Ceritasilat Novel Online

Misteri Hutan Larangan 3

Pendekar Mata Keranjang 19 Misteri Hutan Larangan Bagian 3


dengannya, setidak-tidaknya kau pernah bertemu
dengannya!" kata Dewi Tengkorak Hitam seraya usap-usap lengannya yang masih
terasa nyeri akibat terhempas dari lubang tadi.
"Aku memang telah mencoba mendugaduga siapa adanya orang ini, namun sejauh ini
belum berhasil! Namun yang pasti, di balik semua ini ada dua orang!"
Tiba-tiba Pendekar Mata Keranjang teringat
pada Dewi Bayang-Bayang dan Setan Arak.
"Bagaimana dengan Dewi Bayang-Bayang
dan Setan Arak" Apa mereka juga akan menyusul
ke sini"!"
Selagi Aji memikir begitu, tiba-tiba terdengar kembali suara tawa mengekeh panjang. Begitu suara tawa lenyap, terdengar orang berucap.
?"Pendekal Mata Kelanjang! Kau tak usah gelisah, kedua temanmu itu pasti akan
sampai juga ke sini. Dan kalian akan mati belsamasama!" Begitu habis suara orang cedal, mendadak terdengar suara gemerisik.
Pendekar 108 dan De-wi Tengkorak Hitam sama-sama mendongak ke
samping. Semak belukar yang membentuk anak
tangga sebelah belakang tampak bergoyanggoyang. Dan sekejap kemudian menyeruak dua
sosok bayangan.
Bayangan yang pertama yang ternyata tubuh Setan Arak terlihat menukik deras lalu berputar-putar jungkir balik sebelum akhirnya
'bukkk' terhempas dengan telentang di lantai
ruangan. Dan sebelum orang tua ini sempat bergerak bangkit, terlihat bayangan yang kedua yang ternyata tubuh Dewi BayangBayang yang muncul dengan menukik dan langsung terjerembab telungkup. Bukan di atas lantai ruangan, melainkan di atas tubuh Setan Arak!
"Keparat! Kau berani raba-raba tubuhku!"
teriak Dewi Bayang-Bayang seraya mendelik. Namun dia tak segera bangkit dari atas tubuh Setan Arak. Malah sepasang kakinya
diuncang-uncangkan ke atas dengan bibir tersenyumsenyum!" ?"Nenek sialan! Apa kau kira tubuhmu masih pantas untuk diraba-raba" Tubuh
tinggal rongsokan tulang di mana letak nikmatnya"!?"
sentak Setan Arak balik memaki. Namun tak juga
geliatkan tubuhnya agar Dewi Bayang-Bayang
terguling dari atas tubuhnya. Sebaliknya kedua
tangannya bergerak menakup ke atas punggung
Dewi Bayang-Bayang! Hingga saat itu juga kedua
orang ini saling bergumul di atas lantai ruangan.
Sesaat kemudian terdengar kembali Dewi
Bayang-Bayang berteriak memaki.
"Laki-laki brengsek! Kau mencium bibirku!"
sambil memaki tangan kanannya diangkat ke atas
hendak menampar Setan Arak.
Di bawahnya, Setan Arak mendengus. Namun tak lama kemudian tertawa mengekeh. Tangan kirinya ikut-ikutan diangkat ke atas dan
mencekal bahu Dewi Bayang-Bayang, hingga
tamparan tangan sang nenek tertahan.
"Dasar perempuan! Sengaja minta cium saja marah-marah dahulu!"
"Jahanam! Kupecahkan mulutmu!" kini
tangan sang nenek sebelah kiri yang terangkat.
Paras Setan Arak meringis dengan mulut menganga, karena sewaktu akan menahan gerakan
tangan kiri si nenek, ternyata tangannya terjepit di antara tubuhnya dan tubuh
Dewi Bayang-Bayang. Namun kakek ini tak kehilangan akal.
Kepalanya digerakkan ke atas seakan hendak
mencium si nenek. Dewi Bayang-Bayang memaki
lagi panjang pendek. Dan mungkin takut jika Setan Arak benar-benar hendak menciumnya, dia
gulingkan tubuhnya ke samping. Saat itulah Setan Arak geser tubuhnya ke atas, hingga ketika
tangan kiri Dewi Bayang-Bayang benar-benar
menampar, yang terhajar adalah pantat sang kakek! "Astaga! Untung tidak ke tengah sedikit!
Dasar perempuan, mau menghajar saja pilih barang antik!" ujar Setan Arak seraya bangkit lalu tertawa ngakak!
Dewi Bayang-Bayang menyumpah habishabisan. Lalu bergerak bangkit dan merapikan
pakaiannya. Bibirnya terlihat tersenyum!
"Dasar orang gila! Nyawa sudah di ujung
tanduk masih juga bertawa ria!" maki Dewi Tengkorak Hitam seraya memberengut.
"Itulah nikmatnya orang-orang aneh. Tak
peduli keadaan dan situasi! Malah kalau bisa ingin bersenda gurau saat meregang nyawa!" sahut
Pendekar 108 sambil senyum-senyum.
"He...! Apa yang lucu"! Apa kau kira ini da-gelan, heh..."!" tiba-tiba Dewi
Bayang-Bayang membentak.
Pendekar Mata Keranjang tarik-tarik kuncir
rambutnya. Sejenak dia melirik pada Setan Arak.
Kakek ini ternyata telah tenggelam kembali dengan bumbung araknya.
"Repot menghadapi orang-orang aneh. Dia
berbuat lucu tapi tak boleh orang tertawa!" Pendekar 108 lantas melangkah ke
arah Dewi Bayang-Bayang. Dia hendak mengatakan sesuatu
agar si nenek tidak marah. Namun baru tiga
langkahan kaki, Setan Arak telah keluarkan ucapan. "Anak muda! Jangan heran. Itulah tanda-tandanya seorang nenek sedang
kasmaran! Melucu dianggap mendagel, mendagel dianggapnya
melucu! Ha.... Ha.... Ha...!"
"Dasar laki-laki gila! Apa dikira ucapannya itu lucu hingga tertawa begitu rupa,
heh..."! Hik.... Hik.... Hik...!" Dewi Bayang-Bayang ikut-ikutan tertawa cekikikan.
Mungkin karena saking
kerasnya, tanpa disadari dari bagian belakang tubuhnya terdengar suara mendesis
panjang. Pendekar 108 yang berada tak jauh dari
Dewi Bayang-Bayang segera takupkan tangannya
pada hidung, karena bersamaan dengan terdengarnya suara mendesis, menghampar bau busuk
menyengat! Dan serta-merta dia segera melompat
ke samping, ke dekat Setan Arak.
"He.... Ada apa"!" seru Setan Arak melihat perubahan pada Aji.
"Dia...," Pendekar 108 tak meneruskan
ucapannya, karena keburu bahunya terguncangguncang menahan tawa.
"Dia.... Dia kenapa"!" kejar Setan Arak sambil melangkah mendekat.
"Dia kentut...," jawab Pendekar 108 lalu turunkan tangan dari hidung untuk
mendekap mu- lutnya agar suara tawanya tidak terdengar. Di
sampingnya Setan Arak telah tertawa ngakak.
Dewi Bayang-Bayang bantingkan sepasang
kakinya. Dari mulutnya terdengar makian panjang pendek. Namun sesaat kemudian dia ikutikutan tertawa.
"Orang-orang edan!" gumam Dewi Tengkorak Hitam melihat tingkah ketiga orang di hadapannya. Selagi tawa riuh rendah melingkupi ruangan itu, tiba-tiba pintu yang ada pada salah satu sisi dinding terbuka. Seberkas
sinar putih mem-bersir keluar.
Ketiga orang sama-sama putus tawa masing-masing. Mata mereka memandang tajam ke
arah pintu. SEMBILAN MENDADAK terdengar suara tawa keras
membahana. Ruangan di mana mereka berada terasa bergetar hebat. Tatkala gelegar suara sirap, tahu-tahu di ambang pintu
terlihat sebuah kursi
besar berwarna merah. Di atasnya duduk sesosok
tubuh besar yang wajahnya ditutup dengan karung goni dan hanya menyisakan pada bagian
mata. Pakaian bawahannya berupa jubah besar
berwarna merah. Di sampingnya berdiri sesosok
tubuh yang wajahnya juga ditutup dengan karung
goni. Dia juga mengenakan jubah warna merah.
Di atas kepalanya tampak sebuah caping lebar.
Dewi Tengkorak Hitam terlihat terkesiap
dan surutkan langkah mundur. Sementara Pendekar Mata Keranjang membeliakkan sepasang
matanya seakan ingin mengenali siapa adanya
dua sosok yang berada di ambang pintu. Hanya
Dewi Bayang-Bayang dan Setan Arak yang terlihat
tenang-tenang saja. Malah Setan Arak tampak
mendongak lalu dekatkan bumbung bambu araknya. Sebentar kemudian dia tenggelam dalam gelegukan araknya. Sementara Dewi Bayang-Bayang
tersenyum-senyum sambil elus-elus rambutnya
yang tipis dan kaku!
"Hmm.... Pasti ini manusia yang menamakan dirinya Penguasa Hutan Larangan. Dugaanku
tidak meleset. Mereka ada dua orang! Siapa jahanam itu?" kata Pendekar 108 dalam hati.
"Manusia pengecut! Buka topeng kalian!
Tunjukkan siapa sebenarnya kalian!" teriak Dewi Tengkorak Hitam.
Sosok berjubah merah bercaping tertawa
mengekeh. Sejenak dia berpaling pada sosok yang
di atas kursi. Lalu luruskan kepalanya kembali
dan memandang satu persatu pada keempat
orang yang ada di ruangan.
"Anting Wulan! Kau tak usah meradang.
Saat kau dan teman-temanmu itu meregang nyawa, kau akan tahu siapa kami! Kami ingin kalian
mati dalam penasaran! Ha.... ha.... ha...!" Anting Wulan sejenak terkesiap.
Diam-diam membatin.
"Hm.... Dia mengetahui namaku. Siapa
bangsat ini sebenarnya"!" sambil membatin sepasang mata Anting Wulan memandang
tak berke- sip ke depan. Pendekar 108 mendekat ke arah Setan
Arak, lalu berbisik.
"Kek! Apa kau tak bisa mengenali siapa kira-kira mereka itu..."!"
"Puaaahhh! Apa untungnya mengenali tikus dalam karung! Tapi kalau boleh menebak,
tampang-tampang mereka pasti lebih jelek dari
tampangku. Karena di hadapanku saja susahsusahnya mereka mencari karung untuk bersembunyi! Gluk.... Gluk.... Gluk...!"
Mendapati jawaban Setan Arak, Pendekar
108 mau tak mau tersenyum. Namun karena penasaran, dia lantas mendekat pada Dewi BayangBayang. "Dewi.... Menurutmu siapa sebenarnya mereka"!" "Anak bodoh! Kenapa kau repot-repot menduga" Apa kau tak tahu, manusia
yang akan ber- satu dengan tanah biasanya berlagak aneh-aneh!"
"Itulah.... Jadi seorang pendekar memang
banyak aral lintangnya!" yang keluarkan suara kali ini Setan Arak. "Di mana-mana
punya musuh! Bahkan sampai tikus dalam karung goni pun
memusuhi! Ha... Ha... Ha...!"
"Nah, kau dengal ucapan tua bangka itu"
Pendekal itu banyak musuhnya! Hingga bayi-bayi
yang belum benal ucapannya pun menginginkan
nyawanya!" sahut Dewi Bayang-Bayang dengan suara dicedalkan.
Pendekar Mata Keranjang hanya bisa usapusap hidungnya. Lalu melirik pada Dewi Tengkorak Hitam. Dan sebelum dia melangkah mendekat, dari pintu terdengar ucapan.
"Kalian bicaralah sepuas-puasnya. Karena
saat ini adalah terakhir kalian bisa buka mulut!"
Di belakang, Setan Arak terdengar gelegukan beberapa kali, lalu tertawa mengekeh dan
berkata. "Rayi Seroja!" katanya memanggil nama asli Dewi Bayang-Bayang. "Nasib kita
nyatanya sungguh tidak baik. Malam ini ternyata menjadi malam terakhir. Bagaimana kalau malam terakhir ini kita isi dengan berjoget ria
sambil mabuk" Untuk malam terakhir dalam hidupmu, kau tak keberatan bukan jika
merasakan arakku?" Tangan kanannya lalu menyorongkan bumbung bambu pada si nenek. Dewi Bayang-Bayang keluarkan lengkingan
tinggi, lalu tertawa cekikikan. Disambutnya bumbung bambu dari tangan Setan Arak. Dan perlahan-lahan pula diteguknya arak yang ada dalam
bumbung bambu. Setelah itu sambil bergumam
tak karuan, kedua orang ini menggerak-gerakkan
kaki dan tangannya seakan gerakan orang sedang
menari-nari. Hebatnya, bersamaan dengan gerakan tangan dan kaki kedua orang ini, ruangan itu bergetar! Jelas menandakan jika
gerakan tangan serta kaki kedua orang ini bukan gerakan biasa!
Pendekar 108 hanya bisa geleng-geleng kepala, sementara Dewi Tengkorak Hitam memaki
panjang pendek dalam hati:
Tiba-tiba sosok berjubah merah di atas
kursi angkat tangan kanannya. Dari arah belakangnya mendadak muncul dua orang laki-laki.
Mereka mengenakan jubah besar warna putih dan
hijau. Di kepalanya terlihat ikat kepala berwarna sama dengan jubah yang
dikenakannya. Wajah
keduanya ditutup dengan sepotong kulit tipis,
hingga paras mukanya tak bisa dikenali.
Sosok besar di atas kursi anggukkan kepala. Bersamaan dengan itu, dua laki-laki berjubah putih dan hijau yang bukan lain
adalah Utusan Putih dan Utusan Hijau melesat ke bawah. Mereka sebenarnya hendak melesat ke arah Setan
Arak dan Dewi Bayang-Bayang, namun saat itu


Pendekar Mata Keranjang 19 Misteri Hutan Larangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga Pendekar Mata Keranjang dan Dewi Tengkorak Hitam berkelebat menyongsong. Hingga Utusan Putih dan Utusan Hijau hentikan lesatan tubuh masing-masing dan kini berhadapan dengan
Aji dan Dewi Tengkorak Hitam.
Tanpa keluarkan kata-kata lagi, Utusan Hijau segera meloncat ke arah Pendekar Mata Keranjang dan serta-merta kedua tangannya dihantamkan ke arah kepala!
Wuuuttt! Luar biasa. Tangan belum sampai menghajar sasaran serangkum angin dahsyat telah melesat mendahului. Tahu hal demikian, murid Wong
Agung ini maklum jika laki-laki di hadapannya tidak bisa dianggap sepele.
Pendekar 108 segera
rundukkan sedikit kepalanya dan ditarik ke belakang. Kedua tangannya diangkat dan dihantamkan ke samping memapak pukulan lawan.
Prakkk! Prakkk!
Utusan Hijau berseru tegang. Kedua tangannya terasa hendak penggal. Dia segera melompat mundur. Kedua kakinya terlihat bergetar.
Jelas bahwa dia sedang menahan sakit pada kedua tangannya yang baru saja bentrok dengan
tangan Pendekar 108. Tiba-tiba laki-laki berjubah hijau ini takupkan kedua
tangannya sejajar dada.
Mulutnya komat-kamit.
Pendekar Mata Keranjang 108 sadar jika
lawan akan lakukan serangan dengan jurus andalan. Diam-diam dia pun kerahkan tenaga dalam
dan disalurkan pada kedua tangannya.
Didahului bentakan garang, Utusan Hijau
serta-merta hantamkan kedua tangannya.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Terdengar suara menggemuruh dahsyat
disertai menyambarnya gelombang angin, lalu larikan-larikan sinar hijau menyusuli di belakangnya. Pendekar Mata Keranjang terkesiap sejenak. Namun sesaat kemudian tangan kirinya ditarik ke belakang perlahan-lahan, sementara tangan kanan sejajar dada. Terjadilah hal yang mengagumkan! Sambaran gelombang angin serta larikanlarikan sinar hijau tiba-tiba seakan tertahan
hingga bergerak lambat! Anehnya gelombang serta
larikan hijau itu bergerak ke arah telapak tangan kiri Pendekar 108!
Di depan, Utusan Hijau tampak melengak
kaget. Dan sebelum lenyap rasa kagetnya, tubuhnya tiba-tiba bergetar, dan perlahan-lahan bergerak ke depan. Bagaimanapun dia
kerahkan tena- ga dalam untuk mengatasi tubuhnya yang ternyata tersedot telapak tangan kiri Aji namun sia-sia.
Hingga tanpa ampun lagi tubuhnya terus bergerak ke depan. Utusan Hijau keluarkan bentakan keras.
Dalam keadaan bahaya demikian ia tampaknya
bergerak tanpa perhitungan. Sambil terus coba
menahan tubuhnya dia julurkan tangan kiri kanan untuk menangkap kepala Pendekar 108. Namun murid Wong Agung ini telah waspada. Sebelum kepalanya dapat ditangkap, tangan kanannya
dipukulkan ke depan. Sementara tubuhnya diputar setengah lingkaran dengan kaki kanan menyapu deras. Bukkk! Utusan Hijau keluarkan pekikan tinggi.
Tubuhnya berputar dan kepalanya deras menghantam lantai ruangan. Namun pekikannya terputus tiba-tiba bersamaan ajal menjemput nyawanya! Pendekar 108 usap keringat yang membasahi dahinya. Lalu menarik napas dalam-dalam.
Murid Wong Agung memang baru saja lancarkan
jurus 'Bayu Kencana'. Ilmu penyedot kekuatan
lawan yang didapatnya dari tokoh perempuan tua
yang tak mau sebutkan nama. (Tentang jurus
sakti 'Bayu Kencana' silakan baca serial Pendekar Mata Keranjang 108 dalam
episode: 'Geger Para
Iblis'). Pendekar Mata Keranjang lalu berpaling ke samping. Di situ terlihat
Dewi Tengkorak Hitam
sedang angkat tangannya yang telah memegang
butiran kecil tengkorak hitam. Mulutnya lalu meniup. Tengkorak kecil di tangannya mendadak
menggelembung dan sekejap kemudian telah berubah menjadi tengkorak hitam sebesar kepala
manusia. Di depannya, Utusan Putih yang telah keluarkan darah dari mulut dan hidungnya tampak
tegang. Dia melirik pada sosok yang ada di atas
kursi. Namun yang dilirik seolah tak mengerti
membuat nyali laki-laki berjubah putih ini makin lumer, apalagi melihat Utusan
Hijau telah menemui ajal.
Dalam keadaan begitu, Dewi Tengkorak Hitam serta-merta lemparkan tengkorak yang ada di
tangan kanannya. Tengkorak hitam itu melesat
cepat dengan keluarkan suara deruan keras. Serangkum angin pun melesat mendahului tengkorak! Utusan Putih laksana sirap darahnya. Laki-laki ini segera angkat kedua tangannya, namun karena nyalinya telah hilang,
gerakannya menjadi lamban, sehingga sebelum kedua tangannya sempat menghantam,
angin deras datang mendahului
lesatan tengkorak menghajar kaki kirinya.
Desss! Utusan Putih meraung keras. Tubuhnya
terhuyung-huyung. Saat itulah tengkorak hitam
menghantam dadanya! Laki-laki ini langsung terjungkal dan terkapar di lantai ruangan. Jubah di bagian dada terlihat menganga
lebar dan tengkorak hitam menancap di dadanya! Laki-laki ini
menggapai-gapai sebentar, lalu diam dengan
nyawa melayang!
"Eh.... Ternyata bukan hanya kita saja
yang akan menghadapi Malaikat Maut. Dua teman kita rupanya telah mendahului. Sayang....
Mereka tidak ikut menikmati arakku dahulu!" ka-ta Setan Arak sambil terus
bergoyang-goyang ke
kiri kanan. "Kasihan.... Mereka tewas dalam ketegangan. Hik.... Hik.... Hik...!" sahut Dewi Bayang-Bayang dengan celingukan melihat
pada tubuh Utusan Hijau dan Utusan Putih.
Sosok berjubah merah bercaping di sebelah
kursi keluarkan gerengan keras. Sepasang matanya dari lubang karung goni terlihat mendelik
besar, memandang liar ke arah Pendekar Mata
Keranjang dari Dewi Tengkorak Hitam.
"Kek!" tiba-tiba sosok di atas kursi berkata.
"'Apa waktu meleka telah habis?"
Sosok bercaping lebar yang dipanggil kakek
hanya anggukkan kepala tanpa memandang pada
yang bertanya. ?"Manusia pengecut! Turunlah. Aku Dewi Tengkorak Hitam menantang kalian! Jangan
tanggung-tanggung. Majulah sekalian berdua!?"
teriak Dewi Tengkorak Hitam seraya melompat ke
hadapan sosok yang duduk di atas kursi.
Sosok berjubah merah bercaping keluarkan
tawa mengekeh. Tangan kanannya menepuk baju
orang yang di atas kursi. Tiba-tiba sosok yang di atas kursi angkat kedua
tangannya dan didorong
pelan saja ke depan.
Weeesss! Weeesss!
Dua gelombang angin dahsyat laksana
gempuran ombak menghampar ke arah Dewi
Tengkorak Hitam bersamaan dengan itu ruangan
bergetar hebat!
Dewi Tengkorak Hitam yang tidak menduga
sama sekali berseru lengking. Ia cepat membuat
gerakan menghindar dengan jatuhkan diri bergulingan di atas lantai.
Bummm! Bummm! Dua gelombang itu menghajar lantai hingga
langsung terbongkar di dua tempat! Meski Dewi
Tengkorak Hitam sempat menghindar dengan
bergulingan namun tak urung tubuhnya masih
tersambar, hingga saat itu juga tubuhnya mencelat ke belakang sampai beberapa tombak.
Dengan menindih rasa tak percaya, Dewi
Tengkorak Hitam segera bangkit. Namun gadis ini
hentikan sejenak gerakannya, karena dadanya terasa nyeri serta kakinya terasa panas. Ketika melirik, dia terkejut. Kakinya
ternyata telah berubah kebiruan! Dan dadanya sukar untuk dibuat bernapas!
Setelah menyalurkan tenaga dalam pada
dada dan kakinya, gadis ini cepat melompat
mundur. Tangan kanannya menyelinap masuk ke
balik pakaiannya dan ketika keluar lagi, di tangannya telah tergenggam dua butiran tengkorak
kecil berwarna hitam.
Tanpa banyak bicara lagi, kedua tengkorak
hitam segera ditiupnya. Sesaat kemudian, di tangannya telah tampak dua tengkorak sebesar kepala manusia. Weeesss! Weeesss!
Dewi Tengkorak Hitam lemparkan dua
tengkorak hitam di tangannya. Angin dahsyat melesat mendahului tengkorak.
Di depan sana, sosok berjubah merah yang
duduk di atas kursi tertawa pelan bernada mengejek. Tiba-tiba tawanya diputus. Kedua tangannya bergerak mendorong. Kali ini dengan sentakan keras. Beeesss! Pyaaar! Pyaaarrr!
Sambaran angin yang mendahului tengkorak ambyar sebelum menemui sasaran, lalu dua
tengkorak hitam pecah berantakan. Di bawah,
Dewi Tengkorak Hitam terlihat terguncang. Matanya mendelik besar. Bukan hanya karena melihat serangannya begitu mudah dihancurkan lawan, melainkan karena sambaran angin yang keluar dari sentakan tangan sosok di atas kursi
yang baru saja menghancurkan serangannya kini
melesat lurus ke arahnya!
"Celaka!" gumam Aji. Meski dia coba hendak lancarkan pukulan tangkisan, tapi
sudah sangat terlambat, karena sambaran angin itu sudah setengah depa di depan Dewi Tengkorak Hitam! Kalau dia paksakan lancarkan pukulan
tangkisan maka apa yang akan menimpa Dewi
Tengkorak Hitam akan lebih parah lagi, karena
bukan mustahil jika pantulan dua serangan akan
menghajar tubuh Dewi Tengkorak Hitam. Memikir
sampai di situ, yang dapat dilakukan Aji hanyalah berseru. "Jatuhkan diri!"
Seolah baru sadar, Dewi Tengkorak Hitam
segera rebahkan dirinya ke belakang. Sambaran
angin lewat sejengkal di atas tubuhnya. Namun
belum sampai menarik napas lega, tiba-tiba sambaran angin itu berhenti di udara, dan kini menyambar membalik!
Dewi Tengkorak Hitam berseru tertahan.
Tubuhnya tertahan dan mencelat ke depan, lalu
membentur dinding ruangan sebelum akhirnya
bergulingan di atas lantai ruangan. Dinding ruangan itu terlihat rengkah!
Dewi Tengkorak Hitam mencoba menahan
rasa sakit di sekujur tubuhnya dengan katupkan
bibir kuat-kuat. Tapi tak urung juga suara erangan menyayat terdengar dari mulutnya. Malah
bersamaan dengan itu dari sudut bibirnya meleleh darah berwarna hitam! Pakaian putihnya berubah kecoklatan dan tampak koyak di sana-sini.
Sambil tertawa perlahan, sosok di atas
kursi menarik tangannya turun ke bawah. Sosok
yang berdiri menepuk-nepuk bahunya beberapa
kali seraya bergumam tak jelas.
"Anting Wulan!" seru Pendekar 108 lalu melompat. Anting Wulan alias Dewi
Tengkorak Hitam buka kelopak matanya. Kepalanya menggeleng pelan. "Aji.... Aku tak apa-apa! Kau harus berhati-hati menghadapi mereka! Baru kali
ini aku me- nemukan manusia berilmu demikian tinggi!" habis berkata begitu Dewi Tengkorak
Hitam berge- rak bangkit. Sejenak tegak namun sesaat kemudian kakinya goyah. Untung Pendekar 108 segera
menyambuti tubuhnya yang hendak jatuh kembali. Dengan melangkah perlahan, digandengnya lengan Dewi Tengkorak Hitam dan diajaknya
agak menjauh ke belakang. Dengan bersandar
pada dinding ruangan, Dewi Tengkorak Hitam
lantas duduk bersila.
Pendekar Mata Keranjang 108 cepat balikkan tubuh. Melirik sebentar pada Setan Arak dan
Dewi Bayang-Bayang. Kedua orang ini tetap bergerak bergoyang-goyang seakan tak menghiraukan apa yang terjadi.
Meski dalam hati memaki panjang pendek
namun murid Wong Agung tak berani mengusik.
Dia tahu betul, meski seperti tak menghiraukan,
sebenarnya kedua orang ini tahu apa yang terjadi.
"Orang-orang aneh...," bisik Aji lalu melompat ke depan.
Dua sosok di ambang pintu serentak keluarkan tawa keras.
"Bagus! Kini giliranmu!" berkata sosok yang bercaping. Lalu tepuk pundak sosok


Pendekar Mata Keranjang 19 Misteri Hutan Larangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang di atas kursi. Tahu akan apa yang terjadi, sebelum sosok yang di atas kursi angkat
tangannya, Pendekar
108 telah hantamkan kedua tangannya.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Gelombang angin disertai hamparan hawa
panas melesat ke arah sosok yang ada di atas
kursi. Yang diserang tidak membuat gerakan. Malah memperdengarkan suara tawa! Sesaat lagi gelombang angin berhawa panas menghajar tubuhnya, sosok di atas kursi angkat tangan kanannya
lalu mengibas ke depan.
Wuuuttt! Terdengar suara 'pesss' lalu gelombang angin berhawa panas itu membalik dan kini melesat
ke arah Pendekar Mata Keranjang!
"Gila! Dengan mudahnya dia membalik pukulanku!" bisik Aji lalu cepat jatuhkan diri sejajar lantai menghindari
pukulannya sendiri yang mental. Begitu dapat menghindar, Pendekar 108 cepat pula bangkit. Dia rupanya telah
dapat menduga jika pukulannya yang lolos akan membalik kembali. Dugaan murid Wong Agung tidak meleset.
Gelombang angin berhawa panas yang baru saja
dihindarinya kini menyambar dari arah belakang!
Pendekar Mata Keranjang 108 tak mau
ambil resiko, kedua tangannya segera dihantamkan lagi. Bukan ke arah gelombang angin yang
kini mengarah padanya dari belakang, melainkan
pada sosok yang di atas kursi! Hal ini dia lakukan karena dia tahu, bahwa sosok
yang di atas kursi-lah yang mengendalikan angin pukulan itu. Jika
pengendalinya dapat dilumpuhkan maka dengan
sendirinya pukulannya akan lumpuh juga.
Namun dugaan Pendekar 108 meleset. Begitu dia lepaskan pukulan, sosok yang di atas
kursi hanya diam. Justru orang yang bercaping
kali ini yang hantamkan kedua tangannya!
Bummm! Terdengar gelegar hebat ketika pukulan
Pendekar Mata Keranjang bentrok dengan pukulan sosok bercaping. Tubuh Aji terhuyunghuyung. Saat itulah gelombang angin yang membalik tadi menghajar dari belakang!
Deeesss! Pendekar 108 keluarkan seruan keras. Tubuhnya terjungkal ke depan dan mencium lantai
ruangan. Darah segar tampak mengucur dari mulut dan hidungnya yang mengantuk lantai ruangan. "Sialan! Kenapa aku sampai lupa bahwa masih ada orang di sampingnya!"
Pendekar 108 memaki dirinya sendiri. Lalu bergerak hendak
bangkit. Namun sebelum benar-benar bangkit,
sosok di atas kursi dan sosok di sampingnya serentak tangan masing-masing dan serentak pula
dihantamkan ke arah Pendekar Mata Keranjang.
Wuuusss! Wuuusss!
"Celaka! Satu saja pukulannya sudah demikian hebat, bagaimana kalau dua?" batin Aji dengan wajah tegang dan kuduk
merinding. Namun dia tak larut dalam ketegangan. Seraya kerahkan tenaga dalam, dia cepat rebahkan diri
kembali ke atas lantai ruangan lalu bergulingan
dua kali. Pada gulingan ketiga, telapak tangan kirinya yang telah berubah
menjadi biru segera dihantamkan ke depan. Sementara tangan kanannya yang ternyata telah memegang kipas segera
pula dikibaskan melengkung.
Wuuuttt! Weeesss!
Seberkas sinar biru serta putih melengkung membentuk kipas segera melesat ke depan.
Bummm! Ledakan dahsyat segera menggema di
ruangan itu. Pendekar 108 berseru tegang. Tubuhnya mencelat ke belakang sampai lima tombak jauhnya dan terkapar di atas lantai. Darah
hitam meleleh dari sudut bibirnya, jelas bahwa
murid Wong Agung ini terluka dalam.
Di atas kursi, sosoknya tampak bergetar
hebat, lalu terjengkang bersamaan dengan hancurnya kursi. Namun sosok besar ini segera
bangkit dan melesat turun. Belum sampai menginjak lantai, kedua tangannya bergerak menghantam pada Pendekar 108 yang masih terkapar!
Melihat hal ini Dewi Tengkorak Hitam keluarkan jeritan, sementara Setan Arak dan Dewi
Bayang-Bayang hentikan gerakan-gerakannya.
Paras wajah Pendekar Mata Keranjang terlihat putih memucat. Tubuhnya gemetar. Dia terlihat mau menggerakkan kedua tangannya, namun tiba-tiba wajahnya meringis pertanda kedua
tangannya sakit jika digerakkan, hingga dia
urungkan menggerakkan tangan. Mungkin karena
merasa tak bisa lagi menangkis serangan, akhirnya dia hanya bergulingan untuk menghindar.
Namun sosok yang tadi di atas kursi tak memberi
kesempatan. Dia kembali disusuli hantamannya,
hingga tak ada kesempatan lagi bagi Aji untuk
menghindar! Saat yang mendebarkan itulah, tiba-tiba
melesat dua buah benda bundar agak panjang.
Satu menghantam tubuh Pendekar 108 satunya
lagi memapak serangan yang mengarah pada murid Wong Agung!
Bukkk! Pyaaarrr!
Tubuh Pendekar Mata Keranjang 108 mencelat, namun hal itu menyelamatkan dia dari serangan. Disusul kemudian dengan pecahnya benda yang ternyata adalah bumbung bambu, karena
bentrok dengan serangan yang dilancarkan sosok
yang tadi di atas kursi.
Sosok besar berjubah merah yang kini telah tegak di lantai ruangan keluarkan gerengan
keras melihat ada yang menyelamatkan Pendekar
108. Dan melihat benda apa yang baru saja
hancur dan menyelamatkan Pendekar 108, sosok
ini segera tahu siapa adanya orang yang berbuat.
Dengan mata berkilat merah, sosok besar ini balikkan tubuh. SEPULUH SEPASANG mata sosok besar berjubah merah berputar liar memandang tajam ke tempat di
mana Setan Arak dan Dewi Bayang-Bayang tadi
berada. Sosok ini serta-merta keluarkan gerengan keras. Tubuhnya bergetar
pertanda dadanya telah
diamuk amarah yang meluap. Karena ternyata
baik Setan Arak maupun Dewi Bayang-Bayang tidak ada di tempatnya tadi! Yang terlihat hanyalah Dewi Tengkorak Hitam yang
masih duduk bersila
seraya pulihkan tenaganya.
Saat itulah tiba-tiba terdengar suara tawa
dan suara cekikikan, namun sosok berjubah merah ini tampaknya tak bisa menentukan di mana
sumber suara tawa dan cekikikan itu, karena
meski dia telah putar kepalanya, dia masih belum bisa menemukan di mana orang
yang keluarkan tawa dan cekikikan!
"Bangsat!" maki sosok berjubah merah lalu bantingkan sepasang kakinya. Ruangan
besar itu kembali bergetar. Saat itulah suara tawa dan cekikikan meledak makin keras. Dan dari dalam lubang lantai yang terbongkar muncul dua kepala.
Kepala Setan Arak dan Dewi Bayang-Bayang!
Melihat kepala orang yang dicari muncul
dari dalam lubang, serta-merta sosok berjubah
merah meloncat lalu sapukan kaki kanannya.
Wuuuttt! Suara tawa Setan Arak dan cekikikan Dewi
Bayang-Bayang serentak sirap laksana direnggut
setan. Dua kepala yang muncul lenyap kembali.
Sosok berjubah merah kembali keluarkan
gerengan keras melihat sapuan kakinya hanya
menghantam angin. Dia segera menatap tajam ke
arah lubang bongkaran di mana kepala Setan
Arak dan Dewi Bayang-Bayang tadi muncul. Lalu
tanpa pikir panjang lagi, sosok besar ini segera hantamkan kedua tangannya ke
arah bongkaran lubang. Bummm! Lantai yang telah terbongkar itu berhamburan. Dan begitu suara ledakan lenyap, sosok
berjubah merah melangkah perlahan mendekati
lantai yang kini makin menganga besar dan dalam. Baru saja sosok berjubah merah ini melongok ke bawah, terdengar suara tawa panjang
mengekeh yang diseling dengan suara tawa cekikikan. Bukan dari dalam lubang melainkan dari
belakang sosok berjubah merah! Dia cepat berbalik. Merasa dipermainkan orang, kemarahan
sosok berjubah merah makin meluap. Sepasang
matanya liar menatap pada Setan Arak dan Dewi
Bayang-Bayang yang kini ada di hadapannya.
Anehnya, ditatap angker begitu rupa dua orang
ini seakan tidak menghiraukan. Mereka tertawa
dan tersenyum tanpa memandang ke arah sosok
berjubah merah.
Di ambang pintu, sosok berjubah merah
dan bercaping gelengkan kepalanya perlahan.
"Hm.... Jika dia terpancing amarah, maka
sulit baginya melumpuhkan kedua tua bangka
itu! Dan bukan mustahil malah dirinya yang akan
celaka! Aku harus segera memberitahu!" gumam sosok bercaping, lalu melayang
turun. "Menghadapi tua bangka itu, jangan dengan marah! Seranganmu akan mudah dielakkan
mereka!" bisik sosok bercaping begitu dekat dengan sosok berjubah merah besar.
Habis berbisik, sosok yang bercaping melangkah ke arah Pendekar 108 yang kini telah
duduk bersandar dan pejamkan sepasang matanya. Sekonyong-konyong, tanpa menunggu lagi
sosok ini hantamkan kedua tangannya.
Wuuuttt! Wuuuttt!
"Eeeh.... Tikus karung beraninya sama
manusia yang tak berdaya!" teriak Dewi Bayang-Bayang, lalu kebutkan pakaian
gombrongnya. Weeerrr! Pukulan yang dilepaskan sosok bercaping
ambyar berantakan sebelum mencapai sasaran!
"Keparat!" bentak sosok bercaping. Lalu balikkan tubuh dan serta-merta meloncat
ke arah Dewi Bayang-Bayang, kedua tangannya bergerak
menghantam kepala si nenek.
Si nenek tersenyum. Kedua tangannya diangkat melindungi kepalanya, sementara kaki
kanannya melejang deras ke depan.
Prakkk! Terdengar benturan keras tatkala dua pasang tangan bertemu. Sosok bercaping keluarkan
seruan tertahan. Lalu melompat mundur. Saat
itulah kaki kanan Dewi Bayang-Bayang menghajar. Sosok bercaping terhuyung-huyung sesaat
sambil memegangi dadanya, lalu roboh berlutut di atas lantai ruangan. Sosok ini
keluarkan dengusan keras. Sepasang matanya lantas memejam
sesaat. Tiba-tiba tubuhnya bergerak ke depan
hingga capingnya menyentuh lantai. Sekonyongkonyong tubuh sosok bercaping ini berputar cepat lalu hilang dari pandangan
mata. Dewi Bayang-Bayang dongakkan kepala.
Mulutnya komat-kamit. Sepasang matanya yang
sipit liar mencari-cari. Saat itulah di depan kepalanya mendadak saja berdesir
angin kencang. Dan belum sempat nenek ini melihat apa yang
terjadi, tahu-tahu sepasang tangan sosok bercaping telah melabrak bahu kanan kirinya.
Desss! Desss! Dewi Bayang-Bayang mental sampai beberapa tombak dan jatuh bergulingan. Anehnya, tak
terdengar suara erangan dari mulut nenek ini, justru yang tampak adalah
senyumnya yang menyungging! "Setan alas!" maki sosok bercaping begitu mengetahui pukulannya hanya mampu
membuat tubuh Dewi Bayang-Bayang terguling sambil tersenyum. Sadar jika lawan tangguh, sosok ini seakan tak mau memberikan kesempatan pada Dewi
Bayang-Bayang, karena begitu terlihat si nenek
hendak bergerak bangkit, dia telah menerjang!
Kedua tangannya pun bergerak kirimkan pukulan! Setan Arak yang masih berdiri berhadapan
dengan sosok besar terkesiap. Dewi Tengkorak Hitam melotot besar, sementara Pendekar Mata Keranjang yang telah buka kelopak matanya buka
mulut lebar-lebar seakan hendak berteriak memperingatkan. Namun suaranya tak terdengar.
Tapi semua mata yang melihat serentak jadi melotot dengan napas menghela panjang. Betapa tidak, sebelum gelombang angin dahsyat serta
terjangan kaki menghajar tubuh Dewi BayangBayang, nenek ini tekankan kedua siku dan lututnya pada lantai. Tubuhnya lantas melenting ke udara. Di udara nenek ini


Pendekar Mata Keranjang 19 Misteri Hutan Larangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat gerakan jumpalitan beberapa kali, hingga pukulan dan terjangan sosok
bercaping menggebrak tempat kosong
dan terus menerabas menghajar dinding ruangan.
Dinding ruangan itu ambrol dan langsung berlubang besar! Begitu serangan lewat, Dewi BayangBayang cepat mendarat. Namun cuma sesaat, karena dia hanya menjejakkan sepasang kakinya.
Hingga tubuhnya kembali melenting ke atas. Di
udara si nenek membuat gerakan aneh. Sepasang
kakinya digerak-gerakkan seperti orang menari,
melejang ke samping kanan dan kiri.
Di depannya, sosok bercaping tenangtenang saja seolah menunggu dengan keluarkan
tawa mengekeh. Tiba-tiba suara tawanya terputus
dengan mata membelalak ketika mengetahui tubuh Dewi Bayang-Bayang serta-merta melesat cepat ke arahnya. Sepasang kakinya merentang,
namun begitu dekat tiba-tiba kaki itu bergerak
menutup dan menjepit kepala sosok bercaping!
Seeettt! Bukkk! Dewi Bayang-Bayang putar tubuhnya ke
samping, hingga saat itu juga tubuh sosok bercaping terbanting deras menghantam lantai ruangan! Dewi Bayang-Bayang tersenyum sejenak, lalu
balikkan tubuh dan sebelum melangkah menjauh, kaki kanannya melejang ke belakang menghajar kepala sosok bercaping yang ada di belakangnya! Desss! Sosok bercaping meraung keras. Caping di
atas kepalanya mencelat, sementara karung goni
yang menutup wajahnya robek besar. Tubuhnya
berguling-guling. Sejenak sosok ini bergerakgerak seakan hendak bangkit, namun tak lama
kemudian diam tak bergerak!
Sesaat Pendekar 108 menatap lekat-lekat
wajah yang kini telah terbuka penutupnya.
"Restu Canggir Rumekso!" seru Pendekar 108 begitu mengenali siapa adanya orang.
Kepalanya lantas sedikit tengadah mengingat-ingat.
Tiba-tiba kepalanya lurus kembali dan memandang tajam ke arah sosok besar yang kini ada di
hadapan Restu Canggir Rumekso.
"Berarti dia adalah muridnya! Hmm.... Tak
kusangka. Belum lama berselang anak itu masih
belum sebesar itu. Heran. Bagaimana perkembangannya bisa secepat itu. Juga ilmunya maju
demikian pesat! Meski besar, namun dia masih
anak-anak. Terbukti bicaranya masih cedal.... Ta-pi anak ini berbahaya.
Seingatku ia tahan pukulan! Mudah-mudahan Setan Arak bisa mengatasinya. Kasihan.... Anak itu pasti mendapat didikan tidak benar dari gurunya! Bagaimanapun juga anak itu harus diselamatkan! Mungkin pikiran
sesatnya masih bisa dirubah!" batin Aji seraya terus memperhatikan sosok besar
di hadapan Setan
Arak. (Tentang Restu Canggir Rumekso dan muridnya, silakan baca serial Pendekar Mata Keranjang 108 dalam episode: Titisan Darah Terkutuk').
Sementara itu, melihat sosok bercaping
terkapar diam, sosok besar di hadapan Setan
Arak keluarkan lenguhan panjang. Kemarahannya memuncak, dan karena yang ada di hadapannya Setan Arak, maka luapan kemarahannya
ditumpahkan pada kakek berselempang bumbung
arak ini. Sosok besar di hadapan Setan Arak angkat
tangannya tinggi-tinggi. Lalu ditarik ke belakang dan serta-merta dihantamkan ke
arah Setan Arak. Wuuttt! Wuuuttt!
Sinar menyala merah melesat dengan disertai suara deru dahsyat.
Setan Arak tercenung sesaat. Dia seakan
tahu jika serangan lawannya kali ini tak boleh dianggap main-main. Karena jika
seseorang mampu
mengeluarkan dua pukulan sekaligus dalam satu
hantaman, jelas jika orang tersebut memiliki tenaga dalam luar biasa. Menyadari hal itu, kakek
peminum ini segera melompat mundur, bumbung
arak di tangan kanan kirinya segera dilemparkan
ke depan. Lalu kedua tangannya segera pula
mendorong mengirimkan serangan susulan.
Pyaaarrr! Pyaaarrr!
Dua bumbung bambu langsung pecah berantakan terabas sinar menyala merah. Hebatnya
sinar menyala merah yang disertai gelombang angin itu terus menerabas ke arah Setan Arak.
Bummm! Terdengar ledakan dahsyat tatkala sinar
menyala merah dan gelombang angin bentrok
dengan pukulan yang dilancarkan Setan Arak.
Sinar merah menyala ambyar dan menimbulkan
percikan lidah api ke mana-mana!
Sosok besar berjubah merah angkat kembali tangannya. Tiba-tiba percikan lidah api seakan terhembus angin dan kembali
menyatu lalu melesat cepat ke arah Setan Arak kembali!
"Panas lawannya panas!" seru Setan Arak.
Tangan kiri kanan segera mencabut bumbung
arak yang bergelantungan di ikat pinggangnya.
Serta-merta isinya ditenggak, lalu sambil melompat ke udara, mulutnya menyembur keluarkan
arak di mulutnya.
"Puaaah! Puaaahhh!"
Dari mulut Setan Arak bermuncratan air
bening. Namun di tengah udara air bening arak
tersebut berubah menjadi merah!
Tasss! Taasss! Untuk kali kedua sinar merah menyala
ambyar terkena serbuan air merah Setan Arak,
malah sebagian kini melesat ke arah sosok besar
di depan! Sosok besar berjubah merah tak membuat
gerakan ketika semburan arak itu bermuncratan
ke arahnya. Malah dia tertawa sambil kacak pinggang! Hingga tanpa ampun lagi tubuhnya terkena
semburan arak. Namun semua jadi melengak hampir tak
percaya. Semburan arak yang mampu membuat
lantai ruangan berlubang-lubang itu hanya mampu membuat jubah merah si sosok besar berlubang-lubang. Sementara sosoknya tidak cidera
sama sekali! "Edan! Ternyata dugaanku tidak meleset!
Dia kebal!" desis Pendekar Mata Keranjang 108
lalu bangkit dan melangkah ke arah Dewi
Bayang-Bayang yang saat itu tampak duduk
menggelosoh tanpa melihat apa yang baru saja
terjadi. "Dewi.... Orang itu kebal pukulan!" bisik Aji seraya jongkok di samping
Dewi Bayang-Bayang.
Dewi Bayang-Bayang tersenyum. Tanpa berpaling
dia berkata. "Dari mana kau tahu?"
"Aku pernah menghadapi orang itu! Dia
adalah murid Canggir Rumekso yang tadi kau
buat tewas...," jawab Pendekar 108 seraya melirik ke arah tubuh Restu Canggir
Rumekso. "Lalu menurutmu bagaimana cara yang
baik menghadapinya"!" tanya Dewi BayangBayang tetap tanpa berpaling.
"Dirobohkan dulu lalu diikat!"
"Hmm.... Begitu?" gumam Dewi BayangBayang lalu berpaling ke samping melihat pada
tubuh Utusan Putih dan Utusan Hijau yang telah
jadi mayat. "Tanggalkan jubah kedua orang itu! Lalu
sobek-sobek jadikan tali!" kata Dewi Bayang-Bayang seraya menunjuk pada mayat
Utusan Pu- tih dan Utusan Hijau.
Tanpa berkata lagi, Pendekar Mata Keranjang bangkit dan mendekati tubuh Utusan Putih
dan Utusan Hijau. Dengan gerak cepat jubah kedua orang ini segera ditanggalkan. Lalu kipas un-gunya dikeluarkan. Dengan ujung
kipas kedua jubah itu disobek-sobek menjadi beberapa serpihan. Dan dengan cepat pula disambungnya serpihan-serpihan jubah itu hingga menjadi tali panjang. "Berikan pada tua bangka itu!" seru Dewi Bayang-Bayang.
Pendekar 108 cepat gulung serpihan jubah
yang kini telah menjadi tali. Dan sambil memegangi tali itu dilemparkan pada Setan Arak.
Setan Arak sejenak menimang-nimang gulungan tali dari serpihan jubah itu. Wajahnya terlihat masih tak mengerti dengan
maksud Aji memberikan tali itu padanya. Namun setelah murid Wong Agung memberi isyarat dengan putarputar tangannya pada tubuh, Setan Arak manggut-manggut. Mungkin mengetahui lawan tahu kelemahannya, sosok berjubah merah kepalkan kedua
tangannya. Lalu tangannya diangkat ke atas. Dari mulutnya terdengar suara
mendengus keras. Namun belum sampai sosok ini hantamkan kedua
tangannya Setan Arak telah kebutkan tali di tangannya. Wuuuttt! Seeettt! Seeettt!
Tali serpihan jubah itu meliuk deras dan
menjerat kedua tangan sosok besar. Sosok ini
menggeram marah, karena gerakan tangannya
tertahan. Dia cepat kerahkan tenaga dalam pada
kedua tangannya agar tangannya terlepas. Namun Setan Arak segera kebut-kebutkan talinya,
hingga sosok berjubah merah terhuyung maju
mundur. "Kepalat!" maki sosok berjubah merah dengan suara cedal.
Kedua tangannya yang masih terjerat tali
diluruskan ke depan, dan serta-merta kakinya dibantingkan ke lantai. Hebatnya, saat itu juga kedua telapak tangannya tampak
berubah putih, bertanda sosok ini salurkan tenaga dalam sepenuhnya pada kedua tangannya. Sadar jika sosok
ini hendak menghantam dengan kedua tangannya
meski masih terjerat, Setan Arak kendorkan tali
di tangannya. Dan ketika benar-benar sosok berjubah merah hantamkan kedua tangannya, Setan
Arak cepat tarik tali kuat-kuat. Hingga hantaman tangan sosok berjubah merah
melenceng ke atas
mengikuti gerakan tangannya yang tertarik ke
atas. Baakkk! Brrruuulll!
Gelombang sinar putih yang melesat dari
telapak tangan sosok berjubah merah menyambar
ke atas menghantam langit-langit ruangan. Langit-langit itu langsung jebol dan berlubang besar!
Begitu hamburan langit-langit sirap, tampaklah sinar kuning cahaya rembulan menerobos
melalui lubang langit-langit ruangan.
Setan Arak tak menunggu lama, begitu kedua tangan sosok berjubah merah menghajar langit-langit, tubuhnya berkelebat lenyap.
Sosok berjubah merah tercekat tegang
tatkala merasakan desiran angin berputar-putar
mengitari tubuhnya. Dan sebelum dia sempat
berbuat sesuatu tubuhnya telah terikat tali serpihan jubah!
"Jahanam! Kepalat! Lepaskan aku!" teriak sosok berjubah merah sambil merontaronta dan angkat tubuhnya loncat-loncat. Terdengar debaman berulang kali begitu kaki sosok berjubah merah menjejak di lantai.
"Ah, tarianmu jelek! Mari kuajarkan tarian
yang bagus!" berkata Setan Arak yang ternyata kini berada di belakang sosok
berjubah merah.
Habis berkata begitu, Setan Arak tenggak araknya, lalu menari-nari. Tangan kiri kanan melejang ke atas ke bawah, sementara
kakinya merentang
menutup. Tiba-tiba tangannya bergerak cepat dan
menyahut karung goni penutup wajah sosok berjubah merah! Kini tampaklah wajah sosok berjubah merah itu. Ternyata paras wajahnya masih kekanakkanakan. Hanya wajah itu menggembung besar.
Sepasang matanya besar. Hidungnya besar dan
pesek. Bibirnya tebal, sedang rambutnya tebal
dan kaku menjuntai.
"Hmm.... Wajahnya hampir tak berubah.
Hanya tubuhnya yang membengkak besar!" bisik Pendekar 108 dalam hati begitu
melihat wajah sosok berjubah merah.
Dewi Tengkorak Hitam yang ada di belakang orang berjubah merah segera bangkit. Lalu
berkelebat dan kini berdiri di hadapan orang berjubah merah seraya memperhatikan
dengan sek- sama. "Meski tubuhnya seperti gajah, namun wajahnya terlihat masih seperti anak-anak! Mendengar suaranya yang masih cedal, juga wajahnya,
manusia ini usianya mungkin masih sepuluh tahunan! Siapa dia sebenarnya..." Murid si keparat Restu Canggir Rumekso..."! Bisa
jadi begitu. Namun ilmunya masih setingkat di atas keparat itu!"
batin Dewi Tengkorak Hitam.
"Enaknya diapakan gajah bunting ini?" ujar Setan Arak lalu melangkah ke arah


Pendekar Mata Keranjang 19 Misteri Hutan Larangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dewi Bayang-Bayang yang masih duduk menggelosoh.
"Kita penggal kedua tangannya saja biar
kelak kemudian tak berlagak!" sahut Dewi Tengkorak Hitam seraya melangkah
mendekat. Pendekar Mata Keranjang buka mulut hendak berteriak mencegah, namun belum sampai
suaranya terdengar sesosok bayangan melesat turun dari lubang langit-langit. Lalu terdengar sua-ra orang menegur.
"Berani sentuh anak itu putus nyawamu!"
Semua mata memandang tajam ke depan,
sedangkan Dewi Tengkorak Hitam hentikan langkahnya. "Kau...!" seru Pendekar 108 begitu mengenali siapa adanya si bayangan yang kini
telah tegak di samping sosok berjubah merah dan memandang satu persatu pada semua orang yang
ada di ruangan besar itu.
SEBELAS DIA adalah seorang gadis muda berparas
cantik jelita. Mengenakan pakaian warna kuning
ketat, hingga dadanya yang besar terlihat membusung menantang. Sepasang matanya jernih bulat dan tajam. Rambutnya panjang dan dibiarkan
jatuh ke punggung.
"Siapa kau"!" bentak Dewi Tengkorak Hitam seraya memperhatikan gadis baju kuning
yang tegak di samping anak berjubah merah.
Yang ditanya tersenyum sinis. Malah pandangan matanya tak mengarah pada orang yang
menegur, justru menatap lekat-lekat pada Pendekar Mata Keranjang yang terlihat melangkah ke
arahnya. "Kau jangan jual lagak di sini!" teriak Dewi Tengkorak Hitam sambil angkat kedua
tangannya dan siap lancarkan pukulan. Namun gerakannya
tertahan tatkala lengannya terasa dipegang orang.
Berpaling, terlihat Pendekar 108 telah berada di sampingnya sambil memandang gadis baju kuning. "Tunggu, Anting Wulan. Dia adalah sahabatku!" kata Pendekar 108 lalu lepaskan cekalan tangannya pada lengan Dewi
Tengkorak Hitam.
Dewi Tengkorak Hitam menarik napas dalam-dalam. Wajahnya berpaling cepat pada jurusan lain. Diam-diam gadis ini cemburu melihat
gadis berbaju kuning saling berpandangan dengan Pendekar Mata Keranjang 108.
"Putri Tunjung Kuning. Lama kita tak jumpa. Kau baik-baik saja?" kata Aji berbasa-basi begitu dekat dengan gadis berbaju
kuning yang bukan lain adalah Putri Tunjung Kuning.
"Pendekar Mata Keranjang 108! Lupakan
dulu berbasa-basi. Kalau kau ingin mengatakan
sesuatu, lekas katakan! Aku tak punya waktu banyak!" Sejenak Pendekar Mata Keranjang merasa terkejut mendengar nada ketus
Putri Tunjung Kuning. Namun dia hanya bisa usap-usap hidungnya. Lalu berkata.
"Putri Tunjung Kuning! Kau tahu, kami
semua baru saja menyabung nyawa menghadapi
manusia yang menamakan dirinya Penguasa Hutan Larangan. Manusia yang akhir-akhir ini menjadi biang lenyapnya beberapa tokoh rimba persilatan. Manusia itu ternyata adalah Restu Canggir Rumekso dan orang yang ada di
sampingmu...,"
sejenak Pendekar 108 hentikan ucapannya.
"Harap kau teruskan kata-katamu!" Putri Tunjung Kuning menyahut.
"Melihat sikapmu, rasa-rasanya kau telah
mengenal orang di sampingmu!"
"Aku mengenalnya lebih dari Restu Canggir
Rumekso keparat itu!" kembali Putri Tunjung Kuning menyahut dengan cepat.
"Hmm.... Begitu" Lalu siapa dia sebenarnya"!" tanya Pendekar 108 pura-pura tak tahu.
Putri Tunjung Kuning tertawa pelan. Namun napasnya terlihat berhembus panjangpanjang seakan melepaskan beban yang ada di
dadanya. "Untuk sementara ini harap jangan memaksaku untuk mengatakan siapa dia sebenarnya! Namun yang pasti aku akan membawanya,
dan jangan coba-coba menghalangi niatku!"
"Putri Tunjung Kuning! Dia sangat berbahaya!" "Pendekar Mata Keranjang! Aku tahu tentang anak ini seratus kali lipat
darimu! Kau tak usah memberitahu!" ujar Putri Tunjung Kuning, lalu berpaling
pada jurusan lain dan melanjutkan ucapannya.
"Ada lagi yang hendak kau utarakan"!"
Meski sebenarnya masih ada beberapa hal
yang ingin ditanyakan, namun karena hal itu ada
sangkut paut pribadi Putri Tunjung Kuning dan di situ ada Dewi Tengkorak Hitam,
maka dia berpikir tak pantas kiranya membicarakan hal pribadi di
hadapan orang. Berpikir demikian, akhirnya Pendekar 108 gelengkan kepalanya.
"Baik. Aku harus pergi dari sini. Anak ini
kubawa serta!" Putri Tunjung Kuning lalu menggaet tubuh anak berjubah merah. Dan
ditariknya hendak meninggalkan tempat itu.
"Tunggu!" teriak Dewi Tengkorak Hitam
sambil memandang tajam pada Putri Tunjung
Kuning. "Rupanya gadismu tak berkenan...," bisik Putri Tunjung Kuning, lalu balas
menatap pan- dangan Dewi Tengkorak Hitam dan berkata.
"Apa maumu"!"
"Kami bersusah payah bahkan hampir terpuruk tewas di sini gara-gara menangkap manusia keparat itu! Sekarang enaknya saja kau hendak membawanya! Mana bisa begitu"!"
"Lantas maumu apa"!" kembalikan Putri
Tunjung Kuning ajukan tanya.
"Tinggalkan anak jahanam itu!"
Mendengar Dewi Tengkorak Hitam menyebut anak jahanam, wajah Putri Tunjung Kuning
kontan berubah merah padam. Sepasang matanya membeliak merah. Pelipisnya bergerakgerak. Kedua tangannya bergerak.
"Tahan!" seru Aji seraya menengahi dan angkat tangan kirinya menahan gerakan
tangan Dewi Tengkorak Hitam yang saat itu juga sedang
bergerak. Sementara tangan kanannya menahan
tangan Putri Tunjung Kuning yang juga sudah
siap hendak memukul.
"Anting Wulan! Nanti saja kuceritakan masalah ini!" lalu kepalanya berpaling pada Putri Tunjung Kuning. "Lekas
tinggalkan tempat ini!"
Meski dengan tubuh terguncang menahan
marah, akhirnya Putri Tunjung Kuning luruhkan
tangannya lalu menggaet kembali anak berjubah
merah dan melangkah ke arah tengah-tengah
ruangan yang langit-langitnya jebol.
"Abilowo!" panggil Putri Tunjung Kuning pada sosok berjubah merah di sampingnya.
"Kali ini kau jangan berbuat yang tidak-tidak seperti
dulu! Jika kau masih melarikan diri seperti dulu lagi, aku tak segan-segan
memutus kedua kakimu! Kau mengerti"!"
Anak berjubah merah tak menyahut, hanya
kepalanya bergerak mengangguk. Dengan gerakan
cepat Putri Tunjung kuning bebaskan ikatan di
tubuh Abilowo. "Bagus! Ayo kita keluar dari tempat celaka
ini!" kata Putri Tunjung Kuning lalu jejakkan kakinya ke lantai ruangan. Sosok
yang dipanggil Abilowo ikut-ikutan menjejak lantai ruangan. Sekejap kemudian tubuh keduanya melesat ke atas
melalui lubang langit-langit lalu lenyap dari pandangan.
"Kenapa mereka kau biarkan pergi begitu
saja"! Usaha kita sia-sia jika akhirnya hanya begini!" kata Dewi Tengkorak Hitam
begitu Putri Tunjung Kuning dan Abilowo telah pergi.
"Usaha kita tidak sia-sia, Anting Wulan.
Aku tahu siapa Putri Tunjung Kuning. Dan aku
yakin, dia mampu merubah Abilowo menjadi
orang baik-baik! Abilowo masih anak-anak. Butuh
perhatian! Dan kurasa anak itu akan mendapatkan perhatian di tangan Putri Tunjung Kuning...," sejenak Pendekar 108 hentikan ucapannya. Dia tercenung, lalu memandang
berkeliling. "Astaga! Ke mana perginya Setan Arak dan
Dewi Bayang-Bayang"!" kata Aji sambil angkat tumitnya melongok pada lantai
ruangan yang menganga dalam, takut jika kedua orang yang dicari sembunyi di situ.
Mendengar ucapan Pendekar Mata Keranjang, Dewi Tengkorak Hitam ikut-ikutan sapukan
pandangannya ke seluruh ruangan. Dan nyatanya
Setan Arak dan Dewi Bayang-Bayang memang
sudah tidak ada.
"Dasar orang-orang sulit dimengerti...,"
gumam Pendekar 108 sambil gelengkan kepala.
Saat itulah tiba-tiba dari arah belakang tangan
Dewi Tengkorak Hitam melingkar di pinggangnya.
"Aji...," bisik Dewi Tengkorak Hitam seraya tekankan buah dadanya rapat-rapat ke
punggung Pendekar 108. Sejurus murid Wong Agung ini terkesiap,
namun tatkala Dewi Tengkorak Hitam mencium
tengkuknya, darah Pendekar 108 laksana dibakar. Tubuhnya sedikit bergetar, dadanya berdegup makin kencang. Dan perlahan-lahan pula kedua tangannya meremas dan mengelus-elus kedua tangan yang melingkar di pinggangnya.
Merasa sang pemuda mulai panas, perlahan-lahan pula Dewi Tengkorak Hitam gerakkan
tangannya yang melingkar di pinggang Aji, tubuhnya direnggangkan. Kedua tangannya lantas
memutar tubuh Pendekar Mata Keranjang. Murid
Wong Agung menurut saja. Dan sesaat kemudian,
kedua orang ini telah saling berhadapan.
"Aji...," kembali Dewi Tengkorak Hitam dekatkan kepalanya. Mulutnya setengah
dibuka, sepasang matanya dipejamkan.
"Busyet! Gadis ini benar-benar merontokkan jantung.... Tapi terlalu sayang jika kesempatan ini dilewatkan begitu saja...," Pendekar 108
kembangkan kedua tangannya lalu melingkar pada punggung Dewi Tengkorak Hitam dan menarik
tubuhnya ke depan. Kepalanya bergerak pelan
mendekat. Bibir gadis di hadapannya segera dipagut. Dewi Tengkorak Hitam mendesah perlahan
lalu menyambut pagutan bibir Pendekar 108.
Beberapa saat berlalu, tiba-tiba terdengar
suara tawa riuh rendah serta tepuk sorak ramai
di ruangan besar itu.
"Sialan! Ganggu orang saja!" kata Aji dalam hati sambil melepaskan pagutan dan
pelukannya pada Dewi Tengkorak Hitam. Cepat pula ia balikkan tubuh. Saat itu juga sepasang mata murid
Wong Agung ini membeliak besar, lalu menyipit.
Dan seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia kucek-kucek matanya lalu memandang
lagi ke arah depan.
Di depan sana, terlihat beberapa orang. Di
antaranya Setan Arak, Dewi Bayang-Bayang, Dewi
Kayangan, Manik Angkeran, Bawuk Raga Ginting,
serta banyak lagi yang Pendekar 108 tidak mengenalinya. "Busyet! Kenapa aku bisa sampai lupa tentang ke mana kepergian Setan Arak serta Dewi
Bayang-Bayang tadi...," batin Pendekar 108 lalu melangkah dengan wajah merah
padam. "Nah, Teman-teman. Inilah salah satu
orang yang berjasa menyelamatkan kalian semua
dari tangan Penguasa Hutan Larangan...," berkata Setan Arak seraya angkat
bumbungnya lalu menenggak isinya.
"Ah, aku hanya andil sedikit. Yang bekerja
keras sebenarnya Dewi Bayang-Bayang dan Setan
Arak...," kata Pendekar Mata Keranjang sambil menjura hormat dan memandang satu
persatu pada beberapa orang di hadapannya.
Salah seorang di antaranya, seorang lakilaki berusia agak lanjut berpakaian hijau-hijau
yang bukan lain adalah Manik Angkeran maju selangkah. Setelah bungkukkan tubuh dia berkata.
"Pendekar Mata Keranjang. Aku sebagai
wakil dari teman-teman mengucapkan terima kasih atas segala jerih payahmu hingga kami semua
bisa bebas dari kekuasaan Penguasa Hutan Larangan. Budi jasamu akan dikenang dalam rimba
persilatan...."
Beberapa saat berlalu. Di antara mereka tidak ada yang buka suara kembali. Karena beberapa orang itu mengarahkan pandangan mereka
pada beberapa sosok tubuh yang menggeletak di
lantai ruangan.
Tiba-tiba terdengar suara orang nyeletuk.
"Heh.... Kita tunggu apa lagi" Kita harus cepat tinggalkan tempat ini. Lihat,
pendekar kita tampaknya sudah tak sabar lagi melanjutkan adegan
mautnya. Hik.... Hik.... Hik...!"
Yang keluarkan suara ternyata Dewi
Kayangan. Habis berkata perempuan bertubuh
gemuk besar ini lalu melangkah ke arah tengahtengah ruangan yang langit-langitnya jebol besar.
"Selamat bersenang-senang, Pendekar....
Hik.... Hik.... Hik...!" ucap Dewi Kayangan, lalu melirik pada Dewi Tengkorak
Hitam yang paras-nya berubah merah padam. Sesaat kemudian tu

Pendekar Mata Keranjang 19 Misteri Hutan Larangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buh besar Dewi Kayangan melesat keluar melalui
lubang di langit-langit ruangan itu.
"Ya. Sudah waktunya kita harus pergi...,"
kata Manik Angkeran. Lalu melangkah ke arah di
mana Dewi Kayangan tadi lenyap. Beberapa orang
segera menyusul. Satu persatu orang tersebut lalu melesat keluar. Yang paling belakang adalah
Setan Arak dan Dewi Bayang-Bayang.
"He.... Sini!" panggil Setan Arak pada Aji.
Setelah dekat, Setan Arak sorongkan wajahnya
dan berbisik. "Kau boleh lanjutkan urusanmu dengan
tua bangka mu yang cantik jelita itu! Tapi ingat.
Harus tahu aturan dan adat! Jika sampai kudengar tua bangka itu hamil, akan kupencet kelerengmu! Kau dengar"!"
Meski dalam hati memaki panjang pendek
mendengar Dewi Tengkorak Hitam dikatakan tua
bangka, namun akhirnya murid Wong Agung ini
hanya bisa anggukkan kepala.
"Betul!" Dewi Bayang-Bayang menyahut
sambil melangkah tertatih-tatih mendekat. Lalu
dia ikut-ikutan berbisik.
"Bukan hanya perlu digencet, tapi harus
dipotong malunya jika benar-benar menghamili
tua bangka itu! Eh.... Astaga! Aku salah ucap. Harus dipotong kema.... Hik....
Hik.... Hik...!" Dewi Bayang-Bayang tidak lanjutkan ucapannya. Tangan kanannya lalu menjawil pundak Setan Arak.
Kedua orang ini lantas sama-sama anggukkan
kepala. Dan sekejap kemudian tubuhnya telah lenyap dari hadapan Pendekar Mata Keranjang 108.
"Aku masih belum mengerti kenapa mereka
mengatakan Dewi Tengkorak Hitam tua bangka.
Padahal orangnya cantik, bertubuh montok,
dan...," Pendekar Mata Keranjang tak teruskan kata hatinya, karena saat itu
lengannya telah dipegang oleh Dewi Tengkorak Hitam.
"Anting Wulan.... Kita harus lekas tinggalkan tempat ini...."
Anting Wulan alias Dewi Tengkorak Hitam
tersenyum. Ia menggeser tubuhnya merapat pada
Pendekar Mata Keranjang. Kedua tangannya bergerak melingkar pada tubuh Pendekar 108. Lalu
kepalanya mengangguk pelan.
"Ah, persetan dengan omongan mereka.
Yang pasti di hadapanku perempuan ini adalah
seorang gadis cantik, bertubuh aduhai.... Dan
hangat...," batin Aji. Tangannya pun segera melingkar pada pinggang Dewi
Tengkorak Hitam.
Sesaat kemudian, keduanya melesat ke
atas dengan berpelukan....
SELESAI Segera terbit: TAKHTA SETAN Scan/e-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel Jodoh Rajawali 11 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Pedang Kilat Membasmi Iblis 5

Cari Blog Ini