Ceritasilat Novel Online

Perawan Perawan Persembahan 2

Dewa Arak 60 Perawan-perawan Persembahan Bagian 2


kan kekuatannya semakin menurun. Bahkan penglihatannya juga semakin kabur.
Dan rupanya, para pengeroyok mengetahui kejadian yang tengah dialami Dewa Arak. Maka, mereka
berniat merangsek pemuda itu. Bahkan sedikit pun tidak akan memberi kesempatan kepada Dewa Arak.
Kali ini belasan orang berwajah kasar dan bersenjatakan aneka ragam jenis itu menerapkan siasat
lain. Mereka tidak langsung menyerang sekaligus, tapi secara berganti-ganti.
Jumlah mereka yang dua belas orang ini memang membuat rencana tidak sulit diwujudkan. Gerombolan itu memulai siasatnya. Enam orang melakukan serangan, sementara sisanya menunggu giliran.
Dengan cara seperti ini, diharapkan Dewa Arak tidak
mempunyai kesempatan beristirahat
"Haaat..!"
Teriakan-teriakan melengking nyaring yang saling susul, kontan terdengar ketika enam orang itu
memulai serangan. Seketika itu pula, kilatan senjata-senjata tajam beraneka
jenis, berkelebatan mengancam berbagai bagian tubuh Dewa Arak dari berbagai
jurusan. Arya yang memang sejak tadi sudah bersiaga,
langsung bertindak. Meskipun sepasang matanya sudah tidak bisa diandalkannya lagi, tapi sepasang telin-ganya masih bisa
dimanfaatkan. Dan dengan menggunakan pendengaran, diladeni serbuan lawan-lawannya.
Tahu akan keadaan yang tidak menguntungkan, Dewa Arak tidak ragu-ragu lagi mengeluarkan ilmu 'Belalang Sakti' andalannya.
Tapi, tentu saja kali ini tidak sedahsyat biasanya. Di samping kemampuan Dewa Arak yang tengah menurun, di bahunya pun terpanggul tubuh Melati. Meskipun demikian, bukan berarti kedahsyatan
ilmu 'Belalang Sakti' itu pupus. Jurus-jurus yang terdapat dalam ilmu itu, tetap
menunjukkan keampuhannya. "Heit!"
Luar biasa! Dengan gerakan terhuyung-huyung
seperti akan jatuh, Dewa Arak menghindari serangan
lawan-lawannya, menggunakan jurus 'Delapan Langkah Belalang'. Tapi baru saja serangan itu berhasil dielakkan,
serangan susulan kembali menyusul. Kali ini, dilakukan oleh kelompok kedua. Maka untuk yang kedua kalinya beberapa senjata tajam mengancam keselamatan
Dewa Arak. Kali ini pun Dewa Arak berusaha mengelak
tanpa melancarkan serangan balasan. Bukan karena
apa-apa, yang jelas di benaknya tersusun rencana untuk secepatnya meninggalkan tempat itu, sebelum seluruh tenaga dalamnya habis terkuras.
Sebagai seorang pendekar yang telah kenyang
makan asam garam dunia persilatan, Dewa Arak tahu
kalau penyebaran racun akan semakin cepat, apabila
peredaran darah mengalir cepat. Dan cepatnya peredaran darah, tergantung banyak tidaknya kegiatan yang
dilakukan. Maka tak heran kalau Dewa Arak tidak melakukan perlawanan. Bahkan elakannya pun dilakukan
sambil menjauhkan diri.
Enam orang pengeroyok ini tampaknya terlalu
bersemangat untuk segera merobohkannya. Mereka
sama sekali tidak menduga kalau pemuda berambut
putih keperakan itu akan melarikan diri. Apalagi, jurus
'Delapan Langkah Belalang' milik Dewa Arak memang
terlalu sulit untuk bisa diketahui perkembangannya
oleh para pengeroyok. Karena begitu habis mengelak,
Dewa Arak langsung menghentakkan kakinya. Seketika tubuhnya melenting sambil tetap memondong Melati. Dan begitu mendarat, dia langsung melesat Sehing-ga tanpa diduga para
pengeroyok, pemuda berambut
putih keperakan itu berhasil meloloskan diri dari ser-gapan lawan-lawannya.
Karuan saja hal itu membuat dua belas orang
pengeroyoknya terkejut bukan kepalang. Serentak mereka bergerak mengejar.
"Hendak lari ke mana kau, Dewa Pengecut"!"
bentak salah seorang yang berkumis melintang. Seperti juga yang lain, dia
memiliki raut wajah kasar dan tubuh kekar.
"Jangan harap untuk bisa lolos dari tangan kami!" sambung yang lain, dengan suara tak kalah keras.
Maka seketika terdengar ejekan-ejekan menyakitkan terhadap Dewa Arak, dari para pengeroyok. Begitu ramai dan keras, membuat telinga jadi panas.
Bahkan para pengeroyok itu juga segera mengejar Dewa Arak. Sementara itu Dewa Arak tentu saja tidak
mempedulikannya. Dan apabila menuruti perasaan
hati, keselamatan dirinya dan Melati jelas terancam.
Jelas-jelas terlihat kalau gerombolan itu bermaksud
membinasakan mereka berdua.
Itulah sebabnya, Dewa Arak terus saja melesat
menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Dia berusaha secepat mungkin meninggalkan lawan-lawannya
sebelum kekuatan yang dimilikinya lenyap.
Tapi harapan tinggal harapan. Sewaktu melarikan diri, kekuatan yang dimiliki Dewa Arak memang
telah menurun jauh. Dan celakanya, terus melorot secara demikian cepat. Akibatnya, pemuda berambut putih keperakan itu rasanya akan sia-sia untuk segera
kabur sejauh-jauhnya dari para pengeroyok. Padahal
dia masih berada dalam jarak yang tak jauh dari pengejarnya. Paling tidak, hanya terpaut belasan tombak!
Dan kini seluruh tenaga Dewa Arak mendadak
musnah. Rasa lemas yang luar biasa langsung menyergapnya. Sekujur tulangnya bagai dilolosi. Lemas
tak terkira! Brukkk! Tak ampun lagi, tubuh Dewa Arak ambruk di
tanah laksana sehelai karung basah. Dengan sendirinya, tubuh Melati pun jatuh pula di tanah.
Namun demikian, Dewa Arak tidak putus asa.
Pemuda ini masih berusaha keras untuk bangkit. Semangat yang besar karena dorongan ingin menyelamatkan Melati, membuatnya mampu bertahan untuk
tidak pingsan. Tapi usaha Dewa Arak ternyata sia-sia. Rasa
lemas yang amat sangat, membuatnya tak mampu
berdiri. Padahal, telah diusahakan sekeras-kerasnya.
*** "Ha ha ha...!"
Tawa dua belas orang pengeroyok Dewa Arak
pun meledak, ketika tiba di tempat Dewa Arak tersungkur. Tawa kegembiraan bercampur ejekan.
Dan masih dengan tawa yang belum putus, mereka memandangi Dewa Arak yang kembali terjerunuk
tak kuat menahan beban tubuhnya. Malahan senjatasenjata tajam para pengeroyok telah siap diayunkan.
Srat, srat, srat!
Sinar-sinar terang seketika mencuat ketika belasan senjata meluruk ke tubuh Dewa Arak, Bahkan
sepertinya, masing-masing tak ingin melepaskan kesempatan itu. Maka kematian Dewa Arak tinggal menunggu waktu saja. Apalagi, pemuda berambut putih
keperakan itu sama sekali tidak mampu berbuat apaapa. Tapi, sebelum belasan senjata beraneka ragam
itu merencah tubuh Dewa Arak, tiba-tiba sesosok
bayangan putih berkelebat cepat, menyambar Dewa
Arak dan Melati.
Tappp, tappp! Cappp, cappp, creppp, jrebbb!
Cepat bukan kepalang gerakan sosok bayangan
putih itu, sehingga beberapa senjata tajam yang meluncur hanya menghantam tanah, tempat Dewa Arak
dan Melati tergolek tadi.
"Keparat!"
Pengeroyok yang berkumis melintang menggeram ketika mengetahui senjatanya dan senjata rekan-rekannya sama sekali tidak menemui sasaran.
Mereka tahu, dua orang calon korban tadi berhasil dis-elamatkan oleh seseorang.
Memang, dua belas orang
pengeroyok tadi melihat kelebatan sosok bayangan putih, meskipun tidak secara jelas. Dan mereka juga tahu arah yang ditempuh sosok
bayangan putih tadi. Dan
tanpa membuang-buang waktu lagi, mereka segera
bergerak mengejar.
Tapi dua belas orang yang rata-rata berwajah
kasar dan bertubuh kekar ini kecele! Ternyata sosok
bayangan putih itu memiliki ilmu meringankan tubuh
yang luar biasa. Sehingga hanya dalam beberapa kali
lesatan saja, mereka telah tertinggal jauh. Bahkan akhirnya tubuh sosok bayangan putih itu lenyap dari
pandangan mata. Maka terpaksa rombongan pengejar
itu menghentikan langkahnya.
"Keparat!"
Untuk yang kesekian kalinya, laki-laki berkumis melintang itu memaki geram. Amarah yang hebat
tampak jelas, baik pada raut wajah maupun nada suaranya. "Kau kenal orang usilan itu, Kang?" tanya laki-laki yang memiliki bibir
tebal dan hitam.
Laki-laki berkumis melintang itu menggeleng.
"Aku tidak sempat melihatnya. Jangankan wajahnya, bentuk tubuhnya pun tidak sempat kulihat.
Keparat! Orang usilan itu harus mendapatkan ganjaran atas kelancangannya!" desis laki-laki berkumis melintang dengan sorot mata memancarkan dendam.
"Apa yang harus kita laporkan pada sang Ketua, Kang?" tanya salah seorang yang berkulit kuning pucat seperti orang
penyakitan. "Hhh...!" laki-laki berkumis melintang menghela napas berat. "Apa lagi kalau
bukan menceritakan apa adanya" Tapi yang jelas, kita semua tidak akan lolos dari
hukuman! Hhh...! Padahal, sang Ketua sudah yakin, kalau rencana ini akan
berhasil. Sukar kubayangkan kemurkaannya, apabila dia tahu kalau Dewa Arak
berhasil lolos dari maut'
"Tapi, Kang," sergah salah seorang yang mempunyai tahi lalat besar di pipi.
"Bukankah Dewa Arak dan kawannya telah berhasil kita cekoki racun" Aku
yakin, nyawa mereka akan melayang. Bukankah racun
milik sang Ketua tidak bisa diragukan lagi keampuhannya" Jadi, aku yakin mereka akan tewas!"
"Apa yang kau katakan itu tidak salah, Sampang," kata laki-laki berkumis melintang pada rekannya yang memiliki tahi lalat besar di pipi. "Menurut pengalaman selama ini, Dewa
Arak dan rekannya itu
akan tewas. Tapi aku yakin sang Ketua tak akan berpendapat seperti itu. Tanpa melihat dengan mata kepa-la sendiri, dia tak akan
percaya kalau Dewa Arak telah tewas. Aku sendiri yakin kalau Dewa Arak tewas!
Bahkan tidak mungkin selamat."
Kontan semua mulut dari rekan laki-laki berkumis melintang tertutup. Tidak satu pun ada yang bicara. Mereka tampak terpatri
dengan rencana masingmasing. "Lalu..., sekarang apa yang harus kita lakukan, Kang?" tanya laki-laki
berkulit kuning.
"Tentu saja melaporkan semuanya pada sang
Ketua," jawab laki-laki berkumis melintang, tak bergai-rah. Usai berkata
demikian, laki-laki berkumis melintang itu berbalik.
"Mari kita berangkat," lesu ucapan yang keluar dari mulut laki-laki berkumis
melintang itu. Tanpa menunggu perintah dua kali, mereka segera mengayunkan langkah, mengikuti dari belakang
laki-laki berkumis melintang yang telah melesat pergi lebih dulu.
*** 6 "Uaaah...!"
Arya membuka mulutnya lebar-lebar sambil
menggeliatkan tubuhnya untuk melemaskan uraturatnya yang terasa kaku. Perlahan-lahan sepasang
matanya dibuka. Seketika itu pula dia tersentak dari berbaringnya. Sementara,
raut wajahnya menampakkan rasa kaget bukan kepalang.
Dewa Arak memandang ke sekeliling. Rupanya
dia berada di sebuah ruangan yang cukup luas dan
cukup baik, meski hanya berdinding dari bilik. Sementara tubuhnya yang masih
lemas tergolek di sebuah
balai-balai bambu. Sedangkan tak jauh darinya, tampak sebuah meja yang di atasnya terdapat kendi dan
beberapa buah gelas bambu. Salah satu dari gelas
bambu itu tampak masih mengepulkan asap beraroma
khas, aroma ramuan obat!
Arya jadi berpikir keras. Berbagai macam pertanyaan bergayut di benaknya. "Mengapa dia berada di sini" Dan di manakah ini?"
Sejenak kemudian semua kejadian yang dialami
telah berhasil diingatnya. Waktu dia berada dalam kedai telah diracuni secara
licik oleh pemilik kedai palsu.
Rupanya, mereka memang sudah merencanakan semua itu untuk membunuhnya. Kemudian Dewa Arak
kabur untuk menyelamatkan diri, tapi sebelum maksudnya terlaksana keburu jatuh. Dan akhirnya, pingsan. Jadi, dia belum mati! Lalu, bagaimana nasib Melati" Ingat akan Melati, membuat Dewa Arak tersentak kaget. Perasaan khawatirnya pun kembali menyeruak. Dan dalam cekaman rasa cemas yang melanda,
pandangannya kembali dilayangkan ke sekitar ruangan. Tapi tetap saja kekasihnya tidak diketemukan.
Tentu saja ini membuat Dewa Arak cemas.
Rasa khawatir yang amat sangat terhadap keselamatan kekasihnya, membuat pemuda berambut putih keperakan itu berusaha bangkit dari berbaringnya.
Tapi.... "Uuuh...!"
Tanpa sadar, sebuah keluhan tertahan keluar


Dewa Arak 60 Perawan-perawan Persembahan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari mulut Arya ketika baru saja beringsut. Rasa pusing yang amat sangat
langsung mendera kepalanya,
sehingga membuat pandangannya seperti berputar.
Terpaksa Dewa Arak mengurungkan niatnya,
dan segera merebahkan tubuhnya kembali di pembaringan. Kemudian matanya dipejamkan untuk menghilangkan rasa pusingnya.
Saat itulah Dewa Arak mendengar suara langkah-langkah halus di luar kamar. Semakin lama, semakin jelas tertangkap meskipun tetap tidak jelas.
Tampaknya memang ada orang yang tengah menuju
tempatnya. Rasa ingin tahu membuat Dewa Arak membuka
matanya. Sedikit pun tidak ada rasa khawatir bila
orang yang datang ke tempatnya bermaksud buruk.
Justru sebaliknya, Dewa Arak yakin orang itu bermaksud baik, menilik dari tindakan pertolongan yang telah diberikannya. Jelas,
orang itulah yang membawanya
ke sini, dan memberikan ramuan obat yang kini diletakkan di atas meja.
Kriiit...! Suara berderit pelan terdengar seiring bergeraknya daun pintu di dalam ruangan Dewa Arak berada. Dan sesaat kemudian, seraut wajah tua menyembul dari balik daun pintu itu. Seraut wajah yang terlihat masih segar, meskipun
telah ditumbuhi kumis dan
jenggot berwarna putih. Warna pakaian yang dikenakannya merah. "Rupanya kau sudah sadar, Anak Muda," sapa kakek berpakaian merah itu sambil
mengayunkan langkah menghampiri Dewa Arak.
"Itu semua berkat pertolonganmu juga, Ki," jawab Arya sekenanya.
"Ah! Matamu sungguh awas, Anak Muda. Dalam keadaan gawat pun, kau masih bisa mengenaliku"
Hebat! Benarkah kau orang yang berjuluk Dewa Arak?"
tanya kakek berpakaian merah itu sambil menarik
kursi yang terletak di kolong meja tempat guci dan gelas-gelas bambu berada.
Kemudian, perlahan-lahan
pantatnya diletakkan di kursi itu.
"Apa istimewanya julukan itu, Ki" Aku yakin
kau memiliki kepandaian dan julukan yang melebihiku," sambut Dewa Arak berusaha merendah.
"Ha ha ha...!" kakek berpakaian merah tertawa lunak. "Kau terlalu merendah, Dewa
Arak. Siapa yang belum mendengar tentang dirimu. Julukanmu begitu
menggemparkan dunia persilatan. Hampir semua tokoh persilatan tahu, kau memiliki kepandaian tidak
ada bandingannya. Tak terhitung sudah datuk kaum
sesat yang tewas di tanganmu. Tapi kau masih bersikap rendah hati. Luar biasa! Kau luar biasa, Dewa
Arak!" "Ah! Kau terlalu berlebihan, Ki. Toh, kenya-taannya menghadapi gerombolan
orang liar saja aku
dan kawanku telah dibuat tidak berdaya. Kalau saja
kau tidak datang menolongku, mungkin aku dan kawanku telah tewas. Ah! Ya...! Apakah kau melihat kawanku, Ki?"
Langsung saja Dewa Arak menanyakannya, begitu teringat kembali pada Melati. Perasaan penuh harap tampak jelas dalam sorot
wajah dan sinar matanya. "Apakah kawanmu itu gadis berpakaian putih yang tergeletak di sampingmu?"
tanya kakek berpakaian merah memastikan.
"Benar, Ki. Dialah kawanku. Melati, namanya,"
sambut Dewa Arak, dengan tarikan wajah ceria. "Apakah kau melihatnya?"
Kakek berpakaian merah menganggukkan kepala. "Bukan hanya melihatnya saja, Dewa Arak. Aku pun membawanya pula kemari.
Seperti juga kau, dia
menderita keracunan hebat. Dan dia kubaringkan di
kamar sebelah, setelah kuberikan pengobatan seperlunya." "Hhh...!" Dewa Arak menghembuskan napas le-ga. "Aku tak tahu harus
berkata apa untuk mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu, Ki. Budi
yang kau berikan pada kami terlalu besar."
"He he he...," kakek berpakaian merah tertawa terkekeh sambil menggelenggelengkan kepala. "Kau ini aneh, Dewa Arak. Masih saja meributkan soal budi.
Padahal, dibandingkan pengabdianmu pada dunia persilatan, usahaku ini sama sekali tidak berarti apa-apa."
Dewa Arak hanya bisa menyunggingkan senyum kaku. Kini disadari, betapa di dunia ini masih
ada orang yang mau mengingat kebaikan orang lain.
Ternyata, benih-benih kebaikan yang telah ditanam
Dewa Arak, telah menghasilkan buah keselamatan baginya sendiri. "Kau terlalu merendahkan diri, Ki. Meskipun
demikian, aku yakin kau bukan orang sembarangan.
Bolehkah aku mengenalmu lebih jauh, Ki?" tanya De-wa Arak, hati-hati.
"Tentu saja boleh, Dewa Arak. Tapi nanti sajalah. Sekarang, yang lebih penting menyembuhkan lukamu dulu. Kau tahu, Dewa Arak. Racun yang mengendap di tubuhmu dan juga di tubuh kawanmu itu
amat berbahaya. Racun yang amat ganas dan mematikan." Kakek berpakaian merah menghentikan ucapannya sebentar untuk mengambil napas.
"Untunglah, aku berhasil menjinakkannya. Sekarang, keadaanmu dan juga kawanmu sudah tidak
berbahaya lagi. Masalah kesembuhan hanya tinggal
menunggu waktu saja."
"Terima kasih atas jerih payahmu, Ki. Keberhasilanmu menyembuhkan kami, menjadi pertanda kalau kau bukan orang sembarangan. Boleh kutahu namamu, Ki"!"
Kakek berpakaian merah itu hanya tersenyum
tipis. Ditatapnya Dewa Arak dengan sorot mata cerah.
"Namaku sederhana saja, Dewa Arak. Blantaka.
Tapi orang-orang biasa menyebutku Eyang Blantaka."
Akhirnya, keluar juga kata-kata kakek berpakaian merah ini dalam memperkenalkan diri.
"Eyang Blantaka"!" Dewa Arak mengulang nama itu tanpa menyembunyikan rasa kagetnya. "Jadi..., kau Ketua Perguruan Kalong
Merah, Ki"!"
"Rupanya kau mengenai perguruanku juga,
Dewa Arak?" kakek berpakaian merah yang ternyata bernama Blantaka tersenyum
pahit. "Tentu saja, Ki! Perguruan Kalong Merah amat
terkenal. Tapi, masih lebih terkenal namamu! Karena
kaulah yang telah membuat Perguruan Kalong Merah
yang selama puluhan tahun berlumur noda hitam,
menjadi bersih!" ujar Dewa Arak penuh kagum. "Dan kudengar, Perguruan Kalong
Merah telah menciptakan
banyak pendekar pembela kebenaran. Kau telah berhasil membuat perguruan itu menjadi sebuah perguruan golongan putih! Aku kagum padamu, Ki!"
"Terima kasih atas pujianmu, Dewa Arak,"
hanya itu yang diucapkan kakek berpakaian merah ini.
Seketika itu pula, benak Ki Blantaka melayanglayang ke masa seratus tahun silam. Leluhurnya, memang seorang datuk golongan hitam yang amat ditakuti. Dengan kesaktian dan kekejamannya yang tiada
banding, dibentuklah Perguruan Kalong Merah. Ini
hampir sesuai julukannya, Kalong Merah.
Turun-temurun, tiap murid yang menjadi ketua
perguruan meneruskan sepak-terjang si Kalong Merah
yakni mengacau dunia persilatan. Baru ketika Ki Blantaka yang mempunyai hati
bersih menjadi ketua, kebiasaan itu dirombaknya. Tentu saja banyak yang menentang. Namun, semuanya berhasil dipatahkan. Dan
benar seperti yang dikatakan Dewa Arak, sekarang
Perguruan Kalong Merah berubah menjadi perguruan
silat yang beraliran putih.
"Aku tidak memuji, Ki. Tapi, begitulah cerita
yang kudengar dalam dunia persilatan," bantah Dewa Arak, halus. Kemudian dengan
raut wajah sungguh-sungguh ditatapnya wajah kakek berpakaian merah
lekat-lekat "Agar percakapan kita berjalan lebih enak, bagaimana kalau kau
memanggil namaku saja, Ki.
Namaku yang sebenarnya, Arya Buana. Tapi, orangorang biasa menyapaku Arya."
"Begitu pun boleh, De..., eh! Arya...!" sambut Ki Blantaka datar. "O ya, Arya.
Hampir saja aku lupa.
Kau masih harus minum sekali lagi ramuan obatku
agar pengaruh racun yang mengendap di tubuhmu lenyap semua."
Ki Blantaka segera mengambil gelas bamboo
berisi ramuan obat yang dibuatnya. Kemudian didekatkan gelas itu ke mulut Arya.
Semerbak ramuan berbau agak pedas tercium
hidung Dewa Arak. Tapi pemuda berambut putih keperakan itu tidak mempedulikannya. Dan tanpa raguragu, diminumnya ramuan obat itu hingga tuntas.
"Sekarang beristirahatlah, Arya. Aku pergi dulu untuk menengok kawanmu. Seperti
juga kau, dia pun
harus minum ramuanku sekali lagi agar terbebas dari
pengaruh racun itu."
Kemudian tanpa menunggu tanggapan Dewa
Arak, Ki Blantaka segera bangkit dan melangkah meninggalkan Dewa Arak. Sementara, Dewa Arak hanya
memandangi punggung kakek berpakaian merah itu
hingga lenyap di balik pintu. Lega sudah rasa harinya mendengar Melati berada di
situ pula. Dan bahkan
akan sembuh dari lukanya. Kini tanpa perasaan cemas
lagi, sepasang matanya dipejamkan. Memang untuk
membunuh waktu, hanya dengan tidur.
*** Matahari sudah naik tinggi, bahkan sudah
hampir mencapai titik tengahnya ketika tiga sosok tubuh duduk di teras depan
sebuah pondok berdinding
bilik. Tiga sosok itu terdiri dari dua orang laki-laki dan seorang wanita.
Mereka memang Dewa Arak, Melati,
dan Ki Blantaka yang tengah duduk saling berhadapan
beralaskan tikar daun kelapa.
"Kalau kau tak keberatan, aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan padamu, Ki," ucap Arya.
Wajah pemuda berambut putih keperakan itu
terlihat sudah cerah kembali, setelah mendapat perawatan dari Ki Blantaka. Dewa Arak benar-benar telah sehat kembali. Seluruh
kemampuannya pun telah pu-lih.
"Ajukan saja, Arya. Kalau bisa, tentu akan kujawab," sambut Ki Blantaka, ringan.
"Terlebih dulu aku minta maaf, Ki. Bukannya
bermaksud turut campur, tapi aku hanya merasa heran. Mengapa seorang ketua perkumpulan besar sepertimu, meninggalkan perguruan" Mungkinkah ini ada
hubungannya dengan kemurungan yang tengah melandamu?" tanya Dewa Arak hati-hati.
"Hanya itu yang ingin kau tanyakan, Arya?"
tanya Ki Blantaka kalem.
Dewa Arak mengangguk. Sedangkan Ki Blantaka langsung terdiam.
"Dugaanmu tidak salah, Arya. Aku meninggalkan perguruan memang berhubungan erat dengan
kemuraman wajahku," ujar Ki Blantaka memulai penjelasan. "Hal ini karena tiga
orang adik seperguruanku tidak puas dengan tindakan yang kuambil. Setelah
Perguruan Kalong Merah kubawa ke jalan putih, mereka pergi diam-diam. Yang lebih celaka lagi, mereka
membawa lari kitab-kitab berisi ilmu-ilmu peninggalan Kalong Merah!"
Sampai di sini, Ki Blantaka menghentikan cerita. Dibasahinya tenggorokan yang terasa kering dengan air ludahnya sendiri. Sekilas ditatapnya Dewa
Arak untuk melihat tanggapannya. Tapi ternyata Dewa
Arak lebih memilih diam dan mendengarkan.
"Semula aku bersikap diam. Kupikir, kalau mereka memang tidak mau mengikuti jalanku dan ingin
menentukan jalan sendiri, biarlah. Tapi kejadian demi kejadian yang menimpa
dunia persilatan, memaksaku
untuk turun tangan."
"Kejadian apa saja, Ki?" tanya Melati, ingin ta-hu.
' Penculikan besar-besaran terhadap wanitawanita yang masih gadis," jelas Ki Blantaka. "Semula aku masih ragu kalau
pelakunya adalah adik-adik seperguruanku. Tapi bukti-bukti yang berhasil
kudapat, menjelaskan kalau merekalah dalang dari semua kejadian itu."
Dewa Arak mengangguk-angguk. Memang, Prakosa sebelum mati juga telah menjelaskan hal itu. Semula, mereka hanyalah
gerombolan perampok biasa.
Tapi, ternyata ada seorang tokoh yang memaksa mereka untuk mencari perawan sebanyak-banyaknya. Gagal berarti maut!
Hanya saja Dewa Arak dan Melati tidak menyangka kalau dalang di belakang layar itu adalah pelarian-pelarian dari
Perguruan Kalong Merah! Yang
mereka tahu, dalang itu adalah seorang tokoh yang
berjuluk Harimau Baja!
Dan sebenarnya, Harimau Bajalah yang menundukkan gerombolan demi gerombolan perampok,
yang kemudian diperintahkan mencari perawanperawan. Bagi yang tidak taat, langsung dibinasakan.
"Itulah cerdiknya mereka, Arya. Kalau saja,
penculikan-penculikan itu dilakukan sendiri, tentu dalam waktu tak lama aku
tahu. Dan memang, mereka
takut kalau aku akan menghalangi maksud mereka.
Kalau yang disuruh adalah gerombolan-gerombolan
rampok, siapa yang dapat menduga" Hhh...! Sama sekali tidak kusangka kalau tiga orang adik seperguruanku akan memiliki anak-anak
buah yang tersebar. Asal tahu saja. Para pengeroyok kalian di kedai waktu itu adalah anak buah tiga
adik seperguruanku."
"Ah...!"
Hampir berbareng Dewa Arak dan Melati berseru kaget, karena sama sekali tidak menyangka. Rupanya, kedua pendekar muda itu sudah masuk incaran tanpa disadari.
"Bagaimana kau bisa menduga demikian, Ki?"


Dewa Arak 60 Perawan-perawan Persembahan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanya Dewa Arak tak kuat menahan rasa ingin tahu.
"Dari racun yang masuk ke dalam tubuh kalian! Racun itu adalah milik leluhur kami yang berjuluk Kalong Merah!" tandas Ki
Blantaka, tegas.
Dewa Arak dan Melati saling berpandangan
tanpa berkata-kata. Dan karena Ki Blantaka juga berdiam diri. Keadaan menjadi hening.
"Sekarang..., apa yang akan kau lakukan, Ki"!"
tanya Dewa Arak, ingin tahu.
"Sederhana saja. Mereka adalah adik-adik seperguruanku. Maka sudah menjadi kewajibanku untuk
menghalangi tindakan mereka. Dan kalau mereka tetap menentang, tidak ada jalan lain...."
Sampai di sini Ki Blantaka menghentikan ucapannya. Tapi itu pun sudah cukup bagi Dewa Arak
dan Melati untuk mengetahui kelanjutannya.
"Kapan kau akan berangkat, Ki?" tanya Melati.
"Besok. Toh, aku sudah dapat memperkirakan
di mana tempat tinggal mereka."
"Di mana, Ki?"
"Goa Kelelawar! Tempat tinggal almarhum Kalong Merah dulu."
*** 7 Dewa Arak, Ki Blantaka, dan Melati melesat cepat mendaki lereng Gunung Tongkeng. Gesit laksana
kera dan cepat laksana bayangan, tubuh tiga tokoh
sakti itu berkelebat cepat menuju puncaknya. Entah
sudah berapa lama mereka berlari. Dan mendadak saja
Dewa Arak menghentikan ayunan kakinya. Dan seketika pula, Ki Blantaka dan Melati berhenti melesat.
"Ada apa, Arya?" tanya Ketua Perguruan Kalong
Merah ingin tahu.
"Rasanya aku mendengar suara orang merintih," sahut Dewa Arak. "Apakah kau mendengarnya, Ki?"
Walau yang ditanya Ki Blantaka, tapi Melati
ikut menjawab. Gadis berpakaian putih itu menggeleng, sementara Ki Blantaka diam saja.
"Tidak, Arya. Apakah kau mendengarnya"!" Ki Blantaka balas bertanya.
"Benar, Ki. Tapi samar-samar. Sepertinya, asalnya dari sana," Dewa Arak menuding ke arah sebelah kanan. "Kalau begitu, mari
segera kita ke sana!" ajak Ki Blantaka.
Sambutan Ki Blantaka yang demikian penuh
semangat, sama sekali tidak disangka Dewa Arak. Dan
Ketua Perguruan Kalong Merah itu memang punya
alasan kuat bertindak demikian. Dia merasa penasaran terhadap Dewa Arak yang memiliki pendengaran
jauh lebih tajam daripada dirinya.
Mereka seketika bertiga melesat ke arah yang
ditunjuk Dewa Arak. Dan ternyata, pendengaran pemuda berambut putih keperakan itu mulai terbukti.
Dari kejauhan, ketiga orang itu telah melihat adanya sosok-sosok yang
bergeletakan di tanah. Maka mereka
pun semakin mempercepat lari.
Tak lama berlari, mereka telah berada di dekat
sosok-sosok yang bergeletakan. Dan mereka bergegas
memeriksanya. "Hey...! Bukankah mereka orang-orang yang berada di kedai, Kang. Merekalah yang mengeroyok kita!"
seru Melati ketika mengenali sosok-sosok itu.
Bukan hanya Dewa Arak saja yang mengangguk. Ki Blantaka pun demikian.
"Tapi ada satu yang bukan, Melati. Kau kenal
dia?" sanggah Dewa Arak, seraya menunjuk ke satu arah. Melati mengarahkan
pandang ke arah yang ditunjukkan kekasihnya. Ternyata di situ tergolek seorang lelaki berpakaian coklat.
"Bukankah orang ini yang memberi perlawanan
terhadap serbuan perampok di Desa Banyu, Kang"!"
kata Melati, seketika teringat pada kejadian di Desa Banyu beberapa waktu yang
lalu. Dewa Arak mengangguk.
"Apa tidak mungkin kalau dia yang telah melakukan semua ini."
"Lebih baik kita tanyakan secara jelas padanya." Usai berkata demikian, Dewa Arak segera menghampiri laki-laki berpakaian
coklat itu. Begitu
sampai, tubuhnya langsung membungkuk. Disadari tidak ada gunanya memberikan pertolongan, karena luka-luka yang diderita lelaki berpakaian coklat itu terlalu parah.
"Bisa terangkan, mengapa kau ada di sini, Ki
sanak"!" tanya Dewa Arak setelah memberi totokan di beberapa bagian tubuh lakilaki berpakaian coklat,
agar dapat menjawab secara lancar.
"Aku ingin membasmi dalang tindakan terkutuk ini!" tandas lelaki berpakaian coklat, ketika mengenali Dewa Arak dan Melati
sebagai orang yang mempunyai musuh sama.
"Sepertinya kau mempunyai dendam hebat terhadap orang-orang jahat itu, Kisanak. Bisa dijelaskan"!" tanya Dewa Arak lagi.
"Adikku diambil oleh iblis-iblis terkutuk itu.
Dan dia tidak pernah kembali.... Aku selidiki berbulanbulan, dengan dibantu Dewa Baju Emas. Tapi sayang,
di saat hampir berhasil aku dihadang orang-orang itu.
Hingga akhirnya, aku terluka. Aku mohon..., bantuan
Dewa Baju Emas. Dan..., akh!"
Sebelum sempat menyelesaikan ucapan, lelaki
berpakaian coklat itu mengejang kaku dan diam tidak
berkutik lagi. Nyawanya telah lebih dulu melayang ke alam baka.
Dewa Arak bangkit berdiri. Dan seperti telah
disepakati, mereka bertiga segera melesat ke Puncak
Gunung Tongkeng. Memang, saat itu pula terdengar
suara-suara pertarungan.
Hanya dalam beberapa kali lesatan, Dewa Arak,
Melati, dan Ki Blantaka telah berhasil menemukan
sumber suara pertarungan yang melibatkan dua sosok
tubuh. Bergegas, ketiga orang itu mendekati kancah
sekitar pertarungan.
Ketiga tokoh golongan putih ini baru menghentikan langkah, ketika telah berada dalam jarak lima
tombak dari kancah pertarungan. Dan mereka segera
memperhatikan pertarungan penuh perhatian. Meskipun tokoh-tokoh yang tengah bertarung bergerak cepat, namun bagi mata Dewa Arak, Ki Blantaka, dan
Melati, bukan persoalan untuk menyaksikannya.
Tanpa menemui kesulitan, ketiganya dapat melihat ciri-ciri dua orang yang tengah bertarung. Yang seorang lelaki kekar dan
gagah, terbungkus pakaian
kuning emas. Sedangkan lawannya seseorang berwajah seperti raksasa. Tapi, tubuhnya justru lebih pendek dari manusia biasa.
Dengan telanjang dada, tokoh raksasa kecil ini tampaknya lebih mirip bocah
gembala yang bertampang seram. Dialah tokoh yang berjuluk
Raksasa Tua! Hanya sekali lihat, baik Dewa Arak, Ki Blantaka, maupun Melati, dapat menebak kalau lelaki berpakaian kuning emas ini adalah Dewa Baju Emas! Tokoh persilatan golongan putih yang bermaksud menumpas angkara murka dalang penculikan terhadap
perawan-perawan suci!
Sebenarnya, pertarungan itu telah berlangsung
tak kurang dari sepuluh jurus. Dan kini Raksasa Tua
tampak menggulingkan tubuhnya, mendekati Dewa
Baju Emas. Kemudian langsung dilancarkannya serangan berupa sapuan kaki kanan.
Jangan dianggap ringan serangan Raksasa Tua.
Meskipun kakinya kecil, tapi kekuatan yang terkandung di dalam sapuannya sanggup mematahkan batang pohon yang besarnya tidak kurang dari dua pelukan orang dewasa!
Dewa Baju Emas pun tahu kedahsyatan serangan lawan. Itulah sebabnya, dia tidak berani bertindak main-main. Buru-buru kakinya menjejak, sehingga tubuhnya melayang ke atas. Sehingga, serangan lawan hanya menyambar tempat kosong.
Tapi Raksasa Tua juga bukan orang bodoh.
Semua pergerakan Dewa Baju Emas telah diperhitungkan. Maka, ketika Dewa Baju Emas mengelak dengan
cara melompat ke atas, langsung saja dikirimkannya
serangan susulan berupa tendangan lurus ke atas
dengan kaki kiri.
Zebbb! Dewa Baju Emas tercekat melihat serangan lanjutan ini. Apalagi ketika mengetahui, kalau bagian
yang terancam adalah selangkangannya. Padahal, saat
itu tubuhnya tengah berada di udara. Dan rasanya sulit untuk dapat mengelak, kecuali dengan memapak.
Maka seketika Dewa Baju Emas menghentakkan kakinya ke bawah.
"Hih!"
Blakkk! Benturan antara dua telapak kaki yang samasama dialiri tenaga dalam tinggi tidak bisa dielakkan lagi. Akibatnya kedua
batang kaki itu sama-sama tersentak balik.
"Hup!"
Pada saat Dewa Baju Emas mendarat di tanah,
Raksasa Tua pun telah berhasil memperbaiki kedudukannya. Dan tanpa menunda-nunda lagi, laki-laki bertampang seram itu kembali menerjang Dewa Baju
Emas. Tapi dalam serangan kali ini, Raksasa Tua sudah mencabut sebuah tombak pendek yang tergenggam di tangan kanan. Dan dengan senjata itu, Dewa
Baju Emas terus didesaknya.
Melihat lawan telah menggunakan senjata, Dewa Baju Emas tidak berani ayal-ayalan. Disadari kalau kepandaian lawan belum
tentu berada di bawahnya.
Maka senjata andalannya pun dicabut. Kini sebuah
pedang yang juga berwarna kuning emas telah tergenggam di tangan kanan.
Pertarungan semakin berjalan menarik. Bunyi
decit angin tajam dari udara yang terobek akibat gerakan dua senjata itu,
menyemaraki pertarungan. Beberapa kali bunyi berdentang nyaring diiringi berpercikannya bunga api tercipta,
manakala senjata-senjata
itu saling berbenturan.
Dalam waktu tak berapa lama, dua puluh jurus
telah lewat. Dan selama itu, belum nampak adanya
tanda-tanda yang akan keluar sebagai pemenang. Rupanya, tingkat kepandaian kedua belah pihak berimbang. Tapi menginjak jurus ketiga puluh satu, terjadi
perubahan yang menegangkan. Dewa Baju Emas
agaknya dalam bertarung seperti orang kebingungan.
Beberapa kali pedangnya dikibaskan ke atas, baik berupa tangkisan maupun serangan. Padahal, saat itu
Raksasa Tua melancarkan serangan secara mendatar.
Hanya di saat-saat yang mengkhawatirkan,
Dewa Baju Emas berhasil mengelakkan serangan. Itu
pun hampir terlambat. Karena hal ini terjadi berulangulang, maka hanya dalam
beberapa gebrakan saja Dewa Baju Emas telah terdesak hebat. Dari beberapa bagian tubuhnya mulai mengalirkan darah segar, karena
beberapa kali terserempet tombak pendek Raksasa
Tua. Tentu saja perubahan mendadak ini membuat
Dewa Arak, Ki Blantaka, dan Melati merasa heran.
Mengapa Dewa Baju Emas bertindak seperti itu" Sebagai tokoh-tokoh yang berpengalaman, ketiga orang itu langsung bisa memperkirakan
ada hal yang tidak
beres. Bukan tidak mungkin Raksasa Tua berlaku curang. Atau barangkali saja menggunakan ilmu hitam!
Tapi Dewa Arak dan Ki Blantaka terpaksa harus membuang dugaan itu. Mereka melihat sendiri,
Raksasa Tua semula juga heran melihat sikap Dewa
Baju Emas yang kelihatan kelabakan. Namun sesaat
kemudian, hal seperti itu langsung digunakan untuk
keuntungan dirinya.
"Rasanya ada yang tidak beres, Ki," kata Dewa Arak agak pelan suaranya.
"Aku pun menduga demikian, Arya," jawab Ki Blantaka. "Bukan tidak mungkin ini
ada hubungannya dengan sihir. Tapi menurut pengamatanku, Raksasa
Tua tidak menggunakannya."
"Benar, Ki. Kalau begitu..., siapa" Rasanya tidak masuk akal orang luar membantu Raksasa Tua.
Bagaimana mungkin hal itu dapat dilakukan?"
Ki Blantaka terdiam. Disadarinya ada kebenaran juga dalam ucapan Dewa Arak. Dan mendadak dia
tersentak. "Ah...!" seru Perguruan Kalong Merah.
"Ada apa, Ki?" tanya Dewa Arak ketika merasakan adanya kegugupan dalam seruan Ki
Blantaka. "Aku ingat...! Leluhurku..., Kalong Merah miliki ilmu seperti itu. Memang! Dia
memiliki berbagai ilmu hitam yang tidak masuk akal, di samping ilmu silat
dan keahlian racunnya. Salah satu di antaranya adalah ilmu sihir yang membuatnya mampu menguasai
batin seseorang, meskipun tanpa bertatap muka...."
"Berarti..., pelarian dari Perguruan Kalong Merah telah berhasil mendapatkan ilmu-ilmu itu," potong Dewa Arak, tidak sabar.
"Kemungkinan besar juga demikian," jawab Ki Blantaka tidak berani memastikan.
Ada nada kekhawatiran dalam ucapan Ketua
Perguruan Kalong Merah ini. Tarikan wajahnya pun
menyiratkan kecemasan yang tidak dapat disembunyikan. Kalau pelarian-pelarian dari perguruannya
itu berhasil mendapatkan ilmu itu, jelas ketenteraman dunia bakal goyah.
" Segera akan kucari mereka, Ki!"
Tanpa menunggu sambutan Ki Blantaka, Dewa
Arak segera meninggalkan tempat itu. Tujuannya Goa
Kalong seperti yang diceritakan Ki Blantaka.
Ki Blantaka hanya dapat menghela napas berat,
karena dia memang tak mungkin ikut Dewa Arak. Keselamatan Dewa Baju Emas tampaknya tengah terancam. Dan Ki Blantaka pun bersiap-siap memberi pertolongan bila diperlukan.
Sementara, Melati begitu melihat kekasihnya


Dewa Arak 60 Perawan-perawan Persembahan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan tempat itu, segera menyusulnya. Sedangkan Ki Blantaka tidak bisa menahannya.
Dan begitu tatapan Ki Blantaka beralih ke arah
pertarungan, keadaan Dewa Baju Emas semakin bertambah gawat. Bahkan beberapa kali ujung tombak
lawan menggores kulitnya, sehingga cukup membuat
darah mengalir. Dan karena lukanya cukup banyak,
sekujur tubuh Dewa Baju Emas kini telah dibanjiri aliran darah!
Sebenarnya luka-luka yang diderita Dewa Baju
Emas sama sekali tidak parah. Tapi karena tidak
mempunyai kesempatan untuk menghentikan aliran
darahnya, tenaganya jadi berkurang secara cepat.
"Akh!"
Dewa Baju Emas menjerit tertahan ketika kaki
lawan menghantam telak perutnya. Untung, bagian itu
telah lebih dulu dilindungi dengan tenaga dalam.
Meskipun demikian, tubuh Dewa Baju Emas
tak urung terjengkang jauh ke belakang dan tergulingguling di tanah dengan napas
sesak! Dan saat itulah, Raksasa Tua mengirimkan serangan susulan. Tombaknya
langsung diluncurkan ke arah leher Dewa Baju
Emas! Menyadari akan adanya bahaya maut terhadap
Dewa Baju Emas, Ki Blantaka tidak tinggal diam. Cepat-cepat tubuhnya melesat. Langsung dipapaknya serangan tombak itu dengan tongkatnya.
Trangngng! Bunga-bunga api seketika berpijar, karena saking kerasnya pertemuan antara dua senjata itu. Dan
akibatnya, tubuh Raksasa Tua terjengkang ke belakang. Sedangkan, Ki Blantaka hanya terhuyunghuyung tiga langkah. Dari sini bisa diukur kalau tena-ga dalam Ketua Perguruan
Kalong Merah ini berada
jauh di atas lawannya.
Namun baru saja, Ki Blantaka hendak mengirimkan serangan susulan terhadap Raksasa Tua, tibatiba sepasang matanya menangkap adanya sosok besar
di angkasa. Terpaksa Ketua Perguruan Kalong Merah
ini membatalkan maksudnya. Dan begitu pandangannya diarahkan ke sana, sepasang mata Ki Blantaka
langsung terbelalak.
Ternyata di angkasa tampak seekor kalong raksasa merah yang besarnya seukuran tubuh manusia,
tengah meluncur deras ke arahnya. Gigi-gigi runcing hewan malam yang meluruk
cepat ini tertuju ke arah
leher Ki Blantaka.
Tentu saja Ki Blantaka tidak ingin mati konyol.
Buru-buru serangan hewan itu dipapaknya, dengan
tusukan tombaknya ke arah perut.
Melihat serangan tombak, kalong raksasa itu
langsung membatalkan serangannya. Maka Ki Blantaka pun selamat dari maut. Namun, Ketua Perguruan
Kalong Merah ini tidak bernapas lega, karena Raksasa Tua telah melancarkan
serangan. *** Sementara itu, Dewa Arak telah tiba di sebuah
goa yang telah ditunjukkan Ki Blantaka. Goa Kalong.
Dewa Arak menatap goa di hadapannya sejenak, kemudian melangkah hati-hati, masuk ke dalamnya. Sekujur urat saraf dan otot tubuhnya menegang
waspada. Tampaknya, dia jelas siap menghadapi segala kemungkinan.
Goa Kalong ternyata hanya mempunyai sebuah
lorong, dan tidak begitu panjang. Tak sampai sepuluh tombak, Dewa Arak telah
melihat adanya sinar terang
di depan. Bergegas pemuda berambut putih keperakan
ini mendekati. Ternyata, di dalam goa terdapat sebuah ruangan luas yang kanan kirinya tertutup dinding-dinding
tebing, namun bagian atasnya terbuka. Di sana tampaklah tiga sosok tengah duduk bersila, berjajar saling bergenggaman satu
tangan. Sepasang mata mereka dipejamkan. Tanpa berpikir lebih lama, Arya tahu
kalau mereka tengah menyatukan kekuatan untuk mengirimkan ilmu hitam! Pantas
saja, tadi Dewa Baju Emas
kelabakan! Agak tercekat hati Dewa Arak ketika melihat
kalau tiga sosok itu mengenakan topeng harimau pada
wajahnya. Hanya pakaian yang membedakan mereka.
Yang berpakaian hitam, berjuluk Harimau Baja. Sementara yang berpakaian putih perak, berjuluk Harimau Perak. Sedangkan yang berpakaian kuning emas
berjuluk Harimau Emas. Dan apabila mereka bergabung julukannya adalah Tiga Harimau Sakti!
"Keparat! Orang-orang seperti kalian tidak
layak dibiarkan hidup!" desis Dewa Arak begitu teringat akan tujuannya ke tempat
ini. Usai berkata demikian, Dewa Arak melompat.
Kemudian dari atas, laksana burung garuda menerkam mangsa, tubuhnya meluruk ke arah Tiga Harimau
Sakti. Wurrr! Deru angin keras yang mengawali tibanya serangan Dewa Arak, membuat Tiga Harimau Sakti menyadari akan adanya bahaya mengancam. Dan seketika mereka langsung bergerak, menyambut serangan
itu. Wut, wut, wut! Tak, tak, tak! Tubuh Tiga Harimau Sakti langsung terjengkang ke belakang ketika tangan-tangan mereka berbenturan dengan tangan Dewa Arak. Seketika ketiga
orang itu terkejut bukan kepalang, karena tangantangan mereka terasa sakit-sakit dan seperti lumpuh!
Demikian pula yang dialami Dewa Arak. Tubuhnya sampai terpental balik ke belakang, namun
dengan sebuah gerakan indah berhasil mendarat ringan di tanah. Kali ini, Dewa Arak kalah cepat Karena Tiga Harimau Sakti sudah keburu melancarkan serangan,
menerjang dari tiga jurusan. Gerakan mereka cepat
bukan kepalang, sehingga serangan yang dikirimkan
menimbulkan bunyi deru mencicit
Wut, wut, wut! Tiga Harimau Sakti menyadari bahaya yang
mengancam. Dan seketika mereka pun langsung bergerak, menyambut serangan itu .
*** 8 Dewa Arak tidak mau membuang-buang waktu
lagi. Dalam gerakan cepat, araknya segera dituang ke mulutnya.
Gluk.... Gluk.... Gluk...!
Terdengar suara tegukan, ketika arak itu lewat
di tenggorokannya. Sebentar kemudian, langkah Dewa
Arak sudah terhuyung-huyung seperti akan jatuh. Gerakan lewat ilmu 'Belalang Sakti' itulah, Dewa Arak
berhasil membuat serangan lawan-lawannya kandas.
Gampang saja tubuhnya menyelinap di antara tubuh
lawan-lawannya.
Tidak hanya sampai di situ saja tindakan Dewa
Arak. Dengan jurus 'Belalang Mabuk', langsung dilancarkanya serangan balasan.
Dan kini pertarungan sengit pun terjadi.
Dahsyat dan mengiriskan. Masing-masing pihak mengerahkan seluruh kemampuan. Gerakangerakan Tiga Harimau Sakti begitu terarah, seperti terdiri dari satu pikiran.
Mereka dapat saling mengisi dan melindungi. Kalau saja Dewa Arak tidak
menggunakan ilmu 'Belalang Sakti', sudah sejak tadi berhasil dirobohkan.
Lima puluh jurus telah lewat. Dan selama itu,
belum nampak tanda-tanda adanya pihak yang bakal
dirobohkan. Jalannya pertarungan masih berimbang,
dan saling berganti melancarkan serangan.
Menggiriskan setiap kali tokoh-tokoh ini melancarkan serangan. Bunyi mendecit, menderu, dan mengaung langsung terdengar mengisi tiap ruang dan waktu. Tanah pun terbongkar di sana-sini, memporakporandakan sekitarnya.
Di jurus kelima puluh tiga, bagai telah bersepakat sebelumnya, Tiga Harimau Sakti mendadak
menghentikan gerakan masing-masing. Kemudian mereka melangkah mundur, sehingga membuat Dewa
Arak heran. "Mengapa Tiga Harimau Sakti menghentikan
penyerangannya?" tanya Dewa Arak dalam hati.
Pendekar muda yang menggemparkan dunia
persilatan ini pun menghentikan gerakannya. Diperhatikannya dengan seksama semua tindakan Tiga Harimau Sakti. Sementara itu, Tiga Harimau Sakti malah berdiri berjajar dengan tangan saling bergandengan satu sama lain. Yang berada di
kiri dan kanan segera mencabut ganco yang terselip di pinggang. Sedangkan yang
berada di tengah tetap menancapkan ganconya di
pinggangnya. Laki-laki yang berada di sebelah kiri menghadapkan ujung ganconya ke bumi. Sedangkan yang di
sebelah kanan ke langit. Sementara, dari mulut-mulut mereka keluar gumamangumaman yang asing di telinga. Sulit dimengerti, dan sulit ditangkap secara
jelas. Semakin lama, suara itu semakin cepat dan keras diucapkan.
Semula Dewa Arak merasa heran melihat tingkah lawan-lawannya. Tapi, sebentar kemudian berganti kaget, ketika pemuda berambut putih keperakan
ini merasakan perubahan pada suasana di sekitarnya.
Semula suasana cerah. Tapi beberapa saat kemudian,
seiring semakin keras dan cepatnya gumamangumaman aneh yang keluar dari mulut Tiga Harimau
Sakti, tiba-tiba saja langit berubah gelap pekat. Awan hitam tampak bergumpalgumpal. Angin pun berhembus kencang, membawa hawa dingin yang mampu
membuat orang sesakti Dewa Arak meremang bulunya!
Bahkan keadaan seperti itu masih ditingkahi kilat yang menyambar-nyambar.
Dewa Arak agak gugup menghadapi kenyataan
ini. Apalagi ketika sekujur tubuhnya terasa mulai lemas. Sekujur otot, urat, dan
tulang-belulangnya seper-ti lumpuh, sehingga tenaga dalamnya tidak mampu dikerahkan. "Sihir...!" desis hati Dewa Arak ketika mulai menyadari adanya ketidakberesan
ini. Setelah menyadari kalau semua keanehan ini
tercipta karena pengaruh sihir, Dewa Arak pun mengerahkan kekuatan batinnya untuk melawannya. Seluruh perhatianya dipusatkan, maka pertarungan yang
aneh pun berlangsung. Tiga Harimau Sakti yang bergandengan tangan sambil mengucapkan rangkaian kata-kata dalam nada dan ketinggian berganti-ganti, sementara Dewa Arak yang
berdiri tegak dengan kedua
tangan terlipat di bahu dan mata dipejamkan serta kepala ditundukkan.
Dewa Arak berusaha sekuat tenaga memusatkan tenaga batinnya, sehingga sekujur wajahnya
dipenuhi keringat sebesar-besar jagung. Namun, tetap saja usahanya sia-sia. Dan
semua keanehan itu tetap saja tidak mampu diusirnya.
Dewa Arak memang belum menyadari kesalahan yang diperbuatnya. Dan inilah yang menjadi penyebab ketidakberhasilan nya dalam mengusir pengaruh yang ditimbulkan lawan. Dia baru mulai mengadakan perlawanan, di saat tindakan lawan telah mempengaruhinya. Dan seiring kegagalan usaha perlawanan Dewa
Arak, pengaruh ilmu Tiga Harimau Sakti pun semakin
menjadi-jadi. Pemuda itu mulai menggigil kedinginan, karena angin dingin yang
berhembus membawa butir-butir es yang kemudian menempel di tubuhnya.
Di saat-saat terakhir, ketika tubuhnya sudah
tidak berdiri tegak lagi, Dewa Arak teringat gucinya.
Maka seluruh sisa-sisa kemampuan yang dimilikinya
segera dikerahkan untuk mengambil gucinya yang tersampir di punggung. Dan begitu berhasil menggenggam guci araknya, buru-buru dituangkannya ke
mulut. Gluk.... Gluk... Gluk...!
Suara tegukan terdengar ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak dalam perjalanannya menuju ke perut. Sesaat kemudian, hawa hangat pun
berputaran di sekitar perutnya. Lalu, hawa panas itu perlahan-lahan naik ke
atas. Dan seketika kedudukan
kaki Dewa Arak pun mulai tidak tetap lagi, oleng sana oleng sini.
Pada saat itu, perkataan-perkataan Tiga Harimau Sakti terdengar semakin cepat dan keras di telin-ga Dewa Arak. Bahkan
seperti suara dalam kepalanya.
"Arrrggghhh...!"
Dalam usahanya untuk menghilangkan suara
Tiga Harimau Sakti yang seperti telah memenuhi isi
kepalanya, Dewa Arak meraung keras, sehingga membuat suasana di sekitar tempat itu seperti bergetar.
Dan memang sungguh dahsyat raungan Dewa
Arak. Akibatnya, tubuh Tiga Harimau Sakti langsung
terjengkang ke belakang. Di sudut mulut mereka menitik darah segar. Rupanya, Tiga Harimau Sakti terluka dalam cukup parah, akibat
raungan Dewa Arak yang
dikerahkan lewat tenaga dalam penuh.
Mendapat kenyataan ini, Tiga Harimau Sakti tidak menjadi gentar. Mereka kembali tegak dan bersiap mengadakan perlawanan
kembali. Namun pada saat
yang sama, tiba-tiba dua sosok bayangan berkelebat,
dan mendarat di sebelah Dewa Arak. Ternyata, mereka
adalah Ki Blantaka dan Melati.
Melati tadi memang sempat kehilangan jejak
Dewa Arak, sehingga tersesat. Untung gadis itu dalam pencariannya bisa bertemu
Ki Blantaka. "Bagaimana dengan Raksasa Tua, Ki?" tanya
Dewa Arak, ingin tahu.
' Tewas!" jawab Ketua Perguruan Kalong Merah
singkat. Sepasang mata laki-laki tua itu diarahkan pada Tiga Harimau Sakti. Dia
tahu, wajah di balik topeng itu
adalah adik-adik seperguruannya.
"Sebelum terlambat, lebih baik kalian ikut bersamaku ke perguruan untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan kalian...."


Dewa Arak 60 Perawan-perawan Persembahan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** "Haaat..!"
Teriakan keras Tiga Harimau Sakti, menjadi jawaban atas tawaran yang diajukan Ki Blantaka. Mau
tidak mau, Ketua Perguruan Kalong Merah itu menyambutnya dengan kekerasan pula.
Tentu saja Dewa Arak dan Melati tidak tinggal
diam. Maka pertarungan pun terpecah menjadi tiga
bagian. Dewa Arak menghadapi Harimau Emas. Ki
Blantaka berhadapan dengan Harimau Perak, sedangkan Melati bertarung dengan Harimau Baja. Masing-masing pihak mengerahkan seluruh kemampuan
yang dimiliki. Sementara itu Harimau Emas dan Dewa Arak
telah terlibat dalam pertarungan sengit. Pelarian Perguruan Kalong Merah yang
memiliki kemampuan paling hebat dibanding rekan-rekannya itu melancarkan
serangan bertubi. Bahkan saat itu, mengirimkan sebuah tendangan kaki kanan miring ke arah leher.
Wuttt! Deru angin keras yang terdengar, menjadi pertanda kuatnya tenaga dalam yang terkandung di dalamnya. Dewa Arak pun menyadarinya, sehingga tidak
berani bertindak sembrono. Buru-buru kakinya ditarik ke belakang sambil
mendoyongkan tubuh. Sehingga,
kaki Harimau Emas hanya mengenai tempat kosong.
Dan begitu serangan lawan berhasil dikandaskan, Dewa Arak meluncurkan tangan kirinya untuk
menangkap pergelangan kaki Harimau Emas yang belum sempat ditarik kembali.
Tappp! Tangkapan Dewa Arak hanya mengenai tempat
kosong, karena Harimau Emas telah lebih dulu menarik kakinya. Bahkan laki-laki berpakaian kuning emas itu langsung mengirimkan
serangan balasan yang tak
kalah dahsyat. Tangannya langsung dikibaskan, sehingga segundukan angin keras meluncur ke arah Dewa Arak. Untungnya Dewa Arak tidak gugup. Maka begitu merasakan adanya sambaran angin keras yang
mampu membuat tubuhnya bertumbangan, langsung
tenaga dalamnya dikerahkan pada kedua kakinya. Sehingga, kedua kaki Dewa Arak seperti berakar dengan
bumi. Maka begitu angin keras menghantam tubuhnya, Dewa Arak sama sekali tidak bergeming. Hanya
rambut dan pakaiannya yang berkibaran keras, menjadi pertanda kalau pemuda berambut putih keperakan itu baru saja dilanda segundukan angin keras.
Melihat serangannya sama sekali tidak membuahkan hasil yang diharapkan, Harimau Emas menjadi geram bukan kepalang.
"Keparat! Pantas kau berani bersikap kurang
ajar, Monyet Kecil! Rupanya kau memiliki sedikit kepandaian! Baik, kulayani
kemauanmu! Hih!"
Kali ini pelarian dari Perguruan Kalong Merah
itu tidak segan-segan lagi melancarkan serangan.
Langsung saja dikirimkan sebuah tendangan kaki kanan lurus ke arah dada Dewa Arak.
Wuttt! Deru angin keras yang mengiringi tibanya serangan menjadi pertanda betapa kuatnya tenaga yang
tersalur di dalamnya.
Tapi, Dewa Arak tetap bertindak tenang. Kaki
kanannya segera ditarik ke belakang, seraya mencondongkan tubuh. Dia tahu, meskipun hanya bertindak
demikian, serangan Harimau Emas telah dapat dielakkannya. Namun betapa kagetnya hati pemuda berambut
putih keperakan itu, ketika melihat kaki Harimau
Emas tetap meluncur ke arah dadanya. Padahal, dia
telah melangkah mundur! Hal ini membuat Dewa Arak
sedikit gugup, walau hanya sebentar saja. Maka dengan agak tergesa-gesa, Dewa Arak masih sempat menjejakkan kakinya, sehingga tubuhnya terlempar ke belakang. Wuttt! Tendangan Harimau Emas meluncur beberapa
jari di bawah kaki Dewa Arak. Terlambat sedikit saja, kaki pelarian Perguruan
Kalong Merah itu akan lebih
dulu bersarang di anggota tubuh Dewa Arak.
Jliggg! Setelah terlebih dulu bersalto beberapa kali di
udara, Dewa Arak mendaratkan sepasang kakinya di
tanah dengan mantap. Dan secepat itu pula, dia bersiap untuk menghadapi serangan lawan selanjutnya.
Namun ternyata, Harimau Emas belum melancarkan serangan susulan. Malah, sekujur tubuh Dewa
Arak dirayapinya penuh selidik.
Sementara itu, Dewa Arak tidak berani bertindak sembrono lagi. Dewa Arak tahu, mengapa kaki lawan tetap mengejar. Pasti karena pelarian Perguruan
Kalong Merah itu memiliki ilmu yang membuat kaki
atau tangannya dapat memanjang.
Kesimpulan yang didapat Dewa Arak ini, tidak
dilakukan secara sembarangan. Dewa Arak tahu, memang ada ilmu semacam itu di dunia persilatan. Bahkan Melati pun memilikinya. Sehingga tangannya bisa
dipanjangkan hampir dua kali lipat, ketika jurus 'Naga Merah Mengulur Kuku',
telah dikeluarkannya.
Tapi Dewa Arak tidak bisa terlalu lama tenggelam dalam alun pikiran itu. Lawan di hadapannya
memang teramat tangguh. Kalau bertindak sembrono,
nyawa taruhannya.
Sementara Harimau Emas sendiri rupanya sudah merasa cukup memperhatikan lawannya. Dan sekarang, dia mulai bersiap membuka serangan kembali.
"Kau cukup hebat, Anak Muda. Rasanya pantas
untuk menjadi lawanku," puji Harimau Emas dingin.
"Tapi jangan berbangga hati dulu. Sekarang, kau ber-siaplah, Anak Muda. Aku akan
memulai pertarungan
yang sebenarnya. Hadapilah ilmu 'Tinju Topan dan Geledek'-ku ini!"
Usai berkata demikian, Harimau Emas itu menyilangkan kedua tangannya yang terkepal erat di depan dada. Kemudian dengan gerakan perlahan-lahan
tapi penuh tenaga, kedua tangannya ditarik ke sisi
pinggang. Bunyi berkerotokan seperti ada tulangtulang berpatahan, mengiringi gerakan tangan itu.
Melihat hal ini, Dewa Arak tidak berani mainmain. Disadari kalau ilmu yang akan dikeluarkan lawan ini amat dahsyat. Maka, guci arak yang tergantung di punggung segera diraihnya, kemudian dituangkan ke mulut Gluk... Gluk... Gluk...!
Bunyi tegukan terdengar ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak dalam perjalanannya menuju ke perut. Ada hawa hangat menyebar di sana.
Kemudian secara perlahan-lahan, hawa itu naik ke
atas. Sesaat kemudian, sepasang kaki pemuda berambut putih keperakan itu pun oleng. Kini Dewa Arak telah siap mempergunakan ilmu
'Belalang Sakti'.
Semua gerak-gerik Dewa Arak tidak luput dari
perhatian Harimau Emas. Tampak ada kerutan pada
kedua alis pelarian Perguruan Kalong Merah itu, menandakan keheranannya.
Tapi Harimau Emas tidak membiarkan perasaan bingung terus bermain-main dalam benaknya.
Dia dapat menduga, pasti ilmu yang akan dikeluarkan
Dewa Arak adalah sebuah ilmu andalan. Memang tidak
sedikit ilmu yang kelihatannya aneh, tapi di dalamnya terkandung kedahsyatan
mengiriskan! Seiring timbulnya pikiran seperti itu, Harimau
Emas pun memusatkan perhatian pada ilmu yang tengah dikeluarkannya. Kemudian....
"Haaat..!"
Diawali sebuah teriakan keras menggeledek
yang membuat suasana di sekitar tempat itu bergetar
hebat, Harimau Emas mulai melancarkan serangan
pembukaan. Tak tanggung-tanggung lagi, langsung dikirimkannya pukulan tangan kanan kiri bertubi-tubi
ke arah dada Dewa Arak. Bunyi ledakan keras seperti
ada halilintar menyambar-nyambar mengiringi meluncurnya serangan.
Memang kelihatannya berbahaya bukan kepalang serangan Harimau Emas. Karena di samping dialiri tenaga dalam dahsyat, juga meluncur dengan kecepatan menakjubkan.
Tapi orang yang diserang memang telah siap
dengan penggunaan ilmu 'Belalang Sakti' -nya. Tanpa
menemui kesulitan sedikit pun, Dewa Arak berhasil
membuat serangan itu kandas dengan gerakan seperti
orang akan jatuh.
Karuan saja hal itu membuat Harimau Emas
penasaran bukan kepalang. Segera disusulinya dengan
serangan berikut yang tidak kalah dahsyat. Dan seper-ti juga serangan
pertamanya, kali ini pun bunyi meledak-ledak timbul, seiring meluncurnya
serangan. Per- tarungan dahsyat dan menarik pun, tidak bisa dihindarkan lagi. Harimau Emas benar-benar dipaksa mengeluarkan seluruh kemampuannya yang bertubi-tubi dan
susul-menyusul. Namun semua itu berhasil dikandaskan lawan dengan gerakan aneh, bahkan berlangsung sampai lima jurus!
Kegagalan demi kegagalan serangannya, membuat pelarian Perguruan Kalong Merah itu penasaran
bukan kepalang. Apalagi, sampai saat itu Dewa Arak
belum melancarkan serangan balasan. Tentu saja ini
membuatnya merasa diremehkan. Dalam cekaman rasa penasaran dan marah, Harimau Emas langsung
mengeluarkan jurus-jurus inti ilmu 'Tinju Topan dan
Geledek'! "Hih!"
Laksana gasing, tubuh Harimau Emas berpusing. Dan ketika telah melihat sasaran, kedua tangan dan kakinya mencuat dari
balik putarannya. Jelas ini serangan berbahaya, karena meluncurnya sama sekali
tidak disangka-sangka.
Dewa Arak terkejut bukan kepalang melihat perubahan serangan lawannya. Dan patut diakui, ilmu
itu memang luar biasa! Keadaan tubuh Harimau Emas
yang berputaran, membuat Dewa Arak sulit melancarkan serangan. Sebaliknya, Harimau Emas enak saja
melancarkan serangan. Dengan sendirinya, kedudukan
pelarian Perguruan Kalong Merah jadi lebih menguntungkan. Untung saja Dewa Arak memiliki ilmu 'Belalang
Sakti' yang ajaib, sehingga mampu melakukan gerakan
sesulit apa pun, dalam keadaan bagaimanapun. Dengan jurus 'Delapan Langkah Belalang', yang merupakan kumpulan dari langkah-langkah khas untuk
menghindari serangan, jelas membuat heran orang
yang menyaksikannya.
Berkat keistimewaan ilmu 'Belalang Sakti' itulah, Dewa Arak mampu menghindari setiap serangan
Harimau Emas hingga lebih dari sepuluh jurus! Kenyataan ini membuat bulu kuduk pelarian Perguruan Kalong Merah meremang! Selama hidupnya, belum pernah ditemukan ada seorang lawan pun yang mampu
memusnahkan serangannya hanya dengan mengelak.
Apalagi selama sepuluh jurus! Bahkan Sangga Buana,
pemilik Pulau Es saja tidak mampu bertindak seperti
ini! Tidak aneh kalau hal itu membuat Harimau
Emas semakin kalap. Maka kedahsyatan serangannya
pun terus ditingkatkan.
Akibatnya langsung diterima Dewa Arak. Dirasakannya, betapa tekanan serangan-serangan lawan
semakin dahsyat. Apabila diumpamakan ombak, maka
itulah ombak setinggi bukit yang menyerangnya.
Dan memang kelihatannya Dewa Arak berada
dalam keadaan mengkhawatirkan. Yang dilakukannya
hanya terus-menerus mengelak.
Jurus demi jurus berlangsung cepat. Hal ini tidak aneh, karena kedua belah pihak sama-sama memiliki gerakan cepat. Bahkan, tak terasa pertarungan telah berlangsung lima
belas jurus. Dan selama ini,
Dewa Arak masih mengandalkan keistimewaan ilmu
meringankan tubuh 'Belalang Sakti', dan jurus
'Delapan Langkah Belalang' untuk mematahkan setiap
serangan lawan.
Tapi begitu pertarungan telah lewat lima belas
jurus, Dewa Arak memutuskan untuk merubah cara
bertarungnya! *** "Hih!"
Wuttt! Diiringi bunyi menderu keras, tinju kanan Harimau Emas mencuat dari dalam putaran tubuhnya. Tak
tanggung-tanggung lagi, sasaran yang dituju adalah
ubun-ubun, tempat yang mematikan di tubuh manusia! Sementara Dewa Arak benar-benar melaksanakan rencananya. Begitu melihat kepalan Harimau
Emas meluncur, langsung dipapaknya dengan tinju
kanan pula. Bahkan tanpa ragu-ragu lagi, seluruh tenaga dalamnya dikeluarkannya dalam pengerahan jurus 'Tenaga Sakti Inti Matahari'!
Wuttt! Hawa panas menyengat menyebar seiring meluncurnya tinju Dewa Arak. Itu pun masih ditambah
adanya kepulan asap tipis dari sekujur tubuhnya. Se

Dewa Arak 60 Perawan-perawan Persembahan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat kemudian....
Dukkk! Dahsyat bukan kepalang benturan yang terjadi
antara dua kepalan yang sama-sama dialiri tenaga dalam tinggi. Bunyi menggelegar laksana halilintar menyambar langsung terdengar! Akibat selanjutnya, tubuh dua tokoh sakti itu sama-sama terpental ke belakang. Tapi dengan sebuah gerakan manis, baik Dewa
Arak maupun Harimau Emas mampu mematahkan
kekuatan yang membuat tubuh terhuyung-huyung.
Dan di saat tengah berada di udara, Dewa Arak cepat
menghentakkan kedua tangannya menggunakan jurus
'Pukulan Belalang'!
Wusss! Bresss! "Aaakh...!"
Harimau Emas kontan menjerit menyayat ketika pukulan jarak jauh Dewa Arak menghantam telak
dadanya. Tubuhnya langsung melayang deras ke belakang seperti daun kering dihembus angin. Saat itu ju-ga, nyawanya melayang ke
alam baka dengan tubuh
gosong. Ringan tanpa suara, Dewa Arak mendaratkan
kedua kakinya di tanah. Pandangannya dialihkan ke
arah Melati dan Ki Blantaka yang telah menyelesaikan pertarungan. Memang tanpa
Harimau Emas, Harimau
Baja, dan Harimau Perak lebih cepat dikalahkan. Karena pada dasarnya, ketiga tokoh sesat itu akan berbahaya bila telah bersatu. Kini Harimau Baja dan Harimau Perak tergolek lemah, dengan luka dalam yang
parah. Tampak Ki Blantaka menundukkan kepala
dengan tarikan wajahnya menyiratkan kesedihan.
Dengan gerak isyarat, Dewa Arak mengajak Melati meninggalkan tempat itu. Dia tahu, saat ini Ki Blantaka ingin menyendiri.
"Di mana mereka menyimpan Perawan-Perawan
Persembahan itu, Melati?" tanya Dewa Arak ketika bermaksud mencari perawanperawan yang konon untuk persembahan Tiga Harimau Sakti dalam menuntut
ilmu sihir. "Tadi waktu aku bertemu Ki Blantaka, dia bercerita kalau perawan-perawan itu memang telah dibunuh Tiga Harimau Sakti, untuk persembahan. Jadi kita memang tidak bisa menyelamatkan mereka!" jelas
Melati. "Dari mana Ki Blantaka tahu hal itu?"
"Sebelum tewas di tangan Ki Blantaka, Raksasa
Tua mengakui terus terang kalau yang bertindak sebagai algojonya adalah dia sendiri."
"Hhh...."
Dewa Arak hanya menarik napas penuh sesal,
karena tidak sempat menyelamatkan Perawan-Perawan
Persembahan itu.
"Yah.... Mudah-mudahan arwah mereka diterima di sisi-Nya," desah Dewa Arak.
Dan kedua pendekar muda itu terus melangkah, keluar goa. Dan sekarang yang tinggal hanya Ki
Blantaka seorang!
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Perawan Lembah Wilis 14 Dewi Ular 30 Tumbal Cemburu Buta Kesatria Baju Putih 9

Cari Blog Ini