Ceritasilat Novel Online

Siluman Pemburu Perawan 2

Pendekar Rajawali Sakti 177 Siluman Pemburu Perawan Bagian 2


? 2017 " . 177. Siluman Pemburu Perawan Bag. 5 - 8 (Selesai)
7. M?rz 2015 um 21:43
? 5 ? "Heaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat menggebah Dewa Bayu, ke arah wanita bertopeng berlalu tadi. Begitu cepat lari kuda hitamnya, hingga yang terlihat hanya kelebatan bayangan hitam dan putih saja. Maka tak heran kalau tak lama, Pendekar Rajawali Sakti telah melihat sosok berwarna merah muda di atas punggung kuda coklat, berjarak lima puluh tombak.
Sementara sosok wanita di depan sana tampak memperlambat jalan kudanya ketika merasa ada yang mengikuti dari belakang. Kelihatannya tidak sembunyi-sembunyi.
Kini makin lama jarak mereka semakin dekat Persis setelah beberapa saat melewati batas Desa Kaligondang. Sengaja sosok yang ternyata seorang wanita itu menghentikan laju kudanya, seperti menunggu Pendekar Rajawali Sakti yang telah memperlambat lari kudanya.
"Kisanak! Ada urusan apa kau mengikutiku?" tanya wanita bertopeng itu, seraya membalikkan arah kudanya. Dan kini dia berhadapan denganPendekar Rajawali Sakti yang telah menghentikan kudanya.
Seperti juga saat bicara dengan Ki Guteng, wanita bertopeng ini menggunakan suara perut. Sehingga suaranya terdengar sengau dan mirip suara bocah perempuan.
"Mendengar pembicaraanmu di kedai tadi, kurasa kita memiliki tujuan sama...," sahut Pendekar Rajawali Sakti.
"Apa maksudmu?" tanya wanita bertopeng itu.
"Bukankah kau tengah mencari Siluman Pemburu Perawan?" tegas Rangga.
"Apa urusanmu dengannya?"
'Tidak ada. Hanya saja aku mengemban janji kepada beberapa orang yang keluarganya menjadi korban Siluman Pemburu Perawan...."
"Apakah keluargamu yang menjadi korban-nya?"
"Bukan. Aku bahkan baru mengenal keluarga si korban."
"Hm, mulia sekali hatimu" Tahukah kau, bahwa Siluman Pemburu Perawan adalah tokoh sakti yang tidak bisa dipandang sebelah mata" Kau membahayakan dirimu sendiri untuk persoalan yang tidak ada untungnya bagimu."
"Terima kasih, Nisanak. Sayang sekali, aku bukan pedagang yang mementingkan untung rugi. Kejahatan mesti diperangi. Di mana dan dalam bentuk apa pun," sahut Pendekar Rajawali Sakti mantap.
"Lalu, kenapa kau mengikutiku?" cecar wanita bertopeng.
"Kudengar sedikit banyak kau mengenai bu-ruanmu. Sedangkan bagiku, orang itu masih kabur," sahut Rangga terus terang.
Wanita itu tertawa kecil.
"Jadi kau seperti hendak mencari jarum di tumpukan jerami" Tidak bisa membedakan, mana jarum dan mana jerami?"
Rangga tersenyum.
"Sepertinya memang begitu. Tapi kurasa ada hal lain...."
"Apa maksudmu?"
"Aku seperti pernah mengenalmu!"
Mendengar itu, wanita bertopeng ini kelihatan gugup. Dia tidak langsung menjawab. Kalau saja topengnya tersingkap, niscaya pemuda itu akan melihat perubahan raut wajahnya. Namun begitu, agaknya Rangga bisa merasakan sedikit lewat pancaran sinar mata yang menyorot dari lubang pada topeng.
"Hm.... Kau tentu hanya berkelakar. Mana mungkin kau mengenalku, karena baru sekali ini aku keluar rumah!" sahut wanita itu menghapus kegugupannya.
"Di mana rumahmu?" desak Rangga.
"Cukup jauh dari sini!"
"Seorang wanita berjalan seorang diri tanpa berbekal senjata untuk mengejar Siluman Pembum Perawan. Hm..., apa artinya ini?"
"Kenapa"! Apakah kau pun meremehkanku"!? Aku cukup mampu menjaga diriku!" sentak wanita bertopeng itu.
"Maukah kau membuktikannya di depanku?"
"Apa maksudmu?"
Mendadak wanita bertopeng ini sadar kalau terkena pancingan Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku akan menyerangmu beberapa jurus. Akan kulihat, apakah kau memang bisa menjaga diri seperti katamu," jelas Rangga.
"Aku tidak biasa pamer kepandaian...," kilah wanita ini.
"Ini bukan pamer kepandaian. Tapi, sekadar membuktikan kata-katamu. Apakah kau seorang pembohong atau tidak."
"Terserah apa pendapatmu. Tapi aku tidak suka memperlihatkan kepandaianku depan orang lain," sahut wanita itu, menegaskan.
"Kenapa" Kau takut jurus-jurusmu dikenali, dan dengan begitu penyamaranmu terungkap?" sindir Rangga.
"Aku tidak mengerti maksudmu. Dan kurasa, urusan kita tidak ada sangkut-pautnya. Aku permisi dulu!" lanjut wanita bertopeng itu, seraya berbalik. Cepat kudanya digebah agak kencang.
"Tunggu!" cegah Rangga.
Tapi wanita itu tak mempedulikannya. Sehingga terpaksa Rangga menggebah kudanya untuk mengejar.
"Jangan katakan bahwa di antara kita tidak ada urusan! Aku kenal siapa kau!" teriak Pendekar Rajawali Sakti, ketika telah menjajari kudanya di samping wanita bertopeng ini.
"Kau mengigau. Jangan ganggu aku. Uruslah persoalanmu sendiri!" balas wanita bertopeng.
"Persoalanku memang menyangkut seseorang...," kata Rangga.
"Bagus! Kalau begitu tak ada sangkut-pautnya denganku," sahut wanita ini.
"Kau salah. Justru kaulah yang menjadi persoalanku!" tuding Pendekar Rajawali Sakti.
"Apa maksudmu?" tanya wanita bertopeng itu. Nyata sekali kalau kata-kata wanita itu dikeluarkan karena perasaan tidak senang atas desakan pemuda berbaju rompi putih ini.
"Selama beberapa minggu ini, aku berkeliling tempat menghabiskan waktu untuk mencarinya...," lanjut Pendekar Rajawali Sakti tak peduli sikap wanita itu.
"Siapa yang kau cari?" tanya wanita ini dengan suara bergetar, seraya menghentikan laju kudanya kembali.
"Orang itu bernama Suti Raswati. Namun, lebih dikenal sebagai Bidadari Penakluk!" jawab Rangga, juga menghentikan kudanya.
"Hm.... Aku tidak kenal orang itu...," sahut wanita bertopeng itu dengan suara bergetar.
"Tidak. Kau pasti mengenalnya!" sergah Rangga.
"Jangan memaksaku!" sentak wanita ini.
Pendekar Rajawali Sakti memandang tajam ke arah wanita bertopeng ini seperti hendak mengorek jauh ke lubuk hati melalui sepasang matanya. Dan belum ada yang berbicara....
Wesss...! Mendadak melesat sebuah bayangan laksana sapuan angin kencang.
"Heh"!"
? *** ? "Hup!"
Sejenak Pendekar Rajawali Sakti kaget, namun cepat mencelat dari punggung kudanya. Dan seketika disongsongnya sosok yang berkelebat.
Plak! Plak! "Aaakh...!"
Rangga mengeluh tertahan ketika terjadi ben-turan keras. Dia kaget bukan main merasakan ada tenaga dorongan kuat yang membuatnya terhempas ke belakang dengan keras. Pemuda itu terpelanting, meski mampu menjejakkan kedua kaki ke tanah.
"Hiiih!"???????
Wesss...! Pada saat itu juga sosok bayangan ini kembali menerkam ke arah Rangga. Kecepatannya sama seperti tadi.
"Celaka...!" keluh Rangga. Sungguh Pendekar Rajawali Sakti tak habis pikir, bagaimana sosok ini mampu berbuat seperti itu"
Mestinya Rangga mempersiapkan diri barang sesaat. Namun entah kenapa dia seperti belum bisa berbuat sesuatu untuk menghadapi serangan. Apalagi, sosok itu seperti memiliki kekuatan luar biasa. Dan dalam keadaan demikian tentu saja, Rangga bisa celaka.
"Kisanak! Biar aku coba membantumu!"
Begitu habis kata-katanya, wanita bertopeng itu cepat mencelat dari kuda sambil mengayunkan pukulan ke arah sosok yang tengah menyerang Rangga.
Wuuus! "Hei"!"
Sosok yang tengah mencelat ke arah Pendekar Rajawali Sakti terkejut melihat tenaga pukulan wanita bertopeng itu. Seketika dia menjatuhkan diri dan cepat bergulingan untuk menghindari.
"Uhh...!"
Kesempatan itu tidak disia-siakan Rangga. Secepat kilat tubuhnya berkelebat sambil menghantamkan pukulan bertenaga dalam tinggi, ketika sosok itu baru saja berdiri.
"Hiyaaa!"
"Hup!"
Namun sosok yang dihadapi sungguh hebat. Meski dalam keadaan tak siap, namun masih mampu menjatuhkan diri kembali dan bergulingan menghindari hantaman. Lalu tiba-tiba tubuhnya melenting laksana seekor ikan yang berada di tanah hendak mencari air. Kemudian merasa tidak mampu menghadapi gabungan kedua lawannya, dia mencelat jauh dan cepat menghilang.
"Edan! Orang gila dari mana pamer kepandaian di sini!" rutuk Pendekar Rajawali Sakti kelihatan penasaran sekali, seraya hendak berkelebat.
"Jangan dikejar!" cegah wanita bertopeng itu.
"Apa maksudmu?" tanya Rangga, begitu menghentikan gerakannya.
"Tidak perlu. Tapi, terserahmu saja. Dia akan datang lagi untuk menangkapku," sahut wanita itu, agak ragu.
"Ada urusan apa" Sepertinya kau begitu yakin kalau dia akan datang?" tanya Rangga, memandang curiga.
"Kenapa memandangku begitu rupa" Tidak ada yang aneh, bukan" Apakah kau tidak menge-nali orang itu?"
Rangga menggeleng lemah.
"Pantas! Nah! Bukalah matamu lebar-lebar. Orang itulah yang kau cari-cari!" ujar wanita bertopeng.
"Apa" Maksudmu dia Siluman Pemburu Perempuan"!" sentak Rangga.
Wanita bertopeng itu mengangguk.
"Katamu kau mencari-carinya. Lalu kenapa diam saja saat dia kabur?"
"Untuk apa" Hanya buang-buang waktu. Aku cukup sekadar mengetahui kalau dia ada di wilayah ini. Dia akan datang padaku tanpa kuminta. Aku cukup berbekal kewaspadaan saja," jelas wanita bertopeng itu, tenang.
Untuk sesaat Rangga terdiam. Tak tahu mesti berkata apa.
"Kau sudah tahu buruanmu, bukan" Kini kita tak perlu jalan beriringan lagi. Dan kau pun tak perlu membuntutiku. Kita punya cara sendiri untuk memburunya," lanjut wanita bertopeng itu.
Kembali Rangga tak tahu harus berkata apa. Dia tak punya alasan kuat untuk terus membuntuti. Tapi apa yang dikatakan wanita bertopeng itu rasanya masuk di akal. Siluman Pemburu Perawan pasti akan memburunya. Jadi, wanita itu tidak perlu repot-repot mencarinya. Kalaupun tadi kabur, hanya karena merasa tidak mampu menghadapi mereka berdua. Tapi begitu mereka berpisah, maka siluman itu bisa saja muncul. Bahkan menangkap wanita bertopeng ini.
"Urusan kita belum selesai."
Akhirnya hanya itu yang bisa keluar dari mulut Pendekar Rajawali Sakti.
"Urusan apa?" tanya wanita bertopeng ini.
"Kau membuatku curiga."
Wanita itu tertawa kecil.
"Sudah kukatakan, kau mencari orang yang salah. Tidak ada gunanya mendesakku," kilah wanita ini.
"Kalau saja kau menanggalkan topengmu, tentu saja urusan kita selesai. Karena aku bisa mengenalmu."
"Itu tidak mungkin!"
"Kenapa" Kau takut dikenali?"
"Tidak. Tapi ini soal harga diri. Aku tidak sudi menyenangkan hatimu dengan menuruti apa yang kau inginkan!" sergah wanita itu, tegas.
"Kalau begitu aku akan membukanya dengan paksa," balas Rangga, mantap.
"Gila! Jangan memaksaku!" desis wanita itu agak kesal.
'Yang membuatku terpaksa adalah kau sendiri. "
"Jangan cari gara-gara, Kisanak. Aku tidak akan memaafkanmu untuk hal itu!" ancam wanita bertopeng ini.
"Sekian lama aku mencarinya. Dan tidak akan kubiarkan kau pergi begitu saja, meski apa pun yang terjadi!" sahut Pendekar Rajawali Sakti keras kepala.
"Jangan paksa aku. Pergilah!"
"Tidak! Bersiaplah!" tegas Rangga.
Kemudian secepat itu pula Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke arah wanita bertopeng itu sambil mengayunkan tangan kanan untuk menyambar topeng.
"Hiiih!"
Tapi, agaknya wanita itu tidak tinggal diam. Telapak tangan kirinya cepat menghantam ke depan.
Wuuut...! Rangga langsung berkelit, sambil berputar.
Kemudian dilepaskannya tendangan kilat ke perut. Namun wanita itu cepat menangkis tendangan dengan kaki kanan.
Plak! Baru saja terjadi benturan kaki kiri, wanita ini meluncur ke muka Pendekar Rajawali Sakti.
Wuttt..! "Uhh...!"
Rangga cepat melompat ke belakang. Dan baru saja kakinya mendarat di tanah.....
Wesss...! "Heh"!"
Mendadak saja, sebuah benda sebesar kepalan bayi melesat secepat kilat ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Walaupun hatinya terkejut Pendekar Rajawali Sakti cepat menjatuhkan diri dan bergulingan menjauh.
Jder! Benda itu langsung meledak, menebarkan asap hitam tebal yang cepat mengembang dan menutupi pemandangan. Rangga hanya bisa memaki kesal, ketika bangkit. Dan tiba-tiba, kedua tangannya menghentak ke depan.
? "Aji Bayu Bajra! Heaaa...!"
Wusss...! ? *** ? Angin kencang laksana topeng dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti yang menghentak menyapu tempat itu. Kabut hitam seketika sirna. Dan seperti yang telah diduga, wanita bertopeng itu telah lenyap, meninggalkan kudanya begitu saja.
"Hm.... Dia sungguh cerdik!" gumam Rangga. "Kalau menggunakan kuda pasti geraknya tidak leluasa dan bisa terkejar olehku."
Pendekar Rajawali Sakti memandang ke sekeliling tempat, mengawasi dengan seksama. Bagai-manapun, dia tidak begitu yakin kalau wanita itu mampu menghilang secepat ini.
"Aku yakin dia masih berada di sekitar tempat ini. Mungkin bersembunyi di suatu tempat," pikir Rangga.
Berpikir begitu, Rangga melompat ke punggung kudanya. Sambil menggebah Dewa Bayu pe-lan-pelan, mulai mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Dengan menggunakan ajian itu, telinganya bisa mendengar sehelai daun jauh sekali pun.
"Hm...!"
Rangga bergumam pendek. Telinganya mendengar perbedaan suara dan detak jantung yang amat halus tidak jauh darinya. Pendekar Rajawali Sakti merasakan desir angin berbelok. Padahal batang pohon yang menghalanginya tidak terlalu besar. Namun belokan angin itu terasa bergeser jauh. Itu berarti ada sesuatu yang membuat batang pohon itu melebar, yaitu seseorang bersembunyi di belakang batangnya.
Namun hal yang membuat Rangga takjub adalah, kemampuan orang itu dalam mengatur pernapasannya, sehingga terdengar halus sekali. Bahkan nyaris samar. Sehingga sedikit menyulitkan bagi pemuda itu mengenalinya.
Perbedaan napas atau halusnya napas orang yang didengar Rangga yang membuat dugaannya membingungkan. Wanita itu, atau orang lain"
Rangga menghentikan langkah kudanya. Matanya, langsung memandang ke batang pohon yang dicurigainya. Kali ini dikerahkannya aji 'Tatar Netra' untuk bisa melihat jelas, siapa gerangan manusia yang bersembunyi di balik batang pohon itu. Sesaat dahinya berkerut setelah menangkap pakaian orang yang bersembunyi di balik gerumbulan cabang-cabang pohon yang berdaun lebat. Kelihatan rapi sekali. Dan bagi mereka yang tidak memiliki penglihatan tajam, akan sulit menemukannya.
"Kisanak! Tak ada gunanya bersembunyi. Ke-luarlah! Dan, tunjukkan dirimu di depanku!" teriak pemuda itu lantang.
"Ha ha ha...! Sungguh tajam pendengaran dan penglihatanmu, Bocah!"
Terdengar sahutan yang disusul berkelebatnya satu sosok dari gerumbulan semak pohon yang sejak tadi diperhatikan Pendekar Rajawali Sakti. Sosok itu langsung melayang ringan, melewati atas kepala Rangga lalu mendarat pada jarak lima langkah dengan sikap membelakangi.
"Hm.... Kau penyerang tadi rupanya. Apa maksudmu berkeliaran di sini?" tanya Rangga, dingin.
"He he he...! Kudengar kau mencari-cariku. Apakah nyalimu sudah demikian hebat, sehingga berani mencari urusan denganku?" tanya sosok bertubuh tinggi tegap.
"Siluman Pemburu Perawan! Kau tidak perlu mempersoalkan nyaliku segala. Perbuatan yang kau lakukan selama ini amat terkutuk. Dan sudah sepantasnya orang sepertimu mati!" kata Rangga, mantap.
"Hua ha ha...! Bocah! Sungguh hebat bica-ramu. Tapi aku khawatir, karena orang yang selalu bicara besar biasanya yang bakal cepat mampus!"
"Akan kita lihat hari ini!" sahut Rangga tenang.
Dengan kata-kata itu, berarti Pendekar Rajawali Sakti memang berusaha memancing kemarahan. Karena selesai bicara begitu, sosok ini berbalik. Tampak wajahnya yang ditumbuhi kumis lebat dengan sorot mata tajam.
"Hm.... Akan kulihat, sampai di mana kesom-bonganmu!" dengus sosok yang ternyata berjuluk Siluman Pemburu Perawan.
"Heaaa...!"
Seketika tubuh Siluman Pemburu Perawan berkelebat sambil memutar-mutar tangannya yang kokoh.
Bet! Bet! Rangga tak kalah sigap. Cepat tubuhnya meluruk, berusaha memapak serangan.
Plak! Plak! Terjadi benturan berkali-kali, Rangga tampak terjajar beberapa langkah. Sementara Siluman Pemburu Perawan telah kembali berkelebat sambil menyambarkan tangan kanannya. Dengan gerakan dahsyat, Rangga menangkis menggunakan telapak tangan kiri.
Plak! Sehabis menangkis, Rangga memutar tubuhnya dengan tangan kanan menghantam ke leher.
Wuttt...! Namun Siluman Pembum Perawan telah me-runduk, seraya menyarangkan kepalan tangan ke dada.
"Hup!"
Untung Pendekar Rajawali Sakti segera mencelat ke atas, lalu membuat putaran beberapa kali di udara.
"Heaaa...!"
Baru saja Rangga mendarat, Siluman Pemburu Perawan mengejar. Di luar dugaan, Pendekar Rajawali Sakti mengegos ke kiri seraya melepaskan tendangan berputar yang cepat dan dahsyat.
Wuuut! Desss...! "Aaakh...!"
Siluman Pemburu Perawan mengeluh tertahan. Tubuhnya terjajar beberapa langkah. Namun dengan cepat dia bisa menguasai diri dan kembali meluruk menyerang.
Rangga pun segera melayani. Ketika Siluman Pemburu Perawan melepaskan gedoran dengan kedua tangan, cepat disambutnya dengan kedua tangannya yang berisi tenaga dalam tinggi. Dan....
Derrr...! "Aaakh...!"
"Aaakh...!"
? *** ? 6 ? Pendekar Rajawali Sakti dan Siluman Pemburu Perawan sama-sama terhuyung ke belakang. Rangga cepat belajar dari pengalaman tadi. Dan betul saja. Pada saat dia belum bersiap, laki-laki bertampang seram itu telah kembali menyerang, seolah memiliki tenaga ganda.
"Uts!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat membuang tubuhnya dan langsung bergulingan menghindari terkaman Siluman Pemburu Perawan yang bertubi-tubi. Serangannya silih berganti antara tendangan dan pukulan.
Pada satu kesempatan Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke atas, hendak melewati kepalan Siluman Pemburu Perawan dengan tubuh berputaran.
Namun tanpa disangka, Siluman Pemburu Perawan melesatkan tubuhnya, tepat ketika Rangga berada di atas kepala. Saat itu juga, dilepaskannya satu hantaman keras.
Desss...! "Aaakh...!"
Pendekar Rajawali Sakti menjerit kesakitan dengan tubuh terlempar agak jauh. Begitu jatuh di tanah, dari mulutnya terlihat darah menetes pelan. Perlahan-lahan Rangga merangkak bangkit sambil meringis menahan sakit.
"Yeaaa...!"
Baru saja menjejak tanah, Siluman Pemburu Perawan yang menyadari kalau Pendekar Rajawali Sakti terluka karena pukulannya, kembali melompat. Agaknya dia bermaksud menghabisi Rangga saat itu juga.
"Celaka...!" desis Rangga dalam hati.
Dalam keadaan demikian, bagi Pendekar Rajawali Sakti agaknya sulit untuk berbuat banyak. Maka dengan cepat tangannya bergerak ke punggung. Lalu....
Sriiing! Secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti melolos-kan Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang langsung memancarkan sinar biru berkilau.
Wuttt...! Siluman Pemburu Perawan terkesiap ketika Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya. Saat itu juga serangannya diurungkan. Tubuhnya langsung bergulingan di tanah, lalu kembali melenting bangkit. Dan sebelum Pendekar Rajawali Sakti melakukan serangan, laki-laki bertampang seram ini sudah kembali meluruk dengan sambaran-sambaran tangannya yang kokoh.
"Uts!"
Rangga cepat mengegoskan tubuhnya ke kanan. Namun di luar dugaan, pada saat itu kaki kanan Siluman Pemburu Perawan menerjang ke dada. Dengan sebisanya, Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan pedangnya ke kaki.
Wuttt...! Namun Siluman Pemburu Perawan tanpa sengaja malah berusaha menangkis dengan tangan kiri. Dan....
Desss...! Crasss...! "Aaakh...!"
"Aaakh...!"
Terdengar dua pekikan saling susul. Pedang Pendekar Rajawali Sakti tepat menebas pergelangan tangan kiri Siluman Pemburu Perawan sampai putus. Sementara kaki laki-laki bertampang seram itu bersarang telak di dada Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti merasa isi dadanya bagai mau pecah menerima hantaman yang keras bukan main. Sebaliknya Siluman Pemburu Perawan hanya merasakan sakit akibat tangan yang putus. Tapi, luka itu panas menyengat, bergerak cepat menjalar ke jantung.
"Uhh...!"
Dengan langkah limbung, Siluman Pemburu Perawan buru-buru menotok pergelangan tangannya yang buntung agar darah yang mengalir terhenti.
Tuk! Tuk! Kemudian buru-buru laki-laki ini berkelebat meninggalkan tempat itu, setelah melirik sekilas pada Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu, wajah Rangga kelihatan pucat. Darah tampak meleleh terus dari mulutnya. Namun begitu, dia berusaha bersikap tegar dengan tetap berdiri tegak berdiri. Pedangnya masih tergenggam erat di tangan.
Kalau saja Siluman Pemburu Perawan tahu keadaannya saat itu, mungkin tidak akan buru-buru pergi. Karena Pendekar Rajawali Sakti saat ini memang memaksakan diri bersikap tegar, agar lawannya masih memandang tinggi padanya. Kalau keadaannya terlihat kepayahan, Siluman Pemburu Perawan tentu akan menghabisinya saat ini juga.
"Pmuufhh...! Hoaakh...!"
Sepeninggal Siluman Pemburu Perawan, Pendekar Rajawali Sakti menyemburkan darah kental yang sejak tadi ditahan di mulutnya. Isi perutnya secepat kilat naik ke atas. Dan kembali pemuda itu menyemburkan darah kental kehitam-hitaman.
"Ohh...!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti limbung, lalu ambruk seperti tak bertenaga. Pandangannya ber-kunang-kunang, ketika mencoba bangkit mendekati kudanya.
"Dewa Bayu! Coba ke sini, Sobat..!" panggil Pendekar Rajawali Sakti lirih.
Dewa Bayu meringkik halus, lalu mendengus kasar seperti menciumi wajah majikannya. Beberapa kali dia meringkik halus, seperti hendak menyatakan kesedihan atas penderitaan yang dialami majikannya.
Pendekar Rajawali Sakti berusaha naik ke pelana kuda. Sementara tenaganya sudah terlalu sangat lemah sekali. Dan dadanya terasa nyeri kalau bergerak terlalu banyak. Namun akhirnya dia mengikat pergelangan tangan pada tali kekang kuda.
"Dewa Bayu.... Bawa aku pergi dari tempat ini. Cari tempat aman," ujar Rangga lirih.
"Hieee...!''
Kuda hitam itu kembali meringkik halus, dan mulai membawa majikannya perlahan-lahan meninggalkan tempat ini.
Untuk beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti masih mampu bertahan dan berusaha mengerjap-ngerjapkan pandangannya yang kabur. Tapi semakin lama terasa semakin gelap. Dan pada akhirnya, semua kelihatan gelap. Pendengarannya pun tuli. Alam sekitamya hening!
? *** ? Entah sudah berapa lama Pendekar Rajawali Sakti tak sadarkan diri. Namun ketika matanya bergerak-gerak, yang pertama kali dilihatnya adalah sebuah ruangan yang tertata rapi. Di dindingnya terdapat banyak hiasan. Dan di dekatnya, terdapat sebuah meja yang di atasnya terdapat sebuah guci dan dua buah cangkir kecil. Dia sendiri berada di sebuah tempat tidur yang beralaskan seprai bersulam indah.
"Oh, di mana aku..." Tempat siapa ini?" desah Pendekar Rajawali Sakti perlahan.
Wajah Rangga cepat berubah meringis, ketika mencoba bangkit. Masih terasa sakit yang hebat di dadanya. Begitu juga isi perutnya. Tak terasa dia kembali merebahkan diri di balik selimut tebal.
"Pedangku" Di mana pedangku..."!" sentak Rangga kaget ketika merasakan pedang pusaka tidak berada di punggungnya. Baju yang dikena-kannya pun bukan miliknya.
Mendadak Pendekar Rajawali Sakti merasa aneh pada dirinya. Dia coba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya. Tapi ingatannya masih waras. Dia tidak sadarkan diri, setelah terluka karena bertarung melawan Siluman Pemburu Perawan.
"Apakah dia kembali dan mengikutiku, lalu mengambil pedang pusakaku?" pikir Rangga dengan wajah lesu tak bersemangat.
Pada saat itu juga, pintu kamar terbuka. Tampak sosok tubuh ramping menyeruak masuk ke dalam dengan membawa nampan berisi masakan hangat.
Rangga terkesiap. Dan wajahnya langsung menunjukkan kekesalan ketika mengetahui siapa yang muncul.
Ternyata, yang baru masuk adalah seorang wanita berpakaian merah muda. Hanya anehnya wajahnya selalu tertutup topeng.
"Kau rupanya! Apa yang kau lakukan padaku"!" tegur Pendekar Rajawali Sakti dengan sikap dingin.
"Kenapa" Apakah kau tidak suka aku menolongmu?" tanya wanita bertopeng itu seraya meletakkan nampan berisi masakan ke atas meja. Lalu disodorkannya sebilah pedang milik Pendekar Rajawali Sakti yang dikepit di ketiak kirinya.
"Aku tahu pedang ini amat berarti bagimu. Oleh sebab itu, kujaga sebaik mungkin. Aku khawatir tertukar atau dicuri orang," lanjut wanita bertopeng. "???
Rangga menyambar senjatanya secepat kilat. Lalu diamatinya dengan seksama.
"Jangan khawatir. Aku sama sekali tidak tertarik menukar pedangmu itu...," ujar wanita bertopeng itu, seperti hendak meyakinkan Rangga.


Pendekar Rajawali Sakti 177 Siluman Pemburu Perawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Rajawali Sakti memandang sekilas, lalu meletakkan pedangnya di samping kanannya.
"Kenapa kau menolongku" Padahal kau punya kesempatan untuk membunuhku?" tanya Rangga, menyelidik.
"Kita tidak bermusuhan. Apa gunanya aku membunuhmu?" sahut wanita bertopeng ini.
"Kau tahu, aku tidak mempercayaimu!" pan-cing Rangga.
"Itu bukan alasan untuk tidak menolongmu," tukas wanita ini.
"Atau kau ingin pamrih dariku?" Wanita bertopeng itu tersenyum. "Apa yang bisa kau berikan padaku sebagai balasan atas pertolonganku?"
"Kalau kau mau uang, aku bisa memberimu banyak. Kalau kau ingin emas atau permata, aku bisa memberikan sebanyak yang kau suka," kata Pendekar Rajawali Sakti.
"Sungguh" Hm.... Kalau begitu, kau orang ter-pandang juga," sahut wanita itu seperti tak percaya.
"Mungkin saja kau tak percaya. Tapi sebutkan harga pertolonganmu. Dan aku akan membayar-nya."
"Benarkah kau mampu membayarnya?"
"Tentu saja!"
"Kau tidak akan mampu."
"Katakan saja!"
Wanita itu terdiam sesaat.
"Aku tidak butuh uangmu. Juga tak butuh emas atau permatamu. Hanya yang kuinginkan, yaitu jangan berprasangka buruk terhadapku. Dan kemudian, hilangkan kecurigaanmu yang berlebihan kepadaku," jelas wanita ini.
Rangga terdiam untuk beberapa saat.
"Kau tak akan sanggup, bukan?"
"Aku penasaran sebelum membuktikan, apakah kau wanita yang kucari atau tidak...," sahut Rangga dengan suara lirih seperti mengharapkan pengertian wanita itu.
"Siapa yang kau maksud...?" tanya wanita bertopeng ini.
"Kau tahu..., tentu saja Bidadari Penakluk!"
Terasa kalau wanita bertopeng ini menghela napas sesak, dan terdiam beberapa saat lamanya.
"Kenapa kau begitu membencinya?" tanya wanita ini.
"Semestinya kau mengerti...," sahut Rangga kalem.
"Apa maksudmu"!"
"Kaulah wanita yang kucari-cari itu!" tuding Rangga, terang-terangan.
Wanita bertopeng itu kembali terdiam. Kemudian dipandanginya pemuda itu dengan tajam lewat pandangan mata di balik lubang topengnya.
"Kalau memang benar wanita itu adalah aku, apa yang hendak kau lakukan" Membunuhku" Nah! Pedangmu telah berada di sisimu. Bunuhlah aku, kalau memang demikian yang kau kehendaki!" ujar wanita bertopeng itu seraya berdiri dekat Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti terdiam. Dipandanginya sepasang mata di balik topeng kayu itu, seakan hendak meraba seluruh wajah yang tersembunyi.
"Kenapa kau begitu kukuh" Padahal aku hanya sekadar hendak mengetahui, apakah kau wanita itu atau bukan?" tanya Rangga, lemah.
"Tidak ada gunanya bagimu! Toh meski bagai-manapun, aku tak akan membuka topeng ini di hadapanmu!" tukas wanita bertopeng.
"Kenapa?"
"Karena aku tidak ingin!" tandas wanita itu se-jadi-jadinya.
"Bukan karena itu. Tapi karena kau tak ingin kukenali, bukan?"
Wanita bertopeng itu tak menyahut. Dipandangnya sebentar paras pemuda itu, lalu melengos pergi tanpa berkata apa-apa.
Rangga terpaku di tempatnya memandang ke-pergian wanita bertopeng itu tanpa berusaha mencegahnya. Tak tahu apa yang tengah dipikirkan saat itu. Dugaannya kuat kalau wanita itu adalah si Bidadari Penakluk. Tapi kenapa ada perasaan tak tega untuk membuktikannya. Aneh! Padahal sebelum bertemu tekadnya menggebu-gebu untuk menangkap wanita itu. Tapi ini setelah berada di depannya, dia tak mampu berbuat apa-apa. Tapi..., apakah benar wanita itu adalah Bidadari Penakluk" Bagaimana kalau bukan"
? *** ? Suasana di luar jendela kelihatan mulai gelap ketika Rangga melirik ke sana. Sejak tadi, wanita bertopeng itu belum juga muncul menjenguknya lagi, Rangga memang kini berada di penginapan, setelah wanita bertopeng menemukannya tergeletek pingsan di atas punggung Dewa Bayu. Pendekar Rajawati Sakti lantas dibawa ke tempat ini sampai akhirnya baru disadari setelah siuman.
"Ke mana dia" Apakah pergi begitu saja?" gumam Rangga. "Hm, perlu apa aku mengurusinya segala"!"
Cukup lama juga dia terlelap. Dan masakan yang tadi dibawakan wanita itu telah dingin. Rangga berusaha bangkit, sambil menahan nyeri di dada. Lalu dia duduk bersila di lantai.
"Hup!"
Rangga mulai mengatur pernapasan untuk mengerahkan hawa murni ke bawah perutnya dan melancarkan peredaran darahnya.
"Oh, apa ini" Kenapa begini?" keluh Pendekar Rajawali Sakti kaget, ketika tidak merasakan apa-apa dari bawah perutnya.
Rangga kembali mencoba, dan hasilnya tetap nihil. Beberapa kali pemuda ini mencoba lagi, namun hasilnya tetap sama. Sampai akhirnya Rangga mulai putus asa. Dia bangkit dan berdiri merenung memandang jauh ke depan jendela kamar.
Tok! Tok...! Terdengar suara pintu diketuk dari luar.
"Siapa?" tanya Rangga.
"Aku, Tuan...!" sahut suara dari balik pintu.
"Masuklah!"
Begitu pintu terbuka, tampak seorang wanita muda masuk sambil membawa nampan berisi pakaiannya yang telah bersih. Beberapa buah guci kecil dan selembar surat.
"Apa ini?" tanya Rangga.
"Non bertopeng itu yang menitipkan ini untuk disampaikan kepada Tuan," jawab pelayan penginapan itu.
"Di mana dia sekarang?"
"Dia telah pergi, Tuan..."
Ada perasaan kecewa di hati Pendekar Rajawali Sakti mendengar jawaban itu. Tapi tentu saja tidak diperlihatkannya kepada wanita ini.
"Pergi ke mana?"
"Dia tidak bilang, Tuan. Hanya menyerahkan ini," sahut pelayan itu, segera menyerahkan nampan yang dibawa.
Rangga kembali meneliti. Dan kini juga terlihat pundi-pundinya yang berisi uang sebagai bekal perjalanan. Dia menerima nampan itu dan yang pertama kali dibuka adalah secarik kertas yang terdapat di situ.
? Pakaianmu sudah bersih kucuci. Dan ini ada sedikit obat untuk melancarkan peredaran darahmu serta merangsang tenaga dalammu untuk kembali. Jangan khawatir, ini bukan racun. Kalau aku berniat membunuh, tentu sudah sejak semula kulakukan.
? Rangga membaca surat ini perlahan-lahan. Surat itu tidak meninggalkan nama penulisnya. Dan ini membuat dahinya berkerut.
"Dia betul-betul hendak merahasiakan dirinya...," gumam Rangga.
Sesaat Rangga sadar kalau pelayan itu masih ada di kamar ini. Cepat kantong uangnya dirogoh. Dikeluarkannya dua keping uang perak untuk diberikan kepada wanita itu.
"Terima kasih, Tuan," ucap pelayan ini.
"Sebentar!" cegah Rangga ketika pelayan itu hendak berlalu.
"Ada lagi yang bisa kubantu, Tuan?"
"Tahukah kau, ke arah mana wanita bertopeng itu pergi?"
"Sepertinya ke selatan...."
"Ya, sudah. Terima kasih."
'Tuan...," panggil pelayan itu, sebelum melangkah.
"Hm, ada apa?" tanya Rangga, sedikit bergumam.
"Maaf, bukan bermaksud mencampuri urusan Tuan dengannya...," lanjut pelayan itu agak ragu.
"Ada apa?" ulang Rangga dengan kening berkerut.
'Tadi sepertinya wanita itu menangis setelah keluar dari kamar ini...," jelas pelayan itu.
"Kapan?" tanya Rangga, makin tajam kerutan di keningnya.
"Sebelum Tuan Bangun, dia sempat menje-nguk sebentar. Lalu terus keluar lagi."
"Dia memakai topeng. Bagaimana kau tahu kalau dia menangis?" tukas Rangga.
"Dia membuka topengnya sebentar, untuk me-nyeka airmatanya...," jawab pelayan itu.
"Kau melihat wajahnya"!" tanya Rangga bersemangat.
'Tidak. Dia membelakangiku. Tapi..., kenapa Tuan tanyakan hal itu" Apakah kekasih Tuan itu memiliki wajah buruk?"
"Tidak. Wajahnya cantik.... Tapi, dia bukan kekasihku." Entah kenapa Rangga bicara seperti itu. "Ah, lupakan saja!"
"Tapi sepertinya dia menaruh perhatian besar pada Tuan."
"Sudahlah. Bila nanti kuperlukan, kau kupanggil."
"Baiklah...," sahut pelayan ini, lantas bergegas melangkah keluar kamar ini.
Sepeninggal pelayan itu. Rangga termenung beberapa saat. Pandanganny tertuju pada obat-obatan dalam guci kecil yang diberikan wanita bertopeng itu.
"Dia mesti meyakiniku, bahwa obat-obatannya ini bukan racun" Ya, dia pasti menduga hal itu karena takt kucurigai," gumam Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti mengambil beberapa butir ramuan obat yang dibentuk seperti tahi kambing. Baunya sangit, namun sepertinya memang tidak mengandung racun. Ditimang-timang, sebentar sebelum memutuskan.
"Sebenarnya dia baik. Atau paling tidak, berusaha bersikap baik kepadaku. Hanya saja aku tidak mengerti, apakah di balik semua kebaikannya tersembunyi niat terpendam" Tapi, niat apa" Kalau hendak mengakali hartaku, tentu pundi uang itu tidak dikembalikannya. Jadi apa maksud sebenarnya" Apakah dia hendak memasang perangkap seperti dulu lagi" Ah, entahlah...," desah Rangga, tak habis pikir.
Rangga kini menenggak obat-obatan itu satu persatu. Tidak sulit baginya untuk memilih obat pertama yang mesti ditelan, sebab wanita itu telah membubuhkan angka pada setiap guci kecil. Dari angka satu sampai lima.
Setiap obat yang ditelan, membutuhkan waktu beberapa saat untuk melihat pengaruh apa yang ditimbulkannya. Pada obat pertama terasa perutnya mual dan bergolak seperti hendak muntah.
"Hoeeekh...!"
Laksana letusan gunung api, dari dada Pendekar Rajawali Sakti bergerak ke atas dan menyembur lewat mulut gumpalan darah kental yang telah membeku sebesar lebih kurang kelingking anak kecil. Tiga kali Rangga memuntahkan darah beku dari perut dan dada. Kini tubuhnya terasa lebih enak. Rangga menarik napas panjang dan memenuhi isi dadanya dengan udara segar.
Kembali Rangga menenggak obat kedua. Dan pengaruh yang ditimbulkan adalah hawa hangat di sekitar dada. Kembali Rangga menarik napas panjang, dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Setelah merasakan isi dadanya semakin lega setelah melakukan pernapasan beberapa saat, Rangga melanjutkan dengan menenggak obat ketiga. Dan begitu seterusnya, sampai keadaannya semakin baik.
? *** ? 7 ? Sepak terjang Siluman Pemburu Perawan makin menggemaskan orang-orang persilatan golongan putih. Tidak hanya mereka yang anak gadisnya menjadi korban, tapi juga karena tersentuh sifat kependekaran mereka untuk membasmi kelaliman.
Seperti tak kenal kata menyerah, tokoh-tokoh persilatan golongan putih terus memburu Siluman Pemburu Perawan. Pucuk dicinta ulam tiba. Ketika berusaha menjarah seorang gadis di Desa Kaliwungu pada petang hari ini Siluman Pemburu Perawan kepergok oleh beberapa tokoh persilatan yang sudah mengepungnya.
Lelaki berusia sekitar empat puluh tahun lebih itu memandang tiga orang tokoh persilatan ini dengan sorot mata tajam dan senyum mengejek. Di dekatnya tergeletak sesosok gadis yang tengah tak sadarkan diri.
"Siluman Pemburu Perawan! Kau tidak bisa lolos lagi kali ini!" dengus seorang tokoh yang berusia sekitar lima puluh tahun.
Di dunia persilatan tokoh itu dikenal sebagai Pendekar Pedang Neraka. Dengan ilmu permainan pedangnya yang amat terkenal, membuat tokoh yang bernama asli Ki Jembira itu amat disegani oleh lawan maupun kawan.
"Tidak jauh dari Ki Jembira, berdiri seorang laki-laki bertubuh tegap, walaupun usianya sudah tergolong tua. Itu terlihat dari kerut-kerut di wajahnya. Demikian pula kulitnya yang telah keriput. Pakaiannya jubah panjang berwarna coklat muda. Di tangannya tergenggam sebuah kipas dari kayu cendana yang menebarkan bau harum. Karena kedahsyatan dalam permainan kipasnya, tokoh ini dijuluki Pendekar Kipas Sakti. Namun sayang, nama aslinya tak seorang pun yang tahu. Bahkan Pendekar Kipas Sakti sendiri sudah lupa nama aslinya.
Sementara yang seorang lagi adalah seorang laki-laki setengah baya berpakaian surjan. Ce-lananya pangsi berwarna hitam. Pada pinggangnya melibat kain batik lurik. Di tangannya tergenggam sebilah keris yang masih tersimpan dalam warangka. Tokoh-tokoh persilatan mengenalnya sebagai Ki Kumbayan. Tokoh ini tak mempunyai julukan, karena memang tak menginginkannya. Entah, apa alasannya.
"He he he...! Tua bangka tak tahu diri. Kau kira bisa berbuat apa kepadaku"!" leceh Siluman Pembum Perawan.
"Siluman terkutuk! Dosamu kelewat batas. Kami bertiga bersumpah tidak akan membiarkanmu terus berkeliaran di muka bumi!" bentak Pendekar Pedang Neraka.
"Lebih baik kau menyerah. Dan dengan begitu, siapa tahu kami bisa mengurangi dosa-dosamu!" timpal Ki Kumbangan.
"Hua ha ha...! Kerbau-kerbau dungu yang tidak punya otak! Apa kalian kira semudah itu membunuhku"!" ejek Siluman Pemburu Perawan, pongah.
"Huh! Akan kita lihat! Siapa sebenarnya kerbau dungu itu. Kau atau kami!" dengus Pendekar Kipas Sakti.
Setelah berkata begitu Pendekar Rajawali Sakti meluruk cepat sambil mengebutkan kipas kayu cendananya yang telah teraliri tenaga dalam tinggi.
'Yeaaat..!"
Pada saat yang bersamaan, Pendekar Pedang Neraka dan Ki Kumbayan ikut berkelebat sambil menghunuskan senjata masing-masing.
Mereka memang mempakan pendekar-pende-kar terkenal dan memiliki kepandaian hebat. Namun, agaknya mereka menyadari kalau lawan yang dihadapi mempunyai kesaktian tinggi. Sehingga, mereka tidak mau gegabah dengan menghadapi satu lawan satu. Namun tanpa disadari, justru hal itu akan memudahkan Siluman Pemburu Perawan untuk menumpas mereka dengan cepat.
"Hup!"
Ketika senjata-senjata itu hampir merancah tubuhnya, Siluman Pemburu Perawan bergerak lincak. Tubuhnya meliuk-liuk di antara sambaran pedang, kipas, serta keris di tangan lawan-lawannya. Dan tiba-tiba sebelah kakinya menyembul cepat ke dada Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts!"
Pendekar Kipas Sakti terkejut, namun cepat menghindar dengan menggeser tubuhnya ke kiri. Namun tiba-tiba Siluman Pemburu Perawan melepaskan hantaman tangan kanannya ke kepala. Cepat bagai kilat, laki-laki tua berjubah coklat ini menghadang dengan kipasnya.
Krak! "Heh"!"
Betapa terkejutnya Pendekar Kipas Sakti, melihat kipasnya hancur berantakan terhantam tangan Siluman Pembum Perawan yang membentuk kepala ular. Dan belum juga rasa kagetnya hilang, tangan Siluman Pemburu Perawan telah menerobos, langsung mematuk ke arah pelipis.
Crok! "Aaa...!"
"Pendekar Kipas Sakti...!"
Pendekar Kipas Sakti menjerit setinggi langit, begitu pelipisnya terhantam patukan tangan Siluman Pemburu Perawan yang membentuk kepala ular. Tubuhnya limbung dengan tangan memegangi kepalanya yang retak mengeluarkan darah, sebentar saja tubuhnya ambruk disertai seruan kaget dari mulut Pendekar Pedang Neraka dan Ki Kumbayan.
"Yeaaa..,!"
Melihat Pendekar Kipas Sakti tewas, kemarahan Pendekar Pedang Neraka dan Ki Kumbayan makin menjadi-jadi. Mereka langsung menyerang dari samping kanan dan kiri.
Namun tubuh Siluman Pemburu Perawan cepat mencelat ke atas. Setelah membuat putaran beberapa kali dilepaskannya tendangan sambil melipat tubuh. Kali ini rasanya Ki Kumbayan, yang pertahanannya selalu terbuka. Sehingga....
Prakkk! "Aaakh...!"
Ki Kumbayan kontan terlempar disertai jerit kesakitan ketika tendangan menghajar kepalanya. Laki-laki itu langsung memegangi kepalanya yang retak. Dari sela-sela jarinya tampak mengalir darah segar. Sebentar Ki Kumbayan terhuyung, lalu ambruk di tanah tak bangun-bangun lagi, terhantam tendangan yang dialiri tenaga dalam tinggi.
"Keparat!"
Ki Jembira yang tak menduga kalau serangan terhadap kawannya begitu cepat, dia hanya dapat mendengus geram. Dan dia kembali siap menyerang, ketika Siluman Pemburu Perawan menjejak tanah sejauh dua tombak di depannya.
"Yeaaa...!"
Seketika tokoh berjuluk Pendekar Pedang Neraka ini meluruk deras sambil menyambar-nyambarkan pedangnya yang dahsyat dan mengurung dengan ketat. Angin sambaran pedangnya terasa panas, mengurung ruang gerak Siluman Pemburu Perawan.
"He he he...! Inikah permainan pedang yang kau banggakan itu"!" kata Siluman Pemburu Perawan, malah, mengejek.
"Huh! Tertawalah sepuasmu, Jahanam! Jurus 'Pedang Membelah Bumi' ini jarang luput menunaikan tugasnya!" desis Ki Jembira.
"Hari ini bukan saja dia akan luput. Tapi juga akan berhenti selamanya!" sahut Siluman Pemburu Perawan, enteng.
Begitu habis kata-katanya, Siluman Pemburu Perawan membuat salto ke depan, setelah pedang Ki Jembira lewat menebas angin di depan dada. Gerakannya demikian cepat, membuat Pendekar Pedang Neraka terkesiap. Dan tiba-tiba kedua kald Siluman Pemburu Perawan telah menghantam dadanya.
Desss...! "Aaakh...!"
Ki Jembira melenguh tertahan, dengan tubuh terjajar beberapa langkah. Namun dengan cepat dia meluruk sambil menyabetkan pedangnya, tatkala Siluman Pemburu Perawan berdiri tegak kembali.
"Uts!"
Dengan gesit Siluman Pemburu Perawan menggeser tubuhnya ke samping, sehingga sambaran pedang Pendekar Pedang Neraka menebas angin. Dan tanpa diduga sama sekali, mendadak Siluman Pemburu Perawan melepaskan tendangan sambil memutar tubuhnya. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Desss! "Aaakh...!"
Tepat sekali sebelah kaki Siluman Pemburu Perawan menyodok dada, membuat Ki Jembira kembali terpekik kesakitan. Tubuhnya kontan terlempar beberapa langkah ke belakang, dan jatuh berdebuk di tanah dalam keadaan telentang.
"Heaaa...!"
Mendapat kesempatan baik, dengan gerakan seperti menerkam Siluman Pemburu Perawan cepat melenting ke atas. Lalu tiba-tiba tubuhnya meluruk deras dengan kedua kaki siap terhujam. Dan....
Jrottt! "Aaa...!"
Diiringi jerit kematian, tubuh Ki Jembira mengejang kaku dengan mata melotot, ketika kedua kaki Siluman Pemburu Perawan mendarat di perut dan dadanya. Darah langsung menyembur dari mulut dan perutnya yang pecah.
? *** ? "Rasakan oleh kalian, kerbau-kerbau tidak tahu diri!" dengus Siluman Pemburu Perawan sambil memandangi tiga mayat lawan-lawannya.
"Hem, permainan bagus!"
Mendadak terdengar sebuah suara, membuat Siluman Pemburu Perawan menoleh. Namun dia sama sekali tidak memperlihatkan kekagetan, melihat kehadiran seorang wanita bertopeng di samping kirinya.
"Pucuk dicinta ulam tiba! Siapa sangka, akhir-nya kau datang untuk menyerahkan diri!" sambut Siluman Pemburu Perawan.
"Aku datang untuk menagih nyawa kedua orangtuaku!" desis wanita bertopeng itu, dingin.
"Apa maksudmu!" tanya Siluman Pemburu Perawan.
"Kau pembunuh licik! Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Bernawa!"
Mendengar nama Bernawa disebut, Siluman Pemburu Perawan terkejut. Dipandanginya wanita bertopeng itu dengan sorot mata tajam.
"Siapa kau sebenarnya"! Cepat katakan!" bentak Siluman Pemburu Perawan yang ternyata tak lain adalah Bernawa, saudara dari ayah Suti Raswati.
"Aku keponakanmu sendiri. Apakah kau tidak mengenalnya"!" sahut wanita bertopeng itu.
"Pendusta! Kau coba-coba mengecohku, he"!" dengus Bernawa.
"Aku cucu Eyang Jayadwipa!"
"Heh"!"
Mendengar nama itu seketika paras Siluman Pemburu Perawan berubah. Seperti ketakutan, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan.
"Kenapa" Kelihatannya kau ketakutan sekali?" ejek wanita bertopeng yang tak lain Suti Raswati, alias Bidadari Penakluk.
"Keparat! Ke mana si tua itu"! Dia pasti men-dampingimu"! Suruh dia keluar!" bentak Bemawa.
"Hi hi hi...! Kau hanya menggertakku, Paman. Padahal sesungguhnya kau amat takut kepergok Eyang Jayadwipa, bukan" Kau telah berbuat kesalahan padanya. Dan selama ini, kau cukup rapi menyembunyikan diri. Tapi suatu saat, Eyang yakin kau akan keluar. Sebab jika hendak mempelajari Kitab 'Jagad Welung' yang kau curi, maka kau membutuhkan korban. Yaitu, gadis-gadis yang selama ini mati di tanganmu!" dengus Suti Raswati dengan senyum sinis.
"Bocah nakal! Menjauhlah dariku kalau ingin selamat! Kalau benar kau masih terhitung kepo-nakanku, maka sebaiknya lupakan saja umsanmu padaku!" ujar Bernawa.
"Tidak semudah itu, Keparat! Kau bunuh orangtuaku setelah memperdayai mereka untuk mencuri kitab itu, sehingga mereka terusir. Aku bersumpah akan membunuhmu!" dengus wanita bertopeng itu.
"Anak bengal! Tidakkah kau lihat mayat ketiga orang ini"! Jangan membuatku marah, sehingga kau akan menemani mereka ke akherat!" ancam Siluman Pemburu Perawan.
"Keparat rendah! Tak perlu menakut-nakuti aku! Aku tahu tenagamu belum pulih betul. Kau sengaja memasang lengan palsu, untuk menutupi kekuranganmu. Apakah kau kira aku tidak tahu"!" ejek Suti Raswati.
"Bocah busuk! Rupanya kau telah bertemu gendakmu, he"! Bagaimana kabarnya" Mudah-mudahan kau senang setelah kukirim dia ke akherat!" ejek Bernawan.
"Kau salah! Dia sehat-sehat saja tak kurang suatu apa pun. Mungkin sebentar lagi dia akan ke sini. Dan setelah itu, maka riwayatmu akan tamat!"
"Omong kosong! Kau pendusta besar!"
"Apakah kau kira aku tidak mengerti pukulan yang terdapat dalam Kitab 'Jagad Welung'" Aku tahu. Dan, tahu pula bagaimana memunahkan pukulanmu!"
Barulah Bernawa sedikit terperangah mendengar penuturan Suti Raswati. Mau tak mau dia semakin percaya kalau wanita bertopeng ini memang cucu Eyang Jayadwipa. Tapi kalau mengaku tahu tentang Kitab 'Jagad Wulung', rasanya hal itu mesti dibuktikannya dulu. Lagi pula, mana dia mau menunjukkan perasaannya kalau dirinya takut pada Eyang Jayadwipa, atau siapa pun yang punya hubungan dekat dengan orang tua itu"
"Baik! Ingin kulihat, apakah kau memang mengerti isi Kitab 'Jagad Welung'."
"Yeaaa...!"
Suti Raswati agaknya tidak mau berlama-lama. Begitu mendengar tantangan maka secepat kilat kedua tangannya menghentak melepaskan pukulan jarak jauh.
Wesss...! Dari kedua telapak tangan Suti Raswati meluruk sinar merah kekuning-kuningan mengancam keselamatan Bernawa.
"Ute!"
Bernawa berkelit ke samping. Lalu tubuhnya bergerak memutar seraya melakukan tendangan geledek ke pinggang.
Wuuut! Namun Suti Raswati cepat melompat ke atas sehingga tendangan itu hanya menghantam angin kosong. Sementara, Bernawa segera mengejar seperti kesurupan setan ketika Suti Raswati mendarat di tanah.
"Yeaaa...!"
? *** ? 8 ? Dengan gerakan menawan, Suti Raswati memapak serangan bertubi-tubi tangan Bernawa yang membentuk kepala ular.
Plak! Plak! Masing-masing kontan terjajar beberapa langkah dengan kedua tangan bergetar.
"Huh! Kau menggunakan cadangan tenaga aji 'Pengumpul Angin' rupanya! Tapi kuharap tidak akan berhasil, sebab aku telah mengetahui ke-lemahannya!" ejek wanita bertopeng itu.
"Yeaaa...!"
Kata-kata Suti Raswati dijawab dengan lun-curan tubuh Siluman Pemburu Perawan yang tidak mau memberi kesempatan. Laki-laki itu terus menerjang dengan serangan gencar dan bertubi-tubi, menggunakan kedua tangannya.
"He he he...! Belum kulihat kalau kau menguasai isi Kitab 'Jagad Welung'!" ejek Bernawa ketika wanita itu belum juga mampu berbuat banyak untuk mematahkan serangannya.
Memang serangan itu telah membuktikan, bila wanita bertopeng itu mengetahui isi kitab pusaka yang dicuri Bernawa beberapa puluh tahun lalu, tentu dengan mudah dapat memunahkan serangan. Namun yang dilakukan hanya sebatas menangkis dan menghindar.
Apa yang dikatakan Bernawa memang tidak salah. Suti Raswati yang merupakan cucu Eyang Jayadwipa itu memang mengenal nama Kitab 'Jagad Welung'. Juga, sedikit mengerti bagaimana sifat serangan jurus-jurus yang terdapat di dalamnya. Namun itu sebatas pada gambaran umum yang tidak terperinci. Sehingga jangankan untuk memunahkan, bahkan serangan jurus-jurus itu pun baru dilihat nyata pada saat ini.
"Yeaaa...!"
Mendadak Bernawa meluruk deras sambil me-mutar-mutar kedua tangannya. Angin putarannya saja, laksana sapuan angin topan. Dan ini membuat Suti Raswati bergetar. Untuk sesaat wanita ini kehilangan keseimbangan. Pada saat itulah tiba-tiba satu tendangan melayang deras. Dan....
Duk! "Aaakh...!"
Suti Raswati kontan menjerit kesakitan begitu perutnya terhantam tendangan Siluman Pemburu Perawan. Tubuhnya terpental, lalu bergulingan. Untung saja, wanita ini telah melapisinya dengan tenaga dalam tinggi. Padahal bila seekor kerbau yang terkena niscaya akan remuk tulang-belulangnya dengan isi perut akan pecah berantakan. Kendati demikian, wanita bertopeng ini cepat berusaha bangkit. Di balik topeng, mulutnya menyeringai menahan sakit.
"Yeaaa...!"
Dengan mengerahkan aji 'Pengumpul Angin', Bernawa yang memiliki tenaga cadangan yang dapat digunakan untuk menghabisi lawannya selagi belum siap, sudah meluruk kembali.
Tapi, wanita bertopeng itu telah memperhi-tungkannya. Maka meski dalam keadaan terluka dalam, dinantinya serangan.
"Hiiih!"
Begitu serangan hampir tiba, buru-buru Suti Raswati menjatuhkan diri sambil berputar. Sedangkan kakinya cepat menyangket lutut belakang Siluman Pemburu Perawan.
Duk! Brukkk! Bernawa jatuh telentang. Sementara sambil berputar di atas tanah, sebelah kaki Suti Raswati menghantam perut Bernawa.
Des! "Aaakh...!"
Bernawa menjerit kesakitan, namun cepat menggulingkan tubuhnya. Secepatnya dia bangkit kembali, dan siap menyambut serangan berikut.
"Hm.... Boleh juga kau rupanya!" desis Siluman Pemburu Perawan sambil tersenyum mengejek Suti Raswati yang baru saja melenting bangkit.
'Yeaaa...!"
Wanita bertopeng itu tidak menyahut tapi melompat menyerang lewat tendangan geledek.
Wut! "Uts...!"
Bernawa bergerak sedikit ke samping, sehingga tendangan itu luput dari sasaran. Namun tiba-tiba wanita bertopeng itu mengibaskan sebelah kakinya yang lain, menyambar leher.
"Hiiih!"
Dengan gerakan cepat Siluman Pemburu Pe-rawan menangkis dengan tangan kiri yang terbuat dari kayu keras.
Plak! Setelah menangkis, kaki kanan Bernama langsung menyodok ke perut wanita bertopeng itu.
Wuttt...! Untungnya, Suti Raswati bertindak cepat, telapak tangan kirinya langsung menangkis.
Plak! Dan mendadak tubuh wanita ini berputar. Dia bermaksud mengirim tendangan ke batok kepala Bernawa. Tapi sebelum dilakukan, Siluman Pemburu Perawan telah lebih dulu memutar tubuhnya.
Langsung dilepaskannya satu tendangan dahsyat ke dada.
Des! "Aaakh...!"
Wanita bertopeng itu menjerit kesakitan. Tubuhnya langsung terlempar agak jauh dengan mulut menyemburkan darah segar.
'Yeaaa...!"
Baru saja tubuh Suti Raswati mencium tanah, Bernawa melenting ke atas. Lalu tiba-tiba tubuhnya meluruk dengan kedua kaki siap menghabisi riwayat wanita bertopeng ini.
Namun saat yang gawat bagi wanita itu, mendadak berkelebat satu bayangan putih yang langsung memapaki serangan Siluman Pemburu Perawan.
Plak! "Uhhh...!"
? *** ? Bernawa kontan terlempar ke belakang. Namun demikian, dia cepat membuat putaran, untuk mematahkan daya dorong yang teramat kuat. Lalu, manis sekali kakinya menjejak tanah. Demikian pula halnya sosok yang baru muncul. Kini, sosok yang ternyata seorang pemuda tampan berbaju rompi putih telah tegak berdiri dengan mantap.


Pendekar Rajawali Sakti 177 Siluman Pemburu Perawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hem, kau rupanya!" desis Bernawa, menyembunyikan perasaan kecutnya melihat siapa yang telah menghalangi serangannya.
"Ya, aku. Kau tentu kaget, bukan"!" sahut pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti.
"Huh! Untuk apa kaget" Aku telah menduga kemunculanmu di tempat ini!" tukas Siluman Pemburu Perawan.
"Syukurlah kalau begitu. Dan kita bisa melanjutkan pertarungan kita yang tertunda," sahut Rangga tenang.
"Kali ini akan kupastikan kematianmu, Bocah!" bentak Bemawa.
"Boleh juga gertakanmu. Mungkin saja kau berani melihat lengan kirimu yang palsu. Kalau saja lengan itu dibiarkan buntung, kau tentu akan terbayang-bayang terus padaku dengan membawa dendam," sahut Rangga, memanasi.
"Setan!"
Siluman Pemburu Perawan langsung mener-jang. Sementara Rangga yang sudah tahu bagaimana hebatnya tokoh sesat ini tidak mau bertindak sembarangan. Maka cepat tangannya bergerak ke punggung. Lalu....
Sring! Begitu Pedang Pusaka Rajawali Sakti tercabut, terpendarlah cahaya biru berkilau. Dan ketika serangan Bernawa hampir dekat, cepat pedangnya dikebutkan disertai tenaga dalam tinggi, dengan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
Bet! Wuttt! "Uhh...!"??
Bernawa cepat membatalkan serangannya. Tubuhnya langsung melenting tinggi ke atas, melewati kepala Pendekar Rajawali Sakti. Setelah berputaran beberapa kali, dia mendarat mantap di tanah, dan langsung berbalik. Siluman Pemburu Perawan memang tak bisa gegabah. Melihat pedang itu, lengan kirinya masih terasa nyeri dan berdenyut-denyut sampai ke jantung. Kini pedang itu kembali mengancam keselamatannya."
"Hiaaa...!"
Kali ini Rangga yang membuka serangan. Tubuhnya berkelebat sambil mengebut-ngebutkan pedangnya, tetap dalam jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
"Ohhh...!"
Mendadak Bernawa mendesah pelan sambil terus berkelit menghindari tebasan pedang Pendekar Rajawali Sakti. Lebih gawat lagi, tiba-tiba semangat bertarungnya jadi kendor. Pikirannya mendadak kacau, tak tahu harus berbuat apa. Jiwanya seperti terpecah-pecah, tanpa dapat dikendalikan lagi.
Memang, jurus 'Pedang Pemecah Sukma" yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti telah membawa pengaruh bagi Bernawa. Jurus ini memang ditujukan untuk memilah-milah jiwa musuh. Dan Bernawa kini merasakan pengaruhnya.
Wuttt...! Sekali lagi Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya. Masih sempat Siluman Pemburu Perawan berkelit, dengan menggeser tubuhnya. Namun di luar dugaan, Rangga cepat memutar tubuhnya sambil melepaskan tendangan menggeledek. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Des! "Aaakh...!"
Bernawa terlempar ke belakang sambil terhu-yung-huyung kesakitan, begitu tendangan Pendekar Rajawali Sakti mendarat telak di dadanya. Kebetulan sekali dia berada dekat dengan wanita bertopeng itu.
Suti Raswati tidak menyia-nyiakan kesempatan. Tubuhnya bergeser sedikit, lalu sebelah kakinya menghantam ke bagian pinggang.
Des! "Aaakh...!"
Kembali Siluman Pemburu Perawan terpekik, ketika tulang pinggangnya terasa patah menerima tendangan yang berisi tenaga dalam tinggi.
"Hiyaaa!"
Begitu tubuh Bernawa terhuyung-huyung ke depan, Rangga langsung menyongsong dengan sa-betan pedang.
"Hiiih!"
Wuttt...! "Uts!"
Namun Siluman Pembum Perawan agaknya masih sempat menyelamatkan diri. Tubuhnya cepat mencelat ke atas, lalu berputaran di udara melewati kepala Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga cepat merunduk. Lalu begitu melihat Siluman Pemburu Perawan hendak mendarat, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat sambil melepaskan tendangan terbang dua kali berturut-turut.
Duk! Des! "Aaakh...!"
Dua tendangan berturut-turut menghantam dada Bernawa. Disertai pekikan, tubuhnya terjungkal roboh bagai selembar daun kering tertiup angin dalam keadaan telentang. Dari mulutnya menyembur darah segar.
"Hup!"
Kesempatan itu tidak disia-siakan Suti Raswati. Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki, wanita bertopeng itu melompat ke arah Siluman Pemburu Perawan. Dan...
Begkh! Des! "Aaa...!"
Keras sekali kedua telapak kaki wanita itu tepat menghantam dada serta perut Bernawa yang kontan memekik kesakitan.
? *** ? Sepasang mata Siluman Pemburu Perawan melotot dengan mulutnya terbuka lebar. Dari situ meleleh darah kental kemerahan bercampur warna hitam. Tubuhnya menggelepar sesaat, sebelum akhirnya diam tidak berkutik. Mati!
Sementara Suti Raswati yang telah berpindah tempat, hanya memandangi mayat yang sebenar-nya masih pamannya.
"Ohhh...!"
Mendadak wanita bertopeng itu mengeluh tertahan, lalu duduk bersila dengan tubuh gemetar. Dia telah mengeluarkan tenaga cukup banyak dalam keadaan terluka dalam. Jelas, ini amat membahayakan, karena akan membuat luka dalamnya semakin parah.
"Biar kubantu?" kata Rangga, seraya membimbing wanita itu duduk bersandar di bawah po-hon.
"Terima kasih. Tidak usah merepotkan. Aku bisa mengurus diriku sendiri," tolak Suti Raswati lemah.
"Kau terluka dalam...," Rangga bersikeras.
"Tidak apa. Percayalah.... Aku bisa membantu diriku sendiri," sahut wanita bertopeng itu me-yakinkan.
Rangga merasa tidak enak hati. Dan dia diam saja memperhatikan apa yang dilakukan wanita itu. Dia percaya kalau apa yang dikatakan wanita itu benar. Soalnya, Rangga juga melihat kalau wanita itu menelan obat pulung seperti yang pemah ditelannya. Dan dia merasa tak ada masalah dengan luka yang diderita wanita bertopeng itu.
"Hoeeekh...!"
Wanita itu membuka bagian bawah topengnya sedikit, sehingga muntahnya bisa keluar tanpa hambatan.
"Kau tak apa-apa"!" tanya Rangga sedikit cemas.
Suti Raswati tersenyum. Tapi jelas, Rangga tak bisa melihatnya karena terhalang topeng. Namun bisa dirasakan dari pancaran sinar mata wanita itu, lewat lubang topeng.
"Tidak," sahut Suti Raswati, pendek.
"Biar kubantu agar tenagamu cepat pulih!"
"Tidak usah. Terlalu merepotkan. Aku sudah terbiasa mengalami keadaan seperti ini. Jangan khawatir. Sebentar lagi pun akan beres."
Rangga memandang wanita itu sebentar, lalu bangkit berdiri. Kepalanya langsung menengadah memandang langit hitam yang diselingi bintang-bintang. Malam telah semakin larut. Mungkin sebentar lagi, pagi akan tiba. Udara dingin baru terasa kini. Dan hal itu membuat Rangga tergerak untuk mengumpulkan ranting, membuat api unggun. Sementara, wanita itu duduk bersila mengatur pernapasannya.
? *** ? Beberapa saat setelah api menyala, Suti Raswati menghentikan pengobatannya. Dari cahaya jilatan api terlihat pancaran matanya agak segar.
"Kau masih marah padaku?" tanya wanita itu lirih.
Rangga diam saja tak menjawab. Pandangan matanya lurus pada nyala api. Sebenarnya dalam hati, Pendekar Rajawali Sakti yakin kalau wanita di dekatnya ini adalah Suti Raswati alias Bidadari Penakluk. Tapi entah kenapa, hatinya tak tergerak untuk menangkapnya. Mungkin karena jasa wanita itu yang telah mengobatinya, ketika terluka dalam setelah bertarung melawan Siluman Pemburu Perawan sebelumnya. Atau juga Rangga merasa yakin kalau tindakan Bidadari Penakluk di hadapannya beberapa waktu yang lalu di luar kesadaran wanita itu sendiri.
Diam-diam Pendekar Rajawali Sakti berusaha menyingkirkan kemarahannya pada Bidadari Penakluk. Yang jelas justru saat ini di hatinya timbul rasa kasihan pada wanita itu.
"Kau penasaran sebelum melihat wajahku, bukan" Kenapa tidak kau buka topengku" Padahal, kesempatan untuk itu ada," usik Suti Raswati.
"Aku ingin kau membukanya sendiri. Tapi kalau kau keberatan, sebaiknya tidak usah. Karena, aku pun kini bisa mendengar suara aslimu...."
Wanita itu terdiam. Rangga pun demikian. Untuk sesaat mereka memandang nyala api di depannya.
"Kenapa kau begitu membenciku?" tanya Suti Raswati kembali. Suaranya lirih, nyaris tak terdengar.
"Entahlah. Kejadian itu tidak bisa kulupakan begitu saja...."
"Maaf.... Aku tidak bermaksud..., ah! Sungguh itu di luar kesadaranku sebagai seorang wanita Mungkin pengaruh kitab yang kupelajari, ini memang salahku sendiri. Jangankan dirimu. Bahkan kakekku saja nyaris jadi sasaranku. Baru setelah diobati, aku sadar. Aku benar-benar amat menyesal...!" keluh Suti Raswati.
"Sudahlah.... Toh waktu itu kita tak sempat berbuat, karena aku mendengar suara burung rajawali yang amat keras...," ujar Rangga, mendesah.
Mereka kembali terdiam. Percakapan itu terasa canggung, namun masing-masing seperti tidak ingin menyudahinya begitu saja.???
"Lalu..., kenapa kini kau menutupi wajahmu dengan topeng" Apa maksudnya?" lanjut Rangga, ingin memancing wanita itu.
"Aku ingin mengubur masa itu dalam-da-1am...," desah Suti Raswati.
"Apa maksudmu?" desah Rangga.
"Perjalanan hidupku di masa lampau terasa kotor dan menyesatkan. Untunglah Eyang Jayadwipa masih memaafkan dan membimbingku ke jalan benar...."
"Eyang Jayadwipa..."!"
"Ya, Eyang Jayadwipa. Dia adalah kakekku," jelas wanita itu.
Kemudian tanpa diminta, Suti Raswati mulai menceritakan perjalanan hidupnya, sampai masalah terakhir yang diceritakan kakeknya.
Rangga terkesiap, memandang wanita itu. Entah apa yang dirasanya saat ini. Perasaan sedih, terharu, kasihan, atau juga jijik bercampur jadi satu. Dan dia tak tahu harus mulai bicara dari mana, setelah wanita itu menyelesaikan ceritanya.
"Aku jadi prihatin atas derita yang kau alami selama ini...," ucap pemuda itu pada akhirnya.
'Terima kasih...," desah Suti Raswati.
"Ng..., jadi Siluman Pemburu Perawan itu pamanmu?" tanya Rangga lagi.
"Begitulah. Kalau dulu orang-orang menyalah-kan karena kelakuanku yang tidak senonoh, maka setelah kematian Paman Bernawa, kuharap bisa mengikis semua pengaruh ilmu 'Serat Biru' yang pernah kuperdalami...."
"Kalau punya kemauan, segalanya akan mu-dah," tegas Rangga, memberi semangat.
"Ya."
"Eh! Aku belum mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu. Terima kasih," ucap Rangga.
"Tak apa. Tidak usah dipikirkan soal itu," elak Suti Raswati, kaku.
"Suatu saat kalau umur panjang, aku akan berusaha membalas budimu itu," kata Rangga.
"Jangan bebani pikiranmu tentang itu. Karena aku menolong tanpa pamrih apa-apa."
Mereka kembali terdiam. Dari kejauhan terde-ngar ayam jantan mulai berkokok satu persatu.
"Lalu setelah ini kau hendak ke mana?" lanjut Rangga.
"Entahlah. Kurasa aku akan ke pondok saja bersama Eyang. Keadaanku belum pulih betul. Terkadang pengaruh ilmu 'Serat Biru' untuk melakukan perbuatan terkutuk itu masih ada. Dan aku berusaha menindasnya sekuat tenaga. Bila dekat dengan kakekku, beliau bisa membimbingku lebih baik," jelas Bidadari Penakluk.
"Ya, Itu merriang jalan yang terbaik...," sambut Rangga.
"Kau sendiri hendak ke mana?" tanya Suti Raswati.
"Entahlah. Kurasa aku akan terus mengembara mengikuti ke mana saja kakiku melangkah...."
"Apakah kau tak punya tempat tinggal tetap?"
"Ada."
"Di mana?"
"Sebuah negeri yang cukup jauh dari sini. Namanya Karang Setra."
"Kalau kau lama mengembara, istrimu tentu akan terus kesepian?" usik Suti Raswati.
Mendengar kata-kata itu, Rangga teringat Pandan Wangi. Ya! Pandan Wangi pasti kesepian. Gumam Rangga di hati. Pemuda itu tersenyum hambar, lalu bangkit berdiri.
"Aku harus pergi sekarang?" kata PendekarRajawali Sakti seraya berjalan mendekati kudanya dan langsung melompat ke punggung Dewa Bayu.
Suti Raswati mengikuti dari belakang.
"Kau yakin tidak ingin melihat wajah di balik topeng ini?" tanya Bidadari Penakluk.
Rangga terdiam sebentar, lalu menggeleng pelan.
"Tidak perlu. Aku khawatir hal itu masih menimbulkan perasaan tidak enak. Mungkin kapan-kapan kalau kita bertemu lagi. Nah, aku pergi dulu!" pamit Rangga.
"Heaaa...!"
Suti Raswati mengangguk pelan memandangi kepergian Pendekar Rajawali Sakti sambil membuka topengnya perlahan-lahan!
? SELESAI ? Serial Pendekar Rajawali Sakti selanjutnya :
SATRIA PONDOK UNGU
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
www.jagatsatria.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Naga Pembunuh 20 Pendekar Kembar 7 Gadis Penyebar Cinta Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara 8

Cari Blog Ini