Ceritasilat Novel Online

Imam Tanpa Bayangan 19

Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say Bagian 19


"Nelayan tua, kau ada urusan apa?"?" Haruslah diketahui meskipun di hari-hari biasa para jago perkasa ini sering kali bergurau dan tak pernah membedakan tentang tingkatan usia, akan tetapi setelah terjadinya suatu persoalan mereka semua bersikap serius sekali.
Dalam Perkumpulan Bunga Merah kedudukan Pertapa Nelayan dari Lam-beng jauh di bawah kedudukan Gan In, maka dari itu dalam melakukan sesuatu apa pun ia tak berani berlaku gegabah dan semuanya menurut aturan.
Terdengar nelayan tua itu menghela napas panjang dan berkata : "Sekarang adalah saat bagi kita membutuhkan orang lebih banyak, satu orang berarti tenaga kekuatan kita bertambah besar, menurut pendapatku hukuman bagi Hee Pek-li tidak pantas kalau dilaksanakan pada saat ini..." "Lalu menurut pendapatmu?"?" "Menurut pendapatku lebih baik untuk sementara waktu kita pertahankan jiwa Hee Pek-li, jika Komplotan Tangan Hitam telah kita musnahkan barulah saat itu hukuman dilaksanakan, bila selama ini Hee Pek-li banyak melakukan pahala maka sudah sepantasnya kalau kita memberi kesempatan hidup baginya..." "Baik!" ujar Gan In kemudian setelah berpikir sebentar, "untuk sementara waktu kukabulkan permintaan itu, tetapi engkau harus ingat bahwa selama penundaan pelaksanaan hukuman ini kau si nelayan tualah yang bertanggung jawab atas segala-galanya,kalau sampai terjadi keonaran maka engkau pun akan kujatuhi hukuman!" "Aku bersedia memikul tanggung jawab..." Dengan penuh kesedihan berlalulah Hee Pek-li dari situ, mereka sibuk mempersiapkan penguburan bagi rekan-rekannya hingga tanpa terasa fajar telah menyingsing...
Di tengah munculnya cahaya sang surya yang menerangi seluruh jagad, para anggota Perkumpulan Bunga Merah dengan wajah murung memandang delapan buah gundukan tanah baru di hadapan mereka, di situlah ke delapan orang rekan mereka bersemayam.
Selesai melakukan upacara penguburan Gan In mengutus seorang anggota untuk menyelidiki gerak gerik Komplotan Tangan Hitam lalu mengutus pula seorang anggota untuk menghubungi ketua mereka, sesudah itu dengan wajah uring-uringan mereka kembali ke dalam kemahnya masing-masing.
Siangnya setelah bersantap, baru saja Gan In hendak mengajak Pek In Hoei untuk menyelami keadaan lawan di kota Hek-Lan-Tian, tiba-tiba dari depan muncul tiga ekor kuda, dengan cepatnya ke-tiga ekor kuda itu meluncur datang.
Dalam waktu singkat di hadapannya telah berdiri tiga orang pria kekar, sambil angsurkan sebuah kartu merah yang besar katanya : "Nah, terimalah surat tantangan bertempur dari kami!" Setelah berhenti sebentar, lanjutnya kembali : "Kami mendapat perintah dari pemimpin kami untuk mengundang para saudara dari Perkumpulan Bunga Merah untuk berjumpa di bukit Siau-In-San kurang lebih sepuluh lie dari sini..." Kemudian ia melirik sekejap ke arah Pek In Hoei dan menambahkan : "Mungkin engkaulah yang disebut Jago Pedang Berdarah Dingin Pek toa enghiong?"?" "Sedikit pun tidak salah," jawab Pek In Hoei sambil mendengus, "ada urusan apa..." "Hemmmm...
aku Mao Bong sudah lama mengagumi nama besar Pek toa enghiong..." Diam-diam Pek In Hoei dan Gan In merasa terkejut mendengar nama itu, mereka tak menyangka kalau Lak Ci Kiam atau Pedang Enam Jari Mao Bong yang tersohor di wilayah Kam-siok merupakan utusan dari Komplotan Tangan Hitam, jika ditinjau dari perbuatannya yang jahat serta namanya yang tersohor kejadian ini benar-benar ada di luar dugaan.
PERCIKAN DARAH SEGERA memancar ke empat penjuru dua orang jago lihay dari Komplotan Tangan Hitam, sebelum sempat melihat jelas raut wajah musuhnya tahu-tahu jiwa mereka telah melayang tinggalkan raganya, sedang ke-tiga dengan mata terbelalak dan mulut melongo duduk dengan badan gemetar keras, dengan sorot mata penuh ketakutan ditatapnya wajah Jago Pedang Berdarah Dingin itu, lalu serunya dengan suara gemetar: "Oooh...
kau!" "Hmm! Berapa banyak orang yang ada di atas bukit ini?" hardik Pek In Hoei dengan nada ketus.
"Hamba tidak tahu," jawab pria itu sambil menggeleng, "kami hanyalah para petugas yang berjaga di lingkaran paling depan, terhadap semua urusan yang terjadi di atas sana tak boleh ikut tahu, tapi aku lihat hari ini banyak sekali yang telah berdatangan!" "Bagaimanakah persiapan di bukit sebelah depan sana?" tanya Gan In dengan alis berkerut.
Pria itu ketakutan setengah mati sehingga tubuhnya gemetar keras, jawabnya : "Semua kekuatan yang kami miliki telah dihimpun di bukit sebelah depan, di sekitar tempat itu telah disiapkan batu cadas,anak panah dan balok-balok kayu, bila kalian naik ke atas bukit maka semua alat serangan itu akan dilancarkan ke bawah, dalam keadaan begini tentu saja sebagian besar kekuatan yang kalian miliki akan ludes sama sekali, pada waktu itulah dari atas bukit batu akan muncul para jago lihay untuk melangsungkan pertarungan dengan kalian." "Hmm! Sempurna amat rencana kalian itu..." seru Gan In sambil mendengus dingin.
Dengan hati mendongkol ia tendang tubuh pria itu ke atas, sehingga membuat orang tadi terjengkang dan roboh tak berkutik di atas tanah, kemudian sambil berpaling ke arah Pek In Hoei katanya : "Lebih baik kita bertindak hati-hati," jawab Pek In Hoei sambil gelengkan kepalanya, "tujuan dari kedatangan kita saat ini adalah melenyapkan jebakan-jebakan yang telah dipersiapkan oleh pihak lawan, kalau kita bisa bertindak cermat hingga tidak sampai diketahui oleh mereka hal itu jauh lebih baik lagi, asal kita berdua..." Ia menengadah ke atas dan tiba-tiba menyaksikan sesosok bayangan manusia sedang lari ke arah mereka dengan kecepatan bagaikan kilat, Jago Pedang Berdarah Dingin segera menggenjot tubuhnya menyerang ke muka, telapak kanannya disilangkan di depan dada siap menghadapi segala kemungkinan sedang tangan yang lain siap melakukan penangkapan.
Sungguh cepat gerak tubuh manusia itu, dalam sekali gerak badan ia telah meloloskan diri dari kejaran Pek In Hoei, setelah saling berhadapan muka Jago Pedang Berdarah Dingin baru berdiri tertegun, sebab orang yang berada di hadapannya saat itu ternyata adalah seorang gadis muda.
"Pek-heng, tunggu sebentar," tiba-tiba Gan In berseru sambil goyangkan tangannya, "dia adalah orang sendiri..." "Orang sendiri..." ujar Pek In Hoei dengan wajah tertegun dan tidak habis mengerti.
Sementara itu tampaklah gadis tadi sudah tersenyum ketika ditemuinya Gan In berada di situ, ia berkata : "Engkoh In, kenapa engkau muncul di tempat ini?" Gan In tertawa hambar.
"Adik Hoa, aku serta Pek-heng sedang bersiap-siap untuk melakukan peninjauan lebih dahulu ke atas bukit, aku dengar di sekitar tempat ini sudah dipersiapkan jebakan-jebakan maut..." Ia melirik sekejap ke arah gadis cantik itu, kemudian menambahkan : "Dan engkau sendiri mau apa?" "Secara diam-diam aku hendak menyusup turun ke bawah bukit dan memberitahukan keadaan di tempat ini kepada kalian, ini hari sebagian besar anggota Komplotan Tangan Hitam telah berkumpul di sini, dan sekarang mereka sedang melakukan perundingan rahasia." "Tentang soal itu sih tak usah kau kuatirkan," jawab Gan In sambil tertawa dingin, "sekarang engkau harus berusaha untuk melindungi kami, dan kita hancurkan lebih dahulu semua jebakan-jebakan yang telah dipersiapkan pihak lawan, setelah semua penjagaan di situ berhasil kita patahkan maka para saudara dari Perkumpulan Bunga Merah akan menyergap naik ke atas bukit dalam keadaan yang tiba-tiba..." "Tindakan semacam ini terlalu menempuh bahaya," sahut gadis itu sambil menggeleng, "aku telah berhasil mengetahui sebuah jalan rahasia di tempat ini, jalan tersebut bisa langsung mencapai atas puncak bukit ini tanpa menjumpai rintangan apa pun, asalkan saudara-saudara dari Perkumpulan Bunga Merah dapat menghindari bukit di sebelah depan sana, maka tak usah dihancurkan semua jebakan itu pun akan tak berfungsi lagi..." "Ooooh...! Benarkah terdapat jalan seperti itu..." seru Gan In tercengang.
Sambil tertawa dara ayu itu mengangguk.
"Aku telah meninggalkan tanda rahasia di jalan rahasia tersebut, pada setiap sepuluh batang pohon terdapat sekuntum bunga merah, asal engkau mencarinya dengan teliti di sekitar bawah bukit maka jalan itu akan kau temukan dengan mudah, sekarang lebih baik kalian tak usah menggebuk rumput mengejutkan ular kesemuanya dan berjalan menurut rencana..." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... " tiba-tiba dari belakang batu karang berkumandang datang suara tertawa dingin yang amat menyeramkan, begitu suara tertawa dingin itu berkumandang keluar, Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei segera menggerakkan tubuhnya menerjang ke muka, telapak tangannya langsung diayun melancarkan sebuah babatan.
Anggota Komplotan Tangan Hitam yang bersembunyi di tempat kegelapan itu tertawa dingin, sambil ayun telapaknya ia lompat keluar dari tempat persembunyiannya.
Ternyata dia adalah seorang kakek tua bermata segi tiga, berhidung lebar dan bermulut besar, sambil memandang ke arah gadis ayu itu ia tertawa dingin dan berkata : "Ong Li Hoa, rupanya telah bersekongkol dengan orang-orang dari Perkumpulan Bunga Merah..." Air muka Ong Li Hoa berubah hebat, saking takutnya sekujur tubuhnya gemetar keras, ia tak menyangka kalau rahasianya bakal terbongkar dalam keadaan seperti ini, dengan wajah pucat pias bagaikan mayat dia mundur dua langkah ke belakang, serunya : "Thian Goan, mau apa engkau bersembunyi di situ?" Gan In sendiri pun merasakan hatinya tercekat setelah mengetahui siapakah musuh yang munculkan diri itu, ia tak menyangka kalau kakek tua di hadapannya adalah si Pendekar Setan Thian Goan yang amat tersohor namanya di wilayah See-Ih, sebagai seorang jago yang berpengalaman dan berpengetahuan luas, setelah menyaksikan kemunculan orang itu hatinya langsung tercekat, katanya dingin : "Oooooh...! Jadi kau adalah Thian Goan dari wilayah See-Ih, Thian sianseng." "Sedikit pun tidak salah!" jawab Thian Goan sambil tertawa seram, wakil ketua she Gan, aku sudah lama sangat mengagumi akan nama besarmu...
sungguh beruntung hari ini kita bisa saling berjumpa..." Gan In mengerutkan dahinya, hawa napsu membunuh terlintas di atas wajahnya, ia berkata : "Thian sianseng, engkau bukannya hidup makmur di wilayah See-Ih, mau apa engkau kunjungi tempat seperti neraka ini..." "Hmmm! Tutup mulutmu!" bentak Thian Goan sambil mendengus, "aku datang kemari atas undangan dari pemimpin Komplotan Tangan Hitam, ia minta aku menggabungkan diri dengan kekuatannya untuk menelan semua partai yang ada di kolong langit dan merajai dunia persilatan.
Hmmm! Kalian manusia- manusia kurcaci dari Perkumpulan Bunga Merah berani berlagak sombong dan coba menentang kekuatan kami...
Hmmm... hmmm... lebih baik cepat- cepatlah menyerah..." "Cuuuh...!" Gan In meludah dengan penuh penghinaan, lalu membentak gusar : "Selamanya kami orang-orang dari Perkumpulan Bunga Merah tak sudi hidup berdampingan dengan Komplotan Tangan Hitam..." Thian Goan tertawa sinis.
"Aku dengar katanya di pihak perkumpulan kalian telah kedatangan seorang jago lihay yang menyebut dirinya sebagai Jago Pedang Berdarah Dingin.
Hmmm...! Besar amat nyali bajingan itu, ia berani melukai Mao Bong saudara seanggota kami...
Heehmmm...heehmmm... aku sangat berharap pada hari ini bajingan cilik itu bisa ikut munculkan diri untuk menjumpai aku orang she Thian, akan kusuruh dia rasakan sampai di manakah kelihayan dari ilmu pedang aliran See-Ih ku ini..." Pek In Hoei segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... akulah si Jago Pedang Berdarah Dingin yang kau cari!" Secara beruntun Thian Goan mundur beberapa langkah ke belakang, dengan wajah sangsi bercampur ragu ia menatap wajah Jago Pedang Berdarah Dingin beberapa saat lamanya, kemudian menegur : "Benarkah engkau adalah Pek In Hoei?" "Sedikit pun tidak salah," jawab pemuda itu sambil tertawa dingin, "Thian sianseng, ada urusan apa engkau mencari diriku?" "Aku ingin sekali memohon petunjuk dari jurus ilmu pedang yang terampuh dari daratan Tionggoan," sahut Thian Goan sambil meloloskan pedangnya, "aku sangat heran sekali, kenapa seorang pemuda yang masih bau tetek macam dirimu bisa mempunyai kesempurnaan yang luar biasa dalam permainan ilmu pedang, lebih heran lagi apa sebabnya Mao Bong bisa terluka di ujung pedangmu..." Pek In Hoei mendengus dingin, ia tidak melayani perkataan orang itu sebaliknya berpaling ke arah Gan In sambil tanyanya : "Apakah orang ini boleh dibiarkan hidup atau tidak?" Gan In tertegun, lalu jawabnya dengan cepat : "Kau harus turun tangan cepat-cepat, lebih baik lagi kalau tidak sampai diketahui oleh seorang manusia pun yang ada di atas bukit ini, kalau tidak maka kedudukan Ong Li Hoa di sini akan hancur berantakan, Pek-heng dalam keadaan seperti ini kita tak bisa bertindak bijaksana dan lemah lagi, kalau tidak maka puluhan lembar jiwa anggota Perkumpulan Bunga Merah akan musnah di tempat ini juga..." Thian Goan sama sekali tidak menyangka kalau dua orang pemuda yang berada di hadapannya sama sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap dirinya, karena gusar bercampur mendongkol sekujur tubuhnya gemetar keras, hawa amarah berkobar dalam dadanya dan memuncak dalam benak, sambil ayunkan senjatanya ia berteriak : "Bajingan cilik, engkau jangan terlalu takabur..." Ilmu pedang aliran See-Ih tersohor karena jurus-jurus serangannya yang aneh serta arah serangan yang jauh berlawanan dengan ilmu pedang pada umumnya, setelah Thian Goan melancarkan serangannya maka arah yang dituju membingungkan sekali, untuk beberapa saat lamanya Jago Pedang Berdarah Dingin itu tak tahu bagian tubuh yang manakah yang sedang diancam oleh lawannya.
Diam-diam Pek In Hoei terkesiap, pikirnya : "Ilmu pedang aliran See-Ih rupanya benar-benar luar biasa dan tak boleh dipandang enteng..." Ia sadar bahwa waktu pada saat ini sangat berharga sekali dan mempengaruhi setiap lembar nyawa yang ada di bawah bukit, asal ia bersikap mengendor niscaya puluhan lembar nyawa akan lenyap tak berbekas, setelah terbayang akan seriusnya situasi ketika itu, pedang mestika penghancur sang surya segera dilancarkan ke muka dengan hebatnya.
"Thian sianseng, maafkanlah daku!" serunya dengan suara berat.
Setelah pedang dilancarkan, di tengah udara berkumandanglah suara dengungan yang sangat nyaring, serentetan cahaya pedang yang menyilaukan mata memancar keluar mengiringi gerakan 'Lak-liong- hui-jit' atau Enam Naga Menghadap Sang Surya, selapis hawa pedang yang kuat seketika menyelimuti seluruh tubuh Thian Goan.
Jurus serangan itu merupakan salah satu jurus paling ampuh di antara ilmu pedang penghancur sang surya, dan merupakan jurus serangan yang paling cepat pula untuk menyelesaikan satu pertarungan.
Thian Goan sama sekali tidak menyangka kalau ilmu pedang yang dimiliki lawannya selihay itu, dalam kejutnya ia jadi ketakutan dan buru-buru jatuhkan diri bergelinding di atas tanah.
Darah segera memancar keluar dari lengan jago lihay tersebut, air mukanya berubah hebat dan senyuman pedih tersungging di ujung bibirnya dengan suara mendendam ia berteriak : "Bagus, rupanya engkau memang sangat hebat..." Sambil ayun pedangnya Pek In Hoei mendesak maju lebih ke depan, ujarnya dengan suara dingin : "Engkau dapat meloloskan diri dari sejurus seranganku, hal ini menandakan kalau engkau masih lumayan juga." Tiba-tiba Thian Goan putar badan dan kabur dari situ, teriaknya keras-keras : "Keparat cilik, nantikan pembalasanku." Jago Pedang Berdarah Dingin segera enjotkan badan siap melakukan pengejaran, akan tetapi Gan In yang berada di sisinya telah menghalangi kepergiannya sambil berseru : "Mari kita turun gunung saja, rupanya pihak lawan sudah mengetahui gerakan kita..." "Bagaimana dengan aku?" seru Ong Li Hoa dengan hati gelisah hingga air mata jatuh bercucuran, "mereka sudah tahu kalau aku bekerja untuk Perkumpulan Bunga Merah, aku pasti akan dibunuh oleh mereka...
engkoh In, katakanlah apa yang harus kulakukan sekarang?" Gan In gelengkan kepalanya.
"Apa daya lagi" Kejadian ini adalah suatu tindakan yang terpaksa, sekarang engkau hanya bisa berlalu mengikuti kami, kau tak bisa kembali ke situ lagi...
meskipun para anggota Komplotan Tangan Hitam lihay akan tetapi mereka tak akan berani mengganggu dirimu secara sembarangan..." Dengan air mata bercucuran Ong Li Hoa menghela napas panjang, terpaksa ia harus mengikuti Gan In serta Jago Pedang Berdarah Dingin untuk turun ke bawah bukit, ke-tiga orang itu bergerak bagaikan hembusan angin, dalam waktu singkat mereka sudah kembali ke induk pasukan.
Dalam pada itu Pertapa Nelayan dari Lam-beng sedang mempersiapkan anak buahnya untuk melakukan sergapan ke atas bukit, ketika menyaksikan Gan In sekalian tiba kembali, ia nampak tertegun.
Dengan cepat Gan In memberikan perintahnya, kemudian memerintahkan seluruh pasukan bergerak ke atas gunung.
Di bawah pimpinan Ong Li Hoa, berangkatlah para jago lihay dari Perkumpulan Bunga Merah yang tak jeri menghadapi kematian ini menuju ke atas bukit lewat jalan rahasia yang tidak dipasang jebakan tersebut.
Para anggota Komplotan Tangan Hitam tidak menyangka kalau musuh-musuhnya dapat menemukan jalan rahasia tersebut, menanti mereka menyadari akan hal tersebut di atas, persiapan sudah tak sempat lagi dilakukan lagi.
Kejadian ini membuat para jago dari Komplotan Tangan Hitam jadi amat mendongkol sekali.
Blaaam...! Dari atas puncak Siau-in-san tiba-tiba terjadi ledakan dahsyat, diikuti munculnya satu rombongan jago lihay berbaju hitam di bawah pimpinan Mao Bong.
Ketika sampai di tengah bukit, Mao Bong segera berseru dengan suara lantang : "Sahabat-sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah dipersilahkan naik ke atas bukit." Gan In agak tertegun melihat kemunculan orang- orang itu, tapi sebentar kemudian ia telah berkata : "Rupanya pihak lawan telah tinggalkan jebakan- jebakannya serta mengutus orang untuk mengundang kehadiran kita ke atas bukit.
Haaaah... haaaah... haaaah... mereka tahu bahwa siasatnya tidak jalan maka secara suka rela mengadakan penyambutan..." Menanti para jago Perkumpulan Bunga Merah sudah naik semua ke atas, berangkatlah Mao Bong memimpin jalan di paling depan, walaupun bukit Siau- in-san curam dan berbahaya sekali letaknya akan tetapi di atas puncak merupakan sebidang tanah datar, di sana meja perjamuan telah dipersiapkan, dan dua baris anggota Komplotan Tangan Hitam dengan senjata tersoren menyambut kedatangan mereka di sepanjang jalan.
Menyaksikan kekuatan musuh yang rupanya sengaja dipamerkan itu, Gan In mendengus dingin, ujarnya : "Mao heng, apakah ketua kalian sudah tiba?" "Saudara Gan tak usah gelisah atau pun terburu napsu,"jawab Mao Bong dengan ketus, "Komplotan Tangan Hitam berani mengundang kehadiran kalian di tempat ini, tidak nanti kami akan bikin hati kalian jadi kecewa, silahkan kalian menanti..." "Hmmm, Komplotan Tangan Hitam berani mengundang kehadiran kami, kenapa ketua kalian tak berani hadir sedari tadi..." sindir Gan In dengan nada sinis.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... saudara Gan, coba lihatlah! Bukankah ketua kami telah tiba..." Mengikuti arah yang ditunjuk, terlihatlah tiga orang kakek berjubah merah sedang berjalan menuju ke puncak mengiringi seorang pria kurus yang berjubah dengan sulaman naga serta memakai kain kerudung hitam di atas wajahnya.
Gan In tertegun, segera pikirnya di dalam hati : "Apakah manusia berkerudung itu ketua Komplotan Tangan Hitam..." Ia mengerudung wajahnya dengan kain hitam dan cuma perlihatkan sepasang matanya belaka, apa maksudnya berbuat begitu" Apakah ia tak berani menjumpai orang dengan wajah asli ataukah sengaja berlagak sok misterius hingga menimbulkan kesan yang luar biasa dalam hati kami semua..." Perlahan-lahan ke-tiga orang kakek berjubah merah itu naik ke atas puncak dan berhenti di depan sebuah meja, manusia berkerudung itu sendiri setelah melirik sekejap ke arah Gan In serta Jago Pedang Berdarah Dingin segera menempati kursinya dengan sombong.
Tak sepatah kata pun yang diucapkan, ia cuma ulapkan tangannya belaka.
Seorang kakek jubah merah segera maju ke depan, setelah menyapu sekejap wajah Gan In sekalian dengan pandangan dingin, katanya : "Ketua kami mempersilahkan wakil ketua she-Gan untuk menempati kursi utama..." Gan In mendengus dingin.
"Hmmm! Bukan dia yang buka suara, kenapa engkau yang banyak mulut..." serunya.
Kedudukan kakek jubah merah itu rupanya tidak rendah, setelah mendengar perkataan dari Gan In yang begitu jumawa dan sama sekali tak pandang sebelah mata pun terhadap dirinya itu, kontan ia naik pitam, dengan penuh kegusaran ditatapnya Gan In sekejap lalu teriaknya : "Wakil ketua Gan, kalau berbicara aku harap engkau bisa sedikit tahu diri..." "Aku lihat lebih baik engkau menyingkir saja dari situ, apa sih kedudukanmu di dalam Komplotan Tangan Hitam" Berani benar mewakili atasanmu untuk berbicara dengan aku, apakah Komplotan Tangan Hitam memang tak kenal akan tata kesopanan?" Kakek jubah merah itu tertegun, sekilas rasa ngeri terbentang di atas wajahnya, dengan cepat ia berpaling dan memandang sekejap ke arah ketuanya, namun pada waktu itu sang ketua sedang memandang ke atas sambil memandang awan di angkasa, terhadap kejadian yang berlangsung di tempat itu sama sekali tidak menaruh perhatian.
Ia segera menenangkan hatinya dan berkata : "Wakil ketua she-Gan, anggap saja engkau lebih hebat...
Aku Lan Eng akan selalu mengingatnya di dalam hati." Gan In sert Pek In Hoei sama sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap kakek jubah merah yang mengaku bernama Lun Eng itu, dengan langkah lebar ia maju ke depan dan duduk di kursi tepat berhadapan muka dengan kakek berkerudung hitam itu, sedangkan para anggota Perkumpulan Bunga Merah sama-sama ambil tempat duduk pula di samping pemimpinnya.
"Hay ketua dari Komplotan Tangan Hitam," seru Gan In dengan suara dingin, "kemarilah dan mari kita berbicara..." Perkataan ini amat sombong dan sama sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap para jago dari Komplotan Tangan Hitam, hal ini membuat para jago yang hadir di situ jadi naik pitam dan segera melotot bulat-bulat, sikap mereka sangat mengancam dan suatu pertarungan rupanya segera akan berlangsung.
Melihat gelagat yang kurang baik, para anggota Perkumpulan Bunga Merah di bawah pimpinan Pertapa Nelayan dari Lam-beng pun melakukan persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Ketua dari Komplotan Tangan Hitam itu sama sekali tidak berkutik dari tempat semula, dia tidak memberi komentar apa pun, tidak menunjukkan reaksi apa pun juga, seakan-akan kejadian tersebut sama sekali tak ada hubungannya dengan dia.
"Gan In," teriak Mao Bong dengan sangat gusar, "berani benar engkau bersikap kurang ajar terhadap ketua kami?" Gan In tidak menjawab, dia hanya melirik sekejap ke arah Mao Bong dengan pandangan dingin, sama sekali tidak menggubris ucapan dari lawannya.
Melihat ucapan tidak diambil peduli, Mao Bong semakin naik pitam, ia mencak-mencak dan berkaok- kaok kegusaran, teriaknya : "Hey, kenapa kamu tidak bukan suara" Apakah tidak pandang sebelah mata pun terhadap aku orang she Mao?" Berada dalam keadaan seperti ini, wakil ketua Gan jadi serba salah.
Untunglah Pertapa Nelayan dari Lam- beng segera menjawab : "Kami merasa tiada kepentingan untuk mengajak engkau berbicara," jawab Pertapa Nelayan dari Lam- beng dengan suara dingin, "sebab di dalam Komplotan Tangan Hitam engkau tidak lebih hanya seorang badut kecil yang sama sekali tak ada artinya, berbicara dengan manusia seperti dirimu tidak lebih hanya merosotkan derajat sendiri." "Hmmm...!" Mao Bong berteriak gusar, "kentut busuk nenekmu, meskipun dalam Komplotan Tangan Hitam aku tidak mempunyai kedudukan apa-apa, akan tetapi aku pun bukan manusia yang gampang dihina dan dipermainkan dengan begitu saja, siapa yang berani pandang rendah aku orang she Mao, maka aku akan mengutuk nenek moyangnya..." "Mao Bong, mundur..." mendadak manusia berkerudung itu membentak dengan mata melotot.
Hanya beberapa patah kata saja namun mendatangkan daya pengaruh yang amat besar, Mao Bong jadi ketakutan setengah mati dan buru-buru memberi hormat.
"Baik ketua!" Dengan hati mendongkol ia segera mengundurkan diri ke belakang.
Angin dingin berhembus lewat menimbulkan suara berisik pada daun dan ranting pohon, para jago dari Perkumpulan Bunga Merah dengan senjata siap di tangan berdiri teratur di kedua belah sisi tempat itu, sedang para jago dari Komplotan Tangan Hitam bersiap-siap pula di sekitar tempat itu, pertarungan setiap saat mungkin akan berlangsung.
"Plaaak...!" tiba-tiba ketua dari Komplotan Tangan Hitam menghantam meja dengan keras membuat perhatian semua orang ditujukan ke arahnya.
"Saudara Gan," terdengar ia berkata dengan suara dingin, "permusuhan yang terjadi antara Perkumpulan Bunga Merah serta Komplotan Tangan Hitam bukan baru berlangsung selama satu dua hari saja, ke-dua belah pihak sama-sama kukuh dalam pendiriannya masing-masing dan sulit dilakukan penyelesaian secara damai, oleh sebab itulah hari ini sengaja kami undang kehadiran Gan-heng ke atas puncak Siau-in- san untuk menyingkirkan segala perbedaan paham yang ada di antara kita..." Gan In mendengus dingin.
"Hmmm! Kalau engkau memang berniat sungguh- sungguh, apa sebabnya tidak menemui kami dengan raut wajah aslimu?" Diam-diam wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ini merasa malu, karena pihak lawan mengetahui dirinya amat jelas sebaliknya dia sama sekali tak tahu siapakah lawannya, karena itu dalam pembicaraan pun ia berusaha untuk membongkar rahasia dari ketua Komplotan Tangan Hitam itu.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." ketua dari Komplotan Tangan Hitam itu segera tertawa seram, "mungkin Gan-heng masih belum tahu akan peraturan dari komplotan kami, maka tidak bisa memahami pula keadaan kami yang sebenarnya, ketua dari organisasi hanya merupakan suatu lambang belaka maka bukan saja orang lain tak boleh tahu, sekali pun saudara- saudara dari organisasi kami pun tak boleh mengetahuinya pula, barang siapa yang melihat raut muka ketuanya berarti kematian sudah tiba di depan mata, Gan-heng, dalam keadaan begini engkau pasti tak akan menuduh bahwa aku tak sudi memenuhi harapanmu bukan..." "Hmmm! Sok rahasia..." jengek Gan In.
"Bukan, bukan aku sok rahasia...
ketika aku mendirikan organisasi ini tempo hari, peraturan ini telah kutetapkan lebih dahulu, siapa pun tak boleh tahu siapakah ketua mereka, karena itu pada dasarnya Komplotan Tangan Hitam adalah suatu perkumpulan rahasia maka kata sok rahasia sebelumnya sudah tak pantas untuk digunakan lagi!" Gan In mendengus dingin.
"Hmmm! Ketua lebih baik kita tak usah membicarakan tentang soal itu lagi, untuk mempermudah kita dalam berbicara, sebutan apakah yang harus kupergunakan untuk menyebut dirimu" Bagaimana pun juga toh tak bisa kalau aku tak tahu siapakah namamu bukan" Engkau harus tahu, bahwa aku adalah seorang manusia yang tidak sudi bercakap-cakap dengan seorang manusia yang tidak jelas asal usulnya, sebab hal itu telah menghilangkan rasa persahabatan di antara ke-dua belah pihak.." Ketua dari Komplotan Tangan Hitam termenung sebentar, kemudian sambil menatap wajah Gan In dengan pandangan tajam katanya : "Heehmmm...! Engkau memang seorang musuh yang amat lihay, sehingga membuat aku pun merasa kagum terhadap dirimu...
berhubung alasanmu tepat sekali, terpaksa aku harus memberikan pula satu jawaban kepadamu, begini saja...
sebutlah aku sebagai Sam-ciat sianseng..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... bagus sekali, Sam Ciat sianseng...
tolong tanya tiga kelihayan apakah yang kau andalkan sehingga bernama Sam ciat?" ejek Gan In sambil tertawa terbahak-bahak, "dapatkah engkau memberi keterangan kepadaku sehingga semua anggota perkumpulanku dapat mengetahuinya..." "Kau sedang mentertawakan aku?" "Kalau engkau tak mau bicara, tentu saja aku pun tak akan memaksa dirimu.
Bukit Siau-in-san adalah engkau yang usulkan itu berarti engkau adalah setengah tuan rumah di tempat ini, bila kau ada urusan sekarang boleh diutarakan keluar..." "Hmmm...
bagus sekali," sahut Sam Ciat sianseng sambil tertawa seram, "aku tak ingin begitu cepat bentrok muka dengan dirimu, tapi rupanya keadaan telah memaksa dirimu untuk membicarakan juga masalah tersebut dengan engkau saudara Gan! Sebelum kita lakukan perundingan secara terbuka maka terlebih dahulu aku ingin mohon bantuan dari dirimu." "Kuil kami terlalu kecil," jawab Gan In sambil menggeleng, "aku takut tempat kami tak muat untuk menerima engkau si malaikat besar..." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... mana...mana... bicara sesungguhnya persoalan ini sebenarnya amat sederhana sekali, asal Gan-heng anggukan kepala maka semua telah beres...
bersediakah engkau"..." Gan In mengerutkan dahinya, ia tak tahu apakah yang dimohonkan oleh Sam Ciat sianseng tersebut, sebagai orang yang berhati-hati ia tak mau menyanggupi dengan begitu saja, sebab ia tahu asal ia telah menyetujui maka sebagai seorang lelaki sejati segala apa pun yang diminta harus dipenuhi.
Karena itu setelah termenung sebentar, ujarnya dengan wajah serius : "Sam Ciat sianseng, coba katakan dahulu apakah permintaan itu, asal persoalan itu dapat dilakukan maka dalam hubungan pribadi tentu saja aku bersedia untuk membantu dirimu, tetapi kalau dalam urusan dinas maka maafkan saja diriku sebab Perkumpulan Bunga Merah bukan dikuasai olehku...
Nah sekarang katakanlah dahulu apa permintaanmu itu..." Diam-diam Sam Ciat sianseng mendengus dingin, ia tak nyana kalau Gan In adalah seorang manusia yang teliti, meskipun usianya masih muda namun pengalaman serta pengetahuannya sudah begitu luas, sambil tertawa dingin segera pikirnya : "Hmmm...! Sekarang kau tak usah berlagak sok, nanti aku akan suruh engkau menangis..." Berpikir sampai di situ segera ujarnya dengan dingin : "Gan-heng, pelbagai perguruan atau partai yang berada di dalam dunia persilatan paling membenci dan mendendam terhadap manusia yang disebut pagar makan tanaman, sejak Komplotan Tangan Hitam didirikan baru kali ini aku merasa amat gusar dan amat tidak terima, oleh karena itu aku harap Gan-heng suka menyerahkan perempuan rendah itu kepada kami."
Ong Li Hoa yang mendengar perkataan itu jadi ketakutan setengah mati sehingga tubuhnya gemetar keras, air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya, ia tundukkan kepala rendah-rendah dan menyembunyikan diri di belakang para jago lainnya.
Gadis itu menyadari bahwa sampai di manakah keganasan serta ketelengasan orang dari Komplotan Tangan Hitam, membayangkan nasibnya setelah hari ini tanpa terasa gadis itu jadi semakin sedih.
Gan In berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Li Hoa, kemudian berkata : "Sam Ciat sianseng, perkataan itu keliru besar...
nona Ong adalah salah satu di antara mata-mata yang telah kami susupkan ke dalam tubuh organisasimu, orang-orang itu sengaja kami susupkan ke tubuh organisasi kalian untuk menyadap pembicaraan serta rencana-rencana besar kalian, oleh sebab itu gadis tersebut tak dapat dihitung sebagai salah seorang anggota dari Komplotan Tangan Hitam.
Sungguh menggelikan sekali kalian-kalian yang tak mampu mengawasi anak buahnya sendiri...
kenapa sekarang malah marah kepadaku" Dalam keadilan kalian tak pantas untuk meminta kembali dirinya dari tangan kami..." "Hmmm...!" Sam Ciat sianseng mendengus dingin, "ia pernah bersumpah untuk masuk menjadi anggota perkumpulan kami, itu berarti ia sudah merupakan salah seorang anggota dari Komplotan Tangan Hitam, sekarang aku telah mengambil keputusan untuk menjatuhi hukuman yang setimpal kepadanya, sebelum ia menjalankan hukuman, pembicaraan apa pun tak akan kami lakukan..." "Jika aku tidak akan mengabulkan permintaan mu itu" Apa yang hendak kau lakukan?" "Hmmm! Aku rasa engkau tak akan mampu melindungi perempuan rendah itu...?" sahut Sam Ciat sianseng, ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Mao Bong, kemudian melanjutkan, "Mao Bong, tangkap perempuan rendah itu dan gusur kemari!" "Baik, ketua!" jawab Mao Bong sambil memberi hormat.
Diiringi empat orang anggota Komplotan Tangan Hitam mereka segera berjalan menuju ke arah rombongan para jago Perkumpulan Bunga Merah dengan langkah lebar, rupanya jago nomor satu dari wilayah Kam-siok ini sama sekali tak pandang sebelah mata pun terhadap lawan-lawannya, ia dorong anggota Perkumpulan Bunga Merah ke samping dan berusaha menerobos masuk ke dalam.
Tentu saja para jago dari Perkumpulan Bunga Merah tak mau menyingkir dengan begitu saja, sebelum mendapat perintah mereka pun tak berani turun tangan secara gegabah, maka semua orang berdiri tegak tanpa berkutik.
Dalam keadaan begini, tentu saja Mao Bong jadi repot juga untuk menyeret Ong Li Hoa dari tengah kurungan para jago dari Perkumpulan Bunga Merah itu...
"Ayoh menyingkir... menyingkir..." bentak Mao Bong dengan amat gusar, "kalian orang-orang dari Perkumpulan Bunga Merah tidak berhak untuk melindungi pengkhianat tersebut, barang siapa berani menghalangi pekerjaanku...
Hmmm! Jangan salahkan kalau ujung pedang dari aku orang she-Mao tak kenal belas kasihan..." Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei gerakkan tubuhnya dan loncat maju ke depan, senyuman sinis tersungging di bibirnya, dengan langkah lebar ia mendekati Mao Bong.
Jago lihay dari wilayah Kam-siok ini jadi tertegun, rupanya ia dibikin keder oleh sorot mata lawannya yang begitu tajam, setelah berdiri menjublak beberapa saat lamanya, dengan wajah diliputi hawa napsu membunuh tegurnya : "Apa yang hendak kau lakukan?" "Aku harap engkau segera enyah dari sini, sudah dengar belum perkataanku ini?" hardik Pek In Hoei.
Mao Bong semakin naik pitam teriaknya : "Aku sedang mengurusi masalah pribadi Komplotan Tangan Hitam kami, apa hubungannya dengan dirimu" Sahabat Pek, kalau ingin mencampuri urusan orang, engkau harus lihat dulu siapakah lawanmu.
Hmmm... hati-hatilah kalau mau campur tangan secara ngawur, jangan sampai menyengat tanganmu..." Tiba-tiba di ujung bibir Pek In Hoei yang tipis dan kecil tersungging satu senyuman dingin yang amat sinis, air mukanya yang sama sekali tidak berperasaan itu perlahan-lahan menengadah ke atas, memandang awan putih di angkasa katanya dengan dingin : "Selama aku Jago Pedang Berdarah Dingin masih berada di sini, siapa pun tak boleh mengganggu nona Ong barang seujung rambut pun, jika berani menentang perkataanku ini maka akan kucabut jiwa anjingnya sebagai ganti dari perbuatannya itu.
Mao Bong! Aku telah memperingatkan dirimu lebih dahulu, mau percaya atau tidak terserah dirimu sendiri, siapa pun boleh mencoba kalau sudah bosan hidup..." "Hmmm! Sambil menunggang keledai membaca buku nyanyian...
kita lihat saja nanti..." seru Mao Bong dengan gemas.
Pada saat ini keadaannya bagaikan gendewa yang sudah ditarik kencang-kencang, kalau tidak dilepaskan pun tak bisa, terpaksa sambil keraskan kepala ujarnya kepada ke-empat orang pria itu : "Pergi! Pergi ke situ dan seret keluar budak sialan itu...
ini hari aku orang she Mao ingin melihat siapakah yang berani berlagak jadi enghiong di hadapan Komplotan Tangan Hitam.
Hmmm... siapa yang berani..." Dalam pada itu ke-empat orang pria kekar tadi telah menyebarkan diri dan segera menerjang ke arah kumpulan para jago Perkumpulan Bunga Merah yang berada di situ.
Tiba-tiba Gan In berteriak : "Sam Ciat sianseng, kalau anak buahmu berani menyentuh tubuh orang-orangku maka itu berarti bahwa perkumpulan kalian yang telah turun tangan lebih dahulu kepada kami, tanggung jawab atas terjadinya pertarungan pada hari ini pun harus kau pikul..." "Ooooh...
itu cuma urusan kecil," jawab Sam Ciat sianseng ketus, "urusan di antara kita lihat saja bagaimana akhirnya..." Tiba-tiba sesosok bayangan manusia meloncat ke angkasa, bagaikan sukma gentayangan meluncur ke arah ke-empat pria itu dan segera melancarkan sebuah cengkeraman maut.
Orang itu bukan lain adalah Jago Pedang Berdarah Dingin, dalam sekali sentakan tahu-tahu ke-empat orang pria baju hitam itu sudah terlempar ke udara dan menggelinding ke bawah bukit.
Melihat anak buahnya sudah roboh, Mao Bong segera cabut keluar pedangnya dan membentak keras : "Pek In Hoei, selama berada di gunung Siau-in-san kau berani bersikap kurang ajar..." "Hmmm, tak usahlah berlagak sok jagoan atau sok pahlawan di hadapanku..." kata Jago Pedang Berdarah Dingin dengan nada sinis, "tak ada orang yang doyang dengan lagakmu itu, Mao Bong! Kalau punya kepandaian ayoh keluarkan semua, melulu berteriak sama sekali tak berguna..." Ketika sinar mata Mao Bong terbentur dengan sorot mata lawannya yang tajam ia merasakan jantungnya tiba-tiba berdebar keras, ia merasa di balik biji matanya yang tak kenal belas kasihan itu terkandung hawa napsu membunuh yang menyeramkan, ia genggam tangan kanannya kencang-kencang dan hatinya terasa amat gelisah, diam-diam diliriknya Sam Ciat sianseng sekejap namun ketuanya itu berlagak pilon dan sama sekali tidak memandang ke arahnya...
"Pek In Hoei!" teriaknya, "aku akan suruh engkau menyaksikan bagaimana akibatnya kalau seseorang suka mencampuri urusan orang lain..." Pedangnya bergetar di angkasa lalu membentuk gerakan lingkar busur, tiba-tiba desiran angin tajam menderu-deru dan serentetan bayangan pedang langsung meluncur ke depan.
Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tahu bahwa jago lihay dari wilayah Kam-siok ini mempunyai kesempurnaan yang mengagumkan dalam permainan ilmu pedang, meskipun ia tak pandang sebelah mata pun terhadap orang ini tetapi ia pun tak berani berbuat gegabah..
tubuhnya segera loncat ke udara dan melancarkan sebuah bacokan ke arah depan.
Angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan ambruknya sebuah bukit menumbuk ke depan, Mao Bong merasakan tubuhnya jadi kaku, di tengah hembusan angin pukulan yang tajam, terasalah bacokan pedangnya seakan-akan membentur di atas sebuah dinding hawa yang tak berwujud, sekali pun dipaksakan untuk membacok lebih jauh namun usahanya tetap gagal.
Hal ini membuat hatinya semakin bergidik, teriaknya dengan gusar : "Ayoh, cabut keluar pedangmu!" "Hmmm...! Kau masih belum pantas untuk memaksa aku menggunakan senjata..." jengek Pek In Hoei sambil tertawa dingin, secara beruntun dia lancarkan dua buah pukulan dahsyat ke depan.
Ke-dua buah pukulannya ini membawa desiran angin tajam yang luar biasa, begitu dahsyatnya sampai menggoncangkan ujung pakaian para jago yang menonton jalannya pertarungan di sisi kalangan.
Mao Bong semakin gemetar hebat, saking lelahnya keringat dingin sampai mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, diam-diam ia menggertak gigi untuk melanjutkan pertarungan tersebut, namun langkah kakinya sudah mulai kacau dan kehebatan permainan pedangnya pun tidak sehebat dan sedahsyat tadi lagi.
"Hmmm...!" akhirnya Sam Ciat sianseng buka suara, tertawa dingin yang menyeramkan berkumandang keluar dari ujung bibirnya, dengan pandangan dingin ia melotot sekejap ke arah musuhnya, lalu berseru : "Mao Bong, ayoh kembali!" Secara beruntun Mao Bong melancarkan dua bacokan berantai, kemudian dengan napas yang memburu bagaikan kerbau dia loncat keluar dari kalangan, serunya : "Ketua, hamba patut dibunuh...
aku telah memalukan engkau orang tua..." "Dalam peristiwa ini engkau tak bisa disalahkan," sahut Sam Ciat sianseng sambil menggelengkan kepalanya, "musuh yang kau hadapi memang terlalu kuat buat dirimu, Aaaai...! Jago Pedang Berdarah Dingin yang tersohor namanya di seluruh dunia persilatan ternyata adalah sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah, kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang sama sekali tak terduga.
Aaaai...! Manusia berbakat seperti ini harus terpendam di dalam Perkumpulan Bunga Merah...
sungguh sayang... sungguh sayang!" Ia menghela napas berulang kali, meskipun kata- katanya menunjukkan penyesalan namun ketika terdengar oleh semua orang terasalah suatu perasaan yang aneh sekali.
"Hmmm...! Engkau tak usah bicara yang bukan- bukan," tukas Pek In Hoei sambil tertawa dingin, "aku bukanlah sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah..." Sengaja Sam Ciat sianseng pura-pura tertegun.
"Loo... jadi kamu bukan sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah" Waaah...
kau aneh sekali ini," serunya, "dengan andalkan ilmu silat serta ketenaranmu dalam dunia persilatan apakah pihak Perkumpulan Bunga Merah telah memberikan kebaikan kepadamu?" Bagian 44 "TUTUP MULUT!" bentak Pek In Hoei dengan gusar, "aku adalah sahabat karib dari wakil ketua she-Gan, kali ini sengaja aku datang untuk membantu dirinya!" "Hmmm! Kalau engkau bukan sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah, siapa suruh engkau datang..." Gan In segera bangkit berdiri, ujarnya dingin: "Jago Pedang Berdarah Dingin Pek sauhiap adalah sahabat dari perkumpulan kami, Sam Ciat sianseng tak usah mencari tulang dalam telur ayam, sengaja mencari kerepotan bagi kami..." "Heeehhmm...
heehmmm... heemmmm... Perkumpulan Bunga Merah serta Komplotan Tangan Hitam sama- sama merupakan perkumpulan rahasia di dalam dunia persilatan, perebutan antara dua perkumpulan tidak pantas kalau dicampuri orang luar, kalau memang Pek In Hoei bukan anggota dari perkumpulan kalian, mau apa ia datang kemari?" "Sam Ciat sianseng," jawab Pek In Hoei sambil maju beberapa langkah ke depan, "kedatanganku kemari adalah untuk melenyapkan bibit bencana bagi dunia persilatan, dengan tingkah lakumu serta perbuatanmu yang melanggar norma-norma kebenaran, sudah cukup alasan bagiku untuk memusuhi dirimu..." "Kurang ajar, engkau berani bikin gara-gara dengan aku..." bentak Sam Ciat sianseng amat gusar.
"Hmmm! Engkau toh tiada sesuatu apa pun yang luar biasa, Sam Ciat sianseng! Meskipun sekarang aku belum bisa menduga siapa dirimu, tetapi dalam perasaanku aku merasa bahwa engkau adalah salah satu di antara orang-orang yang pernah kukenal, jika engkau tidak pelupa maka aku rasa kita pernah bertemu muka..." Pemuda itu merasa bahwa nada suara dari Sam Ciat sianseng seakan-akan pernah didengar olehnya di suatu tempat, hanya saja ia tak bisa menebak siapakah dia karena sahabat-sahabatnya dalam dunia persilatan banyak sekali.
Mendengar ucapan itu Sam Ciat sianseng sekujur badannya gemetar keras, ia segera tertawa dingin dan membantah : "Aku tidak kenal dirimu!" "Lepaskan kain kerudung hitam itu, aku ingin melihat siapakah engkau?" Sam Ciat sianseng segera mendengus dingin: "Hmmm, apakah engkau tak takut kubunuh dirimu" Pek In Hoei! Raut wajahku tak boleh diketahui oleh siapa pun, sekarang kupandang karena kita baru saja berkenalan maka silahkan engkau segera enyah dari bukit Siau-in-san ini." "Tak dapat kupenuhi harapanmu itu," tukas Pek In Hoei sambil menggeleng, "aku toh datang bersama- sama para jago dari Perkumpulan Bunga Merah, maka kalau suruh aku berlalu dari sini, kami akan berlalu bersama-sama, Sam Ciat sianseng...
aku lihat lebih baik engkau bubarkan diri saja."
"Membubarkan diri?" tiba-tiba Sam Ciat sianseng tertawa terbahak-bahak, "Haaaah...
haaaah... haaaah... kau begitu gampangkah kupenuhi perintahmu itu" Aku toh belum berunding dengan wakil ketua she Gan, kenapa kau mesti turut campur" Baiklah...
urusanmu dengan Mao Bong tak akan kutarik lebih jauh, tetapi aku melarang engkau mencampuri urusan tentang Ong Li Hoa si perempuan rendah itu, kalau tidak...
Hmmm... engkau akan merasakan sampai di manakah kelihayanku..." "Sam Ciat sianseng, kalau ada urusan mari kita bicarakan..." kata Gan In dengan nada dingin.
Sam Ciat sianseng tarik napas panjang-panjang, lalu berkata : "Di antara perkumpulan kita berdua seringkali terjadi bentrokan dan pertarungan sengit hingga banyak korban yang berjatuhan, aku rasa bila keadaan ini dibiarkan berlarut maka korban yang berjatuhan di ke-dua belah pihak kian lama akan bertambah parah...
demi kebaikan serta keuntungan ke-dua belah pihak maka kuanjurkan kepada wakil ketua she Gan untuk melepaskan diri dari ikatan Perkumpulan Bunga Merah serta menggabungkan diri dengan Komplotan Tangan Hitam..." "Apa?" jerit Gan In dengan wajah tertegun, "kau tak usah bermimpi di siang hari bolong...!" Sam Ciat sianseng gelengkan kepalanya.
"Selama hidup aku tak pernah melakukan pekerjaan yang tidak meyakinkan, sebelum kuundang kehadiranmu untuk mengadakan pertemuan telah kususun suatu rencana yang amat cermat, jika aku tak punya keyakinan untuk berhasil tak nanti kuutarakan hal ini kepadamu..." Dia melirik sekejap ke arah jago perkumpulannya yang berada di sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan : "Saudara Gan, engkau harus tahu bahwa di seluruh bukit Siau-in-san telah berkumpul jago-jago lihay dari pihakku, asal kuturunkan perintah maka darah segar akan menggenangi seluruh permukaan, puluhan lembar jiwa anggota perkumpulanmu segera akan musnah dan lenyap di tempat ini juga." "Engkau sedang menggertak diriku?" seru Gan In sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Sam Ciat sianseng tertawa dan segera menggeleng.
"Aku tak berani menggertak Gan heng, aku hanya menerangkan situasi yang tertera di depan mata kepada dirimu.
Hmmm... hmmm... aku harap saudara Gan suka mempertimbangkannya secara baik-baik." "Tiada persoalan yang perlu kupertimbangkan lagi, lebih baik matikan saja niatmu itu!" "Hmmm!" Sam Ciat sianseng mendengus dingin, "apakah kau sudah tidak maui lagi beberapa pulu lembar jiwa anak buahmu itu?" "Tepat sekali! Sam Ciat sianseng, puluhan lembar jiwa orang-orangku telah kuserahkan semua kepadamu, cuma engkau pun harus memberi ganti rugi yang cukup besar, mungkin sepuluh kali lipat daripada kerugian yang kami derita." "Saudara Gan, mulutmu janganlah terlalu keras..." teriak Sam Ciat sianseng, tiba-tiba dia ulapkan tangannya dan seorang nenek tua yang rambutnya telah beruban perlahan-lahan munculkan diri di tempat itu, di belakang nenek tua tadi mengikuti dua orang anggota dari Komplotan Tangan Hitam.
"Subo!" seru Gan In dengan wajah berubah hebat setelah melihat kemunculan nenek tua itu.
Sam Ciat sianseng segera tertawa seram.
"Haaaah... haaaah... haaaah... mungkin subo mu mempunyai cara untuk memaksa engkau berubah pikiran." Sementara itu nenek tua tadi sudah tertawa dan berkata : "In-ji, apakah Sam Ciat sianseng telah memberitahukan kesemuanya kepadamu?" "Subo, In-ji lebih rela mati secara mengerikan di hadapanmu daripada mengabulkan permintaannya, ketika suhu mewariskan ilmu silatnya kepadaku tempo hari, beliau berpesan agar tecu banyak melakukan kebajikan dan tidak diperkenankan melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma hukum Thian, tecu harap subo bisa memahami keadaan dari In-ji." "Hmmm! Engkau tak usah mengungkap lagi tentang suhumu yang sudah modar itu, aku In Sam-nio paling jengkel kalau mendengar orang lain menyebut tentang dirinya...
Hmm! Toan Seng Ci berambisi besar dan tidak pandang sebelah mata pun kepada orang lain, dianggapnya dia paling luar biasa...
Huuuh! Kakek tua sialan..." Kiranya guru dari Gan In yang bernama Toan Seng Gan beristrikan In Sam-nio akan tetapi tabiat mereka jauh berbeda, seringkali mereka cekcok dan bertengkar sehingga akhirnya ke-dua orang itu memutuskan untuk menempuh jalannya sendiri- sendiri.
Yang satu menjadi pendekar dari kalangan putih sedang yang lain menjadi malaikat dari kalangan hitam, sejak Gan In belajar silat dengan gurunya ia selalu dibikin pusing kepala oleh tingkah pola ibu gurunya ini, apalagi ikut serta In Sam-nio dalam Komplotan Tangan Hitam, membuat pemuda ini setiap hari selalu berada dalam kesedihan.
Gan In tertawa sedih dan berkata : "Subo, aku harap engkau jangan berkata demikian..." "Hmmm...
engkau berani menasehati aku" Hmmm! Sekarang juga aku perintahkan dirimu untuk menyerah kepada Komplotan Tangan Hitam, kalau tidak maka selamanya jangan datang menjumpai diriku lagi..." "Tecu tak dapat memenuhi keinginan subo!" Gan In tetap gelengkan kepalanya.
In Sam-nio jadi naik pitam, dengan air muka berubah hebat ujarnya kepada Sam Ciat sianseng : "Tuan Sam-cat, aku si nenek tua tak mampu menasehati dirinya lagi, sekarang engkau boleh gerakkan pasukan...
kalau bocah ini tidak dibiarkan untuk merasakan sampai di manakah kelihayan dari Komplotan Tangan Hitam, ia tak akan tahu tingginya langit dan tebalnya bumi..." "Sedikit pun tidak salah," sahut Sam Ciat sianseng sambil mengangguk, "In Sam-nio, aku akan segera melakukan permintaanmu itu..." Dia ulapkan tangannya dan para jago lihai dari Komplotan Tangan Hitam yang berada di atas puncak Siau-in-san segera meloloskan senjata mereka dan mengepung para jago dari Perkumpulan Bunga Merah rapat-rapat.
Jumlah anggota Komplotan Tangan Hitam yang hadir di sana pada waktu itu mencapai jumlah dua ratus orang lebih, sedangkan jago dari Perkumpulan Bunga Merah hanya berjumlah lima enam puluhan orang belaka, kalau dibandingkan jumlahnya maka tampaklah suatu perbedaan yang amat besar.
"Sam Ciat sianseng," teriak Gan In sambil tertawa dingin, "engkau jangan harap bisa merebut kemenangan dengan andalkan jumlah yang banyak..." Dengan cepat ia mengambil keputusan dan memerintahkan anak buahnya untuk bertempur dengan punggung menghadap ke dinding bukit, para jago yang sudah terbiasa mendapat pendidikan ketat berada dalam keadaan begini segera melaksanakan perintah dengan teratur, dalam waktu singkat mereka semua telah bersiap sedia.
Sam Ciat sianseng tertawa terbahak-bahak, serunya : "Lepaskan anak panah!" Desiran angin tajam dalam waktu singkat berkumandang memenuhi seluruh angkasa, dari balik batu cadas yang tajam bermuncullah berpuluh-puluh orang pembidik jitu, hujan anak panah dengan cepat berhamburan ke arah para jago dari Perkumpulan Bunga Merah.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergeletar memecahkan kesunyian, meskipun para anggota Perkumpulan Bunga Merah memiliki kepandaian yang luar biasa, namun di bawah serangan hujan anak panah yang begitu rapat tak urung keteter juga dengan hebatnya, dalam waktu singkat tujuh delapan orang sudah terkapar di atas tanah.
Gan In jadi sakit hati, sepasang matanya memancarkan cahaya berapi-api, dengan sedih ia berteriak lalu mencabut pedangnya dan menerjang ke muka, bentaknya : "Saudara-saudara sekalian, terjang keluar!" "Gan-heng," teriak pula Jago Pedang Berdarah Dingin dengan wajah penuh napsu membunuh, "terjang ke bawah bukit tempat ini tak dapat dipertahankan lebih jauh..." Ia serta Gan In turun tangan lebih dahulu, mereka serbu ke dalam gelanggang dan bayangan pedang seketika berkilauan memenuhi angkasa, dalam waktu singkat berpuluh-puluh orang jago dari Komplotan Tangan Hitam roboh binasa di ujung senjata mereka.
Para anggota dari Perkumpulan Bunga Merah dengan cepat mengikuti di belakang ke-dua orang jago lihay itu dan menerjang keluar.
"Hentikan panah, kepung semua musuh dengan ketat," bentak Sam Ciat sianseng dengan gusarnya.
Hujan panah segera berhenti, para jago dari Komplotan Tangan Hitam sambil membawa senjata terhunus menerjang ke depan, suatu pertarungan yang amat sengit pun segera berlangsung.
Jumlah para jago dari Komplotan Tangan Hitam jauh lebih banyak dari musuhnya, di bawah kepungan yang begitu ketat para jago dari Perkumpulan Bunga Merah keteter hebat dan berada dalam posisi yang sangat berbahaya.
Sam Ciat sianseng tertawa terbahak-bahak, ejeknya : "Nah, sekarang baru tahu rasa...
Haaaah... haaaah... haaaah... kalau kalian mau buang senjata dan menyerah aku akan mengampuni jiwa kaian semua..." Tiba-tiba dari bawah bukit berkumandang datang suara bentakan keras, para jago dari Komplotan Tangan Hitam sama-sama roboh terjungkal di atas tanah, tampaklah serombongan jago dipimpin oleh seorang dara baju hijau menyerbu naik ke atas puncak.
Gan In tarik napas panjang, segera teriaknya : "Saudara-saudara sekalian, pertahankan diri sekuat tenaga, ketua kita telah datang..." Sam Ciat sianseng sendiri pun agak tercekat hatinya melihat bala bantuan dari pihak Perkumpulan Bunga Merah telah berdatangan, ia tahu bahwa lawannya sangat tangguh dan kekuatannya tak mungkin bisa membendung serangan mereka, dengan nada mendongkol teriaknya : "Mundur! Untuk sementara waktu kita mundur dulu..." Para jago dari Komplotan Tangan Hitam bersuit nyaring, mereka sama-sama kabur dari kalangan dan mencari selamatnya sendiri.
Pek In Hoei amat membenci terhadap kekejaman hati Sam Ciat sianseng, dengan pedang terhunus ia mengejar dari belakang, serunya sambil tertawa dingin : "Sam Ciat sianseng, aku hendak minta petunjuk dari dirimu..." Dalam pada itu Sam Ciat sianseng sedang mengundurkan diri di bawah perlindungan Mao Bong, Thian Goan serta Lan Eng, ketika menyaksikan Jago Pedang Berdarah Dingin menyusul datang, beberapa orang itu segera memisahkan diri dan melancarkan sebuah tusuk ke belakang.
Sam Ciat sianseng tertawa dingin, serunya : "Kalian mundur semua..." Dari sakunya ia cabut keluar sebilah pedang pendek berbentuk aneh yang memancarkan cahaya emas, dengan wajah penuh napsu membunuh ditatapnya wajah pemuda itu kemudian tegurnya dengan suara dingin: Kau benar-benar mau menantang aku untuk bertempur?" "Sedikit pun tidak salah," jawab Pek In Hoei sambil tertawa dingin, "aku ingin sekali mohon petunjuk darimu." "Engkau bukan tandinganku," kata Sam Ciat sianseng sambil gelengkan kepalanya, "Pek In Hoei, ilmu pedang penghancur sang surya dari partai Thiam cong meskipun terhitung kepandaian paling dahsyat di dalam dunia persilatan, akan tetapi di dalam pandanganku masih belum terhitung sesuatu yang luar biasa!" "Hmmm! Jadi kalau begitu kepandaian silat ya kau miliki jauh lebih hebat daripada diriku" Sam Ciat sianseng! Aku sangat mencurigai asal usulmu, kalau engkau berani bertempur beberapa jurus melawan aku, maka aku dapat menebak asal usulmu yang sebenarnya!" "Pentingkah asal usulku itu bagimu?" seru Sam Ciat sianseng dengan wajah tertegun.
"Tentu saja, engkau mirip sekali dengan seseorang, selama ini aku tak punya akal untuk membuktikan dugaanku itu.
Sam Ciat sianseng! Tentu saja aku berharap agar engkau bukanlah dirinya, tetapi banyak bagian dari tubuhmu yang mirip sekali dengan dirinya!" "Hmmm! aku tak punya banyak waktu untuk berbicara dengan dirimu, sekarang aku harus segera pulang untuk mempersiapkan langkah selanjutnya.
Pek In Hoei! Maafkanlah kalau aku tak dapat menemani dirimu lebih lanjut..." Ketika dilihatnya Gan In serta dara berbaju hijau itu telah memburu ke arahnya, ia tak panik ingin cepat- cepat kabur dari tempat itu.
Pek In Hoei mengobat-abitkan pedangnya dan berseru : "Kalau engkau tidak memperlihatkan kepandaianmu, ini hari jangan harap bisa tinggalkan tempat ini, harap..." "Hmmm! Keparat cilik, kau anggap aku jeri kepadamu...
terimalah seranganku ini..." Dia tertawa dingin, pedangnya tiba-tiba ditusukkan ke arah luar dengan suatu gerakan yang luar biasa sekali, hampir boleh dibilang sama sekali tidak menunjukkan suatu bekas apa pun dalam serangan itu, akan tetapi kedahsyatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Pek In Hoei berkelit ke samping dan meloncat lima depa dari tempat semula, serunya dengan terperanjat : "Aaaaah...
jurus ini adalah gerakan Kiam-ki-leng-in hawa pedang membumbung ke awan dari partai Hoa-san!" Sam Ciat sianseng mendengus dingin, secara beruntun dia lancarkan pula dua serangan berantai, meskipun ke-dua buah serangan itu dilancarkan pada waktu yang bersamaan akan tetapi jurus serangan yang digunakan sama sekali berbeda.
Jurus yang dipergunakan berikutnya adalah Pat-hong- tang-in atau bayangan tajam di delapan penjuru, salah satu jurus ampuh dari ilmu pedang Hu-lo-kiam- hoat aliran Khong-tong pay, kemudian Tui-hong-bu- tiong atau mengejar angin tanpa jejak dari aliran Siau-lim-pay.
SAM-CIAT SIANSENG BISA MELANCARKAN tiga jurus serangan dengan mempergunakan tiga jurus serangan dari tiga partai, hal ini membuat Pek In Hoei jadi terkesiap, ia tak mampu menebak asal usul dari jago lihay yang sedang dihadapinya ini.
"Tiga jurus sudah lewat dan asal usul boleh kau tebak sendiri," ujar Sam Ciat sianseng dengan dingin, "Pek In Hoei, maaf kalau aku tak punya kegembiraan untuk melayani dirimu lebih lanjut, tetapi kalau engkau ingin membongkar teka teki mengetahui asal-usulku, datanglah besok malam pada kentongan ke-tiga di kuil Toa-ong-bio, tetapi kau harus datang seorang diri..." Ia tertawa dingin, tiba-tiba orang itu putar badan dan kabur turun dari atas puncak.
Ketika Gan In menyaksikan Pek In Hoei masih tetap berdiri menjublak di tempat semula, segera tegurnya : "Pek-heng, kenapa kamu?" "Ooooh...!" Pemuda itu berseru tertahan dan segera menengadah ke atas, tampaklah seorang gadis baju hijau sedang berdiri di hadapannya dengan muka jengah, ia semakin melongo dan tanpa terasa serunya : "Nona It-boen..." Mimpi pun ia tak pernah menyangka kalau ketua dari Perkumpulan Bunga Merah bukan lain adalah It-boen Pit Giok, jantungnya berdebar amat keras dan kenangan lama pun terlintas kembali di dalam benaknya.
"Eeei... jadi kalian sudah saling mengenal?" terdengar Gan In berseru heran.
It-boen Pit Giok tertawa sedih jawabnya : "Kami sudah berkenalan lama.
Pek In Hoei! Kau tentu tidak melupakan diriku bukan?" "Tidak, aku tak akan melupakan dirimu!" jawab si anak muda itu dengan hati kecil.
Air muka It-boen Pit Giok berubah jadi merah jengah, di tengah kepedihan ia merasa agak lega...
setelah memandang wajah Pek In Hoei beberapa saat lamanya ia menghela napas panjang.
"Aku dengar katanya Kong Yo Siok Peng telah meninggal..." "Sedikit pun tidak salah, dia mati di tangan ayah angkatnya.
Aaaai...! Seorang gadis yang baik hati harus mempunyai kisah hidup yang tragis dan menyedihkan, sungguh membuat orang sama sekali tidak mengiranya..." "Apakah kau belum bisa melupakan dirinya?" "Benar, selamanya aku tak akan melupakan dirinya, Nona It-boen! Ia masih hidup dalam hatiku bagaikan sekuntum bunga yang bersemi, bau harum yang ia tinggalkan selalu membekas dalam kenangan..." Perlahan-lahan It-boen Pit Giok putar badan, air mata mengembang di atas kelopak matanya, dengan suara gemetar bisiknya : "Ooooh...
dia sungguh berbahagia..." Segulung hawa dingin berhembus lewat memadamkan api cinta yang membakar dalam hatinya...
ia kecewa dan putus asa...
*** Malam telah menjelang tiba...
tampaklah seorang pria dengan menunggang seekor kuda berjalan di tengah kegelapan yang mencekam seluruh jagad, memandang bintang yang bertaburan di angkasa ia menghela napas panjang, sambil menggeleng gumamnya seorang diri : "Ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ternyata bukan lain adalah nona It-boen...
kejadian ini benar-benar sama sekali tak pernah kuduga.
Aaaai! Di kolong langit memang seringkali terjadi hal yang berada di luar dugaan..." Ketika teringat kembali akan rasa cinta It-boen Pit Giok terhadap dirinya, suatu perasaan sedih muncul dalam hatinya, ia tak ingin dirinya berada bersama seorang perempuan yang tidak disukainya, dengan sedih ia tinggalkan Perkumpulan Bunga Merah dan melakukan perjalanan seorang diri...
mungkin hatinya selalu akan dirundung kesepian, sebab kecuali Kong Yo Siok Peng yang telah mati hanya Wie Chin Siang saja yang berkenan di hatinya...
Ia tertawa pedih dan bergumam kembali : "Dapatkah kucintai It-boen Pit Giok?" Tidak...
hal ini tak mungkin terjadi, ketika berjumpa di depan perkampungan Thay Bie San cung tempo hari, dia begitu sombong dan tinggi hati, ia pernah menghancurkan gengsiku, aku tak dapat hidup berdampingan dengan seorang perempuan yang begitu berambisi untuk menjadi seorang pemimpin, sebab aku bisa ditekan terus olehnya..." Maka pemandangan di saat pertemuan dengan It- boen Pit Giok di depan perkampungan Thay Bie San cung pun terlintas kembali dalam benaknya, dua puluh empat orang gadis dengan barisan lenteranya serta pakaian merah yang menyolok mata itu selalu meninggalkan kesan yang mendalam dalam hatinya...
ia teringat kembali sikap congkak perempuan itu ketika ia dikurung oleh barisan tentaranya, setelah ia perlihatkan kepandaian yang sejati gadis itu baru berhenti mentertawakan serta mencemooh dirinya...
Ingatan tersebut tiada hentinya berkecamuk dalam benak pemuda itu, ia mendongak memandang awan di angkasa lalu bergumam : "Mengapa ia selalu nampak begitu sombong dan tinggi hati?"" Ia tak habis mengerti apa sebabnya gadis itu selalu ingin dirinya lebih menonjol dari kaum pria...
dia ingin dirinya selalu berada di atas yang lain, agar semua orang menyanjung dirinya...
menghormati dirinya... sayang ia paling benci dengan perempuan semacam itu, tentu saja ia tak sudi mencintai perempuan seperti itu.
Angin malam yang dingin menampak mukanya dan menyadarkan pemuda itu dari lamunannya, memandang padi yang menguning di sawah ia tertawa geli sendiri, katanya : "Buat apa kupikirkan dirinya lagi" Apakah dalam hatiku masih terkesan oleh dirinya" Aaaah, aku tak bakal mencintai perempuan semacam ini..." Ketika ia sedang mentertawakan dirinya sendiri, mendadak pemuda itu merasa bahwa di belakang tubuhnya ada seseorang sedang menguntil dengan langkah yang hati-hati, dengan cepat ia berpaling dan hatinya tertegun.
Rupanya It-boen Pit Giok sedang menguntil terus di belakang tubuhnya dengan langkah yang lirih, sekali pun gadis itu tidak mengucapkan sepatah kata pun namun dari balik biji matanya telah terkandung kesemuanya...
termasuk pula rasa cintanya." Pek In Hoei tertegun dan segera loncat turun dari atas kuda, serunya : "Nona It-boen, kenapa engkau pun datang?" "Mengapa engkau pergi tanpa pamit?" tanya It-boen Pit Giok pula dengan nada sedih.
Ketika Pek In Hoei meninggalkan Perkumpulan Bunga Merah tadi, hanya Gan In seorang tahu, karena dia tak ingin berjumpa lagi dengan It-boen Pit Giok maka secara diam-diam pemuda itu telah berlalu tanpa pamit.
Menanti It-boen Pit Giok tahu bahwa pemuda itu sudah berlalu maka seorang diri secara diam-diam ia menguntil datang, dia hanya berharap bahwa pihak lawan bisa merasakan pancaran cintanya...
meskipun dia tahu apa sebabnya pemuda itu berlalu tanpa pamit, akan tetapi gadis itu merasa tak kuasa menahan diri untuk menguntil di belakangnya.
"Aku tak berani mengganggu nona..." kata Pek In Hoei sambil tertawa getir.
"In Hoei," ujar It-boen Pit Giok dengan sedih, "kenapa kau bersikap begitu terhadap diriku" Apakah raut wajahku kurang cantik dan menarik bagimu" Ataukah aku kurang lemah lembut" Beritahulah kepadaku bagian manakah dariku yang memuakkan engkau" Asal kau suka mengatakannya maka aku akan berusaha keras untuk merubahnya..." Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau terlalu cantik dan selama hidup baru pertama kali kutemui gadis secantik dirimu, tetapi aku...
Aaaai! Nona It-boen, lebih baik kita tak usah membicarakan persoalan itu." "Aku hendak berterus terang kepadamu bahwa aku sangat mencintai dirimu..." ujar It-boen Pit Giok dengan hati kecut, "aku tak jeri kalau engkau mengatakan aku terlalu bernyali atau aku terlalu genit, peduli apa pun pandanganmu terhadap diriku, aku hendak menyatakan rasa cintaku kepadamu secara terus terang.
In Hoei! Tahukah engkau apa sebabnya aku begitu terpesona terhadap dirimu" Karena kesan yang kau berikan kepadaku terlalu dalam." Bagaikan sedang mengigau dia melanjutkan : "Masih ingatkah engkau, ketika untuk pertama kalinya kita berjumpa di depan perkampungan Thay Bie San cung" Sejak itulah aku tak dapat melupakan dirimu, waktu itu aku memang merasa agak benci terhadap dirimu, tetapi setelah lewat sekian lama aku baru merasakan bahwa sebenarnya aku sangat mencintai dirimu..." "Engkau tidak seharusnya mencintai aku, aku tidak berharga untuk menerima cintamu itu!" seru Pek In Hoei sambil menggeleng.
Hatinya terasa ditusuk oleh dua bilah pedang yang tajam, membuat hatinya terasa amat sakit, pikirnya di dalam hati : "Mengapa kau ungkap kembali peristiwa di depan perkampungan Thay Bie San cung" Aku tidak sudi mendengarkan kejadian itu lagi, engkau harus tahu bahwa kejadian itu telah melukai hatiku..." Air mata tampak mengembang di balik kelopak mata It-boen Pit Giok, ujarnya dengan nada gemetar : "Aku tahu bahwa engkau tak suka kepadaku, aku hanya berharap agar aku bisa hidup bersama dirimu, aku hanya berharap agar engkau bisa memahami bahwa aku bukanlah seorang perempuan rendah yang tidak genah, sepanjang masa aku tak akan mencintai orang ke-dua, asal aku tahu bahwa aku sangat mencintai dirimu itu sudah lebih dari cukup, aku tidak berani mengharapkan yang lain lagi..." "Mengapa engkau harus bersikap begitu?" seru Pek In Hoei sambil berdiri termangu-mangu.
"Mencintai orang atau dicintai orang sama-sama merupakan suatu kejadian, engkau akan mentertawakan kebodohanku, mungkin juga pikiranmu itu benar...
kalau aku tidak kenal dengan dirimu, maka aku tak akan begitu kesemsem kepadamu..." "Nona It-boen, harap engkau jangan berbuat begitu..." "Kenapa engkau harus bersikap begitu kepadaku" Apakah kau tidak mengijinkan aku untuk ikut menikmati sisa kebahagiaan yang tercecer itu?" In Hoei, janganlah kau terlalu menampik rasa cinta seorang gadis terhadap dirimu, sebab tindakanmu itu akan membuat kau sengsara di sepanjang masa, aku tidak ingin mendengarkan sebutan nona It-boen lagi...
aku minta engkau sebut aku sebagai Pi-giok..." Pek In Hoei menghela napas panjang.
"Apa yang harus kukatakan untuk menjelaskan persoalan ini?"" serunya kemudian.
Sambil tertawa getir It-boen Pit Giok menggeleng.
"Engkau sama sekali tak perlu memberi penjelasan, aku tahu apa yang hendak kau katakan...
sedikit pun tidak salah watak kita berdua memang sama-sama angkuh dan tinggi hati...
keangkuhan tersebut membuat jarak di antara kita berdua kian lama kian bertambah jauh..." Ia tarik napas panjang-panjang, setelah berhenti sebentar sambungnya kembali : "Beranikah engkau menyangkal bahwa engkau tidak cinta kepadaku" Pek In Hoei kita tak usah membelenggu diri karena soal gengsi atau martabat sehingga tidak berani saling bercinta, gengsi yang kosong dan martabat yang palsulah membuat kita jadi menderita dan sengsara...
kekerasan hatiku selalu berharap agar engkau tunduk kepala kepadaku, sebaliknya kesombonganmu dan keangkuhanmu berharap agar aku mengejar dirimu, sekarang kita tidak butuh untuk tetap mempertahankan diri lagi, sebab kesemuanya itu menghancurkan kita sendiri..." "Jalan pikiranmu itu memang bagus dan tepat sekali, sedikit pun tidak salah kesombonganmu serta pandanganmu yang sama sekali tidak memandang sebelah mata pun terhadap orang-orang lain sangat menyakitkan hatiku tetapi sekarang semuanya telah terlambat..." "Sindiranmu serta ejekanmu apakah tidak menyakitkan pula hatiku" Ketika seorang gadis sedang mencapai masa mudanya untuk bercinta, ia mempunyai sebuah hati yang mulus dan halus...


Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi ketika berada di perkampungan Thay Bie San cung tempo hari, engkau telah mengoyak gengsi serta martabatku..." "Oleh sebab itu engkau membenci aku...?" sambung Pek In Hoei sambil menghela napas.
It-boen Pit Giok menggeleng.
"Semua rasa benci telah berubah jadi cinta, Pek In Hoei, sekarang kita tak usah berpura-pura lagi...
kita harus tunjukkan perasaan sendiri dengan raut muka yang asli..." Sekilas kelembutan mulai terpancar keluar dari balik mata Pek In Hoei, dia menghembuskan napas panjang.
"Sedikit pun tidak salah, dahulu secara diam-diam aku pernah mencintai dirimu, tetapi setiap kali terbayang olehku akan kesombongan dan keangkuhanmu, maka aku pun mengambil keputusan untuk tidak mempedulikan dirimu lagi, menunggu sampai engkau mau mengaku salah di hadapanku..." "Kau terlalu kejam..." bisik It-boen Pit Giok sambil tertawa sedih.
Diam-diam Pek In Hoei menghela napas panjang, katanya lagi : "Sekarang semuanya telah berlalu, nona It-boen masa remajamu masih panjang dan masa depanmu cemerlang...
urusan muda mudi sudah tidak terlalu penting lagi bagi kita semua, sekarang aku masih ada urusan penting yang harus diselesaikan.
Nah, selamat tinggal..." "Kau hendak pergi ke mana?" tanya It-boen Pit Giok tertegun.
"Sulit untuk dikatakan, dewasa ini aku tak mampu untuk memberikan suatu jawaban yang meyakinkan!" Semua anggota Perkumpulan Bunga Merah selalu menyambut kedatanganmu dengan hati gembira dan tangan terbuka, terutama sekali Gan In ia memandang dirimu bagaikan malaikat, Pek In Hoei! Asal engkau mau kembali maka aku serta seluruh anggota Perkumpulan Bunga Merah akan menyambut kedatanganmu dengan senang hati..." "Aku bisa datang kembali untuk menengok dirimu!" kata Pek In Hoei sambil meloncat ke atas kudanya.
Derap kaki kuda yang berkumandang di tengah kesunyian bagaikan martil yang menggodam hati It- boen Pit Giok, membuat air matanya tak dapat dikendalikan lagi dan mengucur keluar dengan deras, memandang bayangan punggungnya yang menjauh dia merintih :
"Aku berharap engkau bisa datang kembali ke sisiku, peduli bagaimana pun sikapmu terhadap diriku, aku tetap berharap akan kembalinya engkau ke sisiku, In Hoei! Aku hendak mengikuti dirimu...
secara diam- diam engkau akan kuikuti terus..." Dalam pada itu Jago Pedang Berdarah Dingin dengan membawa hati yang kacau berlalu dari tempat itu, pelbagai ingatan memenuhi benaknya, ia merasa setiap patah kata dari It-boen Pit Giok terukir dalam hatinya, dengan sedih ia menghela napas dan berkata : "Seorang gadis yang terlalu dimabukkan oleh cinta, aku terlalu bersalah kepadanya." Memandang kegelapan serta kesunyian yang membentang di depan mata, dia menggeleng dan tarik napas panjang-panjang.
"Aaaah! Tak usah kupikirkan lagi persoalan itu, aku harus membongkar kedok dari Sam Ciat sianseng..." Di tengah kegelapan kuil Toa-ong-bio bagaikan seorang kakek peyot yang terkapar di tanah sambil terengah-engah, cahaya lampu yang redup memancar keluar dari balik kuil....
Pek In Hoei loncat turun dari atas kuda, menaiki tangga dan masuk ke dalam kuil, setelah melewati ruang yang sempit sampailah di ruang yang besar yang penuh dengan sarang laba-laba, sebuah lentera terletak di meja sembahyang, bekas telapak kaki memenuhi ruangan itu, hal tersebut menunjukkan bahwa pernah ada orang yang berkunjung ke situ.
Suasana dalam kuil sunyi senyap tak kedengaran sedikit suara pun, tinggal keseraman yang mencengkeram sekeliling tempat itu.
"Apakah Sam Ciat sianseng telah berkunjung kemari..." pikir Pek In Hoei dengan wajah tertegun.
Dengan pandangan serius diperiksanya setiap sudut ruang kuil itu, tiba-tiba ia temukan beberapa sosok mayat pria baju hitam menggeletak di bawah meja sembahyang, tenggorokan orang-orang itu termakan sebuah tusukan dan sudah mati lama sekali, Jago Pedang Berdarah Dingin semakin tertegun pikirnya di dalam hati : "Sebelum aku tiba di tempat ini, suatu pertarungan seru pasti telah berlangsung di tempat ini..." "Hmmm..." tiba-tiba dengusan dingin berkumandang dari tengah ruang kuil itu.
Jago Pedang Berdarah Dingin terperanjat, tubuhnya mencelat ke angkasa dan silangkan telapaknya di depan dada, bentaknya: "Siapa di situ?" Dari balik sudut tembok menggema keluar tertawa rendah, lalu seseorang menegur : "Engkau adalah anggota Komplotan Tangan Hitam atau bukan?" Pek In Hoei alihkan sorot matanya ke sudut tembok, dari situ ia lihat seorang kakek tua yang kurus perlahan-lahan munculkan diri, sekujur tubuh kakek tua itu penuh luka dan pakaiannya sudah hancur terkoyak, dengan suara berat segera serunya : "Siapa engkau?" "Hmmm! Kau telah merampas Pat-giok-ma mestika dari keluarga kami, membunuh pula tujuh orang muridku...
Hmmm... kalian kawanan Komplotan Tangan Hitam yang tak punya liang-sim...
malam ini aku Ngo-kong Beng sengaja menantikan kedatanganmu ke sini untuk menjagal kalian semua!" seru kakek itu dengan wajah sedih.
"Eeei... apa yang engkau katakan" Aku sama sekali tidak mengerti," teriak Pek In Hoei sambil berdiri tertegun.
Ngo-kong Beng mendengus dingin, sambil cabut keluar pedangnya ia berteriak : "Kembalikan nyawa muridku, keparat cilik! Kau anggap aku sudah mati bukan" Terus terang kukatakan kepadamu bukan saja aku Ngo Kong Beng belum mati bahkan akan kubasmi kalian sampah masyarakat dari permukaan bumi, sekarang putraku sudah pergi siapkan orang, sebentar akan kubasmi kalian manusia-manusia terkutuk.
Keparat cilik! Nasib kurang mujur, ternyata berani masuk kemari seorang diri!" Pedangnya berkelebat ke depan dan membacok tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin, ilmu pedang yang dimiliki kakek tua itu ternyata sempurna sekali, jurus serangan yang dilancarkan juga ganas serta telengas, memaksa Pek In Hoei mundur terus ke belakang.
"Eeeei... sianseng, engkau salah paham!" teriak Pek In Hoei sambil goyangkan tangannya berulang kali.
"Aku salah paham" Apa yang kusalah paham?" kata Ngo Kong Beng sambil berdiri tertegun, "sebelum kalian angkat kaki tadi bukankah sudah mengatakan suruh aku menunggu" Kau anggap aku tak berani menunggu " Kau anggap aku tak berani menunggu" Hmmm...
keparat cilik, kuda Pat giok-ma milikku pun sudah lenyap, apa yang harus kutakuti lagi?" "Aku bukan anggota Komplotan Tangan Hitam, sebelum ngaco belo lihat dulu dengan jelas siapa yang sedang kau hadapi!" Ngo Kong Beng menggetarkan pedangnya lalu tertawa seram, teriaknya : "Bukankah engkau she Pek?" "Tidak salah," jawab Pek In Hoei, "apakah lo sianseng kenal dengan diriku..." "Kalau memang begitu tak bakal salah lagi, sebelum para Komplotan Tangan Hitam tinggalkan tempat ini, mereka telah beritahu kepadaku bahwa ada seorang keparat cilik she Pek akan datang membereskan hutang tersebut, mereka bilang asal aku punya keberanian silahkan menunggu!" Pek In Hoei sama sekali tidak menyangka kalau maksud Sam Ciat sianseng mengundang kedatangannya ke kuil Toa-ong-bio adalah untuk memancing dirinya masuk perangkap serta turun tangan melawan seorang kakek tua yang barang berharganya dirampok lebih dahulu.
Saking gusarnya ia tertawa dingin, serunya sambil tertawa tergelak : "Haaaah...
haaaah... haaaah... sungguh tak kusangka Sam Ciat sianseng adalah seorang manusia licik..." "Kembalikan kuda Pat-giok-ma ku..." bentak Ngo Kong Beng sambil menerjang ke depan.
Pada saat ini kakek tua tersebut sudah mempunyai niat untuk mengadu jiwa, dia sama sekali tidak ambil peduli atas penjelasan yang diberikan Pek In Hoei, pedangnya berkelebat melancarkan tujuh tusukan maut, ke-tujuh buah serangan itu berkelebat begitu cepat hingga merobek ujung pakaian dari si anak muda.
"Kurang ajar, engkau benar-benar seorang tua bangka yang tolol..." bentak Pek In Hoei dengan gusarnya.
Hawa amarah telah berkobar dalam dadanya, membuat napsu membunuh pun seketika menyelimuti wajahnya, ia membentak keras, pedang mestika penghancur sang surya-nya dicabut keluar dan bergeletar di angkasa membentuk gerakan satu lingkaran busur, hawa pedang yang hijau meninggalkan udara yang dingin dan tajam, membuat Ngo Kong Beng berdiri menjublak.
Sebilah pedang mestika yang amat tajam," serunya dengan suara gemetar, "sungguh tak nyana di antara Komplotan Tangan Hitam terdapat seseorang yang memiliki senjata selihay itu..." "Ayah!" tiba-tiba dari luar ruangan kuil berkumandang datang suara teriakan nyaring, "ananda telah berhasil mengundang datang Siok-tiong Siang-hiong!" Tampak tiga orang pria kekar bagaikan sukma gentayangan meloncat masuk ke dalam ruangan, kemudian mereka sebarkan diri dan mengepung Pek In Hoei di tengah kalangan.
"Ayah!" terdengar pemuda berjubah abu-abu yang ada di sisi kiri itu berseru, "apakah dia adalah keparat cilik she-Pek dari Komplotan Tangan Hitam?" Dia melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin, kemudian ujarnya dengan ketus : "Sahabat, kami keluarga Ngo tidak pernah mengikat dendam permusuhan apa-apa dengan organisasi kalian, mengapa kau merampok barang mestika dari keluarga kami, kuda Pat giok-ma" Kemudian membinasakan pula tujuh orang suheng kami" Sahabat, aku Ngo Sian Cing ingin sekali minta petunjuk beberapa jurus darimu, aku ingin tahu sampai di mana sih kehebatan dari Komplotan Tangan Hitam sehingga berani tak pandang sebelah mata pun terhadap semua orang..." "Kalian semua telah salah paham, aku sama sekali bukan anggota dari Komplotan Tangan Hitam..." "Hmmm!" Wan Toa Kun sang lo-toa dari Siok-tiong Siang-hiong tertawa dingin, "bukankah engkau she- Pek?" "Tidak salah, aku memang she-Pek," jawab Pek In Hoei sambil mendengus dingin, "aku harap mulutmu bisa bicara lebih bersih lagi, barang siapa berani bicara tak karuan di hadapan aku Jago Pedang Berdarah Dingin, hati-hatilah...
akan kuberi pelajaran yang setimpal kepada kalian." "Jago Pedang Berdarah Dingin!" Empat patah kata itu bagaikan lonceng yang bergema di tengah udara membuat air muka semua orang yang ada di ruangan itu berubah hebat, rasa kaget yang bukan kepalang terlintas dalam hati mereka.
"Bagus sekali!" seru Ngo Kong Beng sambil tertawa seram, "sungguh tak nyana Jago Pedang Berdarah Dingin yang namanya tersohor di seluruh jagad tidak lebih adalah anggota Komplotan Tangan Hitam.
Heehheemm... heehhmmm... ini hari boleh dibilang aku orang she-Ngo sudah terbuka mataku..." "Hmmm! Engkau si tua bangka tolol yang matanya buta, sebelum melihat jelas duduknya persoalan sudah mengaco belo tak karuan...
kalau aku Pek In Hoei adalah engkau, hmmm! Sedari tadi aku sudah tumbukkan kepalaku ke atas dinding untuk bunuh diri," seru Pek In Hoei dengan nada sinis.
Wan Toa Peng Lo-ji dari Siok-tiong Siang-hiong tertawa seram.
"Heemmm... kamu keparat cilik itu manusia macam apa" Berani benar berlagak di hadapan kami Siok- tiong Siang-hiong...
Hmmm... Lo toa, benarkah Ngo Sian Cing akan serahkan mestika Pat-giok-ma tersebut kepada kita?" "Kalian tak usah kuatir," buru-buru Ngo Sian Cing berseru, "asal ke delapan ekor kuda mestika itu berhasil kita rampas kembali, aku pasti akan membagi empat untuk kalian, tapi syaratnya kalian harus membunuh bajingan she Pek ini lebih dahulu..." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... empat ekor saja tidak cukup, kami minta enam ekor!" Wan Toa Peng maupun Wan Toa Kun berbicara dengan logat propinsi Sucuan, hal ini membuktikan bahwa ke-dua orang itu adalah jago-jago luar daerah.
Sementara itu Ngo Sian Cing telah tertegun setelah mendengar perkataan itu, serunya tercengang.
"Kenapa begitu?" Wan Toa Peng tertawa dingin.
"Jago Pedang Berdarah Dingin adalah seorang jago yang sangat lihay dalam permainan ilmu pedang, untuk memetik batok kepalanya bukanlah suatu perkara yang terlalu gampang, kalau engkau berani bayar enam ekor kuda pualam sebagai pembayaran dari batok kepalanya maka kami akan segera kerjakan, toh jumlah segitu tidak terhitung terlalu mahal..." "Seekor kuda giok-ma sudah bernilai satu kota, sungguh tak kusangka kalau kamu berdua begitu kemaruk harta," seru Ngo Kong Beng dengan wajah berubah hebat.
"Aaaai...! Kalau delapan ekor kuda Giok-ma itu tak bisa dicari kembali..." "Hmmm! Mau atau tidak terserah padamu sendiri," dengus Wan Toa Kun dengan dingin, "kalau bukan kami yang turun tangan, aku percaya ke-delapan ekor kuda Giok-ma itu tak akan berhasil kalian rampas kembali dari tangan Komplotan Tangan Hitam, waktu itu kalian seekor pun tidak dapat, akan kulihat bagaimana keadaanmu..." Saking gusarnya Ngo Kong Beng tertawa keras, serunya : "Baik kukabulkan permintaan kalian, malam ini hitung saja aku orang she-Ngo yang sial..." Sepasang jago dari wilayah Siok-tiong itu saling berpandangan lalu tertawa terbahak-bahak, memisahkan diri dan melotot ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin dengan pandangan benci, sementara senyuman bangga tersungging di ujung bibirnya.
"huuuh...! Dengan andalkan kalian dua besi rongsokan juga ingin merebutkan kembali barang antik orang," jengek Pek In Hoei sinis, "sahabat, kalau tahu diri cepatlah enyah dari sini, di hadapan kami tak nanti kalian bisa berlagak..." "Nenek anjingmu!" maki Wan Toa Peng, "aku tak percaya kalau kamu si Jago Pedang Berdarah Dingin adalah seorang berkepala tiga berlengan enam, malam ini aku harus bunuh kamu si bangsat sampai mati..." Pek In Hoei tertawa sinis, sinar mata tajam berkilat dan bentaknya dengan gusar : "Kau si makhluk yang berpikir tak berbulu, aku akan suruh kau bertekuk lutut dan minta ampun di hadapanku." Cahaya pedang tiba-tiba memancar ke empat penjuru, pada saat yang bersamaan Siok-tiong Siang- hiong membentak keras, mereka putar senjata dan menerjang maju ke depan, sebagai jago pedang yang berpengalaman serangan tersebut benar-benar luar biasa sekali.
Dua rentetan cahaya pedang membentuk selapis kabut pedang yang tebal dan mengurung Jago Pedang Berdarah Dingin di tengah kepungan.
Pek In Hoei membentak keras, serunya : "Tidak aneh kalau kalian begitu sombong dan takabur, rupanya kepandaian silat yang dimiliki hebat juga..." Pedang mestika penghancur sang surya di tangannya bergeletar di udara membentuk sekilas bayangan pedang, sambil menekan lima cun di bawah tiba-tiba senjata tersebut melejit dan langsung menusuk ke arah tenggorokan Wan Toa Peng.
"Aaaaauuh...!" Siok-tiong Siang-hiong sama sekali tidak menduga kalau ilmu pedang yang dimiliki Jago Pedang Berdarah Dingin begitu dahsyatnya, di tengah getaran pergelangannya sang pedang telah menembusi kabut pedang yang diciptakan oleh mereka segera menusuk ke dalam.
Wan Toa Peng tak bisa meloloskan diri lagi dari serangan tersebut, ia menjerit lengking lalu mundur ke belakang dengan sempoyongan, darah segar memancar keluar dari tenggorokannya dan berteriak dengan penuh kengerian : "Kau...
kau... kauuuu..." Tubuhnya gemetar keras lalu terkapar ke atas tanah, tanpa menjerit tanpa mendengus tahu-tahu sukmanya sudah melayang tinggalkan badan kasarnya.
Wan Toa Kun jadi gusar, sedih bercampur kalap menyaksikan adik kandungnya mati konyol di ujung pedang lawan, seperti orang gila ia membentak : "Bangsat she Pek, aku bersumpah akan membunuh dirimu..." Dia putar pedangnya dan segera menerjang ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin, ujung pedang yang tajam memancarkan hawa dingin yang menggidikkan hati, ketika ujung pedang masih ada satu depa di depan tubuh musuhnya, tiba-tiba senjata itu menyeleweng ke samping.
Jago Pedang Berdarah Dingin memutar tubuhnya sambil membentak : "Enyah dari sini kalau tidak engkau akan terkapar di atas tanah seperti adikmu..." "Kentut busuk!" bentak Wan Toa Kun dengan gusar, "setelah membunuh orang apakah urusan disudahi sampai di situ saja" Aku tidak percaya dengan segala permainan setan!" Secara beruntun dia lancarkan lima buah jurus serangan yang berbeda, di antaranya terdapat pula jurus-jurus mematikan yang amat ganas.
Pek In Hoei loncat ke tengah udara, pedangnya membabat ke bawah sambil teriaknya : "Hmm! Kamu sudah bosan hidup." Di tengah dengungan kesakitan, dengan sempoyongan Wan Toa Kun mundur beberapa langkah ke belakang, darah segar mengucur keluar dari tubuhnya yang gempal, teriaknya dengan sedih : "Pek In Hoei, suatu ketika aku bisa datang untuk menuntut balas." Dengan wajah sedih Wan Toa Kun kabur keluar dari ruang kuil, percikan darah segar menodai seluruh lantai, hal ini membuat Ngo Kong Beng dan putranya hanya bisa berdiri menjublak di tempatnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Dengan pandangan dingin Pek In Hoei melirik sekejap ke arah ke-dua orang itu lalu serunya : "Apakah kalian berdua juga siap untuk bergerak?" "Hmmm! Kau anggap setelah Siok-tiong Siang-hiong kalah maka urusan akan kusudahi sampai di sini saja?" teriak Ngo Kong Beng.
Pek In Hoei jadi semakin gusar, ujarnya : "Rupanya sebelum melihat peti mati kalian tak akan mengucurkan air mata, kalau kau anggap urusan tak bisa disudahi dengan begitu saja, maka apa rencanamu selanjutnya" Ayoh katakan...
Aku Pek In Hoei tak akan membuat kalian jadi kecewa!" "Kuda pusaka Giok-ma barang pusaka dari keluarga kami," kata Ngo Sian Cing dengan marah, "aku harap engkau suka mengembalikannya kepada kami, aku tahu engkau Jago Pedang Berdarah Dingin bukan copet atau begal, tak mungkin liang-simnya jadi hilang lantaran ke-delapan ekor kuda Giok-ma tersebut..." "Bagaimana sih kalian berdua ini?" bentak Pek In Hoei dengan gusar sekali, "aku sama sekali tidak membegal ke-delapan ekor kuda Giok-ma kalian, dari mana bisa kukembalikan kepada kamu berdua" Apakah kau masih belum bisa membedakan bahwa aku bukan anggota dari Komplotan Tangan Hitam..." "Hmmm! Meskipun ke-delapan ekor kuda Giok-ma itu bukan dibegal olehmu sendiri, tetapi perbuatan ini pasti atas perintahmu, saudara...
kalau berani berbuat tentu berani bertanggung jawab, janganlah setelah berhasil lantas cuci tangan seenaknya..." Saking mendongkolnya Pek In Hoei tertawa terbahak- bahak.
"Kalian benar-benar manusia yang amat tolol..." "Cuuuh...! Meskipun aku Ngo Sian Cing bukan tandinganmu, tetapi aku tak sudi melepaskan dirimu dengan begitu saja, suatu hari engkau akan mengetahui sampai di manakah kelihayan dari keluarga Ngo kami...
" kepada Ngo Kong Beng tambahnya : "Ayah, mari kita pulang dulu!" Ngo Kong Beng melirik sekejap ke arah Pek In Hoei, lalu tegurnya kembali dengan suara lantang " "Benarkah engkau bukan anggota dari Komplotan Tangan Hitam?" "Kalau aku adalah anggota dari Komplotan Tangan Hitam maka tidak nanti aku bersikap sungkan kepada dirimu berdua, bicara terus terang aku sendiri pun mempunyai persengketaan dengan pihak Komplotan Tangan Hitam, seandainya sudah merampas ke- delapan ekor kuda Giok-ma milik kalian, buat apa kami datang lagi ke sini..." Ngo Kong Beng berdua berdiri tertegun kemudian bersama-sama melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin, akhirnya dengan wajah ragu-ragu dan penuh tanda tanya mereka berjalan keluar ruangan itu, dalam sekejap mata bayangan mereka berdua telah lenyap di balik kegelapan.
Ruang kuil yang penuh sarang laba-laba kini tinggal Jago Pedang Berdarah Dingin seorang yang masih berada di situ mendampingi mayat Wan Toa Peng yang terkapar di atas tanah, pelbagai ingatan berkelebat dalam benaknya, rasa sedih dan sepi mencekam hatinya membuat dia tertawa sedih, satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia berpikir : "Kurang ajar, ternyata Sam Ciat sianseng telah mempergunakan diriku, dia yang membajak ke- delapan ekor kuda Giok-ma milik Ngo Kong Beng, sebaliknya memberikan pertanggungan jawabnya ke atas pundakku.
Aaaai...! Bajingan itu benar-benar pandai sekali menggunakan kesempatan..." Dengan gemas dia mendepakkan kakinya ke atas lantai, lalu berseru : "Bajingan itu benar-benar seorang manusia yang licik, lain kali kalau aku sampai bertemu lagi dengan dirinya, pasti akan kubinasakan bangsat yang pandai memfitnah orang itu hingga lenyap dari permukaan bumi, kalau tidak entah permainan setan apa lagi yang bakal ditimpakan kepadaku..." Tiba-tiba ia menengadah ke atas, tampak olehnya di balik meja sembahyang berkumandang suara dengusan napas, hal itu membuat hatinya tercengang, pikirnya : "Apakah para jago dari Komplotan Tangan Hitam menyembunyikan diri di belakang meja sembahyang itu?" Rasa curiga yang mencekam hatinya kian lama kian bertambah besar, dalam waktu singkat dia merasa bahwa di dalam ruang kuil yang sudah bobrok itu terdapat banyak hal yang mencurigakan serta aneh, setelah menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, tiba-tiba telapaknya disapu ke depan melancarkan sebuah pukulan ke arah patung arca di tengah kuil.
Blaaaam...! Baru saja telapak kanan Pek In Hoei didorong ke muka, tiba-tiba ia merasa ada segulung angin pukulan menerjang ke arahnya...
dua gulung angin pukulan dengan cepat membentur jadi satu di tengah udara, diikuti bergeletarnya ledakan keras yang mengakibatkan beterbangannya debu dan pasir ke tengah udara.
Lampu lentera jadi bergoyang kencang membuat suasana jadi redup, di tengah kegelapan itulah suara tertawa dingin bergema memecahkan kesunyian disusul munculnya sesosok bayangan manusia langsung menerjang ke tengah ruangan.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh..." suara tertawa dingin dari Sam Ciat sianseng berkumandang datang, "Pek In Hoei, aku ucapkan banyak terima kasih lebih dahulu karena engkau telah menyingkirkan dua orang musuh tangguh dari Komplotan Tangan Hitam, meskipun Siok-tiong Siang-hiong bukan terhitung apa-apa dalam pandanganku, tetapi daripada akulah yang turun tangan sendiri maka jauh lebih baik kalau engkaulah yang turun tangan mewakili diriku..." Pek In Hoei tertegun, dia tidak menyangka kalau dirinya bakal dijadikan alat pembunuh oleh Sam Ciat sianseng, rupanya secara licik sekali pihak lawan telah mempersiapkan suatu jebakan yang sangat lihay untuk memancing dirinya masuk perangkap, dengan meminjam kekuatannya untuk menyingkirkan Siok- tiong Siang-hiong yang sudah mereka ketahui pula akan kelihayannya, dari kejadian ini bisa ditarik kesimpulan bahwa kelicikan dari orang itu benar- benar luar biasa sekali.
Saking gemas dan mendongkolnya, Jago Pedang Berdarah Dingin berteriak sekeras-kerasnya : "Kau licik dan banyak akal, aku tak dapat melepaskan dirimu dengan begitu saja..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... apa yang kau alami cuma sebagian dari pekerjaan kami," kata Sam Ciat sianseng sambil tertawa terbahak-bahak, kami pihak Komplotan Tangan Hitam yang paling diutamakan adalah hati yang hitam, kulit yang tebal, tangan yang telengas, kaki yang ganas serta mulut yang tajam, asal pekerjaan itu menguntungkan bagi pihak kami maka dengan segala cara apa pun akan kami lakukan untuk menyukseskan usaha tersebut..
sebelum berhasil kami tak akan berpeluk tangan..." "Kau benar-benar tak tahu malu, kecuali engkau di kolong langit boleh dibilang tiada orang kedua yang selicik dan tak tahu malu seperti engkau...
Sam Ciat sianseng, silahkan engkau lepaskan kain kerudung yang menutupi wajahmu itu, aku ingin lihat macam apakah raut wajah dari manusia yang berhati hitam seperti kamu itu..." "Aku rasa lebih baik engkau tak usah menempuh bahaya ini," seru Sam Ciat sianseng dengan mata tajam, "barang siapa pernah melihat raut wajahku yang sebenarnya maka tak seorang pun yang bisa hidup di kolong langit.
Ketika wajahku kuperlihatkan kepada orang, itu berarti umurnya sudah tidak berapa lama lagi." Perkataan dari jago lihay berkerudung hitam ini dingin sekali bagaikan hembusan angin dari kutub utara, membuat setiap orang yang mendengar menjadi bergidik dan menggetar keras.
Lain halnya dengan Jago Pedang Berdarah Dingin, dengan sorot mata berapi-api dia melotot ke arah musuhnya dengan penuh kebencian.
"Aku tidak percaya!" serunya sambil menggertak gigi.
"Hmmm!" Sam Ciat sianseng mendengus dingin, "malam ini di sini tiada orang lain, hal ini merupakan satu kesempatan yang sangat baik bagi kita untuk berbicara sebaik-baiknya...
engkau si Jago Pedang Berdarah Dingin bagaimana pun merupakan suatu kekuatan manunggal dalam dunia persilatan, selamanya tidak pernah berhubungan dengan partai mana pun, kenapa sekarang engkau berhubungan dengan Perkumpulan Bunga Merah, apakah kau sengaja hendak memusuhi diriku?" Pek In Hoei tertawa dingin.
"Para anggota yang tergabung dalam Perkumpulan Bunga Merah semuanya merupakan jago-jago lihay yang berdarah panas, mereka kaya akan rasa keadilan dan persahabatan, khusus berjuang demi menegakkan keadilan dan kebenaran di dalam dunia persilatan, sebaliknya kalian para jago dari Komplotan Tangan Hitam yang bisa dilakukan hanyalah menerbitkan ombak dan angin...
membunuh orang membakar rumah penduduk, asal seseorang masih mempunyai rasa peri kemanusiaan maka dia pasti akan berhubungan dengan Perkumpulan Bunga Merah..." "Hmmm!" dengusan dingin berkumandang keluar dari mulut Sam Ciat sianseng, dari balik biji matanya yang dingin terpancar keluar sorot mata yang ganas dan bengis, katanya : "Engkau tak usah bicara dengan kata-kata yang begitu indah, siapa yang tidak tahu kalau antara engkau dengan It-boen Pit Giok, ketua dari Perkumpulan Bunga Merah, mempunyai hubungan yang sangat akrab" Kalau engkau bukan kesemsem oleh kecantikan wajahnya, dari mana kamu bersedia untuk jual nyawa baginya" Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... Pek In Hoei, buat apa engkau bicara yang indah-indah" Tak usah dikatakan pun dalam hati kami sudah mengetahui jelas..." "Kau benar-benar sedang mengaco belo..." seru Pek In Hoei sambil gelengkan kepalanya, dengan gemas dia melanjutkan, "ke-delapan ekor kuda Giok-ma milik Ngo Kong Beng apakah engkau yang curi" Sekarang berada di mana?" "Nih berada di sini," jawab Sam Ciat sianseng tenang, "coba lihatlah rupanya engkau pun tertarik oleh ke- delapan ekor kuda mestika itu, apakah kau juga menginginkannya" Jika suka maka aku bisa menghadiahkan sebagian kepadamu..." "Aku harap engkau suka mengembalikannya kepada Ngo Kong Beng," kata Pek In Hoei sambil tertawa dingin, "demi ke-delapan ekor kuda Giok-ma itu, mereka mengira akulah yang melakukan pembegalan.
Sam Ciat sianseng, perbuatanmu yang begitu rendah benar-benar telah menurunkan derajatmu, suatu ketika orang kangouw pasti akan mengetahui rahasia kebusukanmu itu..." Sam Ciat sianseng sama sekali tidak gusar mendengar perkataan itu, katanya : "Kejadian itu pun merupakan satu hasil kerjaku yang gemilang.
Hehmm... heehmmm... kalau tidak kucuri ke-delapan ekor kuda Giok-ma dari keluarga Ngo, dari mana orang kangouw bisa tahu kalau engkau Pek In Hoei punya hubungan dengan Komplotan Tangan Hitam" Hanya dengan membegal ke-delapan ekor kuda itulah aku baru bisa memaksa engkau untuk terdesak da tak dapa tancapkan kakinya lagi di kolong langit...
hanya berbuat begitulah terpaksa engkau harus bergabung dengan Komplotan Tangan Hitam...
heehh... heeehh..." Criiing...! Tiba-tiba terdengar suara gemerincingan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian, sekilas cahaya pedang yang tajam memancar ke empat penjuru dan hawa pedang yang menggidikkan hati menyelimuti seluruh angkasa, sambil mencekal pedang telanjang Jago Pedang Berdarah Dingin berkata : "Bagaimana pun juga aku bersumpah akan membinasakan dirimu, engkau telah menyumbat banyak jalanku, kalau aku tidak bunuh dirimu dari muka bumi maka dunia persilatan entah akan kau rubah jadi bagaimana keadaannya...
mungkin, karena engkau seorang seluruh kolong langit jadi kacau balau tak karuan..."
"Jangan turun tangan lebih dahulu," cegah Sam Ciat sianseng sambil goyangkan tangannya berulang kali, "kalau ada urusan mari kita bicarakan secara baik- baik, engkau tak perlu terburu napsu, malam ini bukan saja aku akan membuat dirimu tunduk seratus persen bahkan dalam ilmu silat pun aku tak akan mengecewakan dirimu, aku percaya engkau akan merasa beruntung dapat berkenalan dengan diriku." "Hmmm!" Pek In Hoei mendengus berat, "aku tak akan melepaskan dirimu." "Haaaah...
haaaah... haaaah... itu toh urusan di kemudian hari," kata Sam Ciat sianseng sambil tertawa bangga, "dewasa ini aku sangat membutuhkan bantuanmu...
hehmmm...heehmmm asal engkau bersedia untuk bekerja sama dengan aku maka bukan saja patung kuda pualam yang ada delapan buah jumlahnya itu akan kuhadiahkan kepadamu di samping itu akan kuberikan pula seorang gadis yang cantik jelita untuk hiburanmu, aku tanggung kecantikan wajahnya tidak akan kalah dari It-boen Pit Giok si kuda liar tersebut." "Omong kosongmu terlalu banyak," seru Pek In Hoei sambil menggetarkan pedangnya di tengah udara, "aku sudah bersiap-siap untuk minta petunjukmu..." "Ooow...! Jadi kalau begitu engkau tidak bersedia untuk bekerja sama dengan aku?" "Hmmm! Siapa yang sudi bekerja sam dengan dirimu" Sam Ciat sianseng aku lihat lebih baik engkau buang jauh-jauh ingatan seperti itu." "Heehmm...! Rupanya terpaksa aku harus musnah engkau dari muka bumi, ketahuilah bahwa semboyanku adalah berusaha mendapatkan bila masih bisa dipergunakan, musnahkan apabila tidak bisa didapatkan.
Pek In Hoei, tidak akan menjadi masalah engkau menampik kerja sama dengan diriku..." Sambil tertawa dingin ia cabut keluar pedang aneh yang memancarkan cahaya emas itu, setelah dikebaskan di tengah udara dengan sepasang mata yang tajam bagaikan pisau ia tatap wajah Pek In Hoei, lalu ujarnya dingin : "Silahkan turun tangan Pek In Hoei, sudah tidak berapa lama lagi engkau dapat hidup di kolong langit..." Jago Pedang Berdarah Dingin menggerakkan pergelangan tangannya, pedang mestika penghancur sang surya laksana cahaya tajam langsung membabat ke atas tubuh Sam Ciat sianseng, ketika senjata yang tajam itu berkelebat lewat tersiarlah warna perak yang menusuk pandangan.
Sam Ciat sianseng rendahkan tubuhnya ke bawah, dengan cepat pedang aneh di tangannya didorong keluar, cahaya emas segera menyebar ke empat penjuru.
Harus diketahui ke-dua jago yang sedang bertempur ini sama-sama memiliki kepandaian yang tinggi dalam hal ilmu pedang, maka dalam pertarungan hanya jurus-jurus yang ampuh dan ganas saja yang dipergunakan, ke-dua belah pihak sama- sama tak berani bertindak gegabah.
Secara beruntun tujuh jurus serangan telah lewat, ke- dua orang itu mulai mempertahankan satu jarak yang tertentu, siapa pun tak berani maju ke muka dan siapa pun tidak berhasil merebut keuntungan dari bentrokan tersebut.
"Hmmm...! Keyakinanmu di dalam permainan pedang ternyata memang luar biasa sekali," ujar Sam Ciat sianseng dengan nada keras, "Pek In Hoei, hampir saja aku menilai dirimu terlalu rendah, sungguh tak nyana kalau engkau dapat mengimbangi permainan pedangku!" "Hmmm! Beberapa jurus seranganmu itu masih belum sampai kupikirkan di dalam hati, Sam Ciat sianseng, engkau harus berhati-hati sebab dalam jurus serangan berikutnya aku hendak mengancam sepasang kakimu, dan jurus itu ganas sekali..." "Hmmm! Coba saja untuk dilontarkan..." Sekilas cahaya tajam bagaikan sorotan surya memancar ke tengah udara, Jago Pedang Berdarah Dingin menekuk tubuhnya dan melancarkan serangan gencar ke arah Sam Ciat sianseng.
Menyaksikan betapa dahsyatnya ancaman yang menyerang tiba, Sam Ciat sianseng sangat terperanjat, teringat olehnya bahwa Jago Pedang Berdarah Dingin akan mengancam kakinya, maka dengan cepat hawa murninya disalurkan ke kaki untuk menghadapi segala kemungkinan.
Siapa tahu rupanya gerakan itu hanya merupakan siasat licik dari Pek In Hoei, setelah dilihatnya pihak lawan mempertahankan diri pada bagian kaki, tiba- tiba pedangnya berkelebat ke muka dan mencukil kain kerudung yang menutupi wajah Sam Ciat sianseng.
Sreeet...! Di tengah desingan angin tajam, ujung kerudung yang menutupi wajah Sam Ciat sianseng sudah tersambar hingga tersingkap, Jago Pedang Berdarah Dingin berseru lalu teriaknya : "Ooooh...! Ternyata engkau...
ternyata engkau..." "Sudah kau lihat semua?" seru Sam Ciat sianseng sambil tertawa seram, dengan cekat dia lepaskan kain kerudung yang menutupi mukanya.
Walaupun di luaran ketua dari organisasi Komplotan Tangan Hitam ini masih bersikap tenang, tetapi hatinya merasa amat terperanjat, dia tak mengira kalau Pek In Hoei berhasil membongkar rahasianya, hawa napas memburu seketika memancar keluar dari balik matanya.
Pek In Hoei tarik napas panjang-panjang, kemudian ujarnya : "Sungguh tak kusangka pemilik Benteng Kiam-poo Cui Tek Li adalah pemimpin dari Komplotan Tangan Hitam!" Setelah Sam Ciat sianseng melepaskan kain kerudung yang menutupi wajahnya maka muncullah raut wajah dari Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo, sambil tertawa seram terdengar ia berkata : "Pek In Hoei, setiap kali memandang di atas wajah ibumu aku tidak bersedia membunuh engkau, siapa tahu engkau selalu sama berusaha untuk memusuhi dan menghalang-halangi pekerjaanku, membunuh anggota Komplotan Tangan Hitam ku...
Hmmm...Hmmm... malam ini kalau aku tidak cabut jiwa anjingmu ini maka persoalan tentang Komplotan Tangan Hitam pasti akan tersebar di seluruh kolong langit!" "Tidak aneh kalau Benteng Kiam-poo tidak memperkenankan kawanan Bu-lim untuk mengunjunginya, ternyata di balik kesemuanya itu masih tersembunyi rahasia yang begitu banyak...
Poocu, benarkah markas besar dari Komplotan Tangan Hitam adalah Benteng Kiam-poo?" "Sedikit pun tidak salah!" "Nama besar bentengmu itu sudah cukup tersohor di kolong langit, aku rasa kau tidak butuh untuk mendirikan satu kekuatan lagi dalam dunia persilatan, aku benar-benar tak habis mengerti dengan kedudukanmu sebagai seorang poocu, apa sebabnya mendirikan pula suatu organisasi yang bertujuan keji dan jahat seperti ini..." Cui Tek Li mendengus dingin.
"Hmmm! Bukan saja aku hendak merajai seluruh kolong langit, aku pun hendak mengumpulkan barang-barang berharga yang ada di dalam jagad, delapan ekor kuda pualam merupakan salah satu di antara barang berharga yang kuincar..." "Sekarang rahasiamu sudah terbongkar dan tak mungkin bisa mengelabui orang lain, akan kuberitahukan persoalan ini ke seluruh kolong langit, agar semua kekuatan yang ada di Bu-lim bersama- sama memerangi dirimu serta melenyapkan Benteng Kiam-poo dari muka bumi, waktu itu engkau pasti akan menyesal terhadap perbuatanmu pada hari ini..." "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... engkau tak akan menjumpai kesempatan seperti itu, sebab sebentar lagi kau bakal menemui ajalmu di tanganku..." Tiba-tiba ia membentak keras, tubuhnya loncat ke udara dan pedang anehnya dilancarkan ke muka, dalam waktu singkat ia sudah mengirim tujuh delapan buah serangan yang maha dahsyat dan secara terpisah mengancam bagian tubuh Pek In Hoei yang berbeda.
Jago Pedang Berdarah Dingin merasakan hatinya tercekat, ia tak mengira kalau tenaga dalam yang dimiliki Cui Tek Li pemilik Benteng Kiam-poo ini begitu dahsyat dan sempurna, kesempurnaan dalam permainan jurus luar biasa sekali, dia gerakkan pedang mestika penghancur sang surya-nya dan secara beruntun lancarkan pula tiga serangan berantai, setelah bersusah payah akhirnya serangan yang aneh dan sakti itu berhasil juga dihindari.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, ia berpikir : "Ketika bertempur waktu masih berada dalam Benteng Kiam-poo tempo hari, tenaga dalam yang dimiliki Cui Tek Li hanya satu kali lipat lebih tinggi dari kepandaianku, apakah waktu itu dia memang sengaja menyembunyikan kekuatan yang sebenarnya"Dan sekarang di kala aku tidak bersiap segera mengeluarkan kekuatan yang sebenarnya untuk membinasakan diriku, seandainya demikian keadaannya maka kelicikan orang ini benar-benar tak boleh dipandang enteng..." Dengan hati tercekat pedang mestika penghancur sang surya-nya membabat ke depan, di kala tubuhnya sedikit merandek itulah tiba-tiba pedangnya menerjang ke tubuh Cui Tek Li.
Jurus serangan ini sangat ganas dan telengas, sama sekali berada di luar dugaan Pemilik dari Benteng Kiam-poo itu.
Cui Tek Li tertegun, kemudian serunya : "Engkau benar-benar luar biasa sekali, ternyata masih mempunyai kemampuan untuk melancarkan serangannya seperti ini...! Bagaikan hembusan angin puyuh tubuhnya menerobos keluar lewat kurungan bayangan pedang dari Pek In Hoei, menggunakan kesempatan itu pedang anehnya berputar dan membacok punggung si anak muda itu.
Terbang Harum Pedang Hujan 13 Wiro Sableng 180 Sesajen Atap Langit Ksatria Puteri Dan Bintang 2

Cari Blog Ini