Ceritasilat Novel Online

Rahasia Dara Iblis 2

Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis Bagian 2


pikirannya "Aku masih tidak mengerti, Kakang."
"Memang sulit dimengerti, Pandan. Tapi inilah
kenyataannya. Wanita yang dijuluki Dara Iblis itu
sengaja mengacaukan keadaan kadipaten ini. Tapi
tujuan yang sebenarnya justru pada Adipati
Gadasewu sendiri," lagi-lagi Rangga mencoba
menjelaskan. "Maksudmu,
nyawa Adipati Gadasewu terancam?" tebak Pandan Wangi.
"Ya, belum pasti, Pandan. Tapi menurutku,
Adipati Gadasewu perlu mendapat perhatian yang
tidak kecil. Mungkin saja Dara Iblis itu mengincar
nyawanya. Tapi ada kemungkinan juga, menginginkan yang lain dari Adipati Gadasewu."
"Bagaimana mungkin kau bisa menarik
kesimpulan seperti itu, Kakang?"
"Mudah saja, Pandan. Dari sikap dan
keramahannya. Juga, dari kata-katanya tentang
Dara! Iblis itu, aku merasa kalau Adipati Gadasewu
mengenalnya. Atau paling tidak, ada kaitannya
yang sangat berhubungan erat Pandan, kau
perhatikan pengawalnya yang diakui sebagai
saudaranya itu...?"
"Rondokulun maksudmu, Kakang?"
"Benar."
"Ada apa dengan dengan Rondokulun?"
"Semalam, Ki Sampan bilang padaku kalau
Rondokulun belum lama berada di Kadipaten
Galumbu ini. Dan kedatangannya langsung
disambut dan diakui sebagai saudara oleh Adipati
Gadasewu. Padahal, tidak seorang pun yang
pernah mengenalnya. Dan semua orang tahu kalau
Adipati Gadasewu tidak memiliki seorang saudara
pun. Dan lagi, kedatangan Rondokulun juga
bersamaan dengan munculnya si Dara Iblis."
"Hm.... Jadi, itu yang membuatmu curiga,
Kakang?" Pandan Wangi mulai mengerti.
"Bukan hanya itu saja, Pandan."
"Ya, aku mengerti sekarang. Jadi menurutmu,
perhatian kita jangan terpusat pada si Dara Iblis
saja. Tapi, juga pada Adipati Gadasewu sendiri dan
Rondokulun. Begitu kan, Kakang..?"
'Tepat, Pandan. Untuk itu, kita harus membagi
tugas. Kau mengawasi Adipati Gadasewu dan
Rondokulun. Sedangkan aku tetap berusaha
menemukan si Dara Iblis. Barangkali saja
rahasianya yang tersimpan bisa terungkap."
Pandan Wangi mengangguk-angguk, sudah
mengerti apa yang ada dalam kepala Pendekar
Rajawali Sakti. Dan gadis itu juga sudah merasakan
kalau persoalan yang sedang dihadapi seluruh
rakyat Kadipaten Galumbu ini tidak ringan. Bahkan
bisa membuat kehancuran kadipaten ini.
"Sudah hampir malam, Pandan. Sebaiknya kita
kembali ke rumah Ki Sampan," ajak Rangga.
Kembali Pandan Wangi mengangguk Dan tidak
lama kemudian kedua pendekar muda dari Karang
Setra itu sudah berada di atas punggung kuda
masing-masing. Kali ini, mereka tidak tergesa-gesa
dalam mengendalikan kudanya. Sementara,
matahari semakin tenggelam ke belahan bumi
bagian barat Tidak lama lagi, seluruh permukaan
bumi Kadipaten Galumbu akan terselimut
kegelapan. Dan sepanjang jalan, sudah tidak ada
lagi orang yang terlihat berada di luar rumah.
Begitu sunyi terasa, seakan-akan kota kadipaten ini
berubah menjadi kota mati yang tidak berpenduduk lagi.
--myrna-- Malam ini Rangga sama sekali tidak bisa
memejamkan matanya. Sengaja Pendekar Rajawali
Sakti duduk di beranda depan rumah Ki Sampan.
Sementara Pandan Wangi sudah sejak tadi
mengamati sekitar istana kadipatenan. Sedangkan
Rangga sendiri, sengaja berada di luar rumah
menunggu kedatangan si Dara Iblis. Tapi sudah
jauh malam, gadis berbaju hitam itu belum juga
kelihatan batang hidungnya.
"Hm.... Apakah dia malam ini tidak muncul...?"
gumam Rangga bicara pada diri sendiri.
Pendekar Rajawali Sakti melangkah ke halaman
depan rumah Ki Sampan. Tidak ada seorang pun
yang terlihat. Malam begitu sunyi. Tapi Rangga
tahu, berpasang-pasang mata terus mengawasinya
dari rumah-rumah yang ada di sekitar rumah Ki
Sampan ini. Rangga tahu, semua penduduk Kota
Kadipaten Galumbu ini ingin menyaksikannya
dalam meringkus si Dara Iblis. Siap!
"Heh..."!"
Tiba-tiba saja Rangga jadi tersentak, begitu
merasakan desir angin yang terasa dingin menerpa
tubuhnya. Cepat tubuhnya diputar. Dan pada saat
itu juga, matanya menangkap satu kelebatan
bayangan hitam di atas atap rumah Ki Sampan.
"Hup!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar
Rajawali Sakti langsung melesat naik ke atas atap.
Lalu tubuhnya kembali melesat dengan hanya
menotokkan sedikit ujung jari kakinya di atas atap
rumah penginapan ini. Sekilas Rangga masih
sempat melihat bayangan hitam itu berkelebat
begitu cepat menuju arah Istana Kadipaten
Galumbu. "Hup!"
Dengan mengerahkan seluruh kemampuan ilmu
meringankan tubuh, Pendekar Rajawali Sakti terus
mengikuti bayangan hitam yang berkelebatan
begitu cepat dari satu atap ke atap rumah lainnya.
Dan begitu berada di samping kanan Istana
Kadipaten Galumbu, bayangan hitam itu lenyap tak
terlihat lagi. Rangga langsung menghentikan larinya, dan
cepat berlindung di balik sebatang pohon beringin
yang cukup besar batangnya. Rimbunnya daun
pohon ini membuat tubuh Pendekar Rajawali Sakti
tidak terlihat "Hm..."
Sedikit Rangga menggumam, saat melihat
sesosok tubuh ramping berbaju hitam yang cukup
ketat sedang mengendap-endap. Begitu rapat
tubuhnya pada dinding tembok yang tinggi
mengelilingi bangunan istana ini. Bulan yang
tertutup awan hitam, membuat keadaan sekitarnya
jadi gelap. Dan Rangga terpaksa harus
menggunakan aji 'Tatar Netra' agar dapat melihat
lebih jelas lagi.
"Dara Iblis...," desis Rangga dalam hati, begitu
mengenali orang yang mengendap-endap di
pinggiran tembok benteng istana ini.
Pendengaran Rangga yang tajam, mendengar
suara ayunan langkah kaki yang begitu halus dari
sebelah kirinya. Dan saat berpaling ke kiri, tiba-tiba
saja.... Plak! "Akh...!"
Hanya sedikit saja Rangga terpekik, begitu tibatiba sebuah pukulan yang sangat keras
menghantam bagian belakang kepalanya. Seketika
itu juga, pandangan matanya jadi mengabur.
Tubuhnya lalu jadi limbung, kemudian ambruk
menggeletak tanpa dapat dikuasai lagi. Dan belum
juga Pendekar Rajawali Sakti bisa menghilangkan
rasa pening yang tiba-tiba saja menyerang
kepalanya, satu hantaman yang sangat keras
kembali menerpa kepalanya.
"Ugkh...!"
Hanya sedikit saja keluhan yang keluar dari bi-.
bir Pendekar Rajawali Sakti, karena mendadak saja
pandangannya jadi gelap. Lalu, pendengarannya
pun mulai berkurang. Dan saat berikutnya, Rangga
sudah tidak tahu apa-apa lagi. Kesadarannya
seketika lenyap, setelah mendapatkan satu pukulan
lagi di bagian belakang kepalanya.
--myrna-- Menjelang matahari terbit, Pandan Wangi sudah
kembali ke rumah penginapan Ki Sampan. Gadis itu
hanya melihat Ki Sampan duduk terkantuk-kantuk
di ruangan tengah. Dan laki-laki tua itu hanya
melirik saja saat Pandan Wangi masuk, dengan
mata begitu berat
"Oh..."! Maaf, aku tidak tahu kalau kau ada di
sini, Ki," ujar Pandan Wangi.
"Aku memang menunggu kalian pulang," sahut
Ki Sampan dengan suara lesu karena mengantuk
"Memangnya Kakang Rangga belum kembali,
Ki?" tanya Pandan Wangi.
"Semalam, dia ada di depan. Tapi, terus pergi.
Aku tidak tahu, ke mana perginya. Dan sampai
sekarang, dia belum juga kembali," kata Ki Sampan
memberi tahu. "Mungkin di kamarnya, Ki. Biasanya Kakang
Rangga memang begitu. Bisa ada di mana saja
tanpa diketahui," kata Pandan Wangi tanpa ada
pikiran apa-apa.
"Tidak ada, Nini. Aku sudah melihat kamarnya.
Kosong," sahut Ki Sampan.
Kening Pandan Wangi jadi berkerut juga.
Semalam, sebelum mereka menjalankan tugas
masing-masing, Rangga sudah meminta agar
sebelum pagi bertemu di ruangan depan rumah
penginapan ini. Tapi, kenapa sampai sekarang
Rangga belum juga kembali..." Pandan Wangi
mulai berpikir macam-macam. Tapi gadis itu tidak
mau menduga kalau Rangga mengalami sesuatu
yang menyulitkan dirinya. Keyakinannya begitu
kuat, kalau Pendekar Rajawali Sakti mampu
mengatasi segala kesulitan yang dihadapi.
"Ah.... Sudahlah, Ki. Nanti juga dia kembali. Aku
akan istirahat dulu. Nanti kalau Kakang Rangga
sudah datang, beri tahu ya, Ki," kata Pandan
Wangi* mencoba menenangkan diri.
"Baik, Nini," sahut Ki Sampan sambil terkantukkantuk. Pandan Wangi langsung saja melangkah ke
dalam, meninggalkan orang tua pemilik rumah
penginapan ini. Ki Sampan baru membaringkan
tubuh di atas balai-balai bambu yang hanya
beralaskan selembar tikar, setelah Pandan Wangi
menghilang di balik dinding penyekat ruangan
depan ini dengan ruangan dalam.
Sementara di luar, ayam jantan sudah sejak tadi
memperdengarkan suaranya. Dan burung-burung
pun sudah mulai berkicauan. Tampak di ufuk timur,
rona merah Jingga mulai terlihat memancar 'di
balik kabut yang masih terlihat tebal. Dan Pandan
Wangi sudah membaringkan tubuhnya di dalam
kamar, namun matanya tak dapat dipejamkan
sedikit pun. Dia memikirkan Rangga yang belum
juga kembali. Padahal sebentar lagi matahari sudah
naik. "Hm..., ke mana Kakang Rangga" Apa terjadi
sesuatu padanya...?" gumam Pandan Wangi
bertanya-tanya sendiri. "Ah, nanti juga kembali."
Pandan Wangi mencoba memejamkan matanya.
Tapi entah kenapa, hatinya jadi begitu gelisah.
Sehingga, dia sulit untuk beristirahat. Padahal rasa
kantuk dan lelah sudah menghinggapinya. Gadis itu
hanya membaringkan tubuh saja, menelentang
memandangi langit-langit kamar penginapan ini.
Dan pikirannya terus menerawang jauh, memikirkan Rangga yang belum juga kembali.
Sementara, pagi terus merayap naik semakin
tinggi. Dan matahari juga sudah menampakkan
diri. Cahayanya menerangi seluruh wilayah
Kadipaten Galumbu ini. Namun Pandan Wangi
masih tetap berbaring di ranjangnya dengan mata
menerawang memandangi langit-langit kamar ini.
"Hhh...! Ke mana Kakang Rangga, ya...?" desah
Pandan Wangi seraya bangkit, dan duduk di tepi
pembaringan. Memang tidak ada seorang pun yang tahu, apa
yang telah terjadi pada diri Pendekar Rajawali Sakti


Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semalam. Bahkan sampai tengah hari, Rangga
belum juga kembali ke rumah penginapan ini.
Tentu saja hal ini membuat Pandan Wangi jadi
gelisah tidak menentu. Sementara Ki Sampan
sendiri, tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Bahkan kelihatan gelisah seperti Pandan Wangi.
Mereka hanya bisa menunggu, tapi Pendekar
Rajawali Sakti tidak juga kunjung datang.
Kegelisahan Pandan Wangi semakin bertambah,
saat siang sudah berganti senja, karena Rangga
belum juga kelihatan batang hidungnya. Padahal,
itu belum pernah dilakukan Pendekar Rajawali,
Sakti selama ini.
--myrna-- Apa sebenarnya yang terjadi pada diri Pendekar
Rajawali Sakti..."
Di dalam sebuah ruangan yang sempit dan
gelap, tampak Rangga berdiri terentang dengan
kedua tangan dan kaki terbelenggu rantai baja
hitam yang sangat kuat. Kepalanya terkulai lemas.
Dan matanya terpejam rapat Tampak dari bagian
belakang kepalanya mengalir darah yang sudah
mengering. Entah sudah berapa lama Pendekar
Rajawali Sakti tidak sadarkan diri.
Plak! Tiba-tiba saja sebuah tamparan yang cukup
keras mendarat di wajah pemuda ini, membuat
kepalanya langsung terdongak ke atas. Saat itu
juga Rangga membuka kelopak matanya, dan
langsung terkejut mendapati dirinya sudah
terbelenggu di dalam sebuah ruangan sempit yang
cukup gelap ini. Sesaat pandangannya diedarkan
ke sekeliling. Dan tatapan matanya kemudian
bertumpu pada seseorang yang berdiri cukup dekat
di depannya. Seluruh kepala dan wajahnya
terselubung kain hitam. Hanya dua lubang pada
bagian matanya saja yang terlihat
"Di mana ini...?" lirih sekali suara Rangga.
"Kau ada di tempatku, Pendekar Rajawali Sakti."
"Siapa kau?" tanya Rangga.
'Tidak perlu tahu, siapa aku."
Rangga menggeleng-gelengkan kepalanya yang
masih terasa pening. Pandangan matanya juga
belum begitu jelas. Rasa sakit pada bagian
belakang kepalanya begitu terasa. Sedangkan di
depannya masih berdiri seseorang berbaju warna
hitam pekat, dengan seluruh kepala terselubung
kain hitam. Sulit sekali untuk mengenalinya, karena
hanya pada bagian matanya saja yang terlihat
Sebentar kemudian Rangga sudah bisa
menyadari, apa yang terjadi pada dirinya.
Dicobanya untuk mengingat-ingat
kejadian semalam, sampai berada di tempat seperti ini
dalam keadaan terbelenggu rantai baja hitam.
Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau dirinya sudah
tertangkap. Dan yang membuatnya terkejut
ternyata pedang pusakanya tidak lagi bertengger di
punggungnya. "Jangan terlalu cemas, Pendekar Rajawali Sakti.
Kau akan kubebaskan setelah urusanku selesai.
Kau terlalu berbahaya. Maka terpaksa untuk
sementara kau harus dilumpuhkan," kata orang itu
dengan suara berat sekali.
Rangga hanya diam saja. Kesadarannya sudah
berangsur pulih. Bahkan masih bisa bernapas lega,
setelah memeriksa seluruh tubuhnya dengan
penyaluran hawa murni. Tidak ada satu totokan
pun di tubuhnya. Hanya pada bagian belakang
kepala saja yang terasa nyeri. Dia tahu, kepala
bagian belakangnya terluka dan mengeluarkan
darah akibat tiga kali pukulan yang diterimanya.
"Dengar, Pendekar Rajawali Sakti! Tidak ada
kesempatan sedikit pun untuk meloloskan diri.
Ruangan ini berada di bawah tanah, dan seluruh
dindingnya terbuat dari batu yang dilapis baja.
Juga, sekitar ruangan ini sudah terpasang banyak
senjata rahasia yang bisa mencincang tubuhmu.
Jadi kuperingatkan, agar kau tidak berlaku macammacam," kata orang itu lagi sedikit mengancam.
Namun Rangga hanya tetap diam saja.
"Karena masih ada yang harus kuselesaikan,
maka aku pergi dulu. Beberapa hari lagi, aku akan
melihatmu di sini."
Setelah berkata demikian, orang itu langsung
saja berbatik dan pergi meninggalkan Pendekar
Rajawali Sakti di dalam ruangan sempit ini. Rangga
hanya memamadangi saja sampai orang itu lenyap
tak terlihat lagi di balik pintu besi, yang kemudian
tertutup rapat.
Cring! Rangga menggerak-gerakkan tangan dan
kakinya yang terbelenggu rantai baja hitam.
Kemudian kembali pandangannya beredar ke
sekeliling. Gelap dan pengap sekali mangan ini. Bau lumut
terasa menyengat hidung. Kembali kedua
tangannya yang terentang terikat rantai yang
menyatu dengan dinding digerak-gerakkan.
Tampaknya memang sangat kokoh.
"Hhh...!"
Rangga berusaha melepaskan belenggu ini
dengan menghentakkan tangan kanannya, disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi Tapi, mulutnya
jadi meringis. Tangannya jadi terasa sakit,
sedangkan rantai ini tidak juga putus.
"Hhh! Kuat sekali rantai ini Hhh.... Mungkin
dengan cara lain, aku bisa bebas dari belenggu ini.
Mudah-mudahan saja orang itu tidak cepat
kembali. Hm.... Tapi, siapa dia...?" gumam Rangga
lagi, bicara pada diri sendiri.
Pendekar Rajawali Sakti mencoba lagi mematahkan rantai yang membelenggunya ini,
dengan menghentak-hentakkan kedua tangannya
disertai pengerahan tenaga dalam tidak penuh.
Kemudian Pendekar Rajawali Sakti terdiam. Kedua
kelopak matanya terpejam rapat, dan mulai
mengatur jalan pernapasannya.
Beberapa saat kemudian....
"Hih!"
Rangga mengerahkan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya yang sudah berada pada tingkat
sempurna. Otot-otot kedua tangannya seketika
bersembulan. Lalu dicobanya menarik rantai itu
sekuat tenaga. Terdengar suara desisan keluar dari
celah-celah bibirnya. Rangga terus berusaha
memutuskan rantai itu dengan pengerahan tenaga
dalam penuh. "Hih...!"
Cring! Trak! "Phuih!"
Rangga langsung menghembuskan napas
panjang, begitu rantai yang membelenggu kedua
tangannya terputus. Pendekar Rajawali Sakti
langsung duduk, kemudian mencoba memutuskan
rantai yang membelenggu kakinya. Kembali seluruh
otot-otot di tubuhnya bersembulan keluar. Keringat
telah membanjiri tubuhnya, sehingga membuat
seluruh tubuh Pendekar Rajawali Sakti jadi berkilat.
"Hih!"
Trak! Rangga cepat bangkit berdiri begitu semua
rantai yang membelenggunya sudah terlepas. Dia
ingin melangkah mendekati pintu. Tapi baru saja
kaki kirinya bergerak maju, langsung diurungkan
kembali. Pendekar Rajawali Sakti langsung teringat
kata-kata orang berpakaian serba hitam tadi.
Ruangan ini sudah dipasangi puluhan jebakan yang
bisa membuat tubuhnya tercincang. Dipandanginya
pintu besi baja yang berada sekitar tujuh langkah
di depannya. "Haaap...!"
Rangga menarik kedua tangannya, kemudian
merapatkannya di depan dada. Sebentar napasnya
ditahan. Lalu....
"Yeaaah...!"
Begitu kedua tangannya terhentak ke depan,
seketika itu juga selarik sinar merah melesat dari
kedua telapaknya yang terbuka itu. Dan....
Glarrr! Satu ledakan dahsyat tiba-tiba saja terdengar,
begitu sinar merah dari telapak tangan Pendekar
Rajawali Sakti menghantam pintu besi ruangan ini.
Tampak pintu itu jebol seketika.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga
cepat melompat keluar dari dalam ruangan ini.
Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya,
sehingga sedikit pun tidak menimbulkan suara
pada gerakannya. Bahkan ketika kakinya menjejak
lantai batu di depan ruangan kecil itu, juga sedikit
pun tidak terdengar suara.
"Hm.... Ternyata sebuah lorong...," gumam
Rangga pelan. Pendekar Rajawali Sakti cepat berlari mempergunakan ilmu meringankan tubuh.
"Hup! --myrna-- 6 Rangga terus berlari-lari mempergunakan ilmu
meringankan tubuh, menyusuri lorong yang cukup
panjang dan berliku ini. Tapi setelah cukup lama
berlari, tidak juga menemukan ujung lorong ini.
Dan mendadak saja Pendekar Rajawali Sakti
menghentikan larinya. Keningnya jadi berkerut
begitu di depannya terlihat sebuah pintu yang
sudah jebol. "Edan...! Rupanya sejak tadi aku berputar-putar
saja di sini..!" dengus Rangga baru menyadari.
Rangga berdiri tegak memandangi sekitarnya
dengan sinar mata begitu tajam. Perlahan
kemudian kakinya terayun melangkah. Setiap
dinding di kiri dan kanannya mendapat perhatian
yang tajam. Dugaannya, pasti ada dinding rahasia
yang dijadikan pintu keluar dari tempat ini. Bahkan
langit-langit lorong ini juga mendapat perhatian
yang seksama. Rangga terus berjalan perlahanlahan, menyusuri lorong yang entah sudah berapa
kali dilaluinya.
Namun belum jauh berjalan, tiba-tiba saja
ayunan kakinya terhenti. Pendengarannya yang
tajam menangkap sebuah suara yang terdengar
begitu kecil. "Air...," desis Rangga perlahan.
Pendekar Rajawali Sakti semakin mempertajam
pendengarannya. Benar! Telinganya mendengar
suara air bergemericik dari balik dinding batu
lorong di sebelah kanannya ini. Cepat dihampirinya,
dan ditempelkan telinganya ke dinding itu. Tapi,
sesaat kemudian pemuda berbaju rompi putih ini
jadi tertegun. "Hm.... Aku berada di bawah air terjun," gumam
Rangga lagi, masih terdengar perlahan.
Pendekar Rajawali Sakti lalu melangkah dua
tindak ke belakang.
"Pasti ada jalan keluar dan masuk ke sini.
Tapi..," kembali Rangga tertegun.
Rangga tidak yakin, kalau jalan keluar dari
lorong batu ini melalui air terjun yang berada di
balik dinding batu lorong ini. Terlalu besar
bahayanya kalau dinding batu ini dijebol. Memang
tidak terlalu sulit. Tapi, air terjun itu bisa
menerobos, masuk ke dalam. Akibatnya, dia akan
terkubur hidup-hidup di dalam lorong ini.
"Hhh! Apa akalku sekarang...?" desah Rangga
perlahan. Kembali Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan
pandangannya ke sekeliling. Otaknya terus
berputar keras mencari jalan keluar. Sedikit pun
tidak ada celah di sekitarnya. Sedangkan suara air
di balik dinding ini terdengar begitu jelas di
telinganya, walaupun sangat pelan. Perlahan
kakinya kembali bergerak menggeser ke belakang,
sampai hampir sampai merapat dengan dinding di
belakangnya. Dan pada saat itu....
"Heh..."!"
Rangga jadi terlonjak kaget, begitu tiba-tiba


Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasakan adanya desir angin yang sangat halus
menerpa punggungnya. Pendekar Rajawali Sakti
sampai terlompat selangkah ke depan, dan cepat
berbalik. Dipandanginya dinding yang tadi berada
di belakangnya. Hanya dinding batu yang
kelihatannya begitu kokoh. Tapi, dari mana ada
hembusan angin tadi..."
Perlahan Pendekar Rajawali Sakti mendekati
dinding itu. Dan tangannya segera terulur ke
depan. Tidak ada lagi hembusan angin terasa di
tangannya. Kening Pendekar Rajawali Sakti jadi
berkerut Diraba-rabanya dinding, batu itu dengan
cermat Dan ketika jari tangannya berada di bagian
bawah dinding batu ini, raut wajahnya seketika jadi
bersinar. "Dewata Yang Agung.... Inilah pintu yang
kucari," desah Rangga, begitu merasakan
hembusan angin dari bagian bawah dinding batu ini
Tapi sejenak kemudian, Pendekar Rajawali Sakti
jadi tertegun. Dan perlahan-lahan kakinya
melangkah mundur sampai punggungnya menyentuh dinding batu, di belakangnya. Sebentar
Rangga berdiri tegak memandangi dinding batu di
depannya. Sementara, kedua tangannya sudah
terkepal di pinggang. Sesaat kemudian....
"Hap! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Pendekar
Rajawali Sakti cepat menghentakkan kedua tangannya
ke depan. Dan di
saat kedua telapak
tangannya terbuka, seketika
itu juga melesat
cahaya merah bagai api dari kedua telapak tangannya. Dan...
Glarrr! Dinding batu di depannya seketika hancur
berkeping-keping terhajar dua cahaya merah yang
memancar dari kedua telapak tangan Pendekar
Rajawali. Sakti. Debu kontan mengepul, membuat
pandangan matanya jadi terhalang. Namun
wajahnya jadi cerah, karena di balik dinding yang
hancur itu terlihat pepohonan yang bermandikan
cahaya matahari. Bergegas Rangga melompat ke
luar. Tapi baru saja kakinya menjejak tanah di
luar.... "Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Heh..."!"
--myrna-- Rangga jadi tersentak kaget setengah mati,
karena tiba-tiba saja dari sekelilingnya sudah
berlompatan orang-orang berseragam serba hitam
dan bersenjatakan golok terhunus. Mereka
langsung saja menyerang ganas dari segala
penjuru. "Hup! Yeaaah...!"
Tidak ada waktu lagi bagi Rangga untuk
mencegah. Maka cepat tubuhnya melenting ke
udara, dan berputaran beberapa kali sambil
melepaskan satu pukulan cukup keras ke arah
orang yang berada paling dekat dengannya.
Plak! "Akh...!"
Orang itu memekik tertahan, dan kontan
terpental cukup jauh ke belakang. Sementara,
Rangga sudah kembali menjejakkan kakinya di
tanah. Sekilas diperhatikannya keadaan sekitar.
Ada lebih kurang dua puluh orang berseragam
hitam dan bersenjata golok terhunus sudah
mengepung dirinya. Mereka adalah pemudapemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun.
Kini dua puluh orang berpakaian serba hitam itu
bergerak perlahan menggeser kakinya mengelilingi
Pendekar Rajawali Sakti. Golok yang tergenggam di
tangan kanan bergerak-gerak di depan dada,
memancarkan cahaya putih keperakan yang
membuat hari siapa saja akan bergetar melihatnya.
Tapi Rangga malah kelihatan begitu tenang. Sedikit
pun tidak terpengaruh oleh golok yang berkilatan
tajam di sekelilingnya.
"Seraaang...!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Begitu terdengar teriakan memberi perintah,
kedua puluh orang berpakaian serba hitam ini
serentak berlompatan menyerang. Namun Rangga
yang sudah siap sejak tadi, cepat merentangkan
kedua tangannya ke samping Dan saat itu juga,
tubuhnya bergerak cepat meliuk-liuk seperti belut,
sambil mengibaskan kedua tangannya. Kecepatannya, sangat sukar diikuti pandangan
mata biasa. Dan saat itu juga....
Plak! Diegkh! "Akli!"
"Aaa...!"
Terdengar jeritan-jeritan panjang melengking
dan tertahan, bersamaan berkelebatnya kedua
tangan Rangga yang menyambar para pengeroyoknya. Tampak orang-orang berpakaian
serba hitam itu berpelantingan ke belakang,
dengan kepala pecah dan dada remuk. Mereka
yang terkena kibasan tangan Rangga dalam
penggunaan jurus 'Sayap Rajawali Membelah
Mega', tidak ada yang bisa bangkit berdiri lagi.
Mereka tewas seketika itu juga dengan kepala
pecah dan beberapa orang remuk dadanya.
"Hih! Yeaaah...!"
Menghadapi orang-orang seperti ini, Rangga
tidak mau lagi tanggung-tanggung. Terlebih lagi,
sekarang ini tidak memiliki senjata apa pun juga.
Dia tidak tahu, di mana pedang pusakanya
sekarang berada. Gerakan-gerakan yang dilakukan
Pendekar Rajawali Sakti demikian cepat luar biasa.
Hingga tidak ada seorang pun dari para penyerang
yang sanggup menghadang. Dan dalam waktu
tidak berapa lama saja, dua puluh orang
berpakaian serba hitam itu sudah bergelimpangan
tidak bernyawa lagi. Bau anyir darah seketika
menyeruak menusuk hidung, terbawa hembusan
angin. "Huh!"
Rangga mendengus kecil memandangi mayatmayat yang bergelimpangan saling tumpang tindih
di sekitarnya. Kemudian pandangannya beredar ke
sekeliling. Dan saat itu keningnya jadi berkerut,
melihat sebuah air terjun yang tidak begitu besar,
Dan tidak jauh dari situ, terdapat sebuah pondok
kecil yang sangat sederhana, tapi kelihatan cukup
bersih. "Hm...," sedikit Rangga menggumam kecil.
Kembali Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan
pandangan ke sekeliling Dia tahu kalau sekarang
berada di sebuah puncak gunung yang berselimut
kabut cukup tebal. Sehingga, cahaya matahari
hampir tidak bisa menembusnya. Dan udara di sini
juga terasa begitu dingin. Hanya saja Rangga tidak
tahu, apa nama gunung ini.
"Coba kulihat, ada apa di dalam pondok itu...,"
gumam Rangga. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah
mendekati pondok kecil yang berada tidak jauh dari
air terjun. Rupanya air terjun itulah yang sempat
didengar Rangga dari dalam lorong batu yang
mengurungnya tadi. Pendekar Rajawali Sakti terus
melangkah perlahan-lahan dengan mata menyorot
tajam memandang ke sekitarnya. Pendengarannya
juga terpasang begitu tajam, menjaga segala
kemungkinan yang bakal terjadi.
Rangga baru berhenti melangkah setelah berada
cukup dekat di depan pondok kecil itu. Sebentar
diamatinya keadaan sekitarnya. Namun sedikit pun
tidak terdengar adanya tanda-tanda kehidupan.
Kembali kakinya melangkah mendekati pondok itu
dengan sikap sangat hati-hati.
"Hm.... Rupanya ada orang di dalam pondok
ini," gumam Rangga setelah dekat dengan beranda
pondok itu. Telinganya yang tajam mendengar adanya
tarikan napas yang begitu halus dari dalam
pondok. Tapi kening Pendekar Rajawali Sakti jadi
berkerut. Tarikan napas itu terdengar sangat
lemah, seperti dari orang yang tengah menderita.
"Hup!"
Cepat Ranggga melesat menabrak pintu pondok
itu. Sekali gedor dengan tangan kirinya saja, pintu
kayu biasa itu hancur berkeping-keping.
Brak! "Heh..."!"
Kedua bola mata Rangga jadi terbeliak lebar,
begitu melihat di dalam ruangan pondok ini
terdapat seorang laki-laki tua yang seluruh
tubuhnya tengah terikat menyatu dengan tiang
yang berdiri di tengah-tengah. Bergegas dihampainya laki-laki tua itu. Tapi belum juga
dekat, riba-riba dari atas atap meluncur sebatang
tombak ke arahnya.
"Ups..!"
Hampir saja mata tombak itu menghunjam
tubuhnya, kalau saja Rangga tidak cepat-cepat
mengegos. Dan tombak itu langsung menancap
tepat di depan laki-laki tua yang terikat di tiang
seluruh tubuhnya.
"Hup!"
Tanpa berpaling lagi sedikit pun juga, Rangga
cepat merundukkan tubuhnya. Dijumputnya
sepotong kayu pecahan pintu. Dan secepat kilat,
tubuhnya berputar sambil melemparkan potongan
kayu itu ke atas atap.
"Hih! Yeaaah...!"
Wusss! Crab! "Aaa...!"
Seketika terdengar jeritan panjang melengking
tinggi, yang kemudian disusui jatuhnya sesosok
tubuh dari atas atap pondok ini. Tampak sebuah
potongan kayu tertancap tembus di lehernya.
Hanya sedikit saja orang itu mengejang, lalu diam
tidak bergerak-gerak lagi dengan nyawa melayang.
Rangga tidak menghiraukan orang berbaju
"serba hitam itu. Cepat-cepat dihampirinya lakilaki tua ini, dan melepaskan tambang yang
mengikat seluruh tubuhnya. Laki-laki tua itu
mengangkat kepalanya sedikit, menatap wajah
Rangga yang berada dekat di depannya.
"Bawa aku keluar dari sini, Anak Muda...," lirih
sekali suara laki-laki tua ini
"Baik. Hup...!"
Tanpa menunggu waktu lagi, Rangga cepat
menyambar tubuh tua itu. Dan Pendekar Rajawali
Sakti langsung melesat keluar dengan kecepatan
bagai kilat Begitu sempurna ilmu meringankan
tubuhnya, sehingga dalam sekejap mata saja
sudah berada cukup jauh di luar pondok.
Rangga menurunkan laki-laki tua berbaju jubah
putih panjang ini dari pondongannya dan
meletakkannya di bawah sebatang pohon yang
cukup rindang. Sehingga, tubuhnya terlindung dari
sorotan teriknya matahari. Tampak darah kering
menggumpal di dalam rongga mulurnya. Dan jubah
putihnya ternoda darah yang sudah mengering.
"Anak muda, siapa kau" Kenapa kau ada di
sini...?" tanya orang tua itu, lemah sekali suaranya.
"Aku Rangga. Kebetulan saja aku berada di
sini," sahut Rangga tidak mengatakan yang


Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya. "Aku Eyang Gajah Sakti. Puncak Gunung
Halimun ini tempat tinggalku. Tapi, sekarang
mereka sudah menguasainya. Hhh.... Gadis itu...,
gadis itu menginginkan lebih dari pertapaanku yang
buruk, ini. Anak muda..., tolonglah aku. Pergilah ke
Kadipaten Galumbu. Katakan pada Adipati
Gadasewu, agar bisa mempertahankan istana dari
rongrongan Sarita. Jangan sampai gadis itu
menguasainya."
Laki-laki tua yang ternyata bernama Eyang
Gajah Sakti ini terbatuk beberapa kali. Begitu
lemah keadaannya. Dari luka-luka yang menggurat
di tubuhnya, sudah bisa dipastikan kalau Eyang
Gajah Sakti mendapatkan siksaan yang cukup
parah. Sementara Rangga hanya membisu saja. Entah
apa yang ada dalam kepalanya saat ini. Dan rasarasanya, Rangga pernah mendengar nama Eyang
Gajah Sakti. Dan memang Adipati Gadasewu
pernah bercerita kalau Eyang Gajah Sakti adalah
gurunya, yang telah tewas terbunuh. Jadi,
bukankah seharusnya laki-laki di hadapannya ini
sudah mati" Tapi kenapa kenyataannya begini"
Walaupun, memang tampaknya umur Eyang Gajah
Sakti tak akan lama lagi.
Pendekar Rajawali Sakti jadi bingung. Lantas,
siapa yang menyiksa Eyang Gajah Sakti" Apakah
gadis yang baru saja disebutkannya"
"Siapa gadis itu, Eyang?" tanya Rangga setelah
cukup lama terdiam.
"Sarita.... Dia anak tiri Kanda Adipati Payangga,
Ayahanda Adipati Gadasewu. Gadis itu telah
menaruh dendam pada keluarga adipati, karena
ibunya bersama dirinya merasa disia-siakan. Dia
bukan hanya ingin merampas istana peninggalan
Adipati Payangga, tapi juga akan menghancurkan
Kadipaten Galumbu. Bahkan Sarita merasa berhak
atas Kadipaten Galumbu. Ukh...! Anak muda....
Katakan pada Adipati Gadasewu, jangan mempercayai siapa pun juga. Apalagi orang yang
bernama Rondokulun. Dia itu kekasih Sarita, yang
bermaksud merebut kekuasaan Adipati Gadasewu.
Ugkh...!" "Eyang...."
Beberapa kali Eyang Gajah Sakti terbatuk dan
menyemburkan ludah yang bercampur darah kental
berwarna agak kehitaman. Keadaannya semakin
terlihat lemah. Dan napasnya juga sudah mulai
tersendat Rangga tahu, laki-laki tua ini tidak
mungkin lagi bisa ditolong. Siksaan yang
diterimanya begitu berat. Tak jelas, sudah berapa
lama Eyang Gajah Sakti tersiksa di puncak Gunung
Halimun ini. "Hhh...!"
Rangga hanya bisa menarik napas panjang saja,
melihat Eyang Gajah Sakti sudah terkulai tidak
bernyawa lagi. Perlahan diusapnya wajah laki-laki
tua itu hingga kedua matanya terpejam. Lalu,
dibaringkannya di bawah pohon ini. Sebentar
Rangga memandangi tubuh tua yang sudah tidak
bernyawa itu. Terngiang kembali kata-kata Eyang
Gajah Sakti yang terakhir.
Rangga memang baru kali ini melihat Eyang
Gajah Sakti. Tapi dari kata-katanya yang terakhir,
bisa diketahui kalau apa yang terjadi di Kadipaten
Galumbu hanya persoalan keluarga dan perebutan
kekuasaan saja. Tapi bagaimanapun juga, Rangga
tidak menyukai cara gadis yang berjuluk Dara Iblis
itu. "Hm.... Nyawa Adipati Gadasewu benar-benar
terancam sekarang. Aku harus segera kembali ke
Kadipaten Galumbu," gumam Rangga perlahan.
Sebentar Pendekar Rajawali Sakti memandangi
tubuh Eyang Gajah Sakti yang terbujur tidak
bernyawa lagi di depannya. Kini jelas, siapa yang
menyiksa Eyang Gajah Sakti. Selain gadis yang
bernama Sarita, ternyata Rondokulun ikut terlibat.
Padahal, pemuda itu adalah murid Eyang Gajah
Sakti sendiri. Mungkin karena terbuai oleh cintanya
pada Sarita, Rondokulun jadi lupa diri. Bahkan ikut
bersekongkol. Rondokulun kemudian pergi ke
Kadipaten Galumbu untuk pura-pura mengabarkan
pada Adipati Gadasewu bahwa Eyang Gajah Sakti
telah tewas. Dan itu memang siasat Rondokulun,
agar bisa menyusup ke dalam istana. Dengan
demikian, dia bisa membaca kelemahan dan
kelebihan kekuatan prajurit Baru setelah itu, istana
bisa dikuasainya.
"Maaf, Eyang. Kalau aku sudah menyelesaikan
semua amanatmu, aku akan kembali lagi untuk
menguburkanmu di sini," ujar Rangga pelan.
Setelah berkata demikian, cepat sekali Rangga
melesat pergi menuruni puncak Gunung Halimun
yang selalu terselimut kabut ini. Gerakannya begitu
cepat, hingga dalam sekejap mata saja bayangan
tubuhnya sudah lenyap tak terlihat lagi. Sementara
itu tanpa diketahui sama sekali, sepasang mata
yang sangat indah mengamari perbuatan Pendekar
Rajawali Sakti tadi. Dan pemilik sepasang mata itu
baru keluar dari balik semak tempatnya
bersembunyi, setelah Rangga benar-benar tidak
terlihat lagi bayangannya.
Ternyata dia seorang gadis muda yang sangat
cantik. Baju hitam pekat yang dikenakannya begitu
ketat, membungkus tubuh yang ramping, indah,
dan padat berisi. Sebilah pedang bergagang emas
berbentuk bintang pada ujung tangkainya terlihat
menyembul dari balik punggungnya. Gadis itu
berdiri tegak tidak jauh dari tubuh Eyang Gajah
Sakti yang terbujur kaki tidak bernyawa lagi.
"Pendekar Rajawali Sakti. Hm..., dia benarbenar manusia tangguh yang sukar sekali
dihadapi," gumam wanita itu perlahan.
Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling,
merayapi tubuh-tubuh berbaju hitam yang
bergelimpangan di sekitar puncak Gunung Halimun
ini. "Benar-benar tangguh dia. Semua anak buahku
tewas di tangannya," gumam gadis itu lagi
perlahan. Beberapa saat wanita berwajah cantik itu
terdiam membisu, berdiri tegak memandang ke
arah ke-pergian Rangga tadi. Dia tahu, arah yang
dituju Pendekar Rajawali Sakti adalah Kadipaten
Galumbu. "Hhh! Kedudukan Kakang Rondokulun sudah
terancam. Aku harus mendahuluinya, sebelum
Pendekar Rajawali Sakti bisa menemui Adipati
Gadasewu Huh! Memang sebaiknya adipati keparat
itu kubunuh saja. Karena dia, aku sengsara seumur
hidup!" Setelah berkata demikian, dengan kecepatan
bagal kilat, wanita berbaju hitam yang selama ini
dikenal berjuluk Dara Iblis itu melesat cepat
menuruni puncak Gunung Halimun. Tapi arah yang
dituju tidak sama dengan yang dilalui Pendekar
Rajawali Sakti.
Tingkat ilmu meringankan tubuh yang dimiliki
Dara Iblis memang sudah tinggi sekali. Sehingga
hanya bayangan putih saja yang berkelebat begitu
cepat bagai kilat, menembus tebalnya kabut yang
menyelimuti seluruh puncak gunung ini. Dan dalam
waktu sebentar saja, bayangannya sudah lenyap
tak terlihat lagi. Sementara, puncak Gunung
Halimun ini jadi sunyi senyap, tanpa terdengar
suara sedikit pun juga. Hanya desir angin saja yang
terdengar menggesek daun-daun.
--myrna-- 7 Saat matahari sudah tenggelam di balik
peraduannya, Rangga baru sampai di Kota
Kadipaten Galumbu. Pendekar Rajawali Sakti
berhenti sebentar di depan rumah Ki Sampan. Tapi
baru saja ingin terus melangkah, terdengar sebuah
suara panggilan yang sangat dikenalnya. Rangga
seketika mengurungkan langkah kakinya. Tubuhnya segera berputar berbalik. Tampak Ki
Sampan dan Pandan Wangi berlari-lari, keluar dari
dalam rumah penginapan itu menghampirinya.
"Dari mana saja kau, Kakang" Aku seharian
cemas memikirkanmu?" dengus Pandan Wangi,
langsung menegur.
"Ada yang harus kujelaskan padamu, Pandan.
Tapi rasanya tidak ada waktu lagi," kata Rangga
begitu bersungguh-sungguh.
"Ada apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi, jadi
penasaran ingin tahu.
"Nanti saja kujelaskan sambil jalan. Sebaiknya,
kau ikut aku saja," kata Rangga.
Sebentar Pendekar Rajawali Sakti menatap Ki
Sampan. "KL... Kau pulang saja. Tutup pintu dan jendela
rapat-rapat Jangan sekali-kali membuka pintu,
selain aku yang datang," pesan Rangga.
"Baik, Den," sahut Ki Sampan.
"Cepatlah. Tidak ada waktu lagi, Ki."
Ki Sampan bergegas berlari-lari dengan langkah
terseok. Rangga dan Pandan Wangi baru
melangkah, setelah laki-laki tua itu tidak terlihat
lagi, tenggelam di dalam rumahnya. Dan kedua
pendekar muda dari Karang Setia itu segera
berjalan cepat menuju Istana Kadipaten Galumbu
yang tidak seberapa jauh lagi jaraknya.
Sepanjang perjalanan ini, Rangga menceritakan
semua yang terjadi pada dirinya. Sejak dari
semalam diserang dari belakang, hingga tidak
sadarkan diri, sampai kejadian yang dialami di
puncak Gunung Halimun.
"Puncak Gunung Halimun...?" desis Pandan
Wangi agak terperangah saat Rangga mengatakan
dari puncak Gunung Halimun.
"Ya, kenapa...?" tanya Rangga berbalik.
"Baru saja Ki Sampan bercerita padaku, kalau
Adipati Gadasewu waktu kecilnya pernah berguru
pada Eyang Gajah Sakti di Pertapaan Puncak
Gunung Halimun," jelas Pandan Wangi.
"Aku juga bertemu Eyang Gajah Sakti. Sayang,
dia terlalu cepat menghembuskan napas yang
terakhir sebelum aku bertanya lebih banyak. Tapi,
itu juga sudah cukup bagiku untuk bertindak
sekarang. Dan kini aku tahu, siapa biang keladi dari
semua ini, Pandan. Sekarang keselamatan Adipati
Gadasewu benar-benar terancam. Kita harus cepat
sampai di sana, sebelum terjadi sesuatu."
Pandan Wangi mengangguk-angguk walaupun
belum seluruhnya bisa mengerti. Tapi paling tidak,
sekarang ini tujuan mereka sudah jelas. Dan
Rangga sudah tahu, apa yang sedang terjadi di
Kadipaten Galumbu. Malah rahasia yang sudah
membuat kota kadipaten ini bagaikan kota mati
sudah tersingkap.
Sementara, malam terus merayap semakin larut
Kesunyian begitu terasa menyelimuti seluruh
wilayah Kadipaten Galumbu ini. Tidak ada seorang
pun yang terlihat di luar rumahnya. Rangga dan
Pandan Wangi terus berjalan dengan ayunan kaki
cepat menuju Istana Kadipaten Galumbu.
"Tunggu dulu, Pandan...," sentak Rangga tibatiba, sambil mencekal pergelangan tangan kiri
Pandan Wangi. "Ada apa?" tanya Pandan Wangi langsung
menghentikan langkahnya.
"Kau lihat..," kata Rangga sambil menunjuk ke
arah pintu gerbang istana kadipaten yang sudah
tidak jauh lagi di depan.
Pandan Wangi langsung mengarahkan pandangan ke arah yang ditunjuk Pendekar
Rajawali Sakti. Namun sebentar kemudian
wajahnya berpaling menatap wajah tampan di
sebelahnya. "Kau lihat, Pandan. Tidak ada seorang prajurit
pun yang menjaga di sana. Aku khawatir, telah
terjadi sesuatu di dalam," kata Rangga berbisik.
"Sejak tengah malam kemarin, gerbang ini tidak
dijaga, Kakang," jelas Pandan Wangi.
Rangga jadi terdiam. Semalam, sebelum
diserang dari belakang, Pendekar Rajawali Sakti
memang sudah tidak melihat seorang penjaga pun
di pintu gerbang Padahal ketika pertama kali


Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang, paling sedikit ada empat orang prajurit
yang menjaga pintu gerbang istana itu. Tapi kini...,
tidak seorang pun yang terlihat di sana. Dan itu
membuat Rangga jadi berpikir lain.
"Pandan! Kau masuk lewat belakang, dan
langsung ke kamar Adipati Gadasewu. Aku masuk
dari depan," kata Rangga, mengatur rencana.
"Lalu, apa yang kulakukan kalau ketemu Adipati
Gadasewu?" tanya Pandan Wangi.
"Ceritakan semua yang kualami di Pertapaan
Gunung Halimun. Dan sampaikan pesan Eyang
Gajah Sakti padanya. Kau harus bisa mengatakannya, seakan-akan juga ada di sana
bersamaku, Pandan," pinta Rangga.
"Baik,"
sahut Pandan Wangi seraya mengangguk. "Cepatlah, sebelum ada orang yang melihat."
Pandan Wangi tidak berkata apa-apa lagi. Dan
tubuhnya langsung melesat pergi dengan gerakan
cepat sekali. Ilmu meringankan tubuhnya yang
tingkatannya sudah sangat tinggi segera dikerahkan. Sebentar saja bayangan tubuh gadis
yang dikenal berjuluk Kipas Maut itu sudah lenyap
tak terlihat lagi. Sementara, Rangga masih tetap
berdiri tegak memandangi tembok benteng yang
mengelilingi bangunan istana kadipaten di
depannya. "Hup!"
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh
yang sudah sempurna, Pendekar Rajawali Sakti
melesat cepat bagai kilat mendekati pintu gerbang
yang tertutup rapat dan tidak terjaga. Dan setelah
melesat tinggi ke udara, beberapa kali Pendekar
Rajawali Sakti berputaran di udara. Lalu dengan
ringan sekali, kedua kakinya menjejak bagian atas
tembok benteng istana ini.
"Hm, sunyi sekali..... Tidak ada seorang pun di
sini," gumam Rangga agak mendesis pelan.
Keadaan yang begitu sunyi, membuat Rangga
harus lebih berhati-hati lagi Sambil mengerahkan
ilmu meringankan tubuh, Pendekar Rajawali Sakti '
melompat turun dari atas tembok benteng istana
kadipaten ini. Begitu sempurna ilmu meringankan
tubuhnya, sehingga sedikit pun tidak terdengar
suara saat kedua kakinya menjejak tanah. Namun
baru saja mendarat, mendadak...
Wusss...! "Heh..."! Ups!"
Rangga cepat-cepat memiringkan tubuhnya ke
kanan. Dan tangan kirinya langsung dikibaskan
untuk menangkis sebatang tombak yang tiba-tiba
saja meluncur deras ke arahnya.
Tak! Tombak itu seketika patah menjadi dua bagian,
terhantam pergelangan tangan Pendekar Rajawali
Sakti. Dan belum lagi bisa menarik napas, Rangga
kembali dikejutkan oleh munculnya seseorang dari
balik sebuah pilar yang ada di beranda depan
istana kadipaten ini.
--myrna-- Sementara itu, Pandan Wangi yang masuk
melalui belakang, tidak mengalami kesulitan sedikit
pun juga. Si Kipas Maut ini langsung menerobos
masuk ke dalam kamar Adipati Gadasewu dari
jendela. Tapi dia jadi terkejut, karena kamar ini
kosong tanpa terlihat seorang pun. Pandan Wangi
tidak mau lama-lama berada di dalam kamar ini..
Cepat tubuhnya melesat lagi, keluar dari dalam
kamar itu melalui jendela. Begitu ringan
gerakannya. Dan dengan manis sekali, kakinya
menjejak tanah.
Namun baru saja gadis itu bisa berdiri tegak
mendadak saja melesat sebuah bayangan hitam ke
arahnya dengan kecepatan begitu tinggi.
"Ups...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi membanting tubuhnya ke tanah, dan bergulingan beberapa kali.
Lalu secepat itu pula, si Kipas Maut melompat
bangkit berdiri.
"Dara Iblis...!" desis Pandan Wangi agak
terkejut, begitu di depannya sudah berdiri seorang
. wanita berwajah cantik berbaju hitam pekat.
"Hhh! Rupanya masih ada juga tikus busuk di
sini," dengus Dara Iblis yang sebenarnya bernama
Sarita. "Kau yang bangkai busuk, Perempuan Iblis!"
dengus Pandan Wangi tidak kalah sengit.
"Punya nyali juga kau rupanya. Tapi, memang
harus begitu. Jadi kekasih pendekar ternama, harus
berani menantang setiap lawan. Nah! Bersiaplah
kau, Kipas Maut!"
Sret! Cring...! Pandan Wangi langsung mencabut senjata
kipasnya, saat si Dara Iblis meloloskan pedangnya
yang berwarna kuning keemasan. Tapi kedua bola
mata si Kipas Maut itu jadi terbeliak, saat melihat
ke pinggang Dara Iblis yang ternyata bergantung
sebilah pedang yang begitu dikenalnya. Pedang
Pusaka Rajawali Sakti milik Rangga!
Memang, Pandan Wangi tadi tidak sempat
memperhatikan Rangga saat bertemu. Rupanya,
Pendekar Rajawali Sakti sudah kehilangan pedang
pusakanya. Dan sekarang, pedang yang sangat
dahsyat itu berada di pinggang Dara Iblis. Pandan
Wangi jadi bergetar juga hatinya. Kalau Pedang
Pusaka Rajawali Sakti digunakan, tidak ada seorang
pun yang bisa menandinginya. Bahkan mungkin
Rangga sendiri tidak akan mampu menandinginya
lagi. Pedang itu terlalu dahsyat dan berbahaya.
Apalagi, kalau berada di tangan yang salah. Pandan
Wangi jadi berpikir seribu kaii. Tapi untuk
menghindari pertarungan, sudah tidak mungkin
lagi. Karena, Dara Iblis sudah melesat cepat
menerjangnya. "Hiyaaat...!"
"Hup! Yeaaah...!"
Wut! Bet! Trang! Bunga api seketika memercik, begitu dua
senjata beradu di udara. Tampak Pandan Wangi
terdorong tiga langkah ke belakang. Sementara,
Dara Iblis tetap berdiri tegak, dan langsung
memutar pedangnya menyambar ke arah kepala si
Kipas Maut itu.
Bet! "Haiiit...!"
Untung saja Pandan Wangi cepat-cepat
merunduk, sehingga tebasan pedang Dara Iblis
hanya lewat di atas kepalanya. Cepat-cepat kakinya
ditarik ke belakang beberapa langkah, menjaga
jarak dengan lawannya. Tapi Dara Iblis tampaknya
tidak ingin memberi kesempatan pada si Kipas
Maut Dengan kecepatan bagai kilat, kembali
tubuhnya melesat menerjang sambil memutar
pedangnya. "Hiyaaat..!"
"Gila! Ups!"
Pandan Wangi cepat membanting tubuhnya ke
tanah, dan bergulingan beberapa kali. Lalu dengan
kecepatan luar biasa, tubuhnya melesat tinggi ke
udara. Namun, si Dara Iblis sepertinya sudah bisa
membaca gerakan si Kipas Maut. Maka dengan
cepat pula, gadis yang bernama Sarita ini melesat
sambil melepaskan satu pukulan keras, disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi. Padahal, saat itu
Pandan Wangi baru memutar tubuhnya di udara.
Akibatnya, serangan Dara Iblis tentu saja membuat
Pandan Wangi jadi tersentak kaget.
"Ikh..."!"
Diegkh! "Akh...!"
Tidak ada kesempatan lagi bagi Pandan Wangi
untuk menghindar, walaupun sudah berusaha. Dan
tetap saja pukulan tangan kiri Sarita mendarat
tepat di bagian kanan dadanya. Dan akibatnya, si
Kipas Maut jadi terpental deras di udara.
Bruk! "Akh...!"
Kembali Pandan Wangi terpekik, begitu
tubuhnya keras sekali menghantam tanah. Tampak
darah mengalir. dari sudut bibirnya. Sambil
menyeka darah dengan punggung tangan, si Kipas
Maut kembali bangkit berdiri. Namun belum juga
bisa berdiri tegak, Dara Iblis sudah melepaskan
satu tendangan keras luar biasa.
"Hiyaaat..!"
Begkh! "Akh...!"
Kembali Pandan Wangi terpekik begitu dadanya
terkena tendangan telak dari Sarita. Maka, si Kipas
Maut kembali terpental jauh ke belakang.
Bruk! Dinding tembok bagian belakang istana
kadipaten ini, seketika hancur berkeping-keping
terlanda tubuh Pandan Wangi. Hanya sedikit saja si
Kipas Maut bisa menggerakkan tubuhnya, dan
selanjutnya terkulai tidak bergerak-gerak lagi.
Darah semakin banyak menggumpal, memenuhi
rongga mulutnya. Sementara Dara Iblis berdiri
tegak, tidak jauh dari tubuh Pandan Wangi yang
menggeletak di antara reruntuhan dinding batu
istana kadipaten ini.
"Huh! Mudah sekali aku membunuhmu, Pandan
Wangi. Tapi aku tidak ingin melakukannya
sekarang. Kau akan menerima gilirannya nanti,
kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah kupenggal
batang lehernya," terasa begitu dingin nada suara
Sarita. Cring! Setelah memasukkan pedangnya kembali ke
dalam warangka di punggung, Sarita mengangkat
tubuh Pandan Wangi yang sudah tidak berdaya
lagi. Dipanggulnya si Kipas Maut itu ke pundak, lalu
dibawanya pergi.
--myrna-- Sementara itu, Rangga yang berada di halaman
depan istana kadipaten ini tengah berdiri tegak
berhadapan dengan seorang pemuda tampan,
dengan tangan kanan menggenggam pedang
telanjang. Dia tahu, pemuda itu adalah
Rondokulun, yang diangkat saudara oleh Adipati
Gadasewu. "Sejak semula sudah kuduga, kaulah biang
keladi dari semua ini, Rondokulun," terdengar
begitu dingin nada suara Rangga.
"Kau hanya sendiri, Pendekar Rajawali Sakti.
Sebaiknya menyerah saja. Tidak ada untungnya
mencampuri urusan ini," kata Rondokulun angkuh.
"Walaupun sendiri, aku masih mampu membekukmu, Rondokulun."
"Ha ha ha...!"
Rondokulun tertawa terbahak-bahak, seakan
kata-kata Rangga barusan membuat tenggorokannya jadi tergelitik. Namun Rangga
sendiri hanya diam saja dengan sorot mata begitu
tajam menatap lurus ke bola mata pemuda di
depannya. Seakan-akan sorot matanya itu begitu
tajam hendak menembus langsung jantung
Rondokulun. "Aku tahu, kau tidak akan menyerah begitu saja,
Pendekar Rajawali Sakti. Memang sebaiknya kita
sedikit menguras tenaga," kata Rondokulun lagi.
"Hm...."
Rangga hanya sedikit menggumam saja. Dia
tahu, Rondokulun sudah tidak sabar lagi ingin


Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertarung dengannya. Maka, perlahan kakinya
digeser ke kanan beberapa langkah. Sementara,
Rondokulun sendiri melangkah ke depan mendekati
Pendekar Rajawali Sakti.
"Bersiaplah, Pendekar Rajawali Sakti," desis
Rondokulun sambil menjura memberi hormat.
Rangga jadi tersenyum, melihat sikap yang
dibuat Rondokulun padanya. Maka dibalasnya
penghormatan itu dengan sedikit membungkuk.
Sikap yang diperlihatkan Rondokulun menandakan
kalau lawannya begitu dihormati. Dan pertarungannya ini rupanya diinginkan berjalan
secara ksatria. Maka Rangga juga menghormati
cara Rondokulun.
"Hiyaaat..!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Rondokulun melompat menerjang Pendekar
Rajawali Sakti. Pedangnya langsung dikebutkan,
membabat ke arah dada pemuda berbaju rompi
putih ini. Bet! "Haps!"
Hanya sedikit saja Rangga meliuk, maka
tebasan pedang itu hanya lewat di depan dadanya.
Lalu cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti menarik
kakinya ke belakang, begitu melihat Rondokulun
memutar pedang sambil menggeser kakinya sedikit
ke kanan. Dan dugaan Rangga memang tepat
Rondokulun langsung menebas ke arah kakinya.
"Hiyaaat...!"
Secepat kilat Rangga melenting ke udara. Dan
sebelum Rondokulun bisa menarik serangannya
yang gagal di tengah jalan, Rangga sudah meluruk
deras sambil mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik
Menyambar Mangsa'. Begitu cepat kedua kakinya
bergerak berputar, membuat Rondokulun jadi
terperangah untuk sesaat. Dan....
"Ikh...!"
Bruk! Rondokulun buru-buru membanting tubuhnya ke
tanah dan bergulingan beberapa kali, sebelum
kedua kaki Rangga menghantam kepalanya. Lalu
secepat itu pula, Rondokulun bangkit berdiri. Tapi
belum juga bisa menegakkan rubuhnya, Rangga
sudah melepaskan satu tendangan menggeledek
yang begitu keras, disertai pengerahan tenaga
dalam tidak penuh. Begitu cepat tendangan yang
dilancarkan, sehingga Rondokulun tidak sempat
lagi berkelit menghindar. Dan....
Des! "Hegkh...!"
Rondokulun kontan mengeluh, begitu tendangan
Rangga yang cukup keras tadi telak menghantam
dadanya. Akibatnya, tubuhnya terlempar ke
belakang sejauh satu setengah tombak. Beberapa
kali Rondokulun terguling di tanah, namun cepat
bangkit berdiri. Sementara, Rangga sudah berdiri
tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Phuih!"
Rondokulun menyemburkan ludahnya yang
bercampur darah kental. Disekanya darah di bibir
dengan punggung tangan. Lalu, perlahan kakinya
melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti,
tanpa menghiraukan dadanya yang terasa sesak
akibat tendangan yang diterimanya tadi.
"Kubunuh kau, Pendekar Rajawali Sakti!
Hiyaaat..!"
Diiringi teriakan lantang menggelegar, Rondokulun melompat cepat bagai kilat sambil
mem-babatkan pedangnya ke arah kepala pemuda
berbaju rompi putih ini.
Bet! "Haiiit..!"
Tapi hanya sedikit saja Rangga mengegoskan
kepalanya, ujung pedang itu lewat di depan
hidungnya. Dan pada saat yang hampir bersamaan,
Pendekar Rajawali Sakti sedikit memiringkan
tubuhnya ke kiri, dan langsung mespaskan satu
tendangan keras. Akibatnya, Rondckulun tidak
dapat lagi menghindarinya, dan tenc&ngan itu
kembali menghantam telak dadanya. "Akh!"
Rondokulun kembali terpental ke belakang, dan
jatuh bergulingan beberapa kali. Sementara,
Rangga kembali berdiri tegtk dengan kedua tangan
terlipat di depan dada. Diam beberapa gebrakan
ladi, Rangga sudah bisa mmgukur, sampai di mana
tingkat kepandaian Roncbkulun. Dan memang,
rupanya tingkat kepandaiannya masih jauh untuk
bisa menandingi Pendekat Rajawali Sakti.
Sehingga, mudah sekali Rangga membuatnya jatuh
bangun. --myrna-- 8 Entah sudah berapa kali pukulan dan tendangan
Rangga mendarat di tubuh Rondokulun. Tapi,
tampaknya pemuda itu belum juga sadar kalau
kepandaiannya belum sebanding dengan Pendekar
Rajawali Sakti. Bahkan terus saja Rangga diserang
dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Dan
ini tentu saja membuat Pendekar Rajawali Sakti
jadi jengkel. Hingga....
"Hih! Yeaaah...!"
Tepat di saat Rondokulun maju menyerang,
Rangga sudah cepat mendahuluinya. Maka satu
pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'
dilepaskan dengan kecepatan bagai kilat. Tanpa
disadari, Rangga melepaskannya pada tingkatan
yang terakhir. Akibatnya
Des! "Aaa...! Rondokulun menjerit keras melengking, begitu
pukulan yang dilepaskan Rangga menghantam
kepalanya. Dan seketika itu juga, Rondokulun jatuh
menggelepar di tanah dengan kepala pecah
berhamburan. Darah kontan mengucur deras,
membasahi tanah yang berumput cukup tebal ini.
Sementara, Rangga hanya berdiri tegak
memandangi sambil menghembuskan napas
panjang. "Maaf... Kau sudah membuatku jengkel,
Rondokulun. Kaulah yang menginginkan cara
kematian seperti ini," desah Rangga pelan.
Pendekar Rajawali Sakti cepat melesat masuk ke
dalam istana. Namun baru saja menjejakkan
kakinya, di beranda depan, tiba-tiba saja dari
dalam melesat sebuah bayangan hitam yang begitu
cepat Sehingga, Rangga jadi terhenyak kaget
setengah mati. Dan belum lagi Pendekar Rajawali
Sakti bisa berbuat sesuatu....
Plak! "Akh...!"
Rangga jadi terpekik, begitu tiba-tiba merasakan
satu hantaman keras yang mendarat di tubuhnya.
Akibatnya, Pendekar Rajawali Sakti jadi terpental
ke belakang, dan jatuh bergulingan pada anakanak tangga beranda istana yang terbuat dari batu
ini. Tubuhnya baru berhenti berguling, setelah
menyentuh tanah.
"Hup!"
Cepat-cepat Rangga melompat bangkit berdiri.
Seketika ada rasa sesak yang menyerang dadanya,
akibat hantaman telak di dada sebelah kanan.
Sedikit kepalanya menggeleng, menghilangkan rasa
perang yang mendadak saja menyerang kepalanya.
Dan tampak di ujung anak tangga, seorang wanita
cantik berbaju hitam berdiri bertolak pinggang
dengan sikap menantang.
"Sarita...," desis Rangga langsung mengenali.
Pendekar Rajawali Sakti tidak lagi menyebut
julukan wanita itu, karena dia sudah tahu nama
sebenarnya dari Eyang Gajah Sakti. Sedangkan
Sarita yang selama ini dikenal berjuluk Dara Iblis,
melangkah perlahan-lahan menuruni anak-anak
tangga istana kadipatenan ini. Sorot matanya
terlihat begitu tajam, seakan hendak menembus
jantung Pendekar Rajawali Sakti yang juga
menatapnya dengan sinar mata tidak kalah tajam.
"Untuk apa mencampuri segala persoalan yang
bukan urusanmu, Pendekar Rajawali Sakti?"
terdengar dingin sekali nada suara Sarita.
Saat ini, wanita cantik itu sudah berada sekitar
enam langkah lagi di depan Rangga.
"Aku hanya melaksanakan tugasku sebagai
pendekar, Sarita. Aku sama sekali tidak
memusuhimu, dan hanya mencegah tindakanmu
yang telah melenyapkan nyawa orang-orang yang
tidak bersalah," kata Rangga kalem.
"Tidak bersalah katamu, heh..."! Apa yang kau
ketahui di Kadipaten Galumbu ini, Pendekar
Rajawali Sakti"! Mereka sudah sepatutnya
menerima ganjaran dari perbuatannya padaku.
Juga pada ibuku...!" agak tinggi nada suara Sarita.
"Kau hanya dikuasai rasa dendam yang tidak
beralasan, Sarita. Bukankah ayah tirimu sudah
memberi yang terbaik, dengan mencukupi segala
kebutuhanmu dan ibumu" Apakah semua itu tidak
cukup bagimu...?"
"Huh! Dia sudah berjanji akan menyerahkan
kadipaten ini padaku. Bukan pada Gadasewu yang
hanya anak angkat! Gadasewu tidak berhak
menduduki takhta adipati. Akulah yang berhak!
Dan siapa bilang aku anak tiri, heh..."! Aku anak
kandung adipati yang terdahulu. Walaupun ayahku
tidak mengawini ibuku secara sah, tapi semua
orang tahu kalau aku adalah anaknya. Dan adipati
keparat itu, tidak mau mengakuinya. Bahkan
mengambil Gadasewu yang diakuinya sebagai
anak. Padahal, Gadasewu hanya anak gembel
jalanan yang dipungut!"
Rangga jadi terhenyak tidak menyangka. Namun
belum juga bisa membuka suaranya....
"Aku mengakui semua itu, Sarita...."
"Heh..."!"
"Hhh...! Bagaimana kau bisa lolos...?"
Bukan hanya Rangga yang terkejut, begitu tibatiba Adipati Gadasewu muncul di ambang pintu
istana kadipaten. Di sampingnya, berdiri Ki
Jalaksena dan Pandan Wangi, serta beberapa
orang prajurit yang tidak memegang senjata.
"Kau terlalu bangga dengan kepandaianmu,
Sarita. Kami semua memang tertotok, hingga tidak
bisa bergerak sama sekali. Tapi, jangan sekali-kali
melupakan Nini Pandan Wangi. Kau telah
menganggapnya enteng. Nini Pandan Wangi bisa
membebaskan totokanmu dan membebaskan kami
semua, Sarita," jelas Adipati Gadasewu gamblang.
"Huh!"
Sarita hanya mendengus saja mendengar
penjelasan itu. Diakui, tadi Pandan Wangi memang
dianggapnya enteng. Bahkan mudah sekali
ditundukkannya. Dan memang tidak diketahuinya
kalau Pandan Wangi memiliki pengerahan hawa
murni yang sudah sempurna. Sehingga totokan
ringan yang diberikan sangat mudah dihalaunya.
"Sarita! Kau memang berhak menuntut. Tapi
ketahuilah. Segala keputusan sudah ditentukan
Ayahanda Adipati, sehingga aku menggantikannya
memimpin kadipaten ini. Sedangkan kau diberi
sebagian wilayah kadipaten ini. Apakah itu masih
kurang, Sarita...?" terdengar tegas dan lembut
sekali nada suara Adipati Gadasewu.
"Kau merampas milikku!" bentak Sarita garang.
"Aku memang bukan anak kandung Ayahanda
Adipati, Sarita. Tapi, aku tidak bisa menolak segala
yang sudah diputuskan. Sarita.... Aku rela
melepaskan semua ini, asalkan kau tidak lagi
menyakiti rakyat. Mereka tidak bersalah, dan tidak
tahu apa-apa. Jangan sampai mereka menjadi
korban dari kebencian dan...."
"Cukup...!" sentak Sarita memotong ucapan
Adipati Gadasewu.
"Sarita, sadarlah.... Semua yang kau lakukan
tidak benar. Berjanjilah padaku, kau akan menjadi
pemimpin yang baik. Dan aku akan pergi dari
kadipaten ini, dengan berjanji tidak akan kembali
lagi ke sini," kata Adipati Gadasewu lagi.
"Penjilat! Keparat...! Aku tidak butuh ocehanmu,
Gadasewu! Kau harus mati di tanganku! Hiyaaat..!"
Dengan kalap Sarita melompat sambil berteriak
lantang

Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggelegar menyerang Adipati Gadasewu. Pedangnya yang berwarna kuning
keemasan, langsung dikebutkan dengan deras ke
arah adipati muda ini. Sedangkan Adipati
Gadasewu sendiri seperti tidak berusaha menghindar, dan tetap berdiri tegak menanti
serangan. Dan sikap itu tentu saja membuat yang
lain jadi tersentak kaget.
"Adipati, minggir...! Hih!" Pandan Wangi yang
berada di samping kanan Adipati Gadasewu, tidak
bisa tinggal diam lagi. Dengan cepat didorongnya
tubuh adipati itu, tepat di saat ujung pedang Sarita
sudah hampir menebas kepalanya. Tapi yang
terjadi sungguh di luar dugaan. Ternyata Sarita
cepat memutar pedangnya. Dan....
Cras! "Akh...!"
"Pandan...!"
Rangga jadi tersentak kaget, melihat ujung
pedang Sarita merobek bahu kiri Pandan Wangi.
Seketika gadis yang dikenal berjuluk si Kipas
Maut itu jadi terhuyung ke belakang. Sementara
Adipati! Gadasewu terguling ke lantai beranda
istana ini. Dia juga kaget, tidak menyangka
tindakan yang dilakukan Pandan Wangi. Demi
untuk menyelamatkan nyawanya, Pandan Wangi
rela mengorbankan dirinya menjadi sasaran
pedang Sarita. "Keterlaluan kau, Sarita...!" desis Adipati
Gadasewu sambil bangkit berdiri.
Tapi belum juga Adipati Gadasewu bisa berbuat
sesuatu, Rangga sudah lebih dulu melesat cepat
bagai kilat Satu pukulan keras menggeledek dari
jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir
dilepaskan. "Hiyaaat..!"
"Haiiit..!"
Tapi, Sarita sudah lebih cepat lagi menghindar
dengan melenting ke belakang. Sehingga pukulan
yang dilepaskan Rangga hanya menghantam pilar
batu di beranda depan istana ini. Seketika, pilar
yang sangat besar itu hancur berkeping-keping
disertai ledakan dahsyat menggelegar.
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga yang amarahnya sudah memuncak
melihat Pandan Wangi terluka, tidak bisa lagi
menahan diri. Dengan kecepatan bagai kilat,
tubuhnya kembali melompat menyerang Dara Iblis
ini. " Pukulan-pukulan cepat dan bertenaga dalam
tinggi segera dilepaskan secara beruntun,
membuat Sarita terpaksa harus menghindar
dengan berjumpalitan di udara.
--myrna-- Pertarungan itu memang tidak dapat dicegah
lagi. Gencar sekali Rangga melancarkan seranganserangan dalam pengerahan jurus-jurus dahsyat,
dari rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti' yang
dipadukan secara sempurna. Akibatnya, Sarita
yang selama ini dikenal berjuluk Dara Iblis jadi
kelabakan setengah mari menghindarinya.
Namun Sarita tidak hanya bisa berkelit dan
menghindar. Malah sudah beberapa kali balas
menyerang tidak kalah ganasnya. Dan kini, mereka
saling melancarkan serangan menggunakan jurusjurus yang begitu cepat dan dahsyat luar biasa.
Saat itu, Adipati Gadasewu menghampiri Pandan
Wangi yang sudah bisa berdiri lagi. Darah masih
terlihat mengucur dari bahu yang sobek tersabet
pedang tadi. "Lukamu cukup lebar, Nini Pandan," kata Adipati
Gadasewu. Tuk! Tuk! Tanpa meminta izin lebih dulu, Adipati
Gadasewu memberi beberapa totokan di sekitar
luka itu. Dan seketika itu juga, darah tidak lagi
mengalir. Sedangkan Pandan Wangi hanya
tersenyum saja.
Sebenarnya, gadis itu bisa melakukannya
sendiri. Tapi, dia tidak menolak pertolongan adipati
berusia muda ini.
"Terima kasih," ucap Pandan Wangi.
"Biarkan Ki Jalaksena merawat lukamu, Nini
Pandan," kata Adipati Gadasewu.
Sebelum Pandan Wangi bisa menolak, Adipati
Gadasewu sudah memerintahkan Ki Jalaksena
untuk merawat luka di bahu kiri gadis ini. Dan
Pandan Wangi memang tidak bisa lagi menolak.
Sementara itu, pertarungan antara Rangga dan
Sarita masih terus berlangsung sengit di pelataran
halaman depan bangunan istana kadipatenan ini.
Malah, kini Adipati Gadasewu kembali memusatkan
perhatiannya ke arah pertarungan itu.
Dan saat itu mereka sama-sama berlompatan ke
belakang mengambil jarak sejauh sekitar satu
batang tombak. Tampak satu sama lain berdiri
tegak saling berhadapan, mengatur jalan
pernapasan yang sudah mulai tersengal. Dari sikap
mereka, jelas kalau masing-masing tengah
mengerahkan ilmu kedigdayaan.
Rangga sendiri sudah mulai mempersiapkan aji
'Cakra Buana Sukma', tanpa menggunakan pedang
yang kini berada di pinggang Sarita. Sedangkan
Dara Iblis juga tengah mengerahkan ilmu
kesaktiannya. Beberapa saat mereka masih berdiri
saling menatap tajam. Saat itu, dari sela-sela kedua
telapak tangan Rangga yang merapat di depan
dada, sudah terlihat caiayt bin mamaicar bagai
hendak mamberontakkeliar.
"Mampus kau, Peidekar Rijavali Sakti! Hiyaaat..!
"Aji Cakra Buana Sukma Yeaah...!"
Tepat ketika Sarita menghentakkan kedua
tangannya ke depan, Rangga juga mendorong
kedua tangannya ke depan. Saat itu dari kedua
telapak tangan Sarita memancar cahaya kuning
keemasan. Sedangkan dari kedua telapak tangan
Rangga, meluncur cahaya biru yang menggumpal
terang menyilaukan mata.
Glarrr Satu ledakan dahsyat seketika terdengar keras
menggelegar, tepat ketika dua cahaya itu beradu di
tengah-tengah. "Akh..!"
Tampak Sarita terpekik agak tertahan, dan
kakinya terdorong ke belakang dua langkah.
Namun, cahaya biru yang memancar dari kedua
telapak tangan Rangga terus meluruk deras kearah
Dara Iblis ini.
"Akh.!"
Kemtali Sarita memekik, begitu tubuhnya
terhantam cahaya biru yang memancar dari telapak
tangan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan cahaya
biru itu langsung menggulung tubuh Dara Iblis itu.
Sarita menggeliat-geliat berusaia melepaskan
diri dari selubung sinar biru itu. Sementara, Rangga
mulai melangkah perlahan-lahan mendekati,
dengan kedua tangan masih terentang lurus ke
depan. Sorot matanya terlihat begitu tajam,
mengamati gerakan-gerakan tubuh Sarita yang
masih tergulung cahaya biru dari aji 'Cakra Buana
Sukma'. "Shiaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga berteriak keras agak
mendesis. Dan saat itu juga, dari rongga mulutnya
yang tebuka meluncur cahaya biru yang
menggumpal terang menyilaukan mata. Saat itu,
Pandan Wangi yang tengah dirawat lukanya jadi
tersentak kaget. Dia tahu, kalau Pendekar Rajawali
Sakti mengerahkan seluruh kekuatan dari aji 'Cakra
Buana Sukma' yang sangat dahsyat pada tingkat
terakhir. Sementara itu, Sarita semakin tidak dapat
lagi melepaskan diri dari serangan Pendekar
Rajawali Sakti. Dan....
"Yeaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, saat itu
juga Perdekar Rajawali Sakti menghentakkan
kedua tangannya ke depan, setelah menarik sedikit
ke belakang. Dan....
Glarr! Satu ledakan sangat dahsyat, seketika terdengar
meiggelegar. Begitu dahsyatnya, hingga bumi ini
jadi bergetar bagai terjadi gempa.
Tampak cahaya biru yang menggulung tubuh
Sarita rremancar ke segala arah. Bersamaan
dengan melompatnya Rangga ke belakang, terlihat
tubuh Dara Iblis itu hancur berkeping-keping.
Sementara, cahaya biru yang berkilauan terang
sudah tidak terlihat lagi Rangga kini berdiri tegak
dengan napas tersengal memburu. Seluruh
tubuhnya sudah basah oleh keringat. Sekitar satu
tombak di depannya, teronggok debu dari tubuh
Sarita yang hancur berkeping-keping. Tidak jauh
dari situ, tampak sebilah pedang bergagang kepala
burung tergeletak.
"Hhh...!"
Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri, sambil menghembuskan napas
panjang. Diambilnya Pedang Pusaka Rajawali Sakti,
dan disandangkannya kembali di punggung. Saat
itu, Pandan Wangi sudah melangkah menuruni
anak tangga istana kadipaten ini, diikuti Adipati
Gadasewu dan Ki Jalaksena. Sedangkan para
prajurit kadipaten sudah langsung menyebar ke
setiap sudut bangunan istana ini, setelah
mendapatkan senjatanya lagi.
"Bagaimana lukamu, Pandan?" tanya Rangga
langsung, begitu Pandan Wangi dekat.
"Tidak apa-apa. Hanya luka biasa," sahut
Pandan Wangi seraya tersenyum.
Rangga menatap Adipati Gadasewu yang berdiri
di sebelah kanan Pandan Wangi. Adipati yang
masih berusia muda itu memandangi Pendekar
Rajawali Sakti dengan sinar mata begitu sulit
diartikan. "
"Maafkan aku, Adipati Aku terpaksa melenyapkannya," ucap Rangga
"Sudah sepatutnya, Rngga. Yaaah.... Aku juga
menyesali tindakannya. Sama sekali tidak kusangka
kalau Sarita yang menjadi dalang kerusuhan ini,"
ujar Adipati Gadisewu agak mendesah berat.
'Tapi semuanya sudah terakhir," selak Pandan
Wangi. "Ya, semuanya sudah terakhir...," desah Adipati
Gadasewu. 'Tapi, dari mana Sarita memiliki kepandaian
begitu hebat?" tanya Ranggc Dan pertanyaan itu
memang sudah lama tersimpan di benaknya.
"Kudengar, setelah hidupnya tersia-sia, dia pergi
ke padepokan kakeknya yang berarti ayah dari ibu
Sarita sendiri. Di sana, dia memperdalam ilmu olah
kanuragan dan kedigdayaan. Namun sungguh tak
kusangka kalau kepandaiannya justru untuk
melampiaskan dendamnya.... Sayang sekali," jelas
Adipati Gadasewu, agak mendesah.
"Sudahlah.... Yang penting, Gusti Adipati
sekarang bisa meneruskan pemerintahan dengan
adil dan bijaksana," hibur Pandar Wangi.
"Mudah-mudahan...," desah Adipati Gadasewu.
Dan sebenarnya, Rangga ingin menjelaskan
kalau sempat bertemu Eyang Gajah Sakti yang
pernah diberitakan telah tewas namun ternyata
masih hidup. Namun karena kini Eyang Gajah Sakti
telah benar-benar tewas, Rangga hanya memendam ceritanya dalam-dalam. Toh yang
diketahui Adipati Gadasewu, Eyang Gajah Sakti
telah tewas. SELESAI Pembuat Ebook :
Djvu : Abu Keisel
Convert & Pdf : Myrna KZ
http://kangzusi.com
http://dewikz.byethost22.com


Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Raja Naga 7 Bintang 4 Dewa Arak 11 Memburu Putri Datuk Tengkorak Maut 9

Cari Blog Ini