Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong Bagian 5
didaratan Tionggoan, merupakan pekerjaan yang tak
mudah, karena Buddha Hidup Ke delapan, yang selamanya
dikenal sebagai Tat Mo Cauwsu dikala ia berada di
Tionggoan, merupakan orang India, yang kurang disenangi
oleh penduduk Tionggoan dijaman itu. Namun akhirnya
toh Tat Mo Cauwcu berhasil juga untuk menempatkan
dirinya di Tionggoan, bahkan telah membangun kuil Siiuw
Lim Sie dan menyiarkan pelajaran agama Buddha secara
meluas di antara rakyat Tionggoan. Bahkan sekarang ini
penganut Budhha yang berjumlah lebih kurang 500 juta
orang, Tionggoanlah yang terbanyak umat Buddhisnya.
Sedangkan di India sendiri, tempat kelahiran agama
Buddha, umat Buddhis tidak banyak.
Setelah beristirahat satu hari lamanya di kuil Siauw Lim
Sie, ke delapan orang Persia itu merasakan semangat
mereka telah pulih dan rasa letih mereka telah lenyap. Tau
Mo Cauwsu dipagi hari juga menerima mereka untuk
bertemu dikamar semadhi Tat Mo Cauwsu, yang terletak
disebelah selatan dari kuil Siauw Lim Sie, dekat dengan
ruangan Tat Mo Tong, tempat penyimpanan seluruh kitab,
serta barang2 milik Tat Mo Cauwsu.
Di hadapan Buddha Hidup Ke delapan ini, Toajing,
delapan Pelaksana yang tertua atau nomor satu, yang jadi
270 pemimpin dari ke delapan orang Persia tersebut, telah
melaporkan semua yang terjadi di Persia belakangan ini,
disamping itu juga menceritakan perihal lenyapnya kitab
suci 'Jatakas' yang asli, dimana kitab suci itu kini berada
belum lagi diketahui. Tat Mo Cauwsu menerima laporan itu dengan sikap
yang tenang kemudian pada Toajing berdelapan telah
dikemukakan alasannya mengapa Buddha Hidup Ke
delapan ini memilih Tionggoan sebagai tempat menyiarkan
agama Buddha, disamping itu Buddha Hidup kedelapan ini
menjelaskan pula alasan-alasan mengapa didirikannya kuil
Siauw Lim Sie. Toajing berdelapan telah mendengarkan dengan penuh
perhatian. "Seperti kalian ketahui, bahwa perkembangan di Persia
mengenai pengikut-pengikut Sang Buddha, telah sejak lama
kuketahui." kata Buddha Hidup Ke delapan ini. "Dan juga
memang sejak saat itu sesungguhnya aku ingin mengambil
suatu langkah langkah untuk meredakan pertentangan
diantara kedua golongan yang memperdebatkan mengenai
penafsiran ajaran-ajaran Sang Buddha. Dan perihal
diadakannya pertemuan dan berhimpun di Vesali untuk
merundingkan perbedaan2 pendapat mereka, memang telah
pula kudengar. Pada pertemuan demikian para pendeta,
biku dan pemimpin-pemimpin tidak memperoleh
persetujuan dan kata sepakat. Sebagian dari ajaran-ajaran
Buddha ditafsirkan berbeda-beda. Dan karena itu mereka
akhirnya terbagi-bagi dalam golongan2. Pertama terbagi
dalam dua golongan, tetapi kemudian dari kedua golongan
itu terpecah pula menjadi lebih banyak golongan2. Itu
sudah hukum alam, ada satu tentu ada dua, ada dua tentu
ada tiga dan seterusnya."
271 Berkata sampai disitu, Tat Mo Cauwsu telah menghela
napas dalam2. Memang perhimpunan para pendeta, biku
dan pemimpin Buddha yang terselenggarakan di Vesali
tersebut berlangsung kurang lebih satu abad setelah
Siddharta Gautama Buddha meninggal, disaat itulah
penganut2nya mulai bertentangan bertengkar mengenai
ajarannya. "Peristiwa itu sangat menyedihkan sekali." ujar Tat Mo
Cauwsu pula. "Dan aku telah memikirkannya selama
beberapa bulan, untuk mencari jalan yang se-baik2nya.
Namun perkembangan yang terjadi sedemikian rupa,
sehingga aku tidak memiliki pilihan lain untuk mangambil
jalan, yang terbaik untuk menyelesaikan pertentangan
diantara dua golongan tersebut. Dengan memanggil
pemimpin dari kedua golongan menghadap padaku, mereka
tentu bisa didamaikan dan mereka berjanji akan hidup
rukun dihadapanku. Itu terlebih tidak baik lagi. Mereka
mematuhi perintah dan nasehatku mungkin disebabkan
terpaksa, karena mereka kedua golongan harus sama-sama
menghormati Buddha Hidup, dan hal itu merupakan api
dalam sekam, yang lebih tidak baik lagi jika dipendam terus
menerus, bisa menimbulkan ledakan yang jauh lebih hebat
dan merugikan agama kita kelak. Itulah yang membuat aku
akhirnya mengambil kebijaksanaan lainnya. Aku
meninggalkan Persia, aku merahasiakan kepergianku itu
dan aku telah pergi ke Tionggoan. Pertentangan yang
terjadi pada kedua golongan dalam agama kita itu justru
masih diliputi keserakahan dan bodoh, penyiksaan atas diri
sendiri. Dua hal itu tidak mungkin membawa orang kepada
hidup yang lebih baik, dan pemimpin dari kedua golongan
yang bertentangan bersikeras dengan pendirian mereka,
menunjukkan keserakahan mereka, dengan demikian tidak
mungkin mereka berhasil membawa pengikut-pengikutnya
secara baik, sedangkan untuk mereka sendiri belum tentu
272 berhasil mencapai Hidup baik. Satu2nya yang dapat
kuambil mematuhi apa yang pernah diajarkan Sang
Buddha, yaitu 'Ikut Jalan Tengah', dan memang aku
akhirnya memilih 'Jalan Tengah' itu. Aku meninggalkan
Persia, dan memupuk pengikut dan penganut Buddha
disini, dan ternyata berhasil. Disaat kedua golongan itu,
Hinayana dan Mahayana tengah bertengkar, di Tionggoan
sini justru telah terhimpun lebih banyak lagi jumlahnya
pengikut ajaran Buddha dibandingkan dari jumlah kedua
golongan itu walaupun mereka digabungkan. Dan
sedikitnya. cita2ku itu telah berhasil sebagian, di Tionggoan
agama Buddha tersiar demikian luas dan disambut dengan
gembira oleh rakyat Tionggoan"
Mendengar penjelasan Buddha Hidup Ke delapan sebab
musabab dibangunnya Siauw Lim Sie di Tionggoan dan
tidak kembalinya Buddha Hidup ke Persia, bukanlah
disebabkan Buddha Hidup tidak bertanggung jawab pada
para pengikutnya di Persia. Naman justru untuk
menghimpun umat Buddha yang lebih banyak lagi. Untuk
mempersiapkan disaat kedua golongan di Persia tengah
saling cakar dan bertentangan, di Tionggoan telah mulai
tumbuh aliran-aliran lainnya dari pelajaran Sang Buddha,
walaupun diiringi dengan pelajaran kedua Nabi didaratan
Tionggoan lainnya, yaitu Khong Fu Cu dan Laotze,
Amal yang luhur dibuat oleh Buddha Hidup didaratan
Tionggoan memiliki kepentingan yang sangat besar untuk
pertumbuhan agama Buddha itu sendiri. Karena jika
memang Buddha Hidup berusaha menyelesaikan
pertentangan yang terjadi antara dua golongan, yaitu
golongan Hinayana dengan Mahayana. Dus, setelah
membuang waktu belasan tahun belum tentu berhasil
mendamaikan dan mempersatukan mereka. Mungkin akan
menimbulkan akibat2 yang lebih tidak diinginkan.
273 Sekarang, justeru dengan mengambil 'Jalan Tengah' Tat Mo
Cauwsu atau sesungguhnya Buddha Hidup Ke delapan itu
berhasil untuk menanamkan kembali pelajaran Sang
Buddha pada rakyat Tionggoan, dan terbukti sekarang
justru Tionggoanlah yang memiliki penganut Buddha yang
terbesar jumlahnya. Banyak petunjuk yang diberikan Tat Mo Cauwsu
kepada kedelapan Pelaksana Istana Awan itu. Dan juga
meminta kedelapan orang Persia itu untuk kembali ke
Persia, disana mereka harus melaksanakan tugas-tugas
mereka sebagaimana biasa. Sedangkan Tat Mo Cauwsu
tidak akan kembali ke Persia.
Tetapi ke delapan Pelaksana Istana Awan itu memohon
agar mereka diijinkan menetap di Tionggoan untuk
mendampingi Buddha Hidup Ke delapan ini, agar mereka
dapat melaksanakan tugas mereka seperti biasanya,
melayani semua keperluan Buddha Hidup Ke delapan
tersebut. Namun dengan suara yang sabar, Tat Mo Cauwsu
telah menolak permintaan kedelapan Pelaksan Istana Awan
tersebut. "Sayang sekali bahwa pengikut2 ajaran Sang Buddha di
Persia sangat membutuhkan kalian, amal kalian disana
lebih besar lagi. Dan disini, aku justeru telah menerima
murid dimana mereka bisa melayaniku sebagaimana
layaknya. Dengan demikian, kalian jangan kecewa,
walaupun kalian kembali ke Persia, namun kalian
melakukan pekerjaan yang luhur. Dan usahakanlah
mendekati kedua golongan itu, Hinayana Mahayana satu
dengan yang lain agar mereka tidak berselisih paham lagi
dan dapat dipersatukan kembali. Jika memang terdapat
sesuatu yang benar-benar sangat penting kalian boleh
menghadap kemari, untuk mendengar keputusan dariku"
274 Kedelapan orang Persia itu tidak bisa membantah
perintah Buddha Hidup. Walaupun dengan hati yang
berduka, namun mereka telah menerima tugas tersebut.
"Kalian berdiam saja dulu di Siauw Lim Sie ini selama
satu bulan, setelah mana kalian baru melakukan perjalanan
pulang ke Persia." kata Tat Mo Cauwsu.
Kedelapan Pelaksana Istana Awan itu telah meminta
beberapa petunjuk lagi dari Buddha Hidup Ke delapan ini,
setelah itu mereka mengundurkan diri untuk kembali ke
kamar masing-masing. Memang selama satu bulan mereka akan berdiam di
Siauw Lim Sie. Sesungguhnya, semakin lama waktu yang
diberikan Tat Mo Cauwsu kesempatan buat mereka
berdiam di Siauw Lim Sie, mereka tambah girang, maka
mereka selalu berusaha untuk dapat memperoleh ijin dari
Tat Mo Cauwsu agar diperkenankan menetap di kuil itu
lebih lama pula. Sayangnya justru Tat Mo Cauwsu hanya memberikan
kesempatan padanya selama satu bulan saja, setelah mana
kedelapan Pelaksana Istana Awan harus segera berangkat
ke Persia guna melaksanakan tugas2 mereka kembali.
Dua minggu telah lewat. Dan selama berada di Siauw
Lim Sie, kedelapan Pelaksana Istana Awan telah
memperoleh ketenteraman di kuil. Siauw Lim Sie. Dengan
demikian, segera juga mereka merasa tambah berat untuk
meninggalkan Siauw Lim Sie dan kembali ke Persia jika
memang telah tiba waktunya yang di peroleh dari Tat Mo
Cauwsu, dimana mereka hanya tinggal dua minggu lagi
berdiam di kuil tersebut.
Sedangkan Tat Mo Cauwsu. selama itu telah banyak
memberikan wejangan dan nasehat kepada kedelapan
Pelaksana Istana Awan. Dengan demikian mereka telah
275 memperoleh banyak petunjuk, dan juga memang mereka
telah berhasil untuk memperdalam pengetahuan mereka
terhadap pelajaran-pelajaran agama mereka yang
terpenting, yang sebelumnya tidak diketahui oleh mereka.
Tat Mo Cauwsu juga menjelaskan, walaupun ia telah
membuka aliran baru dalam pengajaran ajaran Sang
Buddha di daratan Tionggoan, tetapi Buddha Hidup Ke
delapan tersebut tidak menyimpang dari apa yang pernah
diajarkan kepada penganut Buddha di Persia.
Sedangkan kedelapan Pelaksana Istana Awan semakin
berat juga hati mereka disaat waktu2 yang diberikan Tat
Mo Cauwsu semakin mendekati juga, dimana mereka akan
segera meninggalkan Siauw Lim Sie dan Buddha Hidup.
Mereka telah menetap satu minggu lagi di kuil Siauw
Lim Sie, dan selama itu mereka semakin gelisah. Kepada
Sam Liu Taisu dan Sin Ceng Taisu mereka telah
memintanya, agar mereka dapat membujuk Buddha Hidup
Ke delapan Tat Mo Cauwsu, guru mereka itu, agar
kedelapan Pelaksana Istana Awan diperkenankan untuk
berdiam satu bulan lagi di kuil Siauw Lim Sie.
Namun usaha diri Sam Liu Taisu maupun Sin Ceng
Taisu sama sekali tidak berhasil, Tat Mo Cauwsu tidak
meluluskan permintaan mereka dan telah habis waktu
diberikan Buddha Hidup Ke delapan pada kedelapan
Pelaksana Istana Awan itu, mereka harus meninggalkan
Siauw Lim Sie. Sedangkan waktu yang di berikan Tat Mo
Cauwsu hanya tinggal beberapa hari lagi, dimana kedelapan
pelaksana Istana Awan itu harus berlalu meninggalkan
Siauw Lim Sie dan kembali ke Persia, guna mengurus
segala keperluan di Istana Awan, di Persia.
Lima hari lagi ke delapan orang Persia tersebut, Toajing
dan lain2nya. telah ber-siap2 untuk berkemas. Mereka juga
276 ingin berpamitan dengan suatu upacara agama kepada
Buddha Hidup Ke delapan itu, jika hari keberangkatan
mereka telah tiba. Namun pada tengah malam itu, dimana tinggal lima
hari lagi Toajing berdelapan akan meninggalkan Siauw Lim
Sie, telah terjadi sesuatu peristiwa di kuil Siauw Lim Sie itu.
Keadaan udara yang cukup sejuk dan sinar rembulan
yang cukup terang dan rawan itu, disamping angin yang
berhembus dengan perlahan dan lembut, tiba2 kegelapan
malam telah di koyak2 oleh menyalanya api yang sangat
besar sekali di belakang kuil Siauw Lim Sie. Api berkobar
begitu cepat dan lidah-lidah api menyambar kesana kemari.
Untung saja ada beberapa orang pendeta Siauw Lim Sie
yang mengetahui tentang terjadinya kebakaran tersebut.
Segera juga para pendeta Siaw Lim Sie, dibantu kedelapan
orang Persia itu, mereka berusaha memadamkan api.
Tetapi api berkobar begitu besar, lidah api telah menjilat
kesana kemari. Tidak mudah untuk segera memadamkan
api tersebut dalam waktu yang singkat. Walaupun akhirnya
mereka berhasil juga mengendalikan api itu.
Yang membuat mereka gusar dan bertanya-tanya, entah
siapa yang telah melepas api membakar belakang kuil
Siauw Lim Sie. Itu masih bagus karena belum lagi api
menjalar lebih meluas, telah keburu diketahui dan dapat
Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipadamkan, jika tidak tentu kerusakan-kerusakan yang
diderita Siauw Lim Sie akan jauh lebih hebat lagi.
Beberapa orang murid Siauw Lim Sie segera berpencar
untuk menyelidiki siapa orang yang telah menyebar api di
kuil Siauw Lim Sie. Mereka menyelidikinya sampai ke kaki
gunung. Demikianlah juga halnya dengan Toajing
berdelapan, merekapun telah membagi diri untuk
277 menyelidiki dan berusaha membekuk penjahat yang telah
menyebabkan kebakaran itu.
Tat Mo Cauwsu telah memuji kebesaran Sang Buddha
beberapa kali, pendeta sakti itu tetap tenang dan berdiam
dikamar semedhi nya. Dan pendengarannya yang sangat
tajam, sekali, mendengar langkah kaki yang sangat ringan
sekali, menunjukkan bahwa dia kedatangan tamu yang
memiliki ginkang atau ilmu meringankan tubuh yang telah
sempurna. Suara langkah kaki tamu tidak diundang itu
pelahan sekali, jauh lebih perlahan dari jatuhnya sehelai
daun kering. Dengan memejamkan matanya dan sikap yang tetap
tenang, disamping meneruskan membaca liamkhengnya,
Tat Mo Cauwsu seperti tidak memperdulikan kedatangan
tamu tidak diundang tersebut.
Sebagai seorang yang telah memiliki kepandaian sampai
pada puncaknya, Tat Mo Cauwsu memiliki pendengaran
yang tajam luar biasa, dia mendengar selintas saja, sudah
mengetahui yang datang dua orang. Hanya yang seorang
banyak dibantu oleh kawannya, untuk tidak menimbulkan
suara, karena kepandaiannya yang masih dibawah orang
satunya. "Hei pendeta India yang tengik, keluarlah kau untuk
menemui Lohu." terdengar suara orang menantang dari
luar jendela Tat Mo Cauwsu. Suara itu sangat perlahan,
mungkin orang tersebut sengaja berucap perlahan seperti
itu, agar murid-murid Siauw Lim Sie yang lainnya, yang
waktu itu tengah sibuk sekali, merapikan keadaan
dibelakang kuil yang tadi terbakar, juga sebagian tengah
menyelidiki dan mencari jejak penjahat yang membakar
kuil itu dengan menyelidiki di sekitar gunung Siauw Sit
San, yang terkenal dengan sebutan Siongsan, tidak
mendengarnya. 278 Tat Mo Cauwsu Berhenti membaca Liam kheng, sambil
tersenyum sabar Tat Mo cauwsu bangkit, dia menggumam
dengan suara yang ramah dan sabar: "Akh, rupanya Loceng
menerima kunjungan tamu. Siancai. Siancai. mengapa
tidak singgah saja" Silahkan. Silahkan"
Kemudian dengan langkah kaki yang tenang Tat Mo
Cauwsu telah menghampiri jendela, dia membuka daun
jendelanya, diapun berkata pula dengan sabar: "Mari
silahkan masuk. Loceng tahu, tentunya kalian memang
tidak ingin diketahui murid2 Loceng, mengenai kedatangan
kalian ini, bukan"."
Orang diluar itu, yang tadi menantang, mengeluarkan
seruan tertahan, menunjukkan dia kaget bercampur kagum,
Tat Mo Cauwsu tidak melihat keluar, belum lagi melihat
dia dan kawannya, tetapi Tat Mo Cauwsu telah mengetahui
bahwa dia datang berdua. Dan yang. mengherankan, justru
kawannya yang memiliki ginkang tidak sempurna dia itu
tengah digendongnya, dengan demikian kawannya tidak
melangkah sendiri, namun Tat Mo Cauwsu mengetahui
bahwa dia datang berdua. Itulah pendengaran yang tajam
sekali, benar2 Tat Mo Cauwsu seorang pendeta yang sangat
sakti serta memiliki kepandaian sempurna sekali.
"Keluarlah. Lohu ingin meminta petunjukmn, pendeta
tengik, menurut kata2 sahabatku di Kangouw, bahwa kau
ingin memperalat semua jago2 Tionggoan, agar mereka
tunduk dan menjadi kaki tanganmu, lalu menjadi pendeta
dan kemudian bantu menyebarkan palajaran agamamu,
bukankah itu merupakan maksud yang busuk sekali"
Hemmm, kukira orang orang Tionggoan tidak mungkin
dapat dipengaruhi olehmu, pendeta busuk."
Mendengar perkataan orang tersebut yang demikian
kasar, Tat Mo Cauwsu sama sekali tidak tersinggung atau
gusar, bahkan dia tersenyum ramah, diapun dengan sikap
279 yang lembut berkata: "Hal itu bisa kita perbincangkan
nanti, silahkan Siecu masuk dulu"
"Hemmm, kau yang keluar, pendeta busuk." menyahuti
orang diluar. Tat Mo Cauwsu tidak mau menarik urat leher bersikeras
dengan orang tersebut. Selama berada di Tionggoan, dia
memang sudah seringkali menghadapi manusia2 seperti ini,
yang salah paham dan menduga buruk padanya, sebagai
Pendeta India yang membuka pintu perguruan kuil di
Tionggoan. Dengan ringan tubuh Tat Mo Cauwsu telah melompat
keluar dari kamarnya melalui jendela. Kemudian dia bisa
melihat jelas orang itu. Seorang laki-laki. berusia telah
lanjut, mungkin tujuh puluh tahun lebih. Sedangkan
ditangannya, mengempit seorang laki2 bungkuk. Tetapi
waktu Tat Mo Cauwsu keluar, justru lelaki bungkuk yang
telah cukup lanjut juga usianya, dilepaskan sehingga berdiri
di belakangnya. Dan orang tua itu berkata dengan sikap mengejek:
"Bagus, pendeta busuk. Kau dengan mengandalkan ilmu
sihirmu, telah merajalela, dimana muridku ini, Tiai Tauw
Kie, menjadi salah satu korban murid2 mu. Hemm, aku
Kwan Hu Thong tidak akan membiarkan perbuatanmu ini
lebih jauh lagi." Tat Mo Cauwsu merangkapkan sepasang tangannya,
diam2 hatinya tercekat juga. Sebagai seorang Guru Besar, ia
juga memiliki pengetahuan yang luas. Ia juga menyadari
bahwa di Tionggoan banyak sekali terdapat jago-jago yang
memiliki kepandaian tinggi. Tetapi diantara jago-jago itu
hanya dua atau tiga orang saja yang kepandaiannya
mungkin berimbang dengan kepandaian silatnya. Salah
seorang dari jago-jago yang bisa menandinginya itu adalah
280 Kwan Hu Thong, yang bergelar "Ban Hun Shia" atau
"Selaksa Arwah Sesat". Karena itu Tat Mo Cauwsu jadi
terkejut mengetahui bahwa orang tua dihadapannya itu
adalah Ban Hun Shia yang terkenal akan sifatnya yang
aneh. Akan tetapi Tat Mo Cauwsu tidak memperlihatkan
perasaan terkejutnya itu, sikapnya tetap sabar dan tenang
sekali waktu ia berkata: "Silahkan Siecu bersikap tenang
dulu, dengarkanlah keterangan Loceng. Didalarn persoalan
ini terdapat suatu kesalah pengertian."
"Kesalah pengertian" Salah paham, maksudmu"
Hemmmm, pendeta licik, apakah kau anggap aku masih
anak2 ingusan yang mudah ditipu olehmu" Kau tidak perlu
memajukan berbagai alasan, karena aku akan membongkar
maksud licikmu itu."
Setelah berkata begitu, tampak Ban Hun Shia telah
melangkah mendekati Tat Mo Cauwsu, wajahnya dingin
tidak memperlihatkan perasaan. Matanya memancar tajam.
Dia memang merupakan salah seorang Datuk Persilatan di
dalam rimba persilatan dari kelima datuk lainnya.
Semuanya digelari Ngo-ok, lima datuk yaitu Toa Ok, Jie
Ok, Sam Ok, Sie Ok, Ngo Ok. Kelima datuk itu menduduki
wilayah ke kuasaannya sendiri-sendiri, yaitu di Utara,
Selatan, Barat, Timur serta di Pusat, yaitu di wilayah
tengah atau juga di kota raja. Maka dengan demikian,
kekuasaan mereka menjadi terbatas pada wilayah
kekuasaan masing2 dan kelima datuk itu memiliki
kepandaian yang sama-sama sangat sempurna sekali, satu
dengan yang lainnya tidak bisa dirubuhkan dan dalam
keadaan seperti itu, selalu mereka mengadakan pertemuan2
untuk menentukan siapa yang terlebih tinggi kepandaiannya
diantara mereka. Namun acapkali mereka gagal untuk
menentukan siapa yang terliehay diantara mereka, sebab
281 kepandaian mereka satu dengan lainnya sama sama
sempurna, dengan demikian membuat mereka jadi tidak
bisa saling merubuhkan, tidak ada yang dapat dilakukan
atau juga yang memenangkan dalam pertandingan ilmu
silat sehingga keharuman nama mereka sama terkenalnya.
Siapa tahu, sekarang di Tionggoan telah muncul seorang
Guru Besar Tat Mo Cauwsu Seorang Guru Besar, yang
disiarkan oleh jago jago Kangouw berada diatas kepandaian
dari Ngo-ok tersebut, kelima datuk itu. Dengan demikian
membuat kelima datuk itu penasaran sekali. Salah satu dari
kelima, datuk itu tersebut, yaitu Sam Ok, yang menguasai
wilayah selatan, jadi penasaran dan bersama muridnya
yang nomor tiga, yaitu Tiat Tauw Kie, telah mereka datang
ke Siong San (Siauw Sit San), untuk mencari Tat Mo
Cauwsu, guna mengukur ilmu, untuk mengetahui juga
apakah memang benar kepandaian Tat Mo Cauwsu
melebihi dari kepandaian kelima datuk, khususnya dirinya.
Karena itu, dia ingin membuktikannya sendiri. Siapa tahu,
justru muridnya secara kebetulan bertemu dengan Toajing
berdelapan, dan justru oleh Toajing, Tiat Ta uw Kie telah
dipengaruhi oleh ilmu sihirnya yang membuat Tiat Tauw
Kie jadi mengantuk dan tertidur dalam saat-saat bertempur.
Coba Toajing seorang yang memiliki sifat tidak baik,tentu
Tiai Tauw Kie dengan mudah dapat di celakainya.
Waktu tersadar dari tidurnya dan terlepas dari pengaruh
ilmu sihir Toajing,Tiat Tao Kie segera mencari gurunya,
yang menginap disalah satu rumah penduduk di
perkampungan tidak begitu besar disebelah utara kaki
gunung Siong San, melaporkan segala tpa yang dialaminya.
Tentu saja Tiat Tan Kie mengurargi dan melebihi bagianbagian tertentu dalam ceritanya, untuk menutupi malunya.
Dia mengatakan sesungguhnya dia telah berhasil mendesak
delapan murid Tat Mo Cauwsu yang mengepungnya,
282 namun mereka mempergunakan ilmu sihir, sehingga dia
jadi merasa rnengantuk Untung saja dia bisa meloloskan
diri dan akhirnya tertidur disebuah tempat.
Sang guru, yang memang memiliki adat sangat
berangasan dan juga merasa kepandaiannya tertinggi
didaratan Tionggoan, sekarang mendengar murid2 Tat Mo
Cauwsu membuat muridnya jadi tidak berdaya, hatinya
tambah panas. Niat mencari Tat Mo Cauwsu semakin kuat.
Dia tidak mau mem-buang2 waktu lagi karena malam itu
juga dia mengajak muridnya untuk mendatangi kuil Siauw
Lim Sie, untuk "belajar kenal" dengan Tat Mo Cauw su,
cikal bakal Siauw Lim Sie, yang didalam rimba persilatan
dikenal sebagai Guru Besar.
Tat Mo Cauwsu melihat sikap Ban Hun Shia Kwan Hu
Thong, telah tersenyum sabar, katanya: "Sabar, Siecu
jangan membawakan adat seperti anak-anak"
"Seperti anak-anak" Hemmm, justru aku ingin
memperlihatkan kepadamu, sesungguhnya Tionggoan
bukan tempat orang sembarangan menjual lagak. Baiklah,
mari kita mulai." Setelah berkata dengan sikap mendongkol seperti itu,
Ban Hun Shia mengibaskan tangannya, seakan juga ia
memang bersiap menantikan serangan Tat Mo Cauwsu.
Tetapi Tat Mo Cauwsu tetap berdiri tenang ditempatnya
sama sekali tidak bergerak, dia telah memandang sambil
tersenyum dengan ramah sekali, sepasang tangannya
dirangkapkan, diapun berkata "Janganlah kita diperbudak
oleh nafsu belaka. Cobalah Siecu berpikir dengan kepala
dingin, tentu Siecu akan menyadari bahwa dalam urusan ini
terselip kesalah-pahaman belaka, jika memang kita bisa
bercakap-cakap beberapa saat saja, tentu kesalah pahaman
itu akan dapat dilenyapkan. Dan bukan disini Loceng akan
283 mengatakan Sie cu memiliki pandangan yang salah, tapi
jika memang Siecu bersedia untuk bertukar pikiran sejenak
saja alangkah sangat menggembirakan sekali."
Dan setelah berkata begitu, Tat Mo Cauwsu
mengucapkan kebesaran Sang Buddha beberapa kali.
Mata Kwan Hu Thong mencilak, memancarkan sinar
yang tajam. Memang dia aseran. Setiap orang Kangouw
yang mendengar Ban Han Shia, tentu akan ketakutan
menggigil dengan semangat seperti terbang meninggalkan
raganya. Karena Datuk yang seorang ini memiliki perangai
yang aneh sekali, terkadang ia bisa membela orang-orang
yang tengah tertindas, namun tidak jarang juga justru dia
yang: menghantam habis2an orang2 dikalangan lurus
dengan alasan dia memang tidak menyukai peradatan yang
sering mereka perlihatkan, dan merasa sebal dengan
segalanya itu, yang dianggap Ban Hun Shia sebagai sikap
bermuka-muka dan menjilat untuk ambil hati. Dan setiap
ada jago muda ataupun orang2 Kangouw yang. terlalu
menghormat padanya, tentu dia akan. berbalik merasa sebal
dan akan menghajarnya. Jika ada jago Kangouw yang
bersikap kasar dan kurang ajar padanya, maka diapun akan
menghajarnya juga. Dengan demikian membuat semua
orang Rimba Persilatan jadi salah tingkah jika berhadapan
dengan Ban Hun Shia karena jika mereka terlalu
menghormat, mereka akan dianggap bermuka dua, akan
dihajar oleh Ban Hun Shia. bahkan dihajar bukan sekedar
dihajar, tidak jarang sampai bercacad hebat bukan main.
Tetapi seandainya mereka memperlihatkan sikap yang
remeh tidak acuh, tentu merekapun dihajar hebat sekali,
sampai mereka menderita dan bercacad atau juga akan
menemui kematian. Sebab itu banyak orang2 Kangouw yang mendengar di
tempatnya ada Ban Hun Shia, mereka cepat2
284 menyingkirkan diri. Menghindarkan pertemuan dengan Ban
Hun Shia merupakan jalan yang paling selamat.
Sekarang Ban Hun Shia melihat sikap Tat Mo Cauwsu.
Dia beranggapan Tat Mo Cauw su mungkin juga merasa
jeri padanya, karena Tat Mo Cauwsu telah mendengar akan
kehebatannya dan nama besarnya. Dia memperdengarkan
suara tertawa tawar. "Hemmm, di Tionggoan mungkin
Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dimatamu sudah tidak ada orang yang patut dihargai oleh
matamu, sehingga kau memakai gelaran sebagai Guru
Besar. Dan aku Ban Hun Shia memang bersedia sekali
untuk menjadi muridmu. Nah, untuk mengambil seorang
murid sepertiku ini, tentu saja harus ada syaratnya, kau
harus memperlihatkan kebisaanmu itu. Terus terang, jika
kau mempergunakan ilmu sihir, untuk merubuhkan aku,
hal itu hanya akan membuat aku tetap memusuhimu"
Tat Mo Cauwsu mengangguk, katanya "Baik, baik.
Memang Loceng juga mengetahui hal itu"
Waktu itu Tat Mo Cauwsu seorang yang sabar luar
biasa telah melihatnya bahwa sulit buat memberikan
pengertian pada Ban Hun Shia jika memang diantara
mereka belum lagi saling mengadu kepandaian dan
kekuatan. Karenanya, mereka, guru dan murid, harus dapat
ditundukkan dulu, baru kemudian memberikan pengertian
padanya. Dengan demikian, tentu cara ini jauh lebih mudah
jika dibandingkan harus memberikan pengertian dengan
berlama-lama membujuk dan berusaha menyadarinya dari
kekeliruannya itu. "Nah, kau bersiaplah, mari kita main-main seribu jurus.
Aku akan mengalah tiga jurus terhadap seranganmu" kata
Ban Hun Shia dengan sikap mengejek.
Tat Mo Cauwsu merangkapkan sepasang tangannya.
"Maaf, maaf, bukan Loceng tidak mau menerima kebaikan
285 Siecu mengalah tiga jurus pada Loceng, namun sudah
menjadi kebiasaan pendeta-pendeta Buddha, jika memang
seseorang tidak menggangunya, tidak dapat kami
mengganggu siapapun juga. Terlebih lagi menyerangnya.
Sedangkan jika seseorang berbuat jahat kepada kami. harus
dibalas dengan kebaikan oleh kami. Maafkan, Siancai.
Siancai. Tentu Siecu mengerti akan kesulitan kami dan
tidak mendesak Loceng lebih jauh untuk menyerang
terlebih dulu. Dan jika memang kita bertanding mengadu
ilmu, itupun hanya sekedar main2 belaka, untuk
mengetahui siapa sebenarnya yang memiliki kepandaian
lebih tinggi atau rendah merupakan pekerjaan yang terlalu
kekanak-kanakan. Didunia ini tidak ada yang sempurna. Itu
yang harus diketahui oleh Siecu. Kesempurnaan tidak
mungkin dicapai oleh seorang manusia, selain-telah
berpulang ke Nirwana. Karena itulah, seseorang tidak
mungkin bisa memiliki kepandaian yang tertinggi di dunia
ini. Diatas yang tinggi masih ada yang lebih tinggi lagi.
Dibawah yang rendah, masih terdapat yang lebih rendah.
Dan itulah perputaran roda kereta, yang satu dibawah, yang
satunya diatas. Dan bawah maupun di atas itu sama saja
tidak ada perbedaannya. Disaat dibawah, bukankah
menahan dan menunjang untuk suatu kekuatan menahan
yang diatas. Dan seharusnya yang diatas itu berterima kasih
pada yang dibawah telah menunjangnya dan bertahan
sampai akhirnya dia berada-diatas tanpa ber-susah2.
Demikian juga sebaliknya, yang dibawah harus berterima
kasih kepada yang diatas, karena dengan adanya perputaran
itu, berarti yang dibawah itu hidup. Dan 'hidup' itu sangat
penting sekali. Terlebih lagi jika buat manusia. Tanpa
'hidup' yang sejati dalam diri seorang manusia, jangan
harap dia bisa memperoleh ketenangan didunia ini, jangan
harap dia bisa mencicipi kebahagiaan yang sejati, bukan
kebahagiaan tersamar. Dengan ber-foya2, seorang manusia
286 bisa memperoleh kegembiraan dan kebahagiaan. Tetapi itu
hanya sekedar kebahagiaan tersamar. Tahukah Siecu,
bahwa kami dari kalangan pendeta, selalu berusaha
mencapai hidup bahagia dan kekal abadi"."
Mendengar perkataan Tat Mo Cauwsu yang panjang
lebar seperti itu, telah beberapa kali Ban Hun Shia
mendengus memperdengarkan suara tertawa dingin. Juga
dia telah berkata begitu Tat Mo Cauwsu selesai berkata:
"Baik, baik, sudah selesai khotbahmu itu" Hemmm. sudah
siapkah kau untuk main-main denganku pendeta licik"
Tampaknya kau sangat pandai sekali bicara, tentunya
dengan lidahmu yang pandai bersilat itu, engkau
merupakan manusia yang sangat licik dan akan semakin
tidak bisa mempercayai manusia macam kau!"
Dan sambil berkata begitu, tampak Ban Hun Shia telah
melangkah mendekati Tat Mo Cauwsu. Sikapnya
menantang sekali dan dia seperti akan menerjang maju mau
menyerang. Namun Tat Mo Cauwsu tetap saja ditempatnya, sama
sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda dia tengah bersiap
untuk menerima serangan. Ban Hun Shia menyaksikan sikap si pendeta jadi tambah
mendongkol. "Apakah memang kau tidak memandang
sebelah mata padaku, membuat kau begitu meremehkan
dan disaat aku ingin menyerang engkau pun tidak mau
bersiap-siap, heh?" Bengis sekali suara Ban Hun Shia.
Didalam kalangan Kangouw dia sangat disegani dan
dihormati oleh orang-orang rimba persilatan. Bahkan
orang-orang Kangouw itu pada umumnya jika bertemu
dengan dirinya akan menggigil ketakutan, akan berusaha
menghindar secepat mungkin, jika perlu mereka akan
287 berlutut menyembah meminta agar mereka tidak dicelakai
Ban Hun Shia. Mereka begitu ketakutan.
Tetapi Tat Mo Cauwsu ini, dengan sikapnya seperti itu,
seperti juga meremehkan dirinya. Tentu saja membuat Ban
Hun Shia Kvvan Hu Thong jadi gusar bukan main, karena
dia merasa dirinya diremehkan dan itu merupakan suatu
penghinaan yang tidak bisa diterima olehnya.
Tat Mo Cauwsu membawa sikap yang sabar sekali, dia
pun dengan tenang dan sabar seperti tadi berkata:
"Omitohud. Benar2 Siecu seorang yang tidak sabar. Nafsu
belaka tanpa pertimbangan hanya akan membuat Siecu
kurang kebijaksanaan, dan juga bisa membawa akibat yang
buruk buat Siecu sendiri."
"Aku tidak perlu nasehatmu. Tujuh puluh tahun lebih
aku telah berada di dunia ini tidak perlu kau nasehati lagi,
aku tahu apa yang perlu kulakukan!"
Sambil berkata begitu, Ban Hun Shia yang sudah tidak
bisa mempertahankan diri, segera juga menjejakkan
kakinya, tubuhnya tahu2 menyambar menerjang ke depan,
gerakannya cepat sekali bagaikan seekor burung rajawali
belaka, kedua tangannya telah ditonjokkan ke depan. Dan
yang luar biasa adalah gerakannya yang begitu cepat,
sehingga sulit untuk diikuti oleh pandangan mata biasa.
Tat Mo Cauwsu tetap tidak bergerak dari tempatnya, dia
merasa kagum menyaksikan gerakan Ban Hun Shia Kwan
Hu Thong, diam2 dia berpikir: "Orang She Kwan ini
memiliki kepandaian yang baik sekali, jarang kulihat orang
memiliki kepandaian setinggi dia, sayang adatnya terlalu
berangasan" Dan sambil berpikir begitu, Tat Mo Cauwsu telah
angkat tangan kanannya, dia telah menerima hantaman
kedua telapak tangan Ban Hun Shia secara bergantian.
288 Tat Mo Cauwsu menangkis dalam sikap menerima
serangan Ban Hun Shia dengan telapak tangannya itu
seperti juga tidak mempergunakan tenaga. Namun
kesudahannya benar2 hebat.
Ban Hun Shia Kwan Hu Thong merupakan seorang
datuk dari kelima datuk yang memiliki kepandaian paling
sempurna diseluruh daratan Tionggoan. Karena dari itu, dia
memiliki pengetahuan yang sangat luas sekali.
Siapa tahu, sekarang justru Tat Mo Cauwsu telah bisa
menerima serangannya itu dengan demikian mudah dan
dengan sama mudahnya juga Tat Mo Cauwsu telah
membuat dia tidak berdaya sama sekali, tenaganya seperti
lenyap dan membuatnya jadi tidak berdaya untuk merubuhkan Tat Mo Cauwsu dalam jurus pertama itu.
Tat Mo Cauwsu seorang pendiri Siauw Lim Sie, yang
dikenal sebagai Guru Besar di daratan Tionggoan. Justru
sebutan Guru Besar terhadap Tat Mo Cauwsu itu membuat
Ban Hua Shia jadi tidak puas, dan dia datang menyatroni.
Walaupun diluarnya dia seperti juga tidak-memandang
sebelah mata pada Tat Mo Cauwsu toh kenyataannya dia
tetap berwaspada, karena dia menyadari bahwa Tat Mo
Cauwsu merupakan seorang pendeta yang memiliki
kepandaian telah sempurna. Juga tadi waktu Tat Mo
Cauwsu keluar dengan jalan melompat jendela kamar
semendhinya, dia sebagai seorang yang telah mahir
kepandaiannya, dapat melihat serta mengetahuinya ilmu
meringankan Tat Mo Cauwsu benar-benar sangat
sempurna. Kegagalannya dalam jurus pertama ini tidak membuat
Ban Hun Shia menjadi kaget atau kecewa. Justru begitu
merasakan tenaga hantaman kedua telapak tangannya
seperti lenyap, dia telah membatalkan serangannya,
289 menarik pulang kedua tangannya. Dengan menuruti salah
satu langkah Pat Kwa, segi delapan, yaitu menurut
kedudukan Pat Tauw atau delapan kedudukan bintang, dia
telah melangkah dengan tubuh yang sebentar terhuyung ke
kiri atau ke kanan, dengan gerakan seperti itu dia
tampaknya bagaikan tengah mabuk arak. Dan juga gerakan
tubuhnya memang aneh. Tat Mo Cauwsu mengawasi sejenak, tampaknya
pendeta ini kagum juga melihatnya. Hanya setelah melihat
selintasan, dan disaat Ban Hun Shia masih bergerak kesana
kemari dengan gerak langkah Pat Kwa, Tat Mo Cauwsu
malah merangkapkan kedua tangannya. "Siancai. Siancai.
Itulah ilmu silat yang sangat berharga dan liehay sekali.
Hanya saja masih ada satu dua kelemahannya...." kata Tat
Mo Cauwsu. Semula waktu Tat Mo Cauwsu merangkapkan
tangannya. Ban Hun Shia menduga bahwa Tat Mo Cauwsu
mulai akan menyerangnya, dia ber-siap2 dan mengempos
semangatnya, Namun siapa tahu justru Tat Mo Cauwsu
merangkapkan tangannya itu bukan untuk menyerang,
hanya untuk memberi hormat dan juga "mencela" bahwa
ilmu langkah ajaibnya itu masih terdapat satu dua
kelemahannya. "Baik. Baik." berseru Ban Hun Shia murka "Jika
memang kau bisa merubuhkan langkah ajaib ini dan juga
berhasil untuk melindungi dirimu selama sepuluh jurus dari
seranganku, aku akan berlutut dihadapanmu."
Tat Mo Cauwsu segera juga tersenyum sabar, katanya:
"Sabar, sabar, penghormatan seperti itu sama sekali tidak
diharapkan oleh Loceng. Hanya ada baiknya jika memang
kita bertukar pikiran membicarakan berbagai kelemahan
dan kehebatan ilmu silat, bukankah dengan demikian kita
290 bisa mengetahui dibagian mana yang lemah dari ilmu kita
itu?" "Terimalah ini." Ban Hu Shia yang sudah tidak bisa
menahan sabar segera juga melangkah dengan tubuh
dimiringkan kekiri, dia menyerang dengan mempergunakan
tangan kirinya yang ditekuk sebatas dada, sedangkan
tangan kanannya telah dihantamkan. Tenaga lwekang yang
dipergunakannya datang bergelombang. Gelombang yang
kedua lebih kuat dari gelombang yang pertama. Demikian
juga dengan gelombang ketiga lebih kuat dari gelombang
yang kedua. Begitu seterusnya.
Sedangkan Tat Mo Cauwsu tidak terkejut oleh serangan
tersebut, hanya saja pendeta ini memuji, katanya: "Bagus.
Bagus! Ternyata memang inilah ilmu yang hebat sekali.
Hanya masih ada beberapa kelemahan yang perlu
diperbaiki Kwan Siecu, agar memperoleh kesempurnaan
ilmu ini." Ban Hun Shia adalah seorang datuk yang disegani oleh
keempat datuk lainnya, yang memiliki kepandaian cukup
sempurna. Maka dari itu, dia mana bisa mempercayai
dengan hanya melihat sebentar saja Tat Mo Cauwsu bisa
mengetahui kelemahan dari ilmunya yang telah digubahnya
selama puluhan tahun itu" Bukankah hal itu malah
membuat Ban Hun Shia semakin penasaran. Dia
mengempos semangatnya dan menyerang semakin kuat
juga. Angin dari pukulannya itu menyambar menderu-deru
ke diri Tat Mo Cauwsu. Sedangkan Tat Mo Cauwsu tetap dengan sikapnya yang
tenang dan sabar. Jurus pertama itu diterimanya dengan
gerakan tubuh yang sangat lincah sekali. Tanpa dapat
dilihat gerakannya, tahu2 tubuhnya telah berpindah tempat,
berada di sebelah kanan dari lawannya itu.
291 Dan Tat Mo Cauwsu tersenyum sabar sambil katanya:
"Seharusnya jurus ini disempurnakan dengan tangan kanan
ditekuk sedikit kedalam, kemudian perut dikempiskan
menghisap udara bersih untuk memperkuat lwekang, dan
tangan kiri yang menggantikan kedudukan tangan kanan
menghantam dengan tiga bagian tenaga dalam. Hasilnya
jauh lebih memuaskan dibandingkan dengan jurus yang tadi
dipergunakan Siecu."
Hati Ban Hun Shia tercekat kaget. Sebagai seorang yang
memiliki kepandaian sempurna, keterangan singkat dari Tat
Mo Cauwsu itu segera dimengertinya.
Diapun diam2 mengakuinya, bahwa jika memang
menuruti cara yang diberitahukan oleh Tat Mo Cauwsu,
tentu akan membuat pukulan pertamanya itu jauh lebih
hebat jika dibandingkan dengan caranya seperti tadi.
Tetapi, dari menerima kebaikan itu, justru Ban Hun Shia
semakin penasaran. Dari penasaran dia jadi murka. Disertai
bentakan yang bengis, dia menyerang lagi jauh lebih hebat,
dan tenaga yang dipergunakannya itu lebih kuat dari yang
pertama. Tangan kirinya dengan dua jari ditekuk, tiga jari
tangannya, jari telunjuk, tengah dan manis, dipergunakan
untuk mengorek biji mata lawannya, disamping itu juga
untuk menotok jalan darah penting tepat di tengah2 batang
hidung, dengan mempergunakan jari tengah. Jelas itulah
cara menyerang yang luar biasa sekali, karena jika gagal
dengan serangan mengorek kedua biji mata lawan, serangan
Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu masih bisa dipergunakan untuk menotok jalan darah
dibatang hidung lawan, Tat Mo Cauwsu menggeleng kepala perlahan, diamdiam dia menyesali akan ketelengasan cara menyerang
lawannya ini. "Ilmu silatnya memang sempurna, hanya dia
agak tersesat" pikir Tat Mo Cauwsu.
292 Tidak sulit buat Tat Mo Cauwsu menghindarkan diri
dari serangan lawannya, karena mudah saja Tat Mo
Cauwsu mengangkat tangan kirinya, disilang dengan
tangan kanannya, tahu2 dia telah "mengunci" tangan Ban
Hui Shia. Ban Hun Shia terkejut bukan main, jika memang
tangannya "terkunci" oleh kedua tangan Tat Mo Cauwsu,
itulah berbahaya sekali dan Ban Hun Shia juga mengerti,
bahaya apa yaag akan diterimanya akibat "terkunci" seperti
itu. Berarti tulang pergelangan tangannya bisa remuk dan
tenaga untuk menarik tangannya lenyap, tidak bisa
meneruskan serangannya, juga tidak bisa untuk
menghindarkan diri lagi. Dia bisa berbahaya dua kali dalam
saat itu, bahaya pergelangan tangannya hancur lumat
tulangnya menjadi remuk, juga bahaya kalau memang
waktu itu Tat Mo Cauwsu membarengi menyerang lagi,
tentu dia tidak sanggup menghindarkan diri, pasti menjadi
korban dari Tat Mo Cauwsu.
Walaupun dalam keadaan terjepit seperti itu. Bau Hun
Shia tidak menjadi gugup. Dia cepat merobah
kedudukannya, tangannya seperti diganduli oleh kekuatan
seribu kati, tahu2 merosot turun cepat sekali kebawah,
sehingga "kuncian" kedua tangan Tat Mo Cauwsu telah
gagal dan tak berhasil sama sekali.
Dan Ban Hun Shia tidak tinggal diam, ia membarengi
kedua tangannya lolos dari jepitan kedua tangan Tat Mo
Cauwsu, cepat bukan main dia telah membarengi mengulur
tangannya itu untuk mencengkeram dada Tat Mo Cauwsu.
Gerakan yang dilakukannya begitu dahsyat jarang ada
orang yang bisa menghindarkan diri dari serangan seperti
yang dilakukan Ban Hun Shia.
293 Namun Tat Mo Cauwsu benar2 telah memiliki
kepandaian yang sampai pada puncak kesempurnaan,
karena dengan mudah dia telah mempergunakan jari
telunjuknya yang di lonjorkan akan menotok pundak
sebelah kanan lawannya. Totokan itu tampaknya totokan biasa saja, tapi sebagai
seorang yang memiliki kepandaian mahir seperti Ban Hun
Shia, dia mengerti apa arti totokan tersebut.
Memang benar tanpa dielakkan, cengkeramannya itu
akan berhasil mencengkeram dada Tat Mo Cauwsu, dan
akan membuat dada Tat Mo Cauwsu tercengkeram robek
atau juga pendeta itu akan mengalami derita terluka
didalam jika saja lwekangnya tidak sempat untuk bereaksi.
Namun yang hebat adalah Ban Hun Shia sendiri, jika dia
berhasil mencengkeram, totokan jari telunjuk Tat Mo
Cauwsu akan mengenai jalan darah Lung-kie-hiat di
pundaknya, jalan darah itu jika kena ditotok, terlebih lagi
oleh jari telunjuk seorang yang memiliki lwekang begitu
hebat seperti Tat Mo Cauwsu, tidak ampun lagi dia akan
sesak napasnya dan dalam satu dua detik dia sudah putus
jiwa kalau urat nadinya itu terhancurkan oleh tolakan itu.
-o0od0wo0o- JILID: IX TERPAKSA Ban Hun Shia Kwan Hu Thong menarik
pulang tangannya membatalkan serangannya. Dan dia
melompat mundur dengan muka berubah merah padam,
berubah lagi pucat, lalu kehijau-hijauan, karena dia gusar
sekali, sampai dadanya dirasakan ingin meledak. Dia
melihat dengan mata kepala sendiri, Tat Mo Cauwsu selalu
bergerak dengan seenaknya, bahkan sama sekali dia tidak
294 menggerakkan tangan dan tubuhnya berlebihan, merupakan
gerakan yang ayal-ayalan, namun setiap sasaran yang di
incarnya merupakan sasaran yang memaksa Kwan Hu
Thong selalu membatalkan serangannya. Dengan demikian
Tat Mo Cauwsu belum pernah membalas menyerang, justru
Kwan Hu Thong sendirilah yang takut akan akibat dari
serangannya sendiri yang bisa mencelakai dirinya, jika
memang dia terlalu mendesak dan memaksa dengan
serangannya itu, dan selalu dia terpaksa membatalkan
serangannya dengan penjagaan yang begitu hebat oleh Tat
Mo Cauwsu. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Tat Mo Cauwsu
benar2 memiliki kepandaian yang benar2 sempurna sekali.
Tiat Tauw Kie sendiri berulang kali melihat gurunya
membatalkan serangannya. Padahal dilihatnya bahwa
gurunya itu sama sekali tidak diserang hebat oleh Tat Mo
Cauwsu. Diam2 Tiat Tauw Kie jadi terheran2, dia tidak mengerti,
mengapa gurunya yang biasanya tangguh, kini dihadapan
Tat Mo Cauwsu seperti berobah jadi seorang pengecut, dan
setiap kali dia menyerang dan belum lagi serangannya itu
mencapai sasarannya, dia selalu menarik puiang kembali
serangannya tersebut. Dengan demikian, Tiat Tauw Kie
jadi geregetan sendirinya.
Sama sekali Tiat Tauw Kie tidak mengetahui bahwa
gurunya beberapa kali bagaikan lolos dari lubang jarum.
Jika saja kepandaian Ban Hun Shia kurang sempurna, tentu
ia akan menjadi korban yang mengecewakan sekali di
tangan Tat Mo Cauwsu. Dan berkat memang kepandaian
Ban Hun Shia yang sempurna, sehingga membuat dalam
pertarungan beberapa jurus dia tidak menjadi korban
kesembronoannya itu. 295 Bakan main penasarannya Ban Hun Shia, dia berdiri
tertegun sejenak untuk mengatur jalan pernapasannya.
Dilihatnya beberapa manusia tengah mendatangi dengan
cepat dan ringan. Ternyata Toajing bersama beberapa orang Persia
lainnya telah datang ke tempat tersebut. Mereka terkejut,
tapi melihat Tat Mo Cauwsu sang Buddha Hidup
Kedelapan itu, tetap tenang dengan senyum yang sabar,
mereka tidak berkuatir untuk Tat Mo Cauwsu, karena
mereka memang mengetahui akan kesempurnaan ilmu
Buddha Hidup Kedelapan tersebut. Lalu menyusul Sam Liu
Taisu, Sin Ceng Taisu. dan murid2 Siauw Lim Sie lainnya
telah berdatangan. Melihat itu, Tat Mo Cauwsu merangkap sepasang
tangannya, dia memberi hormat kepada Ban Hun Shia.
"Siancail Siancai! Maafkan Loceng tidak bisa menemani
Siecu main-main lebih lama. Dan jika memang Siecu telah
kembali ke tempat Siecu, nanti Siecu pikirkan perlahan
lahan akan apa yang Loceng katakan tadi, tentu kepandaian
Siecu akan jauh lebih sempurna!"
Baru saja Tat Mo Cauwsu berkata sampai disitu, justru
Ban Hun Shia mengeluarkan suara bentakan yang bengis
sekali, ia melompat sambil menghantam dengan
mempergunakan delapan bagian tenaga dalamnya.
Tat Mo Cauwsu tidak menyangka orang akan
menyerang dengan cara setengah membokong. Bukankah
Ban Hun Shia merupakan seorang datuk persilatan yang
namanya sangat harum" Inilah yang membuat Tat Mo
Cauwsu jadi kurang senang.
"Orang ini benar2 tampaknya tersesat, jurus2 ilmu
silatnya itupan merupakan aliran sesat!" berpikir Tat Mo
Cauwsu, dilihatnya serangan lawannya sudah dekat sekali,
296 maka pendeta sakti Siauw Lim Sie tersebut mengibaskan
lengan jubahnya. Luar biasa sekali. Cepat bukan main terjadi benturan
yang keras dan kuat. Tubuh Tat Mo Cauwsu tergetar
sedikit, tapi pendeta sakti Siauw Lim Sie ini berdiri tegak
ditempatnya tanpa bergeming, dan diapun masih tersenyum
sabar, wajahnya juga tidak berubah.
Yang hebat adalah Ban Hun Shia. tubuhnya terpental
empat tombak lebih. Dia berjumpalitan sambil menahan
napas, agar tidak perlu sampai terbanting. Tubuhnya
meluncur turun dan dia bisa berdiri tegak kembali. Di
tangan kanannya tampak tercekal ujung lengan jubah
sipendeta Siauw Lim Sie, sedangkan ditangan Tat Mo
Cauwsu sendiri tampak tercekal secarik potongan kain dari
baju didekat dada Ban Hun Shia!
Rupanya dalam waktu beberapa detik itu, yang terjadi
benturan tersebut, baik Tat Mo Cauwsu dan Ban Hun Shia
telah saling mengeluarkan kepandaian mereka. Tangan
mereka bergerak begitu cepat, sehingga selain Sam Liu
Taisu maupun Sin Ceng Taisu, yang lainnya tidak melihat
gerakan kedua orang itu. Mereka masing2 ternyata
berusaha mencengkeram waktu tangan mereka saling
bentur. Ban Hun Shia berusaha mencengkeram bagian
ketika dari pendeta sakti Siauw Lim Sie itu, dia berhasil.
Untuk menghindarkan diri Tat Mo Cauwsu sudah tidak
keburu, karena jubah dibagian dadanya telah kena
dicengkeram seperti itu, didekat ketiaknya.
Satu2nya jalan, Tat Mo Cauwsu terpaksa membalas
menyerang juga, mencengkeram bagian lengan dari Ban
Hun Shia. Tapi Ban Hun Shia mengeluarkan seruan kaget,
dia menarik pulang tangannya, yang dijadikan sasaran
adalah lengan jubah Tat Mo Cauwsu yang kena
dicengkeram robek karenanya. Sedangkan Tat Mo Cauwsu
297 berhasil cengkeramannya menyebabkan baju didekat dada
dari lawannya kena dirobek pecah dan potongan kain itu
berada di tangannya. Ban Hun Shia tertawa dingin, katanya "Bagus, sekarang
kita masing2 telah melihat siapa yang lebih unggul. Nah,
dilain kesempatan kita bertemu '*'
Setelah berkata begitu, sengaja Ban Hun Shia
melemparkan cabikan kain dari ujung lengan jubah Tat Mo
Cauwsu ketanah, dengan maksud mengejek pendeta sakti
itu. Tetapi Tat Mo Cauwsu tetap bersikap sabar, dia masih
tersenyum dengan wajah tidak berobah sama sekali.
Pendeta inipun telah membuang potongan kain baju
lawannya, hanya waktu melihat Ban Hun Shia mengajak
Tiat Tauw Kie untuk berlalu, Tat Mo Cauwsu telah berseru
"Tahan!" Ban Hun Shia tercekat hatinya, tapi kemudian dia gusar,
karena menganggap Tat Mo Cauwsu ingin merintangi
kepergiannya. "Oh, kau menghendaki kita mengadu jiwa
sampai salah seorang diantara kita terbinasa?"
Tat Mo Gauwsu menggeleng sabar. "Siecu salah paham
lagi!" katanya "Ada, sesuatu barang yang terlupa oleh
Siecu, nah Siecu terimalah!" Sambil berkata begitu, Tat Mo
Cauwsu mengeluarkan dari dalam lengan jubahnya
sebatang kipas lipat diangsurkannya.
Muka Ban Hun Shia berobah hebat, jadi pucat.
Jika sebelumnya dia masih beranggapan bahwa
kepandaiannya setaraf deagan Tat Mo Cauwsu, mereka
setingkat, sebab Tat Mo Cauwsu dapat merobek sepotong
kain bajunya, juga dia berhasil merobek sepotong ujung
lengan jubahnya. Namun siapa tahu, Tat Mo Cauwsu benar
298 benar liehay. Kipas itu selalu diletakkan didalam, dan tadi
tidak merasa tangan Tat Mo Cauwsu telah mengambil
kipasnya waktu tangannya belum merobek baju di dadanya,
dengan demikian, jika saja ia tadi bermaksud jelek padanya
menurunkan tangan maut, berarti dia telah dapat
mencelakainya. Dengan muka yang berobah merah, Ban
Hun Shia menyambuti kipas yang dilontarkan Tat Mo Cauwsu, dia telah menerimanya dengan tangan kanan,
dimasukkan ke dalam saku, dengan muka yang merah
karena malu dan tanpa mengatakan suatu apapun juga, dia
memutar tubuhnya melompat meninggalkan Siauw Lim
Sie. Tiat Tauw Kie sendiri juga telah mencelat ikut pergi
bersama gurunya. Tat Mo Cauwsu tersenyum, kepada kedelapan
Pelaksana Istana Awan dan murid2nya, ia menjelaskan
persoalan yang sebenarnya. Dan semua orang segera
menduga, tentunya kebakaran di belakang kuil Siauw Lim
Sie disebabkan oleh Ban Hun Shia yang sengaja
menimbulkan kebakaran itu untuk mengalihkan perhatian
murid2 Siauw Lim Sie. Bukan main mendongkolnya
mereka. Namun Tat Mo Cauwsu justru telah menghibur
mereka, dan juga dia mengatakan kerusakan akibat
kebakaran itupun tidak terlalu hebat, dan mudah untuk
diperbaikinya. -o0od0wo0oBAN HUN SHIA Kwan Hu Thong berlari dengan gesit
sekali menuruni gunung Siauw Sit San, dibelakangnya
tampak mengikuti muridnya yang nomor tiga, yaitu Tiat
Tauw Kie. Waktu itu Ban Hun Shia tengah diliputi
kegusaran dan penasaran yang sangat, karena Tat Mo
Cauwsu telah merubuhkannya begitu mudah, tanpa
bertempur berTsungguh2, dimana tampaknya Tat Mo
299 Cauwsu sama sekali tidak memberikan perlawanan, namun
akhirnya justru dirinya yang telah dirubuhkan begitu
mudah. Dan hal itu memang hati kecil Kwan Hu Thong
mengakuinya bahwa kepandaian Tat Mo Cauwsu benar2
luar biasa dan memiliki kehebatan yang tidak pernah
dimiliki orang lain.. Kelebihan lainnya adalah kesabaran
Tat Mo Cauwsu yang memiliki kesabaran tidak pernah
tergoyahkan walaupun telah diserang seperti itu oleh Ban
Hun Shia, sama mudahnya seperti juga pendeta itu hanya
membalikkan telapak tangannya.
Namun, walaupun telah menyaksikan bahwa Tat Mo
Cauwsu tidak percuma memakai gelar Guru Besar, sebab
kepandaiannya yang luar biasa itu, namun Ban Hun Shia
tetap penasaran dan mendongkol sekali.
Di hati kecilnya telah tersimpan rasa dendam, dan dia
ingin pergi kesuatu tempat, untuk mengurung diri dan
berlatih sekuat
Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tenaga guna mencapai puncak kesempurnaan yang lebih tinggi lagi. Dia digelari Ban Hun
Shia atau Selaksa Arwah Sesat, karenanya pikirannyapun
selalu diliputi oleh kesesatan. Diapun telah berpikir, jika
memang ia menghubungi datuk2 lainnya, untuk bantu
mengepung Tat Mo Cauwsu, maka Guru Besar itu tidak
berdaya. Memang Ban Hun Shia dirubuhkannya dengan
mudah, namun dia hanya seorang diri. Jika memang ia bersama2 keempat datuk lainnya mengepung Tat Mo Cauwsu,
walaupun bagaimana tingginya kepandaian Guru Besar itu,
tidak nantinya Tat Mo Cauwsu bisa sekaligus menghadapi
mereka berlima. Datuk2 persilatan yang masing2 memiliki
kepandaian yang sempurna.
Tiat Tauw Kie menyaksikan gurunya berlari seperti itu,
telah mengikuti dengan mengempos seluruh kekuatannya.
Karena dia telah berusaha menyusul gurunya, namun sia2
belaka, selalu tertinggal dibelakang, napasnya juga telah
300 memburu keras sekali, karena waktu itu dia telah
mengerahkan seluruh tenaganya untuk dapat berlari
secepatnya, namun tetap ia tidak bisa mengimbangi lari
gurunya yang begitu cepat dan gesit, malah akhirnya Tiat
Tauw Kie sendiri yang menderita, napasnya memburu,
sepasang kakinya letih bukan main, keringat telah
mengucur deras dari sekujur tubuhnya.
Jika saja dalam keadaan biasa, tentu dia akan meneriaki
gurunya, agar berhenti sebentar, supaya dia bisa
beristirahat. Namun Tiat Tauw Kie mengetahui gurunya
waktu itu tengah gusar sekali, penasaran karena dirubuhkan
Tat Mo Cauwsu, dan ia kuatir, jika ia meminta gurunya
berhenti untuk beristirahat, ia bisa dilimpahkan penasaran
gurunya itu, di mana ia akan dijadikan sasaran gurunya
melampiaskan kemarahannya itu. Karena Tiat Tauw Kie
telah berdiam saja, hanya dia mengerahkan seluruh tenaga
yang ada padanya untuk berlari lebih cepat, walaupun telah
lelah, namun dia terus juga berusaha untuk mengejarnya.
Ban Hun Shia rupanya mengetahui juga muridnya yang
tertinggal jauh. Akhirnya ia berhenti berlari ditepi samping
gunung yang curarn sekali. Dijalan kecil itu, jika seseorang,
tergelincir dan masuk kedalam jurang, walaupun
kepandaiannya tinggi luar biasa, jangan harap orang
tersebut bisa selamat, tentu akan menemui ajalnya didasar
jurang yang curam dan sangat dalam itu.
Tiat Tauw Kie tiba dihadapan gurunya dengan napas
yang memburu, mukanya merah-padam, keringat
memenuhi wajah dan tubuhnya, sehingga pakaiannya
basah kuyup. "Suatu saat kita harus kembali kemari, untuk
mengadakan perhitungan dengan pendeta keparat itu"
menggumam Ban Hun Shia. 301 Tiat Tauw Kie mengiyakan.
"Jika memang aku hari ini dirubuhkan oleh pendeta
keparat itu, hal itu diperolehnya karena dia memiliki
semacam ilmu sihir jadi ia mengaku sebagai Guru Besar
dari pintu perguruan yang lurus, namun kenyataan yang
ada, ia seorang pendeta yang sesat, dan juga memiliki ilmu
sihir yang akan dipergunakan terhadap lawan2nya. Jika tadi
ia mengadakan perlawanan padaku dengan mempergunakan ilmu silat biasa saja, tentu aku tidak
mungkin rubuh ditangannya'! Nah, Tauw Kie, kau tentu
melihatnya, bukan bahwa pendeta itu sama sekali tidak
berusaha untuk memberikan perlawanan, hanya setiap kali
dia menggerakkan tangannya, maka tenagaku seperti
lenyap, dan itu berarti dia telah mempergunakan ilmu
sihirnya. Dengan demikian, aku jadi tidak berdaya untuk
mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenagaku. Dan jika
aku harus bertempur terus dengannya, jelas aku akan
dirugikan tidak sedikit olehnya. Karena itu aku
memutuskan untuk berlalu dulu. Nanti aku akan
membicarakan perihal pendeta India yang keparat itu, yang
ingin menjagoi Tienggoan dengan mempergunakan bantuan
ilmu sihirnya itu pada keempat Datuk lainnya. Jika
memang pendeta itu membahayakan, maka lebih baik kami
berlima memberantasnya"
Tiat Tauw Kie mengangguk, "Ya suhu. seperti suhu
lihat, kepandaian silat dari pendeta itu dan murid-muridnya
tidak terlalu hebat, tetapi yang sulit dihadapi adalah ilmu
sihirnya! Seperti tecu telah katakan, bahwa tecu telah
dirubuhkan dengan ilmu sihir dari murid Tat Mo Cauwsu"
kata Tiat Tauw Kie. Ban Hun Shia mengangguk. "Ya, jika memang
demikian, kita harus berusaha mencari pemecahannya,
guna menghadapi ilmu sihir dari pendeta keparat itu,
302 setelah itu barulah kita berusaha merubuhkan dan
menumpasnya!" Tiat Tauw Kie mengiyakan.
Begitulah, mereka guru dan murid telah menuruni
gunung Siauw Sit San. Tetapi belum lagi mereka tiba dikaki gunung, waktu itu
tampak dua orang tengah mendatangi kearah mereka.
Tampaknya kedua orang itu ingin mendaki gunung Siauw
Sit San tersebut. Ban Hun Shia perintahkan muridnya berhenti, dia
mengawasi dengan tajam, katanya "Yang seorang adalah
pendeta asing, sama seperti Tat Mo Cauwsu, sedangkan
yang seorang lagi adalah seorang Han. Siapa mereka" Atau
mereka murid2 Tat Mo Cauwsu" Jika mereka memang
murid Tat Mo Cauwsu, biarlah aku permainkan mereka
untuk melampiaskan, kemendongkolanku"
Setelah berkata begitu, tanpa menantikan jawaban dari
Tiat Tauw Kie, tampak Ban Hun Shia telah melompat
dengan gesit sekali, guna memapak kedua orang yang ingin
mendaki gunung Siauw Sit San atau Siong San itu.
Kedua orang yang tengah mendatangi itu memang
seorang pendeta dan seorang lainnya adalah seorang Han.
Yang pendeta, dilihat dari pakaiannya, raut mukanya,
maupun hidung dan matanya, menunjukkan bahwa dia
adalah seorang pendeta India. Mereka berdua tampaknya
heran melihat seseorang dengan gerakan ringan dan lincah
sekali telah menghadang dihadapan mereka. Semula waktu
mereka melihat Ban Hun Shia bersama muridnya, mereka
menyangka bahwa Ban Hun Shia dan muridnya itu baru
saja berkunjung ke Siauw Lim Sie untuk bersembahyang,
atau memang juga penghuni di Siauw Lim Sie juga. Namun
setelah Ban Hun Shia menghadang di hadapan mereka
303 dengan wajah yang bengis, mata yang memancarkan sinar
yang tajam mengandung permusuhan, seketika mereka
mengetahui bahwa Ban Hun Shia tidak mengandung
maksud baik Karenanya orang Han itu telah maju kedepan
dia merangkapkan tangannya: "Kami ingin pergi ke Siauw
Lim Sie, harap Siecu membuka jalan buat kami"
Bola mata Ban Hun Shia mencilak. Dia mendengus
tertawa mengejek, katanya "Kalian sahabat-sahabat Tat Mo
Cauwsu?" Pendeta India itu tersenyum, dia mewakili orang Han
itu menyahuti "Bisa disebut begitu, bisa juga tidak. Sebelum
kami bertemu dengan Tat Mo Cauwsu, kami belum bisa
mengatakan apakah kami ini sahabat Tat Mo Cauwsu atau
bukan! Harap Siecu mau membuka jalan buat kami! Lolap
Bianlu Syamar dan sahabat Lolap ini Thio Yang Lin, ingin
pergi menemui Tat Mo Cauwsu! Atau memang Siecu
merupakan sahabat dari Guru Besar itu?"
Ban Hun Shia memang sedang uring-uringan, dia tengah
mengumbar kemendongkolannya dan penasarannya, dan
sekarang melihat pendeta itu adalah seorang pendeta India,
sama halnya seperti Tat Mo Cauwsu, Ban Hun Shia
berpikir bahwa ini adalah suatu kesempatan yang sangat
baik sekali baginya. Karena itu dia ingin menimpahkan
kemendongkolannya dan kemarahannya hatinya pada
pendeta India yang seorang ini, yaitu Bianlu Syamar.
"Hemm, aku tidak perkenankan kalian mendaki Siauw
Sit San, jika memang kalian ingin pergi ke Siauw Lim Sie,
kalian harus memberikan penghormatan kepadaku dengan
cara berlutut dan menganggukkan kepala kalian sampai tiga
belas kali, memberikan penghormatan besar. Barulah aku
bersedia mengijinkan kalian mendaki Siauw Sit San!"
304 Muka Thio Yang Lin berobah, dia jadi tidak senang,
sedangkan Bianlu Syamar tampak tenang2 saja. Dia bilang
dengan suara sabar: ''Jika memang demikian, harap Siecu
menjelaskan apa alasan-alasannya untuk pergi ke Siauw
Lim Sie harus menjalankan penghormatan besar kepada
Siecu, atau memang Siecu memiliki tugas untuk
menyambut tamu dengan cara seperti itu atau memang jika
ingin bertemu dengan seorang Guru Besar seperti Tat Mo
Cauwsu, maka orang yang akan mengunjunginya atau
bertemu dengannya, harus memberikan penghormatan
besar pada penyambut tamunya?"
Ban Hun Shia telah tertawa mengejek, katanya dengan
bengis kasar: "Kau tidak perlu mengoceh panjang lebar.
Jika memang kalian mematuhi perintahku, berlutut
memberikan penghormatan besar padaku, kalian boleh
mendaki terus mendatangi Siauw Lim Sie, tetapi jika tidak,
hemmm, hemmm, aku tidak akan membiarkan siapapun
berlalu dari tempat ini!"
"Oh, begitu hebat keangkeran Tat Mo Cauwsu, sehingga
menempatkan seorang penyambut tamu disini untuk
melakukan penghormatan besar" kata Thio Yang Lin yang
sudah tidak bisa menahan kemarahannya.
Seharusnya, jika Ban Hun Shia dalam keadaan biasa
dan bukan dalam keadaan gusar, juga penasaran seperti itu.
tentu dia akan menyadari bahwa kedua orang ini sama
sekali bukan sahabat Tat Mo Cauwsu. Seperti apa yang
dikatakan Bianlu Syamar maupun Thio Yang Lin, mereka
memang belum dan bukan, saling kenal dengan Tat Mo
Cauwsu. Akan tetapi justru Ban Hun Shia tengah murka
dan penasaran, perkataan Bianlu Syamar dan Thio Yang
Lin telah disalah tafsirkan, malah Ban Hun Shia jadi gusar
bukan main. "Baik. Memang Tat Mo Cauwsu seorang
Guru Besar yang angker, seorang Guru Besar yang sangat
305 hebat dan luar biasa kepandaiannya. Memang kalian
pendeta-pendeta dari Thian Tiok memiliki kepandaian yang
hebat l Aku Ban Hun Shia Kwan Hu Thong ingin melihat
berapa kehebatan kau ini, keledai gundul"
Ternyata Ban Hun Shia telah salah paham. Justru dia
menduga kedua orang ini mengagulkan dan membanggabanggakan Tat Mo Cauwsu, karenanya dia jadi tambah
murka. Dan disebabkan itu pula, dia telah mengumbar kemarahannya tersebut.
Bianlu Syamar dan Thio Yang Lin terkejut dan heran,
tetapi melihat sikap Ban Hun Shia merekapun menyadari
bahwa Ban Hun Shia tidak bermaksud baik pada mereka.
Malah, belum lagi mereka sempat berkata-kata lagi. Ban
Hun Shia telah menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat
dengan gerakan yang gesit bukan main, dia telah
mengulurkan tangan kanannya, menghantam kepada
Bianlu Syamar Pukulan yang dilakukan oleh Ban Hun Shia merupakan
pukulan yang luar biasa dan bisa mematikan, karena itu
Bianlu Syamar terkejut juga. Semula dia menduga Ban Hun
Shia dan muridnya itu, Tiat Tauw Kie, hanya orang-orang
yang berkepandaian biasa saja. Siapa tahu, begitu dia
membuka serangan justru tenaga serangan yang
dilakukannya itu luar biasa hebatnya.
Bianlu Syamar tetap bersikap tenang walaupun hatinya
tercekat, dia berpikir "Orang ini tampaknya bukan orang
sembarangan, kepandaiannya hebat sekali. Namun,
mengapa sifatnya begitu ugal-ugalan, terlalu urakan sekali?"
Dan sambil berpikir begitu, Bianlu Syamar telah mengegos
kesamping, menghindarkan diri dari pukulan Ban Hun
Shia. 306 Tetapi Ban Hun Shia yang dalam keadaan gusar itu,
menyerang hebat sekali. Dia memang memiliki kepandaian
yang tinggi sekait dia gagah dan juga didalam rimba
persilatan dia memiliki kedudukan sebagai salah seorang
Datuk dari kelima Datuk yaug ada, tidak terlalu
mengherankan dalam kemarahan yang meluap seperti itu,
Selaksa Arwah Sesat tersebut benar-benar jadi berbahaya
sekali. Bianlu Syamar yang memang selalu bersikap tenang,
kali ini jadi berpikir dua kali untuk menghadapi Ban Hun
Shia dengan biasa2 saja, karena jika dia tidak segera
memberikan perlawanan, dan hanya berkelit kesana kemari,
dirinya bisa dirugikan. Setelah dua jurus lewat, dimana Ban
Hun Shia dua kali gagal dengan serangannya, Bianlu
Syamar juga balas, menyerang. Tetapi pendeta ini
menyerang dengan menepukkan tangannya, begitu kedua
tangannya saling bentur, menimbulkan suara yang nyaring,
diapun berseru: "Ornitohud!" membarengi dengan mana
tubuhnya tahu2 berkelebat, dia telah melompat kebelakang
Ban Hun Shia, tangan kanannya menepuk, dia menepuk
ingin melumpuhkan tenaga Ban Hun Shia dan setelah itu
baru memberikan penjelasan padanya.
Ban Hun Shia mengetahui datangnya serangan tersebut,
dia tidak berkelit, manda membiarkan punggungnya
ditepuk Bianlu Syamar hanya saja dia telah mengerahkan
tenaga dalamnya melindungi punggungnya dan juga ia
memperkuat kuda2 kedua kakinya.
Begitu punggung terhantam, tanpa menoleh lagi Ban
Hun Shia telah menghantam kebelakang, tangannya
mengibas dengan kekuatan lwekang yang sangat dahsyat.
Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akibat gempuran Bianlu Syamar sebetulnya tidak hebat,
dia tidak bermaksud buruk, dan hanya sekedar menepuk
beberapa jalan darah dipunggung Ban Hun Shia, dengan
307 maksud agar tenaga Ban Hun Shia lumpuh dan punah
dengan demikian dia tentu lebih mudah untuk diberikan
pengertian. Tetapi Bianlu Syamar tidak pernah bermimpi bahwa
yang tengah dihadapinya ini adalah seorang Datuk dari
kelima Datuk yang menjagoi Rimba Persilatan di
Tionggoan ini. Begitu dia berhasil menepuk, dia jadi kaget
sendirinya. Punggung Ban Hun Shia lunak sekali selunak
kapas, dengan demikian tenaga tepukan itu seperti amblas
dan lenyap sendiri. Sedangkan yang membuat Bianlu Syamar lebih terkejut
lagi, belum dia menarik pulang tangannya, justru diwaktu
itu Ban Hun Shia telah menghantamnya tanpa menoleh
lagi. Bianlu Syamar cepat2 mengempos semangatnya yang
tadi ditepukkan pada punggung Ban Hun Shia tidak ditarik
pulang, karena jika dia menarik pulang tangannya yang
kanan untuk dipergunakan menangkis kibasan tangan Ban
Hun Shia, dia akan terlambat, disaat itu tentunya hantaman
Ban Hun Shia telah mengenainya terlebih dulu sebelum
tangannya sempat untuk menangkis. Disebabkan itulah
Bianlu Syamar telah menangkis dengan tangan kirinya.
Tangkisan Bianlu Syamar juga bukan tangkisan biasa
karena tenaga menangkisnya itu kuat sekali, untuk
mengimbangi kekuatan tenaga dalam yang dipergunakan
Ban Hun Shia dalam menyerangnya.
Dua kekuatan raksasa yang luar biasa hebatnya beradu,
dimana waktu tenaga dari Bianlu Syamar berhasil
membendung tenaga serangan Ban Hun Shia, terjadi
ledakan yang dahsyat sekali, tanah di sekitar mereka bukan
hanya tergetar saja, melainkan tanah itu seperti tergempur
sesuatu dan telah muncrat kesana kemari, dengan batu2
kerikil yang berterbangan! Itulah suatu tanda betapa
308 hebatnya tenaga gempuran dan tenaga menangkis dari
kedua orang itu, karena yang satu telah menyerang dengan
lwekang yang sudah luar biasa kuatnya, sedangkan Bianlu
Syamar telah menangkis dengan kekuatan lwekang yang
juga sangat hebat. Dengan demikian, yang menjadi korban
adalah tanah itu yang seperti terbongkar dan berhamburan,
sedangkan mereka masih tetap berdiri ditempat mereka
masing2 dengan tegak, hanya tubuh mereka telah kotor
sekali oleh tanah2 dan batu yang berterbangan itu, muka
mereka juga kotor sekali.
Ban Hun Shia kaget bukan main. Dia tidak menyangka
bahwa Bianlu Syamar demikian lihai. Memang dia
menyadarinya, bahwa Bianlu Syamar tidak selihai Tat Mo
Cauwsu, namun kepandaian pendeta India yang seorang ini
tidak berada dibawah kepandaiannya sendiri.
Ban Hun Shia telah merasakan hebatnya Tat Mo
Cauwsu, dimana pendeta yang menjadi cikal bakal Siauw
Lim Sie itu hanya dengan gerakan yang mudah sekali
berhasil merubuhkannya. Dan Bianlu Syamar ini, hanya
memiliki kepandaian yang berimbang dengannya, sebab
Bianlu Syamar menghadapi tenaga serangannya yang hebat
itu perlu dengan mempergunakan tenaga kekerasan juga.
Sedangkan Tat Mo Cauwsu dengan mempergunakan
kelunakan dan tenaga lembek, berhasil merubuhkan Ban
Hun Shia. Dengan demikian Ban Hun Shia mengetahui, Bianlu
Syamar tidak sehebat Tat Mo Cauwsu, namun diapun
harus waspada, karena untuk dirinya, Bianlu Syamar
merupakan lawan yang berat, karena kepandaian Bianlu
Syamar tidak berada disebelah bawahnya. Sebagai salah
seorang Datuk dari kelima Datuk yang menjagoi Rimba
Persilatan, dengan sendirinya ia menyadari bahwa Bianlu
309 Syamar ini seorang pendeta India yang lwekangnya tidak
bisa diremehkan. Tadi saja waktu tenaga dalam mereka saling bentur,
telah membuat Ban Hun Shia merasakan dadanya
menyesak. Dengan demikian dia segera dapat mengukur
berapa kehebatan kepandaian lawannya.
Tampak Bianlu Syamar telah melompat mundur sambil
merangkapkan kedua tangannya, dia juga berseru memuji
akan kebesaran Sang Buddha: "Siancai! Siancai, ternyata
Siecu merupakan seorang yang memiliki kepandaian sangat
tinggi sekali! Mengapa Siecu dengan memiliki kepandaian
yang begitu tinggi perlu membawa sikap seperti anak2"
Bukankah jika kita bicara secara baik2 kita dapat
menyelesaikan kesalah pahaman ini" Jika kita bersikeras
terus dengan mengukur kepandaian, tentu kita berdua akan
menjadi korban nafsu kita sendiri! Sadarlah Siecu.
Kepandaian Siecu mungkin jauh lebih tinggi dari
kepandaian Lolap" Sabar sekali waktu Bianlu Syamar
berkata begitu. Ban Hun Shia tengah gusar bukan main, dia sedang bersiap2 hendak mengadu jiwa. Namun ia jadi tertegun waktu
mendengar perkataan Bianlu Syamar yang begitu sabar,
dimana seperti juga Bianlu Syamar tidak mau
memperlihatkan kecongkakannya, dia malah lelah memuji
bahwa kepandaian Ban Hun Shia mungkin berada diatas
kepandaiannya, padahal kepandaian dari Bianlu Syamar
tidak berada dibawah kepandaiannya. Dalam satu kali
benturan yang terjadi seperti itu saja telah memperlihatkan
bahwa kepandaian dan lwekang dari pendeta Thian-tok itu
tidak berada dibawah tenaga dalamnya. Sebab jika memang
Bianlu Syamar berada dibawahnya, tentu pendeta itu sudah
siang2 terluka didalam yang parah. Justru kenyataan yang
ada memperlihatkan bahwa mereka berimbang, bukankah
310 setelah terjadinya benturan itu, mereka tidak ada yang
terluka" Tapi mengapa Bianlu Syamar bicara merendah seperti
itu" Untuk sejenak lamanya Ban Hun Shia berdiri tertegun,
tetapi kemudian ia tertawa dingin. Setelah ia berpikir
sejenak, justru kembali dia salah menafsirkan arti dan
maksud perkataan dari pendeta India itu. Bianlu Syamar
mengakui bahwa kemungkinan kepandaiannya berada di
bawah kepandaian Ban Hun Shia, namun Ban Hun Shia
menafsirkan perkataan itu malah sebagai ejekan buatnya.
Karenanya dia bertambah gusar, diiringi suara bentakan
yang bengis, dia telah menjejakkan kedua kakinya,
tubuhnya melompat lagi dengan kedua tangan terjujurkan
kedepan, dia menghantam saling susul, gerakannya itu di
sertai dengan kekuatan Iwekang yang sangat dahsyat sekali.
Bianlu Syamar semula menduga dengan dilawan sabar
seperti itu Ban Hun Shia akan menjadi tenang. Siapa tahu,
justru si Selaksa Arwah Sesat itu malah samakin ganas.
Kedua tangannya yang menyerang itu mengandung
kekuatan tenaga dalam yang bukan main hebatnya,
disamping memang angin serangan itu berkesiuran sangat
hebat sekali, menimbulkan deru bagaikan angin topan,
menerbangkan tanah dan batu2 kecil, menunjukkan betapa
hebatnya tenaga serangan tersebut!
Bianlu Syamar juga tidak berani berayal lagi, dia
membentak nyaring, karena ia ingin mengerahkan seluruh
kekuatan Iwekangnya untuk menyambuti serangan itu. Dan
waktu tangan kiri dari Ban Hun Shia meluncur kearahnya,
dengan cepat Bianlu Syamar telah menghantam dengan
tangan kanannya, tenaga hantamannya itu berhasil juga
untuk membendung tenaga serangan Ban Hun Shia yang
satu itu. Namun belum lagi Bianlu Syamar bisa bernapas, di
311 waktu itu Ban Hun Shia telah menyerang lagi dengan cepat
dan kuat sekali dengan mempergunakan tangan yang
satunya, dan tenaga serangan yang dilakukannya itu tidak
kalah kuatnya dibandingkan dengan serangannya yang
terlebih duhulu tadi. Bianlu Syamar diam2 memuji akan kebesaran Sang
Buddha, karena pendeta dari India ini berpikir, jika melihat
cara menyerang dari Ban Hua Shia, maka merupakan cara
bertempur yang bisa membahayakan mereka berdua.
Karena dari itu Bianlu Syamar telah mengerahkan kekuatan
lwekangnya yang tertinggi, pada tingkat kedelapan, jika dia
menyambuti dengan lwekang yang lemah dan tidak
sepenuhnya, niscaya dirinya sendiri yang akan terbinasa
ditangan Ban Hun Shia. Sedangkan Ban Hun Shia sendiri merasa yakin bahwa
serangannya kali ini tentu tidak bisa dihadapi oleh Bianlu
Syamar, karena tampaknya Bianlu Syamar memiliki
kedudukan yang tidak baik. kuda-kuda kedua kakinya
belum lagi bisa berdiri dengan tetap ditempatnya.
Tetapi siapa tahu, begitu tenaga serangan Ban Hun Shia
telah menyambar datang, Bianlu Syamar menangkis lagi,
tangkisan itu memang tampaknya dilakukan perlahan dan
tidak ter-gesa-geia, namun kesudahannya membuat Ban
Hua Shia tercekat hatinya. Tenaga tangkisan Bianlu Syamar
bukan main hebatnya. Tenaga itu saling bentur dengan kuat
ditengah udara. Kembali terulang, tanah seperti terbangkar oleh suatu
kekuatan yang tidak tampak, dan suara menggeletar yang
kuat sekali membuat sekitar tempat itu tergetar. Tubuh Ban
Hun Shia tergoyahkan bergoyang-goyang beberapa kali.
Sedangkan Bianlu Syamar sendiri hampir saja tergempur
kuda-kuda kedua kakinya. Untung dia masih dapat cepat2
312 memusatkan tenaga dalamnya pada kedua kakinya, dengan
demikian tidak sampai dia terhuyung mundur. Hanya
tubuhnya doyong satu kali kebelakang dan telah berdiri
tetap lagi. Waktu itu, tampak Ban Hun Shia menyerang lagi. Kuat
bukan main cara menyerang Ban Hun Shia, disamping dia
memang mempergencar dan mempercepat setiap serangan
yang dilakukannya. Dengan demikian, dia tak mau
memberikan kesempatan sedikitpun juga kepada pendeta
India itu, guna mengadakan perlawanan.
Melihat dirinya didesak seperti itu oleh lawannya,
Bianlu Syamar juga tidak berani berayal. Dengan cepat dia
menangkis, mengelakkan dan juga balas menyerang. Setiap
serangan yang dilakukannya itu merupakan perlindungan
diri yang rapat sekali, sehingga Ban Hun Shia tidak bisa
terlalu mendesak. Begitulah kedua orang itu telah bertempur dengan seru,
keduanya terlibat dalam pertempuran tingkat tinggi diantara
jago-jago yang memang nyata memiliki kepandaian telah
mahir dan mencapai puncak kesempurnaannya dengan
demikian tanah dan batu kerikil telah terbongkar dan rusak
oleh kekuatan tenaga Iwekang, dari kedua orang yang
tengah saling mengukur tenaga, serang menyerang dengan
dashyat bukan main. Berbeda dengan pertempuran antara jago-jago yang
memiliki kepandaian yang biasa saja. karena kedua orang
ini, Ban Hun Shia dan .Bianlu Syamar, bertempur dengan
menggunakan lwekang kelas satu dan mereka juga telah
mempergunakan kepandaian yang aneh dan luar biasa.
Tiat Tauw Kie dan Thio Yang Lin yang menyaksikan
jalannya pertempuran itu jadi memandang dengan takjub,
313 karena mereka benar2 tidak mengerti bahwa didalam dunia
sesungguhnya terdapat kepandaian yang demikian hebat.
Buat Tiat Tauw Kie sendiri memang dia telah
mengetahui bahwa gurunya seorang Datuk didalam Rimba
Persilatan, seorang Datuk dari kelima Datuk Rimba
Persilatan yang ada dan kepandaiannya memang telah
mencapai puncak kesempurnaan, namun ia belum pernah
menyaksikan gurunya bertempur dengan jago2 yang berarti
kepandaiannya. Tadipun waktu Ban Hun Shia bertempur dengan Tat
Mo Cauwsu, justru tampaknya Ban Hun Shia sama sekali
tidak berdaya untuk mempergunakan kepandaiannya,
sehingga dengan mudah, dan tanpa mempergunakan
kekerasan Tat Mo Cauwsu berhasil merubuhkan lawannya
itu. Dan Ban Hun Shia seperti juga tidak berdaya
mengeluarkan kepandaiannya yang sebenarnya.
Kini menghadapi Bianlu Syamar, Ban Hun Shia telah
mengeluarkan seluruh kepandaian yang ada padanya,
dengan demikian Tiat Tauw Kie bisa melihatnya dengan
jelas bahwa kepandaian gurunya memang benar2 hebat
sekali. Yang membuat Tiat Tauw Kie jadi heran adalah
kepandaian dari Bianlu Syamar, yang tidak kalah hebatnya
dibandingkan dengan kepandaian gurunya sendiri.
"Hemmmm, apakah semua pendeta2 dari India
memang memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan
sempurna" Bukankah Tat Mo Cauwsu itu juga seorang
pendeta dari India" Dia memiliki kepandaian yang begitu
hebat. Sedangkan pendeta India yang seorang ini juga
memiliki kepandaian yang demikian hebat. Dengan
demikian, jika dihari-hari mendatang aku bertemu dengan
pendeta India, aku harus berwaspada, karena selain ilmu
314 silat mereka yang liehay juga tentunya ilmu sihirnya yang
luar biasa. Entah pendeta India yang seorang ini, yang
menjadi lawan guruku ini memiliki dan pandai akan ilmu
sihir atau tidak?" Sambil berpikir begitu, Tiat Tauw Kie sama sekali tidak
lepas mengawasi jalannya pertempuran antara gurunya
dengan Bianlu Syamar, karena dia terpukau dan takjub
sekali, dan seumur hidupnya, baru kali ini dia menyaksikan
pertempuran sehebat itu yang lebih luar biasa, baik batang
pohon, batu-batu gunung yang terdapat disekitar tempat itu,
telah hancur porak poranda jika terkena pukulan2 dari
kedua orang yang tengah saling mengadu ilmu tersebut.
Thio Yang Lin sendiri menggidik, ngilu sekali hatinya
menyaksikan pertempuran kedua orang itu, diapun telah
Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpikir: "Bagus waktu aku bertempur dengannya beberapa
waktu yang telah lampau, untunglah dia tidak menurunkan
tangan yang terlalu keras. Tidak tahunya kepandaian
sipendeta ini memang sangat hebat bukan main!"
Karena berpikir begitu Thio Yang Lin te Sah menghela
napas berulang kali. Telah puluhan tahun ia mempelajari
ilmu silat, dimana dia berlatih giat sekali, namun
kenyataannya memang terlihat jelas dia tidak sanggup
memiliki kepandaian yang terlalu luar biasa. Sekarang
melihat kepandaian Bianlu Syamar dan Ban Hun Shia,
membuat dia semakin tersadar bahwa kepandaian yang
dimilikinya itu masih jauh lebih sempurna.
Bianlu Syamar yang waktu itu.tengah saling tempur dan
mengukur tenaga dan kekuatan dengan Ban Hun Shia, telah
merasakan kalau lawannya ini memang merupakan seorang
yang hebat dan tangguh sekali, diam diam si pendeta India
ini juga berpikir "Ternyata di Tionggoan memang terdapat
banyak sekali jago-jago Rimba Persilatan yang memiliki
kepandaian yang tinggi bukan main dan sempurna. Apa
315 yang pernah kudengar ternyata tidak salah, bahwa orangorang Tionggoan tidak bisa diremehkan!!"
Karena berpikir begitu Bianlu Syarnar telah mengempos
semangatnya, dia pun segera menyadarinya, tidak dapat dia
berlaku sungkan, satu kali saja dia kena dirubuhkan oleh
Ban Hun Shia, niscaya akan membuat dia bercelaka.
Memang maksud Bianlu Syamar untuk menyudahi
pertempuran itu, maksudnya agar mereka berdua tidak
mengalami bahaya dan tak menjadi korban dari
pertempuran itu sendiri. Namun justru Ban Hun Shia selalu
menyerangnya dan mendesaknya dengan hebat, membuatnya harus bertahan dengan kuat dan balas
menyerang dengan dahsyat.
Ban Hun Shia waktu itu telah melihatnya bahwa Bianlu
Syamar memang memiliki kepandaian yang tinggi sekali,
dia juga melihat jika memang dia tidak bisa mendesak dan
merebut waktu untuk memperoleh kemenangan, niscaya
akan membuat dirinya sendiri yang bercelaka. Itulah
sebabnya, semakin lama Ban Hun Shia menyerang semakin
hebat, setiap kali dia menambah kekuatan tenaga
dalamnya, akhirnya dia telah menyerang Bianlu Syamar
dengan serangan2 yang seperti juga ingin mengadu jiwa.
Dan tidak ada satu serangannya yang lemah, karena dia
telah mempergunakan seluruh kekuatan lwekang yang
dimilikinya. Malah tubuhnya telah ber-kelebat2 dengan
cepat sekali, menyerupai bayangan belaka. Buat orang yang
memiliki kepandaian biasa saja tentu akan kabur
pandangan matanya dan tidak bisa melihat jelas Ban Hun
Shia maupun Bianlu Syamar.
Thio Yang Lin dan Tiat Tauw Kie sendiri vang
menonton pertempuran kedua orang itu merasakan mata
mereka ber-kunang2, dimana mereka tidak bisa melihat
dengan jelas. Mereka hanya melihat bayangan kedua orang
316 itu yang berkelebat kesana kemari dengan gesit sekali,
sehingga membuat mata mereka tidak bisa mengikuti
dengan jelas gerak gerik kedua orang itu.
Sedangkan Bianlu Syamar masih bertempur dengan
tenang, walaupun dia telah mempergunakan seluruh
kepandaiannya dalam menghadapi setiap terjangan Ban
Hun Shia. Berbeda dengan Bianlu Syamar, justru Ban Hun Shia
sendiri mulai tidak sabar, dimana kemarahannya dan
penasarannya telah meluap, dengan mengeluarkan suara
bentakan yang sangat bengis, suatu kali dia menggerakkan
kedua tangannya, dia menyerang dengan hebat sekali,
tenaga serangannya itu mengandung kekuatan yang luar
biasa dahsyatnya, karena ia menyerang kali ini seperti juga
dia memang, ingin mengadu jiwa.
Bianlu Syamar menghela napas. Dia mengetahui bahwa
Ban Hun Shia yang lihai ini. memiliki adat yang aseran dan
keras sekali, dia memang berusaha untuk merebut
kemenangan. Buat Bianlu Syamar sebenarnya tidak
keberatan untuk memberikan kesempatan pada Ban Hun
Shia yang muncul sebagai pemenang dalam pertempuran
itu. Hanya sayang sekali, Bianlu Syamar pun tidak bisa
meloloskan diri dan mengalah, karena begitu dia mengalah,
niscaya dirinya sendiri yang akan bercelaka di tangan Ban
Hun Shia. Waktu itu Ban Hun Shia dengan serangan nekadnya itu
telah menerjang maju, dan tampak kedua tangannya telah
disalurkan seluruh kekuatan Iwekang yang ada padanya,
karena pada kedua telapak tangannya itu berobah
warnanya, merah ke-hitam2an, dan angin yang kesiuran
dari kedua telapak tangan tersebut juga sangat kuat sekali.
317 Jubah Bianlu Syamar sendiri berterbangan dengan tanah
disekitarnya seperti terbongkar dengan paksa, berterbangan
ber sama2 batu kerikil kecil maupun daun2 kering disitu,
tempat itu menjadi bersih.
Ban Hun Shia yang memang telah nekad, meneruskan
serangan itu tidak tanggung2, dia memang telah berlaku
dengan sikap yang ke pala batu, untuk terluka ber-sama2.
Tidak puas hatinya jika dalam pertempuran kali ini dia
tidak bisa merebut kemenangan dari Bian lu Syamar.
Waktu pertempurannya dengan Tat Mo Cauwsu, dia
telah dirubuhkan begitu mudah. Sebagai salah seorang
Datuk dari kelima Datuk yang menjagoi Rimba Persilatan,
tentu saja pamornya telah runtuh, dan membuat hatinya
tidak puas. Dan sekarang, berhadapan dengan seorang
pendeta India juga, dimana ia tetap tidak berdaya
menghadapinya untuk segera merubuhkannya. Sama
halnya dengan Bianlu Syamar, Tat Mo Cauwsu juga
seorang pendeta India. Maka bisa dibayangkan betapa rasa
penasaran hati Ban Hun Shia.
Hal itulah yang telah menyebabkan Ban Hun Shia jadi
bertekad walaupun harus mengadu jiwa dengan Bianlu
Syamar, dia harus berhasil merebut kemenangan dari
tangan pendeta India yang seorang ini.
Kalau sampai dia gagal merebut kemenangan, bahkan
jika dia dirubuhkan, maka nama besarnya didalam Rimba
Persilatan, akan runtuh dan dia menderita malu yang bukan
main, menjadi bahan tertawaan dari seluruh jago2 Rimba
Persilatan, selanjutnya diapun tidak bisa angkat kepala lagi
memandang jago-jago Rimba Persilatan. Hal itulah yang
membuat Ban Hun Shia jadi nekad.
Tenaga gempurannya itu disertai tenaga Iwekang yang
dahsyat sekali, tetapi yang lebih berbahaya dan luar biasa
318 adalah cara menyerangnya yang mempergunakan gerakan
yang begitu aneh. Dengan demikian telah membuat Bianlu
Syamar harus berhati-hati dalam menghadapinya. Setiap
serangan dari Ban Hun Shia telah dihadapinya dengan
tenang dan waspada, disertai dengan pengerakan tenaga
dalam yang hebat sekali, seluruh kekuatan sinkangnya telah
disalurkan pada kedua tangannya, diapun bukan hanya
menangkis belaka. Setiap ada kesempatan Bianlu Syamar
telah balas menyerang. Keringat telah membasahi tubuh mereka berdua, tenaga
yang mereka pergunakan pun meletihkan sekali, karena
mereka berdua telah mengeluarkan dan mempergunakan
tenaga yang berlebihan dan melewati takaran.
Pertempuran seperti itu, antara dua orang jago yang
memiliki kepandaian telah mencapai puncak kesempurnaan, sebenarnya dapat membahayakan mereka
berdua. Jika mereka berhasil merebut kemenangan, itu pun
belum berarti salah seorang diantara mereka yang utuh
kesehatannya, sebab mereka bisa terluka didalam yang
hebat. Jelas kemenangan yang mereka peroleh belum tentu
mutlak merupakan kemenangan. Mereka memiliki
kepandaian dan tenaga dalam yang berimbang, dengan
sendirinya mereka merupakan orang2 yang telah
mempergunakan seluruh kepandaian mereka, salah sedikit
saja atau meleset perhitungan mereka, maka mereka akan
terluka hebat, karena dari itu, tampak Bianlu Syamar
bersikap hati-hati sekali.
Namun pendeta ini tampaknya telah letih sekali. Dia
sebenarnya ingin menyudahi pertempuran mereka, sebab
Bianlu Syamar beranggapan bahwa pertempuran diantara
mereka berdua ini tidak membawa keuntungan buat mereka
berdua. Namun Ban Hun Shia telah mendesaknya begitu
hebat, membuat Bianlu Syamar harus memberikan
319 perlawanan terus. Dengan demikian mereka berdua terlibat
terus dalam pertempuran itu, dan walaupun Bianlu Syamar
berusaha menghentikan pertempuran itu, tokh dia tidak
memiliki kesempatan sama sekali.
Pertempuran kedua orang itu masih juga berlangsung,
sampai meliputi ratusan jurus lagi. Tetapi mereka tetap
berimbang, tidak ada yang terdesak dan-tidak ada yang
berada diatas angin. Karena itu, memperlihatkan bahwa
baik ilmu silat mereka, pun juga lwekang mereka memang
terlihat jelas berimbang.
"Jika memang kami berdua bertempur dengan cara
demikian terus menerus, tentu akhirnya kita berdua akan
bercelaka" berpikir Bianlu Syamar. "Lebih baik kuusahakan
untuk mempergunakan ilmu sihir mempengaruhinya, agar
orang ini bisa dilumpuhkan dulu"
Bianlu Syamar bermaksud untuk mempergunakan ilmu
sihirnya karena ia telah lelah, Jika memang pertempuran
seperti itu di teruskan niscaya mereka akan terluka bersama.
Karena hal itulah, akhirnya dengan tidak memperdulikan
apakah lawannya akan puas atau tidak, Bianlu Syamar
mulai membaca manteranya. dia berusaha mempergunakan
ilmu sihirnya untuk mempengaruhi lawannya ini.
Semula Ban Hun Shia tidak merasakan pengaruh ilmu
sihir itu, tetapi setelah lewat lima jurus lagi, waktu mana
Bianlu. Syamar mutlak hanya berkelit dan mengelakkan diri
saja maka dia merasakan matanya pedas dan sulit dibuka.
Dan di kala dia memicingkan kedua matanya sejenak,
dia tambah terkejut. Karena dihadapannya, di belakang Bianlu Syamar, dia
seperti melihat gumpalan asap tebal sekali, dari balik tirai
asap itu seperti melompat seekor harimau putih yang besar
sekali, menubruk kepadanya!
320 Ban Hun Shia mengeluarkan seruan kaget dia melompat
mundur dengan segera. Namun biarpun begitu, kedua tangannya telah
disampokkannya menghantam batok kepala binatang buas
itu. Dia berhasil menghantamnya, hanya saja sayang, justru
dia menghantam tempat kosong, dimana dia telah memukul
angin saja, harimau putih yang besar itu seperti juga tidak
dapat dipukulnya dan merupakan bayangan belaka.
Sebagai seorang yang cerdik, seketika Ban Hun Shia
menyadarinya bahwa lawannya telah mempergunakan ilmu
sihirnya. Karenanya dengan gusar dia berseru: "Memang
kalian dari Thian-tiok selalu merupakan manusia-manusia
yang licik, yang hanya pandai merebut kemenangan dengan
mempergunakan ilmu sihirnya"
Karena gusar dan penasaran bukan main menduga
Bianlu Syamar ingin merebut kemenangannya itu dengan
mempergunakan ilmu sihirnya, membuat Ban Hun Shia
semakin nekad. Ia membentak tanpa memperdulikan
harimau putih yang akan menubruk padanya. Malah Ban
Hun Shia seperti menubruk harimau putih itu, dia telah
menerjang lagi kepada Bianlu Syamar, kedua tangannya di
hantamkan dengan kuat sekali.
Ilmu sihir memang hanya dapat menggertak lawannya,
tentu saja harimau ciptaan itu tidak bisa mencelakai lawan,
maksud Bianlu Syamar hanya untuk memecahkan
perhatian Ban Hun Shia saja.
Sekarang Ban Hun Shia berlaku nekad seperti itu, tidak
mengacuhkan harimau putih itu yang diciptakan oleh
pendeta India tersebut dan telah menyerang kepada si
pendeta, dengan demikian terlihat jelas sekali bahwa
serangan yang dilakukan Ban Hun Shia merupakan
serangan yang membahayakan Bianlu Syamar.
321 Maka cepat2 Bianlu Syamar menarik pulang ilmu
sihirnya, dia menangkis gempuran dari Ban Hun Shia,
"Bukkkk!" kuat bukan main tenaga mere ka saling
bentur. Karena sekarang keduanya memang telah kehabisan
tenaga, mereka sangat letih, walau pun memang mereka
berdua merupakan manusia-manusia yang memiliki
kepandaian hebat sekali, toh waktu itu tenaga mereka
seperti telah habis dipergunakan, dengan sendirinya,
mereka sudah tidak kuat mempertahankan diri. Terlebih
lagi tenaga mereka yang saling bentur saat itu merupakan
seluruh sisa kekuatan yang ada pada mereka, waktu terjadi
benturan yang kuat, mereka jadi terhuyung2 lima langkah
ke belakang. "Tahan! Hentikan dulu!" mempergunakan kesempatan
itu Bianiu Syamar telah berusaha-mencegah Ban Hun Shia
menyerang lebih jauh Ban Hua Shia memang tidak segera menyerang, dia
berdiri dengan muka yang merah padam, mata terpentang
lebar2, bengis sekali. Dia tengah mengerahkan hawa
murninya untuk mengendalikan napasnya, yang memang
saat itu sangat memburu sekali. Dan juga dia telah barusaha
untuk beristirahat beberapa saat, guna memulihkan
kekuatannya.
Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sedangkan Bianlu Syamar sendiri setelah mengatur
pernapasannya, dengan sabar berkata "Siecu memiliki
kepandaian yang tinggi sekali, mengapa harus berlaku
nekad seperti itu" Jika memang kita berdua bercelaka dalam
pertempuran ini, bukankah hal itu harus dibuat sayang"
Ilmu yang begitu hebat tentunya diperoleh Siecu dengan
bersusah payah dan melewati latihan yang memakan waktu
yang sangat lama bukan main. Maka, apakah Siecu tidak
322 bisa bertindak lebih tenang, agar kita bisa membicarakan
persoalan apakah sesungguhnya yang membuat hati Siecu
tidak puas" Bukankah sebelumnya kita tidak saling kenal, di
antara kita juga tidak terganjal oleh sesuatu permusuhan
atau dendam" Mengapa kita harus bertempur dengan sikap
mengadu jiwa secara nekad seperti ini?"
Ban Hun Shia tidak segara menyahuti, setelah napasnya
lancar, dengan muka yang bengis dia menyahuti: "Jika hari
ini aku tidak bisa membinasakan kau, pendeta keparat, aku
tidak akan menyudahi pertempuran ini! Mari kita
bertempur terus, sampai salah seorang di antara kita ada
yang mampus!" "Mengapa harus begitu?" tanya Bianiu Syamar dengan
suara yang sabar. Muka Ban Hun Shia tetap merah padam karena gusar,
dia telah mendengus dengan bengis, katanya: "Jika
memang manusia seperti kau dibiarkan malang melintang
didalam Rimba Persilatan di Tionggoan ini, tentu akan
banyak yang menjadi korbanmu, karena engkau seorang
pendeta busuk yang mengandalkan ilmu sihirmu untuk
merebut kemenangan! Seperti tadi saja, engkau telah
berusaha mempengaruhiku dengan ilmu sihirmu itu! Hemm
hemmm, perlu kuberitahukan, bahwa orang! Tionggoan
tidak jeri berurusan dengan ilmu sihir seperti yang kau
perlihatkan itu! Memang telah kuduga sebelumnya, bahwa
semua pendeta dari Thian-tiok bukan sebangsa manusia
baik2! Seperti Tat Mo Cauwsu, diapun seorang pendeta
keparat dari Thian-tiok, dia pun bukan sebangsa manusia
baik2, dimana ia selain bermaksud busuk, juga telah
mempergunakan ilmu sihirnya untuk, mempengaruhi
lawan-lawannya! Jika manusia2 seperti kalian dibiarkan
malang melintang didaratan Tionggoan, tentu akan
membawa malapetaka yang tidak kecil buat kami di
323 Tionggoan! Bersiaplah, mari kita bertempur terus sampai
salah seorang diantara kita mampus!" Dan setelah berkata
begitu, Ban Hun Shia bersiap-siap hen dak menerjang lagi.
Bianlu Syamar tersenyum sabar, katanya:
Siecu telah salah paham. Jika memang Siecu
bersedia mendengar keterangan Lolap, tentu
Siecu akan menaruh syak wasangka yang
terhadap kami dari Thian-tiok!"
"Ternyata tidak juga selamanya tidak-tidak Ban Hun Shia Kwan Hu Thong mana mau
mendengarkan perkataan Bianlu Syamar" Dia tengah gusar
bukan main, karenanya sekarang mendengar perkataan
Bianlu Syamar seperti itu, dia mendengus mengejek, karena
menduga mungkin juga pendeta dari India ini telah
kehabisan tenaga dan terlalu letih, sehingga dia berusaha
untuk menyudahi saja pertempuran mereka. Semangat Ban
Hun Shia jadi terbangun, ia malah tambah bersemangat
untuk bertempur dengan pendeta India ini, karena ia
beranggapan inilah kesempatan yang terbaik untuk
merubuhkan Bianlu Syamar.
Karena itu Ban Hun Shia tidak membuang buang waktu
lagi menghampiri Bianlu Syamar, dia bermaksud untuk
menyerangnya lagi Tetapi dia baru melangkah beberapa tindak, justru dari arah kaki gunung telah mendatangi dua
orang yang menggotong sesuatu sambil ber-lari2, mereka
bergerak tidak gesit, menunjukan bahwa mereka tidak
memiliki ginkang atau ilmu meringankan tubuh yang berarti. Namun, mereka berusaha untuk mendaki dengan
cepat. Ternyata kedua orang itu menggotong sesosok tubuh.
"Siapa mereka?" Tiat Tauw Kie menggumam.
Sedangkan Thio Yang Lin juga telah melihat kedua orang
yang telah menggotong sesosok tubuh itu, dia memandang
heran. 324 Ban Hun Shia yang telah melihat kedua orang tersebut,
jaga telah memandang heran, sehingga batallah dia
menghampiri Bianlu Syamar.
Kedua orang yang tengah berlari-lari mendatangi sambil
menggotong sesosok tubuh, yang seorang memegang kedua
kaki sosok tubuh itu, sesosok tubuh tersebut, telah tiba di
hadapan Bianlu Syamar, Ban Hun Shia dan Thio Yang Lin
berdua dengan Tiat Tauw Kie.
"Kami membawa titipan untuk Tat Mo Cauwsu!"
berseru orang yang menggotong di sebelah depan, sambil
berhenti berlari, napasnya memburu.
Bianlu Syamar, Ban Hun Shia jadi saling pandang.
Mereka bukan orang-orang Siauw Lim Sie, karena itu tidak
ada sesuatu yang bisa mereka katakan. Demikian juga
halnya dengan Tiat Tauw Kie dan Thio Yang Lin.
Namun waktu mereka berempat bisa melihat jelas sosok
tubuh yang di gotong oleh kedua orang tersebut, merasa
jadi miris dan hati mereka ngilu.
Ternyata sosok tubuh yang digotong ke dua orang itu
adalah seorang yang keadaannya benar benar sangat luar
biasa sekali. Sepasang matanya berlubang berlumuran
darah, memperlihatkan bahwa kedua biji mata orang itu di
korek keluar, dengan sepasang daun telinga yang sapat
buntung menguncurkan darah yang mulai mengering,
hidungnya juga telah lenyap dengan bibir berlumuran darah
juga, karena mulut orang itu telah dirobek pecah!
Didada orang tersebut terdapat sebatang pisau yang
tertanam tidak dalam, pisau itu bergoyang-goyang waktu
kedua orang penggotongnya berlari-lari, dada itu melesak,
membuktikan juga bahwa tulang tulang dada orang itu telah
hancur remuk! Itulah keadaan yang mengenaskan sekali.
325 Melihat keempat orang itu tidak ada seorangpun
diaatara mereka yang menyahuti, orang yang menggotong
disebelah depan, seorang laki-laki berusia empat puiuh
tahun lebih, berpakaian sebagai orang desa telah bertanya
lagi "Apakah diantara kalian tidak ada seorangpun yang
berasal dari Siauw Lim Sie!"
"Kami tidak ada hubungan apa-apa dengan Sutuw Lim
Sie!" Sahut Ban Hun Shia dengan suara yang dingin.
"Baiklah! Masih jauhkah untuk mencapai kuil Siauw
Lim Sie?" tanya orang itu lagi.
"Kuil Siauw Lim Sie berada di puncak gunung ini, jika
kalian dengan keadaan seperti ini, tidak mahir ginkang yang
baik, mungkin setengah harian baru akan tiba disana"
"Terima kasih, kami harus cepat-cepat menyampaikan
bingkisan ini kepada ketua Siauw Lim Sie itu, yang katanya
bergelar Tat Mo Cauwsu" Dan orang itu bersiap-siap ingin,
berlari lagi. "Tunggu dulu!" panggil Bianlu Syamar yang melihat
keadaan orang yang digotong itu dan hatinya jadi tertarik
sekali ingin mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi.
Sedangkan kedua penggotong sosok tubuh itu memang
telah menahan langkah kaki mereka, tanyanya yang
disebelah depan: "Ada yang. ingin Taisu tanyakan?"
"Ya. Apa yang telah terjadi pada orang tarsebut?" tanya
Bianlu Syamar. "Kami hanya diberi upah oleh seseorang untuk
menyampaikan bingkisan ini kepada ketua Siauw Lim Sie.
Apa yang terjadi sebenarnya pada orang ini, kami tak begitu
mengetahui!" "Siapa yang melukainya"'"
326 "Kami juga tidak mengetahuinya! Kami perlu cepatcepat menyampaikan orang ini kepada ketua Siauw Lim
Sie, karena orang yang memberi upah kepada kami
mengatakan, kalau disore hari kami belum tiba di Siauw
Lim Sie, kami berdua yang akan dibunuhnya! Maka dari
itu, maafkan kami tidak bisa terlalu lama disini, kami harus
cepat-cepat tiba di Siauw Lim Sie"
Bianlu Syamar sebenarnya masih ingin menanyakan
sesuatu, namun mengingat bahwa orang yang tengah
terluka parah itu mungkin memerlukan pertolongan
secepatnya dari ketua Siauw Lim Sie, maka dia tidak berani
menahannya lagi kepergian kedua orang itu.
Ban Hun Shia sendiri telah menoleh kepada Tiat Tauw
Kie, katanya: "Mari kita pergi ke Siauw Lim Sie lagi, untuk
melibat apa yang sebenarnya telah terjadi!"
Tiat Tauw Kie mengiyakan.
Begitulah, setelah melirik sejenak pada Bianlu Syamar
dengan sikap bermusuhan, Ban Hun Shia telah mengajak
muridnya untuk mendaki gunung itu, guna pergi ke Siauw
Lim Sie lagi. Sedangkan Bianlu Syamar juga telah menoleh pada Thio
Yang Lin, katanya: "Thio Siecu, tampaknya terjadi sesuatu
yang hebat dan aneh pada Tat Mo Cauwsu, kita memang
ingin pergi ke Siauw Lim Sie, dengan adanya peristiwa ini,
kita harus cepat2 tiba disana. Entah apa maksudnya orang
yang melukai orang yang digotong dalam keadaan separah
itu dan mengirimkannya ke Siauw Lim Sie?"
"Mungkin juga ingin meminta agar ketua Siauw Lim Sie
menyembuhkan orang tersebut" kata Thio Yang Lin.
"Mana mungkin begitu!" kata Bianlu Syamar. "Jika
orang yang mengirim orang terluka itu bermaksud baik,
327 tentunya dia akan turut serta, guna memohon kepada ketua
Siauw Lim Sie itu menolongi orang terluka tersebut, tetapi
kenyataan yang ada, dia hanya memberi upah kepada
kedua orang itu, untuk mengirimkannya ke Siauw Lim Sie.
Dengan demikian, tentu orang itu sama sekali tidak
mengandung maksud baik! Mari kita cepat2 pergi ke sana
untuk melihat apa sesungguhnya yang telah terjadi"
Thio Yang Lin setuju, merekapun telah mendaki terus.
Di sebelah depan tampak Ban Hun Shia tengah ber-lari2
dengan muridnya, mereka tidak terlalu cepat berlari
mendaki, karena justru kedua orang yang menggotong
orang yang terluka itupun tidak memiliki ginkang yang
berarti, sehingga kedua orang itu berlari dengan perlahan.
Dengan sendirinya Ban Hun Shia telah mengikuti perlahan
saja. Bianlu Syamar dan Thio Yang Lin pun tidak ter gesa2
dan mengikuti perlahan saja.
Lewat beberapa saat, akhirnya kedua orang yang
menggotong orang yang terluka itu telah tiba didepan kuil
Siauw Lim Sie. Salah seorang diantara mereka telah
mengetuk pintu kuil, dan tidak lama kemudian pintu kuil
telah terbuka. Seorang pendeta telah keluar menerima
mereka. Sambil merangkapkan kedua tangannya pendeta
tersebut telah bertanya: "Ada urusan apakah Jiewie datang
kemari" Apakah Jiewie memang ingin bersembahyang?"
Salah seorang dari kedua orang itu telah menghampiri,
dia membalas hormat dari si pendeta, baru kemudian
berkata setelah napasnya lebih teratur: "Sebenarnya kami
tidak memiliki hubungan apa-apa dengan orang yang
terluka ini....." Dan dia menunjuk kepada orang yang
terluka parah itu, yang diletakkan ditanah.
328 Pendeta penyambut tamu itu memandang heran dan
terkejut, dia melihat orang itu terluka demikian hebat,
karenanya dia pun merasa miris dan bercuriga, dia bertanya
dengan suara ragu2: "Apa yang telah dialami oleh orang
itu. Mengapa dia terluka begitu hebat?"
Orang yang tadi menggotong orang terluka tersebut
telah merogoh sakunya, dia mengeluarkan sepucuk surat,
yang digulung dan kemudian memberikannya kepada
pendeta penyambut tamu tersebut, katanya: "Seseorang
telah meminta pada kami agar membantunya mengantarkan orang ini kepada ketua Siauw Lim Sie, yaitu
Tat Mo Cauwsu, juga menitipkan surat ini!"
Pendeta penyambut tamu itu tambah bimbang, dengan
mata bercuriga dia telah mengawasi kedua orang
penggotong sosok tubuh itu dengan sinar mata ber-tanya2,
diapun kemudian berkata bimbang: "Jika demikian,
sesungguhnya persoalan apakah yang telah terjadi?"
"Kami tidak tahu-menahu, tetapi kami hanya dititipkan
orang ini. Dan harap Taisu menerimanya, untuk
menyampaikannya nanti kepada Tat Mo Cauwsu!"
Pendeta tersebut menyambuti surat yang diangsurkan
kepadanya, dia melihat surat itu dialamatkan memang
benar untuk Tat Mo Cauwsu. Akhirnya pendeta tersebut
meminta kedua orang penggotong orang terluka itu
menanti, dia masuk kedalam. Tidak lama kemudian
pendeta itu telah keluar pula bersama Sam Liu Taisu.
Dengan sabar dan tenang Sam Liu Taisu merangkapkan
kedua tangannya, tanyanya: "Apakah Jiewie orang2
dikampung yang terletak dikaki gunung ini?"
Kedua orang itu mengangguk hampir berbareng. "Ya.
memang kami penduduk kampung Su-kingcung, kebetulan
tadi pagi kami telah diminta oleh seorang lelaki berusia
329 tujuh puluh tahun, katanya dia memiliki titipan buat Tat
Mo Cauwsu dikuil Siauw Lim Sie dan meminta agar kami
mau membantunya untuk menyampaikan titipannya itu.
Sebagai upahnya diberikan kepada kami dua puluh tail
perak. Kami pikir, inilah rejeki yang baik sekali buat kami.
Paling lama kami memerlukan waktu satu harian guna
pulang pergi turun naik di gunung Siauw Sit San. Kami
Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menerima permintaannya itu. Tapi ternyata barang titipan
itu luar biasa sekali, yaitu seorang yang terluka hebat seperti
ini. Kami telah terlanjur menerima permintaannya, dan
kami tidak bisa membatalkannya. Karena itu kami telah
memenuhi janji kami untuk mengantarkan orang terluka ini
kepada ketua Siauw Lim Sie. Dan memang kini kami telah
melakukan tugas kami dengan baik. kami telah
mengantarkannya sampai disini. Dan tugas kami ini telah
selesai, harap Taisu yang menyampaikannya pada ketua
Siauw Lim Sie!" Sam Liu Taisu tersenyum sabar, lalu tanyanya "Apakah
orang yang mengirimkan titipan istimewa, itu tidak
menyebutkan namanya?".
Kedua orang itu menggeleng. "Dia hanya berkata pada
kami, bahwa nama dan gelarnya telah tertulis didalam
suratnya itu!" sahut yang seorang.
Sam Liu Taisu mengangguk,
"Baiklah, bingkisan istimewa ini kami terima. Terima
kasih atas jerih payah kalian berdua" kata Sam Liu Taisu
sambil memberi hormat. Kedua orang itu mengangguk. Mereka telah memutar
tubuhnya untuk berlalu. Sam Liu Taisu telah menoleh kepada pendeta
penyambut tamu, diperintahkannya agar orang yang terluka
itu dibawa masuk kedalam kuil.
330 Pendeta penyambut itu telah memanggil seorang
saudara seperguruannya dan membawa masuk orang
terluka tersebut. Mereka membawanya ke sebuah kamar
dan diletakkannya di pembaringan yang cukup bersih,
Orang yang terluka parah itu sama sekali tidak sadarkan
diri, namun diapun belum putus jiwa, karena dia masih
bernapas lemah sekali. Sam Liu Taisu telah menghadap Tat Mo Cauwsu dan
segera melaporkan apa yang telah terjadi itu, dia
menceritakan perihal adanya titipan atau tegasnya kiriman
yang luar biasa itu. Lalu memberikan surat titipan dari
orang yang mau mengirim orang terluka parah itu ke Siauw
Lim Sie. Tat Mo Cauwsu menyambuti surat itu, dia membuka
dan membacanya, ternyata isi surat tersebut singkat saja,
bunyinya antara lain: "Orang ini kupersembahkan buat Tat Mo Cauwsu
Siauw Lim Sie. Sembuhkanlah jika kau memang benar2
memiliki kepandaian tinggi dan sempurna! Dari Beng Sam
Cie!" Tat Mo Cauwsu terkejut. Dia mengetahui siapa adanya
Beng Sam Cie. Walaupun belum, pernah bertemu
dengannya, tetapi Tat Mo Cauwsu mengetahui Beng Sam
Cie adalah salah seorang datuk dari Ngo-ok. kelima datuk
lainnya dan memang Beng Sam Cie merupakan Ngo-ok,
datuk kelima yang menduduki daerah kekuasaan di Timur.
Dia bisa mengirimkan bingkisan istimewa ke Siauw Lim Sie
ini benar2 merupakan ha! yang sangat luar biasa sekali yaitu
Beng Sam Cie bermaksud untuk mencari urusan dengan
pihak Siauw Lim Sie! Belum lama yang lalu justru Sam Ok yaitu Ban Hun
Shia Kwan Hu Thong telah datang ke Siauw Lim Sie, dan
331 kini telah datang Ngo Ok Datuk kelima itu. Dengan
demikian membuat Tat Mo Cauwsu jadi berpikir keras.
Karena melihat keadaan seperti ini, tentu akan membuat
dirinya menghadapi hal-hal yang tidak ringan, dimana Ngo
Ok, kelima Datuk nampaknya memang ingin mencari
urusan dengannya. Bukankah Sam Ok saja masih
penasaran dan suatu waktu kelak tentu akan menyatroni
lagi Siauw Lim Sie. Kelima datuk itu merupakan datuk2 yang memiliki
kepandaian sama sempurnanya dan merekapun sama-sama
tangguhnya, tidak ada salah seorang dari kelima datuk itu
yang kepandaiannya lebih tinggi atau lebih rendah. Namun
yang membuat Tat Mo Cauwsu kurang gembira, justru Ngo
Ok ini tampaknya memiliki tangan yang telengas sekali,
karena selain melukai seseorang, justru dia menganiaya
demikian hebat, sehingga orang itu terluka dengan sebutan
mati tidak hiduppun tidak. Inilah yang membuat Tat Mo
Cauwsu tidak senang. Dan yang dipikirkan oleh Tat Mo Cauwsu entah apa
maksud dari Datuk nomor lima itu mengirimkan bingkisan
istimewa ini. Sedangkan Ngo Ok sendiri tidak ikut serta.
"Baiklah, raari kau ikut denganku antuk melihat
keadaan orang itu!" kata Tat Mo Cauwsu sambil bangkit
dari duduknya, ber-sama2 Sam Liu Taisu telah pergi ke
kamar dimana berada orang yang terluka itu, kemudian
memeriksanya. Waktu melihat keadaan orang itu, Tat Mo Cauwsu
menghela napas berulang kali dengan wajah muram,
diapun telah berkata dengan suara yang perlahan:
"Tampaknya Ngo Ok seorang yang sangat telengas sekali!
Hemm,, Beng Sam Cie! Beng Sam Cie! Rupanya memang
keadaan ini akan memancing sesuatu kerusuhan yang tidak
kecil! Belum lama yang. lalu Sam Ok Ban Hun Shia Kwan
332 Hu Thong, telah mencari urusan di Siauw Lim Sie, sekarang menyusul Datuk nomor lima ini. Dilihat demikian
memang Siauw Lim Sie akan menghadapi hal-hal yang
kurang menggembirakan sekali"
-o0od0wo0o- JILID: X KEPADA Sam Liu Taisu diperintahkannya agar
memberikan beberapa macam obat ramuan, agar rasa sakit
yang di derita oleh orang yang terluka parah itu berkurang.
Satu malaman orang yang terluka parah itu dalam
keadaan sekarat, dia berada dalam keadaan hidup tidak
matipun tidak. Rupanya obat2 mujarab yang diberikan
kepadanya tak membawa hasil yang baik dan tidak ada
reaksi sama sekali. Menjelang fajar, Tat Mo Cauwsu terpaksa mempergunakan Lwekangnya, untuk membantu memperlancar peredaran darah orang tersebut.
Dilihat dari wajahnya, tampaknya orang ini baru berusia
tiga puluh tahun lebih, dan dari cara berpakaiannya jelas
dialah orang Kangouw. Baru saja Tat Mo Cauwsu selesai menyalurkan
lwekangnya kepada orang itu, telah datang laporan bahwa
ada seorang pendeta India ingin bertemu dengannya.
Tat Mo Cauwsu adalah seorang pendeta asal dari India,
sekarang mendengar diluar menanti seorang pendeta India
yang ingin bertemu dengannya, segera juga di
perintahkannya untuk mengundang pendeta itu ke dalam
kuil. 333 Ketika Tat Mo Cauwsu keluar di ruang tamu, dilihatnya
seorang pendeta India bersama seorang Han, tengah duduk
menanti disitu. Pendeta India itu tidak lain dari Bianlu Syamar, yang
segera berdiri waktu melihat Tat Mo Cauwsu keluar. Dia
merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat:
"Tidak tahunya benar2 Suheng berada disini" berseru
Bianlu Syamar dengan suara mengandung kegembiraan
yang meluap-luap. Diapun telah menyambungi perkataannya: "Terimalah hormat Sute"
Thio Yang Lin yang bersama-sama dengan Bianlu
Syamar pun telah memberi hormat yang dibalas oleh Tat
Mo Cauwsu, "Sute. bila kau tiba di Tionggoan?" tanya Tat
Mo Cauwsu girang luar biasa.
Karena Bianlu Syamar memang Sutenya, yang semasa
di India mereka bersama2 berguru.
Tat Mo Cauwsu segera juga melayani Sutenya ini dan
Thio Yang Lin dengan gembira Tetapi ketika mendengar
cerita Bianlu Syamar mengenai Ban Hun Shia dan
muridnya, yaitu Tiat Tauw Kie, muka Tat Mo Cauwsu jadi
berubah muram. "Ya, memang kemarin dulu malam mereka telah datang
ke Siauw Lini Sie ini." mengangguk Tat Mo Cauwsu dan
kemudian telah menghela napas dalam2, katanya: "Mereka
berdua, guru dan murid, tampaknya bukan sebangsa
manusia baik2, terlebih lagi Ban Hun Shia, dialah salah
seorang datuk di Rimba Persilatan Dengan demikian,
seorang yang memiliki kepandaian setinggi itu, tapi jiwanya
kurang baik, hanya akan mendatangkan bencana yang tidak
kecil buat umat manusia umumnya"
Bianlu Syamar telah mengangguk membenarkah,
katanya: "Ya. waktu bertempur denganku, tampaknya
334 diapun memiliki ilmu silat yang agak tersesat. Siapa tahu
bahwa Ban Han Shia seorang yang menjagoi didalam rimba
persilatan di Tionggoan ini. Hemmm, dia tetap tidak mau
mengerti walaupun telah berulang kali kuusahakan untuk
tidak bertempur nekad seperti itu"
Dendam Orang Orang Gagah 2 Dewi Ular 65 Misteri Gerhana Bercinta Pertarungan Di Planet Iskoort 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama