Ceritasilat Novel Online

Tumbal Penguasa Samudera 3

Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera Bagian 3


tengah memegangi tangan seorang gadis cantik berbaju biru. Dia adalah Pandan
Wangi. Kepala gadis itu nampak terkulai lemas bagai tak memiliki tenaga.
"Ini peringatan terakhir, Rangga. Jika kau memang mencintai gadis ini, sebaiknya
menyerah!" suara Pangeran Argabaja terdengar lantang.
"Pengecut..!" dengus Rangga menggeram.
"Ha ha ha...!" Pangeran Argabaja tertawa terbahak-bahak.
"Turun kau, Iblis! Aku siap mengadu nyawa denganmu!" teriak Rangga tidak kalah
lantangnya. Pangeran Argabaja terus tertawa terbahak-bahak, sehingga membuat Rangga semakin
geram. Pendekar Rajawali Sakti melihat Pandan Wangi sama sekali tidak berdaya.
Bahkan tidak ada satu senjata pun yang melekat di tubuhnya.
"Kau akan menyesal bermain-main Argabaja!"
teriak Rangga lantang.
Setelah berkata demikian, Rangga cepat melompat bagai kilat hendak menerjang
Pangeran Argabaja yang berada di atas pohon. Namun sebelum mencapai pemuda itu,
mendadak saja beberapa batang tombak meluncur deras ke arahnya. Rangga terpaksa
memutar tubuh, berjumpalitan menghindari serbuan puluhan tombak itu. Dan kakinya
kemudian mendarat di termpatnya semula.
"Ha ha ha...! Sudah kukatakan, tidak ada gunanya melawan, Rangga!" seru Pangeran
Argabaja mengejek. "Kesaktianmu tidak ada artinya di sini...!
Ha ha...!"
"Iblis...!" desis Rangga menggeram.
Pangeran Argabaja menjentikkan ujung jarinyal Maka seketika itu juga, gadisgadis berkemben hijau meluruk deras menyerang Pendekar Rajawali Sakti dari
segala penjuru. Tak ada lagi kesempatan bagi Rangga untuk menghalau mereka
dengan aji 'Bayu Bajra'. Maka cepat Pendekar Rajawali Sakti mengeluarkan arkan
jurus pertama dari rangkaian lima jurus ' Rajawali Sakti'.
Semua jari tangan Rangga mengembang kaku bagai cakar burung. Tubuhnya meliukliuk indah menghindari setiap serangan yang datang. Dan setiap kali mendapatkan kesempatan,
dengan cepat tangannya dikibaskan ke arah lawan yang terdekat Pekik pertempuran
dan jerit kesakitan berbaur menjadi satu. Tubuh-tubuh gadis muda teriihat mulai
bergelimpangan terkena sambaran jari-jari tangan Rangga yang mengeras kaku.
Bahkan tidak sedikit tombak dan pedang yang patah. Dalam waktu tidak berapa lama
saja, sudah lebih dari sepuluh orang yang tergeletak tak bergerak lagi. Namun,
tak ada tanda luka sedikit pun pada tubuh mereka. Dan memang, Rangga sengaja
tidak membunuh mereka, dan hanya membuat lumpuh.
"Tahaan..!"
Mendadak saja terdengar seruan keras menggelegar. Seketika itu juga gadis-gadis
cantik yang mengeroyok Rangga, berlompatan mundur. Cepat sekali gerakan mereka,
hingga sebentar saja pertarungan telah berhenti mendadak. Rangga langsung
mengarahkan pandangan pada suara bentakan keras tadi.
*** "Dewi Penguasa Samudera...," desis Rangga begitu melihat seorang wanita cantik
tahu-tahu sudah berada di dalam hutan ini.
Wanita cantik yang mengenakan baju warna biru tipis itu melangkah gemulai
menghampiri Rangga.
Sementara itu gadis-gadis muda yang tadi menyerang Pendekar Rajawali Sakti,
segera berlutut dengan kepala tertunduk. Dari atas pohon, tampak meluncur turun
Pangeran Argabaja. Tangannya masih memegangi lengan Pandan Wangi yang tetap
lemah tak berdaya. Manis sekali pemuda itu mendarat di samping kanan Dewi Penguasa
Samudera. Kemudian diserahkannya Pandan Wangi pada dua orang gadis muda
berkemben hijau. Kini Pandan Wangi dipegangi orang gadis pada tangan kanan dan
kirinya. "Seharusnya kau tidak perlu keras kepala ini, Rangga. Kita bisa membicarakannya
baik-baik," ujar Dewi Penguasa Samudera lembut
Senyumnya terkembang begitu manis dan
menawan. Namun sinar matanya memancarkan sesuatu yang aneh, dan sangat kuat daya
pancarnya. Perhatian Rangga cepat dialihkan dari bola mata yang indah. Pendekar Rajawali
Sakti tahu kalau pusat kekuatan yang dimiliki Dewi Penguasa Samudera berada pada
matanya. Dan ini tidak bisa dilawan dengan tatapan mata juga.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Sudah jelas kau menculik Pandan Wangi.
Dan sekarang, aku minta dia dikembalikan padaku!" agak ketus nada suara Rangga.
"Gadis itukah yang kau maksud?" Dewi Penguasa Samudera menunjuk Pandan Wangi
yang masih tetap lemah tak berdaya.
"Kau sudah tahu siapa dia."
"Kalau gadis itu yang kau maksud, sama sekali aku tidak menculiknya. Lagi pula,
sudah banyak gadis cantik di sini. Dan kini aku sama sekali tidak memerlukan
gadis-gadis lagi," masih tetap lembut suara Penguasa Samudera.
"Kalau tidak menculik, lalu untuk apa kau bawa Pandan Wangi ke sini?" Tanya
Rangga sengit "Terpaksa," sahut Dewi Penguasa Samudera kalem.
"Terpaksa..." Heh...! Hanya itukah alasanmu"
Terpaksa menculik Pandan Wangi dan gadis-gadis lain hanya untuk dijadikan
tumbal! Ketahuilah, Dewi Peguasa Samudera. Apa pun alasan yang kau kemukakan,
aku tidak akan menerima perbuatanmu.
Teriebih lagi, kau mengambil anak gadis orang dan menjadikannya tumbal," lantang
suara Rangga. "Kau sama saja dengan orang-orang dungu di pantai sana yang menuduhku menculik
anak gadis mereka. Tapi, mereka selalu memohon padaku agar hasil tangkapan ikan
berlimpah!" dengus Dewi Penguasa Samudera.
"Kau memang tidak pernah mengambil secara langsung. Tapi, kau perintahkan orangorangmu untuk menculik mereka. Bagiku itu sama saja, Dewi Penguasa Samudera. Kau
tetap harus bertanggung jawab atas semua perbuatanmu selama ini."
"Jangan mengadiliku, Rangga. Sama sekali aku tidak pernah menculik gadis-gadis.
Apalagi menjadikan tumbal. Kau bisa lihat sendiri, begitu banyak gadis di sini.
Jadi, untuk apa harus mencari gadis-gadis lagi. Dan lagi, aku tidak pernah
melakukan tumbal apa pun iuga. Tuduhanmu sama sekali tidak beralasan, Rangga."
"Apa pun yang kau katakan, aku tidak peduli.
Sekarang juga aku minta, kembalikan Pandan Wangi!" desak Rangga.
"Tentu saja, Rangga. Kau pasti akan mendapatkan Pandan Wangi kembali. Aku hanya
meminjamnya sebentar," ujar Dewi Penguasa Samudera lembut.
"Apa lagi alasan yang akan kau kemukakan"'
Dengus Rangga semakin sinis.
Pendekar Rajawali Sakti benar-benar sudah muak terhadap wanita ini Sikap dan
lagaknya sangat menjengkelkan sekali. Terlebih, dia sering mendengar
kalau wanita ini selalu mencari gadis-gadis muda untuk dijadikan tumbal.
Walaupun hal itu sudah berjalan ratusan tahun, dan sudah menjadi kebiasaan yang
diterima penduduk sekitar pantai, tapi Rangga tidak pernah mau menerima adanya
tumbal persembahan yang mengorbankan nyawa manusia.
Segala macam bentuk tumbal, merupakan wujud dari persekutuan dengan iblis.
Plok! Plok! Plok!
Dewi Penguasa Samudera menepuk tangan tiga kali. Maka seketika gadis-gadis yang
berada memadati tempat ini membungkukkan badan memberi hormat. Kemudian mereka
bergerak meninggalkan tempat ini. Pangeran Argabaja pun bergegas meninggalkan
tempat ini. Dan kini tinggal Rangga dan Dewi Penguasa Samudera saja yang tetap
di tempat ini. Bahkan burung rajawali raksasa yang sejak tadi berputar-putar di
angkasa pun, kini sudah tidak terlihat lagi. Entah pergi ke mana burung raksasa
itu. Sebentar saja hutan ini menjadi sunyi. Namun sikap Rangga semakin waspada saja.
Hatinya tidak ingin terjerat oleh wanita cantik yang selalu haus cinta ini.
Pendekar Rajawali Sakti bisa merasakan dari sinar mata wanita itu, ketika sejak
pertama kali bertemu. Sinar mata itu memancarkan hasrat yang kuat untuk
menaklukkan Pendekar Rajawali Sakti.
*** Perlahan-lahan Dewi Penguasa Samudera menghampiri Rangga. Senyumnya masih tetap
mengembang manis. Sementara Rangga hanya berdiri tegak, bersikap penuh waspada.
Dia tahu kalau wanita cantik penguasa lautan ini punya banyak cara licik
untuk menjatuhkan lawan. Terlebih lagi menaklukkan laki-laki muda gagah dan
tampan. Segala cara akan ditempuh untuk mendapatkan yang diinginkannya.
"Kau tidak akan berhasil membujukku, Nisanak.
Lebih baik bebaskan Pandan Wangi. Maka aku tidak akan mengusik kehidupanmu,"
kata Rangga mendahului.
"Aku senang mendengar ancamanmu, Rangga.
Begitu menggairahkan dan membuat semangat hidupku semakin menyala," lembut
sekali suara Dewi Penguasa Samudera.
Rangga hanya mendengus saja. Bau harum yang memancar dari tubuh Dewi Penguasa
Samudera begitu menusuk cuping hidung Rangga. Begitu keras, sehingga membuat
kepala Pendekar Rajawali Sakti terasa pening. Namun cepat disadarinya, kalau
aroma harum yang tercium ini merupakan salah satu cara untuk melemahkannya. Maka
Rangga cepat menggeser kakinya dua langkah ke belakang.
"Siasat licik apa lagi yang kau gunakan untuk menaklukkanku, Dewi Penguasa
Samudera...?"
Dengus Rangga, sinis.
Dewi Penguasa Samudera malah tersenyum makin manis. Dalam hatinya, diakui kalau
pemuda tampan ini begitu hebat. Pendekar Rajawali Sakti bisa tahu kalau wanita
itu mengenakan sesuatu yang dapat membuat laki-laki jadi terangsang. Tapi pemuda
tampan berbaju rompi putih ini malah mengetahui-nya, dan langsung cepat
mencegahnya. Hal ini semakin membuat wanita itu bertambah penasaran ingin
menaklukkannya.
Dan mendadak saja....
Bet! "Heh..."!"
Rangga tersentak kaget begitu tiba-tiba tangan kanan Dewi Penguasa Samudera
bergerak cepat mengibas ke kanan. Dan sebelum Pendekar Rajawali Sakti sempat
menyadari, sebuah benda halus seperti jarum berwama kuning keemasan meluncur
deras ke arahnya. Cepat-cepat Rangga memiringkan tubuh hendak menghindari benda
yang dilontarkan Dewi Penguasa Samudera. Namun gerakannya terlambat sedikit.
Terlebih lagi, jarak mereka memang terlalu dekat Sehingga....
"Akh...!" Rangga memekik tertahan saat benda kecil berbentuk jarum keemasan itu
menembus kulit dadanya.
Pendekar Rajawali Sakti seketika terhuyung-huyung ke belakang. Dicabutnya benda
kecil yang menancap cukup dalam di dadanya. Saat itu juga kepalanya terasa jadi
pening, dan matanya berkunang-unang. Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala,
namun rasa pening yang dirasakan semakin kuat menguasai seluruh kepalanya.
"Kau.... Kau, Iblis...."
Begitu selesai berkata, Rangga langsung ambruk ke tanah. Sebentar Pendekar
Rajawali Sakti masih bisa mendengar suara tawa Dewi Penguasa Samudera, untuk
kemudian kesadarannya benar-benar lenyap. Seluruh alam dirasakan begitu gelap,
sunyi tanpa kehidupan.
"Kau tahu, Rangga. Tak ada seorang pun yang dapat melepaskan diri dariku," ujar
Dewi Penguasa Samudera seraya tertawa terbahak-bahak.
Pada saat itu muncul Pangeran Argabaja. Pemuda ini tersenyum-senyum melihat
Rangga tergeletak tak sadarkan diri di depan ujung jari kaki Dewi Penguasa
Samudera. Dibalikannya tubuh Rangga hingga terlentang. Kemudian matanya menatap wanita cantik yang tertawa kecil mengikik.
"Kau hebat, Kanda Dewi," puji Argabaja.
"Bawa dia, dan kurung bersama kekasihnya,"
perintah Dewi Penguasa Samudera.
"Baik," sahut Argabaja.
'Tapi ingat, jangan kau sakiti mereka."
Argabaja hanya meringis saja. Kemudian diangkat-nya tubuh Rangga, dan dipanggul
di pundak. Dewi Penguasa Samudera meiepaskan pedang yang berada di punggung
Pendekar Rajawali Sakti.
Dipandanginya pedang itu dengan sinar mata berbinar. Sementara Argabaja sudah
beranjak pergi membawa Rangga yang sudah tidak sadarkan diri.
"Pendekar Rajawali.... Semoga kau dapat melihat kalau aku bisa menguasai pedang
pusaka ini. Dengan pedang ini, aku dapat menguasai seluruh dunia. ha ha...!"
Suara tawa Dewi Penguasa Samudera menggema keras ke seluruh hutan. Dan suara
tawa itu terus terdengar, meskipun wanita cantik itu sudah melesat bagaikan
kilat meninggalkan hutan itu.
*** 7 "Ohhh...."
Rangga menggeleng-gelengkan kepala sambil merintih lirih. Perlahan matanya
terbuka, lalu mencoba bangkit berdiri. Namun sebuah tangan halus telah menahan
dadanya. Kepalanya masih terasa pening, dan berkunang-kunang. Matanya disipitkan
mencoba nelihat jelas.
Samar-samar terlihat seraut wajah dekat di atas wajahnya. Perlahan-lahan,
penglihatan Pendekar Rajawali Sakti semakin terang dan jelas. Seraut wajah itu
tersenyum tipis, namun sorot matanya begitu redup menyiratkan kelesuan yang amat
sangat Rangga sangat mengenali wajah cantik yang tampak lesu ini.
"Pandan...," desis Rangga seraya mencoba bangkit Gadis berbaju biru itu membantu
Rangga duduk. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti bisa duduk dengan punggung bersandar pada
dinding batu yang keras dan dingin berlumut. Sebentar dipandanginya wajah cantik
di depannya, kemudian matanya beredar ke sekeliling. Kesadarannya langsung
mengatakan kalau dirinya berada di dalam ruangan penjara batu yang tidak begitu
besar dan kotor.
"Pandan.... di mana ini?" Tanya Rangga seraya memandangi wajah gadis di
depannya. Gadis itu memang Pandan Wangi. Meskipun wajahnya tampak kusut dan lesu dengan
rambut acak-acakan, tapi kecantikannya tidak pudar. Baju yang dikenakannya koyak
di beberapa tempat. Rangga
cepat mengalihkan perhatiannya dari pemandangan indah itu, lalu kembali
mengamati wajah Pandan Wangi.
"Kakang...," desis Pandan Wangi. Mendadak saja gadis itu menangis dan memeluk
Pendekar Rajawali Sakti. Rangga jadi kebingungan tidak mengerti.
Pandan Wangi menangis semakin keras. Pelukannya juga begitu kuat, seakan-akan
tidak ingin melepaskan pemuda ini kembali. Rangga menepuk-nepuk lembut punggung
gadis itu. "Hsss.... Sudah, Pandan. Hentikan tangismu.
Ceritakan apa yang terjadi, dan kenapa sampai begini...?" pelan dan lembut
sekali suara Rangga.
Agak lama juga Pandan Wangi bisa menguasai dirinya. Perlahan pelukannya
dilepaskan. Dipandanginya wajah Pendekar Rajawali Sakti, seakan-akan ingin
memastikan kalau yang berada di depannya kini benar-benar kekasihnya. Sesekali
masih terdengar isaknya.
"Kita harus segera keluar dari sini, Kakang.
Mereka tahu kalau kau murid Pendekar Rajawali yang sudah meninggal seratus tahun
lalu. Mereka menyan-deraku, untuk memancing kau ke sini, Kakang.
Mereka akan membunuhmu kalau terbukti kau murid Pendekar Rajawali," jelas Pandan
Wangi dengan suara terisak.
"Lalu, kenapa kau jadi begini" Apa yang mereka lakukan padamu?" Tanya Rangga
tanpa mempedulikan peringatan Pandan Wangi.
Pandan Wangi tidak segera menjawab, tapi malah kembali menangis .terisak. Sukar
bagi Rangga untuk menenteramkan gadis ini. Dia hanya dapat menunggu sampai
tangis Pandan Wangi mereda.
"Laki-laki itu.... Dia mencoba menodaiku...!" jelas
Pandan Wangi masih terisak.
"Argabaja, maksudmu...?"
Pandan Wangi mengangguk. "Keparat..!" desis Rangga menggeram.
Dipandanginya Pandan Wangi dalam-dalam.
"Dia menodaimu, Pandan?" Tanya Rangga hati-hati. Dadanya seketika bergemuruh,
berharap hal itu tidak sampai terjadi pada diri kekasihnya.
Pandan Wangi menggeleng perlahan. Isak tangis-nya sudah kembali mereda. Bahkan
hanya sesekali saja ter-dengar. Sementara Rangga menghembuskan napas lega,
begitu mengetahui kalau hal itu belum sampai menimpa Pandan Wangi. Kalaupun
sampai terjadi, tidak ada ampun lagi bagi Argabaja. Dan ini pun sudah membuat
hati Pendekar Rajawali Sakti panas seperti terbakar.
Melihat keadaan pakaian yang koyak, pastilah Pandan Wangi berusaha
mempertahankan diri. Tapi, kenapa Pandan Wangi kelihatan lemah..." Biasanya
kalau ada laki-laki yang bermaksud kurang ajar padanya, gadis itu tidak segansegan menghajar.
Bahkan kalau hampir sampai menodai, dia tidak segan-segan membunuh. Atau paling
tidak membuat laki-laki itu jadi tidak berdaya, dan tak mungkin mengganggu
wanita lagi.

Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebenarnya, Pandan Wangi kelihatan lemah disebabkan oleh pengaruh aji 'Tinggal
Raga' yang disalurkan ke tubuhnya oleh Pangeran Argabaja. Hal ini dilakukan agar
Pandan Wangi bisa dibawa ke dasar lautan. Kemudian jasadnya yang tertinggal di
tepi pantai diseret ombak, untuk kemudian dibawa ke dasar lautan juga. Itulah
sebabnya mengapa waktu Pendekar Rajawali Sakti bertemu Pandan Wangi di tepi
pantai dan tengah ditawan, gadis itu tidak bisa
berbuat apa-apa Karena saat itu hanya sukmanya.
"Dia seperti binatang, Kakang. Aku diikat, dan...
Untung Dewi Penguasa Samudera datang dan membatalkan niat pemuda keparat itu.
Oh...," Pandan Wangi tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya.
"Sudahlah, Pandan. Akan kubalas kekurangajaran ini. Yang penting sekarang, aku
bisa bertemu denganmu dalam keadaan selamat Itu saja yang terpenting bagiku.
Tentang cara bagaimana kita bisa keluar dari tempat ini, nanti dipikirkan
bersama," ujar Rangga lembut.
"Akan kubunuh iblis keparat itu, Kakang," desis Pandan Wangi menggeram.
Rangga tersenyum kecut. Dia tahu watak gadis ini Kalau sudah berkata demikian,
sukar dicegah lagi.
Kalau Pandan Wangi sudah bilang akan membunuh, pastl dilaksanakan. Apalagi ini
menyangkut harga dirinya sebagai seorang wanita yang juga seorang pendekar.
Peristiwa yang dialaminya memang dapat membuat aib yang sangat besar. Apalagi
kalau sampai tersebar ke seluruh rimba persilatan.
Semua orang di dalam rimba persilatan akan mengejeknya. Dan yang lebih
menyakitkan lagi, tokoh-tokoh hitam rimba persilatan tidak akan lagi menghormatinya. Mereka akan menganggap Pandan Wangi sebagai wanita rendah yang murahan.
Dan lebih gila lagi, mereka akan berlomba-lomba untuk dapat tidur bersama gadis
ini. Sungguh menyakitkan.
Dan ini sangat dirasakan Rangga, sehingga tidak mungkin dapat mencegah apabila
Pandan Wangi benar-benar ingin membunuh Pangeran Argabaja.
*** Cukup lama juga Rangga bersemadi memulihkan tenaganya. Sementara Pandan Wangi
yang telah pulih setelah diberi hawa murni oleh Pendekar Rajawali Sakti, hanya
diam saja, namun otaknya terus bekerja keras. Dia berusaha mencari jalan untuk
dapat meloloskan diri dari tempat kotor yang pengap ini.
Selagi gadis itu menatap ke arah pintu besi, Rangga bangun dari semadinya.
Kemudian dihampirinya gadis itu. Pandangannya juga tertuju ke arah pintu yang
tampak kokoh dan sukar ditembus.
"Kau bisa menjebol pintu itu, Kakang?" tanyi Pandan Wangi seraya berpafing
sedikit pada Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga tidak langsung menjawab. Dihampirinya daun pintu besi yang hitam itu,
kemudian diamatinya pintu itu beberapa saat Perlahan-lahan Pendekar Rajawali
Sakti melangkah mundur menjauhi pintu itu.
Rangga kembali teringat pengalamannya di dalam kamar Dewi Penguasa Samudera.
Pintu kamar yang tampaknya begitu mudah dijebol, ternyata begitu kuat hingga
harus menggunakan aji 'Batara Naga' untuk menjebolnya.
Sedangkan pintu yang kini dihadapinya terbuat dari besi yang sangat tebal dan
tampak kokoh. Namun memang hanya dari pintu itu saja jalan keluar dari ruangan sempit, kotor,
dan pengap ini. Tajam sekali Rangga memandangi pintu itu, seakan-akan sedang
mengukur kekuatan pintu besi di depannya ini.
"Hap...!"
Sambil menarik tangan agar sejajar dada, Pende kar Rajawali Sakti menahan napas.
Perlahan napasnya dihembuskan, lalu tangannya bergerak turun hingga sejajar
pinggang. Kemudian kaki kanannya
ditarik sedikit ke belakang. Perlahan-lahan tangan kanannya menjulur kedepan,
lalu bergerak berputar dua kali.
"Hup! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti melompat Langsung
dilepaskan pukulan keras disertai pengerahan aji 'Batara Naga'.
Glarrr...! Satu ledakan keras terdengar menggelegar begitu pukulan Rangga menghantam pintu
besi itu. Tampak Pendekar Rajawali Sakti terpental batik ke belakang.
Tubuhnya segera berputaran dua kali, sebelum kembali mendarat di lantai kotor
dan dingin ini.
"Gila...!" desis Rangga hampir tidak percaya melihat pintu besi itu masih tetap
kokoh. "Kalau saja pedangmu ada, pasti mudah untuk mendobraknya, Kakang," keluh Pandan
Wangi. Rangga tersentak, dan langsung berpaling pada gadis itu. Baru disadari kalau
pedangnya tidak ada lagi di punggungnya. Dan dia tahu, siapa yang mengambil
senjata pusakanya itu.
"Keparat..!" dengus Rangga.
Namun semuanya sudah terjadi, dan tidak perlu lagi disesali.
"Pandan, kerahkan aji Tapak Geni'. Dan aku akan mengerahkan aji 'Batara Naga'
sekali lagi," ujar Rangga.
"Kenapa tidak kau gunakan aji 'Cakra Buana Sukma' saja, Kakang?"
"Sifat aji 'Cakra Buana Sukma' sangat lunak, Pandan. Aku tidak yakin akan bisa
digunakan untuk mendobrak pintu besi ini," sahut Rangga.
"Tapi ajian itu bisa menghancurkan batu, bukan?"
Rangga tidak langsung menjawab. Aji 'Cakra Buana
Sukma' memang bersifat sangat lunak, dan hampir tidak berwujud hasilnya. Tapi
pada tingkatan terakhir, ajian itu bisa jadi sangat ganas. Bahkan sebongkah batu
cadas yang besar dan keras sekalipun, mampu dihancurkannya. Tapi apakah ajian
itu mampu mendobrak sebuah pintu besi yang begitu kokoh"
Dan ini belum pernah dilakukan Rangga.
"Aku belum pernah menggunakan ajian itu untuk menghancurkan besi, Pandan," jelas
Rangga. "Aku rasa ini kesempatan baik untuk mencobanya Kakang. Aku yakin, aji 'Cakra
Buana Sukma' mampu menjebol pintu itu," ujar Pandan Wangi memberi semangat.
"Baiklah, akan kucoba," akhimya Rangga menyerah juga.
Pandan Wangi melangkah mundur ketika Rangga mulai memusatkan perhatian untuk
mengerahkan ajian yang sangat dahsyat itu. Tampak Rangga merentangkan kedua
kakinya, lalu merapatkan telapak tangan di depan dada. Tatapan matanya begitu
tajam, tertuju lurus ke arah pintu besi yang masih tampak kokoh itu.
Perlahan sekali, tubuh Pendekar Rajawali Sakti bergetar. Lalu tubuhnya bergerak
miring ke kanan, dan sebentar kemudian ditarik miring ke kiri. Kembali Rangga
menegakkan tubuhnya. Begitu kakinya dirapatkan, tampak cahaya biru menyemburat
keluar dari kedua telapak tangannya yang merapat didepan dada. Cahaya biru itu
semakin memendar begitu Rangga merenggangkan tangannya.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...! Yeaaah...!"
Bagaikan kilat, Pendekar Rajawali Sakti melompat sambil menghentakkan kedua
tangan ke depan. Sinar biru yang memancar dari kedua telapak tangannya
nembentuk bulatan sebesar kepala. Keras sekali Rangga menggedor daun pintu besi
itu dengan kedua telapak tangan yang terkembang berselimut cahaya biru.
Gbrrr...! Kembali terdengar ledakan dahsyat menggelegar begitu kedua telapak tangan
Pendekar Rajawali Sakti menghantam pintu, Dan untuk kedua kalinya pula, Rangga
terpental ke belakang, lalu berputaran beberapa kali di udara. Namun manis
sekali Pendekar Rajawali Sakti bisa mendarat di lantai.
Tampak debu mengepul disertai asap kebiruan pada daun pintu itu. Dan ketika asap
kebiruan itu memudar, tampak pintu yang terbuat dari besi tebal dan kokoh itu
jebol berantakan. Pandan Wangi bergegas menghampiri pemuda berbaju rompi putih
itu, lalu memeluknya dengan perasaan bahagia.
"Ayo kita keluar, Pandan," ajak Rangga seraya melepaskan pelukan gadis itu.
Mereka kemudian bergegas berlari keluar dari ruangan yang pengap ini sambil
bergandengan tangan. Tak tampak seorang penjaga pun di tempat ini. Mereka terus
berlari menyusuri lorong batu, yang lebih mirip sebuah lorong gua yang panjang
dan beriiku. Mereka terus berlari, mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Maka
sebentar saja mereka sudah begitu jauh meninggalkan ruangan pengap itu.
*** Rangga maupun Pandan Wangi terkejut bukan main begitu keluar dari lorong gua
batu yang sangat panjang dan berliku. Temyata didepan mulut gua ini sudah
menunggu Pangeran Argabaja dan empat
orang tua pengawalnya. Bahkan mulut gua ini sudah dikepung puluhan gadis cantik
yang hanya berkemben hijau. Mereka semua membawa tombak dan pedang.
"Mau coba lari" Tidak semudah itu, Pendekar Rajawali Sakti," terdengar sinis
nada suara Pangeran Argabaja.
Rangga menatap tajam penuh kebencian pada pemuda tampan itu. Kakinya melangkah
maju dua tindak, lalu menarik tangan Pandan Wangi agar tetap berada di
belakangnya. "Bagus sekali kau sudah berada di sini, Argabaja.
Aku memang akan mencarimu, dan akan membuat perhitungan denganmu," dengus Rangga
tidak kalah sinisnya.
"Ha ha ha..." Pangeran Argabaja tertawa terbahak-bahak.
Sebentar kemudian, ujung jarinya dijentikkan tiga kali. Maka sekitar dua puluh
orang gadis bersenjata tombak segera melangkah maju mendekati Rangga dan Pandan
Wangi dari segala penjuru. Mereka siap menyerang, dan tinggal menunggu perintah
saja. "Kau tetap berada di belakangku, Pandan," Rangga berbisik.
"Baik," sahut Pandan Wangi.
"Hep...!"
Rangga cepat mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. Lalu kedua
tangannya cepat diangkat ke atas, dan bergerak turun hingga merentang lebar ke
samping. Bersamaan dengan bergeraknya tangan itu kembali menyatu di depan dada,
Pendekar Rajawali Sakti berseru nyaring.
"Aji 'Bayu Bajra'...! Hiyaaa...!"
Bersamaan dengan merentangnya kedua telapak
tangan Pendekar Rajawali Sakti, mendadak saja bertiup angin kencang bagai badai
topan. Begitu kencangnya, sehingga membuat suara menderu-deru memekakakkan
telinga. Gadis-gadis yang mengepung tempat itu jadi terkejut setengah mati.
Mereka mencoba menghindar, namun terlambat, karena badai topan yang diciptakan
Pendekar Rajawali Sakti sudah mengantam mereka.
Jerit dan teriakan melengking tinggi terdengar saling sambut Tubuh-tubuh gadis
muda itu beterbangan bagai daun kering yang tertiup angin. Bahkan pepohonan dan
bebatuan juga ikut berhamburan, karena tak sanggup menahan gempuran badai yang
semakin dahsyat.
Sementara Pangeran Argabaja dan empat orang tua pengawalnya jadi sibuk bertahan
agar tidak ikut terlempar. Mereka juga tidak punya kesempatan menghindar lagi,
dan terpaksa mengadu kekuatan dengan Pendekar Rajawali Sakti. Macam-macam yang
dilakukan untuk menjaga agar tidak terlempar.
Bahkan mereka juga sibuk menghindari batu-batu dan pepohonan yang berhamburan
bagai tercabut dari tanah.
"Hiyaaa...!"
Mendadak saja, Pangeran Argabaja mengibaskan tangan kanan ke arah Pendekar
Rajawali Sakti.
Seketika dari telapak tangannya meluncur deras seberkas sinar merah.
"Awas, Kakang...!" seru Pandan Wangi memper-ingatkan.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat Rangga menghentakkan kedua tangannya ke depan. Maka seketika itu juga
badai yang mengamuk langsung terkumpul, menyambut sinar
merah yang memancar dari tangan kanan Pangeran Argabaja.
"Awas...!" seru Pangeran Argabaja.
Pemuda itu cepat melompat ke samping begitu serangannya berbalik terkena
hempasan badai aji
'Bayu Bajra' yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti.
Empat orang tua yang berada di samping pemuda itu juga cepat berlompatan
menghindar. Saat itu Rangga sudah menarik kembali ajiannya.
"Hiyaaa...!"
"Pandan, tahan...!" seru Rangga, terkejut melihat Pandan Wangi melesat cepat
menerjang Pangeran Argabaja.
Namun peringatan Pendekar Rajawali Sakti sudah terlambat Kini Pandan Wangi sudah
menyerang Pangeran Argabaja dengan jurus-jurus maut. Meskipun hanya tangan
kosong saja, Pandan Wangi tidak bisa dianggap enteng. Ini terbukti, Pangeran
Argabaja begitu kelabakan menghindari setiap serangan yang datang beruntun bagai
hujan itu. Terpaksa tubuhnya berjumpalitan, dan membanting diri ke tanah untuk
menghindari serangan Pandan Wangi. Sementara tangannya sendiri sudah sibuk
menghadapi keroyokan empat orang tua yang rata-rata memiliki tingkat kepandaian
tinggi Hanya dengan tangan kosong saja, tampaknya Rangga agak kerepotan juga menghadapi
empat orang berkemampuan tinggi ini. Terlebih lagi, mereka nenggunakah senjata
berupa tongkat yang runcing.
Namun Pendekar Rajawali Sakti masih mampu menghadapi dengan cepat merubah-rubah
jurusnya. Bahkan selalu menggabung-gabungkan lima jurus dari lima ingkaian jurus 'Rajawali
Sakti' yang sangat ampuh.
Dengan jurus-jurus itu, terlalu sukar bagi empat rang tua itu untuk mendesak
Rangga. Bahkan kini tampak kerepotan menghindari serangan balasan Pendekar
Rajawali Sakti. Beberapa kali pukulan dan tendangan Rangga hampir bersarang di
tubuh mereka. Sementara itu di tempat lain, tampak Pandan Wangi masih terus mendesak Pangeran
Argabaja. "Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Pandan Wangi melompat ke atas, lalu cepat menjatuhkan diri dan
bergelimpangan di tanah. Dan begitu melompat bangkit, di tangannya tergenggam
sebilah pedang yang dipungutnya dari tanah. Bagaikan Kilat, si Kipas Maut
kembali menyerang angeran Argabaja. Dengan sebilah pedang di tangan, Pandan
Wangi semakin terlihat ganas.
"Mampus kau! Hiyaaat..!"
Cepat sekali Pandan Wangi mengibaskan ke arah dada pemuda tampan itu. Namun pada
itu, Pangeran Argabaja mencabut pedang yang tergantung di pinggang. Lansung
pedangnya dikibaskan untuk menangkis serangan pedang Pandan Wangi.
Trang! "Hup! Yeaaah...!"
Begitu serangan bisa tertangkis, cepat sekafi Pandan Wangi memiringkan tubuhnya
ke kiri. Lalu bagaikan kilat, kaki kanannya melayang ke depan Pangeran Argabaja
tersentak, tidak mengira kalau gadis ini akan berbuat seperti itu. Dia cepat
melompat mundur ki belakang dua tindak.
Tapi sungguh tidak diduga sama sekali, ternyata tendangan Pandan Wangi hanya
merupakan tipuan saja. Dan gadis itu memang sudah memperkirakan kalau Pangeran
Argabaja akan melakukan penyelamatan diri dengan mundur ke belakang. Dan pada saat itu, Pandan Wangi meluruk
deras sam menusukkan pedang ke arah dada.
"Hiyaaa...!"
"Heh..."! Halt..!"
Untuk kedua kalinya Pangeran Argabaja terkejut Cepat-cepat pedangnya dikibaskan
untuk menangkis tusukan pedang si Kipas Maut itu. Seketika bunga api pun
berpijar saat dua pedang itu kembali beradu keras. Kali ini Pangeran Argabaja
kembali terkejut amat sangat Jari-jari tangannya terasa kaku dan tergetar begitu
pedangnya berbenturan dengan pedang Pandan Wangi.
Belum lagi hilang rasa keterkejutannya, mendadak saja Pandan Wangi sudah memberi
satu pukulan keras bertenaga dalam tinggi ke dada pemuda itu.
Dan teryata serangan kilat ini sama sekali tidak diduga Pangeran Argabaja,
sehingga terlambat untuk menghindar.
Begkh! "Akh...!" Pangeran Argabaja memekik tertahan.
Tubuh pemuda tampan perlente itu terpenral sekitar setengah batang tombak ke
belakang. Keras sekali tubuhnya ambruk menghantam tanah. Pandan. Wangi tidak
menyia-nyiakan kesempatan ini. Cepat tubuhnya melompat, meluruk deras sambil
menghunus pedang tertuju langsung ke dada Pangeran Argabaja.
"Mampus kau, Keparat..! Hiyaaat..!"
Bres! "Aaa...!"
Satu jeritan panjang melengking terdengar menyayat begitu pedang Pandan Wangi
menghunjam dalam di dada Pangeran Argabaja. Cepat Pandan Wangi mencabut
pedangnya kembali. Seketika itu
juga, darah muncrat keluar dari dada yang berlubang tertembus pedang.
"Binatang sepertimu tidak pantas hidup! Hih...!"
Cras...! Pangeran Argabaja tidak bisa lagi bersuara ketika Pandan Wangi menebas lehernya
hingga hampir buntung. Seketika itu juga, pemuda itu tewas disertai semburan
darah segar dari leher. Pandan Wangi melompat mundur. Ada kepuasan di hatinya


Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah mcnewaskan laki-laki yang hampir membuat dirinya temoda.
Gadis itu berpaling ke arah Rangga yang masih bertarung sengit menghadapi empat
orang tua pengawal Pangeran Argabaja. Tanpa berpikir panjang lagi, Pandan Wangi
cepat melompat masuk dalam kancah pertempuran. "Hiyaaat..!"
*** 8 Bagaikan kilat, Pandan Wangi menebaskan pedangnya ke arah Nyai Sutirani.
Serangan si Kipas Maut yang begitu cepat dan mendadak sekali itu, tidak sempat
disadari. Akibatnya wanita tua itu tak mampu lagi menghindar.
Cras! "Aaa...!" jerit Nyai Sutirani melengking tinggi.
Pedang Pandan Wangi merobek dada wanita tua itu. Seketika darah muncrat keluar
dengan deras sekali. Nyai Sutirani terhuyung-huyung ke belakang sambil iendekap
dadanya yang berlumuran darah.
Dan sebeum sempat menyadari apa yang terjadi, Pandan Wangi sudah cepat kembali
membabatkan pedang, langsung diarahkan ke leher wanita tua ber-tongkat hitam
itu. "Hiyaaat..!"
Bret! "Aaa...!" untuk kedua kalinya Nyai Sutirani menjerit panjang melengking tinggi.
Wanita tua itu langsung ambruk ke tanah.
Sebentar tubuhnya menggelepar meregang nyawa, kemudian diam tak bergerak-gerak
lagi. Kehadiran Pandan Wangi yang langsung menewaskan Nyai Sutirani begitu
cepat, membuat tiga orang tua lainnya jadi terperanjat Mereka segera berlompatan
mundur, dan langsung berpaling ke arah Pangeran Argabaja.
Bukan main terkejutnya mereka begitu melihat Pangeran Argabaja sudah tergeletak
tidak bernyawa lagi. Darah masih mengucur deras. Dari dada dan
lehernya. Sementara itu Pandan Wangi sudah menghampiri Rangga.
"Keparat..! Kau harus membayar nyawa Pangeran Argabaja!" geram Ki Sundrata
seraya menatap tajam Pandan Wangi.
"Dia sudah pantas menerima kematiannya,"
sambut Pandan Wangi dingin.
"Bocah keparat..! Mampus kau! Hiyaaa...!"
Ki Sundrata tidak dapat lagi menahan kemarahannya begitu mengetahui junjungannya
tewas. Tubuhnya cepat melompat menerjang Pandan Wangi.
Namun belum juga sampai pada gadis itu, mendadak saja Pandan Wangi melemparkan
pedang disertai pengerahan tenaga dalam ke arah laki-laki tua ber-tongkat hitai
itu. "Yeaaah...!"
"Wus...!"
Bles! "Aaakh..!"
Akibat terlalu dipenuhi amarah yang meluap-luap Ki Sundrata tidak bisa menguasai
diri. Dan inilah yang mengakibatkannya lengah. Pedang yang dilemparkan Pandan
Wangi tepat menancap di dada laki-laki usia lanjut itu, hingga tembus ke
punggung. Keras sekali Ki Sundrata jatuh ke tanah. Tubuhnya nenggelepar sebentar, kemudian
diam tak bergerak-gerak lagi Pandan Wangi menghampiri mayat Ki Sundrata, lalu
mencabut pedang dari dada laki-laki tua itu. Saat ini, Pandan Wangi merasa
dirinya telanjang. Tapi dengan pedang yang ditemukan tergeletak di tanah tadi,
kini dia tidak lagi merasa terlalu telanjang. Baginya yang terpenting sekarang,
memegang senjata. Dan pedang ini sudah meminta tiga nyawa. Gadis itu kemudian
kembali menghampiri
Rangga. Sementara Ki Pulung dan Nyai Amoksa nampak pucat melihat tinggal mereka berdua
saja yang masih hidup. Sementara di sekitamya banyak bergelimpangan gadis yang
sudah tidak bernyawa lagi.
Beberapa nasih terlihat hidup, namun keadaannya tidak lagi memungkinkan bisa
berdiri. Yang terdengar hanya rintihan halus mereka.
"Aku akan mengampuni, jika kalian mau menunjukkan di mana senjata kami
tersimpan," kata Rangga, tajam nada suaranya.
Ki Puking dan Nyai Amoksa tidak segera menjawab. Mereka saling berpandangan
sebentar, lalu memandangi mayat-mayat yang bergelimpangan di sekitarnya. Mereka
sadar, kalau tidak mungkin melawan Rangga dan Pandan Wangi hanya berdua saja.
Sedangkan berempat saja, sukar mendesak Pendekar Rajawai Sakti tadi. Mereka
menyadari kalau kemamuannya masih berada di bawah pemuda tampan berbaju rompi
putih itu. "Kami tidak tahu, di mana senjata-senjata itu.
Senjata kalian disimpan Kanjeng Ratu. Jadi hanya Kanjeng Ratu sendiri yang
tahu," ujar Ki setelah berpandangan sebentar pada Nyai Amoksa.
"Benar! Kami tidak berdusta. Hanya Kanjeng yang tahu, di mana senjata itu
disimpan," saml Nyai Amoksa.
"Di mana ratu kalian?" Ranya Rangga.
"Di dalam istana," sahut Nyai Amoksa seraya menunjuk ke arah sebuah bangunan
yang megah dan tampak anggun.
Rangga dan Pandan Wangi mengarahkan
pandangan ke bangunan yang ditunjuk Nyai Amoksa sebentar. Kemudian, mereka
kembali memusatkan
perhatian pada dua orang tua ini.
"Kalian harus mengantarkan kami ke sana,"
perintah Rangga.
"Tapi...," Nyai Amoksa ingin menolak.
"Tidak ada tapi-tapian!" bentak Rangga memotong.
Tak ada pilihan lain lagi bagi kedua orang itu.
Rasanya mereka benar-benar terpojok sekarang ini.
Pilihan apa pun yang dijatuhkan, akan berakibat sama. Apalagi mereka sudah yakin
tidak akan mampu menandingi Pendekar Rajawali Sakti. Dan mereka tidak ingin mati
seperti kedua temannya. Tapi jika menuruti permintaan pemuda ini, mereka past!
Dan kalau menuruti pun juga akan mati. Sebab, Penguasa Samudera sudah pasti akan
membunuh mereka karena dianggap berkhianat. Satu pilihan yang sulit, tapi itu
harus. "Kalau kami tunjukkan, apakah kalian akan men-jamin keselamatan kami berdua?"
Tanya Ki Pulung.
"Itu urusanmu sendiri!" dengus Pandan Wangi ketus.
"Kalau begitu...."
Belum lagi Ki Pulung selesai berkata-kata, mendadak saja secercah cahaya merah
meluruk deras ke arah laki-laki tua itu. Begitu cepatnya, sehingga Ki Pulung
tidak sempat lagi berkelit menghindar. Dan...
"Aaakh...!" Ki Pulung menjerit kencang begitu cahaya merah itu menghantam
tubuhnya. Seketika Ki Pulung terjatuh ke tanah, lalu menggelepar seperti ayam disembelih.
Tampak dadanya menghitam hangus bagai terbakar. Perlahan-lahan tubuh laki-laki
tua itu meleleh hancur disertai kepulan asap tipis berwarnah merah.
Melihat kemarian Ki Pulung yang begitu mengerikan, Nyai Amoksa jadi gemetar.
Lalu, dia cepat
berbalik dan berlari kencang. Tapi belum juga berlari jauh, mendadak saja sebuah
bayangan biru muda berkelebat cepat bagaikan kilat menghadang perempuan tua itu.
Tahu-tahu di depan Nyai Amoksa sudah berdiri Dewi Penguasa Samudera. Maka Nyai
Amoksa langsung berlutut di depan wanita cantik itu.
Dipandanginya Rangga dan Pandan Wangi yang berdiri agak jauh. Waniita cantik itu
melangkah dua tindak ke depan. Tampak di kanan dan kiri pinggangnya tergantung
dua pedang, yang sudah pasti milik Rangga dan Pandan Wangi. Sementara di tangan
kanannya tergenggam sebuah kipas baja putih keperakan yang terkembang. Itu pun
juga milik Pandan Wangi Seakan-akan wanita ini ingin menunjukkan kalau sudah
bisa menguasai senjata itu, dan kini tinggal menguasai pemiliknya.
*** "Perempuan setan...! Kembalikan milik kami!'
bentak Pandan Wangi menggeram sengit.
"Aku rasa kekasihmu tidak menginginkan benda benda ini kembali. Dia sudah
mengatakan, hanya meminta kau saja, dan bukan benda-benda ini," ujar Dewi
Penguasa Samudera lembut dan terdengar tenang sekali.
'Perempuan keparat..! Kau selalu saja mencari gara-gara!" geram Pandan Wangi
semakin sengit.
"Ha ha ha...! Kau salah kalau menuduhku Pandan Wangi. Seharusnya tuduhlah
kekasihmu. Dia yang membuat semua ini terjadi," Dewi Penj Samudera menunjuk
Rangga. "Kau jangan memutarbalikkan kenyataan,
Penguasa Samudera!" dengus Rangga.
"Kau murid Pendekar Rajawali, bukan...?" Dewi Penguasa Samudera bernada ingin
meyakinkan dirinya sendiri.
"Benar! Dan pedang itu warisan dari mendiang guruku," sahut Rangga agak terkejut
juga mendengar pertanyaan itu.
"Bagus! Itu berarti kau harus tinggal di sini menggantikan gurumu."
"Kalau hanya aku yang diinginkan, kenapa kau melibatkan Pandan Wangi" Dia tidak
tahu apa-apa, dan kau tidak berhak melibatkannya!" sentak Rangga lantang.
"Sudah kukatakan padamu, aku terpaksa menggunakan Pandan Wangi agar kau datang
ke sini," masih tetap tenang nada suara Dewi Penguasa Samudera.
"Apa sebenamya yang kau inginkan dariku?" Tanya Rangga.
"Karena kau murid Pendekar Rajawali, maka kau harus menggantikan gurumu yang
telah mati. Dia sudah berjanji akan menjadi pendampingku yang setia, tapi dia
ingkar janji. Dan sampai sekarang dia tidak pernah muncul. Malah ilmu-ilmunya
diturunkan padamu. Dan sekarang kau yang harus meng-gantikannya, Rangga. Kau
lihat..!" Dewi Penguasa Samudera menunjuk ke atas.
Rangga dan Pandan Wangi mendongak, dan
melihat ke atas kepala mereka. Tampak di atas sana terlihat seekor burung
rajawali putih raksasa. Burung itu terbang melayang berputar-putar di atas
kepala mereka. Sebagai bangsa siluman, tentunya Dewi Penguasa samudera memiliki
ilmu sihir. Maka tak heran kalau dia bisa menyihir sesuatu menjadi benda
yang diinginkan. Itu pun juga dialami Pendekar Rajawali Sakti ketika harus
menghadapi pohon-pohon yang hidup. Dan kini Dewi Penguasa Samudera juga menyihir
sebongkah batu karang besar menjadi Rajawali Putih, mirip tunggangan Pendekar
Rajawali Sakti.
"Aku sudah ciptakan Rajawali Putih untuk pengganti Rajawali Putih mirik gurumu.
Dia bisa kau perintah apa saja, setelah aku mengizinkan dan menyerahkannya
padamu, Rangga. Nah! Sekarang, sebaiknya kau ikut denganku ke istana. Kita akan
menikah dan hidup abadi di Kerajaan Dasar Samudera ini," lanjut Dewi Penguasa
Samudera. "Perjanjian itu antara kau dan guruku, Dewi Penguasa Samudera. Jadi tidak ada
alasan menuntut sesuatu dariku. Kalau merasa guruku ingkar janji, pasti ada
alasannya. Tidak mungkin guruku ingkar janji kalau bukan karena kau sendiri yang
membuatnya begitu," Rangga membela gurunya.
"Huh! Dia hanya cemburu! Dia tidak berhak melarangku berhubungan dengan lakilaki lain. Itu sudah menjadi bagian dari hidupku. Seharusnya dia bisa mengerti,
kalau memang ingin hidup bersamaku sini. Tapi rupanya dia tidak mau memahami,
sehingga mengingkari janjinya. Dan sekarang, kau sebagai muridnya harus
bertanggung jawab. Aku sudah bersumpah! Jika Pendekar Rajawali mempunyai murid,
muridnyalah yang harus menggantikan ke-dudukannya," agak keras suara Dewi
Penguasa Samudera.
"Jika aku menolak keinginanmu?" Tanya Ranga memancing.
"Mati di tanganku!" sahut Dewi Penguasa Samudera, singkat.
"Aku memilih yang kedua."
"Setan...! Ternyata kau sama saja dengan gurumu!
Kau memang harus mati, Rangga...!"
Setelah berkata demikian, Dewi Penguasa Samudera langsung melompat menerjang
Pendekar Rajawali Sakti. Kipas milik Pandan Wangi yang berada di dalam
kekuasannya dikebutkan. Rangga cepat melompat mundur sambil mendorong tubuh
Pandan Wangi. Serangan Dewi Penguasa Samudera tidak mengenai sasaran sama
sekali. Tentu saja hal ini membuat wanita cantik itu jadi geram. Kembali diserangnya
Rangga dengan jurus-jurus cepat dan dahsyat luar biasa. Rangga terpaksa
berpelantingan menghindari serangan-serangan yang dilakukan wanita ini.
Sementara Pandan Wangi tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya dapat menyaksikan
perrtarungan itu. Demikian pula Nyai Amoksa. Wanita tua itu hanya dapat
menyaksikan tanpa dapat berbuat sesuatu.
Sementara pertarungan terus berjalan semakin sengit. Jurus demi jurus berlalu
cepat Tanpa terasa, pertarungan sudah berjalan lebih dari sepuluh jurus.
Namun, tampaknya pertarungan itu akan berlangsung lebih lama lagi.
"Modar...! Yeaaah...!"
Sret! Bet! Cepat sekali Dewi Penguasa Samudera mencabut pedang bergagang kepala naga, dan
langsung dikebutkan ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti.
Namun dengan gerakan manis sekali, pemuda berbaju rompi putih ini menghindari
tebasan pedang itu.
Tubuhnya segera merunduk, hingga sejajar pinggang Dewi nguasa Samudera. Pedang
itu pun lewat tanpa
mengenai sasaran.
Cepat Rangga menggeser kakinya kedepan, lalu tangannya bergerak cepat ke arah
pinggang wanita itu. Dan sebelum Dewi Penguasa Samudera sempat menyadari, tahutahu Rangga sudah mencekal pedangnya sendiri yang berada di pinggang cantik
penguasa lautan ini.
Tap! Cring...! "Heh..."!"
Dewi Penguasa Samudera terkejut bukan main.
Tapi sebelum sempat menyadari, Rangga sudah melompat mundur sambil membawa
Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang berhasil diambil dari warangkanya pinggang
wanita itu. Sinar biru berkilauan seketika menyemburat terang memancar dari
pedang itu. "Keparat..!" geram Dewi Penguasa Samudera merasa kecolongan.
"Bagus, Kakang! Sekarang hantam wanita itu...!"
seru Pandan Wangi girang melihat sudah menguasai kembali pedangnya.
"Phuih!" Dewi Penguasa Samudera begitu sengit mendengar kata-kata Pandan Wangi.
Sayang, jaraknya dengan si Kipas Maut itu jauh.
Jadi, dia tidak mungkin melampiaskan kekesalannya pada gadis itu. Apalagi, kini
perhatiannya kemudian tercurah pada Pendekar Rajawali Sakti. Wanita itu membuang
kipas baja putih begitu saja, lalu mencabut pedang bergagang kepala naga.
Sret! "Hiyaaa...!"
Bet' 'Bet' Dengan pedang di tangan, Dewi Penguasa
Samudera kembali menyerang Rangga. Kali ini serangannya semakin dahsyat Malah
setiap kebutan pedang itu menimbulkan hawa panas menyengat Namun dengan Pedang
Rajawali Sakti berada di tangan, Rangga mudah sekali menandingi permainan pedang
wanita cantik ini. Dan kini Pendekar Rajawali Sakti tidak tanggung-tanggung
lagi. Segera dikerah-kannya jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Satu jurus yang sangat
dahsyat dan biasa dikeluarkan jika menghadapi lawan tangguh. Dan Rangga
menganggap Dewi Penguasa Samudera adalah lawan yang paling tangguh yang pernah
dihadapinya. Buktinya, dia belum pernah mengeluarkan seluruh kemampuan, kecuali pada lawannya
kali ini. Dan Rangga merasa benar-benar terkuras kemampuannya. Pertarungan ini
pun berjalan lama. Entah sudah berapa puluh jurus, tapi pertarungan masih
berlangsung sengit Sedangkan Rangga belum mau mengerahkan ilmu kesaktian,
sebelum lawannya mengeluarkan lebih dahulu. Dan ini memang sudah menjadi
kebiasaannya jika bertarung satu lawan satu.
"Hup!"
Tiba-tiba saja Dewi Penguasa Samudera melompat mundur.
"Kau memang tangguh, Rangga. Tapi cobalah tahan ajianku ini," dengus Dewi
Penguasa Samudera.
Kening Rangga sedikit berkernyit melihat wanita cantik itu mulai mempersiapkan
ilmu kesaktian. Dan Pendekar Rajawali Sakti tidak ingin menandinginya dengan
ilmu kesaktian tingkat rendah. Dia tahu, ilmu yang akan dikeluarkan wanita ini
pasti sangat dahsyat dan berbahaya.
Cepat Pendekar Rajawali Sakti melintangkan pedang di depan dada, lalu menggosok
mata senjata itu dengan telapak tangannya. Sebentar saja, cahaya biru yang memancar dari mata
pedang menggumpal membentuk bulatan. Pada saat itu, Dewi Penguasa Samudera sudah
siap melakukan serangan.


Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hiyaaat..!"
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...! Yeaaah...!"
Cepat Rangga memindahkan pedang ke tangan kiri, lalu tangan kanannya menghentak
ke depan. Itu dilakukan tepat ketika Dewi Penguasa Samudera mengibaskan tangan
ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Tak pelak lagi, dua telapak tangan beradu keras
dl udara. "Heh..."! Hih...!"
Dewi Penguasa Samudera sangat terkejut ketika melihat Rangga menggunakan aji
'Cakra Buana Sukma'. Perempuan cantik ini tidak menduga kalau lawannya memiliki
ajian yang sangat ampuh itu. Ajian yang menjadi andalan Pendekar Rajawali yang
hidup seratus tahun lalu. Dewi Penguasa Samudera segera mencoba menarik
tangannya, tapi terlambat Ternyata aji 'Cakra Buana Sukma' sudah bekerja cepat,
sehingga tangan wanita itu tidak dapat dilepaskan lagi. Dewi Penguasa Samudera
langsung merasa tenaganya mulai tersedot tanpa dapat dikendalikan lagi.
Sia-sia saja mencoba melepaskan diri. Semakin keras berusaha, semakin kuat saja
daya tarik yang menyedot tenaga keluar. Tubuh Dewi Penguasa Samudera mulai
terasa lemas. Bahkan kesaktian dan segala kemampuannya ikut tersedot. Tubuhnya
semakin lemas, dan wajahnya kian pucat. Per-lawanannya pun semakin mengendur
saja, hingga akhirnya terhenti sama sekali.
"Yeaaah...!"
Rangga menghentakkan tangan kuat-kuat
Seketika itu juga tubuh Dewi Penguasa Samudera terlempar keras, hingga
punggungnya menghantam sebongkah batu yang cukup besar. Dewi Penguasa Samudera
kini tergeletak lemas. Napasnya tersengal, dan tubuhnya bagai tidak memiliki
tenaga lagi. Kini Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri. Sebentar dipandanginya
wanita itu. Lalu, dilepaskannya sarung pedang yang berada di pinggang wanita
ini. Pendekar Rajawali Sakti memungut pedang bergagang kepala naga hitam, dan
memasukkan ke dalam warangkanya. Dia kemudian juga memungut kipas baja putih.
Senjata-senjata itu diberikan pada Pandan Wangi, sedangkan dirinya sendiri
mengenakan kembali pedangnya di punggung.
"Kita apakan dia, Kakang?" Tanya Pandan Wangi seraya menatap tajam pada Dewi
Penguasa Samudera.
"Tinggalkan saja. Dia perlu waktu cukup lama utuk memulihkan kekuatannya
kembali," sahut Rangga sambil mengajak Pandan Wangi meninggalkan daerah kekuasan
Dewi Penguasa Samudera ini.
Dengan petunjuk Nyai Amoksa, mereka dapat kembali ke dunia nyata kembali.
Sementara Dewi Penguasa Samudera hanya bisa menggerutu dan mendendam dalam hati.
SELESAI [ Created ebook :
Scan & Convert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks by Dedig dibantu Adnan Sutekad Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Tangan Berbisa 18 Pendekar Gila 8 Pedang Penyebar Maut Banjir Darah Keraton Widung 2

Cari Blog Ini