arya dan Ranti di situlah yang membuat
rombongan itu menghentikan perjalanan.
Seperti diberi aba-aba, Dewa Arak dan Ranti melangkah
menghampiri rombongan yang berada dalam jarak sekitar
delapan tombak di depan mereka. Kedua muda-muda itu ingin
tahu, mengapa penduduk desa itu beramai-ramai melakukan
perjalanan, atau lebih tepatnya lagi ingin pindah. Apalagi
dalam rombongan itu terdapat anak kecil, wanita, dan orangorang lanjut usia. Bahkan ada yang tengah menggendong
bayinya. Kecurigaan Dewa Arak dan Ranti semakin besar begitu
melihat tanggapan rombongan penduduk begitu dihampiri.
Beberapa orang yang masih muda dan gagah melangkah
maju. Sikap mereka jelas terlihat melindungi anggota
rombongan yang lain. Mereka berdiri di hadapan wanita, anakanak, dan orang-orang lanjut usia.
Srat, srat, srattt...!
Sinar-sinar terang berkilauan berkelebat ketika belasan
orang laki-laki muda dan gagah itu mencabut senjata masingmasing. Jelas, kalau mereka telah siap bertempur.
Melihat sikap mereka, Arya dan Ranti jadi semakin heran.
Kalau tidak ada kejadian yang menimpa, tak mungkin mereka
akan bersikap seperti itu.
Arya bergegas memberi isyarat pada Ranti untuk


Dewa Arak 22 Maut Dari Hutan Rangkong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghentikan langkah. Sekali lihat saja, sudah diketahuinya
kalau belasan orang itu telah kalap. Kalau mereka berdua
terus bergerak mendekat, tidak mustahil akan diserang.
Untungnya, Ranti bisa diatur. Gadis
itu seketika menghentikan langkahnya begitu pemuda berambut Putih
keperakan itu menghentikan langkahnya. Kini mereka berdiri
berhadapan dengan rombongan itu dalam jarak sekitar lima
tombak. "Kisanak semua!" kata Arya disertai pengerahan tenaga
dalam sehingga terdengar sampai ke tempat jauh "Mengapa
kalian menghunus senjata" Kami berdua bukan orang jahat!"
Seorang laki-laki berkumis tebal dan berpakaian abu-abu,
dan berusia sekitar empat puluh lima tahun me langkah maju
beberapa langkah. Jelas, dia adalah pemimpin rombongan itu.
Dan memang, dia adalah kepala desa. Laki-laki berkumis tebal
itu tak lain adalah Ki Saketi, Kepala Desa Rangkong.
Sementara rombongan yang berada di belakangnya adalah
penduduk Desa Rangkong. Di antara mereka ada pula Eyang
Balunglaga. Ternyata dia ikut juga mengungsi. Memang kakek
ini hanya memiliki ilmu pengobatan dan ilmu meringankan
tubuh yang cukup tinggi. Sementara ilmu silat dan tenaga
dalam hanya dikuasa i sekadarnya saja.
'Tidak usah berbasa-basi, anak muda," sambut Ki Saketi.
Datar dan dingin suaranya. "Kami bukan anak kecil yang
mudah dibodohi. Bukti mayat-mayat yang berada di belakang
kalian telah menunjukkan semuanya."
Sambil berkata demikian, laki-laki berpakaian abu-abu ini
menudingkan telunjuknya ke arah mayat murid-murid
Perkumpulan Pedang Perak dan sepasang suami istri yang
telah berusia lanjut.
Mendengar ucapan ini Arya terdiam. Disadari kalau
kenyataan yang terlihat, telah menyudutkan mereka berdua.
Sesaat lamanya dia tercenung bingung. Benaknya berputar
keras mencari bantahan untuk menolak tuduhan yang
dilontarkan K i Saketi.
"Bagaimana, Anak Muda?" tanya Kepala Desa Rangkong
yang merasa telah menang. "Masih mau mungkir lagi"
Bicaralah semaumu. Tapi perlu kau ketahui, kami sama sekali
tidak akan terpengaruh. Semua ucapan yang keluar dari
mulutmu, tak ubahnya dengan angin busuk yang keluar dari
lubang pantatmu!"
Keras dan tajam sekali ucapan Ki Saketi sehingga wajah
Dewa Arak sampai merah padam karenanya.
Tapi walaupun kemarahan yang hebat melanda hatinya,
Arya berusaha menahan diri. Dia tahu, laki-laki berkumis tebal
ini salah paham. Dan kalau dihadapi dengan kemarahan pula,
keadaan jadi semakin berlarut-larut.
Pemuda berambut putih keperakan ini menarik napas
dalam-dalam, lalu menghembuskannya kuat-kuat untuk
menenangkan perasaannya yang mulai bergolak.
Berbeda dengan Arya, Ranti sama sekali tidak mampu
menahan kesabarannya mendengar ucapan itu. Meskipun
sebenarnya makian tadi ditujukan pada Dewa Arak, tapi tak
urung gadis ini jadi tersinggung juga. Karena, mau tak mau
hinaan itu tidak hanya ditujukan pada Arya, tapi juga padanya.
"Mulutmu kotor sekali, Tua Bangka...!" desis Ranti tajam.
Sepasang mata gadis itu menyorotkan ancaman. Terdengar
suara berkerotokan keras ketika seluruh tenaga dalam gadis
ini menyebar ke seluruh tubuh. Semua urat syaraf dan ototnya
pun mengejang keras "Sabar, Ranti...," bujuk Arya sambil
menoleh ke arah gadis berkepang itu. "Dalam menghadapi
setiap persoalan, jangan tempatkan perasaan di depan.
Tempatkanlah di belakang. Pikiran sehatlah yang harus
ditempatkan di depan. Hati boleh panas, tapi kepala mesti
dingin agar tetap dapat berpikir jernih. T ahu mana yang salah,
dan yang benar."
Bagai bara api yang disiram air es, amarah Ranti langsung
menguap. Apa yang dikatakan pemuda berambut putih
keperakan itu memang mengandung kebenaran yang tidak
dibantah lagi. Kontan percayanya pada Arya semakin menebal.
Seiring semakin menebalnya rasa percayanya pada pemuda
berambut putih keperakan itu, rasa curiganya pun semakin
menyusut. Dewa Arak benar-benar seorang pemuda yang
berpikiran seperti orang tua. Bijaksana, tidak hanya menuruti
hawa nafsu semata-mata. "Hmh...!"
Ki Saketi mendengus mendengar ucapan Arya. Memang,
dia juga mendengar ucapan yang ditujukan pada gadis itu.
Pemuda berpakaian ungu itu memang cukup keras bicaranya.
Tidak cukup hanya dengan dengusan dan raut wajah yang
mengejek, laki-laki berpakaian abu-abu ini terus menyambung
dengan ucapannya.
"Luar biasa...! Ada Iblis kotor yang mengucapkan kata-kata
seperti malaikat Lucu! Lucu sekali...!"
Amarah Ranti yang tadi sudah mulai surut, kembari bangkit
mendengar hinaan Ki Saketi. Aneh! K ini gadis itu tidak senang
mendengar Arya dihina! Pemuda berpakaian ungu itu
membiarkan saja orang menghinanya! Padahal, dengan
kepandaian yang dimiliki, hanya sekali kibas pasti nyawa
Kepala Desa Rangkong itu akan melayang ke alam baka. Tapi,
Arya tidak melakukannya! Bahkan Dewa Arak menelan
mentah-mentah saja semua hinaan itu.
Ternyata bukan hanya Ranti saja yang menjadi bangkit
amarahnya. Dewa Arak pun demikian pula. Ki Saketi sudah
terlalu menghinanya. Tapi meskipun begitu, dia masih
mencoba bersabar. Pasti ada alasan kuat sehingga membuat
laki-laki berkumis tebal itu bersikap demikian.
Lagi-lagi Arya menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat untuk meredakan amarah yang
menyesakkan dada.
Ranti tahu, Arya berbuat seperti itu untuk meredakan
amarahnya. Maka, dia pun ikut-ikutan bertindak serupa. Dan
memang setelah berkali-kali hal itu dilakukan, amarahnya
mulai turun kembali. Cara itu ternyata manjur juga! Apakah
amarah itu keluar bersama dengan keluarnya napas yang
dihembuskan, Ranti sama sekali tidak tahu.
Berbeda dengan sebelumnya, kini Ranti sama sekali tidak
berani bertindak lancang. Dia tahu, dirinya belum tentu bisa
menahan amarah. Maka diputuskan untuk menyerahkan saja
masalah itu pada Dewa Arak
"Kau boleh memakiku apa saja, Ki," kata Arya datar, tapi
dengan suara bergetar.
Dari sini saja sudah bisa diterka kalau Dewa Arak dilanda
amarah. Sehingga walaupun bisa menahannya, tapi tetap saja
tidak bisa mengatur suaranya. "Yang jelas, kami bukan pelaku
pembunuhan itu,"sambung Dewa Arak.
Arya menghentikan ucapannya sejenak, untuk meredakan
napasnya yang memburu. Ternyata dalam keadaan dikuasai
amarah, deru napasnya jadi seperti orang habis berlari jauh.
"Perlu kau ketahui, Ki," sambung Dewa Arak lagi, "Kami sendiri tengah mencari
pelaku pembunuhan ini, karena tiga di
antara lima orang itu adalah saudara seperguruan kami."
Meskipun ucapan Arya ada bohongnya, tapi Ranti sama
sekali tidak menyelak. Dia tahu, kalau ucapan itu Arya
mewakili dirinya pula. Maka pemuda berambut putih
keperakan itu terpaksa berbohong dengan mengatakan tiga
orang murid Perkumpulan Pedang Perak sebagai saudara
seperguruannya.
Hanya senyum mengejek dan pandang mata penuh
penghinaan yang menyambut ucapan Dewa Arak. Dan itu
tidak hanya dilakukan Ki Saketi saja, tapi semua penduduk
yang berada di belakangnya.
"Kalau kau masih tidak percaya, perhatikan saja pakaian
yang dikenakan sahabatku ini."
Sambil berkata demikian, Arya menudingkan telunjuknya ke
arah Ranti. Mau tak mau, Ki Saketi dan rombongan penduduk
Itu mengarahkan perhatian ke arah yang sama. Dan memang,
pakaian yang dikenakan gadis berambut kepang itu ternyata
sama dengan pakaian tiga orang yang tergolek di tanah.
"Apa susahnya memalsukan pakaian seperti itu, Iblis Keji"!"
Tirta ikut angkat suara.
"Kalau kami ingin membunuh kalian semua, sama
mudahnya dengan membuang ludah ke tanah!" Ranti yang
sudah memutuskan untuk tidak ikut campur, jadi tak tahan
juga. "Mengapa kalian tidak lakukan"!" tantang Ki Saketi tak
kalah keras. "Karena kami bukan pembunuhnya, Ki...!" sahut Arya,
cepat Pemuda berambut putih keperakan itu khawatir, .Ranti
akan meluap amarahnya.
"Keparat..!" Ranti menggeram.
Dan begitu ucapannya selesai, kedua tangannya dihentakkan ke samping.
Wuttt..! Hembusan angin keras meluruk dari kedua tangan yang
dihentakkan itu, dan.... Blarrr...!
Suara keras terdengar begitu tanah yang terkena pukulan
jarak jauh itu terbongkar. Debu seketika mengepul tinggi ke
udara. Dan begitu kumpulan debu itu sirna, terbentuk sebuah
lubang yang cukup untuk mengubur mayat lima orang
sekaligus! Semula Arya terkejut begitu melihat Ranti terlihat seperti
akan melakukan sesuatu, dan sudah bersiap-siap mencegah.
Tapi begitu dilihatnya sasaran yang dituju gadis berpakaian
biru itu, gerakannya cepat di tahan.
Ki Saketi dan seluruh rombongan penduduk Desa Rangkong
terbelalak melihat hal itu. Tanpa sadar, mereka semua
melangkah mundur dua tindak. Seketika ciut hati mereka
melihat hasil tindakan gadis berpakaian biru itu.
"Apakah tubuh kalian lebih keras daripada itu"!" ejek Ranti
keras. "Ketahuilah.... Hanya empat kali kulepaskan pukulan
seperti itu, kalian semua sudah tewas dengan tubuh hancur
lebur! Apalagi kawanku ini! Kepandaiannya jauh berada di
atasku! Mungkin hanya sekali hentakan tangan, kalian semua
sudah tewas dengan seluruh tubuh tercerai berai!"
Tidak terdengar lagi adanya sambutan dari mulut para
penduduk Desa Rangkong. Bahkan Ki Saketi pun kali ini tidak
mengucapkan separah kata pun. Laki-laki berpakaian abu-abu
ini memang terkejut bukan main melihat pertunjukan yang
terjadi di hadapannya.
"Apa yang dikatakan kawanku itu benar, Ki," sambung
Dewa Arak "Kalau kami ingin membunuh, sama mudahnya
dengan membuang ludah ke tanah. Tapi kami bukan orang
seperti itu. Justru kami tengah mencari orang yang telah
melakukan pembunuhan terhadap kawan kami. Percayalah, Ki.
Kami bukan orang jahat"
Kali ini tidak ada alasan bagi K i Saketi untuk tidak percaya.
Telah terlihat bukti kehebatan gadis berpakaian biru. Ngeri
juga membayangkan, bagaimana seandainya pukulan itu
diarahkan pada mereka semua. Belum lagi kalau yang
melakukannya adalah pemuda berambut putih keperakan itu.
Bukankah gadis berambut kepang itu mengatakan kalau
kawannya memiliki kepandaian jauh di atasnya"
"Maafkan, kami telah salah menduga, Anak Muda," ucap
Kepala Desa Rangkong terbata-bata. "Maklum, kami telah
berkali-kali dilanda musibah. Sehingga, maklumlah kalau kami
mencurigai kalian berdua. Apalagi, kalian berada di antara
mayat-mayat itu!" Sambil berkata demikian, Ki Saketi
menudingkan telunjuk ke arah mayat-mayat yang tergolek di
belakang Dewa Arak dan Ranti. Tampak kalau tangan laki-laki
berkumis tebal itu menggigil, karena jelas tengah dilanda
perasaan ngeri yang amat sangat.
Meskipun merasa geli melihat hal itu, Dewa Arak mampu
menutupinya sehingga tidak tampak pada raut wajahnya. Raut
wajah pemuda berambut putih keperakan itu tetap tenang,
tidak tampak adanya gambaran perasaan apa pun.
Namun tidak demikian halnya dengan Ranti. Gadis
berpakaian biru itu merasa geli bukan main. Betapapun telah
diusahakan untuk tidak menampakkannya, tapi tetap saja
tidak mampu. Mulutnya yang berbentuk
indah itu mengembangkan senyum. Itulah sebabnya kepalanya
ditundukkan sehingga senyuman itu tidak terlihat.
"Kalau boleh kami tahu, apa yang terjadi di desamu, Ki"
Dan mengapa kalian semua pergi berbondong-bondong
begini" Apakah kalian semua hendak mengungsi?" tanya Arya
sambil mengedarkan pandangan ke arah rombongan
penduduk yang berdiri belakang Ki Saketi.
"Hhh ..."
Laki-laki berpakaian abu-abu itu tidak langsung menjawab
pertanyaan Arya. Ki Saketi lebih dulu menghela napas berat,
seperti hendak membuang masalah yang memberatkan
dadanya. "Desa kami telah dilanda musibah, Anak Muda' tutur Kepala
Desa Rangkong itu pelan. Kemudian secara gamblang
diceritakannya pada Dewa Arak, akan apa yang terjadi di
desanya. Arya mendengarkannya penuh perhatian. Sama sekali
cerita Kepala Desa Rangkong Itu tidak diselaknya. Beberapa
kali dahinya berkernyit begitu mendengar cerita demi cerita
yang keluar dan mulut Ki Saketi.
"Begitulah ceritanya, Anak Muda," kata Iaki-laki berpakaian
abu-abu ini menutup ceritanya. "Sehingga, mau tak mau kami
terpaksa mengungsi kalau tidak ingin mati konyol. Padahal,
sebenarya kami merasa berat hati untuk meninggalkan tempat
tinggal kami."
"Bisa kau ceritakan, bagaimana keadaan tubuh penduduk
yang keracunan air sungai itu, Ki?" Ranti yang diam-diam


Dewa Arak 22 Maut Dari Hutan Rangkong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengarkan cerita Ki Saketi buru-buru bertanya. Nada
suaranya terdengar tegang, setegang raut wajahnya.
Ki Saketi mengernyitkan alisnya mendengar nada tegang,
baik dalam suara maupun raut wajah gadis berpakaian biru
itu. Memang Kepala Desa Rangkong itu merasa heran juga.
Semula, Arya pun merasa heran ketika Ranti menanyakan
hal itu. Tapi ketika teringat kalau gadis berpakaian biru ini
tengah mencari jejak orang yang telah membawa Iari kitab
pusaka perkumpulannya dia tidak merasa heran lagi. Bahkan
jadi ikut mendengarkan jawaban yang akan diberikan Ki
Saketi. "Sekujur kulit mereka memerah, seperti udang rebus.
Merah dan hancur seperti membusuk. Dan lagi, sepertinya
racun itu gatal bukan main. Karena kulihat sebelum tewas,
tangan mereka semua sibuk mencakar sekujr kulit"
"Ilmu 'Tangan Racun Pasir Merah',..," desis Ranti tajam.
"Kau tidak keliru, Ranti?" desak Dewa Arak
"Tidak" sahut gadis berambut kepang itu yakin. "Memang
begitu akibat yang ditimbulkannya."
"Kalau begitu, kita harus cepat ke sana, Ranti..!" ajak Dewa
Arak memutuskan. "Sebelum malapetaka ini menjalar ke desadesa sekitar."
"Kau benar, Arya."
Untuk pertama kalinya, gadis berpakaian biru ini memanggil
nama pemuda berambut putih keperakan itu. Tapi karena
perasaan tegang yang melanda, baik Dewa Arak maupun
Ranti sama sekali tidak memperhatikan perubahan panggilan
itu. "Ki! Kami akan pergi untuk mencari mereka. Tolong
kuburkan mayat-mayat itu...!"
Tanpa menunggu jawaban Kepala Desa Rangkong, Dewa
Arak dan Ranti me lesat meninggalkan tempat itu. Tujuan
mereka sudah jelas. Hutan Rankong.
Dewa Arak dan Ranti berlari cepat mengerahkan Ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki untuk tiba di Hutan
Rangkong secepatnya.
Berkat ilmu meringankan tubuh yang telah mencapai
tingkat tinggi, Dewa Arak tidak begitu kesulitan mengimbangi
lari Ranti. Bahkan kalau mau, akan mampu melewatinya.
Dalam waktu tak lama, Hutan Rangkong kini telah tampak di
depan mata. Tanpa mengurangi kecepatan sedikit pun, Arya dan Ranti
terus berlari. Dan sesaat kemudian, mereka telah memasuki
mulut Hutan Rangkong.
Sesampainya di sini, Dewa Arak dan Ranti menghentikan
larinya. Mereka lalu me langkah perlahan-lahan seraya
mengedarkan pandang ke sekeliling. Sekujur otot dan urat
syaraf di tubuh sepasang muda-mudi itu menegang waspada,
bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Selangkah demi selangkah Dewa Arak dan Ranti semakin
jauh masuk ke dalam hutan. Dan selama itu, tidak tampak
adanya sesuatu yang mencurigakan. Padahal, telah tak
terhitung lagi semak-semak dan pepohonan yang disibak
dalam usaha menemukan tokoh yang telah menimbulkan
kekacauan itu. "Kau dengar suara itu, Ranti?" tanya Dewa Arak ketika
samar-samar telinganya menangkap adanya suara.
Ranti menggelengkan kepala. "Apakah kau mendengarnya?"
Arya mengangguk
"Arahnya dari sebelah sana...!" sahut Dewa Arak sambil
menudingkan telunjuknya ke arah Timur.
"Kalau begitu, mari kita ke sana..!" Ranti menanggapi
penuh semangat.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Arya dan gadis
berambut kepang itu melangkah cepat ke arah Timur.
"Kau benar, Arya...!" kata Ranti tiba-tiba.
"Kau juga mendengar suara itu, Ranti?"
"Ya. Sekarang aku mendengarnya," jawab gadis berpakaian
biru itu seraya mempercepat langkahnya
Semakin lama, suara yang terdengar semakin jelas.
"Suara itu berasal dari balik semak-semak itu. Kang Arya."
Tanpa sadar, lagi-lagi Ranti merubah panggilannya. Dan
seperti juga sebelumnya, Dewa Arak sama sekali tidak
menyadarinya. Dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara, Arya dan
Ranti menghampiri kerimbunan semak-semak Masih bersikap
hati-hati pula. Dewa Arak menyibaknya. Lalu bersama-sama,
sepasang muda-mudi itu mengintai dari kerimbunan semaksemak yang dikuak Arya. Begitu dekatnya wajah-wajah
mereka, sampai-sampai kedua pipi sepasang muda-mudi itu
hampir bersentuhan.
Dada Arya seketika berdebar keras. Hidungnya mencium
adanya bau harum yang menebar dari tubuh gadis berpakaian
biru itu. Seketika itu juga wajahnya memerah. Terus terang,
ada keinginan yang mendorongnya untuk memeluk tubuh
Ranti. Dan itu wajar saja, karena Arya adalah seorang pemuda
yang masih berdarah panas.
Perasaan yang bergolak akibat pipinya bersentuhan dengan
pipi gadis berambut kepang itu membuat pikiran Arya buntu.
Hampir-hampir pembicaraan dua sosok tubuh di balik semaksemak yang tengah berdiri berhadapan dalam jarak sekitar
dua tombak tidak bisa ditangkapnya.
"Sekarang, jangan harap kau akan bisa mengalahkanku
lagi, Bidadari Sabuk Emas...!" teriak seorang laki-laki bertubuh
tinggi besar berpakaian serba hitam dan bercambang bauk
lebat. Sebuah topi berbentuk setengah tempurung kelapa
bertengger di alas kepalanya.
Arya dan Ranti yang mendengar julukan yang disebut
kakek tinggi besar itu merasa geli bercampur heran. Mengapa
orang setua nenek itu berjuluk bidadari" Sama sekali
keduanya tidak tahu kalau julukan itu didapat waktu nenek itu
masih muda dan cantik jelita.
"Ha ha ha...! Jangan besar kepala karena telah berhasil
mempelajari ilmu curian itu, Raja Iblis Baju Hitam!" sambut
nenek berpakaian merah muda dan berambut panjang yang
memang Bidadari Sebuk Emas. "Akan kubuktikan kalau dalam
pertemuan kali ini, akulah yang akan memenangkan
pertarungan. Dan, kau terpaksa harus berlatih keras lagi."
"Akan kau lihat sendiri buktinya, Bidadari Sabuk Emas! K ita
buktikan, siapa di antara kita yang patut bergelar datuk!"
Setelah berkata demikian, laki-laki tinggi besar itu sudah
siap untuk bergebrak Tapi....
"Tunggu dulu, Raja Iblis!" Bidadari Sabuk Emas
menjulurkan kedua tangannya ke depan. "Aku mendengar ada
suara aneh. Jangan-jangan, ada orang yang tengah mengintai
kita." Raja Iblis Baju Hitam pun menghentikan gerakannya.
Kepalanya pun ditolehkan ke arah yang sama dengan
pandangan Bidadari Sabuk Emas. Dia memang tidak
mendengar suara apa pun, karena tadi tengah berteriakteriak. Melihat kedua tokoh sesat itu telah mengetahui tempat
persembunyian mereka, mau tak mau Dewa Arak keluar dari
tempat persembunyiannya. Kemudian dihampirinya kedua
tokoh sesat yang berdiri diam menunggu.
Ranti pun terpaksa mengikuti. Diam-diam gadis berpakaian
biru itu merasa heran, mengapa Arya sampai mengeluarkan
suara napas menderu yang membuat tempat persembunyian
mereka diketahui" Memang, deru napas Dewa Araklah yang
membuat persembunyian mereka diketahui.
"Kau kenal kedua tokoh itu, Ranti?" tanya Arya pelan untuk
menutup perasaan malunya. Diam-diam dia memaki dirinya
sendiri, mengapa sampai bisa terpengaruh"
"Kenal sih, tidak. Tapi guruku telah menceritakan siapa
adanya mereka," jawab gadis berambut kepang itu. "Mereka
adalah datuk-datuk dunia persilatan. Tapi sekitar dua tahun
yang lalu, Raja Iblis Baju Hitam menghilang dari dunia
persilatan, dan tidak terdengar beritanya lagi. Orang mengira
dia te lah mati."
"Rupanya dia mengasingkan diri untuk memperdalam
ilmunya, karena telah dikalahkan Bidadari Sabuk Emas.
Bahkan sampai-sampai mencuri kitab pusaka perkumpulanmu," tambah Dewa Arak.
Ranti hanya menganggukkan kepala pertanda membenarkan ucapan Dewa Arak.
"Bagaimana dia bisa masuk ke perkumpulanmu dan
mencuri kitab?" tanya Arya sambil terus melangkah
menghampiri kedua tokoh sesat itu dengan sikap waspada.
"Menerobos masuk ke dalam perkumpulan dengan
menewaskan beberapa orang penjaga, tanpa ada seorang pun
yang tahu," keluh Ranti. "Baru pada pagi harinya, kami semua
mengetahuinya Maka guru cepat-cepat memerintahkan untuk
mencari pencuri itu."
"Hi hi hi...! Dewa Arak rupanya telah menjadi pengintai
hina"!" Bidadari Sabuk Emas langsung mengejek.
Nenek ini memang telah lama mendengar semua tentang
Arya. Baik mengenai ciri-cirinya, maupun sepak terjangnya.
Maka bisa langsung ditebak tepat, siapa pemuda berambut
putih keperakan itu.
"Dewa Arak..."!"
Hampir berbareng Ranti dan Raja Iblis Baju Hitam
menggumamkan nama itu, sama-sama dengan nada
keterkejutan. Ranti memang sama sekali tidak menduga kalau
pemuda yang selama ini berada bersamanya adalah pemuda
yang menggemparkan dunia persilatan itu. Padahal, semua
tokoh persilatan telah didengar dari gurunya. Dan Dewa Arak
adalah salah satu di antara orang yang disebut gurunya.
"Tapi, benarkah Arya adalah Dewa Arak" Ah! Mengapa aku
begitu pelupa! Bukankah guru telah mengatakan kalau nama
asli Dewa Arak adalah Arya Buana. Dan pemuda berambut
putih keperakan itu pun telah menyebutkan namanya. Arya
Buana! Mengapa aku jadi begitu bodoh?" maki Ranti dalam
hati. Ranti terdiam, seperti mengutuk diri sendiri. Dia
sebenarnya ingin memperjelas keingintahuannya tentang
Dewa Arak. Tapi saat ini mereka tengah bersikap waspada
terhadap dua tokoh sesat yang selama ini dicari-cari. Ranti
hanya memendam pertanyaan itu dalam hati. Rasanya
memang tidak pantas untuk menanyakannya.
Sementara Ranti masih terpaku dengan kekagumannya
pada Dewa Arak, maka Arya sendiri telah berada sekitar dua
tombak di depan Bidadari Sabuk Emas dan Raja Iblis Baju
Hitam. Begitu sadar, gadis itu segera menghampiri Dewa Arak.
Dewa Arak sengaja membiarkan Ranti memilih lawannya.
Gadis berpakaian biru itu lalu bergerak menghampiri Raja Iblis
Baju Hitam. Jadi, Arya terpaksa melangkah menghampiri
Bidadari Sabuk Emas.
Nenek berpakaian merah muda itu tertawa terkekeh.
"Sudah lama aku berniat menjajal kepandaianmu, Dewa
Arak! Sungguh tidak kusangka kalau akhirnya bisa bertemu
denganmu...!"
Arya hanya tersenyum getir. "Bidadari Sabuk Emas...! Kau
harus mempertanggungjawabkan perbuatan kejimu yang telah
membunuh tiga orang murid Perkumpulan Pedang Perak!"
kata Dewa Arak keras, Dia memang ingin membuktikan pada
Ranti kalau pembunuh itu bukan dia!
Memang, begitu mendengar ucapan itu Ranti menoleh.
Gadis itu ingin mendengar jawaban nenek berpakaian merah
muda itu. "Hi hi hi...! Bukan hanya mereka saja yang kubunuh! Tapi
kau juga akan kubunuh, Dewa Arak...! Kau akan menemani
tiga orang monyet kecil yang berani menantangku!"
Mendengar ucapan ini, hati Dewa Arak lega. Dia telah
berhasil membuktikan kalau dia sama sekali tidak bersalah.
"Bersiaplah
kau, Dewa Arak...!" dengan bersikap sebagaimana layaknya orang gagah. Bidadari Sabuk Emas
berseru memperingatkan Lalu....
"Haaat..!"
Sambil berteriak me lengking nyaring, Bidadari Sabuk Emas
mencabut sabuknya. Dan secepat senjata andalannya
tercabut, secepat itu pula dilecutkannya ke arah ubun-ubun
Dewa Arak. Dewa Arak sejak tadi sudah bersiap siaga. Maka begitu
metihat sabuk yang meluncur deras ke arah ubun-ubunnya,
cepat dia melompat ke belakang. Langsung dijumputnya guci
arak yang bertengger di punggung.
Ctaar...! Ledakan keras terdengar begitu ujung sabuk Bidadari
Sabuk Emas mengenai tempat kosong.
Pada saat yang sama ketika kedua kakinya hinggap di
tanah, Dewa Arak menuangkan arak ke dalam mulutnya.
Gluk... gluk... gluk..!
Suara tegukan yang cukup nyaring terdengar ketika arak
itu melewati tenggorokan Dewa Arak. Seketika itu juga ada
hawa hangat yang berputar di dalam perut Arya, kemudian
merayap naik ke atas kepala. Sekejap saja, kedua kaki Dewa
Arak pun oleng.
Di saat itulah, serangan sabuk nenek berambut panjang ini
kembali menyambar ke arah Dewa Arak. Tapi dengan jurus
'Delapan Langkah Belalang', pemuda berambut putih
keperakan itu berhasil mengelakkannya
Sesaat kemudian, keduanya sudah terlibat dalam sebuah


Dewa Arak 22 Maut Dari Hutan Rangkong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertarungan sengit dan menarik. Kedua gerakan itu samasama meliuk-liuk. Baik gerakan sabuk Bidadari Sabuk Emas,
maupun gerakan Dewa Arak yang sempoyongan ke sana
kemari dalam penggunaan ilmu 'Belalang Sakti'.
Sementara itu, Ranti telah berdiri berhadapan dengan Raja
Iblis Baju Hitam.
"Jadi, rupanya kau yang telah mencuri kitab pusaka
perkumpulan kami, Raja Iblis!" desah Ranti penuh geram.
"Ha ha ha...! Kalau benar begitu, kau mau apa, Bocah"!"
sahut Raja Iblis Baju Hitam kalem. Nada suaranya-terdengar
meremehkan sekali.
"Membunuhmu!"
Setelah berkata demikian, Ranti langsung mencabut
pedangnya. Dan secepat pedang itu tercabut, secepat itu pula
dibabatkan cepat ke arah leher.
Ngunggg...! Suara mengaung keras terdengar mengiringi tibanya
serangan pedang itu.
Raja Iblis Baju Hitam terperanjat melihat hal ini. Sungguh
tidak disangka kalau serangan gadis berpakaian biru itu begitu
dahsyat. Suara mengaung keras yang mengiringi tibanya
serangan telah menunjukkan kekuatan tenaga dalam yang
terkandung di dalamnya. Maka laki-laki berpakaian hitam ini
tidak berani bertindak main-main Cepat-cepat tubuhnya
direndahkan. Dan.... Wusss...!
Pedang Ranti menyambar lewat di atas kepalanya, hanya
berjarak setengah jengkal. Rambut dan sekujur pakaian yang
dikenakan Raja Iblis Baju Hitam ini sampai berkibar keras. Dari
sini saja sudah bisa diperkirakan betapa kuatnya tenaga dalam
yang terkandung dalam serangan itu.
Serangan gadis berambut kepang ini ternyata tidak hanya
sampai di s itu saja. Begitu babatannya berhasil dielakkan, kaki
kanannya langsung mencuat ke arah perut Dan karena sikap
tubuh laki-laki bercambang bauk lebat Itu tengah menunduk,
serangan kaki itu jadi mengancam dada.
Wuttt...! Deru angin keras mengiringi tibanya serangan Ranti.
Raja Iblis Baju Hitam terperanjat. Tokoh sesat yang
menggiriskan ini memang tidak menyangka kalau serangan
susulan lawan akan datang begitu cepat. Maka tanpa
membuang-buang waktu lagi, tubuhnya dilempar ke belakang.
Lalu, dia bersalto beberapa kali di udara, dan mendarat
beberapa tombak dari tempatnya semula.
Ranti sama sekali tidak memberi lawan kesempatan. Begitu
lawan melempar tubuh ke belakang, tubuhnya segera melesat
memburu. Pedang di tangannya meluncur cepat ke arah
lawan, diiringi suara mengaung menggetarkan jantung.
Berbahaya sekali serangan yang dilancarkan gadis
berpakaian biru itu. Apalagi, saat itu tubuh Raja Iblis Baju
Hitam tengah berada di udara.
Meskipun begitu, tidak percuma laki-laki berpakaian hitam
ini menjadi seorang datuk sesat. Di saat yang berbahaya ini
serangan itu masih sanggup dielakkan. Tubuhnya menggeliat
di udara, sehingga serangan itu tidak mengenai sasaran.
Berbareng hinggapnya kedua kaki Ranti di tanah, Raja Iblis
Baju Hitam pun mendaratkan kakinya pula di tanah. Dan
secepat kedua pihak berada di tanah, secepat itu pula saling
menyerang dahsyat Pertarungan sengit dan mati-matian pun
terjadi. Di arena lain, Dewa Arak pun tengah berjuang keras
menaklukkan lawannya. Ilmu 'Belalang Sakti' miliknya
dikeluarkan sampai ke tingkat akhir. Kedua tangannya, guci,
dan juga semburan-semburan araknya dikeluarkan. Beberapa
kali sambil mengelakkan serangan lawan, Dewa Arak
menenggak araknya. Suara tegukan pun kembali terdengar di
sela-sela ledakan sabuk Bidadari Sabuk Emas.
Memang, pertarungan yang berlangsung antara Dewa Arak
dan Bidadari Sabuk Emas berlangsung seru dan menarik.
Perempuan tua itu memang telah mendengar kelihaian
lawannya. Maka sudah sejak semula senjata andalannya
dikeluarkan. Bahkan langsung menyerang dengan mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimiliki.
Karena kedua belah pihak sama-sama memiliki ilmu
meringankan tubuh yang tinggi pertarungan yang terjadi pun
berlangsung cepat. Yang tampak hanyalah kelebatan
bayangan kemerahan dan ungu, yanq terkadangg saling belit
Tapi, tak jarang pula saling pisah.
Di antara kelebatan cahaya ungu dan merah, tampak
meliuk-liuk sabuk yang berwarna kuning keemasan.
Memang luar biasa permainan sabuk nenek berpakaian
merah muda itu. Terkadang sabuk itu me lecut mengeluarkan
ledakan nyaring seperti gelegar halilintar, tapi tak jarang pula
menegang kaku seperti sebatang tombak dan meluncur cepat
ke arah berbagai bagian tubuh Dewa Arak. Bahkan tak kalah
seringnya pula sabuk itu meliuk-liuk laksana seekor ular,
sehingga sukar diterka ke mana arah yang dituju.
Perubahan permainan sabuk itulah yang merepotkan Dewa
Arak. Sehingga sampai puluhan jurus berlangsung, lawannya
belum mampu didesak. Perubahan permainan sabuk itu
berlangsung secara tiba-tiba dan tak terduga sehingga
menyulitkannya. Dan inilah yang membuat Arya kewalahan
menghadapinya. Bukan hanya Arya saja yang merasa penasaran Bidadari
Sabuk Emas pun dilanda perasaan yang sama. Seluruh
kemampuannya dalam memainkan sabuk telah dikerahkan,
tapi tetap saja tidak satu pun serangannya yang berhasil
mengenai tubuh lawan. Jangankan mengenai, mendesak pun
tidak mampu. Tak terasa puluhan jurus telah berlalu. Kini pertarungan
telah menginjak jurus keseratus. Tapi sampai selama itu,
pertarungan masih berlangsung seimbang.
Tidak nampak ada tanda-tanda, siapa yang akan keluar
sebagai pemenang. Wuttt..!
Pada jurus yang keseratus dua puluh tujuh, untuk yang
kesekian kalinya sabuk di tangan Bidadari Sabuk Emas meliukliuk. Kemudian secara tidak terduga-duga, menotok ke arah
pelipis seperti ular mematuk.
Cepat gerakan sabuk itu, tapi masih lebih cepat lagi
gerakan Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan itu
memiringkan kepalanya sehingga patukan sabuk itu mengenai
tempat kosong. Dan...
Prrruh...! Arya menyemburkan arak yang sejak tadi berada dalam
mulutnya Seketika Itu juga, butiran-butiran arak itu me luncur
cepat ke arah Bidadari Sabuk Emas.
Nenek berpakaian merah muda Itu terkejut bukan main
mendapat serangan yang tidak disangka-sangka. Tak terpikir
olehnya akan serangan itu, karena Arya tidak terlihat
meminum araknya. Sama sekali tidak disangka kalau Arya
memang sengaja menyimpannya.
Dengan agak gugup, Bidadari Sabuk Emas menundukkan
kepalanya. Meskipun begitu, dia berhasil pula menyelamatkan
diri. Dia tahu, arak yang disemburkan Dewa Arak tidak bisa
dibuat main-ma in. Semburannya tak ubahnya luncuran panah!
Bila terkena kulit, pasti akan luka-luka. Bahkan bila terkena
mata, pasti akan hancur.
Dan nenek berambut panjang Ini sama sekali tidak
menyangka kalau serangan itu hanya pancingan saja.
Tappp...! Ujung sabuk itu berhasil ditangkap Dewa Arak,
dan pemuda itu langsung membetotnya.
"Ah...!" Bidadari Sabuk Emas menjerit kaget ketika
tubuhnya tertarik ke depan dan melayang di udara.
Perempuan tua itu memang tidak menyangka kalau Dewa
Arak mampu menangkap sabuknya!
Dewa Arak sengaja melakukannya untuk mengalihkan
perhatian nenek itu dari sabuknya. Dan mendadak.... Tappp...!
Ujung sabuk itu telah berhasil ditangkap Dewa Arak yang
langsung membetotnya begitu sabuk itu telah dicengkeramnya.
"Ah...!"
Bidadari Sabuk Emas menjerit kaget ketika tubuhnya tertarik ke depan
dan melayang di udara.
Perempuan tua itu memang
tidak bersiap menghadapinya. Dan di saat tubuh nenek
berpakaian merah muda itu
tengah berada di udara, Arya
melepaskan pegangan tangannya. Dan dengan gerakan sukar diikuti mata,
gucinya disampirkan kembali
di punggung. Dan secepat
guci itu tersampir, secepat itu
pula Arya menghentakkan kedua tangannya ke depan. Inilah
jurus 'Pukulan Belalang'. Wusss...!
Angin keras berhawa panas menyengat meluncur ke arah
tubuh Bidadari Sabuk Emas. Seketika nenek berpakaian merah
muda itu terperanjat dan berusaha mengelak sebisa-bisanya.
Tapi.... Bressss... Jeritan menyayat keluar dari mulut nenek berambut
panjang itu, tatkala angin pukulan Dewa Arak menghantam,
telak dan keras dadanya. Seketika itu juga, tubuh Bidadari
Sabuk Emas terlempar jauh ke belakang . Nenek berambut
panjang ini gagaI menyelamatkan diri. Keadaan tubuhnya
yang tengah berada di udara menyulitkannya untuk mengelak.
Tambahan lagi, dia masih terbawa tarikan Dewa Arak tadi.
Brukkk..! Suara berdebuk keras terdengar ketika tubuh Bidadari
Sabuk Emas menghantam tanah. Seketika itu juga nyawanya
terlepas dari raga. Dia kini tewas dalam keadaan
menyedihkan. Sekujur tubuhnya hangus terbakar. Samarsamar tercium bau sangit daging terbakar.
Sementara itu jerit kematian Bidadari Sabuk Emas
membuat Raja Iblis Baju Hitam terperanjat. Seketika itu juga
perhatiannya terpecah. Padahal bagi seorang tokoh tingkat
tinggi yang tengah bertarung, kelengahan lawan betapapun
kecilnya, adalah sebuah kesempatan untuk memasukkan
serangan. Apalagi pertarungan antara Raja Iblis Baju Hitam dan Ranti
memang berjalan seimbang sejak tadi Maka ketika laki-laki
berpakaian hitam itu lengah, pedang di tangan Ranti meluncur
cepat ke arah dadanya. Dan....
Cappp...! Pedang Ranti menghunjam dalam di perut laki-laki
berpakaian hitam itu hingga tembus ke punggung. Kontan
darah segar muncrat dari bagian tubuh yang terluka.
"Hih...!"
Ranti segera mencabut pedangnya. Maka darah segar
kembali berhamburan dari bagian tubuh yang terluka. Dan
bukan hanya itu saja yang dilakukannya. Kakinya pun
menendang cepat ke arah dada Raja Iblis Baju Hitam.
Desss...! Suara berderak keras terdengar ketika tulang-tulang dada
laki-laki berbaju hitam itu hancur berantakan. Seketika
nyawanya pun melayang seiring melayangnya tubuhnya ke
belakang. Ranti bergegas menghampiri mayat Raja Iblis Baju Hitam.
Segera disobeknya bagian baju tokoh sesat itu. Dugaannya
ternyata benar. Kitab pusaka perkumpulannya berada di balik
baju Raja Iblis Baju Hitam.
Gadis berpakaian biru ini tersenyum gembira. Semua jerih
payahnya ternyata tidak sia-sia. Diperhatikannya kitab yang
bertuliskan Ilmu Tangan Racun Pasir Merah, dengan pandang
mata berbinar-binar. Kemudian kepalanya menoleh untuk
memberi tahu Dewa Arak.
Tapi tidak ada seorang pun yang dijumpainya di situ.
Suasana di sekeliling tempat itu sepi-sepi saja. Walau Ranti
telah mengedarkan pandangan ke sekeliling, tetap saja
bayangan tubuh Dewa Arak tidak terlihat
Karuan saja hal ini membuat Ranti merasa cemas bukan
main. Segumpal perasaan cemas menyeruak. Segumpal
perasaan cemas menyeruak di hatinya, karena takut Dewa
Arak telah pergi meninggalkannya.
"Kang Arya...!"
Dalam puncak kecemasan yang menggelegak Ranti
berteriak memanggil. Tak tanggung-tanggung lagi seluruh
tenaga dalamnya dikerahkan sewaktu memanggil. Akibatnya
sudah bisa diduga. Suara keras yang memekakkan telinga
terdengar mengoyak kesunyian Hutan Rangkong.
Ranti menunggu sesaat Tapi sampai jemu menanti, orang
yang diharapkan tidak juga kunjung datang. Hanya gema
suaranya yang bersahut-sahutan menyambut panggilannya.
"Kang Arya...!"
Ranti memanggil lagi dengan suara lebih keras, tapi tetap
saja orang yang dipanggilnya tak kunjung
Baru saja hendak memanggil lagi, gadis berpakaian biru ini
segera mengurungkan niatnya. Pandangannya tertumbuk
pada sebuah benda yang terpacak di pohon.
Benda itu adalah selembar kain yang menempel di batang


Dewa Arak 22 Maut Dari Hutan Rangkong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pohon, karena ditusuk sebatang ranting kecil. Jelas
membutuhkan tenaga dalam tinggi untuk membuat ranting
kecil yang lemah itu mampu menembus batang pohon yang
demikian keras.
Ranti segera menghampiri. Dan seperti yang sudah diduga,
ada deretan huruf-huruf yang tertera di atasnya. Dengan agak
tergesa-gesa dibacanya huruf-huruf itu.
Ranti.... Aku ikut merasa gembira, karena kau telah berhasil
menunaikan tugas yang diberikan gurumu. Aku pergi dulu.
kelak kita akan bertemu kembali.
Ranti segera mencampakkan ranting itu, dan meremas kain
yang bertuliskan pesan Arya hingga hancur luluh. Kemudian
sekali menggerakkan kaki, tubuhnya telah melesat pergi dari
situ. Sementara di kejauhan, Dewa Arak tengah melangkah
perlahan-lahan dengan perasaan lega. Kembali sebuah tugas
menentang kejahatan telah berhasil diselesaikannya dengan
baik SELESAI Serial Dewa Arak
dalam episode Maut dari Hutan Rangkong
"Guradi...!" Jatmika menjerit keras begitu melihat putranya
tergantung di atas pohon. Sementara Banyupaksi hanya diam
terpaku Ternyata musibah itu tidak sampai di situ saja. Kematian
demi kematian dalam keadaan mengerikan terus menimpa
penduduk Desa Rangkong.
Ranti, seorang murid wanita utusan Perkumpulan Pedang
Perak berusaha menyingkap rahasia pembunuhan ini. Gadis
cantik jelita itu memang tengah mencari kitab pusaka
perkumpulannya. Kitab yang berisikan ilmu 'Tangan Racun
Pasir Merah'. Siapakah orang yang telah mencuri kitab perkumpulannya"
Dan siapa pula orang yang menyebar Maut dari Hutan
Rongkong" Lalu mengapa Dewa Arak dituduh sebagai
pembunuhnya oleh Ranti"!
Tiga Naga Sakti 20 Sang Penerus Seri Arya Manggada 3 Karya S H Mintardja Raja Pedang 1

Cari Blog Ini