Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sadis 3

Dewa Arak 46 Pendekar Sadis Bagian 3


Lelaki berbibir tebal menggelengkan kepala.
"O, ya. Tadi kau bilang dia menggunakan ilmu aneh tapi dahsyat. Di mana
keanehannya?"
"Dia bertarung dalam keadaan tubuh terbalik, Ketua. Kepalanya di bawah dan kedua
kakinya di atas," jelas lelaki berbibir tebal.
"Hhh...!" jerit keterkejutan keluar dari mulut Raja Monyet Tangan Delapan.
Raut wajah tokoh mirip gorila itu memancarkan keterkejutan yang amat sangat.
Begitu pula Naga Berekor Sembilan dan beberapa orang yang berada di pintu
gerbang itu. Tentu saja hal itu membuat semua anak buahnya merasa heran. Tapi, mereka
berpura-pura tidak tahu dan menundukkan kepala.
"Lalu..., mengapa pemuda berpakaian biru itu membunuh Penjagal Nyawa dan Setan
Pisau" Apa urusannya dengan Penjagal Nyawa dan Setan Pisau?" tanya Raja Monyet
Tangan Delapan lagi setelah berhasil menguasai perasaannya.
"Kami tidak tahu, Ketua. Tapi menurut dugaan kami, yang mempunyai urusan dengan
pemuda berpakaian biru itu hanya Penjagal Nyawa. Karena dialah nampaknya yang
menjadi tujuan pelampiasan dendam. Pada tubuh Penjagal Nyawa kami lihat bekasbekas siksaan, sedangkan pada Setan Pisau tidak ada sama sekali," lanjut lelaki
berbibir tebal menjelaskan apa yang telah dilihatnya.
Raja Monyet Tangan Delapan mengangguk-anggukan kepala, sambil memukulmukulkan kepalan tangan kanan ke telapak tangan kirinya.
"Kalau begitu, kembali ke tempatmu semula! Kau juga, Naga!" perintah tokoh mirip
gorila itu seraya melangkah menuju ke dalam.
Hal yang sama pun dilakukan Naga Berekor Sembilan, lelaki berbibir tebal, dan
lelaki berkumis jarang. Mereka mengayunkan langkah kembali ke tempat semula.
Sementara itu, sambil terus menindakkan kaki, benak Raja Monyet Tangan Delapan
berputar keras. Kabar yang dibawa dua orang anak buahnya benar-benar telah
menyebabkan benaknya dipenuhi banyak pertanyaan yang tak terjawab.
Berbagai macam pertanyaan memenuhi benak tokoh yang mirip kera besar itu. Siapa
sebenarnya pemuda berpakaian biru itu" Mengapa begitu dendam terhadap Penjagal
Nyawa" Lalu, dari mana didapatkan ilmu aneh itu. Raja Monyet Tangan Delapan tahu pasti
nama ilmu itu dan siapa pemiliknya.
Tanpa sadar, terbayang kembali di benaknya kejadian puluhan tahun silam saat
dirinya masih berusia tiga belas tahun. Bersama dua orang kawannya berperahu ke
laut untuk mencari ikan. Malang, badai datang. Maka perahu mereka pun diombangambingkan gelombang dan akhirnya hancur berantakan.
Untung Raja Monyet Tangan Delapan dan seorang kawannya yang bernama Songka
Lawung berhasil menangkap pecahan perahu. Raja Monyet Tangan Delapan dan Songka
Lawung akhirnya dapat selamat. Berhari-hari lamanya mereka berdua dipermainkan
gelombang sebelum akhirnya terhempas ke sebuah pulau.
Nasib baik menyertai mereka berdua. Mereka bertemu dengan seorang kakek yang
sudah amat tua. Keadaannya sudah lebih mendekati tengkorak daripada manusia.
Meskipun demikian, kakek itu memiliki kepandaian amat tinggi. Dan Raja Monyet
Tangan Delapan serta Songka Lawung akhirnya menjadi muridnya. Mereka berdua
berlarih dengan giat ilmu-ilmu dari kakek itu.
Mula-mula mereka mengalami kemajuan berbarengan. Tapi lama-kelamaan, bakat
Songka Lawung terhadap ilmu silat mulai terlihat. Dirinya mampu maju secara
cepat dalam ilmu-ilmu yang dipelajarinya. Sehingga, Raja Monyet Tangan Delapan
tertinggal. Semakin lama perbedaan tingkat mereka semakin jauh. Hal ini
menimbulkan perasaan iri hati Raja Monyet Tangan Delapan. Apalagi, ketika
akhirnya Songka Lawung menerima ilmu 'Pembalik Jagad', dan Raja Monyet Tangan
Delapan hanya mendapatkan ilmu 'Tangan Seribu". Rasa iri di hatinya berubah
menjadi kebencian. Raja Monyet Tangan Delapan pun mengambil keputusan singkat,
Songka Lawung harus dilenyapkan.
Dan peluang bagi Raja Monyet Tangan Delapan untuk melaksanakan niat jahatnya
semakin terbuka, ketika guru mereka akhirnya pergi meninggalkan mereka. Sang
Guru hanya meninggalkan pesan yang mengatakan bahwa mereka berdua telah
menamatkan semua ilmu darinya.Dengan sebuah siasat licik, Raja Monyet Tangan
Delapan berhasil menjebak Songka Lawung di sebuah sumur yang amat dalam.
Kemudian dari atas, Raja. Monyet Tangan Delapan mengguyurkan cairan besi yang
panas membara. Setelah kejadian itu, hari Raja Monyet Tangan Delapan pun puas. Karena dirinya
yakin betul Songka Lawung telah tewas.
Itulah sebabnya kini Raja Monyet Tangan Delapan terkejut bukan kepalang, ketika
mengetahui ada seorang pemuda yang memiliki ilmu 'Pembalik Jagat' itu.
Mungkinkah pemuda berpakaian biru itu mempunyai hubungan dengan Songka Lawung"
Apakah saudara seperguruannya itu masih hidup" Kalau benar demikian, berarti
bahaya besar tengah mengancamnya. Mulai sekarang, kewaspadaannya harus
ditingkatkan. Demikian Raja Monyet Tangan Delapan memutuskan. Nampaknya
pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi hati dan benaknya sedikit mulai terjawab,
ingatannya terhadap masa lalunya membuka jalan bagi jawaban atas semua
pertanyaan tadi.
7 Perlahan-lahan matahari terus merangkak, dan kini telah berada tepat di atas
kepala. Cahaya terik menerpa seluruh permukaan bumi. Di bawah teriknya cahaya matahari
siang itu, nampak dari kejauhan melesat cepat sesosok bayangan biru. Gerakan
melesat sosok bayangan biru itu menuju tempat kediaman Raja Monyet Tangan
Delapan. Sementara itu, dua orang penjaga pintu gerbang rumah Raja Monyet Tangan Delapan
mengawasi dari kejauhan gerakan cepat bayangan kebiruan yang menuju tempatnya.
"Kau lihat"!" tanya penjaga yang bermata juling pada kawannya, menunjuk ke
bayangan biru itu.
"Ya, aku melihatnya," jawab penjaga yang satunya lagi. "Apakah dia yang membunuh
Penjagal Nyawa dan Setan Pisau?"
"Mungkin orang itu!" sahut penjaga yang bermata juling. "Bukankah dia mengenakan
pakaian biru"!"
"Kalau begitu, cepat beritahukan
Naga Berekor Sembilan! Biar, aku yang
mengawasinya!" usul kawan si mata juling.
"Baik!"
Tanpa membuang waktu, penjaga yang bermata juling itu segera melesat ke dalam.
Sementara kawannya terus mengawasi sosok bayangan biru yang ternyata jelas-jelas
menuju tempat mereka.
Gerakan sosok bayangan biru itu ternyata sangat cepat. Dalam waktu sebentar
saja, kawan si mata jubng mampu melihat dengan jelas ciri-cirinya. Karena sosok
bayangan biru kini telah berada hanya dalam jarak belasan tombak.
Dan, ternyata sosok bayangan biru itu memang benar seorang pemuda berpakaian
biru. Karuan saja hati penjaga pintu gerbang itu menjadi gentar dan melangkah
mundur. "Hup!"
Pemuda berpakaian biru itu mendaratkan kaki berjarak tiga tombak dari tempat
penjaga pintu gerbang berdiri. Kemudian dengan sepasang matanya yang tajam
dirayapinya sekujur tubuh penjaga pintu gerbang itu.
Karuan saja, tindakan pemuda berpakaian biru itu membuat nyali penjaga pintu
gerbang itu semakin menciut. Kalau Penjagal Nyawa dan Setan Pisau saja bisa
dibinasakan, apalagi dirinya yang memiliki kepandaian tidak seberapa jika
dibanding dengan Penjagal Nyawa."Kau...! Ya..., aku ingat! Kau salah satu di
antara mereka. Kau pun akan merasakan pembalasanku!" desis Mahendra penuh
dendam. Ucapan Mahendra semakin menciutkan nyali penjaga itu. Dirasakan adanya ancaman
dari ucapan yang terdengar penuh getaran itu. Penjaga itu jadi teringat akan
cerita-cerita yang didengarnya tentang Mahendra. Pemuda berpakaian biru ini
berwatak sadis, yang akan menyiksa lawannya sampai mati.
Penjaga itu melangkah mundur. Namun, langkahnya segera terhenti. Dan nyalinya
yang telah kuncup pun kembali mekar, ketika Naga Berekor Sembilan dan belasan
kawannya telah berada di dekatnya.
Naga Berekor Sembilan langsung maju ke depan.
"Kaukah orang yang telah membunuh Penjagal Nyawa"!" tanya Naga Berekor Sembilan
menuduh, sambil menudingkan jari telunjuknya.
"Hmh...!" Mahendra mendengus penuh ejekan. "Bukan hanya Penjagal Nyawa yang
kubunuh! Kau dan semua orang yang berada di tempat ini akan bernasib yang sama
dengannya!"
"Keparat! Kau akan menerima balasan atas tindakan keji yang kau lakukan terhadap
Penjagal Nyawa! Serbu..,!" seru Naga Berekor Sembilan keras sambil mengibaskan
tangannya. Mendengar perintah itu belasan anak buah Raja Monyet Tangan Delapan bergerak
menerjang Mahendra. Senjata-senjata yang terdiri dari berbagai macam jenis
meluncur ke berbagai bagian tubuh Mahendra.
Sing! Sing! Wuk!
Mahendra masih bersikap tenang. Dibiarkan hingga semua serangan itu meluncur
dekat. Baru ketika ujung senjata-senjata itu mengenainya, dirinya pun bertindak.
Laksana bayangan, tubuhnya menyelinap di antara kelebatan senjata-senjata lawan.
Kemudian tangan dan kakinya bergerak.
Setiap kali tangan atau kaki Mahendra bergerak, pasti ada sosok tubuh yang
terpental keluar dari kancah pertarungan diiringi jeritan kesakitan.
Karuan saja hal itu membuat Naga Berekor Sembilan yang menjadi pimpinan
penyerang semakin kalap. Golok besar di tangannya semakin merajalela mencari
sasaran di tubuh Mahendra. Hal yang sama pun dilakukan belasan kawan-kawannya.
Maka pertarungan sengit pun tak terelakkan. Pertarungan antara belasan anak buah
Raja Monyet Tangan Delapan yang menggunakan aneka ragam senjata dengan Mahendra
yang bertangan kosong.
Meskipun tidak menggunakan senjata, sepak-terjang Mahendra benar-benar menggiriskan. Dengan ilmu meringankan tubuh yang jauh di atas lawan-lawannya,
tidak sulit untuk mengelakkan setiap serangan. Sebaliknya, setiap kali tangan
atau kakinya bergerak, sudah dapat dipasrikan akan ada tubuh-tubuh yang
terpental dan tak mampu bangkit lagi.
Meskipun mereka tidak tewas seketika.
Tak sampai dua puluh jurus, lebih dari setengah jumlah anak buah Raja Monyet
Tangan Delapan yang bergeletakan di tanah dalam keadaan tak berdaya. Meskipun
demikian, mereka tetap melakukan perlawanan sengit
Patut dipuji semangat anak buah Raja Monyet Tangan Delapan. Padahal, mereka tahu
kalau tindakan yang dilakukan tak ubahnya kelompok semut menerjang api. Mereka
semuanya roboh terkulai tak berdaya. Jika tak ada perubahan, mereka akan roboh
semua di tangan Mahendra.
Ketika pertarungan berjalan semakin tak seimbang, karena tubuh-tubuh pengeroyok
telah bergelimpangan, tiba-tiba nampak sesosok bayangan jingga.
"Mundur semua, Cecunguk-Cecunguk Tak Berguna! Biar aku yang menghadapinya!"
Sebuah bentakan keras dan melengking nyaring keluar dari mulut sosok bayangan
jingga itu. Sisa-sisa anak buah Raja Monyet Tangan Delapan melompat mundur,
mematuhi perintah itu. Mereka semua kenal betul suara itu. Siapa lagi kalau
bukan Winarti" Putri Raja Monyet Tangan Delapan yang mempunyai sifat manja itu,
namun terkadang mampu juga bertindak kejam.
Melihat lawan-lawannya melompat mundur, Mahendra pun menghentikan serangan.
Tubuhnya berdiri di tempat dan siap menghadapi segala kemungkinan.
"Hup!"
Di hadapan Mahendra telah berdiri seorang gadis berpakaian jingga. Gadis cantik
itu tidak lain Winarti putri dari Raja Monyet Tangan Delapan.
"Siapa kau, Keparat! Mengapa mengacau tempat kediamanku"!" bentak Winarti keras.
"Namaku Mahendra. Dan kedatanganku kemari untuk membalas dendam atas
tindakan semua orang yang berada di tempat ini terhadap orangtua dan kakak-kakak
seperguruanku sepuluh tahun yang lalu. Menyingkirlah kau, Nisanak! Kau tidak
termasuk di antara mereka!" jawab Mahendra panjang lebar.
"Apa kau bilang" Kau suruh aku menyingkir" Kau kira aku tidak tersangkut dalam
masalah ini"! Kau tahu, siapa pemilik rumah ini" Kau tahu siapa orang orang yang
hendak kau bunuh itu"!" sahut Winarti.
"Siapa pun dirimu aku tidak tahu, Nisanak! Yang jelas, aku tahu siapa pemilik
bangunan ini. Raja Monyet Tangan Delapan, bukan" Menyingkirlah, Nisanak! Aku
telah bersumpah untuk membalas sakit hati orangtua dan kakak-kakak
seperguruanku. Siapa pun yang menghalangi akan kuterjang!" tandas Mahendra.
"Kalau begitu, terjanglah aku, Manusia Sombong! Akulah orang yang akan menjadi
perintang pertama atas sumpahmu itu!" tegas Winarti tak kalah mantap.
"Kalau itu keinginanmu apa boleh buat! Berhati-hatilah, Nisanak! Hiyaaat..!"
Dengan sebuah teriakan keras menggelegar, Mahendra memulai penyerangan. Pemuda
berpakaian biru itu membuka serangan dengan sebuah tendangan lurus ke arah pusar
lawannya. Wuttt! Deru angin keras mengiringi serangan yang dikerahkan dengan pengerahan tenaga
dalam yang tinggi. Winarti pun mengetahuinya. Itulah sebabnya gadis itu tak mau
bertindak gegabah. Segera didoyongkan tubuhnya ke kanan sehingga serangan itu
lewat di sisi kiri tubuhnya. Lalu secepat kilat dikirimkan bacokan tangan kanan
ke lutut kanan Mahendra.
Mahendra yang tetap bersikap tenang telah menduga serangan balasan itu. Sehingga
ketika serangan itu dilakukan dirinya siap untuk menangkalnya. Dan itu memang
benar! Sebelum sisi tangan Winarti mengenai sasaran, telah lebih dulu Mahendra menarik
kakinya. Wusss! Bacokan sisi tangan miring Winarti hanya membabat tempat kosong. Namun, Winarti
pun sudah menduga akan terjadi hal seperti itu. Maka sambil melangkahkan kaki
kanan ke depan, dengan cepat tinju tangan kirinya diluncurkan ke ulu hati
Mahendra. "Heits!"
Mahendra agak terkejut menerima serangan susulan ini. Karena pikirannya tak
menduga demikian cepat tindakan Winarti. Ternyata gadis berpakaian jingga itu
memiliki kepandaian yang perlu diperhitungkan. Mahendra dengan cepat menarik
tubuhnya ke belakang, sehingga serangan pun luput
Karena menyadari keadaan kalau Winarti bukan lawan yang bisa dianggap ringan,
Mahendra mulai melancarkan serangan balasan. Sesaat kemudian pertarungan sengit
antara mereka pun terjadi. Baik Ma hendra maupun Winarti telah mengeluarkan
seluruh kemampuan yang dimiliki.
Pertarungan antara sepasang muda-mudi yang sama-sama berwajah rupawan itu
berlangsung cepat. Pada jurus-jurus awal keduanya nampak berimbang. Baik Winarti
maupun Mahendra sama-sama bertarung dengan gerakan cepat sekali. Sehingga
pertarungan makin seru dan ramai. Bunyi angin menderu dan mencicit menyemarakkan
suasana ditambah pekikan dan teriakan setiap kali serangan dilancarkan.
Pada jurus-jurus awal itu nampak keduanya saling berhati-hati, masing-masing
tidak berani bertindak sembrono karena belum mengenal ilmu lawan. Tapi ketika
pertarungan menginjak pada jurus kesepuluh, baik Mahendra maupun Winarti mulai
unjuk gigi. *** Naga Berekor Sembilan dan kawan-kawannya masih berdiri tegak, terus mengawasi
jalannya pertarungan yang cukup menarik dan seru itu. Meskipun mereka tidak
dapat melihat jelas jalannya pertarungan. Tapi, karena Mahendra dan Winarti
mengenakan pakaian yang menyolok perbedaannya, mereka tidak kesulitan untuk
membedakan antara kedua orang itu.
Ketika pertarungan telah mencapai jurus ketiga puluh mulai tampak adanya
perubahan. Perlahan-lahan Mahendra dapat menekan Winarti.
Dan saat itulah Raja Monyet Tangan Delapan muncul. Tokoh yang mirip kera besar
itu tidak langsung menceburkan diri dalam kancah pertarungan. Tubuhnya yang
besar berdiri dekat anak buahnya, turut menyaksikan jalannya pertarungan. Raja
Monyet Tangan Delapan ingin membuktikan apakah benar pemuda berpakaian biru itu
murid Songka Lawung. Itulah sebabnya dibiarkan saja Mahendra terus mendesak
putrinya. Tak perlu waktu lama bagi tokoh yang mirip kera besar ini untuk memastikan
dugaannya. Pengamatan itu membuatnya terkejut. Betapa tidak" Terlihat jelas,
betapa ilmu yang digunakan Mahendra dan Winarti berasal dari satu cabang.
Memang terdapat kelainan pada beberapa jurus. Namun, itu terjadi mungkin karena
pengembangan dari dirinya dan Songka Lawung Atau mungkin juga karena bakat yang
berada pada Winarti dan Mahendra berbeda. Yang jelas, secara kasar bisa ditarik
kesimpulan kalau Mahendra dan Winarti memiliki ilmu dari sumber yang sama. Jadi
benar Mahendra murid Songka Lawung. Dan ini berarti Songka Lawung tidak tewas.


Dewa Arak 46 Pendekar Sadis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitulah pikiran Raja Monyet Tangan Delapan setelah menyaksikan sendiri
pertarungan pemuda berpakaian biru itu.
Sementara itu, keadaan Winarti semakin mengkhawatirkan, semakin terdesak. Hal
itu rupanya membuat gadis berpakaian jingga itu penasaran. Kenyataannya, ketika
mendapatkan sedikit kesempatan dengan cepat tubuhnya melenting ke belakang dan
bersalto beberapa kali di udara. Lalu....
Jliggg! Manis sekali gerakan yang dilakukan Winarti. Dan itu dapat dilakukannya tanpa
hambatan sama sekali. Padahal, Winarti menduga Mahendra pasti akan memburu agar
dirinya tidak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kedudukannya. Ternyata
pemuda berpakaian biru itu sama sekali tak melakukannya. Pemuda berpakaian biru
malah berdiam diri di tempatnya. Mahendra bermaksud menunggu tindakan
selanjutnya yang dilakukan lawan. Mahendra tahu, gadis itu menjauhkan diri
darinya pasti untuk mempergunakan ilmu lainnya.
Dugaan Mahendra memang tidak meleset. Winarti memang hendak menggunakan ilmu
andalan. Gadis berpakaian jingga nampak memejamkan mata. Kedua tangannya
dipalangkan di depan dada, dengan kedudukan yang kanan berada di atas yang kiri.
Kedua tangan yang berselisih jarak sekitar seperempat jengkal itu, menegang
kaku, penuh dengan kekuatan tenaga dalam.
"Hih!"
Diiringi suara bentakan, tiba-tiba Winarti menarik kedua tangannya dengan begitu
cepat ke sisi pinggang. Kemudian diputar-putarkannya di depan dada. Tangan
Winarti pun telah berubah menjadi banyak, saling berputaran di depan dadanya.
Belasan, bahkan mungkin puluhan jumlahnya. Hal itu terjadi karena saking
cepatnya pergerakan tangan Winarti. Inilah ilmu 'Tangan Seribu' andalan Raja
Monyet Tangan Delapan!
"Hiaaat..!"
Dengan teriakan menggelegar dan nyaring yang membuat suasana di sekitar tempat
itu tergetar hebat, Winarti menerjang Mahendra. Tangannya yang kini seperti
berjumlah banyak itu meluncur deras ke tubuh Mahendra. Sukar untuk diketahui
sasaran yang tengah dituju karena banyaknya jumlah tangan yang terus berputarputar. Namun Mahendra tidak mudah tertipu. Pikirannya tahu kalau tangan Winarti tetap
berjumlah dua. Kecepatan gerakan tangannya itulah yang menyebabkan jumlah
tangannya seperti banyak. Segera dipusatkan perhatian pada sepasang matanya
untuk mengetahui mana tangan yang aslinya.
Kemudian tanpa ragu-ragu lagi segera dipapaknya serangan Winarti yang meluncur
deras ke tubuhnya.
Plakkk! Plakkk! Bukkk...!
"Akh...!"
Suara keluhan tertahan keluar dari mulut Mahendra. Bahu kanannya terhajar.
Memang, berturut-turut dirinya berhasil menangkis serangan yang mengancam. Tapi
serangan lanjutan yang datang begitu cepat, tidak mampu ditangkisnya. Dalam
penggunaan ilmu 'Tangan Seribu', kecepatan gerak tangan Winarti jadi berlipat
ganda. Sehingga serangan pertama dan kedua dapat ditangkis serangan lainnya
telah kembali meluncur dengan kecepatan tinggi.
Melihat keberhasilan serangan perdananya, maka semangat Winarti membesar.
Kembali dilancarkan serangan susulan ketika Mahendra tengah terhuyung-huyung
karena sakit dibahunya.
Tapi bagi Mahendra, tidak terlalu sulit mematahkan kekuatan yang membuat
tubuhnya terhuyung. Hanya dengan sebuah gerakan sederhana, tubuhnya telah
berhasil mengatasi keadaannya. Dan saat itulah serangan lanjutan Winarti kembali
meluncur. Wuttt! Kali ini Mahendra tidak berani bertindak gegabah lagi. Pengalaman pertama telah
memberinya pelajaran. Masih untung hanya bahunya yang terhajar. Kalau pelipis
atau ulu hati" Akibatnya tentu akan lebih parah bagi dirinya.
Itulah sebabnya Mahendra tidak menangkis serangan itu. Yang dilakukannya kini
melempar tubuh ke samping dan bergulingan menjauh. Lalu....
"Hih!"
Dug! Secepat kilat Mahendra merubah keadaan tubuhnya yang barusan masih bergulingan.
Sekarang Mahendra telah siap dengan ilmu 'Pembalik Jagat' andalannya. Kini yang
bersentuhan dengan tanah bukan kakinya melainkan kepalanya. Sekarang sepasang
kakinya menjulang tinggi ke atas.
"Hey...!"
"Akh...!"
"Hah...!"
Tanggapan-tanggapan yang penuh keterkejutan keluar dari mulut semua orang yang
berada di situ. Tidak hanya Winarti dan belasan tokoh golongan hitam yang merasa
kaget melihat keanehan ilmu Mahendra. Raja Monyet Tangan Delapan pun demikian
pula. Namun tokoh yang mirip kera besar ini mampu menyembunyikan rasa kagetnya
sehingga yang keluar dari mulutnya hanya dengusan pendek.
Padahal kalau diperbandingkan, rasa kaget yang dialami Raja Monyet Tangan
Delapan malah jauh lebih besar. Karena kini sudah tidak diragukan, Mahendra
ternyata murid dari Songka Lawung. Ilmu 'Pembalik Jagat' yang dimiliki menjadi
bukti kuat yang tidak bisa dibantahnya lagi. Ini berarti Mahendra mempunyai
bakat besar terhadap ilmu silat. Hanya orang-orang berbakat besar yang bisa
menguasai ilmu itu. Ini berarti, Mahendra merupakan orang yang amat berbahaya.
Pemuda ini harus dilenyapkan secepat mungkin.
Begitulah yang terus berkecamuk di dalam kepala Raja Monyet Tangan Delapan.
Tapi sebelum itu, Raja Monyet Tangan Delapan ingin menyaksikan lebih dulu ilmu
'Pembalik Jagat' yang dimiliki Mahendra. Benarkah pemuda berpakaian biru itu
telah berhasil menguasainya" Ataukah hanya kulit-kulitnya saja"! Keinginan itu
membuat tokoh yang mirip kera besar memutuskan untuk membiarkan Winarti terus
melakukan pertarungan dengan Mahendra.
Raja Monyet Tangan Delapan tidak perlu menunggu terlalu lama untuk menyaksikan
jalannya pertarungan yang diharapkan itu. Sebentar kemudian Winarti yang
terkejut melihat keanehan ilmu yang dihadapinya kini gadis berpakaian jingga itu
telah sadar kembali.
Begitu kesadaran itu timbul, Winarti kembali menerjang Mahendra. Kedua tangannya
yang terlihat berjumlah banyak itu meluncur ke berbagai bagian tubuh Mahendra.
Dengan keadaan tubuh Mahendra yang terbalik seperti itu Winarti pun segera
merubah arah sasaran. Serangan kedua tangan Winarti kini lebih banyak tertuju
pada sepasang kaki yang terlihat kokoh kuat itu. Sasaran lainnya yang dapat
dituju hanya perut atau pusar. Tak mungkin Winarti menyerang dada atau leher,
apalagi kepala! Keadaan tubuh Mahendra benar-benar mempersulit gerakan Winarti.
Mahendra sebaliknya justru mendapat keuntungan. Di samping dirinya sulit
dijadikan sasaran serangan, bidang sasaran untuknya terbuka banyak. Bahkan
sebagian besar merupakan bagian sasaran yang tidak terlindung.
Dan keadaan menguntungkan itu dirasakan benar-benar ketika Winarti melancarkan
serangan terhadapnya. Serangan yang semula ditujukan ke kepala dan leher itu,
terpaksa berubah menuju perut dan selangkangannya atau kaki.
Mahendra tidak berani bertindak gegabah. Buru-buru dipapak serangan itu dengan
kedua tangannya. Pada saat yang bersamaan, laksana sebuah pohon tumbang, kedua
kakinya meluncur ke ubun-ubun dan pelipis Winarti. Dua jalan darah kematian.
Wuttt..! Bletakkk..!
"Aikh...!"
Winarti menjerit kaget. Di samping karena tangkisan tangan Mahendra membuat
tubuhnya terhuyung dan tangannya merasa sakit, serangan kedua kaki pemuda
berpakaian biru itu benar-benar membuatnya gugup.
Namun, Winarti masih sanggup membuktikan bahwa dirinya bukan orang yang
gampang dipecundangi. Dalam keadaan gawat itu Winarti masih mampu menyelamatkan
diri. Dilemparkan tubuhnya ke belakang, kemudian bersalto beberapa kali di udara
sebelum akhirnya mendarat mantap di tanah.
Sit! Sit! Tangan gadis berpakaian jingga ini kini menggenggam sepasang sumpit putih.
Mahendra seolah-olah tak mempedulikan. Dengan tangan kosong dan keadaan tubuh
terbalik terus menghadapinya. Diiringi suara dag-dug dag-dug kepalanya yang
berbenturan dengan tanah, pemuda itu mendekati Winarti. Sesaat kemudian
pertarungan pun kembali berlangsung.
Tapi jalannya pertarungan kali ini berbeda jauh dengan sebelumnya. Sekarang,
semakin tampak jelas ketidakberdayaan Winarti. Padahal, gadis cantik itu telah
menggunakan senjata andalannya yang digabung dengan penggunaan ilmu 'Tangan
Seribu'. Ditambah lagi dengan lontaran-lontaran senjata rahasianya yang berupa
bunga. Sedangkan Mahendra hanya bertangan kosong. Namun dengan ilmu pembalik
jagatnya Mahendra terus berhasil mendesak Winarti.
Sejak awal jurus, Winarti terus dihimpit dan didesak. Sehingga ambruknya tubuh
gadis berpakaian jingga ini tinggal menunggu waktu saja. Karena begitu menginjak
jurus ke tujuh, serangan-serangan yang dilancarkan terus mengendor. Yang dapat
dilakukannya hanya mengelak dan terus bergerak mundur.
Keadaan kritis gadis berpakaian jingga ini diketahui Raja Monyet Tangan Delapan.
Sedangkan Naga Berekor Sembilan dan kawannya tidak. Namun, mereka dapat
menduganya, melihat dari terus-menerusnya sosok bayangan jingga bermain mundur,
sedangkan sosok bayangan biru mengejarnya. Pertarungan semakin berjalan tak
seimbang. Ketika pertarungan menginjak jurus ke tujuh belas, Raja Monyet Tangan Delapan
tidak bisa tinggal diam lagi. Dia tidak ingin Winarti keburu celaka!
"Menyingkir, Winarti! Hiyaaat..!"
8 Sambil mengeluarkan bentakan menggelegar, Raja Monyet Tangan Delapan terjun ke
kancah pertarungan. Tokoh yang mirip kera besar ini langsung melancarkan
serangan. Tak tanggung-tanggung lagi, serangan yang dilancarkannya. Dia
mengirimkan sebuah tendangan terbang. Tetapi karena sikap lawan yang tidak
semestinya, Raja Monyet Tangan Delapan sedikit merubah tendangan terbangnya.
Tendangan itu dilakukan tidak dengan lompatan yang tinggi.
Wuttt! Winarti menyadari kalau dirinya bukan tandingan Mahendra. Ilmu lawan yang aneh
itu benar-benar membuatnya bingung dan hilang akal. Oleh karena itu ketika
melihat ayahnya telah
menyerbu Mahendra, dirinya langsung melesat keluar dari kancah
pertarungan. Mahendra sama sekali tidak mengejar Winarti. Karena saat itu, serangan Raja
Monyet Tangan Delapan tengah meluncur ke punggungnya. Disadari betapa dahsyatnya
serangan tokoh yang mirip kera besar itu. Kalau dirinya bertindak kurang cepat,
bukan mustahil nyawanya akan melayang saat itu juga.
"Hih!"
Dug! Mahendra dengan cepat sekali membalikkan tubuh sehingga berhadapan dengan Raja
Monyet Tangan Delapan. Lalu tanpa ragu-ragu lagi dipapaknya tendangan terbang
tokoh yang mirip kera besar dengan kakinya pula. Akibatnya....
Dukkk! Benturan keras antara dua batang kaki yang sama-sama dialiri tenaga dalam tinggi
pun terjadi. Bunyi keras seperti halilintar menyambar membuat suasana di sekitar
tempat itu tergetar hebat
Akibat yang lebih hebat menimpa kedua tokoh itu. Karena Mahendra berada di pihak
yang bertahan, tubuhnya merasakan getaran hebat dari benturan itu. Tetapi yang
jelas kedua tubuh nampak sama-sama terpental ke belakang.
Duggg! Pada saat yang bersamaan dengan mendaratnya Raja Monyet Tangan Delapan di
tanah, Mahendra berdiri dengan kepalanya.
Untuk beberapa saat lamanya pertarungan terhenti. Kedua belah pihak saling
tatap. Agak aneh, karena Raja Monyet Tangan Delapan harus agak menundukkan kepala untuk
melakukan hal itu.
"Siapa kau sebenarnya, Pemuda Sombong! Dan mengapa kau sepertinya memusuhi
kami?" tanya Raja Monyet Tangan Delapan ingin tahu.
Pertanyaan ini membuktikan kalau Raja Monyet Tangan Delapan seorang yang cerdik.
Dirinya menyadari kalau Mahendra memiliki kepandaian tinggi. Bahkan mungkin
tidak kalah dengannya. Apabila terjadi pertarungan, dan di antara mereka ada
yang tewas, lainnya pasti terluka parah! Dan, tokoh yang mirip kera besar ini
tidak ingin mempertaruhkan risiko yang demikian besar tanpa lebih dulu
mengetahui secara jelas masalah yang tengah mereka perselisihkan.
"Dengar baik-baik, Iblis Keparat!" seru Mahendra keras. Suaranya terdengar aneh,
akibat sikap berdi-rinya yang tidak semestinya. "Ingatkah kau akan Malaikat
Ruyung yang keluarga dan perguruannya telah kau musnahkan?"
"Ooo...!" mulut Raja Monyet Tangan Delapan langsung membulat. Kepalanya pun
terangguk-angguk. "Aku mengerti sekarang! Jadi..., kau putra Malaikat Ruyung,
hehhh"! Dan kau ingin membalas dendam kematian seluruh keluarga dan Perguruan
Ruyung Baja milik ayahmu itu?"
"Tidak salah!" tandas Mahendra keras. "Dan sekaranglah saatnya hutang nyawa itu
harus kau tebus, hih!"
Dug! Dug! Dengan mengandalkan kepala, Mahendra melompat-lompat menghampiri Raja Monyet
Tangan Delapan. Dan ketika jaraknya dekat, kedua kakinya melayang ke tubuh tokoh
mirip kera besar itu.
Wut! Wut! Raja Monyet Tangan Delapan nampaknya telah siap menghadapi serangan seperti itu.
Sehingga, tidak sedikit pun rasa gugup menghadapi serangan itu. Buru-buru
dipapaknya dengan kedua tangannya. Pada saat yang bersamaan, kaki kanannya
diayunkan ke arah ulu hah Mahendra.
Plak! Plak! Dukkk! Tiga benturan keras terdengar berturut-turut ketika tangan dan kaki itu
berbenturan berkali-kali. Tubuh Raja Monyet Tangan Delapan tergetar, sedangkan
sikap tubuh Mahendra bergoyang-goyang hampir ambruk. Gerakan melompat
menggunakan kepala itu berhasil memperbaiki kedudukannya yang tak menguntungkan
itu. Dari benturan yang terjadi tadi jelas kalau tenaga dalam Mahendra belum
bisa menyamai tenaga dalam Raja Monyet Tangan Delapan.
Sebagai seorang datuk kaum sesat yang mempunyai banyak pengalaman, Raja Monyet
Tangan Delapan mengetahui keunggulannya. Dan dia pun tahu kalau saat itu
lawannya tengah berada dalam kedudukan yang tidak menguntungkan. Maka tanpa
menunggu lebih lama lagi, segera dilancarkan serangan susulan. Sesaat kemudian,
kedua belah pihak telah terlibat dalam pertarungan sengit
Raja Monyet Tangan Delapan menyadari kalau Mahendra memiliki kepandaian tinggi
dan ilmu 'Pembalik Jagat' yang aneh. Maka tanpa ragu-ragu lagi segera
dikeluarkan ilmu
'Tangan Seribu'nya. Akhirnya pertarungan antara dua tokoh yang berbeda usia,
namun memiliki ilmu ilmu yang sealiran itu berlangsung semakin seru.
Unik dan terlihat menggelikan pertarungan yang tengah berlangsung. Namun semua
orang yang menyaksikan jalannya pertarungan itu tahu kalau setiap gerakan
Mahendra maupun Raja Monyet Tangan Delapan mampu mengirim nyawa masing-masing ke
alam baka. Mereka pun menyaksikannya dengan perasaan tegang.
Kali ini jalannya pertarungan tidak seperti ketika Mahendra menghadapi Winarti.
Raja Monyet Tangan Delapan seorang datuk kaum hitam dan telah memiliki
pengalaman bertempur tak terhitung, sehingga sedikit banyak bisa menerapkan
taktik yang baik untuk menghadapi ilmu aneh Mahendra.
Apalagi, dulu pernah menyaksikan Songka Lawung mempertunjukkannya. Bahkan
mereka sering berlatih menggunakan ilmu masing-masing. Sehingga ilmu 'Pembalik
Jagat' tidak terlalu membingungkan Raja Monyet Tangan Delapan.
Pertarungan antara kedua tokoh sakti itu semakin dahsyat. Jangankan terkena
secara telak, terkena angin serangan mereka pun cukup untuk menghabisi nyawa
mereka. Jurus demi jurus berlangsung begitu cepat karena baik Mahendra maupun Raja
Monyet Tangan Delapan memang memiliki gerakan yang sama-sama cepat. Saking
cepatnya, jangankan Naga Berekor Sembilan dan yang lain-lainnya, mata Winarti
sendiri tak dapat melihat dengan jelas pertarungan yang tengah berlangsung.
Tak terasa pertarungan telah menginjak jurus ke tujuh puluh. Dan selama itu
belum terlihat adanya pihak yang akan menang, pertarungan masih berlangsung
seimbang. Hal ini membuat Raja Monyet Tangan Delapan semakin penasaran. Disadari jika
taktik pertarungan tidak diubah, keadaan yang berlangsung akan tetap seperti
ini. Maka, tokoh yang mirip kera besar ini mempersiapkan siasat untuk secepat
mungkin bisa mengakhiri pertarungan.
Dan siasat itu dilaksanakannya pada jurus kesembilan puluh tiga. Sambil melompat
ke belakang untuk mengelakkan serangan, Raja Monyet Tangan Delapan mengambil
sesuatu dari balik pakaiannya. Kemudian dilemparkannya ke tubuh Mahendra.


Dewa Arak 46 Pendekar Sadis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karuan saja Mahendra yang sama sekali tidak menyangka akan terjadinya peristiwa
itu kaget bercampur gugup. Bu ru-buru tubuhnya mengelak dengan melompat ke
belakang. Dan.... Glaaarrr...! Benda yang dilemparkan Raja Monyet Tangan Delapan meledak menghantam tanah.
Disusul dengan munculnya asap kehijauan.
"Racun" desis Mahendra kaget ketika sempat mengisap asap itu yang membuat
kepalanya langsung pening. Dengan cepat tubuhnya melenting beberapa kali ke
belakang untuk menjauhi.
Dug! Dug! Dug! Tapi tindakan Mahendra sudah diperhitungkan Raja Monyet Tangan Delapan. Maka
tokoh mirip kera itu pun menggerak-gerakkan kedua tangannya. Seketika itu pula
dari kedua tangan yang digerak-gerakkan berhembus angin keras yang membuat asap
asap beracun itu terus mengejar Mahendra.
Kontan Mahendra kelabakan ketika asap asap beracun itu menyelubungjnya. Dan tak
dapat dicegahnya lagi, Mahendra mengisap asap itu. Akibatnya, rasa pusing yang
menderanya pun semakin menjadi-jadi. Dirasakan
kepalanya menjadi berat dan
pandangannya berkunang-kunang. Sesaat kemudian semua yang terlihat Mahendra menjadi gelap.
Dan.... Brukkk! Tubuh Mahendra ambruk di tanah. Pemuda berpakaian biru yang sakti dan memiliki
ilmu menggiriskan itu roboh pingsan.
"Ha ha ha...!"
Raja Monyet Tangan Delapan tertawa bergelak melihat lawan tangguhnya roboh tak
berdaya. Sesaat kemudian sekitar tempat itu pun dipenuhi gelak tawa dari mulut
seluruh anak buah Raja Monyet Tangan Delapan. Tawa kemenangan yang sarat
kegembiraan dan kebanggaan.
*** "Uuuh...!"
Mahendra mengeluarkan keluhan panjang. Kepalanya dirasakan masih berat bukan
kepalang, sehingga dirinya belum mau membuka matanya. Dan dalam keadaan sepasang
mata terpejam, dicobanya untuk menggerakkan tubuhnya. Ternyata tidak mampu.
Tentu saja hal itu menyebabkan Mahendra merasa penasaran. Dicobanya lagi sebelum
akhirnya menyadari kalau dirinya terbelenggu
"Ha ha ha...!"
Suara tawa keras bergelak yang penuh dengan nada ejekan membuat Mahendra mulai
teringat akan kejadian yang dialaminya. Dibukanya mata. Tampak di hadapannya
Raja Monyet Tangan Delapan, Winarti, dan belasan tokoh golongan hitam.
"Merontalah, Kunyuk Kecil! Ingin kulihat, mampukah kau membebaskan diri"!" ejek
Raja Monyet Tangan Delapan lagi.
"Cuhhh!"
Mahendra meludah ke samping. Lalu usahanya untuk meronta-ronta dihentikan.
Disadari kalau sekarang tubuhnya telah terbelenggu pada sebuah tonggak besi.
Kedua tangan dan kakinya diikat ke belakang. Sementara di sekeliling tonggaktonggak itu terhampar tumpukan-tumpukan kayu. Tanpa berpikir lebih lama lagi
pun, Mahendra tahu kalau tubuhnya akan dibakar hidup-hidup.
"Sama sekali tidak kusangka kekhawatiranku yang dulu menjadi kenyataan. Kau
menjadi duri yang berusaha merobohkanku! Dan sama sekali tidak kusangka pula
kalau kau bisa mendapatkan ilmu 'Pembalik Jagat'!" ujar Raja Monyet Tangan
Delapan lagi. Ada perubahan pada wajah Mahendra begitu mendengar ucapan Raja Monyet Tangan
Delapan. Hal itu terjadi karena merasa terkejut mendengar tokoh yang mirip kera
besar itu mengenal nama ilmunya.
"Kau kaget, Kunyuk Kecil"! Kau tidak menyangka kalau aku bisa mengetahui ilmumu
ini. Ho ho ho...! Ketahuilah, sebelum kau tahu apa-apa. Aku telah tahu ilmu
'Pembalik Jagat'
itu. Aku tahu dari mana asal mulanya. Dan pencipta ilmu itu bukan gurumu. Kau
kaget" Aku tahu siapa gurumu, Kunyuk Kecil! Si Songka Lawung!" lanjut Raja
Monyet Tangan Delapan.
"Jadi..., jadi... kau orang yang telah mencelakakan guruku"! Kaukah saudara
seperguruannya"!" ucap Mahendra terbata-bata. Ada penyesalan dalam suaranya.
"Aku ingin tahu, bila kau kubakar hidup-hidup, apakah gurumu akan menolongmu,
Mahendra"!" ujar Raja Monyet Tangan Delapan keras. "Naga, bakar!"
Tanpa menunggu perintah dua kali, Naga Berekor Sembilan segera melangkah maju.
Obor dalam genggamannya diangkat tinggi ke udara. Siap membakar tumpukan kayu
bakar yang telah disirami minyak!
Memang Songka Lawung pernah menceritakan riwayatnya pada Mahendra, bagaimana
saudara seperguruannya bermaksud membunuhnya. Kalau saja dia tidak menemukan
sebuah lubang yang menuju ke luar sumur, mungkin sudah tewas.
Meskipun Mahendra bertahun-tahun
bersamanya, Songka Lawung tak mau
mengatakan pada Mahendra kalau Raja Monyet Tangan Delapan itu saudara
seperguruannya.
Padahal kakek itu mengetahuinya.
Ah! Mengapa aku demikian bodoh"! Mahendra memaki dirinya sendiri dalam hati.
Kalau saja pikiran Mahendra tidak terlalu dirasuki keinginan untuk membalas
dendam, tentu dirinya sudah bisa menduganya. Sebab, sebagian besar ilmu-ilmu
yang dipergunakan Winarti dan Raja Monyet Tangan Delapan mempunyai kemiripan
dengan yang dimilikinya.
"Aku ingin tahu, apakah gurumu akan menolongmu bila kau kubakar hidup-hidup!"
ujar Raja Monyet Tangan Delapan keras, sehingga membuat Mahendra tersadar
kembali dari alun pikirannya.
"Kau boleh melakukan tindakan apa pun terhadapku, Monyet! Tapi, ketahuilah usaha
yang kau lakukan akan sia-sia. Beliau sudah tidak berniat terjun ke dunia
persilatan lagi!"
tandas Mahendra.
"Kita lihat saja nanti!" sergah Raja Monyet Tangan Delapan. "Naga, bakar!"
Tanpa menunggu perintah dua kali, Naga Berekor Sembilan segera melangkah maju.
Obor menyala yang sejak tadi berada dalam genggamannya, diangkat tinggi-tinggi
ke udara. Dengan senyum mengejek menghias bibir ditujukan kepada Mahendra, Naga Berekor
Sembilan bersiap menyulut tumpukan kayu bakar yang telah disirami minyak
"Guru...! Ayah, Ibu, dan semua kakak seperguruanku, maafkan atas kegagalanku
ini!" teriak Mahendra lantang.
Tidak sedikit pun terlihat perasaan gentar, baik dalam raut wajah maupun tatapan
matanya. Bahkan dengan tatapan tajam, diperhatikannya semua gerak-gerik Naga
Berekor Sembilan.
Selangkah demi selangkah jarak Naga Berekor Sembilan semakin dekat dengan
tumpukan kayu bakar. Hanya tinggal beberapa langkah lagi, dan kobaran api pun
akan membakar Mahendra hidup-hidup.
Di saat yang amat gawat itu, mendadak....
Singgg! Tukkk! "Akh...!"
Naga Berekor Sembilan menjerit tertahan ketika sebuah kerikil sebesar ibu jari
kaki menghantam sikunya. Seketika itu pula tangannya langsung lumpuh. Maka tanpa dapat dicegahnya, obor
itu jatuh ke tanah.
Dan sebelum Naga Berekor Sembilan atau semua orang yang berada di situ sempat
berbuat sesuatu, dua sosok bayangan berkelebat. Dan tahu-tahu di tempat itu,
telah berdiri membelakangi Mahendra, Melati, dan Dewa Arak!
"Keparat! Monyet-monyet tak tahu diri! Sungguh
berani kalian mencampuri urusanku"!" bentak Raja Monyet Tangan Delapan dengan suara menggeledek
menandakan besarnya kemarahan yang melanda hati.
Tokoh yang mirip kera besar ini seperti juga yang lain-lainnya tidak sempat
berbuat sesuatu. Di samping mereka sama sekali tak menyangka, kejadiannya pun
berlangsung demikian cepat. Bahkan Naga Berekor Sembilan yang sempat mendengar
dan melihat meluncurnya benda kecil ke tubuhnya tidak sempat menghindar sama
sekali. "Raja Monyet Tangan Delapan! Tindak kejahatan yang kau lakukan telah melampaui
batas. Orang seperti kau harus dilenyapkan selama-lamanya dari muka bumi!" ucap
Dewa Arak tenang.
Masih dengan sikap tenang, pemuda berambut putih keperakan itu mengambil guci
araknya, dan menuangkan ke mulutnya.
Gluk...! Gluk...! Gluk...!
Bunyi tegukan terdengar ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak. Sesaat
kemudian ada hawa hangat yang berputaran di perut Dewa Arak. Perlahan-lahan hawa
hangat itu merayap ke atas. Kontan tubuh Dewa Arak iimbung. Kedudukan kedua
kakinya sudah tidak tetap lagi di tanah. Hal ini menjadi pertanda kalau Dewa
Arak telah siap menggunakan ilmu 'Belalang Sakti' andalannya.
"Ah! Rupanya kau, Dewa Arak"! Sungguh kebetulan! Sudah lama aku mendengar
julukanmu yang menggemparkan. Sama sekali tak kusangka kau akan datang ke sini!
Pucuk dicinta ulam tiba! Aku tak perlu repot-repot lagi mencarimu! Mimpi apa aku
semalam sehingga bisa sekaligus mendapatkan pemuda berpakaian biru dan dirimu!
Bersiap-siaplah untuk menerima kematian Dewa Arak!"
Usai berkata demikian Raja Monyet Tangan Delapan langsung menerjang Dewa Arak.
Kebetulan pemuda berambut putih keperakan itu memang telah siap, dan langsung
menyambutinya. Tak pelak lagi, sesaat kemudian keduanya telah terlibat dalam
pertarungan. Melihat ayahnya telah terlibat dalam pertarungan dengan Dewa Arak, Winarti tidak
tinggai diam. Tanpa bicara sepatah kata pun diterjangnya Melati. Karena ingin
buru-buru menyelesaikan urusannya, Winarti langsung saja menggunakan senjata
andalannya. Sit! Sit! Bunyi mendesit terdengar ketika sepasang sumpit itu meluncur ke tubuh Melati.
Namun bunyi itu langsung tertutup ketika Melati mencabut pedangnya, kemudian
membolang-balingkan di depan dada dalam penggunaan ilmu 'Pedang Seribu Naga'!
Wunggg! Wunggg!
Dan seperti juga yang terjadi antara Dewa Arak dengan Raja Monyet Tangan
Delapan, pertarungan antara Melati dan Winarti pun terjadi.
Kini yang belum mendapatkan lawan adalah Naga Berekor Sembilan dan kawankawannya. Namun, hal itu sama sekali tak menjadi masalah bagi mereka. Karena
begitu empat tokoh sakti itu terlibat pertarungan, Naga Berekor Sembilan dan
kawan-kawannya langsung mengalihkan pandangan, menyaksikan pertarungan sengit
itu. Kesempatan itu dipergunakan Mahendra. Dia tahu Naga Berekor Sembilan dan kawankawannya tengah terlupa. Maka harus dipergunakan saat itu sebaik-baiknya, karena
jika Naga Berekor Sembilan mengetahuinya jelas nyawanya tak mungkin
terselamatkan. Dewa Arak dan Melati sulit untuk diharapkan pertolongannya karena
tengah sibuk menghadapi lawan masing-masing.
Mahendra memusatkan perhatian. Dia menyadari kalau racun yang masuk ke
tubuhnya racun pembius. Dan pengaruh itu pun sudah mulai berkurang, kini yang
tinggal hanya rasa lemas di tubuhnya.
Mahendra sadar bahwa rasa lemas di tubuhnya tidak hanya karena racun pembius
dari Raja Monyet Tangan Delapan, melainkan totokan yang membuat aliran darahnya
tersumbat Tapi Mahendra tahu, dia mempunyai kelainan ketimbang orang lain. Berkat latihanlatihan yang dilakukannya ketika hendak mendapatkan ilmu 'Pembalik Jagat',
aliran dan jalan darahnya bisa diatur. Mahendra mampu memindahkan jalan darah di
dalam tubuhnya. Dan masih banyak lagi keistimewaan lain yang dapat dikuasai
selama berguru kepada Ki Songka Lawung.
Sadar akan kelebihan yang dimilikinya, membuat pemuda berpakaian biru itu
berusaha untuk membebaskan totokan yang membuatnya tidak berdaya. Mahendra tahu
kalau bukan dirinya rasanya tidak mungkin bisa membebaskan diri dari kungkungan
totokan Raja Monyet Tangan Delapan. Jadi, ketika Dewa Arak, Melati, Winarti, dan
Raja Monyet Tangan Delapan berusaha sekuat tenaga untuk secepat mungkin
menaklukkan lawan. Dan Naga Berekor Sembilan serta kawan-kawannya sibuk
memperhatikan jalannya pertarungan, Mahendra pun sibuk untuk dapat segera
melepaskan diri dari pengaruh totokan Raja Monyet Tangan Delapan.
Sementara itu di arena, pertarungan antara Mahendra dan Raja Monyet Tangan
Delapan berlangsung jauh lebih menarik daripada pertarungan antara Melati
melawan Winarti. Baik Dewa Arak maupun Raja Monyet Tangan Delapan harus mengakui
kalau lawan yang dihadapi amat tangguh.
Betapapun kedua belah pihak telah mengeluarkan seluruh kemampuan, hingga empat
puluh jurus, pertarungan belum mengaiami perubahan. Pertarungan masih
berlangsung seimbang. Ternyata Dewa Arak maupun Raja Monyet Tangan Delapan
memiliki tingkat yang sama, baik tenaga dalam maupun ilmu meringankan tubuh.
Jadi, akhir dari pertarungan ini hanya ditentukan mutu ilmu silat masing-masing
dan pengalaman bertarung.
Dalam bidang pertarungan, meskipun memang jumlah pertarungan yang dilakoni
Dewa Arak belum bisa dibandingkan dengan Raja Monyet Tangan Delapan. Namun, hal
itu hampir tidak banyak berpengaruh, karena Dewa Arak pun telah banyak melakukan
berbagai pertarungan maut melawan tokoh tokoh sakti yang berkepandaian tinggi.
Ternyata dalam mutu ilmu silat pun rupanya tidak bisa ditarik keuntungan. Ilmu
'Tangan Seribu' ternyata cukup mampu menanggulangi kedahsyatan ilmu 'Belalang
Sakti'. Buktinya, setelah pertarungan melewati seratus jurus keadaan belum berubah.
Seperti juga halnya pertarungan Dewa Arak dan Raja Monyet Tangan Delapan,
pertarungan antara Melati dan Winarti pun berlangsung seimbang. Seperti telah
diatur saja. Kemampuan mereka pun hampir sama. Hanya saja Melati lebih unggul dalam ilmu
meringankan tubuh. Sedangkan Winarti unggul di bidang lainnya. Akhirnya, dengan
sedikit kelebihan dan kekurangan itu, pertarungan jadi berlangsung imbang.
Tapi menginjak jurus kedua ratus, mulai ada perubahan dalam pertarungan antara
Dewa Arak dan Raja Monyet Tangan Delapan. Tokoh mirip kera besar ini mulai
merasa lelah. Tenaga dan kegesitannya pun berkurang. Apalagi bila diingat, Raja Monyet Tangan
Delapan telah berusia cukup lanjut. Tak aneh kalau dirinya segera merasa lelah.
Hal yang dialami Raja Monyet Tangan Delapan tidak dialami Dewa Arak. Pemuda
berambut putih keperakan itu tetap segar bugar seperti semula. Karena sebentarsebentar sempat meminum araknya. Bahkan tadi, beberapa kali sewaktu tengah
diserang Dewa Arak enak-enakan menenggak araknya. Justru karena arak itulah Dewa
Arak selalu berada dalam keadaan segar. Setiap kali tenaga dan kegesitannya
mengendur, menenggak araknya, kembali pulih seperti sediakala
Perlahan-lahan Dewa Arak mulai bisa mendesak Raja Monyet Tangan Delapan. Karuan
saja tokoh yang mirip kera besar ini merasa khawatir bukan kepalang. Di hatinya
juga terselip rasa kagum melihat Dewa Arak masih tetap segar bugar, padahal
telah bertarung sedemikian lamanya.
Raja Monyet Tangan Delapan menyadari keadaan kalau dirinya tidak akan mungkin
bisa menundukkan Dewa Arak. Siasat yang berhasil merobohkan Mahendra pun segera
dipergunakan untuk pemuda berambut putih keperakan yang berjuiuk Dewa Arak itu.
Namun hasilnya tidak sama. Dewa Arak tidak bisa disamakan dengan Mahendra yang
masih hijau. Dewa Arak seorang pendekar besar yang telah kenyang dengan pengalaman sehingga
tidak mudah dikelabui.
"Hiaaat..!"
Pada jurus kedua ratus lima belas, sambil mengeluarkan teriakan menggelegar Dewa
Arak menerjang Raja Monyet Tangan Delapan. Tangan kirinya dengan kedudukan jarijari tangan terbuka ditepakkan ke dada.
Raja Monyet Tangan Delapan bertindak nekat. Dirinya sudah tidak mempunyai
kesempatan lagi. Dikumpulkan seluruh sisa tenaganya dan dipapaknya serangan Dewa
Arak dengan tindakan serupa.
Plakkk! "Arrrggghhh...!"
Raja Monyet Tangan Delapan memekik penuh kengerian. Tubuhnya melayang ke
belakang bagai layang-layang putus.
Anehnya, tubuh Raja Monyet Tangan Delapan melayang ke tumpukan kayu yang
mengelilingi tiang tempat Mahendra terbelenggu. Dan...
"Hih!"
Sebelum tubuh Raja Monyet Tangan Delapan jatuh di tumpukan kayu itu, Mahendra
yang sejak tadi berjuang keras untuk membebaskan diri, berhasil. Cepat, pemuda
ini melompat memapak tubuh Raja Monyet Tangan Delapan.
Tukkk! Sebuah totokan dilancarkan Mahendra membuat tubuh Raja Monyet Tangan Delapan


Dewa Arak 46 Pendekar Sadis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lemas tak berdaya. Akibatnya, tubuh datuk sesat yang menggiriskan itu jatuh
berdebuk di hamparan kayu! Sedangkan Mahendra, begitu berhasil mendaratkan kedua
kakinya di tanah, langsung saja menggosok-gosokkan dua batang kayu.
Bruakkk...! Tanpa menemui kesulitan, api pun tercipta. Kemudian tanpa buang-buang waktu
dilemparkannya api itu ke hamparan kayu. Seketika api berkobar membakar tumpukan
kayu. Dan tak pelak lagi tubuh Raja Monyet Tangan Delapan yang berada di sana
diselimuti kobaran api! Jerit kematian pun keluar dari mulut tokoh yang mirip
kera besar itu.
"Huaaakhhh...!"
"Ayah...!" "Ketua...!"
Hampir berbarengan Winarti dan anak buah Raja Monyet Tangan Delapan memekik
kaget melihat kejadian yang sama sekali tidak tersangka-sangka itu. Kejadian itu
begitu cepat dan tak terduga. Sehingga Dewa Arak sendiri tidak sempat berbuat
sesuatu. Karena saat itu dirinya pun baru saja mendarat di tanah.
Sementara itu bagai diberi perintah, Winarti dan anak buah Raja Monyet Tangan
Delapan meluruk ke kobaran api. Malang, bagi Winarti. Saat itu, pedang Melati
tengah meluncur deras ke punggungnya.
Jrabbb! "Hukh!"
Pedang Melati menancap di punggung Winarti hingga tembus ke perut. Seketika itu
langkah gadis berpakaian jingga terhenti. Sepasang matanya membelalak lebar. Dan
ketika Melati mencabut pedangnya, tubuh putri Raja Monyet Tangan Delapan itu
ambruk ke tanah.
Nasib yang sama dialami oleh Naga Berekor Sembilan dan kawan-kawannya. Mereka
yang tengah melesat ke tubuh Raja Monyet Tangan Delapan, dan kalau mampu
bermaksud menolongnya, disambut kayu-kayu berapi yang dilontarkan Mahendra.
Wuuukkk! Bletak.... Bletak!
"Aaakh...!"
"Aaakh...!"
Jeritan menyayat terdengar susul-menyusul ketika tubuh-tubuh mereka diterjang
kayu-kayu berapi Tubuh Naja Berekor Sembilan dan kawan-kawannya bergulingan di
tanah meregang nyawa. Sementara api terus berkobar membakar tubuh-tubuh mereka
yang berkelojotan.
"Ayah.... Ibu.... Kakak-kakak seperguruan semua..., lihatlah! Aku telah berhasil
membalaskan dendam kalian, Tenanglah,
di alam baka!" seru Mahendra sambil mendongakkan kepalanya ke langit ketika tubuh Naga Berekor Sembilan dan kawankawannya tak bergerak lagi.
Terlihat jelas kalau sepasang mata pemuda berpakaian biru itu berkaca-kaca.
Bahkan suaranya pun tergetar. Ucapan itu dikeluarkan dengan penuh perasaan.
Dewa Arak dan Melati hanya bisa menghela napas dan memandang punggung
Mahendra. Kedua pendekar muda sadar tak dapat berbuat apa-apa lagi. Mahendra
telah menyelesaikan tugasnya. Sementara itu api terus membesar dan membumbung
tinggi. Bangunan tempat tinggal Raja Monyet Tangan Delapan sebentar lagi akan musnah.
Maka, sepasang pendekar muda itu pun mengayunkan langkah meninggalkan halaman
depan tempat tinggal Raja Monyet Tangan Delapan.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor Fuji Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Kedele Maut 3 Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Pendekar Penyebar Maut 5

Cari Blog Ini