Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say Bagian 18
"Siapa kau?" tegur Pek In Hoei sambil menghela napas ringan.
Perlahan-lahan gadis baju hijau itu menyeka air mata yang membasahi wajahnya, lalu menjawab : "Liok Hong!" "Kenapa kau bisa berada di sini?" tanya Jago Pedang Berdarah Dingin dengan suara tercengang.
Liok Hong menggeserkan tubuhnya dan perlahan- lahan bangun terduduk, jawabnya : "Seperti pula engkau aku pun berada dalam kesulitan, bagaimana caranya engkau masuk kemari begitu pula caraku masuk ke sini, selam berada di tempat setan seperti ini, siapa pun akan datang kemari secara otomatis..."
"Ooooh...! Jadi engkau tertawan oleh mereka..." "Ditawan dan dirampas apa bedanya?" kata Liok Hong dengan penuh kesedihan, "meskipun ayahku beruntung bisa lolos dari cengkeraman maut, namun keadaannya tidak berbeda jauh dengan kematian, tujuan mereka merampas aku datang kemari bukan lain adalah untuk menghadapi ayahku..." "Bukankah kau mengatakan bahwa ayahmu terluka..." seru Pek In Hoei tertegun.
Liok Hong menggeleng. "Keadaannya jauh lebih menyedihkan daripada terluka, karena ia bakal kehilangan satu-satunya putri yang dia cintai, ayahku adalah seorang lelaki yang terlalu menjaga gengsi, bila dia tahu kalau aku dikurung di dalam suatu tempat seperti neraka ini, sudah pasti ayahku akan mati karena mendongkol.
Aaaaai...! Kesemuanya ini harus salahkan nasibnya yang buruk..." "Kenapa mereka kurung dirimu di sini?" tanya Jago Pedang Berdarah Dingin lagi dengan tidak habis mengerti.
Liok Hong menghela napas panjang.
"Buat apa lagi" Tentu saja aku dijadikan sandera! Kalau aku tidak ditangkap dan dilarikan ke sini, dari mana mereka bisa memaksa ayahku untuk tunduk terhadap perintahnya" Aaaaai...! Entah bagaimanakah kehidupanku di kemudian hari..." "Kalau aku menjadi dirimu maka aku akan berusaha melarikan diri dari tempat ini..." Tiba-tiba Liok Hong menengadah ke atas dan tertawa terbahak-bahak, dengan tubuh gemetar keras katanya : "Di tempat ini gua berhubungan dengan gua, satu tempat bersambung dengan tempat lain dan keseluruhannya berjumlah tujuh puluh dua gua, bagi mereka yang telah masuk ke dalam tempat yang sangat gelap ini maka selamanya tak akan mampu menemukan jalan keluar...
aku sudah mencobanya beberapa kali, tapi setiap kali selalu mengalami kegagalan total...
sahabat senasib sependeritaan, aku lihat lebih baik engkau duduk di sini saja dengan tenang! Kalau tidak seperti juga diriku, walau sudah ribut sendiri dan lari ke sana kemari dengan kebingungan akhirnya toh sama saja tak bisa keluar dari tempat ini..." "Aku tidak percaya..." seru Pek In Hoei sambil menggeleng.
Rupanya pemuda itu tidak habis mengerti apa sebabnya gadis itu lebih suka terkurung di tempat yang gelap dan terpisah dari alam bebas itu daripada harus mencari jalan keluar, dengan pandangan tajam ditelitinya gadis itu dengan seksama, ia mengetahui bahwa dara muda itu tidak mengerti akan ilmu silat, pemuda itu jadi semakin tercengang, ia tak tahu apa sebabnya Hoa Pek Tuo mengurung pula seorang gadis yang tak mengerti akan ilmu silat di tempat seperti ini...
Setelah berpikir sebentar pemuda itu menghela napas panjang, ujarnya lirih : "Katakanlah padaku, apa sebabnya mereka merampas dirimu dan dijebloskan ke tempat ini?" "Apa sih sangkut pautnya persoalan ini dengan dirimu" Sahabat senasib sependeritaan, antara manusia dengan manusia selamanya mempunyai rahasia hati yang tak dapat diberitahukan kepada orang lain, ke-dua belah pihak selalu mempunyai kepentingan untuk menghormati kedudukan pihak lawannya, bila aku merasa bahwa urusan itu pantas diberitahukan kepadamu tentu saja akan kuberitahukan kepadamu, sebaliknya kalau aku merasa tidak pantas untuk mengatakannya keluar, sekali pun engkau paksa diriku pun belum tentu aku mau bicara...
jangan marah, apa yang kukatakan adalah ucapan yang sejujurnya..." Dengan termangu-mangu ditatapnya langit-langit gua itu sambil termenung, rupanya ia sedang mengenang kembali akan sesuatu peristiwa, kemudian dengan suara gemetar ujarnya : "Siksaan serta penderitaan yang kualami selama ini telah membuat nyaliku bertambah besar, aku pernah beberapa kali merencanakan siasat untuk membujuk orang-orang yang membawa aku masuk ke sini untuk membawa aku keluar lagi dari tempat ini, akan tetapi usahaku itu setiap kali mengalami kegagalan total...
aku sudah merasa cukup hidup di tempat penuh siksaan bagaikan neraka ini, aku ingin sekali menumbukkan kepalaku di atas dinding hingga mati..." Ia melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin, lalu tegurnya kembali : "Siapakah kau?" "Aku adalah seorang manusia yang bersedih hati, nasibku hampir sama dengan nasibmu...!" Biji mata Liok Hong yang jeli tiba-tiba dialihkan ke atas tubuh Kong Yo Siok Peng, lalu bisiknya kembali : "Dan dia..." "Seorang gadis yang telah mati..." Dalam dugaan Pek In Hoei semula, Liok Hong tentu akan merasa terperanjat setelah mengetahui bahwa Kong Yo Siok Peng telah mati, atau dia akan menjerit ketakutan, siapa tahu gadis itu sama sekali tidak menunjukkan sesuatu perubahan apa pun.
"Ooooh... kembali ada seorang mati!" ia berbisik.
"Eeei... rupanya kau sudah terbiasa menyaksikan keadaan seperti ini, sehingga sama sekali tidak kelihatan kaget," seru Pek In Hoei dengan hati bergetar keras.
Liok Hong sama sekali tidak marah atau menjadi gusar karena perkataan Pek In Hoei yang mengandung sindiran itu, ia benahi rambutnya yang kusut lalu tertawa hambar ke arah Pek In Hoei, jawabnya : "Kau bisa punya pendapat begitu berhubung engkau masih belum dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitar tempat ini, seandainya tiap hari yang kau lihat adalah orang mati melulu maka kau tak akan menjadi heran dengan sikapku itu..." "Ooooh...
sudah berapa lama engkau berada di tempat ini?" Liok Hong tertawa.
"Tiga bulan lebih dua hari, kalau aku tidak berjumpa dengan dirimu mungkin aku sendiri pun tak akan tahu sudah berapa lama aku berada di sini.
Aaaai... meskipun baru tiga bulan lamanya, namun aku merasa bahwa diriku telah hidup selama satu tahun di dalam neraka..." Bicara sampai di sini ia segera menutupi wajahnya kembali dan menangis tersedu-sedu, suaranya berkumandang hingga memenuhi seluruh ruang gua.
Meskipun Pek In Hoei adalah seorang pemuda tinggi hati yang sombong dan suka menyendiri, namun ia merasa kasihan dan simpatik sekali terhadap bencana yang dialami gadis itu, ia tahu selama hidup di tempat itu pasti banyak penderitaan serta penghinaan yang dialami, kalau tidak tak mungkin gadis itu merasa sedih sekali..." Perlahan-lahan ia menepuk bahunya, dan berkata : "Jangan terlalu sedih, aku akan berusaha membawa engkau keluar dari sini dan mengantar dirimu pulang..." "Aku sudah tak punya muka untuk bertemu dengan ayahku lagi, karena aku sudah memalukan dirinya," seru Liok Hong sambil menangis tersedu-sedu, "aku hendak membunuh manusia-manusia terkutuk itu dengan tangan sendiri...
kalau tidak maka aku tak dapat mencuci bersih penghinaan serta rasa malu yang telah melekat pada tubuhnya, tolong sudilah engkau membantu usahaku ini." Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau masih terlalu kekanak-kanakan, masih banyak urusan yang tidak kau pahami..." katanya.
Hawa dingin yang menggidikkan hati berhembus lewat di dalam gua yang gelap gulita itu, Liok Hong nampaknya seperti ketakutan...
dia tujukan wajahnya yang putih dan diliputi rasa ngerti tersebut memandang ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan sorot mata memohon...
air mata nampak mengembang dalam kelopak matanya...
bibir yang merah dan mungil bergerak lirih seperti mau mengucapkan sesuatu, namun tak sepatah kata pun yang diutarakan keluar.
"Kau kedinginan?" tanya Pek In Hoei sambil memandang ke arah gadis itu.
Rupanya gadis itu merasa agak kedinginan, per-lahan ia menggeserkan tubuhnya dan merapat di tubuh pemuda itu, bau harum yang aneh tersiar kelua dari tubuhnya.
Perlahan-lahan Jago Pedang Berdarah Dingin menggeserkan pula badannya ke belakang, lalu berkata : "Jika engkau merasa kedinginan, aku akan melepaskan pakaianku untuk dikenakan di atas tubuhmu..
nona! Engkau duduklah sebentar di tempat ini...
aku hendak mencari suatu tempat untuk mengebumikan jenazah sahabatku ini terlebih dahulu!" "Apakah dia adalah kekasihmu?" tanya Liok Hong dengan suara dingin.
Pek In Hoei tertegun. "Pertanyaan itu tak kuketahui mesti dijawab secara bagaimana, tapi yang jelas di adalah gadis pertama yang kukenal...
meskipun hubungan kami boleh dibilang tidak begitu rupa dan merah, akan tetapi aku tak dapat melupakannya..." "Bagus sekali kalau ia bisa mati..." sela Liok Hong tanpa perubahan di atas wajahnya.
Air muka Pek In Hoei berubah hebat, tegurnya dengan suara dingin : "Apa maksudmu mengucapkan kata-kata seperti ini?" Di atas raut wajahnya tetap tidak menunjukkan perubahan apa pun, hanya ditatapnya wajah Pek In Hoei yang sedang marah itu dengan pandangan dingin, lalu tertawa-tawa.
"Kau marah karena perkataanku itu" Janganlah terlalu sedih, aku berkata demikian karena bermaksud baik, coba pikirlah pada masa hidupnya mungkin gadis itu merasa tidak terlalu bahagia, tetapi setelah dia mati dan tiba-tiba ada seorang pria merasa sedih karena kematiannya, bukankah hal itu memperlihatkan bahwa kematian jauh lebih baik daripada kehidupan..." Kalau aku yang menghadapi kejadian seperti ini, maka aku lebih rela mati daripada harus hidup sebatang kara dan merasakan segala macam penderitaan serta siksaan..." Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmmmm! Pandai amat engkau melukiskan kenyataan tersebut!" jengeknya.
Liok Hong pun mendengus. "Kau tak usah menggunakan kata-kata seperti itu untuk menyindir diriku, walaupun sekarang keadaanku jelek dan dekil sekali akan tetapi di masa yang silam aku pun seorang gadis kaya yang agung, kalau engkau pernah datang ke rumahku maka kau tak akan menertawakan keadaanku ini..." "Aku rasa ayahmu tentulah seorang jago kenamaan dalam dunia persilatan bukan?" seru Pek In Hoei.
Liok Hong tertawa bangga.
"Meskipun bukan keluarga kenamaan tetapi nama besarnya diketahui pula oleh sebagian besar orang Bu-lim atau paling sedikit selama berada di wilayah See-Lam, asal kita mengungkap tentang rumah megah hijau daun maka semua orang segera akan acungkan ibu jarinya..." "Apa?" Jadi engkau adalah putri dari hartawan kaya raya di wilayah See-Lam..." seru Pek In Hoei terperanjat.
Ketika masih kecil ia sering mendengar ayahnya bercerita bahwa orang yang paling kaya raya di daratan Tionggoan adalah rumah hijau di wilayah See-lam, terutama sekali gedung megah hijau dan yang dibangun dengan segala kemegahan dan kemewahan boleh dibilang merupakan bangunan terbagus di seluruh daratan.
Oleh sebab itulah ketika pemuda itu mengetahui bila Liok Hong yang berada di hadapannya bukan lain adalah putri dari hartawan kaya raya di wilayah See- lam, rasa kagetnya sukar dilukiskan lagi dengan kata- kata.
Dengan pandangan dingin Liok Hong melirik sekejap ke arahnya, lalu berkata : "Ehmmm...
rupanya tidak sedikit urusan yang engkau ketahui!" Pek In Hoei tertawa getir.
"Nona!" serunya, "aku tak dapat menemani dirimu, aku harus mengebumikan jenazah sahabat lebih dahulu, kalau tidak maka mayatnya akan membusuk, aku tak punya waktu untuk menemani dirimu lebih lama lagi, kalau nasib kita memang jelek maka kita berdua akan bersama-sama terkurung di tempat ini." Liok Hong menghela napas panjang.
"Aaaaai... kau tak usah buang tenaga dengan percuma, di tempat ini kau tak akan menemukan jalan keluar untuk meloloskan diri..." "Bagaimana pun juga aku harus memilih suatu tempat yang agak baik untuk mengebumikan jenazahnya lebih dahulu, aku toh tak dapat membiarkan mayatnya terlontang di udara terbuka untuk menerima siksaan angin dingin yang berhembus di tempat ini...
nasibnya sudah terlalu malang, aku tak boleh membiarkan dia lebih tersiksa lagi!" Liok Hong berpikir sebentar, tiba-tiba serunya : "Ooooh...! Aku teringat akan suatu tempat yang bagus..." "Di manakah letaknya?" tanya Pek In Hoei cepat dengan hati kegirangan.
Namun Liok Hong segera menggeleng kembali.
"Tempat itu tak dapat kuberikan kepadanya, karena aku telah mempersiapkan diri untuk kugunakan sendiri..." "Aaaai...! Apakah kau juga ingin mati?" tanya Jago Pedang Berdarah Dingin sambil menghela napas panjang.
"Ehmmm! Daripada hidup di kegelapan aku rasa jauh lebih enak kalau aku mati saja, oleh karena itulah seringkali aku memikirkan tentang soal kematian, setiap kali ingatan tersebut muncul dalam benakku maka aku pun mencari tempat yang indah untuk mengubur jenazahku, sungguh tak kusangka di dalam gua ini memang benar-benar terdapat suatu tempat seperti itu, bukan pemandangannya saja yang indah bahkan orang pun sulit untuk menemukan tempat itu..." Sambil memandang ke arah wajah pemuda itu, ia tertawa getir lalu melanjutkan : "Tahukah engkau bahwa di tempat ini terdapat tujuh puluh dua buah gua" Dari pengamatanku yang teliti, di antara sekian banyak gua yang terdapat di sini hanya ada sebuah gua saja yang terang benderang, di siang hari kita bisa melihat sinar matahari dan di malam hari kita menyaksikan rembulan, tetapi satu- satunya yang kurang bagus adalah empat penjuru merupakan dinding gua yang tinggi hingga tak mungkin bisa keluar dari situ...
sebab tempat itu terletak di pusat paling tengah yang dikelilingi oleh ke-tujuh puluh dua gua lainnya..." "Ooooh yaaaah" Aku punya akal untuk keluar dari sini..." "Hmmm! Kau tak usah berlagak sok pintar, selama jangka waktu tiga bulan aku telah mencoba dengan segala cara untuk keluar dari tempat itu, akan tetapi semua cara yang kupergunakan selalu gagal dan tak sebuah pun yang berhasil." Pek In Hoei tertawa rawan.
"Kau mengalami kegagalan karena kau masih belum paham dengan keadaan situasi di tempat ini!" Dia tarik napas panjang-panjang, setelah berhenti sebentar lanjutnya lebih jauh: "Orang bisa terkurung di tempat ini karena suasana di sini selalu diliputi oleh kegelapan, agar orang masuk kemari tak jelas arah tujuannya, kalau kita mau keluar dari sini maka pertama-tama harus mencari tujuh puluh dua batang obor lebih dahulu, kemudian memancarkannya di setiap gua, dengan begitu secara mudah kita akan temukan jalan keluar dari gua ini..." Dalam anggapan Jago Pedang Berdarah Dingin akalnya ini boleh dibilang amat cerdik dan sempurna sekali tetapi bagi Liok Hong bagaikan kepalanya diguyur oleh sebaskom air dingin, ia segera tertawa dingin dan gelengkan kepalanya berulang kali.
"Enak amat jalan pikiranmu itu," serunya, "jangan dibilang sulit bagi kita untuk menemukan ke-tujuh puluh dua batang obor,sekali pun bisa kita peroleh kau pun tak mungkin bisa menancapkan tiap obor tersebut pada mulut gua, sebelum kau selesai menancapkan obor-obor itu mungkin api tersebut sudah dipadamkan lebih dahulu oleh orang...
engkau jangan mengira kalau orang-orang itu akan melepaskan dirimu dengan gampang, aku lihat lebih baik engkau jangan bermimpi di siang hari bolong, jangan dibilang mau melarikan diri dari sini, kemungkinan besar gerak-gerik kita pada saat ini pun berada di bawah pengawasan orang-orang ini..." Atas kecerdikan dan ketelitian gadis muda itu, diam- diam Pek In Hoei merasa amat kagum, dengan sedih ia menghela napas panjang lalu memandang ke arah jenazah Kong Yo Siok Peng yang berada dalam pelukannya dengan pandangan sedih.
Pada saat itulah... tiba-tiba ia merasa tidak jauh di tempati itu berkumandang datang suara dengusan napas seseorang.
Dengan cepat ia gerakkan tubuhnya sambil melancarkan sebuah serangan ke arah depan, hardiknya dengan suara berat : "Sahabat, ayoh cepat keluar dari tempat persembunyianmu!" "Blaaaam...
! Angin pukulan yang berat dan dahsyat itu menghajar di atas tanah dan menimbulkan percikan dan debu dan pasir beterbangan di angkasa...
"Aduuuuh...! Jeritan kesakitan bergema memecahkan kesunyian, seorang pria kekar sambil muntah darah segar jatuh terkapar ke atas tanah.
Liok Hong menghela napas panjang, ujarnya : "Orang ini pastilah dikirim oleh Hoa Pek Tuo untuk mencuri dengar pembicaraan kita!" Dengan pandangan dingin Pek In Hoei memandang sekejap ke arah jenazah pria kekar itu, wajahnya sama sekali tidak menampilkan rasa kasihan atau iba, senyuman sinis yang amat dingin tersungging di ujung bibirnya.
"Hmmm! Mencari kematian buat diri sendiri..." serunya gemas.
Air muka Liok Hong berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, dia pun berbisik : "Sungguh kuat dan dahsyat angin pukulan yang engkau lancarkan itu..." Tiba-tiba dari ruangan berkumandang datang jeritan lirih, Jago Pedang Berdarah Dingin segera meletakkan jenazah Kong Yo Siok Peng ke atas tanah, lalu cabut keluar pedang mestika penghancur sang surya-nya dan memburu ke depan.
Memandang bayangan punggung Pek In Hoei yang lenyap dari pandangan, satu senyuman sinis tersungging di ujung bibir Liok Hong.
Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang suara ketukan batu yang amat lirih, ia segera putar badan dan loncat ke samping dinding batu itu, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, ia singkirkan sebuah batu cadas yang menonjol di situ dan bertanya : "Majikan, kau ada pesan apa yang hendak disampaikan kepadaku?" "Bagaimana hasil dari pekerjaanmu ini?" dari balik gua kecil di atas dinding batu itu bergema keluar suara teguran yang dingin.
"Saat ini hatinya sedang sedih dan untuk beberapa saat lamanya mungkin sukar untuk masuk jebakan, majikan! Harap engkau suka memberi waktu kepadaku, karena kau pun mesti tahu bahwa pekerjaan ini tak dapat segera mendatangkan hasil..." "Ehmmm..." suara dari Hoa Pek Tuo bergema lagi dari balik lubang gua, "engkau harus berusaha secepatnya untuk mendapat jurus-jurus rahasia dari ilmu pedang penghancur sang surya, engkau harus tahu sampai sekarang aku tak bisa membinasakannya dirinya lantaran jurus pedang yang dimilikinya itu terlalu lihay, asal aku bisa berlatih pula jurus-jurus serangan itu maka dengan cepat aku bisa menaklukkan dirinya..." "Aku mengerti!" jawab Liok Hong lirih.
"Inilah satu-satunya cara yang dapat kau lakukan untuk membalas budi kepadaku, bila pekerjaan ini dapat kau lakukan dengan baik dan sukses maka aku segera beri kebebasan kepadamu untuk berlalu dari sini, sebaliknya kalau engkau gagal untuk mencapai tujuan tersebut, maka aku pun mempunyai akal untuk menghadapi dirimu." "Aku tahu...
aku tahu...!" Hoa Pek Tuo tertawa seram dan tiada perkataan yang berkumandang kembali, Liok Hong sendiri bagaikan pikirannya ditindihi dengan suatu masalah yang amat berat ia berdiri menjublak di depan gua.
Menanti didengarnya ada suara langkah kaki yang berkumandang datang, ia baru tersentak bangun dari lamunannya, buru-buru ia singkirkan kembali batu besar itu ke tempat semula lalu duduk kembali di atas tanah.
Beberapa saat kemudian Pek In Hoei munculkan diri di tempat itu, dengan suara lirih Liok Hong segera menegur : "Berhasil kau kejar?" "Tidak!" jawab pemuda itu sambil menggeleng.
Tiba-tiba dari balik mata Liok Hong memancar keluar sinar mata yang mempesonakan hati, biji matanya bagaikan air bening yang memandang ke arah pemuda itu dengan sorot aneh, hal ini membuat Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan tubuhnya gemetar keras, ia merasa sinar aneh yang terpancar keluar dari balik mata lawannya belum pernah dijumpai sebelum ini, ia merasakan pikiran dan hatinya seakan-akan terbetot oleh biji mata lawan membuat ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun dan memandang ke arahnya dengan pandangan aneh...
Liok Hong tersenyum manis, dengan suatu gerakan yang tak disengaja dia lepaskan kancing baju pada bagian dadanya sehingga terlihatlah kulit tubuhnya yang putih bersih bagikan salju, ia tertawa jengah dan dari wajahnya terpancar keluar suatu sikap yang aneh tapi mempesonakan hati orang.
"Ooooh...! Sakit amat lenganku ini..." bisiknya.
"Perlahan-lahan dia lepaskan pakaiannya dari atas badan lalu menjulurkan lengan tangannya yang putih ke hadapan Pek In Hoei.
"Ehmmm... putih sekali lenganmu ini," bisik Jago Pedang Berdarah Dingin dengan suara lirih.
"Kau suka dengan tanganku ini?" gadis itu bertanya sambil tertawa merdu.
Jago Pedang Berdarah Dingin tidak bicara apa-apa, dia memegang lengan yang putih itu dan menggenggamnya kencang-kencang.
Liok Hong mengeluh lirih, ia jatuhkan diri ke dalam pelukan pemuda itu dan berseru dengan nada manja : "Asal engkau suka, maka aku akan menyerahkan seluruh tubuhku kepadamu...
terserah engkau mau berbuat apa saja dengan diriku..." Tiba Jago Pedang Berdarah Dingin putar tangannya dan mendorong tubuhnya keluar, kemudian menggaplok pantatnya keras-keras.
"Hmmm! Engkau pandai sekali bermain sandiwara, rupanya kau berasal dari pemain panggung..." hardiknya sinis.
Liok Hong tertegun, ia tidak mengira kalau Pek In Hoei bakal menghadiahkan sebuah pukulan ke arahnya di kala pemuda itu hampir saja terjebak di dalam rayuannya, dengan suara gemetar serunya : "Kau...
kau berani memukul aku?" "Hmmm! Engkau jangan mencoba untuk bermain sandiwara di hadapanku," tegur Jago Pedang Berdarah Dingin dengan ketus, "seandainya aku tidak memandang dirimu sebagai seorang gadis, hmmmm! Pada saat ini kemungkinan besar tubuhmu sudah terkapar di atas tanah dengan napas yang lemah..." "Aku tidak mengerti apa maksudmu berbuat begitu kepadaku?" seru Liok Hong sambil menangis tersedu- sedu, wajahnya pucat pias bagaikan mayat, "aku toh sedang berada dalam kesulitan seperti halnya pula dengan dirimu, aku hanya berharap bisa mendapat seseorang kekasih, sungguh tak nyana engkau begitu tak tahu diri, sedikit pun tidak memiliki perasaan untuk kasihan menyayangi diriku...
coba lihatlah betapa dingin dan sunyinya tempat ini, waktu berlalu dengan lambat sekali...
aku sengaja berbuat begitu tujuanku bukan lain agar waktu bisa berlalu dengan cepatnya, aku ingin memberikan sedikit warna dalam kehidupan ini...
agar napsu berahi melupakan diriku, tapi akhirnya...
engkau sama sekali tak dapat menikmati keindahan tersebut, bahkan malah..." "Tak tahu malu!" maki Pek In Hoei dengan wajah sinis, "engkau benar-benar seorang perempuan yang tak tahu malu, tak kusangka engkau bisa menggunakan cara yang begini rendah untuk memancing aku masuk perangkap...
Hmm! Aku Pek In Hoei adalah seorang pria sejati, aku tak nanti akan terperangkap oleh siasatmu itu!" Sambil menangis terisak Liok Hong gelengkan kepalanya berulang kali.
"Perkataanmu itu benar-benar membuat hati orang jadi penasaran, sikapku terhadap dirimu kuperlihatkan karena dasar cinta yang sejati, aku tidak mempunyai keinginan apa-apa, mengapa engkau menganiaya diriku dengan kata-kata yang begitu menghina..." Perempuan ini benar-benar sangat lihay sehingga membuat Jago Pedang Berdarah Dingin merasa kewalahan untuk menghadapinya, dari wajahnya yang murung serta perkataannya yang mempesonakan sudah cukup membuat hati kaum pria jadi lemah, andaikata Pek In Hoei tidak tahu asal usulnya yang sebenarnya, mungkin keadaannya pada saat ini tak akan sesederhana ini.
"Hmmm! Tidak aneh kalau Hoa Pek Tuo menyerahkan tugas yang berat ini kepadamu," seru Pek In Hoei lagi dengan suara dingin, "rupanya engkau memang benar-benar pandai sekali memperlihatkan wajah sedih serta patut dikasihani di hadapanku, sayang semua perbuatanmu itu tak akan mendatangkan hasil apa-apa bagi diriku..." "Demi langit dan bumi," teriak Liok Hong sambil angkat sumpah, "jika aku Liok Hong bisa bohong dan benar-benar punya maksud tertentu..." belum habis ia berbicara, tiba-tiba...
Ploook! Sebuah gaplokan keras telah bersarang di atas wajah perempuan itu, membuat Liok Hong jadi terpukul sempoyongan ke belakang dan lima jari merah yang membengkak besar tertera di atas pipinya.
"Hmmm! Engkau tak usah membohongi diriku lagi," teriak pemuda tersebut dengan nada dingin, "aku sudah tahu siapakah engkau...
aku tahu kau bukan Liok Hong melainkan Tang-Ci Hong-Koh!" Air muka gadis itu kontan berubah hebat, dengan tubuh gemetar keras serunya : "Dari mana engkau bisa tahu akan asal usulku?"" Pek In Hoei mendengus.
"Hmmm! Apa tugas yang dibebankan Hoa Pek Tuo di atas pundakmu?"" hardiknya.
"Membohongi dirimu sehingga rahasia jurus-jurus ampuh ilmu pedang penghancur sang surya bisa diketahui olehnya." "Huuuh...! Banyak amat akal busuknya, sayang sekali aku tak bisa dijebak dengan begitu mudah." Perlahan-lahan ia berjalan ke depan dinding gua, mencabut batu tonjolan yang menutup gua kecil dan berteriak ke dalam keras-keras : "Hoa Pek Tuo, aku ada perkataan yang hendak disampaikan kepadamu!" "Hmmm...!" Hoa Pek Tuo mendesis gusar, "pandai amat dirimu, sampai-sampai rahasia ini pun engkau ketahui, Pek In Hoei! Beritahu kepada perempuan rendah itu, dia berani membocorkan rahasiaku maka aku pun hendak membereskan jiwanya." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... kalau kau merasa punya kepandaian ayoh unjukkan diri! Kalau tidak aku akan menyerbu ke dalam," seru Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
"Hehhhmm... heehhmm... kita lihat saja nanti, siapa yang lebih tangguh di antara kita!" Jago Pedang Berdarah Dingin tidak melayani perkataannya lagi, mulutnya membungkam dan senyuman sinis tersungging di ujung bibirnya, setelah membopong jenazah Kong Yo Siok Peng dia melirik sekejap ke arah Tang-Ci Hong-Koh lalu berkata sinis : "Hmmm! Hampir saja aku terjebak oleh siasatmu, kalau aku bukan menemukan rahasia ini tanpa sengaja mungkin sebuah tindakanmu itu akan tercapai seperti apa yang kau inginkan...
sayang Thian tidak merestui tindakanmu itu..." Tang-Ci Hong-Koh meloncat bangun dari atas tanah lalu mendengus dingin.
"Sekarang jejakku sudah ketahuan dan aku tak punya muka untuk berjumpa dengan Hoa Pek Tuo kembali...
Hmm! Dia melukiskan engkau, Jago Pedang Berdarah Dingin, sebegitu lihaynya, tapi dalam pandangan aku Tang-Ci Hong-Koh tidak percaya kalau engkau memang begitu lihaynya..." "Enyah dari sini!" bentak Pek In Hoei ketus, "jangan datang lagi kemari untuk bertemu dengan aku..." "Ciisss...!" Tang-Ci Hong-Koh meludah ke atas tanah, "banyak pria yang lebih tampan dari dirimu pun jatuh bertekuk lutut di hadapanku, hanya engkau saja yang berlagak sok...!" Malam ini aku ingin melihat sampai di manakah kemampuan yang kau miliki." Jago Pedang Berdarah Dingin berdiri tertegun mendengar perkataan itu.
"Engkau hendak bertempur melawan aku..." serunya.
Tang-Ci Hong-Koh mengerutkan alisnya rapat-rapat, napsu membunuh yang tebal menyelimuti wajahnya, bibir kecil mungil mencibir ke atas lalu mendengus berat.
"Sedikit pun tidak salah! Kalau aku Tang-Ci Hong-Koh melepaskan dirimu dengan begitu saja, orang-orang akan mentertawakan diriku yang tak becus...
agar di hadapan Hoa Pek Tuo nanti aku bis mempertangung- jawabkan diri, aku harus berbuat demikian terhadap dirimu." "Aku rasa engkau masih bukan tandinganku...!" jengek Pek In Hoei sinis.
Tang-Ci Hong-Koh menengadah ke atas dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... urusan itu gampang untuk dibuktikan, ketika engkau sudah melihat ketelengasanku maka engkau baru akan tahu bahwa apa yang aku ucapkan barusan bukan mengibul atau omong besar belaka..." Dia maju beberapa langkah ke depan, teriaknya : "Looo-Liok!..." Dari balik gua yang gelap gulita berkumandang suara dengusan dingin, tiga sosok bayangan manusia tanpa menimbulkan sedikit suara pun munculkan diri di tempat itu, mereka memegang senjata semua dan melotot ke arah Pek In Hoei dengan pandangan dingin.
SEORANG pria kekar berjalan menghampiri Tang-Ci Hong-Koh tersebut, lalu berbisik : "Ini pedangmu!" Dari tangan pria tersebut perlahan-lahan Tang-Ci Hong-Koh mengambil sebilah pedang, ketika senjata tersebut dicabut keluar dari sarungnya maka terpancarlah sekilas cahaya dingin yang menggidikkan hati.
Tang-Ci Hong-Koh tertawa dingin, ujarnya : "Tahukah engkau siapakah ke-tiga orang ini" Mereka adalah pembantu-pembantuku yang paling setia, di dalam rimba persilatan mereka dikenal sebagai Jago- jago Tangan Setan, ketahuilah mengerubuti dirimu di dalam goa ini merupakan suatu pekerjaan yang paling digemari oleh mereka bertiga." Pek In Hoei mendengus dingin.
"Hmm! Sebenarnya aku ada maksud untuk melepaskan dirimu dari tempat ini, akan tetapi setelah kutinjau da kusaksikan semua tingkah lakumu selama ini terutama perbuatanmu mengundang datang tiga buah lempengan besi rongsokan untuk mengerubuti diriku, maka aku telah merubah pikiran, bila malam ini kubiarkan engkau berhasil lolos dari tempat ini, aku akan jadi malu terhadap pedang mestikaku ini!" "Hmmm...
hmmm..." pria kekar yang berada di sebelah kiri tertawa seram, "sahabat, engkau tak usah pentang bacot anjingmu terus menerus, selamanya aku paling tidak percaya dengan segala macam permainan setan, kalau punya kepandaian silahkan perlihatkan keampuhanmu, agar kami tiga bersaudara dapat ikut mendapat petunjuk darimu." Air muka Pek In Hoei berubah hebat, wajahnya yang tampan tersungging satu senyuman dingin yang menggidikkan hati, hawa membunuh terlintas di antara kerutan alisnya, perlahan-lahan ia memindahkan jenazah Kong Yo Siok Peng ke tangan kiri, sementara tangan kanannya mencabut keluar pedang mestika penghancur sang surya, katanya dingin : "Kau benar-benar iblis bukan manusia, terhadap sesosok mayatpun bersikap kejam." "Hmm! Nenek anjingmu, kalau aku ingin memaki, kau mau apa" Kalau punya kepandaian ayo maju." Jago Pedang Berdarah Dingin teramat gusar setelah mendengar perkataan itu, tiba-tiba pedangnya digetarkan keras-keras, pedang mestika penghancur sang surya dengan menciptakan diri jadi sekilas cahaya tajam membawa desingan angin yang tajam menyambar pria yang bermulut usil itu.
Serangan pedang itu dilancarkan dalam keadaan mendadak dan sama sekali tak terduga, pria kekar itu merasa pandangan matanya jadi kabur dan tahu-tahu selapis cahaya tajam telah mengurung tiba.
"Aduuh...!" pria kekar itu mimpi pun tak pernah menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki Jago Pedang Berdarah Dingin begitu sempurna dan hebatnya, menanti ia merasa bahwa gelagat tidak menguntungkan waktu sudah terlambat.
Ia menjerit kesakitan dengan suara yang menyayatkan hati, dada bagian depannya tertusuk hingga tembus di belakang punggungnya, darah segar memancar keluar dengan derasnya dari mulut luka itu, tubuhnya mundur sempoyongan ke belakang dan teriaknya dengan suara gemetar : "Kau..." Belum habis perkataan itu diucapkan tubuhnya sudah roboh terjengkang ke atas tanah dan terkapar di atas genangan darah kental, wajahnya menyeringai seram dengan mata melotot besar, sesudah berkelejot sebentar akhirnya ia putus nyawa dan matilah seketika itu juga.
Tang-Ci Hong-Koh jadi teramat gusar menyaksikan pembantunya dibunuh dalam satu gebrakan saja, jeritnya dengan suara tinggi melengking : "Engkau berani melukai orangku?" Pek In Hoei tertawa dingin.
"Inilah peringatan berdarah yang kuberikan kepadamu, juga memberi peringatan juga kepada kalian agar tahu diri, barang siapa berani pentang mulut besar tanpa menilai dahulu sampai di manakah kemampuan yang dimilikinya, inilah akibat yang harus diterima, jika engkau cerdik maka janganlah membawa anak buahmu datang kemari untuk mengantar kematian belaka." Dua orang pria kekar lainnya ketika menyaksikan rekan mereka mati secara mengenaskan di ujung pedang lawan, diam-diam hatinya jadi bergidik, dengan penuh kemarahan mereka menerjang maju ke depan, pedang diloloskan dari sarung dan selangkah demi selangkah menghampiri tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin itu.
Tampak seorang pria dengan muka yang bercodet bekas bacokan golok berkata sambil tertawa seram : "Jika hari ini aku Lo-jit si Muka Bercodet, membiarkan engkau berhasil lolos dari tempat ini dalam keadaan selamat, maka aku bersumpah tak akan hidup sebagai manusia lagi, jangan menganggap karena engkau adalah Jago Pedang Berdarah Dingin maka aku tak berani mengganggu dirimu.
Hmm1 Di hadapan aku Loo-jit si Muka Bercodet, engkau masih belum terhitung seberapa." "Itukah pesan terakhirmu sebelum ajal merenggut nyawa?" ejek Pek In Hoei dengan nada sinis.
Loo-jit si Muka Bercodet tertegun mendengar ucapan itu, hampir saja ia tak percaya kalau mulut Pek In Hoei begitu lihaynya, hawa amarah berkobar makin memuncak dalam benaknya tanpa mempedulikan keselamatan sendiri dia putar pedangnya dan segera menerjang ke depan.
Tang-ci Hong-Koh segera menggerakkan pergelangannya pula sambil berseru lantang : "Ayoh serbu, malam ini kita harus beradu jiwa dengan bajingan keparat ini!" Baru saja tubuhnya menerjang maju ke depan, pedang dalam genggamannya dengan menciptakan selapis cahaya tajam telah meluncur tiba.
Ke-tiga orang itu rata-rata merupakan jago Bu-lim kelas satu, serangan gabungan yang mereka lancarkan ini benar-benar luar biasa sekali hebatnya, tampak bayangan manusia berkelebat silih berganti, dalam waktu singkat mereka bertiga telah mengepung tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin itu di tengah kepungan.
Pek In Hoei sendiri meskipun tidak jeri menghadapi kepungan dari tiga orang jago silat itu, tetapi berhubung dalam pelukannya bertambah dengan sesosok mayat, hal itu membuat gerak-geriknya terganggu dan sama sekali tidak leluasa.
"Hong-koh, jangan bertempur!" tiba-tiba satu bentakan nyaring berkumandang datang.
Tang-ci Hong-Koh memperlambat gerakannya dan segera loncat keluar dari gelanggang pertarungan, ketika ia berpaling tampaklah Wie Chin Siang telah berdiri di mulut gua.
Kemunculan dara itu seketika membuat air mukanya berubah hebat : "Ooooh...
jadi engkaulah yang mengkhianati kami...
jadi kamulah yang membocorkan rahasiaku..." "Hmmm!" Wie Chin Siang mendengus dingin, "inilah kesempatan yang sangat baik bagimu untuk meloloskan diri, sekarang tinggalkanlah tempat ini secepat-cepatnya.
Diam-diam Hoa Pek Tuo sudah kabur dari sini, apa gunanya engkau jual nyawa buat dirinya?" "Apa?" Hoa Pek Tuo sudah kabur dari sini?"" seru Tang-ci Hong-Koh gemetar.
"Sedikit pun tidak salah, sebenarnya dia telah melimpahkan semua pengharapannya ke atas pundakmu, tetapi setelah mengetahui bahwa rahasiamu terbongkar maka ia merasa dirimu sudah tiada berharga lagi baginya, maka seorang diri secara diam-diam ia kabur dari tempat ini..." Tang-ci Hong-Koh jadi mendongkol sekali hingga air mukanya berubah jadi hijau membesi, serunya dengan penuh kebencian : "Bangsat tua, rupanya ia berhati pengecut seperti babi...
aku telah salah menilai dirinya!" Wie Chin Siang mendengus, ujarnya kembali : "Engkau masih bisa membedakan dengan jelas mana yang jahat dan mana yang benar, hal itu menandakan bahwa engkau masih bisa ditolong dari lembah kenistaan, setelah keluar dari tempat ini aku berharap agar engkau bisa hidup kembali dengan wajah baru, bertobatlah dari segala dosa yang pernah kau lakukan dan baik-baiklah hidup sebagai manusia..." Air muka Tang-ci Hong-Koh berubah jadi amat sedih, perlahan-lahan dia menghela napas panjang dan berkata : "Apakah kalian berdua juga mau lepaskan mereka berdua?"" Wie Chin Siang menggeleng.
"Selama ini tiga manusia bertangan setan selalu mengikuti dirimu, hal ini dikarenakan mereka sedang menjalankan tugas dari Hoa Pek Tuo untuk mengawasi dirimu, Hong-koh! Kematian dari orang- orang ini tak usah kau sesali, mereka sudah pantas untuk menerima kematian sebagai penebus dari dosa- dosanya.
Nah! Pergilah!" Meskipun Tang-ci Hong-Koh dibesarkan dalam lingkungan yang jahat dan banyak kelicikan yang telah dijumpai, akan tetapi pada dasarnya ia mempunyai tabiat yang baik.
Sedari permulaan ia sudah tidak senang bergaul dengan manusia sebangsa Hoa Pek Tuo, ditambah pula sering kali ia mendapat petunjuk serta bimbingan dari Wie Chin Siang, hal ini membuat watak baiknya yang selama ini terpendam perlahan-lahan terbuka kembali.
Begitulah selesai mendengar perkataan itu, dengan air mata bercucuran dia melirik sekejap ke arah Wie Chin Siang kemudian putar badan dan berlalu dari situ.
Sejak Tang-ci Hong-Koh mengundurkan diri dari gelanggang pertempuran, Jago Pedang Berdarah Dingin merasa daya tekanan jauh lebih berkurang, pada dasarnya ia memang punya kesan yang jelek terhadap dua orang jago berwajah bengis ini, melihat kehadiran Wie Chin Siang segera serunya : "Chin Siang, bagaimana dengan kedua orang makhluk jelek ini?" Setelah melepaskan Tang-ci Hong-Koh, keadaan Wie Chin Siang nampak bertambah santai dan leluasa, seakan-akan dia telah menyelesaikan satu pekerjaan besar, sambil membereskan rambutnya yang terurai, sahutnya dengan hambar : "Ke-dua orang makhluk jelek itu tak boleh dibiarkan tetap hidup di kolong langit..." "Nona Wie, engkau tidak seharusnya membantu orang luar..." teriak Loo-jit si Muka Bercodet dengan gusar.
"Hmmm1 Lo-jit, sudah terlalu banyak manusia di kolong langit ini jadi mati konyol di tanganmu," kata Wie Chin Siang dengan suara dingin, "berapa banyak orang yang kau celakai dan kau bunuh" Berapa banyak kejahatan yang telah kau lakukan" Malam ini mungkin saja aku dapat melepaskan semua orang yang ada, tetapi kau tak dapat kulepaskan dengan begitu saja...
Ini hari juga kau harus mati!" "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... perempuan lonte, sabar dulu aku sudah tahu kalau engkau bukan manusia baik..." Jago Pedang Berdarah Dingin menggetarkan ujung pedangnya dan membacok ke arah tubuh Lo-jit si Muka Bercodet, orang itu jadi terkesiap dan buru-buru mengundurkan diri ke belakang.
"Sudah kalian dengar semua perkataan itu?" jengek Pek In Hoei dengan suara dingin.
Setelah berhenti sebentar dia menambahkan : "Siapa pun di antara kamu sekalian tak ada yang bisa lolos dari tempat ini dalam keadaan selamat..." Pria kekar yang selama ini berdiri di sisi kalangan dengan mulut membungkam itu, mendadak melotot dengan sorot mata berkilat, tanpa mengucapkan sepatah kata pun tiba-tiba ia putar pedang dan melancarkan tubrukan ke depan, pedangnya berputar langsung menusuk ke depan.
"Hmmm! Rupanya engkau mencari mati..." Pedang penghancur sang surya-nya laksana kilat disapu ke arah depan, ujung senjata yang tipis dan tajam menerobos masuk lewat tengah bayangan pedang lawannya kemudian laksana kilat membacok iga bagian bawah orang itu.
Craaaap...! Tidak sempat mengeluarkan sedikit suara pun pria itu terkapar ke atas tanah dan mati dengan dada berlubang.
Lo-jit si Muka Bercodet semakin naik pitam terutama sekali setelah menyaksikan rekan-rekannya mati semua, ia meraung keras : "Bangsat! Kau benar-benar amat keji, ke-dua orang saudaraku telah mati semua di ujung pedangmu!" "Dan sekarang akan tibalah giliranmu!" sambung Pek In Hoei dengan suara menyeramkan, "aku tidak bersedia melepaskan seorang iblis keji pun dari tempat ini..." Lo-jit si Muka Bercodet tertawa dingin, serunya : "Kau ingin menghabisi nyawaku?" Boleh saja tetapi engkau harus mengeluarkan pembayaran yang paling besar dan paling mahal, Pek In Hoei! Mungkin engkau belum mengenal akan tindakanku...
Selamanya aku tak sudi melakukan perdagangan yang rugi..." Pek In Hoei menggerakkan tubuhnya maju satu langkah ke depan, jengeknya dingin : "Berapa besar penghargaan yang harus kuberikan kepadamu" Sahabat, silahkan menawar dan sebelum itu engkau harus menilai dahulu siapakah yang sedang kau hadapi." "Hmmm!" Lo-jit si Muka Bercodet mendengus dingin, "kau anggap dirimu adalah manusia yang luar biasa" Saudara, pandanganmu itu keliru besar, seandainya aku bermaksud untuk adu jiwa, Hmm...
Hmm... aku percaya engkau akan tahu bagaimanakah akibatnya." Sinar mata yang buas memancar ke depan, pedang panjangnya tiba-tiba disilangkan di depan dada, dengan pandangan penuh kebencian ia melotot sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin sementara satu senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya, wajah orang itu tampak menyeringai begitu menyeramkan hingga keadaannya ibarat setan iblis.
Pek In Hoei tertawa sinis, ia menggetarkan pedangnya dan menjawab : "Kau tak usah banyak bacot, ingatlah baik-baik! Aku akan mencabut jiwa anjing dalam jurus Kiam-liok-ciu- yang." "Hmmm...! Engkau terlalu percaya pada dirimu sendiri," teriak Lo-jit si Muka Bercodet sambil tertawa dingin.
Tiba-tiba ia menerjang maju ke depan, pedangnya dengan suatu gerakan yang cepat laksana sambaran kilat membacok ke tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin, serangan itu begitu ganas dan sadis sehingga membuat hati si anak muda itu agak tergetar.
Pek In Hoei tertawa dingin, pergelangan tangannya digetarkan ke depan dan jurus serangan pun dilancarkan keluar, jurus yang dipergunakan adalah jurus 'Kiam-liok-ciu-yang' atau rontoknya pedang di musim gugur.
"Aduuh..." di tengah kegelapan berkumandang suara jeritan yang keras diikuti tubuh Lo-jit si Muka Bercodet terkapar ke atas tanah dan selamanya tak berkutik lagi.
Perlahan-lahan Pek In Hoei cabut keluar pedang mestikanya, lalu menghela napas panjang.
"Chin Siang, mari kita pergi dari sini!" Di tengah kegelapan dua sosok bayangan manusia perlahan-lahan berlalu dari situ dan lenyap di balik tikungan.
***** Impian adalah suatu kejadian yang dialami setiap manusia, dan impian tersebut adalah impian yang sedih dan memilukan hati.
Impian itu bukan muncul dalam alam khayalan, tetapi merupakan suatu kenyataan yang berada di depan mata, bukankah begitu" Seorang gadis yang baik hati harus mati karena tercekik, kematian yang sama sekali di luar dugaan.
Sebuah gundukan tanah baru muncul di sebidang tanah, gundukan tanah itu bukan lain adalah kuburan, di mana seorang gadis yang cantik dan baik hati terkubur untuk selamanya dengan tanah liat sebagai teman dan bunga sebagai hiasan, tanah yang kuning menutup tubuhnya yang lembut dan wajahnya yang cantik, menutup semua kenangan yang pernah dialaminya selama hidup.
Di depan liang lahat tiada orang yang mengiringi, hanya sepasang mata muda mudi berdiri kaku di situ, walaupun tiada orang yang mengiringi upacara penguburannya, namun ia yang berada di alam baka sudah cukup merasa puas, karena orang yang dicintainya telah datang ke situ.
Dengan air mata mengembang di atas kelopak matanya Pek In Hoei menghela napas panjang, gumamnya seorang diri : "Untuk selama-lamanya dia tidak akan kembali lagi!" Wie Chin Siang yang berdiri di samping pemuda itu tanpa sadar ikut mengucurkan air mata karena terharu sekali, biji matanya yang bening berputar di antara genangan air mata, ia memandang ke arah pemuda she Pek itu lalu bertanya : "Engkau cinta kepadanya?" "Dia adalah gadis yang kucintai untuk pertama kalinya." "Aaaai...!" helaan napas panjang bergema di udara yang sunyi, rasa pedih dan pilu terlintas di atas raut wajah pemuda itu, ia memandang awan di langit, merasa seolah-olah dirinya berada di antara awan, rasa pedih yang menyelinap dalam tubuhnya seakan- akan ular berbisa yang memagut hatinya membuat ia sedih dan murung sekali.
"Dia terlalu bahagia," kata Wie Chin Siang lagi dengan suara yang gemetar, ucapan itu terpancar keluar di tengah kesedihan yang menyelimuti pula benaknya.
"Dari mana kau bisa berkata begitu?" tegur Pek In Hoei setelah tertegun sejenak.
Wie Chin Siang gelengkan kepalanya berulang kali.
"Siapa yang menyangkal kalau kalian pernah saling memupuk cinta" Seorang gadis yang kematiannya bisa menerima isak tangis dari pria yang dicintainya, bukankah hal itu merupakan suatu kebahagiaan?" Ia berhenti sebentar, lalu dengan wajah murung sambungnya : "Di kemudian hari, entah aku bisa mendapat kebahagiaan seperti itu atau tidak." Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan jantungnya berdebar keras tatkala menyaksikan kesedihan yang terpancar di atas wajah gadis itu, dalam benaknya segera terlintas kembali kenangan di kala gadis itu menempuh bahaya, budi kebaikan serta cinta kasih yang pernah ia berikan kepadanya benar-benar amat tinggi.
"Jika bukan engkau yang memberi kebahagiaan tersebut kepadaku, aku percaya di kolong langit masih belum ada orang yang mampu memberikan kesemuanya itu kepadaku, engkau harus memahami perasaan hati seorang gadis." Pek In Hoei merasa terharu terhadap gadis yang sedang bersedih hati itu, ia melirik sekejap ke arah Wie Chin Siang, dilihatnya air mata sedang berlinang membasahi dirinya, diam-diam ia menghela napas panjang.
"Chin Siang, aku bisa memahami keadaanmu," bisiknya.
Wie Chin Siang tertawa sedih.
"Asal engkau bisa memahami keadaanku hal itu sudah cukup membuat hatiku jadi puas." Sinar mata Pek In Hoei perlahan-lahan bergerak kembali memandang ke atas gundukan tanah baru di depannya, setelah berdoa sebentar bisiknya dengan suara lirih : "Siok Peng, beristirahatlah di sini dengan hati tenang! Suatu ketika aku pasti akan datang agi kemari untuk menengok dirimu." Dengan perasaan hati berat diam-diam ia putar badan dan berlalu dari situ.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Wie Chin Siang mengikuti di belakangnya, satu ketika gadis itu menghela napas sedih dan menegur : "Kau hendak pergi kemana?" Pek In Hoei terkesiap, ia tahu bahwa saat perpisahan telah tiba, per-lahan ia berpaling dan memandang gadis itu, lalu balik bertanya : "Dan kau sendiri" Engkau akan kemana?" "Aku hendak pulang ke luar lautan, mungkin lama sekali baru kembali lagi kemari, jika engkau ingin menjumpai diriku pergilah kesana dan carilah aku di luar lautan, setiap hari aku akan menantikan kedatanganmu, akan kutunggu terus sampai kau datang." "Apakah kau tidak bisa tinggal di sini saja?" tanya Pek In Hoei sambil tertawa getir.
Wie Chin Siang menggeleng.
"Kecuali engkau yang menahan diriku, aku tak bisa merubah keputusanku ini lagi, engkau harus tahu di kolong langit pada dewasa ini kecuali kau tak ada benda apa pun yang membuat aku berat hati, tetapi aku tahu jelas akan dirimu, engkau tak akan menahan aku." Pada saat ini dia sangat berharap agar Jago Pedang Berdarah Dingin bisa menahan dirinya, tetapi sikap yang ditunjukkan kekasihnya membuat ia kecewa, sebab pemuda itu tidak memberikan tanggapan apa pun juga.
Terpaksa ia tertawa getir dan gelengkan kepalanya, dengan pedih katanya : "Aku tahu bahwa engkau tak suka kepadaku." "Eeeei...
dari mana engkau bisa berkata begitu?" seru Pek In Hoei dengan cemas, "pendapatmu itu keliru besar, sekarang tanggung jawabku masih berat, aku harus membalas dendam, dalam keadaan begini aku tak berani memikirkan persoalan lain." "Bila engkau dapat memahami perasaan hatiku, itu sudah lebih dari cukup, sekarang aku hendak pergi." Gadis itu tahu jika ia tidak berusaha untuk berlalu dari situ, maka bila ia sudah tak dapat menahan pergolakan hatinya, kesemuanya akan gagal dan berantakan.
Maka sambil menggigit bibir dia putar badan dan segera berlalu dari situ secepat-cepatnya.
"Chin Siang... Chin Siang..." teriak Jago Pedang Berdarah Dingin dengan hati cemas.
Kepergiannya secara mendadak membuat pemuda itu merasakan hatinya kesepian, dengan termangu- mangu ia memandang bayangan punggung gadis itu hingga lenyap dari pandangan, helaan napas sedih berkumandang memecahkan kesunyian.
Dengan termangu-mangu ia berdiri di tempat semula, berapa lama ia berada di situ pemuda itu sendiri pun tak tahu, ia baru sadar kembali ketika telinganya sempat menangkap suara bentakan dan teriakan gusar berkumandang memecahkan kesunyian.
Ia tersentak bangun dari lamunannya, dengan cepat ia berpaling ke arah berasalnya suara itu dan tampaklah beberapa sosok bayangan manusia sedang berlari mendekat dengan cepatnya.
Pek In Hoei tertawa ewa, pikirnya di dalam hati : "Dari mana datangnya orang-orang itu" Kenapa di atas tubuh mereka mengenakan sekuntum bunga merah?" Dalam waktu singkat tujuh delapan orang pria baju hitam itu telah menyebarkan diri dan mengepung Jago Pedang Berdarah Dingin rapat-rapat, mereka bersenjata lengkap dan masing-masing memandang ke arah pemuda tersebut dengan mata melotot.
Tak seorang pun di antara mereka yang buka suara seakan-akan orang-orang itu sedang berpikir bagaimana caranya menghadapi pemuda di hadapannya itu.
Bagian 44 PEK IN HOEI tertawa, ujarnya : "Sahabat, apakah kalian tidak salah melihat orang?" "Saudara cilik," jawab seorang kakek tua yang kerempeng tapi berwajah cerah di antara rombongan orang itu, "boleh kami tanya, engkau adalah sahabat dari aliran mana?" "Aku sebatang kara dan berdiri sendiri, tidak bergabung dalam perguruan atau partai mana pun." "Oooh...! Kalau begitu silahkan saudara menyingkir ke samping, kami adalah sahabat-sahabat dari perkumpulan Hong-hoa-hwee atau Bunga Merah, berhubung hari ini kami sedang mengejar seorang buronan dari Kelompok Tangan Hitam maka tanpa sengaja telah bertemu dengan engkau, di sini tak ada urusanmu dan silahkan engkau jangan mencampuri urusan ini." "Oooh...
Perkumpulan Bunga Merah, belum pernah kudengar nama perkumpulan ini." Setelah ucapan itu diutarakan, pemuda itu baru merasa bahwa perkataannya kurang sopan, peduli perkumpulan mereka punya nama atau tidak, tidak pantas baginya untuk memandang rendah mereka.
Akan tetapi berhubung ucapan sudah diutarakan keluar dan tak mungkin bisa ditarik kembali, terpaksa ia hanya bisa tertawa belaka.
Sedikit pun tidak salah, orang-orang itu segera menunjukkan rasa gusar dan tidak senang hati setelah mendengar Jago Pedang Berdarah Dingin begitu pandang rendah perkumpulan mereka, serentak orang-orang itu maju selangkah ke depan dan siap turun tangan.
Kakek kerempeng tadi dengan cepat melotot sekejap ke arah anak buahnya sebagai peringatan agar mereka jangan turun tangan kemudian setelah memandang sekejap ke arah si anak muda itu ujarnya : "Sahabat, kalau didengar dari nada ucapanmu agaknya engkau adalah seorang manusia yang tak bernama, aku si Pertapa Nelayan dari Lam beng mohon bertanya siapakah nama besarmu." Menyaksikan rombongan orang-orang itu tidak mirip dengan jago kangouw biasa, bahkan semangat mereka nampak segar dan jelas memiliki serangkaian ilmu silat yang ampuh, ia segera memberi hormat dan tertawa.
"Namaku kecil dan tak ada artinya, harap lo sianseng jangan marah." "Maksudmu aku tidak berhak untuk mengetahui nama besar saudara?" Pek In Hoei menggeleng.
"Harap engkau jangan salah paham," katanya, "antara aku dengan perkumpulan kalian sama sekali tidak terikat oleh dendam atau permusuhan apa pun juga, kita melakukan suatu pekeraan masing-masing tanpa mengganggu pihak yang lain, siapa pun tidak mencampuri urusan siapa-siapa, apa sih gunanya untuk mengetahui asal usul orang." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... pandai amat engkau menghindari diri dari pertanyaanku," seru Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil tertawa dingin.
Air muka Jago Pedang Berdarah Dingin berubah hebat, ia tertawa dingin dan serunya : "Menurut pendapat lo-sianseng apakah aku harus bertekuk lutut dan mengaku kalah?" "Hmmm! Walaupun Perkumpulan Bunga Merah kami belum lama didirikan dalam dunia persilatan, akan tetapi kami semua bukanlah manusia-manusia yang takut urusan, dengan maksud baik aku ingin mengetahui nama besarmu, siapa tahu kau tak mau memberitahukannya.
Sahabat! Meskipun kami tak ingi mencari urusan dan bikin keributan, akan tetapi kami pun tak sudi membiarkan orang lain menginjak-injak kepala kami.
Engkau masih begitu muda sudah takabur dan jumawa apakah kau anggap ilmu silatmu yang paling tinggi" Haaaah...
haaaah... haaaah... kau jangan terlalu percaya pada kekuatanmu sendiri." "Kesalah-pahaman lo-sianseng sudah terlalu mendalam," ujar Pek In Hoei dengan alis berkerut, "hampir saja membuat aku tak punya kesempatan untuk memberi penjelasan terutama sekali perkataanmu yang terakhir membuat aku serba salah." "Hey orang muda," seru Pertapa Nelayan dari Lam- beng sambil tertawa keras, "asal engkau unjukkan ilmu silatmu, maka aku punya kemampuan untuk mengetahui berasal dari perguruan atau aliran manakah dirimu itu, jika engkau menganggap bahwa ucapanku ini telah melukai hatimu, maka tiada halangan untuk segera turun tangan." Pek In Hoei mengerutkan alisnya.
"Apakah lo-sianseng ada maksud untuk memaksa aku untuk turun tangan?" "Kami orang dari Perkumpulan Bunga Merah selamanya tak sudi dihina dan dipandang rendah orang, pepatah kuno mengatakan : kepala boleh kutung, darah boleh mengalir namun kami tak sudi dihina, berada dalam keadaan seperti ini kendati engkau tak ingin turun tangan pun tak mungkin..." Jago Pedang Berdarah Dingin tertawa ewa.
"Apakah lo-sianseng pernah memikirkan bagaimana akibatnya jika sampai terjadi pertarungan?" serunya.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng berdiri tertegun.
"Ooooh...! Engkau sedang menggertak diriku..." serunya.
Jelas jago lihay ini sudah tak tahan mendengar ucapan Jago Pedang Berdarah Dingin yang jumawa dan takabur itu, dengan wajah masam ia awasi seluruh tubuh pemuda itu dengan tajam.
"Apa yang kuucapkan adalah suatu kenyataan," kata Pek In Hoei sambil menggeleng, "lebih baik pertimbangkanlah persoalan ini masak-masak...
janganlah menyesal setelah kejadian..." "Heehhmmm...
heeehmmm. kalau begitu akulah yang pertama-tama akan mohon petunjuk darimu..." Ia merasa yakin dengan keampuhan tenaga dalamnya, sepasang telapak diayun dan sambil loncat ke depan ia pasang kuda-kuda, ditatapnya wajah Pek In Hoei dengan tajam dan siap menghadapi segala kemungkinan.
Melihat perbuatan orang itu, Pek In Hoei tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... rupanya lo-sianseng sudah punya maksud untuk turun tangan, terpaksa aku harus minta beberapa jurus petunjuk darimu dengan tangan kosong belaka!" "Hmmm! Lebih baik jangan terlalu mempercayai kekuatanmu sendiri, cabutlah pedangmu itu dan baik- baiklah melayani aku..."
"Gan-heng, engkau terlalu memuji!" kata Jago Pedang Berdarah Dingin sambil menggeleng.
Gan In tertawa hambar. "Saudara, bolehkah aku mengetahui siapakah namamu..."ia bertanya dengan suara lirih.
Terhadap rombongan orang-orang itu rupanya Pek In Hoei punya kesan yang sangat baik, dia segera menjawab : "Aku adalah Pek In Hoei..." "Aaaah! yaaah ampun...
jadi engkau adalah Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei..." teriak Hee Pek- li dengan suara amat terperanjat.
Rombongan orang-orang yang berkumpul di sana sebagian besar merupakan kekuatan dari Perkumpulan Bunga Merah, setelah mendengar bahwa pemuda yang berada di hadapannya adalah Jago Pedang Berdarah Dingin, mereka segera tunjukkan sikap yang sangat menghormat.
Dengan wajah menyesal bercampur malu, Hee Pek-li maju mencengkeram tangan Pek In Hoei, serunya : "Aku yang rendah benar-benar punya mata tak kenal gunung Thay san, harap Pek heng suka memaafkan perbuatanku..." Gan In yang berada di sisinya segera tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... sekarang engkau baru tahu toh kalau Pek-heng telah memberi muka kepadamu" Tadi saja engkau masih berlagak sok sekali...
seakan-akan dirimu adalah seorang eng-hiong sejati, seorang jago besar...
dalam kenyataan di hadapan Pek-heng, engkau tidak lebih cuma sekuku jarinya saja..." Merah jengah selembar wajah Hee Pek-li, ia tertawa getir dan gelengkan kepalanya berulang kali, mulut tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Pek In Hoei menggenggam tangan Hee Pek-li, serunya pula : "Hee-heng, siau-tee juga mohon maaf kepadamu!" "Aaaah...
tidak berani, tidak berani..." teriak Hee Pek-li dengan gelagapan, ia goyangkan tangannya berulang kali.
"Pek-heng!" ujar Gan In kemudian dengan wajah berseri-seri, "seluruh anggota perkumpulan kami dari atas hingga ke bawah semuanya pernah mendengar nama besar anda, bahkan sering kali membicarakan kesaktian yang anda miliki, kali ini pihak Perkumpulan Bunga Merah dapat berkenalan dengan Pek-heng, hal ini boleh dibilang merupakan suatu keberuntungan bagi kami semua..." Ia tarik napas panjang-panjang, setelah berhenti sebentar lanjutnya : "Dalam melakukan pengejaran terhadap anggota Komplotan Tangan Hitam kali ini, sepanjang jalan banyak saudara kami telah menderita luka di tangan mereka, karena pihak lawan terlalu kejam dan telengas dalam perbuatan dan sempurna dalam tenaga dalam, tindak tanduk mereka cukup membuat kepala kami jadi pusing..." "Ooooh...
! Manusia macam apa sih anggota Komplotan Tangan Hitam itu?"?" tanya Pek In Hoei.
Gan In gelengkan kepalanya berulang kali.
"Komplotan Tangan Hitam merupakan suatu perkumpulan yang paling misterius di kolong langit, siapakah pemimpin mereka yang sebenarnya tak seorang pun yang tahu, mereka seringkali melakukan pembunuhan, perampokan, pemerkosaan dan membakar rumah penduduk, perbuatan jahat apa pun mereka lakukan.
Jumlah korban yang menderita akibat perbuatan mereka tak terhitung jumlahnya...
Oooh! Meskipun jumlah anggota perkumpulan kami amat minim, tetapi kami semua merupakan lelaki sejati yang tidak jeri menghadapi kematian, kali ini dengan mempertaruhkan keutuhan dari Perkumpulan Bunga Merah kami berusaha keras untuk membasmi serta melenyapkan Komplotan Tangan Hitam dari muka bumi..." Pek In Hoei merasa setiap ucapan yang diutarakan Gan In mengandung rasa keadilan dan kebenaran yang sejati, ia merasa dirinya pantas untuk bersahabat dengan manusia-manusia sejati macam mereka, sebab hal itu merupakan suatu kejadian yang menggembirakan.
Dengan wajah serius dia lantas berkata : "Aku bersedia bekerja sama dengan Gan-heng untuk membasmi Komplotan Tangan Hitam dari muka bumi..." Gan In merasa berterima kasih sekali atas kesediaan pemuda itu, ujarnya dengan cepat : "Bilamana Pek-heng bersedia membantu usaha kami, niscaya Komplotan Tangan Hitam dapat kita gulung sampai ke akar-akarnya..." Dengan sorot mata tajam ia melirik sekejap ke arah Pertapa Nelayan dari Lam-beng, lalu tanyanya : "Bagaimana dengan anggota Komplotan Tangan Hitam yang kalian ikuti jejaknya terus itu?"?" "Kalau dibicarakan sungguh menyesal sekali, anggota Komplotan Tangan Hitam itu berhasil melarikan diri masuk ke dalam sebuah hutan lebat, aku merasa agak repot untuk menggeledah seluruh isi hutan itu maka atas anjuranku pencarian kami urungkan!" Gan In gelengkan kepalanya berulang kali.
"Penjahat itu secara beruntun telah membinasakan tujuh lembar jiwa, kita tak bisa melepaskannya dengan begitu saja..." Perlahan-lahan dia alihkan sorot matanya ke arah depan, di mana sebuah hutan yang lebat terbentang di depan mata, untuk melakukan pencarian dalam hutan seluas itu memang merupakan suatu pekerjaan yang menyulitkan, karena itu setelah termenung sebentar segera ujarnya : "Kepung seluruh kaki bukit ini, aku hendak melakukan pemeriksaan sendiri ke atas..." "Bagaimana kalau kutemani diri Gan-heng?"" sambung Pek In Hoei sambil tertawa ringan.
Sambil tertawa Gan In mengangguk, tubuhnya segera melesat ke udara dan berputar satu lingkaran kemudian dengan cepat sekali meluncur ke arah depan.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tersenyum, ia tahu bahwa Gan In sengaja mempertunjukkan kelihayannya di hadapan mukanya, ia segera getarkan pundaknya dan ikut meluncur ke muka bagaikan bergeraknya awan di angkasa.
Walaupun ia lebih lambat menggerakkan tubuhnya, tiba di kaki bukit tepat bersamaan waktunya dengan kedatangan Gan In, para jago dari Perkumpulan Bunga Merah jadi semakin kagum lagi, dari keadaan tersebut membuktikan bahwa ilmu silat yang dimiliki Pek In Hoei jauh lebih tinggi daripada wakil ketua mereka.
Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Batu cadas berserakan di mana-mana, kabut tebal menyelimuti seluruh angkasa, meskipun bukit itu nampaknya tidak begitu tinggi tetapi setelah didaki ternyata luas sekali, untuk mencari seseorang yang bersembunyi di atas tanah seluas itu tentu saja bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Gan In sendiri walaupun menguasai ilmu mencari jejak, akan tetapi setelah menyaksikan keadaan medan ia mengerutkan dahinya juga, dengan sorot mata tajam ia menyapu sekejap sekitar tempat itu, dari atas sebuah jalan gunung yang sempit tiba-tiba ia temukan bekas telapak sepatu yang amat tipis, bila tidak diperhatikan dengan seksama sukar untuk diketahuinya...
"Pek-heng, agaknya ada orang yang pernah lewat dari tempat ini..." segera serunya.
Warna darah yang merah terlintas di depan mata Pek In Hoei, tiba-tiba ia temukan beberapa tetes noda darah tertera di antara semak belukar di hadapannya, noda darah itu belum mengering dan jelas baru saja menetes jatuh, hal ini membuktikan bahwa ada seseorang baru saja lewat di situ.
Dengan wajah serius Pek In Hoei segera bertanya : "Apakah anggota Komplotan Tangan Hitam itu menderita luka?"" Gan In tertegun, lalu jawabnya : "Tidak begitu pasti tapi menurut laporan yang kuterima, katanya anggota Komplotan Tangan Hitam itu telah tertusuk oleh Hee Pek li sehingga terluka, kendati lukanya tidak begitu parah namun secara beruntun dia masih mampu melukai tiga saudara dari perkumpulan kami, dari sini bisa diketahui bahwa tenaga dalamnya cukup lumayan." "Noda darah yang ada di sini belum kering," ujar Pek In Hoei sambil menuding noda darah yang ada di atas tanah itu, "jelas belum lama berselang menetes di sana, menurut dugaanku anggota Komplotan Tangan Hitam itu tentu sudah melarikan diri lewat sana." "Lalu siapakah yang meninggalkan bekas telapak kaki di atas tanah sebelah sana?" tanya Gan In tercengang.
"Mungkin bekas kaki itu hanya merupakan suatu siasat belaka untuk melamurkan pandangan orang, agar usahanya untuk melarikan diri bisa berjalan lancar, tentu anggota Komplotan Tangan Hitam itu sengaja meninggalkan bekas telapak kaki yang kacau di sana agar kita mengejar ke arah jalan yang keliru, coba lihat tanah berumput dan bersemak di sekitar tempat itu merupakan tempat persembunyian yang amat baik.
Gan-heng lebih kita mengejar dari sini lebih dulu." "Tepat sekali," seru Gan In sambil bertepuk tangan, "hampir saja aku tertipu oleh siasat keparat itu!" Rupanya dia mempunyai kepandaian yang cukup matang mengenai ilmu mencari jejak setelah diberi petunjuk oleh Jago Pedang Berdarah Dingin dan merasa bahwa keterangan orang itu benar, tanpa berpikir panjang ia segera loncat ke depan dan menerjang lebih dahulu ke dalam semak.
Ke-dua orang itu merupakan jago Bu-lim kelas satu, sepanjang perjalanan mereka bergerak semakin jauh dan semakin banyak noda darah yang mereka temukan, hal itu justru merupakan tanda petunjuk yang jelas bagi mereka berdua.
Tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia berkelebat masuk ke dalam hutan siong di sebelah depan, Gan In segera tertawa dingin, sambil silangkan telapaknya di depan dada ia berseru : "Sahabat, sulit amat mencari tempat ini." Bagaikan segulung hembusan angin tubuhnya segera menerjang masuk ke dalam hutan itu.
Blaaam... blaam... tiba-tiba desiran angin pukulan tajam berhembus keluar dari balik pepohonan, begitu dahsyat angin pukulan tersebut membuat Gan In terdorong mundur dengan sempoyongan dan terdesak keluar lagi dari dalam hutan.
Peristiwa ini membuat wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah jadi naik pitam, dengan air muka hitam membesi teriaknya : "Pek-heng, hampir saja kita terperangkap oleh jebakannya." "Berapa banyak orang yang berada di dalam sana?" tanya Pek In Hoei dengan alis berkerut.
Gan In tertawa getir. "Tidak begitu jelas," jawabnya, "tetapi paling sedikit jumlahnya mencapai dua puluh orang lebih, sungguh tak nyana tempat ini merupakan suatu pusat pertemuan dari para Komplotan Tangan Hitam.
Hmmm... rupanya suatu pertarungan sengit tak bisa dihindari lagi..." Pek In Hoei melirik sekejap ke arah hutan tersebut, kemudian katanya : "Gan-heng, musuh ada di gelap sedang kita ada di tempat terang, jangan memasuki hutan tersebut sekarang, kita berusaha untuk memancing kemunculan mereka dari dalam hutan..." Dengan wajah serius tambahnya : "Gan-heng, mari kita bakar saja hutan ini agar mereka jadi..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... benar, sedikit pun tidak salah, sedikit pun tidak salah," seru Gan In tertawa terbahak-bahak, "kita bakar saja hutan ini untuk memanggang bebek, aku Gan In tidak percaya kalau mereka mampu untuk bersembunyi di dalam api terus menerus.
Pek-heng! Lihatlah daya penghancur dari peluru Pek-lek-tan ini..." Rupanya orang itu pun mempunyai keahlian di dalam ilmu mesiu, hal ini sama sekali berada di luar dugaan Jago Pedang Berdarah Dingin.
Dalam pada itu Gan In telah mengambil keluar sebutir peluru yang berbentuk bulat seperti telur ayam, bentaknya keras-keras : "Anak monyet, cucu kura-kura...
ayoh kalian segera menggelinding keluar dari tempat itu...!" Sreet! Di tengah desiran angin tajam, sekilas cahaya terang meluncur di tengah kegelapan dan menerjang masuk ke dalam hutan itu.
Blaaam... ! Ledakan dahsyat bergeletar memecahkan kesunyian, menggetarkan seluruh bumi dan menggoncangkan pepohonan, asap tebal membumbung tinggi ke angkasa...! Percikan api memancar ke empat penjuru dan menimbulkan kebakaran besar dalam hutan tadi.
Di tengah kobaran api yang kian lama menjilat kian besar, sama sekali tidak terdengar jeritan ngeri atau teriakan kaget, juga tak nampak sesosok bayangan manusia pun yang melarikan diri dari tempat itu, suasana tetap sunyi senyap...
Gan In jadi tertegun ujarnya : "Apakah setan-setan alas itu sudah pada modar semua?" "Kita berdua sudah tertipu oleh siasat mereka," kata Pek In Hoei dengan wajah serius, "saudara Gan, kita sudah terlambat turun tangan, rupanya manusia- manusia itu cukup cerdik dan cekatan...
kita harus menyia-nyiakan sebutir peluru Pek lek tan dengan percuma...
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." Tiba-tiba dari sisi kiri ke-dua orang jago lihay berkumandang keluar suara tertawa dingin yang rendah dan menyeramkan, Gan In segera ayunkan telapaknya sambil membentak : "Apa yang kalian tertawakan?" Blaaammm! Angin pukulan yang dahsyat dengan berat menghajar di atas batu cadas yang besar membuat batu karang itu retak dan hancur terbengkalai, percikan pasir dan batu kerikil berhamburan di angkasa.
Dari balik semak segera bermunculan bayangan manusia, dua puluh orang pria baju hitam dengan mengenakan sarung tangan berwarna hitam sama- sama munculkan diri dari persembunyian, dengan senjata terhunus mereka segera kepung Pek In Hoei dan Gan In rapat-rapat.
Wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah itu segera tertawa terbahak-bahak, serunya : "Aku mengira kaliab semua telah modar dan tak ada yang hidup, hemmm...
hemmm... kalian memang benar-benar anak kura-kura yang pandainya menyembunyikan diri, ledakan peluru Pek-lek-tan tidak membinasakan kalian...
eeeei, tahunya kalian bisa merangkak keluar..." Seorang pria berbadan kekar tertawa dingin, napsu membunuh yang mengerikan terlintas di atas wajahnya, sambil tertawa seram serunya : "Wakil ketua she Gan, kau memang hebat sekali." Gan In segera berpaling ke arah pria itu tetapi setelah mengetahui siapa lawannya,ia merasa hatinya tercekat dan jantungnya berdebar keras, dengan wajah serius segera tegurnya : "Sungguh tak disangkat di tempat ini aku bisa menjumpai lagi dengan engkau si keparat yang pandai mencuri barang.
Haaaah... haaaah... haaaah... Sun Giok Kun, apakah manusia-manusia berhati hitam itu adalah anak buahmu semua?"
"SEDIKIT PUN tidak salah, kami anggota Komplotan Tangan Hitam sudah lama menantikan kehadiranmu!" Gan In mengerutkan dahinya, lalu sambil ia berkata : "Keparat cilik she Sun, ada apa engkau menantikan kedatangan aku Gan lo toa di sini?"" "Heehhmm...
heehhmm... heehhm..." Sun Gok Kun tertawa dingin, "aku hendak menunggu engkau untuk memenggal batok kepala anjingmu, agar bisa diserahkan kepada ketua kami, dalam pertarungan di kota Lok-yang berpuluh-puluh orang anggota kami terluka oleh ledakan peluru Pek-lek-tanmu, hutang berdarah ini harus dituntut balas dan engkaupun harus memberi keadilan kepada kami..." "Hmmm! Kau mesti tahu batok kepala dari aku orang she-Gan tidak tampang dipetik orang, hey orang she Sun, pergilah mencari berita dulu dari teman- temanmu, manusia manakah dari Perkumpulan Bunga Merah bisa dianiaya dengan seenaknya..." Sun Gok Kun melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin kemudian tegurnya : "Siapakah orang ini?"" Ia tertawa seram, setelah berhenti sebentar lanjutnya : "Belum pernah kulihat manusia semacam ini dalam Perkumpulan Bunga Merah..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... meskipun saudara ini bukan anggota dari Perkumpulan Bunga Merah, akan tetapi dia adalah sahabat karib yang berdiri pada garis serta pandangan yang sama dengan kami, aku dengar pengetahuanmu luas sekali...
apa salahnya kalau engkau tebak sendiri siapakah sahabatku ini?" "Hehhmm...
heehhmm... heehhmm... setiap sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah harus dibunuh mati!" "Kau maksudkan aku pun harus mati?" seru Pek In Hoei sambil melangkah maju setindak ke depan.
Sun Gok Kun agak tertegun, kemudian jawabnya : "Mungkin begitu..." Jago Pedang Berdarah Dingin tertawa dingin, di atas raut wajahnya yang tampan terlintas napsu membunuh yang tebal, ia tarik napas panjang- panjang lalu menatap wajah Sun Gok Kun dengan sinar mata tajam, serunya : "Hmmm! Kau hendak bertempur melawan aku hanya mengandalkan kekuatan dari kalian beberapa orang saja?" Sun Gok Kun tercekat hatinya, ia merasakan suatu firasat yang kurang menguntungkan buru-buru katanya : "Siapa engkau" Aku rasa engkau pasti bukan seorang manusia yang tak bernama bukan?" Antara kami Komplotan Tangan Hitam dengan dirimu toh tak pernah terikat oleh dendam atau pun sakit hati, buat apa kau mencampurkan diri dalam persoalan ini" Ketahuilah campur tanganmu kemungkinan besar akan menghambat masa depanmu dalam dunia persilatan..." "Hmmm! Jika engkau sudah tahu siapakah sahabatku ini, maka kau tak akan berani mengucapkan kata- kata yang sombong dan gede seperti itu!" ujar Gan In dingin.
Sun Gok Kun menjengek sinis.
"Belum pernah Komplotan Tangan Hitam merasa jeri terhadap orang lain, manusia she Gan! Engkau tak usah menggunakan kata-kata yang gede untuk menggertakkami, setelah engkau melihat tindakan yang akan kami lakukan terhadap dirimu, maka engkau baru akan tahu sampai di manakah kelihayan dari anggota Komplotan Tangan Hitam kami..." "Hmmm! Sahabatku ini she-Pek, orang kangouw pada menyebut Jago Pedang Berdarah Dingin kepadanya, hey orang she Sun kalau ingin mengunjukkan keganasanmu sekarang boleh engkau perlihatkan..." Sekujur badan Sun Gok Kun gemetar keras setelah mendengar perkataan itu, setiap patah kata dari lawannya seakan-akan anak panah yang menembusi ulu hatinya, ia tak menyangka kalau Jago Pedang Berdarah Dingin yang tersohor karena kelihayannya serta ketelengasannya itu adalah sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah, andaikata pihak lawan bisa memperoleh bantuan dari seorang jago lihay itu, bukankah itu berarti bahwa pihak Komplotan Tangan Hitam akan menemui seorang musuh tangguh lagi...
Dengan hati bergidik gumamnya : "Jago Pedang Berdarah Dingin...
Jago Pedang Berdarah Dingin..." "Hmmm! Apakah engkau merasa tidak terlalu lambat baru mengetahui kalau dia adalah Jago Pedang Berdarah Dingin?" ejek Gan In sinis.
Sun Gok Kun tidak melayani sindiran orang, sambil memberi hormat kepada Pek In Hoei katanya : "Antara Komplotan Tangan Hitam dengan saudara boleh dibilang bagaikan air sumur tidak saling mengganggu air sungai, aku harap Pek heng suka berpeluk tangan dan tidak mencampurkan diri dalam persoalan ini, kalau engkau suka mengundurkan diri sekarang juga...
heeehhh... heeehhh... tentu saja aku merasa amat berterima kasih..." "Boleh saja kalau engkau tidak inginkan aku mencampuri urusan ini," jawab Pek In Hoei dengan nada dingin, "apakah engkau dapat menyanggupi satu permintaanku?" "apakah permintaanmu itu?" tanya Sun Gok Kun tertegun.
"Bubarkan Komplotan Tangan Hitam, dan hiduplah sebagai manusia yang baru!" Sun Gok Kun tertawa dingin, ia merasa permintaan yang diajukan Jago Pedang Berdarah Dingin terlalu bersifat kekanak-kanakan, bahkan menggelikan sekali.
"Maaf... seribu kali mohon maaf," katanya, "permintaan yang kau ajukan sulit untuk kami sanggupi sebab kedudukanku di dalam Komplotan Tangan Hitam tidak lebih hanya seorang ketua regu, di atas kami masih atas yang memberi perintah, oleh sebab itu maafkanlah aku jika permintaanmu itu tak dapat kuterima..." "Hmmmm! Lalu siapakah pemimpin dari Komplotan Tangan Hitam?"?" bentak Pek In Hoei sambil mendengus.
Sun Gok Kun kembali gelengkan kepalanya.
"Pertanyaanmu itu juga tak dapat kujawab!" sahutnya.
"Criiinng...!" di tengah dentingan nyaring sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata terpancar keluar dari tangan Gan In, sambil mencekal pedang yang terhunus ia melotot ke arah Sun Gok Kun sambil bentaknya gusar : "Bajingan she Sun, kalau engkau tak mau menjawab maka aku akan memaksa dirimu dengan kekerasan!" "Kalau ingin berkelahi sih gampang sekali," seru Sun Gok Kun sambil ulapkan tangannya, "lagi pula tugas yang kubawa kali ini adalah untuk memetik batok kepala anjingmu, karena itulah kami sengaja pasang jerat untuk memancing engkau berada di sini, tak mungkin bisa turun lagi dengan selamat.
Gan In! Lebih baik kita selesaikan persoalan ini di ujung senjata..." Di kala dia ulapkan tangannya, enam orang pria dengan membentuk lingkaran busur telah bergerak maju ke depan, bayangan pedang berkilauan dan sama-sama mengurung tubuh orang she Gan itu.
Melihat dirinya dikepung oleh enam orang jago lihay dari Komplotan Tangan Hitam, Gan In segera tertawa dingin, jengeknya : "Sahabat, aku orang she Gan tak akan membuat kalian jadi kecewa..." Pedangnya berputar di angkasa menciptakan sekilas bayangan pedang yang tajam, walaupun Gan In berada di tengah kepungan enam orang jago lihay akan tetapi ia sama sekali tidak kelihatan jeri, dengan suara keras orang itu membentak, pedangnya menekan ke bawah dan didorong lima cun ke depan, dalam waktu singkat ia sudah mengirim satu serangan kilat ke arah musuh-musuhnya.
Jurus serangan yang dia pergunakan aneh sekali, dalam satu gerakan yang sama ternyata ke-enam orang itu sama-sama sudah terserang olehnya pada bagian tubuh yang berbeda.
Namun ke-enam orang jago lihay dari Komplotan Tangan Hitam bukanlah manusia sembarangan, tubuh mereka segera bergerak menghindarkan diri dari ancaman pedang Gan In yang tajam, diikuti bentakan keras bergema di udara dan enam bilah pedang dengan menciptakan diri jadi sekilas cahaya langsung mengurung tubuh Gan In.
Wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ini jadi tertegun, dia tak mengira kalau anggota Komplotan Tangan Hitam yang dijumpainya pada saat ini merupakan jago-jago yang berkepandaian tinggi, hatinya tercekat dan segera bentaknya dengan gusar : "Sun Gok Kun sungguh luar biasa para pembantu yang kau bawa pada hari ini!" Sun Gok Kun tertawa bangga, jawabnya : "Semua anggota Komplotan Tangan Hitam adalah jago-jago kangouw yang punya pengalaman luas.
Gan In! Jika hari ini engkau dapat meloloskan diri dari tempat ini, maka aku Sun Gok Kun tak akan memakai she Sun lagi..." Gan In jadi teramat gusar, secara beruntun dia lancarkan enam buah bacokan ke depan, makinya dengan gusar : "Engkau si anak kura-kura cucu monyet...
she apa yang hendak kau gunakan aku tak ambil peduli, aku hanya ingat bahwa engkau dan ayahmu pernah menggunakan satu bini yang sama, bukankah begitu?"" "Kentut busuk nenekmu...! Sun Gok Kun berkaok-kaok marah.
Hampir saja ia muntah darah saking mendongkolnya, dia ulapkan tangannya dan dua orang pria segera melangkah maju dengan tindakan lebar, sambil putar pedang mereka terjun pula ke dalam gelanggang hingga posisinya saat ini menjadi delapan lawan satu.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak ingin rekannya dikerubuti, dengan suara dingin ia segera berseru : "Kalian andalkan jumlah banyak mengerubuti satu orang, apakah hendak menggunakan sistem roda berputar ?"" Sun Gok Kun jadi tertegun, sahutnya : "Selamanya Komplotan Tangan Hitam tak pernah memperhitungkan jumlah orang dalam bertempur..." Pek In Hoei tertawa dingin.
"Hmmm... selamanya aku orang she Pek pun tak pernah takut membunuh orang dalam jumlah yang banyak..." Bersamaan dengan selesainya perkataan itu sekilas bayangan pedang berkelebat dari tangannya, sambil berputar senjata ia lancarkan sebuah bacokan ke arah salah seorang di antara enam jago lihay yang sedang mengerubuti Gan In itu.
"Aduuuh...!" darah segar muncrat ke tengah udara mengikuti berkelebatnya cahaya pedang, jeritan ngeri yang rendah dan serak seakan-akan dipancarkan oleh seekor makhluk aneh yang terluka parah, dengan darah berceceran orang itu terkapar ke atas tanah.
Setelah kehilangan seorang musuh tangguh yang mengerubut dirinya, Gan In merasa tekanan yang mengepung dirinya makin ringan, semangat dari jago ini seketika bangkit kembali, sembari tertawa terbahak-bahak serunya : "Luar bias, Pek heng! Ayoh seorang lagi..." Pada saat perkataan dari Gan In baru saja lenyap dari pendengaran, tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin sudah menerjang ke udara dan menubruk ke dalam gelanggang sambil lancarkan tiga buah tusukan berantai.
Darah segar menyembur ke angkasa dan berhamburan di atas tanah, kembali ada tiga orang anggota Komplotan Tangan Hitam roboh terkapar di atas tanah.
Dalam kejutnya tahu-tahu Gan In sudah kehilangan empat orang musuh tangguh, hal ini membuat semangatnya segera bangkit, dengan tubuh berlepotan darah ia meneter dua orang musuh lainnya.
Bagaikan sukma gentayangan Pek In Hoei melayang kembali ke atas tanah, ujarnya : "Sun Gok Kun, terus terang kuberitahukan kepadamu...
orang banyak dalam pandanganku sama sekali tak ada gunanya, kalau engkau cerdik maka buanglah senjatamu dan menyerah kepada Perkumpulan Bunga Merah..." Sun Gok Kun berdiri menjublak di tempat semula dengan tubuh kaku, sambil memandang anak buahnya yang terkapar di atas tanah dalam genangan darah, rasa ngeri terlintas di atas wajahnya, jelas ia sedang merasa ketakutan karena menjumpai musuh yang tangguh...
Dengan tubuh gemetar dan bulu kuduk pada bangun berdiri, pikirnya : "Sungguh cepat gerakan pedang orang ini, seingatku orang inilah merupakan jago yang paling cepat dalam menggunakan pedangnya...
dalam satu gerakan empat orang telah dibunuh secara konyol...
nama besar manusia berdarah dingin ini benar-benar bukan nama kosong belaka..." Dengan wajah diliputi hawa napsu membunuh teriaknya : "Pek In Hoei, kau berani membunuh anak buah Komplotan Tangan Hitam kami itu berarti bahwa engkau adalah musuh besar kami...
mulai detik ini semua jago pedang dari Komplotan Tangan Hitam akan memburu dirimu siang mau pun malam...
agar engkau merasa tidak tenteram...
makan tak enak hidup pun tak tenang...
agar setiap hari hidupmu kau lewatkan dalam kesengsaraan..." "Cuuuh....! Kalau cuma andalkan beberapa orang barang rongsokan macam kalian lebih baik tak usahlah mencari kematian bagi diri sendiri..." seru Pek In Hoei sambil tertawa dingin.
Sun Gok Kun jadi semakin gusar, hardiknya : "Seandainya engkau tahu sampai di manakah kehebatan Komplotan Tangan Hitam, maka engkau tak akan berani mengucapkan kata-kata segede itu." "Aduuuh!" baru saja perkataannya selesai diucapkan, dari tengah gelanggang kembali berkumandang satu jeritan ngeri yang menyayatkan hati, seorang pria kekar dengan sempoyongan dan tubuh bermandi darah mundur sempoyongan dari kalangan pertempuran, kemudian roboh terjengkang ke atas tanah dan menemui ajalnya seketika itu juga, usus mengalir keluar dari perutnya dan kematian orang itu benar-benar mengenaskan sekali.
Setelah berhasil melenyapkan seorang musuh, Gan In putar pedangnya menerjang ke arah pria terakhir yang masih hidup.
Lelaki itu jadi ketakutan setengah mati, sambil terkencing-kencing dia buang senjatanya ke atas tanah lalu kabur ke arah hutan yang sedang terbakar itu.
Gan In tertawa terbahak-bahak, ia segera meloncat maju ke depan dan siap melakukan pengejaran.
"Saudara Gan, sudah lebih dari cukup modal yang kau peroleh...
biarkanlah di kabur," cegah Pek In Hoei sambil tertawa ringan.
"Membunuh beberapa orang lagi berarti keuntungan bagi kita, Pek heng! Engkau benar-benar hebat sekali...
dalam sekali gebrakan empat orang sudah kau lenyapkan, jika dibandingkan dengan dirimu...
aku masih terpaut jauh sekali, andaikata bukan engkau yang menemani aku...
Hmm... Hmm... ini hari selembar nyawa aku orang she Gan telah musnah di tempat ini..."
Sun Gok Kun merasa keder dan ngenes sekali, baru pertama kali bertempur enam orang jago lihaynya sudah musnah tak berbekas, hal ini membuat ia jadi gusar sekali, dengan mata melotot teriaknya : "Bangsat kalian benar-benar berhati kejam!" Gan In mendengus dingin, katanya : "Kalau kami dibandingkan perbuatan-perbuatan Komplotan Tangan Hitam, maka keadaannya bagaikan langit dan bumi.
Enam belas lembar jiwa di dalam perkampungan Nyo kee cung, sembilan nyawa di lembah Hek-see-kok...
Hmm... Hmmm Sun Gok Kun! Hutangmu sudah bertumpuk-tumpuk dan tak terhitung jumlahnya, kalau dibandingkan dengan jumlah yang begitu sedikit sebenarnya masih belum terhitung seberapa..." Karena marahnya sepasang mata Sun Gok Kun berapi-api, serunya dengan benci : "Karena peristiwa ini Perkumpulan Bunga Merah bakal musnah dari permukaan bumi, di dalam tiga jam kemudian saudara-saudara kami dari Komplotan Tangan Hitam akan menagih hutan ini beberapa kali lipat.
Gan In! Engkau harus ingat terus hutang berdarah pada hari ini..." "Kami akan ingat selalu," jawab Gan In sinis, "kalau engkau merasa punya kepandaian boleh dikeluarkan semua..." "Gan-heng," ujar Pek In Hoei sambil mencekal pedang mestikanya, "kita harus mencari akal untuk menyelesaikan orang-orang ini..." "Kejar saja mereka turun gunung," kata Gan In sambil ayun pedangnya, "di bawah sana ada orang-orangku yang sudah siap menantikan kehadiran mereka, ini hari paling sedikit kita harus memberi peringatan kepada orang-orang dari Komplotan Tangan Hitam agar tahu bahwa masih ada sekelompok kekuatan yang masih mampu untuk menundukkan mereka..." Air muka Sun Gok Kun berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, buru-buru serunya : "Bangsat...
kita akan bertemu lagi di lembah Hek-Lan- Tian!" Rupanya ia sadar bahwa pertarungan yang terjadi pada saat ini tidak menguntungkan pihaknya, sekali pun bertempur lebih jauh akhirnya yang rugi tetap pihaknya, maka orang itu lantas ambil keputusan untuk membawa anak buahnya kabur turun gunung.
Dengan cepat Pek In Hoei mengejar dari belakang, serunya : "Saudara Gan, cepat beritahu kepada saudara-saudara yang berada di bawah gunung agar menghadang mereka, jangan biarkan seorang pun di antara orang- orang itu berhasil meloloskan diri..." Gan In segera bersuit nyaring, dari bawah berkumandang pula suitan sautan...
yang mana berarti bahwa orang-orang di bawah bukit telah mengetahui maksud wakil ketuanya.
Begitulah Gan In dan Pek In Hoei segera mengejar dari belakang sambil ayunkan pedangnya terus menerus hal itu membuat anggota Komplotan Tangan Hitam jadi ketakutan dan segera kabur secepatnya.
Sementara itu para anggota Perkumpulan Bunga Merah yang menanti di bawah bukit jadi gelisah dan tidak tenang, setelah ditunggunya selama hampir satu jam baik Gan In maupun Jago Pedang Berdarah Dingin tidak memberikan kabar beritanya, terutama sekali Hee Pek-li, sambil berjalan bolak balik dengan pikiran kusut gumamnya : "Mungkinkah sudah terjadi peristiwa di sana?"" Pertapa Nelayan dari Lam-beng gelengkan kepalanya.
"Aaah! Tidak mungkin, Ji tongkee kami cerdik dan cekatan lagi pula pengalamannya luas sekali, tak mungkin ia bisa terjebak oleh perangkap orang-orang dari Komplotan Tangan Hitam, lagi pula Jago Pedang Berdarah Dingin adalah seorang jago lihay dalam dunia persilatan, dengan kerja sama ke-dua orang itu meskipun jumlah musuh lebih banyak pun tak akan bisa mengapa-apakan mereka..." "Yang paling menguatirkan hatiku adalah adanya perangkap di sana," ujar Hee Pek-li dengan alis berkerut, "meskipun kepandaian silat yang mereka miliki sangat lihay tak urung kadangkala agak teledor juga, asal mereka bertindak gegabah dan terjermus ke dalam perangkap musuh...
maka... Hmmm... pamor Perkumpulan Bunga Merah kita niscaya akan merosot..." Pertapa Nelayan dari Lam-beng adalah seorang jago yang berpengalaman dan punya pandangan yang luas, mendengar perkataan itu dia segera menggeleng.
"Mari kita tunggu sebentar lagi, kalau belum juga ada kabar beritanya maka kita utus dua orang saudara untuk menengok ke atas..." Dia angkat kepala ke atas, tiba-tiba ditemuinya kebetulan asap tebal dari atas bukit dengan hati yang lega segera ujarnya : "Ooooh...! Gan Ji-tongkee telah menggunakan peluru Pek-lek-tan-nya, mungkin di atas bukit sudah terjadi pertarungan..." "Bagaimana kalau kita kirim beberapa orang saudara untuk naik ke atas memberi bantuan..." kata Hee Pek- li gelisah.
Kembali Pertapa Nelayan dari Lam-beng menggeleng.
"Meskipun bukit ini tidak terlalu tinggi, akan tetapi untuk pulang balik paling sedikit membutuhkan waktu selama dua jam, sekali pun kau berhasil mencapai tempat kejadian mungkin pertarungan sudah berakhir...
legakanlah hatimu, kalau ada urusan wakil ketua pasti akan memberi kabar kepada kita, lebih baik kita atur diri secara baik-baik, siapa tahu kalau ada anggota Komplotan Tangan Hitam yang melakukan serbuan secara tiba-tiba..." Mendengar ucapan itu, pria kekar yang berdarah panas itu tak bisa berbuat lain kecuali berdiri tegak di tempat semula, pada waktu itulah dari atas bukit terdengar suitan nyaring, mendengar suitan itu semua anggota Perkumpulan Bunga Merah merasakan semangatnya bangkit kembali.
"Siapkan jaring!" seru Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan suara nyaring, "wakil ketua Gan memerintahkan kita untuk menangkap orang...
cepat bersiap-siap!" Di hari-hari biasa semua kekuatan ini dari Perkumpulan Bunga Merah sudah memperoleh didikan yang ketat, begitu menghadapi masalah besar tak seorang pun di antara mereka yang kelihatan gugup atau kacau, setelah perintah diturunkan maka semua orang segera siapkan jaring dan menyebarkannya di balik semak yang lebar, dengan tenang mereka menanti musuh-musuhnya masuk jaring.
"Semua orang sembunyikan diri!" perintah Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil ulapkan tangannya.
Baru saja jago-jago lihay itu menyembunyikan diri, dari atas bukit berkumandanglah suara bentakan nyaring, terlihatlah puluhan sosok bayangan hitam sedang melarikan diri terbirit-birit turun ke bawah gunung.
Di belakang mereka mengikuti Jago Pedang Berdarah Dingin serta Gan In, dengan senjata terhunus mereka mengejar dari belakang, siapa saja di antara anggota Komplotan Tangan Hitam terlambat sedikit larinya, sebuah tusukan menghantar mereka pulang ke rumah neneknya.
Dengan tenang Pertapa Nelayan dari Lam-beng menunggu hingga para anggota Komplotan Tangan Hitam menginjak ke dalam jaring, kemudian bentaknya keras-keras" "Jerar jaring..." Para jago dari Perkumpulan Bunga Merah berlompatan keluar, tiba-tiba jaring raksasa itu merapat dan para anggota Komplotan Tangan Hitam yang tidak menyangka kalau mereka masuk perangkap tak sempat meloloskan diri lagi, mereka semua tertawan dalam jaring itu.
Melihat jebakannya berhasil, Gan In tertawa terbahak-bahak serunya : "Hay nelayan tua, berapa ekor yang luput terjaring..." "Jangan kuatir, tak seekor pun yang lolos..." Para anggota Komplotan Tangan Hitam yang sedang melarikan diri mimpi pun tidak mengira kalau pihak Perkumpulan Bunga Merah telah mempersiapkan diri menanti, mereka sadar bahwa dirinya terjebak, untuk menyelamatkan diri sudah tak sempat lagi terpaksa dengan mulut membungkam mereka pasrahkan diri untuk dibekuk.
Gan In menyapu sekejap ke arah musuh yang berhasil ditangkap itu kemudian tanyanya : "Eeeei...! Di manakah Sun Gok Kun si keparat cilik itu?" "Keparat tersebut licik dan banyak akalnya sebelum tiba di kaki bukit ia sudah membelok ke jalan lain dan melarikan diri," jawab Pek In Hoei sambil gelengkan kepalanya.
Dalam pergerakan pihak Perkumpulan Bunga Merah kali ini boleh dibilang telah berhasil merebut kemenangan besar ketika jumlah tawanan yang berhasil ditangkap dihitung ternyata jumlahnya ada sembilan orang.
Tentu saja para anggota Perkumpulan Bunga Merah jadi bergirang hati, sebab selama berlangsungnya pertarungan baru ini hari mereka berhasil membekuk tawanan dalam jumlah yang banyak, hanya Pertapa Nelayan dari Lam-beng seorang tetap bermuram durja sambil gelengkan kepala dengan wajah sedih.
"Eeeei... nelayan tua, mengapa kau tidak senang hati?" tegur Hee Pek-li dengan hati tercengang.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kemenangan yang berhasil kita rebut pada saat ini hanyalah suatu kemenangan kecil di tengah pertarungan yang kecil pula, kita tak boleh merasa terlalu puas dan bangga diri.
Ketahuilah para anggota Komplotan Tangan Hitam adalah manusia lihay yang bisa menerobos setiap lubang kecil yang ada, mungkin saja di kala kita sedang gembira karena kemenangan ini, mereka lakukan penyergapan secara tiba-tiba...
pada saat itu kita akan jadi gugup dan gelagapan, dan korban yang berjatuhan di pihak Perkumpulan Bunga Merah pasti akan besar sekali..." "Dugaan nelayan tua tepat sekali, kita harus berhati- hati...
" sambung Gan In dengan wajah serius.
Hee Pek-li yang kebetulan berada di sisi mereka segera memandang sekejap ke arah anggota komplotan itu, kemudian tanyanya : "Wakil ketua she Gan, bagaimana kita bereskan manusia-manusia itu?" Gan In tercengang, untuk beberapa saat lamanya ia tak tahu bagaimana mesti membereskan para tawanannya, dalam Perkumpulan Bunga Merah orang ini tersohor sebagai orang yang cerdik, tetapi ketika itu ia jadi serba salah juga dibuatnya.
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya dan ia pun berpikir : "Apa yang harus kulakukan terhadap tawanan- tawanan itu, haruskah ku bunuh mereka..." Meskipun ia benci terhadap kejahatan dan orang- orang yang berhati kejam, akan tetapi Gan In merasa tak tega untuk menjatuhi hukuman yang setimpal terhadap mereka, kalau suruh ia lepaskan orang itu sudah tentu dia tak sudi, karena kesulitan akhirnya ia bertanya : "Bagaimana pendapat dari nelayan tua?" Pertapa Nelayan dari Lam-beng tersenyum.
"Semua anggota Komplotan Tangan Hitam merupakan manusia-manusia kejam yang berhati ular kalau kita bunuh mereka semua rasanya tak tega, menurut pendapatku lebih baik kita musnahkan saja ilmu silat yang mereka miliki, daripada di kemudian hari mereka lakukan perbuatan-perbuatan jahat lagi yang mengganggu ketenteraman masyarakat..." "Usulmu memang amat bagus," kata Gan In sambil mengangguk, "baiklah, kita jatuhi hukuman tersebut kepada mereka semua, di manakah pos kita selanjutnya?"?" "Hek-Lan-Tian! Tempat itu merupakan markas besar Komplotan Tangan Hitam, mungkin saja di tempat itu kita bakal melangsungkan satu pertarungan yang seru, sampai waktunya kita harus berhati-hati..." "Kalau begitu kita segera berangkat ke Hek-Lan-Tian!" kata Gan In kemudian sambil ulapkan tangannya.
Para jago dari Perkumpulan Bunga Merah benar-benar mempunyai pendidikan yang keras, setelah perintah diturunkan maka berangkatlah rombongan itu secara teratur.
Gan In menjura kepada Pek In Hoei dan tanyanya : "Pek-heng, apakah engkau bersedia untuk ikut kami menuju Hek-Lan-Tian..." "Komplotan Tangan Hitam adalah bibit bencana bagi umat manusia," ujar Pek In Hoei sambil tertawa, "apabila aku bisa gunakan kesempatan ini untuk melenyapkan bencana dari permukaan bumi, hal itu merupakan suatu pekerjaan yang sangat baik.
Gan- heng! Ayoh kita berangkat..." "Kesetia-kawanan Pek-heng terhadap kami benar- benar luar biasa, aku mewakili seluruh sahabat dari anggota perkumpulan kami ucapkan banyak terima kasih atas kesediaan Pek heng, di kemudian hari bila engkau butuhkan tenaga bantuan dari Perkumpulan Bunga Merah asal Pek-heng katakan maka kita semua pasti akan bersedia menyumbang tenaga..." Buru-buru Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Tolong menolong sudah merupakan suatu kejadian yang lumrah dalam dunia persilatan harap saudara Gan tak usah pikirkan di dalam hati, cuma aku merasa agak heran apa sebabnya Komplotan Tangan Hitam selalu memusuhi perkumpulan kalian" Permusuhan apakah yang terikat di antara ke-dua perkumpulan ini..." "Aaaaai...!" dengan sedih Gan In menghela napas panjang, "tujuan dari perkumpulan kami adalah melakukan perjuangan yang bermanfaat serta menguntungkan pihak dunia persilatan, tidak lama setelah perkumpulan kami berdiri, Komplotan Tangan Hitam pun munculkan diri, mereka berulang kali mengutus orang untuk mengundang perkumpulan kami menggabungkan diri dengan pihak mereka, tentu saja kami tak sudi berkomplot dengan manusia- manusia semacam itu, maka sejak itulah anggota Komplotan Tangan Hitam melakukan pembunuhan- pembunuhan sadis terhadap anggota kami, dalam persoalan apa pun mereka selalu memusuhi kami..." "Ooooh...! Apakah kalian gagal untuk menyelidiki siapakah pemimpin dari Komplotan Tangan Hitam?" "Kalau dibicarakan sungguh memalukan sekali, di hari- hari biasa anggota mereka berdandan seperti orang biasa, membuat kami sama sekali tak tahu apakah mereka anggota Komplotan Tangan Hitam atau bukan, kadangkala di waktu mereka berdiri di sisimu nampak seperti orang jujur, tetapi dalam suatu serangan yang mendadak justru orang itulah yang menghabisi jiwa kita, mengenai pemimpin mereka...
aaai! lebih misterius lagi orang itu bagaikan naga yang nampak ekor tak nampak kepalanya!" Bicara sampai di sini dia menghela napas panjang dan membungkam dengan wajah kesal.
Sepanjang perjalanan menuju Hek-Lan-Tian, anggota Komplotan Tangan Hitam tak nampak munculkan diri lagi, ketika mereka hampir memasuki wilayah musuh, Gan In segera menginstruksikan para anggotanya untuk bertindak lebih berhati-hati sebab dalam keadaan begitu pihak lawan setiap saat mungkin munculkan diri.
Suatu ketika Hee Pek-li munculkan diri dan bertanya : "Wakil ketua Gan, kita akan bermalam di mana?"" "Pasang tenda di depan Hek-Lan-Tian!" "Apakah kita tidak masuk kota..." tanya Hee Pek-li tertegun.
Dengan alis berkerut Gan In menggeleng.
"Sebagian besar orang yang ada di Hek-Lan-Tian merupakan anggota Komplotan Tangan Hitam yang menyaru, kalau kita masuk ke sana maka kemungkinan besar akan mendapat serangan atau sergapan dari mereka, untuk menghindari jatuhnya korban yang tak berguna, lebih baik kita berkemah di luar kota saja..."
Tiga jam km kota Hek-Lan-Tian sudah berada di depan mata, kota ini tersohor karena nama sebuah kedai yang bernama Hek lan-jian, sebagian besar penduduknya berdagang dan suasana di dalam kota ramai sekali.
Gan In segera memerintahkan anak buahnya mendirikan kemah di luar kota tersebut, para anggota Perkumpulan Bunga Merah yang sudah biasa hidup dalam pengembaraan segera mengerjakan tugasnya masing-masing dengan lancar.
Sementara mereka sedang sibuk bekerja, tiba-tiba dari dalam kota Hek- Lan-Tian muncul serombongan manusia, di antaranya terdapat para pekerja kasar yang memikul bahan makanan dan minuman, dua orang berdandan majikan memimpin mereka di paling depan.
Salah seorang di antaranya berdandan kakek bermuka putih berjenggot lebat, ia mengaku sebagai salah seorang hartawan dari kota Hek-Lan-Tian yang sengaja datang untuk menjumpai Gan In.
Dengan cepat wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ini munculkan diri, ujarnya : "Lo sianseng, ada urusan apa engkau mencari diriku?"" Hartawan itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... nama besar dari komandan Gan sudah tersohor sampai di man-man, sudah lama aku mengaguminya, terutama sekali perjuangan Perkumpulan Bunga Merah yang memberantas Komplotan Tangan Hitam membuat semua pedang di kota Hek-Lan-Tian merasa amat gembira, aku diajukan sebagai wakil di antara mereka untuk menyampaikan sedikit hadiah untuk kalian semua..." "Memberantas kejahatan dari muka bumi adalah kewajiban dari kita semua, harap Lo sianseng jangan sungkan-sungkan," sahut Gan In sambil tertawa hambar, "perkumpulan kami tidak ingin mengganggu ketenangan kota kalian, maka kami tidak bersedia masuk kota..." "Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih dahulu..." hartawan itu ulapkan tangannya dan para pekerja kasar pun menurunkan barang bawaannya.
"Lo sianseng, harap engkau bawa pulang barang- barang itu, pihak kami..." "Aaaah, cuma sedikit barang bawaan sebagai tanda hormat kami, jika Gan Ji tong-kee tak mau menerima, bagaimana aku bisa mempertanggung-jawabkan diri..." Habis berkata ia segera memberi hormat dan buru- buru berlalu dari tempat itu.
Gan In jadi gelengkan kepalanya karena kehabisan akal.
"Lo sianseng, terima kasih atas pemberianmu..." serunya.
Dengan sorot mata tajam ia melirik sekejap ke arah barang-barang hadiah itu, sebagai seorang jago yang berpengalaman dari kemunculan sang hartawan yang mendadak kemudian berlalu dengan tergesa-gesa timbullah kecurigaan dalam hatinya.
Kepada Hee Pek-li segera perintah : "Cobalah barang-barang itu, apakah beracun atau tidak?"" Hoa Pek Tuo ambil keluar sebatang jarum perak dan memeriksa semua barang bawaan itu namun sama sekali tidak menunjukkan gejala racunnya, hal ini membuat jago tersebut gelengkan kepalanya dengan wajah tercengang bercampur bingung.
"Malam ini perketat penjagaan di sekitar sini," ujar Gan In dengan wajah serius, "lebih baik barang- barang itu disingkirkan saja, ketahuilah permainan setan pihak Komplotan Tangan Hitam paling banyak, setiap saat kita harus selalu waspada..." Hee Pek-li berlalu untuk menjalankan perintah, Gan In sendiri sudah melakukan perondaan setiap kemah ia memberi pesan khusus kepada para penjaga malam...
Suasana sunyi dan hening...
udara cerah dan angin malam berhembus sepoi-sepoi, ketika kentongan ke- tiga sudah lewat, sebagian besar anggota Perkumpulan Bunga Merah sudah tertidur sementara beberapa orang penjaga malam pun mulai merasakan matanya amat berat...
Pada saat itulah dari balik semak belukar muncul beberapa sosok bayangan hitam, setelah memadamkan lampu di sekitar situ mereka cabut pedang dan menyerbu ke dalam kemah.
Sungguh cepat gerakan tubuh orang-orang itu, di tengah kegelapan malam jeritan ngeri berkumandang memecahkan kesunyian, disusul suara bentakan gusar dari Pek In Hoei memecahkan ketenangan : "Gan heng, ada sergapan..." Dengan lincah tubuhnya menerjang ke muka, pedang mestika penghancur sang surya berkilauan memancarkan cahaya tajam, ketika para penyergap menyaksikan bahwa di antara anggota Perkumpulan Bunga Merah ada yang tidak mabok oleh obat pemabok, mereka nampak tertegun kemudian sambil membentak segera menerjang ke arah Pek In Hoei.
Cahaya pedang berkilauan, semburan darah membasahi seluruh permukaan...
dengan perkasa Pek In Hoei membinasakan dua orang musuh yang sedang menerjang ke muka itu...
kelihayannya ini kontan mengejutkan musuh yang lain hingga mereka mundur kembali ke belakang.
Pada saat itulah Gan In sudah menerjang datang, bentaknya dengan penuh kegusaran : "Jangan lepaskan seorang pun di antara mereka..." Dalam perkiraan Komplotan Tangan Hitam, usaha mereka kali pasti akan berhasil dan para anggota Perkumpulan Bunga Merah bisa dibunuh sampai ludes, siapa tahu di tengah jalan muncul tokoh sakti yang segera membabat rekan-rekannya, hal ini membuat mereka jadi ketakutan dan segera melarikan diri terbirit-birit.
Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan bersenjatakan pancingan secara beruntun membinasakan empat orang musuh, sedang Pek In Hoei serta Gan In membinasakan enam orang, kerugian yang diderita pihak Komplotan Tangan Hitam kali ini besar sekali, namun pada pihak Perkumpulan Bunga Merah sendiri kerugian yang diderita boleh dibilang cukup parah juga..." Menyaksikan kesemuanya itu Gan In menghela napas panjang, ujarnya : "Kita sudah terkena tipu muslihat dari hartawan keparat itu..." "Aku akan pergi menghitung jumlah anggota kita yang selamat," kata Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil menggigit bibir, "Ji tong-kee, engkau tak usah bersedih hati..." Memandang bayangan punggung Pertapa Nelayan dari Lam-beng yang berlalu Gan In merasa matanya mengembang air mata, ia tak ingin merasakan kekalahan yang mengenaskan itu dan tak ingin menyaksikan wajah-wajah para korban yang mati dalam keadaan mengenaskan itu...
"Undang kemari Hee Pek-li..." teriaknya kemudian dengan suara mendongkol.
Akhirnya Hee Pek-li disadarkan oleh Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan guyuran sebaskom air dingin, dengan wajah ketakutan ia lari menghadap, mukanya pucat dan badannya gemetar.
"Ji tongkee..." serunya.
"Hmmm! Mengapa para anggota kita bisa jatuh tak sadarkan diri?" Ayoh jawab..." bentak Gan In dengan suara keras.
"Ketika kulihat barang-barang yang diberikan hartawan itu tak mengandung racun dan merasa sayang kalau dibuang, maka aku telah bagikan kepada mereka..." Hee Pek-li dengan suara gemetar, "sungguh tak nyana makanan itu mengandung obat pemabuk yang tak berwujud..." "Hmmm! Tahukah kamu berapa banyak anggota kita yang jadi korban akibat keteledoranmu itu?" "Delapan orang meninggal dan enam orang terluka," ujar Pertapa Nelayan dari Lam-beng, "sebagian besar dibunuh pada saat tak sadarkan diri, Ji tongkee...
harap engkau suka memberi petunjuk dalam mengurusi layon mereka..." "Aturlah sendiri..." Pertapa Nelayan dari Lam-beng menghela napas panjang.
"Aaaaai...! Inilah pelajaran berdarah bagi kita semua, kita harus balaskan dendam untuk para anggota kita yang mati, Ji tongkee harap engkau suka mengutus seorang anggota untuk menemui ketua kita, bagaimana juga kita harus melangsungkan suatu pertempuran terbuka melawan Komplotan Tangan Hitam..." "Benar! Terpaksa kita harus undang kehadiran dari ketua..." jawab Gan In dengan sedih, setelah melotot sekejap ke arah Hee Pek-li dengan pandangan gemas, serunya lagi dengan gusar : "Hmmm! Semuanya ini adalah gara-gara keteledoranmu...
coba lihat begitu banyak anggota kita yang mati...
menurut peraturan perkumpulan atas dosamu itu kau bisa dijatuhi hukuman mati..." Peraturan Perkumpulan Bunga Merah ketat sekali, peduli siapa pun yang melanggar kesalahan maka dia akan dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan, Hee Pek-li sebagai kepala regu tentu saja mengetahui jelas tentang peraturan itu, dengan badan gemetar buru-buru sahutnya : "Tecu bersedia menjalankan hukuman sesuai dengan peraturan, tapi tecu harap agar pelaksanaan hukuman bisa diundur lebih dahulu, aku hendak balaskan dendam lebih dahulu untuk para saudara yang telah meninggal kemudian baru melaksanakan hukuman..." Saking sedihnya ia mengucurkan air mata, lanjutnya kembali : "Hamba bukanlah seorang pengecut yang takut mati, tetapi hamba merasa penasaran kalau tidak membunuh bangsat-bangsat itu dengan tangan sendiri, aku ingin balaskan dendam bagi saudara- saudara kita lebih dahulu, agar sukmaku di alam baka nanti bisa peroleh ketenangan, dengan begitu hamba tak usah malu menjumpai saudara kita yang berada di sana, rasa sedih dalam hatiku pun akan jauh berkurang..." "Ji tongkee, aku ada satu permintaan..." tiba-tiba Pertapa Nelayan dari Lam-beng berkata.
Dewi Cantik Penyebar Maut 2 Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Eragon 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama