Ceritasilat Novel Online

Iblis Dunia Persilatan 5

Iblis Dunia Persilatan Karya Aone Bagian 5


pangeran Pemabuk. Pangeran pemabuk menatap langit di gunung
Himalaya, ia bergumam. "Sebentar lagi aku akan menjadui seorang raja"
semua yang kucita-citakan bersama saudaraku pasti
berhasil" "Cita-cita apa itu kangmas?" Dewa Mata Pedang waswas. "menyatukan kaum hitam, putih dan merdeka,
dengan begitu keadilan dunia persilatan akan
terjaga" dan aku akan memerintah dengan tenang.
Takan ada yang bersitegang"!"
"Tapi, itu melanggar benang hitam kakang!"
"Aturan manusia tidak terbukti kebenaran nya,
manusia itu sama saja berasal dari anak adam, bila
kita membeda-bedakan golongan dan tak mengakui
persaudaraan bukankah itu hanya membuat malu
leluhur kita saja Dimas"! Merubah adat yang dibuat
manusia bias dilakukan, yang tak bias kita ubah
hanyalah aturan yang ditetapkan tuhan. Karena
kebenarannya adalah relative juga objective."
"manabisa kebaikan dan kejahatan disatukan
kakang?" "Mengapa engkau bias mengatakan bahwa si anu
adalah jahat" Bukankah tuhanmu lebih mengetahui
daripadamu" Kita manusia hanya memandang
kebaikan demi keuntungan ego saja, tak ada
kebenaran yang mutlak bila aturan itu dibuat kita
sendiri." Dewa Mata pedang terdiam, dilihat dari satu sisi
pikiran Pangeran pemabuk adalah pikiran yang sesat,
dan sisi lain mengandung kebenaran yang tak bias
dibantah. "Engkau paham adikku!" Pangeran pemabuk
memeluk Dewa Mata Pedang.
"Jrebbb?"!" Argghhhh"!" Adikku mengapa engkau?"
Pangeran pemabuk mundur sempoyongan memegang
dadanya yang berlumuran darah, ia menatap Dewa
Mata Pedang dengan hati yang berkecamuk. Ditangan
Dewa mata pedang tampak sebuah pedang pandak
berlumuran darah, jelas saja Dewa Mata pedang
membokongnya.. "Maafkan aku kakangmas," aku takan membiarkan
engkau menjadi raja, tak akan kubiarkan kau
melaksanakan niat sesatmu itu, demi kebaikan
keluarga kita lebih baik engkau mati saja"!"
Pangeran Pemabuk menatap adiknya dengan serba
perasaan,. Ia tak sadar bahwa dibelakangnya adalah
jurang yang dalam". "Krossrakk" Arrrgghhhh!" Tubuhnya jatuh melayang
kedalam jurang, semua orang terkejut dengan
teriakan itu, seketika pertarungan berhenti dan semua
orang menatap Dewa mata pedang dengan heran.
Tak ada yang tahu kejadian sebenarnya kecuali
seorang lelaki penjual pedang dari tuan rumah"
Diam-diam ia mengundurkan diri dan pergi. "
"Begitulah kejadian sebeanrnya dari kematian
Pangeran pemabuk"!"Penjual barang antic itu
mengakhiri cerita. " lalu bagaimanakah guci ini bias ada ditangannya?"
"Itu akan berlanjut kepada kisah selanjutnya, setelah
mengundurkan diri, diam-diam penjual pedang itu
menuruni tebing yang sudah ia kenal, setelah tiba di
bawah ia melihat tubuh pangeran pemabuk
menggantung disebuah pohon. Temanku itu
menurunkannya, naas nyawanya sudah melayang.
Teman itu berfikir bila mayat pangeran pemabuk
dibiarkan disana akan dimakan binatang dan tentunya
akan ditemukan oleh Pembunuhnya dan menjadikan
alibi baru., segera ia membawa mayatnya kelembah
ditempat itu. Lembah itu tak ada yang tahu selain
dirinya dan penduduk lembah itu. Mayat Pangeran
pemabuk disemayamkan disana dengan batu kapur
bertuliskan "Pangeran sejagat". Guci itu dibawa
temanku dan diberikan padaku untuk dikembalikan
kepada Negara asalnya. Siapa tahu takdir akan
membawanya pada keturunannya. Aku bertanya
mengapa ia melakukan hal serepot itu, dan ia
menjawab. Dulu ayahku berpendapat seperti halnya
pangeran pemabuk dan di ganyang kaum persilatan
hingga tewas, oleh karena pendapat dan pikiran
pangeran pemabuk mengingatkan kepada ayahnya
maka ia berempati" "Terimakasih atas informasinya, aku gardapati anak
dari Pangeran Pemabuk Gardapati memberikan
hormat untukmu" "Akhh" benarkah?" Penjual barang antic itu
terperanjat. Wajah GARDAPATI tersenyum, sebuah tabir persilatan
terbuka, ia memberikan sebutir berlian sebesar jempol
dan bangkit berdiri. "Nimas, apa yang engkau kehendaki"."
"Pengawal kakang"!"
"huahahaha"..! nah, Bocah cilik tunjukan dimana aku
bias menemukan budak-budak gadis belia"
"Kesini"!" Ajak Bocah itu.
* Sementara ditempat lain, "
Pagi yang cerah indah bertemankan dengan suasana
riang dari sebagian makhluk dibumi. Bunga bunga
tersenyum lembut, burung berkicau riuh rendah, angin
gemulai lembut menyentuh kulit, daun- daun gugur
berterbangan tertiup angin.
"Lihatlah burung yang terbang disana,
Begitu bebas tanpa beban andai ku menjadi seperti mereka pasti ku kan....
Huppp..... Sagara Angkara hentikan nyanyian, sebilah pedang
menyambar seinchi diatas kepalanya, andai ia tak
menghindar barangkali kepalanya bakal terpisah dari
tubuhnya. Sagara Angkara berbalik, dilihatnya sesosok manusia
berpakaian serba coklat berdiri menenteng pedang
didepannya. seluruh tubuhnya tertutup kain kecuali
dua matanya yang jeli. Dari bentuk tubuhnya bias disimpulkan bahwa
Penyerang dirinya adalah seorang perempuan.
Mata Sagara Angkara mengkerut pertanda ia tak
mengerti mengapa lawan menyerang dirinya.
"Siapakah Nisanak".?"
"Siapa aku tak perlu, serahkan saja jiwamu!" Teriak
sosok itu sambil memajukan langkah, pedangnya
dihadapkan kebawah, secepat kilat diputar dan
ditusukan berulang-ulang,
Sagara Angkara mundur berulang kali sambil berkelit,
lama kelamaan ia jengkel juga. Tangan kanan
diayunkan kearah samping setinggi garis bahu dan
berganti kepalan tangan kiri yang menyilang didepan
tubuh. "Trakkkk!" Pedang itu terpental.
Mata jeli itu melotot kaget, bagaimanakah mungkin
pedangnya tak mampu melukai lawan.
Merasa penasaran, ia melakukan serangan tusukan
pedang dengan tangan kanan keperut lawan. Sagara
Angkara secepatnya mengelak kesamping, berbareng
menghindar ia mendorongkan tapak kanannya
dipergelangan tangan lawan yang memegang
pedang. Setelah Sagara Angkara menempelkan tangan kanan
di pergelangan lawan, ia membalas serangan dengan
sebuah tendangan kaki kanan ketangan kanan lawan
untuk menjatuhkan pedang lawan.
"Dukk"! Akh"Klontrang?" Pedang jatuh,
Bukannya berhenti, Sosok serba coklat itu malah
semakin garang, tampak ia sedang mengangkat kaki
kanannya untuk melakukan serangan berupa
tendangan, Sagara Angkara bukan orang bodoh,
tanpa member kesempatan bagi pihak lawan untuk
mewujudkan niatnya, dengan gerakan sigap Sagara
Angkara menghentakan suatu jejakan pada sisi lutut
lawan. "Dukk..!"Disini Sagara Angkara memanfaatkan dengan
penuh pada peminjaman tenaga serangan lawan
sendiri sehingga membuat pihak lawan menjadi rusak
penuh pada kuda-kudanya"
"Brukk"! Ketidak seimbangan tersebut, sedemikian parahnya
membuat pihak lawan menjadi jatuh"
Dan ini tidak disia-siakan begitu saja oleh Sagara
Angkara, sebab kaki kanannya melakukan suatu
tendangan memutar menghajar muka lawan.
Sosok serba coklat itu enggan dijadikan bulanbulanan, kedua tangannya dirappatkan sejajar
didepan wajah.. "Dukkkk"!" Telak sekali kaki Sagara angkara
menghajar tangan yang menghadang itu. Berkat
tenaga tendangan itu, tubuh Sosok serba coklat itu
mencelat, diudara ia melakukan dua kali jumpalitan
dan akhirnya berdiri dengan kuda-kuda penuh.
"Hebatt,"." Puji Sagara angkara atas kecerdikan
lawan. Sosok serba coklat itu maju kehadapan Sagara
angkara hingga berjarak satu tombak, sagara angkara
tetap tenang menanti perubahan siikap lawan. Itu
memang sudah menjadi cirri khas barunya dalam
pertarungan" MENANTI"
Sosok serba coklat itu tidaklah sesabar Sagara
angkara, kedua tangannya terkepal, tinju kanannya
melesat maju hendak menghajar muka lawan,
sedang tangan kirinya terkepal disamping pinggang.
Pukulan dari lawan dilakukan hindaran kesamping
oleh Sagara Angkara, sambil menempelkan telapak
tangan kiri pada pergelangan tangannya.. tak
sekerdipan mata sebuah pukulan dari kepalan tangan
kanan dipergunakan untuk menyerang balik pada
lawan.. Sosok serba coklat itu mendengus dingin, ia
menangkis dengan tangan kanan yang sekaligus
melakukan tangkapan pada pergelangan tangannya.
Tangan kirinya yang masih bebas melakukan pukulan
dari arah samping pada bagian rusuk, berbareng
dengan itu, ia juga menubrukan lutunya pada
samping lutut lawan. Sagara Angkara terdesak hebat, tapi ia tetap tenang"
kaki lainnya yang masih bebas bergerak berpindah
kedudukan, pukulan lawan ia tangkis dengan
memukulkan sisi tangan pada pergelangannya dan
seiring dengan itu dia menempelkan lututnya pada
lutut lawan, itu bias dilakukan sebab kedudukan kaki
yang satunya lagi sudah berubah, penempelan lutut
itu dilakukan untuk ancang-ancang pada kaki yang
lain untuk melakukan tendangan melayang pada
muka lawan". "Srett,?" tendangan itu mengenai tempat kosong,
Namun Sagara angkara tak menyerah. Menyambung
serangannya tadi, maka selanjutnya tangan kiri
langsung melakukan suatu dorongan yang kuat pada
dada lawan". "Ekhhh!" Sagara Angkara terkejut sebab yang ia
pegang adalah sebuah benda kenyal yang berisi.
Wajahnya merah seketika. Dorongannya yang kuat
dikurangi sehingga sosok berwarna coklat itu hanya
sempoyongan saja. "Dasar lelaki brengsek" tidak berperasaan beraninya
memegang dadaku" terima ini..!"
Sagara Angkara menjublak mendengar suara itu, ya
ia mendengar suara merdu itu, meski lawan
memasang serangan pada wajahnya, Sagara Angkara
tetap menjublak". "Plaakkkk,"!" sebuah tamparan manis mendarat di
pipinya. Ia meringis kesakitan.
"Maafkan aku Nimas Gita, aku tak tahu bahwa itu
kau".!" Kata Sagara Angkara memelas, dari sudut
bibirnya menggaris sebuah garisan merah yang
meleleh. Sosok serba coklat yang ternyata adalah Gita Jayasri
itu juga melenggong melihat darah disudut bibir
Sagara Angkara. "Ada apa ini, siapa kau !|" Mendadak Meswari dan
kedua orang lainnya datang, Meswari mencabut
pedangnya sambil menatap Gita Jayasri dengan buas.
"Jangan Nimas Meswari, beliau adalah Nimas Gita"
Sagara Angkara mencegah."
"Ekh"!" Meswari kaget dan menatap Gita Jayasri yang
berbalut kain coklat dalam-dalam.
Gita Jayasri buka kain yang menutup wajahnya
dengan tangan kiri berbareng hembusan nafas yang
dalam. "Sebenarnya, apa yang kau lakukan Mbak yu?" Jingga
ikut bicara. "Tidak apa-apa, Aku hanya sebal" karena orang satu
ini jarang bertarung, maka dari itu aku ingin
menjajalnya, tapi sesuatu hal yang tak terduga
terjadi"!" Jawab Gita Jayasri.
"Sesuatu hal yang tak terduga?" Meswari bertanya
heran. Wajah Gita Jayasri memerah. Ia tak menjawab malah
lari kebalik semak, Meswari tatap Sagara Angkara,
tapi yang ditatap hanya nyengir saja.


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudahlah mari kita lanjutkan perjalanan, hari sudah
siang?" Kata Harsanto"
Jalan masih lenggang"
Daun bergoyang". Ranting meradang". Batu-batu berserakan,"
Pasir putih teap jadi impian"
Laut masih biru". Menghapus semua resah pilu".
"Benar engkau berani berpergian dengan dua
pengawalmu itu Nimas?" Tanya Gardapati berkerut
kening. "Haha" tentu saja, apa yang engkau khawatirkan
dari diriku kakang"!"
"Greepp.." Cupp".! Gardapati memeluk dan menciumi
Astadewi dengan gemas, kedua pengawal sekaligus
pelayan Astradewi yang baru saja dibelinya
tersenyum melihat ulah keduanya.
"Sampai jumpa Kakang?" Astadewi berkata sambil
melesat terbang membawwa dua pelayannya.
Gardapati tersenyum dan berjalan seerti orang normal
sambil bersiul-siul. Ia berjalan seolah olah tiak
menyadari bahwa ada empat orang yang secara
nyata telah mengikutui dari arah belakang untuk
bersiap-siap melakukan serangan gelap terlebih
dahulu. Keempat orang itu menyebar, dua kesamping dan dua
dibelakang, keacuhan Gardapati ternyata malah
membulatkan tekad bagi pihak lawan untuk
mengadakan serangan serta hilangnya sikap mawas
diri akan kesombongannya.
Terlihat salah satu dari mereka yang dari belakang
mengangkat tangan untuk menyerang Gardapati.
Begitu dekat, secepat kilat Gardapati berbalik dan
menjejakan kaki kanan di atas lutut lawan. Itu
membuat lawan terterobos titik pertahanannya serta
hilangnya posisi untuk mewujudkan niatannya untuk
menyerang. "Dukk..Bruk"!"
Karena tak menyangka, orang itu jatuh berdebum, tak
sekerdipan mata, Gardapati menurunkan kaki kanan
dan memperkecil jarak dengan pihak lawan. Sebuah
tendangan dengan kaki kiri diarahkan secara cepat
dan tepat pada selangkanagannya".
"Dukk" uahhh"!" Lelaki itu menjerit histeris,
bagaimanapun selangkangan adalah titik lemah yang
sangat pital untuk diserang.
Orang yang disebelah kanannya menatap Gardapati
dengan beringas, ia berjalan kearah gardapati seraya
berkata. ?"kau sungguh lancang, bersiaplah menemui nenekmu
dialam baka" Selesai ucapannya, kaki kanannya diangkat hendak
melakukan sebuah tendangan dahsyat, gardapati
tertawa terbahak-bahak, tanpa memberikan
kesempatan menendang, ia menjejakan kakinya di
sisi lutut lawan, tenaga dalam Gardapati memang
lebih tinggi dari orang itu. Tanpa ampun orang itu
jatuh berdebum ditanah, begitu jatuh bukannya
dikasih kesempatan, malah kaki kanan gardapati
melakukan suatu tendangan memutar kearah wajah
lawan". "Dukk..lbruttsss".!" Wajahnya hancur berantakan.
Mata tajam Gardapati berkilat ketika orang yang
berada disamping kiri juga hendak melakukan
tendangan padanya. Tak mau dirugikan, Gardapati
mendahului lawan dengan menjejakan kakinya pada
lutut samping untuk menghancurkan
keseimbangannya dan sebagai akibatnya pembokong
itu tidak jadi menyerang malah tubuhnya
sempoyongan. Kaki kiri yang melakukan tendangan
tersebut dimajukan sedemikian rupa untuk mendekati
pada posisi lawan yang sedang hilang kontrolnya
tersebuut, dan diiringi dengan suatu pukulan
menyamping, dengan menggunakan punggung
kepalan pada bagian wajahnya yang lemah. Ini
membuat lawan benar-benar lumpuh keadaannya.
Gardapati berdiri meluruskan ototnya yang kaku.
Apalagi lawan sudah menggeletak tanpa nyawa.
Rupanya gardapati menyertaklan pukulan beracun
pada pukulannya. Tak salah bila orang yang
dihajarnya langsung membiru.
Pada saat Gardapati berdiri itu, secara mendadak
orang yang tersisa bergerak menyamping kiri untuk
melakukan serangan membokong,
"Hiaatt?" Ia melakukan serangan dengan
menggunakan kakinya. Dengan gerakan yang sigap
Gardapati menghindar sehingga serangan itu
mengenai tempat kosong, tanpa menyia-nyiakan
waktu lagi, Gardapati mengambil posisi serangan balik
sambil memperhatikan kelemahan lawan pada saat
itu" Dan setelah pengamatan terarah pada belakang lutut
lawan, kaki kanan diangkat untuk melakukan
penyerangan, "Desss" sebuah tendangan memutar keluar dari
Gardapati mengenai belakang lututnya. Tendangan itu
membuat lawan jatuh. Tanpa membuang kesempatan
lagi, dengan segera ia bergerak mendekat untuk
melakukan kuncian dengan menyusupkan tangan
kanan didepan lehernya dan tagan lainnya
memegang pada bahu sebelah kiri.
Setelah suatu pertemuan kedua tangan, Gardapati
menariknya kebelakang"
"Hoeekk?" Laki-laki itu membelalak, mati dengan
lidah keluar" "Kaum keroco hendak bermain api denganku,"
sungguh tak sepadan, sungguh tak sepadan"!" Kata
Gardapati sambil meninggalkan tempat itu, Ngambang
anginnya dikerahkan, laksana belut yang disentil
ekornya, ia melesat menembus rimba dan terus-terus
berlari". Menjelang tengah hari, ia tiba di Sebuah kedai tuak
yang cukup ramai. Ramai-ramai aneh, mengapa aneh"
Sebab tak ada seorngpun yang berasal dari golongan
muda. Begitu Gardapati masuk, semua orang
memandangnya dengan wajah terkejut. Tak sadar
semua orang mencabut pedang siaga.
Gardapati acuh saja, dengan gaya sempoyongan ia
duduk disalah satu meja dekat kasir. Guci emasnya
yang berbentuk kukuk (Labu Air) diletakan dimeja.
"Siapkan Tuak paling bagus sepuluh guci untukku!"
Teriak Gardapati lantang.
Penjaga kasir itu terperanjat. Masakah ada seorang
yang segila itu pada tuak. Ia berdiri menjublak.
Melihat Penjaga kasir itu menjublak, Gardapati
jengkel. Secepat kilat ia merogoh saku dan
melemparkan seuntai mutiara dimeja kasir seraya
membentak. "Kau kira aku si Pangeran Pemabuk tak sanggup
membayar" Penjaga kasir itu tambah menjublak, dua kerdipan
mata kemudian ia baru sadar dan lari kebelakang. Tak
seperminum the kemudian pesanan gardapati datang.
Gardapati isi gucinya dari salah satu guci yang lain.
Tuaknya meluber kemana-mana. Ia tak peduli. Tapi
semua mata memandangnya dengan pikiran kacau,
siapakah lagi yang akan bertindak demikian selain
Pangeran Pemabuk. Hanya yang membuat mereka
bingung masakah pangeran pemabuk semuda ini
lagipula ia sudah mati di Gunung Himalaya ketika adu
kepandaian bersama pendekar sejagat. Dan kini ia
dating dengan segala tingkahnya yang membuat
orang meradang. Gardapati tuangkan gucinya pada mulutnya, isinya
meluber kebajunya. Ia tak perduli. Setelah dua guci
habis, Gardapati mulai mabuk air kata-kata.
"Adimas Raden Pakuan Wijoyo..hik", aku dating dari
alam kubur untuk menjengukmu"hik.. aku dengar
sekarang engkau bergelar Maharaja Dunia persilatan"
hik.. Mengapa kau menjadi kaum persilatan"...hik..
Padahal dulu kau menusukku karena aku dijadikan
putra mahkota"..hikk"
Salah satu dari para tetua itu memerah. Memang dia
adalah Dewa Mata Pedang atau biasa dipanggil
Maharaja Dunia Persilatan. Saat ini mereka berkumpul
untuk membicarakan tentang dunia persilatan saat ini.
Yang berkumpul di tempat itu adalah Para Dewan
Dunia Persilatan. Memang saat ini mereka sedang
menyamar menjadi kaum awam. Tapi Gardapati
bermata awas. Dia tak mungkin melupakan wajah
musuhnya. "hik" kejahatan merajalela"hik" kaum yang
mengaku golongan putih telah memanjangkan rantai
karma hik" di selatan darah mengalir,..hik" ditimur
mayat bertumpuk..hik" di barat jeroan manusia
mengampar," hik.. di utara cucuran air mata
menggenang" manakah tanggung jawabmu
Maharaja Dunia Persilatan?"
Para Dewan Dunia persilatan memerah malu. Mereka
tak bertindak, jika mereka mulai menyerang bias
dikatakan bahwa mereka membenarkan ucapan dari
yang mereka sangka adalah Pangeran Pemabuk itu.
"Apakah salah bila kami berdamai" Hik.. Bukankah itu
tak merugikan kalian,. Memang kami melanggar
benang hitam. Tapi itu bukan urusan kalian"
hik..bukankah kalian yang memusuhi kami sehingga
terjadi pergolakan ini" Siapakah yang salah"!Kalian"
Atau kami"glek..glekk" Gardapati minum lagi tuaknya.
"Kalian sudutkan kami" jangankan manusia,
semutpun akan meronta jika diinjak, apalagi kami
manusia yang memiliki perasaan, adalah wajar kami
menentang seluruh kaum persilatan.glek..glekk!"
Mendengar penuturan Gardapati. Penjaga kasir yang
hanya seorang awam mangut-mangut paham.
Memang benar bila ia menempatkan posisi di orang
pemabuk itu, ia akan melakukan hal yang sama
dengannya. Adalah wajar, itulah manusia"
"Kebenaran" Apakah itu kebenaran" Aku tak tahu"
kata orang kebenaran itu ada yang relative dan ada
juga yang objective benarkah demikian" Apakah
seorang pemuka agama yang bertindak hanya
dengan mengandalkan satu sumber" Ataukah seorang
awam yang melakukan ibadah hanya menurut
kewajibannya ataukah seorang pencuri yang
memberikan hasil curiannya kepada orang yang
membutuhkan"aku tak tahu?"
Gardapati teguk lagi tuaknya, lalu berceloteh lagi
"kebaikan itu adalah obat. Bila salah menempatkan
atau takarannya maka ia akan membunuh orang. Jika
benar maka ia akan menjadi obat yang mujarab pula.
Segala hal harus memiliki landasan. Landasan yang
bagaimanakah entahlah" glekk..glekkk"
"Bagaimanakah contohnya?" Secara reflek sang kasir
bertanya. Ia tak sadar bahwa ia sudah terlarut dalam
celotehan gila Gardapati, memanglah Gardapati
mengerahan ilmu sabda dewanya untuk melandasi
setiap kata yang keluar dari mulutnya.
"Seorang Sakti yang memiliki kemampuan silat dan
tak paham ilmu pertabiban mendapati anaknya sakit
karena racun. Ia minta bantuan orang malu, masakah
seorang sakti sepertinya meminta bantuan orang
lain" itulah Ego merasa dirinya benar, egon merasa
dirinya sakti, ego merasa dirinya tak ada yang
mengalahkan. Ia membuat obat dengan racun. Kata
orang racun melawan racun. Tak sadar bahwa rcun
yang digunakannya adalah serumpun dengan racun
yang mengeram dalam tubuh anaknya itu. Bukannya
sembuh malah sema kin parah bahkan tewas. Ada lagi
seorang awam yang merasa tak bias apa-apa, pada
suatu waktu ia mendapati ayahnya sakit, ia rendah
diri dan meminta seorang tabib. Sungguh kebetulan..
sungguh kebetulan.. tabib itu adalah seorang yang
sangat jahat. Tapi orang awam itu merasa
kesembuhan ayahnya itu adalah hal terpenting. Ia
tahu jika ia melakukan pengobatan tanpa dasar maka
akan membunuh ayahnya saja. Ia bertan ya "wahai
tabib sudikah engkau menolong ayahku itu" tabib itu
menjawab. "Baik tapi seluruh hartamu aku ambil"
tanpa berpikir orang awam itu menyetujui. Pada
keesokan harinya Ayahnya kedapatan sembuh, dan
sitabibpun mendapatkan harta siorang awam. Semua
tetangganya menganggap tabib itu jahat. Tapi dalam
pikiran orang awam itu mengatakan "Siapakah yang
dirugikan" Siapakah yang jahat" Aku mendapatkan
ayahku sembuh, sudah sepantasnya seluruh hartaku
itu sebagai imbalan."
Maharaja Dunia Persilatan memerah malu. Ia tahu
kakangnya itu sedang mempermainkannya. Ia
mendekati dan member hormat.
"kakangmas Raden Gardasakti Wijoyo. Maafkan atas
kejadian di Himalaya itu, Dimas merasa sangat
menyesal?" "Huahahahaha?""hik" mengapa Dimas meminta
maaf kepadaku" Mengapa Dimas tiidak meminta
maaf kepada anak dan istriku yang dibuat merana"...
hik apakah Dimas terlalu pengecut sampai tak
menonggolkan diri di kerajaann lagi hik?"


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukan begitu kangmas, hanya di kerajaan sudah ada
kakang"!" "Cukup" aku tahu kau hanya mengilah saja" apakah
kau pantas menjadi pemimpin dunia persilatan" Tak
sadarkah bahwa banyak kaummu yang mulai
berbalik dan memusuhi dirimu" kau terlalu membabi
buta" Tuding Gardapati dengan gucinya tepat dihidung
Maharaja dunia persilatan itu.
"Sombong sekali kau Pangeran Pemabuk!" Tuding
Dewa Pedang kelana. Gardapati diam saja dan mulai menengak tuaknya
kembali. "Kakangmas, kau sudah terlalu mabuk!" Maharaja
dunia persilatan menasihati.
"Aku dan saudara-saudaraku telah bangkit dari kubur,
seseorang membangkitkan kami, dan tahukah Dimas
mengapa kami bangkit kembali?"
Maharaja dunia persilatan diam-diam merasa kaget,
adakah sebuah ilmu yang bias membangkitkan orang
yang sudah mati sesempurna ini.
"Tidak kakangmas".!"jawab Maharaja dunia persilatan
sabar, "Menguasai dunia persilatan dan menjadikannya
seperti yang ada dalam benakku" dimana tiga
golongan dapat menjalin suatu hubungan yang
harmonis dan hidup berbahagia. Seperti kami
bertujuh" "Sesatt" benar-benar pikiran yang melawan benang
hitam. Masakah harimau di satukan dengan angsa?"
Dewa Gagang Pedang Marah benar.
"Apakah Harimau dilahirkan buas maka dia dianggap
jahat" Dimanakah harimau yang memakan rumput?"
"Biarlah aku memberimu sedikit pelajaran agar kau
keluar dari kesesatanmu" Dewa Gagang Pedang
marah tak kepalang, pedangnya dicabut dan
dilemparkan kepada gardapati. Pedang itu
dikendalikan dengan tenaga dalam, sehingga bila
diperlukan pedang itu bias kembali ketangannya.
Gardapati bangkit dan sempoyongan, dengan gontai
ia melakukan perputaran berlawanan arah jarum jam,
kaki kirinya berjinjit dan kaki lainnya menekuk.
Tangann kiri melakukan tarikan dan tangan kanan
yang memegang guci menyampok dengan
penyaluran tenaga yang baik"
"Tranggg"!" Dua buah senjata itu beradu, pedang
melessat kembali kepada pemiliknya. Sedang
Gardapati tersenyum mengejek.
"Tenaga dalam yang hebat" Batin Dewa gagang
pedang yang merasakan tangan kanannya
kesemutan. Dewan Dunia persilatan terdiri dari sepuluh orang.
Posisi Dewa Warangka pedang dan Dewa Batang
Pedang digantikan oleh tetua perguruan lima besar.
Gajahsora yang merupakan ketua dari Perguruan
Bintang Kemukus juga Wakil Maharaja Dunia
Persilatan maju kemuka dan memasang kuda-kuda.
Tangan kanan menyilang di depan perut dan tangan
lainnya tertekuk. Kedua kakinya membuka
mempersiapkan pertahanan sekaligus serangan. Itulah
kuda-kuda dari jurus menyonsong bintang dilangit.
"Dimas sora, mundurlah" biar aku sendiri yang
menghadapinya" Maharaja Dunia Persilatan mencegah
dan maju kemuka. Gardapati santai saja, seteguk tuak lagi memenuhi
perutnya, ia memang hendak menggunakan jurusjurus ayahnya saja. Maka dari itu pembukaan jurus
mabuk kera sakti dipersiapkan.
Posisi Gardapati saat ini sangat aneh, menghormat
sambil menengak guci. Salah satu kaki, yaitu kaki
kanan berjinjit didepan, kaki kiri menekuk, tangan
kanan memegang guci dan menempelkannya di
mulut. Tangan kiri dibuka seperti menyembah.
Pandangan mata meleng, tubuh agak membungkuk
bidang dada di tarik kebelakang sehingga wajahnya
melengak. Maharaja Dunia Persilatan memajukan kaki kiri
hingga berjinjit sehingga berat tubuh ada pada kaki
kanan sebagian besarnya, kedua tangan ditarik yaitu
tangan kiri memutar pada sisi pinggang memegang
serangka pedang. Dan tangan lainnya di gagang
pedang, Secepat kilat menyambar, Maharaja Dunia Persilatan
melakukan sabetan pedang yang ditujukan pada
pergelangan tangan, posisi badan direndahkan
sebagai suatu hindaran dari serangan balasan
Gardapati. Tangan kiri memasukan serangan yang
menyerang dari arah bawah.
Gardapati yang menyerang angin kosong
merendahkan tubuh menghindari tebasan pedang,
serangan tangan kiri lawan ditahan dengan tangan
kiri disertai cengkraman sehingga membuat tenaga
Maharaja Dunia Persilatan seakan-akan tersedot.
Sedang tangan kanan memukulkan guci.
"Bletakk".!" Untung saja Maharaja Dunia Persilatan
melindungi kepalanya dengan tenaga dalam, jika
tidak maka dalam segebrakan saja ia akan keok.
"haha" anggap saja itu sebagai peringatan seorang
kakak kepada adiknya yang nakal" Gardapati tertawa
terbahak-bahak." Betapa gusar hati Maharaja Dunia Persilatan. Ditengah
kepusingan kepalanya, ia menarik kearah kanan
belakang pada kaki kanan setengah menyamping
dengan pedang yang berada pada sisi kepala dan
lainnya pada dada kanan"
Setengah sempoyongan, Gardapati melakukan
terjangan dengan pukulan gucinya dan ditangkis dari
arah luar dengan telapak tangan kiri oleh Maharaja
Dunia Persilatan. Bukan itu saja, ia masuk kedaerah
Gardapati dengan menyapukan kaki kanan
kebelakang kaki depannya untuk sekaligus
melakukan sebuah dorongan pada bagian dagu
gardapati. pedangnya menmpel erat dileher Gardapati.
Bias dibayangkan posisi gardapati saat itu.
Bila seandainya ia sampai terjatuh, maka otomatis
kepalanya akan terpenggal jua. Maharaja Dunia
Persilatan kaget tak kepalang ketika Gardapati
membaca mantra mengerahkan sebuah ajian namun
kasip. ajian sudah dibaca, apa dayanya.
"Bismillahirrohmanirrohiim, Sun matek aji ajiku
Brajamusti, Terap-terap, Awe-awe, Kuru-kuru, Griya
gunting drijiku, Watu item ing tanganku, Sun taj
antem, Laa ilaaha ilalloh Muhammadur rasululloh."
Jelas sudah bahwa Gardapati sudah mengerahkan
ajian Braja musti. Perlu diketahui AJI BRAJAMUSTI adalah aji kebanggan
para pendekar. Kerana aji Brajamusti ini merupakan
perisai badan yang ampuh sekali. Orang yang
mempunyai aji brajamusti mempunyai kekuatan
badan dan kekuatan ghaib yang tidak ada
tandinggannya. Maka orang yang memiliki tidak boleh
menggunakan aji brajamusti kalau tidak dalam
keadaan terpaksa. Sebab kalau digunakan
sembarangan boleh membahayakan lawan. Kegunaan
aji brajamusti selain untuk mengisi kekuatan badan
dan tangan, aji barajamusti juga sebagai aji
kekebalan terhadap berbagai macam senjata tajam.
Senjata yang ampuh bagaimanapun kalau terkena aji
brajamusti pasti akan tawar, tak bertuah.
"Srengggg,"!" Pedang itu menggesek di leher
Gardapati. Semua orang menahan nafas, tapi mereka
terkejut sebab bukan hanya gardapati tetap hidup,
bahkan tak ada luka apapun dilehernya.
Tak ada yang paham mengapa semua itu bias terjadi
selain Maharaja Dunia Persilatan Sendiri. Padahal
mereka tahu senjata Maharaja Dunia persilatan
bernama Ki Manon Nagapuspo. Senjata yang terkenal
akan ketajamannya. * "Sayang sekali seranganmu itu gagal"!" Ejek
gardapati penuh kemenangan.
Gardapati memundurkan kaki kanan, kaki kirinya
ditekuk, tangan kanan terkepal dimuka dan tangan
kiri disilang didepan dada dengan jari terbuka,"
Maharaja Dunia Persilatan tangan kirinya maju
dengan jari menghadap keatas, pedanngya tsiap
sedia di sisi pinggang"
Keduanya bertatapan,"
Dag" dig" dug" degub jantung terdengar bersahutsahutan, bagaimanapun keduanya adalah dedengkot
silat dunia persilatan. "Heaaahhh".!" Sebuah sabetan memutar
menimbulkan sinar perak menyerang gardapati,
gardapati kaget, ia bersiap menghindar, namun
serangan itu rupanya hanya tipuan saja, sebuah
tandangan kaki kanan memutrar dari arah luar
menyerang gardapati. Gardapati menghindar, begitu kaki lewat tubuh, kaki
itu ditangkap berbareng dengan mengangkat kaki kiri,
dan menjejakan kebawah pada kaki lawan yang kiri
diiringi dengan sebuah dorongan guci yang
dipindahkan ketangan kiri yang sudah tentu dibarengi
dengan tenaga dalam?"Bukkk".!"
"Hoekkk..!" Maharaja Dunia Persilatan memuntahklan
darah segar, ia menyusut darah disudut bibirnya dan
menusukan pedangnya lurus kedepan, Gardapati
menghindar kesamping sambil menempelkan telapak
tangannya pada pergelangan tangahn lawan.
Dilanjutkan ditarik kearah kiri atas yang dibbantu
pemutarannya oleh tangan yang lain, pemutaran ini
rupanya membuat Maharaja Dunia Persilatan terkilir,
tak sadar pedangnya lepas dari pegangan tangan.
Tarikan itu tak berhenti disana, tarikan diteruskan
dengan suatu jejakan pada dadanya"
"Bukkk"." Gardapati menyapu memutar, sehingga
pedang yang baru menyentuh tanah mencelat, sigapp
ia menangkapnya "Tukkk"!" Maharaja Dunia Persilatan menyarangkan
sebuah tutukan jarak jauh pada gardapati. Gardapati
tahu keadaannya tak jauh dari lawan, pedang yang
ditangkapnya ditusukan keperut samping lawan.
Tusukan itu tak berbahaya namun tak urung
membuat darah keluar memercik dengan deras"
"Masih banyak orang yang akan membalas dendam
untukmu, tak adil bila aku bertindak serakah
padamu"!" Ucap Gardapati lirih menahan sesak di
dadanya. tanpa kata lagi ia melarikan diri dari sana
sambil berteriak" "Gunung masih hijau," sungai masih mengalir," angin
masih berhembus, selama itu jangan harap hidupmu
bias tenang, hokum karma akn berlaku untukmu?"
"kakang!" Dewa Pedang kelana mendekat, gajah sora
melangkah hendak mengejar.
"Tak usah dikejar, saat ini ia sedang terluka"
keadaannya tak begitu jauh dariku"
Sore sudah dating, Dewan Dunia persilatan menatap
kepergian orang yang dikira pangeran pemabuk
dengan hati gelisah".
Tiga sosok tubuh ramping berlari berpegangan tangan
diatas pepohonan, dari kedua gadis yang di tuntun
tampak pias. Sepertinya ia ketakutan"
"Dewi, hendak kemanakah kita?" Tanya seorang gadis
cantik bertubuh mungil, gadis itu berpakaian serba
merah marun gemetar. "Dimana langkahku berhenti, disanalah tujuan kita"
Jawab Astradewi asal. "Jangan terlalu cepat Dewi, Antari merasa mual,
lihatlah Nimas Anudhari juga sudah merem melek"
Wajah Gadis berpakaian merah ati memelas.
Astradewi berpaling melihat keduanya, benar saja ia
melihat keduanya hamper mabuk kecepatan.
Astradewi jejakan Kaki pada dahan pohon dan
mendarat ditanah" "Kalian payah, apakah kalian tidak bias olah
kanuragan?" Tanya Astradewi manyun.
"Tidak Dewi, tak ada yang mengajarkannya kepada
kami. Apa jadinya bila budak memiliki kepandaian"
Jawab Antari menunduk. Sementara Anudhari
muntah-muntah. "Akan ku berikan kalian jurus bangau sakti, dan
Ngambang angin, beserta tenaga sakti Bangau Putih?"
"Terimakasih Dewi?" Keduanya bersujud. Meski dunia
masih berputar menurut pandangan Anudhari tapi ia
tetap bersujud jua. Astadewi senang sekali diperlakukan seperti tuan
putrid, mulutnya sunggingkan senyum. "Ayo duduk di
depanku?" "Baik, Dewi." Tanpa diperintah lagi, segera mereka duduk
membelakangi Astradewi. Saking senangnya ia,
Astradewi segera melaksanakan niatnya, kedua
tangan di gosok-gosokan, dan dirangkapkan didada,
kemudian dibuka membentuk sayap dengan ibu jari
dan jari telunjuk beradu. Saat itu juga kedua telapak
tangannya sampai sebatas siku berubah jadi putih
berkilauan. Kemudian ditarik kedepan dada, secepat
kilat ditempelkan di punggung mereka.
"Pejamkan mata kalian, bila merasa dingin kalian
harap tahan, bbila kalian tak sanggup menahan derita,
akibatnya kalian bias mati." Ucap astadewi
memperingati.

Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keduanya memejamkan mata rapat-rapat. Samarsamar sekujur tubuh mereka mulai dipenuhi asap
putih tipis, pertanda bahwa ppenyaluran itu sedang
dimulai. "Bersiap-siaplah, Awass".!" Astadewi segera
mengerahkan tenaganya dan mengkonsentrasikan
pada ilmu yang akan diberikannya.
Tubuh Antari dan Anudhari kontan bergetar hebat.
Ketika merasakan hawa dingin yang bukan kepalang
seolah-olah ingin mengobrak-abrik isi perutnya. Entah
sudah berapa kali mulut mereka mengeluh tertahan
bahklan merintih. Sekujur tubuh keduanya menggigil hebat, kedua
giginya beradu gemeletukan. Hampir saja mereka tak
kuat menahan. Namun karena terdorong keinginan
kuat akan terus hidup, mereka memaksakan diri.
Paras Astradewi tampak mulai dipenuhi keringat,
bibirnya pucat pias, dari ubun-ubunnya mengepul asap
putih tipis. Meski demikian keadaannya tetap
kelihatan tegar. Sedikit pun tidak mencerminkan rasa letih akibat
terlalu banyak mengeluarkan tenaga dalam.
"Sekarang kendalikanlah hawa dingin yang
mengeram dalam tubuh kalian!"
Perlahan-lahan Astradewi menariknya dan melakukan
hal yang sama dengan ketika hendak menyalurkan
tenaga dalam, hanya saja kali ini melakukannya
secara terbalik. Tanpa kata, ia segera bersemadui memulihkan
keadaannya" Sementara, Antari dan Anudhari tetap terlelap dalam
semadi guna menundukan dan meng
endalikan hawa dingin yang mengaduk-aduk dalam ttubuh mereka.
Sepeminum teh kemudian, Mereka berdua sudah
mulai dapat mengendalikan hawa dingin dalam tubuh
mereka. Tubuh mereka sudah tidak gemetar dan gigi
mereka tidak lagi beradu.
Sementara itu Astadewi sudah tersadar dari
semadinya, wajahnya kembali seperti emula, tak lagi
pias "Bagus, kalian memang berbakat" sekarang coba
kalian kerahkan ilmu ngambang angin dan meloncat
keatas sana"!" Tunjuk Astadewi pada sebuuah pohon yang paling
besar ditempat itu. Keduanya menatap pohon itu
dengan ragu. Sebelum meloncat, ia bertanya terlebih
dahulu. "Apakah kami dapat melakukannya?"
"Coba saja" "Hea!" Dikawal bentakan nyaring, meski ragu, keduanya
meloncat keatas sana. Di udara keduanya kaget dan buyar konsentrasi.
Tanpa ampun mereka jatuh hendak mencium bumi.
"Brukkk" Seperti nangka jatuh, keduanya
menghantam bumi dengan pantat terlebih dahulu.
Astadewi tertawa geli melihatnya.
"Kalian bodoh, untuk apakah aku mengajari jurus
bangau sakti bila masih pantat kalian yang dijadikan
alat pijakan" Tegur Astadewi masih dengan tawanya.
Kedua gadis itu menunduk malu.
"Sudahlah, kalian belum terbiasa, lebih giatlah berlatih
agar tongkat tidak hilang dua kali.
Anudhari dan Antari sungguh bergirang hati. sudah
lama mereka mengidam-idamkan belajar olah
kanuragan. Dan saat itulah baru tercapai.
"kalian ini belum duduk berlunjur dulu. Jangan
terbawa arus sehingga melupakan jurang" Astadewi
memperingati. Maksudnya adalah sudah bergirang hati sebelum
tujuan yang dikehendaki tercapai, jangan bergembira
dahulu siapa tahu hal pahit akan dating
"Baik Dewi"!"
"Ayo kita berangkat lagi, sekalian membiasakan diri"
Ajak Astradewi. Tanpa kata Anudhari dan Antari
melompat melesat, meski sering terperosok akibat
salah perhitungan keduanya tak menyerah. Astadewi
mengikuti mereka dengan tawa berkakakan.
Bola kuning di ufuk barat menjadi tujuan Astradewi
dan kedua orang bawahannya. Tawa sel alu menjadi
obat pelipur lara dikala duka, canda menjadi sebuah
alat keakraban diri. Hanya dalamn jangka beberapa
kentongan Astradewi dapat akrab dan nyambung
bersama kedua pelayannya.
* "Apakah ini markas Ratan Wasana itu?" Tanya Sagara
Angkara Heran. "Mungkin?" Jawab Harsanto.
"Kok Mungkin" "Ratan Wasana dulunya adalah Organisasi Rahasia,
jadi tidak tentu dimana markas sesungguhnya. Tapi,
ini adalah tempat terbesar yang dimiliki mereka"
"emmhhh!!!! Bagaimana apa kita akan melabraknya?"
"Tentu saja!" Gita Jayasri mencabut pedangnya! Ia
menimpal "Bagaimana denganmu Nimas Meswari?"
"Bila gendewa sudah terpentang, masakah anak
panahnya akan berdiam diri" Jawab Meswari.
"Hah, kalian gadis-gadis yang tak mengenal rasa
takut, bagaimana bila kalian ditangkap dan dijadikan
ayam simpanan?" Gumam Sagara Angkara sambil
melongok mengintip sebuah rumah besar, saat ini
mereka berada di benteng pagar rumahnya.
"Ger"!" Gita Jayasri marah, namun harsanrto bertindak
cepat. Bagaimanapun sesame teman masakah harus
saling gontok-gontokan. "Silahkan kalian pergi, aku akan disini menjaga
Jingga!" Sagara Angkara berkata lagi.
Sungguh dongkol ketiga orang itu, masakah seorang
yang mereka andal-andalkan harus berdiam menjaga
seorang anak sementara mereka menyongsong badai.
"Jingga Ayuh kita pergi" Sagara Angkara bertindak
cepat sebelum orang mencegahnya, ketiak jingga
dipegang, dan bagaikan bayangan berpindah tempat,
ia melesat keatap genting rumah itu tanpa
seorangpun mengetahui dan memergokinya.
Gita Jayasri dan Meswari hentakan kaki jengkel,
Harsanto gelengkan kepala.
"Bagaimana rencana kita selanjutnya"
"Kita bertindak terang-terangan saja, jangan sampai
merusak citra aliran kita. Bukankah ada orang yang
suka mencela setiap tindakan kaum kita yang tidak
lagi mengikuti benang hitam?" Gita Jayasri member
usul. "Bukan tak mengikuti benang hitam, tapi mereka
merasa diri benar maka setiap tindakannya dianggap
benar pula, padahal itu adalah hal yang diam diam
merusak moral kita karena kita sudah terbiasa
dengan tindakan itu" Meswari mengkomentari.
"Sama saja!"Jawab gita Jayasri.
"Adat dan Laku itu berbeda!"
"Sudahlah berhenti berdebat, kita kesini bukan untuk
berdebat Ayo bergerak"Harsanto mulai tak sabar.
"Hupppp"!" Gita Jayasri menjejak melompat keudara
dan bersalto dua tiga kali diudara. Begitu menginjak
tanah ia sudah memasang wajah garang.
"Siapa kau!" Dibelakangnya seseorang membentak,
Gita Jayasri membalik, dilihatnya seorang lelaki
berikat kepala hijau mendatanginya sambil
menenteng pedang. "Calon pencabut nyawamu" Gita Jayasri berkata
seram. Lelaki itu tertegun melihat kemolekan wajah dan
tubuh gadis didepannya, ucapan gita jayasri tak
membuatnya takut. Malah membangkitkan sesuatu
dalam dirinya. "Akh, kau lebih mirip calon guling ku cah ayu,
sungguh saying bila aku melewatkan tubuh seindah
milikmu itu" Sebal Gita Jayasri mendengar ocehannya, terima
ini".!" Tanpa ba-bi-bu Gita Jayasri menyerang dengan
dahsyat, pedangnya diangkat dari bawah keatas,
sedikit mundur lelaki itu menghindari serangan Gita
Jayasri. "Huahaha?" Tidak kena-tidak kena..ekh"
"Serangan sebenarnya dari atas, lihat pedang.."
"breettss crash,,,uaaakhhh bruk.."
Lelaki itu terbelah dua dari ubun-ubun sa mpai pangkal
pahanya, jeroan berhamburan, darah menyembur dan
jatuh berdebum bersamaan dalam satu suara.
"Sebuah tipuan pedang yang dahsyat, namun ia
ceroboh" Komentar Sagara Angkara yang pada waktu
itu ongkang-ongkang kaki bersama jingga
dipangkuannya. Komenttar itu tak terdengar oleh gita
Jayasri, seandainya ia tahu. Pasti akan terjadi sebuah
pertaungan gontok-gontokan lagi.
"Ceroboh?" Gumam jingga heran.
"Lihatlah!" Tunjuk Sagara Angkara kearah bawah,
memang benar saat itu berbagai m
acam usia lelaki berbaju hitam dating ketempat itu, ikat rambut
berbeda mereka tertiup angin melambai-lambai.
"Siapa yang berani membuat keributan disini" Bentak
seorang lelekai baju hitam dengan ikat kepala perak.
Sepertinya ia pimpinan ditempat itu.
"Siapa lagi jikalau bukan aku!" Gita jayasri menjawab
tak kalah garang. "Oh kau, Nisanak. Ada sengketa apakah sampai
engkau membunuh anak buahku," bukankah lebih
baik engkau masuk kemari dan bersenang-senang
bersama kami haha" Ucapan Pemimpin itu mendapat sambutan riuh rendah
dari anak buahnya, tentu saja membuat Gita Jayasri
semakin garang. "Hiaaaaa!" Pedangnya diputar diatas kepala dan menyerbu
kepuangan lawan.kembali teriakan dan jeritan
bergema. Gita Jayasri mengamuk laksana banteng terluka,
pedangnya berkilauan berwarna perak menangkis,
menyabet bahkan menusuk tanpa kenal ampun.
"Bunuh, bunuh gadis liar ini" Teriak siikat kepala Perak.
"Heaaaa,".! "Hiaaa" Dari udara muncul dua sosok lain, bayangan
kuning keemasan membelah udara menyerang
siapapun yang berani menghalanginya, bayangan
putih keperakan bergerak memutar menimbulkan
angin prahara yang memporak-porandakan lawan"
"Drettt".! Trang trreng"
"Hiaaa" Blegarrrr"!" Harsanto memukulkan tangan
kirinya menimbulkan sinar merah membara yang
secara langsung dipukulkan mengugunakan jurus
tangan kosong. Meswari tak mau kalah, pedangnya dipegang dengan
kedua tangan, kaki kanan ditarik kedepan sementara
kaki lainnya berada dibelakang. Pedangnya diputar
hingga berada sisi pinggang kanan menghadap
kebumi. "Hiaaa!" Berbareng dengat teriakan yang nyaring, ia
mengerahkan ilmu peringan tubuhnya dan maju
kemuka, begitu pedangnya disejajarkan dengan
tangan membuka, berbagai kepala lepas dari
pemiliknya. Gita Jayasri yang merasa sebal melayani kaum keroco
melompat keudara dan berteriak nyaring.
"Kau yang Disana!" Tunjuknya kepada si Ikat kepala
Perak. Lalu melanjutkan. " Apa kau hanya bias membiarkan anak buahmu
yang mati" Tidakah kau terlalu pengecut hingga tak
berani melawan seorang gadis saja?"
Bolamata Lelaki baju hitam berikat kepala perak
mendadak mencorong seperti mata kucing dimalam
gelap. diam-diam dia sudah kerahkan ilmu saktinya.
"Gerr?"!" Ia hanya menggeram menanggapi ucapan
pedas dari Gita Jayasri. Gita Jayasri tak mau tahu
kesulitan orang. Kembali ia menjengek.
"Huh, tidak pemimpinnya tidak anak buahnya, semua
hanya pengecut saja. Tidakkah disini ada yang berani
melawanku satu lawan satu"
Tak tahan lagi, lelaki itu memasang kuda-kuda
bersudut dengan kaki kanan di depan dan tangan
kanan melakukan penangkapan.
"Wirrr".." Segulung angin kelabu membentuk
gendewa. Kaki kanan dimundurkan sambil melakukan
tangkapan dengan menarik menggunakan tangan
kanan yang kuat, kaki kiri memegang gulungan angin
yang berbentuk gendewa. Hingga membentuk
panahan. "Wussss".!" Angin kelabu berbentuk anak panah
terlontar kemuka menyerang Gita Jayasri. Diudara,
Gita Jayasri tersenyum manis saja, ketika anak panah
itu berada dipertengahan jarak, mendadak dia angkat
pedang dengan kedua tangannya, secapat kilat
pedang diputar menciptakan gelombang pelangi.
Begitu warna pelangi sudah membentuk bulatan
sempurna, pedang ditarik keatas kepala dengan tubuh
lurus miring kebawah, laksana gasing, tubuhnya
berputar dan mem-bor ditengah sinar pelangi, tubuh
gita jayasri yang berujung pedang melesat


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyongsong gulungan angin membentuk anak
panah itu. Begitu kedua pihak beradu terdengar suara".
"Duarrrr cessss"wirrr" menimbulkan ledakan hebat.
Hawa bergolak dalam arena dua tombak
mengeluarkan desir keras balon gembes, Meswari dan
Harsanto yang sedang bertarung bersama anggota
Ratan wasana terdesak mundur setindak. pakaian
mereka berkibar seperti diterjang angin badai.
Lelaki berikat kepala perak terdesak doyong
kebelakang, namun sekuatnya ia bertahan sehingga
kakinya melesak amblas kedalam bumi.
Sementara itu, Gita Jayasri berdiri santai di hadapan
lelaki itu dengan muka berseri dengan senyuman.
"Bagaimana" Enak"." Tanya Gita Jayasri meledek.
Lelaki itu marah bukan main. Tapi, keadaan
membuatnya harus mengatur nafas dan menghimpun
tenaga kembali, bagaimanapun tak mungkin ia
bertarung dengan keadaan yang menggenaskan.
Lagi-lagi Gita Jayasri tertawa hina, katanya:
"huh, tenaga lelakimu ternyata tak sekuku hitamnya
tenagaku" Pernyataan itu benar-benar pongah dan
takabur, karuan lelaki itu berjingkrak gusar.
"Akan kukenalkan kau dengan jurus andalanku ini
Gadis sundal" Maki Lelaki berikat kepala perak itu
sambil berputar cepat mengelilingi tubuyh Gita Jayasri.
Sagara Angkara yang melihat dari atas berbisik pada
Jingga "jurus yang akan digunakan lelaki itu biasa dikenal
dengan ilmu Pusaran badai samudera. Jurus itu
mengandalkan kegesitan dan tenaga dalam yang
tinggi, sekali serang bias menimbulakn gelombang
pukulan sebanyak sepuluh kali, jurus itu terkenal pada
sepuluh tahun lalu."
"Oh, apa Mbakyu Gita bias mengatasinya?"
"Kita lihat saja."
Gelombang pukulan yang bertenaga dahsyat bertubitubi melanda kearah Gita Jayasri dari berbagai
penjuru. Hawa udara menjadi kalut dan bergolak
saking kuat dan keras samberan angin pukulan yang
saling gubat Disekeliling Gita Jayasri menjadi pusaran
angin puyuh yang dahsyat membumbung tinggi
keangkasa. Jurus ini memang mengambil pusaran air berputar
ditengah samudera dikala badai, jadi tidak heran bila
orang-orang yang bertarung disekelilingnya banyak
tertarik pusaran dan terlempar keudara, entah berapa
yang sudah tewas. Tapi semua tidak pernah ada
habisnya. Dalam pusaran angin, Gita Jayasri memejamkan
mata, dalam segala hal, ketenangan selalu
memberikan peluang kemenangan yang tinggi,
sebaliknya sikap terburu-buru hanya akan membuat
konsentrasi buyar dan sudah j
elas tidak jarang akan mengalami kekalahan. Kedua kakinya diturunkan hingga menempel ditanah,
pedang di tangan kanannya diletakan disamping atas
dan tangan lainnya diturunkan kebawah.
Ini merupakan sebuh jurus langka dalam dunia
persilatan, jurus yang dinamakan dengan tameng
pelangi perkasa. Jurus ini sesuai namanya merupakan
sebuah jurus pertahanan yang rapat dengan melalui
kegesitan untuk menghindar sekaligus memasukan
serangan". Pedangnya ditudingkan kemuka, secara mendadak
berputar bak gasing yang berlawanan dengan putaran
angin lawan. Dalam pusaran muncul pusaran, itulah
yang terjadi, dua pusaran itu beradu bergesekan
hingga mengeluarkan letupan-letupan kecil beruntun
seperti petasan renteng. Gabungan sekaligus bentrokan dua buah pusaran itu
sedemikian dahsyatnya, bukan lagi debu yang
tersedot membumbung keudara, tapi pasir krikil dan
beberapa manusiapun mulai terangkat keudara dan
berputar kencang membumbung makin tinggi keudara
membentuk sebuah pilar yang menyanggah langit.
Tak kelihatan lagi wujud keduanya. Genting-genting
berterbangan. Sampai Sagara Angkara harus
membentuk sebuah hawa pelindung disekitar
tubuhnya dan Jingga. Harsanto dan meswari yang sedang bertarung
merasakan semakin lama sedotan angin puyuh yang
berada disekelilingnya makin kuat, lambat laun
bernapaspun terasa berat dan sukar.
Tak mau ambbil resiko, keduanya menjauhi pusaran
dan keluar dari halaman rumah itu, diluar pagar
halaman, kembali mereka bertarung. Entah berapa
jiwa anggota Ratan Wasana itu, semakin bertarung
bukan semakin sedikit, malah semakin bertambah
jumlahnya, itu tentu saja membuat mereka
kewalahan. Setanakan nasi kemudian, Harsanto dan Meswari
sudah mandi keringat, hati mereka mulai gugup dan
kurang tentram. bila pertempuran Berjalan lebih terus
lagi akhirnya mereka sendiri juga akan roboh lemas.
Sementara itu, Gita Jayasri merasakan pusaran lawan
bukannya berhenti malah semakin ganans cukup
membuatnya gugup. Bila diteruskan lagi, tenaga
perempuan takan menag melawan tenaga lelaki.
Secara diam-diam telapak tangan kiri Gita Jayasri
dialiri dengan tenaga inti halilintar.
Begitu tenaga dirasa cukup, Gita Jayasri menempelkan
telapaknya di gagang pedang"
"Dreeetttt,"..!"
"Uaaarrgghh".! "Drakk,"drak"brak"!
Serentetan cahaya keiru-biruan menyambar dari
pusaran tengah membuat sang pemilik pusaran luar
tersengat arus itu. Jurusnya ia hentikan berbareng
dengan teriakan menyayatnya.
Tubuhnya terlempar dan terbanting dibumi. Dia rebah
ditanah dengan mengerutkan alis dan kening,
wajahnya pucat pias, agaknya menahan derita yang
luar biasa, darah meleleh diujung mulutnya, ia
merintih secara perlahan.
Begitu pusaran berhenti, kerikil dan segala sesuatu
yang terangkat terlempar kemana-mana. Tidak jarang
itu mengenai beberapa Anggota rattan wasana
hingga cedera sampai tewas.
"Aih"." Gita Jayasri terkejhut sebab berbagai macam
senjata menghujani tubuhnya dari berbagai penjuru.
Gita Jayasri tancapkan pedang ditanah, Kedua tangan
terangkat lurus lalu membundar serta disendal,
segulung tenaga menderu seperti badai menggulung
kearah berbagai macam senjata itu hingga terbang
tanopa sebuahpun yang mengenainya.
"huaaarrrrr"..!" Laksana Air bah berwarna hitam, Gita
Jayasri diserang dari berbagai macam penjuru, mata
tajam Gita jayasri menangkap sebuah pemandangan
yang membuat hatinya panas dingin. Bagaimana tidak
panas dingin, seorang lelaki berikat kepala perak saja
sudah membuat ia kewalahan, ini ada sepuluh.
Bukankah itu sebuah hal yang tak pernah disangkasangka. Gita Jayasri menarik tangan kanan di depan dada
sementara tangan lainnya melaksanakan suatu
cengkraman dari bawah"
Laksana kilat, kepalan tangan yang sudah berwarna
kebiruan di hantamkan kemuka..
"Byaar, byaar" Pukulan Dari Gita Jayasri di lawan
secara kekerasan oleh lawan.
Berhubung kalah tenaga, tenaga itu membalik, tubuh
Gita Jayasri terlempar mumbul lima kaki diudara,
dadanya terasa sesak kepala sedikit pening, hamper
saja kepalanya menghantam cadas bila seandainya
seseorang tak menangkap tubuhnya.
Tampak Sagara Angkara berdiri gagah dengan jingga
dipunggungnya, dikempitannya Gita Jayasri berkerut
menahan sakit. "Sungguh pengeroyokan yang tidak mengikuti aturan
Dunia Persilatan" Dengusnya Marah.
Begitu marah, mendadak hawa panas laksana
matahari diatas kepala menyeruak dating, semua
orang yang tadinya hendak mengeroyok mundur
teratur. Anehnya Gita Jayasri dan Jingga yang berada
di punggung dan kempitannya tampak adem ayem.
Bola matanya berubah merah membara, rambutnya
berubah memerah api"
"Ctikk..ctikk..cessss"
Rerumputan yang diinjaknya berubah layu, kemudian
hangus terbakar". Nyala api membakar sekeliling
tubuhnya, semua mata memandang takjub dan
ketakutan. Tak ada seorangpun yang mengetahui
jurus apakah itu. Kakinya menjejak tanah dan melompat keudara
melakukan sebuah saltoan. Begitu kepalanya dibawah
menghadap bumi, kedua tangannya menggempur
dengan kekuatan panas yang maha dahsyat,
"Wesss,"UArrgghhh". Argghh"ctik"ctikk..cesss"
Saking marah serangan ini betul-betul dahsyat bukan
kepalang. Empat puluh tombak di mana angin pukulannya
menggempur, rerumputan hangus terbakar, tanah dan
batu menghitam seperti kena bakar. Manusia-manusia
serabutan melarikan diri. Diantaranya ada yang mati
hangus, ada juga yang berlarian dengan baju
terbakar. Yang lebih lagi adalah sebagian rumah itu
terbakar hingga keadaan makin kalut.
Jingga dan Gita Jayasri yang melihatnya sungguh
merasa ter-kaget-kaget. Tak sepatah katapun keluar
dari mulut mereka selain memelongokan mulut,
bengong" "Akh, Pantas Eyang mengatakan ajian ini ajian
terlarang" tidak mengherankan bila sejak abad-abad
lalu jurus ini jurus yang dilaknat, sampai-sampai
hanya dengan sebuah jurus paling s
ederhana dan sdikit tenaga dalamku dapat mengacaukan tempat
hingga seperti ini, Eyang aku bersumpah jika tidak
terlalu terpaksa dan keadaan yang sangat sulit aku
tidak akan menggunakan ilmu apapun yang ada
didalam Sastrajendrahayuningrat" gumam Sagara
Angkara. Memnglah Ajian dari Ajaran "Sastra Jendra
hayuningrat" mengandung isi yang mistik, angker
gaib, kalau salah menggunakan ajaran ini bisa
mendapat malapetaka yang besar seperti halnya
yang dilakukan oleh sagara Angkara barusan.
Selain itu, Sastra Jendra Hayuningrat adalah sebagai
kunci untuk dapat memahami isi Rasa Jati, dimana
untuk mencapai sesuatu yang luhur diperlukan mutlak
perbuatan yang sesuai. Rasajati memperlambangkan jiwa atau badan halus
ataupun nafsu sifat tiap manusia, yaitu keinginan,
kecenderungan, dorongan hati yang kuat, kearah
yang baik maupun yang buruk atau jahat.
Nafsu sifat itu ialah; Lumamah (angkara murka),
Amarah, Supiyah (nafsu birahi). Sedangkan sifat
terakhir yaitu Mutmainah (nafsu yang baik, dalam arti
kata berbaik hati, berbaik bahasa, jujur dan lain
sebagainya) yang selalu menghalang-halangi tindakan
yang tidak senonoh. Mendadak?" "Twang"Twangg..sret..jrebb!" Sagara Angkara kaget,
ia terbangun dari melamunnya, sebatang anak panah
menancap seinchi didepannya. Begitu ia melirik keatas
langit, tampak ribuan titik macam tawon hitam
menghiasi langit. Hatinya mendadak teringat kepada dua orang lain. Ia
menjejak dan melesat meninggalkan tempat itu.
"jreb..jreb?" Ribuan anak panah menancap di bumi. Seandainya
Sagara Angkara terlambat lima kersipan mata saja
niscaya ia akan mati dihujani anak panah.
"Te,,tep"!" Laksana kilat Sagara Angkara menjinjing
Harsanto dan Meswari yang kala itu sedang bertarung
dengan punggung saling tempel. Lawannya
terbengong heran melihat sosok yang diburunya
hilang" Sore sudah dating, ditengah hutan si dekat pantai
sunda kelapa tampak lima orang bertelentang ria
diatas rumput, diwajah mereka tampak raut wajah
kecapaian. Baju masih basah, rambut yang kusut,
darah masih menetes"
"Kakang Sagara, aku ingin belajar silat padamu!"
Jingga membuka percakapan.
"Untuk apakah?"
"Aku ingin seperti kakang, sekali pukul membuat
ratusan orang pontang panting" Jawab Jingga polos.
"Jika seandainya aku tahu silat itu begitu keras,
sungguh ku tak ingin mempelajarinya, manusia
melayang seperti semut yang diinjak, tanah berbau
darah, sungguh aku sedih melihatnya" hitam dan
putih apalah bedanya, begitu dihadapkan dengan
pembunuhan keduanya kadang tidak ada bedanya,
untuk apakah sebenarnya ilmu silat itu?"
"Aku ingin balas dendamkan kampungku kakang!"
"Balas dendam terindah adalah memaafkan,
menyimpan dendam dalam dada hanya akan


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat hati kita rusak secara perlahan. Bila kita
membunuh orang hanya karena balas de ndam itu
hanya menyenangkan hawa nafsu belaka. Bila sudah
membalas dendam apakah kita akan tenang bila
keturunannya membalas dendam kepada kita" Lalu
sampai kapankah rantai karma akan putus?"
Jingga terdiam, tapi otak kecilmnya belum mampu
mencerna ucapan itu, uia menjawab.
"Kau sudah dewasa kakang, sementara aku hanya
baru berusia lima belas tahunan" jawab Gadis itu.
"Hahaha". Memangnya aku terlihat dewasa ya"
Usiaku malah dibawahmu. Aku paling banter sebelas
tahunan, hanya tubuhku ini memang mendahului
usiaku" "Apa?" Jingga berteriak kaget.
Gita Jayasri, Harsanto dan Meswari bangkit dari
tidurnya dengan menatap sagara Angkara dengan
tatapan tajam. "Kau" kau bohongkan!" Gita Jayasri mewakili.
"Tidak, sehausnya memang aku memanggil kalian
bertiga Mbakyu bukan Nimas,". Sebab aku yang
paling muda diantara kalian"
"Kakang Harsanto, mengapa engkau diam saja, apa
kau sudah mengetahui" Meswari bertanya.
"Emmhh" kejadian di Pasir Awi Koneng memanglah
kira-kira sebelas tahun yang lalu. Sejak ia bertemu ia
bilang bahwa itu adalah hari kelahirannya, awalnya
aku ragu" dan mengiranya berbohong, jadi aku bias
menebak sebagian hal" Harsanto menerangkan.
Semua terdiam, banyak hal yang mengejutkan
terjadi, sungguh aneh dunia ini"
Diam-diam Gita Jayasri dan Meswari kecewa, ada
rasa getaran aneh dalam hati mereka. mungkin itu
yang dinamakan cinta, tapi masakah mereka
mencintai seorang pemuda yang jauh di bawah usia
mereka" Cinta dating secara aneh dan tak terduga, cinta itu
buta, sebab bila cinta tidak buta orang jelek tidak
akan ada yang cinta, cinta itu mahal sebab jarang
orang miskin dapat dicintai orang kaya, cinta itu indah
itulah sebabnya ada istilah bercinta. Cinta itu senjata,
sebab dengan cinta orang dapat menjarah makanan
plus tubuh. Cinta itu modal, itulah awal dari istilah
modal cinta. Tiba-tiba gerimis turun mengusik mereka, anehnya
mereka tak beranjak seakan menikmati deraian air
hujan itu. Tanpa sadar Gita Jayasri bersenandung
dalam senja yang gerimis dengan air hujan"
Derai hujan basahi bumi Rumput-rumput liar menyambut bahagia
Namun hati yang layu kian membeku
Membiru jadi batu Lamunanku lepas menembus batas
Menabrak arah seruak culah
Kilat menyambar hati nanar".
Entah mengapa Gita Jayasri berhenti dan menatap
meswari penuh arti. Meswari tertawa, ia
menyambung.. Dari hati yang terdalam Helai nafasku terhenti Bila ingat dirimu hati ini berdebar
Seakan aku didekatmu Darah ini membeku Saat aku menatap bayangmu
Jiwaku runtuh hancur Seakan tiada lagi harapan
Untuk selalu bersamamu?"
Meswari menghela nafas, ia diam merenungi setiap
patah kata yang keluar dari bibirnya, semuanya
begitu serba aneh dan ajaib. Kata-kata itu keluar dari
bibirnya secara begitui saja.
Sagara Angkara diam saja. Bukan waktunya ia
mengurus hal percintaan. Baginya saat ini adalah
mencari Gardapati dan berusaha mengarahkannya
kejalan yang sudah disepakati bersama dalam dunia
persilatan. Tiada dendam baginya, yang ada sekarang hanya
kasihan mengingat orang yang berperan dalam
membentuk mentalnya sedang berada dalam
kegelapan persepsi dalam benaknya.
Meski tak mampu merubah tingkah polah langkah,
setidaknya bias membantu mengarahkan pada jalan
yang bertentangan dengan tiga golongan saat ini.
Harsanto menatap langit yang sedang berduka, jingga
menatap kosong pada air mata langit yang menerpa
wajahnya" semua diam, semua bisu"
** Pantai selatan, sebuah pantai yang terkenal dengan
keangkeran dan kemistikannya. Pasir putih permadani
kerajaan alam, terbentang dengan pohon tembakau
dan kelapa melambai menggupai dipermainkan angin
yang berhembus beraroma garam. Debur ombak
bersatu dalam nada berlatarkan hamparan bunga air.
Samudera nan luas menjadikan sebuah mata
pencaharian para pelayan. Indah dipandang dengan
mata, indah dirasakan dengan hati, keresahan sirna
musna. Tak ada kerisauan dalam hati. Hanya sebuah
perasaan nyaman yang menyeruak kedalam dada.
Malam terasa dingin menusuk tulang, membangkitkan
bulu roma dalam kuduk. Gemerlapan air dipermainkan
cahaya bulan tampak begitu mempesonakan mata
seorang gadis cantik berbaju nila.
Astadewi berdiri termenung menatap samudera luas,
baju nilanya berkibar-kibar dipermainkan angin.
Dibelakangnya Antari dan Anudhari berlatih silat
bangau sakti. Peluh sudah membasahi pakaian mereka. Tak
seperminum the kemudian, keduanya berhenti dan
duduk memeluk lutut disamping astadewi.
"Dewi, Sudah sudah kentongan dewi menatap
samudera luas tanpa bergeming, adakah dewi sedang
ada ganjalan?" Tanya Antari.
Astadewi tak menjawab, ia malah bergumam "kala
kupandang bulan di awang-awang, bersinar indah
diatas mega mengambang. Ku coba lebur dalam
indahnya. Menepis semua galau di dada. Desir angin
pantai menghalau mimpi. Membawa pergi janji tak
pasti. Cinta dan cintaku terbawa pergi, menjauh dari
jangkauan hati dimana sumpah mati. Bersama cinta
meraih asa, menyulam rasa tak terbatas masa,
indahnya hari berujung lara. Kasih mengapa kau
tinggalkan rindu, rindu yang tak pasti. Rindu yang
membuat sebuah penantian?"
Anudahri diam, begitupula Antari. Ketiganya diam
dalam lamunan masing-masing.
"Ayuh, kita pergi!" Ajak Astadewi.
"Baik Dewii" Keduannya menjawab serentak.
Astadewi berjalan didepan, matanya begitu lara,
sudah berapa purnama mencari dua orang yang
masih melekatt dalam benaknya, dicari namun dicari,
yang dicari tetap tak pasti.
Ketiganya melanglah kedalam hutan bakau, dengan
disambut oleh binatang liar penghuni hutan itu. Tak
begitu lama kemudian. "Sett".!" Astadewi mengangkat tangan kanannya.
Dua pelayannya berhenti. Segera Astadewi menyelinap kebalik pohon, meski
tak dikata dua pelayannya tahu bahaya. Mereka
segera menyelinap kedalam semak.
Tak lama kemudian muncul dua orang perempuan
setengah baya berbaju serba merah dan serba hitam.
"Mbakyu Siska, apakah kau sudah memprediksikan
dimanakah harta rampasan yang mereka simpan"
Tanya Perempuan berbaju serba hitam.
"belum, dua maling macan itu benar-benar keras
kepala. Meski kita sudah menawan dan menyiksanya
tak sedikitpun menyerah."
"Emmh" apa sebaiknya kita tidak pergi dari tempat
ini mbakyu, bukankah akan berbahaya bila kita
meninggalkan mereka di gua pohon bakau itu?"
"Jangan khawatir, hutan bakau ini adalah hutan yang
sangat ditakuti masytuakat sekitar, tak nanti ada
yang berani masuk kemari."
"Baik, jika itu memang keputusan mbakyu, mari
pergi"|" Kedua perempuan itu segera pergi meninggalkan
hutan itu. Dada Astadewi bergemuruh hebat ketika mendengar
nama dua maling macan. Masih terekam jelas dalam
benaknya percakapan kedua orang yang dicarinya
sewaktu dihutan larangan.
Tanpa menunggu kedua pelayannya, ia segera
melomppat lari menuju dimana kedua perempuan itu
dating, seperempat mil kemudian ditemukannya
sebuah mulut lorong yang terbuat dari akar pohon
bakau yang melingkar. "Apakah ini tempatnya" Gumam Astadewi sambil
melangkah masuk. Tak ada rasa takut dalam
pikirannya, ia masuk dengan langkah lebar, berkat
tenaga dalamnya yang tinggi, ia bias melihat dalam
kegelapan itu. Setelah berkelak-kelok sampailah ia disebuah ruangan
yang membuatnya miris dan sedih. Dilihatnya seorang
lelaki dengan berewok yang memenuhi wajahnya,
dadanya yang bidang, kekar, dan berbulu lebat. Penuh
dengan luka cambukan tergantung di dinding goa.
Sedang yang satunya lagi seorang lelaki berambut
pelontos perutnya yang buncit penuh dengan garis
merah bekas cambukan. Kedua orang itu sama-sam
tergantung, wajah mereka kusut masai.
Astadewi berkaca-kaca, pedang beronce merahnya
dicabut dan disabetkan pada rantai itu hingga putus.
Kedua lelaki itu tak bergeming, sekujur tubuhnya
yang terluka memiliki berbagai macam luka. Lukanya
yang baru tampak masih mengucurkan darah, itulah
sebabya yang membuat mereka pingsan.
Oh Kakang Adi, kakang Danenra!..." Gumam Astadewi
sedih. Astadewi memanggul keduanya dengan susah payah,
untunglah tenaga dalamnya yang tinggi bias
membantunya meski terlihat seperti anak-anak
menyeret ibunya. "Dewi" Dewi"." Terdengar dari luar goa teriakanteriakan Antari dan Anudhari.
"Kalian diam ditempat" Astadewi berteriak dari dalam
goa. Mendengar teriakan dari dalam goa, Antari dan
Anudhari beranjak mendekati mulut goa dan
menunggu Astadewi. Begitu sinar bulan menyoroti Astadewi. Mata
keduanya melotot melihat sosok yang penuh luka di
pundak kanan dan kiri Astadewi.
"Bantu aku membawa mereka" Perintah Astadewi".
Gemuruh ombak dikejauhan masih terdengar,
gemerisik pohon dan hantu malam masih terdengar,
malam semakin pekat"..
--***-- "Byuuurrss!" Debur ombak menabrak karang. Diatas
karang ditengah laut itu mengepul asap putih tipis.
Jika diperghatikan lebih jelas, kepulan asap itu keluar
dari tiga ubun-ubun manusia.
Antari dan Anudhari Duduk manis memeluk lutut
memperhatikan Astadewi yang sedang mengobati
Danenra dan Adi Praja. Astadewi tarik kedua tangan dan membuka matanya.
Wajahnya pucat pias, matanya lesu. Ia bangkit
sempoyongan dan duduk diantara Anudhari dan
Antari. Kedua tangan di simpan dipaha dengan posisi
jari telunjuk dan ibu jari membentuk hurup O.
Helaan nafasnya mulai teratur, bibirnya bergetar,
entah apa yang terjadi"
Adi Praja dan Danenra masih belum juga sadarkan
diri. Luka-lukanya mulai kering, wajahnya tak lagi pias
seperti tadi. Tak tahan lagi Antari berkata: "Nimas Anudhari, masih
ingatkah ketika kita menjadi budak di Keluarga
Maheswara." "Emmmhh" bukankah dulu kita juga sering mendapat
perlakuan yang sama seperti kedua lelaki itu, Mbakyu,
belum lagi kita dijadikan budak seks mereka"
"Benar, kita harus bersyukur mendapat majikan
seperti yang sekarang, bukan hanya menganggap kita
seperti sahabat, dia juga memberikan apa yang
seharusnya diberikan kepada sesame derajatnya."
"Tapi Mbakyu?" "Tapi apa,"!"
"Gara-gara kita pernah dijadikan budak seks, rasanya
sekarangpun akan sulit menghilangkan kebiasaan itu,
tubuhku sudah gatal"Keluh Anudhari.
"Membictuakan itu, akupun sama"!" Keluh Antari.
"Mengapa harus bersedih bila itu sudah terjadi"
Mengapa harus mengeluh bila masih bias dilakukan..
dulu ataupun sama, waktu tak pernah dan tak akan
pernah menjadi alasan, semuanya tergantung
manusianya itu sendiri." Astadewi yang entah sadar
sedari kapan menyela. Antari dan Anudhari terkejut, wajah mereka sungguh
merona merah malu. Burung camar menyaksikan itu
dengan acuh, ikan-ikan masih terhanyat dalam
belaian samudera. Tak ada yang memperhatikan,


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya tuhan yang tahu akan percakapan itu.
"Ughh?" Danenra dan Adipraja bangun sadarkan diri.
Dari raut wajahnya terlihat kekagetan melihat
samudera membentyang didepannya. Keduanya
berpaling dilihatnya tiga gadis cantik duduk berjajar
disamping mereka. "Perempuan Jahanam!" Pekik Danenra. Dengan
menggunakan perputaran yang tidak seberapa cepat,
membalik menghadapi ketuiga gadis itu. Kaki kiri
mengikuti langsung pada perpuataran itu, sehingga
yang tadibersila kini setengah berjongkok.. Kepalan
kiri disimpan dipinggang, sedangkan tangan kanan
dengan menggunakan tenaga penuh melakukan
suatu dorongan kedepan. Ini merupakan sikap
Harimau menggeliatkan tubuh.
"Pattss".Wussss?"!" Dari telapak tangannya
mengeluarkan seberkas sinar perak menuyilaukan
dengan diiringi sebuah kesiuran agin yang maha
dahsyat. "Hiaaa..hupp..hup?" Astadewi, Anudhari dan Antari
melompat bersalto diudara.
"Bleggarrr" Sinar dan angin itu menghantam karang
hingga sebagian hancur berantakan.
Danenra pasang sikap lagi hendak menyerang, namun
Adi Praja menahan. "Kakang tunggu sebentar"
Danenra batalkan serangan. Benaknya mulai berpikir,
apakah ketigga gadis itu memang sekomlotan dengan
dua orang perempuan yang menyiksanya.
"Kakang Danenra, Tega sekali kau menyerangku"
Astadewi yang sudah berdiri diatas karang berteriak.
Keyakinan Danenra semakin goyah, ya" suara itu
masih ia kenal, namun entah dimana"
"Nona, siapakah engkau adanya, rasa-rasanya aku
mengenal suaramu" namun wajahmu sama sekali
aku tak mengenal" Adi Praja mewakili.
"Hah?" Astadewi menghela nafas mahfum lalu
menimpali. "Masih ingatkah kakang dengan seorang gadis yang
kakang permainkan tubuhnya di hutan dekat jurang
mulut dewa Neraka dan ingatkah kakang pernah
memberinya sebuah gelar Dewi Asmara berwajah
lugu." "Astadewi" "
"Astadewi" Gumam keduanya berbarengan.
"Kakang" |" Astadewi melompat memeluk Danenra
sambil berpekik spontan. "Aku merindukan kalian." Katanya.
"Masakah hanya dia yang kau peluk, Nimas!" Adi
Praja nyengir. Astadewi tersenyum manis, semanis madu yang baru
diperas dari sarangnya, lembut selembut sutera yang
baru dipintal. Indah seindah bunga yang sedang
mekar. Tanpa kata lagi ia melepaskan pelukannya dan pindah
kepelukan Adi Praja yang sudah mengembangkan
tangan. Fajar menyingsing dengan syahdu dan mesranya,
hawa dingin semakin terasa. Langit biru tetap menjadi
harapan, bintang mulai menyelimutkan diri. Mereka
ketakutan. Ketakutan dengan sang maha perkasa
raka siang. Astadewi bertatapan manis dengan Adi Praja, mata
sudah bertemu mata, tubuh bertemu tubuh, apalagi
yang harus ditunggu. Berbareng dengan saling memejamkan mata
keduanya mendekatkan bibir, hangat terasa
menyentuh relung jiwa. Bibir membuka
menganttarkan pedang paling tajam di dunia. Tak ada
yang lebih tajam dari lidah. Orang mengatakan lebih
baik mati dibawah pedang daripada mati dibawah
lidah. Tapi itu kata orang. Adalah suatu kebnahagiaan
juga jika mati dibawah lidah yang asli, bukan kiasan.
Setidaknya bias meraksakan kenikmatan dahulu
sebelum mati. Apalah jadinya bila semua itu sudah terjadi. Tangan
bergerak lincah dan cekatan. Satu persatu kain
berjatuhan. Bertumpuk indah diatas karang.
Danenra, Anudhari dan Antari melotot dalam sebuah
gairah tersendiri ketika melihat semua itu. Astadewi
sedikit tersadar dari bayangan kenikmatannya.
"Anudhari, Antari mengapa berdiam saja. Bukankah
kalian merindukan hal seperti ini. Kakang danenra,
tolong temani mereka dahulu. Baru nanti aku!
Salahmu sendiri tadi menyerangku wee?"Astadewi
menjulurkan lidah sambil mengerling.
Adi Praja tertawa dan mulai menyerang lagi. Danenra
tersenyum geli. Diraiihnya Antari dan Anudhari untuk
diajak mengarungi lautan asmara.
Desahan nafas memburu bersatu dengan suara aneh
lain bergema tak begitu nyaring, bahkan mungkin tak
terdengar disisi pantai. Padahal diatas pantai sana
beberapa orang celingukan dengan wajah gusar,
siapakah mereka" Tak lain mereka adalah orangorang yang menculik Danenra dan Adi Praja"
Siapakah Mereka" * Dunia persilatan gempar," badai dalam badai"
Kabar tentang hidup kembalinya tujuh utusan Dunia
Persilatan menyeruak hingga pelosok-pelosok negri.
Belum mereka bernafas atas kedatangan
Perkumpulan sesat yang berseteru. Dara Sesat Air
Terjun Balumbang dan Ratan wasana. Kini hadir pula
tujuh utusan dunia persilatan yang muncul dalam
wajah-wajah kem,bali muda. Ada apakah sebenarnya
ini" Tak ada lagi pesta, tak ada lagi kegembiraan dikala
malam. Begitu kegelapan dating. penduduk segera
menuttup pintu dan jendela rapat-rapat. Hening dan
sepi bagai kuburan. Malam itu adalah m alam matahari, malam yang
paling mengerikan saat ini. Dari sekitar daerah hutan
seribu jalan yang paling ditakuti oleh para penduduk
sana berdatangan berbagai macam orang.
Disekelilingnya tampak ribuan orang berpakaian
prajurit mengepung hutan yang hanya sekitar seratus
hektar itu membentuk lingkaran yang rapi. Prajurit
kerajaan siap dengan tameng dikiri dan tombak
dikanan. Kuda perkasa di belakang merek a
ditumpangi para perwira gagah perkasa. Pedang
panjang ditangan kanan, keris di tangan kiri.
Sementara dibelakang para prajurit, disetiap sudut
tampak para gadis berpakaian ketat warna putih
bercadar berdiri gagah diranting pohon dan atap
bangunan siap menyerang bila komando diturunkan.
Masuk kedalam rimba dipusat hutan. Gardapati yang
memakai topeng wajah semasa ia keluar jurang, dan
dilapisi dengan topeng ketua Ratan Wasana yang
biasa memimpin, sebagaimana yang telah dituturkan
oleh Kakek bermulut Racun. arya memakai topeng
wajah aslinya. Sungguh aneh, topeng wajah asli di
atas wajah asli. Aneh, bagi yang tak tahu perkara, tidak bagi yang
mengetahuinya, saat ini Arya memakai wajah Iblis
Dunia Persilatan. Maka dari itu ia memakai topeng
wajah aslinya. Dihadapan mereka tampak ratusan, bahkan mungkin
ribuan orang berseragam serba hitam dengan ikat
kepala warna warni berdiri dengan senyuman
diwajah. Para gadis tampak cekikikan dipangkuan
mereka. Tuak dihidangkan. Makanan di suguhkan.
Pesta siap dimulai. "Hadirin sekalian"! Telah tiba bagi kita untuk
berbahagia, setelah kita berjuang untuk yang
kesekian tahun,. Akhirnya kita dapat memetik
hasilnya pada hari ini. Mari bersulang?"b Gardapati
mengangkat gelasnya. "Heeeaaa.....! Hidup rattan Wasana" hidup"!" teriak
mereka serentak. Gardapati meneguk tuaknya dari gelas bamboo dan
mundur kebelakang. Gardapati menepuk pundak Arya dan masuk kedalam
sebuah ruangan" Kedatangan mereka rupanya disambut oleh Kakek
bermulut racun. Ia menyeringai dalam sebuah
senyuman licik. "Selamat".selamat" "Katanya sambil menyalami
keduanya. Gardapati sama sekali tak mengeluarkan ekspresi.
Dingin laksana es saja ia duduk di meja bersama
Arya. Sosok-sosok Hitam berjubah sampai kepala
mengelilingi keduanya. Entah menjaga atau apa tak
ada yang tahu. Kakek bemulut Racun tersinggung dengan sikap dingin
Gardapati. Tapi" ia adalah sosok orang yang licik. Tak
nanti ia akan menunjukan kemarahannya itu.
Kakek bermulut racun melihat gardapati membisiki
Arya, lalu keduanya membuka tutup guci tempat
penyimpanan tuak. bau harum semerbak seketika
tersebar luas menyampok hidung.
Gardapati mengangsurkan gelas bambunya kepada
Kakek bermulut racun, katanya, "Mari bersuklang
bersama kami.?" Kakek bermulut Racun menerima gelas bambu itu
terus diendus ke depan hidung, serunya dengan
tertawa besar, "Boleh, boleh. Terimakasih atas perhatian pemmimpin,
lalu apalagi yang akan dilakukan pemimpin
selanjutnya sampai-sampai mengumpulkan segenap
anggota kita di markas besar?"
Gardapati tertawa ringan, katanya, "Rahasia langit
mengapa harus dibocorkan, mengapakah kau ingin
tahu sekarang, bukankah tahu nanti dan sekarang itu
sama saja?" Kakek Bermulut Racun tersenyum kecut,
"Memang lah hamba hanya seorang budak yang
berada dibawah pemimpin, tak semestinya hamba
menanyakan itu kepada pemimpin"
"Jika memang tahu, mengapa kau bertanya" Sindir
Gardapati tajam. perlahan-lahan ia dorong telapak
tangannya kedepan, make gelas bambu diatas
telapak tangannya itu tahu-tahu gelas bamboo itu
terbang lurus ke depan, seolah-olah disanggah dari
bawah pelan-pelan maju ke depan Arya.
Sementara cangkir itu tiba di depan Arya kira-kira
terpaut satu setengah kaki mendadak berhenti sendiri
terus berputar-putar seperti gangsingan di tengah
udara. Dari jauh sekonyong-konyong Arya sedikit mengulap
dan mengayunkan kedua tangannya sambil berkata,
"Biarlah Orang tua dahulu yang minum, tidak baik
yang muda mendahului yang tua"
Karuan gelas bambu yang berputar berhenti di tengah
udara itu sedikit bergetar, maka terlihatlih sepercik
tuak keluar dari dalam gelas terus melesat ke arah
Kakek Bermulut Racun. Kakek Bermulut Racun duduk tenang tak bergerak,
tiba-tiba ia ayun sebelah tangan memapak ke depan,
kontan tuak itu kena ditampar berpercik menjadi titiktitik kecil berterbangan balik menungkup ke
arahGardapati. "Aku Orang tua hanyalah seorang rendah saja, tidak
berani mendahului ketua" Daya terbang titik kecil tuak
itu mengeluarkan desir angin yang keras berpencar
lebar maka dapatlah diperkirakan berapa besar
tenaga yang dikerahkan oleh Kakek Bermulut Racun.
Gardapati bergelak tawa, sikapnya yang sudah dingin
tadi bertambah dingin. jari tengah dan telunjuknya
menyanggah pantat gelas bamboo miliknya sambil
duduk tenang tak bergerak, Tiba-tiba Percikan tuak itu
semua tersedot masuk ke dalam cangkir, suaranya
berbunyi tak tik pelan-pelan sangat menusuk
pendengaran. Di lain saat sekali menenggak ia habiskan tuak di
dalam gelas bambu itu, serunya dengan tertawa
dingin, "Huahaha kau benar, kau yang berkedudukan rendah
tidakl;ah pantas menengak tuak penghormatanku."
Berubah rona wajah Kakek Bermulut Racun, sambil
menyeringai ia berkata, "Bagus sekali, cuma kaupun
jangan dapat bersimaharaja selamanya. Tak dapatkah
kau merasakan sesuatu dalam tubuhmu"
Gardapati mengangguk, "Benar, aku merasakan
sesuatu" Arya kernyitkan keningnya. Kakek Bermulut Racun
tertawa sadis, jengeknya,
"Tidak apa-apa, cuma sedikit kutambahi sesuatu."
Jawaban Kakek Bermulut Racun seketika membuat
Arya semakin mengernyitkan kening, wajahnya
terlihat cemas memperhatikan Gardapati.
"Mengapa kau melakukan itu" Geram Arya marah.
"Haha" kalian terlalu bodoh menuruti permintaanku.
Peran kalian sudah cukup. Pergilah keneraka"
Arya edarkan pandangan. Dilihatnya sosok hitam
berkerudung mencabut senjatanya masing-masing.
Gardapati tenang saja, malah ia mendengus dingin
"Bodoh"!" Jengeknya.
"Heh!" KAkek bermulut Racun melengak atas
jengekan Gardapati.

Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau piker aku tak tahu bahwa kau sudah
menggunakan telapak beracun bunga surge. Kau
terlalu bodoh sampai tak melihatku juga melakukan
sesuatu dengan Gelas Bambu itu."
"Ap"apa maksudmu"
"Ketika kau menampar tuak diam-diam kau kerahkan
ilmu telapak beracun bunga surge. Jadi dengan
sendirinya tuak itu berubah menjadi tuak yang
beracun. Maka diam-diam aku memanaskan gelas
bambuku Itulah sebabnya ketika tuak itu masuk
kedalam gelas berbunyi nyaring. Dan ketika aku
hendak meminumnya aku mendidihkannya hingga
menjadi uap tipis. Tuak Kabut salju ini memang
mengeluarkan asap tipis, jadi kau sama sekali tak
curiga bahwa aku hanya pura-pura minum saja."
"Kaa"u..kau"!" Kakek Bermulut Racun menuding
Gardapati, Gardapati tersenyum ejek. "Dan satu hal lagi.
Alasanku mengumpulkan seluruh anggota disini aku
hendak membasmi mereka. Sebenarnya aku tahu
siasat licikmu. Diam-diam aku membuat rencana,
dengan mengikuti kehendakmu dan memupuk
kekuatan baru bias membuatmu mati kutu. Adalah
hal yang sulit bagiku untuk membunuh setiap
anggotamu di setiap perguruan yang sudah kau
tanam. Tapi tidak bila semua itu sudah Nampak di
muka bumi.huahahahaha"
Air muka kakek bermulut racun berubah pucat pias,
salah langkahnya teklah membuat ia kehabisan nafas.
Itu belum seberapa ketika mendadak sesuatu yang
mengguncang jiwanya dating lagi.
"Brakk"." Pintu terbuka. Yang membuka itu adalah
lelaki berjenggot tipis tanpa kumis, rambutnya diikat
dengan seutas tali berwarna emas.
"Pasukan kerajaan dating menyerang." Teriaknya.
"Apaaaa" Pekik Kakek bermulut racun, lalu menatap
Gardapati dengan buas. "Cincin Dewa melingkar menembus rimba." Kata
Gardapati dingin. Maksud dari cincin dewa adalah para prajurit pilihan
kerajaan, melingkar menembus rimba maksudnya
adalah mengepung sambil dating menyerang kedalam
rimba. "Inilah saatnya Dalam rimba muncul pusaran air" Kata
Gardapati lagi kepada Arya,,,
"Fyuuiiiiiiiiittsssss?""fyuuuiittsssssssss"swittt"
Gardapati bersuit nyaring.
"Heaaa".Trangg..tringgargghh"
Dentingan pedang, jeritan teriakan dari kalangan
pesta terdengar, membuat wajah gelap Kakek
Bermulut Racun semakin gelap.
"Kau memasukan penghianat pada perkumpulan ini"
Desis Kakek Bermulut Racun.
"Itulah yang dinamakan Dalam rimba muncul pusaran
air" Jengek Gardapati dingin.
"Kau"Bunuh Mereka " Teriaknya sambil mundur
mepet dengan dinding. "Arya pantau keadaan diluar, biar aku yang mengurus
disini" Kata Gardapati sambil melepaskan topengnya.
Munculah seraut wajah yang membuat Kakek
Bermulut Racun menganga. "Pangeran Pemabuk?" desisinya.
"Grebbb?" Gardapati tersenyum ewa. Pedang di
pinggangnya dipegang.. "Aku piker Pangeran pemabuk tak pandai
menggunakan pedang!" Ejek Kakek Bermulut Racun.
Gardapati diam saja, ia tatap Arya yang masih
berdiam di sisinya. Arya lepaskan topengnya
membuat Kakek Bermulut Racun bertambah kaget.
"Duaaaarr" Arya melesat menjebol dinding meninggalkan tempat
itu, menyisakan Garapati dengan seratus sosok hitam
berkerudung dan Kakek Bermulut Racun.
"Menyerahlah" teriaknya lagi memanasi,
"Sratttt".Aahk!!" Brukkkk" Gardapati cabut pedangnya
dengan dialiri tenaga dalam. Jadi ketika pedang
dicabut, hawa pedang bermuncratan kemana-mana.
Tanpa ampun empat orang musuh menjungkal mati.
"Siapapun yang berani memainkan aku, takan
kubiarkan ia bernafas sehembuspun" Kata Gardapati
takebur. Pedangnya dilintangkan disamping pingang.
Matanya tajjam menatap pergerakan lawan.
"Bunuh dia" Komando Kakek Bermulut Racun.
Serempak seratus sosok hitam itu dating mengepung
gardapati. "Heaaa" Dengan sebuah teriakan nyaring, Gardapati
menyabetkan pedang beronce kelabunya.
"Sraattt"!" Satu musuh terbelah tubuhnya. Gerakan
pedangnya cepat bagai halilintar. Ganas bagai seribu
harimau. "Brukk.." "Gubrakk?" Satu persatu musuh nya
bergelimpangan mandi darah.
"Tappp".!" Gardapati melompat dan menjejak pundak
lawan membuatnya terbang diudara. Begitu mencapai
tanah. "Srattttt"leher musuhnya putus. Belum ia membalikan
tubuhnya. "Seet" tiga buah pedang menyerang punggungnya.
Gardapati melompat dengan posisi punggung
ditempelkan satu buku jari di pedang lawan.
"Buuukkkk" Sikut Gardapati mampir di wajah salah
seorang lawannya. "Hiyaaaa:" "Sratt,,,sratt..sratttt"
Berbareng teriakan melengkingnya, tubuhnya diputar
dan spedang nya disabetkan. Tiga buah sabetan tujuh
orang mati dengan usus berhamburan.
Gardapati cekal kerah baju orang yang terdekat
dengannya dan dibantingkan hingga tulangnya remuk.
"bruaakkk" ukhh..Bruukkk"!"
"Jangan panic, lawannya hanya satu orang" Teriak
Kakek Bermulut Racun menyemangati.
Sementara dalam batinnya ia menggumam "Apaan
ini, Seratus orang prajurit pilihanku tak berdaya
menghadapi satu orang saja. Kemampuannya benarbenar mengerikan" Gardapati kertakan giginya, wajahnya benar-benar
terlihat seperti seekor harimau kelaparan, menatap
tujuh orang yang bergerak didepannya.
"Majuuu..!" Teriak mereka sambil menyongsongkan
tombak. "Tapp..!" Gardapati melompat menginjak tombak itu.
Pedangnya dating menyabett"
"Sraatttt" Sekali sabet enam orang didepan mati
dengan perut dan dada sobek. Pedang dipulangkan"
"Sratttt?" Empat orang tersisa tanpa mampu
melakukan serangan balasan mati dengan leher
hamper putus. "Hosshh"Hosshh?" Setangguh-tangguhnya Gardapati,
tenaga satu orang tak dapat dibandingkan dengan
seratus orang. Nafasnya memburu. Keringatnya
bercucuran. "Dia lelah, manfaatkan kesempatan langka ini"
"Syutt..Syuttt?" Pisau terbang melesat kearahnya.
"Trang..trangg?"
Gardapati menangkis setiap pisau yang mengarah
padanya. "Mendadak terdengar bentakan"."
"Mati kau".!"
Gardapati berpaling, dilihatnya empat sosok hitam
berjubah melemparkan tombak dan hendak
mencabut pedang. "Eaakkkhhhh" Gardapati berpekik nyaring, sekali
memutar tubuh dan memutar pedang. Empat orang
itu mati menggenaskan. "Jika dibiarkan seperti ini, bias-bisa nafasku habis
sebelum membunuh pak tua itu"
Gardapati simpan pedang di pinggangnya. Kedua
tangannya terkepal. Kaki kanan dimundurkan. Tubuh
sedikit jongkok. Tangan kiri menjutai di dekat lutut.
Sementara tangan kanan berada disisi pinggang".
"Hiaa" Dari sekelilingnya sisa dari mereka menyerang
serempak. "Tapak Dewa Persilatan" Seketika GArdapati
memukulkan tinjunya pada tanah, begitu dekat
telapak tangannya dibuka hawa putih membentuk
telapak tangan mengembang"..
"Bleeegarrrr?"Drukkk..drakk..byurr"Drakk k..Arghhaaa"
Begitu hawa itu menyentuh tanah, bumi bergetar
gempa. Tempat itu meledak tanpa ampun. Bangunan
megah itu hancur berantakan. Debu mengepul tinggi"
Begitu debu menghilang, tampak Gardapati berdiri
gagah disana. Seratus sosok hitam berkerudung
bergelimpangan mati. Ada yang mati tertembus kayu.
Ada yang tertindih ada juga yang mati terserempat
hawa. Kakek Bermulut Racun menatap Gardapati dengan
buas. Matanya berubah merah menyala. Perlahan
namun pasti,. Ia berjalan mendekat".
Keduanya berhadapan".
Mata mereka beradu. Hawa kematian menyeruak
ganas. Siapapun yang ada disana pasti akan
merasakan dadanya sesak"
"Heaaa" Berbareng teriakan nyaring. Kakek Bermulut Racun
memukulkan kepalan kiri yang sudah berubah
menjadi hitam". Gardapati tertawa mengejek, pukulan tangan kiri
lawan dihindarkan kesamping sambil menangkis
dengan telapak kanan. "Plakkkk: Benturan nyaring terdengar.
Gardapati angkat kaki kanan dan tangan kiri menjutai
terkepal" tangan kanan Gardapati dihentakan
membuat tangan lawan jatuh keseimbangan. Dan
berputar cepat sekaighus melakukan tamparan
dengan menggunakan punggung tangan kanan juga,
itu disusul dengan pukulan memutar pada tangan
kanan yang ditujukan pada daerah perut lawan.
"Bukkk" Meski tangan kiri Kakek Bermulut Racun melakukan
tamparan tapi itu ditangkis dengan penguncian tangan
kanan Gardapati". "Ukhh" Kakek Bermulut Racun kehilangan
keseimbangan" **"Mereka dating"!" Teriak para penjaga yang tak
mengetahui kericuhan didalam, meski terdengar
benturan mereka menyangka itu adalah pertarungan
pertandingan. Karena memang ditempatb itu
disediakan panggung adu kepandaian. Siasat
Gardapati memang jitu. "Tuan Anggabaya tampaknya mereka jauh lebih kuat
dan banyak dari dugaan kita."
"Ukhh," taka pa-apa pikirkan saja, pasti kita akan
menang"Kata Perwira Anggabaya bernada ragu.
"Lihat pasukan kerajaan itu, lihat langkah mereka
yang ragu-ragu, sepertinya mereka tak yakin akan
menang" bisik salah satu anggota Ratan wasana
berikat kepala perak. "Seraaaanggg.. bunuh mereka" teriak mereka
serempak". Pedang dicabut dan serempak
menyongsong para prajurit yang menyerang.
"Drpa..drap".!" Ratusan penjaga Ratan Wasana dating
menyerang. "Mereka dating?" Teriak orang yang bertanya kepada
Bhayangkara Anggabaya tadi.
"Mu..munduurrr" Teriak Bhayangkara Anggabaya.
"Eh?" Pasukannya bingung.
"Ayo cepat lari mundur kita kan dibunuh"teriak
Bhayangkara Anggabaya. "Uwaaaaa!" Teriak Pasukan prajurit sambil mundur.
"Mereka malah lari, ayo kejar. Kejar jangan biarkan
seorangpun lolos" Teriak Lelaki berikat kepala emas.
Begitu mereka lari, tiba tiba Bhayangkara Anggabaya
bersuit nyaring.. "Swuiiiitt" "Ng" Lelaki berikat kepala emas tadi tertegun.
"Mendadak" Creppp" sebatang anak panah mampir
dileher anak buahnya. "A..apa" hah?" Ketika menatap langit tampak ribuan
titik hitam meluruk kearah mereka".
"Jrebb..jrebb..jreb..jrebbb"
Ugh..aaghh..huegghh..oahggg" Satu persatu Anggota
Ratan wasana bergelimpangan"
draukkk..drukk.. suara derap langkah beserta kuda
yang berbaris rapi bergema.
"Pasukan Sayap Kanan Bhayangkara Bhadrika.."
"In..ini jebakan" Teriak Lelaki berikat kepala emas"
belum selesai keterkejutannya. Tiba-tiba terdengar
bentakan" "Pasukan sayap kiri Mahasura?"
"Semua pasukan putar arah?" Teriak Bhayangkara
Anggabaya. "Bagian kepala Bhayngkara Anggabaya"!"
"Angga..anggabaya!" pekik lelaki berikat kepala emas
itu. Siapakah yang tak mengenal Bhayangkara
Anggabaya. Seorang Bhayangkara muda yang gagah
berani. Melanglang kebarat menyongsong ketimur.
Kini Anggota Ratan Wasana dikepung dari ketiga sisi.
Jadi bias ditebak ketakutan mereka".


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pentang Panah?" Teriak Perwira Mahasura..
"Bidikkk" Teriak Perwira Bhadrika"
"Tembaakkkkk"." Komando Bhayangkara Anggabaya.
"Wussss"Srett"
Ribuan anak panah seperti jarum yang ditabur dari
ketiga sisi behamburan. Menusuk membunuh setiap
orang yang mencoba menangkisnya..
"Barisan Perisai tombakk maju.. pasukan pemanah
mundur". " Srett,,,, Pasukan pemanah mundur. Prajurit yang
memakai tombak dikanan dan perisai dikiri maju"
"Serbuuu?" "Heeaaaaa?" Laksana air bah yang tumpah dari ketiga sisi dating
menyerbu. Anggota Ratan wasana seperti semut
dalam kubangan. Hanya satu jalan mundur yang bias
lakukan. "Mun"munduuuurrrr"!" Teriak Lelaki berikat kepala
emas. "Pasukan berkuda, serbuu".!" Bhayangkara
Anggabaya mengkomando. Pasukan Prajurit adalah sebuah senjata perang yang
disiplin. Begitu dikomando, para prajurit yang
memegang tombak mundur. Pasukan berkuda maju
dengan pedang dan senjata masing-masing.
Begitu Pasukan berkuda lewat. Pasukan tombak
mengiringi dari belakang. Diikuti pasukan pemanah.
"Heeaaa?" Bhayangkara Anggabaya berteriak
lantang. Keris lekuik Sembilan belasnya dicabut dari
sarung. Cahaya merah berkelebat".
"Sreett.,"urrghh..arghhh" Empat jiwa melayang,
"Seettt?" Sebuah pedang menusuk belakang
Bhayangkara Anggabaya. Bhayangkara Anggabaya
berkelit mepet dengan punggung kuda. Keris diputar
dan ditusukan tepat di tenggorokan lawan.
"Jraaassshhhh?" "Bruukk"!" Tanpa ampun Orang yang
menyerang itu ambruk dan terinjak-injak kuda yang
lewat. Itulah ganasnya peperangan.
Kedua belah pihak berguguran.
Pertarungan itu begitu hebat, siapa yang lebih cepat
membunuh dialah yang masih hidup. Berburu dan
diburu. Perwira Mahasura dengan menggunakan formasi sisik
ikan maju menyerang dengan dahsyatnya, senjata
pedangnyan laksana ribuan ekor ular yang
mengamuk. Sabet sana sabet sini.
Perwira Bhadrika menyusun anggotanya dengan
teknik 3 lapis kematian. Pasukan pemanah berada dibelakang membentuk
sebuah formasi bertingkat. Dengan formasi ini
memungkinkan dapat m,embunuh lawan yang kabur.
Busur panah dengan tembakan beruntun menyergap
seperti butiran pasir yang ditebarkan. Tertangkis satu
tidak dengan yang lain. Pasukan ditengah membentuk barisan badai tombak.
Mereka maju dan mundur secara bersamaan. Maju
menusuk dan mundur digantikan oleh kawan yang
lain. Formasi ini benar-benar membuat Anggota Ratan
Wasana kebingungan juga. Seperti ombak yang
menggulung. Mati satu diganti dengan yang lain jadi
anggota barisan tidak pernah kosong.
Sedangkan yang paling depan adalah barisan
pemecah. Haya barisan ini yang mengandalkan
kemampuan diri. Karena barisan ini maju ketengah
gelanggang kumpulan Anggota Ratan wasana.
Ditempat lain dengan dipinpin Perwira-perwira gagah
dari kerajaan menyerbu. Menjelang fajar karena
menang jumlah. Pasukan kerajaan sudah tiba di
markas pusat yang sedang kacau balau.
Disana juga terjadi pertarungan masal yang hebat.
Ledakan tenaga dalam, dentingan senjata beradu
meriah. Teriakan membahana dan mengguntur terus
bersahutan. Di sebelah selatan. Perwira Saktika yang
bersenjatakan tongkat gada. Dikatakan tongkat gada
sebab senjatanya adalah sebuah tongkat. Diujungnya
terdapat bendulan besar seperti gada yang berduri.
Menyerbu dengan Ganas, "Huaaahhhh?"" Jrassshh,,,trang,,,bukkk?"
Siapapun yang berada didekatnya mati
menggenaskan. Ada yang mati dengan kepala pecah.
Kepala hancur sebelah, ada yang putus leher, puutus
tangan ataupun tubuh remuk.
Seperti yang diketahui, tombak adalah rajanya
senjata sebab pepatah mengatakan. tongkat lebih
  panjang dengan tangan. Jadi tidak salah bila sebelum
senjata lawan menyerang dirinya. Lawan sudah
kehilangan nyawa. Senjatan berterbangan. Dialah
sang banteng yang terluka.
Disebelah utara, Perwira Tibra yang bersenjatakan
bandulan besi mengamuk dengan dahsyat. Badannya
kekar dan kuat sesuai dengan namanya.
Bandulan besinya dua kali besar dari kepala manusia.
Siapapun yang terhantam sudah bias dite bak tanpa
perlu dikata. Tak ada senjata yang mampu menang
melawan senjata dari Perwira Tibra itu.
Badannya yang tinggi besar terlihat mencolok seperti
seekor kerbau menggulung domba. Bandulannya
berkelebat kesana kemari. Jika mengenai tanah,
tanah bergetar gempa. Di sebelah Baratt, Perwira Wirasana menyabetkan
pedang melengkungnya dipundak lawan.
Disekelilingnya mayat bertumpuk. Senjata nya benarbenar ganas. Beliau memiliki pedang yang aneh,
sebab pedang itu berasal dari negri padang pasir sana.
Entah berapa jiwa yang melayang di atas pedang
bewarna merah darah itu. Disampingnya Perwira Pragata memutar pedangnya
laksana kilat. Sesuai dengan namanya. Gerakan diatas
punggung kudanya sungguh lincah. Tak ada pedang
yang sanggup menerobos kepungan pedangnya.
Selain itu, kudanya juga merupalkan kuda terlatih. Ia
menjejak dengan kakinya yang kuat. Memnendang
mengamuk seperti tuannya.
Dimulut hutan seribu jalan"
Di Sebelah utara, Astadewi, Dyah Krusina yang
memakai wujud seorang pemuda tampan, Aryani,
Antari dan Anudhari tampak menunggu waktu yang
tepat dengan gelisah. "Mbakyu Dyah, kapankah kita akan menyerang"
Astadewi bertanya, "Tunggu komando dari Kakang Arya. Bersabarlah
Nimas." Disebelah selatan, Ratih yang memakai wujud
ayahnya berdiri tenang diatas pohon dipermainkan
angin,. Tatapan matanya begitu tajam. Disampingnya
Danenra dan Adui Praja juga berdiri tenang.
Dibelakangnya Anggota Dhara Sesat Air terjun
Balumbang menunggu komando diluncurkan.
Di Sebelah Barat, Iblis Kembr bumi menunggu dengan
gelisah. Tanah yang dipijaknya sudah a mblas semata
kaki. Para gadis Anggota Dhara Sesat Air terjun
Balumbang tersenyum geli melihat kedongkolan
Pimpinan pasukan mereka. Di Sebelah Timur, Si Gila Dari Neraka Hitam duduk
tenang dipangkuan seorang gadis cantik anggota
Dhara Sesat Air terjun Balumbang, hakikatnya ia tak
perduli langit runtuh. Baginya kesenangan diri adalah
hal yang paling utama. Mendadak". "Gelombang Rembulan Menyapu Rimba?" Dari
kejauhan yang tak ketahuan dari mana asal suara itu
terdengar lantang. Itulah suara Arya" Astadewi beserta rombongan dating menyerbu.
Berkelebat laksanan kilat"
Ratih berteriak lantang".
"Sapu bersih?" Beerr". Pasukan itu dating menyerang.
Si Gila dari Neraka hitam Melompat dari pelukan.
Tanpa berkata apa-apa ia melesat maju menembus
rimba. Gadis yang tadi memangkunya melenggong. Ia
geleng-geleng kepala dan ikut lari. Teman-temannya
mengikuti dari belakang. Arya yang melihat semua pasukan sudah menyerbu,
ditatapnya awan hitam dilangit.
"Sebentar lagi pagi" jika dibiarkan terus, rencana
awal bias gagal." Gumamnya. Tubuhnya melompat
dan melenting pergi. Ia terus berlari didedaunan
pohon., karena sudah tahu jalan ia tak perlu berputarputar seperti dahulu. Kini sekali berlari ia sudah
menentukan jalan. "Hupp," Jlegg"!" Ia berdiri dihadapan seorang lelaki
paruh baya berbaju zirah lengkap. Dialah
Bhayangkara Sadajiwa. "Tuan, saya tangan kanan Pangeran Gardapati
Memberi hormat" "Aku Sadajiwa. Tak perlu peradatan yang tak perlu.
Terangkan saja perintah pangeran."
"Cincin Dewa Menyapu bersih." Arya berkata.
Tak perlu diragukan lagi, Bhayangkara Sadajiwa
sudah percaya akan keterangan Arya. Tangannya
diangkat keatas. Perwira disebelahnya mengerti.
Diambilnya sebuah gendewa dengan anak panah
yang sudah menyala api. Anak panah dibidikan
kelangit. "Wuuusssss,?"!"
"Serbuu?" "Draappp..drapp".!"
"Bunuh habis mereka"
"Serang"serbu?"hoooo"
Seperti air yang tumpah dan selalu mencari tempat
rendah. Darii sekeliling penjuru pasukan prajurit dating
menyerang. Mereka bunuh setiaop Anggota Ratan
wasana yang masih hidup ataupun masih sekarat.
Mayat diperiksa. Anggota Prajurit dibawa dan
Anggota Ratan Wasana di eksekusi.
* "Keparat kau"!" Teriak Kakek bermulut racun sambil
menyusut darah dibibirnya.
Gardapati tersenyum mengejek. Kedua kakinya
membuka sementara kedua tangannya masih berada
di pinggang. Karena gusar, Kakek Bermulut Racun sekaligus
melakukan gerak terpadu segitiga yang melibatkan
pengangkatan kaki kanan menekuk, dengan ganas, ia
memukulkan kepalan tangan kanan dengan menarik
tangan kiri di depan dada.
Gardapati tertawa dan berkata " haha, kau hanya
mencari kematian saja"!"
Pukulan tangan kanan ditangkis dengan tangan kiri,
berjurusan dari kiri kekanan sambil menyampingkan
badannya, "Plakk"!" berbarebng dengan beradunya kedua tngan.
Tangan kanan Gardapati dipukulkan kedaerah perut
dengan memutar tubuh. Kakek bermulut racun menghindar kekiri sambil
melakukan tangkisan keluar"
"Duukkk"!"
Gardapati tak menyerah. Dipukulkannya sikut kanan
kedada lawan. Kakek Bermulut Racun luruskan kaki
kanan, sehingga tubuh mnerebah kebelakang, maka
sikutan gardapati luput dari serangan.
Jurus-jurus keduanya dilakukan dengan cepat,
dahsyat dan ganas. "Berhenti main-main" Seru Gardapati sambil meloncat
mundur. Kedua tangannya direntangkan seperti
trbang. Kaki kiri maju kedepan satu langkah. Tangan
kiri bergerak menyikut sementara tangan kanan
melindungi kepalan didepan dada. Selanjutnya
dengan posisi kedua kaki tetap terbuka lebar, tangan
kiri lurus kesamping kiri dan tangan kanan didorong
kedepan dengan siiringi bayangan hawa telapak
tangan berwrna hitam berbau busuk dan amis
menyeruak datang" "Celaka telapak Iblis Dunia Persilatan" Pekik Kakek
Bermulut Racun kaget. Tak ada waktu lagi baginya, ia berdiri tegak dengan
kedua kaki agak renggang, tangan kanan diangkat
dan tangan kiri menyilang di depan pusar"
"Perisai Yin Dan Yang"
"Hiaaaaa?" Gardapati berteriak lantang"..
"Blegaarrrrr"!"
Hawa berbau busuk dan amis menyebar kemanamana, debu mengepul. Dalam semalam Gardapati
sudah mengeluarkan dua jurus telapak dari Kitab
Dewa dan Iblis Dunia Persilatan.
Gardapati berdiri tenang dengan keringat deras
mengucur disekujur tubuhnya"
"Jleeggg!" Arya yang berlumuran darah dibaju berdiri
tenang disebrang Gardapati. Mata hijaunya menyalanya rambutnya berubah kehijauan dan berkibar-kibar
terbawa angin. Hawa kematian menyeruiak dari
sekujur tubuhnya. "Tap" Ringan sekali Astadewi berdiri tak jauh dari
Arya dan Gardapati. Baju nilanya yang be rpercikan
darah berkibar tertiup angin.
"Tap.." "Tap.." "Tap.." Iblis kembar Bumi, Si Gila dari Neraka Hitam dan ratih


Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga ikut mengepung. "Maaf atas keterlambatanku" Diudara Dyah Krusina
yang bertubuh seorang pemuda dating.
Begitu debu menghilang tampak Kakek Bermulut
Racun berdiri sempoyongan. Ia celingukan kekanan
dan kekiri" "Tujuh Utusan Dunia Persilatan kalian hanyalah
seorang manusia yang hidup dari kematian karrena
dendam,?" "Sekarang!" Gardapati memotong.
Ketujuh orang itu kerahkan ilmu masing-masing"
"Terima ini Guci Peremuk jantung" Gardapati berteriak
menggeloyo mabuk, meski sempoyongan namun
gerakannya begitu cepat. Belum sempat Kakek
Bermulut Racun berpikir menghindar.
"Bukkk".Trak"! Arghh..."Telak sekali dadanya
dihantam" Tulang rusuknya melesak bersama daging
membentuk gusi yang menghantamnya.
Belum sempat jatuh. Astadewi berteriak dan
menghantamnya dari belakang....
"Asmara kematian Puncak berrahi"
"Tukkkkkk".!" Astadewi menotok tulang ekornya"
"Prasshh..Uarrghhh?" Sesuatu dibalik celana Kakek
Bermulut Racun terdebngar meledak. Darah mengucur
membasahi celananya. "Telapak Neraka Hitam"."
"Purnama Serigala melolong?"
"Hati emas telapak beracun?"
"Jeratan Akar bumi?"
"Api Hijau membakar langit"
"Bukk..bukk..bukk..teepp"breesss"
"Uaarrgggghhhhhh?"!" Begitulah bunyi ketika secara
bersamaan Si Gila Dari Neraka Hitam, Setan Purnama
alias Ratih, Bangsawan berhati emas alias Dyah
Krusina, Iblis Kembar Bumi dan Iblis Bermata Hijau
alias Arya melakukan serangan.
Kakek Bermulut Racun menjerit setinggi langit hingga
menggeloso ditanah" "Suatu saat nanti, Maharaja Dunia Persilatanlah yang
akan berakhir seperti ini" kata Gardapati seram.
"Huahahaha?" Sigila Dari Neraka Hitam tertawa latah.
Akhirnya keenam yang lain ikut tertawa.
Pagi yang berbau hawa kematian kini ramai dengan
tawa yang menggelegar. "Dewi, Semua musuh telah dihabisi" Antari dan
Anudari menghentikan tawa itu. Bukannya kepada
yang lain, kedua pelayan Astadewi itu malah melapor
kepada Astadewi. Astadewi tertawa gembira, ia berjingkrakan seperti
anak kecil. Gardapati melangkah mendekati
Bhayangkara Anggabaya yang berdiri dengan Gagah
berdampingan dengan Bhayangkara Sadajiwa.
"terimakasih paman berdua! Jika tak ada paman
berdua mungkin penyerbuan ini akan berjalan
semulus ini. Paman berdua memang hebat. Saya
merasa kagum dengan kemampuan memimpin
pasukan paman" Gardapati merangkapkan kedua tangan.
"Pangeran Gardapati, seharusnya kamilah yang
memujimu kau mirip sekali dengan Ayahmu Pangeran
Gardasakti. Memang Pangeran Gardasakti terkenal
dengan siasat-siasat perangnya yang luar biasa.
Sudah tugas kami membantumu. Lagipula mendiang
Gardasakti adalah sahabat kami bermain silat semasa
kami kanak-kanak. Karena kami adalah pengawal
pribadinya" Kata Bhayangkara Anggabaya.
"Berpakah jumlah korban pasukan kita paman"
"Hemm" hanya seratu orang saja. Seratus delapan
puluh luka-luka. Rupanya persiapan lawan sangat
lemah." Kata Bhayangkara Sadajiwa.
"Itulah, karena merasa dirinya sudah hebat dan tak
ada yang mengalahkan rasa mawas dirinya hilang.
Oleh karenanya itu harus kita jadikan pelajaran.
Nasihat saya, jangan pernah mencampuri urusan
persilatan bila itu tak menyusahkan rakyat. Bila tidak,
kerajaanpun bias jadi sasaran"
Kedua Bhayangkara itu tersenyum maklum, sebab
keduanya sudah mendengar rencana hebat yang
dipersiapkan anak bekas majikan mereka. Sudah
tentu mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk
menghindari bentrokan dengan Pangeran yang satu
ini. Jika bentrokan dilakukan, bahaya maha besar akan
terjadi. Takan ada tempat lagi bagi mereka. Tak ada
lagi pangkat dan tak ada lagi harta yang menjadikan
mereka begitu dihormati. "Tentu"!" Jawab keduanya serempak.
* Disebuah rumah makan yang paling terkenal ditanah
jawa, baik itu karena masakan atau pelayanannya.
Rumah makan itu bernama "Widati kusuma".
Didalam sana berbagai macam pendekar baik kelas
atas maupun kelas bawah pada berkumpul. Disudut
selatan sana, Sagara Angkara dan Kawan-kawannya
duduk berhadap-hadapan. Makanan yang lezat
terhidang di meja mereka.
Mereka makan dengan kebisuan yang mencekam.
Sejak Sagara Angkara mengatakan bahwa ia masih
berumur belia, semuanya menjadi bisu.
Empat orang lelaki bertampang lesu masuk ke Rumah
makan itu., wajah mereka terlihat suram
menandakan kalau keempat lelaki itu sedang berada
dalam kegalauan. Dilihat dari golok yang tergantung
di pinggang, jelas keempat lelaki berwajah lesu itu
dari kalangan rimba persilatan.
"Sediakan Tuak empat guci, cepat!" seru seorang dari
mereka. Tangannya dengan keras menggebrak meja
di depannya. Brak! Setelah itu ia menelungkupkan kepalantya dimeja.
Kepalannya dikepalkan seakan ingin menghancurkan
jari-jari tangannya. Pemilik kedai dengan wajah heran, tergopoh-gopoh
menghampiri mereka. "Maaf, Tuan sekalian minta Tuak apa?" tanya pemilik
kedai itu, dengan nada heran.
"Apa saja! Jangan usik kami lagi" kami sedang galau
  dengan keadaan dunia persilatan saat ini"! bentak
orang yang tadi menggebrak meja.
"Ba..., baik," jawab pemilik kedai Lalu, tanpa banyak
tanya lagi dia tergopoh-gopoh berlalu. Tidak lama
kemudian, bersama seorang pelayan lain, Pelayan itu
membawa empat guci tuak pesanan keempat orang
itu. Setelah kedua pelayan itu berlalu. Lelaki tadi
membuka percakapan. Dengan cekatan layaknya pelayan yang sudah
professional, ditaruhnya empat guci tuak itu di meja.
"Kakang Argono, sebenarnya apakah maksud kakang
memanggil kami bertiga kemari. Kami sudah tahu itu
merupakan sebuah berita yang menyedihkan, tapi
kami tak mengetahui seperti apakah jelasnya"Tanya
seorang lelaki berbaju kuning kemerahan.
"Benar" Kedua lelaki lain yang berbaju hijau dan biru
dongker membenarkan. "Tadi pagi, aku mendapatkan kabar bahwa Ratan
Wasana sudah hancur ditangan Dhara Sesat Air Terjun
Balumbang dan Pasukan Kerajaan yang dipimpin oleh
Bhayangkara Sadajiwa dan Bhayangkara Anggabaya"
"Apa".!" "Hah" "Kakang bilang Ratan wasana sudah hancur?" Pekik
ketiganya berbarengan, Tentu saja Pekikan itu mengagetkan seluruh
pengunjung yang ada, tak ada yang bersuara, semua
memasang telinga dengan konsentrasi tinggi
termasuk Sagara Angkara dan kawan-kawan. Meski
gaya mereka acuh, diam-diam mereka menajamkan
pendengaran. Kecuali jingga tentunya.
"Benar, Bahkan aku menyaksikan sendiri markas
sebenarnya mereka di Hutan Seribu Jalan telah
hangus dibakar para Prajurit"
"Hah, jika Ratan Wasana hancur, bukankah itu adalah
hal yang membahagiakan, mengapa kakang
mengatakan berita sedih?"
"Apa kau tak merasa bahwa sudah lama Iblis Dunia
Persilatan telah menghilang dari dunia persilatan"
"Mungkin sudah matti"jawab lelaki berbaju hijau.
"Salah" salah, bahkan kini Iblis Dunia Persilatan
dengan ilmunya telah membangkitkkan tujuh utusan
dunia persilatan dari kubur"
"Apa" bagaimanakah bias, apakah kakang sudah
melihatnya sendiri?" Tanya lelaki berbaju biru dongker.
"Tidak, tapi itulah yang dikatakan para Prajurit
kerajaan, kabarnya Pangeran Pemabuk lah yang
mmemimpin pasukan itu. Selain itu, Ketua Dhara sesat
air terjun Balumbang juga memiliki hubungan yang
erat dengan Iblis Dunia Persilatan. Dan yang paling
membuat sedih?" "Hah," apa" tak kusangka semuanya masih
berselubung dalam satu wadah." Gumam lelaki
berbaju kuning kemerah-merahan.
"Lanjutkan kakang" Kata Lelaki berbaju hijau.
"Ketua Ratan Wasana digantung di Desa Kranjiseto.
Sekujur tubuhnya terdapat luka tujuh jurus, masing
masing satu jurus. Guci Peremuk jantung, Asmara
kematian Puncak berrahi, Telapak Neraka Hitam,
Purnama Serigala melolong, Hati emas telapak
beracun, Jeratan Akar bumi, Api Hijau membakar
langit sekaligus," "Aihh"." Ketiga yang lain terperanjat,
"Dibawahnya terdapat tulisan dengan cara melesakan
tanah sedalam dua tombak. Untuk sekilas orang tak
tahu lesakan itu adalah tulisan, namun ketika
seseorang melihat dari atas, kontan yang dibawah
semuanya pada heboh dan gempar"
"Luar biasa"! Dari cara pembuatan tulisannya saja
orang bias tahu seperti apakah kekuatan si pembuat
tulisan itu" lalu apa isi tulisan itu"
"PADA SUATU HARI MAHARAJA DUNIA PERSILATAN
AKAN MENDAPATKAN GANJARAN YANG SAMA
BAHKAN MUNGKIN LEBIH DARI INI"
"Apa"!" "Oleh karenanya aku berkesimpulan bahwa ini adalah
awal kerusuhan dunia persilatan." Keluh si lelaki baju
hitam yang sedari tadi membawa kabar baik dan
buruk itu. Rumah Makan itu gempar, berbagai macam
tanggapan dari orang keluar begitu saja tak dapat
disaring. Satu persatu pengunjung rumah makan itgu
keluar untuk menuju desa dimana kerusuhan itu
terjadi. Kebangkitan Roh Jahat 2 Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Cambuk Getar Bumi 1

Cari Blog Ini