Pendekar Rajawali Sakti 199 Ratu Alam Baka Bagian 2
seseorang."
"Dan kita tidak tahu, siapa musuh orang itu?" dengus Kuntala sambil tersenyum
kecut. "Kita segera mengetahui jika dapat menemukan jejak Ratu Alam Baka dan kawan
-kawannya. Ingat, mereka adalah orang orang yang telah digerakkan kekuatan iblis.
-Dan yang menjadi pimpinan dalam pelaksanaan tugas itu adalah gadis yang sudah
mati. Mereka bisa mengancam keselamatan orang orang yang tidak berdosa. Kita
-harus menghentikan mereka!" tegas Rangga. "Ayolah, sebaiknya kita berangkat
sekarang juga...!"
*** Ke mana pun Ratu Alam Baka pergi bersama anak buahnya, maka di situ pula
malapetaka terjadi. Desa
-desa yang dilalui dibumihanguskan. Para penduduk baik laki laki maupun perempuan
-dibunuh. Anak anak dibakar.
-Tindakan Ratu Alam Baka dan anak buahnya yang sangat ganas ini memancing
kemarahan tokoh tokoh rimba persilatan, baik yang beraliran hitam maupun putih.
-Mereka bahkan bahu membahu berusaha menumpas Ratu Alam Baka dan komplotannya.
-Tetapi ternyata lawan yang dihadapi begitu tangguh. Sehingga para pendekar yang
cinta damai ini tewas secara sia sia.
-Walaupun begitu, kekejaman Ratu Alam Baka dan pengikutnya tidak membuat surut
tokoh tokoh rimba persilatan dalam menumpas. Dengan berbagai cara mereka mencoba
-menghancurkan gadis alam kubur ini.
Tetapi, seperti pendahulu pendahulunya, mereka ini akhirnya menemui ajal di
-tangan pengikut Ratu Alam Baka.
Hanya dalam waktu beberapa purnama saja, kekejaman Ratu Alam Baka dan pengikut
-pengikutnya telah tersebar di seluruh pelosok tanah Jawa. Namun anehnya mereka
hanya melakukan penyerangan pada malam hari saja. Sedangkan di siang hari,
menghilang begitu saja bagaikan di telan bumi.
Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka yang ketika itu sedang melakukan
penyelidikan di Pemakaman Keramat Sokalarang tentu saja mendengar kejadian ini.
Mereka segera melakukan pengejaran.
"Kurasa orang orang itu belum jauh dari sini," duga Ki Sumping yang berbaju
-merah. "Bagaimana kau tahu, Ki Sumping?" tanya Ki Kaswatama.
"Mayat mayat itu masih hangat," sahut Ki Sumping.-Ki Kaswatama yang berdiri di sebelah Ki Sumping menarik napas dalam dalam.
-"Kurasa kita harus bergerak cepat Kita harus menemukan mereka sebelum datangnya
pagi!" lanjut Ki Kaswatama.
"Tampaknya kau mengkhawatirkan sesuatu, Ki Kaswatama?" tebak Erlangga.
"Kita menghadapi biangnya iblis, Erlangga! Melihat cara kerja Ratu Alam Baka,
kelihatannya mereka lebih suka berkeliaran pada malam hari," tegas laki laki tua
-berambut putih itu.
Sementara perempuan setengah baya yang menyertai keempat laki laki itu sejak dari Pemakaman Keramat Sokalarang tampak
-diam membisu. "Sebaiknya, mulai saat ini kita bagi bagi tugas saja,"
-usul laki laki berperut buncit, bernama Gagak Lamar yang sangat jarang tertawa.
-"Maksudmu?" tanya Ki Sumping.
"Aku dan Dewi Kunti mencari ke selatan. Sedangkan kau, Ki Kaswatama, dan
Erlangga mencari ke arah lain,"
jelas Gagak Lamar.
"Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka sebelumnya tidak pernah berpisah. Mengapa
sekarang harus berpencar?" keluh Ki Sumping.
"Kalau ingin terus berkumpul, sebaliknya kembali ke Lembah Seribu Duka saja, Ki
Sumping, Dan, jangan pernah pergi ke mana mana," dengus Gagak Lamar sewot.
-"Kau keterlaluan. Aku hanya usul. Boleh dipakai, dan boleh dibuang. Kalau tidak
suka, siapa berani
memaksa?" sahut Ki Sumping sambil bersungut sungut.
-"Aku tidak suka kalian ribut ribut. Kurasa usul Gagak Lamar cukup baik
-dilaksanakan. Sebab menurutku, jika semakin lama kita membiarkan Ratu Alam Baka
bebas berkeliaran, keadaan akan semakin kacau. Kasihan rakyat yang tidak
berdosa, karena akan menjadi korban mengenaskan," tegas Ki Kaswatama.
Karena pimpinan Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka yang bicara, maka empat
pendekar lainnya tidak berani membantah.
"Baiklah. Kalau memang itu yang menjadi keputusan Ki Kaswatama, kami tidak akan
bertindak menuruti hati kami sendiri," desah Erlangga.
"Sebaiknya sekarang kita pergi dengan arah yang telah sama sama kita setujui," -lanjut Ki Kaswatama.
*** "Bakar! Dan jangan biarkan ada seorang pun yang hidup!" teriak Ratu Alam Baka,
ketika berada di Desa Jatisari.
Mendapat perintah seperti itu, Ki Sidarata dan anak buahnya segera membakar
rumah rumah di depan mereka. Penduduk langsung lari kucar kacir menyelamatkan
- -diri. Namun mereka juga tidak luput dari sasaran tangan para pembunuh berdarah
dingin itu. Dengan membabi buta, anak buah Ratu Alam Baka melakukan pembantaian.
-Sementara itu, sepasang mata yang terus mengawasi dari jarak yang tidak begitu
berjauhan tampak tersenyum puas melihat tindakan Ratu Alam Baka dan
pengikut pengikutnya yang sangat kejam.
-"Bakar semua rumah yang ada di desa ini!" teriak Ki Sidarata memberi aba aba.
-"Ha ha ha...! Inilah pekerjaan yang paling menyenangkan!" sahut belasan orang
pengikut Ratu Alam Baka sambil berjingkrak jingkrak kegirangan.
-Obor obor di tangan mereka langsung dilemparkan ke atas atap rumah rumah yang,
- -kebanyakan terbuat dari daun rumbia. Maka hanya dalam waktu beberapa kejap saja
rumah rumah penduduk desa pun telah dimakan api.
-Pada saat saat yang sangat tegang itu...
-"Aaa...!"Beberapa pengikut Ratu Alam Baka mendadak menjerit kesakitan dengan tubuh
berpelantingan ke seluruh penjuru.
Dari balik kobaran api berkelebat tiga sosok bayangan hitam, merah, dan putih
yang langsung menghantam pengikut pengikut Ratu Alam Baka. Bukan main kompaknya -serangan serangan yang dilakukan ketiga sosok yang baru keluar dari kobaran api.
-Bahkan setiap serangan yang dilakukan tidak pernah meleset dari sasaran.
"Mampudah kalian semua, Setan! Hiyaaa.,.!" teriak sosok berbaju putih sambil
menghantamkan tongkat-nya. "Haiiit!"
Dari arah lain menderu pula serangan yang sama, Sehingga, anak buah Ratu Alam
Baka yang memakai jubah kuning hanya dalam waktu singkat tampak semakin
terdesak. Melihat kenyataan ini, lima orang yang berjubah
hitam segera datang membantu.
"Sobat berjubah kuning, mundur semuanya!"
Serentak lima belas orang berjubah kuning melompat mundur. Tempat mereka segera
digantikan orang orang yang memakai jubah hitam.
-Sementara ketiga penyerang tampak terkejut, melihat orang yang baru saja
berteriak memberi aba aba tadi. Agaknya, mereka mengenal Ki Sidarata yang
-merupakan Ketua Padepokan Camar Putih. Yang membuat mereka tidak habis pilar,
mengapa Ki Sidarata malah bergabung dengan Ratu Alam Baka melakukan pembunuhan
di mana mana"
-"Ki Sidarata, apa yang kau kerjakan di sini?" bentak sosok berpakaian serba
putih. Bekas Ketua Padepokan Camar Putih ini me-mandangi ketiga orang yang baru datang.
Mereka tak Iain tiga dari Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka.
Namun setelah sekian lama menga mati, tampaknya Ki Sidarata seperti tidak
mengenal mereka.
"Siapa kau?" tanya Ki Sidarata heran.
"Aku Erlangga, sahabatmu...!" jawab laki laki berbaju putih yang tak lain
-Erlangga tegas.
Sementara dua pendekar lainnya adalah Ki Kaswatama dan Ki Sumping,
"Huh! Aku sama sekali tidak mengenalmu. Lebih baik, kalian pergi ke neraka...!"
Ki Kaswatama, Ki Sumping, dan Erlangga tercengang.
Jelas ada sebuah kekuatan yang menguasai jiwa Ki Sidarata. Dan ketiga laki laki
-ini tidak mungkin mampu menyadarkan Ketua Padepokan Camar Putih ini.
"Ingatlah, Ki. Iblis telah mehguasaimu. Masih ada
kesempatan bagimu untuk kembali ke jalan semula.
Kami akan menolongmu!" ujar Erlangga, berusaha membujuk.
"Bunuh mereka!" perintah Ki Sidarata pada kelima anak buahnya yang memakai jubah
hitam. Tentu saja hal ini amat mengejutkan ketiga pendekar itu.
"Bagus! Ternyata kau tetap setia pada Ketua Yang Agung, Sidarata. Untuk
kesetiaanmu, nanti kuberikan surga lagi untukmu!" timpal Ratu Alam Baka, memuji.
Sementara itu, kelima laki laki berjubah hitam menerjang ketiga pendekar ini -dari seluruh penjuru arah. Tangan mereka yang berwarna hitam terkembang,
meluncur deras mencari sasaran. Namun dengan mempergunakan ilmu meringankan
tubuh, ketiga pendekar itu segera melenting ke udara. Tongkat bambu di tangan
mereka ntak pula menghajar punggung lawan-lawannya.
Mendapat serangan itu, kelima laki laki berjubah hitam dengan gesit berkelit,
-seraya coba menangkis serangan bambu. Namun ketiga pendekar itu mendadak menarik
balik serangannya. Bahkan secepat kilat melepaskan tendangan ke wajah.
Serangan itu, tentu merupakan kehebatan tersendiri bagi ketiga pendekar itu.
Karena, mereka menyerang justru pada saat tubuh tengah meluncur ke bawah.
Maka orang orang berjubah hitam ini sama sekali tidak sempat menghindar karena
-gugup. Lalu....
Buk! Buk! Buk! Prol! "Wuaaakh...!"
Tiga dari lima orang berjubah hitam terdorong ke
belakang disertai jeritan tertahan sambil memegangi mulutnya yang mengucurkan
darah. Pada saat mereka menyemburkan darah dari mulut, maka beberapa buah gigi
tampak ikut tanggal terpental keluar.
Seperti tidak menghiraukan sakit yang diderita, lima laki laki berjubah hitam
-kembali membangun serangan gencar.
Tiga pendekar itu tidak tinggal diam. Mereka segera memutar bambu di tangan
dengan cepat sekali, menimbulkan suara mendengung dengung menyakit-kan telinga.
-Akibatnya lima laki laki berjubah hitam terhuyung mundur. Namun mereka segera
-menutup telinga dengan pengerahan tenaga dalam. Sehingga, pengaruh putaran bambu
menghilang dengan sendirinya,
Pada saat itulah lima laki laki bermantel hitam kembali mencecar ketiga pendekar
-itu. Pukulah pukulan dahsyat dilepaskan. Bahkan tidak jarang melepaskan
-tendangan beruntun. Namun, tampaknya ketiga pendekar dari Lima Pendekar Dari
Lembah Seribu Duka ini cukup tangguh.
*** Para anak buah Ratu Alam Baka yang berjubah hitam melompat mundur. Sejenak
mereka membuat gerakan tangan dengan gerakan rapi. Tepat ketika berhenti di
depan dada, tenaga dalam telah tersalur ke bagian tangan, sehingga berubah
menghitam. Dari telapak tangan langsung tercium bau amis pula, pertanda mereka
telah bersiap siap melepaskan pukulan keji.-"Hiyaaa...!" teriak kelima laki laki berjubah hitam seraya mengeluarkan aji
-'Harimau Hitam Keluar Sarang'
secara serentak.
Hanya beberapa kejap saja, kelima laki laki itu telah mendorongkan kedua tangan
-ketiga arah sekaligus.
Karena suasana dalam keadaan gelap, maka ketiga pendekar itu tidak melihat sinar
hitam yang meluncur deras. Namun sebagai tokoh tokoh yang telah banyak
-pengalaman di dunia persilatan, begitu merasakan adanya sambaran angin berbau
amis, ketika pendekar ini langsung mengibaskan tangan ke depan.
Wut! Wut! Wut! Saat itu juga, meluruk tiga leret sinar putih berkilauan menerangi kegelapan,
memapak serangan yang tak terlihat. Maka, bertemunya kekuatan sakti itu pun
tidak dapat dihindari lagi. Dan....
Glarrr! Terdengar lima kali ledakan berturut turut. Tampak lima sosok tubuh terpental
-sejauh tiga batang tombak.
Lalu.... "Hoegkh...!"
Kelima laki laki berjubah hitam muntahkan darah segar. Tetapi mereka cepat
-bangkit kembali dan mulai membangun serangan.
Sementara ketiga pendekar itu hanya terjajar dengan tubuh bergetar. Namun dengan
penyaluran napas dan sedikit hawa murni, mereka bisa menguasai diri lagi.
Sementara itu, tanpa ada yang sempat mencegah, lima belas laki laki lain
-berjubah kuning terus melakukan pembakaran. Penduduk yang mencoba menyelamatkan
diri langsung dibantai. Sehingga, di
sana sini terdengar pekik kematian.
Ketiga pendekar itu memang hanya dapat mengurut dada mendengar jerit tidak
berdaya para penduduk itu.
Habis mau bilang apa" Sebab mereka sendiri saat itu sedang menghadapi lawan
-lawan yang tampak tidak mempunyai titik kelemahan untuk dibinasakan,
"Pergunakan jurus 'Gempuran Sang BadaiM', ujar Ki Kaswatama, berbisik.
"Siap!" jawab Ki Sumping dan Erlangga.
Beberapa saat kemudian, pertarungan benar benar tampak seru dan mendebarkan.
-Serentak dan secara susul menyusul, mereka melakukan serangan gencar satu sama
-lain. *** 6 Lima laki laki berjubah hitam anak buah Ratu Alam Baka berusaha mendesak. Namun -pertahanan Ki Kaswatama, Erlangga, dan Ki Sumping begitu kompak. Bahkan serangan
balik ketiga pendekar itu sangat gencar.
Akibatnya kelima anak buah Ratu Alam Baka terpaksa terus bermain mundur saja.
Kenyataan ini jelas menguntungkan bagi para pendekar dari Lembah Seribu Duka.
Tiba tiba mereka mencampakkan bambu di tangan, dan segera mencabut senjata
-berupa pisau panjang berwarna putih mengkilat.
"Mari kita habisi mereka!" teriak Ki Kaswatama memberi aba aba.
-"Setuju! Hiyaaa...!" sahut Ki Sumping dan Erlangga.
Tubuh mereka bergerak memutar kelima arah sekaligus. Sedangkan pisau panjang di
tangan meluncur deras menghantam tiga jalan kematian.
Kelima laki laki berjubah hitam ini terkesiap. Mereka cepat memiringkan badan ke
-samping. Tetapi, gerakan dua orang Pendekar Lembah Seribu Duka tidak kalah
cepat. Sehingga....
Cras! Cras! "Wuaaakh...!"
Kedua laki laki berjubah hitam menjerit keras ketika tangan kanan mereka putus
-terkena sabetan senjata Ki Kaswatama dan Erlangga yang sangat tajam.
Potongan tangan itu jatuh ke tanah. Tetapi anehnya bisa bergerak gerak seakan
-hidup. Lalu, melayang ke
udara dan melekat kembali ke bagian yang sempat terputus tadi.
Trep! "Heh..."!"
Tiga pendekar dari Lembah Seribu Duka terkejut setengah mati. Mereka merasa
yakin ada kekuatan gaib yang telah mengembalikan tangan itu ke tempat asalnya.
"Kalian bertiga akan mati di tangan kami. Semua orang yang berani menentang Ratu
Alam Baka dan Ketua Yang Agung, harus lenyap dari kolong langit!"
dengus Dewi Anggini, sambil terus memperhatikan jalannya pertarungan.
"Kalian iblis keparat! Hiyaaa...!" teriak Ki Kaswatama.
Tiba tiba tiga pendekar dari Lembah Seribu Duka berjumpalitan ke belakang.
- Begitu mendarat, tangan kanan mereka bergabung menjadi satu. Tidak lama
kemudian, terdengar suara jeritan di sana sini. Tubuh ketiga pendekar itu tampak-bergetar hebat. Keringat sebesar besar jagung membasahi sekujur tubuh dan
-pakaian. "Hiyaaa...!"
Disertai teriakan keras menggelegar, mereka segera mengerahkan aji 'Membelah
Bumi' dalam keadaan tangan mereka telah menyatu, mereka segera menghantamkan ke
permukaan tanah.
Blarrr...! Seketika terdengar suara bergemuruh. Dan tanah di depan mereka pun menganga
lebar siap menelan lawan lawannya.
-Di sela sela retakan tanah selebar dua batang
-tombak itu, tiba tiba terlihat nyala api yang seakan akan keluar dari dasar
- -perut bumi. Dua orang berjubah hitam yang sempat menerjang ke depan sudah tidak
sempat lagi menyelamatkan diri. Tubuh mereka tercebur dalam kobaran api yang
keluar dari rengkahan tanah saat itu juga terdengar jeritan menyayat yang sangat
memilukan. Ki Sidarata terkesiap melihat kehebatan ajian yang sangat langka. Sebaliknya,
Ratu Alam Baka menggeram marah. Seketika matanya dikedipkan.
Wuusss...! Seketika dari mata itu melesat sinar putih berwarna keperakan yang menyambar ke
Pendekar Rajawali Sakti 199 Ratu Alam Baka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
arah lubang besar memanjang di depan ketiga pendekar dari Lembah Seribu Duka.
Jleb! "Heh"!"
Ketiga laki laki ini tersentak kaget ketika melihat tanah di depan bertaut
-kembali. Semetara dua laki laki berjubah hitam yang sempat tercebur tadi, sudah
-tidak dapat diselamatkan lagi. Dan hal ini justru membuat Ratu Alam Baka menjadi
sangat marah! "Mundur kalian semuanya!" teriak Dewi Anggini.
Tiga orang berjubah hitam berlompatan mundur.
Sedangkan lima belas laki laki berjubah kuning telah mengurung ketat ketiga
-pendekar dari Lembah Seribu Duka.
"Ketua! Biarkan aku yang membereskan bangsat-bangsat ini!" sergah Ki Sidarata
sambil menjura hormat.
Tetapi Dewi Anggini yang telah dibangkitkan dari alam kubur ini menggelengkan
kepalanya. "Ketua Yang Agung baru saja mengatakan padaku, agar membunuh mereka secepatnya.
Hanya akulah yang akan melakukannya dengan tangan dan mataku!"
desis Ratu Alam Baka.
Ki Sidarata terpaksa melompat mundur untuk memberi kesempatan pada Ratu Alam
Baka. "Kita dahului dial" sentak Ki Kaswatama. "Gunakan jurus 'Menari Di dalam
Lingkaran Bulan'."
Dua pendekar lainnya, segera mengangguk seraya mengerahkan jurus yang disebutkan
Ki Kaswatama. Saat itu juga, ketiga laki laki ini segera meIepaskan serangan--serangan paling berbahaya. Tangan mereka mencengkeram kebagian mata dan juga
perut Ratu Alam Baka. Karena serangan yang dilakukan terlalu cepat, maka dalam
waktu sekedipan mata saja tangan tangan maut mereka sudah hampir mencapai
-sasaran. Namun dalam keadaan yang sangat gawat, Dewi Anggini mengibaskan tangannya untuk
menghadang serangan.
Duk! Duk! "Huugkh...?"
Terdengar keluhan tertahan. Tampak ketiga pendekar itu terhuyung ke belakang.
Jangan mereka yang membentur tangan Ratu Alam Baka terasa sakit dan berubah
dingin membekukan. Bahkan belum sempat mereka melancarkan serangan kembali,
wanita itu telah mengedipkan mata yang telah berubah memutih keseluruhannya.
Set! Seketika tiga leret sinar putih melesat bagaikan kilat ke arah ketiga pendekar
itu yang langsung terkesiap,
karena penglihatan menjadi silau.
"Menghindar!"
Ki Kaswatama yang menyadari bahaya sedang mengancam jiwa segera memberi
peringatan dengan suara keras. Dan tubuhnya segera berguling guling ke samping.
-Tetapi malang bagi Ki Sumping dan Erlangga.
Mereka terlambat menyelamatkan diri. Akibatnya..,.
Blar! Blarrr! "Aaa...!"
Jerit kematian mewamai ledakan keras akibat sinar-sinar putih itu menghantam
tubuh Erlangga dan Ki Sumping. Dan sesuatu yang sangat mengerikan pun terlihat.
Tubuh kawan kawan Ki Kaswatama meleleh bagaikan lilin. Dan dalam waktu sangat
-singkat, yang tertinggal hanya tengkorak dan tulang belulang saja.
-"Erlangga...! Ki Sumping...!"
Ki Kaswatama menjerit menyayat melihat nasib jmenggiriskan yang terjadi pada dua
sahabatnya. Laki-laki Ketua Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka ini menggeram
marah. Tangannya yang terkepal seketika diadu satu sama lain.
"Hiyaaa...!" teriak Ki Kaswatama seraya mengerahkan pukulan 'Dewa Halilintar'.
Gleger! Terdengar serangkaian ledakan dahsyat bagaikan suara petir. Dari kepalan tangan
yang diadu tadi, tampak bergulung gulung sinar merah meluncur ke arah Ratu Alam -Baka. Suasana panas kini seperti di neraka saja. Rupanya, Ki Kaswatama telah
mengeluarkah pukulan 'Dewa Halilintar' untuk menyerang wanita itu.
Pada saat yang sama, Ratu Alam Baka kembali
mengedipkan matanya pula. Seketika sinar putih kembali melesat, memapak sinar
pelangi. Kedua sinar itu saling himpit dan dorong mendorong. Dan agaknya, Ki
-Kaswatama kalah dalam hal adu tenaga dalam.
Sehingga.... Blarrr! "Aaakh...!"
Ketua Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka terjengkang. Dadanya terasa sesak.
Ketika berusaha menarik napas, maka darah keluar dari hidung, mulut serta
telinganya. Ratu Alam Baka walaupun sudah melihat lawannya dalam keadaan sekarat tanpa rasa
kasihan lagi mengedipkan matanya kembali. Maka kembali sinar putih melesat bagai
kilat. Lalu....
Glarrr! Sinar putih kontan meluluh lantakan tubuh Ki Kaswatama. Daging di tubuhnya
mencair dan menebarkan bau busuk. Sebentar saja Ketua Lima Pendekar Dari Lembah
Seribu Duka ini hanya tinggal tulang belulang saja.
-Dewi Anggini tersenyum dingin, menatap mayat Ki Kaswatama. Sementara Ki Sidarata
dan anak buah lainnya yang menyaksikan kehebatan ketua mereka tampak terkagum
-kagum. "Kehebatan yang kau miliki tidak perlu diragukan lagi, Ketua. Aku bangga menjadi
wakilmu!" Puji Ki Sidarata, takjub.
"Hi hi hi,..! Kau memang pandai memuji. Tetapi, sudahlah! Hari menjelang pagi.
Aku dan kau memerlu-kan tempat persembunyian. Besok malam, kita bisa
mencari lagi musuh besar Ketua Yang Agung," ujar Ratu Alam Baka.
Mereka semua tentu patuh dan tunduk pada perintah Dewi Anggini. Tanpa bicara
apa apa, anak buah Ratu Alam Baka mengikuti ke mana pun Dewi Anggini pergi.
-*** "Sial...!" maki Kuntala, di atas kuda coklatnya.
Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti hanya menggeleng gelengkan kepala, seakan
-tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Aku tidak tahan melihat semua ini! Di mana mana kulihat rumah rumah - -dibumihanguskan. Mayat mayat penduduk yang tidak berdosa berceceran tanpa bisa
-mengatakan, siapa yang bersalah. Kita bukan pengubur jenazah. Satu hal yang
sangat kusesalkan, mengapa kita tidak bisa menghentikan mereka?" desis pemuda
berbaju biru itu.
Rangga yang sejak tadi duduk diam di atas punggung Dewa Bayu memandang tajam
pada Kuntala. "Bicaramu seperti menyalahkan aku, Kuntala"
Mengapa" Aku pun tak sudi membiarkan para iblis Itu menebar maut di mana mana"
-Kau lihatlah tulang-belulang ini?" desis Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga menunjuk pada tiga onggok tulang belulang yang terhampar dekat kaki kuda
-mereka. "Melihat tongkat dan pisau panjang yang tergolek dekat mereka, kalau tidak salah
tiga tulang belulang itu mayat dari para pendekar dari Lembah Seribu Duka,"
-jelas Kuntala pelan. "Aku tidak habis mengerti, mengapa mereka berbuat kejam
pada Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka?"
"Itulah jawabannya,"seru Rangga. "Kau ingatlah selebaran yang kuceritakan yang
ditulis di atas kulit manusia. Tampaknya Ratu Alam Baka dan anak buahnya
hanyalah alat. Apa pun alasannya, orang yang berdiri di belakang Ratu Alam Baka
pasti punya dendam tertentu terhadap Dewi Kunti, salah satu dari Lima Pendekar
Dari Lembah Seribu Duka," jelas Pendekar Rajawali Sakti.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Kuntala semakin bingung.
"Kita harus mencarinya. Tetapi kuharap kau jangan menyudutkan aku terus. Aku
hanya manusia biasa yang mempunyai keterbatasan," pinta Pendekar Rajawali Sakti.
"Maafkanlah. Aku terlalu kalut. Dan ini membuatku tidak dapat berpikir luas!"
ucap Kuntala menyesalkan.
Rangga terdiam. Menurut apa yang didengarnya, Lima Pendekar Dari Lembah Seribu
Duka adalah orang-orang berkepandaian tinggi. Jika tiga di antaranya sampai
binasa, berarti lawan lebih hebat lagi.
"Kita harus menemukan titik kelemahan mereka.
Kurasa mereka sangat tangguh apabila bertarung di malam hari."
"Bagaimana kau bisa beranggapan begitu?" tanya Kuntala.
"Aku hanya menduga. Semoga saja dugaanku tidak meleset. Bagaimanapun, kekuatan
iblis selalu begitu.
Sudahlah.... Sekarang kita lanjutkan pencarian ini.
Semoga mereka belum jauh dari sini!" tegas Rangga.
"Mari," sahut murid tertua Padepokan Camar Putih.
Kedua pemuda ini menggebah kuda yang mereka tunggangi menelusuri jejak jejak -yang tertinggal di atas pasir.
*** Sampai di pinggiran sebuah hutan yang lebat, Pendekar Rajawali Sakti dan Kuntala
kehilangan jejak.
Begitu lebatnya hutan itu, sehingga bila masuk ke dalamnya bagai berada dalam
suasana malam hari saja.
Pendekar Rajawali Sakti langsung mengerahkan aji
'Pembeda Gerak Dan Suara'. Dia menggumam tak jelas, seperti ada sesuatu yang
tertangkap di telinganya.
"Mereka tidak mungkin menghilang seperti hantu.
Kurasa mereka berada di depan sana," kata Kuntala, langsung turun dari kudanya.
"Sebaiknya kita masuk ke dalam hutan itu sekarang!"
putus Rangga yang agaknya merasa yakin dengan pendengarannya. Pendekar Rajawali
Sakti segera turun dari kudanya.
Mereka kemudian meninggalkan kuda masing
-masing di pinggir hutan. Namun baru beberapa langkah menelusuri hutan yang
begitu rapat pepohonannya, tiba tiba dari atas pohon berlompatan lima belas
-orang berjubah kuning dan tiga berjubah hitam. Hanya dalam waktu sebentar saja
mereka telah mengurung Pendekar Rajawali Sakti dan Kuntala.
"Inilah orang orang yang sangat kau harapkan itu, Kuntala!" bisik Rangga, kalem.
-"Tapi aku tidak melihat Ki Sidarata?" sahut Kuntala.
"Mungkin gurumu menganggap orang orang ini telah cukup kuat untuk menyambut
-kedatangan bekas muridnya yang terlupakan!" sindir Rangga, sehingga membuat
wajah pemuda itu merona merah.
"Kalian benar benar berani mati telah datang kemari!" desis salah seorang laki
- -laki berjubah hitam geram.
"Sangat disayangkan, justru kedatangan kami untuk memenggal kepala kalian satu
demi satu!" sahut Kuntala tidak kalah sengit
"Kalian hanya pemimpi konyol! Bunuh mereka...!"
perintah laki laki berjubah hitam.
-Disertai gumaman tidak jelas, lima orang berjubah kuning langsung menerjang
Rangga dan Kuntala. Kedua pemuda ini menyambut serangan dengan tidak kalah
sengit. Bahkan Kuntala sudah mengeluarkan jurus
'Camar Menepuk Buih', salah satu jurus simpanan yang cukup hebat.
Tiba tiba saja Kuntala menerjang ke depan sambil menghantamkan kedua tangannya.
- Dua orang lawan yang berada paling dekat menjadi sasaran....
Plak! Plak! "Wuaah...!"
Kedua laki laki berjubah kuning itu kontan terjengkang. Hidung mereka patah -mengucurkah darah.
Sementara, Rangga telah pula menjatuhkan tiga orang dengan sekali gebrak.
Melihat lima kawannya jatuh sekaligus, sepuluh orang berjubah kuning segera
melakukan penge-royokan. Dengan senjata gada berduri mereka berusaha bergerak
mendesak Rangga dan Kuntala.
Wuuutt! Wuuutt! Hujan senjata datang bertubi tubi menghantam kedua pemuda ini. Namun melihat
-keroyokan yang membabi buta itu, Rangga sedikit pun tak ciut nyalinya segera
-dipergunakannya jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'
untuk menghindari serangan. Kaki nya segera bergerak-gerak cepat danlincah,
-dengan tubuh terus meliuk liuk manis sekali. Dan tak satu serangan pun yang
-dilancarkan lawannya berhasil mengenai sasaran.
Gerakan gerakan yang dibuat Pendekar Rajawali Sakti membuat orang orang berjubah
- -kuning menjadi penasaran. Maka hampir bersamaan, mereka berlompatan mundur.
Begitu mendarat serentak mereka menghentakkan tangan ke arah Pendekar Rajawali
Sakti dan Kuntala.
Wuut! Wuutt! Saat pukulan jarak jauh meluncur dari tangan lima belas orang berjubah kuning,
Rangga langsung merasakan sengatan hawa dingin yang mematikan.
Bahkan Kuntala sempat menjerit dan tergelimpang, karena jalan darahnya
tersendat sendat
-Rangga yang bermaksud melepaskan pukulan balik terpaksa menyelamatkan Kuntala
dulu. Seketika disambarnya Kuntala. Lalu tubuhnya melenting ke udara, membuat
serangan yang ditujukan pada dua titik hanya mengenai tempat kosong.
Glarrr! "Heh..."!"
Pendekar Rajawali Sakti telah hinggap di sebuah dahan pohon bersama Kuntala jadi
terkejut. Akibat
pukulan orang orang berjubah kuning yang digabung-kan menjadi satu, ternyata
-menimbulkan sebuah lubang yang sangat besar!
"Salurkan tenaga dalammu. Aku akan membuat pertahanan mereka jadi porak
-poranda!" ujar Rangga.
Kuntala mengangguk. Sementara Pendekar Rajawali Sakti yang masih bertumpu pada
dahan pohon, segera menyalurkan tenaga dalam ke bagian telapak tangan.
Tiba tiba sambil meluruk ke bawah kedua tangannya menghentak.-"Hiyaaa...!" teriak Rangga seraya mengerahkan aji
'Guntur Geni'. Seleret sinar merah langsung meluncur deras ke delapan penjuru. Orang orang
-berjubah kuning bersurut mundur, dan cepat mendorongkan kedua tangannya ke arah
serangan sinar merah. Blarrr!
"Aaaeee...!"
Belasan sosok tubuh berpentalan disertai jeritan kesakitan saling sambut. Rangga
sendiri terguling-guling. Dari sudut sudut bibirnya meneteskan darah segar.
- -Jelas, tenaga dalam lima belas orang berjubah kuning itu bila bersatu ternyata
lebih besar daripada yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti.
Pemuda berbaju rompi putih itu segera berdiri.
Tetapi dadanya tiba tiba saja menjadi sesak. Padahal pada saat itu beberapa
-orang berjubah kuning telah menyerang dengan gada berduri.
Pada saat yang gawat Kuntala yang berada di atas cabang pohon segera mencabut
pedangnya. Tubuhnya langsung meluncur turun sambil mengibaskan pedang ke arah
orang orang yang mengerubuti Rangga.
-"Kucing kurap di dalam karung memang minta dipentung! Hiyaaa...!" teriak
Kuntala. Dan pedang di tangannya pun terus meluncur deras tanpa dapat dicegah
lagi. Cras! Cras! "Aaakh...!"
Terdengar jeritan saling susUl disertai bergelim-pangannya beberapa sosok tubuh
bersimbah darah.
Tampaknya, Kuntala memang mengamuk bagaikan banteng terluka. Hal ini merupakan
kesempatan bagi Rangga untuk mengobati luka dalamnya, melalui pengerahan hawa
murni. "Mereka tidak bisa lagi diajak main main, Kuntala!"
-kata Rangga. "Ayolah cepat, aku sudah hampir terdesak!" keluh Kuntala melihat Rangga masih
merapatkan tangan di dada.
Kini Rangga sudah tidak memberi hati lagi. Begitu pengerahan hawa murninya
selesai, langsung dikerahkannya jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
"Hiaaa...!"
Tiba tiba saja Pendekar Rajawali Sakti meluruk deras ke arah orang yang berada
-di samping kanan.
Tangannya menghantam ke dada dan kepala.
Duk! Prak! "Aaa...!"
Dua orang berjubah kuning kontan jatuh terjengkang terhantam tangan Pendekar
Rajawali Sakti yang berisi tenaga dalam tinggi. Yang satu kepalanya rengat.
Sedangkan yang satunya lagi, dadanya melesak
ke dalam. Mereka langsung terkapar tak bangun lagi.
Bersamaan dengan itu dari samping meluncur sebuah gada hendak mengemplang kepala
Rangga. Dengan gerakan manis sekali, Pendekar Rajawali Sakti segera melompat ke
belakang. Pada saat yang sama, dari belakang datang pula serangan lain yang
dilakukan oleh laki laki berjubah hitam. "Hup...!"-Rangga segera melenting ke udara. Tubuhnya berjumpalitan beberapa kali, lalu
meluncur deras ke bawah. Langsung dikerahkannya jurus 'Rajawali Menukik
Menyambar Mangsa' dengan kaki meluncur menyambar kepala lawan lawannya.
Pendekar Rajawali Sakti 199 Ratu Alam Baka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-Prak! Prak! "Aaakh...!"
Empat orang kembali terpelanting dengan kepala hancur dan nyawa melayang ke
neraka. Rangga sudah tidak mempedulikan lawan lawannya yang tewas. Dia terus
-menghajar para pengeroyok yang semakin menyusut.
*** 7 Kuntala sendiri tampak semakin sibuk. Dalam keadaan melakukan serangan,
sebenarnya hatinya bertanya-tanya dalam hati mengapa lawan lawannya yang sudah
-tewas sekarang tampak bergerak gerak kembali"
-Apakah mereka dapat hidup lagi" Mengingat tempat terjadinya pertempuran di bawah
pohon lebat tak tertembus sinar matahari.
"Rangga! Mereka hidup lagi!" teriak Kuntala, ketika melihat satu dua orang lawan
yang telah menjadi mayat bangkit kembali.
"Jangan khawatir! Sekarang hari telah menjelang panas. Kau tebangilah pohon
-pohon yang terdapat di sekeliling tempat ini. Biarkan aku yang membereskan
mereka!" jawab Rangga, keras.
Benar saja! Sekerika Kuntala segera menebangi pohon pohon di sekeliling tempat -pertarungan. Sedangkan Rangga mulai saat itu mulai melepaskan pukulan pukulan
-dahsyat. "Heaaa...!" teriak Rangga seraya mengerahkan aji
'Bayu Bajra'. Disertai teriakan keras menggelegak, Rangga tiba-tiba saja menghantam kedua
tangannya ke arah lawan-lawannya. Dari telapak tangannya, sekerika angin topan
bergulung gulung melesat.
-Orang orang berjubah kuning itu bagaikan daun-daun kering berpelantingan tersapu
-serangan Pendekar Rajawali Sakti. Jeritan keras pun mewarnai berjatuhnya
beberapa sosok tubuh lawan. Mereka ada yang masih dapat bangkit berdiri, tetapi
ada pula yang dalam keadaan sekarat.
Sementara itu Kuntala mulai berhasil menebang beberapa batang pohon, sehingga
menimbulkan suara gemuruh memekakkan telinga. Ketika sinar matahari dapat
menembus ke bawah, jeritan mengeritan pun terdengar di sana sini.
-Mereka yang masih selamat berusaha mencari perlindungan di kelebatan daun pohon.
Tetapi, Rangga tidak memberi kesempatan lagi.
"Hm.... Setelah matahari dapat menyinari kalian, aku tahu kawan kawan kalian
-yang sudah mati tidak mungkin bisa hidup kembali. Hei, orang berjubah hitam!
Kawanmu yang berjubah kuning hanya tinggal tiga orang lagi. Mereka bagian
kawanku. Sedangkan kalian adalah bagianku...!" tantang Rangga.
"Kalian berdua akan menyesal karena telah membunuh pengikut pengikut Ratu Alam
-Baka!" sahut orang berjubah hitam yang berbadan lebih jangkung.
"Jangan banyak bicara! Suruh keluar Ratu Alam Baka dan orang yang bernama Ki
Sidarata!" tantang Rangga sengit.
"Kalian tidak layak memerintah kami! Huh...!" terdengar orang ini marah.
"Kuntala! Tiga monyet kuning itu bagianmu! Biarkan monyet lutung yang di depanku
ini menjadi bagianku!"
ujar Pendekar Rajawali Sakti, berusaha memanas-manasi.
"Beres! Haiiit...!" teriak Kuntala.
Setelah memutar pedangnya beberapa kali, Kuntala
mengerahkan jurus 'Camar Menyambar Mematuk Ikan'
untuk menyerang. Maka tentu saja lawan yang cuma tinggal tiga orang mulai
pontang panting memper-tahankan diri.
-Sekarang mereka tidak dapat lagi mengembangkan permainan gada. Malah beberapa
kejap setelah itu hanya main mundur menghindari tebasan pedang Kuntala.
"Hiyaaa...!"
Kuntala tiba tiba saja menerjang ke depan sambil mengibaskan pedangnya ke arah -salah seorang yang berada di samping kiri. Orang berjubah kuning ini mencoba
menghindari sambil menangkis dengan gada.
Trang! "Heh..."!"
Gada itu kontan terpental. Sedangkan pedang di tangan Kuntala terus meluncur.
Dan.... Cresss! "Aaakh...!"
Salah seorang dari laki laki berjubah kuning menjerit tertahan. Tubuhnya
-terhuyung huyung, lalu roboh dengan darah menyembur dari luka di bagian jantung,
-Sementara itu, lawan yang dihadapi Rangga memang mempunyai ilmu olah kanuragan
sedikit lebih tinggi dibandingkan mereka yang memakai jubah kuning.
Tetapi, tampaknya Pendekar Rajawali Sakti tidak merasakan kesulitan.
Ketika lawan lawannya menerjang dengan tendangan dan pukulan yang terarah ke
-bagian lambung dan kepala, Rangga segera melakukan salto di udara.
Begitu meluruk kembali tangannya bergerak mengibas
dengan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
Prak! Prak! Prak!
"Aaa...!"
Disertai jeritan keras ketiga laki laki itu terpelanting dengan kepala pecah
-terhantam telapak tangan yang membentuk paruh rajawali.
Pendekar Rajawali Sakti menarik napas dalam dalam.
-Ketika matanya melirik, pada saat itu Kuntala sedang mengibaskan pedang ke
bagian perut dan dada lawannya.
Cras! Cras! "Aaa...!"
Kedua laki laki berjubah kuning itu terjengkang dengan isi perut terburai
-keluar. Mereka berkelojotan sebentar, lalu diam tak bergerak untuk selama
-lamanya. Trek! Kuntala menghampiri Rangga, setelah menyarungkan pedangnya yang telah
dibersihkan dengan baju pakaian salah seorang berjubah kuning. Dijabatnya tangan
Rangga. Pendekar Rajawali Sakti merasa terheran-heran.
"Ada apa rupanya?" tanya Rangga.
"Aku hanya merasa senang, karena kita mampu membunuh pengikut pengikut Ratu Alam
- Baka," jawab Kuntala.
"Simpanlah kegembiraanmu. Karena, kita belum berhasil mendapatkan sasaran yang
diinginkan!" ujar Rangga, tegas.
"Lalu bagaimana?"
"Kita harus mencari mereka. Mudah mudahan, mereka masih berada di sekitar tempat-ini," kata
Rangga. Dan mereka pun segera menelusuri jejak Ratu Alam Baka. Namun setelah mencari
-cari ke seluruh tepian hutan, tidak terlihat tanda tanda Ratu Alam Baka
-bersembunyi di sekitar tempat itu.
"Induk ayam tidak pernah jauh dari anak anak-nya,"desis Rangga.
-"Apa maksudnya?" tanya Kuntala.
"Maksudku, mustahil pengikut pengikutnya terpisah jauh dari pimpinan mereka,"
-jelas Rangga. "Tetapi kita tidak menemukannya. Lebih baik kita cari di tempat lain!" saran
Kuntala. Pendekar Rajawali Sakti memang merasa tidak ada gunanya bertahan di situ lebih
lama lagi. Sehingga, mereka segera pergi meninggalkan tempat Ini.
*** "Bagaimana, Ratu" Mengapa kita tidak bertindak ketika mereka membunuh seluruh
pengikutmu?" tanya Ki Sidarata.
Dewi Anggini yang saat itu duduk di dalam sebuah gua kecil hanya diam membisu.
Memang, dalam keterbatasannya, Ratu Alam Baka dan Ki Sidarata tak bisa berbuat
apa apa saat Pendekar Rajawali Sakti dan Kuntala menghabisi para anak buah Ratu
-Alam Baka yang berjubah kuning. dan berjubah hitam.
Mereka memang sebenarnya melihat pertarungan itu dari kelebatan hutan yang tak
mereka lihat, daerah sekitar pertarungan mulai tertembus sinar matahari, setelah
Kuntala menebangi pohon pohon di sekitar
-pertarungan. Sehjngga sinar matahari bisa menembus masuk. Inilah yang
menghalangi Ratu Alam Baka dan Ki Sidarata.
Dan sebelum Ratu Alam Baka menjawab, muncul seorang laki laki berjubah merah
-dari arah pintu gua.
Begitu melihat siapa yang datang, Ki Sidarata maupuh Ratu Alam Baka langsung
berlutut memberi hormat.
"Ketua Yang Agung menyusul kami?" tanya Ratu Alam Baka terkejut. "Jadi, Ketua
Yang Agung juga melihat kehancuran anak buah kami di tangan kedua pemuda
tadi...?" "Aku selalu menyertai ke mana pun kalian pergi. Hari ini kita benar benar -kecolongah. Dan ini, membuatku sangat gusar!" desis laki laki memakai jubah
-merah yang berjuluk Ketua Yang Agung.
"Aku tidak dapat melindungi mereka, Ketua Yang Agung. Karena....!"
"Ya..., aku tahu. Jika kau keluar pada saat matahari panas terik, maka seluruh
kekuatanmu akan luntur. Kau menjadi orang yang mudah dikalahkan. Padahal, kau
menjadi harapanku satu satunya untuk menyelesaikah dendam lama," potong Ketua
-Yang Agung seakan mengerti apa yang ingin diucapkan Ratu Alam Baka.
"Lalu bagaimana, Ketua Yang Agung?" tanya Ki Sidarata.
"Apa yang harus kalian lakukan tetap tidak berubah.
Hanya tugas yang harus kalian hadapi kini bertambah dengan munculnya kedua
pemuda tadi," jelas Ketua Yang Agung.
"Tampaknya kedua pemuda itu mempunyai
kepandaian tinggi, Ketua Yang Agung. Terlebih lebih pemuda yang memakai baju
-rompi putih itu," Ratu Alam Baka menimpali.
"Benar. Aku juga telah melihatnya," sahut orang berjubah merah gusar.
"Tetapi selama aku masih hidup, kalian tidak perlu meiasa gentar. Karena, aku
selalu mengawasi dan melindungi kalian berdua dari kehancuran. Kalian berdua
akan tetap abadi selama lamanya," tandas Ketua Yang Agung disertai senyum
-dingin. "Dan kalian yang penting harus membayarkan dendamku pada salah satu dari
Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka...!"
Ki Sidarata terdiam. Sementara Ratu Alam Baka sendiri merasa heran, siapa
sebenarnya orang yang menjadi musuh besar majikannya itu" Bukankah menurut Ketua
Yang Agung, dia telah membunuh tiga dari Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka"
Lalu, siapa yang dimaksud"
"Ketua Yang Agung," panggil Ratu Alam Baka yang bernama asli Dewi Anggini.
"Ya...!" sahut orang berjubah merah itu.
"Di antara Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka yang mana sebenarnya musuh
besarmu?" tanya Ratu Alam Baka.
"Ha ha ha...! Kau rupanya ingin tahu, Dewi Anggini.
Orang yang sangat kubenci adalah orang yang telah menyakiti hatiku! Aku ingin
melihatnya mati. Dia bernama Dewi Kunti!"
"Dewi Kunti?" desis Ratu Alam Baka, seperti mencoba mengingat ingat
-Pada kesadarannya yang tumpul, Ratu Alam Baka seperti pernah dekat dengan nama
itu. Hanya saja, dia tidak tahu kapan dan di mana"
"Tampaknya kau terkejut" Apakah kau mengingat sesuatu?" tanya laki laki berjubah
- merah menyelidik.
"Tidak! Aku tidak dapat mengingat apa apa. Yang aku tahu, persoalanmu adalah -persoalanku juga, Ketua Yang Agung. Jika kau sedih, aku pun turut merasakan
kesedihanmu. Hanya aku ingin bertanya, apakah anak buah kita yang telah mati itu
nanti malam dapat bangkit kembali?"
Ketua Yang Agung terdiam. Wajahnya tampak berubah muram. Mustahil anak buahnya
yang telah mati dapat dibangkitkan kembali. Karena, tubuh mereka telah terkena
sinar matahari. Ilmu 'Pembangkit Raga'
tidak akan dapat dipergunakan untuk menghidupkan mayat yang telah terkena sinar
matahari. "Itu tidak dapat kita lakukan, Ratu Alam Baka.
Terkecuali jenazah mereka terlindung dari pengaruh Sinar surya," jelas orang
berjubah merah.
"Sangat disayangkan," desis Ki Sidarata ikut menimpali.
"Ya.... Memang sungguh disayangkan. Tetapi, sdahlah. Jangan pikirkan yang telah
terjadi. Aku yakin, kita bertiga mampu menghadapi lawan lawan kita.
-Sekarang, lebih baik kalian bersenang senang!" ujar laki-laki berjubah merah
-sambil tersenyum.
Ketua Yang Agung kemudian keluar meninggalkan gua kecil yang dijadikan tempat
persembunyian. Sedangkan Ki Sidarata dan Ratu Alam Baka yang berada di dalam ruangan gelap ini
tampak saling ber
-pandangan. "Bagaimana, Wakilku" Apakah kita akan bercinta sepanjang hari ini?" tanya gadis
jelita berbadan padat ini disertai senyum menantang.
"Kurasa memang lebih baik begitu. Masa masa yang akan datang, kita akan
-menghadapi tantangan yang sangat berat Tidak ada salahnya jika kita bersenangsenang," jawab Ki Sidarata.
Gadis ini kemudian menggeser duduknya di samping Ki Sidarata, Seketika tercium
bau harum tubuh Ratu Alam Baka di hidung laki laki tua yang sudah lupa ingatan
-itu. Saat itu juga dadanya bergetar. Napasnya terasa tersengal. Dan aliran
darahnya seperti terbalik.
Sekejap kemudian tubuh mereka pun sudah saling menyatu. Mereka menikmati apa
saja yang dapat diraih.
Tanpa disadari, bila telah menyatu seperti itu, kekuatan yang mereka miliki
semakin berlipat ganda! Dan itulah yang memang diharapkan Ketua Yang Agung.
*** Dewi Kunti dan Gagak Lamar yang semula
menempuh jalan ke arah selatari, sekarang terpaksa berbalik arah menuju jalan
yang ditempuh ketiga pendekar dari Lembah Seribu Duka lainnya. Sebab ketika
mereka berada di selatan, tidak menemukan petunjuk apa apa.-Kini di sepanjang jalan yang ditempuh, Dewi Kunti dan Gagak Lamar melihat
pemandangan yang sangat menggiriskan. Rumah rumah yang dibumihanguskan, dan
-mayat mayat bergelimpangan, menjadi peman
- -dangan yang tidak mengenakkan. Dan mayat mayat itu semuanya hampir membusuk.
-Tidak ada waktu lagi Gagak Lamar dan Dewi Kunti untuk menguburkan.
Kedua pendekar ini terus mengerahkan ilmu meringankan tubuh untuk mengejar Ratu
Alam Baka dan pengikutnya.
Menjelang senja, kedua pendekar ini telah sampai di Desa Randu Abang yang
suasananya tampak sepi.
Mungkin penduduknya telah mengungsi ke daerah lain yang lebih aman. Sebab, siapa
pun tahu tentang pembantaian yang dilakukan Ratu Alam Baka yang keji itu.
Setelah sampai di tengah tengah desa, Dewi Kunti dan Gagak Lamar menghentikan
-langkahnya. Mereka memperhatikan suasana di sekeliling dengan tatapan curiga.
"Sebaiknya kita memeriksa tempat ini, Gagak!" saran Dewi Kunti.
"Apakah kau punya firasat bahwa para iblis itu berada di sekitar sini?" tanya
Gagak Lamar, ragu.
"Entahlah! Jantungku berdebar terus. Perasaanku bahkan tidak begitu enak," desah
Dewi Kunti mengeluh.
"Mungkin karena kita jarang istirahat! Apa tidak sebaiknya kita melewatkan malam
dengan beristirahat di sini?" usul Gagak Lamar.
"Tidak bisa! Kita tidak tahu, bagaimana nasib kawan-kawan kita. Lagi pula, mana
mungkin aku bisa memejamkan mata, jika Ratu Alam Baka belum dapat dibekuk?"
tegas Dewi Kunti.
"Lalu....?"
"Periksa rumah rumah kosong di depan sana, Tolol!"
-"Kau jangan marah terus padaku. Sebaiknya, jangan menyembunyikan sesuatu jika
memang mengetahuinya, Kunti!" sergah Gagak Lamar, bersungut sungut.
-"Aku tidak dapat mengatakannya. Karena, aku merasa belum yakin betul," jawab
Dewi Kunti. "Apa yang kau ketahui?"
"Sudahlah, periksa sana! Aku muak melihatmu. Kau sekarang menjadi orang yang
sangat bawel di kolong langit ini," desis perempuan setengah baya itu semakin
sengit. Gagak Lamar tidak ingin terjadi keributan di antara mereka. Untuk itu segera
dikerjakannya apa yang diperintah Dewi Kunti. Namun baru saja beberapa langkah
meninggalkan Dewi Kunti, tiba tiba terlihat dua sosok tubuh membawa obor
- berjalan perlahan ke arah mereka.
Gagak Lamar menghentikan langkahnya. Matanya memandang tajam ke depan. Ternyata,
orang orang itu tidak lain dari seorang gadis berbaju putih, dan seorang laki- -laki berbaju biru.
"Siapa mereka, Kunti?" tanya Gagak Lamar, seraya mundur kembali mendekati Dewi
Kunti. Dewi Kunti terdiam. Matanya terus mengamati kedua orang yang baru datang itu.
Setelah kedua orang membawa obor itu benar benar berdiri di depannya, Dewi Kunti
-tampak terkejut setengah mati. Tanpa sadar, matanya terbelalak lebar.
"Dewi Anggini?" desis wanita setengah baya itu tidak percaya.
"Apa yang kau katakan tadi?" tanya Gagak Lamar.
"Anggini adalah keponakanku yang telah meninggal
sepuluh tahun yang lalu...," jelas Dewi Kunti, berbisik.
"Bagaimana mungkin?" sergah Gagak Lamar.
Pendekar Rajawali Sakti 199 Ratu Alam Baka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar... Dewi Anggini telah meninggal karena diracun adik sepupuku yang bernama
Gotawarman. Laki laki itu tahu, Dewi Anggini adalah orang yang sangat kukasihi. Untuk
-menghancurkan hatiku, bangsat, itu telah membunuhnya. Dan kini rupanya
Gotawarman telah membangkitkan mayatnya. Aku baru menyadari, setelah kuburan di
Pemakaraan Keramat Sokalarang kita temukan dalam keadaan kosong," papar Dewi
Kunti. "Bagaimana mungkin hal itu terjadi?" tanya Gagak Lamar dengan heran.
"Gotawarman adalah anak adik ayahku. Dia adalah manusia sesat yang dulu sangat
mengharapkan cintaku.
Tetapi aku tidak bisa menerimanya. Selain ber-pantangan, juga karena masih ada
hubungan darah. Aku juga tidak suka perilakunya yang gila. Bahkan, dia juga
telah membunuh kekasihku. Dan aku terus menghindarinya. Dari sini mungkin dia
menjadi penasaran.
Suatu ketika, aku melihatnya hampir memperkosa Dewi Anggini yang berdiri di
depan kita saat ini. Namun, aku berhasil menggagalkannya," urai Dewi Kunti,
pilu. *** 8 Gagak Lamar membisu. Sungguh tidak disangka masa lalu Dewi Kunti begitu
menyedihkan. Pantas saja wanita ini rela tinggal di Lembah Seribu Duka bersama
orang-orang yang senasib seperti dirinya.
"Kemudian karena Gotawarman tidak berhasil mem-persunting dirimu, lalu kecewa?"
tebak Gagak Lamar.
"Memang begitulah kenyataannya," desah Dewi Kunti.
"Tetapi mengapa harus meracuni gadis ini?" tanya laki laki itu tampak tidak -puas.
"Sudah kukatakan tadi, dewi Anggini adalah orang yang sangat dekat denganku. Dan
buktinya, setelah kematian keponakanku ini, aku benar benar hampir gila
-dibuatnya. Sementara, si keparat Gotawarman pergi entah ke mana?" ujar Dewi
Kunti gerarh. "Lupakanlah masalah itu. Dewi Anggini sudah mati.
Dan artinya, sekarang ini kita sedang berhadapan dengan mayatnya yang telah
dibangkitkan seseorang!"
"Betul, Gagak Lamar. Kebaikan mayat tergantung niat baik buruknya orang yang
telah membuatnya hidup kembali. Lalu, siapa orang yang berada di sebelahnya?"
tanya Dewi Kunti curiga.
"Kalau tidak salah, dialah Ketua Padepokan Camar Putih yang bernama Ki
Sidarata," sahut Gagak Lamar, pelan.
Dewi Kunti kemudian berjalan mendekati Dewi Anggini dan Ki Sidarata. Matanya
tajam memperhatikan
keponakannya yang telah meninggalkan sepuluh tahun yang lalu. Kalau menururi
kata hati, ingin sekali dipeluknya Dewi Anggini yang sangat dirindukannya.
Walaupun disadari, gadis yang sangat dimanjanya telah mati.
"Benarkah kau Dewi Anggini?" tanya Dewi Kunti suaranya bergetar memendam rindu.
"Huh! Jangan bicara sembarangan. Kau adalah musuh besar Ketua Yang Agung!"
dengus Ratu Alam Baka.
"Siapa yang kau maksud dengan Ketua Yang Agung?"
tanya Dewi Kunti,
"Kau memancingku! Tetapi, aku memilih tidak menjawabnya!" desis Ratu Alam Baka
sinis. "Baiklah kalau kau tidak mau menjawabnya. Tetapi, kau harus mengatakan sebuah
kebenaran padaku.
Bukankah kau Dewi Anggini" Dan, orang yang berdiri di sampingmu itu pasri Ki
Sidarata, Ketua Padepokan Camar Putih."
"Aku Ratu Alam Baka. Dan kekasihku yangnerangkap wakilku ini adalah Pangeran
Tampan Sidarata," sahut Dewi Anggini tegas.
"Tampaknya kita tidak mungkin menyadarkannya.
Jelas dalang yang berdiri di belakangnya adalah musuhmu!" kata Gagak Lamar
mengingatkan Dewi Kunti.
Tetapi Dewi Kunti tampaknya masih penasaran juga.
Dan dia merasa tidak yakin Dewi Anggini telah dikendalikan kekuatan jahat.
Pertemuan itu membuat perempuan berumur sekitar empat puluh tahun ini lupa kalau
gadis yang dihadapinya sebenarnya sudah
meninggal sepuluh tahun yang lalu.
"Dewi Anggini! Kau harus sadar, siapa dirimu. Kurasa kau tidak gila telah
memilih laki laki tua yang pantas menjadi ayahmu!" bujuk Dewi Kunti.-Mata Ratu Alam Baka tiba tiba saja mendelik. Jarinya dijentikkan ke arah Dewi
-Kunti. Set! Gagak Lamar dan Dewi Kunti jadi terkejut, ketika melihat sinar hitam meluncur
deras ke arah mereka.
Sebagai orang berpengalaman, kedua pendekar dari Lembah Seribu Duka ini langsung
melompat ke udara.
Serangan yang dilakukan Ratu Alam Baka tidak mengenai sasaran, satu jengkal di
bawah kaki Dewi Kunti dan Gagak Lamar.
Blarrr...! Serangan tersebut menghantam rumah yang terdapat di belakang kedua pendekar itu,
menimbulkan ledakan dahsyat. Bahkan rumah itu langsung terbakar.
Baru saja Ratu Alam Baka hendak melancarkan serangan kembali, tiba tiba dari
-dalam kegelapan melesat sosok bayangan merah ke tengah kancah pertamngan.
"Tahan dulu, Ratu Alam Baka...!" seru bayangan itu.
Ketika bayangan merah itu menjejakkan kakinya tidak jauh di samping Dewi
Anggini, Dewi Kunti jelas tidak dapat menahan rasa kagetnya. Di depannya, tampak
laki laki berjubah merah yang sangat dikenal-nya.
-"Heh"! Rupanya kaulah orangnya yang berdiri di belakang Ratu Alam Baka,
Gotawarman"! Selama ini pergi ke mana saja kau, Manusia Keparat!" desis Dewi
Kunti geram. "Ha ha ha...! Aku berada di Pemakaman Keramat Sokalarang selama bertahun tahun,
-menciptakan sebuah ilmu untuk menghancurkan kesombonganmu!"
sahut laki laki berjubah merah yang tidak lain Gotawarman.
-"Manusia licik! Kau rupanya menyamar menjadi kuncen Pemakaman Keramat
Sokalarang. Dan kau telah membangkitkan Dewi Anggini keponakanku dengan ilmu
iblismu?" geram perempuan itu sambil berkacak pinggang.
"Ilmu 'Pembangkit Raga' hanya aku saja yang memilikinya. Aku merasa senang,
karena telah berhasil membangkitkan keponakanmu dari kematiannya.
Mengapa kau tidak pernah berterima kasih?" ejek Gotawarman.
"Kau yang telah meracuni Anggini. Dan sekarang, kau memperalatnya, untuk
menghadapi aku. Sebagai laki-laki, kau adalah seorang pengecut memuakkan!"
"Ha ha ha...! Aku tidak membunuhnya. Aku hanya menyuruhnya beristirahat selama
sepuluh tahun!"
bantah Gotawarman sambil tertawa tawa.-"Benarkah kau dulu telah meracuni aku, Ketua Yang Agung?" selak Ratu Alam Baka
tiba tiba. -"Tentu saja tidak. Pengacau ini hanya mengada ada.
-Dia hendak mengadu domba di antara kita. Untuk seorang pengacau seperti dia,
kalian berdua pantas membunuhnya. Dialah musuh besarku, Ratu Alam Baka.
Sekarang, hancurkan mereka!" perintah Gotawarman tegas.
"Jangan percaya, Anggini. Dia manusia keparat sialan
yang telah membunuhmu. Sadarlah kau...!" teriak Dewi Kunti.
"Percuma kau memperingatinya, Kunti! Dia telah dibangkitkan oleh orang yang
salah, dan pada waktu yang keliru pula. Tidak ada pilihan lain bagimu, selain
menghadapinya!" tandas Gagak Lamar.
Dewi Kunti terdiam. Tanpa disadarinya ada air mata menggenang di pelupuk
matanya. Pergolakan telah terjadi di dalam hati sanubarinya. Dan, hanya dia
sendiri yang tahu.
*** Dewi Kunti sebagaimana yang dikatakan Gagak Lamar memang tidak punya pilihan
lain. Apalagi ketika juga Ki Sidarata yang telah mendapat isyarat dari
Gotawarman, telah menerjang.
Gagak Lamar langsung menghadang ke depan.
"kau adalah lawanku, Ki Sidarata! Hiyaaa...!" teriak Gagak Lamar.
Kedua laki laki ini sebentar saja telah terlibat dalam sebuah perkelahian seru.
-Masing masing telah mengerahkan jurus jurus simpanannya.
- -"Dengan berat hati, aku terpaksa mengembalikan kau ke asalmu, Anggini...!" desis
Dewi Kunti. Tiba tiba perempuan setengah baya itu menerjang ke depan sambil melepaskan
-tendangan ke bagian wajah Dewi Anggini. Cepat sekali datangnya serangan, membuat
Ratu Alam Baka terpaksa melompat mundur ke belakang.
Sementara itu Gotawarman terus mengawasi jalannya pertempuran dari jarak yang
tidak begitu jauh.
Setelah serangannya luput, maka Dewi Kunti segera mempergunakan jurus
andalannya. Maka hanya dalam waktu lima belas jurus, perempuan itu mulai
berhasil mendesak Ratu Alam Baka..
Pada kenyataannya, semasa hidup dulu Dewi Anggini adalah gadis yang kurang mahir
dalam ilmu olah kanuragan. Kalaupun belajar, baru sampai pada bagian dasar saja.
Waktu itu, Dewi Kunti yang melatihnya.
Tidak dapat disangkal kalau dia hanya mampu menghindar dan menangkis.
Namun ketika tiba tiba Ratu Alam Baka menjentikkan kelima jemari tangannya, Dewi-Kunti harus berjuang keras memutar tongkat bambu di tangannya.
Sebab, sebanyak lima leret sinar hitam telah mengancam jalan darah di tubuhnya.
Perempuan setengah baya ini membuat sebuah pertahanan dengan memutar tongkat
bambunya. Wuut! Trak! Tes! Tes! Tes! "Aiiih...!"
Tiga dari lima serangan Ratu Alam Baka berhasil memutus tongkat bambu di tangan
Dewi Kunti menjadi tiga bagian. Terpaksa wanita setengah baya itu membuang
tongkat bambunya yang hanya tinggal dua jengkal. Namun saat itu juga, Dewi Kunti
mengerahkan tenaga dalam ke bagian telapak tangan. Dan ketika melompat ke
depan.... "Hiyaaa..!"
Disertai teriakan nyaring, Dewi Kunti mengerahkan aji 'Segara Guntur' seraya
mendorongkan tangannya ke
depan. Glegar! Serentetan bunyi yang disertai kilatan bagai halilintar, sambung menyambung
mendem ke arah Ratu Alam Baka. Ini merupakan serangkaian pukulan yang sangat
berbahaya. Siapa pun yang terkena, tubuhnya akan hangus.
Rupanya Ratu Alam Baka menyadari bahaya besar yang sedang mengancam. Seketika
tenaga dalamnya dikerahkan ke bagian mata. Dan maka dalam waktu sekejap, kedua
bola matanya telah memutih seluruhnya. Kemudian, matanya pun mengedip.
Wuuusss! Dua leret sinar putih meluncur deras menghantam serangan yang dilepaskan Dewi
Kunti. Tep! Ketika kedua tenaga sakti itu bertemu, terjadilah dorong mendorong yang -menegangkan. Dewi Kunti terhuyung ke belakang. Dadanya terasa sesak seperti ada
batu gunung yang menghimpitnya.
Sedangkan di pihak Ratu Alam Baka hanya bergetar saja. Hingga tiba tiba Dewi
-Anggini menggelengkan kepalanya dengan keras. Lalu....
Glarr! Glarrr! "Huaaakh!"
Jeritan tertahan keluar dari mulut Dewi Kunti disertai semburan darah segar.
Tubuhnya terpelanting ke belakang. Perempuan ini jelas menderita luka dalam yang
cukup parah. Dan baru saja dia bangkit, Ratu Alam Baka telah meluruk kembali.
Sambil menahan luka yang diderita, Dewi Kunti
mencabut sebuah trisula di pinggang yang memiliki ketajaman luar biasa. Dengan
mempergunakan senjata itu dia berusaha menahan gempuran Dewi Anggini. Satu hal
yang sangat dijaganya, wanita setengah baya ini tidak ingin melihat keponakannya
itu melakukan serangan terlebih dahulu. Sebab, mata Ratu Alam Baka ternyata
sangat berbahaya!
*** Sementara itu, perkelahian antara Ki Sidarta dan Gagak Lamar juga sudah mencapai
puncaknya. Kedua orang ini tampaknya sudah sama sama menderita luka dalam. Ki
-Sidarata yang telah mencabut pedangnya, segera mengerahkan jurus jurus andalan.
-"Mampuslah kau, Keparat! Hiyaaa...!" teriak Ki Sidarata sambil menusukkan
senjatanya ke bagian perut Gagak Lamar.
Satu dari Lima Pendekar Dari Lembah Seribu Duka mencabut keris berlekuk tujuh
dari balik pakaiannya.
Saat itu juga keris berwarna kuning keemasan ini dikibaskan.
Tring! Keduanya sama sama terkejut dan terhuyung mundur. Benturan tadi membuat pijaran
-bunga api dari senjata masing masing. Tetapi, Ki Sidarata cepat melompat
-kembali. Pedang di tangannya kembali meluncur membelah udara.
"Hup...!"
Gagak Lamar berusaha menghindar. Tubuhnya berkelit ke samping, namun....
Bret! "Aaakh...!"
Karena gerakan menghindar yang dilakukan Gagak Lamar kalah cepat, maka ujung
pedang Ki Sidarata masih sempat menggores pinggangnya. Tubuh laki laki ini -terhuyung huyung sambil memegangi luka yang dideritanya.
-"Sekali ini kau pasti mati di tanganku!" desis Ki Sidarata.
Seketika senjata Ketua Padepokan Camar Putih berputar beberapa kali. Selanjutnya
tubuh laki laki berbaju biru ini melesat ke depan. Sementara pedangnya meluncur
-ke bagian dada. Tidak ada kesempatan lagi bagi Gagak Lamar untuk menyelamatkan
diri. Dan dia hanya bisa memejamkan mata saja, pasrah menanti maut.
Tetapi pada saat yang sangat menegangkan, dua bayangan berkelebat cepat yang
masing masing ke arah Gagak Lamar dan Dewi Kunti yang saat itu juga kembali
-terkena serangan.
Trang! Kembali terjadi benturan. Sementara bayangan biru yang baru saja datang menolong
Gagak Lamar tidak memberi kesempatan lagi pada Ki Sidarata. Tubuhnya yang masih
dalam keadaan berputar putar di udara, segera mengibaskan kembali pedang ke
-bagian perut Ketua Padepokan Camar Putih. Begitu cepat gerakannya. Sehingga....
Wuuut! Cres! "Aaa...!"
Ki Sidarata jatuh terduduk sambil mengerang
-ngerang kesakitan. Ususnya berhamburan keluar. Pada saat ini malam telah
menjelang dinihari. Bahkan, Ratu Alam Baka yang baru saja jatuh terkena
tendangan sosok bayangan putih tampak mulai cemas.
"Guru keparat! Matilah kau...!" teriak sosok bayangan biru yang ternyata Kuntala
sambil menebas-kan pedangnya lagi ke bagian leher Ki Sidarata.
Crak! "Aaa...!"
Kepala Ki Sidarata kontan menggelinding. Dari duduknya, tubuhnya ambruk. Tewas
di tangan bekas muridnya sendiri dengan kepala terpisah.
Saat itu Gagak Lamar yang telah mengobati luka di bagian pinggangnya, telah
berhadapan dengan Gotawarman. Sedangkan Kuntala kemudian menyusul, mengeroyok
manusia sesat itu.
"Sebentar lagi matahari segera terbit. Segala kekuatan iblis akan melemah,
Kuncen. Dan kau harus mempertanggungjawahkan
semua perbuatanmu!"
dengus Kuntala sengit.
"Bangsat kalian. Hiyaaa...!" teriak Gotawarman.
Dengan sengit, laki laki berjubah merah itu pun segera melakukan serangan -dahsyat ke arah Kuntala dan Gagak Lamar.
Sementara itu, bayangan putih yang langsung membawa Dewi Kunti ke tempat yang
aman, telah kembali lagi. Pemuda yang ternyata berbaju rompi putih itu
menghampiri Dewi Anggini.
"Hm.... Jadi, Ratu Alam Baka yang telah membunuh ratusan jiwa itu adalah seorang
gadis luar biasa cantiknya. Sayang, sebenarnya kau telah mati. Untuk
kejahatan yang telah kalian lakukan, aku akan membuatmu kembali ke alam baka
untuk selama lamanya!"
-dengus pemuda yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau tidak bisa melakukannya, Cah Bagus! Kau yang akan mampus di tanganku!"
sahut Ratu Alam Baka.
"Kekuatan apa lagi yang kau andalkan" Lihatlah!
Langit di sebelah timur sana telah dipenuhi cahaya matahari. Kekuatanmu akan
sirna...!" balas Rangga, tak kalah gertak.
"Kurang ajar!" maki Ratu Alam Baka, mengetahui rahasianya tercium lawannya.
Disertai teriakan keras, Ratu Alam Baka menjentikkan sepuluh jari tangannya ke
arah Rangga. Walaupun serangan itu tidak sehebat malam hari, namun tetap saja mengancam
Pendekar Rajawali Sakti 199 Ratu Alam Baka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keselamatan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!"
Terpaksa Rangga berjumpalitan untuk menghindari serangan.
Blarrr! Rangga berhasil menghindari serangan. Sehingga, sinar sinar itu menghantam
-tembok rumah yang terdapat di belakangnya.
Ketika Ratu Alam Baka mempergunakan matanya untuk menyerang kembali, Pendekar
Rajawali Sakti melenting ke udara. Beberapa kali dia berputaran, lalu meluncur
deras ke bawah. Langsung dipergunakannya jurus 'Rajawali Menukik Menyambar
Mangsa' dengan kaki kanannya cepat meluncur ke bagian kepala Ratu Alam Baka.
Duk! "Heh...!"
Rangga menjadi kaget, karena tendangannya tidak membuat kepala wanita itu pecah.
Malah sekarang, dengan beringas Ratu Alam Baka yang matanya telah berubah putih,
terus menyerang kembali.
Ketika Dewi Anggini mengedipkan matanya kembali, matahari tampak mulai beranjak
dengan sinarnya yang cerah. Dan sinar sinar yang diciptakan jadi berkurang -kecepatannya, membuat Pendekar Rajawali Sakti mudah sekali menghindarinya.
Ternyata, kekuatan yang dimiliki Ratu Alam Baka semakin banyak berkurang dengan
terbitnya sang surya.
Hal ini membuat Rangga semakin bersemangat.
Seketika sambil menyimpan tenaga dalam ke bagian tangan, Pendekar Rajawali Sakti
membuat gerakan.
Tubuhnya miring ke kiri dan ke kanan. Tepat ketika tubuhnya tegak dengan kuda
-kuda kokoh, tangannya telah merangkap di depan dada. Lalu....
"Sheaaa...!" teriak Rangga seraya mengerahkan aji
'Cakra Buana Sukma'.
Pendekar Rajawali Sakti langsung mendorong kedua tangannya yang telah
terselubung sinar biru ke depan.
Pada saat itu Ratu Alam Baka baru saja menyusun serangan. Melihat serangan
datang, kesepuluh jari tangannya cepat dijentikkan. Namun, serangan yang
dilakukannya kalah cepat dari serangan Rangga.
Sehingga.... Glarrr! "Aaakh.,.!"
Telak sekali serangan Pendekar Rajawali Sakti menghantam tubuh Dewi Anggini.
Tubuh gadis cantik
jelita itu kontan hancur berkeping keping. Seketika, tercium bau busuk yang
-sangat tajam. Gotawarman yang memang sudah terdesak menghadapi Kuntala dan Gagak Lamar, tampak
terkejut ketika melirik ke arah orang yang menjadi andalannya.
Tetapi Gotawarman tidak punya waktu lagi untuk memikirkan segala sesuatu yang
telah terjadi. Dua orang yang dihadapi telah cukup berat baginya. Apalagi bila
Pendekar Rajawali Sakti ikut turun tangan. Berpikir sampai di situ, tiba tiba
-saja nyalinya menjadi ciut. Dia mulai berpikir untuk melarikan diri demi
keselamatan nyawanya. Maka tanpa diduga duga kedua tangannya menghentak melepas
-pukulan jarak jauh ke arah dua lawannya secara berbarengan.
Wuut! Wuut! Melihat serangan yang mematikan itu, Kuntala dan Gagak Lamar terpaksa melompat
mundur menghindar.
Dan kesempatan itu dipergunakan Gotawarman untuk kabur.
Belum sempat laki laki berjubah merah itu menjauh, sebuah bayangan putih telah
-berkelebat menghadang dengan pedang terhunus.
"Mau lari ke mana kau" Ke neraka...?" desis bayangan putih yang tak lain Rangga.
Rupanya begitu melihat Gotawarman kabur, Pendekar Rajawali Sakti segera mencabut
pedangnya yang bersinar biru berkilau. Pedang Pusaka Rajawali langsung mengibas,
menghantam ke arah Ketua Yang Agung.
Crak!" "Aaakh...!"
Jeritan Gotawarman terdengar tertahan, begitu
kepalanya menggelinding. Darah langsung menyembur dari lehernya yang buntung.
Tepat ketika Rangga segera memasukkan senjata ke dalam warangka, Gotawarman
ambruk di tanah. Sejenak Pendekar Rajawali Sakti memandang Kuntala, Gagak Lamar,
dan Dewi Kunti secara bergantian. Dan tiba tiba tubuhnya berkelebat pergi.-"Tunggu...!" cegah Kuntala.
Percuma saja Kuntala berteriak, karena Pendekar Rajawali Sakti telah lenyap dan
pandangan. "Dia, benar benar seorang pemuda yang sangat luar biasa," pujiDewi Kunti.
-"Kau tadi datang bersamanya, Anak Muda. Apakah kau kenal dia?" tanya Gagak
Lamar, "Itulah Pendekar Rajawali Sakti!" jawab Kuntala.
Dewi Kunti dan Gagak Lamar hanya dapat meludah, Sungguh tidak disangka mereka
bertemu pendekar yang kesohor itu. Diam diam mereka menyesal, karena tidak
-sempat mengucapkan rasa terima kasih kepada pemuda itu.
SELESAI Segera menyusul;
BENCANA TANAH KUTUKAN
Created ebook by
Scan & Compile to djvu (adilbaco)
Edit Teks & Compile to Pdf(syauqy_arr)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Harimau Kemala Putih 1 Golok Naga Kembar Karya Hong San Khek Pendekar Riang 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama