Ceritasilat Novel Online

Kitab Sukma Gelap 2

Pengemis Binal 05 Kitab Sukma Gelap Bagian 2


"Segeralah kau naik di belakangku," pinta Kapi Anggara pada Dewi Ikata.
Dewi Ikata tampak ragu sejenak. Tapi kemudian karena merasa dirinya tak mungkin
mencari Arumsari seorang diri, gadis itu pun menganggukkan kepala.
Tak lama kemudian, si Pendekar Asmara dan lima prajurit kerajaan telah memacu
kuda mereka dengan langkah
perlahan. "Kenapa kau tidak berpegangan?" tanya Kapi Anggara heran kepada Dewi Ikata yang
duduk di punggung kuda bersamanya. Dewi Ikata memang tidak memeluk punggung
pemuda itu atau sekadar mencengkeram baju belakangnya untuk berpegangan.
Gadis itu tak menjawab. Wajahnya merona merah. Sekilas tampak rasa jengah
terlihat di matanya.
"Jalan di depan sangat gelap. Kaki kuda bisa terperosok ke dalam kubangan. Kau
bisa terjatuh bila tidak berpegangan,"
berirahu Kapi Anggara lagi,
Mendengar ucapan Kapi Anggara, perlahan-lahan Dewi
Ikata melingkarkan lengannya ke pinggang pemuda penolongnya itu. Si Pendekar Asmara pun tersenyum senang.
"Baginda Prabu memberi tugas yang tepat kepadaku. Ada merpati cantik yang begitu
menarik. Sebentar lagi merpati itu akan jatuh ke pelukan sang jantan," kata
pemuda tampan itu dalam hati.
"Kita hendak ke mana?" tanya Dewi Ikata tiba-tiba.
"Lho, bukankah kita mencari gurumu?" "Maksudku, kita mencarinya ke mana?"
"Mengelilingi kotapraja."
"Jangan...," Dewi lkata memperlihatkan ketakutannya.
"Eh, kau kenapa?" tanya Kapi Anggara heran. Pegangan tangan Dewi Ikata di
pinggangnya tiba-tiba dilepas.
"Aku takut bertemu dengan seseorang yang bernama Banaspati," sahut Dewi Ikata
cemas. Laki-laki itu pasti akan menangkap dirinya jika mereka berjumpa."
"Pembesar kerajaan yang berjuluk si Kepalan Baja itu?"
"Ya."
"Kau punya urusan dengannya?"
Dewi Ikata lalu menceritakan peristiwa di depan kedai makanan,
yang berlanjut dengan penggeledahan di penginapan untuk mencari ia dan gurunya.
"Kau jangan takut Dia tak akan berani menghadapku," kata Kapi Anggara penuh
keyakinan. Melihat kesungguhan ucapan pemuda itu dan sepak
terjangnya tadi waktu melumpuhkan lelaki 68 berwajah seram, Dewi Ikata jadi bisa
bersikap tenang. Gadis itu mau mengikuti ke mana Kapi Anggara mengajaknya.
*** 5 Pesta syukuran yang diadakan Baginda Prabu berlangsung meriah. Halaman istana
benar-benar jadi lautan manusia.
Tidak hanya para pembesar dan pejabat tinggi kerajaan yang hadir, rakyat jelata
pun turut menyatakan rasa syukurnya.
Mereka menyaksikan acara pesta itu dengan riang gembira.
Tepat di samping kanan pintu gerhang istana, Baginda Prabu
Arya Dewantara duduk berdampingan dengan permaisurinya yang cantik jelita, Ra-ra Nawangwulan. Di sebelah kiri dan kanan
mereka duduk mengapit Patih Rangga Mahisa dan Senopati Risang Alit. Sedangkan di
antara tamu kehormatan yang berjajar di samping kiri Baginda Prabu, menghadap ke
panggung, tampak para tokoh rimba persilatan yang mempunyai hubungan dekat
dengan kerajaan.
Suropati duduk berjajar dengan Raka Maruta, Gede
Panjalu, Wirogundi, Anjarweni, dan beberapa tokoh Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti lainnya.
Mereka tampak asyik bercakap-cakap. Sesekali menikmati hidangan yang tersedia
sambil menyaksikan pertunjukan yang digelar di atas panggung.
Ketika acara pesta telah berjalan beberapa saat lamanya, seorang pemuda tampan
berambut pirang
dan mengenakan pakaian indah gemerlapan berjalan
mendekati Suropati.
"Aku mengajakmu bertaruh," kata pemuda tampan itu seraya menepuk bahu Pengemis
Binal. "Eh kau, Pendekar Mata Maling...," Suropati sedikit terkejut.
Beberapa saat diperhatikannya penampilan pemuda tampan yang berdiri di
belakangnya. Pemuda itu tak lain Kapi Anggara.
"Rupanya kau telah menjadi seorang bangsawan. Bangsawan kedodoran. He-he-he...,"
goda Suropati dengan lucunya.
"Hus! Jangan bercanda!" bisik Kapi Anggara. "Kau tidak mendengar perkataanku?"
"Apa?"
"Aku mengajakmu bertaruh."
"Uh! Itu saja yang kau mau. Apakah tidak ada pekerjaan lain si lain mengajak
bertaruh?" cibir Suropati, tak tertarik.
Si Pendekar Asmara tersenyum simpul. Pemuda Itu
meletakkan pantatnya di kursi kosong di belakang Suropati.
"Di sini banyak gadis cantik. Kita berlomba untuk mendapatkan salah seorang dari
mereka. Yang mendapat lebih cepat berarti dia yang menang."
"Mana ada gadis cantik?" tanya Suropati sambil menggerakkan kepalanya mencari-cari.
"Bodoh! Buka matamu lebar-lebar! Yang duduk berjajar di belakangmu kau kira
siapa?" sungut Kapi Anggara.
Suropati menyebarkan pandangan. Remaja konyol itu
segera tersenyum simpul ketika melihat jajaran gadis cantik berpakaian indah
tengah duduk di belakangnya, la benar-benar tidak melihat mereka tadi.
"Mereka siapa?" tanya Suropati sambil menggaruk kepala.
"Putri pembesar-pembesar kerajaan," jawab Kapi Anggara.
"Bagaimana, kau sanggup?"
Pengemis Binal tampak berpikir. Sesaat kemudian,
diperhatikannya dirinya sendiri yang berpakaian penuh tambalan.
"He-he-he...," si Pendekar Asmara tertawa mengejek
"Rupanya kau ragu akan kemampuanmu, Suro."
"Kau mau mengambil keuntungan dengan pa-kaianmu, Anggara," sungut Suropati
setengah mendongkol.
"Kenapa" Kau merasa kalah sebelum bertanding" Karena pakaian yang kau kenakan
penuh tambalan" Kalau kau mau, aku bisa meminjamimu pakaian seperti yang sedang
kupakai." Belum sempat Suropati memberi jawaban, Raka Maruta
yang sedari tadi cuma diam menyenggol lengannya.
"Kalian mempertaruhkan apa?" tanya pemuda berwajah lembut itu.
"He-he-he...," Suropati tertawa. "Kau mau ikut?"
"Apa?"
"Menggaet gadis cantik."
Raka Maruta tersenyum kecut. Pemuda itu mempunyai sifat pemalu. Mana berani dia
mendekati seorang gadis lalu merayunya. Maka, dia langsung terdiam sambil
menundukkan kepala. Melihat itu, Suropati dan Kapi Anggara tertawa.
"Ternyata kita punya teman banci, Suro," sindir Kapi Anggara.
"Siapa yang kau bilang 'banci'?" Raka Maruta tersinggung mendengar ucapan pemuda
tampan itu. "Begitu saja marah. Kalau kau memang tidak banci, kau harus ikut taruhan,"
tantang Kapi Anggara.
"Baik, apa taruhannya?" keberanian Raka Maruta langsung bangkit.
Si Pendekar Asmara tampak berpikir sejenak. Sesaat
kemudian, wajahnya bersinar senang.
"Yang menang akan jadi pemimpin di antara kita," kata pemuda tampan itu penuh
keyakinan. "Baik!"
Suropati dan Raka Maruta menjawab hampir bersamaan
Kapi Anggara tersenyum. "Kalian sekarang ikut aku,"
ajaknya. "Ke mana?" tanya Raka Maruta.
Kapi Anggara membongkokkan rubuhnya, kemudian
berbisik di telinga pemuda berwajah lembut itu. Terlihat Raka Maruta
menganggukkan kepala. Suropati, Kapi Anggara, dan Raka Maruta lalu berjalan ke
belakang istana. Gede Panjalu dan beberapa anggota Perkumpulan Pengemis Tongkat
bakti yang bertanya, cuma dijawab dengan senyuman.
Tak lama kemudian, ketiga pemuda tadi telah kembali ke dalam arena pesta.
Pakaian yang dikenakan Suropati dan Raka Maruta telah berganti dengan layaknya
pakaian seorang pangeran. Dengan langkah digagah-gagahkan, mereka
berpencar mengelilingi arena pesta.
"Uh! Kenapa badanku tiba-tiba jadi meriang setelah memakai baju ini?" kata
Suropati sambil memandangi baju yang dikenakannya.
Tapi, senyum remaja konyol itu segera mengembang ketika melihat seorang gadis
cantik. Rambutnya digelung dengan hiasan sekuntum bunga mawar.
"Aku akan memenangkan taruhan ini...," desis Pengemis Binal seraya berjalan
mendekat gadis yang duduk bersama para undangan.
"Aku mau bicara sebentar. Duduklah dibela-kang," ajak Suropati sambil
mengerjapkan matanya.
Aneh, si gadis mengikuti tangkah remaja konyol itu tanpa bertanya-tanya lagi
Mereka mengambil tempat duduk di deret belakang yang kebetulan banyak terdapat
kursi kosong. "Siapa namamu?" tanya Suropati mulai melancarkan rayuannya.
Yang ditanya cuma mengulum senyum. Matanya mengerling penuh arti
"Eh, kau tidak mendengar pertanyaanku?" tanya Suropati lagi.
Gadis itu tetap diam. Kepalanya ditundukkan dalam-dalam.
"Rupanya kau gadis pemalu. Tapi, tak apa. Aku malah senang. Kau cantik sekali
sih," goda Suropati dengan tersenyum.
Mendengar ucapan Suropati, si gadis meremas jemari
tangannya sendiri. Pengemis Binal jadi gemas melihatnya.
Dicubitnya lengan gadis di sampingnya itu.
"Ih! Kau sangat menggemaskan," kata Suropati tanpa sungkan-sungkan.
Si gadis tersenyum senang.
"Tempat tinggalmu di mana?" tanya remaja konyol itu.
Tapi, tak mendapat jawaban. "Kau anak siapa?" [tanyanya lagi.
Karena tak satu pun pertanyaannya mendapat jawaban, Suropati menggerutu kecil.
Namun ketika teringat taruhannya bersama Kapi Anggara dan Raka Maruta, remaja
konyol itu jadi bersemangat kembali.
"Aku kira kau memang gadis yang agak tertutup. Tapi, tak jadi apa juga. Aku
senang kok," Suropati terus mengeluarkan rayuannya. "Kau sangat cantik. Sungguh
sangat cantik. Melebihi kecantikan bidadari yang pernah kulihat di lukisanlukisan. Kau juga anggun. Gerak-gerikmu lemah-gemulai, sanggup membuat getargetar aneh dalam hatiku...."
Si gadis tersenyum-senyum. Semakin nakal dia meremas jemari tangannya sendiri.
Kaki kanannya diayun-ayunkan perlahan.
Suropati menatap tanpa berkedip. Kemudian, diraihnya lengan gadis itu.
"Maukah kau jadi pacarku?" tanya remaja konyol itu tiba-tiba.
Mendadak si gadis melonjak kegirangan. Tanpa malu-malu diciumnya pipi Pengemis
BinaL "Eh, kalau ingin bermesraan bukan di sini tempatnya. Di belakang istana saja,"
ajak Suropati. "Uh... ah... auh... wa... uh... waaa...."
Mulut si gadis mengeluarkan kata-kata aneh. Kedua
tangannya digerak-gerakkan seperti orang memberi isyarat.
"Apa katamu?" tanya Suropati tak mengerti.
"Uh... ah... wau... waaa...."
Mendengar kata-kata aneh itu terulang lagi, Suropati terperangah.
"Kau... kau bisu?"
"Uh... au...," si gadis menganggukkan kepalanya.
Melihat itu, Suropati langsung berlalu dari tempat itu dengan mengambil langkah
seribu. Si gadis hanya dapat mencak-mencak sambil menu-ding-nudingkan jari
tangannya. Suropati berjalan seraya menggaruk-garuk kepala.
"Kalau aku tahu dia gadis bisu, tak bakalan aku membuang-buang waktu. Mudahmudahan aku belum kalah,"
gerutu pemuda itu.
"Hai...!"
Tiba-tiba, seorang gadis yang duduk terpisah dari para undangan menyapa remaja
konyol itu. Suropati menoleh.
Ketika melihat yang menyapanya, seorang gadis cantik dengan dandanannya sangat
aduhai, dia datang menghampiri.
"Kalau ini dijamin tidak bisu," kata Suropati dalam hati.
"Kau tidak punya teman?" tanya si gadis.
Suropati menggaruk kepalanya.
"Aduh, sayang Seorang pangeran tampan mempunyai kutu di rambutnya...."
"Aku tidak punya kutu!" bantah Suropati cepat.
"Syukurlah. Tapi, mungkin ada kelainan di kepalamu. "
"Tidak. Ah, jangan ngomong soal itu! Kau ingin bersahabat denganku, kan?"
Suropati menunjukkan kesungguhan dalam bias wajahnya.
"Tentu, asal...," si gadis tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Asal apa?"
"Bajumu bagus. Kau tentu banyak duit," sahut si gadis.
Suropati menggaruk kepalanya.
"Gadis ini tidak tahu kalau baju yang kupakai adalah baju pinjaman. Kalau dia
menyangka aku banyak duit, wah, bagaimana?" katanya dalam hati.
"Eh, kau tidak tanya namaku?" si gadis mengedipkan matanya.
"Siapa?" tanya Suropati seperti orang bodoh.
"Rara Ayu Dyah Puspitaningrum Lukitasari Prabaweni Thoktrdl"
Suropati tertawa terbahak-bahak mendengar nama yang sepanjang itu
"Eh, kenapa kau tertawa" Mengejek, ya?" kata si gadis dengan bibir cemberut.
"Aku tidak mengejekmu. Kau membuatku bingung.
Bagaimana aku harus memanggilmu?"
"Kau bisa memanggilku 'Dhiajeng Thil.'"
Pengemis Binal tertawa kembali. Kali ini lebih keras. Dia sampai memegangi
perutnya yang terasa kejang.
"Kau rada gila, ya?" si gadis bertanya dengan agak marah.
"Uh... ah, tidak!"
"Lalu, kenapa kau tertawa?"
"Kau lucu. Hi-hi-hi...."


Pengemis Binal 05 Kitab Sukma Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si gadis mencubit dagu Suropati. "Kau tampan dan sangat menggemaskan...,"
katanya. "Eh, kau belum menyebutkan siapa namamu."
"Raden Mas Sosro Hadiningrat Mangkubumi Mangkulangit Hayuweningtyas Panyuwun
Sadekah alias Suroblonthang....
Eh, Suropati."
Ganti si gadis yang tertawa keras. "Kau lucu," katanya kemudian.
"Kau juga."
"Di mana tempat tinggalmu?" "Banyak. Aku sering pindah-pindah." "Wuih, kau
sangat kaya rupanya," si gadis merasa sangat senang.
Suropati tersenyum-senyum.
"Kau sendiri?" tanya remaja konyol itu sambil meremas jemari tangan si gadis.
"Tergantung keadaan. Kalau sekarang aku tidak sendiri.
Kan ada kau, Raden Mas Suroblon-thang. Eh, Suropati...."
"Rumahmu?"
"Perlukah itu kujawab?"
"Tentu."
"Rumahku di pojok utara kotapraja." 'Yang mana?"
"Rumah besar yang agak menjorok ke dalam."
Mendengar itu, Pengemis Binal terkejut bukan main. "Itu kan rumah para wanita
panggilan...?" katanya setengah tak percaya.
"Memangnya kenapa?"
"Kau tinggal di situ?"
'Ya." "Jadi... jadi kau...."
'Ya. Aku putri asuhan Mak Werti"
"Kau peL...."
'Ya. Kenapa, kau heran" Apakah kau tidak jadi kencan denganku?"
Suropati terdiam. Gerutuan panjang-pendek keluar dari mulutnya.
"Tadi dapat gadis bisu. Sekarang wanita penghibur. Uh!
Sial!" umpat remaja konyol itu dalam hati. "Tapi kalau aku ajak gadis itu, Kapi
Anggara dan Raka Maruta tak kan tahu dia bukan wanita baik-baik."
"Kok malah bengong" Jadi kencan, nggak?" kata si gadis tak sabaran.
Suropati menggaruk kepalanya.
"Kalau jadi, bayar uang muka dulu."
Suropati segera merogoh-rogoh kantong bajunya. Tentu saja dia tak menemukan apaapa. Memang dia tak mempunyai uang sepeser pun.
"Aku tak bawa uang," kata Suropati kemudian dengan senyum kecut.
"Wah, tidak bisa kalau begitu. Mak WerB nanti marah."
"Bayar belakangan saja...."
Si gadis melengos Dia tak mempedulikan Suropati lagi.
"Waduh, kalau begini aku bisa kalah bertaruh...," kata Pengemis Binal dalam
hati. "Ah, aku harus melakukan sesuatu."
Remaja konyol itu lalu mengerahkan kekuatan sihirnya Akhirnya, si gadis mau saja
ketika diajak menuju ke belakang istana, tempat yang telah disepakati bersama
Kapi Anggara dan Raka Maruta.
Ketika sampai di samping istana, Suropati tertawa
terbahak-bahak melihat Raka Maruta dituding-tuding dan diomeli seorang wanita
tua yang berdandan menor.
"Hei, Maruta! Menyerahlah! Kau tidak berbakat menggaet gadis! Menggaet neneknenek pun tak bisa. He-he-he....."
Raka Maruta mendatangi Suropati dengan muka kusut.
Pemuda berwajah lembut itu memandang iri gadis yang berada di samping Suropati.
"Kau berhasil, Suro...," kata Raka Maruta.
"Tentu."
"Kini lawanmu tinggal Kapi Anggara. Aku menyerah saja."
Suropati mengedarkan pandangan.
"Di mana dia" Jangan-jangan dia telah berada di belakang istana...."
Dengan terburu-buru, Suropati melangkah menuju belakang istana. Si gadis diseretnya agar melangkah cepat.
Raka Maruta berjalan mengikuti. Suropati mengumpat-umpat ketika dilihatnya Kapi
Anggara sedang bercengkerama dengan seorang gadis berpakaian putih-kuning.
Melalui cahaya rembulan, dapat dilihatnya jelas mereka saling berpegangan
tangan. "Hei, kalian datanglah cepat! Aku akan segera jadi pemimpin kalian!" teriak Kapi
Anggara saat melihat kehadiran Suropati dan Raka Maruta.
Pengemis Binal berjalan mendekat sambil menahan geram.
Gadis yang berada di sampingnya ditinggal begitu saja.
"Ayo kenalkan, Suro. Ini kekasihku. Namanya De...."
Kapi Anggara tak melanjutkan kalimatnya. Dia melihat wajah Suropati tiba-tiba
pucat-pasi waktu menatap gadis yang berada di sampingnya.
"Kau... kau...," kata Pengemis Binal tergagap.
"Kau Dewi Ikata?"
Si gadis tak kalah terkejutnya saat menatap wajah
Suropati. Dia menjerit kecil. Lalu, menundukkan kepala dalam-dalam.
Suropati mundur beberapa tindak. Sekejap kemudian,
tubuhnya melesat meninggalkan tempat itu. Kapi Anggara terperangah melihatnya.
Raka Maruta menatap kepergian Suropati dengan pandangan tak mengerti, lalu
berlari mengejar.
Suropati berlari cepat keluar dari kotapraja. Bayangan Dewi Ikata yang duduk
berdampingan mesra bersama Kapi Anggara tak pemah lepas dari benaknya. Bibir
remaja konyol itu digigit keras-keras. Sejenak ingatannya melayang ke taman
kepu-tren Kadipaten Bumiraksa, di mana dia pemah mengikat janji bersama gadis
pujaan hatinya.
Disaksikan rembulan dan bintang, Suropati menyatakan perasaan harinya.
"Aku pun mencintaimu, Suro...," kata Dewi Ikata pada waktu itu.
"Tapi, aku hanya orang miskin yang tak punya apa-apa."
"Di mataku kau sangat sempurna, Suro. Kau tampan dan perkasa."
"Ah, kau hanya ingin membuatku merasa senang," Suropati tersipu malu.
"Tidak. Itu kukatakan dari ketulusan hatiku,"
senyum Dewi Ikata. "Sungguh?"
"Demi Tuhan, aku mencintaimu, Suro...."
Mereka lalu berpelukan dan saling mengucap janji untuk selalu hidup bersama.
Tapi, kenyataan mengatakan lain. Dewi Ikata harus mengikuti pengembaraan
gurunya, Arumsari atau Dewi Tangan Api.
Mereka pun berpisah. Namun, sebelumnya mereka telah berjanji suatu saat akan
mewujudkan segala harapan yang telah tersusun. Maka, pertemuan mereka dibelakang
Istana Kerajaan Anggarapura benar-benar menyakitkan hati Suropati.
Remaja konyol itu menggigit bibirnya semakin kuat. Dia menghentikan larinya,
lalu melangkah pelan dengan tubuh gontai. Seorang pemuda berwajah lembut
menyusul dari belakangnya.
"Kau kenapa, Suro?" tanya pemuda itu, yang tak lain Raka Maruta atau Pendekar
Kipas Terbang. Suropati tak menjawab. Kepalanya ditundukkan. Melihat itu, Raka Maruta tertawa
terbahak-bahak.
"Hei, apa yang kau tertawakan?" tanya Suropati, tersinggung.
"Ternyata kau tidak sekonyol yang kukira. Sebenarnya kau kenapa, Suro" Menyesal
karena kalah taruhan" Kapi Anggara memang banyak akal. Kita bisa membalasnya di
kemudian hari."
"Bukan itu masalahnya. Gadis yang berada disampingnya itu'adalah kekasihku!"
Mulut Raka Maruta ternganga lebar.
"Dia putri Adipati Danubraja, dan pernah mengikat janji denganku," beritahu
Suropati melihat temannya terheran-heran.
"Ck... ck... ck... Hebat! Kau hebat sekali, Suro..."
"Apanya yang hebat" Sekarang gadis itu melanggar janjinya." "Janji apa?"
"Untuk hidup bersama."
"Kau sendiri menepati janjimu" Tidak pernah mendekati gadis lain?" ujar Raka
Maruta. Mendengar ucapan Raka Maruta, Suropati mendengus. Lalu digaruk-garuknya
kepalanya yang tl< l.i k gatal.
Pada saat itulah, terlihat sebuah bola api besar mi'i.ih membara meluncur di
angkasa menuju kotapraja.
"Kita harus segera kembali ke istana. Baginda Prabu dalam keadaan bahaya!"
teriak Raka Maruta.
"Tidak Kita harus mencari orang yang membuat bola api itu," tolak Suropati
"Kenapa" Kau tidak mau berjumpa lagi dengan kekasihmu!"
"Bukan karena itu. Di istana sudah banyak tokoh-tokoh sakti. Mereka bisa berbuat
sesuatu untuk menyelamatkan Baginda Prabu."
Usai kalimat Pengemis Binal diucapkan, terdengar ledakan dahsyat di angkasa
hingga menimbulkan lidah api tinggi ke udara.
"Apa kataku" Bola api itu terbentur sebuah kekuataan dahsyat. Kekuatan itu tentu
berasal dari tenaga dalam tokoh-tokoh sakti yang berada di istana," ujar
Suropati. Tiba-tiba sebuah bola api yang lebih besar meluncur datang.
"Orang usil itu berada di seberang sana!" Suropati menunjukkan telunjuknya ke
satu arah. Tubuh pemuda itu lalu melesat. Raka Maruta mengejar. Tapi, tak
seberapa lama mereka tampak kebingungan.
"Kita tak bisa menentukan dari mana bola api itu berasal,"
kata Raka Maruta sambil menghentikan langkahnya.
Suropati mendongakkan kepala. "Kita menunggu bola api itu muncul kembali," ujar
remaja konyol itu sambil terus menatap langit.
"Hei! Itu, Suro...!" Raka Maruta menudingkan jari telunjuknya. "Manusia licik
itu berada di Lembah Tengkorak!"
Suropati dan Raka Maruta segera melesatkan rubuh mereka kembali. Keduanya
berlari cepat dengan mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuhnya.
Jarak lari dua orang pendekar itu terus tak berubah. Ini menandakan kalau ilmu
meringankan tubuh mereka seimbang.
Karena kecepatan lari mereka sangat luar biasa, tubuh Suropati dan Raka Maruta
berubah jadi bayangan yang berkelebat cepat sekali. Sepeminum teh kemudian,
mereka telah menginjakkan kaki di Lembah Tengkorak. Pa dahal jarak antara
kotapraja dengan Lembah Teng korak cukup jauh.
"Hei, Manusia Busuk! Keluar kau dari persembunyianmu!"
teriak Pengemis Binal dengan mengerahkan tenaga dalam.
Suaranya menggema di seluruh permukaan lembah.
Mendadak sebuah bayangan hitam berkelebat, dan
mendarat tepat lima tombak di hadapan Suropati dan Raka Maruta. Dua pendekar
muda itu menatap wajah wanita
buntung yang menyeringai dingin.
"Sekar Mayang!" desis keduanya, kaget "Ha-ha-ha,!" Sekar Mayang atau Penghimpun
Angkara tertawa berkepanjangan.
Suropati dan Raka Maruta terkesiap merasakan degup
jantung mereka tiba-tiba berubah cepat. Dua pendekar muda ini buru-buru
mengerahkan hawa mumi untuk menepis
serangan tak terlihat itu.
"Tanpa susah-susah mencari, rupanya kalian telah datang untuk menyerahkan
nyawa!" kata Sekar Mayang dengan suara lantang.
"Wanita Iblis! Rupanya kau belum puas setelah aku membuntungi tangan kananmu!"
sambut Raka Maruta tak kalah lantangnya.
Mendengar itu, Penghimpun Angkara tertawa tergelak.
Suropati dan Raka Maruta kembali merasakan jantungnya berdegup lebih kencang.
"Ilmu wanita itu telah berkembang demikian cepat" desis Raka Maruta.
Serta-merta pemuda berwajah lembut itu me-nepukkan
kedua telapak tangannya. Timbul ah getaran kekuatan dahsyat yang kasat mata.
Tawa Sekar Mayang langsung terhenti. Mata wanita buntung itu mendelik Terdengar
dengusan gusarnya ketika merasakan aliran darahnya tiba-tiba jadi kacau. Dia pun
segera mengerahkan hawa murni untuk melindungi diri. Kalau saja wanita buntung
itu tidak segera mengambil tindakan tersebut, cairan darahnya akan muncrat
keluar dari seluruh pori-pori.
"Bangsat...! umpat Penghimpun Angkara. "Aku akan segera membalaskan sakit hatiku
kepadamu, Raka Maruta!"
"Kepada Raka Maruta saja" Aku tidak?" Suropati mengulum senyum. "Terima kasih
kalau begitu...."
Remaja konyol itu membalikkan badan seperti hendak
berlalu dari tempat itu. Penghimun Angkara menggeram.
Tangannya segera dihentakkan ke depan.
Wuuusss...! Seberkas sinar merah meluncur ke arah Suropati!
Remaja konyol itu meloncat tanpa membalikkan tubuhnya.
Ledakan dahsyat langsung membahana. Permukaan tanah di mana pukulan jarak jauh
itu mendarat berkubang dalam.
Bebatuan beterbangan
kesana-kemari. "Uh! Hampir saja tubuhku hancur...," gumam Pengemis Binal. Tubuhnya kembali
dibalikkan menghadap sosok Sekar Mayang yang mempunyai sorot
mata setajam pedang.
"Wanita ini telah berusaha membunuh Baginda Prabu, Suro...," ujar Raka Maruta.
"Kita harus melenyapkannya!"
Pemuda berwajah lembut
itu langsung menerjang
Penghimpun Angkara dengan kibasan kipas bajanya. Tapi....
Ceeesss...! Raka Maruta merasakan telapak tangannya panas saat
kipasnya hampir menyentuh tubuh Sekar Mayang. Dia pun terkejut setengah mari
melihat senjatanya terhenti di udara.
Penghimpun Angkara mengibaskan telapak tangan tunggalnya. Pendekar Kipas Terbang yang masih dalam keterkejutan tak sempat
berbuat apa-apa, ketika senjata andalannya tercampak lepas dari pegangan dan
melayang jauh. Pemuda berwajah lembut itu terperangah. Pada saat itulah, Sekar Mayang
melancarkan sebuah tendangan maut!
Sraaattt...! Raka Maruta masih sempat menjatuhkan diri ke tanah.
Tapi, tak urung bahunya terserempet. Bajunya robek lebar dan mengepulkan asap.
Untunglah pemuda berwajah lembut itu mempunyai tenaga dalam yang sudah mendekati
kesempurnaan. Kulitnya jadi tidak hangus terbakar.
"Tunggu apa lagi, Suro"!" teriak Raka Maruta. "Segera kita gempur wanita iblis
ini!" "Sayang, aku tidak membawa Tongkat Saktiku," gumam Pengemis Binal.
Mata remaja konyol itu mendelik ketika melihat Pendekar Kipas Terbang yang telah
kehilangan senjata diserang oleh Sekar Mayang. Pemuda berwajah lembut itu tampak
kewalahan. Suropati langsung terjun ke arena pertempuran dengan melancarkan pukulan dalam
jurus 'Pengemis Menghiba
rembulan'! Wuuusss...! Kerudung hitam yang dikenakan Sekar Mayang lepas,
terkena sambaran angin pukulan Pengemis Binal. Wanita buntung itu mendengus
keras. Telapak tangan tunggalnya dikibaskan.
Hawa panas terasa menerpa. Suropati meloncat tinggi-tinggi kemudian meluncur
cepat mengge-prak kepala
Penghimpun Angkara. Bersamaan dengan itu, Raka Maruta melancarkan tendangan ke
perut! Sekar Mayang melentingkan tubuhnya ke belakang lalu bersalto beberapa kali di
udara. Kedua serangan lawannya pun luput!
"Kalian benar-benar sudah merindukan Malaikat Kematian!"
kata Sekar Mayang setelah menjejak tanah.
Wanita itu bersuit nyaring. Dan sebuah bayangan merah berkelebat cepat mendarat
di sisi kiri Penghimpun Angkara.
"lngkanputri!" desis Pengemis Binal.
"Ha-ha-ha...,'" Sekar Mayang tertawa. "Kau kaget melihat sahabatmu jadi budakku,
Suro?" Pandanglah sepuasmu sebelum dia membunuhmu!"


Pengemis Binal 05 Kitab Sukma Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jahanam! Bebaskan gadis yang tak berdosa itu!" pekik Suropati.
Penghimpun Angkara tertawa kembali. Kemudian, telunjuk jari tangan tunggalnya
menuding. "Cincang tubuhnya, Putri...!
Mendengar perintah itu, Ingkanputri langsung menerjang!
Tangan kanannya bergerak lurus ke depan dengan telapak terbuka. Sedangkan tangan
kiri menekuk di samping dada.
Dengan lontaran tubuh, gadis itu berusaha menyarangkan pukulan ke kepala
Pengemis Binal.
Suropati menggeser tubuhnya satu tindak. Luncuran
tangan kanan Ingkanputri pun luput. Tapi, remaja konyol itu tak menyangka bila
serangan hebat Ingkanputri berpusat pada tangan kiri yang menekuk!
Wuuusss...! Tangan kiri Ingkanputri menyorong ke depan sambil
memiringkan rubuhnya. Angin pukulan berhawa panas
menerjang dada Pengemis Binal. Remaja konyol itu meloncat ke samping. Dan,
Ingkanputri telah mempersiapkan sebuah tendangan!
Tubuh Suropati terpelanting waktu tendangan Ingkanputri bersarang di pinggang
kiri, "Ha-ha-ha...," Penghimpun Angkara tertawa tergelak-gelak.
"Lumat dia, Putri! Jangan, beri kesempatan untuk bernapas!"
"Wanita Iblis! Akulah yang akan melumat tubuhmu!"
sambut Raka Maruta seraya menerjang.
"Ucapanmu itu terbalik...!"
Sekar Mayang segera menyambut. *** Malam di Lembah Tengkorak tak lagi sunyi. Teriakan
kemarahan dan dentuman pukulan membahana, memekakkan gendang telinga. Pijaran
cahaya lewat pukulan jarak jauh yang berasal dari pemusatan tenaga dalam membuat
gelap tersibak. "Hai ittt..!
Tubuh Suropati berkelebat cepat, berusaha menotok dada kiri lngkanputri. Tapi,
gadis itu mengibaskan telapak tangan kirinya dengan ber-lambarkan ilmu 'Pukulan
Api Neraka'! "Ih...!"
Pengemis Binal menarik tangannya ketika hawa panas
menghadang. Dia pun jadi kerepotan, karena hanya mau menyerang dengan
mengandalkan jurus-jurus totokan yang tak membahayakan jiwa. Sedangkan
lngkanputri terus
mencecar remaja konyol itu dengan serangan-serangan mematikan.
Kedua tangan gadis murid Dewi Tangan Api itu datang menderu-deru membiaskan
cahaya merak Pengemis Binal dipaksa berloncatan ke sana-kemari untuk
menghindari. "Aku harus mencari akal untuk memusnahkan kekuatan sihir yang mempengaruhi
lngkanputri...," kata Suropati dalam hati. 'Tapi, bagaimana aku dapat memusatkan
kekuatan batin bila gadis itu
begitu bernafsu untuk membunuhku?"
Melihat lawan berdiri dalam keterpanaan, Ingkanputri tak menyia-nyiakan
kesempatan itu. Kedua telapak tangannya
yang dilambati tenaga dalam penuh menghentak ke depan.
Kilatan cahaya api meluncur ke arah Pengemis Binal.
Remaja konyol itu sudah tak sempat lagi untuk
menghindar. Dia melindungi dadanya dengan kedua telapak tangan. Kekuatan tenaga
dalamnya hanya dua pertiga karena takut akan mencelakakan Ingkanputri.
Blaaarrr...! Ledakan dahsyat membahana, menimbulkan percikan
bunga api yang menyibak gelap.
Tubuh Ingkanputri terlontar dua tombak ke belakang.
Sedangkan tubuh Suropati terpental jauh. Tapi, dengan bersalto beberapa kali di
udara remaja konyol itu dapat mendaratkan kakinya ke tanah.
Keluhan kecil keluar dari mulut Pengemis Binal. Dadanya terasa sesak dan
pandangannya sedikit mengabur. Dengan tubuh terhuyung-huyung dia menggelenggelengkan kepala, berusaha mengusir kerlip cahaya biru yang menebar di depan
matanya. Pada saat itu Ingkanputri telah melancarkan pukulan jarak jauhnya kembali!
Wuuusss...! Kali ini, serangan gadis itu hanya dapat membuat kubangan dalam di permukaan
tanah. Suropati telah melompat tinggi-tinggi.
Pada waktu tubuh remaja konyol itu masih melayang di udara, kedua tangannya
terpentang lalu menangkup dengan telapak
menghadap ke depan. Suropati memainkan jurus'Pengemis Meminta Sedekah!
Deeesss...! Tubuh lngkanputri berpusing di tempat lalu terlontar lima tombak. Terkena
sodokan telapak tangan Suropati yang
bersarang di bahu kanan. Setelah bisa menguasai keadaan, gadis itu menyeringai
dingin Ditatapnya Pengemis Binal dengan penuh kemarahan.
Suropati menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada. Dia berusaha
memusatkan kekuatan batin untuk
menembus kekuatan sihir yang mempengaruhi lngkanputri.
Tubuh Suropati bergetar keras dengan keringat membanjir.
Ketika asap tipis mengepul dari kepalanya, mendadak sebuah tenaga gaib menyerang
remaja konyol itu. Tubuh Suropati terhuyung-huyung mundur beberapa tindak.
"lngkanputri dibentengi oleh kekuatan sihir dahsyat yang tak dapat ditembus...,"
gumam Suropati seraya melompat tinggi ke udara.
lngkanputri telah melancarkan pukulan jarak jauhnya. Dan untuk kesekian kalinya,
permukaan tanah berkubang dalam akibat lontaran tenaga dalam yang tak mengenai
sasaran. Pertempuran antara Raka Maruta dengan Sekar Mayang
berlangsung lebih hebat. Dua manusia itu sama-sama
bernafsu untuk segera menyudahi perlawanan lawan. Tapi, semenjak Sekar Mayang
mendalami Kitab Sukma Gelap
warisan dari Dewa Sesat, kepandaian wanita buntung itu telah beri pat ganda. Hal
itu membuatnya berada di atas angin.
Berkali-kali tubuh Raka Maruta terserempet pukulannya, hingga pakaian yang
dikenakan pemuda berwajah lembut itu koyak-koyak seperti habis dibakar. Apalagi
pendekar muda itu telah kehilangan senjata andalannya. Raka Maruta semakin
kewalahan menghadapi lawan.
"Ha-ha-ha...!"
Tawa Penghimpun Angkara membahana. Mata wanita
buntung itu memancarkan sinar aneh. Ditatapnya tubuh Pendekar Kipas Terbang yang
berdiri gontai.
"Neraka jahanam telah menunggu kehadiranmu,' Raka Maruta!" kata Sekar Mayang
seraya menghentakkan tangan tunggalnya.
Weeesss...! Sebuah bola api merah membara meluncur ke arah
Pendekar Kipas Terbang!
Pemuda berwajah lembut itu melompat ke samping. Pada saat itulah mulutnya
menyemburkan darah segar
Mendadak bola api yang meluncur tak mengenai sasaran berbalik arah, dan
menghunjam ke tubuh Raka Maruta dari arah belakang!
Raka Maruta sudah tak mempunyai daya untuk menghindar. Tubuhnya melengkung ke depan hendak jatuh.
Bola api yang panas membara pun meluncur semakin dekat.
Malaikat Kematian telah mengintai!
Pada saat yang sangat genting itu, tiba-tiba seberkas sinar kebiruan meluncur
datang. Kemudian...
Blaaarrr...! Ledakan dahsyat membahana, mengguncangkan Lembah
Tengkorak Percikan bunga api menebar bagai hujan deras.
Bola api ciptaan Sekar Mayang dari kehebatan ilmu 'Cahaya Sesat' yang
dimilikinya, lenyap akibat hadangan pukulan jarak jauh Suropati. Tapi, remaja
konyol itu mesti merelakan bahu kirinya terhantam pukulan lngkanputri. Tubuh
Pengemis Binal terhempas dan bergulingan di atas tanah.
Belum sempat remaja konyol itu bangkit berdiri, lngkanputri telah melancarkan
pukulan jarak jauhnya dengan kekuatan tenaga dalam penuh!
Dalam waktu yang bersamaan, Sekar Mayang pun
melontarkan kembali bola api ciptaannya ke tubuh Raka Maruta yang tergeletak di
tanah. Jiwa dua pendekar muda itu terancam maut. Tapi,
kekuatan kasat mata tiba-tiba muncul membentengi tubuh Suropati dan Raka Maruta.
Serangan lngkanputri dan Sekar Mayang berhasil dipunahkan.
Seorang kakek kurus kering yang berambut putih riap-riapan telah hadir di tempat
itu. Kakek itu duduk bersila dengan kedua tangan bersedekap. Namun anehnya,
tubuh kakek itu tidak menyentuh tanah, melainkan melayang di udara setinggi dua
tombak. "Datuk Risanwari...!" desis Sekar Mayang. Wanita buntung itu sudah mengenal
siapa kakek yang baru datang. Dia pemah tinggal di lorong bawah tanah di Bukit
Hantu bersama Ratnasari, junjungan Sekar Mayang semasa Perkumpulan Bidadari
Lentera Merah masih berjaya.
"Sadarlah kau, Sekar Mayang...," kata Datuk Risanwari.
Suara yang keluar dari mulutnya terdengar begitu parau.
"Amarah dan dendam hanya akan menceburkan ke lembah dosa. Perbuatan kita di
dunia ibarat orang menanam pohon, yang akan kita petik hasilnya nanti ketika
ajal telah riba...."
"Huh...!" Penghimpun Angkara mendengus. "Kau tak perlu mencampuri urusanku!"
"Kedatanganku hanya untuk menyelamatkan dua anak manusia yang hendak kau jadikan
korban...," kata Datuk Risanwari seraya membentangkan kedua tangannya.
Suatu kekuatan kasat mata menyedot tubuh Suropati dan Raka Maruta yang masih
tergeletak di tanah. Kemudian, Datuk Risanwari mendekapnya. Tubuh mereka pun
melesat di udara bagai Ie-satan batu meteor.
Melihat itu, Sekar Mayang menggeram marah. Bergegas dia mengerahkan ilmu 'Cahaya
Sesat'-nya sampai ke puncak.
Muncul ah bola api sebesar
KITAB SUKMA GELAP 97
kerbau mengejar luncuran tubuh Datuk Risanwari.
Blaaarrr...! Terlihat jelas punggung Datuk Risanwari terbentur bola api ciptaan Sekar Mayang.
Tapi, dia seperti tak mengalami suatu apa! Tubuhnya terus melesat semakin cepat
sambil mendekap erat Suropati dan Raka Maruta.
*** Malam telah berlalu. Sang Baskara malu-malu menampakkan wujudnya. Seiring kokok ayam alas yang
semakin menghilang, cahaya perak menyiram bumi. Satwa-satwa pun menggeliat
bangun dari tidurnya untuk meneruskan jalan kehidupan.
Di dalam sebuah gua yang tak begitu jauh letaknya dari Lembah Tengkorak,
Suropati dan Raka Maruta duduk bersila dengan mata terpejam. Di belakangnya
Datuk Risanwari menempelkan kedua telapak tangannya ke punggung dua pendekar
muda itu. Datuk Risanwari sedang menyalurkan hawa muminya untuk membantu
penyembuhan luka dalam
Suropati dan Raka Maruta.
Perlahan-lahan mata Suropati terbuka. Dia merasakan tubuhnya jadi sangat ringan.
Dia bergeser dari tempat duduknya, karena merasa telah bebas dari terpaan sakit
yang berpusat di bahu kirinya.
"Bertalianlah di tempatmu, Suro...," Bisik Datuk Risanwari.
Mendengar itu. Pengemis Binal menghentikan gerak
tubuhnya. Lalu, memejamkan mata kembali.
Remaja konyol itu baru sadar kalau Datuk Risanwari tengah membagi kekuatan
tenaga dalamnya^. Kalau saja dia telanjur melepas saluran hawa mumi kakek itu,
maka hawa mumi yang mengalir di tubuh Datuk Risanwari akan menjadi kacau. Dan,
hal itu sangat berbahaya bagi keselamatannya.
"Hoeeekkk...!"
Darah segar menyembur dari mulut Raka Maruta yang
menderita luka dalam lebih parah. Sesaat kemudian, mata pemuda berwajah lembut
itu perlahan-lahan terbuka. Dia merasakan tubuhnya telah kembali ringan dan
sakit di dadanya berkurang.
Datuk Risanwari pun menarik kedua tangannya. Tapi,
mendadak kakek itu membungkukkan badan seraya menempelkan kedua ujung jari telunjuknya ke kening.
"Kau tidak apa-apa, Kek?" tanya Suropati melihat tubuh Datuk Risanwari bergetar
semakin hebat. Perlahan-lahan kakek itu meluruskan tubuhnya. Terlihat mulut dan hidungnya
belepotan darah.
"Kau tidak apa-apa, Kek?" tanya Suropati lagi.
"Ilmu wanita iblis itu sangat hebat. Aku bisa merasakan akibatnya...," kata
Datuk Risanwari dengan suara parau.
Kakek itu lalu menatap wajah Suropati dan Raka Maruta bergantian.
"Semakin kuat amarah dan dendam dalam jiwa wanita iblis itu, semakin hebatlah
ilmunya. Untuk memusnahkannya, rasa kemanusiaan wanita iblis itu harus dibangkitkan..."
Usai mengucapkan kalimatnya, Datuk Risanwari menggelengkan kepala. Rambutnya yang putih panjang
bergerak menutupi seluruh wajahnya. Tubuh kakek itu lalu menggeliat kecil
Bersamaan dengan itu, rambut putihnya telah basah bersimbah darah!
"Kek...!" jerit Pengemis Binal. Raka Maruta yang lebih bisa menguasai perasaan
hanya menatap dengan pandangan haru Tangan
kanan datuk Risanwari bergerak pelan. Dikeluarkannya gulungan kulit harimau dari balik baju. Tapi, tangan kakek tua
renta itu segera terkulai. Kulit harimau yang
terikat tali penjalin itu pun menggelinding ke hadapan Suropati.
"Serahkan benda itu kepada Gede Panjalu, Suro...," kata Datuk Risanwari dengan
suara ngorok bagai ayam habis disembelih.
Dengan susah-payah, kakek itu menyedekap-kan

Pengemis Binal 05 Kitab Sukma Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya kembali. Lalu, menghentakkan telapak kakinya ke lantai gua.
Weeesss...! Tubuh Datuk Risanwari melesat ke luar gua. Suropati dan Rawa Maruta hanya
menatap keper-giannya.
"Semoga Tuhan memberi kekuatan kepadanya," gumam Pengemis Binal. Lalu, remaja
konyol itu memungut gulungan kulit harimau yang tergeletak di hadapannya. "Aku
harus melaksanakan amanat Datuk Risanwari...."
"Siapa sebenarnya kakek itu, Suro?" tanya Raka Maruta sambil beringsut ke dekat
Pengemis Binal.
"Kau tentu sudah mengenal Gede Panjalu yang bergelar Pengemis Tongkat Sakti,
Maruta. Kakek tua renta yang baru saja menolong kita itu adalah ayah
kandungnya."
"Ayah kandung Kakek Gede Panjalu?"
"Kenapa" Kau heran?"
"Tidak. Seorang tokoh sakti jika dia berumur seratus tahun lebih bukan sesuatu
yang mengherankan. "
"Lalu, apa yang kau pikirkan?"
"Kalau saja Datuk Risanwari mau bergabung dalam Perkumpulan Pengemis Tongkat
Sakti yang kau pimpin, berarti dua tokoh pilih tanding berdiri di belakangmu.
Hal itu akan membuat perkumpulan pengemismu akan semakin berjaya."
"Aku tidak membutuhkan kejayaan, Maruta. Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti
hanyalah sebuah wadah peri ndungan bagi para pengemis yang biasa hidup terhina."
Pengemis Binal bangkit dari tempat duduknya.
"Aku dan seluruh tokoh penting Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti mendapat tugas
dari Baginda Prabu untuk melenyapkan Sekar Mayang. Karena itu, aku tidak bisa
berdiam lama di tempat ini...."
"Kau hendak ke mana"!" cegah Raka Maruta waktu melihat Suropati melangkahkan
kaki keluar gua.
Pengemis Binal menghentikan langkah. Ditatapnya wajah Raka Maruta dalam-dalam.
"Kau tidak kasihan melihat seorang gadis yang tak berdosa jadi budak wanita
iblis itu?" tanya Suropati.
"Bukan begitu, Suro. Kita tidak boleh bertindak gegabah,"
kata Pendekar Kipas Terbang dengan suara kalem. "Datang ke Lembah Tengkorak pada
siang hari sama saja dengan bunuh diri."
"Kenapa?"
"Jamur-jamur yang tumbuh di lembah itu bila tertimpa sinar matahari akan
mengeluarkan asap beracun."
"Aku sudah tahu."
"Lalu, kenapa kau hendak ke sana?"
"Sekar Mayang pun manusia. Dia tidak mungkin berdiam diri di lembah itu."
"Jadi, kau mengira wanita iblis itu tinggal di sekitar Lembah Tengkorak tanpa
menginjakkan kakinya pada siang hari di lembah itu?" kata Raka Maruta. "Kau
keliru, Suro. Ilmu Sekar Mayang telah berkembang sedemikian cepat. Tak mustahil
tubuhnya telah menjadi kebal terhadap segala jenis racun.
Dan lagi, sewaktu kita mencari asal luncuran bola api yang melesat ke kotapraja,
bukankah kita dapatkan kalau bola api itu berasal dari Lembah Tengkorak" Kalau
Sekar Mayang tidak berdiam diri di situ, untuk apa dia bersusah-payah ke Lembah
" Tengkorak dulu sebelum melancarkan serangannya ke
kotapraja?"
"Kata-katamu ada benarnya. Tapi, kenapa Ingkanputri juga dapat bertahan dari
serangan racun bila dia tinggal di Lembah Tengkorak?" "Sekar Mayang telah
membantunya." Suropati mengangguk. Lalu, tangan kanannya bergerak ke atas.
Pemuda itu melakukan kebiasaannya, menggaruk-garuk
kepala. "Kalau begitu, untuk menggempur Sekar Mayang kita harus menunggu datangnya
malam...," kata remaja konyol itu sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding gua.
"Bukan hanya menunggu. Kita harus berbuat sesuatu.
Dalam keadaan sehat saja kita tak dapat menghadapinya, apalagi sekarang kita
baru saja sembuh dari luka dalam...."
"Lalu, apa yang harus kita perbuat?" tanya Suropati kebingungan.
"Kau ingat pesan Datuk Risanwari?"
"Aku harus menyerahkan gulungan kulit harimau ini kepada Kakek Gede Panjalu."
"Yang lainnya?"
Kening Suropati berkerut, berusaha mengingat-ingat pesan terakhir Datuk
Risanwari. "Uh! Rupanya daya ingatmu sangat payah, Suro...," ejek Raka Maruta,
"Tidak apa-apa. Asalkan masih banyak gadis yang menyukaiku, aku akan berusaha
mempertajam daya ingatku.
Biar aku tak lupa kesukaan mereka...," kata Suropati.
Tapi, mendadak wajah remaja konyol itu jadi kusut.
"Bangsat kau, Kapi Anggara!" umpatnya, la teringat Dewi lkata yang tampak begitu
lengket dengan si Pendekar Asmara.
"Hei, rupanya kau teringat kepada kekasihmu itu, Suro...,"
kata Raka Maruta seraya bangkit dari duduknya.
"Aku akan menyabung nyawa denganmu, Pendekar Mata Maling!" umpat Suropati lagi.
"Sudahlah, Suro. Lupakan hal itu dulu. Perihal Sekar Mayang lebih penting."
Suropati diam sambil menggaruk-garuk kepala.
"Datuk Risanwari telah berpesan agar kita dapat memusnahkan ilmu wanita iblis
itu, rasa kemanusiaan dalam hatinya harus dibangkitkan."
"Rasa kemanusiaan yang bagaimana?"
Pendekar Kipas Terbang tampak berpikir.
"Yah, semacam pancaran hari nurani yang mengarah pada kebaikan," kata pemuda
berwajah lembut itu kemudian.
"Contohnya?"
"Ehm... seperti rasa belas kasihan, penghormatan, kasih sayang, dan cinta..."
"Kalau begitu, kita butuh seseorang yang sanggup membangkitkan rasa kemanusiaan
itu. Tapi, siapa?"
"Mungkinkah Kapi Anggara dapat melakukannya?" tanya Raka Maruta.
"Dapat!" sambut Pengemis Binal penuh kepastian.
"Apa alasannya?"
Suropati menggaruk-garuk kepalanya, lalu nyengir.
"Kalau gagal, biar dia mati. He-he-he...."
"Ah, kau terbawa sakit hatimu, Suro...," ucap Raka Maruta.
"Tidak. Aku hanya bercanda. Cobalah pikir, aku kira Kapi Anggara memang sanggup
melakukannya. Bukankah dia
pernah mempunyai hubungan dengan Sekar Mayang?"
"Tapi, Sekar Mayang yang merasa dikhianati tentu mempunyai rasa benci kepadanya,
bahkan bisa berwujud dendam membara."
"Bagaimanapun juga, wanita tidak bisa lepas dari kodratnya untuk memiliki hati
lemah. Kalau Kapi Anggara tampak menyesali perbuatannya dan bersedia menebus
kesalahan, aku kira Sekar Mayang akan takluk. Toh, Kapi Anggara yang bergelar
Pendekar Mata Maling, eh, Pendekar Asmara, tentu bukan nama kosong...."
"Tapi, aku belum yakin sepenuhnya."
"Kita bisa mencoba."
"Ini urusannya dengan nyawa, Suro. Kita tidak bisa mencoba-coba."
"Uh! Rupanya ada pendekar yang takut mati!"
"Bukan begitu. Sebaiknya kita...."
Ucapan Raka Maruta terpotong karena disela tawa
Suropati. "Bangsat kau, Suro!" umpat Pendekar Kipas Terbang.
"Bagaimana" Kau bisa menerima usulku?" Suropati tak menghiraukan makian Raka
Maruta. "Baiklah. Kita segera menemui Kapi Anggara." "Kau saja yang
melakukannya."
"Kenapa?"
"Kalau aku ikut ke kotapraja, itu hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga.
Untuk sampai ke Lembah Tengkorak lagi pasti hari telah gelap."
"Lho, bukankah kita akan menggempur Sekar Mayang pada waktu malam."
"Bodoh!" olok Suropati sambil nyengir. "Bila aku tinggal di sini,
akan banyak kesempatan untuk membebaskan lngkanputri dari pengaruh sihir. Itu berarti mengurangi kekuatan Sekar Mayang."
"Kalau begitu kita berbagi tugas. Kau membebaskan lngkanputri, dan aku menemui
Kapi Anggara."
"Satu pesanku, karena kau belum sembuh benar dari luka dalammu, tempuhlah
perjalanan dengan berkuda," kata Suropati.
Raka Maruta mengangguk.
"Mudah-mudahan usaha kita tak menemui halangan...,"
ucap pemuda itu.
Kemudian, pemuda berwajah lembut itu melangkah keluar dari gua, menembus cahaya
mentari yang telah memayungi kepala.
Suropati langsung duduk bersila untuk bersemadi Ia
hendak mengumpulkan kekuatan yang telah terkuras saat bertempur melawan
Ingkanputri Tanpa terasa malam telah tiba. Gelap menerpa. Lembah Tengkorak
tampak angker ketika angin berhembus seperti nyanyian iblis yang
berkumandang di angkasa.
Sebenarnya untuk mencari seseorang rit lembah itu tidak mudah. Selain luas juga
banyak goa yang bisa digunakan sebagai tempat persembunyian. Namun, bagi
Suropati, hal itu tidak terlalu menyulitkan, dia mempunyai ilmu penglihatan yang
sanggup menembus gelap dan tebalnya tebing.
"Ingkanputri tentu berada di dalam gua sebelah sana...,"
ujar Pengemis Binal dalam hati. "Tapi, di mana Sekar Mayang?"
Untuk beberapa saat, remaja konyol itu diliputi keraguan.
Hanya karena tekad yang bulatlah akhirnya dia melanjfJtkan langkah.
"Mudah-mudahan aku tidak kepergok wanita iblis itu sebelum Raka Maruta dan Kapi
Anggara datang...," harapnya kepada diri sendiri.
Sebentar kemudian Suropati telah berada di ambang gua.
Dengan langkah halus yang mempergunakan ilmu meringankan tubuh, remaja konyol itu berjalan memasuki gua.
Kegelapan yang hitam pekat langsung menyergapnya.
Walaupun mata lahir Suropati tak dapat melihat apa-apa, tapi mata batinnya
sedang bekerja.
Dia segera berjalan mengikuti petunjuk yang didapatkannya. Tak lama kemudian, Suropati telah mendapatkan tubuh Ingkanputri yang terbaring di atas batu besar.
"Kalau mendengar desah napasnya, dia pasti sedang tidur.
Tapi, apakah dia hanya berpura-pura?" Suropati diliputi keraguan. "Ah, persetan
dengan semua itu. Mumpung ada kesempatan Aku harus bertindak cepat!"
Dalam gelap, tubuh remaja konyol itu melayang. Hendak dilancarkannya totokan ke
dada kiri lngkanputri. Tak ada reaksi apa-apa dari murid Dewi Tangan Api itu.
Totokan Suropati tepat mengenai sasaran. Kemudian, dengan bebas dia melancarkan
totokan ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Dibopongnya tubuh lngkanputri keluar gua.
"Kenapa aku begitu mudah mendapatkan gadis ini?"
gumam remaja konyol itu. "Apakah ini bukan jebakan?"
Suropati tak sempat berpikir lebih panjang lagi ketika terdengar suara tawa
berkepanjangan. Bersamaan dengan itu, bola api merah membara meluncur ke
arahnya! "Uts...!"
Suropati meloncat. Tapi bola api itu berbelok arah dan menghantam punggung!
Tubuh Pengemis Binal melenting ke atas. Remaja konyol itu jadi terkejut setengah
mati waktu merasakan tubuhnya tidak segera mendarat ke permukaan tanah, namun
terus meluncur ke bawah.
Sadarlah Suropati kalau dia telah terperosok ke dalam lubang jebakan....
Sambil terus mendekap tubuh Ingkanputri, Suropati
berusaha mencapai dinding lorong. Tangan kanannya
dikepalkan lalu dilontarkan ke depan!
Bluuusss...! Pergelangan tangan kanan Pengemis Binal menancap di dinding lorong yang berupa
tanah padas hingga sebatas siku.
Terdengar jerit tertahan ketika tangan remaja konyol itu terhentak keras waktu
menahan luncuran tubuhnya. Karena kekuatan tenaga dalam yang sudah mendekati
sempurna Suropati tak mengalami cidera.
Blus...! Blus...! Suropati menancapkan ujung telapak kaki kanan dan
kirinya secara bergantian. Dengan cara Itu dia merayap naik.
Selagi remaja konyol itu beranjak tiga tombak dari
kedudukan semula, mendadak dinding lorong yang tertancapi ujung telapak kaki
kirinya ambrol!
Tubuh Pengemis Binal kembali meluncur ke bawah. Remaja konyol itu segera
menghentikan luncuran tubuhnya dengan menancapkan pergelangan tangan kanan ke
dinding lorong, seperti yang pertama dia lakukan.
Pada saat tubuh Suropati masih menggantung, tiba-tiba lngkanputri menggeliat.
Tentu saja Pengemis Binal terkejut.
Totokan yang dilancarkan ke tubuh gadis itu tak akan lepas sebegitu cepat.
Suropati tak pernah menyangka kalau lngkanputri
mempunyai ilmu 'Pemencar Jalan Darah' yang dapat
memindah-mindahkan pusat aliran darah, hingga membuat gadis itu tak mempan di
totok. Dan, apa yang sedang dilakukan lngkanputri dengan berpura-pura tak
berdaya adalah sebagian dari tipu muslihat Sekar Mayang.
Kini murid Dewi Tangan Api itu melayangkan kepalan
tangan kanannya, menggedor dada Pengemis Binal!
Dheeesss...! "Arghhh...!"
Suropati memuntahkan darah segar. Tubuhnya terayunayun. Namun, dia berusaha sekuat tenaga untuk menahan pergelangan tangan
kanannya yang menancap rji dinding lorong. Demikian pula dengan tangan kirinya
yang mendekap tubuh lngkanputri.
"Kenapa kau memukulku?" tanya remaja konyol itu sambil menahan rasa sakit dalam
dadanya. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut lngkanputri.
Dalam kegelapan tiba-tiba mata gadis itu bersinar merah.
Bersamaan dengan itu, tangan kanannya telah membara dan memancarkan hawa panas.
Siap dihantamkan ke kepala
Suropati! "Sadarlah, Putri! Aku Suropati!" teriak Suropati dengan mata mendelik.
Ingkanputri mendengus. Mendadak gadis itu Jadi ragu.
Walaupun dia berada di bawah pengaruh sihir, tapi hati Ingkanputri jadi terpuruk
dalam kebimbangan saat mendengar teriakan orang yang sangat dicintainya itu.
"Aku Suropati, Putri. Aku berusaha menolongmu...," kata Suropati lagi mencoba
menyadarkan Ingkanputri.
Mendengar itu, Ingkanputri menggeleng-gelengkan kepala.
Telinganya mendengar perintah untuk segera menjatuhkan tangan maut ke tubuh
Suropati. Kebimbangan dalam hati gadis itu akhirnya lenyap. Dengan menggeram
keras, Ingkanputri mengayunkan kepalan tangannya ke kepala Pengemis Binal.


Pengemis Binal 05 Kitab Sukma Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Malaikat Kematian benar-benar telah mengintai nyawa remaja konyol itu. Suropati
pun panik, karena tak melihat jalan lain untuk melepaskan diri dari maut, dia
melepas tangan kirinya yang mendekap tubuh Ingkanputri!
"Aaa...!"
"Putri!"
Jerit panjang Ingkanputri dibarengi teriakan Suropati.
Namun, hal itu tak menghalangi tubuh Ingkanputri yang meluncur deras jatuh ke
dasar lorong. "Putri...," gumam Pengemis Binal dengan keharuan yang sangat.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud mencelakakanmu."
Untuk beberapa lama, tubuh Suropati menggantung di
dinding lorong. Pikiran remaja konyol itu sedang kalut karena rasa sesak dalam
dadanya. Huk...! Tiba-tiba Suropati tersedak. Dari hidungnya mengalir darah segar akibat pukulan
lngkanputri yang bersarang tepat di dada remaja konyol itu. Dan, karena Suropati
teringat akan kewajibannya untuk melenyapkan Sekar Mayang, dia pun berusaha merayap naik.
Keringat membanjir di tubuh remaja konyol itu. Dengan menggigit bibir kuat-kuat,
dia berusaha menghalau rasa sakit yang menghunjam dadanya. Sedikit demi sedikit
Suropati semakin mendekati mulut lorong.
*** Di luar, cahaya rembulan masih setia menemani malam
Dari kejauhan tampak dua ekor kuda dipacu dengan cepat
"Heaaa...!"
"Heaaa...!"
Raka Maruta dan Kapi Anggara berteriak tak sabaran.
"Kita harus secepatnya mencapai Lembah Tengkorak!"
teriak Raka Maruta. "Aku takut terjadi sesuatu terhadap Suropati!"
"Aku juga sudah tak sabar untuk segera im-lei yapkan Sekar Mayang. Baginda Prabu
menjanjikan jabatan tinggi bila aku dapat mempersembahkan kepala wanita iblis
itu." Mereka pun memacu kudanya semakin cepat. Kuda yang
mereka tunggangi adalah kuda pilihan yang bertenaga besar.
Larinya bagai lontaran anak panah.
Sebentar kemudian Raka Maruta dan Kapi Anggara telah sampai di tempat yang
dituju. Setelah mengikat tali kuda pada tongkat kayu, mereka segera mengitari
lembah. Tapi, mereka tak menemukan orang yang dicari.
"Di mana kira-kira wanita iblis itu berada?" tanya Kapi Anggara.
"Entahlan. Suropati pun tak kita temukan," jawab Raka Maruta.
"Mungkinkah mereka sedang bertempur di dalam gua?"
"Tidak mungkin. Kita tidak mendengar suara pertempuran.
Dan lagi, Suropati tentu menghindari bentrokan dengan Sekar Mayang sebelum
kehadiran kita."
"Sebaiknya kita periksa setiap gua." "Jangan! Hal itu sangat berbahaya!" "Lalu,
bagaimana?"
"Kita pancing Sekar Mayang untuk keluar dari tempat persembunyiannya."
"Kalau begitu, kau segera menyingkirlah...."
Raka Maruta menuruti perintah Kapi Anggara. Pemuda itu cepat berlalu dari tempat
itu. Kapi Anggara mencabut sehelai daun ilalang yang tumbuh tak seberapa banyak.
Kemudian, pemuda tampan itu duduk bersila di tanah datar yang agak luas.
Daun ilalang yang telah dipotongnya menjadi sejengkal segera didekatkan ke
bibir. Dengan tiupan yang disertai tenaga
dalam, terdengarlah alunan irama merdu mengangkasa di seluruh permukaan Lembah Tengkorak.
Untuk beberapa lama irama merdu itu terus mengalun. Dan ketika berhenti, mulut
Kapi Anggara mengalunkan tembang...
Sedih yang mendalam timbul dan' rasa sesal Sesal muncul dan dorongan rasa salah
Salah adalah pelencengan arah Akibat perbuatan yang khilaf-lupa Oh, juuMa
batiku.... Penyesalan begitu mencengkeram kalbu Pilu menggelut keinginan untuk bertemu
Apakah rindu ini akan terhempas sendu" Sesaat setelah tembang itu usai
dilantunkan, sesosok bayangan hitam berkelebat dan berdiri tepat tiga tombak di
hadapan Kapi Anggara.
"Sekar Mayang...," kata pemuda tampan itu dengan suara lirih seperti menyimpan
rasa haru "Aku merindukanmu."
Penghimpun Angkara mendengus. "Jahanam! Tak perlu kau mengiba di hadapanku!"
kata wanita buntung itu dengan
suara lantang. "Kau mengkhianati cintaku. Kesalahanmu hanya dapat ditebus dengan
kematian!"
"Tidakkah kau memberi kesempatan padaku untuk
memperbaiki kesalahan?"
"Tidak! Aku sudah tak mengharapkan kehadiranmu. Cinta di hatiku telah berubah
jadi dendam membara yang tak akan terpadamkan, kecuali oleh nyawamu!"
Mendengar perkataan Sekar Mayang yang menyerupai
ancaman iblis haus darah, Kapi Anggara terhenyak. Namun, dia menggeser duduknya
lebih dekat. "Aku benar-benar menyesali perbuatanku, Mayang...," rayu pemuda
itu. "Aku manusia. Aku bisa khilaf. Dan, kedatanganku ini adalah untuk menebus kekhilafanku itu."
"Ha-ha-ha...!" Penghimpun Angkara tertawa terbahak-bahak. "Sudah kubilang, untuk
menebus kesalahanmu hanyalah dengan kematian!"
Usai mengucapkan kalimatnya, wanita buntung itu
menggerakkan tangan tunggalnya dengan pengerahan tenaga dalam penuh.
"Tunggu, Mayang!" teriak Kapi Anggara.
"Apakah kau meminta waktu untuk memanjatkan doa sebelum Malaikat Kematian
menjemputmu"!" tanya Sekar Mayang dengan mata mendelik.
"Bukankah kau pemah bercita-cita untuk menjadi tokoh nomor satu di rimba
persilatan, Mayang" Kau akan dapat mewujudkannya bila aku membantumu...."
"Ha-ha-ha...!" Penghimpun Angkara kembali tertawa terbahak-bahak. "Kau bisa apa,
Kapi Anggara"! Kepandaianmu hanya merayu wanita!"
"Tapi cintaku kepadamu tulus, Mayang. Aku rela melakukan apa saja untukmu. Aku
merindukanmu...."
Tiba-tiba pemuda tampan itu menunduk sambil mendekap wajahnya.
"Aku mencintaimu, Mayang...," ujar Kapi Anggara dengan kepala tengadah kembali.
Ditatapnya Penghimpun Angkara dengan penuh permohonan. Perlahan-lahan mata Kapi
Anggara meneteskan mutiara bening.
"Air mata buaya!" umpat Sekar Mayang seraya menggerakkan tangan tunggalnya untuk segera menjatuhkan tangan maut.
Melihat itu, Kapi Aanggara tertunduk lesu. Dia pun tampak pasrah untuk menerima
kematian Sesaat Penghimpun Angkara menatap tubuh si Pendekar Asmara. Lalu, tangan
tunggalnya menghentak ke depan!
Wuuusss...! Sekar Mayang benar-benar melancarkan pukulan jarak
jauhnya. Debu mengepul tebal. Bebatuan pun berpentalan.
Tubuh Kapi Anggara terlontar dan bergulingan sejauh lima tombak. Tapi, dia tak
mengalami cidera yang berarti. Pukulan jarak jauh Penghimpun Angkara hanya
menerpa permukaan tanah di depannya.
"Kau tidak membunuhku, Mayang?" tanya pemuda tampan itu seraya bangkit, Ulu
berj.il.in mendekati Penghimpun Angkara.
Sekar Mayang hanya menatap, tanpa berbuat apa-apa
ketika si Pendekar Asmara memeluk tu buhnya dengan erat seraya mendaratkan
ciuman ganas....
Penghimpun Angkara membalas ciuman Kapi Anggara. Bibir mereka saling pagut. Tak
lama kemudian, rubuh dua anak manusia itu menggelo-sor ke tanah.
"Aku mencintaimu, Mayang...."
"Oh, Anggara.... Aku pun mencintaimu...."
Mendengar itu, si Pendekar Asmara semakin ganas
mendaratkan ciuman di bibir Sekar Mayang. Perlahan-lahan tangan pemuda tampan
itu menggerayang, dan berusaha melepas baju Sekar Mayang.
"Aku mencintaimu, Anggara...," bisik Sekar Mayang. "Uh!
Jangan buka bajuku. Aku malu. Tanganku buntung...."
"Ah, cintaku kepadamu tulus, Mayang. Bagaimanapun keadaanmu, aku bisa menerima,"
ujar Kapi Anggara.
Tangan Kapi Anggara bergerak cepat melepas seluruh
pakaian wanita yang berada dalam dekapannya itu. Akhirnya, tubuh telanjang dua
anak manusia itu menyatu seperti tak dapat dipisahkan lagi.
Rembulan terus menyiramkan cahayanya. Bintang-bintang berkedip, memamerkan sinar
kebiruan. Angin berhembus mengundang hawa dingin.
Dari balik batu besar Raka Maruta mengintip adegan yang dilakukan Kapi Anggara
dan Sekar Mayang
"Uh! Mereka membuatku jadi iri saja," kata hati pemuda berwajah lembut itu.
Raka Maruta memandang tanpa berkedip. Tiba-tiba,
napasnya jadi memburu. Namun, mendadak dia melonjak waktu kepalanya tertimba
sebutir kerikil yang dilontarkan dengan keras.
"Hei! Apa yang sedang kau lakukan?" Raka Maruta menoleh ke belakang. Ketika
dilihatnya Suropati telah hadir di tempat itu, dia pun mengumpat-umpat tak
karuan. "Hus! Jangan keras-keras!" kata Pengemis Binal. "Aku sedang mencari tempat yang
leluasa untuk mengintip adegan panas itu."
Remaja konyol itu lalu mendorong rubuh Raka Maruta.
Kemudian, melongokkan kepalanya di samping batu besar.
"Minggir, kau!" kata Raka Maruta seraya meraih tubuh Suropati dan
menghempaskannya.
Selagi mereka berkutat untuk memperebutkan tempat
mengintip, tiba-tiba terdengar jerit kesakitan yang sangat menggiriskan.
Suropati dan Raka Maruta terkejut. Keduanya bergegas meloncat ke atas batu,
berusaha melihat apa sesungguhnya yang telah terjadi.
Mereka pun jadi bergidik ngeri. Tubuh telanjang Sekar Mayang tampak menggelepar
di atas tanah dengan bersimbah darah. Tak jauh darinya. Kapi
Anggara berdiri tegak dengan tangan kanan memegang
potongan pergelangan tangan.
"Bangsat...!"
umpat Penghimpun Angkara seraya melentingkan tubuhnya. Terlihatlah tangan tunggal wanita itu telah tanggal
sampai ke pangkalnya.
"Iblis neraka akan segera mencabik-cabik tubuhmu, Anggara!" kata Penghimpun
Angkara dengan dengusan napas bagai banteng marah.
Mendadak wanita iblis itu menghentakkan kakinya ke tanah dua kali. Dan...
Slash...! Muncul asap tipis di hadapannya. Seiring dengan dengus kemarahan Sekar Mayang,
asap itu membumbung semakin tebal. Didahului suara letupan kecil
Blab...! Asap itu lenyap dan menghadirkan dua sosok manusia
berwujud mengerikan. Mereka adalah Iblis Darah dan Setan Racun.
"Lenyapkan Manusia Busuk itu!" perintah Penghimpun Angkara dengan suara yang
angker. Sepasang Abdi Penghimpun Angkara pun langsung
menerjang Kapi Anggara!
"Aku akan membantumu, Anggara!" teriak Raka Maruta seraya meloncat dari
tempatnya berdiri.
Suropati yang menyaksikan peristiwa itu sesaat cuma berdiri terpaku di
tempatnya. "Uh! Aku harus bertempur melawan siapa?" kata pemuda itu sambil garuk-garuk
kepala. "Apakah aku harus menyerang Sekar Mayang yang berdiri telanjang" Ih!
Malu, ah!"
Remaja konyol itu menggaruk-garuk kepalanya semakin keras. Tapi, akhirnya dia
pun melesatkan tubuhnya dan menerjang Penghimpun Angkara!
*** Iblis Darah menyerang Kapi Anggara dengan hebatnya.
Sambil menggeram-geram dan meneteskan cairan darah dari mulutnya, manusia
setengah iblis itu berusaha menyarangkan pukulan yang mematikan.
Wuuusss...! Angin pukulan yang sanggup menerbangkan seekor gajah menerpa tubuh Kapi Anggara.
Tapi, pemuda tampan itu telah menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Angin
pukulan Iblis Darah membentur cahaya kekuning-kuningan, hingga menimbulkan
ledakan dahsyat!
Belum sempat si Pendekar Asmara memperbaiki kedudukan kakinya yang goyah. Iblis
Darah telah mencecarnya dengan serangan- serangan berbahaya.
"Keparat!" umpat pemuda tampan itu. "Beri aku kesempatan untuk mengenakan
bajuku, Bangsat!"
Tentu saja Iblis Darah tak mau mendengarkan kata-kata itu. Dia bahkan menyerang
lebih ganas. Tapi, mendadak tubuh Kapi Anggara berputar cepat dalam jurus 'Putaran Beliung'nya. Lalu, meluncur deras ke arah Iblis Darah!
Zebs...! Dada manusia setengah iblis itu tertembus kepalan tangan si Pendekar Asmara.
Kapi Anggara meloncat mundur sewaktu tangan kanan Iblis Darah berusaha
mengemplang kepalanya. Iblis Darah
menyeringai dingin melihat serangannya gagal. Tubuh manusia setengah iblis itu
berdiri tegak seperti tak pernah mengalami suatu apa. Padahal, kepalan tangan si
Pendekar Asmara benar-benar menembus dadanya. Cairan darah yang melumuri tangan
pemuda tampan itu pun masih basah.
Sesaat Kapi Anggara diliputi keterkejutan. Tapi, dia segera tersenyum senang
waktu melihat celananya tergeletak di tanah tak jauh darinya.
"Kau jangan serang aku dulu!" kata pemuda tampan itu ke konyol-konyolan.
Diraihnya celananya kemudian dikenakan.
Mendadak.... Wuuusss...! Angin pukulan menghempas ke arah si Pendekar Asmara yang belum memakai celananya
dengan benar. "Bangsat..!"umpat pemuda tampan itu seraya melesatkan tubuhnya ke atas sambil
membenarkan letak celananya.
Pertempuran antara Iblis Darah dengan Kapi Anggara pun berlangsung semakin seru.
Tapi, kali ini Iblis Darah mengeluarkan jurus-jurus yang tampak aneh. Tubuhnya
pun mengepulkan asap kehitaman yang mengaburkan pandangan.
Si Pendekar Asmara dibuat kerepotan. Hinga akhirnya....
Dada Kapi Anggara berhasil digedor. Dan pemuda tampan itu memuntahkan darah
segar. Melihat lawan telah terluka, Iblis Darah semakin ganas melancarkan serangan. Si
Pendekar Asmara sampai berkali-kali terhempas ke tanah, terkena pukulan dan
tendangan. Sementara itu Raka Maruta yang tengah bertempur
melawan Setan Racun juga tampak keteter. Pemuda berwajah lembut itu telah


Pengemis Binal 05 Kitab Sukma Gelap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghirup uap beracun yang menyembur dari mulut lawannya. Dhuk..!
Raka Maruta yang sebenarnya masih belum sembuh benar dari luka dalamnya,
menggelosor ke tanah akibat sodokan siku Setan Racun.
Pandangan Raka Maruta yang telah kabur menjadi semakin kabur. Baju yang
dikenakannya pun telah basah bersimbah darah.
Dengan sisa-sisa kemampuannya, pemuda berwajah
lembut iba mencoba untuk bertahan.
Hanya pertempuran antara Suropati melawan Sekar
Mayang yang tampak seimbang. Pengemis Binal menyerang wanita tanpa lengan itu
dengan . jurus 'Pengemis Menebah Dada.' Kedua telapak taT ngan Suropati
mengibas-ngibas, menimbulkan deru angin dahsyat. Lalu, sebuah gerak tipu
dilancarkan. Tubuh Pengemis Binal meluncur cepat dengan telapak
tangan kanan diluruskan ke depan!
Sekar Mayang memiringkan tubuhnya. Mendadak tangan
kiri Suropati menyampok. Penghimpun Angkara pun meloncat tinggi-tinggi. Tapi
tubuh Suropati telah melenting, mendahului lawan seraya melancarkan sebuah
tendangan! Des...! Tubuh Sekar Mayang terhempas ke tanah karena
punggungnya kena hantaman dengan telak.
Tapi, suatu keanehan terjadi. Tubuh Pengemis Binal ikut terhempas ke tanah
sambil mendekap dadanya yang terasa panas bagai terbakar.
Rupanya, remaja konyol itu tak menyangka ketika dia melancarkan
tendangan, mata Penghimpun Angkara memancarkan cahaya rnerah yang dengan telak menerpa dadanya.
Namun, karena tenaga dalam mereka sudah demikian
tinggi, keduanya segera dapat bangkit kembali.
"Segera kau pakai bajumu, Goblok! Aku malu melihat tubuh telanjangmu! "kata
Pengemis Binal. "Oh ya, aku lupa kalau kau sudah tak mempunyai tangan. Bagaimana
kalau aku menolongmu untuk mengenakan bajumu kembali?" godanya kemudian.
Sekar Mayang tak mempedulikan ucapan remaja konyol itu.
Wanita yang sudah dirasuki nafsu iblis tersebut kembali menerjang!
Suropati pun balas menerjang dengan tak kalah hebatnya.
Pertempuran dahsyat segera berlangsung lebih menggiriskan.
Penghimpun Angkara meskipun tanpa lengan, tapi masih dapat menunjukkan
ketangguhannya. Dengan mengandalkan kecepatan gerak kedua kaki, dia mencecar
tubuh Suropati dengan serangan-serangan mematikan!
Des...! Tubuh Suropati terlontar karena pinggangnya telah menjadi sasaran.
Penghimpun Angkara menatap tubuh Pengemis Binal
bergulingan di tanah. Tiba-tiba mata wanita tanpa lengan itu bersinar aneh. Dia
rupanya tengah berusaha menghimpun kekuatan ilmu 'Cahaya Sesaf-nya. Tubuh Sekar
Mayang terlihat U'rqi't,ir keras.
Sumpal) yang sudah bisa menguasai keadaan dirinya
Acyfrm menyatukan dua telunjuk jarinya di depan dada. Ketika tubuh remaja konyol
itu bergetar, dari kepalanya mengepul asap tipis.
Slash...! Seberkas cahaya merah keluar dari mulut Penghimpun
Angkara, meluncur ke arah Pengemis Binal yang masih berusaha mengerahkan ilmu
andalannya. Tiba-tiba....
Wuuusss...! Tubuh Suropati meluncur, dan menembus cahaya merah
yang menghunjam ke arahnya. Pengemis Binal melancarkan ilmu totokan 'Delapan
Belas Tapak Dewa'! Tapi mendadak tubuh remaja konyol
Itu terhempas ke tanah, dan tak bergerak-gerak lagi. "Ha-ha-ha...!"
Tawa Sekar Mayang langsung membahana di angkasa.
Suaranya menyebar ke seluruh permukaan Lembah Tengkorak. Namun, secara tiba-tiba pun tawa wanita tanpa lengan itu terhenti.
Tubuhnya tampak berdiri limbung. Lalu....
Dari delapan belas pusat aliran darah di tubuh Penghimpun Angkara memancar
cairan kental berwarna merah.
Blaaarrr...! Tubuh wanita tanpa lengan itu meledak, menimbulkan bau amis yang menusuk lubang
hidung. Bersamaan dengan itu, Iblis Darah dan Setan Racun yang sedang berusaha
menjatuhkan tangan maut kepada Kapi Anggara dan Raka Maruta, mendadak lenyap
dengan meninggalkan asap bergulung-gulung.
Tubuh Kapi Anggara dan Raka Maruta yang sama-sama
terluka parah menggelosor ke tanah. Untuk beberapa saat mereka tak bergerakgerak. Kapi Anggara-lah yang terlebih dahulu bangkit. Dengan susah-payah dia berjalan
menghampiri Raka Maruta. "
"Kau... kau terluka, Maruta?" tanya si Pendekar Asmara terbata-bata.
Yang ditanya tak segera memberikan jawaban. Dia hanya mengaduh. Lalu, mencoba
bangkit berdiri.
"Di mana Suropati?" kata Raka Maruta seraya berjalan dengan tubuh terhuyunghuyung. Dia berjalan sambil menjulurkan kedua tangan ke depan.
Matanya mendelik, tapi hanya bayang-bayang hitamlah yang dia lihat. Uap racun
yang menyembur dari Setan Racun telah mempengaruhi Indera penglihatan pemuda
berwajah lembut itu.
Keadaan Raka Maruta memang tampak mengenaskan.
Pakaiannya yang semula berwarna kuning telah pudar, berganti warna merah-hitam
karena lumuran darah bercampur debu. Wajah dan rambutnya pun demikian halnya.
"Di mana Suropati?" tanya pendekar muda itu lagi dengan suara lirih.
"Dia di sini...," jawab Kapi Anggara yang juga dalam keadaan tak kalah
mengenaskan. Pemuda tampan itu duduk di sisi rubuh Suropati yang tergeletak di
tanah. Dengan susah-payah, Raka Maruta menghampiri. Setelah duduk di dekat Kapi
Anggara, dia menempelkan telapak tangan kanannya ke dada Pengemis Binal.
"Detak jantungnya telah berhenti!" desis Raka Maruta penuh kejutan." "Hembusan
napasnya pun telah tiada."
"Dia telah mati...," gumam Kapi Anggara dengan menyimpan kedukaan.
"Tidak. Suhu badannya masih normal," bantah Raka Maruta.
Mendengar itu, Kapi Anggara menempelkan punggung
telapak tangannya ke dahi Suropati. "Kita harus cepat-cepat pergi dari lembah
ini sebelum matahari terbit. Selain jamur-jamur akan mengeluarkan asap beracun,
kita pun harus selekasnya menolong Suropati...."
Tak lama kemudian, Kapi Anggara dan Raka Maruta
berjalan sambil membopong tubuh Pengemis Binal. Langkah mereka sangat lambat.
Berkali-kali jatuh ke tanah, karena dua pendekar muda itu pun sebenarnya telah
terluka dalam sangat parah.
"Kita ke mana" tanya Kapi Anggara.
"Mencari si Wajah Merah," jawab Raka Maruta.
"Dalam keadaan seperti ini sanggupkah kita melakukan perjalanan jauh?"
"Tenanglah. Yang penting kita pergi dari Lembah Tengkorak dulu. Setelah itu, aku
akan meminta pertolongan Wajah Merah dengan panggilan batin," sahut Raka Maruta
menenangkan . Dua pendekar muda itu tak berkata-kata lagi. Mereka berjalan semakin jauh sambil
membopong tubuh Suropati.
Ketika matahari telah terbit di ufuk timur, mereka telah keluar dari Lembah
Tengkorak. *** Sementara itu, seorang gadis cantik berpakaian putihkuning tampak sedang berlari-lari kecil keluar dari kotapraja.
Wajah gadis itu membiaskan kesedihan yang dalam. Tapi, sesekali dia
menyunggingkan senyum di bibir.
"Maafkan aku, Suro...," kata gadis itu, yang tak lain Dewi Ikata. "Ih! Kau
nakal, sih! Tapi, aku senang, kok. Ha-ha-ha...."
Mendadak gadis cantik itu tertawa terbahak-bahak. Lalu, tersenyum-senyum seorang
diri, dan berkata-kata tak habis-habisnya.
Rupanya putri Adipati Danubraja itu mengalami guncangan jiwa akibat rasa sesal
yang dalam. Pertemuannya dengan Suropati, kekasihnya, pada saat yang tak terduga
di belakang istana kerajaan benar-benar menghantui jalan pikirannya.
Sambil terus tersenyum-senyum dan berkata-kata seorang diri, gadis itu berjalan
tak tentu arah.
Bagaimanakah nasib gadis cantik itu"
Ikuti kelanjutan kisah ini dalam episode : MALAIKAT
BANGAU SAKTI SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert & Editor : Dewi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Pendekar Lengan Buntung 2 Pendekar Naga Putih 72 Pertarungan Dua Naga Senopati Pamungkas I 14

Cari Blog Ini