Ceritasilat Novel Online

Jerat Peri Kembangan 1

Pendekar Naga Putih 67 Jerat Peri Kembangan Bagian 1


1 Sosok tubuh ramping itu melangkah ringan dengan
gemulai yang mempesona, memasuki mulut Desa
Gondang. Bukit pinggulnya menari-nari seiring ayunan lembut kakinya. Pemandangan
yang menggairahkan itu tentu saja tidak dilewatkan oleh setiap lelaki yang
berpapasan dengannya. Bahkan beberapa di antaranya sampai meneguk air liur.
Mereka sangat tergoda oleh lenggak-lenggok sosok tubuh ramping padat itu.
Bukan hanya bentuk tubuhnya saja yang menarik.
Wajahnya pun sangat cantik. Apalagi, mulutnya selalu menyunggingkan senyum
memikat serta kerling mata genit yang membuat dada lelaki berdebar. Secara
keseluruhan, wanita berusia sekitar dua puluh tahun itu memang sangat mempesona
dan menggairahkan.
Setelah melewati mulut Desa Gondang, gadis cantik itu membelokkan langkahnya
memasuki sebuah kedai.
Belasan pasang mata pengunjung, yang kebanyakan laki-laki, langsung tertuju ke
arah pintu. Gadis itu seperti sengaja hendak menarik perhatian. Ia tidak segera
masuk ke dalam kedai. Tapi berdiri di ambang pintu beberapa saat lamanya.
Kemudian melenggang lembut menuju
sebuah meja kosong.
"Pelayan...!" panggil gadis cantik itu melambaikan tangannya dengan gerakan
lembut. Sepasang matanya
sengaja dikerjap-kerjapkan, membuat dada pelayan itu berdebar-debar.
Dengan gaya yang manja dan genit, gadis cantik itu memesan beberapa jenis
makanan. Dan meminta agar
pesanannya disediakan secepat mungkin.
"Baik... baik...," sahut pelayan kedai manggut-manggut seperti burung pelatuk.
Lalu bergegas meninggalkan meja gadis cantik itu untuk menyiapkan pesanan.
Seorang lelaki brewok yang sejak tadi tidak lepas
mengawasi gadis cantik itu bergegas bangkit saat pesanan telah siap.
Dihampirinya pelayan kedai itu.
"Biar aku yang mengantarkan makanan ini kepada si cantik...," bisik lelaki
brewok. Tanpa menunggu jawaban pelayan kedai, disambamya pesanan itu. Lalu
berbalik menuju meja gadis cantik itu.
"Nyai yang cantik, ini pesananmu...," ujar lelaki brewok seraya tersenyum.
Sepasang matanya memandang liar, menjilati wajah cantik yang menengadah.
"Hm...," gadis cantik berpakaian serba merah itu bergumam lirih. Kendati senyum
manisnya belum lenyap, namun sepasang matanya menyiratkan keheranan.
"Pakaianmu tidak menunjukkan seorang pelayan. Siapa kau, Kisanak...?" tanya
wanita cantik itu dengan suara merdu dan lembut, walau senyumnya mulai lenyap.
Ada ketidaksenangan pada sepasang mata bulat jemih itu.
"Aku memang bukan pelayan kedai. Tapi..., untuk seorang wanita secantik Nyai,
rasanya aku rela menjadi pelayan...," jawab lelaki brewok masih tersenyum-senyum
dengan mata kurang ajar.
"Apa maksudmu, Kisanak...?" tanya wanita cantik itu.
Nada suaranya berubah dingin dan datar. Bahkan
sepasang matanya menyiratkan kemarahan yang ditahan.
Perubahan sikap gadis berpakaian serba merah yang
semula lembut dan penuh senyum memikat itu sejenak membuat lelaki brewok menjadi
salah tingkah. Apalagi hampir semua mata pengunjung tertuju ke arahnya Tentu
saja lelaki brewok itu malu.
"Nisanak...!" desis lelaki brewok seraya membungkuk.
Sehingga, wajah keduanya semakin dekat. "Sejak masuk ke dalam kedai, kau seperti
sengaja hendak menjerat semua lelaki. Tapi, mengapa sambutanmu demikian dingin
dan sinis?"
Gadis cantik itu menarik wajahnya menjauh. Kilatan pada sepasang matanya semakin
tajam. Kelihatan sekali ia tidak bisa menerima perlakuan lelaki brewok itu.
"Hei, Kerbau Dungu!" bentak gadis cantik berpakaian merah seraya bangkit dari
duduknya. Walaupun nada
ucapannya marah, namun wajahnya tetap dingin. Bahkan senyumnya terukir manis.
"Berkacalah agar kau bisa melihat betapa buruknya wajahmu! Jangankan wanita
cantik sepertiku, kerbau betina pun rasanya tidak akan sudi kau dekati! Nah,
minggatlah dari hadapanku...!"
Terkejut bukan main lelaki brewok itu mendapati lengan lembut gadis cantik di
depannya terulur mendorong
dadanya. Angin keras yang mendahului datangnya
dorongan membuat lelaki brewok sadar kalau serangan itu cukup berbahaya dan bisa
membuatnya terluka. Maka, cepat ia mengelak.
Desss...! Kendati sudah berusaha mengelak, tapi tak urung
bahunya terserempet telapak tangan halus gadis cantik itu.
Dan akibatnya benar-benar sukar dipercaya. Tubuh lelaki brewok itu terpelanting
menimpa meja di belakangnya.
Brakkk! Terdengar bunyi meja berderak patah. Hidangan di atas meja berserakan. Dan
mengotori pakaian pengunjung yang duduk di meja itu. Mereka berlompatan menjauh
sambil menepiskan makanan yang melekat di pakaian. "Kurang ajar...!"
Salah seorang dari tiga pengunjung kedai berdesis
marah. Diangkatnya tubuh lelaki brewok itu bangkit.
Kemudian kepalannya terayun ke wajah lelaki brewok.
Plak! Lelaki tegap berwajah keras itu terkejut. Tubuhnya terjajar mundur ketika lelaki
brewok memapaki
pukulannya. Kekuatan lelaki brewok itu masih lebih unggul.
Tubuhnya hanya bergetar akibat benturan cukup keras tadi.
"Setan...!"
Lelaki tegap itu kembali memaki. Lalu pedang di
pinggangnya diloloskan. Perbuatan itu membuat keadaan menjadi kacau! Pengunjung
yang merasa tidak mempunyai kemampuan, langsung angkat kaki meninggalkan kedai.
Mereka berduyun-duyun keluar, hingga suasana bertambah kacau. Apalagi dua orang kawan lelaki tegap itu juga sudah mencabut
senjata. Sedangkan gadis cantik yang menjadi penyebab
keributan itu tetap tenang di tempatnya. Bahkan mulai mencicipi hidangan yang
dipesannya. Ia tampak tidak peduli dengan keributan itu.
Sementara itu, pertarungan sudah tidak bisa dihindari lagi. Keempat lelaki yang
hendak berlaga itu telah siap.
Lelaki brewok pun sudah meloloskan senjatanya.
"Hiaaat..!"
Lelaki tegap membuka serangan dengan teriakan keras.
Tubuhnya bergerak ke depan dengan langkah-langkah
kokoh. Dan pedang di tangannya dikelebatkan hingga menimbulkan suara berdesing
yang menyakitkan telinga.
Namun lelaki brewok tidak tinggal diam. Cepat kaki kanannya digeser seraya
meliukkan tubuh. Begitu pedang lawan lewat di samping tubuhnya, senjatanya
berkelebat melepaskan serangkaian serangan balasan yang cepat dan kuat.
Bwettt, bwettt...!
Gerakan lelaki brewok itu memang hebat! Kelebatan
pedangnya mengarah bagian-bagian berbahaya tubuh
lawan. Dan tidak akan berhenti sebelum mengenai
sasaran. Setelah pertarungan berjalan belasan jurus, ketiga orang itu baru sadar kalau
lelaki brewok itu bukan lawan mereka. Sayang kesadaran itu terlambat datangnya.
Mereka kini harus berjuang keras mempertahankan
selembar nyawanya.
"Haiiit...!"
Ketika pertarungan memasuki jurus ketujuh belas, tiba-tiba lelaki brewok
berteriak keras. Kakinya melangkah menyilang. Pedang di tangannya bergerak kian
kemari mencari sasaran. Hingga ketiga lawannya menjadi
kelabakan menyelamatkan diri.
Whuuut..! "Aaa...!"
Salah satu dari ketiga orang itu, yang bertubuh gemuk, menjerit ngeri saat
pedang lawan datang mengancam.
Kelihatannya ia sudah pasrah. Karena untuk mengelakkan serangan itu memang
sangat sulit. Namun pada saat yang berbahaya itu, tiba-tiba meluncur secercah cahaya putih
yang langsung memapaki sambaran pedang lelaki brewok.
Trak! "Akh..."!"
Akibatnya sungguh hebat! Tubuh lelaki brewok
terhuyung mundur. Bahkan pedang di tangannya terlepas.
Padahal yang memapaki sambaran pedangnya hanya
sepotong tulang ayam! Benar-benar sulit dipercaya!
"Hm.... Aku tidak suka ada pembunuhan di depan mataku...."
Desisan itu berasal dari bibir si gadis cantik, yang telah menyelesaikan
makannya. Kemudian wanita itu melangkah pergi setelah membayar makanannya.
Tinggallah empat lelaki yang bertarung dam terpaku tanpa kata. Mereka menatap
kepergian gadis cantik itu dengan perasaan tidak menentu.
"Perempuan sundal...!"
Pada saat tubuh ramping terbungkus pakaian serba
merah itu hampir tiba di ambang pintu, lelaki brewok tersadar dari
keterpakuannya. Setelah berdesis kasar, tubuhnya melayang ke depan. Pedang yang
kembali telah tergenggam dikelebatkan dengan sekuat tenaga.
Whuttt...! Sambaran angin pedang yang cukup tajam ini tidak
membuat gadis cantik itu berbalik. Langkahnya terus terayun, seolah tidak
mengetahui bahaya yang mengancam dirinya. Tapi....
Plak, desss...!
Dengan gerakan yang sukar diikuti mata, mendadak
tubuh gadis cantik itu berputar. Hanya dengan sebelah tangan gadis itu
menangkis, sekaligus menyarangkan hantaman telapak tangannya ke tubuh lelaki
brewok. Tanpa ampun lagi, tubuh itu terjerembab mencium
tanah. Untuk beberapa sesaat ia tidak sanggup bangkit.
Wajahnya menyeringai menahan rasa sesak di dada. Dari sudut bibirnya mengalir
darah segar. Gadis cantik berpakaian serba merah membatalkan
niatnya untuk meninggalkan kedai. Rupanya ia sempat mendengar makian tadi. Dan
itu membuatnya marah!
"Ulangi makianmu tadi, Kerbau Dungu!" desis gadis cantik itu dengan wajah datar
dan dingin. Kilatan nafsu membunuh terpancar jelas pada sepasang mata beningnya. Semula lelaki brewok tidak ingin mengulangi perkataannya. Tapi karena gadis cantik itu memaksa, akhirnya ia ucapkan juga katakata makian itu.
"Kau..., perempuan sundal...," desis lelaki brewok dengan wajah pucat.
"Hm....." gadis cantik itu menggeram perlahan.
Tangan kanannya terangkat ke atas, dan siap meremukkan batok kepala lelaki
brewok itu. "Tahan...!"
Baru saja telapak tangan gadis cantik berpakaian merah hendak bergerak turun,
terdengar sebuah bentakan keras.
Gadis itu menunda gerakannya. Kemudian menoleh ke
arah asal suara.
Sesosok tubuh tegap dengan dada bidang berdiri
dengan kedua kaki terpentang lebar. Sikapnya terlihat demikian jantan dan gagah,
membuat gadis cantik itu tidak berusaha menyembunyikan kekagumannya.
"Siapakah kau, Kisanak" Apamukah lelaki brewok ini...?"
tanya gadis cantik itu dengan mata mengerjap genit.
Sikapnya yang memikat kembali muncul melihat kegagahan dan kejantanan pemuda itu. Apalagi pemuda
tampan itu kelihatan cukup berisi. Itu dapat diduga dari bentakannya yang
mengandung tenaga dalam. Maka
semakin tertariklah gadis cantik berpakaian serba merah itu.
"Aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengannya.
Aku hanya tidak bisa berdiam diri melihat lelaki brewok itu terancam maut. Dan,
aku yakin wanita secantikmu pasti memiliki sifat lembut dan pemaaf...," ujar
lelaki muda itu.
"Ah! Selain gagah, rupanya kau pun memiliki hati yang lembut, Kisanak...," tukas
gadis cantik berpakaian merah itu. Kemudian kakinya melangkah dengan lengganglenggok memikat sambil memamerkan senyum manisnya.
Meskipun telah berusaha menyembunyikan perasaan
hatinya, gadis cantik itu sangat yakin umpannya telah mengena. Sebab ia melihat
dengan jelas sinar kekaguman pada sepasang mata lelaki muda itu, kendati
berusaha disembunyikan. Kenyataan itu membuat senyumnya
semakin melebar dan mempesona.
"Aku memang tidak bermaksud membunuhnya. Hanya ingin memberi sedikit pelajaran
agar lain kali lebih bersikap hormat terhadap wanita. Kalau boleh kutahu,
siapakah namamu" Rasanya menyenangkan sekali dapat berkawan denganmu," ujar
gadis cantik itu dengan suara mendayu-dayu yang sanggup meruntuhkan hari lelaki
paling keras sekalipun. Apalagi seorang anak muda seperti lelaki tampan itu.
Tentu saja hatinya langsung jatuh dengan sikap dan gaya bicara yang penuh daya
pikat itu. Terbukti pemuda itu tersenyum, meskipun agak ragu-ragu.
"Namaku Arja. Arja Lawung. Siapakah namamu, Nyai"
Apa yang membuatmu sampai berkelahi dengan lelaki
brewok itu?" tanya pemuda tampan itu. Sikapnya tidak lagi sedingin tadi. Bahkan
mulai berani menanyakan nama gadis cantik dan genit itu.
"Panggil aku Anyelir, Arja. Senang sekali dapat berkenalan dengan seorang pemuda
yang gagah dan berhati mulia sepertimu. Mudah-mudahan perkenalan ini bisa semakin erat...,"
sahut gadis cantik itu memperkenalkan namanya.
Anyelir menghentikan langkahnya tepat di hadapan Arja Lawung. Kepalanya agak
menengadah, karena pemuda itu memang lebih tinggi darinya. Sepasang bola mata
gadis cantik itu bergerak perlahan merayapi wajah lelaki muda di depannya.
Anyelir tampaknya tidak berusaha menyembunyikan kekagumannya.
"Namamu indah sekali, Anyelir...," desah Arja Lawung yang merasa aliran darahnya
bertambah cepat. Bahkan deru napasnya terdengar agak memburu. Tubuh Anyelir
begitu dekat. Dan harum tubuh gadis cantik itu membuat keinginannya tergugah.
"Namamu pun gagah dan sesuai dengan orangnya, Arja.
Tidakkah sebaiknya kita tinggalkan kedai ini, dan mencari tempat yang tepat
untuk lebih saling mengenal...?" ujar Anyelir, nadanya hampir mirip sebuah
desahan panjang.
Napas gadis itu menyapu wajah Arja Lawung. Dan
membuat pemuda itu semakin terbius.
"Terserah kaulah, Anyelir...," tukas Arja Lawung yang mendadak pikirannya buntu.
Sosok gadis cantik itu
memang sangat mempesona. Arja Lawung tidak menolak ketika tangannya ditarik
pergi meninggalkan kedai itu.
"Ke mana kita, Anyelir...?" tanya Arja Lawung tanpa berusaha melepaskan
lengannya dari genggaman jemari lembut Anyelir. Pemuda tampan itu tak ubahnya
kerbau yang dicocok hidung, menurut saja ke mana gadis cantik itu membawanya.
"Ke tempat yang tenang, agar tidak ada seorang pun mengganggu kita...," sahut
Anyelir tanpa menghentikan larinya. Gadis itu membawa Arja Lawung meninggalkan
Desa Gondang. Arja Lawung seorang pemuda yang hijau. Ia belum
berpengalaman menghadapi wanita. Apalagi wanita
secantik dan sebebas Anyelir. Meski usianya sudah dua puluh tahun, tapi Arja
Lawung tidak pemah bergaul akrab dengan seorang wanita. Selain itu, ia sudah
benar-benar terpikat oleh kecantikan dan sikap manja Anyelir.
Sehingga, Arja Lawung tidak berusaha menolak ajakan gadis cantik itu.
Setelah cukup lama berlari, akhirnya Anyelir memperlambat langkahnya. Dan berhenti di tepi sungai yang berair jernih. Dengan
manja Anyelir menjatuhkan tubuhnya di atas rumput tebal di bawah sebatang pohon
besar, yang menyembunyikan tubuh mereka dari pandangan orang.
"Nah! Bagaimana, Arja" Tidakkah tempat ini sangat cocok untuk mempererat
hubungan kita?" ujar gadis cantik itu dengan manja.
Tanpa ragu-ragu, sepasang tangannya melingkari bahu Arja Lawung, membuat napas
pemuda itu semakin memburu. Wajah pemuda itu merah karena jengah. Arja Lawung
belum pernah mendapat perlakuan semesra itu dari


Pendekar Naga Putih 67 Jerat Peri Kembangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang wanita.
"Kau... cantik sekali, Anyelir...," desah Arja Lawung dengan dada sesak.
Suaranya terdengar agak aneh. Tapi Anyelir menanggapi dengan senyum manis.
Bahkan semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Arja Lawung.
Perlakuan Anyelir membuat bendungan Arja Lawung
bobol seketika. Disambarnya wajah cantik yang sangat dekat itu. Lupa sudah
pemuda itu akan kesopanan.
Padahal mereka baru saja mengenal, dan belum tahu asal-usul masing-masing.
Cukup lama Arja Lawung menumpahkan gejolak yang
bergemuruh di dadanya. Sampai akhirnya Anyelir mendorong tubuh pemuda itu
perlahan. Sehingga Arja Lawung terpaksa melepaskan pelukannya, meski dengan
sorot mata penuh pertanyaan.
"Tidak perlu terburu nafsu, Arja. Masih banyak waktu untuk kita...," hibur gadis
cantik itu seraya menyunggingkan senyum puas.
Arja Lawung gelagapan seperti orang tenggelam ke
dalam sungai. Kendati telah melepaskan pelukannya, pemuda ini tidak bisa menahan
diri untuk membelai wajah cantik Anyelir. Namun gadis cantik itu kembali
mendorong tubuh Arja Lawung ketika hendak mencumbunya kembali.
"Mengapa, Anyelir...?" tanya Arja Lawung penasaran.
Pemuda itu kelihatan tidak sabar dengan sikap Anyelir yang menolak untuk
bercumbu. "Sudah kukatakan waktu untuk itu masih banyak.
Mengapa begitu terburu-buru...?" tukas Anyelir manja, membuat Arja Lawung
menghela napas kesal.
"Apa lagi yang kau tunggu, Anyelir" Bukankah tempat ini kau bilang aman, dan
tidak ada orang yang melihat
perbuatan kita?" kembali Arja Lawung mengungkapkan rasa penasarannya.
Ucapan Arja Lawung malah membuat Anyelir
melepaskan pegangan tangannya. Kemudian wanita itu bangkit berdiri dengan
menghela napas panjang, seperti ada sesuatu yang mengganjal hatinya.
"Perbuatanmu hanya didorong oleh nafsu, Arja. Tidak ada sedikit pun rasa cinta
di hatimu...," desah Anyelir mencela Arja Lawung.
Arja Lawung bangkit berdiri dengan wajah sungguhsungguh. "Apa maksudmu, Anyelir...?" tanya Arja Lawung tidak mengerti.
"Katakan kau melakukannya karena mencintaiku, Arja.
Bukan karena nafsu kotor yang ada dalam setiap pikiran laki-laki bila melihat
wanita cantik...," pinta Anyelir.
"Kau ini aneh. Tentu saja aku melakukannya karena rasa cinta. Bukan karena
sekadar dorongan nafsu kotor seperti yang kau katakan," bantah Arja Lawung
kembali melingkarkan lengannya ke tubuh gadis cantik itu dari belakang.
Kali ini Anyelir tidak memberontak Bahkan menyandarkan kepalanya ke tubuh pemuda
itu. Sehingga, dada Arya Lawung kembali bergemuruh bagai gelombang lautan.
"Kalau benar kau mencintaiku, lakukanlah dengan lembut. Tapi sebelum itu aku
minta kejujuranmu untuk menjawab pertanyaanku...," desah Anyelir.
"Tanyakanlah! Aku akan menjawab dengan sejujur-nya...," tukas pemuda itu seraya
menciumi rambut Anyelir yang harum.
"Apakah sebelumnya kau pernah melakukannya pada wanita lain?" tanya Anyelir
dengan nada aneh. Kendati demikian, Arja Lawung tetap menjawabnya.
"Selama hidupku, baru kali ini aku berdekatan dengan seorang wanita...," jawab
Arja Lawung jujur, membuat senyum Anyelir melebar. Setelah itu, ia pasrah dengan
segala perlakuan Arja Lawung. Bahkan membalasnya
dengan sepenuh hati.
Sebentar kemudian kedua insan muda itu terlelap
dalam buaian asmara. Kebisuan alam menjadi saksi
perbuatan mereka berdua.
*** 2 "Perempuan rendah! Ini rupanya maksudmu bertingkah laku genit dan memikat...!"
Tiba-tiba terdengar bentakan menghina. Disusul munculnya seorang lelaki brewok
bertubuh tinggi besar dengan ditemani enam orang kawannya.
Bentakan itu membuat Anyelir dan Arja Lawung tersentak kaget. Cepat keduanya bangkit dan mengenakan pakaian. Wajah mereka merah
menahan malu, karena
perbuatannya dipergoki orang.
Namun lelaki brewok itu tidak mau membiarkan Arja
Lawung dan Anyelir mengenakan pakaian. Dengan bengis, kawan-kawannya segera
diperintahkan untuk menyerbu dan menangkap kedua orang muda itu.
"Serbu...!"
Sambil berteriak keras, lelaki brewok melompat ke arah Anyelir yang saat itu
belum selesai berpakaian. Karuan saja gadis cantik itu menjadi kelabakan.
Kendati demikian, cengkeraman lelaki brewok dapat dihindarinya.
Saat itu Anyelir hanya mengenakan pakaian bagian
bawah. Sedangkan tubuh bagian atasnya masih polos
tanpa tertutup sehelai kain pun. Keadaan tubuhnya
membuat Anyelir sibuk menutup dari tatapan liar mata lawan.
"Kurang ajar kau, Monyet Kurap! Awas! Akan kubeset mulutmu, dan kukuliti
tubuhmu...!" desis Anyelir yang merasa jengah berhadapan dalam keadaan setengah
telanjang. Ancaman yang keluar dari bibirnya bukan sekadar menakut-nakuti.
Wanita itu memang marah sekali pada lelaki brewok.
Lelaki brewok sendiri hanya cengar-cengir seperti
monyet makan terasi. Ia merasa dipermalukan di depan orang banyak sewaktu di
kedai. Rasa penasaran dan
dendam membuatnya membawa kawan-kawannya
membuntuti wanita berpakaian merah itu. Dan akhirnya ia berhasil menemukan orang
yang dicarinya sedang
melakukan perbuatan tidak senonoh. Lelaki brewok itu marah karena dibakar rasa
cemburu. "He he he...! Hayo serang aku, Manis. Mengapa sungkan-sungkan" Apa kedua
tanganmu telah menjadi
kaku...?" ejek lelaki brewok dengan air liur hampir menetes. Anyelir memang
melipat kedua tangannya di depan dada. Itu dilakukan untuk melindungi dadanya
yang polos. "Keparat! Kubunuh kau...!" pekik Anyelir marah. Sebab lelaki brewok itu
menjilati sekujur tubuhnya dengan tatapan liar bagai singa lapar.
"Hiaaat...!"
Gejolak amarah yang menggelora membuat Anyelir tidak peduli lagi dengan keadaan
tubuhnya. Gadis cantik dan genit itu melesat ke depan dengan tendangan dan
pukulan yang menerbitkan deruan angin keras. Rasanya kalau kepala lawan sampai
terkena kepalannya, sulit dipastikan dapat melihat matahari esok.
Bettt! Bettt...!
Sambaran kaki dan tangan Anyelir yang cepat dan kuat memang tidak bisa dianggap
main-main. Lelaki brewok itu kelabakan dan sibuk setengah mati menghindarinya.
Bahkan.... Plak, desss...!
"Akh...!"
Tamparan dan tendangan keras berturut-turut bersarang di kepala dan tubuh lelaki
brewok itu. Akibatnya tubuh tinggi besar itu terjungkal roboh. Dan langsung
tewas dengan pelipis retak!
Begitu selesai mematahkan perlawanan lelaki brewok, Anyelir melompat ke balik
semak-semak untuk membenahi pakaian yang belum sempurna menutupi tubuhnya.
Tewasnya lelaki brewok mengagetkan kawan-kawannya.
Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Karena harus menghadapi Arja Lawung
yang memang bukan orang
sembarangan. Pemuda itu masih sanggup melancarkan
serangan meskipun harus menghadapi keroyokan enam
orang lawan. Bahkan dalam enam jurus dua orang
pengeroyoknya roboh mandi darah. Pedang di tangan Arja Lawung telah ternoda
darah kedua orang korbannya.
"Habisi mereka, Arja...!" seru Anyelir yang telah muncul dan berpakaian rapi.
Gadis cantik itu berdiri di tepi arena menyaksikan amukan Arja Lawung.
Mendengar seruan gadis yang telah membuatnya
mabuk kepayang, Arja Lawung pun menggertakkan giginya kuat-kuat. Seketika itu
juga gerakannya dipercepat.
Bahkan kekuatan tenaganya dilipatgandakan. Sambaran angin pedangnya terdengar
menderu-deru. Brettt, brettt...!
"Aaa...!"
Kembali dua orang pengeroyok terguling mandi darah!
Mereka tewas dengan perut menganga lebar. Meskipun demikian, Arja Lawung masih
belum puas. Rasa malu dan marah karena perbuatannya dipergoki membuat pemuda
tampan dan gagah itu bertindak tidak kepalang tanggung.
Sepertinya tanpa diperintah Anyelir pun pemuda itu memang hendak menghabisi para
pengeroyoknya. "Haaat...!"
Dengan sebuah pekikan nyaring, tubuh Arja Lawung
melompat ke udara. Pedang di tangannya berkelebat dari atas ke bawah dengan
kecepatan mengagumkan.
Akibatnya.... "Aaa...!"
Jerit kematian terdengar merobek langit. Tubuh dua orang lawan terakhirnya
terjungkal dengan leher hampir putus! Darah segar kembali mengalir membasahi
rerumputan hijau.
"Bagus, Arja! Kau benar-benar tidak mengecewakan...,"
puji Anyelir tanpa nada gembira. Bihkan terkesan dingin dan datar.
Mendengar nada ucapan gadis cantik berpakaian serba merah itu, Arja Lawung
menoleh dengan kening berkerut.
Dan kerutan itu semakin dalam ketika melihat Anyelir melipat kedua tangannya di
depan dada seraya
menatapnya dengan dingin. Tak sedikit pun terlihat sisa-sisa kemesraan pada
sepasang bola mata yang indah dan bening itu. Hingga Arja Lawung tersentak
kaget. "Ada apa, Anyelir...?" tanya Arja Lawung sambil melangkah menghampiri gadis
cantik yang telah memikat hatinya. Perubahan sikap gadis cantik itu tentu saja
membuatnya heran.
"Sekarang giliranmu menyusul mereka...," desis Anyelir dengan wajah datar tanpa
emosi. Walaupun bibirnya yang ranum tetap mengukir senyum manis. Benar-benar
seorang gadis yang aneh dan sulit ditebak.
"Apa... apa maksudmu, Anyelir...?" tanya Arja Lawung.
Pemuda ini merasa gentar juga melihat perubahan sikap gadis itu.
"Hm.... Bodoh! Apa ucapanku masih kurang jelas..."!"
tukas Anyelir seraya melangkah lambat menyongsong
kedatangan Arja Lawung.
"Tapi..., apa salahku...?" seru Arja Lawung dengan nada agak tinggi.
Pemuda tampan itu mulai dilanda kegelisahan. Ia
melihat ada ancaman dalam bola mata gadis cantik itu.
Sehingga, hatinya mulai ragu kalau Anyelir hanya main-main mengucapkan katakatanya. "Tidak peduli kau bersalah atau tidak! Yang jelas, tak seorang pun kubiarkan
hidup setelah menikmati kehangatan tubuhku...!" jawab Anyelir tetap dingin dan
penuh ancaman. "Tapi..., bukankah kita melakukannya atas dasar suka sama suka?" bantah Arja
Lawung semakin heran dengan sikap Anyelir. Ucapan-ucapan gadis cantik itu
sungguh tidak dimengertinya.
"Hmh! Atas dasar suka sama suka kau bilang! Jadi, kau telah jatuh cinta
kepadaku, Arja...?" ujar Anyelir balik bertanya. Sinis sekali suara gadis cantik
itu. "Terus terang kuakui aku benar-benar jatuh cinta kepadamu, Anyelir...," jawab
Arja Lawung tanpa keraguan sedikit pun. Bahkan saat menyatakan perasaan itu
sepasang matanya menatap wajah gadis berpakaian serba merah itu dengan penuh
kasih. Sayang semua itu tidak membuat Anyelir berubah sikap.
"Hm.... Tahukah kau, Arja. Berapa kira-kira usiaku...?"
tanya Anyelir. "Sekitar dua puluh tahun...," jawab Arja Lawung menebak. Sinar mata gadis itu
demikian menuntut. Hingga Arja Lawung tidak bisa menolak.
"Hik hik hik...!"
Mendengar jawaban Arja Lawung, Anyelir tertawa
mengikik sambil menutupi mulutnya dengan punggung
tangan. Namun, suara tawa itu hanya sebentar. Sikap gadis itu kembali dingin dan
kaku. "Ketahuilah, Arja. Usiaku sudah hampir tiga puluh lima tahun! Aku menjadi awet
muda karena sering berhubungan dengan pemuda-pemuda seusiamu. Tentu saja yang
masih perjaka tulen. Dan aku ahli dalam menilai, walau baru sekali bertemu...,"
ujar Anyelir tanpa perasaan. Padahal ucapan gadis cantik itu membuat hati Arja
Lawung seperti ditusuk-tusuk. "Setiap kali habis berhubungan, aku harus
membunuhnya. Demikian pula dengan dirimu. Nah,
sekarang bersiaplah. Terserah kau. Melawan boleh, tidak melawan pun bukan
masalah bagiku...."
"Kalau itu memang keinginanmu, lakukanlah. Aku tidak akan melawan. Karena aku
benar-benar mencintaimu, dan rela menyerahkan selembar nyawaku untukmu...," ujar
Arja Lawung pasrah.
Pemuda itu memang sudah tergila-gila oleh kecantikan dan sikap gadis itu sewaktu
pertama kali bertemu. Dengan penyerahan itu, Arja Lawung berharap Anyelir akan
berubah pikiran.
"Hm.... Rupanya kau ingin memperlihatkan kebesaran cintamu, Pemuda Tolol! Hendak
kulihat sampai berapa besar rasa cintamu itu...," ucap Anyelir dengan nada
sinis. Setelah berkata demikian, gadis cantik itu melemparkan pedangnya pada Arja
Lawung. Pemuda itu segera menyambutnya. Kemudian menggenggamnya erat-erat. Kelihatannya Arja Lawung tidak main-main dalam membuktikan
kebesaran cintanya. Mata pedang itu ditempelkan di tenggorokannya. Dan....
Srattt...! Semula Arja Lawung mengira perbuatannya akan
dihentikan Anyelir. Kenyataannya, gadis cantik itu diam saja walau mata pedang
mulai bergerak dan melukai
tenggorokan Arja Lawung. Bahkan sampai tubuh pemuda itu roboh, Anyelir tidak
berkedip. Bibirnya menyunggingkan senyum mengejek yang membayangkan kekejaman
hatinya. "Pemuda tolol! Kau pikir aku tidak tahu akal bulusmu!
Silakan kau bawa cintamu ke liang kubur...!" gumam Anyelir tertawa dingin.
Rupanya gadis cantik itu tahu jalan pikiran Arja Lawung.
Dan menganggap pemuda itu bodoh jika hendak menggertaknya dengan alasan cinta. Anyelir memang tidak pernah menyukai pemuda itu.
Meskipun semula gadis itu kelihatan menyambut cinta Arja Lawung, itu karena ia
ingin menjeratnya, kemudian mencampakkannya begitu saja.
Seperti sebuah mainan yang dilupakan setelah puas
dipermainkan. Sambil memperdengarkan tawanya yang dingin, Anyelir bergerak meninggalkan
korban-korbannya. Rambutnya
yang panjang dan lebat dibiarkan tergerai, terayun lembut dipermainkan angin.
*** Pemuda tampan berjubah putih dan gadis jelita
berpakaian serba hijau melangkahkan kaki memasuki
mulut Desa Warang. Sinar matahari siang itu menyorot garang dan terasa panas
menyengat kulit. Meskipun
demikian, desa yang mereka masuki tampak cukup ramai.
Agaknya terik sang Raja Siang tidak mengganggu mereka.
Baru saja kedua orang muda itu hendak memasuki
sebuah kedai makan, mendadak langkah mereka terhenti.
Dari dalam kedai terdengar suara ribut-ribut orang bertengkar.
"Sepertinya tengah terjadi pertengkaran, Kakang,"
gumam dara jelita berpakaian serba hijau, menoleh pada kawannya.
"Kelihatannya begitu. Tapi, mudah-mudahan mereka hanya ribut mulut dan tidak
sampai terjadi perkelahian.
Mari kita masuk...," ajak pemuda tampan berjubah putih itu, membuka pintu kedai,
dan melangkah dengan tenang.
Munculnya pasangan muda itu tidak membuat
pertengkaran terhenti. Bahkan berpaling sekejap pun tidak.


Pendekar Naga Putih 67 Jerat Peri Kembangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pertengkaran malah semakin bertambah panas. Dan,
suara mereka bertambah keras.
"Kisanak! Aku hanya sekadar mengingatkan agar bersikap sedikit sopan terhadap
wanita. Bukan berarti aku mau sok bersikap pahlawan. Keliru sekali kalau kau
berpandangan sesempit itu...!" ucap seorang pemuda bertubuh kekar dan berwajah
simpatik. Tapi, ucapannya tidak mendapat tanggapan yang baik dari lelaki kurus lawan
bertengkar mulut pemuda itu.
Senyum mengejek tidak lepas dari bibirnya. Lelaki kurus itu menyahuti dengan
lagak yang benar-benar memualkan
perut. "Hei, Bocah Sok Jagoan! Apa kau kira gadis cantik itu akan tertarik kepadamu,
setelah kau membelanya mati-matian" Pemuda sepertimu tidak akan dilirik sedikit
pun olehnya, tahu"!" balas lelaki kurus itu seraya menggerakkan kepalanya ke
arah seorang gadis cantik
berpakaian serba merah yang duduk tenang di kursinya, tak jauh dari kedua lelaki
yang bersitegang itu. Rupanya gadis cantik itu yang membuat kedua lelaki ini
ribut Merah padam wajah pemuda kekar itu mendengar
ucapan lawan bicaranya. Jari-jari tangannya mengepal.
Pemuda ini merasa terhina dengan ucapan lelaki kurus itu.
Apalagi perkataan itu dikeluarkan di hadapan orang banyak. Tentu saja pemuda
kekar ini merasa dipermalukan.
"Kau benar-benar sudah keterlaluan, Kisanak! Aku tidak bisa menerima penghinaan
ini...!" geram pemuda bertubuh kekar seraya menatap wajah di depannya bagai
hendak ditelan bulat-bulat. Suaranya terdengar agak gemetar, karena menahan
emosi yang bergejolak di dadanya.
"Lalu apa maumu, hah..."!" tantang lelaki kurus itu bertolak pinggang sambil
tersenyum mengejek.
Pemuda kekar itu menggeram gusar. Tampaknya ia
sudah tidak bisa lagi menahan amarah. Sikap itu membuat lelaki kurus bergerak
mundur dua langkah. Sepertinya ia tidak menganggap remeh pemuda kekar itu,
walaupun sikapnya selalu penuh ejekan.
Suasana yang semakin menegang membuat beberapa
pengunjung bergegas meninggalkan kedai. Tapi, dua orang yang berada di belakang
lelaki kurus malah menyebar seperti hendak mengeroyok pemuda bertubuh kekar.
Agaknya mereka berdua kawan lelaki kurus.
"Hm...."
Pemuda bertubuh kekar menggeram perlahan.
Sepasang matanya bergerak sigap meneliti langkah dua lelaki yang hendak
mengurungnya. Kelihatannya pemuda itu tidak merasa gentar meskipun sadar hendak
dikeroyok. "Hmh...!"
Lelaki kurus berusia sekitar tiga puluh tahun itu
menggerakkan dagunya ke atas memberi isyarat.
Kemudian, tanpa memberi peringatan, ia langsung
menyerang pemuda di depannya dengan sebuah pukulan lurus yang mendatangkan angin
cukup kuat. Whuttt...! Sayang serangan pemuda itu menemui kegagalan.
Pemuda bertubuh kekar sudah menggeser tubuhnya tiga langkah ke belakang.
Kemudian menyiapkan diri menghadapi serangan lawan selanjutnya.
"Hahhh...!"
Dua lelaki yang mengurungnya di kiri dan kanan membentak sambil melancarkan
serangan. Kali ini pemuda bertubuh kekar tidak bergerak mundur. Sebab di
belakangnya terdapat sebuah meja. Sehingga, terpaksa tubuhnya membungkuk
menghindari tendangan ke arah kepala dari
sebelah kirinya. Sedangkan pukulan yang datang dari sebelah kanan ditangkisnya
dengan pengerahan tenaga yang kuat.
Dukkk! "Auhhh...!?"
Lelaki gendut berkumis jarang yang melancarkan
pukulan ke lambung pemuda itu memekik kesakitan.
Tubuhnya terjajar mundur beberapa langkah. Jelas
tenaganya kalah dengan pemuda kekar itu.
"Keparat...!" geram lelaki kurus yang menjadi pimpinan dua orang kawannya.
Kemudian disiapkannya serangan dengan sepasang mata melotot, seperti hendak
keluar dari tempatnya. Tampaknya perkelahian tidak bisa dihindari lagi.
*** 3 "Tunggu...!"
Tiba-tiba pemuda bertubuh kekar berseru lantang, membuat ketiga lawannya menunda
gerakan dan memandang dengan kening berkerut.
"Hm.... Kau hendak menyerah dan meminta ampun kepadaku" Kalau begitu, cepat
berlutut dan merangkak kemari seperti anjing buduk!" ujar lelaki kurus dengan
bibir menyunggingkan senyum sinis. Kupanya ia menduga
pemuda bertubuh kekar gentar terhadapnya.
"Hmh! Jangan takabur, Kisanak! Aku sedikit pun tidak gentar, meskipun harus
menghadapi keroyokan kalian bertiga. Tapi sebaiknya perkelahian ini dilanjutkan
di luar kedai. Aku tidak ingin merugikan pemilik kedai ini...," sahut pemuda
bertubuh kekar membantah dugaan lawannya.
Setelah berkata demikian, kaki pemuda bertubuh kekar itu melangkah menuju pintu
kedai. Sedang sepasang
matanya tetap mengawasi ketiga lawannya. Pemuda itu khawatir kalau salah seorang
lawannya akan menyerang secara licik.
"Setan...!" desis lelaki bertubuh kurus dengan wajah merah padam.
Ucapan pemuda bertubuh kekar itu membuat
pengunjung kedai menatap sinis dan meremehkannya.
Mereka melecehkan dirinya yang mengandalkan jumlah banyak untuk menghadapi
pemuda kekar itu.
"Akan kurobek mulutmu yang lancang itu...!" geram lelaki kurus itu gusar.
Kemudian kakinya melangkah ke luar kedai.
Gadis jelita berpakaian serba hijau yang duduk bersama pemuda tampan berjubah
putih bergerak bangkit. Namun, gerakannya tertahan oleh pegangan pemuda di
sampingnya. "Jangan dulu mencampuri urusan mereka. Kita belum mengetahui persoalannya secara
jelas...," bisik pemuda tampan berjubah putih mengingatkan.
"Aku hanya ingin melihat kelanjutan pertarungan mereka," sahut dara jelita itu.
Sehingga, pemuda tampan berjubah putih melepaskan pegangannya.
"Mari kita lihat...," ujar pemuda berjubah putih, segera bangkit dari duduknya.
Dan melangkah meninggalkan
ruangan kedai. Di halaman samping kedai, yang merupakan tanah
kosong yang cukup luas, tampak telah cukup ramai oleh orang-orang yang hendak
menyaksikan pertengkaran itu.
Mereka berdiri memagari tempat itu dalam bentuk
lingkaran. Seolah tanpa sengaja orang-orang itu telah membentuk sebuah arena
pertarungan. Di antara belasan penonton terlihat seorang gadis cantik berpakaian serba merah.
Senyum manisnya tak pernah lepas dari wajahnya. Bahkan tidak jarang matanya
berkedip genit. Siapa lagi wanita cantik itu kalau bukan Anyelir, yang kali ini
tengah mencari korban baru untuk memuaskan nafsunya.
"Kakang...," panggil dara jelita berpakaian serba hijau pada kawannya dengan
agak berbisik. Saat itu tubuhnya bersender pada sebatang pohon yang cukup besar.
"Hm...."
Pemuda tampan berjubah putih di sebelah kanannya
bergumam menyahuti. Sepasang matanya tetap tertuju ke tengah arena pertarungan
yang sebentar lagi akan dimulai.
"Coba perhatikan gadis cantik berpakaian serba merah yang kelihatan agak genit
itu...," lanjut dara jelita berpakaian serba hijau seraya menggerakkan kepalanya
ke satu arah, hampir tidak kentara.
"Ya. Aku sudah mencurigainya sejak di dalam kedai.
Agaknya wanita itulah yang menjadi penyebab perkelahian keempat lelaki itu,"
sahut pemuda tampan berjubah putih.
Rupanya tadi ia diam-diam sempat memperhatikan Anyelir.
Buktinya gadis jelita di sampingnya tidak mengetahui perbuatannya.
"Mungkinkah gadis itu yang belakangan ini membuat ulah dengan perbuatannya yang
kejam...?" tanya dara jelita berpakaian serba hijau itu dengan suara perlahan,
hingga tidak menimbulkan kecurigaan orang-orang di dekatnya.
Saat itu perkelahian sudah berlangsung cukup seru.
"Maksudmu..., gadis itu yang berjuluk Peri
Kembangan...?" timpal pemuda tampan berjubah putih yang rupanya dapat menebak
jalan pikiran dara jelita di sebelahnya.
"Rupanya kita mempunyai dugaan yang sama,
Kakang...," tukas dara jelita itu mendengar ucapan pemuda berjubah putih.
"Tapi kita masih memerlukan bukti yang lebih kuat.
Sebab, bukan hanya seorang wanita yang berdandan
seperti itu...," lanjut pemuda tampan berjubah putih mengingatkan. Semua itu
baru dugaan dan belum pasti.
Setelah berkata demikian, pemuda berjubah putih yang tidak lain Panji dan lebih
dikenal sebagai Pendekar Naga Putih, kembali mengikuti jalannya perkelahian.
Keningnya tampak agak berkerut ketika melihat para petarung telah menggunakan
senjata. Perkelahian itu jelas sudah bukan tontonan yang menarik lagi baginya.
Apa yang dikhawatirkan Panji memang beralasan.
Dengan menggunakan senjata, korban sudah pasti akan jatuh. Apalagi lelaki kurus
itu kelihatan tangat bernafsu melancarkan serangan-serangannya. Ia bukan lagi
hendak sekadar memberikan hajaran. Tapi, sudah bermaksud
membunuh lawan. Dan Panji tidak ingin melihat pertumpahan darah di depan matanya.
"Haaat..!"
Untuk kesekian kalinya, lelaki kurus itu berteriak nyaring. Pedang di tangan
kanannya berkelebat cepat menimbulkan desingan tajam. Lelaki kurus itu tampaknya
sudah tidak sabar ingin segera mengakhiri perkelahian.
Sementara pemuda bertubuh kekar yang juga menggenggam pedang telanjang bergerak ke kiri dan kanan menghindari gempuran lawan.
Meskipun masih sanggup bertahan, namun jelas terlihat kalau lelaki muda bertubuh
kekar itu sudah hampir tidak sanggup membalas serangan pengeroyoknya. Sehingga
dapat diramalkan kalau pemuda kekar itu tidak akan sanggup bertahan pada jurusjurus selanjutnya.
Bwettt...! "Eits"!"
Sebuah sambaran pedang yang datang dari samping
kanannya, nyaris membuat pemuda kekar terpanggang.
Untung pada saat pedang lawan hampir mengenai sasaran, pemuda itu sempat
melempar tubuhnya ke belakang.
Kemudian bergulingan menjauhi kelebatan senjata lawan-lawannya yang lain.
"Mampus kau, Pemuda Keparat...!"
Lelaki kurus segera mempergunakan kesempatan
sebaik-baiknya. Saat tubuh lawan bergulingan menjauh, ia melompat ke udara
sambil mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Kemudian disabetkan dari atas ke
bawah seperti hendak membelah tubuh pemuda bertubuh kekar.
Serangan itu sangat berbahaya. Sebab pemuda kekar
tidak akan mempunyai peluang untuk mengelak. Selain itu, kedudukannya jauh lebih
lemah dari lawannya. Sehingga dapat dipastikan pemuda kekar itu akan mendapat
celaka. Tapi.... "Haiitt..!"
Saat mata pedang lelaki kurus terayun, tiba-tiba
terdengar bentakan halus yang menggetarkan dada.
Disusul dengan berkelebatnya sesosok bayangan merah, yang langsung memapaki
serangan maut itu. Dan....
Trang...! Bunga api berpijar menandakan betapa keras benturan itu. Disusul pekikan kaget
lelaki kurus. Tubuh lelaki itu terjengkang ke belakang. Sedang pedang yang
digunakannya untuk menyerang terpental entah ke mana.
Gusrakkk! Tubuh kurus itu meluncur membentur penonton di sisi kiri arena pertempuran.
Terdengar sumpah serapah yang kotor saat ia berusaha bangkit, sambil menepis
kotoran yang melekat di pakaiannya.
"Monyet! Siapa yang...."
Lelaki kurus itu menghentikan makiannya. Sepasang
matanya membelalak melihat sesosok tubuh ramping
terbungkus pakaian serba merah berdiri dengan senyum mengejek di depan pemuda
bertubuh kekar. Tentu saja ia terkejut, dan tidak percaya. Kepalanya menoleh ke
kiri dan kanan. Seolah hendak mencari orang yang menggagalkan serangannya.
"Hm.... Siapa yang kau cari, Cacing Kurus...?" tegur gadis cantik berpakaian
serba merah mengejek.
"Eh"!"
Lelaki kurus terperangah. Kepalanya tersentak ke
belakang. Kemudian berputar menghadapi gadis cantik itu.
"Kaukah yang barusan menggagalkan seranganku...?"
tanya lelaki kurus ragu.
Sepertinya ia mengharap gadis cantik yang genit itu akan membantah. Sayang
harapannya tidak terkabul.
Gadis cantik berpakaian serba merah yang tidak lain Anyelir, menjawabnya dengan
sikap sangat menghina.
"Hm.... Cacing kurus sepertimu mana mungkin memiliki kepandaian! Tanpa kusentuh
pun, kau akan roboh juga.
Untung aku masih merasa sedikit kasihan. Kalau tidak, kau sekarang pasti sudah
tidak bernyawa lagi...," ujar gadis cantik itu tetap dengan senyum mengejek.
"Kau...!"
Lelaki kurus kelabakan menerima perkataan yang
demikian tajam dan penuh hinaan. Wajahnya merah
padam. Dan kepalanya menoleh ke kiri dan kanan. Saat itu suara tawa terdengar di
sekelilingnya. Akhirnya lelaki kurus itu menoleh ke arah dua orang kawannya yang
berdiri mematung. Kedua orang itu pun terlihat ragu untuk
melanjutkan perkelahian setelah melihat gadis cantik itu maju ke tengah arena.
"Goblok!" bentak lelaki kurus memaki kawan-kawannya.
"Mengapa kalian malah mematung seperti orang tolol! Ayo, tangkap wanita itu
untukku...!" perintahnya dengan suara tinggi. Laki-laki itu merasa sangat
terhina ditertawakan orang banyak.
"Baik, Kakang Angkara...," sahut kedua lelaki itu hampir berbarengan. Keduanya
pun bergerak maju, walau terlihat masih agak ragu. Mereka merasa enggan
bertempur dengan gadis cantik yang penuh daya pikat itu.
Lelaki kurus yang dipanggil Angkara sudah bergerak maju setelah menemukan
pedangnya kembali. Tertawaan para penonton perkelahian itu membuatnya merasa
terhina. Apalagi dirinya jagoan desa itu yang selama ini tidak ada yang berani
melawan dan menertawakannya.
Angkara tampak tidak peduli lagi siapa lawannya saat itu.
Dengan pedang di tangan, Angkara maju menghadapi
Anyelir. "Perempuan sundal! Rupanya kau tidak tahu disayang orang!" desis Angkara. Lalu
mengibaskan pedangnya, membuka jurus serangan. Sepasang matanya melotot
seperti hendak melompat dari tompatnya.
"Tidak perlu banyak bicara, Cacing Kurus! Kalau memang mempunyai kepandaian,
majulah! Tidak perlu
teriak-teriak seperti kakek-kakek kebakaran jenggot..!" ejek Anyelir sambil
bertolak pinggang. Sikap itu semakin membuat Angkara bertambah kalap.
"Haaat...!"
Kemarahan yang meledak-ledak di dadanya membuat
Angkara tidak bisa menahan diri lagi. Ia segera menerjang dengan ganasnya.
Angkara tidak lagi peduli semula ia bertarung karena gadis cantik itu.
Whuttt...! Pedang Angkara menyambar dengan kecepatan
mengagumkan! Sayang serangan itu tidak mengenai
sasaran. Tubuh gadis cantik itu sudah lenyap dari
hadapannya. Hingga Angkara kebingungan. Ia hanya
melihat bayangan merah berkelebat dengan kecepatan yang hampir tidak bisa
ditangkap mata. Tahu-tahu saja gadis cantik itu telah lenyap.


Pendekar Naga Putih 67 Jerat Peri Kembangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anyelir yang saat itu sudah meluncur turun di depan Angkara, menyentuh tubuh
lelaki kurus itu dari belakang.
Sehingga Angkara kaget, dan menoleh ke belakang.
"Mampus...!"
Begitu melihat tubuh gadis cantik itu, Angkara langsung saja menyabetkan
pedangnya dengan ganas. Sayang, lagi-lagi ia kehilangan sasaran. Tubuh Anyelir
sudah melayang ke udara melewati kepala Angkara. Bahkan kedua kakinya sempat
menotok punggung lelaki kurus itu. Hingga tubuh Angkara terdorong ke depan.
Meskipun tidak terlalu kuat, namun cukup untuk membuat wajah Angkara semakin
terbakar. "Haiiit...!"
Dua orang kawan Angkara yang sejak tadi masih ragu-ragu, kini mulai ikut
membantu. Keduanya menerjang maju dengan sambaran pedangnya.
"Hm....."
Anyelir bergumam dengan bibir menyunggingkan
senyum mengejek. Begitu serangan kedua lelaki itu tiba, kuda-kudanya direndahkan
sambil mengibaskan lengan ke kiri dan kanan. Dan sebelum lawan menyadari
tangkisannya, telapak tangan gadis cantik itu meluncur deras menggedor dada
kedua lawannya secara
bersamaan. Desss, desss...!
"Aaa...!"
Terdengar pekik kesakitan. Disusul terlemparnya tubuh kedua kawan Angkara.
Mereka terbanting keras dan
memuntahkan darah segar. Beberapa saat kemudian,
kepala keduanya tergolek lemah. Napas mereka langsung putus saat itu juga.
Gedoran telapak tangan Anyelir memang dimaksudkan untuk membunuh.
Kejadian yang tidak disangka-sangka itu membuat
suasana menjadi gempar. Penduduk yang menyaksikan
perkelahian langsung bubar. Kekejaman gadis cantik berpakaian serba merah itu
membuat mereka merasa
ngeri, dan tidak bernafsu lagi menonton kelanjutan kejadian itu.
Panji sendiri sempat tersentak menyaksikan kekejaman gadis cantik itu. Ia
sungguh tidak menduga, sehingga tidak sempat mencegahnya. Panji baru menyadari
ketika melihat kedua orang itu melepaskan nyawa menghadapi sakaratul maut.
"Gila! Gadis cantik itu sungguh kejam sekali! Tanpa alasan yang jelas, ia tega
membunuh kedua orang itu!
Tidak salah lagi, wanita itu pasti Peri Kembangan....!" desis Panji. Lalu
tubuhnya melayang ke tengah arena mendahului Kenanga. Sehingga, dara jelita itu
menunda gerakannya untuk terjun ke arena pertempuran.
Campur tangan Panji ternyata tidak diterima baik oleh Angkara. Lelaki kurus itu
menatap Panji dengan sorot mata mengancam. Ia merasa kalau pemuda tampan
berjubah putih itu hendak memusuhinya.
"Sabar, Kisanak...," ujar Panji sebelum Angkara sempat menumpahkan makian
kepadanya. "Aku hanya tidak ingin melihatmu menjadi korban Peri Kembangan
selanjutnya...."
Angkara terlihat memalingkan wajahnya menatap sosok memikat Anyelir.
"Peri Kembangan..."!" desis Angkara.
Agaknya lelaki kurus itu telah mendengar perihal tokoh yang belakangan ini
tengah mengganas itu. Wajah Angkara menjadi pucat. Ia memang pernah mendengar
ciri-ciri tokoh wanita yang tega membunuh dengan bibir tersenyum itu. Anyelir
pun tampak agak terkejut mendengar pemuda tampan berjubah putih itu menyebutkan
julukannya. Hatinya yang semula terpikat oleh sosok pemuda tampan itu, kini pudar seketika.
Sepasang matanya yang bulat memancarkan kilatan aneh dan penuh curiga.
"Siapa kau, Pemuda Tampan" Rupanya kau cukup
banyak mengetahui tentang diriku...?" tanya Anyelir tanpa mempedulikan kehadiran
Angkara di antara mereka
berdua. Panji bergerak maju beberapa langkah, dan berhenti dalam jarak satu tombak dari
hadapan Anyelir. Sikapnya tetap tenang, membuat Peri Kembangan semakin curiga.
Ia menduga pemuda itu memiliki kepandaian yang bisa
diandalkan. Karena sikap pemuda tampan berjubah putih itu sangat tenang dan
penuh percaya diri.
"Tidak banyak yang kuketahui tentang dirimu, Peri Kembangan. Tapi sepak
terjangmu membuatku mem-beranikan diri untuk mencoba menghentikannya...," sahut
Panji tanpa merasa perlu memperkenalkan diri pada gadis cantik itu.
Sementara itu, pemuda bertubuh kekar yang sejak tadi diam mendengarkan, kini
melangkah maju, dan berhenti di samping Anyelir. Sikapnya jelas menujukkan kalau
dia berpihak kepada Anyelir. Rupanya pemuda ini sudah
terpikat oleh kecantikan dan sikap genit gadis cantik itu.
"Kisanak," ucap pemuda bertubuh kekar seraya menatap tajam wajah Panji.
"Seharusnya kau tidak memusuhi wanita ini. Ketiga orang itulah yang memulai
keributan. Terlebih lelaki kurus itu, yang semula hendak berbuat kasar tidak
senonoh. Sikapmu ini bukan pada tempatnya...."
"Hm.... Meskipun demikian, tidak seharusnya dia menurunkan tangan kejam dengan
membunuh kedua orang itu. Seharusnya kau pun sadar, Kisanak. Gadis cantik yang kau bela itu
bukan orang baik-baik. Bahkan sudah sering membunuh orang-orang tak berdosa
setelah menjerat dengan kecantikannya...," tukas Panji mengingatkan lelaki
bertubuh kekar.
Sebenarnya Panji tidak bisa menyalahkan pemuda
bertubuh kekar, yang usianya paling-paling baru sembilan belas tahun. Sosok Peri
Kembangan memang sanggup
meruntuhkan hati lelaki yang bagaimanapun kerasnya.
Apalagi ditambah dengan sikap genit yang memancing perhatian laki-laki.
Jangankan anak muda, kakek kakek pun sulit menghindari jerat Peri Kembangan. Itu
harus diakuinya. Panji sendiri mengakui kecantikan serta daya tarik yang amat
kuat pada diri wanita berpakaian serba merah itu. Kalau saja ia tidak mendapat
gemblengan kuat dari gurunya, serta kehadiran sosok Kenanga, mungkin ia pun akan
jatuh ke dalam jerat wanita cantik yang kejam itu. "Hm...."
Anyelir bergumam pelan mendengar ucapan Pendekar
Naga Putih. Tapi, mulutnya tidak juga mengucapkan
sesuatu. Tampaknya Anyelir hendak mendengar tanggapan pemuda kekar, yang ia tahu
telah terjerat jaring-jaring asmara mautnya.
Tapi pemuda kekar itu kelihatannya belum pernah
mendengar sepak terjang Peri Kembangan. Terbukti
sikapnya tidak berubah. Ia tetap menunjukkan kalau dirinya berpihak kepada
wanita cantik berpakaian merah itu. Bahkan perkataan Panji membuat wajahnya
berubah merah. Pemuda bertubuh kekar itu tidak bisa menerima wanita yang telah
menjatuhkan hatinya dihina demikian rendah.
"Tajam sekali lidahmu, Kisanak! Rupanya kau merasa dirimu sangat suci, sehingga
mudah melemparkan tuduhan keji kepada wanita yang lemah lembut ini. Aku tidak
bisa menerima ucapanmu itu...!" geram pemuda bertubuh kekar dengan sikap
menantang. Panji menghela napas panjang melihat sikap pemuda
itu. Tapi, bukan berarti ia akan mendiamkan Peri
Kembangan menyebar kekejaman. Meskipun terpaksa ia harus menghadapi pemuda kekar
itu, Panji tetap akan menghentikan sepak terjang wanita iblis itu.
"Kau sungguh hebat, Peri Kembangan! Tapi, jangan harap kau dapat melampiaskan
kekejamanmu pada
pemuda itu...," ujar Panji, tanpa mempedulikan pemuda bertubuh kekar, yang tentu
saja merasa tersinggung karena diremehkan.
"Manusia sombong...!" geram pemuda kekai sudah tidak bisa menahan diri lagi.
Kakinya melangkah maju dengan sikap mengancam. "Kau harus melangkahi mayatku
untuk dapat menjamah wanita ini...!"
Dengan kemarahan yang meluap-luap, lelaki bertubuh kekar melepaskan sebuah
pukulan menyilang. Sasarannya pelipis kiri Panji.
Bwettt! Tanpa menggeser langkahnya, Panji memiringkan
kepala. Kemudian melangkah melewati tubuh pemuda
kekar setelah berhasil mematahkan serangan pukulan lawan. Dan terus mendekati
Anyetir yang sempat kagum melihat cara Panji mengelakkan serangan itu.
"Kau harus dihentikan, Peri Kembangan...!" ujar Panji seraya mengulurkan tangan
kanannya dengan totokan
pelumpuh. Panji kelihatan ragu untuk berbuat kasar pada gadis cantik yang penuh
daya pikat itu.
"Hm...."
Anyelir tersenyum mengejek melihat serangan Panji.
Gadis cantik itu hendak menunjukkan kehebatannya
kepada Pendekar Naga Putih. Begitu serangan Panji luput, kaki kanannya digeser
dengan kuda-kuda indah, kemudian melancarkan serangan lurus ke dada Pendekar
Naga Putih. Whuttt..! Kepalan mungil itu meluncur datang mengancam dada
kiri Panji. Melihat angin pukulannya, Pendekar Naga Putih tahu kalau kekuatan
yang digunakan wanita cantik itu cukup untuk membuat seseorang pingsan bila
tidak memiliki tenaga dalam yang cukup tinggi. Diam-diam Panji mengakui kepandaian
Peri Kembangan yang memang
tidak bisa dipandang remeh. Tapi walaupun begitu
Pendekar Naga Putih tidak berniat mengelakkan serangan itu. Tangannya sengaja
diangkat untuk memapaki
sekaligus mengukur kekuatan tenaga dalam wanita
pemikat itu. Dan....
Plakkk! Anyelir pun mempunyai maksud serupa. Gadis itu tidak merubah arah serangannya,
meskipun tahu pemuda
tampan berjubah putih itu akan menyambutnya. Ia baru merasa kaget saat kedua
lengan mereka saling
berbenturan. Karena ada rasa nyeri yang menjalar ke pangkal lengannya. Kenyataan
itu menandakan kalau
kekuatan lawan jelas tidak bisa dianggap ringan. Hingga Anyelir lebih
memperhatikan pemuda itu.
"Hebat...!"
Panji memuji kekuatan tenaga dalam Anyelir. Sekarang ia baru maklum, mengapa
selama ini belum ada seorang tokoh pun yang dapat menghentikan sepak terjang
gadis cantik itu. Memang cukup sulit mencari orang yang dapat menandingi
kepandaian Peri Kembangan.
"Kau pun hebat, Pemuda Tampan...!" puji Peri Kembangan yang kelihatan merasa
sayang harus melukai pemuda setampan dan sehebat Panji.
Rasanya Anyelir lebih suka melepaskan pemuda kekar yang membelanya ketimbang
pemuda berjubah putih itu.
Sayang pemuda tampan itu kelihatannya tidak mudah
ditundukkan dengan jeratnya. Bahkan pemuda itu terang-terangan mengatakan hendak
menghentikan sepak
terjangnya. Anyelir hanya dapat menghela napas menyesali sikap Panji.
Sementara Panji sudah kembali bersiap hendak
menundukkan Peri Kembangan. Kali ini kelihatannya ia tidak main-main lagi.
Pemuda itu mulai menunjukkan kepandaiannya kepada gadis cantik itu. Sebab Peri
Kembangan bukan lawan yang mudah ditundukkan.
"Majulah, Pemuda Tampan! Hendak kulihat sampai di mana kehebatanmu!" tantang
Anyelir. *** 4 "Hiaaat...!"
Panji yang tengah bersiap menghadapi Peri Kembangan cepat menoleh ke belakang.
Telinganya menangkap suara berdesing. Terdengar helaan napas beratnya ketika
melihat pemuda bertubuh kekar meluncur datang dengan pedang di tangan.
"Hm...!"
Bwettt! Sambaran pedang pemuda kekar meluncur dengan
kecepatan yang cukup mengagumkan. Meski agak
terpaksa, Panji menggeser tubuhnya dan memapaki
serangan itu. Lalu melancarkan sebuah pukulan yang cukup kuat untuk menghentikan
kebandelan pemuda itu.
Bukkk! Memang tidak terlalu kuat pukulan yang dilancarkan Panji. Namun, cukup untuk
membuat lawannya terjungkal dan jatuh pingsan.
"Maaf! Aku terpaksa bertindak sedikit keras terhadapmu, Kisanak," desah Panji
sedikit menyesal.
Kemudian kembali mengalihkan perhatiannya pada Peri Kembangan. Sebab saat itu
terdengar bentakan lawan yang disertai deru angin pukulan.
"Lihat serangan...!"
Belum lagi gema suara itu lenyap, serangan Peri
Kembangan telah menderu tajam mengancam tubuh Panji.
Cepat pemuda itu mengelak dan membalas serangan
lawan. Sebentar saja keduanya terlibat dalam sebuah pertarungan sengit!
Peri Kembangan berseru heran setiap kali serangannya dapat dipatahkan Panji.
Mata gadis cantik itu semakin terbuka lebar dan sadar kalau pemuda yang
dihadapinya bukan orang sembarangan. Selain sanggup menghadapi jurus-jurus
serangannya, juga sempat mengirimkan
serangan balasan yang cukup berbahaya.
"Hiaaat..!"
Penasaran karena serangannya belum juga mengenai
sasaran, Anyelir membentak keras dan menambah
kecepatannya. Sambaran angin yang menderu-deru membuat pepohonan di sekitar
arena pertarungan berderak ribut. Memang hebat angin pukulan gadis cantik itu!
Rasanya kepalan mungil berkulit halus itu sanggup
meleburkan apa saja yang menghalanginya.
Whuttt..! Pada jurus ketiga puluh dua, Panji bergerak mundur.
Serangan Peri Kembangan bagai deburan ombak yang
tidak pernah putus. Kendati semua serangan dapat
dipatahkan dengan baik, tapi Panji belum mengirimkan serangan balasan yang
mengejutkan. Plak! Untuk kesekian kalinya, lengan yang dilindungi kekuatan tenaga dalam itu saling
berbenturan. Tapi kali ini Peri Kembangan terlihat agak kaget. Dan kuda-kudanya
tergempur mundur beberapa langkah. Yang paling
mengagetkan, ada getaran hawa dingin yang muncul dari lengan pemuda tampan
berjubah putih. Tubuh gadis cantik itu menggigil sesaat. Hingga serangannya
terhenti. Peri Kembangan berdiri tegak dalam keadaan siap
tempur. Sepasang matanya menatap tajam sosok pemuda berjubah putih di
hadapannya. Bayang keraguan tampak pada sepasang mata bening dan indah itu.
Gadis cantik itu tengah berbantahan dengan hatinya sendiri. Maka....
"Siapa kau sebenarnya, Kisanak...?" tanya Anyelir curiga.
Kelihatannya ia mempunyai dugaan terhadap pemuda itu.
"Aku bernama Panji. Nah, apa kau sudah puas...?" sahut Panji memperkenalkan
namanya, meskipun ia sudah dapat menebak arah pertanyaan Peri Kembangan.
"Kurang ajar! Bukan nama jelekmu yang aku tanyakan!
Tapi julukanmu! Hanya orang pengecut yang tidak berani memperkenalkan
julukannya...!" tukas Peri Kembangan dengan berang. Ia tahu pemuda itu sengaja
memancing dirinya agar bertanya lebih jelas.
"Orang menjulukinya sebagai Pendekar Naga Putih.
Itukah yang ingin kau ketahui, Perempuan Pemikat...?"
Tiba-tiba terdengar jawaban yang datangnya bukan dari mulut Panji. Sebab selain
sangat lembut untuk suara lelaki, arah datangnya pun dari tempat lain.
Jawaban itu membuat Peri Kembangan menoleh ke arah asal suara. Keningnya
berkerut dalam ketika melihat sesosok tubuh ramping terbungkus pakaian serba
hijau sedang melangkah ke tengah arena. Gadis berparas jelita itulah yang
menjawab pertanyaannya. Dan, jawaban itu pun tidak kalah mengejutkan. Sehingga,
gadis cantik berhati kejam itu tertegun sejenak
"Pantas kepandaianmu sangat hebat. Rupanya kau pendekar muda yang dipuja banyak
orang itu...!" ujar Anyelir dengan nada suara yang mengandung ejekan.
"Petualanganmu akan segera berakhir di tangannya...,"
lanjut suara merdu Kenanga. Sementara dara jelita itu terus melangkah mendekati
kekasihnya. "Boleh aku yang menangani wanita kejam ini, Kakang...?"


Pendekar Naga Putih 67 Jerat Peri Kembangan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebenarnya Panji ingin menangani sendiri wanita sesaat itu. Tapi ketika melihat
kilatan aneh pada mata dara jelita itu, ia pun mengangguk. Panji tahu Kenanga
merasa khawatir ia akan terpikat dan tidak tega melukai Peri Kembangan yang memang
sangat mempesona. Dan Panji
pun tidak ingin membuat dara jelita yang sangat dicintainya itu tertekan rasa
cemburu. "Berhati-hatilah...," pesan Panji seraya bergerak meninggalkan arena
pertempuran. Entah mengapa, melihat kejelitaan Kenanga, timbul rasa benci yang amat sangat di
hari Peri Kembangan. Apalagi saat melihat sikap Pendekar Naga Putih yang
demikian mesra terhadap dara jelita berpakaian serba hijau itu.
Timbul niat dalam hatinya untuk melenyapkan Kenanga.
Anyelir tahu kebenciannya disebabkan oleh rasa cemburu pada dara jelita itu.
Peri Kembangan harus mengakui hatinya tertarik kepada pemuda tampan berjubah
putih, yang baru kali ini ditemuinya selama bertualang di dunia persilatan.
"Apa hubunganmu dengan Pendekar Naga Putih,
Kuntilanak..?" tanya Peri Kembangan yang tidak berhasil menyembunyikan rasa iri
hatinya. "Hm.... Kau tidak perlu mengetahui hubungan kami...,"
tukas Kenanga. Rupanya gadis jelita itu dapat menebak perasaan Anyelir. Kenanga
ingin membuat Peri Kembangan penasaran.
"Kurang ajar...! Ternyata kau sama sombongnya seperti Pendekar Naga Putih!
Hendak kulihat apakah
kepandaianmu sesuai dengan sikapmu...!" geram Peri Kembangan yang segera membuka
jurusnya, siap menggempur Kenanga.
Kenanga sendiri tidak mau banyak cakap lagi. Melihat lawan sudah mulai bersiap,
langkahnya segera digeser membentuk kuda-kuda silang. Kemudian kaki kanannya
maju membentuk kuda-kuda rajawali. Kemudian tangannya membuat gerakan yang
kelihatan lemas, namun
menyembunyikan kekuatan hebat. Dan....
"Haaat...!"
Disertai sebuah bentakan nyaring, tubuh dara jelita itu bergerak maju menyambut
serangan lawan. Dalam
gebrakan pertama itu Kenanga langsung menggunakan
tiga bagian dari tenaga dalamnya. Bahkan mengeluarkan jurus andalannya. Sebab
tadi ia telah menyaksikan
kehebatan gadis pemikat itu. Kenanga agaknya tidak mau bertindak tanggungtanggung lagi. Whuttt...! Begitu mengelakkan sebuah tamparan lawan, Kenanga
langsung membalas dengan pukulan miring. Kecepatan dan kesigapan dara jelita itu
sempat membuat Peri
Kembangan tertegun. Tampaknya ia tidak menduga kalau dara jelita itu memiliki
kecepatan gerak yang tidak kalah dengannya. Bahkan terlihat lebih mantap dan
kuat. "Heaaah...!"
Sadar kalau serangan balasan lawan tidak bisa diabaikan begitu saja, Anyelir
segera melompat ke samping untuk menghindar. Tapi, untuk kedua kalinya gadis
cantik itu dilanda rasa terkejut. Begitu serangan pertama luput, Kenanga masih
melanjutkan serangannya dengan
serangkaian pukulan dan tendangan yang jauh lebih
berbahaya. Hingga dalam gebrakan pertama itu Peri
Kembangan menjadi kalang-kabut!
"Jaga pukulanku...!"
Bentakan yang mengejutkan itu disusul dengan dua
buah pukulan yang menerbitkan angin menderu tajam.
Sehingga, Peri Kembangan berseru tertahan. Kedudukannya tidak memungkinkan untuk
mengelak! Plakkk! Terdengar suara lengan berbenturan ketika dengan
sangat terpaksa Peri Kembangan mengangkat tangan
memapaki serangan Kenanga.
"Uhhh..."!"
Peri Kembangan mengeluh tertahan. Tubuhnya terjajar mundur sejauh setengah
tombak lebih. Untung ia masih sempat berputar untuk menjaga keseimbangan
tubuhnya. Lalu membentuk kuda-kuda kokoh.
"Kurang ajar...!" desis gadis cantik berpakaian serba merah itu jengkel.
Sekarang baru terbuka matanya kalau lawannya ternyata tidak bisa dipandang
ringan! "Mengapa berhenti, Perempuan Genit?" tegur Kenanga melihat gadis cantik itu
menghentikan gerakannya, dan memandang dirinya dengan sorot mata tajam. "Apa kau
ingjn menyatakan takluk kepadaku" Kalau begitu, cepatlah berlutut dan minta
ampun." "Setan...!" desis Peri Kembangan dengan dada turun naik. Anyelir tidak membalas
ejekan lawannya. Sebab saat itu ia tengah memikirkan jalan keluar untuk
meloloskan diri dari tempat itu.
Kenanga memperdengarkan tawanya yang renyah
ketika melihat kegelisahan lawan. Sekali pandang ia langsung dapat menduga kalau
Peri Kembangan hendak melarikan diri.
"Jangan harap kau dapat meninggalkan tempat ini dengan selamat, Perempuan Iblis!
Aku tidak akan melepaskanmu. Dosa-dosamu sudah terlalu banyak. Kau harus menebusnya sekarang
juga...!" Peri Kembangan kelihatan semakin gelisah mendengar ancaman itu. Kakinya bergerak
ke belakang beberapa langkah. Dan kedua tangannya membuat jurus-jurus baru.
Wanita iblis itu tengah mempersiapkan ilmunya untuk pertarungan berikutnya.
"Bagus kalau kau masih mempunyai keberanian untuk melanjutkan pertarungan...!"
ujar Kenanga. Kemudian kakinya melangkah maju, siap menggempur wanita iblis itu.
"Haiiit...!"
Kali ini Kenanga yang memulai serangan lebih dulu.
Tubuhnya melayang dengan kecepatan yang mengagumkan. Angin pukulannya datang menyambar sebelum
serangan itu tiba. Jelas serangan Kenanga kali ini jauh lebih berbahaya dari
sebelumnya. Peri Kembangan pun sadar akan kehebatan serangan
lawan. Ia tidak mau bertindak ceroboh dengan memapaki serangan itu. Maka begitu
serangan tiba, Anyelir melompat ke samping sambil mengirimkan tendangan kilat ke
tubuh Kenanga. "Hiaaa...!"
Plakkk! Kenanga langsung menyambut tendangan lawan
dengan telapak tangan terbuka. Terus menggeser kaki kirinya membentuk kuda-kuda
silang seraya mengibaskan kedua tangannya dengan telapak membuka. Hebat dan
cepat bukan main serangan dara jelita itu. Peri Kembangan terpaksa harus
melempar tubuhnya dengan berjumpalitan beberapa kali di udara. Dan baru meluncur
turun setelah merasa yakin telah berada jauh dari jangkauan serangan lawan.
Tapi, Kenanga yang tidak ingin buruannya lepas, segera melesat dengan seranganserangannya. Dara jelita itu tidak ingin memberi kesempatan kepada Peri
Kembangan untuk meneliti sekitar tempat itu. Kenanga terus mencecar dengan
hebatnya. "Setan keparat...!"
Lagi-lagi Anyelir mengumpat marah. Karena baru saja kedua kakinya menjejak
tanah, serangan Kenanga kembali datang mengancam.
"Heaaah...!"
Rasa jengkel dan penasaran membuat Peri Kembangan
bertindak nekat. Kali ini ia tidak berusaha menghindar.
Bahkan mempersiapkan jurusnya untuk menyambut
serangan lawan.
Whuttt, whuttt...!
Peri Kembangan mengeluarkan jurus andalannya
dengan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.
Akibatnya sungguh hebat sekali. Kenanga harus mengerahkan segenap kemampuannya
untuk mengimbangi permainan lawan. Pertarungan pun bertambah seru dan berjalan cepat.
Kedua wanita yang memiliki pesona memabukkan itu
saling terjang bagai singa-singa betina.
Memang berbahaya sekali wanita cantik berjuluk Peri Kembangan itu. Kalau saja
orang lain yang menjadi
lawannya, mungkin sudah sejak tadi dapat ditundukkan.
Untunglah kepandaian Kenanga sudah bertambah maju.
Kalau tidak, belum tentu ia sanggup menandingi
kepandaian wanita itu, gumam Panji dalam hati. Diam-diam Pendekar Naga Putih
mengagumi kepandaian Peri Kembangan. Ia maklum jika wanita itu berani malangmelintang menyebar kejahatan. Sebab menurut penilaiannya, jarang ada tokoh yang
sanggup menandingi kehebatan wanita cantik itu.
*** "Haaat..!"
Peri Kembangan semakin penasaran! Setelah bertempur enam puluh jurus lebih, ternyata ia masih belum sanggup mengalahkan
lawan. Padahal selama ini ia jarang menemukan tandingan. Jangankan seorang
wanita muda seusia lawannya, tokoh-tokoh tua yang cukup terkenal pun banyak yang
gugur di tangannya. Jadi wajar kalau saat ini ia benar-benar dibuat penasaran
oleh ketangguhan dara jelita itu.
Bukan hanya Anyelir yang diam-diam mengagumi
kehebatan lawan. Kenanga sendiri terkejut setelah
merasakan kehebatan wanita cantik itu. Bahkan ia mulai merasa ragu dapat
mengalahkan lawannya. Karena sampai sejauh itu belum nampak tanda-tanda lawannya
akan dapat dikalahkan. Bahkan serangan Peri Kembangan
semakin bertambah hebat, kendati pertarungan sudah cukup lama berjalan.
"Hm.... Tampaknya aku memang harus menguras
seluruh kepandaianku untuk menundukkan wanita iblis ini!" Gumam batin Kenanga.
Berpikir demikian, Kenanga mulai mengubah permainannya. Kali ini ia menggunakan jurus-jurus
pamungkasnya yang sudah disempurnakan kekasihnya.
Pengaruhnya tentu saja tidak kecil. Jurus 'Bidadari Menabur Bunga' yang
kelemahan-kelemahannya boleh
dikatakan sulit ditemui, telah mengejutkan Peri
Kembangan. Ia mulai mengakui keunggulan lawan.
"Setan...!"
Lagi-lagi Peri Kembangan hanya bisa memaki ketika ia terdesak gempuran-gempuran
Kenanga. Ruang geraknya semakin sempit, hingga sulit untuk mengembangkan jurusjurusnya. Sampai kemudian....
Bukkk! "Aaakh...!"
Tubuh Peri Kembangan terlempar sejauh satu tombak
akibat pukulan keras yang menghantam tubuhnya. Wanita cantik itu pun dilanda
kegelisahan. Ia sadar kepandaian lawan masih lebih tinggi setingkat dari
kepandaiannya. Anyelir menyusut cairan merah yang mengalir di sudut bibirnya. Napasnya
terengah-engah, karena pukulan lawan membuat dadanya agak sesak, dan sulit
bernapas. Tapi meskipun begitu, ia berusaha bangkit untuk menjaga serangan
susulan yang mungkin akan dilancarkan.
Kewaspadaan Peri Kembangan memang beralasan.
Karena saat itu Kenanga telah melesat dengan serangan berikutnya. Tampaknya
gadis jelita itu ingin segera menyelesaikan pertarungan yang melelahkan ini.
"Heaaah...!"
Sadar kalau tidak mungkin sanggup menghadapi
serangan lawan, Peri Kembangan mengambil tindakan
licik. Sambil menyiapkan senjata rahasia yang disimpan di pinggangnya, wanita
cantik itu membentak nyaring.
Kemudian lengannya dikibaskan dengan sisa-sisa tenaganya.
Srrr... srrr...!
Belasan jarum-jarum halus meluncur menyambut tubuh Kenanga! Tentu saja dara
jelita itu terkejut. Sedikit pun tidak diduganya kalau lawan akan berbuat
selicik itu. Tidak ada jalan lain baginya kecuali sebisa mungkin menghalau
sinar-sinar hitam itu.
"Haiiit...!"
Dengan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya,
Kenanga memutar kedua tangannya. Tapi....
"Akh..."!"
Meskipun sudah berusaha melindungi tubuhnya dari
serangan gelap itu, tak urung beberapa di antaranya lolos juga. Kenanga terpekik
dengan tubuh terbanting ke tanah.
"Kenanga...!"
Menyaksikan tubuh kekasihnya terbanting jatuh, Panji cepat berlari memburu.
Pendekar Naga Putih memang
sempat menyaksikan perbuatan Peri Kembangan. Tapi, karena jarak antara mereka
cukup jauh, ia tidak sempat mencegahnya.
Kekhawatiran akan keadaan Kenanga membuat Panji
tidak mempedulikan wanita iblis itu. Ia sudah dapat menebak Peri Kembangan
menggunakan senjata rahasia yang dilumuri racun. Sehingga, Panji lebih
mementingkan keselamatan kekasihnya daripada mencegah Peri
Kembangan yang dilihatnya langsung meninggalkan
tempat itu. "Wanita iblis itu sungguh licik sekali, Kakang...," rintih Kenanga, sebelum
jatuh tak sadarkan diri. Racun di dalam jarum-jarum halus itu telah bekerja
cepat. Melihat kekasihnya tak sadarkan diri, Panji langsung memeriksa tubuh dara jelita
itu. Dan menotok di beberapa tempat untuk mencegah racun itu tidak segera menyebar ke jantung. Sebab kalau hal itu sampai terjadi,
besar kemungkinan kekasihnya akan tewas.
Panji menarik napas lega setelah memberikan pertolongan pertama. Lalu tanpa mempedulikan sekelilingnya, tubuh pemuda berjubah
putih itu melesat pergi membawa Kenanga.
*** 5 Panji terus berlari meninggalkan Desa Warang. Ia hendak mencari tempat yang aman
untuk mengeluarkan racun
yang mengeram di tubuh kekasihnya. Satu-satunya tempat yang cocok adalah sebuah
hutan di sebelah selatan desa itu. Setelah memasuki hutan dan mencari-cari
tempat yang dianggapnya cocok, dilihatnya sebuah pondok sederhana.
Cepat dibawanya Kenanga ke tempat itu. Meskipun sudah agak rapuh, ditemukannya
sebuah balai-balai bambu. Panji segera membaringkan tubuh Kenanga.
Secara kebetulan, pondok sederhana itu dibangun dekat aliran sungai yang berair
jemih. Dari sungai itulah Panji mengambil air. Karena ia sudah meneliti sifat
racun yang berada di dalam tubuh Kenanga. Ia tahu kekasihnya pasti akan merasa
haus setelah sadar dari pingsannya. Sebab racun itu mengandung hawa panas.
"Uhhh...."
Panji yang duduk di tepi pembaringan, segera
Dendam Iblis Seribu Wajah 23 Pendekar Bloon 7 Neraka Neraka Perawan Lembah Wilis 12

Cari Blog Ini