Ceritasilat Novel Online

Badai Di Siauw Lim Sie 4

Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong Bagian 4


dibawah tindihan batu itu"
"Itulah gurau yang mahal sekali harganya" kata si
pendeta. "Siancai! Lolap harap, dilain waktu janganlah
Siecu bergurau dengan cara seperti itu terhadap orang lain!
Syukur jika memang orang yang diajak bergurau itu bisa
menghindarkan dan menyelamatkan diri dari tindihan batu
besar itu, jika dia gagal menyingkir, apa yang akan terjadi?"
Tetapi orang bertabuh tinggi kurus itu telah tertawa
dingin. "Hoanceng! Kau telah menegur aku seperti itu,
apakah engkau memang tidak puas diajak bergurau
olehku?" Sikapnya pun telah berobah, matanya telah
memandang tajam dan tertawanya itu telah lenyap.
Pendeta asing itu sabar sekali, dia menyahuti: "Tentu
saja perbuatan yang dilakukan oleh Siecu bukan suatu
perbuatan yang terpuji, dan jika memang Lolap menegur,
itulah teguran yang selayaknya Mengapa Siecu harus gusar
seperti itu?" "Siapa kau dan dari mana asalmu, Hoanceng?" tegur
orang bertubuh tinggi kurus itu. "Melihat kepandaianmu
yang lumayan itu, tentunya kedatanganmu ke daratan
Tionggoan ini dengan mengandung maksud tertentu,
bukan" Pendeta asing itu telah mengangguk perlahan, kemudian
setelah memuji kebesaran sang Buddha, dia menyahuti:
"Sesungguhnya Lolap berasal dari Thian-tiok, dari negeri
Lolap itu yang letaknya cukup jauh, Lolap telah melakukan
perjalanan ke daratan Tionggoan, dan bermaksud untuk
mencari seorang sahabat, sedangkan Lolap bergelar Bianlu
Syamar....!" "Bianlu Syamar?" tanya, seorang tinggi kurus seperti
gala. "Hmmmm siapa yang Hoanceng cari?"
204 Pendeta asing itu tetap bersikap sabar, walaupun
bertubuh kurus tinggi ini selalu memperlihatkan
kurang ajar dan tengik, dan bilang "Sesungguhnya
tengah mencari seorang sahabat, yang mungkin
dikenal oleh Siecu. !Dan jika memang Siecu
keberatan, bolehkah Lolap mengetahui nama yang
dari Siecu?" orang sikap Lolap tidak tidak mulia "Hmmmm, akulah yang kuasa di Hoasan ini. Aku she
Thio dan bernama Yang Lin. Orang-orang memberikan
gelaran padaku Harimau Selaksa Kati! Hmmmm, setiap
orang yang melewati tempat ini, tentu akan menemuiku
dulu, untuk menghunjuk hormat. Dan kau Hoanceng,
engkau seorang pendeta asing, namun engkau seenak
perutmu saja, melewati tempat ini, malah berani
memberikan teguran kepadaku disaat aku hanya mengajak
kau untuk bergurau" Si pendeta asing telah tersenyum, dia bilang dengan
sabar: "Thio Siecu, Lolap lihat kepandaian yang dimiliki
Siecu tidak rendah, disamping itu, tampaknya Thio Siecu
pun memiliki pengetahuan yang luas, mengapa semua
kepandaian yang dimiliki Siecu tidak dipergunakan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan mulia dan kebajikan"
Bukankah itu lebih membahagiakan dan mendatangkan
keuntungan yang tidak kecil untuk umat menusia lainnya,
dibandingkan dengan berdiam di tempat yang sepi dan
sunyi seperti ini?" Muka Thio Yang Lin berobah tidak sedap dipandang,
dia malah membentak: "Hoanceng engkau terlalu banyak
mulut! Tidak perlu engkau mengatur diriku! Hmm, justru
aku yang ingin memeriksamu, tentu kedatanganmu
kedaratan Tionggoan ini, dengan menempuh perjalanan
yang begitu jauh dari Thian-tiok ke Tionggoan ini, kau
mengandung maksud tidak baik. Kau harus mengakui
205 dengan jujur, jika tidak, aku tentu tidak akan bertindak
segan-segan memaksa engkau memberikan keterangan"
Mendengar perkataan Thio Yang Lin, si pendeta asing
itu, Bianlu Syamar telah tersenyum, sabar, katanya dengan
suara yang sabar dan ramah "Jika memang Thio Siecu
berkata begitu, memang Lolap pun tidak berani terlalu
banyak bicara memberikan petunjuk. Namun perlu Lolap
tegaskan sekali lagi, bahwa perbuatan Siecu tadi, yang telah
sengaja menggelindingkan batu gunung itu, untuk
mencoba-coba ilmu seseorang, adalah perbuatan yang tidak
terpuji dan jangan diulangi lagi"
"Oh pendeta busuk yang banyak mulut.... Kau terima
ini!" bentak Thio Yang Lifi.
Dia memang memiliki gelaran Harimau Selaksa Kati,
karena itu, tenaga serangannya pun sangat luar biasa.
Tubuhnya memang kurus jangkung, dan juga seperti galah,
namun tenaga dalam yang dipergunakannya sangat kuat
sekali. Tenaga itu menimbulkan angin yang menderu-deru
kuat sekali. Dengan cepat, angin pukulan itu telah membuat
si pendeta tidak bisa berdiam diri saja, di mana Bianlu
Syamar harus mengelakkan diri ke samping beberapa kali,
karena Thio Yang Lin telah menyerangnya bertubi-tubi.
Waktu itu, tampak jelas Thio Yang Lin yang gagal
dengan beberapa kali pukulannya itu, jadi penasaran.
"Hemm, memang engkau memiliki kepandaian yang
lumayan, tapi dengan mengandalkan kepandaian seperti
itu, jangan harap engkau dapat menancapkan kaki di
daratan Tionggoan! Atau memang engkau ingin mencontoh
tingkah lakunya si Tat Mo Cauwsu, itu Hoanceng dari
Thian-tiok juga yang telah begitu kurang ajar, berani
membangun sebuah kuil di Siauw Sit San, dimana dia
pura2 ingin menyiarkan pelajaran agamanya, tapi
206 disamping itu juga telah membangun sebuah pintu
perguruan baru, menerima murid yang banyak"
Hahahahahaha, jangan harap engkau bisa menjadi orang
kedua dari Tat Mo Cauwsu!"
Mendengar disebutnya Tat Mo Cauwsu, muka Bianlu
Syamar berubah, dia mengelakkan diri dari pukulan tangan
kanan Thio Yang Lin membarengi dengan itu dia
melompat mundur dua langkah ke belakang sambil berseru
"Thio Siecu, tahan!"
Thio Yang Lin memang tak mendesak lebih jauh,
namun dia telah tertawa dingin sambil tanyanya: "Apa
yang hendak kau katakan?"
"Ada yang hendak Lolap tanyakan!" menyahuti Bianlu
Syamar. "Katakan!" bilang Thio Yang Lin.
"Mengenai pendeta India yang Thio Siecu katakan tadi,
jika tidak salah yang disebut Tat Mo Cauwsu itu...." kata
Bianlu Syamar lagi. "Hemmm, apakah Tat Mo Cauwsu itu sahabatmu,
sahabat yang tengah engkau cari seperti yang kau katakan
sebelumnya?" tanya Thio Yang Lin kemudian.
"Mungkin benar, mungkin juga tidak benar" menyahuti
Bianlu Syamar. "Mengapa begitu?" tanya Thio Yang Lin yang kini
gilirannya jadi heran. "Mengapa mungkin benar mungkin
juga tidak benar?" "Karena boleh jadi pendeta India yang memakai nama
Tat Mo Cauwsu itu adalah sahabat yang tengah Lolap cari,
atau mungkin juga bukan sahabat yang tengah Lolap cari"
menyahuti Bianlu Syamar. 207 "Hemmm, tahukah engkau, siapa sesungguhnya Tat Mo
Cauwcu itu?" tanya Thio Yang Lin. "Dialah seorang
pendeta India yang telah mengembara dan berkelana
didaratan Tionggoan ini! Dengan berbagai tipu ilmu sihir
dia mempengaruhi jago2 Kangouw, sehingga dia dianggap
sebagai seorang Guru Besar! Ha hahahahahaha! Aku tidak
yakin dia memiliki kepandaian yang begitu tinggi! Justru
jika aku memiliki kesempatan kelak, tentu aku akan
mencarinya, untuk meminta pengajaran darinya guna
membuktikan apakah dia sesungguhnya bernama kosong
atau memang sebenar-benarnya dia memiliki kepandaian
yang tinggi dan luar biasa. Itu memang perlu untuk
dibuktikan!" Bianlu Syamar telah menyahuti sambil merangkapkan
kedua tangannya: "Omitohud! Omitohud! Lolap kira, tidak
ada seorangpun pendeta dari Thian-tiok, yang hanya
sekedar mengembara di daratan Tionggoan dengan
menonjol-nonjolkan ilmu sihir! Karena tentu dengan
menempuh perjalanan yang jauh, hal itu demi kepentingan
urusan yang besar seperti juga untuk menyiarkan agama
Buddha. Jika memang Thio Siecu mengatakan bahwa Tat
Mo Cauwcu hanya datang untuk menonjol-nonjolkan ilmu
sihir belaka, apakah gunanya itu?"
Tapi Thio Yang Lin telah tertawa dingin, dia bilang
dengan sikap mengejek: "Hemmm tetapi aku tidak mau
mempercayai para Hoanceng yang datang dari Thian-tiok,
karena umumnya hanya pandai mempergunakan ilmu sihir
untuk mempengaruhi orang-orang Tionggoan dengan tipu
dayanya belaka! Baiklah, jika memang kau juga
mengatakan bahwa kedatanganmu ke daratan Tionggoan
bukan sekedar untuk urusan kecil, berarti engkaupun telah
memiliki kepandaian yang bisa diandalkan, karenanya
akupun ingin meminta petunjuk darimu seribu jurus! Kau
208 tentu tidak keberatan untuk mengiringi permitaanku ini,
bukan"' Pendeta asing itu telah mengucapkan "Omitohud!" dua
kali, lalu tersenyum sambil katanya: "Memang selama
dalam perjalanan memasuki Tionggoan, Lolap telah
menemui banyak kejadian dan orang-orang seperti Thio
Siecu. Apakah Thio Siecu telah memikirkan baik2, bahwa
semua tidak akan membawa suatu keuntungan apapun
untuk Thio Siecu sendiri?"
"Tapi aku ingin membuktikan, apakah para Hoanceng
yang datang ke daratan Tionggoan ini memang memiliki
kepandaian yang tinggi, sehingga Tat Mo Cauwsu begitu
kepala besar dan dia telah menganggap dirinya sebagai
Guru Besar, seperti juga di daratan Tionggoan ini tidak
terdapat lagi orang yang memiliki kepandaian berarti dan
hanya dia seorang diri saja sebagai Guru Besar"
Mendengar perkataan Thio Yang Lin, Bianlu Syamar
telah memuji akan kebesaran Sang Budha, lalu katanya:
"Apakah memang Tat Mo Cauwsu sendiri yang
menyatakan bahwa dirinya sebagai Guru Besar?"
"Hemmmm, walaupun bukan dia yang menyatakan
bahwa dia sebagai Guru Besar, dan hanya pengikut2nya
saja yang menyebut dia sebagai seorang Guru Besar,
seharusnya ia menolak dan tidak memakai julukan seperti
itu! Dengan mengangkat dirinya sebagai Guru Besar,
bukankah berarti bahwa dia memang sama sekali sudah
tidak memandang sebelah mata terhadap jago2 Tionggoan
ini?" Setelah kemudian Hoanceng, Tionggoan berkata begitu, Thio Yang Lin tertawa dingin,
melanjutkan lagi perkataannya "Dan kau
apakah engkau juga datang ke daratan
ini untuk mengembangkan pengaruh dan
209 menancapkan kaki di daratan Tionggoan
memperoleh sebutan sebagai Guru Besar?"
untuk Mendengar pertanyaan Thio Yang Lin, Bianlu Syamar
telah tertawa ramah, katanya. "Sama sekali Loiap tidak
memiliki pikiran seperti yang dikatakan oleh Thio Siecu!
Siancai. Malah kedatangan Lolap ke daratan Tionggoan
untuk mencari seorang sahabat, yang telah belasan tahun
berkelana di daratan Tionggoan dan belum juga pulang
kembali kenegeri kami, maka Lolap bermaksud untuk
mencarinya, guna mengajaknya pulang"
"Hemmmmm. jadi kau bukan hendak menancapkan
kaki di daratan Tionggoan seperti halnya Tat Mo Cauwsu?"
tanya Thio Yang Lin dengan suara yang mengejek.
"Apakah itu bukan hanya sekedar alasan yang terlalu
dibuat-buat saja?" Bianlu Syamar telah tertawa lagi, katanya: "Mengapa
harus mencari-cari alasan yang kosong?" kata-katanya itu
telah dibarengi dengan sepasang tangannya yang
dirangkapkan, dan kemudian katanya lagi menyambungi
dengan sikap yang tetap sabar: "Jika memang Thio Siecu
bermaksud untuk main-main beberapa jurus, Lolap juga
tidak keberatan untuk menemani. Karena, jika permintaan
Thio Siecu tidak dipenuhi, tentu selamanya Thio Siecu
akan beranggapan bahwa para pendeta dari Thian-tiok
hanya pandai ilmu sihir saja...!"
Thio Yang Lin tertawa mengejek. "Bagus! Bagus! Aku
tidak menyangka bahwa engkau Hoanceng bisa memiliki
keberanian juga" katanya dan diapun telah bersiap-siap
untuk menyerang, kemudian menyambungi perkataannya
tadi: "Sekarang engkau bersiap-siaplah"
Bianlu Syamar telah mengangguk sabar "Ya, Thio Siecu
sudah boleh mulai....!" katanya dengan sikap yang tenang
210 dan berdiri tetap ditempatnya untuk menantikan tibanya
serangan dari lawannya ini.
Thio Yang Lin telah menggeser kakinya satu langkah,
kemudian dengan cepat dia menggerakkan tangan
kanannya, dimana dia telah memukul dengan kuat sekali.
Atrgin pukulannya itu memang sangat kuat. Tidak percuma
dia memperoleh julukan sebagai Harimau Selaksa Kati.
Dengan mengeluarkan angin


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pukulan itu meluncur cepat sekali.
yang menderu-deru, Namun Bianlu Syamar sama sekali tidak berkelit atau
coba mengelakkan pukulan itu" karena dengan cepat
sepasang tangannya dirangkapkan, dan dia menyambuti
pukulan itu dengan kedua tangan berada didadanya,
"Bukkkkkk" Thio Yang Lin seperti juga memukul
lapisan atau lempengan besi dan baja, karena begitu kuat
daya pertahanan dari si pendeta asing ini, sehingga
sedikitpun juga tubuhnya tidak bergeming dan kedua
kakinya seperti telah tertancap kuat-kuat ditanah. Malah
Thio Yang Lin sendiri merasakan kepalan tangannya itu
agak sakit. Diantara rasa sakit itu, Thio Yang Lin penasaran bukan
main, dan meluncurkan tangan yang lainnya, menghantam
lagi. Sama halnya seperti tadi, Bianlu Syamar sama sekali
tidak menangkis, dia hanya menerima pukulan yang
dilakukan oleh lawannya dan pukulan itu telah hinggap di
telapak tangan Bianlu Syamar.
Terdengar benturan yang keras, kali ini Thio Yang Lin
memukul jauh lebih kuat lagi tapi tubuh dari Bianlu Syamar
tetap tidak bergeming. Dengan demikian, Thio Yang Lin harus merasakan
kepalan tangannya menderita sakit pula. Tapi sebagai
211 seorang yang memang memiliki kepandaian cukup tinggi
dan telah dijuluki sebagai Harimau Selaksa Kati, dia tidak
menyudahi pukulan-pukulannya sampat disitu saja, tahutahu kedua tangannya telah meluncur berbareng dan
langsung memukul dengan dahsyat sekali. Tenaga
pukulannya itu mungkin memiliki tekanan atau kekuatan
seberat lima ratus kati! Bianlu Syamar juga menyadari akan kehebatan pukulan
lawannya. Kali ini Bianlu Syamar tidak mau menerima pukulan
tersebut dengan berdiam diri saja, dia telah menggeser
kedudukan kakinya, tubuhnya didoyongkan kesamping dan
kemudian telah menyingkir dengan gerakan yang gesit
sekali, sehingga seperti tidak bisa dilihat oleh lawannya,
bagaimana gerakan yang dilakukannya itu, sebab tahu2
tubuhnya berada di belakang Thio Yang Lin.
ThioYang Lin kaget bukan main. karena waktu itu dia
tengah memukul dengan kuat sekuat tenaganya dan ketika
dia kehilangan sasarannya, menyebabkan tubuhnya jadi
terjerunuk dan maju ke depan hilang keseimbangan
tubuhnya. Sebetulnya jika memang Bianlu Syamar hendak
mencelakainya, sama mudahnya dengan membalikan
telapak tangannya, karena disaat tubuh dari Thio Yang Lin
terjerunuk kemuka kehilangan keseimbangan kedua
kakinya dan ditambah dengan hanya tepukan telapak
tangan pada punggungnya, tentu Thio Yang Lin akan
rubuh terjungkal. Namun Bianlu Syamar tidak melakukan hal itu, dia
hanya berdiri diam ditempatnya dengan tersenyum saja.
Thio Yang Lin telah berhasil menguasai tubuhnya dan
kuda-kuda kedua kakinya, sehingga dia tidak sampai
212 tersungkur ke depan. Kemudian dia telah memutar
tubuhnya, dan tertawa dingin sambil katanya: "Hemmm,
rupanya engkaupun memiliki ilmu siluman, dimana engkau
mengandalkan sekali ilmu sihirmu sama seperti halnya
dengan Tat Mo Cauwsu itu....!"
"Siancai! Siancai! Lolap sama sekali tidak pernah
mempergunakan ilmu sihir" kata Bianlu Syamar sambil
tersenyum ramah. "Tadi Thio Siesu bergerak kurang gesit,
sehingga Thio Siecu kehilangan sasaran dan tergempur
kuda-kuda kedua kaki Thio Siecu di sebabkan tenaga
serangan yang terlalu besar dan juga ketenangan Thio Siecu
tidak terkumpul seluruhnya. Perlu diketahui, itulah
sebabnya mengapa kuda2 Thio Siecu tergempur, jadi bukan
disebabkan Lolap mempergunakan ilmu sihir."
Tetapi Thio Yang Lin mendongkol dan penasaran
sekali, dia tidak percaya bahwa Bianlu Syamar tidak
mempergunakan ilmu sihir. Dia juga ingin mencoba sekali
lagi menyerang pendeta itu, tentu saja sekarang dia berlaku
jauh lebih waspada. Dengan memperkuat kuda2 kedua kakinya Thio Yang
Lin menghampiri Bianlu Syamar, lalu menghantam lagi
dengan kedua tangannya. Jurus yang dipergunakannya
adalah jurus "Naga Menghantam Karang", tenaga yang
dipergunakannya pun sangat kuat sekali, tenaganya
berkesiuran menderu-deru. Sepasang tangannya yang
meluncur berbareng itu memang menyerupai seekor naga
yang tengah mengamuk, sehingga angin pukulan yang
menerjang pada Bianlu Syamar itu hebat luar biasa, debu
dan batu-batu kecil seperti juga disampok oleh gelombang
topan, telah beterbangan.
Bianlu Syamar memandang tenang kepada Thio Yang
Lin yang tengah menyerangnya dengan hebat seperti itu,
dan waktu pukulan lawannya hampir tiba, kembali Bianlu
213 Syamar telah menggeser kedudukan kakinya, tubuhnya
bergerak gesit sekali, tahu-tahu telah melompat lenyap dari
hadapan Thio Yang Lin. Tapi kini Thio Yang Lin memang telah bersiap siaga,
dia telah berlaku waspada. Dan waktu dia menyerang,
memang dia telah berpikir bahwa pendeta ini tentu akan
mencelat lenyap dari pandangan matanya. Karenanya,
begitu melihat pundak si pendeta bergerak, segera juga Thio
Yang Lin sambil menyerang, mementang matanya lebar2,
sehingga dia bisa melihat bahwa Bianlu Syamar telah
melompat ke sebelan kanan.
Tanpa menarik pulang tenaga pukulannya itu, dan tanpa
merobah kedudukan kedua kakinya, kedua tangannya itu
dibilukkan ke kanan, untuk diteruskan menghantam si
pendeta. Tenaga pukulannya juga tidak berkurang.
Bianlu Syamar melihat bahwa kini lawannya lebih
cerdik dari tadi, dia, tersenyum. Namun memang dasarnya
Bianlu Syamar memiliki kepandaian yang tinggi sekali,
begitu tenaga pukulan dari Thio Yang Lin menyambar
dekat, dia menjejakkan tubuhnya, yang segera berkelebat
lenyap lagi dari tatapan mata Thio Yang Lin.
Sedangkan Thio Yang Lin benar-benar penasaran
karena merasa dirinya dipermainkan oleh Bianlu Syamar,
dengan mengeluarkan suara bentakan mengguntur, dia
telah melompat di belakangnya, tubuhnya melayang di
tengah udara dan sambil terapung begitu, dia memutar
tubuhnya sambil menghantam dengan tangan kanannya,
karena menduga musuhnya telah melompat ke belakang.
Angin pukulan itu kuat sekali, dugaan Thio Yang Lin
memang tidak meleset, karena Bianlu Syamar benar telah
berada di belakangnya, maka angin pukulannya itu telak
sekali menghantam pundak si pendeta asing tersebut.
214 Bianlu Syamar telah menerima pukulan ltu dengan
pundaknya, karena dia tidak keburu untuk berkelit lagi,
selain menyalurkan hawa murninya dipundaknya,
menerima pukulan itu. Tubuh Bianlu Syamar tergoncang bergoyang-goyang,
namun kuda-kuda kedua kakinya tidak berobah, dan dia
masih tetap berdiri di tempatnya. Dan kali ini Bianlu
Syamar juga tidak berdiam diri saja, karena dia telah
mempergunakan tangan kanannya untuk menotok kearah
iga dari Thio Yang Ling. Thio Yang Lin waktu kepalan tangan kanannya
menghantam kuat pundak si pendeta, telah merasakan
tangannya sakit bukan main seperti juga tulang jari-jari
tangannya telah patah-patah. Dia melompat mundur, dan
karena melompat mundur seperti itu, totokan yang
dilakukan oleh Bianlu Syamar telah jatuh di tempat kosong.
Bianlu Syamar telah merangkapkan sepasang
tangannya, katanya "Thio Siecu, Lolap kira sudah tidak ada
gunanya kita meneruskan cara-cara bermain seperti ini"
"Hemmmm, memang cara bermain seperti ini sudah
tidak sesuai untuk kita! Aku hendak meminta petunjuk
darimu dalam hal mempergunakan senjata tajam" Sambil
berkata begitu, cepat bukan main tangan kanan Thio Yang
Lin meraba pinggangnya, dia telah mencabut pedangnya
yang berkilauan tajam sekali, diapun telah menabas udara
kosong, dimana pedang itu mendengung keras sekali.
Bianlu Syamar telah mengulap-ulapkan tangan
kanannya. "Thio Siecu, kau salah paham. Bukan maksud
Lolap untuk main-main senjata tajam!" katanya cepat.
"Maksud Lolap adalah menyudahi semua ini, karena tentu
tidak ada gunanya untuk kita berdua."
215 "Buat engkau memang tidak ada gunanya, tapi untukku
inilah berguna sekali, untuk mengetahui apakah memang
Hoanceng-hoanceng yang datang kedaratan Tionggoah
benar-benar memiliki kepandaian yang berarti! Lihat pedang!" dan menutup perkataannya itu, tampak tubuh Thio
Yang Lin telah melompat gesit sekali, pedang ditangannya
iiu juga berkelebat menyambar akan menikam ulu hati si
pendeta asing tersebut. Biaulu Syamar menghela napas. Dia mengelakkan diri
dari dua tikaman Thio Yang Lin katanya:"Thio Siecu,
apakah benar2 engkau tidak mau menyudahi semua
permainan ini"'' "Tidak! Keluarkanlah senjatamu, agar kita bisa mainmain sampai puas" teriak Thio Yang Sin, dan pedangnya
telah berkelebat lagi dengan cepat sekali, dia telah menikam
tiga kali lagi, baru kemudian melanjutkan perkataannya:
"Jika engkau tetap tidak mau mencabut seajata tajammu,
biarlah aku akan membinasakan engkau, jangan harap aku
akan berkasihan kepada seorang Hoanceng seperti engkau!"
Dan memang Thio Yang Lin membuktikan
perkataannya itu, tidak sungkan sungkan lagi langsung dia
menikam beberapa kali kepada Bianlu Syamar, walaupun
lawarnnya itu sama sekali tidak mencekal senjata tajam.
Bianlu Syamar telah berkelit kesana-kemari dengan
gesit, sampai suatu kali ketika mata pedang lawannya
menyambar akan menikam lengan kanannya, terpaksa
Bianlu Syamar melancarkan serangan juga pada lawannya
itu dengan sentilan jari telunjuknya.
"Tringgg," pedang telah tersentil miring ke samping,
tergetar keras sekali. "Thio Siecu, jika memang Thio Siecu tidak mau
menyudahi serangan-seranganmu, maafkanlah, Lolap tidak
216 bisa berdiam diri lagi. Selamanya Lolap tidak pernah
mempergunakan senjata tajam, tapi jika memang Lolap
turun tangan, tentu senjata Thio Siecu akan rusak
karenanya" "Hahahaha" tertawa Thio Yang Lin bergelak-gelak.
"Justru aku ingin melihat dengan ilmu sihirmu, apa engkau
hendak merusak senjataku ini. inilah menarik sekali, awas
serangan!" dan benar2 Thio Yang Lin telah menyerang bertubi2 kepada Bianlu Syamar, pedangnya itu telah menyambar2 cepat sekali ke tempat2 bagian tubuh yang
mematikan Bianlu Syamar menghela napas, dia berkelit beberapa
kali, dan waktu suatu kali pedang itu menyambar ke arah
iganya, saat itulah si pendeta telah mengulurkan tangan
kanannya, membuka jari telunjuk dan ibu jarinya, dia
menjepitnya. Begitu pedang Thio Yang Lin kena dijepit,
pedang itu tak bisa bergerak, walaupun Thio Yang Lin
menusuk sekuat tenaga atau menariknya sekuat tenaga
juga, pedang yang telah terjepit oleh jari telunjuk dan ibu
jari sipendeta, sudah tidak bisa bergeming lagi!
Thio Yang Lin menarik pedangnya sekuat tenaga,
pedang itu tidak bergeming, dia segera tersadar bahwa
pendeta ini tentu mempergunakan Lwekang yang hebat
sekali untuk menjepit pedang itu. Walaupun berulang kali
Thio Yang Lin telah menikam dengan tekanan tenaga kuat
pada tusukannya itu toh pedangnya sama sekali tak bisa
bergerak maju. Maju tak bisa mundurpun tak bisa buat
orang she Thio ini. Dan jalan satu2nya hanyalah
melepaskan pedang itu. Namun pantangan bagi orangorang Kangouw untuk melepaskan senjatanya terjatuh ke
dalam tangan lawan. 217 Waktu Thio Yang Lin tengah dalam keadaan bimbang
seperti itu, dilihatnya pendeta India itu telah tersenyum
sambil berkata "Thio Siecu. apakah ingin diteruskan?"
Thio Yang Lin penasaran dan mendongkol bukan main,
dia mengeluarkan bentakan yang nyaring sambil menusuk
lagi dengan sekuat tenaganya, tapi tetap gagal, pedangnya
tidak bergeming sama sekali.
Malah, untuk kagetnya Thio Yang Lin merasakan dari
pedangnya itu menerobos ke telapak tangannya hawa yang
panas, terlalu panas seperti juga panasnya api yang
membakar telapak tangannya. Malah semakin lama
semakin hebat saja menerjang ke telapak tangannya lewat
pedangnya. Mati2an Thio Yang Lin memusatkan seluruh kekuatan
Lwekangnya pada telapak tangannya, dan dia berusaha
menindih hawa panas yang menerobos ke telapak
tangannya itu dari pedangnya, karena dia menyadari bahwa
hawa panas itu tentunya adalah tenaga dalam si pendeta
yang disalurkan lewat pedangnya yang tengah dijepit oleh
Bianlu Syamar tersebut. Tetapi semakin lama hawa panas itu semakin menerjang
ke telapak tangannya lewat pedangnya semakin hebat,
malah tubuh Thio Yang Lin jadi menggigil karenanya.
Bianlu Syamar telah tersenyum, katanya: "Lolap kira
sudah cukup....!" dan pendeta India itu telah melepaskan
jepitannya pada pedang Thio Yang Lin. Barulah orang she
Thio itu bisa bernapas. "Nah Thio Siecu, telah Siecu saksikan bahwa Lolap
bukan mempergunakan ilmu sihir bukan" Hmmm, tentunya
sekarang Siecu tidak akan berpendapat bahwa semua
pendeta dari Thian-tiok hanya pandai mempergunakan
ilmu sihir untuk mempengaruhi lawan2nya, bukan?"
218

Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Muka Thio Yang jadi berubah merah, tapi dia mengakui
bahwa tenaga dalam pendeta itu memang jauh lebih tinggi
dari kepandaiannya dan juga sungguh menakjubkan sekali.
Dengan demikian, jelas akan membuat dia terluka atau
bercelaka kalau memang sampai masih hendak meneruskan
pertempuran mereka! "Baiklah, Bianlu Syamar, rupanya kau memang
mempunyai kepandaian yang mengagumkan, aku
mengakui akan kehebatan kepandaianmu itu" kata Thio
Yang Lin kemudian "Tapi kelak, jika memang engkau
masih berada di daratan Tionggoan, tentu aku akan
mencarimu untuk meminta petunjuk lebih jauh" sambil
berkata begitu Thio Yang Lin memasukkan pedang dalam
serangkanya dan memutar tubuhnya untuk berlalu.
Namun Bianlu Syamar telah memanggil: "Tahan dulu.
Janganlah Thio Siecu pergi"
Thio Yang Lin memutar tubuhnya, dia telah bertanya
dengan sengit: "Apakah engkau hendak mendesakku terus
setelah mengetahui bahwa kepandaianku berada dibawah
kepandaianmu?" Dan setelah berkata begitu Thio Yang Lin
mendengus: "Baik, baik mari kita meneruskan lagi
pertempuran itu" Rupanya dari mendongkol dan penasaran itu Thio Yang
Lin jadi nekad, ia mencabut lagi pedangnya, walaupun dia
menyadari bukan menjadi lawan pendeta tersebut, namun
dia yakin bahwa dia pasti akan dapat menghadapinya,
walaupun toh akhirnya kemungkinan besar dirinya akan
terluka dan rubuh di tangan pendeta tersebut. Namun dia
tidak mau dihina! Bianlu Syamar telah menggelengkan kepalanya berulang
kali katanya: "Bukan, bukan begitu maksud Lolap. Jangan
Thio Siecu salah mengerti. Ada yang hendak Lolop
219 tanyakan kepada Thio Siecu, yaitu mengenai pendeta India
yang Thio Siecu katakan memakai gelaran Tat Mo Cauwsu
dan telah mendirikan dengan penuh kewibawaan sebuah
pintu perguruan silat yang diberi nama Siauw Lim Pay"
Thio Yang Lin mengawasi tajam pada Bianlu Syamar,
kemudian tertawa tawar, katanya "Engkau menghendaki
keterangan mengenai Tat Mo Cauwsu dariku" Kukira
semua kalangan Kangouw telah mengetahui siapa adanya
Tat Mo Cauwsu, yang katanya sebagai Guru Besar itu. Jika
engkau bertanya pada siapa saja, tentu engkau akan
memperoleh keterangan mengenai Guru Besar itu!"
"Tapi Thio Siecu, apakah Siecu bisa memberikan
keterangan siapa sesungguhnya Tat Mo Cauwsu itu dan dia
membangun kuilnya itu dimana, lalu kepandaian apa saja
yang dimilikinya" Bagaimana keadaannya?" kata Bianlu
Syamar. "Hemmmm, Tat Mo Cauwsu seorang pendeta India,
yang kabarnya memiliki kepandaian yang luar biasa dan
sudah tidak ada tandingannya lagi. Dia berasal dari India
dan berkelana di daratan Tionggoan, hanya ingin
menyelidiki seluruh ilmu silat yang terdapat di daratan
Tionggoan guna digabungkan menjadi semacam ilmu silat
yang luar biasa. Menurut kabar yang tersiar, dia memang
telah berhasil dengan usahanya, dimana seluruh inti dari
ilmu2 silat yang terdapat di daratan Tionggoan telah
digubahnya dan disatukan, sehingga tercipta semacam
kepandaian yang katanya sangat luar biasa dan hebat. Tapi
sampai sejauh itu, aku sendiri belum lagi membuktikan,
sampai dimana kesaktian Tat Mo Cauwsu itu!"
Bianlu Syamar telah meng-angguk2 beberapa kali,
kemudian katanya: "Lalu dimanakah letaknya Siauw Lim
Sie itu?" 220 "Di gunung Siauw Sit San!" menyahuti Thio Yang Lin.
"Apakah Thio Siecu akan pergi kesana juga untuk
bertemu dengan Tat Mo Cauwsu?"
Thio Yang Lin tidak segera menyahuti, tampaknya dia
ragu2. namun akhirnya mengangguk pula. "Jika aku
memiliki kesempatan tentu aku ingin sekali mencari Tat Mo
Cauwsu, untuk melihat apakah dia benar2 memiliki
kepandaian yang hebat atau hanya nama kosong belaka"
menyahuti Thio Yang Lin. "Bagaimana jika kita berdua pergi bersama-sama untuk
menemuinya bukankah Thio Siecu mengetahui keadaan di
Tionggoan ini, sehingga dengan berjalan bersama Thio
Siecu, tentu Lolap tidak perlu kuatir akan tersesat....."
Thio Yang Lin terdiam sejenak, namun kemudian
akhirnya dia berkata dengan bimbang "Apakah apakah Tat
Mo Cauwsu itu adalah sahabatmu yang tengah kau cari?"
-o0od0wo0o- JILID VII BIANLU SYAMAR menggeleng perlahan, kemudian
menyahuti: "Sudah Lolap katakan, itu masih belum bisa
dipastikan Sebelum bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, dan
melihat siapa adanya dia, belum bisa lolap katakan disini
apakah dia memang sahabat atau bukan dari lolap. Namun
yang menarik, menurut Thio Siecu, Tat Mo Cauwsu adalah
seorang pendeta asal India, sama halnya dengan lolap."
"Baiklah, jika kau memang hendak pergi menemuinya,
akupun tidak keberatan untuk mengantarkan kau pergi ke
Siauw Lim Sie, sebab memang telah cukup lama juga aku
sendiri ingin mencari Tat Mo Cauwsu untuk membuktikan
221 apakah benar2 seorang yang memiliki ilmu silat paling
sempurna." "Thio Siecu, ada satu hal yang harus Siecu ingat baikbaik, jangan sekali-sekali Thio Siecu hendak menguji
kepandaian dengan maksud tertentu, jika hanya sekedar
untuk mengetahui sampai berapa tinggi kepandaian Tat Mo
Cauwsu untuk menambah pengalaman, hal itu memang
masih tidak menjadi persoalan, namun jika hanya
menghendaki untuk menguji kepandaian lalu menanam
permusuhan bukanlah hal yang terpuji. Karena itu Thio
Siecu harus mengerti, bahwa keberangkatan kita ke Siauw
Lim Sie hanya untuk bertemu dengan Tat Mo Cauwsu dan
nanti memupuk persahabatan, bukan permusuhan!"
Sabar, waktu Bianlu Syamar berkata seperti itu,
sedangkan Thio Yang Lin telah tertawa tawar, dia
menyahut: "Kukira tidak perlu dijelaskan lagi soal itu, jika
memang Tat Mo Cauwsu melayani secara baik, tidak
terlalu kepala besar dan angkuh sebagai Guru Besar, tentu
tidak akan timbul kerusuhan apa-apa. Tetapi jika memang
dia memandang rendah dan meremehkan diriku, apakah
aku harus menerima begitu saja?"
Bianlu Syamar telah tersenyum katanya: "Ya, kukira
jika kita bersikap baik padanya, tentu Tat Mo Cauwsu tidak
akan memperlakukan kita tidak baik. Apakah Thio Siecu
bersedia untuk melakukan perjalanan bersama-sama dengan
Lolap"': Thio Yang Lin mengangguk. "Aku harus membereskan
barang2 yang akan kubawa. Tunggulah sebentar, aku akan
segera kembali!" Bianlu Syamar mengangguk.
Begitulah Thio Yang Lin telah pergi ke tempat
kediamannya yang tidak jauh dari tempat tersebut, di dekat
222 puncak Hoasan, dan kemudian waktu dia kembali dengan
membawa buntalan yang berisi perbekalannya yang akan
dibawanya dalam perjalanan.
Keduanya telah melakukan perjalanan menuju ke Siauw
Sit San, di puncak gunung tersebut berdiri kuil Siauw Lim
Sie dan berdiamnya seorang Guru Besar, Tat Mo Cauwsu.
-o0od0wo0oBEBERAPA ekor kuda tengah berlari dengan cepat
sekali, seperti juga tengah dikejar hantu saja.
Penunggangnya, yang semuanya terdiri dari orang2 yang
berpakaian agak aneh, tidak seperti penduduk daratan
Tionggoan umumnya, telah melarikan kuda2 tunggangan
mereka dengan cepat sekali, sehingga debu jadi menggolak
mengepul tinggi ber-gulung2 di belakang mereka.
Semuanya berjumlah delapan orang, dan terdiri dari
pria-pria yang berhidung mancung dengan mata yang
berwarna biru kehitam-hitaman. Mereka memakai topi
penutup kepala yang berbentuk aneh sekali, agak bulat
dengan di tengah-tengah terdapat sehelai bulu yang
beraneka warna, mungkin bulu dari seekor burung.
Semuanya pun memakai jubah berwarna yang sama, yaitu
hijau dengan celana biru. Mereka tampaknya tergesa-gesa
dan ingin segera mencapai tempat tujuan, sehingga kuda2
tunggangan mereka dilarikan begitu cepat, dimana jubah
mereka beterbangan terkena tiupan angin.
Waktu tiba di sebuah tanah datar yang di penuhi oleh
rumput2 hijau, salah seorang yang berada paling depan
telah menahan lari kudanya, diapun mengangkat tangan
kirinya, memberi isyarat kepada kawan-kawannya agar
merekapun berhenti. Kawan2nya itupun telah menahan lari
kuda tunggangannya. 223 Orang yang mengangkat tangan kirinya dan berada
paling depan itu rupanya penimpin dari ketujuh orang
kawannya, dia seorang laki2 berusia hampir lima puluh
tahun, dengan kumis yang tipis dan hidung yang mancung
sekali. Bibirnya yang tipis memperlihatkan garis2 kekerasan
hatinya. Mata yang birupun memancarkan sinar yang
sangat tajam sekali. Dia bukan orang Han, melainkan
tampaknya orang dari Persia atau juga Nepal.
"Melewati padang rumput ini, kita akan tiba di
Hoawciu, dari sana kita melakukan perjalanan dua hari lagi
maka kita tiba di tempat tujuan kita. Tetapi apakah Buddha
Hidup berada ditempatnya" Berita yang kita terima paling
akhir justru Buddha Hidup berdiam di Tionggoan
mendirikan pintu perguruan sambil menyiarkan agama"
"Mudah-mudahan saja berita yang kita terima itu benar
dan Budha Hidup memang berada di Siauw Sit San"
menyahut salah seorang kawannya.
Laki-laki yang menjadi pemimpin itu telah menghela
napas. "Belasan tahun kita telah mencari Budha Hidup,
yang telah meninggalkan kita sekian lama. Aneh sekali,
mengapa Buddha Hidup lebih seriang berdiam di
Tionggoan" "Ya, kita yang telah ditinggalkan belasan tahun tanpa
kabar dan berita membuat kita selalu mencarinya kesana
kemari tanpa hasil" kata yang seorang lagi.
"Tetapi, berita terakhir mengenai Buddha Hidup kali ini
kukira tidak meleset. Mudah-mudahan saja kita bisa ketemu
dengannya!" Pemimpin itu mengangguk. Dia berdiam diri
memandang jauh ke lapangan rumput tersebut. Sampai
akhirnya dia berseru "Mari kita lanjutkan pula perjalanan
kita". 224 Sambil berseru begitu, dia telah menghentak tali kendali
kudanya, binatang tunggangan tersebut mencongklang
dengan cepat, dia lari di lapangan rumput tersebut.
Kawan2nya telah mengikutinya, merekapun melarikan
kuda tersebut dengan cepat. Begitulah, kedelapan
penunggang kuda yang terdiri dari orang2 asing tersebut,
telah melarikan kuda tersebut, telah melarikan kuda
tunggangan mereka dengan pesat. Kedelapan orang asing
tersebut seperti juga tengah berlomba dengan waktu.
Setengah harian mereka melarikan kuda tunggangan
masing2 dengan pesat, dan akhirnya mereka berhasil
melintasi lapangan rumput yang luas. Dan memang
dikejauhan mereka melihat sebuah kota, yaitu Houwciu.
Tanpa beristirahat, mereka segera menghampiri kota
tersebut, melewati belasan lie, tibalah mereka dikota itu.
Houwciu merupakan kota yang cukup ramai. Dan kota
ini merupakan kota persinggahan orang2 yang ingin
melakukan perjalanan ke selatan.
Kedelapan orang tersebut mencari rumah penginapan
mereka mengambil empat kamar.
Cara berpakaian dan keadaan kedelapan orang tersebut
menarik perhatian penduduk Houwciu. Karena mereka
selain orang asing pun mata mereka yang biru, hidung
mancung bibir yang tipis dan tidak ada tanda2 sebagai
penduduk bangsa Han, telah membuat penduduk Houwciu
memandang dengan heran. Mereka berdelapan berpakaian
dengan jubah dan celana berwarna sama. Tampaknya
mereka merupakan anggota dari sebuah perkumpulan atau
dari sebuah pintu perguruan. Dengan demikian, banyak
yang menduga-duga, entah apa yang ingin dilakukan
kedelapan orang asing itu didaratan Tionggoan.
225 Setelah berada dirumah penginapan, kedelapan orang
asing itu beristirahat sejenak. Dan menjelang sore, barulah
mereka berkumpul diruang makan rumah penginapan
tersebut. Mereka tetap dengan cara berpakaiannya yaitu
dengan jubah hijau dan celana yang berwarna biru.
Banyak tamu-tamu diruang makan tersebut yang telah
memperhatikan mereka dan diantara mereka ada yang berbisik2. Bahkan dua orang tua yang bertubuh kurus dan
berpakaian sangat sederhana sekali, telah bercakap-cakap
membicarakan perihal kedelapan orang asing tersebut.
Salah seorang diantara keduanya itu telah berkata dengan
suara yang perlahan sekali, berbisik "Tampaknya mereka
seperti anggota-anggota dari Istana Awan yang terkenal
sekali" "Istana Awan?" tanya kawannya heran.
"Ya" mengangguk orang tua itu. "Aku memang pernah
mendengar cerita mengenai Istana Awan, sebuah
perkumpulan yang luar biasa sekali di Persia. Tetapi aneh,
kedelapan orang ini mengapa bisa berada di Tionggoan"
Biasanya anggota-anggota Istana Awan tidak pernah
meninggalkan negeri mereka dan umumnya mereka
memiliki kepandaian yang luar biasa, jarang ada orang yang
bisa menandingi kepandaian mereka, sebab selain memiliki
kepandaian berkelahi yang sangat lihay, juga mereka
memiliki berbagai macam kesaktian ilmu sihir"
Kawannya melirik kearah kedelapan orang berjubah
hijau dan bercelana biru.


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cara berpakaian mereka pun aneh" dia mengguman.
"Ya" mengangguk kawannya. "Memang anggotaanggota dari Istana Awan selalu mengenakan jubah warna
hijau dan celana biru!"
226 Baru saja kawannya ingin berjanya lagi, salah seorang
dari kedelapan orang asing itu telah bangkit, dia
menghampiri kedua orang tua itu
"Paman, ternyata kau memiliki pengetahuan yang luas
sekali!" katanya dalam bahasa Han yang kaku, tidak lancar
dan juga penggunaan bahasa itu terbalik-balik, walaupun
dia dapat bicara dengan cukup jelas dan dimengerti
maksudnya. Kedua orang tua itu terkejut. Semula mereka menduga
kedelapan orang asing itu tidak mengerti bahasa Han,
sehingga mereka bisa bercakap-cakap tanpa kedelapan
orang itu mengerti percakapan mereka. Siapa tahu justru
mereka mengerti bahasa Han, bahkan sekarang salah
seorang diantara mereka telah menegur seperti itu, cepatcepat orang tua yang satunya, yang duduk sebelah kanan,
telah berdiri sambil merangkapkan kedua tangannya
memberi hormat: "Aku hanya mendengar dari cerita cerita
kawanku yang pernah pergi ke Persia. Soal Istana Awan
merupakan cerita yang tidak begitu jelas kuketahui"
Orang asing itu tersenyum. "Kami memang mengetahui
banyak orang orang diluar Persia, mengetahui perihal
Istana Awan dengan demikian tidak terlalu mengherankan
jika kalianpun mengetahui perihal Istana Awan itu. Tetapi
ada sesuatu yang ingin kami tanyakan, yaitu mengenai diri
seseorang" "Katakanlah, jika memang Lohu mengetahui, tentu
Lohu akan menjelaskannya!" kata orang tua itu.
"Kami mencari Buddha Hidup yang ke delapan"
menyahuti orang asing itu.
"Buddha Hidup yang kedelapan" Siapakah itu" Kami
baru pertama kali ini mendengarnya?" tanya orang tua itu.
227 Orang asing itu tidak segera menyahuti, dia melirik
kepada ketujuh kawannya, baru kemudian dia berkata lagi
"Sesungguhnya, kami memang tengah mencari Buddha
Hidup yang kedelapan, dan berita terakhir yang kami
terima bahwa Buddha Hidup kedelapan itu telah datang ke
Tionggoan dan berdiam disini untuk beberapa saat
lamanya. Karena itu kami telah datang Kemari untuk
menjemputnya agar Buddha Hidup kedelapan barsedia
kembali ke tempat kami!"
"Tetapi kami baru kali ini mendengar perihal Buddha
Hidup kedelapan itu." orang tua itu memperlihatkan sikap
yang agak bingung. "Kabar yang terakhir kami dapat terima menyatakan
bahwa Buddha Hidup kedelapan telah berdiam digunung
Siauw Sit San atau yang lebih terkenal dengan sebutan
gunung Siong San!" menjelaskan orang asing itu lebih jauh.
"Dan Buddha Hidup kedelapan pun telah mendirikan
sebuah kuil, dimana selain menyiarkan agama Buddha, juga
telah menerima murid untuk dididik ilmu silat ."
"Siauw Sit San" Siong San?" menggumam orang tua itu
perlahan sekali, sepasang alisnya mengkerut dalam-dalam,
tampaknya dia tengah berpikir keras, sampai akhirnya dia
menepuk pahanya dan berseru: "Akh, aku tahu. Aku tahu!"
Muka orang asing itu berseri-seri, dia pun bertanya
dengan segera: "Benarkah paman mengetahuinya" Dan
benarkah Buddha Hidup yang kedelapan berdiam di Siauw
Sit San?" Orang tua itu menggelengkan kepalanya "Bukan, bukan
soal Buddha Hidup kedelapan!" kata orang tua itu. "Tetapi
memang benar, belum lama yang lalu dia di Siauw Sit San
telah dibangun sebuah kuil, yang kini sangat terkenal sekali.
Kuil itu bernama Siauw Lim Sie. Sedangkan pendiri kuil itu
228 adalah Tat Mo Cauwsu, seorang Guru Besar yang su dah
tidak ada duanya di Tionggoan ini, baik perihal kepandaian
ilmu silatnya maupun untuk pelajaran agama Buddha-nya!"
"Ohhhh, mungkin pula yang paman maksudkan dengan
Tat Mo Cauwsu di Siauw Lim sie itu adalah Baddha Hidup
kedelapan yang tengah kami cari itu" orang asing itupun
tampaknya girang sekali, sedangkan ketujuh kawannya juga
sudah mendekatkan mereka "Baiklah, terima kasih atas
keterangan paman. Tetapi dapatkah paman menjelaskan,
masih berapa jauhkah dari Houwciu sini untuk mencapai
Siauw Sit San?" "O, tidak jauh lagi, hanya memakan waktu perjalanan
dengan menunggang kuda selama dua hari! Itupun jika
memang melakukan perjalanan dengan perlahan sambil
menikmati keindahan alam, tetapi jika melakukan
perjalanan cepat, maka dalam satu hari akan tiba disana!"
Orang asing itu merangkapkan sepasang tangannya, dia
memberi hormat sambil mengucapkan terima kasih.
Orang tua itu mengawasi kedelapan orang berjubah
hijau dan bercelana biru tersebut, tanyanya dengan
perasaan ingin tahu: "Sesungguhnya, siapakah tuan-tuan ini
dan mengapa ingin mencari Tat Mo Cauwsu?"
Orang asing itu telah tersenyum, katanya dengan suara
yang sabar: "Kami adalah pengikut-pengikut Buddha
Hidup!" jawabnya sambil merangkapkan kedua tangannya,
dia memberi hormat lagi, lalu berkata kepada kawan
kawannya: "Jika demikian, kukira kita tidak perlu
beristirahat disini, jika kita melakukan perjalanan dengan
cepat, dalam satu hari kita sudah sampai di Siauw Sit San.
Lebih baik kita melanjutkan perjalanan saja untuk tiba
disana. Semakin cepat semakin baik!"
Ketujuh orang kawannya mengangguk.
229 Begitulah mereka segera makan, dan selesai bersantap
mereka berdelapan telah melanjutkan perjalanan lagi.
Dengan mengikuti petunjuk dari orang tua itu, yaitu
mengambil arah selatan-tenggara, maka mereka membedal
kuda tunggangannya masing-masing, dimana kuda-kuda itu
berlari dengan cepat sekali. Selama di Houwciu binatangbinatang tunggangan itu telah beristirahat, dengan
sendirinya tenaga dan semangat mereka telah terkumpul
kembali. Dan sekarang, mereka dapat berlari dengan cepat.
Kedelapan orang asing itupun tampaknya benar-benar
sangat kesusu sekali, mereka ingin cepat-cepat untuk tiba di
Siauw Sit San. Karena itu tanpa pernah beristirahat mereka
telah membedal terus kuda mereka, melarikan binatang
tunggangan tersebut dengan cepat, debu mengepul naik
tinggi. Perjalanan yang mereka lalui adalah jalanan yang
berbatu dan tanah kering sekali, sehingga debu bergolak
naik keangkasa. Dan waktu itu, kedelapan orang asing
tersebut juga terus membeda! kuda mereka tanpa
memperdulikan bahwa jalanan yang mereka lalui itu
merupakan jalanan yang buruk. Dan batu batu memenuhi
jalanan, merupakan rintangan yang tidak kecil buat kuda
mereka yang berlari dengan pesat, sehingga menjengkelkan
ke delapan orang asing itu. Namun mereka setiap ada
kesempatan, begitu berada dijalan bertanah datar, segera
membeda! kudanya lebih cepat lagi.
Satu harian kedelapan orang penunggang kuda itu telah
melarikan kuda masing-masing dengan cepat dan tidak
beristirahat sama sekali, muka merekapun telah kotor daa
tampaknya selain kuda mereka amat letih, merekapun telah
lelah bukan main. Apalagi melakukan perjalanan diwaktu
malam hari seperti itu, membuat merekapun terkena embun
dan dinginnya udara malam. Namun kedelapan orang asing
230 tersebut tidak memperdulikan semua itu, dan telah
melarikan kuda mereka dengan pesat sekali.
Menjelang fajar, disaat matahari mulai muncul di ufuk
timur, dengan warnanya yang memerah, tibalah mereka di
kaki gunung Siauw Sit San.
Kedelapan orang asing itu telah menahan lari kuda
mereka, semuanya telah memandang kepuncak gunung itu.
Menjulang tinggi dan mungkin untuk mencapai puncak
gunung itu memerlukan waktu setengah harian lagi.
"Tidak mudah untuk mendaki gunung ini." kata salah
seorang diantara mereka. "Terlebih lagi jika memang kita
mempergunakan kuda tunggangan kita ini"
Kawan-kawannya mengiyakan, "Lebih baik kita
tinggalkan kuda-kuda kita disini saja, kita mendaki dengan
berjalan kaki saja!" usul salah seorang diantara mereka.
Usul itu dengan segera disetujui, dan mereka berdelapan
telah melompat turun dari kuda masing-masing, kemudian
menghampiri sebatang pohon, dimana kuda-kuda mereka
telah diikat disitu. Baru saja kedelapan orang asing itu ingin mendaki ke
gunung Siauw Sit San atau lebih terkenal dengan sebutan
Siong San itu, tiba-tiba berkelebat sesosok tubuh, yang
gerakannya sangat gesit sekali, dan telah menghadang di
hadapan kedelapan orang asing tersebut.
"Berhenti!" sosok bayangan itu telah membentak
dengan suara yang bengis.
Kedelapan orang asing tersebut menahan langkah kaki
mereka, mengawasi orang yang menghadang dihadapannya. 231 Orang itu, diantara sinar matahari pagi yang memerah
warnanya itu, merupakan seorang yang bertubuh bungkuk,
pada punggungnya tampak sebuah bulatan menonjol,
rupanya dia memang merupakan manusia bungkuk.
Usianya telah enam puluh tahun lebih, mukanya perot
dengan kulitnya yang kendor, di samping itu matanya yang
sipit seperti mata tikus itu memancarkan sinarnya yang
sangat tajam sekali. Salah seorang dari kedelapan orang asing itu, yang
menjadi pemimpin rombongan tersebut, telah melangkah
kedepan dan merangkapkan kedua tangannya pada orang
bungkuk dengan mata yang memancarkan sinar tajam
sekali: "Maaf, apakah tuan salah seorang penghuni
digunung Situw Sit San ini'.?" Hormat sekali waktu dia
bertanya seperti itu. Orang bertubuh bungkuk itu menggelengkan kepalanya
dua kali, matanya mencilak memain tidak hentinya. Dilihat
dari keadaanhya, tampaknya dia seorang yang licik sekali.
"Bukan! Akupun baru saja tiba digunung ini kemarin
malam!" sahutnya. "Apakah kalian berdelapan adalah
orang-orangnya Tat Mo Cauwsu?"
Kedelapan orang itu jadi heran. Mereka saling pandang.
Karena memang mereka merupakan orang asing, dan
semula mereka menduga orang bertubuh bungkuk ini
adalah salah seorang penghuni Siauw Sit San. Tetapi siapa
sangka, justru orang bertubuh bungkuk itupuh malah
menduga kedelapan orang itu adalah orang-orangnya Tat
Mo Cauwsu. pendiri kuil Siauw Lim Sie itu, yang mereka
duga adalah Buddhi Hidup yang kedelapan.
Tapi yang menjadi pemimpin rombongan orang asing
tersebut sangat cerdik, segera juga dia tersenyum: "Jika
demikian, kita berarti mempunyai tujuan yang sama,
232 dimana kita bermaksud mendaki gunung ini. bukan" Dan
Siecu tampaknya ingin mendaki gunung ini pula"
Orang bertubuh bungkuk itu memperhatikan seorang
demi seorang dari kedelapan orang asing itu, matanya
mencilak-cilak sejenak, kemudian akhirnya dia berkata:
"Ya.... memang benar! Aku ingin pergi mencari Tat Mo
Cauwsu.!" "Kamipun ingin menghadap kekuil Siauw Lim Sie,
untuk menanyakan sesuatu" menyahuti orang asing itu.
"Apa yang ingin kalian tanyakan?" tanya orang bungkuk
itu. Melihat dari lagak gerakan orang bertubuh bungkuk ini,
kedelapan orang asing ter sebut mengetahui bahwa biarpun
tubuh orang itu bungkuk, namun dialah bukan orang
sembarangan dan sedikitnya memiliki kepandaian yang
cukup tinggi. Karena dari itu, kedelapan orang asing
tersebut tidak berani bersikap ceroboh, dan yang menjadi
pemimpin dari rombongan itu telah berkata dengan suara
yang hati-hati: "Kami tengah mencari Buddha Hidup yang
kedelapan, karena kami ingin menjemput pulang kenegeri
kami! Kami telah memperoleh kabar, bahwa Buddha Hidup
kedelapan yang selama ini berdiam di Tionggoan
mengganti dan mempergunakan gelaran sebagai Tat Mo
Cauwsu" Muka orang bertubuh bungkuk itu jadi berobah, dia
telah memperdengarkan suara tertawa dingin. "Hemmmm,
memang tidak meleset dugaan ku bahwa kalian
sesungguhnya anak buah Tat Mo Cauwsu, sipendeta tengik
itu!" Suara orang bertubuh bungkuk itu bengis sekali,
matanya yang seperti mata tikus itu, telah memancar lebih
tajam lagi dan juga sangat bengis mengandung hawa
pembunuhan 233 Kedelapan orang asing itu jadi memandang dengan
sikap yang ragu. Yang menjadi pemimpin mereka telah
berkata dengan suara yang megandung keraguan:
"Sesungguhnya, siapakah Siecu.....?" Dia bertanya begitu
juga sambil siap sedia, karena kalau-kalau orang bertubuh
bungkuk itu mendadak menerjang dan menyerangnya.
Sedangkan orang bertubuh bungkuk itu setengah tombak
lebih melangkah menghampiri kedelapan orang asing
tersebut dengan sikap yang bermusuhan dan bengis sekali,
dia pun menggumam dengan suara mengancam penuh
kebencian: "Tat Mo Cauwsu sipendeta tengik itu orang
asing, dari India, dan kalian, kaki tangannya, juga
merupakan orang asing! Aku tahu semakin lama kalian
akan mengumpulkan kawan2mu, untuk menjagoi daratan
Tionggoan ini!" "Siecu salah paham.!" cepat2 pemimpin rombongan itu


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyahuti, "Salah paham?" Dan setelah bertanya begitu, orang
bertubuh bungkuk itu tertawa dengan keras, dan dalam
nada suara tertawanya itu mengandung kekuatan lwekang
yang sangat hebat sekali, karena suara tertawanya itu
sebentar terdengar dekat dan sebentar tedengar jauh dimana
dalam suara tertawanya itu mengandung kekuatan tenaga
dalam yang sempurna. Setelah puas tertawa, barulah orang
bertubuh bungkuk itu berkata lagi: "Sesungguhnya aku Tiat
Tauw Kie paling tidak usil terhadap siapapun juga, tapi
kudengar Tat Mo Cauwsu terlalu mengandalkan
kepandaiannya untuk menjual lagak di Tionggoan ini,
sehingga aku ingin melihat, sesungguhnya berapa tinggi
kepandaian dari orang yang menamakan dirinya sebagai
Guru Besar itu!" Kedelapan orang asing itu telah saling pandang satu
dengan yang lainnya, dan yang menjadi pemimpin
234 rombongan tersebut telah berkata: "Baiklah, jika memang
Siecu ingin menemui Tat Mo Cauwsu tidak ada salahnya
jika kita bersama-sama pergi mendaki gunung ini!.
Kamipun memang ingin pergi menemui Tat Mo Cauwsu,
siapa tahu bahwa Tat Mo Cauwsu itu adalah Buddha
Hidup yang sedang kami cari!"
Tiat Tauw Kie memperlihatkan sikap heran, dia
mementang matanya lebar-lebar. "Jadi..... kalian memang
belum pernah bertemu dengan Tat Mo Cauwsu?"
Pemimpin rombongan orang asing itu menggeleng.
"Belum, kami baru saja tiba di Tionggoan dan kami ingin
menemui Tat Mo Cauwsu karena kabar terakhir yang kami
terima mengatakan bahwa Tat Mo Cauwsu sesungguhnya
adalah Buddha Hidup yang tengah kami cari itu"
Bola mata Tiat Tauw Kie telah mencilak-cilak memain
tidak hentinya, tetapi dia tertawa dingin. "Lalu, jika
memang Tat Mo Cauwsu itu adalah Buddha Hidup
kedelapan yang sedang kalian cari, apa yang ingin kalian
lakukan?" "Memohonnya Buddha Hidup agar bersedia untuk
pulang kembali kenegeri kami!" menyahuti pemimpin
rombongan orang asing itu.
"Hemm, sesungguhnya siapakah kalian?" tanya Tiat
Tauw Kie lagi, "Kita oraug2 dari istana awan Kami datang dari Persia!"
menyahuti pemimpin rombongan orang asing itu, dia
memberikan keterangan tanpa bimbang sedikitpun juga.
"Hemm, kalian orang2 Persia, dan kalian menyatakan
bahwa kemungkinan Tat Mo Cauwsu adalah Buddha
Hidup Kedelapan yang tengah kalian cari. Sesungguhnya,
235 tahukah kalian, siapa sebenarnya Tat Mo Cauwsu" Dia
seorang India!" Pemimpin rombongan orang asing itu mengangguk.
"Ya, memang Buddha Hidup kedelapan adalah orang
India." menyahuti pemimpin rombongan orang asing itu.
"Dan memang Buddha Hidup kedelapan itu telah diminta
untuk memimpin kami di Persia, dan telah diangkat sebagai
Buddha Hidup kedelapan di Nepal dua Puluh tahun lebih
yang lalu. Jika memang Tat Mo Cauwsu seorang India,
maka lebih besar lagi kemungkinan bahwa Tat Mo Cauwsu
adalah Buddha Hidup kedelapan yang sedang kami cari!'.
"Hemm. jika begitu, kedatangan Tat Mo Cauwsu bukan
sekedar untuk menyiarkan pelajaran agama Buddha dan
juga bukan untuk mendirikan pintu perguruan mendidik
murid-muridnya ilmu silat, tentu didalam hal ini dia
mengandung maksud2 tidak baik pada negeri kami ini...!"
Muka kedelapan orang Persia yang mengakui dirinya
sebagai anggota Istana Awan telah berobah. Pemimpin dari
rombongan orang tersebut berkata dengan memperlihatkan
sikap tidak senang: "Janganlah Siecu terlalu cepat menduga
buruk terhadap kami dari negeri asing, sesungguhnya yang
kami ketahui tidak ada terkandung maksud buruk apapun
pada Buddha Hidup kedelapan. Waktu beliau ingin
berangkat ke Tionggoan, beliau hanya mempunyai satu
cita2 saja, yaitu ingin menyiarkan agama Buddha secara
meluas, agar dikenal oleh penduduk Tionggoan, disamping
itu juga, demi kebaikan amal manusia umumnya."
"Tentu saja, kami belum dapat memberikan tanggapan
sesuatu apapun juga, karena kami belum lagi yakin dan
merasa pasti bahwa Tat Mo Cauwsu yang sekarang
merupakan Guru Besar dan cikal bakal di Siauw Lim Sie,
adalah Buddha Hidup kedelapan yang tengah kami cari-cari
itu" 236 Tiat Tauw Kie tertawa mengejek. "Kalianpun datang
berdelapan, tentunya kalian beranggapan buruk terhadap
orang2 Tionggoan. Jika melakukan perjalanan seorang diri
atau berdua, kalian kuatir nanti diganggu oleh orang2
Tionggoan, bukan" Itulah sebabnya mengapa kalian telah
melakukan perjalanan berdelapan seperti ini?"
Muka pemimpin rombongan orang Persia itu berobah
lagi, dia berkata dengan suara yang tidak senang, mukanya
guram: "Kami adalah Delapan Pelaksana, yang selalu harus
mengurus kepentingan Buddha Hidup. Karera dari itu,
kami harus mendambakan diri untuk kepentingan Baddha
Hidup. Setiap tindakan kami lakukan bersama, setiap kali
kami berdelapan harus menyelesaikan, persoalan bersama2
Dan juga, di dalam Istana Awan terdapat peraturan, bahwa
Delapan Pelaksana tidak diharuskan menjadi pendeta,
karena Delapan Pelaksana itu dapat berfungsi diluar dari
perkumpulan maupun didalam perkumpulan. Didalam
perkumpulan dapat mengurusi kepentingan Buddha Hidup,
sedangkan diluar perkumpulan didalam masyarakat,
Delapan Pelaksana dapat berfungsi sebagai manusia
umumnya, untuk melakukan segala kebaikan!"
"Hemmm, aku tidak percaya bahwa kalian adalah
orang2 dari Buddha Hidup kedelapan! Harus kalian
ketahui, bahwa Buddha Hidup adalah seorang manusia
yang agung, yang tak mungkin sembarangan meninggalkan
tempatnya Sedangkan Tat Mo Cauwsu, pendeta India itu,
justru telah meninggalkan negeri asalnya, meninggalkan
seluruh pengikut dinegerinya, dan telah berkeliaran di
Tionggoan. Malah kini telah mendirikan Siauw Lim Sie.
Dengan demikian, dimana letak tanggung jawabnya sebagai
seorang Buddha Hidup dinegerinya, bagaimana pala
tanggung jawabnya terhadap pengikut2 dinegerinya, yang
237 telah mengangkatnya dengan penuh kehormatan dan
penghormatan padanya sebagai Buddha Hidup kedelapan?"
Pemimpin rombongan orang Persia itu telah melirik
kepada kawan2nya, lalu dengan sabar dia menyahuti:
"Sesungguhnya, kami sendiri belum bisa melayani
percakapan yang terlalu meluas dengan Siecu. Inilah
disebabkan kami belum lagi mengetahui apakah benar Tat
Mo Cauwsu itu adalah Budda Hidup kedelapan yang
tengah kami cari! Tetapi jika memang Siecu bersedia, mari
kita mendaki Siauw Sit San ini bersama-sama, dan jika
telah bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, disaat itulah kita
baru bisa mengetahui jelas apakah belrau itu adalah Buddha
Hidup kedelapan yang sedang kami cari"
Perkataan pemimpin orang Persia tersebut merupakan
cara mengelak yang halus untuk berdebat dengan Tiat
Tauw Kie. Memang diapun mengemukakan alasan yang
pantas, bahwa mereka belum lagi mengetahui dengan pasti
bahwa Tat Mo Cauwsu itu adalah Buddha Hidup
kedelapan yang sedang mereka cari. Dengan sendirinya,
tidak dapat mereka bergusar atau mendongkol atas
serangan kata-kata Tiat Tauw Kie terhadap Tat Mo
Cauwsu. Tiat Tauw Kie telah berdiri ragu sejenak, namun
akhirnya dia menggeleng. "Kalian manusia-manusia dari
luar negeriku ini, berarti aku tidak bisa mempercayai begitu
saja terhadap kalian berdelapan! Baiklah, karena kita telah
bertemu, bagaimana jika aku meminta petunjukmu satu dua
jurus?" Orang2 Persia yang melihat sikap Tiat Tauw Kie seperti
itu, akhirnya habis sabar. Malah diantara mereka yang
paling muda usianya yaitu baru berusia dua puluh delapan
atau tiga puluh tahun, habis sabar. Ia melompat maju
kedepan Tiat Tauw Kie, kemudian membentak. Hanya saja
238 dia mempergunakan bahasa Persia, dia bisa memaki, tetapi
Tiat Tauw Kie tidak mengerti. Karenanya Tiat Tauw Kie
menyeringai tertawa mengejek. "Kau jangan seperti anjing
menggonggong dengan muka yang nyureng dibengiskan
seperti itu! Aku hanya mengatakan jika kalian mau, aku
ingin main-main beberapa jurus." kata Tiat Tauw Kie,
Orang Persia yang usianya paling muda tadi telah
mengeluarkan bentakan. Dia memang kurang dapat
menguasai bahasa Han, karenanya dia tidak bisa
mengucapkannya dengan baik, itulah sebabnya ia telah
memaki dengan mempergunakan bahasa Persia, bahasanya.
Sedangkan untuk mendengarkan orang bicara dengan
mempergunakan bahasa Han dia bisa sedikit-sedikit
menangkap maksudnya. Dan berbareng dengan bentakannya itu, tangan kanannya telah dilonjorkan, dia
bermaksud akan mencengkeram lengan Tiat Tauw Kie.
"Heh, seperti anak kecil yang ingin main cakar2an saja!"
mengejek Tiat Tauw Kie, ia menggeser kedua kakinya, dan
melompat ke samping. Sama sekali dia tidak memandang sebelah mata
terhadap serangan lawannya, dia menduga bahwa itulah
cengkeraman biasa saja. Sedangkan dia seorang jago di
daratan Tionggoan yang memiliki nama tidak kecil, dia
seorang pendekar yang namanya terkenal sekali dan di
segani, itulah sebabnya dia digelari sebagai Tiat Tauw Kie
(Pendekar Kepala Besi), dan gelarannya itu dipergunakan
akhirnya sebagai namanya. Dan memang dia tangguh
dengan kepalanya yang kuat melebihi besi.
Tetapi untuk kagetnya Tiat Tauw Kie, justru begitu dia
mengelak, dia merasakan lengannya sakit sekali dan telah
kena dicengkeram oleh orang Persia tersebut.
239 Ternyata, waktu Tiat Tauw Kie berkelit, Orang Persia
itu tidak kehilangan sasaran, dia tampaknya memiliki
kepandaian yang tinggi sekali, karena begitu lawannya
bergerak, dia tidak jadi meneruskan cengkeramannya ke
arah sasaran semula, melainkan seperti juga bisa menerka
ke arah mana Tiat Tauw Kie akan berkelit, tangannya
mendahului menyambar kearah samping, sehingga begitu
Tiat Tauw Kie menggeser kedudukan kedua kakinya,
lengaannya itu seperti menghampiri tangan orang Persia
tersebut yang segera mencengkeramnya.
Bukan main terkejutnya Tiat Tauw Kie, dia
mengeluarkan seruan marah, karena beranggapan
musuhnya licik sekali, dan cepat bukan main ia mengempos
semangat dan hawa murni didalam tubuhnya, yang
disalurkan kepada lengannya, maka lengannya itu seperti
besi kerasnya, waktu orang Persia itu meremasnya,
mencengkeram dengan kuat, dia seperti mencengkeram
lempengan besi, sehingga dia tidak berhasil meremukkan
tulang lengan lawannya. Orang Persia tersebut
mengeluarkan seruan kaget, dia melompat mundur dua
langkah mukanya memperlihatkan keheranan yang sangat,
matanya terpentang lebar2, dan dia bertanya dengan
mempergunakan bahasa Persia.
Tiat Tauw Kie tidak mengerti apa yang diucapkan
lawannya, dia tertawa mengejek. "Apa yang kau ocehkan?"
tegurnya. Pemimpin rombongan orang Persia itu mewakili
kawannya menyahuti: "Tuan, kau memang lihay! Tetapi
dengan kepandaian seperti itu belum berarti tuan dapat
merintangi kami! Baiklah, kawanku tadi mengatakan, dia
ingin menemanimu main2 beberapa jurus dan rupanya
memang tidak ada halangannya melayani seorang yang
lihay seperti kau ini, masih ada harganya!"
240 Muka Tiat Tauw Kie berobah merah, karena dia gusar
dan mendongkol. Katanya "Hm kalau begitu, tentunya
kalian tadi tidak memandang sebelah mata padaku.
Baiklah! Baiklah! Nah, sekarang ini aku juga akan
memperlihatkan kepada kalian, bahwa orang-orang
Tionggoan tidak bisa diremehkan!"
Dan berbareng dengan perkataannya itu, tampak Tiat
Tauw Kie dengan cepat telah menerjahg maju, dia telah
melompat sambil meng gerakkan kedua tangannya. Dia
bermaksud untuk balas mencengkeram. Jika tadi lawannya,
orang persia yang berusia muda itu menyerang dengan cara
mencengkeram, sekarang diapun ingin memperlihatkan
bahwa ilmu cengkeram dari jago Tionggoan tidak kalah
liehaynya dengan kepandaian orang Persia. Gerakan yang
dilakukan Tiat Tauw Kie cepat sekali, tenaga Lwekang
yang dipergunakannya itu sangat cepat dan kuat sama
sekali menyambar kepada lawannya, orang Persia berusia
tiga puluhan tahun itu. Dan kedua tangan itu, dengan
kesepuluh jari jemari yang terpentang seperti juga kuku
kuku garuda telah melancar akan mencengkeram kedua
pundak dari orang Persia tersebut.
Orang Persia itu berani sekali, dia memang tengah
mendongkol dan jadi penasaran karena cengkeramannya
tadi tidak memberikan hasil. Dia teleh melompat maju
memapak. Bukannya berkelit, dia malah menyambut kedua
tangan Tiat Tauw Kie, di mana dia ingin membarengi dan
mendahului untuk mencengkeram pergelangan tangan Tiat
Tauw Kie. Gerakannya itu juga tidak kalah cepatnya
dibandingkan dengan gerakan yang dilakukan Tiat Tauw
Kie.

Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi Tiat Tauw Kie yang memang memiliki
kepandaian yang tinggi, tentu saja tidak mau membiarkan
pergelangan tangannya dicengkeram lawannya, Dia
241 mengetahui bahaya apa yang aka dihadapinya jika saja
kedua pergelangan tangannya itu kena dicengkeram.
Disamping itu, dia juga kagum atas kecepatan dan
kegesitan lawannya yang usianya masih muda itu. Sambil
mengeluarkan suara bentakan nyaring, dia batal untuk
mencengkeram, berbalik kedua tangan itu telah mendorong
dengan kesepuluh jari tangan terbuka, dari telapak
tangannya menerjang angin yang kuat sekali menerjang
pada lawannya. Orang Persia itu menyampok. Tenaga sampokannya itu
juga mengandung Iwekang yang kuat sekali. Dengan
demikian, terjadi benturan yang sangat hebat.
Namun tubuh orang Persia itu mundur tergoncang tiga
kali tindak, sedangkan Tiat Taiiw Kie tetap berdiri diam
ditempatnya sama sekali tidak bergeming.
Orang2! Persia lainnya yang menyaksikan hal itu
mengeluarkan seruan tertahan. Mereka adalah orang2 yang
memiliki kepandaian tinggi, sekali lihat saja segera mereka
mengetahui kawan mereka itu bukan menjadi tandingan
Tiat Tauw Kie, karenanya mereka bersiap siap kalau
memang kawan mereka itu mengalami ancaman bencana
yang tidak kecil, mereka akan melompat maju untuk
memberikan bantuannya. Waktu itu Tiat Tauw Kie tidak bertindak sampai disitu
saja, karena sambil diiringi dengan suara tertawanya yang
nyaring, kedua tangannya bergerak lagi.
Kali ini dia menyerang bukan sekaligus mempergunakan
kedua telapak tangannya. Ia menyerang dengan
mempergunakan telapak tangan kanannya, disusul dengan
gerakan tangan kirinya. Dan tenaga dari Iwekang yang
dipergunakannya semakin lama semakin kuat.
242 Orang Persia itu juga tidak mau tinggal diam. Dia
tengah penasaran, karena dua kali dia gagal menghadapi
Tiat Tauw Kie, sambil berkelit, dia juga telah balas
menyerang dengan tendangan kakinya.
Tiat Tauw Kie tidak berkelit, kali ini dia
membungkukkan tubuhnya seperti orang yang hendak jatuh
terjerunuk, dan kepalanya itu telah meayambuti tendangan
kaki dari orang Persia itu.
"Takkkk!" kuat sekali kaki orang Persia itu menendang
kepada Tiat Tauw Kie, tendangan mana merupakan
tendangan maut buat orang lain, namun bagi Tiat Tauw
Kie tidak membawa bencana apapun, karena kepalanya itu
sangat keras dan kuat sekali, bahkan orang Persia itu yang
telah menendangnya, dia sendiri yang kesakitan dan
kakinya diangkat untuk diurutnya.
Waktu itu Tiat Tauw Kie melihat cara menangkis
dengan mempergunakan kepalanya itu berhasil dengan
baik, waktu orang Persia itu tengah kesakitan kakinya dan
mengurut-urutnya, dia telah membarenginya tanpa membuang-buang waktu lagi untuk menyerang. Tubuhnya
berkelebat sambil meluncurkan pukulan dengan mengerahkan tenang lwekangnya sebanyak delapan bagian,
angin yang berkesiur an menyebabkan daun-daun kering
maupun debu beterbangan. Dengan mengeluarkan suara bentakan marah,
pemimpin rombongan orang Persia itu menerjang maju.
Dia mewakili kawannya menangkis serangan yang
dilakukan oleh Tiat Tauw Kie.
Tenaga lwekang mereka telah saling bentur dan tampak
mereka saling mengerahkan kekuatannya masing-nasing.
Dengan demikian, mereka telah mengadu kekuatan
tenaga dalam dengan cara keras di hadapi dengan keras dan
243 juga tidak ada salah seorang diantara mereka yang mau
mengalah. Tiat Tauw Kie telah mengempos semangatnya,
menggempur sehebat mungkin. Sedangkan pemimpin
rombongan orang Persia itu juga telah mengempos seluruh
semangat dan kekuatannya, dia berusaha untuk menangkis
dengan hebat, agar pergelangan tangan Tiat Tauw Kie
menjadi patah karenanya. Keduanya berdiam ditempat masing2 waktu tangan
mereka saling bentur, disaat itulah, dengan gerakan yang
sangat gesit sekali, terlihat Tiat Tauw Kie telah menyerang
lagi dengan serangan kedua kakinya, menendang dengan
berantai mengincar jalan darah yang terpenting di tubuh
lawannya. Pemimpin rombongan orang Persia tefse but tidak
berani berlaku ayal, cepat2 dia pun mengeluarkan suara
seruan dan telah memutar kedua tangannya, dimana dia
mengulurkan tangan kirinya untuk mencengkeram kaki
kanan Tiat Tauw Kie, sedangkan dengan tangan yang
satunya dia bermaksud akan menghantam pundak Tiat
Tauw Kie. Gerakan pemimpin orang Persia tersebut benar2
merupakan gerakan yang aneh, tangannya yang satu
menjurus ke bawah sedangkan yang satunya lagi menuju
lurus ke depan. Diapun melakukan gerakannya itu dengan
cepat sekali. Tiat Tauw Kie terkejut juga dan menghadapi serangan
aneh seperti ini, cepat2 dia menarik pulang kedua
tangannya, dan berusaha menghindar dulu. Waktu
serangan lawannya itu belum lagi tiba pada sasarannya,
justru Tiat Tauw Kie telah merasakan sambaran angin
serangan lawannya. Dengan demikian terlihat bahwa
pemimpin orang Persia tersebut merupakan orang yang
244 memiliki kepandaian sangat tinggi sekali dan tidak boleh
dipandang ringan Sedangkan orang yang menjadi pemimpin rombongan
oring Persia tersebut juga tidak mau sudah sampai disitu
saja. Dia mengetahuinya bahwa Tiat Tauw Kie merupakan
seorang jago Tionggoan yang memiliki kepandaian sangat
tinggi sekali, dengan demikian dia juga ingin merebut
waktu. Karena kalah dalam merebut waktu, walaupun
hanya beberapa detik saja, tentu akan membuat dirinya
yang berada dalam pihak terdesak.
Disaat itu, dengan cepat dia menerjang! Baru saja Tiat
Tauw Kie bergerak untuk menghindarkan diri, dia telah
menerjang dengan kedua tangannya. Diapun menerjang
dengan mempergunakan kekuatan yang sangat hebat sekali.
Tenaga dalam yang dipergunakan aneh sekali sebentar
keras, sebentar lunak, dan juga tenaga dalam itu seperti
dapat dilenyapkan, dan mendadak, menerjang lagi.
Hal itu disebabkan sempurnanya tenaga dalam dari
pemimpin rombongan orang Persia tersebut.
Tiat Tauw Kie sendiri sekarang tidak berani memandang
rendah pada pemimpin rombongan orang Persia tersebut.
Dia mengetahuinya jika dia berlaku ceroboh, tentu dirinya
yang akan bercelaka. Karenanya dia telah membawa sikap
yang berwaspada dan hati2 sekali.
Setiap gerakan lawannya diperhatikan dengan sebaik
mungkin, disamping diapun telah mengempos seluruh
kekuatan yang ada padanya, untuk dapat balas mendesak
pada lawannya. Mereka berdua telah terlibat dalam suatu pertempuran
yang seru sekali, semakin lama gerakan tubuh mereka jadi
semakin cepat dan gesit sekali, mereka juga bergerak kesana
245 kemari dengan tubuh yang ringan, bagaikan se pasang kaki
mereka tidak menginjak bumi.
Angin yang berkesiur disekeliling tubuh meresa berdua
pun bergulung-gulung dahsyat sekali, membuat ketujuh
orang Persia lainnya telah memandang dengan sepasang
mata yang terpentang lebar-lebar menyaksikan jalannya
pertempuran itu. Ketujuh orang Persia itu mengetahui dengan baik,
bahwa kepandaian pemimpin mereka merupakan
kepandaian yang jauh lebih tinggi dari kepandaian mereka,
karena itu, semula mereka yakin jika memang pemimpin
mereka turun tangan, Tiat Tauw Kie dengan segera dapat
dirubuhkan. Tetapi siapa sangka, justru saat itu tampaknya
pemimpin mereka pun tak dapat berbuat banyak terhadap
Tiat Tauw Kie. Pemimpin rombongan orang Persia itu rupanya sudah
tidak sabar lagi melihat pertempuran sudah berlangsung
sekian lama, ternyata belum dapat merobohkan lawannya.
Dengan cepat ia merobah cara bertempurnya.
Sekarang kedua kakinya berdiri tetap di satu tempat,
tidak pernah bergeser, bagaikan pada kedua kakinya itu
telah disalurkan kekuatan tenaga lwekang yang hebat sekali,
seperti juga gunung yang tegak dan tidak mungkin
tergempur oleh suatu kekuatan apapun juga.
Sedangkan kedua tangannya telah diputar dengan
bentuk segi tiga, sebentar ke bawah sebentar menyamping
datar dan sebentar lagi miring ke arah atas.
Gerakannya dilakukan bergantian, segera disusul
dengan gerakan tangan yang lainnya jika memang tangan
yang satunya telah bergerak2 dalam bentuk segi tiga seperti
itu. Dengan demikian, memang hasil yang diperoleh
pemimpin rombongan orang Persia tersebut luar biasa
246 sekali, dia bisa membendung seluruh serangan yang
dilakukan Tiat Tauw Kie. Angin serangan Tiat Tauw Kie makin lama makin kuat,
dia berusaha mendobrak pertahanan pemimpin rombongan
orang Psrsia tersebut, dia. melihat cara membela diri dari
orang Persia itu dan dia bermaksud akan mempjrgunakan
seluruh kekuatan lwekangnya untuk mendobraknya agar
pertahanan orang Persia tersebut gugur dan dia tidak dapat
berdiri tegak terus seperti itu.
Tetapi usaha Tiat Tauw Kie selalu gagal.
Beberapa kali dia telah mengempos seluruh kekuatan
tenaga dalamnya. Namun selalu pula tenaga gempurannya
itu seperti lenyap terlibat olea gerakan kedua tangan
pemimpin rombongan orang Persia tersebut yang selalu
menggerakkan kedua tangannya dalam bentuk segi tiga itu,
dan diapun selalu berdiri tegak bagaikan tegaknya gunung
yang tidak bergeming oleh terjangan apapun juga.
Disaat itu terlihat, orang Persia itu merasa telah cukup
dalam merobah cara bertempurnya. Dia terus juga
menggerakkan sepasang tangannya dalam bentuk segi tiga
itu, hanya mulutnya bergerak perlahan, seperti tengah
membaca mantera. Menyaksikan itu, Tiat Tauw Kie mengeluarkan suara
tertawa mengejek. "Hemm, kau ingin mempergunakan
Kongtauw (guna-guna) untuk mencelakaiku dengan
mempergunakan ilmu siluman?" ejeknya dengan sengit,
diapun segera mengempos seluruh semangatnya, berusaha
untuk menyerang lebih hebat.
Namun kesudahannya benar-benar Tiat Tauw Kie jadi
terkejut dan heran. Karena dia merasakan pelupuk matanya
jadi berat dan seperti juga dia mengantuk sekali.
247 Tiat Tauw Kie mengerahkan seluruh Iwekangnya, dia
berusaha mengusir hawa yang aneh pada dirinya, yang
membuat dia mengantuk. Namun pelupuk matanya itu semakin berat juga, dan
kantuknya itu semakin hebat. Dia seakan juga ingin tidur
disaat itu juga, dan menyudahi pertempurannya.
Sedangkan orang Persia yang jadi lawannya itu terus
juga lelah membaca manteranya. "Tidur.... sekarang kau
perlu beristirahat. Tidur.... dan beristirahatlah yang
tenang.... tidak ada sesuatu yang perlu kau pikirkan....
semuanya tenang hentikan gerakan kedua tanganmu itu.
kau tidur di sebuah taman yang indah dan nyaman sekali!"
gumam orang Persia itu dengan suara yang samar sekali.
Dan memang benar-benar Tiat Tauw Kie merasakan
seluruh tenaganya lenyap, tubuhnya juga rasakan begitu
tidak berdaya, dia mengantuk sekali.
Sampai akhirnya dia berhenti bersilat, kedua tangannya
telah dilonjorkan turun ke bawah, dimana tubuhnya lunglai
lemas tidak bertenaga, dia telah terjatuh duduk, kemudian
rebah di tanah, dia pun mengeros tidak sadarkan diri lagi.
Orang Persia yang melihat ilmu sihirnya itu berhasil
dengan baik, lawan yang tangguh itu telah bisa dikuasainya
dan tertidur, menghela napas. Diapun menoleh pada tujuh
orang kawannya, katanya: "Mari kita meneruskan
perjalanan kita." ajaknya.
Ketujuh orang kawannya mengiyakan, hanya yang
berusia paling muda itu, yang rupanya masih mendongkol
pada Tiat Tauw Kie telah bertanya dalam bahasa Persia:
"Apakah dia tidak dihabisi saja?"
Pemimpinnya menggeleng. "Kita dengan dia tidak
tersangkut urusan apapun juga!" katanya. "Biarkan saja
248 satu hari dia akan tertidur, dan jika dia tersadar, kita
tentunya telah berada di Siauw Lim Sie"
Orang Persia yang usianya paling muda itu telah
mengiyakan, dia tidak membantah keputusan pemimpinnya. Begitulah, kedelapan orang Persia tersebut telah berlarilari mendaki Siauw Sit San.
Gerakan tubuh dan cara berlari mereka benar-benar luar
biasa, karena tubuh mereka begitu ringan dan seperti juga
terbang saja tidak menginjak bumi, dalam waktu yang
singkat sekali mereka telah mencapai pertengahan perut
gunung tersebut. Siauw Sit San merupakan gunung yang memiliki


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemandangan sangat indah, udara disana pun nyaman
sekali. Namun kedelapan orang Persia itu sama sekali tidak
tertarik dengan pemandangan yang indah itu, mereka telah
berlari terus dengan cepat sekali.
Setelah ber-lari2 lagi sekian lama, akhirnya mereka tiba
juga di depan kuil Siauw Lim Sie.
Kuil itu dihubungi dengan jalan bertingkat, dimana
merupakan anak-anak tangga yang bersusun panjang sekali.
Samar-samar terdengar suara air terjun, dan juga
pemandangan disekitar tempat itu indah luar biasa,
membuat kedelapan orang Persia itu yang semula memang
tidak memperhatikan keindahan tempat itu, akhirnya toh
telah berdiam sejenak untuk melihat keindahan disekitar
Siauw Lim Sie. "Sebuah tempat yang indah luar biasa seperti disorga!"
mengguman pemimpin mereka.
"Ya....!" mengangguk yang seorang.
249 "Benar.... indah sekali!"
"Inilah tempat yang tenang dan nyaman sekali untuk
hidup yang tenteram bagi Buddha Hidup!" kata yang
lainnya. "Tetapi, apakah Tat Mo Cauwsu memang Buddha
Hidup kedelapan yang sedang kita cari itu?"
"Sebentar lagi, kita akan memperoleh jawabannya!"
sahut pemimpin dari orang2 Persia itu.
Mereka mendaki undakan anak2 tangga, yang jumlah
seluruhnya tiga ratus dua puluh delapan itu, tibalah mereka
di depan pintu kuil Siauw Lim Sie.
Kuil yang megah dan tampak begitu kokoh angker
sekali, juga memiliki pancaran keagungan agama Buddha
dari kuil tersebut. Harumnya hio, dupa bakar dan juga kayu
cendana, tersiar disekitar tempat itu, tercampur dengan
harumnya bunga yang terdapat disekitarnya.
Keadaan ditempat itu sunyi dan tenang sekali, pintu
gerbang dari kuil tersebut tampak tertutup rapat.
Kedelapan orang Persia itu telah saling pandang,
akhirnya yang menjadi pemimpin mereka telah
menghampiri pintu kuil, dia memegang gelang bulat yang
berbentuk besar di pintu tersebut, dia membenturkannya
gelang pada pintu. Terdengar suara yang nyaring bergema. Sekali lagi dia
mengulanginya. Dan ketika dia telah membenturkan gelang
itu tiga kali pada pintu kuil, dari dalam segera terdengar
suara orang berseru: "Siancai! Siancai! Sabar! Sabar!"
Tidak lama kemudian pintu kuil telah terbuka. Dari
dalam tersembul kepala yang botak dari seorang pendeta.
Dia memandang heran waktu memperoleh kenyataan
tamu2 yang berdiri didepan pintu kuil itu adalah orang2
250 asing yang memiliki hidung sangat mancung, mata yang
biru, merupakan orang asing, bukan bangsa Han.
Tetapi tertegunnya pendeta itu hanya sejenak setelah
mengawasi kedelapan tamunya, dia segera membuka daun
pintu gerbang kuil lebih lebar, dia merangkapkan sepasang
tangannya memberi hormat. "Siapakah Siecu sekalian dan
kedatangan Siecu ke Siauw Lim Sie tentunya ada urusan
yang cukup penting, bukan?" tanya pendeta itu dengan
ramah. Pemimpin rombongan orang Persia itu membalas
hormat pendeta tersebut, dia menyahuti dengan segera:
"Kami orang2 Istana Awan, kami berasal dari Persia.
Maksud kedatangan ?kami kemari ingin bertemu dengan
Tat Mo Cauwsu, Guru Besar itu"
Muka pendeta itu, pendeta penyambut tamu, jadi
berobah, dia berkata ragu-ragu: "Tetapi.... didalam hal
ini...." itu. "Kenapa?" tanya pemimpin rombongan orang Persia
"Menurut Siauwceng (pendeta kecil), tentunya
permintaan Siecu sekalian merupakan yang cukup berat...
tidak pernah ada seorang tamupun yang diijinkan lagi
bertemu dengan Cauwsuya kami!"
"Kenapa?" "Sejak setahun yang lalu Cauwsuya telah menutup diri
dan tidak menerima kunjungan siapapun juga, sahabat
dekat maupun kerabat! Maafkanlah, kedatangan Siecu
sekalian terlambat, karena Cauwsuya kami telah menutup
diri untuk selamanya!"
Muka kedelapan orang Persia itu berobah pemimpin
mereka telah berkata dengan cepat. "Kami datang dari
251 tempat yang jauh, dari Persia. Maksud kami hanya ingin
bertemu dengan Tat Mo Cauwsu guna menanyakan
sesuatu. Bukan untuk urusan lainnya. Kami tengah mencari
Buddha Hidup kedelapan yang telah belasan tahun belum
kembali ke negeri kami, dan kami memperoleh kabar
belakangan ini bahwa Tat Mo Cauwsu yang menjadi cikal
bakal Siauw Lim Sie ini adalah Buddha Hidup kedelapan
yang tengah kami cari itu, karenanya, dengan melakoni
perjalanan yang jauh sekali, dari Persia, kami telah datang
kemari. Sangat mengecewakan kami sekali jika memang
Tat Mo Cauwsu tidak bersedia untuk bertemu dengan kami
sejenak saja, untuk memberikan keterangan kepada kami,
dimana sesungguhnya Buddha Hidup kedelapan yang
tengah kami cari, karena sama seperti Buddha Hidup
kedelapan, seorang India, kami dengar Tat Mo Cauwsu
juga seorang India pula!"
Mendengar urusan bukan soal sembarangan, bukan pula
urusan biasa, pendeta itu terkejut. Dia merangkapkan kedua
tangannya, katanya dengan sikap yang menghormat:
"Maaf, maaf! Jika dalam urusan ini Siauwceng tidak berhak
untuk mewakili menerimanya Siecu sekalian, silahkan
masuk, nanti Siecu sekalian bisa bicara langsung dengan
Toa-suheng kami!" "Ya, kami kira itulah yang terbaik!" kata pemimpin
rombongan orang Persia tersebut "Mungkin kami bisa
memperoleh keterangan yang kami inginkan."
Pendeta itu telah mengangguk, segera juga pintu kuil
dibuka lebih lebar. Dia mempersilahkan para tamutamunya itu untuk masuk kemudian memimpinnya untuk
diantar ke ruang tamu di beranda depan kuil.
Ruang tamu diberanda depan merupakan ruangan yang
bersih sekali, dan juga disekeiilingnya terdapat pohonpohon bunga yang sangat indah sekali, tengah bermekaran.
252 Disisi kanannya, tampak sebuah jalanan kecil batu-batu
putih, yang menuju kedalam. Indah sekali keadaan kuil
Siauw Lim Sie ini. Disamping itu, dupa bakar dan juga
harumnya cendana yang dibakar, tercium oleh kedelapan
orang Persia itu mengingatkan pada mereka kuil di Persia,
tempat mereka berdiam, yang sama indahnya.
Hanya saja kedelapan orang Persia itu me lihatnya
bahwa kuil Siauw Lim Sie ini berbeda sekali dengan kuilkuil di India maupun di Persia.
Kuil Siauw Lim Sie dibangun dengan bentuk yang
tersendiri, mengandung seni yang sangat tinggi. Pada
dinding dan juga pada bingkai langkan, terdapat lukisan2
bentuk huruf air emas, yang merupakan ujar-ujar Sang
Buddha yang sangat berharga sekali. Juga disekeliling
ruangan, terdapat lukisan2 maupun patung-patung pahatan
yang halus dan indah sekali, melukiskan akan keagungan
dan kebesaran Sang Buddha.
Seseorang jika berada didalam kuil Siauw Lim Sie, tentu
akan merasakan dirinya seperti juga berada di Kerajaan
Langit, dimana mereka bisa berada ditempat yang kekal
abadi. Walaupun kenyataan yang ada Siauw Lim Sie hanya
merupakan kuil biasa seperti juga kuil lainnya yang terdapat
di daratan Tionggoan. Saat itu sipendeta penyambut tamu telah pamitan
kepada kedelapan tamunya itu, untuk memberitahukan
perihal kunjungan kedelapan tamu itu kepada
Toasuhengnya. Dan kedelapan orang Persia tersebut
mempergunakan waktu mereka untuk menikmati bangunan
kuil Siauw Lim Sie, dengan segala isinya yang benar-benar
melambangkan keagungan Sang Buddha.
"Heeem!" mengguman perlahan pemimpin dari
rombongan orang Persia itu. "Dilihat demikian, kuil Siauw
253 Lim Sie tidak berada ditingkat sebelah bawah mata dan juga
kreasi pembuatan patung-patung Sang Buddha, dibandingkan dengan kuil-kuil di negeri kita"
"Ya, memang istana Buddha Hidup di Ihasa pun belum
tentu bisa menandingi ke angkeran Siauw Lim Sie,
walaupun kuil ini tak terlalu besar dan tidak semegah kuil
Buddha Hidup di lhasa, Nepal!"
"Ya, Siauw Lim Sie benar2 kuil Baddha yang sangat
baik pembuatannya, terutama sekali didaratan Tionggoan
ini memang terdapat banyak sekali ahli pahat dan lukis
yang ternama, tentunya waktu kuil ini dibangun, Tat Mo
Cauwsu telah mempergunakan tidak sedikit tenaga pemahat
dan pelukis, untuk melengkapi kuilnya.!"
"Benar!" tiba-tiba terdengar seseorang telah menyahuti
dari ruangan dalam sambil tertawa sabar. "Omitohud!
Rupanya kami menerima kunjungan tamu-tamu terhormat
dari tempat yang jauh! Siancai! Siancai! Menyesal sekali
kami tidak bisa menyambutnya dari jauh...."
Dari dalam melangkah keluar seorang pendeta
berpotongan tubuh sedang, dengan jubahnya yang panjang
berwarna abu-abu, dan lang kah yang tenang, wajah yang
bersih berseri seri, sehat sekali, tengah menhampiri tamutamu itu dengan merangkapkan kedua tangannya.
Kedelapan orang Persia itu cepat-cepat merangkapkan
tangan mereka membalas hormat si pendeta.
"Maaf, kami mengganggu ketenangan di Siauw Lim Sie
ini, karena kami terpaksa untuk menanyakan sesuatu hal
yang menyangkut dengan keselamatan Buddha Hidup yang
kedelapan!" kata pemimpin rombongan orang-orang Persia
itu. 254 Pendeta Siauw Lim Sie yang menyambut keluar itu,
yang merupakan pendeta yang selalu bersikap tenang,
berwajah ber-seri2 tidak lain dari pada Sam Liu Taisu,
murid pertama Tat Mo Gauwsu. Dia memang seorang
pendeta yang telah memperdalam pelajaran agamanya, dan
juga ilmu silatnya. Tadi Sam Liu Taisu mendengar dari pendeta penjemput
tamu perihal kedatangan kedelapan orang Persia yang
bermaksud untuk bertemu dengan Guru Besar Siauw Lim
Sie, yaitu Cauwsuya mereka, dengan menyatakan untuk
menanyakan perihal Buddha Hidup, dengan sendirinya,
disamping terkejut, Sam Liu Taisupun tidak berani ayal,
Persoalan Buddha Hidup bukanlah urusan sembarangan
yang boleh disembarangkan.
Itulah sebabnya Sam Liu Taisu bergegas telah keluar
untuk menyambut dan melayani kedelapan tamu-tamunya
ini, yang terdiri dari kedelapan orang asing. Beruntung
mereka, orang-orang Persia itu, pandai bicara bahasa Han,
walaupun dengan terbata-bata, dengan letak susunan huruf
terkadang terbalik, toh maksud dan tujuannya masih bisa
dimengerti. "Jika memang Siecu sekalian ingin menanyakan sesuatu
yaitu urusan yang paling penting mengenai keselamatan
Buddha Hidup, Siauwceng (aku pendeta kecil) tentu tidak
berani untuk berayal. Jika memang Siauwceng
mengetahuinya tentu Siauwceng akan memberitahukannya
dengan sebenarnya!" "Tetapi....!" pemimpin orang Persia itu memandang
ragu-ragu pada Sam Liu Taisu.
"Adakah sesuatu yang memberatkan Siecu!" tanya Sam
Liu Taisu sabar. 255 "Kami semula ingin bertemu langsung dengan Tat Mo
Cauwsu, kami mendengar kabar terakhir mengenai Buddha
Hidup kedelapan justru menyatakan bahwa Tat Mo
Cauwsu adalah Buddha Hidup kedelapan yang telah
berkelana di Tionggoan dan mengganti sebutan dengan Tat
Mo Cauwsu" Sam Liu Taisu terkejut. Dia mengerutkan alisnya seperti
berpikir keras. Karena urusan yang demikian penting, tentu
saja dia tidak bisa bicarakan dengan sembarangan pada
orang-orang yang baru pertama kali ditemukannya.
Disaat itu, pemimpin orang2 Persia tersebut telah
berkata lagi: "Jika memang Losuhu tidak keberatan,
dapatkah Losuhu memberitahukan perihal maksud kami ini
kepada Tat Mo Cauwsuya, bahwa kami ingin sekali
bertemu hanya untuk sepuluh menit saja, guna memperoleh
kepastian apakah memang benar2 Tat Mo Cauwsuya
adalah Buddha Hidup kedelapan yang tengah kami cari
untuk menjemputnya kembali kenegeri kami, dimana kami
telah bersusah payah selama belasan tahun mencarinya"
Sam Liu Taisu masih bimbang, tapi akhirnya dia
menganggguk. "Baiklah! Silahkan Siecu sekalian duduk2
dulu dengan tenang, urusan itu kita bicarakan per-lahan2"
kata Sam Liu Taisu dengan sabar.
Diapun telah merangkapkan kedua tangannya dan
mengucapkan kebesaran Sang Buddha beberapa kali. Baru
kemudian dia bertanya lagi kepada tamu2nya itu: "Jika
memang Siecu sekalian tidak keberatan, Siauwceng ingin
mengetahui, siapakah adanya Siecu berdelapan, dan juga,
dengan maksud apakah Siecu berdelapan ingin mencari
Buddha Hidup kedelapan" Masih ada hubungan dan
sangkutan apakah antara Siecu berdelapan dengan Buddha
Hidup kedelapan?" 256 Sebenarnya pemimpin orang-orang Persia itu merasa
keberatan untuk menjelaskan segala sesuatunya sebelum
bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, orang yang mereka cari,
untuk memperoleh kepastian berita terakhir yang mereka
terima mengenai Buddha Hidup. Namun, mengetahui Sam
Liu Taisu juga merupakan orang terpenting di Siauw Lim


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sie, merupakan Toa suheng atau kakak seperguruan tertua
dari para pendeta Siauw Lim Sie, yang jelas merupakan
murid pertama dari Tat Mo Cauwsu, dengan sendirinya
kedelapan orang Persia itu tidak berani bertindak ceroboh,
mereka juga sangat menghormati Sim Liu Taisu yang
merupakan seorang pendeta alim, yang tampaknya
bijaksana dan juga memiliki kesaktian yang terpancar dari
wajahnya yang begitu bersih ber-seri2 dan sehat.
-o0od0wo0o- JILID: VIII "HAMPIR dua puluh tahun lebih Buddha Hidup Ke
delapan meninggalkan Persia" menjelaskan pemimpin
orang Persia tersebut. "Kami sebagai Delapan Pelaksana,
dengan ini telah berusaha untuk mencari beliau. Ada yang
mengatakan bahwa beliau kembali ke India tempat asal
beliau, ada juga yang memberita bukan bahwa Buddha
Hidup Ke delapan telah berkelana di Tionggoan untuk
melakukan perbuatan2 mulia dan mengambangkan agama
Buddha, sebagaimana yang dapat dilakukannya. Kami
sebagi Delapan Peiaksana, kami memiliki dua tugas. Tugas
pertama, kami harus mengatur semua kepentingan Buddha
Hidup, dan kami pula yang harus mengurus persoalan2 di
luar agama kami. Karena itu kami tidak mencukur rambut
dan tidak menganut hidup sebagai pendeta, Dan juga. kami
selalu berusaha untuk dapat menyediakan segala sesuatu
257 kebutuhan Buddha Hidup menurut apa yang telah
tercantum dalam "Tripitaka", karena itu segala sesuatu
peraturan mengenai Buddha harus kami kuasai
sepenuhnya. Hanya sayang sekali, kehilangan pegangan
waktu Buddha Hidup Ke delapan mengatakan ingin
merantau selama beberapa tahun, dan kami tidak dapat
mengetahui tujuannya yang pasti, apakah beliau kembali ke
India, atau memang pergi ke daratan Tionggoan. Karena itu
pula selama belasan tahun kami mencari beliau, kami tidak
memiliki pegangan, kami hanya menyebar murid-murid
kami untuk menyelidikinya dimana beradanya Buddha
Hidup Ke delapan." Sam Liu Taisu mengangguk sabar, diapun berulang kali
menyebut kebesaran Sang Buddha. Memang Sam Liu Taisu
pernah mendengar dari gurunya perihal delapan Pelaksana,
yaitu delapan orang yang selalu mengurus kepentingan
Buddha Hidup, yang tidak mencukur rambut dan memiliki
dua tugas, yaitu tugas melayani Buddha Hidup disamping
mengurus semua persoalan diluar agama.
Walaupun demikian, kedelapan orang Pelaksana yang
tidak masuk sebagai pendeta itu disebut sebagai Delapan
Pelaksana Suci, yang merupakan lambang dari Delapan
Jalan Mulia pelajaran Sang Buddha.
"Kami terakhir telah mengalami suatu kesulitan. Di
Persia kami memang menamakan diri kami sebagai orang2
Isiana Awan, yaitu istana Sorga yang akan menampung
orang2 yang berbuat amal kebaikan didunia, tentu akan
memperoleh pahala di Sorga. Dan kami orang-orang Istana
Awan jelas hanya membantu mereka, agar mereka
memperoleh jalan yang baik dan lurus dalam menyusuri
Delapan Jalan Mulia. Bukankah Sang Buddha pun
mengatakan: Dengan berbuat kebaikan mendatangkan
kebaikan, kejahatan mendatangkan kejahatan. Inilah
258 Hukum Hidup yang be nar, disebabkan itu pula kami telah
menerima murid tidak sedikit jumlahnya, sebagai pendeta2
Istana Awan di Persia. Dan kami berusaha untuk
mengembangkan pelajaran Sang Buddha dengan tetap
mempergunakan "Tripitaka" sebagai kitab suci kami.
(Tripitaka berarti Tiga "Keranjang Kebijaksanaan, terdiri
dari tiga bagian yaitu Khotbah2, peraturan-peraturan
kerahiban dan Pembahasan). Namun tentunya Losuhu
belum lagi mengetahui bahwa kini dalam golongan
pengikut Buddha terjadi perpecahan, yaitu terbagi dalam
dua golongan, golongan yang menamakan dirinya
Mahayana sebagai pendeta2 yang menghendaki perombakan dalam peraturan Buddha maupun penafsiran
pelajaran yang diberikan Sang Buddha, dengan demikian
banyak penyalahan dalam penafsiran penerangan yang
diberikan Sang Buddha. Dan kami, dianggap sebagai aliran
Kuno, dengan diberi nama Hinayana. Karena adanya
perpecahan seperti itu, kami perlu segera menjemput
Buddha Hidup Ke delapan, karena beliaulah yang kelak
dapat memutuskannya, dan bagaimana cara yang baik
untuk mengatasi semua itu, tentu Buddha Hidup Ke
delapan jika berhasil kami temui, akan berhasil memberikan
petunjuk yang sangat berharga."
Sam Liu Taisu mengangguk. "Tidak Siauwceng duga
bahwa keadaan pengikut Buddha terpecah seperti itu.
Sayang. Sayang." mengguman Sam Liu Taisu, "Inilah
suatu kelemahan yang sangat buruk sekali"
"Benar Losuhu. memang kamipun berusaha untuk
menyelesaikan persoalan tersebut, namun kenyataan yang
ada, keadaan telah berobah demikian cepat, dimana para
pendeta penganut Buddhism (Buddha Dharma) telah
tersebar diseluruh tanah India dan meluas ke seberang
lautan yang jauh, ke Utara, ke Selatan, ke Timur maupun
259 ke Barat. Dengan demikian penganut di Tibet, agama
Buddha dilebur menjadi agama Lhama (Lhamaism), di
Tionggoan menurut berita yang kami terima agama Buddha
bergandengan dengan ajaran Khung Cu (Khong Fu Cu,
Confucianism) dan ajaran Lao-tze (Taoism), dan di Jepang
agama Buddha bergandengan dengan ajaran Shinto,
Dengan demikian, sekarang agama Buddha kami telah terbagi2 dalam beberapa golongan. Memang kini umat
Buddhis yang terbanyak terdapat di Tionggoan, Jepang,
Ceylon, Thailan Burma, Vietnam, Korea dan Mongolia.
Diberbagai tempat lainnya pun terdapat pula penganut
Buddha. Namun yang kami sesalkan, justru kini telah
terjadi pemecahan dalam dua golongan yang akhirnya
sangat merugikan sekali, karena bukan sedikit biku-biku
Buddhis yang tidak mengerti apa yang diajarkan oleh Sang
Buddha. Mereka menerangkan kepada orang lain menurut
caranya sendiri. Kemudian mereka mengatakan bahwa
keterangannya itulah yang paling benar dan yang lain-lain
itu keliru. Kerapkali terjadi keterangan2 yang di ajarkan
oleh mereka sangat bertentangan dan berlawanan dengan
yang diajarkan oleh Sang Buddha."
Sam Liu Taisu terkejut, dia segera juga merangkapkan
sepasang tangannya, memuji akan kebesaran Sang Buddha.
Memang selama beberapa tahun saja, di daratan Tionggoan
telah tersiar agama baru, yaitu agama Buddha yang dibawa
oleh Tat Mo Cauwsu yang menyiarkannya meluas sekali,
dan pengikutnya, sekarang tidak sedikit. Agama Buddha
berkembang terus. "Jika demikian, baiklah Siauwceng akan memberitahukan kepada Cauwsuya kami, Soal Cauwsuya
kami itu apakah memang Buddha Hidup Ke delapan yang
tengah dicari oleh Siecu berdelapan, tidak bisa Siauwceng
260 mengatakan. jika hal ini menyangkut dengan urusan agama
kami, jelas hal ini tidak bisa dilalaikan."
Setelah berkata begitu, Sam Liu Taisu bangun dari
duduknya, dia merangkapkan kedua tangannya, dan
kemudian pamitan sejenak untuk memberitahukan perihal
kedatangan kedelapan orang Persia tersebut, yang ternyata
adalah Delapan Pelaksana yang mengurus Buddha Hidup.
Selama menantikan kembalinya Sam Liu Taisu, ke
delapan orang Persia itu telah duduk dengan sikap yang
menghormat sekali. Walaupun mereka belum memperoleh
kepastian bahwa Tat Mo Cauwsu adalah Buddha Hidup Ke
delapan yang sedang mereka cari, namun melihat
keangkeran Siauw Lim Sie sedemikian rupa, telah tertanam
rasa hormat yang besar di hati mereka pada kebesaran Tat
Mo Cauwsu sebagai seorang Guru Besar di Tionggoan ini.
Ke delapan orang Persia itu memang sesungguhnya
Delapan Pelaksana di dalam Istana Awan. Mereka
berdelapan yang mengurus keperluan Buddha Hidup. Dan
jika usia mereka telah lanjut, mereka meninggal, maka
kedudukan mereka digantikan oleh pengurus yang lainnya,
hasil pemilihan dari seluruh penghuni Istana Awan.
Dengan demikian, selamanya jumlah mereka harus
delapan, yaitu Delapan Pelaksana dan selamanya tidak
akan berkurang jumlah mereka, disamping itu tentu saja
merekapun merupakan orang2 pilihan yang memiliki
kepandaian sangat tinggi, disamping mengurus kebutuhan
Buddha Hidup, merekapun berdelapan sebagai pelindung
pribadi untuk keselamatan Buddha Hidup.
Yang menjadi pemimpin merupakan Pelaksana pertama,
yang menduduki sebagai ketua dengan sebutan Toajing,
yang kedua Jiekang ketiga Samlie, keempat Siemie, kelima
Goliang keenam Lioktang, ketujuh Citpo dan ke delapan
Pattuh. Demikianlah mereka berdelapan selalu 261 melaksanakan tugas2 mereka, baik di dalam Istana Awan
maupun diluar Istana Awan. Dan mereka tampaknya
memang selalu diliputi kesibukan, sebab delapan Pelaksana
memiliki tugas yang tidak sedikit. Karena itu mereka tidak
pernah keluar dan Istana Awan terlebih lagi meninggalkan
negeri mereka. Namun sekarang mereka telah tinggalkan
Persia, negeri mereka, dengan demikian jelas persoalan
yang tengah diurus oleh mereka merupakan persoalan yang
sangat penting sekali apalagi memang menyangkut dengan
Buddha Hidup Ke delapan yang sampai saat ini belum lagi
kembali ke Persia. Dalam pemilihan Buddha Hidup, umumnya diambil
dari seorang pendeta India. Dan semua itu merupakan
peraturan yang terdapat didalam agama Buddha. Dan
memang pendeta pendeta yang diangkat sebagai Buddha
Hidup memiliki tugas yang tidak ringan, sebab seorang
Buddha Hidup harus dapat mengurus dan mengawasi
seluruh pendeta Buddha didunia ini. Dengan demikian,
seorang Buddha Hidup yang telah diangkat, seumur hidup
dia harus melaksanakan tugasnya itu sampai menjelang
tutup usia dihari tuanya. Barulah digantikan pula dengan
Buddha Hidup lainnya. Tetapi untuk pusat berpemerintahnya Buddha Hidup
terhadap penganutnya, dipilih Persia, dimana disana
didirikan Istana Awan, dan segala kegiatan Buddha Hidup
diatur disana, jadi bukan ditanah kelahiran agama itu
sendiri, yaitu India. Dan hanya Buddha2 Hidup saja yang
diambil dan merupakan pendeta India.
Dengan dipusatkannya Persia sebagai tempat kegiatan
Buddha Hidup melaksanakan tugasnya se-hari2, maka
banyak sekali rakyat Persia yang jadi penganut Buddha,
bahkan tiga perempat dari penduduk Persia pada saat itu
menjadi penganut ajaran Buddha. Dan kitab suci mereka
262 adalah "Tripitaka" atau Tiga Keranjang Kebijaksanaan dan
juga "Jatakas" yang berarti ber-macam2 cerita tentang
hidup Siddhartha Buddha sebelum mencapai Penerangan
Yang Mulia. Ke delapan Pelaksana itu masih duduk di ruang tamu
kuil Siauw Lim Sie dengan sabar. Sam Liu Taisu telah
masuk agak lama, rupanya tengah memberikan laporan
kepada Tat Mo Cauwsu. Memang belakangan ini Tat Mo Cauwsu telah menutup
diri, dimana tidak ada seorang tamupun yang akan diterima
untuk menemuinya. Karena disamping usianya sudah
lanjut, juga memang Tat Mo Cauwsu telah hampir tiba
pada masa kesempurnaannya.
Tetapi urusan yang dibawa oleh ke delapan Pelaklsana,
orang-orang Persia itu, sangat penting sekali, dan karenanya
Sam Liu Taisu tidak berani untuk menerima hal-hal
tersebut mewakili gurunya. Dia telah melaporkannya pada
Tat Mo Cauwsu. Tidak lama kemudian, ke delapan orang Persia itu
melihat dua orang pendeta berjalan mengiringi seorang
pendeta tua. Kedua pendeta yang mengiringi pendeta tua
yang bertubuh kurus itu tidak lain dari Sam Liu Taisu dan
Sin Ceng Taisu, adik seperguruan Sam Liu Taisu, murid
kedua dari Tat Mo Cauwsu. Sedangkan pendeta tua yang
berjalan di depan kedua pendeta itu, yang langkahnya
pelahan, wajahnya terang memerah bersinar, dengan
senyum yang ramah welas asih, tidak lain dari pada Tat Mo
Cauwsu. Memang Guru Besar itu kini telah mencapai usia
yang cukup lanjut, namun melihat pipinya yang memerah
seperti itu, dia sehat sekali, dan sikapnya sangat tenang.
263 Cepat-cepat kedelapan orang Persia itu telah berlutut
mengangguk-anggukkan kepala mereka sampai kening
mereka membentur lantai "Atas berkah Sang Buddha yang memayungi kami,
akhirnya kami berhasil menghadap Buddha Hidup (Hottong)." berseru delapan orang Persia tersebut dengan suara
yang serentak dan sangat menghormat sekali.
Mereka telah melihat jelas Tat Mo Cauwsu, yang segera
juga mereka kenali sebagai Buddha Hidup Ke delapan yang
memang tengah dicari oleh mereka. Karenanya, mereka
telah cepat-cepat menjalankan penghormatan besar buat
Buddha Hidup Ke delapan itu.
Sedangkan Sam Liu Taisu dan Sin Ceng Taisu (yang
sebelumnya memakai gelaran Lu Kak Siansu), memandang


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

heran tertegun dengan sepasang mata yang terpentang
lebar-lebar. Mereka seperti juga terkejut dan tidak
menyangka sama sekali, guru mereka, yang selama ini
mereka dampingi, adalah seorang Buddha Hidup, Buddha
Hidup Ke delapan, yang memiliki kedudukan agung sekali
diagama mereka. Mereka hanya mengetahui guru mereka
adalah pendeta India dan memakai gelar sebagai Tat Mo
Cauwsu, selain dari itu, perihal guru mereka tidak diketahui
oleh mereka, Karenanya, sekarang memperoleh kenyataan
bahwa Tat Mo Cauwsu memang sungguh-sungguh
merupakan Buddha Hidup Ke delapan yang tengah dicari
oleh kejalanan yang begitu jauh, namun akhirnya berhasil
bertemu dengan Buddha Hidup yang mereka cari, benarbenar membuat Sam Liu Taisu dan Sin Ceng Taisu jadi
memandang takjub. Dan tanpa mereka sadar, kedua murid
Tat Mo Cauwsu ini telah menekuk kedua kaki mereka
masing-masing, ikut berlutut disamping Tat Mo Cauwsu.
Tat Mo Cauwsu telah mengibaskan tangannya perlahan
sekali, dia berujar dengan sabar dan lembut. "Bangunlah
264 kalian...." katanya dengan suara yang perlahan, namun
mengandung keangkeran dan kewibawaan.
Kedelapan Pelaksana dari Istana Awan telah bangun,
tapi mereka tidak berani berdiri. Mereka dalam keadaan
setengah berjongkok. Sedangkan Sam Liu Taisu dan Sin
Ceng Taisu juga bersikap seperti itu. Karena sekarang
mereka baru menyadarinya, bahwa guru mereka yang
selama ini mereka hormati, adalah Buddha Hidup, seorang
yang agung luar biasa dalam agama mereka. Dengan
demikian rasa hormat mereka jadi meluap-luap terhadap
guru mereka, terlebih lagi mereka pun merasa sangat
beruntung sekali, dapat menjadi murid dari Buddha Hidup.
Tat Mo Cauwsu telah berkata dengan suara yang sabar:
"Kalian berdelapan telah melakukan perjalanan jauh,
tentunya kalian sangat lelah sekali. Besok baru kita
membicarakan urusan yang akan kalian sampaikan padaku.
Nah Sam Liu, pergi kau sediakan kamar untuk ke delapan
saudaramu ini" Kedelapan Pelaksana Istana Awan tidak berani
membantah, mereka memberi hormat dan mengiyakan.
Sam Liu Taisu juga telah mengiyakan, kemudian cepat
mempersiapkan delapan buah kamar di belakang kuil,
untuk kedelapan saudaranya seagama tersebut.
Sedangkan Sin Ceng Taisu telah mempersiapkan
minuman untuk orang-orang Persia tersebut, selama kamar
mereka dipersiapkan. Tat Mo Cauwsu telah tersenyum dengan sabar dan
kembali ke dalam kuil. Rupanya keluarnya Tat Mo Cauwsu hanya untuk
memberikan penerangan pada kedelapan orang Persia itu,
bahwa usaha mereka dan capai lelah mereka tidaklah sia265
sia, karena memang akhirnya mereka bertemu dengan
Buddha Hidup Ke delapan yang mereka cari. Hanya, hari
ini Tat Mo Cauwsu menghendaki mereka berdelapan
beristirahat dulu, barulah besok akan membicarakan urusan
yang akan mereka laporkan pada Tat Mo Cauwsu, yang
ternyata Buddha Hidup Ke delapan adanya.
Begitulah, selama satu hari itu, delapan orang Persia itu
hanya bercakap-cakap dengan Sam Liu Taisu dan Sin Ceng
Taisu. Banyak sekali yang mereka bicarakan, terutama
sekali mengenai perkembangan terakhir mengenai Agama
mereka di Persia, yaitu kitab 'Jatakas', yang mencatat ceritacerita perihal kehidupan Sang Buddha Siddhartha sebelum
memperoleh Penerangan Mulia, telah lenyap. Delapan
Pelaksana dari Istana Awan tersebut ingin meminta
petunjuk dari Buddha hidup.
Kitab "Jatakas" merupakan salah satu dari kitab suci
umat Buddha. Karena dari itu, kitab "Jatakas" sama
pentingnya dengan kitab suci "Tripitaka".
"Jatakas" berarti bermacam-macam cerita tentang hidup
Sidhartha Buddha sebelum mencapai penerangan Yang
Mulia. Menurut cerita-cerita itu, Buddha telah hidup berulang
kali lebih dari 530 kali, (reinkarnasi), dan diantaranya
terbagi sebagai berikut: 42 kali terlahir sebagai orang yang
di puja-puja, 85 kali menjadi Raja, 24 kali menjadi
pangeran, 22 kali menjadi orang terpelajar. 2 kali menjadi
maling, 1 kali menjadi budak, 1 kali menjadi penjudi.
Berkali-kali menjadi Singa, Rusa Kuda, Burung rajawali,
Banteng, Ular dan juga Katak. Tapi sudah tentu Bodista
(namanya sebelum mencapai penerangan) berbeda dari
mahluk mahluk yang lainnya, baik sebagai Raja, Budak
maupun Hewan dia selalu lebih dapat membawa diri dari
pada kawan-kawannya. 266 Salah, satu cerita tentang Bodista ketika masih menjadi
burung: "Waktu Brahmadatta berkuasa di Benares Bodista
berulang lahir sebagai burung, dan menuntut hidup di
rimba, bercampur dengan burung2 yang lain, diatas pohon
yang tinggi dan yang cabang2nya membentang disana-sini.
Pada suatu hari, debu2 jatuh waktu cabang-cabang
pohon itu bergesek satu dengan yang lainnya. Asap mulai
mengepul. Melihat begitu Bodista berpikir: 'Jika kedua
cabang bergesek demikian rupa, letikan api akan keluar dan
jatuh ke bawah, lalu membakar daun2 yang kering,
akhirnya pohon itu sendiri akan terbakar. Kita tidak harus
tetap tinggal disini, kita harus segera terbang ke tempat lain.'
Dia serukan kepada kawan2 yang lain agar sama2 terbang
berlalu. Jika kawan2 yang lain itu pandai seharusnya terbang
bersama2 ke angkasa dan pergi ke tempat lain. Tapi mereka
tidak menghiraukan dan tetap berdiam disitu. Tidak lama
kemudian api menyala dan tepat di tempat Bodista tadi
mengatakan dan pohon itu terbakar. Asap serta baranya
membubung tinggi, sehingga akibatnya burung2 yang
tertinggal menjadi buta, mereka tidak dapat berlalu, dan
akhirnya mati hangus."
Karena dari itu, sekarang orang2 Persia itu menjelaskan
pada Sam Liu Taisu dan Sin Ceng Taisu, bahwa kitab suci
'Jatakas' telan lenyap entah berada dimana. Dan tentu saja
kitab suci 'Jatakas' yang dimaksudkan itu adalah 'Jatakas'
yang asli, dengan demikian itu merupakan suatu bencana
yang tidak kecil buat kedelapan Pelaksana tersebut, yang
bertanggung jawab terhadap seluruh kitab suci Buddha yang
terdapat di Istana Awan. 267 Terlebih lagi menurut mereka memang terjadi
pemecahan dua golongan, yaitu aliran Hinayana dan
Mahayana. Dengan demikian berarti penganut Buddha
terpecah belah. Belum lagi di Jepang, Ceylon, Thailand,
Burma, Vietnam, Korea dan Mongolia. Karena itu Hah
Buddha Hidup Ke delapan walaupun bagai mana harus
dicari untuk memintanya berikan petunjuknya, jika
memang Buddha Hidup belum berhasrat kembali ke Persia.
Dan tidak di-sangka2nya bahwa justru Buddha Hidup Ke
delapan yang tengah mereka cari itu tidak lain dari Tat Mo
Cauwsu, seorang pendeta suci pendiri Siauw Lim Sie, yang
merupakan Guru Besar di daratan Tionggoan. Dan hal ini
memang agak luar biasa, tidak pernah diduga oleh Delapan
Pelaksana itu. Sesungguhnya, Buddha Hidup Ke delapan yang kita
kenal kemudian dengan sebutan Tat Mo Cauwsu itu dengan
berdiam didaratan Tionggoan sekian lama, memiliki alasan
tersendiri, yang menyangkut dengan keselamatan umat
manusia yang tidak sedikit jumlahnya.
Buddha Hidup Ke delapan, waktu pertama kali tiba
didaratan Tionggoan, telah melihat bahwa rakyat
Tionggoan masih hidup hanya mengandalkan pelajaran2
Nabi Kong Fu Cu dan Lao-tze, tetapi mereka hanya
mengetahui dan mengenai petunjuk maupun pelajaran dari
kedua Nabi di Tionggoan itu, mereka masih belum bisa
untuk menghayatinya. Dan sebab itulah, Buddha Hidup Ke
delapan telah menyiarkan agama Buddha terhadap mereka,
dengan direndengkan bersama-sama, pengajaran Nabi
Khong Fu Cu maupun Nabi Lao-tze dimana ketiga agama
ini jadi tersiar dengan berendeng, hidup subur bersamasama di daratan Tionggoan.
Ada satu keuntungan yang telah dapat dicapai oleh
Buddha Hidup Ke delapan, karena di saat dia tiba di
268 Tionggoan dan menyiarkan pelajaran agama Buddha, maka
dia telah dapat mengangkat rakyat Tionggoan ke tingkat
beragama yang jauh lebih baik, walaupun mereka memeluk
sekaligus dengan tiga bentuk aliran Buddha, Lao-tze dan
Khong Fu Cu, namun yang pasti mereka telah memperoleh
bimbingan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Sedangkan sumber utama dari penyiaran agama Buddha
didaratan Tionggoan pada masa itu tergantung pada
dibangunnya kuil Siauw Lim Sie tersebut.
Karena itulah, Tat Mo Cauwsu telah memperoleh
gelaran atau disebut sebagai Guru Besar, karena tidak ada
seorangpun di Tionggoan yang mengetahui bahwa Tat Mo
Cauwsu, yang ilmu silatnya begitu tangguh dan mungkin
merupakan orang yang memiliki kepandaian silat nomor
satu di Tionggoan, dan merupakan pendeta yang jadi cikal
bakalnya Siauw Lim Sie, adalah Buddha Hidup Ke delapan
yang mulia dan agung. Banyak yang dibicarakan antara Sam Liu Taisu, Sin
Ceng Taisu dengan kedelapan Pelaksana dari Istana Awan
itu. Yang mereka bicara kan tentu saja perkembangan
dalam penyiaran agama Buddiia mereka, terutama sekali
yang ingin diketahui oleh kedelapan Pelaksana dari Istana
Awan itu adalah penyebaran agama Buddha yang selama
ini di daratan Tionggoan. Perkembangan dalam penyiaran
agama Buddha di daratan Tionggoan merupakan suatu
hasil yang paling cemerlang, karena ditangani langsung oleh
Buddha Hidup Ke delapan (Tat Mo Cauwsu) dengan
demikian sampai sekarang ini didaratan Tionggoan,
merupakan tempat yang terbanyak jumlah penganut agama
Buddha. Kedelapan Pelaksana dari Istana Awan juga telah
menanyakan banyak sekali tentang dibangunnya kuil Siauw
Lim Sie tersebut. 269 Sam Liu Taisu sebagai murid pertama dari Tat Mo
Cauwsu, dengan senang hati telah menceritakan dari awal
dan sampai akhirnya pembuatan atau pembangunan kuil
yang termegah didaratan Tionggoan dan juga merupakan
sumber penyiaran agama Buddha.
Dengan demikian ke delapan Pelaksana dari Istana
Awan telah mengetahui dengan baik bagaimana Tat Mo
Cauwsu telah membuang tidak sedikit waktunya,
bagaimana Budha Hidup ke delapan itu telah
memperjuangkan segalanya untuk penyiaran agama Budha
Bende Mataram 20 Taiko Karya Eiji Yoshikawa Boneka Hidup Beraksi Iii 1

Cari Blog Ini