Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 3
Inilah gerakan Naga Terbang Memutar ekor yang sungguh indah dipandang dan juga lihai sekali. Nyo Tiang Pek
makin terheran dan kagum sekali melihat gerakan Naga Terbang Memutar Ekor ini dan sebelum ia dapat
menyerang lagi, tahu-tahu tubuh Lo Sin sudah melayang naik ke atas genteng dan menghilang cepat sekali!
Nyo Tiang Pek menghela napas dan berkata, "Sungguh lihai. Sayang ia jahat." Kemudian orang tua ini
memandang kepada gadisnya yang masih berdiri tanpa dapat bergerak di dekat tembok dan ia makin marah
ketika melihat betapa dari kedua mata Lee Ing mengalir keluar air mata.
"Sungguh memalukan kau ini! Apa kerjamu di atas genteng dan bercakap-cakap dengan seorang penjahat"
Apakah kau kenal padanya" Ah, Ing-ji, kalau para tamu mengetahui hal ini, bukankah kita semua akan
mendapat malu" Hayo kau masuk ke kamarmu!"
"Ayah?" dia itu?" pemuda tadi?" adalah Ouw-yan-cu si Walet Hitam. Dia adalah Lo Sin, putera dari Ang Lian
Lihiap!" Pucatlah muka Nyo Tiang Pek mendengar pernyataan yang tak disangka-sangkanya ini.
"Apa katamu?""
"Benar, ayah. Aku tidak membohongimu. Dia adalah putera tunggal dari Lo Siok-hu di Tit-lee. Dan menurut
katanya, Tik Kong adalah seorang jahat!"
Tiba-tiba sinar mata Nyo Tiang Pek menjadi tajam dan ia marah sekali.
"Dan kau percaya kepadanya" Anak bodoh! Pemuda itu, biarpun ia anak Cin Han, akan tetapi ia telah tersesat
dan menjadi perampok! Lihat saja pakaiannya, lihat saja sepak terjangnya! Ia mengejar-n gejar Tik Kong untuk
membunuhnya oleh karena dulu pernah bermusuhan! Kau tahu apa" Biar dia anak Ang Lian Lihiap sekalipun,
kalau dia bermaksud jahat dan hendak mencelakakan keluarga kita, aku tak rela dan takkan membiarkan
saja!" "Tapi ayah?" mungkinkah putera Ang Lian Lihiap menjadi orang jahat?"
"Hm, siapa tahu" Ang Lian Lihiap di waktu mudanya ganas dan menjagoi di dunia kang-ouw, ia keras hati dan
bagaikan seekor naga betina. Tidak heran apabila darahnya yang liar itu menurun kepada puteranya! Kalau ia
memang datang dengan maksud baik mengapa dia tidak mau datang pada siang hari menemuiku yang sudah
selayaknya mendapat penghormatannya oleh karena aku bagaimanapun juga lebih tua daripada ayah ibunya"
Mengapa ia datang malam-malam sebagai seorang penjahat dan sama sekali tidak menghargai aku" Dia
kurang ajar dan kelakuannya seperti seorang maling!"
"Tapi, ayah?" aku dulupun masuk ke rumah orang tuanya seperti maling pula!"
"Diam dan jangan sebut-sebut hal itu lagi. Kau telah membuat aku malu setengah mati! Jangan kau membela
Walet Hitam si penjahat kurang ajar itu!"
Nyo Tiang Pek marah sekali oleh karena ia merasa terhina oleh kedatangan Lo Sin yang seperti maling dan
dadanya panas memikirkan bahwa Lo Sin datang hendak membunuh calon mantunya!
"Betapapun juga, ayah, apakah tidak lebih baik kalau kita selidiki keadaan Tik Kong" Menurut kata Ouw-yancu, Tik Kong telah membunuh Kong Sin Ek supek!"
Makin marah Nyo Tiang Pek mendengar ini. "Bohong besar! Si kurang ajar itu sengaja memburukkan nama Tik
Kong di depanmu. Mana ada seorang murid membunuh gurunya" Tak mungkin! Apakah kau lebih percaya
kepada penjahat itu daripada calon suamimu sendiri?"
"Tapi, ayah?"" Lee Ing yang keras kepala hendak membantah lagi, akan tetapi ayahnya memoto ng.
"Tutup mulut, dan kaumasuklah! Jangan sampai terdengar oleh tamu kita. Atau, apakah kau sengaja hendak
membuat cemar dan malu nama keluarga kita?"
Melihat kemarahan ayahnya yang meluap-luap ini, Lee Ing tak berani membantah lagi dan ia lalu melompat ke
atas genteng untuk kembali ke dalam kamarnya melalui jendela, dan setibanya di dalam kamar, gadis ini
duduk diam bagaikan patung dengan wajah pucat dan nampak air matanya mengalir turun dengan derasnya!
Sementara itu, Nyo Tiang Pek lalu menemui calon mantunya yang bersembunyi di dalam kamar dan
menuturkan akan kedatangan Ouw-yan-cu yang telah diusirnya. Kemudian untuk menjaga keselamatan Tik
Kong, Nyo Tiang Pek mengusulkan agar supaya calon pengantin ini tidak pergi lagi dari rumah situ dan besok
hari melangsungkan pertemuan pengantin langsung saja dari rumahnya. Pada malam itu juga, Tik Kong lalu
menyuruh seorang utusan untuk pergi ke bentengnya dan minta kepada semua tamu supaya langsung pergi
menghadiri perayaan kawin di rumah kepala kampung Nyo dan sekalian membawa alat-alat keperluan kawin.
Maka sibuklah keadaan di rumah Nyo Tiang Pek dan para pelayan merasa terheran-heran akan adanya
perubahan ini, akan tetapi tak seorangpun diantara mereka dan para tamu tak pernah menyangka bahwa
telah terjadi hal yang mengejutkan di atas genteng rumah keluarga Nyo pada malam hari itu.
Ketika Nyo Tiang Pek memberitahukan hal itu dengan muka marah kepada Giok Lie, nyonya ini terkejut sekali
dan ia segera berlari ke dalam kamar anaknya. Namun Lee Ing sedikitpun tidak mau memberi keterangan apaapa, oleh karena gadis ini marah sekali terhadap keputusan ayahnya yang dianggap kurang bijaksana.
"Sudahlah, sudahlah! Ibu dan ayah memaksaku kawin dengan siapa juga aku tidak perduli! Biar ayah dan ibu
bergirang dengan pilihannya, dan aku menderita dibawah paksaanmu berdua!" kata Lee Ing sambil
membanting-banting kaki dengan marah dan sambil menangis bagaikan seorang anak kecil.
Dengan sia-sia Giok Lie menghibur anaknya, kemudian nyonya ini menemui suaminya yang masih
marah. "Apakah kita tidak salah melihat" Agaknya memang tidak mungkin anak Lian Hwa cici menjadi seorang
penjahat?" "Apakah kau juga sudah dipengaruhi oleh anak setan itu" Apakah kau lebih percaya kepadanya yang belum
kita kenal daripada calon mantu kita?"
Ucapan ini dikeluarkan sambil melototkan matanya kepada Giok Lie hingga nyonya ini yang baru pertama kali
melihat suaminya demikian marahnya, lalu mundur sambil menundukkan mukanya dengan bingung dan duka.
Kemarahan Nyo Tiang Pek ini memang dapat dimengerti. Orang tua ini sedang bergirang dan berbahagia sekali
menghadapi perkawinan puteri tunggalnya dan ia percaya penuh bahwa Tik Kong adalah calon suami puterinya
yang tepat dan bijaksana.
Perkawinan akan dilangsungkan esok hari dan semua tamu dari semua jurusan telah berkumpul, segalagalanya telah siap tinggal menerima kedua pengantin saja. Lalu tiba-tiba datang Lo Sin yang mengacau dan
membawa berita buruk dan mengejutkan!
Sudah tentu saja Nyo Tiang Pek menjadi marah sekali karena ia menganggap bahwa Lo Sin sengaja datang
mengacaukan dan hendak menghancurkan kebahagiaannya! Apalagi ketika mendapat kenyataan bahwa Lo
Sin adalah putera Cin Han, maka kemenyesalannya memuncak. Ia mengharapkan kedatangan kedua kawan
baiknya itu dan saat ini telah dinanti-nantinya dengan hati gembira karena ia memang telah rindu sekali
kepada kedua suami isteri kawan baiknya itu. Akan tetapi, apa yang terjadi"
Kedua suami isteri itu tidak datang, bahkan yang datang adalah puteranya yang mengacau! Kalau kedatangan
Lo Sin secara baik-baik sebagai tamu, tentu akan disambutnya dengan pelukan mesra, akan tetapi pemuda itu
datang malam-malam dengan pedang di tangan dan dengan maksud membunuh calon mantunya!
Memikirkan ini semua, tentu saja Nyo Tiang Pek menjadi bingung, marah dan menyesal. Ia hendak cepat-cepat
melangsungkan pernikahan anaknya, lalu kemudian ia hendak segera mencari Cin Han dan mengadukan
kekurangajaran Lo Sin itu.
Malam hari itu dilewati oleh keluarga Nyo tanpa dapat memeramkan mata dan dalam keadaan tidak bahagia
dan semua ini adalah gara-gara Lo Sin. Maka bertambah bencilah Nyo Tiang Pek kepada pemuda itu.
"Y" Lo Sin meninggalkan rumah keluarga Nyo dengan penuh keheranan. Ia tidak pergi jauh, bahkan lalu kembali
dan bersembunyi di atas sebatang pohon yang tinggi dan besar dan dari situ ia mengintai ke arah genteng dan
pintu rumah Nyo Tiang Pek, mengintai dengan penuh perhatian oleh karena ia menanti munculnya Lui Tik Kong
dari dalam rumah itu. Sambil menanti, tak habis ia heran memikirkan kelihaian tuan rumah atau ayah gadis itu. Ia benar-benar
merasa heran oleh karena belum pernah ia menghadapi seorang lawan segagah orang tua tadi. Kalau saja ia
tidak berlaku cepat, dalam tiga jurus yang berbahaya itu saja pasti ia akan dirobohkan.
Ternyata ia menanti dengan sia-sia. Sampai fajar menyingsing dan matahari mulai muncul, ia tidak melihat
bayangan Lui Tik Kong keluar dari rumah gedung itu, hingga Lo Sin merasa benar-benar kesal dan gemas.
Kemanakah perginya penjahat itu"
Ia takkan mau berhenti mencari sebelum berhasil membekuk batang leher Lui Tik Kong. Ia mempunyai
kecurigaan sepenuhnya bahwa pemuda keparat itu tentu masih bersembunyi di dalam rumah kepala kampung
itu. Maka dengan hati-hati ia menghampiri rumah itu dari depan.
Lo Sin merasa heran sekali melihat bahwa rumah itu ternyata terhias indah dan banyak tamu yang bermalam
di situ telah nampak duduk-duduk di ruang depan. Siapakah tuan rumah ini" Lo Sin lalu menemui seorang
penduduk kampung dan bertanya kepada orang yang sudah tua ini.
"Lopek, mohon tanya, siapakah pemilik rumah ini dan sedang diadakan pesta apakah di situ?"
Kakek petani itu memandang kepada Lo Sin dengan heran. "Bukankah tuan juga hendak bertamu" Rumah itu
adalah rumah Nyo-chungcu yang sedang merayakan perkawinan puterinya."
Tiba-tiba bagaikan baru sadar dari mimpi, Lo Sin teringat akan bunyi surat Nyo Tiang Pek kepada orang tuanya,
maka cepat-cepat dan dengan wajah berubah ia bertanya.
"Lopek yang baik, siapakah nama kepala kampung she Nyo ini dan siapa pula nama puterinya, hendak
dikawinkan dengan siapa?"
Pertanyaan yang datang bertubi-tubi ini membuat kakek itu tercengang, akan tetapi kemudian ia tersenyum
sambil menjawab, "Pertanyaan-pertanyaanmu ini aneh, Nyo-chungcu bernama Nyo Tiang Pek, seorang pendekar gagah yang
berjuluk Kim-jiauw-eng si Garuda Kuku Emas. Sedangkan puterinya yang hendak dikawinkan adalah nona Nyo
Lee Ing yang cantik dan yang gagah pula. Calon suami Nyo-siocia juga bukan sembarangan orang. Dia adalah
seorang perwira yang cakap dan gagah serta berkedudukan tinggi. Namanya Lui Tik Kong dan?""
"Terima kasih, lopek!" Lo Sin memotong kata-kata ini dengan muka pucat sekali, lalu ia lari dari depan kakek itu
yang memandangnya dengan melongo keheranan.
Sambil berlari Lo Sin merasakan betapa jantungnya memukul keras. Ah, jadi orang tua yang g agah perkasa
adalah Nyo-pekhu, pikirnya. Pantas saja ia demikian gagah dan ilmu pedangnya demikian tinggi. Dan gadis itu,
gadis yang dulu dilihat di dekat rumahnya, yang berdiri kehujanan di tepi jalan, gadis yang menarik hatinya,
yang selalu terbayang di depan matanya gadis itu adalah Nyo Lee Ing, puteri Nyo Tiang Pek.
Amboi?" gadis ini adalah gadis pilihan kedua orang tuanya, yang telah dilamar untuk dijodohkan dengannya
dan yang telah membuat ia marah kepada ayah ibunya. Kini gadis ini hendak dikawinkan dengan Lui Tik Kong
si keparat yang hendak dibunuhnya. Memikirkan semua ini Lo Sin menjadi pening dan debar jantungnya makin
mengeras. Tidak bisa! Tidak bisa! Ia h
arus menghalangi perkawinan ini, biarpun ia harus berkorban dengan nyawa
sekalipun. Puteri Nyo-pekhu tidak boleh menjadi isteri bangsat penjahat pengkhianat itu.
Lo Sin berlari cepat menuju ke rumah Nyo Tiang Pek. Ia marah sekali, marah kepada Lui Tik Kong. Bencinya
terhadap pemuda itu meluap dan membuatnya menjadi seperti orang gila.
Ketika ia tiba di depan pintu rumah keluarga Nyo dan melihat betapa para tamu telah duduk dengan wajah
gembira, ia tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Sambil menerjang masuk dan menendang roboh mejameja yang terpasang di situ hingga meja kursi beterbangan ke sana ke mari membuat para tamu terkejut dan
geger, ia berteriak-teriak bagaikan orang gila.
"Lui Tik Kong, bangsat hina dina! Keluarlah untuk terima binasa!"
Sebagian besar para tamu itu terdiri dari orang-orang yang mengerti ilmu silat, hingga mereka yang merasa diri
berkepandaian dan berkewajiban membela tuan rumah yang mereka hormati, lalu berdiri dengan muka tidak
senang. Dua orang muda yang mengerti ilmu silat lalu maju menghalang di depan Lo Sin sambil menuding dan
memaki. "Bangsat gila dari mana berani datang membuat kekacauan?"
Mata Lo Sin menjadi merah melihat adanya orang-orang yang berani menghadang. Ia menubruk sambil
berseru. "Minggir kamu!"
Dua orang tamu muda itu mencoba untuk mengelak dan membalas menyerang akan tetapi tanpa mereka
ketahui bagaimana Lo Sin bergerak, tahu-tahu leher mereka telah tertangkap oleh kedua tangan Lo Sin dan
sekali pemuda ini menggerakkan kedua tangannya, tubuh mereka terlempar jauh ke kanan kiri dan roboh
menimpa tamu-tamu lain! Empat orang tamu yang menjadi marah maju lagi, akan tetapi dalam dua gebrakan saja, kembali empat orang
ini dibikin jatuh tunggang langgang oleh Lo Sin yang sedang marah dan mengamuk.
"Bangsat besar Lui Tik Kong! Hayo keluarlah menebus dosa!" kembali Lo Sin berseru dengan keras bagaikan
orang kemasukan setan. Kembali ia menendang-nendang meja kursi di kanan kirinya hingga keadaan menjadi
makin kalut. Memang pada saat itu Lo Sin sudah lupa akan segala-galanya, yang teringat hanyalah malapetaka yang
menimpa keluarga Nyo dengan datangnya penjahat she Lui yang entah bagaimana telah berhasil memikat hati
mereka hingga hendak diambil mantu, dijodohkan dengan gadis keluarga Nyo yang manis dan menarik hati itu!
Malapetaka yang mengancam ini terlampau berat menekan perasaan Lo Sin yang masih muda, maka hal ini
menggelorakan semangat perlawanannya dan menambah rasa bencinya kepada Lui Tik Kong!
"Bangsat she Lui! Benar-benarkah kau begitu pengecut tak berani keluar" Kong peh-peh telah menantimu di
pintu akhirat!" Diantara para tamu yang berkepandaian tinggi, terdapat pula dua orang kakek pendekar yang menjadi kawan
baik Nyo Tiang Pek, bahkan juga menjadi kawan baik Kong Sin Ek dan Ang Lian Lihiap serta Cin Han di waktu
para pendekar itu masih muda. Mereka ini dulu ketika mudanya tinggal di Tit-lee dan mendapat julukan
Sepasang Naga dari Tit-lee.
Mereka adalah dua orang hiap-kek bersaudara yang bernama Ong Su dan Ong Bu. Keduanya merupakan
anggauta rombongan Nyo Tiang Pek yang dulu ketika masih muda menyerbu dan menghancurkan
perkumpulan jahat Pek-lian-kauw dan boleh dibilang bahwa Ong Su dan Ong Bu ini adalah sahabat-sahabat
kekal dari Nyo Tiang Pek, juga sahabat-sahabat baik Cin Han dan Lian Hwa.
Keduanya membuat nama besar di kalangan kang-ouw ketika muda oleh karena permainan tombak mereka
memang lihai sekali. Kini kedua kakek ini sengaja datang memenuhi undangan Nyo Tiang Pek, maka mereka
hadir di situ pada saat Lo Sin mengamuk.
Ketika Sepasang Naga dari Tit-lee melihat amukan seorang pemuda berpakaian hitam yang sedang marah
bagaikan kemasukan iblis mereka menjadi tidak senang. Apalagi setelah Lo Sin menjatuhkan beberapa orang
tamu dengan mudahnya, mereka lalu melompat maju sambil membentak keras,
"Pengacau muda tak tahu adat! Jangan berlaku kurang ajar!" Mereka ini lalu maju menyampok tangan ke arah
muka Lo Sin. Si Walet Hitam berkelit ke kiri dari sampokan tangan Ong Su, akan tetapi hampir saja ia terkena pukulan
tangan Ong Bu hingga cepat-cepat ia menangkis. Tangkisan ini membuat keduanya terkejut oleh karena Ong
Bu merasa betapa lengan tangannya sakit sekali sedangkan Lo Sin juga terhuyung beberapa langkah!
"Minggir, minggir! Aku tidak ingin berkelahi dengan siapa juga! Minggirlah semua! Aku hanya ingin menangkap
bangsat Lui Tik Kong!" teriak Lo Sin tanpa memperdulikan kedua kakek yang tangguh itu.
"Bangsat muda, apakah kau ingin mati?"
Sambil berseru demikian, Ong Su lalu maju menyerang lagi dengan pukulan ke dada Lo Sin, akan tetapi
kembali Lo Sin menangkis dengan tangannya sambil mengerahkan tenaga hingga Ong Su terpental dengan
penuh heran dan terkejut.
Tak disangka sama sekali oleh Sepasang Naga dari Tit-lee ini bahwa anak muda yang mengamuk itu demikian
tangguhnya! Memang semenjak pergi dan pindah dari Tit-lee belasan tahun yang lalu, kedua orang kakek ini
tak pernah menginjakkan kaki di Tit-lee hingga mereka tidak kenal kepada Lo Sin dan tidak tahu akan
keadaan di kota itu. Namun, sebagai sepasang pendekar tua yang telah membuat nama besar di dunia kang-ouw, mereka merasa
malu kalau sampai mundur dan jerih menghadapi seorang pemuda, maka keduanya lalu mengeroyok.
"Jiwi, mundurlah! Aku tidak ingin bertempur melawan kalian!" Lo Sin berseru sambil menendang-nendang meja
yang masih malang melintang di situ.
Ia menendang meja kursi hingga beterbangan bukan saja untuk melampiaskan marah dan mendongkolnya,
akan tetapi juga untuk mencari tempat yang agak lega oleh karena ia maklum bahwa ia tentu akan
menghadapi pengeroyokan sedangkan kedua orang kakek yang mengeroyoknya ini saja sudah berkepandaian
begini tinggi! Ketika Ong Su dan Ong Bu tetap mendesaknya dengan pukulan-pukulan maut. Lo Sin lalu memperlihatkan
ketangkasan dan kegesitannya. Dengan ginkang warisan ibunya dan lweekang warisan ayahnya ia dapat
mempermainkan kedua orang kakek gagah ini bagaikan seekor kucing mempermainkan dua ekor tikus!
Tubuhnya berkelebat ke sana ke mari dan tiap kali ia mendapat kesempatan untuk melancarkan serangan
maut, ia hanya mendorong saja tubuh kakek itu hingga Ong Su dan Ong Bu beberapa kali terdorong sampai
menabrak kursi atau meja!
Kedua Naga dari Tit-lee menjadi kagum dan juga marah sekali. Diam-diam mereka teringat kepada Ang Lian
Lihiap ketika melihat sepak terjang pemuda ini di dalam hati mereka menduga-duga siapa adanya pemuda
baju hitam yang luar biasa lihainya ini.
"Tik Kong, keluarlah kamu!!" lagi-lagi Lo Sin berteriak dan ia lalu mendesak kedua pengeroyoknya dan lari ke
dalam dengan maksud hendak mencari ke dalam rumah!
Akan tetapi pada saat itu, dari dalam rumah keluarlah seorang tua gagah perkasa dengan pedang di tangan
dan orang tua ini tak lain ialah Nyo Tiang Pek sendiri! Wajah orang tua ini merah karena marah dan matanya
menyinarkan cahaya yang seakan-akan hendak membakar tubuh Lo Sin yang segera memandangnya dengan
sikap hormat. 05.13. Kemarahan Garuda Berkuku Emas
"Nyo-pekhu, maafkan aku dan harap kau orang tua suka menyerahkan bangsat she Lui itu kepadaku!" kata Lo
Sin dengan sikap menghormat.
"Anak muda, apakah benar kau bernama Lo Sin dan putera dari Lian Hwa dan Cin Han?" tanya Nyo Tiang Pek
dengan suara keren dan ia menahan marahnya sedapat mungkin.
"Benar, Nyo-pekhu. Akan tetapi kedatanganku ini atas kehendakku sendiri dan aku harus menangkap dan
membinasakan bangsat she Lui itu. Serahkanlah dia kepadaku dan lain waktu aku bersama kedua orang tuaku
tentu akan datang menghaturkan maaf atas kelancanganku ini."
Semua orang, terutama Ong Su dan Ong Bu, terkejut mendengar bahwa anak muda ini benar-benar adalah
putera Ang Lian Lihiap dan Hwee-thian Kim-hong yang sangat terkenal.
"Lo Sin! Perbuatanmu kali ini sungguh mencemarkan nama orang tuamu! Kau minta hal yang bukan-bukan.
Tidak tahukah kau bahwa Lui Tik Kong adalah calon mantuku dan hari ini kami sedang merayakan
perkawinannya dengan puteriku?"
"Inilah celakanya! Perkawinan ini harus dibatalkan! Harus, kataku! Puterimu tidak boleh kawin dengan bangsat
pengkhianat rendah itu! Dia itu telah membinasakan Kong Sin Ek pek-hu! Dia itu telah menganiaya Kong pehpeh hingga orang tua itu menemui kematiannya. Dia harus dihukum."
"Kau bohong dan jangan mengandalkan kegagahan orang tuamu untuk mengacau di sini!" seru Nyo Tiang Pek
dengan marah. "Aku tidak membohong, Nyo-pekhu, dan orang tuaku jangan dibawa-bawa dalam hal ini!" jawab Lo Sin yang
menjadi marah dan tidak sabar melihat bahwa orang tua ini tidak mau mengerti dan demikian kukuh.
"Anak muda kurang ajar! Jangan kau hendak berlagak di depan Nyo Tiang Pek!" seru si Garuda Kuku Emas dan
secepat kilat ia menyerang dengan pedangnya ke arah dada Lo Sin.
"Nyo-pekhu, aku tidak berani mengangkat senjata terhadap kau orang tua!" seru Lo Sin yang cepat menangkis
serangan berbahaya itu. Akan tetapi Nyo Tiang Pek yang sudah menjadi marah sekali oleh karena merasa
malu mendengar calon mantunya dihina di depan orang banyak, lalu melancarkan serangan bertubi-tubi dan
setiap serangannya adalah gerakan ilmu pedang kelas tinggi yang amat berbahaya dan lihai!
Tentu saja Lo Sin harus curahkan seluruh perhatian dan kepandaiannya untuk menghindarkan diri dari ancaman
pedang pendekar tua itu. Sampai duapuluh jurus Nyo Tiang Pek menyerang, akan tetapi berkat kegesitannya
yang luar biasa, Lo Sin dapat melesat ke sana ke mari mengelak tanpa berani membalas menyerang!
Nyo Tiang Pek merasa gemas, malu dan juga kagum, lalu mendesak makin keras sambil mengertak gigi
karena marahnya. Pedangnya berkelebatan bagaikan seekor harimau mengamuk dan mengurung diri Lo Sin
dengan sinar pedangnya. Akan tetapi Lo Sin yang sudah menerima latihan dan gemblengan dari ibunya dalam ilmu gin-kang hingga
kepandaiannya dalam hal ini masih lebih tinggi daripada Nyo Tiang Pek, dapat bergerak lebih cepat lagi hingga
tubuhnya lenyap dari pandangan mata, merupakan gulungan sinar hitam yang berkelebatan di antara sinar
pedang lawannya. Semua penonton melongo menyaksikan pertempuran hebat yang berlangsung di tengah-tengah ruang pesta
Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perkawinan ini, sedangkan Ong Bu dan Ong Su yang maklum bahwa Nyo Tiang Pek sukar sekali menundukkan
pemuda itu, merasa tidak enak kalau tinggal diam saja.
Mereka tadi memang ragu-ragu ketika mendengar bahwa anak muda adalah putera Ang Lian Lihiap dan
Hwee-thian Kim-hong dan tidak berani segera turun tangan, akan tetapi kini setelah melihat betapa Nyo Tiang
Pek betul-betul hendak menjatuhkan anak muda itu, sebagai dua orang tamu, mereka meras a mempunyai
kewajiban untuk membantu tuan rumah menghalau seorang pengacau.
Apalagi tuan rumah ini adalah sahabat karib mereka. Cepat sekali kedua jago tua ini lalu mencari tombak dan
dengan tombak di tangan mereka lalu menyerbu.
Ilmu silat tangan kosong Sepasang Naga dari Tit-lee memang tidak seberapa tinggi maka mereka tadi
dipermainkan oleh Lo Sin, akan tetapi setelah mereka memegang tombak, maka tombak mereka segera
terputar mengeluarkan angin dingin dan menambah tebal dan kuatnya sinar pedang Nyo Tiang Pek ketika
mereka maju dari kanan kiri mengurung Lo Sin.
Bukan main terkejutnya Lo Sin melihat kehebatan ilmu tombak ke dua saudara Ong yang tua ini. Dengan cepat
pemuda ini lalu merobah ilmu pedangnya dan ia lalu menggunakan kepandaiannya dan memainkan ilmu
pedang Hwie-sian-liong-kiam-sut bagian mempertahankan diri, yakni gerak tipu Naga Sakti Mandi di Air.
Tubuh Lo Sin berdiri di tengah-tengah bagaikan seekor naga sakti melingkar dan pedangnya digerakkan
sedemikian rupa sehingga seluruh tubuhnya tertutup oleh sinar pedang dan ketika ia mainkan Ilmu Pedang
Naga Sakti Mandi di Air ini, segera terasa hawa yang amat dingin menjalar keluar dari angin gerakan
pedangnya. Nyo Tiang Pek dan kedua saudara Ong menjadi heran dan terkejut sekali. Mereka merasa betapa hawa dingin
itu menyerang lengan tangan mereka hingga terasa kesemutan. Dilihatnya bahwa Lo Sin seakan-akan tidak
bergerak, akan tetapi pedang di tangan pemuda itu berada di mana-mana dan selalu dapat menangkis dengan
tenaga luar biasa pada tiap saat senjata ketiga pengeroyoknya mengancam.
Inilah kemujijatan Hwie-sian-liong-kiam-sut yang jarang diperlihatkan kepada umum hingga biarpun Nyo Tiang
Pek dan kedua saudara Ong itu sendiri selamanya belum pernah menyaksikan ilmu pedang yang luar biasa ini.
Dengan ilmu pedangnya yang mujijat, Lo Sin dapat menahan serangan ketiga jago tua itu, biarpun ia sama
sekali tidak pernah membalas menyerang.
Tiba-tiba dari dalam berkelebat bayangan putih yang gerakannya cepat sekali dan sebatang pedang tipis
menyerbu masuk dan berhasil memasuki tembok baja yang dibuat oleh p
edang Lo Sin. Hampir saja pundak Lo Sin terluka oleh pedang ini dan ia menjadi terkejut sekali. Ketika ia memperhatikan,
ternyata yang menyerang nya adalah seorang wanita setengah tua yang berwajah cantik dan bergaya lembut.
Wajahnya ini hampir sama dengan wajah Lee Ing dan melihat ilmu gin-kang yang hebat itu Lo Sin dapat
menduga bahwa wanita ini tentulah Coa Giok Lie isteri Nyo Tiang Pek, atau sumoi dari ibunya sendiri.
"Ie-ie?"! Kau tentu Ie-ie Giok Lie!" Lo Sin berseru dengan terharu.
Memang Ang Lian Lihiap menganggap Giok Lie sebagai adik kandung sendiri maka ia menyuruh anaknya
menyebut ie-ie atau bibi kepada nyonya Nyo Tiang Pek itu.
Mendengar seruan ini, terdengar isak tangis dari mulut Giok Lie karena hatinya terharu, dan nyonya ini berkata
dengan suara halus. "Lo Sin, janganlah kau melawan pek-humu. Menyerahlah, nak dan mari kita berunding secara baik-baik!"
Lo Sin memikir bahwa ia takkan dapat bertahan terus dengan mempertahankan diri tanpa membalas
menyerang, sedangkan untuk menyerang, tidak berani. Apalagi setelah ie-ienya yang berkepandaian tinggi dan
memiliki ilmu gin-kang luar biasa itu ikut menyerbu, ia tidak tahu berapa lama pertempuran ini akan
berlangsung. Akhirnya ia tentu akan membalas dan kalau sampai ia kesalahan tangan melukai pek-hunya atau ie-ienya, hal
ini tentu akan menimbulkan keributan besar. Setelah memutar otaknya, ia lalu berseru keras.
"Awas pedang!" dan tiba-tiba saja ia merobah ilmu pedangnya dan kini ia mainkan Hwie-sian-liong-kiam-sut
bagian menyerang, yakni gerakan Naga Sakti Mandi di Api. Hawa pedangnya tiba-tiba berubah panas dan
gerakannya ganas dan dahsyat sekali.
Terkejut sekali para pengeroyoknya dan untuk sesaat mereka melangkah mundur dengan tercengang. Memang
inilah yang dikehendaki oleh Lo Sin. Ia memang hanya ingin menggertak saja agar kepungan itu menjadi
terbuka. Saat itu digunakan olehnya untuk melompat cepat ke dalam rumah. Kecepatannya memang luar biasa dan
gerakannya tiada ubahnya seperti seekor burung walet hitam menyambar. Suami isteri Nyo dan kedua saudara
Ong terkejut sekali dan Nyo Tiang Pek dengan suara parau lalu berseru.
"Kejar!" Lalu mereka beramai mengejar dengan cepat ke dalam rumah.
Para tamu di luar menjadi geger dan bingung, tak tahu harus berbuat apa. Yang bernyali kecil diam-diam keluar
dan tergesa-gesa meninggalkan tempat itu. Yang rakus lalu mempergunakan kesempatan pada saat semua
orang tidak ada yang memperhatikannya, menyambar makanan dan memenuhi mulutnya dengan hidanganhidangan terbaik. Ketika Lo Sin melompat ke dalam ruang dalam, ternyata keadaan di situ sepi oleh karena semua pelayan lakilaki dan wanita telah lari bersembunyi ketakutan ketika di luar terjadi pertempuran tadi! Lo Sin memandang ke
sana ke mari mencari-cari, dan ketika itu melihat seorang pelayan hendak melarikan diri dari pintu belakang.
Ia cepat melayang dan menangkap pundak pelayan itu, ia menempelkan pedangnya di leher orang lalu
membentak dengan suara mengancam.
"Di mana adanya calon pengantin laki-laki" Hayo cepat beritahukan padaku!"
"Dia?" dia telah semenjak tadi melarikan diri ke belakang!"
Dalam keadaan yang tegang itu, Lo Sin masih teringat kepada Lee Ing, maka ia lalu bertanya lagi.
"Dan di mana nona Lee Ing?"
"Nyo-siocia?" berlari mengejar pengantin laki-laki dengan pedang di tangan!"
Lo Sin lalu mendorong pelayan itu hingga terjengkang, dan saat itu Nyo Tiang Pek dan yang lain-lain telah
mendatangi dengan pedang terangkat.
"Bangsat muda she Lo jangan lari!" teriak Nyo Tiang Pek sambil mengirim serangan hebat.
Lo Sin menangkis dengan keras hingga Nyo Tiang Pek merasa telapak tangannya tergetar, kemudian Lo Sin
melompat pergi melalui pintu belakang sambil berteriak.
"Nyo-pekhu, lain waktu aku akan datang memohon maaf darimu!"
Ketika Nyo Tiang Pek, Giok Lie dan kedua saudara Ong mengejar ke belakang, mereka tidak melihat lagi
bayangan Lo Sin. Giok Lie segera berlari memasuki kamar Lee Ing, akan tetapi dengan terkejut ia mendapatkan pakaian
pengantin telah rusak dan tersobek berhamburan di atas pembaringan, sedangkan gadis itu sendiri telah pergi
entah ke mana! Pedang Lee Ing yang biasanya tergantung di dinding juga turut lenyap! Giok Lie menjatuhkan
diri di atas pembaringan sambil menangis dan memanggil-manggil nama puterinya!
Nyo Tiang Pek berlari ke kamar di mana Lui Tik Kong bersembunyi akan tetapi ia juga tidak dapat menemukan
bayangan calon mantunya ini! Nyo Tiang Pek dan Giok Lie lalu bertanya kepada para pelayan dan ketika
semua pelayan melihat bahwa pengacau telah pergi, mereka datang berkerumun dan ramai menceritakan
peristiwa yang terjadi di ruang dalam pada saat di luar terjadi pertempuran itu.
Ternyata bahwa pada saat Lo Sin berteriak-teriak memaki-maki nama Lui Tik Kong dan mengamuk di ruang
tamu, Lee Ing mendengar juga. Gadis ini dengan hati tidak karuan rasa lalu menjenguk ke luar dan melihat
betapa Lo Sin dikeroyok oleh ayah ibunya dan oleh kedua orang tua she Ong. Ia merasa malu sekali oleh
karena peristiwa hebat yang terjadi pada saat perkawinannya dirayakan ini tentu akan menjadi buah tutur
orang-orang dan memalukan nama keluarganya.
Aneh, ia tidak menjadi marah kepada Lo Sin yang dianggapnya telah menolongnya daripada bahaya dikawin
oleh seorang penjahat! Bahkan ia menumpahkan kemarahannya kepada Lui Tik Kong.
Pada saat itu, Tik Kong yang ketakutan dengan wajah pucat sekali keluar pula dari kamarnya dan ketika
melihat Lee Ing, ia lalu berkata,
"Niocu, marilah kita melarikan diri!"
"Ah, orang tak tahu malu! Mengapa melarikan diri" Hayo kau keluar dan lawanlah dia kalau kau memang lakilaki gagah!" "Niocu, jangan begitu.
Dia?" dia mau membunuhku. Bukankah aku suamimu" Hayo kau pergi ikut aku
melarikan diri!" "Bangsat hina!" Lee Ing berseru sambil memaki-maki dan berlari masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Di situ Lee Ing lalu melepaskan baju pengantin dan merobek-robeknya hingga berkeping-keping, kemudian
dengan cepat ia mengenakan pakaian ringkas dan mengambil pedangnya terus digantung di pinggang.
Pada saat itu, kembali terdengar suara Lui Tik Kong di luar kamarnya.
"Niocu, isteriku yang manis, marilah kita pergi meninggalkan tempat yang berbahaya itu!"
Bukan main marah dan sebal hati Lee Ing mendengar ini. Ia menendang daun pintu kamarnya dan mencabut
pedangnya. "Tutup mulutmu yang kotor! Siapa sudi menjadi isterimu?"
Bukan main kagetnya Tik Kong melihat bahwa Lee Ing telah berganti pakaian dan bahkan kini berdiri dengan
sikap mengancam dan pedang di tangan, maka ia lalu melarikan diri.
"Bangsat jangan kau lari, kau harus membuat pengakuan dulu tentang terbunuhnya Kong Sin Ek!"
Mendengar ini, Lui Tik Kong makin takut oleh karena maklum bahwa rahasianya telah diketahui oleh calon
isterinya itu, maka tanpa menoleh lagi ia berlari makin keras meninggalkan tempat itu.
Lee Ing sambil memaki-maki lalu lari mengejar dengan pedang di tangan!
"Y" Melihat bahwa Lui Tik Kong telah melarikan diri oleh karena takut kepada Lo Sin dan betapa Lee Ing juga
melarikan diri, sedangkan Lo Sin yang menjadi biang keladi kekacauan itu tidak tertangkap, maka saking
marah dan malunya Nyo Tiang Pek berseru keras dan roboh pingsan!
Giok Lie menangis dengan sedih, bingung dan juga malu. Akan tetapi nyonya ini yang mempunyai kesabaran
lebih besar dan mempunyai kebijaksanaan lalu bertindak tegas.
Dengan segera ia mengangkat tubuh suaminya yang pingsan itu ke dalam kamar, merebahk annya di atas
pembaringan dan minta kepada semua orang supaya jangan mengganggu dan semua pelayan lalu
diperintahkan pulang meninggalkan rumahnya. Setelah itu, nyonya ini lalu bertindak keluar dan menjura
kepada semua tamunya dan dengan hormat berkata,
"Cuwi sekalian yang mulia. Kami merasa sangat menyesal bahwa kami telah mengecewakan cuwi sekalian
oleh karena terpaksa kami mengumumkan bahwa perayaan ini dibatalkan. Cuwi maklum bahwa telah terjadi
peristiwa yang semua timbul oleh karena kesalahpahaman dan kami harap sudilah kiranya cuwi memandang
muka kami untuk tidak menyiarkan berita mengenai peristiwa ini agar jangan sampai ditambah-tambah dan
dibesar-besarkan oleh mulut orang-orang yang tak tahu malu dan jail! Namun kami percaya penuh bahwa cuwi
tentu bukan tergolong orang-orang yang jail seperti itu.
"Pernikahan puteri kami dibatalkan dan anggaplah bahwa perkawinan ini tidak jadi diadakan. Kami minta maaf
sebanyak-banyaknya kepada cuwi sekalian oleh karena suami saya tidak dapat mengantar cuwi keluar dan
tidak dapat menghaturkan maaf sendiri oleh karena suami saya menderita sakit dengan tiba-tiba. Sekali lagi
maaf dan banyak-banyak terima kasih kami haturkan atas budi kebaikan cuwi sekalian."
Semua tamu mendengar suara yang diucapkan dengan halus, tetapi nyaring dan mengandung sindiran yang
melarang mereka menyiarkan terjadinya peristiwa itu, tidak ada yang berani membuka mulut dan kemudian
mereka pergi seorang demi seorang berpamitan dan meninggalkan tempat itu pulang ke tempat masingmasing. Setelah semua orang pergi, Ong Su dan Ong Bu juga berpamitan sebagai orang-orang yang terakhir.
Ketika menghadapi kedua saudara Ong, yang telah menjadi sahabat baiknya itu, tiba-tiba sikap Giok Lie
berubah. Tadi ia bersikap gagah dan tidak mau memperlihatkan kelemahannya terhadap para tamu, akan
tetapi sekarang menghadapi kedua saudara Ong yang telah dikenalnya sebagai sahabat-sahabat baik, ia tidak
dapat menahan lagi jatuhnya air mata dan menangis tersedu-sedu sambil menjatuhkan dirinya di atas sebuah
kursi! Ong Bu dan Ong Su saling memandang sambil menghela napas.
"Sudahlah jangan terlalu bersedih, toanio," hibur Ong Su, "hal ini harus kau hadapi dengan tabah dan tenang.
Lebih baik segera dapat dibereskan."
"Benar, toanio. Berduka saja tidak ada artinya bahkan akan merusak semangat dan kesehatan sendiri.
Sekarang perkenankanlah kami berdua kembali dulu," berkata Ong Bu.
Giok Lie mengangkat muka dan mengangguk, bibirnya bergerak menyatakan terima kasihnya. Setelah kedua
saudara Ong ini pergi, ia lalu kembali ke kamar suaminya dan ternyata Nyo Tiang Pek telah sadar dari
pingsannya dan kini duduk di atas pembaringan sambil menghela napas panjang pendek.
Ketika melihat isterinya masuk, ia lalu berkata dengan tetap,
"Isteriku, kita harus segera pergi ke Tit-lee untuk membalas sakit hati ini kepada Cin Han dan Lian Hwa. Kalau
kedua orang itu tidak bisa mengajar anak mereka, biarlah kita yang menghajar mereka. Biarlah, betapapun
pandai dan lihainya Ang Lian Lihiap dan Hwee-thian Kim-hong, aku Nyo Tiang Pek kalau disinggung
kehormatanku, tidak merasa takut dan hendak mengadu jiwa dengan mereka!"
Giok Lie terkejut, lalu dengan gerakan halus duduk di samping suaminya.
"Suamiku, di mana ketenanganmu yang dulu, dan jangan melakukan sesuatu menuruti nafsu marah yang
sedang menggelombang. Siapa tahu kalau cici Lian Hwa dan suaminya tidak tahu menahu dalam hal ini, hingga
kalau kita tiba-tiba muncul sambil marah-marah bukankah kita yang keterlaluan" Dalam hal ini kita harus
berlaku hati-hati dan berpikir luas.
"Memang tindakan Lo Sin itu keterlaluan dan terlalu menghina kita, sama sekali tidak memikirkan akibat yang
ditimbulkan oleh pengacauannya itu hingga kita mendapat malu besar. Akan tetapi, bukankah lebih baik kita
selidiki secara teliti sebab-sebab yang menjadikan ia bersikap demikian" Dan mengapa pula anak kita sampai
lari mengejar Tik Kong sambil membawa pedang" Semua ini terlalu aneh dan membingungkan bagiku, maka
lebih baik kita berlaku hati-hati."
Untuk sejenak Nyo Tiang Pek berdiam saja, tanda bahwa ia sedang berpikir keras. Kemudian ia menghela
napas dan berkata. "Dasar anak kita yang keras kepala! Kita jangan terlalu percaya kepada anak kurang ajar she Lo itu! Memang,
kalau kita memikirkan keadaan orang tuanya, kita bisa menjadi lemah. Bukankah kau dan aku sudah tahu
sampai habis sikap Tik Kong yang benar-benar jujur dan baik" Sudahlah, kalau kau tidak setuju kita menyerbu
ke Tit-lee, sedikitnya aku mau menulis surat tegoran kepada Ang Lian Lihiap dan Hwee-thian Kim-hong agar
mereka mau menyelidiki keadaan putera mereka yang tidak tahu adat itu!"
Giok Lie menghela napas dan ia cukup tahu akan kekerasan hati suaminya. Sedikitnya ia telah berhasil
menahan maksud Nyo Tiang Pek yang hendak menyerbu dan mengadu jiwa dengan Ang Lian Lihiap dan
suaminya. Nyo Tiang Pek lalu membuat sepucuk surat kepada Cin Han dan Lian Hwa. Oleh karena ketika menulis surat itu
hatinya masih panas dan marah, maka sudah tentu saja suaranya berbunyi keras dan marah pula. Ia lalu
menutup surat itu dan menyuruh seorang kampung untuk segera berangkat ke Tit-lee pada hari itu juga untuk
mengantar surat itu kepada Lo Cin Han. Ia bahkan memberi seekor kuda kepada pesuruh itu agar dapat segera
sampai di Tit-lee. Oleh karena mendapat pesan dari Nyo Tiang Pek agar cepat-cepat mengantar surat tanpa banyak menunda
perjalanan, maka pesuruh itu lalu membalapkan kudanya menuju ke Tit-lee. Sepekan kemudian, dengan
pakaian penuh debu dan lelah sekali, pesuruh itu tiba di Tit-lee lalu menyerahkan surat Nyo Tiang Pek kepada
Lo Cin Han suami isteri. 05.14. Tantangan Musuh Lama.
Kebetulan sekali pada waktu itu Lian Hwa dan suaminya sedang duduk di ruang depan dan mereka heran
melihat datangnya seorang penunggang kuda. Ketika penunggang kuda itu sudah turun dari kudanya dan
menanyakan nama mereka, lalu ia mengeluarkan sepucuk surat dan menyerahkannya kepada Cin Han.
"Terima kasih, akan tetapi saya terpaksa tidak dapat menerima kebaikan taihiap, oleh karena saya setelah
memberikan surat ini harus segera kembali tanpa menanti balasan," jawab penunggang kuda itu yang terus
menaiki kudanya kembali dan pergi dari situ.
Cin Han dan Lian Hwa saling memandang dan mengangkat pundak karena merasa heran dan tidak mengerti
melihat sikap penunggang kuda itu. Keduanya segera ingin sekali mengetahui apakah gerangan isi surat Nyo
Tiang Pek. Dibukanya surat itu dan dibaca oleh mereka berdua dengan berbareng.
Alangkah terkejut mereka membaca surat yang keras bunyinya itu sehingga keduanya menjadi merah
mukanya dan menahan napas. Bunyi surat itu memang keras sekali.
Saudara Lo Cin Han dan Han Lian Hwa!
Kalau sekiranya aku tidak ingat bahwa kalian adalah sahabat-sahabat baikku dan kalau saja isteriku tidak
mencegahku, mungkin bukan surat ini yang kini berada di hadapan kalian, akan tetapi aku sendiri dengan
pedang di tangan! Seperti kalian ketahui, kami merayakan hari perkawinan anak kami Lee Ing, dan kalian pun sudah kami
undang, sungguhpun kalian tidak mau datang menjenguk. Hal ini bukan apa-apa dan aku takkan merasa
menyesal sedikitpun, akan tetapi ketahuilah bahwa pada saat perayaan perkawinan dilakukan, tiba-tiba datang
seorang pemuda yang mengacaukan pesta dan mengandalkan kepandaiannya menghina kami sekeluarga!
Tahukah kalian apa yang dilakukan oleh pemuda itu" Ia memaksa hendak membunuh mati calon mantuku!
Bahkan ia telah berani menghadapi dan bertempur dengan aku, bahkan telah menyerang pula saudara Ong Bu
dan Ong Su, kawan-kawan lama kita itu! Entah apa yang terjadi antara pemuda itu dengan calon mantuku
yang bernama Lui Tik Kong, akan tetapi menurut penuturan Tik Kong pemuda itu adalah seorang perampok
jahat! Hal ini aku belum dapat membuktikan kebenarannya. Akan tetapi yang sudah pasti dan terbukti ialah bahwa
pemuda itu benar-benar kurang ajar, tidak memandang mata kepada kami dan bahkan menghina kami,
membuat kami malu dan mencemarkan nama keluarga kami.
Dengan pengacauannya yang kurang ajar itu perkawinan menjadi batal, calon mantuku melarikan diri, karena
takut, bahkan anak perempuanku juga melarikan diri sehingga sekarang belum kembali. Sayang kami tidak
dapat membekuk batang leher pemuda pengacau itu!
Dan tahukah kalian siapa orang muda tak tahu adat itu" Dia bukan lain adalah puteramu! Dia adalah Lo Sin,
yang mengandalkan kepandaian dan mungkin mengandalkan nama orang tuanya untuk menghina aku, Nyo
Tiang Pek. Kalian tentu mengerti bahwa aku marah dan menyesal kepadamu berdua. Tak dapatkah kalian mengajar adat
kepada anakmu itu" Dengan terjadinya peristiwa yang mencemarkan nama keluarga kami itu, mulai sekarang aku tidak
menganggap keluargamu sebagai kawan lagi dan harap kalian menjaga jangan sampai bertemu dengan Nyo
Tiang Pek, oleh karena pertemuan itu hanya akan diakhiri dengan pertumpahan darah kita!
Sekian dan harap maklum! Dari aku, Nyo Tiang Pek Dapat dimengerti bahwa bunyi surat itu membuat wajah kedua suami isteri ini merah sampai ke telinga.
Mereka heran, bingung, marah dan menyesal sekali. Bahkan tangan Cin Han yang memegang surat itu sampai
menggigil. Sampai tiga kali mereka berdua membaca isi surat itu seakan-akan tidak percaya kepada mata sendiri, akan
tetapi makin sering dibaca makin memerahkan telinga. Cin Han yang biasanya lebih sabar saja tidak kuat
menahan marahnya, apalagi Ang Lian Lihiap yang terkenal keras hati.
"Brakk!!" tiba-tiba meja di depan nyonya ini roboh dan remuk berkeping-keping terkena pukulan tangan Ang
Lian Lihiap. "Nyo Tiang Pek! Kau orang tua tak tahu diri! Makin tua kau tidak makin bijaksana, sebaliknya kau
berpemandangan sempit dan berotak gelap! Apakah kau kira aku Ang Lian Lihiap takut kepadamu?"
Muka yang cantik itu merah bagaikan kepiting direbus sedangkan kedua tangannya mengepal tinju. Sepasang
matanya bersinar-sinar memandang ke arah jauh tanpa berkedip, seakan-akan pada saat itu Nyo Tiang Pek
berdiri di depannya. "Sabar, sabar, isteriku! Tenanglah kau!"
"Sabar" Kaukata aku masih harus bersabar sedangkan orang seperti si Garuda Kuku Emas itu menghina kita?"
Apakah kau belum dapat mengerti atau menduga akan timbulnya peristiwa yang ia sebutkan itu" Sudah jelas
bahwa calon mantunya adalah Lui Tik Kong, murid murtad dari Kong-twako yang membunuh dan menganiaya
gurunya sendiri, seorang pemuda palsu dan durhaka. Maka ketika Sin-ji mencari-cari dan mendapatkan
jejaknya, lalu mengetahui bahwa Tik Kong berada di tempat Nyo-twako dan bahkan akan dipungut mantu,
tentu saja Sin-ji merasa marah dan hendak menghalangi perkawinan itu untuk menolong puteri Nyo-twako
dan juga untuk membinasakan bangsat she Lui itu.
"Akan tetapi, agaknya mata Nyo Tiang Pek telah menjadi buta, tidak dapat melihat mana yang benar mana
Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang salah dan bahkan menyangka anak kita itu perampok dan pengacau. Ah, sungguh terlalu! Hendak kulihat
sampai di mana kepandaian tua bangka she Nyo itu!" Sambil berkata demikian cepat sekali tan gan Han Lian
Hwa mencabut pedang yang akhir-akhir ini selalu dipakainya setelah terjadi penyerhuan Hek Li Suthai.
Cin Han terkejut melihat ini. Ia mengangkat kedua tangannya dan berkata. "Eh, eh, kau mencabut-cabut
pedang segala ini mau apakah?"
"Hendak kulihat kelihaian orang she Nyo yang telah menghina dan mencac
i maki anakku yang berarti ia
menghina aku sendiri!"
"Sabar, sabar! Nyo-twako tidak berada di sini, mengapa kau mengamuk tidak karuan dan mencabut pedang"
Sadarlah isteriku, kalau dilihat orang dari luar, dikira kau marah-marah dan mencabut pedang hendak menikam
aku!" Cin Han mencoba untuk meredakan kemarahan isterinya dengan berkelakar. Ia telah dapat menekan
kemarahannya dan dapat pula berlaku tenang, oleh karena ia yakin bahwa di sini tentu telah terjadi kesalah
pahaman. Setelah dihibur-hibur suaminya, Lian Hwa mulai sabar dan memasukkan kembali Kong-hwa-kiam di sarung
pedangnya. "Marilah kita bicarakan dengan kepala dingin!" kata Cin Han sambil menarik tangan isterinya untuk duduk di
sampingnya. "Jangan kita meniru-niru Nyo-twako yang tidak dapat menahan marahnya itu. Kita bukanlah
anak-anak kecil yang sedikit-sedikit lalu menjadi marah tidak karuan. Kita cukup tahu bahwa Nyo-twako tidak
biasanya menghina orang, apalagi kepada kita yang menjadi kawan baiknya."
"Tidak ingatkah kau akan surat undangan itu?" tiba-tiba Lian Hwa yang masih panas hatinya itu memotong
bicaranya. "Semenjak semula pun Nyo-twako telah memandang rendah kepada kita! Kita dengan baik-baik
melamar puterinya, akan tetapi ia tidak perduli sama sekali, bahkan menjawabpun tidak! Tahu-tahu ia
mengirim surat undangan dan memberita hukan bahwa puterinya hendak dikawinkan dengan or ang lain tanpa
menyebut-nyebut perihal peminangan kita.
"Bukankah itu sudah cukup menghina" Kita sudah cukup bersabar dan tidak menyatakan penyesalan kita, akan
tetapi sekarang ia menulis surat macam ini, memaki-maki anak kita! Kau masih mau bilang bahwa Nyo Tiang
Pek tidak biasa menghina orang" Suamiku, kesabaran ada batasnya dan kalau kau memaksa-maksa aku
supaya bersabar menghadapi penghinaan yang berkali-kali ini, jantungku bisa meledak!"
Cin Han memegang tangan isterinya dengan mesra dan tersenyum. "Jangan isteriku. Kalau jantungmu
meledak, siapa yang akan susah selain suamimu?"
Akan tetapi Lian Hwa menarik tangannya dan cemberut.
"Memang sikap Nyo-twako yang tidak menjawab surat lamaran kita itu sangat keterlaluan dan hal itu perlu
penjelasan sejujurnya apabila kita bertemu dengan mereka. Aku akan bertanya kepadanya secara laki-laki dan
secara sahabat baik. Adapun peristiwa yang terjadi dengan Sin-ji inipun perlu pula diselidiki lebih jauh. Mungkin
Sin-ji yang ketularan adat keras darimu, tidak dapat menahan marah melihat Tik Kong sehingga berlaku kasar
di depan Nyo-twako. "Harus diingat bahwa pengacauan yang dilakukan oleh Sin-ji untuk menangkap Tik Kong itu telah
membatalkan perkawinan anak mereka, dan tentu saja mereka menjadi malu sekali! Hal ini harus kita
pertimbangkan masak-masak dan baiklah kita menanti sampai Sin-ji datang kembali untuk ditanya bagaimana
duduknya peristiwa yang sebenarnya."
Di dalam, hatinya, Lian Hwa mengakui kebenaran pandangan suaminya ini, maka hatinyapun menjadi agak
sabar, akan tetapi mulutnya tetap mengomel.
"Mengapa Sin-ji tidak membiarkan saja" Biarlah, biar Nyo Tiang Pek tahu rasa dan mendapatkan seorang
menantu bajingan, besar!"
"Sttt, isteriku, apakah kau tidak kasihan kepada mereka" Apakah kau tidak ingat kepada Giok Lie yang begitu
mencintaimu" Ingatlah, surat itu ditulis oleh Nyo-twako, bukan oleh Giok Lie. Mungkin sekali pada saat ini Giok
Lie sedang menangis sedih menyesalkan sikap suaminya dan ia sedang terkenang kepadamu."
Mendengar disebutnya nama Giok Lie, tiba-tiba Lian Hwa lalu menjatuhkan mukanya di pundak suaminya dan
menangis terisak-isak. "Giok Lie...... kasihan kau, Giok Lie ," keluhnya dengan suara perlahan.
"Nah, nah, kau sekarang menangis! Kau mengingatkan daku akan Ang Lian Lihiap, gadis jelita yang bisanya
hanya dua macam saja itu, yakni menangis dan marah-marah!" kata Cin Han sambil mengusap-usap rambut
isterinya. Setelah agak reda tangisnya, Lian Hwa lalu berkata kepada Cin Han.
"Kita tidak boleh mendiamkan hal ini begini saja oleh karena rasa tidak enak hati dan permusuhan akan makin
mendalam. Lebih baik sekarang juga kita berangkat ke Bong-kee-san mencari Nyo-twako untuk menjelaskan
dan membereskan semua perkara ini dengan damai," katanya dengan suara perlahan.
Cin Han mengangguk. "Demikian pula pendapatku. Biarpun Nyo-twako telah mengeluarkan ancaman, akan
tetapi jalan satu-satunya untuk membikin terang perkara yang ruwet ini hanyalah menjumpainya dan bicara
dari hati ke hati sebagai sahabat-sahabat lama."
Tiba-tiba pada saat itu, dari pintu luar berkelebat masuk bayangan orang dengan gesitnya dan terdengar seruan
seorang wanita dengan suara nyaring.
"Lian Hwa cici, tolonglah kami!"
Cin Han dan Lian Hwa terkejut sekali dan serentak bangkit dari tempat duduk mereka.
"Mei Ling kau kenapakah?" tanya Han Lian Hwa sambil memandang kepada seorang gadis cantik yang berusia
kurang lebih duapuluh lima tahun dan yang segera menubruk dan memeluknya dengan menangis.
Juga Cin Han terkejut sekali. "Mei Ling duduklah dengan tenang dan ceritakan mengapa kau datang-datang
menangis dengan sedih."
Gadis ini adalah seorang dara pendekar yang berilmu silat tinggi. Namanya Song Mei Ling, dan dia ini bukan lain
adalah cucu dari Song Cu Ling si Dewi Tanpa Bayangan yang menjadi guru Han Lian Hwa. Oleh karena Mei Ling
juga menjadi murid neneknya, maka Lian Hwa boleh dibilang adalah sucinya (kakak seperguruan) .
Song Cu Ling atau Dewi Tanpa Bayangan adalah seorang li-hiapkek yang terkenal sekali di waktu masih hidup.
Akan tetapi nasibnya malang dan ia ditinggal mati suami dan puteranya yang meninggalkan sepasang anak
kembar, yakni cucunya yang bernama Kong Liang dan Mei Ling, sepasang anak kembar laki perempuan. Oleh
karena ayah kedua anak ini telah meninggal, maka Song Cu Ling memberi she Song kepada mereka, dan ia
menggunakan seluruh kepandaiannya untuk mendidik kedua anak kembar ini hingga menjadi sepasang hiapkek yang berkepandaian tinggi.
Kakak beradik ini setelah ditinggal mati oleh nenek mereka, lalu hidup sebagai perantau-perantau yang
seringkali menolong sesama hidup hingga terkenal sebagai sepasang pendekar budiman. Lian Hwa dan
suaminya sudah sering kali minta supaya kedua anak yatim piatu ini tinggal saja bersama mereka, akan tetapi
Kong Liang dan Mei Ling tidak mau, bahkan ketika mereka mengunjungi Nyo Tiang Pek Coa Giok Lie yang juga
terhitung suci mereka, keluarga Nyo minta mereka di Bong-kee-san, akan tetapi keduanya lebih suka
melakukan pengembaraan berdua.
Anehnya sepasang anak kembar ini tidak mau kawin, agaknya mereka ini belum menemukan jodoh yang
cocok sehingga pada waktu itu Kong Liang telah berusia duapuluh lima tahun, demikianpun adiknya, dan
mereka masih tinggal membujang. Seringkali keduanya datang mengunjungi Lian Hwa untuk beberapa hari,
kemudian pergi lagi merantau, bagaikan dua ekor burung yang bebas lepas di udara tidak mempunyai tempat
tinggal tertentu. Oleh karena belum pernah sekali juga melihat Mei Ling datang seorang diri, maka Lian Hwa lalu bertanya,
"Mei Ling, mengapa kau datang seorang diri" Mana Kong Liang?"
Mendengar nama kakaknya disebut, kembali Mei Ling mengalirkan air mata, sehingga Lian Hwa memandang
wajah yang cantik itu dengan khawatir.
"Mei Ling, lekas ceritakan apakah yang telah terjadi?"
"Cici Lian Hwa, kami mendapat kecelakaan. Kami telah bertemu dengan si iblis wanita Hek Li Suthai dan
muridnya yang bernama Bi Mo-li. Ketika mereka tahu bahwa Liang-ko dan aku adalah murid dan cucu Song Cu
Ling, mereka lalu menyerang kami. Akan tetapi kami berdua berhasil memukul mundur mereka. Tidak
tersangka sama sekali, pada malam harinya mereka kembali bersama seorang pendeta tua sekali yang kedua
lengan tangannya buntung."
"Bong Cu Sianjin!" kata Lian Hwa dan Cin Han dengan suara berbareng dan kaget sekali.
"Benar, pendeta itu adalah Bong Cu Sianjin yang dulu pernah menjadi ketua Pek-lian-kauw yang dipecahkan
oleh cici dan kawan-kawan lain, termasuk pula nenek kami itu. Biarpun kedua lengan tangannya telah buntung,
akan tetapi Bong Cu Sianjin ini lihai sekali. Setelah bertempur mati-matian, akhirnya Liang-ko terkena tendang
olehnya sehingga mendapat luka parah pada dadanya."
Lian Hwa dan Cin Han terkejut. "Dan di mana sekarang kakakmu itu berada?" tanya Cin Han penuh hati
khawatir. "Liang-ko kusembunyikan dalam sebuah kelenteng dan dirawat oleh kepala hwesio di kelenteng itu. Setelah
Liang-ko kena tendang, aku berhasil menolong dan melarikannya di dalam gelap, sedangkan Bong Cu Sianjin
lalu berkata menantang Song Cu Ling, cici dan cihu berdua, Nyo-twako berdua dan semua orang yang pernah
menyerbu dan menghancurkan Pek-lian-kauw."
"Bangsat tua Bong Cu sombong sekali," Ang Lian Lihiap memaki.
"Apakah ia mengatakan di mana ia menantang kita?" tanya Cin Han yang juga merasa gemas.
"Ya, dia mengatakan bahwa dia menanti kita di Bukit Hoa-mo-san."
"Hm, tentu Lan Bwee Niang-niang masih berada di sana. Agaknya Sin-kun Mo-li (Iblis Perempuan Kepalan
Dewa) itu masih belum mengubah sifatnya!" kata Cin Han lagi.
"Marilah kita mengunjungi Kong Liang untuk melihat keadaannya. Kemudian kita pergi ke Hoa-mo-san untuk
melihat sampai di mana kelihaian mereka!" kata Ang Lian Lihiap yang tabah dan keras hati.
Cin Han menghela napas. "Belum juga urusan pertama kita bereskan, datang lagi urusan kedua."
"Biarlah, urusan dengan Nyo-twako kita tunda dulu dan menengok Kong Liang serta membalaskan sakit
hatinya lebih penting lagi."
Inilah sifat Ang Lian Lihiap, selalu mementingkan keperluan orang lain dan membelakangkan keperluan sendiri.
Apalagi, pendekar wanita ini memang sayang sekali kepada Kong Liang dan Mei Ling yang ia anggap sebagai
adik-adiknya sendiri. Setelah mengadakan persiapan, Lian Hwa dan Cin Han lalu berangkat bersama Mei Ling hari itu juga, pergi ke
kelenteng di mana Mei Ling menyembunyikan Kong Liang untuk diobati dari luka di dalam dadanya.
"Y" Memang benar dugaan Cin Han suami isteri dan keterangan Mei Ling. Pertapa buntung yang lihai dan melukai
Kong Liang itu adalah seorang pertapa tua yang tinggi ilmu kepandaiannya dan bernama Bong Cu Sianjin.
Bong Cu Sianjin dulu pernah mendirikan perkumpulan rahasia Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih) dan oleh
karena perkumpulan ini diperalat oleh kaisar yang hendak mengadu domba dan membasmi para enghiong dan
anak buah Pek-lian-kauw banyak yang melakukan kejahatan mengandalkan pengaruh perkumpulan dan
kepandaian mereka, maka perkumpulan ini lalu bentrok dengan Ang Lian Lihiap, Hwee-thian Kim-hong dan
kawan-kawannya. Ketika itu suami-isteri ini masih muda, bahkan kawin, mereka berdua bersama Tiang Pek si Garuda Kuku Emas,
Kong Sin Ek si Dewa Arak, Ong Su dan Ong Bu Sepasang Naga dari Tit-lee dan dengan bantuan para locianpwe
yang luar biasa seperti Song Cu Ling si Dewi Tanpa Bayangan guru Lian Hwa, Gwat Liang Tojin guru Cin Han,
bahkan akhirnya mendapat bantuan dari seorang pertapa sakti setengah dewa yang bernama Beng San Siansu
yang akhirnya menjadi guru suami isteri Lo Cin Han dan Han Lian Hwa.
Mereka semua ini naik ke sarang Pek-lian-kauw dan di situ terjadi pertempuran-pertempuran yang luar biasa
hebatnya dan yang berakhir dengan runtuhnya Pek-lian-kauw. Di dalam pertempuran hebat ini pulalah Bong Cu
Sianjin kehilangan kedua lengan tangannya hingga menjadi buntung. Ia lalu ditolong oleh kakak
seperguruannya yang bernama Lan Bwee Niang-niang dan berjuluk Sin-kun Mo-li (I
blis Perempuan Kepalan Dewa) dan yang memiliki ilmu kepandaian lebih tinggi daripada Bong Cu Sianjin.
Tentu saja kekalahan-kekalahan hebat ini membuat Bong Cu Sianjin dan Lan Bwee Niang-niang menjadi sakit
hati. Bong Cu Sianjin dibawa oleh sucinya ini ke atas puncak Gunung Hoa-mo-san dan di situ ia mendapat
rawatan sehingga luka-lukanya sembuh. Biarpun kedua lengannya telah buntung, akan tetapi karena dorongan
ingin membalas dendam kepada musuh- musuhnya, Bong Cu Sianjin tiada bosannya melatih diri, bahkan ia
melatih kedua kakinya yang menjadi anggauta yang kini amat diandalkan oleh karena ia tidak berlengan lagi.
Ia melatih bermacam-macam ilmu tendangan yang hebat-hebat hingga ilmu kepandaiannya bahkan lebih tinggi
daripada dulu sebelum lengannya buntung! Kini tenaga lweekangnyapun makin kuat dan seluruh tenaganya
dikumpulkan pada dua kakinya.
Lan Bwee Niang-niang sebetulnya sudah kapok dan bosan mengurus urusan dunia yang selalu mendatangkan
kecewa dan duka, maka urusan sakit hati ini tidak terlalu mendalam menggores hatinya. Pertapa yang
berkepandaian tinggi ini mengerti bahwa ia telah makin tua dan dalam usianya yang tua ia tidak mau mencari
perkara dan bertempur. Oleh karena itu, ia lalu menerima seorang murid yang berbakat dan ia melatih murid ini menjadi seorang yang
lihai sekali. Muridnya ini bukan lain ialah Hek Li Suthai yang berkepandaian tinggi.
Juga Bong Cu Sianjin menerima seorang murid lelaki. Akan tetapi berbeda dengan Hek Li Suthai yang sudah
berusia tinggi juga, murid Bong Cu Sianjin ini adalah seorang pemuda yang berusia paling banyak duapuluh
enam tahun dan belum kawin.
Pemuda ini bernama Yap Bun Gai dan berasal dari keluarga tani. Oleh karena pemuda ini berbakat baik, maka
Bong Cu Sianjin lalu menerimanya sebagai murid dan menurunkan seluruh kepandaiannya. Ketika mula-mula
diterima menjadi murid Yap Bun Gai baru berusia limabelas tahun.
Yap Bun Gai ini selain berwajah tampan gagah dan bertubuh tinggi besar, juga ia mempunyai pikiran yang baik
dan hati yang jujur. Juga ia amat setia kepada suhunya, oleh karena ia memang kasihan sekali melihat kakek
berilmu tinggi yang buntung ini.
06.15. Ketakutan Calon Pengantin Lelaki
Baik Bong Cu Sianjin, maupun Lan Bwee Niang-niang, mendidik kedua orang murid itu dengan sungguhsungguh dan dengan maksud agar supaya murid-murid ini mewakili mereka membalas sakit hati kepada
musuh-musuhnya. Oleh karena kepandaian Hek Li Suthai telah tinggi, maka Lan Bwee Niang-niang lalu
menuturkan siapa adanya musuh-musuhnya yang harus dibalas oleh murid ini, bahkan ia lalu memerintahkan
muridnya ini untuk turun gunung dan pergi menyelidiki di mana adanya musuh-musuhnya itu.
Sedangkan Bong Cu Sianjin yang memang seorang berpikiran licin dan pintar, biarpun kepandaian Bun Gai tidak
lebih rendah daripada Hek Li Suthai, namun kakek buntung ini tidak mau melepaskan Bun Gai pergi lebih dulu.
Bong Cu Sianjin hendak mendengar dulu keadaan musuh-musuhnya dari Hek Li Suthai, kalau to-kouw ini sudah
kembali. Oleh karena itu ia tidak mau menyuruh muridnya turun gunung untuk kemudian dikalahkan oleh
musuh-musuhnya! Maka Yap Bun Gai belum mengerti tentang sakit hati dan usaha pembalasan dendam dari gurunya ini. Pemuda
ini selain mencintai dan kasihan kepada gurunya, juga ia taat dan takut sekali, maka iapun tidak berani banyak
bertanya. Beberapa hari yang lalu, Hek Li Suthai dan muridnya yang bernama Bi Mo-li dengan cepat naik ke atas puncak
Hoa-mo-san. Sambil menangis Hek Li Suthai menceritakan kepada gurunya bahwa ia bertemu dengan
sepasang saudara kembar yang bernama Kong Liang dan Mei Ling di sebuah dusun di kaki bukit Hoa-mo-san
ini. Karena ia mendengar bahwa kedua saudara kembar ini adalah adik-adik seperguruan Ang Lian Lihiap, maka
ia segera menyerangnya, akan tetapi sungguh celaka, kedua saudara kembar itu terlampau tangguh dan ia
tidak kuat melawannya. Pada saat itu, Lan Bwee Niang-niang tengah duduk bercakap-cakap dengan sutenya, yakni Bong Cu Sianjin.
Mendengar kekalahan muridnya, pendeta wanita yang kini sudah banyak sabar ia tersenyum dan berkata.
"Ceng Hwa mengapa kau begitu bersedih hanya oleh karena sebuah kekalahan saja" Ketahuilah bahwa
kepandaian manusia memang tidak ada batasnya, siapa yang pandai tentu ada orang lain yang melebihinya.
Kau kalah dengan murid-muridnya Song Cu Ling" Jangan kau bersedih, sekarang jangan kau kembali merantau.
Kau tinggal saja di sini untuk menerima pelajaran-pelajaran baru. Kutanggung dalam beberapa bulan saja
kepandaianmu akan meningkat dan kau takkan dapat dikalahkan oleh murid-murid Song Cu Ling."
Akan tetapi, Bong Cu Sianjin yang mendengar tentang kekalahan murid keponakannya dan bahwa dua murid
Song Cu Ling berada di bawah gunung, segera mengajak Hek Li Suthai untuk melihat sendiri sampai di mana
kehebatan murid-murid Song Cu Ling itu! Lan Bwee Niang-niang tak dapat mencegah sutenya, hanya tertawa
melihat betapa sutenya itu masih saja berdarah panas!
Demikianlah, ketika Bong Cu Sianjin dengan diantar oleh Hek Li Suthai dan Bi Mo-li turun gunung dan bertemu
dengan Kong Liang dan Mei Ling, akhirnya mereka bertempur dan tentu saja Kong Liang dan Mei Ling tidak
kuat melawan Bong Cu Sianjin yang berilmu tinggi hingga akhirnya Kong Liang kena ditendang oleh kaki Bong
Cu Sianjin yang, lihai dan dahsyat!
Baiknya Mei Ling dapat menolong dan membawa lari kakaknya dan berkat ginkangnya yang tinggi ia dapat
menghilang di dalam kegelapan malam hingga mereka berdua tak sampai dibinasakan oleh tangan musuhmusuh mereka itu! "Y" Lee Ing yang mengejar Lui Tik Kong, tak mau melepaskan pemuda yang dibencinya itu. Tik Kong maklum
bahwa apabila ia melawan, ia takkan menang menghadapi nona yang gagah perkasa itu, maka ia berlari
secepat mungkin, akan tetapi Lee Ing tetap mengejar dan merupakan bayangan yang menakutkan!
Berpuluh lie mereka lalui dan ketika mereka tiba di luar sebuah hutan yang gelap akhirnya Lee Ing dapat
menyusul Tik Kong. Sebenarnya ilmu berlari cepat Lee Ing masih lebih tinggi setingkat jika dibandingkan
dengan ilmu kepandaian Lui Tik Kong, akan tetapi oleh karena pemuda yang ketakutan itu mempergunakan
taktik berlari sambil bersembunyi, maka kadang-kadang Lee Ing dapat ditipunya dan gadis ini terpaksa
mencari-cari pemuda yang bersembunyi itu.
Setelah tidak terdapat tempat persembunyian lagi dan tersusul di luar hutan, terpaksa Tik Kong berlaku nekad
dan mencabut pedangnya. "Bangsat pengecut Lui Tik Kong! Kau hendak lari ke mana?" bentak Lee Ing sambil menyerang dengan
pedangnya. Tik Kong menangkis dan tanpa berkata-kata ia melakukan perlawanan mati-matian sambil mengerahkan
seluruh kepandaiannya! Biarpun kepandaiannya masih kalah jika dibandingkan dengan Lee Ing yang lihai,
namun berkat latihan-latihan yang ia terima dari Kong Sin Ek si Dewa Arak, ia dapat juga melakukan
pertahanan yang kuat dan untuk beberapa lama ia dapat menghindarkan serangan-serangan maut yang
dilancarkan oleh Lee Ing dengan pedangnya.
Sementara itu senja telah mendatang dan karena hutan itu penuh dengan pohon pohon besar, maka keadaan
di situ menjadi gelap dan matahari telah tertutup oleh daun-daun pohon. Beberapa kali Tik Kong mencari
kesempatan untuk melarikan diri, akan tetapi pedang Lee Ing tidak mengenal kasihan karena hati gadis ini
telah menjadi gemas dan marah sekali kepada Lui Tik Kong.
Ia berpikir bahwa kalau pemuda yang dibencinya ini tidak membuat gara-gara melamar dirinya, tentu takkan
terjadi peristiwa hebat itu, di mana ayah ibunya sampai berkelahi melawan Lo Sin, putera Ang Lian Lihiap! Dan
ia sendiri tak usah menderita malu. Maka sambil mengertak gigi Lee Ing mengirim serangan-serangan paling
berbahaya. Tiba-tiba Tik Kong berteriak kesakitan karena pundak kirinya termakan ujung pedang Lee I
ng. Pakaian di pundaknya robek oleh ujung pedang Lee Ing yang langsung melukai kulit pundaknya. Ia merasa betapa
pundaknya terasa perih dan sakit, maka tiba-tiba ia lalu membentak.
"Mampus kau!" Bentakan ini dibarengi dengan ayunan tangan kiri dan Lee Ing cepat mengelak oleh karena Tik
Kong menyambitnya dengan sebuah batu yang cepat dipungutnya dari bawah kaki. Kesempatan ini digunakan
oleh Tik Kong untuk melompat jauh ke dalam hutan dan melarikan diri!
"Anjing rendah, jangan lari!" teriak Lee Ing yang cepat mengejar.
Hutan itu benar-benar gelap dan terdapat banyak tetumbuhan liar. Tik Kong yang sudah merasa bingung lalu
melompat dengan nekad ke dalam serumpun alang-alang yang liar dan banyak durinya.
Ia lenyap di balik rumput yang tinggi itu dan dengan nekad terus maju ke dalam. Terpaksa Lee Ing mengambil
jalan memutar. Matanya tajam dan mencari-cari.
Di dalam bingungnya, Tik Kong mempergunakan akal. Ia memungut batu karang dan melemparkan ke arah
lain. Mendengar suara ini, karena keadaan telah menjadi suram dan gelap, Lee Ing mengejar ke arah jatuhnya
batu itu dan Tik Kong melihat akalnya berhasil baik. Diam-diam ia lalu melarikan diri menjauhi gadis yang
kosen itu. Lee Ing merasa gemas sekali. Ia memaki-maki dan memanggil nama Tik Kong menyuruh dia keluar. Akan
tetapi, yang menjawabnya hanyalah gema suaranya sendiri.
Akhirnya keadaan menjadi demikian gelapnya hingga terpaksa Lee Ing keluar lagi dari hutan dan melewatkan
Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
malam itu di atas sebatang pohon besar di pinggir hutan. Ia mengambil keputusan untuk menanti di situ
sampai besok, karena iapun yakin bahwa di dalam hutan gelap itu, tak mungkin Tik Kong akan melanjutkan
larinya. Besok aku akan menangkap dan membunuhnya, demikian gadis ini berpikir dengan gemas.
Semalam suntuk Lee Ing duduk di cabang pohon sambil melamun sedih. Ia dapat membayangkan betapa
ayahnya tentu marah sekali dan ibunya tentu amat berduka dan tak terasa lagi dari kedua mata gadis ini
mengalir air mata. Peristiwa itu telah merusak nama baik keluarga Nyo. Tentu ayahnya akan merasa marah sekali kepada Lo Sin
dan mengambil sikap memusuhi keluarga Lo dan ini hebat sekali.
Hubungan baik antara ayah ibunya dengan Ang Lian Lihiap dan suaminya yang telah menjadi sahabat baik
semenjak masih muda, kini menjadi rusak oleh karena dia" Ini semua adalah kesalahan Tik Kong!
Lee Ing bergidik kalau mengingat ucapan Lo Sin yang menceritakan bahwa Tik Kong telah menjadi pembunuh
Kong Sin Ek yang menjadi guru pemuda itu sendiri! Dan diam-diam ia merasa beruntung bahwa ia tidak jadi
kawin dengan pemuda jahat itu.
Sedikitpun ia tidak meragukan keterangan Lo Sin dan entah bagaimana, ia mempunyai kepercayaan besar
sekali kepada Lo Sin. Dan diam-diam Lee Ing menghela napas panjang tanpa ia ketahui sebabnya ketika ia
teringat bahwa Lo Sin telah mempunyai isteri!
Pada keesokan harinya pagi-pagi Lee Ing telah melompat turun dari atas pohon, untuk mulai mencari dan
mengejar Tik Kong. Sambil mencari-cari dan membawa pedang di tangan gadis ini memaki-maki.
"Tik Kong, bangsat besar! Keluarlah untuk terima binasa!"
Ia masuk makin dalam di hutan yang liar itu dan tiba-tiba ia mendengar suara kaki menginjak daun kering
sebelah depan. Bukan main girangnya karena ia merasa pasti bahwa itu tentu Lui Tik Kong yang sedang
dicarinya. Sambil memegang pedangnya erat-erat di tangan kanan, ia lalu berlari ke arah suara itu. Ia melihat seorang
sedang duduk membelakanginya sambil makan buah.
"Tik Kong, mampuslah kau sekarang!" bentak Lee Ing sambil melompat lalu menubruk dari belakang,
menyerang dengan pedangnya.
Orang itu menengok kaget lalu menggerakkan tubuh berjungkir-balik di udara.
"Eh, eh, apakah kau gila?" teriaknya sambil melempar buah yang dimakannya tadi ke atas tanah.
Lee Ing berdiri sambil memandang heran. Ternyata bahwa orang yang disangkanya Tik Kong adalah seorang
gadis yang cantik dan gagah, berpakaian warna hijau. Karena keadaan masih agak gelap, maka tadi ia
menyangka bahwa orang ini Tik Kong adanya.
"Perempuan liar dari manakah datang-datang menyerang orang?" kata gadis baju hijau itu sambil memandang
dengan sepasang matanya, yang indah dan tajam. "Berani benar kau bermain gila dihadapan Kim-gan-eng!"
"Aku tadi salah sangka, harap kau tidak menjadi marah," kata Lee Ing dengan suara ketus karena hatinya
masih panas dan marah. "Kalau kau tadi melihat seorang laki-laki muda lewat di sini, harap kau suka
memberitahukan padaku. Aku mencari dia!"
"Siapa melihat laki-laki" Mataku bukan khusus untuk menjaga dan melihat setiap orang laki-laki yang lewat di
depanku! Kau gadis yang mengejar laki-laki mengapa tidak membuka mata lebar-lebar dan berlancang tangan
menyerangku" Sampai di mana sih kepandaianmu maka kau sesombong ini?" Gadis baju hijau yang bukan lain
adalah Kim-gan-eng Coa Bwee Hwa itu berkata dengan penasaran dan mencabut pedangnya.
Lee Ing menjadi marah sekali.
"Bagus! Bangsat lelaki melarikan diri, sekarang muncul bangsat perempuan! Biar kubasmi sekalian!" Sambil
berkata demikian, Lee Ing lalu menyerang dengan pedangnya. Biarpun serangan ini hebat, namun Kim-gan-eng
dapat mengelak dengan serangan yang tak kalah hebatnya.
Juga Lee Ing mempergunakan ginkangnya dan meloncat tinggi di udara hingga sabetan pedang Kim-gan-eng
tak mengenai sasaran. Lee Ing merasa penasaran sekali, dan ketika tubuhnya melayang turun, ia menyerang
lagi dengan gerak tipu Garuda Putih Menyambar Ikan. Pedangnya bergerak cepat dan meluncur membabat ke
arah lawan, kakinya menendang dengan hebat.
Kim-gan-eng terkejut sekali melihat kelihaian gerakan ini dan sambil ber
seru keras ia menggulingkan tubuhnya
ke bawah untuk menghindari serangan istimewa itu. Setelah berdiri lagi, Kim-gan-eng lalu mengeluarkan ilmu
kepandaiannya karena maklum bahwa gadis lawannya ini bukanlah seorang lemah. Ia memainkan ilmu
pedang Pat-kwa-hoan-kiam-hoat yang istimewa hingga sinar pedangnya berkeredepan dan bercahaya
menyilaukan mata. Biarpun Lee Ing tercengang juga menyaksikan lihainya ilmu pedang lawan, namun gadis yang berhati tabah ini
sama sekali tidak merasa gentar. Ia lalu memutar-mutar pedangnya dan mengerahkan seluruh kepandaian
yang ia pelajari dari ayah-ibunya. Dalam hal gin-kang, ia tidak usah takut, karena ia telah memiliki ilmu
kepandaian gin-kang dari ibunya yang luar biasa sedangkan ilmu pedang yang dipelajarinya dari ayahnya juga
ilmu pedang pilihan yang kuat dan cepat gerakannya.
Kedua orang muda itu bertempur seru dan hebat, seakan-akan dua ekor singa betina berebut kelinci! Dan
keduanya merasa kagum karena ternyata bahwa mereka sama kuatnya dan sama tangkasnya!
Kim-gan-eng yang belum pernah bertemu dengan seorang gadis sebaya dengannya yang memiliki ilmu
kepandaian yang setingi ini, menjadi tertarik hatinya dan timbul keinginan tahunya untuk mengenal gadis lihai
ini, maka ia melompat ke belakang sambil berkata.
"Sobat, tahan dulu!"
Lee Ing yang merasa marah dan penasaran karena tak dapat merobohkan lawan nya, berdiri dengan muka
merah dan dada turun naik, lalu membentak.
"Kau mau apa?" Melihat sikap Lee Ing yang masih marah itu, Kim-gan-eng lalu tersenyum dan memasukkan pedangnya ke
dalam sarung pedang. Kemudian ia lalu menjura dengan sikap hormat.
"Lihiap, ilmu pedangmu hebat sekali. Bolehkah aku mengetahui siapakah lihiap ini dan murid siapa?"
Lee Ing yang memang berwatak keras menjawab. "Apa perlunya kau hendak mengetahui namaku" Aku tidak
kenal padamu dan juga kita tidak mempunyai urusan sesuatu!"
Kembali Kim-gan-eng tersenyum, "Justeru karena kita tidak mempunyai urusan sesuatu, maka tidak seharusnya
kita bermusuhan! Tadi aku hanya terkejut karena tiba-tiba kauserang dan kemudian aku hanya ingin sekali
mencoba sampai di mana kepandaianmu. Ternyata benar-benar lihai. Sahabat baik, ketahuilah bahwa aku Kimgan-eng bukanlah seorang jahat. Kalau ada sesuatu yang membikin kau penasaran, aku sanggup
membantumu!" Melihat sikap ini, lenyaplah amarah dari hati Lee Ing. Ia juga tidak suka bermusuhan dengan orang tanpa
sebab, maka ia lalu berkata.
"Namaku Nyo Lee Ing dan guruku adalah ayah sendiri yang bernama Nyo Tiang Pek dari Bong-ke-san!"
Wajah Kim-gan-eng berseri mendengar ini "Ah, tidak tahunya kau adalah puteri si Garuda Kuku Emas! Tidak
aneh bagiku sekarang mengapa ilmu pedangmu demikian lihai! Telah lama aku mendengar nama besar Nyo
Lo-enghiong dan kini melihat ilmu pedangmu, dapat kubayangkan betapa hebatnya kepandaian ayahmu yang
terhormat itu!" Lee Ing merasa senang mendengar ayahnya dipuji-puji. "Akupun merasa pernah mendengar nama Kim-ganeng yang tersohor, akan tetapi tak pernah kusangka bahwa Kim-gan-eng yang disohorkan sebagai perampok
wanita tunggal itu ternyata adalah seorang gadis secantik kau! Dan aku lebih tidak percaya lagi bahwa kau
adalah seorang perampok."
Kim-gan-eng tersenyum. "Adik Lee Ing yang manis. Biarpun usiamu hanya sedikit lebih muda dariku dan
kepandaianmu tidak kalah dengan kepandaianku, akan tetapi dalam hal pengalaman hidup, kau kalah jauh.
"Oleh karena itu kau belum dapat membedakan antara perampok budiman dan perampok jahat. Aku bukan
sembarang perampok yang merampas harta benda orang hanya karena ingin memiliki benda itu. Ah, untuk
apa aku bicara panjang lebar tentang ini! Kau takkan mengerti. Tadi kau memaki-maki orang dan agaknya kau
mencari-cari dan mengejarnya. Sebetulnya siapakah lelaki itu dan mengapa kau mengejarnya" Kulihat tadi
bayangannya berlari ke arah selatan."
"Ia adalah seorang penjahat besar, seorang yang berbudi rendah! Ia adalah murid dari Kong peh-peh akan
tetapi dengan kejamnya ia membunuh mati gurunya sendiri!"
Wajah Kim-gan-eng berubah merah karena marah. "Seorang murid yang membunuh mati gurunya sendiri
sama busuknya dengan seorang anak yang menyakiti hati orang tuanya sendiri! Manusia macam itu memang
harus dibasmi! Mari kuantar kau menyusulnya! Aku lebih kenal keadaan hutan ini dan kita ambil jalan yang
lebih dekat untuk mencegatnya di luar hutan sebelah selatan!"
Lee Ing merasa girang sekali, lalu ia mengikuti Kim-gan-eng yang berlari cepat di antara pohon-pohon dan
tetumbuhan liar. Tak lama kemudian, mereka telah menembus hutan itu dan berada di pinggir hutan sebelah
selatan. Mereka mengintai dan menanti dari balik pohon sambil menuturkan riwayat masing-masing. Keduanya cocok
dan saling suka, terutama Lee Ing merasa kagum sekali melihat Kim-gan-eng yang sudah mengalami banyak
peristiwa hebat itu. Kim-gan-eng mengaku bahwa ia adalah murid tunggal dari Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan si Pendekar Aneh
Tangan Delapan! Oei Gan ini adalah seorang hiap-kek tua yang telah amat tersohor namanya sebagai seorang
yang berkepandaian tinggi dan juga beradat aneh hingga, ia disebut Koai-hiap (Pendekar Aneh). Tempat
tinggalnya tak tentu karena Oei Gan adalah seorang pendekar perantau yang bebas lepas seperti seekor
burung di udara. Setelah Kim-gan-eng yang bernama Bwee Hwa tamat mempelajari ilmu silat dari suhunya, maka gadis inipun
meniru kebiasaan suhunya dan hidup merantau ke sana ke mari. Kepandaiannya yang tinggi dan wajahnya
yang cantik, terutama, sepasang matanya yang indah dan tajam itu membuat ia mendapat julukan Kim-ganeng atau Garuda B ermata Emas! Setelah menanti beberapa lama, akhirnya dari dalam hutan keluarlah orang yang mereka tunggu-tunggu, Lui
Tik Kong! Perwira muda ini dengan wajah pucat dan pedang di tangan berjalan perlahan karena ia merasa
lelah sekali. Ia telah merasa aman karena menyangka bahwa Lee Ing yang mengejar-ngejarnya itu kini tentu
masih tertinggal di hutan dan tak mungkin dapat menyusulnya.
Akan tetapi, Lee Ing ketika melihat Tik Kong, tak dapat menahan sabar lagi. Ia melompat keluar dari tempat
pengintaian dengan pedang di tangan sambil berteriak.
"Tik Kong manusia bangsat! Kali ini kau tentu mampus dalam tanganku!"
Kalau pada saat itu Tik Kong bertemu dengan seorang iblis mengerikan, belum tentu ia sekaget ketika melihat
tiba-tiba Lee Ing muncul di situ! Bagaimana gadis yang tadinya ditinggalkan di dalam hutan itu tiba-tiba dapat
berada di luar hutan" Ketika melihat munculnya seorang gadis lain yang kelihatan gagah perkasa, makin
terkejutlah hati Tik Kong dan tanpa menoleh lagi ia lalu berlari secepatnya ke jurusan timur bagaikan dikejar
setan! "Bangsat rendah, kau hendak lari ke mana?" Lee Ing mengejar dengan cepat, dan Kim-gan-eng juga ikut
mengejar di belakang Lee Ing.
Lui Tik Kong berlari cepat dengan hati penuh khawatir dan takut karena tidak berani menghadapi Lee Ing dan
gadis kedua yang dapat diduga tentu berkepandaian tinggi juga itu, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk
berlari secepat mungkin. Napasnya telah mulai memburu kedua kakinya telah lemas, akan tetapi ia memaksa
dirinya dan berpikir bahwa lebih baik mati berlari daripada mati tangan nona yang ganas itu!
Pada saat kedua orang gadis itu mulai menyusulnya, tiba-tiba dari depan datang dua orang to-kouw, yang
seorang agak muda dan berwajah cantik genit, yang kedua adalah seorang tua dengan roman menyeramkan
dan tahi lalatnya di ujung hidung menambah keburukannya. Mereka ini adalah Hek Li Suthai dan Bi Mo-li!
Ketika Lui Tik Kong berlari di dekat mereka, Bi Mo-li mengulur tangan dan berhasil menangkap lengan tangan
pemuda itu. Ia memandang dengan matanya yang genit kepada wajah Tik Kong yang tampan, lalu bertanya.
06.16. Gangguan Terhadap Sahabat, Berarti . . . . .
"Kongcu mengapa berlari-lari ketakutan?"
Akan tetapi, tiba-tiba Hek Li Suthai berkata. "Ah kau dikejar-kejar oleh mereka berdua itukah?"
Sementara itu Lee Ing dan Bwee Hwa telah datang dekat dan alangkah terkejut hati Lee Ing ketika melihat
kedua to-kouw yang lihai itu.
Hek Li Suthai tertawa terkekeh-kekeh ketika melihat Lee Ing. "Hm, hm! Ternyata kau masih hidup. Lekas
berlutut agar aku dapat mengampuni jiwamu!"
Biarpun hatinya gentar menghadapi to-kouw yang lihai itu, namun Lee Ing mana sudi berlutut. Ia bahkan berdiri
dengan gagah dan berkata tenang.
"Hek Li Suthai! Jangan kau ikut mencampuri urusan pribadiku! Lepaskan laki-laki itu agar dapat kubunuh mati,
karena dia adalah seorang penjahat besar!"
Tiba-tiba Bi Mo-li tertawa genit. "Enak saja kau bicara! Kau memiliki kepandaian apakah maka sembarangan
hendak membunuh kongcu ini?"
"Kau hendak membelanya?" Lee Ing bertanya gemas.
Bi Mo-li memandang gurunya karena ia tidak berani bertindak sebelum mendapat berkenan Hek Li Suthai. Tokouw tua buruk rupa ini tersenyum lalu berkata kepada muridnya.
"Bi-nio, kau telah melatih diri, sekarang cobalah lawan dia lagi!"
Bi Mo-li lalu berseru keras dan mencabut keluar hud-tim dan pedangnya. Kemudian ia melompat ke depan Lee
Ing dan membentak, "Perempuan rendah, coba kauperlihatkan kebodohanmu!"
Lee Ing ketika melihat betapa Tik Kong dengan licik sekali lalu pergi dan berlari di belakang Hek Li Suthai
seakan akan minta perlindungan, menjadi marah sekali. Tanpa berkata sesuatu ia lalu menggerakkan
pedangnya menyerang Bi Mo-li dengan sengitnya. Bi Mo-li lalu menggerakkan kebutan dan pedangnya dan
setelah menangkis serangan Lee Ing, lalu membalas dengan tak kalah hebatnya.
Memang benar bahwa selama ini Bi Moli telah melatih diri dan menerima pelajaran tambahan dari gurunya,
hingga kelihaiannya bertambah. Akan tetapi, oleh karena Lee Ing mengerahkan tenaga dan kepandaiannya
dan mainkan kiam-hwat dari ayahnya yang lihai, ia dapat mendesak Iblis Cantik itu dan setelah bertempur
beberapa lama, sambil berseru keras pedangnya menyambar dan putuslah hud-tim lawannya. Bulu hud-tim itu
terbang berhamburan dan senjata itu kini tinggal gagangnya saja.
Bi Mo-li marah sekali dan mengayun tangan melempar gagang kebutan itu ke arah Lee Ing. Akan tetapi gadis
ini mengelak cepat dan gagang hud-tim itu meluncur cepat lewat di atas kepala Lee Ing dan menyambar leher
Kim-gan-eng yang masih berdiri menonton sambil bertolak pinggang.
Ketika melihat gagang hud-tim itu menyambar ke arah lehernya, Kim-gan-eng tidak berkelit, hanya mengulur
kedua jari tangan kirinya dan menyambut gagang itu dengan jepitan jarinya. Kemudian dengan tersenyum ia
melemparkan gagang itu ke atas tanah.
Tidak saja Bi Mo-li menjadi terkejut, akan tetapi Hek Li Suthai sendiri juga memandang tajam kepada Kim-ganeng. Kemudian Hek Li Suthai lalu menghadapi Lee Ing dan berkata.
"Gadis, ilmu pedangmu mengingatkan aku kepada Nyo Tiang Pek si kepala batu. Kau masih ada hubungan
apakah dengan orang she Nyo itu?"
Sebetulnya Lee Ing cukup maklum bahwa apabila ia mengaku sebagai puteri Nyo Tiang Pek, tentu iblis wanita
ini takkan mau melepaskannya, akan tetapi mendengar ayahnya dimaki-maki, hatinya telah menjadi panas
dan marah sekali. Sambil menuding muka Hek Li Suthai dengan ujung pedangnya, ia membentak.
"To-kouw iblis jangan kau membuka mulut kotor memaki ayahku!"
Tiba-tiba tertawalah Hek Li Suthai hingga suara ketawanya itu berkumandang di seluruh hutan. "Bagus,
bagus?" aha, bangsat Nyo Tiang Pek, jangan harap kau akan dapat bertemu dengan puterimu lagi!"
Setelah berkata demikian, tiba-tiba saja tubuhnya bergerak dan tahu-tahu ia telah menyerang Lee Ing dengan
kedua tangannya yang kurus akan tetapi yang mengandung tenaga menyeramkan itu.
Lee Ing berlaku waspada, dan ia cukup maklum akan kelihaian to-kouw tua ini, maka ia lalu mempergunakan
gin-kangnya yang cukup mengagumkan untuk mengadakan perlawanan.
Tiba-tiba berkelebat bayangan hijau dan tahu-tahu Kim-gan-eng telah menarik tangan Lee Ing dan menghadapi
Hek Li Suthai. "Tidak baik yang tua menghina yang muda," katanya hingga Hek Li Suthai menahan serangannya dan
memandang tajam. "Siapakah kau, nona?"
"Aku yang muda adalah Kim-gan-eng Bwee Hwa. Pernah aku mendengar dari suhu tentang kelihaian Hek Li
Suthai, akan tetapi tak kusangka bahwa ternyata Hek Li Suthai yang gagah dan tersohor itu mau merendahkan
diri dengan menyerang dan menghina yang muda."
"Siapakah suhumu?"
"Suhu adalah Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan!"
Walaupun pada wajahnya tak nampak perubahan sesuatu, namun di dalam hatinya Hek Li Suthai terkejut juga
mendengar nama yang cukup terkenal ini.
"Kim-gan-eng, aku dan suhumu tidak mempunyai permusuhan apa-apa, baiknya kau lekas mundur dan jangan
ikut mencampuri urusanku dengan nona ini."
Bwee Hwa maklum bahwa nama suhunya cukup membuat iblis wanita ini sungkan menyerangnya, akan
tetapi untuk melindungi Lee Ing ia berkata dengan berani.
"Hek Li Suthai, aku yang muda juga sekali-kali takkan berani mengganggumu, dan kau boleh berbuat
sesukamu tanpa aku ambil perduli. Akan tetapi, nona Lee Ing ini adalah sahabat baikku dan siapa saja yang
mengganggunya, tentu akan kubela."
Merahlah wajah Hek Li Suthai mendengar ini. "Sekali lagi Kim-gan-eng, kau mundurlah. Memandang muka
suhumu, biarlah aku anggap omonganmu tadi seperti tak pernah kau ucapkan."
"Tidak bisa, Hek Li Suthai. Tak mungkin aku bertega hati melihat kawan baikku diganggu."
Sementara itu, ketik a mendengar ucapan Kim-gan-eng, Lee Ing berdiri memandang Bwee Hwa dengan heran.
Ia merasa kagum, berterima kasih, dan girang sekali. Kawan dalam bahaya dan duka adalah kawan sejati,
dulu ayahnya pernah berkata.
Dan kini, biarpun menghadapi seorang lawan yang demikian lihainya, tiba-tiba Kim-gan-eng membelanya
dengan berani. Gadis perampok ini benar-benar boleh dijadikan kawan yang sejati, pikirnya. Maka ia lalu
berkata kepada Hek Li Suthai.
"Dengarlah, Hek Li Suthai! Akupun tahu bahwa kau menaruh dendam kepada orang tuaku, juga kepada Ang
Lian Lihiap, Hwee-thian Kim-hong dan yang lain-lain pula, oleh karena para orang gagah itu dulu pernah
menghancurkan kejahatan gurumu. Dan karena kau tidak becus dan tidak berani membalas kepada mereka,
orang-orang tua yang gagah perkasa itu, maka hendak menumpahkan kemarahanmu kepada kami orangorang muda. Akan tetapi, jangan kira kami takut kepadamu. Benar ucapan ciciku Bwee Hwa ini tadi, selama
ada dia disampingku, takkan ada orang boleh menggangguku, seperti juga selama aku berada disampingnya,
orang tak boleh mengganggunya."
"Bagus, kalau begitu majulah kalian berdua. Jangan dikira aku orang tua akan menghina yang muda."
Hek Li Suthai sengaja menantang kepada dua orang gadis itu supaya maju bersama agar kelak apabila guru
Kim-gan-eng mendengar bahwa pertempuran dilakukan dengan satu lawan dua, maka ia takkan dianggap
keterlaluan, sebaliknya, karena maklum bahwa mereka menghadapi seorang lawan yang tangguh, maka
mendengar tantangan ini, Bwee Hwa dan Lee Ing segera saling pandang, lalu menerjang dengan hebat.
Hek Li Suthai tersenyum dan menyambut terjangan mereka itu dengan sabetan ujung lengan bajunya yang
panjang. Agaknya Hek Li Suthai sangat memandang rendah kedua lawannya karena to-kouw tua ini
menghadapi mereka dengan tangan kosong dan tidak mau mengeluarkan senjatanya.
Akan tetapi, segera to-kouw tua yang lihai itu merasa kecele dan ia telah memandang terlalu rendah kepada
dua orang lawannya yang muda. Mungkin kalau hanya menghadapi seorang saja, ia masih akan dapat
melawan dengan tangan kosong, akan tetapi dua orang gadis itu maju bersama merupakan lawan yang amat
tangguh dan berbahaya! Ia tak kuat lagi bertahan maka sambil berseru marah ia lalu mencabut keluar
sepasang pedang Ceng-ouw-coa-kiam yang lihai!
Kim-gan-eng Bwee Hwa ketika melihat iblis betina itu mencabut keluar sepasang pedang yang mengeluarkan
cahaya hijau dan hitam, segera mendesak keras sambil memainkan ilmu pedang yang luar biasa, yakni Patkwa-hoan-kiam-hwat. Juga Lee Ing lalu mengerahkan seluruh kepandaiannya, hingga pedang di tangannya
menyambar-nyambar dengan ganasnya.
Ketika Kim-gan-eng dari arah kiri menyerang dengan gerak tipu Pohon Liu tertiup Angin menusuk leher Hek Li
Suthai, Lee Ing membarengi gerakan kawannya itu dengan serangan Angin Ribut Memukul Ombak dan
menyerang ke arah lambung dan dada lawan dengan gerakan pedang memutar! Kedua serangan yang
dilakukan berbareng dan dengan cepat sekali ini benar-benar berbahaya dan orang yang berkepandaian biasa
tentu takkan dapat menghindarkan diri.
Akan tetapi, sambil tertawa mengejek, Hek Li Suthai menggunakan pedang di tangan kiri menyampok pedang
Kim-gan-eng, sedangkan pedang di tangan kanannya cepat sekali diputar sedemikian rupa hingga ketika
menempel pedang Lee Ing, pedang gadis ini telah dapat dibetot dan terlepas dari tangan!
Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pedang itu melayang ke atas dan ketika turun, kebetulan sekali jatuh di dekat tempat Lui Tik Kong berdiri.
Pemuda itu lalu tersenyum dan mengambil pedang itu, terus di selipkan di ikat pinggangnya.
Lee Ing merasa terkejut dan marah sekali, dan ia terus maju menyerang Hek Li Suthai dengan tangan kosong,
mempergunakan ilmunya Gin-san-ciang yang lihai. Ketika angin pukulan Gin-san-ciang ini membuat tangan Hek
Li Suthai menggetar, to-kouw tua itu terkejut sekali dan marah.
Ia memutar pedangnya berubah menjadi sinar hitam dan hijau yang mengurung tubuh Kim-gan-eng dan Lee
Ing! Ternyata Hek Li Suthai telah mengeluarkan kepandaiannya dan keadaan kedua orang dara muda itu
benar-benar berbahaya sekali.
Pada saat jiwa kedua orang gadis itu terancam bahaya maut yang memancar keluar dari ujung kedua pedang,
Hek Li Suthai, tiba-tiba berkelebat bayangan hitam dan bagaikan seekor ular, sehelai saputangan panjang telah
meluncur dan menahan gerakan pedang Ceng-ouw-coa-kiam di tangan Hek Li Suthai!
"Suhu!" Seru Bwee Hwa dengan girang dan ia segera melompat mundur, diturut oleh Lee Ing.
Ketika Lee Ing memandang, ia melihat bahwa bayangan hitam yang datang dan yang mempergunakan
saputangan panjang secara istimewa itu adalah seorang laki-laki yang sudah tua, bertubuh kecil kurus pendek,
mukanya buruk dan hidungnya mencuat ke atas.
"Ha, ha, Hek Li Suthai! Mengapa main-main dengan orang muda" Kalau kau sudah haus darah, biarlah kita tua
sama tua boleh mengukur tenaga!" kata kakek ini yang bukan lain ialah Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan, Pendekar
Aneh Tangan Delapan! Hek Li Suthai memandang tajam. "Apakah pinni berhadapan dengan Pat-chiu Koai-hiap?"
Oei Gan tertawa bergelak sambil memandang ke atas udara. "Benar dugaanmu. Aku si tua bangka Oei Gan
selama hidup tak suka mencari perkara, apalagi mencari permusuhan. Juga aku telah memesan kepada murid
tunggalku agar jangan mencari permusuhan dengan orang-orang kang-ouw. Hari ini entah kedosaan apa yang
dilakukan oleh muridku hingga Hek Li Suthai yang lihai dan berkepandaian tinggi sampai turun tangan memberi
pengajaran kepadanya!"
Biarpun kata-kata ini seperti menyesalkan kesalahan murid sendiri, akan tetapi bersifat menegur dan menyindir
kepada Hek Li Suthai. Hal ini bukan tidak terasa oleh Hek Li Suthai, karena wajah iblis wanita ini menjadi
merah. "Pat-chiu Koai-hiap! Bukan pinni yang memulai pertempuran dengan muridmu ini! Pinni mempunyai persoalan
pribadi dengan gadis puteri Nyo Tiang Pek, akan tetapi muridmu secara lancang lalu membantunya. Apakah
pinni harus mendiamkan saja kalau diserang orang?"
Oei Gan lalu berpaling kepada muridnya "Bwee Hwa, benarkah keterangan Hek Li Suthai?"
Kim-gan-eng Bwee Hwa dengan suara lantang berkata, "Memang benar, suhu. Teecu melihat betapa Hek Li
Suthai menyerang Lee Ing yang bukan tandingannya. Teecu telah menjadi sahabat baik Lee Ing, maka sebagai
orang yang menjunjung tinggi kegagahan, melihat seorang kawan baik diserang orang jahat, apakah teecu
harus mendiamkannya saja" Mohon petunjuk, suhu!"
Oei Gan tertawa bergelak. "Hek Li Suthai, persoalannya mudah saja dimengerti olehku sekarang. Kau tentu
mewakili Lan Bwee Niang-niang untuk membalas dendam kepada Nyo Tiang Pek dan kawan-kawannya. Dan
mungkin sekali karena kau tidak sanggup melawan mereka, kau lalu hendak mengganggu anaknya. Muridku
hanya membela kawan baik, maka aku pun tidak dapat menyalahkannya. Kau seharusnya mencari Nyo Tiang
Pek Si Garuda Berkuku Emas, dan jangan mengganggu anaknya yang masih hijau."
"Oei Koai-hiap! Apakah kau orang tua juga hendak ikut mencampuri urusanku sendiri?" teriak Hek Li Suthai
dengan alis berdiri. "Hek Li Suthai, siapa sudi mencampuri urusanmu" Aku berada di sini dan oleh karena muridku tidak bersalah,
apabila ada orang yang berani mengganggunya, berarti orang itu mengganggu aku sendiri."
"Dan siapa saja yang mengganggu Lee Ing sahabat baikku ini, berarti ia mengganggu aku sendiri," kata Kimgan-eng meniru suara gurunya.
Bukan main marahnya Hek Li Suthai mendengar ini. Ia berseru keras dan tiba-tiba menyerang Pat-chiu Koaihiap dengan pedang di kedua tangannya.
"Bagus! Memang akupun ingin melihat sampai di mana keganasan Hek Li Suthai!" kata Oei Gan yang cepat
mengelak sambil mencabut keluar pedangnya yang terselip di punggung.
Kedua ahli silat yang berkepandaian tinggi itu lalu bertempur hebat. Oei Gan mengeluarkan kepandaian ilmu
pedangnya Pat-kwa-hoan-kiam-hoat yang hebat, sedangkan Hek Li Suthai mainkan ilmu pedang Ceng-ouwcoa-kiam-hwat yang ganas. Tubuh kedua orang tua ini lenyap terbungkus sinar pedang mereka yang bergerakgerak seperti naga bercanda di tengah mega.
Sementara itu, ketika melihat bahwa Hek Li Suthai tidak sempat melindungi Tik Kong lagi, Lee Ing lalu
melompat dan menyerang pemuda itu dengan tangan kosong, oleh karena pedangnya yang tadi dirampas Hek
Li Suthai kini telah berada di tangan pemuda itu. Namun ia tidak menjadi gentar dan serangan tangan
kosongnya tak kurang hebat.
Bi Mo-li melompat dan membela Tik Kong, akan tetapi Kim-gan-eng tak mau tinggal diam. Gadis ini lalu
menyambut Bi Mo-1i sambil membentak. "Kau juga mau turut campur?"
Makin ramailah pertempuran yang terjadi di luar hutan itu. Biarpun sesungguhnya belum tentu Lee Ing dapat
memenangkan Tik Kong dengan bertangan kosong saja, namun oleh karena Tik Kong telah merasa gentar dan
takut, pemuda itu tidak mau melayani Lee Ing lebih lama lagi.
Ia melihat betapa Bi Mo-1i kena didesak oleh Kim-gan-eng, sedangkan Hek Li Suthai juga payah menghadapi
desakan Pat-chiu Koai-hiap, maka Tik Kong lalu menyerang hebat dengan pedangnya dan ketika Lee Ing
melompat ke samping, pemuda ini lalu membalikkan tubuh dan lari secepatnya meninggalkan tempat itu!
"Bangsat rendah, kau hendak lari ke mana?" Lee Ing membentak dan terus mengejar!
Dengan perlahan tapi tentu, Oei Gan dan Bwee Hwa berhasil mendesak kedua orang itu hingga akhirnya Hek
Li Suthai berseru. "Biang keladi pertempuran telah pergi, tak perlu kita bertempur terus!"
Oei Gan tertawa bergelak. "Hek Li Suthai, kau cerdik! Akan tetapi akupun memang tidak ada nafsu untuk
mengalahkan kau!! Bwee Hwa, lepaskan lawanmu itu!"
Hek Li Suthai merasa malu sekali oleh karena sesungguhnya memang ia dan muridnya terdesak hebat tadi.
Kalau sekiranya ia yang mendesaknya, belum tentu ia mau menghentikan pertempuran ini. Maka dengan
wajah merah ia berkata. "Koai-hiap, lain kali kita bertemu pula!" Lalu ia pergi dengan cepat, diikuti oleh muridnya.
Setelah Hek Li Suthai dan muridnya pergi jauh, barulah Oei Gan menegur muridnya.
"Bwee Hwa, mengapa kau begitu lancang memusuhi mereka" Untung aku datang pada saat yang tepat, kalau
aku tidak ada di sini, apakah kau masih bisa mengharapkan untuk hidup?"
Bwee Hwa menundukkan kepalanya dan tak dapat menjawab teguran suhunya, kemudian Oei Gan
melanjutkan setelah menghela napas panjang.
"Kau tidak tahu, muridku. Diantara Hek Li Suthai dan Nyo Tiang Pek memang terdapat dendam yang besar. Hal
ini terjadi ketika aku masih muda, juga ketika itu Nyo Tiang Pek masih seorang pemuda.
"Guru Hek Li Suthai yang bernama Lan Bwee Niang-niang dan susioknya bernama Bong Cu Sianjin dan menjadi
ketua dari Pek-lian-kauw, pernah bentrok secara hebat sekali dengan Nyo Tiang Pek dan kawan-kawannya,
diantaranya bahkan Ang Lian Lihiap dan Hwee-thian Kim-hong yang tersohor dan kini menjadi suami isteri itu,
ikut pula membantu. Karena Bong Cu Sianjin membela anggauta-anggauta Pek-lian-kauw yang kebanyakan
memang jahat, dan Lan Bwee Niang-niang membantu sutenya ini, maka terjadilah pertempuran yang maha
hebat di puncak Hong-lai-san antara Bong Cu Sianjin dan kawan-kawannya melawan Nyo Tiang Pek dan
kawan-kawannya. "Pertempuran itu hebat sekali dan aku sebagai orang luar hanya berani mengintai saja dan diam-diam
menonton pertempuran maha da
hsyat. "Akhirnya karena pihak Pek-lian-kauw terdapat Lan Bwee Niang-niang yang benar-benar sakti, pihak Nyo Tiang
Pek mengalami kekalahan, akan tetapi tiba-tiba datanglah Beng San Siansu, manusia setengah dewa itu yang
menjadi suhu dari suami isteri Ang Lian Lihiap dan Hwee-thian Kim-hong! Dan Lan Bwee Niang-niang dapat
ditundukkan sedangkan Bong Cu Sianjin kedua lengannya terpotong!
"Sakit hati inilah yang kemudian menimbulkan permusuhan antara Hek Li Suthai yang hendak membalaskan
sakit hati gurunya pada pihak Nyo Tiang Pek dan kawan-kawannya. Ketika aku menyaksikan pertempuran adu
jiwa yang mengerikan itu, aku diam-diam merasa beruntung bahwa aku tidak terlibat dalam urusan itu.
"Karena apakah untungnya bermusuh-musuhan dan saling membunuh" Dan kau sekarang telah menyakiti hati
Hek Li Suthai, bukankah ini berarti kau menyeret gurumu ke dalam jurang permusuhan pula?"
Kembali Oei Gan menghela napas panjang.
Kim-gan-eng Bwee Hwa merasa penasaran sekali mendengar ucapan gurunya ini. Memang ia amat disayang
oleh Oei Gan yang menganggapnya seperti anak sendiri, dan Bwee Hwa telah biasa bersikap manja terhadap
gurunya ini, maka ia lalu berkata.
"Akan tetapi, suhu, melihat Lee Ing yang gagah dan yang telah menjadi sahabat baikku itu terancam bahaya
maut di tangan Hek Li Suthai, apakah teecu harus berdiam berpeluk tangan saja" Kalau sampai terjadi Lee Ing
terbunuh dan teecu diam saja sebagai penonton, bukankah teecu percuma saja mempelajari ilmu kepandaian
dari suhu dan tidak patut disebut seorang gagah?"
06.17. Pencuri Kuda Pek-liong-ma
Oei Gan tersenyum dan berkata halus. "Dalam hal itu aku tidak bisa mempersalahkan kau, Bwee Hwa. Hanya
kusesalkan bahwa kau telah menanam bibit permusuhan dengan mereka, sedangkan aku tahu bahwa pihak
mereka itu selain jahat, juga lihai sekali."
Kembali Bwee Hwa berkata dengan semangat bernyala.
"Suhu, teecu tidak takut! Menurut cerita suhu sendiri, pihak Nyo Tiang Pek lo-enghiong berada di pihak benar,
dan pihak Hek Li Suthai yang jahat, maka apa salahnya kita bermusuh dengan pihak yang jahat" Teecu tidak
takut dan teecu rela mengurbankan nyawa demi membela yang benar dan melawan yang jahat!"
"Ha, ha, ha! Kau anak kecil yang keras hati dan sombong! Kepandaianmu seberapa tingginyakah maka kau
berani berkata demikian" Sekarang, perkara sudah menjadi begini, dan setiap waktu apabila kau bertemu
dengan Hek Li Suthai dan kawan-kawannya, tentu jiwamu terancam bahaya. Maka mulai sekarang kau harus
belajar silat lagi yang lebih tinggi untuk menjaga diri. Tidak selamanya gurumu akan dapat datang dalam
waktu yang kebetulan dan tepat!"
Bwee Hwa lalu berlutut dan menghaturkan terima kasih dan mulai saat itu, Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan lalu
melatih lagi muridnya itu dengan ilmu silat yang lebih tinggi hingga kepandaian gadis ini makin hebat dan maju
pesat. "Y" Lee Ing dengan hati panas dan penasaran terus mengejar Lui Tik Kong ke arah timur. Tik Kong mengerahkan
tenaganya untuk cepat berlari karena ia maklum bahwa tak jauh dari situ terdapat sebuah benteng tentara
dan kalau saja ia bisa masuk ke benteng itu, ia akan selamat bahkan ia akan mendapat banyak pembantu
untuk melawan Lee Ing! Tentu saja Lee Ing tidak mengetahui hal ini dan mengejar terus.
Benar saja, tak lama kemudian nampak tembok putih dan tinggi mengelilingi sebuah benteng di satu dusun
yang berada di lereng bukit, hingga ketika melihat tembok ini, Tik Kong lalu berlari makin cepat. Ketika tiba di
dekat benteng, Tik Kong berteriak-teriak minta tolong dan dari pintu benteng itu keluarlah belasan orang
tentara yang segera memburu ke tempatnya.
"Lekas tangkap perempuan penjahat!" seru Tik Kong dengan napas tersengal-sengal dan karena telah merasa
lelah sekali, pemuda ini lalu berlari masuk ke dalam benteng.
Semua perajurit mengenal Tik Kong maka mereka lalu mencegat Lee Ing dengan pedang di tangan.
Melihat hal ini, bukan main marahnya Lee Ing yang segera menyerbu belasan orang perajurit itu dengan
tangan kosong. Sekali saja ia berkelebat, ia telah berhasil menendang roboh seorang pengeroyok dan
merampas pedangnya. Dan dengan pedang rampasan ini, Lee Ing mengamuk!
Pengeroyoknya terkejut sekali melihat kegagahan ini dan dari benteng itu keluarlah lebih banyak lagi tentara
yang mengiringkan Tik Kong dan seorang perwira yang tinggi besar seperti seorang raksasa muda! Perwira ini
bernama Can Kok In, dan biarpun usianya masih muda dan mukanya yang lebar itu hanya ditumbuhi kumis
kecil sedikit, namun tubuhnya benar-benar menakutkan, tinggi besar dan gemuk.
Can Kok In adalah seorang perwira yang berhati jujur bersuara keras dan besar, sedangkan ilmu silatnya amat
tinggi oleh karena dia adalah anak murid Kun-lun?pai. Mendengar Tik Kong dikejar-kejar oleh penjahat wanita,
Can Kok In cepat membawa pedangnya yang besar panjang dan berat, lalu berlari keluar.
Ketika melihat betapa Lee Ing mengamuk bagaikan seekor banteng betina mencium darah, Can Kok In lalu
berteriak keras seperti guntur, memerintahkan semua anak buahnya mundur, sedangkan ia sendiri lalu
melompat maju sambil menuding dengan telunjuknya.
"Penjahat perempuan yang ganas dan kejam! Sekali ini kau berhadapan dengan Can Kok In, jangan kau
menjual lagak!" Melihat perwira yang tinggi besar dan bermata lebar ini Lee Ing lalu menubruk dan mengirim tusukan dengan
pedangnya. Can Kok In tertawa bergelak dan menangkis dengan pedangnya yang besar.
Lee Ing terkejut sekali karena sekali menangkis saja, pedangnya hampir terlepas dari pegangan! Ia maklum
Sepasang Ular Naga 8 Pendekar Hina Kelana 4 Tiga Iblis Pulau Berhala Lamaran Berdarah 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama