Ceritasilat Novel Online

Imam Tanpa Bayangan 17

Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say Bagian 17


haaaah... haaaah... apakah kau mulai tertarik?" "Hmm! Tak usah banyak bicara lagi, aku hanya mempertimbangkan balas jasa apa yang kau tuntut untuk obat pemunah tersebut!" "Oooh...
rupanya kau ingin tahu?" seru Hoa Pek Tuo.
Sepasang matanya dengan tajam dan dingin menatap wajah Hee Giong Lam tanpa berkedip, ia tahu bahwa Rasul Racun adalah seorang manusia yang sukar untuk dihadapi, manusia macam itu tak mungkin suka dipergunakan olehnya dengan hati rela.
Satu senyuman licik dan misterius segera tersungging di ujung bibirnya, dengan cepat otaknya berputar memikirkan cara yang paling baik untuk menghadapi musuh racunnya itu.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, ia lantas berkata : "Aku hanya menginginkan resep obat Ji-li-biau-hiang mu itu." Air muka Hee Giong Lam seketika berubah hebat, dengan pandangan bergidik ia memandang ke arah Hoa Pek Tuo, peristiwa ini benar-benar menakutkan sekali dan siapa pun tak pernah menduga kalau Hoa Pek Tuo adalah manusia lihay dengan isi perut yang besar pula, begitu buka mulut yang diminta ternyata resep rahasia dari Perguruan Selaksa Racun yang tak pernah diwariskan kepada orang lain.
Resep obat ini kecuali ketuanya sendiri yang boleh mengetahui, sekali pun anak muridnya yang paling menonjol pun tak akan tahu rahasia resep obat ini, tak nyana balas jasa yang dikehendaki orang itu ternyata adalah resep tersebut.
"Apa itu Jit-li-biau-hiang?"" Hee Giong Lam pura-pura berlagak pilon.
Air muka Hoa Pek Tuo berubah hebat, bentaknya : "Kau tak usah banyak bicara lagi, kau sebagai ketua dari Perguruan Selaksa Racun masa tidak tahu tentang obat tersebut" Hey Loo Hee, bersikaplah lebih cerdik, semua barang yang telah diucapkan oleh aku Hoa Loo sianseng selamanya tak pernah meleset, ini hari aku akan berbicara terus terang kepadamu, bila kau tidak memberitahukan resep obat dari Jit-li-biau- hiang maka mulai detik ini juga jangan harap bisa menikmati kehidupan yang aman tenteram.
Ehmm... sudah tahu?"?" "Sebetulnya apa yang kau inginkan" Aku benar-benar tidak tahu..." seru Hee Giong Lam pura-pura bodoh.
"Tak usah mengulur-ulur waktu lagi," tukas Hoa Pek Tuo dengan suara ketus, "tanda-tanda gila segera akan mulai bekerja di dalam tubuhmu, waktu itu sekali pun ada obat juga tak dapat ditolong, kalau kau setuju maka marilah kita bekerja sama, aku membutuhkan resep obat dan kau membutuhkan keselamatan jiwamu, kita berdua sama-sama tidak merugikan satu sama lainnya." Ia tertawa seram, setelah berhenti sebentar ujarnya kembali : "Bagaimana" Aku tidak ingin mendengar lagi jawabanmu yang tidak tahu itu." "Aaai..." akhirnya Hee Giong Lam menghela napas panjang, ia tahu bahwa dirinya tak mungkin bisa meloloskan diri dari cengkeraman rase tua itu lagi, setelah berpikir sebentar katanya : "Pertama-tama kau harus memberi keterangan lebih dahulu kepadaku, buat apa kau minta resep obat itu?" "Hmmm! Tentang soal ini kau tak usah tahu!" "Tidak! Sebelum aku menerima rahasia dari resep mestika itu, aku pernah bersumpah di hadapan sucouku bahwa aku tidak akan menggunakan benda ini secara sembarangan, sebelum dipakai aku harus mengetahui lebih dahulu tujuannya, bila kau tak mau memberitahukan hal itu kepadaku tentu saja aku tak akan memberitahukan rahasia resep itu kepadamu sebelum kuketahui apa sebenarnya kegunaan serta tujuanmu, ketahuilah aku tidak takut mati dan aku bersedia mengorbankan selembar jiwa tuaku ini..." Hoa Pek Tuo tak menyangka kalau Hee Giong Lam bisa begitu keras kepala sehingga tidak sayang- sayangnya untuk mempertaruhkan kehidupannya untuk adu kecerdikan dengan ia sendiri, hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya.
"Benarkah kau sudah tidak maui jiwamu.." "Seluruh kehidupanku telah kuserahkan kepadamu, mau bunuh atau mau siksa kau putuskan sendiri.
Hoa Pek Tuo! Aku pun menyadari, setelah aku tidak berguna dan rahasia itu berhasil kau dapatkan, tak nanti diriku akan kau lepaskan dengan begitu saja..." "Ehmmm...! Rupanya kau pun bisa menduga sampai ke situ, sedikit pun tidak salah aku memang mempunyai rencana untuk membinasakan dirimu, tetapi sekarang keadaannya jauh berbeda, asal resep rahasia Jit-li-biau-hiang berhasil kudapatkan, aku tanggung kau akanku lepaskan dalam keadaan hidup..." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... aku masih tetap dengan perkataan semula, sebelum kau terangkan kegunaannya aku tak nanti akan memberitahukan rahasia tersebut kepadamu, sebab inilah pokok utama yang harus kuketahui lebih dahulu..." Hoa Pek Tuo segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, untuk sesaat ia jadi serba susah dan tak tahu apa yang mesti dilakukan, ia tak mengetahui apa sebabnya Hee Giong Lam memaksa untuk mengetahui kegunaan serta tujuannya, walaupun Rasul Racun itu juga seorang pembunuh manusia yang tak berkedip, tetapi setelah ia mengetahui rahasianya, belum tentu iblis tersebut bersedia untuk bekerja sama dengan dirinya, dan persoalan ini merupakan masalah utama yang memusingkan kepalanya sebab dia tahu bahwa peristiwa ini menyangkut kehidupan banyak orang.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak rase tua she Hoa ini, sepasang matanya segera memancarkan cahaya tajam.
Sambil menatap tubuh Hee Giong Lam tanpa berkedip untuk beberapa saat lamanya ia bungkam dalam seribu bahasa.
Lama sekali... akhirnya dia mengambil keputusan, ujarnya : "Aku bisa memberitahukan maksud serta tujuanku itu, tetapi aku pun ada syaratnya." "Tak usah kau katakan aku pun sudah tahu, bukankah kau suruh aku menutup rahasia..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... bukan, bukan soal itu, aku merasa amat percaya terhadap dirimu.
Sebab ada beberapa macam barang penting milikmu yang berada dalam genggamanku, aku percaya kau tak akan berani membocorkan rahasia ini." "Lalu persoalan apakah yang kau maksudkan?" tanya Hee Giong Lam dengan wajah tercengang.
"Setelah kuberitahukan persoalan itu kepadamu, kau harus memberitahukan kepadaku rahasia resep tersebut, kau tak boleh sengaja menolak atau mempersulit diriku." "Oooh...
kiranya tentang soal itu, baik asal kehidupan serta keselamatanku terjamin, aku pasti akan mengabulkan permintaanmu." Jago Pedang Berdarah Dingin yang menyaksikan kesemuanya itu dari tempat persembunyiannya, seketika timbul perasaan bencinya terhadap Hee Giong Lam, ia merasa Rasul Racun itu terlalu pengecut dan gampang menyerah kepada musuh hanya disebabkan ingin mempertahankan kehidupannya, alis matanya berkerut dan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, ia merasa tak kuat menahan diri dan ingin sekali meloncat turun ke bawah untuk membinasakan Hoa Pek Tuo.
"Chin Siang," bisiknya, "aku mau turun ke bawah dan membunuh mati bangsat tua itu..." "Tunggu sebentar!" cegah Wie Chin Siang sambil menarik tangannya, "aku tahu bahwa membalas dendam adalah suatu urusan yang amat penting, tetapi racun Jit-li-biau-hiang milik Hee Giong Lam pun merupakan suatu jenis racun yang maha dahsyat, ditinjau dari keinginan Hoa Pek Tuo yang begitu besar untuk mendapatkan benda itu, bisa diduga kalau ia mempunyai suatu rencana besar yang luar biasa sekali, kesempatan seperti ini jarang sekali ditemui, kenapa kau mesti terburu napsu, tunggulah sebentar dan mari kita dengarkan dahulu apa rencana busuknya itu..." Diam-diam Pek In Hoei menghela napas panjang, ia merasa kagum sekali terhadap pikiran yang terang serta pengertian dari Wie Chin Siang, dia tahu Hoa Pek Tuo bukan cuma memusuhi dirinya seorang, boleh dibilang seluruh umat dunia persilatan adalah musuh- musuhnya, bila pada saat ini dia bisa menggunakan kesempatan baik itu untuk mencari dengar rencana busuknya, hal ini boleh dibilang merupakan suatu pertolongan yang besar bagi umat dunia persilatan.
Ia menggelengkan dengan gemas sambil gumamnya : "Yaah...
terpaksa aku harus membiarkan dia untuk hidup beberapa jam lebih lama lagi..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... " sementara itu Hoa Pek Tuo yang mendengar bahwa Hee Giong Lam telah menyanggupi permintaannya, karena girang ia segera tertawa terbahak-bahak, sorot matanya memancarkan cahaya gembira yang sukar dikendalikan lagi, serunya : "Loo-Hee, kau memang tidak malu disebut sebagai seorang manusia yang cerdik!" "Hmm! Tak usah mengucapkan hal-hal yang sama sekali tak berguna, cepat beritahukan kepadaku apa rencanamu itu!" Senyuman yang semula menghiasi ujung bibir Hoa Pek Tuo seketika lenyap tak berbekas, ujarnya : "Kau tentu ingin tahu bukan, apa sebabnya selama banyak tahun aku orang she Hoa selalu berusaha menerbitkan keonaran di dalam dunia persilatan" Tujuanku bukan lain adalah untuk mewujudkan suatu pekerjaan besar dan mendirikan suatu kekuatan besar di dalam dunia persilatan yang penuh dengan pertikaian ini agar dipuji dan disanjung oleh setiap orang, tetapi selama ini meskipun aku telah menggunakan segenap kekuatan yang kumiliki untuk menciptakan beberapa macam peristiwa besar yang menggetarkan seluruh jagad, tetapi hasil yang kucapai masih terbatas sekali, baik para jago dari golongan lurus maupun para jago dari golongan sesat masih belum tunduk semua kepadaku..." "Hmmm...
hal itu disebabkan cara hidupmu yang terlalu sadis dan kejam," sambung Hee Giong Lam sambil tertawa dingin, "setiap kali ingin membutuhkan tenaga seseorang maka orang itu dirayu dan disanjung dengan kata-kata yang manis, dengan menggunakan cara apa pun berusaha untuk mendapatkan tenaganya, tetapi setelah nilai dari orang itu hilang maka kau akan rubah muka tak kenal sahabat, bukan saja terhadap orang-orang yang pernah membantu dirimu itu tak kenal budi, bahkan berusaha keras dengan menggunakan pelbagai cara yang paling keji untuk mencelakai jiwanya, di sinilah terletak pangkal kekalahan yang harus kau terima...
mengerti bangsat?" Seakan-akan perkataan itu merupakan anak panah yang bersarang telak di atas ulu hatinya, air muka Hoa Pek Tuo seketika berubah hebat, dengan penuh kegusaran dia melotot ke arah lawannya, hampir saja hawa napsunya dilampiaskan.
Tetapi malam ini ia tidak berbuat demikian, wajahnya perlahan-lahan berubah jadi tenang kembali, katanya dengan suara hambar : "Aku tidak membantah kalau aku pernah melakukan perbuatan semacam itu, tetapi hal itu kulakukan karena keadaan yang terpaksa, kau mesti tahu bila seseorang ingin muncul dalam dunia persilatan dan ingin jadi terkenal maka orang itu harus berani bertindak keji, harus berani melakukan perbuatan yang tak berani dilakukan orang lain, bagiku yang penting adalah cita-citaku tercapai dan apa yang kuhendaki bisa terpenuhi, aku tak mau ambil peduli dengan cara apakah aku berbuat apa yang dikatakan orang di belakang tubuhku..." Hee Giong Lam terkejut mendengar perkataan itu, terhadap kelicikan serta kekejian dari rase tua yang berhati iblis ini ia pun lebih mengerti setingkat, ia tahu tak ada gunanya membicarakan tentang masalah itu dengan dirinya, maka otaknya segera berputar mulai mencari akal untuk digunakan menghadapi rase tua itu...
Setelah mendengus dingin, ujarnya : "Kau menganggap enteng apa yang akan menamatkan riwayatmu, kau mesti tahu betapa benci dan mendendamnya orang-orang yang pernah kau gunakan itu, mereka akan tinggalkan dirimu satu per satu, di belakangmu menjelek-jelekkan kau dan menyiarkan kabar ini kepada orang lain, menanti semua orang sudah mengetahui manusia macam apakah dirimu itu maka tak akan ada manusia yang berani berhubungan dengan dirimu lagi..." "Huuh...! Kau anggap manusia-manusia yang datang kepadaku benar-benar untuk mengikat tali persahabatan," jengek Hoa Pek Tuo sinis, "Lo Hee kau keliru besar, pada jaman sekarang yang punya kekuatan dialah kakak dan siapa punya uang dia adalah nenek moyang, selama aku Hoa Pek Tuo masih punya kekuatan aku percaya masih ada orang yang datang menggabungkan diri dengan diriku, kau jangan lupa uang bisa malang melintang dan kekuasaan bisa mencabut gunung, selama kita masih dapat menguasai ke-dua macam hal tersebut di atas maka entah berapa banyak manusia yang secara sukarela akan datang menyumbangkan tenaganya, karena hanya berbuat demikianlah mereka baru bisa hidup dan dengan berbuat begitu saja keselamatan mereka baru terjamin..." "Tetapi banyak orang yang tidak bisa digerakkan oleh emas dan kekuatan..." bantah Hee Giong Lam.
"Haaaah... haaaah... haaaah... itu gampang sekali!" seru Hoa Pek Tuo sambil tertawa terbahak-bahak, "asal di tangan yang satu kau memegang pisau dan di tangan lain kau membawa uang, sehingga kalau tak usah menggunakan uang lantas memakai pisau, dalam keadaan demikian tak mungkin ada orang yang demikian tololnya hingga lebih suka memilih pisau daripada uang..." "
"Dan sekarang kau akan menggunakan cara ini untuk menghadapi diriku..." seru Hee Giong Lam dengan wajah menghina.
Hoa Pek Tuo segera menggelengkan wajahnya.
"Untuk menghadapi dirimu aku rasa ke-dua macam benda itu mungkin tak akan mendatangkan hasil apa- apa, sebab bagaimana pun juga kau sebagai seorang ketua dari suatu perguruan masih dihormati sebagai seorang angkatan tua di dalam Perguruan Selaksa Racun dan aku menghormati dirimu sebagai pria sejati, karena itu aku tidak bersedia menggunakan cara tersebut untuk menghadapi dirimu..." "Hmmm!" Hee Giong Lam mendengus dingin, satu senyuman yang mengandung rasa benci dan dendam yang amat tebal tersungging di ujung bibirnya, ia berseru : "Hmmm! Kecuali menggunakan dua macam cara itu, aku percaya kau masih belum memiliki cara lain untuk menghadapi diriku..." hpg gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kenapa kau begitu bodoh dan tololnya sehingga keadaan yang begitu gampang pun tak bisa kau temukan," ia berhenti sebentar dan mendengus penuh penghinaan, "untuk menghadapimu terpaksa akua harus menyerang titik kelemahanmu, dan untuk menguasai engkau aku tak butuh menggunakan uang atau senjata, aku akan membuat engkau menuruti semua perintahku dengan hati rela dan sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan..." "Oooh...
jadi kau telah berhasil menangkap titik kelemahanku itu?" Sepasang sorot mata Hoa Pek Tuo berkilat, dia mengangguk.
"Sedikit pun tidak salah, dan titik kelemahanmu itu justru terletak di dalam hati kecilmu sendiri.
Lo Hee, bukankah kau amat menyayangi Kong Yo Siok Peng" Aaaah! Memang benar, dia adalah seorang bocah perempuan yang menyenangkan sekali, asal aku berbuat sesuatu di atas tubuhnya, aku percaya kau tentu akan menyerah kalah." Hee Giong Lam amat terperanjat setelah mendengar perkataan itu, ia tak menyangka kalau Hoa Pek Tuo adalah manusia yang demikian kejinya sehingga terhadap putri angkatnya pun ia tak mau lepaskan, memang benar dia amat menyayangi Kong Yo Siok Peng, jago racun yang selama hidupnya tak pernah tunduk kepada orang lain ini hanya tunduk dan menurut sekali terhadap setiap perkataan dari putrinya, apa yang diminta gadis itu selamanya selalu dipenuhi, belum pernah ia mengecewakan hati dara tersebut.
Dengan wajah terperanjat dan suara gemetar ia berseru : "Kenapa...
kenapa kau berpikir sampai ke tubuhnya?" "Haaaah...
haaaah... haaaah... sejak tempo hari Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menolong dirimu, aku telah mengetahui betapa cinta dan sayangnya putrimu itu kepadamu, timbullah satu ingatan di dalam benakku untuk menggunakan cara ini guna membekuk dan menundukkan hatimu." "Kau terlalu kejam!" jerit Hee Giong Lam dengan hati terkesiap.
"Hmmm! Tidak... tidak seserius itu, selamanya beginilah caraku hidup sebagai manusia, asal tujuanku bisa tercapai peduli amat dengan cara yang paling keji sekali pun akan kulakukan, obat gila yang kucekokkan kepadamu itu pun baru suatu permulaan dari usaha besarku..." "Setelah aku jadi gila hal itu tak akan mendatangkan manfaat apa-apa bagimu..." bentak Hee Giong Lam gusar.
Hoa Pek Tuo tertawa dingin.
"Aku ingin membuat kau jadi edan sehingga tiap orang merasa takut untuk mendekati dirimu, sehingga anak angkatmu sendiri juga takut untuk bertemu dengan engkau...
aku ingin merubah sama sekali kesan putrimu terhadap kau, agar di dalam hati kecilnya selalu membekas kesan yang jelek." "Bajingan...
kau... kau hendak mencelakai diriku hingga keadaan yang begitu mengenaskan...
kau bangsat berhati binatang," teriak Hee Giong Lam setengah kalap.
Melihat lawannya jadi panik, Hoa Pek Tuo semakin bangga lagi, serunya kembali : "Hanya dengan ancaman begitulah kau baru suka membicarakan syarat dengan diriku, kalau tidak mengapa kau mesti membuang tenaga serta pikiran yang demikian banyaknya untuk menangkap kembali kalian ayah dan anak." "Hmmmm...
hanya disebabkan ingin memperoleh resep rahasia Jit-li-biau-hiang kau begitu tega menggunakan cara yang paling keji untuk menghadapi aku Hee Giong Lam, hatimu memang hati serigala...
kau terkutuk untuk selamanya..." "Ooooh...
tentu saja aku harus bersikap demikian kepadamu, karena aku tahu di kolong langit hanya kau seorang yang memiliki rahasia dari resep Jit-li- biau-hiang tersebut, aku percaya tak seorang manusia pun di kolong langit yang mengetahui cara pembuatan dari obat racun keji tersebut, dalam pandanganmu resep tersebut hanya merupakan suatu kepandaian rahasia, sebaliknya bagiku merupakan suatu kebutuhan, juga merupakan sejenis senjata ampuh, dengan senjata ampuh itu aku bisa melenyapkan berpuluh-puluh orang musuh besarku, dengan benda itu pula aku bisa merajai seluruh kolong langit tanpa tandingan, sekali pun selama ini aku telah bersusah payah tetapi pengorbananku itu tak seberapa kalau dibandingkan dengan hasil yang bakal terjadi, coba pikirlah bukankah perkataan itu benar?" Hee Giong Lam menghela napas sedih.
"Kau memang lihay...
kau memang hebat... aku orang she-Hee merasa kali ini sudah jatuh kecundang di tanganmu," serunya.
Hoa Pek Tuo tertawa seram.
"Engkau bisa memahami akan persoalan ini membuat hatiku merasa amat gembira," serunya, "sekarang kau dapat menggunakannya untuk bertukar dengan diriku, inilah persoalan yang paling adil di kolong langit, aku tak bakal merugikan dirimu..." "Kau belum memberitahukan apa tujuanmu kepadaku," sahut Hee Giong Lam sambil tertawa seram, "karena itu aku tidak akan memberitahukan kepadamu!" "Hmm...! Sekarang tentu kau tahu di mana lihaynya hubungan ini, tahu atau tidak bukanlah urusan yang terlalu penting bagimu, demi kemanfaatan ke-dua belah pihak aku lihat lebih baik kau tak usah tanyakan lagi persoalan itu kepadaku." "Hal ini sama sekali berbeda," teriak Hee Giong Lam dengan gusar, "racun Jit-li-biau-hiang merupakan obat rahasia yang ditinggalkan cou-su Perguruan Selaksa Racun kami, setiap generasi hanya ciangbunjin-nya saja yang bisa menggunakan ilmu tersebut, aku tak bisa menjual cou-su ku karena engkau tak mau memberitahukan apa tujuanmu..." "Hmmm....! Cou-su ya mu toh sudah mati beberapa tahun," jengek Hoa Pek Tuo dengan nada seram, "aku percaya bahwa kematian cou-su ya mu itu tidak lebih penting daripada keselamatan jiwa putrimu pada saat ini, kau anggap perkataan dari aku orang she Hoa benar atau tidak?" "Sama sekali berbeda," air muka Hee Giong Lam nampak serius dan keren sekali, "meskipun aku Hee Giong Lam bukan manusia dari kalangan lurus, akan tetapi aku tak akan sudi melakukan tindakan serta perbuatan yang melanggar serta mengkhianati cou-su ya perguruan sendiri, karena sewaktu racun Jit-li-biau- hiang tersebut diwariskan kepadaku, aku pernah angkat sumpah di hadapan lukisan cou-su ya kami bahwa ilmu tersebut tak akan kupergunakan dengan sembarangan sebelum aku mengetahui tujuan serta maksudnya, aku tak akan melanggar peraturan pantangan dari perguruan kami hanya disebabkan putri angkatku, Hoa Pek Tuo! Perkataanku hanya sampai di sini saja, mau kau katakan kepadaku atau tidak itu semua terserah pada keputusanmu sendiri!" Hoa Pek Tuo termenung dan berpikir sebentar, ia tahu terhadap manusia semacam Hee Giong Lam memang paling sukar dilayani, demi mendapatkan rahasia cara pembuatan racun lihay Jit-li-biau-hiang, terpaksa untuk pertama kalinya dia harus tunduk kepada si Rasul Racun tersebut, seolah-olah mengambil keputusan di dalam hati kecilnya ia berseru lantang : "Baiklah! Akan kuberitahukan padamu, ketahuilah bahwa di dalam dunia persilatan partai Siau-lim, partai Bu tong serta partai Hoa-san lah yang merupakan perguruan dengan pengaruh terbesar di dunia persilatan, dan tiga partai itu pula merupakan partai yang paling lurus di antara semua perguruan yang ada di kolong langit, kau tentu sadar bukan bahwa untuk menundukkan hati mereka semua sehingga ke- tiga partai besar itu rela membantu usahaku bukanlah suatu pekerjaan yang sangat gampang, aku telah mengutus orang sebanyak beberapa kali untuk menyampaikan maksud hatiku itu, namun sampai sekarang belum ada juga jawabannya." Ia tarik napas panjang lanjutnya : "Yang paling pusingkan kepala lagi jika ke-tiga partai tersebut bersatu padu dan bekerja sama untuk menentang kekuasaanku, aku tahu di antara ke-tiga partai tersebut, semuanya merupakan partai yang terbesar di dunia persilatan, berada dalam keadaan begini aku tak boleh membiarkan kekuasaan serta pengaruh mereka bertambah besar, satu-satunya jalan yang bisa kulakukan untuk mengatasi situasi semacam ini hanyalah menumpas dan memusnahkan mereka semua tanpa diketahui dan disadari oleh mereka, tentu saja pekerjaan ini bukan suatu perbuatan yang terlalu gampang..." "Maka dari itu kau lantas berpikir hendak menggunakan bubuk racun Jit-li-biau-hiang untuk menumpas serta melenyapkan seluruh musuh-musuh yang menentang dirimu itu, bukankah begitu?" sambung Hee Giong Lam dengan cepat.
Dengan pandangan dingin ditatapnya wajah Hoa Pek Tuo tanpa berkedip, lalu tambahnya : "Caramu itu benar-benar terlalu keji dan tidak mengenal akan peri kemanusiaan." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... peduli amat keji atau tidak, berperikemanusiaan atau tidak, yang kupikirkan dan kuperhatikan adalah berhasil atau tidak caraku itu," sahut Hoa Pek Tuo sambil menyeringai seram.
"Hmmm!" Hee Giong Lam tertawa dingin, "kau hanya tahu bagaimana caranya mencapai cita-cita pribadimu...
kau cuma tahu memuaskan ambisi pribadimu...
tahukah kau sampai di manakah daya hancur yang diakibatkan racun Jit-li-biau-hiang tersebut" Racun itu akan memusnahkan beribu-ribu lembar jiwa kehidupan..." Hoa Pek Tuo tertegun kemudian serunya : "Aku hanya tahu bahwa bubuk racun itu sangat lihay namun belum kuketahui dengan pasti sampai di manakah kekuatan daya hancur yang dimiliki sari racun tersebut, kau toh seorang ahli di dalam penggunaan pelbagai macam racun, dapatkah kau beritahukan sedikit keterangan mengenai persoalan ini..." "Kelihayan dari bubuk racun Jit-li-biau-hiang bukan hanya ditujukan pada satu orang belaka, asalkan racun itu disebarkan sedikit saja di udara maka sebuah kehidupan yang berada di lingkungan radius tujuh li akan mati keracunan dan musnah jadi segumpal air bercampur darah, dan akhirnya tulang belulang mereka pun akan ikut musnah dan lenyap tak berbekas...
keadaan itu boleh dibilang sama halnya membunuh orang tanpa meninggalkan jejak, sampai bukti mayat pun tidak kelihatan, coba bayangkan benda selihay itu apakah bisa kuberitahukan kepada orang lain secara sembarangan..." Hoa Pek Tuo segera menengadah dan tertawa terbahak-bahak : "Haaaah...
haaaah... haaaah... semakin dahsyat daya penghancur yang dimiliki racun itu semakin bernapsu aku untuk memilikinya...
asal kusebarkan sedikit saja racun itu di antara tiga partai besar maka dalam waktu singkat semua anggota perguruan besar itu akan mengalami kemusnahan; dalam waktu yang amat singkat tiga partai besar dari dunia persilatan akan lenyap dari permukaan bumi dan orang kangouw pasti tak akan mengira para anggota dari ketiga partai besar itu secara tiba-tiba lenyap tak berbekas...
Haaaah... haaaah... haaaah... Loo Hee! Aku berterima kasih sekali kepadamu karena engkau suka memberitahukan kesemuanya itu kepadaku, kalau tidak aku masih belum tahu kalau racun itu memiliki kelihaian sampai sejauh itu..." "Hmmm! Yang mengalami kemusnahan bukan cuma ke-tiga partai itu saja, masih banyak yang akan menerima kematian akibat perbuatanmu itu..." "Siapa lagi yang akan ikut merasakan akibat dari penyebaran bubuk racun itu..." tanya Hoa Pek Tuo tertegun.
Dengan gusar Hee Giong Lam mendengus.
"Orang-orang yang berdiam di sekitar tempat kejadian serta binatang peliharaan atau pun binatang apa pun yang kebetulan berada di sekitar sana akan mengalami kemusnahan total...
masih ada lagi orang- orang yang kebetulan lewat di tempat itu, kesemuanya akan mati dan berubah jadi gumpalan darah..." Hoa Pek Tuo tertawa terbahak-bahak, buru-buru ia perintahkan ke-dua orang pria anak buahnya untuk melepaskan Hee Giong Lam, satu senyuman licik yang menyeramkan tersungging di ujung bibirnya, perlahan-lahan ia maju ke depan dan menepuk bahu Rasul Racun tadi, katanya : "Lo Hee, kau betul-betul hebat! Rupanya kerja sama di antara kita sudah pasti akan terjalin sekarang aku baru tahu bahwa engkau sangat berguna bagiku, di kemudian hari aku masih membutuhkan banyak obat- obatan darimu." Terhadap sanjungan dan pujian yang dilontarkan rase tua yang licik dan kejam itu kepadanya, bukan saja Hee Giong Lam sama sekali tidak merasa girang atau senang justru malahan hatinya terjelos, dia tahu Hoa Pek Tuo sedang berusaha keras membaiki dirinya, semua tindak-tanduknya itu dilakukan bukan lain untuk mendapatkan bubuk racun Jit-li-biau-hiang.
Ia segera menggertak gigi kencang-kencang dan menatap wajah rase tua yang licik itu dengan pandangan berapi-api, teriaknya : "Terima kasih banyak atas sanjungan dan pujianmu itu, sayang sekali aku tidak ingin bekerja sama dengan dirimu."
"Apa?" teriak Hoa Pek Tuo keras-keras, saking gusarnya dia sampai mencak-mencak seperti monyet kena terasi...
kau berani menentang diriku..." Kurang ajar...
Kau berani tak mau bekerja sama dengan aku...
rupanya kau sudah bosan hidup." "Hmmm! Kenapa engkau mesti bingung dan kaget" Walaupun aku Hee Giong Lam sudah mencelakai banyak orang, sudah membunuh beberapa orang namun jumlahnya masih terbatas sekali, jika kubuatkan bubuk racun Jit-li-biau-hiang tersebut untukmu, maka korban yang menemui ajalnya akan semakin banyak...
perbuatan semacam itu benar- benar merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan serta tujuan Perguruan Selaksa Racun kami, oleh sebab itu aku sudah mengambil keputusan untuk mempertaruhkan selembar jiwa tuaku ini, tak nanti kuberitahukan kepadamu bagaimana caranya membuat bubuk racun Jit-li-biau- hiang." "Kau sudah bosan hidup" Kau pengin modar?" teriak Hoa Pek Tuo teramat gusar.
Hee Giong Lam tarik napas panjang.
"Bukankah aku telah menyatakan sikapku" Bukankah pendirianku sudah tercermin jelas sekali" Kalau engkau ingin membinasakan diriku, lakukanlah sekarang juga sekehendak hatimu...
aku Rasul Racun tak akan mengerutkan dahi menerima siksaan darimu itu...
sekali pun disiksa atau dihukum mati aku Hee Giong Lam tak akan merasa gentar..." Air muka Hoa Pek Tuo berubah jadi jelek dan sangat tak enak dilihat, keadaannya jauh lebih menyeramkan daripada sesudah digaplok orang, otot hijau di wajahnya pada menonjol keluar, saking gusarnya sekujur tubuhnya sampai gemetar keras.
Serunya dengan penuh kebencian : "Aku sama sekali tidak bermaksud untuk membunuh dirimu, engkau telah menelan obat gilaku dan sebentar lagi penyakit tersebut akan mulai bekerja dalam tubuhmu...
waktu itu... jika Kong Yo Siok Peng menyaksikan keadaanmu yang edan...
keadaanmu yang menyeramkan itu...
Haaaah... haaaah... haaaah... bisa dibayangkan bagaimana indahnya pemandangan ketika itu..." Tiba-tiba Hee Giong Lam tertawa dingin.
"Jangan lupa aku sendiri pun seorang ahli di dalam menggunakan pelbagai macam racun," serunya, "obat edanmu belum tentu mampu merubuhkan aku...
Hoa Pek Tuo, aku lihat tindakanmu kali ini mungkin akan menemui kegagalan total." "Haaaah...
haaaah... haaaah... kepandaian Lo Hee di dalam menggunakan pelbagai ilmu beracun memang amat mengagumkan hatiku, tetapi kau telah melupakan sesuatu yakni obat edan itu sengaja kudatangkan dari wilayah Biau dan khusus ditujukan untuk manusia yang mempunyai daya lawan terhadap racun dalam tubuhnya, aku tahu obat biasa tak mungkin akan mendatangkan hasil apa-apa terhadap dirimu, maka sengaja kucampuri pula beberapa jenis obat dalam obat edan tersebut, sekali pun engkau punya kepandaian yang sangat tinggi, aku percaya engkau tak akan mampu untuk memecahkan obat-obat-an yang telah kubuat sendiri itu, kalau kau tidak percaya cobalah untuk mengerahkan tenaga." Hee Giong Lam merasa hatinya tercelos dan muncullah rasa bergidik dari dasar hatinya, ia mengetahui jelas sampai di manakah kemampuan yang dimiliki kakek licik she Hoa itu, orang ini bukan saja memiliki kemampuan yang luar biasa dalam ilmu silat, ilmu menggunakan racun yang berhasil dikuasai olehnya pun tidak kalah hebatnya, setelah orang itu mengucapkan dengan begitu meyakinkan berarti bahwa apa yang telah terjadi kemungkinan besar memang begitulah kenyataannya.
"Jalan pikiranmu benar-benar amat sempurna..." akhirnya ia berseru dengan hati bergetar keras.
Di dalam menggunakan pelbagai racun orang ini mempunyai suatu cara yang khusus untuk mencoba apakah dirinya keracunan atau tidak, ketika ujung lidahnya dijilatkan di atas langit-langit mulutnya ia telah tahu bahwa dirinya keracunan, dan dari situ pula ia sadar bahwa apa yang diucapkan Hoa Pek Tuo bukan gertak sambal belaka.
Justru karena itulah Hee Giong Lam merasakan hatinya bergetar keras, bagi seseorang yang kebal terhadap pelbagai macam racun, bila satu kali keracunan maka akibatnya akan mengerikan sekali, racun tersebut akan memancing bekerjanya racun- racun lain di dalam badan, dalam keadaan begitu tiada kesempatan lagi baginya untuk menyelamatkan diri.
Sekarang ia tahu bahwa ajalnya sudah hampir tiba, dan saat kemusnahan bagi dirinya sudah ada di depan mata, dengan gusar bercampur mendongkol teriaknya : "Hoa Pek Tuo, sekali pun berubah jadi setan aku tetap datang mencari dirimu." Kakek licik itu mendengus dingin."Hmmm! Lihatlah di atas alismu telah muncul hawa hijau yang tebal....
itu manandakan bahwa racun di dalam sudah akan mulai bekerja..." Sedikit pun tidak salah, tidak selang beberapa saat kemudian keringat dingin sebesar kacang kedelai mulai mengucur keluar membasahi jidat Hee Giong Lam, hawa hijau yang amat tebal menyelimuti sekeliling alisnya dan sepasang matanya melotot besar.
Kian lama tubuhnya gemetar semakin keras, air mukanya menunjukkan perubahan yang sangat aneh, inilah suatu pertanda kalau seseorang akan berubah jadi gila...
Rupanya Hee Giong Lam menyadari akan keadaan tersebut, dengan sorot mata memancarkan rasa ngeri dan ketakutan ia melotot ke arah Hoa Pek Tuo.
Sebelum pikiran terakhir yang sadar lenyap dari benaknya, tokoh silat yang pandai menggunakan racun ini bertekad untuk melakukan adu jiwa, ia menatap wajah musuhnya tajam-tajam sementara otaknya berputar : "Sekarang juga aku bakal musnah...
sebentar lagi ingatanku jadi hilang dan aku bakal gila...
toh Hoa Pek Tuo telah memusnahkan diriku, aku tak boleh membiarkan dia hidup sendiri dengan riang gembira, paling sedikit aku harus pertaruhkan sisa tenagaku untuk berusaha keras melenyapkan rase tua ini dari muka bumi..." Berpikir sampai di situ sepasang matanya kontan melotot tajam, teriaknya setengah menggembor : "Hoa Pek Tuo, tahukah engkau apa yang hendak kulakukan saat ini?"?" "Kau hendak mencari aku untuk mengadu jiwa!" jawab Hoa Pek Tuo dengan nada dingin.
Jawaban tersebut menegunkan hati Hee Giong Lam, serunya dengan nada tercengang: "Oooh! Rupanya kau telah mengetahui segala- galanya." Pada saat ini kewaspadaan dalam hati Hoa Pek Tuo telah muncul, segenap tenaga dalam yang dimilikinya telah dihimpun mengelilingi seluruh tubuhnya, ia mengetahui jelas tentang kemampuan yang dimiliki lawannya, karena itu menghadapi musuh yang hampir gila, kakek licik yang berhati kejam ini tak berani bertindak gegabah, napsu membunuh menyelimuti wajahnya dan ia berkata dengan nada dingin : "Aku orang she Hoa sudah setengah abad lamanya berkelana di dalam dunia persilatan, manusia macam apa pun pernah kujumpai dan kejadian apa pun pernah kualami, dari perubahan sikap serta wajah orang aku yakin masih mampu untuk menebak isi hatinya...
oleh karena itu semua yang sedang kau pikirkan di dalam hati, asal terlintas di atas wajahmu maka aku bisa menebaknya dengan tepat.
Lo Hee, bertindaklah yang cerdik...
jangan melakukan tindakan yang nekad, pada sisa waktu yang amat terbatas ini lebih baik pergunakanlah untuk memikirkan kejadian yang telah lampau kalau tidak maka di kemudian hari kau tak akan memperoleh kembali kesempatan untuk mengenang kejadian yang telah lampau..." "Aku tidak butuh mengenang kembali kejadian yang telah lampau...
Hoa Pek Tuo sekarang yang kubutuhkan adalah bagaimana caranya membinasakan dirimu, kau harus berhati-hati...
sebab dalam serangan yang bakal kulancarkan sekarang akan kugunakan semua jurus yang mematikan..." Meskipun dalam hati kecilnya Rasul Racun dari Perguruan Selaksa Racun ini sudah timbul hasratnya untuk melakukan adu jiwa, akan tetapi ia tak berani turun tangan secara gegabah, sebab pihak lawan bagaimana pun juga merupakan seorang jago yang sangat lihay, asal serangannya mengalami kegagalan niscaya tak ada kesempatan lain yang bisa dipergunakan lagi, oleh sebab itu ia selalu menantikan kesempatan yang terbaik untuk turun tangan.
Sayang pihak lawan melakukan persiapan pula dengan ketatnya, hal ini membuat Hee Giong Lam selalu gagal untuk mencari suatu kesempatan baik yang terasa paling sesuai baginya.
Terdengar Hoa Pek Tuo tertawa dingin lalu berkata : "Kau tak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan hasratmu itu, dan kepandaian yang kau miliki pun tak akan berhasil membuat cita-citamu itu tercapai, sekarang bukannya aku tidak memberi peluang kepadamu, tetapi aku berani bertaruh bahwa engkau tak berani turun tangan bukankah begitu?" Hee Giong Lam tertawa dingin, perlahan-lahan dia singkap telapak tangannya ke atas sambil berseru : "Aku pikir engkau pun tak akan berani menyambut pukulan ini!" "Hmmm! Yang penting dicobalah lebih dahulu, bukan saja aku berani untuk menerimanya bahkan aku pun akan balas menyerang sehingga membuat dirimu terluka..." Diam-diam Hee Giong Lam bergirang hati mendengar ucapan itu, tiba-tiba ia membentak keras telapak kanannya laksana kilat melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke depan.
Serangan itu dilakukan begitu hebat dan cepat sehingga sama sekali di luar dugaan Hoa Pek Tuo, ia tak mengira kalau berada dalam keadaan begini tenaga dalam yang dimiliki musuhnya masih begitu lihay dan hebatnya...
Angin pukulan bagaikan titiran hujan badai meluncur kemudian dengan cepatnya...
Blaaam! Di tengah udara terjadilah suatu ledakan keras yang menggetarkan seluruh permukaan bumi.
"Akan kusambut datangnya pukulan itu..." jengek Hoa Pek Tuo sambil ayun telapaknya.
Terhadap datangnya angin pukulan yang keras dan dahsyat yang sedang meluncur datang itu bukan saja kakek licik berhati kejam ini tidak pandang sebelah mata pun bahkan ia sama sekali memandang hina.
Menanti angin pukulan yang dipancarkan lawan hampir mengenai tubuhnya, waktu itulah telapaknya tiba-tiba didorong ke muka dan menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
Blaaaam...! Di tengah udara kembali terjadi ledakan dahsyat yang memekakkan telinga, desiran angin tajam berhamburan ke empat penjuru...
dengan badan tergetar Hoa Pek Tuo mundur selangkah ke belakang, keadaannya masih tetap tenang saja seakan-akan sama sekali tak pernah terjadi suatu kejadian apa pun.
"Aduuuh..." keadaan Hee Giong Lam tak seenteng itu, dia menjerit kesakitan dan secara beruntun mundur tujuh delapan langkah ke belakang, darah kental mengucur keluar dari ujung bibirnya, dengan wajah pucat pias bagaikan mayat ia melotot ke arah Hoa Pek Tuo tanpa berkedip.
Bagian 41 "BAGAIMANA?" ejek Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin, "perkataanku sama sekali tidak salah bukan?" Senyuman yang penuh ejekan tersungging di bibirnya yang telah keriput, seakan-akan kakek licik yang berhati kejam ini sedang merasa bangga dan senang karena pukulan yang dilancarkan barusan mendatangkan hasil seperti apa yang diharapkan.
Hee Giong Lam menengadah dan tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... sedikit pun tidak salah, di dalam hal ini engkau memang berhasil duduk di atas angin..." "Huuuh...
kalau kudengar dari nada ucapanmu itu, seakan-akan kau menunjukkan bahwa engkau pun berhasil mendapatkan suatu hasil...
Hmm! Lo Hee, aku sudah terlalu tahu watak serta perangaimu, aku tahu engkau sedang menyembunyikan suatu perasaan, kalau ada perkataan utarakan saja secara terus terang, mungkin aku bisa memenuhi harapanmu itu..." "Hmmm!" dengan bangga Hee Giong Lam mendengus, "Hoa heng, apakah kau tidak merasakan suatu gejala yang kurang beres dalam tubuhmu..." Coba rasakan." Ucapannya sama sekali berubah dan seakan-akan Rasul Racun ini merasa berbangga hati dengan hasil yang berhasil dicapai, hal ini membuat Hoa Pek Tuo jadi melongo dan ragu.
Setelah termenung beberapa saat, akhirnya kakek tua yang licik itu mendengus, sahutnya : "Aku berada dalam keadaan baik sekali." "Hmmmm! Ketika sepasang telapak kita saling membentur satu sama lainnya tadi, aku telah mengeluarkan racun tak berwujud dari Perguruan Selaksa Racun kami, dalam keadaan yang tidak berbentuk dan tidak terasa engkau sudah keracunan hebat...
dan mungkin pada ini tubuhmu sudah penuh terkena racun keji itu." Hoa Pek Tuo segera menengadah dan tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kau anggap racun tanpa bayangan mampu untuk melukai diriku?" ejeknya.
"Racun tanpa bayangan mampu membunuh orang tanpa wujud dan tanpa terasa, aku sudah mendalami kepandaian tersebut selama banyak tahun," kata Hee Giong Lam dengan suara dingin bagaikan es, "aku merasa di antara semua ilmu racun yang kupahami, racun tak berwujud inilah merupakan suatu hasil karya yang patut dibanggakan, agar aku bisa membinasakan dirimu aku telah memilih dan berpikir beberapa waktu lamanya, aku merasa hanya dengan cara itulah engkau bisa kulukai secara parah hingga mengakibatkan kematian dirimu..." "Huuuh...
bagus juga jalan pikiranmu itu!" jengek Hoa Pek Tuo sambil tertawa sinis.
Kong Yo Siok Peng yang sedang kebingungan karena melihat ayah angkatnya berubah jadi gila, sama sekali tidak mempunyai pendirian, mendengar kakek she Hoa itu mempunyai cara untuk mengobati penyakit ayahnya, dia segera berhenti menangis dengan biji mata yang jeli dan bulat ditatapnya wajah Hoa Pek Tuo tanpa berkedip tapi dalam hati kecilnya masih tetap tidak percaya.
"Benarkah engkau mempunyai cara untuk menolong ayah angkatku?" ia bertanya.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... tentu saja, asal aku Hoa Pek Tuo sudah menyanggupi maka semua urusan akan menjadi beres dengan sendirinya, percayalah kepadaku, penyakit edan yang diderita ayah angkatmu itu pasti dapat kusembuhkan." Kong Yo Siok Peng jadi teramat girang buru-buru serunya : "Kalau engkau mampu menyembuhkan sakitnya ayah angkatku, tolonglah dia, tolong sembuhkan penyakitnya." "Tentu saja akan kutolong, tapi sebelum kutolong dirinya maka ada beberapa pertanyaan ingin kuajukan lebih dahulu kepadamu, persoalan ini menyangkut soal mati hidup dari ayah angkatmu, maka engkau harus beritahu kepadaku dengan sejujurnya." Dengan cepat Kong Yo Siok Peng mengangguk.
"Asal engkau sanggup menyembuhkan sakit gila yang diderita ayah angkatku, maka persoalan apa pun akan kuberitahukan kepadamu, sekarang silahkan engkau ajukan pertanyaanmu itu, asal aku tahu tentu akan kuberitahukan kepadamu." Hoa Pek Tuo termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya : "Bukankah sejak kecil kau dibesarkan oleh ayah angkatmu" Banyak urusan yang diketahui ayah angkatmu tentu diketahui pula olehmu bukan" Nah! Semua pertanyaan yang hendak kutanyakan adalah dalam rangkaian persoalan yang menyangkut tentang ayah angkatmu." "Cepat ajukan pertanyaanmu itu," seru Kong Yo Siok Peng sambil membelalakkan matanya bulat-bulat, "aku bisa berusaha keras untuk memberitahukan kepadamu." "Bagus sekali!" seru Hoa Pek Tuo sambil mengangguk, "ayah angkatmu suka melatih pelbagai ilmu beracun dan suka pula melakukan percobaan terhadap makhluk-makhluk beracun, tahukah engkau tentang sejenis benda beracun yang disebut Jit-li-biau-hiang?" Sayang usia Kong Yo Siok Peng masih terlalu muda, ia belum tahu tentang kelicikan serta kepalsuan hati orang di dunia, mendengar Hoa Pek Tuo mengajukan pertanyaan tentang Jit-li-biau-hiang, ia menduga bahwa benda itu pastilah merupakan sejenis bunga atau suatu macam barang pusaka, ia lantas termenung dan berpikir keras.
"Nak ketahuilah bahwa Jit-li-biau-hiang merupakan benda yang penting sekali dan menyangkut tentang keselamatan ayah angkatmu," ujar Hoa Pek Tuo lagi dengan suara serius, "sakit edannya itu baru bisa disembuhkan bila terdapat Jit-li-biau-hiang tersebut, coba pikirlah baik-baik, pernahkah ayah angkatmu membicarakan tentang hal tersebut dengan dirimu." Yang dipikirkan Kong Yo Siok Peng pada saat ini hanyalah bagaimana caranya menolong Hee Giong Lam dari sakit edannya, ia tidak menduga kalau Hoa Pek Tuo mempunyai tujuan lain, menyaksikan orang itu bicara dengan sungguh-sungguh, gadis itu segera merasa bahwa urusan serius sekali.
Setelah termenung sebentar ia lantas berkata : "Kalau begitu, biarlah aku pikir sebentar!" Dia adalah seorang anak kecil yang masih polos dan kekanak-kanakannya belum hilang, apa yang dipikir segera dilakukan, sambil berdiri di tengah kalangan ia termenung dan berpikir keras, seluruh perhatiannya ditujukan pada kata Jit-li-biau-hiang tersebut.
Melihat keseriusan dan kesungguhan gadis itu berpikir, Hoa Pek Tuo tidak berani mengganggu ketenangannya, ia tahu satu-satunya harapan baginya untuk mendapatkan Jit-li-biau-hiang hanya terletak di atas pundak gadis ini, sebagai seorang manusia licik yang pandai melihat gelagat, Hoa Pek Tuo sadar bahwa inilah satu-satunya kesempatan yang dia miliki, dengan pandangan tegang bercampur kuatir ditatapnya wajah Kong Yo Siok Peng tanpa berkedip.
"Aaaah... aaaah... aaaah..." Suara dari teriakan aneh yang keras tajam dan mengerikan berkumandang keluar dari mulut Hee Giong Lam yang berada di belakang Hoa Pek Tuo, teriakan aneh tersebut menggusarkan hati kakek licik itu, dia takut teriakan-teriakan itu akan mengacaukan pikiran Kong Yo Siok Peng.
"Eeei... apa yang kau teriakkan?" bentaknya penuh kegusaran sambil berpaling.
Setelah mencak-mencak dan berteriak kalap tadi Hee Giong Lam sudah kehabisan tenaga dan letih sekali, tetapi setelah beristirahat sebentar sakit edannya kambuh kembali, sambil berteriak-teriak aneh ia rentangkan tangannya dan menerjang ke arah kakek licik itu.
"Pembunuhan... pembunuhan..." teriaknya keras-keras.
Hoa Pek Tuo terperanjat melihat keadaan lawannya yang mengerikan bagaikan setan itu, buru-buru telapak tangannya diputar dan melancarkan satu pukulan ke depan.
"Orang edan," teriaknya dengan gusar, "masa terhadap putri sendiri pun tidak kenal." "Blaaam...
! Segulungan tenaga pukulan yang maha dahsyat menghantam dada Hee Giong Lam membuat tubuhnya mundur ke belakang dengan sempoyongan dan punggungnya menumbuk di atas dinding, seluruh ruangan seketika bergetar keras, debu dan pasir berguguran ke atas tanah, dan membentuk selapis kabut tipis.
Setelah terjadi benturan yang amat keras itu, Hee Giong Lam terkapar di atas tanah sambil terengah- engah, seluruh otot hijaunya pada menonjol keluar, dengan sekuat tenaga ia berteriak aneh, tangannya mencakar di udara kosong dan tertawa terbahak- bahak.
"Jangan bergerak lagi," bentak Hoa Pek Tuo dengan suara dingin, "hati-hati aku bisa menghajar dirimu sampai mati!" Ia memandang sekejap ke arah Kong Yo Siok Peng, lalu ujarnya : "Nak, pernahkah ayah angkatmu memberikan semacam barang kepadamu, seperti kitab catatan ilmu pukulan atau ilmu pedang, atau juga kitab ilmu racun dari ciangbunjin Perguruan Selaksa Racun yang lampau..." "Aaaah! Sekarang aku teringat sudah!" tiba-tiba Kong Yo Siok Peng berseru tertahan.
Air muka Hoa Pek Tuo berubah jadi amat tegang, tanya cepat-cepat: "Kau sudah teringat benda macam apakah itu?" "Ayah angkatku pernah beritahu kepadaku bahwa di dalam sebuah botol yang besar berisi catatan berbagai macam resep racun sakti yang selamanya dirahasiakan dan tidak diturunkan kepada siapa pun!" "Apakah di antaranya terdapat yang bernama Jit-li- biau-hiang," tanya Hoa Pek Tuo dengan wajah berseri- seri.
Kong Yo Siok Peng mengangguk.
"Ada. Di atas tiap resep tercatat nama dan tulisan, aku tidak mengerti tulisan apa saja yang terdapat di situ, tapi aku masih teringat sebagian di antaranya." "Sekarang botol besar itu berada di mana?" tanya kakek licik berhati keji itu dengan cepat.
Kong Yo Siok Peng tertawa.
"Botol itu berada di..." Belum habis ia berkata tiba-tiba dari arah belakang muncul sebuah tangan besar yang mencengkeram bajunya kencang-kencang, cengkeraman yang dilakukan secara tiba-tiba itu membuat dara tersebut jadi amat terkejut dan segera menjerit lengking.
"Aaaah..." Sementara itu Hee Giong Lam sudah angkat tubuh Kong Yo Siok Peng tinggi-tinggi, sepasang tangannya mencekik leher gadis itu keras-keras, dengan mata memancarkan sinar liar dan wajah mengerikan ia berteriak keras-keras : "Kubunuh engkau! Kubunuh engkau!" Hoa Pek Tuo tidak menyangka kalau Hee Giong Lam bakal melakukan tindakan seperti itu, hatinya tercekat.
Ia takut Kong Yo Siok Peng benar-benar mati tercekik oleh jepitan tangan Hee Giong Lam yang sangat kuat itu, telapak kanannya segera diayun ke muka mengirim satu pukulan, bentaknya keras-keras: "Orang edan, lepaskan dia!" Serangan itu dengan telak bersarang di tubuh Hee Giong Lam membuat Rasul Racun itu terlempar ke belakang dan jatuh terjengkang di atas tanah, meskipun begitu sepasang tangannya masih mencekik leher Kong Yo Siok Peng kencang-kencang, teriaknya : "Hoa Pek Tuo...
Hoa Pek Tuo..." "Aaaauuuh..." pekikan panjang berkumandang keluar dari mulut Kong Yo Siok Peng yang kecil, setelah berkelejot sebentar tubuhnya tak berkutik lagi.
Hoa Pek Tuo tidak mengira kalau peristiwa yang kemudian terjadi sama sekali di luar dugaannya, sementara ia hendak melancarkan serangan lagi, tiba- tiba dari balik goa di atas dinding melayang turun sesosok bayangan manusia yang tinggi besar.
"Siapa kau?" bentak Hoa Pek Tuo dengan suara keras.
"Hmmm...!" dengusan dingin bergema memecahkan kesunyian.
Setelah bayangan hitam itu melayang turun ke atas tanah, ia meluncur ke sisi tubuh Hee Giong Lam dan merampas Kong Yo Siok Peng dari dalam cekalannya.
Dengan air mata jatuh berlinang pemuda itu memandang wajah sang gadis yang mulai menguning dengan penuh kesedihan ia menggoncang-goncang tubuh dara itu, teriaknya dengan suara gemetar : "Siok Peng! Siok Peng!" Sungguh kasihan gadis yang begitu polos, begitu cantik dan begitu menawan hati harus menemui ajalnya di tangan ayah angkatnya sendiri, kejadian ini benar-benar di luar dugaan dan merupakan suatu peristiwa yang sadis sekali, tapi takdir telah menentukan demikian, siapa yang dapat merubah nasib manusia?" Gadis yang begitu cantik, begitu polos untuk selamanya tak dapat buka suara lagi, ia tak akan mengerti akan penderitaan lagi, ia tak akan kenal kegembiraan dan kesedihan, tubuhnya bakal ditemani oleh tanah liat serta bunga yang harum.
Dengan penuh kesedihan Jago Pedang Berdarah Dingin berteriak keras, gadis itu adalah kekasihnya yang pertama, karena dia pemuda itu tidak segan untuk lompat turun dari tempat begitu tinggi dengan menempuh bahaya.
Tapi terlambat, cuma terlambat satu langkah saja mengakibatkan binasanya seorang gadis, benarkah takdir menentukan begitu.
Hanya dia seorang yang tahu.
Sementara itu Hee Giong Lam juga sedang berteriak, gelak tertawanya begitu tajam dan mengerikan sekali, di samping tertawa dia pun menangis, membuat siapa pun tak dapat membedakan, ia sedang tertawa atau menangis" Sungguh kasihan Rasul Racun yang maha hebat ini, karena kurang hati- hati merubah nasibnya jadi buruk, mungkin inilah hukum karma yang harus ia terima, bukan saja perbuatannya telah memusnahkan diri sendiri, dia pun telah membinasakan putri angkatnya yang cantik dan menarik.
Hoa Pek Tuo rase tua yang licik dan ganas bagaikan serigala itu akhirnya berhasil melihat jelas siapakah yang telah datang, hatinya tercekat dan saking takutnya air muka kakek itu berubah sangat hebat.
"Oooh... kau!" bisiknya. Mendadak ia berpaling, Jago Pedang Berdarah Dingin dengan mata memancarkan cahaya yang menggidikkan hati dan penuh kemarahan sedang melotot ke arahnya.
Ketika empat mata bertemu jadi satu, terpancarlah napsu membunuh dan cahaya penuh dendam dari balik cahaya mata pemuda itu.
"Hmmm! Bagus sekali perbuatanmu itu," seru Pek In Hoei dengan suara ketus.
Hoa Pek Tuo tertawa getir.
"Akibat yang tragis ini bukanlah tanggung jawabku, kau tak bisa menyalahkan diriku, siapa yang menduga kalau Hee Giong Lam bakal melakukan tindakan brutal seperti itu, perbuatannya dilakukan terlalu cepat, begitu cepat sampai kesempatan bagiku untuk melakukan pertolongan pun tak ada." "Hmmm!" dengusan dingin yang berat dan menyeramkan berkumandang keluar dari balik hidung Pek In Hoei yang mancung, sepasang matanya memandang wajah kakek licik itu dengan pandangan tajam bagaikan pisau, tegurnya dengan penuh dendam : "Siapa yang telah membuat Hee Giong Lam jadi gila." "Eeeei...
eeei... dari mana aku bisa tahu," jawab Hoa Pek Tuo sambil putar biji matanya.
Rase tua ini benar-benar licik dan banyak akal, sewaktu biji matanya sedang berputar itulah satu siasat baru telah diperoleh, dari ucapannya barusan sudah bisa dinilai sampai di manakah rendahnya tabiat dan perangai orang ini.
"Hmmm...! Bukankah engkau yang bikin dia jadi gila?" teriak Pek In Hoei dengan suara menghina.
"Hei, apa maksudmu berkata begitu" Aku tidak mengerti!" Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak menyangka kalau rase tua yang hendak dibunuhnya itu begitu tak tahu malu, ternyata perbuatan yang berani dilakukan tak punya keberanian untuk mengakuinya, dengan gusar ia meludah ke tanah dan membentak keras : "Kau tak usah mengingkar kalau bukan engkau yang paksa dia untuk menelan obat gila itu, tidak mungkin Hee Giong Lam akan berubah jadi begini rupa, dan dia pun tak akan mencekik putri angkatnya sendiri sampai putus napas." Setelah Jago Pedang Berdarah Dingin membongkar rahasia kelicikannya, Hoa Pek Tuo yang licik dan cerdik ini jadi terkesiap ketakutan setengah mati, ia tak menyangka kalau Pek In Hoei bukan saja berhasil menemukan tempat itu bahkan menyaksikan pula perbuatannya yang mencelakai jiwa Hee Giong Lam secara memalukan.
Dia tahu kalau kabar berita ini sampai tersiar di tempat luaran maka banyak jago di kolong langit pasti akan merasa tidak puas terhadap dirinya, bahkan pelbagai partai akan memandang hina terhadap dirinya, dalam keadaan begini bukan saja semua orang tak akan sudi bekerja sama dengan dirinya, bahkan kemungkinan besar dialah yang akan dikerubuti orang lain.
Jika sampai terjadi keadaan seperti itu berarti habislah sudah riwayatnya, ia tak akan bisa tancapkan kaki lagi di kolong langit.
Teringat akan kesemuanya itu Hoa Pek Tuo jadi ketakutan setengah mati sehingga keringat dingin mengucur keluar tiada hentinya, dengan sinar mata buas ia tertawa seram.
"Jadi semua telah kau lihat?" "
"Tidak salah, semua perbuatan yang kau lakukan hampir boleh dibilang bisa kuhafalkan di luar kepala, Hoa Pek Tuo! Kau sebagai seorang manusia yang tersohor di kolong langit ternyata mampu melakukan perbuatan semacam ini, apakah engkau tidak takut kehilangan pamormu sebagai seorang lelaki?" "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... " Hoa Pek Tuo tertawa seram, "Pek In Hoei setiap kali bertemu dengan engkau aku selalu menghindar dan menjauhi dirimu, hal ini bukanlah disebabkan karena aku takut kepadamu sebaliknya aku tidak ingin ribut-ribut dengan kau sebagai angkatan yang lebih muda.
Hmmm! Dan sekarang semua rahasiaku telah engkau ketahui, itu berarti nasib jelekmu telah tiba, aku tak dapat membiarkan engkau tetap hidup di kolong langit!" "Ooooh...
jadi kau hendak membunuh orang untuk melenyapkan bukti," jengek Jago Pedang Berdarah Dingin sini, "jadi kau ingin melenyapkan semua bukti tentang kejahatan yang telah kau lakukan" Sahabat, sayang sekali perhitunganmu itu sama sekali meleset, ini hari kau mungkin bisa menunjukkan kelihayanmu." "Ooooh...
sungguh tak kusangka ternyata kau bukan seorang manusia yang sederhana," gumam Hoa Pek Tuo sambil gelengkan kepalanya berulang kali, "beberapa hari saja tidak bertemu ternyata sepasang bibirmu telah berubah jadi begitu lihai, ternyata berada di hadapan aku pun berani jual kecap omong yang tidak karuan.
Hmm kau benar-benar tak tahu diri." Pek In Hoei melirik sekejap ke arah Hee Giong Lam yang pada waktu itu sedang berdiri dengan wajah menyeringai seram, lalu bentaknya : "Ayoh, berikan obat penawar kepadanya." Hoa Pek Tuo mendengus dingin.
"Hmm! Kau berani memerintah diriku?" "Bukankah engkau pun pernah gunakan kekerasan untuk memaksa Hee Giong Lam" Sekarang, terpaksa aku pun harus meminjam caramu yang begitu bagus itu untuk menghadapi dirimu, kalau kau tak mau serahkan obat penawar itu lagi..." Ia tertawa dingin dan menghentikan perkataannya sampai separuh jalan.
"Tak ada gunanya engkau memaksa diriku, sakit gila yang diderita Hee Giong Lam sudah tak tertolong lagi, terus terang kuberitahukan kepadamu, sebetulnya aku pun hendak menolong dirinya, hanya tujuan kita berdua saja yang berbeda, kalau engkau bertujuan menolong jiwanya sedang aku hendak menggunakan tenaganya." "Huuuh...! Sungguh tak nyana kau masih punya muka untuk berkata begitu," hardik Jago Pedang Berdarah Dingin sinis.
"Hmm! apa salahnya kuutarakan keluar, meskipun watakku tidak terlalu baik, tetapi setiap perbuatanku selalu terbuka dan jujur, setiap persoalan yang kupikirkan di dalam hati, pasti akan kuutarakan keluar tanpa ragu-ragu." Bicara sampai di situ dia gelengkan kepalanya berulang kali.
"Huuh! Bermuka tebal," maki Jago Pedang Berdarah Dingin dengan suara menghina, "orang yang paling tak tahu malu di kolong langit mungkin adalah dirimu." Hoa Pek Tuo menengadah dan tertawa terbahak- bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... bagus, bagus sekali, peduli apa pun yang hendak kau katakan aku tetap setuju...
coba lihatlah betapa besar jiwaku, bagaimana kalau dibandingkan dengan dirimu." Pada saat itu hawa amarah yang berkobar dalam benak Jago Pedang Berdarah Dingin sudah mencapai pada puncaknya, ia merasa gemas sekali sehingga ingin sekali membinasakan rase tua yang banyak akal dan berhati kejam itu seketika itu juga, tetapi dia pun menyadari sampai di manakah kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki musuhnya, untuk membunuh rase tua itu dalam beberapa gebrakan jelas bukan suatu perbuatan yang terlalu gampang.
Alisnya yang tebal berkerut, ujarnya : "Hoa Pek Tuo, ini hari boleh dibilang engkau telah mencelakai dua lembar jiwa manusia, akhirnya yang tragis ini boleh dibilang merupakan hasil ciptaanmu, karena itu tanggung jawab pun terjatuh di atas pundakmu semua." "Hmm...
Hmmm... orang she Pek, lebih baik jangan membuang kentut busuk di tempat ini, kau tokh mengetahui bahwa Kong Yo Siok Peng mati di tangan orang she Hee tersebut, apa sangkut pautnya dengan diriku" Selama hidup Hee Giong Lam suka bermain racun, entah berapa banyak orang yang menemui ajal di tangannya, karena kejahatannya itulah Thian telah melimpahkan hukum karma kepada dia." Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmm! Kau tak usah memfitnah orang seenaknya sendiri, aku tahu apa sebab kau bersikeras untuk munculkan diri, mengapa selalu memusuhi diriku, bukankah perbuatanmu itu kau lakukan karena memandang di atas wajah bocah perempuan itu" Siapa yang tidak tahu kalau kekasih pertama dari Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei adalah Kong Yo Siok Peng" Ketahuilah sahabat, seorang pria harus tahu diri dan bisa melihat gelagat, janganlah dikarenakan seorang perempuan..." "Omong kosong!" bentak Jago Pedang Berdarah Dingin keras-keras, sepasang matanya berubah jadi merah dan seakan-akan hendak memancarkan cahaya berapi, apalagi setelah teringat betapa kejinya Hoa Pek Tuo di mana berulang kali dia akan dicelakai jiwanya, rasa benci dan mendendam yang luar biasa berkobar dalam dadanya, meskipun setiap saat ia berusaha untuk mengendalikan diri, tetapi ia tidak mampu menenangkan hatinya yang sudah terlanjur terbakar oleh rasa benci itu.
Dipandangnya sekejap wajah Kong Yo Siok Peng yang berada di pelukannya, sepasang mata gadis itu terbelalak lebar bagaikan dua biji gundu, bibirnya telah berubah jadi pucat kehijau-hijauan, dua buah cekikan yang berwarna biru tua membekas di atas lehernya.
Kematian dara ayu itu benar-benar mengerikan sekali, begitu mengerikan sehingga jago pedang yang masih muda belia ini masih tidak tega untuk melihat lebih jauh.
Dengan air mata mengembang di kelopak matanya ia berseru keras-keras : "Hoa Pek Tuo, coba lihatlah, dia adalah seorang gadis yang begitu halus, begitu baik hati, tetapi ia harus menemui ajalnya secara mengenaskan di tangan ayah angkatnya sendiri, bukankah peristiwa ini terlalu keji" Terlalu sadis dan tidak berperikemanusiaan" Engkau toh seorang manusia juga, kau taruh di manakah liang-sim mu itu?" "Engkau tak usah menegur diriku, juga tak usah marah kepadaku, aku sendiri pun tak mengharapkan gadis itu menemui ajalnya dalam keadaan yang begitu mengerikan, peristiwa ini hanya bisa dikatakan sebagai suatu kecelakaan belaka, jika engkau ingin balaskan dendam bagi kematiannya, maka bunuh sajalah ayah angkatnya yang terkutuk itu, aku toh tak bisa menghidupkan dirinya kembali, bukankah begitu?" "Hmm! Enak amat kau berbicara," seru Pek In Hoei dengan penuh kebencian, "kau anggap dengan mengucapkan beberapa patah kata itu maka urusan bisa diselesaikan dengan begitu saja, "Aku paling benci kepada seseorang yang tak berani mengakui kesalahannya sendiri.
Hoa Pek Tuo! Kita tak usah membicarakan dahulu soal dendam kita di masa- masa yang lampau, kita bicarakan saja peristiwa yang terjadi pada saat ini, ketahuilah aku tak bisa mengampuni jiwamu." Sementara itu Hoa Pek Tuo sedang putar sepasang biji matanya, sambil otaknya berputar mencari akal bagaimana caranya mencelakai jiwa si Jago Pedang Berdarah Dingin itu, ia tahu pemuda she Pek itu sudah mengetahui bahwa dia adalah pembunuh yang telah membinasakan ayahnya Pek Tiang Hong, karena itu muncullah satu ingatan dalam hatinya untuk cepat- cepat lenyapkan bibit penyakit ini dari muka bumi.
Dalam waktu singkat, satu ingatan telah berkelebat dalam benaknya, ia berpikir : "Dalam keadaan seperti ini, pada malam ini aku tak boleh melepaskan barang seorang pun di antara mereka dalam keadaan hidup, kalau tidak pasti peristiwa ini akan tersiar luas dalam rimba persilatan, sekarang Hee Giong Lam sudah gila dan tidak usah aku turun tangan sendiri, yang tersisa cuma Jago Pedang Berdarah Dingin sendiri, tenaga dalam yang ia miliki saat ini sudah mendapat kemajuan yang amat pesat, belum tentu aku bisa menangkan dirinya, satu- satunya jalan yang bisa kutempuh sekarang adalah mengerahkan segenap kekuatan yang ada di sini, dengan kerubutan para jago lihay rasanya dia pasti dapat dirobohkan dan dicabut jiwanya." Berpikir sampai ke situ sambil tertawa seram ujarnya : "Pek In Hoei, kalau kau inginkan agar aku orang she Hoa yang bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa berdarah ini, aku akan memikul tanggung jawab tersebut, sekarang aku toh berada di sini kalau engkau punya rencana keluarkanlah semua saat ini juga, aku tidak nanti akan mengerutkan dahi barang sekejap pun!" Setelah berhenti sebentar sambungnya kembali dengan suara dingin.
"Aku percaya di kolong langit masih belum ada manusia yang berani bertindak kasar terhadap diriku." Satu senyuman sinis tersungging di ujung bibir Jago Pedang Berdarah Dingin, senyuman itu merupakan suatu senyuman getir yang mengandung rasa gusar bercampur dendam, ia tarik napas panjang-panjang, seluruh perasaan kesal dan murung yang berkecamuk dalam dadanya dilontarkan keluar.
"Aku pun percaya bahwa di kolong langit belum ada seorang manusia pun yang berani bertindak kasar terhadap dirimu, tetapi sahabat lama, bukannya aku tak pandang sebelah mata terhadap dirimu, asal kuandalkan segumpal hawa murni di dalam dadaku, aku sudah mampu untuk membinasakan dirimu." "Ciiis..." Hoa Pek Tuo meludah ke atas tanah, "kau sedang bermimpi di siang hari bolong, selama berkelana di dalam rimba persilatan kapankah aku Hoa Pek Tuo pernah menderita kekalahan di tangan orang" Bukannya aku sengaja bicara besar, dewasa ini engkau sudah tak punya kesempatan untuk tinggalkan tempat ini dalam keadaan hidup-hidup." "Kau tak usah kuatir, sebelum aku berhasil membunuh dirimu, aku pun tak akan meninggalkan tempat ini barang sejengkal pun." Tiba-tiba terdengar suara pekikan aneh berkumandang datang, Jago Pedang Berdarah Dingin serta Hoa Pek Tuo bersama-sama menoleh ke belakang, tampak Hee Giong Lam dengan wajah menyeringai seram selangkah demi selangkah sedang berjalan ke depan, tubuhnya gontai dan bergoyang tiada hentinya.
Sambil melotot ke arah Hoa Pek Tuo serunya sambil mengertak gigi : "Sungguh keji engkau...
engkau keji hatimu Hoa Pek Tuo...
aku telah kau celakai sampai menjadi begini rupa." Hoa Pek Tuo jadi amat terperanjat, dengan tubuh gemetar keras serunya dengan suara gemetar : "Kau...
kau..." "Aku hendak menggigit tubuhmu, ingin kulihat sebenarnya kau adalah manusia atau binatang?" Hoa Pek Tuo semakin terperanjat, ia tidak menyangka kalau dalam keadaan begitu tiba-tiba kesadaran Hee Giong Lam pulih kembali seperti sedia kala, meskipun ia tidak jeri terhadap Rasul Racun dari Perguruan Selaksa Racun ini, tetapi ia merasa jantungnya berdebar juga kalau disuruh berkelahi dengan seorang manusia berwajah seram macam begitu, yang paling pokok adalah wajahnya yang menyeringai begitu menyeramkan, membuat bulu kuduknya tanpa terasa pada bangun berdiri.
Kakek tua yang licik dan berhati binatang itu merasa tercengang bercampur keheranan, ia merasa heran apa sebabnya obat gila yang dibuat dengan resep khusus serta diolah dengan tangan sendiri itu secara tiba-tiba sudah kehilangan daya kemanjurannya, menurut peraturan sakit gilanya akan makin menghebat mengikuti berlalunya sang waktu.
Siapa tahu kenyataan membuktikan lain, bukan saja sakit edannya mendadak lenyap bahkan kesabarannya telah pulih kembali dan ia bisa mengenali dirinya kembali.
Suatu kejadian yang aneh dan mustahil, mungkinkah daya kerja obat itu telah kehilangan kemampuannya" Ia tidak tahu bahwa Hee Giong Lam bisa dengan cepat tersadar kembali dari pengaruh obat edan itu berhubung pada dasarnya dalam tubuh Rasul Racun itu sudah memiliki daya tahan pelbagai serum racun yang banyak ragamnya, meskipun untuk sementara waktu ingatannya jadi kabur setelah obat itu masuk ke dalam perutnya, tetapi setelah waktu berlangsung agak lama dan dari tubuhnya terselip keluar serum anti racun yang kuat, mak daya kerja obat gila itu segera terdesak ke sudut badan.


Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya saja, walaupun ia bisa sadar kembali, itu pun hanya berlangsung dalam waktu singkat, lama kelamaan ia akan terkendali kembali oleh daya kerja obat itu.
"Lo Hee, baik-baikkah engkau?" tegur Hoa Pek Tuo dengan suara gemetar.
"Sungguh keji hatimu, kau telah mencelakai aku hingga menjadi begini rupa," seru Hee Giong Lam dengan suara menyeramkan, "Hoa Pek Tuo, hanya disebabkan rahasia resep Jit-li-biau-hiang kau telah tega membuat diriku jadi begini rupa aku akan beritahu kepada setiap jago Bu-lim yang kutemui, akan kuberitahukan kepada seluruh jagad bahwa engkau adalah manusia berhati binatang, agar semua orang di kolong langit tahu bahwa engkau telah mencelakai diriku dengan cara yang paling rendah, cara paling terkutuk." Ia tertawa seram, lalu tambahnya lebih jauh : "Di manakah putriku" Cepat lepaskan dia keluar, aku hendak beritahukan kepadanya bagaimana rendahnya engkau telah mencelakai diriku, ayo cepat lepaskan, kalau tidak kau akan kubunuh." "Putrimu?" seru Hoa Pek Tuo tertegun.
"Kenapa dengan putriku?" jerit Hee Giong Lam dengan suara amat keras.
Pada saat ini Hoa Pek Tuo sendiri pun tak tahu apa sebabnya ia merasa begitu takut, ia merasa ketenangan yang dimilikinya di masa lampau sekarang sudah lenyap tak berbekas, saking takutnya tanpa terasa ia mundur beberapa langkah ke belakang, dengan pandangan tegang ditatapnya wajah Rasul Racun itu tanpa berkedip.
Lama... lama sekali ia baru bisa menjawab.
"Dia telah mati!" Sekujur badan Hee Giong Lam gemetar keras, ari mukanya berubah sangat hebat.
"Dia telah mati" Siapa yang telah mencelakai jiwanya, cepat jawab siapakah yang telah mencelakai jiwanya?" Sungguh kasihan Rasul Racun ini, mimpi pun ia tak menyangka kalau putri angkat yang dicintainya telah mati justru di tangan ia sendiri, ketika itu dia merasa begitu sedih hati mengenang kematian putrinya hampir saja kesadarannya punah kembali.
Dengan langkah lebar ia maju beberapa langkah ke depan, didekatinya Hoa Pek Tuo dengan wajah seram lalu bentaknya keras-keras: "Ayoh cepat jawab...
kenapa engkau tidak bicara?" Hoa Pek Tuo tarik napas panjang-panjang dan mundur beberapa langkah lagi ke belakang.
"Lo Hee, janganlah bersikap begitu galak terhadap diriku, meskipun hubungan di antara kita pernah renggang karena pandangan yang berbeda akan tetapi di antara kita toh tak mempunyai ikatan dendam yang sangat dalam, putrimu begitu polos, lincah dan menyenangkan hati, aku mana tega untuk mencelakai jiwanya."
"Lalu kenapa dia bisa mati?" teriak Hee Giong Lam dengan penuh kegusaran.
"Setelah kau menjadi gila dan otakmu tidak waras, engkau telah mencekik putrimu hingga napasnya putus, orang yang membinasakan putrimu adalah engkau sendiri.
Lo Hee, apakah kau tidak tahu terhadap perbuatan yang telah kau lakukan?" "Apa?" Jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang keluar dari mulut Hee Giong Lam, hampir saja ia tidak percaya dengan pendengaran sendiri bahkan menganggapnya berada dalam impian.
Ia tidak percaya kalau dirinya berhati begitu kejam sehingga putri kesayangannya bisa dibunuh mati olehnya sendiri, kerutan kencang muncul di balik wajahnya yang menyeringai seram, suara gemuruh yang keras terdengar dari balik tenggorokannya.
"Tak mungkin... tak mungkin membinasakan Siok Peng..." jeritnya keras-keras, "aku tak mungkin mencekik mati Siok Peng! Ooooh...
putriku sayang, sungguh mengerikan kematianmu...
oooh, ayah tidak membunuh dirimu." Dengan penuh penderitaan ia menatap sepasang tangannya sendiri, karena benci hampir saja ia hendak menebas kutung ke-dua belah tangannya itu, sekilas warna merah terlintas di antara biji matanya, dengan suara keras ia berteriak : "Aku harus mati...
aku harus mati." Jago Pedang Berdarah Dingin menghela napas panjang katanya : "Dalam peristiwa ini engkau tak bisa disalahkan, Hee Giong Lam! Di kala kesadaran seseorang hilang sama sekali maka perbuatan apa pun dapat dilakukan olehnya, bila engkau ingin menuntut balas maka kau harus berpikir kembali siapakah yang telah membuat engkau berubah jadi gila seperti ini." Bagian 42 MENDENGAR perkataan itu Hee Giong Lam segera berpaling, tiba-tiba ia melihat Kong Yo Siok Peng yang berada dalam pelukan Jago Pedang Berdarah Dingin, wajahnya menyeringai sambil memburu maju ke depan teriaknya : "Siok Peng...
Siok Peng!" Buru-buru ia merebut kembali jenazah putri angkatnya yang telah tutup usia itu, titik air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya dan menetes di atas wajah putrinya yang telah mendingin, perlahan- lahan ia mencium pipinya lalu berteriak dengan suara pilu : "Oooh...
anakku... anakku... bangunlah... bukalah matamu... dan pandanglah ayahmu." Tapi ia tahu teriakannya itu hanya sia-sia belaka, sebab putri kesayangannya itu sudah tak akan sadar kembali, dengan penuh penderitaan ia putar badan, hawa amarah yang tak terbendung membakar dadanya, wajahnya yang sudah jelek kelihatan bertambah seram.
"Hoa Pek Tuo," ia membentak keras-keras, "kesemuanya ini engkaulah yang berikan kepadaku...
engkaulah yang mendatangkan bencana buat putriku." "Huuh...! Aneh sekali orang ini," seru Hoa Pek Tuo dingin, "toh engkau sendiri yang membunuh dirinya, kenapa kau malah salahkan diriku, apa kau tidak salah bertindak..." "Kalau bukan gara-gara dirimu, tak mungkin bisa terjadi peristiwa semacam ini, kalau bukan engkau yang paksa aku untuk makan obat gila, aku tak akan jadi gila sampai putriku ini pun kucekik sampai mati...
gara-gara perbuatanmu itulah aku menjadi seorang manusia yang paling jahat, paling hina di kolong langit...
Oooh! Sungguh keji hatimu...
Hoa Pek Tuo, suatu hari aku pasti akan membalas dendam berdarah yang sedalam lautan ini." Hoa Pek Tuo mendengus dingin.
"Hmm! Kalau engkau punya kepandaian setiap saat aku akan melayani dirimu." "Hoa Pek Tuo, kalau aku biarkan engkau berhasil kabur dari tempat ini maka selama hidup aku tak akan berkelana lagi dalam dunia persilatan, kalau kau kejam aku akan bertambah kejam, kalau ingin beradu kecerdikan maka Hee Giong Lam juga bukan seorang manusia yang tolol." Dengan pandangan penuh kasih sayang ditatapnya wajah Kong Yo Siok Peng tajam-tajam, itulah pandangan terakhir yang berkesan dalam hatinya, dengan suara serak ia berkata : "Nak, tunggulah aku, ayah segera akan menyusul dirimu serta menemani engkau sepanjang masa, anakku sayang, ayah akan memetikkan berbagai macam bunga.
Ayah akan menaburi tubuhmu dengan bermacam-macam bunga indah, sampai peti mati pun akan kubuat dari bunga, kau tak usah bersedih hati, bukankah di sisimu masih ada ayah yang menemani engkau" Kau tak akan merasa kesepian." Perlahan-lahan ia merapatkan sepasang mata putrinya yang melotot besar, kemudian mencium pipinya dengan penuh kasih sayang dan menepuk bahu Pek In Hoei dengan ringan, katanya dengan suara rendah : "aku tahu bahwa engkau cinta dirinya." "Aku tidak mengingkari!" jawab Pek In Hoei dengan pandangan kosong.
"Haaaah... haaaah... haaaah... " tiba-tiba Hee Giong Lam tertawa keras, tertawa secara tak wajar, suaranya jauh lebih tak enak didengar daripada isak tangis yang paling memilukan hati, membuat seluruh ruang gua itu bergetar keras.
Setelah berhenti tertawa, Hee Giong Lam berkata lagi dengan suara gemetar : "Orang muda, Siok Peng bisa dicintai oleh seorang pria macam dirimu, sekali pun mati ia akan mati dengan mata meram, sekarang aku akan menyerahkan tubuhnya kepadamu, agar putriku bisa menikmati rasa cinta yang dilimpahkan olehmu kepadanya sesaat sebelum ia dikubur ke dalam tanah dan sepanjang masa berada seorang diri." Sambil geleng kepala ia tertawa getir, Pek In Hoei menghela napas panjang dan bergumam : "Sekali pun bicara lebih banyak juga tak ada gunanya, selembar jiwanya tak mungkin bisa ditolong lagi." Seakan-akan dadanya terhantam oleh martil yang amat berat, sekujur tubuh Hee Giong Lam gemetar keras, dengan penuh siksaan dia menengadah ke atas dan berseru lirih.
"Aku benci terhadap diriku sendiri." Dengan amat berhati-hati dia serahkan jenazah Kong Yo Siok Peng ke tangan Jago Pedang Berdarah Dingin, setelah itu memandang lagi wajah putrinya untuk terakhir kalinya, kemudian dengan wajah gusar ia baru putar badan, ditatapnya wajah Hoa Pek Tuo dengan penuh kebencian.
"Kau telah mencelakai diriku sehingga aku sangat menderita..." teriaknya.
"Apa yang hendak kau lakukan?" seru Hoa Pek Tuo dengan sikap yang was-was.
"Aku hendak membunuh dirimu...
aku hendak membinasakan kau si iblis terkutuk yang lebih buas dari binatang ini..." bentak Hee Giong Lam dengan suaranya yang dingin bagaikan es.
Terhadap jago lihay yang sudah mendekati setengah sinting setengah sadar ini Hoa Pek Tuo tidak berani bertindak gegabah, meskipun ia sadar bahwa ilmu silat yang dimilikinya sangat tinggi, tetapi ia tak sudi beradu jiwa dengan seorang manusia yang sudah mendekati gila.
Perlahan-lahan telapak kanannya diangkat ke atas, cahaya tajam yang berkilauan memancar keluar dari balik telapaknya dan membentuk satu lingkaran busur di tengah udara.
"Kau tak akan mampu untuk melaksanakan kehendak hatimu itu," jengeknya sinis.
Hee Giong Lam mendengus ketus.
"Hmmm! Kalau engkau tidak percaya mari kita coba..." Sementara itu kesadaran otaknya masih jernih dan ia tahu jelas sampai di manakah taraf tenaga dalam yang berhasil dimiliki olehnya, setelah melotot sekejap ke arah kakek licik she Hoa itu perlahan- lahan jubahnya mulai bergelembung besar dan kian lama mengembang kian besar, seakan-akan balon yang ditiup.
"Kau hendak beradu jiwa..." teriak Hoa Pek Tuo dengan suara gemetar.
"Haaaah... haaaah... haaaah... tidak salah!" jawab Rasul Racun itu sambil tertawa seram.
Tiba-tiba tubuhnya mencelat ke tengah udara dan berputar satu lingkaran busur di sekeliling tempat itu, kemudian ke-empat anggota badannya direntangkan dan langsung menerjang ke atas tubuh Hoa Pek Tuo, gerakan yang aneh ini sangat mencengangkan hati lawannya, ia tak menduga kalau pihak lawan bakal menunjukkan gerak yang begitu aneh, setelah berseru tertahan kakek licik berhati keji itu buru-buru meloncat mundur ke belakang.
"Modar kamu...!" jerit Hee Giong Lam yang sudah nekad dan siap mengadu jiwa itu.
Di kala lawan mengundurkan diri ke belakang, tiba- tiba telapak kanannya dari serangan jari berubah jadi satu cengkeraman maut, dari atas wajah Hoa Pek Tuo berhasil menyambar segumpal daging yang berlepotan darah.
Darah segar memancar keluar dari mulut luka di atas wajah Hoa Pek Tuo, saking sakitnya ia sampai menjerit keras dan mengeryitkan dahinya rapat-rapat, teriaknya penuh kebencian : "Bangsat,rupanya engkau memang sudah bosan hidup!" Karena keteledoran sendiri mengakibatkan wajahnya terluka parah, kejadian ini langsung membakar hatinya dan hawa amarah berkobar memenuhi seluruh benaknya.
Kakek she Hoa itu berteriak keras...
satu pukulan dahsyat dengan cepat dilancarkan ke depan.
"Mari kita beradu jiwa...!" jerit Hee Giong Lam setengah kalap, telapaknya segera disorongkan ke depan menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
"Blaaam...! Ketika sepasang telapak bertemu satu sama lainnya, terjadilah ledakan dahsyat yang menggeletar di udara, seluruh bumi bergoncang dan debu serta pasir beterbangan memenuhi angkasa.
Hee Giong Lam merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan kesakitan ia menjerit keras dan darah segar muncrat keluar dari mulutnya...
ia mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Pukulan yang amat keras ini menggoncangkan seluruh tubuh Hee Giong Lam, membuat otaknya mengalami goncangan keras dan pikirannya menjadi kalut kembali, ia bergulingan di atas tanah lalu mulai menyanyi, tertawa dan menangis dengan suara yang keras...
Hoa Pek Tuo teramat gusar, ia siapkan diri untuk melancarkan tubrukan berikutnya, tetapi sebelum sang telapak siap dilancarkan ke muka, tiba-tiba Pek In Hoei telah berseru dengan nada yang dingin : "Jika engkau berani mengganggu seujung jarinya lagi, aku segera akan membinasakan dirimu..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... " dengan badan penuh berlepotan darah Hee Giong Lam tertawa keras, sambil tertawa ia menjeritkan nama Siok Peng tiada hentinya, suara itu begitu tak sedap didengar membuat hati orang terasa bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri.
"Siok peng... oooh! Siok Peng ku sayang...
di mana engkau?"... Siok Peng ku sayang..." Sambil menjerit-jerit ia mencak-mencak dan berlompatan dalam gua itu, akhirnya dengan kaki telanjang ia lari keluar dari gua itu..
dalam gua hanya terdengar suara pantulan dari jeritan-jeritan ngerinya...
Pantulan dari suara jeritan Hee Giong Lam lama sekali baru sirap dari udara, suasana di sekeliing tempat itu pulih kembali dalam kesunyian, di tengah kesunyian Jago Pedang Berdarah Dingin berdiri saling berhadapan muka dengan Hoa Pek Tuo, dari balik sorot mata ke-dua belah pihak sama-sama memancarkan rasa benci dan dendam yang amat sangat...
Suatu ketika Jago Pedang Berdarah Dingin berkata dengan suara dingin : "Semua tragedi yang amat tragis ini adalah hasil perbuatan dari kau seorang.." Hoa Pek Tuo tertawa dingin, dari balik sinar matanya yang penuh kebencian terpancar rasa bangga dan dendam yang membara, ia menjengek dan mencibirkan bibirnya.
"Tepat sekali pandanganmu itu..." Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei menunduk dan memandang sekejap ke arah jenazah Kong Yo Siok Peng yang berada di dalam pelukannya, rasa sedih dan perih muncul dalam hatinya, ia mendendam terhadap dunia yang tak kenal kasihan itu, benci terhadap kebengisan Hoa Pek Tuo...
ia merasa gadis yang baik hati seperti Kong Yo Siok Peng tidak seharusnya mati dalam usia yang muda...
tidak seharusnya gadis sebaik itu mengalami kejadian yang begitu tragis...
dengan sedih ia gelengkan kepalanya, air mata mengembang dalam kelopak matanya.
"Beristirahatlah dengan tenang!" dengan sedih pemuda itu menggerakkan bibirnya dan berbisik lirih, "Siok Peng, akulah yang akan menagihkan hutang berdarah atas kematianmu itu..." Hawa napsu membunuh yang tebal dan mengerikan terpancar di atas wajahnya yang tampan, sorot mata yang tajam bagaikan pisau belati perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah Hoa Pek Tuo, ujarnya dengan suara dingin menyeramkan : "Bangsat she Hoa! Tidak seharusnya engkau celakai dirinya secara begitu keji..." Hoa Pek Tuo terkesiap, rasa takut dan ngeri berkecamuk dalam dadanya, dengan hati penuh ketegangan dan rasa was-was ia mundur setengah ke belakang lalu tertawa seram.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... enak benar kalau bicara, toh bukan aku yang membinasakan dirinya..."
"HMMMM! Meskipun bukan kau yang turun tangan sendiri, tapi apa bedanya kalau ia mati di tanganmu?" "Tentu saja jauh berbeda," jawab Hoa Pek Tuo sambil gelengkan kepalanya berulang kali, "meskipun nama dari aku Hoa Pek Tuo dalam dunia persilatan tersohor sebagai seorang manusia yang berhati hitam dan bertangan telengas, tetapi belum pernah kugunakan cara yang paling keji untuk menghadapi seorang perempuan, kesemuanya ini harus salahkan nasibnya yang kurang baik...
siapa suruh ia berjumpa dengan Hee Giong Lam yang edan..." "Hehhmmm....
heeehhemmm... apa sebabnya Hee Giong Lam bisa menjadi gila"...
Ayoh jawab!" Hoa Pek Tuo tarik napas panjang-panjang.
"Kau tak usah menyalahkan diriku..." serunya, "terus, terang saja kukatakan bahwa aku pun tidak berharap gadis itu menemui ajalnya, karena..." Sebelum ia sempat melanjutkan kata-katanya, Jago Pedang Berdarah Dingin telah menukas dengan suatu dengusan yang dingin dan ketus yang begitu menyeramkan hatinya membuat kakek licik itu buru- buru bungkam.
"Bukankah karena ia masih mempunyai nilai untuk kau pergunakan tenaganya?" seru Pek In Hoei sinis.
Hoa Pek Tuo tertawa hambar.
"Tepat sekali perkataanmu itu," dia menjawab, "aku pun hendak berkata demikian, selamanya aku selalu bertindak dengan cara yang sama...
asal aku merasa senang untuk mengerjakannya maka tanpa tedeng aling-aling akan kuutarakan semua secara terbuka." "Hmmm! Agaknya kau merasa amat bangga dengan hasil kerjamu pada hari ini..." hardik Pek In Hoei ketus.
Mula-mula Hoa Pek Tuo nampak tertegun diikuti ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sedikit pun tidak salah, meskipun atas terjadinya peristiwa pada hari ini kurang memuaskan hatiku, akan tetapi aku memang merasa agak bangga, karena hasil yang akan kudapatkan pada hari ini ternyata jauh lebih banyak daripada apa yang kuduga semula..." Dengan perasaan sangsi Jago Pedang Berdarah Dingin menatap rase tua itu tajam-tajam, ia temukan raut wajah Hoa Pek Tuo diliputi hawa dingin yang menggidikkan hati.
Setelah termenung sebentar ia lantas menegur kembali.
"Aku rasa mungkin ada persoalan lain yang lebih membanggakan hatimu." "Haaaah...
haaaah... haaaah... sedikit pun tidak salah, sekarang aku telah mengalihkan tujuanku ke atas kepalamu." "Persoalan apa?" tanya Pek In Hoei dengan wajah tertegun.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku menginginkan jiwamu...
Pek In Hoei! Aku telah mengincar jiwa anjingmu itu..." Pek In Hoei mendengus, dengan sorot mata yang tajam ia menjawab : "Rase tua yang tak tahu diri...
besar amat ambisimu itu...
semangkuk nasi belum habis dimakan sekarang sudah mengincar mangsa yang lebih besar lagi...
bagus! Aku Jago Pedang Berdarah Dingin juga bukan seorang manusia yang berkepala tiga berlengan enam, dalam pandanganmu mungkin dirimu menyerupai segumpal daging yang gemuk, kita lihat saja nanti bagaimana hasilnya." Dengan sangat berhati-hati ia letakkan jenazah Kong Yo Siok Peng di suatu sudut gua, setelah itu dipandangnya sekejap mayat sang gadis yang baik hati itu, saking terharunya hampir saja ia tak mampu mengendalikan air mata yang menetes keluar, pemuda itu menghela napas panjang, satu senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya yang tipis, dengan penuh kebencian ditatapnya Hoa Pek Tuo tanpa berkedip.
Criiingg...! Sekilas cahaya pedang yang menyilaukan mata memancar keluar dari genggaman Jago Pedang Berdarah Dingin, pedang mestikanya yang telah dicabut keluar perlahan-lahan diangkat ke tengah udara, lalu sambil menatap wajah Hoa Pek Tuo dengan sinar mata menggidikkan ia menegur : "Hay rase tua, kau telah bersiap sedia?" Tatkala menyaksikan pedang mestika penghancur sang surya telah dicabut keluar, perasaan hati Hoa Pek Tuo seketika tercekat dan bulu kuduknya tanpa terasa pada bangun berdiri, ia merasa pedang mestika milik lawannya itu mendatangkan pengaruh yang amat besar bagi dirinya, berulang kali dia bergebrak melawan si anak muda itu, setiap kali hampir saja termakan oleh bacokan pedang tadi.
Setelah ragu sebentar, akhirnya dengan hati tegang ia berkata dingin : "Saudara...! Rasa benciku terhadap pedang mestika milikmu itu jauh lebih tebal daripada rasa benciku terhadap engkau." "Kau tiada beralasan untuk membenci pedangku ini...
kalau ingin membenci sepantasnya kalau benci terhadap diriku..." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... sedikit pun tidak salah," Hoa Pek Tuo tertawa seram, "sejak engkau masuk ke dalam perkampungan Thay Bie San cung aku sudah menyadari bahwa di kemudian hari engkau akan merupakan musuh tangguhku dan engkau pula merupakan satu-satunya orang yang akan saling merebut kekuasaan dengan diriku...
dalam pertarungan yang beberapa kali telah terjadi, engkau selalu beruntung dapat melarikan diri dari cengkeramanku, tapi malam ini...
Hmmm... Hmmm... engkau tak akan menjumpai nasib sebaik itu lagi, coba lihatlah tempat ini...
engkau hanya dapat masuk ke dalam dan tak mungkin bisa keluar lagi..." "Aku sama sekali tidak ingin keluar dari sini," jawab Pek In Hoei dengan nada sinis, "Hay rase tua, aku hendak membinasakan dirimu karena berdasarkan akan dua alasan!" "Coba kau katakan apa alasanmu?" Raut wajah Jago Pedang Berdarah Dingin berkerut kencang, dengan penuh kepedihan ia tarik napas panjang-panjang, matanya berapi dan mukanya sinis, katanya dengan suara dingin : "Pertama, engkau telah mencelakai jiwa seorang gadis yang tak berdosa, dalam keadilan engkau mesti memberikan pertanggungan jawab, kedua, ada permusuhan apa antara engkau dengan ayahku" Mengapa kau himpun para jago lihay dari kalangan hek-to untuk bersama-sama mengerubutinya di puncak gunung Cing Shia" Dari dua hal tersebut di atas maka sudah sepantasnya kalau engkau menerima kematian atas dosa-dosamu itu, bila aku orang she Pek biarkan dirimu lolos dari keadilan ini, maka di kolong langit tentu tak ada keadilan lagi..." Dalam pandangannya seolah-olah dia melihat keadaan ayahnya yang mati secara mengenaskan di puncak gunung Cing shia, rasa dendam dan benci muncul dari dasar lubuk hatinya, seara lapat-lapat air mata jago muda itu membuat pandangannya jadi kabur, seolah-olah dia melihat pula segumpal darah...
darah yang menyiarkan bau amis...
kematian ayahnya dalam pandangannya, kian lama pandangan itu kian jelas dan kian membesar...
Dengan sekujur badan gemetar keras Hoa Pek Tuo menjerit : "Apa sangkut pautnya antara kematian ayahmu dengan aku?" "Hmmm! Kau tak usah mungkir lagi, pemilik Benteng Kiam-poo telah menceritakan kesemuanya kepadaku." "Apa?" teriak Hoa Pek Tuo dengan badan gemetar, "apa yang ia ceritakan kepadamu" Pek In Hoei, engkau jangan mengaco belo tak karuan, persoalan ini dengan cepatnya sudah menjadi jelas...
engkau harus tahu, pemilik Benteng Kiam-poo mempunyai hubungan persahabatan yang sangat erat dengan diriku..." Pek In Hoei mendengus dingin, hawa napsu membunuh melintas di atas raut wajahnya.
"Justru karena antara engkau dan dia punya hubungan persahabatan yang erat maka aku baru percaya dengan apa yang telah dikatakannya, Hoa Pek Tuo...! Buat apa engkau ingkari lagi perbuatan yang sudah kau lakukan itu" Padahal sebelum pemilik Benteng Kiam-poo bercerita, aku sudah mencurigai akan dirimu, masih ingat bukan dengan bekas robekan ujung jubah dari ayahku" Seandainya ayahku bukan mati di tanganmu, kenapa engkau berusaha untuk merebut kembali robekan jubah tersebut" Sekarang aku baru tahu mengapa engkau berbuat begitu...
Mengapa engkau berusaha keras untuk merebut kembali robekan jubah itu, rupanya engkau hendak melenyapkan bukti-bukti mengenai keterlibatanmu dalam persoalan ini." Semakin lama Hoa Pek Tuo merasa hatinya semakin tercekat, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, ia berpikir : "Rupanya segala sesuatu telah diketahui oleh bajingan cilik ini...
Hmmm! Cui Tek Li bajingan tua itu benar- benar bukan sahabat yang baik, mak-nya...
tak kusangka ia telah membocorkan rahasia itu kepada dirinya...
Hmmm! Ketahuilah aku Hoa Pek Tuo juga bukan manusia yang gampang dipermainkan, aku harus berusaha untuk memberikan pelajaran kepadanya." Berpikir sampai di sini, ia lantas berkata dengan nada menyeramkan : "Aku tidak menyangkal kalau kematian ayahmu memang melibatkan pula diriku, tetapi engkau pun harus tahu bahwa persoalannya tidak sesempit itu, masih banyak orang yang terlibat dalam peristiwa pengerubutan itu." "Siapa saja mereka-mereka itu?" tanya Pek In Hoei sambil menekan hawa membunuh yang berkobar dalam dadanya.
Sinar mata yang tajam memancar keluar dari balik mata Hoa Pek Tuo, jawabnya : "Pemilik Benteng Kiam-poo, Cui Tek Li merupakan tokoh yang paling penting dalam peristiwa berdarah itu, Pek In Hoei! Ada satu hal engkau harus bisa memahami, kedudukan Cui Tek Li dalam dunia persilatan jauh lebih tinggi daripada diriku, semua peristiwa yang terjadi dalam dunia persilatan tentu melibatkan pula dirinya, tempo hari ketika ia sedang terikat oleh rasa dendam dengan ayahmu, ia pernah bersumpah bahwa suatu ketika ayahmu akan dibunuh mati dalam bacokan pedangnya, tentu saja orang yang merencanakan pembunuhan terhadap ayahmu adalah dirinya, ia menyebarkan surat undangan Bu-lim Tiap dan undang para jago lihay dari kalangan hitam untuk bersama-sama kumpul di puncak gunung Cing-shia untuk menantikan Pek Tiang Hong masuk perangkap, banyak orang jago mengetahui akan persoalan ini..." Manusia yang bernama Hoa Pek Tuo ini benar-benar sangat lihay, ia sama sekali tidak mengingat tentang soal persahabatan, setelah terdesak oleh keadaan maka semua tanggung jawab dilimpahkan ke atas tubuh pemilik dari Benteng Kiam-poo, manusia macam inilah yang disebut manusia rendah.
Dengan tenang Pek In Hoei mendengarkan kisah tersebut, lalu ujarnya dengan nada sinis : "Engkau benar-benar seorang manusia yang cerdik, sampai-sampai sahabat sendiri pun dijual!" Hoa Pek Tuo tidak menyangka kalau Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei bisa menyindir dan memperolok dirinya, air muka kakek tua yang licik itu berubah hebat, sambil tertawa jengah katanya : "Siapa suruh Cui Tek Li mengkhianati diriku lebih dahulu, kalau ia tidak membongkar rahasia lebih dahulu tak akan kuberitahukan apa-apa kepadamu.
Saudaraku, apa yang kuketahui telah kuberitahukan semua kepadamu, apa rencanamu sekarang silahkan diutarakan keluar!" "Hmmm...! Beritahu kenapakah engkau ikut serta di dalam gerakan pembunuhan terhadap ayahku..." "Tentang soal ini..." Hoa Pek Tuo termenung sebentar lalu meneruskan, "tentang soal ini sukar untuk dikatakan, ketika itu keadaanku serba salah, kalau aku tidak ikut turun tangan maka orang lain pasti akan menaruh kesalah-pahaman terhadap diriku, ketahuilah musuh besar yang mempunyai rasa dendam dengan Pek Tiang Hong bukan cuma aku seorang, yang ikut dalam pergerakan itu banyak...
banyak sekali..." "Pernyataanmu itu sudah lebih dari cukup," tukas Pek In Hoei sambil menggetarkan pedangnya, "kalau memang engkau termasuk di antara salah satu pengerubut yang membinasakan ayahku, maka aku tak bisa melepaskan dirimu lagi, Hoa Pek Tuo! Aku merasa amat berterima kasih karena engkau telah membeberkan banyak rahasia kepadaku, tapi sayang seribu sayang aku adalah seorang manusia yang suka membedakan mana budi mana dendam, tak mungkin aku lepaskan dirimu lagi dalam keadaan selamat..." Sambil menyilangkan telapaknya di depan dada Hoa Pek Tuo bergeser maju ke depan, ujarnya sambil tertawa seram : "Aku belum pernah mengemis atau merengek kepadamu untuk melepaskan diriku, saudara...
oleh karena engkau sudah hampir mati maka kubeberkan rahasia ini kepadamu, agar engkau sebelum menemui ajalnya bisa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, dalam duduk perkara yang sebenarnya, dalam ketulusan engkau tahu tentang rahasia ini atau tidak juga tak ada bedanya, malam ini aku telah menyebarkan jaring langit yang tangguh di sekitar tempat ini, tidak mungkin engkau bisa meloloskan diri dari tempat ini dalam keadaan selamat.
Hmmm... Hmmm... saudaraku, kau jangan salah sangka, aku bukan sengaja menakut-nakuti dirimu dengan perkataan seperti ini." Air muka Jago Pedang Berdarah Dingin berubah amat ketus bagaikan es, sedikit pun tiada perasaan, kecuali napsu membunuh dan hawa kegusaran yang terpancar keluar dari balik matanya, masih ada lagi suatu suara aneh tak berwujud yang mendengung di sisi telinganya...
Suara itu bagaikan dipancarkan oleh seseorang yang dikenal olehnya, seperti pula dipancarkan oleh seorang yang masih asing baginya, suara itu serak dan berat se-akan memancar datang dari neraka.
"Balaslah dendam! Balaslah dendam!" Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan hatinya bergetar keras, dengan pandangan penuh mendendam dia melotot ke atas wajah Hoa Pek Tuo, dengan suara yang keras penuh bertenaga teriaknya : "Hoa Pek Tuo, serahkan nyawamu!" Bersamaan dengan bentakan tersebut, tubuhnya melayang maju ke depan, pedang mestikanya laksana kilat berkelebat ke depan melancarkan sebuah serangan hebat.
Dalam serangan ini dia telah menggunakan jurus serangan yang paling ampuh dari ilmu pedang penghancur sang surya, bayangan pedang terlihat memancar bagaikan gelombang, hawa pedang yang dingin dan tajam mendesir dan membumbung di seluruh udara.
Hoa Pek Tuo seketika merasakan hatinya bergidik bercampur ngeri tatkala menyaksikan datangnya serangan yang begitu cepat dan lihaynya itu, karena itu tubuhnya buru-buru menyusut mundur ke samping kiri, sedang telapak kanannya dengan cepat disodokkan ke atas tulang iga musuhnya.
Ke-dua belah pihak sama-sama melancarkan serangan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, bukan saja mereka dibikin terperanjat oleh keampuhan ilmu silat lawannya bahkan tak mengira kalau kepandaian mereka masing-masing telah memperoleh kemajuan yang demikian pesat.
Setelah melancarkan serangan telapak kanannya, Hoa Pek Tuo mengirim pula satu tendangan kilat ke depan sambil serunya : "Saudara, lihatlah serangan ini!" Diam-diam Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei merasa terperanjat juga melihat kecepatan gerak musuhnya di dalam berganti jurus, pedang mestika penghancur sang surya berputar seratus delapan puluh derajat di tengah udara, ujung pedang yang tajam dingin menciptakan sekilas cahaya yang tipis membacok Hoa Pek Tuo yang sedang melancarkan tendangan itu.
Terancam oleh maut, buru-buru Hoa Pek Tuo tarik kembali tubuhnya sambil berganti tujuh delapan jurus serangan di tengah udara, setelah bersusah payah ia berhasil melepaskan diri dari ancaman satu jurus tiga gerakan dahsyat dari lawannya.
Sekarang kakek licik yang berhati keji itu baru menyadari bahwa kepandaian silat yang dimiliki Jago Pedang Berdarah Dingin benar-benar telah peroleh kemajuan yang amat pesat sekali sehingga hampir saja ia tak mampu mempertahankan diri, hatinya semakin tercekat dan ditatapnya wajah Pek In Hoei dengan pandangan tajam sementara satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia berpikir : "Sungguh tak kusangka kemajuan ilmu silat yang berhasil dicapai keparat cilik ini jauh lebih lihay daripada diriku, tidak aneh kalau ia berani menantang aku untuk berduel...
rupanya ia memang benar memiliki ilmu simpanan.
Asal...! Tempo hari sewaktu aku bertarung melawan Pek Tiang Hong ilmu silat yang dimiliki orang she Pek itu belum berhasil mencapai taraf seperti apa yang berhasil diyakini oleh anaknya...
jangan putra dari Pek Tiang Hong ini benar- benar akan memaksa diriku hingga tak dapat tancapkan kaki kembali di dalam dunia persilatan..." Kecerdikan orang ini memang luar biasa sekali, terutama ketajaman perasaan hatinya setelah menyaksikan kemampuan yang dimiliki Jago Pedang Berdarah Dingin itu, ia segera sadar bahwa ambisinya untuk merajai dunia persilatan bakal buyar dan hancur sampai di situ saja atau paling sedikit ia tak punya keyakinan untuk merebut kemenangan selama berada di hadapan si anak muda itu.
Pukulan tersebut kalau dibicarakan terhadap diri Hoa Pek Tuo boleh dibilang merupakan suatu pukulan batu yang sangat berat, keadaan tersebut sama halnya dengan kaki yang dikait orang sesaat ia hendak menduduki kursi kebesaran dunia persilatan hingga mengakibatkan dirinya jatuh terjungkal ke atas tanah, sebelum merasakan bagaimana nikmatnya menempati kursi kebesaran ia sudah keburu jatuh terguling ke bawah.
Atas keadaan tersebut ia hanya bisa mendendam, membenci, iri dengki dan ingin sekali menghancurkan si anak muda itu sehingga rasa dongkol dan kesal yang menyelimuti benaknya dapat tersapu lenyap, sebab kalau ia gagal melenyapkan pemuda tersebut maka selama hidup tak mungkin lagi baginya untuk tancapkan kaki di permukaan bumi.
Begitulah, dengan gemas dia ayun telapak kanannya sambil membentak keras-keras : "Saudara, aku sama sekali tak mampu untuk menahan dirimu!" Hawa pukulan yang dilancarkan ke depan seakan- akan martil berat yang menghantam ke atas tubuh Pek In Hoei, dalam waktu singkat hawa pukulan yang amat tajam mengepung di sekeliling tubuhnya, membuat daya tekanan kian lama kian bertambah berat, ia menghembuskan napas panjang-panjang.
Suatu ketika pedang mestika penghancur sang surya- nya menotok ke atas telapak tangan Hoa Pek Tuo yang sedang menyerang itu, begitu mendadak dan hebatnya ancaman itu membuat Hoa Pek Tuo jadi amat terperanjat dan buru-buru harus membuyarkan ancamannya.
Kakek licik yang berhati keji itu tahu jika telapak kanannya tidak segera ditarik kembali, maka andaikata sampai membentur dengan ujung pedang lawan, kepandaian silat yang dimilikinya akan punah dan musnah lama sekali, hatinya tercekat, buru-buru ia tarik kembali pukulannya sambil ganti ayun telapak kirinya ke muka.
Bagian 43 PEK IN HOEI membentak keras, tubuhnya loncat maju ke depan mengikuti kilatan cahaya pedangnya, setelah berputar satu lingkaran di tengah udara pedang sakti membentuk gerak gelombang udara, selapis demi selapis secara bertumpuk menekan tubuh Hoa Pek Tuo.
"Aaaah...! Jurus pedang sakti menembusi sang surya..." jerit Hoa Pek Tuo dengan suara gemetar dan air muka berubah hebat.
Sampai di manakah keampuhan serta kedahsyatan dari jurus serangan tersebut telah diketahui olehnya dengan hafal, karenanya setelah menyaksikan Jago Pedang Berdarah Dingin melancarkan serangan dengan jurus ampuh tersebut, saking kaget dan takutnya ia menjerit keras tubuhnya secara beruntun mundur beberapa langkah ke belakang lalu putar tubuh dan kabur dari tempat itu.
Sepasang mata Pek In Hoei berubah jadi merah berapi-api, teriaknya penuh kegusaran : "Bangsat tua, jangan melarikan diri!" Hoa Pek Tuo telah menyadari bahwa kepandaian silat yang dimilikinya tak mampu untuk melenyapkan si anak muda itu, ia tahu bahwa tak ada gunanya untuk ribut terus dengan pemuda tadi sebab kalau pertarungan dilanjutkan maka kemungkinan besar dirinya bakal jatuh ke tangan musuh.
Oleh sebab itu sambil putar badan melarikan diri, teriaknya : "Kau jangan keburu merasa bangga lebih dulu, kita lihat saja bagaimana akhirnya nanti!" Terlihatlah rase tua itu menggerakkan tubuhnya berulang kali, bagaikan sesosok sukma gentayangan tubuhnya dengan cepat lenyap di balik gua yang gelap.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei yang tak sempat melakukan pengejaran, terpaksa hanya bisa menghela napas panjang sambil mendepak-depakkan kakinya belaka.
"Bangsat tua, kali ini engkau bisa lolos dari tanganku...
tapi kau jangan keburu senang hati...
sekali pun engkau dapat terbang ke langit, aku tetap akan mengejar dirimu sampai dapat." Ia tahu bahwa Hoa Pek Tuo serta anak buahnya tak akan berlalu dari sana dengan begitu saja, dia lantas mengambil keputusan setelah mengubur jenazah dari Kong Yo Siok Peng, usaha pencarian itu baru akan dilakukan.
Tatkala sinar mata si anak muda itu terlintas kembali di atas wajah Kong Yo Siok Peng yang telah layu dan pucat mengerikan, rasa sedih muncul dalam benaknya...
dengan penuh kepedihan ia menghela napas panjang kemudian perlahan-lahan mendekati mayat gadis itu.
"Siok Peng!" bisiknya lirih, "setelah mati engkau akan mendapatkan ketenangan yang benar-benar menyenangkan hatimu...
meskipun Hee Giong Lam yang mencekik dirimu sampai mati, akan tetapi kau tak usah membenci atau mendendam terhadap dirinya, karena dia hanya seorang gila yang tak waras otaknya, kau tentu tahu bukan...
setelah otaknya waras kembali dan mengetahui kalau engkau mati tercekik di tangannya, betapa sedih dan perih hatinya sehingga air mata jatuh berlinang membasahi seluruh wajahnya...
ia membenci terhadap dirinya sendiri.
Oooh Siok Peng! Keadaan tersebut merupakan suatu hukuman yang sadis terhadap diri, maka engkau jangan menyalahkan ayah angkatmu, aku paling memahami perasaan hatinya...
Aaaai... engkau pun kasihan sekali..." Jago Pedang Berdarah Dingin menghela napas dengan amat sedihnya, dengan tangan gemetar keras ia peluk tubuh Kong Yo Siok Peng ke dalam pelukannya, diciumnya pipi yang dingin dan pucat itu lalu berdiri termangu-mangu di tempat semula tanpa mengetahui apa yang hendak dilakukan olehnya, terdengar pemuda itu bergumam seorang diri : "Siok peng,kematianmu sungguh penasaran sekali...
aku hendak mengubur jenazahmu di suatu tempat yang indah dan tenang, bunga yang segar dan beraneka warna akan selalu memenuhi kuburanmu, burung kecil akan hinggap di atas kuburanmu sambil memperdengarkan kicauannya yang merdu...
kau tak akan merasa kesepian, karena kau masih ada seseorang yang mencintai dirimu dan hingga kini pun masih mencintai dirimu...
semoga sukmamu di langit bisa selalu mendampingi aku, melihat aku balaskan dendam bagimu." Langkah kaki yang berat kian lama kian terdengar nyaring, dengan penuh kepedihan Jago Pedang Berdarah Dingin membopong jenazah kekasihnya yang pertama dan menggerakkan tubuhnya maju ke depan dengan wajah yang bingung dan pandangan yang kosong...
Ia hanya tahu berjalan...
dan berjalan terus... dari satu gua masuk ke gua lain...
ia sendiri pun tak tahu apakah bisa keluar dari situ atau tidak karena banyak tikungan terdapat di sana seolah-olah semua jalan bisa tembus ke tempat luaran, namun setelah berputar setengah harian di sana ia masih tetap berkeliaran di tengah kegelapan.
"Uuuh... nguuuhh... nguuuh..." Dari balik gua yang gelap tiba-tiba berkumandang datang suara isak tangis yang amat lirih, Jago Pedang Berdarah Dingin amat terperanjat, kesadarannya segera menjadi jernih kembali dan diperhatikannya sekeliling tempat itu dengan hati-hati.
"Masa di tempat ini pun masih ada orang lain..." pikirnya di dalam hati.
Setelah mendengar isak tangis seorang perempuan yang begitu nyaring, pemuda itu baru teringat apa sebabnya sampai sekarang Wie Chin Siang belum nampak juga munculkan diri" Apakah dia pun terkurung dalam gua itu karena hendak menemukan jejaknya" Tak mungkin! Kenapa Wie Chin Siang menangis terisak di situ" Dengan kepandaian silat yang dimilikinya tak mungkin dara itu bisa terkurung di tempat seperti ini, jelas perempuan yang sedang menangis itu adalah perempuan lain...
tapi siapakah dia" Persoalan ini dengan cepatnya berubah jadi satu pertanyaan di dalam benak Jago Pedang Berdarah Dingin, dengan sangat hati-hati ia mencari...
dan memeriksa di sekitar tempat itu, di hendak membuktikan benarkah di tempat itu terdapat seorang perempuan sedang menangis" Lama sekali dia mencari...
tapi akhirnya kecewa, karena ia tidak mendengar suara isak tangis itu lagi bahkan suara napas manusia pun tak kedengaran.
Dengan ketajaman telinga serta kesempurnaan tenaga dalamnya, mencari jejak seseorang bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu sulit, tetapi perempuan itu sama sekali tidak meninggalkan sedikit suara pun, inilah yang menyulitkan pemuda tersebut, sebab satu- satunya petunjuk telah hilang lenyap pula.
Perlahan-lahan Pek In Hoei bergerak maju ke depan, kemudian tegurnya dengan suara lirih : "Siapakah engkau?" Tiada jawaban yang terdengar dari balik gua yang gelap gulita itu, yang terdengar hanya pantulan suara sendiri...
Pek In Hoei jadi kecewa dan putus asa, ia mulai mencurigai telinga sendiri.
"Hmmmmm...! Hmmmm...!" Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara dengusan berat, terdengar seseorang berseru dengan suara yang dingin menyeramkan.
"Perempuan rendah yang tak tahu diri, siapa suruh engkau menangis terus...
Plooook...! Sebuah gaplokan nyaring berkumandang datang dengan jelasnya, Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggerakkan tubuhnya dan menerjang ke arah mana berasalnya suara tadi.
Di tengah kegelapan ia lihat ada sesosok bayangan manusia sedang lari ke depan dengan cepatnya, bahkan terdengar pula suara derap kaki yang keras, sepasang matanya kontan melotot bulat, dengan penuh kegusaran pemuda itu menghardik : "Jangan lari!" Suara isak tangis seorang perempuan berkumandang datang dari samping sebelah kiri, Pek In Hoei segera menghentikan langkahnya dan berpaling, ia lihat seorang gadis baju hijau dengan pakaian yang kusut dan wajah menampilkan rasa takut sedang bersembunyi di suatu sudut gua, sepasang matanya yang memancarkan rasa ngeri dialihkan ke atas wajahnya, seakan-akan gadis itu merasa takut kalau dirinya bakal dianiaya.
Akhir Sebuah Pengkhianatan 1 Niken Dan Pandu Karya Ac Zzz Pendekar Panji Sakti 6

Cari Blog Ini