Ceritasilat Novel Online

Hijaunya Lembah Hijaunya 19

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 19


nasehat kepadanya. Bahkan ia berkata kepada orang lain,
bahwa ia seorang penasehat Sri Baginda."
"Entahlah" jawab Sasi "bertanya kepada ayah. Tetapi anak
muda itu telah mendapat suguhan di pendapa. Dan aku tidak
merasa perlu utnuk mengantarnya ke dapur atau ketempat
lain serta membawa hidangan khusus kepadanya.
Tetapi Kuda Semedi itu berkata "Tolonglah Sasi. Kau tahu
bahwa kedudukan ku sebagai prajurit tergantung kepada
ay ahnya." "Jika kau lakukan tugas-tugasmu dengan baik, m aka kau
tentu tidak akan mengalami kesulitan dengan kedudukanmu
itu." berkata Sasi pula "jika Senapatipun itu mempersulit
kedudukanmu karena sikap anaknya, maka kau dapat
mengatakannya kepada ayah. Ayah bukannya orang y ang tidak
berkedudukan sama sekali. Apalagi anak muda itu juga
menyangkutkan ayahnya dalam persoalan y ang seharusnya
kalian selesaikan sendiri."
"Tetapi hal seperti itu m emang sering terjadi Sa si" berkata
Kuda Semeni "jika kau mau membantu kami sedikit saja,
maka kita tidak usah membawa-bawa nama ayah dalam
persoalan yang kecil ini, Kau mengerti ?"
Sasi termangu-mangu. Namun katanya kemudian "Aku
akan m embantumu. Tetapi aku hanya akan m enghidangkan
suguhan itu saja. Kemudian kalian berdua mengawaninya
makan. Aku harus menemui saudara-saudara dan kawankawan
kita y ang telah membantu menghidangkan suguhan
itu." Kuda Semedi dan Kuda Semeni saling berpandangan
sejenak. Namun kemudian Kuda Semedi berkata "Baiklah. Aku
akan mengatakan kepadanya. Kau tunggu di pintu serambi."
Kuda Semedipun kemudian telah memberi isy arat kepada
kawannya sementara Kuda Semeni telah membawa Sasi keluar
pintu. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat memang termangumangnu
melihat Sasi menunggalkan ruangan itu. Tetapi
mereka tidak dapat m encegahnya. Apalagi anak-anak muda
yang duduk disebelah-meny ebelahnya masih saja berbicara
kepadanya tanpa menghiraukan Sasi y ang telah pergi.
Demikian pula beberapa orang gadis saudara-saudara dan
kawan-kawan Sasi. Demikianlah, Sasi telah mempersilahkan Lembu Atak
untuk pergi ke serambi belakang dan duduk di atas tikar
pandan yang putih y ang bergaris biru, hijau dan merahs
Ketika Sasi pergi ke dapur mengambil hidangan, maka
Kuda Semedipun berkata "Aku t elah m engatakan bahwa kau
masih belum mendapat hidangan, karena itu, maka kau lapar
dan ingin makan, tetapi tidak dilihat orang lain."
"Ternyata kau pandai juga mengelabui adikmu."
"Tetapi Sasi tidak percaya. Ia sendiri yang telah
menghidangkan makan buatmu di pendapa. Malahan ia
berkata bahwa kau telah menggamitnya." berkata Kuda
Semedi. "Aku tidak sengaja meny entuhnya, justru saat aku
beringsut ketika ia menghidangkan makan." jawab Lembu
Atak. Namun iapun kemudian bertanya "Lalu apa lagi
alasanmu y ang kau katakan kepada adikmu ?"
"Tidak ada. Aku mengatakan terus-terang, bahwa ia ingin
mengenalmu lebih dekat." jawab Kuda Semedi.
"Dan adikmu tidak berkeberatan ?" bertanya Lembu Atak.
"Adikku hanya akan mengambil hidangan buatmu.
Kemudian ia akan mempersilahkanmu makan disini meskipun
ia sudah tahu bahwa kau sudah makan." jawab Kuda Semedi.
"Buat apa aku makan sendiri disini. Atau barangkali
bersama kalian ?" berkata Lembu Atak sambil bersungut.
"Kita menunggu Sasi. Kita akan melihat, apa y ang akan
dilakukannya." desis Kuda Semedi.
Lembu Atak tidak menyahut lagi. Ia menunggu Sasi datang
membawa hidangan. Langkahnya telah terdengar m emasuki
serambi belakang. Sebenarnyalah sejenak kemudian, Sasi m emasuki serambi
membawa nampan berisi hidangan. Minuman panas, nasi dan
lauk-pauknya y ang kemudian diletakkannya didepan Lembu
Atak. "Marilah, silahkan makan. Kakakku berdua akan menemani
makan" berkata Sasi sambil bangkit berdiri.
"Tunggu" sahut Lembu atak tanpa malu-malu "kau duduk
sa ja disini menemani aku makan."
"Aku masih akan menemui tamu-tamuku yang ada di
gladri" jawab Sasi sambil bergeser menjauh.
"Biarlah kakakmu saja menemui tamu-tamu di gladri itu.
Bukankah mereka bukan tamu " Bukankah mereka adalah
saudara sepupumu atau bahkan tetangga-tetanggamu ?"
berkata Lembu Atak kemudian.
"Maaf" berkata Sasi "aku akan menemui tamu -tamuku y ang
jumlahnya jauh lebih banyak dari hanya seorang disini.
Apalagi kedua kakakku ada disini pula. Bukankah kau kawan
kedua kakakku dibarak prajurit ?"
Sasi tidak menunggu lagi. Iapun segera m elangkah pergi,
sementara Lembu Atak itu memanggil "Sasi, Sasi."
Sasi memang menoleh. Bahkan mengangkat tangannya.
Tetapi ia tidak berhenti.
Wajah Lembu Atak menjadi merah. Dengan geram ia
berkata kepada Kuda Semedi dan Kuda Semeni "Kenapa
kalian tidak mencegahnya " Bahkan seakan-akan tidak
mempedulikannya ?" "Kami kenal benar watak gadis itu" jawab Kuda Semedi
"jika ia suah berkata tidak, maka kami tidak akan dapat
memaksanya. Ia termasuk gadis y ang keras kepala."
"Siapakah kedua orang kawannya itu ?" bertanya Lembu
Atak. "Tidak begitu jelas bagiku. Namanya Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. Anak Mahendra, yang menurut Sasi, salah
seorang penasehat Sri Maharaja." jawab Kuda Semedi.
"Adikmu telah bermimpi. Atau anak itu telah
membohonginya. Hanya ada beberapa orang penasehat di
istana." jawab Lembu Atak.
"Aku juga sudah mengatakannya. Tetapi adikku tidak m au
mengerti. Mungkin kawannya itu memang seorang pembual."
"Mulutnya memang harus disumbat." geram Lembu Atak.
"Kau mau apa " bertanya Kuda Semedi "apakah kau akan
membuat gaduh pertemuan ini ?"
"Tidak" jawab Lembu Atak "aku belum gila. Ayahku ada
disini pula. Tetapi bukankah mereka akan pulang setelah
pertemuan ini selesai " Jika aku akan m embuat perhitungan
dengan mereka, tentu tidak dirumah ini dan tentu tidak
didepan hidung ayahku. Tetapi di jalan pulang atau dimana
sa ja aku dapat menemukan mereka."
"Tetapi kau juga harus memikirkan Sasi "berkata Kuda
Semeni" ia akan menjadi sangat malu jika terjadi perkelahian
karena gadis itu. Seakan-akan telah terjadi semacam rebutan."
"Kenapa Sasi menjadi malu " Ia dapat menjadi bangga,
bahwa dirinya telah diperebutkan oleh anak-anak muda dari
lingkungan atas. Bukankah aku anak seorang Senapati
ternama di Singasari " Aku tidak peduli siapakah kedua anak
muda itu." Kuda Semedi dan Kuda Semeni saling berpandangan
sejenak. Namun Kuda Semedipun berkata "Terserahlah
kepadamu. Tetapi kami tidak ikut campur per soalanmu
dengan anak-anak muda itu."
"Jangan cemas. Aku tidak akan m embawa-bawa namamu
dan nama keluarga disini. Yang penting, persoalanku dengan
kedua orang anak muda itu dapat aku selesaikan dengan cara
seorang laki -laki. Mudah-mudahan mereka cukup jantan
untuk menanggapi." Kuda Semedi dan Kuda Semeni menarik nafas dalamdalam.
Tetapi Lembu Atak adalah seorang yang juga keras
hati. Apalagi ia sadar sepenuhnya bahwa ay ahnya adalah
seorang Senapati yang memiliki wibawa y ang tinggi serta
kedudukan y ang kuat. Ia merasa bahwa ia akan dapat
bersandar kepada ayahnya jika ia mengalami kesulitan karena
tingkah lakunya. Dengan demikian maka Lembu Atak itu telah
mengurungkan niatnya untuk makan karena Sasi tidak m au
menemaninya. Karena itu maka iapun berkata kepada Kuda
Semedi dan Kuda Semeni "Aku akan kembali ke pendapa.
Mudah-mudahan ayah sudah pulang."
Kuda Semedi dan Kuda Semeni tidak mencegahnya.
Bahkan ketika Kuda Semedi mengantarkan Lembu Atak ke
pendapa, Kuda Semeni telah kembali ke gladri menemui
kawan-kawannya yang masih bergurau bersama anak-anak
muda dan gadis-gadis yang membantu menghidangkan
suguhan bagi para tamu. Tetapi ketika mereka mengetahui bahwa Lembu Atak ada di
pendapa, maka merekapun telah ikut pergi kependapa pula
meskipun sebenarnya mereka masih lebih senang duduk di
gladri. Namun demikian mereka berada di pendapa, ternyata
Lembu Atak telah menceriterakan kepada kawan-kawannya
itu tentang kedua orang anak muda y ang bernama Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat. Ceriteranya telah ditambah dan
dikurangi sehingga menjadi satu ceritera y ang telah
menggelitik prajurit-prajurit muda y ang baru saja diwisuda
itu. "Apakah mereka tidak tahu, bahwa kami telah melewati
sebuah pendadaran yang berat, sehingga kami akan dapat
membuatnya menjadi meny esal sepanjang umurnya ?" desis
salah seorang diantara para prajurit muda itu.
"Mereka menganggap Sasi telah menjadi hak mereka,
sehingga Sasi tidak boleh berhubungan dengan siapapun
juga." berkata Lembu Atak "bahkan Kuda Semedi dan Kuda
Semenipun tidak dapat lagi berbuat sesuatu. Sasi sendiri
sebenarnya tidak menginginkan hal itu. Tetapi gadis itu
menjadi ketakutan." "Kuda Semedi dan Kuda Semeni juga ketakutan ?" bertanya
salah seorang diantara prajurit-prajurit muda itu.
"Mereka sama sekali tidak takut" jawab Lembu Atak sambil
memandang Kuda Semedi dan Kuda Semeni y ang telah berada
di pendapa pula. "Tetapi Kuda Semedi dan Kuda Semeni telah
mencemaskan keadaan adiknya jika adiknya sendiri di rumah,
karena Kuda Semedi dan Kuda Semeni akan lebih banyak
berada dibarak." "Bukankah ada ayahnya yang juga seorang Senapati ?"
bertanya kawannya yang lain.
"Ayahnya adalah seorang Senapati dari prajurit sandi,
sehingga tugasnya tidak dapat diperhitungkan waktunya."
jawab Lembu Atak. Lalu katanya pula "Aku menjadi ka sihan
kepadanya." Kuda Semedi dan Kuda Semeni menjadi bingung. Tetapi ia
tahu pasti m aksud Lembu Atak y ang m embakar hati kawankawannya
agar mereka bersedia membantunya.
Namun dengan demikian keduanya telah m embayangkan
bahwa akan terjadi perkelahian diantara anak-anak muda itu.
Seandainya Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak berani
melayani, maka keduanya tentu akan dibuat jera oleh Lembu
Atak. Namun itu akan dapat menodai nama prajurit -prajurit
muda yang baru saja diwisuda.
Tetapi Kuda Semedi dan Kuda Semeni merasa segan untuk
memperingatkan Lembu Atak, karena mereka tidak ingin
kedudukannya mendapat kesulitan.
0oo0dw0oo0 (Bersambung ke Jilid 102)
Conv er by Editing: MCH Pdf ebook : Dan HIJAUNYA LEMBAH HIJAUNYA LERENG PEGUNUNGAN Jilid 102 Cetakan Pertama PENERBIT: "MURIA" YOGYAKARTA Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoyo, Arema
Converter : Editor : Pdf ebook : --ooo0dw0ooo- Naskah ini untuk keperluan kalangan sendiri,
penggemar karya S.H. Mintardja dimana saja berada y ang
berkumpul di Web Pelangi Singosari dan Tiraikasih
Jilid 102 KARENA ITU, maka keduanya justru hanya berdiam diri
sa ja tanpa berkata apapun juga. Bahkan keduanya terkejut
ketika tiba -tiba saja Lembu Atak bertanya kepada mereka
"Bukankah begitu"
Dengan gagap Kuda Semedi dan Kuda Semeni menjawab
hampir berbareng "Ya. Begitulah"
"Baiklah" berkata seorang kawannya "kita akan m embuat
perhitungan. Sebaiknya Kuda Semedi dan Kuda Semeni tidak
ikut cam pur agar Sasi tidak mengalami kesulitan. Jika kedua
anak m uda itu kemudian justru m enjadi gila, maka Sasilah
yang akan menjadi sasaran dendamnya."
"Aku akan mencegatnya saat mereka pulang" berkata
Lembu Atak dengan garangnya.
"Aku sependapat. Tetapi apakah mereka hanya berdua
sa ja?" bertanya seorang kawannya.
"Aku tidak peduli, dengan siapa saja mereka berjalan
pulang menjelang fajar nanti. Aku akan menantangnya sebagai
seorang laki-laki" berkata Lembu Atak kemudian.
"Seorang lawan seorang?" bertanya kawannya.
"Biarlah mereka berdua. Tetapi jika ternyata mereka


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa banyak kawan, maka aku memerlukan bantuan
kalian" geram Lembu Atak itu sambil menghentakkan
tangannya. Katanya pula "Aku akan menghancurkan mereka
berdua sehingga mereka tidak akan dapat mengganggu Sasi
lagi dengan cara apapun juga."
Ternyata kawan-kawannya sependapat. Namun mereka
telah minta agar Kuda Semedi dan Kuda Semeni tidak ikut
bersama mereka. Kuda Semedi dan Kuda Semeni memang merasa beruntung
bahwa mereka tidak akan dilibatkan dalam perkelahian itu.
Namun lembu Atak itu telah minta kepadanya untuk
mendapatkan keterangan jalan manakah yang akan mereka
lalui jika mereka pulang.
Sebenarnyalah Lembu Atak telah pulang mendahului
ay ahnya y ang masih duduk di pendapa sambil m endengarkan
suara gamelan dan menikmati hidangan panas yang telah
disuguhkan untuk m elawan udara y ang mulai terasa dingin.
Namun ay ah Lembu Atak itu tidak tahu bahwa anaknya tengah
merencanakan satu langkah awal yang salah bagi seorang
prajurit muda y ang baru saja diwisuda. Ia hanya melihat
anaknya itu meninggalkan pendapa untuk kedua kalinya
bersama beberapa orang kawannya.
Sementara itu Kuda Semedi dan Kuda Semeni menjadi
bingung, apa y ang sebaikny a dilakukannya.
Dengan nada cemas, Kuda Semedi berkata "Kedua anak
muda itu sama sekali tidak bersalah. Apakah kita akan
membiarkan Lembu Atak mengambil tindakan atas1 m ereka,
sementara kedua anak muda itu tidak tahu sama sekali
persoalannya." "Kita akan m emberi-tahukan kepada m ereka, agar mereka
mengambil jalan lain" sahut Kuda Semeni.
Kakaknya mengangguk-angguk. Katanya "Satu-satunya
jalan. Marilah kita berbicara dengan anak itu. Mereka baru
sa ja membantu menghidangkan suguhan ber sama Sasi."
Keduanyapun kemudian pergi ke pringgitan. Namun
mereka m enjadi ragu-ragu untuk mengatakannya. Jika Sasi
mendengarnya maka ia tentu akan menjadi sangat marah
karean ia akan merasa malu sekali bahwa telah terjadi
keributan karena dirinya y ang sehari -hari jarang keluar rumah
sebagaimana diminta oleh ibunya. Bahkan ibu dan ayah
merekapun tentu akan merasa tersentuh pula akibat peri stiwa
itu. Bahkan jika t erjadi salah paham, maka ibu dan ay ah
mereka akan dapat menyalahkan Sasi.
Karena itu maka Kuda Semedipun berkata "Nanti saja. Kita
memperhatikan kapan mereka pulang."
"Kita lihat dahulu ke gadri sebelah kanan" ajak Kuda
Semeni. Keduanyapun kemudian bergeser lagi langsung masuk
melalui pintu pringgitan dan menyelinap ke gadri sebelah
kanan. Ternyata Sasi tidak sedang berada di gadri. Agaknya Sasi
masih sibuk di dapur menghidangkan minuman dan makanan
bagi mereka yang ikut membantu di dapur.
"Kebetulan sekali" desis Kuda Semedi.
"Kita bicara kepadanya" sahut Kuda Semeni.
"Panggil mereka kemari. Cepat. Tetapi jangan menarik
perhatian orang lain." berkata Kuda Semedi kemudian.
Kuda Semenipun segera mendekati Mahisa Murti y ang
telah kembali duduk bersama anak-anak muda dan gadisgadis
di gladri. Sambil ter senyum ia berbisik "Ada sedikit
persoalan yang ingin kami bicarakan."
Mahisa Murti mengerutkan keningnya. Namun Kuda
Semeni segera berakta lebih lanjut "Tentang hidangan yang
terlampaui." "O" Mahisa Murti tersenyum. Namun Kuda Semeni berkata
lebih lanjut "Kita pergi ke dapur."
Mahisa Murtipun segera bangkit dan mengikut Kuda
Semeni. Mahisa Pukat hanya termangu-mangu saja.
Sementara itu seorang anak muda bertanya "Apakah perlu
dibantu?" "Tidak" jawab Kuda Semeni "hanya untuk beberapa orang
yang sibuk di belakang. Tetapi biarlah saudaramu ikut pula."
Mahisa Murti memang memberikan isy arat kepada Mahisa
Pukat untuk mengikutinya.
"Ketika mereka sudah berada di luar pintu gladri, maka
Kuda Semedipun berkata "Disini saja. Kami memang tidak
akan kedapur. Juga tidak berbicara tentang hidangan yang
kurang" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi berdebar-debar.
Namun Kuda Semedipun kemuian telah berkata berterusterang
bahwa Lembu Atak akan menunggu mereka
diperjalanan pulang. "Sebaiknya kalian ambil jalan lain. Kemana kalian akan
pulang" Apakah benar kalian akan pulang ke istana?" bertanya
Kuda Semedi. "Ya" jawab Mahisa Murti "kami sedang m engunjungi ayah
kami y ang tinggal dibagian belakang istana"
"Siapakah ay ahmu" Apakah benar ay ahmu salah seorang
Penasehat Sri Maharaja di Singasari?"
"Bukan" jawab Mahisa Murti "pamankulah y ang dahulu
pernah menjadi Penasehat Sri Maharaja. Tetapi pamanku
telah meninggal beberapa saat yang lalu. Ayahku memang
diminta oleh Sri Maharaja untuk tinggal di istana. Jika sekalisekali
ay ahku diperintahkan untuk menghadapi dan
berbincang dengan Sri Maharaja belum berarti bahwa ayahku
adalah Penasehat Sri Maharaja"
"Siapakah nama pamanmu?" bertanya Kuda Semedi.
"Mahisa Agni" jawab Mahisa Murti.
"Mahisa Agni y ang pernah mendapat tugas mewakili Sri
Baginda di Kediri?" bertanya Kuda Semedi.
"Ya. Kemudian pamanku yang kedua adalah Witantra"
jawab Mahisa Pukat. "Juga pernah mendapat jabatan yang sama di Kediri" desis
Kuda Semeni. "Darimana kau tahu?" bertanya Mahisa Pukat.
"Ayah pernah berbicara tentang kedua orang itu. Ketika
kami menjadi calon prajurit, kami mendapat sedikit
pengetahuan tentang orang-orang penting di Singasari" jawab
KudaSemedi. "Baiklah" berkata Mahisa Murti kemudian "nanti, aku akan
mengambil jalan lain menuju keistana. Mudah-mudahan kami
tidak berjumpa" Kuda Semedi dan Kuda Semenipun mengangguk-angguk.
Katanya, "Hati-hatilah. Kawanku itu adalah anak Senapati
yang memimpin kesatuanku. Aku memang menjadi segan
kepadanya" "Terima kasih. Kami akan berhati-hati" jawab Mahisa
Murti. "Kami memang tidak memiliki kemampuan untuk
berkelahi" "Apakah kau bersama ayahmu?" bertanya Kuda Semeni
"Ya" jawab Mahisa Murti.
"Jika ia adik Mahisa Agni dan Witantra, maka ia adalah
seorang y ang berilmu sangat tinggi"
Tetapi Mahisa Murti menggeleng. Katanya "Ayahku
memang tidak sebagaimana kedua pamanku. Ayahku bukan
seorang y ang berilmu. Ayahku termasuk seorang y ang malas di
masa mudanya" "Tetapi bahwa ayahmu telah dipanggil dan tinggal pula
diistana tentu ada kelebihan apapun pada ayahmu itu"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan
sejenak. Namun Mahisa Murtipun berkata "Sekali lagi kami
mengucapkan terima kasih. Aku nanti akan m engajak ay ah
untuk beralih jalan, agar kami tidak bertemu dengan Lembu
Atak" "Baiklah. Kembalilah ke tempatmu" berkata Kuda Semedi
"tetapi ingat, Sasi jangan sampai m endengarnya agar ia tidak
tersinggung karenanya. Anak itu tidak tahu apa -apa,
sebagaimana kalian berdua juga tidak tahu apa-apa"
Demikianlah, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
telah kembali ketempat duduknya. Namun bagaimanapun juga
niat Lembu Atak dan beberapa kawannya itu telah membuat
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi berdebar-debar.
Pertemuan yang meskipun sederhana namun meriah
itupun masih berlangsung. Gamelan masih juga melagukan
tembang ngerangin. Semakin jauh malam menjelang dini,
maka suara gamelan itu menjadi semakin ngelangut.
Namun ketika tengah malam telah lama lewat, maka para
tamupun menjadi letih. Minuman hangat dan makanan
menjelang dini mampu menahan mereka beberapa saat.
Tetapi kemudian, seorang demi seorang telah minta diri
meninggalkan pertemuan itu.
Mahendrapun tidak ketinggalan. Iapun kemudian telah
minta diri pula. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah dipanggil pula karena
keduanya masih berada di gadri. Sementara itu Kuda Semedi
masih sempat mengingatkannya "Ambil jalan lain. Karena
sebenarnyalah, demikian marahnya Lembu Atak kepada
kalian." Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih sempat minta diri
kepada Sasi dan anak-anak muda serta gadis-gadis y ang ada di
gadrai itu. Namun sejenak kemudian, iapun telah
meninggalkan rumah Arya Kuda Cemani bersama ayahnya.
Diperjalanan kembali ke istana itu Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat telah m enceriterakan pesan Kuda Semedi dan
Kuda Semeni. Dengan nada rendah Mahisa Murtipun
kemudian berkata "Sebaiknya kita memang memilih jalan lain
ay ah. Bukan jalan yang bia sa dilewati menuju ke istana"
"Baiklah" berkata Mahendra "kita memang harus
mengambil jalan lain. Kita harus menghindari benturan
kekerasan dalam persoalan seperti y ang kalian hadapi itu.
Untunglah Kuda Semedi dan Kuda Semeni sempat
memberitahukan kepada kalian."
Seperti yang mereka sepakati maka Mahendra dan kedua
orang anaknya telah m emilih jalan yang melingkar. Memang
agak jauh, tetapi dengan demikian maka mereka
memperhitungkan tidak akan bertemu dengan Lembu Atak.
Namun dugaan mereka keliru. Ternyata Lembu Atak tidak
menunggu mereka lewat. Tetapi mereka menunggu diujung
jalan padukuhan sehingga ketika mereka berbelok lewat jalan
yang diperhitungkan tidak akan diamati oleh Lembu Atak dan
kawan-kawannya, ternyata mereka keliru.
Ternyata Lembu Atak y ang bersembuny i diujung jalan,
telah mengikuti mereka y ang memilih jalan melingkar.
"Mereka memang bodoh" desis Lembu Atak kepada seorang
kawannya "mereka memilih jalan yang sepi. Bahkan lewat
bulak meskipun tidak t erlalu panjang. Tetapi kita mendapat
kesempatan lebih luas untuk membuat mereka jera di bulak
itu tanpa diganggu oleh orang lain."
"Mereka akan meny esal. Tetapi kenapa mereka memilih
jalan itu" bertanya seorang kawannya "apakah mereka
mengetahui bahwa kita akan menunggu mereka ?"
Lembu Atak mengerutkan keningnya. Katanya "Tentu Sa si
telah menceriterakan apa yang aku lakukan kepada kedua
orang anak muda itu. Sehingga mereka menjadi ketakutan dan
memilih jalan y ang tidak seharusny a dilalui. Mereka tentu
sudah mengira bahwa aku m enjadi marah karena sikap Sasi.
Dan itu membuat mereka menjadi ketakutan, sehingga mereka
telah memilih jalan lain."
Kawan-kawannya tertawa. Sementara itu Mahendra,
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah hampir memasuki bulak
yang sepi dan jarang dilalui orang dimalam hari.
Karena itulah, maka Lembu Atakpun telah mempercepat
langkah mereka, sehingga jarak diantara mereka dengan
Mahendra dan kedua orang anaknya menjadi semakin pendek.
Namun dalam pada itu, baik Mahendra maupun Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat telah mengetahui bahwa beberapa
orang tengah m engikutinya meskipun jaraknya m asih belum
terlampau dekat. Ketajaman pendengaran dan penglihatan
mereka telah m emungkinkan m ereka mendengar dan m elihat
dalam keremangan dini hari, beberapa orang mengendapendap
mengikuti mereka. "Kita sudah mencoba untuk menghindari pertengkaran"
berkata Mahendra "tetapi ternyata kita tidak berhasil. Mereka
ternyata cerdik juga, sehingga mereka sempat mengikuti jalan
yang kita anggap aman."
"Apa boleh buat" desis Mahisa Pukat.
"Kita m asih akan m encoba menghindari kekerasan" desis
Mahendra "perkelahian tidak akan menguntungkan kita."
"Bukan kita y ang mendahuluinya" jawab Mahisa Pukat.
"Jadi, apakah anak seorang Senapati dapat berbuat
sekehendak hatinya " Senapati itu sendiri tidak boleh berbuat
sekehendak hatinya serta menyalah gunakan jabatannya.
Apalagi anaknya." sahut Mahisa Pukat pula.
Ayahnya menarik nafas dalam-dalam. Anaknyapun masih
muda sehingga darahnya masih hangat sebagaimana anakanak
muda y ang mengikuti mereka itu.
Dalam pada itu, ketika mereka sudah berada ditengahtengah
bulak yang sepi, maka Lembu Atakpun segera
menyusul Mahendra dan kedua orang anaknya. Dengan keras
Lembu Atak berkata "Berhenti kau anak-anak yang tidak tahu
diri." Yang pertama berhenti dan berbalik menghadap ke arah
anak-anak muda y ang mengikutinya itu adalah Mahisa Pukat.
Tetapi Mahisa Pukat masih saja berdiam diri.
Lembu Ataklah y ang paling dahulu mendekati ketiga orang
yang menunggunya dengan termangu -mangu.
"Apakah kau bernama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ?"
bertanya Lembu Atak sambil bertolak pinggang.
"Ya" Mahisa Pukatlah yang menjawab sambil melangkah
selangkah maju "untuk apa kau menyusul kami ?"
"Ternyata kau seorang yang sangat sombong" geram Lembu
Atak "Agaknya kau belum mengenal aku atau Sasi telah
mengatakan kepadamu siapa aku ?"
"Ya. Aku tahu siapa kau. Tidak ada y ang m emberitahukan
kepadaku, siapakah kau. Tetapi aku tahu bahwa kau adalah
anak seorang Senapati yang memimpin kesatuanmu yang juga
kesatuan Kuda Semedi dan Kuda Semeni, kakak Sasi." jawab
Mahisa Pukat. "Setan kau" Lembu Atak semakin marah melihat sikap
Mahisa Pukat. Namun Mahendra segera melangkah maju


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil berkata "Keduanya adalah anak-anakku ngger. Apakah
ada persoalan y ang perlu dibicarakan sehingga angger telah
menyusul kami bertiga " Atau barangkali ada sesuatu yang
dapat kami bantu ?" "Kaukah yang bernama Mahendra dan mengaku penasehat
Sri Maharaja di Singasari ?" bertanya Lembu Atak.
"Sama sekali bukan ngger. Aku bukan penasehat Sri
Maharaja di Singasari. Aku tidak lebih dari seorang Pelay an
Dalam." "Aku sudah menduga bahwa kau tentu seorang Pelay an
Dalam." geram Lembu Atak. Lalu katanya "Nah, sekarang aku
minta kedua orang anakmu jangan berani mengganggu Sasi
lagi. Gadis itu m erasa selalu dibay angi oleh k etakutan karena
tingkah kedua orang anakmu itu" berkata Lembu Atak pula.
"Apa yang mereka lakukan ?" bertanya Mahendra.
Wajah Lembu Atak menjadi tegang. Katanya "Tanyakan
kepada anak-anakmu, bagaimana ia menakut-nakuti Sasi."
"Anakku baru saja mengenal gadis itu, jika y ang kau
maksud adalah anak perempuan Arya Kuda Cemani." jawab
Mahendra "adalah mustahil bahwa anak-anakku telah sempat
menakut-nakuti gadis itu."
Lembu Atak memang menjadi agak bingung. Namun
kemudian katanya "Aku tidak peduli. Yang penting, kedua
anakmu tidak boleh lagi mendekati Sasi"
"Apakah hakmu melarang ?" tiba -tiba saja Mahisa Pukat
yang hampir tidak dapat menahan kemarahannya bertanya.
"Persetan kau" geram Lembu Atak "jika kau berani
bertanya lagi, apalagi dengan kasar seperti itu, maka aku pilin
lehermu sampai patah."
"Sudahlah anak muda" Mahendra berusaha untuk
menengahi "kau tidak usah m emikirkan anak-anakku. Besok
atau lusa, mereka sudah akan meninggalkan Kotaraja."
"Kemana ?" bertanya Lembu Atak.
"Mereka selama ini tinggal disebuah Padepokan y ang jauh.
Jika mereka kembali ke padepokan, maka untuk waktu yang
agak lama mereka tidak akan muncul lagi di Kotaraja ini.
Karena itu, lupakan saja m ereka. Mereka tidak akan melihat
dan apalagi bercakap-cakap dengan gadis yang kau sebut Sasi
itu. Lebih-lebih menakut-nakutinya." bertanya Mahendra.
Lembu Atak termangu-mangu sejenak. Namun nampaknya
sikap Mahisa Pukat sangat menjengkelkannya. Anak muda itu
sama sekali tidak menunjukkan perasaan takut.
Sebenarnyalah Mahisa Pukat biasanya tidak terlalu mudah
tersinggung. Darahnya memang lebih panas dari Mahisa
Murti. Tetapi ia lebih banyak m enyadari bahwa pertengkaran
sebaiknya dihindarinya. Apalagi perkelahian, justru karena
ilmunya telah menjadi semakin matang.
Namun ketika tiba -tiba saja ia dihadapan pada persoalan
seorang gadis y ang telah mengetarkan jantungnya, maka rasarasanya
kemarahannya begitu mudah tergugah.
Karena itu, maka tidak sebagaimana biasanya ia merendah,
maka saat itu, darahpun terasa cepat menjadi panas. Seperti
Lembu Atak, maka timbul pula niat Mahisa Pukat untuk
membuat anak muda itu menjadi jera.
Karena itu, ketika ay ahnya mengajaknya meninggalkan
tempat itu, hampir diluar sadarnya Mahisa Pukat berkata "Sasi
mempunyai hak untuk berbuat sesuai dengan nuraninya. Juga
dalam hal memilih kawan. Tetapi jika tadi kau sebut aku
menakut-nakutinya maka aku menganggap bahwa kau telah
mencoba memfitnah." Wajah Lembu Atak menjadi m erah. Ia hampir melepaskan
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat untuk pergi bersama ayahnya.
Tetapi kata Mahisa Pukat itu telah membuat telinganya
menjadi panas. Karena itu maka iapun berkata kasar "Kau
ingin mulutmu aku koy akkan " Kau harus m enyadari dengan
siapa kau berhadapan. Aku telah mengalami latihan-latihan
yang berat sebagai calon prajurit. Kemudian mengalami
pendadaran yang hampir tidak masuk akal. Tetapi aku dapat
melampauinya sehingga aku dapat diwisuda m enjadi seorang
prajurit. Nah, jika kau seorang anak yang sombong, maka kau
akan sangat meny esal."
Tetapi Mahisa Pukat masih m enyahut " Bukan karena kau
seorang prajurit y ang memiliki ilmu y ang tinggi yang
membuatmu besar kepala. Tetapi kau sadar sesadar-sadarnya
bahwa ayahmu adalah seorang Senapati. Kau akan selalu
bersandar kepadanya jika kau mengalami kesulitan. Tetapi
nampaknya kau akan kecewa. Jika ayahmu benar-benar
seorang Senapati, maka kau justru akan ditangkapnya sendiri
karena tingkahmu ini."
"Sudahlah" berkata Mahendra memotong "marilah. Kita
tinggalkan tempat ini."
Namun Lembu Ataklah y ang kemudian tidak mau
melepaskannya. Katanya "Anak itu harus mendapat pelajaran
agar ia menjadi jera. Kecuali jika ia bersedia minta maaf
kepadaku." Tetapi sebelum Mahendra memerintahkan kepadanya
untuk melakukannya, maka Mahisa Pukat telah mendahului
"Aku tidak merasa bersalah. Kalianlah y ang menyusul kami
dan membuat perkara ini. Karena itu, aku tidak akan m inta
maaf." "Sudahlah Pukat, sudahlah" potong Mahendra "apa
salahnya kau minta maaf dan kita pulang dengan tenang."
"Aku dan Mahisa Murti tidak bersalah ayah. Kenapa aku
harus minta maaf." Mahisa Pukat masih mengelak.
"Murti. Kenapa kau hanya berdiam diri saja ?" bertanya
ay ahnya sementara Mahisa Murti justru m enjadi bingung. Ia
tidak dapat menyalahkan Mahisa Pukat meskipun dengan
demikian akan dapat menghindar, benturan kekerasan. Tetapi
harga diri Mahisa Pukat sebagai seorang laki-laki akan
direndahkan. Apalagi landasan persoalannya adalah tentang
seorang gadis. "Apakah kau dapat membantu aku, Murti?" desak ayahnya.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Sebaiknya kita saling m emaafkan saja. Tidak ada y ang salah
diantara kita semuanya. Mungkin hanya sekedar salah paham.
Bagaimanapun juga Sa si adalah seorang pribadi yang mandiri.
Biarlah ia m enentukan sikapnya. Sudah tentu tidak dilandasi
ketakutan atau semacam terpaksa untuk menentukan satu
sikap. Karena sebenarnyalah satu kemungkinan bahwa mulai
besuk Sa si tidak akan mau bertemu kita lagi karena y ang kita
lakukan ini telah menyinggung perasaannya sebagai seorang
gadis." Sebenarnyalah bahwa Lembu Atak tersentuh juga oleh
kata-kata Mahisa Murti. Mereka yang bertengkar itu sama
sekali tidak mengetahui sikap Sasi y ang sebenarnya. Namun
menurut penglihatan Lembu Atak, hubungan Sasi dengan
kedua orang anak muda itu terlalu akrab sehingga ia tidak mau
meninggalkan mereka dan duduk bersamanya saat Lembu
Atak itu minta dihidangkan makan khusus baginya.
Bahkan hatinya yang sudah mulai mendingin itu tiba-tiba
telah menjadi panas kembali. Katanya dengan nada tinggi
"Kau jangan mencoba membekukan per soalan ini. Persoalan
yang akan aku selesaikan dengan caraku. Cara seorang lakilaki.
- Dalam pada itu, Mahendra mencoba menengahinya lagi
"Sudahlah ngger. Seperti y ang sudah aku katakan, besok atau
lusa anak"anakku itu akan kembali k e padepokannya. Karena
itu, biarlah persoalan y ang kalian bicarakan ini dianggap
selesai." "Tidak" bentak Lembu Atak
"persoalan baru aku anggap selesai
jika anak-anakmu minta maaf
kepadaku." Mahisa Pukatlah y ang menyahut
dengan serta-merta "Kami tidak
bersalah. Karena itu, kami tidak akan
minta maaf." "Kau menantang aku ?" geram
Lembu Atak. "Tidak. Tetapi jika terpaksa, aku
akan melayani" jawab Mahisa Pukat
yang darahnya mulai m enjadi panas
pula. Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Persoalan anakanak
muda itu tidak segera dapat diatasinya. Sementara
Mahisa Murti tidak mencegahnya dengan tegas.
Karena itu, maka katanya "Aku sudah mencoba melerai
persoalan yang timbul diantara kalian. Tetapi ternyata bahwa
kalian tidak m au m endengarkan. Karena itu, terserah kepada
kalian. Aku tidak akan ikut campur. Persoalan anak-anak
muda yang ingin kalian selesaikan dengan cara anak muda
pula meskipun sebenarnya persoalannya sama sekali tidak
jelas dan tidak pantas."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menyadari bahwa ayahnya
tidak sependapat dengan cara y ang mereka tempuh. Tetapi ia
juga memaklumi bahwa kedua anaknya sedang
mempertahankan harga dirinya. Meskipun tidak ada Sasi,
tetapi seakan-akan m ereka ingin menunjukkan kepada gadis
itu, bahwa harga diri mereka tidak mau direndahkan oleh
siapapun juga. Mahendra y g tidak sependapat dengan apa yang terjadi itu
benar-benar akan meninggalkan tempat itu kembali ke istana.
Dibiarkannya kedua orang anak laki -lakinya menyelesaikan
persoalan mereka. Apalagi Mahendra sudah terlalu biasa
membiarkan anak-anaknya menyelesaikan persoalan yang
mereka hadapi. Bahkan termasuk persoalan y ang rumit
sekalipun dengan mempertaruhkan nyawa mereka. Apalagi
persoalan yang dihadapinya itu sekedar per soalan antara
anak-anak muda. Itupun tidak jelas ujung pangkalnya.
Meskipun Mahendra sadar, bahwa persoalan kecil itu akan
dapat membengkak jika Lembu Atak meny eret ayahnya
kedalam persoalan itu. Apalagi jika ia m enanggapinya tanpa
menilai kebenarannya lebih dahulu.
Lembu Atak sejenak termangu-mangu. Bahkan ia mengira
bahwa Mahendra tentu akan melaporkan peri stiwa itu kepada
para prajurit y ang bertugas. Karena itu, maka iapun segera
berkata kepada kawan-kawannya "Cegah orang itu
meninggalkan tempat ini."
Mahendra y ang baru melangkah satu dua langkah memang
terkejut. Sebelum ada orang y ang mencegahnya ia sudah
melangkah kembali sambil bertanya "Kenapa aku tidak boleh
pergi ?" "Kau akan m elaporkan peristiwa ini sehingga para prajurit
akan mencegahnya" jawab Lembu Atak. '
"Tidak. Aku akan membiarkan kalian meny elesaikan
persoalan kalian sendiri. Sudah aku katakan, aku tidak akan
turut campur. Apapun yang terjadi." berkata Mahendra.
Tetapi Lembu Atak menyahut dengan kasar "Persetan. Kau
harus melihat bagaimana anakmu akan m enuai tanamannya
sendiri." Mahendra y ang sudah menjadi semakin tua itu menarik
nafas dalam-dalam. Sikap anak muda itu meny inggung
perasaannya. Tetapi ia masih menahan diri. Katanya "Baiklah.
Aku tidak akan pergi. Aku akan melihat, apa yang terjadi."
"Bagus" berkata Lembu Atak. Lalu katanya kepada Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat "Marilah. Aku persilah-kan kalian
berdua bersiap. Aku akan menyelesaikan kalian berdua
bersama-sama.- Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan
sejenak. Namun kemudian Mahisa Pukat berkata "Biarlah aku
sendiri y ang akan turun ke arena melayanimu. Aku ingin tahu,
apakah seorang prajurit muda yang baru saja diwisuda
memiliki ilmu y ang tinggi sehingga dengan sombongnya telah
menantang kami berdua bersama-sama, karena sebenarnyalah
aku sangat meragukannya."
"Kau terlalu sombong untuk berani menghadapi aku
seorang diri." geram Lembu Atak.
Mahisa Pukat tidak menjawab lagi. Tetapi iapun segera
maju mendekati Lembu Atak y ang terheran-heran. Sikap
Mahisa Pukat sangat menyakinkan. Tanpa ragu-ragu sama
sekali meskipun anak muda itu mengetahui, bahwa yang
dihadapirya adalah seorang prajurit y ang baru saja diwisuda.
"Bersiaplah, aku akan segera mulai" justru Mahisa Pukatlah
yang berkata. "Setan kau" geram Lembu Atak sambil mempersiapkan diri.
Mahisa Pukatlah y ang kemudian meny erang Lembu Atak
itu lebih dahulu. Namun demikian serangannya terayun, maka
timbullah kesadaran didalam dirinya, bahwa tidak
sepantasnya ia berbuat semena-mena terhadap anak muda itu.
Karena itu, maka timbullah niat Mahisa Pukat untuk
menjajagi kemampuan lawannya lebih dahulu, serta timbul
pula niatnya untuk sekedar meny esuaikan diri.
Dengan demikian maka perkelahian antara Mahisa Pukat
dan Lembu Atak itupun telah mulai. Keduanya masih
berusaha untuk saling menjajagi. Lembu Atak sebagai seorang
prajurit y ang baru diwisuda setelah menempuh pendadaran
yang berat, merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan dari
orang kebanyakan. Sementara Mahisa Pukat adalah seorang
yang memang telah y akin akan dirinya.
Namun demikian, pada saat-saat perkelahian itu dimulai,
Mahisa Pukat justru mulai dapat menguasai dirinya. Meskipun
ia tidak pernah merendahkan lawan y ang bagai manapun juga,
namun Mahisa Pukat juga berniat untuk mengendalikan
dirinya apabila lawannya bukan seorang yang berilmu tinggi.
Sebenarnyalah lawannya adalah seorang anak muda y ang
baru saja menempuh pendadaran dan dianggap mampu
menyelesaikannya dengan baik. Namun tidak lebih dari itu.
Karena itu, maka Lembu Atak sebenarnya sama sekali
bukan lawan Mahisa Pukat.
Mahendra mula-mula menjadi cemas melihat
keseimbangan ilmu kedua orang anak muda yang sedang
berkelahi itu. Meskipun Mahisa Pukat belum menunjukkan
kelebihannya, tetapi Mahendra sudah mengetahui tingkat
kemajuan ilmu anaknya. Namun Mahendra itu menarik nafas dalam-dalam ketika ia
mulai y akin, bahwa Mahisa Pukat bukannya tidak mampu
mengendalikan dirinya, sehingga anak muda itu tidak
bertempur dengan sungguh-sungguh dan tidak pula
mempergunakan ilmunya y ang tinggi.
Namun bagi para prajurit muda itu, y ang nampak oleh


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata mereka dalam keremangan malam adalah dua orang
yang bertempur dengan sengitnya. Keduanya saling mendesak
dan saling menghindar sehingga keduanya berloncatan dengan
tangkasnya. Para prajurit muda itu mengira bahwa kedua anak muda itu
telah bertempur dalam keseimbangan kemampuan, karena
ternyata untuk beberapa lama masih belum nampak, siapakah
yang mulai terdesak dan kehilangan kesempatan.
Ketika k eringat Lembu Atak telah membasahi pakaiannya,
maka anak m uda y ang baru saja diwisuda menjadi seorang
prajurit itu m enjadi semakin gelisah. Kemarahannya seakanakan
telah menjalar sampai kekepalanya. Namun lawannya itu
masih belum mampu dikuasainya. Bahkan semakin lama rasarasanya
justru menjadi semakin tangkas.
Namun pertempuran itu sendiri memang tidak segera
selesai. Mahisa Pukat ternyata dengan sengaja tidak segera
mengalahkan Lembu, Atak meskipun hal itu dapat saja
dilakukan. Perkelahian y ang nampaknya seimbang itu memang telah
membuat Lembu Atak menjadi letih. Dengan demikian
kemampuannyapun justru mulai menyusut.
Betapapun ia mengerahkan kemampuannya, namun
lawannya masih saja mampu mengimbanginya.
Mahisa Murti dan Mahendra masih saja berdiri termangumangu
menyaksikan bagaimana Mahisa Pukat membiarkan
lawannya masih tetap berkelahi meskipun sebenarnya ia akan
dapat dengan cepat meny elesaikannya. Bahkan
menghancurkan sama sekali.
Lembu Atak semakin lama menjadi semakin gelisah.
Meskipun sekali dua kali ia berhasil mengenainya, tetapi
lawannya itu telah lebih dari lima belas kali dikenai serangan
Glagah Putih. Namun tidak dengan sepenuh tenaga.
Meskipun demikian serangan-serangan Mahisa Pukat itu
telah menyakitinya. Sedangkan serangan-serangan Lembu
Atak yang mengenai Mahisa Pukat seakan-akan tidak terasa
olehnya. Kawan-kawan Lembu Atak mula-mula masih saja
menganggap keduanya berkelahi dalam keadaan seimbang.
Namun semakin lama merekapun mengetahui, bahwa Lembu
Atak berada dalam kesulitan. Mereka juga melihat bahwa
serangan-serangan Lembu Atak yang mengenai lawannya
tidak seimbang dengan serangan-serangan lawannya yang
mengenainya. Apalagi ketika kekuatan Lembu Atak mulai menyusut.
Beberapa kali Lembu Atak terdorong surut.
Lembu Atak semakin gelisah pula mengalami kesulitan
yang nampaknya sulit untuk diatasi. Karena itu, maka selagi ia
masih belum kehabisan tenaga, maka ia harus meny elamatkan
harga dirinya. Karena itu, maka diluar dugaan, tiba-tiba
Lembu Atak itu berkata " Jangan biarkan anak iblis ini
melarikan diri. Ia sudah berusaha m encari kesempatan itu.
Karena itu, maka kalian harus turun untuk ikut menjaga agar
anak itu tidak sempat lari. Awasi juga yang seorang lagi serta
ay ahnya sama sekali."
Kawan Lembu Atak itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian sekali lg |gi Lembu Atak berteriak "Cepat. Jangan
terlambat. Ma suklah ke arena"
Beberapa orang kawannya tidak menunggu lagi. Merekapun
dengan serta merta turun kearena. Lima orang bersama-sama,
sementara itu empat orang yang lain menjaga Mahisa Murti
dan Mahendra agar tidak melarikan diri.
Mahisa Pukat memang meloncat surut. Tetapi ia tidak
melarikan diri. Tetapi ia bergeser ketempat yang lebih luas.
Mahisa Murti dan ay ahnya bergeser menepi. Tetapi mereka
masih tetap berdiam diri menghadapi segala kemungkinan.
Namun sebelum keempat orang itu berbuat sesuatu, keduanya
sama sekali tidak berniat untuk mencampuri perkelahian
antara Mahisa Pukat melawan enam orang prajurit muda yang
baru saja diwisuda. Meskipun demikian Mahisa Murti telah bersiap-siap
menghadapi segala kemungkinan. Ia tahu bahwa ilmu Mahisa
Pukat terlalu tinggi bagi para prajurit itu seorang demi
seorang. Namun menghadapi enam orang prajurit muda yang
baru lepa s dari pendadaran tentu akan memaksa Mahisa
Pukat untuk merambah ke ilmu simpanannya. Apalagi seorang
diri m engalahkan enam orang prajurit muda sekaligus, t entu
akan sangat m enarik perhatian. Terutama bagi para prajurit
itu sendiri, sehingga akan dapat menumbuhkan ceritera yang
bukan-bukan. Jika ceritera y ang bukan-bukan itu sampai ke
telinga ay ah Lembu Atak, maka persoalannyapun akan
berkembang ke arah y ang bukan-bukan.
Karena itu, maka Mahisa Murti tidak akan membiarkan
Mahisa Pukat meny elesaikan pertempuran itu seorang diri. Ia
harus turun ke arena. Namun Mahisa Murti masih menunggu,
apakah y ang akan akan terjadi.
Sebenarnyalah Mahisa Pukat menjadi semakin marah
ketika enam orang prajurit bertempur bersama melawannya.
Karena itu, maka Mahisa Pukatpun telah bergerak semakin
cepat. Seperti y ang diduga oleh Mahisa Murti, m aka Mahisa
Pukat telah mempergunakan tenaga cadangan di dalam
dirinya. Dengan tenaga dalam itu, maka ia m enjadi semakin
garang. Geraknya bertambah cepat dan kekuatannya justru
meningkat. Dalam keadaan yang demikian, m aka Mahisa Murti telah
melangkah maju sambil berkata "Nah, biarlah aku ikut serta
dalam permainan ini."
"Aku dapat meny elesaikannya sendiri" berkata Mahisa
Pukat. Mahisa Murti tidak segera menyahut. Tetapi ia berusaha
untuk menembus kepungan para prajurit muda itu atas
Mahisa Pukat. Baru kemudian iapun berkata "Kau bukan
seorang Senapati prajurit y ang memiliki ilmu sangat tinggi.
Kau tidak boleh bertempur seorang diri"
Namun kemudian Mahisa Murti berdesis lemah "Kita tidak
sedang menunjukkan bahwa kita memiliki kelebihan."
Mahisa Pukat sebenarnya justru menjadi kecewa karena ia
tidak menyelesaikan keenam orang itu seorang diri. Namun ia
mulai tanggap maksud Mahisa Murti. Sehingga karena itu
maka iapun tidak menolak.
Mahendra y ang berdiri di luar arena menarik nafas dalamdalam.
Ketika ia melihat Mahisa Murti memasuki arena, maka
iapun segera tanggap pula. Bahkan ia merasa bersy ukur,
bahwa Mahisa Murti tidak m embiarkan Mahisa Pukat, tetapi
pikirannyapun sejalan dengan pikiran Mahisa Murti sekalipun
mereka tidak saling membicarakannya.
Demikianlah, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
bertempur melawan keenam orang prajurit muda y ang baru
sa ja diwisuda. Sementara itu empat orang yang lain ju stru
hanya termangu saja menyaksikan kawan-kawannya
bertempur. Bahkan merekapun seakan-akan tidak teringat
lagi, bahwa mereka harus mengawasi ay ah kedua orang anak
muda yang sedang bertempur itu.
Lembu Atak y ang menjadi sangat marah itupun kemudian
berkata lantang "Kita tidak usah menaruh bela s ka sihan
kepada anak-anak y ang sombong itu. Kita akan
menyelesaikannya dan membuat mereka menjadi jera. Bahkan
mereka tidak akan berani lagi menampakkan diriny a di
Kotaraja ini, karena Kotaraja ini tidak sama seperti hutan
belukar sekitar padepokannya."
Namun Lembu Atak ternyata harus melihat keny ataan.
Meskipun mereka berenam harus berkelahi m elawan hanya
dua orang, tetapi Lembu Atak dan kawan-kawannya sama
sekali tidak mempunyai kesempatan untuk mengenai tubuh
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Lembu Atak sendiri bersama
kedua orang kawannya berkelahi melawan Mahisa Pukat,
sementara tiga orang yang lain melawan Mahisa Murti.
Beberapa kali Lembu Atak melihat kesempatan untuk menyerang Mahisa Pukat. Namun serangannya ternyata
tidak pernah dapat mengenainya,
karena Mahisa Pukat mampu
mengelak lebih cepat dari
serangan Lembu Atak. Demikian
pula kedua orang kawannya.
Bahkan ketika ketiga orang itu
menyerang bersama-sama dari
arah y ang berbeda, mereka dapat
kehilangan lawanmereka, karena
Mahisa Pukat telah meloncat
tinggi-tinggi, sekali berputar di
udara, kemudian jatuh tegak
pada kedua kakiny a dibelakang
Lembu Atak. Ketiga orang lawan Mahisa Pukat memang terkejut. Namun
demikian Lembu Atak berputar, maka Mahisa Pukat telah
mempergunakan kesempatan itu. Dengan tangkasny a Mahisa
Pukat melenting. Satu Kakinya telah melayang dan hinggap di
dada Lembu Atak. Lembu Atak terdorong beberapa langkah surut. Jika saja
kedua kawannya tidak membantunya menahan tubuhnya,
maka Lembu Atak tentu sudah jatuh.
Lembu Atak itu menggeram. Kemarahannya sudah sampai
ke ubun-ubun. Namun ia tidak dapat mengelak dari
keny ataan, bahwa anak muda y ang dihadapinya itu ternyata
anak muda y ang memiliki ilmu yang lebih baik dari para
prajurit muda y ang baru saja diwisuda setelah mereka
menjalani pendadaran yang cukup berat.
Namun bertiga m ereka ternyata tidak dapat dengan segera
mengalahkan anak mu da dari padepokan itu.
Meskipun demikian Lembu Atak y ang dadanya menjadi
sesak itu masih belum m au tunduk kepada keny ataan yang
dihadapinya itu. Dengan lantang ia justru berteriak "Jangan
segan-segan bertindak. Bukanlah ayahku seorang Senapati "
Jika terjadi sesuatu karena kita m elumpuhkan anak-anak itu,
biarlah ayahku bertanggung jawab."
Sebelum kawan-kawannya bergerak lagi, maka terdengar
suara Mahisa Pukat "Nah, bukankah benar kata-kataku, bahwa
Lembu Atak itu telah bersandar pada jabatan ayahnya " Bukan
bersandar pada kepercayaannya kepada diri sendiri ?"
"Persetan kau. Kau tidak usah mencoba untuk meringankan
bebanmu yang telah kau letakkan dipundakmu sendiri." geram
Lembu Atak y ang menjadi semakin marah.
Tetapi Mahisa Pukat justru tertawa berkepanjangan.
Demikianlah perkelahian itu berlangsung semakin lama
semakin sengit. Lembu Atak dan kawan-kawannya telah
mengerahkan segenap kemampuan mereka. Tetapi setiap kali
seorang diantara mereka telah terlempar keluar dari arena.
Bahkan salah seorang diantara para prajurit muda yang
bertempur melawan Mahisa Murti telah terdorong dan
terlempar kedalam parit y ang sedang mengalir di pinggir jalan
di tengah bulak itu. Namun kemudian disu sul oleh Lembu
Atak yang bertempur melawan Mahisa Pukat. Bukan saja jatuh
kedalam parit yang mengalir, tetapi ia telah terlempar kedalam
lumpur di kotak sawah y ang baru saja diairi.
Dengan demikian maka Lembu Atak benar-benar m enjadi
seperti orang mabuk tuak. Sekali lagi ia berteriak kepada
kawan-kawannya y ang masih menjagai Mahendra meskipun
perhatian mereka sepenuhnya tertuju kepada mereka yang
sedang berkelahi "Marilah kalian berempat. Biarkan orang tua
bangka itu m elarikan diri. Jika dua orang anaknya dapat kita
tangkap dan kita seret ke barak, maka kita akan dengan
mudah dapat menangkap orang tua itu dan membawanya
sama sekali k e barak. Kita dapat m engerahkan anak-anak itu
kepada kawan-kawan kita untuk diadili."
"Apakah kau dan kawan-kawanmu berhak mengadili
seseorang " Apalagi seseorang y ang tidak bersalah sama sekali
?" bertanya Mahisa Murti sambil berkelahi.
Yang m enyahut adalah Mahisa Pukat "Ayahnyapun tidak
berhak karena ada petugas tersendiri untuk mengadili
seseorang." "Koy akkan mulut mereka" teriak Lembu Atak.
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti tidak menyahut lagi.
Tetapi mereka telah mempersiapkan diri untuk melawan
masing-masing tidak hanya tiga orang. Tetapi lima orang.
Dengan demikian maka pertempuran itupun menjadi
semakin lama semakin seru.
Para prajurit muda itupun telah mengerahkan kemampuan
mereka tanpa ragu -ragu lagi. Dengan keras mereka meny erang
dari segala jurusan. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
benar-benar licin bagaikan belut. Mereka sama sekali tidak
mampu rfieny entuh, apalagi menyakiti dan menangkap
keduanya. Meskipun sebenarnya keduanya tidak ingin memamerkan
kelebihan m ereka, tetapi mereka tidak dapat m engelak lagi,
karena mereka harus mempertahankan diri mereka dari
serangan masing-masing lima orang.
Dengan demikian, m aka dengan sendirinya Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat harus menunjukkan kelebihan mereka agar
mereka dapat melindungi diri mereka dari serangan-serangan
kelima orang lawan mereka.
Betapapun kemarahan membakar jantung para prajurit
muda itu, namun mereka benar-benar tidak dapat
mengingkari kenyataan bahwa mereka berlima tidak mampu
melawan mereka seorang-seorang.
Semakin lama mereka bertempur, maka semakin sering
Mahisa Murti dan Mahisa Pulkat mampu mengenai lawannya.
Namun sebenarnyalah bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
memang sudah harus merambah ke dalam ilmunya.
Betapapun juga melawan lima orang prajurit muda y ang
baru saja mengalami pendadaran adalah satu perlawanan yang
sangat berat. Namun dengan mempergunakan tenaga dalam serta
memasuki kedalaman ilmunya, maka Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat masih mampu mengatasi masing-masing lima
orang lawan. Bahkan beberapa saat kemudian, kelima orang lawan
Mahisa Murti dan kelima orang lawan Mahisa Pukat telah
mulai kehilangan sebagian dari kekuatannya. Ketika tubuh
mereka telah basah oleh keringat, serta wajah m ereka telah


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi biru pengab, maka mereka benar-benar harus melihat
keny ataan. Beberapa kali Lembu Atak sendiri terpelanting jatuh.
Demikian pula kawan-kawannya. Bahkan seorang diantara
mereka yang berkelahi bersama Lembu Atak telah hampir
menjadi pingsan. Matanya berkunang-kunang dan duniapun
rasa-rasanya telah berputar dan berporos pada dirinya.
Sehingga karena itu, ia harus meny ingkir dari arena
perkelahian dan duduk dipinggir, jalan sambil memijit -mijit
keningnya. Sementara itu seorang y ang bertempur melawan Mahisa
Murti, telah mengaduh tertahan ketika tumit Mahisa Murti itu
mengenai bibirnya sehingga dari bibir itu telah mengalir
darah. Dengan demikian, maka para prajurit itu mulai menjadi
gelisah, justru karena keseimbangan perkelahian itu.
Betapapun mereka berusaha dengan mengerahkan
kemampuan m ereka, namun para prajurit itulah yang selalu
dikenai oleh serangan-serangan Mahisa Murti ddpt Mahisa
Pukat. Sementara itu Mahendra menyaksikan perkelahian itu
dengan jantung y ang berdebaran. Bagaimanapun juga
segalanya telah terjadi. Bahwa para prajurit muda itu menjadi
pengab di wajahnya bahkan bibir y ang pecah dan berdarah,
akan berarti bahwa persoalan itu tentu akan berkepanjangan.
Para pemimpin kelompok atau para perwira atasan para
prajurit muda y ang baru saja diwisuda itu tentu akan bertanya,
kenapa wajah mereka menjadi merah biru.
Namun apaboleh buat. Mahendra tentu tidak akan dapat
berdiam diri jika ayah Lembu Atak itu akan ikut campur.
Seperti yang diperhitungkan oleh Mahendra dan kedua
orang anaknya, maka para prajurit itu mulai menjadi raguragu
untuk berkelahi terus. Bahkan Lembu Atakpun mulai
mengambil jarak dari Mahisa Pukat.
Mahisa Pukat dan Mahisa Murtipun mulai m enahan diri.
Ketika para prajurit muda itu m ulai menjauh, maka Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat tidak lagi memburu mereka.
Dengan suara y ang bergetar oleh kemarahan y ang
membakar jantungnya Lembu Atakpun berkata "Sayang, langit
mulai menjadi merah, sehingga kami harus segera kembali ke
barak. Jika saja ada kesempatan, maka kalian bertiga akan
kami seret ke barak."
Ketika Mahisa Pukat akan menjawab, maka Mahendra telah
mendahuluinya "Kenapa kita tidak melupakan saja apa yang
terjadi ?" "Bagaimanapun juga persoalan ini tidak dapat kami
lupakan" sahut Lembu Atak "aku akan m eny elesaikan kapan
sa ja." Mahendra hanya dapat menarik nafas ketika Lembu Atak
itu berkata kepada kawan-kawannya "Kita maafkan mereka
kali ini. Kita harus segera kembali ke barak."
Sekali lagi Mahendra harus berusaha meredakan gejolak
perasaan Mahisa Pukat. Karena itu, ketika Mahisa Pukat
masih akan menjawab, Mahendra berdesis "Sudahlah.
Diamlah." Mahisa Pukat memang harus menahan diri. Tetapi ia tidak
berbicara lagi. Sementara itu Lembu Atak telah mengajak kawankawannya
meninggalkan tempat itu. Namun suaranya masih
terasa menyakiti telinga Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
meskipun mereka tidak menanggapinya karena Mahendra
selalu mencegahnya. Namun, demikian para prajurit muda itu pergi, Mahendra
berkata "Kau kira bahwa persoalan ini akan mudah
terselesaikan?" Tetapi Mahisa Pukat menjawab "Persoalan ini bukan
persoalan antara para prajurit muda dengan kita ay ah, tetapi
persoalan ini adalah persoalan anak-anak muda."
"Aku tahu" jawab Mahendra "apakah kau dapat
membedakan antara Mahisa Pukat dan Mahisa Pukat sebagai
pemimpin Padepokan Bajra Seta."
"Orangnya memang tidak ayah. Tetapi persoalannya dapat.
Aku y akin bahwa persoalan ini bukan per soalan padepokan
Bajra Seta" jawab Mahisa Pukat.
"Tetapi apakah Lembu Atak akan dapat berbuat
sebagaimana kau lakukan ?" bertanya ayahnya.
"Bukankah seharusny a Lembu Atak dapat menempatkan
dirinya dan tidak m enyangkut kedudukannya ?" desis Mahisa
Pukat pula. "Seandainya kau mendapat kesulitan dengan alasan apapun
juga, apakah para cantrik dari Padepokan Bajra Seta tidak
merasa ter sentuh pula " Meskipun katakan, bahwa per soalan
yang kau hadapi bukan per soalan Padepokanmu ?" sahut
ay ahnya. Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ia
masih akan mengelak, karena ia m empunyai sikap tersendiri.
Tetapi ia tidak mau berbantah dengan ayahnya. Jika ayahnya
menjadi marah, maka persoalannya akan menjadi lain.
Dalam pada itu, maka Mahendrapun kemudian berkata
"Marilah. Kita pulang."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak menjawab. Mereka
mengikuti saja ayahnya yang melangkah dengan cepat menuju
ke Istana. Mahisa Murti dan lebih -lebih Mahisa Pukat memang
menyesal. Tingkah laku mereka telah membuat ay ahnya yang
sudah tua itu menjadi kesal. Karena itu, maka keduanya
sehari-harian hampir tidak berbuat apa-apa selain dudukduduk
diserambi sambil sekali-sekali masih berbincang
tentang sikap mereka. Namun Mahisa Murtipun kemudian berkata "Sudahlah.
Mudah-mudahan tidak ada kelanjutan dari peristiwa ini."
"Tetapi ay ah y akin, bahwa masih akan ada persoalan
berikutnya" desis Mahisa Pukat.
Ketika mereka kemudian makan bersama ay ah mereka,
meskipun ayahnya nampaknya sudah tidak kesal lagi, namun
masih ada juga bekas-bekas persoalan yang terjadi diantara
kedua anaknya dengan para prajurit muda itu.
"Kita harus siap-siap menghadapi setiap kemungkinan"
berkata ayahnya. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak menyahut. Mereka
justru menunduk dalam-dalam. Tetapi mereka berharap
bahwa persoalannya tidak lagi berkepanjangan.
Namun t ernyata bahwa dugaan Mahendra itu benar-benar
terjadi menjelang senja. Wajah Mahendra menegang. Sambil mengusap keningnya
yang basah oleh keringat, maka iapun berkata "Raden. Kenapa
persoalannya menjadi berlarut-larut. Sudah tentu kami tidak
akan berani m elawan Raden. Apalagi Raden adalah seorang
prajurit. Meskipun Raden tidak bertindak atas nama
kedudukan Raden, namun Raden tetap seorang Senapati."
"Sudah aku katakan, jangan hiraukan siapa aku" jawab
Ra den Sawungtuwuh. "Tetapi Raden, ada dua hal yang ingin aku sampaikan
kepada Raden. Pertama, Raden telah bertindak dengan
tergesa -gesa setelah mendengar laporan anak laki-laki Raden
sehingga dengan demikian Raden tidak berusaha melihat
kebenaran dari laporan itu. Kedua, aku mohon Raden menilai
kembali keputusan Raden itu dalam hubungannya dengan
nama baik kesatuan Raden sendiri."
Wajah Raden Sawungtuwuh itu menjadi tegang. Namun
katanya "Kau jangan terlalu banyak bicara. Aku sudah
menentukan satu sikap sehingga apapun yang terjadi aku akan
bertanggung jawab" "Apa artinya tanggung jawab, Raden " Jika Raden telah ikut
merusak nama baik kesatuan Raden sendiri, justru Raden
adalah seorang Senapati " Ketika anak laki -laki Raden
melakukan satu kesalahan yang dapat merusak citra
kesatuannya, maka aku masih berpengharapan bahwa Raden
akan dapat meluruskannya sebagai pimpinan kesatuan itu.
Tetapi ketika Raden juga melakukannya, maka aku menjadi
semakin cemas." "Cukup" potong Raden Sawungtuwuh "sekarang katakan,
aku akan menghukum anak-anakmu. Apakah kau akan
melindungi mereka atau tidak ?"
"Aku akan memberikan laporan kepada Tumenggung
Wreda y ang mungkin akan dapat memberikan jalan keluar
dari persoalan ini." berkata Mahendra.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menjadi tidak sabar
terhadap sikap ay ahnya. Namun mereka harus menahan diri.
Mereka telah membuat ay ahnya kecewa dan mereka meny esal
karenanya. Karena itu m aka mereka lebih baik berdiam diri
menunggu apa yang hendak dilakukan oleh ay ahnya itu.
Ra den Sawungtuwuh memang harus berpikir ulang
mendengar bahwa Mahendra akan memberikan laporan
kepada Tumenggung Wreda, Panglima prajurit y ang berada di
Kotaraja, termasuk kesatuan Raden Sawungtuwuh.
Namun kemudian Raden Sawungtuwuh itu berkata "Dalam
hal ini aku tidak berurusan dengan Tumenggung Wreda,
karena persoalannya adalah per soalan pribadi."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
Ra den Sawungtuwuh berkata selanjutnya "Sudahlah. Kita
selesaikan per soalan ini diantara kita. Aku dengar kau
mempunyai kedudukan y ang penting didalam istana meskipun
belum terlalu lama. Jika kau seorang Pelay an Dalam, m aka
kaupun termasuk seorang Pelay an Dalam yang sudah
berkedudukan tinggi karena menurut pengakuan anakanakmu
kau sering dibawa berbincang oleh Sri Maharaja
sendiri. Jika kau tidak membual tentang hal itu, maka aku
anggap bahwa kaupun tentu memiliki tataran keperwiraan
seorang prajurit. Karena itu, aku berharap bahwa kau dapat
bersikap jantan. Kita masing-masing tidak perlu membawa
orang lain maupun kedudukan mereka dalam hal ini."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Sementara ia masih
termangu-mangu, Raden Sawungtuwuh itupun berkata
"Sudahlah. Aku minta diri. Lewat wayah sepi bocah, aku
tunggu kau dibulak yang semalam kau pergunakan untuk
beramai-ramai menyamun anakku meskipun bukan berupa
harta benda, tetapi harga dirinya."
Mahendra memang tidak mempunyai kesempatan untuk
menjawab. Raden Sawungtuwuh dan seorang pengawalnya
telah bangkit dan m eninggalkan tempat tinggal Mahendra di
bagian belakang istana itu.
Mahendra termangu-mangu sejenak. Ia tidak diberi
kesempatan untuk memilih menghadapi Raden Sawungtuwuh.
Dengan nada dalam ia berkata kepada kedua orang anaknya
"Kita harus hadir. Tetapi aku akan mencoba untuk
melunakkan hatinya."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak menjawab meskipun
sebenarnya ia tidak sependapat dengan sikap ayahnya yang
terlalu lunak itu. Namun ketiga orang itu t erkejut, karena demikian mereka
duduk kembali, mereka melihat seseorang yang mendekati
serambi. Ketika Mahendra kemudian meny ongsongnya,
ternyata orang itu adalah Raden Kuda Wereng.
"Raden" desis Mahendra.
"Aku sudah tahu segala -galanya" desis Arya Kuda Cemani
yang juga disebut Raden Kuda Wereng itu.
Mahendra tertawa kecil. Katanya "Aku percaya, karena
Ra den adalah seorang Senapati dari prajurit sandi Singasari."
"Ah, kau" desis Arya Kuda Cemani.
"Marilah, silahkan Raden." Mahendra mempersilahkan
Arya Kuda Cemani itupun kemudian duduk bersama
Mahendra dan kedua anaknya. Katanya kemudian "Anakanakku
telah memberi tahukan kepadaku apa y ang telah
terjadi dirumahku. Aku memang sangat meny esal. Aku
terlambat melerai perkelahian di bulak itu. Nampaknya Ki
Mahendra juga tidak berhasil mencegahnya. Namun jsutru
karena itu, maka aku telah menyaksikan seluruhnya apa yang
terjadi kemudian." Mahendra menarik nafas panjang. Katanya "Aku memang
tidak berhasil mencegahnya, Raden. Kedua orang anakku
ternyata juga keras kepala."
"Mereka juga anak-anak muda" desis Raden Kuda Wereng.
"Aku memang menjadi bingung. Apakah y ang sebaiknya
aku lakukan. Raden Sawungtuwuh juga tidak mau
mendengarkan keteranganku tentang anaknya." sahut
Mahendra. "Menurut pendapatku, sebaiknya kalian datang ketempat
yang disebut oleh Raden Sawungtuwuh. Aku akan menjadi
sak si apa yang t erjadi. Menurut pendapatku, Raden
Sawungtuwuh adalah seorang yang berpegang teguh pada
harga dirinya. Karena itu, maka demikian harga dirinya
tersinggung menurut dongeng anaknya, maka ia langsung
menanggapinya tanpa diteliti lebih dahulu."
"Tetapi apakah Raden Sawungtuwuh tidak akan
mendendam jika kami berusaha untuk mempertahankan diri.
?" bertanya Mahendra.
"Aku kira justru tidak," jawab Arya Kuda Cemani "jika
Ra den Sawungtuwuh itu kalah, maka ia akan mengaku kalah."
"Mudah-mudahan ia masih tetap pada sikapnya itu." desis
Mahendra sambil memandang kedua anaknya berganti-ganti.
Kedua orang anaknya itu tidak berkata apapun juga.
Mereka telah meny erahkan segala sesuatunya kepada ayahnya.
Jika datang perintah bagi mereka, maka mereka akan
melakukannya. Dalam pada itu maka Arya Kuda Cemani itupun berkata
"Baiklah. Aku minta diri. Aku akan hadir ditempat itu
justru setelah kalian mulai dengan permainan yang
mengasikkan itu." Demikianlah, maka sepeninggal Arya Kuda Cemani, maka
Mahendra itupun kemudian berkata "Marilah. Kita bersiapsiap.
Sebentar lagi kita akan pergi ke bulak itu. Bukankah
Ra den Sawungtuwuh m inta agar saat sepi bocah kita sudah
ada di bulak itu ?" Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun mengangguk. Dengan
nada rendah Mahisa Murti berkata "Apakah ayah benar-benar
akan melayani Raden Sawungtuwuh ?"
"Maksudmu ?" bertanya Mahendra.
"Ayah sudah terlalu tua untuk melayani Senapati itu" desis
Mahisa Pukat pula.

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kalian merasa mampu untuk melayaninya ?"
bertanya ayahnya dengan ragu-ragu.
"Persoalan ini adalah per soalan kami" jawab Mahisa Pukat
"karena itu serahkan saja -kepada kami."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Senapati
itu tentu akan merasa tersinggung."
Mahendra termangu-mangu. Namun katanya kemudian
"Tetapi aku minta kalian melakukannya bersama-sama.
Maksudku, apapun y ang terjadi, kalian akan melayaninya
berdua. Dengan demikian, m aka kita sudah mencoba untuk
menghormatinya." Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan
sejenak. Namun kemudian Mahisa Murtilah y ang mengangguk
sambil menjawab "Baik ay ah. Kami akan melakukannya
berdua. Mudah-mudahan dengan demikian Raden
Sawungtuwuh itu tidak ter singgung karenanya."
Mahendra mengangguk kecil sambil menjawab "Bagus. Jika
demikian, marilah. Kita akan pergi ke bulak itu. Kita akan
sampai ke bulak itu sesaat sebelum wayah sepi bocah. Biarlah
kita menunggu kedatangan Raden Sawungtuwuh itu."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun segera berkemas.
Sejenak kemudian, maka mereka bertigapun telah
meninggalkan tempat tinggal Mahendra di bagian belakang
istana itu. Kepada petugas diregol belakang istana Mahendra
mengatakan, bahwa mereka akan pergi kesebuah peralatan
kecil di rumah seorang sahabatnya.
Sebenarnyalah, ketika mereka sampai dibulak, saatnya
memang sudah mendekati wayah sepi bocah. Karena itu, maka
mereka tidak menunggu terlalu lama. Beberapa saat
kemudian, maka Raden Sawungtuwuh dan Lembu Atak telah
berada ditempat itu pula.
"Ternyata kalian cukup jantan", desis Raden Sawungtuwuh.
"Tidak Raden" jawab Mahendra "aku hanya ingin
menjelaskan karena tadi ketika Raden datang ke tempat
tinggalku, ada yang masih belum sempat aku jelaskan."
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi" jawab Raden
Sawungtuwuh dengan nada datar.
"Sekarang disini ada angger Lembu Atak. Raden dapat
bertanya kepada angger Lembu Atak, apakah y ang telah terjadi
sebenarnya disini." berkata
Mahendra. Namun dengan serta merta Lembu Atak berkata "Keteranganku tidak berubah
meskipun aku harus mengulanginya seribu kali.
Apakah kau m engira bahwa aku
telah berbohong " Bukankah
kalian menyaksikan apa y ang
terjadi bahkan mengalaminya
sendiri " Yang aku sampaikan
kepada ayah adalah sebagaimana
terjadi. Sebagaimana kalian
alami itu." Mahendra menarik nafas panjang. Agaknya memang tidak
ada pilihan lain baginya dan bagi kedua orang anaknya.
Namun ia m asih m encoba bertanya "Tetapi apakah y ang
kami saksikan dan bahkan y ang kami alami menurut
laporanmu kepada Raden Sawungtuwuh sama dengan apa
yang kami saksikan dan kami alami" Seandainya kau bersedia
mengulangi apa y ang pernah kau laporkan itu dan sama benar
seperti yang kami saksikan dan kami alami, maka kami benarbenar
akan minta maaf." Namun sikap Lembu Atak benar-benar licik "Ayah. Orangorang
ini agaknya ingin memutar balikkan kenyataan yang
terjadi di bulak ini semalam."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam ketika Raden
Sawungtuwuh berkata "Sudahlah. Jangan banyak berbicara
lagi. Aku akan m enghukum kedua orang anakmu. Terserah
kepadamu, apakah kau akan m elindunginya atau tidak. Jika
kau akan melindunginya, biarlah anakmu meny ingkir dan kau
akan turun ke arena. Tetapi jika kau merasa terlalu tua, maka
kau dapat minta kedua anakmu membantumu. Bukankah hal
itu sudah aku katakan kepadamu?"
Namun jawaban Mahendra memang mengejutkan. Katanya
"Baiklah Raden. Jika kedua anakku memang bersalah,
hukumlah. Aku tidak akan melindunginya karena apapun yang
akan aku lakukan tidak akan berarti apa -apa."
"Jadi kau akan membiarkan anakmu menerima
hukuman itu tanpa berbuat sesuatu?" bertanya Raden
Sawurigtuwuh. "Aku memang tidak dapat berbuat sesuatu" jawab
Mahendra. "Baiklah" geram Raden Sawungtuwuh "jika demikian, aku
benar-benar akan menghukum anak-anakmu, Jika keduanya
laki -laki, maka m ereka tentu akan m engakui kesalahan dan
menerima hukuman itu."
"Jadi apa yang harus kami lakukan?" bertanya Mahisa
Pukat tiba -tiba. "Masih terbuka kesempatan baik. Minta maaf kepada
Lembu Atak" jawab Sawungtuwuh.
"Kami tidak mau. Dan karena kami tidak bersalah, m aka
kamipun tidak mau dihukum" jawab Mahisa Pukat tegas.
"Mahendra" berkata Raden Sawungtuwuh "apa katamu
tentang anak-anakmu itu."
"Sudah aku katakan. Aku tidak akan melindunginya.
Lakukan apa yang Raden ingin lakukan atas mereka" jawab
Mahendra. "Bagus" geram Raden Sawungtuwuh "nampaknya kalian
telah sepakat untuk mempermainkan aku. Bersiaplah. Aku
akan membuat kalian menjadi jera."
Namun Mahisa Pukat masih menjawab "Tetapi ingat
Ra den. Sudah aku katakan bahwa aku tidak m au dihukum
dan tidak pula bersedia untuk minta maaf."
Ra den Sawungtuwuh tidak menjawab. Namun iapun segera
bergeser dan bersiap untuk menyerang.
Lembu Atak memang menjadi tegang. Tetapi ia terlalu
yakin akan kemampuan ay ahnya, seorang Tumenggung dan
menjabat sebagai seorang Senopati prajurit y ang disegani di
Singasari. Seperti juga dugaan ayahnya, maka Lembu Atakpun
menganggap bahwa pekerjaan ayahnya itu akan dengan segera
selesai. Seperti direncanakan oleh ayahnya, maka ayahnya
akan menguasai kedua orang anak Mahendra itu dan
memaksanya untuk mohon maaf kepada Lembu Atak. Dengan
paksa dan jika perlu menyakitinya, maka keduanya tentu akan
melakukannya meskipun dengan terpaksa. Bahkan jika
ay ahnya juga ikut campur, maka ay ahnyapun akan dipaksanya
minta maaf pula bukan saja kepada Lembu Atak, tetapi juga
kepada Raden Sawungtuwuh itu sendiri.
Dengan gerak sederhana Senapati yang berpengaruh itu
mulai memancing bertempuran. Meskipun sebenarnya Raden
Sawungtuwuh sendiri merasa bahwa tidak sepantasnya ia
bertempur dengan anak-anak yang masih ingusan itu karena
ia seorang Senapati prajurit Singasari. Namun anak-anak itu
sangat menjengkelkan, bahkan juga ayahnya. Karena itu, maka
mereka memang perlu mendapat sedikit hukuman agar
menjadi jera. Tetapi Raden Sawungtuwuh ikut terkejut melihat
bagaimana kedua orang anak muda itu bergeser. Mereka tidak
segera terpancing dalam satu perkelahian. Namun keduanya
justru bergeser menyamping. Mahisa Murti y ang tidak banyak
berbicara itulah y ang kemudian telah menjulurkan tangannya
kearah Raden Sawungtuwuh. Nampaknya, anak muda itupun
tidak bersungguh-sungguh, sebagaimana dilakukan oleh
Ra den Sawungtuwuh. "Anak-anak ini memang keras kepala" geram Raden
Sawungtuwuh. Lalu katanya "Kalian memang harus mendapat
hukuman yang lebih berat dari yang aku rencanakan."
Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat seakan-akan tidak
mempedulikannya sama sekali. Sikap keduanya bahkan
nampak meyakinkan dan siap menghadapi segala
kemungkinan. Ra den Sawungtuwuh memang tidak sabar lagi. Jantungnya
telah berdetak semakin cepat. Sebagai seorang Senapati, maka
ia tidak mau menjadi bahan permainan anak-anak.
"Mereka benar-benar tidak menyadari, dengan siapa
mereka sedang berhadapan" berkata Senapati itu kepada diri
sendiri. Meskipun demikian, melihat sikap Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat, Raden Sawungtuwuh memang sudah menduga,
bahwa serba sedikit keduanya tentu memiliki kemampuan.
Namun justru karena itu, maka Raden Sawung tuwuh
seorang Senapati prajurit Singasari y ang sudah mempunyai
nama dikalangannya ingin segera menghentikan perlawanan
kedua orang anak itu. Dalam waktu y ang sesingkat-singkatnya
Ra den Sawungtuwuh ingin menguasai dan memaksa keduanya
untuk minta maaf. Jika perlu dengan menyakitinya.
Karena itu, maka tiba -tiba saja Raden Sawungtuwuh itu
telah bersiap untuk sekali loncat, kedua anak muda itu akan
terbanting jatuh. Say ang bahwa sebelumnya Raden Sawungtuwuh belum
pernah mendengar nama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Berbeda dengan Raden Sawungtuwuh, Arya Kuda Cemani
tahu pasti, seberapa tingkat kemampuan kedua orang anak
muda itu. Dengan pengamatannya yang tajam, maka Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat m elihat, bahwa Raden Sawungtuwuh telah
bersiap untuk menghentakkan kemampuannya dan sekali
gerak, menghentikan perkelahian itu.
Karena itu, keduanyapun segera bersiap. Mereka tidak
ingin dengan serta merta ditundukkan oleh Senapati itu
betapapun tinggi ilmunya.
Mahendra memperhatikan kedua anaknya dan Raden
Sawungtuwuh itu berganti-ganti. Namun orang tua itu
menarik nafas dalam-dalam, karena ia tahu, bahwa Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat tanggap akan sikap lawannya.
Dengan demikian ketika Raden Sawungtuwuh itu meloncat
sambil mengayunkan tangannya dengan kecepatan yang
hampir tidak kasat mata, maka ia terkejut bukan buatan. Ia
berniat untuk dengan ayunan tangannya itu menghentikan
perlawanan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Tetapi ternyata
tangannya tidak meny entuh sasaran sama sekali. Satu pun
dari keduanya tidak sempat dijangkaunya dengan ay unan
tangannya itu. Ketika kemudian Raden Sawungtuwuh itu berdiri tegak
memandang kedua lawannya, maka dilihatnya Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat masih berdiri tegak dan bersiap sepenuhnya
untuk menghadapi segala kemungkinan.
Ra den Sawungtuwuh mengangguk-angguk kecil. Dengan
nada geram ia berkata "Jadi dengan modal kecepatan gerak
itukah kalian sudah berani m enghina anakku " Anak seorang
Senapati ?" "Ternyata Raden telah melupakan kesediaan Raden
melepas baju Senapati Raden." desis Mahisa Murti.
"Bagus anak y ang sombong. Tetapi jangan meny esal, bahwa
karena ini maka aku akan meningkatkan kemampuan ilmuku,
sehingga sentuhan tanganku akan menjadi semakin berbahaya
bagi kalian." geram Raden Sawung tuwuh.
Mahisa Pukat justru m enjadi tidak telaten. Dengan nada
rendah ia berkata "Marilah Raden. Kami sudah siap m elayani
Ra den. Meskipun seandainya Raden tidak sekedar
meningkatkan ilmu Raden. Tetapi seandainya sampai
kepuncak ilmu sekalipun. "Kau jangan mengigau. Seandainya kau sadar akan katakatamu
itu, maka kau tentu akan menyesal sepanjang
hidupmu." geram Raden Sawungtuwuh.
"Aku sadar sesadar-sadarnya. Karena itu kami sudah siap
untuk menghadapi Raden apapun akibatnya. Kami berpegang
pada satu pendirian, bahwa kami tidak pernah melakukan
kesalahan." jawab Mahisa Pukat.
Ra den Sawungtuwuh tidak dapat menahan kemarahannya.
Tiba-tiba saja ia telah meloncat meny erang. Tidak lagi sekedar
bermain-main. Tetapi Raden Sawungtuwuh telah bersungguhsungguh.
Namun sekali lagi ia terkejut. Kedua anak muda itu dengan
tangkas telah m enghindari serangan-serangannya. Keduanya
berloncat dengan kecepatan yang mampu mengimbangi
kecepatan gerak Raden Sawungtuwuh.
Namun dengan demikian kedua anak muda itu justru telah
membakar jantung Raden Sawungtuwuh yang tidak menduga
bahwa ia telah berhadapan dengan anak muda y ang ternyata
memiliki kemampuan yang jauh diatas dugaannya.
Karena itu, maka Raden Sawungtuwuhpun telah
melupakan dengan siapa ia berhadapan. Jika semula ia hanya
ingin sekedar menghukum anak-anak muda y ang dianggap
telah menghina anaknya, namun kemudian ternyata ia telah
mendapatkan lawan yang mampu mengimbangi ilmunya yang
justru telah semakin ditingkatkan. Bahkan akhirnya Raden
Sawungtuwuhpun lupa, untuk apa dan dengan siapa ia
bertempur. Sehingga karena itu, maka ilmunya menjadi
semakin lama semakin meningkat pula.
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Namun tiba-tiba
sa ja, iapun telah bersiap dan bergeser selangkah. Namun
kemudian ia menarik nafas panjang ketika ia melihat orang
yang tiba -tiba saja berada disampingnya.
"Kau membuat aku terkejut Raden" desis Mahendra. Raden
Kuda Wereng terseny um. Katanya "Ternyata Ki Mahendra
memiliki pendengaran y ang sangat tajam. Ki Mahendra
mengetahui bahwa aku dengan sangat berhati-hati melangkah
mendekat." "Hanya kebetulan" desis Mahendra.
Arya Kuda Cemani y ang juga disebut Raden Kuda Wereng
itu menarik nafas dalam-dalam. Senapati y ang hampir selalu
berpakaian hitam itu memperhatikan pertempuran itu sambil
berdesis "Aku sudah menduga."
"Menduga apa ?" bertanya Mahendra.
Arya Kuda Cemani tersenyum. Katanya "Aku sudah
menduga, bahwa Raden Sawungtuwuh akan mengalami


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesulitan jika ia berniat untuk m enghukum kedua orang anak
Ki Mahendra. Tetapi ini akan merupakan satu pelajaran bagi
Ra den Sawungtuwuh, seorang Senopati y ang memiliki
pengaruh yang cukup besar di Singasari."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Namun ia tidak
menjawab. Sementara itu pertempuran antara Raden Sawungtuwuh
melawan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak lagi
mengesankan pertempuran antara seorang y ang ingin
menghukum yang lain, karena pertempuran itu nampaknya
masih saja seimbang. Bahkan Raden Sawungtuwuh telah meningkatkan pula
ilmunya sehingga hampir sampai kepuncak kemampuannya.
Tetapi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih saja mampu
mengimbanginya. Justru keduanya nampak m enjadi semakin
tangkas dan sigap. Keduanya berloncatan seperti anak-anak
kijang direrumputan hijau.
Sementara Raden Sawungtuwuh bertempur, Lembu Atak
berdiri termangu-mangu. Namun iapun melihat, bahwa
ay ahnya tidak segera dapat menguasai kedua orang anak
muda itu. Sehingga karena itu, maka jantungnya ju stru
menjadi semakin berdebaran.
Ra den Sawungtuwuh sendiri menjadi gelisah. Ia mulai
meragukan laporan anaknya, bahwa ia telah berkelahi
melawan kedua orang anak muda itu dan bahkan dibantu oleh
ay ahnya pula. Menurut perhitungannya, jangankan melawan kedua orang
anak muda itu. Kemampuan anaknya masih jauh lebih rendah
dari kemampuan salah seorang dari mereka.
Tetapi Raden Sawungtuwuh itu sudah terlanjur bertempur
melawan kedua orang anak muda itu. Bahkan ia telah
meningkatkan ilmunya hampir sampai kepuncak. Namun
kedua orang anak muda itu masih saja mampu
mengimbanginya. Kegelisahannya semakin berubah ketika ia melihat Arya
Kuda Cemani ada ditempat itu pula. Seakan-akan Senapati
dari pasukan sandi itu sengaja datang untuk melihat,
bagaimana ia telah dipermainkan oleh dua orang anak muda.
Namun kehadiran Arya Kuda Cemani itu ternyata
mempunyai akibat tersendiri. Raden Sawungtuwuh tidak mau
kehilangan harga diriny a dihadapan Arya Kuda Cemani.
Apalagi lawannya tidak lebih dari dua orang anak muda yang
semula hanya berselisih dengan anaknya.
Karena itulah maka Raden Sawungtuwuh telah bertekad
untuk mengalahkan kedua lawannya itu meskipun ia bukan
sa ja meningkatkan ilmunya sampai kepuncak, tetapi jika perlu
justru merambah sampai keilmu andalannya.
Dengan demikian maka pertempuran itupun semakin lama
menjadi semakin sengit. Kedua belah pihak benar -benar telah
bertempur dengan sungguh-sungguh.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun menyadari, bahwa
Ra den Sawungtuwuh tidak mau begitu saja mereka kalahkan.
Namun kedua anak muda y ang telah menguasai berbagai ilmu
serta memiliki pengalaman y ang luas itu tidak berniat untuk
kalah atau bahkan harus dihukum tanpa melakukan
kesalahan. Namun y ang t erjadi kemudian, adalah pertempuran antara
dua pihak y ang berilmu tinggi.
Ra den Sawungtuwuh y ang gelisah itu kemudian masih
sempat memperingatkan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Dengan lantang ia berkata "Anak-anak muda. Kali ini aku
memberikan kesempatan terakhir. Selanjutnya, aku tidak tahu
apakah akibatnya jika aku terpaksa benar -benar bertempur
sebagaimana aku ingin menundukkan lawan tanpa banyak
pertimbangan. Karena menurut penilaianku kalian benarbenar
telah menempatkan diri sebagai lawan yang
sebenarnya." "Maaf Raden" jawab Mahisa Murti "sebenarnyalah hal ini
kami lakukan, karena kami tidak mau diperlakukan tidak adil.
Kami ingin mempertahankan kebenaran y ang kami yakini.
Bahkan aku ingin memperingatkan, bahwa seharusnya Raden
juga berbuat sebagaimana kami lakukan."
Terasa telinga Raden Sawungtuwuh menjadi panas.
Karena itu katanya "Aku tidak mau mendengar sesorah
kanak-kanak." Tetapi Mahisa Pukat masih juga menyahut "Sayang Raden.
Kedudukan Raden justru telah dikaburkan oleh kenakalan
anak Raden. Sementara Raden sama sekali tidak meneliti lebih
jauh apakah ia berkata benar atau tidak."
Ra den Sawungtuwuh tidak menjawab. Namun tiba-t iba saja
telah meloncat meny erang dengan garangnya.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat terkejut. Ia melihat Raden
Sawungtuwuh itu telah menelangkupkan kedua telapak
tangannya. Baru k emudian kedua tangannya itu menyambarnyambar.
Namun yang terasa adalah udara panas yang
bagaikan dihampurkan dari kedua telapak tangan itu. Yang
terkejut bukan hanya Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Mahendra dan Raden Kuda Werengpun terkejut.
"Kenapa dengan Raden Sawungtuwuh itu" desis Raden
Kuda Wereng dengan dahi y ang berkerut "ia tidak pernah
kehilangan pengendalian dirinya. Tetapi m enghadapi Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat rasa-rasanya ia tidak lagi sempat
menilai langkah-langkah yang diambilnya."
"Mudah-mudahan sikap yang diambilnya tidak membuat
kedua orang anakku juga kehilangan kendali" desis Mahendra.
Namun mereka yang ada di luar arena itupun ikut
merasakan sentuhan udara panas y ang berhamburan disekitar
Ra den Sawungtuwuh y ang marah itu.
Ternyata sikap Raden Sawungtuwuh. itu telah
menimbulkan kesan tersendiri bagi Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat, sebagaimana kesan pada Mahendra y ang berdiri diluar
arena. Bahkan Arya Kuda Cemanipun berdesis perlahan sekali
"Raden. Sawungtuwuh memang seorang Senapati yang
bersikap jantan menghadapi keny ataan seperti kali ini."
"Mudah-mudahan anak-anakku tanggap" desis Mahen-dra.
Dalam pada itu, maka Lembu Atak itupun telah mendekati
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Meskipun sendat terdengar
anak muda itu b erkata "Aku m inta maaf kepada kalian. Aku
memang berbohong kepada ayah."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan
sejenak. Namun kemudian terdengar Mahisa Murti menjawab
"Baiklah. Kami memaafkan kalian. Mudah-mudahan hal
seperti ini tidak akan terulang lagi."
Lembu Atak hanya menunduk saja. Sementara Mahisa
Pukat menyambung "Katakan kepada kawan-kawanmu, bahwa
tindakan m ereka kurang bertanggung jawab sebagaimana kau
lakukan. Apalagi kau dan kawan-kawanmu adalah prajurit."
"Aku mengerti" jawab Lembu Atak.
Ra den Sawungtuwuh y ang mendengarnya berkata "Berapa
orang kawanmu y ang bersamamu semalam?"
Lembu Atak masih saja ragu-ragu. Tetapi ayahnya
mendesak "Berapa orang?"
"Sepuluh orang ayah." jawab Lembu Atak y ang tidak dapat
mengelak lagi. Ra den Sawungtuwuh mengangguk-angguk. Katanya "Nah,
agaknya aku baru percaya.
Setelah aku mengalaminya langsung bertempur melawan
keduanya, maka kemampuan mereka tidak dapat diperbandingkan dengan kemampuan kalian. Nanti, demikian kita sampai di barak, aku akan berbicara
dengan kau dan mereka."
Lembu Atak tidak berani membantah. Kepalanya justru menunduk dalamdalam.
Namun ia sudah membayangkan hukuman yang akan diterimanya di barak nanti. Meskipun sepuluh orang akan mengalaminya, namun karena ia yang bertanggung jawab,
maka beban terberat tentu akan dipikulnya.
Sementara itu Raden Sawungtuwuh berkata "anak-anak
muda. Aku akan membawa anakku kembali ke barak. Kalian
ternyata memang tidak bersalah."
Namun Mahisa Murti masih m enjawab "Kami juga mohon
maaf Raden, karena kami telah mempergunakan ilmu yang
kami kuasai untuk mencoba meredam kemarahan Raden."
"Aku mengerti anak-anak muda. Tetapi kalian memang
berhak mempergunakannya karena aku juga sudah
merambah ke ilmu andalanku" jawab Raden Sawungtuwuh.
Lalu katanya pula "Akupun merasa bahwa kekuatan dan
kemampuanku telah menyusut. Untunglah bahwa aku segera
menyadari bahwa aku tidak akan mampu melawan ilmu kalian
berdua, sehingga aku segera membebaskan diri dari
pertempuran itu." "Kami tidak mempunyai pilihan lain" desis Mahisa Murti.
"Tetapi aku kira, dalam satu dua hari, segala-galanya akan
menjadi baik lagi. Bukankah begitu?" bertanya Raden
Sawungtuwuh dengan tanpa ragu-ragu.
"Ya Raden. Besok semuanya akan pulih kembali." jawab
Mahisa Murti. "Mudah-mudahan sebelum itu aku tidak dikirim ke medan
perang dimanapun juga." berkata Raden Sawungtuwuh pula.
Yang menjawab adalah Arya Kuda Cemani "Kebetulan
Singasari tidak sedang berperang melawan negeri manapun
juga Raden." "Tetapi bukankah kita sedang diprihatinkan oleh sebagian
prajurit Kediri y ang tidak patuh kepada Sri Baginda di Kediri"
Sehingga kelompok-kelompok prajurit itu sering membuat kita
sibuk mengatasinya" sahut Raden Sawungtuwuh.
Arya Kuda .Cemani mengangguk kecil. Katanya " Iy a. Tetapi
saat ini tidak ada rencana untuk melakukan langkah
keprajuritan. Baru saja sepa sukan prajurit Singasari ikut
mengatasi pemberontakan prajurit Kediri y ang jumlahnya
cukup besar. Namun dengan bantuan Padepokan Bajra Seta
yang dipimpin oleh angger Mahisa Murti dan Mahisa Pukat,
pasukan Kediri itu dapat dijinakkan."
"Siapakah pemimpin Padepokan Bajra Seta itu?" bertanya
Ra den Sawungtuwuh. "Kedua orang anak muda ini" jawab Arya Kuda Cemani.
Ra den Sawungtuwuh mengangguk-angguk. Katanya "Aku
pernah mendengar nama Padepokan Bajra Seta. Bukankah
padepokan yang telah mendapat anugerah pengetahuan
tentang pembuatan senjata itu sehingga orang-orang
padepokan itu mampu melakukannya?"
"Ya. Kedua orang anak muda inilah pemimpinnya" jawab
Arya Kuda Cemani. Ra den Sawungtuwuh mengangguk-angguk. Katanya
"Pantas keduanya memiliki ilmu yang sangat tinggi. Namun
aku tidak m engira bahwa pimpinan Padepokan Bajra Seta itu
masih demikian muda. Apakah bukan Ki Mahendra yang
pantas memegang kendali kepemimpinan Padepokan itu?"
Mahendra menggeleng. Jawabnya "Tidak. Merekalah y ang
mendirikan, mengurus dan memeliharanya sehingga
keberadaannya diakui oleh Sri Maharaja".
Ra den Sawungtuwuh mengangguk-angguk. Katanya
"Baiklah. Sekali lagi aku minta maaf. Aku akan menyelesaikan
persoalan kedalam atas prajurit-prajuritku."
Demikianlah maka Raden Sawungtuwuh telah mengajak
anaknya untuk kembali ke barak. Namun Lembu Atak yang
terpaksa mengakui bahwa ia telah berbohong, semakin dekat
dengan barak pasukannya m enjadi semakin berdebar-debar.
Ia sadar, bahwa ayahnya tentu akan menghukumnya lebih dari
kawan-kawannya yang terlibat dalam perkelahian itu.
Sementara itu, Arya Kuda Cemani yang masih berdiri
termangu-mangu ditempatnya bersama Mahendra, kemudian
telah berkata "Ia memang seorang Senapati y ang jujur. Namun
sifat dan watak anaknya justru jauh berbeda."
"Kenapa dapat terjadi seperti itu ?" bertanya Mahendra.
Arya Kuda Cemani menggeleng. Katanya "Entahlah. Tetapi
anak-anakkupun kadang-kadang mempunyai tingkah laku
yang tidak aku m engerti. Mereka tidak mampu dengan cepat
menangkap ilmu y ang diberikan, kepadanya. Bahwa keduanya
dapat diwisuda menjadi seorang prajurit benar-benar telah
membesarkan hatiku. Namun niatku semula mereka akan aku
beri bekal y ang cukup dari sebuah perguruan sebelum mereka
memasuki lingkungan keprajuritan."
"Tetapi dilingkungan keprajuritan ilmu mereka akan
meningkat pula" berkata Mahendra.
"Ya. Meningkat secara umum dan khususny a untuk
kepentingan gelar perang bagi satu pasukan. Tetapi secara
pribadi akan lebih baik jika mereka mempunyai bekal yang
cukup." jawab Arya Kuda Cemani.
"Tetapi apakah setelah mereka menjadi prajurit, mereka
tidak dapat berlatih secara khusus dibawah tuntunan seorang
guru ?" bertanya Mahendra pula.
"Memang mungkin, dengan ijin khusus" jawab Arya Kuda
Cemani. Lalu katanya pula "Aku terpaksa menempuh cara itu.
Aku sendiri yang akan membimbing m ereka untuk beberapa
lama. Baru kemudian akan aku serahkan kepada orang lain."
Mahendra mengangguk-angguk. Namun kemudian katanya
"Aku mengucapkan terima kasih atas kesediaan Raden
menyaksikan peristiwa y ang baru saja terjadi. Mudahmudahan
tidak akan terulang lagi. Apalagi anak-anakku akan
segera kembali ke Padepokan Bajra Seta."
"Kapan mereka akan kembali ?" bertanya Arya Kuda
Cemani. Mahendra tidak dapat segera menjawab. Namun iapun
bertanya kepada kedua anaknya "Kapan kalian akan kembali
ke Padepokan ?" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan.
Namun kemudian Mahisa Murti menjawab "Kami memang
berdua,.... .... dialog terputus tapi dari bukunya emang
gitu...... .... justru karena kedua orang anakku sendiri tidak dapat


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbuat sebagaimana dapat kalian lakukan."
Dengan hormat kedua orang anak muda itu m engangguk.
Yang menjawab adalah justru Mahisa Pukat "Ya Raden. Kami
tentu tidak akan berkeberatan berkunjung kerumah Raden.
Kami justru berbangga terhadap Kuda Semedi dan Kuda
Semeni y ang dengan jujur telah memberitahukan rencana
Lembu Atak. Kamipun telah memenuhi pesannya untuk
mengambil jalan lain. Namun ternyata bahwa Lembu Atak
sempat mengikuti langkah kami dan mencegat kami ditempat
ini." "Ya. Aku tidak menghukum mereka karena mereka berkata
terus terang kepadaku, sehingga aku sempat menyusul kemari
demikian para tamu pergi. Tetapi aku terlambat meskipun aku
masih sempat melihat sebagian dari peristiwa itu sendiri."
"Baiklah" berkata Mahendra "malam telah sampai ke dini.
Sebaiknya kita pulang. Kapan-kapan aku akan berkunjung
kerumah Raden." "Terima kasih" jawab Arya Kuda Cemani "aku selalu
mengharap kesediaan kalian untuk datang kerumahku."
Demikianlah, maka Mahendra dan kedua anaknyapun
segera beranjak dari tempatnya. Sementara itu Arya Kuda
Cemani pun melangkah pula kearah y ang berbeda. Namun
ketika Mahendra berpaling, maka iapun menggamit kedua
orang anaknya "Orang itu telah hilang. Kita tidak tahu kemana
orang itu pergi." Mahisa Murti dan Mahisa Pukat termangu-mangu sejenak.
Namun mereka tidak mengatakan apa-apa karena mereka
takut jika kata-kata mereka didengar oleh orang yang
dianggap dapat m elenyapkan diri itu. Namun ketika mereka
sudah memasuki lingkungan istana barulah Mahisa Murti
berkata "Pakaian Arya Kuda Cemani membantunya untuk
melenyapkan diri didalam gelapnya malam."
"Tetapi seseorang memang pernah memiliki Aji
Panglimunan." berkata Mahendra.
Kedua orang anaknya mengangguk-angguk, sementara
Mahendra berkata selanjutnya "Sayang, bahwa kedua anaknya
ternyata terlalu lamban. Atau ayahnyalah y ang tidak sabar
melihat berkembangan kemampuan anak-anaknya sehingga ia
menganggap bahwa kedua anaknya tidak memiliki ketajaman
dan kecerdasan nalar budi sebagaimana ayahnya."
"Memang mungkin ayah" sahut Mahisa Murti "ayahnya
terlalu cepat ingin melihat anaknya berhasil, sehingga tidak
mau mengingat kemampuan nalar budiny a. Akibatnya
memang dapat sebagaimana ayah katakan itu."
Mahendra mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian
demikian m ereka sampai dirumah dan telah m encuci tangan
dan kaki "Beristirahatlah disisa malam ini."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak menjawab.
Keduanyapun telah pergi ke pembaringan mereka meskipun
keduanya ternyata tidak dapat segera tertidur. Namun
keduanya saling berdiam diri karena keduanya asy ik dengan
angan-angannya masing-masing.
Ternyata dihari berikutnya, baik Mahisa Murti maupun
Mahisa Pukat sama sekali tidak menyinggung lagi tentang
rencana mereka untuk kembali ke Padepokan. Seakan-akan
mereka telah melupakannya, sementara Mahendrapun tidak
menanyakannya pula. Dihari-hari selanjutnya, keduanya memang sering
berkunjungan kerumah Arya Kuda Cemani. Kadang-kadang
dengan Mahendra. Namun jika hari -hari Kuda Semedi dan
Kuda Semeni ada dirumah, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat telah datang berdua saja untuk mengunjungi kedua
orang prajurit muda itu. Namun dengan demikian hubungan Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat dengan Sasi m enjadi semakin dekat. Sasi yang
terbiasa tinggal dirumah saja, merasa bahwa Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat telah menghilangkan kesepiannya jika
kedua anak muda itu berkunjung kerumahnya ada atau tidak
ada kedua orang kakaknya.
Ternyata Arya Kuda Cemani dan isterinya sama sekali tidak
berkeberatan melihat pergaulan anak-anaknya dengan Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat. Bukan saja Kuda Semedi dan Kuda
Semeni, tetapi juga Sasi y ang terbiasa tinggal didalam rumah
sa ja. Bahkan ketika hubungan Sasi dengan Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat menjadi semakin akrab.
Namun dalam pada itu, Mahendralah yang ju stru menjadi
gelisah. Sebagai seorang ayah ia dapat merasakan denyut
jantung kedua anak laki-lakinya.
Tetapi rasa -rasanya sudah t erlambat. Mahendra melihat
betapa kedua anak laki -lakinya sangat memperhatikan gadis
sahabatnya itu. Jika keduanya berdalih mencari Kuda Semedi
dan Kuda Semeni dirumahnya, maka Mahendrapun tahu,
bahwa sebenarnya mereka ingin bertemu dengan Sasi, karena
Kuda Semedi dan Kuda Semeni lebih banyak berada di
baraknya daripada dirumahnya.
Tetapi untuk sementara Mahendra memang tidak dapat
berbuat sesuatu. Ia harus mey akinkan dugaannya. Baru
kemudian ia akan memanggil kedua orang anaknya untuk
membicarakan hubungan mereka dengan anak Arya Kuda
Cemani itu. Bahkan didalam hati Mahendra juga meny esalkan
kesempatan y ang seakan-akan sengaja diberikan oleh Arya
Kuda Cemani. "Mudah-mudahan hanya sekedar kecemasan seorang tua
yang tidak mendasar" berkata Mahendra kepada diri sendiri.
Tetapi jantung Mahendra menjadi berdebar-debar ketika
pada suatu senja, Arya Kuda Cemani itu datang menemuinya.
Nampaknya memang ada per soalan yang penting y ang
ingin dikatakannya kepada Mahendra, karena Arya Kuda
Cemani itu sama sekali tidak menanyakan kedua anak
Mahendra. Biasanya keduanya dipanggilnya untuk bersamasama
berbincang. Ketika Arya Kuda Cemani mulai berbicara dengan sungguhsungguh,
maka Mahendrapun mendengarkannya dengan
sungguh-sungguh pula. "Ki Mahendra" berkata Arya Kuda Cemani "aku tidak tahu,
apakah pantas atau tidak, bahwa hal ini aku katakan kepada Ki
Mahendra. Namun aku berniat baik, sehingga karena itu, aku
telah mengkesampingkan apakah hal itu pantas atau tidak."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah mulai
meraba, bahwa yang akan dibicarakan oleh Arya Kuda Cemani
adalah persoalan kedua anaknya dalam hubungannya dengan
anak perempuan Arya Kuda Cemani itu.
"Ki Mahendra" berkata Arya Kuda Cemani "aku
sebenarnyalah merasa senang, bahwa Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat sering datang kerumahku. Kadang-kadang
mereka dapat bertemu dengan Kuda Semedi dan Kuda
Semeni, tetapi kadang-kadang tidak. Namun karena dirumah
ada Sasi, maka tentu ada orang y ang dapat menemui m ereka.
Akupun sama sekali tidak berkeberatan bahwa keduanya
sering datang kerumah di saat-saat yang pantas sebagaimana
kunjungan kedua anak Ki Mahendra kerumahku."
Mahendra mengangguk-angguk. Sementara Arya Kuda
Cemani nampak menjadi ragu-ragu untuk berkata selanjutnya
Namun Mahendra dengan sengaja berdiam diri. Ia
menunggu, apapun y ang akan dikatakan oleh Arya Kuda
Cemani. Karena Mahendra berdiam diri saja, maka Arya Kuda
Cemani itupun berkata selanjutnya "Namun ada satu hal yang
ingin aku sampaikan kepada Ki Mahendra. Justru y ang sering
berkunjung ke rumahku itu anak Ki Mahendra berdua. Bagiku
keduanya sama-sama baik, sama-sama berilmu tinggi dan
katakan, keduanya hampir tidak dapat dibedakan. Namun
justru karena itulah aku menjadi khawatir. Ju stru karena
keduanya yang hampir tidak dapat dibedakan itu serta sikap
mereka y ang hampir tidak dapat dibedakan terhadap Sa si."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Ternyata apa yang
diduganya adalah benar. Bukan hanya dirinya sajalah yang
menjadi cemas, tetapi ternyata Arya Kuda Cemani menjadi
cemas pula. Namun dalam pada itu Arya Kuda Cemani itu berkata
"Tetapi sebenarnyalah aku tidak tahu, perasaan apakah yang
tersimpah di hati anak-anak muda itu. Mungkin yang aku
cemaskan itu sama sekali tidak beralasan."
Mahendra mengangguk-angguk kecil. Ia dapat mengerti
sepenuhnya alasan Arya Kuda Cemani, bahwa ia telah datang
menemuinya. Sebagai orang tua Arya Kuda Cemani ingin jalan
yang dilewati anaknya dapat rancak dan tidak ter sendatsendat
karena hambatan y ang datang kemudian.
Tetapi Arya Kuda Cemani telah mengatakan bahwa ia tidak
tahu pasti perasaan apakah yang sebenarnya tersimpan
didalam hati anak-anak muda itu.
Bahkan Arya Kuda Cemanipun kemudian berkata "Aku
justru cemas, bahwa perasaanku ini tidak lebih dari
kesombongan y ang tidak beralasan sama sekali, seolah-olah
keluargaku adalah pusat dari segala perhatian."
"Tidak Raden" jawab Mahendra "aku mengerti sepenuhnya
kegelisahan Raden. Sikap hati-hati seorang ay ah bukan sikap
yang salah menurut pendapatku."
"Aku mengucapkan terima kasih atas pengertian Ki
Mahendra. Aku mohon m aaf jika apa y ang aku katakan itu
menyinggung perasaan Ki Mahendra. Apalagi anak-anak Ki
Mahendra." berkata Arya Kuda Cemani kemudian.
"Baiklah Raden" berkata Mahendra kemudian "aku akan
membantu Raden sejauh dapat aku lakukan atas anakanakku."
Arya Kuda C emani mengangguk-angguk. Dengan hati-hati
ia memberikan sedikit gambaran sikap Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat terhadap keluarganya. Bahkan serba sedikit
anak-anaknya, Kuda Semedi dan Kuda Semeni juga pernah
menyinggung hubungan adiknya dengan kedua anak Ki
Mahendra itu. "Sudahlah" berkata Arya Kuda Cemani kemudian "aku
percaya kepada Ki Mahendra, namun perlu aku jelaskan
bahwa aku sama sekali tidak berkeberatan untuk menerima
kedua anak Ki Mahendra itu datang kerumahku. Dan terusterang
akupun tidak berkeberatan jika hubungan itu
berlangsung terus. Yang justru aku sampaikan kepada Ki
Mahendra adalah, bahwa keluargaku tidak dapat membedakan
antara keduanya." "Aku mengerti sepenuhnya Raden" sahut Mahendra.
Demikianlah, maka Arya Kuda Cemani itupun kemudian
telah minta diri. Sementara itu sepeninggal tamunya, m aka
Mahendra semakin dililit oleh per soalan kedua orang anak
laki -lakinya. Tetapi ternyata bahwa Mahendra masih belum dapat
berbicara langsung dengan kedua orang anaknya. Ia masih
menunggu saat yang paling tepat, meskipun ia sadar, bahwa ia
harus segera meny elesaikan per soalan itu. Bahkan Mahendra
merasa bahwa ia sudah terlambat.
Namun dalam pada itu, ternyata Mahisa Murti, y ang lebih
banyak mempergunakan penalarannya dari Mahisa Pukat,
merasa bahwa hubungannya dengan Sasi memang agal
janggal. Sikapny a terhadap gadis itu tidak berbeda dengan
sikap Mahisa Pukat, sehingga akan dapat menimbulkan
persoalan dikemudian hari. Sadar akan kemungkinan itu,
maka Mahisa Murti mulai berpikir untuk mencari jalan keluar.
Betapapun gejolak perasaannya, namun Mahisa Murti masih
ingin tetap berdiri diatas nalarnya.
Karena itulah, maka justru sebelum ayahnya
mempersoalkan hubungan mereka dengan Sasi, maka Mahisa
Murti telah berbicara dengan Mahisa Pukat meskipun Mahisa
Murti berusaha untuk mempergunakan bahasa yang lain dari
persoalan yang sebenarnya.
Kedatangan Arya Kuda Cemani kerumah ayahnya dan
berbicara secara khusus telah memberikan tekanan kepada
niatnya untuk keluar dari lingkaran yang akan dapat
menjeratnya ber sama Mahisa Pukat.
Ketika ia mendapat kesempatan, maka Mahisa Murti
itupun dengan sungguh-sungguh telah berkata kepada Mahisa
Pukat "Kita sudah t erlalu lama berada di Singasari. Sebelum
kita berangkat, kita sudah berjanji kepada seisi Padepokan,
bahwa kita tidak akan terlalu lama meninggalkan mereka."
Mahisa Pukat mengerutkan dahinya. Katanya "Bukankah
mereka sejak kita berangkat sudah menganggap bahwa kita
tidak akan dapat segera kembali" Mereka sudah
memperkirakan bahwa kita akan berada di Singasari agak
lama." "Tidak" jawab Mahisa Murti "menurut perhitungan mereka,
kita tidak akan terlalu lama di Singasari. Tetapi kita akan
justru lama diperjalanan."
"Bukankah akibatnya sama saja" jawab Mahisa Pukat.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Tetapi sebaiknya kita segera kembali ke Padepokan.
Bukankah sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai
pimpinan Padepokan bahwa kita sebaiknya selalu ada
ditengah-tengah mereka?"
"Ya. Kita akan selalu berada di tengah-tengah mereka.
Tetapi apa salahnya bahwa sekali-sekali kita berhak untuk
meninggalkan Padepokan?"
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu benar
alasan Mahisa Pukat kenapa ia tidak segera mau kembali.
Menurut gejolak perasaannya, iapun ingin lebih lama lagi
berada di Singasari. Tetapi Mahisa Murti sadar, semakin lama
mereka berada di Singasari, maka belitan persoalan dalam
hubungannya dengan Sa si akan semakin kuat m elilit m ereka
berdua sehingga sulit untuk mengurai kembali.
Namun ternyata bahwa Mahisa Pukat tidak ingin segera
meningggalkan Singasari. Mahendra menarik nafas panjang. Didalam hati ia
mengucapkan terima kasih kepada Mahisa Murti y ang telah
membantunya memecahkan persoalan yang baginya cukup
sulit. Namun dalam pada itu, Mahendrapun bertanya "Kapan kau
akan kembali ke Padepokan B ajra Seeta?"
"Segera ayah. Dua atau tiga hari ini." jawab Mahisa Murti.
Mahendra mengangguk-angguk. Sementara Mahisa Pukat
nampak gelisah. Ia seakan-akan berdiri dipersimpangan jalan.
Ra sa -rasanya memang sulit untuk mengambil sikap. Apakah ia
akan ikut Mahisa Murti kembali ke Padepokan atau ia akan


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetap tinggal di Singasari.
Namun k eputusan Mahisa Murti yang pasti bahwa ia akan
kembali seorang diri ke Padepokan Bajra Seta atau bersama
bersama dengan satu dua orang prajurit sebagai kawan
berbincang telah membantu Mahisa Pukat untuk mengambil
keputusan. Demikianlah maka Mahisa Murtipun dihari berikutnya
telah mulai berbenah diri. Sementara Mahendra yang
mendapat kesempatan berbicara tanpa kehadiran Mahisa
Pukat telah bertanya berterus terang, apakah alasan yang
mendorongnya untuk meninggalkan Mahisa Pukat di
Singasari. Mahisa Murti m enarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
dalam ia berkata "Aku kira ay ah dapat menangkap
perasaanku. Aku dan Mahisa Pukat telah memasuki sebuah
taman yang sama. Karena itu, maka salah seorang diantaara
kami m emang harus m enarik diri jika kami tidak ingin saling
berbenturan." "Aku harus mengucapkan terima kasih atas sikapmu itu
Murti. Ternyata bahwa kau benar-benar telah berpikir dewasa.
Namun itu bukan berarti bahwa kau untuk selanjutnya akan
jauh dari seorang perempuan. Karena telah menjadi garis
kehidupan, bahwa seorang laki-laki akan menjadi sisihan dari
seorang perempuan." "Aku m engerti ayah" jawab Mahisa Murti "pada suatu saat
tentu akan datang waktunya. Aku harus berusaha menghapus
bekas yang tergores dalam sekilas waktu didalam hidupku ini."
Mahendra telah menepuk bahu anaknya sambil berkata
"Aku yakin bahwa kebesaran
jiwamu akan dapat mengatasi
kesulitan perasaanmu."
"Aku mohon restu ayah."
desis Mahisa Murti kemudian.
"Baiklah. Dalam tiga hari ini
aku akan minta tiga orang
prajurit yang akan menemanimu
dalam perjalanan kembali ke
padepokan Bajra Seta." berkata
ay ahnya. Mahisa Murti tidak menjawab lagi. Tetapi ia mengangguk kecil. Namun di
wajahnya membayang perasaannya yang tertikam.
Mahendra tidak dapat berbuat sesuatu. Namun sebagai
seorang ayah ia tahu, betapa Mahisa Murti telah berusaha
untuk mengatasi gejolak perasaannya.
Ketika Mahendra kemudian meninggalkan Mahisa Murti
untuk berbicara dengan Panglima Pa sukan Pengawal agar
menugaskan tiga orang prajurit yang dapat menemani Mahisa
Murti di perjalanan, maka Mahisa Pukat telah berbicara
dengan Mahisa Murti tentang gadis anak Arya Kuda Cemani
itu. Ternyata Mahisa Pukat terlalu sibuk memandang ke dirinya
sendiri dalam hubungannya dengan Sasi, sehingga ia tidak
dapat membaca gejolak perasaan Mahisa Murti.
Karena itu, m aka Mahisa Pukat itupun justru telah m inta
kepada Mahisa Murti" Sebelum kau kembali ke Padepokan,
tolong aku Murti." "Apa yang dapat aku bantu?" bertanya Mahisa Murti.
"Kau tentu tahu hubunganku dengan Sasi" desis Mahisa
Pukat Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Ya.
Aku tahu. Hubunganmu dengan Sasi telah mengarah pada
satu hubungan yang akrab antara seorang laki -laki dan
seorang perempuan." "Kau benar" jawab Mahisa Pukat "namun seperti kau
ketahui bahwa aku bukanlah seorang yang dapat
mengemukakan perasaanku. Aku lebih berani memasuki
lingkaran api pertempuran daripada harus berbicara kepada
seorang gadis tentang persoalan y ang rumit itu."
"Tetapi bukankah kau sudah sering berbincang dengan
Sasi" Atau katakan bahwa hubunganmu telah menjadi
semakin akrab di saat-saat terakhir ini?" bertanya Mahisa
Murti. "Ya. Tetapi yang kami bicarakan adalah soal -soal yang tidak
ada hubungannya dengan gejolak perasaanku. Bukan
persoalan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan"
jawab MahisaPukat. "Lalu apa maksudmu dengan pertolonganku?" bertanya
Mahisa Murti kemudian. Mahisa Pukat memang menjadi ragu-ragu. Namun
betapapun berat lidahnya Mahisa Pukat berkata "Mahisa
Murti. Bukankah kau juga telah bersahabat dengan Sasi" Aku
lihat, kaupun sering berbincang-bincang dan bahkan bergurau
dengan gadis itu. Karena itu maka aku kira kau akan dapat
menolongku, menyatakan perasaanku kepadanya. Aku kira
kau tahu yang aku maksudkan."
Jantung Mahisa Murti serasa semakin cepat dan semakin
keras berdentang didalam dadanya. Hatinya telah terasa pedih
bahwa ia harus menekan perasaannya sendiri dan memberi
kesempatan kepada Mahisa Pukat. Namun ternyata Mahisa
Pukat justru minta kepadanya untuk menyampaikan
perasaannya kepada gadis itu.
Untuk beberapa saat Mahisa Murti bagaikan membeku
meskipun terasa darahnya semakin cepat m engalir diseluruh
jalur-jalur pembuluh darahnya.
Namun dengan sekuat tenaga Mahisa Murti menahan
gejolak perasaannya itu agar tidak ditangkap oleh adiknya.
Dengan demikian maka kesan itu memang tidak nampak
diwajahnya. Dengan menahan hati iapun kemudian menjawab
"Mahisa Pukat. Sebagaimana kau ketahui, sampai saat ini
aku jarang berhubungan dengan seorang gadis. Seperti kau
akupun tidak tahu, bagaimana harus mengatakan kepada Sasi.
Selama ini aku berbicara dan bahkan bergurau sebagaimana
aku berbicara dan bergurau dengan siapapun yang kita kenal.
Tanpa menghiraukan apakah ia laki -laki atau perempuan.
Sudah tentu dengan batas-batas kewajaran. Karena itu, aku
ragu-ragu, apakah aku akan dapat melakukannya."
Mahisa Pukat justru mendesaknya "Tetapi tentu ada
bedanya jika kau berbicara bagi orang lain. Seandainya aku
memaksa diri untuk mengatakannya, mungkin akan
terucapkan pula. Tetapi jika gadis itu menolak, maka aku akan
kehilangan harga diriku dihadapannya. Tetapi aku akan
sempat mengatur perasaanku jika hal itu aku dengar dari
orang lain, tidak langsung dari mulut Sasi."
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Agaknya ia tidak
dapat m engelak lagi. Jika ia tetap menolak, maka perasaan
Rahasia Bunga Cubung Biru 2 Pasukan Mau Tahu - Misteri Di Teater Kecil Manusia Lumpur 2

Cari Blog Ini