Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Sang Pendekar Bagian 1
KEKASIH SANG PENDEKAR oleh Teguh Suprianto
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Puji S.
Hak cipta pada Penerbit Dilarang
mengcopy atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa
izin tertulis dari penerbit
Teguh Suprianto
Serial Pendekar Rajawali Sakti
dalam episode :
Kekasih Sang Pendekar
128 hal. ; 12 x 18 cm
http://duniaabukeisel.blogspot.com
1 Pendekar Rajawali Sakti tegak
berdiri di atas bukit yang memiliki
tanah menghampar luas. Kepalanya
menengadah lurus ke angkasa. Langit
berwarna merah jelaga ketika sang
surya mulai rebah tenggelam di ufuk
barat. Angin bertiup semilir
mempermainkan rambutnya, membawa udara tandus yang mengeringkan hati. Bola
matanya tajam laksana seekor rajawali mencari mangsa.
"Aku bersumpah! Ke lubang semut sekali pun, akan kucari kalian!" desis Rangga.
"Aku harus berhasil
membebaskan Pandan Wangi!"
Rangga menghela napas sejenak.
Kemudian dua buah jari tangannya
dimasukkan ke mulut. Lalu....
"Suiittt...!"
Terdengar suitan nyaring,
menggema ke seluruh pelosok terbawa
oleh tiupan angin. Langit mulai gelap.
Rangga terpaksa mengerahkan aji 'Tatar Netra' yang saat menatap ke angkasa mampu
menembus kegelapan malam lewat sorot matanya. Bahkan dalam jarak yang jauh
sekali pun. Dan Rangga pun tersenyum ketika
melihat titik putih di angkasa yang
semakin membesar laksana payung
raksasa. Semakin lama semakin terlihat jelas kalau yang tengah meluncur turun
itu adalah seekor burung rajawali
raksasa berbulu putih keperakan.
"Kraaagkh...!"
Diiringi teriakan parau yang
menggema, burung rajawali raksasa ini mendarat di tanah menghampar setelah
didahului hempasan angin kencang yang menerbangkan bebatuan.
Rangga mendekati burung raksasa
itu, langsung mengelus-elus lehernya penuh kasih sayang.
"Rajawali Putih! Telah lama kita tak bertemu. Mudah-mudahan kau tak
kurang suatu apa pun..!" desah
Pendekar Rajawali Sakti. Memang,
baginya burung yang sering dipanggil Rajawali Putih sudah dianggap sebagai orang
tua kedua, setelah ayah dan
ibunya yang telah meninggal dunia.
Betapa tidak" Sejak kecil Rangga
diasuh, dididik, dan diberi pelajaran ilmu olah kanuragan secara tidak langsung,
oleh Rajawali Putih di Lembah
Bangkai. Burung itu menggetarkan bulu-bulu
sayapnya. Dan dengan penuh kemanjaan, kepalanya mengusap-usap
ke wajah Rangga. "Krrrkkk..!"
"Ada yang mesti kita kerjakan,
Sahabatku. Pandan Wangi dilarikan
seseorang. Kita akan mencari mereka.
Barangkali kau tahu, itu lebih
baik...!" kata Rangga ketika Rajawali Putih mengkirik perlahan, seolah dia tahu
apa yang diucapkan burung itu.
Dengan gerakan ringan, Rangga
melompat ke punggung Rajawali Putih
dan menepuk-nepuknya sebentar.
"Ayo, Rajawali Putih! Kita
berangkat sekarang!" ujar Pendekar Rajawali Sakti.
"Kreaaagkh...!"
Wusss...! Didahului teriakan keras
menggelegar, burung raksasa itu
mengepakkan kedua sayapnya. Saat itu juga angin dahsyat menghempas tempat itu
ketika rajawali raksasa itu
membubung ke angkasa. Sebentar saja
mereka telah bergerak cepat mengarungi bawah langit yang mulai kelam.
Cahaya kemerahan sang surya mulai
kabur ditelan batas cakrawala. Dan
bersamaan dengan itu, Rajawali Putih dan Pendekar Rajawali Sakti telah
terbang jauh. Entah sudah berapa lama mereka
mengangkasa. Sementara malam semakin dingin. Untuk sementara ini, Pendekar
Rajawali Sakti belum dapat petunjuk
apa-apa tentang apa yang dicarinya.
Yakni, Gandasari dan anak buahnya yang membawa lari Pandan Wangi (Baca serial
Pendekar Rajawali Sakti dalam episode:
"Pangeran Impian").
"Sebaiknya kita istirahat dulu, Putih" kata Rangga keras, berusaha
mengalahkan suara deru angin kencang di angkasa.
"Kreaaagkh...!"
Pendekar Rajawali Sakti dan
Rajawali Putih telah mendarat di
pinggiran sebuah hutan yang memiliki tanah lapang yang agak luas. Tempat
ini sepi, jauh dari keramaian. Jarak terdekat ke sebuah desa sekitar dua
ratus tombak. Suasana malam menjelang pagi seperti ini, rasanya jarang
digunakan para penduduk untuk keluar dari rumah. Dengan begitu, Rangga
merasa aman mengajak Rajawali Putih
untuk menghangatkan tubuh di dekatnya.
Sejak tadi pemuda berbaju rompi
putih itu telah membuat api unggun
dari ranting-ranting kering. Sambil
duduk memandang lidah api yang
bergerak-gerak naik silih berganti.
Rangga merenungi nasib Pandan Wangi
yang entah berada di mana. Sesekali
dilemparkannya ranting kering yang
tadi dipungutinya.
"Hirrrk...!"
Rajawali Putih menggetarkan bulubulunya seraya mengkirik
halus. Sementara Rangga menggumam perlahan
dengan pendengaran dipasang baik-baik.
Namun sebelum pemuda ini merasakan
sesuatu. Wuuusss...! Sekali mengepakkan sayapnya yang
begitu cepat, Rajawali Putih telah
membubung ke angkasa. Menimbulkan
angin kencang yang menerbangkan debu-debu dan kerikil serta menggoyanggoyangkan batang pohon. Api unggun di depan Rangga kontan padam. Dan
Pendekar Rajawali Sakti hanya
memandang sekilas, tak berusaha
mencegah kepergian sahabatnya.
Tak lama kemudian telinga
Pendekar Rajawali Sakti menangkap
gerakan halus mendekati. Namun sikap pemuda ini terlihat tenang- tenang
saja, berkesan tak peduli. Kembali
dinyalakannya api dengan batu pemantik api yang diambil dari batik ikat
pinggangnya. Api pun menyala. Cahayanya
menjilati wajah Pendekar Rajawali
Sakti. Kembali dipasangnya pendengaran tajam-tajam.
"Kisanak ataupun Nisanak! Kalau berniat baik kau boleh bergabung
denganku. Tapi kalau berniat jahat,
tak perlu menqendap-endap seperti
maling" seru Rangga tanpa menoleh, ketika telinganya yang tajam mendengar desah
napas halus dari belakangnya.
Tidak terdengar sahutan apa pun.
Hanya suara langkah kaki mendekati
tempat itu. Tidak lama telah berdiri di depan Pendekar Rajawali Sakti satu sosok
tubuh. Namun, pemuda itu tak
berniat mengangkat wajahnya untuk
memastikan siapa yang datang.
"Hei! Apakah kau melihat
sesuatu"! Sebuah bayangan hitam besar, mendadak terbang ke angkasa seperti
hantu dan menimbulkan badai topan
seketika"!" tegur sosok itu dengan suara cempreng. Jelas suara seorang
wanita. Rangga diam membisu. Dalam hati
dia yakin kalau yang dilihat gadis itu pasti sahabatnya, Rajawali Putih.
Matanya terpaku ke nyala api, sama
sekali tak mempedulikan pertanyaan
sosok di depannya.
"Hei, aku bertanya padamu!" tegur sosok itu lagi.
"Aku tak bersemangat untuk
menjawab," sahut Rangga dengan suara tak bergairah.
"Huh, sombong!"
Pendekar Rajawali Sakti tak
merubah sikap duduknya. Sementara
sosok itu telah mengambil tempat di seberang Rangga, dibatasi api unggun.
Diamat-amatinya wajah pemuda itu
sampai memiringkan tubuh segala.
"Kenapa kau ini" Patah hati"
Diusir orang tua" Atau..., hartamu
dirampok?" tegur sosok ramping yang ternyata seorang gadis berbaju ketat warna
hijau penuh tambalan bagai
seorang pengemis.
"Aku tak ingin diganggu. Kalau
tak ada urusan, pergilah," usir Pendekar Rajawali Sakti, perlahan.
"Aku sendirian di sini...," kata gadis ini, seakan minta perhatian
Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga terdiam.
"Aku takut Mungkin di sini banyak setan atau..., binatang buas.
Apakah..., apakah kau tak keberatan
kalau aku dekat-dekat denganmu?"
lanjut gadis berambut panjang dikuncir ekor kuda.
"Terserahmu. Tapi, jangan ganggu aku!" sahut Rangga, datar.
"Aku tak berniat mengganggumu."
"Hm!"
Gadis berambut dikuncir ini
bertubuh kurus, bagai kurang makan.
Wajahnya kumal dan kulitnya dekil.
Untuk sesaat, dia duduk diam-diam
sambil mengamat-amati pemuda di
depannya. "Namaku Genduk. Namamu siapa?"
usik gadis bernama Genduk itu las".
Rangga tak menjawab.
"Kau manusia seperti aku juga,
kan" Aku khawatir kalau kau ini....
hantu," lanjut Genduk.
Wajah gadis itu gelisah melihat
pemuda di depannya tak juga menggubris kata-katanya.
"Jawablah. Dan, jangan membuatku takut," pinta Genduk, memelas.
"Aku manusia. Tapi, bisa juga
jadi hantu...!" sahut Rangga, datar.
"Benarkah?"
"Sebaiknya kau percaya."
Wajah gadis itu semakin bergidik
ngeri. Tubuh kerempengnya sedikit
gemetar. Namun begitu dia tak berniat untuk segera pergi.
"Hantu kok bersedih" Biasanya
hantu selalu gembira dan suka
mengganggu...," usik Genduk lagi.
"Kau mau kuganggu?" tukas
Pendekar Rajawali Sakti.
"Nah, nah.... Temyata kau bisa
bersuara juga! Hi hi hi...! Pemuda
sepertimu tak ada tampang pengganggu!"
Genduk tertawa geli seraya menambahkan ranting kering pada api unggun.
Seketika terdengar suara gemeretak
begitu ranting terbakar.
Rangga nyengir sedikit. Tawa
renyah dan sikap kekanak-kanakan gadis ini sedikit menghiburnya.
"Begitu lebih baik!" kata Genduk.
Wajah Rangga kembali seperti
semula ketika ayam jantan berkokok di kejauhan. Baru disadari kalau saat ini
hari telah pagi. Namun suasana masih gelap. Rangga bangkit berdiri.
Tubuhnya menggeliat sebentar, sebelum melangkah pergl
"Hei, mau ke mana"!" tanya Genduk bergegas mengikuti. '
"Aku lapar. Kau?" sahut Pendekar Rajawali Sakti.
"Sama!" sahut Genduk, dengan wajah berseri. Langkahnya menjajari
langkah Pendekar Rajawali Sakti. "Kau ingin cari makanan?"
Rangga mengangguk sambil
melangkah. "Baik. Kita bisa mencari sisasisa makanan di dekat rumah makan yang ada di desa sebelah sana!" tunjuk Genduk.
Rangga menoleh ke arah yang
ditunjuk Genduk. Lalu matanya beralih memandang lucu pada
gadis ini. Sepasang alisnya jadi terangkat.
"Kenapa" Ah, aku ingat! Maaf, kau tentu tak terbiasa dengan makanan para
pengemis," ucap gadis ini.
"Kita cari makanan di kedai...."
ajak Ranaaa "Tapi aku tak punya uang," kata gadis ini, lirih dan memelas.
"Aku yang akan membayarnya."
"Sungguhkah"!" sentak Genduk, gembira. "Ah, kau baik sekali! Seumur hidup baru
Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekarang ada orang sebaikmu yang mau membayariku makanan. Orang
sebaikmu mestinya jadi saudaraku.
Maukah kau mau menjadi saudaraku"!"
Namun seketika kegembiraan itu
sirna ketika gadis ini menyadari satu hal. Dia merasa pemuda itu tidak
setaraf dengannya.
"Maaf, kadang-kadang aku suka
bicara sembarangan...," ucap Genduk, jadi tidak enak hati.
"Aku suka jadi saudaramu," sambut Rangga polos.
"Betulkah"!"
Wajah Genduk kembali cerah. Dan
tak disadari dipeluknya pemuda ini
untuk meluapkan kegembiraan. Tapi
lagi-lagi disadari, siapa dirinya.
Buru-buru dia melepaskan pelukan.
"Maaf..., ah! Aku..., aku
keterlaluan, ya" Ah! Dengan sikapku
seperti ini, orang-orang tak akan suka dan membenciku," ucap Genduk tergagap,
buru-buru membuang pandangan ke arah lain.
"Sudahlah, tak apa..." ujar Rangga halus.
"Benar, tak apa-apa"!" sentak Genduk, langsung menatap kembali ke
arah Rangga. Rangga mengangguk.
"Kau tak membenciku?" tanya gadis ini.
Pemuda itu menggeleng.
"Terima kasih! Terima kasih!
Tapi..., sebagai saudara, aku mesti
memanggilmu apa?" Genduk berpikir sebentar. Dan tiba-tiba dia menepuk
jidatnya sendiri. "Ah, dasar tolol!
Usiamu lebih tua dariku. Maka, aku
mestinya memanggilmu Kakang. Tapi..., Kakang apa" Aku tak tahu namamu,
Kakang...?"
"Namaku Rangga," sebut Pendekar Rajawali Sakti.
"Kakang Rangga! Ya, Kakang
Rangga...! Ah, nama yang bagus! Bagus sekali seperti orangnya!" puji Genduk.
"Terima kasih. Simpan dulu
pujianmu."
"Aku senang punya saudara
sepertimu! Kakang Rangga! Apakah kau senang punya saudara sepertiku"!"
tanya gadis kurus itu dengan wajah
berseri. "Ah, kau pasti malu, 'kan"
Aku jelek, dekil, dan..., seorang
pengemis hina...."
Rangga tak menanggapi, terus
melangkah. Sementara Genduk terus
menjajarinya. *** Hanya ada seorang pengunjung
ketika Rangga dan Genduk memasuki
kedai di Desa Gading Wetan. Menurut
pemilik kedai, orang itu menginap
semalam. Sikapnya tenang menyantap
hidangan. Sama sekali tak
dipedulikannya Rangga dan Genduk yang telah duduk di pojok kedai.
"Pesan apa, Tuan?" tanya pemilik kedai.
"Aku pesan ayam panggang, nasi, dan sayur-sayuran yang lezat!" Genduk lebih dulu
menyahut. Rangga tersenyum, namun tak
menoleh ketika gadis itu meliriknya.
"Eh, kalau Tuan..."!" tanya pemilik kedai pada Rangga.
"Samakan saja!" kembali Genduk yang menyahut
"Tapi...."
"Kenapa" Apa kau kira aku tak
pantas menyantap makanan lezat"! Ayo, cepat buatkan!" sentak Genduk dengan mata
melotot. Pemilik kedai itu melirik pada
Pendekar Rajawali Sakti. Meski pemuda itu mengangguk, tetap saia kurang
yakin. Namun begitu, dia tetap
melangkah kebelakang untuk menyediakan hidangan yang dipesan.
Memang tampak menyolok sekali
antara Rangga dan Genduk. Yang pemuda tampan dan bersih. Sedangkan gadis di
depannya jorok dan kumal. Siapa yang sinting" Pemuda itu yang mau berkawan
dengan pengemis, atau pengemis dekil ini yang menggunakan kesempatan
berkawan dengan pemuda itu"
"Kakang...!" bisik Genduk seraya melirik ke arah pengunjung yang tadi seperti
tak peduli dengan kedatangan mereka.
"Kenapa rupanya?" tanya Rangga, pelan.
"Dia orang jahat. Namanya...,
kalau tak salah...." Gadis itu tak sempat melanjutkan kata-katanya ketika yang
mereka bicarakan bangkit dari
duduknya. Orang itu seorang laki-laki
bertubuh kurus dengan kulit hitam
dekil. Wajahnya tirus seperti tikus.
Tangannya membawa tongkat yang
dipangkalnya dihiasi tengkorak manusia serta dua buah rantai yang memanjang
hingga ke lantai. Rambutnya panjang
tak terurus. Pertehan-lahan, laki-laki itu
menghampiri meja Pendekar Rajawali
Sakti dan Genduk. Sepasang matanya
liar memandang mereka. Pandangannya tak lekang ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau yang bergelar Pendekar
Rajawali Sakti"!" tanya laki-iaki berusia sekitar tiga puluh tahun itu.
Suaranya serak dan keluar dari
tenggorokan tanpa melewati bibir.
"Hmmmm!"
Rangga menggumam tanpa menoleh.
Sedangkan wajah Genduk mulai pucat.
Gadis itu salah tingkah. Dipandangnya orang itu dan Rangga bergantian.
"Kakang...!" panggil Genduk.
"Aku bicara padamu, Budek...!"
bentak laki-laki ini. Suaranya kali
ini terdengar menggelegar.
"Genduk! Apakah kau dengar
sesuatu" Sepertinya ada yang
mengembik, tapi tak kulihat seekor
kambing pun di sini?" sindir Rangga, kalem.
Genduk tak berani menjawab.
Wajahnya semakin pucat melihat lakilaki di depan Rangga menggeram buas
seraya mengangkat tongkat.
"Setan! Hiih...!"
"Kakang, awas...!"
"Hup!"
Lelaki itu menyabetkan
tongkatnya, namun secepat kilat Rangga bergeser ke samping sambil menyambar
Genduk yang berteriak ketakutan.
Bruak! Tongkat itu menghantam meja
hingga hancur berantakan.
"Aduuuh...! Walah, walah...!
Rusak kedaiku! Rusak segalanya!"
teriak pemilik kedai, bingung, "Tuan, tolonglah. Kalau ingin berkelahi,
sebaiknya di luar. Tuan.... Aku mohon pada kalian...!"
Laki-laki pemilik
kedai langsung menyembah-nyembah di
depan laki-laki berwajah tirus itu.
"Hup!"
Krep! Tubuh pemilik kedai gemetar
ketakutan dengan muka pucat bagai
mayat ketika laki-laki itu
mencengkeram leher bajunya dan
mengangkat tubuhnya. Seketika
dilemparkannya tubuh pemilik kedai.
"Aaa...!"
Brak! Jeritan melolong seperti anjing
digebuk terdengar ketika tubuh pemilik kedai melayang, langsung membentur
dinding kedai sampai hancur
berantakan. "Manusia terkutuk! Kenapa
beraninya hanya pada orang tua lemah tak berdaya"!" bentak Genduk, garang.
Melihat sikap laki-laki yang
kejam, mendadak rasa takut gadis ini lantas sirna. Yang ada di hatinya
hanya kebencian dan muak melihat ulah laki-laki itu.
"Pengemis busuk! Jangan ikut
campur urusan orang! Atau barangkali kau sudah bosan hidup, hah"!" balas lakilaki berwajah tirus.
"Huh!"
Genduk mendengus seraya
merapatkan tubuh di belakang Rangga.
Melihat gerakan ketika menghindari
hantaman tongkat tadi, gadis ini yakin kalau Rangga bukan orang sembarangan.
Mungkin itu yang membuat keberaniannya timbul. Tapi mendengar gertakan tadi, mau
tak mau nyalinya mengkeret juga.
Apalagi laki-laki itu memperlihatkan wajah seram menggiriskan.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kau
akan mampus di tanganku!" desis laki-laki berwajah tirus, garang sambil
menyeringai buas.
"Siapa kau ini. Dan, kenapa
menginginkan nyawaku?" tanya Rangga masih bersikap tenang.
"Setan Tombak Maut!"
*** 2 "O...!" Pendekar Rajawali Sakti mengangguk
mengerti. "Aku maklum,
setan memang bisanya mengganggu
orang." "Kurang ajar! Kuremukkan
kepalamu!" desis laki-laki berwajah tirus yang temyata berjuluk Setan
Tombak Maut, seraya mengebutkan
tongkatnya. Wut! "Menepi, Genduk...!" teriak Rangga seraya mendorong Genduk agar
menjauh. Sementara, Pendekar Rajawali Sakti sendiri langsung cepat
berkelebat keluar, sebelum tongkat itu menghantamnya.
Pendekar Rajawali Sakti mendarat
ringan di depan kedai. Dalam tenggang waktu yang amat singkat, Setan Tombak Maut
langsung mengebut tongkatnya
kembali, begitu cepat laksana kilat.
"Mampus kau! Mampus! Hiih...!"
Wuuuttt...! "Belum, Kisanak! Kau mesti banyak berlatih, paling tidak sepuluh tahun lagi!
Gerakanmu masih terlihat kaku
dan lamban," sahut Rangga, seraya meliuk-liukan tubuhnya dalam jurus
'Sembilan Langkah Ajaib'. Sehingga tak satu serangan pun yang mendarat di
tubuhnya. Dan hal ini membuat Setan
Tombak Maut menggeram marah.
"Setan!"
"Tidak perlu memaki! Itu tak
membantu!" sahut Pendekar Rajawali Sakti, kalem.
"Jahanam!"
Saat itu juga, Setan Tombak Maut
meningkatkan serangannya. Tenaga
dalamnya dilipatgandakan, menimbulkan suara menderu-deru. Sementara Rangga tak
mungkin menghindar terus. Maka
ketika tongkat Setan Tombak Maut
menderu ke kepalanya, tubuhnya cepat merunduk dengan tangan mengibas,
memapak tangan Setan Tombak Maut.
Plak! "Uhh..:!"
Laki-laki berwajah tirus itu
mengeluh tertahan. Wajahnya berkerut menahan nyeri pada tangannya yang tadi
berbenturan. Terasa tenaga dalam
pemuda itu menghimpit dengan kuat.
Belum sempat dia berbuat sesuatu,
tangan Pendekar Rajawali Sakti telah kembali mengibas cepat ke dada.
Desss...! "Aaakh...!"
Kembali Setan Tombak Maut
mengeluh kesakitan ketika dadanya
mendapat gedoran keras. Bahkan
tubuhnya sempat terjengkang ke tanah dengan mulut mengeluarkan darah segar.
"Hi hi hi...! Bagus, Kakang!
Bagus! Orang seperti dia mesti diberi pelajaran!" teriak Genduk sambil tepuk
tangan kegirangan di depan pintu
kedai. "Setan!" laki-laki bermuka tirus itu menggeram. Secepatnya dia bangkit, secepat
itu pula lompat menyerang
Genduk. "Mampus kau, Gembel Busuk!"
"Eee...!"
Karuan saja Genduk jadi ketakutan
setengah mati. Buru-buru tubuhnya
menyelinap di balik pintu sambil
jongkok. Matanya terkatup rapat dengan tubuh gemetar.
"Aduh, mati aku...!" desah Genduk.
"Yeaaa...!"
Namun sebelum Setan Tombak Maut
sampai di depan pintu kedai, Pendekar Rajawali Sakti sudah berkelebat cepat
memapak. Plak! Laki-laki berwajah tirus itu
kontan terjajar beberapa langkah ke
belakang. Namun secepat itu pula dia meluruk menyerang Rangga dengan
tongkatnya. "Hiih!"
Bet! Tombak Setan Tombak Maut
menyambar cepat. Namun Ranqqa cepat mengayunkan tendangan tepat ke tangan sambil
mengegos. Plak! "Heh"!"
Setan Tombak Maut terkejut ketika
tongkatnya terlepas dari tangan. Dan Rangga tak memberi kesempatan. Secepat
kilat tubuhnya meliuk seraya melepas hantaman tangan ke dada berkali-kali.
Des! Des...! "Aaakh...!"
Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu lawan terhuyung-huyung
kebelakang, Rangga berkelebat,
menangkap tangan Setan Tombak Maut.
Seketika ditelingkungnya tangan laki-laki itu. Sementara tangan yang satu lagi
siap mematahkan leher.
"Katakan! Apa maksudmu hendak
membunuhku"!" desis Pendekar Rajawali Sakti.
Suara Pendekar Rajawali Sakti
tegas penuh ancaman. Seperti malaikat maut yang siap menjemput. Sesaat Setan
Tombak Maut bergidik ngeri. Namun
secepatnya disadari kalau dia tak
pantas bersikap lemah.
"Puiih! Aku tak perlu alasan
untuk mencabut nyawamu!" kata Setan Tombak Maut, sengit.
"Telah sekian banyak nyawa binasa di tanganku. Dan kini akan tambah
seorang lagi, kecuali..."
"Huh! Pergilah ke... ne..., aakh...!" Makian Setan Tombak Maut berganti
jeritan panjang ketika pergelangan
tangannya terasa mau putus dipelintir Pendekar Rajawali Sakti.
"Sebaiknya jawab. Atau,
kupatahkan kedua lenganmu!" ancam Pendekar Rajawali Sakti.
"Aaakh...!"
Setan Tombak Maut
menjerit. Namun Rangga belum juga
melepaskan pelintirannya.
"Baiklah, baik.... Aku akan
mengaku...! Lepaskan dulu tanganku!"
"Katakan! Dan, baru kulepaskan
tanganmu!"
"Seorang gadis. Katanya dia
menyukaiku. Lalu dia memintaku untuk membunuhmu sebagai mas kawinnya!"
"Siapa dia"!" kejar Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku tak tahu...," sahut Setan Tombak Maut, sambil meringis menahan sakit.
"Namanya" Bentuk mukanya"
Usianya"! Lekas katakan! Kesabaranku mulai hilang! Ceritakan
semua tentangnya!" bentak Rangga seraya menghempas tubuh Setan Tombak Maut.
Setan Tombak Maut bernapas lega,
tangannya yang terasa linu digerakgerakkan. "Kakang, aku punya usul!" seru Genduk sebelum Setan Tombak Maut
menjawab. "Kenapa tidak kau paksa saja dia untuk membawa kita pada gadis
itu?" "Bagus, Nduk! Usulmu hebat!" puji Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti berpaling
pada laki-laki bermuka tirus itu.
"Kau dengar, Tikus Busuk" Bawa
kami pada gadis itu. Dan, jangan
macam-macam. Atau..., kuremukkan
kepalamu!" gertak Rangga.
"Baiklah.... Tapi kalian harus
berjanji untuk tidak membunuhnya.
Dia..., dia, eh! Maksudku, hanya dia yang kucintai seumur hidupku ini. Dan dia
pun mencintaiku...."
"Cepaaat...!" bentak Rangga, garang. Suaranya menggelegar dan
menggidikkan bulu roma.
Semangat Genduk seperti mau
terbang. Demikian pula Setan Tombak
Maut. Buru-buru diajak Rangga dan
Genduk. *** "Ratmi...! Ratmi, Kakang
pulang...! Di mana kau" Keluarlah!
Kita kedatangan tamu...!" teriak Setan Tombak Maut berulang-ulang seraya
membuka pintu depan. Rangga dan Genduk mengikutinya dari belakang.
"Kau periksa belakang!" perintah Rangga pada Genduk.
"Untuk apa?" tanya Genduk.
"Aku khawatir gadis itu kabur."
"O, iya, iya!"
Genduk bergerak lincah. Dia
memutar ke samping, sementara Rangga mengikuti Setan Tombak Maut.
"Mana dia"!" tanya Rangga, begitu berada di dalam pondok yang menurut
Setan Tombak Maut milik gadis yang
dipanggil Ratmi.
"Dia di sini! Tapi..., ah! Ke
mana dia" Tak mungkin pergi begitu
saja tanpa pamit!" kata laki-laki berwajah tirus.
"Di mana dia sekarang"!" desis Rangga, garang.
"Aku tak tahu! Sudah kucari-cari ke semua kamar. Tapi, dia tak ada.
Juga ibunya," kilah Setan Tombak Maut.
"Apa yang kau maksud dengan
ibunya?" "Dia tinggal di sini bersama
ibunya. Seorang wanita tua renta yang sudah pikun. Tapi, sekarang mereka
entah ke mana....'
"Kau boleh bunuh aku. Tapi, aku bersumpah berkata yang sebenamya!"
"Siapa percaya sumpah bajingan
sepertimu"!"
"Baik, baik...! Kau boleh bunuh aku sekarang! Ayo, bunuhlah! Kau tak percaya
padaku, kan" Nah, bunuhlah!
Ayo, bunuh...!"
Mendadak Rangga mengibaskan
tangannya. Sementara mata Setan Tombak Maut telah terpejam dengan napas
seakan terhenti. Dia pasrah menunggu maut. Dan....
Prakkk! Sebatang tiang pondok ini hancur
berantakan terhantam tangan Rangga.
Setan Tombak Maut perlahan-lahan
membuka matanya. Namun ketika
menyadari kepalanya masih utuh, dia
menghela napas. Lega!
"Ceritakan semuanya tentang
perempuan itu! Semuanya...!" bentak Pendekar Rajawali Sakti.
"Baik, baik...! Akan kuceritakan semua," ujar Setan Tombak Maut, mengkelap
hatinya. Rangga mendengarkan dengan
seksama. Matanya seperti tak mau
berkedip memandang laki-laki itu.
Begitu Setan Tombak Maut selesai
bercerita, Genduk muncul dari depan
"Tak ada siapa-siapa, Kakang...!"
kata gaais ini seraya melangkah
menghampiri. "Hm."
"Bagaimana dengan dia, kakang?"
tanya Genduk, sambil melirik Setan
Tombak Maut. Rangga tak mengacuhkan pertanyaan
Genduk. Sementara matanya memandang
tajam pada laki-laki bermuka tirus
itu. "Kalau kelak kutahu kau berdusta, akan kukejar kau meski ke lubang semut sekali
pun!" ancam Rangga.
Setan Tombak Maut mendengus geram
ketika pemuda itu berbalik. Terbersit niat untuk membokong Rangga dari
belakang. Namun setelah memikirkannya, niatnya diurungkan.
*** "Orang seperti dia mestinya
dihabisi!" gerutu Genduk ketika mereka telah meninggalkan gubuk. "Lagi pula,
kenapa Kakang percaya begitu saja
omongannya" Orang seperti dia tak bisa dibedakan antara berdusta atau tidak!"
Rangga tersenyum. "Berapa usiamu
sekarang?"
"Lho" Kok, tiba-tiba tanya
usiaku"!" tukas Genduk.
"Berapa?" desak Rangga
"Hm, aku tak tahu pasti. Mungkin tujuh atau..., delapan belas tahun.
Memangnya kenapa?" Genduk balik bertanya.
"Usiaku seratus tahun! Jadi bisa membedakan, orang yang berdusta dan
tidak," kata Rangga berdusta.
"O, begitu!" Genduk mengangguk dan tersenyum-senyum kecut. "Jadi kau yakin kalau
dia berkata jujur?"
"Tidak juga," sahut Rangga pendek.
"Lho"!"
"Tapi bukan berarti dia tidak
bohong." "Apa maksudnya, sih"!"
"Maksudnya, aku akan
mengawasinya."
"Aku ikut!"
"Kau tunggu saja di kedai tadi."
"Pokoknya aku ikut..!" desak
Genduk merajuk "Kau menyusahkan aku! Pergilah ke sana. Dan tunggu aku!" ujar. Rangga, agak
keras. "Kakang pasti tak akan kembali.
Pokoknya aku ikut! Kalau tidak, aku akan menangis sambil berguling-guling!"
"Eee, mau main ancam, ya?"
"Akan berteriak-teriak"
ancam Genduk dengan suara mulai keras.
"Sial!" maki Rangga dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti menatap
dalam-dalam, tepat menghujam kedua
bola mata Genduk
"Kau akan menyulitkan aku. Dan
dia keburu tahu kalau aku tengah
mengintainya. Kalau sampai tahu,
rencanaku berantakan!" tandas Rangga.
"Rencana apa?" tanya Genduk, penasaran.
"Ya, mengintai dia!"
"Apakah itu begitu penting?"
"Kau tak tahu, betapa amat
pentingnya hal ini bagiku. Jadi,
tolonglah! Jangan ganggu aku sementara ini!" tandas Rangga lagi. Wajahnya
kelihatan bersungguh-sungguh.
Genduk memandanginya sesaat
lamanya. "Gadis itukah" Maksudku, gadis itukah yang Kakang inginkan?"
tanya Genduk. "Ya," sahut Rangga pendek.
"Aku bisa membantu
mencarikannya."
Rangga tersenyum sambil
menggeleng perlahan
"Aku bersungguh-sungguh! Biar
kucarikan gadis itu untukmu, Kakang,"
tegas Genduk. "Kau akan sangat membantu kalau segera angkat kaki! Dan, jangan
membuntutiku."
Genduk terdiam. Dipandanginya
pemuda itu sekilas.
"Jadi Kakang akan mengawasinya?"
tanya gadis ini, seakan apa yang
dijelaskan Rangga hanya keluar begitu saja dari benaknya.
"Sudah, jangan banyak tanya lagi!
Pergilah!"
"Baiklah kalau memang itu yang
Kakang inginkan...," desah Genduk lirih, seraya berbalik dan melangkah pelan.
Rangga mendesah, lalu menghela
napas panjang. Dipandanginya gadis itu sejurus lamanya. Ada rasa iba di hati
telah memperlakukan Genduk sekasar
itu. Tapi dia mengeraskan hati demi
tujuannya. Kalau Genduk mengikuti,
bisa-bisa urusannya tambah kacau.
*** Hampir seharian Pendekar Rajawali
Sakti mengawasi Setan Tombak Maut
tanpa diketahui. Dia berharap, laki-laki bermuka tirus itu membawa Ratmi.
Namun harapannya sia-sia. Sebab sejak tadi, Setan Tombak Maut hanya berdiam diri
saja di pondok tadi, tanpa
melakukan apa pun.
"Sial! Jangan-jangan, benar apa yang dikatakannya. Gadis itu
meninggalkannya. Dan..., dia patah
hati!" gumam Rangga.
Meski kesal, tapi Rangga tetap
terus mengawasi.
Matahari telah tergelincir dari atas ubun-ubunnya.
Dan panas menyengat mulai sima. Kini langit berganti kelabu, disusul awan hitam.
"Huh! Sebentar lagi hujan. Dan
dia belum juga menunjukkan tandatanda!" gerutu Rangga.
"Sssttt! "Eh"!"
Rangga tersentak ketika terdengar
suara mendesis di dekatnya. Dan
secepatnya dia menoleh. Wajahnya
langsung ditekuk ketika tahu siapa
yang muncul. "Genduk"!" sebut Rangga.
Gadis berbaju hijau penuh
tambalan itu tersenyum-senyum
mendekatinya. "Kenapa kau ke sini lagi"! Ayo, lekas pergi! Sudah kukatakan, kau tak boleh
mengganggu pekerjaanku!" hardik Rangga mendesak.
"Aku tidak mengganggu. Malah
membantumu...," kilah Genduk.
"Apa maksudmu?" tanya Rangga.
"Maukah ikut aku sebentar?"
Genduk malah bertanya.
"Kau tahu aku tengah mengawasi
pondok itu, kan" Mana mungkin
kutinggalkan meski sebentar," sergah pemuda tampan ini.
"Soal gadis itu!"
Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa maksudmu?"
"Kakang menginginkan gadis itu.
Dan aku membawanya untukmu!"
"Jangan main-main, Genduk!" ingat Rangga.
"Aku bersungguh-sungguh! Kalau
bohong, kau tak usah menganggapku
sebagai saudaramu lagi," tegas Genduk.
"Mana dia?"
"Ada di suatu tempat. Kuikat
dengan rapi. Dan tak mungkin dia bisa lolos!"
Wajah Genduk tampak berseri
melihat Rangga tersenyum dan tak marah padanya.
"Ayo, kita lihat dia!" ajak gadis ini.
Meski agak ragu dan sesekali
menoleh ke pondok, Rangga mengikuti
juga langkah Genduk.
*** Apa yang dikatakan Genduk mungkin
benar. Seorang gadis manis berkulit
sawo matang tampak terikat di sebatang pohon. Kedua tangan di belakang dan kaki
merapat. Mulutnya disumbat kain.
Matanya melotot lebar, hendak
meluapkan amarah melihat kehadiran
Genduk dan Rangga.
"Simpan amarahmu untuk menghemat tenaga! Yang kuinginkan sekarang,
jawab pertanyaan Kakangku!" bentak Genduk.
Tapi begitu sumpal di mulut gadis
itu dibuka...."Pengemis busuk! Kurang ajar! Lepaskan aku! Lepaskaaan! Kalau
tidak kubunuh kau...! Dasar gembel
keparat...!" maki gadis yang terikat ini.
Mendapat makian seperti itu,
Genduk jadi berang. Cepat tangannya
melayang. Plak! Plak! "Aaakh...!"
Gadis itu terpekik, mendapat
tamparan di pipi beberapa kali. Dan makiannya pun langsung terhenti.
"Sekali lagi kau berani memaki, kurontokkan gigi-gigimu!" ancam Genduk dengan
wajah menyeringai galak.
Gadis itu memandangnya ngeri.
Namun masih terlihat kebenciannya.
Meski begitu, agaknya dia kapok untuk kembali memaki.
"Bagus! Begitu lebih baik.
Sekarang, jawab! Kenapa kau
menginginkan nyawa Kakangku"!" dengus Genduk sambil berkacak pinggang.
"Jawab yang benar! Atau, kau akan menerima tamparanku lagi!" desak Genduk.
"Aku tak tahu apa yang kau
maksudkan...," sahut gadis itu lirih.
Kembali tangan Genduk melayang ke
pipi gadis itu.
Plak! "Aaahh...!"
"Jawab yang benar!" bentak Genduk semakin garang.
"Genduk! Hentikan! Kau telah
menyiksanya!" hardik Rangga.
"Kenapa, Kakang" Kau tak suka
caraku" Baik! Gunakan caramu jika kau anggap bagus! Tanyakan padanya. Tapi,
jangan terpengaruh oleh wajah
sedihnya!" ujar Genduk, ketus.
"Maksudku bukan begitu. Tapi, kau bisa saja salah, eh...! Mungkin bukan dia yang
kita cari," kilah Pendekar Rajawali Sakti.
"Kalau begitu serahkan saja dia pada Setan Tombak Maut. Maka
riwayatnya pasti akan tamat. Keparat itu pasti sakit hati karena ditipu.
Dan dia akan melampiaskannya pada
perempuan rendah ini!"
"Eh! Ja..., jangan! Jangan bawa aku padanya!" seru gadis yang tengah terikat
dengan nada memohon.
"Nah! Apa kau masih belum percaya kalau dia yang kita cari?" cibir Genduk.
"Baiklah, aku percaya...."
Rangga menarik napas panjang.
Lalu kepalanya menoleh pada gadis itu.
Ditatapnya mata gadis ini dalam-dalam.
"Kenapa kau inginkan kematianku"
Jawab!" tanya Rangga penuh perbawa.
"Aku..., eh! Aku hanya disuruh
seseorang...," sahut gadis itu
lirih. "Siapa"!"
*** 3 "Siapa"!" bentak Rangga, membuat gadis yang ditanyainya tercekat.
"Aku tak tahu namanya. Dia wanita muda, cantik, dan...
seperti terpelajar. Bajunya merah, dan membawa pedang di punggung. Dia memberiku uang
banyak sebagai imbalan. Aku..., aku
bahkan tak sempat menanyakan
namanya...," tutur gadis ini, terbata-bata.
"Jangan coba-coba bohong!"
"Aku berkata yang sejujurnya!"
"Baik! Untuk sementara aku
percaya padamu."
"Kakang, kalau kau mau..., aku
akan carikan gadis itu untukmu!" kata Genduk menawarkan diri.
Mendengar hal ini Rangga jadi
curiga. Dia berbalik, langsung menatap curiga pada gadis berpakaian penuh
tambalan itu. "Di mana kau temukan dia" Begitu mudah dan cepat..," desis Rangga.
"Kakang! Kau..., kau
mencurigaiku"!" sentak Genduk, kontan mengkeret hatinya.
"Aku mencurigai siapa saja yang coba membunuhku!"
"Tapi...."
"Di mana kau temukan dia?" potong Rangga cepat. "Atau barangkali kau kawannya
dan ingin menjebakku"!
Begitu, hah"!"
"Kakang, percayalah. Aku sama
sekali tak bermaksud begitu...,"
tandas Genduk. "Aku tak percaya padamu,
Genduk.... Atau, siapa pun namamu!
Sebaiknya, katakan padaku! Siapa yang hendak membunuhku sebelum kemarahanku
meluap"!"
Sebelum Genduk menjawab, mendadak
saja.... Set! Set! Saat itu juga melesat beberapa
sinar putih keperakan ke arah mereka bertiga.
"Awasss...!" teriak Pendekar Rajawali Sakti, langsung mendorong
Genduk hingga terjerembab. Sementara dia sendiri melenting ke atas.
Namun.... Cras! "Aaakh...!"
"Hup! Kurang ajar...!"
Rangga yang baru saja mendarat,
melihat gadis yang terikat menjerit
menyayat Tampak dadanya tertembus
benda putih keperakan yang ternyata sebilah pisau.
Baru saja Rangga hendak mengempos
tenaganya ke arah asal pisau-pisau
tadi, mendadak dari berbagai arah
muncul beberapa sosok bayangan yang
langsung mengepung.
"Siapa kalian"!" tanya Rangga mendesis.
"Bukankah kau ingin tahu, siapa orang yang menginginkan kematianmu?"
sahut salah seorang pengepung.
"Sial!" dengus Rangga.
"Serang...!"
Begitu mendengar aba-aba, lebih
kurang enam orang langsung menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Rata-rata
mereka bersenjata pedang.
"Keparat! Kalian terlalu
memaksaku...! Baik...!" desis Pendekar Rajawali Sakti.
Secepat kilat, Pendekar Rajawali
Sakti berkelebat cepat bagaikan kilat.
Begitu keluar dari kepungan, tubuhnya berkelebat mengitari orang-orang itu
dengan jurus 'Rajawali Seribu' saat
ini Pendekar Rajawali Sakti bagaikan berubah menjadi banyak, mengitari enam
orang bersenjata pedang yang hanya
terlongong bengong.
"Heaaa...!"
Des! Des! Des...!
"Aaa...!"
Sambil memutari, Pendekar
Rajawali Sakti menghadiahkan hantaman tangan bertenaga dalam tinggi,
disertai jurus 'Pukulan Maut Paruh
Rajawali'. Satu persatu orang-orang
itu ambruk tak bangun-bangun lagi,
dengan dada melesak ke dalam.
*** "Kalian yang menginginkan
kematian kalian sendiri. Jangan
salahkan aku...," desah Rangga, seakan menyesali tindakannya. Hatinya saat
itu memang diliputi kegeraman amat
sangat, setelah hilangnya Pandan
Wangi. Tak heran kalau kemudian bila ada orang yang mengusiknya, Rangga
bagaikan harimau tidur yang dicabut
kumisnya. Satu persatu, Pendekar Rajawali
Sakti mencoba mengenali wajah-wajah
enam orang yang telah menjadi mayat
itu. "Hm.... Kalau
tak salah..., mereka adalah murid si Katak Terbang.
Ada urusan apa orang itu bermusuhan
denganku?" gumam Rangga.
Belum juga pertanyaan Rangga
terjawab, dari belakang terdengar
suara langkah kaki hadir. Cepat
Pendekar Rajawali Sakti menoleh. Dan wajahnya semakin tak sedap dipandang ketika
seorang gadis, berpakaian tambalan mendekati dengan kepala
tertunduk dan raut wajah takut-takut
"Kakang! Kau..., kau tak apaapa?" tanya gadis yang tak lain Genduk.
"Pergilah. Tolong jangan usik aku dulu...," ujar Rangga dingin.
"Kakang..., gadis tadi telah
tewas. Namun sebelumnya dia sempat
menjelaskan ciri-ciri wanita yang
memberi uang. Serta..., di mana wanita itu bisa dijumpai," jelas Genduk.
"Di mana bisa kujumpai dia?"
tanya Rangga dingin seperti tak
tertarik dengan kata-kata Genduk.
Gadis itu diam membisu. Wajahnya
tampak kecewa melihat sikap pemuda
itu. "Katakan! Atau persaudaraan kita putus!" ancam Pendekar Rajawali Sakti.
"Di kuil kuno yang sudah tak
digunakan lagi."
"Di mana tempat itu?"
"Sebelah selatan desa yang tadi kita lewati...."
Rangga bergumam tak jelas.
Kepalanya mengangguk-angguk. Lalu
ditinggalkannya Genduk begitu saja
tanpa berkata sepatah pun.
"Kakang, aku ikut!" seru Genduk.
"Sudah kukatakan, jangan ikuti
aku lagi! Atau, di antara kita tak ada hubungan apa-apa"!" bentak
Rangga, langsung berkelebat cepat.
Genduk memandangi dengan wajah
kesal. Namun dia tak berusaha untuk mencegahnya.
"Sombong! Keras kepala...! Huh!"
dengus Genduk dengan wajah cemberut.
Namun setelah Pendekar Rajawali
Sakti menghilang dari pandangan, gadis ini pun segera mengikuti jejaknya.
Entah dengan tujuan sama atau tidak.
Rangga memang bertekad untuk
sementara menjauhi gadis itu karena
alasan keamanan. Dan karena disadari kalau Genduk berwatak keras serta
berkemauan kuat, terpaksa Rangga mesti mengecohnya. Meski tak menoleh ke
belakang, diketahui betul kalau gadis itu mengikuti dari jarak jauh. Maka
dia perlu sembunyi di tempat yang
aman. Menunggu sampai gadis itu lewat.
Genduk mengira pasti Pendekar
Rajawali Sakti akan ke kuil itu.
Rangga sengaja bertanya agar pikiran gadis itu tertuju ke sana. Padahal,
sebenarnya itu hanya tipuan belaka.
Dia memang tertarik untuk menyelidiki kuil itu, namun tidak sekarang. Sebab, dia
punya tujuan lain yang tak kalah penting. Menyambangi si Katak Terbang!
*** Menjelang sore, Pendekar Rajawali
Sakti tiba di tempat kediaman si Katak Terbang yang berpagar tembok setinggi
setengah tombak. Suasana kelihatan
sepi. Namun, Rangga tak peduli. Dia
masuk terang-terangan lewat pintu
gerbang. Kriieett! "Hm...!" gumam Rangga dengan dahi berkernyit. Matanya tajam memandang ke
sekeliling. "Sepi. Apakah dia telah tahu kedatanganku?" .
Perlahan-lahan dengan sikap
waspada, Pendekar Rajawali Sakti
melangkah ke arah pintu masuk rumah
agak besar itu.
"Katak Terbang, apakah kau tak
menghormati tamu"!" teriak Rangga lantang, tepat ketika berhenti pada
jarak tiga tombak dari pintu.
Begitu gema suaranya menghilang,
sejurus kemudian Pendekar Rajawali
Sakti melihat sesosok tubuh keluar
Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari pintu. Seorang laki-laki setengah baya berperawakan besar dengan perut
buncit. Tingginya kira-kira di bawah ketiak Rangga. Wajahnya bulat, penuh
bintik-bintik. Tangan kanannya
menenteng sebatang tombak berujung
sebilah mata golok besar.
"Ha ha ha...! Kukira siapa
berkaok-kaok di tempat kediamanku.
Ternyata pendekar kesohor. Sobat! Ada apa gerangan yang membuatmu dating ke
tempat kediamanku ini"!" sambut laki-laki yang memang si Katak Terbang.
"Katak Terbang! Aku ingin tahu, apa yang menyebabkan kau membenci aku hingga
mengirim enam muridmu untuk
membunuhku"!" tegur Rangga langsung.
"Membunuhmu" Ha ha ha...!
Mustahil, Pendekar Rajawali Sakti.
Mana mungkin aku bermaksud
membunuhmu"! Sobat! Ini salah paham.
Kalau kau tak keberatan, bagaimana
kalau kita berbincang-bincang di dalam sambil minum teh?"
"Katak Terbang! Tak perlu kau
bermanis-manis di hadapanku. Persoalan ini mesti dibuat terang!"
"Ha ha ha...! Kenapa mesti
menyelesaikan persoalan dengan kepala panas" Sabarlah, Sobat. Aku mengerti
persoalanmu. Dan bila mereka kembali, akan kuancam dengan hukuman berat.
Seperti yang kukatakan, ini hanya
salah paham," kilah si Katak Terbang.
"Kau tak perlu menunggu, sebab
mereka tak akan kembali ke sini.
Kecuali, kau hendak menjemputnya ke
neraka!" tandas Rangga.
"Apa maksudmu"!" bola mata si Katak Terbang terbelalak lebar.
"Mereka terlalu memaksaku...,"
sahut Rangga. "Dan aku hanya
mempertahankan nyawaku sendiri...."
"Hah"! Keparat! Pendekar Rajawali Sakti! Kau harus membayar mahal nyawa keenam
muridku!" sentak si Katak Terbang.
"Suiitt...!"
Si Katak Terbang seketika bersiul
nyaring, hingga menggema di tempat
itu. Jelas, siulannya dikerahkan
dengan tenaga dalam.
"Heh"!"
*** Dari belakang bangunan agak besar
tempat tinggal si Katak Terbang
beriompatan tiga sosok tubuh langsung mengurung Pendekar Rajawali Sakti.
Pendekar Rajawali Sakti
memperhatikan satu persatu sosok-sosok yang telah mengurungnya. Paling kanan,
berdiri seorang laki-laki berusia
sekitar empat puluh tahun. Tubuhnya gemuk pendek. Senjatanya berupa
sebilah golok besar di pinggang. Di
sebelahnya, berdiri seorang laki-laki berusia tiga puluh lima tahun.
Pakaiannya rapi, berwarna kuning
gading. Sedang laki-laki terakhir
bertubuh tinggi besar.
"Kalau tak salah, kalian adalah Ki Jambrang yang berjuluk Golok Setan, Ki Sedati
yang bergelar si Ruyung
Maut, dan Ki Waringin yang berjuluk si Tinju Geledek," tebak Rangga, yang
agaknya telah mengenal betul kawan-kawan si Katak Terbang.
"Hhh, Pendekar Rajawali Sakti!
Kau telah mengenal siapa mereka! Dan kau akan menyesal karena berani cari urusan
denganku!" ancam si Katak Terbang, mendesis.
"Aku tak kaget dengan kehadiran mereka. Sudah kuperhitungkan kalau kau seorang
pengecut, karenanya periu tiga ekor kunyuk membantumu!" sahut Rangga, kalem.
"Anjing buduk! Jangan bertingkah di depanku! Kau akan mampus hari ini!"
bentak lelaki bertubuh tinggi besar
yang bernama Ki Waringin.
"Katak Terbang!! Buat apa dibuat lama-lama" Kita bereskan dia sekarang juga!"
timpal laki-laki pendek yang bernama Ki Jambrang alias si Golok
Setan. "Huh! Tanganku sudah gatal-gatal membeset mulutnya yang sombong!"
dengus Ki Sedati alias si Ruyung Maut.
"Pendekar Rajawali Sakti! Terima kematianmu! Hiih!"
Begitu habis kata-katanya, si
Katak Terbang lompat menyerang. Ujung tombaknya yang bermata golok besar
menyambar. "Hup!"
Rangga mengempos tenaganya untuk
melenting ke atas. Namun pada saat
yang sama, Ki Sedati ikut mengejar
dengan ujung ruyung mengancam.
Pendekar Rajawali Sakti tak mau
bertindak sembrono. Meski berhasil
mengelak, dua lawan lainnya pasti akan langsung menyerang selagi dia lengah.
Kalau saja mereka orang-orang biasa, tak sulit baginya untuk menghindar
dengan tangan kosong. Tapi, keempat
orang itu dikenal di rimba persilatan dengan kepandaian hebat. Maka saat itu
juga langsung mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
Sring! "Heaaa...!"
Begitu cahaya biru berkilau
memancar batang pedang, Pendekar
Rajawali Sakti langsung
mengebutkannya.
Swing! "Heh"!"
Ki Sedati terperangah. Cepat
serangannya ditarik, lalu membuang
diri ke samping.
Pada saat yang sama, si Katak
Terbang coba menyergap dengan ujung
tombak. Memapas ke leher.
Dan bersamaan dengan itu, ruyung Ki Sedati mengincar jantung.
"Hiih!"
Rangga meliuk-liuk sambil
mengebutkan pedangnya, memapaki
senjata-senjata mereka.
Tras! "Sial! Kurang ajar...!" umpat Ki Sedati, ketika ruyungnya putus dibabat pedang
Rangga. Untung bagi si Katak Terbang,
karena cepat melompat ke belakang.
Sehingga senjatanya terhindar dari
sambaran pedang Pendekar Rajawali
Sakti. "Heaaa...!"
Ki Waringin menggunakan
kesempatan itu untuk menyergap dari
belakang. Kepalan tangannya siap
menghantam ke punggung.
"Hmm...!"
Rangga bergumam tak jelas ketika
merasakan angin sambaran dari
belakang. Seketika tubuhnya sedikit
membungkuk, lalu bergerak ke samping.
Dan mendadak, tangan kirinya mengibas.
Plak! "Uhh...!"
Ki Waringin tergetar mundur ke
belakang disertai keluhan tertahan.
Kesempatan itu tak disia-siakan
Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya
berkelebat seraya melepas hantaman
lewat jurus 'Pukulan
Maut Paruh Rajawali' tingkat tinggi serta dengan tenaga dalam tinggi.
Prakkk! "Aaakh...!"
Ki Waringin tak kuasa lagi
menghindari ketika kepalanya pecah
terhantam kepalan kiri Pendekar
Rajawali Sakti yang membentuk paruh
rajawali. Tubuhnya ambruk, tak
bergerak-gerak lagi.
"Keparat! Kau harus balas dengan nyawa bu-sukmu!" bentak Ki Jambrang.
Bersama si Katak Terbang dan Ki
Sedati, si Golok Setan menyerang. Maka pertarungan sengit tingkat tinggi pun tak
terelakkan lagi.
*** 4 Si Katak Terbang meluruk deras
dari depan. Ujung senjatanya yang
bermata golok besar bergerak cepat
menyambar ke arah Pendekar Rajawali
Sakti. Rangga segera mengempos
tenaganya. Tubuhnya melenting ke atas, sambil mengibaskan pedangnya. Si Katak
Terbang terkejut.
Cepat tombaknya
dikibaskan menyamping.
Tras...! "Heh"!"
Si Katak Terbang bertambah
terkejut melihat senjatanya putus
menjadi dua bagian. Dan sebelum dia
berbuat sesuatu, Pedang Pusaka
Rajawali Sakti telah berkelebat
kembali ke lehernya. Maka....
Crasss...! "Aaa...!"
"Heh"!"
Ki Jambrang dan Ki Sedati
terkejut melihat si Katak Terbang
menggeliat roboh setelah melolong
panjang. Begitu terhempas ke tanah,
darah membanjir di sekelilingnya.
Orang itu diam tak berkutik dengan
mata membelalak
lebar. Kepalanya
nyaris terpisah dari lehernya.
"Hiyaaa...!"
Begitu mendarat di tanah, Rangga
berkelebat menyerang dua lawannya
selagi mereka belum siap. Gerakannya benar-benar mengagetkan, sehingga Ki
Jambrang dan Ki Sedati menghindar
sejadi-jadinya.
Begitu telah dapat memisahkan
kedua lawannya, kini Pendekar Rajawali Sakti berkelebat mengincar si Ruyung
Maut. Pedangnya yang bersinar biru
berkilau meliuk-liuk bagaikan sambaran kilat.
"Hup!"
Ki Sedati terkejut, namun cepat
melenting ke belakang. Pada saat yang sama, Ki Jambrang maju membantu,
menyerang dari samping.
"Hiih!"
Terpaksa Rangga menarik
serangannya. Tubuhnya seketika melesat ke atas dengan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega'. Beberapa kali dia
berputaran, dan tiba-tiba meluruk ke arah si Golok Setan dengan kibasan
pedangnya. "Heh"!"
Ki Jambrang alias si Golok Setan
terkesiap. Dia sudah telanjur
menyerang dengan ujung golok terjulur ke depan. Akibatnya....
Tras! Golok Ki Jambrang langsung putus
hingga tinggal gagangnya saja. Belum sempat keterkejutannya hilang, pedang
Pendekar Rajawali Sakti telah kembali berkelebat amat cepat, disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi.
Lalu.... Cras! Bluk! Tak ada jeritan apa-apa. Yang ada
hanya suara benda jatuh ke tanah.
Kepala Ki Jambrang kontan
menggelinding dengan darah memancur dari lehernya.
Tepat ketika Rangga mendarat,
tubuh si Golok Setan telah ambruk,
langsung menggelinjang-gelinjang
melepas nyawa sesatnya.
"Ohh...!"
Nyali Ki Sedati alias si Ruyung
Maut langsung susut. Dia mengeluh
dalam hati melihat kawan-kawannya
berjatuhan tewas secara mengerikan.
Kini dia sendirian menghadapi Pendekar Rajawali Sakti dengan ruyung yang
sebagian telah putus.
"Sekarang apa yang hendak kau
lakukan, Ki?" kata Rangga, dingin menggetarkan.
Ki Sedati bergidik juga hatinya.
Apalagi saat menatap Rangga yang
matanya memancarkan sinar
menggetarkan. Tanpa sadar, kakinya
mundur beberapa langkah.
"Sebenarnya di antara kita tak ada saling permusuhan, Pendekar
Rajawali Sakti...," kata Ki Sedati, tersengal.
"Tapi kau telah membuat
permusuhan di antara kita...!" sergah Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku..., aku hanya termakan bujuk rayu si Katak Terbang untuk
memusuhimu...."
"Aku tak perlu alasanmu!"
"Kalau begitu bunuh saja aku.
Ayo, bunuhlah aku!" teriak Ki Sedati, mendadak keberaniannya timbul. Dia
sudah merasa pasrah.
"Orang telengas sepertimu terialu enak mati buru-buru...," gertak Rangga.
"Setan! Kau tak akan dapat apaapa dariku!" maki Ki Sedati alias si Ruyung Maut.
"Aku masih memberimu ampun, Ki.
Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi coba jelaskan, atas suruhan siapa kalian hendak membunuhku"!" desak Rangga.
"Kau akan menyesal kalau tahu
siapa yang menyuruh kami!" desis Ki Sedati.
"Katakan saja. Dan aku akan
memaafkanmu...!"
"Dia... dia kekasihmu sendiri!"
sahut si Ruyung Maut.
"Tahu apa kau tentang persoalan pribadiku?" tukas Pendekar Rajawali Sakti.
"Siapa yang tak kenal si Kipas
Maut" Dia yang menyuruh kami
membunuhmu!" tegas laki-laki bersenjata ruyung itu.
"Hm...," gumam Rangga, terpaku sejenak.
"Aku tak peduli kau percaya atau tidak. Tapi nyatanya memang begitu!"
"Di mana kau temui dia?"
"Dia mendatangi kami satu
persatu, dan memberi imbalan uang
emas." "Baiklah! Untuk sementara, aku
mempercayaimu. Tapi bila suatu saat
kau bertindak macam-macam lagi, aku tak akan mengampunimu. Camkan itu
baik-baik!" tandas Rangga.
Begitu habis kata-katanya, Rangga
telah berkelebat cepat meninggalkan
tempat itu menuju ke timur.
*** Menjelang sore hari Pendekar
Rajawali Sakti tiba di kuil kuno yang dikenal bernama Kuil Pintu Nirwana.
Matanya langsung beredar ke
sekeliling. Kuil itu tampak terasa sepi dan
lengang. "Hmm...!" Rangga bergumam ketika melihat sebuah pohon besar tak jauh
dari kuil. Dengan gerakan ringan dia lompat ke salah satu dahan pohon. Dari situ
dia bisa mengawasi keadaan di
sekitarnya dengan leluasa.
"Kelihatan sepi dan tak ada
siapa-siapa...," gumam Pendekar Rajawali Sakti.
Entah berapa lama Rangga menunggu
di sana. Tapi, pemuda itu tetap sabar hingga malam tiba.
"Hm.... Tak ada siapa-siapa di
sana. Apakah Genduk berdusta
padaku...?" tanya Rangga dalam hati.
Namun baru saja Pendekar Rajawali
Sakti hendak turun, mendadak terlihat cahaya obor di kejauhan. Rangga
menghitung. "Ada lima! Hei"! Di sebelah sana pun ada cahaya obor yang mendekat.
Satu orang! Aku yakin, mereka hendak mengadakan pertemuan," gumam Rangga lagi.
Apa yang dipikirkannya memang
benar. Lima pembawa obor dan seorang dari arah lain bertemu di kuil kuno
itu. Mereka bercakap-cakap barang
sebentar, sebelum masuk ke dalam.
"Hup!"
Dengan mengerahkan jurus 'Sayap
Rajawali Membelah Mega' indah sekali Rangga melompat ke pohon yang paling dekat
dengan kuil. Dan dia terus
melompat ke cabang pohon lainnya
hingga berjarak sekitar sembilan
tombak. Saat itu juga Rangga mengerahkan
aji 'Pembeda Gerak Dan Suara' pada
taraf yang paling tinggi. Sehingga dia dengan mudah dapat mencuri dengar
pembicaraan dari dalam kuil.
"Bagaimana tugas kalian?"
Terdengar oleh Rangga percakapan
seseorang. Suaranya agak berat Namun jenisnya jelas dimiliki wanita.
Mungkin berusia sekitar enam puluh
tahun. "Kami belum berhasil membunuhnya, Guru...."
"Kenapa begitu lama" Tuan Putri hanya memberi waktu singkat pada
kita." "Dia cukup tangguh, Guru," sahut seseorang. "Sejak tadi sudah banyak korban yang
jatuh di tangannya. "
"Apa maksudmu?"
"Enam murid si Katak Terbang
tewas. Dan si Katak Terbang sendiri
bersama. dua kawannya binasa. Seorang lagi yang masih hidup, yaitu si Ruyung
Maut terpaksa kami bunuh untuk menghi-langkan jejak."
"Tolol! Kenapa kalian gunakan
mereka" Orang-orang itu tak punya
kebisaan apa-apa!"
"Lalu kami harus menggunakan
tangan siapa lagi, Guru?"
"Kalian bisa gunakan tangan si
Ular Sakti, Resi Gila, atau si
Kelabang Ireng. Mereka termasuk tokoh-tokoh hebat. Kalau bersatu, niscaya
dalam segebrakan Pendekar Rajawali
Sakti bakal kojor!"
"Guru, mereka adalah sahabatsahabatmu. Bagaimana mungkin kami
mendekati mereka dengan cara....
"Tolol! Siapa suruh kalian
merayunya"! Mereka orang-orang tamak, serakah, rakus! Gunakan uang yang
kuberikan pada kalian untuk
membujuknya!"
"Tapi jumlahnya tidak mencukupi, setelah digunakan untuk membayar si Katak
Terbang dan kawan-kawannya...."
'Tolol! Gunakan otak kalian!
Tidakkah kalian bisa mengakali
mereka?" "Baiklah, Guru...!"
"Satu hal lagi yang perlu kalian ingat! Ada seorang pengemis muda yang mengawasi
gerak-gerik kita. Kalian
awasi kawan-kawannya, jangan sampai
mengganggu urusan ini!"
"Apa maksudnya, Gum?"
"Pengemis muda itu kutangkap
siang tadi, ketika tengah mengawasi
kuil ini. Aku tak yakin dia kerja
sendiri. Karena, dia putri si Raja
Pengemis," jelas wanita yang dipanggil Guru.
"Putri si Raja Pengemis" Apa
urusannya dia berani mencampuri urusan kita?"
"Tidak usah banyak tanya! Tugas kalian adalah mengawasi anggota-anggota Partai
Pengemis. Aku tidak
ingin mereka ikut campur!"
"Baik, Guru!"
"Nah, aku pergi dulu! Besok malam hasil kerja kalian harus sudah ada!"
Setelah berkata begitu, orang
yang dipanggil guru segera berbalik
dan keluar lebih dulu dari pintu
depan. Namun baru saja hendak
berkelebat, langkahnya terhenti.
Karena.... "Pendekar Rajawali Sakti..."!"
desis wanita setengah baya itu, kaget.
*** Sosok yang berdiri di depan Kuil
Pintu Nirwana memang seorang pemuda
tampan berbaju rompi putih. Di
punggungnya, tampak sebilah pedang
bergagang kepala burung rajawali.
Siapa lagi kalau bukan Rangga"
Pendekar Rajawali Sakti kini
menatap tajam pada perempuan setengah baya yang tadi dipanggil Guru. Wanita itu
berambut hitam dikonde. Masih
kelihatan cantik, walaupun usianya
telah setengah baya. Di pinggangnya
melilit sehelai selendang hitam.
"Peri Konde Hitam! Sering
kudengar namamu yang kondang hingga ke seantero jagat. Beruntung aku bertemu
denganmu di sini," kata Rangga
terdengar dingin.
Sementara itu lima murid wanita
setengah baya yang ternyata berjuluk Peri Konde Hitam telah keluar juga.
Mereka yang semuanya gadis-gadis
cantik langsung bersiaga dengan sikap mengepung.
"Guru! Bukankah dia..., dia..., Pendekar Rajawali Sakti"!" desis salah seorang
gadis. "Hm, hebat! Guru dan murid
sepakat melenyapkan nyawaku. Aku telah berada di sini. Dan kalian tak perlu
repot-repot menggunakan tangan orang lain!" gumam Rangga enteng.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kau
salah sangka. Kami sama sekali tak
bermaksud...."
"Cukup!"
Kata-kata wanita setengah baya
itu terhenti ketika Pendekar Rajawali Sakti membentak garang. Begitu keras
suaranya sehingga membuat wanita itu dan murid-muridnya tersentak mundur.
"Peri Konde Hitam, silakan! Aku telah siap!"
Wanita setengah baya itu tertegun
sebentar, sebelum meloloskan selendang yang melilit pinggangnya. Senjata aneh
itu panjangnya kurang lebih dua
tombak, terbuat dari serat tumbuhan langka yang amat alot dan kuat.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kau
yang menginginkannya, maka kau akan
mendapatkannya!" desis Peri Konde Hitam mendesis.
"Heaaa...!"
Diiringi bentakan keras, Peri
Konde Hitam mengebutkan selendangnya ke arah dada Rangga.
"Uts...!"
Rangga melenting ke belakang, ke
arah halaman kuil. Dan baru saja
Pendekar Rajawali Sakti mendarat,
tangan kiri Peri Konde Hitam telah
menghentak disertai tenaga dalam
tinggi. "Hiih!"
Wuusss...! Selarik cahaya kuning melesat
menyambar Pendekar Rajawali Sakti.
Namun Rangga yang sudah bisa membaca serangan secepatnya melompat ke
samping, dan langsung bergulingan.
Begitu bangkit tangannya langsung
mencabut pedang di punggungnya.
Sring! "Heh..."!"
Peri Konde Hitam bergetar hatinya
melihat perbawa Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan sinar biru
berkilau. Baru kali ini dia melihat
pedang yang membuatnya harus
terperangah. Namun saat itu juga
semangatnya dikempos. Kembali
selendang hitamnya dikebutkan.
Bet! Ujung selendang
wanita itu bergerak cepat ke arah pergelangan
tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Slap! Namun ketika Pendekar Rajawali
Sakti hendak menyentak, pedang Rangga keburu berputar-putar memapas
selendangnya. Jres! Jres! "Hah"!"
Peri Konde Hitam terkejut. Dalam
sekejap selendangnya putus sepanjang empat jengkal. Sebelum keterkejutannya
habis, Pendekar Rajawali Sakti telah berkelebat dengan pedang mengarah ke perut.
Secepatnya, Peri Konde Hitam hendak melenting ke belakang.
Namun.... Cras! "Aaakh...!"
Ternyata ujung pedang Pendekar
Rajawali Sakti masih sempat menggores paha perempuan itu. Begitu mendarat,
mulutnya meringis menahan perih di
pahanya yang mengucurkan darah.
"Guru, kau tak apa-apa"!" seru salah seorang gadis.
Sementara dua murid Peri Konde
Hitam langsung lompat menyerang.
"Heaaa...!"
Set! Set! Salah seorang mengibaskan
tangannya, melempar senjata rahasia
berupa konde beracun ber-warna hitam mengkilap. Sedangkan seorang lagi
menghantam lewat pukulan jarak jauh.
"Hup!"
*** 5 Pendekar Rajawali Sakti melenting
ke atas, untuk menghindari dua
serangan yang datang. Begitu mendarat, tubuhnya langsung berkelebat cepat
setelah menyimpan pedangnya di
warangka. Langsung dikerahkannya
tenaga dalam tinggi saat melancarkan serangan bertubi-tubi.
Dua orang gadis langsung menghadang dengan sabetan pedang.
Namun.... Tak! Tak! "Heh..."!"
Kedua gadis itu tersentak kaget,
karena pedangnya patah terhantam
tangan Pendekar Rajawali Sakti yang
berisi tenaga dalam tinggi. Dan sebelum Rangga melepas serangan, empat orang gadis telah maju dibantu Peri
Konde Hitam. "Hup...!"
Rangga cepat melompat lima
langkah ke belakang. Begitu
menjejakkan kakinya, kedua tangannya menghentak ke depan disertai tenaga
Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam tinggi "Aji 'Bayu Bajra'! Heaaa...!"
Segulung angin topan langsung
meluruk dari tangan Pendekar Rajawali Sakti, membuat gadis-gadis yang
menyerangnya terhumbalang ke belakang.
Sementara Peri Konde Hitam masih mampu bertahan, setelah memantek kakinya di
tanah dengan tenaga dalamnya. Namun
tak urung, tubuhnya sempat bergeser ke belakang.
Sebelum wanita itu mampu
menguasai diri, Pendekar Rajawali
Sakti cepat berkelebat ke arahnya.
"Hah"! Keparat!"
Wanita itu cepat menghentakkan
kedua tangannya ke depan melepas
pukulan jarak jauh.
Angin berhawa hitam meluruk
bergulung-gulung ke arah Pendekar
Rajawali Sakti. Pada saat yang sama, Rangga pun telah siap dengan kuda-kuda
kokoh. Lalu....
"Aji 'Guntur Geni! Heaaa...!"
Seketika dari telapak tangan
Pendekar Rajawali Sakti melesat sinar merah, memapaki angin hitam. Dan....
Blarrr...! "Uhh...!"
Terdengar ledakan dahsyat begitu
dua pukulan berisi tenaga dalam tinggi bertemu di ritik tengah.
Tampak Peri Konde Hitam
terjungkal ke belakang sambil
memuntahkan darah segar. Sedangkan
Pendekar Rajawali Sakti terjajar dua langkah.
"Guru...!" seru dua murid Peri Konde Hitam yang tersisa. Segera
mereka menghampiri wanita setengah
baya itu. Tapi belum lagi tiba di dekat
tubuh Peri Konde Hitam yang terkapar, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat
menghadang. "Tak akan kubiarkan kalian
mempermainkanku! Jika itu, terjadi
maka kematian yang kalian peroleh!"
gertak Rangga. "Hah"!"
Dua murid Peri Konde Hitam itu
melengak kaget. Namun yang seorang
mendadak menyerang Rangga.
"Bajingan keparat! Kubunuh
kau...! Kubunuh kauuu...!"
"Hm...!"
Rangga menggumam pelan tanpa
bergerak dari tempatnya. Tapi begitu serangan hampir tiba, tubuhnya
mengegos. Seketika dilepaskannya satu sodokan bertenaga dalam tinggi.
Desss...! "Aaakh...!"
Gadis itu kontan terjengkang
disertai keluhan tertahan. Tulang
rusuknya kontan patah, dan langsung
menghujam jantung. Akibatnya dia
langsung tewas.
"Siapa lagi yang akan menyusul?"
desis Rangga. Satu murid Peri Konde Hitam yang
tersisa bergidik ngeri. Guru yang
diharapkan bisa melindungi, kini
sekarat dengan mulut terus menerus
mengeluarkan darah.
"Kau akan kuampuni jika
mengatakan di mana orang itu
berada...," kata Rangga, dingin.
"Orang siapa yang kau maksudkan?"
sahut gadis itu.
"Tidak usah pura-pura! Kalian
tahu apa yang kumaksudkan!"
Gadis ini tercekat.
Mulutnya seakan terkunci. Sementara Pendekar Rajawali Sakti menunggu dengan tatapan
tajam. "Cepat putuskan!" bentak Rangga.
"Baiklah.... Dia bergelar si
Kipas...."
Crab! Crab! "Aaa...!"
Belum lagi habis kata-katanya,
Tumbal Asmara Buta 2 Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Misteri Anak Selir 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama