Ceritasilat Novel Online

Hantu Putih Mata Elang 2

Pendekar Rajawali Sakti 139 Hantu Putih Mata Elang Bagian 2


"Kau boleh menjawab pertanyaanku, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya wanita itu tersenyum manis. Dan nada suaranya masih terdengar manja merayu.
"Sebenarnya aku tidak memerlukan teman. Namun karena kau kehujanan, tentu saja aku tidak pelit jika hanya sekadar berteduh...."
"Hi hi hi...! Kau baik sekali. Dan.... amat tampan. Tidak heran kalau putriku tergila-gila pada-mu..."
"Putrimu" Siapakah putrimu?"
"Kau betul-betul tidak mengenalnya?"
"Hm... Mungkin suatu kehormatan bagiku bila bisa mengenal putri si Hantu Putih Mata Elang," kata Rangga, yang sudah bisa menduga siapa wanita ini.
"Hi hi hi...! Agaknya matamu pun jeli, Pendekar Rajawali Sakti. Ah! Putriku benar-benar pandai memiliki kekasih sepertimu!" sahut wanita berwajah pucat itu sambil tertawa nyaring.
"Hm... Dari tadi aku masih saja belum mengenal, siapa putrimu?"
"Kenalkah kau dengan Roro Inten?"
"Roro Inten" Jadi putrimu Roro Inten...?"
Rangga terkejut, seperti tidak percaya dengan pendengarannya sendiri ketika si Hantu Putih Mata Elang menyebutkan nama putrinya.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 139. Hantu Putih Mata Elang Bag. 5
30. Oktober 2014 um 09:58
5 ? Roro Inten yang dikenal Rangga sebenarnya adalah seorang gadis polos. Bicaranya terus terang. Tak ada sesuatu pun yang tersembunyi di hatinya. Mungkinkah gadis itu memiliki seorang ibu seperti si Hantu Putih Mata Elang yang terkenal sebagai wanita cabul" Lagi pula sangat tidak sepadan. Karena bila dibandingkan, mereka seperti kakak beradik saja. Wajah Roro Inten manis seperti kebanyakan wajah gadis desa pada umumnya. Namun wajah si Hantu Putih Mata Elang amat cantik, bagai bidadari. Perbedaan itu amat jauh, membuat Rangga tak habis pikir.
"Roro Inten bertemu denganmu, ketika kau menyelamatkannya dan niat jahat si Kalong Wetan...," lanjut Hantu Putih Mata Elang ini menegaskan.
"Hm, ya!"
Rangga mulai merasa yakin kalau Roro Inten yang dikenalnya adalah orang yang tengah dibica-rakan wanita ini.
"Tidakkah kau tertarik sedikit pun padanya?" tanya wanita itu.
Rangga tersenyum mendengar pertanyaan itu. Dipandangnya wajah Hantu Putih Mata Elang. Dan sepasang mata yang berkilat tajam itu seperti hendak menembus sanubarinya. Pemuda itu terkesiap, dan cepat mengerahkan tenaga batinnya untuk menjaga segala kemungkinan buruk yang akan dilakukan wanita ini.
"Dia amat mencintaimu..."
"Hantu Putih Mata Elang. Tahukah kau, kenapa dan untuk urusan apa sehingga aku melakukan perjalanan di wilayah ini?" tanya Rangga, mengalihkan percakapan wanita itu.
"Roro Inten mengatakan kau sedang mencari-ku...."
"Bagus. Kurasa dia telah cerita banyak pada-mu. Juga, tentang niatku mencarimu?"
Mendengar itu Hantu Putih Mata Elang tertawa agak keras, langsung memandang pemuda itu dengan wajah geli
"Pendekar Rajawali Sakti! Boleh jadi kau memiliki kepandaian hebat, sehingga orang-orang takut padamu. Tapi meringkus Hantu Putih Mata Elang, kau boleh bermimpi. Ikutlah denganku, karena Roro Inten amat merindukanmu!"
"Aku tidak ada urusan dengan putrimu! Urus-anku adalah denganmu!" desis Rangga, memandang tajam pada gadis itu.
Wajah Hantu Putih Mata Hang seketika beru-bah begitu mendengar kata-kata Pendekar Rajawali Sakti. Tiba-tiba saja sepasang matanya terlihat berkilau seperti mata kucing di kegelapan. Rangga sempat merinding, dan langsung melipatgandakan tenaga batinnya untuk menahan daya sihir yang mulai dilancarkan wanita ini.
"Pendekar Rajawali Sakti. Ikuti perintahku! ikuti perintahku...! Ikut aku...! Ikut aku...!" kata Hantu Putih Mata Elang dengan suara lantang. Gema suaranya memantul di danding-dinding goa.
Rangga cepat merangkapkan kedua tangan ke dada. Lalu matanya terkatup dengan sikap berse-madi. Dalam keadaan seperti itu, dia lebih leluasa melawan pengaruh sihir Hantu Putih Mata Elang. Bila membalas pandangan itu, maka Hantu Putih Mata Elang mampu mempengaruhinya dari dua jurus. Yaitu, lewat pandangan mata dan suara. Namun bila Pendekar Rajawali Sakti mengatupkan mata, maka yang dihadapi hanya pengaruh suara lantang yang dikumandangkan Hantu Putih Mata Elang. Dan hal itu terhitung ringan dibanding harus menahan kedua pengaruh.
"Ikut denganku! Ikut denganku...!"
Hantu Putih Mata Elang melipatgandakan ke kuatannya. Maka dinding goa tampak bergetar hebat. Dan gaung suara Hantu Putih Mata Elang seperti hendak memecahkan kedua gendang telinga Rangga.
"Yaaat!"
Pendekar Rajawali Sakti membentak nyaring, untuk mengimbangi suara Hantu Putih Mata Elang yang berisi tenaga dalam dan daya sihir kuat.
"Heh"!
Hantu Putih Mata Elang terkejut. Untuk sesaat, suaranya dihentikan. Namun bersamaan dengan itu, tubuhnya melompat menerjang si Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaat!"
Satu tendangan keras Hantu Putih Mata Elang mengancam batok kepala Pendekar Rajawali Sakti. Maka dengan gerakan kilat Rangga menangkis dengan tangan kiri. Lalu dia melompat ke belakang, seraya mengayunkan tendangan kaki kanan ke pinggang si Hantu Putih Mata Elang.
"Haiiit!"
Tak kalah sigap Hantu Putih Mata Elang men-celat ke belakang. Dengan satu lompatan jungkir balik, kakinya bertumpu pada dinding goa. Lalu, tubuhnya kembali meluruk ke arah Rangga dengan pukulan mautnya.
"Yeaaa!"
Glarrr! "Uhhh...!"
Untung Rangga sempat melompat ke samping, dan terus bergulingan. Terasa hawa dingin menyengat dari angin serangan Hantu Putih Mata Elang yang dahsyat bukan main. Dinding goa yang terkena hantaman pukulan itu kontan hancur berantakan. Namun aneh, tidak ada debu yang mengepul. Seolah-olah, semua beku dihantam pukulan berhawa amat dingin itu.
"Hi hi hi..!"
Hantu Putih Mata Elang tertawa nyaring. Lalu tubuhnya bergerak amat cepat menyerang Pendekar Rajawali Sakti kembali.
Wuuut! Kali ini kepalan tangan wanita ini yang berte-naga dalam kuat, meluruk ke arah muka. Kemudian terus diikuti tendangan kaki kiri ke arah dada. Rangga menangkis dengan mantap meski tangannya terasa bergetar dan sedikit nyeri. Gerakan si Hantu Putih Mata Elang memang cepat bukan main. Dan kali ini, agaknya dia bermaksud menyerang Rangga lewat permainan adu cepat. Sedikit saja salah menangkis, maka bukan tidak mungkin Pendekar Rajawali Sakti akan celaka sendiri.
Sebenarnya pertarungan dalam tempat sesem-pit ini, tidak menjadi masalah bagi Pendekar Rajawali Sakti. Yang membuatnya khawatir adalah, Dewa Bayu yang sejak tadi meringkik-ringkik dengan sikap cemas. Jika saja serangan wanita itu luput dan mengenai Dewa Bayu, maka kuda itu akan binasa!
"Hiyaaat!"
Pendekar Rajawali Sakti segera melompat ke belakang untuk membuat jarak. Namun, wanita itu agaknya tidak sudi memberi kesempatan sedikit pun padanya. Hantu Putih Mata Elang langsung mengejar.
Dengan bertumpu pada dinding goa, kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti menekan. Dan seketika tubuhnya mencelat, memapak kelebatan tangan si Hantu Putih Mata Elang.
Plak! "Uhhh...!"
"Hiyaaa...!"
Kedua tangan mereka saling beradu, dan sama-sama meringis kesakitan. Hantu Putih Mata Elang masih sempat mengirim tendangan ke ulu hati, namun tubuh Pendekar Rajawali Sakti telah berkelebat keluar goa. Sehingga, tendangannya luput dari sasaran.
? *** ? "Yeaaat!"
Dengan teriakan nyaring, Hantu Putih Mata Elang mengejar keluar.
"Hih!"
Baru saja mulut goa dilewati Hantu Putih Mata Elang, Pendekar Rajawali Sakti telah menghadang dengan satu tendangan menggeledek.
Wanita itu gelagapan. Namun dia masih sempat menangkis.
Plak! Dan seketika satu sodokan keras dari Pendekar Rajawali Sakti yang tidak terduga, menghantam ke arah perut.
Duk! "Aaakh"
Hantu Putih Mata Elang menjerit tertahan. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang.
"Hiyaaat!"
Belum juga Hantu Putih Mata Hang meman-tapkan keseimbangannya, Rangga melompat dan mengirim serangan berikut, menggunakan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Pendekar Rajawali Sakti telah menduga kalau lawannya akan membalas dengan pukulan maut pula. Dan agaknya, dugaan itu tidak salah. Sebab dalam keadaan terdesak seperti itu, Hantu Putih Mata Elang langsung melepaskan pukulan 'Inti Es' untuk memapak serangan Pendekar Rajawali Sakti.
Plak! Des! "Aaakh!"
Kedua orang berlainan jenis ini terjungkal ke belakang, disertai keluh tertahan. Pendekar Rajawali Sakti masih mampu berdiri tegak di atas kedua kakinya dengan napas tidak beraturan. Sebaliknya, Hantu Putih Mata Elang bergulingan disertai muntahan darah segar berkali-kali.
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat lagi hendak menyerang. Namun, Hantu Putih Mata Elang cepat merogoh sakunya. Dan seketika telapak tangan kirinya melempaskan sebuah benda sebesar telur puyuh ke depan.
Blup! Saat itu juga mengepul asap tipis menyerupai kabut yang menebal. Dalam waktu singkat, asap itu telah menutupi pandangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Setan...!" Rangga menggeram.
Pendekar Rajawali Sakti yang tidak ingin kehi-langan buruannya, segera menyiapkan aji 'Bayu Bajra' untuk mengusir asap yang menghalangi pandangan. Dan"
"Aji 'Bayu Bajra'! Yeaaah!"
Werrr! Seketika tercipta tiupan angin kencang yang berputar-putar, menerbangkan apa saja yang berada di depan, termasuk kabut tebal yang menghalangi pandangan.
"Kurang ajar...!" maki Pendekar Rajawali Sakti, ketika tak melihat Hantu Putih Mata Elang ada di tempatnya tadi, begitu kabut itu sirna. Rangga mencari ke sekeliling dengan pandangan matanya, sambil mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. "Hm... Tentu dia tidak bisa berjalan jauh. Wanita itu tengah terluka. Dan tentu lukanya akan membatasi setiap gerakannya."
Pendekar Rajawab Sakti langsung bersuit nyaring. Sebentar saja kuda hitam yang berada di dalam goa segera keluar seraya meringkik keras dan mendengus beberapa kali. Rangga cepat melompat ke punggung, dan menggebahnya perlahan-lahan.
"Dewa Bayu! Susuri tempat ini" Kita cari wanita tadi. Tandailah baunya. Dan aku akan membedakan setiap gerakan yang terdengar di telingaku!" ujar pemuda itu.
"Hieee...!"
Dewa Bayu meringkik pelan seraya mengge-rak-gerakkan kepala.
Mereka menyusuri arah yang diduga tempat larinya wanita berbaju putih yang berjuluk Hantu Putih Mata Elang. Tanpa mengurangi kewaspada-an, dengan teliti Pendekar Rajawali Sakti menandai setiap gerakan, bau, dan desir angin yang bertiup.
"Hm.... Aku yakin, dia melewati tempat ini. Namun, jejaknya tidak terlihat Ke mana dia pergi?" gumam Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti menghentikan jalan-nya Dewa Bayu. Kemudian matanya beredar ke sekitarnya. Tempat ini semakin gelap, karena banyak pepohonan yang menaungi. Namun Pendekar Rajawali Sakti bisa melihat kalau jauh di ujung yang mengarah ke selatan, terdapat sebuah lembah datar yang luas menghampar. Di dekatnya, terdapat sebuah sungai yang agak menjorok ke dalam. Suara arus airnya yang kencang, tertangkap oleh pendengarannya. Kini pemuda itu bersandar di bawah sebatang pohon beringin yang batangnya tak terpeluk oleh dua orang dewasa!
"Hieee...!"
Dewa Bayu mendengus-dengus beberapa kali. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak mempedulikannya. Dia masih tidak habis pikir, bagaimana mungkin Hantu Putih Mata Elang bisa lenyap begitu saja tanpa bekas" Kalaupun lewat dahan-dahan atau ranting-ranting pohon yang cukup besar, pasti meninggalkan jejak berupa patahan ranting. Atau, daun yang berjatuhan sebelum waktunya. Atau juga, unggas malam yang terkejut karena merasa terganggu sehingga berterbangan. Tapi ternyata tanda-tanda itu tidak ada.
Kalaupun ada tanda, hanyalah jejak-jejak tapak kaki yang membingungkan, karena menunjukkan arah yang banyak. Sehingga, berkesan dilakukan oleh dua orang atau lebih. Mungkinkah si Hantu Putih Mata Elang tidak sendirian ketika datang menemuinya"
"Hm.... Ilmu apa yang dimilikinya" Bagaimana mungkin dia dapat menghilang begitu cepat...?" gumam Pendekar Rajawali Sakti tidak habis pikir.
? *** ? Dengan langkah terhuyung-huyung, sosok berbaju putih tampak menyusuri lorong. Beberapa kali dia berhenti dan menarik napas panjang sambil mendekap dada. Lalu, kakinya melangkah pelan. Tiba di ujung lorong, buru-buru dimasukinya kamar sebelah kanan. Di tempat itu, terdapat sebuah ruangan besar yang amat indah lengkap dengan segala perabotannya yang berkesan mewah.
Sosok yang ternyata seorang wanita ini meng-hampiri cermin dan berkaca sejenak. Dan matanya segera memperhatikan wajah yang pucat pasi bagai mayat. Lalu, dia duduk di atas ranjang dalam keadaan bersila untuk melakukan latihan pernapasan. Namun belum juga dia melakukannya, pintu kamar keburu dibuka. Tampak seorang gadis berkulit sawo matang dan berwajah manis, menyeruak masuk. Dengan langkah ragu-ragu, dia masuk sambil memandang sejenak pada wanita yang duduk di pembaringan.
"Ibu tertalu menganggap enteng dan merasa mampu menundukkan Pendekar Rajawali Sakti. Coba lihat. Apa hasil yang ibu peroleh sekarang...?" kata gadis itu dingin.
Sementara wanita berbaju putih dan berambut keemasan itu menghela napas berat.
"Ibu memang tertalu menganggap enteng padanya...," desah wanita yang tak lain Hantu Putih Mata Elang.
"Dia tidak semudah yang ibu duga, bukan?" tanya gadis berkulit sawo matang yang memang Roro Inten.
"Pemuda itu memiliki tenaga luar biasa!"
Roro Inten tersenyum pahit.
"Lalu apa yang akan ibu lakukan setelah ini?"
"Dia akan memperoleh bagiannya!" dengus Hantu Putih Mata Elang, geram.
"Ibu...!" sentak Roro Inten terkejut Langsungdipandangnya wanita itu dengan mata tajam.
"Kita tidak bisa berbaik-baik padanya !" tan-das wanita berambut keemasan.
'Tapi ibu telah berjanji untuk tidak melukainya, dan menyerahkannya padaku hidup-hidup?" balas Roro Inten.
"Roro Inten... Anak itu tidak bisa dibujuk dengan cara halus! Mengertikah kau dengan kesu-litan Ibu?"
"Tidakkah Ibu bisa menggunakan aji 'Sirep' atau sejenis itu?"
"Dia memiliki tenaga batin kuat, yang tidak bisa terpengaruh oleh aji 'Sirep' atau sihirku!"
Roro Inten menghela napas. Lalu kembali dipandangnya wanita berambut keemasan itu sejurus lamanya.
"Yakinkah ibu akan mampu mengalahkannya jika melakukan pertarungan sekali lagi?" tanya Roro Inten, seperti meragukan kemampuan ibunya.
"Jika tidak ingat kalau kau menginginkannya dalam keadaan hidup, maka sudah pasti saat ini dia telah menjadi bangkai!" desis Hantu Putih Mata Elang geram.
"Ibu! Aku tadi menyaksikan pertarungan kalian...," gumam Roro Inten nyaris tidak terdengar.
"Hm, bagus! Bukankah kau melihat Ibu tidak sepenuh hari meladeninya?" sambut Hantu Putih Mata Elang.
"Dia memiliki kepandaian hebat. Kalau sajaaku tidak membuat jejak palsu di sekitarnya, nis-caya dia akan menemukan tempat persembunyian kita ini...," jelas Roro Inten.
"Untuk apa kau membuat jejak palsu segala" Apa kau kira dia bisa menemukan kita di sini, he?"
"Pendekar Rajawali Sakti bukan orang bodoh, Bu. Dia amat cerdik. Bahkan bisa menemukan persembunyian kita amat mudah jika Ibu meninggalkan jejek. Tidak ada yang mustahil di benaknya!"
"Hm.... Ibu merasa, kau terlalu membesar-besarkan kehebatan dirinya?"
"Karena dia memang hebat, Bu!" sahut Roro Inten, cepat.
"Apa kau kira ibu tidak mampu menaklukkan nya?"
"Ibu telah mencoba, bukan?" sahut gadis itu, balik bertanya dengan nada menyindir.
Hantu Putih Mata Elang tersenyum lebar, langsung mengusap-usap kepala putrinya.
"Tahu apa kau tentang segala kesaktian yang kumiliki" Yang kuajarkan padamu hanya secuil dari apa yang kumiliki!" sahut wanita itu menegaskan.
Roro Inten tersenyum, dan memandang wajah ibunya.
"Ibu akan menggunakan segala cara untuk meringkusnya hidup-hidup, bukan?" tanya Roro Inten.
"Kau kira aku tidak bisa mengatasinya?" Hantu Putih Mata Elang kini balik bertanya.
"Aku percaya, ibuku adalah orang terhebat sejagad!" puji Roro Inten.
"Nah, pergilah ke kamarmu. Dan, tenangkan hatimu. Dia akan menjadi milikmu dalam waktu tidak lama lagi!"
Roro Inten tersenyum dengan wajah girang.
"Sungguhkah"!"
Wanita berambut keemasan itu mengangguk disertai senyum meyakinkan.
Roro Inten segera berdiri dan berlalu dari ru-angan ini sambil tertawa girang. Sepeninggalnya, Hantu Putih Mata Elang menghela napas panjang. Kemudian diambilnya sikap semadi. Cukup lama dia bersemadi.
Ketika Hantu Putih Mata Elang merasa kalau aliran darahnya kembali lancar dan jantungnya berdegup teratur, matanya segera dibuka. Lalu dia bangkit dan berjalan mendekati sebuah lemari. Dibukanya daun pintu lemari. Sebelah tangannya lantas menyudup ke dalam. Tak lama kemudian, terlihat lemari besar itu bergeser ke samping laksana daun pintu. Di belakangnya terlihat sebuah pintu yang menghubungkan ke ruangan lain. Hantu Putih Mata Elang segera ke dalam, lalu pintu kembali menutup!
Di dalam ruangan ini terlihat sedikit lebih gelap dibandingkan kamar semula. Suasananya pun terlihat lebih buruk. Dinding-dindingnya telah kusam. Lebih mirip dinding sebuah goa yang kasar dan banyak terdapat tonjolan batu. Persis di tengah-tengahnya, terdapat sebuah kolam berbentuk lingkaran. Beberapa kali terlihat gelembung-gelembung udara merebak ke permukaan, bersama asap tipis yang melayang ke udara.
Di seberang kolam yang bergaris tengah sekitar dua tombak, terdapat sebuah altar batu hitam berkilat sepanjang satu tombak dan lebar lima jengkal. Tebalnya kurang lebih tiga jengkal, dengan tiga buah undakan anak tangga yang tipis. Di ujung altar yang berdekatan dengan dinding ruangan, berdiri tegak sebuah patung marmer putih berbentuk seorang wanita cantik berambut panjang tergerai. Kedua tangannya ke atas, hendak mengikat rambut. Dan cara berdirinya sedikit meliuk, seperti hendak menari. Kalau ada hal yang paling aneh, adalah karena patung itu... telanjang!
Hantu Putih Mata Elang mendekati dan bersu-jud beberapa kali di depan patung itu.
"Guru.... Aku datang mengunjungimu. Telah kutemukan seorang pemuda tampan yang memiliki kepandaian hebat. Tenaganya pun luar biasa. Bila aku berhasil mengisap sari kejantanannya, maka aku akan terus awet muda selama lima abad, sebelum kutemukan seorang pemuda seperti dia lagi. Namun hal ini amat membingungkan. Sebab, putriku ternyata mencintainya Aku sayang pada putriku. Tapi, juga tidak ingin kecantikan dan batas awet muda yang kumiliki luntur, sehingga kembali menjadi sosok yang mengerikan..."
Suasana terlihat hening ketika wanita itu menghentikan kata-katanya.
"Tolong berikan jalan keluar, bagaimana cara menyelesaikannya, Guru..?" tanya Hantu Putih Mata Elang dengan suara perlahan.
Beberapa saat suasana masih terasa sunyi, se-belum terdengar suara air kolam yang menggele-gak. Hantu Putih Mata Elang memalingkan muka, dan melihat suatu keajaiban. Dari dalam kolam itu muncul sepuluh orang laki-laki muda, tanpa sehelai benang yang melekat di tubuh. Tatapan mata mereka kosong. Dan rata-rata, mereka bertubuh kurus dengan kulit pucat seperti mayat hidup. Mereka melompat keluar, dan duduk bersila mengelilingi tepi kolam menghadap wanita berambut keemasan itu.
"Hm.... Inikah yang diinginkan. Guru" Baiklah, aku akan patuh pada keputusannya...!" kata Hantu Putih Mata Elang disertai helaan napas panjang.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 139. Hantu Putih Mata Elang Bag. 6
30. Oktober 2014 um 09:59
6 ? Rangga memang masih penasaran sekali atas hilangnya Hantu Putih Mata Elang secara aneh. Rasanya, dia tidak berada jauh dari tempat ini. Dan pagi-pagi sekali, Pendekar Rajawali Sakti kembali menyusuri tempat itu.
"Hm.... Kalau saja ada suatu lorong rahasia di bawah tempat ini, mungkin berhubungan dengan sungai di sana...," gumam Rangga, menduga. Segera didekatinya sungai yang berada tidak jauh di depannya.
Sungai itu tampaknya dalam sekali. Sementara, lebarnya sekitar lima belas tombak. Pemuda itu menduga, tinggi air sungai dari dasarnya sekitar setengah tombak. Karena sungai itu dipenuhi baru sebesar kerbau sejauh mata memandang.
"Hm... Dinding-dindingnya banyak terdapat rongga menyerupai goa. Salah satunya pasti jalan tembus menuju sarangnya...," gumam pemuda itu menduga.
Pendekar Rajawali Sakti melompat turun dari punggung Dewa Bayu. Lalu, dia memperhatikan dari tepi dinding sungai itu.
"Bagaimana mungkin dia bisa menuruni tebing ini tanpa tergelincir dan masuk ke dalam lubang-lubang itu?" gumam Rangga tidak habis pikir.
Dinding sungai kelihatan curam sekali. Bahkan nyaris berdin tegak. Tidak ada tempat untuk bergantung atau berpijak. Kalaupun ada, hanya beberapa buah batu yang sedikit menonjol keluar. Itu pun tidak mungkin untuk tempat berpijak. Satu-satunya jalan hanya.... terbang! Terbang" Mungkinkah Hantu Putih Mata Elang mampu terbang" Dan yang lebih membuatnya kesal, mungkinkah salah satu dari lubang yang banyak terdapat di dinding sungai ini merupakan jalan menuju sarang gadis berkulit pucat itu" Belum sempat Rangga berpikir lebih jauh, mendadak...
"Hiya! Hiya...!"
"Hm!"
Pendekar Rajawali Sakti berbalik, dan berdiri tegak menanti dua orang penunggang kuda yang menggebah tunggangan ke arahnya.
Kedua penunggang kuda itu segera berhenti di depan Pendekar Rajawali Sakti, kemudian memandangnya dengan sikap curiga. Salah seorang yang berkulit hitam dan berambut pendek agak kaku, segera melompat turun dari kudanya.
"Anak muda! Siapa kau"! Dan, apa yang kau lakukan di sini?" tanya laki-laki berkulit hitam itu.
"Aku hanya seorang pengembara. Namaku Rangga. Kebetulan saja aku kemalaman, dan menginap di sekitar tempat ini ," sahut Rangga jujur.
"Hm...."
Kedua orang itu bergumam. Laki-laki berkulit hitam yang memegang sebatang tombak yang ujungnya berkeluk bagai batang keris, memandang kawannya yang bertubuh gemuk dan bermata sipit.
"Hm, Rangga..." Apakah kau yang berjuluk si Pendekar Rajawali Sakti?" lanjut laki-laki berkulit hitam, yang seperti pernah mendengar nama itu.
"Hanya julukan kosong saja, Kisanak...," sahut Rangga merendah.
Namun kedua orang itu cepat merangkapkan kedua tangan ke dada. Bahkan yang seorang lagi segera melompat turun dari punggung kudanya.
"Kisanak! Terimalah salam hormat kami. Namaku Linggawuni. Dan kawanku Buntaran," kata laki-laki berkulit hitam yang bernama Linggawuni.
Rangga membalas salam penghormatan mereka.
"Linggawuni dan Buntaran... Senang sekali bisa berkelan dengan kalian. Kemanakah tujuan kalian, sehingga kelihatan terburu-buru?"
"Hm.... Sebenarnya kami hendak ke barat, untuk mencari seseorang," sahut Linggawuni. "Dan kau, apakah yang kau lakukan di sini, Pendekar Rajawali Sakti" Sepertinya ada sesuatu yang hendak kau lakukan. Apakah hendak terjun ke sungai?"
Rangga tersenyum mendengar gurauan Linggawuni.
"Aku tengah mencari seseorang...."
"Di dalam sungai ini?" tanya Linggawuni dengan senyum.
"Ya."
"Hm.... Tentu kau menginginkannya untuk sa-rapan, bukan?"
Rangga tersenyum.
"Kalau saja dia bisa kumakan, tentu untuk sa-rapan. Aku tengah mencari seseorang yang mem-buatku kesal, Linggawuni. Mungkin kalian pun mengenalnya."
"Bolehkah kami tahu, siapa orang yang kau cari" Mungkin di tengah perjalanan nanti kami bertemu, sahingga bisa memberitahukan padanya untuk menemuimu."
"Orang itu bernama Hantu Putih Mata Elang," kata Rangga.
"Hantu Putih Mata Elang"!" Linggawuni dan Buntaran terkejut. Mereka saling berpandangan sekilas. Kemudian Linggawuni kembali berpaling pada pemuda itu.
"Rangga, betulkah kau mencari orang itu?"
"Kau tidak salah mendengar, Linggawuni."
"Hm, kalau begitu kita satu tujuan! Ketahuilah, Rangga. Kami merupakan utusan Kadipaten Watu Pasir. Adipati Detya Karsa memberi perintah, agar kami mencari dan menghukum si Hantu Putih Mata Elang atas hilangnya putra beliau," jelas Linggawuni berterus-terang.
"Oh, begitukah" Hm.... Kenapa sang Adipatimenduga kalau hilangnya putra beliau bersang-kutan dengan si Hantu Putih Mata Elang" Apakah beliau mengetahuinya dengan pasti?"
'Tidak. Tapi, Raden Wijaya tidak pernah kembali sejak kepulangannya dan padepokan tempat-nya berguru selama ini. Dan sang Adipati menghubungkannya dengan sepak terjang si Hantu Putih Mata Elang yang amat kaji. Sehingga. diduga Raden Wijaya hilang karena perbuatannya," sahut Linggawuni menjelaskan.
Rangga mengangguk.
"Lalu, kalian menduga bahwa Hantu Putih Mata Elang menculik Raden Wijaya di tempat ini?" tanya Rangga lebih lanjut.
"Tepatnya, di sekitar kawasan Hutan Lengkeng ini!"
"Kenapa kalian menduga seperti itu?"
"Banyak dari pemuda yang diculik dibawa ke daerah ini, dan menghilang tanpa bekas seperti ditelan bumi. Para pengejar kebingungan. Mereka berusaha mencari, namun tidak pernah bertemu."
"Lalu, apakah kalian punya cara untuk memancingnya keluar?"
"Bukan kami, tapi Ki Bangun Satya."
"Ki Bangun Satya" Siapakah dia?"
"Dia adalah kepala pasukan prajurit Kadipaten Watu Pasir. Bersama dengan dua kepala pasukan di dua kadipaten terdekat, dia telah mengepung hutan ini," jelas Linggawuni.
"Pantas...," kata Rangga dengan senyum dan anggukkan kecil.
"Pantas kenapa, Rangga...?"
"Kalian tidak datang berdua saja... "
? *** ? Linggawuni dan Buntaran saling berpandang dan tersenyum pada Pendekar Rajawali Sakti. Ke-hadiran mereka memang tak berdua. Karena sesuai anjuran Ki Bangun Satya, seluruh hutan ini telah dibuat pagar betis pada jarak yang rapat. Sehingga, tidak heran kalau beberapa orang prajurit dikepalai seorang atau dua orang berkemampuan cukup lumayan.
"Dari mana kau tahu, Rangga?" tanya Buntaran yang sejak tadi banyak berdiam diri.
Linggawuni langsung menyikut perut kawannya.
"Kau ini bagaimana, Buntaran" Pendekar Rajawali Sakti bukan tokoh sembarangan. Mana bisa disamakan dengan kita!"
"Ah! Jangan berkata seperti itu, Linggawuni Aku juga manusia biasa seperti kalian...," sahut Rangga merendah.
"Rangga, tujuan kita saat ini sama. Bagaimana kalau kita mengadakan pencarian bersama-sama?" ajak Linggawuni.
"Hm usul yang bagus sekali!"
"Kulihat kau lebih dulu mendapat petunjuk. Lalu adakah sesuatu yang bisa kami bantu...?" tanya Buntaran, menawarkan diri.
Rangga tersenyum.
"Sebenarnya tadi malam aku sempat berha-dapan dengannya. Tapi sayang..., dia berhasil me-loloskan diri."
"Hm, sungguh hebat! Hantu Putih Mata Elang melarikan diri setelah berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti. Lalu menurutmu, dia melarikan diri ke tempat ini?" kata Linggawuni, penuh kekaguman.
Rangga mengangguk. Aku sebenarnya juga tidak mengerta kenapa wanita itu seperti tidak bersungguh-sungguh saat bertarung. Mungkin juga dia kasihan padaku," lanjut Rangga merendah.
"Atau mungkin juga dia naksir padamu Rang ga!" sahut Linggawuni menggoda.
"Tahu sendiri. Hantu Putih Mata Elang itu pantang melihat pemuda tampan!" timpal Buntaran.
"Hm, kalian bisa saja!"
"Menurutmu, ke mana wanita itu melarikan diri" Apakah ke dalam sungai ini?" tanya Buntaran.
"Ini hanya perkiraan saja. Rasanya, tidak mungkin kalau dia raib ditelan bumi. Pasti ada sesuatu seperti jalan menuju perut bumi tempatnya bersarang. Dan menurutku, pasti ada jalan masuk lain. Coba lihat dinding sungai itu. Di sana banyak terlihat lubang seperti goa. Salah satunya pasti jalan menuju sarangnya. Aku tadi sedang berpikir. Kalau dugaanku benar, lalu bagaimana cara wanita itu masuk" Apakah dia memiliki ilmu terbang?"
"Atau barangkali dia memiliki ilmu 'Halimunan' yang mampu membuat dirinya lenyap, sehingga dengan mudah menyusup ke mana saja. Tidak terkecuali, ke perut bumi," sahut Buntaran.


Pendekar Rajawali Sakti 139 Hantu Putih Mata Elang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rangga memandang Buntaran sambil tersenyum.
"Apakah sampai sejauh itu?"
"Kenapa tidak" Bukankah kita pernah mendengar ada seseorang yang memiliki ilmu seperti itu?" tandas Buntaran.
"Kurasa apa yang dikatakan Buntaran ada be-narnya, Rangga," sahut Linggawuni menimpali.
Mendengar perkataan kedua orang itu, Rangga lagi-lagi tersenyum geli.
"Linggawuni, dan kau Buntaran. Aji 'Halimunan' tidak seperti itu sifatnya. Aji itu hanya untuk menipu pandangan mata, namun tetap saja tidak mampu menembus bumi. Karena, sebenarnya dia masih berwujud tubuh kasar. Hanya saja, mata kitalah yang tidak melihatnya," jelas Rangga.
"O, begitu?" sahut keduanya mengerti.
"Lalu...?" tanya Linggawuni.
"Ya! Dengan cara apa wanita itu lenyap dan kejaranmu?"
"Entah bagaimana caranya. Tapi, aku yakin ada lorong rahasia di sekitar hutan ini. Satu-satunya petunjuk yang bisa diperoleh adalah goa-goa di dinding sungai itu," jelas Rangga.
"Tapi, bagaimana kita bisa membuktikannya" Tempat itu licin dan sulit dicapai. Kecuali kalau kita bisa terbang!" sahut Linggawuni sambil menggeleng lemah.
"Hm... Kenapa pusing-pusing" Panggillah anak buah kalian.... Dan, suruh mereka turun menggunakan tambang. Kemudian, susuri lubang lubang di dinding sungai ini satu persatu," sahut Rangga enteng.
"Hei" Kenapa tidak terpikir sejak tadi"!" Linggawuni tampak girang.
"Tapi, apakah hal itu tidak berbahaya bagi mereka" Bila mereka terjatuh, maka kemungkinan hidup tipis sekali. Sebab, batu-batu sungai yang besar itu telah menanti mereka," kata Buntaran cemas.
Mendengar itu wajah Linggawuni yang tadi ce-rah, kini tampak cemas seperti mengakui kebenaran kawannya.
Rangga hanya menghela napas panjang.
"Setiap usaha pasti berakibat baik dan buruk. Namun segala sesuatu harus dicoba danpada tidak sama sekali! Aku tidak melihat bekas-bekas tambang di sekitar tempat ini. Jadi, jika benar salah satu dari lubang-lubang itu adalah jalan tembus menuju sarang Hantu Putih Mata Elang, maka kemungkinan dia turun tak menggunakan tambang. Mungkin juga..., terbang," sahut Pendekar Rajawali Sakti ragu. "Tapi apakah di antara kita ada yang mampu melakukannya?"
Keduanya menggeleng lemah.
"Nah! Aku pun tidak mampu melakukannya. Yang bisa kita lakukan, adalah usaha yang masuk di akal. Seperti, yang kukatakan tadi. Perintahkan anak buah kalian turun, menggunakan tambang. Dan, susuri goa-goa itu. Sebap usaha pasti memerlukan tantangan. Dan untuk mencegah kemungkinan buruk, maka perlu persiapan matang. Misalnya, mencari tambang yang betul-betul kuat!" lanjut pemuda itu.
Linggawuni dan Buntaran terdiam beberapa saat memikirkan kata-kata Pendekar Rajawali Sakti. Kemudian, mereka mengangguk membenarkan.
"Baiklah. Kita akan coba dengan cara itu, Rangga," sahut Linggawuni. Segera saja dia bersuit nyaring.
Tidak berapa lama terlihat sepuluh orang penunggang kuda berdatangan ke tempat itu dari arah yang berbeda. Kesemuanya memberi salam hormat pada Linggawuni dan Buntaran. Setelah dikenalkan dengan Pendekar Rajawali Sakti, mereka memberi salam penghormatan. Baru setelah itu Linggawuni menerangkan rencana yang telah disusun.
Kini kesepuluh anak buah Linggawuni dan Buntaran segera bergegas mencari oyot-oyot pepohonan di sekitarnya. Kemudian, mereka menjalinnya menjadi beberapa buah tambang yang cukup panjang.
"Siapa di antara kalian yang takut, boleh tunjukkan tangan"!"
Pertanyaan yang dilontarkan Pendekar Rajawali Sakti seperti memancing. Dan hasilnya, memang terbukti. Karena tidak ada seorang pun yang berani tunjuk tangan. Di hadapan orang banyak begitu, siapa sudi dikatakan pengecut.
Pendekar Rajawali Sakti tersenyum.
"Turunlah empat orang dari kalian. Sementara, setiap dua orang menahan seorang kawannya dengan memegang tambang! Aku sendiri akan mengawasi dengan seksama!"
Maka tanpa banyak bicara, mereka segera. melakukan apa yang diperintahkan Pendekar Rajawali Sakti.
? *** ? Istana Kadipaten Watu Pasir, Adipati Detya Karsa duduk termenung seorang diri. Baru saja, dia melihat istrinya yang masih saja gundah gulana. Wanita itu masih merasa sedih memikirkan nasib putra mereka yang sampai saat ini tidak tentu rimbanya. Jika hidup, ke mana perginya" Dan jika tewas, di mana bangkai dan kuburannya" Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya. Adipati itu tidak tahan mendengar dan melihat kesedihan istrinya setiap hari. Segala cara diusahakannya untuk menemukan putranya kembali. Namun, hingga kini masih belum terlihat tanda-tanda kalau putranya akan ditemukan. Keyakinan laki-laki berusia empat puluh tahun lebih itu tertuju pada seseorang yang amat dicurigainya sebagai penyebab hilangnya Raden Wijaya. Siapa lagi kalau bukan Hantu Putih Mata Elang"!
Adipati Detya Karsa tidak kepalang tanggung bertindak. Dia telah mengeluarkan pengumuman. Bagi siapa saja yang bisa mendapatkan kepala Hantu Putih Mata Elang, maka akan diberi hadiah yang amat besar. Tidak heran, bila sejak dua hari ini, banyak orang berkumpul di sekitar Kadipaten Watu Pasir. Bukan saja para pendekar dari sekitar tempat lain, tapi juga dari tempat ini yang tergiur mendengar sayembara itu. Mereka bermaksud untuk mencari dan membawa kepala Hantu Putih Mata Elang ke hadapan sang Adipati.
Kebanyakan dari mereka memang mencari di sekitar Hutan Lengkeng. Sebab menurut cerita-cerita orang, Hantu Putih Mata Elang selalu menghilang di tempat itu. Meski demikian, tidak kurang pula yang mencarinya ke tempat lain, yang kira-kira mencurigakan. Yaitu, tempat di mana si Hantu Putih Mata Elang menculik korbannya.
"Mungkin saat ini mereka telah menemukan-nya, Gusti Adipati...," hibur seorang penasihat, yang saat ini menemani Adipati Detya Karsa duduk di beranda depan. Orang tua itu berusia sekitar enam puluh tahun. Dan dia seperti mengerti kegelisahan yang dirasakan junjungannya.
"Hm...."
Adipati Detya Karsa menghela napas seraya bergumam pelan.
"Bersabarlah, Gusti Adipati. Kalau tidak hari ini mungkin besok...," hibur laki-laki tua itu lagi.
"Kalau tidak bertemu juga, bagaimana Ki Ja-yeng?"
Laki-laki tua yang dipanggil Jayeng menghela napas sambil mengalihkan pandangannya.
"Kita akan pikirkan cara lain untuk memancing iblis wanita itu keluar dari tempat persembunyiannya...," ujar Ki Jayeng.
"Hari ini dua hari sudah usaha pencarian mereka. Dan itu membuatku gelisah ..." desah adipati itu.
"Sudahlah, Gusti Adipati... Serahkan urusan ini pada Dewata Yang Agung. Mudah-mudahan kita akan mendapat bantuanNya. Lagi pula, Ki Bangun Satya serta yang lainnya telah berusaha sekuat daya. Kalaupun segala usaha telah dilakukan dan ternyata tidak membawa hasil, maka serahkan segalanya pada Hyang Jagad Batara ujar Ki Jayeng bijaksana.
"Ki Jayeng! Berat hatiku melepas putraku dengan penuh teka-teki seperti ini. Dia hilang tanpa bekas. Tahukah kau, bagaimana rasanya" Usia delapan tahun, dia telah berpisah dari kami karena harus belajar di Padepokan Wering Surya. Dan setelah dewasa, baru tiga kali kami bertemu dengannya. Dan setelah pelajaran di padepokan itu diselesaikan, kami gembira betul. Karena membayangkan bahwa sebentar lagi akan berkumpul. Tapi yang terjadi..., ah! Ini amat menyakitkan hatiku, Ki! Aku harus dapatkan wanita iblis itu!" desis Adipati Detya Karsa, gusar.
"Gusti Adipati.... Mereka pun berpikir, seperti apa yang Gusti Adipati pikirkan. Dan hamba per-caya, mereka berusaha sekuat daya. Namun janganlah sekali sekali Gusti Adipati terlalu berharap kalau mereka kembali membawa hasil. Hal ini amat menyakitkan hati, bila ternyata mereka kembali dengan tangan hampa. Harus diingat, Gusti Adipati. Bahwa wanita itu bukan orang sembarangan. Kesaktiannya menjadi buah bibir di mana-mana. Bahkan kita pun masih ingat. ketika dia membunuh Wiku Dharma Putera yang dikenal memiliki ilmu olah kanuragan tinggi...," Ki Jayeng mengingatkan sang Adipati.
Adipati Detya Karsa terdiam beberapa saat, kemudian mengangguk pelan. Pandangan matanya menerawang jauh ke depan. Di luar tampak mulai gelap. Mendung menyelimuti langit, dengan awan tebal berwarna kehitaman. Sebentar lagi hujan akan turun, sehingga waktu siang menjelang sore ini seperti berjalan cepat.
"Ki Jayeng! Aku ingin agar penjagaan diper-ketat!" kata sang Adipati tiba-tiba.
"Kenapa, Gusti Adipati?"
"Entahlah... Tiba-tiba perasaanku tidak enak...."
"Baiklah, Gusti Prabu. Hamba akan memberi-tahukannya pada kepala petugas jaga," sahut Ki Jayeng tanpa banyak bicara lagi. Dan dia segera bangkit berdiri. Setelah menjura memberi hormat, laki-laki tua itu pergi dari hadapan sang Adipati.
Baru saja orang tua itu berjalan tiga langkah....
"Aaa...!"
Mendadak terdengar jeritan menyayat dari luar. Dan ini membuat langkah Ki Jayeng terhenti.
"Apa itu, Ki Jayeng?" tanya sang Adipati kaget.
"Entahlah, Gusti. Hamba akan memeriksa-nya!" sahut Ki Jayeng cepat.
"Aaa...!"
"Heh"!"
Ki Jayeng dan Adipati Detya Karsa terkejut, ketika kembali terdengar teriakan tertahan dari arah belakang. Kemudian, disusul dari arah samping kanan, dan dari samping kiri dalam waktu singkat. Keduanya mulai bingung.
"Sementara, para penjaga yang berada di dekat pintu gerbang tampak bermaksud untuk memeriksa apa yang telah terjadi. Namun saat itu juga, dari arah luar, melesat dua sosok tubuh pemuda yang langsung menerkam. Kembali sang Adipati dan orang tua itu terkejut. Dalam waktu singkat, empat orang penjaga pintu gerbang tewas dengan leher tercekik. Namun hal yang lebih membuat keduanya tidak habis pikir, kedua pemuda yang menyerang para pengawal... bertelanjang bulat!
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 139. Hantu Putih Mata Elang Bag. 7
30. Oktober 2014 um 10:00
7 ? "Ki Jayeng! Siapa kedua orang gila itu?" tanya Adipati Detya Karsa dengan suara bergetar.
"Entahlah, Gusti Adipati. Hamba baru melihatnya sekarang "
"Heh"!"
Adipati Detya Karsa sedikit terkejut ketika melihat dari arah samping, dua orang pemuda yang telanjang pula! Demikian pula dari samping kiri. Dua orang dalam keadaan sama seperti kawan-kawannya tampak melesat cepat memasuki istana ini.
Perlahan-lahan kedua laki-laki telanjang bulat itu menghampiri sehingga membuat Adipati Detya Karsa dan Ki Jayeng tersentak dan mundur perlahan-lahan.
"Gusti Adipati, mereka tidak berdua...!" desis Ki Jayeng dengan suara tercekat di tenggorokan.
Adipati Detya Karsa mengangguk.
"Mereka bukan manusia biasa. Tapi seperti..., mayat hidup! Coba perhatikan! Sekujur tubuhnya pucat dan kurus kering, dengan pandangan mata kosong. Sungguh aneh orang-orang seperti ini memiliki tenaga kuat. Dan rasanya...."
"Ditunggangi setan?" potong sang Adipati, menduga.
"Semacam itu."
"Lalu apa yang mereka inginkan'"
"Bukan apa yang mereka inginkan, Gusti Adipati. Tapi, apa yang diinginkan majikan mereka dari kita. Biasanya ini karena balas dendam. Mungkin majikannya mereka merasa terganggu, dengan apa yang kita lakukan!" jelas Ki Jayeng.
"Aku tidak pernah berurusan dengan segala orang yang mampu membangkitkan mayat hidup!" desis sang Adipati, mulai geram.
"Gusti Adipati...."
"Hm..."
"Lupakah dengan...."
"Maksudnya, ini ulah si Hantu Putih Mata Elang?" potong sang Adipati menduga. Ki Jayeng mengangguk.
"Aaa...!"
"He..."!"
Tiba-tiba kembali terdengar jeritan menyayat dari dalam istana. Keduanya tersentak kaget, dan langsung berlari ke arah kamar istri adipati. Tampak beberapa orang pelayan terkapar dan tewas, sepanjang ruang istana ini. Yang lainnya mencoba melarikan diri, namun dapat ditangkap dengan mudah oleh tiga orang pemuda yang memiliki ciri-ciri sama seperti di depan. Namun, bukan hal itu yang membuat sang Adipati kaget. Jelas, jeritan itu berasal dari kamarnya. Itulah yang menyebabkan mereka segera berlari.
"Istriku...!" teriak Adipati Detya Karsa cemas.
Baru saja sang Adipati sampai di depan pintu kamar, namun saat itu juga muncul seseorang dari kamarnya. Seorang pemuda yang amat dikenalnya. Namun, kali ini amat lain. Tatapan matanya kosong dan tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Dan yang lebih mengerikan, tangan kanannya tengah mencekik seorang wanita berusia empat puluh tahun. Kedua bola mata wanita itu terbelalak dan lidahnya sedikit terjulur. Kedua kakinya terangkat dari lantai setinggi kurang lebih tiga jengkal.
"Wijaya...! Kau... kau..." Oh! Apa yang kau lakukan" Astaga! Kau..., kau membunuh ibumu sendiri"!" seru Adipati Detya Karsa, dengan perasaan sulit dilukiskan.
"Hi hi hi...! Kali ini kau akan mendapat balasan yang setimpal atas apa yang kau lakukan padaku!" teriak satu suara tawa nyaring yang membuat gemas sang Adipati dan Ki Jayeng. Dan seketika mereka berbalik.
Di hadapan mereka tahu-tahu berdiri seorang wanita cantik berambut keemasan, memakai baju putih yang tembus pandang. Sehingga setiap lekuk-lekuk tubuhnya yang indah merangsang terlihat. Bibirnya merah merekah, namun wajah serta seluruh permukaan kulitnya pucat pasi bagai mayat.
"Siapa kau..."!" hardik Adipati Detya Karsa geram, karena menduga bahwa wanita inilah yang mendalangi semua kejadian di tempatnya saat ini.
"Oh, jadi kau belum mengenalku" Padahal, kau telah menyuruh orang untuk mengacak-acak tempat tinggalku!" sahut wanita itu seraya menaikkan alis disertai senyum kaget.
"Hantu Putih Mata Elang"!" sentak Adipati Detya Karsa dan Ki Jayeng, hampir bersamaan.
"Hi hi hi...! Kini kau telah ingat rupanya...," kata wanita yang memang Hantu Putih Mata Elang.
"Iblis keparat! Kau hancurkan hidupku dengan membuat putraku begini. Lalu, kau bunuh istriku. Sekarang, apa lagi yang akan kau lakukan"!" bentak sang Adipati.
"Mengirimmu ke neraka!" desis wanita itu sambil tersenyum lebar.
"Kurang ajar! Kau tidak patut berkata seperti itu, Wanita Iblis!" hardik Ki Jayeng geram.
'Tua bangka busuk! Mau apa kau"! Kau kira bisa berbuat apa padaku, he"! Seluruh pengawal di kadipaten ini telah mampus. Dan, tidak ada yang bisa kau perbuat. Sebentar lagi, kalian pun akan menemui gilirannya. Hi hi hi...!"
"Kurang ajar...!"
Ki Jayeng tidak bisa menahan geram. Dan laki-laki tua itu langsung melompat menyerang Hantu Putih Mata Elang.
Namun hanya dengan mengibaskan tangannya, wanita itu cepat menangkis serangan Ki Jayeng. Sehingga, membuat laki-laki tua itu terhuyung-huyung.
Plak! Bahkan belum sempat Ki Jayeng mengatur ke-seimbangannya, tangan Hantu Putih Mata Elang telah kembali berkelebat. Dan"
Prakkk! "Aaa...!"
Orang tua itu menjerit tertahan begitu pukulan Hantu Putih Mata Elang mendarat di kepalanya. Kepalanya kontan remuk. Dan tubuhnya jatuh persis di hadapan sang Adipati dengan darah membanjiri lantai. Adipati Detya Karsa sendiri nyaris tidak percaya dengan pandangan matanya.
"Sekarang giliranmu!" desis Hantu Putih Mata Elang, langsung menjentikkan jarinya.
Maka pemuda yang tengah mencengkeram istri Adipati Detya Karsa itu langsung bergerak. Bahkan wanita yang dicekiknya dilemparkan hingga membentur dinding. Adipati Detya Karsa berteriak marah dengan mata melotot geram. Namun, pemuda itu sama sekali tidak mempedulikannya. Bahkan sudah langsung melompat menyerang.
"Bunuh dia!" perintah Hantu Putih Mata Elang.
"Wijaya! Sadarkah dengan apa yang kau lakukan"! Kau telah membunuh ibumu. Dan kini, kau hendak membunuh ayahmu pula! Sadarkah bahwa kau tengah diperalat iblis. Dialah yang seharusnya kau bunuh...!" teriak sang Adipati, berulang-ulang.
Namun Raden Wijaya bukannya sadar. Malah pemuda yang kini telanjang bulat itu menyerangdengan ganas. Sang Adipati yang sedikit memiliki kepandaian ilmu olah kanuragan pontang panting menyelamatkan diri. Tubuhnya bergulingan di lantai, menghindari kejaran serangan anaknya sendiri. Namun, pemuda itu memojokkannya hingga laki-laki setengah baya itu tidak berkutik di sudut ruangan. Lalu....
Crok! "Aaa...!"
Sang Adipati tak berkutik lagi ketika tangan kanan Raden Wijaya menyambar batok kepala. Adipati Detya Karsa memekik setinggi langit dengan batok kepala remuk dan darah berceceran di lantai.
Bersamaan dengan tewasnya sang Adipati, terdengar tawa panjang yang menggema di ruangan ini.
"Hi hi hi...!"
? *** ? Waktu terus berjalan. Dan tanpa terasa sebentar lagi malam akan tiba. Namun pekerjaan mencari sarang Hantu Putih Mata Elang belum juga membawa hasil. Kebanyakan dari goa-goa di dinding sungai itu berupa lekukan dangkal.
"Hm, apakah perkiraanku salah...?" gumam Rangga dengan dahi berkerut, ketika tengah beristirahat di pinggir sungai yang bertebing ini.
"Paling dalam hanya satu tombak...!" laporLinggawuni.
Pendekar Rajawali Sakti mengangguk.
"Bagaimana" Apakah akan kita teruskan pencarian di sini?" lanjut laki-laki berkulit legam itu.
Rangga memandang sekilas. Kemudian perha-bannya dialihkan pada keempat orang laki-laki yang tadi menuruni tebing. Kini, satu persatu mereka naik ke permukaan.
"Kelihatannya tidak membawa hasil. Mungkin dugaan Rangga keliru...," timpal Buntaran.
"Mungkin juga aku keliru. Namun, tidak ada salahnya dicoba, bukan" Lagi pula, baru sebagian lubang yang diperiksa. Siapa tahu lubang lainnya membawa hasil. Dan itu pun baru di satu sisi. Coba perhatikan sisi tebing yang lain. Di sana, terlihat suram. Dan itu menunjukkan kalau lubang-lubang di sebelah sana lebih dalam!" tunjuk Rangga, ke sisi tebing sungai lain.
"Sungai ini cukup lebar. Dan kalau benar Hantu Putih Mata Elang bersembunyi di Hutan Lengkeng ini, bagaimana mungkin bisa menyebe-rang ke sana?" tanya Linggawuni tidak percaya dengan kata-kata Pendekar Rajawali Sakti.
"Pertanyaan itu sama dengan bagaimana cara wanita itu lenyap begitu saja di hutan ini" Padahal, semua orang yakin kalau dia bersembunyi di sini," sahut Rangga.
Linggawuni dan Buntaran terdiam. Sementara, anak buah mereka tengah melepas lelah. Sedang yang lain mencari ranting dan kayu-kayu kering yang akan dibuat api unggun.
"Bagaimana" Apakah kalian bersedia meneruskan pencarian di sini" Atau ada rencana lain yang hendak dilakukan?" tanya Rangga.
"Kami memang belum menemukan kepastian, di mana tempat persembunyian wanita itu. Bahkan sedikit sekali petunjuk yang kami peroleh...," kata Buntaran.
"Hhh..." Linggawuni menghela napas. "Agaknya kami tidak punya pilihan selain mengikuti rencanamu. Namun bila ini tidak membawa hasil, lalu apa yang akan kita lakukan?"
"Sebaiknya, nanti saja kita pikirkan lagi."
"Ya, baiklah...," sahut Linggawuni seraya me-rebahkan diri di dekat perapian yang telah dibuat anak buahnya.
Beberapa orang di antara mereka membuka perbekalan makanan dan membagikannya pada yang lain. Termasuk, Pendekar Rajawab Sakti.
"Tidak terlalu banyak. Namun, cukup untuk sekadar mengganjal perut di malam yang dingin begini...," kata Linggawuni sambil tersenyum.
Laki-laki itu segera mengunyah beberapa po-tong daging kering yang selesai dibakar.
"Apakah kau tahu ke mana hilangnya pemuda-pemuda yang menjadi korbannya, Rangga" Dan, sebenarnya untuk apa pemuda-pemuda itu diculiknya?" tanya Linggawuni, di tengah rebahannya.
"Aku tidak tahu. Tapi, mungkin saja berada di sarangnya. Wanita itu menculik, biasanya untuk menyempurnakan suatu ilmu atau mempertahan-kan ilmu yang sedang dianutnya. Hal itu biasa dilakukan oleh orang yang sedang menuntut ilmu hitam. Orang itu memerlukan korban, sesuai tun-tutan ilmu itu..."
"Apakah pemuda-pemuda itu tewas...?"
"Bisa jadi. Namun, bisa juga mereka dibuat lu-pa akan asal-usulnya. Dan, mereka hanya mengerti perintah orang yang telah menculiknya," jelas Rangga.
'Tapi, untuk apa jika mereka dibuat seperti itu...?" tanya Linggawuni lagi.
Pertanyaan laki-laki berkulit gelap itu belum terjawab, ketika salah seorang anak buahnya ber-seru kaget.
"Ki Linggawuni, apa itu..."!" tunjuknya ke satu arah.
Bukan hanya Linggawuni saja yang berpaling. Malah semuanya segera berpaling, dan melihat dua orang pemuda tanpa berpakaian sehelai pun, melangkah menghampiri mereka perlahan-lahan.
Semua orang yang tengah beristirahat langsung beranjak dengan sikap siaga.
? *** ? "Ki Linggawuni! Di sini ada lagi!" seru seorang anak buahnya yang lain, menunjuk ke satu arah.
Mereka menoleh, dan melihat tiga orang pemuda lagi menghampiri. Seperti dua orang pemuda yang pertama, mereka pun tidak mengenakan apa-apa untuk menutupi tubuhnya.
"Kurang ajar! Apa-apaan ini"! Orang-orang sinting...!" desis Linggawuni geram.
"Ki Linggawuni! Biar kuhajar orang-orang ini!" sahut anak buahnya seraya menghampiri.
Namun Rangga cepat menangkap pergelangan tangan orang itu, sehingga langkahnya tertahan.
'Tahan, Kisanak!"
"Lepaskan, Rangga! Orang-orang sinting itu harus diberi pelajaran!"
'Tenanglah, Kisanak. Jangan terburu nafsu. Perhatikan baik-baik, mereka bukanlah orang sembarangan!"
"Maksudnya?"
"Pandangan matanya kosong. Raut wajah mereka dingin. Orang-orang ini telah mati jiwa dan semangatnya!" jelas pemuda itu menerangkan.
"Maksudmu mereka adalah...."
Ucapan Linggawuni yang mulai menduga, di-sambung cepat Buntaran dengan wajah tegang.
"Korban-korbannya wanita iblis itu"!"
Rangga mengangguk pelan.
"Mungkin saja...."
"Rangga! Coba lihat! Orang-orang ini muncul lagi dari segala arah!" seru Linggawuni kaget.
Apa yang dikatakan Linggawuni tidak salah. Jumlah pemuda berpenampilan aneh yang perla-han-lahan mengurung tidak kurang dari dua puluh orang.
"Apa yang harus kita lakukan, Rangga...?" desis Buntaran.
"Kita harus melakukan sesuatu!" sambung Linggawuni.
'Tunggu dulu! Jika jarak mereka telah lima langkah dari kita, barulah bertindak. Namun, saat ini kita tunggu. Apa yang hendak mereka lakukan," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
Namun para pemuda yang mengurung agaknya tidak menghiraukan apa yang tengah terpikirkan Pendekar Rajawali Sakti beserta kawan-kawannya. Mereka terus melangkah, dan seperti tidak hendak berhenti.
"Kurang ajar...!" Buntaran memaki seraya ber-kacak pinggang. Tangan kanannya langsung menuding ke depan. "Sini kalian! Biar kutampar mukamu! Bocah tidak tahu adat...!"
Wuuut! Salah seorang pemuda telanjang itu melompat menerkam Buntaran tanpa basa-basi. Dan bersamaan dengan itu, yang lainnya mengikuti. Maka secara bersamaan, mereka melompat menerkam orang-orang di hadapannya.
Plak! "Setan...!"
Linggawuni dan Buntaran mendengus geram ketika merasakan tenaga pemuda-pemuda telanjang yang berusaha mencekik mereka itu kuat bukan main.
"Ki Linggawuni! Aaakh...!"
Beberapa anak buah Linggawuni dan Buntaran berteriak dengan suara tertahan. Mereka berusaha menangkis serangan. Namun, meski tubuh pemuda-pemuda telanjang itu kurus dan kelihatan tidak bertenaga, sesungguhnya memiliki tenaga amat kuat. Dengan sekali mengibaskan tangan, maka anak buah Linggawuni dibuat tidak berdaya. Sehingga, pemuda telanjang itu dengan mudah mencekiknya.
"Hiiih!"
Rangga menggeram. Kedua tangannya lang-sung mencengkeram kedua pergelangan tangan pemuda telanjang yang menyerangnya. Kemudian dibantingnya dengan keras.
Pemuda telanjang itu jatuh berdebum. Namun, tidak sedikit pun keluar keluhan dan mulutnya. Dan seperti tidak merasakan rasa sakit, dia kembali bangun dan melompat menyerang Pendekar Raja-wali Sakti dengan garang.
Begkh! "Hugkh!"
Kembali pemuda telanjang itu mengeluh tertahan. Tubuhnya terbanting tujuh langkah. Dan Rangga langsung melompat ke samping menolong salah seorang anak buah Linggawuni. Kedua tangannya mencengkeram ke pundak. Lalu dengan pengerahan tenaga dalam disentaknya pemuda telanjang itu dan dibantingnya ke tanah. Kemudian, Rangga bergerak membantu yang lain.
"Yeaaat!"
"Hugkh...!"
Dalam waktu singkat, para pemuda telanjang itu terpelanting ke sana kemari. Namun meski de-mikian, mereka sama sekali tidak merasakan sakit. Bahkan mampu cepat bangkit. Raut wajahnya tampak datar, dan sama sekali tidak menyiratkan nafsu apa pun.
"Rangga! Apa yang akan kita lakukan...?" tanya Linggawuni cemas.
"Sudah, kita bunuh saja! Mereka berbaha-ya...!" desis Buntaran geram, seraya mencabut go-lok besar yang terselip di punggung.
Sret! Sikap Buntaran diikuti anak buahnya. Dalam keadaan begitu, mendadak....
"Hi hi hi...!"
Terdengar suara ketawa nyaring yang berku-mandang di sekitar tempat ini.
"Rangga...!"
Wajah Linggawuni tampak cemas. Demikian pula anak buahnya yang lain.
Sebentar kemudian terlihat sesosok bayangan melesat. Dan bayangan itu makin jelas ketika me-layang turun di hadapan mereka. Kini tampak seorang wanita jelita berpakaian serba putih yang amat tipis. Sehingga setiap lekuk-lekuk tubuhnya yang menggiurkan jelas terlihat. Kulitnya pucat. Dan bibirnya yang merah merekah, tersenyum lebar. Rambutnya yang panjang keemasan, berki-bar-kibar ditiup angin malam.
"Hantu Putih Mata Elang...!" desis Rangga.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " To help personalize content, tailor and measure ads, and provide a safer experience, we use cookies. By clicking or navigating the site, you agree to allow our collection of information on and off through cookies. Learn more, including about available controls: Policy.
139. Hantu Putih Mata Elang Bag. 8 (Selesai)
30 ?"?"?" 2014 ". " 10:02
8 ? "Hm.... Tidak kusangka kita akan bertemu lagi, Pendekar Rajawali Sakti...! Agaknya kau memang telah berjodoh denganku...!" seru wanita itu disertai tawa nyaring.
"Hantu Putih Mata Elang! Apa yang telah kau lakukan terhadap pemuda-pemuda itu?" desis Rangga tanpa mempedulikan kata-kata wanita itu.
"Mereka..." Hi H hi...! Hamba-hambaku yang selalu patuh terhadap perintahku. Tapi kalau kau cemburu, dengan mudah mereka akan kusingkirkan semua. Asal, kau bersedia menggantikan kedudukan mereka"!"
"Wanita iblis! Perbuatanmu sudah keterlaluan!" dengus Pendekar Rajawali Sakti.
"Hi hi hi...! Begitukah menurut anggapanmu" Padahal, menurut orang-orang ini merasa betah tinggal denganku. Dan mereka bergiliran melayani semua kebutuhanku dengan senang hati. Bagaimana mungkin kau katakan perbuatanku keji?" sahut Hantu Putih Mata Elang, melecehkan.
"Hantu Putih Mata Elang! Sadarkah kau bahwa mereka tersiksa oleh cengkeraman sihirmu" Jika saja orang-orang ini dalam keadaan sadar, mana mungkin mereka sudi melayani nafsu iblismu!" bentak Pendekar Rajawali Sakti.
"O, begitu" Coba lihat. Bagaimana orang-orang ini begitu bernafsu memandang diriku. Padahal, mereka dalam keadaan sadar...," sahut wanita itu menunjuk ke arah Linggawuni dan anak buahnya.
Apa yang dikatakan wanita itu memang tidak salah. Semua anak buah Linggawuni dan Buntaran, termasuk kedua orang itu sendiri, memandang wanita itu tanpa berkedip. Segala kecantikan wajahnya, dan keindahan tubuhnya begitu amat menggiurkan dan merangsang kelelakian.
Linggawuni, Buntaran, dan beberapa anak buahnya cepat-cepat memperbaiki sikap, begitu mendengar kata-kata Hantu Putih Mata Elang meski masih tetap mencuri-curi pandang dengan sikap salah tingkah. Namun yang lainnya seperti tersirep. Bahkan sama sekali tidak mempedulikan keadaan, sampai kawan-kawannya mengingatkan.
"Hi hi hi...! Kau lihat, bukan" Mereka yang sadar pikirannya tidak menolak bila kuajak berjalan-jalan ke sorga. Bagaimana mungkin kau bisa menyalahkanku?" lanjut wanita itu, disertai tawa nyaring.
Tawa wanita itu terdengar begitu merdu dan menggelitik sukma. Demikian juga setiap gerakan kecil yang dilakukan tangan serta tubuhnya. Se-hingga, membuat mereka panas dingin dengan jantung berdegup kencang.
Rangga menarik napas panjang, lalu memalingkan pandangan dan menguatkan tenaga batinnya.
"Linggawuni! Suruh anak buahmu tidak menatap wanita iblis ini! Mereka akan celaka...!" kata pemuda itu mengingatkan.
Linggawuni terkesiap. Dan dia segera berteriak mengingatkan anak buahnya.
"Palingkan muka kalian! Jangan menatap ke arah wanita iblis ini!"
Beberapa orang segera tersentak dan buru-bu-ru memalingkan wajah. Namun, enam orang dari mereka terlihat mulai terpengaruh oleh suara tawa wanita itu. Dan mereka menatapnya tanpa berkedip.
"Hi hi hi...! Bocah bagus! Apakah kalian menolak untuk bersenang-senang denganku" hi hi hi...! Lihat kemari! Lihatlah...!" seru wanita berambut keemasan itu sambil menudingkan telunjuk ke matanya yang mulai bersinar tajam, mengandung daya sihir yang kuat.
"Buntaran! Tarik mereka. Dan kalau perlu, tampar untuk segera memalingkan muka!" teriak Linggawuni memerintah.
Buntaran segera melakukan apa yang dikatakan Linggawuni. Namun keenam anak buah mereka sama sekali tidak bergeming. Laki-laki bertubuh besar itu mulai kalap dan segera menghajar.
Duk! Duk! Keenam orang itu sama sekali tidak bergeming. Bahkan seperti tidak merasakan sakit ketika kaki Buntaran menendang tubuh mereka dengan kuat.
"Kurang ajar...!" geram Buntaran marah.


Pendekar Rajawali Sakti 139 Hantu Putih Mata Elang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hi hi hi...! Mereka ada dalam kekuasaanku. Dan, akan menuruti segala perintahku! Hi H hi...! Ayo, hajar mereka! Hajaaar...!" teriak Hantu Putih Mata Elang itu sambil berteriak nyaring memerin-tahkan keenam anak buah Linggawuni untuk menyerang.
Sret! "He, kurang ajar...!" Buntaran menggeram me-lihat anak buahnya segera mencabut golok dan siap menyerang.
Belum lagi Buntaran menentukan apa yang harus dilakukan, kelebatan senjata mereka nyaris menyambar dirinya.
Wuuut! Bet! "Setaaan...!"
Buntaran dan yang lainnya segera menghindar dan balas menyerang.
Trang! Cras! "Aaa...!"
Dua orang dari anak buah Linggawuni tewas disambar golok Buntaran. Sedang Linggawuni serta yang lainnya agaknya tidak sampai hari untuk menurunkan tangan kejam, sehingga mereka lebih banyak menghindar.
"Hi hi hi...! Ayo, bantu mereka anak-anak manis...!" teriak si Hantu Putih Mata Elang kepada pemuda-pemuda yang tidak berpakaian itu.
Mendengar perintah itu mereka yang sejak tadi diam, kini kembali bergerak menyerang Pendekar Rajawali Sakti beserta kawan-kawannya.
"Iblis jahanam! Kemari kalian! Akan kutebas batang leher kalian semua...!" desis Buntaran semakin kalap.
Laki-laki bertubuh gemuk itu mengayunkan golok besar di tangannya. Namun, kali ini dia dibuat terkejut. Karena, ternyata lawan-lawannya dengan mudah menghindar dan balas menyerang ganas. Hal ini membuat yang lainnya terpaksa harus bersikap tegas, kalau tidak ingin nyawa mereka melayang.
? *** ? "Wanita iblis, cukup sudah permainanmu! Hentikan semua ini...!" bentak Pendekar Rajawali Sakti.
Pendekar Rajawali Sakti langsung menghantam Hantu Putih Mata Elang dengan pukulan jarak jauh bertenaga dalam tinggi.
"Haiiit! Hi hi hi...!"
Wanita itu menghindar dengan mudah. Tubuhnya langsung melayang ke cabang pohon di belakangnya disertai tawa nyaring.
"Yaaat!"
Rangga? terus? melompat? mengejar sambil mengayunkan kepalan tangan.
Krak! "Hi hi hi...! Lebih baik kau turuti kemauanku, Pendekar Rajawali Sakti! Kau hanya buang-buang waktu saja!" kata wanita itu, langsung mencelat dari tempatnya berpijak bagai selembar daun kering tertiup angin. Sehingga, hantaman Pendekar Rajawali Sakti yang cukup keras membuat cabang pohon itu hancur berantakan.
Pendekar Rajawali Sakti segera melayang turun dengan membuat lompatan jungkir balik beberapa kali. Lalu kakinya menjejak di tanah dengan mantap. Rangga tetap bersikap seperti tadi, memalingkan muka dari tatapan Hantu Putih Mata Elang. Karena hal itu lebih memudahkannya untuk menyerang. Selain menghindari godaan nafsu luar biasa melihat cara wanita itu berpakaian, juga menghindarkan diri dari tatapan mata yang mengandung daya sihir kuat.
"Kenapa terdiam, Cah Bagus" Ayo, seranglah aku. Puaskan hatimu dengan mengeluarkan seluruh kepandaian yang kau miliki! Setelah kau puas dan merasa senang, maka giliranku untuk bersenang-senang denganmu...!" kata wanita itu meledek.
Rangga mendengus pelan. Disadari kalau wanita ini memiliki kesaktian yang belum banyak diketahui. Namun dari pertarungan semalam, bisa diduga kalau tenaga dalam Hantu Putih Mata Elang tidak berada di atasnya. Kalau saja segenap ke mampuan yang dimilikinya dikerahkan, maka bisa jadi Linggawuni serta yang lainnya akan celaka. Tapi kalau memancing wanita ini untuk bertarung agak jauh, Pendekar Rajawali Sakti khawarir Linggawuni dan kelima orang yang kini berpihak padanya, akan celaka.
"Apa yang kau pikirkan, Cah Bagus" Kau ingin mendapat hadiah karena berhasil menyerahkan kepalaku pada adipati celaka itu" Hi hi hi..! Kalian terlambat. Sore tadi, seluruh keluarga Adipati Detya Karsa binasa di tanganku. Sia-sia saja usaha kalian...!"
"Hantu Putih Mata Elang, kau memang biadab! Ketahuilah! Aku sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan mereka yang mengejarmu, karena mengharapkan hadiah. Tindakanku didasari belas kasihan!"
"Hi hi hi...! Sungguh mulia sekali sikapmu!" ejek wanita berambut keemasan itu.
"Hantu Putih Mata Elang. Sadarkah kau dengan perbuatanmu selama ini. Kau masih mempu-nyai seorang putri yang memiliki masa depan panjang. Jangan hancurkan hidupnya karena perbuatanmu yang keji dan biadab!" Pendekar Rajawali Sakti menasihati.
"Hi hi hi...! Kau pikir dirimu siapa berani menasihati" Hi Ki hi! Lebih baik, pikirkan dirimu sendiri. Karena, tidak lama lagi kau akan menjadi pembantuku yang setia!" balas Hantu Putih Mata Elang.
"Hm... Jangan harap itu akan terjadi!" desis Rangga geram.
"Begitukah?"
Wajah wanita itu tampak pura-pura terkejut. Lalu dengan sekali mendengus sinis, telapak tangan kanannya menghantam ke muka.
"Haiiit!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat melompat ke atas dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega", ketika serangkum cahaya putih menyambar ke arahnya, yang membawa hawa dingin menyengat.
"Yaaat...!"
Kini Rangga balas menyerang. Dalam keadaan masih di udara dia menghentakkan kedua tangannya, melepaskan pukulan jarak jauh dan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Maka seketika dari kedua telapaknya yang terbuka meluruk dua sinar merah ke arah Hantu Putih Mata Elang.
Wanita itu terkejut dan merasakan hawa panas manakala dua sinar merah itu menuju ke arahnya.
"Yeaaat...!"
Hantu Putih Mata Elang membentak nyaring. Tubuhnya seketika mencelat ke atas bagai kilat, menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan seketika itu pula, tubuhnya melesat menerjang Rangga yang baru saja mendarat di tanah.
"Hiyaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti tidak kalah sigap. Segera dipapaknya serangan Hantu Putih Mata Elang setelah mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Sehingga seketika berpendar sinar biru ber-kilauan yang menyambar-nyambar.
Sring! Wuuung! Hantu Putih Mata Elang terkejut. Dia bermaksud menyerang Pendekar Rajawali Sakti dengan pukulan maut yang bertenaga amat kuat. Namun, cahaya biru yang terpancar dari batang pedang Pendekar Rajawali Sakti, berputar-putar seperti melindungi diri Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaa!"
Tanpa mempedulikan hal itu, Hantu Putih Mata Elang segera menghentakkan tangannya. Maka selarik cahaya merah langsung menyambar ke arah Pendekar Rajawati Sakti begitu wanita itu selesai membentak nyaring.
Begitu sinar merah itu menghantam pedang Pendekar Rajawati Sakti, akibatnya...
Blam! "Heh"!"
Ternyata cahaya merah yang dilepaskan Hantu Putih Mata Elang terpental balik, bahkan menyerang wanita itu sendiri. Wanita berambut keemasan itu tersentak kaget, lalu cepat melompat menghindar. Dan begitu mendarat kembali di tanah, dia kembali menyerang disertai lengkingan nyaring.
"Hm...."
Pendekar Rajawali Sakti hanya bergumam. Tapi dia cepat mengusap batang pedangnya. Lalu pedangnya cepat disampirkan ke warangkanya di punggung. Sementara telapak tangannya kini telah digumpali oleh sinar biru yang berbentuk seperti bola.
"Mampus kau...!" desis Hantu Putih Mata Elang.
Begitu serangan hampir menyambar tubuhnya, Pendekar Rajawali Sakti cepat memapak dengan kedua tangannya.
"Cakra Buana Sukma! Hihhh!"
Hantu Putih Mata Elang menggeram, dan langsung melipatgandakan tenaga. Namun alangkah terkejutnya dia, ketika merasakan tenaga dalamnya mengalir deras seperti tersedot. Rupanya, ajian yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti seperti menyeruak telinga dalamnya. Wanita itu berusaha menarik kepalan tangannya, namun tidak mampu, bahkan seperti menyatu dengan telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti. Hantu Putih Mata Elang kembali menggeram. Dan dia berusaha menghantam Pendekar Rajawali Sakti dengan tangannya yang sebelah lagi. Dan...
Buk! "Heh"!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti sedikit tergun-cang ketika kepalan tangan wanita itu menghantam dadanya. Namun yang lebih terkejut ternyata tangan si Hantu Putih Mata Elang tidak mampu dilepaskan. Dan dengan kedua kepalan tangan menempel maka tenaga dalamnya lebih cepat mengalir keluar.
"Demi iblis! Lepaskan ilmumu keparat! Lepas-kaaan...!" teriak Hantu Putih Mata Elang geram dengan amarah meluap-luap.
"Hm...."
"Yeaaat!"
? *** ? Hantu Putih Mata Elang agaknya hendak berbuat nekat dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki guna melepaskan diri dari pengaruh aji 'Cakra Buana Sukma' yang sedang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara Pendekar Rajawali Sakti hanya mendengus sinis. Dan kembali tangan Rangga bergerak ke belakang punggung. Dan seketika pedangnya yang telah keluar dari warangka berkelebat.
Wuuut! Crasss! Wanita itu kontan terpekik nyaring begitu kaki kanannya terbabat putus oleh pedang Pendekar Rajawali Sakti. Bersamaan dengan itu, Rangga, menghentakkan sebelah tangannya yang menem-pel pada tangan Hantu Putih Mata Elang. Begitu tubuh wanita itu terjajar, kembali pedangnya berkelebat cepat menyambar dada Hantu Putih Mata Elang. Dan....
"Shaaa...!"
"Aaa...!"
Tubuh wanita berambut keemasan itu terjung-kal disertai pekikan nyaring. Dadanya kontan menyemburkan darah segar. Tak lama tubuh wanita itu ambruk di tanah. Sesaat dia meregang nyawa, lalu diam tak berkutik lagi. Mati!
Rangga menghela napas panjang seraya me-nyarungkan pedangnya. Diperhatikannya Hantu Putih Mata Elang dengan seksama. Pada permu-kaan kulit si Hantu Putih Mata Elang, terlihat pe-rubahan yang cepat. Kulitnya yang halus mulus, perlahan-lahan keriput. Rambutnya yang keemasan berubah putih. Dan tubuhnya yang padat berisi, perlahan-lahan mengempes. Dan kini hanya tinggal kulit pembalut tulang belaka. Sehingga dalam keadaan seperti itu, terlihat jelas keadaan tubuhnya yang asli. Seorang wanita tua dengan kulit keriput dan tubuh kurus kering penuh ubanan!
"Ibuuu...!"
Mendadak seseorang berteriak haru, langsung menghampiri wanita itu dan memeluknya erat dan menangis sendu.
Rangga diam membisu tak kuasa melihat pe-mandangan itu. Perlahan-lahan didekatinya gadis itu dan berdiri di belakangnya.
"Maafkan aku, Roro Inten. Ibumu terlalu me-maksa, sehingga tidak ada jalan lain bagiku selain menyelamatkan diri...," ucap Rangga lirih.
Gadis itu diam tidak menjawab.
Rangga mendesah pelan. Ditariknya napas panjang dan dihembuskannya kuat-kuat. Lama dia berdiri mematung, kemudian menoleh ke sekitarnya. Tampak Linggawuni tergeletak dengan tubuh penuh luka. Sementara, di dekatnya terlihat yang lain tergeletak tidak bergerak! Pemuda itu kembali menghela napas pendek kemudian berjalan meninggalkan gadis itu.
"Hendak ke manakah kau, Rangga...?" tanya Linggawuni lirih.
Pemuda itu memperhatikannya seksama. Kemudian setelah yakin kalau laki-laki itu mampu mengurus dirinya sendiri, dia melompat ke pung-gung kudanya.
"Aku akan melanjutkan perjalananku, Linggawuni...," sahut Pendekar Rajawali Sakti datar.
Laki-laki itu mengangguk lemah, memandang pemuda itu sekilas.
"Selamat jalan, Kisanak...! Hiya!"
Pendekar Rajawali Sakti menggebah kudanya. Dan dalam waktu singkat, dia telah lenyap dari pandangan menembus kegelapan malam. Linggawuni memperhatikan sesaat, kemudian melangkah pelan. Sempat diliriknya Roro Inten yang masih memeluk jenazah ibunya sambil menangis perlahan. Kemudian tanpa mempedulikannya, laki-laki itu bergegas meninggalkan tempat ini.
? ? SELESAI ? ? ? Scan by Clickers
Edit by Lovely Peace
Pdf by Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
?"?"?"" ?"" Pendekar Rajawali Sakti
?"?" ? 2017 Kisah Si Bangau Putih 7 Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam Kasih Diantara Remaja 13

Cari Blog Ini