Pendekar Slebor 36 Susuk Ratu Setan Bagian 1
SUSUK RATU SETAN
oleh Pijar El Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Puji S.
Cover : Henky Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Pijar El Serial Pendekar Slebor
dalam episode :
Susuk Ratu Setan
128 hal ; 12 x 18 cm
1 Senja baru saja datang menyapa, matahari terus terseret waktu. Bias-bias
sinarnya menyapu tiga lelaki di depan halaman sebuah pondok, tak begitu besar.
Dua lelaki muda duduk bersila saling berhadapan dengan satu lelaki tua. Tak ada
cengkrama di situ, setelah tadi mereka baru saja menyelesaikan latihan jurusjurus ampuh. Kedua pemuda duduk dengan kepala tertunduk, menghadap ke arah
pantai Laut SeIatan yang jarang disinggahi biduk. Sementara si lelaki tua,
seperti biasa memberi wejangan yang sarat kata-kata bijak.
"Suro Gandring, dan kau Argomulyo! Selama lima tahun kalian menuntut ilmu
kepadaku dengan hasil sangat memuaskan. Setelah seratus jurus yang kalian
mainkan tadi, aku bisa menilai kemajuan yang kalian dapatkan. Satu sama lain
memiliki kekuatan, ketangkasan, dan kehebatan sama," buka si tua berusia sekitar
tujuh puluh tahun dengan pakaian serba putih. "Dan pagi ini, setelah melihat
kalian bertarung tadi, rasanya aku sudah cukup puas.
Bahkan yakin untuk melepas kalian!"
Kedua anak muda bernama Suro Gandring dan Argomulyo saling berpandangan.
"Apa maksud, Guru?" tanya yang bernama Suro Gandring lebih dulu.
Si tua bersorban putih ini terbahak-bahak. Suaranya menggema ke seantero lembah
"Sudah jelas, aku tak ingin melihat kalian meng-habiskan waktu di lembah sepi
ini. Aku ingin kalian
segera mengarungi dunia luas berbekal kemampuan yang kuberikan. Jadilah kalian
orang-orang pembela kebenaran. Lagipula, sebentar lagi cucuku si Prawitri akan
kembali dari Gunung Semeru. Tepat sudah tiga tahun dia berguru pada sahabatku
Suralangi alias Pendekar Mutiara Perak. Jadi, kalian tak perlu lagi berada di
sini. Soalnya..., ha ha ha...! Cucuku itu sangat cantik."
"Tetapi, Guru...."
Si pemuda yang bernama Argomulyo hendak membantah. Namun kata-katanya telah
dipotong lebih dulu oleh gurunya.
"Tidak ada tapi-tapian. Besok pagi tepat matahari terbit kalian sudah tidak
berada di sini lagi!"
"Tetapi...."
"Hik hik hik.... Kalian memang harus menolak usul orang tua jelek berjuluk si
Manusia Buaya itu! Dan kalian melihatnya terkapar menjadi mayat di Lembah Busuk
ini!" Satu suara yang nyaring namun merdu menggema di sekitar tempat ini.
Serentak Suro Gandring dan Argomulyo berdiri sigap memandang ke arah datangnya
suara. Sementara si tua bersorban yang berjuluk si Manusia Buaya hanya mengusap
dagunya. Satu sosok gemulai melangkah ke arah mereka.
Dia seorang gadis cantik berambut panjang, dengan bunga mawar pada tengah
rambutnya yang sedikit digelung ke atas. Tubuhnya padat berisi, terbungkus
pakaian tipis berwarna merah yang tembus pandang.
"Gadis keparat! Berani-beraninya kau lancang bicara pada Guru kami!" bentak Suro
Gandring setelah beberapa saat sempat terpana melihat tubuh molek gadis cantik
itu. Namun segera ditepiskannya
gejolak kelaki-lakiannya. Biar bagaimanapun juga, hatinya sudah keburu marah
mendengar ejekan yang menyakitkan dari bibir merangsang gadis ini.
Dara jelita itu hanya tersenyum.
"Bila kalian tidak percaya, aku akan membukti-kannya! Untuk apa berguru pada si
Manusia Buaya yang tak memiliki kemampuan apa-apa" Ayo, kalian segera bersujud
di kakiku! Karena, sebentar lagi akulah yang akan menjadi guru kalian!" sergah
si gadis, bukan main kurang ajarnya.
Amarah Suro Gandring tak tertahankan lagi.
Dengan tenaga dalam penuh dia menerjang. Yang ada dalam benaknya hanyalah
membungkam mulut lancang gadis ini.
Melihat serangan berbahaya, si gadis hanya terkikik saja tanpa bergerak dari
tempatnya. Dan ini membuat kemarahan Suro Gandring makin mem-bludak.
"Aku ingin lihat kehebatanmu!" bentaknya.
Namun belum lagi pukulan si pemuda mengenai sasaran, tiba-tiba saja tangan
lembut kuning yang halus milik si gadis terangkat.
Wrrr! Tiba-tiba saja serangkum angin dahsyat meluruk dari sebuah serangan balik si
gadis. Suro Gandring terkejut. Namun dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa
ketika.... Desss...! Si pemuda memekik keras. Deras juga tubuhnya meluncur ke belakang terhantam
pukulan tak terduga gadis ini.
Melihat hal itu, Argomulyo langsung meluruk pula.
Diawali satu gerengan setinggi langit, dia hendak mengarahkan tinjunya ke tubuh
si gadis. Namun
seperti yang dialami Suro Gandring, gadis itu kembali mengangkat tangan
kanannya. Dan....
Desss...! Tubuh Argomulyo terlempar ke belakang.
Sementara itu si Manusia Buaya menghela napas pendek. Perlahan-lahan dia bangkit
dari duduknya. "Tak ada hujan tak ada angin, datang seorang gadis mencari silang sengketa.
Kalau bukan kau, tentunya aku yang akan celaka," gumam si Manusia Buaya.
"Si Manusia Buaya! Nama besarmu sudah lama terdengar di telingaku. Aku ingin
mencoba kesaktianmu!" desis si gadis.
"Tak pernah terpikirkan olehku untuk mencari kehebatan. Tetapi, sikapmu yang
keterlaluan itu tak bisa didiamkan lagi."
Gadis ini terkikik sambil menekap mulutnya yang merah, tak ubahnya bagai seorang
gadis yang malu-malu.
"Perlihatkan kehebatanmu!"
"Kupersilakan kau untuk menyerangku!"
Mendengar kata-kata itu, si dara jelita membuka kedua tangannya ke depan.
"Baik! Kau hanya kuberi tiga jurus,Orang Tua!
Kalau dalam tiga jurus aku tak berhasil mengalah-kanmu, maka aku akan berguru
kepadamu!"
Mendengar kata-kata itu, Suro Gandring dan Argomulyo tersentak. "Perempuan
takabur! Tak tahu tingginya langit dan dalamnya bumi!" gumam mereka berdua dalam
hati. Kejap berikutnya dara jelita itu sudah berkelebat.
Gerakannya sangat cepat. Sesaat terlihat tubuhnya memancarkan sinar berwarna
merah yang menyengat. Sampai-sampai si Manusia Buaya tersentak melihatnya.
"Gila! Selama ini aku baru tahu kalau ada ilmu aneh seperti ini!" sentak hati si
Manusia Buaya sambil mengibaskan tongkatnya.
Wusss! Selarik sinar putih yang dikawal suara gemuruh angin kencang menderu ke arah si
gadis jelita yang masih berkelebat. Dalam keadaan begitu, si gadis mengibaskan
tangannya. Serangkum sinar merah pun menderu, menyambut luncuran sinar putih. Lalu....
Bummm! Pertemuan sinar merah dan sinar putih menimbulkan ledakan yang memekakkan
telinga. Tanah di tempat ini bagaikan bergetar.
Si Manusia Buaya sampai tercekat karena
serangannya dihantam sebuah serangan yang tak kalah hebatnya. Sementara tubuh si
gadis yang berkelebat semakin kencang menderu.
Wuuusss! "Uts...!"
Kalau saja si Manusia Buaya tidak merunduk, bisa dipastikan kepalanya akan
terpisah dari lehernya.
Sementara si dara jelita telah berjungkir balik.
Hanya dalam sekali gerak, kakinya telah menjejak tanah.
"Jurus kedua!"
Berkawal satu teriakan bernada peringatan, si gadis kembali melancarkan
serangan. Dari udara, kakinya terjulur hendak mematahkan leher si tua bersorban.
Dan kali ini si Manusia Buaya pun melakukan gerakan sama. Disongsongnya serangan
si dara jelita.
Tongkat putih di tangannya diputarkan bagaikan
baling-baling. Pohon yang letaknya enam tombak dari tempat itu berguguran duandaunnya. Dan tongkatnya siap menghantam kaki si dara jelita.
Namun bersamaan dengan itu, si dara jelita menarik pulang kakinya. Begitu
sambaran tongkat lewat, tubuhnya berputar. Dan kali ini tangannya siap melepas
hantaman. Di luar dugaan, si Manusia Buaya masih bisa memutar tongkatnya. Namun tangan
kiri si gadis telah siap pula menahan.
Prak! Tongkat kebanggaan si Manusia Buaya yang ber-tahun-tahun dijadikan senjata
andalan patah menjadi dua. Piaslah wajah si tua bersorban. Dan belum lagi sempat
memikirkan apa yang telah terjadi, tangan kanan si dara jelita sudah menghantam
dadanya. Buk! Keras juga pukulan si gadis. Sampai-sampai tubuh si Manusia Buaya terlempar
beberapa tombak. Dari mulut dan hidungnya mengalirkan darah segar.
Si dara jelita menatap angker.
"Jurus ketiga!"
Namun sebelum gadis ini melancarkan serangan berikut, dua sosok tubuh telah
menderu ke arahnya.
"Gadis keparat! Mampuslah kau!"
Suro Gandring dan Argomulyo yang melihat bagaimana jiwa gurunya terancam bahaya
sudah meluruk maju dengan kekuatan tenaga dalam penuh. Jurus
'Buaya Kibaskan Ekor' yang mengarah pada kelincahan dan kekuatan kaki, menderu
secara bersamaan.
Namun entah bagaimana caranya, si dara jelita itu sudah berkelebat laksana
setan. Tangannya bergerak Iincah, dan....
Tuk! Tuk! Dua totokan dilancarkan sekaligus, membuat tubuh kedua murid si Manusia Buaya
menjadi tak bertenaga lagi. Mereka ambruk sambil memaki-maki dengan hati panas,
tanpa mampu bergerak.
Si dara jelita tak menggubris mereka lagi.
Pandangan sengitnya tertuju pada si Manusia Buaya.
"Kini tiba saatnya kau berangkat menghadap penjaga pintu neraka, Orang Tua! Dan
sebelum mampus, aku masih berkenan untuk memper-kenalkan diri. Julukanku adalah
Ratu Setan! Dan kini, bersiaplah untuk menghadapi jurus ketiga!"
Si Manusia Buaya yang sudah berdiri tegak siap menyambut serangan dara jelita,
mencoba berpikir keras untuk mengetahui siapakah gerangan Ratu Setan itu.
Namun si tua bersorban tak sempat lagi berpikir lebih lama. Karena, tubuh dara
jelita yang menjuluki diri Ratu Setan telah berkelebat. Gerakannya sangat cepat,
benar-benar laksana setan. Tangannya telah berubah menjadi semerah darah. Begitu
tubuhnya berkelebat, sinar warna merah pun berkelebat.
Sesaat si Manusia Buaya kelabakan juga, karena sinar itu sangat menyilaukan
mata. Di kejap lain, tangan Ratu Setan yang telah membuka, menebas leher si Manusia
Buaya seperti seorang pencari rumput yang sedang menebas rumput jarahannya.
Crasss...! "Aaaakhhh...!"
Terdengar lolongan seperti kambing disembelih.
Suro Gandring dan Argomulyo menggeram murka.
Namun tubuh keduanya tak mampu digerakkan.
Dengan kemarahan bercampur kesedihan, keduanya
melihat tubuh si Manusia Buaya perlahan terhuyung dengan leher buntung, lalu
ambruk bersimbah darah.
Matilah seorang guru yang baru saja gembira menyaksikan hasil gemblengannya
kepada kedua muridnya.
Terdengar suara terkikik Ratu Setan yang sangat keras sekali, menggema keseluruh
lembah. Daun-daun berguguran dan bumi seakan bergoyang.
"Hik hik hik.... Nama besar si Manusia Buaya kini sudah terkubur! Tibalah
saatnya bagiku untuk menjadi tokoh papan atas rimba persilatan ini!"
Tiba-tiba si gadis terdiam. Tubuhnya mendadak menggigil. Sepasang matanya tibatiba memerah, dengan perubahan kulit yang putih mulus itu menjadi kemerahan.
Nampak jelas sekali Ratu Setan berusaha menahan seluruh getaran di jiwanya.
Mulutnya mendesis geram.
"Pendekar Slebor.... Kau akan kubunuh untuk menunaikan janjiku pada Iblis Jagat
Raya yang menginginkan kain bercorak catur milikmu!" desisnya.
Dan mendadak Ratu Setan menoleh ke arah Suro Gandring dan Argomulyo yang tengah
berusaha membebaskan diri dari totokan. Tetapi meskipun sudah mengerahkan
seluruh tenaga dalam, tetap saja mereka tak mampu melepaskan totokan.
Begitu melihat Ratu Setan menoleh dengan wajah memerah dan geliatan tubuhnya
yang aneh, kedua murid si Manusia Buaya berseru,
"Bebaskan kami! Kita bertarung sampai mampus!"
teriak mereka hampir bersamaan.
Lain dengan sikapnya yang kejam dan telengas, tiba-tiba saja Ratu Setan
tersenyum. Rekahan bibirnya begitu penuh rangsangan menggairahkan.
"Gila! Apa yang tengah dilakukannya?" pikir kedua murid mendiang si Manusia
Buaya. "Dia seperti seorang gadis yang sedang birahi."
Apa yang dipikirkan keduanya memang benar.
Karena langkah Ratu Setan kemudian sangat gemulai. Pakaiannya yang tipis
menerawang seperti sengaja dikuakkan lebih lebar saat melangkah.
Bungkahan kedua pahanya yang montok dan mulus, tersibak dan terserobok di mata
kedua pemuda itu.
"Kalian harus menjadi budakku mulai sekarang...,"
desis Ratu Setan dengan suara lembut. Lalu tangannya berkelebat cepat.
Sing! Sing! Seketika dua buah benda mirip jarum berwarna keemasan melesat, masuk ke urat di
bawah leher kedua pemuda itu yang terjengak sebentar.
Sebelum mereka tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja tubuh Ratu Setan sudah
berkelebat. Disambar-nya mereka dengan ringan disertai suara kikikan keras yang
menggema di lembah itu.
*** 2 Siapakah sebenarnya Ratu Setan" Siapa pula Iblis Jagat Raya" Untuk apa kain
bercorak catur milik pemuda berjuluk pendekar Slebor diinginkannya"
Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab bila menyingkap peristiwa lima
tahun yang lalu, sebelum matinya si Manusia Buaya di tangan Ratu Setan!
Waktu itu ada seorang gadis yang ayahnya adalah tokoh sesat. Tanpa sepengetahuan
si gadis ternyata ayahnya adalah kaki tangan seorang tokoh sesat berkepandaian
tinggi yang berjuluk Iblis Jagat Raya.
Atas perintah Iblis Jagat Raya, ayah si gadis berhasil membunuh tokoh sesat
lainnya. Julukannya si Rase Terbang. Akibatnya, peristiwa itu jadi berekor
panjang. Enam orang anak buah si Rase Terbang berniat menuntut balas. Mereka
berhasil membunuh ayah si gadis. Bahkan juga memaksa si gadis untuk
memberitahukan keberadaan Iblis Jagat Raya.
Si gadis berhasil melarikan diri, setelah bertarung beberapa jurus. Namun, anak
buah si Rase Terbang tak membiarkannya lolos begitu saja
Ketika si gadis telah terjepit keadaannya, dia tetap bersikeras tak pernah
mendengar nama si Iblis Jagat Raya. Namun, enam orang anak buah si Rase Terbang
telah berubah pikiran. Mereka berniat merampas kehormatan si gadis.
Pada saat yang gawat, apalagi mendengar namanya disebut, kebetulan Iblis Jagat
Raya yang berada di sekitar tempat ini menggagalkan maksud keenam anak buah si
Pendekar Slebor 36 Susuk Ratu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rase Terbang. Pertarungan sengit terjadi. Akhirnya, keenam anak buah si Rase Terbang berhasil
ditewaskan. Kini tinggallah si gadis seorang diri. Melihat kemolekannya, Iblis Jagat Raya
bernafsu untuk menikmati tubuh si gadis. Seketika ditotoknya gadis itu. Bahkan
juga diberikannya Susuk Pembangkit Birahi.
*** Begitulah akhirnya, Iblis Jagat Raya membawa si gadis ke tempat tinggalnya di
sebuah gua yang gelap berudara sangat lembab. Juga tertutup semak belukar
setinggi dada. Si gadis benar-benar tak sadar kalau kini telah menjadi budak nafsu Iblis Jagat
Raya. Wajah si lelaki bangkotan yang mengerikan dengan tubuh
kerempeng menakutkan itu di matanya tak ubahnya seorang pemuda gagah dan tampan.
Kapan saja Iblis Jagat Raya menghendaki, gadis yang mengaku bernama Anjar
Pitaloka selalu bersedia melayaninya. Namun di samping itu, si tua sakti ini pun
menurunkan ilmu-ilmu anehnya yang hebat pada si gadis. Dan kemudian gadis ini
dijuluki Ratu Setan.
Berkat gemblengan Iblis Jagat Raya, dalam tempo empat tahun saja kehebatan Ratu
Setan sudah hampir menyamainya. Yang lebih gila lagi, Anjar Pitaloka pun kini
memiliki birahi yang sangat tinggi.
Tak peduli siapa saja yang ditemuinya, maka akan digumuli penuh nafsu.
Pernah ketika Iblis Jagat Raya tak ada di tempat, Ratu Setan yang saat itu
sedang naik birahi, berkelebat meninggalkan gua. Dia menjumpai dua
orang lelaki di sebuah hutan. Yang satu masih muda dan yang satunya lagi sudah
tua. Ketika tiba-tiba saja Anjar Pitaloka menggerakkan tangannya, maka dua buah
jarum berwarna keemasan pun berkelebat masuk ke tubuh dua laki-laki itu.
Setelah menunggu beberapa saat, keluarlah Ratu Setan dari tempatnya. Saat itu
juga birahinya dituntaskan sampai puas. Baru kemudian kedua laki-laki itu
dibunuh secara kejam.
Begitulah yang terjadi pada Anjar Pitaloka yang kini disebut Ratu Setan.
Birahinya selalu bergejolak tiba-tiba. Ini dikarenakan beberapa buah Susuk
Pembangkit Birahi yang dimasukkan Iblis Jagat Raya pada tubuhnya.
Waktu kian bergeser. Tak terasa, lima tahun sudah Ratu Setan berada di bawah
bimbingan Iblis Jagat Raya. Dan pada suatu malam, Iblis Jagat
memanggilnya. "Aku sudah bosan denganmu, Ratu Setan! Lebih baik kau minggat dari sini!" ujar
si lelaki tua kerempeng, seenaknya.
Ratu Setan kelihatan sedih. Padahal saat ini, akal tak warasnya benar-benar
memuja Iblis Jagat Raya.
"Tidak usah sedih. Kau boleh kembali ke sini.
Asalkan, kau mencari seorang pemuda yang memiliki sebuah senjata dahsyat.
Senjata itu berupa kain bercorak catur. Sebagai penangkal sekaligus alat
penyerang, kain bercorak catur itu mampu mengeluarkan tenaga angin luar biasa
hebatnya. Bila aku berhasil memilikinya, hanya sedikit mengeluarkan tenaga dalam
yang sesuai ilmu yang kumiliki, kain itu bukan hanya menjadi senjata, tapi juga
tameng sangat dahsyat dari setiap serangan lawan.
Dan yang perlu kau ketahui, kain bercorak catur itu
satu-satunya senjata pusaka terdahsyat! Tak ada bandingannya!"
Ratu Setan mengangkat kepalanya.
"Di manakah aku bisa mendapatkan kain pusaka itu?" tanyanya gembira.
"Seorang pendekar muda memilikinya. Dia berjuluk Pendekar Slebor. Kau harus
mendapatkan kain bercorak catur itu darinya! Bila gagal mendapat-kannya, jangan
harap bisa datang lagi!"
"Akan kubunuh Pendekar Slebor dan membawa kain pusaka bercorak catur miliknya
kepadamu!"
desis Ratu Setan.
"Bukan main! Kekejamanmu sudah sama denganku! Kemarikan kedua tanganmu!" sahut
Iblis Jagat Raya sambil terbahak keras.
Dengan patuhnya, Anjar Pitaloka mengulurkan kedua tangannya ke depan.
Tuk! Tuk! Iblis Jagat Raya menotok kedua tangan Ratu Setan hingga mengeluarkan suara
mengeluh. Lalu perlahan-lahan dimasukkannya lima buah susuk berwarna keemasan di
sekujur tubuh Anjar Pitaloka.
"Kekuatan yang akan kau miliki tak akan ter-kalahkan bila sudah melakukan
hubungan badan dengan lelaki siapa pun juga. Dan kau akan semakin terangsang
bila melihat lelaki mana pun juga.
Tinggalkan tempat ini sekarang juga! Bunuh Pendekar Slebor. Dan, bawa kain
bercorak catur itu kepadaku!"
"Tetapi..., maukah kau mengabulkan permintaan-ku sebelum aku mencari Pendekar
Slebor," desah Ratu Setan lirih.
"Keparat! Berani benar kau meminta begitu kepadaku, hah"!" sentak Iblis Jagat
Raya, tetapi tertawa dalam hati. "Keberanianmu sudah begitu
tinggi. Sama tinggi dengan kekejamannya yang tiada tara."
"Maafkan. Tetapi aku minta..., gelutilah aku lebih dulu."
Terdengar suara Iblis Jagat Raya terbahak-bahak.
Lalu diangkatnya tubuh lembut itu dan direbahkannya di tanah dalam gua.
Senja hari, Ratu Setan pun meninggalkan gua itu dengan hati puas. Akan dicarinya
Pendekar Slebor untuk mendapatkan kain bercorak catur. Baru beberapa purnama
muncul, julukan Ratu Setan pun telah menggemparkan dunia persilatan, karena
kekejamannya yang banyak membunuhi para tokoh.
Salah seorang korban yang baru saja dibantai adalah si Manusia Buaya. Tindakan
itu dilakukan, untuk memancing kehadiran Pendekar Slebor.
Di samping itu, banyak pula lelaki baik berusia muda maupun tua yang menjadi
korban birahinya.
Setelah puas menuntaskan segalanya, dengan kekejaman sangat luar biasa,
dibunuhnya para lelaki itu.
Sampai sejauh ini, Ratu Setan memang belum bertemu Pendekar Slebor. Tapi yang
jelas, bila bertemu segala perintah Iblis Jagat Raya akan dilaksanakannya. Itu
sebabnya dia selalu memancing keonaran.
*** 3 "Heh"! Mayat siapa itu" Kok dibiarkan begitu saja"
Apa tak ada keluarganya yang mau mengurusnya?"
Suara bernada terkejut itu muncul dari mulut seorang pemuda berpakaian hijau
pupus yang baru saja tiba di depan pondok milik si Manusia Buaya.
Kepalanya menggeleng-gelengkan sambil memeriksa mayat lelaki tua malang itu.
"Busyet! Setan belang mana yang keji menurunkan tangan pada lelaki tua ini"!"
makinya entah pada siapa. "Hmm... Bila melihat tongkat yang ada pada lelaki ini,
aku yakin dia yang berjuluk si Manusia Buaya. Tetapi, siapa yang membunuhnya?"
Pemuda tampan berambut gondrong dengan alis hitam legam bagaikan kepakan sayap
elang ini kembali menggeleng-geleng.
"Heran" Apa dunia sudah mau kiamat" Hm....
Bunuh-membunuh sekarang menjadi barang murah!
Tetapi, itulah hukum rimba persilatan! Bukan melihat siapa yang benar atau siapa
yang salah, tapi siapa yang kuat dialah yang akan menang!"
Pemuda yang tak lain Andika alias Pendekar Slebor itu langsung melangkah empat
tindak dari mayat si Manusia Buaya. Kemudian kakinya berlutut sambil
menyingsingkan lengan baju.
Pendekar Slebor segera menggali tanah dengan kedua tangannya. Setelah dirasakan
cukup, perlahan-lahan diangkatnya mayat si Manusia Buaya dan dimasukkan ke
lubang. Segera Andika menimbun mayat itu dengan tanah.
"Beres sudah. Sekarang, aku tinggal mencari si biang panu yang telah membunuh si
Manusia Buaya ini," gumam si pemuda sakti dari Lembah Kutukan itu, begitu
selesai menguburkan.
Namun sebelum Pendekar Slebor meninggalkan lembah itu, tiba-tiba....
Wuuttt! Satu ancaman mematikan meluncur ke arah si pemuda urakan ini. Bukan main
dahsyatnya. Angin sambaran saja, mampu merontokkan beberapa ranting pohon.
Walaupun sempat terkejut, namun sambaran seperti ini tak membuat Andika mati
kutu. Secepatnya dia melompat ke atas.
Blammm...! "Monyet pitak! Orang sinting mana yang iseng mau membunuhku ini?" rutuk Andika.
Begitu kedua kakinya hinggap lagi di tanah, Andika langsung melirik ke arah
tempat tadi dia berdiri. Debu dan pasir tampak berterbangan. Dan setelah kepulan
debu menghilang, terlihatlah sebuah benda bening sebesar kelereng ada di tanah
itu "Astaga! Biji siapa, eh! Biji apa itu" Kecil, tapi sudah menimbulkan angin
sangat dahsyat!" desah Pendekar Slebor. Dengan lagak yang sok, dia pura-pura
mengamati benda yang tadi menerjangnya.
"Siapa yang punya biji seperti ini?"
"Sebentar lagi kau akan melihatnya!"
Diiringi suatu suara bentakan, muncul satu sosok tubuh langsing berparas cantik.
Dia seorang gadis berpakaian putih-putih dengan sebuah selendang berwarna
keperakan. Rambutnya yang panjang dikuncir ekor kuda dengan pita berwarna
keperakan pula.
Sejenak Andika sampai melongo melihatnya.
"Busyet! Tak kusangka gadis secantik ini punya biji sekecil itu," desisnya tanpa
sadar. "Kurang ajar! Mulutmu lancang sekali!" bentak gadis itu. Setelah tangannya siap
bergerak. "Eit! Sabar, sabar!" cegah Andika, langsung melangkah mundur. "Aku kan cuma
bilang begitu..., kok kau marah sih. Oh, ya. Ada yang bisa kubantu, Nona?"
"Siapa kau"!" wanita ayu ini malah bertanya.
"Aku" Ah, Nona cukup memanggilku Andika,"
sahut Andika lugas.
"Aku tak tanya namamu. Aku tanya julukanmu!"
sentak gadis itu, galak.
Andika benar-benar tak menyangka gadis secantik ini bisa galak seperti itu. dia
jadi garuk-garuk jidat, garuk-garuk pantat, dan garuk-garuk hidung. Bibirnya
cengengesan serba salah. Sebab, dia sebal kalau ada orang ingin tahu julukannya.
Tapi yang ini hanya seorang gadis cantik lagi.
"Jangan cengengesan, Pemuda Lancang!" hardik si gadis. Bola matanya membesar,
menggemaskan. Namun kemudian matanya melirik ke sebuah makam yang nampak masih baru. Sesaat di
benaknya timbul pertanyaan. Makam siapakah itu"
"Aku tidak bermaksud lancang, cuma...."
Wusss! Kata-kata Andika terpenggal oleh desiran angin ketika gadis berkuncir ekor kuda
itu menggerakkan tangannya. Pendekar Slebor yang sudah tahu kalau angin dahsyat
itu ditimbulkan dua buah benda mirip kelereng segera mencoba memapakinya.
Seketika tangannya bergerak pula.
Wrrr! Angin pukulan bertenaga dalam tak begitu tinggi
melesat pula menghalangi serangan angin yang dilakukan gadis berbaju putihputih. Blarrr! Terdengar bunyi yang keras begitu papakan Pendekar Slebor berhasil membuat benda
mirip kelereng itu berbelok entah ke mana.
"Hebat..., hebat!" puji Andika, sambil menggeleng-geleng.
Gadis itu tersenyum sinis.
"Tinggalkan tempat ini sebelum kau kubunuh!"
"Persoalan meninggalkan tempal ini sangat mudah kulakukan. Tapi aku ingin tahu,
apa kepentinganmu di sini. Dan siapa kau ini?"
"Justru aku yang harus bertanya, hah! Mau apa kau datang ke tempat tinggal
kakekku"!" balik gadis ini membentak.
Kali ini kening Andika berkerut.
"Kakekmu?"
"Kalau sudah tahu, cepat minggat!"
"Tunggu! Apakah kakekmu yang dijuluki si Manusia Buaya?"
"Benar-benar sinting! Apa kau ingin menantang kakekku" Jangankan untuk
menghadapi kakekku, menghadapiku saja kau akan kubuat kocar-kacir!"
"Tetapi...."
Andika jadi serba salah. Pendekar Slebor melihat gadis yang sedang geram
padanya. Ini jelas sekali baru datang dari perjalanan jauh. Apakah akan
dikatakannya kalau si Manusia Buaya telah tewas"
"Cepat pergi dari sini!" bentak gadis itu yang memang Prawitri.
"Aku akan meninggalkan tempat ini, setelah aku menerangkan sesuatu kepadamu.
Maaf, bila aku lancing bicara...," ucap Andika, kali ini terlihat hatihati. "Kakekmu si Manusia Buaya, telah menemui ajalnya. Aku baru saja
menguburkannya. Bila melihat darah yang masih segar di tubuhnya, jelas sekali
kalau kematiannya baru saja terjadi..."
Prawitri sejenak terdiam. Namun sejurus
kemudian. "Kakek!" teriak gadis ini, langsung berkelebat ke makam yang ditunjuk Andika.
Andika terdiam. Perasaannya menjadi tidak enak sekarang, saat mendengar isak
tangis gadis itu. Biar bagaimana tegarnya seorang gadis, pasti akan mengalirkan
air matanya sebagai upaya terakhir dan pelampiasan dari jiwanya yang terpukul.
Andika bisa memakluminya.
Tiba-tiba gadis itu berdiri tegar dengan tatapan nyalang. Kembali sikapnya
galak. Dan ini yang tak disukai Andika.
"Katakan! Siapa yang membunuh kakek"!" desis Prawitri, garang.
Andika menggeleng. "Aku baru saja tiba di sini.
Dan kulihat, kakekmu sudah menjadi mayat. Lalu, aku menguburkannya," tutur
Pendekar Slebor, terus terang.
"Oh!"
Tiba-tiba Prawitri menoleh ke sana kemari. Dan seketika dia berlari ke gubuk.
"Kakang Suro dan Kakang Argo, di mana kalian?"
Andika segera mengikuti gadis itu.
Langkah Prawitri terhenti, ketika tak menemukan kedua murid kakeknya. Kemudian
dia menghadap ke arah Pendekar Slebor.
"Siapa mereka?" tanya Pendekar Slebor sambil berusaha menjajari.
"Keduanya adalah murid kakekku! Aku memang
tak pernah mengenal mereka, karena aku lebih dulu pergi ke Gunung Semeru. Aku
tahu, kakekku memiliki ilmu cukup tinggi. Bahkan aku mengenali jurus-jurus
utamanya. Tapi, kakek tak pernah mau menurunkan ilmunya kepadaku, karena aku
akan dibimbing oleh guru lain. Katanya, kalau belajar dengan kakek sendiri, aku
akan bersikap manja. Kemudian aku tahu dari guruku yang berjuluk Pendekar
Mutiara Perak, kalau kakekku telah mengangkat dua orang murid.
Yang satu bernama Suro Gandring, dan yang satu lagi bernama Argomulyo. Lalu ke
mana mereka sekarang"
Mengapa mereka tak ada di sini?"
Andika terdiam, mencoba merenungkan kata-kata Prawitri.
"Sejak aku tiba di sini, aku tak melihat siapa pun juga selain mayat kakekmu."
Prawitri kembali menatap Andika. Namun kali ini sinar matanya penuh praduga.
"Apakah kedua murid kakekku telah menjadi pembunuh?"
Andika tidak menjawab.
"Hhh! Kalau begitu, aku harus mencari mereka untuk kutanyai!"
"Tunggu! Bila melihat luka-luka yang diderita kakekmu, jelas sekali yang sanggup
membunuhnya adalah orang yang memiliki ilmu sangat tinggi. Si Manusia Buaya tak
mungkin begitu mudah bisa dilumpuhkan oleh sepuluh orang muridnya sekali pun!"
cegah Andika, memberi alasan kuat.
"Apa maksudmu, hah"!" geram Prawitri.
Andika nyengir.
"Jangan gusar. Aku belum tahu, siapa namamu."
"Setelah kuberitahu namaku, lebih baik minggat dari sini! Namaku Prawitri! Ayo
pergi sana!"
"Ketahuilah Prawitri.... Aku pun ingin tahu, siapa yang telah membunuh kakekmu
ini. Jadi, aku pun akan mencarinya!"
"Peduli setan dengan urusanmu! Aku harus mencari kedua murid kakek!"
Lalu tanpa mempedulikan Andika lagi, Prawitri sudah berkelebat meninggalkan
tempat itu. Sungguh, hati gadis ini sakit sekali. Sejak keberangkatannya dari
Gunung Semeru, dia sudah tak sabar untuk memperlihatkan ilmu-ilmu hebat yang
dimilikinya. Bahkan senjata rahasia berbentuk Mutiara Perak pun telah diberikan gurunya.
Tetapi sekarang, kakeknya sudah menjadi mayat. Jangankan untuk menunjukkan
kehebatannya sekarang ini. Untuk berjumpa saja, tak sempat. Akan dicarinya
pembunuh kakeknya. Jauh di dasar hati Prawitri, dia menduga kalau kedua murid
kakeknyalah yang telah ber-khianat!
Sementara Andika hanya menggeleng-geleng melihat kekeras kepalaan gadis itu.
Pendekar Slebor 36 Susuk Ratu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hhh! Seperti Sari!" dengusnya. "Gadis-gadis kebanyakan lebih suka memakai
perasaan daripada perhitungan! Bila melihat derita yang dialami si Manusia Buaya
sebelum ajalnya, bisa dipastikan lawannya memang memiliki ilmu sangat tinggi!
Ini berbahaya buat Prawitri, meskipun aku tahu ilmunya sangat tinggi. Aku harus
membuntutinya sekarang juga!"
Namun sebelum Andika meninggalkan tempat itu, tiba-tiba saja segulung angin
menderu-deru bak puting beliung meluncur deras ke arahnya....
*** 4 "Busyet! Siapa lagi yang iseng ini"!" rutuk Pendekar Slebor, langsung
bergulingan. Maka angin deras itu melabrak dua buah pohon sekaligus. Bukan hanya
tercabut dari akarnya, kedua pohon itu juga terbang melayang.
Begitu kedua kaki Andika menginjak tanah, sepasang matanya membesar seakan
hendak melompat. "Tapak Darah!" sebut Andika begitu melihat kemunculan seseorang.
Orang yang baru muncul terkekeh-kekeh. Bentuk tubuhnya sungguh lucu sudah
pendek, kepalanya bulat lagi. Rambutnya panjang. Hidungnya pesek. Dan yang
membuat lucu, sosoknya yang kerdil terbungkus pakaian panjang seukuran manusia
sewajarnya. Sehingga ketika berjalan mendekati Andika, tubuhnya terguling karena bajunya
yang kepanjangan terinjak kakinya sendiri.
"Wah, wah! Apakah kau sedang mengajariku jurus Tangkap Kodok Badan Nyungsep'!"
ledek Andika. Sosok kerdil itu mengepalkan tangannya. "Kurang ajar sama orang tua, ya"! Sedang
apa kau di sini?"
Andika memang sangat geli melihat tingkah-laku lelaki kerdil berjuluk Tapak
Darah. Dia jadi teringat bagaimana Tapak Darah memaksa Lasni cucu dari
Panembahan Reso Tunggal untuk membuka pakaiannya, dan ditukar dengan pakaian
biru panjang yang dikenakannya (Untuk mengetahui soal Tapak Darah, silakan baca
serial Pendekar Slebor dalam episode :
"Istana Sembilan Iblis").
"Heran! Manusia kok kecil begini, ya" Sewaktu bayi, mungkin kau sebesar sandalku
ini, ya?" ledek Pendekar Slebor lagi.
Wajah Tapak Darah memerah.
"Dasar, Slebor! Bisanya mengejek orang tua saja!
Hei, kau belum menjawab pertanyaanku tadi" Sedang apa di tempat kediaman temanku
si Manusia Buaya ini, hah?"
Kali ini Andika menghentikan tawanya. Rupanya Tapak Darah dan si Manusia Buaya
bersahabat. "Kau sendiri mau apa?" tukas Pendekar Slebor kemudian.
"Busyet! Benar-benar mau kukemplang kepalamu, ya" Anak kecil mau tahu urusan
orang tua!"
"Orang tua kok cuma sejengkal badannya."
"Sialan!"
Tiba-tiba saja Tapak Darah berkelebat ke arah Andika. Dan Pendekar Slebor
langsung melompat.
Namun, sesaat si pemuda menjadi gelagapan, karena lompatannya telah terkurung
pusaran tubuh Tapak Darah yang mengelilingi tubuhnya.
"Gila! Dia masih hebat saja!" seru Andika dalam hati, seraya mencoba mengirimkan
satu jotosannya.
Plas! Jotosannya seperti mengenai angin belaka, karena kecepatan perputaran tubuh
Tapak Darah sangat Iuar biasa. Sebelum Andika menggerakkan tangannya lagi, tibatiba.... Plak! Entah bagaimana caranya tahu-tahu kepala Pendekar Slebor seperti ditampar. Dan,
saat itulah putaran tubuh Tapak Darah terhenti.
"Puas sudah aku bisa mengemplang kepalamu, Bor! Minggir, minggir!" seru Tapak
Darah sambil melangkah. Dan tubuhnya tiba-tiba bergulingan ketika ujung pakaiannya yang
panjang terinjak lagi oleh kakinya.
Andika kembali tertawa melihat adegan lucu tanpa sengaja itu.
"Dulu sudah kubilang, lebih baik tak usah memakai baju saja! Atau, kau bisa
membeli di kotaraja baju untuk anak usia tiga tahun!" celoteh Andika lagi, tak
mempedulikan kekesalan si orang tua kerdil.
"Sialan! Kalau tak memakai baju, aku khawatir gadis-gadis jelita akan
mengerubungiku yang tampan dan gagah ini."
Kali ini Andika terbahak-bahak keras. Tetapi bagaikan diingatkan kembali akan
maksud kedatangan Tapak Darah ke sini, tawanya dihentikan.
"Si Manusia Buaya! Aku datang! Jangan ber-sembunyi terus untuk menyambut
kedatanganku ini!"
teriak Tapak Darah, keras.
Suara lelaki kerdil ini menggema keras. Sesaat, Andika merasa darahnya berhenti.
"Tapak Darah! Kalau kau mencari sahabatmu, tak perlu jauh-jauh. Kau lihat itu,"
ujar Andika sambil menunjuk makam si Manusia Buaya.
"Astaga! Apakah kau pikir aku bersahabat dengan tanah, hah?"
"Bukan! Maksudku, si Manusia Buaya telah tewas.
Dan aku telah menguburnya di sana," jelas Andika.
Kali ini Tapak Darah terdiam. Lalu dia terbahak-bahak tanpa sebab.
"Ya, sudah kalau sudah mati. Untuk apa aku menemui mayat?" sahut Tapak Darah,
enteng. Andika menghela napas kesal. Terkadang dia memang tak mengerti sifat tokoh-tokoh
sakti dunia persilatan yang aneh dan rada-rada gila. Dan kini, tampak Tapak Darah sudah
melangkah dengan sesekali bergulingan akibat baju kepanjangannya.
Andika pun tak menghiraukannya lagi ketika teringat akan Prawitri. Lebih baik,
segera dicari gadis itu. Karena dikawatirkan akan terjadi apa-apa padanya. Di
samping, dia sendiri ingin tahu siapa pembunuh si Manusia Buaya. Makanya,
tubuhnya segera berkelebat.
Akan tetapi....
Brak! *** "Kodok kontet! Kenapa lagi sih?" maki Pendekar Slebor begitu tahu kalau Tapak
Darah yang menghalangi kelebatan tubuhnya. Tangannya mengusap-usap kaki kanannya
yang terasa nyeri, akibat satu hentakanyang dilakukan Tapak Darah.
"Anak muda kurang ajar! Ada orang tua, malah main pergi begitu saja tanpa
pamit!" justru Tapak Darah yang ganti memaki.
"Kau sendiri tadi melakukan seperti itu?" sungut Pendekar Slebor, tak mau kalah.
"Kalau aku wajar. Karena, aku orang tua! Hei, Andika! Sudahkah kau mendengar
tentang sepak terjang seorang gadis jelita berjuluk Ratu Setan?"
"Kalau sudah kenapa, kalau belum kenapa?"
tukas Pendekar Slebor.
"Kalau sudah, ya bagus. Itu berarti kau telah siap menyambutnya. Kalau belum, ya
mampus saja!"
sahut manusia kuntet itu enteng.
Kali ini Andika memperhatikan Tapak Darah dengan seksama.
"Apa maksudmu dengan kata-kata aku telah siap menyambutnya?" tanyanya.
"Dasar gemblung! Apakah kau tidak mendengar kalau Ratu Setan akan merebut kain
bercorak catur yang bau apek itu, hah"!"
Andika merutuk dalam hati. Enak saja si kuntet ini bilang kalau kain warisan Ki
Saptacakra ini bau apek.
Tapi ketika Andika nengok sedikit kepalanya ke arah kain itu, mulutnya jadi
nyengir sendiri.
Belum sempat Andika berkata....
"Yah.... Mudah-mudahan kau berhasil mempertahankan kain bututmu itu!"
Wusss! Kali ini tubuh Tapak Darah lenyap begitu saja!
Andika menggaruk-garuk kepalanya. Edan! Kalau manusia kuntet itu melangkah,
selalu saja ter-serimpung pakaiannya yang panjang. Tetapi bila berkelebat,
cepatnya bisa laksana hantu!
Sesaat Andika terdiam memikirkan ucapan Tapak Darah. Sepak terjang tangan
telengas yang diturunkan dara jelita yang berjuluk Ratu Setan memang telah
didengarnya. Bahkan saat ini, Andika sendiri berniat menghentikan sepak
terjangnya. Tetapi apa yang dikatakan Tapak Darah itu baru saja didengarnya.
"Dari mana Tapak Darah tahu kalau Ratu Setan menghendaki kain bercorak catur
ini" Hmm. Siapakah yang memerintahkannya" Aku jadi penasaran ingin mengetahui
gadis itu. Jangan-jangan, yang membunuh si Manusia Buaya adalah Ratu Setan.
Busyet! Bila memang Ratu Setan yang melakukanya, berarti kepandaiannya sangat
tinggi. Hhh! Tak seorang pun yang akan kubiarkan untuk merebut kain pusaka ini.
Aku telah berjanji pada Eyangbuyut-ku,
untuk selalu menjaganya. Daripada pusing memikirkan soal itu, lebih baik aku
segera menyusul Prawitri."
Sebelum pergi, sejenak Andika memperhatikan makam si Manusia Buaya.
"Si Manusia Buaya! Nama besarmu sebagai tokoh golongan kaum putih telah lama
kudengar. Kini telah bersemayam di tempatmu yang terakhir. Cucumu baru saja
datang. Dan kini dia sudah pergi lagi. Di depan makammu, aku berjanji akan
selalu menjaga cucumu itu. Hhh! Ratu Setan! Ingin kulihat, siapa kau
sebenarnya?"
*** 5 "Suro Gandring! Dan kau, Argomulyo.... Kalian sangat perkasa dan tampan. Aku
sangat menyukai kalian.
Bila kalian menginginkan tubuhku! Bunuh Pendekar Slebor! Dan, rebut kain
bercorak catur miliknya itu!"
kata Ratu Setan, setelah puas melampiaskan nafsu birahinya pada dua murid si
Manusia Buaya di sebuah gubuk, di pinggiran hutan.
Bagai kerbau dicocok hidungnya, kedua pemuda itu mengangguk dengan patuh.
Sementara, Ratu Setan terkikik-kikik.
"Aku tahu, sepak terjangku ini akan menimbulkan amarah orang-orang golongan
lurus dunia persilatan.
Jadi, kalian bukan hanya kutugaskan untuk membunuh Pendekar Slebor. Tetapi, juga
untuk menjaga diriku! Mengerti?"
Suro Gandring dan Argomuluyo mengangguk
patuh. Apa yang dimasukkan Ratu Setan ke tubuh mereka, memang membuat tindakantindakan mereka tak ubahnya kerbau dicocok hidungnya. Apa yang dimaui Ratu Setan
akan selalu dituruti.
Dan tiba-tiba Ratu Setan yang bernama asli Anjar Pitaloka ini tersentak.
Kepalanya seketika dimiringkan ke kiri.
"Rupanya ada manusia pengintip iseng!" dengusnya sambil mengerakkan tangannya ke
atas. Wuusss! Blarrr!
Atap gubuk kecil itu langsung terlempar ke atas, hancur menjadi satu. Dalam
perkiraan Ratu Setan, orang yang mengintip pasti juga sudah menjadi abu.
Akan tetapi....
"Gadis mesum berhati setan! Lebih baik keluar, sebelum gubuk itu kuterbangkan!"
Ratu Setan terkikik.
"Aku ingin melihat kehebatan kalian sekarang.
Siapa yang berhasil membunuh manusia iseng itu, akan mendapatkan tubuhku selama
tiga hari tiga malam!" kata Anjar Pitaloka, pada dua budak pemuas nafsunya.
Bagai merebutkan sepotong kue, kedua pemuda itu serentak melompat keluar dengan
tatapan marah. Sementara, Ratu Setan kembali merebahkan tubuhnya di dipan kayu yang
dipergunakan untuk memuaskan nafsunya tadi.
Di luar, dua pemuda yang telah dipengaruhi susuk Ratu Setan menatap sengit pada
seorang gadis berbaju kuning yang berdiri tegak dengan tatapan penuh hawa
amarah. "Lebih baik kalian minggat dari sini! Urusanku hanyalah pada Ratu Setan!" bentak
gadis berambut panjang dengan wajah geram. Di tangannya terdapat dua buah pedang
tipis, berkilau tajam.
Suro Gandring dan Argomulyo saling berpandangan sejenak. Mereka benar-benar telah berubah watak, berada di bawah
pengaruh Ratu Setan. Dan tanpa banyak cakap lagi, keduanya segera menerjang
ganas. Serangan dilakukan dari dua penjuru, sehingga agak menyulitkan si gadis
berbaju kuning.
"Keterlaluan! Pemuda-pemuda hina yang menjadi pemuas Ratu Setan!" makinya sambil
mengibaskan kedua pedang di tangan kanan dan kiri.
Wut! Wut! Dua serangan yang dilakukan sekaligus itu
menutup jalur serangan Suro Gandring dan Argomulyo. Kedua pemuda itu harus
berjumpalitan. Bahkan wajah mereka terasa bagai ditampar angin yang keras, ketika pedang itu
mengibas. Namun kedua pemuda yang berada di bawah
pengaruh Ratu Setan langsung melompat menyerang kembali. Serangan mereka kali
ini sangat berbahaya, diiringi gerengan keras.
Serangan berikutnya nampak sangat menyulitkan si gadis meskipun berusaha untuk
mempertahankan diri. Karena, Suro Gandring bagaikan melompat-lompat menerjang
bagian atas. Sementara Argomulyo dengan gerakan mirip buaya lapar, menerjang
bagian bawah. "Gila!" desis gadis berbaju kuning, melihat Suro Gandring yang tak mempedulikan
kibasan pedang yang bergerak memutar dan mengeluarkan desingan keras.
Cras! Bahu pemuda itu tergores oleh ujung pedang si gadis. Namun seakan tak
mempedulikan kalau lengannya telah terluka, Suro Gandring terus melompat-lompat.
Kedua tangannya siap mencengkeram leher si gadis.
"Keparat! Rupanya Susuk Ratu Setan telah mendekam di tubuh kedua pemuda ini!
Tingkah mereka seperti yang terjadi terhadap kakakku yang telah kena dipengaruhi
Ratu Setan. Dan akhirnya dia mati bunuh diri setelah gadis sesat itu
meninggalkannya dalam penuh birahi yang berkobar! Sinting!
Apakah aku harus membunuh dua pemuda yang tak berdosa ini" Namun, kalau aku
tidak melakukannya, bisa-bisa aku yang mampus! Kalau begitu..., baik!"
Tiba-tiba saja si gadis melompat, ketika tubuh
Argomulyo menyergap bagian bawah tubuhnya. Begitu melompat pedangnya mengibas ke
arah Suro Gandring yang sedang memburu bagian atas tubuhnya.
Pedang itu kembali menggores tubuh Suro
Gandring. Namun, meskipun berhasil mematahkan serangan, gadis itu kembali harus
memekik keras. Karena, tubuh Suro Gandring terus meluruk ke arahnya.
"Sialan!"
Seketika kaki ramping si gadis bergerak
menyambar kepala Suro Gandring.
Duk! Si pemuda terhuyung ke belakang. Bersamaan dengan itu, si gadis menyergap cepat.
Tuk! Tuk! Dua totokan dilakukan si gadis secara bersamaan, mempergunakan hulu kedua pedang
di tangannya. Seketika Suro Gandring ambruk tanpa bisa bergerak lagi.
Sementara itu, Argomulyo bagai tak mempedulikan keadaan kakak seperguruannya
terus menyergap dari bawah. Sejenak, si gadis harus berusaha melompat-lompat
menghindari serangan yang selalu menderu angin besar.
"Aku harus bergerak cepat, sebelum Ratu Setan melarikan diri! Hampir tiga bulan
aku mencarinya!"
gumam gadis itu.
Setelah berkata begitu, si gadis segera menggerakkan kedua kakinya. Gerakannya
sangat luar biasa, karena dilakukan selagi melayang di udara.
Des! Des! Des! Des!
Empat kali tubuh Argomulyo terhantam tendangan keras, membuat tubuhnya terjajar
ke belakang. Sebelum ambruk di tanah, si gadis sudah bergerak setengah lingkaran sambil
menggerakkan tangannya.
Tuk! Tuk! Seperti yang dialami oleh Suro Gandring, tubuh Argomulyo pun tertotok hulu
pedang. "Kasihan kedua pemuda itu. Aku yakin, mereka tak tahu apa yang sedang terjadi
sebenarnya. Kini, tinggal si Ratu Setan yang harus dimusnahkan!"
Lalu diiringi teriakan sangat keras si gadis menggerakkan kedua pedangnya dari
tempat nya berdiri.
Putaran kedua pedang itu sangat keras. Suaranya bagai dengungan ratusan tawon
marah. "Mampuslah kau, Ratu Setan!"
Pendekar Slebor 36 Susuk Ratu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba gadis ini mengarahkan pedangnya ke gubuk itu.
*** Angin yang sangat keras meluruk kearah gubuk.
Bagaikan topan badai prahara yang sangat besar, angin itu melabrak dan
menerbangkan gubuk hingga menjadi seperti segumpal kapas yang dipermainkan
angin. Namun sebelum angin tadi melabrak, satu sosok tubuh ramping telah berkelebat
keluar pondok. "Hik hik hik.... Rupanya kau, Juwita," sambut satu suara dari sebuah pohon.
"Apakah kau tak bisa memaafkan aku atas tindakan bunuh diri yang dilakukan
Prasetyo?"
Gadis berbaju kuning bernama Juwita itu menggeram sambil menatap satu sosok
tubuh berbaju merah menerawang yang duduk di sebatang ranting pohon.
"Ratu keparat! Kau harus membayar nyawa
kakakku!" maki Juwita mangkel.
"Mengapa kau berkata seperti itu" Bukankah kau seharusnya berterima kasih
kepadaku, karena kakakmu yang tampan itu kuhibur dan kuperkenalkan pada surga
dunia?" Wajah Juwita mengkelap tanpa banyak cakap lagi, tubuhnya segera dikempos. Kedua
tangannya digerakkan, menimbulkan desing angin yang sangat keras.
Ratu Setan hanya terkikik-kikik melihat serangan.
"Ah! Apakah kau tak sadar kalau kakakmu yang memiliki ilmu lebih tinggi darimu,
masih bisa kukalahkan?"
Lalu.... Plas! Crak! Crak! Tubuh Ratu Setan tiba-tiba saja lenyap dari tempatnya. Sementara ranting yang
tadi didudukinya patah berkeping-keping terkena cacahan pedang Juwita.
*** 6 "Aduh, aduh...! Kau masih tak mau memaafkan aku juga?"
Seketika Juwita memutar tubuhnya ke arah datangnya suara dengan tatapan sengit.
Ejekan itu sangat membuat telinganya memerah.
"Kau harus mampus, Manusia Setan!" sentak Juwita.
Dikawal satu dendam kesumat, si Juwita membawa tubuhnya meluncur. Jurus
simpanannya langsung dikerahkan.
Gerakan si gadis tak hanya cepat, tapi juga menimbulkan deru angin kencang.
Dedaunan berguguran ketika tubuhnya melesat cepat ke arah Ratu Setan.
Terbayang di wajahnya, bagaimana Prasetyo kakak kandungnya yang tersiksa setelah
dimasukkan susuk oleh Ratu Setan. Birahi pemuda itu selalu berkobar keras.
Hingga kemudian, menyergap tubuh adik kandungnya sendiri yang menjadi ketakutan
akan perbuatan kakaknya! Keheranan telah mengubah rasa takut di hati Juwita,
ketika kakaknya tiba-tiba melepaskan tubuhnya sambil menutup wajahnya dan
berlari meninggalkannya.
Penasaran pun menggayuti hati Juwita. Dia tersentak hingga tercekat beberapa
kali, ketika melihat kakaknya telah berdiri tegak dengan ujung pedang dada.
Seruan Juwita untuk menghentikan keinginan nekat kakaknya gagal, karena Prasetyo
lebih duul menikam jantungnya!
Juwita menggigil dengan perasaan hancur.
Didekatinya kakaknya yang sudah menjadi mayat.
Masih sempat dia mendengar kakaknya menyebut nama 'Ratu Setan'.
Dan sekarang perempuan busuk itu telah berada di hadapannya. Selama tiga bulan
Juwita berkelana untuk membalaskan dendam. Meskipun menyadari kalau ilmu Ratu
Setan lebih tinggi, namun kegeramannya sudah menjadi-jadi!
Ratu Setan terkikik-kikik ketika serangan maut Juwita itu kian mendekat. Dan
tiba-tiba.... Wuutt! Sekali sentak, enam kali kebutan pedang itu telah dilakukan Juwita. Sejenak Ratu
Setan mendengus, sambil membuang tubuhnya ke samping. Sungguh tak disangka kalau
serangan gadis berbaju kuning begitu dahsyat.
"Keparat! Kau benar-benar ingin mampus!" bentak Ratu Setan.
Tiba-tiba saja, si perempuan yang sudah di-kangkangi nafsu ini bergerak memutar.
Luar biasa cepat gerakannya. Dan ini membuat gerakan Juwita bagai tak ada apaapanya. Di mata Ratu Setan, malah bagai geliatan bayi!
Malahan.... Duk! Duk! Tubuh Juwita tersuruk ke belakang, ketika dua jotosan mengandung tenaga sakti
menghantam dadanya.
"Gila! Aku benar-benar tak akan sanggup
menandingi ilmu Ratu Iblis ini!" desis gadis itu sambil mengusap darah yang
keluar dari mulutnya.
Tatapannya semakin nyalang, melihat Ratu Setan
terkikik-kikik.
"Silakan bertindak seperti yang dilakukan kakakmu, Juwita!" leceh Ratu Setan.
"Perempuan berotak mesum! Kita akan mati bersama!"
Dikawal satu gerengan keras, tubuh Juwita meluruk laksana kilat. Gemuruh angin
terdengar begitu dahsyat.
Namun kali ini Ratu Setan tak bergerak dari tempatnya. Dia hanya berdiri tegak
sambil terkikik-kikik, seolah tak menyadari akan kehebatan serangan Juwita.
Sejengkal lagi, pedang di tangan Juwita mengenai sasaran, Ratu Setan mengangkat
kedua tangannya ke atas dan mendorongnya ke arah Juwita.
Wrrr! Tubuh Juwita kontan terjungkir dan bergulingan belakang. Sambaran kedua pukulan
yang telak tadi serasa seperti mematahkan tulang iganya. Sehingga ia tak mampu
berdiri. Juwita cuma bisa duduk dengan kaki selonjor, menahan rasa sakit luar
biasa. Namun kekeraskepalaan gadis itu membuatnya tak menghiraukan rasa sakitnya.
"Kau akan mampus, Ratu Setan!"
"Hik hik hik.... Aku justru ingin melihat kau mampus! Bersiaplah, Juwita!"
Tanpa bergerak dari tempatnya berdiri, Ratu Setan menggerakkan tangan kanannya.
Wusss! Juwita hanya bisa terperangah saja melihat serangan datang. Serangkum angin
deras meluruk, siap meluluhlantakan tubuhnya. Karena keberanian dan dendamnya,
tubuhnya dipalingkan juga tak menutup matanya, ketika maut akan menjemputnya.
Untuk menghindari serangan memang tak bisa sebab tubuhnya terasa lemah sekali.
Namun tiba-tiba saja, meluncur pula dari tempat lain, langsung menghantam
pukulan jarak jauh Ratu Setan.
Blarrr! *** Juwita yang tak memejamkan matanya terperangah melihat satu benturan, tenaga dalam luar biasa yang menimbulkan ledakan
keras. Ratu Setan menggeram murka.
"Bangsat hina! Siapa yang berani menghalangi sepak terjangku, hah"!" maki Ratu
Setan keras. "Ratu Setan! Tingkahmu benar-benar membuatku muak!"
Seruan itu disusul dengan munculnya satu sosok tubuh kuntet.
"Mau kupukul bokongmu yang besar itu, hah?"
makinya lagi. Lalu si tubuh kuntet yang tak lain Tapak Darah melangkah. Dan tiba-tiba saja,
tubuhnya terjatuh bergulingan karena kakinya tersangkut pakaian birunya yang
kepanjangan. "Bego! Kenapa sih, pakaian ini tidak kubuang saja" Tetapi kalau kubuang,
burungku bisa terbang..."
Ratu Setan membelalak besar dengan kegeraman luar biasa.
"Manusia kuntet! Kau lancang telah mengacaukan sepak terjangku!"
Si Tapak Darah yang sempat memancing senyum Juwita tampak melotot.
"Enak saja kau mengejekku sembarangan! Kalau
sudah kucium, pasti minta tambah!"
"Lebih baik kau mampus saja!"
Ratu Setan menggerakkan tangan kanannya
dengan marah. Wrrr! Serangan berhawa maut menderu ke arah Tapak Darah. Padahal lelaki yang tubuhnya
terlalu irit ini sedang membetulkan pakaiannya.
Blarrr! Tempat yang dipijak Tapak Darah tadi sudah membentuk sebuah lubang. Ratu Setan
terkikik-kikik, karena merasa yakin kalau manusia kuntet itu sudah berkalang
tanah terkena pukulan dahsyatnya.
"Hhh! Hanya membuang waktu saja!"
Juwita sendiri terperangah melihat tubuh manusia kuntet itu telah lenyap. Dia
pun yakin, Tapak Darah tak akan mampu menahan serangan Ratu Setan.
Tetapi, bukan hanya Juwita yang kemudian menjadi terkejut. Ratu Setan sendiri
sampai mengeluarkan teriakan keras.
Rupanya, Tapak Darah sudah berdiri di tempat lain sambil tetap memperbaiki letak
pakaiannya. Sikapnya benar-benar santai, seolah tak tahu kalau serangan Ratu
Setan tadi begitu dahsyat.
"Kau"!" pekik Ratu Setan dengan wajah gemetar karena geram.
Seperti baru sadar apa yang terjadi, Tapak Darah mengangkat wajahnya. Lalu
kepalanya menoleh ke belakang, seperti orang kebingungan. Baru kemudian matanya
yang bulat menatap Ratu Setan yang menggigil menahan amarah dengan wajah
terheran-heran.
"Kau memanggilku" Nah, apa kubilang" Belum apa-apa saja kau sudah terkesan
melihat penam-pilanku, kan" Tetapi, maaf. Aku tak pernah suka pada
gadis mesum sepertimu!"
Ratu Setan benar-benar menggigil hebat melihat sikap Tapak Darah. Apalagi dengan
santainya lelaki ini mendekati Juwita dengan sekali gulingan tubuhnya.
"Sialan! Memalukan sekali! Di depan gadis cantik ini, aku harus terjatuh!"
makinya. Lalu tangannya memegang tubuh Juwita. "Wah.... Kau terluka dalam, Cah
Ayu. Oh, ya. Namaku Tapak Darah. Hm.... Sebaiknya beristirahat saja dulu. Nih!
Telanlah obatku yang sangat manjur."
Juwita yang merasa kalau Tapak Darah bukanlah orang keji, menerima dua buah obat
berbentuk bulat, berwarna merah. Lalu segera ditelannya.
"Kau pergilah. Biar aku urus gadis mesum itu."
"Tidak! Aku ingin membunuhnya!" sahut Juwita, bersikeras.
Dan tiba-tiba si gadis merasakan hawa panas mengaliri tubuhnya. Dan perlahanlahan, rasa panas itu menjelma menjadi sejuk. Tubuhnya yang terasa sakit tadi,
perlahan-lahan mulai membaik.
Tapak Darah menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Kau pergi saja sana. Biar aku...."
Belum tuntas Tapak Darah bicara....
"Kau membuatku muak, Manusia Kuntet!" geram Ratu Setan.
Wanita yang suka mengumbar birahi ini merasa diinjak-injak kepalanya oleh Tapak
Darah. Dan tangannya seketika mengibas kembali.
Gemuruh angin dahsyat menderu. Sementara Tapak Darah menoleh sambil mengangkat
alisnya. "Benar-benar pemarah! Aku pukul bokongmu nanti!"
Wuusss! Dengan gerakan cepat luar biasa, Tapak Darah menyambar tubuh Juwita. Memang,
meskipun sudah membaik, namun gadis ini masih lemah.
Slarrr! Tanah berterbangan ketika pukulan Ratu Setan menyambar ke tempat tadi Tapak
Darah dan Juwita berada. Tetapi, tubuh Tapak Darah sudah lenyap.
Sesaat Ratu Setan celingkukan dengan kegeraman luar biasa.
"Keluar kau, Manusia Kuntet! Kau harus
mampus!'' "Kenapa sih kau memanggilku lagi" Aku pasti akan muncul! Sudah kubilang tadi,
aku akan memukul bokongmu! Lagi pula, manusia begini mau merebut kain pusaka
milik Pendekar Slebor. Huh! Menghadapiku saja, belum tentu mampu!"
Tiba-tiba terdengar suara keras bersama gemuruh angin.
Wajah Ratu Setan memerah legam mendengarnya.
"Kau akan kuampuni bila mengatakan di mana Pendekar Slebor berada?"
"Wah.... Kalau kau ingin menjumpainya, mengapa harus bersusah payah" Toh ada
aku, kan" Malah aku lebih tampan?" sahut Tapak Darah tanpa juntrungan.
"Katakan, di mana Pendekar Slebor berada"!"
desak Ratu Setan.
"Busyet! Menurut kabar, padahal aku lebih tampan dari pada Pendekar Slebor!
Kenapa justru aku yang dijelek-jelekkan"!"
Sambil memaki tanpa juntrungan, Tapak Darah telah muncul kembali. Kali ini tubuh
Juwita tak bersamanya lagi.
Melihat kemunculan lelaki bertubuh apa adanya itu, Ratu Setan langsung menerjang
dahsyat. Gerengannya keras sekali, membahana di sekitar hutan ini.
"Kau ternyata punya nyali yang besar, Kuntet! Aku mau lihat, apakah kau mampu
menahan pukulanku!"
Sambil melenting di udara ke arah Tapak Darah, Ratu Setan merapal ajian
kesaktiannya. Dan mendadak saja, tangannya sudah berwarna keemasan, siap
dihantamkan ke arah Tapak Darah.
Wuuttt! Sinar keemasan itu menyambar, mengeluarkan suara menderu. Itu adalah pukulan
maut 'Setan Sambar Nyawa' milik Ratu Setan yang selain mengerikan juga
mengandung racun mematikan.
Dari sinarnya, Tapak Darah sudah dapat menduga keganasan pukulan lawan. Maka
cepat-cepat dia melompat ke kiri. Berbarengan dengan itu, dilancarkannya
serangan balasan berupa ajian 'Tapak Darah Lima Jari' yang memancarkan sinar
berwarna merah pula.
Blammm...! Dua pukulan sakti itu mengeluarkan suara berdentum bagai ledakan ketika bertemu
di udara. Ratu Setan merasakan kedua kakinya bergetar hebat, hingga membuatnya hampir
jatuh kalau tidak cepat-cepat menjaga keseimbangan.
Sementara yang dialami Tapak Darah, tubuhnya terlempar dua tindak. Dia memang
berhasil menahan serangan maut Ratu Setan. Namun akibatnya justru napasnya tadi
sesak dan jantungnya berdenyut lebih keras.
"Busyet! Bagaimana aku bisa memukul bokongnya?" dengusnya.
Cepat-cepat Tapak Darah mengerahkan tenaga dalamnya, mengatur napas dan jalan
darahnya. Namun selagi Tapak Darah tengah melakukan hal itu, Ratu Setan tanpa membuang
tempo lagi sudah mengempos tubuhnya dengan serangan sama. Hanya saja, dengan
kekuatan tenaga dalam penuh.
Tak ada yang bisa dilakukan Tapak Darah selain menjatuhkan diri rata dengan
tanah. Namun, tak urung punggungnya terhantam sambaran angin pukulan Ratu Setan
yang panas dan menyengat.
"Brengsek! Aku pukul bokongmu!" dengus Tapak Darah sambil berdiri.
Sementara itu Suro Gandring dan Argomulyo sedang berusaha membebaskan diri dari
totokan Juwita. Mereka sudah tak sabar untuk membantu Ratu Setan dalam
memusnahkan manusia kuntet itu.
Pengaruh Susuk Ratu Setan semakin kuat menjadi-jadi membelenggu keduanya.
Di depan sana, Ratu Setan sudah siap kembali untuk menyerang. Kali ini dengan
tubuh melesat, Tapak Darah pun melakukan hal yang sama. Lalu....
Blammm...! Sinar berwarna keemasan yang memancar dari pukulan Ratu Setan bertemu kembali
dengan sinar merah milik Tapak Darah. Terdengar dentuman lebih dahsyat dari yang
pertama. Tanah yang terpijak seakan bergetar. Tubuh Suro Gandring dan Argomulyo
terjingkat sejenak, karena getaran tanah itu.
Kali ini tubuh Tapak Darah terpental deras ke belakang setelah terjuntai-juntai
tak punya keseimbangan. Lalu perlahan-lahan tubuhnya ambruk, jatuh pingsan
setelah napasnya tersengal beberapa kali.
Sedangkan Ratu Setan tegak berdiri dengan pakaian bagian bawahnya sedikit
hangus. Hatinya nampak sangat puas. Dan tiba-tiba saja tubuhnya bergetar hebat,
dengan wajah memerah. Perlahanlahan didekati tubuh Tapak Darah yang pingsan.
Hendak dihabisinya si lelaki kerdil ini.
Namun sebelum melakukannya, pandangan Ratu Setan berpaling pada Suro Gandring
dan Argomulyo yang berada di sana. Seketika berkelebat, wanita ini sudah berada
dekat dengan mereka. Dibebaskannya totokan kedua budak pemuas nafsu itu.
"Kalian seharusnya menerima hukuman, karena tak mampu membunuh Juwita. Tetapi,
aku masih membutuhkan kalian! Sebentar Manusia kuntet itu harus mampus lebih
dulu!" Ratu Setan melangkah mendekati Tapak Darah yang masih pingsan. Tangannya
Pendekar Slebor 36 Susuk Ratu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diangkat, siap memukul hancur tubuh Tapak Darah. Namun....
Wuusss! Satu sosok tubuh telah menyambar tubuh Tapak Darah. Ratu Setan terkejut, ketika
pukulannya menghantam angin kosong. Dia berteriak setinggi langit.
Mendadak tangannya digerakkan kembali ke arah bayangan yang membawa lari tubuh
Tapak Darah. Bummm! Bayangan itu dengan lincah berkelit, lantas menghilang. Tinggal Ratu Setan yang
menggeram murka.
"Keparat!" maki wanita ini dengan tubuh semakin bergetar. Memang birahinya saat
ini sudah memuncak. Jadi, dia tak berniat untuk mengejar bayangan tadi.
Wuuttt! Tubuh Ratu Setan pun menghilang sambil
membopong tubuh kedua pemuda itu.
*** Di satu tempat, bayangan yang tadi menyambar tubuh Tapak Darah mendesah panjang.
Dia tak lain cucu si Manusia Buaya. Begitu terkejutnya Prawitri melihat keadaan
manusia kuntet yang pingsan dengan pakaian bolong di tengah.
"Gila! Pukulan macam apa ini" Kelihatannya kejam sekali," desah Prawitri. Segera
dicobanya untuk membuat sadar Tapak Darah. "Aku yakin yang melakukannya gadis
berbaju menerawang itu. Hhh!
Aku tak tahu siapa dia. Juga, manusia kuntet ini.
Tetapi, aku harus menolongnya. Masih kudengar detak jantungnya, walaupun lemah."
Setelah melakukan pengurutan dan memberikan hawa murni pada Tapak Darah,
Prawitri pun bersemadi sejenak. Namun belum tuntas semadinya, dilihatnya satu
sosok tubuh agak terhuyung mendekati Tapak Darah.
Kening Prawitri sejenak berkerut melihat gadis yang baru datang itu duduk
terpekur di sisi Tapak Darah yang pingsan.
"Siapakah Nona ini?" tanya Prawitri pelan.
Gadis berbaju kuning itu menoleh.
"Namaku Juwita."
"Kenalkah kau dengan manusia kuntet ini?"
"Aku baru saja mengenalnya. Dia sangat baik."
Prawitri menghela napas panjang.
"Apa yang telah terjadi?"
Juwita yang tadi disembunyikan Tapak Darah di tempat aman karena kesehatannya
belum membaik, segera menceritakan apa yang terjadi.
*** "Ratu Setan.... Oh, aku pernah mendengar julukan yang santer itu. Apakah dia
yang telah menggegerkan rimba persilatan ini dengan banyak membunuh para tokoh?"
"Ya! Ilmunya sangat tinggi. Sangat sulit untuk mengalahkannya. Dan lagi..., dia
mempunyai susuk yang mampu mempengaruhi laki-laki mana pun juga, sehingga
bersedia mengikutinya tanpa tahu apa yang tengah dilakukan."
"Juwita.... Katamu tadi, Ratu Setan bersama dua orang pemuda" Siapakah mereka?"
"Kalau tak salah namanya Suro Gandring dan Argomulyo."
"Ohh...!"
Prawitri tersentak.
"Kenapa, Prawitri?"
"Tidak, tidak.... Lalu, apa yang terjadi?"
"Nampaknya, kedua pemuda itu berada di bawah pengaruh Ratu Setan. Aku yakin
sebenarnya mereka pemuda baik-baik, sama seperti yang dialami kakakku. Tetapi
karena pengaruh Susuk Ratu Setan, mereka telah berubah pikiran. Sepenuhnya
mereka akan mematuhi apa yang diinginkan Ratu Setan."
"Juwita.... Tahukah, ke mana mereka pergi?" tanya Prawitri, menjadi tegang.
Diam-diam gadis ini bisa mengira-ngira, apa yang telah terjadi. Kalau memang
yang dikatakan Juwita benar, berarti yang membunuh kakeknya adalah Ratu Setan.
Buktinya, Suro Gandring dan Argomulyo sekarang berada di bawah pengaruhnya.
Menggigillah tubuh gadis itu, setelah tiba pada kesimpulan yang membuatnya
menjadi marah. Juwita menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu, ke mana mereka pergi. Ketika aku
berusaha datang ke sini lagi, aku sudah bertemu denganmu. Dan, kakek Tapak Darah
sudah pingsan."
Prawitri berdiri.
"Kalau begitu, kita berpisah disini. Aku hendak mencari ratu mesum itu!"
"Hei!" seru Juwita. Namun, tubuh Prawitri sudah berkelebat cepat.
*** 7 Matahari senja dengan sinarnya yang mulai mudar, membuat bayangan panjang di
tanah saat menerpa tubuh Pendekar Slebor. Saat ini Andika terus berusaha
mengikuti jejak Prawitri. Tubuhnya terus berkelebat, dan kini hutan telah
menghadangnya. Andika segera menyusuri pinggiran hutan yang cukup lebat ini.
"Walah.... ke mana gadis judes itu..." Tapi, kasihan juga nasibnya. Siapa tahu
kalau aku tolong, aku dapat..., cup!" Andika memonyongkan mulutnya sendiri.
Mulai timbul pikiran buayanya. Tapi bicara soal buaya, Pendekar Slebor merasa
kesulitan mencari pembunuh si Manusia Buaya. Dia tahu, yang melakukannya adalah
Ratu Setan. Dan apa yang dikatakan Tapak Darah pun menuju ke sana!
"Gila! Kalau aku terlambat menghentikan sepak terjang Ratu Setan, bisa habis
kaum lelaki disikat-nya...! Dasar rakus! Yang dipikirkan cuma..., he he he...!"
Sambil terus melangkah, benak si pemuda digayuti tentang perempuan yang
menggegerkan dunia persilatan saat ini dengan tingkahnya yang penuh kemesuman.
"Siapa sebenarnya Ratu Setan" Apakah dia menginginkan kain pusakaku ini karena
kehendaknya, ataukah karena ada orang lain yang menyuruhnya"
Hmmm.... Susuk yang dimilikinya terlalu membahaya-kan. Dia memang harus
dihentikan...."
Laju pikiran Andika terpenggal oleh suara benda
yang mendesing. Ketajaman telinga Pcndekar Slebor menangkap suara-suara yang
mengancamnya tak dapat diragukan. Ketika matanya melirik, tampak lima buah benda
berbentuk gelang berduri melesat ke arahnya.
Menghadapi serangan liar ini, tak membuat Andika kelimpungan. Santai saja
tubuhnya merunduk. Hasilnya, ternyata bisa mementahkan sambaran lima buah gelang
berduri. Sambil merunduk, mata Andika mengikuti laju Iima gelang berduri. Dan bagai
memiliki mata, kelima senjata terbang itu kembali ke arah datangnya tadi.
Tap! Dengan hebatnya, satu sosok tubuh tinggi besar berkulit hitam menangkap lima
buah senjata gelang berduri. Sementara di jarak sejauh empat tombak, Andika
mendengus begitu menyadari kalau senjata itu milik lelaki berikat kepala putih
yang di tengahnya terdapat gambar gelang berduri.
"Kalau mau main lempar-lemparan, lihat-lihat! Apa kau mau mengganti kepalaku
kalau copot"!" rutuk-nya.
Sosok berkulit hitam dengan pakaian hitam pula tergelak-gelak.
"Tanggalkan kain bercorak catur itu. Maka, kau akan selamat!" gertak sosok
tinggi besar itu.
Kedua alis Andika hampir bertaut, menatap sosok di depannya. Siapa lagi ini"
Setahunya, saat ini yang menginginkan kain bercorak catur miliknya hanyalah Ratu
Setan" Apakah begitu banyak yang menginginkan kain pusakanya" ,
"Wah..., jangan dong.... Ini kan kain dari ibu untuk jaga-jaga kalau aku lagi
ingusan...."
Wajah hitam itu semakin kelam. Mirip pantat
panci. "Sekali lagi kukatakan, tanggalkan kain bercorak catur itu! Atau, tubuhmu ingin
kujadikan sasaran gelang berduriku!"
"Nah, ini. Aku paling suka dengan orang keras kepala. Siapa kau ini, Orang
Tinggi Besar" Kenapa kau ingin kainku?" Andika membesarkan suaranya melecehkan.
"Orang-orang menjuluki aku Setan Gelang Duri!
Dan kau tak perlu tahu untuk apa kain itu. Yang penting, laksanakan perintahku!"
"Hm.... Kalau begitu, memohonlah padaku sambil bersimpuh. Biar aku bisa
menendangmu!" sahut si pemuda, kalem saja.
Setan Gelang Duri menggeram sambil menggertakkan gigi-giginya mendengar sahutan Pendekar Slebor yang seenak udelnya.
Tiba-tiba saja tangannya bergerak cepat.
Swing! Swing...!
Lima buah senjata gelang berduri berdesingan mengancam keselamatan si pemuda
sakti dari Lembah Kutukan. Derasnya luncuran kelima benda itu demikian sulit
terukur. Namun itu tak membuat si pemuda jadi ciut nyalinya. Tubuh Pendekar
Slebor sama sekali tak bergeser. Entah apakah si pemuda sambleng ini sudah kebal
dengan kata kematian, atau otaknya sedang ngeres.
Sejengkal lagi, kelima senjata itu merejam....
Wuuttt...! Kelima gelang berduri hanya menebas angin.
Kemana Pendekar Slebor"
"He he he..., mestinya senjatamu jangan gelang besi. Tapi gelang karet. Pasti
aku tak melawan."
Sosok tinggi besar itu berbalik. Dia tak tahu, kapan
Pendekar Slebor berkelebat dan tahu-tahu hinggap di atas dahan sebuah pohon.
"Kembali!"
Dengan kegusaran yang membulat. Setan Gelang Duri membentak. Maka lima gelang
itu kembali ke arahnya. Namun begitu sampai di tangannya, kembali benda-benda
mematikan itu bergerak ke arah Andika.
"Busyet! Tenaga dalamnya cukup tinggi juga!"
dengus Andika. Kali ini Pendekar Slebor melompat turun dengan tubuh berputaran. Dan tiba tiba
saja tangannya bergerak cepat.
Tap! Tap! Dua gelang duri berhasil ditangkap Andika.
Sementara yang tiga lagi meluncur terus ke batang pohon tempat Pendekar Slebor
tadi menghilang. Yang membuat Andika tercengang, pohon yang tertanam tiga gelang
duri itu mendadak mengering dengan daun berguguran. Lalu hangus dan tumbang
menimbulkan suara berdebam.
"Benar-benar tinggi tenaga dalamnya! Kalau begitu aku tak bisa menganggap
enteng. Hiih...!"
Dengan satu dengusan, Pendekar Slebor meremas dua gelang berduri yang
dipegangnya dengan mengalirkan tenaga 'inti petir'. Seketika dua benda berduri
itu meleleh. Bukannya mengkeret nyalinya, Setan Gelang Duri malah menggeram. Tangannya
langsung masuk ke balik bajunya. Ketika tangannya keluar, tampak dua gelang
berduri ukuran yang sangat besar telah dipegangnya. Memancarkan sinar warna
hitam yang menggidikkan.
"Berikan kain pusaka itu kepadaku!" sentak Setan Gelang Duri keras. "Selama aku
belum mendapatkannya, Ratu Setan tak akan pernah lagi memberikan tubuhnya padaku!"
Sejenak Andika terdiam. Dicobanya memikirkan, siapa Setan Gelang Duri
sesungguhnya. Bila mendengar julukannya, sudah jelas dari golongan sesat.
Dan Andika pun yakin kalau lelaki hitam itu telah terkena pengaruh Ratu Setan.
Mungkin, beberapa buah susuk milik Ratu Setan telah bersemayam di tubuhnya.
Tetapi Pendekar Slebor mencoba untuk menyadarkan kemarahan yang ada di tubuh
Setan Gelang Duri.
"Darah akan bersimbah sebentar lagi. Tetapi, jiwamu saat ini bukanlah milikmu.
Kau dipengaruhi Ratu Setan."
Setan Gelang Duri terbahak-bahak.
"Justru dia yang kupengaruhi. Karena, bila kain bercorak catur milikmu
kudapatkan maka tubuhnya akan diberikan seumur hidup kepadaku."
Memang tak guna untuk menasihati Setan Gelang Duri. Kini Andika pun bersiap
menyambut serangan Setan Gelang Duri. Dan memang, kejap berikutnya lelaki
berkulit hitam itu sudah melesat dengan serangan mautnya. Gemuruh angin
mendahului serangannya. Sementara senjatanya memancarkan kilatan hitam
mengerikan. Wuusss! Andika merunduk. Namun tak urung kepalanya terasa bagaikan dipapas angin keras.
Tepat ketika tubuhnya merunduk satu jotosan dilancarkan ke arah dada Setan
Gelang Duri. Namun di luar dugaan, Setan Gelang Duri justru menarik pulang tangannya.
Wuuttt! Kembali senjatanya bagaikan menjelajah siap
memapas tangan Andika bila tak cepat menarik tangannya.
"Gila! Dari desir anginnya saja bulu kudukku sudah meremang. Tetapi aku yakin,
manusia itu telah dipengaruhi Ratu Setan. Berarti, aku harus melepaskan susuk
pada tubuh lelaki hitam ini. Tetapi, di mana letaknya?"
Andika kembali menghindari sambaran keras senjata Setan Gelang Duri dengan
mengandalkan kecepatannya. Sesekali Pendekar Slebor menyerang.
Namun setiap kali menyerang, senjata di tangan lelaki hitam itu bagaikan
berkeliling mencoba meng-halanginya.
Ini sangat menyulitkan Andika. Di samping, dia juga harus menghindari sambaransambaran maut dari Setan Gelang Duri. Dalam hal ini, pertarungan memang harus
dalam jarak rapat, baru bisa menjatuhkan serangannya. Tetapi jangankan untuk
menyerang. Untuk mencoba masuk saja sangat sulit dilakukan.
"Lekas kau berikan kain pusaka itu kepadaku"!"
bentak Setan Gelang Duri sambil terus mencecar dengan gerakan-gerakan aneh.
Andika benar-benar kehilangan bentuk serangannya sekarang. Pertahanannya menjadi
kalang kabut ketika senjata di tangan Setan Gelang Duri semakin menyudutkannya
dengan sinar hitam menyilaukan yang menggidikkan.
"Bila melihat kenyataan ini, sudah tentu Ratu Setan memiliki ilmu yang lebih
tinggi lagi. Karena, untuk mengalahkan Setan Gelang Duri saja aku sudah
kesulitan."
Tiba-tiba saja, Andika membuat gerakan setengah lingkaran. Tubuhnya dimiringkan
ketika serangan
Setan Gelang Duri melesat ke arahnya. Bersamaan dengan itu, dibuatnya gerakan
yang mendadak. Srettt! Kain bercorak catur sudah terpegang Andika segera dikibaskan ke wajah Setan
Gelang Duri. Ctar! Wajah lelaki hitam itu tersambar. Seketika dirasakannya hawa panas menyengat
wajahnya. Bersamaan dengan itu Andika bergerak kembali.
Kain pusakanya telah tersampir kembali di bahunya, sementara tangan kirinya
menotok pergelangan tangan Setan Gelang Duri.
Tuk! Senjata lelaki hitam itu jatuh seketika. Dan bersamaan dengan itu, tangan kanan
Andika yang telah terangkum tenaga 'inti petir' menjotos ke depan.
Des! Des! Tubuh Setan Gelang Duri terhuyung ke belakang.
Saat itu dengan sekali sentak saja Andika bisa meng-habisi Setan Gelang Duri.
Namun si pemuda sakti ini tidak melakukannya. Dia hanya bergerak cepat, menotok
tubuh Setan Gelang Duri hingga tak bisa bergerak sama sekali.
Namun yang mengherankan, Andika seakan tak melihat Setan Gelang Duri kesakitan.
Padahal, jotosannya sangat kuat tadi.
"Pengecut! Ayo, lepaskan totokanmu! Kita bertarung sampai mampus! Ratu Setan!
Sebentar lagi aku akan mendapatkan kain bercorak catur itu. Dan, ha ha ha....
Kau akan menjadi milikku selamanya,"
teriak Setan Gelang Duri, ngelantur.
Andika yakin, rupanya Susuk Ratu Setan benar-benar sudah bekerja di tubuh lelaki
hitam ini. Berarti, jalan satu-satunya memang harus mencari susuk itu.
Dengan cepat Pendekar Slebor menotok urat suara Setan Gelang Duri. Saat itu juga
mulut lelaki hitam ini ternganga. Namun, sepasang matanya melotot tajam.
Si Pemuda segera memeriksa sekujur tubuh Setan Gelang Duri dengan seksama. Cukup
lama juga hal itu dilakukan. Dipergunakannya tenaga 'inti petir' untuk
mengetahui hawa panas yang Iain dari tubuh Setan Gelang Duri.
Setelah beberapa saat, barulah Andika menemukan di mana lelak Susuk Ratu Setan.
Pertama, di telapak tangan kanan lelaki hitam itu. Kedua, di dada sebelah kiri.
Dan terakhir, di punggung.
Setan Gelang Duri bagai berteriak setinggi langit ketika Andika menekan keluar
susuk-susuk itu.
Namun, tak ada suara yang keluar. Andika hanya melihat matanya mengatup rapatrapat dengan tubuh bergetar. Jelas kalau lelaki itu tengah menahan rasa sakit
luar biasa! Si pemuda sakti yang urakan ini tak mempedulikannya. Dia terus menekan kuat-kuat. Dari tempat susuk itu bersemayam,
Pendekar Slebor 36 Susuk Ratu Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluar darah segar.
Dengan cepat, Andika menotok urat darah itu agar tidak terlalu banyak yang
keluar. Karena menahan rasa sakit yang luar biasa, Setan Gelang Duri jatuh pingsan.
Andika mendesah.
"Gila! Berbahaya sekali susuk-susuk gadis setan itu. Aku harus secepatnya
menemukan Ratu Setan, sebelum peristiwa yang lebih mengerikan ini terjadi.
Aku masih penasaran, siapakah orang yang berada di balik kekejaman Ratu Setan"
Orang yang tentunya menginginkan nyawaku, untuk mendapatkan kain pusaka warisan
Ki Saptacakra ini."
Pendekar Slebor segera melepaskan totokan pada
tubuh Setan Gelang Duri yang pingsan. Sambil mengusap keringatnya yang mengalir,
diperhati-kannya lagi tubuh Setan Gelang Duri.
"Hmm.... Sekarang juga aku harus berangkat sebelum malam datang."
Seketika Andika pun bangkit, dan hendak melangkah. Namun mendadak saja terasa
satu angin deras siap menghajar punggungnya dari belakang.
Wuuuttt! Cepat Pendekar Slebor mengegos ke samping, menghindar. Tampak Setan Gelang Duri
sedang bangkit untuk kembali melancarkan serangannya.
Gila! Rupanya lelaki hitam itu memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Pingsannya
hanya terjadi beberapa kejapan saja.
Sambil berteriak marah, Pendekar Slebor menjatuhkan diri ke tanah, ketika Setan Gelang Duri meluruk ke
arahnya dengan pukulan terhebatnya.
Dan seketika si pemuda berguling ke kanan, lalu kaki kanapnya menendang ke arah
dada Setan Gelang Duri.
Desss...! Terdengar pekik yang sangat keras dari laki-laki hitam itu. Tubuhnya terlontar
sampai dua tombak, menabrak sebuah pohon hingga langsung tumbang.
"Manusia bodoh!" bentak Andika marah sambil berdiri. "Bukannya berterima kasih
karena telah ku-selamatkan dari pengaruh Ratu Setan, justru kau hendak
membunuhku!"
Setan Gelang Duri menggeram muak, meskipun tubuhnya sudah sangat sulit
digerakkan. Dadanya seolah melesak ke dalam dengan tulang iga patah.
Dari bibir dan hidungnya keluar darah segar.
"Tak perlu aku berterima kasih kepadamu!
Keris Pusaka Sang Megatantra 12 Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung Bencana Dari Alam Kubur 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama