Ceritasilat Novel Online

Dewa Iblis 3

Pendekar Rajawali Sakti 38 Dewa Iblis Bagian 3


Raut wajahnya begitu kaku, dan bibirnya terkatup rapat.
Gadis itu bagai sosok makhluk yang tidak mengenal siapa dirinya sendiri.
"Ha ha ha...!"
Belum lagi Rangga sempat berpikir jauh, mendadak saja terdengar tawa terbahakbahak. Pendekar Rajawali Sakti itu menoleh. Tampak di atas puri sudah berdiri
Prabu Sumabrata yang didampingi Ki Ratapanca dan Pendeta Gorayana.
"He he he..., permainan yang
paling mengesankan, Gusti Prabu," ujar Ki Ratapanca diiringi tawanya yang
terkekeh. "Sepasang kekasih saling berhadapan. Sungguh mengesankan. He he
he...!" "Bedebah...!" desis Rangga
menggeram marah.
"Ayo, Pandan. Kau tidak ingin ada duri dalam dirimu, bukan..." Bunuh bocah setan
itu!" perintah Ki Ratapanca keras dan sangat lantang.
Pandan Wangi menoleh, lalu
membungkukkan badannya sedikit pada tiga laki-laki yang berdiri di atas puri
itu. Rangga jadi menggeram marah.
Gigi-giginya bergemeletuk dan otot-ototnya menegang
menahan kemarahan
yang memuncak. Kini disadari kalau Pandan Wangi dan gadis-gadis cantik yang
tergeletak di tanah itu benar-benar terpengaruh jiwanya, sehingga tidak bisa
lagi mengenali diri dan lingkungannya lagi. Mereka hanya patuh menjalankan
perintah, tidak peduli apakah perintah itu dapat mencelakakan diri sendiri.
"Hiyaaat...!"
Sambil berteriak keras
melengking, Pandan Wangi melompat menyerang Rangga. Cepat sekali serangan si
Kipas Maut itu, sehingga Rangga sedikit terperangah. Namun cepat-cepat Pendekar
Rajawali Sakti itu melompat ke samping sambil memberi satu pukulan tanpa
disertai pengerahan tenaga dalam. Namun Pandan Wangi dapat berkelit manis
sekali, dan bahkan juga melepaskan satu pukulan keras menggeledek.
"Ufs...!"
Rangga benar-benar terkejut.
Meskipun pukulan itu dapat dielakkan, tapi tubuhnya sempat juga terdorong ke
belakang oleh hempasan angin pukulan yang bertenaga dalam tinggi itu.
Rangga sadar kalau Pandan Wangi bertarung di luar kesadarannya sendiri.
Serangan-serangan yang dilakukan demikian dahsyat dan sangat berbahaya.
Rangga jadi kebingungan sendiri,
karena tidak ingin melukai gadis ini.
Tapi kalau bertarung seperti ini terus, bisa-bisa dia sendiri yang akan tewas.
Cukup sulit keadaan yang dihadapi Rangga sekarang ini. Dua nyawa harus
diselamatkan dalam waktu bersamaan. Nyawanya sendiri dan nyawa Pandan Wangi yang
tengah dipengaruhi alam pikirannya.
Keragu-raguan memang akan membuat diri menjadi terpedaya. Demikian juga yang
dialami Rangga. Sulit untuk menentukan, harus berbuat apa terhadap Pandan Wangi
yang sedang kehilangan kesadarannya. Keraguan Pendekar Rajawali Sakti itu
menjadi sasaran empuk Pandan Wangi. Beberapa kali pukulan dan tendangan gadis
itu bersarang di tubuh Rangga.
"Pandan, cukup...!" sentak Rangga hampir kehilangan kesabaran.
Darah sudah menetes di sudut
bibir Pendekar Rajawali Sakti itu.
Satu pukulan keras bertenaga dalam tinggi yang bersarang di dada membuatnya
berkunang-kunang, dan napasnya terasa sesak. Pendekar Rajawali Sakti bergulingan
beberapa kali di tanah, dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk melompat tinggi ke
udara. "Hiyaaa...!"
Dengan mempergunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', Rangga
meluruk deras ke atas puri tempat di mana Prabu Sumabrata, Ki Ratapanca, dan
Pendeta Gorayana berada di sana sambil memperhatikan sejak tadi.
Mereka jadi terkejut, karena tiba-tiba saja Rangga meluruk ke arah mereka.
"Awas...!" seru Prabu Sumabrata memperingatkan.
Ketiga orang itu buru-buru
berlompatan menghindari terjangan Rangga yang begitu cepat bagai kilat.
Prabu Sumabrata dan Ki Ratapanca
berhasil menghindari terjangan Pendekar Rajawali Sakti, tapi Pendeta Gorayana
terlambat bertindak.
Akibatnya kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa dihindari lagi,
tepat menghantam dadanya.
Des! "Akh..." Pendeta Gorayana memekik keras tertahan.
Darah langsung muncrat dari
mulutnya. Laki-laki tua berjubah kuning dan berkepala gundul itu kontan
terjengkang ke belakang. Punggungnya menghantam batu puri hingga hancur
berantakan. Pendeta Gorayana
menggeliat berusaha bangkit berdiri.
Namun belum juga mampu berdiri tegak, Rangga sudah kembali melompat sambil
menyarangkan satu pukulan keras bertenaga dalam sempurna.
"Hiyaaa...!"
Prak! "Aaa...!" jeritan panjang
melengking terdengar.
Sungguh luar biasa pukulan
Pendekar Rajawali Sakti. Kepala gundul itu bagai buah kelapa yang hancur
tertimpa batu. Darah bersimbah membasahi batu-batu puri. Hanya sebentar Pendeta
Gorayana berkelojotan, sesaat kemudian diam tak bergerak-gerak lagi.
Laki-laki gundul itu tewas seketika dengan kepala hancur!
Rangga berdiri tegak di samping tubuh yang tergeletak tak bernyawa lagi itu.
Diputar tubuhnya pelahan-lahan menghadapi Prabu Sumabrata dan Ki Ratapanca yang
sangat terkejut melihat kematian Pendeta Gorayana yang begitu tragis.
*** Pelahan-lahan Rangga melangkah maju mendekati dua orang laki-laki itu. Pandangan
matanya begitu tajam menusuk. Tangannya terkepal erat, pertanda sudah begitu
marah. Belum pernah Rangga marah seperti ini.
Dirinya merasa benar-benar
dipermainkan, ditambah lagi perasaan cemburu melihat Pandan Wangi jadi
sedemikian rupa.
"Kalian harus mampus, iblis-iblis keparat..!" desis Rangga menggeram marah.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring, Pendekar Rajawali Sakti melompat menerjang sambil
mencabut pedangnya.
Seketika cahaya biru menyemburat terang dari Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Prabu
Sumabrata dan Ki Ratapanca terperangah sesaat, tapi cepat-cepat berlompatan
menghindari sabetan pedang yang memancarkan sinar biru yang menyilaukan mata
itu. Glarrr! Ledakan keras terdengar ketika Pedang Rajawali Sakti menghantam batu puri.
Rupanya Rangga mengerahkan seluruh tenaga dalamnya sewaktu membabatkan pedang
itu. Akibatnya batu bangunan puri yang begitu keras, hancur berkeping-keping
terkena tebasan pedang pusaka yang dahsyat itu.
Seluruh bangunan puri bergetar hebat bagai diguncang gempa sangat dahsyat.
Rangga terus mengamuk membabatkan pedangnya yang luar biasa.
Sinar biru bergumpal-gumpal di mata pedang yang berkelebatan cepat mencecar dua
orang laki-laki itu.
Mereka hanya bisa berlompatan menghindari setiap serangan Pendekar Rajawali
Sakti yang begitu dahsyat dan berbahaya sekali. Hampir seluruh bangunan puri
berantakan, terkena sabetan pedang Pendekar Rajawali Sakti.
"Mampus kalian, iblis keparat!
Hiyaaa...!" teriak Rangga keras menggelegar.
Ledakan-ledakan terus menggelegar membahana. Batu-batu bangunan puri berhamburan
terbabat pedang bersinar biru berkilau itu. Rangga terus mencecar dua orang
laki-laki yang telah membuat kemarahannya memuncak tak terkendali lagi. Tanpa
disadari, Pendekar Rajawali Sakti mengeluarkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
Satu jurus andalan yang jarang sekali digunakan. Dan akibatnya sungguh luar
biasa! Bangunan puri yang seluruhnya terbuat dari batu itu jadi hancur
berkeping-keping!
Rangga seperti tidak mempedulikan lagi dua orang musuhnya. Dia terus mengamuk
membabi buta membabatkan pedangnya pada apa saja yang berada di dekatnya. Hal
ini membuat Prabu Sumabrata mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Dengan
cepat dia melompat kabur pada saat Rangga menyerang Ki Ratapanca.
"Hup...!"
Ki Ratapanca melompat menghindari tebasan pedang Pendekar Rajawali Sakti. Sigap
sekali serangan itu dihindari. Pedang yang bersinar biru itu menghantam batu
dinding puri hingga hancur berantakan. Ki Ratapanca sempat melihat Prabu
Sumabrata melarikan diri. Dia juga bermaksud kabur, tapi Rangga tidak memberi kesempatan.
Pendekar Rajawali Sakti itu terus mencecar menggunakan jurus
'Pedang Pemecah Sukma' yang sangat dahsyat.
"Gila! Dahsyat sekali pedangnya...!" dengus Ki Ratapanca mulai gentar hatinya.
"Mau lari ke mana kau, setan!"
geram Rangga sengit.
Ki Ratapanca menggeser kakinya ke samping dengan tongkat menyilang di depan
dada. Sedangkan Rangga mengikuti gerakan laki-laki tua itu dengan tatapan tajam
menusuk. Bola mata Pendekar Rajawali Sakti itu memerah membara bagai sepasang
bola api yang siap membakar apa saja. Ki Ratapanca agak bergidik juga saat
pandangannya tertumbuk pada tatapan mata Rangga yang begitu tajam.
"Mampus kau! Hiyaaa...!" seru Rangga keras dan tiba-tiba sekali.
Sebelum suara teriakannya
menghilang, tubuh Pendekar Rajawali Sakti itu melesat cepat bagaikan kilat
menerjang Ki Ratapanca.
Wuk! Bagaikan kilat Rangga mengibaskan pedangnya ke arah leher laki-laki tua itu.
Sesaat Ki Ratapanca terperangah, tapi cepat-cepat mengangkat tongkatnya. Segera
dikibaskan tongkat itu
untuk menangkis sabetan pedang bersinar biru itu.
Trang! Trak! "Heh...!"
Ki Ratapanca terkejut bukan main, hingga melompat mundur sejauh dua batang
tombak. Kedua matanya terbeliak melihat tongkatnya buntung jadi dua bagian. Dan
sebelum keterkejutannya lenyap, mendadak saja Rangga sudah menyerang kembali
dengan pedang terhunus mengarah ke dada.
"Hiyaaa...!"
"Uts!"
Bergegas Ki Ratapanca membanting tubuhnya ke tanah. Pada saat itu, Rangga cepat
menarik pedangnya kembali. Dan secepat itu pula diayunkan kakinya disertai
pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai taraf kesempurnaan.
Des! Tendangan Pendekar Rajawali Sakti itu tidak dapat dibendung lagi. Ki Ratapanca
menjerit keras merasakan iganya terhantam tendangan keras bertenaga dalam
sempurna itu. Tubuh yang belum juga menyentuh tanah itu kembali terpental dan
menghantam sebatang pohon besar hingga tumbang!
"Yeaaah...!"
Rangga benar-benar seperti
kesetanan. Sedikit pun lawannya tidak
diberi kesempatan lagi. Langsung saja Pendekar Rajawali Sakti melompat deras,
kemudian mengibaskan pedangnya memenggal leher Ki Ratapanca hingga terpenggal
putus dari badan.
Tak ada suara jeritan yang
keluar, karena Ki Ratapanca sudah tewas sebelum pedang Pendekar Rajawali Sakti
memenggal lehernya. Tendangan yang dilepaskan Rangga membuat seluruh tulang
iganya remuk. Rangga berdiri tegak di samping mayat tanpa kepala lagi itu.
Sedangkan Pedang Rajawali Sakti masih tergenggam erat di tangannya. Pelahanlahan kakinya melangkah mundur, lalu dimasukkan pedang pusakanya ke dalam
warangka. Cahaya biru langsung lenyap seketika.
Rangga membalikkan tubuhnya,
mengedarkan pandangannya ke
sekeliling. Gerahamnya bergemeletuk begitu menyadari kalau Prabu Sumabrata yang
diyakininya sebagai si Dewa Iblis sudah lenyap dari tempat ini.
Pandangan Rangga langsung tertuju pada sosok tubuh berbaju biru yang tergolek di
tanah, bersama wanita-wanita bercawat dari kulit kayu.
"Pandan...," desis Rangga
bergegas memburu menghampiri.
*** 7 Rangga mengangkat tubuh Pandan Wangi yang masih tergeletak dan matanya terpejam
rapat. Dengan lembut ditepuk-tepuknya pipi gadis itu.
Sebentar kemudian Pandan mulai mengeluh, dan kepalanya bergerak menggeleng
pelahan. Dan kini kelopak matanya mulai terbuka sedikit demi sedikit.
"Pandan...," panggil Rangga.
"Ohhh...," lemah sekali suara Pandan Wangi.
Sebentar gadis itu memejamkan matanya kembali. Dipegangi kepalanya, kemudian
dibuka matanya. Begitu melihat Rangga memeluk tubuhnya, gadis itu langsung
menggerinjang bangun sambil mendorong Pendekar Rajawali Sakti. Hampir saja
Rangga tersuruk jatuh kalau saja tidak cepat-cepat menahan dengan tangannya.
Bergegas pemuda itu berdiri dan menghampiri Pandan Wangi yang tengah mengedarkan
pandangannya ke sekeliling seperti orang kebingungan.
"Pandan...," panggil Rangga
lembut. "Oh! Apa yang terjadi, Kakang?"
tanya Pandan Wangi terkejut. Kembali diedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Justru itu yang hendak
kutanyakan padamu," sahut Rangga.
"Siapa mereka, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Aku tidak tahu."
Pandan Wangi memandangi Rangga, seperti tidak percaya atas jawaban Pendekar
Rajawali Sakti barusan.
Pandangan gadis itu kembali tertuju pada gadis-gadis muda yang mulai siuman.
Mereka mulai bangun, dan tampak kebingungan. Hampir bersamaan mereka terpekik
begitu menyadari hanya mengenakan cawat, dan tubuh hampir seluruhnya terbuka.
Mereka jadi kelabakan, terlebih lagi di situ juga ada seorang pemuda yang jadi
risih sendiri. "Siapa kalian" Kenapa berada di sini?" tanya seorang gadis yang dikenal Rangga
bernama Lara Pandini.
"Kau yang menjawab, Pandan," kata Rangga setengah berbisik.
"Aku..." Aku sendiri tidak tahu,"
Pandan Wangi juga kebingungan.
"Hhh.... Kenapa jadi begini...?"
keluh Rangga. Pendekar Rajawali Sakti itu belum bisa menjelaskan, karena tiba-tiba saja gadisgadis cantik bercawat itu jadi ribut melihat puri hancur berantakan tak
berbentuk lagi. Gadis-gadis itu memandangi bangunan puri yang hancur, kemudian
berpaling pada Rangga, seakan-akan meminta
penjelasan. Lara Pandini mendekati
Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Aku minta, tolong jelaskan semua ini, Kisanak," ujar Lara Pandini, agak
tertekan suaranya.
Rangga mengangkat bahunya. Tanpa diminta dua kali, dijelaskanlah semua yang
terjadi di puri ini. Tak ada yang membuka mulut, semua mendengarkan penuh
perhatian. Rangga menjelaskan sampai pada hal-hal yang terkecil.
Keheningan menyelimuti sekitar tempat itu. Masih belum ada yang membuka suara,
meskipun Pendekar Rajawali Sakti telah selesai
menceritakan semua kejadiannya. Tampak wajah gadis-gadis cantik itu seperti
mendung. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka melangkah menghampiri puri yang
berantakan. Hanya Lara Pandini masih berada di tempatnya, di depan Pendekar
Rajawali Sakti yang berdiri di samping Pandan Wangi.


Pendekar Rajawali Sakti 38 Dewa Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Di mana sekarang Dewa Iblis
itu?" tanya Lara Pandini, agak tertahan nada suaranya.
"Entahlah. Dia berhasil kabur dan mengorbankan orang-orangnya," sahut Rangga.
Lara Pandini menoleh dan
menyaksikan dua sosok mayat yang tergeletak mengerikan. Darah masih mengucur
dari tubuh mayat itu.
Sedangkan gadis-gadis lainnya mulai memberesi puri yang berantakan. Mereka
menyusun kembali batu-batu yang masih bisa ditata. Satu pekerjaan berat. Dan
Rangga sendiri tidak tahu, siapa gadis-gadis yang kelihatannya begitu berduka
melihat kehancuran puri itu.
"Kisanak, sebetulnya puri ini terlarang bagi laki-laki. Kami semua sangat
mensucikan puri ini. Kami adalah orang-orang yang terbuang dan ternoda akibat
perbuatan laki-laki.
Itu sebabnya mengapa aku selalu keras terhadap setiap laki-laki yang mencoba
memasuki daerah ini," jelas Lara Pandini setelah lama terdiam.
"Aku mengerti, dan secepatnya akan pergi dari sini. Maaf, kalau aku telah
membuat tempat sucimu jadi kotor dan berantakan begini," ujar Rangga sopan.
"Tidak, Kisanak. Justru aku yang minta maaf karena telah mencurigaimu.
Terus terang, semula aku telah berprasangka buruk padamu. Dan ternyata kaulah
yang membebaskan kami dari jerat manusia iblis yang menguasai kami dengan
ilmunya. Mereka membuat kami tidak sadar dan patuh pada perintah dan
keinginannya selama bertahun-tahun," ada nada penyesalan pada suara Lara
Pandini. Tapi sinar matanya memancarkan dendam membara.
Rangga hanya tersenyum saja.
Diliriknya Pandan Wangi yang berada di sampingnya. Gadis itu tersenyum juga
dan menganggukkan kepalanya sedikit, hampir tidak terlihat gerakan kepala itu.
"Maaf. Aku tidak bisa lama-lama berada di sini, karena harus mengejar si Dewa
Iblis," ucap Rangga
berpamitan. "Kisanak, maukah kau membawakan kepalanya untukku?" pinta Lara Pandini.
"Kepalanya..."! Untuk apa?"
Rangga terkejut.
"Untuk peringatan bagiku dan
saudara-saudaraku yang lain, agar tidak terpedaya rayuan manis laki-laki," sahut
Lara Pandini. Rangga tidak bisa memastikan.
Diliriknya Pandan Wangi sekali lagi.
Yang dilirik hanya mengangkat bahunya saja, tidak bisa memberikan keputusan apa
pun. "Aku mohon padamu, Kisanak," ucap Lara Pandini lagi.
"Hhh..., baiklah," sahut Rangga mendesah setelah berpikir beberapa saat lamanya.
"Terima kasih," ucap Lara Pandini berseri-seri.
Rangga kemudian mohon diri, dan segera mengajak Pandan Wangi
meninggalkan tempat ini sebelum Lara Pandini meminta yang macam-macam lagi.
Mereka segera berjalan cepat
mempergunakan ilmu meringankan tubuh,
sehingga dalam waktu sebentar saja sudah jauh meninggalkan halaman puri di
Puncak Gunung Jaran ini. Lara Pandini masih berdiri memandangi, sampai kedua
pendekar muda itu lenyap dari pandangannya.
*** Rangga dan Pandan Wangi baru
berhenti berjalan setelah tiba di perkampungan aneh yang tidak ada penduduknya.
Mereka merayapi sekitarnya yang sunyi senyap. Bahkan suara binatang pun tidak
terdengar. Hanya desir angin saja yang terdengar, mengalun bermain di gendang
telinga. Beberapa saat mereka berdiri diam terpaku merayapi kesunyian itu.
Pelahan Rangga berpaling menatap Pandan Wangi. Saat itu Pandan Wangi juga
berpaling memandang Rangga.
"Kau pernah ke sini, Kakang...?"
tanya Pandan Wangi seperti ragu-ragu.
Suaranya pun terdengar pelan sekali.
Rangga memandangi Pandan Wangi dalam-dalam. Agak terkejut juga mendengar
pertanyaan gadis itu.
Sedangkan Pandan Wangi sendiri merayapi perkampungan yang sunyi tanpa seorang
penduduk pun yang menghuni.
Perhatiannya lurus tertuju pada rumah yang paling besar, yang bagian depannya
hancur berantakan.
"Semalam kau hampir jadi
pengantin di sini," jelas Rangga.
"Ya, aku tahu," sahut Pandan
Wangi mendesah pelahan. "Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa."
"Kau tahu..."!" Rangga benarbenar tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya kali ini.
"Kau terkejut, Kakang?" Pandan Wangi tersenyum penuh arti. Tapi entah apa arti
senyuman si Kipas Maut itu.
Rangga hanya diam saja, dan
semakin tidak mengerti akan sikap Pandan Wangi kali ini. Sungguh aneh dan penuh
misteri. Rangga tidak mengerti, apa sebenarnya yang tengah terjadi pada diri
gadis ini. Sejak berada di Gunung Jaran ini, sikap Pandan Wangi sungguh lain.
Sepertinya selalu diliputi perasaan takut, dan jadi lebih pendiam tidak seperti
biasanya. "Sebenarnya ini persoalan lama, Kakang. Aku sendiri tidak tahu, kenapa dia masih
juga mengharapkanku menjadi istrinya," kata Pandan Wangi, pelan bernada
mengeluh. "Ceritakan, apa yang terjadi, Pandan," pinta Rangga.
"Kau tidak marah, Kakang?"
"Aku akan marah jika memang
kaulah yang membuat persoalan ini sebelumnya," kata Rangga diiringi senyuman
kecil. "Kalau begitu, marahlah! Karena memang akulah yang membuat persoalan jadi
berlarut-larut ini," kata Pandan Wangi.
Rangga menelan ludahnya. Tidak disangka kalau Pandan Wangi akan berkata seperti
itu. Walaupun sudah lama mengenal dan selalu bersama-sama gadis ini, tapi belum
seluruhnya Rangga mengetahui perihal Pandan Wangi sesungguhnya. Bagi pemuda itu,
diri Pandan Wangi masih terlalu banyak diselimuti kabut misteri yang tidak mudah
diungkapkan sekaligus. Asal-usul Pandan Wangi pun masih belum begitu jelas,
meskipun sebagian sudah diketahuinya. Tapi Rangga tidak pernah ambil peduli.
Namun kali ini Pendekar Rajawali Sakti itu tidak bisa berdiam diri saja. Rangga
sudah merasakan kalau peristiwa ini bukan main-main dan tidak bisa didiamkan.
Beberapa kali nyawanya harus dipertahankan, dan selama itu pula muncul ketidakmengertiannya. Kini tanpa diduga sama sekali, Pandan Wangi mengaku kalau semua
kejadian ini ada hubungannya dengan dirinya. Bahkan dirinya sendiri yang
membuatnya seperti ini. Sungguh sulit dipercaya. Tapi Rangga harus
mempercayainya.
"Sudah lama aku menyimpan dan ingin melupakannya, tapi ternyata
tidak semudah yang kukira. Hidupku selalu dibayang-bayangi, dan semuanya jadi
petaka begitu melihat Gunung Jaran ini, Kakang...," jelas Pandan Wangi pelan.
"Ceritakan apa sesungguhnya yang terjadi, Pandan," pinta Rangga lembut.
"Aku senang, ternyata kau tidak marah," seloroh Pandan Wangi.
Rangga tersenyum tipis. Pendekar Rajawali Sakti itu kembali melihat Pandan Wangi
yang dulu lagi. Pandan Wangi yang dikenalnya selama ini.
Meskipun dalam keadaan genting, selalu saja masih bisa berseloroh. Dan inilah
yang hilang selama beberapa waktu di Gunung Jaran.
Sambil berjalan memasuki
perkampungan sunyi itu, Pandan Wangi terus menceritakan semua yang pernah
terjadi pada dirinya, hingga berbuntut panjang sampai kini. Persoalan yang tak
akan pernah berakhir sebelum Dewa Iblis berhasil dilenyapkan untuk selamalamanya. Sementara Rangga mendengarkan penuh perhatian.
"Jadi masalahnya karena kau
pernah menantang Dewa Iblis...?" gumam Rangga bertanya seperti untuk dirinya
sendiri. "Ya, dan aku kalah. Sungguh aku menyesal telah membuat perjanjian dengan manusia
iblis itu. Jika kalah, aku bersedia menjadi istrinya. Tapi
aku tidak sudi apabila harus menjadi istri manusia iblis seperti dia. Lebih baik
mati, daripada harus ikut-ikutan berlumur dosa."
"Hm..., Pandan. Apakah Dewa Iblis memiliki suatu ilmu yang dapat mempengaruhi
jiwa orang lain?" tanya Rangga, teringat akan gadis-gadis di Puri Gunung Jaran.
Bahkan Pandan Wangi sendiri juga pernah mengalaminya.
"Bukan dia, tapi Pendeta
Gorayana. Ilmunya langsung lenyap begitu kau membinasakannya, Kakang.
Dia pengikut setia Dewa Iblis.
Demikian juga Ki Ratapanca, dan si Tongkat Samber Nyawa," jelas Pandan Wangi.
Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya. Kini baru jelas kalau dirinya pernah
terjebak oleh Ki Ratapanca di perkampungan ini. Ternyata laki-laki tua itu hanya
ingin menguji kemampuannya. Mengusirnya secara halus begitu mengetahui kemampuan Pendekar
Rajawali Sakti itu. Sungguh cerdik, tapi sangat licik. Sampai-sampai Rangga
terpedaya tipu muslihatnya.
Hampir saja Pendekar Rajawali Sakti itu meninggalkan Gunung Jaran ini, kalau
saja malam itu tidak mendengar suara genderang ditabuh.
"Pandan, kau tahu di mana Dewa Iblis kini berada?" tanya Rangga setelah mereka
cukup lama berdiam
diri. "Aku tidak tahu. Tempat
tinggalnya tidak tetap. Dia selalu mengembara dan mencari korban, terutama
gadis-gadis muda. Para gadis itu akan dinikmati, lalu dibunuhnya tanpa ada rasa
berdosa sedikit pun,"
kembali Pandan Wangi menjelaskan.
"Rupanya kau tahu banyak tentang dia, Pandan."
"Karena aku pernah kehilangan seorang sahabat karib. Itu sebabnya aku
menantangnya bertarung untuk membalas kematian sahabatku, Kakang."
"Dan kau tidak mengukur kemampuan dirimu sendiri...?"
Pandan Wangi tidak menyahut.
Mengangguk pun tidak.
"Kau terlalu berani, Pandan,"
ucap Rangga seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kakang...."
"Hm?"
"Dewa Iblis biasanya membawa
korbannya ke sini. Tempat ini dijadikan sebagai istananya. Tapi kedatangannya ke
sini hanya kalau sudah mendapatkan korban seorang gadis muda," jelas Pandan
Wangi lagi. "Hm..., kalau begitu kita tunggu saja di sini," gumam Rangga.
"Mustahil kalau akan ke sini
lagi, Kakang. Dia selalu mencari istana baru jika istana yang satu
sudah diketahui orang lain yang dianggap sebagai musuhnya. Dan kau adalah musuh
terbesarnya saat ini, Kakang."
Rangga terdiam. Otaknya berputar keras mencoba mencari cara untuk mengejar Dewa
Iblis yang kini entah berada di mana. Keterangan Pandan Wangi barusan membuat
Pendekar Rajawali Sakti itu merasa menemukan jalan buntu. Tapi mendadak saja
pemuda itu tersenyum, kemudian berjalan cepat mendahului Pandan Wangi.
"Kau tunggu di situ saja,
Pandan!" seru Rangga begitu melihat Pandan Wangi hendak mengejar.
Pandan Wangi hendak bertanya, tapi Rangga keburu lenyap di balik lebatnya hutan
ini. Terpaksa gadis itu menunggu, duduk di bawah sebatang pohon yang cukup besar
dan lebat untuk melindungi dirinya dari sengatan sinar matahari.
*** Apa yang dilakukan Rangga sama sekali tidak diketahui Pandan Wangi.
Meskipun gadis itu sudah mengerahkan ilmu 'Pembeda Gerak dan Suara', tetap saja
tidak mendengar apa-apa selain desiran angin dan gemerisik dedaunan.
Pandan Wangi mengernyitkan alisnya saat melihat Rangga muncul lagi
disertai senyuman di bibir. Gadis itu menunggu, tapi benaknya dipenuhi berbagai
macam pertanyaan. Sampai Rangga menggamit tangannya dan mengajaknya pergi,
Pendekar Rajawali Sakti itu belum juga mengatakan apa yang telah diperbuatnya di
balik pepohonan.
"Sebenarnya aku tidak ingin
membalas dendam. Tapi karena aku tidak rela kau jatuh ke tangan manusia iblis
itu, maka dia harus kubunuh sekarang juga," kata Rangga tanpa menghentikan
ayunan langkahnya.
"Kau tahu di mana dia, Kakang?"
tanya Pandan Wangi ingin tahu.
"Ya. Sekarang ini mungkin dia sedang menunggu kita. Tapi yang pasti,
menungguku," sahut Rangga kalem.
Pandan Wangi mengernyitkan
dahinya. Sulit dimengerti, kenapa tiba-tiba saja Rangga bisa mengetahui di mana
Dewa Iblis itu berada. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti juga tahu kalau manusia
iblis yang memakai nama Prabu Sumabrata itu sedang
menunggunya. Pandan Wangi mencoba menerka-nerka, tapi tidak bisa menemukan
jawabannya. Dia tidak melihat kedatangan Rajawali Putih.
Juga tidak ada yang bisa diketahui selama Rangga pergi beberapa saat lalu.
"Kakang, dari mana kau tahu dia
sedang menunggu kita?" tanya Pandan Wangi tidak bisa lagi mengekang keingintahuannya. Rangga tidak menjawab, dan hanya tersenyum saja. Sedikit pun tidak berpaling dan
terus berjalan ringan bagai tidak menyentuh tanah. Pendekar Rajawali Sakti itu
menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk menghemat tenaga. Terpaksa Pandan Wangi
mengimbanginya juga. Meskipun kelihatannya mereka berjalan biasa, tapi
kecepatannya melebihi orang berlari sekuat tenaga.
"Aku tahu, kau ingin membalasku.
Baik.... Aku tidak akan bertanya lagi," keluh Pandan Wangi seraya mengangkat
bahunya. "Ini bukan pembalasan, Pandan.
Tapi belum waktunya untuk mengatakan-nya padamu. Nanti pembalasannya," kata
Rangga seraya mengerling.
"Aku tunggu," tantang Pandan
Wangi tidak mengerti maksud Pendekar Rajawali Sakti itu.
Pandan Wangi memang tidak
bertanya-tanya lagi. Diikuti saja ke mana Rangga pergi membawanya. Sama sekali
gadis itu tidak mengetahui arah yang dituju. Hutan Gunung Jaran begitu luas, dan
belum terjamah tangan-tangan manusia. Meskipun Pandan Wangi pernah ke Gunung
Jaran ini, tapi belum pernah menjelajah sampai sejauh ini. Jalan
yang dilalui memang sukar, tapi itu bukanlah halangan yang berarti bagi kedua
pendekar muda ini.
Pandan Wangi memang tidak pernah tahu
kalau Rangga kini mempunyai
sahabat makhluk-makhluk aneh berwarna biru yang hidup dalam tanah. Dari
sahabatnya itulah dapat diketahui, di mana Dewa Iblis kini berada. Selama masih
berada di lingkungan Gunung Jaran, makhluk-makhluk berwarna biru itu bisa
mengetahui siapa saja dengan cepat. Bahkan mereka bisa berada di mana saja.
Karena selama masih ada debu di atas muka bumi ini, di situ mereka bisa muncul
kapan saja bila diperlukan. Mereka memang berasal dari debu-debu halus yang
dianggap kotor oleh semua orang.
Dan Rangga tidak mempunyai
kesulitan meminta keterangan dari makhluk-makhluk biru itu. Ini karena Pendekar
Rajawali Sakti dianggap sebagai pemimpin mereka. Dan Rangga sendiri memang
cerdik. Diserahkan tongkat kepemimpinan pada salah seorang makhluk yang sudah
diberi tanda. Dengan demikian, tak ada lagi yang dapat menguasai mereka. Sebab
tongkat berkepala tengkorak yang menjadi lambang pemimpin bagi makhluk-makhluk
biru itu kini ada pada makhluk yang diberi tanda. Rangga sudah berjanji dalam
hati, akan merahasiakan
hal ini tanpa terkecuali.
Kedua pendekar muda itu baru
berhenti berjalan setelah tiba di suatu bibir lembah yang tidak begitu besar,
namun kelihatan sangat indah.
Di tengah-tengah lembah itu terdapat danau yang airnya berwarna keperakan
tertimpa cahaya matahari. Rangga berdiri tegak memandang ke seluruh lembah itu.
Sementara Pandan Wangi berdiri di sampingnya tanpa berbicara sedikit pun.
"Kau lihat sesuatu, Pandan?"
tanya Rangga tanpa berpaling
"Tidak," sahut Pandan Wangi.


Pendekar Rajawali Sakti 38 Dewa Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si Kipas Maut itu memang tidak melihat sesuatu selain pepohonan, rumput ilalang,
dan batu-batu serta danau di dalam lembah itu. Hanya burung-burung dan binatang
lain yang ada di sana. Tak ada tanda-tanda kehidupan lain lagi. Apalagi manusia.
"Di sanalah Dewa Iblis berada sekarang, Pandan," kata Rangga memberitahu.
"Kau yakin, Kakang?" tanya Pandan Wangi memastikan.
"Tentu!" sahut Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu
berpaling memandang si Kipas Maut yang masih saja mengedarkan pandangannya ke
seluruh lembah. Tampak jelas kalau raut wajah Pandan Wangi begitu tegang,
seperti akan menghadapi sesuatu yang
sangat genting dengan mempertaruhkan nyawanya. Rangga bisa memahami. Karena jika
tidak dihalangi atau didahului, gadis ini pasti akan berhadapan kembali dengan
lawan tangguh yang memiliki kepandaian di atasnya.
"Apa yang kau pikirkan, Pandan?"
tanya Rangga. "Tidak ada," sahut Pandan Wangi agak mendesah.
Rangga tidak bertanya lagi, dan memang tidak ingin mendesak gadis itu untuk
mengungkapkan isi hatinya.
Pendekar Rajawali Sakti itu kembali memperhatikan lembah yang terbentang di
depan. "Kakang....," terdengar pelan dan agak ragu-ragu nada suara Pandan Wangi.
"Ya...?" Rangga memalingkan
mukanya menatap gadis di sampingnya.
"Kau harus hati-hati, Kakang. Dia licik sekali. Kau sudah mengalami saat
kehilangan aku ketika kau tidur," kata Pandan Wangi.
Rangga hanya tersenyum saja.
Diakui dirinya pernah kecolongan saat Pandan Wangi menghilang. Dia tidak tahu
kalau di saat tidur, Dewa Iblis membawa si Kipas Maut yang sedang terluka cukup
parah. Dewa Iblis juga mengelabui Rangga saat menyangka Pandan Wangi pergi secara diam-diam menggunakan kudanya. Padahal kuda
putih itu memang sengaja dilepas dan dibawa ke arah berlawanan. Dan tentunya,
agar Rangga masuk dalam perangkap. Tapi meskipun Pendekar Rajawali Sakti itu
tidak menyadari, ternyata perangkap itu gagal. Bahkan Ki Ratapanca harus
mengakui ketangguhan pendekar muda itu, sehingga mencari jalan halus agar Rangga
meninggalkan Gunung Jaran ini.
"Ayo kita turun, Pandan," ajak Rangga.
"Hhh," Pandan Wangi mengangguk.
*** 8 Tidak terlalu sukar bagi Rangga dan Pandan Wangi untuk menuruni lembah itu.
Sebentar saja keduanya sudah sampai di tepi danau kecil di tengah-tengah lembah.
Memang tidak ada seorang pun di sini. Rangga jadi ragu-ragu juga, apakah memang
benar si Dewa Iblis menunggu di sini"
"Aku tidak yakin dia ada di sini, Kakang," kata Pandan Wangi.
"Tunggu saja sebentar, Pandan.
Tidak lama lagi pasti datang," kata Rangga menyabarkan. Padahal hatinya sendiri
juga ragu-ragu.
"Hhh...!" Pandan Wangi menarik napas panjang.
Mereka merayapi sekitar lembah ini. Tidak ada tanda-tanda kalau Dewa Iblis akan
datang ke tempat ini.
Semakin lama ditunggu, perasaan Pendekar Rajawali Sakti semakin ragu-ragu. Tapi
sebelum keputusan diambil, mendadak saja....
"Ha ha ha...!"
Terdengar tawa menggelegar bagai hendak meruntuhkan dinding-dinding lembah yang
sebagian besar terdiri dari batu-batu cadas. Pandan Wangi langsung melompat
menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Diraba kipas baja putih di pinggangnya.
Sedangkan Rangga mencoba mencari arah sumber tawa yang menggelegar itu.
Belum sempat Rangga mendapatkan arah sumber suara tawa itu, mendadak saja
seberkas sinar merah membentuk bulatan sebesar kepala orang dewasa meluncur dari
arah utara di atas lembah. Sinar bulat merah bagai bola api itu meluruk deras ke
arah Rangga dan Pandan Wangi.
"Awas, Pandan...!" seru Rangga keras memperingati.
"Hup! Hiyaaa...!"
"Hap!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pandan Wangi segera melompat ke samping.
Sedangkan Rangga merentangkan kakinya ke samping. Dan seketika itu juga kedua
tangannya menghantam ke
depan dengan jari-jari tangan terbuka lebar. Pada saat bola merah itu hampir
menghantamnya, mendadak saja dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti itu
menghentak hembusan angin keras.
Wusss! Bola api itu jadi berbalik arah dan menghantam dinding batu hingga menimbulkan
ledakan dahsyat menggelegar. Akibatnya seluruh lembah ini jadi bergetar bagai
diguncang gempa amat dahsyat. Dinding batu lembah itu hancur berkeping-keping,
menimbulkan kepulan debu bagai jamur raksasa.
Belum lagi Rangga berhasil
menarik pulang tangannya, kembali datang satu bola api yang kini meluncur lebih
deras bagai kilat.
Suara menderu terdengar memekakkan gendang telinga. Buru-buru kedua tangan
Pendekar Rajawali Sakti diangkat, dan diturunkan hingga sejajar dada. Kemudian
secepat kilat dihentakkannya sambil berteriak nyaring.
"Hiyaaa...!"
Wusss! Glarrr! Kembali ledakan keras terdengar begitu bola api itu berbalik arah. Dan kini
kembali ke atas, lalu menghantam bibir lembah yang lebat ditumbuhi pohon cemara.
Tepat saat bibir lembah itu hancur, melesat satu bayangan
putih ke udara. Rangga tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, karena tidak ingin
Dewa Iblis kembali kabur.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras, Pendekar Rajawali
Sakti itu melentingkan
tubuhnya ke udara mempergunakan jurus
'Sayap Rajawali Membelah Mega' pada tingkatan terakhir. Tubuh Pendekar Rajawali
Sakti meluncur deras bagai sebatang anak panah terlepas dari busur. Kedua
tangannya merentang ke samping dan bergerak-gerak cepat membuat lingkaran bagai
sayap burung. Wut! Wut...! Dua kali Rangga mengebutkan
tangannya begitu bisa mencapai sosok tubuh berbaju putih ketat yang melayang di
udara. Tapi sosok tubuh putih yang ternyata memang Dewa Iblis atau juga dikenal
sebagai Prabu Sumabrata itu berhasil mengelak dengan memutar tubuhnya mengikuti
arah sabetan tangan itu.
Dan tanpa diduga sama Sekali, Dewa Iblis berhasil memberi serangan balasan
dengan dua pukulan beruntun mengandung kemposan tenaga dalam tinggi. Rangga juga
berhasil mengelakkan pukulan itu dengan meliuk-liukkan tubuhnya. Pertarungan yang sangat
ganjil terjadi di udara. Tapi tubuh mereka melorot turun pelahan-lahan tanpa
menghentikan pertarungan.
Mereka saling serang dan saling berkelit dengan kecepatan tinggi, sukar diikuti
pandangan mata biasa.
Tap! Tap! Hampir bersamaan mereka mendarat di tanah dengan manis sekali. Pada saat itu,
Rangga langsung memberi satu pukulan keras menggeledek. Pada saat yang sama,
Dewa Iblis juga memberikan satu pukulan bertenaga dalam tinggi.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Buk! Dug! Pukulan-pukulan itu tidak bisa terbendung lagi. Dan tak mungkin masing-masing
bisa mengelakkannya.
Sehingga mereka sama-sama menerima pukulan pada waktu yang bersamaan.
Tubuh mereka terpental ke belakang dan bergulingan di tanah, namun sama-sama
cepat bangkit kembali dengan sigap.
Langsung masing-masing mempersiapkan diri untuk pertarungan berikutnya.
"He he he...! Bagus! Ternyata nama besarmu tidak kosong, Pendekar Rajawali
Sakti. Hari ini aku sungguh beruntung karena bisa berhadapan dengan seorang
pendekar yang telah menggegerkan rimba persilatan," ungkap Dewa Iblis disertai
tawanya yang terkekeh.
"Hm...," Rangga hanya menggumam
kecil saja. Namun tatapan matanya sangat tajam menusuk.
"Sudah lama kurindukan kesempatan seperti ini, Pendekar Rajawali Sakti.
Ternyata para pembantuku yang goblok memang benar. Kau benar-benar tangguh.
He he he...!" kembali Dewa Iblis terkekeh di akhir kata-katanya.
"Hm.... Jadi kau sengaja
menggiring Pandan Wangi ke sini, heh"!"
dingin sekali nada suara
Rangga. "Ternyata kau cukup cerdas juga, Pendekar Rajawali Sakti. Pandan Wangi memang
tidak bisa kudapatkan selama kau masih hidup. Dan saat inilah yang tepat untuk
memperebutkan gadis itu,"
tantang Prabu Sumabrata atau si Dewa Iblis.
"Mungkin kau lebih dahulu
mengenal Pandan Wangi. Tapi sayang....
aku lebih beruntung daripadamu, Dewa Iblis!" balas Rangga sinis.
"Ha ha ha...! Keberuntungan belum ada, Pendekar Rajawali Sakti. Asal tahu saja,
Pandan Wangi sudah mempertaruhkan jiwa dan
raganya untukku. Dia ingin membalas kematian kekasihnya, tapi kalah. Maka janjinya harus
ditepati, dengan menyerahkan diri seutuhnya padaku. Sekarang kau tidak berhak
sama sekali memiliki gadis itu!" keras sekali suara Dewa Iblis.
Pandan Wangi yang berada di tepi danau langsung memerah wajahnya.
Ditatapnya Rangga yang pada saat itu juga melirik ke arahnya. Pendekar Rajawali
Sakti itu sungguh terkejut, karena baru kali ini mengetahui kalau Pandan Wangi
ternyata dulu pernah punya kekasih. Bahkan rela mempertaruhkan martabat dan
kehormatannya untuk membalas dendam atas kematian kekasihnya pada laki-laki muda
yang wajahnya cukup tampan itu.
"Hari ini kita tentukan, Pendekar Rajawali Sakti! Bersiaplah!
Hiyaaa...!"
Rangga tidak sempat lagi berpikir lebih jauh tentang Pandan Wangi dan si Dewa
Iblis ini. Kini laki-laki muda berbaju putih ketat itu sudah melompat menyerang
kembali menggunakan jurus-jurus dahsyat dan sangat berbahaya.
Terpaksa Rangga melayaninya. Langsung saja dikerahkan seluruh gabungan dari
rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti'.
Jurus-jurus pertama yang didapatkan ketika menjadi seorang pendekar muda, dan
sampai saat ini masih sukar dicari tandingannya.
*** Pertarungan tidak bisa dielakkan lagi. Dewa Iblis langsung mengerahkan jurusjurus andalannya yang dahsyat
dan sangat berbahaya. Serangan-serangannya begitu cepat dan mengarah pada
bagian-bagian tubuh lawan yang mematikan. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti juga
tidak lagi menganggap main-main. Serangan-serangan balasannya seringkali membuat
Dewa Iblis harus jatuh bangun menghindarinya.
Jurus demi jurus berlalu cepat.
Sementara Pandan Wangi yang berada di tepi danau memperhatikan jalannya
pertarungan itu tanpa berkedip. Gadis itu selalu menahan napas jika Rangga
terdesak, dan menghembuskan napas panjang kalau Pendekar Rajawali Sakti itu
mendesak lawannya. Meskipun Pandan Wangi memiliki kepandaian tinggi, tapi
menyaksikan pertarungan tingkat tinggi seperti ini, kepalanya jadi pening juga.
Hampir sulit membedakan, mana Rangga dan mana Dewa Iblis. Karena mereka berdua
sama-sama mengenakan baju putih. Sedangkan pertarungan berjalan begitu cepat,
sehingga yang terlihat hanya dua bayangan putih berkelebat saling sambar.
Mendadak saja Pandan Wangi
dikejutkan suara jeritan keras setelah sebelumnya terdengar suara pukulan keras
bertenaga dalam tinggi yang menghantam tubuh. Dan si Kipas Maut itu jadi menahan
napas manakala terlihat salah seorang terpental tinggi ke angkasa. Begitu cepat
kejadian itu sehingga sukar diikuti pandangan mata biasa. Sedangkan seorang lagi
langsung melesat mengejar.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Entah bagaimana kejadiannya, dua bayangan tubuh yang berada di udara itu saling
berbenturan keras sekali, sehingga menimbulkan ledakan
menggelegar bagai guntur di siang bolong. Dua orang yang berbenturan di udara
itu saling terpental dan jatuh bergelimpangan di atas tanah, namun sama-sama
cepat bangkit berdiri.
Tampak yang mengenakan baju rompi putih agak terhuyung. Sedangkan yang seorang
lagi agak terbungkuk. Masing-masing mengeluarkan darah pada mulutnya.
"Kita tentukan sekarang, Pendekar Rajawali Sakti!" dengus Dewa Iblis di sela
dengusan napasnya yang memburu.
"Silakan," tantang Rangga sambil mengatur jalan napasnya.
Dewa Iblis menggerak-gerakkan tangannya di depan dada. Jari-jari tangannya
menegang terbuka lebar.
Tatapan matanya begitu tajam menusuk, langsung ke bola mata Pendekar Rajawali
Sakti. Tampak, pelahan-lahan seluruh tubuh laki-laki muda berbaju putih itu
terselimut sinar hijau.
"Hih!"
Rangga cepat merentangkan kakinya lebar-lebar ke samping. Dirapatkan tangannya
di depan dada, lalu menarik tubuhnya miring ke kanan, dan pelahan-lahan ditarik
ke kiri. Dan dengan cepat tubuhnya kembali tegak, namun kakinya tetap terentang
lebar agak tertekuk. Pelahan-lahan sekali tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti
naik ke atas sejajar wajahnya. Dan begitu tangan kirinya kembali cepat ditarik
turun ke dada, cahaya biru langsung menyelimuti kedua telapak tangannya yang
berada di depan dada. Rangga kini mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma'
tanpa menggunakan Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Memang tidak sedahsyat jika
menggunakan pedang, tapi sampai saat ini hanya satu dua orang yang mampu
menandinginya. "Hup! Hup! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring
melengking tinggi, Dewa Iblis berlari cepat ke arah Rangga sambil
merentangkan tangan ke depan. Seluruh tubuh laki-laki muda itu sudah terselubung
sinar hijau kekuning-kuningan.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...!
Hiyaaa...!" seru Rangga keras menggelegar.
Tepat pada saat tangan Dewa Iblis berada dalam jangkauan, seketika Rangga
menghentakkan kedua tangannya
ke depan. Benturan dua pasang tangan tak dapat dihindari lagi. Ledakan keras
terdengar dahsyat. Dan pada saat itu, masing-masing terpental ke belakang dan
bergulingan di tanah.
"Kakang...!" jerit Pandan Wangi cemas.
Tampak Rangga tergeletak sambil menggeliat-geliat di tanah. Sedangkan Dewa Iblis
langsung bangkit berdiri meskipun tubuhnya sempoyongan dan tidak mampu berdiri
tegak. Darah semakin banyak keluar dari mulut dan hidungnya.
Pandan Wangi berlari menubruk tubuh Rangga. Tapi belum juga gadis itu bisa
memeluk, Rangga sudah merentangkan tangannya mencegah.
Sambil menekap dada dengan tangan kiri, Pendekar Rajawali Sakti itu berusaha
bangkit. Dirasakan kepalanya berat sekali, dan pandangannya berkunang-kunang.
Darah terus menetes dari mulutnya.
"Kau.... Kau terluka, Kakang,"
Pandan Wangi tidak bisa lagi
menyembunyikan kecemasannya.
"Menyingkirlah, Pandan.
Pertarungan ini belum selesai," ujar Rangga dingin.
"Kakang...."
"Dia benar, Pandan. Kau tidak perlu ikut campur!" celetuk Dewa Iblis lantang.
"Iblis keparat! Kubunuh kau,
hiyaaa...!" geram Pandan Wangi tidak bisa menahan kemarahannya.
Seketika itu juga Pandan Wangi melompat bagaikan kilat menerjang Dewa Iblis.
Langsung dilepaskan kipas baja putihnya yang berujung tajam melebihi mata pisau.
Dengan pedang kipas baja putih di tangan, Pandan Wangi langsung merangsek pemuda


Pendekar Rajawali Sakti 38 Dewa Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbaju putih itu.
Namun sungguh di luar dugaan, ternyata walau pertarungannya melawan Rangga
banyak menguras tenaga, tapi Dewa Iblis itu masih juga tangguh.
Bahkan sukar bagi Pandan Wangi untuk mendesaknya. Dan dalam beberapa jurus saja,
justru Pandan Wangi yang terdesak.
"Lepas...!" seru Dewa Iblis
nyaring. Bersamaan dengan itu, tangan
kirinya menyodok ulu hati Pandan Wangi. Maka gadis itu buru-buru mengegoskan
tubuhnya ke samping. Tapi tanpa diduga sama sekali, satu kibasan tangan yang
cepat menghantam
pergelangan tangan kanan si Kipas Maut.
"Akh...!" Pandan Wangi terpekik keras tertahan.
Belum lagi lenyap
keterkejutannya, mendadak Pandan Wangi merasakan adanya satu sodokan keras di
perut. Mulutnya mengeluh pendek dan
tubuhnya terbungkuk. Pada saat itu Dewa Iblis menghantamkan satu pukulan keras
ke arah dagu. "Akh!" lagi-lagi Pandan Wangi terpekik.
Kepala gadis itu terdongak. Satu tendangan keras bertenaga dalam tinggi telak
menghantam dada gadis itu.
Akibatnya dia terpental jauh ke belakang menghantam sebatang pohon besar di tepi
danau lembah ini.
"Oh...," Pandan Wangi merintih lirih, lalu menggeliat mencoba bangun.
Tapi seluruh tubuhnya seperti remuk.
"Bajingan, keparat...!" geram Rangga marah. Wajahnya memerah melihat Pandan
Wangi menggeliat-geliat seperti sedang meregang nyawa. "Mampus kau!
Hiyaaa...!"
*** Dengan hati diliputi kemarahan serta kecemasan yang mendalam, Rangga melompat
menyerang Dewa Iblis.
Serangan Rangga kali ini sungguh dahsyat luar biasa. Pendekar Rajawali Sakti itu
bertarung seperti tidak mempunyai aturan sama sekali. Gerakan-gerakannya sungguh
aneh, cepat, dan sukar diterka arah tujuannya.
Memang Pendekar Rajawali Sakti menggunakan seluruh gabungan dari rangkaian lima
jurus 'Rajawali Sakti'
yang dirubah-rubah cepat sekali. Tentu saja hal ini membuat Dewa Iblis jadi
kelabakan menghadapinya. Terlebih lagi Pendekar Rajawali Sakti tidak memberi
kesempatan lawannya untuk balas menyerang. Pemuda berbaju rompi putih itu selalu
mengurung rapat, dan semakin mempersempit ruang gerak pemuda yang juga biasa
dipanggil Prabu Sumabrata. Padahal dia tidak mempunyai istana dan wilayah
kerajaan. "Hiyaaa...!"
Sret! Kemarahan Rangga semakin memuncak karena ternyata lawannya alot dan sukar
ditundukkan. Pendekar Rajawali Sakti itu mencabut pedang pusakanya.
Maka seketika itu juga cahaya terang biru berkilau memancar dari pedang itu.
"Hiyaaa! Yeaaah...!"
Rangga langsung saja mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Satu jurus
andalan yang menjadi simpanan dan jarang digunakan. Terlebih lagi, ditambah
dengan pedang pusaka yang maha dahsyat ini.
Sinar biru segera menggumpalgumpal bergulung disertai gumpalan asap memenuhi sekitar pertarungan.
Pedang bersinar menyilaukan itu berkelebatan di sekitar tubuh Dewa Iblis. Begitu
cepatnya, sehingga seluruh tubuh laki-laki muda berbaju
putih itu telah terselubung cahaya biru dan asap yang semakin tebal menggumpal.
Rupanya dalam kemarahan yang memuncak, Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan tahap
terakhir jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
"Ughk! Oh...," Dewa Iblis mulai mengeluh.
Sungguh tidak dimengerti, karena perhatiannya jadi terpecah belah dan tidak
terpusat pada pertarungan ini.
Gerakan-gerakan jurusnya juga menjadi berantakan. Dewa Iblis tidak menyadari
kalau jiwanya sudah terpengaruh oleh jurus yang dikeluarkan Pendekar Rajawali
Sakti. Laki-laki itu mulai limbung, dan jurus-jurusnya semakin kacau. Dia
seperti tidak tahu lagi, di mana musuhnya berada.
"Ucapkan selamat tinggal, Dewa Iblis! Hiyaaa...!" seru Rangga lantang.
Wuk! Bagaikan kilat, Rangga mengebutkan pedangnya ke arah leher Dewa Iblis yang sudah
tidak bisa mengontrol dirinya lagi. Dan memang, tebasan itu tidak dapat
terbendung lagi. Rangga langsung memasukkan pedang dan melompat mundur. Tampak
Dewa Iblis berdiri tegak dan terdiam seraya menatap Pendekar Rajawali Sakti yang
berdiri sejauh hampir lima langkah di depannya.
Bruk! Tubuh Dewa Iblis tiba-tiba ambruk ke tanah! Belum juga tubuhnya menyentuh tanah,
kepala pemuda itu terlepas buntung. Seketika itu juga darah muncrat keluar dari
leher yang tanpa kepala lagi. Dewa Iblis tewas seketika tanpa mengeluarkan suara
sedikit pun. Sungguh dahsyat tebasan pedang Pendekar Rajawali Sakti, sehingga
mampu menebas leher lawan bagaikan menebas batang pisang saja!
"Hhh...," Rangga menarik napas panjang.
"Kakang...!" seru Pandan Wangi lemah.
Rangga menoleh, langsung
membalikkan tubuhnya dan berlari menghampiri Pandan Wangi yang tergolek di
antara reruntuhan pohon. Darah merembes keluar dari mulut gadis itu.
Rangga membantu si Kipas Maut bangkit duduk, sedangkan dia sendiri duduk di
depannya. "Kau terluka cukup parah,
Pandan," kata Rangga.
"Ya. Tapi, lukamu lebih parah lagi, Kakang," sahut Pandan Wangi lirih.
"Sudah tidak lagi, Pandan. Jurus
'Pedang Pemecah Sukma' membantu penyembuhan lukaku. Tanpa disadari jurus yang
mengandung unsur hawa murni itu mengalir ke seluruh tubuh," jelas
Rangga. Pandan Wangi tersenyum, tapi
begitu lemah dan tipis sekali.
"Aku kenal seorang tabib yang sangat ahli. Kau akan kubawa ke sana, Pandan,"
kata Rangga lagi.
Pandan Wangi kembali tersenyum.
Setitik air bening menggulir jatuh ke pipinya. Hatinya begitu terharu akan
ketulusan cinta Rangga. Padahal seharusnya pemuda itu membencinya karena telah
tahu dirinya kini.
Seorang gadis yang hampir
menghancurkan martabat dan harga diri, hanya karena hendak membalas dendam buat
kekasihnya yang diakui sebagai teman biasa. Tapi Rangga tidak mempedulikan itu
semua. Dipondongnya tubuh Pandan Wangi. Pendekar Rajawali Sakti kini melangkah
pergi meninggalkan lembah ini bersama Pandan Wangi di pondongannya.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Nya.Ber
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Document Outline
DEWA IBLIS 1 *** *** *** 2 *** *** *** 3 *** *** *** 4 *** *** *** 5 *** *** 6 *** *** *** 7 *** *** *** 8 *** *** SELESAI Mas Rara 3 Pendekar Naga Geni 10 Maut Di Lembah Sampit Sumpah Palapa 8

Cari Blog Ini