Pendekar Romantis 07 Dendam Dalang Setan Bagian 2
beneran. "Penasaran sekali hatiku melihat pertarungan jarak jauh itu. aku harus segera
menuju ke bukit sebelah batar itu.
kayaknya pihak barat yang bertahan dan pihak bukit timur yang menyerang."
Rasa penasaran membawa Pandu bergegas menuju ke
arah bukit yang ada di barat. Bukit kecil itu mempunyai lereng yang landai dan
puncak yang gersang. Di puncak bukit tak ada tanaman jenis pohon tinggi, hanya
semak rendah dan bebatuan yang tingginya tak sampai sebatas pundak manusia
dewasa. Pandu tiba di puncak bukit itu. Entah bukit apa
namanya, ia tak tahu. Tapi di situ ia menghadang munculnya serangan sinar merah
dari arah timur. Namun sampai beberapa saat lamanya sinar merah itu tidak
kunjung muncul. Mungkin penyerang di bukit timur sedang persiapkan ilmu yang
lebih tinggi, atau mungkin juga penyerang di pihak timur merasa jera dan
hentikan serangannya.
Semilir angin malam menggeraikan rambut Pandu yang
panjang belakang. Sebuah pohon besar bercabang besar dengan daunnya yang rimbun
terdapar di lereng bukit, tak jauh dari puncak bukit itu. Pandu bermaksud menuju
ke pohon itu untuk mencari tempat merebahkan badan. Toh dari sana ia masih bisa
melihat kilatan cahaya di langit seandainya sinar-sinar tadi bermunculan
kembali. Pohon itulah yang akan dijadikan tempatnya untuk tidur jika sang kantuk
sudah menyerangnya.
Namun sebelum ia mencapai pohon itu, sekelabat
bayangan melintasi gelapnya malam masih sempat tertangkap oleh pandangan mata
Pandu Puber. Dengan cepat langkah Pandu Puber membelok ke kiri untuk mengikuti
sesosok bayangan yang berkelebat itu. Ia menyelinap dari pohon yang satu ke
pohon yang lain. Sampai akhirnya Pendekar Romantis Dendam Dalang Setan
41 PENDEKAR ROMANTIS
terpaksa harus berhenti karena melihat sosok bayangan yang diikutinya itu tahutahu terpental ke samping dan menghantam sebatang pohon jati. Gerakan terpental
itu diawali dengan munculnya sinar hijau seperti bintang yang menghantam dari
arah kiri sosok bayangan tersebut.
"Uuhg...!" terdengar suara pekikan tertahan dari sosok bayangan yang diikuti Pandu
Puber itu. Mendengar suara pekik tertahan itu, Pandu dapat memastikan bahwa
bayangan yang diikuti itu adalah sosok bayangan seorang perempuan, karena memang
yang terdengar tadi adalah suara perempuan.
"Perempuan itu nggak bangun-bangun lagi" Hmm...
jangan-jangan dia mati dihantam sinar hijau tadi" Coba kutengok lebih dekat lagi."
Pandu Puber bergerak tanpa timbulkan suara. Setelah dekat dengan sosok bayangan
yang tad diikutinya, ie manjadi terkejut dan sedikit tegang. Hatinya menjadi
ragu dengan penglihatannya karena keadaan malam kurang meyakinkan apa yang
dipandangnya. Pandu Puber semakin ingin tahu, sehingga ia bergerak mendekati
pelan-pelan, seperti langkah maling mendekati rumah gedongan.
"Uuhg...! Aaahg...!" perempuan itu keluarkan suara
erangna tipis, samar-samar. Ia merintih, berarti ia terluka parah sekali.
Zlaap...! Pandu bergerak cepat kembali bersembunyi.
Karena pada waktu ia ingin melihat korban yang merintih lebih dekat lagi, tibatiba ia mendengar suara percakapan yang dilakukan oleh dua orang dari arah
tempat datangnya sinar hijau tadi.
"Habisi saja dia! Jangan beri kesempatan untuk hidup supaya penyusupan kita
nggak bocor dulu di pihaknya."
"Kurasa dia sudah modar! Jurus 'Bergala Hijau'-ku
nggak ada yang bisa mampu menahannya. Nggak ada orang yang selamat dari jurus
mautku itu, Silabang!"
Pandu melepas dua sosok bayangan biru yang ternyata adalah dua orang berpakaian
serba biru. Kedua orang tersebut adalah lelaki berperawakan tinggi agak kurus.
Yang Dendam Dalang Setan
42 PENDEKAR ROMANTIS
membedakan mereka hanya ikat kepala dan panjangnya
rambut. Yang berikt kepala merah berambut pendek, yang berikat kepala putih
berambut panjang sepundak. Dari jenis suaranya Pandu dapat perkirakan usia
mereka di atas empat puluh tahun. Wajah mereka tak jelas, tapi gerakan mereka
masih mampu terlihat jelas oleh Pandu Puber dari
persembunyiannya di balik sebantang pohon besar.
"Uuhh...aahhg...!" perempuan yang terkapar itu
merintih kecil.
"Silabang, ternyata dia masih hidup!"
"Ya sudah, habisi saja. Kalau kau nggak tega, biar
kuhabisi dengan golokku, Wisesa!"
Melihat yang bernama Silabang mencabut goloknya,
Pandu Puber segera lepaskan jurus pukulan 'Salju Kaget'
secara spontan. Wuut...! Gumpalan tenaga bergelombang dingin lepas dari telapak
tangan Pandu. Pukulan tanpa sinar itu dimaksudkan Pandu hanya untuk mendorong
Silabang agar terpental jauh dari perempuan itu. Tapi di luar dugaan ternyata
hawa salju yang menghantam telak dada Silabang itu bukan hanya membuat Silabang
terpental saja, namun juga membuat dadanya pecah seketika.
Bruuss...! "Silabang"! Silabang..."!" seru Wisesa dengan kaget,
lalu buru-buru menghampiri temannya. Ternyata temannya dalam keadaan sekarat,
dadanya pecah mengerikan. Untung saat itu tak ada cahaya seterang siang,
sehingga isi dada yang pecah serta darah yang menyembur ke mana-mana itu tak
terlihat jelas sehingga tak begitu mengerikan. Namun Pandu Puber tahu bahwa
Silabang segera kehilangan nyawanya beberapa hitungan setelah roboh dalam jarak
tujuh langkah dari perempuan yang terkapar itu.
"Kok bisa jadi begitu?" pikir Pendekar Romantis
bingung sendiri. "Padahal waktu kulepaskan jurus itu kepada Lemakwati nggak
sampai membuat dadanya jebol. Tapi
sekarang kok bisa bikin jebol dada" Jurus apa sih yang kumiliki ini" Ayah nggak
pernah bilang kalau punya jurus Dendam Dalang Setan
43 PENDEKAR ROMANTIS
salju yang bisa jebolkan dada orang sih. Maaf saja deh, aku nggak tahu kalau
akan begini jadinya."
Pandu Puber tampak menyimpan rasa sesal dalam
hatinya. Ia merenung sesaat hingga temukan kesimpulan bahwa Silabang ilnya tak
setinggi Lemakwati. Tentu saja Lemakwati hanya menggigil terbungkus busa salju
sebab ia berilmu tinggi, lapisan tenaga dalamnya cukup kuat untuk menahan
hantaman gelombang dingin itu. Tapi Silabang nggak punya lapisan tenaga dalam
tinggi, sehingga dadanya mudah jebol dan ditaburi busa-busa salju yang memutih.
Di tempat Silabang terkapar tak bernyawa, terdengar suara geram Wisesa yang
mengutuk pernyerang temannya itu.
Pandu Puber merasa akan terjadi pertarungan yang membawa korban antara dirinya
dengan Wisesa, atau Wisesa akan semakin murka kepada perempuan itu hingga tak
segan-segan membunuhnya.maka, sebelum hal itu terjadi Pandu Puber segera
menyambar perempuan yang terkapar itu dan
membawanya lari dengan gerakan melebihi kecepatan anak panah. Zlaap...! Tentu saja
hilangnya perempuan itu membuat Wisesa bingung dan semakin murka, sehingga ia
berteriak-teriak sendiri melepas kemarahannya sambil menghantamkan tenaga
dalamnya ke beberapa pohon.
Perempuan yang merintih dan terluka parah karena
serangan sinar hijau tadi ternyata seorang gadis yang memang sudah dikenal Pandu
Puber. Hanya saja, tadi Pandu sempat tak percaya dengan penglihatannya. Tapi
sekarang ia yakin betul bahwa gadis yang dibawanya lari itu adalah Belati Binal.
Pandu mengenal gadis berdada seperti mangkok bakso
itu ketika terlibat masalah kitab pusaka. Ingatan Pandu masih segar tentang
Belati Binal yang berusia sekitar dua puluh dua tahun itu, karena perpisahannya
dengan Belati Binal baru saja terjadi sekitar tujuh hari yang lalu. Belati Binal
adalah murid Nyai Camar Langit, penguasa Lembah Nirwana. Sedangkan Nyai Camar
Langit adalah kakak tirinya Ratu Cadar Jenazah.
Mereka menangani bermusuhan karena masalah pribadi.
Selama menangani kasus kitab yang berisi jurus maut bernama Dendam Dalang Setan
44 PENDEKAR ROMANTIS
'Lima Setan Bingung' itu, Pandu selalu didampingi oleh Belati Binal, sehingga
Pandu tahu bahwa gadis itu sukar tersenyum walau tetap cantik. Salah satu
kelebihannya ada di indera penciuman. Ia dapat mengingat bau keringat tiap
orang, sehingga ia dapat kenali siapa pemilik keringat orang yang menguntitinya
atau yang akan datang padanya. Kelebihan itulah yang membuat Pandu sering
menjulukinya sebagai
'Gadis Pelacak', (Lacak ada sendiri dalam serial Pendekar Romantis episode:
"Kitab Panca Longok" cukup berkeringat kok).
Sebuah tebing cadas tinggi mempunyai rongga mirip
gua. Di situlah Pandu membawa Belati Binal dan
mengobatinya. Luka yang diderita gadis pelacak itu cukup parah. Bagian dalam
dadanya nyaris terbakar habis. Hawa panas yang tertanam dalam tubuhnya adalah
hawa panas gaib yang sukar dipadamkan dengan hawa dingin si penderita.
Tetapi dengan mempergunakan jurus 'Hawa Bening' yang berupa sinar putih bening
dari ujung jari Pandu, maka luka bakar itu dapat segera diredam dan dipulihkan
kembali. Nyala api unggun yang dibuat Pandu membuat wajah
Belati Binal tampak terperanjat ketika mengetahui siapa orang yang
menyelamatkannya.
"Kau..."!"
Pandu sunggingkan senyum keramahan yang menawan.
Tapi gadis itu tetap tak mau tersenyum sedikit pun kecuali hanya menarik nafas
dan menghempaskannya dengan
perasaan lega. Ia duduk di depan Pandu yang jongkok tak jauh darinya. Matanya
yang bundar memandang Pandu tak
berkedip sekitar tiga helaan napas. Lalu ia buang muka dengan alasan menggerakgerakkan tangannya yang terasa punya tenaga lagi, dan menarik-narik napasnya
yang terasa begitu lapang, tidak sepanas dan sesesak tadi.
"Apa yang terjadi Belati Binal"!"
"Kau kan tah kalau aku hampir mati, kok masih tanya?"
jawab Belati Binal dengan lagaknya yang selalu nampak ketus dan sedikit angkuh,
namun sebenarnya hati gadis itu tidak Dendam Dalang Setan
45 PENDEKAR ROMANTIS
seketus dan seangkuh raut wajahnya.
"Kau diserang seseorang. Yang satu bernama Wisesa,
satunya lagi bernama Silabang!"
"Mereka orangnya Dalang Setan!"
"Ooo..." Pandu manggut-manggut tampak serius. "Ada
persoalan apa sehingga mereka bernafsu untuk
membunuhmu?"
"Dalang Setan masih menuntut kematian Dupa Dulang
kepadaku, tapi yang dituntut adalah guruku Nyai Camar Langit. Guru dipaksa untuk
menghukumku seberat mungkin, tapi Guru nggak mau, bahkan Guru terang-terangan
membelaku sehingga Dalang Setan makin murka. Sudah dua hari ini kami diganggu."
"Diganggu bagaimana?" Pandu makin tertarik.
"Dalam dua malam ini sudah empat temanku di lukai
dengan racun 'Kelabang Mimpi', dan kami tak bisa
mengalahkan racun itu."
"Apa bahayanya racun itu?"
"Yang jelas, orang yang terkena racun 'Kelabang
Mimpi' selalu dicekam perasaan takut yang amat besar.
Memandang apa saja selalu menakutkan, bahkan memandang Guru sendiri seperti
memandang setan yang mengerikan.
Selama dua malam kami terganggu oleh jeritan-jeritan mereka.
Dan malam ini Dalang Setan kirimkan ilmu teluhnya untuk membunuh guruku, tapi
oleh Guru segera dilawannya dan berhasil digagalkan. Kalau kau tadi melihat dua
sinar di angkasa saling beradu, itulah pertarungan ilmu teluh Dalang Setan dan
guruku. Lalu, aku bertekad temui Dalang Setan malam ini juga untuk selesaikan
urusan sendiri supaya tidak timbul korban lain. Tapi agaknya kedua orang yang
kau sebutkan namanya itu kebetulan beRembulan Pantaipasan denganku dan mereka
menyerangku. Tapi kurasa tujuan utamanya adalah mengganggu pihakku dengan
melepaskan racun 'Kelabang Mimpi', padahal racun itu ciptaan Dalang Setan dan
hanya dia yang bisa mengobati orang yang terkena racun tersebut."
Dendam Dalang Setan
46 PENDEKAR ROMANTIS
Pandu Puber tertawa pendek tanpa suara, lalu gelenggeleng kepala sambil
menggumam, "Ilmu teluh..." Rupanya Dalang Setan masih suka bermain dengan ilmu
teluh" "Aku harus ke sana menemuinya sekarang juga!"
"Jangan. Aku yakin ilmumu masih di bawah ilmunya.
Kau nggak bakalan bisa kalahkan dia. Biar aku saja yang hadapi si Dalang Setan
itu." "Nggak bisa! Kamu nggak boleh campuri urusan ini.
sekarang urusan ini sudah jadi urusan pribadiku mutlak!"
"Hei, ingat... Dalang Setan pernah menantangku
bertarung di Jurang Karang Keranda!"
"Ya, aku ingat. Tapi pertarungan itu akan terjadi kurang tiga hari lagi."
"Akan kupercepat. Barangkali juga tak perlu harus ke Jurang Karang Kerenda."
Belati Binal tidak bisa bicara lagi. Wajah Pendekar Romantis memperlihatkan
kebulatan tekadnya yang nggak bisa dicegah lagi. Namun hati Belati Binal diamdiam menyimpan kecemasa, karena empat hari yang lalu ia
mendengar kabar bahwa Ratu Cadar Jenazah menyatakan kesediannya membantu pihak
Dalang Setan jika musuh
Dalang Setan yang akan dihancurkan adalah Nyai Camar Langit. Jika sampai Pandu
berhadapan dengan Dalang Setan, tentunya pihak Ratu Cadar Jenazah akan ikut
menyerang Pendekar Romantis. Padahal kesaktian Ratu Cadar Jenazah jika
digabungkan dengan ilmunya si Dalang Setan akan menjadi suatu kekuatan yang
sulit ditumbangkan.
"Kalau kularang, dia pasti akan marah padaku," pikir Belati Binal. "Kalau
kubiarkan dia dapat mengalami celaka, bisa-bisa membawa kematiannya tiba. Lalu
bagaimana aku harus mencegah niatnya itu" aku harus menggunakan siasat agar
Pandu tidak berhadapan dengan dua kekuatan yang membahayakan itu."
Dendam Dalang Setan
47 PENDEKAR ROMANTIS
-----------------------------------------------------------------------------LIMA -----------------------------------------------------------------------------ALAM itu juga Pendekar Romantis mendesak
Belati Binal untuk pulang ke Lembah Nirwana.
M Perdebatan terjadi cukup sengit, sebab Belati
Binal tidak setuju dengan rencana Pandu menghadap Nyai Camar Langit untuk
bicarakan rencananya mengambil alih persoalan tersebut. Belati Binal termasuk
gadis yang keras kepala, sehingga perbantahannya nyaris menimbulkan
pertarungan di dalam gua. Emosi Pandu memang menjadi tinggi, tapi emosi gadis
pelacak itu tiga kali lipat lebih tinggi dari emosi Pandu.
"Kau jangan meremehkan aku, Pandu! Sekali pun aku
dulu pernah hampir mati di tangan Dalang Setan, tapi sekarang hal itu nggak
bakalan terjadi lagi, karena Guru sudah memberitahukan padaku bagaimana melawan
ilmunya Dalang Setan itu!"
"Tapi kau tetap akan kalah, karena Dalang Setan pun tentunya telah menyiapkan
jurus andalannya. Sekali gebrak kamu bisa amblas ke neraka!"
"Kau pikir mudah mengalahkan aku, ya" Coba saja kau sendiri yang tumbangkan aku
sekarang juga! Majulah, dan akan kulumpuhkan kau dengan jurus simpananku yang
selama ini baru dua kali kugunakan itu! ayo, majulah kau kalau kau memang ingin
buktikan kekuatanku!" tantang Belati Binal.
Pendekar Romantis segera sadari ketegangan tersebut.
Ia tak mau hanyut dalam ketegangan yang dapat timbulkan bahaya bagi kedua belah
pihak. Akhirnya Pandu Puber hanya menghela napas panjang-panjang dan
menghempaskannya dengan sentakan kejengkelan. Pandu pun akhirnya duduk di atas
sebongkah baru gua setinggi lutut. Ia diam termenung di sana hingga beberapa
Pendekar Romantis 07 Dendam Dalang Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saat lamanya, sedangkan Belati Binal Dendam Dalang Setan
48 PENDEKAR ROMANTIS
cemberut di pojokan sambil duduk melonjorkan kedua kaki, matanya pandangi nyala
api unggun. Lama sekali mereka dicekam sepinya malam. Belati
Binal nggak bisa bertahan bisu lebih lama lagi. Pandangan matanya yang sesekali
dilemparkan ke wajah Pandu yang tampak murung itu membuat hatinya terusik
gelisah, akhirnya ia dekati pemuda ganteng bermata kebiruan itu, lalu ia berkata
dengan suara bernada rendah. Tapi wajahnya tetap tampak cemberut menahan
kekesalan hati. Sebenarnya kekesalan hati itu adalah kecemasan yang berlebihan,
yaitu kecemasan tentang keselamatan Pandu Puber jika harus berhadapan dengan dua
tokoh berilmu tinggi itu. dalam hati kejujuran Belati Binal, sebenarnya ia tak
ingin Pandu Puber celaka gara-gara kasusnya itu. ia sangat menyayangkan jika
pemuda setampan Pandu menjadi cacat atau mati hanya membela perkara seperti itu.
"Apakah kau yakin betul kalau mampu melawan
Dalang Setan yang dibantu Ratu Cadar Jenazah?"
Pandu melirik gadis cantik berdada montok itu. Ia
menarik napas untuk membuang kedongkolan dalam hatinya, setelah itu baru
menjawab dengan mata tertuju ke tempat lain.
"Kalau aku bicara dulu dengan gurumu, setidaknya
gurumu akan memberikan titik kelemahan Ratu Cadar Jenazah dan Dalang Setan."
"Apakah kau belum tahu kelemahan mereka?"
"Yang kutahu, aku mempunyai jurus-jurus yang dapat
untuk menumbangkan mereka. memang sebenarnya aku tak perlu menanyakan kelemahan
mereka kepada gurumu, tapi setidaknya pertanyaan itu merupakan alasan bagiku
untuk mengambil alih perkaran ini, Belati Binal!"
Belati Binal jauhi Pandu sambil menggenggam
kecemasan. Ia mendekati api unggun dan memandanginya lagi dalam ketermenungan.
Sesaat kemudian terdengar suaranya yang kaku itu berkata,
"Kalau kamu mau nekat begitu, terserah kamu sajalah!
Tapi aku nggak mau membantumu saat melawan mereka! biar Dendam Dalang Setan
49 PENDEKAR ROMANTIS
kamu tahu kalau ngototmu titu berakibat parah bagi dirimu sendiri."
Pandu memandang sebentar, kemudian berkata,
"Mengapa kau berubah pikiran begitu?"
"Aku nggak mau cekcok terus denganmu. Aku bosan
cekcok!" Lalu ia palingkan wajah hingga memandang Pandu dan menyambung kata,
"Kamu nggak ngerti perasaanku yang sebenarnya sih!"
Kata-kata itu agak aneh bagi si ampan bernting-anting satu itu. ia bangkit dan
dekati gadis berhidung bangir dan berbibir mungil menggairahkan. Dipandangi
wajah itu selama dua helaan napas, dinikmati kecantikan mungil yang ada di wajah
Belati Binal, kemudian diperdengarkan pula suaranya yang punya nada lembut namun
tetap mencerminkan
ketegasan bersikapnya.
"Perasaan yang bagaimana maksudmu" Katakan
sejujurnya, Belati Binal!"
Gadis pelacak itu gelengkan kepala. Menggelengnya
agak lama, sebab kalau terlalu lama bisa bikin pusing kepala sendiri. Setelah
menggeleng, Belati Binal pun segera berkata dengan mata tetap tertuju ke mata
bening Pendekar Romantis.
"Suatu saat kau akan tahu sendiri tentang perasaanku."
"Katakan sekarang juga atau aku pergi tak mau temui kau lagi?" Pandu mencoba
menggertak secara halus.
Dengan agak berat Belati Binal akhirnya berkata,
"Perasaanku padamu seperti perasaan seorang... seorang...
seorang cucu kepada kakeknya."
"Sial!" Pandu tersenyum tawar. "Kau kira usiaku sudah mencapai delapan puluh
tahun?" Pandu bersungut-sungut.
Harapan ang ditunggu tak datang. Gadis pelacak itu
tetap tidak tersenyum walau ia sendiri yang melemparkan canda ringan untuk
ditertawakan. Pandu Puber jadi jengkel, lalu ia menggelitik pinggang Belati
Binal. Tapi tiba-tiba...
tab! Tangan itu ditangkap dan ada dalam genggaman Belati Binal. Gadis itu
berkata ketus, "Kamu nggak bakalan bisa mencuri pisauku walau
Dendam Dalang Setan
50 PENDEKAR ROMANTIS
hanya satu buah saja! Jangan biasakan lagi pekerjaan lamamu itu, Pandu."
"Pekerjaan lama apa?"
"Menjambret barang orang!"
"Konyol kamu, ah! sudah, sudah, kita segera temui
gurumu dulu, yuk" Jangan menunda masalah ini karena Dalang Setan tak mau menunda
dendamnya pula. Kita harus bergerak lebih cepat dan jangan sampai kalah cepat
dengan gerakannya."
"Kalau memang tekadmu sudah bulat begitu, sebaiknya sekarang juga kita harus
berangkat supaya sampai di Lembah Nirwana hari masih gelap. Biar tak ada orang
yang tahu kalau aku datang bersamamu."
"Memangnya kenapa kalau ada yang tahu?"
"Sekadar menghindari keributan di antaar murid wanita saja!" jawab Belati Binal
sambil melengos dengan wajah masih cembeut. Pandu Puber mengerti maksudnya,
sehingga ia tertaa pelan bagaikan orang menggumam.
"Rupnya dia nggak mau kalau aku jadi bahan tontonan teman-teman wanitanya di
sana! Ada rasa tak rela kalau gadis lain mengagumiku. Hmm... aneh juga cewek yang
satu ini! gregetan sekali aku jadinya. Enaknya dicium saja, ah... siapa tahu dia kasih
balasan lebih galak lagi, sesuai dengan namanya; Belati Binal, sudah tajam,
galak lagi! Kan asyik kalau dapat cewek yang kayak gitu. Coba, ah... mudah-mudahan
dia nggak marah setelah kucium!"
Pandu Puber mendekat dari belakang. Tangannya ingin meraih pundak Belati Binal
untuk memutar tubuh gadis itu biar berhadapan dengannya. Namun baru saja tangan
terulur, si gadis sudah berpaling lebih dulu dan menghadap ke arahnya dengan
berkerut dahi, memandang tajam, malah sekarang bertolang pinggang. Pandu Puber
cengar-cengir malu sendiri.
"Mau apa kau?" hardiknya.
"Nggak mau apa-apa kok," jawab Pandu berlagak
bersungut-sungut.
"Kita berangkat sekarang juga!" kata Belati Binal.
Dendam Dalang Setan
51 PENDEKAR ROMANTIS
Nggak peduli malam berudara dingin kayak di Puncak, mereka berdua menerabas
hutan menuruni lereng perbukitan.
Kecepatan gerak Belati Binal tertinggal oleh Pandu Puber.
Gadis pelacak itu menggerutu dalam hatinya,
"Sial! Gerakannya susah diikuti. Benar-benar tinggi ilmu peringan tubuhnya.
Padahal tadi di dalam gua kalau aku benar-benar dijajal olehnya, sekali gebrak
bisa celeng beneran aku!"
Belati Binal berusaha menyusul Pandu tapi tak pernah berhasil, sehingga sesekali
ia terpaksa berteriak mengingatkan arah yang ditempuh Pandu sala. "Belok kiri,
Goblok!" Pendekar Romantis tertawa pelan, merasa geli
digoblok-goblokkan gadis semanis itu. Hatinya membatin,
"Biar digoblokkan seratus kali rasanya senang aja hati ini.
mungkin karena yang mengucapkan dia. Coba kalau yang mengucapkan Lemakwati, uh...
sakit hati deh rasanya."
Wwuttt...! "Apa itu"!" Pendekar Romantis sempat terperanjat
sekejap dan setelah itu ia bagai tak sadarkan diri. Tapi karena Belati Binal ada
di belakangnya, maka Belati Binal tahu persis apa yang terjadi saat itu.
Seberkas sinat biru samar-samar di keremangan malam melintas cepat di sisi kanan
mereka. sinar biru itu seperi petir yang menyambar tanpa suara dalam gerakan
datar. Sinar itu berkelebat cepat menghantam pinggang Pendekar Romantis.
Pada saat sinar itu kenai Pendekar Romantis, cahaya biru memancar dari tubuh
Pandu dalam sekejap.
Blapp...! Padamnya sinar tanpa suara itu bersamaan dengan
tumbangnya Pandu ke belakang. Blukk...! Pada saat itu nyawa Pandu terasa melayanglayang di udara dan sekujur tubuhnya tak dapat digerakkan lagi. Tapi
kesadarannya masih ada.
Masih bisa merasakan sakit di punggungnya karena
membentur batu. Masih bisa pula mendengar suara langkah seorang dari kanan, juga
masih mendengar suara Belati Binal memekik kaget memanggil namanya.
Dendam Dalang Setan
52 PENDEKAR ROMANTIS
"Panduu...!" Nada cemas terdengar jelas, tak dapat
dipungkiri lagi.
Dalam keremangan malam itu Belati Binal melihat
sosok seorang perempuan berpakaian ketat hijau muda. Dalam selintas saja Belati
Binal bisa cepat kenali siapa perempuan muda berpenampilan tomboy dengan rambut
cepaknya. "Prabawati..."!" hardik Belati Binal. Orang yang
dipanggil sebagai Prabawati itu tak lain adalah Rembulan Pantai, salah satu
pengawal Ratu Cadar Jenazah.
Rupanya keduanya sudah saling kenal, sehingga
Rembulan Pantai pun bicara dengan sikap menantang Belati Binal, "Ya, memang aku
yang menyerangnya! Mau apa kau"
Sakit hati"! Mau balas dendam" Majulah kalau kau merasa mampu mengalahkan aku!"
"Apa maksudmu menyerangnya, hah"!"
"Dendam pribadiku belum lunas! Kusangka ia sudah
mati oleh 'Tapak Kubur'-ku, ternyata masih segar bugar bersamamu! Kali ini ia
tak akan lolos dari juru 'Guruh Samudera'-ku!"
"Kali ini pun kau tak akan bisa lolos dari jurus 'Pisau Naga'-ku. Heeat...!"
Wut, wut...! Crab...!
Dalam sekali gerak menebar, tiga pisau tercabut cepat dan melesat secara
berurutan beda arah. Rembulan Pantai kelabakan dan sangat panik. Dua pisau mampu
dihindari dengan satu lompatan menyamping dan ayunan kepala
merunduk. Tapi pisau ketiga tak mampu dihindari karena kedatangannya di luar
dugaan. Pisau itu menancap telak di lambung Rembulan Pantai.
"Ehhg...! Setan! Hiaah...!" Rembulan Pantai melesat
dalam satu lompatan. Tubuh itu menyamabr Belati Binal dengan gerakan mencabut
pedang. Namun belum sampai
pedang tercabut, belum sampai kaki menerjang, tahu-tahu tubuh Rembulan Pantai
jatuh tersungkur di tanah. Pisau yang menancap di lambungnya terasa susah
dicabut. Racunnya melemahkan persendian.
Dendam Dalang Setan
53 PENDEKAR ROMANTIS
Bruss...! "Celaka!" pikir Rembulan Pantai. "Racun di pisau ini sangat berbahaya. Tak
mungkin kulakukan pembalasan saat ini. bisa habis riwayatku di tangannya!"
Rembulan Pantai berusaha bangkit. Belati Binal
kelebatkan tangannya dalam satu lemparan menyamping dan sebilah pisau melayang
cepat mengarah leher kanan Rembulan Pantai.
Wuuttt...! Untung Rembulan Pantai berhasil meliukkan kepala
lagi sehingga pisau itu terhindar dari lehernya. Tanpa meninggalkan pesan dan
kesan apalagi kata kenangan.
Rembulan Pantai melesat pergi tinggalkan tempat itu. Hilang di balik kerimbunan
malam bersemak.
"Berhenti kau!" teriak Belati Binal yang segera
mengejar ke arah yang sama. Namun ternyata ia kehilangan jejak. Keringat
lawannya tercium di arah selatan. Belati Binal bermaksud mengejar ke selatan,
tapi ia segera ingat keadaan Pendekar Romantis, sehingga ia membatalkan niatnya.
Baginya keselamatan Pendekar Romantis lebih penting dari pada mengejar Rembulan
Pantai. Menurutnya Rembulan Pantai bisa mati di perjalanan karena termakan racun
dalam pisaunya itu. racun tersebut bekerja dengan cepat dan ganas, sukar
disembuhkan. Kalau saja Rembulan Pantai bisa bertahan sampai bertemu Ratu Cadar
Jenazah, maka ia akan selamat, karena sang Ratu termasuk salah satu orang yang
ahli dalam hal racun meracun.
Pandu tak bisa membuka mata. Namun hatinya masih
bisa bicara, "Sialan! Aku dibiarkan terkapar di tempat berembun begini. Konyol
juga si Belati Binal itu. Pakai mau kejar Rembulan Pantai segala. Kena tacun
'Tapak Kubur' baru tahu rasa lu!"
Pandu tahu siapa yang menyerangnya secara tiba-tiba itu. suara percapakan kedua
gadis tersebut bisa diterima pendengarannya. Hanya itu yang bisa dilakukan
Pandu, tapi tak ada gerakan yang mampu dilakukan walau sedikit pun.
Dendam Dalang Setan
54 PENDEKAR ROMANTIS
Dan hati Pandu menjadi lega ketika ia mendengar langkah kaki mendekat. Ia yakin
itu suara langkah kaki Belati Binal.
Suara si gadis pelacak pun di dengarnya walau pelan.
"Jahanam itu pasti punya maksud tertentu hingga
malam-malam masih keluyuran di perbatasan wilayahku! Aku jadi curiga
terhadapnya. Pasti ia dari Lembah Nirwana dan dalam perjalanan pulang atau... ah,
persetan dengan si Prabawati keparat itu! aku harus selamatkan pemuda ini dari
pengaruh mati darah akibat jurus 'Guruh Samudera'-nya itu.
Tapi, jelas tak mungkin bisa kulakukan sendiri. Sebaiknya kubawa kepada Nyai
Guru saja, biar Nyai Guru yang
sembuhkan!"
Wuuttt...! Tubuh Pandu segera dipanggulnya lalu
Belati Binal membawanya pergi menuju Lembah Nirwana. Ia harus melewati bentangan
persawahan untuk melewati lembah berikutnya. Sebab jika ia melintasi sebuah desa
di dekat situ, ia takut keadaannya yang memanggul Pandu menjadi pusat kecurigaan
penduduk desa yang sedang meronda. Maka
diputuskanlah langkahnya melintasi persawahan.
Tetapi kala itu angin berhembus membawa udara makin dingin. Udara lembab
menandakan datangnya bintik-bintik hujan dari arah utara. Belati Binal merasakan
sebentar lagi akan turun hujan jika angin berhembus ke arah selatan.
Kecepatan gerak larinya dikawatirkan akan terkejar oleh turunnya hujan.
Gerimis rintik-rintik mulai turun. "Benar juga
dugaanku. Kayaknya aku harus mencari tempat untuk
berteduh dan membiarkan hujan lewat lebih dulu, baru perjalanan ini kuteruskan."
Sebuah gubuk di tengah sawah menjadi sasaran
persinggahan Belati Binal. Di gubuk berlantai panggung dari belahan bambu itu
tubuh Pandu Puber dibaringkan. Geimis makin hebat, tapi masih tetap berstatus
gerimis, belum naik pangkat menjadi hujan. Alam sepi dan angin kencang
membuat Belati Binal ikut duduk di atas lantai panggung yang menyerupai sebuah
balai-balai lebar. Agaknya gubuk tengah Dendam Dalang Setan
55 PENDEKAR ROMANTIS
sawah itu biasa digunakan oleh para petani untuk beristirahat siang. Gubuk itu
mempunyai tiga dinding masing-masing separo bagian. Bagian ke atas sampai atap
kosong tanpa dinding bambu, sedangkan bagian depan gubuk sama sekali tanpa
dinding pembatas.
Belati Binal sengaja rapatkan tubuh Pandu ke salah satu dinding supaya tidak
terkena gerimis yang terhembus angin dari utara. Ia duduk di samping pemuda itu
dengan perasaan cemas. Sesekali mengusap kening Pandu yang berkeringat dingin
sebagai tanda pembekuan darah kian terjadi lebih kuat dari yang tadi. Jurus
'Guruh Samudera' bersifat membekukan darah, mematikan urat dan melepas seluruh
persendian. Tetapi Belati Binal tidak tahu bahwa jurus itu tidak mematikan rasa
bagi si penderita, sehingga panca inderanya masih bisa digunakan kecuali mata,
sebab kelopak mata terkatup lemas tak bisa digerakkan. Tapi penciuman,
pendengaran, peraba, semua masih berfungsi. Jantung masih berdetak walau lambat
sekali. Nantinya detak jatung akan hilang dan berhenti sama sekali jika
pembekuan darah sudah memenuhi bagian kantung jatung. Jika keadaan begitu maka
Pendekar Romantis 07 Dendam Dalang Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
si penderita sudah pasti mati tanpa nyawa sedikit pun.
Gerimis agak deras.
"Kasihan sekali dia," gumam hati Belati Binal.
Tangannya masih mengusap keringat yang membasah di leher Pandu, kening, pelipis,
dada dan tangannya. Usapan yang lembut ternyata hadirkan sentuhan mesra yang
menggelitik hati Belati Binal. Maka berkecamuklah benak sang gadis pelacak itu
di sela gemuruh gerimis melebat.
"Hatiku tak bisa menerima kenyataan seperti ini. tak rela jika ia disakiti
orang. Ah, terlalu cengeng hatiku ini!
persaanku sudah gila. Dia bukan apa-apaku tapi kenapa aku punya hasrat pembelaan
begitu besar padanya" Dia sering mengjengkelkan hatiku. Anehnya sejak dulu aku
tak bisa melupakannya."
Ucapan batin itu tanpa disadari berubah menjadi ucapan bibir yang bersuara
bisik. Belati Binal tak tahu kalau Pandu Dendam Dalang Setan
56 PENDEKAR ROMANTIS
Puber bisa mendengarkan suara di sekelilingnya, sehingga ia bicara dengan
seenaknya saja tanpa rasa malu dan kikuk.
Tangannya sendiri bergerak terus mengusap-usap kening, rambut, leher, bahkan
dada tanpa canggung lagi. Barangkali kalu ia tidak menduga bahwa Pandu dalam
keadaan pingsan, ia tak akan berani melakukan hal itu, bahkan mungkin tak sudi
walaupun sangat ingin menjamah sejak perjumpaan dalam kasus Kitab Panca Longok
itu. Hasrat untuk menjamah dilampiaskan malam itu dengan menggunakan 'aji
mumpung' yaitu mumpung Pendekar Romantis pingsan. Kapan lagi ia bisa menjamah tubuh si
tampan yangiam-diam dikaguminya itu kalau bukan pada saat pingsan, seperti
anggapannya malam itu.
"Rasa-rasanya memang hatiku mengalami perubahan
sejak bertemu denganmu, Pandu. Aku tak berani katakan apakah itu yang namanya
cinta atau bukan, tatpi yang jelas aku selalu merasa ingin bertemu denganmu.
Cuma selama ini aku masih mampu menahan diri dengan mengalihkan pikiran pada
persoalanku dengan Dalang Setan itu. Kebetulan sekali Yang Maha Kuasa
mempertemukan kita kembali di malam sedingin ini. Tak mampu lagi aku menahan
hasratku untuk membelaimu. Kau benar-benar menumbuhkan keindahan yang aneh di
dalam hatiku, Pandu. Cuma, kamu sering nakal, aku jadi jengkel sama kamu! Tapi
sebenarnya nakalmu itu nakal indah. Kadang aku rindu kenakalan matamu, kenakalan
senyummu, dan... ah, nggak tahu nih! Kayaknya aku sudah gila kok!"
Mendengar ucapan itu Pandu hanya bisa tertawa dalam hati dan berkata, "Makanya
janga munafik, Neng! Kalau mau bilang saja mau, kalau suka bilang saja suka,
jangan pakai berlagak sombong dan ketus padaku. Kamu sok acuh sih, sok menyimpan
senyuman, akhirnya aku jadi nggak tahu kalau kau suka padaku, Neng. Kasihan juga
kau sebenarnya.
Terserah deh, mau kau apakan aku malam ini, itu sudah kekuasaanmu karena aku tak
berdaya. Apa pun yang ingin kau lakukan, percayalah aku merasakannya dengan
senang hati, Dendam Dalang Setan
57 PENDEKAR ROMANTIS
Neng!" Gerimis makin lebat. Sudah bisa dikatakan semi hujan.
Hawa dingin membuat badan Belati Binal bergidik sesekali.
Lalu ia merebah di samping Pandu dan berkata bagaikan bicara pada diri sendiri.
"Kayaknya memang harus menginap di sini sampai
tunggu hujan reda. Kalau nekat teruskan perjalanan, sakitmu bisa jadi lebih
parah karena terkena air hujan. Setidaknya kau akan masuk angin dan aku tak mau
kau sakit seringan apa pun," sambil memiringkan badan dan mengusap-usap rambut
Pandu. Kepalanya terangkat dan ditopang dengan tangan kirinya.
"Bibirnya menggemaskan sekali," ucapnya lirih, tetapi didengar Pandu. "Ah,
dadaku bergemuruh hebat. Oh, ingin sekali aku membenamkan diri dalam pelukanmu,
Pandu. Tapi..." Gerimis naik pangkat menjadi hujan deras. Hawa
dingin yang mencekam membuat pikiran gadis itu kian kacau, hasrat cintanya
meletup-letup, keberaniannya semakin meronta-ronta. Ia tak tahan, akhirnya
dengan pelan-pelan ia cium wajah pemuda tampan itu.
Dikecupnya bibir Pendekar Romantis dengan pelan dan penuh perasaan. Cuup...! Bibir
itu dilumatnya, kadang digigit kecil untuk melepaskan kegemasan hati yang
dicekam hasrat bercumbu begitu memburu.
Pelan-pelan kecupan itu dilepaskan. Gadis itu menarik napas karena tadi hampir
kehabisan napas saat melumat bibir Pandu penuh gairah cinta. Pada saat itu hati
Pandu sebenarnya berkata,
"Asyik...! Indah sekali. Lagi dong...!"
Dendam Dalang Setan
58 PENDEKAR ROMANTIS
-----------------------------------------------------------------------------ENAM -----------------------------------------------------------------------------EREMPUAN berjubah putih berdiri tegak menatap
Pendekar Romantis yang pagi itu datang bersama
P Belati Binal. Perempuan berarmbut abu-abu
dikonde tengah masih kelihatan berusia separo baya, sekitar empat puluh tahunan,
tapi sebenarnya usia aslinya dua kali lipat dari usia yang tampak sekarang.
Perempuan berwajah tegas penuh wibawa dan kharisma itu tak lain adalah Nyai
Camar Langit. Penguasa dari Lembah Nirwana yang menjadi gurunya Belati Binal.
Sikapnya cukup tenang ketika ia berkata, "Kalian
terlambat!"
"Apa maksudmu, Nyai?" tanya Pendekar Romantis
yang sudah berhasil disembuhkan oleh Nyai Camar Langit.
"Beberapa utusan dari Ratu Cadar Jenazah tadi malam menyergap tempat kami
mencari Belati Binal. Mereka terang-terangan memihak Dalang Setan, walau aku
tahu itu hanya sebuah alasan bagi Ratu Cadar Jenazah untuk menghancurkan
diriku." "Apakah termasuk Rembulan Pantai?"
"Ya, dia yang memimpin lima utusan itu dan berhasil menculik cucuku; Dewi Padi."
"Dewi Padi..."!" Belati Binal terkejut dan menjadi
tegang. "Mereka berhasil menawan Dewi Padi dan membuatku
tak berkutik. Mereka membawanya lari ke Bukit Gulana.
Tebusannya adalah penyerahan dirimu ke Ratu Cadar
Jenazah." "Kurang ajar!" geram hati Belati Binal. "Mengapa Ratu Cadar Jenazah jadi ikut
campur secara terang-terangan"! Ini bukan urusannya, Nyai Guru!"
Dendam Dalang Setan
59 PENDEKAR ROMANTIS
"Ada sebuah pusaka yang dikehendaki Ratu Cadar
Jenazah. Pusaka itu adalah 'Cemeti Mayat'. Pusaka milik mendiang Nyai Titah
Bumi, neneknya Dalang Setan. Cemeti itu ada di dalam makam Nyai Titah Bumi.
Hanya Dalang Setan yang berhak mengambilnya, karena dialah pewaris pusaka
'Cemeti Mayat' itu. Ratu Cadar Jenazah ingin menukar dirimu dengan cemeti itu.
karenanya, kulihat Rembulan Pantai berpisah arah dengan kelima utusan yang
membawa lari Dewi Padi, ia menuju ke timur untuk temui Dalang Setan. Dan...
barangkali dalam perjalanan ke sana itulah, ia bertemu dengan kalian dan
menyerang Pandu Puber."
Belati Binal tampak mendendam murka. Dewi Padi
adalah cucu sang Guru yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri oleh Belati
Binal. Nggak heraen kalau Belati Binal jadi sewot berat mendengar Dewi Padi
dijadikan sandera oleh Ratu Cadar Jenazah. Pantas saja kalau wajah si gadis
pelacak itu menjadi merah, karena hasratnya untuk pergi temui Ratu Cadar Jenazah
sangat besar dan berkobar-kobar. Tetapi sang Guru melarangnya.
"Jangan mau mati konyol di tangan manusia sesat
seperti si Ratu Cadar Jenazah itu."
"Tapi saya harus selamatkan jiwa Dewi Padi, Nyai
Guru! Saya tidak bisa biarkan Dewi Padi terusik oleh mereka!"
"Aku sangat mengerti persaanmu," kata Nyai Camar
Langit dengan sikap tenang dan tampak berwibawa sekali.
"Tetapi sebelum bertindak hendaknya pertimbangkan dulu jalannya."
"Saya akan serahkan diri dan rela ditukar dengan Dewi Padi," sahut Belati Binal
dengan penuh luapan emosi yang tertahan.
"Redakan dulu murkamu. Aku tak tela kalau kau jadi
tawanan Dalang Setan, tapi juga tak rela jika cucuku ditawan Nyai Camar Langit.
Kalau aku datang dan menyerang, maka cucuku dalam ancaman mati. Ini sangat
membahayakan."
"Sebaiknya biar kutangani saja, Nyai Camar Langit,"
Dendam Dalang Setan
60 PENDEKAR ROMANTIS
sahut Pendekar Romantis dengan tegas dan jelas. "Limpahkan semua perkara ini
padaku, dan aku akan selesaikan sendiri tanpa mengorbankan cucumu atau muridmu!"
"Aku nggak setuju!" cetus Belati Binal dengan suara keras bersikap protes.
"Sebaiknya kau istirahat dulu, Belati Binal," ujar sang Guru.
"Nggak mau! Saya mau berangkat ke Bukit Gulana
sekarang juga, Nyai Guru!"
"Belati Binal!" seru sang Guru dengan nada menyentak wibawa. "Kau kena sangsi
karena menentang keputusan Guru."
"Guru..."!"
"Kau tak kuizinkan keluar dari perguruan selama tujuh hari!"
"Guru, saya... saya..."
"Ini keputusan perguruan! Kau bisa menentangnya jika kau keluar dari perguruan!"
tegas Nyai Camar Langit tampak dipaksakan untuk tega mengatakannya.
Belati Binal tundukkan kepala, raut wajahnya berubah sedih. Tapi dari helaan
napasnya tampak ia masih menyimpan kemarahan yang menyesakkan dada. Belati Binal
tak berani menentang keputusan itu. Ia sangat hormat kepada gurunya.
Tak heran jika keputusan itu terasa memukul batinnya begitu kuat dan membuat
tangannya gemetar.
"Pergilah ke belakang dan biarkan aku bicara dengan Pendekar Romantis," kata
sang Guru. "Baik, Nyai Guru..." jawabnya patuh, lalu dengan
langkah gontai ia pergi tinggalkan tempat pertemuan itu.
Pandu Puber memandanginya dengan sedih pula. Lalu, Pandu mencoba berkata dengan
hati-hati kepada Nyai Camar Langit.
"Apakah keputusan itu tidak terlalu kejam bagi gadis seberani dia, Nyai?"
Dengan suara pelan sang Nyai menjawab, "Hanya
siasat untuk selamatkan nyawanya saja. Sebenarnya aku tak ingin keluarkan sangsi
seperti itu kecuali kepada murid yang Dendam Dalang Setan
61 PENDEKAR ROMANTIS
melakukan pelanggaran kelewat batas."
Pandu Puber manggut-manggut. Setelah diam sejenak,
Nyai Camar Langit mulai perdengarkan suaranya lagi dengan tenang,
"Kalau boleh kutahu, apa yang membuatmu ingin
mengambil alih persoalan ini, Pandu Puber" Apakah... apakah karena kau punya
maksud tertentu kepada muridku Belati Binal?"
Pandu Puber sunggingkan senyum kalemnya. "Dalang
Setan pernah menantangku bertarung, tepatnya di Jurang Karang Kerenda dua hari
lagi. Tapi aku ingin mempercepat pertarungan itu tiba."
"Tapi Ratu Cadar Jenazah pasti akan ikut campur dan membela Dalang Setan demi
mengincar pusaka 'Cemeti
Mayat' itu. dan kalau dia sudah turun tangan, bergabung dengan Dalang Setan,
sangat berbahaya. Adik tiriku itu orang yang tidak mengenal perasaan dan tidak
pernah pandang bulu terhadap lawannya. Biar lawannya berilmu tinggi atau rendah,
tua atau muda, lelaki atau perempuan, kalau sudah berani menentangnya maka ia
akan perintahkan kepada anak buahnya untuk membantai sang lawan."
"Aku akan hadapi kekuatannya. Selangkah pun tak
akan mundur, Nyai!"
"Aku pernah dengar cerita tentang kehebatan ilmumu, Pandu Puber. Tapi aku sangsi
dengan kekuatanmu jika melawan kekuatan gabungan itu. biasanya jika Ratu Cadar
Jenazah habis membunuh lawannya dengan tangannya sendiri, ia akan perintahkan
anak buahnya untuk menggantung mayat lawannya agar jadi tontonan di muka umum."
Pandu Puber berkerut dahi, ingatannya segera tertuju kepada Ken Warok yang
ditemukan mati tergantung dengan kaki di atas dan kepala di bawah. Pandu pun
segera berkata,
"Kalau begitu dia adalah orang yang membunuh Ken
Warok, sahabatku itu"!"
"Benar. Kudengar kabar tentang murkanya, Ranting
Kumis, anak buahnya, berhasil menangkap Ken Warok dan Dendam Dalang Setan
62 PENDEKAR ROMANTIS
menyerahkannya kepada Ratu Cadar Jenazah. Ken Warok akhirnya di bunuh oleh Ratu
Cadar Jenazah, lalu anak buahnya disuruh menggantung mayat Ken Warok di tempat
terbuka." Gumam Pandu terdengar memanjang sambil kepalanya
manggut-manggut. "Jadi dia orangnya..." Kejam sekali
perempuan itu"! Apa alasannya sampai ia sendiri yang membunuh Ken Warok" Mengapa
bukan anak buahnya saja?"
"Berita yang kuterima dari mata-mataku yang kutanam di sana, Ratu Cadar Jenazah
kecewa berat kepada Ken Warok.
Kitab yang berhasil dirampas dari tangan Ken Warok ternyata kitab palsu. Sebagai
hukuman dan pelampiasan
kemarahannya, ia menghendaki kematian Ken Warok dari tangannya sendiri. Maka
dibunuhlah Ken Warok saat mengaku kitab yang asli sudah dihancurkan olehmu,
Pandu." Napas si tampan bertato bunga mawar yang sudah segar kembali sejak diobati oleh
Nyai Camar Langit itu, dihela panjang-panjang. Sorot pandangan matanya mempunyai
nada kemarahan yang tertahan. Suaranya pun terdengar samar-samar,
"Aku harus segera bertindak, Nyai. Tak bisa lama-lama diam di sini! Dalang Setan
maupun Ratu Cadar Jenazah mempunyai urusan yang sama denganku!"
"Aku akan mendampingimu," ujar Nyai Camar Langit.
"Aku harus bisa ambil cucuku; Dewi Padi dalam keadaan selamat tanpa luka apa
pun!" "Aku akan bekerja sendiri, Nyai. Kau tak perlu
mambantuku!"
"Kalau Dalang Setan bergabung dengan si Ratu Cadar
Jenazah, mengapa aku tidak bergabung dengan Pendekar Romantis untuk melawan
mereka?" "Pendekar Romantis tak mau merepotkan pihak lain.
Berapa pun kekuatan yang mereka gabungkan, Pendekar Romantis tetap akan hadapi
seorang diri!"
Nyai Camar Langit geleng-gelengkan kepala. "Kau pun ternyata keras kepala,
seperti muridku si Belati Binal itu, Pandu."
Dendam Dalang Setan
63 PENDEKAR ROMANTIS
"Maaf, Nyai! Jika kau ingin menyertaiku, kau hanya
kuizinkan melihatnya dari jarak jauh. Tapi jika kau ikut campur dalam
pertarungaku dengan Dalang Setan, aku benar-benar kecewa, Nyai! Tentunya kau tak
ingin kecewakan aku, bukan?"
Sekali lagi perempuan tua beRembulan Pantairas
seperti masih separo baya itu menarik napas panjang, lalu berkata dengan nada
mirip orang menggumam,
"Kalau memang itu kehendakmu, terserahlah! Aku
hanya akan mengambil cucuku saja."
"Cucumu akan kuambil sendiri!"
"Tapi kau belum pernah melihat cucuku, bukan"
Bagaimana kau bisa menyelamatkan dia kalau kau belum pernah melihatnya" Salahsalah kau akan ambil tawanan lain yang bukan Dewi Padi."
"Tenang aja, Nyai. Aku punya insting yang kuat. Aku kan anak dewa."
Nyai Camar Langit mengantarkan kepergian Pandu
sampai di pekarangan depan, namun tak sampai ke luar dari pagar benteng dari
kayu-kayu jati batangan itu, Belati Binal diizinkan oleh sang Guru untuk ikut
Pendekar Romantis 07 Dendam Dalang Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengantar kepergian Pandu sampai di dalam benteng saja. Di sana mereka bertiga
saling pandang, dan Belati Binal menampakkan wajah
dukanya di depan Pandu. Ia berkata lirih kepada Pendekar Romantis,
"Selamatkan Dewi Padi, saudara angkatku itu. jika kau tak bisa selamatkan dia,
jangan datang lagi kemari ketimbang aku harus merobek jantungmu, Pandu!"
Senyum Pandu menampakkan keyakinan sikapnya
sebagai seorang pendekar yang punya ilmu tinggi dan mampu ungguli lawan
setangguh apa apun. Dengan suara pelan juga Pandu Puber berkata,
"Aku akan datang bersama Dewi Padi! Itu janjiku dan kau harus percaya!"
Pendekar Romantis segera melangkah tinggalkan
halaman dalam benteng kayu itu. Namun baru dua langkah ia Dendam Dalang Setan
64 PENDEKAR ROMANTIS
sudah harus berhenti dengan mendadak. Sesuatu dilemparkan oleh orang dari luar
benteng. Suara derap kaki kuda mengawali lemparan itu. dan ketika benda tersebut
sudah dilemparkan, maka derap kaki kuda terdengar lagi menjauhi tempat mereka.
"Hahh..."!" pekik Belati Binal ketika mengetahui apa
yang dilemparkan oleh si pengendara kuda tadi. Benda itu tak lain adalah dua
kepala manusia yang sanat dikenali oleh Nyai Camar Langit maupun Belati Binal.
Tak heran jika keduanya menjadi tegang, walaupun Nyai Camar Langit masih bisa
segera kendalikan diri.
"Rahsuko dan Gandaru, Nyai Guru!"
Mulut sang Nyai terkatup rapat karena menahan
lontaran murkanya, Pandu bertanya, "Siapa mereka, Nyai?"
Barulah Nyai Camar Langit bicara, "Mereka adalah
kedua penjaga tapal batas sebelah timur tempat kami ini!
rupanya mereka telah dipenggal oleh seseorang dan kepalanya dilemparkan kemari
sebagai tantangan bertarung melawan pihaknya!"
"Apakah menurutmu orang itu adalah utusan dari Ratu Cadar Jenazah?"
"Tidak," jawab sang Nyai dengan tegas. "Ratu Cadar
Jenazah tidak mau memamerkan korbannya hanya bagian kepalnya saja! Ini pasti
perbuatan anak buahnya Dalang Setan!"
"Dari mana kau tahu?"
"Tebasan pedangnya yang memenggal kedua penjagaku
itu terlalu kasar. Ini merupakan ciri-ciri jurus pedang yang diturunkan Dalang
Setan kepada para muridnya."
"kalau begitu sasaran utamaku sekarang adalah
Perguruan Tanduk Singa, dan aku akan menuntut kekejian ini kepada si Dalang
Setan! Aku berangkat sekarang, Nyai!"
Beberapa murid Nyai Camar Langit yang melihat
kepergian Pendekar Romantis merasa kagum. Bukan kagum kepada ketampanan dan
kegagahannya saja, tapi juga kagum kepada keberaniannya. Tidak semua orang
berani datang ke Dendam Dalang Setan
65 PENDEKAR ROMANTIS
Perguruan Tanduk Singa. Apalagi sendirian, jelas itu suatu keberanian yang
nekat. Sebab orang-orang Perguruan Tanduk Singa tak pernah beri kesempatan orang
asing bicara mejelaskan siapa dirinya. Biasanya setiap orang asing yang datang
ke Perguruan Tanduk Singa selalu diserang lebih dulu oleh mereka. Jika bisa
bertahan hidup, baru mereka akan menanyai maksud dan tujuan orang tersebut. Tapi
jika sudah terlanjur mati, nggak ada yang mau menanyainya.
Perguruan Tanduk Singa terletak di lereng bukit. Sesuai dengan arah yang
ditunjukkan oleh Nyai Camar Langit, Pandu Puber dapat mencapai tempat itu dengan
mudah, tidak tersesat arah. Namun sebelum ia mencapai pusat perguruan yang
dikelilingi tembok batu itu, tiba-tiba langkahnya terhenti dengan sendirinya.
Matanya melihat sekelebatan bayangan melintas di sebelah kirinya, agak jauh dari
tempatnya berada.
Pandu Puber segera menguntit orang tersebut.
Ternyata orang itu adalah Wisesa yang entah mau pergi ke mana. Samar-samar Pandu
ingat sosok penampilan orang berpakaian biru dengan ikat kepala putih dan
tubuhnya agak gemuk itu.
"Wisesa, teman Silabang yang kemarin malam mau
membunuh Belati Binal. Hmm... mau ke mana dia"
Sebaiknya kuhadang lewat atas saja."
Pandu Puber sentakkan kakinya ke tanah dan tubuhnya melesat tinggi, lalu hinggap
di atas pohon. Dari pohon yang satu ia melompat ke pohon yang satunya lagi,
kadang bergelayutan menggunakan akar pohon yang bergelantungan mirip rambutrambut iblis itu. Pandu sendiri tak ubahnya seperti tarzan kesiangan yang tak
berani berteriak, "auow"
karena takut ketahuan calon lawannya.
Wisesa terkejut dan cepat pasang kuda-kuda yang mirip posisi pemain kuda lumping
begitu melihat Pandu melompat dari atas pohon di depannya. Mata beralis tebal
itu memancarkan sikap permusuhan secara otomatis. Kumisnya yang pendek tapi
lebat itu diusapnya satu kali, kemudian menyapa dengan suara keras berkesan
galak. Dendam Dalang Setan
66 PENDEKAR ROMANTIS
"Monyet dari mana kau, hah" Mau apa menghadang
langkahku" Mau mati"!"
"Nggak mau," jawab Pandu sambil menggelenggelengkan kepala seperti pendekar bego. "Aku cuma mau ketemu sama Dalang Setan!"
"Dalang Setan tidak ada, yang ada Wisesa Siku Bido!"
sambil menepuk dadanya. "Kalau mau ada urusan dengan Ketua, sampaikan saja
padaku!" "Nggak bisa. Ini soal duit kok. Nanti kalau
kusampaikan padamu bsa dikorupsi! Aku mau ketemu Dalang Setan saja, soalnya
tetanggaku nyunatin dan mau naggap wayang jadi butuh dalang!"
Wisesa menggeram jengkel, karena ia tahu sedang
dipermainkan dan gurunya yang disebut Ketua sedang diledek oleh anak muda
bertato bunga mawar di dadanya itu. maka Wisesa memandang kian angker, mirip
kuburan kunrang kemenyan.
"Mulutmu lancang sekali, Anak Kencur!"
Pandu membatin, "Busyet! Gue kan anak dewa, masa'
dibilang anak kencur" Jangan-jangan orang ini nggak ngerti kencur itu apa?"
"Siapa kau sebenarnya sehingga berani ngomong
sembarangan di depanku, hah"!" bentak Wisesa.
"Kalau membentak jangan keras-keras, Kang. Mulutmu
bau jengkol rebus!" kata Pandu sengaja memanas-manaskan hati Wisesa biar
tenaganya disedot oleh emosinya sendiri.
"Namaku adalah Pandu Puber, gelarku Pendekar Romantis.
Hobiku, biasa... he, he, he... main cewek. Itu pun kalau ada yang dibuat mainan,
kalau nggak ada ya main kartu juga boleh. Kamu yang namanya Wisesa, ya Kang?"
"Benar!" lalu ia membatin, "Ooo... ini yang dikatakan sang Ketua sebagai anak
kemarin sore yang akan bertarung di Jurang Karang Kerenda nanti?"
Pandu sengaja menambah panas hati Wisesa lagi
dengan berkata, "Kalau memang kau yang bernama Wisesa, berarti kermarin malam
melihat Silabang terbunuh oleh jurus Dendam Dalang Setan
67 PENDEKAR ROMANTIS
'Salju Kaget'-ku itu dong?"
"Apaaa...?" Wisesa makin mendelik. "Jadi kau yang
membunuh Wisesa"!"
"Kok Wisesa sih" Wisesa kan namamu sendiri" Aku
membunuh Silabang!"
"Orang marah, salah sebut nggak masalah!" sentanya
menutup malu. "Kalau begitu kau harus menerima kematian yang sama dengan
Silabang. Akulah malaikat pencabut nyawamu! Heaaat...!"
Wisesa sentakkan kedua tangannya ke depan dan
sebongkah gulungan api melesat menghantam Pandu Puber.
Wuutt...! Wuueess...! Gerakan gulungan api itu cukup cepat, besarnya seperti bola
basket. Pandu Puber sentaak kaki dan melesat lurus ke atas.
Tapi jempol kakinya segera disentakkan dalam gerakan pendek, dan dari ujung
jempol kaki itu keluar sinar putih perak sebesar lidi. Claap...! Sinar putih perak
kecil itu menghantam gulungan api dan terjadilah ledakan yang membuyarkan
gulungan api tersebut.
Blarrr...! Itulah yang dinamakan Pandu sebagai jurus 'Jempol
Syahdu'. Biar kecil barangnya tapi besar tenaganya. Ledakan itu sendiri
menimbulkan gelombang panas yang menyentak dan membaut Wisesa terjungkal ke
belakang lalu berguling-guling tak bisa menahan diri. Sedangkan Pandu Puber
sempat menjejak sebuah pohon saat masih di udara lalu tubuhnya melesat bersalto,
mendarat tak jauh dari tempat Wisesa terjungkal.
Begitu Wisesa bangkit, kaki Pandu Puber segera
menyambarnya dengan tendangan putar yang cepat dan
beruntun. Tendangan itu yang dinamakan jurus 'Tendangan Topan', karena kecepatan
tendangannya yang beruntun seperti angin topan.
Bukk, plak, duuhg, beeg, plok, plok...!
Wisesa melintir seperti gangsing. Tendangan Pandu
sudah berhenti masih melintir juga. Rupanya selain tendangan Dendam Dalang Setan
68 PENDEKAR ROMANTIS
itu berkekuatan tenaga dalam yang mampu merobek kulit wajah Wisesa, juga
mempunyai angin besar yang bisa
membaut tubuh Wisesa berputar mirip gangsing. Ketika putara itu berhenti, Wisesa
jatuh terkapar dengan kepala membentur batu lebih dulu. Pletok...! Lumayan.
Wajah Wisesa hancur, berlumur darah dan luka mirip
dicabik-cabik singa lapar. Hidungnya hampir somplak, giginya rontok empat biji,
satu di antaranya tertelan tanpa disengaja.
Bibirnya pun pecah, mirip pantat ayam habis bertelur.
Telinganya yang kanan robek, tapi tak sampai putus, hanya kiwir-kiwir dan masih
bisa dibetulkan pakai lem yang kuat jenis Aibon. Pokoknya keadaan Wisesa rusak
berat di bagian wajah. Andai dibawa di rumah sakit pun dokter akan bingun, yang
mana yang harus dijahit lebih dulu.
"Kaau... kau tak akan bertemu dengan Ketua, sebab...
sebab dia tidak ada di sini!" kata Wisesa dengan menyeringai kesakitan tapi
masih ingin menyerang juga. Pandu maju beberapa langkah, dan tiba-tiba ketika
Wisesa hantamkan tangannya, Pandu merunduk setengah jongkok, lalu telapak
tangannya menghantam rusuk Wisesa. Dess...! Krak...!
"Aaauh...!" Wisesa menjerit kesakitan, tulang rusuknya patah tiga. Tentu saja
sakit sekali. Matanya sampai mendelik sekejap karena napasnya bagai tersumbat.
"Di mana ketuamu berada, katakan!" hardik Pandu
Puber dengan kedua tangan terangkat siap menghantam wajah bonyok itu. "Cepat
katakan!" Karena takut kali ini kepalanya yang akan diremukkan si pemuda tampan, maka
Wisesa pun akhirnya menjawab dengan nada kesakitan yang berat,
"Ketua... ketua ada di... di... Bukit Gulana, sedang
temui Ratu Cadar Jenazah, bicarakan tentang sandera; Dewi Padi itu."
"terima kasih atas bentuanmu dan maafkan kesalahanku yang sedikit melukaimu,
Kang! Permisi!" Pandu nyengir sambil pergi selayaknya seroang tamu pamitan mau
pulang. Tapi gerakan berikutnya bagitu cepat, tak bisa dilihat mata Dendam Dalang Setan
69 PENDEKAR ROMANTIS
Wisesa. Pandu melesat menuju ke Bukit Gulana dengan pergunakan jurus peringan
tubuh yang mampu bergerak melebihi kecepatan anak panah itu. Zlaappp...! Weess...!
Sebelum tengah hari, Pandu Puber sudah tiba di Bukit Gulana. Hampir saja ia
kesasar masuk rumah janda, untung ia ingat petunjuk dan ciri-ciri Bukit Gulana
yang diberitahukan oleh Belati Binal sebelum berangkat tadi. Dan begitu tiba di
batas wilayah Bukit Gulana, Pandu Puber terpaksa hadapi tiga penjaga batas
wilayah Bukit Gulana. Dua penjaga disa dilumpuhkan tanpa harus dibunuh, tapi
yang satunya kabur lebih daulu setelah Pandu memperkenalkan dirinya sebagai
Pendekar Romantis.
Tak heran jika kehadiran Pandu di depan benteng sudah dihadang oleh Dalang Setan
dan beberapa anak buahnya, termasuk anak buah Ratu Cadar Jenazah. Mereka
mengurung Pandu Puber dengan senjata siap serang. Tapi sikap Pandu Puber tetap
tenang, kalem, bahkan tersenyum-senyum kepada Dalang Setan, walau hanya senyuman
tipis. Berdirinya pun tetap tegak dan tampak gagah.
"Bocah dungu!" sentak Dalang Setan dengan kasar.
"Rupanya kau tak sabar menunggu hari pertarungan kita tiba, ya?"
"Iya tuh... kelamaan sih!" jawab Pandu Puber
seenaknya saja.
"Baik. Aku jadi tak sabar ingin hancurkan tubuhmu
yang sok digagah-gagahin itu!"
"Memang dari sananya gagah sendiri, Paman!" ujar
Pandu masih seenaknya. "Tapi sebelum kau hancurkan
tubuhku ini, kusarankan untuk memanggil Ratu Cadar
Jenazah. Kalian berdua sajalah, biar cepat melumat tubuhku!
Kalau sendirian nanti kau capek dan rematikmu bisa kumat lho!"
"Bocah dungu bermulut celeng! Sesumbarmu bikin aku
panas dingin karena bernafsu sekali merajang nyawamu!" lalu Dalang Setan berseru
kepada anak buahnya, "Lebarkan kepungan, lihat caraku mencabut nyawa anak dungu
ini!" Dendam Dalang Setan
70 PENDEKAR ROMANTIS
Kepungan dilebarkan, tempat jadi lega. Pandu Puber
bergeser di tengah lingakaran, Dalang Setan diam di tempat dan berkomat-kamit
sebentar, entah roh wayang siapa yang dipanggil. Mungkin saja roh wayang
Gatutkaca lagi, seperti waktu rebutan Kitab Panca Longok, atau mungkin juga roh
wayang Petruk. Yang jelas begitu selesai komat-kamit Dalang Setan segera
melompat. Langkahnya lebar dan setiap menapak ke tanah membuat bumi bagaikan
begetar. Suaranya pun berubah menjadi besar.
"Bocah dungu... habislah riwayatmu sekarang juga!
Kudongkel isi perutmu dengan Kuku Pancanaka ini!"
Seett...! "Gila, jempolnya bisa keluar kuku panjang lho" Pasti dia memanggil roh Raden
Bima nih!" pikir Pandu. "Ah, peduli amat. Mau manggil roh Raden Bima atau Raden
Cakil, masa' bodo! Gunakan saja jurus 'Sepasang Sayap Cinta', pasti berantakan!"
Dalang Setan memekik keras dengan suara besar,
"Heaahh...!" Tubuhnya melompat dua tindak, sekali lompat cukup panjang dan tinggi.
Begitu tiba di depan Pandu, tangannya yang berkuku panjang di bagian jempol itu
merobek dada Pandu dengan gerakan cepat. Wuuurrtt...!
Wuusss...! Pandu bersalto ke belakang. Gerakan
saltonya yang tak bisa dilihat mata karena kecepatannya itu sempat menendang
pergelangan tangan kanan Dalang Setan.
Dess...! Sedangkan tendangan itu mengandung tenaga dalam tinggi, sehingga
terdengar suara krek...! Pasti tulang pergelangan tangan itu patah, setidaknya
retak atau meleset dari engselnya.
"Babiii...!" teriaknya dengan murka karena menahan
rasa sakit. Dalang Setan kembali melomat menerjang Pandu Puber dengan teriakan
liarnya Wuuttt...!
Pandu Puber tak tanggung-tanggung, ia segera lepaskan jurus 'Sepasang Sayap
Cinta' dari kedua jari yang dikeraskan dan disentakkan ke depan. Claapp...! Dua
larik merah keluar dari ujung jari itu menghantam lambung dan ulu hati Dalang
Dendam Dalang Setan
71 PENDEKAR ROMANTIS
Setan. Derrb...!
"Uuhg...!" Dalang Setan terpekik. Tubuhnya yang
masih di udara terpental mundur dengan kuat, lalu jatuh terguling-guling
bagaikan disapu badai.
"Hooek...!" Dalang Setan muntah. Yang keluar bukan
saja darah, tapi semua isi perutnya, termasuk makanan kangkung yang ditelannya
ketika sarapan tadi pagi.
"Kuat juga dia! Biasanya orang terkena jurus 'Sepasang Sayap Cinta' akan hancur,
tapi dia masih utuh. Cuma, aku yakin isi perutnya pasti hancur. Eh, tapi kok dia
masih bisa berdiri" Lho, sekarang malah cabut kerisnya?"
Pendekar Romantis 07 Dendam Dalang Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lelaki berusia sekitar lima puluh tahun, memakai surjan coklat dan blangkon di
kepala, segera mencabut keris yang terselip di depan perutnya. Keris itu
memancarkan sinar merah pijar. Jelas keris itu pasti keris pusaka yang dapat
menyala merah tanpa tenaga batu baterai. Ketika keris itu digerak-gerakkan ke
sana-sini, sinar merah mengikuti bagaikan ekor naga yang berbahaya, sewaktusewaktu bisa menyabet
lawannya. "Bocah dungu... kalau benar kau Pendekar Romantis
yang terkenal sakti itu, coba hadapi pusakaku yang bernama Keris Mata Iblis itu!
Heaatt...!"
Keris disentakkan ke depan setelah dikibaskan ke
samping kanan-kiri, lalu sinar merah melesat cepat menuju Pandu Puber. Wuusss...!
Pendekar Romantis mencoba menahan sinar merah itu
dengan jurus 'Cakram Biru'-nya. Sinar biru yan gkeluar dari pergelangan tangan
beradu dengan sinar merah dari Keris Mata Iblis. Claap...!
Blegaarr...! Pandu Puber terpental oleh gelombang ledang yang
kuat itu. tubuhnya bisa terbang sendiri dan jatuh terbating.
Bruuss...! Beehg...!
"Uuhg...! Mati aku, bantingannya kuat sekali. Uuhf...!
Hampir sasja tulang-tulangku patah semua! Kekuatan keris itu cukup besar.
Lawannya bukan 'Cakram Biru'!" keluh Pandu Dendam Dalang Setan
72 PENDEKAR ROMANTIS
dalam hati sambil berusaha bangkit. Pinggulnya terasa sakit karena membentur
batu saat terbanting. Tapi ia tahan dan tidak diperlihatkan pada lawan. Ia masih
bisa berdiri dengan tegak dan gagah. Hawa dingin disalurkan sebentar untuk
meredakan bagian-bagian yang sakit.
Dalang Setan sendiri juga terpental, tapi tidak sampai jatuh. Ia masih bisa
berdiri tegak secepatnya dengan memegangi keris yang memancarkan sinar merah.
Pandu Puber segera mencabut pedangnya yang bernama
'Pedang Siluman'. Pedang itu menyatu di kaki kanannya, dan punya cara sendiri
untuk mencabut. Pedang itu adalah jelmaan dari kakeknya, si raja jin yang
bernama Kala Bopak.
"Kau pikir aku takut dengan pedangmu itu, hah"
Pedang mainan anak-anak tidak akan bisa kalahkan Keris Mata Iblis ini! Mari kita
buktikan! Heaah...!" Dalang Setan pun segera menerjang Pandu dengan lompatan
cepat. Pandu hanya dia di tempat, tapi ia memainkan jurus
pedangnya dengan kecepatan tinggi, sehingga tubuhnya bagai dilapisi sinar ungu.
Jurus pedang yang diperoleh dari titisan ilmu sang Ayah itu membuat Pandu tidak
bisa ditembus serangan lawan. Ketika Dalang Setan menusukkan kerisnya, keris itu
beradu dengan pedang ungu. Duaar...!
Ledakan yang timbul menyentakkan tubuh Dalang
Setan ke belakang, tiga langkah dari tempat Pandu berdiri. Ia memandang dengan
mata lebar dan mulut terbengong.
Kerisnya hancur, yang ada di tangan tinggal gagangnya saja.
"Bangsat! Kerisku kalah sakti dengan pedang itu"!"
pikirnya penuh murka.
Pada saat itulah Pendekar Romantis maju dalam satu
lompatan dan pedang ungu itu berkelebat menebas tubuh lawannya. Craas...!
Tebasan cepat membuat tubuh Dalang Setan terluka.
Pedang Siluman berhasil menggores Dalang Setan dari leher sampai ke pinggang
kiri. Luka itu tidak timbulkan darah, melainkan keluarkan asap ungu yang
mengepul indah dipandang mata. Memang begitulah kehebatan Pedang
Dendam Dalang Setan
73 PENDEKAR ROMANTIS
Siluman. Dalang Setan memandangi lukanya sebentar, lalu
tertawa terbahak-bahak, karena setiap orang yang terkena Pedang Siluman akan
tertawa girang, sebab roh Kala Bopak yang ada dalam pedang ungu itu merasa
girang bisa melumpuhkan lawan, rah itulah yang sebenarnya tertawa terbahak-bahak.
Tapi para anak buah Dalang Setan menganggap sang
ketua mereka menertawakan goresan Pedang Siluman, dan mereka beranggapan Dalang
Setan sangat sakti.
"Kena pedang sepanjang itu saja masih bisa tertawa"
Hebat sekali sang ketua kita itu, ya?" ujar salah seorang pengepung kepada
temannya. Tapi alangkah kagetnya mereka setelah melihat Dalang Setan hentikan tawa dan
akhirnya tumbang tnapa basa-basi lagi. Dalang Setan terkapar tak bergerak
selama-lamanya karena sang nyawa sudah pergi sejak tadi.
Mereka segera buyar ketakutan. Tak ada yang berani
memandang Pendekar Romantis yang masih pegangi pedang dengan dua tangan itu.
keadaan Pandu yang masih siap tebas menjadi kendur setelah mendengar suara
ledakan menggema.
Blegaar...! Tembok benteng hancur. Ada yang menjebol dari
dalam. Orang yang menjebol itu segera melompat keluar dengan cepat. Ternyata
orang itu memanggul seorang gadis yang telah ditotok dulu sebelumnya. Pandu
Puber tercengang melihat orang tersebut.
"Lemakwati..."!"
Si gembrot Lemakwati sunggingkan senyum jeleknya.
Ia berseru kepada Pandu.
"Tinggalkan tempat ini! sandera sudah kuselamatkan!
Serahkan sendiri kepada Nyai Camar Langit!"
"Dari mana kau tahu semua ini?"
"Bayanganku selalu mengikutimu sejak dari dalam gua, Pandu. Bicaranya nanti
saja! Cepat pergi dari sini!"
Saat itu Pandu mendengar suara teriakan orang kepada Dendam Dalang Setan
74 PENDEKAR ROMANTIS
Rembulan Pantai yang sejak tadi menyaksikan pertarungan itu dari sisi lain.
"Rembulan Pantai... Gusti Ratu luka parah!"
Pandu segera berkata kepada Lemakwati, "Kaukah
yang melukainya?"
"Ya! Saat kau bertarung dengan Dalang Setan, aku di dalam bertarung dengan Ratu
Cadar Jenazah!"
Keduanya segera melesat pergi tinggalkan tempat itu.
setelah jauh dari tempat itu, mereka baru adakan acara serah terima sandera.
Lemakwati menyerahkan Dewi Padi kepada Pandu Puber.
"Lepaskan totokannya setelah tiba di Lembah
Nirwana," kata Lemakwati.
"Kau mau ke mana?"
"Membayangimu dari alam gaib! Ingat, kalau kau ingin dapatkan aku, bersihkan
jiwamu, bersihkan hatimu dulu, jangan rakus sama wanita!"
"Apa maksudmu?"
Lemakwati melompat tinggi dan hinggap di atas pohon.
Ia tersenyum sejenak saat dipandangi Pandu Puber. Lalu mata Pendekar Romantis
itu terperanjat bengong ketika tubuh Lemakwati memancarkan sinar hijau pendarpendar. Makin lama makin menyilaukan, namun segera redup dan tampaklah sesosok
wanita cantik berpakaian serba putih, di belahan dadanya terselip setangkai
bunga mawar yang masih hidup, asli bukan dari plastik.
"Dian..."! Jadi, kau menyamar sebagai Lemakwati?"
"Kalau waktu itu kau cium keningku, maka
penyamaranku akan buyar dan wujud asliku tampak di depan matamu, Pandu. Sayang
sekali kau tak mau menciumku, sehingga kau kehilangan kesempatan mencabut bunga
mawarku ini!"
"Dian Ayu Dayen...tunggu dulu!"
Asap putih mengepul tebal, dan sosok bidadari
Penguasa Kecantikan yang bernama Dian Ayu Dayen itu pun lenyap bagaika ditelan
asap putih itu.
Dendam Dalang Setan
75 PENDEKAR ROMANTIS
"Brengsek! Kalau tahu si gembrot itu adalah dia, sudah kuhabisi asmaranya di
dalam gua itu!" gerutu Pandu Puber sambil membawa pulang Dewi Padi yang masih
tertotok. Ia amat menyesali membayangkan bujukan dan rayuan mesra Lemakwati saat
di dalam gua yang ditolaknya itu. Pandu Puber jadi jengkel pada dirinya sendiri,
sampai akhitnya ia berkata,
"Masa' bidi, ah! tapi mulai saat ini aku nggak mau
mudah jatuh dalam pelukan perempuan. Aku harus
membersihkan hatiku supaya Dian Ayu Dayen mau
mendekatiku."
Tapi hati kecil Pandu bertanya, "Apakah aku bisa tak tergoda kecantikan wanita"
Sekarang saja aku sudah punya pikiran jorok terhadap Belati Binal yang tempo
hari waktu di gubuk tengah sawah hampir saja berlayar dengan perahu cnitaku. Ah...
ciuman gadis tanpa senyum itu sungguh
menggugah hatiku untuk segera merengutnya dalam pelukan.
Ah, nggak mau...! Aku nggak boleh begitu! Tapi... apa aku tahan bersikap cuek dengan
kecupan hangantnya itu?"
Pendekar Romantis akhirnya tak mau bicara dengan
dirinya sendiri, karena ia tak pernah yakin dengan
kemampuannya untuk cuek dengan gadis mana pun.
SELESAI Created ebook by
Scan & Edit Teks (fujidenkikagawa)
Convert to pdf (syauqy_arr)
Weblog, http://hana-oki.blogspot.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Dendam Dalang Setan
76 Pedang Langit Dan Golok Naga 42 Pendekar Cambuk Naga 15 Pemburu Dosa Leluhur Si Racun Dari Barat 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama