Panah Kekasih Karya Gu Long Bagian 23
Mereka berdua sama sama bergerak dan menerjang kearah Lan Toa-sianseng.
Kebetulan Tian Mong-pek menyaksikan gerak gerik mereka, tiba tiba bentaknya: "siapapun dilarang membantu aku." Bentakan itu ibarat guntur yang membelah bumi, seketika itu juga membuat Giok-khong-cu berdua menghentikan langkahnya.
Lan Toa-sianseng tertawa terbahak bahak, serunya: "saudara cilik, buat apa berlagak sok pahlawan, lebih baik suruh mereka maju bersama, memang disangka lohu takut?" Tian Mong-pek makin gusar, teriaknya: "Bila ada yang membantuku hari ini, sekarang juga aku akan mati duluan disini." Watak dasar pemuda ini memang berangasan, walaupun belakangan sifat itu sudah banyak berkurang, namun setelah tertimbun begitu lama tanpa ada kesempatan untuk melampiaskan keluar, maka begitu amarahnya membara saat ini, seluruh ganjalan itupun diluapkan keluar.
Menyaksikan amarah pemuda itu, Giok-khong-cu dan Lok Tiau-yang hanya bisa menghela napas, terpaksa mereka mengundurkan diri.
"Kau benar benar ingin begini?" tanya Lan Toa-sianseng.
"Benar!" menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki, dia lancarkan satu tusukan.
"Kau benar benar ingin begini?" tanya Lan Toa-sianseng.
"Benar!" menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki, dia lancarkan satu tusukan.
Terdengar angin pedang menderu bagai sapuan angin topan.
Para pendekar yang berada di empat penjuru merasakan tubuh mereka dingin karena sambaran hawa pedang pemuda itu, hawa pedang yang menggidikkan nyaris membuat semua orang tak sanggup membuka matanya.
Terlihat alis mata dan rambut Lan Toa-sianseng ikut berdiri bagai landak tersapu hawa pedang itu, sambil menggeser posisi, teriaknya sambil tertawa keras: "Bagus, serangan pedangmu ini cukup berarti." Sepasang kepalannya segera disodok langsung mengancam dada Tian Mong-pek.
Ketika Tian Mong-pek berkelit ke samping, terdengar...."Braaak!" paviliun segi delapan yang berada dibelakangnya sudah roboh sebagian termakan oleh angin pukulan itu.
"Bagus!" puji Tian Mong-pek, kembali dia lancarkan sebuah tusukan.
Lan Toa-sianseng melambung ke udara dan melesat sejauh satu meter lebih, dimana cahaya pedang itu berkelebat, "Braaak!" lagi lagi sebuah tiang penyangga paviliun segi delapan itu berbabat kutung oleh kilatan cahaya pedang itu.
Dalam waktu singkat separuh bagian bangunan paviliun itu sudah roboh ke tanah, ditengah debu dan pasir yang beterbangan, cahaya pedang berubah jadi bianglala hitam sedang sepasang kepalan menimbulkan angin topan, lima gebrakan berlalu dengan cepat.
setelah lima jurus lewat, pepohonan dan bebatuan di empat penjuru tampak roboh dan tumbang tak karuan, keadaan sangat runyam, sementara para jago pun sudah terdesak hingga mundur sejauh belasan kaki, semuanya berdiri melongo dengan mata terbelalak.
Kendatipun mereka sudah lama berkenala dalam dunia persilatan, namun belum pernah menyaksikan kungfu yang demikian hebat dan dahsyat.
Kembali Tian Mong-pek melancarkan serangan secara bertubi tubi, biarpun jurus yang digunakan bukan yang terbaik, namun semangat dan keberaniannya bikin keder siapapun.
Lan Toa-sianseng dipaksa mundur sejauh tujuh langkah oleh serangan bertubi tubi itu, diantaranya dia hanya sempat membalas tiga serangan.
Tentu saja para pendekar tidak tahu kalau sesungguhnya Tian Mong-pek bisa menggunakan hawa pedangnya untuk meraih kemenangan, namun karena dia merasa berterima kasih dengan sikap Lan Toa-sianseng tadi, sehingga tanpa terasa keganasan pada hawa pedangnya ikut punah.
Namun setelah hawa amarah berkobar, serangannya tidak pilih kasih lagi, bahkan dia seolah sudah melupakan keberadaan diri sendiri, segenap hawa darah dan semangat yang dimiliki telah disalurkan ke dalam pedang hitamnya.
Lagi lagi dia melancarkan tujuh buah serangan sekaligus.
Lan Toa-sianseng dipaksa mundur lagi sejauh tujuh langkah, pakaian yang dikenakan kini menggelembung besar.
Menyaksikan kehebatan anak muda itu, tak tahan para pendekar bersorak sorai memuji.
Ditengah sorak sorai yang gegap gempita itulah, mendadak Lan Toa-sianseng membentak keras: "Tahan!" Suara bentakan ini jauh lebih menakutkan daripada suara guntur yang membelah bumi, Tian Mong-pek segera menarik kembali pedangnya, paras muka yang pucat berubah jadi merah darah, tanyanya: "Ada apa?" Lan Toa-sianseng tidak menjawab, dia rentangkan tangannya, melucuti pakaian bagian dadanya hingga terlihat ototnya yang kuat, kembali bentaknya: "Ambilkan martilku!" Para pendekar tidak tahu perintah itu ditujukan kepada siapa, baru dia membentak, dari belakang paviliun balik semak belukar tiba tiba muncul empat lelaki berbaju biru.
Keempat orang itu menggotong sebuah martil besar, itulah martil baja tanpa tanding yang diandalkan Lan Toa-sianseng selama ini untuk merajai dunia persilatan.
Kembali Lan Toa-sianseng mendongakkan kepalanya tertawa keras, ujarnya: "selama hidup sudah beratus kali lohu menghadapi pertempuran baik besar maupun kecil, tapi belum pernah semantab hari ini, baiklah, hari ini aku harus bertarung sepuasnya melawan dirimu." setelah menerima martil raksasanya, dia menambahkan: "Mari ! " "Baik, mari!" sahut Tian Mong-pek.
Waktu itu, meski para jago sudah mengetahui kalau diatas bukit itu terdapat banyak perangkap, namun pertarungan yang akan berlangsung merupakan pertarungan yang sulit dijumpai dalam seratus tahun terakhir, tak seorangpun yang berniat untuk mengurusinya.
Para jago merasa pandangan matanya kabur lalu terdengar suara angin menderu, siapa pun tak ada yang melihat dengan jelas bagaimana kedua orang itu melancarkan jurus pertama, tahu tahu kedua orang itu sudah bertempur seru.
Desingan angin makin lama semakin nyaring, ranting dan daun berguguran, mereka yang bernyali kecil segera pejamkan mata sambil mundur lagi sejauh berapa kaki, mereka yang bernyali besar dibuat bingung oleh hawa pedang dan angin puyuh yang menggidikkan, pada hakekatnya siapa pun tak dapat melihat dengan jelas jurus serangan yang digunakan dua orang itu.
Lok Tiau-yang merasa terkejut bercampur girang, sambil berpegangan pada bahu Giok-khong-cu ujarnya berulang kali: "Bagimana....." bagaimana....." sepanjang hidup empat pendekar jin-gi suhiap selalu mengutamakan setia kawan dan kebajikan, masa tak punya keturunan?" Giok-khong-cu menghela napas, katanya: "selama ini pinto selalu berpendapat bahwa ilmu pedangku kosen dan hebat, sukar dicarikan tandingan di dunia ini, siapa tahu saudara Tian .
. . . . . .. siapa tahu saudara Tian .
. . . . .." Dia mengulang perkataan itu sampai berapa kali, namun tak sanggup melanjutkan kata selanjutnya, karena dia memang tak bisa menemukan kata pujian yang paling cocok untuk melukiskan kehebatan hawa pedang dari Tian Mong-pek.
Mendadak terdengar suara bentrokan keras diikuti suara getaran yang menggoncang bumi.
Para jago merasakan kendang telinga mereka amat sakit, bahkan ada yang terpental hingga roboh terjungkal.
Ternyata Tian Mong-pek telah menggunakan pedang hitamnya untuk menangkis pukulan martil Lan Toa-sianseng.
Martil itu disebut martil langit, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan serangan itu.
Tapi Tian Mong-pek telah menyambut serangan itu, meski pedangnya tak sampai terlepas tangan, tak urung dia merasakan lengannya jadi linu dan sakit, coba kalau selama berada dalam hutan penyesat tenaga dalamnya tidakp peroleh kemajuan pesat, mungkin sekarang untuk mengangkat tanganpun tak mampu.
Lan Toa-sianseng segera tertawa lantang, serunya: "Hei anak muda, kau memang hebat, dalam lima puluh tahun terakhir, belum pernah ada orang yang mampu menyambut pukulan martil lohu dengan keras lawan keras, bagus! Rasakan satu pukulan martil lagi." "Biar sepuluh martil pun apa salahnya!" bentak Tian Mong-pek, dia menggetarkan pedangnya dan kembali membacok.
Lan Toa-sianseng angkat martilnya menangkis, lagi lagi terjadi benturan dahsyat.
Paras muka para jago berubah, bahkan Lok Tiau-yang dan Giok-khong-cu pun ikut mundur sejauh satu meter lebih, meski kaget dihati, namun mereka tetap bersorak sorai.
Hanya Tian Mong-pek yang merasa getir dihati, dalam getaran terakhir, dia sudah merasakan lengannya linu dan kaku, telapak tangannya mati rasa, sulit baginya untuk menyambut satu serangan berikut.
"Bagus!" seru Lan Toa-sianseng, "sambut satu serangan lagi." Biarpun Tian Mong-pek tahu kalau dirinya sudah tak sanggup, namun dia tetap ngotot membentak: "Mari ! " sambil paksakan diri angkat kembali pedang hitamnya, perlahan dia mengalirkan hawa murninya, terasa satu aliran panas mengalir dari lengan menuju ke telapak tangan, tangan yang semula kaku seketika mulai timbul rasa.
Ternyata dia berniat untuk pertaruhkan diri dalam pertarungan berikut, untuk itu segenap hawa murninya digerakan dan tanpa sengaja diapun menggerakkan Lak-yang-sin-ciang yang sejak dipelajari belum pernah digunakan secara serius.
Sebagaimana diketahui, semenjak mendapat pedang mustika, serta merta Tian Mong-pek jadi melupakan ilmu pukulan sakti ini, dia sama sekali tak tahu kalau Lak-yang-sin-ciang merupakan tenaga pukulan paling keras yang ada dikolong langit.
Begitu hawa murni itu terpancing keluar, dengan cepat kekuatan itu menutupi segenap kekurangan dari pemuda itu, hal ini disebabkan dia telah mempelajari pelbagai ilmu dalam banyak kesempatan, kalau bukan begitu, bagaimana mungkin dia mampu bertanding melawan Lan Toa-sianseng" Tian Mong-pek jadi sangat kegirangan begitu tahu rasa kaku dan kesemutan pada lengannya telah lenyap, sambil menggerakkan pedangnya, kembali dia lancarkan serangan.
Lagi lagi Lan Toa-sianseng menggunakan martilnya balas melancarkan serangan.
"Traaangg!" suara bentrokan dahsyat kembali bergema di angkasa, percikan bunga api menyebar ke empat penjuru, diantara batu kayu yang beterbangan, para pendekar merasa dirinya seolah tuli, tidak mendengar suara apapun.
Ternyata kendang telinga mereka sudah dibuat kaku oleh suara benturan itu, membuat mereka jadi tuli untuk sesaat, dari sini dapat dibayangkan betapa dahsyatnya benturan tadi.
Tiba tiba terdengar martil ditangan Lan Toa-sianseng dengan membawa desingan tajam meluncur ke udara, ketika Lan Toa-sianseng berjumpalitan mundur sejauh tiga kaki, martil andalannya tampak tersisa setengah.
Sebagaimana diketahui, pedang hitam andalan Tian Mong-pek adalah sebilah pedang mustika, kendatipun martil langit terbuat dari baja murni, namun sesudah puluhan jurus, kepala martil terbabat juga hingga kutung.
Potongan martil itu mencelat sejauh puluhan kaki, terjatuh dibelakang tebing, suara jeritan ngeri segera berkumandang dari balik gunung, rupanya ada orang yang bersembunyi disana terhajar potongan martil itu hingga hancur berantakan.
Untuk berapa saat Lan Toa-sianseng mengawasi kutungan martilnya dengan termangu, sesaat kemudian tiba tiba ia berseru sambil tertawa keras: "Hahaha, bagus! Bagus! Puas! Puas!" Biarpun Tian Mong-pek terlindung oleh pelbagai ilmu sakti, namun setelah melalui belasan bentrokan, ia sudah dibikin terengah engah hingga tak sanggup berbicara.
Kendatipun begitu, dia segera meronta bangun setelah mendengar tantangan itu.
"Ayoh..... ayoh kita mulai lagi." "Kau .
. . . . . . . . " Belum selesai Lan Toa-sianseng berbicara, dari atas tebing setinggi tujuh kaki, mendadak meluncur tiba dua sosok bayangan manusia, tubuh mereka yang melambung tak ubahnya seperti malaikat turun dari langit.
Belum sempat semua orang melihat jelas wajah kedua orang itu, Lan Toa-sianseng sudah berseru sambil tertawa tergelak: "Hahaha, bagus, Siau Ong-sun, kaupun sudah datang, bagus sekali kedatanganmu!" orang yang satunya lagi adalah Tu Hun-thian, walaupun sewaktu menginjak tanah sama sekali tak menimbulkan suara, namun keindahan gerakan tubuhnya masih kalah dari Siau Ong-sun.
Terkejut bercampur girang, Tian Mong-pek segera maju menyambut.
sambil tertawa Siau Ong-sun segera menyapa Lan Toa-sianseng: "Sejak berpisah, baik baikkah kau?" Lan Toa-sianseng tidak menjawab sapaan itu, ujarnya langsung: "Bagus sekali kedatanganmu, lohu adalah pemilik panah kekasih, lohu pula yang membuat senjata itu untuk mencelakai orang, kini aku sudah tak tahan lagi, apapun yang akan kalian lakukan terhadap lohu, terserah kamu semua." Perkataan itu disampaikan santai dan tenang, Tian M ong-pek yang mendengar jadi terperanjat, pikirnya: "Sungguh sempurna tenaga dalamnya, bila aku musti bertarung lebih jauh, mana mungkin ada harapan untuk menang?" Untuk sesaat dia merasa menyesal bercampur malu sendiri, darimana dia tahu kalau julukan sebagai pendekar nomor satu bukan diraih Lan Toa-sianseng karena keberuntungan, apalagi dalam puluhan tahun ini dia berlatih makin tekun, tenaga dalamnya saat ini sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Walau begitu, dengan kemampuan dirinya, ternyata sa nggup bertarung sengit melawan Lan Toa-sianseng, peristiwa semacam ini sudah merupakan satu kejadian langka yang sukar dipercaya para pendekar.
Semenjak pertarungan ini, nama besar si pedang amarah Tian Mong-pek pun mulai menggetarkan kolong langit.
Ketika para jago mendengar ucapan dari Lan Toa-sianseng itu, perasaan hati mereka semakin terjadi gejolak, suara pembicaraan pun bergema dari sana sini.
Tiba tiba terdengar Siau Ong-sun berkata dengan lantang: "Aku Siau Ong-sun berani menggunakan nyawaku se bagai jaminan, bahkan Lan Toa-sianseng bukan pemilik panah kekasih, saudara Lan, kau pun tak usah mewakili orang lain untuk memikul dosa ini." semua jago berdiri tertegun, suara hiruk pikuk terhenti seketika.
Perlu diketahui, status kokcu lembah kaisar didalam dunia persilatan amat tinggi, bobot dari setiap ucapannya tak bisa dibandingkan dengan orang biasa.
Rasa terima kasih segera melintas diwajah Lan Toa-sianseng, tapi di mulut dia tetap berkata sambil tertawa latah: "Keliru, keliru, siapa bilang aku sedang memikul dosa orang lain" Kenapa harus memikul dosa orang?" Siau Ong-sun menghela napas panjang.
"Mengapa harus pikul dosa orang, tentu dibalik semuanya ini ada penyebabnya, apakah Lan-heng berharap siaute ungkap semua alasanmu?"
Siau Ong-sun menghela napas panjang.
"Mengapa harus pikul dosa orang, tentu dibalik semuanya ini ada penyebabnya, apakah Lan-heng berharap siaute ungkap semua alasanmu?" Berubah paras muka Lan Toa-sianseng.
Say-sang tayhiap Lok Tiau-yang segera tampil ke depan, katanya: "Boanpwee Lok Tiau-yang, ada satu urusan ingin bert anya kokcu, apakah boleh kusampaikan?" "katakan saja Lok tayhiap." Jawab Siau Ong-sun sambil tersenyum.
Setelah menyapu sekejap sekeliling arena, dengan lantang Lok Tiau-yang berkata: "Urusan telah berkembang jadi begini, pabila kokcu tidak menjelaskan latar belakang dari Lan Toa-sianseng yang pikul dosa orang, mungkin para enghiong dari seluruh kolong langit tidak akan merasa puas." "Kalau tidak puas lantas kenapa?" teriak Lan Toa-sianseng berang.
"Lan-heng tak usah emosi dulu .
. . . . . .. sudah sewajar nya bila Lok tayhiap ingin tahu alasan serta latar belakangnya, tapi masalah ini panjang untuk diceritakan, lagipula .
. . . . .." Tiba tiba dari kejauhan terdengar seseorang melanjutkan: "Lagipula daripada dia yang bicara, jauh lebih cocok bila pnnie yang menjelaskan." Suara itu nyaring dan melengking, mirip suara seorang wanita.
Mula mula Tian Mong"pek menyangka Coat-hong taysu dan Miat"hong taysu yang datang, tapi dari nada "pinnie" yang diucapkan, dia merasa suara itu seperti tak dikenal, pemuda ini jadi keheranan, siapa gerangan nikow itu" Tampak tiga sosok bayangan manusia muncul dari balik perbukitan, dua diantaranya adalah Coat-hong taysu dan Miat-hong taysu, sedang nikow yang seorang lagi berperawakan tinggi, bermata tajam, gerak geriknya mirip seorang taysu.
Setelah diamati setengah harian, Tian Mong-pek baru mengenali, ternyata dia adalah Liat-hwee hujin.
Liat-hwee hujin cukur rambut jadi nikouw" Mimpipun Tian Mong-pek tak pernah membayangkan kejadian ini.
Siau Ong-sun serta Lan Toa-sianseng pun segera memperlihatkan wajah kaget dan tak percaya.
Dengan nada terperanjat seru Tu Hun-thian: "Liat-hwee hujin, kau .
. . . .. kau . . . . . .. "Omintohud!" Liat"hwee hujin segera merangkap tangannya didepan dada dan tertawa, "Liat-hwee hujin sudah mati, yang hidup didunia saat ini tinggal Toan-hong nikow, Lan Thian-jui, sekarang kau sudah tak perlu kuatir lagi bukan?" Biarpun dia berdandam seorang nikouw, namun sewaktu berbicara masih terasa kalau dia bukan seorang pendeta.
Tanpa terasa Lan Toa-sianseng tertawa getir.
Memandang Coat"hong taysu dan Miat"hong taysu, Siau Ong-sun berkata: "Siancay, siancay, tak disangka kalian berdua lagi-lagi berhasil menyadarkan satu orang." "Tidak gampang adikku menyadarkan diriku," sahut Liat-hwee hujin sambil tertawa, "tapi dia seharusnya adalah adikku, namun sekarang malah jadi suci ku, aku jadi sangat dirugikan." Coat-hong taysu hanya tersenyum tanpa menjawab, berapa hari tak berjumpa, wajahnya tampak sudah dilapisi sinar kesucian, jelas ilmu kebatinannya telah peroleh kemajuan pesat.
Perlu diketahui, didalam kalangan agama Buddha, urutan berdasarkan siapa yang menjadi anggota duluan, oleh sebab itu yang muda bisa jadi guru, yang tua bisa jadi murid, hal semacam ini lumrah dikalangan Buddha.
Toan-hong taysu atau Liat-hwee hujin menyapu sekejap wajah para jago, setelah tertawa ujarnya: "Sesudah terpotong pembicaraan tadi, hampir saja pnnie lupa untuk menjelaskan masalah Lan Thian-jui pikul dosa orang lain." "Kami semua siap mendengarkan." Kata Lok Tiau-yang.
Setelah memandang Lan Thian-jui sekejap, ujar Toan-hong taysu: "Bila urusan ini tidak dijelaskan, sudah pasti kalian akan menaruh curiga, pinni pun akan tertekan, terlebih Lan Thian-jui, karena selama hidup dia harus memikul kesalahan orang lain.
Maka setelah dipikir bolak balik, pinni putuskan untuk membeberkan masalah ini hingga tuntas." Walaupun perkataan itu ditujukan para pendekar, sesungguhnya ucapan itu khusus ditujukan Lan Toa-sianseng.
Mendengar itu, Lan Toa-sianseng mendengus dingin dan tidak buka suara lagi.
Terdengar Toan-hong taysu berkata lebih lanjut: "Kami kakak beradik dua orang memiliki tabiat yang berbeda, adikku lembut dan polos, dialah perempuan idaman Lan Thian-jui, hanya sayang orang yang dicintai adikku bukan dia melainkan Siau Ong-sun, sebaliknya tabiatku kasar dan berangasan, justru akulah yang mencintai Lan Thian-jui, seluk beluk dibalik kesemuanya ini rumit untuk diceritakan." Begitu dia bercerita tempat kisah asmara yang melibatkan empat pendekar kenamaan dunia persilatan, para pendekar segera mendengarkan dengan seksama.
Tian Mong-pek pun segera berpikir: ll "Ternyata beginilah kisah cinta mereka berempat.....
Tampak paras muka Siau Ong-sun maupun Lan Toa-sianseng terlintas warna merah gelap, sekalipun mereka tahu kalau Liat-hwee hujin akan membeberkan rahasia itu, namun tidak menyangka akan disampaikan didepan orang banyak secara gamblang.
Toan-hong taysu berlagak seolah tidak melihat, kisahnya lebih lanjut: "Hanya saja sifat adikku lembut dan halus, walaupun mencintai Siau Ong-sun, namun dia tak berani berterus terang, walau tidak mencintai Lan Thian-jui, diapun tak mau bersikap kelewat dingin, tentu saja Lan Thian-jui bukan orang bodoh, ketika patah hati, setiap hari dia lari ke arak untuk mabuk mabukan.
Saat itulah ada seorang wanita jalang yang bertampang halus suci mendekatinya, biarpun Lan Thian-jui adalah seorang enghiong, namun dalam kondisi patah hati, akhirnya dia tak berhasil lolos dari serangan cinta mautnya." Lan Toa-sianseng mendeham berulang kali, dia membalikkan badan siap berlalu dari situ.
"Lan Thian-jui," Toan-hong taysu segera menegur," bila saat ini kau angkat kaki, berarti kau bukan seorang lelaki sejati." Ucapan tersebut membuat Lan Toa-sianseng gusar tak bisa, tertawa pun tak mungkin, terpaksa dia menghentikan langkahnya.
Toan-hong taysu bercerita lebih lanjut: "Namun perempuan jalang itu bukan benar-benar mencintai Lan Thian-jui, dia sengaja berbuat begitu karena sejak awal sudah punya ambisi untuk merajai dunia persilatan, untuk mengatur jalan mundurnya kelak, dia ingin menggaet setiap tokoh kenamaan dalam dunia persilatan untuk mau berkomplot dengan dirinya, dengan begitu bila kelak dia melakukan perbuatan laknat atau keji, para jago kenamaan itu bukan saja tak akan menyulitkan dirinya, bahkan akan berusaha melindungi keselamatan jiwanya." Kembali para jago menjerit kaget.
Tian Mong-pek segera jadi paham, pikirnya: "sudah pasti perempuan siluman itu adalah So Kin-soat, demi bercapainya ambisi pribadi, dia tak segan menjual tubuh dan sukma sendiri, tak segan merusak keharmonisan rumah tangan orang lain, ayah dan ibu ku pun tersiksa gara gara ulahnya." Ia merasa perasaan sedih dan gusar berkecamuk didalam dada, untuk berapa saat pemuda ini tak ingin berpikir lebih jauh.
Kembali Toan-hong taysu melanjutkan: "Tapi siluman wanita ini, meski merusak banyak lelaki, dalam hati kecilnya dia hanya memiliki seorang kekasih, orang itu tak lain adalah si Tangan pencabut nyawa Tong Ti." Sekarang para jago baru tahu bahwa persoalan ini te rnyata ada sangkut pautnya dengan perguruan keluarga Tong di Siok-tiong, kegaduhan kembali terjadi, sampai lama sekali sukar tenang kembali.
Toan-hong taysu berkata lagi: "Oleh karena Tong Ti sudah lama ditekan dan diinjak ayahnya, Tong Bu-im, diapun berkeinginan untuk menciptakan sebuah karya sendiri yang menggemparkan dunia, maka kedua orang itupun bersatu padu.
Setelah melewati perjuangan selama banyak tahun, akhirnya mereka berhasil menciptakan panah kekasih, senjata rahasia yang paling beracun.
Agar dunia persilatan jadi kacau, agar umat persilatan saling curiga dan menduga, mereka sengaja menjual senjata rahasia itu secara diam diam, mereka pun menciptakan Chin Siu-ang sebagai satu satunya orang yang mampu memunahkan racun panah kekasih, agar semua umat persilatan menganggap Chin Siu-ang sebagai satu satunya bintang penolong, dengan begitu semua orang tak bakal curiga kalau dialah pelaksana dari semua intrik busuk ini." Kegaduhan kembali terjadi, para pendekar semakin ramai membahas persoalan itu.
Toan-hong taysu melanjutkan dengan lantang: "Tapi akhirnya, tiada kertas yang dapat membungkus api, dikolong langit tiada rahasia yang selamanya tak mungkin bisa terbongkar, mula mula rahasia Chin Siu-ang ketahuan terlebih dahulu, merekapun tak segan untuk segera membinasakan Chin Siu-ang, sedang Lan Thian-jui, semenjak peristiwa Yo Swan, diapun secara lamat lamat mulai menduga rahasia dibalik kesemuanya ini.
Bukan hanya satu kali dia ingin membujuk siluman perempuan itu untuk menghentikan praktek jahatnya, namun sampai mati siluman perempuan itu tak pernah mau mengaku." Lan Toa-sianseng mendongakkan kepalanya memandang awan di angkasa, namun dadanya naik turun, bahkan kian lama kian bertambah keras, jelas hatinya saat itupun sedang bergolak keras.
Setelah tarik napas, Toan-hong taysu berlata lagi: "Namun setelah peristiwa semakin berkembang, akhirnya mau tak mau siluman wanita itu harus mengaku, Lan Toa-sianseng pun segera datang kemari untuk menegur perbuatan busuknya, siapa tahu siluman wanita itu justru menggunakan affair mereka dimasa lalu mencoba mengancam dia, minta dia untuk menutupi semua rahasianya, kalau tidak dia akan beberkan kejadian yang memalukan ini kepada umum.
Lan thian-jui adalah lelaki yang tinggi gengsinya, dia memandang mukanya sangat penting, lebih baik mati daripada kehilangan muka.
Yaaa begitulah, watak takut kehilangan muka itulah yang mencelakai dia jadi begini." Kini, semua jago baru mengerti duduknya perkara, teriak mereka ramai ramai: "Sembilan puluh persen wanita siluman itu adalah so Kin-soat." "Tutup mulut!" tiba tiba Lan Toa-sianseng membentak keras.
Dengan sorot mata tajam dia melotot ke arah Toan-hong taysu, Toan-hong taysu pun segera melotot kearahnya.
"Darimana kau bisa mengetahui semua kejadian ini dengan begitu jelas?" tanya Lan Toa-sianseng kemudian.
"Kau benar benar tidak tahu?" tanya Toan-hong taysu, "baiklah, kalau begitu aku beritahu, semua kisah ini kuketahui dari Siau Ong-sun." Kontan Lan Toa-sianseng mendelik kearah Siau Ong-sun, tapi Siau Ong-sun hanya gelengkan kepala sambil menghela napas, orang tua ini hanya tertawa getir.
I "Kau tak usah melototi orang lain," ujar Toan-hong taysu lagi, "orang berbuat begitu demi kebaikanmu, ketika semua orang mencurigaimu, hanya Siau Ong-sun seorang yang percaya kepadamu bahkan tak segan menyerempet bahaya untuk melakukan penyelidikan diatas gunung, akhirnya dari mulut orang lain dia berhasil mendapat tahu enam puluh persen rahasiamu, sedang sisanya yang empat puluh persen adalah hasil dugaan sendiri.
Dia tahu watakmu yang lebih baik mati daripada mengaku salah, terlebih tak mungkin akan menceritakan rahasia semacam ini, padahal rahasia ini penting sekali untuk dibicarakan.
Karena takut bila dia yang bercerita akan membuat kau kehilangan muka, terpaksa semua rahasia ini diceritakan dulu kepadaku.
Tapi sekarang, akupun tidak tahan untuk tidak menyampaikan kepadamu." II "Tapi .
. . . . .. ucap Lan Toa-sianseng. Siau Ong-sun segera menghela napas, ujarnya: "Lan-heng benar benar pintar sewaktu, pikun sesaat, masa kau ingin merusak nama baikmu hanya dikarenakan perbuatan khilaf yang pernah dilakukan pada saat masih muda dulu?" Lan Toa-sianseng termangu berapa saat, tapi akhirnya dia mendongakkan kepala dan menghela napas panjang.
"Aaai, yaa sudahlah .
. . . . . .." Tiba tiba ia membalikkan badan, menepuk bahu Tian Mong-pek dan ujarnya: "Saudara cilik, sekarang kau sudah tahu duduknya perkara, akupun akan beritahukan satu hal lagi kepadamu, sesungguhnya Yo Swan adalah titipan So .
. . . .. aaai, dia yang minta aku menerimanya sebagai murid.
Ketika hari itu aku mendapat tahu kalau dia jalan bersamamu, akupun paksa dia untuk memberitahukan jejakmu, saat itulah aku baru tahu kalau kau sudah terjebak dalam gua rahasia, sebetulnya aku ingin langsung membantainya, tapi mengingat perempuan itu, akhirnya aku tak tega sehingga paksa dia untuk angkat sumpah berat yang melarang dia berkelana lagi dalam dunia persilatan, bahkan mengutungi lengannya.
Hanya saja, hingga waktu itu aku masih belum menyangka kalau.....
kalau perempuan itu adalah.....
dalang panah kekasih . . . . .. aiii!" Sekarang Tian Mong"pek sudah tahu duduknya perkara, yang tersisa sekarang hanya rasa menyesal serta rasa malu terhadap diri sendiri, dia tak tahu harus bicara apa, maka ucapnya tergagap: "Aku.....
aku . . . . .." Kembali Lan Toa-sianseng menepuk bahunya sambil berkata: "Biarpun kau telah mencurigai diriku, tapi aku tak pernah marah, kau pun tak usah bersedih hati, andai berganti aku, mungkin rasa curigaku jauh lebih tebal ketimbang dirimu .
. . . . .." Semakin didengar, Tian Mong"pek merasa semakin terharu, akhirnya air mata bercucuran membasahi pipinya.
sambil menghela napas, kembali Lan Toa-sianseng berkata: "sayang Yo Swan si binatang itu berani melanggar sumpah.
Aaai! Ketika aku mendengar sumpahnya waktu itu, seharusnya aku sudah bisa menduga kalau dia memang berniat melanggar sumpahnya." "sumpah berat apa yang dia ucapkan?" tanya Siau Ong-sun tiba tiba.
"Dia bilang, kalau melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan, maka dia akan mati dimakan jutaan semut.
Mana ada semut makan manusia" Bukankah sumpah itu hanya gurauan saja?"
Bab S2. Badai telah berlalu. Mendengar itu, Tian Mong"pek merasa hawa dingin muncul dari dasar hatinya, sampai lama sekali tak sanggup berbicara.
Siau Ong-sun menghela napas panjang, secara ringkas diapun mengisahkan keadaan disaat Yo Swan menemui ajalnya.
Lan Toa-sianseng ikut merasa bergidik, gumamnya: "Jaring hukum langit memang tak akan membiarkan orang berdosa lolos .
. . . . . .." Sesaat kemudian dia menjura kearah Siau Ong-sun sambil ujarnya: "Kunci dari suatu persahabatan terletak pada saling mengertian, karena kau sudah tahu tentang aku, maka akupun tak akan banyak bicara, daripada salah kaprah." "Memang seharusnya begitu." Jawab Siau Ong-sun tersenyum.
II "Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu .
. . . . .. "Kenapa harus pergi?" "Kau sangka masih pantas aku tetap tinggal disini?" tanya Lan Toa-sianseng sedih.
Siau Ong-sun termenung berapa saat, dia sadar, seandainya para jago mengerubuti So Kin-soat, padahal dia tak dapat membantu perempuan itu, diapun tak dapat berpangku tangan saja, Cara terbaik hanyalah menyingkir jauh jauh.
Maka diapun tidak menghalangi lagi, hanya ujarnya setelah menghela napas: "Setelah berpisah hari ini, entah ke mana kau akan pergi" Terlebih sampai kapan kita baru akan bertemu kembali?" Lan Toa-sianseng tertawa nyaring.
"Hahaha, jagad raya begini luas, dimana pun pasti akan menampung diriku, II empat samudra begitu besar, setiap saat kita akan bertemu lagi .
. . . . . .. Dia mengulapkan tangannya ke arah Toan-hong dan Coat-hong, lalu membuang separuh gada bajanya ke tanah dan ujarnya lagi sambil tertawa keras: "Saudara cilik, mulai sekarang, dunia persilatan adalah dunia kekuasaanmu .
. . . . . . .." Belum selesai suara tertawanya, bayangan tubuh orang itu sudah berada dikejauhan sana.
Sampai lama kemudian, Tian Mong-pek merasa seolah suara tertawa itu masih mendengung disisi telinganya, dia seakan masih melihat kegagahannya tampil didepan mata.
Dia cukup paham, mau ke mana pun Lan Toa-sianseng pergi, dia pasti dapat membangun kembali dunianya.
Menyaksikan bayangan tubuh tokoh sakti itu makin menjauh, para jago ikut merasa trenyuh dan sedih, bahkan Coat-hong taysu yang sudah lama hidup sebagai pendeta pun, saat ini menunjukkan mimik sedih.
Apalagi Toan-hong taysu, sinar matanya mirip orang yang sedang mabuk, beberapa kali dia berniat melakukan pengejaran, namun akhirnya diurungkan.
Entah lewat berapa lama kemudian, Tian Mong-pek baru berjalan ke hadapan Coat-hong taysu, dia nampak sangsi, seakan sedang mempertimbangkan sesuatu, namun akhirnya tak sepatah kata pun yang diucapkan.
Coat-hong taysu memandangnya sekejap, lalu tersenyum.
"Kau ingin menanyakan kabar berita dia?" tanyanya.
Yang dimaksud dia, tentu saja Siau Hui-uh.
Tak usah sebut namapun, Tian Mong"pek mengetahui sangat jelas.
Melihat dia mengangguk, meski tanpa berkata-kata namun rasa cinta yang begitu dalam terpancar dari balik matanya, kembali Coat-hong taysu tertawa.
"Dia pasti datang." Sahutnya.
Dibalik senyuman itu terselip rasa sedih yang mendalam, seakan dia sedang merasa pedih memikirkan duka yang menimpa dirinya.
"Apakah dia.... dia . . . . . .." tanya Tian Mong-pek tergagap.
Sekonyong-konyong dari empat penjuru berkumandang suara sumpritan yang aneh, dari balik bukit karang pun lamat lamat terdengar suara senjata diloloskan dari sarung serta suara orang berlarian.
Biarpun para jago sudah menduga kalau disekeliling perbukitan itu pasti tersembunyi jebakan, tak urung berubah juga paras muka mereka sekarang.
Say-sang tayhiap Lok Tiau-yang pasang telinga dan mendengarkan berapa saat, kemudian serunya dengan nada berat: "Paling tidak ada empat ratusan orang yang bersembunyi disekeliling tempat ini." Hampir sepanjang hidup dia berkelana dalam dunia persilatan, pengalamannya luar biasa, ternyata dari suara langkah manusia, ia dapat menebak jumlah lawan.
Walaupun Siau Ong-sun dan Tu Hun-thian merupakan tokoh silat yang hebat, namun mereka amat jarang berkelana dalam dunia kangou, sepak terjang mereka pun ibarat naga sakti yang kelihatan kepala, tak kelihatan ekor, karena itulah dalam hal ini, mereka tak bisa melebihi kemampuan Lok Tiau-yang.
Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
II "Empat ratus orang .
. . . .. gumam Siau Ong-sun setelah bertukar pandangan sekejap dengan rekannya.
II \\ "Pasukan musuh begitu banyak, kata Tu Hun-thian pula, aku kuatir .
. . . . . .. aai, kalau bantai mereka hingga habis mah gampang, tapi untuk memukul mundur orang orang itu, mungkin lebih sulit dari mendaki ke langit." Ucapan ini kedengarannya agak benturan, padahal mengandung maksud yang mendalam, sebab kalau suruh jago jago kenamaan ini menghadapi kawanan kurcaci, sejujurnya mereka tak akan tega untuk turun tangan.
setelah menghela napas kata Siau Ong-sun: "Bukan hanya begitu, ditinjau dari suara langkah mereka, diantara ke empat ratusan orang ini, banyak yang merupakan jago kelas satu.
Dengan jumlah kekuatan yang kita miliki, bukan hal gampang untuk membunuh habis mereka semua." Mendadak terdengar Tian Mong-pek berseru: "Disana ada orang .
. . . .. aaah, kelihatannya Li Koan"eng serta Beng Li-si, kenapa mereka bisa berada disini?" Baru selesai bicara, Li Koan"eng dan Beng Li-si telah berlari mendekat, wajah mereka tampak gugup bercampur panik, dengan napas tersengkal teriaknya: "Tian.....
Tian-heng, cepat..... cepat kabur kebawah bukit!" "Belum lagi naik gunung, masa harus turun kembali?" tanya Tian Mong-pek keheranan.
Li Koan"eng menghela napas, katanya: "So....
So hujin telah menyiapkan banyak jebakan diseputar bukit, pada lapisan pertama pun dijaga empat ratusan orang, bila harus naik gunung, aku kuatir .
. . . . . .." "Betul," Beng Li-si menimpali, "disaat kami berdua sudah terpojok hingga tak ada tempat untuk melarikan diri, So hujin telah menampung kami berdua, budi kebaikan ini berat bagaikan bukit, tapi Tian....
Tian tayhiap begitu baik kepada kami berdua, budi kebaikan mu melebihi apa pun, itulah sebabnya dengan mempertaruhkan keselamatan jiwa, kami datang kemari untuk memberi kabar.
Tian tayhiap, sekalipun kau ingin membasminya, toh tidak harus dilakukan pada hari ini." "Selama berdiam berapa hari diatas gunung," kembali Li Koan"eng berkata, "sedikit banyak kami sudah mengetahui sebagian rahasianya, biarpun dia II pantas mati, tapi kesempatan masih banyak, Tian-heng, kau .
. . . . . . .. Selama ini Tian Mong-pek hanya mendengarkan tanpa bicara, saat itulah dia menyela dengan lantang: "Setelah tiba disini, sudah tiada jalan kembali bagi kami semua, sekalipun harus mati dalam pertarungan, kami tetap akan bertarung hingga titik darah penghabisan." Kawanan jago yang sejak awal sudah memendam rasa gusar, sontak bersorak sorai setelah mendengar ucapan itu.
Sambil tersenyum seru Tu Hun-thian: "Tian Mong-pek memang tidak malu menjadi menantunya kokcu lembah kaisar." "Tampaknya aku sama seperti dirimu, sudah menjadi anak panah yang terlepas dari busur, tidak mungkin balik lagi." Seru Siau Ong-sun sambil tersenyum.
Mereka berdua pun saling berpandangan sambil tersenyum, jelas mereka merasa bangga akan kejantanan Tian Mong"pek.
Sebaliknya paras muka Li Koan"eng serta Beng Li-si justru berubah hebat.
Belum sempat mereka berdua mengucapkan sesuatu, tiba tiba dari bawah bukit terdengar seseorang berteriak nyaring: "Siau lotoa .
. . . . . .. Siau toako . . . . . . . .." Menyusul kemudian, terlihat sesosok bayangan manusia berlarian mendekat, gerakan tubuhnya ternyata tidak berada dibawah kemampuan Lan Toa-sianseng.
"Siapa orang ini?" seru Lok Tiau-yang dengan wajah berubah.
Siau Ong-sun maupun Tian Mong-pek segera mengenali orang itu sebagai si Bungkuk baja, yang lebih aneh lagi, ternyata si bungkuk baja menggendong seseorang dipunggungnya.
"Aku berada disini." Sahut Siau Ong-sun.
Si Bungkus baja segera bergerak mendekat, teriaknya: "Siau lotoa, kau .
. . . .. cepat kau tolong dia, orang ini hampir mati, selain kau, sudah tak ada lagi yang bisa menolong." Dengan kesempurnaan tenaga dalamnya, ternyata dia bicara dengan napas tersengkal, jelas orang tua ini sudah menempuh perjalanan jauh.
"siapa yang terluka" Cepat baringkan dia." Ucap Siau Ong-sun.
"Coba lihat, siapakah orang ini." Sambil berkata, si bungkuk baja itu membaringkan tubuh orang tadi ke tanah.
Jeritan kaget pun seketika berkumandang dari empat penjuru, bahkan jeritan terkeras berasal dari Li Koan"eng serta Beng Li-si.
Ternyata orang yang terluka parah ini tak lain adalah Mo-siau-to Go Jit, salah satu diantara tujuh tokoh ternama dalam dunia persilatan.
Dalam kenyataan, orang ini sudah terluka parah, hal semacam ini sama sekali diluar dugaan siapapun.
"Hah, dia?" seru Siau Ong-sun dengan wajah berubah, "siapa yang telah melukainya?" II "Siapa lagi, si bungkuk baja menghela napas, "kecuali tombak tanpa bayangan, masih ada siapa lagi" Tapi si Tombak tanpa bayangan pun berhasil dilukai oleh senjata tajamnya, aku rasa luka yang ia derita tidak lebih ringan daripada dirinya." "Dimana Yo Hui sekarang" Bagaimana ceritanya sehingga kau bertemu mereka?" Si bungkuk baja menghela napas.
"Sewaktu menjumpai mereka berdua, kedua orang ini sudah bertarung mati matian dan semuanya terluka parah, hanya Yo Seng, murid Yo Hui yang melindungi dari samping, waktu itu jika Yo Seng berniat membunuh Go Jit, sesungguhnya dapat dia lakukan semudah membalik tangan, tapi ternyata dia memang tak malu disebut seorang lelaki sejati, ternyata tak mau gunakan kesempatan itu untuk membokong, begitu melihat aku tiba disana, diapun segera membopong gurunya dan pergi dari situ, bahkan sempat memohon kepadaku, bagaimana pun aku harus selamatkan Go Jit, agar dikemudian hari dia berkesempatan untuk balas dendam dengan tangan sendiri, aaai .
. . . .. bocah itu memang punya nyali." "Lalu, kenapa kau bisa sampai disini?" Si Bungkuk baja melirik Tian Mong-pek sekejap lalu tertawa, katanya: "Kekasih hati saudara cilik kitalah yang beritahu." Karena Siau Hui-uh sudah dapat berbicara, itu menandakan luka yang dideritanya telah sembuh.
Biarpun secara diam-diam Tian Mong-pek merasa lega, tak urung tanyanya juga: "Dimana cianpwee bertemu dia" Kenapa dia belum juga naik gunung?" "Tempat dimana Go Jit dan Yo Hui terluka adalah tepi telaga Tong-ting, nona Siau pun sedang berpesiar ditempat itu, kelihatannya dia sedang menunggu orang." "Dia menunggu .
. . . . . .." tiba tiba Tian Mong-pek merasa pertanyaannya terlalu berlebihan, dengan wajah memerah cepat dia membungkam.
"Siapa yang ditunggu putriku?" akhirnya Siau Ong-sun mewakilinya bertanya.
"Nantipun kau bakal tahu sendiri." Kata Coat-hong taysu sambil tersenyum.
Si bungkuk baja menghela napas panjang, katanya: "Berhubung aku mendapat titipan pesan yang harus segera dilaksanakan, begitu tahu Siau lotoa berada digunung, maka buru buru aku menyusul kemari.
Kecuali Siau lotoa, siapa lagi yang bisa mengobati luka Go Jit" Siapa sangka meski Go Jit sudah setengah pingsan, dia bersikeras tak mau naik gunung, bahkan masih mengigau tiada hentinya: "Tolong bawa aku mencari Sisi, biar harus matipun aku harus bertemu terakhir kalinya dengan Sisi.".
aku tak tahu siapakah Sisi, maka tanpa menggubris igauannya lagi segera kubawa diA naik gunung." Tiba tiba sekujur tubuh Beng Li-si gemetar keras, diantara biji matanya yang bening terlihat butiran air mata, sambil menggigit bibir ia tundukkan kepala .
Siau Ong-sun menghela napas panjang.
"Aaai, buat apa . . . . .. semuanya ini buat apa?" Diapun mendahulukan menolong orang dengan memeriksa sekujur tubuh Go Jit dengan seksama, kemudian mencekokkan berapa butir pil ke dalam mulutnya.
"Apakah lukanya masih bisa ditolong?" tanya si bungkuk baja.
Kembali Siau Ong-sun menghela napas panjang.
"Aaai, walaupun nyawanya tertolong, namun ilmu silat yang dimiliki.....
mungkin sejak kini..... aiii." Dia tidak melanjutkan perkataannya, namun maksud dari ucapan itu sudah jelas.
Ketika semua orang tahu bahwa jago silat yang tersohor namanya diseantero jagad ini bakal kehilangan seluruh ilmu silat yang dipelajarinya selama puluhan tahun, ketika kehidupannya yang penuh keaneka ragaman pengalaman bakal sirna dengan begitu saja, mereka sadar, andai Go Jit harus memilih, mungkin dia lebih suka mati dengan begitu saja.
sebagai orang yang belajar silat, para jago dapat merasakan betapa terpukulnya perasaan hati mereka ketika mengetahui ilmu silatnya punah.
Setelah menelan pil mustajab pemberian Siau Ong-sun, Go Jit mulai tersadar dari pingsannya, namun dia masih juga bergumam: "Sisi .
. . . .. Sisi..... dimana kau?" Sebenarnya Tian Mong-pek menganggap Go Jit itu seorang lelaki sombong dan suka bertindak semena-mena, tapi setelah menyaksikan cinta kasihnya yang tak pernah padam, terenyuh juga perasaan hatinya, dia jadi tak tega dan segera melengos kearah lain.
Akhirnya Beng Li-si tak kuasa menahan diri, dia menubruk tubuh Go Jit sambil menangis tersedu-sedu.
"Aku berada disini .
. . . . .. aku berada disini . . . . . .." sahutnya sambil Akhirnya Beng Li-si tak kuasa menahan diri, dia menubruk tubuh Go Jit sambil menangis tersedu-sedu.
"Aku berada disini .
. . . . .. aku berada disini . . . . . .." sahutnya sambil terisak.
Perlahan Go Jit membuka matanya yang sayu, begitu melihat wajah Beng Li-si yang sayu, sekulum senyuman segera tersungging diujung bibirnya.
II "Kau..... kau jangan pergi . . . . . . .. II "Sisi tak akan pergi .
. . . .. selama hidup Sisi akan mendampingi mu .
. . . . .. bisik Beng Li-si lirih. "Bagus . . . . .. bagus . . . . . .." akhirnya Go Jit tersenyum, dia ulurkan tangan, seolah hendak meraba wajah perempuan itu, tapi baru diangkat sudah terjatuh kembali, ia jatuh tak sadarkan diri.
Biar begitu, senyum ketenangan masih menghiasi wajahnya, sampai lama belum juga hilang.
Li Koan-eng berdiri mematung tak bergerak, mukanya pucat bagai kertas.
Beng Li-si membalikkan tubuhnya berjalan kehadapan lelaki itu, katanya dengan air mata bercucuran: "Toako, aku.....
aku tak bisa ikut kau lagi, aku.....
aku . . . . .. aku...." "Aku mengerti." Jawab Li Koan-eng sambil tertawa sedih.
"Kau . . . . . . .. baiklah kalau tahu . . . . . . . .." Mereka berdua saling bertukar pandangan sekejap dan tidak bicara lagi, tidak pula memandang untuk kedua kalinya, seakan seluruh perasaan cinta, seluruh perasaan sedih, semuanya telah berakhir dalam pandangan tadi.
Beng Li-si bangkit berdiri, menjura kepada Siau Ong-sun, lalu sambil membopong Go Jit, dengan kepala tertunduk katanya: "Karena harus merawat lukanya, boanpwee tak dapat menyumbangkan tenaga lagi untuk berbakti kepada cianpwee, sekarang juga boanpwee akan turun .
. . . .. gunung . . . . .." Sewaktu mengucapkan kata terakhir, isak tangis pun meledak.
Diwaktu Go Jit masih berjaya dalam dunia persilatan, tanpa peduli keselamatan sendiri perempuan ini berusaha melarikan diri dari sisinya, tapi kini, disaat Go Jit sudah sekarat, ibarat orang yang sudah setengah mati, dia justru meninggalkan semua masalah untuk pergi bersamanya.
Tampak Beng Li-si dengan membopong Go Jit, diiringi isak tangis yang amat sedih berlarian turun gunung.
Perasaan hati para jago jadi kacau balau tak karuan, siapa pun tak bisa melukiskan bagaimana perasaan hatinya saat ini, entah siapa, ada yang bergumam sambil menghela napas: II "Aaai, perempuan .
. . . .. perempuan . . . . . .. Memang begitulah seorang perempuan, kaum lelaki selamanya tak pernah bisa menembusi hati seorang wanita.
Tian Mong-pek menepuk bahu Li Koan-eng dan katanya sambil menghela napas: "saudara Li, kau .
. . . . . . .. Air mata sudah mengembang dalam kelopak mata Li Koan-eng, tapi dia tak ingin hal ini terlihat orang, sambil mendongak dan tertawa keras, ujarnya: "Kini, aku orang she-Li sudah hidup seorang diri, tanpa beban tanpa keluarga, sudah saatnya untuk bertarung mati matian melawan kaum laknat." II "Lelaki sejati .
. . . . .. puji Tian Mong-pek. Tiba tiba ia teringat akan beban sendiri yang harus dipikul dipundaknya, lalu teringat pula Kiong Ling"ling, Cepat dia berlarian menuju ke belakang batu prasasti.
Dibelakang batu prasasti tidak tampak bayangan Kiong Ling-ling, mulut lorong bawah tanah telah tertutup rapat.
Dalam kagetnya pemuda itu berteriak keras: "Ling-ling .
. . . . .. Ling-ling . . . . . . .." Tiba tiba sinar matanya menangkap sesuatu, berapa coretan tulisan yang tertinggal di belakang batu prasasti, goresan itu entah dibuat dengan ujung pisau atau tusuk konde, walaupun lamat lamat namun masih bisa dibaca dengan jelas, tulisan itu berbunyi begini: "Paman Tian, Ling-ling tak punya muka untuk berjumpa lagi dengan So hujin, Ling-ling pergi, sejak kecil Ling-ling sudah mampu menjaga diri, kepergianku kali ini akan kugunakan untuk berlatih ilmu silat, balaskan dendam untuk yaya.
Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Paman tak perlu kuatir, Ling-ling hanya berharap paman dan nona Siau bisa hidup bahagia, untuk itu Ling-ling sudah merasa puas sekali." Selesai membaca tulisan itu, Tian Mong-pek merasa matanya jadi kabur karena air mata, gumamnya sedih: Dia tahu, Kiong Ling-ling pasti sudah pergi melalui lorong bawah tanah, tapi kini mulut lorong sudah tertutup dan tak mungkin bisa dibuka lagi, diapun tak mungkin bisa mengejarnya, apalagi biar terkejar pun belum tentu gadis itu akan balik.
Dengan murung dibelainya goresan yang tertera diatas batu prasasti, dalam hati dia berdoa untuk Ling"ling, berharap gadis bernasib jelek ini bisa terbebas dari perjalanan takdir yang tragis, berharap dikemudian hari dirinya masih dapat berjumpa dengannya, berharap pada saat itu dia sudah menjadi perempuan yang cantik, melewati kehidupan yang lebih bahagia .
. . . . . .. Thian maha adil, pengharapannya pasti akan terkabul suatu saat nanti.
Sekonyong-konyong genderang peperangan bergema dari empat penjuru, berapa ratus manusia bermunculan dengan senjata terhunus, dibawah kilauan cahaya putih yang menusuk mata, seketika hawa pembunuhan yang kental menyelimuti langit dan bumi.
Tian Mong-pek segera membuang jauh perasaan sedihnya, dengan semangat berkobar dia melompat ke depan dan berseru dengan suara dalam: "Daripada membiarkan mereka menyerang kemari, lebih baik kita yang menyerang ke sana!" "Betul." Sahut para jago gegap gempita.
"Tampaknya memang harus begitu," ujar Siau Ong-sun pula sambil menghela napas, "apakah taysu bertiga .
. . . . . .." Tidak menunggu ia menyelesaikan ucapannya, Toan-hong taysu sudah menukas: "Biarpun kami sudah meninggalkan urusan duniawi, tapi dalam masalah ini kami tetap akan mencampuri, adikku....
aah bukan, suci, benar bukan perkataanku?" "Biarpun hidup di kalangan Buddha, bukan berarti kami sudah lupa cara untuk menundukkan iblis." Jawab Coat-hong taysu.
"Bagus!" ucap Siau Ong-sun, "saudara Tu dan aku dengan membawa Mong-pek maju paling muka, taysu bertiga menjaga barisan belakang, Lok tayhiap pimpin para jago berada di posisi tengah, hati hati, jangan sampai barisan depan dan barisan belakang kehilangan kontak." "Kami akan mentaati pimpinan cianpwee." Jawab Lok tiau-yang.
Tian Mong-pek segera mengayun pedang bajanya sambil berteriak: "Serbu!" Begitu selesai berseru, dia langsung menerjang ke dalam barisan lawan.
Pertempuran berdarah pun segera berlangsung, suara teriakan, suara pembunuhan bergetar hingga langit, dibawah cahaya matahari, beratus ratus bilah senjata saling membacok saling menusuk, keadaan sangat mengerikan.
Siau Ong-sun, si bungkuk baja, Tu Hun-thian Siang-jiu-khong-khong bergerak kian kemari bagai naga sakti, mereka berkelebat ditengah ratusan senjata yang berkilauan, tak selang berapa saat, banyak musuh telah tergeletak dengan posisi jalan darah tertotok.
Sementara pedang baja ditangan Tian Mong-pek menyambar kian kemari, setiap kali pedangnya berkelebat, terdengar suara senjata yang terpapas kutung diikuti jerit kesakitan.
Kendatipun dia berusaha mengampuni jiwa mereka, tak ingin mencelakai nyawa musuh, namun pedangnya yang kelewat tajam memang tak mungkin dibendung siapa pun.
Tak selang berapa saat, sudah ada berapa orang yang menjadi cacat diujung pedangnya, percikan darah membuat baju Tian Mong"pek nyaris berubah jadi merah.
Biarpun kehebatan ke empat orang ini susah dibendung , akan tetapi para jago dibawah pimpinan Say-sang tayhiap harus melakukan pertempuran yang luas biasa melawan tekanan dari ratusan bilah senjata, pertempuran berlangsung alot dan sengit.
Tak lama pertempuran sengit berlangsung, pakaian yang dikenakan para jago telah berubah jadi merah karena darah, ada yang ternoda oleh percikan darh musuh, namun ada pula yang ternoda oleh darah sendiri yang mengucur dari mulut luka.
Coat-hong taysu, Miat-hong taysu serta Toan-hong taysu meski dimasa lalu merupakan iblis wanita yang membunuh orang tanpa berkedip, namun setelah masuk kalangan Buddha, tak mungkin lagi bagi mereka untuk menciptakan terlalu banyak pembunuhan.
oleh karena itu mereka hanya mengintil di belakang para jago, begitu melihat ada yang terancam nyawanya, mereka segera turun tangan menolong, coba kalau bukan begitu, paling tidak ada setengah dari para jago sudah tewas diujung senjata lawan.
Kendatipun demikian, masih tetap ada dua orang terbacok oleh senjata musuh hingga tewas dalam keadaan mengenaskan.
Perlu diketahui, dengan kekuatan dua puluhan orang melawan ratusan musuh, sekalipun kungfu mereka selisih jauh pun masih tetap bukan tandingan, apalagi diantara ratusan orang itu, banyak diantaranya merupakan jago jago lihay yang sudah banyak tahun dibina So Kin-soat.
Oleh karena sebagian besar kawanan jago itu pernah berhutang budi kepada So Kin-soat, maka kini, mereka pun rela jual nyawa untuk perempuan itu.
Semisal saja Li Koan-eng dan Beng Li-si sekalian, coba kalau bukan dikarenakan situasi khusus, sekarang pun mungkin mereka masih akan berbakti untuk perempuan itu.
sambil melancarkan serangan tiada hentinya, dalam hati Siau Ong-sun menghela napas, pikirnya: "So Kin-soat memang tak malu disebut seorang pemimpin sejati, cukup ditinjau dari kemampuannya untuk membeli dukungan orang, dapat dibayangkan bagaimana kemampuan sebenarnya yang dia miliki." Tu Hun-thian sendiripun mempunyai pikiran yang sama setelah melihat pihak lawan tak ada yang mau mundur atau keder hatinya, kendatipun korban yang berjatuhan sudah amat banyak.
Tian Mong"pek berniat menyerbu naik ke puncak bukit, namun diapun mau tak mau harus berbalik arah selamatkan rekan yang terjebak dalam keadaan bahaya, oleh karena itu walaupun sudah bertempur sepertanak nasi lamanya, dia masih gagal untuk menembus kepungan.
Waktu itu, korban yang jatuh dipihak lawan sudah mencapai enam tujuh puluhan orang lebih, tapi berhubung jumlah mereka banyak, semangat tempurnya masih tetap tinggi.
Sebaliknya dari pihak sendiri walaupun hanya empat, lima orang yang jadi korban, namun para jago sudah mulai menunjukkan wajah letih dan tak sanggup bertahan lebih lama.
Jangan lagi kawanan jago lain, Giok-khong-cu yang gagah berani pun kini mulai sayu matanya dan bermandikan keringan.
Dengan mengerahkan sepenuh tenaga Tian Mong-pek menerjang ke samping Siau Ong-sun, setelah membabat kutung lengan kanan seorang lawan, ujarnya dengan nada berat: "Jika kita masih belum berhasil menerjang ke puncak bukit, mungkin So Kin-soat sudah melarikan diri." "Dia memang berniat membasmi semua orang yang mengetahui rahasia panah kekasih diatas bukit ini, dalam keadaan begini tak mungkin dia akan melarikan diri, justru yang kutakuti .
. . . . .." Siau Ong-sun menghela napas panjang, Sesudah berhenti sejenak, lanjutnya: "Ketika kita menyelesaikan pertempuran berdarah disini, sekalipun mampu menyerbu ke puncak bukit, saat itu sudah pasti kita telah lelah dan kehabisan tenaga, mana mungkin mampu menembusi berapa buah perangkap yang dia pasang di belakang sana?" Setelah menggulung lepas dua bilah golok panjang, Tu Hun-thian ikut berkata dengan sedih: "Sekalipun ada orang berhasil menembusi barikade manusia ini, mungkin disaat bertemu So Kin-soat nanti, dia sudah tak sanggup menggenggam senjatanya lagi, mana mungkin bisa menantangnya untuk berduel?" Dalam hati Tian Mong-pek ikut menghela napas, tapi diluaran, dengan penuh semangat katanya: "Sekalipun begitu, kita tetap harus menerjangnya selangkah demi selangkah." Kembali pedang bajanya menyambar kian kemari, kali ini dia turun tangan tanpa ampun.
Sesudah berlangsungnya pertempuran berdarah ini, jago lawan yang berilmu agak lemah kebanyakan sudah rontok satu demi satu, yang tersisa kini nyaris merupakan jago jago berkepandaian tinggi.
Say-sang tayhiap Lok Tiau-yang sudah bermandikan keringat bercampur darah, tongkat rotan ditangannya sudah penuh noda darah, selama berkelana puluhan tahun dalam dunia persilatan, belum pernah ia jumpai pertarungan besar sesengit ini.
Pedang pendek ditangan Giok-khong-cu sudah gumpil sebagian, ketika seseorang menyerjang kearahnya, ia langsung membabat dengan pedangnya, namun senjata nya yang gumpil sudah tak sanggup merobek pakaian lawan.
Menggunakan kesempatan disaat ia tertegun, orang itu melancarkan sebuah bacokan lagi ke wajahnya.
Giok-khong-cu berpekik panjang, sambil membuang pedang pendek miliknya, dia cengkeram pergelangan tangan lawan.
Saat itu juga kedua orang itu saling mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki, Giok-khong-cu menghentak dengan sekuat tenaga, "Kraaak!" ternyata pergelangan tangan lawan berhasil dia patahkan jadi dua.
Melihat itu Lok Tiau-yang tertawa terbahak-bahak, pujinya: "Saudaraku, bagus sekali tindakanmu!" Belum selesai ia tertawa, punggungnya terasa dingin lalu sakit sekali, ternyata satu sayatan golok telah mendarat dipunggungnya.
Dalam kagetnya Giok-khong-cu segera menyusul tiba, tapi Lok Tiau-yang telah membalikkan badan sambil menggulung mata golok lawan dengan tongkat rotannya, satu pukulan tinju langsung mendarat didada lawan, diiringi jerit kesakitan, matilah orang itu seketika.
"Kau tidak apa apa?" tanya Giok-khong-cu.
"Hanya satu luka bacokan, tidak terhitung seberapa." Sahut Lok Tiau-yang.
Belum selesai bicara, tiba tiba tubuhnya gontai dan tak sanggup berdiri tegak.
Cepat giok-khong-cu merangkul tubuhnya, lalu dengan menggunakan golok hasil rampasan, dia mainkan segulung cahaya senjata untuk melindungi diri serta tubuh Lok Tiau-yang.
Begitu menyaksikan keadaan mereka berdua sudah mengenaskan, serentak pihak lawan maju menyerang dengan sekuat tenaga.
Berubah paras muka Lok Tiau-yang, bisiknya:
Berubah paras muka Lok Tiau"yang, bisiknya: "Sau....
saudaraku, jangan pedulikan aku, cepat .
. . . .. cepat pergi dari II sini....
Sambil menggigit bibir Giok-khong-cu bertahan sekuat tenaga, dia sama sekali tidak menjawab.
Peluh sebesar kacang kedele telah membasahi seluruh badan Lok Tiau-yang, sambil menahan sakit katanya lagi: "Sau....
saudaraku, aku.... aku tak sanggup bertempur lagi, cepat lepaskan aku." Giok-khong-cu tertawa seram, teriaknya: "Walaupun hari ini aku sudah bertekad untuk bertempur sampai titik darah penghabisan, tapi aku tak akan membiarkan toako mati II dihadapanku .
. . . . . . .. Disaat yang kritis itulah mendadak terdengar suara suitan panjang berkumandang tiba.
Disusul kemudian terdengar seseorang berteriak lantang: "Siau lotoa, Tian Mong-pek, aku si orang tua serta Thian-ma toa-hwesio datang." Terlihat dua sosok bayangan manusia meluncur tiba dari tengah udara, kehadiran mereka ibarat panglima langit yang turun dari kahyangan.
Rupanya mereka adalah Mo Mok-ngo serta Thian-ma hwesio.
Baru saja tubuh mereka meluncur datang, sudah ada dua orang dari pihak lawan yang menjerit kesakitan.
Siau Ong-sun segera tertawa terbahak"bahak.
"Hahaha.... bagus sekali kedatangan kalian .
. . . . .. bagus sekali kedatangan kalian!" Baru selesai bicara, kembali terdengar ada orang berteriak keras: "Tian Mong-pek, saudara Tian, si ikan hiu besar dengan membawa seluruh saudara dari telaga Tay-ou datang membantu mu." Kontan Tian Mong-pek merasa semangatnya berkobar, sambil tertawa keras serunya pula: "Hahaha....
bagus sekali kedatangan kalian .
. . . . .. bagus sekali kedatangan kalian!" Begitu mendengar suara derap kaki yang keras bagai tambur perang bergerak mendekat, dengan riang teriak Lok Tiau"yang: "Saudaraku, kali ini kita semua tak perlu mati." Diantara bayangan manusia kilatan golok, tampak ratusan orang lelaki kekar bertelanjang dada menyerbu maju dengan garangnya.
Lelaki pertama yang berjalan didepan berperawakan tinggi besar, tangannya membawa senjata trisula yang amat besar, kehadirannya ibarat harimau buas yang keluar dari sangkar.
Orang itu tak lain adalah Ikan hiu besar, pemimpin para jago dari telaga Tay-ou.
"Ikan hiu besar, baik baikkah kau?" dari kejauhan Tian Mong-pek berseru.
II "Hahaha, bagus, bagus sekali, sahut ikan hiu sambil tertawa nyaring, "sehabis kubantai kawanan binatang ini, akan kuajak kau meneguk tiga ratus cawan arak." Walaupun kedua orang itu terpisah oleh ratusan bilah golok, namun pembicaraan dilakukan amat santai.
Selang berapa saat kemudian, terdengar si ikan hiu berkata lagi: "Kawanan budak dari panji kain putih lagi lagi muncul dibawah bukit dengan mengenakan topi putih, coba kalau bukan ingin cepat cepat kemari, pasti akan kuajak mereka untuk berkelahi." Tian Mong-pek merasa terkejut bercampur girang, katanya sambil tertawa: "Untung kau tak sampai berkelahi dengan mereka, kalau tidak bukankah air bah menenggelamkan kuil raja naga, orang sendiri gon tok gontokan dengan orang sendiri." II "Ooh, jadi kawanan budak itu .
. . . . . . .. ikan hiu keheranan. Tiba tiba terdengar seseorang berseru dengan suara yang nyaring penuh tenaga: "Siau locianpwee, Tian tayhiap, Him Cin"hiong beserta seluruh saudara dari perguruan panji kain datang untuk menyumbangkan tenaga kami." Ditengah teriakan riuh rendah, terlihat ratusan orang lelaki berjubah putih, berkopiah putih yang aneh, dengan mengayunkan senjata masing masing melibatkan diri dalam pertempuran, keangkeran mereka sama sekali tidak berada dibawah kehebatan para jago dari telaga Tay-ou.
Dengan hadirnya dua kelompok kekuatan besar ini, posisi pun berubah drastis, anak murid perkampungan cian-liong-san-ceng mulai kalut, paras muka mereka mulai dicekam rasa kaget dan takut.
Coat-hong taysu sekalian bertiga pun mengebaskan jubahnya sambil mengundurkan diri, setelah melihat situasi sekarang tidak butuh mereka bertiga untuk turun tangan lagi, mereka enggan ikut melibatkan diri.
Siau Ong-sun segera berseru: "Minta tolong taysu bertiga untuk tinggal disini mempertahankan posisi, Mo lojin serta Be taysu, Tu-heng, Thiat lote serta Mong-pek ikut aku menyerbu naik keatas puncak gunung." II "Tidak usah kuatir cianpwee, seru si ikan hiu sambil tertawa nyaring,"serahkan saja kawanan binatang ini kepada aku si ikan hiu besar." Senjata trisulanya digetarkan, tubuh seorang lawan segera bertambah dengan tiga lubang luka tusukan.
"ayoh jalan!" seru Tian Mong-pek dengan semangat tempur berkobar.
"Biar aku si bungkuk yang membuka jalan." Teriak si bungkuk baja sambil menerjang duluan.
"Bagaimana dengan aku?" tiba tiba terdengar seseorang bertanya sambil tertawa merdu.
Suara itu begitu dikenalnya membuat Tian Mong-pek tanpa sadar berpaling, terlihat seseorang menerjang ditengah bacokan golok menuju ke sisinya dan saat itu sedang menatap kearahnya sambil tersenyum manis.
Seandainya bukan berada ditengah kancah pertempuran, mungkin tanpa pedulikan segala sesuatu Tian Mong-pek akan menubruk dan memeluknya.
Tapi kini, walaupun gejolak rasa girangnya tak terkirakan, dia hanya bisa berkata: "Hui.....
uh, kau..... kapan kau tiba disini?" Tak urung tangan mereka berdua saling bersentuhan juga, dan sentuhan ini seketika menambah semangat tempur Tian Mong-pek berapa bagian.
"Semenjak berpisah, lukaku segera membaik," ujar Siau Hui-uh sambil tertawa, "saat itu baru tahu kalau suhu telah menyebar undangan ke seluruh dunia persilatan, maka begitu tiba disini, aku pun menunggu Mo toapek dan ikan hiu sekalian dibawah bukit kemudian baru naik bersama, hanya kau.....
kau . . . . .. sampai aku berada disisi mu pun kau masih belum tahu." Biarpun sedikit manja, namun tetap lembut dan hangat.
"Aku..... aku....." Tian Mong-pek hanya bisa tertawa bodoh.
Mendadak Thian-ma Hwesio menepuk bahunya dan berkata sambil tertawa: "Anak muda, ayoh jalan, kalau ingin mengobrol, besok pun belum terlambat, apalagi sesudah esok, masih ada banyak hari esok yang menunggu kalian!" Dengan dipimpin si bungkuk baja, para jago berangkat menuju ke puncak bukit, karena hampir semuanya merupakan jago kelas satu dari dunia persilatan, gerak langkah mereka jadi cepat sekali.
Ketika tiba disebuah lembah curam yang empat penjuru dikelilingi tebing karang, ujar si bungkuk baja: "Jika So Kin"soat menyiapkan batu cadas dan balok kayu ditempat ini, kita bakal celaka, beruntung tidak." Mendadak dari atas bukit terdengar seseorang berteriak: "Tian Mong-pek, balok kayu segera akan datang, kalian tunggulah saat kematian!" Terlihat dua orang berdiri berjajar diatas tebing, mereka tak lain adalah pemuda bertubuh jangkung serta adik kembaran dari Liu Tan-yan, Liu King-si suami istri.
Tian Mong-pek tahu kalau dia masih teringat dengan hubungan masa lalu, walaupun caranya berbicara agak garang, padahal secara sengaja memperingatkan kepadanya agar cepat pergi, maka setelah menjura buru buru dia berlalu dari sana.
Dalam waktu singkat semua orang sudah keluar dari wilayah berbahaya, dari arah belakang mendadak terdengar suara getaran yang menggoncang seluruh permukaan bumi, rupanya kayu batok telah berjatuhan.
Andaikata sejak tadi Liu King"si sudah perintahkan untuk melepas balok balok kayu itu, tak bisa dibayangkan bagaimana akibatnya.
setelah berjalan seperminum teh kemudian, jalan depan terhadang oleh sebuah jurang yang dalamnya mencapai ratusan kaki dan lebarnya puluhan kaki, hanya ada jembatan tali yang menghubungkan tepi sini dengan tepi seberang.
Walaupun semua orang tahu kalau jembatan ini sangat berbahaya, namun hanya jalan itu merupakan satu satunya penghubung, sehingga mau tak mau harus dilalui.
Dengan langkah yang berhati hati semua orang menyeberangi jembatan gantung itu, mereka sadar, apabila jembatan ini terputus ditengah jalan, maka mereka semua akan terkubur didasar jurang.
Menanti semua orang sudah menyeberang lewat dan menyeka peluh dingin, tiba tiba terlihat dibawah jembatan gantung itu bergelantungan puluhan sosok mayat.
Seorang lelaki dengan golok terhunus, berdiri linglung disitu, darah segar membasahi goloknya, sekujur tubuh orang itupun berpelepotan darah, bila golok itu diayun ke bawah, niscaya jembatan gantung itu akan putus jadi dua.
Semua orang merasa tertegun dan keheranan, tak seorangpun yang tahu mengapa orang itu tak pernah mengayunkan goloknya untuk memutuskan jembatan tersebut.
Tian Mong-pek segera mengenali orang yang berdiri linglung itu tak lain adalah Lim Luan-hong, pendekar romantis yang tersohor di wilayah Kanglam masa lalu.
Sudah jelas So Kin-soat telah perintahkan orang untuk berjaga disitu, begitu melihat para jago menyeberangi jembatan, mereka segera diperintahkan untuk membacok putus jembatan tali ini.
Beruntung sekali diantara orang yang menjaga tempat itu terdapat Lim Luan-hong, rupanya dialah yang telah menghabisi rekan rekannya sendiri.
Tampak wajah Lim Luan-hong basah oleh darah, sinar matanya redup, nyaris sulit dikenali lagi kegagahannya dimasa lalu.
Dia sama sekali tidak memandang kearah para jago, hanya mulutnya yang komat kamit menggerutu: "Chin Ki sudah mati .
. . . .. Chin Ki sudah mati . . . . .. kalian pergilah..... II kalian pergilah . . . . . .. Para jago sadar kalau dia sedang disiksa karena cinta, selain berterima kasih, semua orang ikut merasa sedih, namun dalam keadaan begini tak ada waktu lagi bagi mereka untuk menghibur.
Maka setelah mengucapkan terima kasih, kembali mereka lanjutkan perjalanan ke atas.
Tampaknya So Kin-soat merasa yakin kalau ke tiga jebakan mautnya berhasil menghentikan serbuan para jago, karena itu selanjutnya sudah tiada jebakan dan perangkap lagi.
setelah berjalan tak seberapa lama, tibalah para jago di depan sebuah perkampungan yang sangat luas.
Bila berganti dihari biasa, setibanya disitu para jago pasti akan mempertimbangkan apakah dalam perkampungan terdapat jebakan atau tidak" Bagaimana cara memasuki kampung itu.
Tapi saat ini, semua orang merasa darah panas sedang mendidih, tak seorangpun yang mempedulikan semua kekuatiran itu.
Tanpa menghentikan langkah, semua orang menyerbu masuk dengan penuh semangat, ternyata seluruh perkampungan kosong melompong, tak tampak seorang manusia pun, bisa jadi semua penghuni nya telah dikerahkan ke medan pertempurn.
Ketika para jago meluruk ke halaman depan, tiba tiba dari balik gedung utama terdengar seseorang berkata sambil tertawa merdu: "Wah, ada tamu agung datang berkunjung, kenapa tidak kabari aku lebih dulu, agar aku menyambut kedatangan kalian dengan upacara besar." So Kin-soat dengan wajah penuh senyuman diiringi Tong Ti muncul dengan langkah lebar.
Kemunculan para jago yang demikian cepat, sedikit banyak membuat perempuan ini terperanjat, namun perasaan itu sama sekali tak ditampilkan di wajahnya, malahan dengan penuh kesopanan dan senyuman ramah menyambut kedatangan tamunya.
Dengan cepat para jago menerobos masuk ke dalam ruangan, paras muka hijau membesi, siapa pun ingin melihat permainan busuk apa yang bakal diperlihatkan So Kin-soat, karenanya tak ada yang mau buka suara.
Ternyata So Kin-soat memang sangat cerdik, tidak menunggu orang lain mengajukan pertanyaan, dia sudah berkata duluan sambil tertawa: "Didepan kalian aku tak akan bicara bohong, oleh karena kalian sudah tiba disini, bila aku masih main sembunyi dan sok rahasia, sudah pasti diriku sendiri yang bakal malu.
Kalau ada pertanyaan, silahkan diajukan, selama kuketahui, pasti akan dijawab sejujurnya.
Aku percaya kalian adalah para enghiong dan cianpwee, apalagi Siau locianpwee sebagai tokoh utama dunia persilatan, aku percaya kalian pasti tak akan bersikap kelewat kasar kepadaku." Perkataan ini singkat tapi jelas, meski kalah namun tidak menyerah, meski lembut membawa keras, betul betul ucapan yang manis.
Kendatipun para jago amat membenci dan mendendam dirinya, mau tak mau harus kagum juga dengan sikap dan perkataannya sehingga siapa pun enggan menunjukkan sikap kasar.
setelah menjura, kata Siau Ong-sun: "Bila hujin adalah seorang pemimpin hebat, tentu kami semua pun tak akan perlakukan hujin sebagai orang awam, hanya saja ada sementara masalah, walaupun sudah tahu namun masih butuh jawaban langsung darimu." "Kalau begitu tanya saja." Ucap So Kin-soat sambil tertawa.
"Apa benar hujin adalah pemilik panah kekasih?" sepatah demi sepatah kata tanya Siau Ong-sun.
"Betul." Jawab So Kin-soat tertawa.
Biarpun para pendekar sudah mengetahui akan hal ini, tak urung hati mereka bergetar juga setelah mendengar jawabannya yang langsung dan tegas.
Terlebih Tian Mong-pek, dia merasa darah panas menggelora dalam dadanya, kalau bisa dia ingin segera cabut pedangnya dan menyerang.
Tapi tangannya segera digenggam Siau Hui-uh erat erat, bisiknya: "Mau menyerang pun tunggu sampai pembicaraan selesai." Terdengar Siau Ong-sun berkata lagi:
"Apa benar hujin adalah pemilik panah kekasih?" sepatah demi sepatah kata tanya Siau Ong-sun.
"Betul." Jawab So Kin-soat tertawa.
Biarpun para pendekar sudah mengetahui akan hal ini, tak urung hati mereka bergetar juga setelah mendengar jawabannya yang langsung dan tegas.
Terlebih Tian Mong-pek, dia merasa darah panas menggelora dalam dadanya, kalau bisa dia ingin segera cabut pedangnya dan menyerang.
Tapi tangannya segera digenggam Siau Hui-uh erat erat, bisiknya: "Mau menyerang pun tunggu sampai pembicaraan selesai." Terdengar Siau Ong"sun berkata lagi: "Ternyata hujin memang tegas, tapi masih ada satu permintaan lagi, mohon petunjuk dari hujin.
Sebetulnya panah kekasih memiliki daya pikat seperti apa" Kenapa dapat membuat orang diseluruh kolong langit tergoncang?" So Kin"soat tersenyum, sahutnya: "Memang menarik sekali untuk membicarakan persoalan ini, aku harus memecahnya menjadi berapa bagian sebelum diterangkan." Sebetulnya para pendekar sudah berulang kali membicarakan persoalan ini, mereka pun sudah membicarakannya berulang-ulang, namun tak pernah mendapat jawaban, begitu dia berjanji akan menjelaskan, semua orang pun pasang telinga baik-baik.
setelah menarik napas panjang, cerita So Kin"soat: "Sewaktu masih kecil, aku sudah sering mendengar orang cerita tentang kisah para jago persilatan yang merajai kangouw dimasa lalu, tapi belum pernah mendengar ada perempuan yang jadi jagoan.
Maka akupun mulai bercita-cita ingin menjadi raja wanita dalam dunia persilatan.
"Hingga aku menginjak dewasa kemudian dan jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Tong Ti, cita cita itu baru mulai memudar dari ingatanku.
"Andaikata perkawinanku dengan Tong Ti terwujud waktu itu, mungkin urusan hanya sampai disitu.
Siapa tahu disaat aku berpacaran dengan Tong Ti, ternyata Tong Bu-im telah menentukan perkawinan bagi Tong Ti, dalam hal ini tentu saja Tong Ti tak berani melawan perintah ay ahnya.
"Dalam keadaan gusar, akupun bertekad akan mewujudkan cita citaku dimasa kecil dulu, dengan gunakan pelbagai cara dan akal, kubikin banyak jago lihay kelas satu dari dunia persilatan tunduk dibawah gaunku, agar membuat mereka tak berani melawanku dikemudian hari, setiap kali berpisah dengan satu orang, aku selalu membuat perjanjian dengannya untuk membuat satu kode rahasia sebagai tanda penghubung, sehingga dikemdian hari bila mereka melihat tanda rahasia itu, sama seperti bertemu aku.
"setelah lewat puluhan tahun, jago lihay yang punya hubungan denganku sudah tak terhitung banyaknya, akupun berhasil mendapatkan satu resep obat racun yang amat jahat, maka akupun mulai membuat panah kekasih.
"Panah kekasih selain sangat beracun, sebetulnya tak ada rahasia lain, maka akupun berusaha dengan segala akal untuk menambah kemisteriusannya, sengaja kubuat panah itu berwarna merah dan hitam dan sengaja baru muncul disaat bulan purnama.
"Mengenai alat pegas dan tehnik pembidikan dari panah kekasih, semuanya merupakan hasil karya Tong Ti, senjata rahasia keluarga Tong sudah tersohor di seantero jagad, menjadi jaminan mutu membiarkan dia yang mengurus semua peralatan itu.
Yang lebih hebat lagi adalah alat bidik yang terpasang dibuat dari baja lembek, itulah sebabnya ketika dibidikkan, sama sekali tidak menimbulkan suara.
"Inti rahasia dari kesemuanya ini terletak pada Si-sin-tiap (surat undangan dewa kematian), walaupun setiap lembar surat undangan sama, padahal pada sisi matanya sama sekali berbeda, seperti yang kukatakan diatas, aku mempunyai tanda rahasia penghubung yang berbeda dengan setiap jago lihay, sedang mata yang ada pada lukisan tengkorak itu terbuat dari phospor, maka begitu panah kekasih terbentuk, akupun mulai melakukan pembunuhan terhadap para jago lihay yang pernah punya hubungan intim denganku.
"Begitu mereka menerima surat undangan dewa kematian yang aneh, mereka pasti akan tertegun, kemudian ketika menemukan tanda rahasia yang kusembunyikan dibalik sepasang mata tengkorak, merekapun kembali tertegun, menggunakan kesempatan disaat mereka tertegun inilah, senjata rahasia membidik keluar tanpa menimbulkan suara, dan rupanya caraku ini berhasil.
"Berhubung dimasa lampau mereka pernah berhubungan denganku, jelas hal ini merupakan ganjalan dihati mereka, wajar bila mereka kehilangan kesadaran dan kewaspadaan begitu menjumpai kode rahasia itu.
"Berapa bulan kemudian, sudah ada puluhan orang jago persilatan yang mati oleh panah kekasih, dengan cepat nama panah kekasih pun tersebar ke empat arah delapan penjuru, ditambah lagi semua perbuatan yang sengaja kulakukan, membuat benda itu tambah menakutkan dan menambah daya teror yang luar biasa.
"Pada saat inilah kuperintahkan Chin Siu"ang secara diam diam menjual panah kekasih kepada umum, orang orang yang ingin menuntut balas secara rahasia semuanya merupakan langgananku.
"Tentu saja sin-si-tiap yang mereka gunakan sudah tanpa tanda rahasia, tapi dalam anggapan orang persilatan waktu itu, mereka menganggap panah kekasih serta Sin-si-tiap memiliki daya iblis yang luar biasa.
"oleh karena itu orang yang menerima sin-si-tiap pasti akan jadi gugup, begitu mereka gugup, dengan sendirinya tubuh mereka gampang terbidik senjata rahasia.
"Tentu, diantara sekian banyak korban, ada berapa orang yang luput dari maut, namun semua orang sudah tertanam pandangan mengerikan tentang benda ini, begitu satu tersiar ke sepuluh, sepuluh ke seratus, kemisteriusan panah kekasih makin lama makin hebat, orang yang berusaha keras membeli panah kekasih pun makin lama semakin banyak! "Karena orang yang membeli panah semakin banyak, korban yang tewas akibat panah kekasih pun semakin banyak, hal inipun berlangsung terus menerus.
"Maka setiap orang mulai berubah muka bila menyinggung soal panah, sedang mereka yang membeli panah kekasih ku pun sedikit banyak akan menambah bumbu disana sini hingga kemisteriusan senjata itu makin menakutkan .
. . . . .. dari sinilah daya pengaruh iblis panah kekasih tumbuh dan tersebar.
"Aaai, ada sementara hal meski menjadi tak berharga sama sekali setelah terbongkar, namun bila rahasia ini tak dibongkar, siapa yang bisa yakin kalau dirinya telah berhasil menebak rahasia itu!" Ternyata secara gamblang dan terus terang dia bongkar semua rahasia yang ada, hal ini membuat para jago hanya bisa berdiri melongo dan tak mampu bersuara.
"Dimana Tong Hong, nona Tong?" tiba tiba Siau Hui-uh bertanya.
"sudah mati, dibunuh Tong Ti, bukan saja dia telah membunuh putri sendiri, diapun membunuh ayahnya, kesemuanya ini dia lakukan demi aku." Berubah hebat paras muka para pendekar, siapa pun tidak menyangka Tong Ti begitu kejam dan buas.
Tong Ti sendiri hanya berdiri tanpa ekspresi, dia seolah sudah kaku, mati rasa.
"Bagaimana dengan mendiang ayahku .
. . . . .." bentak Tian Mong-pek.
Tidak menunggu pemuda itu menyelesaikan perkataannya, So Kin-soat telah menukas: "Aku pula yang telah membunuh Tian Hua-uh." Tian Mong-pek membentak gusar, dia siapkan pedang dan maju menyerang.
"Anak muda, duduklah dulu," ucap So Kin-soat perlahan, "karena aku sudah tak mampu membendung kalian, sejak awal akupun sudah tak berniat hidup terus, tak usah kau bersusah payah untuk turun tangan sendiri." Dia melirik sekejap kearah Tong Ti, lalu melanjutkan: "Aku dan Tong Ti merupakan otak dari semua kejahatan ini, memang sudah sepantasnya kami mati, apalagi disaat kematian, ada begitu banyak tokoh terkenal yang akan mengiringi kematian kami, hal ini benar benar merupakan satu kehormatan bagiku." "Apa kau bilang?" tanya Tian Mong-pek dengan wajah berubah.
So Kin-soat tertawa terkekeh.
"Dalam radius satu li disekeliling perkampungan, telah kutanam bahan peledak yang hebat, sumbu peledak berada diluar perkampungan dan khusus dijaga orang kepercayaanku, asal kuturunkan perintah, kita semua bakal hancur berkeping keping.
Inilah pengaturanku yang terakhir dalam tiga puluh tahun ini, sebetulnya tak berniat untuk digunakan, tapi karena urusan sudah jadi begini, terpaksa aku harus menggunakannya juga.
Hahaha, setelah kalian berada disini, biar punya sayap pun jangan harap bisa keluar lagi." Suara tertawanya begitu menyeramkan, tak ubahnya seperti tangisan setan.
Biarpun para pendekar bernyali baja, tak urung berubah juga paras muka mereka.
Ujar Siau Ong"sun kemudian: "Masa orang yang menyulut sumbu peledak pun tak ingin hidup?" So Kin-soat tertawa menyeringai, ejeknya: "Ke empat orang ini mengajukan diri secara sukarela untuk melaksanakan tugas ini, sebab bila kalian tak mati, pada akhirnya mereka berempat bakal mampus ditangan kalian, daripada begitu, mereka memilih lebih baik mati bersama.
"Dengan memakai nyawa Hong Sin, Hong It, Liu Tan-yan dan Sun giok-hud, bisa ditukar dengan nyawa Siau Ong-sun, Tu Hun-thian, bungkuk baja dan Mo Mong-ngo, tentu saja hitungan sangat menguntungkan.
Aku dan Tong Ti sudah menikmati semua kenikmatan yang ada, sedang Tian Mong-pek dan Siau Hui-uh seperti matahari yang baru terbit, nyawa kami bisa ditukar dengan nyawa mereka pun hitungannya amat menguntungkan.
Terlebih disini masih ketambahan Thian-ma Hwesio yang tersohor, hahahah .
. . . . . .." seluruh ruang gedung bergema suara tertawanya yang menyeramkan, sementara para jago hanya bisa terbungkam.
Tiba tiba So Kin-soat bangkit berdiri, setelah tertawa menyeramkan, jeritnya: "Panah kekasih telah habis, kamipun sudah habis, lepas....
lepas..... II lepassss . . . . . .. Dalam waktu singkat para pendengar merasa kepala mereka jadi pening, setiap orang menantikan datangnya suara ledakan yang membelah bumi .
Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
. . . . .. Siapa sangka walaupun So Kin-soat sudah berteriak tiga kali, suasana di empat penjuru tetap tenang tanpa terjadinya sesuatu.
Para pendekar merasa terkejut bercampur girang, sebaliknya paras muka So Kin-soat dan Tong Ti berubah hebat, tiba tiba mereka melompat mundur lalu kabur menuju ke pintu sebelah belakang gedung.
"Jangan biarkan dia menyulut sumbu." Bentak Siau Ong-sun.
Belum selesai suara bentakan itu, para pendekar sudah bergerak melakukan pengejaran.
Dengan ilmu meringankan tubuh berapa orang itu, meski berangkat belakangan, namun hampir pada saat yang bersamaan sudah melesat lewat dulu dari pintu belakang, mendahului So Kin-soat serta Tong Ti.
Ternyata diluar pintu adalah sebuah ruang rahasia kecil, ditengah ruangan terdapat gambar pat-kwa, berapa puluh sumbu peledak terakit rapi disana, tapi semuanya sudah basah kuyup karena diguyur air.
Bayangan tubuh Hong Sin sekalian sudah lenyap tak nampak batang hidungnya, tapi diatas dinding tertulis berapa huruf dengan tinda hitam: "Maaf So hujin, kami masih belum ingin mati, dikemudian hari kami pasti akan baik-baik bersembunyi sambil menanti datangnya kesempatan, kamilah yang telah membasahi sumbu peledak itu, karena kami kuatir masih belum keluar dari radius ledakanmu disaat So hujin telah menyulutnya.
Tian Mong-pek, Siau Ong-sun, hari ini kami telah selamatkan nyawa kalian, jangan melupakan budi kebaikan ini.
So hujin, Tong Ti, sampai jumpa lain waktu, selamat tinggal! Tertanda: Sun Giok"hud, Liu Tan-yan, Hong Sin dan Hong It." selesai membaca tulisan itu, para pendekar bersorak sorai karena gembira, sementara So Kin-soat dan Tong Ti mati kutu, tak mampu berkutik lagi.
"So Kin"soat," hardik Tian Mong-pek, "kau .
. . . . . .." Tiba tiba tampak So Kin-soat mengayunkan sepasang tangannya, satu tangan menepuk dada Tong Ti sementara tangan yang lain menghantam ulu hati sendiri, teriaknya sambil tertawa terkekeh: "Tak seorangpun mampu membunuhku .
. . . . . .." Belum selesai dia tertawa, tubuh mereka berdua sudah terkapar diatas tanah.
Tampak sebatang anak panah berwarna merah menghujam di ulu hati So Kin"soat, sedang sebatang panah pendek berwarna hitam menghujam di hati Tong Ti.
Sepasang kekasih yang aneh itupun akhirnya tewas diujung panah kekasih yang penuh misterius.
Penutup. Masalah besar telah tuntas, banyak pendekar kenamaan hidup mengasingkan diri, badai dahsyat yang sempat menggetarkan sungai telaga pun mulai tenang kembali, meski masih ada satu dua yang masih lolos.
Tapi, dari dulu hingga kini, kapan dunia persilatan bisa betul betul tenang penuh kedamaian" Kim Hui maupun Lam Yan suami istri tak pernah muncul di bukit Kun"san, tapi datang kabar, ternyata Hoa Hui dan Siau Man-hong suami istri secara tiba tiba lenyap tak berbekas, disaat matahari terbenam masih ada orang melihat mereka berdua, tapi dalam semalaman mereka telah lenyap entah ke mana, seakan sudah tertelan bulat bulat oleh iblis jahat.
Kim Hui suami istri bersumpah akan mencari mereka biar sampai ke ujung dunia pun, karena harus menemukan jejak kedua orang ini, maka mereka tak bisa menyusul datang.
Lau-san-sam-gan dan Ui Hau muncul dengan mengawal layon Mi-lim lojin.
orang tua hutan sesat, Tian Mong-pek dengan pakaian berkabung menjaga layon orang tua itu berapa waktu.
Akhirnya dengan dukungan Siau Ong-sun, Tu Hun-thian, kakek bungkuk, Coat-hong, Hui-hong dan Toan-hong tiga orang taysu serta dihadiri para jago dari bendera kain, para jago dari telaga Tay-ou serta para orang gagah dari seluruh dunia persilatan, Tian Mong-pek menikah dengan Siau Hui-uh.
Disaat hari pernikahan, mereka menerima tiga buah kado perkawinan yang unik dan hebat.
Kado pertama adalah sebuah busur yang telah kehilangan empat senar.
Kado kedua adalah segumpal rambut berwarna hitam pekat.
Kado ke tiga berupa sebuah martil raksasa terbuat dari emas murni, menurut penilaian mereka yang pakar dan berpengalaman seperti Lok Tiau"yang dan Tu Hun-thian, martil raksasa yang terbuat dari emas murni ini bukan hasil produksi daratan Tionggoan, melainkan dibuat di sebuah wilayah diluar samudra.
TAMAT Kamandaka Murid Murtad 3 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Nisan Batu Mayit 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama