Dewa Arak 46 Pendekar Sadis Bagian 1
PENDEKAR SADIS oleh Aji Saka Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : A. Suyudi
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Aji Saka Serial Dewa Arak
dalam episode: Pendekar Sadis
28 hal. ; 12 x 18 cm
1 "Hooop...!"
"Hieeeh...!"
Diiringi ringkikan melengking seekor kuda coklat menghentikan larinya, ketika
lelaki yang duduk di atas punggungnya menarik tali kekang. Kedua kaki depan kuda
itu terangkat tinggi-tinggi ke udara. Debu pun mengepul menyelimuti kuda itu.
"Hup!"
Dengan begitu ringan, sosok tubuh penunggang kuda itu melompat dari punggung
kuda ke tanah. Sosok itu ternyata seorang pemuda tampan berusia sekitar dua
puluh tahun. Tubuhnya yang kekar dan gagah terbalut pakaian biru.
Setelah berdiri mantap di tanah, pemuda berpakaian biru itu segera menuntun
kudanya dan menambatkan pada sebatang pohon yang tidak jauh dari tempat itu.
Kemudian, dengan langkah lebar diayunkan kakinya menuju sebuah kedai yang juga
tak berapa jauh dari tempatnya menghentikan kuda.
Pemuda berpakaian biru itu berhenti sejenak di ambang pintu kedai. Sepasang
matanya yang tajam mernperhatikan ke dalam kedai yang ramai pengunjungnya.
Hampir semua meja dan kursi telah terisi. Hanya tinggal sebuah meja yang mikih
kosong. Tak lama kemudian, pemuda berpakaian biru itu melangkah memasuki kedai. Namun,
baru saja kakinya melangkah, tiba-tiba tubuhnya langsung membalik kembali ke
belakang. Karena mendadak telinganya mendengar suara ringkikan kuda.
"Hiiieeeh...!"
"Keparat! Maling-maling busuk!"
Makian penuh kemarahan dan kegeraman seketika keluar dari mulut pemuda
berpakaian biru itu. Ku da tunggangannya yang baru saja ditambatkan tiba-tiba
hendak dicuri tiga orang berpakaian kuning. Ketiga lelaki berpakaian kuning itu
tengah berusaha melepaskan tali tambatan kuda itu. Kalau saja tidak meringkik,
mungkin orang-orang itu telah berhasil membawa kabur kuda coklat itu.
Pemuda berpakaian biru itu segera melesat menuju kudanya yang masih tertambat di
tempatnya. Hanya sekali hentak tubuh pemuda itu telah melesat sejauh sebelas
tombak. Nampaknya pemuda berpakaian biru ini memiliki ilmu meringankan tubuh cukup
handal. Jliggg! Bersamaan dengan terlepasnya tali kekang kuda dari batang pohon, pemuda
berpakaian biru mendarat di tempat itu. Namun, belum pemuda berpakaian biru itu
berbuat sesuatu, dua di antara ketiga pencuri telah meluruk ke tubuhnya dengan
senjata terayun.
Sing! Sing...! Bunyi berdesing terdengar ketika golok besar yang tergenggam di tangan dua orang
bertubuh kekar itu, diayunkan ke tubuh pemuda berpakaian biru.
"Hmh!"
Pemuda berpakaian biru hanya mendengus penuh ejekan melihat serangan-serangan
yang meluncur ke tubuhnya. Sikapnya nampak tenang. Raut wajahnya tak berubah
sedikit pun. Nampaknya pemuda berpakaian biru itu tidak menganggap berat,
serangan dua orang lawannya.
Dan, ketika serangan-serangan itu menyambar dekat, pemuda berpakaian biru dengan
cepat bergerak. Kedua tangannya segera terjulur berusaha memapak serangan dengan
tangan kosong. Tindakannya itu tentu saja menimbulkan rasa heran kedua lawannya.
"Hah...! Gila barangkali anak muda ini!" seru salah seorang yang merasa
keheranan, "Dia mencoba menangkis senjata kita dengan tangan kosong!"
Meskipun diliputi perasaan heran, dua orang kasar itu tetap melanjutkan
serangan. Harapan ketiga pencuri itu, dalam satu gebrakan saja dapat mematahkan tangan
pemuda berpakaian biru.
Tapi harapan memang belum tentu menjadi kenyataan. Demikian yang dialami dua
orang kasar itu. Mereka kembali dikejutkan lagi, ketika serangan mereka meluncur
ke tubuh pemuda berpakaian biru.
Tak! Tak! "Hehhh...?"
Tak dapat ditahan, seruan keterkejutan keluar dari mulut dua orang kasar itu
ketika melihat kejadian yang sama sekali tak diduga. Betapa tidak" Serangan
golok mereka dapat ditangkis dengan tangan pemuda berpakaian biru itu. Tidak
sedikit pun tangan itu lecet, apalagi putus. Bahkan tangan pemuda berpakaian
biru itu berhasil menangkap golok mereka.
Namun keterkejutan dan keheranan itu hanya berlangsung sesaat. Karena sekejap
kemudian kedua lelaki berwajah kasar telah mengerahkan seluruh tenaga. Mereka
berusaha menarik golok dari cekalan kuat tangan pemuda tampan berpakaian biru
itu. Lagi-lagi kedua lelaki kasar itu tidak berhasil. Golok itu sama sekali tidak
bergeming dalam cekalan tangan pemuda berpakaian biru. Padahal dua orang kasar
itu telah mengerahkan seluruh kekuatan, untuk menarik golok mereka.
"Enghhh...! Emhhh...!"
"Uuuh...!" lenguhan panjang keluar dari mulut kedua orang pencuri itu ketika
mencoba menarik senjata mereka. Raut wajah mereka yang merah padam, menunjukkan
betapa kerasnya usaha yang telah dilakukan.
Berbeda dengan dua orang berwajah kasar, pemuda berpakaian biru nampak tidak
mengerahkan tenaga sama sekali. Raut wajahnya tetap seperti semula, tenang.
"Kerahkan seluruh tenaga yang kalian miliki, Pencuri-Pencuri Busuk!" ujar pemuda
berpakaian biru dengan bibir tersenyum mengejek. "Sekarang kuberikan kesempatan
lebih dulu pada kalian!"
Pemuda berpakaian biru itu menepati janjinya, tidak melakukan perlawanan sama
sekali. Yang dilakukan hanya bertahan. Dibiarkan orang-orang kasar itu terengahengah karena tenaganya terkuras untuk menarik golok mereka.
"Sekarang giliranku...!" ujar pemuda berpakaian biru, mantap.
Usai berkata demikian, jari-jari kedua tangannya bergerak menekuk. Dan....
Tak! Takkk! "Uhhh...!"
Diiringi suara berdetak nyaring, kedua batang golok yang ada dalam cekalan
pemuda tampan itu patah. Seketika itu pula tubuh kedua lelaki berwajah kasar
terjengkang dan terpekik kaget. Kedua lelaki berwajah kasar itu pun jatuh
bergelimpangan.
Tepat ketika tubuh dua orang lawannya terjengkang ke belakang, pemuda berpakaian
biru itu mengibaskan potongan golok.
Sing! Sing...! Tak pelak lagi patahan dua batang golok melayang, dan....
Jrebs! Jrab! "Akh...!"
Patahan batang golok itu menancap deras di paha dua orang berwajah kasar itu.
Seketika itu pula jerit kesakitan terdengar dari mulut mereka, mengiringi
robohnya kedua tubuh pencuri itu.
Sementara itu seorang lagi yang tengah sibuk sendiri melepaskan tali kekang
kuda, begitu terkejut melihat kedua lawannya roboh di tangan pemuda tampan
berpakaian biru itu.
Namun sebelum sempat melakukan tindakan, pemuda berpakaian biru itu telah
berada di dekatnya.
"Orang seperti kalian tak patut dibiarkan hidup!" ujar pemuda berpakaian biru
dengan geram. Setelah itu, dengan cepat diulurkan tangan kanannya ke tubuh lelaki berwajah
kasar yang masih memegangi tali kekang kuda.
"Hekh...!"
Pekikan tertahan keluar dari mulut orang kasar yang sial itu, ketika tangan
kanan pemuda berpakaian biru mencekal lehernya. Kecepatan gerak pemuda
berpakaian biru membuatnya tak mampu berkelit.
Si pencuri kuda tahu bahwa maut tengah mengancam dirinya. Kalau hanya berdiam
diri saja, nyawanya pasti akan melayang. Maka pencuri itu segera bergerak untuk
menyelamatkan jiwanya.
Lelaki berpakaian kuning ini cepat mencekal tangan pemuda berpakaian biru yang
mencekal lehernya. Dengan pengerahan seluruh tenaga dalam pencuri itu berusaha
melepaskan cekalan tangan pemuda berpakaian biru dari lehernya.
Namun, usaha si pencuri kuda ini sia-sia. Cekalan tangan pemuda berpakaian biru
terlalu kuat dan keras bagaikan jepitan baja. Betapapun telah dikerahkan seluruh
tenaga dalamnya, tetap tak mampu mengimbangi kekuatan tangan pemuda berpakaian
biru itu. Sedangkan, cekalan itu semakin lama bukan semakin melemah.
Akibat cekalan itu raut wajah pencuri mulai memerah. Semakin lama warna merahnya
tampak semakin jelas. Keringat di leher dan keningnya pun membasah. Lidahnya pun
mulai terjulur keluar. Dan sepasang matanya mulai membeliak.
*** "Gorda!"
Dua orang berwajah kasar yang telah terluka karena lemparan patahan golok,
menjerit keras ketika melihat maut tengah mengancam kawan mereka.
Lalu meskipun dengan luka di paha, kedua orang itu bangkit dan bergerak
mendekati kawan mereka yang bemama Gorda. Langkah kedua orang itu terseok-seok
karena luka parah di paha mereka. Baru saja sampai di depan Gorda, yang tengah
dicekik lehernya, tiba-tiba....
Krrrkkkhhh! Langkah dua orang berwajah kasar itu terhenti ketika mendengar suara gemeretak.
Ternyata berasal dari leher Gorda yang diremukkan oleh cekalan tangan pemuda
berpakaian biru itu.
Kedua lelaki berwajah kasar nampak bergidik ketakutan melihat hancurnya tulang
belulang leher Gorda. Darah menyembur deras dari mulut, hidung, dan telinganya,
akibat cekikan pemuda berpakaian biru dengan mengerahkan tenaga dalam.
Brukkk! Tubuh Gorda ambruk ke tanah ketika cekalan tangan pemuda itu terlepas. Sama
sekali tidak nampak perasaan ngeri atau menyesal tampak di wajah pemuda
berpakaian biru itu. Bahkan sebaliknya, sorot mata pemuda itu nampak sinar
kekejaman. Setelah menyeringai penuh ejekan, pemuda berpakaian biru itu mengalihkan
perhatian pada dua kawan Gorda yang masih berdiri terpaku. Kedua lelaki berwajah
kasar itu nampak ketakutan dan begjtu terguncang menyaksikan kejadian yang
mengerikan tadi.
"Sekarang giliran kalian!" ucapan geram lelaki berpakaian biru sambil menolehkan
wajah pada dua orang lawannya.
Usai berkata demikian, pemuda berpakaian biru melangkah mendekati kedua orang
berwajah kasar. Mereka baru tersadar dan ketertegunannya setelah mendengar
geraman pemuda berpakaian biru
Setelah menyadari keadaan itu, keduanya langsung meluruk ke pemuda berpakaian
biru. Karena sudah tidak punya senjata, kedua lelaki yang paha mereka sama-sama
terluka, melakukan penyerangan dengan tangan kosong. Tinju mereka dipukulkan
bertubi-tubi ke dada pemuda berpakaian biru.
Bukkk! Bukkk! Bukkk!
Beberapa kali pukulan kedua orang kasar itu mengenai sasarannya. Setiap kali
pukulan mendarat mereka merasa kesakitan. Tubuh pemuda berpakaian biru itu tidak
layaknya tubuh manusia. Mereka seolah-olah memukul besi, atau baru. Tubuh pemuda
itu sangat keras dan kuat.
Di tengah-tengah rasa heran dan kesakitan, mata kedua orang berwajah kasar itu
melihat kaki kanan pemuda berpakaian biru bergerak. Kecepatan gerakan kaki kanan
pemuda itu mengejutkan mereka berdua.
Dan... Tuk! Tuk! "Akh, akh...!"
"Uuuh...!"
Jerit kesakitan langsung terdengar ketika ujung kaki pemuda berpakaian biru
menghantam telak tulut kedua lelaki kasar itu. Tubuh kedua teman Gorda ambruk di
tanah. Mereka merasakan, sambungan tulang lutut mereka copot.
"Sekarang saatnya untuk merasakan akibat perbuatan kalian!" desis pemuda
berpakaian biru bergetar penuh kebencian.
Baru saja ucapan itu terhenti, jari telunjuk kanan pemuda itu meluncur ke bahu
kanan kedua orang kasar itu.
Tuk! Tukkk! Berturut-turut jari telunjuk pemuda berpakain biru bersarang di bahu lawan.
Akibat selanjutnya benar-benar menggiriskan hati. Dua teman Gorda menjerit-jerit
kesakitan. Tubuh mereka bergulingan ke sana kemari karena rasa sakit yang
mendera. "Ha ha ha...! Rasakanlah akibat perbuatan kalian...! Ha ha ha...!" seru pemuda
berpakaian biru merasa gembira.
Terlihat jelas betapa senangnya pemuda berpakaian biru melihat penderitaan yang
dialami dua orang teman Gorda yang bergulingan ke sana kemari. Mulut mereka
terus mengerang kesakitan seperti hewan disembelih.
Namun di tengah suasana itu, tiba-tiba muncul suara dari kejauhan. Sehingga
suara itu terdengar tidak begitu jelas.
"Keji...!"
Suara itu terdengar, kemudian nampak melesat dua sosok bayangan bergerak
mendekati tubuh dua orang kawan Gorda yang masih bergulingan dilanda sakit.
Plak! Plak! Hampir berbarengan, kedua sosok bayangan ungu dan putih menepuk tubuh dua
orang kasar itu. Seketika itu pula kedua orang berwajah kasar merasakan kalau
sakit dan nyeri yang melanda, tiba-tiba lenyap. Rupanya tepukan yang dilakukan
dua sosok bayangan itu bukan sembarangan tepukan, melainkan tepukan yang mampu
membebaskan pengaruh totokan pemuda berpakaian biru.
Jliggg! Kedua sosok berpakaian ungu dan putih mendarat tepat di depan pemuda perkasa
berpakaian biru. Yang satu seorang pemuda berambut putih keperakan. Tubuhnya
yang kekar terbalut pakaian ungu. Sedangkan yang satu lagi seorang wanita
berambut panjang tergerai. Dan tubuhnya yang padat berisi dan ramping tercetak
jelas dalam pakaian putihnya yang ketat.
"Siapa kalian" Mengapa mencampuri urusanku"! Apakah kalian berdua termasuk
kawanan pencuri-pencuri busuk itu"!" tanya pemuda berpakaian biru, agak mengejek
bercampur penasaran.
"Tutup mulutmu yang busuk itu! Dan jangan sembarangan membuka bacot!" sambut
gadis berpakaian putih dengan suara keras, hatinya kesal mendengar ucapan pemuda
berpakaian biru itu.
"Tenanglah, Melati," ucap pemuda berambut putih keperakan pelan bernada
menasihati. "Mana bisa aku tenang mendapat hinaan seperti itu, Kang?" bantah gadis
berpakaian putih yang ternyata Melati.
Sebelum pemuda berambut putih keperakan yang tak lain Arya atau lebih dikenal
dengan julukan Dewa Arak menimpali, pemuda berpakaian biru yang telah menjadi
merah wajahnya telah menyahut.
"Kalau bukan kawan, mengapa mencampuri urusanku" Atau karena kalian berdua ingin
memamerkan kemampuan di hadapanku, heh..."!"
Karuan saja ucapan itu membuat marah Melati yang memang sejak tadi telah
menahannya di hati.
"Keparat Sombong! Orang sepertimu harus diberi pelajaran, agar tak membacot
seenaknya!" sahut Melati semakin jengkel.
Gadis berpakaian putih itu segera mengayunkan langkah mendekati pemuda
berpakaian biru. Tapi, baru saja melangkah, Dewa Arak mencekal pergelangan
tangannya. "Sabar dulu, Melati! Jangan menambah besar persoalan sepele ini!"
Mendengar ucapan
Dewa Arak 46 Pendekar Sadis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kekasihnya ini, terpaksa Melati mengurungkan niatnya. Dikendurkan kembali otot-otot dan urat-urat sarafnya yang telah menegang,
walaupun hatinya mendongkol.
"Nah, Kisanak! Periu kau ketahui, tuduhanmu terhadap kami sama sekali tidak
benar. Kami tak berma sud memamerkan kepandaian. Tindakan yang kau lakukan tadi, hanya
karena melihat tindak ketida adilan terhadap dua orang itu," ujar Dewa Arak
halus "Hmh...!" dengus pemuda berpakaian biru. "Tindak ketidakadilan katamu"! Ho ho
ho...! Kau tahu siapa mereka" Dua orang yang kalian tolong itu bermaksud mencuri
kudaku! Kalau aku tak bertindak cepat, mungkin mereka telah berhasil mencuri
kudaku." "Aku mengerti, Kisanak! Tapi mengapa begitu caramu memperlakukan mereka.
Melakukan penyiksaan secara kejam. Padahal yang mereka lakukan hanya sekadar
mencuri kuda."
"Jadi tindakan yang kulakukan ini salah"! Kalau begitu, menurutmu, begitu kutahu
mereka hendak mencuri kudaku, kubiarkan saja mereka melakukannya"! Atau...,
kubelai-belai mereka, Begitu"! Luar biasa! Kau tahu, Pemuda Usilan! Orang-orang
macam mereka harus dilenyapkan dari muka bumi! Tentu saja tidak dengan cara yang
enak! Dan kalau kau bermaksud menghalangi tindakanku, kau pun harus merasakan
akibatnya!" tandas pemuda berpakaian biru.
"Sombong!" pekik Melati keras. Dan seiring ucapan itu, tubuh Melati melesat ke
pemuda berpakaian biru, tanpa sempat dicegah Dewa Arak.
Begitu cepat dan dahsyat serangan yang dilakukan Melati. Ketika tubuhnya
melayang di udara, dilancarkan serangan perdananya. Tangan kanannya dengan cepat
disampokkan ke pelipis pemuda berpakaian biru.
"Hmh...!"
Pemuda berpakaian biru mendengus ketika melihat serangan itu. Kemudian sambil
melangkah mundur diayunkan tangan kirinya menangkis serangan Melati.
Taaap! Bunyi seperti benturan dua logam keras terdengar ketika dua tangan yang samasama dialiri tenaga dalam kuat itu beradu. Tubuh Melati seketika terpental
kembali ke belakang.
Sedangkan tubuh pemuda berpakaian biru terhuyung selangkah ke belakang.
"Hup!"
Dengan sebuah gerakan manis, Melati berhasil mendaratkan kaki di tanah. Namun,
mulutnya menyeringai kesakitan. Kemudian tangan kanannya mengurut-urut tangan
kiri. Dirasakan tangannya bergetar hebat akibat benturan itu.
Kejadian itu tidak lepas dari perhatian Dewa Arak. Diam-diam pemuda berambut
putih keperakan ini menjadi terkejut karenanya. Benturan pertama kali itu
membuktikan kalau pemuda berpakaian biru memiliki tenaga dalam sangat kuat, dan
bahkan mungkin berada di atas Melati. Sekaligus membuktikan bahwa pemuda itu tak
dapat dianggap remeh.
Kenyataan ini menimbalkan rasa penasaran Dewa Arak. Benarkah pemuda berpakaian
biru memiliki tenaga dalam sekuat itu" Itulah sebabnya Dewa Arak tak berusaha
mencegah pertarungan yang akan terjadi. Di samping itu, dirinya juga menyadari,
tidak mungkin lagi mencegah Melati untuk tidak bertarung. Karena gadis
berpakaian putih itu begitu marah, dan bernafsu sekali menyerang pemuda
berpakaian biru itu.
Dan dugaan Dewa Arak tidak meleset. Melati kembali menerjang lawannya. Sama
seperti gerakan sebelumnya, gadis berpakaian putih ini dengan cepat melenting
menerjang lawannya. Dan ketika tubuhnya telah berada di udara, dikibaskan kaki
kanannya sambil memutar tubuhnya dengan manis sekali.
Wuttt! Hal yang sama ternyata dilakukan pula pemuda berpakaian biru. Akibatnya, dalam
keadaan tubuh sama-sama di udara benturan antara dua batang kaki terjadi.
Dukkk! Suara itu terdengar cukup keras. Nampaknya kedua belah pihak sama-sama
mengerahkan seluruh tenaga dalam, begitu mengetahui kalau lawan yang mereka
hadapi tidak ringan.
Akibat yang mereka alami lebih dahsyat lagi. Tubuh kedua belah pihak sama-sama
terpental deras ke belakang.
Jliggg! Hampir bersamaan Melati dan pemuda berpakaian biru mendaratkan kedua kakinya di
tanah. Nampak perbedaan yang menyolok. Melati agak terhuyung-huyung beberapa
langkah, sedangkan lawannya tidak. Dari sini saja bisa diketahui kalau tenaga
dalam pemuda berpakaian biru lebih kuat dari Melati
"Aaah...!" Melati terpekik.
2 Jeritan pendek karena kaget keluar dari mulut Dewa Arak. Sama sekali tak
disangka kalau dugaannya benar-benar tepat. Pemuda berpakaian biru itu ternyata
memiliki kepandaian tinggi. Paling tidak berada di atas Melati
Dewa Arak hendak menyaksikan pertarungan selanjutnya. Apakah ilmu silat dan ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki pemuda berpakaian biru pun sama hebatnya dengan
tenaga dalamnya.
Dan Dewa Arak tidak perlu menunggu lama untuk menyaksikan pertarungan
selanjutnya. Karena Melati yang memang memiliki watak penasaran, telah kembali
bersiap melancarkan serbuan yang lebih dahsyat. Kali ini tidak tanggung-tanggung
lagi, Melati segera mengerahkan ilmu 'Cakar Naga Merah' andalannya. Seketika
tangannya sebatas pergelangan berubah merah seperti darah.
Pemuda berpakaian biru tahu kalau lawannya telah mengeluarkan ilmu andalan. Maka
tanpa ragu-ragu lagi, pemuda berpakaian biru itu pun mengeluarkan ilmu
simpanannya. Disadari kalau gadis berpakaian putih itu bukan lawan yang bisa dikalahkan
dengan mudah. "Hup!"
Aneh sekali ilmu yang dipertunjukkan pemuda berpakaian biru itu. Tubuhnya
berdiri dengan kepala di bawah. Kedua kakinya bergerak berputar-putar dengan
lincah. Ilmu yang dikeluarkan lelaki berpakaian biru itu memang aneh dirasakan oleh Dewa
Arak yang hanya menyaksikan dari kejauhan. Melati pun mulai tertegun menyaksikan
tindakan yang dilakukan lawannya.
Tapi hanya sesaat saja gadis berpakaian putih itu larut dalam keterkejutannya.
Karena sesaat kemudian Melati segera menyadari. Lalu diawali jeritan melengking
nyaring, dilancarkan serangan terhadap pemuda berpakaian biru.
"Hiaaat...!"
Untuk pertama kalinya Melati merasa bingung melancarkan serangan. Betapa tidak"
Serangan-serangan ilmu 'Cakar Naga Merah' yang seharusnya dipergunakan untuk
menyerang bagian atas tubuh lawan menghadapi lawan yang aneh. Karena kali ini
pemuda berpakaian biru membentuk kedudukan kaki di atas, mau tidak mau Melati
harus memikirkan penyerangan dengan cara lain.
Wuttt! Dibarengi bunyi angin menderu, tangan Melati meluncur. Gadis berpakaian putih
ini melancarkan serangan dengan meluncurkan kedua cakarnya ke pusar lawan.
Melati ingin tahu, bagaimana cara lawannya mematahkan serangan ini.
Harapan Melati terwujud, pemuda berpakaian biru langsung melakukan tindakan
untuk mematahkan serangan itu. Kedua kakinya yang menjulang ke atas, dengan
cepat digerakkan. Satu di antaranya memapak serangan, sedangkan yang lain
meluncur di atas kepala Melati.
Plakkk! "Hey...!"
Melati agak terkejut. Tangkisan pemuda berpakaian biru membuat kedua tangannya
kesakitan. Bahkan tubuhnya dirasakan bergetar. Untung saja tubuhnya sempat
berkelit menghindari serangan balasan lawannya. Melati terlompat ke belakang
ketika serangannya membentur kaki lawan. Dan serangan pemuda berpakaian biru pun
hanya mengenai tempat kosong.
"Hup!" Aneh sekali ilmu yang dipertunjukkan pemuda berpakaian biru itu. tubuhnya
berdiri dengan kepala di bawah. Sementara, kedua kakinya berputar-putar di atas
degnan lincah Ilmu yang dikeluarkannya memang sangat aneh. Sehingga Melati pun merasa agak
bingung untuk melancarkan jurus 'Cakar Naga Merah' andalannya
Namun, kali ini pemuda berpakaian biru itu tidak memberi kesempatan pada Melati.
Dikejarnya gadis berpakaian putih itu. Suara dag-dug dag-dug terdengar ketika
kepala pemuda itu membentur-bentur tanah. Dengan kepalanya, lelaki berpakaian
biru itu melompat-lompat mengejar Melati. Meskipun mempergunakan kepala, gerakan
mengejar yang dilakukan pemuda itu tetap cepat.
Sekali lagi Melati kebingungan dalam pertempuran. Baru kali ini dirinya
menghadapi lawan model ini. Itulah sebabnya, Melati memutuskan untuk mengelakkan
serangan itu. Namun Melati menghadapi serangan lawan dengan waspada. Dirasakan dirinya agak
kewalahan menghadapi serangan yang datang bertubi-tubi dari lawan yang berdiri
dengan kepala di bawah itu. Nampaknya keadaan tubuhnya dengan kepala di bawah
seperti itu tidak mempengaruhi kecepatan serangan itu.
Terlihat lucu dan menegangkan pertarungan yang terlihat. Melati yang terus
mundur, menghindari serangan dari pemuda berpakaian biru yang tak henti-hentinya
merangsek makin maju dengan diiringi suara dag-dug dag-dug da ri kepalanya yang
berbenturan dengan tanah meramaikan jalannya pertarungan.
Sampai sepuluh jurus pertarungan berlangsung, Melati belum menemukan cara untuk
menghadapi ilmu aneh lawannya. Akhirnya, tindakan yang dilakukannya hanya terusmenerus mengelak dan memapak serangan lawan. Tak satu pun serangan yang dapat
dilancarkannya.
*** Nampaknya, keributan yang terjadi menarik perhatian orang. Belasan orang mulai
berdatangan turut menyaksikan pertarungan aneh itu. Mereka semua, termasuk Dewa
Arak menyaksikan dari jarak yang cukup a man.
Dan seperti juga Dewa Arak dan Melati, belasan orang yang menyaksikan jalannya
pertarungan itu pun memperhatikan dengan perasaan heran bercampur takjub melihat
ilmu yang digunakan pemuda berpakaian biru. Mereka para pengunjung kedai, yang
beberapa di antara mereka terdiri dari tokoh-tokoh persilatan yang kebetulan
juga berada di sana.
Berbeda dengan belasan orang tokoh persilatan yang menyaksikan jalannya
pertandingan dengan perasaan takjub, Dewa Arak justru semakin khawatir. Hatinya
merasa cemas melihat Melati, kekasihnya nampak semakin terdesak, di samping tak
mampu melancarkan serangan sama sekali.
Melati berada dalam keadaan tidak menguntungkan. Yang dilakukannya terusmenerus bergerak mundur. Mengelak dan mengelak. Hanya sesekali saja Melati mampu
melancarkan serangan balasan. Itu pun dilakukan hanya untuk memperbaiki
keadaannya yang semakin terjepit. Karena setiap kali dilancarkan serangan,
pemuda berpakaian biru pasti mampu menangkisnya. Karena tenaga Melati tak mampu
mengimbangi kekuatan lawan, setiap kali benturan terjadi, Melati kembali
terdesak. Tiba-tiba pemuda berpakaian biru menghentikan serangannya. Bahkan menghentikan
penggunaan ilmu anehnya. Tubuhnya kembali berdiri dengan kedua kakinya. Mata
lelaki berpakaian biru itu memandang dua ekor kuda yang tengah berpacu kencang
melewati tempat pertarungan.
"Aku ada urusan yang lebih penting. Nanti pertarungan ini kita lanjutkan," ujar
lelaki berpakaian biru.
Setelah berkata demikian, pemuda berpakaian biru melesat mengejar dua ekor kuda
yang tadi dilihatnya. Hanya dalam beberapa kali hentakan, tubuh pemuda itu telah
melesat jauh meninggalkan tempat pertarungan. Bahkan entah sengaja atau tidak
pemuda itu meninggalkan kudanya yang terikat di batang pohon.
Dengan kepergian pemuda berpakaian biru, belasan orang persilatan yang berada di
situ pun bubar. Demikian pula tiga orang yang tadi bermaksud mencuri kuda.
Dengan terseok-seok mereka melangkah meninggalkan tempat itu.
Sama sekali mereka tidak memperhatikan Dewa Arak yang juga berdiri di antara
kerumunan. Memang, meskipun julukan Dewa Arak telah begitu menggemparkan, orang
tidak menduga kalau pemuda berambut putih keperakan itu ternyata pendekar muda
yang demikian tersohor! Barangkali mereka baru menduga demikian, jika Dewa Arak
telah mempertunjukkan kehebatannya.
Sebentar kemudian yang tinggal di sana hanya Dewa Arak dan Melati. Melati masih
berdiri di tempat semula. Menilik dari sikapnya, bisa diketahui kalau dirinya
tengah merasa terpukul.
Perlahan-lahan Dewa Arak mengayunkan langkah mendekati Melati. Kemudian
dirangkulnya bahu gadis berpakaian putih itu untuk menghibur hatinya. Melati pun
menyusupkan wajahnya ke dada Dewa Arak yang bidang.
"Pemuda itu memang memiliki ilmu luar biasa, Melati. Sebuah ilmu yang aneh. Aku
sendiri belum menemukan cara untuk menghadapinya. Aku tidak tahu, apakah ilmu
'Belalang Sakti'-ku dapat digunakan untuk mematahkan ilmunya," ucap Dewa Arak
pelan sambil mengelus-elus rambut Melati.
"Aku sangat kecewa dengan kemampuanku sendiri, Kang. Aku sama sekali tidak
berdaya menghadapinya," keluh Melati tanpa mengangkat kepalanya dari dada Dewa
Arak. "Mari kita bicarakan hal ini sambil berjalan, Melati!" usul Dewa Arak.
Memang, pemuda berambut putih keperakan ini menyadari ketidakpantasan kelakuan
mereka yang seperti itu. Karena tempat ini terbuka. Itulah sebabnya Dewa Arak
mengajak kekasihnya agar segera meninggalkan tempat ini.
Melati tahu maksud yang terkandung dalam ucapan Dewa Arak. Oleh karena itu,
dengan raut wajah memerah, Melati mengangkat kepala dari dada kekasihnya. Lalu,
mereka berjalan bersisian meninggalkan tempat itu.
"Pendapatmu kurang betul, Melati," ucap pemuda berambut putih keperakan itu
sambil terus melangkahkan kakinya. "Ketidakberdayaanmu menghadapi pemuda tadi
bukan karena ilmumu jauh di bawahnya. Tidak, Melati! Walaupun memang ilmumu
berada di bawah pemuda tadi, tapi ketidakberdayaanmu sebagian besar disebabkan
karena kebingunganmu menghadapi keanehan ilmunya. Aku pun mungkin akan mengalami
hal yang sama, kalau melawannya. Hhh...! Ilmunya aneh!"
Melati hanya diam, tidak memberi tanggapan atas ucapan kekasihnya yang disadari
ada kebenarannya. Melati memang merasa kebingungan dalam menghadapi musuhnya
yang berilmu aneh itu.
"Yang masih menjadi pertanyaan bagiku, di golongan manakah pemuda berpakaian
biru itu berdiri, Kang?" tanya Melati setelah beberapa saat lamanya terdiam.
Dewa Arak tidak segera menjawab pertanyaan itu. Pemuda berambut putih keperakan
ini mengernyitkan kening beberapa saat lamanya. Nampaknya Dewa Arak tengah
memikirkan jawaban atas pertanyaan kekasihnya barusan.
"Kalau mendengar ucapan-ucapannya, kurasa pemuda tadi termasuk pendekar golongan
putih." "Tapi..., mengapa tindakannya demikian keji, Kang" Padahal, orang-orang kasar
itu hanya bermaksud mencuri kudanya. Sebuah tindak kejahatan yang sebenarnya
tidak terlalu membahayakan jiwanya," ujar Melati bernada keheranan.
"Aku juga tidak mengerti, Melati. Tapi, menurut dugaanku, pemuda itu mempunyai
pengalaman yang pahit bahkan mungkin mengerikan di masa kecilnya, berkenaan
dengan tokoh-tokoh golongan hitam," duga Dewa Arak.
Melati tidak menimpali dugaan yang dilontarkan Dewa Arak. Beberapa lama keadaan
terasa sunyi. Kedua pendekar muda itu terus berjalan tanpa suara dari mulut
mereka. Cukup lama ju ga Dewa Arak dan Melati tenggelam dalam alun pikirannya masingmasing. Akhirnya Melati membuka mulutnya dengan sebuah pertanyaan.
"Sekarang..., kita akan pergi ke mana, Kang?"
"Tetap seperti tujuan semula," jawab Dewa Arak.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi, Kang" Aku sudah tidak sabar lagi untuk segera
tiba di sana!" sambut Melati penuh semangat
Dewa Arak tersenyum lebar sambil mengangkat bahu pertanda menyetujui keputusan
kekasihnya. Kemudian dalam sekejap saja tubuh Melati telah melesat ke depan
meninggalkan Dewa Arak.
Dewa Arak hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah kekasihnya. Tapi hal
itu pun tidak bisa lama-lama dilakukannya, karena bisa tertinggal jauh dari
gadis berpakaian putih itu. Maka pemuda berambut putih keperakan itu pun segera
menghentakkan langkahnya. Dan sesaat kemudian sepasang pendekar muda ini saling
melesat begitu cepat, sehingga mereka, nampak seperti kejar-mengejar.
*** "Hih!"
Pemuda berpakaian biru menggertakkan gigi sambil menghentakkan kaki dengan
keras. Sesaat kemudian tubuhnya melenting ke udara. Tubuhnya bersalto beberapa
kali sebelum akhirnya menjejakkan kaki mendarat tepat di hadapan dua sosok
Dewa Arak 46 Pendekar Sadis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penunggang kuda.
Lompatan itu begitu cepat dan ringan.
Jliggg! "Hooop...!"
"Hiiieeeh...!"
Keberadaan pemuda berpakaian biru yang secara tiba-tiba menghadang larinya kedua
kuda, membuat kedua penunggang kuda terkejut. Kemudian kedua penunggang kuda itu
menarik tali kekang kudanya. Seketika itu pula lari kuda mereka terhenti
diiringi suara ringkikan nyaring dari kedua kuda itu.
"Keparat! Kadal Buntung! Rupanya kau mau mampus, hehhh"!" bentak salah seorang
penunggang kuda yang mengenakan rompi merah. Wajahnya nampak sangat marah
melihat pemuda berpakaian biru itu.
"Tidak periu berbicara panjang lebar, Kang! Lebih baik kirim saja nyawanya ke
neraka!" selak kawannya yang bertubuh kecil kurus dan berwajah pucat
Namun, pemuda berpakaian biru nampak tak mempedulikan bentakan keras dan
kasar dari dua orang penunggang kuda itu. Pandangannya terpaku pada dua sosok
penunggang kuda di hadapannya. Matanya menatap dengan tajam kedua sosok
penunggang kuda itu secara bergantian.
"Aku ingat...! Ya..., kaulah orangnya...!" ucap pemuda berpakaian biru itu
sambil menuding lelaki berompi merah yang berkepala botak.
Karuan saja tingkah laku pemuda berpakaian biru membuat lelaki berompi merah dan
kawannya nampak kebingungan.
"Ternyata dia bukan orang waras, Kang. Lebih baik kita tinggalkan saja!" kata
lelaki kecil kurus merubah maksud semulanya.
Dan seiring keluarnya ucapan itu, lelaki kecil kurus langsung bersiap untuk
melecutkan cambuk pada punggung kudanya. Tapi....
"Tunggu, Bawira!" cegah lelaki berompi merah sambil memalangkan tangannya
mencegah lelaki kecil kurus yang hendak lari dengan kudanya. Dan sebelum
kawannya sempat mengucapkan sesuatu, lelaki berompi merah langsung
mendahuluinya. "Rasa-rasanya aku pernah melihat wajah mirip dia. Tapi aku lupa kapan dan di
mana...?" "Kau telah mengaku, Monyet Botak! Sekarang saatnya kau menerima pembalasan
dariku! Kau harus bertanggung jawab atas pembunuhan yang kau lakukan pada
orangtua dan kakak-kakak seperguruanku!" tandas pemuda berpakaian biru.
"Sepuluh tahun lalu?"
Alis lelaki berompi merah berkernyit dalam. Dicobanya untuk mengingat-ingat
kejadian yang dialaminya sepuluh tahun lalu.
Pada saat yang bersamaan, pemuda berpakaian biru itu pun tengah melakukan hal
yang sama. Ingatannya melayang pada peristiwa yang terjadi sepuluh tahun lalu.
3 Ctar, ctar, ctarrr!
"Hiya! Hiyaaa...!"
"Hieeeh...!"
Suara lecutan cambuk dan teriakan-teriakan mulut terdengar membentak kuda yang
tengah berlari ken-cang, ditingkahi suara ringkikan nyaring dua ekor kuda.
Keriuhan itu memecah keheningan malam yang masih melingkari persada. Sementara,
bulan yang bersinar terang dan bintang-bintang yang bergemerlapan di langit,
menambah suasana cerah malam itu.
Kegaduhan itu ternyata berasal dari sebuah kereta yang ditarik dua ekor kuda.
Seorang lelaki setengah baya tengah duduk terguncang-guncang di atas kursi
kereta. Lelaki berpakaian coklat itu berkali-kali melecut punggung kedua kuda
yang menarik keretanya.
Sementara mulut terus berteriak-teriak sambil membentak. Nampaknya lelaki
berpakaian coklat yang tengah duduk di atas kursi kuda itu menghendaki agar
kuda-kuda itu lebih mempercepat larinya.
Ternyata benar, kedua ekor kuda itu berlari begitu cepat bagai kesetanan.
Sehingga membuat kereta itu terguncang-guncang hebat di atas jalanan yang tidak
rata dan agak berbatu-batu.
Namun, sang Kusir sama sekali tidak mempedulikan keadaan itu. Cambuknya terusmenerus dilecutkan ke punggung kedua kuda itu. Demikian pula seruan-seruan yang
mengandung maksud agar kuda-kuda penarik kereta itu berlari semakin cepat, terus
diteriakkan semakin menggebu-gebu.
Namun sayang, ketika kereta itu tengah berlari kencang, tiba-tiba sebuah lubang
menghalang di jalanan. Dan itu tidak terlihat cteh mata kusir. Dan....
Blosss...! Krakkk!
"Hieeeh...!"
"Haaah...!"
Brukkk! Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Roda kiri kereta menggilas bagian jalan
yang berlubang. Memang lubang itu tidak besar. Namun, karena kereta itu tengah
melaju dengan kecepatan tinggi, mengaki-batkan roda kereta itu hancur. Bahkan
asnya patah. "Hieeeh...!"
Kereta pun berguling ke kiri dibarengi ringkik ketakutan dari mulut dua ekor
kuda itu, pekik mulut lelaki berpakaian coklat dan suara yang berasal dari dalam
kereta. Ternyata di dalam kereta itu ada penumpangnya. Dari suaranya yang
melengking nyaring, penumpang di dalam kereta itu mirip jeritan anak kecil atau
perempuan. Suara hiruk-pikuk para penumpang kereta itu ambruk ke kiri. Roda kereta sebelah
kanan masih berputaran, karena kereta kuda itu dilarikan dengan kecepatan
tinggi. "Aaah...!"
Jerit kesakitan keluar dari mulut lelaki berpakaian coklat ketika berusaha
bangkit. Tubuhnya mulai dari pinggang ke bawah nampak terjepit reruntuhan kereta.
Tapi rupanya lelaki berpakaian coklat termasuk orang yang berkemauan keras.
Meskipun seluruh tubuhnya dirasakan sakit semua, lelaki itu tetap berusaha
bangkit dari reruntuhan kereta itu.
"Huuuh...! Hmmmh...!"
Lelaki berpakaian coklat menggigit bibirnya keras untuk mencegah keluarnya jerit
kesakitan dari mulutnya. Jelas, hal itu membutuhkan kekerasan hati yang luar
biasa. Karena rasa sakit semakin hebat di sekujur tubuhnya. Keringat dingin
mulai bercucuran membasahi leher, kening, dan seluruh tubuhnya.
Kriiit...! Terdengar suara bergerit pelan diiringi terbukanya daun pintu sebelah kanan
kereta. Sesaat kemudian dari dalam kereta menyeruak sesosok tubuh kecil. Pancaran sinar
bulan purnama memperjelas sosok tubuh kecil itu.
Sosok tubuh kecil itu ternyata seorang bocah lelaki berusia sekitar sepuluh
tahun. Tubuhnya yang nampak kekar terbalut pakaian biru.
"Aaakh...!" terdengar suara terpekik dari mulut bocah lelaki itu.
Tubuh bocah berpakaian biru yang baru saja terjulur keluar itu tiba-tiba
terlontar ke atas. Jerit kengerian tertahan yang keluar dari mulut bocah itu
membuktikan bahwa kejadian itu bukan atas kehendaknya. Seolah-olah ada orang di
dalam kereta yang melontarkan tubuhnya.
Gusraaak! Terdengar suara berkerosakan keras ketika tubuh bocah berpakaian biru itu
terjatuh di semak-semak. Untung saja tubuh itu terlempar ke semak-semak. Kalau
tidak, barangkali tubuh bocah itu akan mengalami luka-luka berat. Sebab lontaran
itu begitu deras dan cepat Beberapa saat setelah tubuh bocah lelaki berpakaian
biru terlontar, dari dalam kereta itu kembali melesat keluar sesosok bayangan
hitam. Jliggg! Dengan agak terhuyung-huyung, sosok bayangan yang ternyata seorang lelaki
berusia empat puluh tahun itu mendarat ke tanah. Agak aneh, mestinya kalau
dilihat dari kecepatan lesatannya, lelaki berusia empat puluh tahun yang
mengenakan pakaian kuning gading itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup
tinggi. Tapi mengapa hinggap di tanah dengan keadaan sempoyongan seperti itu"
Namun ternyata setelah mendarat dengan agak sempoyongan, lelaki setengah baya
berpakaian kuning gading itu langsung terbungkuk badannya. Dan....
"Uhuk...! Uhuk...!"
Lelaki berpakaian kuning gading itu batuk-batuk. Dan dari mulutnya bersamaan
dengan batuk itu terpercik cairan merah agak kental. Nampaknya lelaki berpakaian
kuning gading ini mengalami luka dalam.
Namun, lelaki berpakaian kuning gading itu sama sekali tidak mempedulikan luka
yang tengah dideritanya. Dalam keadaan masih batuk-batuk keras kakinya melangkah
menuju semak-semak tempat tubuh ocah lelaki yang terlontar barusan mendarat
Tapi, baru saja beberapa tindak, ayunan langkahnya segera dihentikan. Pendengarannya yang tajam tiba-tiba menangkap ada suara langkah kaki mendekati
tempatnya. Suara itu nampaknya berasal dari belasan bahkan mungkin puluhan
pasang kaki. Sekejap kemudian tubuh lelaki berpakaian kuning gading itu dengan cepat
membalik. Dengan begitu cepat kakinya bergerak hendak menuju ke semak-semak yang sudah
tidak begitu jauh dari tempat itu. Tetapi....
"Mau lari ke mana kau, Keparat"!"
Seiring dengan keluarnya suara bentakan keras, sesosok bayangan melesat cepat di
atas kepala lelaki berpakaian kuning gading itu.
"Hup!"
Tanpa menimbulkan suara berarti, sosok tubuh yang melesat itu mendarat beberapa
tombak di depan lelaki berpakaian kuning gading. Terpaksa lelaki berpakaian
kuning gading itu menghentikan kembali langkahnya.
"Jangan harap bisa lolos lagi! Orang sepertimu harus dilenyapkan selama-lamanya
dari muka bumi!" sambung sebuah suara lain yang ternyata berada di belakang
lelaki berpakaian kuning gading.
"Akur...!"
"Betul...!"
"Ganyang...!"
"Lenyapkan pula keturunannya...!"
Suara-suara riuh
rendah terdengar bersahut-sahutan. Dan semuanya berasal dari
belakang lelaki berpakaian kuning gading.
Lelaki berpakaian kuning gading segera memutar badannya ke belakang. Segera
matanya yang awas melihat di keremangan malam belasan bahkan mungkin puluhan
orang dengan senjata di tangan, berdiri dengan sikap mengancam. Lalu dengan
cepat mereka bergerak menyebar. Hanya dalam sekejap saja lelaki berpakaian
kuning gading itu telah terkepung.
Namun, lelaki berpakaian kuning gading sama sekali tidak kelihatan gugup,
meskipun tahu kalau dirinya tidak akan bisa lolos lagi dari kepungan orang-orang
yang belum dikenalnya itu. Meskipun dalam suasana remang-remang, lelaki
berpakaian kuning gading berusaha untuk menatap wajah-wajah mereka. Nampak jelas
di matanya, bahwa orang-orang yang mengepungnya bemafsu sekali untuk membunuh
dirinya. Tak lama kemudian, bagat diberi perintah puluhan orang itu bergerak maju.
Kepungan itu pun semakin mengecil.
"Terimalah kematianmu, Manusia Usilan! Hih...!"
Wuk! Wuk! Wuk! Seorang lelaki tinggi besar, berperut gendut, berkepala botak, dan mengenakan
rompi merah memutar-mutarkan rantai berujung bola baja berduri. Bunyi yang
terdengar membuat bulu kuduk meremang.
Lelaki berpakaian kuning gading telah terkepung. Dirinya tak mampu berusaha
untuk menghindar. Kini tinggal menunggu saatnya senjata berduri itu menggempur
tubuhnya. Tapi tiba-tiba terdengar suara....
"Tahan...!"
Bentakan keras terdengar. Suara menggelegar itu nampaknya dikeluarkan dengan
pengerahan tenaga dalam yang kuat. Buktinya semua lelaki yang tengah mengepung
mangsanya nampak bergetar hebat oleh hawa yang diakibatkan suara bentakan itu.
Ternyata tak hanya lelaki berompi merah yang nampak terpengaruh bentakan itu,
sehingga menghentikan gerakannya. Semua lelaki yang mengepung itu pun menolehkan
kepala ke asal suara.
*** Dari belakang lelaki besar berompi kuning, tiba-tiba melesat sesosok bayangan
hitam. "Hup!"
Sosok bayangan hitam itu berhenti di luar kepungan. Seketika itu pula para
pengepung menyibak, memberi jalan bagi sosok hitam itu yang berjalan mendekati
lelaki berpakaian kuning gading. Mereka mengenal betul siapa sosok hitam itu.
Ternyata sosok hitam itu pemimpin mereka.
"Mau lari ke mana kau, Malaikat Ruyung" Jangan harap dapat lolos dari tanganku!"
ejek sosok hitam yang tengah menghampirinya.
Sosok hitam itu semakin mendekat ke tubuh lelaki berpakaian kuning gading. Mata
lelaki berpakaian kuning gading seketika terbelalak melihat sosok tubuh di
depannya yang nampak sangat aneh dan menyeramkan. Wajah lelaki hitam itu
ditumbuhi bulu-bulu halus hitam pekat. Wajahnya lebih mirip gorila.
Tidak hanya itu ciri-ciri yang membuat sosok hitam itu mirip dengan gorila.
Potongan tubuhnya agak membungkuk, dan tangan yang panjang menjuntai hingga
melewati kedua lutut. Bulu-bulu hitam yang memenuhi sekujur tubuh yang tidak
tertutup pakaian, semakin memperjelas kemiripan bentuknya dengan gorila.
"Aku bukan jenis orang sepertimu, Raja Monyet Tangan Delapan!" sambut lelaki
berpakaian kuning gading yang ternyata berjuluk Malaikat Ruyung.
"He he he...!" sosok hitam yang berjuluk Raja Monyet Tangan Delapan tertawa
terkekeh-kekeh. "Kalau tidak menyaksikan sendiri, mungkin aku bisa percaya
ucapanmu, Malaikat Ruyung! Tapi, kenyataan yang kulihat tidak seperti yang kau
katakan! Dengan mata kepalaku sendiri kulihat kau berlari tunggang-langgang!"
Seketika itu pula Malaikat Ruyung terdiam. Disadari adanya kebenaran yang tidak
bisa dibantah lagi dalam ucapan Raja Monyet Tangan Delapan. Memang terbukti
dirinya telah melarikan diri. Tapi, tentu saja bukan tanpa alasan. Hanya saja
alasan itu tidak mungkin diutarakannya dalam keadaan yang mencekam seperti ini.
"He he he...! Sekarang kau mau bicara apa lagi, Malaikat Ruyung" Kau tidak bisa
membohongiku lagi. He he he...! Ingin kulihat sendiri bagaimana raut wajahmu
kalau dunia persilatan mengetahui bahwa kau melarikan diri untuk menyelamatkan
diri, seperti seekor anjing yang akan dipukul," ejek Raja Monyet Tangan Delapan
lagi "Tutup mulutmu, Raja Monyet!" bentak Malaikat Ruyung begitu keras.
Tampak jelas kalau lelaki yang berjuluk Malaikat Ruyung merasa tersinggung
mendengar ejekan lawannya. Wajahnya nampak pula menegang. Perasaan marah, takut,
dan kesal bercampur dalam hatinya. Tapi untuk lolos dari kepungan ini tentu saja
bukan hal yang mudah.
"Hehhh..."!" Raja Monyet Tangan Delapan tersentak. "Kau berani memerintahku
untuk menutup mulut" Betapa lancang mulutmu! Apa kau ingin merasakan kedahsyatan
ilmu-ilmuku lagi"! Ho, ho, ho...! Dalam keadaan biasa saja kau bukan
tandinganku, apalagi sekarang! Hmh...! Bunuh dia!" perintahnya kemudian dengan
suara keras. Usai memberi perintah demikian, Raja Monyet Tangan Delapan mengibaskan
tangannya sambil melangkah mundur. Maksudnya tentu saja memberi kesempatan pada
gerombolan pengepung itu untuk mengerjakan perintahnya.
"Selamat bertemu malaikat maut, Malaikat Ruyung...!" ujar Raja Monyet Tangan
Delapan sambil melepas tawa bergelak.
Lalu, kedua tangannya yang berukuran lebih panjang dari tangan manusia umumnya,
bersidekap di depan dada. Diperhatikan anak buahnya yang telah bergerak
mengurung Malaikat Ruyung.
Sementara itu, Malaikat Ruyung sudah tidak memperhatikan Raja Monyet Tangan
Delapan lagi. Dipusatkan perhatiannya pada para pengeroyoknya yang kini sudah
mulai bergerak siap menyerangnya. Sepasang matanya berkeliaran ke sana kemari,
memperhatikan gerak-gerik lawan-lawannya. Lalu dicabutnya ruyung berbatang dua
yang terselip di pinggangnya. Batang ru yung itu terbuat dari baja, dan ujungujungnya terikat rantai baja yang sepanjang dua jengkal. Kemudian segera
diputar-putar rujung itu dengan cepat sekali di depan dadanya.
Wuk! Wuk! Wuk...!
Dewa Arak 46 Pendekar Sadis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kecepatan putaran ruyung itu melenyapkan bentuk aslinya. Dan kini yang nampak
hanya kelebatan bayangan hitam dalam bentuk tidak jelas. Malaikat Ruyung telah
bertekad menghadapi lawan-lawan, meskipun jumlah mereka seharusnya bukan
tandingannya. "Hiaaat..!"
Diiringi teriakan menggelegar yang membuat suasana di sekitar tempat itu
tergetar hebat, lelaki berpakaian merah melancarkan serangan. Rupanya hatinya
sudah tak sabar menunggu lebih lama lagi untuk segera menghabisi nyawa musuhnya.
Wuuuk...! Kreeek!
Diiringi deru angin keras mengiuk dan suara rantai, bola baja berduri itu
meluncur ke atas kepala Malaikat Ruyung. Hal itu dilakukan setelah terlebih dulu
memutar-mutarkan rantainya di atas kepala. Beberapa kali serangan dilancarkan
dengan cepat dan dahsyat.
Malaikat Ruyung tidak berani bertindak gegabah. Dirinya tahu betapa dahsyatnya
serangan bola berduri itu. Kalau menerjang kepalanya, sudah dapat dipastikan
akan remuk. Malaikat Ruyung tidak mau hal itu terjadi atas dirinya.
Oleh karena itu, Malaikat Ruyung langsung bergerak cepat. Tubuhnya melakukan
lompatan harimau ke samping kanan. Lalu dengan bertumpu pada kedua tangan,
tubuhnya berguling-guling berusaha menghindari serangan dahsyat itu.
Usaha yang dilakukan Malaikat Ruyung memang tidak sia-sia. Berkali-kali serangan
bola berduri itu meleset, dan hanya menggebuk tempat kosong.
Wuuuk...! Bukkk...! Bukkk!
Setiap kali Malaikat Ruyung bangkit, serangan susulan dengan cepat telah
meluncur ke kepalanya. Yang lebih membuat repot dan kewalahan lagi, hampir semua
anak buah gerombolan Raja Monyet Tangan Delapan meluruk ke tubuhnya dengan
senjata terhunus. Tak pelak lagi, belasan senjata yang beraneka ragam jenis,
ukuran, dan bentuk itu meluruk ke tubuh Malaikat Ruyung hampir bersamaan.
Malaikat Ruyung terkejut melihat serangan-serangan itu semakin berbahaya. Kalau
keadaan tubuhnya biasa, barangkali keadaan seperti ini bukan merupakan hal yang
sulit baginya untuk mengandaskan semua serangan. Tapi sekarang masalahnya lain.
Tubuhnya tengah menderita luka dalam yang parah! Bahkan ketika tangannya
memutar-mutar senjata ruyungnya di depan dada, nampak darah segar mengalir dari
mulutnya. Begitu juga ketika melakukan lompatan harimau untuk mengelakkan serangan bola
berduri, darah itu kembali mengalir keluar. Bahkan dadanya dirasakan begitu
sakit. Saat Malaikat Ruyung berada dalam keadaan seperti itulah seranganserangan para pengeroyoknya meluncur terus menerjang ke tubuhnya. Berkali-kali
usahanya untuk berkelit masih mampu menyelamatkan jiwanya dari maut yang terus
memburunya. Malaikat Ruyung tidak mempunyai pilihan lain. Dirinya masih belum ingin tewas.
Keadaan bocah berpakaian biru yang sebenarnya anaknya, belum diketahui secara
pasti. Nasib anaknya itulah yang mendorong lelaki berpakaian kuning gading ini berusaha
terus untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, dirinya tetap berusaha untuk
menyelamatkan diri dari maut. Meskipun untuk itu harus merasakan sakit yang
hebat di dalam tubuhnya.
Pikirannya yang bercabang seperti itu menyebabkan kewaspadaannya mengendur.
Kemudian tak disangka-sangka serangan beruntun meluncur ke tubuhnya. Dan....
Jrabbb! Jrabbb! Jrabbb!
Beberapa bacokan senjata pun mendarat dengan cepat sekali. Seketika tubuh lelaki
berpakaian kuning gading melesat dengan cepat untuk menghindari serangan
beruntun itu. Senjata-senjata itu pun membacok tempat kosong. Malaikat Ruyung ternyata telah
lebih dulu menghindar dari tempat semula. Nampak tubuhnya berguling-guling di
atas tanah. Namun kesempatan berkelit Malaikat Ruyung hanya berlangsung beberapa saat.
Ketika tubuhnya tengah bergulingan, lelaki berompi merah yang tadi tak sempat
ikut dalam penyerangan, tiba-tiba dengan cepat sekali melontarkan bola
berdurinya ke tubuh Malaikat Ruyung.
Wukkk! Malaikat Ruyung terkejut bukan kepalang. Dirinya tahu kali ini tak bisa lagi
melakukan gerakan untuk menghindar. Jalan satu-satunya hanya menangkis.
"Hih!"
Sambil menggertakkan gigi, Malaikat Ru yung memapak luncuran bola berduri itu
dengan ruyungnya. Seluruh tenaganya dikerahkan untuk menangkis serangan itu.
Sebab, senjata lawan memiliki berat yang berlipat kali jika dibanding dengan
senjatanya. Apalagi luncuran senjata berbentuk bola duri itu dikerahkan dengan
tenaga dalam yang kuat.
Sehingga, kalau tenaga tangkisannya kurang kuat, bola berduri itu tetap akan
menghantam tubuhnya.
Trakkk! Bukkk! "Akh...!"
Apa yang dikhawatirkan Malaikat Ruyung terjadi juga. Tenaganya yang telah
menyusut jauh, membuat kekuatan tangkisannya tak sanggup menahan luncuran bola
berduri. Meskipun berhasil ditangkisnya, tak urung bola berduri itu menghantam paha
kanannya. Akibatnya tulang paha kanannya remuk. Rasa sakit yang hebat pun mendera Malaikat
Ruyung. Rasa sakit itu menyebabkan Malaikat Ruyung, untuk beberapa saat lamanya terdiam
di tempat. Sebentar kedua matanya terpejam menahan rasa sakit di pahanya.
Padahal saat itu, para pengeroyok yang semula gagal melakukan serangan telah
meluruk kembali sambil mengayunkan senjata masing-masing.
Malaikat Ruyung mengetahui bahaya yang tengah meluruk ke tubuhnya. Namun,
keadaan saat itu membuat lelaki berpakaian kuning gading itu hanya pasrah
menunggu datangnya serangan maut Tubuhnya tak mampu digerakkan untuk menangkis
atau mengelak. Luka dalam yang parah, tulang pahanya yang remuk, dan pergelangan
kedua tangannya yang patah akibat memapak bola berduri membuatnya tak mampu
bertindak apa pun untuk menyelamatkan diri. Akhirnya....
Crat! Jraaab! Breeet!
"Aaakh...!"
Malaikat Ruyung tak kuasa menahan jeritannya, ketika beberapa senjata lawan
dengan ganas menghujam ke beberapa bagian tubuhnya. Darah segar pun seketika
mengalir deras membasahi tubuhnya yang telah parah. Sempurnalah luka parah yang
di deritanya. Namun hanya beberapa saat saja mulut lelaki berpakaian kuning itu terpekik
kesakitan. Tubuhnya yang telah luka parah nampak tak bergerak lagi, karena saat
itu pula nyawa di tubuhnya telah melayang.
Meskipun Malaikat Ruyung sudah tak berkutik lagi, gerombolan anak buah Raja
Monyet Tangan Delapan tetap tak berhenti menyerang lelaki berpakaian kuning
gading itu. Dengan ganas mereka tetap menghujamkan senjata ke tubuh Malaikat Ruyung yang
telah tewas. Sehingga tubuh berpakaian kuning gading itu hancur berantakan, dan
tak berbentuk lagi
Mereka baru menghentikan ayunan senjata ketika tubuh Malaikat Ruyung sudah
hancur lebur bercampur darah. Sebuah pemandangan yang mengerikan sekali. Tubuh
Malaikat Ruyung seperti cacahan daging. Kepalanya pun sudah tak berbentuk dan
berpisah dari lehernya.
"Ha ha ha...!"
Raja Monyet Tangan Delapan tertawa bergelak melihat akhir hidup Malaikat Ruyung.
Tokoh sesat yang mirip gorila ini merasa puas. Perutnya nampak terguncangguncang karena tawanya yang keras.
"Tamatlah riwayatmu, Malaikat Ruyung! Ha ha ha...!"
Sementara itu, gerombolan pengeroyok Malaikat Ruyung berdiri diam saja di
tempatnya. Senjata-senjata berlumur darah masih tergenggam di tangan mereka.
"Tunggu apa lagi" Cari keturunan si keparat itu! Bukan tidak mungkin mereka akan
menjadi ancaman bagi kita kelak!" perintah Raja Monyet Tangan Delapan ketika
berhenti dari tawanya.
*** Tanpa menunggu perintah dua kali, belasan orang berwajah kasar dan bertubuh
kekar itu menyebar ke sekitar tempat itu. Beberapa orang dari mereka menghampiri
kereta kuda yang terguling di pinggir jalan berbatu-batu tadi.
Seluruh tempat telah diobrak-abrik, tapi orang yang mereka cari tidak
diketemukan. Di dalam kereta, tempat-tempat di sekitarnya, bahkan di dalam
semak-semak telah mereka gasak. Namun, tetap mereka tak menemukan yang dicari.
Sedangkan di kereta yang terguling itu, mereka hanya mendapatkan kusir yang
tubuhnya terjepit di bawah kereta itu. Dan nyawa sang Kusir pun melayang ketika
salah seorang anak buah Raja Monyet Tangan Delapan menendang kepalanya hingga
terlepas dari lehernya.
"Tidak ada seorang pun di sekitar sini, Ketua," lapor lelaki berpakaian merah
penuh hormat ketika tidak berhasil menemukan orang yang mereka can. Kini
semuanya berkumpul di hadapan Raja Monyet Tangan Delapan.
"Bodoh! Dungu! Kalian semua memang bukan manusia! Kalian kerbau! Mencari seorang
anak kecil saja tidak bisa! Lalu, apa yang kalian bisa lakukan"!" Raja Monyet
Tangan Delapan meluap kemarahannya mendengar laporan itu.
"Maaf, Ketua. Barangkali bocah itu tak ikut bersama Malaikat Ruyung," jawab
salah seorang yang berbibir tebal.
"Maksudmu bocah itu masih di rumahnya, begitu?" sambut Raja Monyet Tangan
Delapan keras. "Menurutku begitu, Ketua. Karena buktinya anak itu tak ada di sekitar sini.
Kalau anak itu ikut dengan Malaikat Ruyung, pasti berada di sini. Sampai
seberapa jauh mana sih, seorang anak kecil bisa meninggalkan tempat ini dalam
waktu yang demikian singkat"!" lelaki berbibir tebal mencoba memberi alasan
untuk menguatkan pernyataannya.
Seketika itu pula nampak kepala kawan-kawannya, terangguk. Mereka seolah-olah
turut membenarkan alasan yang disampaikan oleh lelaki berbibir tebal itu.
Raja Monyet Tangan Delapan mengernyitkan dahi ketika melihat hampir semua anak
buahnya menyetujui pernyataan lelaki berbibir tebal. Nampaknya diam-diam
diakuinya kalau pernyataan anak buahnya itu ada benarnya. Namun, tetap saja ada
perasaan ragu yang menyelinap di hatinya. Rasanya mustahil Raja Monyet Tangan
Delapan tidak membawa anak satu-satunya dalam pelarian itu.
Namun keraguan itu segera dibantahnya sendiri. Mungkin saja, Malaikat Ruyung
sengaja berbuat demikian untuk mengalihkan perhatian, agar anaknya berhasil menyelamatkan diri. Dengan kata lain, Malaikat Ruyung memancing Raja Monyet
Tangan Delapan dan anak buahnya agar memburunya.
"Kalau begitu, mari kita pergi dari sini! Lagi pula kalau benar bocah itu
selamat, apa yang
bisa dilakukannya terhadap diriku"!"
ucap Raja Monyet Tangan Delapan menyombongkan diri.
Keangkuhan yang dilontarkan Raja Monyet Tangan Delapan ini bukan tanpa alasan,
karena dirinya seorang datuk sesat yang memiliki kepandaian luar biasa. Telah
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 28 Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Iblis Sungai Telaga 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama