Ceritasilat Novel Online

Pemburu Darah 2

Pendekar Rajawali Sakti 130 Pemburu Darah Bagian 2


"Kakang Rangga belum mati, Ki. Aku yakin, Kakang Rangga juga sedang mencari tahu, siapa sebenarnya pembunuh biadab di desa ini," sangkal Pandan Wangi tegas.
Ki Randata tidak dapat lagi berkata-kata, dan hanya bisa menarik napas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala perlahan. Memang sulit menasihati gadis pendekar yang berkepandaian tinggi seperti si Kipas Maut ini. Semakin dilarang, rasa keingintahuannya semakin berkobar dalam dada. Terlebih, Pandan Wangi tidak yakin bila Rangga sudah menjadi korban si Iblis Pemburu Darah ini dengan mudah sekali. Sedangkan Pandan Wangi sendiri, malah bisa membuat pembunuh keji itu seperti tidak berani lagi berhadapan dengannya.
"Sebenarnya hal seperti ini tidak perlu terjadi, kalau semua penduduk desa ini bersatu dan mempunyai tekad, Ki," kata Pandan Wangi.
"Untuk apa...?" terdengar malas suara Ki Randata.
"Menghadapi iblis itu, Ki," sahut Pandan Wangi mantap.
"Kau hanya bermimpi bila ingin menyatukan penduduk desa ini, Pandan. Mereka hanya petani yang sehari-hari kerjanya menggarap sawah. Jadi mana ada keberanian untuk menghadapi manusia iblis yang tangguh seperti itu..." Lihat saja sendiri, begitu mudahnya aku dilemparkan. Padahal, semalam aku sudah setengah mati berusaha melawan. Dia terlalu kuat dan sulit dibunuh, Pandan. Sadarlah kalau dia sebenarnya sudah mati. Dia bukan lagi manusia yang bisa dibunuh begitu saja...," sergah Ki Randata.
Pandan Wangi jadi terdiam. Sulit bagi dia membantah kata-kata yang diucapkan Ki Randata barusan. Memang, semua penduduk Desa Galibang ini tidak ada yang memiliki kepandaian sedikit pun juga. Jadi, tidak mungkin kalau mereka dikerahkan untuk menghadapi si Iblis Pemburu Darah.
"Keadaan seperti ini sudah berlangsung lama, Pandan. Dan sudah begitu banyak jatuh korban. Bahkan tidak sedikit para pendekar yang datang ke sini hanya menyerahkan nyawanya saja. Bahkan kakakmu sendiri, sampai sekarang belum jelas nasibnya. Aku hanya minta padamu, Pandan. Pergilah dari desa ini selagi ada waktu. Jangan korbankan dirimu hanya untuk pekerjaan sia-sia. Dia bukan manusia lagi," ujar Ki Randata, kembali meminta Pandan Wangi untuk pergi dari desa ini.
"Sudah kepalang basah, Ki. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap berusaha menghancurkan iblis itu," tegas Pandan Wangi.
Ki Randata mengangkat bahunya sedikit. Di-rengkuhnya bahu Samirah, dan dibawa ke dalam pelukannya. Gadis tanggung itu lantas menyem-bunyikan kepalanya di dada laki-laki tua ini, seakan ingin mencari perlindungan di dalamnya.
"Aku ingin istirahat dulu, Ki. Malam nanti aku akan menghadang iblis itu lagi. Mudah-mudahan saja semua perbuatannya bisa kuhentikan di sini," kata Pandan Wangi.
'Tidurlah di sini, Pandan," kata Ki Randata seraya beringsut memberi gadis itu tempat beristirahat.
'Terima kasih."
? *** Pendekar Rajawali Sakti
?"?"?"?"" Pendekar Rajawali Sakti
?"?"?"?"?"?""
?"?"?"?"
?"?"?""
?"" ?"?"?"?"?""
?"?"?"?"?""
?"?"?"
?"?"?"?"?""
?"?""
?"" ?"?"?""
?"" ?"?"?"?"?"?"?"
?"?""
?"?""
?"?"?"?""
?"?" ?"?"?"?""
?"?"?"?"?"
?"?"?"?"
?"?"?"?"
?"?"?"?"?"
?"?"?"?"?"?"?""
?"?"?"
?"?"?"?"?"?""
?"?"?"?"
?"?"?"?"?"?""
?"?"?"?"?"
?"?"?"?"?"?""
? 2017 " 130. Pemburu Darah Bag. 5
9 ?"?"?"" 2014 ". " 11:02
5 ? Saat matahari sudah tenggelam di balik peraduannya, Pandan Wangi baru keluar dari gubuk yang ditempati Ki Randata. Sengaja si Kipas Maut tidak mau jauh-jauh dari gubuk itu. Dia berharap, Iblis Pemburu Darah kembali datang untuk membunuh Kepala Desa Galibang itu. Tapi perhatiannya juga tidak lepas pada setiap rumah yang ada di sekitar gubuk ini.
Seperti malam-malam sebelumnya, malam ini angin bertiup kencang, menyebarkan hawa dingin yang menggigilkan tubuh. Dan langit masih tetap tertutup awan hitam tebal yang bergulung-gulung menghalangi pancaran cahaya rembulan. Setiap malam keadaan di Desa Galibang seperti ini, Langit gelap tertutup awan, seperti akan turun hujan. Tapi, tidak ada setitik air pun yang jatuh menyiraminya.
"Sepi sekali.... Apakah iblis itu tidak muncul malam ini...?" gumam Pandan Wangi dalam hati. Ah! Sebaiknya aku ke utara saja."
Pandan Wangi mengayunkan kakinya menuju arah utara Desa Galibang ini. Sepanjang jalan yang dilalui, tidak satu orang pun dijumpai. Kedua tangannya sudah terlipat di depan dada, mencoba mengusir udara dingin yang semakin menggigit. Kakinya terus terayun perlahan-lahan menelusuri jalan tanah yang lembab dan berbau tidak sedap. Beberapa hari berada di desa ini, Pandan Wangi jadi terbiasa juga dengan bau busuk yang selalu menyengat.
"Hm..., seperti ada suara pertarungan di sana...," gumam Pandan Wangi lagi dalam hati.
Telinganya yang tajam dan terlatih baik, cepat menangkap suara yang datang dari sebelah utara desa ini. Sejenak Pandan Wangi berhenti melangkah, langsung menajamkan pendengarannya. Suara itu semakin jelas terdengar. Dan dia yakin, itu suara pertarungan.
"Hup...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, gadis cantik berbaju biru yang dikenal berjuluk si Kipas Maut ini langsung melesat, dengan kecepatan tinggi. Ilmu meringankan tubuhnya yang sudah hampir mencapai tingkat kesempurnaan langsung dipergunakannya.
Demikian cepatnya Pandan Wangi berlari, hingga yang terlihat hanya kelebatan bayangan biru dari baju yang dikenakan. Gadis itu terus berlari, dan semakin dekat dengan perbatasan di sebelah utara ini. Sehingga suara pertarungan itu semakin jelas terdengar di telinganya. Dan ketika sudah melewati perbatasan desa ini, ayunan kakinya langsung terhenti.
"Kakang Rangga...," desis Pandan Wangi agak tersekat suaranya.
Tidak jauh dari perbatasan desa ini, terlihat dua orang sedang bertarung begitu sengit. Dan Pandan Wangi langsung mengenali salah seorang, yakni yang mengenakan baju rompi putih. Sebilah pedang bergagang kepala burung tampak bertengger di punggungnya. Pemuda itu memang Rangga, yang di kalangan rimba persilatan lebih dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti.
Saat itu, Pandan Wangi melangkah semakin mendekati dua orang yang sedang bertarung sengit itu. Kening gadis itu jadi berkerut, ketika. melihat lawan bertarung Pendekar Rajawali Sakti ternyata seorang anak muda berwajah cukup tampan dan berkulit putih seperti seorang putra bangsawan. Dia bersenjatakan sebilah pedang. Jurus-jurusnya begitu cepat, mencoba menjatuhkan Pendekar Rajawali Sakti. Dan Pandan Wangi belum pernah melihat lawan bertarung Pendekar Rajawali Sakti itu, selama berada di Desa Galibang ini.
"Hm, siapa dia...?" gumam Pandan Wangi dalam hati.
Pandan Wangi memang tidak bisa menjawab pertanyaannya saat ini. Sementara, pertarungan antara Pendekar Rajawali Sakti melawan pemuda tampan berbaju hitam pekat itu semakin sengit saja. Tampaknya, pemuda berbaju hitam itu sudah mengeluarkan jurus-jurus dahsyatnya. Gerakan-gerakannya begitu cepat, hingga sulit diikuti pandangan mata biasa. Sedangkan Rangga sendiri masih tetap melayani dengan tangan kosong saja dalam penggunaan gabungan jurus-jurus dari Lima Rangkaian Jurus Rajawali Sakti.
Dan walaupun Rangga hanya mengerahkan lima jurus saja, tapi terlihat begitu sulit bagi lawannya untuk mendesak. Bahkan beberapa kali lawannya terpaksa harus berjumpalitan dan membanting tubuh ke tanah, setiap kali Rangga melancarkan serangan balasan yang begitu cepat dan dahsyat luar biasa. Entah sudah berapa jurus yang digelar, tapi tampaknya belum ada tanda-tanda kalau pertarungan bakal berakhir. Sementara Pandan Wangi hanya bisa menyaksikan dari jarak yang tidak begitu jauh, tanpa dapat berbuat sesuatu.
Dan setelah berjalan beberapa jurus lagi, sudah terlihat kalau Rangga mulai menguasai jalannya pertarungan. Bahkan sudah tiga kali pukulan yang dilancarkannya mendarat tepat di tubuh lawannya. Dan ketika satu tendangan yang begitu keras dari jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' dari Pendekar Rajawali Sakti mendarat telak di kepala, pemuda berbaju hitam itu tampak terpelanting ke belakang. Tubuhnya langsung bergulingan beberapa kali diiringi jeritannya yang panjang dan melengking tinggi. Sementara Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri tegak kembali di atas kedua kakinya yang kokoh.
'Phuih! Hiyaaa...!"
Begitu bisa bangkit berdiri lagi, pemuda berbaju hitam itu langsung saja melompat menyerang. Dan dengan kecepatan bagai kilat, pedangnya dibabatkan tepat mengarah ke batang leher Pendekar Rajawali Sakti.
Bet! "Hapts...!"
Sedikit saja Rangga mengegoskan kepala, membuat ujung pedang yang berkelebat cepat itu lewat sedikit di depan tenggorokannya. Dan pada saat itu juga, Rangga memutar tubuhnya ke kanan. Lalu....
"Shyaaa...!"
Bagaikan geledek, Pendekar Rajawali Sakti melepaskan satu tendangan dengan pengerahan tenaga dalam sempurna. Kecepatannya begitu su-kar diikuti pandangan mata biasa, sehingga lawannya tidak dapat lagi berkelit menghindar. Dan....
Begkh! "Aaakh...!"
Satu jeritan panjang yang tinggi dan meleng-king kembali terdengar, bersama terpentalnya tubuh pemuda berbaju hitam itu ke belakang. Lalu deras sekali tubuh pemuda itu terpental, langsung menabrak sebatang pohon hingga hancur seketika, menimbulkan suara gemuruh.
Sementara Rangga sudah kembali berdiri te-gak. Kedua tangannya sudah terlipat di depan dada. Sorot matanya terlihat begitu tajam, memandangi lawannya yang masih berusaha bangkit berdiri, walaupun terhuyung-huyung. Tampak darah mengalir deras dari mulut dan hidungnya. Sebentar tangannya memegangi dada. Kemudian dibuatnya beberapa gerakan lemah sambil menghembuskan napas kuat-kuat.
"Hhh...!"
Sambil mendengus berat, pemuda berbaju hitam itu kembali melakukan gerakan-gerakan pelan. Namun setiap kebutan tangannya menimbulkan suara gemuruh seperti gunung hendak memuntahkan laharnya. Dan tiba-tiba saja, seluruh tubuhnya jadi memerah seperti terbakar, ketika kedua tangannya yang terkepal erat di depan dada disilangkan.
"Hm...."
Rangga menggumam sedikit, saat menyadari lawannya sudah mengerahkan ilmu kesaktiannya. Dua langkah kakinya ditarik ke belakang. Kemudian kedua telapak tangannya dirapatkan di depan dada. Lalu perlahan-lahan tubuhnya bergerak miring ke kanan, lalu bergerak lagi ke kiri. Dan ketika tubuhnya kembali tegak dengan kaki masih terpentang lebar ke samping, seketika di antara kedua telapak tangannya yang merapat di depan dada memancar seberkas cahaya biru begitu terang. Bahkan hampir membuat kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti tidak terlihat lagi.
? *** ? Beberapa saat kedua pemuda yang berdiri saling berhadapan dengan jarak kurang dari satu batang tombak itu saling berpandangan tajam. Seakan, mereka tengah mengukur tingkat ilmu kesaktian satu sama lain yang sudah disiapkan. Dan....
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja pemuda berbaju hitam itu berte-riak keras menggelegar, bagai guntur membelah angkasa. Dan cepat sekali kedua tangannya yang terkepal erat dihentakkan ke depan. Dan pada saat yang bersamaan....
"Aji 'Cakra Buana Sukma"! Yeaaah...!"
Rangga juga membentak nyaring. Kedua tangannya langsung dihentakkan ke depan. Tepat ketika dari kedua tangan lawannya meluncur cahaya, merah bagai api, dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti juga melesat secercah cahaya biru terang yang menyilaukan mata. Cahaya biru itu langsung menyambut serangan, hingga kedua cahaya itu bertemu tepat di tengah-tengah.
Glarrr...! Sebuah ledakan dahsyat seketika itu juga terdengar mengguncangkah bumi ini, tepat ketika dua cahaya beradu. Begitu kerasnya, hingga cahaya itu sampai berpendar ke segala arah dan menyambar beberapa pohon yang ada di dekat ajang pertarungan. Pohon-pohon seketika hancur berkeping-keping, menimbulkan ledakan keras yang beruntun memekakkan telinga.
"Oh..."!"
Pandan Wangi yang menyaksikan pertarungan jadi terperangah, ketika melihat kedua pemuda yang bertarung ilmu kesaktian sama-sama terpental ke belakang, dan jatuh bergulingan di tanah. Tapi Rangga cepat melompat bangkit berdiri tegak lagi. Sedangkan lawannya tetap menggeletak di tanah, tidak bergerak sedikit pun juga.
Beberapa saat Rangga diam memandangi lawannya yang masih tetap tergeletak tidak bergerak-gerak sedikit pun juga. Jelas sekali kalau rongga dada pemuda berbaju hitam itu terbongkar, hingga seluruh isinya terlihat jelas menghitam seperti hangus terbakar. Sementara, Rangga sudah melangkah perlahan mendekati. Dan langkahnya berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar lima depa lagi.
"Hhh...!"
Terasa begitu berat hembusan napas Pendekar Rajawali Sakti. Sementara dari belakangnya, tampak Pandan Wangi melangkah menghampiri. Dan Rangga seperti tidak mengetahui kehadiran gadis cantik yang berjuluk si Kipas Maut itu. Pendekar Rajawali Sakti terus berdiri mematung memandangi lawannya yang sudah terbujur kaku tidak bernyawa lagi. Dan kepalanya, baru berpaling sedikit, setelah Pandan Wangi berada di sebelah kanannya.
"Siapa dia, Kakang?" tanya Pandan Wangi langsung. Sementara matanya terus memandangi lawan Pendekar Rajawali Sakti yang sudah terbujur kaku tidak bernyawa lagi di depannya.
"Anak sulung Ki Lawung," sahut Rangga pelan, sambil menyeka keringat yang membasahi le-hernya.
Pandan Wangi tersentak kaget, mendengar jawaban Rangga barusan. Sungguh tidak disangka kalau pemuda itu adalah anak sulung Ki Lawung, yang selama ini dijuluki si Iblis Pemburu Darah. Dan lebih terkejut lagi, sepertinya Rangga sudah tahu apa yang terjadi sebenarnya di Desa Galibang ini. Bahkan seperti sudah tahu juga tentang orang yang menyebarkan neraka di desa ini. Begitu terkejutnya, sampai Pandan Wangi tidak dapat lagi bersuara. Dan hanya dipandanginya saja wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti, dengan sinar mata begitu sulit diartikan.
Sementara, Rangga seperti tidak mengetahui keterkejutan si Kipas Maut. Tubuhnya segera berbalik, dan melangkah pergi tanpa menghiraukan Pandan Wangi yang masih terpana. Setelah Rangga berada cukup jauh, baru Pandan Wangi tersadar. Dan cepat dikejarnya Pendekar Rajawali Sakti, lalu langkahnya disejajarkan di sampingnya. Kini mereka berjalan memasuki Desa Galibang tanpa berbicara sedikit pun juga. Entah, apa yang ada dalam kepala mereka masing-masing saat ini.
"Ke mana saja kau selama ini, Kakang" Hatiku cemas memikirkanmu. Aku khawatir kau jadi korban iblis itu," kata Pandan Wangi, memecah kebisuan yang terjadi di antara mereka.
"Maaf, aku terpaksa meninggalkanmu. Bukan-nya tidak percaya dengan kemampuanmu, Pandan. Tapi aku merasa, persoalan ini dapat membahayakan dirimu," kata Rangga mencoba menjelaskan.
"Tapi seharusnya kau pamit dulu, Kakang. Jadi aku tidak mencemaskanmu. Kau tahu, setiap malam aku keliling desa sambil berharap bisa bertemu denganmu. Apalagi, Ki Randata selalu mengatakan kalau kau sudah menjadi korban iblis itu," kata Pandan Wangi tetap menyesalkan sikap Rangga yang meninggalkannya begitu saja.
"Maaf..." ujar Rangga seraya tersenyum.
Mereka tidak bicara lagi, dan terus melangkah menelusuri jalan tanah berdebu yang lembab dan anyir oleh darah kering. Sementara malam terus merayap semakin larut. Dan udara juga terasa semakin dingin membekukan tubuh. Namun kedua pendekar muda dari Karang Setra itu terus berjalan, tidak mempedulikan dinginnya udara dan bau yang menyengat tercium hidung.
"Kau masih tinggal bersama Ki Randata, Pan-dan?" tanya Rangga.
Pandan Wangi hanya mengangguk saja.
"Bagaimana keadaannya" Apa dia baik-baik saja...?" tanya Rangga lagi.
Kali ini Pandan Wangi langsung berhenti melangkah. Seketika dipandanginya Pendekar Rajawali Sakti dengan kening agak berkerut. Rangga juga jadi berhenti melangkah, dan menatap gadis itu dengan bibir menyunggingkan senyum.
"Aku tahu, semua yang terjadi, Pandan," kata Rangga.
"Dia tidak apa-apa...?"
"Kau tahu, tapi tidak mau membantu!" dengus Pandan Wangi, jadi kesal.
"Aku akan menolong, tapi kau keburu datang. Dan kulihat, semuanya bisa kau atasi," kata Rangga kalem.
"Ki Randata hanya menderita luka luar yang tidak seberapa," kata Pandan Wangi memberi tahu.
"Syukurlah...," desah Rangga lega. Dan mereka kembali melangkah tanpa bicara lagi.
Ki Randata terkejut setengah mati, melihat Pandan Wangi datang bersama Rangga. Dia heran, Juga senang melihat Pendekar Rajawali Sakti masih hidup, tidak menjadi korban si Iblis Pemburu Darah.
Apalagi, setelah Rangga menceritakan semua yang dilakukannya selama beberapa hari ini. Dan kini dia sudah tahu, apa sebenarnya yang sedang terjadi di Desa Galibang ini. Ki Randata hampir-hampir tidak percaya dengan semua yang dikatakan Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Sebenarnya semua ini tidak perlu terjadi, kalau mereka tidak membangkitkan Ki Lawung dari kuburnya," kata Rangga di akhir ceritanya.
"Jadi benar Iblis Pemburu Darah itu sebenarnya sudah mati, Kakang...?" selak Pandan Wangi, ingin meyakinkan diri.
"Benar, Pandan. Ki Lawung sebenarnya sudah mati. Istri dan kedua anaknyalah yang membangkitkannya dari kematian. Mereka dendam, dan ingin membalas perbuatan penduduk desa ini pada Ki Lawung," jelas Rangga lagi.
"Tapi memang tindakan penduduk desa ini tidak bisa disalahkan, Kakang. Ki Lawung itu dukun jahat. Konon dia memang punya ilmu-ilmu hitam yang bisa digunakan untuk mencelakakan orang lain. Malah anak Ki Randata diguna-gunai, sampai mati gantung diri. Jadi sudah pantas kalau penduduk desa ini marah dan menghukumnya dengan kematian," sentak Pandan Wangi, membela perbuatan penduduk Desa Galibang.
"Sama sekali aku tidak menyalahkan penduduk desa ini, Pandan. Tapi coba lihat akibatnya.Tidak mudah berurusan dengan orang yang memiliki ilmu hitam seperti Ki Lawung. Ilmunya tidak akan pernah lenyap, walaupun sudah mati," kata Rangga.
Sementara Ki Randata sendiri hanya diam saja, mendengarkan pembicaraan kedua pendekar muda itu. Orang tua itu duduk di tepi balai-balai bambu sambil merangkul pundak Samirah. Gadis kecil itu juga tidak mengeluarkan suara sedikit pun juga.
"Sebaiknya kita tidak perlu berselisih pendapat, Kakang. Korban sudah terlalu banyak. Dan kita berdua harus mengembalikan keadaan desa ini seperti semula. Kita harus kembalikan Ki Lawung ke dalam kuburnya, biarkan dia istirahat di sana, dan jangan sampai mengganggu ketenteraman penduduk desa ini lagi," kata Pandan Wangi mencari jalan tengah.
"Untuk mengembalikan Ki Lawung, tidak sulit dilakukan, Pandan. Yang menjadi beban pikiranku, justru istri dan anaknya yang satu lagi. Merekalah yang sekarang menguasai mayat itu," kata Rangga.
Pandan Wangi jadi terdiam. Entah apa yang ada dalam benak gadis ini. Sedangkan Rangga juga tidak mengeluarkan suara lagi. Pandangan mereka tertuju lurus ke luar, merayapi kabut tebal yang turun menyelimuti seluruh Desa Galibang. Sepanjang mata memandang, hanya kegelapan saja yang terlihat terselimut kabut tebal yang bergerak tertiup angin. Perlahan kepala Pandan Wangi bergerak berpaling, dan kembali menatap wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti di sebelahnya. Sebentar kemudian pandangannya beralih pada Ki Randata dan Samirah yang masih tetap duduk di tepi balai-balai dari bambu yang sudah lapuk itu.
"Kau tahu, di mana mereka tinggal, Kakang...?" tanya Pandan Wangi, terdengar begitu pelan suaranya. Hingga Ki Randata tidak dapat mendengarnya.
"Ya," sahut Rangga pelan, agak mendesah panjang.
"Bagaimana kalau malam ini kita datangi mereka, Kakang...?" usul Pandan Wangi, masih dengan suara begitu pelan.
Rangga tidak langsung menjawab. Malah dipandanginya kedua bola mata gadis itu dengan sinar mata begitu sulit diartikan. Pandan Wangi membalas pandangan mata Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata cukup tajam. Beberapa saat lamanya mereka hanya saling berpandangan, kemudian Rangga kembali mengarahkan pandangan ke luar. Langsung dihembuskannya napas panjang yang terasa begitu berat.
"Hhh...!"
"Bagaimana, Kakang...?" desak Pandan Wangi.
"Hhh...!"
Kembali Rangga hanya menghembuskan napas panjang saja. Sedikit matanya melirik ke wajah cantik di sebelahnya. Kemudian dia bangkit berdiri, dan melangkah ke ambang pintu. Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak di sana sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Sementara, Pandan Wangi hanya bisa memandangi saja. Dan tidak lama kemudian dia bangkit berdiri, lalu melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Ka...."
Baru saja Pandan Wangi membuka mulutnya hendak mendesak Pendekar Rajawali Sakti lagi, tiba-tiba saja terlihat sebuah bola api meluncur deras di angkasa menuju gubuk ini. Dan....
"Bawa mereka keluar, Pandan...!" seru Rangga.
"Hup...!"
Bersamaan dengan melesatnya Pendekar Rajawali Sakti keluar dari gubuk ini, Pandan Wangi langsung melesat menyambar Samirah. Dan dengan kecepatan bagai kilat dia melompat keluar, diikuti Ki Randata. Dan pada saat itu juga....
Glarrr...! ? *** Pendekar Rajawali Sakti
?"?"?"" Pendekar Rajawali Sakti
Bahasa Indonesia
? 2017 " . 130. Pemburu Darah Bag. 6
9. Oktober 2014 um 11:03
6 ? Bola api langsung menghantam atap gubuk kecil itu, hingga terdengar ledakan begitu dahsyat. Seketika gubuk tempat tinggal Ki Randata hancur terbakar. Api menyembur ke angkasa, membawa kepingan kayu gubuk yang berhamburan bagai diamuk tangan raksasa. Sementara, Pandan Wangi yang membawa Samirah sudah berada cukup jauh dari gubuk itu bersama Ki Randata. Dan saat itu, mereka tidak lagi melihat Rangga di sini. Entah, ke mana perginya Pendekar Rajawali Sakti.
"Rumah itu ada orangnya, Ki?" tanya Pandan Wangi sambil menunjuk sebuah rumah, tidak jauh dari tempat mereka berada.
"Tidak," sahut Ki Randata. "Semua penghu-ninya sudah mati dibunuh iblis itu."
"Tolong bawa Samirah ke sana," kata Pandan Wangi.
"Kau sendiri...?"
"Aku akan menyusul Kakang Rangga."
Ki Randata ingin mencegah, tapi Pandan Wangi sudah mendesaknya untuk masuk ke dalam rumah itu. Tidak ada pilihan lain lagi bagi orang tua itu. Segera dibawanya Samirah masuk ke dalam rumah kecil yang gelap dan tidak berpenghuni itu. Sementara, Pandan Wangi masih tetap berdiri di tengah jalan, memandangi gubuk Ki Randata yang sudah hancur berkeping-keping. Sebentar pandangannya beredar ke sekeliling. Kemudian....
"Hup...!"
Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat hampir sempurna, Pandan Wangi langsung melesat cepat sekali. Gadis itu berlari bagai kilat ke arah Rangga tadi pergi, sehingga yang terlihat hanya kelebatan bayangan baju birunya saja dalam gelap yang berselimut kabut tebal ini. Namun belum juga jauh si Kipas Maut itu berlari...
"Khraaakh...!"
"Heh..."!"
Pandan Wangi tidak sempat lagi berbuat sesuatu, ketika tiba-tiba saja sebuah bayangan putih keperakan melesat dari atas dengan kecepatan bagai kilat, langsung menyambar tubuhnya diikuti suara keras dan serak. Dan saat itu juga, tubuh gadis cantik itu sudah melambung tinggi ke angkasa, terjepit cakar seekor burung rajawali raksasa yang berbulu putih keperakan.
"Rajawali, apa .yang kau lakukan..."!" seru Pandan Wangi, begitu sadar apa yang terjadi pada dirinya.
"Khraaagkh...!"
"Turunkan aku, Rajawali...!" pinta Pandan Wangi.
Tapi, Rajawali Putih itu tidak mau menghiraukan permintaan si Kipas Maut. Malah gadis itu dibawa lebih tinggi, hingga menembus awan. Pandan Wangi jadi kelabakan setengah mati, dan tidak lagi berani membuka matanya. Bahkan menggerakkan tubuhnya saja tidak, ada keinginan. Dia tidak tahu, ke mana Rajawali Putih membawanya pergi. Apalagi untuk mengukur sudah setinggi apa rajawali raksasa ini membawanya terbang. Pandan Wangi hanya merasakan tubuhnya terayun-ayun, tidak tahu kalau Rajawali Putih mulai merendah terbangnya.
"Khraaagkh...!"
"Oh..."!"
Pandan Wangi jadi tersentak kaget, ketika tiba-tiba telapak kakinya terasa menyentuh sesuatu yang lembab dan dingin. Dan ketika kelopak matanya terbuka, langsung terbeliak kaget setengah mati. Entah bagaimana caranya, tahu-tahu Rajawali Putih sudah menurunkannya di sebuah padang rumput yang sangat luas bagai tidak bertepi. Gadis itu terguling, ketika Rajawali Putih melepaskan cengkeramannya. Dan dengan gerakan sangat indah, Pandan Wangi melompat bangkit berdiri.
Sementara Rajawali Putih sudah mendarat tidak jauh di depannya. Kepalanya merunduk, hingga Pandan Wangi tidak perlu mendongak untuk melihat wajah burung rajawali raksasa ini.
"Siapa yang memerintahmu membawaku ke sini, Rajawali?" tanya Pandan Wangi langsung.
"Aku...."
"Oh..."!"
Pandan Wangi jadi tersentak, ketika tiba-tiba terdengar jawaban atas pertanyaanya tadi, dari arah belakangnya. Cepat tubuhnya berbalik. Dan mulutnya langsung ternganga, begitu melihat Rangga tahu-tahu ada di padang rumput ini. Entah dari mana datangnya, tahu-tahu Pendekar Rajawali Sakti sudah ada.
"Kakang...," desis Pandan Wangi pelan, hampir tidak percaya.
"Aku yang meminta Rajawali Putih memba-wamu ke sini, Pandan," kata Rangga.
"Untuk apa..." Kenapa kau lakukan itu...?" tanya Pandan Wangi langsung meminta penjelasan.
"Kau ingin tahu, di mana anak dan istri Ki Lawung tinggal, kan...?" Rangga malah balik ber-tanya.
Pandan Wangi hanya mengangguk saja.
"Mereka tinggal tidak jauh dari sini," kata Rangga memberi tahu.
"Di mana ini?" tanya Pandan Wangi, sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Lembah Setan," sahut Rangga.
"Apa..."!"
Pandan Wangi begitu terkejut begitu nama tempat ini disebutkan. Sering kali nama Lembah Setan didengarnya. Sebuah lembah yang hanya terdiri dari padang rumput, dikelilingi bukit yang lebat oleh pepohonan. Tidak ada seorang pun yang sudi menginjakkan kakinya di lembah ini. Dan Pandan Wangi sering mendengar cerita, lembah ini dihuni makhluk aneh yang bentuknya setengah binatang, setengah lagi manusia. Entah seperti apa bentuk makhluk itu. Tapi dari kabar yang pernah didengarnya, makhluk itu sangat buas dan pemakan daging manusia. Itu sebabnya, kenapa lembah ini dinamakan Lembah Setan. Setiap orang selalu mengatakan kalau lembah ini adalah tempat berkumpulnya setan. Dan lembah ini juga letaknya tidak begitu jauh dari Desa Galibang.
"Di sekitar lembah ini mereka tinggal sekarang, Pandan," kata Rangga memberi tahu lagi, tanpa mempedulikan keterkejutan gadis itu.
"Di lembah ini...?" Pandan Wangi seperti tidak percaya.
"Ya, di lembah ini," tegas Rangga.
Pandan Wangi seperti masih belum percaya. Kembali pandangannya beredar ke sekeliling. Sunyi sekali sekitar lembah ini. Dan keadaannya juga begitu gelap. Kepalanya lantas mendongak ke atas, menatap langit pekat terselimut awan hitam. Kemudian kembali ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti yang masih berdiri dekat di depannya.
"Bagaimana kau bisa tahu kalau mereka seka-rang tinggal di sini, Kakang?" tanya Pandan Wangi seakan ingin meyakinkan dirinya sendiri.
"Aku sempat membuntuti anak sulung Ki Lawung sampai ke sini," jelas Rangga.
"Yang bertarung denganmu...?"
Rangga mengangguk, membenarkan pertanya-an Pandan Wangi barusan.
"Lalu, di mana mereka tinggal?"
"Di dalam hutan ini," sahut Rangga sambil me-nunjuk sebelah kirinya.
Pandan Wangi melayangkan pandangan ke arah yang ditunjuk Pendekar Rajawali Sakti. Tak ada yang dapat dilihat, selain kegelapan dan pe-pohonan yang menghitam terbungkus kabut tebal.
'Kalau begitu, kenapa harus menunggu lagi..." Kita ke sana saja sekarang, Kakang," ajak Pandan Wangi langsung.
"Tidak semudah itu, Pandan."
"Maksudmu...?"
"Mereka sudah menguasai lembah ini dan semua isinya."
"Aku tidak mengerti maksudmu, Kakang...."
"Kau pernah dengar cerita tentang Lembah Setan ini, Pandan...?"
Pandan Wangi mengangguk.
"Mereka sekarang menguasai makhluk itu."
"Mereka..."!"
Untuk kedua kalinya Pandan Wangi jadi terbe-liak kaget setengah mati. Hampir tidak diper-cayainya apa yang baru saja didengarnya. Makhluk setengah binatang yang kabarnya sangat buas dan pemakan daging manusia itu, kini dikuasai anak dan istri Ki Lawung. Rasanya sulit dipercaya. Tapi, Pandan Wangi tidak bisa mengabaikan begitu saja ucapan Pendekar Rajawali Sakti. Dia tahu, apa yang dikatakan Rangga tidak bisa dibantah lagi. Dan Rangga tidak pernah berbohong. Apalagi menakut-nakutinya.
"Lalu apa yang akan kau lakukan, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Aku tahu semua yang mereka lakukan dan mereka rencanakan pada Desa Galibang, Pandan. Dan kita tidak bisa berbuat apa-apa di dalam lembah ini. Jadi kita tunggu saja mereka di Desa Galibang," kata Rangga.
Pandan Wangi kembali terdiam. Dan Rangga juga tidak bicara lagi. Pendekar Rajawali Sakti kini melangkah mendekati burung rajawali raksasa yang masih tenang menunggu. Rangga memeluk sebentar leher burung tunggangannya itu, kemudian menepuknya beberapa kali dengan lembut Rajawali Putih hanya mengkirik perlahan.
"Ayo, kita kembali ke Desa Galibang," ajak Rangga.
Tanpa menunggu jawaban lagi, Rangga langsung melompat naik ke punggung Rajawali Putih.
Dan Pandan Wangi juga tidak mau membuang-buang waktu lagi. Sejak tadi, dia sudah tidak suka berada di lembah yang angker dan mengerikan ini. Gadis itu langsung melompat naik ke punggung Rajawali Putih, dan duduk di belakang Rangga.
"Ayo, Rajawali. Antarkan aku kembali ke Desa Galibang," pinta Rangga sambil menepuk leher burung rajawali raksasa tunggangannya.
"Khraaagkh...!"
Baru saja Rajawali Putih mengembangkan sa-yapnya, tiba-tiba saja tanah di lembah ini bergetar seperti diguncang gempa. Dan ini membuat burung rajawali raksasa itu jadi tersentak kaget, dan berteriak keras dengan kepala menengadah ke atas.
"Ada apa, Rajawali...?" tanya Rangga yang juga tarkejut.
? *** ? "Khraaagkh...!" "
Hup!" Cepat dan ringan sekali, Rangga langsung melompat turun dari punggung Rajawali Putih. Dua kali tubuhnya berputaran di udara sebelum kedua kakinya menjejak tanah dengan indahnya. Sementara Pandan Wangi masih tetap berada di punggung burung rajawali raksasa itu.
"Hey..., tunggu...!"
Pandan Wangi jadi berteriak kaget, ketika tiba-tiba Rajawali Putih melesat ke angkasa, meninggalkan Rangga seorang diri di padang rumput yang merupakan lembah ini. Gadis itu berteriak-teriak meminta Rajawali Putih turun. Tapi, burung rajawali raksasa itu malah semakin melambung tinggi ke atas dan berputar-putar di atas lembah yang luas ini. Sementara Rangga tampak berdiri tegak di tengah-tengah padang rumput ini, seperti sedang menunggu sesuatu. Sedang dari angkasa, Pandan Wangi terus memperhatikan Pendekar Rajawali Sakti.
"Rajawali, cepat ambil Kakang Rangga. Kita pergi dari sini...!" seru Pandan Wangi meminta.
"Khraaagkh...!"
Pandan Wangi benar-benar tidak mengerti si-kap Rajawali Putih yang meninggalkan Rangga seorang diri dalam Lembah Setan itu. Berulang kali burung rajawali raksasa ini dimintanya turun dan mengambil Rangga. Tapi, tampaknya permintaan si Kipas Maut ini tidak mau didengarkannya. Dan dia terus berputar-putar di angkasa, tepat di atas kepala Rangga yang masih tetap berdiri tegak seperti menanti sesuatu.
Sementara itu, Rangga merasakan getaran seperti gempa yang mengguncang lembah ini perlahan-lahan berhenti. Dan baru saja keadaan kembali tenang, tiba-tiba saja tanah yang dipijaknya terbelah disertai suara menggemuruh.
"Hup...!"
Cepat-cepat Rangga melenting ke atas dan berputaran beberapa kali di udara. Lalu manis sekali kakinya kembali mendarat tidak jauh dari tanah yang terbelah membentuk jurang itu.
"Phuuuh...!"
Baru saja Rangga menghembuskan napas lega, tiba-tiba dari dalam tanah yang terbelah itu melesat tubuh begitu cepat ke atas. Lalu....
"Heh..."!"
Rangga jadi tersentak kaget setengah mati, hingga terlompat ke belakang sejauh lima langkah. Dan begitu kakinya menjejak tanah, di depannya sudah berdiri sesosok makhluk yang bentuknya sangat aneh dan mengerikan sekali. Hampir Rangga tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Bentuk tubuh makhluk itu benar-benar sukar dipercaya keberadaannya di dunia ini. Kepalanya berbentuk seekor singa, memiliki sepasang tanduk seperti kerbau. Sedangkan tubuhnya seperti manusia, namun memiliki ekor seperti kera. Anehnya..., kedua kakinya begitu sama dengan kaki kuda. Dia mengenakan cawat dari kulit kayu yang menutupi bagian tubuhnya dari pinggang ke bawah. Sebuah gada berukuran besar dan berduri tampak tergenggam di tangan kanannya.
"Jagat Dewat Batara.... Makhluk apa ini...?" desis Rangga bernada tidak percaya pada penglihatannya sendiri.
"Ghrrr...!"


Pendekar Rajawali Sakti 130 Pemburu Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil menggereng kecil, makhluk yang bentuknya mengerikan itu melangkah mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Kedua bola matanya yang bulat dan merah seperti mata kerbau, menatap tajam pada Rangga. Seakan, dia ingin melumat tubuh Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar matanya yang seperti api.
"Ghraaagkh...!"
Tiba-tiba saja makhluk aneh mengerikan itu menggerung dahsyat, membuat lembah ini jadi bergetar seperti diguncang gempa. Dan saat itu juga, bagaikan kilat tubuhnya yang kekar melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup...!"
Cepat-cepat Rangga melenting ke belakang sambil berputaran beberapa kali, menghindari serangan makhluk aneh ini. Tapi begitu kakinya menjejak tanah, gada berukuran besar dan berduri sudah melayang deras sekali mengarah ke kepala.
"Upths...!"
Hampir saja gada berduri itu menghantam kepala, kalau saja Rangga tidak cepat menarik kakinya ke belakang satu langkah. Dan ujung. gada yang bulat berduri tajam itu hanya lewat sedikit saja di depan Pendekar Rajawali Sakti. Saat itu, juga Rangga merasakan hempasan angin yang begitu kuat, membuat tubuhnya jadi terhuyung sedikit ke belakang. Tapi keseimbangan tubuhnya cepat bisa dikuasai kembali, sebelum makhluk aneh setengah binatang itu melancarkan serangan lagi.
"Ghrrr...!"
Sambil menggereng seperti harimau kelaparan, makhluk aneh berkepala singa dan bertubuh manusia itu kembali melompat cepat sambil mengayunkan gada berdurinya ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
Wut! "Haiiit..!"
Kali ini Rangga cepat melompat ke belakang, dan langsung membungkukkan tubuhnya sedikit. Dan begitu gada berduri itu lewat di atas kepala, cepat sekali tubuhnya berputar. Lalu bagaikan kilat dilepaskannya satu tendangan menggeledek, disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan.
"Yeaaah...!"
Begitu cepatnya tendangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga makhluk aneh ini tidak dapat lagi berkelit. Maka tendangan bertenaga dalam sempurna itu tepat menghantam perut makhluk aneh berkepala singa ini.
Begkh! "Ghraaaugkh...!"
Makhluk setengah binatang itu menggerungkeras. Tubuhnya kontan terbungkuk dan terhu-yung-huyung ke belakang. Sementara, Rangga sudah cepat sekali melompat ke atas sambil berteriak keras menggelegar. Dan saat itu juga, tubuhnya menukik begitu deras dengan kedua kaki berputar cepat mengarah ke kepala makhluk aneh ini.
"Hiyaaa...!"
Cepat sekali serangan Pendekar Rajawali Sakti, hingga....
Plak! "Aaargkh...!"
Makhluk aneh itu sama sekali tidak dapat menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti. Begitu kerasnya tendangan lewat jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' ini, membuat makhluk aneh itu meraung keras. Tubuhnya kontan berputaran sambil memegangi kepala. Tampak darah merembes keluar dari sela-sela jari tangan yang memegangi kepala berbentuk seekor singa itu. Sementara, Rangga sudah kembali berdiri tegak sekitar satu batang tombak jauhnya di depan lawannya yang aneh ini.
? *** ? Walaupun dengan kepala retak berlumur darah, tapi makhluk aneh mengerikan itu masih kelihatan kuat. Bahkan kembali melangkah dengan hentakan kaki begitu berat, menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Sambil menggerung keras, makhluk aneh berkepala singa itu langsung menghantamkan gada berdurinya, tepat mengarah ke kepala pemuda berbaju rompi putih ini.
Bet! "Haiiit..!"
Namun dengan gerakan meliuk begitu indah, Rangga bisa menghindarinya. Dan kembali tubuhnya melesat ke atas. Lalu cepat sekali kedua tangannya bergerak mengibas, menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Cepat sekali gerakan tangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga makhluk aneh berkepala singa ini kembali tidak dapat menghindarinya. Dan....
Plak! Des! "Aaargkh...!"
Kembali terdengar raungan keras, begitu kedua tangan Rangga keras sekali menghantam batang leher dan dada makhluk itu. Karena disertai pengerahan tenaga dalam sempurna, maka makhluk aneh berkepala singa itu kembali terhuyung-huyung ke belakang.
"Hiyaaa...!"
Dan begitu kakinya menjejak tanah, saat itu juga Rangga sudah melesat lagi. Dan kali ini tangan kanannya terlihat memerah seperti mengeluarkan api. Jelas, saat ini Rangga mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.
Begkh! "Aaargkh...!"
Makhluk aneh berkepala singa itu kembali meraung dahsyat, begitu pukulan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti tepat menghantam dadanya. Dan Rangga kembali melesat berputaran ke belakang, setelah pukulan mautnya menghantan dada lawannya. Sementara, makhluk aneh berkepala singa itu terus menggerung-gerung merasakan sakit yang amat sangat di dadanya, akibat terkena pukulan dahsyat Pendekar Rajawali Sakti tadi.
Sementara, Rangga berdiri tegak memandangi makhluk itu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Makhluk aneh berkepala singa itu terus menggerung-gerung kesakitan. Suaranya yang keras, membuat lembah ini jadi bergetar!
"Hhh! Alot sekali dia...," dengus Rangga dalam hati, menilai lawannya yang memang sangat kuat.
Walau dengan kepala retak dan dada melesak masuk ke dalam, makhluk aneh berkepala singa itu ternyata kembali melangkah dengan ayunan kaki begitu berat, menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Dan begitu jaraknya tinggal beberapa langkah lagi, cepat gada berdurinya diayunkan.
Wut! "Haiiit..!"
Rangga cepat-cepat melompat ke belakang, menghindari sambaran gada berduri. Dan tubuhnya terpaksa harus berjumpalitan, menghindari serangan-serangan yang kali ini datang begitu cepat dan beruntun. Namun dengan menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', Rangga jadi begitu sulit ditaklukkan. Malah tidak ada satu serangan pun yang bisa mendarat di tubuh Pendekar Rajawali Sakti
"Hup! Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja Rangga melenting ke atas, tepat ketika gada berduri lawannya berkelebat mengarah ke kaki. Dan saat itu juga....
Cring! Lembah yang semula gelap gulita mendadak saja jadi terang benderang, begitu Rangga mencabut pedang pusakanya dari warangka di punggung. Dan bagaikan kilat, Pendekar Rajawali Sakti itu menukik. Seketika pedangnya dibabatkan begitu cepat, hingga bentuknya lenyap dari pandangan. Yang terlihat kini hanya kelebatan cahaya biru yang memancar dari mata pedang itu.
Demikian cepat serangan balik Pendekar Rajawali Sakti, sehingga makhluk aneh berkepala singa itu tidak dapat lagi menghindarinya. Dan....
Cras! Bres...! "Aaargkh...!"
Kembali terdengar raungan yang begitu keras memekakkan telinga, dan kali ini lebih keras dan panjang sekali. Tampak darah mengalir begitu deras dari dada dan leher makhluk aneh berkepala singa ini. Rupanya, sambaran pedang Pendekar Rajawali Sakti tepat menyambar dada dan leher lawannya.
Sementara, Rangga sendiri sudah berdiri tegak dengan pedang yang bercahaya biru terang itu melintang di dada. Sorot matanya tidak lepas memperhatikan makhluk berkepala singa itu.
Beberapa kali makhluk aneh berkepala singa itu masih bisa berdiri, walaupun sudah terhuyung-huyung. Bahkan gadanya tidak dapat lagi diangkat, hingga langsung jatuh tidak jauh dari ujung kakinya yang seperti kaki kuda itu. Lalu tidak lama kemudian....
Bruk! Keras sekali makhluk aneh berkepala singa itu jatuh menggelepar di tanah. Dia menggerung-gerung, membuat darah dari luka di lehernya yang menganga lebar, semakin deras mengalir membasahi rerumputan ini. Dan tidak lama kemudian, makhluk aneh berkepala singa itu tak berkutik lagi.
Cring! Rangga memasukkan kembali Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung. Kemudian kakinya melangkah menghampiri makhluk aneh berkepala singa yang sudah diam tidak bergerak-gerak lagi itu. Sejenak Rangga memastikan kalau makhluk aneh mengerikan itu sudah tidak bernyawa lagi.
"Hhh...!"
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 130. Pemburu Darah Bag. 7
9. Oktober 2014 um 11:04
7 ? 'Khraaagkh...!"
Rangga mendongak melihat Rajawali Putih meluruk turun dari angkasa dengan cepat sekali. Di punggung burung rajawali raksasa itu terlihat Pandan Wangi. Sebentar saja, Rajawali Putih sudah mendarat tidak jauh dari pemuda berbaju rompi putih ini. Dan saat itu Pandan Wangi melompat turun, langsung berlari menghampiri Rangga. Begitu telah berdiri di sebelah kanan Rangga, sejenak gadis itu memandangi makhluk aneh yang terbujur kaku tidak bernyawa lagi di depannya.
Dari angkasa tadi, Pandan Wangi melihat semua pertarungan Pendekar Rajawali Sakti mela-wan makhluk aneh mengerikan berkepala singa ini. Pertarungan yang membuatnya harus menahan napas, khawatir kalau Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa menghadapi makhluk buas mengerikan ini. Pandan Wangi berpaling perlahan, menatap Rangga yang masih terus memandangi makhluk aneh setengah binatang itu.
"Inikah makhluk yang ditakuti itu, Kakang...?" tanya Pandan Wangi, agak bergetar suaranya.
"Mungkin...," sahut Rangga agak mendesah.
"Apa masih ada yang lain?" tanya Pandan Wangi lagi.
"Entahlah...."
Mereka kembali terdiam membisu beberapa saat, memandangi makhluk aneh berkepala singa yang sudah tidak bernyawa lagi. Perlahan Rangga menarik napas dalam-dalam, dan menghembus-kannya kuat-kuat.
"Kau kembali saja ke Desa Galibang, Pandan," kata Rangga, terdengar begitu pelan suaranya.
"Kau sendiri...?"
"Aku akan menghentikan mereka. Terlalu ber-bahaya kalau dibiarkan saja," kata Rangga tegas.
"Kita hadapi mereka bersama-sama, Kakang," kata Pandan Wangi, tegas-tegas menolak permintaan Pendekar Rajawali Sakti.
Sebentar Rangga berpaling menatap gadis itu. Dia tahu, bila Pandan Wangi sudah berkata seperti itu, sulit disanggah lagi. Tidak mungkin bisa membujuknya lagi untuk kembali ke Desa Galibang. Sedikit Rangga menghembuskan napas, namun terasa begitu berat hembusannya. Sedangkan Pandan Wangi hanya diam saja, menatap lurus ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti itu dengan sinar mata tajam.
"Ayolah...," akhirnya Rangga menyerah juga. Pandan Wangi langsung mengembangkan se-nyum. Dia sudah tahu, Rangga pasti akanmenyerah juga, sehingga tidak akan mungkin mendesaknya kembali ke Desa Galibang. Sementara itu Rangga sudah melangkah menghampiri Rajawali Putih.
"Kau ikuti dari atas, Rajawali. Perhatikan sekitar lembah ini. Beritahu aku kalau melihat sesuatu yang mencurigakan," kata Rangga meminta.
"Khrrrkh...!"
Rajawali Putih mengangguk sambil mengeluarkan suara mengkirik yang begitu pelan. Seakan, semua yang diucapkan Rangga padanya bisa dimengerti. Dan Rangga kembali menghampiri Pandan Wangi. Sementara itu, Rajawali Putih sudah melambung tinggi ke angkasa, tanpa memperdengarkan suara sedikit pun.
"Ayo, Pandan...," ajak Rangga.
Kedua pendekar muda dari Karang Setra itu tidak mau lagi membuang-buang waktu. Mereka langsung berjalan cepat melintasi padang rumput luas, yang merupakan sebuah lembah ini. Tidak ada seorang pun yang bersuara lagi. Mereka berjalan cepat, mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah tinggi. Sehingga dalam waktu sebentar saja, mereka sudah tiba di tepi padang rumput yang langsung berbatasan dengan hutan lebat. Saat itu Rangga menghentikan ayunan kakinya. Pandan Wangi mengikuti, dan berhenti tepat di sebelah kiri Pendekar Rajawali Sakti. Sebentar mereka terdiam, memandangi pepohonan yang sangat rapat di depannya. Yang seperti menghadang langkah mereka.
"Di atas sana mereka tinggal, kata Rangga sambil memandangi ke puncak bukit yang tidak begitu tinggi.
"Ayo kita ke sana, Kakang. Jangan sampai mereka mengambil korban lagi," ajak Pandan Wangi tidak sabar.
Tanpa bicara lagi, kedua pendekar muda itu langsung saja mengayunkan kaki, menembus hutan yang sangat lebat dan tidak pernah terjamah kaki manusia. Mereka terus mengerahkan ilmu meringankan tubuh, hingga pepohonan yang sangat rapat ini sia-sia bila menghalangi kedua pendekar muda itu.
Sementara malam terus merayap semakin la-rut. Dan udara pun semakin terasa dingin menggigilkan. Tapi kedua pendekar muda dari Karang Setra itu tidak lagi menghiraukan gelapnya malam dan dinginnya udara yang menyelimuti seluruh bukit di Lembah Setan ini.
? *** ? "Itu gubuk mereka," tunjuk Rangga sambil menuding sebuah gubuk kecil yang sudah terlihat tidak berapa jauh lagi dari tempat mereka berdiri di puncak bukit ini.
Pepohonan tidak begitu rapat lagi dan puncak bukit ini. Bahkan terlihat agak lapang. Sehingga gubuk kecil yang berdiri di tengah-tengah bukit ini dapat terlihat jelas, walaupun kabut yang menyelimuti cukup tebal. Sedikit Rangga mendongak ke atas. Tampak bibirnya tersenyum melihat Rajawali Putih masih terlihat di angkasa. Hatinya jadi lebih tenang, melihat burung rajawali raksasa tunggangannya masih mengikutinya.
"Kau tunggu dulu di sini, Pandan. Aku akan melihat keadaan di sekitar gubuk itu," kata Rangga.
Pandan Wangi hanya mengangguk saja sedikit. Sementara, Rangga sudah melangkah mendekati gubuk kecil yang semua dindingnya terbuat dari belahan kayu pohon jati. Atapnya pun terbuat dari anyaman daun jerami kering. Dan, Pandan Wangi yang disuruh menunggu hanya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sedangkan Rangga terus melangkah perlahan-lahan, semakin dekat dengan gubuk yang kelihatannya seperti tidak berpenghuni itu. Namun ketika jaraknya tinggal sekitar satu batang tombak lagi, tiba-tiba saja....
Slap! "Hup...!"
Cepat Rangga melenting ke atas, ketika tiba-tiba dari dalam gubuk itu melesat sebuah bulatan sebesar kepala yang mengeluarkan api. Begitu cepat bola api itu meluncur, hingga hampir saja menghantam tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Un-tung saja tubuhnya cepat melompat ke atas menghindarinya. Maka bola api itu hanya lewat sedikit di bawah telapak kaki Pendekar Rajawali Sakti, dan terus melesat cepat bagai kilat menghantam sebatang pohon yang sangat besar, tidak jauh di belakang Rangga.
Glarrr...! Satu ledakan dahsyat seketika terdengar, dari pohon yang hancur terhantam bola api. Sementara Rangga sendiri sudah kembali menjejakkan kakinya di tanah. Namun belum juga bisa menegakkan tubuhnya kembali, dari dalam gubuk itu kembali melesat sebuah bola api.
Wusss! Hap!" Cepat Rangga menarik tubuhnya ke kanan, hingga terjangan bola api itu dapat dihindarinya. Maka kembali terdengar ledakan dahsyat mengge-legar, saat bola api itu menghantam pohon lagi, hingga hancur berkeping-keping.
"Hap! Yeaaah...!"
Rangga tidak ingin lagi membuang-buang waktu dan tenaga. Cepat kedua tangannya yang terkepal menjadi satu dihentakkan ke depan. Dan saat itu juga, dari kedua kepalan tangannya yang menjadi satu melesat secercah cahaya merah membara seperti api. Namun belum juga cahaya merah itu bisa menghantam gubuk ini, sudah melesat sebuah bola api yang langsung menyambutnya. Hingga....
Glarrr...! Satu ledakan dahsyat seketika itu juga terjadi, ketika cahaya merah yang memancar dari kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti berbenturan dengan bola api yang keluar dari dalam gubuk ini. Tampak kilatan bunga api menyebar ke segala arah, disertai kepulan asap merah membubung tinggi di angkasa.
Dan belum juga gumpalan asap merah itu le-nyap terbawa angin, sudah terlihat sebuah bayangan hitam berkelebat begitu cepat keluar dari dalam gubuk itu. Dan tahu-tahu, di depan Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri tegak seorang laki-laki tua yang wajahnya sudah hancur penuh benjolan-benjolan merah mengeluarkan cairan kental berbau busuk. Jubah hitam yang dikenakannya sangat longgar. Membuat sosok orang tua itu kelihatan lebih mengerikan lagi.
"Ki Lawung...," desis Rangga langsung bisa mengenali orang tua berjubah hitam itu.
'Yeaaah...!"
Tanpa bicara lagi, Ki Lawung langsung melompat bagai kilat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Namun Rangga yang sudah siap sejak tadi, langsung menarik kakinya hingga merentang ke samping. Dan kedua tangannya yang sudah terkepal di samping pinggang, seketika juga dihentakkan ke depan, tepat mengarah ke tubuh Ki Lawung yang sedang melesat cepat menerjang. Saat itu juga, meluncur secercah cahaya merah dari kepalan tangan Pandan Wangi dengan kecepatan bagai kilat, menyongsong serangan orang tua berjubah hitam itu.
Begitu cepat serangan Pendekar Rajawali Sakti, hingga orang tua berjubah hitam yang sebenarnya sudah mati ini tidak sempat lagi menghindarinya. Dan....
Blegkh! "Aaargkh...!"
Ki Lawung jadi menggerung keras, seperti binatang buas begitu cahaya merah yang memancar dari kedua kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti menghantam tepat dadanya. Seketika tubuh orang tua yang sebenarnya sudah mati itu jadi terpental deras ke belakang, lalu keras sekali menghantam tanah berumput lembab oleh embun ini. Dan beberapa kali tubuhnya bergulingan. Dan dengan gerakan indah sekali, dia melompat bangkit berdiri. Tampak dadanya seperti hangus terbakar, dengan asap kemerahan mengepul di sekitar dadanya yang terhantam pukulan dahsyat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir yang dilepaskan Rangga tadi.
Tapi orang tua itu masih saja tetap berdiri tegak. Seakan, pukulan yang dilepaskan Rangga tadi, tidak membuat dirinya terpengaruh sedikit pun juga. Bahkan kelihatannya malah semakin buas saja.
"Ghrrr...!"
Sambil menggereng dingin seperti binatang buas, makhluk aneh ini melangkah perlahan-lahan menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang menjadi lawannya. Sementara itu, Pandan Wangi hanya bisa mengawasi dari jarak yang cukup jauh. Jelas sekali terlihat dari raut wajahnya, kalau gadis itu mengkhawatirkan Rangga yang kini sedang berhadapan dengan si Iblis Pemburu Darah. Entah apa, tindakan Rangga untuk menghadapi iblis itu. Sedangkan Pandan Wangi sendiri masih belum bisa mengerti, kenapa Iblis Pemburu Darah itu seperti takut melihat Pedang Naga Geni yang tersampir di punggungnya.
"Hati-hati, Kakang...! Dia kebal senjata...!" seru Pandan Wangi memperingatkan.
? *** ? Sebenarnya Rangga sudah tahu, walaupun Pandan Wangi tidak memperingatkannya. Dan Pendekar Rajawali Sakti juga tidak ingin lagi membuang-buang waktu dan tenaga untuk menghadapi mayat hidup ini. Maka langsung pedang pusakanya yang tersampir di punggung dicabut
Cring..:! Malam yang semula begitu gelap, seketika jadi terang benderang oleh cahaya yang memancar dari Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang kini sudah berada dalam genggaman tangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan saat itu juga, Ki Lawung yang selama ini disebut Iblis Pemburu Darah langsung menghentikan langkahnya.
Wajah mayat hidup yang semula merah seperti terbakar ini seketika itu juga memucat begitu melihat pedang yang berada dalam genggaman Pendekar Rajawali Sakti. Pedang yang berpamor dahsyat, memancarkan cahaya biru terang yang menyilaukan mata. Bahkan Ki Lawung menarik kakinya ke belakang.
"Hm.... Kenapa dia takut melihat pedang-ku...?" gumam Rangga jadi heran sendiri dalam hati. . ''
Sementara Pandan Wangi yang menyaksikan dari jarak yang cukup jauh, juga jadi heran melihat mayat hidup itu sepertinya takut terhadap pedang Pendekar Rajawali Sakti. Dan sikapnya sama seperti ketika melihat Pedang Naga Geni yagn mengeluarkan cahaya merah seperti api.
"Iblis itu pasti takut melihat cahaya. Pantas..., dia selalu muncul malam hari. Sehingga korban yang dipilih adalah yang tidak menyalakan lampu. Hhh...! Kesempatan untuk memusnahkannya. Aku tahu, bagian mana yang bisa membuatnya kembali masuk ke lubang kubur...," dengus Pandan Wangi dalam hati.
Dan tanpa berpikir panjang lagi, gadis cantik yang dijuluki si Kipas Maut itu langsung melompat cepat sekali. Dan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah hampir sempurna langsung dipergunakan.
"Hiyaaat...!"
"Pandan...!" sentak Rangga terkejut, melihat Pandan Wangi tiba-tiba saja melesat cepat sekali sambil mencabut Pedang Naga Geni.
Bet! Bagaikan kilat, Pandan Wangi mengebutkan pedang ke arah leher si Iblis Pemburu Darah Ini. Tapi, tebasannya mudah dapat dihindari Ki Lawung, dengan hanya mengegoskan kepala sedikit saja. Dan saat itu juga tangan kanannya mengibas cepat, mencoba menghujamkan kuku-kukunya yang runcing dan hitam ke tubuh si Kipas Maut ini.
"Haiiit...!"
Wut! Tapi cepat sekali Pandan Wangi memutar pedangnya, dan langsung menyabetkannya ke arah tangan yang hendak menyambar tubuhnya. Begitu cepat tebasannya, hingga membuat Ki Lawung tak sempat lagi menarik tangannya kembali. Dan....
Gras! "Aaargkh...!"
Ki Lawung jadi menggerung keras, begitu Pedang Naga Geni menebas tangannya. Dan pada saat itu juga, Pandan Wangi sudah melenting ke atas. Lalu dengan kecepatan kilat, tubuhnya menukik deras sambil menghujamkan ujung pedangnya, tepat ke bagian tengah atas kepala si Iblis Pemburu Darah itu.
"Mampus kau, Iblis! Hiyaaat..!"
Sungguh luar biasa gerakan Pandan Wangi. Sehingga, Iblis Pemburu Darah itu tidak dapat lagi menghindarinya. Maka pedang bercahaya merah seperti api itu langsung menembus batok kepala laki-laki tua yang sebenarnya sudah mati ini.
Bres...! "Aaargkh...!"
Kembali Ki Lawung menggerung keras, begitu ubun-ubun kepalanya tertembus Pedang Naga Geni yang dihujamkan Pandan Wangi. Dan ketika pedang itu dicabut, seketika menyembur darah berwarna hitam pekat yang berbau busuk dari Ujung kepala mayat hidup itu.
"Hup!"
Pandan Wangi cepat-cepat melenting ke belakang, sambil berputaran beberapa kali di udara. Lalu manis sekali kakinya kembali menjejak tanah, tidak jauh dari tempat Rangga berdiri. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti masih menggenggam pedangnya di depan dada.
Sementara Ki Lawung terhuyung-huyung sambil meraung keras bagai seekor binatang buas terluka. Seluruh wajahnya sudah berlumuran darah hitam berbau busuk, yang terus menyembur dari ubun-ubunnya.
Beberapa saat Ki Lawung masih bisa berdiri, kemudian tubuhnya limbung dan ambruk menggelepar ke tanah. Dia terus menggerung-gerung dan menggelepar seperti ayam disembelih. Tapi tidak lama kemudian, tubuhnya mengejang kaku dan diam tidak bergerak-gerak lagi. Darah terus berhamburan dari ubun-ubun batok kepalanya yang berlubang, akibat tertembus Pedang Naga Geni tadi.
"Sekarang tinggal cari anak dan istrinya, Kakang," kata Pandan Wangi.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja sedikit.
Pendekar Rajawali Sakti memasukkan kembali Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung, sehingga membuat keadaan sekitar-nya kembali terselimut kegelapan. Cahaya terang yang memancar dari pedang itu memang langsung lenyap, begitu Pedang Pusaka Rajawali Sakti tenggelam dalam warangkanya. Pandan Wangi juga menyarungkan kembali pedangnya di punggung. Dan tanpa banyak bicara lagi, mereka sama-sama melangkah mendekati gubuk kecil itu.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 130. Pemburu Darah Bag. 8 (Selesai)
9. Oktober 2014 um 11:11
8 ? Baru saja Rangga dan Pandan Wangi berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja gubuk kecil itu meledak memperdengarkan suara keras dan dahsyat. Seketika bukit ini jadi bergetar hebat, begai diguncang gempa dahsyat. Dan kedua pendekar itu langsung berlompatan ke belakang, sambil berputaran di udara untuk menghindari pecahan kayu gubuk itu.
Bersamaan Pandan Wangi dan Rangga menje-jakkan kembali di tanah. Dan mereka jadi saling berpandangan, melihat gubuk itu tiba-tiba saja meledak, hancur berkeping-keping sebelum didekati. Api langsung berkobar, membakar reruntuhan gubuk yang meledak hancur berkeping-keping.
"Kenapa gubuk itu bisa meledak sendiri?"" desis Pandan Wangi bernada bertanya pada diri sendiri.
Rangga sendiri tidak tahu, apa yang menyebabkan gubuk itu meledak begitu dahsyat. Tapi dari pecahan kayu gubuk yang disertai semburan api membubung tinggi ke angkasa, Rangga melihat adanya beberapa potongan tubuh manusia melambung tinggi ke angkasa.
Sulit dipastikan, potongan tubuh siapa itu. Namun Rangga menduga, itu potongan tubuh istri dan anak Ki Liwung. Mereka bunuh diri bersama ledakan gubuk itu saat Ki Lawung yang dibangkitkan kembali dari dalam kubur bisa dimusnahkan. Rupanya mereka lebih memilih mati, daripada harus berhadapan dengan kedua pendekar tangguh dan digdaya ini. Dan mereka juga tidak ingin dibawa kembali ke Desa Galibang, untuk diadili. Mereka tahu, tentu akan mendapatkan hukuman mati di Desa Galibang. Makanya mereka lebih memilih mati dengan menghancurkan diri sendiri, daripada harus mati di tiang gantungan.
"Hhh...!"
Rangga menghembuskan napas berat. Sama sekali tidak diduga kalau akan seperti ini jadinya. Semula maksudnya memang ingin membawa anak dan istri Ki Lawung kembali ke Desa Galibang untuk diadili. Tapi semua keinginan itu tidak bisa terlaksana, karena ibu dan anak itu diduga menghancurkan diri sendiri, setelah tahu Ki Lawung bisa dibinasakan.
"Ayo, Pandan. Kita kembali ke Desa Galibang," ajak Rangga.
Kedua pendekar itu berbalik secara bersamaan. Tapi saat itu juga, kedua bola mata mereka jadi terbeliak lebar. Tubuh Ki Lawung yang tadi tergeletak di tanah, kini sudah tidak ada lagi. Dan yang terlihat hanya tumpukan daging busuk yang menyebarkan bau tidak sedap.
"Ayo, Pandan. Tinggalkan tempat ini..," ajak Rangga bergegas.
Pandan Wangi cepat-cepat mengayunkan kakinya, mengikuti Pendekar Rajawali Sakti yang sudah melangkah lebih dahulu. Mereka berjalan cepat, mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah tinggi menuruni puncak bukit ini. Cepat sekali mereka bergerak. Sehingga dalam waktu tidak begitu lama, sudah sampai di kaki bukit ini yang langsung berbatasan dengan padang rumput Lembah Setan. Namun ketika mereka baru saja memasuki lembah itu, mendadak saja....
"Pandan, awas...!"
"Heh..."! Hap!"
? *** ? Untung saja Pandan Wangi cepat melompat ke belakang, hingga terhindar dari terjangan bayangan hitam yang berkelebat begitu cepat di depannya. Sementara, Rangga sudah lebih dulu melompat ke belakang, sambil berputar dua kali di udara. Dan saat mereka sudah kembali menegakkan tubuh, sekitar satu batang tombak di depan telah berdiri seorang perempuan tua yang rambutnya sudah memutih semua.
Perempuan tua itu mengenakan baju jubah hitam yang longgar. Sebatang tongkat kayu yang tidak beraturan tampak tergenggam erat di tangan kanannya. Sorot matanya terlihat begitu tajam, langsung menatap Pandan Wangi yang berdiri di samping kiri Pendekar Rajawali Sakti. Seakan-akan dia hendak melumatkan tubuh si Kipas Maut ini dengan sorot matanya.
"Jangan harap kalian bisa pergi begitu saja, setelah membunuh suami dan kedua anakku...!" dengus perempuan tua itu dingin menggetarkan.
"Hmmm...," Rangga menggumam pelan.
Pendekar Rajawali Sakti langsung mengerti, tentu perempuan tua ini adalah Nyai Lawung, istri Ki Lawung si Iblis Pemburu Darah. Rupanya, dia tidak ikut hancur bersama gubuknya yang meledak tadi. Jadi, potongan tubuh mereka yang terlihat bersama hancurnya gubuk di puncak bukit tadi, adalah anaknya yang bungsu saja. Dan sekarang, Nyai Lawung akan membalas kematian keluarganya pada kedua pendekar dari Karang Setra ini.
"Siapa kau..."!" tanya Pandan Wangi mem-bentak.
"Aku istri Ki Lawung yang akan menuntut balas pada kalian berdua, karena telah mencampuri urusanku!" sahut Nyai Lawung juga membentak ketus.
"0..., jadi kau iblis perempuannya...," sinis sekali nada suara Pandan Wangi.
Nyai Lawung jadi menggereng, mendengar kata-kata sinis itu. Sorot matanya semakin tajam memerah menatap Pandan Wangi. Kemudian kakinya terayun beberapa langkah ke depan.
Sret! Pandan Wangi cepat mencabut senjata kipas mautnya, dan langsung dikembangkan di depan dada. Sementara, Rangga hanya diam saja mem-perhatikan. Seakan Pendekar Rajawali Sakti ingin memberi kesempatan pada Pandan Wangi untuk menghadapi perempuan tua itu. Malah, perlahan kakinya ditarik ke belakang.
"Mampus kau, Bocah! Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja perempuan tua berjubah hitam itu membentak nyaring. Dan seketika itu juga, tubuhnya melesat cepat sambil mengebutkan tongkatnya ke arah kepala Pandan Wangi.
Bet! "Haiiit...!"
Namun si Kipas Maut yang sudah siap sejak tadi, mudah sekali menghindari sabetan tongkat itu hanya dengan menarik kepala sedikit ke belakang. Tapi pada saat itu juga, Nyai Lawung melepaskan satu tendangan keras, sambil berputar.
"Hap!"
Cepat-cepat Pandan Wangi melompat ke belakang dua langkah, menghindari tendangan kaki kiri perempuan tua itu. Dan hanya menjejakkan sedikit ujung jari kakinya saja, Pandan Wangi langsung melesat ke atas. Langsung dilewatinya kepala Nyai Lawung. Lalu bagaikan kilat, senjata kipasnya yang sejak tadi sudah terkembang langsung dikebutkan, tepat mengarah ke bagian atas kepala perempuan tua ini.
"Hih...!"
Wut! Nyai Lawung langsung memutar tongkatnya ke atas kepala, hingga Pandan Wangi terpaksa harus menarik kembali serangannya. Dua kali gadis itu berputaran di udara, kemudian manis sekali kembali menjejakkan kaki di tanah. Jaraknya hanya sekitar lima langkah di depan perempuan tua berjubah hitam ini.
"Hap!"
Pandan Wangi langsung mengembangkan Kipas Mautnya di depan dada. Sementara, Nyai Lawung menggenggam tongkatnya dengan kedua tangan. yang menjulur lurus ke depan. Lalu perlahan tongkat itu diangkat ke atas kepala, sambil merentangkan kedua kakinya ke samping.
"Hiyaaat...!"
Sambil berteriak nyaring melengking tinggi, Nyai Lawung melompat cepat sekali. Langung tongkatnya diputar menyambar beberapa bagian tubuh yang mematikan dari lawannya. Namun saat itu juga, Pandan Wangi melentingkan tubuhnya yang kemudian meliuk-liuk di udara, menghindari setiap sabetan tongkat perempuan tua ini.
Entah berapa kali tongkat Nyai Lawung hampir menghantam tubuh si Kipas Maut ini. Namun dengan gerakan begitu indah sekali, Pandan Wangi bisa menghindarinya.
Tapi setelah beberapa serangan berlalu, Pandan Wangi jadi kelabakan juga. Terpaksa tubuhnya harus jungkir balik, menghindari serangan yang datang begitu gencar, dengan kecepatan sukar diikuti pandangan mata biasa. Begitu tinggi pengerahan tenaga dalam yang disalurkan pada tongkat perempuan tua itu. Sehingga setiap kali kebutan tongkat kayu hitamnya menimbulkan angin menderu bagai badai topan.
"Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Nyai Lawung berteriak nyaring. Laiu bagaikan kilat, tubuhnya melesat sambil menghantamkan tongkatnya ke kepala si Kipas Maut ini.
Bet! "Haiiit..!"
Cepat-cepat Pandan Wangi merunduk, hingga tebasan tongkat itu tidak sampai menghantamnya. Namun pada saat yang hampir bersamaan, tangan kiri Nyai Lawung bergerak begitu cepat menyodok ke arah dada si Kipas Maut ini. Begitu cepat sodokannya, hingga membuat kedua bola mata Pandan Wangi jadi terbeliak lebar. Namun dengan cepat senjata kipasnya ditarik ke depan dada, hingga....
Plak! "Ikh..."!"
Nyai Lawung jadi terpekik kaget setengah mati, begitu sodokan tangan kirinya menghantam kipas putih keperakan yang terkembang di depan dada gadis ini. Cepat tubuhnya melenting berputaran beberapa kali ke belakang. Bibirnya tampak meringis, merasakan nyeri pada tulang-tulang jari tangan kirinya yang menghantam senjata kipas gadis cantik lawannya. Hampir tidak dipercaya kalau kipas yang kelihatan biasa itu ternyata memiliki kekuatan dahsyat!
"Keparat..! Kubunuh kau, Bocah Edan! Hiyaaat..!"
Nyai Lawung jadi marah setengah mati. Tanpa menghiraukan jari-jari tangannya yang nyeri, perempuan tua itu kembali melompat menyerang si Kipas Maut. Tongkatnya diputar cepat sekali, hingga menimbulkan suara angin menderu-deru menggetarkan jantung. Dan Pandan Wangi terpaksa harus berjumpalitan kembali, menghindari serangan-serangan cepat dan beruntun.
? *** ? Entah berapa jurus sudah berlalu, tapi tampaknya pertarungan belum juga ada tanda-tanda bakal berakhir. Namun serangan-serangan Nyai Lawung semakin dahsyat dan berbahaya saja. Kebutan tongkatnya juga begitu cepat, hingga sulit diikuti mata biasa. Namun, tampaknya Pandan Wangi masih bisa menghadapinya dengan sikap sangat tenang.
Bahkan sesekali Pandan Wangi melancarkan serangan balasan yang tidak kalah dahsyatnya. Sehingga membuat Nyai Lawung jadi kelabakan juga menghadapinya. Sementara, Pendekar Rajawali Sakti yang hanya bisa menyaksikan pertarungan, jadi tersenyum-senyum. Entah apa arti senyumannya.
"Hiyaaat...!"
Saat itu, terlihat Pandan Wangi melompat ke atas, tepat di saat tongkat Nyai Lawung mengibas ke kaki. Dan di saat tongkat itu lewat di bawah telapak kaki, tanpa diduga sama sekali Pandan Wangi cepat memutar tubuhnya. Dan saat itu juga, dilepaskannya satu tendangan menggeledek yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hiyaaa...!"
Begitu cepat tendangan si Kipas Maut itu, hingga Nyai Lawung tidak sempat lagi menyadari. Bahkan juga tidak mungkin lagi bisa menghindari tendangan cepat menggeledek ini. Hingga....
Begkh! "Aaakh...!"
Nyai Lawung jadi memekik keras, begitu tendangan Pandan Wangi mendarat telak di dadanya. Seketika tubuh perempuan tua itu jadi terpental deras ke belakang.
'Hup! Hiyaaat..!"
Pandan Wangi tidak sudi lagi memberi kesem-patan pada perempuan tua itu. Saat tubuh lawannya sedang meluncur deras ke belakang, segenap ilmu meringankan tubuhnya langsung dikempos, si Kipas Maut kini melesat cepat mengejar perempuan tua itu.
"Mampus kau, Iblis! Hiyaaat..!"
Bet'

Pendekar Rajawali Sakti 130 Pemburu Darah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pandan Wangi langsung mengebutkan kipasnya. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Cras! "Aaa...!"
Kembali Nyai Lawung menjerit melengking tinggi, ketika ujung kipas putih yang runcing seperti mata anak panah itu merobek dadanya. Seketika itu juga, darah mengucur keluar deras sekali, tepat di saat tubuh perempuan tua itu terbanting keras sekali ke tanah berumput. Sementara itu, Pandan Wangi sudah berdiri tegak sekitar enam langkah di depan perempuan tua ini.
Tampak Nyai Lawung berusaha bangkit berdiri, dengan tangan kanan memegangi dadanya yang robek. Namun pada saat itu juga, Pandan Wangi sudah melompat sambil mengebutkan senjata kipasnya kembali. Dan....
Bet! Cras! Kali ini Nyai Lawung tidak mengeluarkan suara sedikit pun, ketika senjata kipas Pandan Wangi menghantam batang lehernya. Sementara, Pandan Wangi sendiri sudah melompat ke belakang, sambil berputaran beberapa kali. Lalu manis sekali kakinya menjejak tanah.
Saat itu, Nyai Lawung hanya berdiri diam dengan bola mata terbuka lebar. Namun tidak be-rapa lama kemudian, tampak tubuhnya jatuh terguling, dan kepalanya langsung terpisah dari leher. Seketika itu juga, darah menyembur keluar deras sekali dari leher yang buntung tidak berkepala lagi. Tanpa bergerak sedikit pun, nyawa Nyai Lawung langsung melayang dari tubuhnya.
Beberapa saat Pandan Wangi memandangi la-wannya yang sudah tergeletak tidak bernyawa lagi, kemudian memutar tubuhnya berbalik. Lantas kakinya melangkah menghampiri Rangga yang masih tetap menunggu dengan senyum tersungging di bibir.
"Ayo, Kakang. Kita kembali ke Desa Galibang. Beri tahu Ki Randata kalau desanya sekarang sudah aman," ajak Pandan Wangi.
Rangga hanya tersenyum saja, kemudian men-dongakkan kepalanya ke atas. Dan....
"Suiiit..!"
"Khraaagkh...!'
"Kenapa harus pakai Rajawali Putih, Kakang" Kita bisa jalan kaki ke sana," kata Pandan Wangi, langsung menyatakan keberatannya kalau harus menunggang burung rajawali raksasa ke Desa Galibang.
"Sulit mencari jalan keluar dari lembah ini, Pandan. Kau lihat saja sendiri.... Lembah ini dikelilingi bukit berhutan lebat yang sulit ditembus," kata Rangga mengingatkan.
Pandan Wangi hanya diam saja. Sementara itu, Rajawali Putih sudah berada di depan mereka. Dan Rangga langsung melompat naik ke punggung burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan ini. Sedangkan Pandan Wangi memandangi beberapa saat. Entah kenapa, hatinya selalu ragu-ragu untuk menunggangi Rajawali Putih, walaupun sudah beberapa kali ikut mengarungi angkasa luas yang tidak bertepi ini.
"Ayo, Pandan. Tunggu apa lagi...?" ajak Rangga tidak sabar.
Sesaat Pandan Wangi masih terdiam. Kemudian....
"Hup!"
Rangga menepuk leher Rajawali Putih tiga kali, setelah Pandan Wangi berada di belakangnya. Dan saat itu juga, Rajawali Putih melesat tinggi ke angkasa, membawa dua orang pendekar muda dari Karang Setra di punggungnya. Burung raksasa itu langsung melesat menuju Desa Galibang, tanpa diminta lagi.
? ? SELESAI ? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari 13 Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali 32

Cari Blog Ini