Patung Hok Lok Sioe Karya Okt Bagian 2
"Tua-bangka she Hok, djangan kau usil tugasku!" kata Tat Tjie kaku.
"Bongkar tihang dan tambang itu, mari kita pulang!" "Tunggu dulu! Kita pun mau melamar!" Itulah suaranja dua orang nona.
Dari luar pagar, di mana mereka mengasi dengar suara mereka, mereka berlari masuk.
Sinar matanja Tat Tjie dan Tat Giok, bagaikan kilat, menjamber kepada dua orang itu.
"Kamu mempunjai kenandaian apa?" tanja Tat Tjie.
sikapnja memandang enteng.
"Djikalau kepandaian kamu biasa sadja, tak usah kamu membuang-buang tempo kami!" "Kami mempunjai kepandaian jang tidak berarti, entah tjotjok atau tidak di matamu," sahut In Hong, suaranja merendah.
Ia memang sabar luar biasa.
"Segala circus ketjil!" kata Kat Po, jang beda daripada sau-darania.
"Apa kamu kehendaki, apa djuga ada!" Tat Tjie angkuh, dia mendjadi lebih angkuh lagi.
Mata Tat Tjie melotot kepada nona itu.
Di bawah perintahnja, semua orang mesti tunduk dan berlaku hormat.
Tapi orang ini bagaikan edan, dia mendjadi mendongkol.
Dia mau berkata pula, atau Hok Hong mendahului padanja.
"Apakah nona-nona pandai djalan di atas tambang?" tanja pemilik ini.
"Bukan melainkan djalan tetapi djuga berlari!" menjahut Kat Po.
"Hari ini kami nanti membuka pandangan kamu, maka pentanglah mata kamu lebar-lebar!" "Kamu memakai gala bambu atau pajung?" Hok Hong tanja.
Untuk mengimbangi diri, biasa tukang djalan di atas tambang memakai gala atau pajung.
"Tidak perlu gala, tidak perlu pajung!" kata Kat Po, jang terus mendjedjak tanah untuk berlompat naik ke atas tambang, jang tinggi sepuluh kaki lebih.
Dia berdiri tegak di atas tambang seperti dia berdiri di tanah.
"Bagus!" Hok Hong berseru.
Sebab orang lain biasanja naik dulu di tihang, sedang di atas tambang, dia mesti mengimbangi tubuhnja.
Tat Tjie dan Tat Giok membuka mata lebar-lebar.
Mereka lantas mengerti bahwa orang mempunjai kepandaian ringan tubuh jang mahir.
Mereka memandang dengan rada djelus.
Kat Po lantas mulai mengasi pertundjukan.
Ia lari pergi-datang, madju dan mundur.
Ia djuga mengasi lihat aksi lainnja, jang luar biasa, jang menarik hati untuk ditonton, hingga orang bersorak memudjinja.
Untuk ia, itulah peladjaran pertama jang ia peroleh dari gurunja, untuk membikin tubuhnja enteng dan gesit.
"Bagus! Bagus!" Hok Hong si pemilik memudji berulang-ulang.
Habis itu, Kat Po lompat turun.
"Apakah kepandaian sematjam ini akan membikin hilang muka circus kamu?" dia tanja.
"Belum ada pertundjukan jang melebihkan mahirnja ini!" sahut si pemilik, djudjur.
Dia girang sekali. "Bagaimana dengan nona itu?" "Dia menang banjak daripada aku!" djawab Kat Po.
"Djikalau begitu, tak usah dia diudji pula," kata Hok Hong.
"Kamu berdua aku terima bekerdja.
Sebentar malam kita akan naik kapal buat berlajar ke Canton, maka itu, kamu harus berada di pelabuhan Li Yuan kira kira djam 7.00 untuk naik kapal Hui Sing.
Kamu mendapat gadji seperti pegawai-pegawai kami golongan tingkat satu.
Apakah she dan nama nona- nona?" "Heng Boen dan Kwee Po," menjahut In Hong, jang memakai nama palsu jang mendekati nama mereka.
"Eh, Lao Hok!" Tat Tjie menjelak.
"Untuk menerima mereka bekerdja atau tidak, wewenangnja ada ditanganku sebagai direktur, bukannja kau jang mesti menetapkannja! Aku tidak puas untuk kepandaian main tambang dari dua wanita ini!" Biasanja Hok Hong tidak berani berbantah, akan tetapi hari ini, ia tidak mau mengalah.
Kepandaiannja Kat Po membikin ia gembira sekali, hingga dengan sendirinja keberaniannja pun muntjul.
Maka ia kata: "Aku minta kau djangan melupai bahwa akulah si pemilik.
Djikalau kau tidak setudju, nah, kau sendirilah jang main tambang!" Lantas dia bertindak pergi.
"Tuan direktur, di kapal kita bertemu pula!" berkata Kat Po, jang lantas berlalu bersama In Hong.
Kapal "Hui Sing" diborong oleh Ka Ka Roon Circus.
Semua binatang ditempatkan di gudang, di bawah.
Sebagian anggauta, berikut In Hong dan Kat Po, berkumpul bersama Hok Hong di ruang kelas empat.
Kho Tat Tjie dan kontjonja semua bertempat di kelas satu.
Kapal sudah lantas terumbang-ambing di tengah laut, menggeleser madju.
"Kita sekarang sudah berada di tengah laut," kata Tat Tjie pada adiknja.
"Bagaimana kita melemparkan si oranghutan palsu ke air?" "Biasanja muatan binatang ditempatkan di dek," kata Tat Giok, "dengan begitu mudahlah apabila kita hendak melemparkan sesuatu.
Sekarang semua binatang kita ditaruh digudang, sukarlah untuk kita mewudjudkan rentjana kita....." "Bagaimana habis?" tanja Tat Tjie, alisnja mengerut.
"Lee In dan anaknja ditempatkan di kelas satu, mereka mendjadi beban kita!" "Djangan bingung, serahkan mereka padaku," kata Tat Giok.
"Sesampainja di Canton, aku mempunjai dajaku! Aku hanja menjangsikan itu dua orang baru, jang pandai main tambang, bisa-bisa mereka nanti menjukarkan kita.
Aku lihat, baiklah kau merendah sedikit, kau tarik mereka ke pihak kita.
Atau kita pun memikirkan djalan untuk menjingkirkan mereka itu........." "Merendah kepada mereka?" tegaskan Tat Tjie.
"Tidak bisa! Nanti aku bereskan mereka!" Dan ia mengertak gigi.
Sementara itu In Hong dan Kat Po, jang bergumulan di kelas empat, lekas djuga telah mengikat persahabatan sama semua anak komidi, hingga mereka mendapat tahu, Tat Tjie biasa berlaku keras dan bengis, bahwa dua anggauta tukang main gelang api, Thian Kang dan Thian Hay, berikut Boe Tjian Kin, semua jalah orang-orang kepertjajaannja Tat Tjie sang direktur.
Botjah itu bernama Tjian Poet Kie, dia beladjar di bawah pimpinan Thian Kang dan Thian Hay.
Ibunja Poet Kie bekerdja sebagai tukang tjutji atau tukang mendjahit dengan upah atau gadjinja tidak ketentuan, bergantung sama pembajarannja masing-masing anak komidi jang pakaiannja ditjutjikan.
Baru satu tahun ini, Tat Tjie memperlakukan baik pada mereka ibu dan anak, hingga mereka ditarik dalam rombongan si direktur, sebagaimana mereka pun dapat tempat di kelas satu.
Orang djuga menerangkan, Tat Giok meninggalkan rombongan selama tudjuh atau delapan bulan, katanja dia pergi untuk mempeladjari kepandaian mendidik andjing, guna menambah atjara pertundjukan, katanja dia menumpang tinggal di rumah kakaknja jang perempuan.
Tjiehoe-nja, jahah suami kakaknja itu, adalah guru pendidik andjing jang kenamaan di Shanghai.
"Dia baru sadja kembali," achirnja ia dikasi keterangan.
In Hong lantas mengerti keadaan dalam circus ini.
Orang terpetjah dalam dua rombongan.
Rombongan Tat Tjie dipanggil "Kho Pay," dan rombongan Hok Hong, "Hok Pay." Rombongan si pemilik jang lebih lemah, jang kena tertindih, hingga Hok Hong sendiri tak terketjuali.
Mengenai usuhanja mentjari si pentjuri dan pembunuh, In Hong merasa ia sudah madju baik.
Setibanja di Canton, di pelabuhan telah menanti orang jang menjambut.
Inilah sebab kedatangan rombongan circus ini ada atas undangannja seorang dagang jang berusaha djuga di kalangan tontonan.
Tat Tjie dan Tat Giok memeriksa tanah lapang di mana mereka bakal berdiam dan membuka pertundjukan.
Mereka lantas mengatur tenda, besar dan ketjil, pula tempat binatang liar.
Kedua partai dipisahkan dengan pagar bambu.
Ruang binatang liar djuga dipisah dari Hok Pay.
Ada maksudnja kenapa Tat Giok mengatur demikian rupa.
Canton ada daerah dengan hawa udara hangat, maka itu, semua anak komidi tidak usah mentjari penginapan, tjukup dengan mendirikan pelbagai tenda atau gubuk darurat.
Begitulah In Hong dan Kat Po, mereka mendapat sebuah gubuk sendiri.
Karena pertundjukan akan dimulai lagi tiga hari, semua orang lantas repot bekerdja, membangun tenda dan mengatur lainnja.
In Hong dan Kat Po tak usah bekerdja, maka itu mereka dapat kesempatan akan bermain-main dengan empat pelawak.
Begitulah mereka pergi ke sebelah kanan tegalan di mana ada pemisahan batas pagar bambu.
Dari pagar ini orang bisa melihat tenda- tendanja pihak Kho Pay serta tenda jang mendjadi kandang binatang liar.
Di pagar situ ada digantung pemberitahuan:
Tempat ini berbahaja, dilarang orang masuk ke mari! Anak komidi sendiri pun dilarang ketjuali ada perkenan dari Tuan Direktur! Di pintu pagar ada jang djaga, jalah Boe Tjian Kin, Khoe San, Khoe Hong, Thian Kang dan Thian Hay, dengan bergantian.
Ketika itu gilirannja Boe Tjian Kin.
In Hong mendapat akalnja, ia mengandjuri keempat pelawak berdjenaka, untuk mengganggu si pendjaga pintu.
Katanja, ia dan Kat Po jang nanti bertanggungdjawab.
Kebetulan keempat pelawak itu tidak puas terhadap Tjian Kin, jang suka menindas mereka, suka mereka mengatjau.
Demikian, dengan berpura-pura tidak melihat larangan, mereka merobos ke arah pagar.
"Hai, kamu buta ja?" bentak Tjian Kin.
Dia mementang kedua tangannja, guna mencegah.
Keempat pelawak itu nerobos terus, mereka pada menjelundup.
Satu pelawak kena disambar, dia tertangkap, terus dia dilempar tinggi.
Sjukur dia sudah terlatih, waktu dia djatuh ke tanah, djatuhnja berdiri, dia tidak kurang suatu apa! "Saudara Boe!" berkata In Hong, jang mendekati orang kuat itu, "kami mau melihat-lihat ke dalam, sukalah kau mengasi kami lewat........." "Apakah kau buta?" Tjian Kin membentak pula, sikapnja bengis.
"Apakah kau tidak lihat pemberitahuan di pagar itu?" "Tuan Direktur melarang orang luar, bukan orang dalam," kata In Hong sabar.
"Kamu boleh masuk, mustahil kami tidak?" "Karena.........
karena........." kata Tjian Kin, jang tidak dapat bitjara, sebab ia tidak mempunjai alasannia.
"Heng Boen, buat apa melajani dia mengobrol?" Kat Po tegur kawannja.
Ia masih ingat nama palsu In Hong.
"Sjukur kalau dia mau minggir, kalau tidak, hadjar padanja!" "He, kamu suka berkelahi?" tanja Tjian Kin, menjeringai.
"Baik, mari kita membuat perdjandjian! Aku suka kasi diriku dihadjar tigapuluh kali, djikalau aku roboh, nanti aku idjinkan kamu masuk ke mari!" "Saudara Boe toh dapat dipertjaja?" tanja In Hong.
Sedang Kat Po sudah bernapsu sekali.
"Tentu!" djawab Tjian Kin.
"Baiklah, aku akan menghadjar kau," kata In Hong, tetap tenang.
"Tidak usah aku menghadjar sampai tigapuluh kali, tjukup dengan tiga kali sadja........." "Heng Boen, djangan hadjar tubuhnja, hanja kepalanja!" Kat Po memberi tahu.
Nona ini seperti membuka rahasia orang, Tjian Kin kaget dan heran.
Kenapa si nona ketahui bagian tubuhnja jang lemah itu" Ia lantas ingat orang dengan siapa itu malam ia bertempur, si wanita kosen.
Ia melihat muka orang berbeda tetapi lainnja mirip semua.
"Aku memberi batas kepada tubuh sadja!" ia kata pada In Hong.
Ia tetap bertjuriga dan terus berpikir, mengingat-ingat Kwee Po.........
"Baiklah, batas tubuh sadja!" kata In Hong.
"Aku tidak nanti menjerang kepalamu! Sekarang kau berdirilah dengan tegak!" Tjian Kin lantas berdiri tegar sekali, ia memasang kuda-kuda satu kaki di depan dan satu lagi di belakang.
"Silahkan!" katanja njaring, menantang.
In Hong madju satu tindak.
Ia tidak menindju, hanja dengan telundjuk kanan ia menotok pundak si orang kuat.
Kelihatannja ia tidak menggunai tenaga, sedang sebenarnja, ia menggunai itu.
"Aduh!" Tjian Kin mendjerit.
Ia merasakan pundaknja itu sangat sakit.
Ia mentjoba menahan. "Bagus! Hajo lagi!" ia menantang pula.
In Hong ketahui tenaga orang besar sekali dan tubuhnja pun kuat, dengan tindju belum tentu ia berhasil, sengadja ia memakai djeridji tangan.
Ia djuga memilih pundak, di bagian jang tidak membahajakan djiwa.
Sekarang ia menjerang untuk kedua kalinja, kembali ia menjerang pundak kiri.
"Aduh!" Tjian Kin berteriak lebih keras.
Tanpa tertahan lagi, dia roboh.
"Orang kuat dirobohkan! Orang kuat dirobohkan!" keempat badut berseru-seru, seruannja itu rata dan berlagu.
Rombongan Hok Pay mendengar seruan itu, mereka tertarik hatinja, mereka lantas memburu keluar dari tenda mereka.
Dari pihak Kho Pay lantas muntjul Thian Kang bersama Thian Hay, Khoe San dan Khoe Hong.
Mereka itu melihat kawannja roboh, mereka malu dan penasaran.
Mereka membawa sendjata mereka, untuk menghadang di pintu pagar.
"Dengan orang kuat ini aku telah membuat perdjandjian," kata In Hong, sabar dan halus suaranja.
"Dia berdjandji, kalau dia kena dirobohkan, dia suka mengidjinkan kami masuk.
Maka itu saudara-saudara, sukalah kamu membagi djalan!" Khoe San dan Khoe Hong mentjekal tjambuk kulit pandjang tudjuh-delapan kaki tebal kira setengah dini.
Itulah tjambuk peranti mereka mendidik singa dan harimau, sudah lama mereka menggunai itu sebagai sendjata mereka jang istimewa.
Dengan tjambuk itu, mereka lompat kepada si nona, untuk menjerang.
In Hong berkelit. Maka dengan bersuara keras, kedua tjambuk itu menghadjar tanah, debunja mengepul naik, tanah itu membekas.
Terhadap singa atau harimau, tjambuk itu berpengaruh sekali, terhadap In Hong, sebaliknja.
Thian Kang dan Thian Hay berlompat madju.
Mereka sama-sama memegang pisau belati pandjang dua kaki, jang tadjam luar biasa.
Mereka menikam Kat Po. Nona ini berkelit, lantas ia melawan, maka itu, mereka djadi bertempur.
Dua saudara Thian liehay ilmu silatnja, mereka djuga bersendjata, lantas mereka dapat mendesak sampai lawannja kewalahan dan tjuma bisa berkelit.
Dua saudara Khoe penasaran, mereka mendesak.
Tjambuk mereka itu, ketjuali dipakai menjabet, djuga digunai untuk melibat leher atau kaki.
Tjoba In Hong tidak ringan tubuhnja, ia tentulah sudah kena disamber roboh.
Hanjalah, atas desakan dua lawan, ia tidak dapat merangsak mendekati mereka itu.
Rombongan Hok Pay menonton dengan membuat sebuah lingkaran tersendiri, mereka bergelisah.
Mereka mengharap In Hong dan Kat Po jang menang tetapi buktinja, seperti jang mereka saksikan, kedua nona itu terdesak, keadaannja terantjam.........
Sambil saban-saban berkelit, In Hong memperhatikan tjara menjerangnja kedua lawannja itu.
Mereka mempunjai sistim sendiri.
Sistim mereka akur dengan sistimnja dua saudara Thian.
Kalau Khoe San menjerang dan ia berkelit, di sana Thian Kang dengan pisau belatinja menikam Kat Po.
Atas itu, Kat Po berkelit.
Djusteru itu, Khoe Hong menjerang Nona In.
Di saat In Hong berkelit, maka Thian Hay berbareng menjerang Kat Po.
Demikian seterusnja, Khoe San menjerang, dia disusul Thian Kang, dan kalau Khoe Hong mentjambuk, dia diikuti Thian Hay.
Rapat penjerangan mereka itu.
Setelah memperhatikan tjara pengepungan itu.
In Hong mulai bersiul. Dengan begitu ia memberi isjarat kepada Kat Po, mengadjari bagaimana kawan ini harus bertindak.
Segera djuga datang tjambuknja Khoe San.
In Hong lompat berkelit. Kali ini ia tidak menjingkir seperti biasanja tadi.
Ia djusteru lompat ke arah Thian Hay.
Ketika itu, Thian Kang menikam Kat Po.
Kat Po mestinja berlompat ke tempat kosong, tetapi sekarang dia menjingkir ke samping Khoe Hong, dengan begitu, keduanja menukar haluan, mereka menukar siasat.
Tjara ini membingungkan keempat lawan mereka.
In Hong lompat kepada Thian Hay.
Dia ini mau menjingkir tetapi tidak keburu, dia kena ditendang pada lengannja, pisau belatinja terlepas dan mental tinggi, djatuh ke tanah, ketika dia sedang kaget dan gelagapan, dia ditendang pula.
Maka robohlah dia, rebah di tanah sambil merintih! Kat Po terlambat dua sekon dari In Hong untuk tiba di dekat Khoe Hong, akan tetapi untuk menjerang ia belum kasip.
Ia tidak semurah hati kawannja.
Ia lantas menindju dengan sekuat tenaganja.
Khoe Hong mau berkelit, tetapi dia masih terlalu ajal, walaupun dia tertindju tidak telak tetapi dia toh merasakan sakit pada pundaknja dan matanja kegelapan, dia merasa dirinja terputar, segera dia djatuh terbanting dengan tak sadarkan diri.
Khoe San dan Thian Kang melihat saudara-saudara mereka roboh, mereka menjerang dengan terlebih sengit, akan tetapi sekarang mereka satu lawan satu, meski djuga mereka menggunai sendjata, mereka tidak bisa berbuat banjak seperti tadi, tidak sadja keadaan tak seimbang, mereka malah kalah angin.
Begitulah, baru selang dua-tiga menit, bergantian mereka kena dibikin mentjium tanah.
Sjukur untuk mereka, lawan-lawannja tidak madju terus untuk menghabiskan djiwa mereka.
Pihak Hok Pay bersorak-sorai.
"Tjambuknja Khoe San dan Khoe Hong tidak ada tandingnja di kolong langit ini!" berkata keempat pelawak, menggoda.
Mereka pun beraksi. "Pisau belatinja Thian Kang dan Thian Hay liehay luar biasa! Sajang hari ini nasib mereka buruk, djadi bukannja kepandaian mereka jang bangpak!" "Memang! Hari ini mereka bertempur tanpa memeriksa kitab Lak Djit!" "Kalau begitu, biarlah mereka memeriksanja! Mereka boleh pilih hari jang baik, nanti mereka datang bertempur pula!" "Mereka tidak bakal dapat memilih hari jang baik! Tidak untuk selama-lamanja! Mereka djanganlah membikin kita malu sadja!" Semua edjekan itu membikin sesak dada Khoe San dan Thian Kang, mereka gusar tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa mereka telan kemendongkolan mereka itu.
Dengan apa boleh buat, mereka memanggul saudara-saudara mereka jang tak berdaja itu, untuk dibawa masuk ke "daerah terlarang." Rombongan Hok Pay mengurung In Hong dan Kat Po, mereka bernjanji dan bersorak-sorak, mereka berdjingkrakan saking girang dan puas.
Khoe Hong tetap penasaran.
Tiba di dalam, ia membuka pintunja dua ekor orang-hutan, jang tinggi dan besar, jang romannja galak sekali, hanjalah, karena binatang itu terpelihara lama dan terdidik baik, keduanja mengerti maksud pelatihnja.
Khoe Hong merasa pasti, dalam seratus bagian, tudjuhpuluh bagian kedua binatang itu mendengar kata-katanja.
Oleh karena hatinja lagi panas, tanpa pikir-pikir lagi, ia mengasi keluar dua binatang liar itu.
Ia tidak mau ingat bahwa mungkin kedua binatang itu mentjelakai lain orang.
Jang ia kehendaki jalah agar keduanja membinasakan In Hong dan Kat Po, djuga beberapa pelawak jang dianggapnja sangat mendjemukan itu.
Kedua oranghutan itu lantas mengasi dengar suaranja jang menjeramkan, mulut mereka dipentang, mengasi lihat gigi mereka jang besar dan tadjam.
Keduanja tinggi kira2 sembilan kaki dan tenaganja besar limaratus kati lebih.
Keduanja mengikuti pelatihnja itu keluar dari batas pagar.
Boe Tjian Kin jang rebah di tanah di luar pagar belum berbangkit ketika ia melihat oranghutan itu, saking takutnja, ia lantas merajap bangun, untuk lari sekeras-kerasnja.
Segera djuga rombongan Hok Pay melihat kembalinja Khoe Hong beserta dua ekor binatang liar itu, mereka pun takut, sambil berseru-seru, mereka kabur serabutan.
Maka sekedjab sadja, di situ tinggal In Hong berdua Kat Po.
Khoe Hong madju di muka, ia masih mentjekal tjambuknja.
Ia mendekati In Hong, untuk segera menjabet, ketika si nona lompat berkelit, ia terus menjabet Kat Po.
Dia ini djuga berlompat menjelamatkan dirinja.
"Dasu! Dasu!" Khoe Hong mengasi dengar suaranja, tanda untuk binatangnja itu madju menjerang.
In Hong mengenakan kemedja kuning muda demikianpun warna tjelana djasnja, dan Kat.Po memakai serupa pakaian hanja warnanja putih, maka itu, mereka gampang sekali dikenali, maka djuga kedua binatang itu, jang mengerti maksud pelatihnja, segera madju untuk menubruk masing-masing seorang nona.
In Hong berkelit, ia bebas dari terkaman.
Untuk ke- dua kalinja, ia diserang pula.
Sangat gesit binatang liar itu.
oranghutan jang lainnja menjerang Kat Po.
Dia gagal, sebab nona itu pun berkelit.
Dari itu, dia mengulangi serangannja.
Kali ini keduanja berada dekat satu dari lain.
Dua-dua In Hong dan Kat Po merasakan kesulitan.
Mereka tidak bersendjata.
In Hong pun tidak membekal panah-pendeknja, jang ada dua rupa, jalah jang satu dipakaikan obat membikin tenaga beku, jang lain direndamkan obat beratjun.
Terpaksa mereka melajani dengan tangan kosong.
Mereka djuga sungkan lari.
Mereka menginsafi, djikalau mereka menjingkir, dua oranghutan itu mungkin akan menjerang lain orang.
Kat Po kalah tenang dari In Hong.
Ia mulai mendjadi bingung.
In Hong, jang tenang luar biasa, tetapi sangat lintjah, masih sempat memperhatikan kawannja.
"Kwee Pou, ingat!" ia memperingati....
Berlakulah tenang!" "Dasu! Dasu!" Khoe Hong sebaliknja mengandjurkan dua "pahlawannja," supaja kedua oranghutan itu menjerang lebih hebat.
Mereka ini tidak bisa menindju tetapi tangan mereka kuat, kuku mereka tadjam sekali.
Tjelaka siapa kena ditjakar atau ditjengkeram.
Tjelaka siapa kena dipeluk untuk digigit! Itu djusteru tjara berkelahi jang sukar dilajani.
Kat Po kewalahan. Kegesitan lawan binatang itu membuatnja sukar menindju atau menendang.
Lantaran terlalu sering berkelit atau berlompatan, ia mulai mandi keringat, hingga napasnja mulai memburu djuga.
In Hong pernah menindju punggung si oranghutan, akan tetapi kenanja tidak telak.
Binatang itu tidak sadja kuat sekali, djuga dia pandai berkelit.
Tindju melesat di punggungnja, jang dagingnja keras-keras empuk.
Dari pihak Hok Pay, ada beberapa jang datang pula, untuk menonton.
Mereka hanja mendjauhkan diri.
Mereka ini berkuatir melihat Kat Po, jang kena terdesak lawan binatang itu.
Beberapa kali nona ini hampir kena ditjengkeram.
In Hong turut berkuatir djuga.
Ia melihat kawannja terantjam sedang ia sendiri tidak mendapat kesempatan untuk membantui.
Ia sendiri lagi didesak oranghutan musuhnja itu.
Binatang itu penasaran tidak dapat menjengkeram orang, dia gusar dan berulang-ulang mengasi dengar suaranja jang menjeramkan.
Empat kali In Hong ditubruk saling-susul, ia senantiasa beikelit dengan berlompat, ketika ia ditubruk untuk ke-lima kalinja, ia berlompat lebih djauh lagi, hingga ia terpisah djauh djuga dari binatang jang seperti kalap itu.
Orang-orang Hok Pay jang menonton itu berkuatir bukan main mendapatkan si nona terdesak demikian rupa, selagi hati mereka berdebaran, lantas mereka melihat tubuh In Hong terhujung dan oranghutan itu lantas lompat menubruk!
Khoe Hong bersorak melihat si nona ditubruk.
Boe Tjian Kin bersama Thian Kang dan jang lainnja pun turut menjaksikan pertarungan manusia lawan binatang jang kipa itu, mereka girang hingga ada jang bersorak sambil berdjingkrakan.
Tapi In Hong tidak kena ditubruk.
Ketika tubrukan datang, ia menggulingkan diri untuk terus berlompat bangun.
Itulah tipu silat "Lee hie ta teng," atau "Ikan gabus meletik." Ia menggunai siasat ketika ia jatuh.
Itulah djatuh bikinan. Selagi tengkurap, tangannja meraup debu.
Begitu ia lompat bangun itu, begitu ia disusul pula, tetapi kali ini, tempo ia berkelit, ia mengajun sebelah tangannja, maka menjamberlah debu jang tergenggam di dalam tangannja itu! Biarnja dia sangat tjeli dan gesit, oranghutan itu tidak dapat berkelit dari serangan debu itu, jang boleh dikatakan mirip dengan serangan kosong, sebab tangan si nona tak sampai kepada kepala atau tubuhnja.
Dia mendjadi kaget dan gelagapan, mata kanannja dirasakan perih.
Dia gusar, dia mengutjak matanja jang kelilipan itu! Biar bagaimana, inilah perintang baginja, maka tempo dia menerkam pula kawannja, dia bergerak kurang leluasa.
In Hong sebaliknja. Djusteru ia diterkam, ia berkelit seraja mengajun tangannja jang lain.
Patung Hok Lok Sioe Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka lagi sekali debu menjambar.
Maka kedua-dua matanja oranghutan itu kelilipan, repot dia mengutjak-ngutjak matanja itu! In Hong telah mendapatkan ketikanja, tanpa ajal lagi, ia berlompat ke belakang musuh, untuk menotok seperti tadi ia menotok Boe Tjian Kin.
Ia menggunai dua djarinja, telundjuk dan tengah.
Untuknja, totokan djauh lebih berbahaja daripada tindju.
Ia pun menotok pinggang di mana ada bagian jang lemah.
Tapi oranghutan itu ulet sekali, dia tidak roboh, dia hanja mendjadi kurang kegesitannja.
Karena ini, dia kena ditotok pula pinggang kirinja, hingga dia terhujung.
Dia masih dapat bertahan, dengan serampangan dia menubruk musuhnja.
"Kwee Pou, mari kita bertukaran!" In Hong berkata kepada Kat Po.
"Binatang lawanku ini telah terluka!" Sembari berkata begitu, In Hong berlompat ke arah Kat Po, kepada oranghutan, jang ia tindju punggungnja, guna membikin binatang itu gusar dan ganti menerkam padanja.
oranghutan itu benar gusar, dia berbalik menerkam.
Kat Po menghela napas lega, ia lantas menghampirkan lawannja In Hong, guna menggantikan melajani musuh jang telah terluka ini.
Ia sudah lelah tetapi sekarang ia dapat bernapas.
Ketika itu tibalah Kho Tat Tjie bersama Kho Tat Giok dan Hok Hong, jang baru kembali habis bepergian.
Si pemilik, jang hatinja lemah, lantas mendjadi ketakutan.
"Lekas panggil balik dua oranghutan itu!" ia berkata pada Kho Hong.
"Lekas kasi masuk ke dalam kurungannja! Nanti terbit onar!" Khoe Hong tidak menggubris madjikannja itu.
"Dasu! Dasu!" bahkan dia terus mengandjurkan binatangnja.
"Lao Kho, apakah artinja ini?" Hok Hong menoleh kepada Tat Tjie.
"Lekas suruh kedua binatang itu dikurung!" Tat Tjie berlaku tenang, dengan asjik ia menjedot sigaretnja.
"Bukankah kau sendiri jang membilang kedua nona itu liehay sekali?" direktur ini kata, membaliki.
"Biarlah mereka berlatih terhadap kedua oranghutan itu! Mungkin kita nanti mentjatat ini matjam pertandingan untuk atjara kita!" "Mana bisa manusia melawan binatang liar!" kata Hok Hong, bertambah bingung.
"Mereka pasti terantjam ketjelakaan.
Lao Kho, tolonglah mereka....." Tat Tjie terus mengepul-ngepulkan asap sigaretnja.
Ia tidak memperdulikan si pemilik atau peseronja itu.
Ia hanja menoleh kepada Kho Hong, untuk memasang omong, ia seperti telah mendjadi tuli dengkak.
In Hong tidak bersendjata, sulit untuk merobohkan atau mengalahkan oranghutan itu.
Maka ia memikir akal pula.
Lantas ia ingat, pisau belatinja Thian Hay, jang tadi ia kena tendang hingga terpental.
Sembari berkelahi, diam-diam ia memasang mata.
Di sana ada sendjata tadjam itu, jang belum sempat disingkirkan.
Lantas ia bekerdja. Ketika ia diterkam, ia berkelit, habis berkelit, dia berlompat, untuk lari ke pinggir pagar.
Di sana terletak pisau belati itu.
Ia membungkuk untuk memungutnja.
Ia dikedjar, lagi- lagi ia ditubruk.
Seperti biasa, ia berkelit, terus ia lari kembali ke tengah gelanggang.
Ia berlari-lari, mengasi dirinja diburu oranghutan itu, jang telah mendjadi seperti kalap saking gusarnja.
Binatang itu, dalam penasarannja, menerkam pula.
Dengan sebat In Hong berkelit.
Sekarang ia bukannja berlompat djauh.
Ia melainkan menggeser sedikit tubuhnja, tjuma untuk membebaskan diri.
Berbareng dengan itu, tangannja melajang, menjamberkan pisaunja ke pinggang binatang itu.
Tepat tikamannja ini! oranghutan itu kaget dan kesakitan, dia berlompatan.
Dia djadi semakin gusar. Lantaran dia tidak roboh, dia berbalik untuk menerkam pula.
Darah keluar dari lukanja itu.
In Hong berlari-lari pula.
Ia menikam demikian rupa hingga pisau nantjap di pinggang.
Dengan berlari-lari, ia hendak mentjabut pisau itu.
Pula, dengan terluka dan mengeluarkan darah, tenaganja binatang itu bakal lekas mendjadi berkurang.
Terus In Hong main berkelit.
Ia berhasil dengan siasatnja ini.
Tepat binatang itu mulai lelah, ia berhasil mentjabut pisau belati itu.
Maka selang lagi beberapa menit, sendjata itu sudah bisa ditantjapkan lagi beberapa kali di tubuhnja.
Maka achir-achirnja, robohlah oranghutan itu, napasnja empas-empis, menantikan kematiannja.
Sampai itu waktu, barulah Khoe Hong dan Kho Tat Tjie mengambil tindakan, untuk menghentikan pertempurannja Kat Po dengan oranghutan jang sakit matanja itu.
Mereka gagal dengan niat mereka mentjelakai kedua nona, mereka bahkan rugi binatang kesajangan itu, jang harganja mahal dan telah terlatih sempurna djuga.
In Hong berdiam untuk beristirahat.
Kat Po ada demikian letih, dia sampai tidak dapat segera menggeraki pula tangan dan kakinja.
Tapi mereka toh gembira. Kawan-kawannja, jalah pihak Hok Pay, lantas mengiringi mereka kembali ke tenda mereka, di mana mereka mengadakan sematjam pesta kemenangan.
Kho Tat Giok tjerdas sekali.
Ia mentjurigri keras Heng Boen dan Kwee Pou masuk ke dalam circus karena sesuatu maksud.
Begitulah ia memanggil Boe Tjian Kin ke tendanja.
"Lao Boe," katanja, "ketika itu hari kau pegat Sie Tjiang, kau bilang bahwa kau telah dirintangi seorang nona jang kosen.
Apakah kau kenali nona itu" Bukankah dia salah seorang dari antara Heng Boen dan Kwee Pou?" "Aku pun tjuriga," menjahut Tjian Kin.
"Aku tidak melihat tegas mukanja nona itu tetapi dia mirip sekali dengan Kwee Pou..............." Tat Giok lantas berpikir.
Keras ia merabah-rabah. Achirnja dahinja berkerut.
Lalu ia mendjadi sangat sengit sendirinja.
"Inilah hebat!" kata ia kemudian.
"Tjelaka benar! Tahukah kau, siapakah Heng Boen dan Kwee Pou itu ?" Tjian Kin menggeleng kepala.
"Aku tidak tahu," sahutnja.
"Merekalah In Hong dan Kat Po si pembentji kedjahatan!" kata Tat Giok.
"Merekalah si bandit wanita jang terkenal, Oey Eng dan Pek Kek!" Tjian Kin terkedjut, dia lantas lari keluar, untuk pergi memberi kabar pada Tat Tjie.
That Giok bersenjum melihat berlalunja si orang kuat.
Nona ini telah mempunjai rentjananja sendiri.
Semendjak ia mendapat tahu Sie Tjiang gagal ditjelakai Tjian Kin, karena ditolong seorang nona tidak dikenal, ia sudah menukar rentjananja.
Ia mulanja bekerdja sama Tat Tjie, sang kakak.
Sekarang ia mau bekerdja sendiri.
Ini sebabnja mengapa ia melarang dibunuhnja Sie Tjiang.
Ia takut nanti didjebluskan ke dalam pendjara umpama kata Kat Po menjusul dan menolongi Sie Tjiang, atau kalau bukti-bukti kematian Sie Tjiang dapat dipetjahkan Kat Po dan In Hong.
Ia tidak memikir pula untuk membinasakan pemuda tampan she Eng itu.
Sebaliknja, meski mesti menentang kakaknja, ingin ia menolongnja.
Ia penudju anak muda itu, jang ia ingin djadikan suaminja! Djikalau tidak ada sesuatu halangan lain, Sie Tjiang akan mendjadi achliwaris Seng Yoe Tek.
Itulah berarti harta besar.
Bagaimana manis kalau ia mendjadi isteri Sie Tjiang jang berharta itu" Maka djuga Sie Tjiang dipakaikan sarung binatang, untuk mentjegah dibinasakannja.
Tat Giok memikirkan djalan untuk menolong dan membebaskan pemuda itu.
Terhadap Tat Tjie dan kawan-kawannja, ia tidak takut.
Ia merasa nanti mendapat djalan untuk membebaskan diri dari mereka itu.
Hanja sekarang, ia mesti berhadapan sama In Hong jang ia malui.
Karena ini, ia telah memikir untuk lekas-lekas dapat membaiki Sie Tjiang.
Djikalau ia berhasil, baginja itulah kemenangan terachir.
Malam itu, dalam kesunjiannja kubu-kubu Ka Ka Roon Circus, Tat Giok berdandan dengan mentereng sekali.
Diam-diam ia pergi ke tenda binatang liar.
Ia membuka kurungan si oranghutan palsu.
"Tuan Eng, hendak aku menolongi kau," ia berkata, perlahan.
"Lekas kau keluar." Sie Tjiang heran.
Ia pertjaja betul bahwa ialah sisa mati.
Karena pengaruhnja obat gagu, ia tetap belum bisa bitjara.
Pertjuma ia hendak mengutjapkan sesuatu.
Ia mendengar suara orang, ia tidak dapat melihat tegas orangnja.
Di dalam gelap-gulita, ia melainkan melihat suatu bajangan tubuh jang langsing.
Ia menduga kepada In Hong atau Kat Po, karena itu, ia lantas merajap keluar dari kurungannja.
Ia mengikut waktu ia diadjak memasuki sebuah tenda jang terperlengkap mewah.
Tenda itu terang sekali. Medja dan kursinja dapat dilipat, demikian djuga pembaringannja.
Tapi Sie Tjiang tidak sempat memperhatikan itu, ia hanja mengawasi nona penolongnja.
Dialah bukannja In Hong atau Kat Po.
Bahkan ia mendjadi terperandjat.
Ia mengenali Kho Giok Hoan, si wanita tjantik jang mendjadi budjangnja Seng Yoe Tek.
Ia memangnja djeri terhadap wanita itu, jang ia anggap bagaikan kala atau ular berbisa.
"Seharusnja aku menolongi kau sedari siang-siang akan tetapi sajang sekali, ketikanja tidak ada, barulah sekarang ini.
Aku menjesal sekali, aku minta sukalah kau memberi maaf....." Sie Tjiang berdiam.
Taruhkata ia mau bitjara, suaranja tak akan keluar.
"Aku pertjaja," kata pula si nona, tetap manis, "kau tentunja heran melihat aku berada di dalam circus ini." Sie Tjiang tetap membungkam.
Giok Hoan ingat bahwa orang tidak dapat bitjara, maka ia menarik latji medjanja untuk mengeluarkan kertas dan potlot, jang mana ia kasikan kepada anak muda itu.
"Kau menulislah supaja kita dapat bitjara!" Sie Tjiang mengangkat tangannja, jang merupakan kuku tjengkeraman, ia mentjoba mendjepit potlot itu.
walaupun tidak leluasa, ia paksakan djuga menulis: "Aku melihat kau main ajunan setinggi empatpuluh kaki, maka tahulah aku bahwa kau mempunjai kepandaian jang luar biasa.
Djusteru karena kepandaian kau itu, aku mendjadi bertjuriga atas dirimu.
Pasti ada maksudmu maka kau bekerdja sebagai budjang di rumah Yoe Tek.
Aku menduga kaulah jang mentjuri tiga patung mustika itu serta membunuh Pek Hoa........." "Aku minta kau djangan salah mengerti," si nona segera memotong.
"Memang, aku bekerdja pada keluarga Seng dengan suatu tugas." Ia hendak menjelimuti maksudnja jang sebenar-benarnja itu.
"Akan tetapi aku kena dipengaruhi kawan-kawanku dan titah mereka itu tidak dapat aku tentang.
Tapi tugas itu aku lakukan sampai di batas hanja memberikan segala kabaran sadja.
Aku tidak tjampur soal pentjurian dan pembunuhan itu, untuk itu ada orangnja jang lain." "Siapakah dia?" Sie Tjiang menulis pula.
"Aku tidak tahu. Mereka tidak memberitahukan itu kepadaku.
Aku telah dipaksa berdiam di rumah keluarga Seng itu sebagai mata-mata, aku melakukan itu dengan merasa sangat tersiksa...." Ia mengasi lihat roman berduka.
"Maka itu ketika mereka telah mentjuri mustika dan membunuh nona Seng, lantas aku mengambil keputusan untuk berontak, guna membebaskan diri dari pengaruh mereka........." Airmatanja Tat Giok lantas meleleh turun.
Ia tjantik, sekarang ia menangis, romannja demikian sedih, ia nampak harus dikasihani.
Di antara liang matanja si oranghutan, Sie Tjiang melihat tegas nona ini, maka maulah ia pertjaja bahwa dia benar-benar sudah dipengaruhi kawan- kawannja, bahkan ia mau pertjaja djuga benarlah si pentjuri dan si pembunuh jalah lain orang.
"Djikalau begitu, keliru aku menjangka kau, Njonja Kho," tulisnja.
Diam-diam girang Giok Hoan, jang tindakannja jang pertama telah memperoleh hasil.
Ia bertindak terlebih djauh.
"Djangan panggil aku Njonja, panggil sadja nona," ia kata.
Ia mau maksudkan bahwa ia belum menikah, bahwa ia masih perawan.
"Ketika malam itu mereka hendak membunuh kau, untuk didjadikan umpan singa dan harimau, aku bingung sekali, tidak tahu aku bagaimana harus menolong kau, maka dalam keadaan terdesak itu, aku terpaksa masuki kau ke dalam sarung oranghutan ini........." "Kenapa kau minumkan aku obat gagu?" Sie Tjiang menulis pula.
"Tanpa berbuat begitu, tidak nanti mereka suka mendengar perkataanku.
Tapi djangan kau takut, kekuatan obat itu tjuma untuk satu bulan, selewatnja itu kau bakal dapat bitjara pula seperti biasa.
Kau tahu, selama di dalam pelajaran, beberapa kali mereka hendak melemparkan kau ke dalam laut, saban-saban akulah jang mempergunakan pelbagai akal mentjegahnja.
Demikian aku dapat melindungi kau.
Karena perbuatanku ini, sekarang aku ditjurigai mereka, aku dituduh berchianat.
Sekarang aku terantjam bahaja.
Mereka itu jalah orang-orang jang biasa membunuh manusia tak berkedip mata........." "Bukankah Tat Tjie itu kakakmu?" Sie Tjiang tanja dengan tulisannja.
"Bukan saudara kandung.
Semendjak masih ketjil sekali aku dirawat ibunja.
Umpama kata aku berchianat terhadapnja, tanpa sangsi-sangsi dia bakal membunuh aku!" "Habis, bagaimana sekarang kau hendak menolongi aku" Kau sendiri terantjam bahaja!" tulis pula si anak muda.
"Besok malam mereka itu bakal menghadirkan pesta, maka baiklah kita menggunai ketika itu untuk lolos dulu dari tangan mereka," menjahut si nona.
"Aku memikir untuk kita menjingkir ke propinsi Inlam, sedikitnja buat beberapa bulan.
Makin djauh kita pergi, makin baik.
Perlahan-lahan sadja kita memikirkan daja-upaja jang sempurna untuk menghadapi mereka itu........." "Kenapa kita tidak mau pergi pada polisi untuk minta pertolongan?" Sie Tjiang menulis, menanja.
Itulah pendapatnja jang paling sederhana.
"Pertjumalah tindakan itu.
Telah aku bilang, pengaruh mereka sangat besar.
Kau toh tidak mempunjai sesuatu bukti untuk menuduh mereka, bukankah?" "Kalau begitu, kenapa kita mesti menjingkir ke Inlam, bukannja ke Shanghai?" "Kita mesti menjingkir ke suatu tempat jang mereka tidak dapat duga, supaja tak dapat mereka mentjari kita.
Tidak demikian, kita lolos tetapi kita tidak bebas dari antjaman mereka.
Djadinja kita terus berada dalam bahaja, jang tak dapat kita djaga atau tjegah.
Malam itu pun, djikalau tidak seorang nona menolongi kau, pasti sudah kau terbinasa di tangannja si orang kuat Boe Tjian Kin! Bukankah pepatah membilang, "Seribu tahun dapat kita mendjadi bangsat, tidak seribu tahun kita bisa mendjagai pendjahat" Kau seorang pintar, kau tentu mengerti maksudku ini." "Nona jang menolongku malam itu jalah Kat Po, adik seperguruan dari Nona In Hong jang kesohor," Sie Tjiang menulis mendjelaskan.
"Mereka jalah sahabat- sahabatku."
"Djikalau mereka sahabat-sahabatmu, mengapa lambat sekali mereka menolongi kau?" Tat Giok membaliki.
"Mungkin mereka lagi sibuk mentjari aku.
Aku pertjaja mereka bakal menolong aku!" Sie Tjiang menuliskan kepertjajaannja.
"Ah, djangan kau bermimpi!" bilang si nona.
Ia lantas berpura-pura menghela napas berduka.
"Kedua nona gagah itu telah berpisah dari dunia jang fana ini, bahkan matinja pun dalam tjara sangat hebat dan menjedihkan...." Sie Tjiang terperandjat "Apa?" tulisnja.
Itulah semengga-mengganja tjoretan jang dia dapat bikin.
"Boe Tjian Kin berenam telah menjembunjikan diri di luar rumah In Hong.
Mereka menanti sampai djauh malam di waktu mana kedua nona itu baru pulang.
Dengan lantas mereka menembak dengan berbareng.
Setelah selesai tugas mereka, mereka lantas pergi menghilang.
Besoknja aku batja dalam surat-surat kabar halnja In Hong dan Kat Po terbinasa ditembaki orang-orang djahat jang tidak dikenal, bahwa tubuh mereka tertembak mirip liang-liang sarang tawon.
Kau pikir, mereka jang gagah masih dapat dibinasakan setjara demikian, bagaimana lagi dengan kita berdua?" Tat Giok bitjara dengan beraksi bagus sekali.
Sukar untuk tak mempertjajainja.
"Apakah kau merasa pasti kita bakal dapat lolos besok malam?" Sie Tjiang tulis.
"Besoklah ketika jang paling bagus.
Dan kita tidak dapat melepaskannja," menjahut si nona.
"Maukah kau turut aku menjingkir" Segalanja telah aku atur." Kabur tidak bisa, bitjara tidak bisa djuga.
Ingin ia dapat keluar dari selubung kulitnja itu, untuk dapat bergerak dengan leluasa, guna mengendus udara segar.
Maka itu tanpa banjak pikir lagi, ia menerima baik tawaran itu.
Tat Giok girang bukan kepalang.
Rentjananja jang nomor dua telah memberi hasil.
Demikianlah malam itu, sambil menanti malam jang ditunggu-tunggu, Sie Tjiang tetap berdiam di dalam kerangkengnja.
Ia pertjaja ia bakal lekas bebas dan kabur.........
Besoknja siang, Tat Tjie semua mengadjak Tat Giok berunding.
Mereka tidak tahu bagaimana harus menghadapi In Hong, dari itu, mereka minta bantuannja nona ini jang tjerdik.
Mereka pun tanja bagaimana mereka harus bertindak guna menjingkirkan Sie Tjiang serta Lee In ibu dan anak.
Mereka belum tahu bahwa nona ini telah mempunjai rentjananja sendiri.
"Bukankah sebentar malam pemilik tanah mengundang kita serta Hok Hong menghadirkan pestanja?" Tat Giok tanja.
"Habis pesta, selagi berdjalan pulang, baiklah kamu membudjuk hingga Hok Hong suka pesiar malam, berputar-putar dengan oto.
Kamu mesti bikin agar Hok Hong jang memegang setir.
Di lain pihak, kamu mesti atur agar Thian Hay bersama Khoe Hong dapat membawa Lee In dan anaknja menantikan di suatu tempat sepi di tepi djalan.
Selagi mendekati tempat itu, Hok Hong mesti diandjurkan menambah gas.
Tepat di saat oto lari keras, Thian Hay dan Khoe Hong mesti melemparkan Lee In dan anaknja ke tengah djalan, hingga tubrukan tidak dapat dielakkan tagi, hingga mereka itu pasti mendjadi setan-setan djalanan.
Thian Hay dan Khoe Hong mesti segera menjingkir, untuk membiarkau Hok Hong jang bertanggung-djawab sendiri.
Dengan tjara demikian, lenjap ibu dan anak itu serta Hok Hong bakal mendekam di pendjara buat sepuluh tahun atau lebih.
Dengan begitu djuga, hak circus jang separuhnja lagi dengan sendirinja terdjatuh ke dalam tangan kita! Tidakkah ini bagus?" "Bagaimana andaikata ada jang mentjurigai Thian Hay dan Khoe Hong tidak turut menghadiri pesta?" tanja Tat Tjie.
"Mereka telah menempur In Hong dan Kat Po, mereka mendapat luka di dalam, apakah itu bukannja alasan?" balik tanja Tat Giok.
"Bagaimana dengan In Hong dan Kat Po?" "Itulah gampang.
Di waktu pertundjukan, atas nama direktur, kau paksa mereka main tambang tinggi limapuluh kaki.
Tentu sadja, tihangnja mesti diolah dulu, jalah gergadji di sana-sini tetapi mesti dibikin tak terlihat atau tak terkentarakan, umpama ditjat dengan rapi.
Mereka mesti disuruh naik dengan berbareng.
Di dalam tempo jang pendek, tihang tentulah patah dan roboh.
Tidak peduli mereka itu liehay sekali, djatuh dari tempat tinggi limapuluh kaki, mereka pastilah tidak akan bisa hidup lebih lama pula!" Pikiran ini diterima dengan kegirangan.
Maka dua kali sudah Tat Giok telah memperoleh kemenangan.
"Sekarang bagaimana dengan Sie Tjiang?" orang tanja pula.
"Serahkan dia padaku.
Sebentar malam aku tidak turut ke medan pesta.
Aku akan melakukan sesuatu jang terahasia guna membikin dia lenjap tanpa bekas tanpa bajangan!" berkata si nona, sikapnja sangat bersungguh-sungguh.
"Daja apakah itu kau hendak pakai?" Khoe San menanja.
"Namanja sudah rahasia, sudah tentu tidak dapat itu didjelaskan sekarang!" djawab si nona.
"Pendek kata, kalau nanti kamu kembali dari medan pesta serta selesai tugas kamu, kamu akan mendapatkan Sie Tjiang sudah lenjap, tubuhnja telah mendjadi abu jang entah terbang ke mana....."* Tentu sekali nona ini mau maksudkan Sie Tjiang telah terbang bersamanja ke Inlam! "Bagus!" seru Tat Tjie.
"Si Giok banjak akalnja, pasti dia dapat melenjapkan Sie Tjiang!" Kakak ini pun pertjaja sangat adiknja jang tjerdik itu.
Tat Giok mengatur rentjana untuk kawan-kawannja itu, dengan demikian, ia berbareng pun membuatnja mereka masuk dalam perangkapnja.
Djikalau mereka itu berhasil, untuknja tidak ada bahajanja, bahkan ada kebaikannja.
Kebinasaan Lee In dan anaknja jalah keinginannja.
Umpama mereka berhasil separuh, ia masih menang, sebab Sie Tjiang telah tergenggam olahnja.
Selama di tengah djalan atau di Inlam.
ia pertjaja ia akan terus dapat mempengaruhinja.
Ia pertjaja betul, tidak nanti ada orang jang dapat membuktikan dialah si pentjuri mustika dan pembunuhnja Pek Hoa.
Setelah berapat itu, seorang diri Tat Giok keluar, untuk diam-diam mengatur segala apa untuk buronnja itu.
Tat Tjie bersama Boe Tjian Kin, Khoe San dan Thian Kang djuga pergi bekerdja, guna mengatur segala persiapan.
Di dalam tenda tinggal Khoe Hong bersama Thian Hay, jang terluka.
Mereka telah makan dan pakai obat dan beristirahat, dengan begitu mereka sudah sembuh tudjuh atau delapan bagian; mereka hanja masih terus beristirahat.
Disitu pun ada Siauw Long bersama Tjian Kiauw Kiauw dan anaknja, Tjian Poet Kie.
Sianw Long mendapat tugas dari Tat Tjie untuk mengawasi Lee In ibu dan anak.
Lee In dan Siauw Lee rebah di atas pelbed, tubuh mereka dikerebongi selimut tipis, kepala mereka berada di luar.
Si andjing putih ditjangtjang di kaki pelbed, diikat dengan sehelai tali kulit.
Mereka tak bersuara, tak berkutik djuga, mata mereka mengawasi ke luar tenda.
Keadaan mereka mirip orang-orang jang lagi diserang demam panas- dingin.........
Tidak lama, pintu tenda terbuka, lalu terlihat Kiauw Kiauw masuk bersama Poet Kie.
"Pergi kamu!" Siauw Long mengusir.
"Siapa menjuruh kamu datang ke mari" Mereka ini lagi menderita penjakit menular! Apakah kamu tidak takut mati?" Bengis suaranja pengawas ini.
"A Long, aku hendak bitjara sama mereka, sebentar sadja," kata Kiauw Kiauw.
"Habis bitjara, kami akan lantas pergi pula." Poet Kie tidak takut, ia mendekati Siauw Long, untuk menolak tubuh orang.
"Kau tidak takut, kami pun tidak," kata botjah ini.
Dalam usia pertengahan, Kiauw Kiauw masih terlihat menarik hati, suatu tanda di waktu mudanja ia tjantik sekali, pantas Yoe Tek tergiur terhadapnja.
Sudah lama ia ingin bitjara sama Lee In hanja belum ada ketikanja, sampai malam ini orang pada pergi, tinggal Siauw Long seorang.
Ia pun tidak memperdulikan larangan si pengawas, ia masuk terus, masuk ke dalam ini tenda istimewa.
"Aku Tjian Kiauw Kiauw dan ini anakku, Tjian Poet Kie," katanja kemudian kepada Lee In.
"Kita belum pernah bertemu, tetapi dengan melihat wadjah anakku ini, kau pasti akan mengenali siapa kami." Dia bitjara di depan pelbed, suaranja perlahan.
Lee In mengawasi Poet Kie, ia lantas mengerti.
Maka ia mengangguk. "Rombongan ini hendak menggunai kami ibu dan anak sebagai alat untuk merampas hartanja Seng Yoe Tek," kata Kiauw Kiauw pula.
"Dengan begitu dengan sendirinja kami berada di dalam pengaruh mereka....." Kali ini, ia berbisik.
"Kami tidak setudju tetapi kami tidak berdaja untuk mentjegahnja.
Kenapa kamu berdua masuk sendiri ke dalam djaring ini" Kamu tahu, keadaan kamu berbahaja sekali! Kenapa kamu tidak mau lekas menjingkirkan diri?" Yo Lee In berdiam, ia tjuma menggeleng kepala.
"Apakah kamu sakit?" tanja Kiauw Kiauw.
"Sakitkah kau?" Lee In tetap menggeleng kepala.
Patung Hok Lok Sioe Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selagi ibunja bitjara itu, Poet Kie jang tjerdik mendapat kenjataan tangan dan kaki Siauw Lee dibelenggu.
Dengan lantas ia mengeluarkan pisau lipat dengan apa ia memotong putus belengguan itu.
Selagi mereka itu berbitjara, Siauw Long telah memanggil Thian Hay.
Poet Kie lekas-lekas merapikan selimut orang.
Siauw Lee ketjil tetapi ia tjerdik.
Ia berpura-pura berdiam terus.
"Pergi ke tenda kamu!" mengusir Thian Hay.
"Djikalau lain kali kamu datang ke mari, akan aku hadjar patah kaki kamu!" Kiauw Kiauw dan anaknja ngelojor pergi.
Thian Hay memesan Siauw Long untuk djaga terus dengan waspada, lantas dia kembali ke tendanja sendiri.
Siauw Long duduk bertjokol di muka pintu sekali, punggungnja seperti menjender di pintu.
Itu berarti bahwa dia bakal melarang siapa djuga lantjang masuk ke dalam tendanja Lee In itu.
Lee In memang tidak dapat berbitjara.
Semendjak di kapal, ia dan anaknja telah dikasi makan obat gagu, hingga hilanglah suara mereka.
Bahkan si andjing putih ditjekoki djuga obat itu, hingga binatang itu turut tak dapat berbunji.
Siauw Lee menanti sekian lama, diam-diam ia merajap dari pelbed.
Lee In heran hingga ia bengong mengawasi anaknja itu.
Ia memang tidak melihat sepak-terdjangnja Poet Kie tadi.
Dengan berindap-indap Siauw Lee pergi ke tenda, untuk mengintai keluar.
Ia melihat Siauw long duduk bertjokol di pintu.
Tentu sekali, tidak dapat ia keluar dari situ.
Ia tidak kekurangan akal.
Ia berdjongkok, untuk membongkar udjung tenda, dimana ada tanah bekas tergali.
Ia merajap keluar. Maka dilain saat ia sudah menghadapi tenda jang mendjadi kandang binatang liar.
Sie Tjiang belum tidur, ia melihat Siauw Lee.
Ia kaget. Ia tahu pasti, Siauw Lee dan ibunja djuga berada dalam kekuasaan rombongan orang djahat itu.
Ia menggapai kepada botjah itu.
Siauw Lee melihat ia dipanggil, takut ia menghampirkan.
Ia tidak tahu bahwa ia berhadapan hanja dengan oranghutan palsu.
Sie Tjiang masih memegangi kertas dan potlotnja, ia lantas " menulis: "Siauw Lee, mana ibumu" Kenapa kamu berada di sini" Aku ada di sini, aku kena mereka....." Mendadak ia berhenti menulis.
Inilah sebab ia melihat Sianw Long bertindak menghampirkan, karena pengawas itu kebetulan mendapat lihat ia menggapai gapai.
Ia tjepat-tjepat melemparkan kertasnja itu keluar kurungan.
Siauw Long tidak mendapat lihat perbuatan Sie Tjiang, ia hanja memergoki Siauw Lee.
Botjah itu lari ke luar pekarangan.
Ia mengedjar. Tidak lama, ia berhasil mentjekuk.
Maka botjah itu dibawa kembali ke dalam tenda.
"Kau bisa lari" Ke mana kau hendak kabur?" kata Siauw Long bengis.
Ia tidak mentjari tahu kenapa botjah itu bebas, ia hanja mengikatnja pula dan diletaki kembali di atas pelbed, terus ditutupi.
Karena ia takut ditegur, ia tidak melaporkan kepada Thian Hay.
Di dekat tendanja Sie Tjiang, kertas jang ada tulisannja itu terbang terbawa angin, terbang ke sana dan ke mari.
Sementara itu rombongannja Tat Tjie sudah selesai dengan persiapannja, demikianpun Tat Giok di lain pihak.
Bahkan si nona, untuk berlaku teliti, menjuruh Tat Tjie mengirim orang akan mengawasi gerak- geriknja In Hong dan Kat Po.
Tugas mata-mata diserahkan pada Siauw Long.
Hasilnja jalah: Disebabkan kemarinnja bertempur hebat melawan oranghutan, kedua nona itu belum pulih kesegarannja, mereka rebah beristirahat sadja di dalam tenda.
Hok Hong telah memberikan mereka obat luka-luka terpukul buatan circus sendiri.
Warta itu membesarkan hati mereka untuk melaksanakan rentjana mereka.
Demikian, selekasnja tjuatja gelap, pergilah orang ke tempat pesta.
Di waktu magrib, Khoe Hong dan Thian Hay bekerdja setjara diam-diam.
Mereka merusak pagar bambu di belakang tenda.
Itulah tanda dari kerusakan oleh orang jang buron.
Tapi dari situ mereka membawa keluar Lee In dan Siauw Lee, untuk dinaiki ke sebuah oto kosong, jang sudah menantikan, guna membawa ibu dan anak itu ke tempat jang ditundjuk di mana mereka melakukan tjara pembunuhan mereka jang ganas.
Itulah sebuah tempat belukar, di sisi djalan besar jang sepi sekali.
Tidak djauh dari situ ada beberapa buah pohon besar di belakang mana mereka dapat menjembunjikan diri mereka.
Di sini Lee In dan anaknja dibebaskan, tambang belengguannja dibuang ke gombolan rumput di dekat situ.
Lantas mereka berdiam, menantikan waktu.........
Malam itu langit gelap, tidak ada rembulan tidak ada bintang-bintang, melainkan mega hitam menutupi langit.
Maka itu malam mendjadi menjeramkan.........
Entah berapa lama mereka sudah menanti, maka dari kedjauhan terdengarlah suara mesin oto, jang didului dengan sinar lampu sorotnja.
Oto itu dilarikan keras. "Dut! dut! dut!" terdengar suaranja oto itu, dua kali pandjang, satu kali pendek.
"Itulah oto kita!" kata Khoe Hong.
"Benar!" kata Thian Hay.
"Mari siap!" Keduanja lantas bekerdja.
Khoe Hong mengangkat tubuh Lee In, dan Thian Hay mentjekal tubuh Siauw Lee.........
"Dut! Dut! Dut!" suara oto terdengar pula, makin dekat.
Segera kedua pendjahat itu melemparkan tubuh Lee In dan Siauw Lee ke djalan besar, mereka sendiri lantas lari kabur ke tempat belukar dan gelap.
Mereka tidak mau melihat lagi hasilnja pekerdjaan mereka itu.
Tidak berselang setengah djam, terdengarlah suara oto lain mendatangi.
Ketjuali suara mesinnja, dan apinja, jang mentjorong, terdengar djuga suara "dut- dutnja" tiga kali beruntun, dua pandjang, satu pendek.
Tepat ketika oto tiba di djalan di mana di tepinja ada sebuah pohon kaju besar, dari belakang pohon itu tertampak dilemparkannja seorang dewasa serta satu anak ketjil.
"Tjelaka!" berseru si pemudi, jang tak berdaja lagi, maka dua orang itu kena tergilas tanpa terdengar suara lagi.
Oto segera berhenti sesudah terdjadi ketjelakaan itu.
Dari dalam oto segera lompat turun beberapa orang.
"Hok Hong! Kau telah menggiling mati dua orang!" berkata seorang, jalah Boe Tjian Kin, jang suaranja keras, meskipun sebenarnja ia belum lagi memeriksa kurban oto itu.
"Apa aku bilang!" kata Hok Hong, si pemegang setir itu.
"Aku sudah minum tjukup banjak dan aku tidak sanggup mengendarakan oto, kamu memaksa.....
Ekornja jalah ini ketjelakaan!........." Mereka mendekati kurban-kurban mereka.
Dengan pertolongan lampu batre, mereka memeriksa.
Untuk herannja mereka, njata kurban-kurban itu jalah anak- anakan jang terbuat dari rumput.
Semuanja mendjadi kaget. Lantas mereka mendjadi bertjuriga, hingga mereka menduga djelek.
Mereka pun segera mengerti akan antjaman bahaja.
Hanjalah......... Belum sempat mereka itu memutar tubuh, untuk lari ke oto mereka, guna menjingkir dari tempat itu, atau dari kedua tepi djalan besar itu lantas muntjul enam orang polisi dengan pistol dan senapan di tangan.
"Angkat tangan!" demikian orang-orang polisi itu mengantjam.
Dari lain sisi djalan pun lantas terlihat muntjulnja In Hong bersama Lee In dan Siauw Lee, diturut oleh orang polisi setempat, jang mengiringi Khoe Hong dan Thian Hay.
Mereka keluar dari belakang pohon kaju.
Bukannja setjara kebetulan jang In Hong dapat muntjul ini.
Hanja apa jang dibilang kebetulan, surat tjoretannja Sie Tjiang, jang terbang terbawa-bawa angin, dapat dilihat Tjian Poet Kie, jang terus memungutnja.
Botjah ini tidak mengerti apa jang ditulis, dia bawa kertas itu ke dalam tenda, kepada In Hong.
Dia pun menuturkan kepada si nona apa jang dirundingkan Tjie Tat dan kawan-kawannja.
"Ibuku seorang djudjur," kata Poet Kie, menambahkan, "maka itu, apa jang aku dengar itu, aku tidak membilangi ibu, aku kuatir nanti ibu membotjorkannja.
Kalau mereka ketahui rahasianja botjor, mereka bisa berusaha lain." "Kau tjerdik!" In Hong memudji.
"Sekarang pergi kau kembali ke tendamu! Berlakulah seperti tidak terdjadi sesuatu.
Segala apa kami jang nanti urus!" Poet Kie menurut, ia pulang ke tendanja.
Suratnja Sie Tjiang itu tidak djelas akan tetapi In Hong segera dapat membade duduknja perkara.
Sudah terang, Sie Tjiang dan Lee In ibu dan anak berada dalam genggaman orang djahat.
Itulah sebabnja kenapa mereka berpura-pura tinggal rebah di dalam tenda.
Sebaliknja diam-diam mereka menitahkan keempat pelawak, jang lantas erat sekali perhubungannja sama mereka, mengintai gerak-gerik rombongan Kho Pay itu.
Sebat sekali In Hong bekerdja.
Ia berhubungan sama Detektip To, guna mengatur orang untuk berdjaga-djaga di tempat jang direntjanakan.
Sorenja segala apa sudah siap.
Ia sendiri jang mengendarai oto, untuk menipu Khoe Hong dan Thian Hay.
Dengan suara oto, meniru isjarat kawanan itu, ia memperdajakan kedua algodjo itu, jang membuang Lee In dan anaknja siang-siang.
Karena ia sudah bersedia, In Hong dapat menghentikan otonja tepat di depan itu ibu dan anak, hingga mereka tidak kurang suatu apa, tjuma kaget dan sedikit letjet.
Di lain pihak, orang-orang polisi jang bersembunji telah memapaki Khoe Hong dan Thian Hay, untuk dibekuk tanpa perlawanan.
Habis itu, In Hong bersiap pula.
Kali ini mereka menggunai anak-anakan rumput, guna menghentikan otonja rombongan Kho Tat Tjie, jang hendak mentjelakai Hok Hong, maka teringkuslah kawanan kurtjatji itu.
Dengan sepak-terdjangnja ini, In Hong dalam satu gebrakan memperoleh hasil dua rupa.
Yo Lee In dan anaknja ketolongan, dan kawanan pendjahat tergulung.
Ketjuali Hok Hong, Detektip To memborgol semua orang djahat, untuk dibawa pulang ke kantornja, buat paling dulu menahan mereka itu.
Selagi In Hong berhasil, Kat Po di dalam tenda komidi mengalami kegagalan.
Dia mengintai di luar tenda.
Dia melihat Kho Tat Giok keluar dengan djalan berindap-indap, untuk menghampirkan sebuah kerangkeng binatang liar, untuk mengeluarkan seekor oranghutan.
Sekarang dia telah ketahui, oranghutan itu jalah oranghutan palsu, bahwa itulah Eng Sie Tjiang.
Njata dia tidak dapat mengurai hatinja.
Tidak menanti lebih djauh, dia sudah berteriak, untuk memergoki.
Katanja: "Hai, Kho Giok Hoan, budjang perempuan tetiron jang djahat, ke mana kau hendak lari" Kau hendak berbuat apa" Di sini Kat Po, jang akan membekuk padamu........." Belum rapat Pek Kek menutup mulutnja atau satu sinar putih jang berkelebat bagaikan terbang menjambar ke arahnja.
Ia masih sempat berkelit akan tetapi toh hoei-too, golok terbang, telah mendahului nantjap di bahunja jang kiri.
Ia menahan sakit, ia terus menembak.
Kho Giok Hoan litjik, dia lantas kabur.
Peluru tidak berhasil mengenai tubuhnja.
Kat Po berniat mengedjar, lalu gagal.
Lukanja mengeluarkan banjak darah dan mendatangkan rasa sangat njeri.
Di tempat gelap ada menantikan beberapa pelawak, mereka telah menjaksikan kedjadian itu.
Mereka tidak berani mengedjar Kho Tat Giok jang lichay, maka mereka tjuma lari menghampirkan Kat Po, untuk menghibur, guna memberitahukan agar nona ini lekas-lekas pergi ke rumahsakit untuk berobat.
Mereka ketahui, golok-terbangnja Tat Giok ada sendjata rahasia jang dipakaikan ratjun, jang dapat meminta kurban djiwa.
Maka kedjadianlah, dua pelawak segera mengantar si nona ke rumahsakit, dua jang lain terus menolong Sie Tjiang, jang dikasi keluar dari badju kurungnja jang istimewa itu.........
Dengan kaburnja Kho Tat Giok, dengan terbekuknja Kho Tat Tjie semua, maka Ka Ka Roon Circus lantas mendapatkan roman baru.
Hok Hong memetjat Siauw Long, lalu ia mengadakan sedikit perubahan, terus ia dapat membuka pertundjukannja.
Kat Po tidak berdiam lama di rumah sakit, tanpa menunggu sampai sembuh seluruhnja, ia sudah keluar, untuk pulang.
Kho Tat Tjie semua, jang diperiksa polisi, mengakui perbuatan mereka, bagaimana mereka berkomplot untuk mentjelakai Lee In ibu dan anak.
Maka itu, mereka mesti menerima nasib mendekam dalam pendjara beberapa tahun menurut berat-entengnja peranan jang mereka pegang.
Mereka menjangkal mentjuri patung dan membunuh Seng Pek Hoa, tak ada buktinja kedjahatannja itu.
In Hong dan Kat Po menggeledah semua barang rombongan Kho Pay, mereka tidak berhasil mendapatkan patung atau lainnja, jang dapat membuktikan halnja patung-patung jang ditjuri itu.
Djadi perkara pentjurian dan pembunuhan itu kena tertunda.
Pada suatu hari, In Hong duduk berkumpul di dalam tenda bersama Tjian Kiauw Kiauw dan Tjian Poet Kie.
"Maukah kamu turut kami pulang ke Shanghai?" ia tanja.
"Kamu berdua adalah ahliwaris-ahliwaris jang sah dari Seng Yoe Tek.
"Tidak, kami tidak menghendaki harta busuk dari Seng Yoe Tek!" kata Poet Kie, angkuh.
"Kami akan terus bekerdja di dalam circus, akan hidup dari hasil tenaga dan peluh kami!" Maka itu di lain harinja, In Hong dan Kat Po lantas berangkat pulang ke Shanghai dengan tjuma mengadjak Lee In dan anaknja, Sie Tjiang serta si andjing Pekingese.
Mereka naik kapal terbang.
Pula In Hong sendiri jang mengantar Lee In dan Siauw Lee pergi ke rumah Yoe Tek, akan menemui hartawan itu, jang mendjadi mertua dan kakek mereka.
"Mereka tidak ada hubungannja sama perkara tjuri dan bunuh itu," In Hong mendjelaskan.
"Kau pun boleh pertjaja, tidak lama lagi perkara gelap itu nanti dapat dibikin terang." Tjiut njalinja Yoe Tek melihat tjaranja In Hong bitjara.
Si Burung Kenari tjantik dan manis, akan tetapi sikapnja agung dan keren, kata-katanja lantjar dan tadjam, berpengaruh sekali.
Ia menerima dengan baik nona mantu itu serta tjutjunja, dan ia mendjamin tidak lagi akan perlakukan buruk pada itu ibu dan anak.
Ia mengakui, setelah matinja Pek Hoa, Siauw Lee adalah turunannja jang tunggal hingga sudah seharusnja ia memperlakukannja dengan baik.
"Djikalau kau berani menjiksa dan menghina lagi seperti dulu-dulu, hati-hatilah kau!" In Hong mengantjam.
"Untukku, adalah sangat gampang guna mengambil djiwa kau!" Itulah antjaman jang diberikan ketika si nona hendak berlalu.
"Ja, ja........." kata Yoe Tek.
"Tidak nanti aku siksa mereka, nona boleh pertjaja." Di mulut hartawan she Seng ini mengatakan demikian, di hati ia berpikir lain.
Segera setelah In Hong berlalu, ia menundjuki wadjah lain.
Ia memerintahkan dua budjangnja, jang mendjadi orang-orang kepertjajaannja, akan meringkus Lee In dan Siauw Lee, jang terus digusur ke sebuah kamar rahasia di mana mereka ditempatkan.
Selekasnja ibu dan anak itu sudah disekap, dari lain kamar muntjullah seorang nona jang tubuhnja langsing dan menggiurkan, jang romannja tjantik dan sangat menarik hati, sedang dandanannja perlente.
"Oh, mustikaku, senangkah kau?" Yoe Tek menjambut wanita itu.
Ia pun bersenjum. "Aku telah turut buah pikiranmu.
Aku berlaku merendah terhadap In Hong, aku telah ringkus Yo Lee In dan anaknja dan keram mereka di dalam kamar rahasia! Sekarang aku menantikan keputusanmu, darling!" Nona tjantik itu bersenjum.
Dialah bukan lain daripada Kho Giok Hoan, atau lebih benar Kho Tat Giok, jang lolos dari Canton.
Setelah kegagalannja, Tat Giok mengasa olaknja.
Untuk memperbaiki diri, ia melihat hanja satu djalan.
Sebenarnja ia tidak menjukai ini tetapi terpaksa.
Bukankah ia telah menghadapi kebuntuan atau keruntuhan" Jalah ia berpaling kepada Seng Yoe Tek, si hartawan jang tergila-gila padanja.
Maka ia menjelundup pulang ke Shanghai.
Segera ia menemui Yoe Tek.
Bahkan lantas ia menikah dengan sah! Ia pertjaja, umpama In Hong menjerang ia, kedudukannja sudah kuat, Yoe Tek tentu melindunginja.
Di lain pihak, harta Yoe Tek bakal pindah ke tangannja.........
Tat Giok tiba di Shanghai lebih dulu enam hari daripada In Hong.
Ia berdandan dengan mentereng ketika ia menemui si hartawan, ia menggunai muslihatnja untuk membetot hatinja hartawan itu.
Ia berhasil dengan tjepat.
Bahkan Yoe Tek main turut sadja.
Demikian dengan diam-diam mereka pergi pada satu pengatjara, untuk menikah setjara sah.
Bahkan Yoe Tek lantas membuat surat wasiat dengan mana hartanja, ketjuali jang berdjumlah ketjil sekali untuk sanak-sanak dekatnja, jang selebihnja semua, diperuntukkan Kho That Giok.........
Ketika itu hari pengawal pintu mengabarkan In Hong datang bersama Lee In dan Siauw Lee, Tat Giok segera mengadjari Yoe Tek bagaimana harus bersikap terhadap nona jang gagah itu, hingga In Hong kena didustakan.
Tat Giok berada di kamar jang luas dan indah, tetapi baginja seperti tidak ada kursi lainnja di ruang itu, ia menghampirkan Yoe Tek untuk duduk di pangkuan si hartawan, jang telah djadi suaminja itu, sedang sebagai upah, ia mentjium pipi jang masih putjat dari Yoe Tek.........
"Djikalau kedua bintang sapu itu masih hidup di dalam dunia," kata Tat Giok manis, "pastilah keberuntungan kau bakal habis-ludas! Besok kita berangkat ke Hangchow untuk perdjalanan honeymoon kita, kita adjak ibu dan anaknja itu, nampaknja seperti mereka menemani kita pesiar, sebenarnja kita bawa mereka ke sana untuk di kurung di dalam villa di kampung kelahiranmu.
Disana, untuk delapan atau sepuluh hari, kita djangan kasi mereka makan.
Tidakkah itu berarti mati untuk mereka" Selandjutnja gampang sadja.
Kita bilang mereka mati sakit.
Tidakkah dengan begitu beres sudah lelakonnja kedua bintang sapu itu?" "Mustikaku, sungguh kau tjerdik!" memudji Yoe Tek, jang lupa segala apa, hingga ia tak ingat akan pri- kemanusiaan.
"Ja, itulah akal jang bagus sekali!" Keduanja lantas sama-sama bersenjum.
In Hong sendiri, seberlalunja dari rumah Yoe Tek, memikirkan perkara pentjurian patung dan pembunuhan atas diri Nona Pek Hoa, maka itu, ia berdjalan dengan perlahan-perlahan.
"Nona In Hong!" tiba-tiba ia mendengar panggilan.
"Nona mau pergi ke mana?" "Oh, Tuan To!" si nona membalas.
Ia mengenali suaranja si detektip, kepada siapa ia lantas berpaling, "bagaimana tentang itu andjing bulu kutung" Sudah berhasilkah kau?" "Sulit, nona, sulit!" sahut Tjie An, masgul.
"Sudah beberapa puluh ekor andjing bulu kuning jang aku tjari, tak ada seekor djuga jang bulunja sama seperu bulu jang kita peroleh di rumahnja Seng Yoe Tek.
Menurut pemeriksaan ahli, bulu mereka lain sekali.
Maka sampai sekarang aku belum memperoleh hasil....." "Sekarang kau hendak pergi ke mana?" "Aku hendak pergi ke rumah Yoe Tek, untuk menanjakan sesuatu, baru sadja aku menerima warta dari polisi di Canton tentang berhasilnja kau membekuk serombongan orang djahat.
Mungkin mengenai perkara itu ada satu atau lainnja jaug mereka ketahui." "Mereka?" In Hong tegaskan.
"Siapakah mereka itu?" "Mereka jalah Seng Yoe Tek dan Kho Giok Hoan," sahut Tjie An.
"Giok Hoan jalah Kho Tat Giok." "Apa" Kho Tat Giok di rumah Seng Yoe Tek?" In Hong heran sekali.
"Benar, baru tiga hari jang lalu, Yoe Tek dan Tat Giok menikah setjara sah.
Maka sekarabg Kho Tat Giok jalah isterinja Yoe Tek," menerangkan Detektip To.
"Tapi polisi Canton memberitahukan aku bahwa Kho Tat Giok jalah orang jang ditjurigai, jang telah lolos dari Canton.
Maka aku hendak menjelidikinja." "Bagus!" kata In Hong, girang.
"Mari kita pergi bersama.
Djikalau kau menghadapi Yoe Tek, djangan kau djeri.
Aku ada di pihakmu." Si Burung Kenari memutar tudjuan.
Pengawal pintu heran melihat In Hong baru pergi dan sudah kembali, serta sekarang ada bersama Detektip To.
Ia mau masuk, guna mengabarkan, atau In Hong kata padanja: "Tidak usah mentjapaikan hati.
Aku dapat masuk sendiri!" Dan si nona segera berandjak masuk, meninggalkan pengawal itu di belakangnja.
Detektip To merendengi si nona.
Selagi mendekati kamar, di sana sudah terdengar suaranja Yoe Tek dan Tat Giok.
Mereka bitjara dengan gembira dan asjik.
Mereka tengah bergujon. "Ehm!" Tjie An lantas berdehem.
"Kurang adjar!" bentuk Yoe Tek dengan gusar.
"Siapa berdehem di luar seperti orang mau putus djiwa"........." "Detektip To Tjie An!" In Hong mendjawab seraja ia bersama Tjie An berandjak masuk.
"Ai!........." seru Yoe Tek tertahan.
Inilah ia tidak sangka. Ia lantas mendjadi tidak enak hati.
Tat Giok tengah berduduk berendeng bersama Yoe Tek.
Ia kagum akan melihat In Hong dalam rupanja jang sedjati.
Dibanding sama Heng Boen.
In Hong djauh terlebih tjantik-manis dan gagah.
Ia tidak takut, maka djuga ia duduk tetap dengan tenang.
Bahkan wadjahnja memperlihatkan rupa menjindir.
"Kho Tat Giok," Detektip To lantas berkata, "dalam perkara tjuri patung dan pembunuhan di rumah keluarga Seng ini, kaulah orang jang tersangka, maka ini sekarang kau harus memberi keterangan padaku guna mentjutji sangkaan itu, djikalau tidak....." Tat Giok tidak mendjawab, ia hanja menoleh kepada Yoe Tek dan tertawa.
"Sahabatku, mengapa kau begini usilan?" Yoe Tek menegur detektip itu.
"Mana bisa isteriku mentjuri barangku serta membunuh djuga anggauta keluargaku" Kau mesti pergi ke lain tempat guna mentjari pendjahat dan pembunuh itu!" "Kau pernah memberi batas tempo satu bulan untukku memetjahkan perkaramu ini, tidak dapat aku tidak bekerdja sungguh-sungguh." menjahut Tjie An.
Ia benar-benar berlaku berani.
"Kau pun harus ingat, ketika pentjurian dan pembunuhan terdjadi, dia belum mendjadi isterimu.
Biarnja dia isterimu, aku mesti periksa dia, aku mesti djalankan tugasku." "Eh, hari ini kau berani membangkang terhadapku?" tanja Yoe Tek gusar.
"Dia djusteru dipengaruhi Kho Tat Tjie, Boe Tjian Kin dan lainnja orang djahat itu! Dia berdiam di sini tjuma dengan menjamar mendjadi budak, guna mendjadi mata-mata mereka! Dia digunai sebagai alat sadja! Tentang si pentjuri dan si pembunuh, itulah ada orang djahatnja sendiri, dia tidak sangkut-pautnja.
Kau menuduh dia orang tersangka jang penting! Dapatkah kau menundjuki bukti-buktinja?" "Menurut penjelidikan, si pentjuri dan si pembunuh jalah satu orang," kata Detektip To, jang tetap berlakH berani, "bahkan dialah jang mengetahui djelas keadaan rumah ini serta segala-galanja, sebab djikalau tidak, di waktu dia dikedjar Nona Pek Hoa, tidak nanti dia dapat lari ke kamarnja Yo Lee In untuk terus memfitnah Nona Yo itu! Bukankah terlebih gampang untuknja kabur ke kamar budjang lainnja" Djadi perbuatannja jalah perbuatan jang telah ada rentjanaja.
Dia tahu di mana adanja kamar Lee In dan dia tahu bahwa jang mengedjarnja jalah Nona Pek Hoa........." "Dusta!" Yoe Tek memotong perkataannja detektip itu.
Ia gusar sekali. "Kau bilang si pentjuri dan si pembunuh satu orang adanja, dan sekarang kau menuduh isteriku! Dapatkah kau membuktikan dia jang mentjuri ketiga patung mustikaku itu?" Tjie An bungkam.
Ia memang tidak bisa memberikan bukti.
Urusan bulu andjing sadja sudah membikin ia buntu djalan.
Mana dapat ia mentjari bukti ketiga patung itu" "Hundjuk buktimu! Hundjuk buktimu!" kata Yoe Tek berulangkali.
Dia berdjingkrak bangun dari dipan di mana mereka duduk berendeng, untuk bergujon tadi.
Bahkan dia madju mendekati, akan mendjambak dadanja detektip itu.
"Djikalau tidak, aku nanti mendakwa kau sudah menghina isteriku! Lekas keluarkan buktimu!" Yoe Tek pertjaja betul isterinja, maka ia djadi seperti kalap.
Detektip To kewalahan. Tat Giok tetap duduk di dipan, saban-saban ia mengasi dengar tertawa mengedjek.
In Hong pun terus berdiam selama berlangsung pembitjaraan tegang di antara Tjie An dan Yoe Tek itu, tetapi ia berdiam bukannja tanpa berpikir.
Sebaliknja, ia berpikir keras.
Ia mengumpulkan segala apa, ia menjimpulkan itu.
Tidak puas ia menjaksikan Tjie An diperlakukan kasar demikian.
"Yoe Tek," kata ia achirnja.
"Kau menghendaki bukti" Baiklah! Kau berikan tempo satu djam padaku, nanti aku mengeluarkannja! Kau mendjambak Detektip To, inilah perbuatan tidak pantas sekali! Kau djuga menghalang-halangi tugasnja!" Kata-kata ini membuatnja Yoe Tek tidak berani tidak melepaskan djambakannja.
"Tuan To," kata In Hong kepada Tjie An, "aku minta kau djaga supaja Kho Tat Giok djangan meninggalkan kamar ini.
Inilah tugasmu, maka djikalau perlu, kau dapat menggunai pistolmu!" Tjie An mengangguk.
Melihat sikap tenang dari In Hong, ia mendjadi mendapat pulang keberaniannja.
Ia lantas mundur ke pintu, guna melakukan pengawasan.
"Aku pergi untuk segera kembali," kata In Hong.
Patung Hok Lok Sioe Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu semua tunggu di sini." Nona In pegang djandjinja.
Ia pergi tanpa sampai satu djam.
Baru empat puluh lima menit, ia sudah kembali.
"Seng Yoe Tek, aku telah mendapatkan bukti dari kesalahannja Kho Tat Giok!" katanja, singkat.
"Mana buktinja?" tanja Yoe Tek.
Ia tetap tidak pertjaja kedjahatan isterinja.
Benar-benar ia sudah terpengaruhi Tat Giok.
"Mari kamu turut aku ke kebun bunga!" In Hong mengadjak.
Yoe Tek menurut, ia ikut si Burung Kenari ke belakang, ke tamannja.
Tat Giok tetap tenang, ia turut dengan menengteng tas tangannja.
Detektip To mengiringi mereka.
In Hong segera minta budjang kebun membawakan ia tangga bambu jang tinggi, tangga mana diberdirikan menjender pada tembok dari sebuah bangunan indah jang bertingkat tiga, jang berada di taman itu.
"Seng Yoe Tek," In Hong bertanja, "benarkah di atas wuwungan gedungmu ini kau membuat sebuah rumah ketjil-mungil, jalah sin-kam, tempat pemudjaan patung malaikat" Kau sangat bertachjul, maka djuga kau anggap, setiap wuwungan rumahmu ada malaikat penunggunja, djadi kau membuatnja sin- kam itu seperti rumah malaikat, bukankah?" "Benar," Yoe Tek memberikan djawaban.
"Memang diatas wuwungan ini ada sebuah sin-kam ketjil." "Ketika Kho Tat Giok sudah berhasil mentjuri ketiga patungmu, dia lantas menjembunjikannja didalam sin- kam itu," In Hong kata, tenang, "itulah tempat paling tepat untuk menjimpan barang asal kedjahatan.
Sukar orang mempertjajainja barang tjurian disimpan di tempat sutji di atas wuwungan seperti itu........." "Aku pun tidak pertjaja!" Yoe Tek bilang.
Di pihak lain, sekarang Tat Giok tidak setenang tadi.
"Tuan To," kata In Hong, "silahkan kau naik bersama- sama Seng Yoe Tek.
Kau harus mengenakan sarungtangan untuk memegang dan membawa turun ketiga palung malaikat itu.
Berlakulah hati-hati, pada patung itu mungkin ada tapakdjari dari Kho Tat Giok." Tjie An melakukan apa jang dikatakan si nona.
Seng Yoe Tek turut naik, ia mengawasi Tjie An.
Ia melihat, benar sadja Tjie An berhasil mengeluarkan ketiga patungnja dari dalam sin-kam.
Dari taman mereka kembali ke kamar tadi.
Melihat ketiga patung itu, In Hong manggut-manggut.
Tidak lama dari kantor polisi datang seorang ahli tapakdjari.
Dia muntjul atas permintaan In Hong, jang menilponnja.
Di situ djuga ahli ini lantas bekerdja, guna mengeker, memeriksa ketiga patung itu.
Benarlah, tapakdjarinia Tat Giok kedapatan pada ketiga boneka Hok Lok Sioe itu.
Itu toh tak selajaknja, bukan, djikalau nona itu tidak bersalah" Ketika itu pula datang seorang saksi, jang djuga diundang In Hong.
Dialah Liok Sian Seng, piauw- tjiehoe, atau ipar misanan dari Tat Giok.
Jalah, Sian Seng suaminja kakak, atau saudara misan, dari wanita ini.
Dia ahli pelatih andjing.
Bersamanja, ia membawa seekor andjing ketjil bulu semu kuning muda serta tiga buah patung ketjil Hok Lok Sioe, jang terbuat dari batu biasa hanja sangat mirip dengan jang tulen.
Ahli pelatih andjing ini lantas memberikan keterangan bahwa Kho Tat Giok datang padanja empat bulan jang lalu, meminta ia melatih andjing agar andjing itu dapat disuruh mengambil pulang-pergi ketiga patung itu jang ditaruh di dalam sin-kam.
Di dalam tempo dua bulan, andjing itu sudah terlatih sempurna.
Dia bisa mengambil patung itu, setiap patungnja digigit satu kali.
Di waktu dilatih, setiap dia berhasil, andjing itu dipresen satu bidji tjoklat.
Berapa banjak patung djuga, dapat andjing itu mengambilnja.
Pada malam itu, Tat Giok datang mengambil andjing itu dan dipulangkan dua djam kemudian.
Tentu sekali, Sian Seng tidak tahu andjingnja telah didjadikan tukang tjuri.
Ia menjangka andjingnja mau dipakai untuk pertundjukan circus............
"Lihat, Tuan To," kata In Hong.
"Bukankah pada patung ini masih ketinggalan sisa tjoklat?" Lenjaplah ketenangannja Tat Giok.
Rahasianja telah dibeber In Hong.
Inilah kedjadian di luar dugaannja.
Ia mendjadi menjesal, gusar dan putus asa.
Otaknja Yoe Tek bekerdja keras.
Ia mendjadi pusing. Demikian hebat ia menjintai Tat Giok, siapa tahu, ketjintaan itu djusteru pentjuri patungnja merangkap pembunuh puterinja! Bagaimana keputusannja" "Nona In," Detektip To bertanja, "bagaimana maka kau ketahui Kho Tat Giok menjembunjikan ketiga pating di dalam sin-kam di atas wuwungan rumah?" In Hong suka memberikan keterangannja.
"Ketika malam peristiwa itu, lantaran takut difitnah, Yo Lee In mengadjak anaknja buron," demikian penuturannja.
"Dia lari dengan mengambil djalan dari taman.
Dengan tidak disengadja, dia melihat sebuah bajangan orang berkelebat di atas wuwungan.
Hal itu diberitahukan padaku.
Aku mendjadi berpikir. Aku tahu Kho Tat Giok pandai main trapeze, maka aku menduga, ia djuga mesti pandai ilmu ringan tubuh, hingga tentunja ia bisa berlari-lari di atas genting.
Seorang pentjuri dan pembunuh tidak nanti berdiam lama-lama di atas rumah.
Dia seharusnja lantas kabur.
Aku heran. Barusan dari pengawal pintu aku mendapat tahu halnja di atas wuwungan ada tempat pemudjaan malaikat.
Maka aku lantas menerka patung disembunjikan di dalam sin-kam." "Dan ini andjing, bagaimana kau mendapatkannja?" Tjie An heran.
Ia menanja terus. "Inilah sederhana sekali.
Selama turut di dalam rombongan circus aku memperoleh keterangan bahwa Kho Tat Giok telah mempeladjari kepandaian melatih andjing, untuk itu ia pergi kepada iparnja, jang mendjadi ahli.
Untuk itu, ia minta tjuti tudjuh atau delapan bulan dari rombongannja.
Tadi aku bekerdja keras belasan menit mentjari ahli-ahli pelatih andjing.
Dari toko pendjual burung dan hewan aku mendapatkan alamatnja empat ahli pelatih itu, setelah menanja djelas, aku lantas tjari Tuan Liok ini.
Dengan djudjur Tuan Liok mentjeritakan jang Kho Tat Giok datang beladjar padanja." Detektip To merasa puas.
Ia berpaling kepada si nona manis.
"Kho Tat Giok," katanja, "sekarang kau hendak membilang apa lagi" Bukti dan saksi-saksi sudah ada! Kedosaanmu sudah terang sekali!" Habis berkata, detektip ini mengeluarkan rantai borgolannja seraja ia bertindak menghampirkan si nona.
Ketika itu, perang di otaknja Yoe Tek sudah berachir.
Ia dapat mengambil keputusan: Ia hendak melindungi isterinja itu! "Lao To, kau menjingkir dari gedungku ini!" mendadak ia mengusir detektip itu.
"Isteriku mengambil barang suaminja, perkara itu aku tidak mau tarik pandjang! Apa perlunja kau hendak mengurusnja lebih djauh?" "Perkara tjuri dapat aku tidak tarik pandjang," kata Tjie An, "akan tetapi perkara bunuh puterimu, Pek Hoa........." "Djuga perkara itu aku tidak mau tarik pandjang!" Yoe Tek memotong, dia gusar sekali.
"Akulah keluarga jang tersangkut, kau tidak perlu tjampur tahu!" Ada beda di antara perkara tjuri dan perkara bunuh.
Perkara tjuri dapat ditutup, tidak demikian dengan perkara djiwa.
Polisi berhak untuk menuntut.
Maka itu Tjie An tidak mau mundur, bahkan ia mengeluarkan pistolnja.
"Seng Yoe Tek, kau mundur!" ia kata njaring.
"Djangan kau merintangi tugasku!" Yoe Tek membandel.
Dengan tubuhnja jang besar, ia menghadang.
In Hong mengawasi sadja. Ingin ia ketahui tindakannja Tjie An menangkap si pembunuh.
Tiba- tiba ia melihat Tat Giok, jang berada di belakang Yoe Tek, menggeraki tangannja, membuka tas tangan dan merogo ke dalamnja.
Nona itu mengeluarkan hoei- too, pisau-terbangnja, jang ketjil dan tadjam dan berbisa.
Dengan itu dia lantas menimpuk Detektip To.
Menampak demikian, si Burung Kenari berlaku sebat.
Sambil berlompat, ia mendupak Tjie An, hingga detektip itu roboh seketika, hingga pisau-terbang lewat di atasan kepalanja.
Tat Giok tidak berhenti sampai di situ.
Kembali ia melajangkan pisaunja.
Kali ini ke arah Oey Eng, jang ia takuti berbareng sangat bentji! In Hong melihat serangan itu ia berkelit, sambil mengegos tubuh, tangannja diangkat dan diulur, guna menanggapi sendjata rahasia itu.
Berbareng dengan itu Detektip To, jang sadar akan bahaja, hendak menembak, tapi ia terhadang tubuh besar dari Yoe Tek, jang berdiri di depan isterinja itu.
"Mari kita menjerang dari depan dan belakang!" In Hong mengasi dengar suaranja.
Suaranja ini merupakan perang dingin.
Tat Giok mendjadi bingung.
Tentu sekali, tjelakalah ia kalau ia dikepung dari depan dan belakang, atau dari kiri dan kanan.
Tapi ia ketahui apa jang ia mesti lakukan.
Mendadak tubuhnja mentjelat ke arah djendela.
Sebagai pemain trapeze, tubuhnja sangat enteng dan gesit, gerakannja sangat sebat dan lintjah.
Di kiri ia memang ada djendela.
Dengan satu lompatan lain, ia sudah mandjat pohon gouwtong di samping djendela itu, untuk lebih djauh berlompat dan mendaki gunung- gunungan.
Detektip To memburu ke djendela, beberapa kali ia menembak, hasilnja jalah batu gunung pada gugur dan mental berhamburan, sebab Tat Giok sendiri, dari gunung palsu itu, sudah berlompat ke tembok pekarangan.
In Hong tidak berdiam sadja, dengan tidak kalah sebatnja ia berlompat ke djendela, naik ke pohon, mentjelat ke gunung palsu.
Beruntun dua kali ia diserang dengan hoei-too, saban-saban ia elakkan itu.
Ia terintang djuga oleh serangan saling-usul itu.
Ketika ia dapat melompati tembok pekarangan, Tat Giok sudah kabur di antara orang banjak.
Ia tidak mau mengerti, ia mengedjar terus.
Tat Giok lari sekeras-kerasnja.
Ia masuk dalam sebuah gang.
Ia menjangka itulah gang jang ada tembusannja ke lain arah.
Kenjataannja itulah gang buntu.
Ia mendjadi kaget dan bingung.
Terpaksa ia lari balik. Tapi ia terlambat, In Hong berada di belakangnja.
Latjur untuknja, tadi ia seperti telah mengobral hoei-toonja dan sekarang pisau-terbangnja itu sudah habis.
Terpaksa ia menjerang dengan tangan kosong.
In Hong membuat perlawanan.
Dengan pendjahat litjin itu bertangan kosong, ia dapat melajani dengan tabah.
Di dalam gang itu, kedua wanita tjantik itu bertempur seru.
Tat Giok benar-benar liehay.
Di dalam keadaan seperti itu, ia djuga berkelahi mati-matian; maka ia mengeluarkan semua kepandaiannja.
Selama lima atau enam menit, In Hong merasakan kegagahannja Kho Giok Hoan, hingga ia mesti berlaku gesit dan waspada.
Ia melawan dengan keras tetapi tenang.
Selewatnja itu, Tat Giok merasakan ialah jang berbalik terdesak, ia telah menggunai terlalu banjak tenaga, ia sangat bernapsu, ia mendjadi lekas letih.
Maka kewalahan ia melajani In Hong jang sabar itu.
Hanja lagi beberapa djurus, In Hong berhasil menindju pundak lawannja, hingga Tat Giok roboh, hingga dia lantas kena dibekuk.
Ketika itu Tjie An lari menjandak.
"Inilah orang tangkapanmu!" kata In Hong seraja menjerahkan Tat Giok.
Detektip To menjambuti dengan terus memborgol nona itu, dari itu bersama-sama, mereka lantas kembali ke rumah Yoe Tek.
In Hong sementara itu telah memetjah perhatiannja.
Sekarang ia ingat Lee In dan anaknja.
Ia merasa bahwa ia telah melakukan kekeliruan mengirim pulang ibu dan anak itu kepada Seng Yoe Tek.
Ingin ia menolong mereka itu.
Tapi, ketika mereka sampai di rumah Yoe Tek, Yoe Tek telah tidak ada bajangannja.
Merasa pasti bahwa telah terdjadi sesuatu, In Hong bekuk si pengawal pintu.
"Di mana adanja Yo Lee In ibu dan anak?" ia tanja.
"Aku tidak tahu," mendjawab pengawal itu.
In Hong memegang tangan oraug, ia mementjet.
Tak tahan pengawal itu, karena kesakitan, ia mendjerit teraduh-aduh.
"Ketika tadi kau pergi, madjikan meringkus Lee In dan anaknja terus dikurung di dalam kamar rahasia," ia terpaksa mengaku.
"Sekarang?" "Barusan dia paksa Lee In dan anaknja naik otonja, dia sendirinja jang membawa pergi." "Kau tahu dia menudju ke mana?" "Ke Hangchow." "Djikalau kau mendusta, aku patahkan tanganmu ini!" In Hong mengantjam.
"Memang dia pergi ke Hangchow, ke villa," pengawal itu memastikan.' "Tuan To, mari kita susul Yoe Tek!" kata In Hong tanpa berpikir lagi.
"Dia bawa Lee In dan anaknja ke Hangchow tentu bukan dengan maksud baik!" Detektip To setudju.
Tapi mereka berangkat sesudah pulang dulu ke kantor, guna mendjebloskan Tat Giok dalam kamar tahanan serta terus mengadjak A Puan beserta dua sersi.
"Lekas sedikit, A Poan!" kata In Hong.
"Yoe Tek berangkat lebih dulu setengah djam! Kita mesti lekas!" "Nona In, aku kurang pandai memegang setir, kau sadja jang mengendarai sendiri," kata si detektip pembantu jang terokmok, jang suka mengalah.
In Hong tidak menolak, maka ialah jang melandjuti mengendarai.
Ia melarikan oto polisi itu keras sekali, melintasi Minhuug dan Tsapu.
Di sana masih belum terlihat oto Yoe Tek, sebuah sedan warna kuning emas.
Muka ia madju terus. Baru kemudian nampak samar-samar sebuah oto djauh di depan mereka, nampaknja ketjil tetapi warna oto njata: kuning emas.
Tidak salah lagi, itulah oto Yoe Tek.
Maka oto itu dikedjar terus.
Yoe Tek telah hilang ketjerdasannja.
Ia begitu tergila- gila terhadap Tat Giok, hingga ia lupa pada patungnja jang sangat disajang, hingga ia tidak ingat lagi kematiannja puterinja.
Ia mendjadi gelap pikiran karena tidak dapat ia melindungi kekasihnja itu.
Maka itu, seberlalunja In Hong dan Tjie An, jang mengedjar Tat Giok, keselamatan siapa ia sangat kuatirkan, lantas kemendongkolan dan kegusarannja ia tumplekkan kepada si kedua bintang sapu, ibu dan anak, jalah Lee In dan Siauw Lee, tidak perduli orang sebenarnja menantu dan tjutjunja sendiri.
Dengan lantas ia lari ke kamar rahasianja, ia menjeret Lee In dan Siauw Lee, untuk dibawa ke otonja, guna dibawa kabur.
Lee In dan Siauw Lee tidak berdaja.
Keras Yoe Tek melarikan otonja.
Niatnja jalah mengurung itu ibu dan anak di dalam vilanja di Hangchow.
Ketika ia tiba di tepi laut, mendadak timbul keinginannja untuk melemparkan sadja kedua bintang sapu itu ke antara gelombang jang dahsjat.
Djauh di belakang, otonja In Hong madju terus dengan tjepatnja.
In Hong mengendalikan setir sambil memasang mata.
Ia melihat oto di depan dikasih berhenti, lalu tertampak seorang jang bertubuh besar dan gemuk lompat keluar dari oto itu, untuk memondong satu anak ketjil, jang dia bawa ke pinggir laut, untuk terus dilemparkan ke air! "Tjelaka!" berseru nona ini kaget.
"Siauw Lee dibuang ke laut!" Ketika itu terlihat Lee In digusur keluar.
"Tuan To, tembak!" berseru In Hong.
"Djangan kasi dia meminta kurban jang ke-dua!" Detektip To semua djuga telah melihat aksi Yoe Tek itu.
A Poan berlaku sebat, ia mendjudju dengan pistolnja dan menembak.
Yoe Tek terkena djitu, tubuhnja roboh.
Djusteru itu tibalah oto mereka.
In Hong lompat keluar dari belakang setir, untuk lari ke tepian, guna memasang mata ke laut.
Ia masih melihat Siauw Lee, jang teringkus, terumbang-ambing di air, jang sjukur sedang tenangnja.
Ia pandai berenang, maka tanpa ajal lagi, ia terdjun, berenang menghampirkan anak itu, untuk di lain saat ia menjeretnja balik ke tepian.
Detektip To telah membebaskan Lee In dari belengguannja, ia memakai tambangnja untuk membantui In Hong.
Tambang itu, jang kuat, dilempar ke bawah.
Tepian itu dalam seperti djurang.
Dengan bantuan tambang, jang dipakai merambat, achirnja In Hong dapat naik ke atas.
Siauw Lee pingsan, dia telah kena tenggak air laut, maka dia lantas ditolongi dengan tjara pertolongan pertama.
Maka selamatlah ia dari bahaja djiwa.
Yoe Tek rebah di samping otonja, tubuhnja mandi darah.
Karena ia terluka parah, njawanja sudah melajang pergi.
Dengan tjara demikian dia menebus dosanja.
Dengan matinja itu, warisan Yoe Tek djatuh kepada Lee In dan Siauw Lee serta Sie Tjiang, akan tetapi mereka ini mengambil sikap seperti Tjian Kiauw Kiauw dan Tjian Poet Kie, jalah mereka menampik harta karun itu, tak perduli djumlahnja besar sekali.
Maka warisan itu djatuh kepada fonds badan-badan amal.
Dengan bantuan In Hong, Lee In dan Siauw Lee memperoleh kebebasannja dan menghadapi hari kemudiannja jang gilang-gemilang .........
"TAMAT" Durjana Dan Ksatria 10 Pendekar Bayangan Sukma 15 Maut Buat Madewa Gumilang Si Kangkung Pendekar Lugu 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama