Ceritasilat Novel Online

Siluman Gurun Setan 2

Pendekar Naga Putih 66 Siluman Gurun Setan Bagian 2


menggambarkan rasa penasaran
yang dalam. "Kalian tenang saja...."
Setelah berkata demikian, Ki Legawa bergegas masuk ke dalam kamar. Dan kembali dengan membawa
sekantong uang.
Ki Dirja dan sesepuh desa lainnya hanya bisa saling pandang melihat tingkah Ki
Legawa. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa, selain menunggu kepala desa itu
menyampaikannya pada mereka.
"Nah! Pergilah, Rajulit Ini untuk bekal dalam perjalananmu. Ingat, kau harus
secepatnya kembali bersama orang tua itu, paham?" ujar Ki Legawa seraya menyerahkan kantong uang itu pada Rajulit Dan, memerintahkan lelaki tegap itu agar segera melaksanakan tugasnya.
"Tentu, Ki...," sahut Rajulit bersemangat. Ia sungguh tidak menduga akan mendapat hadiah yang cukup
dari majikannya. Setelah berpamitan kepada yang lain, lelaki tegap itu melangkah
lebar meninggalkan ruang utama.
"Sambil menunggu kedatangan Rajulit, sebaiknya
kita mengatur persiapan. Agar bila manusia laknat itu datang, kita bisa
mempertahankan diri sebaik-baiknya.
Dan, akan kukatakan apa yang barusan dibisikkan
Rajulit...," lalu Ki Legawa bergerak meninggalkan
ruangan itu, diikuti yang lainnya. Ruang utama pun
kembali sunyi. *** "Mengapa kau termenung, Kakang. Tidak biasanya
kau bersikap seperti ini...," tegur dara jelita berpakaian serba hijau, sambil
menjatuhkan tubuhnya di sebelah pemuda tampan berjubah putih yang tengah
melamun. Melihat wajah yang segar kemerahan dan rambut yang
basah, dara jelita itu agaknya baru saja selesai mem-bersihkan diri di sungai,
yang gemericik airnya terdengar dari tempat itu.
"Hm...," pemuda tampan berjubah putih bergumam
perlahan seraya menarik napas dalam-dalam. Kemudian berpaling menatap wajah jelita di sampingnya.
"Kenanga. Coba kau kaji sekali lagi keterangan Ki
Legawa. Aku menemukan kejanggalan dalam cerita
itu...," ujar pemuda tampan berjubah putih menatap
wajah jelita itu.
"Kejanggalan"! Kejanggalan bagaimana maksudmu,
Kakang?" dara jelita itu bertanya dengan mimik wajah heran. Rupanya, gadis itu
sudah tidak memikirkan lagi perihal Desa Bandul.
"Hm.... Menurut Ki Legawa, tidak ada kejadian yang
menimpa desa yang dipimpinnya itu. Kematian adik
kandungnya karena sakit menahun akibat ditinggal istrinya. Bukankah itu yang
dikatakan Ki Legawa kepada kita?" jelas Panji mengulang keterangan Ki Legawa.
"Lalu, di mana letak kejanggalan keterangan itu,
Kakang?" Kenanga rupanya masih belum mengerti kejanggalan yang dimaksudkan kekasihnya.
"Ah. Kau ini bagaimana" Coba kau ingat-ingat lagi
suasana ketika kita menginap di desa itu. Apa yang
kau ingat tentang keadaan Desa Bandul malam itu?"
Panji mencoba membawa ingatan kekasihnya pada
saat mereka bermalam di Desa Bandul.
Mendengar ucapan kekasihnya, Kenanga termenung
beberapa saat Ya! Sekarang baru diingatnya, betapa
para peronda Desa Bandul tampak tidak seperti biasanya. Banyak jumlah keamanan yang meronda malam itu, jelas tidak wajar. Itu berarti di Desa Bandul tengah terjadi sesuatu.
"Hm.... Aku ingat sekarang, Kakang. Malam itu
memang tampak tidak wajar. Keamanan desa seperti
sedang bersiap menunggu kemunculan sesuatu yang
menakutkan!" ujar Kenanga mulai merasakan adanya
kejanggalan pada cerita Ki Legawa. Orang tua itu mengatakan tidak ada sesuatu
yang terjadi di desanya.
"Bagus!" puji Panji tersenyum. "Sedangkan Ki Legawa mengatakan tidak ada kejadian apa-apa di desanya.
Jika benar demikian, mengapa perondaan sangat ketat" Aku jadi ragu. Benarkah adik kandung Ki Legawa tewas karena penyakit yang
dideritanya...?" lanjut Panji memutar otaknya untuk mengungkapkan rahasia
itu. "Maksudmu, kau mencurigai adik kandung Ki Legawa mati dibunuh orang...?" tanya Kenanga menegasi. "Kemungkinan besar memang begitu. Anehnya,
mengapa Ki Legawa justru menyembunyikan kejadian
yang sesungguhnya" Apalagi ia mengenaliku sebagai
Pendekar Naga Putih. Menurut perhitungan, seharusnya ia meminta bantuanku untuk mencari pembunuh
adiknya. Tapi, mengapa ia malah mengarang cerita
yang tidak betul?" ujar Panji lagi. Semakin yakin ada sesuatu yang sengaja
disembunyikan Ki Legawa dari
mereka berdua. "Mungkinkah orang tua itu sendiri yang telah membunuh adiknya" Hal seperti itu bisa saja terjadi. Karena kekuasaan ataupun
harta. Bagaimana menurutmu,
Kakang...?" tukas Kenanga.
"Kemungkinan itu selalu ada. Bisa saja Ki Legawa
menyewa orang untuk melenyapkan adik kandungnya.
Itu harus kita selidiki. Sebab jika benar demikian, berarti Ki Legawa bukanlah
seorang kepala desa yang
baik. Kalau adik kandungnya saja tega ia bunuh, apa lagi orang lain...?" timpal
Panji, pemuda itu sependapat dengan Kenanga untuk mencurigai Ki Legawa sebagai
pembunuh adik kandungnya sendiri.
"Kalau begitu, kita harus segera kembali ke Desa
Bandul, Kakang," ujar Kenanga bersemangat Bahkan
dara jelita itu sudah bergerak bangkit dari duduknya.
"Sabar dulu, Kenanga. Semua ini baru dugaan saja.
Kita tidak boleh terburu nafsu. Kita harus menyelidikinya lebih dulu. Selain
itu, kita tidak bisa menampakkan diri secara terang-terangan di depan penduduk
Desa Bandul. Hal itu akan menimbulkan kecurigaan
mereka...," ujar Panji, menasihati Kenanga agar bersikap hati-hati dan jangan
bertindak gegabah. Sebab,
persoalan itu masih belum jelas. Dan belum ada bukti-bukti yang mendukungnya.
"Jangan khawatir, Kakang. Aku tentu akan berhatihati. Tapi, yang jelas kita harus kembali ke Desa Bandul," sahut Kenanga
tersenyum. "Tentu. Ini memang sudah menjadi kewajiban kita...," tukas Panji kemudian bangkit berdiri.
Sebentar kemudian, pasangan pendekar muda itu
sudah bergerak meninggalkan tempat itu. Tujuan mereka tentu saja Desa Bandul. Mereka ingin mengungkapkan rahasia yang terjadi di desa itu.
*** "Heyaaa..., heyaaa...!"
Terdengar bentakan-bentakan keras. Ditingkahi suara lecutan cambuk dan derap kaki kuda yang berpacu bagai dikejar setan. Kepulan
debu tampak membubung
tinggi. Saat itu, si penunggang kuda tengah memacu
kudanya di tanah berdebu.
Tidak berapa lama kemudian, penunggang kuda
bertubuh tegap yang tidak lain Rajulit, menarik tali kekang kudanya. Di depannya
terbentang sebuah sungai. Kemudian kudanya dijalankan perlahan menyeberangi sungai. "Hua hah hah...!"
Baru saja Rajulit tiba di seberang sungai, tiba-tiba terdengar suara tawa
berkakakan menyambut kedatangannya. Tentu saja lelaki tegap itu terkejut, dan
mengedarkan pandangannya berkeliling. Kemudian
menjalankan kudanya perlahan-lahan dengan sikap
waspada. Wajahnya tampak tegang. Ia yakin si pemilik suara tawa itu mempunyai
niat tidak baik terhadapnya.
Kekhawatiran Rajulit mulai terbukti. Beberapa tombak di depannya, tiba-tiba telah berdiri dua orang lelaki bertampang kasar.
Mereka rupanya bersembunyi di
semak-semak, menunggu kedatangan lelaki tegap itu.
Melihat sikap dan wajah kedua penghadang itu, sadarlah Rajulit bahwa mereka
perampok. Maka, kudanya
segera diputar. Rajulit hendak melarikan diri dari tempat itu. Tapi....
"Heh heh heh! Hendak lari ke mana, Kisanak...?" tegur salah seorang dari dua lelaki bertampang kasar
yang muncul dari semak-semak di belakangnya. Rajulit melihat tidak ada lagi baginya jalan untuk meloloskan diri. "Siapa kalian" Mengapa menghadang perjalananku...?" seru Rajulit dari atas punggung kuda. Tangannya meraba gagang pedang
yang tersembul di balik ba-ju. "Hm.... Jangan berpura-pura bodoh, Kisanak.
Maksud kami tentu hendak memintamu agar meninggalkan barang-barang yang kau bawa dengan suka rela.
Setelah itu, kau boleh pergi dengan selamat..," ujar orang yang berdiri tidak
jauh dari tepi sungai. Melihat sikapnya, Rajulit dapat menduga lelaki tinggi
kurus bermata tajam itu pemimpin kawanan perampok.
"Kalian salah memilih korban, Kisanak. Aku tidak
membawa barang-barang berharga. Karena itu, biarkanlah aku lewat Kelak aku akan membalas budi baik
kalian...." Rajulit mencoba berdusta dan membujuk
keempat perampok itu.
"Begitukah...?" ejek lelaki tinggi kurus bermata tajam dengan sinis. Bersama
kawannya, ia melangkah
mendekati Rajulit Demikian pula orang yang berada di belakang lelaki tegap itu.
Melihat para perampok mendekatinya, Rajulit pun
tidak tinggal diam. Dengan nekat, kudanya dibedal ke arah semula. Dengan cara
itu Rajulit berharap dapat meloloskan diri dari mereka.
"Bangsat! Rupanya kau memilih mati...!" geram lelaki tinggi kurus. Lalu memerintahkan kawankawannya untuk mencegah Rajulit. Ia sendiri sudah
melompat ke udara, dan mengirimkan tendangan ke
kepala penunggang kuda itu.
"Haaat..!"
Rajulit tidak menyangka lelaki tinggi kurus itu akan berbuat demikian. Karena
tidak ingin kepalanya dijadikan sasaran tendangan, Rajulit nekat memapaki
dengan tangan kiri.
Plakkk! "Aaah...!"
Rajulit memekik kesakitan! Lengannya seperti berbenturan dengan sebatang besi. Akibatnya, tubuh lela-ki tegap itu terpelanting
dari atas punggung kuda.
Kendati demikian, Rajulit masih bisa menyelamatkan
diri agar tidak terbanting ke tanah. Tubuhnya berjum-palitan, dan mendarat
dengan kedua kaki lebih dulu.
Rajulit selamat walaupun agak terhuyung beberapa
langkah. "Hm.... Rupanya kau lebih sayang harta daripada
nyawa. Orang Tolol! Padahal kalau kau mau menyerahkan hartamu, hidupmu masih panjang. Tapi sekarang...," lelaki tinggi kurus itu tidak menuntaskan kalimatnya. Sepasang matanya
menyorot tajam memancarkan nafsu membunuh!
"Keparat! Kalian akan menyesali perbuatan ini..!"
bentak Rajulit mencoba mengancam kawanan perampok liar itu. Tapi, ancaman Rajulit malah membuat mereka tertawa berkakakan. Ucapan lelaki tegap itu mereka anggap sebagai lelucon. Jelas,
mereka tidak takut dengan ancaman Rajulit.
"Kau masih ingin sesumbar juga rupanya. Apakah
kau mempunyai banyak kawan yang bisa diandalkan
untuk membelamu...?" ujar lelaki tinggi kurus itu, masih memperdengarkan sisasisa tawanya. "Hm.... Perlu kalian ketahui! Bila aku tidak kembali dalam beberapa hari, kawankawanku akan datang
dan menggeledah seluruh tempat yang pernah kulewati. Kalian semua pasti akan dapat mereka temukan!"
ujar Rajulit dengan geram. Kalau ia sampai terbunuh di tangan para perampok itu,
jelas tugas yang dibebankan kepadanya tidak akan berhasil. Padahal, Ki
Legawa tengah menunggu-nunggu kedatangannya.
"Lalu, kau pikir kami takut Heh! Jangan mimpi, Kisanak! Meskipun hal itu benar terjadi, kami akan
menghadapinya. Kawan-kawanmu itu akan bernasib
sama denganmu...!" tukas lelaki tinggi kurus. Tidak mengindahkan ancaman Rajulit
yang sebenarnya cu-ma siasat agar dapat melepaskan diri dari para perampok.
Mendengar jawaban kepala perampok, Rajulit berpikir beberapa saat Akhirnya, lelaki tegap itu mengeluarkan kantong uang
pemberian Ki Legawa. Dan menimangnya di hadapan para perampok.
"Baiklah," ujar Rajulit mengalah. Aku akan memberikan uang ini kepada kalian. Dan, kuharap kalian
mau melepaskan aku untuk melanjutkan perjalanan...." "Bagus...! Itu baru pikiran sehat..," tukas lelaki
tinggi kurus tersenyum penuh kemenangan. "Cepat,
serahkan uang itu kepadaku."
Tanpa berpikir panjang lagi, Rajulit melemparkan
uang itu ke arah kepala perampok. Ia terpaksa merelakan uang pemberian Ki Legawa
jatuh ke tangan mereka. Baginya, tugas yang dibebankan di bahunya jauh
lebih penting dari sekantong uang. Lalu Rajulit melangkah ke arah kudanya dengan
sikap waspada, dan
siap menghadapi kelicikan para perampok. Lelaki tegap itu belum bisa percaya mereka akan membebaskannya begitu saja.
Kekhawatiran Rajulit terbukti. Salah seorang perampok tampak memegang tali kekang kudanya. Dan
menambatkannya ke sebatang pohon. Maksudnya sudah jelas, agar kuda itu tidak diambil pemiliknya.
"Mengapa kalian tidak menyerahkan kuda itu kepadaku...?" protes Rajulit Hatinya marah melihat para perampok tidak menepati
janjinya. "Hah hah hah...! Bukankah kau tidak mengatakan
hendak pergi bersama binatang tungganganmu" Nah,
apakah perbuatan kami salah?" elak kepala perampok
itu tersenyum sinis. Sehingga, Rajulit jengkel dibuatnya.
"Kisanak. Perjalanan yang harus kutempuh sangat
jauh. Aku memerlukan kuda itu untuk mempersingkat
waktu. Harap kalian tidak menyulitkanku...," sadar tidak mungkin sanggup
menghadapi keempat perampok
itu, maka Rajulit mengeluarkan kata-kata yang terdengar lemah dan penuh
permohonan. "Hm.... Kami tidak peduli dengan urusanmu! Dan,
jangan kira kami akan membiarkanmu pergi begitu sa

Pendekar Naga Putih 66 Siluman Gurun Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ja. Heh heh heh. Kami tidak bodoh, Kisanak. Kalau ha-ri ini kau kubebaskan,
bukan tidak mungkin lain kali kau akan datang dengan membawa kawan-kawanmu.
Jadi, harap kau tidak keberatan meninggalkan nyawamu di tempat ini...," ujar lelaki tinggi kurus. Dan mengakhiri perkataannya
dengan tawa berderai.
"Keparat..! Kalian benar-benar licik!" maki Rajulit.
Ia telah ditipu mentah-mentah kawanan perampok itu.
Tahulah ia, mereka masih menginginkan nyawanya.
"Bunuh orang itu...!" perintah lelaki tinggi kurus
kepada ketiga kawannya. Ia sendiri tetap tegak di tempatnya, menyaksikan anak
buahnya membantai lelaki
tegap itu. Rajulit langsung menghunus pedang. Karena sudah
tidak ada lagi jalan untuk meloloskan diri, selain me-lawannya dengan sekuat
tenaga. Dengan senjata menyilang di depan dada, lelaki tegap itu siap mempertahankan selembar nyawanya.
"Heh heh heh! Bersiaplah untuk melayat ke akhirat,
Kawan...," ejek salah seorang dari ketiga perampok
yang mengurung Rajulit. Di tangan mereka tergenggam sebatang pedang.
"Bedebah...!" lagi-lagi Rajulit mengumpat, mengeluarkan kejengkelan hatinya. Sepasang matanya bergerak ke kiri dan kanan memperhatikan langkah ketiga
pengeroyoknya. *** 6 "Haaat..!"
Dibarengi sebuah teriakan nyaring, salah seorang
perampok yang berada di depan Rajulit mulai membuka serangan. Kilatan cahaya putih berkelebat mengiringi datangnya sambaran pedang perampok itu
Bwettt...! Rajulit cepat menggeser langkahnya ke kanan. Pedang di tangannya bergerak melancarkan serangan balasan dengan kecepatan yang cukup mengagumkan.
Trang! Perampok bertubuh kekar itu rupanya cukup sigap.
Lelaki itu masih sempat memutar senjatanya
untuk menangkis serangan Rajulit. Akibatnya, senjata mereka berbenturan keras!
"Yeaaa..!"
Sambil membentak nyaring, Rajulit memutar senjatanya dengan menggerakkan pergelangan. Rupanya,
dalam benturan itu ia berlaku cerdik dengan membiarkan senjatanya terpental.
Dengan demikian, ia dapat mempergunakan tenaga benturan itu untuk melanjutkan
serangan. Dan, hasilnya cukup mengejutkan!
Tubuh lawan nyaris tersate senjatanya. Untunglah perampok itu segera melempar
tubuhnya ke belakang.
Sehingga, selamat dari ancaman ujung pedang Rajulit
"Haaat..!"
"Haiiit..!"
Ketika hendak melanjutkan serangannya, Rajulit
terpaksa harus menghadapi dua perampok lainnya
yang sudah menerjang maju. Sebentar saja, ketiganya terlibat dalam sebuah
perkelahian sengit! Terlebih ketika perampok yang seorang lagi ikut terjun
menge- royok lelaki tegap itu. Rajulit harus menguras seluruh kemampuannya untuk
menghadapi keroyokan para
perampok itu. Jurus demi jurus berlalu cepat Ketika pertarungan
memasuki jurus kedua puluh, Rajulit mulai merasakan betapa berat tekanan ketiga perampok itu. Sehing-ga ia mulai terdesak, dan
hanya sesekali melepaskan serangan balasan. Sebab, lawan-lawannya hampir tidak
pernah memberi perlawanan untuk membangun
serangan. Sampai akhirnya, lelaki tegap itu harus
bermain mundur sambil membentengi tubuhnya dengan putaran pedang.
"Hiaaah...!"
Cwittt..! "Aaah..."!"
Rajulit memekik tertahan ketika tubuhnya nyaris
tersambar pedang salah seorang lawan. Untunglah ia masih sempat memiringkan
tubuh. Hanya pakaiannya
saja yang robek pada bagian lambung. Sedangkan ia
sendiri sudah melompat jauh ke belakang untuk menyelamatkan diri dari ancaman pedang pengeroyok
lainnya. Tapi, Rajulit tak selamanya beruntung. Meskipun
telah berusaha, tetap saja satu dua serangan pedang
lawan menggores tubuhnya. Memang tak terlalu parah.
Tapi, cukup untuk membuat tubuhnya semakin lemah. Dan rasa nyeri pada luka goresan pedang lawan
memperlambat gerakannya.
Crasss! "Aaakh...!"
Lagi-lagi lelaki tegap itu harus menggigit bibir, ketika ujung pedang seorang
pengeroyok melukai pangkal
lengan kanannya. Sehingga, pedang di tangannya terlepas dari genggaman. Lepasnya senjata itu membuat
Rajulit tidak mungkin lagi sanggup melindungi diri.
Saat Rajulit terjajar mundur dengan wajah pucat-pasi, ketiga perampok itu
melompat bersamaan sambil me-nusukkan pedang ke tubuh lelaki tegap itu.
"Aaa...!"
Melihat maut sudah siap menjemput, Rajulit memekik ngeri. Lelaki tegap itu memejamkan kedua matanya. Dirinya tidak mungkin dapat lolos dari kematian! "Aaakh"!"
"Aaa..."!"
Mendadak. Pada saat yang berbahaya itu, tiba-tiba
para pengeroyok Rajulit terpelanting ke kiri dan kanan disertai pekik kesakitan.
Tubuh ketiganya terbanting, jatuh berdebuk di atas tanah berumput
Teriakan-teriakan itu membuat Rajulit keheranan.
Merasa penasaran, lelaki tegap itu membuka kedua
matanya untuk melihat apa yang terjadi. Dan....
"Aaah..."!"
Rajulit terpekik mundur. Beberapa langkah di hadapannya berdiri sesosok tubuh sedang terbungkus
jubah panjang putih. Semula ia menduga sosok tubuh
itu Siluman Gurun Setan. Tapi ketika memperhatikan
bentuk tubuhnya, Rajulit yakin yang berdiri tegak
membelakanginya bukan Siluman Gurun Setan. Apalagi rambutnya tidak putih, meskipun juga panjang
seperti halnya tokoh yang tengah menjadi momok desanya. "Kau tidak apa-apa, Kisanak...?" tanya sosok berjubah putih itu membalikkan tubuhnya. Rupanya, dialah yang telah menyelamatkan
nyawa Rajulit dari tangan
perampok itu. "Kau..."!" desis Rajulit Sepasang matanya terbelalak ketika mengenali siapa
sosok berjubah "putih. Sebab, ia pernah bentrok dengan penolongnya itu.
"Ya. aku...," sahut sosok berjubah putih yang ternyata Panji. Pemuda tampan itu tersenyum. Sedikit
pun tidak terlihat sorot dendam pada sepasang matanya. Panji malah menunjukkan sikap bersahabat
Sehingga, Rajulit heran dibuatnya.
"Kau kaget melihat kami, Kisanak...?" tegur sebuah
suara merdu dari belakang Rajulit
"Kau..."!"
Sepasang mata Rajulit kembali terbelalak bagai
hendak keluar dari tempatnya. Yang mengeluarkan
suara merdu itu tidak lain Kenanga. Dara jelita berpakaian serba hijau itu tentu
saja telah dikenalnya. Sehingga, wajahnya semakin bertambah pucat!
"Mengapa terkejut melihat kami, Kisanak" Apa kau
pikir kami menaruh dendam kepadamu?" tegur Kenanga, menyadarkan Rajulit agar tidak perlu takut
akan pembalasannya. Peristiwa itu memang sudah dilupakan Panji maupun Kenanga. Keduanya tidak menaruh dendam pada Rajulit
"Mengapa..., mengapa kalian menolongku...?" ucapan itu meluncur tanpa dipikirkan lagi. Rajulit jelas merasa heran dengan
perbuatan kedua orang itu. Kenyataan itu masih terasa aneh bagi orang seperti
dia. "Mengapa kami berdua menolongmu?" Kenanga
mengulang ucapan Rajulit dengan kening berkerut dan bibir tersenyum. "Kami
menolong siapa saja yang
membutuhkan pertolongan. Tapi, tentu tidak dengan
membabi-buta. Kami harus melihat dulu. Apakah
orang itu patut ditolong atau tidak" Ternyata, kau termasuk orang yang patut
ditolong. Karena lawanlawanmu bukan orang baik-baik...," jelas Kenanga.
Rajulit tertegun, mendengar ucapan dara jelita itu, sadarlah Rajulit bahwa di
atas bumi ini masih ada
orang yang melakukan sesuatu tanpa pamrih. Dan ia
mengalaminya sendiri.
"Terima kasih atas pertolongan kalian...," akhirnya keluar juga ucapan itu dari
mulut Rajulit, kendati terdengar lemah. Lelaki tegap itu merasa malu mengingat
kelakuannya ketika pertama kali berjumpa dengan pasangan orang muda itu.
Sementara itu, lelaki tinggi kurus bermata tajam
yang menjadi pemimpin perampok menggeram gusar.
Sepasang matanya menyorot tajam menyapu pemuda
tampan berjubah putih, yang telah merobohkan ketiga kawannya dengan sekali
gebrak! Meskipun pemuda itu
terbukti cukup tangguh, tapi lelaki tinggi kurus itu tidak menunjukkan sikap
gentar. Bahkan, bola matanya
memancarkan api kemarahan.
"Kurang ajar! Siapa kau yang begitu lancang mencampuri urusanku!" bentak lelaki tinggi kurus. Langkahnya berhenti setengah
tombak di depan pemuda
tampan berjubah putih.
"Siapa bilang aku mencampuri urusanmu, Kisanak"
Aku hanya menyelamatkan nyawa orang yang hampir
kalian renggut secara paksa. Dan, itu bukan cuma
urusanmu. Tapi telah menjadi urusan setiap orang gagah yang menentang
kebathilan. Jadi termasuk urusanku juga," elak Panji dengan tenang, hingga kepala perampok itu menjadi
tertegun. Perkataan pemuda
tampan berjubah putih itu baginya terasa rumit dan
sulit dimengerti.
"Hm.... Tidak perlu berkhotbah di depanku, Bocah
Ingusan! Karena kau telah lancang berani mencampuri urusan Kepalan Geledek, maka
kau akan merasakan
akibatnya...!" bentak lelaki tinggi kurus seraya memperkenalkan julukannya.
Maksudnya tentu agar pemuda itu menjadi gentar. Karena namanya cukup dikenal di sekitar wilayah Itu.
Panji merasa geli mendengar julukan lelaki tinggi
kurus itu. Julukan yang digunakannya terlalu tinggi untuk ukuran perampok liar
seperti dirinya. Tapi Panji tidak menertawakan julukan itu. Kelakuan seperti itu
hanya dimiliki orang-orang sombong. Dan dirinya bukan termasuk golongan orangorang itu. "Kepalan Geledek, julukanmu cukup gagah dan
angker. Tapi, seharusnya julukan itu dimiliki oleh
orang-orang berhati bersih yang menentang kejahatan.
Kalau kau ingin lebih dikenal serta disukai orang banyak, pergunakanlah
kepandaianmu di jalan kebaikan.
Kau akan merasakan bedanya...," sahut Panji menasihati. Dan secara tidak langsung mengatakan bahwa
perbuatan Kepalan Geledek kurang terpuji. Dengan
ucapan itu, Panji berharap lelaki tinggi kurus itu akan sadar dan mengubah jalan
hidupnya yang bergelimang
dosa. "Keparat! Rupanya kau menganggap dirimu sudah
terlalu hebat hingga dapat mengalahkanku, begitu!
Huh! Ingin kulihat sampai di mana kehebatanmu, Bocah!" Hati Kepalan Geledek tidak tergerak oleh ucapan
Panji. Bahkan kemarahannya semakin menjadi-jadi.
Lelaki itu telah siap membuka jurus untuk menggempur pemuda tampan berjubah putih.
"Haaat..!"
Kepalan Geledek membuka serangan dengan sebuah pekikan nyaring. Tubuhnya melesat ke depan
dengan kepalan susul-menyusul yang menimbulkan
sambaran angin tajam. Rupanya, julukan yang disandangnya disesuaikan dengan ilmu andalan yang dimilikinya. Sayang, julukannya tak tepat menurut Panji.
Meskipun dari angin pukulan, Panji tahu lelaki itu
memiliki tenaga yang cukup kuat, namun gerakannya
tak menunjukkan ciri-ciri ilmu silat tinggi. Bahkan terkesan sangat pasaran.
Wuttt..!" Ketika pukulan tangan kanan lawan tiba, Panji
hanya mengangkat tangan kiri tanpa bergeser dari
tempatnya semula.
Plakkk! "Uhhh..."!"
Tubuh Kepalan Geledek terdorong balik sejauh satu
tombak. Wajah lelaki tinggi kurus itu meringis sambil memijat-mijat lengannya
yang terasa linu. Yang menyambut pukulannya barusan seperti bukan lengan
yang terdiri dari kulit dan daging, tapi sebatang besi yang sangat keras.
Sehingga, bagian lengannya yang
tertangkis tampak membiru.
"Ilmu setan...!" desis Kepalan Geledek. Tidak percaya pemuda tampan berjubah putih itu memiliki tenaga dalam yang sangat kuat Sehingga, ia belum juga sadar lawannya tidak
sebanding dengan dirinya.
"Hm.... Jangan terlalu cepat memberi penilaian, Kisanak. Coba kau tunjukkan ilmu 'Kepalan Geledek'
yang kau banggakan itu...," ujar Panji tanpa bermaksud menghina. Pemuda itu
memang ingin mengetahui
sampai di mana kepandaian lelaki tinggi kurus yang
berani menyombongkan julukannya itu.
"Bangsaaat.!" dengan kemarahan yang meledakledak, Kepalan Geledek kembali menerjang maju. Kemarahan itu telah membuat dirinya lupa akan rasa sakit pada lengannya. Dan
kembali merangsek dengan
jurus-jurus yang selama ini sangat dibanggakannya.
Wuttt..! Saat kepalan lawan datang, Panji menyambut dengan telapak tangan terbuka. Dan....
Tap!

Pendekar Naga Putih 66 Siluman Gurun Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kepalan lelaki tinggi kurus itu tepat mengenai telapak tangan Panji dan melekat
ketat Kepalan Geledek
pucat wajahnya!
"Uhhh..."!"
Kepalan Geledek berusaha menarik tangannya. Namun sampai wajahnya memerah, ia tidak sanggup melepaskan kepalannya dari telapak tangan lawan. Padahal kepalan perampok itu sudah mengerahkan seluruh kekuatannya. Namun, tetap saja kepalannya melekat bagai menyatu dengan telapak tangan pemuda
itu. "Haaat..!"
Tiga orang kawanan perampok yang melihat pemimpinnya mengalami kesulitan, segera melesat dengan pedang di tangan. Mereka yang semula yakin pemimpinnya dapat mengalahkan pemuda itu, kini menjadi cemas! Dan menerjang bersama-sama untuk menolong lelaki tinggi kurus itu.
Melihat para perampok itu tetap keras kepala, Panji berniat memberi pelajaran
kepada mereka. Maka, ia
segera mendorong telapak tangannya. Akibatnya, tanpa ampun tubuh Kepalan Geledek terjungkal ke tanah.
Lalu, Panji menotok lumpuh ketiga anggota perampok
yang hendak membantu pemimpinnya. Terdengar pekik kesakitan berturut-turut Dan, tubuh ketiga perampok itu jatuh ke tanah seperti sehelai karung basah. Mereka rebah dalam
keadaan lumpuh kendati sadar sepenuhnya.
"Masih hendak melanjutkan kejahatanmu, Kepalan
Geledek?" tanya Panji seraya menghampiri lelaki tinggi kurus yang tengah
bergerak bangkit.
Kepalan Geledek yang kini yakin pemuda itu seorang pendekar hebat, hanya berdiri dengan wajah
kuyu. Wajah dan sekujur tubuhnya dibanjiri peluh.
Karena telah mengerahkan seluruh tenaganya sewaktu
hendak melepaskan kepalannya dari telapak tangan
pemuda itu. Andaikata pemuda itu hendak membunuhnya, tentu mudah sekali. Selain kepandaian lawan jauh berada di atasnya, ia
sendiri sudah kehabisan tenaga. Maka, Kepalan Geledek hanya bisa pasrah menanti apa yang akan dilakukan lawan.
"Siapa kau sebenarnya, Anak Muda" Apa kau seorang dewa yang turun dari langit untuk menghukumku?" tanya Kepalan Geledek dengan napas satu-satu.
"Aku manusia biasa sepertimu, Kisanak. Aku hanya
ingin mengingatkanmu agar jangan melanjutkan perbuatanmu selama ini. Pergunakanlah kepandaianmu
untuk kebaikan. Percayalah, itu akan membuatmu tenang dan bahagia...," jawaban Panji tanpa menunjukkan sikap permusuhan. Bahkan pemuda itu tersenyum. Seolah tengah menasihati seorang kawan yang
salah memilih jalan. Kepalan Geledek kelihatan terkesan.
"Kalau boleh ku tahu, siapa kau sebenarnya, Kisanak...?" Kepalan Geledek merubah panggilannya.
"Namaku Panji. Aku seorang pengembara yang tidak
mempunyai tempat tinggal tetap," sahut Panji memperkenalkan diri. Sebab, ia melihat lelaki tinggi kurus itu mempertimbangkan
ucapannya. "Bukan itu maksudku. Melihat kehebatanmu, pasti
kau mempunyai julukan yang mungkin diberikan
orang karena sepak-terjangmu...," tukas Kepalan Geledek ingin mengetahui julukan
pemuda berjubah putih
itu. "Kalau itu yang kau inginkan, baiklah. Julukanku adalah Pendekar Naga
Putih. Orang-orang kalangan
persilatan memberikan julukan itu kepadaku...," jawab Panji tanpa kesan sombong
sedikit pun. "Kau..., Pendekar Naga Putih yang terkenal itu..."!"
desis Kepalan Geledek. Tampaknya, lelaki itu telah
mendengar nama besar pemuda itu. Terbukti ia sangat terkejut ketika mendengar
Panji memperkenalkan julukannya.
"Begitulah, Kisanak...," jelas Panji.
Setelah beberapa saat terpaku, Kepalan Geledek tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya berlutut di hadapan
Panji. Tentu saja pemuda itu kaget, la tidak menyang-ka lelaki tinggi kurus itu
akan berbuat demikian.
"Kau telah membuka mataku yang selama ini tertutup kesombongan, Pendekar Naga Putih. Aku kagum
dan hormat kepadamu. Kiranya apa yang dikatakan
orang tidak berlebihan. Kau memang seorang pendekar berbudi yang rendah hati,
dan menjadi panutan bagi banyak orang. Aku takluk kepadamu, Pendekar Naga
Putih. Betapa bodohnya aku, tidak melihat gunung
yang menjulang tinggi di depan mata!" ujar Kepalan
Geledek yang sangat terkesan dengan sikap Panji. Sehingga, menyatakan takluk
kepada pendekar muda
itu. Panji menghela napas panjang dengan dada lapang.
Pemuda itu sungguh bersyukur mendengar ucapan lelaki tinggi kurus itu. Cepat diangkatnya bangkit berdiri tubuh lelaki itu. Kini
keduanya saling bertatapan dalam jarak dekat.
"Aku bangga sekali mendengar ucapanmu, Kisanak.
Semoga semua itu datang dari hatimu yang dalam...,"
ucap Panji dengan senyum lebar.
"Aku sadar sepenuhnya, Pendekar Naga Putih. Semua itu bukan karena terpaksa. Tapi karena sikapmu
yang demikian terpuji. Katakanlah, apa yang harus ku-lakukan selanjutnya. Aku
akan menurutinya, Pendekar Naga Putih...," ujar lelaki tinggi kurus itu dengan wajah bersungguhsungguh. "Seperti yang kukatakan tadi, tinggalkanlah kejahatan yang hanya mendatangkan kebencian serta merugikan orang. Banyak jalan kebaikan yang dapat membuatmu merasa tenang dalam mengarungi kehidupan
ini...," jawab Panji. Pemuda itu merasa yakin kepala perampok itu telah benarbenar sadar akan perbuatannya yang sesat selama ini.
"Aku akan mencobanya, Pendekar Naga Putih. Semoga orang-orang dapat menerimaku tanpa curiga...,"
ujar Kepalan Geledek setengah berdoa agar dirinya dapat diterima masyarakat
Panji mengangguk seraya tersenyum. Kemudian
melangkah ke arah tiga orang pengikut Kepalan Geledek yang masih terbaring lumpuh. Hanya dengan sekali tepukan, ketiganya kembali pulih seperti sediakala meski masih terasa
pegal-pegal. Setelah mengembalikan barang milik Rajulit, Kepalan Geledek berpamitan pada Panji. Juga kepada Kenanga. Kemudian bergegas meninggalkan tempat itu.
"Hhh...," Panji menghela napas lega melihat semuanya berjalan sangat baik, seperti yang diharapkannya.
Lalu perhatiannya dialihkan pada Rajulit, setelah Kepalan Geledek dan para pengikutnya tidak kelihatan
lagi. "Nah. Sekarang kau telah bebas, Kisanak. Silakan
melanjutkan perjalananmu...," ujar Panji.
Rajulit kembali mengucapkan terima kasih kepada
pasangan pendekar muda itu. Dengan menunggang
kudanya, Rajulit berpamitan pada Panji dan Kenanga.
Kemudian membedal kudanya meninggalkan tempat
itu. Panji dan Kenanga memandangi kepergian lelaki
tegap itu sampai lenyap di belokan jalan.
"Mengapa kau tidak mengorek keterangan dari lelaki itu, Kakang?" tanya Kenanga ketika mereka melangkah menyusuri jalan setapak.
"Apa kau sudah bertanya kepadanya...?" Panji balik
bertanya. Pemuda itu kelihatan khawatir kalau-kalau Kenanga telah mencari
keterangan dari lelaki tegap
yang ia tahu orang kepercayaan Ki Legawa.
"Belum, Kakang...," sahut Kenanga.
"Syukurlah. Sebab, bila kau sampai menanyakan
sesuatu, kita bisa mendapat kesulitan. Lelaki tegap itu sangat dekat dengan Ki
Legawa. Bahkan termasuk salah seorang sesepuh Desa Bandul. Sengaja aku tidak
menanyakan tujuan keperakannya. Karena aku tahu
orang itu tidak akan menjawabnya dengan jujur. Ia
akan merasa curiga bila aku bertanya. Dan lagi, aku tidak percaya dengan orang
itu. Bukan tidak mungkin kepergiannya atas perintah Ki Legawa, untuk sesuatu
yang sangat dirahasiakan...," ujar Panji yang merasa lega mendengar jawaban
kekasihnya. Dengan demikian, mereka dapat bergerak bebas tanpa diketahui Ki
Legawa dan pengikutnya.
Suasana di antara mereka kembali hening. Yang
terdengar hanya suara langkah kaki kudanya yang
menginjak daun-daun kering....
7 Lelaki berperawakan gagah itu melangkah terburuburu menuju rumah besar di tengah desa. Siapa lagi
lelaki gagah itu kalau bukan Ki Dirja, salah seorang sesepuh Desa Bandul.
Tampaknya ia hendak menghadap Ki Legawa.
"Ada apa, Ki...?" tanya Ki Dirja begitu menghadap
kepala desanya yang kelihatan beberapa tahun lebih
tua dari sebelumnya. Rupanya ancaman Siluman Gurun Setan telah membuat hati Ki Legawa tertekan dan tidak bisa tenang menjalani
hari-harinya. Hingga dirinya tidak bisa tidur pulas.
"Keparat! Bangsat itu benar-benar telah membuatku tersiksa!" Ki Legawa langsung menumpahkan kejengkelanya ketika melihat Ki Dirja. Tentu saja yang dimakinya Siluman Gurun
Setan. Karena tokoh misterius itu ternyata tidak muncul selama beberapa hari
ini. Agaknya, tokoh itu sengaja berbuat demikian agar Ki Legawa senantiasa
dilanda ketegangan dan kegelisahan. Sehingga, hampir setiap malam lelaki Ketua
Desa Bandul itu berjaga-jaga. Karena khawatir Siluman Gurun Setan akan muncul
untuk membuktikan
ancamannya. Perasaan itu ternyata tidak hanya dialami Ki Legawa. Ki Dirja pun tidak bisa memejamkan mata dengan
tenang. Ancaman Siluman Gurun Setan terhadapnya
telah menggelisahkan lelaki gagah itu. Sehingga sosok Ki Dirja yang biasanya
memancarkan wibawa, kini
tampak layu karena kurang tidur. Tokoh misterius itu tampaknya telah membuat
para sesepuh Desa Bandul
dilanda ketegangan.
"Dalam beberapa hari ini aku pun tidak bisa tenang,
Ki. Tokoh misterius itu telah mengacaukan hidupku...." Ki Dirja mengungkapkan keluhan serupa,
seperti halnya Ki Legawa.
"Rupanya, manusia keparat itu ingin melihat kita
mati tersiksa oleh kegelisahan. Malam-malam yang seharusnya bisa membuat kita
beristirahat melepaskan
lelah, sekarang menjadi sesuatu yang menakutkan.
Sedangkan keparat itu tidak juga menampakkan diri.
Hm.... Kalau aku berhasil melumpuhkannya, akan kusiksa bangsat itu hingga ia merasa menyesal telah di-lahirkan ke dunia!" geram
Ki Legawa. Lalu bangkit dari kursinya dan melangkah hilir-mudik. Itu yang
dilaku-kannya kalau hatinya sedang resah dan marah. Ki Dir-ja sudah hafal dengan
tingkah-laku majikannya itu.
"Bagaimana dengan Rajulit, Ki" Apakah ia belum
kembali?" tanya Ki Dirja mengalihkan pembicaraan.
"Menurut perhitungan, Rajulit kembali siang ini.
Mudah-mudahan ia tidak menemui halangan di jalan...," sahut Ki Legawa seraya menghempaskan tubuhnya ke kursi bergagang gading, yang tak ubahnya
merupakan singgasana bagi Ketua Desa Bandul itu.
"Kalau demikian, sebaiknya kita tunggu kedatangan
Rajulit Kuharap, ia berhasil membawa guru Sepasang
Golok Perak untuk membantu kita menghadapi Siluman Gurun Setan...," timpal Ki Dirja harap-harap cemas.
Suasana di antara mereka menjadi hening ketika
keduanya membisu mengikuti arus pikiran masingmasing. Hal itu berlangsung cukup lama. Sampai kemudian.... "Kau dengar itu, Dirja...?" ujar Ki Legawa langsung bangkit dari duduknya.
"Mudah-mudahan Rajulit yang datang...," harap Ki
Dirja ketika mendengar suara derap kaki kuda menuju
rumah itu. Lelaki itu bangkit dan melangkah mengiku-ti Ki Legawa.
"Rajulit..!" desis Ki Legawa ketika melihat pembantunya tengah melompat turun dari atas punggung kuda. Cepat lelaki itu menghampiri, diikuti Ki Dirja di belakangnya.
"Mana Setan Jari Pedang" Apa kau tidak berhasil
membujuknya?" tanya Ki Legawa ketika tidak melihat
ada orang lain datang bersama pembantunya. Kekecewaan tampak jelas pada wajah lelaki tua itu.
"Tenang, Ki. Semuanya berjalan lancar. Sebentar lagi tokoh hebat itu akan berada di tengah-tengah kita.
Dan, kita tidak perlu lagi takut dengan ancaman Siluman Gurun Setan. Sudah
kukatakan kita tidak perlu
membayar. Karena aku mengatakan padanya bahwa
muridnya telah dibunuh Siluman Gurun Setan yang
mengganas di desa kita. Dan, tepat seperti yang kudu-ga. Setan Jari Pedang
sangat murka mendengar kematian kedua muridnya. Tokoh itu langsung setuju ketika aku mengajaknya ke
sini...," lapor Rajulit sangat bangga dengan keberhasilannya membawa Setan Jari
Pe- dang ke tempat itu.
"Tapi, mengapa kau tidak datang bersamanya" Kapan dia akan datang, Rajulit?" Ki Legawa sepertinya belum bisa tenang kalau
belum melihat Setan Jari Pedang. Sehingga, ia kembali bertanya kepada pembantunya itu. "Jangan khawatir, Ki. Setan Jari Pedang pasti akan
datang. Kakek itu tidak akan membiarkan pembunuh
kedua muridnya hidup lebih lama. Satu hal yang harus kita ingat. Kendati usianya sudah tua, tapi tokoh itu sangat suka dengan
wanita. Agar ia merasa senang tinggal di sini, kita harus menyediakan
kesenangannya itu...," ujar Rajulit Kemudian tertawa mengingat kesukaan Setan Jari Pedang yang kedengarannya tidak lumrah. "Hoiii. Rajulit! Apa kau sudah menyiapkan kebutuhanku...!" tiba-tiba terdengar suara tanpa wujud, hingga ketiga sesepuh Desa
Bandul terkejut bukan main.
Mereka tidak melihat pemilik suara yang melengking tinggi itu.
Belum lagi hilang rasa terkejut di hati mereka.
Mendadak, bertiup angin keras yang mengibarkan pakaian dan rambut mereka. Tahu-tahu seorang kakek
bertubuh kecil sudah berdiri di dekat ketiga orang itu.
Tentu saja Ki Legawa dan Ki Dirja semakin bertambah kaget. Mereka tidak melihat
dari mana datangnya kakek cebol itu.
"Heh heh heh...! Bukankah kau yang bernama Ki
Legawa dan menjadi kepala desa ini...?" tanpa basabasi, kakek cebol itu menuding Ki Legawa. Hingga kening Ki Legawa langsung
berkerut melihat sikap urakan kakek itu.


Pendekar Naga Putih 66 Siluman Gurun Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk beberapa saat lamanya Ki Legawa dan Ki Dirja meneliti sosok cebol itu dari bawah ke atas. Saat itu juga mereka langsung
bisa menduga kakek cebol itu
yang berjuluk Setan Jari Pedang. Apalagi, ketika melihat Rajulit mengangguk
hormat kepada kakek itu.
"Benar. Akulah Ki Legawa. Selamat datang di desa
ini, Kek. Mudah-mudahan sambutanku tidak mengecewakanmu...," sambut Ki Legawa. Terpaksa menahan
kejengkelan hatinya melihat sikap kakek itu, yang sedikit pun tidak menaruh
hormat kepadanya. Kalau
menuruti kata hatinya, ingin rasanya ia menendang
keluar kakek cebol kurang ajar itu. Tapi mengingat ia sangat memerlukan orang
tua itu, maka Ki Legawa
menahan perasaannya. Dan berusaha menyenangkan
hati Setan Jari Pedang.
"Hm.... Sambutanmu sangat mengecewakan, Legawa. Tapi, aku akan memaafkan kelalaianmu bila kesenanganku sudah kau siapkan," tukas kakek itu sambil terkekeh, memperlihatkan
giginya yang kotor. Setan
Jari Pedang bukanlah orang yang suka menjaga kebersihan. "Aku akan segera menyediakannya, Kek. Kuharap
kau mau bersabar dulu. Aku baru saja tahu dari Rajulit, jadi tidak sempat
menyiapkan sebelumnya. Maafkan atas kelalaianku...," ujar Ki Legawa menahan rasa kedongkolan hatinya. Baru
kali ini ada orang yang berani memerintah dirinya sesuka hati.
"Hm.... Kalau begitu, mengapa kau tidak segera
mencarinya. Ayo, cepat! Atau kau ingin kuhajar...!"
bentak kakek itu tanpa mempedulikan wajah Ki Legawa yang berubah merah.
Rajulit sendiri menjadi agak pucat. Lelaki tegap itu merasa khawatir jika Ki
Legawa sampai marah. Karena dia sendiri pun belum tahu Setan Jari Pedang
memiliki perangai yang aneh seperti itu. Kalau saja Rajulit tahu sebelumnya,
tentu ia akan mengatakannya kepada Ki
Legawa. Agar kepala desanya tidak terkejut dan memakluminya. "Baik..., baik. Aku akan segera menyiapkannya,"
sahut Ki Legawa cepat Kemudian diajaknya Rajulit
masuk ke dalam rumah. Sehingga lelaki tegap itu menjadi ketakutan.
"Maaf, Ki. Aku sungguh tidak menduga Setan Jari
Pedang mempunyai sifat seperti itu. Kalau saja aku ta-hu, tentu jauh-jauh hari
sudah kukatakan kepadamu...." Rajulit langsung membela diri sebelum Ki Legawa sempat memarahi.
Sehingga, lelaki tua itu hanya bisa menghela napas untuk mengurangi kedongkolan
hatinya. "Hhh.... Sudahlah. Sekarang, cepat carikan apa
yang diinginkan kakek itu. Caranya terserah bagaima-na caramu sendiri...,"
perintah Ki Legawa. Tidak mau tahu bagaimana Rajulit mendapatkan gadis-gadis muda untuk menyenangkan hati Setan Jari Pedang.
"Baik, Ki...," meskipun bingung, Rajulit tidak membantah. Ia segera mengajak empat orang anak buahnya untuk melaksanakan tugas itu.
Sepeninggal Rajulit, Ki Legawa membawa Setan Jari
Pedang masuk ke ruang tengah. Walaupun sebenarnya
tidak suka, namun perasaan itu disembunyikannya
rapat-rapat. Dan, Ki Legawa berusaha tetap bersikap wajar.
Tapi, tingkah Setan Jari Pedang memang sangat
urakan. Tanpa meminta izin tuan rumah, kakek itu
langsung melangkah dan memeriksa setiap ruangan
rumah besar itu. Bahkan setiap kamar dijenguknya.
Entah apa yang hendak dilihat kakek sinting itu.
Ki Legawa hanya bisa mengurut dada ketika mendengar jeritan perempuan dari kamar istrinya, kamar gundik serta pelayanpelayannya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah perbuatan kakek sinting
itu. "Kakek sinting itu ternyata lebih gila dari Siluman Gurun Setan! Kalau ia
tinggal lama di rumahku, aku
bisa mati berdiri karena kelakuannya yang tidak waras itu...!" desis Ki Legawa
kepada Ki Dirja, yang juga kelihatan sangat bingung melihat kelakuan Setan Jari
Pedang. "Aaauwww...! Lepaskan aku, lepaskan...!" terdengar
suara jeritan perempuan, yang membuat kedua sesepuh Desa Bandul itu melompat ke dalam.
"Heh heh heh...! Di rumahmu ini ternyata banyak
sekali wanita molek, Legawa. Aku mengambil perempuan ini dari kamar belakang. Nampaknya ia harus
segera kucicipi...," Setan Jari Pedang menjelaskan tanpa diminta. Sementara
wanita yang berada dalam gendongannya meronta-ronta hendak melepaskan diri.
Melihat salah seorang istri mudanya berada dalam
gendongan kakek sinting itu, Ki Legawa kembali
menghela napas. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Dan
hanya mengangguk sambil menunjukkan sebuah kamar kosong ketika kakek itu memintanya.
"Heh heh heh...! Kalian boleh saksikan bagaimana
kuda binal ini akan segera takluk dengan permainanku...," ujar Setan Jari Pedang melangkah masuk ke dalam kamarnya. Sebentar
kemudian, terdengar istri
muda Ki Legawa menjerit-jerit Entah apa yang dilakukan kakek itu kepadanya.
"Biarkan saja, Ki. Masih banyak perempuan lain
yang bisa menggantikan istri mudamu...," hibur Ki Dirja ketika melihat kegeraman
di wajah kepala desanya.
"Kakek sinting itu memang jeli matanya. Ia tahu saja kalau perempuan itu yang tercantik di antara semua istri-istri mudaku...,"
desis Ki Legawa yang kelihatan menyesal melihat perempuan yang paling
disayanginya dibawa Setan Jari Pedang. Tapi karena ia sangat membutuhkan bantuan
kakek sinting itu, maka Ki Legawa
hanya bisa pasrah dan berharap agar semua itu cepat berakhir.
*** "Ke mana kita, Ki...?" tanya salah seorang dari empat lelaki berpakaian serba hitam kepada Rajulit yang berjalan di depannya.
"Ikuti saja aku, dan jangan banyak tanya!" bentak
Rajulit dengan tidak mengurangi kecepatan langkahnya. Lelaki tegap itu terus menyusuri jalan kecil yang
menuju sungai. Keempat lelaki berpakaian serba hitam, yang merupakan pengawal-pengawal Ki Legawa, tidak bertanyatanya lagi. Mereka mengikuti ke mana lelaki tegap itu melangkah.
"Nah. Kalian tunggu aku di sini. Ingat! Tidak boleh ada seorang pun yang
meninggalkan tempat ini tanpa
seizinku!" tegas Rajulit tanpa ingin mendengar adanya bantahan. Kemudian
melanjutkan langkahnya seorang
diri menuju sungai.
Beberapa perawan desa yang baru saja selesai mencuci pakaian di sungai dan berpapasan dengan lelaki tegap itu, mengangguk takuttakut. Mereka tetap me-nyapa Rajulit, karena lelaki tegap itu tetua desa mereka.
Rajulit sendiri hanya bergumam tak jelas, dan terus melangkah. Dari tempat yang
agak tinggi, lelaki tegap itu mengedarkan pandangan ke sekitar tepian sungai.
Mulutnya menyungging senyum licik ketika melihat
ada seorang gadis masih sibuk mencuci pakaian. Tampaknya gadis itu belum selesai mencuci lalu ditinggalkan kawan-kawannya.
"Hm.... Rupanya keberuntungan masih mengikutiku...," gumam Rajulit Dan melangkah cepat menghampiri gadis desa itu.
Suara langkah Rajulit yang sengaja dikeraskan,
membuat gadis itu berpaling untuk melihat siapa yang datang. Wajahnya yang manis
terlihat menyembunyikan kecemasan. Karena ia kenal baik siapa sebenarnya lelaki
tegap itu. "Belum selesai, Nyai...?" sapa Rajulit Lalu duduk di atas sebuah batu kali.
"Be... lum. Eh, sudah...," jawab gadis berwajah manis yang mempunyai tahi lalat di bawah dagu. Ia kelihatan gugup menjawab pertanyaan Rajulit Kelihatan
betapa gadis itu sangat ketakutan. Sepasang matanya yang bulat menoleh ke kanan
dan kiri. Wajahnya berubah pucat ketika tidak menemukan orang lain di
tempat itu kecuali mereka berdua. Cepat pakaian yang dicucinya dibereskan.
Kemudian bangkit berdiri hendak meninggalkan tempat itu.
"Mengapa terburu-buru, Nyai...?" tanya Rajulit seraya bangkit dari duduknya.
Gadis manis itu tidak menjawab pertanyaan Rajulit.
Langkahnya justru semakin dipercepat Perbuatan gadis itu memaksa Rajulit melompat dan menangkap
lengannya. "Lepaskan aku, Kakang! Biarkan aku pulang...,"
pinta gadis itu yang rupanya telah mengenal baik sifat Rajulit. Ia dapat menduga
apa yang diinginkan lelaki tegap itu darinya.
"Hm.... Jangan berpura-pura suci! Kau akan kubawa ke tempat Ki Legawa. Kalau kau akan membantah,
kedua orang tuamu dan adik-adikmu akan celaka...,"
ujar Rajulit mengancam gadis manis itu.
"Jangan, Kakang! Aku tidak mau...!" ratap gadis itu tetap tidak sudi ikut
bersama Rajulit Ia memberontak berusaha melepaskan cekalan lelaki tegap itu pada
pergelangan tangannya.
Tapi, mana mungkin gadis lemah itu dapat melepaskan cekalan Rajulit yang kuat. Dan ketika lelaki tegap itu meraih pinggang
lalu menggendongnya, gadis
itu hanya bisa berteriak-teriak minta tolong. Sayang, di sekitar sungai tidak
ada orang. Sedangkan tempat itu cukup jauh dari perumahan penduduk. Jadi, siasia saja teriakan gadis itu.
"Tunggu...!"
Saat Rajulit bergegas hendak meninggalkan tempat
itu, tiba-tiba terdengar bentakan yang membuat lelaki tegap itu terlonjak kaget
Bentakan itu mengandung
kemarahan hebat Dan dikerahkan dengan kekuatan
tenaga dalam tinggi.
Rajulit menoleh ke arah asal suara. Sepasang matanya yang semula memancarkan api kemarahan, tibatiba terbelalak. Dan wajahnya berubah pucat! Rajulit dilanda ketakutan hebat!
Suara bentakan itu rupanya datang dari sosok
langsing terbungkus pakaian berwarna serba hijau.
Sosok itu seorang dara jelita yang kini memandang
marah kepada Rajulit Sepasang mata bulatnya berkilat seperti hendak membakar
tubuh lelaki tegap itu.
"Hm.... Beginikah sikap seorang sesepuh desa..."
Bagus sekali perbuatanmu menculik anak gadis orang!
Lepaskan gadis itu, atau kupatahkan batang lehermu...!" geram dara jelita berpakaian serba hijau sambil melangkah maju.
Kemunculan dara jelita itu rupanya tidak sendirian.
Di sebelahnya berdiri seorang pemuda tampan berjubah putih, yang juga memancarkan kemarahan pada
sepasang bola matanya yang tajam menikam jantung.
Pemuda itu melangkah di belakang gadis jelita berpakaian serba hijau.
"Kalian..."!" desis Rajulit yang telah mengenal baik kedua orang muda itu.
Mereka tidak lain Panji dan Kenanga..
Kemunculan pasangan pendekar muda itu tidaklah
aneh. Dalam beberapa hari ini, mereka memang memata-matai setiap gerak Ki Legawa dan orangorangnya. Itu sebabnya mengapa mereka datang pada
saat yang tepat!
Menyadari dirinya tidak mungkin dapat selamat,
Rajulit segera melepaskan gadis yang ada di bahunya.
Kemudian berlari secepat kilat bagai orang dikejar setan!
"Hm.... Jangan harap kau dapat lolos dari tanganku, Keparat!" geram Kenanga lalu menjejakkan kakinya ke tanah. Seketika itu juga tubuhnya melayang ke udara melewati kepala
Rajulit! *** 8 Jleggg! Tubuh Kenanga mendarat tepat di hadapan Rajulit
Lelaki tegap itu rupanya sadar dirinya tidak mungkin dimaafkan. Maka begitu
melihat tubuh dara jelita itu menghadang jalannya, Rajulit langsung menghunus
senjata dan menerjang Kenanga!
"Kurang ajar! Rupanya kau bukan orang baik-baik!
Seharusnya kau kubiarkan mampus di tangan perampok-perampok itu...!" geram Kenanga yang segera
menggeser tubuhnya ke samping, kemudian lepaskan
sebuah tendangan kilat yang kuat!
Jebbb! Dalam keadaan panik dan ketakutan, Rajulit berbuat nekat Ia mengelak secepatnya. Kemudian kembali menerjang dengan pedangnya.
Tapi, tingkat kepandaian mereka berbeda jauh. Sehingga dalam beberapa
jurus saja, tubuh Rajulit sudah terpelanting terkena tamparan keras Kenanga.
"Perempuan setan...!" maki Rajulit yang baru saja
ketahuan belangnya oleh Kenanga dan Panji. Sadar
bahwa tidak mungkin dapat menang, Rajulit segera
mengeluarkan suitan panjang melengking. Tanda itu
dimaksudkan untuk memberi tahu kawan-kawannya
bahwa dia menemui kesulitan.
"Hm.... Kau boleh undang seluruh teman-temanmu,
Laki-Laki Keparat!" desis Kenanga kembali melancarkan serangan. Kecepatan gerak dara jelita itu menyulitkan Rajulit untuk
menyelamatkan diri. Akibatnya, ia dibuat jatuh bangun oleh pukulan dan tendangan
lawan. Kenanga memang sengaja tidak langsung membunuh lelaki tegap itu. Gadis itu marah melihat perbuatan Rajulit Ia hendak
memberi pelajaran agar Rajulit menjadi jera.
Saat Rajulit tengah dihajar Kenanga, empat orang
kawannya datang berlari-lari hendak membantu lelaki tegap itu. Mereka langsung
memasuki kancah pertarungan dengan pedang di tangan.
"Hm.... Majulah kalian semua, Tikus-Tikus Busuk!"
bentak Kenanga. Tapa mengurangi kecepatan serangannya sedikit pun, kendati harus menghadapi keroyokan lima orang lawan.
Dalam waktu singkat, tiga orang pengawal Ki Legawa tergeletak pingsan akibat tamparan keras pada pelipis mereka. Dan dua orang
lainnya segera mendapat bagian.
"Haiiih...!"
Plakkk..., desss...!
Rajulit yang terkena tendangan keras, langsung terjungkal ke belakang. Malang, kepalanya membentur
batu kali. Hingga lelaki tegap itu tewas seketika! Sedang pengawal Ki Legawa
yang seorang lagi terjerembab terkena tendangan berputar Kenanga. Lelaki itu
langsung roboh pingsan. Karena tendangan keras itu
tepat mengenai pelipisnya.
"Bagaimana dengan gadis itu, Kakang...?" tanya Kenanga seraya menghampiri Panji dan gadis desa yang
masih terisak-isak.
"Tidak apa-apa. Ia hanya terkejut...," jelas Panji
menghilangkan kekhawatiran Kenanga.


Pendekar Naga Putih 66 Siluman Gurun Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bisakah kau menceritakan mengapa lelaki itu
mengganggumu, Adik Manis?" tanya Kenanga mencoba
mencari keterangan dari gadis desa yang usianya sekitar delapan belas tahun itu.
"Kakang Rajulit sering mengganggu gadis-gadis.
Bahkan ia tidak segan-segan bertindak kasar, dan
mengancam akan mencelakakan keluarga korban bila
melawan kehendaknya. Kebanyakan dari gadis-gadis
itu akhirnya dijadikan simpanan Ki Legawa. Tapi war-ga desa tidak bisa berbuat
apa-apa. Selain Ki Legawa sangat kuat dan pandai silat, ia pun mempunyai
pengikut yang cukup banyak. Sehingga tanpa mengalami
kesulitan, Ki Legawa memeras penduduk agar menyerahkan separo hasil panennya. Banyak petani yang
berhutang kepadanya. Kemudian menyerahkan anak
gadisnya untuk dijadikan istri kesekian atau gundiknya. Dengan begitu, hutang
mereka menjadi lunas...,"
jelas gadis manis itu dengan lancar. Sepertinya ia
mengharap agar Panji dan Kenanga segera menghentikan kekejaman penguasa Desa Bandul.
"Terima kasih, Adik Manis. Sekarang pulanglah.
Aku yakin tidak ada lagi yang mengganggumu di jalan...," ujar Kenanga yang menjadi geram mendengar
penuturan gadis lugu itu. Semakin yakinlah Kenanga
bahwa kematian adik kandung Ki Legawa akibat ulah
kakaknya sendiri. Mungkin ia hendak mencegah perbuatan kakaknya. Hingga, Ki Legawa terpaksa melenyapkannya. "Hm.... Sayang, bukti-bukti yang ada masih belum
kuat Sehingga kita tidak bisa langsung menuduh Ki
Legawa. Sebaiknya kita tunggu sampai dapat menangkap basah perbuatan keji kepala desa laknat itu...,"
ujar Panji setelah terdiam beberapa saat Lalu pemuda itu mengajak Kenanga
meninggalkan tempat itu.
*** Kegelapan datang menyelimuti permukaan bumi.
Bintang di langit tampak berkelip jenaka. Cahaya bulan purnama mengubah, suasana
gelap menjadi terang
oleh cahayanya yang merata. Malam yang cerah.
Di tengah suasana malam yang indah itu, sesosok
bayangan putih bergerak menuju pusat desa. Tubuhnya demikian lincah berlompatan dari satu atap ke
atap yang lain. Seolah bayangan putih itu terbang seperti hantu dalam dongeng
anak-anak. Tidak berapa lama kemudian sosok itu tiba di tempat tujuan. Lalu melayang turun di halaman belakang rumah kediaman Kepala Desa
Bandul. Siapa lagi sosok berjubah dan berambut putih kalau bukan tokoh misterius
yang berjuluk Siluman Gurun Setan. Rupanya,
ia datang untuk menepati janji yang pernah diucapkan di hadapan Ki Legawa dan
para pembantunya. Apalagi
yang diinginkan tokoh itu kalau bukan nyawa!
Namun saat sosok berjubah putih hendak masuk ke
dalam rumah dengan melalui dapur, tiba-tiba terdengar suara tawa yang membuat Siluman Gurun Setan
berbalik secepat kilat!
"Heh heh heh. Kaukah yang berjuluk Siluman Gurun Setan...?" tegur kakek cebol. Kakek yang tidak lain Setan Jari Pedang itu
berdiri angkuh dengan kedua
tangan terlipat di depan dada.
"Siapa kau...?" desis Siluman Gurun Setan yang
tampaknya tidak mengenal Setan Jari Pedang.
Pertanyaan itu membuat Setan Jari Pedang mengerutkan kening dalam-dalam. Tokoh yang berjuluk Siluman Gurun Setan itu rupanya telah melupakan. Padahal baik Siluman Gurun Setan maupun Setan Jari
Pedang sama-sama tokoh kawakan. Kendati mereka tidak sejalan, tapi telah saling mengenal dengan cukup baik. Maka ketika mendengar
Siluman Gurun Setan tidak mengenalinya, timbul kecurigaan tentang keaslian tokoh
misterius itu yang dikabarkan telah tewas di per-tapaannya. Kalau sekarang tibatiba muncul, pasti bukan Siluman Gurun Setan yang sesungguhnya.
"Hm.... Kau tidak mengenaliku lagi, Manusia Gurun...!" ujar Setan Jari Pedang yang merasa yakin
orang itu bukan Siluman Gurun Setan yang sesungguhnya. Mungkin hanya mempunyai hubungan dengan tokoh hebat yang sangat terkenal pada masa
jayanya itu. "Kau pasti orang sewaan Legawa yang sangat takut
akan kematian itu...," sahut Siluman Gurun Setan
dengan angker. "Jangan menuduh sembarangan, Manusia Keji! Kedatanganku kemari ada hubungannya dengan Sepasang Golok Perak yang telah kau bantai...," jawab Setan Jari Pedang.
"Apa hubunganmu dengan orang-orang yang mencari nafkah dengan mengandalkan kepandaian untuk
membela orang jahat itu...?" tanya Siluman Gurun Setan seraya menatap tajam
lelaki cebol itu. Melihat sorot mata kakek cebol yang berkilat tajam, tokoh
misterius itu segera dapat menebak kakek itu bukan orang sembarangan. Ia harus
berhati-hati untuk menghadapinya.
"Aku adalah gurunya yang hendak menuntut balas!
Bersiaplah, Siluman Gurun Setan...," sahut kakek cebol itu, kemudian bergerak
maju dengan tenang dan
penuh percaya diri.
"Hm.... Kalau muridnya jahat, pasti gurunya tidak
berbeda jauh. Kau sama saja dengan muridmu...," tukas Siluman Gurun Setan tak mau kalah bicara.
"Kurang ajar...! Kau harus diberi pelajaran untuk
menghormati orang lain!" balas Setan Jari Pedang yang sudah siap menggempur
pembunuh murid-muridnya.
"Haaat..!"
Sambil berteriak melengking, kakek cebol itu melesat ke depan mengirim serangan maut Namun Siluman
Gurun Setan tidak tinggal diam. Tubuhnya tak kalah
cepat bergerak menyambut hujan serangan lawan. Sebentar saja, kedua tokoh itu sudah terlibat sebuah
perkelahian sengit!
Keberadaan Setan Jari Pedang rupanya telah diperhitungkan secara tepat Ketika pertarungan berlangsung, Ki Legawa muncul bersama orang-orangnya. Sehingga, Siluman Gurun Setan terkepung. Sadarlah tokoh misterius itu kalau mereka telah mempersiapkan
segala sesuatunya. Sehingga, tokoh misterius itu terkejut "Heaaah...!"
Seraya berteriak keras, Siluman Gurun Setan mempergencar serangannya. Tokoh itu hendak, segera merobohkan Setan Jari Pedang. Karena kakek itu merupakan lawan paling tangguh. Sayang, kakek cebol itu tidak mudah ditundukkan.
Bahkan mampu membalas
serangan Siluman Gurun Setan dengan tidak kalah
berbahaya. Akibatnya, Siluman Gurun Setan harus
memusatkan pikiran. Sebab kakek cebol itu berkepandaian tinggi. "Haiiit..!"
Ki Legawa tidak sabar melihat jalannya pertempuran yang baginya terasa lambat Lelaki itu segera melayang memasuki kancah
pertempuran! Bwettt! Begitu tiba, Ki Legawa langsung mencecar Siluman
Gurun Setan dengan sambaran pedang yang berciutan. Hingga tokoh misterius itu terdesak hebat Kalau harus menghadapi kedua
lawan tangguh itu la merasa
kewalahan! "Haiiit..!"
Pada saat Siluman Gurun Setan tengah berusaha
mengimbangi permainan lawan, tiba-tiba terdengar pekikan melengking tinggi.
Disusul dengan melayangnya sesosok bayangan putih dari udara. Setan Jari Pedang
dan Ki Legawa kelihatan sangat terkejut melihat
bayangan putih yang laksana seekor naga sakti meluncur turun ke arah mereka. Jelas sosok bayangan
putih itu berpihak kepada Siluman Gurun Setan!
Plakkk! Plakk! Setan Jari Pedang dan Ki Legawa berseni tertahan
merasakan betapa kuat tenaga gempuran sosok
bayangan putih! Bahkan, Ki Legawa terpelanting ketika menangkis serangan tibatiba itu. Melihat Ki Legawa terpisah dari kakek cebol itu, Siluman Gurun Setan
bergegas menyerbu. Pukulan yang menyambar berciutan sangat mengejutkan Ki Legawa.
"Heaaah...!"
Cepat pedangnya dikelebatkan untuk mematahkan
serangan lawan. Lalu menyusuli dengan seranganserangan gencar! Sehingga, kedua tokoh itu bertarung sengit!
Di tempat lain, sosok bayangan putih yang tidak
lain Panji berhadapan dengan Setan Jari Pedang. Kakek cebol itu tidak segera memulai pertempuran. Di-pandanginya sosok pemuda
tampan berjubah putih
yang sekujur tubuhnya terlapisi kabut putih keperakan. "Kau..., Pendekar Naga Putih...?" tanya kakek cebol itu menegasi.
"Tidak salah...," sahut Panji singkat. Pemuda itu
pun tidak menyiapkan jurus untuk bertarung. Kendati demikian ia tetap waspada
dan siap menghadapi gempuran kakek cebol itu.
"Hm.... Jangan kira kau dapat berbuat seenak perutmu dengan mencampuri urusanku, Pendekar Naga
Putih! Aku tidak mempunyai urusan denganmu...!"
Setelah berkata demikian, Setan Jati Pedang melesat meninggalkan Panji menuju pertempuran Ki Legawa dan Siluman Gurun Setan.
"Biarkan mereka...!" seru Panji
Dikejarnya kakek cebol itu. Mendadak Setan Jari
Pedang berbalik, dan melepaskan serangan licik!
Cwiiittt..! Suara angin yang bercuitan menandakan betapa
hebat serangan kakek cebol itu. Tapi, Pendekar Naga Putih sejak semula sudah
siap menghadapi berbagai
macam kelicikan lawan. Sambaran lengan Setan Jari
Pedang dapat ditepiskan dengan baik!
Tasss...! Terdengar ledakan kecil ketika dua gelombang tenaga dalam saling berbenturan di udara. Akibatnya, tubuh Setan Jari Pedang
terlempar ke belakang. Sedangkan Panji meluncur turun dengan ringan. Kekuatan
Panji ternyata masih berada di atas lawan.
"Keparat..!"
Marah bukan main Setan Jari Pedang melihat kenyataan yang mengecewakan itu. Dibarengi sebuah
lengkingan panjang, kakek cebol itu kembali melayang ke arah Panji dengan
serangan-serangannya yang lebih hebat dan berbahaya! Pendekar Naga Putih segera
menghadapi dengan ilmu 'Silat Naga Sakti'. Keduanya
pun terlibat dalam sebuah pertempuran yang sangat
mendebarkan! Setan Jari Pedang kelihatan sangat bernafsu dapat
merobohkan Pendekar Naga Putih. Serangan seperti
gelombang air bah itu datang bertubi-tubi dengan gen-carnya. Sayang, serangan
kakek cebol itu selalu kandas di tengah jalan. Hingga ia semakin penasaran
dibuatnya. Melihat lawan sangat bernafsu meraih kemenangan,
Panji tidak tinggal diam. Sepasang tangannya yang
berbentuk cakar naga mulai menunjukkan keampuhan. Disertai hawa dingin yang menusuk tulang, pemuda itu menerjang maju dengan jurus-jurus andalannya. Sehingga ketika pertempuran memasuki jurus
keseratus dua puluh, Setan Jari Pedang mulai merasakan keampuhan jurus-jurus lawan. Kakek cebol itu
mulai terdesak. Ruang gerakannya semakin sempit.
Serbuan hawa dingin yang tidak pernah berhenti itu, menyulitkannya untuk
membangun serangan. Setan
Jari Pedang merasa dirinya bagai dikelilingi dinding-dinding salju yang tak
tampak. Akibatnya....
Desss...! "Hakkk!"
Pada jurus keseratus tiga puluh, Setan Jari Pedang
tak sanggup lagi menyelamatkan diri. Sebuah hantaman telapak tangan Pendekar Naga Putih, telah melemparkan tubuh kakek cebol itu sejauh dua tombak,
dan terus terguling-guling di atas tanah!
"Kurang ajar...!" umpat Setan Jari Pedang marah
bukan main melihat dirinya dapat dirobohkan pemuda
hebat itu. Meski dadanya terasa agak sesak dan sekujur tubuhnya dijalari hawa
dingin, Setan Jari Pedang masih sangat bernafsu melanjutkan pertarungan.
"Haaat...!"
Pendekar Naga Putih bergegas untuk menghindari
hujan serangan Setan Jari Pedang. Kemudian membalas dengan gempuran yang tidak kalah dahsyat! Keduanya kembali bertarung ketat!
"Hiaaah...!"
Buggg! Dua puluh jurus kemudian, sebuah tendangan Panji menghantam telak dada kakek cebol itu. Kembali tubuh Setan Jari Pedang
terbanting ke tanah. Kali ini tidak segera bangkit. Isi dadanya terasa
berguncang hebat! Darah segar menyembur keluar karena luka dalam yang dideritanya.
"Baiklah. Kali ini aku mengaku kalah, Pendekar Naga Putih!" desis Setan Jari Pedang seraya menatap
Panji dengan sorot mata penuh dendam. Lalu kakek
itu bergerak meninggalkan tempat itu dengan langkah tertatih.
Panji tidak mempedulikan kepergian Setan Jari Pedang. Perhatiannya segera dialihkan pada pertarungan Ki Legawa dan Siluman Gurun
Setan. Kelihatannya,
Kepala Desa Bandul tidak akan mampu bertahan lebih
lama lagi. Siluman Gurun Setan mendesak lawan dengan serangan-serangan ganas dan cepat
Perhatian Panji beralih ke tempat lain. Dilihatnya
Kenanga tengah bertarung melawan Ki Dirja dan para
pengawalnya. Rupanya, dara jelita itu mencegah mere-ka ketika hendak membantu Ki
Legawa yang tengah
berjuang menghadapi Siluman Gurun Setan. Sehingga,
Ki Dirja dan kawan-kawannya menggempur dara jelita
itu. "Aaa...!"
Tiba-tiba terdengar jerit kematian yang melengking
merobek angkasa. Disusul robohnya tubuh Ki Legawa
dengan leher hampir putus! Siluman Gurun Setan telah berhasil menamatkan riwayat lawannya.
"Hentikan pertarungan...!"
Ki Dirja dan orang-orangnya yang tengah mengeroyok Kenanga berlompatan mundur. Lalu berpaling ke arah sosok Siluman Gurun


Pendekar Naga Putih 66 Siluman Gurun Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setan. Tokoh itulah yang
tadi berteriak menghentikan pertarungan.
"Saudara-saudara sekalian! Ingatlah kalian dengan
Ki Raharja, Kepala Desa Bandul yang lama. Ketahuilah. Ki Legawa telah menyebarkan fitnah keji terhadapnya! Ki Raharja tidak pernah melakukan apa yang
dituduhkan Ki Legawa. Dengan sengaja Ki Legawa menyuruh kekasihnya menjebak Ki Raharja. Saat itu Ki
Raharja berada seorang diri di tempat kediamannya.
Dengan liciknya, Ki Legawa menghasut para pelayan
untuk bersembunyi. Kemudian datanglah Yanara, kekasih Ki Legawa. Seperti yang telah mereka rencanakan, Yanara kemudian keluar dari dalam rumah dengan pakaian tidak senonoh, la mengaku telah diperko-sa Ki Raharja," Siluman
Gurun Setan menghentikan
ceritanya" Sepasang matanya memandang berkeliling.
Seolah hendak melihat tanggapan orang-orang di seki-tarnya.
"Bohong! Siluman itu jelas telah menyebarkan dusta! Kalian jangan percaya! Sebaiknya kita bunuh saja manusia jahat itu!" teriak
Ki Dirja yang didukung Malingga serta kerabat dekat keluarga Ki Legawa.
"Tunggu...!"
Melihat gelagat tidak baik, Panji berseru mengerahkan tenaga dalamnya hingga orang-orang itu terhuyung mundur. Kemudian pemuda itu melangkah
dan berdiri di samping Siluman Gurun Setan.
"Aku pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri,
betapa Ki Legawa telah memerintahkan Rajulit untuk
menculik gadis-gadis ini. Bahkan dengan paksa merebut anak gadis orang. Karena orang tua gadis itu tidak mampu membayar hutanghutangnya kepada Ki Legawa," ujar Panji mengatasi suara ribut orang-orang itu.
Karena ia mengerahkan tenaga dalam, maka suaranya
terdengar jelas.
"Selain itu, aku masih mempunyai saksi hidup yang
akan membuat kalian percaya dengan keteranganku
daripada bau busuk yang keluar dari mulut begundalbegundal Ki Legawa...," setelah berkata demikian, Siluman Gurun Setan melesat
pergi. Panji segera bertindak mengatasi kebisingan itu.
Suara bentakannya yang menggelegar membuat para
pengawal Ki Legawa tidak berani berkutik.
Keributan yang terjadi di tempat kediaman Ki Legawa telah membangunkan penduduk desa. Terutama
bentakan Panji yang laksana ledakan guntur. Sehingga, tempat itu dipadati warga Desa Bandul. Saat teriakan-teriakan ribut orangorang Ki Legawa kembali terdengar, Siluman Gurun Setan muncul sambil menggendong sesosok tubuh perempuan. Kemudian menurunkannya dari gendongan.
"Yanara..."!" desis Ki Dirja. Wajahnya berubah pucat Demikian juga beberapa pengikut dan kerabat dekat Ki Legawa. Mereka menjadi ketakutan melihat wanita itu. "Nah. Kalian lihat sendiri, bukan" Wajah-wajah iblis itu sekarang berubah pucat!
Karena wanita inilah yang mengetahui segala kebusukan Ki Legawa dan begundalbegundalnya. Selain mencelakakan Ki Raharja untuk menguasai desa ini, mereka pun telah meracuni
seluruh keluarga Ki Raharja. Sehingga, tidak satu pun dari keluarga kepala desa
kalian yang lama selamat.
Mereka terkena penyakit yang menjijikkan. Sampai
akhirnya, seluruh anggota keluarga Ki Raharja mati
dengan tubuh kurus kering akibat racun jahat itu.
Sayang, Rajulit dan salah seorang kawannya bertindak ceroboh. Yanara yang
diperintahkan Ki Legawa untuk
dilenyapkan, malah mereka lahap dengan buas di dalam sebuah hutan. Kemudian meninggalkannya dalam
keadaan pingsan. Untunglah aku bertemu dengan wanita malang ini. Dari Yanara-lah aku mengetahui kebusukan Ki Legawa secara lebih terperinci!" Siluman Gurun Setan mengakhiri
ceritanya. "Bunuh manusia-manusia busuk itu!"
"Gantung mereka hidup-hidup...!"
Terdengar teriakan marah di sana-sini. Hingga Ki
Dirja dan para pengikut Ki Legawa ketakutan. Para
penduduk memang sudah sangat mendendam Ki Legawa dan orang-orangnya. Sehingga, mereka seperti
mendapat kesempatan untuk menumpahkan kemarahan itu. "Saudara-saudara sekalian, harap tenang...!" melihat wanita cantik yang bernama Yanara berusaha berbicara, Panji segera berseru mengatasi kebisingan itu.
Sehingga, suasana kembali hening.
"Saudara-saudara sekalian. Perlu kalian ketahui, Ki Raharja yang terpaksa
melarikan diri karena merasa
tidak bersalah ternyata masih hidup. Sekarang beliau memakai julukan Siluman
Gurun Setan...!" Yanara
berteriak keras-keras agar para penduduk mendengar
perkataannya. Siluman Gurun Setan berdiri tegak. Kemudian
membuka topeng kasar yang selama ini dikenakannya.
Tampaklah wajah seorang lelaki gagah berwibawa berusia sekitar lima puluh lima tahun. Lelaki gagah itu tersenyum mengangkat kedua
tangannya, ketika mendengar warga Desa Bandul mengelu-elukan namanya.
Melihat Ki Raharja masih hidup, hampir sebagian besar keamanan desa berlari memburu dan menjatuhkan
tubuhnya memohon ampun lelaki gagah itu.
Ki Dirja dan para pengikut serta keluarga Ki Legawa yang hendak melakukan
perlawanan, dengan mudah
ditundukkan Panji dan Kenanga. Lalu diserahkan kepada Ki Raharja alias Siluman Gurun Setan. Panji percaya lelaki gagah itu akan
bertindak bijaksana untuk menghukum para pengkhianat itu.
"Terima kasih, Pendekar Naga Putih. Tanpa bantuanmu mungkin aku akan gagal...," ucap Ki Raharja
menyalami Panji dengan penuh rasa terima kasih.
Panji dan Kenanga hanya tersenyum. Saat perhatian Ki Raharja kembali tercurah kepada warga desa
dan tawanannya, pasangan pendekar muda itu pergi
dengan diam-diam. Mereka memang tidak mengharapkan balasan atas apa yang telah mereka lakukan.
Keduanya melanjutkan perjalanan untuk menegakkan
keadilan di muka bumi....
SELESAI Scan by Clickers
Edited by Culan Ode
PDF by Abu Keisel
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
Document Outline
1 *** *** *** 2 *** *** *** 3 *** *** 4 *** 5 *** *** *** 6 7 *** *** 8 *** SELESAI Pedang Golok Yang Menggetarkan 17 Kuda Kudaan Kumala Seri Oey Eng Burung Kenari Karya Siau Ping Tusuk Kondai Pusaka 14

Cari Blog Ini