Rajawali Emas 07 Pengusung Jenazah Bagian 2
masan yang sedang bertarung dengan si Pengusung
Jenazah itu adalah pemuda yang berjuluk si Rajawali
Emas. Lelaki jelek muka kuning! Kita akan bersama
menghadapi segala rintang! Kita harus bertahan hidup
untuk mendapatkan Kitab Pemanggil Mayat!"
Manusia Mayat Muka Kuning menyeringai
mendapati kata-kata orang.
"Bagus! Perempuan ini rupanya masih mencintai ku juga! Dan bagusnya, aku memang harus hidup
lebih lama. Terutama, kesempatan ku untuk menikmati tubuh montok menggairahkan perempuan bercadar
ini! Dan satu hal lagi, aku harus tahu bagaimana dia bisa membuat tubuh dan
wajahnya sedemikian muda.
Rahasianya, harus ku miliki!"
Di depan sana, Bidadari Hati Kejam melangkah
tiga tindak ke muka. Sikapnya dingin, penuh ancaman
tinggi. "Setelah tahun demi tahun berlalu, dan kekala-hanmu di Lembah Maut dari
tanganku, rupanya memang harus ditakdirkan bertemu! Orang busuk muka
kuning! Katakan, apa maksud mu memancing ku keluar, hah"!"
Kendati hatinya cukup ciut mendapati ancaman orang terutama dalam kondisi yang tak memungkinkan saat ini, Manusia Mayat Muka Kuning mas
memperlihatkan sikap tinggi hatinya.
"Bidadari Hati Kejam! Dulu kau bisa mengalahkan aku, tetapi kali ini kau tak akan bisa meloloskan diri! Dendam itu harus
kubalas!" "Setan keparat! Ingin kulihat sesumbar mu itu
Orang tua celaka muka kuning!"
Habis bentakannya yang menggelegar, si nenek
berkonde mencelat ke muka dengan satu gempuran
dahsyat. Tanpa tanggung lagi, senjata pengebutnya dicabut. Dan diserangnya lelaki tua muka kuning yang
menonjolkan tulang-belulang pada dadanya dengan jurus 'Rangkai Bunga Habisi Kumbang'.
Wusss! Wrrrr! Manusia Mayat Muka Kuning tersentak. Tanpa
sadar terlontar pekikannya. Cepat dilontarkan tubuhnya ke samping. Lalu bergulingan tatkala dirasakan
gempuran dahsyat Bidadari Hati Kejam menderu terus
menerus ke arahnya.
Ketika pertarungan di Lembah Maut dulu terjadi, Manusia Mayat Muka Kuning tak mampu menandingi Bidadari Hati Kejam, apalagi saat ini dalam kondisi yang penuh luka"
Kendati dia yang sengaja memancing keluar Bidadari Hati Kejam, namun tak
Mengharapkan perjumpaannya dengan si nenek dalam keadaan seperti ini.
Dan dalam dua gebrakan saja, Manusia Mayat
Muka Kuning harus menerima hajaran dahsyat di dadanya. Terguling dan berteriak keras lelaki tua berambut panjang yang bau busuk
itu ke belakang.
Dewi Kematian melengak. Wajahnya yang tersembunyi di balik cadar mengkelap. Di saat Bidadari hati Kejam menerjang ke muka
untuk menghabisi
nyawa lawan, si perempuan berbaju sutera rendah pada bagian dada, mencelat ke depan.
"Terimalah kematian!"
Bidadari Hati Kejam menghentikan niatnya untuk menghabisi nyawa Manusia Mayat Muka Kuning
yang kini tergolek dengan mulut dan hidung mengeluarkan darah. Dengan gerakan aneh, mencelat lebih dulu ke atas dan mengirimkan serangan balasan, Bidadari Hati Kejam membuat Dewi Kematian yang Justru
terpekik keras. Wajahnya tegang dengan napas memburu. Masih untuk perempuan bercadar sutera itu
masih bisa meloloskan diri. Bila terlambat satu kejapan saja, tak urung punggungnya akan bolong dan
nyawa seketika melayang.
Bergulingan Dewi Kematian dengan-wajah pias.
Dan segera berdiri tegak dengan napas turun naik.
Bidadari Hati Kejam menghentikan gerakannya.
Menoleh dan menatap tajam pada Dewi Kematian
"Beberapa bulan lalu, kau telah mencari penyakit mencampuri urusanku dengan lelaki tua muka kuning! Bahkan, Siluman Buta pun telah campur tangan
pula. Entah di mana manusia sesat itu berada sekarang! Perempuan bercadar, terpaksa nyawamu akan
ku cabut hari ini juga karena kau telah dua kali mencampuri urusan ku!"
Dewi Kematian cuma menahan napas mendengar ancaman Bidadari Hati Kejam. Sementara itu lelaki tua berkuncir tengah duduk
mencangkung pada sebuah batu besar. Saat pertarungan itu terjadi, dia
hanya memperhatikan saja dengan tatapannya yang
selalu melotot dan mulut menyang-menyong menggerutu. Sebelum Bidadari Hati Kejam melancarkan serangannya pada Dewi Kematian, terdengar teriakan keras Manusia Mayat Muka Kuning.
"Urusan bukan dengannya Tetapi, urusan di
antara kau denganku!"
Bidadari Hati Kejam tersenyum tipis. Entah
malaikat mana yang masuk ke hatinya, tiba-tiba saja
si nenek memasukkan senjata pengebutnya ke balik
baju batik kusamnya. Kendati demikian suaranya tetapi angker. "Tak pernah kulepaskan nyawa manusiamanusia celaka seperti kalian dalam hidupku! Tetapi
saat ini kalian beruntung karena aku masih bisa bermurah hati! Tak enak rasanya memenangkan pertarungan di saat kalian berdua tengah terluka! Segera
tinggalkan tempat ini sebelum aku berubah pikiran!"
Dengan mata masih menyiratkan kehati-hatian
Manusia Mayat Muka Kuning mendekati Dewi Kematian. Dipegangnya tangan perempuan berdada yang
montok itu. Kepalanya ditolehkan pada Bidadari Hati
Kejam dengan tatapan menyipit.
"Tidak sekali pun sikapmu ini ku anggap sebagai sebuah kebaikan! Jadi, tak perlu kuucapkan terima kasih hanya perlu kau
ingat! Dendam di dadaku telah
berkarat dan urusan lama akan kita selesaikan!"
Bidadari Hati Kejam mendelik.
"Ku katakan tadi, tinggalkan tempat ini sebelum aku berubah pikiran!"
Tanpa membuang waktu lagi, keduanya segera
pergi meninggalkan tempat itu. Bidadari Hati Kejam
hanya menggeram saja.
"Tak puas rasa hatiku mengalahkan orang yang
terluka!" gumamnya. "Sombong! Sok tahu! Dasar nenek ganjen! Apakah kau tidak
tahu kalau keduanya
akan menjadi duri dalam hidupmu?" bentakan itu terdengar keras dan cukup
menyentak gendang telinga si
nenek berkonde yang dengan cepatnya segera membalikkan tubuh. " Jangan beri nasihat padaku Kalaupun aku hendak mencabut nyawa
keduanya bukan uru-sanmu! Begitu pula bila aku hendak melepaskannya!"
Manusia Pemarah melompat ke depan. Berjalan
cepat ke arah si nenek.
"Bagus! Rupanya hatimu sudah tidak terlalu
kejam lagi! Berarti kau...."
"Hatiku tetap kejam pada orang-orang biadab
yang kerjanya hanya merusak! Tetapi, aku tak ingin
mengalahkan lawan yang sudah terluka! Nah, sekarang urusan kita! Mengapa kau tidak berlalu dari si-ni"!" "Nenek jelek keparat
Aku hendak ke Gunung Siguntang! Ku duga, Iblis Kubur telah menuju ke sa-na!"
"Aku juga hendak ke sana!"
"Setan keparat! Apakah aku suka berjalan dengan nenek ganjen seperti kau, hah"!"
"Lelaki tua jelek bau tanah! Apakah kau kira
aku senang berjalan bersama lelaki pemarah seperti
kau"!" balas Bidadari Hati Kejam dengan sepasang ma-ta melotot.
"Kalau begitu, kita jalan sendiri-sendiri!"
"Baik! Aku pun tak sudi berjalan bersama Lelaki pemarah yang genit! Kau telah mempergunakan kesempatan untuk memegang dadaku! Kurang ajar! Seharusnya kau tak boleh kubiarkan hidup Habis mendumal tak karuan, si nenek berkelebat cepat.
Manusia Pemarah menggeram. "Nenek jelek sok
kecakepan!" rutuknya panjang pendek. Lalu berkelebat pula ke arah si nenek.
*** Bab 5 Malam mulai membentang tinggi. Suasana begitu dingin mencekam. Di hutan itu Tirta tengah menarik nafas panjang. Tak menghiraukan pertanyaan si
Pengusung Jenazah. Tangan kanannya erat menggenggam pedang sakti yang dibuat dari Batu Bintang dinamakan Pedang Batu Bintang. Diam-diam pemuda
dari Gunung Rajawali dengan rajahan burung rajawali
berwarna keemasan di tangan kanan dan kirinya mengatur napas. Cukup sarat dengan beban. Sementara
itu terdengar suara yang menyahuti pertanyaan si
Pengusung Jenazah yang menatap angker tanpa berkedip ke arah si Rajawali Emas, "Orang tua berpunuk!
Bila kau ingin tahu pedang apa yang berada di tangan
pemuda sialan itu, itulah yang dinamakan Pedang Batu Bintang!"
Sejurus nampak lelaki berpunuk ini mengernyitkan kening. Kejap lain dia bergumam bagai pada
dirinya sendiri, "Baru kali ini ku dengar nama aneh untuk sebuah pedang.
Tetapi... mengenai Batu Bintang..... Oh! Apakah pedang itu terbuat dari Batu
Bin- tang" Batu dari langit yang dimiliki oleh Malaikat De-wa"!" Dewi Karang Samudera
hanya menganggukkan
kepalanya sambil menatap tajam pada lelaki berpunuk
itu yang sedang mengarahkan pandangan padanya pula. "Rupanya dia tahu terlalu banyak mengenai
Malaikat Dewa. Juga guru ku si Tengkorak Darah. Kini
aku mulai yakin kalau dia memang bersahabat dengan
guruku yang tewas di tangan Malaikat Dewa" Bisa ku-pahami sekarang mengapa dia
berkeinginan mendapatkan Kitab Pemanggil Mayat. Tentunya untuk membangkitkan jenazah istrinya yang juga tewas di tangan Malaikat Dewa. Bagus! Kini
aku semakin bertambah
yakin kalau kedudukan ku pun menguat Terutama dibantu Iblis Kubur yang menginginkan nyawa Eyang
Sampurno Pamungkas. Sementara sasaran ku, tetaplah Raja Lihai Langit Bumi yang menorehkan luka hati
dalam dan dendam tak berkesudahan."
"Benarkah apa yang kutanyakan itu?" ulang
Pengusung Jenazah dengan kening masih dikernyitkan. "Tidak salah! Bahan pedang itu memang berasal dari Batu Bintang."
"Kalau begitu.... Anak muda! Katakan, apa hubunganmu dengan Eyang Sepuh Mahisa Agni"!" sentak si Pengusung Jenazah dengan
sepasang mata dijerengkan angker ke arah Tirta.
"Aku tahu kalau manusia berpunuk ini mempunyai dendam pada Eyang Guru. Terus terang, sampai saat ini aku belum pernah melihat bagaimana wujud dan rupa Eyang Guru. Tetapi, untuk menjawab
pertanyaan lelaki tua berpunuk ini nanti dulu ku lakukan" kata Tirta dalam hati. Lalu katanya, "Lelaki tua berpunuk! Pertanyaanmu sungguh
aneh" Aku tidak
mengenal orang yang kau sebutkan tadi" Bagaimana
mungkin aku bisa menjawab" Dan yang mengherankan aku, bagaimana kau bisa menghubungkan diriku
dengan orang yang tidak kau kenal" Jangan-jangan,
Ini otakmu bukan di kepala! Tetapi di punuk mu!"
"Anak muda.... Aku masih bermurah hati bila
kau menjawab pertanyaan ku! Paling tidak, tunjukkan
di mana Mahisa Agni berada!" balas si Pengusung Jenazah dengan menindih segala
kemarahan di dada.
Tirta justru bersikap santai. Tenaganya sudah
pulih. Nafasnya sudah normal. Dicabutnya sebatang
jumput yang terdapat di sebelah kaki kirinya dengan
tangan kiri. Sementara tangan kanannya masih memegang Pedang Batu Bintang yang menebarkan cahaya
keemasan menyilaukan, dihisap-hisapnya rumput itu.
Hanya sekilas. Karena detik lain rumput itu sudah dibuangnya. "Pahit!"
Mengkelap wajah si Pengusung Jenazah mendapati sikap konyol si pemuda yang menganggapnya
enteng. Dengan serentak diputar tangan kanannya ke
atas. Seketika tangan kanannya yang tadi seperti mengalirkan darah, mendadak berubah membeku. Kejap
lain, suasana di tempat itu pun tak ubahnya berada di gunung es!
"Tahan!" Dewi Karang Samudera yang mempunyai pikiran lain berseru dan melompat ke sebelah si
Pengusung Jenazah. Lalu katanya tanpa menghiraukan pelototan lelaki berbaju hitam kusam itu yang merasa jengkel karena niatnya dihalangi orang, perempuan berbaju hijau tipis itu berkata, "Orang berpunuk!
Seperti katamu tadi, kau bersahabat dengan guruku!
Dan aku bisa mempercayai kata-kata mu itu! Sekarang, ku pinjamkan Kitab Pemanggil Mayat untuk
menghidupkan kekasih mu yang telah mampus itu!
Urusan pemuda sial ini, biar aku yang menangani!"
Lelaki berpunuk itu melirik tajam pada si perempuan yang membatin, "Keparat! Bila tak berpikir dia akan membantu, sudah ku
terjang dia apa pun
yang terjadi!"
"Baik! Tetapi, aku ingin tahu dulu siapa pemuda itu dan punya hubungan apa dengan Mahisa Agni
kata si Pengusung Jenazah dengan suara disentak.
"Kalau soal itu, aku pun tahu! Bisa kau dapat
dariku nanti! Jangan banyak tanya sekarang! Lakukan
Rajawali Emas 07 Pengusung Jenazah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
apa yang kau inginkan!" seru Dewi Karang Samudera lalu membalikkan tubuh ke arah
Tirta. "Anak muda...
rasanya terlalu sayang bila aku harus membunuhmu.
Bagaimana bila kau menjadi pengikut ku saja?"
Tirta mengangkat alisnya saja.
"O ya" Kalau aku sudah menjadi pengikut mu
apa yang bisa kau berikan padaku!" serunya dengan mulut dimonyongkan. Sementara
matanya melirik tajam pada perempuan di hadapannya dan dialihkan pada si Pengusung Jenazah yang telah duduk di hadapan
jenazah kekasihnya.
"Aku pernah merasakan kedahsyatan pedang
Sialan itu. Bila saja dia tak mengeluarkan Pedang Batu Bintang, sudah ku kepruk
kepalanya," geram Dewi Karang Samudera dalam hati. Lalu katanya dengan bibir
tersenyum, "Kau akan mendapatkan apa yang belum
pernah kau rasakan. Sebaiknya...." "
"Waduh! Sayangnya aku sudah merasakannya!
Memang aku belum pernah merasakan apa yang kau
punya" Tetapi, apakah tidak sudah basi" Kalau sudah
basi, maaf ya?" balas Tirta sambil tertawa berderai,
padahal saat ini dia sedang tegang. Karena dilihatnya si Pengusung Jenazah sudah
mengangkat tangannya
yang kembali seperti mengalirkan darah setelah selesai membaca mantra dan
menekan telapak tangan kanannya itu pada Kitab Pemanggil Mayat: "Celaka!
Bagaimana caraku untuk menerobos Dewi Karang Samudera" Perempuan ini memiliki kelebihan yang tak bisa
dianggap remeh," katanya dalam hati.
Sementara itu senyuman di bibir si perempuan
semakin berkembang ketika tatapannya menangkap
sinar kekhawatiran di sepasang mata milik pemuda
berbaju dan berikat kepala keemasan itu.
"Hmmm.... Pemuda ini harus segera kuselesaikan karena dia akan menjadi duri yang mengerikan,"
gumam Dewi Karang Samudera. Dan tiba-tiba saja, tubuhnya sudah menggebrak ke arah Tirta.
Menghampar angin panas dahsyat dikawal
dengan gemuruh mengerikan ke arah Tirta. Tirta yang
masih tegang memperhatikan si Pengusung Jenazah
yang nampaknya bersiap untuk mengusapkan tangan
kanannya pada jenazah kekasihnya, melompat ke belakang dan segera digerakkan tangan kanannya.
Bettt! Bergulung dahsyat bagai satu irisan mengerikan ditingkahi dengan gumpalan sinar keemasan, angin menderu saat Pedang Batu Bintang digerakkan
Blaamm! Blaamm!
Dua benturan terjadi di udara. Memuncratkan
sinar biru dan keemasan ke angkasa. Membuat hutan
yang telah diselimuti malam itu berpendar terang.
Memercik dan membuat sebuah bayangan pada wajah
si Pengusung Jenazah yang mulai tersenyum ketika
diusapkan tangan kanannya yang seperti mengalirkan
darah pada wajah jenazah kekasihnya.
Tirta yang bermaksud menggagalkan keinginan
si Pengusung Jenazah, langsung mencelat ke muka
dan sebelumnya mengirimkan satu tendangan kaki
kanan yang kuat kepada Dewi Karang Samudera,
hingga perempuan berambut keperakan itu tidak
menghalangi keinginannya. Pedang Batu Bintang di
tangan kanannya digerakkan dari atas ke bawah, siap
membacok rengkah kepala si Pengusung Jenazah! Lelaki berpunuk itu nampak tak bergerak sama sekali
dari tempatnya. Seolah tak merasakan angin yang dikawal oleh hawa dahsyat panas itu mengarah padanya. Namun satu sentakan luar biasa terjadi....
Wusss! Gelombang angin yang menebarkan bau sangat
busuk menghampar deras, cepat dan begitu tiba-tiba.
Des! Des! Tubuh pemuda dari Gunung Rajawali yang baru saja mengayunkan Pedang Batu Bintang, mencelat
lima tombak ke belakang ketika dua buah hantaman
masuk pada pusaran angin yang ditimbulkan oleh Pedang Batu Bintang.
Tubuhnya jatuh terduduk yang sebelumnya
muntah darah saat terpental tadi Rasa nyeri menjalar
begitu cepat. Rasa sakit mulai menyiksanya. Namun
semua itu ditahan ketika sepasang matanya yang menyipit menahan sakit melihat satu sosok tubuh terbangun dari berbaringnya, lalu menyusul suara serak
dan dingin. "Gumbarda! Mengapa tampangmu jelek sekali"!"
*** Si Pengusung Jenazah tersentak dengan kedua
mata terbuka lebar. Sesaat dia nampak terbengong
dengan mulut yang melebar. Detik berikutnya, dia sudah berteriak setinggi langit dan mendekap sosok di
hadapannya yang sekarang telah duduk dan memperhatikannya dengan kening dikernyitkan.
"Kau hidup kembali, Mayang Harum! Kau hidup kembali!" sorak lelaki berpunuk itu seperti anak kecil. Dua pasang mata
milik si Rajawali Emas dan
Dewi Karang Samudera memperhatikan tak berkedip.
Masing-masing orang membatin tak karuan.
Dewi Karang Samudera membatin, seolah melupakan si Rajawali Emas yang dalam keadaan terluka.
"Luar biasa! Kitab Pemanggil Mayat benarbenar dahsyat. Dua orang yang telah mampus berhasil
di-bangkitkan. Iblis Kubur dan nenek peot berwajah
se- tan itu. Bagus! Meskipun cukup mengkederkan hati, biar bagaimanapun juga kedua orang celaka ini tentunya sahabat Guru.
Keduanya menginginkan kematian Eyang Mahisa Agni. Sementara aku menginginkan
kematian salah seorang muridnya, si Raja Lihai Langit Bumi! Rasanya semua
keinginan itu akan ter-wujud!"
Sementara Tirta membatin sambil memegang
dadanya yang terasa nyeri, "Gila! Rupanya jenazah yang telah dihidupkan itu yang
menyerangku! Rasanya.... Gelombang dahsyat kejahatan akan semakin
meraja di rimba persilatan ini. Dengan berhasilnya si Pengusung Jenazah
membangkitkan jenazah kekasihnya, berarti Sepasang Pemburu dari Neraka mulai
ber- gerak kembali. Eyang Guru yang mereka inginkan.
Hmmm.... Ku lihat sejak tadi perempuan berbaju hijau
tipis dengan rambut seperti keperakan itu selalu tersenyum. Celaka! Aku bisa
menebak apa yang ada di benaknya! Tak mungkin aku bisa menghentikan semuanya sekarang. Sungguh tak kusangka, kalau jenazah
nenek itu telah berhasil dibangkitkan dan menghantam ku. Benar-benar repot sekarang! Hhh! Baiknya, ku
pulihkan saja nyeri di dadaku ini."
Di depan sana, si Pengusung Jenazah melepaskan rangkulannya dan berdiri. Perlahan-lahan dibimbingnya jenazah kekasihnya yang telah berhasil dibangkitkan. Matanya yang menyorotkan sinar angker
tak henti-hentinya menatap nenek berbaju hitam yang
masih mengeluarkan bau busuk dari tubuhnya Itu.
"Kekasih ku Mayang Harum... dunia telah terbentang kembali di depan matamu. Kehidupan panjang selama tiga puluh tahun ku lalui dalam kesepian
rasanya mulai menguak kembali dalam alam yang indah. Kini, Sepasang Pemburu dari Neraka telah bersatu lagi. Mahisa Agni akan mendapatkan balasan dari
seluruh perbuatan busuknya padamu, Kekasih ku.
"Jadi, selama ini aku sudah mampus?"
"Ya! Malaikat Dewa yang menyebabkan kau seperti itu, Mayang!"
"Lalu, mengapa aku bisa hidup kembali?"
"Sangat panjang perjalanannya, Mayang! Kau
tak usah mempedulikan soal itu! Yang terpenting, kau
sudah hidup kembali! Dan kita akan bersama-sama
kembali!" Jenazah kekasih si lelaki tua berpunuk yang
bernama Mayang Harum itu mengernyitkan keningnya.
Sejak pertama kali dibangkitkan kembali, sepasang
mata kelabunya yang menjorok masuk ke dalam tak
sekali pun berkedip.
"Kitab apa yang berada di tanganmu itu, Gumbarda?" tanyanya tiba-tiba.
"Kitab Pemanggil Mayat! Kitab inilah yang berjasa telah membangkitkan mu kembali!"
"Orang tua berpunuk! Yang kau inginkan telah
tercapai berkat kebaikan ku! Apakah otak mu terlalu tolol sehingga kau tak
segera mengucapkan terima kasih kepadaku, hah"!" suara perempuan berbaju hijau
menyentak cukup keras, memutus percakapan Pengusung Jenazah dengan kekasihnya.
Dewi Karang Samudera merasa dia harus bertindak lebih dulu. Dia harus memperlihatkan taring
untuk menutupi rasa kecutnya. Lelaki tua berpunuk
saja sudah sedemikian tinggi kesaktiannya, bagaimana
bila sekarang kekasihnya telah berhasil dihidupkan"
Kendati demikian, dia pantang untuk memperlihatkan
rasa kecutnya. Terutama bila teringat kalau lelaki berpunuk itu akan bisa
dikuasainya. * * * Bab 6 Mendapati ada orang yang memutus percakapannya, lelaki tua berpunuk itu berputar dan mendelik tajam. Tetapi kejap lain
dia tertawa berderai, "Perempuan muda! Tentu kuucapkan terima kasih atas bantuanmu meminjamkan Kitab Pemanggil Mayat ini! Karena, dengan kemurahan hati mu, selama tiga puluh
tahun aku menunggu, akhirnya aku bisa bersamasama lagi dengan kekasih ku. Ya! Ku ucapkan terima
kasih!" "Kalau begitu, lekas kembalikan kitab itu kepadaku!" Sebagai jawaban
permintaan yang bernada
membentak itu, si lelaki tua berpunuk terbahak-bahak
keras. "Perempuan muda yang memalsu wajah! Apakah aku bodoh memberikan kembali Kitab Pemanggil
Mayat ini kepadamu" Jangan jual lagak di hadapanku!
Dengar baik-baik! Tinggalkan tempat ini segera atau....
Kau akan mampus bergelimang tanah!"
Berhenti berdetak jantung si perempuan mendapati jawaban yang di luar perkiraannya. Wajahnya
membesi dengan kedua tangan mengepal. Mulutnya
merapat dingin. Sepasang matanya terbeliak tajam ke
depan. "Setan tua berpunuk!" geramnya dengan kemarahan membuncah sampai ke ubunubun. Lalu dikawal dengan teriakan menggebah dahsyat dan menggetarkan tempat itu, Dewi Karang Samudera sudah mencelat ke muka. Menerjang ganas. Memadukan tiga gebrakan yang dicurinya. Jurus 'Undang Maut Sedot Darah' milik Raja Lihai Langit Bumi sudah digebrakkan
ke muka dan sebelumnya melancarkan ilmu 'Tepukan
Cabut Sukma' yang di miliki oleh Dewi Kematian. Belum lagi hilang gema dahsyatnya kedua ilmu aneh itu,
telah dilepaskan melalui tangan kirinya jurus 'Kabut Kuning' milik Manusia Mayat
Muka Kuning. Rangkaian tiga gebrakan itu mengarah pada si
lelaki tua berpunuk yang memekik cukup kencang.
Jurus 'Undang Maut Sedot Darah' menebarkan sinar
biru yang sangat kuat. Menyusul tepukan dahsyat
yang memekakkan kedua gendang telinga Pengusung
Jenazah. Hamparan dan kabut kuning yang dilepaskan terakhir oleh Dewi Karang Samudera menambah kengerian Pengusung Jenazah Lalu mengeluarkan pekikan yang cukup keras, lelaki berpunuk itu
membuang tubuh ke samping. Bersama dengan itu,
kedua tangannya yang terbuka digebah ke muka dengan cara mendorong. Tenaga dalamnya dilipatgandakan. Wussss!
Menghampar gelombang dingin luar biasa ke
arah gebrakan Dewi Karang Samudera. Bentrokan pun
tak bisa dihindarkan lagi. Suara letupan berulangkali terdengar. Mengejutkan dan
membuat tempat itu tak
ubahnya seperti dilanda gempa. Sinar biru dan kabut
kuning berpendar menerangi tempat itu. Semak belukar langsung tercabut. Tanah di mana tempat terjadi
bentrokan itu rengkah. Memuncratkan debu yang
membubung tinggi.
Tatkala semuanya sirap, terlihat sosok Dewi
Karang Samudera jatuh terduduk dengan darah mengalir dari hidung dan mulutnya. Sekujur tubuhnya
mendadak membeku. Matanya mendelik gusar. Dan tiba-tiba saja sebelah mata kirinya memancarkan sinar
hijau yang cemerlang yang bersamaan dengan itu kebekuan dalam tubuhnya sirna seketika.
"Hhh! Ilmu 'Pengendali Mata'!" perempuan tua berbaju hitam dengan rambut
tergerai panjang kusut
tak beraturan yang berhasil dihidupkan kembali, mengeluarkan suara seperti mendengus namun bernada
melecehkan. Lalu sepasang matanya yang tak berkedip
menoleh kepada Pengusung Jenazah yang tengah
mengalirkan tenaga dalam akibat bentrokan tadi. Tidak terlalu parah dan tidak cedera apa-apa. "Gumbarda! Setahuku si Tengkorak
Darah, sahabat kita yang
memiliki ilmu 'Pengendali Mata' yang saat kita dengar baru saja mempelajarinya
setengah. Bagaimana tahu-tahu ilmu itu berada di tangan perempuan tua yang ku
tahu juga memalsu wajah?"
Lelaki berpunuk yang bernama asli Gumbarda
menoleh pada kekasihnya. Sambil menyunggingkan
senyum dia menjawab, "Perempuan itu mengaku
Tengkorak Darah adalah gurunya. Dan ilmu pengendali Mata' didapatkan dari si Tengkorak Darah!" "Setahu ku.... Manusia tengkorak
itu tak pernah memiliki murid"! Bicara apa dia?"
"Begitu pula denganku! Tetapi masih sempat sirap kabar kalau dia telah mengambil dua orang murid
perempuan. Tak heran sebenarnya, karena manusia
itu berwatak culas yang doyan perempuan!"
Sementara itu, si Rajawali Emas yang telah
berhasil memulihkan kondisinya akibat serangan kekasih si Pengusung Jenazah memperhatikan dengan
kening berkerut.
"Ternyata, keculasan dunia ini banyak diperli
Rajawali Emas 07 Pengusung Jenazah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hatkan oleh manusianya! Tentunya perempuan berbaju hijau tipis itu marah besar karena di luar perkiraan kalau si lelaki tua
berpunuk tak mau mengembalikan
Kitab Pemanggil Mayat! Hmmm... dia telah mempergunakan ilmu 'Pengendali Mata'-nya kembali. Apa yang
harus kulakukan sekarang" Tetapi biar bagamanapun
juga, aku harus bisa merebut Kitab pemanggil Mayat.
Karena, sepak terjang Iblis Kubur yang sekarang tak
tahu di mana harus dihentikan
Di depan sana, Mayang Harum, salah seorang
dari Sepasang Pemburu dari Neraka yang telah dihidupkan kembali, berkata lagi pada si lelaki tua berpunuk, "Gumbarda! Apakah kau
lupa dengan kelemahan ilmu 'Pengendali Mata'?"
Sebagai jawaban atas pertanyaan kekasihnya
dengan wajah cerah si Pengusung Jenazah menyahut.
"Mana mungkin aku lupa soal kelemahan ilmu
itu. Tidakkah kau ingat, si Tengkorak Darah saat kita di undang ke Gua Siluman
Setan mengatakan semua
itu" Arak merah telah membuatnya mabuk dan mengatakan kelemahan ilmu itu kendati belum berhasil
menyempurnakannya.
"Lalu, apa yang kau tunggu sekarang, hah"
Bunuh perempuan celaka itu! Gunakan tenaga luar
dan mata sebelah kirinya diincar!"
Di tempatnya yang berjarak tiga tombak Dewi
Karang Samudera melengak dan mengeluarkan suara
tertahan. "Celaka! Rupanya kedua manusia sialan ini tahu kelemahan ilmu 'Pengendali Mata'! Aku tak bisa
berkutik sekarang" Tak akan mungkin bisa ku curi ilmu yang keduanya miliki untuk menandangi serangan
mereka" Dan bisa-bisa tubuhku akan direngkah hancur tanpa bisa mengutuhkannya kembali setelah kekuatan ilmu 'Pengendali Mata' yang terletak di bagian mata sebelah kiri
dihancurkan! Keparat! Tak ada jalan lain untuk minggir! Satu-satunya cara, aku
harus kembali menemukan Iblis Kubur! Manusia itulah yang
bisa menghadapi kedua manusia celaka ini!"
"Gumbarda!" berseru nenek berbaju hitam dengan suara nyaring dan tatapan tak
sekali pun berkedip. "Apakah kau tidak melihat kalau perempuan tua pemalsu wajah menjadi muda
itu kelihatan tegang"
Dia nampaknya sudah tak punya nyali! Kau bunuh
dia! Sementara akan kuhajar sampai mampus pemuda
yang tadi hendak membokongmu!"
Dewi Karang Samudera yang benar-benar sudah putus nyali setelah rahasia ilmu 'Pengendali Mata'
ternyata diketahui oleh kedua orang itu, perlahanlahan mundur tiga tindak ke belakang. Sepasang matanya tajam memandang ke muka.
"Kalian telah berani lancang mengkhianati persahabatan guruku! Berarti, kalian akan mampus
Si Pengusung Jenazah mendelik dengan mata
pentangkan lebih lebar.
"Ucapanmu sungguh hebat! Dan nyawamu rupanya hanya sampai di sini!"
Namun sebelum si Pengusung Jenazah melancarkan serangan, Dewi Karang Samudera yang benarbenar putus nyali dan bermaksud untuk menyusul Iblis Kubur telah mencelat sedemikian cepat. Tahu-tahu
tubuhnya sudah tidak nampak lagi di mata. Tinggallah
Tirta yang kini berdiri gagah dengan Pedang Batu Bintang di tangan kanan dan seluruh tubuh telah dialirkan tenaga surya.
Begitu Mayang Harum menderu dengan mengibaskan tangan kanannya, dia pun mencelat ke muka
Bagi Tirta, tak ada jalan lain lagi selain mengadu jiwa.
Wuuuttt! Wrrrr! Hamparan gelombang yang luar biasa panas
menderu dikawal dengan gemuruh angin dan kilat sinar keemasan yang sangat terang. Saat itu hari sudah
mulai memasuki pagi. Di kejauhan nampak sang fajar
mulai melepaskan panah merahnya.
Blaaar! Serangan si nenek berhasil dihalau dan menimbulkan suara ledakan dahsyat yang mengguncang
tempat itu. Tirta hanya merasakan tubuhnya tertahan
sejenak. Kejap lain dia sudah meneruskan serangannya. Mayang Harum menggeram dengan tatapan tak
berkedip. Dia membuang tubuh ke kanan dan merunduk saat Pedang Batu Bintang mengarah pada lehernya. Lalu meloncat ke belakang tatkala Tirta menusukkan pedang itu, lalu membabat. Praaak! Prak!
Praaak! tiga suara keras terdengar. Menyusul suara
berdentum yang sangat dahsyat. Rupanya, sambaran
Pedang Batu Bintang gagal mengenai sasaran. Dan sebagai gantinya, tiga batang pohon dibabat dan ambruk. Detik lain, tiga batang pohon yang ambruk itu
telah menjadi serpihan menghangus.
"Mayang Mengapa kau masih bertindak ayal"!"
seru si Pengusung Jenazah cukup tersentak.
"Jangan sembarangan omong! Aku merasakan
satu tenaga luar biasa panasnya berada di dalam tubuh pemuda itu! Dan pedang di tangannya, begitu
mengerikan sekali! Sambaran anginnya sudah membuat bulu kudukku berdiri!" sahut kekasihnya sambil berlompatan.
"Hmmm.... Tak heran bila pedang itu memang
hebat! Karena dibuat dari Batu Bintang. Tetapi, tenaga aneh yang keluar dari
tubuh pemuda itu pun tadi ku
rasakan pula! Memang cukup mengerikan! Biar urusan cepat selesai, baiknya kubantu saja Mayang Harum!" Habis mendesis demikian, si Pengusung Jenazah mencelat dengan satu
gebrakan yang luar biasa
aneh. Kedua kakinya bagai berjingkring, lalu meluncur tak ubahnya anak panah!
Tetapi bagi Tirta, memang itulah yang diharapkannya. Serangan yang dilancarkannya pada
Mayang Harum, sedikit banyaknya adalah pancingan
belaka Karena, dia memang menunggu si Pengusung
Jenazah menyerangnya.
Dengan meliukkan tubuh dan mengubah serangannya sedikit, Tirta bergerak seperti hendak membacok kepala si Pengusung Jenazah. Bersamaan itu,
tangan kirinya yang telah terangkum tenaga surya, dilepaskan ke muka.
Wuuusss! Si Pengusung Jenazah terpekik sejenak, lalu
mengibaskan kedua tangannya. Serangkum angin berhawa dingin luar biasa menderu. Untuk sejenak berhasil memutus hawa panas yang dilepaskan Tirta.
Kendati demikian, sergapan Pedang Batu Bintang cukup mengejutkannya. Tubuh si lelaki tua berpunuk berputar dua kali. Saat itulah Tirta melepaskan tendangan kaki kanannya.
Buk! Tubuh si Pengusung Jenazah terlempar ke belakang dua tombak. Sementara Tirta sendiri terhuyung
tiga tombak ke belakang. Namun berkat kekuatan tenaga surya yang dilepaskannya dipadu dengan kedahsyatan Pedang Batu Bintang, dia langsung menyergap
kembali diiringi teriakan keras.
Dan mendadak Pedang Batu Bintang digerakkannya ke kiri, ketika mendapati satu deruan mengarah padanya. Blaaar! Angin yang mengancamnya pupus di tengah jalan sementara tubuhnya terus menderu ke arah si
Pengusung Jenazah.
Des! Jotosan tangan kirinya mengenai dada si lelaki
tua berpunuk yang hanya terhuyung tanpa cedera Tirta yang tahu kalau tenaga surya yang dimilikinya tak banyak berarti bagi si
Pengusung Jenazah namun cukup mengkederkan hati Mayang Harum, langsung berkelebat cepat. Tap! Tangannya menyambar Kitab Pemanggil Mayat
dari balik baju hitam kusam si Pengusung Jenazah.
Namun hal itu harus dibayar mahal. Karena kaki kurus penuh bulu si lelaki tua berpunuk, masih sempat
menghantam telak pinggangnya.
Sesaat Tirta terhuyung dengan tulang iga yang
terasa patah. "Tak mungkin aku bisa menghadapi kedua manusia ini! Kitab Pemanggil Mayat telah berhasil kudapatkan! Tentunya aku bisa menghentikan dan membikin mati kembali si nenek itu. Tetapi untuk saat ini, lebih baik menghindar dulu
karena tak akan mungkin
aku bisa bertahan lama. Keduanya sudah bersatu sekarang, meskipun tadi sempat kubuat pertahanan keduanya kacau."
Yang diinginkan Tirta ternyata tak semudah
yang diperkirakannya. Dia harus bertahan dan melepaskan serangan sebisanya dari dua gebrakan maut
yang dilakukan silih berganti itu.
Dan berkali-kali tubuhnya harus terhantam hajaran telak dari kedua lawannya yang berusia beberapa kali lipat dari usianya.
Rasa sakit yang tak terkira sudah ingin membuatnya menjerit setinggi langit. Namun jiwa kependekarannya yang terbentuk berkat
bimbingan orang-orang sakti, membuatnya merasa harus bertahan. Masih sempat tergambar dalam pikirannya untuk memanggil burung rajawali raksasa berwarna keemasan yang sangat disayanginya. Namun
untuk saat ini rasanya terlambat. Jalan Satu-satunya memang harus berusaha
menghindar dengan mempergunakan jurus menghindar yang diajarkan Bwana saat
dia mendiami Gunung Rajawali pun dipergunakan. Jurus 'Rajawali Putar Bumi' ternyata cukup berguna.
Sambil sesekali melakukan serangan-balasan dengan
kibasan, sabetan, tusukan, dan bacokan Pedang Batu
Bintang, Tirta akhirnya melihat satu kesempatan lowong. Dengan mengerahkan sisa-sisa tenaganya dia
mencelat ke belakang dan lenyap dari pandangan musuh. Tinggallah Sepasang Pemburu dari Neraka yang
menggeram keras sambil melontarkan makian dahsyat.
Untuk beberapa lama tempat itu hanya dipenuhi dengan teriakan marah!
"Gumbarda! Aku menginginkan nyawa pemuda
itu!"seru, si nenek dengan wajah mengerikan. "lelaki tua berpunuk hanya
mengangguk-anggukkan. kepalanya. Sepasang matanya pun membiaskan kemarahan
yang luar biasa. Lalu perlahan-lahan dihampiri kekasihnya yang selama tiga puluh tahun menjadi mayat
dan selalu diusungnya sungguh sulit diperkirakan apa
yang ada di hati si Pengusung Jenazah setelah mendapati kekasihnya hidup kembali.
"Urusan pemuda itu bisa kita tangguhkan,
Mayang. Untuk saat ini, yang terpenting kita harus
mencari si Malaikat Dewa! Manusia keparat itu harus
menerima ganjaran atas perbuatannya kepadamu,
Mayang!" Mayang Harum nampak bersungut-sungut tak
karuan. "Aku tak ingin mati kembali gara-gara kitab itu!
Kau harus mendapatkannya, Gumbarda!"
"Tentu, tentu saja aku akan merebutnya kembali! Sekarang, apakah kau tega membiarkan ku selama tiga puluh tahun ini tidak mengecap kenikmatan
dunia, Mayang?" suara si lelaki tua berpunuk tiba-tiba berubah menjadi serak.
Pancaran matanya yang bi-asanya angker, kali ini bersinar penuh birahi.
Sementara itu kekasihnya pun tiba-tiba menyunggingkan senyuman.
"Kau membuatku malu, Gumbarda."
Lelaki tua berpunuk itu terbahak-bahak. Lalu
membopong tubuh kekasihnya yang pernah menjadi
mayat dan berhasil dihidupkannya kembali ke balik
sebuah semak. Tanpa menghiraukan bau busuk yang
sangat menyengat, lelaki tua berpunuk itu Segera
mencumbu kekasihnya.
*** Bab 7 Gerakan alam begitu tak terasa sama sekali.
Seiring. dengan berlarinya sang waktu yang sedemikian cepatnya. Hari telah memasuki senja kembali. Begitu banyaknya kejadian-kejadian yang telah terlewati dan akan dilewati tanpa
pernah terpikirkan kejadian
apa yang akan terjadi.
Gerumbul semak belukar menguak, menyusul
burung-burung beterbangan akibat ku akan yang dilakukan dengan tiba-tiba itu. Satu sosok tubuh muncul
dari semak yang terkuak itu. Sepasang matanya yang
dalam dan tajam, memperhatikan sekelilingnya dengan
pancaran mata yang tak bisa menyembunyikan rasa
ngeri. Kengerian itu pun terbayang di wajahnya yang
penuh keriput. "Gila! Apakah akan ku urungkan saja niatku
ini?" gumam sosok tubuh itu sambil menahan napas.
Kegelisahannya semakin nyata saja.
Dan tiba-tiba orang itu tersedak. Dari mulutnya
mengalir darah segar. Rupanya dia sedang dalam keadaan terluka. Segera dialirkan tenaga dalamnya yang
nyata-nyata tak membawa arti pada luka yang dideritanya. Di usapnya darah yang tersisa di bibirnya dengan punggung tangan kirinya,
sementara tangan kanannya menekan dadanya yang nyeri.
"Luka sialan! Apakah aku akan mampus di sini" Tidak, aku tidak boleh mampus dulu sebelum semuanya kulakukan. Tak peduli apakah aku akan menerima kematian di tempat menyeramkan ini atau tidak." Orang berusia lanjut itu mendesis dengan menahan nyeri pada dadanya. Lalu
kembali diedarkan pandangannya ke seantero tempat yang dipenuhi dengan
pepohonan tinggi. "Hmm... kalau tak salah ingat, hutan inilah yang disebut Hutan
Rajawali Emas 07 Pengusung Jenazah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seratus Iblis. Hutan
tempat Raja Pocong Hitam berdiam' Tetapi, di mana
aku bisa menemukan kakaknya Ratu Tengkorak Hitam
itu?" Lelaki bermuka hitam cekung dengan kening yang selalu berkerut itu menahan
sakit dan rasa tegang yang tiba-tiba datang. Rambutnya panjang menjulai sampai ke punggung. Makin tak beraturan dihembusi angin yang menyusup masuk dari satu pohon
ke pohon lain. Hidungnya besar dengan mulut lebar.
Mengenakan pakaian panjang berupa jubah warna biru pekat. Orang tua yang bukan lain si Jubah Setan
adanya itu menarik napas panjang dengan mata yang
masih memperhatikan sekitarnya. Yang nampak hanyalah jajaran pepohonan tinggi yang mengerikan. Cukup membuat jantung seperti hendak copot begitu saja. Setelah bertarung dengan si Rajawali Emas,
Jubah Setan bersama dengan kambratnya yang berjuluk si Jubah Mambang, segera berlalu dari tempat pertarungan. Kemunculan keduanya yang ternyata mencari Ratu Tengkorak Hitam, di mana si nenek pengunyah susur yang telah tewas di tangan si Rajawali
Emas itu, adalah kekasih keduanya yang kerap me
madu kasih selagi mendiang Guru Ratu Tengkorak Hitam tak ada di tempatnya. Keduanya marah bukan
main mengetahui Ratu Tengkorak Hitam tewas di tangan si Rajawali Emas. Namun keduanya pun tak berhasil membalas dendam Ratu Tengkorak Hitam hingga
memutuskan untuk berlalu dari sana. Dalam perjalanan mereka, keduanya berjumpa dengan Ayu Wulan,
murid si Manusia Pemarah yang berada dalam keadaan gundah, karena pemuda yang diam-diam dicintai
diduganya telah memiliki kekasih. Niat busuk kedua
lelaki tua berjubah itu untuk mempermalukan Ayu
Wulan ternyata kandas setelah munculnya Dewa Bumi. Bahkan, Jubah Mambang pun akhirnya tewas di
tangan Dewa Bumi. Jubah Setan yang merasa akan
membuang nyawa sia-sia bila menghadapi Dewa Bumi,
memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, Sementara Dewa Bumi mengajak Ayu Wulan menuju ke Gunung Siguntang. Jubah Setan yang ingin mengabarkan
sekaligus meminta bantuan dari Raja Pocong Hitam
tentang kematian Ratu Tengkorak Hitam sekarang
mengira-ngira lagi di mana tempat kediaman Raja Pocong Hitam berada.
"Sulit diduga di mana dia berada. Aku hanya
dua kali diajak ke sini oleh Ratu Tengkorak Hitam. Itu pun Ratu Tengkorak Hitam
yang memanggilnya
Sayangnya, aku tidak pernah tahu bagaimana cara
memanggil manusia yang dibalut oleh seluruh kain hitam dari atas kepala hingga ke kedua telapak kaki nya yang sampai saat ini aku
tidak pernah tahu bagaimana
rupanya." Selagi si kakek berjubah hitam panjang sedang
menimbang-nimbang, mendadak saja dirasakan seluruh hutan itu berubah menjadi sunyi. Tak ada desir
angin yang sejak tadi merayap mempermainkan dedaunan. Tak ada suara burung atau binatang hutan
lainnya. Yang ada hanya hawa dingin yang mendadak
menguar tanpa adanya angin.
"Aneh! Bertanda apa perubahan alam ini Mengapa begitu tiba-tiba saja. Dan bulu kudukku bertambah meremang. Jantungku sendiri makin berdetak lebih cepat. Oh! Apakah harus ku tinggalkan tempat ini
dan ku urungkan niat semula. Tetapi...."
Kata hati si Jubah Setan terputus seperti masuk ke dasar neraka tatkala telinganya menangkap suara dingin seperti rayapan angin, mendesah-mendesah
dan bersuara serak.
"Tanpa permisi orang memasuki Hutan Seratus
Iblis, maka dia akan meninggalkan tempat ini tanpa
nyawa. Tetapi rasanya, aku pernah melihat siapa dirimu. Kalau tak salah ingat, engkaukah yang berjuluk
Jubah Setan yang pernah datang ke tempatku ini bersama adikku" Kalau memang iya, bukankah saat itu
ada orang lain yang berjuluk Jubah Mambang" Ke
mana orang itu?"
Seperti menemukan batu permata di hadapan
mata, lelaki tua berjubah biru pekat itu langsung,
menjatuhkan tubuh bersujud. Tak dihiraukan rasa sakit pada dadanya yang cukup terasa menyiksa dan aliran darah yang nampaknya meluncur keluar dari mulutnya. "Apa yang kau duga itu benar adanya! Aku si Jubah Setan, kawan akrab
Ratu Tengkorak Hitam.
Sayangnya, kambratku si Jubah Mambang tak bisa turut serta! Dia telah tewas!" Suara lelaki tua berjubah biru pekat itu gemetar,
berpadu dengan rasa tegang
dan gembira menjadi satu.
"Dalam dunia ini yang dialami oleh setiap makhluk hidup hanya ada dua kata. Mati dan hidup. Bila
kau datang hanya untuk mengabarkan soal kematian
kambratmu itu, silahkan tinggalkan tempat!"
"Raja Pocong Hitam.. kedatanganku bukan
hanya itu saja. Tetapi, juga hendak mengabarkan tentang adikmu itu," kata Jubah Setan dengan suara agak tersedak.
"Kabar apa yang hendak kau sampaikan?"
Jubah Setan menarik napas. Wajahnya bertambah tegang. Kali ini memikirkan kemungkinan
apakah dia harus mengatakannya atau menghentikannya saat itu juga.
"Jangan main-main di hadapan ku bila masih
sayang nyawa!" bentakan keras itu seperti hendak me-ledakkan gendang telinga
lelaki berjubah hitam itu.
Lalu dengan suara tertahan dan penuh kebimbangan, Jubah Setan mengatakan juga tentang Ratu
Tengkorak Hitam.
"Dia.... Dia telah tewas. sesaat kesunyian merebak. Tetap tak ada desir angin atau suara hewan hutan itu. Yang makin terasa hawa dingin yang mampu
merontokkan tulang belulang dan menghentikan jalan
darah. Detik berikutnya, tiba-tiba saja sepuluh batang pohon jati besar tercabut
dan terlempar ke berbagai
tempat dengan menimbulkan suara berdebam dahsyat!
Menggigil tubuh si Jubah Setan mendapatkan
pohon-pohon itu tercabut dan beterbangan. Belum lagi
ketegangannya reda, satu bentakan yang bisa menghancurkan gendang telinga menggebah hutan itu,
menggugurkan dedaunan dan membubung tanah serta
debu saat itu juga.
"Katakan! Siapa yang telah membunuhnya!"
"Dia... dia.... Pemuda yang berjuluk si Rajawali Emas.
Sementara, kambratku tewas di tangan manusia buntal yang berjuluk Dewa Bumi!"
Sesaat tak ada suara apa pun. Namun si Jubah
Setan bagai kesulitan untuk bernapas. Bukan karena
rasa sakit di dadanya yang semakin menyiksa, namun
ketegangan yang semakin datang melanda dirinya.
"Bangun!" bentakan itu terdengar sangat keras hingga si Jubah Setan tanpa
menggerakkan tubuhnya
sudah terjengkang ke belakang.
Dan sepasang matanya terbeliak lebih lebar
dengan mulut terbuka. Di hadapannya, berjarak sepuluh tombak, telah berdiri satu sosok tubuh terbungkus kain hitam dari kepala
hingga ke telapak kaki. Di pinggang sosok tubuh itu terikat oleh sehelai kain
hitam. Begitu pula kain di bagian kepalanya hingga sebagian
kecil agak menjuntai bagai membentuk kuncir namun
tidak melambai. Sukar menilai bagaimana bentuk tubuh orang yang terbungkus kain hitam itu.
Yang bisa diperkirakan, orang itu bertubuh cukup tinggi. Dan mengenai wajahnya, kendati seperti
ada ruang untuk melihat wajahnya, namun tak nampak apa-apa. Begitu gelap. Yang tersisa hanya pancaran mata yang menyala warna merah!
"Raja Pocong Hitam," membatin penuh rasa tegang si Jubah Setan. Lalu perlahanlahan dia berlutut dengan kepala tertunduk.
"Aku tidak suka mendapat kabar yang memuakkan seperti ini! Ratu Tengkorak Hitam... adalah adik-ku satu-satunya di muka
bumi ini, yang akhirnya dipungut menjadi murid oleh Maharaja Langit Hitam.
Kendati kami terpisah cukup jauh, namun hati kami
lekat adanya! Tak seorang pun yang boleh melukai
adikku, apalagi membunuhnya! Tak terkecuali Maharaja Langit Hitam sendiri yang kudengar tewas di tangan si Malaikat Dewa! Jubah Setan! Bawa aku mencari
pemuda berjuluk Rajawali Emas!"
Jubah Setan sebenarnya ingin mengatakan kalau dia hendak meminta bantuan sosok berkain hitam
pekat dari atas hingga ke bawah untuk membunuh
Dewa Bumi yang menyebabkan tewasnya si Jubah
Mambang. Namun untuk saat ini, dia tak berani melakukannya. Karena disadarinya, salah bicara sedikit sa-ja maka nyawa menjadi
taruhannya."
Lalu dengan suara tersendat dia berkata, Aku
akan menunjukkannya." .
Sosok berkain hitam pekat itu merandek dengan suara menggebor, "Jubah Setan! Tangguhkan perjalanan ini barang sejenak!
Karena ku lihat kau terlu-ka! Bila saja kau bukan kekasih adik ku, akan kubiarkan kau mampus dengan penderitaan semacam itu!"
Lalu dengan gerakan yang aneh, dengan cara
melompat-lompat, Raja Pocong Hitam telah berdiri di
hadapan si Jubah Hitam yang tengah menarik napas
lega mendengar ucapan sosok berkain hitam pekat
yang menutupi seluruh tubuhnya.
Tetapi detik berikutnya, lelaki tua berjubah biru
itu telah jatuh pingsan karena tak kuasa menahan rasa sakit yang dibalur dengan ketegangan yang sempat
menderanya tadi.
*** Bab 8 "Anak manis.... Tak usah kau menyesali soal
hidup karena kita berada dalam kapal yang hidup.
Soal cinta, merupakan sebagian dari rahasia Tuhan.
Kata-kata itu meluncur dari mulut sosok buntal
yang mengenakan kalung sangat besar di lehernya
hingga terdengar suara berayun-ayun. Pakaian batik
yang terbuka di dadanya, entah karena tak bisa di
kancing kebesaran perut atau memang karena tak
punya pakaian lagi, menampakkan bungkahan dadanya tak ubahnya dada seorang wanita. Di tangan
kanannya terdapat sebuah cangklong yang sangat besar Tak mengeluarkan asap apa-apa. Tetapi ketika dihisapnya, mengepul asap yang wangi dari mulutnya!
Gadis yang sejak tadi duduk di sebuah tepi
sungai sambil memperhatikan aliran sungai tersebut, tersentak mendapati suara di
belakangnya. Terburu-buru dia menoleh, lalu kejap lain dia sudah memandang aliran sungai kembali.
Meskipun hanya menoleh sekilas, tetapi manusia buntal yang menghisap cangklong tak berapi itu
namun saat dihembuskan mengeluarkan asap, telah
melihat guratan duka yang dalam pada sepasang mata
yang sangat redup milik si gadis.
"Jangan gundah. Karena, semakin kita bergundah, jiwa tak akan ramah. Bersyukur pada Yang maha
Kuasa karena kau masih diberinya rasa cinta."
Gadis yang memiliki wajah bentuk bulat telur
dengan dagu agak menjuntai menarik napas pendek.
Hidungnya mancung dengan bibir tipis yang memerah
indah. Sepasang alisnya hitam, dihiasi dengan bulu
mata lentik. Sepasang matanya yang selalu terbuka cerah itu, kali ini menyiratkan kegundahan yang tiada
tara. Rambutnya panjang hingga ke bahu, dibiarkan
tergerai begitu saja. Pakaian putih bersih yang dikenakannya, dihiasi sulaman
bunga mawar di bagian kanan. Di pinggangnya yang ramping, melilit sebuah
cambuk. Sambil menahan gejolak di dadanya dia menoleh pada sosok buntal di belakangnya yang sedang
menghisap cangklong besar.
"Kek... apakah yang kau tahu tentang cinta?"
tanya si gadis yang tak lain adalah Ayu Wulan adanya
dengan suara serak.
Manusia buntal yang tak lain si Dewa Bumi
tersenyum. Bila Ayu Wulan berdiri, tinggi sosok buntal itu hanya sepundaknya
saja. "Cinta selalu datang tiba-tiba. Terkadang perlahan dan terkadang membabi buta. Rasa cinta sangat
dalam dan merupakan satu anugerah bila dijalani
dengan rasa gembira. Namun, cinta bisa berubah menjadi petaka bila dijalani dengan rasa duka. Anakku,
urusan cinta yang kau pendam tak seharusnya membikin kau merana. Karena...."
"Tetapi, aku memang mencintainya, Kek...," ka-ta murid si Manusia Pemarah itu
tanpa malu-malu.
Sungguh, gadis ini merasa beruntung berjumpa
dengan lelaki tua aneh yang bertubuh buntal dan berjuluk Dewa Bumi. Bila saja Dewa Bumi tidak muncul,
tak mustahil dia akan dipermalukan oleh Jubah Setan
dan Jubah Mambang.
Ayu Wulan yang saat itu tengah merenungi nasib malangnya karena si Rajawali Emas, pemuda yang
di cintainya diduga telah mempunyai kekasih, akhirnya memutuskan untuk mengikuti Dewa Bumi yang
menuju ke Gunung Siguntang. Sebelumnya, Ayu Wulan melihat Tirta sedang bersama Andini di saat menemukan Marbone yang terluka hebat di cengkeraman
kedua kaki Bwana.
Dan gadis itu berusaha untuk melupakan segenap cintanya pada Tirta. Diikutinya Dewa Bumi dengan harapan bisa berjumpa dengan gurunya.
Rajawali Emas 07 Pengusung Jenazah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun, Dewa Bumi memang manusia sakti.
Dia bisa mengetahui apa yang dirasakan dan dirisaukan Ayu Wulan. Hingga berulangkali Dewa Bumi mena-sihatinya agar jangan terlalu larut dalam cinta. Dan Ayu Wulan sendiri tanpa
malu-malu berterus terang
mengatakan kalau dia mencintai si Rajawali Emas. .
"Anakku, cinta berkarat dalam hatimu. Jangan
bikin dirimu menjadi kecewa dan penuh duka. Baiknya, kau buka tatapan mu lebih dalam dan lebar ke
penjuru persada. Di sanalah kau akan menemui cinta."
"Kek... yang kau katakan itu memang mudah.
Tetapi, aku tak bisa melakukannya begitu saja."
Dewa Bumi menghisap cangklong besarnya lagi.
Dan kembali saat dihembuskan mengeluarkan asap
yang menebarkan bau wangi, memenuhi tempat itu.
"Untuk saat ini, kau merasakan seperti itu karena kau terlalu terikat oleh cinta. Tetapi, kau akan bi-sa segera melupakannya
bila kau bisa menekan cinta
mu dalam-dalam. Bukan dalam arti kau membuangnya. Tak ada yang bisa membuang rasa cinta di dalam hati. Kalaupun dipaksakan akan berakhir dengan
kebencian. Anakku, cinta itu merupakan sebagian rahasia Tuhan yang tak bisa dipecahkan oleh akal manusia." Ayu Wulan menundukkan kepalanya lagi. Dia membenarkan kata-kata Dewa
Bumi. Kendati demikian, sangat sulit baginya untuk melupakan soal cintanya pada Tirta. Pemuda tampan berbaju keemasan
yang pertama kali dijumpainya saat dia hendak mandi
di sebuah sungai, dan menolongnya dari cengkeraman
Iblis Kubur. Ketika terbayang kembali bagaimana gurunya
memintanya untuk mencari pemuda itu karena gurunya menghendaki dia berjodoh dengan Tirta, Ayu
Wulan sebenarnya sangat senang. Tetapi, sudah tentu
dia tak mau memperlihatkannya. Dan di saat pencariannya, justru dia melihat pemandangan yang tak
mengenakannya yang seketika meruntuhkan seluruh
isi hatinya. Dilihatnya pemuda yang dicintainya itu
bersama seorang gadis berbaju merah dengan ikat
pinggang dan pita berwarna biru.
"Apakah yang harus kulakukan untuk Saat ini
Kek?" tanyanya tak bisa mengatasi rasa cinta dan kegundahan yang bersatu padu.
Biar bagaimanapun
alam telah menempa perjalanan hidupnya serta berbekal ilmu yang cukup, namun gadis itu rasanya tak
mampu mengatasi cintanya sendiri.
Dewa Bumi tersenyum kembali.
"Jalan masih panjang membentang, penuh halang dan rintang. Sekali manusia gigih menerjang,
akan tercapai kemenangan penuh gemilang."
"Orang tua bertubuh buntal ini selalu bicara
dengan nada terayun-ayun. Kendati aku harus meraba
setiap jawabannya untuk mendapatkan kepastian,
namun aku bisa mengerti apa yang hendak dikatakannya," kata Ayu Wulan dalam hati. Lalu perlahan-lahan dia berdiri. "Kek... apakah
aku harus mematikan rasa cintaku ini?"
"Anakku, seperti yang kukatakan tadi, janganlah coba membuang apalagi mematikan rasa cinta dalam dada. Karena akan makin terasa bergelora, dalam
dan penuh dengan liku perjalanan. Biarkan cinta tetap ada di dadamu. Karena,
cinta merupakan rangkaian
sebab-akibat dari rahasia Tuhan. Sebentar lagi malam
akan datang. Tidakkah kau lapar, Anakku?"
Kalau sejak tadi Ayu Wulan tak merasakan lapar, kali ini dia merasa sangat kelaparan. Seperti anak kecil dia menganggukkan
kepalanya. Lalu dilihatnya Dewa Bumi menghisap
cangklongnya. Mulutnya yang bundar nampak semakin bundar karena di mulutnya kini terdapat gumpalan asap, Kepalanya yang berleher pendek dan menggelambirkan daging yang lebih bergerak ke sana kemari. Lalu Wuuuttt Pluk! pluk! pluk!
Asap di mulutnya di hembuskan dengan cara
menyentak. Dan tiga ekor burung yang sedang terbang
tersambar dan jatuh.
"Pangganglah. Isilah perutmu dulu. Setelah
itu... baru kita putuskan langkah berikutnya."
Selang beberapa saat, tiga burung panggang itu
telah habis dimakan. Ayu Wulan menatap Dewa Bumi
dengan penuh rasa terima kasih yang dalam
"Langkah apa yang kau maksudkan tadi, Kek?"
"Seperti ku katakan, aku hendak menuju ke
Gunung Siguntang. Dan rasanya, kita bisa berpisah di
sini." "Oh!"
"Anakku, sulit kiranya membawa persoalan cinta dalam dada untuk memasuki persoalan lain. Seperti
yang pernah kau ceritakan kalau kau pernah hampir
tewas di tangan Iblis Kubur dan ditolong oleh pemuda
berjuluk Rajawali Emas yang kau cintai itu. Seperti
yang ku katakan pula, aku merasa kalau Iblis Kubur
telah pergi ke Gunung Siguntang untuk membalas
dendam pada Manusia Agung Setengah Dewa. Kemunculanku ke Gunung Siguntang, adalah untuk mengambil Kitab Pemanggil Mayat yang dimiliki Dewi Karang Samudera yang telah membangkitkan Iblis Kubur. Juga, untuk menghentikan sepak terjang Iblis
Kubur yang telengas."
"Kek! Katamu tadi kalau Iblis Kubur mempunyai dendam pada Manusia Agung Setengah Dewa" Lalu, mengapa kau harus bersusah payah untuk menahannya" Bukankah Manusia Agung Setengah Dewa
yang mempunyai urusan"
cinta rupanya Sudah berkobar di hatimu hingga hampir saja menenggelamkan nurani yang murni,
Anakku. Manusia Agung Setengah Dewa adalah manusia yang sangat kuhormati. Begitu pula dengan si Malaikat Dewa. Bila saja saat ini guruku masih hidup tentunya ada tiga orang di
dunia ini yang kuhormati. Mereka telah menyepi dan bersatu dengan alam. Dan aku
tak ingin manusia-manusia itu harus terganggu hidupnya lagi untuk urusan duniawi. Aku bukan merasa lebih sakti dari siapa pun. Tetapi, aku punya tekad untuk menghentikan
seluruh keangkaramurkaan.
Pahamkah kau yang ku maksud, Anakku?"
Ayu Wulan perlahan-lahan menundukkan kepalanya dengan wajah memerah. Lalu katanya lirih
tanpa mengangkat kepalanya, "Maafkan aku, Kek."
"Simpan rasa cinta mu itu. Karena dia bisa
membelenggu dan membutakan mata hatimu. Anakku,
keputusan ada di tanganmu. Aku tak memaksa mu
untuk ikut ke Gunung Siguntang."
Perlahan-lahan pula murid si Manusia Pemarah
itu mengangkat kepalanya.
"Aku ikut, Kek."
"Tak ada yang memaksa bila kau menolak. Karena, aku sendiri tidak bermaksud mengajak mu."
Kali ini Ayu Wulan menarik napas dalam. Berat
dan rasanya penuh beban. Dilakukannya berulangkali
sampai kemudian dirasakan dadanya begitu lapang.
Kata-kata Dewa Bumi yang bernada berayunayun itu mulai meresap di relung hatinya yang terdalam. "Akan ku coba untuk melakukan apa yang kau katakan itu, Kek," katanya
lembut. "Bagus, Anak ku! Berarti, kau telah membuka
mata dan hatimu, bahwa perjalanan hidup ini meskipun sering dikatakan sangat singkat, tetapi terlalu
panjang untuk kita lalui."
"Apakah guru ku berada di sana juga, Kek?"
"Menurut penglihatan ku yang sudah mulai
mengabur ini, rasanya sahabatku si Manusia Pemarah
sedang menuju ke Gunung Siguntang pula. Dia bersama dengan seorang nenek berkonde yang berjuluk
Bidadari Hati Kejam."
"Aku memang harus mencoba menekan rasa
cintaku ini pada Kang Tirta untuk sementara. Persoalan Guru akan memarahiku atau tidak karena kemungkinan aku tidak bakal berjodoh dengan Kang Tirta, urusan belakangan. Kendati demikian, aku mengharapkan Kang Tirta menjadi pendamping ku kelak,"
batin si gadis sambil menarik napas kembali.
"Bila kau masih memerlukan ketenangan pikiran, kita bisa menunda keberangkatan untuk beberapa
saat. Ayu Wulan segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Kek," sahutnya mantap. "Meskipun masih tersisa rasa sedih yang berbalur
Misteri Tirai Setanggi 2 Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Pertarungan Di Pulau Api 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama