Ceritasilat Novel Online

Pangeran Impian 2

Pendekar Rajawali Sakti 206 Pangeran Impian Bagian 2


Tubuhnya terjajar sedikit ke belakang.
Pada saat itu pula kedua kaki Ayu Tantri yang menekuk langsung terjulur ke
depan. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Des...! "Aaakh...!"
Maung Lodra terhuyung-huyung ke
belakang disertai jerit kesakitan.
Mulutnya meringis dengan tangan
mendekap dada yang jadi sasaran kaki gadis Itu
"Kisanak! Telah lewat satu jurus, dan ternyata kau belum mampu
mematahkan tanganku!" cibir Ayu Tantri begitu mendarat. Tatapannya dingin
menusuk ke arah Maung Lodra yang masih menahan nyeri pada dadanya.
"Kurang ajar! Jangan gembira dulu. Aku belum kalah!" dengus Maung Lodra
penasaran. "Kakang, biar kuhajar dia!"
teriak Maung Sukma.
"Tidak! Biar aku saja!" bentak Maung Lodra, keras kepala.
Pemuda itu kembali bersiap.
Dibukanya jurus baru yang dinamakan
'Macan Betina Menjaga Anak'. Jurus ini sebenarnya untuk pertahanan. Tapi, bisa
juga digunakan untuk menyerang dengan menambahkan beberapa gerakan.
"Yeaaa...!" Bet! Bet!
"Hebat! Hebat, bukan main!" puji Ayu Tantri melihat serangan gencar yang
diperlihatkan Maung Lodra.
Kedua cakar Maung Lodra yang
dipadu tendangan bertubi-tubi, silih berganti meneecar Ayu Tantri. Tapi gadis
itu pun mampu menghindar dengan liuk-liukkan tubuhnya dengan indah.
"Aku tak butuh pujian!" dengus Maung Lodra.
"Kalau begitu mungkin kau butuh kemplangan."
"Keparat!" Kali ini Maung Lodra mengibas cakar tangan kiri ke dada.
Sementara kanannya mengikuti dari bawah.
Ayu Tantri tak kalah sigap. Cepat tangan kanannya bergerak menyamping menghantam
pergelangan tangan yang menjurus ke dadanya yang berbentuk bagus itu. Sementara,
tangan kirinya bergerak menyilang ke bawah menahan cakar tangan kiri pemuda itu.
Plak! Plak! Begitu pertahanan pemuda itu
lowong, Ayu Tantri melepas tendangan ke depan.
Bet! "Hup!"
Maung Lodra cepat melompat ke
belakang. Sementara gadis itu terus mencecarnya dengan tendangan ke depan
bertubi-tubi. Maung Lodra kelimpungan dan hanya bisa bermain mundur. Tapi itu
pun tak lama, karena sejurus kemudian salah satu tendangan gadis itu telah
mendarat di dadanya.
Des! " "Aaakh...!"
Maung Lodra terpental deras ke
belakang dengan mulut memuntahkan
darah segar. Keras sekali tubuhnya menghantam tanah. Dan tertatih-tatih dia
berusaha bangkit, namun tak juga berhasil.
*** "Kisanak! Kau tak mampu membuktikan ocehanmu yang hanya omong kosong saja!" ejek Ayu Tantri.
"Ayu! Kita tak dapat apa-apa di sini! Sebaiknya pergi saja...!" kata salah
seorang gadis, anak buah Ayu Tantri.
"Kau benar, Ratna!"
"Berhenti...! Kami belum menyerah kalah...!" sela Maung Sukma, membentak.
"Hmm...!"
Ayu Tantri menggumam tak jelas.
Dia menoleh menatap dingin pada pemuda yang barusan membentaknya.
"Apa lagi yang akan kau
buktikan?" tukas Ayu Tantri.
"Kau boleh mengalahkan kakangku.
Tapi, aku tidak!" desis pemuda itu.
"Hm, apa bedanya" Kepandaian kalian toh sama. Kakangmu kalah. Maka, berarti
kaupun harus menerima keadaan itu."
'Tidak usah banyak mulut! Cabut
pedangmu!"
Maung Sukma segera membuka jurus.
Wajahnya menyiratkan kebencian
mendalam. Amarahnya kian menggelora melihat sikap gadis itu.
Namun sebelum Ayu meladeni....
"He he he...! Dasar, Macan
Ompong! Sudah tahu tak becus apa-apa, tapi malah ngotot minta digebuk lagi!"
"Hei"!"
Mendadak terdengar suara tawa
bernada mengejek kedua pemuda itu.
Namun semua mata orang yang berada di situ segera mencari sumber suara tadi.
Dan mereka melihat seorang laki-laki tua berambut putih tengah bertengger di
salah satu cabang pohon sambil menenggak arak dari gucinya.
"Siapa kau, Orang Tua"!" bentak Maung Sukma, garang. "Kurang ajar betul berani
menghina kami!"
"Siapa yang menghinamu, Bocah"
Kenyataannya begitu, apa hendak
dipungkiri?" tukas laki-laki tua yang tak lain Ki Demong alias Pemabuk Dari
Gunung Kidul. "Huh! Kalau punya kepandaian, kau boleh menguji kami! Turun kau!" dengus Maung
Sukma. "Aku tak berkepentingan denganmu.
Tapi kalau memaksa, mengapa tidak kau saja yang naik ke sini?" tukas Pemabuk
Dari Gunung Kidul, enteng.
"Setan..!" maki Maung Sukma.
"Hiih...!"
Pemuda berusia dua puluh lima
tahun itu langsung menghentakkan kedua tangannya, melepas pukulan jarak jauh.
Sinar kuning kehijauan langsung
meluruk cepat, disertai deru angin kencang. Namun sejengkal lagi
menghantam, tubuh Ki Demong telah berkelebat cepat bagai kilat ke sebuah batu
besar di depan pondok milik Macam Loreng Dari Lembah Maut.
Blarrr...! "He he he...! Inikah kehebatanmu"
Pukulan itu pantasnya ditujukan pada nyamuk-nyamuk! Tapi bahkan tak seekor pun
dari mereka yang koit!" ejek Pemabuk Dari Gunung Kidul, langsung duduk bersila
di batu itu. Sementara dahan yang diduduki Ki Demong tadi hancur dihajar pukulan Maung Sukma,
menimbulkan suara keras memekakkan telinga.
"Kurang ajar!" maki pemuda itu, seraya melepas pukulan jarak jauhnya kembali.
Wusss...! Blarrr...! "Hi hi hi...!" Ki Demong tertawa mengekeh. Batu yang didudukinya hancur
berkeping-keping menimbulkan ledakan keras. Sedangkan laki-laki tua itu telah
mencelat ke atas, lalu mendarat ringan di depan Maung Sukma pada jarak sekitar
tujuh langkah. Dan dengan enaknya ditenggaknya tuak merah dari guci.
"Orang tua celaka! Mampuslah kau!
Hiih...!" Maung Sukma melompat langsung
melepas tendangan kilat. Namun dengan gerakan asal-asalan, Ki Demong
mengibaskan sebelah tangannya.
Plak! Justru pemuda itu yang terdorong mundur dengan mulut meringis menahan sakit pada
kakinya. "Apa ini" Tendangan perempuan"
Ah! Aku lupa kalau yang melakukannya salah satu dari macan ompong," ejek Pemabuk
Dari Gunung Kidul.
"Setaaan!"
Darah pemuda itu mendidih.
Secepat kilat dipasangnya kuda-kuda kokoh. Kedua tangannya membentuk cakar
macan. Dan tanpa basa-basi lagi
tubuhnya bergerak menerkam disertai sambaran tangan bertenaga dalam
tinggi. "Hup! Eit..! Uts!"
Tapi Ki Demong menghindarinya
dengan gaya lucu. Terkadang tubuhnya membungkuk ketika cakar pemuda itu
menyambar dada. Kemudian pinggangnya meliuk ketika serangan mengarah ke perut.
Dan dia tidak perlu melompat-lompat untuk menghindari serangan-serangan, tapi
cukup berputar-putar di sekitar Maung Sukma.
Sementara pemuda itu semakin
geram. Meski telah mengerahkan seluruh kepandaian, tetap saja tak mampu
menyarangkan pukulan maupun tendangan.
"Cukup!" bentak Ki Demong tiba-tiba. "Kau telah kuberi kesempatan.
Sekarang giliranku! Satu...!"
Ki Demong tiba-tiba mengibaskan
guci di tangan kiri, mengincar kedua cakar Maung Sukma. Pemuda itu cepat menarik
kedua tangannya.
"Dua...!"
"Hup!"
Pemuda itu terkesiap ketika tiba-tiba, Pemabuk Dari Gunung Kidul
memutar tubuhnya, sambil mengibaskan gucinya kembali. Cepat-cepat Maung Sukma
menggeser tubuhnya ke kiri.
Namun pada saat yang sama, Ki Demong menyambut dengan kepalan tangan yang berisi
tenaga dalam lumayan. Dan....
"Tigaaa...!"
Jdes! "Aaakh!"
Tepat pada hitungan ketiga,
kepalan kanan Ki Demong mendarat di dada Maung Sukma. hingga menjerit tertahan.
Tubuhnya terlempar ke
belakang dengan tangan kiri mendekap dada.
"He he he...! Apa kubilang, Bocah"! Kalian tidak lebih dari dua ekor macam
ompong yang banyak lagak!"
ejek Pemabuk Dari Gunung Kidul sambil berkacak pinggang dan menenggak arak.
"Siapa sebenamya kau, Orang Tua"!"'
Suara pemuda itu masih terdengar lantang penuh kekesalan. Namun dia tak berani
lagi gegabah. Terbukti, orang tua itu mampu menjatuhkannya dalam tiga kali
gebrakan. "Hm.... Aku baru ingat! Kau pasti Pemabuk Dari Gunung Kidul!" tebak Maung Lodra
yang sudah bisa bangkit setelah tadi bersemadi cukup lama.
"Mengapa kau mencampuri urusan kami, Pemabuk Dari Gunung Kidul?"
"Sebenarnya aku tak bermaksud mencampuri, melainkan hanya menonton.
Tapi adikmu ini kelewatan. Dia
menyerangku lebih dulu seperti yang kau lihat. Apa aku mesti berdiam diri?"
tukas Ki Demong.
"Tapi kau yang lebih dulu
menghina kami dengan menyebut kami Macan Ompong!" sergah Maung Sukma.
"Itu karena kalian tak tahu diri.
Kalian tidak tahu, siapa yang tengah dihadapi...."
"Apa maksudmu"!" tanya Macan Loreng Dari Lembah Maut hampir
bersamaan. "Bocah perempuan ini murid si Gagar Mayang alias Pendekar Elang Perak," sahut Ki
Demong tandas. "Oh, benarkah"!"
Kedua kakak beradik itu berseru
kaget mendengar nama yang disebutkan Ki Demong.
Pendekar Elang Perak adalah
seorang tokoh sakit yang dihormati kaum persilatan. Baik dari golongan hitam,
maupun golongan putih, Dia jarang sekali muncul di rimba
persilatan Namun setiap kemunculannya selalu menimbulkan kegemparan. Selama ini
belum ada seorang tokoh persilatan manapun yang mampu mengalahkannya. Tak heran
kalau kedua Macan Loreng Dari Lembah Maut begitu kaget.
*** "Pemabuk Dari Gunung Kidul!
Anggapanku terhadapmu ternyata salah.
Kukira pemabuk sepertimu berotak tumpul, tapi siapa nyana kau mempunyai mata
jeli dan ingatan kuat," kata Ayu Tantri sambil tersenyum.
'Terima kasih, Bocah! Terima
kasih. Bagaimana kabar gurumu" Mudah-mudahan beliau sehat-sehat" ucap Ki Demong.
"Aku telah lama tidak bertemu dengan beliau
sahut Ayu Tantri,
enteng. "He, kenapa begitu?" tanya Pemabuk Dari Gunung Kidul dengan kening berkerut .
"Maaf, ini soal pribadi. Kurasa orang luar tak boleh mengetahuinya."
"He he he...! Aku bisa mengerti.
Tapi sebaiknya, jangan usik orang-orang seperti...."
"Apa maksudmu"!" tanya Ayu Tantri tegang.
"Bukankah kau telah bergabung dengan orang-orang yang berasal dari Padepokan
Merak Emas?" tebak Ki Demong.
"Hm, bagus. Temyata kau telah mengetahuinya."
"Ha ha ha...! Apa yang luput dari perhatian si Pemabuk Dari Gunung Kidul"! Aku
bahkan tahu maksud ketua kalian. Makanya kau harus mencari orang yang pantas."
"Siapa yang kau maksudkan?"
sambar Ayu Tantri.
"Pendekar Rajawali Sakti," sahut Ki Demong pendek
"Pendekar Rajawali Sakti?"
Ayu Tantri tercenung sekilas.
Lalu kepalanya mengangguk sambil tersenyum.
"Kau benar, Orang Tua! Aku pernah mendengar kehebatannya. Dia tentu sepadan
dengan Ketua kami. Tapi..., di mana aku bisa menemuinya?"
"Dia bisa ada di mana saja. Aku pun sudah lama tak bertemu. Tapi kalau bemiat
mencari pasti ketemu."
"Hm.... Sementara mencari mereka, kenapa tidak kau saja yang lebih dulu
menggantikannya?" gumam Ayu Tantri, menatap tajam pada Pemabuk Dari Gunung
Kidul. "Eee..., apa maksudmu"!" seru Ki Demong, kaget
"Kau cukup hebat Dan ketuaku bukannya butuh laki-laki tampan, tapi laki-laki
berilmu tinggi. Mengapa tidak kau saja yang kami bawa?" tukas Ayu Tantri.
"Wah.... Ini gila, sekaligus mengasyikkan!"
"Kalau begitu kau mesti
mengalahkan aku lebih dulu!"
"Tidak."
"Apa maksudmu?"
"Aku tak suka bertarung denganmu.
Kalau ketuamu butuh, dia boleh datang mencariku sendiri!" sahut Ki Demong
terkekeh sambil menenggak arak
merahnya. ''Pemabuk Dari Gunung Kidul!
Jangan sombong kau!" bentak Ayu Tantri.
"Aku dilahirkan untuk sombong.
Dan yang bisa melarangku hanya ibuku.
Apa kau mau jadi ibuku?"
Setelah berkata begitu, Ki Demong berbalik dan melangkah pergi seperti tak ada
kejadian apa-apa.
"Berhenti kau!"
"Aku tak suka diperintah. Dan kalau ada yang melakukannya, maka akan kukerjakan
sebaliknya," sahut Ki Demong.
Seketika laki-laki tua itu
menggenjot tubuhnya, berlari kencang meninggalkan mereka dengan ilmu


Pendekar Rajawali Sakti 206 Pangeran Impian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meringankan tubuh yang cukup tinggi.
"Keparat...!"
Bukan main geramnya Ayu Tantri
melihat kelakuan orang tua itu.
Seketika tubuhnya digenjot mengejar, disusul lima anak buahnya.
"Akan kukejar ke mana pun kau pergi, Keparat!" bentak Ayu Tantri, mengerahkan
ilmu meringankan tubuh pula.
"Bagaimana kalau ke tempat
tidur?" leceh Ki Demong.
"Setan! Orang tua cabul!" maki gadis itu.
"Yang cabul kau atau aku" Aku hanya menawarkan kita kejar-kejaran di tempat
tidur. Bukan adu gulat di situ," sahut Ki Demong mengekeh.
Sebaliknya, gadis itu semakin
naik darah saja.
"Hiaaat..!"
Sambil membentak keras Ayu Tantri mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya setinggi
mungkin. "Hebat!" puji Ki Demong ketika gadis itu telah berada dua tombak di belakangnya.
"Berhenti kau!" bentak Ayu Tantri, langsung melenting mendahului Ki Demong lewat
atas kepala dan mendarat ringan di hadapannya.
"Eeeh...!"
Ki Demong tercekat kaget Seketika larinya dihentikan.
Pada saat yang sama gadis itu
telah menghentakkan kedua tangannya melepaskan pukulan jarak jauh.
"Wah, gawat!"
Ki Demong terkejut. Lalu secepat kilat melompat ke samping, sehingga pukulan itu
menghantam sebatang pohon hingga roboh.
"Yiaaat...!"
Ayu Tantri tak memberi
kesempatan. Tubuhnya cepat melesat dengan kepalan tangan menghantam dada.
Namun Ki Demong secepat kilat
menangkis. Plak! *** 6 "Hebat! Tenaga dalammu hebat bukan main...!" puji Ki Demong, begitu terjadi
benturan tangan.
"Aku tak butuh pujian! Ayo, keluarkan segala kemampuanmu!" dengus Ayu Tantri.
Sementara itu kelima gadis anak
buah Ayu Tantri telah pula tiba di tempat ini. Mereka takut orang tua itu akan
kabur lagi. "Ini akan jadi perkelahian yang tak menarik lagi," kata Ki Demong.
"Aku tak peduli! Kerahkan
kemampuanmu!" bentak Ayu Tantri.
"He he he...! Kau bersungguh-sungguh, Bocah Manis?"
"Dia bersungsuh-sungguh, Sobat!"
"Eh, siapa"!"
Ki Demong menoleh saat terdengar sahutan dengan suara berat. Demikian pula yang
lain. Tidak jauh dari situ terlihat seorang pemuda berbaju rompi putih dengan
sebilah pedang bergagang kepala burung rajawali di punggung.
"Rangga...! Ah, kebetulan
sekali...!" seru Ki Demong dengan wajah ceria. Buru-buru dihampirinya sosok
pemuda yang memang Pendekar Rajawali Sakti.
"Dari mana saja kau selama ini"
Ada yang tengah mencari-carimu."
"Siapa?" tanya Rangga.
"Bocah manis itu" tunjuk Ki Demong dengan ekor matanya.
"Jangan memojokkan aku, Sobat,"
ingat Pendekar Rajawali Sakti.
"Tidak! Aku sungguh-sungguh!"
Ki Demong lalu menghadap Ayu
Tantri. "Bocah manis! Kau mencari
Pendekar Rajawali Sakti" Dia ada di depanmu!" kata Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Jangan berdusta, Orang Tua"!"
desis Ayu Tantri.
"Kenapa mesti bohong" Ayo,
cepatlah! Tumpahkan rindumu padanya,"
ujar Ki Demong seenaknya.
"Brengsek!"
Ayu Tantri mendengus geram. Ingin rasanya dia merobek mulut si Pemabuk Dari
Gunung Kidul itu sekarang juga.
"Nisanak! Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Rangga, halus.
"Kami dari Padepokan Merak Emas.
Ketua kami berhasrat untuk bertemu denganmu," jelas Ayu Tantri.
"Padepokan Merak Emas" Hm, ya.
Aku pernah dengar. Tapi sayang sekali, Nisanak. Aku tak bisa memenuhi
undangan ketuamu. Sampaikan saja salam dan maafku," ucap Rangga, menolak halus.
"Pendekar Rajawali Sakti!
Bagaimanapun kami akan membawaku ke sana!" bentak Ayu Tantri.
"Hm...!"
"Walaupun mesti dengan jalan keras!" tegas Ayu Tantri.
Bersamaan dengan itu, kelima
gadis anak buah Ayu Tantri mendekat.
Mereka siap menyerang Pendekar
Rajawali Sakti.
"He he he...! Ini akan jadi tontonan menarik!" seru Ki Demong terkekeh lebar.
"Hei, Sobat!
Kelihatannya bukan pertemuan indah!
Gadis ini bukan mengajakmu tidur bersama, tapi mengajakmu
bertarung...!"
"Pemabuk sinting, tutup mulutmu!"
bentak Ayu Tantri
"Hati-hati, Sobat! Dia kelihatan galak. Tentu akan galak juga di tempat tidur!"
lanjut Ki Demong, tak mempedulikan bentakan Ayu Tantri.
"Kurang ajar! Huh...!"
Gadis itu tak mampu menahan
amarahnya. Kedua tangannya cepat menghentak ke arah Ki Demong.
"Hup! Apa kataku! Dia betul-betul galak..!" teriak Ki Demong, langsung melenting
ke atas sehingga pukulan jarak jauh itu hanya menghantam angin.
"Kuhajar kau lebih dulu, Pemabuk Sinting!" dengus Ayu Tantri seraya mencecar
orang tua itu. "Eee, bukan aku sasaranmu. Tapi, pemuda itu!"
"Mulutmu kurang ajar! Akan kita selesaikan urusan ini lebih dulu!"
"Hei, Sobat! Bagaimana ini" Kau harus
menolongku...!" teriak Ki
Demong. "Kau patut menerimanya...!" sahut Rangga, tersenyum geli.
"Sial!"
"Aku pergi dulu, Sobat!"
Tapi begitu Rangga hendak
mengempos tubuhnya, lima gadis yang tadi mengurung maju mendekat dengan sikap
mengancam. "Kau tak akan pergi begitu saja, Kisanak!" ancam salah seorang gadis.
"Aku akan pergi dan jangan
terlalu memaksaku...," desah Rangga lirih, seraya menghela napas.
'Tidak kali ini!" sentak gadis itu.
"Kalian tak bisa menghalangiku!"
"Kau boleh coba!"
"Hmm!"
Rangga menggelenggelengkan kepala melihat sikap keras kepala yang diperlihatkan kelima gadis itu.
Untuk sesaat dia coba menarik napas menahan sabar.
"Pergilah. Dan jangan cari-cari urusan."
"Pendekar Rajawali Sakti! Namamu boleh menjulang tinggi. Tapi, jangan dikira
kami takut!" bentak gadis itu.
"Sebaiknya kau diam di tempat.
Karena kalau tidak..., kami
akan memaksamu!" ancam yang lainnya.
"Bukan main! Kalian benar-benar keras kepala. Tapi aku pun terbiasa untuk tidak mematuhi perintah. Karena
itu, maaf perintah kalian tak bisa kuturuti!"
"Setan!"
Sring! Kelima gadis itu telah meloloskan pedang dan siap menyerang.
*** "Pendekar Rajawali Sakti, lihat serangan...!" "Hm...!"
Rangga menggumam tak jelas
melihat kelima gadis yang
menghadangnya telah berkelebat menyerang dengan tebasan pedang secara bersamaan.
Namun sejengkal lagi mata-mata pedang itu merancah tubuhnya, dengan kecepatan
luar biasa Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas.
Beberapa kali Rangga berputaran, lalu menukik tajam ke arah gadis-gadis itu
sambil mengebutkan tangannya berkali-kali.
Des! Des...! "Aaahh...!"
Dua orang gadis langsung
terjungkal terhantam pukulan Pendekar Rajawali Sakti yang bertenaga dalam
lumayan. Mereka kontan ambruk pingsan.
Sementara itu, Pendekar Rajawali Sakti terus berkelebat cepat ke arah seorang
gadis lainnya. Tap! Cepat sekali Pendekar Rajawali
Sakti bergerak, menyambar pedang dari tangan salah seorang gadis lawannya.
"Yiaaat..!"
Pada saat yang sama, dari
belakang Pendekar Rajawali Sakti meluncur sambaran pedang. Secepat kilat, Rangga
memutar tubuhnya sambil membabatkan pedang yang ada di
tangannya. Trang! Berikutnya, Rangga kini balas
menyerang. Ujung pedang rampasannya berputar-putar di depan dada gadis yang tadi
membokongnya. Kini Rangga membuat lawannya hanya bisa bermain mundur.
"Heaaa...!"
Sambil berteriak keras, Pendekar Rajawali Sakti mengangkat pedang di tangannya
seolah-olah hendak menebas.
Secepat kilat, gadis itu mengangkat pula pedangnya untuk menangkis.
Melihat pertahanan gadis itu lowong, Pendekar Rajawali Sakti melepas
tendangan menggeledek ke perut.
Begkh...! "Hugkh...!"
Gadis itu menjerit tertahan dan terlempar kebelakang. Namun sebelum Rangga
melanjutkan serangan, gadis lainnya telah berkelebat menyerang dengan pedangnya.
"Yiaaat!"
Rangga cepat berbalik seraya
mengibaskan pedang.
Tang! Pedang gadis itu terpental ketika benturan terjadi. Dan sekali berputar, kakinya
ikut menghajar gadis itu.
Desss...! "Aaakh...!"
Kembali terdengar keluhan
tertahan. Gadis itu kontan terjengkang pingsan.
Melihat hal itu, gadis yang
seorang lagi jadi nekat. Segera dia menyerang. Namun sebelum
melakukan serangan.... "Mundur! Biar aku yang
meladeninya...!"
Mendadak terdengar bentakan
nyaring, membuat gadis itu
mernbatalkan serangan. Ternyata yang datang Ayu Tantri. Gadis itu rupanya sempat
melihat keadaan kawan-kawannya.
Makanya segera ditinggalkannya Ki Demong.
'"He he he...! Ini baru menarik.
Hei, Sobat! Hati-hati! Gadis ini bukan sekadar galak, tapi juga menggemaskan!
Jangan-jangan kau tergoda nantinya!"
teriak Ki Demong.
Kali ini Ayu Tantri tak mau lagi meladeni ocehannya. Meski hatinya panas, tapi
perhatiannya coba
dipusatkan kepada Pendekar Rajawali Sakti.
Saat itu juga Ayu Tantri meluruk deras disertai sambaran pedang. Untuk saat ini
Pendekar Rajawali Sakti, melayaninya dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'.
Tubuhnya meliuk-liuk indah bagai orang mabuk. Sehingga tak satu serangan pun
yang menyentuh tubuhnya.
"Hm.... Tidak percuma kau menjadi murid Pendekar Elang Perak!" puji Rangga.
'Terima kasih. Pujian dari
seorang pendekar besar sepertimu mestinya hal yang hebat. Tapi, yang kubutuhkan
adalah perlawananmu
Kisanak!" sahut Ayu Tantri, tegas.
''Jangan khawatir! Aku senang
bertarung dengan gadis-gadis gagah sepertimu."
"Kalau begitu, kenapa kau masih menggunakan pedang kawanku, bukan pedangmu
sendiri?" tanya Ayu Tantri.
"Itu seperti menghinaku!"
"Ah, pedangku hanya benda
rongsokan dan memalukan bila
dikeluarkan. Sebaliknya pedang kawanmu ini kuanggap bagus dan sepadan dengan
senjatamu!" kilah Pendekar Rajawali Sakti.
Ayu Tantri memang tidak tahu
banyak soal Pendekar Rajawali Sakti.
Apalagi melihat pedangnya. Hanya berita selentingan saja yang terdengar kalau
pemuda ini memiliki senjata bagus. Dengan bicara seperti tadi, jelas pemuda itu
menghinanya. Maka dia bertekad memberi pelajaran!
Bet! Bet! Saat itu juga, Ayu Tantri
meningkatkan serangannya. Pedangnya mengibas berkali-kali mengincar
bagian-bagian yang berbahaya di tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga tersenyum kecut Dan tibatiba saja tubuhnya berkelebat. Pedang di tangannya berputaran, membalas serangan
gadis itu. Tak ada jalan lain bagi Ayu Tantri selain menangkisnya.
Trang! Trang! "Uhh...!"
Wajah gadis itu berkerut menahan nyeri. Terasa tenaga dalam pemuda itu seperti
menekan dadanya. Bahkan nyaris pedang dalam genggamannya terpental.
"Hup!"
Ayu Tantri melenting ke belakang untuk menjaga jarak. Sayang, maksudnya terbaca
Pendekar Rajawali Sakti.
Secepat kilat dikejar gadis itu. Tepat ketika Ayu Tantri mendarat, Rangga
menyambarkan pedangnya.
Sret! "Ohh..."!"
Ayu Tantri menjerit tertahan.
Terasa ujung pedang di tangan pemuda itu begitu dekat menggores kulitnya.
Sampai-sampai matanya dipejamkan barang sekejap. Tapi ketika disadari temyata,
pakaiannya di bagian pinggang telah robek sekitar satu jengkal.
***

Pendekar Rajawali Sakti 206 Pangeran Impian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kukira permainan kita telah berakhir, Nisanak," desis Pendekar Rajawali Sakti
seraya melempar pedang di tangannya.
Ayu Tantri tak mampu berkata apa-apa. Sejurus lamanya dia cuma terpaku di
tempatnya. Seolah tak percaya kalau pertarungan telah berakhir. Dan pemuda itu
telah mengalahkannya begitu mudah.
Padahal selama ini dia terlalu
mengagungkan kepandaiannya sendiri.
Tapi baru berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti, dia telah keteter.
"He he he...! Mau ke mana kau, Sobat" Kau pergi begitu saja?" tanya Ki Demong
melihat Rangga berbalik dan melangkah meninggalkan tempat ini.
"Melanjutkan
perjalanan," sahut
Pendekar Rajawali Sakti, langsung menghentikan langkahnya. Dia berbalik,
menghadap Ki Demong. "Ada apa rupanya?"
"Gadis-gadis itu! Apakah akan kau biarkan begitu saja" Mereka telah kau
kalahkan. Maka kau berhak
memilikinya!"
"Tidak bisa begitu, Sobat..."
"Kenapa tidak" Sebenarnya mereka memang mengharapkan begitu."
"Hm, apa maksudnya?"
"Siapa pun laki-laki yang telah mengalahkan mereka, maka berhak
menjadi suaminya."
"Lucu sekali!"
"Eee, kau kira aku melawak"!"
seru Ki Demong dengan wajah tak suka.
"Coba kau tanyakan pada mereka!"
Pendekar Rajawali Sakti menatap
Ayu Tantri. "Benarkah begitu, Nisanak"
Eh, siapa namamu?" tanya Rangga.
"Ayu Tantri...."
"Benarkah apa yang dikatakan Ki Demong?"
"Itu...,tergantung dari
jawabanmu...," sahut Ayu Tantri dengan wajah memerah.
"Apa kataku"! Aku selalu benar,
'kan"!" terabas Ki Demong, tergelak pcndek sebelum menenggak arak.
"Siapa sebenarnya ketua kalian"
Diakah yang memberi peraturan seperti itu?" kejar Pendekar Rajawali Sakti.
"Kami sendiri tidak
mengetahuinya...."
"Ini sungguh aneh!" desis Rangga dengan kening berkerut
"Bagaimana mungkin kalian tak mengenal ketua sendiri?"
"Aku hanya menerima perintah dari seseorang yang menjadi wakil ketua.
Sedangkan Kedua sendiri, jarang
menampakkan diri. Kalaupun menemui kami, dia selalu memakai penutup muka...,"
jelas Ayu Tantri.
"He he he....! Apakah kau tak berminat menemuinya, Sobat?" tanya Ki Demong.
"Beliau tentu suka
kedatangan seorang tamu terhormat sepertimu,"
tambah Ayu Tantri.
"Ya! Kenapa tidak luangkan waktu"
Lagi pula ada hal penting yang akan kau temui, di sana," lanjut Pemabuk Dari
Gunung Kidul. "Apa maksudmu, Sobat?" tanya Pendekar Rajawali Sakti dengan kening berkerut.
"Pandan Wangi," sahut Ki Demong pendek.
"Pandan Wangi"! Apa maksudmu?"
sentak Rangga. Dadanya kontan
bergemuruh. Jantungnya
berdebar kencang. "Apa" Kau tak tahu" Kukira kau telah mengetahuinya dan berpura-pura tak tahu!"
"Ki Demong! Bicara yang betul!
Apa maksudmu dengan Pandan Wangi" Apa dia di sana"!" kejar Pendekar Rajawali
Sakti dengan suara keras.
"Begitulah," sahut Pemabuk Dari Gunung Kidul, mendesah.
"Gila! Apa yang dilakukannya di sana"!"
"Mana aku tahu"! Kenapa tidak kau tanyakan sendiri padanya" Barangkali dia ingin
lekas dapat jodoh, karena denganmu tak ada kepastian."
Rangga menarik napas. Omongan Ki Demong memang sering keluar sejadi-jadinya.
Kalau tak kenal baik pasti akan langsung marah. Tapi bukan itu yang
dipikirkannya. Melainkan...,apa yang menyebabkan Pandan Wangi
bergabung dengan orang-orang dari Padepokam Merak Emas"
"Kau tak percaya" Kenapa tidak tanyakan saja pada mereka?"
Rangga menoleh. Dipandangnya
sekilas gadis bernama Ayu Tantri.
"Benarkah Pandan Wangi ada di antara kalian?" tanya Pendekar Rajawali Sakti
penuh tekanan. "Apakah yang kau maksudkan si Kipas Maut?" Ayu Tantri balik bertanya.
"Ya."
"Kalau itu memang benar. Kipas Maut telah bergabung dengan kami."
"He he he...! Benar, bukan" Aku tak pernah bicara sembarangan. Nah!
Kenapa tidak kau susul saja dia ke sana?" timpal Ki Demong.
Rangga masih termangu tak
menjawab. Dia memikirkan sikap Pandan Wangi terakhir bertemu dengannya.
Waktu itu pemuda ini memang sedikit ada perselisihan. Pandan Wangi tak bisa
terima, lalu kabur.
"Apakah Pandan Wangi sekadar melampiaskan kesalnya dengan bergabung pada
mereka?" tanya Rangga dalam hati.
"Apa lagi yang kau tunggu,
Sobat?" usik Ki Demong.
"Apakah ketuamu mempengaruhi anak buahnya dengan semacam ajian?" tanya Rangga
ragu. "Apakah aku kelihatan seperti
dipengaruhi dengan ajian?" tukas Ayu Tantri.
"Kalau tidak, apa sebenamya tujuan kalian mengabdi pada ketuamu?"
desak Rangga. "Itu rahasia yang terjadi di antara wanita!" sahut Ayu Tantri pendek.
Rangga berpikir sebentar.
"Baiklah. Kalau begitu, bawa aku pada ketuamu," pinta Pendekar Rajawali Sakti.
"Haa! Itu baru keputusan tepat!"
seru Ki Demong "Kau tentu tak lupa mengajakku, bukan?"
"Kau boleh ikut bila suka," Ayu yang menjawab.
"Eh! Apa di sana ada arak yang paling keras dan paling wangi?" tanya Ki Demong
berbinar-binar, menanti jawaban yang mengenakan.
"Kami tidak minum arak," sahut Ayu Tantri.
"Wah, sayang sekali...!" desah Pemabuk Dari Gunung Kidul, kecewa.
*** 7 Padepokan Merak Emas, sebuah
padepokan yang hanya dikuasai oleh kaum wanita. Padepokan ini mirip sebuah
perkampungan kecil di lereng Gunung Kamboja sebelah utara. Maka tak heran kalau
banyak orang menyebutnya Desa Merak Emas.
Di tengah-tengah perumahan yang
diisi oleh murid-murid padepokan itu, berdiri sebuah bangunan paling besar dari
bilah-bilah papan. Atap-nya terbuat dari ijuk. Rumah panggung itu memang hanya
dihuni oleh Ketua
Padepokan Merak Emas.
Seorang gadis berbaju kuning
keemasan tampak memasuki bangunan besar itu. Kakinya terus melangkah menuju
sebuah ruangan yang dijaga dua orang gadis berparas cantik. Kedua penjaga itu
membungkuk memberi hormat.
"Hormat kami, Tuanku...!"
"Hmm!"
Salah seorang gadis penjaga
membuka pintu. Lalu dengan langkah lebar, gadis berbaju kuning keemasan itu
melangkah masuk, pintu kembali tertutup. Langkahnya terhenti sebentar sebelum
maju mendekati seorang wanita cantik berpakaian kuning pula, duduk tenang di
atas sebuah kursi panjang.
Wajahnya terlihat samar dalam cadar yang terbuat dari sutera halus.
"Hamba menghadap, Tuan Putri...,"
ucap gadis yang baru datang.
"Apa yang kau bawa hari ini, Sari?" tanya wanita bercadar kuning keemasan.
"Beberapa calon lagi, Tuan
Putri.,.," sahut gadis yang dipanggil Sari.
"Hebatkah mereka?"
"Tak diragukan lagi, Tuan Putri."
"Kerjamu bagus, Sari"
'Terima kasih, Tuan Putri."
"Bagaimana dengan yang lain?"
"Mereka pun membawa beberapa orang, Tuan Putri."
"Hmm. Lalu, kenapa kulihat
wajahmu sedikit murung?" tanya wanita bercadar yang dipanggil Tuan Putri ketika
melihat Sari tak bergairah.
"Ada berita yang mungkin tak enak didengar, Tuan Putri..."
"Katakanlah. Bagaimanapun
buruknya, aku mencoba mendengarnya dengan baik," ujar Tuan Putri.
"Ini soal kawanan yang dipimpin Tikasari...' jelas Sari mendesah lirih.
"Kenapa dengan
mereka?" kejar
Tuan Putri. "Tikasari melaporkan pada hamba, bahwa mereka bertemu seorang pendekar
tangguh...."
"Lalu?"
"Pendekar itu mengalahkan
mereka...."
"Bukankah itu berita bagus?"
"Sebetulnya begitu, Tuan Putri.
Tapi..., mereka tak berhasil
membawanya ke sini..." jelas Sari.
"Kenapa tidak" Bukankah kalian telah kubekali ajian 'Manut Jiwa'?"
tanya wanita bercadar itu, heran.
"Dengan ajian itu kalian bisa memikat laki-laki mana pun. Bahkan membawanya ke
sini?" tukas Tuan Putri.
"Hamba sendiri tak mengetahuinya, Tuan Putri...."
"Kalau begitu, panggil Tikasari!
Suruh dia menghadapku!"
"Baik, Tuan Putri.
*** "Hamba menghadap, Tuan Putri!"
ucap seorang gadis, begitu memasuki ruangan Tuan Putri bersama Sari.
"Tikasari! Sari telah
menceritakan padaku tentang
pengalamanmu. Coba katakan, apa yang menyebabkan ajian 'Manut Jiwa' tak mempan
pada pendekar itu...! Atau barangkali kau tidak mengterapkannya?"
perintah Tuan Putri langsung.
"Ampun, Tuan Putri! Hamba telah mengterapkannya. Tapi pemuda itu tidak
terpengaruh sedikit pun. Hamba juga tidak mengerti, bagaimana hal itu bisa
terjadi?" ucap gadis yang tak lain Tikasari.
"Hmm...."
Wanita bercadar itu bergumam
pendek. Lalu katanya memandang tajam pada Tikasari. "Kau kenal pemuda itu?"
"Kalau tak salah..., Pendekar Rajawali Sakti."
'Pendekar Rajawali Sakti"!" Paras wanita bercadar itu seketika terlonjak kaget.
Jika cadamya disingkap, kedua gadis yang ada di depannya akan
melihat keterkejutannya. "Tidak mungkin...!" sentak Tuan Putri. Kedua gadis itu
tidak mengerti, mengapa Tuan Putri berkata dengan nada keras" Namun mereka tak
ingin memperpanjang.
"Kau yakin kalau pemuda itu Pendekar Rajawali Sakti"!" tanya Tuan Putri.
"Sepertinya begitu, Tuan Putri.
"Hmm, mana mungkin! Tidak mungkin dia...!"
'Tuan Putri.... Apakah ada yang
salah...?" tanya Tikasari hati- hati.
"Eh, tidak! Tidak...!" sahut Tuan Putri, tergagap.
"Apakah nama itu mengganggu Tuan Putri?" tanya Sari. "Kalau Tuan Putri
menginginkannya, biar hamba coba membujuknya ke sini."
"Kau yakin mampu melakukannya?"
tukas Tuan Putri.
"Apa pun demi Tuan Putri, akan hamba laksanakan!"
"Pergilah. Dan bujuk dia ke sini dengan segala cara!"
"Baik, Tuan Putri!"
Sari beringsut bangkit. Baru saja akan melangkah....
"Tunggu dulu! Bagaimana dengan sayembara itu" Sudah kau persiapkan?"
cegah Tuan Putri sekaligus bertanya.
"Hamba serahkan pada si Kipas Maut dan bawahannnya. Mereka bisa dipercaya
menangangi soal itu," sahut Sari menjelaskan.
"Baiklah. Kau boleh pergi
sekarang," ujar Tuan Putri.
Setelah Sari berlalu, wanita
bercadar ikut bangkit.
"Tikasari! Tunjukkan padaku, di mana calon pangeranku yang akan
bertanding," pinta Tuan Putri.
"Baik, Tuan Putri," sahut Tikasari.
*** Sayembara yang dimaksud Tuan Putri adalah adu laga dari beberapa tokoh persilatan yang digelar di sebuah
lapangan luas di sebelah timur Perkampungan Merak Emas.
"Siapa menurutmu yang unggul di antara mereka, Pandan Wangi?" tanya Tuan Putri
yang sudah berada di tempat terhormat di sisi lapangan. Dia
bertanya pada seorang gadis berbaju biru yang duduk di sebelahnya.
"Menurut hamba yang bersenjata pedang itu, Tuan Putri," sahut gadis berbaju biru
yang ternyata Pandan Wangi, menunjuk pada seorang pemuda bersenjata pedang.
"Apa penilaianmu?"
"Pertama dia putra almarhum Raja Pedang Selatan yang tidak diragukan lagi
kehebatannya. Yang kedua,
perhatikan ilmu pedangnya. Cepat dan dahsyat.
Padahal dengan kekuatan
tenaga dalam yang sama, Balaga yang bersenjata gada besi mesti bersusah payah
untuk mengayunkan senjatanya,"
jelas gadis berjuluk si Kipas Maut.
'Teryata matamu cukup jeli,
Pandan. Eh"! Siapa nama pemuda itu?"
puji Tuan Putri.
"Yang bersenjata pedang, Tuan Putri?"
Wanita bercadar itu mengangguk.
"Adhitama."
"O, Adhitama..." Bagaimana
menurutmu" Apakah dia pantas
mendampingiku?" tanya Tuan Putri, manja sekali.
"Pertandingan belum selesai, Tuan Putri...." ingat Pandan Wangi.
"Ya, ya. Kau benar. Kita belum melihat kehebatan semuanya...."
Perhatian mereka kini beralih ke arah pertarungan.
Kedua pemuda yang tengah berlaga sebenarnya bukan orang sembarangan dalam dunia
persilatlan. Seperti yang dikatakan Pandan Wangi, yang
bersenjata pedang adalah putra Raja Pedang Selatan yang telah mangkat lima tahun
lalu. Dia tak kalah hebat dari ayahnya. Dan mungkin tiga atau lima tahun lagi
kalau rajin berlatih, bisa menyamai kehebatan ayahnya.
Sementara pemuda bemama Balaga


Pendekar Rajawali Sakti 206 Pangeran Impian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dalam dunia persilatan dikenal sebagai Satria Gada Besi belakangan ini
memperlihatkan kehebatannya.
Sehingga namanya cukup menonjol di antara pendekar seangkatannya. Padahal
usianya baru dua puluh tiga tahun.
Meski keduanya sama-sama hebat,
namun apa yang dikatakan Pandan Wangi memang mendekati kebenaran. Adhitama lebih
lincah menggunakan pedangnya.
Beberapa kali Balaga kalah cepat saat menangkis dan kalang-kabut menghindari
serangan "Yeaaa...!"
Adhitama mencelat seraya memutar pedang di depan Balaga ketika keduanya memasuki
jurus ke dua belas.
Trang! "Aaakh...!"
Balaga mengeluh tertahan ketika
coba menangkis. Buru-buru dia melompat ke samping tatkala tendangan Adhitama
menyusul. Tapi Adhitama tidak berhenti
sampai di situ. Tubuhnya kembali berkelebat. Pedangnya menusuk gesit seperti
ular melingkari sebatang pohon. Dan ini membuat Satria Gada Besi kelabakan
menghindar dan menangkis. Hingga pada satu
kesempatan.... Trang! Adhitama tak memberi kesempatan.
Baru saja Balaga menangkis
serangannya, tubuhnya telah berputar.
Ujung pedangnya mendadak berkelebat ke leher.
"Yeaaat...!"
Bet! "Uhh..,!"
Balaga terkesiap. Dia coba
melompat ke samping sambil
bergulingan. Namun ujung pedang itu sempat menggores kulit dadanya
sedikit. Sementara, Adhitama terus berkelebat mengejar.
"Ekh...?"
Ketika Balaga hendak bangkit,
ujung pedang Adhitama telah menempel di tenggorokan.
"Apakah kau tak terima kekalahan ini...?" desis Adhitama.
"Oh.... Baiklah! Aku mengaku kalah...," sahut Balaga lesu.
Penonton yang mengelilingi
lapangan itu bertepuk tangan dan bersuit-suit genit. Memang kebanyakan dari
mereka rata-rata wanita.
Sebelum suara riuh rendah itu
menghilang, melompat sebuah bayangan merah dan mendarat di depan Adhitama.
Maka suara tepuk tangan pun kembali menyambung.
Laki-laki yang barusan melompat
bersenjata kapak bermata satu. Ciri khasnya yang lain, memakai baju serta celana
wama merah. "Adhitama! Hadapi aku! ingin kulihat, sampai di mana kehebatan ilmu pedangmu!"
ujar laki-laki yang berusia sekitar tiga puluh tahun itu.
"Pendekar Baju Merah! Aku telah siap!" sahut Adhitama, mengenali laki-laki itu.
"Bagus! Mari kita
mulai...Heaaa...!" Laki-laki berbaju merah yang ternyata berjuluk Pendekar Baju
Merah lebih dulu menyerang. Kapaknya mendesing keras dan mengincar leher. Namun
Adhitama cepat memapaki sambil melompat ke samping.
Trak! "Uhh...!"
Pemuda putra Raja Pedang Selatan itu mengeluh tertahan. Sekilas
wajahnya berkerut menahan linu ketika senjatanya beradu. Ternyata, tenaga dalam
Pendekar Baju Merah sedikit di atasnya.
Sebelum rasa linu di tangan
Adhitama hilang, Pendekar Baju Merah melepaskan tendangan ke ulu hati.
Secepat kilat Adhitama melompat ke belakang Tubuhnya terus berputar ke kanan,
sambil mengibaskan pedang. Ini membuktikan kalau pemuda itu setingkat lebih
gesit ketimbang laki-laki
berbaju serba merah.
Trak! Begitu terjadi benturan, Adhitama berkelebat cepat. Pedangnya berputaran
mengincar kesela-matan Pendekar Baju Merah.
Bet! Wut! "Uhh...!"
*** Serangan Adhitama mengejutkan
Pendekar Baju Merah. Tak terasa dia melompat mundur. Sedangkan Adhitama terus
mencercamya. Beberapa kali coba dipapaki, namun kapaknya hanya menebas angin.
Dengan kegesitannya, Adhitama berusaha mengibaskan pedangnya ke segala penjuru.
Seolah-olah tubuh Pendekar Baju Merah terkepung rapat tanpa mampu dihindari.
Hingga akhirnya... Sret! "Aaakh...!"
Pendekar Baju Merah terpekik
halus ketika ujung pedang Adhitama sempat menyerempet dada merobek baju
kesayangannya. Belum lagi habis rasa kagetnya, Adhitama melepas tendangan
menggeledek. Desss...! "Aaakh...!"
Pendekar Baju Merah terhuyung ke belakang ketika tendangan Adhitama mendarat
telak di dadanya.
Adhitama tak memberi kesempatan
Dia telah melompat melepas tendangan kembali.
Desss...! "Aaakh...!"
Pendekar Baju Merah terpental dan jatuh berdebuk di tanah. Belum sempat dia
bangkit, Adhitama telah melesat ke arahnya. Langsung pedangnya
ditempelkan ke leher pendekar itu.
"Apakah kau menyerah kalah, Pendekar Baju Merah?" tanya Adhitama, dingin
"Baiklah, aku menyerah...," desah Pendekar Baju Merah.
'Terima kasih."
Sementara itu, Tuan Putri
tersenyum menyaksikan kemenangan Adhitama.
"Bagaimaha menurutmu, Pandan" Dia bisa diandalkan, bukan?" tanya wanita bercadar
itu. "Sepertinya begitu, Tuan Putri.
Tapi kita belum melihat kehebatan dua calon lainnya," sahut Pandan Wangi
"Apakah menurutmu mereka dapat mengalahkan Adhitama?"
"Dua orang itu cukup hebat, Tuan Putri. Aku tak yakin kalau Adhitama mampu
mengalahkan-nya...."
"Menarik sekali! Siapa mereka?"
"Iblis Mata Sakti dan Bajing Siluman. Iblis Mata Sakti memiliki ilmu sihir yang
bisa mematahkan
serangan Adhitama. Sedangkan Bajing Siluman memiliki gerakan gesit, yang mampu
mengatasi kegesitan pemuda itu."
Wanita bercadar itu mengangguk
sambil tersenyum.
'Tuan Putri! Akan kita lihat
pertarungan mereka," kata Pandan Wangi ketika melihat seorang laki-laki berbaju
dekil masuk ke kancah
pertarung "Itukah si Iblis Mata Sakti?"
tanya Tuan Putri.
"Benar, Tuan Putri...!" sahut Pandan Wangi
"Hmm...!"
Wanita bercadar itu menggumam.
Dan tepat ketika kedua orang itu mulai bertarung, salah seorang anak buahnya
datang menghadap.
"Sari! Cepat sekali kau datang"
Apa yang kau bawa?" tanya Tuan Putri.
"Ada sesuatu yang hendak hamba katakan, Tuan Putri," ujar gadis berbaju kuning
keemasan yang ternyata Sari.
"Hmm, baiklah."
Wanita bercadar itu memandang
sesaat. Dan seperti mengerti apa yang ada di benak Sari, dia bangkit dari
duduknya. "Pandan! Kau awasi pertandingan ini. Laporkan nanti padaku setelah aku kembali,"
perintah Tuan Putri.
"Baik, Tuan Putri..."
"Mari, Sari!"
Sari mengangguk. Segera
diikutinya wanita bercadar itu dari belakang.
*** 8 "Katakan apa yang hendak kau bicarakan?" tanya Tuan Putri ketika bersama Sari
tiba di ruangan belakang tempat tinggalnya.
"Ayu dan kawan-kawannya telah kembali...," jelas Sari.
"Apa yang mereka bawa?"
"Tuan Putri pasti senang. Mereka membawa pemuda itu!"
"Pendekar Rajawali Sakti?"
Sari mengangguk.
"Di mana dia sekarang?"
"Di beranda depan, Tuan Putri."
"Mari kita temui!"
Sari mengangguk kembali. Dia
segera mengiringi wanita bercadar itu ke sebuah bangunan yang biasa
dipergunakan untuk menerima tamu.
Setelah wanita bercadar itu duduk, Sari keluar.
Sebentar kemudian, Sari telah
kembali bersama Ayu Tantri dan seorang pemuda tampan berbaju rompi putih.
"Hamba menghatur hormat, Tuan Putri!" ucap Ayu Tantri.
"Hm, hormatmu kuterima. Siapa yang kau bawa?" sahut Tuan Putri.
"Dia bergelar Pendekar Rajawali Sakti, Tuan Putri...."
Pemuda yang tak lain Rangga
tersenyum seraya membungkuk sedikit untuk memberi hormat pada wanita bercadar
itu. "Hm, benarkah begitu?" gumam Tuan Putri.
"Begitulah agaknya yang dikatakan orang atas diriku, Tuan Putri," sahut Rangga.
"Silakan duduk, Pendekar Rajawali Sakti! Aku sedang mendapat kujungan seorang
pendekar tangguh untuk saat ini!" ujar Tuan Putri
"Ini amat berlebihan, Tuan Putri.
Sesungguhnya aku hanya manusia biasa yang tidak punya kelebihan," sahut Rangga
seraya duduk di tempat yang dipersilakan Tuan Putri.
"Sari! Dan kau Ayu! Kalian boleh kembali ke tempat masing-masing!" ujar Tuan
Putri, menatap penuh arti pada kedua tangan kanannya.
"Baik, Tuan Putri," sahut kedua gadis itu.
Sari dan Ayu Tantri segera
berlalu. Sementara perhatian Tuan Putri beralih ke arah Rangga ketika kedua
gadis tadi betul-betul lenyap dari ruangan.
"Jarang sekali aku memperlihatkan diri di depan tamu. Namun
kau istimewa. Dan aku tak keberatan kau melihat wajahku," kata Tuan Putri seraya
menyingkap tirai tipis yang menghalangi wajahnya.
"Terima kasih....Ini suatu
kehormatan besar bagiku!" ucap Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga duduk tenang sambil
mengamat-amati gadis berwajah cantik laksana bidadari yang duduk di
depannya. Sama sekali tak terlihat keterkejutan di wajahnya.
"Selamat jumpa, Rangga...!"
sambut gadis cantik itu.
"Selamat jumpa juga, Gandasari!"
balas Rangga, tenang.
"Hm.... Tak kusangka, kau masih penasaran padaku."
"Serahkan Pandan Wangi!" desis Pendekar Rajawali Sakti langsung.
Wanita bercadar ini tertawa
ngikik. "Hi hi hi...! Sudah kuduga kau adalah kekasih Pandan Wangi!"
"Syukurlah kalau memang kau mengetahuinya!"
"Apa kau kira dia menginginkanmu lagi" Pikirkan baik-baik! Sedangkan aku setulus
hati mengharapkanmu.
Menjadikanmu pangeran kelak.
Atau...wajahku kelewat jelek dibanding Pandan Wangi?"
"Gandasari! Aku tak akan
menjawabnya. Serahkan Pandan Wangi padaku!" bentak Rangga.
"Hm.... Sombong sekali! Apa kau kira bisa berbuat seenaknya di sini"
Kau berada di wilayahku. Dan aku yang menentukan hidup matimu!" dengus Gandasari
lantang. "Hm.... Sebaiknya jangan
ada pertumpahan darah untuk hal ini. Aku meminta padamu baik-baik Kalau kau tak
mengabulkannya terpaksa aku
menggunakan kekerasan!" ancam Rangga.
"Kau boleh mengambilnya sendiri!"
desis Gandasari.
"Baiklah kalau itu maumu. Jangan salahkan kalau aku bertindak keras!"
"Hi hi hi...! Kau kira begitu?"
sahut Gandasari tersenyum-senyum kecil. "Penghuni Lokananta saja tak mampu
membendungku. Tak heran kalau aku dengan leluasa bisa melarikan diri dari
penjara di negeri Siluman...."
Tanpa peduli, Rangga segera
keluar dari ruangan. Langkahnya lebar-lebar penuh kekesalan. Sementara Tuan
Putri yang ternyata Gandasari tertawa renyah. (Baca serial Pendekar Rajawali
Sakti dalam episode : "Titah Sang Ratu" dan "Asmara Gila Di Lokananta").
*** Dalam keadaan ramai begini,
rasanya tak sulit bagi Rangga mencari orang yang dimaksud. Sepintas, dia sempat
melihat keramaian di tanah lapang di sebelah timur rumah panggung tadi. Namun
belum lagi Pendekar
Rajawali Sakti bertanya pada
seseorang, mendadak beberapa gadis menghampiri dengan sikap mengancam.
"Berhenti! Kau tak boleh ke sana!" bentak seorang gadis.
"Aku ingin bertemu Pandan Wangi,"
sahut Pendekar Rajawali Sakti tenang.
"Di sini tidak ada yang bernama Pandan Wangi!" bentak gadis lain.
"Seseorang mengatakan kalau dia berada di sini. Sebaiknya kalian beritahukan
saja," tandas Pendekar
Rajawali Sakti keras kepala.
"Sudah kukatakan, tak ada yang bernama Pandan Wangi! Pergilah. Atau kami akan
mengusirmu seperti anjing!"
Rangga menggeleng-gelengkan
kepala disertai senyum hambar. Dia menghela napas pendek sambil menatap gadisgadis itu. "Hm, kalau begitu kau benar-benar ingin dihajar! Baik!"
Gadis yang agaknya menjadi
pemimpin itu memberi isyarat Maka kawan-kawannya seketika menyerang Pendekar
Rajawali Sakti.
"Heaaa...!"


Pendekar Rajawali Sakti 206 Pangeran Impian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mau tak mau Rangga mesti meladeni serangan-serangan mereka. Pertama-tama tiga
orang yang mengeroyok. Namun berikutnya, muncul dua orang gadis lagi. Dan
berikutnya dua lagi. Terus menerus begitu, hingga yang mengeroyok berjumlah dua
puluh orang. Suasana jadi berubah. Arena
pertarungan kini berpindah tempat.
Begitu juga para penonton. Mereka mengelilingi Pendekar Rajawali Sakti dan
mengurung dengan ketat secara berlapis. Rasanya, sulit bagi Rangga untuk bisa
melarikan diri.
"Kurang ajar...!" desis Pendekar Rajawali Sakti, geram.
"Hi hi hi...! Menganggap enteng padaku, hah"!
Kini kau rasakan
sendiri, bukan"!"
Terdengar suara yang tak asing
lagi bagi Pendekar Rajawali Sakti.
Cepat matanya melirik ke arah suara.
Wajah Pendekar Rajawali Sakti
menggeram marah melihat Gandasari tegak berdiri di atas atap rumah panggung
sambil tertawa mengikik.
"Gandasari! Jangan paksa aku bertindak keras! Kau bisa mencelakakan orang-orang
ini!" teriak Rangga, sambil terus menghindari keroyokan.
"He"! Kau memandang enteng pada mereka"! Orang-orang ini bukan anak ingusan yang
baru belajar sejurus atau dua jurus ilmu silat! Kau akan
merasakannya!" sahut Gandasari, sedikit mengancam.
Begitu selesai ucapannya,
mendadak para pengeroyok semakin beringas. Mereka menghantam Pendekar Rajawali
Sakti dengan pukulan jarak jauh, secara bersamaan!
"Heaaa...!"
Wuusss...! "Gila! Ini bisa membunuhku...!"
desis Rangga. Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti mencelat keatas ketika merasakan angin
kencang yang mampu merobohkan belasan batang pohon besar. Tubuhnya berputaran
menjauh, dan mendarat di luar kepungan.
"Yiaaat!"
Namun, kini tujuh gadis
bersenjata pedang langsung mengejar.
Dari depan, belakang dan samping.
"Gila!"
Rangga betul-betul tidak mengira.
Tak ada kesempatan lolos lagi baginya.
Segera dia memasang kuda-kuda rendah, siap menghentakkan tangannya. Namun, saat
itu juga berkelebat satu sosok yang langsung membantunya.
"Ha ha ha...! Tidak kusangka kau punya demikian banyak penggemar!"
"Jangan banyak omong, Ki Demong!
Kau hajar mereka. Dan aku mengejar ketuanya!" desis Rangga, tak ingin bermainmain lagi. "Ha ha ha.... Kalau urusan
perempuan, serahkan padaku. Aku tahu bagaimana menjinakkan mereka!" kata sosok
yang ternyata Pemabuk Dari Gunung Kidul.
Sambil menenggak arak, Ki Demong menangkis dan menghindari serangan-serangan.
Sesekali araknya disemburkan ke arah mereka, menimbulkan percjkan bunga api yang
cukup mengagetkan. Dan di saat itu, dia menggebrak orang-orang yang berada di
dekatnya. Sementara itu gerakan Rangga pun kurang bebas. Sebab, lawan-lawannya yang lain
terus menghadang seperti tak pernah berhenti. Namun pemuda itu tak sungkansungkan kedua tangannya
menghentak ke depan.
"Aji 'Bayu Bajra'! Heaaa...!"
Wuuusss...! "Aaakh...!"
Beberapa gadis terpental ke
belakang sambil menjerit begitu
tersapu angin topan yang meluncur dari tangan Pendekar Rajawali Sakti. Namun itu
tidak mengurungkan niat yang lain mencegah Pendekar Rajawali Sakti dalam
usahanya mendekati rumah panggung.
"Hm.... Gandasari! Kau memaksaku untuk membunuh mereka! Biadab kau...!"
bentak Rangga geram, seraya
menghindari setiap serangan.
"Hi hi hi...! Mereka amat patuh padaku. Dan meski berkorban nyawa, mereka pun
rela. Kau tak akan bisa menghentikannya, kecuali membunuh mereka!" sahut
Gandasari. "Aku hanya meminta kau berikan Pandan Wangi! Apakah itu permintaan sulit"!"
tandas Pendekar Rajawali Sakti.
"Akan kuberikan Pandan Wangi asalkan kau
berjanji menjadi
pangeranku," sahut Gandasari.
"Itu tidak mungkin!"
"Kau telah menjawab permintaanmu sendiri."
"Hei, tunggu dulu! Apa
maksudmu..."!"
Tak ada sahutan karena Gandasari telah menghilang di balik pintu.
Rangga kembali berteriak. Tapi saat itu juga para pengeroyok telah
mencecarnya dari segala arah. Hal ini membuatnya marah. Hatinya bergolak.
Tangannya siap mencabut pedang, namun dalam keadaan demikian dia masih mendengar
suara hati nuraninya yang paling dalam.
"Oh, tidak! Tidak! Mereka tengah dipengaruhi. Mereka menyerangku karena
perintahnya. Orang-orang ini belum tentu jahat. Aku tak boleh membunuh mereka!"
Tapi apa yang harus Pendekar Rajawali Sakti lakukan"
*** Pendekar Rajawali Sakti tak punya pilihan lagi, karena jiwanya sendiri terancam.
Dalam keadaan begini hanya ada dua pilihan. Membunuh atau
dibunuh. Secepat kilat pemuda itu mencabut pedangnya yang bersinar biru
berkilau. "Heaaa...!"
Disertai teriakan keras, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat sambil mengibasngibaskan pedangnya.
Tras! Tras! Beberapa bilah pedang seketika
putus tersambar Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Dan yang lainnya menyusul. Hal ini
belum menggetarkan hati
pengeroyoknya. Dan Rangga tak menyia-nyiakan kesempatan. Tubuhnya cepat
berkelebat mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat menengah.
Des! Des...! "Aaakh...!"
"Heaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti tak
memberi kesempatan. Tubuhnya langsung melenting ringan dalam jurus 'Sayap
Rajawali Membelah Mega'. Seketika tangannya yang berisi tenaga dalam lumayan
bergerak menghantam.
Diegkh! Desss...! "Aaakh...!"
Tiga orang tersungkur kesakitan.
Serangan Pendekar Rajawali Sakti makin dahsyat saja. Satu persatu lawannya mulai
berjatuhan terhantam tangan dan senjatanya. Namun pada saat yang mengkhawatirkan....
"Rangga, hentikan...! Kau bisa
membunuh banyak orang tak berdosa dengan cara itu...!" teriak si Pemabuk Dari
Gunung Kidul. Rangga bukan tak menyadari akibat buruk yang ditimbulkannya. Maka
secepat kilat dia melenting ke
belakang, menghentikan serangannya.
Beberapa sosok mayat tampak
bergeletakan. Rata-rata mereka wanita berusia muda.
''Ohh..., aku tak menyangka akan begini jadinya...," keluh pemuda berbaju rompi
putih ini, menyesal bukan main.
"Sudahlah.... Ini bukan semata salahmu. Mereka kelewat memaksa kita
'kan?" bujuk Ki Demong.
"Heh"!"
Tiba-tiba bola mata Rangga
berubah. Kepalanya beredar ke
sekitarnya. Tempat ini mendadak sunyi.
Desa ini mati seperti tak ada penghuni seorang pun. Padahal barusan hingarbingar. "Kurang ajar...!" desis Rangga, seraya berkelebat.
"Hei, mau ke mana kau"!" teriak Ki Demong. Pemuda itu tak menjawab.
Tubuhnya berkelebat memasuki panggung.
"Gandasari keluar kau! Keluar...!
Tunjukkan dirimu...!" bentak Rangga berulang-ulang sambil, menghajar apa saja
yang ada di dekatnya.
"Wah, wah...! Gawat! Ini bisa jadi kiamat kecil-kecilan...!" seru Ki Demong.
"Yeaaa...!"
Saat itu, Rangga mencelat keluar rumah. Dan sebelum kakinya menapak tanah, kedua
tangannya menghentak dengan tenaga dalam penuh ke arah rumah panggung.
Wuusss...! Blarrr...! Sesaat terdengar suara gemuruh
ketika angin bergulung-gulung menerpa rumah itu hingga hancur berantakan.
"Sobat, tak perlu kau lampiaskan kemarahanmu pada benda-benda tak berguna. Itu
tak akan mengembalikan apa yang kau cari...," bujuk Ki Demong ketika pemuda itu
memandang geram pada rumah panggung yang telah roboh.
"Aku tak tahu, Sobat. Tapi..., ke mana pun dia pergi akan kucari!" desis Rangga.
"Nah, itu baru bagus! Tak guna menghancurkan rumah dengan segala macam isinya.
Sayang sekali. Sebab, benda-benda berharga yang ada didalam bisa dijual!" ujar
Ki Demong tersenyum-senyum.
Rangga tersenyum getir.
"Kalau suka, kau boleh punguti barang-barang itu...!"
"He he he...! Tentu saja! Tentu saja...!" Ki Demong buru-buru menghampiri
reruntuhan rumah panggung.
Namun baru tiga langkah, matanya sempat melirik Pendekar Rajawali Sakti yang
berjalan meninggalkan tempat ini.
"Hei, mau ke mana kau"!" teriak Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Aku harus mencari wanita itu dan menyelamatkan Pandan Wangi!" sahut Rangga.
"Jadi kau tak mau harta benda ini"!"
"Ambillah untukmu semua!"
"Wah, asyiiiikkk! Aku bisa beli tuak merah berpuluh-puluh guci lagi!"
Lagi-lagi Pendekar Rajawali Sakti tersenyum getir. Tubuhnya lantas berkelebat
cepat menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah amat tinggi.
SELESAI Scan/Conver/E-Book : Abu Keisel
Tukang Edit : Aura PandRa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Akankah Pendekar Rajawali Sakti
mampu menumpas Gandasari dan
gerombolannya" Mungkinkah Pandan Wangi bisa diselamatkan" Apa yang terjadi pada
si Kipas Maut itu..." Tunggu kisah selanjutnya dalam...KEKASIH SANG
PENDEKAR. Sponsor Utama: Warung Mbok Tukijem
Pendekar Laknat 3 Dewa Arak 16 Pewaris Ilmu Tokoh Sesat Pahlawan Padang Rumput 4

Cari Blog Ini