Ceritasilat Novel Online

Kitab Tapak Geni 2

Pendekar Rajawali Sakti 4 Kitab Tapak Geni Bagian 2


Jagabaya yang bergerak lemah.
"Katakan, Ki. Di mana Ratih?"
desak Rangga. "Di..., diculik...," makin lemah suara Ki Jagabaya.
"Siatja yang menculik?"
'Ti..., ah!"
"Ki...!" Rangga menggoyanggoyangkan tubuh Ki Jagabaya yang
terkulai Iemas.
Rangga memandang wajah laki-laki
tua Kepala Desa Ganggang yang telah
pucat Tubuhnya telah terasa dingin dan kaku. Pendekar Rajawali Sakti
meletakkan tubuh kepala desa yang
malang ini. Darah segar masih merembes dari dada yang terkoyak lebar.
Mata Pendekar Rajawali Sakti beredar ke sekeliling. Tidak ada
keterangan yang berarti yang didapat
di sini. Keadaannya sangat berantakan sekali. Pelan-pelan kakinya melangkah ke
luar. Matanya kembali beredar ke
sekeliling sambil terus melangkah
menuju ke bagian belakang. Sesosok
mayat wanita tergeletak di lantai
papan rumah ini. Lehernya hampir putus terbabat senjata tajam.
Rangga menggeram menyaksikan
kekejaman ini. Beberapa mayat masih
ditemukan di sekitar rumah Ki Jagabaya ini. Semua dalam keadaan yang sangat
menyedihkan. Bau anyir darah menyebar kemana-mana, terbawa tiupan angin
senja sejuk sepoi-sepoi.
"Oh, tolong...," terdengar suara rintihan lirih.
Rangga menoleh. Tampak seorang
laki-laki tua tengah mengerang
kesakitan dekat pojok rumah. Sebelah
tangannya buntung, dan perut robek
hingga ususnya terburai. Rangga
bergegas menghampiri laki-laki tua
itu. Dia jongkok, lalu mengangkat kepala orang itu yang masih bergerak
lemah. "Oh, tolong. Tolong selamatkan
Nini Ratih," lirih suara laki-laki tua itu.
"Di mana Ratih?" tanya Rangga.
"Di..., diculik...."
"Siapa yang menculik?"
"Set..., Setan Arak."
Rangga tercengang ketika
mendengar nama Setan Arak disebut. Dia ingin bertanya lagi, tapi laki-laki
tua itu telah menghembuskan napasnya
yang terakhir. Pelan-pelan diletakkan tubuh laki-laki tua itu, lalu bangkit
berdiri sambil memandangi mayat yang
masih baru itu.
Saat kaki Rangga melangkah ke
depan rumah kepala desa, Rangga
melihat sebuah guci arak dari tanah
liat tergeletak di lantai beranda
rumah. Di dekatnya tampak sebuah meja kecil terguling. Rangga menghampiri
dan mengambil guci itu.
"Setan Arak, apa urusannya
membantai keluarga Ki Jagabaya?" gumam Rangga pelan.
Pendekar Rajawali Sakti itu tibatiba tersentak ketika telinganya
mendengar desiran angin. Segera dia
melompat ke luar. Sekelebat matanya
masih menangkap bayangan hijau melesat turun dari atas genteng. Pendekar
Rajawali Sakti pun mengempos tenaga,
lalu melompat tinggi melewati atap.
Dua kali dia berputar di udara, lalu
hinggap kembali di tanah.
"Hm, siapa dia?" bisik Rangga bertanya dalam hati.
Matanya yang setajam mata
Rajawali, cepat melihat bayangan hijau yang masih berkelebat menembus
lebatnya pepohonan. Walaupun sinar
matahari senja itu sangat membantu
bayangan hijau untuk cepat menyelinap, namun bagi Pendekar Rajawali Sakti hal
itu tidaklah sulit untuk mengintainya.
Tanpa membuang-buang waktu lagi,
Rangga menjejak tanah seraya
mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega'. Seketika tubuhnya
menjadi ringan bagai kapas. Dalam
sekejap Pendekar Rajawali Sakti
melesat cepat menembus lebatnya
pepohonan di bagian belakang rumah Kepala Desa Ganggang ini. Gerakannya
begitu ringan dan cepat seperti tidak menapak tanah lagi.
"Uh! Dia hanya berputar-putar
saja!" dengus Rangga merasa telah tiga kali melewati jalan yang sama.
Pendekar RajawaB Sakti melenting
tinggi, lalu hinggap di atas dahan
pohon yang tinggi menjulang. Matanya
nyalang memutari sekitarnya, dan
tertumbuk pada kelebatan bayangan
hijau kembali yang bergerak ke sebelah barat Rangga terus mengamati ke mana
saja bayangan itu bergerak. Ternyata
bayangan itu tidak lagi berputar ke
arah yang sama, melainkan menuju ke
arah Utara. "Mau ke mana dia" Bukankah arah
itu menuju ke Bukit Batu Tiga?" Rangga bertanya-tanya dalam hati.
Segera saja Pendekar Rajawali
Sakti itu mengerahkan jurus 'Sayap
Rajawali Membelah Mega' dan dibarengi dengan ilmu 'Sayiti Angin'. Kini
tubuhnya melayang ringan bagai
selembar bulu halus. Seperti seekor
burung, pendekar muda itu melenting
dari satu ujung pohon ke ujung pohon
lainnya. Namun demikian, matanya tidak lepas mengamati bayangan hijau yang
berada cukup di depannya.
"Sampai di mana, aku akan
mengikutinya! Penasaran juga, siapa
sih dia?" otak Rangga terus berputar.
Sementara senja telah berganti
malam. Situasi ini sangat
menguntungkan bagi Pendekar Rajawali
Sakti. Tubuhnya yang melayang dari
satu pucuk pohon ke pucuk pohon yang
lain, sulit terlihat oleh mata manusia biasa. Seorang tokoh sakti pun,
mungkin hanya dapat melihat
bayangannya saja yang berkelebatan.
Suatu perpaduan ilmu kesaktian yang
sangat sempurna.
Namun begitu, Rangga juga
mengakui kelebihan ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki si bayangan hijau itu. Meskipun Pendekar RajawaB Sakti
telah memadukan dua ilmunya itu, tapi masih
juga belum dapat mengejar
bayangan tadi. Jaraknya memang semakin dekat saja, tapi memerlukan waktu yang
cukup lama untuk dapat mengejar.
Pendekar RajawaB Sakti meluruk
turun dari atas pohon ketika telah
tiba di puncak Bukit Batu Tiga. Memang sesuai dengan namanya, tepat di
tengah-tengah puncak bukit ini
terdapat tiga buah batu yang bentuknya sama dengan posisi yang berjajar. Jika
malam seperti ini, tiga batu itu bagai tiga raksasa yang selalu siap menjaga
bukit ini. Bentuknya besar hitam,
menjulang di antara pucuk-pucuk
pepohonan. Bola mata Pendekar Rajawali Sakti
beredar ke sekeliling. Keadaan Bukit
Batu Tiga ini telah gelap gulita.
Kabut semakin tebal menyelimuti
puncaknya, menambah pekat dan dingin
di tempat itu. "Ke mana dia" Mengapa menghilang di sini?" Rangga bertanya dalam hati.
Pelan-pelan kakinya terayun
mendekati tiga batu besar yang
menyerupai raksasa. Bola matanya terus mengamati keadaan sekitarnya. Suasana
sunyi senyap menyelimuti sekitar
puncak ini. Terasa lengang dan nyaris tanpa suara. Hanya desir angin saja
yang terdengar lembut menerpa daun
telinga. Binatang malam pun seperti
enggan memperdengarkan suaranya.
Rangga berhenti tepat di depan
batu yang berada di tengah dari tiga
batu besar yang berbentuk sama
berjajar. Sebentar diamatinya batu
hitam besar yang ada di depannya, lalu kembali mengamati ke sekeliling.
Keadaan masih tetap sunyi kecuali
desah angin malam yang dingin.
Saat Pendekar Rajawali Sakti
dalam keadaan bingung, mendadak
berkelebat cahaya keperakan ke
arahnya. Hanya sedikit saja
dimiringkan tubuhnya, maka sinar itu
hanya lewat di samping bahu, dan
menancap di batu besar hitam pekat
"Uts!"
Belum sempat Rangga melirik benda
yang tertancap itu, mendadak muncul
kembali cahaya keperakan. Untunglah
pendekar muda ini cepat menggeser
kakinya ke kiri. Dengan gerakan
tangkas, tangannya menangkap cahaya
keperakan itu. "Ruyung perak...," desis Rangga pelan. Belum juga bibirnya kering,
kembali sinar meluncur deras. Kali ini Pendekar Rajawali Sakti harus bersalto
menghindari serangan gelap yang mendadak itu. Matanya yang tajam dapat
cepat mengetahui sumber senjatasenjata rahasia itu berasal. Segera
kedua tapak kakinya dihentakkan ke
batu. Tubuh Pendekar Rajawali Sakti itu
bagaikan sebatang anak panah lepas
dari busur, meluncur deras ke arah
sinar-sinar keperakan itu muncul.
Masih dalam keadaan melayang, pendekar muda ini melontarkan pukulan jarak
jauh. Tiga sosok tubuh berlompatan dari
balik pohon besar yang hancur
berantakan terkena pukulan jarak jauh dengan kekuatan tenaga dalam yang
tinggi. Rangga berputar dua kali di
udara sebelum kakinya menjejak tanah
dengan manis. Tiga sosok tubuh itu
juga mendarat dengan indah.
"Tidak percuma kau mendapat
julukan Pendekar Rajawali Sakti," kata salah seorang yang berada di tengah
dari tiga orang itu.
"Kaliankah yang berjuluk Tiga
Setan Neraka?" tanya Rangga.
'Tidak salah!"
Rangga mengamati orang yang
berada di tengah. Pakaiannya serba
hijau. Dan wajahnya..., persis seperti mayat! Dingin, pucat, dan kaku, tanpa
garis kehidupan. Memang ketioa orang
itu adalah, Sanggamayit, Iblis Mata
Satu, dan Setan Jerangkong.
"Orang lain boleh gentar dengan
julukan kalian. Tapi aku malah ingin
meminta nyawa kalian," terdengar dingin suara Rangga.
"He he he...," Iblis Mata Satu terkekeh. "Biarkan aku yang memberi pelajaran
pada bocah sombong ini"
"Hati-hati," bisik Sanggamayit Iblis Mata Satu menjawab dengan
suara tawa terkekeh. Kakinya bergerak maju. Langkahnya baru terhenti setelah
jaraknya dengan Pendekar Rajawali
Sakti berkisar satu batang tombak.
"Majulah, serang aku!" dengus Iblis Mata Satu.
"Hm, sebaiknya kalian bertiga
maju semua," ejek Rangga.
"Tidak perlu! Salah seorang dari kami pun kau belum tentu dapat
menandingi," Iblis Mata Satu tidak kalah meremehkan.
"Jangan menyesal kalau kau mati
lebih dulu."
"He he he..., mulutmu rasanya
perlu dibuat lebar lagi, bocah."
Selesai berkata demikian, Iblis
Mata Satu segera mendorong tangan
kanannya ke depan. Seberkas sinar
merah meluncur deras dari telapak
tangannya yang terbuka. Rangga hanya
memiringkan tubuhnya sedikit ke kiri.
Sinar itu hanya lewat begitu saja di
sampingnya. Belum lagi Rangga merobah
posisinya, tangan kiri Iblis Mata Satu telah mendorong ke depan. Kilatan
sinar merah kembali meluncur deras.
Rangga menarik tubuhnya ke kanan,
namun dari arah kanan juga telah
meluncur sinar merah.
Sadar kalau posisinya terjepit,
Rangga langsung melesat ke udara.
Tanpa sungkan-sungkan lagi
dikeluarkannya jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega'. Bagai kilat tubuh
Rangga meluncur ke arah Iblis Mata
Satu. Tangannya mengepak cepat dan
kuat bagai sepasang sayap rajawali.
"Bangsat!" umpat Iblis Mata Satu tidak menyangka kalau lawannya mampu
menghindar, dan bahkan dengan cepat
membalas serangannya.
Iblis Mata Satu menarik kakinya


Pendekar Rajawali Sakti 4 Kitab Tapak Geni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mundur dua tindak menghindari kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti. Namun
belum sempat bertindak, tangan kiri
pendekar muda itu telah berkelebat
lagi menyapu ke arah dada. Iblis Mata Satu tidak ada pilihan lain, kecuali
mengangkat tangannya menangkis kibasan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti.
Trak! Dua tangan beradu keras sehingga
menimbulkan suara bagai kayu patah.
Iblis Mata Satu melompat mundur sambil meringis menahan sakit Tangannya
seperti remuk saat berbenturan tadi.
Sementara Rangga telah bersiap-siap
hendak menyerang kembali. Kedua
tangannya terkembang bergerak cepat
menyerang lawan yang tengah merasakan sakit pada pergelangan tangannya.
Bet! Sebatang ranting kering
menghantam ujung jari tangan Rangga
pada saat hampir mengenai dada Iblis
Mata Satu. Cepat-cepat Rangga menarik tangannya. Kesempatan yang sedikit ini
dimanfaatkan Iblis Mata Satu untuk
mengirimkan tendangan mautnya.
Untunglah pendekar satu ini cepat melompat mundur menghindari tendangan
maut lawan. "Curang!" dengus Rangga geram.
"Dalam pertarungan tidak ada yang jujur," sinis suara Iblis Mata Satu.
Pergelangan tangan kanannya tidak ada lagi terasa nyeri.
Rangga menggeram menatap dua
orang yang tersenyum-senyum mengejek.
Rangga tidak tahu, siapa di antara dua orang itu yang berlaku curang dengan
melempar ranting pada saat Iblis Mata Satu hampir dapat dikalahkan.
"Maju kalian semua, keparat!"
geram Rangga. "He he he..., sudah kukatakan,
melawan aku saja kau tidak bakalan
mampu menandingi," ejek Iblis Mata Satu. Kata-katanya pelan dan teratur
tapi sangat menusuk gendang telinga.
Menyakitkan. Berkerut geraham Rangga menahan
marah. Dia benar-benar tidak menyukai cara bertarung Tiga Setan Neraka.
Untungnya mereka membokong hanya
dengan ranting kering. Mungkin kalau
pertarungan telah mencapai tingkat
paling tinggi, bisa-bisa
mereka menggunakan senjata rahasia untuk
membokong. Rangga mendengus menyadari kecurangan dan kelicikan Tiga Setan
Neraka yang menghalalkan segala cara.
"Hm, aku harus memperhatikan yang lain juga," gumam Rangga dalam hati.
"Mengapa diam saja bocah" Takut?"
ejek Iblis Mata Satu.
"Phuih!" Rangga menyemburkan ludahnya ke tanah.
Kembali Pendekar Rajawali Sakti
mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega'. Dia yakin dengan jurus ini saja Iblis Mata Satu masih belum
dapat menandingi. Memang, cara
bertarung Tiga Setan Neraka tidak
seperti tokoh-tokoh rimba persilatan
lainnya. Oleh sebab itu, Rangga harus lebih waspada terhadap serangan gelap.
"Awas kepala!" teriak Rangga keras dan tiba-tiba.
"Uts!" Iblis Mata Satu merunduk ketika tangan kiri Rangga menyapu
bagian kepalanya.
Tangan kiri Pendekar Rajawali
Sakti hanya lewat beberapa helai
rambut di atas kepala lawan. Namun
dengan cepat, tangan kanan Rangga
bergerak menyodok ke arah ulu hati.
Gerakan yang hampir bersamaan itu
membuat Iblis Mata Satu terkesiap.
Tanpa memikir dua kali, dilentingkan
tubuhnya ke belakang.
Kesempatan inilah yang ditunggu
Rangga. Ketika tubuh iblis Mata Satu
berada di udara, secepat kilat dia
meloncat dengan dua tangan terkembang ke samping. Lalu dengan cepat tubuhnya
meluruk dengan kaki bergerak cepat
seperti baling-baling menuju ke arah
lawan. Sedikit lagi kaki Rangga mengenai
sasaran, mendadak seberkas sinar
keperakan mengancam kakinya. Rangga
yang sejak tadi mengawasi dua orang
yang berdiri menyaksikan, dengan cepat merobah posisi tubuhnya. Dan....
Tring! Pendekar Rajawali Sakti menyentil
senjata rahasia yang dilepaskan
Sanggamayit untuk menyelamatkan Iblis Mata Satu. Senjata itu pun kini
berbalik arah dengan cepat ke
pemiliknya. Tentu saja Sanggamayit
menjadi terkejut. Buru-buru dikerahkan tangannya menangkap senjata rahasianya
sendiri. Pada saat yang bersamaan, Rangga
berhasil menghantam Iblis Mata Satu
dengan menggunakan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Iblis Mata Satu yang
posisinya kurang menguntungkan, segera mengerahkan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya untuk memapak serangan itu.
"Akh!" Iblis Mata Satu memekik tertahan. Seketika itu juga tubuhnya
mencelat dan terhempas deras ke tanah.
Dari mulutnya menyembur darah segar.
Wajah Iblis Mata Satu meringis
merasakan seluruh tubuhnya bagai remuk terhantam batu karang yang amat kokoh dan
keras. Sementara itu Pendekar Rajawali
Sakti juga sempat terdorong dua
langkah ke belakang. Sedikit dia
terhuyung, namun dengan cepat kembali bersiap-siap menerima serangan.
Beberapa saat ditunggu, tapi tak ada
serangan yang datang dari pihak lawan.
Matanya tajam menatap dua orang dari
Tiga Setan Neraka yang masih berdiri
di tempatnya. Sedangkan Iblis Mata
Satu telah dapat bangkit lagi. Dari
sudut bibirnya masih mengucur darah
segar. "Mundur kau, Iblis Mata Satu,"
pelan suara Sanggamayit, tapi cukup
jelas terdengar.
Iblis Mata Satu hanya mendengus.
Dia melirik sebenrar pada Pendekar
Rajawali Sakti, lalu mundur mendekati dua saudara angkatnya. Dengan ujung
lengan baju, disekanya darah yang
merembes dari sudut bibirnya.
"Dia terlalu tangguh buatmu, jika kau lawan sendirian," kata Sanggamayit
setengah berbisik.
"Ilmunya sungguh luar biasa.
Untung kugunakan aji 'Lapis Karang
Baja'," dengus Iblis Mata Satu.
"Kau terluka?" tanya Setan
Jerangkong. "Tidak. Hanya dadaku terasa sesak sedikit," jawab Iblis Mata Satu
mengakui. "Semadilah dahulu. Biar
kugantikan," ujar Setan Jerangkong.
"Hati-hati," Iblis Mata Satu memperingatkan.
Setan Jerangkong hanya tersenyum
tipis. Kemudian dia melompat dan turun tepat sekitar lima langkah di depan
Pendekar Rajawali Sakti. Setan
Jerangkong yang telah menilai
pertarungan sebelumnya, tidak mau
gegabah. Sikapnya memang masih
meremehkan, namun sinar matanya tajam menusuk menandakan kesungguhan.
"Sudah kukatakan, majulah kalian bertiga!" ejek Rangga.
"Jangan banyak bacot! YeaahhJ"
Setan Jerangkong yang kurus kering itu segera mengeluarkan jurus mautnya.
Rangga hanya mengernyitkan alisnya
sedikit melihat manusia yang lebih
mirip tengkorak hidup ini menggerakgerakkan tangannya yang kurus kering.
'Tahan seranganku'" teriak Setan Jerangkong.
*** Rangga mulai dengan jurus 'Sayap
Rajawali Membelah Mega' kembali. Kedua tangannya langsung merentang ke
samping dan bergerak-gerak cepat.
Bahkan setiap gerakannya kini
menimbulkan suara menderu dan
menyebarkan hawa panas yang kian lama kian menyengat kulit.
Gerakan tubuh Pendekar Rajawali
Sakti sangat cepat dan lincah
menghindari setiap serangan la-wan.
Beberapa kibasannya kali ini hampir
mengenai sasaran. Setan Jerangkong
menyumpah-nyumpah geram menghadapi
kenyataan, karena setiap serangannya
selalu kandas. Bahkan dia hampirhampir tidak tahan lagi merasakan hawa panas yang keluar dari setiap kibasan
tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Memang, pendekar satu ini mengerahkan jurus gabungan 'Sayap Rajawali
Membelah Mega' dengan hawa panas yang diambilnya dari jurus 'Pukulan Maut
Paruh Rajawali".
Tiba-tiba tubuh Rangga melenting
ke atas, lalu dengan cepat merubah
jurusnya menjadi 'Rajawali Menukik
Menyambar Mangsa'. Perubahan jurus
yang tiba-tiba ini membuat Setan
Jerangkong kelabakan.
"Bedebah! Kadal busuk!" umpat Setan Jerangkong.
Secepat kilat, dibuang tubuhnya
ke tanah, lalu bergulingan beberapa
kali sebelum bangkit berdiri. Belum
juga pijakan kakinya mantap, mendadak kaki kanan Pendekar Rajawali Sakti
melayang deras.
Plak! Setan Jerangkong menangkis kaki
itu dengan tangan kirinya. Dua langkah dia mundur ke belakang. Bibirnya
meringis merasakan nyeri yang amat
sangat pada pergelangan tangan kirinya yang berbenturan dengan kaki lawan.
"Awas kaki!" teriak Rangga tiba-tiba.
"Uts!"
Setan Jerangkong terlonjak karena
dengan tiba-tiba sekali kaki Rangga
menyapu ke arah kakinya. Dan sebelum
tiba pada sasaran, dengan cepat
Pendekar Rajawali Sakti merubah
sasarannya menjadi ke arah perut
Begitu cepatnya perubahan arah itu,
sehingga Setan Jerangkong tidak sempat lagi mengelak.
Tapi.... "Kurang ajar!" dengus Rangga geram.
Tepat saat kakinya hampir
menjejak perut Setan Jerangkong, tiba-tiba saja berkelebat bayangan hijau
yang langsung menghantam dada Pendekar Rajawali Sakti hingga terdorong dan
jatuh bergulingan di tanah.
Dengan sigap Rangga berdiri
kembali. Dadanya terasa sesak,
napasnya tersengal-sengal. Cepat cepat dikerahkan hawa murni ke dadanya.
Dalam waktu yang tak lama, napasnya
kembali normal seperti semula.
Rangga menatap tajam Sanggamayit
yang kini berdiri di samping Setan
Jerangkong. Sedangkan Iblis Mata Satu berada di samping Sanggamayit. Lawan
Pendekar Rajawali Sakti kali ini bukan hanya tangguh, tapi juga licik!
Sret, trak, cring!
Hampir bersamaan, Tiga Setan
Neraka mengeluarkan senjata andalan
mereka masing-masing.
Iblis Mata Satu kini menggenggam
sepasang golok besar berkilatan.
Sanggamayit kini telah siap dengan dua tongkat pendek yang memiliki rantai
pada ujungnya. Masing-masing ujung
rantai terdapat tiga bola besi baja
berduri. Sedangkan Setan Jerangkong
telah siap dengan sepasang pedang
tipis panjang berwarna putih
kemilauan. Iblis Mata Satu dan Setan
Jerangkong melompat ke samping agak ke depan. Mereka terus bergeser ke
samping kiri dan kanan Pendekar
Rajawali Sakti.
"Hm."," Rangga hanya bergumam melihat posisi lawan-lawannya yang
telah mengepung dari tiga jurusan.
"Cabut senjatamu, bangsat!"
teriak Sanggamayit keras.
Rangga berdiri tegak dan tenang.
Matanya tetap tertuju pada
Sanggamayit. Dia telah dapat menilai
kalau ilmu Sanggamayit yang seperti
mayat hidup ini jauh lebih tinggi
daripada yang lainnya. Buktinya, tiga kali serangan mautnya gagal karena
campur tangan Sanggamayit yang tepat
pada waktunya. "Jangan katakan aku kejam kalau
kau mati tanpa senjata!" dengus
Sanggamayit "Majulah kalian!" dingin dan datar suara Rangga.
Baru saja Rangga selesai berkata,
mendadak Setan Jerangkong berteriak
nyaring sambil melompat. Dua pedang
tipisnya berkelebat masing-masing
mengarah ke leher dan perut lawan.
Rangga menggeser kakinya ke


Pendekar Rajawali Sakti 4 Kitab Tapak Geni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

samping, namun dari arah lain Iblis
Mata Satu juga langsung menyerang
sambil membabatkan sepasang golok
besarnya. Cepat-cepat Rangga mundur
dua tindak ke belakang. Dua serangan
yang datang secara bersamaan, lolos
begitu saja. Belum sempat Pendekar Rajawali
Sakti dapat bernapas lega, datang lagi serangan dari arah depan. Kali ini dia
terpaksa melesat ke udara menghindari serangan mendadak lagi beruntun itu.
Cukup dahsyat serangan senjata
Sanggamayit. Begitu menghantam tanah, seketika tanah itu berlubang.
Sementara, Pendekar Rajawali yang
masih berada di udara melakukan
gerakan memutar dua kali lalu mendarat di belakang Sanggamayit. Secepat kilat
dilayangkan kaki kirinya ke arah
punggung. Bet! Iblis Mata Satu menyabetkan
goloknya ke arah kaki Pendekar
Rajawali Sakti. Secepat kilat Rangga
menarik kakinya kembali. Sanggamayit
sekarang giliran menyerang. Dia
berbalik cepat sambil mengayunkan
senjatanya. Suaranya mendesing terdengar hebat Rangga menarik kepalanya ke belakang menghindari tiga bola berduri
yang dihubungkan dengan rantai ke
tongkat pendek di tangan Sanggamayit.
Bola-bola berduri itu lewat sedikit di depan wajah Rangga.
"Mampus kau, bangsat'" dengus Setan Jerangkong tiba-tiba.
Suara mendesing datang dari arah
kiri Pendekar Rajawali Sakti. Cepat
sekali dia melompat ke kanan, dan
pedang tipis Setan Jerangkong lewat
begitu saja. Serangan-serangan maut
datang silih berganti tanpa memberi
kesempatan sedikit pun bagi Pendekar
Rajawali Sakti untuk bernapas. Satu
serangan berhasil dielakkan, serangan lain muncul dari arah yang berbeda.
Begitu seterusnya hingga dalam waktu
yang singkat saja telah melewati lima jurus.
Meskipun lawan-lawannya
menggunakan senjata, namun Pendekar
Rajawali Sakti sama sekali tidak
kelihatan terdesak. Setiap serangan
lawan berhasil dielakkan dengan manis, bahkan sesekali dibalasnya serangan
itu meski selalu kandas juga. Dalam
hati, Rangga memuji kerja sama Tiga
Setan Neraka yang saling mengisi dan
membantu. "Hik hik hik...!" tiba-tiba terdengar suara mengikik menggema.
Seketika pertarungan itu pun
berhenti. Suara tawa tadi ternyata
disertai pengerahan tenaga dalam yang tinggi sehingga membuat telinga terasa
sakit Makin lama suara itu terdengar
makin keras dan menyakitkan. Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan
tenaga dalamnya untuk menandingi suara tawa itu. Demikian pula yang dilakukan
Tiga Setan Neraka.
"Huh! Siapa lagi ini?" tanya Rangga dalam hati sedikit sebal.
*** 6 Seorang laki-laki berpakaian
compang-camping muncul dari balik
rimbunan semak. Di pinggangnya
tergantung sebuah guci arak. Juga
tangannya yang tak lepas mencekik
leher sebuah guci lagi. Sebentarsebentar dituangnya cairan arak ke
mulutnya. "Huh! Habis!" dengusnya sambil menggoyang-goyang guci arak yang telah kosong.
"Setan Arak," gumam Sanggamayit.
'Tanpa diundang kau pun muncul juga di sini."
"Hik hik hik...," Setan Arak tertawa mengikik seraya menoleh ke
arah Sanggamayit.
Setan Jerangkong dan Iblis Mata
Satu melompat bersamaan, lalu berdiri di samping kanan dan kiri Sanggamayit.
Di tangan mereka masih tergenggam
senjata. Sementara Rangga menatap
tajam pada Setan Arak. Dia teringat
laki-laki tua yang sekarat di rumah
Kepala Desa Ganggang yang mengatakan
kalau Setan Arak lah yang menculik
Ratih. Tapi di mana Ratih sekarang
berada" Dan kini, Setan Arak hanya
sendirian saja.
"Kau punya urusan dengan mereka, anak muda?" tanya Setan Arak seraya menoleh
pada Rangga. "Aku juga punya urusan denganmu, Setan Arak," sahut Rangga dingjn.
"He he he..., kita baru kali ini bertemu. Tidakkah kau salah ucap?"
"Di mana Ratih kau sembunyikan?"
tanya Rangga spontan.
"Gadis cantik itu" Ada! Dia baik-baik saja. Kau kekasihnya?"
Merah padam wajah Rangga melihat
tingkah Setan Arak yang seperti tak
berdosa saja. "Kalau iya, kau mau apa"
Tunjukkan, di mana Ratih kau
sembunyikan"!"
"Sabar, anak muda. Aku justru ke sini ingin mencarimu. Gadismu itu
tidak kurang suatu apa-pun. Hanya dia perlu sedikit istirahat untuk
memulihkan...."
"Setan! Kau apakan dia"!" geram Rangga memutus kalimat Setan Arak.
"He he he...," Setan Arak hanya tertawa saja.
"Bedebah! Kau harus bayar mahal
atas perbuatanmu!" geram Rangga makin memuncak kemarahannya.
Seketika itu juga Pendekar
Rajawali Sakti melompat sambil
mengirimkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali" ke arah Setan Arak. Namun
belum sempat Pendekar Rajawali Sakti
menjatuhkan tangan, tiba-tiba
terdengar teriakan keras mencegah.
"Kakang, jangan...!"
Rangga langsung menoleh. Tampak
Ratih berlari keluar dari semak-semak tempat Setan Arak tadi muncul. Ratih
segera menghampiri Rangga. Tentu saja Pendekar Rajawali Sakti ini menjadi
bingung melihat keadaan Ratih yang
seperti tidak terjadi apa-apa atas
dirinya. "Ratih, kau tidak apa-apa?" tanya Rangga.
"Tidak, Kakang. Kakek Setan Arak telah menolongku," sahut Ratih.
Rangga menatap Setan Arak yang
masih terkekeh. Kakinya terayun
mendekati dua anak muda itu. Bola mata Rangga memandang Ratih dan Setan Arak
bergantian. Dia masih kurang percaya
kalau laki-laki berpakaian compangcamping ini telah menyelamatkan Ratih.
Terngiang kembali kata-kata lemah dari laki-laki tua yang sekarat di pojok
rumah Ki Jagabaya. Apakah telinganya
yang kurang beres pada saat itu" Atau laki-laki tua itu yang salah lihat"
Pikiran Rangga terus berputar.
"Seharusnya aku memang tidak
pergi," pelan suara Rangga seperti menyesal.
"Mereka datang ketika Kakang
belum lama pergi," sahut Ratih.
"Mereka" Mereka siapa?" desak Rangga.
Ratih menatap Tiga Setan Neraka.
Rangga cepat mengerti bahwa tiga orang itulah yang membantai keluarga gadis
cantik ini. Geraham Pendekar Rajawali Sakti bergemelutuk seketika. Benar-benar
keji, membantai habis satu
keluarga. Bahkan kini mereka menyebar fitnah!
"Maafkan kekhilafanku," ujar Rangga menatap Setan Arak
"He he he...," Setan Arak hanya terkekeh saja.
Rangga melangkah menghampiri Tiga
Setan Neraka yang masih diam di
tempat. Namun baru saja melangkah dua tindak, tangan Setan Arak me-rentang
menghalangi. "Kau tidak bisa melawan mereka
dengan tangan kosong," kata Setan Arak.
Rangga menurunkan tangan Setan
Arak dengan lembut sambil tersenyum
tipis. Sama sekali dia tidak bermaksud meremehkan peringatan laki-laki kumal
itu. Ucapannya memang benar, tanpa
senjata rasanya sulit mengalahkan
mereka bertiga. Tapi Rangga masih
yakin dan ingin mencoba lagi dengan
jurus-jurus andalannya.
Langkah kakinya terayun kembali
menghampiri Tiga Setan Neraka yang
telah bersiaga penuh. Semua percakapan tadi telah mereka dengar dengan jelas.
Tidak dapat dipungkiri kalau Tiga
Setan Nerakalah yang membantai hampir seluruh keluarga Ki Jagabaya dan
pekerja-pekerja di rumah itu. Hanya
Ratih yang selamat karena ditolong
oleh Setan Arak.
Sanggamayit memanfaatkan
kemunculan Setan Arak dengan
meletakkan guci arak di lantai. Hal
ini dimaksudkan untuk mengelabui agar semua orang menyangka kalau perbuatan itu
dilakukan oleh Setan Arak.
Ternyata rencana jahatnya itu tidak
berumur panjang. Maka kini Tiga Setan Neraka harus menghadapi segala
kemungkinan yang akan terjadi.
*** "Kini saatnya kalian harus mati!"
dengus Rangga sambil bersiap-siap
membuka jurus terakhir dari rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti'.
Cepat sekali Pendekar Rajawali
Sakti itu bergerak, sehingga seperri
bertambah banyak saja. Inilah jurus
'Seribu Rajawali'. Tubuh Pendekar
Rajawali Sakti seperti berjumlah
seribu. Untuk beberapa saat, Tiga Setan
Neraka menjadi tertegun melihat
kenyataan itu. Seperti mereka telah
terkepung oleh sekian banyak Pendekar Rajawali Sakti. Serentak mereka saling
membelakangi dengan sikap berjaga-jaga. Teriakan-teriakan keras tibatiba saja terdengar membahana.
Belum lagi senyap suara-suara
itu, mendadak Pendekar Rajawali Sakti yang kini seperri berjumlah seribu,
menyerang dari segala penjuru. Tiga
Setan Neraka menghalau setiap serangan yang datang bertubi-tubi itu.
Sanggamayit mengkelebatkan senjatanya untuk membalas serangan lawan. Dia
yakin betul kalau bandul besi baja
berduri dari senjatanya itu telah
mengenai tubuh Pendekar Rajawali
Sakti. Ternyata meleset sama sekali.
Bandul itu hanya menghantam bayangan
kosong saja. Sanggamayit menjadi
terkesiap. "Lihat kakinya!" seru Sanggamayit setelah mampu konsentrasi kembali.
Sanggamayit kini mulai dapat
menerka kelebihan dan kelemahan jurus milik Pendekar Rajawali Sakti.
Mendengar peringatan itu, Setan
Jerangkong langsung mengarahkan pedang kembarnya ke arah kaki lawan. Demikian
pula dengan Iblis Mata Satu yang
melakukan hal yang sama.
Sedangkan Sanggamayit yang lebih
cerdik, hanya sesekali saja menyerang.
Dia baru mau menyerang jika melihat
sepasang kaki telah menjejak tanah.
Sedangkan kaki-kaki lain tampak
seperri ngambang di atas tanah. Kini
dapat dibedakan, mana Pendekar
Rajawali Sakti yang asli, dan mana
yang palsu. Tepat ketika sepasang kaki yang
menjejak tanah berada di depannya,
dengan cepat dilontarkan bandul
besinya yang berduri tajam. Seranganserangannya beruntun bagai kilat
menyambar ke arah kaki yang bergerak
ke mana saja. Sanggamayit terus
mencecar. "Jangan pedulikan yang lain,
bantu aku!" seru Sanggamayit.
Rangga tentu saja terkejut
mendengar seruan itu. Berarti
Sanggamayit telah mengetahui wujudnya yang asli. Dan benar saja, ketika
Iblis Mata Satu dan Setan Jerangkong
membantu serangan Sanggamayit,
mendadak ribuan Pendekar Rajawali
Sakti menjadi lenyap. Kini yang ada
hanya wujud aslinya saja yang tengah
kewalahan menghindari serangan lawan
yang datang dari tiga penjuru.
"Setan!" dengus Rangga sambil mencelat ke belakang sejauh satu
batang tombak. Sret! Tepat saat kakinya menjejak
tanah, Pendekar Rajawali Sakti telah
mencabut pedang pusaka dari sarungnya yang bertengger di punggung. Seketika
cahaya biru berkilau menerangi
sekitarnya. Pamor pedang pusaka
Pendekar Rajawali Sakti benar-benar
membuat Tiga Setan Neraka terkesima.
Begitu banyak senjata pusaka yang
mereka telah lihat, tapi rasanya baru kali ini mereka menyaksikan pedang
pusaka yang memiliki pamor seperti
itu.

Pendekar Rajawali Sakti 4 Kitab Tapak Geni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setan Jerangkong dan Iblis Mata
Satu langsung menggeser kakinya
melebar ke samping. Rangga yang kini
berada di tengah-tengah berkonsentrasi penuh terhadap setiap gerakan tiga
orang yang mengepungnya dari tiga
jurusan. Kakinya bergerak memutar
perlahan-lahan, matanya tajam menatap setiap orang yang mengepungnya sambil
mempermainkan senjata.
Set, set, set! Tiba-tiba Sanggamayit melepaskan
senjata-senjata rahasia dengan cepat, dan meluncur deras ke arah Pendekar
Rajawali Sakti. Dengan tangkas
pendekar muda ini mengibaskan
pedangnya, sehingga sinar biru
berkelebatan seperti melindungi
dirinya. Cring, cring, cring!
Senjata rahasia yang berupa
ruyung perak segera rontok berjatuhan di tengah jalan. Padahal tadi
dilontarkan dengan kekuatan tenaga
dalam yang kuat. Tak satu pun senjata rahasia Sanggamayit berhasil menemui
sasaran. Tapi rupanya serangan itu
hanya sebuah pancingan. Ketika Rangga sibuk memutar pedangnya untuk
menghalau senjata rahasia beracun itu, secepat kilat Sanggamayit melompat
seraya mengayunkan senjata andalannya.
Rangga menarik kepalanya ke
belakang menghindari sabetan bola-bola berduri. Dan belum sempat membenahi
posisinya, mendadak berkelebat sebuah golok dari arah samping kanan. Golok
Iblis Mata Satu itu mengarah ke kaki.
Cepat-cepat Rangga menaikkan kaki
kanannya, maka golok itu hanya lewat
di bawah telapak kakinya saja.
"Mampus...!" dengus Setan
Jerangkong sambil menghujam pedang
tipisnya ke arah dada Pendekar
Rajawali Sakti.
Masih dalam keadaan kaki kanan
terangkat, Pendekar Rajawali Sakti
memiringkan badannya ke kanan. Dan
tusukan pedang itu hanya lewat sedikit di depan dada. Namun serangan yang
gagal itu ternyata dibarengi oleh satu tendangan menggeledek ke arah
punggung. Posisi Rangga memang tidak
menguntungkan. Dia terlambat untuk
menghindar. Dengan telak tendangan
Setan Jerangkong menghantam
punggungnya. Rangga terdorong ke depan beberapa langkah, tapi dengan cepat
diputar tubuhnya sambil mengibaskan
pedang. Sinar biru berkelebat cepat
bersamaan dengan berputarnya tubuh
Pendekar Rajawali Sakti itu.
Trang! Setan Jerangkong yang berada
paling dekat, menangkis senjata
bersinar biru itu. Pijaran bunga-bunga api meletik ketika dua senjata beradu
keras. Rangga tersentak, karena
tangannya seketika bergetar setelah
senjatanya ditangkis Setan Jerangkong.
Segera dia mundur dua langkah.
Yang dialami Setan Jerangkong
lebih hebat lagi. Ujung mata pedang
tipisnya gompal, dan hampir terlepas
dari genggaman. Setan Jerangkong
menyumpah-nyumpah karena seluruh jari tangannya menjadi terasa kaku.
"Kakang, awas...!" tiba-tiba Ratih menjerit keras.
Bersamaan dengan itu, dari arah
samping kanan berkelebat tiga buah
bola berduri dengan cepat Rangga tidak sempat menoleh lagi, segera diangkat
pedangnya sambil menarik tubuhnya ke
kiri. Cring! Rantai yang menghubungkan bolabola berduri dengan tongkat melilit
mata pedang Rajawali Sakti. Rangga
membetot senjatanya dengan pengerahan tenaga dalam, namun lilitan rantai
bola baja itu kian kuat. Maka
terjadilah tarik menarik dengan pengerahan tenaga dalam yang tinggi. Otototot tangan Pendekar Rajawali Sakti
bersembulan, terlapis kulit yang basah oleh keringat sehingga berkilatan.
Wajahnya tegang memerah, pertanda
tengah mengerahkan seluruh tenaga
dalamnya. Demikian juga yang dialami
Sanggamayit Wajahnya yang pucat bagai mayat, semakin pucat pasi saja. Kedua bola
matanya kelihatan memutih. Yang
ada hanya titik hitam kecil saja yang kelihatan berada di tengah-tengah dua bola
matanya. Keringat membasahi
seluruh tubuhnya. Adu tenaga dalam
lewat dua jenis senjata yang menempel, terus berlangsung lama. Kelihatan
sekali kalau kekuatan tenaga dalam
kedua tokoh ini hampir seimbang.
Mereka berdiri tegak dengan kedua kaki tertanam kokoh di atas tanah.
"Hm, ini kesempatan untukku,"
gumam Setan Jerangkong.
Secepat kilat, laki-laki kurus
kering itu melompat. Pedang tipis di
tangan kanannya berkelebat membabat
leher Pendekar Rajawali Sakti. Dalam
keadaan seluruh tenaga dan
perhatiannya terpusat pada
Sanggamayit, pendekar satu ini tidak
bisa lagi mengelak dari bokongan itu.
Buk! "Aaaakh...!" tiba-tiba saja Setan Jerangkong menjerit keras.
Begitu pedangnya tepat membabat
leher Pendekar Rajawali Sakti,
ternyata dirasakannya seperti
menghantam segumpal karet keras saja.
Pedang tipisnya terlontar, sedangkan
seluruh tangannya bagai dirubung
berjuta-juta kala berbisa.
Setan Jerangkong terdorong sejauh
satu tombak ke belakang. Bibirnya
meringis, sambil tangan kirinya
mengurut-urut tangan kanannya.
Pedangnya yang terlontar jauh kini
menancap pada sebatang pohon. Setan
Jerangkong segera duduk bersila ketika dirasakan tubuhnya menjadi panas.
Cepat-cepat disalurkan hawa murni ke
seluruh jalan darahnya. Wajahnya
kelihatan semakin memerah dengan
keringat bercucuran deras. Setan
Jerangkong terus bertarung melawan
hawa panas yang kian menggila di dalam tubuhnya.
Apa sebenarnya yang terjadi pada
Setan Jerangkong"
*** Pada waktu Setan Jerangkong
melancarkan bokongan, ternyata
Pendekar Rajawali Sakti tengah
mengerahkan kekuatan jurus 'Seribu
Rajawali' yang dibarengi dengan
kekuatan tenaga dalamnya. Kekuatan
yang berlipat ganda dari jurus 'Seribu Rajawali' dan disertai tenaga dalam
jurus 'Inti Bumi' memang sungguh
dahsyat akibarnya.
Memang tubuh Pendekar Rajawali
Sakti tidak berubah menjadi seribu
jumlahnya, tapi kekuatan dalam
tubuhnya sama dengan seribu Pendekar
Rajawali Sakti yang tergabung menjadi satu. Dalam keadaan seperti itu,
biasanya Pendekar Rajawali Sakti hanya mengambil inti-inti seluruh jurus
andalan yang disertai dengan
pengerahan ilmu kesaktian tenaga
dalam. Tidak mengherankan jika Setan
Jerangkong yang terkena jurus gabungan itu menjadi terhenyak. Tubuh Rangga
yang menjadi kebal terhadap segala
senjata tajam itu, ternyata juga punya daya tolak yang amat besar disertai
penyemburan hawa panas ke seluruh
tubuh penyerangnya.
Sementara itu Sanggamayit mulai
kelihatan terdesak kekuatannya.
Semakin dikerahkan seluruh
kekuatannya, semakin panas seluruh
tubuhnya. Bahkan dari ubun-ubun
kepalanya asap tipis mulai kelihatan
mengepul. Wajah Sanggamayit kini malah berubah merah. Ini pertanda kalau dia
telah mengerahkan seluruh tenaganya
sampai pada tahap yang paling tinggi.
Bres...! Tiba-tiba saja kedua kaki
Sanggamayit melesak ke dalam tanah.
Tubuhnya mulai bergetar. Titik hitam
kecil pada bola matanya berputar-putar bersamaan dengan tergeleng-gelengnya
kepala Sanggamayit.
"Yeaaah...!" mendadak Rangga berteriak melengking sambil membetot
pedang pusakanya yang terlilit senjata Sanggamayit.
"Aaaakh...!" Sanggamayit menjerit keras.
Bersamaan dengan terdengarnya
jeritan keras itu, tangan kanan
Sanggamayit tercabut dari pangkalnya.
Darah pun segera menyembur dengan
derasnya. Rangga menyentak pedangnya ke atas sehingga tangan yang masih
menggenggam senjata tongkat pendek
dengan rantai yang menghubungkan bola-bola baja berduri itu terlempar ke
udara. Darah menciprat ke mana-mana.
"Hih!" Sanggamayit menghentak tubuhnya.
Seketika kaki yang telah terbenam
hingga ke lutut terangkat ke atas.
Tubuh yang kini lengan kanannya
buntung, melenting dan bersalto di
udara. Sanggamayit limbung sebentar
begitu kakinya menjejak tanah. Segera ditotok beberapa jalan darah di
sekitar pangkal lengannya yang
buntung. Darah berhenti mengalir pada saat itu juga.
Setan Jerangkong yang telah pulih
kembali, terkejut melihat tangan kanan Sanggamayit buntung dari pangkalnya.
Begitu pula dengan Iblis Mata Satu
yang tercengang beberapa saat.
"Bocah edan! Kau harus bayar
mahal sebelah tanganku!" dengus
Sanggamayit geram.
Setelah berkata demikian, secepat
kilat Sanggamayit melompat tinggi dan menghilang di balik kegelapan malam.
Iblis Mata Satu dan Setan Jerangkong
segera mengikutinya sambil mengerahkan ilmu peringan tubuh. Rangga terkejut
melihat tiga lawannya kabur dengan
cepat sekali. "Hey...!" teriak Rangga akan mengejar. Tapi...
"Kakang...!" Ratih berteriak keras. Rangga mengurungkan niatnya.
Matanya langsung tertuju pada Ratih
yang berlari-lari menghampiri.
Sementara Setan Arak berjalan
sempoyongan di belakang gadis itu.
Tampaknya seperti jalan biasa, padahal Setan Arak ini juga mengerahkan ilmu
peringan tubuh, sehingga ketika Ratih tiba di depan Rangga, dia pun telah
tiba pula. Pendekar Rajawali Sakti
memasukkan pedang pusaka ke dalam
sarungnya di punggung. Seketika
kegelapan kembali menyelimuti puncak
Bukit Baru Tiga ini.
"Kau tidak apa-apa, Kakang?"
tanya Ratih. Suaranya terdengar
bernada kecemasan.
Rangga hanya tersenyum sambil
menggeleng. "Aku tahu ke mana mereka pergi,"
kata Setan Arak pelan.
Rangga mengalihkan pandangannya
pada laki-laki kumal di samping Ratih.
"Apakah mereka kembali ke istana Parakan, Kek?" tanya Ratih.
"Tidak," jawab Setan Arak.
"Lantas...?"
Setan Arak tidak segera menjawab
malah melangkah pelan-pelan. Kepatanya lalu berpaling setelah langkahnya
terayun sekitar sepuluh tindak.
"Ikuti aku!" katanya.
"Ayo, Kakang," ajak Ratih.
Rangga mengayunkan langkahnya di
samping gadis cantik itu. Pikirannya
masih bercabang antara percaya dengan tidak terhadap Setan Arak. Laki-laki
kumal itu memang tidak jelas
golongannya. Dilihat dari julukannya, sepertinya dia dari golongan hitam.
Namun dilihat dari tindak-tanduknya,
sepertinya dari golongan putih. Memang aneh tokoh Setan Arak ini.
Sesekali Rangga menatap Ratih
yang terus menerus memandangi wajah
pendekar muda yang tampan dan sakti
ini. Rangga paham betul sorot mata
gadis ini. Hatinya mendadak gelisah.
Dia tidak ingin ada seorang gadis
jatuh cinta kepadanya. Ratih memang
cantik dan mempunyai kepandaian yang
tidak rendah. Tapi Rangga bertekad
untuk tidak mencintai dan dicintai
seorang gadis pada saat
pengembaraannya.
"Kelihatannya kau kenal betul
dengannya," kata Rangga dengan nada bertanya. Matanya melirik Setan Arak yang


Pendekar Rajawali Sakti 4 Kitab Tapak Geni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjalan di depan.
"lya," sahut Ratih.
Agak kaget juga Pendekar Rajawali
Sakti mendengar jawaban yang singkat
tapi tegas itu. Tidak disangka sama
sekali kalau Ratih telah mengenal baik dengan Setan Arak.
"Kakek Setan Arak bukan orang
lain bagiku. Sejak aku berusia lima
tahun telah kenal baik dengannya,"
ungkap Ratih. "Hm, berarti sejak kau masuk
padepokan di Gunung Lawu," gumam Rangga.
"Benar," sahut Ratih. "Dari mana kau tahu?"
"Ayahmu yang menceritakan." Ratih tersenyum tipis. Ada rona mendung
terbias di wajahnya. Hanya sebentar,
tapi Rangga telah menangkap
kemendungan itu.
"Maaf, aku telah mengingatkan
pada ayahmu," ucap Rangga setengah berbisik.
'Tidak. Tidak apa-apa," sahut
Ratih lirih. Beberapa saat mereka
membisu. Tanpa disadari ketiga orang
itu telah turun dari Bukit Batu Tiga.
Kini mereka menyusuri tepian sungai
yang mengalir cukup deras,
memperdengarkan alunan suara gemercik air membentur bebatuan. Sungguh indah,
tapi ketiga orang itu seperti tidak
peduli. Pikiran mereka terus
berkecamuk bermacam-macam kemungkinan yang akan terjadi.
"Kau mau bercerita tentang Setan Arak, Ratih?" pinta Rangga setelah cukup lama
terdiam. Ratih tersenyum manis, lalu
mengangguk perlahan.
"Saat aku baru menginjak usia
lima tahun...," Ratih memulai
ceritanya. *** "Aku diserahkan Ayah ke Padepokan Gunung Lawu. Disana, selain pamanku
sendiri yang menjadi guru besar, juga ada beberapa tokoh sakti yang
mengajarkan berbagai ilmu kepada
murid-murid padepokan. Di sinilah
untuk pertama kalinya aku mengenal
ilmu olah kanuragan dari Kakek Setan
Arak. Sampai aku berumur sepuluh tahun Kakek Setan Arak menjadi guruku. Dan
sejak itulah dia tidak pemah terlihat lagi," Ratih sebentar menghentikan
ceritanya. "Lalu, siapa yang menggantikan
kedudukannya?" tanya Rangga.
'Pamanku sendiri," sahut Ratih.
"Kau tahu, mengapa Setan Arak
meninggalkan padepokan?"
"Tidak."
Rangga mengangguk-anggukkan
kepalanya. Ratih sekarang berusia
sekitar dua puluh tahun. Jadi tidak
mustahil ketika Setan Arak difitnah,
dia telah berada di padepokan ini.
Yang jelas, tuduhan mencuri kitab
pusaka Tapak Geni milik Dewi Agni yang juga guru tunggal Dewi Selaksa Mawar,
cuma fitnah belaka yang dilancarkan
Tiga Setan Neraka.
Dari rangkaian cerita yang
didapat, Pendekar Rajawali Sakti telah dapat mengambil beberapa kesimpulan.
Dan semuanya bersumber dari tingkah
polah Tiga Setan Neraka.
Tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti
menghentikan langkahnya. Ditariknya
tangan Ratih ke belakang. Sementara
itu Setan Arak yang berjalan di depan juga menghentikan langkahnya. Dia
menatap Rangga yang memegangi
pergelangan tangan Ratih. Setan Arak
mengegoskan kepalanya sedikit Rangga
paham maksudnya, kemudian dituntunnya Ratih mendekati Setan Arak.
"Hanya satu...," bisik Rangga pelan "Ya. Tampaknya memiliki ilmu meringankan
tubuh yang cukup tinggi,"
sahut Setan Arak berbisik pelan.
"Bagaimana" Dibereskan?" tanya Rangga.
"Kalau tidak mengganggu, biarkan saja."
"Baiklah. Ayo jalan lagi."
"Kalian jangan terlalu jauh di
belakang."
"Sialan!" umpat Rangga dalam hati.
Peringatan itu memang sarat
dengan sindiran halus, tapi cukup
nyelekit juga. Ratih pun segera
melepaskan pegangan tangan pendekar
tampan itu. Kepalanya tertunduk
menyembunyikan rona merah pada
wajahnya. Ketiga orang itu kembali
mengayunkan langkahnya. Kali ini
mereka berjalan sejajar. Ratih berada di tengah. Rangga melangkah sambil
mengerahkan ilmu 'Pembilah Suara'
untuk menangkap setiap suara yang
terdengar mencurigakan. Keningnya agak berkerut manakala mengetahui kalau
orang yang mengikutinya itu memiliki
ilmu peringan tubuh yang cukup tinggi.
Suara orang itu hampir tidak
tertangkap meskipun Rangga telah
mengerahkan ilmu 'Pembilah Suara'.
"Apa maksudnya dia mengikuti?"
tanya Rangga dalam hati.
Ketika Rangga mengerahkan ilmu
'Pembilah Suara' tingkat akhir,
barulah dapat terdengar jelas suarasuara langkah kaki ringan yang berada tepat di belakang. Rangga bergumam
menghitung jarak. Hanya dua puluh
tombak, bisiknya dalam hati. Jarak
yang tidak terlalu jauh, tapi tidak
dapat terdengar oleh ilmu 'Pembilah
Suara' tingkat awal.
Orang yang membuntuti sepertinya
memang memiliki tingkat kepandaian
yang cukup tinggi. Mungkin seringkat
dengan ilmu yang dimiliki Tiga Setan
Neraka. Siapa dia sebenarnya" Apa
maksudnya mengikuti"
"Teruslah berjalan bersama Ratih, Paman," kata Rangga pelan.
"Akan ke mana, kau?" tanya Setan Arak.
Rangga tidak menjawab malah
mencelat cepat, dan tiba-tiba saja
telah hilang dari pandangan mata.
Tubuh Rangga bagaikan hilang tertelan bumi. Ratih sampai bengong celingukan Dia
baru melangkah lagi setelah
tangannya ditarik oleh Setan Arak.
Laki-laki tua kumal itu lalu
merenggut dua batang bambu yang banyak berserakan di tepian sungai ini.
"Untuk apa bambu itu, Kek?" tanya Ratih.
"Diamlah, kita jalan terus," ujar Setan Arak.
Ratih langsung diam. Keningnya
berkerut melihat Setan Arak berjalan sambil mengetuk-ngetukkan dua bambu
mengikuti irama langkahnya, namun
sedikit dibedakan. Ratih tersenyum
ketika dapat memahami maksud laki-laki kumal ini. Rupanya dia ingin menipu
orang yang menguntit dengan tetap
mendengarkan langkah tiga pasang kaki.
Boleh juga akalnya, pikir Ratih.
*** 7 Dewi Selaksa Mawar benar-benar
terkejut ketika tiba-tiba saja
Pendekar Rajawali Sakti muncul di
depannya. Dia melangkah ke belakang
dua tindak. Sedangkan Pendekar
Rajawali Sakti berdiri tegak bertolak pinggang. Matanya tajam menatap
perempuan tua yang ditemuinya tengah
menangis di Hutan Dandaka.
"Apa maksudmu mengikutiku?" tanya Rangga datar.
"Mengapa Setan Arak tidak kau
bunuh sekalian, hah"!" Dewi Selaksa Mawar malah balik bertanya.
"Untuk apa" Dia tidak bersalah,
kenapa harus dibunuh?"
"Dia yang mencuri kitab pusaka
Tapak Geni!" ketus suara Dewi Selaksa Mawar.
"Kau salah sangka. Dia tidak
mencuri kitab pusaka itu. Dia hanya
kena fitnah! Setan Arak sama sekali
tidak tahu tentang kitab Tapak Geni"
"Huh! Kau telah tertipu oleh
sikap baik Setan Arak! Dia bersikap
baik karena butuh tenagamu!"
Pendekar Rajawali Sakti itu
mengerutkan keningnya. Dia masih belum mengerti kata-kata Dewi Selaksa Mawar.
Otaknya kini berputar tujuh keliling
memikirkan persoalan yang dihadapi
betapa rumit. Penuh liku-liku.
"Dia itu punya dendam pribadi
terhadap Tiga Setan Neraka, dan tidak mungkin menandingi mereka. Makanya dia
mencuri kitab pusaka Tapak Geni untuk menandingi kesaktian Tiga Setan
Neraka," ungkap Dewi Selaksa Mawar.
"Bisa kupercaya kata-katamu?"
Rangga masih ragu-ragu.
"Bertahun-tahun aku mencari
mereka berempat. Terus terang, aku
sendiri belum tentu mampu menghadapi
setan-setan itu. Aku merasa berdosa
jika belum mendapatkan kitab pusaka
Tapak Geni milik guruku. Sekarang aku mengharapkan bantuanmu, Pendekar
Rajawali Sakti," Dewi Selaksa Mawar berkata terus terang.
"Di Hutan Dandaka kau tuduh
Sanggamayit yang mencuri kitab itu.
Dan sekarang beralih ke Setan Arak.
Siapa sebenarnya yang mencuri kitab
itu?" "Satu di antara mereka berdua!"
Rangga tersentak mendengar
jawaban yang tegas itu. Dewi Selaksa
Mawar sendiri belum bisa memastikan,
apalagi dirinya yang baru beberapa
hari saja terlibat masalah ini. Rangga benar-benar merasa seperti bola yang
dilempar ke sana ke mari tanpa tujuan pasti.
Tujuan pertamanya adalah
membebaskan penderitaan penduduk Desa Ganggang dari cengkeraman dan
kekejaman orang-orang Kerajaan
Parakan. Tapi kini persoalannya
semakin luas lagi setelah bertemu
dengan Dewi Selaksa Mawar. Beberapa
macam persoalan yang saling tumpang
tindih mulai muncul yang menyangkut
orang-orang yang itu-itu juga. Sungguh mati Rangga tidak menyangka kalau
harus terlibat dalam masalah pribadi
orang-orang itu.
"Kapan kitab itu hilang?" tanya Rangga setelah lama berpikir.
"Kira-kira dua puluh tahun yang
lalu," jawab Dewi Selaksa Mawar.
"Dua puluh tahun bukan waktu yang sebentar untuk mempelajari satu kitab!
Orang yang mencuri kitab itu, pasti
telah menguasai betul isinya. Sedangkan orang-orang yang kau curigai tidak sedikit pun menggunakan ilmu Tapak
Geni," Rangga mengungkapkan jalan pikirannya.
"Kau jangan melindungi mereka!"
dengus Dewi Selaksa Mawar.
"Aku tidak bermaksud melindungi
seorang pun. Dan lagi, aku tidak ada
urusan dengan kitab Tapak Geni. Sedang aku mengejar Tiga Setan Neraka hanya
untuk menghentikan kekejaman mereka,
itu saja!" Rangga sedikit tersinggung.
"Lantas, kenapa kau berkata
seperri itu?"
"Aku hanya melihat kenyataan.
Bagiku, menuduh seseorang tanpa bukti adalah dosa besar! Nah, sekarang coba
buktikan tuduhanmu terhadap salah satu di antara mereka!"
"Ini!" Dewi Selaksa Mawar
mengeluarkan sebuah ruyung perak dari lipatan bajunya.
"Ruyung perak...," gumam Rangga mengenali senjata rahasia yang jelas
milik Sanggamayit
"Aku menemukan ini tertancap di
dada guruku," Dewi Selaksa Mawar menerangkan.
"Kau tahu pemilik senjata rahasia ini?" tanya Rangga berusaha meyakinkan diri.
"Sanggamayit."
"Kau yakin dia pencurinya?"
Dewi Selaksa Mawar hanya diam.
Memang sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Senjata rahasia itu memang bisa
merupakan bukti. Tapi tidak mustahil
orang lain juga menggunakannya dengan maksud menghilangkan jejak. Sedangkah di
Hutan Dandaka, Sanggamayit
mengatakan kalau dirinya difitnah
Setan Arak. Apakah memang benar si
Setan Arak yang mencuri kitab Tapak
Geni sekaligus membunuh guru Dewi
Selaksa Mawar" Atau hanya akal bulus
Sanggamayit saja"
Saat mereka terdiam dengan
pikiran yang berkecamuk, mendadak
terdengar jeritan nyaring. Suara
senjata beradu pun terdengar beberapa kali. Rangga terlonjak ketika telah
memastikan arah suara pertarungan itu.
Tanpa menghiraukan perempuan tua di
depannya, secepat kilat dia melompat


Pendekar Rajawali Sakti 4 Kitab Tapak Geni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju arah suara pertarungan.
"Huh! Ada-ada saja!" dengus Dewi Selaksa Mawar.
Sambil bersungut-sungut kesal,
perempuan itu berlari sambil
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya mengikuti Rangga. Gerakannya cepat dan
ringan. Dalam sekejap telah jauh dari tempat ini.
*** Setan Arak bertarung mati-matian
melawan Setan Jerangkong dan Iblis
Mata Satu. Sementara Ratih terlihat
tergeletak pingsan di depan kaki
Sanggamayit. Rangga yang baru saja
tiba, mengkerutkan gerahamnya menahan marah. Segera Rangga melompat membantu
Setan Arak yang agak kewalahan
menerima serangan beruntun dua dari
Tiga Setan Neraka.
Tapi belum juga Rangga sampai di
arena pertarungan, tiba-tiba....
"Akh!" Setan Arak memekik
tertahan. Pedang Setan Jerangkong yang kini tinggal satu telah menggores dada
Setan Arak. Darah segera merembes
keluar dari luka yang memanjang. Si
Kakek peminum arak ini mundur
terhuyung sambil menekap dadanya yang terluka. Namun belum juga menguasai
diri, mendadak satu tendangan
dilepaskan Iblis Mata Satu telak
mampir di kepala Setan Arak. Seketika terdengar jeritan keras yang keluar
dari mulut kakek peminum itu. Tubuhnya terjengkang ke belakang, dan terhempas
dengan kepala terlebih dulu mendarat
di tanah. "Iblis, kejam!" geram Rangga.
Sambil berteriak melengking tinggi,
Rangga melayangkan kakinya seraya
mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik
Menyambar Mangsa'. Begitu cepat
gerakan Pendekar Rajawali Sakti itu,
sehingga Setan Jerangkong yang
berjarak paling dekat terlihat
kelabakan. Sedapatnya dikelebatkan
pedangnya untuk menghalau serangan
kilat itu. Rangga menarik kakinya cepat,
lalu menjejak tanah dengan ujung
jarinya. Tubuhnya kembali mencelat ke udara. Gerakannya sangat cepat, dan
tahu-tahu telah berada di atas kepala Setan Jerangkong. Setan Jerangkong pun tak
kalah sigap. Diangkat pedang dan
diputar-putarnya di atas kepala.
Kaki Pendekar Rajawali Sakti yang
mengancam kepala lawan, tiba-tiba
berbalik arah. Diturunkan tubuhnya
sedikit di depan Setan Jerangkong,
lalu dengan cepat kaki kanannya
terhentak ke depan. Buk!
Setan Jerangkong terjajar ke
belakang ketika dadanya terhantam
tendangan keras Pendekar Rajawali
Sakti. Seketika dia merasa sesak dan
matanya berkunang-kunang. Belum sempat memperbaiki posisinya, Rangga telah
melompat dengan mengerahkan jurus
Pukulan Maut Paruh Rajawali' menyambar dada Setan Jerangkong.
"Aaaakh...!"
Setan Jerangkong menjerit keras.
Pukulan telak disertai hawa panas yang menyebar membuat tubuh kurus kering
itu terjajar ke belakang sejauh dua
batang tombak. Kini Setan Jerangkong
tergeletak dengan darah mengalir dari sudut bibir dan hidungnya. Dadanya
terlihat memerah, melesak ke dalam.
Dia hanya menggeliat sebentar, lalu
diam tak bergerak lagi. Mati.
Mendapatkan satu temannya mati,
Sanggamayit menjadi lupa dengan Ratih yang tergeletak pingsan terkena
totokan pada jalan darahnya. Sambil
berteriak nyaring, dikebutkan senjata andalannya yang berupa tongkat pendek
berantai dengan bola-bola baja berduri pada ujungnya. Satu tangannya yang
buntung tidak menghalangi kelincahan
dan kedahsyatan serangannya.
Pendekar Rajawali Sakti yang
memuncak kemarahannya, segera
meloloskan pedang pusakanya. Seketika cahaya biru berkilau menerangi arena
pertarungan itu. Cahaya biru itu pun berkelebat cepat menangkis setiap
serangan gencar dari Sanggamayit dan
Iblis Mata Satu. Pijaran bunga-bunga
api memercik setiap dua senjata ampuh berbenturan.
"Hiyaaaa...!" Iblis Mata Satu tidak lagi peduli dengan tenaga
dalamnya yang jauh di bawah Pendekar Rajawali Sakti.
Iblis Mata Satu kini tidak segansegan lagi membenturkan golok
kembarnya, meski tangannya menjadi
kaku setelah berbenturan dengan pedang yang memancarkan sinar biru kemilauan
itu. Semua itu tidak dihiraukan lagi.
"Sanggamayit, aku lawanmu!" tiba-tiba terdengar teriakan keras disusul
berkelebatnya sebuah bayangan merah.
"Bagus! Kau muncul lagi, nenek
peot!" dengus Sanggamayit ketika melihat Dewi Selaksa Mawar.
"Bersiaplah untuk mati, bangsat!"
Dewi Selaksa Mawar berteriak
keras, lalu tubuhnya mencelat
menyerang Sanggamayit. Melihat
kedatangan Dewi Selaksa Mawar, hati
Iblis Mata Satu ciut seketika. Dalam
keadaan lengkap saja, Tiga Setan
Neraka belum mampu menandingi Pendekar Rajawali Sakti. Dan kini, dia harus
hadapi sendiri pendekar muda yang
tinggi kesaktiannya itu.
Saat hatinya diliputi kegentaran,
mendadak kaki Pendekar Rajawali Sakti melayang cepat ke arah dada Iblis Mata
Satu yang hanya dapat ter-perangah.
Cepat-cepat dia melompat mundur. Dan
memang saat inilah yang dikehendaki
Rangga. Ketika kakinya mendarat,
segera dia melompat menerjang Iblis
Mata Satu yang telah terpisah dari
Sanggamayit. Rangga langsung dengan jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Iblis
Mata Satu yang telah gentar itu,
menjadi kelabakan menerima seranganserangan gencar Pendekar Rajawali
Sakti. Setiap pukulan tangannya
mengandung hawa panas yang menyengat
luar biasa. "Modar!" tiba-tiba Rangga
berteriak keras.
Bersamaan dengan itu, tangan
kanannya meluruk cepat ke arah dada
lawan. Iblis Mata Satu memiringkan
tubuhnya ke kanan menghindari sodokan itu. Namun tanpa diduga, kaki kiri
Pendekar Rajawali Sakti terangkat
deras menghantam punggung Iblis Mata
Satu. "Uhk!" Iblis Mata Satu terdorong keras ke depan.
Belum juga dia sempat menguasai
diri, mendadak tangan kiri Pendekar
Rajawali Sakti melayang ke arah
kepalanya. Iblis Mata Satu merunduk
cepat, dan pukulan yang mengandung
hawa panas itu luput. Bahkan Iblis
Mata Satu membalas dengan mengirimkan satu pukulan geledek ke arah lambung
Pendekar Rajawali Sakti. Seketika
tangan pendekar muda itu bergerak
turun ke arah perut.
Trak! Dua tangan yang masing-masing
mengerahkan jurus saling beradu keras.
Cepat-cepat Iblis Mata Satu menarik
tangannya kembali yang terasa remuk
tulang-tulangnya. Dan tepat pada saat yang sama, tangan kanan Pendekar
Rajawali Sakti meluncur ke depan.
Buk! Dan memang sungguh telak ketika
tangan yang mengandung hawa panas dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'
mendarat di dada Iblis Mata Satu.
Laki-laki gemuk yang hanya mempunyai
mata sebelah itu melenguh pendek.
Tubuhnya terdorong tiga langkah ke
belakang. Mendadak dirasakan dadanya
menjadi sesak, sulit sekali bernapas.
Hawa panas makin kuat menjalar ke
seluruh tubuhnya.
Cepat-cepat Iblis Mata Satu
mengerahkan hawa murni untuk mengusir hawa panas yang makin menyerang
tubuhnya. Namun belum juga hawa murni tersalurkan, Pendekar Rajawali Sakti
telah menyerang kembali.
"Hiyaaa...!"
"Aaaakh...!"
Iblis Mata Satu tidak dapat
mengelak dari serangan kilat itu.
Kembali dadanya terhantam dua telapak tangan yang mengandung hawa panas luar
biasa. Tubuh Iblis Mata Satu terlontar jauh ke belakang.
Tubuh gemuk itu terhempas keras
ke tanah. Pendekar Rajawali Sakti tak memberi kesempatan sedikit pun. Dia
melompat mengejar, dan seketika
kakinya mendarat tepat di tubuh Iblis Mata Satu.
Bres! Kaki kanan Pendekar Rajawali
Sakti menjejak dada yang memerah
akibat terkena jurus 'Pukulan Maut
Paruh Rajawali'. Kaki Rangga amblas ke dalam dada. Setelah Iblis Mata Satu
tidak bergerak-gerak lagi, segera kaki yang tertanam dalam dada itu ditarik
keluar. Dada itu hancur bagai terbakar hangus. Tidak ada darah yang keluar.
"Ratih...," Rangga mendesis teringat gadis cantik yang kini
pingsan tertotok.
Kepalanya langsung menoleh ke
arah tubuh ramping yang terbaring di
tanah. Baru saja kakinya akan
melangkah menghampiri, tiba-tiba
telinganya mendengar rintihan lirih
dari arah kanan. Dan betapa
terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti
ketika menoleh, dan mendapatkan Setan Arak tergolek dengan dada bersimbah
darah dan kepala babak belur.
Rangga bergegas menghampiri Setan
Arak yang merintih lirih. Tampak dada yang sobek panjang serta kepala dan
wajahnya sebelah kiri rusak berat
karena terhempas keras menggaruk tanah berbatu kerikil tajam.
"Paman...," Rangga membantu Setan Arak duduk bersandar pada sebuah batu besar.
"Selamatkan Ratih. Dia tertotok
jalan darahnya oleh Sanggamayit,"
lirih dan tersendat-sendat suara Setan Arak.
Rangga mengalihkan pandangannya
ke arah Ratih yang terbaring lemas.
Ragu-ragu juga ia untuk menolong gadis itu, karena melihat keadaan Setan Arak
yang memelas dan mengkhawatirkan
"Jangan pikirkan aku. Cepat kau
tolong Ratih. Totokan itu dapat
mematikan jalan darah selamanya!"
dengus Setan Arak melihat Rangga ragu-ragu.
Mendengar hal itu, Rangga
bergegas melompat menghampiri Ratih.
Matanya sempat melirik pada
pertarungan antara Dewi Selaksa Mawar dengan Sanggamayit yang kelihatan
masih berimbang. Memang inilah
kesempatan baginya untuk menyelamatkan jiwa Ratih.
*** Rangga membuka tiga totokan jalan
darah di tubuh Ratih yang paling
penting. Benar saja kata Setan Arak.
Terlambat sedikit saja, nyawa gadis
cantik itu tidak akan tertolong lagi.
Dan lepas dari totokan itu, Ratih
masih kelihatan lemah. Pengaruh
totokan itu telah menyerap tenaganya
terlalu banyak. Perlu waktu beberapa
saat untuk memulihkannya kembali.
"Bagaimana keadaan Kakek Setan
Arak?" tanya Ratih setelah pulih kondisinya.
"Dia masih hidup, tapi...,"
Rangga tidak melanjutkan kata-katanya.
"Kenapa dia" Apakah lukanya
parah?" desak Ratih.
Rangga tidak menyahut. Dibantunya
gadis itu berdiri, dan memapahnya
menghampiri Setan Arak yang duduk
bersandar di batu. Ratih terpekik saat melihat keadaan Setan Arak yang sangat
mengerikan. "Jangan!" cegah Rangga ketika Ratih akan menghambur. 'Tubuhnya penuh dialiri
racun ganas. Ratih hanya dapat menatap saja.
Pelan-pelan dia mendekat dan bersimpuh di ujung kaki Setan Arak. Rangga
mengikutinya, dan duduk menggeser ke
samping mendekati Setan Arak.
"Kakek...," pelan dan lirih suara Ratih.
"Ratih..., kembalilah ke Gunung
Lawu. Kau adalah pewaris tunggal
padepokan. Pamanmu akan menurunkan
semua ilmunya padamu. Dan kau juga
harus mampu menguasai seluruh ilmuilmuku yang telah kutuangkan dalam
sebuah buku yang disimpan pamanmu. Aku percaya, kau akan menyempumakan semua
yang kumiliki," pelan sekali suara Setan Arak.


Pendekar Rajawali Sakti 4 Kitab Tapak Geni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak kuasa lagi Ratih menitikkan
air matanya. Rangga hanya terdiam
tidak mampu berbuat apa-apa. Racun
pedang Setan Jerangkong telah menyebar luas ke seluruh jaringan darah dan
urat syaraf. Bahkan mungkin telah
menggumpal di jantung. Tidak mungkin
lagi Setan Arak tertolong. Dibantu dengan menyalurkan hawa murni juga
percuma. Bisa-bisa malah mempercepat
proses kematiannya!
"Satu lagi pesanku, Ratih. Tolong kembalikan kitab Tapak Geni pada
pemiliknya," ujar Setan Arak.
Rangga terkejut mendengar ucapan
itu. "Kakek..., Kakek mencuri kitab
itu?" Ratih seperti tidak percaya.
"Tidak! Aku tidak mencuri,
melainkan menyelamatkannya dari tangan Sanggamayit. Aku ingin mengembalikan
kitab ini, tapi pemiliknya telah
tewas. Sedangkan murid tunggalnya, aku tidak tahu di mana berada."
"Siapa murid tunggal pemilik
kitab itu?" tanya Ratih.
"Dewi Selaksa Mawar...," makin
lemah suara Setan Arak.
Rangga langsung menoleh ke arah
Dewi Selaksa Mawar yang masih
bertarung dengan Sanggamayit. Sampai
puluhan jurus, kelihatan belum ada
yang terdesak. "Di mana kitab itu?" tanya Ratih.
'Tanyakan pada pamanmu. Dia tahu
di mana aku menyimpannya. Hanya dia
yang ta...," Setan Arak tidak mampu lagi menyelesaikan kalimatnya.
Sebentar dia terbatuk-batuk, lalu
dari mulutnya keluar darah kental
kehitaman. Tubuhnya mengejang
sebentar, lalu diam tak bergerak-gerak lagi. Ratih hanya bisa terisak. Dia
tak berani memeluk tubuh laki-laki tua yang telah menurunkan sebagian ilmu
kepadanya. Seluruh tubuh Setan Arak
kini mengandung racun ganas yang
menular. Hanya Rangga yang kebal
terhadap racun itu.
Ratih menatap Rangga yang telah
berdiri tegak memandang jalannya
pertarungan antara Dewi Selaksa Mawar dengan Sanggamayit. Pelan-pelan gadis itu
juga berdiri, dan ikut menatap
pertarungan itu. Beberapa saat mereka terdiam.
"Apa yang harus kita lakukan?"
Ratih tiba-tiba memecah kebisuan itu.
"Biarkan mereka. Kita tidak punya urusan dengan mereka," sahut Rangga.
'Tapi, Dewi Selaksa Mawar tidak
boleh mati."
"Dalam beberapa jurus lagi, dia
akan mampu mendesak Sanggamayit."
"Mustahil! Sanggamayit terlalu
sakti!" sergah Ratih.
Rangga hanya tersenyum. Ratih
memang cukup tinggi ilmunya, tapi
belum mampu menilai tingkat kepandaian orang yang berada jauh di atasnya.
Memang sulit menilai orang yang jauh
lebih tinggi tingkat kepandaiannya.
*** Kata-kata Pendekar Rajawali Sakti
memang benar. Setelah lewat sepuluh
jurus, tampak Sanggamayit mulai
terdesak. Lebih-lebih darah kembali
mengucur dari pangkal lengannya yang
buntung. Jelas cukup sulit bagi
Sanggamayit bertarung seperti ini.
Beberapa kali tendangan dan
pukulan bertenaga dalam tinggi yang
dilancarkan Dewi Selaksa Mawar hampir mengenai tubuhnya. Sanggamayit memang
masih dapat mengelak dari pukulan maut itu. Tapi dengan cepat pula Dewi
Selaksa Mawar mengirimkan tendangan.
Kembali laki-laki itu ber-kelit. Namun bersamaan dengan itu sebuah jotosan
mengarah ke dada.
Buk! Sanggamayit tidak mungkin untuk
mengelak lagi. Dadanya telak menerima pukulan yang disertai tenaga dalam
yang tinggi. Dua langkah tubuh lakilaki itu terjajar ke belakang. Dadanya menjadi sesak, sulit untuk bernapas.
"Setan!" dengus Sanggamayit geram.
"Mampus kau, pencuri busuk!"
teriak Dewi Selaksa Mawar keras.
Setelah berkata demikian, dengan
cepat perempuan tua itu melompat
dengan kaki kanan menjulur ke depan.
Sanggamayit memiringkan tubuhnya
menghindari serangan itu. Kaki Dewi
Selaksa Mawar hanya lewat di samping
Sanggamayit. Belum sempat Dewi Selaksa Mawar
menjejakkan kakinya ke tanah, secepat kilat tangan kiri Sanggamayit melayang ke
arah dada. Dan....
Trap! Cepat sekali Dewi Selaksa Mawar
menangkap tangan kiri Sanggamayit yang hampir menghantam dadanya. Segera
dicekal kuat pergelangan tangan itu,
lalu dengan cepat Dewi Selaksa Mawar
memutar tubuh, sehingga....
Bret! "Akh!" Sanggamayit memekik
tertahan. Jari-jari tangan Dewi Selaksa
Mawar berhasil merobek perut
Sanggamayit. Dan itu pun masih
dibarengi dengan sebuah tendangan yang mendarat di perut. Sanggamayit kembali
memekik keras. Tubuhnya terdorong dua langkah ke belakang. Dengan sisa
kekuatannya, disentakkan tangannya
yang tercengkeram. Ketika lepas dari
cengkeraman Dewi Selaksa Mawar, bagai geledek senjata aneh Sanggamayit
menderu ke arah dada lawan.
"Ih!"
Dewi Selaksa Mawar memiringkan
tubuhnya ke kanan, maka serangan itu
hanya lewat di depannya. Tapi belum
benar posisinya, mendadak kaki kiri
Sanggamayit melayang cepat.
Buk! Dewi Selaksa Mawar melenguh
sedikit. Punggungnya terasa sakit
terkena hantam kaki kiri itu.
Sebentar tubuh perempuan itu
terhuyung. "Yeaaah...!"
Sambil berteriak nyaring,
Sanggamayit melompat seraya
mengebutkan senjatanya. Serangan yang datang beruntun dan cepat itu, tidak
dapat lagi dihindari Dewi Selaksa
Mawar. Dengan nekad, disambutnya bola-bola baja berduri.
Tap! Dia berhasil mencekal rantai
senjata itu. Dua tokoh sakti itu saling tarik
menarik dengan mengerahkan tenaga
dalam. Dua pasang kaki terentang ke
samping saling berhadapan. Dua pasang mata saling tatap. Tajam sekali.
Tampak keringat mulai membasahi
keduanya. Wajah mereka tegang.
Sementara itu Rangga yang sejak
tadi memperhatikan, mengerutkan
keningnya. Dia telah mampu mengukur
tingkat tenaga dalam Sanggamayit.
Begitu pula dengan tingkat tenaga
dalam Dewi Selaksa Mawar.
"Mereka bisa mati, Kakang," desah Ratih tanpa memalingkan wajahnya.
"Kau lihat saja," jawab Rangga belum berani memastikan.
"Bantu dia, Kakang. Aku khawatir Dewi Selaksa Mawar tewas!" Ratih menyarankan.
"Itu bukan perbuatan seorang
pendekar," Rangga tersenyum kecut mendengar kata-kata Ratih.
Ratih tidak berkata-kata lagi.
Dia menjadi malu sendiri karena
memberi saran buruk terhadap Pendekar Rajawali Sakti yang jelas-jelas adalah
seorang pendekar sejati. Dalam hati
dia mengutuk dirinya sendiri yang
tidak berpikir dulu sebelum berucap.
Bodoh! Maki Ratih dalam hati.
Sementara itu pertarungan antara
dua tokoh sakti tadi semakin
menegangkan. Masing-masing telah
mengerahkan seluruh kekuatannya. Wajah mereka semakin menegang berkeringat.
Otot-otot bersembulan di tubuh mereka.
"Hih!" Dewi Selaksa Mawar
mengempos lagi tenaga dalamnya untuk
mendukung daya tahannya yang mulai
mengendor. Tapi ada yang dilakukan
Sanggamayit sungguh di luar dugaan.
Disentakkan tangannya ke bawah, tepat pada saat Dewi Selaksa Mawar menambah
kekuatannya. Dan, tanpa ampun lagi
kaki Dewi Selaksa Mawar amblas ke
dalam tanah sebatas lutut.
Rupanya Sanggamayit membaca kalau
Dewi Selaksa Mawar tengah mengempos
tenaga dalam tambahan. Dalam detik itu pula, dipinjamnya tenaga dalam lawan
yang mengalir untuk mencelakakan
lawannya sendiri. Kecerdikan itulah
yang membuat Sanggamayit memenangkan
adu tenaga dalam ini.
"Setan! Curang!" dengus Dewi Selaksa Mawar mengetahui kelicikan
Sanggamayit. Baru saja perempuan tua itu
berhenti memaki, tiba-tiba Sanggamayit melepaskan senjatanya.
"Akh!" Dewi Sebksa Mawar terkejut Dan betapa terkejut lagi, karena
bersamaan dengan itu tubuh Sanggamayit telah melayang sambil melemparkan
senjata-senjata rahasianya. Dewi
Selaksa Mawar yang tidak mungkin dapat menghindar dengan cepat pula
melontarkan senjata rahasianya. Sinarsinar keperakan berseliweran deras.
Crap, crap, crap!
"Aaaakh...!"
Dua jeritan melengking terdengar
hampir bersamaan. Tampak tubuh Dewi
Selaksa Mawar dipenuhi ruyung-ruyung
perak Sanggamayit. Sedangkan di tubuh Sanggamayit, telah menancap bintangbintang perak bersegi enam. Tubuh yang berada di atas, seketika terhempas
menimpa Dewi Selaksa Mawar.
Dua tubuh tokoh sakti itu sating
berbenturan sehingga terdengar bunyi
tulang-tulang patah. Mereka jatuh
dengan posisi saling tindih belumuran darah. Tak ada yang bergerak-gerak
bgi, tewas bersamaan. Memang tragis
kematian mereka.
"Nekad!" kata Rangga setelah menyaksikan kejadian itu.
Ratih menoleh pendekar muda
tampan yang berdiri di sampingnya.
*** Matahari mulai menampakkan
sinarnya di ufuk Timur. Burung-burung bernyanyi merdu menyambut datangnya
pagi. Rangga mengamati keadaan di
sekitarnya. Empat sosok mayat
bergelimpangan di sekitar tepian
sungai ini. Rangga mendesah panjang, lalu
diayunkan langkahnya meninggalkan
tempat itu. Dia seperti lupa kalau
masih ada seorang gadis cantik yang
sejak tadi memperhatikannya. Ratih
menatap kepergian pendekar tampan itu dengan berbagai macam perasaan yang
berkecamuk dalam dadanya.
"Kakang...," panggil Ratih agak bergetar suaranya,
Rangga menghentikan langkahnya,
lalu menoleh. Ratih melangkah cepat
menghampiri. Dia berhenti tepat di
depan Pendekar Rajawali Sakti itu.
Beberapa saat mereka hanya terdiam dan saling tatap saja.
"Kakang akan ke mana?" tanya Ratih suaranya masih bergetar.
"Pergi," sahut Rangga singkat.
"Ke mana?" tanya Ratih lagi agak mendesak.
"Mengikuti langkah kakiku saja."
"Aku ikut!"
Rangga menatap gadis cantik di
depannya. Pelan-pelan kepalanya
menggeleng sambil tersenyum tipis.
"Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini," pelan suara Ratih.
"Kau masih punya paman yang
menunggu di Gunung Lawu," kata Rangga mengingatkan.
Ratih menggelengkan kepalanya.
"Ingat Ratih! Kau masih punya
tugas penting!"
"Percuma. Satu-satunya pewaris
kitab Tapak Geni telah meninggal.
Untuk apa lagi aku harus kembali ke
padepokan" Toh, paman masih sanggup
mengurusnya sendiri."
"Kau ingin melalaikan amanat
Setan Arak?"
Ratih terdiam. Matanya melirik
Setan Arak yang terbujur kaku membiru di bebatuan. Sungguh dia tidak
bermaksud mengecewakan pesan terakhir Setan Arak. Tapi..., hatinya telah


Pendekar Rajawali Sakti 4 Kitab Tapak Geni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpikat oleh pendekar tampan di
depannya ini. Ratih jadi bimbang juga.
"Seorang pendekar sejati, tidak
akan mendahulukan kepentingan pribadi.
Ingatlah, sejak kecil kau dipersiapkan untuk menjadi seorang pendekar wanita
yang tangguh dan pilih tanding. Apakah kau akan mengkhianati jiwa pendekar
yang telah tertanam dalam hatimu
sendiri" Jangan, Ratih. Aku akan
membencimu kalau kau tidak bisa
membedakan jiwa pribadi dan jiwa
pendekar," tegas dan lembut suara Rangga.
Ratih kembali diam tertunduk.
Kata-kata Pendekar Rajawali Sakti itu langsung menyentuh sudut hatinya yang
paling dalam. Pelan-pelan diangkat
kepalanya, sepasang bola matanya yang indah langsung memandang tajam ke bola
mata Rangga. "Kau bersedia singgah ke
Padepokan Gunung Lawu, Kakang?"
terdengar nada berharap dari suara
Ratih. "Satu saat kelak," sahut Rangga tersenyum.
"Kapan?"
"Kalau kau telah menguasai
seluruh ilmu peninggalan Setan Arak
dan Pamanmu."
"Hhhh..., apakah tidak terlalu
lama?" Ratih mendesah lesu.
"Tidak! Aku akan datang menguji
ilmu yang akan kau kuasai."
Ratih terdongak kaget. Tapi belum
sempat membuka mulut, tiba-tiba saja
Pendekar Rajawali Sakti itu lenyap
dari pandangan matanya. Tentu saja
gadis ini kebingungan. Rangga mendadak lenyap bagai ditelan bumi.
"Kakang...!" panggil Ratih keras.
Tidak ada sahutan.
"Kakang, di mana kau"!"
"Aku akan datang mengujimu.
Tunggulah!"
Ratih tertegun mendengar suara
menggema di sekitarnya. Jelas itu
suara Pendekar Rajawali Sakti.
Sebentar gadis itu berdiri
diam. Kemudian mendesah panjang sebelum
kakinya terayun pergi meninggalkan
tepian sungai. "Kau hebat, Kakang. Tapi aku akan mengalahkanmu kelak!" gumam Ratih bertekad.
TAMAT Scan/Convert/E-Book: Abu Keisel
Tukang Edit: Aura PandRa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Disponsori oleh:
Warung Mbok Tukijem
Suling Emas 3 Pendekar Kelana Sakti 7 Setan Gila Dari Lereng Ungaran Kasih Diantara Remaja 8

Cari Blog Ini