01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 25
yang jumlahnya memang tidak terlalu banyak.
Sejenak kemudian, pasukan Kediri itu telah siap dibawah
pimpinan langsung Panji Sempana Murti sendiri. Mereka
membawa panji-panji dan tunggul kebesaran Panglima
daerah perbatasan disisi Utara itu.
Panji Sempana Murti sama sekali tidak mengatakan,
mereka akan pergi kemana. Tetapi semua orang didalam
pasukannya sudah mengira, bahwa mereka akan pergi ke
Kabuyutan, setelah dua orang bebahu dari kabuyutan itu
datang menghadap. Para prajurit Kediri itu menjadi berdebar-debar. Mereka
sadar, apa yang mungkin akan terjadi,, karena mereka tahu,
bahwa Pangeran Kuda Permati telah bergeser dari
kedudukannya dan berada disebelah Utara Kota.
"Kemungkinan untuk berbenturan dengan kekuatan
Pangeran Kuda Permati agaknya memang tidak dapat
dihindarkan lagi" berkata salah seorang perwira.
"Tetapi ini adalah sikap gila Panji Sempana Murti. Jika
ia berada melawan Pangeran Kuda Permati, maka ia akan
ditangkap oleh Sri Baginda sebagaimana terjadi atas
Pangeran Singa Narpada yang telah membawa adiknya
sebagai tawanan" "Tetapi Pangeran Lembu Sabdata itupun masih tetap
ditahan sampai saat ini" berkata perwira yang pertama.
Kawannya tidak menjawab. Mereka mengikuti saja
perjalanan Panji Sempana Murti yang berkuda di paling
depan. Dibelakangnya adalah dua orang Senapati
pengapitnya. Kemudian seorang prajurit yang membawa
tunggul kebesaran, diikuti oleh dua orang prajurit yang lain
yang membawa panji-panjji dan dibelakangnya lagi adalah
Kelebet pertanda pasukan yang dipimpin oleh Panji
Sempana Murti itu. Baru kemudian para pengawal berkuda
dengan senjata masing-masing dibelakangnya.
Ternyata sikap Panji Sempana Murti itu telah
berpengaruh pula pada sikap para pengawal Kediri dibawah
pimpinannya. Mereka menyadari bahwa sebenarnyalah
mereka seorang prajurit. Apalagi mereka yang malam itu
bertugas di regol. Mereka bagaikan terbangun dari mimpi
yang memabukkan. Demikian mereka diganti, demikian
mereka telah ikut menyiapkan diri bersama seluruh
pasukan. "Aku tidak mempergunakan kesempatan beristirahat
setelah bertugas malam" berkata salah seorang diantara
mereka "Aku berharap agar karena ini, aku tidak mendapat
hukuman karena sikapku semalam"
Ternyata beberapa orang kawannya mempunyai sikap
serupa, sehingga karena itu, maka mereka telah ikut
semuanya dalam iring-iringan itu.
Ketika kemudian fajar menyingsing, maka pasukan yang
dibayangi oleh cahaya kemerah-merahan itu bagaikan
munculnya seekor ular raksasa dengan sisik yang membara
dari dalam gelapnya malam yang pekat. Jalan yang
berkelok-kelok ditengah hijaunya tanaman di sawah,
ditelusurinya perlahan-lahan. Pasukan itu memang tidak
berpacu terlalu cepat. Tetapi justru dengan demikian
pasukan itu menjadi bagaikan teguhnya tubuh seekor ular
raksasa dengan sisik baja yang membara.
Tunggul, panji-panji dan kelebet pertanda kebesaran
pasukan Panji Sempana Murti membuat iring-iringan itu
semakin nampak berwibawa.
Beberapa orang petani yang bangun pagi-pagi dan turun
ke sawah terkejut melihat iring-iringan itu. Sudah lama
mereka tidak menyaksikan pasukan Panji Sempana Murti
menyusuri jalan di Kabuyutan mereka dengan tanda-tanda
kebesarannya. Namun sementara itu, dua orang yang berada di
pematang benar-benar terkejut melihat iring-iringan itu.
Dua orang itu bukan petani yang sedang bekerja disawah.
Tetapi dua orang itu adalah dua orang pengamat dari para
pengikut Pangeran Kuda Per mati.
"Gila. Apakah Panji Sempana Murti sudah gila" geram
salah seorang dari mereka.
"Ya" sahut kawannya "ia hadir dalam kebesarannya.
Apakah ini satu tantangan"
Yang lain tidak segera menjawab. Keduanya
memandang iring-iringan itu dengan tanpa berkedip.
"Mereka menuju ke Kabuyutan" suara itu merendah.
"Kita harus segera melaporkan kepada Ki Lurah" geram
yang lain. "Ya. Laporan ini harus segera sampai kepada Pangeran
Kuda Permati" sahut kawannya.
Sejenak kemudian, maka kedua orang itupun dengan
tergesa-gesa kembali ke tempat mereka tinggal selama
pasukan Pangeran Kuda Permati bergeser keperbatasan.
Dalam pada itu, pasukan Panji Sempana Murti yang
tidak begitu besar itu berjalan terus. Mereka menyusuri
jalan langsung menuju ke rumah Ki Buyut yang telah
mengirimkan dua orang bebahunya untuk melaporkan
persoalan Kabuyutannya kepada Panji Sempana Murti.
Ketika pasukan itu mendekati padukuhan induk
Kabuyutan. maka padukuhan itu menjadi gempar.
Beberapa orang petani yang melihat iring-iringan itu dengan
tergesa-gesa telah melaporkannya kepada para bebahu yang
segera menyampaikannya kepada Ki Buyut.
"Mereka benar-benar datang" desis kedua orang bebahu
hampir bersamaan. Namun yang seorang menyambung "Tetapi menurut
perhitunganku tidak akan secepat ini"
"Panji Sempana Murti tidak mau tenggelam kedalam
kemalasan yang berlarut-larut. Ia agaknya merasa perlu
untuk bangkit sebagai seorang Panglima di daerah
perbatasan disisi Utara ini" sahut yang lain.
Demikianlah, maka sejenak kemudian-iring-iringan itu
sudah memasuki padukuhan induk dan langsung menuju ke
Kabuyutan. Ki Buyut dan para bebahu memang menjadi sibuk. Tetapi
Panji Sempana Murti yang memasuki halaman rumah Ki
Buyut membiarkan pasukannya tetap dipunggung kuda.
Sementara Panji Sempana Murti dan dua orang
pengawalnya sajalah yang turun dan naik kepahdapa.
"Silahkan tuan" Ki Buyut mempersilahkan.
"Terima kasih Ki Buyut" berkata Panji Sempana Murti
"Aku tidak akan singgah terlalu lama. Aku akan membawa
pasukanku berkeliling dari Kabuyutan ini ke Kabuyutan
sebelah. Besok aku akan melanjutkan ke padukuhan dan
padukuhan. Aku ingin memberitahukan kepada setiap
orang, bahwa kekuasaan Kediri masih tegak didaerah ini"
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Hampir diluar
sadarnya ia berkata "Jika demikian, maka seluruh rakyat
Kabuyutan inipun akan segera bangkit pula"
"Tunjukkanlah kepadaku, dimanakah rumah anak-anak
yang menangisi kudanya yang akan diambil oleh orangorang
yang tidak berhak itu" berkata Panji Sempana Murti.
"Marilah" berkata salah seorang bebahu yang telah
menghadap Panji Sempana Murti "Aku sudah mendapat
keterangan dari dua orang peronda yang telah
mengantarkan anak itu pulang semalam"
"Kami akan pergi ke padukuhan itu" desis Panji
Sempana Murti. Panji Sempana Murti memang ingin bergerak dengan
cepat. Karena itu, maka sejenak kemudian iring-iringan itu
sudah mulai bergerak lagi menuju kesebuah padukuhan
kecil tempat anak yang menjadi sedih karena kudanya yang
berwarna dawuk akan diambil oleh orang-orang yang tidak
berwenang. Sementara itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang
telah melaporkan penglihatan dan pendengarannya
semalam, telah mendapat persetujuan dari Pugutrawe untuk
pergi ke padukuhan itu. Mereka diperkenankan untuk
mengamati, apa yang akan terjadi.
Karena itu, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
telah berada kembali disekitar padukuhan itu ketika
matahari mulai naik. Meskipun keduanya semalam suntuk
seakan-akan tidak memejamkan matanya sama sekali,
tetapi mereka dengan ketahanan tubuh yang sangat besar,
telah melakukan tugas,. mereka tanpa merasa letih.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat terkejut ketika mereka
melihat sebuah iring-iringan mendekati padukuhan itu.
Bukan sekedar dua tiga orang atau sekelompok kecil datang
untuk mengambil seekor kuda. Tetapi satu pasukan yang
lengkap dengan tanda-tanda.
Tetapi ternyata ada yang terlepas dari pengamatan
Mahisa Murti. Justru pada saat itu, dua orang telah berada
di kandang kuda yang berwarna Dawuk. Peristiwa semalam
telah membuat orang-orang yang mengambil kuda dari
padukuhan-padukuhan itu ingin bergerak cepat. Orang yang
megaku pedagang kuda itu membuat mereka bertindak
lebih cepatdari yang biasa mereka lakukan. Pada saat
matahari terbit, dua orang telah berada di rumah pemilik
kuda berwarna dawuk itu. Ketika dua orang itu melihat bahwa seekor kuda
berwarna dawuk masih ada di kandang, maka keduanya
hampir bersamaan telah menarik nafas. Seorang diantara
mereka telah langsung pergi ke kandang. Sedang yang lain
telah menemui pemiliknya.
"Kami datang untuk mengambil kuda itu" berkata orang
yang langsung menemui pemilik kuda itu.
Pemilik kuda itu memang tidak dapat berbuat apa-apa. Ia
hanya dapat menyerahkan kudanya dengan hati yang pahit.
Sementara itu, anak laki-lakinyapun telah berada di
kandang pula. Ia tidak dapat menahan diri untuk tidak
menitikkan mata. Kuda itu harus diserahkan.
Untunglah bahwa yang datang mengambil kuda itu
bukan orang yang semalam bertemu dengan anak itu dan
yang kemudian bertengkar dengan Mahisa Murti. Tetapi
berdasarkan atas laporan orang-orang itu, maka keduanya
datang lebih pagi untuk mengambil kuda yang mungkin
akan jatuh ketangan orang lain. Dan karena mereka datang
lebih pagi dari yang diperhitungkan oleh Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, maka kedua orang itu agaknya telah lepas
dari pengamatannya pada saat keduanya itu datang.
Tetapi justru karena kedua orang itu datang terlalu pagi,
maka telah terjadi yang tidak mereka duga sama sekali.
Juga tidak terduga oleh Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
Ketika kedua orang itu tengah sibuk menyiapkan kuda yang
akan dibawanya, maka pasukan Panji Sempana Murti telah
memasuki padukuhan itu. Pada saat yang demikian kedua orang itu sibuk
menyingkirkan anak yang berusaha untuk tidak terpisah
dari kudanya.Ketika kuda itu sudah siap dibawa, anak itu
masih memeluknya sambil menangis.
"Ambil anakmu" bentak salah seorang dari kedua orang
yang mengambil kuda itu kepada pemiliknya.
Ayah anak itu berusaha untuk menenangkan anaknya.
Dibimbingnya anaknya menjauhi kuda yang siap untuk
dibawa itu sambil berkata "Dawuk akan mengalami
perlakuan yang jauh lebih baik daripada jika kuda itu masih
ada bersama kita" Anak itu tidak menjawab. Tetapi ia tidak berusaha untuk
menghalangi, karena ia sadar, jika ia mencoba untuk
mempertahankan kudanya dengan cara apapun juga, maka
ayahnyalah yang akan mengalami kesulitan.
Namun dalam pada itu, ketika anak itu meninggalkan
kudanya dan dibimbing olehi ayahnya ketangga pendapa
rumahnya, maka seisi padukuhan itu telah terkejut.
Sebelum orang-orang itu menyadari apa yang terjadi, maka
beberapa orang berkuda dari pasukan Panji Sempana Murti
telah berada dimuka regol halaman rumah yang kudanya
sudah dituntun oleh dua orang yang akan mengambilnya.
Namun demikian kedua orang itu meloncat kepunggung
kudanya sendiri, maka mereka sudah kehilangan seluruh
kesempatannya. Kedua orang itu tidak akan mungkin dapat
keluar lagi dari halaman rumah itu.
"Gila" geram kedua orang itu.
Tetapi keduanya tidak lagi mampu berbuat sesuatu.
Pada saat yang demikian, laporan tentang kehadiran
pasukan Panji Sempana Murti telah sampai pula kepada
para pemimpin pengikut Pangeran Kuda Permati. Tetapi
tidak seorangpun diantara mereka dapat mencegah apa
yang akan terjadi atas kedua orang yang akan mengambil
kuda itu. Panji Sempana Murti sendirilah yang kemudian turun
dari kudanya dan berjalan memasuki halaman, diikuti oleh
seorang prajurit yang membawa tunggul kebesarannya.
Sementara itu panji-panji dan kelebet masih berada diluar
regol halaman. Dua orang yang akan mengambil kuda itu menjadi
berdebar-debar. Tetapi diluar kehendak mereka sendiri,
maka merekapun telah turun pula dari kuda mereka.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" bertanya Panji
Sempana Murti. Kedua orang itu tidak akan dapatingkar lagi. Karena itu,
maka salah seorang diantara mereka menjawab
sebagaimana mereka lakukan. Katanya "Aku mengambil
kuda penghuni rumah ini"
"Apa hakmu?" bertanya Panji Sempana Murti.
"Siapa kau?" seorang dari kedua orang itu bertanya
meskipun ia melihat pertanda kebesaran dari Kediri.
"Aku Sempana Murti. Panglima daerah perbatasan
Utara ini" jawab Panji Sempana Murti.
Kedua orang itu menjadi semakin gelisah. Namun ia
mencoba untuk menyembunyikannya. Jawabnya. Kami
adalah orang-orang yang mendapat kuasa dari Pangeran
Kuda Permati. Karena itu apa yang kami lakukan, adalah
ata kekuatan kuasa Pangeran KudaPermati itu.
"Kau tahu, siapa Pangeran Kuda Permati?" bertanya
Panji Sempana Murti. "Aku tahu pasti" jawab salah seorang dari kedua orang
itu "Pangeran Kuda Permati adalah seorang Pangeran yang
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendapat kuasa dari Sri Baginda untuk bergerak diluar
dinding istana dan tidak mengatas namakan Kediri untuk
menentang Singasari"
"Gila" geram Panji Sempana Murti "akalmu sudah
terbalik. Pangeran Kuda Permati adalah seorang
pemberontak yang harus ditangkap"
Wajah orang itu menjadi merah. Hampir saja ia
meloncat menyerang mendengar tuduhan itu. Tetapi ia
harus menahan diri. Yang ada diluar regol adalah
sepasukan prajurit Kediri.
Namun dalam pada itu, orang itu menjawab "Mungkin
kau tidak tahu kedudukan Pangeran Kuda Permati yang
sebenarnya. Hanya orang-orang penting sajalah yang
mendapat penjelasan, siapa sebenarnya orang-orang yang
harus bergerak" "jika benar demikian maka kau adalah seorang yang
paling dungu. Bahkan dapat dituduh seorang pengkhianat,
karena kau sudah mengatakan sesuatu yang seharusnya
dirahasiakan" sahut Panji Sempana Murti.
Wajah orang itu yang sudah menjadi merah, menjadi
semakin merah. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia
hanya dapat berdiri gemetar menahan kemarahan yang
menghentak-hentak didalam dadanya.
Dalam pada itu, maka Panji Sempana Murtipun berkata
"Karena itu, dengar perintahku. Lepaskan kuda itu dan kau
menjadi tawananku" Orang itu menggertakkan giginya, sementara kawannya
termangu-mangu disampingnya. Namun iapun tidak
bertindak sesuatu. Sementara itu, agak jauh dari halaman rumah itu,
beberapa orang memang ingin mengetahui apa yang terjadi.
Tetapi mereka tidak berani terlalu dekat. Jika terjadi
sesuatu, maka penghuni padukuhan itu tidak akan dapat
berbuat apa-apa. Namun dalam pada itu, berbaur dengan mereka adalah
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Karena orang-orang itu
memperhatikan halaman rumah itu dengan saksama, maka
mereka tidak sempat menghiraukan siapa saja yang berdiri
diantara mereka. Apalagi mereka berdiri berpencar di
beberapa halaman rumah. Sementara itu Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat berusaha untuk dapat mengikuti peristiwa itu
sebaik-baiknya. Dengan sangat hati-hati Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat, berusaha mendekat, tetapi dari arah belakang rumah
pemilik kuda itu. Demikian ada kesempatan, maka keduanyapun
segera menyusup di longkangan, sementara
pemilik rumah itu suami isteri dan anaknya berdiri gemetar
di sisi pendapa. Dari tempatnya Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
kemudian mendengar Panji Sempana Murti berkata
"Jangan membantah dan jangan berbuat sesuatu yang dapat
mencelakai dari kalian berdua"
Namun jawaban salah seorang dari kedua orang itu
mengejutkan "kami adalah utusan Pangeran Kuda Permati.
Hanya Pangeran Kuda Permati sajalah yang dapat
membatalkan tugas ini"
Wajah Panji Sempana Murti menegang sejenak. Tetapi
tiba-tiba saja ia bertanya "He, kelinci kecil. Kau
mengemban tugas dari Pangeran Kuda Permati dan hanya
Pangeran itu sajalah yang dapat membatalkan tugasmu"
Tetapi coba katakan kepadaku, apakah kau sudah mengenal
Pangeran Kuda Permati secara pribadi"
Kedua orang itu termangu-mangu. Tetapi salah seorang
menjawab "Buat apa aku harus mengenalnya secara
pribadi. Dalam susunan tata keprajuritan, maka perintah
dapat disampaikan menurut jalur yang seharusnya. Jika kau
adalah Panji Sempana Murti, maka hal itu sudah kau
ketahui" "Bagus. Tetapi yakinkah bahwa yang kau dengar itu
sebenarnya apa yang terjadi" Kedunguanmu dapat saja
menyesatkanmu" jawab Panji Sempana Murti.
"Kau jangan menghina kami" berkata kedua prajurit itu
"sebenarnyalah kau akan menerima hukuman atas
penghinaan itu dari Pangeran Kuda Permati"
"Aku tidak peduli dengan Pangeran Kuda Permati"
jawab Panji Sempana Murti "Aku justru akan
menangkapnya" Prajurit yang sedang mengambil kuda itu menggeram.
Namun Panji Sempana Murti telah mendahului berkata
"Cepat. Menyerahlah. Kau tidak berhak mengambil milik
rakyat kecil dengan sewenang-wenang. Karena itu maka
kau harus aku tangkap"
Tetapi prajurit itu justru menjawab "Kau jangan
mengganggu tugasku. Tugas yang dibebankan oleh
Pangeran Kuda Permati"
"Jadi inikah pekerjaan Pangeran Kuda Permati selama
ini" Pekerjaan dari seseorang yang kau katakan menerima
tugas dari Sri Baginda di Kediri". Merampas kuda dan
menakut-nakuti orang?" bertanya Panji Sempana Murti.
Kedua orang prajurit itu benar-benar tidak dapat
menahan kemarahan yang memuncak. Karena itu, maka
katanya "Pergi dari tempat ini, atau kalian akan
disingkirkan oleh kekuatan Pangeran Kuda Permati"
"Gila" geram Panji Sempana Murti. Lalu katanya
"Akulah yang berkuasa disini atas nama Sri Baginda,
karena aku mendapat perintahnya langsung untuk menjabat
sebagai Panglima didaerah perbatasan ini. Dengar, kalian
berdua harus menyerah"
"Tidak mau" jawab keduanya hampir berbareng "Aku
hanya tunduk kepada Pangeran Kuda Permati"
Panji Sempana Murtilah yang kemudian kehilangan
kesabarannya. Tiba-tiba saja ia menjatuhkan perintah
kepada prajurit-prajuritnya "Tangkap orang ini"
Beberapa orang prajurit yang mendengar perintah itu
lelah memasuki regol. Namun dalam pada itu, kedua orang
yang akan mengambil kuda itupun telah menarik
pedangnya. Sikap itu ternyata sama sekali tidak menguntungkan
keduanya. Ternyata Panji Sempana Murti tidak menunggu
prajurit-prajuritnya bertindak. Demikian ia melihat kedua
prajurit itu menarik senjatanya, maka Panji Sempana Murti
sendirilah yang telah bertindak.
Dengan kecepatan yang tidak kasat mata, Panji Sempana
Murti telah menarik pedangnya pula. Dalam waktu sekejap
iaa sudah melihat kedua orang prajurit itu dalam satu
perkelahian. Sikap Panji Sempana Murti memang sangat
mengenakan. Kedua orang prajurit itu sama sekali tidak
mengira bahwa Panji Sempana Murti sendiri akan
menyerang mereka. Namun sebenarnyalah bahwa Panji Sempana.urti adalah
orang yang memiliki kemampuan jauh diatas kedua orang
prajurit itu. Hanya dalam sekejap, maka pedang kedua
mang prajurit itu sudah terlepas dari tangan mereka.
Sebelum mereka sempat berbuat sesuatu, maka ujung
pedang Panji Sempana Murti telah melukai dada mereka
bersilang. Keduanya dengan luka yang serupa.
Luka itu memang tidak dalam. Hanya tergores saja pada
kulit kedua prajurit itu meskipun juga berdarah.
Sementara itu, ketika prajurit-prajurit Panji Sempana
Murti siap menangkap mereka, maka Panji Sempana Murti
"lu berkata "Jangan sentuh mereka. Biarlah mereka keml>
ali dengan luka itu didadanya. Biarlah mereka
melaporkan apa yang terjadi atas mereka Aku justru akan
menitipkan satutantangan buat Pangeran Kuda Permati.
Aku Panji Sempana Murti, Panglima pasukan Kediri didaerah
perbatasan Utara, minta agar Pangeran Kuda Permati
menyerahkan diri untuk ditangkap dan dihadapkan kepada
Sri Baginda" Tantangan itu benar-benar menyakitkan hati. Tetapi
kedua orang prajurit yang terluka didadanya itu tidak dapat
berbuat apa-apa. Sementara itu Panji Sempana Murtipun berkata kepada
kedua orang prajurit itu "Cepat. Aku persilahkan kalian
pergi. Untuk sementara aku akan tetap berada di
Kabuyutan ini. Aku ingin menunggu, apakah Pangeran
Kuda Permati menanggapi tantanganku. Jika tidak, maka
akulah yang akan pergi mencarinya. Tetapi aku merasa
tidak dapat bertanya tentang Pangeran itu kepada kedua
ekor tikus kecil ini. Mereka tidak akan tahu, dimana
Pangeran itu tinggal. Bahkan mungkin kedua orang yang
merasa membawa tugas dari Pangeran Kuda Permati ini
belum pernah melihat wajah Pangeran itu"
Kedua orang prajurit itu menggeram. Tetapi mereka
tidak mampu melawan kehendak Panji Sempana Murti.
Karena itu, maka keduanyapun kemudian dengan wajah
yang tegang dan dada yang berdarah meninggalkan
halaman rumah itu. Para prajurit Panji Sempana Murti memperlihatkan
kedua orang yang meninggalkan halaman dengan penuh
dendam Dari sorot mata mereka terpencar kemerahan dan
kebencian yang tiada taranya, sehingga para prajurit lanji
Sempana Murti itupun menjadi berdebar-debar karenanya.
Mereka sadar, bahwa tindakan itu akan mengundang
peristiwa yang sangat gawat di Kabuyutan itu.
Pangeran Kuda Permati akan dapat mengerahkan
segenap kekuatan yang ada padanya untuk menggilas
kekuatan Panji Sempana Murti yang memang tidak begitu
besar. Tetapi sebagaimana Panji Sempana Murti, maka mereka
adalah prajurit. Apapun yang terjadi, maka mereka harus
berbuat sebagaimana seorang prajurit.
Sepeninggal kedua orang itu, maka Panji Sempana
Murtipun melangkah mendekati pemilik kuda berwarna
dawuk itu. Dengan nada yang berat ia berkata "Ki Sanak.
Hari ini kau tidak jadi kehilangan seekor kuda. Tetapi
persoalannya tentu tidak akan berakhir hari ini.
Persoalannnya memang tidak terbatas pada seekor kuda
berwarna dawuk itu. Persoalannya hanya sekedar api yang
menyalakan kebakaran yang akan menjadi semakin besar"
"Aku mohon maaf" berkata pemilik kuda itu "Aku tidak
bermaksud demikian" "Memang bukan salahmu" berkata Panji Sempana Murti
"tetapi aku memang menganggap bahwa saatnya telah tiba.
Mereka sudah terlalu banyak berbuat sewenang-wenang
tanpa kesulitan apapun juga. Sementara itu, kamipun sudah
terlalu lama mengalami keragu raguan. Tetapi sekarang
segalanya sudah jelas bagi kami, pasukan Kediri didaerah
Utara. Apapun yang akan terjadi atas diri kami, namun
tugas kami akan kami lakukan sebaik-baiknya"
"Terima kasih tuan. Hari ini kami masih diperkenankan
memelihara kuda kami" berkata pemilik rumah itu.
"Ya. Hari ini. Aku tidak dapat mengatakan, apa yang
akan terjadi besok. Tetapi kami, pasukan Kediri untuk
sementara memang akan berada di Kabuyutan" berkata
Panji Sempana Murti. Pemilik kuda itu mengangguk-angguk. Iapun mengerti,
kemungkinan yang lebih buruk memang dapat terjadi.
Tetapi kemudian persoalannya memang sudah beralih.
Persolannya akan menyangkut pemberontakan yang
dilakukan oleh Pangeran Kuda Permati.
Sejenak kemudian, maka Panji Sempana Murti itupun
meninggalkan padukuhan itu. Dengan pasukannya, Panji
Sempana Murti telah menggugah kebanggaan rakyat
padukuhan atas pasukan Kediri yang masih tetap nampak
perkasa. Dalam pada itu, sebagaimana dijanjikan, maka para
bebahu Kabuyutan di perbatasan Utara itu tidak tinggal
diam. Merekapun telah melakukan usaha pula. Ketika Panji
Sempana Murti telah berada di Kabuyutan, maka Ki Buyut
telah memanggil semua bebahu, bukan saja bebahu
Kabuyutan, tetapi semua bebahu padukuhan.
"Kita adalah rakyat Kediri" berkata Panji Sempana
Murti kepada mereka. Lalu "karena itu kita mempunyai
hak dan kewajiban sebagai rakyat. Kita harus
mempertahankan semua hak yang ada pada kita. Tetapi
kitapun harus melakukan semua kewajiban kita. Dengan
keseimbangan itu, kita berharap bahwa kita akan
menemukan arti didalam hidup kita selaku rakyat Kediri"
Para bebahu padukuhan yang berkumpul itu
mengangguk-angguk. Mereka mengerti apa yang dimaksud
oleh Panji Sempana Murti. Dengan demikian maka merekaptiri
tidak1 akan dapat berbuat lain apabila mereka
kembali/ke padukuhan masing-masing, untuk
mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan.
"Ki Sanak" berkata Panji Sempana Murti kemudian
"kembalilah ke padukuhan kalian. Siapkan semua laki-laki
yang masih mampu memegang senjata. Siapkan pertanda
isyarat. Jika terjadi sesuatu, kalian dapat membunyikan
kentongan. Dalam waktu singkat, pasukan berkuda yang
meskipun jumlahnya tidak begitu banyak akan segera
datang membantu" Para bebahupun rasa-rasanya menjadi mantap. Mereka
sudah melihat pasukan Panji Sempana Murti dengan tandatanda
kebesarannya. Meskipun jumlahnya tidak begitu
banyak, tetapi pasukan itu nampaknya memang
meyakinkan. Karena itu, maka ketika mereka kemudian kembali ke
padukuhan masing-masing, maka merekapun segera
mempersiapkan orang-orangnya. Setiap laki-laki di panggil
untuk berkumpul. Mereka mendapat penjelasan dari para
bebahu yang baru saja kembali dari Kabuyutan.
"Padukuhan ini milik kita bersama" berkata para bebahu
"Kita akan mempertahankannya. Dan mempertahankan
milik kita itu merupakan kewajiban bagi kita sebagai
imbangan atas hak kita itu"
Dengan demikian maka setiap laki-laki telah berusaha
untuk mendapatkan jenis senjata apapun yang akan dapat
mereka pergunakan untuk mempertahanan hak mereka atas
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dasar kewajiban mereka. Di gardu-gardu, disetiap saat
berjaga-jaga beberapa orang berganti-ganti. Hampir disetiap
sudut rumah bergantung sebuah kantongan. Setiap
padukuhan mempunyai tanda pukulan yang khusus,
sehingt,a.jika kentongan di seluruh kabuyutan itu berbunyi,
orang-orang Kabuyutan itu masih akan dapat mengenali
sumber dari isyarat itu. Dalam pada itu dirumah Pugutrawe, beberapa orang
sedang duduk dalam suasana yang sungguh-sungguh.
Pugutrawe yang sudah pulang dari warungnya itu telah
mendengar semua yang telah terjadi dirumah orang yang
memiliki kuda berwarna dawuk itu.
"Suasana akan menjadi panas" berkata Pugutrawe
"Panji Sempana Murti sudah kehilangan kesabaran.
Nampaknya ia memang sudah menghubungi pimpinan
pasukan Kediri, tetapi Panji Sempana Murti tidak pernah
mendapat tambahan pasukan, sehingga akhirnya ia
memutuskan untuk bertindak dengan pasukan yang ada
padanya" "Panji Sempana Murti menyandarkan kekuatannya
kepada rakyat" berkata Mahisa Murti "menurut
pendengaranku, rakyat telah dikumpulkan"
"Aku datang ke rumah bebahu padukuhan ini dan
mendengarkan penjelasan itu jawab Pugutrawe "memang
ada beberapa kemungkinan dapat terjadi. Tetapi jalan yang
diambil oleh Panji Sempana Murti adalah jalan yang
terbaik, di padukuhan ini, kitapun harus ikut dalam
kelompok-kelompok yang akan dibentuk. Meskipun kita
dikenal sebagai orang-orang yang menyelenggarakan
sebuah warung, tetapi seperti juga para petani, peternak dan
para pedagang terikat pada satu kewajiban"
"Kita semuanya akan terlibat kedalamnya?" bertanya
Mahisa Murti. "Ya. Kita tidak akan dapat menghindar jika kita tidak
ingin dicurigai" jawab Pugutrawe.
Watang Cemani dan Lembu Paneggakpun menganggukangguk.
Orang yang bertubuh raksasa itupun harus ikut
pula, meskipun sehari-hari ia dikenal sebagai salah seorang
penebang kayu, pembantu pemilik warung yang bernama
Pugutrawe. Namun ikut dalam kelompok-kelompok itu dan juga
untungnya. Tetapi dapat juga menimbulkan kesulitan. Jika
mereka terikat pada kelompok-kelompok yang kemudian
terbentuk, maka mereka tidak akan mendapatkan keleleluasa
untuk melihat perkembangan keadaan secara
menyeluruh. "Kita akan mendapat akal pada saatnya" berkata
Pugutrawe "mungkin aku dapat mengatakan, bahwa
seorang kemenakanku sudah terlanjur pergi ke pasar di saatsaat
kita harus berkumpul, atau alasan-alasan yang lain
yang akan dapat saja kita ketemukan"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Sebagai penghuni sebuah padukuhan, meskipun mereka bu
kan penghuni yang berada di tempat itu sejak dilahirkan,
namun mereka mempunyai kewajiban yang sama dengan
penghuni-penghuni lainnya.
Dalam pada itu, para bebahu agaknya harus bekerja
cepat menanggapi sikap Panji Sempana Murti. Panglima
pasukan Kediri itu telah menentukan jangka waktu bagi
pembentukan satu pasukan yang terbagi.
Ada beberapa kelompok harus dibentuk. Kelompok dari
mereka yang memiliki kemampuan olah kanuragan, yang
terdiri dari orang-orang yang memiliki ilmu seberapapun
tingkatnya. Mereka adalah bekas prajurit, pedagang yang
sering berkeliling sehingga terpaksa mempelajari ilmu
kanuragan untuk mengelilingi dirinya serta anak-anak muda
yang berlatih bagi kepentingan-kepentingan yang lain.
Kemudian kelompok dari mereka yang meskipun tidak
memiliki kemampuan, oteh kanuragan, namun memiliki
keberanian yang tinggi dan tenaga yang kuat. Mereka
adalah anak-anak muda, para petani dan para pekerja,
sedangkan kelompok yang lain adalah mereka yang merasa
dirinya wajib melakukan kewajiban, namun tidak memiliki
kekuatan sebagaimana ai ak-anak muda. Mereka adalah
laki-laki yang pada umumnya sudah menginjak separo
baya, tetapi masih nampak sehat dan segar.
Dengan cepat, setiap padukuhan telah mempersiapkan
kelompok-kelompok itu. Sementara Panji Sempana Murti
menjanjikan untuk memberikan petunjuk-petunjuk lebih
lanjut. Dalam pada itu, Pugutrawe dan keluarganya yang cukup
besar, karena mereka adalah para pembantu dalam
usahanya menyelenggarakan warung makan, telah ikut pula
masuk ke dalam kelompok-kelompok itu. Tetapi agaknya
Malusa Murt dan Mahisa Pukat yang masih muda termasuk
dalam kelompok kedua. Kelompok anak-anak muda,
meskipun dianggap tidak mempunyai kemampuan da1am
olah kanuragan, tetapi mempunyai kekuatan yang lebih
besar dari orang-orang tua.
Tetapi Dandang Panumping, Watang Cemani dan
Lembu Panenggak dengan nama mereka yang lain berada
dalam satu kelompok pula. Sedangkan penebang kayu yang
bertubuh raksasa itu berada didalam satu kelompok dengan
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Namun dalam pada itu, yang terjadi ternyata diluar
dugaan setiap orang. Kedua orang yang dilukai Panji
Sempana Murti dirumah pemilik kuda dawuk itu benarbenar
telah melaporkan kepada pimpinannya, apa yang
telah terjadi atas dirinya. Ternyata laporan itu bergerak
demikian cepat, sehingga dalam waktu yang pendek.
Pangeran Kuda Perniati telah mendengarnya.
"Panji Sempana Murti telah menjadi gila" geram
Pangeran Kuda Permati "Aku harus membuat imbangan
atas pameran kekuatan yang telah dilakukannya"
Sebenarnyalah Pangeran Kuda Permati telah membuat
satu pangeram-eram. Adalah kebetulan sekali bahwa
pangeram-eram itu terjadi di sebuah padukuhan yang
dihuni oleh Pugutrawe. Pada saat beberapa anak muda bertugas di gardu,
termasuk Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, pada satu
malam yang dibakar oleh udara yang panas, padukuhan itu
telah dikejutkan oleh satu peristiwa yang tidak diduga-duga.
Tiba-tiba saja, tanpa diketahui asal usulnya, padukuhan
itu telah penuh dengan prajurit. Bukan prajurit Panji
Sempana Murti, tetapi prajurit yang lain.
Beberapa anak muda telah berloncatan turun dari gardu
ketika beberapa orang melaporkannya. Tetapi mereka tidak
menemukan kentongan di serambi gardu mereka. Seorang
diantara mereka segera berlari kerumah terdekat. Tetapi di
rumah itupun tidak terdapat kentongan.
"Biasanya kentonganku tergantung disitu" berkata
pemilik rumah itu. Ternyata semua kentongan di padukuhan itu telah tidak
ada di tempatnya. Anak-anak muda dan laki-laki yang lebih tua, bahkan
mereka yang termasuk kelompok satu tidak dapat berbuat
apa-apa ketika mereka melihat sepasukan prajurit lewat
dengan tanda-tanda kebesarannya. Prajurit berkuda yang
cukup meyakinkan sebagaimana pasukan Panji Sempana
Murti. Bahkan pasukan itu lebih banyak dari pasukan Panji
Sempana Murti dengan pertanda kebesaran yang lebih
meriah. Tunggul, umbul-umbul dan rontek serta beberapa
macam kelebet. Pasukan itu telah berhenti di banjar padukuhan. Dengan
membunyikan sangkakala pasukan itu telah memanggil
semua laki-laki yang ada di padukuhan itu.
"Panggil semua laki-laki" beberapa orang memberikan
aba-aba disamping suara sangkakala "kami ingin berbicara
dengan kalian. Beberapa kelompok laki-laki tidak dapat berbuat lain
kecuali berkumpul di halaman banjar. Dalam cahaya obor,
mereka melihat senjata yang berkilat-kilat memantulkan
cahaya itu. Dalam pada itu, ketika sebagian besar dari laki-laki
sudah berkumpul termasuk Pugutrawe, Watang Cemani,
Lembu Panenggak, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, maka
seseorang telah naik tangga pendapa banjar. Dengan suara
yang menggelegar orang itu memberikan beberapa
penjelasan tentang sikap Pangeran Kuda Permati.
"Jadi orang itu bukan Pangeran itu sendiri" desis Mahisa
Pukat. Mahisa Murti mengangguk sambil berbisik "Ya.
Agaknya orang itu memang bukan Pangeran Kuda Permati.
Akhirnya orang itu berkata "Panji Sempana Murti telah
menantang kami. Dan kami malam ini ingin menunjukkan,
bahwa kami tidak akan mengingkarinya. Kami telah
menunjukkan kepada kalian kelebihan kami dari pasukan
Panji Sempana Murti. Karena itu, terserah kepada kalian.
Apakah kalian akan berpihak" kepada Panji Sempana Murti
yang ingin mempertahankan perbudakan atas Kediri oleh
Singasari, atau kalian akan berpihak kepada Pengerah Kuda
Permati, yang akan menegakkan kuasa Kediri bahkan atas
Singasari yang semula adalah sekedar sebuah Pakuwon,
Tumapel" Tidak ada seorangpun yang berani menyatakan
pendapatnya. Semuanya diam. Yang berbicara hanyalah
orang yang berada di pendapa itu.
Akhirnya orang itupun telah selesai berbicara pula.
Dengan wajah yang menengadah ia berkata "Aku memberi
kesempatan kepada kalian untuk berpikir dalam beberapa
liari ini. Kami tahu, bahwa Panji Sempana Murti telah
menyusun kelompok-kelompok perlawanan yang akan
dibantu oleh pasukan Panji yang gila itu. Tetapi itu hanya
sekedar omong kosong. Apakah mungkin pasukan Panji
yang gila yang hanya sedikit itu dapat disebar di
padukuhan-padukuhan" "satu kenyataan, bahwa kalian
tidak berdaya malam inI". Tidak ada satupun tanda yang
dapat kau kiriman kepada pangeran Panji Sempana Murti"
Orang-orang padukuhan itu hanya diam mematung.
Sementara itu orang yang berdiri di pendapa itu telah
menjadi letih dan suaranyapun tidak lantang.
Ketika mereka pergi, maka padukuhan itu menjadi,
gempar. Mereka melihat pasukan itu menyusuri jalan
padukuhan bagaikan seekor ular naga yangtidak dapat
dicegah. Ternyata pasukan itu meninggalkan kesan yang
mencengkam setiap orang di padukuhan itu. Mereka pernah
mengagumi pasukan Panji Sempana Murti. Namun
kemudian telah mereka lihat pasukan yang lebih besar dari
pasukan Panji Sempana Murti itu.
Bahkan di hari berikutnya mereka mengetahui, bahwa
yang terjadi di padukuhan mereka, telah terjadi pula di
padukuhan lain. Di padukuhan pemilik kuda berwarna
dawuk itu. "Bagaimana mungkin hal ini terjadi" desis seseorang "
ketika kami akan memukul kentongan, di seluruh
padukuhan sudah tidak terdapat sebuahpun. Kemana saja
hilangnya kentongan-kentongan itu"
Namun hal itu bukan merupakan suatu hal yang
mengherankan bagi Dandang Panumping dan kelompok
kecilnya. Mereka tahu pasti, bahwa sebelum pasukan itu
memasuki padukuhan, sekelompok orang yang yang
memiliki kelebihan diantara mereka telah mendahului
memasuki padukuhan. Mereka adalah sekelompok prajurit
dari pasukan khusus yang yang bertugas mendahului setiap
gerakan. Orang-orang itulah yang telah menyingkirkan
semua kentongan di seluruh padukuhan. Tentu merupakan
satu kerja yang berat dan harus dilakukan dengan cepat.
Namun ternyata pasukan khusus itu telah
menyelesaikannya dengan baik.
Dalam pada itu dirumahnya Dandang Panumping
sedang duduk berbincang dengan sekelompok keci kawankawannya.
Dengan nada dalam. Dandang Panumping
berkata "Satu hasil yang dapat dibanggakan. Kami sama
sekali tidak mengetahui gerakan mereka. Mereka dapat
melakukan kewajiban mereka dengan baik dan
mengejutkan" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat-pun mengaguminya.
Dengan nada datar Mahisa Murti berkata "Kami yang
berada di gardu sama sekali tidak mengetahuinya, bahwa
hal seperti itu telah terjadi"
"Bukan satu hal yang terlalu dapat dibanggakan" berkata
Dandang Panumping "soalnya kita sama sekali tidak
menduga, bahwa hal itu akan dilakukan oleh Pangeran
Kuda Permati atau orang-orangnya, sehingga justru karena
itu, kita menjadi lengah. Karena itu, kita tidak boleh
tenggelam dalam kekaguman atas hasil kerja pasukan itu"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Sebenarnyalah
bahwa hal itu mungkin sekali terjadi ketika anak-anak muda
di gardu itu bergurau dengan riuhnya. Agaknya untuk
menjaga agar mereka tidak segera mengantuk, digardugardu
lain-pun terjadi hal yang serupa.
Peristiwa itu memang telah menggemparkan seluruh
Kabuyutan Panji Sempana Murtipun segera menerima
laporan. Bahkan sebelum fajar Panji Sempana Murti sudah
mendengarnya, bahwa didua padukuhan telah terjadi satu
pameran kekuatan dari Pangeran Kuda Permati.
Dengan cepat, Panji Sempana Murti telah memanggil
beberapa orang pembantunya yang terpenting untuk
membicarakan sikap Pangeran Kuda Permati.
"Sikapnya sudah jelas" berkata salah seorang perwiranya
"Pangeran Kuda Permati seakan-akan telah menjawab
tantangan kita" "Mereka berhasil menakut-nakuti rakyat yang
sebenarnya sudah mulai menunjukkan sikapnya yang
menguntungkan" berkata Panji Sempana Murti "dengan
pasukan khusus yang bergerak lebih dahulu dari induk
pasukannya, mereka berhasil membuat rakyat Kabuyutan
ini menjadi bingung"
"Menurut laporan yang kami terima, pasukan itu.tidak
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbuat apa-apa. Mereka hanya menunjukkan bahwa
mereka lebih kuat dari kita" berkata salah seorang
perwiranya. "Kita harus menjawabnya" berkata Panji Sempana Murti
"meskipun itu akan berarti perang. Kita memang
menyadari bahwa kekuatan kita lebih kecil dari kekuatan
langeran Kuda Permati sebagaimana dipertontonkan
kepada rakyat Kabuyutan ini. Aku mencoba menghubungi
pimpinan pasukan di Kota Raja. Tetapi mereka sampai saat
ini masih belum dapat memberikan bantuan seorangpun.
Sementara itu, kita tidak mempunyai kesempatan lagi untuk
menunggu" "Apa yang harus kita lakukan?" bertanya seorang
perwiranya. "Kita memanggil anak-anak muda dari kelompok satu.
Kita akan menempa mereka dengan rencana peningkatan
jangka pendek. Dalam beberapa hari, kita harus sudah
dapat meningkatkan kemampuan mereka sementara kita
benar-benar akan menghadapi.
Para perwiranya mengangguk-angguk. Mareka sadar,
bahwa Panji Sempana Murti tentu tidak akan mundur,
apapun yang dilakukan oleh Pangeran Kuda Permati.
Karena itu, maka rencana itu adalah satu-satunya rencana
yang paling baik. Karena itu, maka Panji Sempana Murtipun bergerak
dengan cepat pula. Hari itu juga, maka semua anak muda
yang berada didalam kelompok disetiap padukuhan harus
berkumpul di banjar Kabuyutan. Mereka akan
mendapatkan bimbingan untuk menghadapi keadaan dan
merekapun akan ditempa untuk waktu yang singkat, agar
mereka memiliki kemampuan yang lebih besar untuk
menghadapi pasukan Pangeran Kuda Permati.
Sementara itu, kepada semua laki-laki dianjurkan untuk
menyiapkan kentongan didepan gardu dan didalam rumah,
sehingga kentongan itu tidak akan dapat disingkirkan oleh
orang lain. "Kita harus mempunyai keberanian untuk berpindah"
berkata Panji Sempana Murti kepada para bebahu "kecuali
jika kalian memang ingin membiarkan hak kita dirampas
oleh orang-orang Pangeran Kuda Permati. Hal ini sudah
menjadi petunjuk bahwa sebelum mereka berkuasa, mereka
sudah melakukana pemerasan yang ganas. Apalagi jika
pada saatnya mereka berkuasa benar-benar"
Para bebahu itu mengangguk-angguk. Mereka memang
sependapat, bahwa apabila Pangeran Kuda Permati kelak
berkuasa sebagai seorang pemegang limpahan kekuasaan
Sri Baginda, maka ia akan dapat berbuat jauh lebih buruk
dari saat itu. Dengan berbagai alasan, maka ia akan
memungut pajak yang lebih banyak dan akan memberikan
beban yang lebih berat. Karena itu, sikap Panji Sempana Murti telah mereka
sambut dengan penuh harapan. Sementara itu, Panji
Sempana Murti dan rakyat Kabuyutan itu memang tidak
dapat mengharap bantuan pasukan dari Kediri.
Dalam pada itu, pada hari itu juga, maka Panji Sempana
Murti telah menugaskan kepada beberapa orang prajurit
pilihan untuk menempa anak-anak muda yang telah
berkumpul. Mereka adalah anak-anak muda ayang
dianggap mempunyai bekal betapapun kecilnya.
Demikianlah, setelah pada hari itu, Panji Sempana Murti
secara umum memberikan petunjuk dan bimbingan
langsung yang kemudian ditegaskan oleh para perwira
terpilih dari pasukannya, maka Panji Sempana Murti telah
mengambil kebijaksanaan bahwa latihan-latihan berikutnya
akan diadakan di padukuhan masing-masing sekaligus
berjaga-jaga atas segala kemungkinan. Panji Sempana Murtilah
yang menugaskan beberapa orang perwira terpilih di
padukuhan-padukuhan itu untuk menempa anak-anak
muda dengan cara yang keras dan bersungguh-sungguh.
Seperti laporan-laporan yang lain, maka hal itupun
dengan cepat diketahui oleh Pangeran Kuda Permati.
Namun agaknya Pangeran Kuda Permati tidak begitu cepat
menjadi cemas melihat cara yang ditempuh oleh Panji
Sempana Murti. "Cara yang tidak akan banyak membantu" berkata
Pangeran Kuda Permati "hal itu dilakukan oleh Panji
Sempana Murti untuk menutupi kelemahannya. Ia sudah
terlanjur berbuat sesuatu, sehingga karena itu, maka ia
harus berbuat lebih lanjut. Dan ia memang sudah
melakukannya tanpa mengingat arti dari langkahlangkahnya.
Sebaliknyalah yang dilakukan itu sama sekali
tidak akan berarti apa-apa"
"Tetapi hal itu jangan diabaikan Pangeran" minta
seorang penasehatnya. "Aku tidak akan mengabaikannya. Aku akan berbuat
langsung pada saatnya" berkata Pangeran Kuda Permati
aku akan memasuki padukuhan demi padukuhan.
Perlawanan mereka tidak akan berarti apa-apa. Kentongan
di rumah-rumah mereka memang akana memberikan
kemungkinan didengar oleh padukuhan-padukuhan diseuliarnya.
Namun itu hanya akan menambah korban saja"
"Apaboleh buat" desis penasehatnya "jika kematian
akan bertambah, maka Panji Sempana Murtilah yang
bertanggung jawab. Jika ia tidak melakukan sebagaimana
dilakukan sekarang, maka ketenangan daerah ini tidak akan
terganggu. Namun dalam pada itu, ternyata disamping pasukan
Panji Sempana Murti, sekelompok orang telah bergerak
pula. Dengan cara sandi. Dandang Penumping telah
memerintahkan semua orang yang berada dibawah
pengamatan tugasnya untuk bersiaga.
"Kalian harus berada didalam kelompok yang ditentukan
di padukuhan kalian masing-masing" perintah Dandang
Penumping kepada semua orang petugas sandi Singasari
yang berada di Kediri "tetapi berhati-hatilah. Kita masih
akan tetap merahasiakan diri sejauh dapat kita lakukan.
Jika kalian harus ikut bertempur, maka lakukanlah sebaikbaiknya
diantara orang-orang yang sulit untuk dapat
mengerti, bahwa kalian sebenarnya memiliki ilmu"
Demikian pula dilakukan oleh Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat yang berada di kelompok dua hanya karena
kemudian mereka. Tetapi adalah diluar perhitungan semua orang, bahwa
ada satu pihak pula yang telah melibatkan diri. Ternyata
seorang pemimpin pasukan yang merasa tersinggung atas
perlakuan Sri Baginda terhadap Pengeran Singa Narpada,
lelah mencium pula kesulitan yang dialami oleh Panji
Sempana Murti. Seorang petugas sandinya dengan
terperinci lelah melaporkan semua peristiwa yang terjadi
didaerah perbatasan itu. "Apakah sebenarnya maksud Sri Baginda" berkata
perwira itu didalam hatinya "apakah Sri Baginda henarbenar
telah berniat untuk memisahkan diri dari Singasari.
Jika demikian maka semua persoalan harus dibicarakan
sebaik-baiknya. Bukan hanya sekedar melakukan langkahlang
ah yang tidak dimengerti"
Karena itu, maka perwira yang termasuk didalam
pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Singa Narpada itu
telah mengambil sikap sendiri tanpa menunggu perintah
dari sia-papun juga. Ia merasa kehilangan jalur
kepemimpinan sejak Pangeran Singa Narpada kehilangan
kebebasannya meskipun tanpa tuduhan yang jelas.
Sepasukan perwira itu memang tidak terlalu besar. Ia
tidak berani berdiri pada pimpinan tertinggi pasukan
Pangeran Singa Narpada, karena ia tidak mendapat kuasa
dari Pangeran itu. la hanya berani berbuat niatnya sendiri. Atas pasukan
yang dipimpinnya. Setelah mendapat laporan terperinci dari petugas
sandinya maka perwira itu telah memerintahkan dua orang
petugas sandinya yang lain untuk mencari hubungan
dengan Panji Sempana Murti.
Kedatangan kedua petugas sandi itu memang
megejutkan. Tetapi setelah nawala perwira yang disebut
Rangga Widarba itu diterima oleh Panji Sempana Murti,
maka tawaran kerja sama dari Rangga Widarda itu diterima
dengan senang hati oleh Panji Sempana Murti.
Sebagai sesama perwira prajurit Kediri, Panji Sempana
Murti mengenal sikap dan pandangan hidup Rangga
Widarba sebagaimana Rangga Widarba mengenal Panji
Sempana Murti. Karena itu maka Panji Sempana Murti
tidak menaruh curiga, bahwa tawaran Rangga Widarba itu
akan merupakan jebakan baginya.
Setelah hubungan pertama itu dilakukan, maka kedua
orang itupun telah saling mengirimkan keterangan tentang
pasukan masing-masing, tentang kedudukan masing-masing
dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat mereka
lakukan menghadapi pasukan Pangeran Kuda Permati.
Namun dalam pada itu Rangga Widarba berpesan
"Kakang Panji Sempana Murti. Karena yang aku lakukan
bukannya sesuatu yang dibenarkan oleh paugeran seorang
prajurit, maka aku akan melakukannya dengan diam-diam.
Aku akan mengirimkan pasukanku tanpa panji-panji
kesatuan. Tanpa rontek dan umbul-umbul. Biarlah mereka
berada di bawah panji-panji pasukan kakang Panji Sempana
Murti" Panji Sempana Murti membaca pesan itu sambil
mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti, bahwa hal itu
sebenarnya tidak akan dapat dilakukan. Rangga Widarba
hanya dapat menyerahkan pasukannya atas perintah
Pangeran Singa Narpada. Tetapi karena Pangeran Singa
Narpada ada di dalam tahanan, maka perintah itutidak
akan dapat turun kepada para perwira bawahannya,
Sementara itu Pangeran Singa Narpada tidak sempat
menunjuk seseorang yang akan menjalankan kuasa dan
kebijaksanaannya. Namun hal itu akan sangat menguntungkan bagi Panji
Sempana Murti. Ia akan mendapat sepasukan- prajurit
meskipun akan datang tanpa pertanda kebesaran apapun
juga. Bahkan dengan diam-diam.
Sementara itu, rencana Panji Sempana Murti telah
berjalan. Hari pertama ia mengirimkan para perwiranya ke
pa-dukuhan-padukuhan untuk menempa anak-anak muda
yang berada dalam kelompok satu yang menurut
penilaiannya, pernah mendapatkan tuntunan olah
kanuragan betapapun kecilnya.
Namun, di hari kedua, disebuah padukuhan telah terjadi
kegemparan. Ketika anak-anak muda itu sedang melatih
diri di halaman banjar padufcuhan, tiba-tiba saja disekitar
banjar itu berloncatan sepasukan prajurit pengikut Pangeran
Kuda Permati. Mereka langsung bertengger diatas dinding
halaman banjar tanpa berbuat sesuatu. Mereka menonton
latihan itu sambil tertawa-tawa.
"Bagus" teriak salah seorang prajurit yang berada disudut
"Latihan ini akan sangat menguntungkan bagi kalian.
Tetapi jangan sekali-sekali mencoba menghadapi kami.
Anak-anak muda yang berada di banjar menjadi tenang.
Tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa selain
menghentikan latihan mereka"
"Jangan memukul kentongan" teriak salah seorang
prajurit pengikut Pangeran Kuda Permati itu "karena jika
kalian lakukan itu, maka akibatnya akan menyulitkan
kalian" Anak-anak muda yang berada di banjar menjadi tegang.
Namun dalam pada itu, salah seorang perwira prajurit Panji
Sempana Murti berdesis diantara mereka "Biarkan mereka.
Baru jika mereka berbuat sesuatu, apa boleh buat. Kita akan
membunyikan isyarat dan bertempur menurut kemampuan
kita sampai batas" Karena itu, maka anak-anak muda itupun kemudian
hanya sekedar duduk-duduk saja di pendapa banjar sambil
menggenggam senjata yang mereka pergunakan dalam
latihan. Sementara itu, diluar banjar, prajurit-prajurit Pangeran
Kuda Permati itupun telah menakut-nakuti rakyat agar
mereka tidak membunyikan kentongan. Dengan garang
salah seorang diantara prajurit itu berteriak "Siapa yang
pertama kali membunyikan kentongan, maka ia adalah
orang yang pertama kali akan mati"
Karena itu, seperti di banjar, maka tidak seorangpun
yang sempat membunyikan kentongan. karena prajuritprajurit
itu datang dengan tiba-tiba.
Diantara mereka yang bertengger di dinding banjar itu
ada yang berteriak "Kenapa kalian berhenti berlatih.
Lakukan, kami akan melihat, apakah kalian sudah pantas
untuk melawan kami" Jantung anak-anak muda bagaikan meledak. Tetapi salah
seorang perwira yang memberikan latihan kepada mereka
masih saja berdesis "Biarkah mereka"
"Mereka menghina kita" jawab anak muda itu.
"Kita tidak dapat berbuat banyak menghadapi mereka.
Bukan karena kemampuan mereka sangat tinggi, tetapi
jumlah mereka sangat banyak" jawab perwira itu. Lalu
katanya "Tetapi itu wajar sekali. Kita terbagi dalam
padukuhan-pedukuhan. Mereka dapat saja dengan segenap
kekuatan mereka datang kesetiap padukuhan untuk
menakut-nakuti kita dalam jumlah yang besar. Tetapi
jumlah itu adalah mereka seluruhnya. Sedangkan kita
sekarang adalah sebagian saja dari kekuatan kita
seluruhnya" Anak-anak muda itu berusaha menahan diri. Betapapun
telinga mereka menjadi sakit mendengar ejekan-ejekan
prajurit-prajurit Pangeran Kuda Permati, namun para
perwira selalu menahan mereka, agar tidak bertindak
tergesa-gesa. Akhirnya para prajurit Pangeran Kuda Permati itupun
menjadi puas dengan ejekan-ejekan mereka yang
menyakitkan hati. Ketika terdengar aba-aba, maka
merekapun segera berloncatan turun.
"Selamat tinggal" teriak salah seorang diantara mereka
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"lain kali kami akan meninjau lagi, sampai dimanakah
kemajuan kalian dalam olah kanuragan"
Demikianlah, dengan kesan yang sangat menyakitkan
hati, maka prajurit-prajurit itupun telah meninggalkan anakanak
muda yang berlatih di halaman banjar.
Perisiwa itupun dengan cepat diketahui oleh Panji
Sempana Murti. Namun Panji Sempana Murti telah
membenarkan sikap beberapa orang perwiranya yang
mencegah benturan kekerasan pada waktu itu.
"Kita memang belum siap sepenuhnya" berkata Panji
Sempana Murti "hanya jika kita tidak mungkin lagi
mengelak, kita akan bertempur"
Tetapi keadaan dengan cepat berubah. Rangga Widarda
memenuhi janjinya. Dengan diam-diam, tahap demi tahap
telah memasuki barak Panji Sempana Murti, sepasukan
yang dikirim oleh Rangga Widarda. Pasukan yang dibekali
oleh satu sikap yang kecewa, karena Panglima, Singa
Harpada telah ditahan tanpa melakukan satu kesalahanpun.
Sesuai dengan sikap Pangeran Singa Narpada sendir
maka pasukan Rangga Widarda adalah pasukan yang keras,
yang sesuai pula dengan sikap Panji Sempana Murti setelah
ia menemukan kembali pribadinya yang untuk beberapa
saat telah terumbang ambing oleh keadaan yang kurang
menentu. Dengan cepat pula Panji Sempana Murti telah
menanggapi kehadiran prajurit itu dan bersama-sama
dengan para perwira di kedua belah pihak, Panji Sempana
Murti menentukan sikap. Namun ternyata ketajaman pengamatan petugas sandi
dari Singasari di Kediri telah mencium pengiriman pasukan
dengan diam-diam itu. Seorang perwira di dalam
lingkungan pasukan Pangeran Singa Narpada adalah serang
petugas sandi dari Singasari.
Karena itulah, maka kedatangan pasukan itu telah
diketahui pula oleh Dandang Penumping.
"Kita harus membuat hubungan dengan petugas yang
ada didalam lingkungan pasukan Pangeran Singa Narpada
itu" berkata Dandang Penumping kepada kawankawannya,
termasuk Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Namun Dandang Penumping masih harus menunggu
sikap Panji Sempana Murti selanjutnya.
Ternyata pada hari pertama pasukan itu berada di
Kabuyutan, Panji Sempana Murti masih belum
menentukan tunas apapun juga. Namun justru pada hari
itu, seorang dalam pakaian orang kebanyakan telah
memasuki sebuah warung dipasar yang mulai susut.
Warung Pugutrawe. Orang itu duduk diwarung Pugutrawe untuk waktu yang
agak lama. Dua orang yang datang hampir bersamaan
dengan orang itu telah pergi. Tetapi orang itu tetap berada
di warung. Bahkan kemudian ketika warung itu sudah sepi, orang
itu masih memesan "Wedang jae panas Ki Sanak. Gula
kelapa. Tetapi jangan kau celupkan langsung kedalam
wedang jae. Biarlah gulanya kalian taruh di cawan
terpisah" "Baik Ki Sanak" jawab Pugutrawe.
"Tetapi apakah Ki Sanak menjual sadak golor pendek
bertanya orang itu. Pugutrawe mengerutkan keningnya. Dengan suara ragu
ia bertanya "Untuk siapa Ki Sanak"
"Aku sendiri. Aku adalah pemakan sirih yang kuat "
jawab orang itu. "Sadak satu atau dua lembar" bertanya Pugutrawe.
"Lembar pertama pada wajahnya dan lembar kedua
pada punggungnya" jawab orang itu.
"Kau memiliki angka?" bertanya Pugutrawe tiba-tiba.
"Aku adalah Lingkaran Watang ke tiga" jawab orang itu.
Pugutrawe menarik nafas dalam-dalam. Kata-kata sandi
yang diucapkan adalah kata-kata sandi yang hanya
dimengerti untuk tataran tertentu. Di daerah perbatasan itu
hanya ia sendirilah yang mengerti kata sandi itu, sehingga
dengan demikian maka Pugutrawe kemudian duduk
disebelahnya. "Katakan" berkata Pugutrawe.
"Aku berada didalam pasukan yang dikirim oleh Rangga
Widarba dengan diam-diam untuk membantu Panji Sempana
Murti" berkata orang itu.
"Pasukan itu sudah datang?" bertanya Pugutrawe.
"Ya. Tetapi kami belum mulai bergerak" jawab orang itu
"nampaknya menurut laporan yang kami dengar, Pangeran
Kuda Permati terlalu merendahkan kekuatan pasukan Panji
Sempana Murti sehingga mereka akan menjadi lengah.
Sementara ini mereka hanya menakut-nakuti saja tanpa
berbuat sesuatu yang berarti dalam benturan kekerasan"
"Ya. Laporan itu benar" jawab Pugutrawe.
"Kita akan selalu berhubungan" berkata orang itu "Aku
berada di barak Panji Sempana Murti. Tetapi sejak besok
aku akan mendapat tugas ditempai yang lain, yang belum
aku mengerti sekarang"
"Aku mempunyai beberapa orang pembantu disini. Yang
tinggal bersamaku dan yang tersebar dibeberapa tempat.
Mereka berada didalam lingkungan kelompok-kelompok
yang disusun oleh Panji Sempana Murti" berkata
Pugutrawe. "Ya. Tetnyata Panji Sempana Murti telah melakukan
sesuatu yang sangat berarti" berkata orang itu "juga dengan
kehadiran kami, wadah yang dibentuknya akan
bermanfaat" "Kami berada di warung ini" berkata Pugutrawe
"kecuali jika pasukan Panji Sempana Murti mulai
digerakkan. Aku sendiri berada dalam kelompok ketiga,
kelompok laki-laki yang sudah tidak begitu banyak
diperhitungkan. Tetapi beberapa kawan kita berada di
kelompok dua" Orang itu mengangguk-angguk. Lalu katanya "Aku akan
kembali. Tetapi nampaknya pasukan akan mengalami
hambatan untuk bergerak. Kami ternyata tidak akan dapat
meminjam kuda penduduk setempat"
"Kau sudah mendapat keterangan tentang kuda
disini?"bertanya Pugutrawe.
"Sudah. Karena itu, Panji Sempana Murti mengambil
kebijaksanaan lain dari gerak cepat pasukan berkuda jawab
orang itu. Pugutrawe mengangguk-angguk. Ia mengerti maksud
orang yang datang ke warungnya itu. Panji Sempana Murti
memang tidak menyusun pasukan berkuda yang kuat
dengan meminjam kuda dari penduduk Kabuyutan itu,
karena di Kabuyutan *itu kuda yang ada benar-benar suda.
hampir habjs. Yang dilakukan oleh Panji Sempana Murti
adalah membangunkan kekuatan di padukuhan-padukuhan,
sementara pasukan berkuda yang dibawanya yang akan
bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain.
Dengan hadirnya sepasuan prajurit yang dikirim oleh
Rangga Widarba, maka Panji Sempana Murti sempat
menyusun satu rencana pertahanan yang lebih baik. Hasil
dari pembicaraannya dengan para perwiranya dan para
perwira dari pasukan yang datang adalah, menempatkan
pasukan itu di padukuhan-padukuhan. Mereka dipecah
dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan menempatkan
mereka dian-tara anak-anak muda dan laki-laki yang sudah
terbagi menjadi tiga golongan. Sebagian dari mereka berada
di kelompok satu yang dianggap memiliki bekal
kemampuan olah kanuragan dan mendapat tempaan dari
para perwira Panji Sempana Murti, sementara yang lain
berada di kelompok dua. Kelompok yang meskipun tidak
memiliki kemampuan olah kanuragan, namun memiliki
kekuatan dan keberanian untuk ikut berjuang langsung.
Demikianlah, setelah berada di warung itu beberapa saat,
maka perwira prajurit dari pasukan Rangga Widarba itupun
minta diri. Setelah memberikan beberapa keterangan
tantang cara yang dapat ditempuh untuk menghubunginya.
"Aku akan lebih banyak menghubungi kalian, karena
dengan cara yang demikian agaknya lebih mudah dilakukan
daripada kalian mencari aku. Tetapi setelah aku tahu,
dimana aku di tempatkan, maka mungkin aku akan dapat
memberikan keterangan baru" berkata orang itu.
Pugutrawe mengangguk. Katanya "Silahkan. Pada
kesempatan lain aku ingin memperkenalkan kau dengan
beberapa orang pembantuku"
"Aku akan segera datang lagi" jawab orang itu.
Mereka tidak dapat meneruskan pembicaraan mereka,
karena dua orang yang agaknya suami isteri telah
memasuki warung itu pula. Dengan demikian, maka
Pugutrawepun segera sibuk melayani kedua orang yang
baru datang itu. Sejenak kemudian perwira pasukan Rangga Widarba
yang datang menyamar sebagai orang kebanyakan itupun
telah minta diri meninggalkan warung itu.
Di jalan didepan warung orang itu berpapasan dengan
dua orang anak muda yang justru pergi ke warung itu
sambil menjinjing keba berisi makanan yang akan dijual di
warung itu. Keduanya saling tidak memperhatikan karena mereka
belum pernah mengenal dan bahkan belum pernah melihat
sebelumnya, meskipun agaknya perwira Rangga Widarba
yang menjadi salah seorang petugas sandi dari Singasari itu
sudah mendapat beberapa bekal dan petunjuk mengenai
kedudukan Dandang Panumping yang lebih banyak dikenal
sebagai Pugutrawe . Dalam satu kesempatan maka Pugutrawepun
memberikan beberapa penjelasan kepada kedua orang anak
muda itu, bahwa perang agaknya akan menjadi lebih luas,
karena hadirnya sepasukan prajurit dari Kediri.
Sebenarnyalah, bahwa Panji Sempana Murti dihari ber
ikutnya telah mulai mengetrapkan kebijaksanaannya. Ia
menugaskan para prajurit yang dikirim oleh Rangga
Widarba dan mengetrapkannya pada kelompok-kelompok
yang sudah dibaginya sebelumnya. Sebagian dari mereka
berada di kelompok satu, dan yang lain di kelompok dua.
Panji Sempana Murti bekerja dengan sangat hati-hati,
karena ia sadar, bahwa petugas sandi yang dipasang oleh
Pangeran Kuda Permatipun tersebar dimana-mana.
Dengan hadirnya sekelompok prajurit di setiap padukuhan,
maka padukuhan-padukuhan itu menjadi
semakin kuat. Tetapi bukan saja para petugas sandi
Pangeran Kuda Permati yang tidak mengetahui siapakah
sebenarnya orang-orang baru itu, bahkan orang-orang
padukuhan itu sendiri tidak mengetahuinya. Tidak
seorangpun diantara mereka yang dikenal sebagai seorang
prajurit. Bagi orang-orang padukuhan itu, mereka adalah
beberapa orang laki-laki dari tempat lain yang telah
mendapat tugas untuk bekerja bersama dengan mereka
menghadapi kekuatan Pangeran Kuda Permati,
sebagaimana dikatakan oleh mereka, bahwa mereka telah
dikerahkan untuk menghadapi Pangeran Kuda Permati,
karena Panji Setnpana Murti tidak memiliki kekuatan
cukup didaerah perbatasan ini, sementara Kediri tidak
mampu lagi mengirimkan prajurit-prajuritnya yang tidak
banyak jumlahnya, sesuai dengan pembatasan yang
dilakukan oleh kekuasaan Singasari.
Meskipun demikian, kehadiran mereka sudah cukup
memberikan dorongan bagi orang-orang Kabuyutan di
daerah perbatasan itu untuk berjuang lebih keras lagi karena
orang lain telah datang dan ikut mempertahankan hak
mereka atas Kabuyutan itu.
Sementara itu, latihan-latihan telah dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Bahkan kadang-kadang terasa sangat
berat. Namun hal itu akan bermanfaat bagi anak-anak
muda untuk menghadapi pasukan Pangeran Kuda Permati.
Dalam pada itu, Pangeran Kuda Permatipun sedang
memperbincangkan langkah-langkah yang akan
diambilnya. Sama sekali tidak ada niat Pangeran Kuda
Permati untuk dengan terang-terangan menduduki satu
wilayah tertentu. Pangeran itu sadar, jika ia melakukannya,
maka kekuasaannya atas daerah itu tidak akan berlangsung
lama, karena pasukan Kediri akan dapat dengan kekuatan
yang besar mengusirnya. Yang dilakukan adalah sekedar
membayangi kekuasaan yang ada dan menghisap daerah itu
sampai kekayaannya yang terakhir.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat termangu-mangu.
Diluar sadar mereka telah memperhatikan orang
disekitarnya. Namun tak seorangpun yang memperhatikan
mereka. Agaknya orang-orang itu mengira bahwa kedua
anak muda itu lagi berpikir tentang harga yang ditawarkan
oleh pemilik lembu jantan itu atau mungkin memang
seorang pedagang sapi. "Apa yang harus kami kerjakan?" bertanya Mahisa
Murti "Pergi kelingkungan Pangeran Kuda Permati"
berkata Ki Waruju. "Maksud paman?" bertanya Mahisa Pukat.
"Ya. Memasuki daerah yang dalam keadaan sehari hari
menjadi daerah tempat tinggal Pangeran Kuda Permati dan
pasukannya" jawab Ki Waruju.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan
sejenak. Namun dengan ragu-ragu Mahisa Pukat bertanya
"Apakah hal yang demikian mungkin kami lakukan?"
"Kita akan mencoba" berkata Ki Waruju "Aku sendiri
sudah sering melakukannya"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih saja termangumangu.
Sementara itu Ki Waruju berkata "Selama ini aku
menunggu untuk dapat bertemu dengan kalian. Aku selalu
berada di pasar hewan. Setiap hari tertentu dua kali dalam
sepekan, aku menunggu. Akhirnya aku tidak hanya berada
di satu tempat, di kota raja saja. Aku mulai berkenalan
dengan pedagang-pedagang dan blantik lembu dan kerbau.
Bahkan kuda. Akhirnya aku sendiri menjadi blantik yang
berpindah-pindah dari satu pasar hewan ke pasar hewan
yang lain. Dengan demikian, hubungan menjadi semakin
luas, sehingga akhirnya aku dapat berada disemua pasar
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hewan, termasuk didaerah yang dikuasai oleh Penge-ran
Kuda Permati" "Jadi Pangeran Kuda Permati memang sudah menguasai
satu lingkungan tertentu?" bertanya Mahisa Pukat.
"Seperti bayangan. Nampak, tetapi sulit untuk disentuh"
jawab Ki Waruju. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menarik nafas dalamdalam.
Namun akhirnya mereka mengangguk-angguk.
Mereka dapat membayangkan satu lingkungan yang berada
dibawah bayangan raksasa. Ada tetapi setiap i saat lenyap
tanpa bekas. Ia hadir dalam lingkungannya dan ada dalam
ketiadaan. "Justru disitulah kesulitan Kediri menghadapi Pangeran
Kuda Permati" berkata Ki Waruju " setiap orang dalam
satu lingkungan setiap saat dapat berubah menjadi prajurit
yang siap bertempur. Tetapi jika satu kekuatan yang besar
datang, yang mereka jumpai adalah petani-petani yang
bekerja disawah tanpa kesan sama sekali tentang kekuatan
yang pernah ada didalam satu lingkungan. Demikian juga
para belantik dan pedagang didaerah itu. Namun aku tahu
pasti, dimanakah letak daerah bayangan itu"
"Baiklah paman" berkata Mahisa Murti "Aku akan
pergi" "Kalian harus membuat laporan tentang rencana kalian"
berkata Ki Waruju "kalian tidak usah menyebut namaku.
Mungkin justru akan mengundang persoalan"
Demikian Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
menemui Pugutrawe di warungnya. Ketika warung itu sepi,
maka keduanya telah menyatakan keinginan mereka untuk
melihat daerah kuasa Pangeran Kuda Permati
"Kami mendapat beberapa keterangan tentang daerah
itu" berkata Mahisa Murti.
"Dari siapa?" bertanya Pugutrawe.
"Di pasar hewan. Seorang pedagang sapi menyebutnyebut
satu lingkungan yang berada didalam bayangan
kekuasaan Pangeran Kuda Permati" jawab Mahisa Murti.
Satu daerah yang sangat berbahaya" desis Pugutrawe.
"Jika rencana kami disetujui, maka kami memerlukan
uang untuk membeli satu dua ekor lembu" berkata Mahisa
Murti. Pugutrawe mengangguk-angguk. Orang itu sama sekali
tidak menaruh kecurigaan kepada Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. Selain pertanda yang dipakainya, keduanya
memang menunjukkan kesanggupan mereka. Untuk
beberapa saat. keduanya berada dalam pengawasan.
Ternyata keduanya sama sekali tidak menunjukkan tandatanda
yang dapat menimbulkan kesan yang lain.
Karena itu, maka Pugutrawe kemudian berkata "Apakah
kau yakin akan rencanamu?"
"kami yakin" berkata Mahisa Murti.
"Ingat. Nama kami dan siapapun juga yang berada
didalam lingkungan kami, tabu kau ucapkan. Kecuali kau
dengan sengaja mengkhianati perjuangan kita" berkata
Pugutrawe. "Kami akan menjunjung nilai-nilai yang ada didalam
lingkungan kita" sahut Mahisa Murti.
"Pergilah" berkata Pugutrawe yang kemudian
memberikan bekal yang cukup kepada kedua anak muda
itu. Sementara itu, kedua anak muda itu sendiri memang
memiliki uang yang cukup pula. Mereka benar-benar akan
memenuhi sebagaimana dikatakan oleh Ki Waruju.
Sejenak kemudian keduanya sudah kembali ke pasar
hewan, untuk menghilangkan kecurigaan, mereka telah
membeli seekor lembu jantan dari Ki Waruju dan mereka
hawa kembali kerumah Pugutrawe. Baru sambil berangkat
ke daerah yang akan menjadi sasaran menyelidikan mereka,
mereka melaporkan tentang pembelian itu.
"Jadi kau beli lembu itu disini?" bertanya Pugutrawe
"Hanya satu. Kemudian aku akan pergi dan membeli lebih
dari seekor di daerah bayangan itu" berkata Mahisa Murti
yang kemudian bersama Mahisa Pukat telah minta diri.
Dalam pada itu, Ki Waruju telah menunggu mereka
ditempai yang sudah ditentukan. Seekor sapi yang dijualnya
telah laku, dibeli oleh Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Karena itu, maka Pangeran Kuda Permatipun tidak
terlalu banyak menaruh minat terhadap anak-anak muda
yang sedang berlatih olah kanuragan Betapapun besar
kekuatan disatu padukuhan, maka kekuatan itu tidak akan
dapat mencegahnya untuk melakukan sesuatu. Seandainya
padukuhan itu sempat membunyikan isyarat, maka jarak
waktu kedatangan pasukan Panji Sempana Murti cukup
memberikan kesempatan kepada pasukan Panji Kuda Permati
untuk menghindar. Tetapi jika kakuatan itu harus
berbenturan, maka kekuatan Pangeran Kuda Permati tidak
akan cemas menghadapinya.
Sikap itulah yang kemudian ditunjukkan oleh Pangeran
Kuda Permati. Sekali-sekali sepasukan prajurit yang kuat
hanya sekedar lewat saja disebuah padukuhan. Mereka
selalai berusaha mencegah kesempatan membunyikan tanda
bahaya. Seandainya ada juga yang sempat
membunyikannya, maka pasukan Pangeran Kuda Permati
yang kuat itu sudah lewat. Namun demikian ada juga satu
dua rumah yang sempat terkuras harta miliknya. Bukan saja
kuda. Justru orang-orang Pangeran Kuda Permati sudah
mulai memasuki rumah-rumah.
Cara itu memang menyulitkan Panji Sempana Murti.
Bahkan para prajurit Rangga Widarba yang tersebar di
padukuhan-padukuhanpun menganggap bahwa perlawanan
terhadap kekuatan yang demikian akan banyak
menimbulkan korban, sementara menunggu kehadiran
pasukan Panji Sempana Murti dan bantuan dari pauukuhanpadukuhan yang lain. "Pasukan Panji Sempana Murti memerlukan waktu
untuk hadir. Meskipun pasukan itu adalah pasukan
berkuda" berkata salah seorang perwira.
Namun kekerasan hati Panji Sempana Murti telah
mendesaknya untuk mengambil tindakan yang lain. Ia
segera berbicara dengan para perwiranya dan para perwira
dari pasukan Rangga Widarba. Dua pasukan yang samasama
memiliki watak yang keras sebagaimana pimpinan
mereka. "Kita akan datang kedaerah pertahanannya" berkata
Panji Sempana Murti "Kita harus mencari dan
mendapatkan keterangan terperinci dari lingkungan
pertahanan Pangeran Kuda Permati"
Para perwira dari kedua pasukan itu sependapat, Jika
tidak mereka tusuk sampai kejantung sarangnya, maka
kekuatan Pangeran Kuda Permati sulit untuk diatasi.
Mereka datang dan segera pergi. Agaknya mereka telah
mendapatkan kuda cukup banyak bagi sebuah pasukan
yang besar. Dengan demikian, maka tugas terberat untuk sementara
akan dibebankan kepada pasukan sandi yang ada dida-lam
lingkungan pasukan Panji Sempana Murti.
Namun dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah mendapat keterangan pula dari Pugutrawe bahwa
pasukan Panji Sempana Murti dan pasukan Rangga
Widarba akan mengambil langkah-langkah baru
menyesuaikan diri dengan langkah-langkah yang diambil
oleh Pangeran Kuda Permati.
"Kita tidak boleh ketinggalan" berkata Pugutrawe
"meskipun kita mungkin akan mendapat keteranganketerangan,
namun aku harus berhubungan dengan kawankawan
kita dalam jaringan yang lebih luas"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk. Namun
mereka membayangkan bahwa persoalannya akan
bertambah rumit. Pangeran Kuda Permati ternyata
memiliki perhitungan yang cermat menghadapi
perkembangan keadaan. Sementara Pugutrawe menunggu perkembangan lebih
lanjut, maka hampir diluar dugaan, ketika Mahisa Murti
dan Mahisa, Pukat dengan persetujuan Pugutrawe pergi ke
sebuah pasar khusus untuk menjual binatang ternak,
mereka telah bertemu dengan searang pedagang sapi yang
sangat ramah terhadap mereka.
"Marilah anak muda" berkata orang itu "Aku
mempunyai seekor lemgbu jantan yang masih muda.
Mungkin kalian memerlukan untuk satu peralatan atau
untuk satu keperluan khusus di padukuhanmu"
Kedua anak muda termangu-mangu. Namun hampir
bersamaan keduanya berdesis perlahan "Ki Waruju?"
Orang itu tersenyum. Namun Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat telah mengikutinya mendekati seekor lembu jantan
yang memang masih muda. "Paman berada disini?" bertanya Mahisa Murti.
"Ya. Bukankah aku sudah berpesan, bahwa aku akan
berada di pasar hewan" jawab Ki Waruju.
"Tetapi aku kira paman berada di Kota Raja. Tidak
didaerah perbatasan" jawab Mahisa Murti sambil
mengamati lembu jantan yang masih muda itu, sementara
ini kami masih ikut serta mengamati Pangeran Kuda
Permati, sehingga kami masih belum memasuki Kota Raja.
Mungkin dari persoalan ini kami akan dapat melacak
persoalan yang terjadi pada Pangeran Singa Narpada"
Ki Waruju mengangguk-angguk. Sementara Mahisa
Pukat berkata "Tetapi agaknya disinipun persoalannya
tidak terlalu sederhana"
Ki Waruju tersenyum. Katanya "Agaknya kau
memerlukan keterangan tentang lingkungan Pangeran Kuda
Permati?" bertanya Ki Waruju.
"Ya" desis Mahisa Pukat. Namun iapun kemudian
menyadari keadaannya. Kembali kedua anak muda itu
mengamati lembu jantan itu. Sekali-sekali mereka
mengelilingi lembu itu sambil menyentuhnya.
"Mungkin aku dapat membantu" berkata Ki Waruju.
"Paman ingin bertemu dengan kawan-kawanku disini"
bertanya Mahisa Pukat. Tetapi Ki Waruju tersenyum sambil berkata "Jangan
aku. Kalian sajalah. Aku dapat memberimu jalan"
Dengan demikian, maka mereka bertigapun kemudian
menuju ke tempat tinggal Ki Waruju. Ternyata Ki Waruju
telah memberi sebidang tanah yang tidak terlalu luas dan
mendirikan sebuah rumah kecil sebagai tempat tingginya.
Namun dalam usahanya membantu Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, Ki Waruju justru benar-benar dapat
memanfaatkan keadaan. Ki Waruju bukan saja berada dipasarpasar sambil menunggu Mahisa Murti dan Mahisa
Pu-kal, tetapi Ki Waruju dengan demikian telah
mendapatkan nafkahnya pula. Bahkan keuntungannya
sebagai pedagang ternak dan juga kuda telah dapat
dikumpulkannya. "Aku semula memang tidak mengira, bahwa dengan
demikian aku justru dapat menabung" berkata Ki Waruju.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tertawa. Katanya
Jarang sekali terdapat seseorang yang menempatkan dirinya
dalam tugas sandi dapat memanfaatkan keadaan seperti Ki
Waruju" "Aku melakukan hal ini atas kehendakku sendiri,
sehingga dengan demikian aku tidak mendapat dukungan
beaya dari siapapun juga. Untunglah, bahwa aku justru
lelah mendapat satu jalan"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Sementara itu mereka telah berada dirumah Ki Waruju
yang letaknya memang cukup jauh dari tempat tinggal
Pugutrawe Mereka tinggal dalam Kabuyutan yang berbeda
"Tinggallah disini" berkata Ki Waruju "dalam beberapa
hari, kau akan melihat suasana. Meskipun tempat ini bukan
pusat pengendalian dari para pengikut Pangeran Kuda
Permati, namun kita sudah berada didaerah bayangan itu"
"Apa yang paman ketahui tentang daerah ini?" bertanya
Mahisa Murti. "Setiap kali kita akan melihat prajurit Kediri yang
berkeliaran. Tetapi berbeda dengan tempat kau tinggal.
Disana para prajurit dibawah kekuasaan Panji Sempana
Murti. Tetapi disini para prajurit adalah orang-orang yang
setia kepada Pangeran Kuda Permati. Prajurit-prajurit itu
pada saat-saat tertentu telah menyatu dengan penghuni
Kabuyutan ini, sehingga sulit untuk mengetahui, yang
manakah prajurit yang setia kepada Pangeran Kuda
Permati, dan yang manakah yang sebenarnya adalah rakyat
biasa. Karena para prajurit itu pada saat-saat tertentu adalah
tidak berbeda dengan rakyat biasa" berkata Ki Waruju.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menarik nafas dalamdalam.
Agaknya Panji Sempana Murti juga ingin
menjadikan Kabuyutan di perbatasan Utara itu menjadi
satu daerah yang menyatu antara rakyat kebanyakan dan
para prajurit Kediri, meskipun dengan landasan maksud
yang berbeda. "Tetapi, apakah paman dapat menunjukkan pusat
kekuatan Pangeran Kuda Permati?" bertanya Mahisa
Pukat. "Kita masih harus mencarinya. Secara kasar kita
memang dapat menunjuk satu tempat. Tetapi mungkin kita
akan dikelabui oleh dugaan kita sendiri" jawab Ki Waruju.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Namun dengan demikian mereka mendapat gambaran,
bahwa didaerah itu Pangeran Kuda Permati sudah
mendapat dukungan yang luas bagi perjuangannya. Karena
itulah, agaknya maka Pangeran Kuda Permati berani
mengambil satu langkah, menarik diri dari Kota Raya dan
berada didaerah yang tidak terlalu jauh, namun dalam satu
lingkungan yang menguntungkan perjuangannya.
Tetapi sikap Sri Baginda yang memang memberikan
angin yang baik bagi Pangeran Kuda Permati. Bahkan
Pangeran Singa Narpada telah ditangkap, justru pada saat
Pangeran Singa Narpada menyerahkan Pangeran Lembu
Sabdata yang dianggap-telah melawan Kediri dan berpihak
kepada Pangeran Kuda Permati.
Seandainya Pangeran Singa Narpada tidak ditangkap,
maka kedudukan Pangeran Kuda Permati akan berlainan.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Meskipun Pangeran Singa Narpada tidak akan dengan
mudah menangkapnya, tetapi ia akan dapat membuat
Pangeran Kuda Permati mengalami kesulitan.
Namun Pangeran Singa Narpada justru telah kehilangan
kesempatan itu. Sejak hari itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
berada dirumah Ki Waruju, seorang yang dikenal sebagai
belantik ternak. Bahkan kemudian bukan saja sebagai
belantik, tetapi ia telah mempunyai modal untuk membeli
satu dua ekor lembu sebagai barang dagangan.
Dirumah Ki Waruju memang terdapat sebuah kandang
yang memuat empat ekor ternak. Dengan kehadiran Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat, maka dengan uang yang ada, Ki
Waruju dapat membeli ampat ekor kerbau.
"Paman" bertanya Mahisa Murti kemudian "apakah
pada suatu saat. ternak-ternak itu tidak akan dirampas oleh
Pangeran Kuda Permati?"
Ki Waruju menggeleng. Katanya "Disini tidak terjadi
perampasan. Aku tahu bahwa di Kabuyutanmu para
pengikut Pangeran Kuda Permati telah mengambil semua
kuda yang ada. Tetapi disini justru tidak. Pangeran Kuda
Permati disini berusaha untuk mengambil hati rakyat yang
menyelimutinya. Mereka tidak boleh dikecewakan, agar
mereka tetap merupakan tirai yang selalu dapat
menyelubunginya" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Namun demikian Ki Waruju berkata "Tetapi bukan berarti
bahwa tirai itu tidak akan tertembus"
"Namun dengan demikian apakah tidak, berarti bahwa
kehadiran orang-orang baru dapat dicurigai disini?"
bertanya Mahisa Murti. Ki Waruju mengerutkan keningnya. Sambil
mengangguk-angguk ia menjawab " Kau benar. Memang
orang baru mungkin sekali akan dicurigai. Tetapi aku sudah
terbiasa berhubungan dengan banyak orang. Para pedagang.
Sehingga dirumahku yang kecil ini hilir mudik orang-orang
yang datang untuk membicarakan jual beli ternak"
"Tetapi tidak menetap disini" berkata Mahisa Pukat.
"Tidak banyak bedanya. Tidak akan ada orang yang
menghiraukan apakah orang-orang yang kelihatan
berkeliaran dirumah ini menetap atau tidak. Bahkan
seandainya menetap sekalipun, maka aku akan
mempertanggung jawabkannya. Apalagi jika kandang itu
sudah penuh dengan ternak, maka aku akan mempunyai
banyak alasan untuk memanggil katakanlah dua orang
kemenakanku untuk tinggal bersamaku disini" jawab Ki
Waruju. "Tetapi apakah sikap para tetangga disekitar tempat ini
meyakinkan?"bertanya Mahisa Murti kemudian.
"Aku yakin" jawab Ki Waruju "Mereka sangat baik
terhadap aku, meskipun aku terhitung orang baru disini.
Tetapi aku sering menolong orang-orang disekitar rumah ini
dengan pengobatan jika ada diantara mereka atau keluarga
mereka yang sakit menurut batas kemampuan yang ada
padaku" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka yakin bahwa penilaian Ki Waruju atas orang-orang
disekitarnya tentu cukup tajam, sehingga keduanya tidak
perlu mencemaskannya. Karena itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak
mempersoalkannya lagi. Dalam pada itu, dihari-hari berikutnya, maka Ki Waruju
telah membeli beberapa ekor ternak untuk memenuhi
kandangnya. Namun binatang-binatang itu hanya singgah
sebentar, karena kemudian telah dijualnya lagi,
sebagaimana laku seorang pedagang.
Sementara itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang
dengan rajin memelihara ternak-ternak dagangan Ki
Waruju, dengan rajin mencari rerumputan dan kadangkadang
menggembalakannya di luar padukuhan. Jika Ki
Waruju memelihara beberapa ekor kerbau, atau ternak yang
lain, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat sering
membawa binatang-binatang itu kesungai untuk
dimandikan. Dalam kerjanya, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
yang masih muda itu menjadi nampak semakin muda.
Kadang-kadang mereka berada diantara para gembala yang
lebih kecil dan bermain-main dengan mereka.
Meskipun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat memiliki
tubuh yang sedang bagi anak-anak muda yang sedang
berkembang, tetapi berada diantara anak-anak remaja yang
sedang menggembala Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
tidak nampak terlalu tua.
Bahkan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih pantas
juga untuk bermain ketangkasan dengan para gembala,
bahkan kadang-kadang mereka ikut bermain binten.
Memang sulit bagi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat uniuk
menyesuaikan diri dengan kemampuan para gembala.
Tetapi setiap kali Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berusaha
untuk kalah juga dalam permainan ketangkasan dan binten.
Sebenarnyalah bahwa tidak seorangpun diantara para
gembala itu akan dapat berbuat sesuatu atas kedua anak
muda itu. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat harus
luluh diantara mereka, sehingga bagaimanapun juga mereka
harus berusaha untuk menghapuskan jarak pada tingkat
kemampuan mereka. Demikianlah kerja Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
sehari-hari. Jika mereka pergi menggembala, mereka
membawa keranjang kosong. Nanti, sambil membawa
binatang yang mereka gembalakan, maka mereka
membawa keranjang yang sudah penuh berisi rumput segar.
Bahkan kadang-kadang Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
harus mencari rumput tanpa ternak yang digembalakan,
karena ternak mereka sedang dibawa ke pasar, sementara
mereka harus menyediakan rumput jika paman mereka
pedagang ternak it u justru membawa ternak yang baru.
Namun dalam pada itu, dalam lingkungan para gembala.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat memang sempat melihat
kehidupan rakyat disekitarnya. Memang mereka tidak
nampak sebagaimana para prajurit yang kadang-kadang
memang nampak hilir mudik. Tetapi pada saat-saata
tertentu, mereka memang seorang prajurit.
Ketika Mahisa Murti dan Mahisa Pukat sedang
menggembala, bersama dengan beberapa orang anak-anak
re maja dan bahkan juga anak-anak yang lebih besar,
mereka telah dikejutkan oleh sekelompok orang yang
membawa seorang yang terikat tangannya dipunggungnya.
Berlari-laria para gembala pergi kepinggir jalan. Dari
mereka yang menggiring orang yang terikat itu, Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat mendengar "Ini adalah salah satu
contoh dari petugas sandi yang dikirim oleh Panji Sempana
Murti, budak Singasari"
Dada Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadia
berdebar-debar. Orang yang terikat dan kakinya itu agaknya
sudah mengalami perlakuan yang tidak baik dari mereka
yang membawanya, yang menurut pengamatan Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat terdapat dua orang prajurit dan
beberapa orang petani kebanyakan.
"Mereka akan dibawa kemana?" bertanya Mahisa Murti
kepada kawannya, seorang gembala yang hampir sebaya
dengan dirinya. "Ke banjar" jawab anak itu "Mereka harus dihukum
sesuai dengan kesalahan mereka"
"Marilah, kita melihat" ajak Mahisa Murti.
Kawannya menjadi ragu-ragu. Tetapi akhirnya, bersamasama
para gembala itu menyetujui.
"Marilah" desis seseorang.
Anak-anak itupun kemudian menanggalkan keranjangkeranjang
mereka di sawah.Berlan-lari mereka mengikuti
iring-iringan yang membawa orang terikat itu.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berusaha untuk tetap
dianggap belum dewasa sepenuhnya, sehingga tidak seorangpun
menaruh curiga kepada mereka. Apalagi mereka
berada diantara para gembala, yang diantaranya ada juga
yang telah remaja. Dalam pakaian, sikap dan tingkah laku
yang disesuaikan dengan kawan-kawannya, maka Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat memang masih pantas untuk
berada diantara para gembala.
"Apa yang akan mereka lakukan atas orang yang terikat
itu?" bertanya Mahisa Murti.
"Ia akan dihukum" jawab kawannya "Aku pernah
melihat seorang diantara petugas sandi yang dihukum mati.
"Petugas sandi dari mana?" bertanya Mahisa Pukat
"Mereka adalah budak-budak Singasari" jawab
kawannya. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka sadar, bahwa pengaruh Pangeran Kuda Permati
memang sudah merasuk kedalam sanubari rakyat
padukuhan itu dan sekitarnya. Sehingga bagi mereka,
semua yang berbau Singasari tidak pantas mendapat tempat
diantara mereka. Beberapa saat anak-anak gembala itu mengikuti orang
yang sudah terikat itu. Seperti yang dikatakan oleh anakanak
itu, maka biasanya orang-orang yang disebut
pengkhianat itu akan membawa ke banjar dan diadili
menurut mereka yang berkuasa di padukuhan itu. Anakanak
padukuhan itu sudah terbiasa melihat bagaimana para
pengikut Pangeran Kuda Permati memperlakukan orang
yang disangka petugas sandi. Benar atau tidak benar.
Bahkan orang yang sama sekali tidak tahu menahu tentang
hubungan antara Kediri dan Singasari, jika mereka sudah
dituduh petugas sandi, maka mereka akan mengalami nasib
yang sangat buruk. Perlakuan yang kadang-kadang diluar
batas kewajaran sikap kemanusiaan sering terjadi. Luapan
perasaan masarakat yang sengaja telah dibakar oleh para
pengikut Pangeran Kuda Permati sering menimbulkan
ungkapan yang sangat pahit bagi sikap kemanusiaan itu
sendiri. Ketika orang itu memasuki halaman banjar, maka
bagaikan mengalir, anak-anak muda telah memasuki
halaman itu pula. Namun mereka sama sekali tidak
menghiraukan sekelompok gembala yang juga berada
dihalaman itu sambil membawa cambuk, bertubuh kotor
oleh lumpur dan sikap yang kekanak-kanakan.
"Ikut orang itu" teriak seseorang "pada tonggak yang
sudah tersedia" Sebenarnyalah, orang itupun kemudian diikat di tonggak
di tengah-tengah halaman. Agaknya tonggak itu memang
dipasang khusus untuk mengikat orang-orang yang dituduh
pengkhianat. Dalam pada itu, tiba-tiba saja Mahisa Pukat berdesis
kepada seorang kawannya yang ujudnya tidak terpaut
banyak dari Mahisa Pukat itu sendiri "He, apakah kita pasti
bahwa orang itu memang pengkhianat"
"Kadang-kadang memang dapat keliru" jawab kawannya
"sebelum kau disini, pernah terjadi satu kekeliruan. Seorang
yang dituduh pengkhianat telah dibantai disini. Tetapi
ternyata ia bukan pengkhianat. Orang itu memang agak
kurang waras. Keluarganya yang datang mencarinya,
menyesal bukan buatan karena kekeliruan itu. Tetapi
apaboleh buat. Semuanya sudah terlanjur"
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Ia yakin,
bahwa kesalahan seperti itu pernah terjadi bukan hanya satu
kali. Namun dalam keadaan seperti itu, maka kesalahan
yang demikian memang sulit untuk dihindari"
Dalam pada itu, seorang yang bertubuh tinggi, tegap dan
berkumis lebat telah mendekati orang yang terikat itu
sambil membawa sepotong rotan.
"Katakan, siapakah kawan-kawanmu yang ada di daerah
ini he" Jika kau menyebut seorang diantara mereka, maka
kau tidak akan dipukuli. Kau akan mendapat pengampunan
dan perlakuan yang lebih baik. Jika kau menyebut dua
orang, maka kau akan dibebaskan dari hukuman apapun
juga. Sedangkan jika kau mau menyebut tiga orang, maka
kau justru akan mendapat hadiah dan perlindungan disini"
Orang yang terikat itu sama sekali tidak menjawab.
Bahkan matanya bagaikan menyala memandang orang
berkumis lebat itu. "Sebut" geram orang berkumis itu "Aku akan
menghitung sampai tiga"
Orang berkumis itu benar-benar menghitung sampai tiga.
Karena orang yang terikat itu tidak menjawab, maka
rotannya benar-benar telah terayun dan menghantam tubuh
orang itu. Orang itu menggeretakkan giginya. Tetapi ia sama sekali
tidak mengaduh. "Setan" geram orang berkumis itu "kau tidak menangis
dan merengek minta ampun he". Jadi kau benar-benar ingin
mati?" "Persetan" geram orang yang terikat itu "Kau kira aku
cucunguk seperti kau"
"Kau kira kau apa he?"
"Pengkhianat" geram orang berkumis itu.
"Kaulah pengkhianat. Kau sudah berpihak kepada
pemberontak" jawab orang itu dengan berani.
Orang berkumis itu marah sekali. Sekali lagi rotannya
telah terayunkan menghantam dada orang itu. Orang itu
berdesis perlahan. Tetapi wajahnya tetap menyala dan ia
sama sekali tidak mengeluh.
Dengan demikian, maka orang berkumis itu menjadai
semakin marah. Tiba-tiba saja rotannya telah
dilemparkannya. Dengan serta merta ia telah menarik pisau
belati di lambungnya. Sambil menggeram ia berkata dengan suara bergetar oleh
kemarahan yang menghentak-hentak didadanya "Iblis. Kau
akan mendapat hukuman picis. Dalam tiga hari kau akan
menderita. Pada hari keempat kau baru akan mati"
"Tikus busuk" orang yang terikat itu masih mengumpat
"kau kira kau dapat menakut-nakuti aku"
"Setan" kemarahan orang berkumis itu tidak dapat
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dikendalikannya lagi. Tiba-tiba saja ia mengangkat
pisaunya. Tetapi ketika pisau itu hampir saja terayun kearah dada
orang yang terikat itu, maka terdengar suara lantang
"Jangan. Jangan kau bunuh orang itu"
Orang berkumis itu berpaling. Dilihatnya seorang
perwira pengikut Pangeran Kuda Permati mendekatinya
sambil berkata "Orang ini jangan kau bunuh. Aku
memerlukannya" "Mengapa kau tidak berani membunuh aku" geram
orang yang terikat itu. "Sikapmu meyakinkan. Kau tentu benar-benar seorang
petugas sandi. Berbeda dengan orang-orang yang merengekrengek
minta ampun. Mereka adalah kelinci-kelinci yang
tidak berarti. Aku tidak peduli jika mereka dibunuh dengan
cara apapun" berkata perwira itu.
"Kalian memang tidak mempunyai adat sama sekali.
Jadi kav sudah sering membunuh orang-orang yang tidak
bersalah itu, namun kemudian takut membunuh aku?"
orang terikat itu berteriak.
Tetapi perwira itu tertawa. Katanya "Dalam pergolakan
seperti ini memang sering jatuh korban. Justru mereka yang
tidak bersalah. Tetapi itu tidak apa-apa. Mereka benarbenar
korban yang bernasib buruk. Tetapi diatas
pengorbanan mereka akan kita bangun keadaan yang lebih
baik" "Alasan seorang yang biadab" geram orang yang terikat
itu "kalian telah melakukan pembunuhan diluar batas
perikemanusiaan. Itu tidak apa-apa jika terjadi atasku atau
kawan-kawanku. Tetapi jika terjadi atas orang-orang yang
tidak tahu menahu" "Itulah yang kau korban.. Dan pengorbanan mereka
tidak berarti sia-sia" jawab perwira itu.
"Gila. Satu sikap orang yang sudah tidak waras lagi"
suara orang yang terikat itu menjadi gemetar. Namun tibatiba
saja ia berteriak "Sekarang, bunuh aku jika kau
mempunyai kebenaran untuk melakukannya"
Orang berkumis itulah yang tidak sabar. Katanya "Aku
akan membunuhnya" "Aku ingin melihat ia hidup lebih lama lagi. Baginya
kematian adalah jalan yang paling singkat untuk
menghindarkan diri kepahitan pada saat-saat terakhirnya"
jawab perwira itu. "Jadi, apakah orang ini akan dibiarkan hidup?" bertanya
orang berkumis itu. "Ya. Justru karena ia benar-benar seorang petugas sandi"
jawab perwira itu " ia akan tetap terikat. Aku berbicara
dengan orang itu. Sudahlah semua orang pergi"
Orang berkumis itu termangu-mangu. Namun perwira
itupun kemudian memberikana beberapa isyarat kepada
beberapa orang prajurit yang kebetulan ada disekitar tempat
itu untuk mengusir semua orang yang ada di halaman.
Sejenak kemudian, maka para prajurit dan orang
berkumis itupun mulai menyingkirkan orang-orang yang
semula mengikuti orang yang terikat itu. Dengan lantang
perwira itu menjelaskan "Aku akan berbicara dengan orang
itu. Pergilah. Besok kalian akan mengetahui apa yang akan
terjadi dengan orang ini"
Orang-orang yang berkerumun di halaman banjar itu
menjadi kecewa. Mereka sudah terbiasa menyaksikan
orang-orang yang disebut pengkhianat atau petugas sandi
mengalami perlakuan yang kasar dan yang akhirnya
dibunuh.Tetapi kali ini justru orang yang paling
menjengkelkan, mendapat kesempatan untuk hidup lebih
lama. Tetapi orang-orang itu tidak dapat membantah. Para
prajurit minta agar mereka meninggalkan halaman itu.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian halaman itu
menjadi sepi. Yang ada di muka regol adalah beberapa
orang gembala yang tet mangu-mangu. Namun akhirnya
para gembala itupun telah meninggalkan halaman itu pula.
Perwira itu kemudian berusaha untuk mendapatkan
keterangan dari orang yang terikat itu. Tetapi ternyata
bahwa usahanya sia-sia. Orang yang terikat itu sama sekali
tidak mau memberikan keterangan apapun juga, meskipun
ia mengalami perlakuan yang sangat berat.
"Kau memang seorang yang berhati tabah" desis perwira
itu sambil tersenyum "kau tentu sudah mendapat latihan
yang berat untuk menjadi seorang petugas sandi seperti ini.
Agaknya aku memang akan mengalami kegagalan memeras
keterangan dari mulutmu. Tetapi aku memang ingin
membiarkan kau hidup dan terikat disitu. Besok aku akan
menyerahkan kau kepada rakyat. Apa saja yang ingin
mereka lakukan atas .mu. Kecuali jika kau bersedia
menjawab pertanyaan-pertanyaanku"
Orang itu sama sekali tidak menjawab, sementara
perwira itu tersenyum sambil berkata "Bagus. Kau sudah
melakukan tugasmu dengan baik. Tinggal aku. Apakah kau
akan dapat mengimbangi sikapmu. Apakah aku dapat
berbuat seperti kau. Melakukan tugasmu dengan baik"
Orang yang terikat itu masih tetap berdiam diri. Dengan
gigi gemertak ia memandang perwira itu dengan tajamnya.
"Baiklah" berkata perwira itu "kau dapat memikirkan
nasibmu semalam nanti"
Orang yang terikat itu mengumpat. Tetapi perwira itu
sama sekali tidak menghiraukannya. Dibiarkan saja mang
terikat itu berkata apa saja.
Baru kemudian, ketika orang itu sendiri, wajahnya yang
keras telah menunduk. Tubuhnya yang penuh dengan luka
dan gorestan-goresan senjata dan rontan itu terasa sangat
pedih. Titik-titik keringatnya membuatnya luka-lukanya
bagaikan tersiram air. Tetapi orang yang terikat itu memang seorang prajurit
sandi. Itulah sebabnya, maka ia tetap pada sikapnya.
Karena bagi seorang petugas sandi, mati adalah batas yang
memang sudah disadari sebelumnya.
Ketika petugas sandi itu memandang ke pendapa banjar,
dilihatnya beberapa orang duduk berjaga-jaga. Diregol
halaman, para peronda berjalan hilir mudik.
Beberapa orang sibuk menyalakan obor di beberapa
tempat ketika kemudian, malam turun. Sementara di
pendapa lampu minyakpun telah menyala pula.
Petugas sandi itu masih tetap terikat di sebatang tonggak
di tengah-tengah halaman. Ia tidak merasa betapa
kerongkongannya menjadi kering oleh kehausan. Yang
terasa adalah kemarahan dan kebencian yang menghentakhentak
didalam dadanya. Namun petugas sandi itu sama sekali tidak dapat berbuat
apa-apa. Tangannya sudah terikat pada sebatang tonggak
dengan kuatnya. Betapapun ia menghentakkan ilmunya, tali
pengikat itu tidak akan putus karenanya.
Wajah petugas sandi itu menjadi tegang ketika ia melihat
ampat orang mendekatinya. Seorang diantara mereka
membawa obor yang menyala.
Beberapa langkah dihadapannya ampat orang itu
terhenti. Salah seorang diantara mereka adalah perwira
yang memerintahkan untuk membiarkannya hidup. Dengan
demikian, maka perwira itu akan berusaha untuk memeras
keterangan dari mulutnya.
"Ki sanak" berkata perwira itu "kau sudah mendapat
kesempatan untuk berpikir tentang dirimu sendiri. Apakah
kau lebih senang mukti bersama kami, atau mati terkapar di
halaman banjar ini" Petugas sandi itu sama sekali tidak menjawab. Tetapi ia
sudah bertekad sebagaimana ia mendapat tempaan lahir
batin untuk menjalankan tugasnya sebaik-baiknya. Dan
tugasnya yang terakhir yang harus ia tunaikan setelah ia
terikat pada tonggak itu adalah merahasiakan dirinya
sendiri dan orang-orang yang pernah dikenalnya.
Apapun yang terjadi atas dirinya, petugas sandi itu tidak
akan membuka mulutnya. "Ki Sanak" berkata perwira yang mendekatinya itu
"seharusnya kau tidak mengeraskan hatimu pada sikap
yang salah itu. Kau tahu, bahwa kita adalah bangsa yang
besar yang memiliki masa lampau yang kita kagumi
bersama. Karena itu, kenapa kita tidak berusaha untuk
mendapatkan kembali kebesaran itu"
Petugas sandi itu masih tetap berdiam diri.
"Ki Sanak" berkata perwira itu sambil mengambil obor
ditangan seorang pengawalnya "Kenapa kau tidak mau
bekerja bersama kami" Jangan keras kepala. Kau masih
belum terlalu tua. Kau masih dapat menikmati hidup ini
untuk waktu yang panjang dalam keadaan yang lebih baik,
daripada kau harus mati terkapar di halaman banjar ini
dalam keadaan yang menyedihkan. Karena besok aku tentu
tidak akan dapat mencegah lagi kemarahan rakyat yang
akan mencincangmu. Mereka akan minta kau dilepaskan
diantara rakyat yang marah. Kau dapat membayangkan,
bagaimana cara mereka membunuhmu besok. Kecuali jika
kau mau bekerja bersama kami, maka kami akan
melindungi kalian dari kemarahan orang-orang yang dapat
menjadi buas itu" Petugas itu tetap berdiam diri. Sementara perwira itu
berjalan maju semakin dekat. Katanya "Aku ingin melihat
wajahmu yang keras dan menyala lebih besar dari obor ini.
Tiba-tiba perwira itu mengacukan obor itu kedepan
wajah petugas sandi yang terikat itu. Demikian dekatnya,
sehingga dengan gerak naluri, petugas sandi itu
memalingkan wajahnya yang serasa telah terbakar oleh
panasnya api itu. Perwira itu tertawa. Katanya "Api memang panas. Jika
ia menyentuh wajahmu, maka wajahmu akan segera
berubah ujudnya. Wajahmu akan terbakar dan mungkin
matamu akan menjadi buta. Kau akan kehilangan
kesempatan untuk melihat betapa hijaunya dedaunan dan
betapa gemerlapnya bintang dilangit. Dalam keadaan yang
demikian, besok kau akan dibunuh beramai-ramai di
halaman banjar ini" Petugas sandi itu hanya dapat, menggeretakkan giginya.
Ia sama sekali tidak berdaya berbuat apa-apa atas tali yang
kuat yang membelit tangannya.
"Kau masih mempunyai waktu" berkata perwira itu
"aku akan datang lagi tengah malam. Kau akan mendapat
kesempatan terakhir sebelum aku mengambil keputusan
tentang dirimu" Sekali lagi perwira itu mendekatkan api obornya ke
wajah orang yang terikat itu, dan sekali lagi orang yang
terikat itu memalingkan wajahnya dari api yang terasa
hampir menyentuh kulit wajahnya.
Namun dadanya hampir saja meledak ketika ia
kemudian mendengar perwira itu tertawa berkepanjangan.
Katanya disela-sela derai tertawanya "Kau masih sayang
pada wajahmu" Kenapa tidak kau biarkan saja wajahnya
terbakar dan menjadi hitam. Atau barangkali perutmu?"
Yang dapat dilakukan oleh orang yang terikat itu
hanyalah menggeram. Namun tangannya tetap terikat
dengan eratnya. Yang kemudian tertawa bukan saja perwira itu. Tetapi
pengawalnyapun tertawa pula. Rasa-rasanya orang yang
terikat itu ingin meloncat menerkam. Namun tali
pengikatnya terlalu erat dan kuat, sehingga ia tidak mampu
untuk melepaskan dirinya.
"Baiklah" berkata perwira itu "masih ada waktu. Jika
besok pagi-pagi kau masih tetap keras kepala seperti ini,
maka kau akan kami serahkan kepada orang banyak.
Entahlah, apa jadinya kau dengan tubuhmu. Tetapi
agaknya itulah yang kau pilih sebagai jalan kematianmu"
Orang yang terikat itu sama sekali tidak menjawab.
Ketika perwira itu kemudian meninggalkannya, terdengar
giginya gemeretak menahan marah.
Sejenak kemudian halaman itupun menjadi sepi. Perwira
itu sempat singgah sebentar di gardu diregol halaman.
Kepada para peronda ia berkata "Berhati-hatilah. Meskipun
orang itu terikat, namun kalian harus mengawasinya baikbaik.
Ia orang yang sangat berbahaya. Mungkin nilainya
lebih dari sepuluh orang diantara kalian"
Pemimpin peronda itu mengangguk-angguk. Jawabnya
"kami akan berbuat sebaik-baiknya. Yang menjaga halaman
ini bukan hanya berkumpul diregol ini. Disetiap sudut di
tempatkan dua orang penjaga berganti-ganti"
"Jangan ajari aku" jawab perwira itu "dimanapun
penjaga itu berada, bukankah kendalinya ada di gardu ini?"
Penjaga itu mengangguk kecil. Jawabnya sambil
menunduk "Ya. Demikianlah agaknya"
"Karena itu, aku berpesan kepada kalian. Hati-hatilah"
berkata perwira itu "di banjar ada beberapa orang prajurit.
Jika kalian memerlukan bantuannya, kalian dapat
memanggilnya. Bahkan jika perlu panggil aku"
Peronda itu mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Kami akan melakukannya"
Perwira itupun kemudian meninggalkan para peronda di
regol. Namun agaknya ia kurang mempercayai para
peronda itu. Karena itu, maka ia telah memerintahkan
prajurit-prajuritnya yang ada di banjar itu untuk membantu
para peronda bergantian. "Kalian berganti-ganti tidak perlu beranjak dari gardu
itu. Kau awasi orang yang terikat itu dari gardu. Biarlah
yang nganglang para peronda. Karena itu, maka setiap saat
harus ada seorang diantara kalian di gardu itu" perintah
perwira itu. Para prajuritpun kemudian mengatur diri untuk
bergantian berada di gardu. Sehingga dengan demikian,
maka pemimpin peronda itu merasa menjadi lebih tenang
mengawasi seorang yang dianggap sangat penting karena
orang itu adalah petugas sandi dari Kediri.
Dalam pada itu, maka para perondapun telah mengatur
tugas mereka sebaik-baiknya. Di setiap sudut diletakkan
dua petugas yang mengamati keadaan. Sementara itu masih
ada beberapa orang yang mengelilingi halaman banjar itu
pada saat-saat tertentu.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu, maka malampun semakin lama menjadi
semakin dalam. Perwira yang berada di banjar itu sudah
membaringkan dirinya. Ia mulai menjadi tenang, setelah ia
memerintahkan setiap saat, seorang prajuritnya untuk
berada di gardu mengawasi orang yang terikat itu. Dengan
demikian maka pengawasan sudah dilakukan sebaikbaiknya,
sementara para peronda-perondapun disetiap
malam jumlahnya cukup banyak, apalagi malam itu, disaat
di halaman terikat seorang yang mereka sebut sebagai
pengkhianat. Jumlah perondapun telah dilipatkan.
Demikianlah, malampun menjadi semakin malam.
Angin yang basah bertiup semilir. Udara terasa demikian
segarnya, sehingga para prajurit, peronda dan orang-orang
lainpun mulai disentuh oleh perasaan kantuk. Bahkan
perwira yang berada didalam biliknya, yang merasa
menjadi tenang karena ia sudah menugaskan bukan saja
para peronda, tetapi juga prajurit-prajuritnya yang ada di
banjar itu untuk berjaga-jaga, telah tertidur pula dengan
nyenyaknya. Perlahan-lahan bintang dilangitpun mulai bergeser kebarat,
melampaui puncak langit dan turun perlahan-lahan.
Tidak ada bulan sama sekali. Tetapi bintang nampaknya
menjadi semakin cemerlang.
Angin yang segar bertiup semakin lama terasa menjadi
semakin merata. Bukan hanya di halaman, di pendapa dan
di kebun banjar. Tetapi dibilik-bilik. di dalam gardu dan di
regolpun angin menyentuh tubuh para peronda.
Ternyata baik para peronda, maupun para prajurit yang
telah mengatur diri bergantian untuk berjaga-jaga, telah
kehilangan kesadaran mereka. Mereka ternyata tidak dapat
melawan perasaan kantuk yang mencengkam mereka
dengan kuatnya. Seorang demi seorang, para perondapun telah jatuh
tertidur. Mereka yang berada disudut-sudut halaman sama
sekali tidak mampu bertahan lagi. Prajurit yang sedang
bertugas di gardu berusaha untuk membangunkan setiap
orang yang tertidur, tetapi prajurit itu sendiripun akhirnya
tertidur pula. Sejenak kemudian, maka banjar itu pun menjadi semakin
sepi. Tidak seorangpun lagi yang mampu bertahan melawan
kantuknya. Semua orang telah tertidur nyenyak.
Tetapi yang terikat itu tidak tertidur. Meskipun iapun
merasakan segarnya udara di malam hari, sehingga
perasaan pedih pada luka-lukanya berkurang, namun
perasaan sakit itu masih menderanya, sehingga betapapun
perasaan kantuk itu mengganggunya, namun setiap kali ia
masih saja berdesis menahan pedih.
Dalam keadaan yang demikian itulah, maka nampak
beberapa sosok bayangan mendekati dinding halaman.
Perlahan-lahan mereka memanjat dinding dan
memperhatikan keadaan di dalam halaman itu.
Ternyata bahwa keadaan di dalam halaman dan di
dalam banjar telah menjadi sepi. Orang-orang yang datang
itu yakin, bahwa tidak ada seorangpun lagi yang masih
terbangun diantara para petugas dan para peronda.
"Marilah" desis yang seorang "kita segera bertindak"
Tidak ada jawaban. Namun kemudian orang-orang yang
ternyata berjumlah tiga orang itu telah berloncatan masuk.
Perlahan-lahan mereka mendekati tonggak di tengah-tengah
halaman, tempat petugas sandi itu terikat.
Petugas sandi yang terikat itu memang tidak tidur
meskipun ia merasakan pula sesuatu yang asing. Namun
karena sakit ditubuhnya, maka ia tetap terjaga, sehingga
dengan demikian iapun melihat tiga orang mendekatinya.
Seorang dari ketiga orang itupun kemudian berdiri
menghadap ke pendapa, membelakangi orang yang terikat
itu untuk mengawasi keadaan, sementara kedua orang yang
lain mendekati orang yang terikat itu sambil berdesis "Kau
benar petugas sandi dari Kediri?"
Orang itu memandangi keduanya berganti-ganti. Namun
kemudian iapun berdesis " Apakah kau membawa
bintang?" "Jangan sebut kalimat sandi" desis yang seorang "kami
tidak akan mengerti, karena kami memang bukan petugas
sandi. Kami melakukan hal ini hanya karena kami
menganggap perjuangan menegakan pemerintahan,
"Baik" berkata petugas sandi itu "tetapi kau yakin bahwa
kau juga berhubungan dengan tugas-tugas sandi. Tetapi
agaknya benar, bahwa kau bukan petugas sandi dari Kediri.
Namun agaknya kalian bertiga adalah justru petugas sandi
dari Singasari, sehingga kalian tidak mengerti kalimat sandi
para petugas dari Kediri"
"Sudahlah" berkata salah seorang dari kedua orang yang
mendekatinya itu "Yang penting bagi kami, kau dapat
terlepas dari tangan Pangeran Kuda Permati, meskipun
kami belum pernah melihat, yang manakah yang disebut
Pangeran Kuda Pemati itu"
"Terima kasih" jawab orang itu "Aku akan melaporkan
bahwa aku sudah mendapat pertolongan dari para petugas
sandi dari Singasari. Aku yakin. Kalian tentu bukan orang
kebanyakan, karena kalian sempat melepaskan aji yang kuat
ini. Bukankah kalian telah menyebarkan sirep sehingga
sema orang tertidur?"
"Jangan sebut-sebut siapa kami, karena dengan demikian
kau dapat keliru. Sekarang ijinkan kami membuka
ikatanmu" berkata salah seorang dari kedua orang itu.
Orang yang terikat itu tidak menyahut. Ia membiarkan
saja tangannya dilepaskan dari ikatan yang kuat. Dengan
sebilah pisau yang sangat tajam, salah seorang dari mereka
yang menolongnya itu telah memutuskan talai ikatannya.
Demikian tali itu terputus, maka orang itupun menarik
nafas dalam-dalam sambil berkata "Aku mengucapkan
terima kasih. Mudah-mudahan kita akan dapat bekerja
bersama untuk seterusnya"
"Kita akan berpisah sampai disini" berkata orang yang
menolongnya itu. "Tetapi darimana kau tahu, bahwa aku adalah petugas
sandi dari Kediri?" bertanya orang itu.
"Sikapmu" jawab salah seorang yang menolongnya.
Orang itu mengangguk-angguk. Perasaan sakit dan pedih
pada tubuhnya seakan-akan menjadi jauh susut, meskipun
sekali-sekali ia masih harus berdesis.
Rahasia Puri Merah 1 Runner Up Girl Karya Hanna Natasha Bunga Kemuning Biru 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama