Ceritasilat Novel Online

Gerombolan Samurai Hitam 2

Pendekar Rajawali Sakti 202 Gerombolan Samurai Hitam Bagian 2


"Kalau begitu, dia pasti pendekar berkepandaian tinggi. Hm.... Kita harus berhati-hati berhadapan dengannya. Mungkinkah dia yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti...?"
Begitu kata-katanya selesai, mendadak tangan Kenzo Matsuta terayun. Seketika selarik sinar putih menerjang dengan kecepatan luar biasa. Lalu....
Crep! "Aaakh,..!"
Rekso Menggolo kontan roboh ketika keningnya tertancap senjata rahasia bintang bersegi lima yang runcing pada ujungnya. Setelah mengeluarkan erangan keras, dia menghembuskan napas terakhir. Kepalanya digenangi darah dari lukanya.
"Buang mayatnya ke dalam hutan!" perintah Kenzo Matsuta.
Beberapa orang langsung bergerak, mengangkat mayat Rekso Menggolo keluar ruangan ini.
"Kak Kenzo! Apa tindakan kita selanjutnya...?" tanya Kenzi Matsuta, ketika di ruangan ini tinggal Kenzo Matsuta, Gengkuro Matsuta, dan Kenzi Matsuta.
"Apakah kini sudah saatnya kita menggempur para padepokan dan memaksa mereka bergabung dengan kita..." Kurasa, pihak Kerajaan Sekarwangi tidak menyangka kalau ada kekuatan dari luar yang akan mengadakan penyerbuan.... Kalau berhasil, kita akan menjadi raja di tanah Jawa ini ... Dan kau akan menjadi seorang raja terkenal...," ujar Genkuro Matsuta.
"Kau benar juga, Genkuro.... Dengan Patung Kelelawar Setan di tanganku, aku tak takut pada siapa pun di muka bumi ini...! Mari! Kurasa saatnya telah tiba...!" seru Kenzo Matsuta.
Memang Kenzo Matsuta dan dua adiknya kini telah mempersiapkan segala sesuatunya. Apalagi sejak memegang patung yang belakangan diketahui bernama Patung Kelelawar Setan.
Sejak mendapatkan patung itu, Kenzo Matsuta selama tujuh malam selalu bermimpi didatangi seorang laki-laki berwajah menyeramkan seperti kelelawar. Dalam mimpi, makhluk aneh itu mengaku berjuluk Iblis Kelelawar yang pernah hidup seratus tahun yang lalu.
Begitu saktinya Iblis Kelelawar, hingga kehadirannya benar-benar menjadi momok bagi orang persilatan. Untung waktu itu ada seorang tokoh sakti pula yang menjadi tandingannya. Tokoh sakti itu bergelar Pendekar Rajawali.
Iblis Kelelawar berhasil ditewaskan oleh Pendekar Rajawali. Namun, dendamnya tetap akan bersemayam pada tokoh-tokoh berhati telengas.
Begitu berhasil ditewaskan, arwah Iblis Kelelawar kembali ke sebuah sumur di Hutan Karimun bersama Patung Kelelawar Setan yang menjadi senjata anehnya. Sebelum tewas, Iblis Kelelawar bersumpah akan menitis kepada orang berhati culas yang berhasil menyentuh patungnya.
Selama seratus tahun itu, memang tak seorang tokoh pun yang berhasil menemukan Patung Kelelawar Setan. Selain tempatnya yang tersembunyi, kisah patung ini sendiri hanya dianggap dongeng saja. Sehingga entah kenapa, tak satu tokoh pun yang tertarik dengan cerita itu. Sampai akhirnya, Kenzo Matsuta berhasil mendapatkan Patung Kelelawar Setan.
Kini Kenzo Matsuta telah banyak memiliki pengikut. Hebatnya mereka rata-rata berkepandaian cukup tinggi. Dengan bekal ini dia berhasrat menaklukkan padepokan silat yang banyak terdapat di tanah Jawa ini. Baru kemudian menaklukkan Kerajaan Sekarwangi. Memang Hutan Karimun termasuk wilayah kerajaan itu.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notes by Pendekar Rajawali Sakti
s ? 2017 " 202. Gerombolan Samurai Hitam Bag. 5 - 8 (Selesai)
June 6, 2015 at 10:43am
? 5 Pagi menyapa ramah penduduk Desa Sapuangin, sebelah selatan Hutan Karimun. Matahari pagi membangkitkan semangat kerja para penduduk. Tak urung juga yang terjadi di padepokan yang hanya ada satu-satunya di desa ini. Padepokan Sriti Ungu. Sebuah padepokan yang terkenal menghasilkan pendekar-pendekar digdaya, di bawah bimbingan Ki Darba Sana.
Para murid padepokan pagi ini bahu-membahu bercocok tanam di ladang di depan padepokan. Ini biasa dilakukan, setelah sejak pagi buta tadi mereka berlatih ilmu olah kanuragan. Namun keasyikan kerja mereka terpenggal oleh....
"Ha ha ha...!"
Tiba-tiba terdengar suara tawa berkepanjangan disertai pengerahan tenaga dalam. Serentak murid-murid Padepokan Sriti Ungu menghentikan segala kegiatannya. Mereka memandang ke segala penjuru karena suara itu datangnya bagai dari segala arah. Dada mereka sempat terguncang, oleh suara yang mengandung kekuatan tenaga dalam itu.
"Heh..."! Siapakah suara tawa iblis itu..."! Cepat keluar! Jangan bertindak pengecut!" teriak salah seorang murid.
Tetapi, sebelum mendapat jawaban yang diharapkan....
Set! Set! Mendadak meluruk beberapa sinar keperakan dengan kecepatan tinggi ke arah murid-murid itu. Lalu...
Crep! Crep! Crep!
"Aaa...!"
Beberapa teriakan kematian kontan terdengar menggema di tempat itu. Dan tubuh-tubuh tanpa nyawa pun berjatuhan tanpa sempat memberi perlawanan sedikit pun. Sisanya yang berjumlah sembilan orang mempersiapkan diri dengan senjata arit, cangkul, atau golok. Baru saja mereka bersiap, berkelebat sesosok bayangan hitam, dan mendarat di tengah ladang yang baru saja ditanam.
Belum lama orang yang ternyata laki-laki bermata sipit dan berpakaian longgar warna hitam itu muncul, dari atas pohon berlompatan sepuluh orang berpakaian serba hitam dalam keadaan siap siaga.
"Ha ha ha...! Itulah sarapan pagi untuk kalian...!" seru sosok laki-laki bermata sipit yang baru muncul.
"Siapakah kalian..." Apa salah kami, sehingga sampai hati kalian berbuat sekeji ini..."!" bentak salah seorang murid.
"Akulah Ketua Gerombolan Samurai Hitam. Namaku Kenzo Matsuta. Siapa yang ingin selamat, harap bergabung dengan kami. Bila menentang, nyawa taruhannya...! Nah...! Kuberi kalian waktu untuk berpikir sejenak...," sahut laki-laki bermata sipit yang ternyata Kenzo Matsuta.
"Tidak perlu dipikirkan lagi! Kami lebih suka mati daripada masuk ke dalam genggaman iblis...!" desis murid-murid Padepokan Sriti Ungu sambil mengangkat senjata tinggi-tinggi.
"Bagus...! Sebenarnya aku segan berurusan dengan kalian. Tetapi, kalian yang memaksa. Jangan salahkan aku...!"
Begitu kata-katanya usai, Kenzo Matsuta langsung memberi aba-aba. Seketika pertarungan terbuka segera terjadi. Namun karena sepuluh anak buah berkepandaian lebih tinggi. Para murid padepokan itu sebentar saja sudah terdesak.
Belum lagi, tindakan Kenzo Matsuta sendiri yang kelewat kejam. Dengan gerakan tubuhnya yang lincah, laki-laki dari negeri Matahari Terbit ini mengibas-ngibaskan samurainya yang telah tercabut begitu cepat
Cras! Cras! "Aaa...!"
Terdengar pekikan menyayat disertai tubuh yang terhuyung-huyung tersambar samurai. Para murid Padepokan Sriti Ungu satu persatu ambruk dengan nyawa melayang. Maka dalam waktu sekejap saja, yang tersisa hanya tinggal seorang.
"Iblis keparat..! Hayo cepat bunuh aku! Apa kau kira kami takut mati..."!" dengus seorang murid dengan wajah agak pucat
"Tolol...! Kalau mau kau pun sudah menjadi mayat di sini. Tapi, sengaja kau kubiarkan hidup untuk memberi laporan pada Ketua Padepokan Sriti Ungu. Katakan! Ketua Gerombolan Samurai Hitam akan datang bertamu. Kuharap, dia tidak berbuat yang tidak-tidak. Atau padepokan ini akan kubumi-hanguskan seperti padepokan yang lain...," bentak Kenzo Matsuta.
Tanpa menjawab lagi, murid itu berlari menuju ke bangunan padepokan yang terletak lima puluh tombak dari ladang.
? *** ? "Kakang Baksara! Apa yang telah terjadi...?" tanya seorang murid Padepokan Sriti Ungu ketika melihat seorang pemuda yang merupakan kakak seperguruannya memasuki halaman padepokan.
"Awas.... Bersiaplah! Gerombolan Samurai Hitam telah membunuhi saudara kita.... Aku akan langsung menghadap Guru...!" seru pemuda bernama Baskara.
Saat itu juga, murid yang bertanya tadi segera memberitahukan pada saudara-saudara seperguruannya untuk cepat mempersiapkan diri. Mereka semua segera berkumpul untuk menghadang Gerombolan Samurai Hitam yang sedang menuju ke bangunan padepokan.
Brakkk...! Baru saja mereka mempersiapkan diri, pintu gerbang padepokan telah terbuka lebar. Saat itu juga, bermunculan orang-orang berpakaian serba hitam. Paling depan tampak berdiri seorang laki-laki bermata sipit. Rambutnya dikuncir ekor kuda. Pakaiannya serba hitam pula, namun berlengan longgar. Dia tak lain dari Kenzo Matsuta.
"Ha ha ha.... Rupanya kedatangan kami telah disambut dengan begitu bersemangat. Kuucapkan terima kasih atas semua ini...," ujar Kenzo Matsuta, setengah mengejek.
Merasa mereka dihina secara halus, kemarahan para murid Padepokan Sriti Ungu memuncak. Serentak mereka menerjang, menggunakan senjata masing-masing. Tetapi, serbuan itu disambut sepuluh pengikut Kenzo Matsuta. Pertarungan pun tak terelakan lagi. Mereka saling terjang tanpa memikirkan keselamatan masing-masing.
"Hiyaaat!"
"Sheaaa...!"
Trang! Trang! Jerit pekik kesakitan ditingkahi teriakan pembangkit semangat pertarungan terdengar saling sambut. Itu pun masih ditambah oleh denting senjata beradu. Namun biar bagaimanapun, pihak penyerbu terdiri dari kaum sesat yang memilik kepandaian tinggi. Mereka banyak melakukan pembunuhan tanpa perasaan lagi. Hal itu membuat para murid Padepokan Sriti Ungu jadi terdesak hebat.
Pada saat yang gawat.,.
"Berhenti...!"
Mendadak terdengar bentakan keras menggelegar, membuat pertarungan berhenti sejenak. Semua mata langsung terarah pada asal suara bentakan tadi.
Dari pintu tampak berjalan seorang laki-laki berjubah ungu, berusia sekitar enam puluh lima tahun, diikuti beberapa murid Padepokan Sriti Ungu. Laki-laki tua yang tak lain Ki Darba Sana ini langsung menatap tajam Kenzo Matsuta. Pada saat yang sama, laki-laki bermata sipit itu pun tengah menatap Ki Darba Sana. Mata mereka saling terkam, seperti hendak mengukur kekuatan satu sama lain.
"Hm...! Aku telah mendengar dari muridku. Maksud kedatanganmu tak mungkin dapat kuturuti. Kami di sini mempunyai aturan dan jalan yang berbeda! Kau terlalu kejam dalam bertindak. Kau harus menerima hukuman dariku...!" desis Ki Darba Sana, Ketua Padepokan Sriti Untu.
"Apakah penolakan ini telah kau pikirkan masak-masak...?" tanya Kenzo Matsuta dengan pandangan tajam.
"Segala ucapan yang keluar tak akan kutarik kembali...!" dengus Ki Darba Sana.
Kenzo Matsuta mengawasi mereka sejenak. Namun secara diam-diam, dia memberi isyarat pada sepuluh pengikutnya.
"Bagus...! Itu baru seorang ketua yang patut disegani. Aku mengagumi sifat pemberani dan ksatria. Mari kita bertarung sebagai seorang ksatria pula...!" puji Kenzo Matsuta sambil memasang kuda-kuda.
Begitu ucapannya selesai, para pengikut Gerombolan Samurai Hitam menerjang bagaikan gajah liar tengah murka.
Kembali pertarungan terjadi. Mereka yang telah dirasuki nafsu membunuh, tak mau peduli dengan keselamatan diri lagi. Suara denting senjata tajam bertemu, terdengar memekakkan telinga. Begitu juga teriakan kesakitan dan teriakan pembangkit pertarungan.
Sret! Bret! "Aaakh...!"
Entah, sudah berapa orang murid Padepokan Sriti Ungu yang berjatuhan tewas. Namun itu tak membuat semangat para murid menjadi kendor. Mereka terus mengadakan perlawanan sampai titik darah yang penghabisan.
Cras! Cras! "Aaa...!"
Korban semakin banyak berjatuhan. Ki Darba Sana melihat semua itu dengan perasaan sedih. Akibatnya, dia jadi mengamuk dengan senjata payung peraknya yang terkenal. Suara sambaran payungnya terdengar menderu-deru, menyakitkan telinga.
Mendapat serangan ini, Kenzo Matsuta terpaksa main mundur. Dia berjumpalitan ke belakang untuk mengambil jarak.
Hal ini dapat dimaklumi, sebab bila musuh berlindung di balik payungnya yang dikembangkan, "laki-laki bermata sipit itu tak dapat melihat gerakan lawan. Dia tidak berani sembrono. Karena salah sedikit saja, nyawa taruhannya.
Begitu mendapat peluang Kenzo Matsuta mengadakan serangan balasan dengan menggunakan samurainya. Beberapa jurus andalannya mengancam leher dan perut Ki Darba Sana.
"Haet...!"
Trang! Cepat Ki Darba Sana membuka payungnya kembali dan memutar-mutamya bagaikan baling-baling. Gerakan samurai itu mau tak mau tertahan oleh payung. Dan begitu payung ditutup kembali, ujungnya yang tajam disodokkan ke perut Kenzo Matsuta.
"Uts...!"
Cepat bagai kilat, tokoh dari negeri Matahari Terbit yang tangguh itu menggulingkan tubuhnya ke tanah. Sambil bergulingan, pedang samurainya dibabatkan berkali-kali ke kaki.
"Hup!"
Terpaksa Ki Darba Sana berloncatan untuk menghindari serangan.
Mendadak, Kenzo Matsuta melenting bangkit tanpa menghentikan serangan samurainya.
"Uts...!"
Terpaksa Ketua Padepokan Sriti Ungu berjumpalitan ke udara untuk menjauhi lawan tangguh yang berbahaya itu. Namun begitu kakinya menyentuh tanah, tiga buah sinar keperakan meluncur ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Cepat Ki Darba Sana menggerakkan payungnya menyampok tiga sinar keperakan yang ternyata senjata rahasia berbentuk bintang segi lima.
Trak! Tring! Senjata-senjata rahasia itu dapat disampok jatuh. Tapi pada saat yang sama, sebuah tendangan tak terduga telah meluruk dahsyat. Sehingga....
Desss...! "Aaakh...!"
Sambil berteriak tertahan, Ki Darba Sana jatuh telentang ketika satu tendangan Kenzo Matsuta mendarat di dadanya. Napasnya terasa sesak. Dan dari sudut bibirnya mengucurkan darah.
Sambil terbatuk-batuk, orang tua itu meronta bangun. Pada sat itulah laki-laki bermata sipit itu berkelebat dengan sabetan samurainya.
Cras! Crasss...!
"Aaakh...!"
Kedua tangan Ketua Padepokan Sriti Ungu tertebas putus. Lengan dan senjata payung terjatuh ke tanah. Ki Darba Sana menggigit bibir menahan sakit.
"Murid-muridku...! Pergilah dari sini...! Tinggalkan aku sendiri. Dan, jangan kembali lagi ke tempat ini...!" teriak Ki Darba Sana.
Melihat keadaan gurunya, tentu saja mereka tidak ada yang mau menuruti perintahnya.
"Guru...! Kalau kita harus hancur, biarlah hancur bersama! Tak mungkin kami meninggalkan Guru dalam keadaan seperti itu.... Mari saudara-saudaraku. Kita hancurkan iblis penyebar petaka itu...!" teriak Baskara yang disambut gegap gempita para murid padepokan.
Betapa terharunya hati Ki Darba Sana melihat kesetiaan murid-muridnya.
"Ha ha ha...! Kalau begitu, mampuslah kalian...!" teriak Kenzo Matsuta sambil membabatkan samurainya ke perut Ki Darba Sana yang hanya pasrah menunggu nasib.
Brebet! "Heegkh...!"
Ki Darba Sana jatuh dengan perut terbuka. Ususnya keluar dari tempatnya. Setelah berkelojotan sejenak, tubuhnya diam untuk selamanya. Sementara anak muridnya terus menyerang tanpa memikirkan keselamatan diri lagi. Tetapi, mereka hanya mengorbankan nyawa sia-sia. Pembantaian besar-besaran segera terjadi. Dalam waktu singkat mayat tampak berserakan di tempat itu.
? *** ? Kenzo Matsuta dan sepuluh anak buahnya kembali ke markas mereka di Hutan Karimun. Namun mereka menjadi terkejut ketika melihat di tengah jalan terjadi pertarungan sengit antara dua orang laki-laki tua yang masing-masing berpakaian hitam dan berpakaian putih, melawan dua orang berpakaian serba hitam-hitam.
Kenzo Matsuta tahu, dua laki-laki berpakaian hitam-hitam adalah adik-adik kandungnya sendiri. Tapi siapa dua laki-laki tua yang menjadi lawan mereka"
Adik Kenzo Matsuta yang bernama Genkuro Matsuta, bertarung melawan laki-laki tua yang bersenjatakan guci berisi tuak merah. Sesekali tuak itu menyembur dari mulut laki-laki tua yang tak lain Ki Demong alias Pemabuk Dari Gunung Kidul.
Genkuro Matsuta mundur, menghindari terjangan tuak merah yang disertai api membara. Namun serangan Ki Demong seperti tak ada habisnya. Tendangan dan pukulan guci tuaknya siap mengancam keselamatan laki-laki berkumis tipis itu.
"Haiiit...!"
"Yeaaa...!"
Cepat Genkuro mencabut samurai, berusaha menahan serangan yang datangnya bagaikan hujan angin. Menghadapi gerakan Ki Demong yang kacau balau, Genkuro Matsuta tak dapat berbuat banyak. Sementara, Pemabuk Dari Gunung Kidul sendiri mengakui kalau kepandaian lelaki sipit berkumis tipis itu sangat tinggi dan tak mudah untuk dikalahkan. Sengaja dikeluarkannya jurus yang seperti tak terkendali dan kacau gerakannya. Sehingga, Genkuro Matsuta jadi benar-benar terdesak
"Bedebah...! Ilmu bela diri macam apa ini..." Mengapa gerakannya seperti orang gila begini..."!" umpat Genkuro sambil terus bertahan dengan samurainya.
"Hei..., hei...! Jangan berputar-putar tenis!
Ayo, mana jurus andalanmu..." Wheei.... Bagian bawahmu tak terjaga, tuh! Biar kusembur saja dengan ini.... Fruhh...!"
Ki Demong terus mengejek sambil menyerang. Tuak merah yang disertai api, menyambar ke arah daerah terlarang Genkuro Matsuta.
"Uts. !"
Dengan kalang kabut, laki-laki berkumis tipis itu menjatuhkan diri bergulingan di tanah.
Sementara itu, Ki Sabda Gendeng yang bersenjata tongkat hitam sedang bertarung sengit dengan Kenzi Matsuta yang bersenjata samurai.
"Haiiit!"
Trak! Tring! Berkali-kali, senjata mereka bertemu. Selama itu pula, tangan mereka bergetar. Gerakan Kenzi Matsuta yang kadang-kadang diam dan bergerak cepat, sangat membingungkan Ki Sabda Gendeng. Terpaksa dikeluarkannya jurus "Seribu Ular Keluar Kandang" yang memiliki gerakan cepat luar biasa. Ujung tongkatnya seketika berubah banyak menggeletar, mengancam setiap jalan darah di tubuh Kenzi Matsuta.
"Eiitt!"
Secara tiba-tiba, tubuh Kenzi Matsuta melenting ke udara dan terus berjumpalitan ke belakang menjauhi Ki Sabda Gendeng. Namun, orang tua itu terus memburu. Setiap kali Kenzi Matsuta menyentuh tanah, sebanyak itu pula ujung tongkat mengancam tenggorokannya. Lama kelamaan, laki-laki sipit penuh brewok jadi semakin terdesak.
Melihat atasannya terdesak, sepuluh anak buah Kenzo Matsuta ikut meluruk menyerang Ki Demong. Tetapi dengan konyol Pemabuk Dari Gunung Kidul menyemburkan tuak berapinya pada selangkangan mereka.
"Fruuhhh...!"
"Aaa...!"
Tak ampun lagi, mereka berjingkrakan dan bergulingan dalam usaha memadamkan api yang membakar pakaian dan tubuh.
Sedangkan Ki Sabda Gendeng terus mendesak Kenzi Matsuta. Pada saat yang gawat bagi Kenzi Matsuta....
"Mundur, Kenzi...!"
Terdengar teriakan keras yang disusul melayangnya sesosok tubuh. Langsung ditahannya serangan Ki Sabda Gendeng.
Plak...! Ki Sabda Gendeng tergetar ke belakang sejauh lima langkah. Sementara, sosok yang menahan serangannya tertolak balik tiga langkah. Kini tampak jelas, siapa yang membantu Kenzi Matsuta. Dia tak lain Kenzo Matsuta.
Belum sempat Ki Sabda Gendeng bersiap kembali, secara tak terduga sebuah tendangan terbang yang dilakukan Kenzo Matsuta telah menghantam dadanya. Duk!
"Aaakh...!"
Gerakan itu disusul sebuah totokan di iga, ketika Ki Sabda Gendeng terhuyung-huyung.
Tuk! Kontan Ki Sabda Gendeng Ambruk tak dapat bergerak kembali, begitu berhasil ditotok. Sehingga, kini keadaannya bagaikan patung batu. Hanya matanya saja yang kelihatan menyiratkan kemarahannya.
Ki Demong melihat kawannya kena tertangkap, segera membuat lentingan ke belakang, lalu melarikan diri.
? *** ? 6 Ke mana Pendekar Rajawali Sakti selama ini" Padahal, dunia persilatan benar-benar membutuhkannya untuk menumpas Gerombolan Samurai Hitam!
Memang tak ada yang tahu kalau saat ini Pendekar Rajawali Sakti tengah berusaha mengobati luka dalamnya akibat bertarung tenaga dalam dengan seorang gadis bernama Ratna Jenar. Padahal sebelumnya, Rangga tengah terluka dalam setelah bertarung melawan Dwi Gata Bayu, seorang tokoh sesat murid dari si Mata Iblis (Baca episode: "Pedang Kilat Buana").
Dan berkat Rajawali Putihnya, Pendekar Rajawali Sakti kini telah berada di Lembah Bangkai. Sebuah lembah tempat Rangga dibesarkan, sekaligus dibimbing dan diasuh oleh rajawali raksasa tunggangannya. Bahkan di tempat ini pula Rangga mendapat gemblengan berupa ilmu-ilmu olah kanuragan dan kedigdayaan lainnya.
Pendekar Rajawali Sakti langsung mendatangi sebuah tempat yang terdapat bangunan bercungkup. Di sinilah dia duduk bersimpuh seperti bertafakur, di depan bangunan kecil yang tak lain adalah makam gurunya, Pendekar Rajawali.
Rangga masih menundukkan kepala ketika dari permukaan makam keluar asap putih. Dan di antara asap, tampak sebuah bayangan putih bersih berwajah tampan.
"Rangga, bangunlah...," ujar sosok bayangan itu.
"Oh, Eyang Guru.... Terimalah salam hormatku," sentak Rangga mendongak sambil merapatkan kedua telapak tangan di depan hidung, ke arah sosok yang tak lain arwah Pendekar Rajawali.
"Aku tahu maksudmu datang ke sini. Kau saat ini tengah terluka dalam. Tapi kau harus menghadapi sebuah gerombolan yang dikenal sebagai Gerombolan Samurai Hitam...," tebak Pendekar Rajawali.
"Benar, Eyang. Tapi luka dalamku ini, rasanya sulit disembuhkan...," desah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm.... Tak sepantasnya kau sebagai pendekar mengeluh soal luka dalam...."
"Ampun, Eyang. Kali ini aku sepertinya sudah . pasrah. Tapi...."
"Cukup!"
Kata-kata Pendekar Rajawali Sakti terpenggal. Dia hanya kembali merapatkan kedua tangan di depan hidung.
"Soal luka dalammu sebenarnya hanya masalah sepele. Tapi yang paling utama, kau harus bisa menghentikan sepak terjang Gerombolan Samurai Hitam! Karena, salah satu dari ketua gerombolan itu telah dititisi arwah salah satu musuh besarku yang berjuluk Iblis Kelelawar. Memang, penitisan itu tidak secara langsung. Penitisan itu hanya berupa penitisan sifat-sifat angkara murka dengan nafsu membunuh. Sedangkan kekuatan roh jahat Iblis Kelelawar tersebut telah bersemayam di sebuah patung yang bernama Patung Kelelawar Setan...."
"Jadi orang yang dititisi kini memegang patung itu, Eyang?" tebak Rangga.
"Benar!" sahut Pendekar Rajawali. "Karena dendamnya, Iblis Kelelawar berniat membayarnya. Karena aku sudah mati, maka dendam itu akan dituntaskan kepadamu, lewat tangan Ketua Gerombolan Samurai Hitam."
"Bagaimana aku bisa mengalahkannya, Eyang?" tanya Rangga.
"Hancurkan patungnya!"
"Baiklah, Eyang!"
"Hm.... Dan mengenai luka dalammu, untuk sementara, kau hirup asap di atas makamku nanti ketika aku lenyap. Tapi, ingat. Itu hanya untuk sementara waktu. Untuk penyembuhan selanjutnya, bertapalah selama sepuluh hari. Mintalah petunjuk pada Hyang Widhi.... Nah, selamat tinggal...."
Begitu kata-katanya habis, Pendekar Rajawali perlahan-lahan lenyap. Sementara Rangga buru-buru menghisap asap yang tertinggal sebelum lenyap tertiup angin, setelah kembali merapatkan tangan di depan hidung.
Baru beberapa hisapan, Rangga sudah merasakan pening pada kepalanya. Pandangannya langsung seperti berputar-putar. Bahkan perutnya seperti bergejolak.
Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat dari tempat itu. Begitu agak jauh....
"Hoekh...!"
Rangga memuntahkan darah hitam beberapa kali. Ketika wama darahnya mulai merah segar, kepalanya mulai agak enteng. Perutnya pun mulai tenang kembali.
Nanti bila Pendekar Rajawali Sakti merasa segar, berniat akan langsung mencari Gerombolan Samurai Hitam seperti amanat gurunya.
*** ? Satu rombongan berpakaian serba hitam bergerak gagah menuju utara jelas tujuan mereka adalah Kerajaan Sekarwangi. Berjalan paling depan adalah tiga orang laki-laki bermata sipit. Pakaian mereka serba hitam berlengan longgar. Mereka tak lain Kenzo Matsuta, dan dua saudaranya. Kenzi Matsuta dan Genkuro Matsuta.
"Hoop...!"
Mendadak Kenzo Matsuta mengangkat tangan kanannya ke atas, memberi isyarat untuk berhenti. Laki-laki bermata sipit ini memandang tajam pada seorang laki-laki tua.
"He he he..., Kakek Tua! Apakah kau sudah bosan hidup hingga berani menghadapi kami yang berjumlah sebanyak ini..."!" leceh Kenzo Matsuta, meremehkan.
"Iblis keparat.... Mana dia orang-orang yang mengaku memimpin Gerombolan Samurai Hitam. Biar kubeset kulit manusia pengacau itu..."! Seharusnya kalian baik-baik saja berada di tanah Jawa ini. Tetapi, tindakan kalian malah sebaliknya...!" dengus laki-laki tua itu sengit.
"Siapa kau, Orang tua! Akulah yang memimpin Gerombolan Samurai Hitam. Dan dua adikku ini adalah para panglimaku. Hm.... Sebaiknya kau tak usah menentang kami, Orang Tua! Lebih baik bergabung saja dengan kami. Aku tahu, kau memiliki kepandaian lumayan...."
"Jangkrik! Kau bilang kepandaianku lumayan"! Rupanya kalian belum kenal Ki Purwa Kala, hah"! Ayo, maju kalian semua!" tantang laki-laki tua bernama Ki Purwa Kala, keras.
"Heyaaa...!"
Genkuro Matsuta yang sifatnya keras dan tak dapat menahan nafsu. Segera tubuhnya melesat, mengirimkan serangan pukulan bertubi-tubi.
Deb! Deb! Ki Purwa Kala bergerak mundur sambil mengegos ke kiri dan kanan, menghindari serangan. Namun mendadak Gengkuro Matsuta memutar tubuhnya, melepas tendangan memutar. Yang diancam bagian kepala.
Wuutt! Tap! Namun kaki Genkuro Matsuta berhasil dicengkeram pada pergelangannya. Bahkan dengan gerakan cepat Ki Purwa Kala memutar kaki hingga tubuh Genkuro Matsuta ikut berputar juga. Dan tiba-tiba, Ki Purwa Kala melemparkannya.
Dug! "Aaakh...!"
Genkuro Matsuta terlempar jauh. Dan dia terpekik ketika tubuhnya menghantam sebuah pohon hingga tumbang. Dari sudut bibirnya menetes darah segar.
Melihat kejadian itu", Kenzi Matsuta segera meluruk melancarkan serangan, dibantu beberapa anak buahnya. Mereka langsung mengeroyok Ki Purwa Kala.
Tetapi, laki-laki tua berbaju hijau itu tidak gentar walaupun dikeroyok sebanyak ini. Dia memang salah seorang tokoh tingkat atas yang selama ini tak mau lagi ikut campur dalam kalangan persilatan. Pentungan di tangannya segera berkelebat, menimbulkan suara menderu-deru. Dua orang pengeroyok dengan mudah dihantam hingga pecah kepalanya. Darah merah bercampur putih meleleh dari kepala yang pecah.
Prak! Prok! "Aaa...!"
Kembali nyawa manusia melayang di tangan. Ki Purwa Kala. Rupanya dia sengaja hendak menghabiskan mereka. Genkuro Matsuta yang telah bangkit kembali menerjang sengit membantu Kenzi Matsuta. Suara sabetan senjata mereka terdengar menyakitkan telinga.
Pentungan maut Ki Purwa Kala terus berseliweran dan selalu menghasilkan mangsa. Darah telah banyak memenuhi tempat itu.
"Hei.... Yang lain mundur dan jangan ikut membantu! Biar kami saja yang menghadapi orang tua gila ini...!" ujar Kenzi Matsuta berteriak sambil menyabetkan samurainya. Saat itu juga beberapa orang pengeroyok bergerak mundur, memberi kesempatan pada Kenzi Matsuta dan Genkuro Matsuta.
Ketika Kenzi Matsuta menusuk dengan samurainya, Ki Purwa Kala melenting ke udara, dan langsung berputaran. Begitu mendarat tepat di belakang laki-laki sipit brewok. Seketika tubuhnya berputar dengan pentungan di tangan menghantam ke punggung.
Bug! "Hegkh...!"
Tak tertahan lagi, Kenzi Matsuta jatuh tertelungkup dengan darah menyembur dari mulut. Ketika Ki Purwa Kala memburu, sebuah bayangan telah berkelebat, langsung menahan serangannya.
Trak! Begitu terjadi benturan senjata, kedua orang itu tampak bergetar. Tangan mereka yang memegang senjata kesemutan. Ketika ditegasi, ternyata yang menahan serangannya adalah Kenzo Matsuta, Ketua Gerombolan Samurai Hitam. Kedua tokoh ini saling pandang sejenak.
"Kau terlalu angkuh, Orang Tua! Tapi, kuhargai keberanianmu...! Aku tadi telah memberi penawaran padamu. Dan kau menolaknya.... Hm..., ajalmu telah digariskan...," desis Kenzo Matsuta.
Ki Purwa Kala yang sudah telanjur berang segera menerjang dengan pentungan mautnya. Tapi, kali ini lawan yang dihadapi tidak seperti sebelumnya. Seketika Kenzo Matsuta melenting ke belakang. Begitu mendarat, tangannya mengibas.
Set! Set! Lima buah sinar keperakan yang berasal dari senjata rahasia berbentuk bintang segi lima meluncur cepat. Namun dengan cepat Ki Purwa Kala memutar pentungan untuk menahan serangan.
Trang! Trang! Lima senjata rahasia langsung berpentalan, tertangkis oleh senjata Ki Purwa Kala. Bahkan seketika tubuh laki-laki tua itu meluruk melancarkan serangan secara bertubi-tubi.
Kenzo Matsuta menjadi pemimpin Gerombolan Samurai Hitam segera melayani dengan jurus-jurus samurainya yang dahsyat.
? *** ? Pada satu kesempatan baik, Kenzo Matsuta melihat laki-laki tua itu lengah. Sambil melenting samurainya cepat disabetkan dengan gerakan sulit diikuti pandangan.
Bret! "Heegkh...!"
Ki Purwa Kala terpekik ketika punggungnya terbabat samurai. Kulitnya terluka lebar. Dan darah mengucur deras. Untung saja, luka itu tidak membahayakan jiwanya. Tepat ketika Kenzo Matsuta mendarat laki-laki tua itu telah berbalik seraya membabatkan pentungannya. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Buk! "Aaakh...!"
Laki-laki bermata sipit itu mengeluh tertahan ketika iganya terhantam pentungan. Tubuhnya kontan terjajar menyerong.
Pada saat demikian, cepat Kenzo Matsuta menjauh sambil mengeluarkan sebuah benda yang tak lain Patung Kelelawar Setan yang sedang mementang anak panahnya.
Ki Purwa Kala merasa heran melihat tindakan laki-laki bermata sipit itu. Apalagi ketika melihat lawannya melukai tangan dengan jalan menggoreskan pada gigi taring patung yang wajahnya berbentuk kelelawar itu.
Sesaat kemudian, tampak mulut patung itu berdecap-decap. Matanya melirik ke kiri dan kanan. Pemandangan aneh itu tampak sangat mengerikan. Secara aneh suasana jadi sepi mencekam. Sementara secara tiba-tiba, anak panah pada patung itu lepas melesat dengan kecepatan tinggi. Dan....
"Bunuh dia...!" seru Kenzo Matsuta.
Seolah mengerti pada perintah pemiliknya, anak panah itu meluncur ke arah Ki Purwa Kala. Dengan terkejut laki-laki tua itu mengelak dan berusaha menangkis. Tapi seolah bernyawa, anak panah itu tak dapat ditahan lajunya.
"Heaaa...!"
Sambil berteriak keras, Ki Purwa Kala menghentakku kedua tangannya, dengan tenaga dalam tinggi. Tapi, anak panah itu tenis melaju dengan kecepatan tak berubah. Kemudian. ..
Crap! "Aaakh...!"
Anak panah itu menancap tepat di dada Ki Purwa Kala. Bagaikan seekor lintah, anak panah itu menghisap terus darah di tubuh laki-laki tua itu. Kalang kabut dia berusaha mencabutnya, tetapi semuanya sia-sia belaka.
Beberapa saat kemudian keadaan laki-laki tua itu semakin parah dan lemah lalu ambruk. Tak lama, dia mati kehabisan darah. Kulitnya tampak kuning keputihan.
Setelah laki-laki tua itu binasa, anak panah kembali pada patung, dan terpasang di sana seperti semula. Sementara Kenzo Matsuta tertawa terbahak-bahak. Kini dia merasa yakin, kalau dirinya tak tertandingi lagi.
?

Pendekar Rajawali Sakti 202 Gerombolan Samurai Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** ? Baru saja Gerombolan Samurai Hitam hendak berangkat kembali menuju Kerajaan Sekarwangi, mendadak terdengar suara tiupan seruling yang mendayu-dayu dan berirama cinta. Mulanya, menganggap sepi suara seruling itu. Ketika perasaan mulai hanyut dan terbawa irama seruling, mendadak mereka menangis dan bergulingan di tanah.
Bahkan ketika irama seruling secara tiba-tiba berubah mengeras dengan irama peperangan dan kegagahan, yang lebih menggiriskan, mereka lantas kontan jadi berubah beringas dan mencabut senjata masing-masing. Saling serang!
Cras! Cras! "Aaa...!"
Korban banyak berjatuhan. Jerit pekik kematian terdengar berkali-kali.
"Heaaah...!"
Kenzo Matsuta dan dua saudaranya yang mempunyai tenaga dalam tinggi segera berteriak untuk mengimbangi irama seruling.
Seketika irama seruling terhenti. Dan ketika orang-orang yang menangis sambil berguling-gulingan itu tersadar, mereka segera bangkit dan saling berpandangan dengan perasaan tak mengerti. Belum tuntas kebingungan mereka, tampak melayang sesosok tubuh berpakaian serba merah dan mendarat di depan mereka.
Wajah sosok yang baru datang ini sangat cantik. Di pinggangnya yang ramping terselip seruling dari emas. Tangannya bergerak-gerak mengibas dengan kipasnya yang berwarna merah juga.
Sikapnya yang manis dan anggun itu telah membuat yang hadir terpana untuk sesaat Tidak terkecuali, para pemimpin Gerombolan Samurai Hitam itu sendiri.
? *** ? 7 "Siapa kau, Nisanak...?" tegur Ketua Gerombolan Samurai Hitam.
"Aku baru saja melihat kematian orang tua yang memegang pentungan. Dan kematian serupa juga dialami beberapa tokoh persilatan belum lama ini. Kesimpulannya pasti kalianlah Gerombolan Samurai Hitam...!" desis gadis berbaju merah yang tak lain Ratna Jenar.
"Kau sudah tahu siapa kami, Nisanak. Lantas kau mau apa...?" tukas Kenzo Matsuta jumawa.
Mendapat jawaban bernada menantang, Ratna Jenar segera meluruk melancarkan serangan dengan kipasnya.
Wuuttt...! "Uts...!"
Kenzo Matsuta mundur beberapa langkah ke belakang, menghindari serangan.
"Serang...!" teriak laki-laki bermata sipit itu.
Seketika beberapa anak buah Kenzo Matsuta segera berhamburan mengurung Ratna Jenar. Mereka memandang rendah, karena melihat gadis itu masih sangat muda dan cantik. Maka, timbul niat kotor dalam hati orang-orang itu.
Dengan nafsu menggelegak, mereka berebut hendak menangkap Ratna Jenar yang cantik ini dalam dekapan mereka. Namun kali ini nasib mereka sial. Ratna Jenar yang sedang kesal ditinggalkan Rangga begitu saja, melampiaskannya pada mereka. Kebutan kipas yang kelihatannya lembut,ternyata mendatangkan maut mengerikan!
Cras...! Cras...!
"Huaaa...!"
Mereka berpelantingan dengan kepala retak dan tubuh pecah-pecah. Yang berada terlalu dekat, terbabat ujung kipas. Namun keadaan ini tak membuat para anggota Gerombolan Samurai Hitam itu jadi kendor semangat.
Pertarungan tak seimbang terus berlangsung. Para pengeroyok bagaikan kemasukan setan terus mendesak. Berbagai senjata tajam meluruk ke arah Ratna Jenar dari berbagai penjuru.
Menghadapi serangan yang bagai hujan angin itu, Ratna Jenar terpaksa mengeluarkan serulingnya. Selain sebagai alat penangkis, seruling itu juga merangkap sebagai alat penyerang.
"Hiyaaat..!"
Swing! Ngung! Ketika diputar, seruling itu mengeluarkan suara menusuk-nusuk, memecahkan gendang telinga. Bahkan mengacaukan daya pikir lawan. Berbagai senjata dapat ditahan oleh seruling itu. Bahkan beberapa orang kembali terhantam dan binasa. Tubuh Ratna Jenar yang berkelebatan dengan senjata seruling dan kipasnya, tampak indah dan menarik bagaikan bidadari merah tengah menari.
Plak! Crass...!
"Aaakh...!"
Kembali anak buah Kenzo Matsuta yang kurang cepat gerakannya, terhantam kipas pada perut dan dada. Tak ampun lagi, mereka jatuh binasa. Memang amukan Ratna Jenar hebat sekali..
Melihat ketangguhan gadis itu, Kenzi Matsuta dan Gengkuro Matsuta saling memberi isyarat. Saat itu juga mereka berkelebat menyerang dari kanan dan kiri.
"Hiyaaa...!"
Namun Ratna Jenar seperti tak pernah kendor semangatnya. Kedua senjatanya bergantian memapaki serangan samurai Kenzi Matsuta dan Genkuro Matsuta.
Trang! Trang! Begitu terjadi benturan, Ratna Jenar mengebutkan seruling di tangan kiri. Tapi sambil mengegos, tangan Genkuro Matsuta bergerak cepat.
Tap! Tangan kiri gadis itu berhasil ditangkap Gengkuro Matsuta. Pada saat yang sama, tangan kanan Ratna Jenar yang masih bebas hendak menyabetkan kipasnya.
"Heaaa"!"
Dengan gerakan cepat, Kenzi Matsuta berkelebat dan langsung menangkap tangan kanan Ratna Jenar.
Tap! Ratna Jenar jadi kian kalang kabut Akal warasnya seolah-olah terasa tumpul.
Melihat kesempatan ini, Kenzo Matsuta langsung berkelebat ke belakang gadis itu. Seketika dilepaskannya totokan ke punggung.
Tuk! Tuk! "Ohh...!"
Dua buah totokan membuat perlawanan Ratna Jenar berakhir. Disertai keluhan tertahan, gadis itu jatuh lunglai tak bertenaga lagi, ketika Genkuro Matsuta dan Kenzi Matsuta melepaskan tangannya.
? *** ? "Hoi, Bocah Edan! Berhenti dulu...!" Pendekar Rajawali Sakti menghentikan langkahnya ketika mendengar suara orang yang dikenalnya. Tubuhnya berbalik. Dan dengan pandangan tajam, terlihat kalau sosok hitam yang berteriak itu ternyata Ki Demong.
Dalam sekejap saja, mereka telah saling berhadapan. Sebagai orang yang lebih muda, Pendekar Rajawali Sakti menjura memberi hormat pada Ki Demong.
"Apa kabar, Ki. Ke mana saja selama ini...?" sambut Rangga, bertanya.
"Justru kau yang selama ini ke mana saja, hah"! Aku sudah berputar-putar mencarimu. Jadi aku yang seharusnya bertanya!" dengus Ki Demong.
Rangga tersenyum manis. Dia tak ingin meladeni kemarahan laki-laki tua ini. Dan segera diceritakannya segala yang terjadi dan dialaminya selama beberapa waktu berselang. Kecuali, pertemuannya dengan Pendekar Rajawali yang merupakan gurunya, tentu saja.
Demikian pula Ki Demong. Dia menceritakan segala yang terjadi dan nasib Ki Sabda Gendeng yang ditawan Gerombolan Samurai Hitam yang dipimpin tokoh-tokoh persilatan dari Nippon. Pendekar Rajawali Sakti mendengarkan penuh perhatian disertai rasa cemas akan nasib Ki Sabda Gendeng.
"Bagaimana orang tua tangguh itu dapat dikalahkan, Ki...?" tanya Rangga.
"Kali ini pihak lawan sangat tangguh dan banyak didukung kaum sesat. Kita tak dapat bertindak semaunya. Buktinya Sabda Gendeng yang tangguh dan berkepandaian tinggi bisa dilumpuhkan," desah Ki Demong. "Tapi yang paling mengkhawatirkan, gerombolan itu sekarang sedang menuju ke Kerajan Sekarwangi."
"Bila mendengar penjelasanmu, jelas mereka tidak bisa didiamkan. Ini sangat berbahaya bagi rakyat yang tak berdosa...," gumam Rangga.
"Ya.... Selama mencarimu, aku banyak mendengar berita, selama perjalanan mereka ke Kerajaan Sekarwangi, mereka banyak membantai tokoh-tokoh persilatan yang tak ingin bergabung. Apa yang mesti kita perbuat, Bocah"! Dan aku khawatir dengan keadaan sahabatku yang ditahan oleh mereka...!" desah Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Sudahlah.... Serahkan semuanya pada Hyang Widhi. Kita sebagai manusia hanya berusaha. Apa pun yang akan terjadi, itu urusan nanti.... Mari kita berangkat!" ajak Rangga.
"Kuperkirakan petang nanti mereka telah siap menggempur Kerajaan Sekarwangi. Jadi paling tidak, kita harus menghadang mereka sebelum petang. Jalan satu-satunya ke Kerajaan Sekarwangi hanyalah lewat Lembah Walet...," jelas Ki Demong. "Lantas, bagaimana kita mau menghadang kalau kita berada sangat jauh dari mereka?"
"Pokoknya ikut saja denganku. Pasti kita bisa menghadang mereka...!"
"Iya, tapi dengan cara apa" Ilmu meringankan tubuh" Kau tahu walaupun kau menggunakan ilmu itu setinggi-tingginya, baru besok pagi kau bisa tiba di Lembah Walet..," cibir Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Yang penting, kau mau ikut apa tidak?" tukas Pendekar Rajawali Sakti.
"Ya, mau...!"
"Ya, sudah. Mari ikut aku...."
Tanpa menunggu pertanyaan lagi dari Ki Demong, Rangga berkelebat cepat menuju pinggiran Hutan Karimun yang memiliki tanah lapang. Sementara, Ki Demong dengan hati bertanya-tanya terpaksa mengikuti.
? *** ? "Kraaagkh...!"
"Bagus, Rajawali Putih! Kau datang tepat pada waktunya," sambut Rangga, pada burung rajawali raksasa berbulu putih yang telah mendarat di tanah lapang ini.
Pendekar Rajawali Sakti langsung bergerak menghampiri. Dielus-elusnya leher burung itu dengan penuh rasa kasih sayang.
"Hei, Bocah Edan! Jadi ini yang kau maksud"!" teriak Ki Demong, tak berani mendekat. Nyalinya jadi mengkeret juga melihat burung yang besarnya minta ampun itu.
Rangga menoleh dan tersenyum.
"Ayolah, Ki! Tak usah takut Dia sahabatku," sahut Rangga.
Dengan masih takut-takut, Ki Demong menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Setan kau! Kenapa kau tak pernah bilang kalau punya peliharaan seperti ini...!" rutuk Pemabuk Dari Gunung Kidul.
Kembali Pendekar Rajawali Sakti tersenyum, lalu melompat ke punggung Rajawali Putih. Kepalanya lantas menoleh pada Ki Demong yang belum beranjak.
"Ayolah, Ki! Kita nanti kehabisan waktu!"
"Iya, iya...!"
Dengan gerakan ringan Ki Demong melompat ke punggung Rajawali Putih, di belakang Pendekar Rajawali Sakti.
"Ayo, Rajawali Putih. Bawa kami ke utara, ke Kerajaan Sekarwangi!" ujar Pendekar Rajawali Sakti sambil menepuk punggung burung itu.
"Kraaagkh...!"
Sekali mengepakkan sayapnya, Rajawali Putih telah melesat ke angkasa. Saat itu juga, Ki Demong langsung merangkul Rangga dari belakang!
"Bocah edan! Suruh burungmu terbang perlahan saja!" teriak Ki Demong keras, berusaha mengalahkan suara deru angin.
"Ini sudah pelan, Ki!" sahut Rangga juga keras.
"Gendeng! Begini saja sudah pelan. Bagaimana kalau kencang...?"
? *** ? "Kraaagkh...!"
"Benar, Rajawali Putih! Sedikit ke bawah lagi!" ujar Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti langsung mengerahkan aji "Tatar Netra" ketika melihat iring-iringan seperti semut hitam memasuki Lembah Walet. Dengan ajian itu, Rangga memang bisa melihat dari jarak jauh walau dalam gelap sekalipun.
"Ki! Itukah Gerombolan Samurai Hitam..."!" tanya Rangga keras.
"Mana..."!" Pemabuk Dari Gunung Kidul bertanya.
"Itu...! Di bawah sana!"
"Semprul, kau! Aku tak melihat apa-apa di sana kecuali pepohonan hijau saja...!"
"Hm.... Baiklah. Yang jelas aku memang melihat Ki Sabda Gendeng di sana. Tapi gadis itu...?"
"Gadis"! Gadis siapa. Pacarmu" Bukankah kau milik Pandan Wangi...?"
"Edan! Dia..., dia Ratna Jenar! Berarti gadis itu juga tertawan!" sentak Pendekar Rajawali Sakti, ketika melihat sesuatu yang tak diduganya.
"Siapa Ratna Jenar"! Hai, Bocah Edan! Kau mulai nyeleweng, ya"! Kuadukan pada Pandan Wangi, baru kapok kau!"
"Dia tokoh persilatan yang baru muncul dan telah menolongku, Ki. Tapi, ah! Sudahlah!" Rangga lantas menepuk-nepuk Rajawali Putih. "Rajawali Putih, turun di belakang iring-iringan itu. Cepat!"
"Kraaagkh...!"
Wuutt...! Rajawali Putih langsung menukik turun begitu cepat, membuat wajah Ki Demong mendadak pucat pasi bagai mayat
"Bocah edaaannn...! Kau mau membunuhku..."!" rutuk Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Tenanglah, Ki. Nanti kalau mendarat minum saja tuak merahmu. Agar hatimu bisa tenang kembali...!" sahut Rangga, pelan.
Hanya beberapa tarikan napas, Rajawali Putih telah berada dua tombak dari tanah, di belakang iring-iringan Gerombolan Samurai Hitam.
"Terbanglah kembali, Rajawali Putih. Awasi aku dari atas sana!" ujar Rangga, langsung melenting turun. Gerakannya diikuti oleh Ki Demong.
"Kraaagkh...!"
Rajawali Putih langsung melesat dengan sekali kepakan sayapnya. Di angkasa burung raksasa itu berputar-putar mengawasi Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu, Ki Demong langsung menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang tengah memperhatikan Gerombolan Samurai Hitam dari belakang.
"Bagaimana, Bocah Edan"! Apa langkah selanjutnya.
Rangga berbalik, lalu tersenyum. Didekatinya Ki Demong. Lalu dibisikinya laki-laki tua itu yang cuma manggut-manggut.
Sehabis berbisik, Rangga dan Ki Demong berkelebat mengejar Gerombolan Samurai Hitam dari sisi kanan dan kiri, dalam jarak yang tak menimbulkan kecurigaan.
Begitu tinggi ilmu meringankan tubuh mereka saat berkelebat, hingga sebentar saja mereka telah berada di sisi kiri dan kanan gerombolan itu dengan menelusup ke balik-balik ilalang setinggi setengah tombak yang memenuhi lembah ini.
*** ? Begitu orang yang berjalan terakhir ada di depannya, Rangga bergerak begitu cepat Langsung ditariknya orang itu. Sebelum sadar apa yang terjadi, jalan darahnya telah ditotok. Dan orang itu kontan jatuh pingsan tanpa dapat bergerak lagi. Begitulah seterusnya sampai ada sepuluh orang yang telah menjadi korban totokan Pendekar Rajawali Sakti.
Kebetulan ada seorang yang menoleh ke belakang. Namun sebelum dia dapat berbuat sesuatu, sebuah lemparan Rangga dengan batu kerikil, telah membuatnya diam tak dapat bersuara lagi. Cepat Rangga menotoknya, membuat orang itu tak bergerak lagi. Pingsan.
Tindakan Rangga membuat barisan terbelakang hanyalah Ki Sabda Gendeng yang terseret. Tindakannya yang rapi membuat kehadirannya sama sekali belum disadari oleh gerombolan itu.
Pendekar Rajawali Sakti cepat membebaskan totokan Ki Sabda Gendeng dan memutuskan tali-tali yang mengikatnya. Dan tindakan yang terakhir ini rupanya baru disadari orang yang menarik Ki Sabda Gendeng.
"Heh..."! Tawanan kita lepas...!" teriak orang itu.
Seketika, rombongan itu berhenti dengan wajah terkejut. Mereka langsung membuat kepungan.
"Eh! Kiranya kau yang menolongku.... Terima kasih, Bocah! Biar kuhancurkan mereka!" desis Ki Sabda Gendeng sambil mengeluarkan tongkat hitamnya dan menerjang mereka.
"Heyaaat!"
Bret! Bret! "Wuaaeee...!"
Beberapa orang kontan jatuh akibat amukan laki-laki tua yang sedang geram dan banyak disiksa itu. Rangga sendiri segera membantu dengan mengirimkan pukulan aji "Guntur Geni" yang berhawa pc.nas. Kembali mereka berpelantingan dalam keadaan binasa dan tubuh hangus.
Sementara itu, Gengkuro Matsuta dan Kenzi Matsuta segera melompat ke belakang. Ketika Melihat tahanannya telah bebas, samurainya segera dicabut. Langsung diserang Ki Sabda Gendeng dengan sengit. Serangannya masih pula dibantu anak buahnya yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi.
"Ciaaat!"
Jrep! Serangan Ki Sabda Gendeng kali ini tak bisa dianggap main-main. Buktinya seorang anggota Gerombolan Samurai Hitam telah tertusuk lehernya sampai tembus dan binasa saat. itu juga. Gerakan laki-laki gila catur itu cepat sekali. Ujung tongkatnya berputar-putar jadi berubah banyak.
"Hiyaaat"!"
Swing! Pada satu kesempatan dengan gerakan memutar, Genkuro Matsuta menyabetkan samurainya. Namun cepat sekali Ki Sabda Gendeng menundukkan kepala. Seketika tongkatnya ditusukkan pada perut Genkuro Matsuta. Gerakannya begitu cepat
Sehingga.... Crep! "Aaargk...!"
Begitu tongkat dicabut, usus Genkuro Matsuta segera kontan terburai disertai cucuran darah segar. Laki-laki sipit berkumis tipis ini coba bertahan. Tapi tubuhnya ambruk tatkala Ki Sabda Gendeng menendang dadanya. Setelah bergulingan, dia mati berkubang darahnya sendiri.
"Bangsat! Kau telah membunuh adikku! Kini terimalah kematianmu...!" seru Kenzi Matsuta.
Disertai teriakan menggeledek, laki-laki brewok ini loncat ke udara. Sambil melesat di udara, samurainya dikibaskan cepat sekali. Namun....
"Fruhhh...!"
Kenzi Matsuta membuang tubuhnya ke tanah, sebelum semburan tuak merah yang tiba-tiba menyerang menghantam wajahnya.
Ki Sabda Gendeng langsung menoleh ke arah datangnya semburan barusan. Ternyata, Ki Demong telah berada di tempat ini. Kedua orang tua urakan itu saling peluk dan tertawa gembira.
"Ha ha ha...! Kukira kau sudah jadi raja cacing dalam tanah! Rupanya kau masih sehat-sehat saja, Gendeng...," ledek Ki Demong. .
"Sialan kau! Rupanya kau senang aku ditahan mereka...," maki Ki Sabda Gendeng, sambil meninju pundak sahabatnya.
"Hei.... Awas di belakangmu Demong...!" ujar Ki Sabda Gendeng.
Pada sat itu, Kenzi Matsuta memang telah kembali meluruk dengan sabetan samurainya.
"Hait!"
Trang! Dengan guci tuaknya, Ki Demong yang cepat memutar tubuhnya berhasil menahan serangan samurai di tangan Kenzi Matsuta. Ketika laki-laki brewok itu terkejut, semburan tuak Pemabuk Dari Gunung Kidul telah meluncur cepat.
"Fruhhh...!"
"Ohh...!"
Sambil mendesah gugup, Kenzi Matsuta melempar dirinya ke belakang dan berusaha menjauhi lawan.
Baru saja Ki Demong dan Ki Sabda Gendeng menarik napas lega. dua orang anggota Gerombolan Samurai Hitam menerjang serentak dari belakang. Sebagai tokoh tingkat tinggi, Pemabuk Dari Gunung Kidul merasakan angin serangan dari belakang. Lalu...
"Fruhhh...!"
Sambil membuang diri ke samping, Ki Demong menyemburkan tuak ke celana mereka. Tak terelakan lagi, celana dan pakaian mereka terbakar. Sambil menjerit-jerit kesakitan, mereka berjingkrakan dan berusaha memadamkan api yang membakar tubuh dan pakaian.
Keadaan jadi bertambah kacau balau ketika yang lain ikut terbakar dan berlari ke sana kemari. Sementara Ki Sabda Gendeng terus mengejar para anggota Gerombolan Samurai Hitam. Sambil bertarung mata Ki Sabda Gendeng sempat melihat seorang gadis berbaju merah tengah tak berdaya, dijaga dua anggota gerombolan itu.
Di lain pertarungan Pendekar Rajawali Sakti saat ini iengah mengamuk dahsyat. Kali ini lawannya adalah Kenzi Matsuta. Dengan jurus "Sembilan Langkah Ajaib" semua serangan dapat dihindari. Bahkan dapat pula melakukan serangan balasan yang tak kalah sengit. Tubuhnya meliuk-liuk indah dengan gerakan kaki amat lincah. Pada saat yang demikian, meluruk tiga orang dari belakang.
Namun naluri Pendekar Rajawali Sakti yang peka, menangkap desir angin halus yang berjumlah tiga itu. Seketika dengan gerakan memutar, kakinya melakukan tendangan beruntun ke belakang.
Dag! Dug! Dug! "Aaakh...!"
Ketiga pembokong itu kontan terlempar tanpa dapat bangkit kembali. Baru saja Rangga bersiap, Kenzi Matsuta telah mendesak lagi. Dan ketika serangan mendekat, tubuhnya mengelak ke samping seraya menangkap mata samurai.
Tap! "Hih!"
Kenzi Matsuta berusaha menariknya. Tapi samurai itu seakan-akan melekat di tangan Rangga yang tak terluka barang sedikit pun.
"Hup...!"
Sambil melenting ke atas, Pendekar Rajawali Sakti menyentak samurai itu hingga terlepas dari pegangan. Dan sebelum Kenzi Matsuta menyadari apa yang terjadi, Rangga yang telah berhasil merampas samurai itu segera menghujamkannya ke ubun-ubun Kenzi Matsuta.
Crab! "Aaa...!"
Kenzi Matsuta membelalakkan matanya ketika ubun-ubunnya tertembus samurainya sendiri. Sebentar tubuhnya limbung, lalu ambruk tak berdaya lagi.
Sementara itu, tanpa menemui kesulitan Ki Sabda Gendeng berhasil membebaskan gadis berbaju merah yang tak lain dari Ratna Jenar. Begitu bebas, gadis ini langsung ikut membantu serangan.
? *** ? 8 Ketika tubuhnya enak, Ratna Jenar segera meniup serulingnya, yang khusus ditujukan pada Gerombolan Samurai Hitam. Irama seruling yang menyentak-nyentak, membuat mereka saling hantam dan saling serang.
"Huaaa...!"
"Aaa...!"
Jerit pekik dari para anggota Gerombolan Samurai Hitam yang meregang nyawa terdengar membahana merobek angkasa. Darah berceceran di mana-mana. Mayat pun tergeletak malang melintang tak karuan. Kenzo Matsuta benar-benar cemas melihat hal ini. Apalagi dua adiknya telah tewas.
Kekhawatiran Kenzo Matsuta makin memuncak ketika dari utara terdengar derap langkah kaki kuda yang kian mendekat Dia mendesis geram ketika melihat ratusan prajurit yang melihat dari umbul-umbul yang dibawa adalah dari Kerajaan Sekarwangi.
Rupanya, kegiatan Kenzo Matsuta dan dua saudaranya telah tercium oleh telik sandi kerajaan.
Para prajurit yang semula berniat menghadang, begitu melihat orang-orang berpakaian serba hitam langsung menduga kalau itu adalah Gerombolan
Samurai Hitam. Maka....
"Serbu...!"
Para prajurit Kerajaan Sekarwangi segera berloncatan dan terjun ke dalam kancah pertempuran menghadapi orang-orang berpakaian serba hitam. Akibatnya para anggota Gerombolan Samurai Hitam jadi kalang kabut Dan korban pun semakin banyak berjatuhan. Dengan bantuan para perwira kerajaan, mereka dalam waktu singkat dapat dibasmi. Sisanya menyerah dan takluk menjadi tahanan.
Sementara itu, Kenzo Matsuta telah melompat dan berdiri di atas batu sambil memegang Patung Kelelawar Setan. Pandangan matanya tampak merah membara pertanda sedang marah besar. Namun....
"Ha ha ha...!"
Mendadak Kenzo Matsuta tertawa terbahak-bahak disertai tenaga dalam tinggi. Seketika, semua mata tertuju padanya.
"Siapa di antara kalian yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti"!" tanya laki-laki sipit itu, berteriak.
"Aku...!" sahut Rangga seraya melangkah maju mendekati batu seukuran kerbau bunting itu.
"Hm.... Sesembahanku menginginkan nyawamu, Pendekar Rajawali Sakti! Dia ingin menuntut balas pada gurumu! Tapi karena Pendekar Rajawali telah tewas, maka dendamnya dilimpahkan padamu!" desis Kenzo Matsuta.
"Aku tahu," sahut Rangga enteng.
"Bagus! Sekarang, roh jahat sesembahanku, ada di dalam patung ini. Dia sangat haus darah...! Tapi dia belum puas kalau belum menghimp darahmu!"
"Hm.... Arwah guruku juga belum tenang kalau belum melenyapkan secara tuntas musuh lamanya...," sahut Rangga, tetap tenang.
"Bangsat!"
Begitu habis memaki, Kenzo Matsuta menorehkan pergelangan tangannya pada taring Patung Kelelawar Setan. Seketika mulut patung itu mendecap-decap. Matanya melirik ke sana kemari. Lalu dengan aneh, anak panah yang terentang melesat dengan kecepatan tinggi.
Siuut! Rangga melenting tinggi, namun akibatnya panah itu menancap di dada seorang prajurit kerajaan hingga jatuh terpental.
Crap! Begitu menancap, mata panah langsung menghisap darah prajurit itu hingga tubuhnya mengering. Mati!
Sambil tertawa sombong, Kenzo Matsuta menanti datangnya anak panah itu kembali.
"Ha ha ha...! Majulah Pendekar Rajawali Sakti. Ajalmu sudah dekat Dan tubuhmu akan sama dengan prajurit itu!" tantang Kenzo Matsuta dengan sombongnya.
Sementara, panahnya telah kembali ke patungnya.
? *** ? Rangga yang sudah mendarat di tanah sedikit mendongak ke atas. Matanya yang tajam masih melihat titik putih di angkasa. Berarti, Rajawali Putih masih mengawasinya.
"Sambar patung itu, Rajawali Putih. Ya, cepat! Sekarang!"
Pendekar Rajawali Sakti mengirimkan suara batinnya pada Rajawali Putih di angkasa, ketika Kenzo Matsuta mengacung-acungkan patungnya ke atas dengan sikap sombong.
Belum puas laki-laki ini membanggakan Patung Kelelawar Setan, mendadak....
"Kraaagkh...!"
"Heh..."!"
Tap! Betapa terkejutnya Kenzo Matsuta ketika tahu-tahu patungnya tersambar cakar burung rajawali raksasa yang langsung melesat kembali. Bahkan semua orang yang ada di tempat ini jadi terkesiap. Mereka baru sadar ketika angin kepakan sayap rajawali itu menerabas tubuh.
"Patungku! Patungku! Kembalikan, Burung Keparat! Kembalikan...!"
Pada saat yang sama, Pendekar Rajawali Sakti telah mengumpulkan tenaga dalamnya di tangan dengan kuda-kuda kokoh. Ketika tangannya telah berwarna merah membara....
"Ya, lepaskan Rajawali Putih!"
Kembali Rangga mengerahkan suara batin. Begitu Rajawali Putih melepaskan Patung Kelelawar Setan dari cakarnya, Pendekar Rajawali Sakti melesat ke udara menggunakan jurus "Sayap Rajawali Membelah Mega"! Dan ketika patung itu telah berada dalam jarak jangkauannya, tangan yang berisi tenaga dalam penuh mengibas dengan jurus "Pukulan Maut Paruh Rajawali". Dan....
Prak! Blarrr...! Saat itu juga, Patung Kelelawar Setan hancur lebur jadi abu begitu terhantam tangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan dengan gerakan manis sekali, Rangga mendarat di tanah.
"Bangsat! Kau apakah patungku"!"
"Aku hanya membuatnya abadi di alam sana...!" sahut Rangga, enteng.
"Bedebah!"
Saat itu juga, Kenzo Matsuta melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti dengan sambaran samurainya.
"Minggir semua! Ini bagianku!" ujar Rangga.
Pertarungan tak dapat dielakkan lagi. Para pra irit kerajaan segera bergerak mundur. Demikian pula Ki Demong, Ki Sabda Gendeng, dan Ratna Jenar. Mereka seperti memberi kesempatan pada Pendekar Rajawali Sakti untuk bertarung secara ksatria.
Pendekar Rajawali Sakti bermain mundur ketika Kenzo Matsuta terus mencecar dengan pedangnya.
"Hup...!"
Tiba-tiba pemuda berbaju rompi putih ini melenting ke atas, melewati kepala Kenzo Matsuta. Sambil berputaran di udara, tangannya bergerak ke punggung.
Sring! Tepat ketika Pendekar Rajawali Sakti mendarat, Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan sinar biru berkilau telah tergenggam di tangan. Dan Rangga tak mau tanggung-tanggung lagi. Ketika Kenzo Matsuta menyerang kembali, langsung dikerahkannya jurus "Pedang Pemecah Sukma" tingkat pertengahan.
"Heh"! Kenapa aku ini..." Oh..., mengapa semangat bertarungku jadi merosot" Mengapa jiwaku seperti tercabik-cabik. Dan..., aku tak mampu menguasai akalku lagi...?" keluh Kenzo Matsuta, dalam hati.
Memang, itulah keampuhan jurus "Pedang Pemecah Sukma"! Padahal baru dikerahkan pada tingkat pertengahan. Dan jurus itu pun membuat gerakan-gerakan silat Kenzo Matsuta jadi kacau, tak terarah.
"Heaaah...!"
Untuk mengenyahkan perasaan tak menentu itu, Kenzo Matsuta berteriak keras. Dan dengan nekat diterjangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan kibasan samurainya.
Saat itu juga Pendekar Rajawali Sakti segera melayaninya. Pedangnya langsung bergerak memapak. Dan....
Tras...! "Heh"!"
Betapa terkejutnya, Kenzo Matsuta melihat samurainya buntung terpapas pedang Pendekar Rajawali Sakti. Belum lagi dadanya terasa berguncang dengan napas tersengal. Seketika terasa kesemutan.
Dan sebelum laki-laki Ketua Gerombolan Samurai Hitam itu mampu menguasai diri, Pedang Pusaka Rajawali Sakti telah berkelebat cepat disertai tenaga dalam tinggi. Lalu....


Pendekar Rajawali Sakti 202 Gerombolan Samurai Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Crasss...! "Aaakh...!"
Mata Kenzo Matsuta mendelik dengan tubuh kejang. Tampak garis melingkar berwarna merah telah menghias lehernya.
Trek! Tepat ketika Pendekar Rajawali Sakti menyarungkan pedangnya, Kenzo Matsuta ambruk dengan kepala menggelinding. Darah langsung menyembur dari lehernya yang buntung. Seperti ayam disembelih, laki-laki yang berniat menguasai dunia persilatan tanah Jawa ini melejang-lejang, meregang nyawa. Tak lama tubuhnya diam tak berkutik lagi.
Rangga menghela napas lega, lalu perhatiannya beralih pada Ki Demong, Ki Sabda Gendeng, lalu terakhir pada Ratna Jenar.
"Ratna, maafkan aku waktu itu telah meninggalkanmu," ucap Rangga perlahan "Kau tak apa-apa, Ratna?"
"Ah, aku tak apa-apa, Ka..., eh, Rangga...," sahut Ratna Jenar yang sebenarnya ingin memangui kakang pada Rangga.
Lalu perhatian Rangga beralih pada dua orang tua urakan itu kembali.
"Ki Sabda Gendeng dan Ki Demong, rasanya tugas kita telah selesai. Aku mohon diri dulu," pamit Rangga.
"Hei, Bocah Gendeng! Tadi panglima perang Kerajaan Sekarwangi .menawarkan kita untuk mampir. Mereka akan menjamu kita dengan makanan lezat dan tuak merah...," kata Ki Demong, seraya melirik seorang laki-laki tegap gagah dengan pakaian panglima.
"Terima kasih. Jatahku buat kau saja, Ki!" ucap Rangga dengan senyum cerah.
"Ah! Yang benar, Bocah Gendeng"!" Ki Demong langsung melotot kegirangan.
"Benar! Tapi kuminta, layanilah Ki Sabda Gendeng bermain catur semalam suntuk...!"
"Apa..."!" Ki Demong berpaling pada Ki Sabda Gendeng yang terbahak-bahak. "Dasar gend..." Heh"! Ke mana bocah itu"! Biar kukemplang kepalanya!"
Ki Demong memaki-maki sendiri ketika Pendekar Rajawali Sakti telah berkelebat lenyap, tertelan lebatnya ilalang di Lembah Walet ini. Sementara yang lainnya hanya tersenyum saja. Sedangkan Ratna Jenar diam-diam tertunduk sedih. Sepertinya, ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Ya, sekeping hati yang tercuri oleh Pendekar Rajawali Sakti. Di sisi lain, Rangga sebenarnya hanya menganggap sahabat saja. Lain, tidak!
? SELESAI ? ? ? Tukang Scan: Clickers
Tukang Edit: Lovelypeace
Tukang E-Book: Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notes by Pendekar Rajawali Sakti
s ? 2017 Pendekar Aneh Naga Langit 14 Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo Lorong Tembus Kubur 1

Cari Blog Ini