Pendekar Rajawali Sakti 193 Dewa Sesat Bagian 2
"Uts...!"
Tiga orang berbaju serba biru terdorong mundur. Sedangkan yang satunya lagi terus mengibaskan tangan ke dada Ki Rimbang. Namun kakek berbaju merah ini membuat gerakan berputar, seraya menangkis.
Trak! Pedang milik laki-laki itu terpental. Pada saat yang sama, Ki Rimbang telah mengayunkan tongkatnya yang tanpa sempat dihindari lagi.
Prak! "Aaa...! Seorang anak buah Surokolo kontan terpelanting roboh disertai jerit mengerikan. Sekujur tubuhnya berlumuran darah. Sedangkan kepalanya pecah dengan otak berhamburan.
Melihat kematian kawannya, tiga orang laki-laki berpakaian serba biru menjadi marah. Kini, serangan mereka semakin membabi buta dan tidak terkendali. Sekejap Ki Rimbang kerepotan, namun segera melenting ke udara. Tepat ketika dua orang lawannya memburu, senjata di tangan Ki Rimbang telah berputar. Dan....
Prak! Prak! "Huaaagkh...!"
Kedua laki-laki yang menyerang Ki Rimbang kontan menjerit kesakitan. Mereka langsung terjungkal, terkena hantaman tongkat kakek berbaju merah itu. Tubuhnya berkelojotan sebentar, kemudian terdiam untuk selama-lamanya.
Melihat kawan-kawannya binasa, sisa anak buah Surokolo ini jadi ciut nyalinya. Dia bermaksud melarikan diri. Tetapi, di depannya dua ekor harimau telah menghadang dan langsung menerkam.
"Graunghrrr...!"
"Aaa...!"
Jerit kematian pun terdengar untuk yang kesekian kalinya. Tidak dapat dicegah lagi, kedua harimau itu langsung mencabik-cabik anak buah Pendeta Rabangsa.
Sementara, perkelahian antara Aradea dan Surokolo sudah mencapai puncaknya. Tampak masing-masing menderita luka dalam yang tidak ringan.
Surokolo yang menghadapi kenyataan pahit ini langsung mencabut kerisnya. Sementara Aradea mengimbangi dengan mengeluarkan trisula.
"Kau tidak bakal lolos dari kematian, Aradea!" desis Surokolo.
"Hm.... Sebetulnya aku yang akan mengirimmu ke liang kubur, Pendeta Palsu...!" teriak Aradea tidak mau kalah.
"Heaaa...!"
Surokolo tiba-tiba meluruk ke depan. Keris di tangannya meliuk-liuk mencari sasaran. Senjata berkeluk tujuh itu menusuk, mematuk, dan berkelebat cepat tidak beda ular yang sedang menyerang mangsa.
Aradea langsung merunduk sambil melakukan beberapa tangkisan. Tetapi apa yang dilakukan Aradea rupanya telah terbaca. Mendadak Surokolo membelokkan senjatanya, dan sekarang meluncur ke punggung Aradea.
Pemuda itu sudah tidak sempat menghindarinya lagi. Maka....
Bret! "Augkh...!"
Aradea kontan terhuyung-huyung sambil mendekap dadanya yang mengeluarkan darah dengan tangan kiri.
Melihat lawannya terluka, Surokolo semakin bersemangat. Dia kembali menerjang. Sedangkan keris di tangannya terus menderu.
"Uts...!"
Secepat kilat Aradea menjatuhkan diri, dan terus berguling-guling. Namun begitu bangkit berdiri, keris Surokolo terus menghujaninya. Secepat kilat, pemuda ini berputar seraya melepas sapuan kaki ke mata kaki lawannya. Sebenarnya, serangan ini hanya tipuan saja. Karena begitu pendeta gadungan itu menghindarinya, trisula di tangan Aradea meluncur cepat. Dan....
Blesss! "Aaa...!"
Pendeta palsu itu langsung mendekap dadanya yang tertembus trisula. Matanya melotot seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ketika Aradea menarik senjatanya, tidak ampun lagi Surokolo jatuh terduduk dengan darah mengucur deras membasahi pakaian. Sebelum badan Surokolo menyentuh tanah, jiwanya telah melayang.
"Pekerjaan yang sangat melelahkan, bukan?" tegur Ki Rimbang sambil menghampiri Aradea.
"Untung kita cepat datang ke sini. Terlambat sedikit saja, tempat tinggalku jadi porak-poranda!" sahut Aradea, menggeram.
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Ki Rimbang.
"Sebaiknya kita cepat kembali, Ki. Aku takut terjadi apa-apa dengan adikku!" cetus Aradea.
"Marilah! Sekarang keadaan semakin tidak menentu. Mereka bisa saja muncul sewaktu-waktu di tempat kediamanmu!" ajak Ki Rimbang.
Maka tanpa menunggu lebih lama lagi, kedua orang ini segera berlalu meninggalkan mayat-mayat yang berserakan.
? *** Apa yang ditakutkan Aradea dan Ki Rimbang memang cukup beralasan. Saat ini tampak beberapa penunggang kuda bersenjata lengkap menuju tempat tinggal Aradea yang tersembunyi di sudut kota. Mereka tampaknya hafal benar dengan jalan di sekitar tempat itu.
"Kita harus membereskan harimau milik Raja Pencopet itu lebih dulu. Dengan demikian, untuk membereskan Aradea dan kawan-kawannya jadi lebih mudah," ujar penunggang kuda yang berada paling depan. Dia tidak lain dari Pati Karna, tangan kanan Dewa Sesat.
Tepat berada di depan tempat tinggal Aradea, Pati Karna memberi isyarat pada pasukannya untuk berhenti. Sementara dia sendiri mempersiapkan panah yang dibawanya. Diambilnya dua buah anak panah, dan dipasangnya di busur. Dan kini dia siap membidik.
Twang! Dua buah anak panah sekaligus meluncur dengan arah yang berbeda! Sungguh suatu pertunjukan yang mengagumkan. Sasarannya adalah dua harimau yang berada di kiri dan kanan pintu masuk rumah Aradea.
Crap! Crap! Graunghrrr...!"
Dua ekor harimau itu kontan tertancap anak panah beracun, sehingga menimbulkan raungan menggetarkan. Ternyata Pati Karna memang sangat ahli dalam menggunakan panah. Kedua ekor harimau itu pun kontan tidak berkutik.
"Mestinya masih ada dua ekor lagi," kata Pati Karna.
"Mungkin tidak berada di tempat, Kakang," jawab pemuda di sebelah Pati Karna.
"Mudah-mudahan binatang keparat itu tidak mengganggu usaha kita!" dengus laki-laki berkulit hitam legam ini ketus.
Tanpa berpikir panjang lagi, sambil tetap meningkatkan kewaspadaannya mereka segera menerjang pintu pondok. Setelah sampai di dalam, mereka terkesima.
Di dalam pondok, terdapat tidak kurang lima puluh anak-anak kecil. Bahkan di antaranya ada yang masih bayi. Namun, Pati Kama dan kawan-kawannya tidak melihat Aradea dan kakek berbaju merah, terkecuali dua gadis cantik yang tidak lain adik Aradea.
"Siapa kalian?" tanya Ningsih terkejut.
"Di mana kakangmu?" tanya Pati Kama.
"Mereka pergi. Jangan ganggu kami," ujar Sakawuni, penuh ketakutan.
Pati Kama tersenyum penuh nafsu. Dia berpikir, jika musuh yang dicari tidak ada di tempat, apa salahnya jika mencicipi kehangatan kedua gadis itu" Maka segera dihampirinya Ningsih dan Sakawuni.
Dengan ketakutan kedua gadis ini melangkah mundur ke arah kamar. Justru memang inilah yang dikehendaki Pati Kama. Segera diberinya isyarat pada keempat anak buahnya. Sedangkan Pati Karna sendiri langsung menyerbu ke dalam kamar.
"Kalau saudaramu dan pengacau-pengacau itu tidak berada di tempat, kalian harus mempertanggungjawabkan dosa-dosa mereka!" dengus Pati Kama.
Mendadak, laki-laki ini berkelebat sambil melepaskan totokan.
Tuk! Tuk! "Oh...!"
Hampir bersamaan, Ningsih dan Sakawuni melenguh pendek. Tubuh mereka kontan terasa lemas, tak bisa digerakkan setelah terkena totokan Pati Kama. Sebelum kedua gadis ini ambruk, Pati Kama telah menahan dengan kedua tangannya.
"Lep..., lepaskan bangsat!" maki Ningsih, namun tak mampu berbuat apa-apa.
"Kalian harus bersedia menemaniku!" desis Pati Kama.
Seketika, laki-laki ini menghempaskan tubuh kedua gadis itu ke atas tempat tidur. Dengan penuh nafsu, Pati Kama naik ke tempat tidur seraya mencabik-cabik pakaian Ningsih dan Sakawuni. Maka hanya dalam waktu sekejap, kedua gadis berkulit kuning langsat ini telah dalam keadaan polos.
Jakun Pati Kama turun naik melihat kemulusan tubuh kedua gadis ini. Napasnya memburu. Nafsunya menggelegak, saat melihat kedua bukit kembar milik Ningsih dan Sakawuni. Tanpa berpikir panjang lagi, segera digelutinya Ningsih.
Di dalam keadaan yang sangat mengkhawatirkan, tiba-tiba berkelebat sebuah bayangan putih dari jendela kamar ini, ke arah Pati Kama. Sekali cekal, laki-laki bejat ini sudah berada dalam cengkeramannya. Lalu dengan sekuat tenaga, sosok yang ternyata berbaju rompi putih itu melemparkan Pati Kama keluar.
Wuuttt! Brak! Tubuh Pati Karna kontan melabrak dinding hingga hancur, menimbulkan suara berisik. Suara ribut-ribut seketika membangunkan bayi-bayi yang sedang tertidur. Sehingga, suara tangisan terdengar di sana-sini meresahkan hati.
Ningsih tahu, sosok yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti telah menolongnya. Untuk itu, mereka segera mengenakan pakaian yang ada dan kembali mengurus bayi-bayi. Setelah terlebih dahulu dengan cepat Rangga membebaskan pengaruh tatokan pada tubuhnya masing-masing.
Di luar pondok, Pati Karna yang dilemparkan Rangga ternyata hanya menderita luka ringan. Dia cepat berdiri. Sementara, empat orang anggotanya telah datang menghampirinya.
Tak lama pula di depan Pati Karna telah mendarat seorang pemuda berbaju rompi putih.
"Bangsat...!" bentak Pati Karna. "Bukankah kau yang telah membakar kedai-kedai di Jatibarang?"
"Memang benar," sahut Rangga. Suaranya terasa dingin menusuk. "Aku juga yang telah melemparkanmu dari dalam pondok!"
Merah padam wajah Pati Karna mendengar kata-kata Pendekar Rajawali Sakti. Apalagi di depan empat orang anak buahnya ada di sekelilingnya. Hal ini tentu saja membuat wibawanya jatuh.
"Kau datang tidak diundang. Kau korbankan amarah orang lain. Tahukah kau, apa yang akan kami lakukan kepadamu?" tanya Pati Kama.
"Lebih baik pikirkan apa yang akan terjadi pada kalian," sahut Pendekar Rajawali Sakti disertai senyum dingin. "Aku bukan saja ingin menghancurkanmu, tapi juga melenyapkan juragan madat yang berjuluk Dewa Sesat!" tegas Rangga.
Pati Kama dan empat orang anak buahnya dibuat terkejut. Sungguh tidak disangka kalau pemuda berbaju rompi putih ini begitu berani bicara!
*** ? "Kami baru bisa mempercayai ucapanmu jika kau mampu mengalahkan kami, Keparat!" desis Pati Kama.
"Hmm...," gumam Rangga tidak jelas.
Rangga yang begitu geram melihat perbuatan Pati Kama terhadap adik Aradea, tanpa banyak bicara lagi langsung menerjang.
"Heaaa...!"
Pati Kama dengan gesit menghindari dengan melompat ke belakang. Sedangkan empat orang anak buahnya langsung mencabut golok besar yang tergantung di pinggang.
Rangga yang mengarahkan kakinya ke bagian ulu hati Pati Kama terpaksa menariknya kembali.
Dia melakukan gerakan berputar untuk menghindari luncuran empat buah senjata anak buah Pati Kama. Kemudian tubuhnya melenting ke udara.
Trak! Senjata para pengeroyok saling berbentur satu sama lain. Sedangkan saat ini Pendekar Rajawali Sakti terus melakukan putaran beberapa kali di udara. Saat tubuhnya meluruk deras ke bawah, dia telah mempergunakan jurus "Rajawali Menukik Menyambar Mangsa". Sementara kakinya yang berisi tenaga dalam meluncur deras ke bagian kepala salah seorang lawannya. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Prak! "Aaa...!"
Salah seorang anak buah Pati Kama langsung terjengkang. Kepalanya remuk, sehingga darah dan otaknya berhamburan membasahi pakaiannya.
Pati Kama terkejut sekali melihat kecepatan yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti. Di sisi lain, hatinya menjadi sangat marah, karena salah satu anak buahnya tewas di tangan pemuda itu. Maka tanpa menunggu lebih lama lagi, dia memberi aba-aba pada ketiga anak buahnya.
"Cepat bunuh pemuda keparat itu...!" teriak Pati Kama.
Ketiga orang itu serentak menerjang. Tidak tanggung-tanggung, mereka langsung mempergunakan jurus simpanan, yang dibarengi permainan golok yang menawan.
Hanya dalam waktu singkat, sambaran golok tajam menimbulkan suara berdesingan menyakitkan telinga telah mengurung Pendekar Rajawali Sakti dengan rapat. Jelas sudah bagi Rangga kalau lawan-lawannya memiliki tenaga dalam cukup tinggi.
"Hup...!"
Pendekar Rajawali Sakti secepatnya melenting ke udara keluar dari kepungan lawan-lawannya. Begitu mendarat, dia langsung mengerahkan jurus "Sembilan Langkah Ajaib".
"Heaaa...!"
Serangan gencar kembali menderu. Rangga gesit sekali menghindarinya. Tubuhnya meliuk-liuk cepat, diimbangi gerakan kaki yang lincah. Sehingga tidak satu serangan pun yang menyentuh tubuhnya.
"Mampuslah kau! Heaaa...!" teriak salah seorang pengeroyok yang berada di belakangnya Pendekar Rajawali Sakti.
Rupanya orang ini bermaksud membokong. Namun Pendekar Rajawali Sakti sempat merasakan sambaran angin di atas kepalanya. Maka segera tubuhnya diputar, lalu bergeser secepatnya ke arah kiri sambil melepaskan satu hantaman keras ke arah lawan lainnya.
Wuut! Begitu tebasan golok mengincar kepala berhasil dihindari, saat itu juga hantaman Pendekar Rajawali Sakti tidak sempat dihindari lawannya yang menjadi sasaran.
Buk! "Aaagkh...!"
Kembali, seorang anak buah Pati Karna terlempar dan jatuh ke tanah. Dua buah tulang rusuknya patah. Tampak darah menyembur dari sudut-sudut bibirnya. Hebatnya, dia masih dapat bangkit berdiri dan ikut bergabung dengan kawan-kawannya dalam membangun serangan.
Pendekar Rajawali Sakti tidak ingin menguras tenaga lebih lama. Tiba-tiba dia membuat kuda-kuda kokoh dengan telapak tangan berada di sisi pinggang. Lalu...
"Aji "Bayu Bajra"! Heaaa...!" teriak Rangga sambil menghentakkan kedua tangannya ke arah empat penjuru.
Wusss...! Ketiga orang tampak terkesiap begitu tiba-tiba bertiup angin keras bagai topan. Mereka mencoba memantek kaki dengan pengerahan tenaga dalam. Tapi....
"Aaa...!"
Saat itu juga mereka semua tersapu angin topan dari ajian "Bayu Bajra". Tubuh mereka berpentalan jauh, dan baru berhenti ketika menabrak pohon serta batu-batu cadas yang banyak di tempat ini. Tak ada seorang pun yang bisa bangkit berdiri lagi!
*** ? Pendekar Rajawali Sakti berbalik, menghadap Pati Kama yang tampak meringis setelah mengerahkan tenaga dalam sampai puncaknya. Tubuhnya tadi hanya bergeser beberapa tombak, ketika Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan aji "Bayu Bajra"!
"Heaaa...!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti tiba-tiba saja melesat ke arah Pati Kama dengan tangan terkepal siap dihantamkan.
"Uts...!"
Laki-laki berkulit hitam legam ini mencoba menghindari dengan membuang tubuhnya ke kanan.
Namun, ternyata itu hanya tipuan Rangga. Karena mendadak saja tubuhnya berputar, seraya melepaskan tendangan berputar.
Desss...! "Aaa...!"
Disertai jerit kesakitan, Pati Kama terpental walau tak sampai terpuruk. Namun tubuhnya sempat terhuyung-huyung. Seketika dicabutnya clurit berwarna hitam dari balik bajunya.
"Aku tidak akan puas sebelum memenggal kepalamu! Heaaa...!" bentak Pati Karna.
Tubuh laki-laki berkulit hitam itu meluruk deras ke arah Rangga. Akan tetapi sambil meliukkan tubuhnya, Pendekar Rajawali Sakti menangkap tangan Pati Karna.
Tap! Pati Kama terkejut bukan main ketika tangannya yang memegang clurit tertangkap. Dan dia sendiri terkejut ketika tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti membawa tangannya yang memegang clurit ke perutnya.
Crap...! "Aaa...!"
Jeritan Pati Kama yang tertembus mata cluritnya sendiri terdengar menggiriskan. Darah mengucur deras dari lukanya. Terlebih-lebih pada saat Rangga menggeser clurit itu, hingga usus Pati Kama terburai. Saat Rangga melepas tangan Pati Kama, laki-laki berkulit hitam itu ambruk dengan mata melotot.
*** ? 6 Aradea dan Ki Rimbang terkejut sekali ketika melihat mayat-mayat bergelimpangan di halaman rumah bagian depan. Mereka lebih terkejut lagi, setelah melihat dua ekor harimau tergeletak tanpa nyawa.
Aradea yang merasa curiga segera bergegas masuk ke dalam pondoknya. Sampai di dalam, tampak Rangga sedang menimang-nimpang salah satu bayi yang baru saja diambil dari ayunan. Sementara, Ningsih yang melihat saudara tuanya datang langsung menghampiri.
"Apa yang telah terjadi?" tanya Aradea alias si Raja Copet.
"Hampir saja kami celaka di tangan orang-orang itu!" jawab Ningsih. "Untung Pendekar Rajawali Sakti datang. Kalau tidak, rasanya kami lebih baik mati daripada hidup menanggung malu!"
"Apa yang terjadi, Rangga?" tanya Ki Rimbang.
Rangga tidak segera menjawab. Melainkan, meletakkan bayi yang berada dalam pondongannya. Baru kemudian matanya menatap cerah pada Aradea.
"Kurasa mereka anak buah Dewa Sesat. Mereka mencarimu. Karena kau tidak ada, mereka hampir memperkosa kedua adikmu. Aku datang hampir terlambat. Tetapi, sudahlah. Kejadian buruk tidak sempat menimpa adik-adikmu," jelas Rangga.
"Salah satu korban yang kau bunuh, kalau tidak salah adalah Pati Karna. Dia salah satu orang yang sering membayang-bayangi hidupku. Kurasa, sebentar lagi Dewa Sesat akan mencari kita. Dan biasanya dia akan membawa seluruh anak buahnya," kata Aradea, menggumam.
"Apakah mereka cukup banyak?" tanya Ki Rimbang.
"Mungkin sebanyak bayi yang berada di dalam pondokku ini. Tetapi terus terang, anak buah Dewa Sesat lebih terlatih bila di bandingkan anak buah Pati Karna. Aku khawatir, kita bertiga tidak dapat menahan mereka!" keluh Aradea, seakan putus asa.
"Besarkan semangatmu! Kalah dan menang dalam perjuangan adalah persoalan biasa. Aku dan Ki Rimbang akan mencari mereka. Dan kalau perlu bertindak lebih dulu sebelum mereka mendahului!" tegas Rangga.
"Kalau begitu aku ikut!" serobot Aradea menimpali.
Rangga menggeleng tegas.
"Tidak cukupkah gambaran yang hampir terjadi pada adik-adikmu" Jika sekali lagi orang-orang Dewa Sesat menyerbu kemari, tidak seorang pun yang menahan mereka untuk berbuat keji. Kau tetap tinggal di sini, Aradea! Jaga keselamatan adik-adikmu. Juga, anak-anak yang tidak berdosa itu!" ujar Pendekar Rajawali Sakti, tegas.
Aradea memang tidak punya pilihan lain, walaupun hasrat di hatinya sangat menggebu untuk membunuh orang yang telah membinasakan orang tuanya. Tetapi, apa yang dikatakan Rangga memang tidak dapat dibantah.
"Baiklah.... Aku percaya padamu, Rangga. Dan juga, aku percaya sepenuhnya pada Pendekar Rajawali Sakti. Aku hanya dapat mendoakan kalian berdua agar berhasil menghancurkan mereka!" desah Aradea akhirnya.
"Serahkan semuanya pada kami!" sahut Ki Rimbang.
"Aku harus pergi sekarang juga!" kata Rangga.
Kedua orang ini segera meninggalkan pondok milik Aradea. Sedangkan pemuda itu sendiri disertai kedua adiknya mengantarkan kepergian mereka sampai di halaman depan.
Setelah Pendekar Rajawali Sakti dan Ki Rimbang sudah tidak terlihat lagi di depan mata, Aradea memandangi kedua adiknya.
"Kalian pantas bersyukur karena Pendekar Rajawali Sakti datang tepat pada waktunya. Kalau tidak, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada kalian," desah si Raja Copet.
"Ya.... Dan ternyata, Pendekar Rajawali Sakti adalah seorang pendekar hebat Kakang," puji Ningsih. "Pati Kama dilemparkannya keluar pondok ini. Bahkan dalam waktu yang tidak lama binasa di tangannya!"
"Sudahlah. Hari ini banyak sekali pekerjaan yang harus kita selesaikan. Mayat-mayat ini harus dikuburkan secepatnya, sebelum menjadi busuk dan mengotori halaman!" sergah Aradea.
Tanpa banyak bicara lagi, Ningsih dan Sakawuni keluar rumah ini untuk membuat lubang kuburan. Sementara Aradea segera mengumpulkan mayat-mayat yang berserakan di halaman menjadi satu.
"Kuharap, inilah untuk pertama dan terakhir kalinya kita menguburkan sampah masyarakat!" desis Aradea.
? *** ? Durudana rupanya tahu kalau salah satu musuhnya yang bernama Ki Rimbang, ternyata sedang mencari tiga orang muridnya yang hilang beberapa waktu lalu. Dan pemuda berambut panjang ini yakin, pasti Ki Rimbang berasal dari Padepokan Welut Perak. Ini merupakan keuntungan tersendiri bagi Dewa Sesat. Arum Kenanga, Praba Sari, dan Ratna Gumilar adalah gadis-gadis yang telah menyerahkan segalanya pada Dewa Sesat. Mereka telah berada dalam kekuasaannya. Mereka bersedia melakukan apa saja, asal tetap diberi makanan surga.
Memang akibat ulah Dewa Sesat, kini ketiga gadis ini sepenuhnya benar-benar telah tergantung pada madat. Durudana pandai sekali memanfaatkan kesempatan ini. Tidak heran bila kemudian ketiga gadis itu diutus mencari Ki Rimbang untuk membunuhnya.
Akal licik ini benar-benar dianggap tepat oleh Durudana. Walaupun ketiganya adalah murid-murid Ki Rimbang, namun bukan sesuatu yang mustahil jika mereka mampu membunuh gurunya. Ataupun sebaliknya. Bagi Dewa Sesat, tidak ada bedanya. Menurutnya, adalah suatu pemandangan yang sangat menarik bila guru dan murid saling bunuh.
Pagi-pagi sekali di pinggiran kota Jatibarang tiga ekor kuda berbulu putih dipacu cepat menuju ke arah selatan. Penunggangnya tiga orang gadis berpakaian kuning gading.
Melihat cara menggebah kudanya, tentulah mereka sangat terlatih dalam ilmu olah kanuragan. Apalagi, di punggung masing-masing tersampir sebilah pedang. Sehingga, menambah keangkeran mereka saja. Satu hal yang cukup menyolok. Walaupun berwajah cukup cantik, namun tatapan mata mereka tampak kuyu seperti orang mengantuk dan kehilangan pancaran hidup.
Sementara itu dari arah berlawanan, tampak dua sosok tubuh berkelebat cepat bagaikan setan. Jelas mereka tengah mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi. Dua sosok yang saling kejar-kejaran ini, yang satu berbaju rompi putih. Sedangkan yang lain berpakaian merah.
Sampai akhirnya, mereka sama-sama menghentikan lesatan tubuhnya saat melihat tiga orang penunggang kuda putih.
"Berhenti...!" teriak laki-laki berbaju merah yang tidak lain Ki Rimbang.
Serentak ketiga gadis ini menghentikan lari kudanya. Sementara Ki Rimbang sendiri terkejut, karena orang yang dihadang sudah sangat dikenalnya. Bahkan kini sedang dicari-carinya. Tapi mereka menukar pakaian" Bukankah pakaian yang seperti dilihatnya adalah seragam anak buah Dewa Sesat"
"Sudah lama kalian menghilang. Kini muncul dengan kejutan yang sama sekali tidak kuharap. Ada apakah Praba Sari" Arum Kenanga, dan kau Ratna Gumilar?"
Ketiga gadis yang tak lain murid-murid Ki Rimbang sendiri ini tak langsung menyembah.
Bahkan malah saling berpandangan. Dan kini, tatapan mata mereka menerawang kosong ke arah Rangga dan Ki Rimbang.
"Lihatlah, Ki," bisik Rangga. "Tatapan mata mereka seperti orang-orang yang kita lihat di Jatibarang. Firasatku mengatakan, murid-muridmu telah kecanduan madat. Hm.... Aku yakin mereka mempunyai maksud-maksud tidak baik padamu...."
"Ya..., aku melihat tanda-tanda ini. Tetapi aku harus mengingatkan mereka sekali lagi. Kalau mereka tidak tanggap, maka aku akan mengambil tindakan tegas!" tegas Ki Rimbang, namun dengan suara pelan.
"Inikah orang yang harus kita bunuh?" tanya Praba Sari pada Arum Kenanga dan Ratna Gumilar yang berada di sebelahnya.
"Kalau melihat ciri-cirinya memang betul," sahut Ratna Gumilar seperti tak mengenali bekas gurunya sendiri.
"Hei.... Kalian bertiga! Apakah kalian sudah tidak waras, sehingga tidak mengenal guru sendiri?" teriak Ki Rimbang merasa kecewa.
Hati orang tua ini sebenarnya begitu terpukul, karena ternyata kedatangannya terlambat. Murid-muridnya kini telanjur jatuh di tangan Dewa Sesat. Pastihlah manusia keji itu telah meracuni murid-muridnya dengan madat, sehingga tak mengenal gunanya sendiri.
"Kau bicara dengan siapa, Ki" Menurut Dewa Sesat, kalian berdua adalah orang yang telah membuat kekacauan dan pantas dibunuh!" tegas Arum Kenanga.
"Keparat! Kalian adalah murid-muridku! Mengapa sekarang malah berpihak pada orang salah"!" bentak Ki Rimbang gusar.
"Percuma kau bicara, Ki. Murid-muridmu seperti yang telah kukatakan tadi, sudah telanjur terpengaruh madat. Sulit menyadarkannya, terkecuali kau dapat bersikap sabar." saran Rangga, perlahan.
Kemudian Pendekar Rajawali Sakti menatap ketiga gadis itu.
"Kalian sebaiknya ikut aku kembali ke Padepokan Welut Perak. Guru kalian ini akan mengobati kegilaan yang kalian alami...!" kata Rangga.
"Hi hi hi...! Kalian berdua jangan mimpi. Kami sama sekali tidak kenal kakek tua itu!" desis Ratna Gumilar.
"Dan kami datang untuk membunuh kalian! Heaaa...!" teriak Arum Kenanga.
Tanpa pikir panjang lagi, ketiga gadis ini melompat dari punggung kuda masing-masing. Mereka, langsung menerjang Ki Rimbang dengan segenap kemampuan.
Pendekar Rajawali Sakti yang melihat serangan kilat hanya tertegun. Rupanya dia merasa serba salah jika turut membantu.Sebab, yang menjadi persoalannya adalah antara guru dan murid.
Sementara, itu, pertempuran dalam sekejap saja sudah berlangsung seru. Ki Rimbang dikeroyok ketiga muridnya sendiri. Pada dasarnya, jurus-jurus yang dimainkan ketiga gadis itu berasal dari sumber yang sama. Sehingga, rasanya sulit bagi ketiga gadis yang menyerang untuk menjatuhkan Ki Rimbang.
"Sejak kecil kalian dibesarkan. Setelah besar, malah menjadi penyakit!" dengus Ki Rimbang dalam kekesalannya.
"Banyak mulut! Heaaa...!" teriak Praba Sari.
Tubuh gadis ini langsung menerjang ke depan dengan pedang meluncur deras ke bagian tenggorokan Ki Rimbang. Gerakannya diikuti dua gadis lainnya.
Melihat serangan datang dari tiga penjuru secara bersamaan, Ki Rimbang cepat memutar langkahnya. Dan tiba-tiba tongkat di tangannya dikibaskan secara berturut-turut.
Trak! Trak! Trak!
"Heh..."!"
Benturan keras terjadi. Arum Kenanga, Praba Sari, dan Ratna Gumilar sama-sama terhuyung ke belakang. Sedangkan Ki Rimbang hanya tergetar saja.
Namun tampaknya gadis-gadis ini sudah sulit diajak bicara. Padahal jika Ki Rimbang tadi mau, pasti salah satu bisa dijatuhkannya.
"Kurung dia!" teriak Praba Sari.
"Heaaa...!"
"Uts!"
Sinar pedang berkelebatan menyambar Ki Rimbang. Kakek ini tahu betul kalau murid-muridnya mengerahkan jurus "Welut Cadas Putih". Dan ini merupakan salah satu jurus yang sangat berbahaya!
Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat sempurna, Ki Rimbang melenting ke udara. Dengan demikian, serangan murid-muridnya hanya menyambar tempat kosong.
Secara serentak ketiga gadis itu berbalik. Mereka membuat beberapa kali gerakan tangan. Setelah itu....
Wut! Wut! Sungguh cepat bukan main ketiga gadis itu melepas serangan. Ki Rimbang segera berkelit, selanjutnya hendak bergerak menjauh. Tetapi, serangan salah satu muridnya datang lebih cepat. Sehingga....
Cras! "Hugkh...!"
Ki Rimbang mengeluh tertahan. Tubuhnya terhuyung-huyung ketika bagian tubuhnya robek terkena sambaran pedang. Dari lukanya langsung mengucurkan darah.
Melihat Ki Rimbang dapat dilukai, maka gadis-gadis ini tidak menyia-nyiakan kesempatan lagi. Seakan saling berebut, mereka sama-sama membabatkan pedang ke bagian kepala, dada, dan leher Ki Rimbang.
Apa yang akan terjadi tentu tidak dibiarkan Pendekar Rajawali Sakti yang turut menyaksikan pertempuran.
"Heaaa...!"
Disertai teriakan menggelegar, Rangga melesat cepat ke arah ketiga gadis itu. Dalam keadaan melayang tangannya dijulurkan ke tiga arah.
Plak! Plak! Plak!
"Aaakh...!"
Ketiga gadis itu jatuh terjajar beberapa langkah, begitu Pendekar Rajawali Sakti memapak serangan. Semuanya mengeluh tertahan, merasakan sakit pada tangan masing-masing.
"Kurasa tidak ada gunanya memberi peringatan pada mereka, Ki. Murid-murid bahkan sudah tidak dapat mengenal gurunya sendiri! Biarkan kubereskan semuanya!" teriak Rangga, menegaskan.
Inilah saat-saat yang paling berat bagi Ki Rimbang untuk menentukan pilihan. Bagaimanapun, Arum Kenanga, Praba Sari, maupun Ratna Gumilar pernah bersama-sama dengannya sejak kecil hingga menjadi gadis remaja. Dia sadar betul ketiga gadis ini pada dasarnya sangat baik. Namun setelah terpisah hampir tiga purnama, Dewa Sesat secara keji telah merubah mereka menjadi orang yang lupa diri sendiri. Juga, pada gurunya.
Mereka pasti sulit disembuhkan lagi. Untuk itu, Ki Rimbang terpaksa melupakan semua kenangan manis bersama murid-muridnya yang pernah dilalui dulu. Kini setelah melompat mundur, laki-laki tua ini menyerahkan segala sesuatunya pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau terlalu mencampuri urusan orang lain, Kisanak! Maka sekarang saatnya bagi kami untuk mengirimmu ke neraka!" teriak ketiga gadis itu dalam waktu bersamaan.
? *** Praba Sari, Arum Kenanga, dan Ratna Gumilar secara bersama-sama menerjang Rangga. Pedang di tangan mereka menderu, menimbulkan desir angin halus memedihkan kulit Rangga. Tetapi pemuda berbaju rompi putih ini segera meliuk-liukkan tubuhnya. Diiringi gerakan kaki cepat dan lincah. Rupanya Rangga telah mempergunakan jurus "Sembilan Langkah Ajaib", satu jurus yang digunakan untuk menghindar dan sesekali melepaskan serangan.
Ternyata ketiga gadis ini tidak merasa putus asa, kendati beberapa kali serangan mereka tidak mengenai sasaran. Bahkan salah seorang tiba-tiba membelokkan senjatanya.
"Heh"!"
Rangga terkesiap. Namun cepat tubuhnya segera melenting ke udara. Beberapa kali Rangga berjumpalitan di udara, membuat serangan itu luput.
Begitu tubuh Pendekar Rajawali Sakti meluncur deras ke bawah, sudah tercipta jurus "Rajawali Menukik Menyambar Mangsa".
"Heaaa...!"
Secepat kilat, kaki Rangga melakukan serangkaian tendangan beruntun. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Prak! "Aaa...!"
Arum Kenanga berteriak menyayat dengan kedua tangan memegangi kepala yang retak tertekan tendangan Pendekar Rajawali Sakti. Darah menyembur dari lukanya. Tubuh Arum Kenanga dalam waktu sebentar saja roboh, tanpa mampu bangkit kembali.
Sementara Rangga sudah menjejakkan kedua kakinya di atas tanah dengan satu gerakan indah.
"Kuperingatkan pada kalian berdua untuk kembali pada guru kalian. Kalau kalian tetap bersikeras, maka jangan salahkan jika aku terpaksa mengambil tindakan tegas!" perintah Rangga.
"Huh...!Siapa sudi mendengar ucapanmu"!
Kematian kawan kami sudah merupakan suatu bukti kalau kami harus cepat-cepat membunuhmu seperti yang diperintahkan Dewa kami!" dengus Praba Sari geram.
"Tidak ada Dewa. Yang kutahu hanyalah Dewa Sesat. Dan menurut kabar, Durudanalah orangnya!" sahut Rangga.
"Kurang ajar! Kau memang pemuda usilan yang pantas mati! Heaaa...!"
Laksana kilat Praba Sari kembali menerjang Rangga. Pedangnya meluncur deras membelah udara dan terus menerjang Rangga. Pedangnya meluncur deras membelah udara dan terus tertuju ke bagian dada.
"Awas, Rangga!" teriak Ki Rimbang.
Ki Rimbang tahu, Praba Sari mempergunakan jurus "Welut Melibas Langit". Salah satu jurus yang paling mematikan dari seluruh rangkaian jurus Padepokan Welut Perak.
Pendekar Rajawali Sakti secepatnya menghindar ke samping. Maka serangan yang dilancarkan Praba Sari tidak mengenai sasaran. Akan tetapi secara aneh pedang itu membalik, melepas babatan menyilang.
Sedapat-dapatnya Rangga berusaha menghindar. Namun, terlambat karena....
Cras! "Hugkh...!"
Rangga terhuyung-huyung. Rompi putihnya robek. Pada bagian yang robek di rusuknya mengucurkan darah.
Melihat hal ini, Ki Rimbang dengan geram bermaksud membantu Rangga. Tetapi terlambat karena, Rangga sudah menghentakkan kedua tangannya.
Pendekar Rajawali Sakti 193 Dewa Sesat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aji "Bayu Bajra"! Hiyaaa...!"
Wuusss...! Segulung angin topan menderu ke arah Praba Sari. Gadis yang sudah bagai kesurupan ini masih sempat menyadari datangnya pukulan dahsyat tersebut. Namun, untuk menghindar sudah tidak sempat lagi. Dan....
"Aaa...!"
Jeritan Praba Sari berbaur disertai luncuran tubuhnya yang terbawa angin topan dahsyat. Gadis itu terpelanting, begitu menghantam sebuah pohon yang cukup besar. Agaknya dia menderita luka dalam yang sangat parah, ketika berusaha bangkit berdiri.
"Beri dia kesempatan untuk hidup, Rangga...!" seru Ki Rimbang.
Rangga yang tak bermaksud membunuh Praba Sari menoleh ke arah Ratna Gumilar. Tapi hatinya jadi heran ketika gadis itu sudah menjatuhkan pedangnya dan menangis sesenggukan.
"Oh.... Tuhan! Apa dosaku" Sesungguhnya aku ini siapa?" rintih gadis itu, bersimpuh di tanah.
Ki Rimbang merasa terharu melihat Ratna Gumilar mulai sadar. Rupanya, pengaruh madat yang menguasai hati dan pikirannya mulai hilang.
"Ki..., sebaiknya selamatkan kedua muridmu itu ke tempat Aradea. Aku akan mencari Dewa Sesat secepatnya!" tegas Rangga.
"Aku tidak mungkin membiarkanmu seorang diri menyongsong bahaya!" jawab Ki Rimbang.
"Kau bisa menyusulku, Ki...!" sahut Rangga.
Saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat, tanpa bisa dicegah lagi.
? *** ? Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 193. Dewa Sesat Bag. 7 - 8 (Selesai)
8. Mai 2015 um 10:31
? 7 Rangga terus berkelebat menuju tempat tinggal Durudana alias Dewa Sesat. Di kejauhan bangunan megah bertingkat dua mulai kelihatan. Tetapi langkahnya tiba-tiba terhenti saat terlihat sesosok bayangan merah berkelebat di antara pohon-pohon.
Pendekar Rajawali Sakti menyangka bayangan tadi tidak lain Ki Rimbang yang juga memakai baju serba merah.
Merasa penasaran, Rangga segera berkelebat mengejar ke arah menghilangnya sosok bayangan tadi. Namun setelah sekian jauh mengejar, Rangga tidak menemukan apa-apa.
"Ki Rimbang...! Jangan coba-coba mempermainkan aku. Mengapa malah menyusulku" Bukan mengurusi mudir-murid yang membutuhkan uluran tanganmu...!" teriak Rangga.
Setelah gema suara Pendekar Rajawali Sakti lenyap, suasana berubah sunyi kembali.
Rangga mengedarkan pandangan. Tidak ada tanda-tanda mencurigakan. Namun beberapa saat kemudian, kembali terlihat kelebatan sosok tubuh berbaju merah yang menjauhinya.
Merasa dipermainkan, tanpa menunggu lebih lama Pendekar Rajawali Sakti melakukan pengejaran. Namun tanpa diduga-duga, kaki Rangga menginjak sesuatu. Dan....
Sret! "Eeeh...!"
Rangga terkejut sekali, karena begitu tali yang tidak sempat terlihat olehnya terinjak. Seketika dari bawah kakinya bergerak sebuah jaring yang langsung menyergapnya.
Pendekar Rajawali Sakti sama sekali tidak menduga datangnya perangkap secepat ini. Dia berusaha membebaskan diri dengan pengerahan tenaga dalam. Namun tak seutas jaring pun yang putus.
"Ha ha ha...!"
Pada saat itulah terdengar suara tawa berkepanjangan saling tindih menyakitkan gendang telinga.
"Hanya beginikah kehebatan seorang pendekar yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti"! Hari ini kami dua bersahabat dari Thai berhasil menangkapmu! Kau segera akan berhadapan dengan Dewa Sesat!"
Saat itu juga, berlompatan dua sosok tubuh dari balik pepohonan. Begitu mendarat dua tombak di hadapan Pendekar Rajawali Sakti, tampak kalau mata mereka sipit.
"Manusia pengecut!Hm.... Rupanya kalian hanya begundal Dewa Sesat! Sungguh anjing penjilat yang sangat rendah!" desis Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti berusaha mengerahkan tenaga dalamnya kembali. Tapi, tampaknya apa yang dilakukan hanya sia-sia saja.
"Sialan! Terbuat dari apa jaring ini"!" batin Rangga menggerutu.
Tai Lee dan Tai Ceng hendak meringkus Pendekar Rajawali Sakti di dalam jaring. Tapi baru beberapa langkah....
Sring! Di luar dugaan, Pendekar Rajawali Sakti berhasil mencabut pedangnya yang langsung dibabatkan ke jaring-jaring yang menjeratnya.
Tes! Tes! "Huup...!"
Begitu mendapat lubang yang cukup, Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat setelah memasukkan pedangnya kembali. Sementara kedua laki-laki bermata sipit ini terkejut bukan main. Bagaimanapun, tali jaring milik mereka dibuat dari otot kayu yang cukup kuat. Dan kalau pemuda berbaju rompi putih ini mampu memutuskannya, berarti pedangnya adalah sebuah pusaka yang cukup hebat!
*** ? "Jelaskan siapa kalian yang sebenarnya...!" desis Rangga dengan tatapan dingin menusuk.
"Siapa kami, tak penting artinya bagimu, Pendekar Rajawali Sakti?" sahut Tai Ceng tidak kalah sinis.
"Kalian adalah orang asing yang datang ke negeri ini. Aku yakin, kalian pasti ada hubungannya dengan pengiriman madat, bukan?" tuding Rangga, langsung.
Tai Lee dan Tai Ceng sama-sama terkejut. Tetapi itu hanya berlangsung hanya sebentar saja. Tidak lama, paras mereka telah berubah seperti biasa kembali.
"Kau telah mengetahui apa yang kami lakukan! Rasanya, mustahil, kalau kami membiarkan hidup lebih lama lagi! Hiyaaa...!" teriak Tai Lee, seraya menerjang keras.
Gerakan laki-laki bermata sipit ini cepat bukan main. Belum pernah Rangga melihat serangan yang secepat itu. Namun Pendekar Rajawali Sakti segera mengegos cepat ke samping, sehingga serangan kilat itu lewat beberapa rambut di sisinya.
Tai Lee yang menyadari serangannya luput. Jadi geram bukan main. Segera dia berbalik seraya mengirimkan jotosan ke dada.
Wuuttt! "Hup...!"
Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang sejauh satu batang tombak. Sementara Tai Lee terus memburunya. Jurus-jurus yang dipergunakan orang asing ini termasuk sangat aneh. Apalagi dia mempergunakan dua buah jurus yang mempunyai sifat berbeda. Yang satu mengandalkan kecepatan dan tenaga dalam tinggi, sedangkan yang lain banyak mempergunakan kelembutan.
Sampai perkelahian berlangsung puluhan jurus, Pendekar Rajawali Sakti hanya mampu menghindar dan menangkis. Kenyataan ini saja sudah membuat Tai Lee menjadi sangat marah. Maka serangannya pun diperhebat.
Tubuh orang asing ini meluruk deras ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Sementara tangannya yang membentuk cakar meluncur deras ke bagian dada Rangga.
Pemuda berompi putih ini meliukkan tubuhnya disertai gerakan kaki yang tampak cepat dan lincah. Namun saat Rangga berusaha menangkis, tiba-tiba Tai Lee membelokkan tangannya ke bagian perut yang tidak sempat lagi dihindari. Maka....
Buk! "Hugkh...!"
Rangga kontan terdorong mundur dengan badan terbungkuk-bungkuk menahan sakit. Napasnya langsung terasa sesak. Sedangkan dari sudut-sudut bibirnya mengalir darah kental. Jelas, Pendekar Rajawali Sakti menderita luka dalam.
Melihat lawan dapat dilukai, Tai Lee semakin bersemangat. Segera pedangnya yang cukup panjang dicabut. Sementara Rangga sendiri segera mengerahkan hawa murni untuk mengobati luka dalam yang diderita.
"Hari ini aku akan mengirimmu ke neraka...!" dengus Tai Lee.
Dengan mempergunakan rangkaian jurus pedang andalan, Tai Lee segera memutar pedangnya yang memancarkan putih berkeredep karena ketajamannya.
Sementara Pendekar Rajawali Sakti mendadak melakukan gerakan berputar. Dan tanpa diduga-duga, diterobosnya pertahanan lawan dengan tangan yang terkepal mengibas. Dan....
Buk! Buk! "Aaa...!"
Tai Lee langsung terhuyung-huyung. Salah satu tulang rusuknya remuk, terhantam pukulan Rangga. Tapi tanpa menghiraukan rasa sakit yang mendera, Tai Lee bagaikan banteng terluka melesat ke depan sambil mengibaskan pedangnya. Gerakan cepat ini sama sekali tidak diduga. Walaupun begitu, Rangga masih sempat berkelit ke kiri. Tapi....
Bret! "Aaakh...!"
Rangga terhuyung-huyung ke belakang. Bagian tubuhnya yang terbabat pedang mengucurkan darah. Pemuda berompi putih ini mulai memancarkan kemarahannya. Matanya memandang dingin pada lawan yang berdiri tegak di depannya.
"Hmm.... Sekarang saatnya bagimu untuk menebus kesalahan dari sekian banyak jiwa yang menderita karena madat-madat yang kaukirimkan pada Dewa Sesat! Heaaa...!"
Rupanya, Tai Lee yang telah berhasil melukai punggung Pendekar Rajawali Sakti tetap menganggap remeh. Sehingga saat Rangga menerjang, langkahnya cukup menggeser sambil menusukkan pedang ke bagian dada.
Rupanya, serangan Rangga hanya tipuan saja. Karena mendadak tubuhnya melenting ke udara. Setelah berputaran beberapa kali, tubuhnya meluruk deras ke arah Tai Lee dengan kaki cepat menghantam dada.
Prak! "Aaakh...!"
Rangga yang mengerahkan tenaga dalam penuh ke bagian kaki memang mempergunakan jurus "Rajawali Menukik Menyambar Mangsa" yang begitu cepat tadi. Akibatnya, dada Tai Lee melesak ke dalam dan hancur seketika.
Dengan wajah seperti tidak percaya, mata Tai Lee melotot lebar. Darah mengucur deras dari mulut dan hidungnya.
Bruk! Tai Lee jatuh tersungkur tanpa mampu bangkit lagi untuk selama-lamanya. Melihat kematian sahabatnya. Tai Ceng menjadi sangat marah.
"Keparat! Kau harus tebus nyawa temanku dengan nyawamu!" desis Tai Ceng geram seraya melompat ke depan.
"Akan kutebus nyawa temanmu dengan nyawamu!" sahut Rangga, enteng.
"Setan! Heaaa...!"
Tai Ceng menerjang dengan mengandalkan jurus-jurus tangan kosong yang cukup berbahaya!
? *** ? Rangga melompat mundur ke belakang. Ternyata gerakannya sudah terbaca. Maka secepatnya Tai Ceng merubah gerakan tangannya, langsung menderu ke bagian perut, menimbulkan angin mendesir.
Rangga tidak membiarkan serangan itu menghantam tubuhnya. Maka dengan nekat ditangkisnya serangan dengan telapak tangan.
Plak! Tai Ceng terhuyung ke belakang. Sementara Rangga sendiri sempat tergetar tubuhnya. Bagian telapak tangannya terasa dingin, seperti diselimuti salju.
Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan hawa murni ke bagian tangannya. Maka hawa dingin perlahan menghilang dengan sendirinya. Kemudian secepat kilat. Tubuhnya balas menerjang dengan tendangan kaki kanan.
Serangan kilat ini masih berusaha dihindari Tai Ceng dengan menggeser tubuhnya ke samping. Tetapi kaki Rangga seperti punya mata saja, terus bergerak mengikuti. Dan....
Buk! "Hegkh...!"
Tendangan Pendekar Rajawali Sakti membuat tubuh Tai Ceng terpental ke belakang disertai semburan darah dari mulutnya. Rangga tanpa memberi ampun lagi segera memburu. Satu pukulan mematikan hendak dilepaskannya. Akan tetapi Pendekar Rajawali Sakti terpaksa membatalkan, karena lawan yang telah dalam keadaan terluka ternyata masih sempat mengebutkan tangannya.
Set! Set! Seketika meluruk beberapa sinar putih keperakan yang ternyata senjata rahasia berbentuk bintang segi empat dari tangan Tai Ceng.
Sedapatnya Rangga menghindarinya dengan melenting tinggi ke udara. Selagi pemuda berompi putih ini dibuat repot oleh incaran senjata rahasianya, Tai Ceng tiba-tiba menghentakkan tangannya melepaskan pukulan jarak jauh.
Wuuttt...! Pukulan yang menimbulkan gelombang hawa dingin menusuk tulang, meluruk mengancam keselamatan Pendekar Rajawali Sakti.
Pendekar Rajawali Sakti tercekat melihat datangnya serangan yang sangat cepat ini. Tak ada waktu baginya untuk menghindar. Apalagi tubuhnya saat ini berada di udara. Satu-satunya jalan hanya memapak.
"Hih...!"
Seketika, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya memapak hawa dingin bergulung-gulung sambil mengerahkan jurus "Pukulan Maut Paruh Rajawali".
Wuttt...! Seleret sinar merah seketika meluruk deras ke arah gundukan hawa dingin tidak jauh di depan Rangga. Lalu...
Blarrr! "Aaa...!"
Dua sosok tubuh tampak sama-sama terlempar ke belakang. Walau begitu, Rangga masih mampu mematahkan luncuran tubuhnya dengan membuat putaran beberapa kali. Dan mantap sekali kedua kakinya mendarat.
Tai Ceng sendiri walau sebagian tubuhnya tampak hangus, tetapi hebatnya masih mampu bertahan hidup.
Pendekar Rajawali Sakti merasa kagum juga dengan daya tahan yang dimiliki lawannya. Jika orang biasa yang kurang memiliki tenaga dalam dapat dipastikan tubuhnya hangus dan binasa. Ini merupakan suatu bukti Tai Ceng tidak dapat dianggap enteng.
Tai Ceng menyeka darah yang menetes-netes di sudut bibirnya. Sebagian wajahnya yang utuh tampak pucat. Rangga sendiri sempat melihat semua ini sambil memegangi dadanya yang terasa nyeri.
Cring! Tiba-tiba saja Tai Ceng mencabut pedangnya yang mirip samurai. Tanpa warangka, senjata itu jadi berkilat menyilaukan karena ketajamannya.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kuakui kau memang hebat, jika dapat mengalahkan jurus "Duka Singa Nanking". Untuk mati sendiri, rasanya terlalu sepi di alam kubur. Dengan pedang ini, aku menawarkan kematian bersamamu!" desis Tai Ceng, menggetarkan.
"Hmm...!" Rangga hanya menggumam tidak jelas.
Melihat hal ini, Rangga segera menyadari kalau Tai Ceng bermaksud mengadu jiwa dengan mengerahkan semua tenaga dalam yang dimiliki. Dan Rangga tidak punya pilihan lain lagi. Maka....
Sring! Pemuda berompi putih ini langsung mencabut pedangnya yang bersinar biru berkilauan. Seketika dikerahkannya jurus "Pedang Pemecah Sukma".
Tepat ketika Tai Ceng menerjang, Rangga pun meluruk ke arahnya. Seketika sinar putih dan sinar biru saling berkelebat mencari sasaran. Namun, tiap kelebatan Pedang Pusaka Rajawali Sakti, membuat Tai Ceng terkesiap. Seketika jiwanya seperti luluh dengan semangat bertarung hilang entah ke mana. Gerakan-gerakan jurus laki-laki asing ini jadi kacau.
Dan Tai Ceng makin terkesiap ketika pedang Pendekar Rajawali Sakti berkelebat ke arah lehernya. Dengan sebisanya, pedangnya yang seperti samurai menahan.
Trang! Tai Ceng kontan terhuyung-huyung. Pedang di tangannya tahu-tahu telah terpapak buntung. Sebelum Tai Ceng sempat menghilangkan keterkejutannya, Rangga sudah melompat ke depan sambil menusukkan pedangnya.
Blesss! "Aaa...!"
Tidak ampun lagi, pedang Rangga menembus dada Tai Ceng sampai ke punggung. Darah kontan mengucur deras dari luka akibat tusukan pedang. Mata Tai Ceng terbelalak lebar, seperti tidak percaya dengan kejadian yang menimpa dirinya.
Ketika Rangga menarik pedangnya, maka tidak dapat ditahan lagi tubuh Tai Ceng ambruk ke tanah dengan nyawa melayang.
? *** ? Setelah melihat nasib yang dialami murid-murid Ki Rimbang, ternyata Aradea tidak dapat diam. Dia menjadi sangat marah, karena begitu banyak korban yang berjatuhan akibat ulah Dewa Sesat. Dan akibat dari pengaruh madat, bukan saja dapat merusak jiwa, tapi juga merusak tingkah laku korbannya. Aradea merasa sekarang saatnya turun tangan, membantu Pendekar Rajawali Sakti.
"Menurut pesan Rangga, bukankah kau dilarang meninggalkan pondokmu ini?" tanya Ki Rimbang mengingatkan.
"Ki.... Haruskah aku berdiam diri melihat Rangga berjuang mati-matian demi rakyat Jatibarang" Sementara, aku sebagai orang asli daerah ini hanya berpangku tangan tanpa berbuat sesuatu?" tukas Aradea.
"Aradea.... Aku tahu niatmu sangat baik. Coba kau pikir jika kau tewas di tangan Dewa Sesat. Siapa yang akan memberi makan bayi dan anak-anak telantar ini" Coba siapa?" Ki Rimbang balik bertanya.
"Lalu, bagaimana jika Rangga yang tewas, Ki" Apa menurutmu Dewa Sesat lantas bertaubat dan tidak mengedarkan madat lagi?" Aradea menukas kembali. "Aku sudah bosan melihat bayi-bayi tidak berdosa menangis di pinggiran jalan, Ki. Aku muak melihat bayi-bayi dilahirkan tanpa tahu ke mana harus memanggil ayah. Bagiku, bayi-bayi di sini sudah kuanggap cukup sebagai gambaran kebobrokan rakyat di daerah ini. Sepak terjang Dewa Sesat sudah waktunya dihentikan. Aku tidak ingin melihat Pendekar Rajawali Sakti tewas karena membantu kepentingan kami."
"Kurasa Rangga pandai menjaga diri, dan tahu apa yang harus dilakukannya," tegas Ki Rimbang.
"Anak buah Dewa Sesat cukup banyak jumlahnya. Mereka terlatih baik dan siap menghadapi segala kemungkinan," kilah Aradea.
"Kalau kita pergi bersama-sama, lalu siapa yang menjaga pondokmu ini" Siapa pula yang bisa menjamin keselamatan adik-adikmu dan juga anak-anak itu?" tegur Ki Rimbang.
Aradea langsung terdiam. Apa yang dikhawatirkan Ki Rimbang adalah sesuatu yang wajar-wajar saja. Namun, Aradea sendiri harus dapat memberi ketegasan.
"Kurasa Paman Belang dapat melakukannya. Mereka lebih terlatih dari dua ekor yang mati beberapa hari yang lalu. Sebaiknya, kita pergi sekarang, Ki...!" ajak Aradea sudah tidak sabar lagi.
Ki Rimbang merasa tidak punya pilihan lain atas sikap keras hati Aradea.
? *** ? Aradea yang baru mengetahui tempat tinggal Durudana alias Dewa Sesat baru-baru ini, segera memotong jalan pintas. Dan kini dia dan Ki Rimbang telah sampai di tempat yang dituju. Sebuah bangunan berlantai dua berdiri dengan angkuhnya tidak jauh di depan mereka.
"Seperti yang kukatakan, tempat itu dijaga ketat anak buah Dewa Sesat!" bisik Aradea sambil bersungut-sungut.
"Ya.... Kita tampaknya harus membuka jalan darah untuk menemui Dewa Sesat," sahut Ki Rimbang.
Tanpa berkata-kata lagi mereka segera berkelebat mendekati bangunan. Namun baru sampai di depan gerbang....
"Siapa kalian?" tegur salah seorang anak buah Dewa Sesat yang agaknya tak mengenali mereka.
Ki Rimbang dan Aradea saling berpandangan. Ki Rimbang kemudian menganggukkan kepala memberi isyarat.
"Mengenai siapa kami, rasanya tidak penting! Sekarang kalian panggil Dewa Sesat untuk menjumpai kami!" ujar Aradea tegas.
"Ketua kami tidak bisa menjumpai tamu sekarang ini. Dia sangat sibuk!" kata anak buah Durudana.
"Begitu..."!" dengus Aradea dingin.
Sementara pengawal itu segera memberi isyarat pada Ki Rimbang dan Aradea agar segera meninggalkan pintu gerbang penjagaan.
*** ? 8 Jawaban yang diberikan oleh Ki Rimbang maupun Aradea, ternyata cukup mengejutkan bagi empat orang penjaga yang berada di pintu gerbang utama ini. Karena tanpa diduga-duga, Ki Rimbang mengibaskan tongkatnya yang berwarna hitam ke arah kepala salah seorang penjaga.
Prak! "Aaakh...!"
Seketika terdengar suara berderak, ketika kepala salah satu penjaga hancur. Disertai lolong kesakitan pengawal yang bernasib naas ini langsung tersungkur roboh.
"Heaaa...!"
Pada saat yang sama pula, Aradea tidak tinggal diam. Setelah mencabut trisula dari pinggangnya, pemuda ini langsung meluruk deras. Sedangkan trisula di tangannya berkelebat mencari sasaran ke perut salah seorang pengawal yang berada di dekatnya.
Cres! "Wuaaakh...!"
Penjaga ini pun tersungkur roboh dengan tubuh bersimbah darah. Suara jeritan dari para penjaga yang menemui ajal ini langsung mengejutkan penjaga-penjaga lain yang berada di dalam. Mereka secara serentak segera berhamburan keluar, memburu ke arah pintu gerbang.
Melihat dua penjaga roboh dengan tubuh berlumuran darah, maka tidak kurang dari empat puluh penjaga lain langsung mencabut pedang dan mengurung Aradea dan Ki Rimbang.
"Seperti yang kukatakan, mereka tidak sedikit, bukan?" kata Aradea, pelan suaranya.
"Kurasa kepandaian mereka sama dengan pengawal yang kita bunuh barusan tadi," sahut Ki Rimbang, menduga.
"Pengacau tengik! Kalian telah membunuh kawan-kawan kami. Huh! Kalian harus menebus dengan nyawa busuk kalian!" dengus salah seorang penjaga yang berbadan tinggi besar.
"Serbu...!" teriak orang yang berada di sebelah laki-laki tinggi besar.
Lima orang penjaga dengan pedang terhunus langsung menerjang ke arah Ki Rimbang dan Aradea. Pedang mereka berkelebat, menyambar ganas.
Menghadapi serangan ini, Ki Rimbang segera mempergunakan jurus "Welut Liar Mengusir Nyamuk". Tampaknya yang dikeluarkan memang jurus andalannya, mengingat begitu banyak pengawal yang harus dihadapinya.
Sementara itu, Aradea dengan mengandalkan kelincahannya berusaha menghindari setiap serangan yang cukup berbahaya. Bahkan trisula di tangannya berkelebat, menyambut setiap luncuran senjata. Atau terkadang melakukan serangan balik yang cukup ganas.
Nyatanya, dugaan Ki Rimbang meleset. Para penjaga yang puluhan ini ternyata memiliki kepandaian lumayan yang didukung tenaga dalam lumayan pula. Sehingga, baik Ki Rimbang maupun Aradea terpaksa mempergunakan kecerdikan untuk mengatasinya.
Saat senjata salah seorang lawan menghantam wajah, Ki Rimbang cepat menarik tubuhnya ke belakang. Dan tiba-tiba tongkat di tangannya pun menghantam kepala.
Prak! "Aaa...!"
Terdengar suara berderak dari tulang kepala yang hancur. Penjaga itu terhuyung-huyung disertai pekik kesakitan. Tidak lama, tubuhnya ambruk dan tidak bangun lagi.
Pada saat yang sama pula, Aradea melompat ke udara ketika tusukan lawan mengancam perut. Sambil berjumpalitan beberapa kali, trisulanya meluncur ke arah dua orang lawan sekaligus.
Crap! Crap! "Huaagkh...!"
Kedua orang yang menjadi sasaran menjerit tertahan. Masing-masing perut mereka berlubang, tertembus senjata Aradea. Dari setiap lubang, mengucur darah segar. Tidak lama, kedua orang ini pun ambruk dengan mata mendelik.
Ki Rimbang dan Aradea tampaknya memang saling berlomba untuk membinasakan lawan-lawannya secepat mungkin. Walau patut diakui, tidak jarang tinju atau pun pukulan lawan menghantam tubuh mereka.
"Kita harus cepat membantai mereka, Ki. Kalau tidak, kita bisa mati konyol di sini!" bisik Aradea.
"Jangan banyak bicara! Ayo kita bahu membahu mengirim mereka ke kubur dan..., aaakh...!"
Ki Rimbang tidak sempat melanjutkan kata-katanya ketika dari arah samping tidak terduga-duga datang tusukan senjata. Untung tadi sempat dirasakannya sambaran angin serangan. Sehingga, dia masih sempat melompat walau iganya tidak luput dari goresan ujung pedang.
Tanpa menghiraukan rasa perih pada bagian luka, Ki Rimbang memutar tubuhnya. Dia melihat orang yang tadi menusukkan senjata, menyerangnya lagi. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi, laki-laki tua ini bertindak cepat. Tongkat hitam di tangannya seketika menusuk lambung. Dan....
Crak! "Wuaaa...!"
Penjaga itu kontan terguling-guling dengan lambung tertembus tongkat Ki Rimbang. Melihat kematian seorang kawannya lagi, puluhan penjaga itu serentak menyerang Aradea dan Ki Rimbang. Seketika puluhan senjata dari berbagai jenis menghujani mereka.
Pada saat yang sama, Ki Rimbang dan Aradea segera meningkatkan serangan. Mereka benar-benar membuka jalan darah. Hanya sebentar saja, jerit kematian pun terdengar susul-menyusul. Setiap senjata Ki Rimbang maupun Aradea berkelebat, langsung terdengar teriakan.
? *** ? Sementara itu pada saat yang sama, Pendekar Rajawali Sakti telah sampai pula di tempat kediaman Dewa Sesat. Hanya saja, Rangga tidak turun langsung membantu kedua kawannya yang sedang dikeroyok puluhan anak buah Durudana. Dan Rangga yakin, kedua kawannya pasti dapat mengatasi rintangan yang dihadapi.
Untuk memastikan Dewa Sesat tidak melarikan diri, Pendekar Rajawali Sakti segera melakukan pemeriksaan ke setiap kamar. Karena di seluruh ruangan bawah tidak ditemukan orang yang dicari-cari, selain perempuan-perempuan yang terkurung dalam tahanan, maka Rangga segera menaiki anak tangga menuju lantai atas. Pemeriksaan yang sama pun dilakukan di sini.
Sampai kemudian, Rangga menemukan sebuah ruangan yang pintunya terkunci. Baru saja Pendekar Rajawali Sakti bermaksud mendobrak, tidak disangka-sangka pintu terbuka tiba-tiba. Seketika, muncul seorang pemuda tampan berambut panjang. Pemuda itu tampak terkejut melihat kehadiran Rangga. Di pundaknya, tampak sebuah buntalan yang mungkin berisi emas dan harta kekayaan lain.
"Siapa kau"!" tanya Dewa Sesat curiga, seraya mundur sejauh dua tindak.
"Aku adalah orang yang ingin memberantas racun masyarakat di Jatibarang!" sahut Rangga dingin.
Tampak perubahan pada wajah Dewa Sesat. Jelas sekali dia sedang berusaha menahan amarahnya.
"Oho..., jadi kau orang yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti" Begitu besar keberanianmu menghancurkan tempat usahaku. Hari ini kau harus mempertanggungjawabkan kesalahanmu!" dengus Durudana geram.
"Seharusnya, kaulah yang harus menebus dosa-dosamu. Karena ulahmu menyebarkan madat, banyak orang yang harus menderita. Banyak pula perempuan-perempuan melahirkan tanpa suami. Mereka menjual diri, karena ketagihan obat terkutukmu...!" bentak Rangga, lantang.
"Persetan dengan ocehanmu! Mampuslah kau. Hiyaaa...!"
Disertai teriakan menggelegar, Dewa Sesat menerjang Rangga dengan hantaman tangan. Serangannya cepat dan cukup terarah. Namun Pendekar Rajawali Sakti langsung menyongsong dengan telapak tangan terkembang.
Duk! "Heh..."!"
Benturan yang sangat keras pun tidak dapat dihindari lagi. Namun Dewa Sesat sangat terkejut, karena tidak menyangka lawannya memiliki tenaga dalam sangat tinggi. Seketika, kakinya tersurut mundur. Tangannya yang membentur tadi terasa nyeri.
Kini Dewa Sesat tidak dapat menganggap remeh lagi. Segera dikerahkannya jurus-jurus serangan dahsyat dan cukup berbahaya. Tubuhnya saat itu juga meluruk deras ke arah Rangga.
Rangga yang memang telah bersikap waspada, segera mempergunakan jurus "Sayap Rajawali Membelah Mega". Ketika melompat ke depan, kedua tangannya meluncur deras ke arah sasaran.
Durudana yang sempat melancarkan serangan segera menarik diri dengan melompat mundur ketika merasakan adanya sambaran angin deras ke bagian wajahnya.
Wuuut! Serangan yang dilakukan Rangga luput. Selagi tubuh Pendekar Rajawali Sakti mengikuti luncuran tangannya, Dewa Sesat melihat peluang baik. Seketika tangannya secepat kilat meluncur ke dada. Maka tidak ampun lagi....
Buk! "Aaakh...!"
Rangga mengeluh tertahan begitu satu hantaman telak mendarat di dadanya. Tubuhnya terhempas, dan jatuh terguling-guling.
"Heaaa...!"
Dewa Sesat yang merasa di atas angin tidak membiarkan kesempatan kedua. Disertai teriakan keras, Dewa Sesat menerjang kembali. Kakinya terarah pada bagian leher.
Pendekar Rajawali Sakti walau bibirnya tampak mengalirkan darah, tidak ingin mati konyol. Dalam keadaan rebah begitu, tubuhnya diputar. Sedangkan kakinya menyambut serangan.
Duk! "Hugkh...!"
Dewa Sesat yang terhantam kaki mengenai perutnya kontan jatuh terduduk. Perutnya terasa mulas, dan seperti remuk di dalam. Ketika ia mencoba menarik napas, darah kentallah yang keluar dari hidungnya.
Dengan terhuyung-huyung, Dewa Sesat bangkit berdiri. Wajahnya tampak berubah merah menahan marah. Langsung dikerahkannya jurus andalan yang cukup berbahaya.
"Hari ini, berakhirlah kebesaran Pendekar Rajawali Sakti di tanganku. Heaaa...!"
Tubuh Dewa Sesat tiba-tiba berkelebat mengitari Rangga. Gerakannya begitu cepat, sehingga tampak berubah seperti bayang-bayang saja.
Rangga hanya menatap setiap gerakan Dewa Sesat Dia berusaha mencari celah ruang pertahanan yang lowong.
"Heaaa...!"
Diawali jeritan tinggi melengking menyakitkan gendang telinga, tiba-tiba Rangga tampak melenting ke udara. Masih dalam keadaan berjumpalitan pemuda berbaju rompi putih ini langsung menghentakkan tangannya disertai tenaga dalam tinggi.
"Aji "Cakra Buana Sukma"...!"
Tidak dapat ditahan lagi, seketika melesat sinar biru berkilauan ke arah Dewa Sesat. Pemuda berbaju serba kuning ini mencoba menyelamatkan diri dengan membanting tubuhnya ke samping. Tetapi....
Glarrr! "Huaagkh...!"
Di tengah ledakan dahsyat itu terdengar jerit kesakitan disertai terlemparnya sosok berbaju kuning. Untung saja Dewa Sesat hanya terkena sambaran angin serangan itu. Sehingga walau menderita luka dalam cukup parah, tetapi tidak binasa. Entah bila sinar biru itu menghantam telak tubuhnya. Kini dia sudah bangkit berdiri, seraya mencabut senjatanya yang berbentuk melengkung seperti clurit.
Dewa Sesat sekarang berdiri tegak di depan Rangga dengan tatapan begitu dingin menusuk.
"Kau memang hebat. Tetapi sampai titik darah yang terakhir, aku tidak akan menyerah...!" dengus pemuda berbaju kuning ini dengan sikap menantang.
? ***
Pendekar Rajawali Sakti 193 Dewa Sesat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? Rangga tersenyum mendengar ucapan Dewa Sesat. Diam-diam memang harus diakui bahwa Dewa Sesat memang mempunyai daya tahan sangat luar biasa. Tetapi untuk seorang pemuda seperti Durudana, mustahil Rangga memberi kesempatan untuk hidup lebih lama, mengingat dosa-dosanya yang sudah demikian besar. Maka tanpa menunggu lebih lama lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung bersiap siaga.
"Heaaa...! Mampuslah kau Pendekar Rajawali, Sakti...!" teriak Durudana seraya berkelebat cepat Senjata melengkung di tangan Dewa Sesat yang mempunyai ketajaman pada kedua sisinya menebas tubuh Rangga. Dan Pendekar Rajawali Sakti yang mendengar desiran angin halus dari sisi kanannya, langsung menghindari dengan meliukkan tubuhnya secara sempurna dan indah sekali.
Serangan pertama tidak mengenai sasaran. Dan Dewa Sesat semakin penasaran. Sementara Rangga terus menggerakkan kakinya lincah sekali, mengerahkan jurus "Sembilan Langkah Ajaib".
Dewa Sesat rupanya kehilangan kendali diri. Serangan-serangan selanjutnya semakin menggila. Sudah hampir enam puluh jurus terlewati, tapi tampaknya Dewa Sesat hanya menyerempet beberapa bagian tubuh Rangga. Sampai kemudian, Durudana melompat mundur.
"Pendekar Rajawali Sakti! Hari ini aku mengadu jiwa denganmu!"
Teriakan Dewa Sesat disertai lesatan tubuhnya yang berbaju kuning ke arah Rangga. Senjata di tangannya menebas dan menusuk bagian-bagian tubuh Pendekar Rajawali Sakti yang mematikan.
Rangga cepat berjumpalitan ke belakang. Tetapi pada saat melakukan gerakan menyelamatkan diri seperti ini, clurit Dewa Sesat menggores pahanya.
Bret! "Aaakh...!"
Rangga menjerit tertahan. Celananya robek memanjang. Sabetan senjata lawan ternyata menggores daging pahanya. Darah pun menetes dari lukanya.
Sambil meringis kesakitan untuk menghindari serangan susulan yang tidak ada habis-habisnya, Rangga terpaksa berguling-guling.
Sementara melihat lawannya dalam keadaan terluka, Durudana semakin bertambah kalap dan dipenuhi nafsu membunuh.
"Tamatlah riwayatmu! Heaaa...!"
Teriakan Dewa Sesat ini dibarengi lesatan tubuhnya. Clurit di tangannya meluncur deras hendak membelah perut Pendekar Rajawali Sakti.
Dalam keadaan yang menegangkan seperti itu, Rangga tiba-tiba menghentakkan kedua tangannya.
"Aji "Cakra Buana Sukma"! Hiyaaa...!"
Karena jaraknya begitu dekat, maka saat sinar biru meluncur. Dewa Sesat tak mampu menghindar lagi.
Glarrr! "Aaa...!"
Teriakan menyayat disertai terdengarnya ledakan dahsyat terdengar seketika. Tubuh Dewa Sesat terhantam telak sinar biru dari aji "Cakra Buana Sukma". Tubuhnya seketika menghangus dan hancur berantakan menjadi serpihan-serpihan daging kecil berbau sangit. Pemuda berambut panjang ini tewas meninggalkan dendam.
Dengan tertatih-tatih Rangga bangkit berdiri.
Segera ditotoknya beberapa urat untuk menghentikan keluarnya darah dari luka di pahanya. Setelah darah berhenti, Rangga menatap sayu pada mayat lawannya yang telah menjadi serpihan-serpihan daging.
"Baru kali ini aku menghadapi lawan yang cukup berarti bagiku. Kekuatan yang dimilikinya cukup hebat. Sayang hidupnya telanjur menempuh jalan sesat!" gumam Rangga dengan suara pelan.
Setelah menyeka darah kental di sudut-sudut bibirnya, Pendekar Rajawali Sakti menuruni anak tangga, menuju keluar.
Sampai di depan pintu, Rangga melihat Aradea dan Ki Rimbang yang juga luput dari luka-luka di tubuhnya sedang menghajar beberapa orang pengawal Dewa Sesat yang tersisa.
Mayat-mayat tampak bergelimpangan di halaman. Darah menggenang membasahi sekitarnya. Sehingga, suasana di sekitar tempat itu berbau anyir darah.
Rangga rasanya tidak perlu turun tangan lagi. Karena kedua lawannya pasti mampu mengatasi lima orang pengawal yang tampaknya hanya mampu bertahan, walau tak juga menyerah.
"Cepat habisi mereka, Aradea...!" teriak Ki Rimbang.
Rupanya walaupun hampir kehabisan tenaga, Aradea tetap bersemangat untuk menghancurkan lawan-lawannya.
"Kau lihatlah, Ki. Hiyaaa...!"
Aradea tiba-tiba saja menerobos pertahanan lawan-lawannya. Sisa-sisa anak buah Dewa Sesat seketika mengibaskan pedangnya untuk menghalau luncuran trisula.
Tapi secara tidak terduga-duga, Aradea menarik balik senjatanya. Tiba-tiba tubuhnya melenting ke udara, seraya menusukkan trisula ke kepala. Akibatnya....
Crap! Crap! Kepala dua orang lawannya yang berada dekat Aradea tertembus senjata bermata tiga ini. Mereka menjerit keras, dan langsung roboh bermandikan darah.
Dalam waktu yang hampir bersamaan pula, Ki Rimbang berhasil menghantam pecah kepala lawannya.
Prak! "Aaa...!"
Jerit kematian terdengar kembali disertai bergelimpangannya tubuh orang bemasib naas itu. Dua orang sisanya yang belum mendapat bagian kontan berbalik dan melarikan diri. Sedangkan Aradea dan Ki Rimbang tidak berusaha mengejarnya.
"Kita berhasil, Ki...!" sorak Aradea.
"Ya...! Eeeh, lihat itu Pendekar Rajawali Sakti!
Mau ke mana dia?" tanya Ki Rimbang.
"Hei..., tunggu...! Mau ke mana Pendekar Rajawali Sakti. Apakah kau telah menemukan Dewa Sesat!" cegah Aradea berteriak.
"Sudah.... Mereka telah musnah semuanya, kau tak perlu bersusah payah lagi!" jawab Pendekar Rajawali Sakti dengan mengerahkan suara jarak jauh.
"Kita harus merayakan kemenangan dulu!"
Teriakan Aradea sudah terlambat. Karena Rangga sudah tidak kelihatan lagi dari pandangan.
"Pendekar besar itu ternyata tidak ingin menonjolkan diri...," desah Ki Rimbang.
"Aku belum sempat mengucapkan terima kasih padanya, Ki! Bagaimana ini"!" sahut Aradea, agak kecewa.
"Sudahlah.... Kantongi dulu rasa terima kasihmu. Nanti kalau bertemu dia, baru kau berikan!" sergah Ki Rimbang berkelakar.
Aradea hanya mampu menggaruk-garuk kepalanya, melihat ulah konyol Ki Rimbang.
? SELESAI ? Segera terbit: UTUSAN DARI ANDALAS
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Pendekar Pedang Pelangi 2 Gento Guyon 30 Bukit Kematian Tujuh Pedang Tiga Ruyung 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama