Ceritasilat Novel Online

Madakaripura Hamukti Moksa 4

Gajah Mada Madakaripura Hamukti Moksa Karya Langit Kresna Hariadi Bagian 4


dibolehkan kawin dengan penari tayub itu," kata Gajah Enggon, "pada
saat yang sama, Pradhabasu juga dipusingkan Kuda Swabaya yang ngotot
minta dibolehkan kawin dengan emban bernama Prabasiwi. Hanya
saja, Kuda Swabaya punya jawaban yang lebih jantan dan lebih gagah
ketika Pradhabasu mempersoalkan pangkat senopati yang disandangnya.
Supaya punya jejak luka di punggungnya sehingga ia merasa layak
untuk menyandang pangkat senopati, Kuda Swabaya minta dikirim ke
medan perang. Setahun lamanya Senopati Kuda Swabaya meninggalkan
kotaraja. Ia ikut berperang di sebuah tempat tidak jauh dari Sinjunjung,
menghadapi wilayah yang memberontak dan didukung penuh oleh
Tartar. Tak jelas apakah Kuda Swabaya masih hidup atau sudah mati.
Hingga saat ini, belum .ada kabar apa pun mengenai nasibnya."
Dengan pandang mata bersungguh-sungguh, Gajah Mada menatap
Pradhabasu. "Kepadamu, aku layak minta maaf," kata Gajah Mada.
Ucapan itu mengagetkan Pradhabasu. Namun, Pradhabasu tidak
berbicara apa pun. "Selama ini, aku telah menjadi sumber keeemasanmu. Rupanya,
sikapku berlebihan. Aku memandang Kuda Swabaya merupakan sumber
ancaman. Ternyata, aku salah. Kini, kita bisa melihat, Kuda Swabaya
ternyata seorang prajurit yang layak dibanggakan. Ketika ada pihak yang
meragukan kepantasan pangkamya, ia memiliki jawaban yang tuntas
dalam membungkam mulut orang"orang yang meragukannya."
Pradhabasu yang menengadah itu merasa lega.
"Orang-orang muda seperti Kuda Swabaya dan Gajah Sagara yang
menentukan masa depan Majapahit. Rasanya seperti baru kemarin
You have either reached a page that is dhayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
baek. Medeiartpuraifemagti niaga . 0
"Tak masalah dengan itu," kata Pradhabasu. "Kemampuanku
mengarahkan anak panah ke anak panah yang lain yang melesat terbang,
juga kemampuanku dalam membidikkan pisau ke arah jantungorang
yang berjalan, hingga saat ini belum ada yang bisa menandingi. Buyutan
itu hanya datang pada saat tidak diharapkan."
Ucapan Pradhabasu itu menyebabkan Gajah Enggon dan
Pasangguhan Gagak Bongol tertawa. Bahkan, Gajah Mada ikut tertawa.
Namun, sejenak kemudian raut muka Gajah Mada kembali bersungguh"
sungguh. "Apa yang kalian maksud Pradhabasu mengira dirinya masih
seorang pemuda?" tanya Gajah Mada.
Pertanyaan itu menyebabkan Gajah Enggon tertawa terkekeh.
"Karena Pradhabasu masih bisa cemburu seperti anak muda,"
jawabnya. Wajah Pradhabasu benar-benar membeku. Namun, akhirnya ia
tersenyum. Meski demikian, Gajah Mada tetap saja belum memahami
duduk persoalannya. "Pradhabasu cemburu membayangkan bakal terjadi perjumpaan
kembali antara istrinya dengan Wijaya Rajasa Hyang Parameswara,"
kata Gajah Enggon. Gajah Mada larut dalam memandang sahabamya yang mencoba
membuang muka itu. "Perasaan itukah yang menyebabkan kau merasa tak senang pada
perjodohan yang digagas Tuan Putri Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa
dan suaminya itu" Karena kau khawatir perjumpaan kembali istrimu
dengan Raden Kudamerta akan membuka kembali jalinan asmara
di antara mereka"1 Cobalah kautanyakan itu kepada hati nuranimu,
Pradhabasu" Apakah istrimu jenis istri yang mudah berpaling,' jenis istri
yang tidak punya kesetiaan?" tanya Gajah Mada.
Entah mengapa, Pradhabasu yang wajahnya membeku itu tiba-tiba
tertawa, seperti menertawakan dirinya sendiri. '
You have either reached a page that is dhayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
baek. Madelipnj'mm Humu?pi$lrta?ya . 0
yang telah disembelih menjadi berbagai jenis masakan, ada ayam
yang dibakar berbumbu pedas, ada pula bagian yang dipepes dengan
campuran parutan kelapa muda. Beberapa butir kelapa muda telah
diturunkan karena terbukti para tamu itu amat rakus menikmati
kelapa muda. Sebagai tuan rumah yang baik, Gajah Mada membawa tamutamuny'a berkeliling ke bukit-bukit yang tak jauh dari tempat itu agar
bisa menikmati pemandangan dengan lebih leluasa. Dengan takjub,
Pradhabasu memerhatikan luncuran air terjun yang membuih dan
menimbulkan tempias. "Tempat ini benar"benar menyenangkan," kata Pradhabasu.
Gajah Mada tersenyum. "Kau boleh memboyong keluargamu kemari dan ikut tinggal
bersamaku," balas Gajah Mada.
Namun, untuk tawaran itu Pradhabasu punya jawaban yang
tangkas. "Tidak," jawabnya.
"Kenapa?" celetuk Pasangguhan Gagak Bongol.
Pradhabasu tidak segera menjawab.
"Kenapa?" kejar Kanuruhan Gajah Enggon.
"Tempat ini terlampau dingin bagi Dyah Menur. Aku tidak mau
punya anak lagi di masa tuaku," jawab Pradhabasu.
Gajah Mada tertawa terkekeh. Pasangguhan Gagak Bongol ikut
menyumbangkan tawanya yang berderai. Kanuruhan Gajah Enggon
memegangi perumya yang mendadak terasa seperti penuh.
& You have either reached a page that is dhayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
baek. You have either reached a page that is dhayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
baek. You have either reached a page that is dhayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
baek. O - yawma cantik,. mungkin juga karena suaranya yang lembut, atau mungkin pula
kerena kepintarannya menari yang menyebabkan Gajah Sagara tergilagila kepadanya." Kanuruhan Gajah Enggon memerhatikan semua unsur yang disebut
istrinya. "Menurutku malah semuanya," balas Gajah Enggon. "Karena.
kecantikannya, karena suaranya, dan karena kepandaiannya menari. Semua
ituyang menyebabkan Gajah Sagara lupa diri. Aneh juga. Selama ini, anak
kita adalah pemuda yang baik dan selalu bisa menjaga diri. Namun, sekali
ia tertarik kepada lawan jenisnya, ayah ibunya pun dilawan."
Tiba-tiba, Rahyi Sunelok tersenyum.
"Bakat turunan," celetuknya.
Gajah Enggon kurang memerhatikan ucapan istrinya. Namun, ketika
kesadarannya utuh menerima ucapan itu, Gajah Enggon terbelalak. '
"Apa kaubilang?" bisiknya.
Rahyi Sunelok tertawa. "Kaubilang bakat turunan, bakat turunan siapa itu?" kejar Gajah *
Enggon. "Mungkin dari bapaknya," balas Rahyi Sunelok sambil membuang
wajah. Kanuruhan Gajah Enggon hanya bisa tersenyum.
"Apa aku memiliki bakat seperti itu?" tanya Gajah Enggon.
Rahyi Sunelok tertawa geli.
"Mung ' ," jawabnya.'
Setelah istirahat sejenak, rombongan penghibur itu menggeliat
lagi. Kali ini, tembang yang dibawakan pesinden itu dari jenis tembang
ayah."-'" Semula yang akan menari adalah pesinden kedua yang berwajah
?" Signlt. Jawa, bersemangat
MMpruruHamuQHMoEya ' . kurang cantik dan bersuara kurang bagus. Akan tetapi, dengan seketika
penonton dan para calon pengibing menolak. Apa boleh buat, meski
tubuhnya telah basah kuyup oleh keringat, Dyah Ganitri harus berdiri
lagi untuk bekerja lagi. "Aku punya aturan baru," tiba-tiba Dyah Ganitri berteriak menyita
perhatian. Di tempatnya, Kanuruhan Gajah Enggon dan Rahyi Sunelok ikut
menyimak apa yang akan disampaikan pesinden cantik dan genit itu.
"Yang boleh menari hanya yang bisa membayar sejumlah yang
kutentukan. jika tak punya atau jumlahnya tidak mencukupi, duduk
manis jadi penonton saja," kata Dyah Ganitri.
Dengan napas tersengal, Dyah Ganitti menyebut sejumlah uang
yang harus disiapkan mereka yang menginginkan suaranya. Jumlah itu
rupanya terlalu tinggi, menyebabkan para lelaki yang telah siap ngibing
terpaksa membatalkan niamya sambil menggerutu.
"Nah, kaulihat itu, calon menantumu adalah perempuan mata
duitan," bisik Gajah Enggon.
Rahyi Sunelok'mengangguk. Apa yang dilihatnya memang
merupakan hal yang mencemaskan. Nyai Gajah Enggon tidak bisa
membayangkan apa jadinya hidup Gajah Sagara kelak jika beristri
perempuan macam itu, perempuan yang melayani banyak lelaki dan
mata duitan. Namun, segera ada yang lebih menarik perhatian Gajah
Enggon dan istrinya. "Gila!" letup Kanuruhan GajahnEnggon.
Terbelalak pula Rahyi Sunelok.
Di lingkaran arena, tiba-tiba masuk seorang laki-laki yang karena
kedudukannya, semua orang harus menyibak memberi jalan.
"Berapa harus aku bayar?" tanya lelaki itu amat lantang.
Kendang ditabuh berderap, dibalas gerakan menggeliat oleh Ganitti.
Laki-laki yang turun ke arena itu, di samping ia seorang temenggung
You have either reached a page that is unayailable feryiewihg or reached youryiewihg limitforthia
book. MdaQanpara HamuRHSHuQaa : 0
Yang mengagetkan Gajah Enggon adalah sikap istrinya yang
bersungguh-sungguh. "Kau bersungguh-sungguh menyuruhku ikut menari?" bertanya
Kanuruhan Gajah 'Enggon. Nyai Gajah Enggon akhirnya tidak bisa menahan tawa. Baginya,
sangat aneh dan terasa menggelikan mendapati sisi lain sosok
Temenggung Macan Liwung. Lagere Jaga-nya beringas di medan perang,
ternyata seberingas itu pula gerak tarinya yang tak memberi kesempatan
kepada Dyah Ganitti untuk terus bergerak, apalagi menghindar dari
gerakan meliuk yang jika tidak dijaga dengan benar akan menyentuh
tubuhnya. Melihat kemampuan Temenggung Macan Liwung yang luar
biasa dalam menari, tak pelak penonton bertepuk tangan dengan riuh.
Di antaranya ada yang melepas siulan panjang dan melengking.
Melihat sosok pesin'den macam apa yang telah menyita perhatian
anaknya, Gajah Enggon makin prihatin. Dyah Ganitti benar-benar
melayani lelaki mana pun, juga melayani Temenggung Macan Darling.
Meski sekadar melayani menari dan melayani nembang, apa yang
dilakukan Dyah Ganitri itu tak ubahnya melayani semuanya, tak sekadar
menari dan nembang "Kita harus melarang Gajah Sagara melanjutkan keinginannya.
Jangan sampai hidupnya nanti tidak bahagia," ucap Gajah Enggon
tegas. - Akan tetapi, malam itu" niat Gajah Enggon dan Nyai Rahyi Sunelok
mengajak Gajah Sagara berbicara harus tertunda. Gajah Sagara tidak
Pula"na "Ia kembali ke barak kesatrian," kata Nyai Rahyi Sunelok.
Meski demikian, Kanuruhan Gajah Enggon melihat masih ada
banyak waktu untuk berbicara dengan anaknya.
& . ' 99:15th 39 lEsok harinya adalah pagi yang terasa agak aneh dengan
kemunculan Temenggung Macan Liwung di rumah Gajah Enggon.
Kanuruhan Gajah Enggan bahkan belum mandi.
"Sepagi ini kau sudah datang ke sini" Kupikir, malah belum
bangun setelah semalam kau melarutkan semua beban pikiran dengan
menari bersama pesinden itu. Masalah apa yang kaubawa?" tanya Gajah
Enggon. Temenggung Macan [insang segera mengerutkan kening.
"Kauhadir di sana?" tanya Temenggung Macan Liwtmg.
Gajah Enggon tertawa. "Ya," jawab Gajah Enggon. "Aku di sana bersama istriku. Istriku
terkagum-kagum melihat kemampuanmu menari."
Temenggung Macan Iiumng terpaksa tertawa, meski terasa agak
aneh. "Apa kata istrimu?" tanya Macan Liwung.
Gajah Enggon tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.
"Istriku merasa iri," jawab Gajah Enggon. "Ia ingin aku bisa
seperti kamu. Kamu laki-laki pilih tanding, tak hanya dalam kemampuan
allah kaanregea, tetapi juga kemampuan mengayunkan selendang. Ia
mendorongku untuk menyusulrnu ikut menari."
Temenggung Macan Liwung tak kuasa menahan diri, tawanya
terkekeh berderai. "Lihat Sang Prabu," jmb Macan Iiumng. 'Mcnurutku, tak ada yang
bisa menandingi Sang Prabu dalam menari. Lebih-lebih, ketika beliau
memerankan sosok Gagak Ketawang Menari itu mengendorkan pikiran.
Menurutku, istrimu benar jika menginginkan kau bisa menari."
You have either reached a page that is dhayailable feryiewihg or reached youryiewihg limitforthia
book. Medalianpura Hutama Mein: ' .
"Sampai sejauh ini, yang aku ketahui pesinden itu bernama Dyah
Ganitri. Ayahnya adalah penabuh kendang bernama Ki Umbang
Prabaswa. Dua orang yang menabuh alat gamelan yang lain dipanggil
dengan nama Suling Gading dan Ki Ajag Galingsing. Suling Gading itu
tentu bukan nama sesungguhnya. Sedangkan, kalau melihat wajahnya,
boleh jadi Ki Ajag Galingsing adalah saudara kandung Ki Umbang
Prabaswa." Di mata Gajah Enggon, cara pandang terhadap rombongan tayub
itu tak sederhana lagi. "Lalu, siapa sesungguhnya mereka" Apakah mereka menggunakan
bahasa Sunda. " tanya Gajah Enggon yang kian penasaran.
Temenggung Macan Iiumng telah mengambil beberapa langkah
untuk mencegah jangan sampai kerabat istana menjadi korban. Itulah
sebabnya, pengawalan terhadap Sang Prabu Hayam Wuruk dilipatgandakan
dan disaring dari para prajurit pilihan serta dapat dipercaya. Pengamanan
yang sama dilakukan terhadap para Sekar Kedaton. Para Sekar Kedaton
kini tak boleh keluyuran sembarangan. Mereka dilarang berkuda dan
menyelinap ke pasar, meski dengan menyamar. Kepada para Ibu Suri
dan suaminya, diberikan gambaran blak-blakan kemungkinan apa saja
yang bisa terjadi. Tidak hanya itu, Temenggung Macan Liwung telah menyebar
ratusan prajurit trafik sandi yang menyamar dalam berbagai bentuk
untuk mengawasi gerak-genk semua orang yang keluar masuk kotaraja,
lebih-lebih di malam hari. Rombongan penari tayub itu juga diam-diam
diawasi. "Siapa mereka?" ulang Temenggung Macan Liwung. "Untuk
sementara yang aku tahu hanya sebatas itu. Dari mana mereka berasal,
apakah benar mereka datang dari pedukuhan Hangawiyat" Aku telah
mengirim seorang prajurit untuk mencari jawabnya."
Gajah Enggon mengangguk perlahan.
"Mereka bisa berbahasa Sunda?" kejar Gajah Enggon.


Gajah Mada Madakaripura Hamukti Moksa Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

You have either reached a page that is dhayailable feryiewihg or reached youryiewihg limitforthia
book. . - gajat Straat: Kanuruhan Gajah Enggon menghela napas agak berat.
Temenggung Macan Iiumng memandang wajah Gajah Enggon,
lalu beralih ke wajah istrinya.
"Gajah Sagara kini telah dewasa," kata Nyai Gajah Enggon. "Seiring
dengan usia anak itu yang kian menanjak, sebagai orang tua, kami harus
siap memikirkan keinginan anak itu. Namun, orang tua mana pun
berkeinginan jodoh anaknya adalah wanita baik-baik. Istri yang baik
Istri yang hanya setia dan mencintai suaminya."
Macan Iiumng termangu dalam upayanya menebak persoalan yang
diutarakan Rahyi Sunelok. Dan, Temenggung Macan Iiumng bukan
orang yang bodoh. Dengan tangkas, ia bisa menebak persoalan yang
diampaikan tuan rumah. "Gajah Sagara minta kawin?" tanya Macan Iiwung.
Gajah Enggon mengangguk. _
"Dan, perempuan yang dipilihnya," lanjut Macan Liwung, "adalah
pesinden cantik bernama Dyah Ganitri itu?"
Bersamaan dengan istrinya, Gajah Enggon mengangguk.]awaban
dengan bahasa tubuh itu memaksa Temenggung Macan Iiumng diam
beberapa saat. "Kalian tidak menyetujui?" tanya sang tamu.
Gajah Enggon kembali mengangguk.
"Wanita itu memiliki kecantikan yang luar biasa. Wanita itu pintar
menari dan memiliki suara yang indah. Wanita itu bisa melayani siapa
pun dengan jumlah bayaran tertentu. Wanita 1tu.
Terhenti ucapan Nyai Rahyi Sunelok oleh sesuatu yang terasa
mengganjal tenggorokan dan menempatkan Temenggung Macan
Liwung di tempat tidak nyaman. Namun, dengan tangkas Macan Liwung
berusaha menghapus semua kesan dari raut mukanya.
"Aku mengerti, aku bisa memahami," kata Temenggung Macan
Liwung. "Sebagai orang tua dari beberapa orang anak, aku bisa
. : gani atara "Bagus," ucap Temenggung Macan Liwung "Setelah kau mampu
berpikir macam itu, aku mempunyai tugas khusus yang harus kaulakukan.
Tugas khusus itu adalah kaudekati gadis itu."
Lurah Prajurit Gajah Sagara terkejut. Pandang matanya secara lugas
menyiratkan tidak pahamnya.
"Maksud, Paman?"
Temenggung Macan liwung menyempatkan diri berjalan mondarmandir. ' "Gajah Sagara," kata Temenggung Macan Liwung. "Peristiwa Bubat
telah berlalu setahun yang lalu.'Para Bapa Dharmadyaksa membawa
keterangan tentang adanya pihak-pihak di Sunda Galuh yang tidak
bisa menerima kematian rajanya. Hal yang demikian wajar. Majapahit
pasti juga akan merasakan perasaan serupa jika mengalami hal yang
sama. Trafik rana" Bhayangkara akhir-akhir ini mendapati jejak aneh.
Ada hubungan sandi dalam kalimat-kalimat yang semula tidak jelas.
Namun, belakangan berhasil diterjemahkan. Kalimat-kalimat sandi itu _
ternyata berbahasa Sunda. Untuk sementara ini, kalimat itu baru pada
tahap saling menghubungi dan janji bertemu di sebuah tempat. Nah,
Paman mendadak merasa curiga, rombongan-penari tayub itu adalah
orang-orang dari Sunda Galuh. Jelasnya, saat ini sedang ada pihak-pihak
yang merencanakan balas dendam. Kita tak bisa menyalahkan Sunda
Galuh yang melakukan itu. Namun, kita punya hak untuk menangkalnya.
Jangan sampai Sang Prabu atau Permaisuri berada dalam bahaya. Jangan
sampai karena terlena, Tuan Putri Sri Gitarja Tribhuanatunggadewi
_]ayawisnuwardhani dan Tuan Putri Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa
tersambar anak panah yang dilepas dari gelap malam. Sasaran bidik itu
bisa juga para Sekar Kedaton."
Lurah Prajurit Gajah Sagara memandang Temenggung Macan
Liwung tak berkedip. "Mestinya sasaran itu Paman Gajah Mada," kata Gajah Sagara.
"Pamanmu Gajah Mada berada di sebuah tempat yang tampaknya
tidak diketahui oleh rakit randai dari Surawisesa itu. Oleh karenanya,
You have either reached a page that is unayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. You have either reached a page that is unayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. MaahEar-fpura Hammiwuliaa _- .
"Majapahit bukanlah negara yang tak tahu balas budi," kata Gagak
Bongol. "Jangan kau berpikir, dengan keadaanmu yang seperti ini kau
tidak bisa melakukan apa-apa. juga jangan pernah membandingkan dirimu
seperti yang kaubilang, menghadapi anak kecil pun kau tidak mampu.
Medan pengabdian seorang prajurit bukan hanya dari ototnya, melainkan
bisa juga dari kemampuan otaknya. hku menolak permintaanrnu itu.
Selanjutnya, aku akan memberikan medan pengabdian jenis lain yang
sesuai dengan keadaanmu. Jangan kaupikir, bobot pengabdianmu
berderajat lebih rendah dari mereka yang turun langsung ke medan
pertempuran. Sebagai pemikir dan pembuat keputusan, kedudukanmu
justru bisa lebih tinggi."
Senopati Kuda Swabaya menggeleng lemah. Akan tetapi,
Pasangguhan Gagak Bongol punya bantahan yang tegas.
"Jangan sekali-sekali kau mengganggap hidupmu berakhir, Senopati
Kuda Swabaya. Kalau kau berpendapat seperti itu, itu sama halnya kau
mati," kata Gagak Bongol.
Lurah Prajurit Gajah Sagara mengangguk mantap, membenarkan
apa yang dikatakan Pasangguhan Gagak Bongol.
"Selanjutnya," kata Gagak Bongol, "kuusir kaupulang sekarang
juga. Orang yang pertama kali harus kautemui setelah menempuh
medan perjuangan seperti yang baru kaulakukan adalah orang tuamu.
Menghadaplah mereka dengan tegar. Sujud dan cium kaki ibumu.
Lakukan hal yang sama kepada ayahrnu."
Kuda Swabaya tak mampu mencegah matanya berkaca-kaca.
"Prajurit tidak boleh menangis!" bentak Pasangguhan Gagak
Bongol. Senopati Kuda Swabaya mengangguk sigap. Keteguhan harinya telah '
cukup untuk membendung keinginan untuk menangis. Senopati Kuda
Swabaya yang kehilangan kaki dan bekas lukanya belum mengering itu
tertatih-ratih berdiri. "Antar Kuda Swabaya pulang menggunakan kereta kudaku,"
perintah Gagak Bongol kepada Gajah Sagara.
rou haye either reached a page that is Lihayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. rou haye either reached a page that is Lihayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. . ' 9:1thwa dibuatnya, mendongak. Berdebar"debar Dyah Menur yang tiba-tiba
disergap sebuah dugaan. Dyah Menur berdiri mendampingi suaminya. Pradhabasu yang kini
bertubuh kurus memegang lengan istrinya sambil menempatkan diri
menunggu siapa yang akan datang. '
"Aneh," letup Dyah Pretiwi.
Pradhabasu segera mengerutkan dahi.
"Apa yang aneh?" bisik Dyah Menur. '
"Yang menjadi kusir Kakang Gajah Sagara," jelas Pretiwi.
Gemetar Dyah Menur memandang siapa dua orang yang berada
dalam kereta kuda. Dyah Prertind benar, yang menempatkan diri menjadi
kusir adalah Lurah Prajurit Gajah Sagara. Sedangkan, orang yang duduk
di belakangnya, meski rambutnya terurai awut"awutan, sebagai seorang
ibu, Dyah Menur masih bisa mengenalinya"Ternyata benar," bisik perempuan itu. *
Gugup Dyah Menur. Perempuan itu lunglai kehilangan sebagian
tenaganya. Pradhabasu segera menyangga tubuh istrinya.
"Kakang Kuda Swabaya!" Dyah Pretiwi tak kuasa untuk tidak
berteriak. Dyah Pretiwi _berlari menyongsong kereta kuda yang membelok ke
halaman rumahnya. Akan tetapi, Dyah Pretiwi terbungkam mulutnya
oleh pemandangan yang tidak ia mengerti. Untuk sejenak, ia sulit
memahami melihat apa yang dilakukan kakaknya. Untuk turun dari
kereta kuda, Kuda Swabaya harus dibantu Gajah Sagara, harus tertatihtatih, dan mengalami kesulitan. Padahal, apa susahnya turun dari kuda"
Akhirnya, Dyah Pretiwi paham betul, amat paham terhadap perubahan
macam apa yang terjadi pada kakaknya.
Di tempatnya berdiri, dengan kaki nyaris goyah dalam menyangga
tubuhnya, Dyah Menur merasakan hantaman yang jauh lebih berlipat.
Perempuan itu mendadak merasa ada ribuan kunang"kunang yang
Marihat-tmn; HamWiMoifra ' .
beterbangan di kepalanya. Dyah Menur terkulai nyaris kehilangan
kesadarannya. Akan tetapi, Pradhabasu masih punya kekuatan cukup
untuk menyangga. Senopati Kuda Swabaya telah berdiri utuh di atas sebelah kakinya
dan sebelah lagi adalah tongkat kayu penyangga ketiaknya. Dengan
senyum dibuat sumringah, Kuda Swabaya berjalan mendekati ayah dan
- ibunya. Makin terbelalak adiknya yang benar"benar terkejut. Terhuyung"
buyung dan nyaris terjatuh Pretiwi melihat penampilan kakaknya.,
Beruntung Dyah Pretiwi karena Gajah Sagara tangkas mendatanginya
dan menangkap tubuhnya. Dyah Pretiwi yang nyaris pingsan itu
membelalakkan mata dalam upaya bertahan jangan sampai pingsan. la '
harus bisa mengikuti bagaimana sikap ayah dan ibunya.
Seketika layu tubuh Dyah Menur, amat lunglai seolah amblong isi
dadanya. Kuda Swabaya yang akhirnya tinggal sejengkal di hadapan ayah
dan ibunya, berusaha untuk bersimpuh. Namun, ternyata yang sekadar
bersimpuh itu bukan pekerjaan yang gampang. Senopati Kuda Swabaya
bersikeras melakukan itu, meski ayahnya melarang.
Kuda Swabaya sadar betul bahwa kedua orang di depannya adalah
ayah dan ibunya, sang pengukir jiwa dan raganya yang harus dianggapnya
sebagai penjelmaan Hyang 1tli'fiddi di bumi. Kuda Swabaya yang berhasil
bersimpuh, beringsut mendekat dan memeluk lututnya. Lurah Prajurit
Gajah Sagara yang tak- ingin hatinya ikut berantakan memandang
tontonan itu pilih membuang wajah.
"Baktiku, Ayah. Baktiku, ibu," patau suara Senopati Kuda
Swabaya. Pradhabasu benar-benar tak tahu bagaimana cara menjawab ucapan
anaknya. Dyah Menur pun tidak bisa berbicara apa-apa. Nyai Dyah
Menur meraih kepala anaknya, menggerayangi rambutnya yang panjang
tergerai. Nyai Dyah Menur meronta dari pegangan suaminya agar bisa
berjongkok, agar dengan leluasa bisa melihat keadaan anaknya.
"Maafkan aku, Ibu," kata Senopati Kuda Swabaya nyaris tak
terdengar. ruu haye either reached a page that is Lihayailaple feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. ruu haye either reached a page that is Lihayailaple feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. ruu haye either reached a page that is Lihayailaple feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. fMatheripura Henuli" Moka: ' .
"Nyadaasg dia-anak?" Tuan Putri," ucapnya sangat santun, kedua
tangannya merapat dan dibawa ke ujung hidung.
Prabasiwi terheran"heran melihat majikannya memamerkan duka.
Meskipun hanya sekilas, Prabasiwi berhasil menangkap ada selapis tipis
air yang menggenangi kelopak mata Raden Kudamerta.
"Prabasiwi," ucap Dyah Wiyat membuka percakapan.
"Hamba, Tuanku," jawab Prabasiwi sigap.
Dyah Wiyat bingung harus memberi perintah macam apa kepada
Prabasiwi. Namun, sejenak kemudian Dyah Wiyat menemukan gagasan
yang dianggapnya cukup bagus.
"Pergilah ke pasar dan betbelanjalah buah-buahan yang paling
baik," lanjut Ibu Suri Dyah 1Wiyat. "Terserah buah apa yang akan
kaupilih, lalu kirimkan buah"buahan itu ke rumah Ibu Dyah Menur.
Buah itu untuk Senopati Kuda Swabaya yang telah pulang dari medan
pengabdiannya." Perintah itu cukup jelas bagi Prabasiwi. Ia harus pergi ke pasar
untuk berbelanja buah-buahan terbaik. Selanjutnya, buah-buahan itu
harus dikirim ke rumah Ibu Dyah Menur. Buah itu untuk Senopati Kuda
Swabaya yang sudah pulang Kesadaran akan hal itu menyebabkan desir
tajam seketika menggerataki seluruh tubuhnya. Amat gugup Prabasiwi.
Hari"hari yang berlalu adalah sebuah penantian panjang bagaikan
tanpa ujung. Akhirnya, hari yang melelahkan itu berakhir. Kekasih yang
telah lama pergi telah kembali dan ia akan segera menemuinya. Dengan
mata berbinar tidak mampu menyembunyikan rasa bahagianya, Prabasiwi
bersingsut lebih mendekat lagi. Prabasiwi beringsut mendekat dan
mencium kedua kaki Ibu Suri dan suaminya bergantian.
"Pergilah," kata Ibu Suri.
Emban Prabasiwi lalu beringsut mundur dan dengan santun
kembali merapatkan kedua telapak tangannya. Pada jarak yang
_- _ _ _ . ?"" l'ilyltlhnng dhiwuh, Jawa, nmnunggu perintah
ruu haye either reached a page that is Lihayailaple feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. ruu haye either reached a page that is Lihayailaple feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. ruu haye either reached a page that is Lihayailaple feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hook. o ' (;;:th Medik keadaan Kuda Swabaya yang kini pincang, Prabasiwi tak tahu bagaimana
cara menguasai diri. Di tempat duduknya, Kuda Swabaya berusaha menahan guncangan
hatinya. Kukuh dan bergeming Kuda Swabaya dalam menjatuhkan
pandangan matanya ke pintu yang tertutup. Di depannya, Prabasiwi yang
terjatuh dengan menekuk lutut berusaha keras menguasai diri.
"Prabasiwi, jangan menangis," bisik Kuda Swabaya.
Namun, permintaan itu tidak memiliki cukup kekuatan untuk
menggerakkan Prabasiwi agar segera diam.
Merasa tak punya pilihan lain, Kuda Swabaya terpaksa membentak,
"Kuminta jangan kau menangis, Prabasiwi. Aku seorang prajurit. Dan,
prajurit mana pun harus siap menghadapi keadaan macam ini! Jadi, tak
perlu ada yang ditangisi. Aku masih beruntung hanya kakiku yang hilang.
Kalau kepalaku yang hilang, aku hanya pulang nama."
Prabasiwi berusaha menguasai diri untuk tidak menangis. Meskipunsepele, rupanya apa yang ia lakukan bukan pekerjaan yang gampang.
Isak gadis itu mereda ketika Senopati Kuda Swabaya menyentuh
tangannya. "Apa yang terjadi?" tanya Prabasiwi terbata.
Dengan hati-hati, Prabasiwi menyentuh lutut Kuda Swabaya.
Sungguh, Prabasiwi merasa aneh menghadapi keadaan itu. Kuda Swabaya
yang kini berada di depannya bukanlah Kuda Swabaya yang dulu pernah
mengukir sebuah janji untuknya, apalagi sikapnya.
"Apa yang kualami bukan sesuatu yang aneh dan luar biasa,
Prabasiwi," jawab Kuda Swabaya. "Dalam sebuah perang apa pun bisa
terjadi, apalagi perang sebesar yang baru saja aku alami. Perang yang


Gajah Mada Madakaripura Hamukti Moksa Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

' melibatkan ribuan prajurit dan masing-masing begitu bernafsu untuk
saling mengalahkan. Prajurit di medan perang hanya punya dua pilihan
tanpa memberi pilihan lain.]ika kau berada di medan pertempuran, kan
harus membunuh musuh karena kalau kau tak melakukan, musuhma
yang akan membunuhmu. Di kecamuk perang yang aku alami, aku
harus membunuh musuhku dengan menenggelamkan tombakku ke
You have either reached e page that is uneyeileble feryiewing er reeched yeuryiewing limitferthis
beek. "rau haye either reached a page that is dhayailable feryiewing er reached yeuryiewihg limitferthis
baek. Madamnpam Hamukyifltansa ' o
mendapatkan lelaki yang lebih baik dari aku. Lupakan aku, Prabasiwi,"
ujar Swabaya. ' Sebuah diagaram berukuran sangat besar dengan sangat kasar
menghantam dada Prabasiwi, membuatnya mendadak terhenyak. Juga ia
rasakan bagaikan seember air panas yang baru diangkat dalam keadaan
mendidih mengguyur wajahnya. Rasa cemas itu datang bagai gelombang
laut selatan yang terlahir dari guncangan Imdaad":
"Kakang jangan berkata begitu," ucap Prabasiwi.
Kuda Swabaya menggeleng keras. Meski bertentangan dengan kata
hatinya, Kuda Swabaya menepis tangan Prabasiwi yang menyentuh
lututnya. "Apa pun keadaan Kakang," kata Prabasiwi terbata, "perasaanku
tidak akan berubah. Aku tidak akan berpaling kepada siapa pun.
Jangankan Kakang hanya kehilangan sebelah kaki, kedua kaki Kakang
hilang pun, aku tetap akan mendampingi Kakang."
Jawaban itu sungguh menyentuh hati Senapati Kuda Swabaya.
Akan tetapi, ia merasa harus mengedepankan isi benaknya daripada isi
hatinya. Senapati Kuda Swabaya yakin bahwa sebagai laki-laki, ia harus
mengambil keputusan berdasar ulah pikiran, bukan mengedepankan
isi dada. "Aku yang mengambil keputusan, Prabasiwi," kata Kuda
Swabaya. "Hubungan di antara kita cukup sampai di sini. Kuminta kau
melupakanku. Aku bukan laki-laki yang tepat untukmu dan aku merasa
yakin, di lua'r sana banyak calnn suami yang lebih pantas untukmu."
Kata demi kata yang diucapkan Senopati Kuda Swabaya itu sudah
cukup jelas dan tak perlu pengulangan lagi. Prabasiwi tersentak dan
membeku tak ubahnya gag-pair: di depan Purawaktra. Manakala Prabasiwi
?" Madura. Jawa. jenis senjata yang sebenarnya tidak lazim. Dalam kisah pewayangan, takah Baladewa,
saudara tua Kresna. bersenjata alugura dengan nama Nanggala. Kata alugura sangat dekat dngan kata
alu atau antan yang dibentuk tajam pada kedua ujungnya.
1": Lindhu. Jawa. gcn'tpa bumi
. ' Galleri Suud-a menggigil justru dalam rangka jangan sampai menggigil atau karena
sedemikian kuat guncangan yang menerpa jiwanya.
"Pergilah, Prabasiwi. Aku bukan lagi lelaki yang pantas untukmu,"
ulang Senopati Kuda Swabaya.
Sangat tidak jelas pertimbangan apa yang digunakan Prabasiwi
untuk menganggukkan kepala dan menyetujui permintaan itu."
Prabasiwi yang bersimpuh itu beringsut mundur untuk mengambil jarak
agak menjauh. Dari tempatnya, Prabasiwi memandang wajah lelaki yang
dicintainya itu tanpa berkedip. Ia pandangi laki-laki yang kini cacat dan
dinilainya telah berubah menjadi pengecut itu. _]uga sangat tak jelas
alasan apa yang digunakan Prabasiwi untuk memberikan hormatnya
dengan menyembah, seolah yang ada di depannya memang memiliki
hak untuk disembah. Seterjal apa pun jalanan yang kini menghadang, Prabasiwi berusaha
sekuat tenaga untuk menguasai diri. Gadis itu akhirnya bisa tenang
seutuhnya, meski tidak untuk bahasa matanya. Tatapan matanya berkilatkilat, lebih tajam dari bilah pedang prajurit Bhayangkara.
"Baik, Kakang, jika itu yang Kakang kehendaki," ucap Prabasiwi
amat tenang. "Aku mohon pamit, Kakang Apa pun warna hati Kakang
saat ini, sepenuhnya itu hak Kakang Senopati Kuda Swabaya. Aku tidak
akan mengusik." Prabasiwi kembali beringsut mundur untuk mengambil jarak.
Manakala merasa telah berada pada jarak yang pantas, Prabasiwi
menyembah dan berdiri. Dengan kaki nyaris goyah, Prabasiwi berbalik
untuk tidak menoleh lagi, bahkan untuk tidak akan pernah terlihat lagi
karena pintu yang semula terbuka itu telah tertutup. Senopati Kuda
Swabaya mendadak merasa ada sesuatu yang hilang dari dadanya.
Mendadak, Kuda Swabaya disergap penyesalan dan menganggap apa
yang ia lakukan salah. Namun, semua itu memang terlambat.
, Dengan isi dada yang meluap menimbulkan rasa tidak nyaman,
Senopati Kuda Swabaya berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa
keputusannya itu benar adanya.
You have either reached a page that is Lihairailable foryiewing or reached youryiewihg limitforthis
book. You have either reached a page that is Lihairailable foryiewing or reached youryiewihg limitforthis
book. You have either reached a page that is Lihairailable foryiewing or reached youryiewihg limitforthis
book. o ' GejaE Mad-a menempatkan Prabarasmi amat dekat, sedekat hubungan dua orang
sahabat. Itu sebabnya, ketika Emban Prabarasmi meninggal, Ibu tergerak
untuk melakukan sesuatu. Sebagaimana kauketahui, Emban Prabarasmi meninggalkan seorang anak gadis yang juga mengabdi kepada kita."
Madudewi menyimak dengan cermat. Madudewi tahu, anak Emban
Prabarasmi yang dimaksud ibunya adalah Prabasiwi.
"Lalu?" Madudewi menyela.
"Ada seorang prajurit yang dari perilakunya menarik perhatian Ibu.
Prajurit itu selama ini menempatkan diri di belakang ayahmu dengan
baik Ia mengawal dan melayani semua keperluan ayahmu tanpa cacat.
Meliha't sikap dan perilakunya yang bagus itu, Ibu tergerak menjodohkan
mereka." Madudewi tahu, prajurit yang dimaksud ibunya adalah Kuda
Swabaya. "Ibu menjodohkan Senopati Kuda Swabaya dengan Prabasiud, tetapi
kedua orang tua Kuda Swabaya tidak setuju," lanjut Dyah Wiyat.
Madudewi merasa heran. Dalam pemikirannya, hanya orang tidak
tahu diri yang berani menolak kehendak ibunya.
"Kenapa?" tanya Dyah Madudewi.
Dyah Wiyat menggeleng. "Itu dulu," lanjut Dyah lilir'iyat. "Orang tuanya saat itu bersikap sangat
kaku. Mereka memang punya alasan untuk tidak merestui perjodohan itu.
Ibu dan ayahmu bisa memaklumi. Akibat penolakan itu, Kuda Swabaya
pilih ikut diberangkatkan ke Sijunjung untuk berperang melawan Tartar.
Setelah setahun tidak ada kabar beritanya, Kuda Swabaya akhirnya pulang
dengan membawa cacat tubuh. Ibu belum melihatnya secara langsung,
tetapi Pasangguhan Gagak Bongol telah menyampaikan kepada Ibu.
Kedua orang tua Kuda Swabaya akhirnya merestui hubungan mereka,
tetapi sangat terlambat."
Madudewi terheran-heran. . . gaybi'ijitmb Dyah Wiyat pun terbelalak. Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa
merasa pendapat anaknya benar, sangat masuk akal.
"Begitu rupanya?" letup Dyah Wiyat.
"Ya," jawab Sekar Kedaton penuh keyakinan.
Dyah Wiyat memerhatikan para abdi istana dan para prajurit
yang sedang sibuk membersihkan sepanjang jalan yang membelah dan
mengelilingi halaman bagian dalam lingkungan istana. Dyah Wiyat
mengulurkan tangan meminta bantuan anak gadisnya untuk berdiri.
Dyah Wiyat yang agak terganggu kesehatannya, turun ke halaman.
Dari pintu gerbang Purawaktra yang terbuka, beberapa orang
berkuda berderap masuk. Raden Kudamerta Wijaya Rajasa Hyang
Parameswara berada paling depan. Di belakangnya, beberapa orang
prajurit yang semula bertugas menemani segera menyebar dan tidak lagi
menempatkan diri mengikuti. Para prajurit itu balik arah untuk kembali
ke Balai Prajurit yang berada di luar lingkungan istana.
Raden Kudamerta langsung mengarahkan kudanya ke halaman
istana. Seorang abdi bergegas menyongsong dan menerima kendali
kudanya. Untuk selanjutnya, abdi itu menuntun kuda kekar tunggangan
Raden Kudamerta itu ke kandangnya.
Dyah Wiyat turun ke halaman, menyebabkan suaminya terheranheran. "Kau ingin melemaskan kaki?" tanya Raden Kudamerta.
Dyah Wiyat mengangguk dan memberi isyarat kepada Madudewi
untuk pergi meninggalkannya. Madudewi yang mendadak tergerak
keinginannya untuk menengok adiknya, bergegas mengayunkan kaki. Sri
Sudewi yang kini bergelar Paduka Sori sedang hamil. Ia perlu ditemani.
Apalagi, beberapa hari sebelumnya, Sri Sudewi minta dicarikan nama
yang sesuai untuk anaknya jika kelak lahir.
"Prabasiwi pergi," Dyah 1iifiirliyat langsung membuka percakapan.
"Ia pergi dan tidak berpamitan kepadaku. Mungkin Prabasiwi sadar,
kalau berpamitan pasti akan aku tolak. Ia menitipkan pesan permintaan
maafnya lewat anakmu."
You have either reached a page that is Lihairailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. acaranya.: Hasmanan.. . .
orang itu bersahabat akrab dengan Kakang Pradhabasu. Seperti apa yang
disampaikan Kakang Gajah Enggon, sikap Kakang Pradhabasu telah
berubah. Dengan demikian, tak ada masalah dengannya. Yang menjadi
masalah justru perubahan sikap Kuda Swabaya setelah kini mengalami
cacat kaki itu," berkata Dyah Wiyat. '
Pasangan suami istri itu terus berjalan dan melintas alun-alun.
Bau bunga kamboja, baik yang masih di tangkai maupun yang telah
berjatuhan menyebar terasa wangi di hidung. Dari Purawaktra,
Temenggung Macan Linsing yang berdampingan dengan Gajah Enggon
memerhatikan keduanya. Akan tetapi, bukan Dyah Wiyat Rajadewi
Maharajasa dan suaminya yang mereka bicarakan. Gajah Enggon
berkepentingan mengetahui sesuatu dari Temenggung Macan Liwung
terkait anaknya yang sedang gandrung kasmaran kepada seorang penari
tayub. "Aku sudah sampaikan kepada Gajah Sagara. Namun, saat ini ia
telah mengambil sebuah sikap," kata Macan Liwung.
Gajah Enggon memandang tajam. Yang dipandang tersenyum.
"Apa kata anakku?" tanya Gajah Enggon.
Temenggung Macan _Iiumng mengenang pembicaraannya dengan
Gajah Sagara. "Ketika aku temui, ia mengatakan bahwa ia sedang berusaha
melupakan gadis itu. Ia mengaku, pikirannya telah kembali jernih. Setelah
ia berpikir, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungannya dengan
pesinden itu." ' ' Kanuruhan Gajah Enggon menyimak penjelasan sahabatnya
dengan saksama. Macan Liwung mengutip utuh apa yang dikatakan
Gajah Sagara. Kanuruhan Gajah Enggon merasa agak lega mendengar ucapan
itu. "Ia mengatakan itu?"
Temenggung Macan Liwung mengangguk.
You have either reached a page that is Lihairailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. You have either reached a page that is Lihairailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. You have either reached a page that is Lihairailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. Mada?enpura?ifemu?yi514ti?$a ' 0
Ketika itu, di Balai Prajurit, Dyah Menur melihat kesulitan besar
yang dihadapi suaminya karena dicecar pertanyaan-pertanyaan amat
menyudutkan oleh Rajapatni Biksuni Gayatri. Dyah Menur tahu,
andaikata suaminya sampai menjawab salah, habislah riwayatnya.
-Waktu itu, pendapa Balai Prajurit dijejali ribuan orang yang ingin
mengikuti sidang yang digelar Patih Daha Gajah Mada. Pembunuhan
yang terjadi sejak kematian Prabu Jayanegara, satu per satu berhasil
dibongkar dan diketahui pelakunya sekaligus latar belakangnya.
Gajah Engg'on yang pingsan berhari-hari karena lemparan baru, ikut
memberi sumbangan kenyataan yang mengejutkan. Kondisi pingsan
itu ternyata hanya pura"pura. Sebenarnya, sudah lama ia sembuh
dari sakit yang menderanya. Gajah Enggon memberi sumbangan
keterangan yang tak terduga hingga akhirnya bisa diketahui bahwa
dalang dari semua kekacauan yang terjadi adalah Nyai Rakrian
Tanca. Nyai Rakrian Tanca melakukan pembunuhanapembunuhan itu
karena ia memendam sakit hati kepada Gajah Mada yang telah membunuh
suaminya. Di sidang itu pun terungkap bahwa upaya pembunuhan
terhadap Dyah Wiyat dengan menggunakan ular yang disembunyikan
di keranjang buah ternyata dilakukan Nyai Ra Tanca pula.
Dyah Menur berada di antara para penonton, tetapi tidak ada yang
mengenali, tidak juga suaminya. Dengan berbinar penuh rasa ingin tahu,
Dyah Menur mengikuti rangkaian sidang yang terjadi sambil dengan
sepuasnya memandang suami yang dirindukannya.
Meski ribuan orang memadati Balai Prajurit hingga ke jalan besar
di depannya, tak seorang pun. yang berani gaduh. Para prajurit dari
semua kesatuan menjaganya dengan amat ketat. Dyah Menur yang
wajahnya disamarkan menggunakan arang beruntung karena ia bisa
menyusup hingga ke depan. Semua pembicaraan dalam sidang tersebut
bisa didengar dan dilihatnya dengan jelas. Ketika itulah, giliran Rajapatni
Biksuni Gayatri meminta perhatian. "Aku minta waktu untuk bicara, Gajah Mada," ucapnya.
0 . Qeybli Muara Gajah Mada segera menyembah. Serentak, semua perhatian tertuju
kepada Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri. Rajapatni Biksuni Gayatri
mengenakan jubah berwarna kuning. Tangan kanannya memutar tasbih.
" Kepalanya gundul tanpa sehelai rambut pun, menandakan Gayatri telah
berderajat biksuniatau biksu perempuan.
' "Silakan, Tuan Putri," jawab Gajah Mada.
Dyah Menur masih menyimpan kenangan itu. Tidak terlalu sulit
untuk mengenang kembali karena semua peristiwa itu seperti baru
terjadi kemarin sore. Bau bunga tanjung yang bertebaran di halaman
Balai Prajurit dan di sepanjang jalan di depannya masih tertangkap
sama-samar di hidung. Wajah pucat suaminya sulit untuk dilupakan.
Melihat suaminya menjadi amat pucat dan gelisah, Dyah Menur merasa
amat iba dan ingin menolong. Akan tetapi, sungguh ia tidak tahu harus
melakukan apa untuk menolongnya.
Ratu Rajapatni Gayatri benar-benar berwibawa tanpa ada yang
bisa mengalahkannya. Ratu Rajapatni menyebar pandangan matanya
menyapu wajah semua yang hadir di pendapa dan halaman Balai Prajurit.
Dyah Menur bergegas menyembah, menirukan orang-orang lain yang
memberikan hormatnya. Semua orang terpancing rasa ingin tahunya,
persoalan apa kira-kira yang akan disampaikan Ratu Gayatri. Makin
gugup Dyah Menur melihat perhatian Ratu Gayatri ternyata hinggap
di wajah Raden Kudamerta. Dengan demikian, Ratu Rajapatni akan
berbicara sesuatu dengan suaminya. Dan,. apa yang ia duga ternyata
benar adanya. "Raden Kudamerta," ucap Biksuni Gayatri, "untuk meredam agar
tidak muncul desas-desus yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, aku
ingin bertanya kepadamu. Apakah benar ketika aku kawinkan kau dengan
Dyah Wiyat, kau telah beristri" Apa benar telah kautempatkan Sekar
Kedaton sebagai istri kedua" Jawablah, Raden Kudamerta, mumpung
rakyat banyak sedang berkumpul di sini."
' Berdebar jantung Dyah Menur menyimak pertanyaan Ratu Rajapatni


Gajah Mada Madakaripura Hamukti Moksa Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada Raden Kudamerta itu. Semua orang ternyata menganggap
pertanyaan itu sangat penting, termasuk Dyah Wiyat.
you have either reached a page that is Lihatrailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. you have either reached a page that is Lihatrailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. you have either reached a page that is Lihatrailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. you have either reached a page that is Lihatrailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. you have either reached a page that is Lihatrailable foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. Mdaiunpum Hemuitiiilraisa - e
kesempatan ini aku lamar anak perempuanmu, Senopati Kuda Swabaya
itu, untuk kujodohkan dengan Prabasiwi?"
Seketika gemeretak ruang pendapa rumah Pradhabasu yang
sederhana itu. Dyah Wiyat memandang Senopati Kuda Swabaya dengan
mata menyala. Sebaliknya, Senopati Kuda Swabaya berusaha menguasai
diri dari rasa tersinggung yang agaknya tak mungkin bisa ditahan, meski
ia berhadapan dengan Dyah Wiyat. Temenggung Macan I_iwung amat
kaget. Kanuruhan Gajah Enggon tak kalah kaget. Pradhabasu terhenyak
tidak mampu berbuat apa pun. Nyai Dyah Menur tak lagi duduk. Dengan
amat goyah, ia berusaha untuk berdiri. '
Wajah Raden Kudamerta tampak aneh. Raut mukanya merupakan
gabungan antara bingung dan rasa bersalah. Raden Kudamerta sama
sekali tidak mengira, istrinya bisa lepas kendali macam itu.
_ Senopati Kuda Swabaya punya jawabnya. Apa yang terjadi
sungguh berada dalam hitungan kejap dan tak terbayangkan oleh
siapa pun. Tak ada keraguan secuil pun ketika Senopati Kuda Swabaya
melakukannya. Tangkas tangan kanannya meraih kendi yang masih
berisi air, meski tinggal separuh. Dengan amat kuat, ia mengayunkan
kendi itu. Terbelalak Temenggung Macan Linsing. Dengan sigap, ia segera
melolos pedang dari berangka-nya. Dengan cekatan, Temenggung Macan
Liumng menyongsong kendi itu agar jangan sampai mengenai Ibu Suri.
Ternyata, Temenggung Macan Liwung amat terlambat untuk mencegah.
Akan tetapi, rupanya Senopati Kuda Swabaya tidak berniat menjadikan
Ibu Suri Dyah Wiyat sebagai sasarannya. Ayunan kendi itu melesat ke
atas menghajar tiang saka. Kendi itu pecah dan menempatkan Raden
Kudamerta basah kuyup oleh tumpahan air.
Bersamaan dengan itu, Senopati Kuda Swabaya kehilangan
keseimbangan tubuhnya dan terjamh. Lutut yang ditutupi kain agar
lukanya tidak tampak, menyibak. Dari pangkal luka yang belum sembuh,
darah mengucur. "Pergi!" bentak Senopati Kuda Swabaya lantang. "Pergi kalian
semua!" . - Qayhifltadia Untuk selanjutnya, hening sekali ruangan itu. Dyah Wiyat bergeser
mendekati suaminya dan menunmnnya keluar. Raden Kudamerta kehilangan
sebagian kesadarannya dan hanya bergerak mengikuti istrinya. Temenggung
MacanliwungbhlgungtakmhuharusmengambilundakanapaTemenggung
Macan Hwang beruntung karena Dyah Wiyat memberinya peninjuk.
"Aku tidak ingin peristiwa ini menyebar dan menjadi pembicaraan
siapa pun," ucap Dyah Wiyat.
Temenggung Macan Liwung mengangguk dan merasa lega karena
dengan demikian ia tak perlu melakukan tindakan yang merepotkan.
Bagaimanapun, harus mengambil tindakan terhadap Kuda Swabaya
sungguh akan menjadikannya serba salah.
Temenggung Macan Hening bertindak cekatan membagi tugas
pengawalan kepada para prajurit dan meminta semuanya untuk tutup
mulut. Temenggung Macan Liwung memberi ancaman yang tegas, bagi
siapa pun yang menyebarkan berita mengenai peritiwa tadi akan dicopot
dari kedudukannya. Meski penasaran, apa boleh buat para prajurit itu
harus menyimpannya rapat"rapat dalam hati.
Di dalam kereta kuda yang bergerak ke arah pulang, Raden
Kudamerta membongkar rasa bingungnya. '
"Kenapa kaulakukan itu?" tanya Raden Kudamerta. "Apakah kau benarubenar tersinggung oleh sikap anak itu?"
Dyah Wiyat ternyata tidak perlu menimbang lama untuk menggelengkan kepala. 'Tidak," jawabnya. _ Betapa heran suaminya. "Lalu, kenapa?" kejar suaminya. "Meski kedudukan dan derajau'nu
sangat tinggi, kau tidak layak menghina anak itu sedemikian kasar.
Sadarkah kau, kau telah melukai perasaan anak itu sangat dalam"
Bagaimanapun, Kuda Swabaya itu anakku."
Dyah Wiyat melihat napas suaminya yang tersengal. Dengan
bergegas, Dyah Wiyat menyentuh lengan Raden Kudamerta.
Malayapura HamaEpt' Meita ' 0
"Aku tidak berniat seperti itu, Kakang," kata Dyah 1Wiyat. "Aku
hanya melihat, tak mungkin Kuda Swabaya tergugah dan bangkit kecuali
ia merasa tersinggung."
Raden Kudamerta termangu sambil mengarahkan pandang matanya
lurus ke depan, ke arah hijau hamparan padi yang baru berusia sebulan
setengah. Namun, pikirannya tidak terarah ke hamparan hijau itu.
Warna merah darah dari luka di pangkal lutut itu sungguh mengganggu
benaknya. "Kauyakin?" tanya Raden Kudamerta.
"Aku yakin," jawab istrinya. "Yang dibutuhkan Kuda Swabaya saat
ini hanyalah sebuah kemarahan."
"Bagaimana jika dengan ketersinggungan itu ia justru merasa makin
tak berguna?" tanya Raden Kudamerta.
Dyah Wiyat termangu, pertanda ia sendiri mendadak ragu.
Guncangan yang terjadi masih belum terhapus bekasnya. Napas
Kuda Swabaya amat tersengal. Matanya jelalatan menahan amarah. Dyah
Menur memeluk anak lelakinya sambil menggerayangi dadanya dalam
upaya menenteramkan hati Senopati Kuda Swabaya yang terguncang
Pradhabasu kembali ke tempat duduknya dengan tubuh lunglai.
Di belakang Kanuruhan Gajah Enggon yang membeku sambil
sebelah tangannya memegang dagu, Dyah Pretiwi menatap tanpa
berkedip keadaan kakaknya yang tidak karuan. Temenggung Macan
Hening yang memutuskan tetap tinggal sambil menemani Kanuruhan
Gajah Enggon, berdiri bersandar tiang.
Setelah beberapa jenak waktu bergerak, Senopati Kuda Swabaya
berhasil menguasai diri. Pandang matanya tajam tertuju kepada
Temenggung Macan Liwung yang masih memegang gagang pedangnya.
Temenggung Macan Liwung bagai tersadarkan. Ia masukkan kembali
senjata dengan bentuk khas milik pasukan usus Bhayangkara itu ke
dalam Jantungku-nya. "Silakan, Paman," ucap pemuda itu.
You have either reached e page that is uneyeileble foryiewihg or reached youryiewihg Iirhitforthis
book. Mudahanpam Herawati-3% : .
menandainya dengan bergolak sangat mendadak. Denyut mengejut tidak
hanya dirasakan Temenggung Macan Iinmng yang sebagaimana Gajah
Enggon, tahu persis apa yang terjadi di masa lalu. Denyut mengejut
di rongga-dada itu lebih karena membayangkan apa yang dirasakan
Pradhabasu saat merasa telah tiba waktunya membongkar rahasia yang
telah lama dipendam. Yang paling kaget tentu Senopati Kuda Swabaya. Mulutnya terbuka
lebar dengan bola mata nyaris lepas dari kelopaknya. Dyah Pretiwi
bergegas mendekat. Gadis cantik itu sama sekali tidak menyangka bakal
mendapati kenyataan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kuda
Swabaya menoleh kepada ibunya. Namun, Dyah Menur telah lebih dulu
berlinang air mata. "Aku bukan ayah kandungmu. Raden Kudamerta justru ayah
kandungmu," ulang Pradhabasu.
Senopati Kuda Swabaya merasa tenggorokannya tiba"tiba lengket,
terganjal oleh isi buah kedondong yang tinggal seratnya. Untuk bernapas,
sulimya setengah mati, apalagi untuk berbicara. Yang bisa ia lakukan
hanyalah terbelalak. Matanya sangat melotot sampai pada derajat
mencemaskan. Jika Senopati Kuda Swabaya tidak segera mengendalikan
diri, mata itu bisa lepas dari kelopaknya. Lain lagi dengan Dyah Pretiwi.
Ia juga terbelalak. Akan tetapi, karena Pretiwi adalah gadis berwajah
cantik, saat terbelalak ia terlihat makin cantik. Seperti halnya Senopati
Kuda Swabaya, Dyah Pretiwi pun menunggu lanjutarmya. Pradhabasu
harus menjelaskan apa maksud ucapannya.
Pradhabasu pun melanjutkan dengan suara terukur, "Sebelum
menjadi istriku, ibumu adalah istri Raden Kudamerta dan telah memiliki
seorang anak, yaitu kamu. Keadaanlah yang menyebabkan ayah dan
ibumu berpisah sampai bertahun-tahun lamanya."
Pradhabasu akan melanjutkan kisahnya, tetapi Senopati Kuda
Swabaya tibaltiba mengangkat tangannya, meminta Pradhabasu berhenti.
Senopati Kuda Swabaya lalu memandang ibunya.
"Benarkah itu, Ibu?" tanya Kuda Swabaya tanpa suara.
. : 911121535113! Nyai Dyah Menur hanya membaca dari gerak bibirnya.
Dyah Menur mengangguk. Dyah Menur mengambil alih. Perempuan
tua yang masih menyisakan guratan raut kecantikannya itu, kemudian
mengajak Kuda Swabaya, Dyah Pretiwi, Kanuruhan Gajah Enggon, dan
Temenggung Macan Liwung untuk menjelajah kembali ke masa lalu.
Dengan berusai air mata, Dyah Menur mendongeng apa yang terjadi di
masa silam dengan biak-biakan tanpa ada bagian yang disembunyikan.
Pradhabasu melengkapi kisah itu dengan menceritakan bagaimana sikap
dan cara pandang Gajah Mada terhadap keberadaan Dyah Menur dan
Kuda Swabaya. Untuk melindungi Kuda Swabaya dari jangkauan Gajah
Mada, kisah itu disimpan rapat. Kepada Gajah Mada, Pradhabasu bahkan
mengarang cerita seolah Dyah Menur telah mati.
Lunglai Senopati Kuda Swabaya. Dyah Pretiwi terduduk.
& 48 Sang waktu bergeser melewati hari demi hari, menjadi saksi atas
semua kejadian. Kotaraja tampak tenang seolah tidak terjadi apa pun.
Apalagi, dalam sebulan terakhir ini udara mengalir sejuk. Mendung
sering muncul sebagaimana hujan juga sering turun. Segala kegiatan di
kotaraja berjalan dengan tenang sebagaimana biasanya. Geliat semua
pasar tak ada yang berubah.
Namun, tidak demikian di mata Temenggung Macan [insang. Di
balik suasana yang tenang itu, ia merasa yakin ada bahaya yang mengintai.
Temenggung Macan Liwung tidak menyimpan cemasnya sendiri. Ia
menyebar tanda bahaya ke semua jalur, termasuk pada semua kesatuan
prajurit di bangsal kesatrian masing-masing. Ke dalam pasukan khusus
Bhayangkara sendiri, ia telah menjatuhkan perintah untuk berada dalam
Madahgnpum Kuringgai-taksir ' '
Temenggung Macan Liwung mengangguk.
"Lalu, apa yang telah kaulakukan?" tanya Macan nuaing.
Sejak menyadari ada yang aneh pada Kabo Mudra dan sejak
diperoleh keterangan lebih lengkap bagaimana Dyah Bhirawa ikut
bermain dalam gerak unjuk rasa di istana kepatihan, Senopati Jayabaya
telah mengambil tindakan. Bersama-sama dengan Senopati Lembu
Pulung dan SenopatiiGajah Geneng, Senopati Jayabaya menggelar
sebuah gerakan. Bererapa orang prajurit sandi disebar untuk mengamatamati gerakan Senopati Mudra dan Senopati Bhirawa. Sebagai orang
yang amat kecewa berkaitan dengan nasib ayahnya, Senopati Bhirawa
merupakan orang yang sangat mudah dibina. Dengan imbalan sejumlah
uang, ia bisa mengerjakan pembunuhan pesanan.
"Aku bersama Lembu Pulung dan Gajah Geneng terus mengamatamati," jawab Senopati jayabaya.
"Bagus," kata Temenggung Macan Liwung. "Amati terus dan
salurkan keterangan apa pun yang kaumiliki kepadaku. Aku sependapat
denganmu, mereka layak dicurigai."
"Ya," jawab Jayabaya.
Temenggung Macan Liwung menguap oleh kantuk yang dalam .
beberapa hari ini dilawannya mati"matian. Telah dua malam, ia tidak
berani tidur karena selalu diganggu rasa cemas betapa sebuah bencana
bakal menimpa raja dan segenap kerabat keluarganya.
"Aku membutuhkan Gajah Sagara," tiba-tiba pembicaraan Macan
Iiumng berbelok. "Tolong salurkan perintah untuk menemukannya.
Suruh dia menghadapku sekarang."
"Ya," balas Senopati Jayabaya.
Senopati Jayabaya tak perlu melaksanakan tugas itu sendiri.
Kepada beberapa prajurit berpangkat paling rendah, Senopati Jayabaya
menyalurkan perintah. Merasa dibutuhkan Temenggung Macan Liwung,
Gajah Sagara yang saat itu sedang berenang di kolam latihan bergegas
mentas. Bagaikan tidak sabar, Temenggung Macan Iiwung ingin segera
. . (jajak Moab mengetahui laporan macam apa yang akan diberikan Lurah Prajurit
Gajah Sagara. "Bagaimana pendekatanmu dengan rombongan penari tayub itu?"
Macan Liwung bertanya. "Aku masih belum mendapatkan gambaran apa pun, Paman
Temenggung," Gajah Sagara menjawab. "Sudah tiga kali aku mengunjungi
mereka dan berhasil bergaul sangat rapat dengan mereka. Namun, sampai
sejauh ini, aku belum bisa menembus yang satu itu." _
Temenggung Macan Liwung memandang tajam.
"Rombongan tayub itu bisa berbahasa Sunda?" tanya Macan
Liwung lagi. Gajah Sagara menggeleng. "Sudah kautanyakan hal itu kepada mereka?" Macan Liwung
kembali bertanya. "fa," jawab Gajah Sagara. "Aku tanyakan hal itu secara tersamar
dan tak menarik perhatian. Aku menanyakan apa bahasa Sunda
aku mencintaimu. Yang aku tanya hanya tertawa geli. Dyah Ganitri
menggeleng. Ia tidak tahu. Rombongan penari tayub itu berbicara
menggunakan bahasa Jawa, bahkan sampai pada tingkat yang paling
halus yang aku tidak paham."
Macan ijung tersenyum. "Begitu?" Gajah Sagara mengangguk. "Itu artinya, telah kauungkapkan perasaanmu kepada pesinden
tayub itu?" pancing Macan Liwung.
Kembali Gajah Sagara mengangguk amat yakin.
"Apa jawabnya?" tanya Macan Liwtmg.
"Dyah Ganitri belum menjawab. Namun, jawaban itu aku peroleh
dari sikapnya," jawab Gajah Sagara.
You have either reached a page that is Uhayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirhitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirhitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirhitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirhitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirhitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirhitforthis
hook. Bimbingan Hawip'Bquya ' .
Dyah Ganitri akhirnya mengangguk.
"Senopati Mudra," jawabnya.


Gajah Mada Madakaripura Hamukti Moksa Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lurah Prajurit Gajah Sagara segera mengolah keterangan yang baru
diperolehnya itu. Benarkah Senopati Mudra yang melepas anak panah
atas nama cemburu" "Kautahu, Senopati Mudra sudah beristri?" tanya Gajah Sagara.
Ganitri menggeleng "Bagaimana jawaban yang kauberikan terhadap keinginan
Mudra?" "Aku tidak memberi jawaban apa pun."
Jawaban itu tidak membuat Gajah Sagara merasa puas. Gajah Sagara
bahkan tidak senang. "Bagaimana kalau kau disudutkan untuk menjawab dengan tegas,
kau mau?" Dyah Ganitri menggeleng, "Aku tidak akan mainhmain dengan
hidupku. Tentu aku tidak akan bersedia memenuhi ajakan itu."
Gajah Sagara memandang Ganitri lebih tajam, seolah berusaha
menembus isi otak lewat hitam bola matanya. Selanjumya, Gajah '
Sagara benar-benar gelisah. Berbagai pertanyaan yang mengganggu
amat membutuhkan jawaban dengan segera. Akan tetapi, jawaban itu
tak kunjung didapat. "Siapa Sebenarnya yang menjadi sasaran bidik anak panah itu" Aku
ataukah Dyah Ganitri" Benarkah aku yang menjadi sasaran atas nama
cemburu karena kedekatanku dengan Ganitri. Atau, jangan-jangan
Ganitri sasaran anak panah itu karena ada kaitannya dengan kecurigaan
Paman Temenggung Macan Liwung" Ia mata"mata Sunda yang harus
dilenyapkan" Mana yang benar?"
Semua pertanyaan itu tidak berjawab dan sangat mengganggu.
Lurah Prajurit Gajah Sagara berjalan mondar"mandir.
"Selain Kebo Mudra, siapa lagi?" tanya Gajah Sagara.
You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirnitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirnitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirnitforthis
hook. . ' Gaya"E Madi: rombongan penari tayub itu akan membongkar jaringan itu, meme
' bongkar siapa sesungguhnya rombongan penari tayub itu sekaligus
membongkar apa peran Senopati Kebo Mudra, juga membongkar peran
Senopati Dyah Bhirawa andai Senopati Dyah Bhirawa juga terlibat. Atas
semua kekhawatiran itu, Gajah Sagara harus dihadang jangan sampai
mengganggu mata-mata dari Sunda itu."
Jayabaya dan Gajah Geneng masih belum paham seluruhnya.
"Baru saja Gajah Sagara datang menemuiku. Ia belum menemukan
' petunjuk apa pun. Yang terjadi malah ada orang yangberusaha membunuhnya menggunakan anak panah. Ini anak panahnya," kata Macan Liwung
sambil memperlihatkan sebatang anak panah.
Jayabaya menerima dan memerhatikan anak panah itu. Jayabaya
mendapati bentuk anak panah itu berbeda dari anak panah yang biasa
digunakan pasukan Bhayangkara. Akan tetapi, prajurit dari kesatuan di
luar Bhayangkara menggunakan senjata itu.
"Pelakunya Mudra?" tanya Gajah Geneng.
"Aku menduga dia," balas Macan Liwung.
$ 51 _ Lurah Prajurit Gajah Sagara amat yakin, ayunan pisau yang
dilepasnya pasti melukai orang yang berniat membunuhnya semalam.
Lurah Prajurit Gajah Sagara merasa yakin, pelaku tindakan pengecut
itu adalah Senopati Kebo Mudra. Meski Senopati Kebo Mudra berhasil
melarikan diri, diyakini tubuhnya terluka. Namun, ketika pertemuan
terjadi keesokan harinya, Gajah Sagara bingung.
"Kenapa kau memandangku seperti itu?" tanya Kebo Mudra.
You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirnitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirnitforthis
hook. You have either reached a page that is Lihayailahle foryiewihg or reached youryiewihg Iirnitforthis
hook. . ' 9:1th Madi: Berdebar-debat Gajah Sagara melihat penampilan Laksamana Nala.
Di antara semua yang hadir, Nala berusia paling muda. Gajah Sagara
mengukur, usianya hanya terpaut sepuluh. tahun lebih muda dari
Laksamana Nala Sang Aryya Mandalika itu. Pakaian yang dikenakan
dengan selempang yang melintang di dada, menyebabkan Gajah Sagara
berangan"angan, seandainya dirinyalah yangmemiliki kesempatan seperti
Nala. Gajah Sagara melihat ayahnya duduk bersila bersebelahan dengan
Temenggung Macan Liwung dan Pasangguhan Gagak Bongol. Para
mahamenteri katrini hadir dengan lengkap. Dua dharmadyaksa duduk
di atas kursi masing-masing. Para uppapati dan panca ri wilwatikta tidak
ketinggalan hadir pula. Hanya beberapa jenak setelah semua pejabat penting istana
berkumpul, terdengar derap genderang yang menjadi pertanda Sang
Prabu akan hadir di tempat itu. Sang Prabu Hayam Wuruk didampingi
Permaisuri Sri Sudewi Paduka Sori berjalan anggun diiringi para dayang
yang memayunginya. Permaisuri Paduka Sori sangat menarik perhatian
karena kehamilannya. Dalam beberapa hari ke depan, Paduka Sori pasti
melahirkan" Lalu, akan lahir laki-laki atau perempuankah" Pertanyaan
itu selalu menggoda rasa ingin tahu sebab berkaitan dengan pergantian
kepemimpinan kelak di. kemudian hari. '
Lalu, benarkah yang akan dibahas dalam pertemuan itu adalah
penarikan kembali Gajah Mada untuk menduduki jabatan mahapatih
yang kosong, meski telah setahun lebih Gajah Mada berada di Tongas"
Pertanyaan itu juga tidak kalah "menggoda. Agaknya, yang dibahas
memang hal itu, menilik kehadiran Sang Maucanagari Aryya Mandalika'
Mpu Nala. "Semoga benar Paman Gajah Mada ditarik pulang," Sagara
berharap. Seiring dengan genderang yang ditabuh berderap, serentak para
_pejabat yang hadir memberikan sembahnya. Prabu Hayam 1Wuruk yang
didampingi Permaisuri melangkah masuk ke Balai Witana. Berjajar di
belakangnya., para Ibu Suri berjalan berdampingan dengan suami masingManakan'p'ura damainya . .
masing. Tiga Sekar Kedaton tak ketinggalan.. Penampilan mereka sangat
menarik perhatian karena cantiknya.
Suasana menjadi senyap dan penghormatan pun dihentikan ketika
derap genderang berhenti. Kini, waktu bicara sepenuhnya berada di
tangan Prabu Hayam Wuruk yang akan mengendalikan pertetnuan itu.
Prabu Hayam Wuruk batuk dibuat-buat. Suaranya terdengar
menggema hingga ke bagian pendapa paling luar. Dengan demikian,
bisa diukur, suara Sang Prabu cukup jelas terdengar oleh semua yang
hadir di Manguntur itu. Agar jangan sampai suara Sang Prabu tak
tertangkap dengan jelas, tidak seorang pun yang tahu di pasrahkan itu
yang dipantaskan berbicara sendiri-sendiri. Semua harus menyimak.
Tidak memerhatikan raja bisa dianggap melakukan perbuatan yang tak
pantas. "Paman Gajah Enggon," Prabu Hayam Wuruk menyebut nama
Kanuruhan Gajah Enggon. Gajah Enggan pun dengan sigap menyembah.
"Hamba, Tuanku," jawab Gajah Enggon.
"Beberapa pekan lalu, aku telah menerima usulanmu untuk '
memanggil kembali Paman Gajah Mada agar ia menduduki jabatannya
sebagai mahamantrimukya lagi. Aku minta Paman Kanuruhan
menjelaskan agar aku dan semua yang hadir mengetahui keadaan yang
sebenarnya." Agaknya, usulan untuk memanggil kembali Gajah Mada untuk
menduduki atas" kepatihan lagi menimbulkan gejolak. Ada pihak
yang setuju dengan pertimbangan tertentu dan ada pihak yang tidak
setuju dengan pertimbangan tertentu pula. Rupanya, para Ibu Suri tidak
memiliki keterangan sebelumnya bahwa sidang yang digelar mendadak
kali ini untuk membahas pemanggilan Gajah Mada. Ibu Suri Sri Gitarja
dan Ibu Suri Dyah Wiyat saling pandang. Senopati Dyah Bhirawa juga
benar-benar terkejut. Di sebelahnya, Senopati Mudra tak kalah kaget.
"Hamba, Tuanku," kata Kanuruhan Gajah Enggan. "Usulan itu
bukan asli berasal dari pribadi hamba. Usulan itu berasal dari hamba
You have either reached e pege that is uneyeileble feryiewing er reethed yeuryiewing limitferthis
book. "rou here either reethed e pege that is uneyeilehle feryiewihg er reethed yeurriewihg limitferthis
hoek. O-Ga'arm itu tiba, tugas-tugas kepatihan aku serahkan kepada Paman EnggonMulai
sekarang, Paman harus mulai banyak belajar dari Paman Gajah Madad"
Perintah telah dijatuhkan dan tidak ada perintah yang harus
_ dibatalkan. Sabda-pandhu rum," ucapan raja adalah hukum yang sekali
diucapkan langsung jadi dan tak boleh mencia"mencle.
Semua yang hadir di tempat itu terkejut mendengar perintah khusus
yang diberikan kepada Gajah Enggan itu. Serentak, pendapa Manguntur
dijejali pertanyaan, apakah hal itu merupakan isyarat bahwa kelak Gajah
Enggan yang akan ditunjuk menjadi mahapatih menggantikan Gajah
Mada" * Prabu Hayam Wuruk beranggapan isi pembicaraan di Mangunan itu
telah berakhir. Hayam Wuruk mengangkat tangannya sebagai isyarat akan
jbrgeardari ditangannya. Maka, sejenak kemudian terdengar genderang
yang dipukul berderap, isyarat bagi siapa pun untuk menyesuaikan
diri. Dipimpin Temenggung Macan Liwung, penghormatan diberikan.
Sejenak setelah itu, para Ibu Suri bangkit dari tempat duduk masingmasing mengikuti langkah Raja meninggalkan Tatag Rambat.
"Gila," desis Senopati Mudra kepada lelaki di sebelahnya.
Senopati Dyah Bhirawa menjawab dengan memonyongkan muiumya.
Namun, Senopati Dyah Bhirawa harus mengakui kegelisahan hatinya. Rasa
tidak nyaman pun muncul Kembalinya Gajah Mada diyakini kelak akan
menjadi bencana, menjadi sesak napasnya, menjadi penyebab rasa sakit di
. lambungnya, atau menjadi sebab keinginan muntah-muntahnya.
"Bagaimana cara menghadang agar jangan sampai Gajah Mada
kembali. Apa yang disampaikan Laksamana Nala itu semua omong
kosong belaka," kata Bhirawa dalam hati. .
m " pluit- I'll'l, Jawa, Hhu: tentang kekuasan tanpa batas yang dimiliki raja. Arti hal'flahnyl
mn" pendetarnjLMuaunHlusohsnynndalahnjnukbukhbukatasembanngmkuemapn
pun yang diucapkan hennuatan hukum
WWE" Mufasa ' . 52 Kuda Swabaya terkejut mendapati orang yang turun dari kereta
kuda itu. Orang itu benar-benar tidak diduganya, juga tidak pernah
dibayangkan akan datang mengunjungi rumahnya.
_ "Tuan?" kata Senopati Kuda Swabaya sambil berusaha berdiri dari
diagkfkyyu di halaman rumahnya.
laksamana Nala tersenyum lebar. Gajah Enggon yang menemani
laksamana Nala, tersenyum kepada Pradhabasu dan istrinya yang
muncul dari pintu. "Ini rumahmu?" tanya Laksamana Nala.
Senopati Kuda Swabaya berbinar-binar. Kunjungan Laksamana
Nala itu sungguh membuatnya terhibur.
"Benar, Tuan," jawab Senopati Kuda Swabaya.
Laksamana Nala beralih memberikan perhatiannya kepada.
Pradhabasu. Dengan amat hangat, Laksamana Nala menyalami
Pradhabasu. Nala tentu mengenal Pradhabasu dengan baik karena
pernah menempuh perjalanan bersama ke Sunda Galuh menjelang
Perang Bubat. "Selamat datang di rumahku," sapa Pradhabasu.
Laksamana Nala mengangguk.
"Sungguh merupakan sebuah kehormatan bagiku karena bisa
berkunjung kemari. Dengan demikian, aku tidak lagi punya utang. Aku
penuhi janjiku untuk berkunjung," kata Nala.
Dengan cekatan, Ki Sangga Rugi datang. Ki Sangga Rugi membawa
buah durian yang mulai berjatuhan di kebun rumahnya. Ki Sangga
Rugi menyelinap dan menyerahkan buah berduri itu kepada Nyai Dyah
Menur. You have either reached e page that is uneyeileble feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
book. atman-pm asmara sasa . . Apa yang disampaikan Laksamana Nala itu benar-benar
mengagetkan tuan rumah. Dyah Menur sampai harus menutup
mulutnya, sementara Pradhabasu mencuatkan alis. Pradhabasu lebih
kaget lagi mendapati anak lelakinya justru tertawa. Pradhabasu yang
berpikir keras akhirnya sadar bahwa apa yang diucapkan Laksamana
.Nala itu semacam guyonan yang hanya bisa dimengerti oleh yang
bersangkutan. ' "Kalau saat itu aku tak meloncat menyelamatkan, Tuan," balas Kuda
Swabaya, " tamu yang datang kali ini pasti tanpa kepala."
Laksamana Nala tertawa terkekeh, teramat geli. Pradhabasu merasa
lega karena apa yang diduganya ternyata benar. Dyah Menur yang
mengurut dada akhirnya bisa memahami guyonan yang aneh itu. Hanya
Dyah Pretiwi seorang yang menganggap guyon itu kebablasan.
Dan, guyon itu mendadak berhenti ketika Laksamana Nala berubah
bersungguh-sungguh. "Kedatanganku kemari adalah untuk menyampaikan sebuah tugas
kepadamu," kata Laksamana Nala. "Kuharap kau tidak kehilangan
semangatmu, meski sekarang kau telah berubah menjadi pendekar
buntung. Kau siap menerima perintah?"
Meluap isi dada Senopati Kuda Swabaya.
"Aku siap melaksanakan tugas yang Tuan berikan," jawabnya.Pradhabasu benar-benar terkejut. Dyah Menur mendadak merasa
tidak tenang. Pasangan suami istri itu sungguh sulit memahami,
bagaimana mungkin Kuda Swabaya dengan keadaan kakinya yang seperti
itu harus kembali ke medan perang" Apa tidak ada prajurit yang lain"
"Apa tugasku, Laksamana?" kata Kuda Swabaya tidak sabar.
Laksamana Nala berdiri karena Kuda Swabaya berdiri.
l"Hilda banyak medan perang yang masih harus kauhadapi. Namun,
tugas yang kuberikan kepadamu dan harus kaulaksanakan dalam waktu
secepatnya adalah kawin."
. - Gamma Agak terhenyak Senopati Kuda Swabaya. Pradhabasu dan istrinya
tak kalah kaget. "Kau harus punya istri," kata Laksamana Nala tegas. 1?"l."erserah
perempuan mana yang kauinginkan. Itu harus kaulakukan agar kaupunya
keturunan. Dengan beg'tu, akan ada atau yang menjadi garis keturunanmu
ketika tombak musuh tenggelam di dadamu. Aku tidak mau menjadi
orang paling bersalah jika kau gugur di medan perang dalam keadaan
tidak punya anak dan istri. Kau mengerti?"
Senopati Kuda Swabaya benar-benar bingung. Pradhabasu melirik
Gajah Enggon yang sibuk menyembunyikan senyumnya.
"Kau mengerti, Senopati Swabaya" Jawab yang tegas, kau mengerti
tugas apa yang harus kaulakukan?" tanya Nala.
Meski ragu, Senopati Kuda Swabaya akhirnya mengangguk.
"Kawin-tlah dulu, itu perintah. Setelah itu, kita akan berlayar kembali
ke Tumasek untuk menggempur orang-orang Tartar yang sering
berkeliaran tak jauh dari tempat itu."
Senopati Kuda Swabaya tidak menggeleng dan tidak mengangguk.
Perintah yang ia terima dari pimpinan Armada Perang Majapahit
yang sangat dikaguminya itu sungguh membingungkannya. Bingung
itu masih _belum lenyap ketika dengan tiba-tiba Laksamana Nala


Gajah Mada Madakaripura Hamukti Moksa Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpamitan. "Banggalah dengan keadaanmu sekarang," kata Laksamana Nala.
"Kalau masih ada yang meragukan pangkahnu, katakan kepadaku. Aku
yang akan menjelaskan kepadanya bahwa derajatmu sekarang bukan
senopati. Dengan apa yang telah kau perbuat di medan perang itu, kau
amat layak berpangkat temenggung. Jangan minder, banggalah dengan
keadaanmu." Meski terasa kecut, Senopati Kuda Swabaya berhasil tersenyum.
Pradhabasu merasa yakin, ucapan itu sebuah sindiran untuknya.
"Kami mohon pamit, banyak terima kasih untuk kelapa muda dan
duriannya," kata Laksamana Nala. '
You have either reached a page that is unayailable feryiewihg or reached youryiewihg limitferthis
book. You have either reached a page that is dhayailable feryiewihg or reached youryiewihg limitferthis
book. . - gaya;" araaa "Belum! Pretiwi belum punya calon suami."
Kuda Swabaya terkejut oleh jawaban yang lepas dari mulutnya itu.
Kanuruhan Gajah Enggan tersenyum memperoleh jawaban dari arah
belakangnya itu. Pradhabasu dan istrinya serentak mengangguk membenarkan. Di
tempatnya, Dyah Pretiwi tampak merah padam. Gajah Enggon tak bisa
menebak gejolak hati seperti apa yang ada di benak gadis itu.
"Untuk pertanyaan itu, sebenarnya aku sudah tahu jawabnya," lanjut
Gajah Enggan sambil tersenyum. "Selanjutnya., aku masih memiliki
pertanyaan susulan. Laksamana Nala bermaksud mengajak Pretiwi
untuk berumah tangga, apakah ia bersedia" Saat ini, laksamana Nala
memiliki seorang anak yang masih bayi dari istrinya yang meninggal
ketika melahirkan bayi itu."
Dyah Pretiwi bingung. Ia memandang ibunya dan beralih ke wajah
ayahnya. Dyah Menur bergegas mengambil alih pembicaraan, "Istri
Laksamana Nala meninggal?"
Kanuruhan Gajah Enggon mengangguk tegas.
"Ajakan berumah tangga yang ditawarkan Laksamana Nala itu lebih
dilatari kebutuhannya atas seorang istri yang tak hanya mendampingi
suaminya. Akan tetapi, juga membantu merawat anaknya."
Hening ruangan itu, amat hening. Pradhabasu mengarahkan
pandang matanya kepada Dyah Pretiwi. Akan tetapi, Dyah Menur
bertindak sangat bijak. Ia segera bangkit dan menuntun anak gadisnya
menuju ruang dalam. "Dyah Pretiwi minta waktu untuk memikirkannya," kata Dyah
Menur. Gajah Enggon mengangguk. Berdebar Dyah Pretiwi menghadapi kenyataan yang sungguh tak
terduga sama sekali itu. Pretiwi segera teringat pada mimpinya. Tanpa
sadar, Pretiwi mengelus betis kakinya.
%adhljpnpura Hmmm-fahra . .
Waktu yang bergeser lima bulan menyajikan banyak sekali cerita
.dan kejadian. Permaisuri Sri Sudewi Paduka Sori telah melahirkan
seorang anak perempuan yang cantik menggemaskan. Kelahiran anak
Prabu Hayam Wuruk itu disambut dengan sukacita oleh segenap rakyat
Majapahit. Anak yang terlahir perempuan itu diberi nMa Kusuma
Wardani" Semula, sebagian rakyat Majapahit ada yang agak kmewa.
Mereka berharap anak pertama raja adalah seorang laki-laki. Namun,
kekecewaan itu tak perlu terlalu dalam. Toh, masih ada kesempatan.
Paduka Sori masih bisa melahirkan anak lagi yang mudah-mudahan
laki-laki. Waktu yang bergeser menyajikan pula warta yang mengagetkan
Kanuruhan Gajah Enggan dan istrinya. Kali ini terkait dengan kenekatan
anak lelakinya. "Bagaimana, Kanuruhan?" tanya Dang Acarya Smaranatha dengan
tebal suara yang amat terjaga.
Kanuruhan Gajah Enggon balas memandang Smaranatha dengan
amat tajam. "Aku tidak bisa merestuinya, Bapa,". jawab Kanuruhan Gajah
Enggon. Dang Acarya Srnaranatha berusaha memahami. Akan tetapi, ada
sisi lain yang harus dilihat.
"Masalahnya," kata Smaranatha, "penari tayub itu telah hamil
dan Gajah Sagara sedang berusaha menjadi lelaki yang bertanggung
jawab."- Ucapan Dang Acarya Smaranatha itu tidak dengan serta- merta bisa
diterima Kanuruhan Gajah Enggon.
"Penari tayub itu perempuan murahan yang melayani banyak lakilaki. Lalu", kenapa Gajah Sagara yang harus bertanggung jawab atas
* 2" Kusuma Ward-nl. buah perkawinan Hayam Wundt dengan Sri Sudewi yang kelak kawin dengan
saudara sepupunya pula. Wikrama Wardana. Wikrama Wardana adalah buah perkawinan Dyah Nrttaja
Duhiteswari yang bergelar Bhre Pajang dengan Singawardanl
You have either reached a page that ia unayailable feryiewing er reached yeuryiewihg limitferthia
hoek. You have either reached a page that ia unayailable feryiewing er reached yeuryiewihg Iirnitferthia
hoek. You have either reached a page that ia unayailable feryiewing er reached yeuryiewihg Iirnitferthia
hoek. Madamnpare Henuli" Silakan ' .
akibat dari apa yang dilakukan Paman Gajah Mada. Kalau terbukti
benar mereka mata-mata Sunda Surawisesa dengan tugas khusus itu,
' aku akan berupaya menyadarkan mereka. Kalau mata-mata Sunda
Galuh benar ada, mereka tidak boleh dianggap melakukan tindakan
kejahatan. Apa yang dilakukan Majapahit yang tak bisa melindungi
tamunya jauh lebih jahat."
Gajah Enggon terperangah memperoleh jawaban yang bernas
itu. "Kau masih belum yakin, mereka itu mata-mata?"
"Belum," jawab Gajah Sagara.
"Menurut mereka, mereka berasal dari mana?" kejar Gajah
Enggon. "Hangawiyat." Gajah Enggon tersenyum. "Temenggung Macan Liwung telah mengirim orang ke Hangawiyat
dan mendapat jawaban yang tegas, tidak ada rombongan penari tayub
yang berasal dari tempat itu. Tak ada yang mengenal Dyah Ganitri.
Padahal, di mana pun selalu sama, nama pesinden lebih terkenal dari
seorang kanuruhan. Mengapa dari Hangawiyat hingga Madiun tak ada
yang mengenal rombongan tayup itu" Dari mana mereka berasal?" balas
Gajah Enggon. Gajah Sagara malah membenarkan ayahnya.
"'I'epat seperti dugaanku, mereka memang berasal dari Sunda
Galuh. Kalau memang benar dugaanku, tugasku adalah menyadarkan
mereka. Aku harus bisa menyadarkan Paman Umbang Prabaswa untuk
kembali saja ke Sunda Galuh dan tidak perlu melanjutkan niatnya. Dan,
aku tak perlu lagi merasa malu karena dengan demikian, terbukti Ganitri
bukanlah pesinden atau penari tayub yang sebenarnya. Aku juga merasa
bangga mengawini Dyah Ganitri karena dia perempuan dari Sunda. Tak
sembarang orang bisa mengawini orang Sunda, Sang Prabu pun gagal,"
jawab Gajah Sagara tangkas.
You have either reached a page that ia unayailable feryiewing er reached yeuryiewihg Iirnitferthia
hoek. You have either reached a page that ia unayailable feryiewing er reached yeuryiewihg Iirnitferthia
hoek. You have either reached a page that ia unayailable feryiewing er reached yeuryiewihg Iirnitferthia
hoek. Madukara-tufa Humthi' Sitoli" ' ..
dan mampu memasak berjenis-jenis makanan. Nyai Rahyi Sunelok
aampai terkaget-kaget mendapati makanan aneh yang dihidangkan
menantunya. Itu pun menjadi bagian yang harus diakui Gajah Enggon
yang amat doyan makan. Kini, kebahagiaan itu mampir pula di sebuah pedukuhan kecil
bernama Pilangsari. Hari itu, Prabasiwi sedang memetik dedaunan untuk
dimasak ketika ia merasa ada orang yang memerhatikannya. Prabasiwi
yang menoleh mengenali orang itu dengan baik.
Laki-laki tampan, laki-laki paling tampan menurutnya. Bisa
dibayangkan, ia pasti harus berjuang keras untuk bisa datang ke Pilangsari
yangterpencil. Bagioranglaimjatakdanmedanyang'sulitddaklah masalah.
Sebaliknya, amat bermasalah bagi lelaki yang hanya berkaki satu itu.
Prabasiwi mengucek"ucek matanya untuk mendapatkan keyakinannya. Akan tetapi, ia tak perlu menganggap apa yang ia lihat berada di
bingkai mimpi. Prabaaiwi telah mencubit tangannya dan dirasakannya
sakit. Itu pertanda kehadiran Senopati Kuda Swabaya' 1tu nyata, bukan
mimpi. Prabasiwi menyambut Kuda Swabaya dengan tersenyum.
"Aku datang untuk menjemputmu. Aku harus mengakui, aku lidak '
bisa hidup tanpa ada kamu di sebelahku."
Prabasiwi tidak perlu ragu untuk mengangguk. Prabasiwi meraaa
rangkaian ucapan pengakuan itu amat indah. Tidak ada keindahan yang
sanggup melebihi indahnya ucapan Kuda Surabaya yang membuatnya
amat tersanjung dan terbutuhkan itu. Aku tidak bisa hidup tanpa kamu,
adakah kalimat yang lebih indah dan itu" Tak ada, bahkan matahari yang
bersinar terang siang itu atau lekuk bukit di kejauhan sama sekali tidak
mampu mengalahkannya. "Kakang yakin?" tanya Prabasiwi.
"Aku tidak pernah merasa seyakin iru."
Prabaaiwi mendekat dan menyentuh tangan lelaki yang siang malam
telah menjadi penyebab banjir air matanya itu. Ke depan, Prabaaiwi tak
perlu menangis lagi. You have either reached a page that ia unayailable feryiewing er reached yeuryiewihg Iirnitferthia
hoek. You have either reached a page that ia unayailable feryiewing er reached yeuryiewihg Iirnitferthia
hoek. . - geram Desa demi desa telah dilampaui. _]apanan telah jauh berada di
belakang dan Pasuruhan makin dekat. Sang Prabu Hayam Wuruk
menikmati perjalanan itu, bahkan ia meminta berhenti di sebuah tempat
dekat Pasuruhan untuk mengenang sebuah peristiwa menyedihkan yang
terjadi puluhan tahun lalu. Di tempat yang ditandai sebuah tonggak
itulah, dulu pecah perang yang amat dahsyat antara Majapahit dengan
Lumajang karena hasutan Ramapati.
Sore membayang ketika Prabu Hayam Wuruk sampai di Tongas.
Perjalanan tidak mungkin bisa dilanjutkan karena Tongas disergap
datangnya malam. Macan Iiumng yang gelisah menyalurkan perintah
untuk memperketat pengamanan. Macan Liumng benar-benar gelisah
oleh sebuah alasan. "Kamu kenapa?" tanya Kanuruhan Gajah Enggon.
Amat berat tarikan napas Temenggung Macan Liwung. Macan
Liwung memerhatikan beberapa tenda yang telah dipasang. Tenda
yang paling besar dijaga delapan orang prajurit. Di tenda itulah, Prabu
Hayam Wuruk beristirahat. Terpisah dari tenda yang digunakan raja,
beberapa tenda yanglain juga didirikan. Tenda-tenda itu digunakan para
abdi, juga Nyai Gajah Enggon dan menantunya. Untuk Gajah Enggon,
Gagak Bongol, clan Macan Liwung sebenarnya telah disiapkan tenda
khususi Namun, para pejabat penting itu menolak. Sebagai prajurit
yang di sepanjang hidupnya terbiasa menghadapi medan berat, Gajah
Enggon, Gagak Bongol, dan Macan Liuning lebih senang tidur di tempat
terbuka. ' "Ada apa?" tanya Gajah Enggon melihat sikap Macan Liwung
yang aneh. ' Gagak Bongol bergabung. Macan Liwung siap dengan ceritanya.
**Sebeium berangkat," kata Gajah Enggon. "Aku telah menangkap
orang-orang yang aku curigai tercemar oleh mata"mata Sunda."
Gagak Bongol segera mengerutkan dahi.
"Tercemar?" . ' 9:1th ariadi: dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi dan sasaran utamanya tetap
Kakang Gajah Mada. Temenggung Macan Liwung punya cara pandang lain.
"Kemungkinan itu tetap ada," bantah Macan Liwung. "Kemungkinan
pelaku balas dendam itu menyusul dan sekarang sedang berada di
belakang juga ada. Kemungkinan pelakunya hanya seorang pun ada.
Pelakunya beberapa orang bisa pula. Pelakunya cukup banyak dan mereka
melakukan penghadangan atau penyerbuan terhadap Sapih juga ada.
Aku harus mewaspadai semua celah itu."
Sang waktu bergemk menapaki kodratnya. Temenggung Macan
Liwung menjadi orang yang paling tidak tenang. Firasatnya mengatakan,
bakal terjadi sesuatu. Macan Liwung merasa yakin, pihak yang berniat
melakukan balas dendam itu benarwbenar akan bergerak. Pelakunya
sedang menempuh perjalanan yang sama. Bisa jadi, pelakunya telah
mendahului atau membayangi dari belakang. Temenggung Macan
Liwung cemas Prabu Hayam Wuruk akan menjadi sasaran. Di istana,
barangkali mustahil mengaji nyawa raja. Namun, di tempat terbuka, anak
panah bisa dilepas dari jarak jauh tanpa harus khawatir bakal tertangkap
atau diketahui jati dirinya. '
"Belum tidur, Paman?" tanya Gajah Sagara.
Temenggung Macan Liwung tidak menoleh, perhatiannya terarah
ke perapian yang nyaris padam.
"Dudukiah," kata Temenggung Macan Liwung.
Gajah Sagara duduk di sebelah Temenggung Macan Liumng. Suara
mendengkur cukup keras itu terdengar lagi, entah dari mana.
"Bagaimana dengan istrimu?" Macan Liwung bertanya.
Pertanyaan itu menyebabkan Gajah Sagara tersenyum.
"Aku tidak menyangka, Paman," ucap Gajah Sagara. "Bahkan,
aku merasa semua bagaikan mimpi. Ayah dan ibuku yang semula tak
bisa menerima Dyah Ganitri, akhirnya bisa menerima. Bahkan, ibuku
. ' 9"th Mudi: akan menjadi bapak, aku niatkan untuk menjalani laku prihatin. Namu,
yang terjadi malah kebablasan. Akhir-akhir ini, aku sering karaoke.?"
Temenggung Macan Liwung mengangguk.
'fAku sangat mengandalkanmu." '
Tak tahan lagi menahan kantuk dan merasa Gajah Sagara bisa
diandalkan, Temenggung Macan Liwung memejamkan mata. Tidurnya
sungguh'tidur yang tak bisa tenang. Telinganya menjadi nagari" dan
kepalanya sering pusing. "Mungkin kecurigaanku saja yang terlalu berlebihan," kata
Temenggung Macan Liw1mg kepada diri sendiri setelah bangun.
Pagi berikutnya adalah pagi yang cerah. Rombongan itu siap melanjutkan perjalanan. Temenggung Macan Liwung mengatur persiapan dengan
saksama. Beberapa orang emban yang ikut dalam rombongan sibuk
menyiapkan sarapan menggunakan semua alat masak yang dibawa. Sang
Prabu juga mendapat kesempatan untuk mandi lebih dulu. Kebetulan,
tak jauh dari tempat itu ada sebuah sungai dengan air yang mengalir
jernih. Tenda yang bisa dibongkar pasang dengan cepat segera dikemas
dan dimmukkan ke dalam kereta peralatan.
Wakala matahari memanjat sedikit siang, rombongan itu pun
kembali bergerak. Perjalanan yang semula lurus ke timur, membelok
ke selatan setelah sampai di pedukuhan kecil bernama Tongas. Makin
lama, sejalan dengan jalanan yang menanjak, udara yang semula panas
berubah menjadi sejuk. Angin semilir menyegarkan, menyebabkan
segenap rombongan terlihat senang. Di dalam keretanya, Dyah Ganitri
dan mertuanya tersenyum sumringah. Dyah Ganitri merasa tidak salah


Gajah Mada Madakaripura Hamukti Moksa Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah merengek kepada suaminya minta diizinkan ikut. Semula, Lurah
Prajurit Gajah Sagara melarang karena khawatir perjalanan itu akan
menyebabkan gangguan pada kehamilan istrinya. Namun, ketika Nyai
Rahyi Sunelok minta ikut pula dan Gajah Enggon membolehkan, Gajah
Sagara tidak lagi menolak keinginan istrinya.
:" ", Jawa. sulit tidur, insunuiia
:" ".Jawn. pendengaran menjadi tajam dan gampang terbangun
You have either reeched e pege that is uneyeileble feryiewing er reeched yeuryiewing limitferthis
book. You have either reeched e pege that is uneyeileble feryiewihg er reeched yeuryiewihg limitferthis
hoek. . ' Gajian Mei: dengan lemah gemulai menari dan nembang. Dyah Ganitri merasa geli
sekaligus takjub melihat pemandangan itu.
"Kami gabungan penduduk Pamadan dan Saleces mengucapkan
selamat datang, Tuanku," kata Ki Buyut Saleces yang berdiri
berdampingan dengan Buyut Pamadan.
Hayam Wuruk tidak turun dari kereta kudanya. Dengan cermat dan
saksama, Macan Iiwung memerhatikan semua orang yang menggerombol
mengepung kereta Sang Prabu. Macan Liwung cemas ada orang yang
mendadak melakukan sesuatu yang membahayakan Sang Prabu.
Prabu Hayam Wuruk yang mengenali dua orang itu karena pernah
menghadap di istana, mengangguk.
"Masih jauhkah tempat bernama Sapih itu?" tanya Prabu Hayam
Wuruk. "Tidak seberapa jauh, Tuanku. Mari, silakan Tuanku melanjutkan
perjalanan. Kami, segenap rakyat Pamadan dan Saleces, akan mengiring
hingga ke pesanggrahan milik Tuanku Gajah Mada."
Perjalanan yang terhenti itu kembali bergerak. Namun, kini tak
bisa cepat. Berbagai buah-buahan yang dibagikan kepada para prajurit
dan disajikan untuk Prabu Hayam Wuruk, menyebabkan gerak itu
menjadi lamban dan gaduh. Gelak tawa terdengar di sana-sini. Lurah
Prajurit Gajah Sagara memberi sumbangan tawa yang sangat keras
karena mendengar sesuatu yang lucu. Dyah Ganitri yang sedang
hamil merasa terlunasi dendam kesumamya ketika menemukan buah
yang menyenangkan hatinya. Namun, mertuanya segera memberinya
peringatan keras. "Hati-hati makan buah itu, jaga bayimu."
Dyah Ganitri kaget. "Kenapa, Ibu?" tanya Dyah Ganitri.
"Durian dan nanas tidak boleh dimakan perempuan hamil. Durian
akan membuat bayimu kepanasan dalam perut dan menyebabkan
keguguran. Demikian juga dengan buah nanas."
Yeti here either reeched e pege that is uneyeileble feryiewihg er reeched yeuryiewihg Iirrtitferthis
hoek. Yeti here either reeched e pege that is uneyeileble feryiewihg er reeched yeuryiewihg Iirrtitferthis
hoek. Yeti here either reeched e pege that is uneyeileble feryiewihg er reeched yeuryiewihg Iirrtitferthis
hoek. Sitaahi'ianpure Humijiiituksa ' .
Gajah Mada membaca kewaspadaan yang luar biasa itu. Meski
ingin tahu, tidak ada yang bisa ia lakukan. Prabu Hayam Wuruk tampak
siap memulai pembicaraan. Semua orang menutup mulut supaya bisa
menyimak pembicaraan itu tanpa ada satu bagian pun yang tercecer dari
pendengaran. Dyah Ganitri duduk bersimpuh. Rahyi Sunelok memeluk
menantunya itu. Dyah Ganitri memandang sosok Gajah Mada dengan
mata berbinar. Selama ini, Ganitri hanya mendengar kebesaran nama Gajah Mada.
Kini, ia bisa melihat secara langsung nntjud Gajah Mada, sosok di balik
terbantainya Prabu Maharaja Linggabuana, Permaisuri Dewi Lara
Linsing, Sekar Kedaton Dyah Pitaloka Citraresmi, dan hampir seratusan
pejabat serta prajurit pengawalnya.
"Aku telah mengirim pesan melalui Paman Gajah Enggon," kata
Hayam Wuruk. Gajah Mada mengangguk. "Hamba, Tuanku," jawab Gajah Mada. "Hamba berterima kasih
menetirna anugerah atau ini. Selanjutnya, karena di nara anugerah Tuanku
ini telah berdiri pesanggrahan, dengan ini, hamba mohon izin untuk
menandai nian ini dengan nama Madakaripura."
Hayam Wuruk menyimak dengan penuh perhatian ucapan Gajah
Mada itu. "Telah lama hamba berangan-angan menamai tempat ini
Madakaripura. Hamba ingin Madakaripura irti bisa dimanfaatkan banyak
orang. Setiap hari, penduduk Pamadan dan desa-desa sekitarnya, juga
penduduk Saleces yang agak jauh, berkumpul membicarakan banyak hal,
saling bertukar pikiran dan pengalaman. Setahun waktu berjalan telah
banyak kemajuan yang diperoleh."
Sang Prabu mendengarkan cerita Gajah Mada dengan penuh minat.
Gajah Mada amat rinci bercerita bagaimana perjuangan yang harus ia
lakukan untuk mengubah tempat yang semula terpencil itu menjadi
seperti sekarang.]alan yang semula sempit dilebarkan sehingga tak hanya
kuda yang bisa lewat, tetapi juga kereta kuda. Sang Prabu Hayam lollfuruk
. ' 9921553!er mengerutkan kening ketika Gajah Mada menuturkan bahwa tempat itu
dulunya banyak dihuni hantu. Namun, hantu-hantu itu kemudian pilih
mengalah daripada harus berurusan dengan Gajah Mada.
Cerita kemudian bergeser ke bagaimana para penduduk tak jauh dari
Sapih berusaha mengubah diri untuk meraih kemajuan. Semua orang
kini bekerja keras penuh semangat dan tak memberi kesempatan secuil
pun untuk bermalas-malasan. Hasilnya, tak ada lagi masa paceklik, tak
ada lagi masa kesulitan pangan di musim tertentu.
Dari bagaimana ia bercerita, Gajah Mada terlihat sangat
menikmati kehidupan barunya. Setelah berbicara ke sana kemari,
tibalah saatnya bagi Prabu Hayam Wuruk untuk menyampaikan
kepentingannya. "Sebelum kelahiran anakku, Kusuma Wardani," kata Prabu Hayam
Wuruk. "Aku telah menggelar sidang di permulaan terbatas yang dihadiri
Pahom Narendra lengkap dan beberapa pejabat utama. Di peranakan
itu, Laksamana Nala memberikan pandangan yang tak dapat diabaikan.
Menurut Laksamana Nala, Majapahit mengalami banyak gangguan
di beberapa tempat karena Tartar terus berusaha menyelinap dan
melebarkan pengaruh. Oleh karena itu, aku telah mengambil keputusan
untuk mentintamu kembali menduduki tempat dan jabatantnu semula.
Dengan kekuasaanku, aku kembalikan jabatan yang selama ini melekat
kepadamu." Hening sekali pendapa Madakaripura. Raja Hayam Wuruk telah
menyampaikan keperluannya. Serentak, semua orang yang hadir di
tempat itu mengarahkan pandang matanya kepada Gajah Mada. Semua
orang ingin tahu apakah Gajah Mada akan mengangguk menerima
pengembalian jabatan itu sehingga tak perlu lagi dipanggil bekas
mahapatih. Ternyata", Gajah Mada tetap seperti dulu. Ia sosok yang mengedepankan hal yang lebih penting dan besar. Gajah Mada menerima tawaran
itu tanpa mengajukan syarat sama sekali.
"Hamba menerimanya, Tuanku," ucap Gajah Mada tegas.
You have either reeched e pege that is unetreileble feryiewihg er reeched yeuryiewihg Iirrtitferthis
hoek. You have either reeched e pege that is unetreileble feryiewihg er reeched yeuryiewihg Iirrtitferthis
hoek. Menarini-pwt: Humaid Mei,-ru ' .
berhasil menenggelamkan sebilah pisau melalui ayunan kilatnya tak kalah
kaget. Sementara itu, Pasangguhan Gagak Bongol berusaha menganggap
apa yang terjadi itu hanya mimpi. Namun, Pasangguhan Gagak Bongol
tidak berhasil. Kanuruhan Gajah Enggon dan Rahyi Sunelok yang bisa dipastikan
bakal kehilangan anak benar-benar merasa dunia telah kiamat. Gemetar
Nyai Gajah Enggon mendapati napas Gajah Sagara yang amat
tersengal. ' "Ibu, maafkan aku," ucap Gajah Sagara menjelang tarikan napas
pamungkasnya. Rahyi Sunelok benar-benar tidak tahu bagaimana cara menjawab
ucapan itu. "Ayah, maafkan aku," kata Gajah Sagara kepada ayahnya.
Sebagaimana istrinya, Gajah Enggon tak tahu pula bagaimana cara
menjawab. Dyah Ganitri yang jongkok, bangun sambil memegangi perumya
yang besar dengan usia kehamilan lebih dari enam bulan. Pandang mata
perempuan itu tertuju kepada Gajah Mada.
"Siapa sebenarnya kau?" pertanyaan itu muncul dari mulutPrabu
Hayam Wuruk Dyah Ganitri tidak menoleh, pandangannya tetap tertuju pada arah
yang sama. "Namaku yang sebenarnya Nenden Pritaya. Aku emban dari istana
Surawisesa. Aku emban yang selama ini bertugas melayani Tuan Putri
Dyah Pitaloka." Ucapan itu sungguh mengagetkan Gajah Mada dan cukup kuat
membuat Sri Baginda Narpati Hayam Wuruk terhenyak. Setiap kali
ingatannya digiring pada kenangan atas peristiwa Bubat, Prabu Hayam
Wuruk selalu gelisah. 1.1. ...; Hllll Il. ' " . _-"' . ' ' asar-"<=... "***-' ' -_.. - - - -'I
. - -.-____;;.-_'.1'-"i3;'-.f--'.'"- :? - -'-.':'..3?":'_':=_ ._ . ...-.. ': -' c"v : - u'r"n.). ".* C.," =-' ._ .r'
_. ._ _.-. _ .. .-. .. ._ , "___, .id-.:... . _ -_ _ . _.__ .Nc _____ ., ._____r..__ _ ),
.: ' Lal! . ' . ' . ' . " 'F-' . -T_:|.' ." ' ?" ' " ' 1'.1:'"_;b'1'. ..| _
: -'_ l. -., ". GAJAH MADA MADAKARIPURA HAMUKTI MOKSA Dengan kebebasan yang aku miliki, aku bisa-,- di mana ' dalam waktu lama
tanpa harus te oleh keinginan pulang. dari itu. aku ' apa yang
kulakukan itu menyempurnakan pilillm akhir hiclupl-tu dalam semangat Mukti
"399513. Biadab orang mengenanglm hanya "|?" " '_ .
diketahui siapa onngmnymukdikerabui'
turunnya. Biarlah Gajah Math hihngle _ -_' 3_-____:'liikinya. merta berubahbeutukmeuhkb !. -i'-"'-i'-f_;__
_ Mada yang tanpa asalvus
' r . urnya. dan tak diketahui'1-= . diketahui jejak telapak
ISBN era-3340" "' '
a rsaras son. l-f'l l'l-iJI .F ll . - "nifaseliauclou . J,...
.lln..Dr.5'upomp 23 Sulu 5"141
Tel. (aan :r'ifi in'-imunanga, 531.101?" '" asa"
i'li't'tlmasaraMcaiii e"mailitspmGtWeeih"aia"uifmd" - ' _."'- '
ll '] ' .. Anie _ . . ___. :_ .-_ _ _,. _ rm _ ?"-'H'F'" _ - - .__T". . ._. -. ;___ _. _::-' ._ __ .
_ " EH 'l'J-:'.' -1'|'..'.... ...-nl. - " _'-. ?" .'u-l' 1' . ' __. ' ' 1.3 ' ..4'. . .'. .,
'- -. - -._ -,---_- 4 _---._'-. Tl.-f.! ' Ifa. --- ..| :- .-.,._:*- . - .
__ __._ __ _ _ __ .-_.r-_"-__ __-. . _ __!_._ WS. ___ _ r__ _ __ . .. __|_i_:__1_ml"g__x _____. ._ __. ! .," ___"! Ir.-.I'Vl "___ 1_ __ _
. . .- -. . |. -. ,. __ n"." -.. -_...__ _ _- ,. -"' ' .
. ' _' "1. -__. ": :'ft'-."-E:'_L."v- :' ?" " "11" _ 5.1.1
L - . -_.,. ".a. . _... |.- . . ."|.__, ' |-_l| |...... . " l' . ' ' ..-- ?"". '_"'-'.?"' '.
Hati Budha Tangan Berbisa 14 Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 11

Cari Blog Ini