04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 21
Mahisa Pukat ternyata tidak memburunya. Seakan-akan ia
sengaja memberi kesempatan kepada Gemak Langkas untuk
memperbaiki kedudukannya sebelum pertempuran itu
dilanjutkan. Dengan demikian, maka ayah Gemak Langkas, saudara
seperguruannya dan lebih-lebih adanya gurunya, terkejut pula
karenanya. Mereka tidak mengira bahwa Mahisa Pukat itu
mampu bergerak secepat dan sekuat itu. Ketika mereka
melihat Mahisa Pukat terdesak, mereka sudah memastikan
bahwa Gemak Langkas akan segera dapat mengakhiri
pertempuran itu. Namun ternyata bahwa y ang terjadi
kemudian adalah sebaliknya. Justru Mahisa Pukatlah yang
telah mengenai lambung Gemak Langkas.
"Tetapi itu belum m erupakan akhir dari segala-segalanya"
berkata guru Gemak Langkas didalam hatinya.
Ternyata bahwa lambungnya y ang mual dan sakit itu telah
memberinya peringatan, bahwa lawannya memang m emiliki
ilmu y ang tinggi. Setidak -tidaknya tidak berada dibawah ilmu
Gemak Langkas itu sendiri.
Dalam pada itu, Gemak Langkas memang menjadi semakin
marah, tetapi juga semakin gelisah. Namun karena itu, maka
Gemak Langkas itupun telah mengerahkan segala-galanya.
Puncak dari ilmu dan kemampuannya.
Dengan demikian maka pertempuran itupun menjadi
semakin cepat dan semakin keras. Mahisa Pukatpun telah
meningkatkan ilmunya untuk mengimbangi lawannya.
Keduanya saling meny erang dan bertahan.
Mereka yang menyaksikan pertempuran itupun menjadi
berdebar-debar. Gemak Langkas dalam puncak ilmunya
ternyata masih belum mampu menguasai Mahisa Pukat.
Bahkan serangan-serangannya masih juga belum dapat
menembus pertahanan Mahisa Pukat. Jika sekali-kali
serangannya mengena, sama sekali tidak menimbulkan akibat
apapun bagi lawannya. Mahisa Pukat seakan-akan hanya
sekedar tersentuh tangan atau kaki Gemak Langkas tanpa
hentakkan dan kekuatan sama sekali. Apalagi y ang dapat
mendorong dan melumpuhkannya.
Sebaliknya, beberapa kali Mahisa Pukat berhasil m engenai
lawannya. Bukan saja tumitnya, tetapi sisi telapak tangannya
yang terayun deras, sempat mengenai pundak Gemak
Langkas, sehingga Gemak Langkas mengaduh tertahan.
Namun hampir saja tangannya kehilangan kekuatan untuk
bergerak. Beberapa saat kemudian, Gemak Langkas benar-benar
telah terdesak. Serangan-serangan Mahisa Pukat semakin
sering mengenainya. Sehingga seluruh tubuh Gemak Langkas
itu serasa menjadi-memar dan ny eri.
Dalam keadaan yang demikian, maka dengan cara itu
Gemak Langkas tidak akan mungkin memenangkan perang
tanding itu. Apalagi menghancurkan kesombongan lawannya.
Karena itu, sebagaimana memang telah terpikir sejak ia
menantang Mahisa Pukat untuk berperang tanding, bahwa
kemungkinan terburuk dalam perang tanding adalah salah
seorang dari mereka akan terbunuh. Karena itu, maka Gemak
Langkaspun telah memutuskan untuk bertempur dengan
mempergunakan senjata. Ia memiliki kemampuan ilmu
pedang y ang tinggi, sehingga meskipun dalam pertempuran
tanpa senjata ia tidak dapat memenangkan perang tanding itu,
namun dalam perang tanding telah dibenarkan pula untuk
mempergunakan senjata, sehingga jika salah seorang dari
mereka jantungnya terkoyak, maka lawannya tidak dapat
dianggap sebagai seorang pembunuh.
Karena itu, maka Gemak Langkaspun telah menarik senjatanya. Sebilah pedang
panjang. Mahisa Pukat meloncat selangkah surut. Dipandanginya
pedang Gemak Langkas. Pedang
yang bagus. Kilatan cahaya bulan
seakan-akan telah terpantul
menyilaukan melampaui terangnya cahaya itu sendiri.
"Apa boleh buat" berkata
Gemak Langkas "jika kau tidak
terlalu sombong, maka aku tidak
akan menarik pedangku. Pedang
yang terbuat dari baja putih
pilihan yang tajamnya melampaui tujuh kali tajamnya welat
pring wulung." Mahisa Pukat t idak segera m enjawab. Ia m emang m elihat
pedang Gemak Langkas adalah pedang yang baik. Namun
Mahisa Pukat sama sekali tidak menjadi heran m elihat daun
pedang yang terbuat dari baja putih itu.
Sementara itu Gemak Langkas pun berkata "Seandainya
kau mengakui kekalahanmu, maka aku tidak akan sampai hati
menarik pedangku. Tetapi karena kau terlalu sombong dan
merasa dirimu mampu mengimbangi ilmuku, maka aku
terpaksa menunjukkan kepadamu kemampuan ilmu
pedangku. Jika dengan demikian dadamu terkoyak dan
jantungmu pecah, sama sekali bukan salahku."
Mahisa Pukat masih belum menjawab. Ia masih saja berdiri
tegak di tempatnya. Sementara itu, orang-orang yang menyaksikan perang
tanding itu m enjadi tegang. Ayah, saudara seperguruan dan
guru Gemak Langkas pun menjadi tegang pula. Mereka y akin,
bahwa pedang Gemak Langkas merupakan pedang yang jarang
ada duanya. Gurunya telah memberikan pedang itu kepada
Gemak Langkas. Namun dengan ditukar dengan emas dan
permata, tentu saja yang sangat mahal.
Ketika Gemak Langkas kemudian menggerakkan
pedangnya, maka cahaya bulan yang memantul pada daun
pedang itu nampak berkilat membuat mereka yang
menyaksikan menjadi berdebar-debar.
"Bukankah kau tidak tergesa -gesa Gemak Langkas?"
terdengar suara saudara seperguruan Gemak Langkas yang
disebut pamannya itu. "Kau sempat menunjukkan ilmu
pedangmu kepada lawanmu."
"Ya"jawab Gemak Langkas"aku tidak tergesa -gesa. Jika
luka anak itu m enjadi arang kranjang, maka itu sama sekali
bukan salahku." Mahisa Pukat bergeser maju sambil berkata "Sejak semula
kau masih saja bicara bahwa jika terjadi sesuatu itu bukan
salahmu. Baiklah, apapun y ang terjadi kau tidak bersalah
karena terjadi dalam perang tanding. Jika kau matipun kau
juga tidak bersalah, karena hal itu terjadi karena
kebodohanmu." "Setan kau" geram Gemak Langkas "tarik pedangmu."
Mahisa Pukat termangu-mangu sejenak. Dipandanginya
lawannya, kemudian orang-orang y ang datang bersamanya.
Namun sejenak kemudian maka iapun telah menarik
pedangnya pula. Orang-orang y ang berdiri di seputar arena itu terkejut.
Mereka menganggap bahwa pedang Gemak Langkas adalah
pedang y ang paling baik y ang pernah m ereka lihat. Bahkan
mereka mengira bahwa lawan Gemak Langkas itu akan
kehilangan keberanian melihat ujud pedang y ang terbuat dari
baja putih itu, apalagi jika pedang itu digerakkan dibawah
sinar cahaya bulan. Namun ketika m ereka melihat daun pedang Mahisa Pukat,
maka jantung merekapun berdegup keras. Pedang Mahisa
Pukat y ang ditimpa cahaya bulan itu nampak bukan saja
memantulkan sinar bulan yang kekuning-kuningan. Tetapi
bahkan pedang itu bagaikan menyala dengan cahaya yang
kehijau-hijauan. "Dari iblis mana ia mendapat senjata itu" geram guru
Gemak Langkas. Pernyataan itu membuat ayah Gemak Langkas dan saudara
seperguruannya menjadi semakin berdebar-debar. Dengan
demikian maka mereka seakan-akan mendengar desah
kecemasan guru Gemak Langkas yang dianggap memiliki ilmu
yang sangat tinggi itu. Gemak Langkas sendiri tercenung untuk beberapa saat.
Pedang Mahisa Pukat itu membuatnya berdebar-debar.
Namun Gemak Langkas itupun kemudian telah
membesarkan hatinya sendiri. Katanya didalam hati
"Betapapun tinggi nilai sepucuk senjata, namun orang yang
memegangnya jugalah y ang menentukan."
Karena itulah, maka Gemak Langkas itu mulai
menggerakkan pedangnya. Baja putih itu memang berkilatkilat.
Tetapi sekedar m emantulkan sinar bulan. Daun pedang
itu sendiri tidak bercahaya sama sekali.
Namun sejenak kemudian, kedua orang anak muda itu
telah m ulai memutar perang mereka masing-masing. Gemak
Langkas y ang merasa memiliki ilmu pedang yang sangat
tinggi, segera mulai menggapai lawannya dengan ujung
pedangnya. Tetapi Mahisa Pukat bergeser menyamping sambil
merundukkan pedangnya pula.
Namun sejenak kemudian, maka kedua ujung senjata itu
mulai bersentuhan. Semakin lama. putaran pedang itupun
menjadi semakin cepat. Gemak Langkas y ang merasa memiliki ilmu pedang itupun
berusaha untuk segera menembus pertahanan lawannya. Ia
tidak ingin menunda-nunda setiap kesempatan, karena ia
mulai merasa bahwa ia tidak akan dapat mempermainkan
lawannya itu. Namun pertahanan Mahisa Pukat memang terlalu rapat.
Setiap kali Gemak Langkas m elihat kesempatan dan mencoba
mempergunakannya, ternyata pedangnya selalu membentur
pedang Mahisa Pukat yang bercahaya kehijau-hijauan itu.
Keringat pun mulai membasahi telapak tangan Gemak
Langkas. Namun dengan demikian, maka darahnya pun
menjadi semakin panas. Dengan demikian maka pertempuran semakin lama
menjadi semakin cepat pula. Gemak Langkas semakin
meningkatkan k emampuannya. Berbeda dengan sebelumnya,
bahwa ia ingin menunjukkan kelebihannya atas lawannya dan
mengalahkannya perlahan-lahan, maka ia justeru berusaha
untuk secepatnya menundukkan Mahisa Pukat. Bahkan
semakin sulit ia berusaha mengenainya, maka Gemak Langkas
pun tidak lagi berpikir panjang. Dihentakkannya segenap
ilmunya dan satu-satunya keinginannya kemudian adalah
membunuh Mahisa Pukat. Tetapi Mahisa Pukat bukan seorang y ang lebih lemah
kemampuannya daripada Gemak Langkas. Karena itu, m aka
meskipun Gemak Langkas sudah sampai ke puncak
kemampuannya, namun ternyata bahwa ia tidak dapat
memaksa Mahisa Pukat untuk menyerah. Bahkan semakin
lama justru Mahisa Pukatlah yang lebih banyak menguasai
arena. Ketika dengan garangnya Gemak Langkas meloncat
menyerang sambil menjulurkan pedangnya menusuk lewat
celah -celah pertahanan Mahisa Pukat, ternyata Gemak
Langkas itu salah hitung. Mahisa Pukat sama sekali tidak
sedang lengah sehingga pertahanannya menjadi lemah.
Demikian serangan itu datang, maka Mahisa Pukat pun
dengan cepat menggeliat. Dengan tangkas pula Mahisa Pukat
menangkis serangan itu dengan sentuhan menyamping.
Gemak Langkas justru terkejut karenanya. Ia tidak mengira
bahwa Mahisa Pukat itu masih mempunyai kesempatan untuk
menghindar dan justru meny entuh senjatanya.
Hampir saja senjatanya justru terlepas. Untunglah, Gemak
Langkas sempat meloncat mengambil jarak.
Namun Mahisa Pukatlah y ang kemudian justru
memburunya. Pedangnya y ang terjulur bagaikan mampu
melihat kemana Gemak Langkas itu mengelak.
Gemak Langkas mengumpat kasar ketika sebuah goresan
telah meny entuh menggores lengannya. Memang tidak terlalu
dalam. Tetapi dari goresan senjata Mahisa Pukat itu, darah
telah mulai mengalir. Para saksi y ang dibawa oleh Gemak Langkas memang
menjadi semakin tegang. Saudara seperguruannya dan apalagi
guru dan ayahnya, menjadi cemas melihat pertempuran itu.
Sebagai seorang yang berilmu, ternyata gurunya melihat
kelebihan Mahisa Pukat atas muridnya itu. Ketika m uridnya
telah sampai ke puncak kemampuannya, ternyata bahwa
lawannya masih mampu meningkatkan lebih tinggi lagi.
Dengan demikian maka guru Gemak Langkas itupun
menjadi gelisah. Jika Gemak Langkas tidak memenangkan
perang tanding itu, maka ayahnya akan menjadi sangat
kecewa. Ia sudah banyak sekali mengeluarkan uang untuk
kepentingan anaknya berguru.
Tetapi yang akan terjadi memang demikian. Gemak
Langkas semakin lama memang menjadi semakin terdesak.
Bukan saja lengannya yang tergores luka. Tetapi kemudian
pundaknya juga masih disentuh oleh ujung pedang Mahisa
Pukat y ang berwarna kehijauan itu. Pedang yang telah
menggetarkan jantung lawannya.
Semakin lama Gemak Langkas menjadi semakin
menyadari, betapa ia menjadi semakin sulit untuk
mengimbangi lawannya. Kegelisahan para saksi y ang dibawa Gemak Langkas pun
menjadi semakin memuncak. Para prajurit muda termasuk
Lembu Atak pun menjadi gelisah pula. Mereka ingin m elihat
Mahisa Pukat dikalahkan dan kemudian mereka pun akan
dapat ikut melepaskan dendam mereka terhadap Mahisa
Pukat. Tetapi mereka melihat bahwa yang terjadi justru
sebaliknya. Gemak Langkas yang nampaknya meyakinkan itu
ternyata tidak mampu mengimbangi kemampuan Mahisa
Pukat. Semakin lama ia justru menjadi semakin terdesak
sehingga segores luka telah meny ilang di dadanya.
Mahisa Pukat y ang telah dapat menilai kemampuan
lawannya justru menjadi semakin tenang. Ia tidak lagi berniat
untuk berbuat lebih daripada menghentikan perlawanan
Gemak Langkas dan m eyakinkan kepada para saksi bahwa ia
telah memenangkan perang tanding itu. Meskipun Gemak
Langkas telah m engancam akan membunuhnya, namun tidak
terlintas niat Mahisa Pukat untuk melakukannya.
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mahendra dan Arya Kuda Cemani m enarik nafas dalamdalam.
Merekapun sudah mendapatkan satu key akinan bahwa
Mahisa Pukat akan berhasil memenangkan perang tanding itu.
Namun guru Gemak Langkas lah yang jantungnya menjadi
bagaikan membara. Ia merasa dipermalukan oleh Mahisa
Pukat dihadapan ayah Gemak Langkas y ang telah banyak
memberinya uang dan benda-benda berharga.
Apalagi setiap kali ay ah Gemak Langkas itu selalu berpaling
kepadanya, seakan-akan menuntut atas kegagalan anaknya
dalam perang tanding itu.
Karena itu bayangan kekalahan Gemak Langkas y ang
menjadi semakin jelas itu telah menggelitik gurunya untuk
berbuat sesuatu m eskipun ia tahu bahwa hal itu tidak akan
memberikan kepuasan sepenuhnya kepada ay ah Gemak
Langkas. Sekilas ia memandang Mahendra dan Arya Kuda Cemani.
Guru Gemak Langkas itu belum tahu tataran kemampuan
mereka. Namun keduanya bukan orang y ang namanya melejit
diantara orang-orang y ang disegani di Singasari. Apalagi
diantara para saksi itu hadir pula prajurit-prajurit muda dan
seorang muridnya y ang lain y ang akan dapat mencegah
mereka mencampuri persoalannya dengan Mahisa Pukat.
Karena itu sebelum Gemak Langkas mengalami nasib y ang
lebih buruk, maka iapun berkata lantang "Gemak Langkas.
Anak itu mempunyai ilmu iblis. Minggirlah. Aku akan
menghancurkan ilmu iblisny a. Baru kemudian, kau lawan
anak itu bertempur dengan jujur" Lalu katanya kepada para
sak si yang lain "tahanlah jika ada diantara kedua orang saksi
yang dibawa anak itu akan berbuat curang."
Tetapi ay ah Gemak Langkas itu menggamitnya dan berkata
"Seorang diantara kedua orang saksi itu adalah Arya Kuda
Cemani y ang memiliki Aji Panglimunan."
Guru Gemak Langkas itu m engerutkan keningnya. Namun
ternyata ketajaman telinga Mahendra sempat mendengarnya
meskipun tidak terlalu keras. Karena itu, maka katanya
"Apakah orang-orang tua akan ikut dalam permainan ini?"
Tetapi tiba-tiba saja Mahisa Pukat berkata lantang "Aku
tantang kau, untuk menggantikan Gemak Langkas. Siapakah
kau" Benar kau gurunya?"
Guru Gemak Langkas itu menggeram. Sementara
Mahendra berkata "Jika ia menginginkan orang-orang tua ikut
bermain, maka biarlah y ang tua yang melayaninya."
Tetapi Mahisa Pukat menggeleng sambil berkata "Tidak
ay ah. Biarlah aku menantangnya untuk berperang tanding.
Biarlah mereka melihat bahwa bukan hanya muridnya, tetapi
gurunya." "Aku akan memasuki arena" berkata guru Gemak Langkas"
siapapun lawanku." Arya Kuda Cemani t ertawa. Katanya "Baiklah jika Mahisa
Pukat ingin mencoba kemampuan guru Gemak Langkas itu.
Tetapi ingat, bahwa kami masih tetap berdiri disini."
Guru Gemak Langkas itu m enggeram. Ia mengerti maksud
Arya Kuda Cemani, bahwa iapun akan dapat berbuat sesuatu
jika diperlukan. Namun guru Gemak Langkas itu sudah tidak dapat
merubah niatnya lagi, karena Mahisa Pukat sudah
menantangnya langsung. Karena itu, ia tidak lagi berpikir panjang. Jika ia sudah
dapat meny elesaikan Mahisa Pukat, maka bersama-sama
dengan m ereka yang hadir ditempat itu, m ereka akan dapat
menguasai kedua orang tua yang datang bersama Mahisa
Pukat itu. Namun Mahendrapun menjadi berdebar-debar juga. Ia
memang meyakini kemampuan anaknya. Tetapi ia belum tahu
tataran kemampuan guru Gemak Langkas itu.
Tetapi Mehendrapun tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Gemak Langkas yang telah terluka dibeberapa bagian dari
tubuhnya itu telah bergeser menepi ketika gurunya kemudian
hadir di arena perang tanding itu
Mahisa Pukat y ang menghadapi guru Gemak Langkas
itupun menjadi semakin berhati-hati. Namun sedikit banyak ia
sudah dapat mengenal unsur-unsur gerak dari ilmu y ang telah
diwarisi darinya oleh gemak Langkas.
Ternyata guru Gemak Langkas itu tidak mau membuang
banyak waktu. Ia ingin m enunjukkan k elebihannya terutama
kepada ay ah G emak Langkas yang telah memberinya banyak
sekali uang dan barang-barang berharga sebagai upahnya
melatih Gemak Langkas dalam olah kanuragan, karena ayah
Gemak Langkas itu ingin sekali anaknya memiliki ilmu yang
tinggi. Karena itu, maka dengan serta m erta iapun telah m enarik
senj atanya pula. Juga sebilah pedang. Pedang yang tidak
dapat terpisah dari dirinya. Pedang y ang mirip dengan pedang
yang telah diberikannya kepada Gemak Langkas.
Tanpa banyak berbicara lagi, maka guru G emak Langk as
itupun segera meny erang Mahisa Pukat. Namun Mahisa Pukat
telah bersiap menghadapinya.
Tetapi Mahisa Pukat masih juga terkejut mendapat
serangan guru Gemak Langkas. Ternyata serangannya datang
cepat sekali. Senjatanya y ang berputar, tiba-tiba terjulur
mematuk ke arah jantungnya.
Mahisa Pukat pun menggeliat menghindari serangan itu.
Namun serangan yang datang demikian cepatnya itu, ternyata
tidak dapat dihindarinya sepenuhnya. Meskipun ujung pedang
itu tidak m enyentuh dadanya, namun ujungnya telah tergores
di pundak Mahisa Pukat. Memang hanya segores kecil. Namun
keringat Mahisa Pukat membuat lukanya itu menjadi pedih.
Dengan loncatan panjang Mahisa Pukat mengambil jarak.
Ketika lawannya itu memburunya, maka Mahisa Pukatpun
dengan cepat meloncat lagi menjauh. Namun tidak untuk
ketiga kalinya. Demikian lawannya meloncat memburunya,
Mahisa Pukat justru bergeser setapak saja.
Namun pedangnya terayun deras sekali membentur senjata
lawannya. Lawannyalah y ang kemudian terkejut telapak tangannya
menjadi pedih. Namun pedangnya tidak terlepas dari
tangannya itu. Tetapi untuk selanjutnya Mahisa Pukat y ang telah tergores
pundaknya itu tidak membirkan dirinya menjadi sasaran
serangan lawannya. Kesempatan berikutnya dipergunakan
sebaik-baiknya. Pedangnyalah y ang terjulur meny erang ke
arah dada lawannya. 0oo0dw0oo0 (Bersambung ke Jilid 104)
Conv ert & Editing by
Pdf ebook : Dan HIJAUNYA LEMBAH HIJAUNYA LERENG PEGUNUNGAN Jilid 104 Cetakan Pertama PENERBIT: "MURIA" YOGYAKARTA Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoyo, Arema
Converter : Editor : Pdf ebook : --ooo0dw0ooo- Naskah ini untuk keperluan kalangan sendiri,
penggemar karya S.H. Mintardja dimana saja berada y ang
berkumpul di Web Pelangi Singosari dan Tiraikasih
Jilid 104 TETAPI dengan tangkas lawannya m enggeliat. Kemudian
pedangnya berputar cepat sekali. Serangan mendatar telah
terayun deras sekali mengarah ke leher Mahisa Pukat.
Namun dengan cepat pula Mahisa Pukat merendah,
sehingga pedang lawannya itu terbang diatas kepalanya.
Pa da saat yang bersamaan, sambil berjongkok pada satu
kakinya pedang Mahisa Pukat terjulur. Hampir saja
pedangnya mampu m enusuk bagian bawah ketiak lawannya,
tetapi ternyata lawannya. dengan tangkas meloncat
menghindar. Mahisa Pukat melenting dengan kecepatan y ang sangat
tinggi. Pedangnya menyambar dengan derasnya menggapai
tubuh lawannya, sehingga guru Gemak Langkas itu terpaksa
meloncat mundur selangkah. Ketika Mahisa Pukat meloncat
lagi sambil menjulurkan pedangnya, maka lawannya telah
menangkisnya dengan pukulan menyamping y ang keras sekali.
Tetapi sekali lagi lawannya terkejut. Ternyata tenaga
Mahisa Pukat telah meningkat dengan cepatnya. Sekali lagi
terasa tangannya menjadi pedih.
Namun guru Gemak Langkas itupun meningkatkan
ilmunya pula. Sehingga dengan demikian maka pertempuran
itupun semakin lama menjadi semakin cepat dan semakin
keras. Benturan tenaga y ang semakin besar serta ay unan
pedang yang menimbulkan desir angin yang semakin kuat.
Mahisa Pukat mulai memperhatikan desir angin y ang
timbul oleh ay unan pedang lawannya. Ra sa-rasanya angin
yang menyambarnya berbareng dengan sambaran daun
pedang lawannya menjadi tidak wajar lagi. Angin itu terasa
terlalu keras dan kuat. Bahkan seakan-akan mengandung duriduri
tajam yang menusuk kulitnya, sehingga terasa kulitnya
menjadi pedih. "Orang ini tentu sudah mulai merambah ke ilmu
simpanannya y ang tinggi" berkata Mahisa Pukat didalam
hatinya. Dengan demikian, maka Mahisa Pukatpun semakin berhatihati.
Iapun mulai perlahan-lahan meningkatkan
kemampuannya pula. Karena itulah, maka sentuhan-sentuhan senjata mereka
telah semakin mendebarkan orang-orang yang m enjadi saksi
dalam perang tanding itu. Bunga api y ang berhamburan
membuat jantung mereka berdebaran.
Namun ternyata bahwa guru Gemak Langkas itu tidak
dapat segera m enguasai lawannya. Mahisa Pukat yang masih
sangat muda itu semakin lama seakan-akan menjadi semakin
garang. Meskipun ayunan pedang lawannya seakan-akan telah
menghamburkan duri-duri lembut y ang tinggi, m asih mampu
mengatasi rasa sakit dan pedih y ang timbul oleh sembaran
angin pedang lawannya. Kemampuan Mahisa Pukat untuk tetap bertahan itu telah
membuat lawannya mulai gelisah. Namun guru Gemak
Langkas masih belum tuntas. Ilmunya masih mampu
berkembang dan meningkat.
Karena itu, angin yang menyapu tubuh Mahisa Pukat
karena ay unan pedang lawannya itu menjadi semakin
meningkat pula. Duri -duri yang tajam itu rasa-rasanya
menjadi semakin banyak dan semakin dalam menusuk
kulitnya. Dengan demikian maka Mahisa Pukatpun semakin lama
menjadi semakin sulit untuk mengatasi serangan lawannya
yang semakin meningkat itu.
Karena itu, maka Mahisa Pukat seakan-akan telah terdesak.
Beberapa kali ia berusaha menghindari serangan lawannya.
Bukan saja sabetan pedangnya, tetapi juga desah anginnya.
Sekali-sekali Mahisa Pukat berusaha untuk menghentakkan
ilmu pedangnya. Selangkah dua langkah lawannya memang
terdesak mundur. Namun, demikian pedangnya berputar,
maka anginpun berputar pula. Ujung-ujung duri itu rasarasanya
telah berhamburan menusuk kulitnya.
Mahendra dan Arya Kuda Cemani memang menjadi tegang.
Tetapi mereka m engerti, bahwa Mahisa Pukat masih belum
mengembangkan memanjat ke ilmu-ilmu andalannya.
Mahisa Pukat memang m asih berusaha untuk mengatasi
ilmu lawannya dengan ilmu pedangnya. Namun ternyata
Mahisa Pukat tidak mampu melakukannya. Guru Gemak
Langkas memang memiliki ilmu yang cukup tinggi jika hanya
dilawan dengan ilmu pedang.
Setelah beberapa kali Mahisa Pukat terdesak, maka ia mulai
tidak sabar lagi. Apalagi ketika ia mendengar prajurit-prajurit
muda yang m endendamnya itu berteriak-teriak dan bahkan
bersorak setiap kali Mahisa Pukat terdesak dan berdesah
menahan pedih yang menusuk-nusuk kulitnya.
Kemarahan Mahisa Pukat memang tidak terkendali lagi.
Meskipun demikian ia tidak dengan serta merta ingin
menghancurkan lawannya. Ia masih mempunyai beberapa
pertimbangan, sehingga Mahisa Pukat itu berniat untuk
membuat lawannya tidak berdaya tanpa membunuhnya.
Karena itu, maka Mahisa Pukat itupun telah mengetrapkan
ilmunya yang dapat menghisap i lmu dan kekuatan lawannya
untuk sementara. Ilmu itu memang tidak segera nampak dengan serta merta.
Karena itu, setelah Mahisa Pukat mengetrapkan ilmunya,
lawannya masih belum merasakan akibatnya. Guru Gemak
Langkas itu masih saja meny erang dengan garangnya,
sehingga Mahisa Pukat masih harus mengerahkan daya
tahannya mengatasi merasa pedih yang seakan-akan
menusuk-nusuk kulitnya. Namun Mahisa Pukat sudah mulai
berusaha untuk tidak selalu m enghindari serangan lawannya,
tetapi sekali-sekali ia telah menangkis dan membenturkan
pedangnya. Bagaimanapun juga guru Gemak Langkas itu harus
mengakui betapa tinggi kekuatan Mahisa Pukat. Namun setiap
kali Mahisa Pukat memang masih harus menyeringai menahan
pedih yang meny engat kulitnya.
Dalam beberapa saat kemudian, guru Gemak Langkas
masih sempat mendesak Mahisa Pukat. Sambaran angin
ayunan pedangnya masih t erasa pedih di kulit Mahisa Pukat.
Tetapi Mahisa Pukat masih mampu mengatasiny a dengan
ketahanan tubuhnya. Bahkan Mahisa Pukat justru berusaha
untuk setiap kali membenturkan senjatanya betapapun ia
harus berdesah menahan tusukan getaran udara ilmu guru
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gemak Langkas yang semakin tajam itu.
Untuk beberapa saat guru Gemak Langkas masih sempat
tersenyum dan berkata "Aku terpaksa melakukannya, anak
muda. Kau m emang keras kepala. Aku harus mengusir ilmu
iblis y ang ada didalam dirimu sebelum muridku akan
menyelesaikan perang tanding ini. Kau memang tidak
mempunyai pilihan lain. Dalam keadaan y ang paling sulit,
maka pedangku akan membelah dadamu, sehingga iblis yang
tersembuny i di dalam dirimu akan meloncat keluar. Dan kau
akan menjadi tidak berday a sama sekali."
Mahisa Pukat tidak menjawab. Tetapi ia sadar, bahwa ilmu
lawannya memang sangat berbahaya baginya. Sentuhan
getaran udara karena ayunan pedang itu telah membuat kulit
dagingnya terasa pedih. Apalagi jika pedang itu meny entuh
tubuhnya lagi. Keringat y ang membasahi seluruh wajah kulit Mahisa Pukat
memang membuat lukanya semakin pedih.
Namun dalam pada itu, maka Mahisa Pukat pun telah
meningkatkan ilmunya pula. Selapis demi selapis, Mahisa
Pukat telah m enghisap kekuatan dan kemampuan lawannya
pada setiap sentuhan senjata yang terjadi dalam pertempuran
itu. Karena itu, maka betapapun terasa tangannya menjadi
pedih oleh getaran udara y ang timbul oleh ayunan pedang
lawannya, namun Mahisa Pukat masih selalu berusaha
menangkis setiap serangan demi serangan.
Orang-orang y ang menyaksikan pertempuran itu memang
menjadi semakin tegang. Para prajurit muda dan Gemak
Langkas y ang sudah terluka itu sempat bersorak setiap kali
Mahisa Pukat harus berloncatan mundur.
Tetapi untuk membuat benturan-benturan senjata semakin
sering terjadi, maka Mahisa Pukat tidak saja menangkis setiap
serangan. Tetapi iapun menjadi semakin sering meny erang.
Serangan y ang nampaknya memang tidak berbahaya karena
setiap kali guru Gemak Langkas itu dapat menangkisnya.
Namun y ang tidak wajar mulai terasa pada guru Gemak
Langkas. Ternyata sebelum ia mampu mengoy ak dada anak
muda itu, tenaganya mulai menjadi susut.
Mula-mula guru Gemak Langkas itu tidak segera
menyadari. Ia memang telah mengerahkan segenap tenaga
dan kemampuannya untuk dengan cepat menguasai lawannya
sehingga ia m engira bahwa karena itu tenaganya mulai susut.
Tetapi beberapa saat kemudian, terasa bahwa susutnya tenaga
dan kemampuannya itu melaju terlalu cepat. Sendi-sendi
tangan dan kakinya, bahkan punggungnya terasa seakan-akan
mulai dibebani dengan batu y ang semakin lama menjadi
semakin berat. Karena itulah, maka dalam kegelisahannya, guru Gemak
Langkas itu telah menghentakkan sisa tenaga dan
kemampuannya. Ia ingin semakin cepat menyelesaikan
lawannya y ang ternyata cukup garang itu.
Hetakkan itu memang mengejutkan Mahisa Pukat.
Beberapa langkah ia meloncat surut. Bahkan ujung senjata
lawannya itu telah mampu menyentuh kulit di lam bungnya.
Perasaan sakit, pedih dan panas m emang terasa menggigit
lukanya itu. Jauh lebih pedih, sakit dan bahkan lebih panas
dari tusukan getaran-getaran udara y ang timbul karena
ayunan pedang itu. Hampir saja Mahisa Pukat kehilangan kendali akalnya.
Kemarahannya hampir saja menghentakkan niatnya untuk
menghancurkan lawannya sama sekali.
Namun niat itupun diurungkannya. Ia sudah melihat
usahanya mulai berhasil. Tenaga dan kemampuan lawannya
telah menjadi susut, meskipun ia masih mampu
mengejutkannya dengan hentakkan sisa tenaganya.
Karena itu, maka Mahisa Pukat tidak lagi melepaskan
ilmunya y ang lain. Ia hanya meningkatkan ilmu y ang sudah
ditrapkannya itu. Sehingga dengan demikian, maka hisapan
tenaga dan kemampuan lawannya itupun berlangsung
semakin cepat. Guru Gemak Langkas masih mendengar prajurit -prajurit
muda itu bersorak ketika ia berhasil melukai lam bung Mahisa
Pukat. Namun setelah itu, maka keringat dingin pun mengalir
di seluruh tubuhnya. Ia merasa bahwa tenaganya menjadi
semakin cepat susut bahkan pedangnya pun rasa-rasanya
menjadi semakin berat. "Apa yang telah terjadi?" pertanyaan itu semakin
mengguncang jantungnya. Baru kemudian ia menyadari, bahwa ia telah terperosok ke
dalam putaran ilmu y ang sangat mendebarkan. Ilmu yang
mampu menghisap tenaga dan kemampuan lawannya.
Namun semuanya sudah terlambat. Mahisa Pukat y ang
terluka itu justru meny erangnya seperti hembusan badai.
Pedangnya berputar bagaikan angin pu saran. Sentuhan demi
sentuhan telah terjadi. Beberapa kali guru Gemak Langkas
memang berusaha menghindar. Tetapi serangan Mahisa Pukat
datang begitu cepatnya sehingga kadang-kadang dengan
terpaksa guru Gemak Langkas itu harus melindungi dirinya
dengan pedangnya. Dan setiap sentuhan berarti bahwa
tenaganya menjadi semakin susut.
Guru G emak Langkas itu menjadi semakin gelisah. Tetapi
yang terjadi telah terjadi. Tenaga, ilmu dan kemampuannya
telah terhisap semakin dalam.
Tidak ada cara untuk menarik surut waktu. Guru Gemak
Langkas itu hanya dapat m eny esali k elengahannya. Kenapa ia
tidak sejak semula menduga bahwa ilmu y ang jarang ada
duanya itulah yang dipergunakan oleh anak muda itu.
Memang sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya, bahwa
Mahisa Pukat yang masih muda itu memiliki ilmu yang sangat
rumit. Namun ilmu itu sudah ditrapkan dan tenaga serta
kemampuannya telah terhisap hampir habis.
Gemak Langkas, saudara seperguruannya dan ayahnya
menjadi sangat tegang melihat keadaan guru Gemak Langkas
itu. Bahkan Lembu Atak dan kawan-kawannyapunmen jadi
sangat cemas. Pada saat-saat terakhir mereka melihat guru
Gemak Langkas itu tidak berdaya sama sekali. Ia tidak lagi
mampu menyerang apalagi dengan kecepatan y ang sangat
tinggi. Rasa-rasanya guru G emak Langkas itu tidak lagi kuat
mengangkat pedangnya sendiri. Dalam pada itu, saudara
seperguruan Gemak Langkas yang tidak mengerti apa yang
telah terjadi, telah meloncat memasuki gelanggang sambil
bertanya "Guru apa y ang terjadi?"
"Jangan" berkata gurunya y ang bahkan berjalanpun
menjadi t ertatih-tatih. "ternyata ia memiliki ilmu y ang sangat
tinggi." "Tetapi guru sama sekali tidak terluka" berkata muridnya
yang tidak mengerti itu. "Anak itu tidak melakukannya. Jika ia mau, ia dapat
membunuhku sekarang," jawab gurunya.
"Kenapa hal itu dapat terjadi?" bertanya muridnya itu. Guru
Gemak Langkas itu tidak menjawab. Namun ia masih
berusaha untuk b erdiri t egak sam bil bertanya kepada Mahisa
Pukat. "Apakah kau akan mengakhiri perang tanding ini
dengan membunuhku?" "Bukankah kau berkata sendiri, bahwa jika aku mau, aku
sudah dapat membunuhmu sekarang?" justru Mahisa
Pukatlah y ang ganti bertanya.
Guru G emak Langkas itu m enarik nafas panjang. Katanya
"Baiklah aku mengakui kemenanganmu. Aku kalah dalam
perang tanding ini. Kau dapat melakukan apa saja sekehendak
hatimu atasku." "Aku hanya ingin pengakuanmu, bahwa kau meny erah"
desis Mahisa Pukat. Ternyata tidak seperti y ang diduga sebelumnya, bahwa
orangitu akan mengeraskan hatinya dan menjunjung harga
dirinya sehingga tidak mau mengakui keadaannya, apapun
yang t erjadi. Namun orang itu ternyata kemudian m enjawab
"Ya. Aku meny erah. Aku tidak dapat berkata lain, karena
keadaanku." "Guru" Gemak Langkas dan saudara seperguruannya y ang
disebut pamannya itu hampir bersama-sama berdesis.
"Memang inilah yang terjadi" jawab gurunya. Saudara
seperguruan Gemak Langkas itupun kemudian berkata "Kita
datang bersama banyak orang. Aku tidak peduli apakah akan
terjadi perang tanding atau tidak. Tetapi guru jangan
menyerah. Kita akan bersama-sama bertempur melawan anak
itu" "Tidak ada gunanya" jawab gurunya "jangan hanya kalian
yang ada disini. Saudara-saudaramu yang lain kau bawa
kemari, tidak akan ada gunanya."
"Tetapi kami tidak dapat m engorbankan nama guru begitu
sa ja" berkata saudara seperguruan Gemak Langkas itu.
"Kau l ihat ayah anak muda itu serta Arya Kuda Cemani?"
bertanya gurunya. Saudara seperguruan Gemak Langkas itu termangu-mangu
sejenak. Namun iapun menarik nafas dalam-dalam sambil
berdesis "Apakah kita menerima kegagalan ini?"
"Ya" jawab gurunya.
Ayah Gemak Langkas hanya dapat menggeram. Ia tidak
cahu apa y ang harus dilakukan. Ia benar-benar menjadi
kecewa terhadap guru Gemak Langkas itu. Ia datang ketempat
itu untuk melihat betapa tinggi ilmu y ang telah diwarisi
oleh anaknya. Namun ternyata bahwa anaknya tidak berdaya.
Bahkan gurunyapun tidak mampu m elawan anak muda yang
bernama Mahisa Pukat itu.
Dalam pada itu, maka Mahisa Pukatpun kemudiar berkata
dengan nada berat "Baiklah. Aku tidak ingin membuat
persoalan ini berkepanjangan. Jika kau sudah meny erah,
maka aku dan sak si-saksi yang datang bersamaku akan segera
meninggalkan tempat ini sekarang. Kecuali jika masih ada
persoalan lain yang ingin kalian tumbuhkan disini."
"Tidak" jawab Guru Gemak Langkas itu dengan sertamerta.
Mahisa Pukatpun menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
iapun melangkah mendekati ayah dan Arya Kuda Cemani
sambil berkata "Agaknya persoalannya sudah selesai sampai
disini" Kedua orang tua itupun mengangguk. Mahendrapun
kemudian berdesis "Marilah. Kita kembali.
Bertiga mereka meninggalkan tempat itu. Demikian mereka
lepas dari Sendang Perbatang, maka Arya Kuda Cemanipun
berkata "Kau harus tetap berhati-hati Mahisa Pukat. Aku tidak
yakin bahwa guru Gemak Langkas itu bersikap jujur. Ia hanya
ingin meny elamatkan dirinya malam ini. Tetapi selanjutnya,
kita masih harus tetap mencurigainya."
"Tetapi nampaknya guru Gemak Langkas itu berkata
dengan sungguh-sungguh" desis Mahisa Pukat.
"Mudah-mudahan ia jujur" sahut Mahendra. Namun
katanya kemudian "Aku mempunyai pendapat yang sama
dengan Raden Kuda Wereng"
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah ay ah.
Aku akan berhati-hati. Memang m asih banyak kemungkinan
yang dapat mereka lakukan."
Sambil melangkah menjauh, maka mereka masih saja
berbincang tentang sikap guru Gemak Langkas. Demikian
cepatnya ia mengakui kekalahannya setelah ia dengan licik
memasuki arena perang tanding.
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Iapun kemudian
sependapat, bahwa yang dilakukan oleh guru Gemak Langkas
itu adalah satu sikap y ang jujur.
Dalam pada itu, sepeninggal Mahisa Pukat dan dua orang
yang datang ber samanya sebagai saksi, maka Gemak Langkas
yang telah terluka itu bersama dengan saudara
seperguruannya berusaha menolong gurunyayang menjadi
kehilangan tenaganya. Ayah Gemak Langkas justru berkata
dengan nada kurang senang "Jadi inikah puncak ilmu yang
dimiliki oleh anakku setelah aku meny erahkannya kepada
seorang guru y ang aku anggap mumpuni dengan beay a yang
tidak sedikit?" Guru Gemak Langkas itu menarik nafas dalam-dalam
sambil berkata "Jangankan Gemak Langkas. Akupun dapat
dibunuhnya. Anak itu memiliki ilmu y ang sudah jarang ada
duanya. Ilmu yang mampu menghisap tenaga dan ilmu
lawannya." "Tetapi kenapa kami tidak boleh berbuat sesuatu?" berkata
saudara seperguruan Gemak Langkas.
"Tidak ada gunanya" jawab gurunya "seandainya kita
memaksa diri, maka kita justru akan dibinasakan. Bukan saja
oleh Mahisa Pukat, tetapi juga oleh kedua orang saksi yang
menyertainya. Semula aku mengira bahwa aku dapat
mengalahkan Mahisa Pukat, baru kemudian kita akan
melawan kedua orang yang lain. Tetapi ternyata y ang terjadi
sama sekali berlainan."
"Dan dengan demikian, m aka
hancurlah nama kita" desis ayah
Gemak Langkas. "Tidak" jawab guru Gemak
Langkas "aku tidak akan
berhenti sampai disini. Jika aku
dengan serta merta menyatakan
diri menyerah, semata-mata
hanya karena aku memang tidak
melihat cara lain untuk membebaskan diri dari tangan
anak muda itu malam ini. Setelah itu, bukankah hari masih
panjang?" "Apa yang akan kita lakukan?"
bertanya ayah Gemak Langkas.
"Bukan lagi sekedar persoalan antara Gemak Langkas dan
Mahisa Pukat sebagai anak-anak muda, tetapi persoalannya
sudah merambat jauh lebih luas. Jika aku mendendam, berarti
seluruh perguruanku mendendamnya. Seisi padepokanku
merasa tersinggung karenanya. Sehingga dengan demikian,
maka yang akan berhadapan kemudian adalah seluruh
padepokanku. Bukankah Mal iisa Pukat juga berasal dari
sebuah padepokan" Aku akan mencari keterangan tentang
padepokannya, sehingga pada suatu saat aku akan
menghancurkan padepokannya itu. Meskipun barangkali kita
kita tidak segera dan langsung mengalahkan Mahisa Pukat,
tetapi kehancuran padepokannya akan dapat membuat
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hatinya menjadi lebih sakit daripada sekedar kehilangan
seorang gadis." Ayah Gemak Langkas hanya mengangguk-angguk saja.
Namun kemudian ia berkata "Aku ingin melihat anak itu
menderita karenanya. Aku sependapat dengan rencana untuk
menghancurkan padepokannya itu."
Dengan demikian, maka orang-orang y ang hadir di tanggul
Sendang Perbatang itupun segera bersiap-siap untuk
meninggalkan tempat itu. Lembu Atak mengumpat tidak
habis-habisny a. Ia ingin sekali melihat, bagaimana Mahisa
Pukat itu dihancurkan dan dihinakan oleh Gemak Langkas.
Namun y ang terjadi justru sebaliknya. Bahkan guru Gemak
Langkaspun telah dikalahkannya pula dihadapan muridmuridnya.
Dengan dibantu oleh muridnya, maka guru Gemak Langkas
itu meninggalkan medan perang tanding y ang menghancurkan
namanya itu. Prajurit-prajurit muda yang datang ketempat
itupun telah kembali pula menuju ke barak mereka.
Sejenak kemudian tanggul Sendang Perbatang itu m enjadi
sepi. Namun ternyata masih ada seorang y ang berdiri didalam
kegelapan dalam pakaiannya yang hitam. Orang itu seakanakan
tidak dapat dilihat dengan mata wadag.
Ternyata orang itu adalah Arya Kuda Cemani y ang telah
memisahkan diri dari Mahendra dan Mahisa Pukat.
Untuk beberapa saat orangitu termangu-mangu. Ia
mendengar sebagian dari pembicaraan guru Gemak Langkas
dengan murid"muridnya. Meskipun t idak seluruhnya, tetapi
Arya Kuda Cemani itu mengetahui bahwa guru Gemak
Langkas memang tidak jujur. Arya Kuda Cemani itupun
mendengar serba sedikit per soalan y ang diangkat menjadi
persoalan antara dua buah padepokan.
Sambil menarik nafas dalam-dalam Arya Kuda C emani itu
berdesis "Mahisa Murtilah yang akan terancam. Sebaiknya
Mahisa Murti mengetahui bahwa sebuah perguruan sedang
mengamati perguruan Bajra Seta"
Arya Kuda Cemani itu memutuskan untuk memberitahukan
hal itu kepada Mahendra agar Mahendra memberikan
peringatan kepada Mahisa Murti di padepokan Bajra Seta.
"Guru Gemak Langkas itu tentu tidak akan bekerja sendiri"
berkata Arya Kuda Cemani kepada diri sendiri. "Apalagi jika
ay ah Gemak Langkas ikut campur dengan kekayaannya. Maka
perguruan Bajra Seta akan dapat berhadapan dengan beberapa
perguruan yang sebelumnya tidak dikenalnya." Di hari
berikutnya, m aka Arya Kuda Cemani itupun telah menemui
Mahendra di rumahnya. Dengan singkat diceriterakannya, apa
yang telah didengarnya dari orang-orang y ang semalam
berada di Sendang Perbatang.
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Ternyata
persoalannya menjadi berkepanjangan."
"Kita tidak dapat menyalahkan anak-anak atau kita sendiri.
Tetapi kita memang tidak dapat membiarkan sikap mereka,
karena sikap itu dapat membahayakan anak-anak."
"Baiklah" berkata Mahendra "biarlah aku minta bantuan
dua tiga orang prajurit untuk pergi ke padepokan Bajra Seta.
Agaknya aku tidak dapat m inta agar Mahisa Pukat pergi ke
padepokan. Ia tentu tidak ingin disebut melarikan diri."
Arya Kuda Cemani ter senyum. Ia tahu alasan Mahendra
yang sebenarnya. Bukan karena tidak ingin disebut melarikan
diri. Tetapi Mahisa Pukat tentu masih segan meninggalkan
Kota Raja. Agaknya iapun merasa tidak dapat meninggalkan
Sasi y ang ternyata mendapat banyak perhatian dari anak-anak
muda meskipun Sasi termasuk seorang gadis yang jarang
keluar dari regol halaman rumahnya.
Setelah Gemak Langkas, mungkin Lembu Atak akan
menjerat orang lain lagi untuk kepentingan yang sama.
Demikianlah, maka Mahendra telah minta tolong tiga orang
prajurit yang telah mendapat ijin dari pimpinannya. Tiga
orang prajurit yang pernah bersama-sama ke padepokan Bajra
Seta dengan Mahisa Murti ketika Mahisa Murti meninggalkan
Kota Raja tanpa Mahisa Pukat.
Kedatangan ketiga orang prajurit itu di padepokan Bajra
Seta memang mengejutkan Mahisa Murti. Namun ketiga orang
prajurit itu pagi-pagi telah meyakinkan, bahwa tidak terjadi
sesuatu yang gawat di Kota Raja.
"Hanya sebuah permainan kecil" berkata salah seorang dari
antara para prajurit itu.
"Permainan apa?" namun Mahisa Murti memang segera
ingin tahu berita apa y ang mereka bawa.
Yang tertua diantar ketiga orang prajurit itupun kemudian
berkata "Ada satu peri stiwa kecil y ang menyangkut padepokan
Bajra Seta ini." "Peristiwa apa?" desak Mahisa Murti.
Dengan singkat prajurit itupun menceriterakan apa y ang
telah terjadi sesuai dengan pesan Mahendra. Meskipun ia
tidak dapat memerinci peristiwa itu sampai persoalan yang
sekecil-kecilny a, namun Mahisa Murti cukup tanggap atas
persoalan yang harus dihadapi oleh padepokan Bajra Seta itu.
Sambil mengangguk-angguk Mahisa Murti berkata "Jadi
asap dari api y ang m enyala di Kota Raja itu akan sampai ke
padepokan ini?" "Satu kemungkinan" jawab prajurit itu "karena itu aku
datang untuk membawa pesan agar seisi padepokan ini
menjadi berhati-hati."
Mahisa Murti tersenyum. Katanya "Terima ka sih atas
peringatan ini. Tanpa peringatan ini, kami akan terkejut
karenanya jika benar-benar terjadi sesuatu."
"Mudah-mudahan m emang tidak terjadi sesuatu" berkata
prajurit itu. Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya
"Bagaimana pun juga Mahisa Pukat dan padepokan ini masih
juga satu. Karena itu, maka sentuhan per soalan yang
dihadapinya akan menyentuh padepokan ini pula."
Demikianlah, sejenak kemudian maka para prajurit itupun
telah dijamu oleh Mahisa Murti. Malam itu, para prajurit itu
akan bermalam semalam di padepokan. Nampaknya mereka
kerasan tinggal di padepokan yang mempunyai kesan yang
tenteram dan damai itu. Namun per soalan-persoalan yang
terjadi diluar padepokan itu kadang-kadang telah
mengguncangnya, sehingga wajah air yang bagaikan cermin
itupun menjadi beriak karenanya.
Tetapi para prajurit itu sama sekali tidak mencemaskan
keberadaan padepokan itu. Rasa-rasanya padepokan Bajra
Seta adalah satu barak prajurit y ang kokoh kuat. Bahkan para
penghuni padepokan ini memiliki kelebihan dari para prajurit,
karena para cantrik itu memiliki pengetahuan dan ketrampilan
pula dalam tugas-tugas y ang lain selain tugas-tugas
keprajuritan. Mereka memiliki pengetahuan tentang bercocok
tanam. Mereka memiliki pengetahuan untuk berternak.
Menjadi pande besi y ang baik terutama yang telah m emiliki
kemampuan tinggi dalam pembuatan senjata dengan bahanbahan
khusus. Bahkan ada diantara mereka yang mempelajari ilmu
perbintangan dan kesusasteraan.
Bukan saja para penghuni padepokan itu, tetapi juga anakanak
muda di padukuhan-padukuhan di sekitar padepokan
itu. Mereka ternyata juga mendapat kesempatan untuk
mempelajari olah kanuragan dan ilmu keprajuritan.
Dengan demikian maka Padepokan Bajra Seta adalah
sebuah padepokan yang memiliki ketahanan y ang sangat
tinggi. Bahkan mirip dengan sebuah lingkungan raksasa yang
sal ing dapat memanfaatkan antara padepokan Bajra Seta dan
lingkungan sekitarnya. Dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa guru Gemak Langkas
tidak tinggal diam . Ia tidak mau m endapat penghinaan yang
sangat menekan perasaannya itu dihadapan banyak pihak.
Karena itu, maka y ang dilakukannya kemudian justru
didorong oleh harga dirinya yang merasa direndahkan.
Ber sama Gemak Langkas y ang kebetulan adalah saudara
seperguruannya, m ereka telah merencanakan untuk berbuat
sesuatu. Dendam Gemak Langkas ternyata telah berkembang
menjadi dendam sebuah padepokan. Bahkan Lembu Atak dan
prajurit -prajurit muda yang membenci dan mendendam
Mahisa Pukat itupun telah ikut membakar nyala api dendam
didalam dada Gemak Langkas.
Sebenarnya ayah Gemak Langkas telah memperingatkan
anaknya, agar Gemak Langkas m enghentikan usahanya untuk
membalas sakit hatinya. Tetapi Gemak Langkas ternyata
berkeras untuk bekerja bersama dengan gurunya
mengarahkan dendam mereka kepada sebuah perguruan yang
bernama Perguruan Bajra Seta.
"Melihat kemampuan Mahisa Pukat, maka padepokan itu
tentu sebuah padepokan y ang memiliki kemampuan yang
tinggi" berkata ayah Gemak Langkas.
"Tetapi apakah aku akan membiarkan namaku, nama
guruku dan sudah tentu perguruanku dicemarkan ?" bertanya
Gemak Langkas. Lalu katanya pula "Lebih dari itu, per soalan
yang paling menyakitkan adalah bahwa Mahisa Pukat yang
sombong itu merasa telah memenangkan persoalan yang
berhubungan dengan Sasi."
Tetapi pertanyaan ay ahnya sangat mengejutkannya
"Apakah itu satu sikap sombong " Bukankah ia memang telah
mengalahkan kau dan bahkan gurumu dalam perang tanding "
Beruntunglah kau dan gurumu, bahwa anak itu tidak
membunuhmu dan tidak pula membunuh gurumu m eskipun
ia dapat melakukannya."
Wajah Gemak Langkas menjadi merah. Namun kemudian
ia menjawab "Ayah. Aku tidak lagi memikirkan alasan-alasan.
Aku hanya ingin mencari satu kepuasan. Jika aku dapat
menghancurkan Mahisa Pukat meskipun bukan wadagnya,
aku akan merasa m endapat kepuasan. Jika Padepokan Bajra
Seta dihancurkan, maka Mahisa Pukat akan menjadi sakit hati.
Aku senang melihat hatinya pecah sebagaimana
padepokannya." "Dan ia akan m embalas dendam pula. Kau akan menjadi
sa saran dendamnya" berkata ayahnya.
"Jika kami dapat menghancurkan padepokannya, apa
artinya Mahisa Pukat itu bagi kekuatan kami " Kami ju stru
akan memancingnya dan membinasakannya."
Ayah Gemak Langkas menarik nafas dalam-dalam. Agaknya
ia tidak lagi dapat menahan niat anaknya itu. Karena itu,
maka jalan satu-satunya untuk menyelamatkannya adalah
justru membantunya, sehingga ia akan mendapat dukungan
kekuatan yang meyakinkan. Tanpa keyakinan itu, maka
akibatnya hanya akan semakin parah bagi anaknya.
Karena itu, maka ay ah Gemak Langkas yang kaya raya itu,
memang harus mengalah kepada keinginan anaknya. Namun
ia masih memberinya peringatan "Gemak Langkas. Ingat,
bahwa langkah y ang akan kau ambil itu m empunyai akibat
yang jauh. Jika kau ingin membenturkan padepokanmu
dengan padepokan Bajra Seta, maka harus sudah
diperhitungkan, bahwa akan jatuh korban. Maksudku bukan
sekedar orang-orang padepokanmu dan padepokan Bajra Seta
akan ada yang terluka dan menitikkan darah. Tetapi ada
diantara mereka yang akan mati terbunuh dipeperangan.
Tidak hanya satu atau dua. Tetapi mungkin sepuluh atau dua
puluh orang dari padepokanmu dan sejumlah itu pula dari
padepokan Bajra Seta. Apalagi jika kalian telah benar-benar
menjadi mabuk karena bau darah. Maka kalian akan
kehilangan kendali diri. Kematian akan menjadi semakin
bertambah dan bahkan mungkin salah satu pihak akan dapat
tumpas karenanya." Gemak Langkas memang mendengarkan pesan ayahnya
yang terakhir itu. Bahkan ia sudah mulai memikirkannya.
Persoalannya dengan Mahisa Pukat dalam hubungannya
dengan Sasi, akan dapat m enimbulkan kematian para cantrik
dari dua padepokan. Mereka sama sekali tidak mengerti
persoalan sebenarnya y ang telah membakar permusuhan
antara kedua padepokan itu.
Tetapi ketika ia bertemu dengan gurunya, maka
persoalannya menjadi lain. Ternyata gurunya telah membakar
hatinya pula, agar ia meneruskan niatnya untuk
menghancurkan padepokan Bajra Seta.
"Apakah kita akan membiarkan nama kita direndahkan "
Para prajurit muda itu akan berceritera kepada setiap orang
bahwa kita sama sekali t idak memiliki apapun juga y ang dapat
kita pergunakan untuk berbangga diri dengan perguruan kita."
berkata guru Gemak Langkas.
"Tetapi pertempuran antara dua padepokan akan
membawa banyak kematian" berkata Gemak Langkas.
"Aku tahu. Tetapi apa artinya kematian dibandingkan
dengan harga diri kita. Jika malam itu aku m enyerah, bukan
berarti bahwa aku takut mati. Seandainya aku tahu bahwa
hatimu lemah, maka aku akan membiarkan diriku mati malam
itu." berkata gurunya pula. Lalu katanya selanjutnya "tetapi
aku masih hidup. Tenaga dan kemampuanku telah pulih
kembali. Aku telah mengetahui pula kekuatan dan kelemahan
orang-orang Bajra Seta. Aku yakin, bahwa hanya satu orang
sa jalah yang memiliki kemampuan ilmu y ang dapat
menghisap tenaga dan kemampuan lawannya. Orang itu
adalah Mahisa Pukat yang kini berada disini."
Gemak Langkas memang menjadi ragu-ragu. Ia sadar,
bahwa gurunya ingin menebus kekalahannya dan bahkan saatsaat
harga dirinya dihancurkan oleh Mahisa Pukat dihadapan
orang banyak. Apalagi bukan hanya gurunya yang bertekad seperti itu.
Saudara-saudara seperguruannya pun berniat untuk
menegakkan nama dan wibawa gurunya dihadapan banyak
orang. Dengan demikian m aka para murid dan bahkan para
cantrik dari sebuah padepokan sudah bertekad untuk
membalas dendam. Ra sa -rasanya memang tidak ada y ang dapat mencegah.
Ayah Gemak Langkas juga tidak. Bahkan guru Gemak Langkas
itupun pernah menemuinya dan berkata "Seisi Padepokan
kami telah siap untuk menegakkan harga diri padepokan
kami." "Aku hanya ingin mengingatkan, jika persoalannya
bersumber dari Gemak Langkas, aku minta dihentikan sampai
sekian saja." sahut ayah Gemak Langkas.
"Tetapi persoalan itu telah berkembang" jawab guru Gemak
Langkas. Lalu katanya pula "Mahisa Pukat telah menghina
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku." "Aku tidak tahu, apakah yang dilakukan oleh Mahisa Pukat
itu harus dicela atau harus dipuji. Jika ia tidak membunuhmu,
bukankah kau harus berterima kasih kepadanya?"
"Aku tidak mau diperlakukan begitu?" jawab guru Gemak
Langkas. "Tetapi kenapa kau meny erah?" bertanya ayah Gemak
Langkas. "Aku ingin hidup untuk membalas dendam. Jika saat itu
aku mati, maka untuk selamanya namaku akan tetap
direndahkan orang," jawab guru Gemak Langkas.
"Dan keinginanmu terjadi. Kenapa kau merasa terhina?"
bertanya ayah Gemak Langkas.
"Kita harus menganggapnya sebagai satu penghinaan"
jawab guru Gemak Langkas.
Ayah Gemak Langkas merasa bahwa ia tidak lagi m ampu
mencegahnya lagi. Karena itu, maka segala sesuatunya
diserahkannya kepada guru Gemak Langkas y ang memiliki
kekuatan y ang cukup besar itu, meskipun mereka masih harus
mengamati kekuatan Padepokan Bajra Seta.
Demikianlah, guru G emak Langkas yang di lingkungannya
dipanggil mPu Damar benar-benar berniat untuk melakukan
pembalasan terhadap Mahisa Pukat y ang sa sarannya
ditujukan kepada Padepokannya. Padepokan Bajra Seta.
Karena itulah maka seisi padepokan yang dipimpin oleh
mPu Damar itupun segera bersiap-siap.
Gemak Langkas yang tidak tinggal di Padepokan Ngancas,
telah berada di padepokan itu pula. Biasanya justru gurunya
atau orang terpercaya dari Padepokan Ngancas itulah yang
datang ke rumah Gemak Langkas.
Tetapi di saat-saat yang dianggap genting oleh seisi
padepokan itu, m aka G emak Langkas memang telah diminta
untuk berada di Padepokan Ngancas bersama-sama dengan
murid-murid mPu Damar yang sudah ter sebar.
Di Padepokan itu mereka mendapatkan latihan-latihan
secara khusus dari mPu Damar sendiri. Sementara para
cantrik yang jumlahnya cukup banyak itupun telah ditempa
pula oleh para murid tertua dari perguruan itu. Bahkan satu
dua diantara murid-murid tertua itu telah membuat
Pa depokan-padepokan pula terpencar di beberapa tempat
yang berjarak cukup panjang. Merekalah y ang akan m enjadi
pendukung kekuatan mPu Damar untuk menghadapi
Pa depokan Bajra Seta. "Kita mempunyai beberapa padepokan" berkata mPu
Damar "kita tentu akan dapat menggilas Padepokan Bajra Seta
yang hanya sebuah Padepokan itu saja."
Tetapi mPu Damar juga tidak bertindak tergesa-gesa.
Ia telah memerintahkan dua
orang muridnya yang terbaik
untuk mengetahui beberapa
hal tentang keadaan Pa depokan Bajra Seta. Letaknya, kekuatannya, lingkungannya dan jika mungkin tingkat kemampuan
para cantriknya. "Kita tidak boleh bertindak
tanpa perhitungan agar kita
tidak menambah kegagalankegagalan
y ang pernah kita alami" berkata guru Gemak
Langkas itu. Dengan beberapa perintah dan pesan-pesan m aka kedua
orang murid mPu Damar y ang dianggap terbaik telah
berangkat menuju ke lingkungan di sekitar Padepokan Bajra
Seta. Tugas itu m emang merupakan tugas yang sulit. Keduanya
belum mengenal sa saran pengamatan mereka. Namun dengan
penuh kepercayaan akan kemampuan diri, keduanya telah
berangkat ke Padepokan Bajra Seta.
Namun mPu Damar telah berpesan " Ingat. Mahisa Pukat
mempunyai seorang saudara laki-laki bernama Mahisa Murti.
Aku tidak tahu apakah Mahisa Murti juga memiliki
kemampuan setingkat Mahisa Pukat. Namun seandainya
demikian, kita tidak usah gentar menghadapinya. Kita sudah
tahu kelemahannya, sehingga kita pun akan dapat mencari
jalan untuk mengatasiny a. Selain satu cara adalah, kita akan
menghadapinya dalam kelompok-kelompok kecil.
Kedua orang m urid t erbaik mPu Damar itu m engangguk.
Mereka mengerti bahwa gurunya, mPu Damar tidak dapat
memenangkan perang tanding melawan Mahisa Pukat
sehingga justru telah membakar dendam di hatinya.
Dengan demikian maka m erekapun sadar, bahwa mereka
harus menjadi sangat berhati-hati, karena y ang mereka hadapi
adalah sebuah padepokan yang memiliki pemimpin dengan
ilmu y ang sangat tinggi.
Tetapi tugas mereka hanyalah sekedar mengetahui apa
yang ada di padepokan Bajra Seta itu, sehingga karena itu,
maka keduanya masih belum perlu untuk membenturkan
kemampuan m ereka atas orang-orang padepokan Bajra Seta
itu. Dengan bekal beberapa pesan dari gurunya, mPu Damar,
maka kedua orang murid perguruan Ngancas itu telah
berangkat ke padepokan Bajra Seta.
Namun sementara itu, para prajurit y ang telah datang
menemui Mahisa Murti justru telah kembali ke Singasari.
Sehingga dengan demikian maka Mahisa Murtipun telah
mendapat keterangan tentang kemungkinan buruk yang dapat
datang setiap saat menerpa Padepokan Bajra Seta itu.
Tetapi setelah beberapa lama Mahisa Murti berada di
Pa depokan Bajra Seta, hatinya telah menjadi lebih tenang.
Meskipun kadang-kadang masih terasa gejolak hatinya,
namun Mahisa Murti telah mampu untuk menimbang dengan
perasaan dan penalaran yang lebih bening.
Keterangan yang diterima Mahisa Murti tentang dendam
Gemak Langkas kepada Mahisa Pukat yang kemudian
berkembang menjadi dendam padepokan Ngancas terhadap
Pa depokan Bajra Seta, telah mendorong Mahisa Murti untuk
bersiap-siap. Meskipun Mahisa Murti merasa lebih senang jika
tidak terjadi sesuatu, namun apa bila serangan itu benar-benar
datang, Padepokan Bajra Seta tidak akan membiarkan dirinya
dihancurkan. Karena itu, maka Mahisa Murti telah meningkatkan
kewaspadaannya. Panggungan di dinding Padepokan telah
diperbaiki, sehingga pengamatan dapat dilakukan dengan
lebih baik. Pintu gerbang Padepokanpun telah diperiksa
dengan teliti, agar pintu gerbang itu tidak mudah untuk
dipecahkan. Selaraknya telah dibuat rangkap, sementara
panggungan disebelah-meny ebelahnyapun telah dipersiapkan
pula untuk menghadapi kemungkinan yang paling buruk.
Lebih dari itu, maka secara kewadagan dan kejiwaan, para
cantrikpun telah dipersiapkan pula. Latihan-latihan-pun
ditingkatkan sementara persenjataan para cantrik itu langsung
diperiksa oleh Mahisa Murti sendiri apakah cukup memadai.
Mahisa Semu dan Mahisa Amping secara khusus telah
bertanya kepada Mahisa Murti, apakah y ang akan terjadi di
Pa depokan itu. "Kalian harus bersiap-siap dengan sungguh-sungguh"
jawab Mahisa Murti. Lalu katanya "telah terjadi salah paham
antara kakakmu Mahisa Pukat dengan seseorang yang
kebetulan memimpin sebuah padepokan. Mereka mendendam
kakakmu Mahisa Pukat. Namun mereka tidak dapat berbuat
banyak di Singasari, karena para prajurit Singasari akan dapat
turut campur. Karena itu, maka mereka, yang mendendam
kakakmu Mahisa Pukat itu telah mengerling ke padepokan ini.
Nampaknya Padepokan ini akan menjadi sa saran dendam
orang y ang terlibat dalam kesalah-pahaman dengan kakakmu
Mahisa Pukat itu." Mahisa Semu dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Namun bagi Mahisa Amping, per soalan y ang dihadapi oleh
Pa depokan Bajra Seta itu sulit untuk dimengerti. Bajra Seta
yang t idak tahu menahu tentang persoalan y g terjadi di
Singasari, justru menjadi sa saran dendam sebuah Padepokan.
Namun tiba-tiba anak itu mengerutkan dahinya.
Pandangan m atanya jauh menyusup m enembus kekejauhan.
Seakan-akan diluar sadarnya ia berkata "Ya, kita memang
harus bersiap" Mahisa Murti termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun bertanya "Kenapa ?"
"Mereka agaknya memang akan datang." jawab Mahisa
Amping. Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Mahisa Amping
kadang-kadang memang menunjukkan kelebihan pengamatan
firasatnya. Namun Mahisa Amping jarang sekali mengerti,
perincian dari penglihatannya itu.
Namun Mahisa Murti seakan-akan telah mendapat
penjelasan, bahwa kemungkinan buruk itu memang akan
terjadi atas Padepokan Bajra Seta, sehingga seisi Padepokan
itu memang harus bersiap-siap menghadapi kemungkinan itu.
Karena itu, maka Mahisa Murtipun kemudian berkata
kepada Mahisa Semu "tolong, panggil paman Wantilan."
Beberapa saat kemudian, maka Wantilanpun telah datang
menemui Mahisa Murti. Dengan sungguh-sungguh Mahisa
Murti minta agar Wantilan mempersiapkan para cantrik untuk
bersiaga. "Besok aku akan berbicara dengan para pemimpin
kelompok. Tolong paman Wantilan mempersiapkan
pertemuan itu." "Baiklah" berkata Wantilan "besok, saat matahari
sepenggalah para pemimpin kelompok akan berkumpul di
pendapa bangunan induk."
"Terima kasih paman" berkata Mahisa Murti selanjutnya
"nampaknya kita memang tidak boleh lengah"
Sementara para penghuni Padepokan Bajra Seta bersiapsiap,
maka kedua orang cantrik dari Padepokan Ngancas telah
berada tidak terlalu jauh dari Padepokan Bajra Seta. Dengan
sangat berhati-hati keduanya mulai m enghimpun keterangan
tentang Padepokan yang akan m enjadi sasaran dendam mPu
Damar. Namun hal itu telah disadari oleh Mahisa Murti. Bahwa
sebelumnya tentu akan ada pengamatan atas Padepokannya.
Karena itu, maka Mahisa Murti berusaha untuk melihat
kemungkinan itu sendiri. Setiap kali Mahisa Murti telah
berada di padukuhan-padukuhan disekitar Padepokannya.
Tetapi Mahisa Murti t idak mengatakan kepentingannya
kepada anak-anak muda di padukuhan-padukuhan itu, karena
jika demikian maka m ereka akan dapat berbuat sesuatu yang
mungkin salah langkah. Anak-anak muda di padukuhan-padukuhan di sekitarnya
yang ingin membantunya akan dapat salah tunjuk. Mereka
dapat dengan serta-merta menuduh orang-orang yang
kebetulan tidak mereka kenal sebagai petugas sandi dari
padepokan yang mengancam Padepokan Bajra Seta. Bahkan
mungkin mereka akan dapat bertindak dengan tergesa -gesa
karena darah muda mereka.
Kepada para pemimpin kelompok Padepokan Bajra Seta
dalam pertemuan y ang diselenggarakan di Padepokan, Mahisa
Murti menekankan agar mereka bersiap sepenuhnya.
"Tetapi jangan tergesa -gesa melibatkan anak-anak muda di
luar Padepokan." pesan Mahisa Murti. "Mereka akan dapat
bertindak terlalu jauh sebelum mereka memahami apa yang
terjadi sepenuhnya. Sehingga langkah-langkah yang mereka
ambil justru akan dapat merugikan persiapan kita."
Dengan demikian maka yang dilakukan oleh para cantrik
itu adalah persiapan-persiapan y ang terbatas di lingkungan
dinding padepokan mereka.
Sementara itu, Mahisa Murti yang sering berada di luar
padepokan kadang-kadang memang harus menjawab
beberapa pertanyaan yang menyangkut keberadaannya di
padukuhan-padukuhan itu, karena hal seperti itu jarang sekali
dilakukannya. Meskipun Mahisa Murti sering berkunjung
kepada anak-anak muda diluar Padepokan namun tidak begitu
sering seperti yang dilakukannya dis-aat-saat terakhir. Namun
pertanyaan-pertanyaan itu selalu dijawabnya, bahwa
kehadirannya di padukuhan-padukuhan itu semata-mata
karena keinginannya untuk berada lebih dekat dengan anakanak
muda di padukuhan-padukuhan di sekitar padepokan.
Mahisa Murti y ang kadang-kadang membawa Mahisa
Amping bersamanya itu berusaha untuk dengan cermat
mengamati kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan
oleh para petugas sandi. Sekali-sekali Mahisa Murti berada di
kedai-kedai y ang sebelumnya memang pernah di kunjungi.
Bahkan Mahisa Murti menjadi lebih rajin berada di pasar.
Duduk di antara pande besidan pedagang-pedagang gerabah.
Namun untuk beberapa lama Mahisa Murti tidak melihat
orang-orang y ang pantas dicurigainya.
Tetapi ketika pada suatu hari ia berada di sebuah kedai
bersama Mahisa Amping, justru di kedai yang berada agak
jauh dari padepokannya, serta kedai y ang sebelumnya belum
pernah dikunjunginya, ditemukannya sesuatu y ang pantas
diperhatikan. Ketika Mahisa Murti dan Mahisa Amping lewat di depan
kedai itu, maka tiba-tiba saja Mahisa Amping menarik
tangannya. Demikian Mahisa Murti berhenti, maka Mahisa
Amping itu berdesis "Kita singgah sebentar."
Mahisa Murti mengerutkan keningnya. Sambil ter senyum
ia bertanya "Apakah kau sudah lapar atau haus" Bukankah
hari masih pagi?" "Tidak" jawab Mahisa Amping "aku tidak lapar dan tidak
haus. Tetapi aku ingin singgah sebentar."
Mahisa Murti melihat sesuatu di mata Mahisa Amping.
Dahi anak itu berkerut. Bahkan kemudian tanpa
menunggu Mahisa Murti, Mahisa Amping telah melangkah
masuk ke dalam kedai itu.
Tetapi Mahisa Murti y ang m engenal anak itu dengan baik,
tidak mencegahnya. Iapun segera mengikutinya dan
memasuki kedai itu pula. Pemilik kedai itu memang belum dikenalnya. Sebaliknya
pemilik kedai itupun juga belum mengenalnya. Namun,
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
demikian Mahisa Murti memasuji kedai itu, maka iapun
mendapat kesan bahwa kedai itu adalah kedai y ang terhitung
bersih dan lengkap. Beberapa tempat duduk memang telah terisi. Di sebuah
amben panjang beberapa orang anak muda sedang menghirup
minuman panas sambil berkelakar. Sedangkan di sudut kedai
itu duduk dua orang yang lebih banyak diam dan m engamati
keadaan. Mahisa Amping yang mendahului masuk ke kedai itu
langsung mencari t empat duduk, tidak jauh dari kedua orang
yang telah berada di dalam kedai itu.
Mahisa Murti hanya mengikutinya saja. Ia tahu bahwa anak
itu melangkah sesuai dengan tuntutan firasatnya. Sehingga
karena itu, maka Mahisa Murti m enduga, bahwa ada sesuatu
yang dikenali oleh firasat Mahisa Amping, namun belum
diketahuinya dengan pasti.
Beberapa saat kemudian, setelah keduanya duduk, maka
keduanya telah memesan minuman y ang digemari oleh
Mahisa Amping. Wedang sere dengan gula aren.
Sambil menunggu minuman, maka Mahisa Amping
nampaknya memperhatikan kedua orang yang telah lebih
dahulu berada di kedai itu. Sambil mengunyah makanan
keduanya berbicara perlahan -lahan. Masih tentang makanan
yang mereka makan. Tetapi kedua orang itu kemudian mulai memperhatikan
Mahisa Amping. Nampaknya Mahisa Amping itu agak menarik
perhatian mereka. Sikap anak itu y ang nampak kekanakkanakan
namun mapan. Bahkan ketika kedua orang itu
memandang Mahisa Amping yang juga sedang mengamati
mereka, maka Mahisa Amping itu telah mengangguk hormat.
Kedua orang itu tersenyum sambil mengangguk pula.
Bahkan seorang di antara mereka sempat berdesis "Marilah
ngger, apakah pesananmu belum siap?"
Mahisa Amping tersenyum pula. Tetapi ia justru berpaling
kepada Mahisa Murti. Sementara Mahisa Murtilah yang
menjawab "Nampaknya sedang disiapkan Ki Sanak."
Orang itu mengangguk-angguk. Ma sih sambil ter senyum
seorang diantara mereka bertanya kepada Mahisa Murti
"Apakah anak ini anak Ki Sanak?"
"Ya" jawab Mahisa Murti "anakku yang sulung."
"O" orang itu mengangguk-angguk "berapakah
saudaranya?" Mahisa Murtipun ter senyum pula. Jawabnya "Dua."
Mahisa Amping termangu-mangu sejenak. Namun anak itu
ternyata tanggap. Ia tidak mengatakan apa-apa ketika Mahisa
Murti mengakunya sebagai anaknya.
Ternyata sejenak kemudian pelay an kedai itu telah
menghidangkan minuman hangat bagi Mahisa Murti dan
Mahisa Amping. Namun Mahisa Amping terkejut ketika salah seorang
diantara kedua orang itu bertanya "Siapa namamu ngger?"
Mahisa Amping memang menjadi bingung. Jika Mahisa
Murti mengatakan bahwa ia adalah anaknya yang sulung,
maka namanya tentu bukan Mahisa Am ping.
Karena Mahisa Amping tidak segera menjawab, maka
Mahisa Murtilah y ang menjawab "Kenapa kau diam saja"
Namanya Lembu Amping Ki Sanak. Anak ini memang
pemalu." "Nama yang bagus" desis orang itu.
"Rumahmu dimana?" bertanya orang itu pula. Mahisa
Amping memandang kepada Mahisa Murti dengan wajah yang
agak tegang. Namun Mahisa Murti berkata "Jawablah. Kau
harus belajar menjawab pertanyaan-pertanyaan."
Mahisa Amping memandang kedua orang itu dengan raguragu.
Katanya "Rumahku, tiga bulak dari tempat ini.
Diseberang bulak panjang dan hutan bambu disebelah."
"O" orang itu mengangguk-angguk. Tetapi seorang y ang
lain bertanya lagi "Hutan bambu Ngerak yang kau maksud?"
"Ya" Mahisa Amping mengangguk ragu.
"Sudah dekat dengan Padepokan Bajra Seta?"desak orang
itu pula. Namun Mahisa Murtilah yang menjawab "Masih berjarak
beberapa bulak lagi Ki Sanak. Kami tinggal di padukuhan
Ngerak itu. Padukuhan y ang menjadi kepanjangan hutan
bambu meskipun diantarai oleh sebuah padang perdu dan
padang rumput." Mahisa Murti berhenti sejenak. Lalu iapun
bertanya pula "Tetapi apakah Ki Sanak sudah pernah pergi ke
Ngerak?" Orang itu tersenyum sambil mengangguk "Ya. Tetapi hanya
sekedar lewat saja."
"Kami persilahkan Ki Sanak singgah" berkata Mahisa Murti
kemudian. "Terima kasih, Ki Sanak" jawab orang itu.
Mahisa Murti y ang kemudian sibuk meniup minuman
panasnya agar cepat menjadi dingin tidak bertanya lagi. Kedua
orang itupun terdiam pula untuk beberapa saat.
Untuk beberapa lamanya, Mahisa Murti dan Mahisa
Amping duduk di kedai itu. Mereka minum dan makan
beberapa potong makanan kecil. Namun sekejap-sekejap
Mahisa Murti sempat memandangi kedua orang y ang belum
dikenalnya sebelumnya itu.
Beberapa saat kemudian, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Amping merasa, bahwa m ereka telah cukup lama duduk di
kedai itu. Sementara itu kedua orang yang telah lebih dahulu
berada di kedai itu masih saja duduk sambil sekali-sekali
menghirup minumannya. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Amping terkejut k etika
mereka akan membayar harga minuman dan makanan yang
telah mereka makan salah seorang dari kedua orang itu
berkata "Sudahlah Ki Sanak. Biarlah kami yang
membayarnya." "Ah" sahut Mahisa Murti "terima kasih. Biarlah kami
memenuhi kewajiban kami."
"Jangan" orang itu mencegahnya. Bahkan katanya "Seringseringlah
datang kemari. Aku sering pula berada di kedai ini."
Ketika Mahisa Murti berniat tetap akan m embayar harga
minuman dan makanannya, orang itu juga tetap
mencegahnya. Katanya "Ki Sanak. Jangan menolak. Bukan
apa-apa. Aku senang melihat anak Ki Sanak ini."
Mahisa Murti memang tidak dapat memaksanya. Orang itu
akan dapat ter singgung karenanya. Namun disamping itu,
Mahisa Murti memang menaruh perhatian cukup besar
terhadap orang itu. Karena itu, maka Mahisa Murtipun kemudian berkata "Jika
demikian, kami mengucapkan banyak terima kasih Ki Sanak
Kami akan sering datang ke kedai ini."
"Baiklah" berkata orang itu "pada suatu saat aku akan
singgah ke rumah Ki Sanak."
"Silahkan Ki Sanak. Silahkan. Kami akan senang sekali
menerima kunjungan Ki Sanak." jawab Mahisa Murti.
Demikianlah keduanyapun kemudian telah meninggalkan
kedai itu. Mahisa Murti mulai merasakan bahwa firasat
Mahisa Amping telah membawanya bertemu dengan orangorang
y ang menarik perhatian. Namun dalam pada itu, Mahisa Ampingpun bertanya
"Kakang membuat aku bingung."
"Tetapi kau sudah berbuat sebaik-baiknya" jawab Mahisa
Murti. "Tetapi apakah kita akan menemuinya lagi?" bertanya
Mahisa Amping. "Ya. Aku berniat bertemu dengan orang-orang itu lagi"
jawab Mahisa Murti. "Tetapi bagaimana jika mereka benar-benar akan singgah
dirumah y ang kakang sebutkan itu?" bertanya Mahisa AmPing- Mahisa Murti ter senyum. Katanya "Bukankah kita
mempunyai banyak sahabat di padukuhan Ngerak?"
"Kita akan mengaku salah seorang dari mereka keluarga
kita atau kita memang akan membuat rumah di Ngerak?"
bertanya Mahisa Amping. Mahisa Murti t ertawa. Katanya "Kita tidak perlu membuat
rumah. Jika kita membuat rumah, maka rumah kita akan
nampak baru. Sehingga dengan demikian, maka mereka akan
dapat menjadi curiga."
Mahisa Amping m engangguk-angguk. Katanya "Bukankah
aku boleh ikut tinggal di Ngerak?"
Mahisa Murti tertawa semakin keras. Katanya "Kita tidak
akan tinggal di Ngerak. Tetapi kita akan sering berada di
Ngerak. Kita akan berbicara dengan orang -orang Ngerak,
terutama Ki Bekel, bahwa aku adalah penghuni padukuhan
Ngerak bersama anakku sebanyak tiga orang. He, bukankah
aku menjawab bahwa anakku tiga orang?"
Mahisa Ampingpun tertawa. Tetapi ia bertanya "Mana y ang
dua lagi?" "Orang itu tidak akan membuktikan, bahwa aku
mempunyai tiga orang anak. Tetapi mudah-mudahan orang
itu tidak benar-benar mencari kita di Ngerak." berkata Mahisa
Murti. "Orang itu lupa tidak menanyakan nama kakang" berkata
Mahisa Amping kemudian. "Ya. Mungkin m ereka sengaja agar tidak terlalu menarik
perhatian. Seakan-akan mereka tidak mempedulikan kita?"
jawab Mahisa Murti. "Tetapi apakah mereka mempedulikan kita?" bertanya
Mahisa Amping pula. "Ya. Dalam hubungannya dengan Padepokan Bajra Seta.
Agaknya orang itu menaruh perhatian atas Padepokan Bajra
Seta." Mahisa Amping mengangguk-angguk. Namun ia tidak
bertanya lebih jauh. Demikianlah maka keduanya berjalan semakin jauh dari
kedai y ang baru pertama kali itu mereka datangi. Namun
mereka berdua ternyata tidak langsung kembali ke Padepokan.
Mereka ternyata telah pergi ke padukuhan Ngerak untuk
bertemu dengan Ki Bekel. Ketika Mahisa Murti menyatakan dirinya untuk disebut
orang Ngerak, maka Ki Bekelpun menjadi heran.
Namun dalam pada itu, Mahisa Murtipun berpesan.
Kepada Ki Bekel y ang sudah dikenal dengan baik oleh
Mahisa Murti itupun mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
Tetapi Mahisa Murti minta agar Ki Bekel tidak menyatakan hal
itu kepada orang-orang Ngerak.
"Kepada mereka Ki Bekel cukup mengatakan bahwa mereka
harus menganggap aku orang Ngerak. Jika ada orang asing
yang bertanya tentang aku, maka mereka harus menjawab,
bahwa aku tinggal di Ngerak. Tinggal di rumah Ki Bekel bagian
belakang, karena aku masih sanak kadangnya Ki Bekel."
Ki Bekel mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Agaknya
suatu permainan y ang sulit bagiku. Tetapi aku akan mencoba.
Meskipun demikian jika ada satu dua orang y ang terlampaui
dan tidak mengetahui permainan ini, aku minta maaf."
"Jika Ki Bekel memberitahukan kepada seseorang dan
minta orang itu mengatakan kepada orang lain yang
ditemuinya, m aka dalam waktu singkat, pesan Ki Bekel itu
akan tersebar. Memang agak sulit untuk mengendalikan anakanak.
Namun jika orang-orang tua sudah mengetahuinya,
maka agaknya sudah cukup."
Ki Bekel mengangguk-angguk. Yang sulit baginya adalah
justru tanpa mengatakan per soalan yang sebenarnya kepada
orang-orang padukuhan Ngerak.
Namun dalam pada itu, Mahisa Murtipun berpesan "Masih
ada y ang harus Ki Bekel beritahukan kepada orang-orang
Ngerak. Namaku disini tentu bukan Mahisa Murti. Tetapi
Kuda Samekta. Nah, ingat Ki Bekel. Kuda Samekta. Jadi
dirumah Ki Bekel tinggal seorang saudaranya sekeluarga
dengan tiga orang anak, namanya Kuda Samekta. Sedangkan
anaknya y ang sulung namanya Lembu Amping."
Ki Bekel ter senyum sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya. Katanya "Lebih
mudah untuk menangkap saja
orang itu daripada harus bermain demikian rumitnya."
Mahisa Murtipun tersenyum pula. Katanya "Mudah-mudahan orang itu
tidak datang kemari. Aku akan
berusaha menjumpainya di kedai itu saja. Yang agak
menyulitkan adalah ju stru
orang itu telah membayar minuman dan m akanan kami,
sehingga j ika kami datang lagi
kekedai itu, tentu dikiranya
kami sengaja agar minuman dan makanan kami mereka bay ar
pula." Tetapi Ki Bekel itu menggeleng sambil berkata "Tidak.
Kapan saja kau bertemu lagi dengan orang itu di kedai itu,
maka kaulah y ang m embayar harga minuman dan makanan
mereka. Katakan, bahwa ada baiknya untuk bergantian
melakukannya." Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Aku setuju Ki
Bekel. Ternyata pendapat Ki Bekel itu cukup bagus."
"Seandainya mereka tidak mau?" bertanya Mahisa Amping.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Tetapi justru Ki
Bekel yang menjawab "Kebetulan. Biarlah mereka setiap kali
membayar harga makanan dan minuman itu."
Mahisa Murti dan Mahisa Ampingpun tertawa. Namun
dalam pada itu, Mahisa Murtipun menyadari bahwa tugas
yang diserahkan kepada Ki Bekel itu memang cukup rumit.
Demikianlah maka Mahisa Murti dan Mahisa Amping
segera minta diri. Mahisa Murti berharap bahwa segala
sesuatunya dapat berjalan dengan baik tanpa menimbulkan
persoalan bagi orang-orang padukuhan Ngerak. Namun
dengan demikian, maka hampir setiap hari Mahisa Murti dan
Mahisa Amping telah pergi ke padukuhan Ngerak.Bahkan
pada hari y ang keempat, keduanya telah pergi kekedai yang
baru sekali mereka kunjungi itu. Tetapi di kedai itu Mahisa
Murti dan Mahisa Amping tidak bertemu dengan kedua orang
yang pernah membayar minuman dan makanan mereka.
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kemarin mereka datang kemari" berkata pemilik kedai itu.
Karena kedai itu sedang lengang, selain Mahisa Murti dan
Mahisa Amping hanya ada dua orang pembeli y ang lain, maka
pemilik kedai itu sempat berbicara agak panjang dengan
Mahisa Murti dan Mahisa Amping.
"Agaknya mereka bukan orang disekitar tempat ini" berkata
pemilik kedai itu. "Tetapi nampaknya mereka telah m elihat -lihat daerah ini"
sahut Mahisa Murti. "Perhatiannya banyak tertuju kepada Padepokan Bajra
Seta" berkata pemilik kedai itu.
"O" Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Aku juga
pernah melihat padepokan itu."
"Apakah anehnya ?" pemilik kedai itu justru bertanya "aku
juga sering lewat didekat padepokan itu. Bukankah tidak ada
yang aneh ?" "Ya. Tidak ada y ang aneh" jawab Mahisa Murti y ang
memperkenalkan diri dengan nama Kuda Samekta.
"Tetapi nampaknya kedua orang itu sangat memperhatikan
Pa depokan Bajra Seta itu." berkata pemilik kedai itu pula. Lalu
sambungnya " Ia t ertarik kepada bukan saja penghuninya,
tetapi juga nama-nama pemimpinnya. Kemampuannya dan
jumlah cantrik y ang ada di padepokan itu."
"Untuk apa ?" bertanya Mahisa Murti.
"Hanya ingin tahu" jawab pemilik kedai itu "ia mengaku
tertarik setelah melihat Padepokan itu dari dekat. Nampaknya
sebuah Padepokan y ang besar dan kuat."
"Apakah Ki Sanak banyak mengetahui tentang Padepokan
Bajra Seta ?"bertanya Mahisa Murti.
"Tidak" jawab pemilik kedai itu "letaknyapun tidak terlalu
dekat dari sini. Aku telah menyarankan jika ingin mengetahui
lebih banyak, sebaiknya ia datang saja ke Padepokan itu dan
bertemu dengan pimpinan Padepokan Bajra Seta itu."
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Ia tidak bertanya
terlalu banyak agar tidak menimbulkan kecurigaan. Namun
keterangan itu sudah cukup baginya untuk mengambil
kesimpulan, bahwa memang ada orang yang sedang
menyelidiki padepokannya, y ang tentu ada sangkut pautnya
dengan keterangan y ang diberikan oleh para prajurit yang
khusus datang atas permintaan ayahnya. Namun yang
mengejutkan Mahisa Murti adalah justru kehadiran seseorang
yang tidak dikenal oleh para cantrik ke Padepokan Bajra Seta.
"Siapa y ang dicarinya ?" bertanya Mahisa Murti.
"Pimpinan Padepokan Bajra Seta, Mahisa Murti" jawab
cantrik itu. Mahisa Murti merasa harus berhati-hati menanggapi
kedatangan orang itu. Karena itu, maka katanya "Aku sendiri
akan menerimanya diregol halaman. "Namun sekali lagi
Mahisa Murti terkejut. Orang itu memang tidak menunjukkan
ujud yang meyakinkan sebagai seorang y ang memiliki
kelebihan. Orang itu menurut ujudnya tidak lebih dari seorang
petani kebanyakan yang berpakaian serba hitam.
"Raden Kuda Wereng" desis Mahisa Murti.
Orang itu terseny um. Katanya "Kau m asih mengenali aku
dalam ujudku seperti ini ngger?"
"Tentu" jawab Mahisa Murti "dalam keadaan apapun aku
akan dapat mengenali Arya Kuda Cemani. Apalagi dalam ujud
apapun Raden selalu memakai pakaian y ang serba hitam."
Arya Kuda Cemani hanya tersenyum saja. Sementara itu
Mahisa Murtipun mempersilahkannya memasuki
padepokannya. "Sebuah padepokan kecil, kotor dan miskin" berkata
Mahisa Murti. "Kau terlalu merendahkan diri" jawab Arya Kuda Cemani
"padepokanmu adalah padepokan y ang terhitung besar di
tlatah Singasari." Demikianlah Arya Kuda Cemani telah diterima dengan
gembira oleh Mahisa Murti. Meskipun kehadirannya masih
juga bagaikan menitikkan air diatas lukanya sehingga terasa
pedih, namun Mahisa Murti masih juga sempat menahan
dirinya. Setelah dihidangkan minuman dan m akanan, maka Arya
Kuda Cemanipun mengatakan kepentingannya datang ke
Pa depokan Bajra Seta itu.
"Aku ingin m emberikan ket erangan serba sedikit" berkata
Arya Kuda Cemani, seorang Senapati dari para petugas sandi
di Singasari "menurut pengamatan para petugas sandi, maka
sudah ada tiga buah padepokan yang dipersiapkan untuk
datang ke Padepokan Bajra Seta."
"Tiga ?" bertanya Mahisa Murti.
Arya Kuda Cemani mengangguk-angguk. Katanya
"Padepokan induk y ang dipimpin oleh mPu Damar, guru
Gemak Langkas. Sedangkan kedua padepokan yang lain
adalah padepokan-padepokan y ang dipimpin oleh muridmurid
mPu Damar yang telah dianggap memiliki kemampuan
yang cukup." Mahisa Murti menarik nafas panjang. Dari para prajurit
yang telah datang lebih dahulu Mahisa Murti sudah
mendapatkan beberapa penjelasan. Apa y ang dikatakan oleh
Arya Kuda Cemani telah melengkapinya, sehingga Mahisa
Murti telah mendapat gambaran y ang utuh tentang orangorang
serta padepokan-padepokan yang memusuhinya.
Mahisa Murti pun telah m endapat keterangan bagaimana
Mahisa Pukat mampu mengalahkan mPu Damar itu di perang
tanding. "mPu Damar tidak m engira bahwa angger Mahisa Pukat
mampu menghisap tenaga dan kemampuannya. Ia menyadari
akan kemampuan ilmu angger Mahisa Pukat kemudian setelah
terlambat" berkata Arya Kuda C emani. Lalu katanya "Namun
agaknya ia akan m enjadi lebih berhati-hati. Ia tentu sudah
memperhitungkan bahwa angger Mahisa Murti juga memiliki
ilmu y ang sama." Mahisa Murti mengangguk-angguk. Dengan demikian ia
memang harus menjadi sangat b erhati-hati menghadapi mPu
Damar itu. Namun Arya Kuda Cemani kemudian mengatakan "Tetapi
tidak mustahil bahwa mPu Damar akan mengundang
kekuatan diluar padepokannya dan padepokan y ang dipimpin
oleh murid-muridnya."
"Terima kasih atas segala keterangan ini Raden" jawab
Mahisa Murti "mudah-mudahan kami dapat mempertahankan
diri dari mereka y ang berniat buruk itu."
"Satu hal yang sedang aku usahakan" berkata Raden Kuda
Cemani kemudian "jika kita tahu, kapan orang-orang itu akan
datang, maka kita akan dapat mempersiapkan penyambutan
sebaik-baiknya." Kepada Raden Kuda Wereng Mahisa Murti juga
memberitahukan tentang kedua orang y ang sedang
mengamati padepokannya. Nampaknya mereka sedang
mengumpulkan bahan untuk meyakinkan langkah-langkah
yang akan mereka ambil. Ra den Kuda Wereng mengangguk-angguk kecil. Katanya
"Ternyata mereka cukup berhati-hati dengan rencana mereka.
Mereka tidak ingin terjebak sekali lagi sebagaimana yang
pernah terjadi di Sendang Perbatang itu."
"Namun dengan demikian kami disini harus lebih berhatihati
menghadapi mereka" desis Mahisa Murti.
"Ya. Aku akan berusaha m engetahui lebih banyak tentang
langkah-langkah yang akan mereka ambil" berkata Raden
Kuda Wereng. "Terima kasih Raden" desis Mahisa Murti "ternyata kami
hanya membebani Raden saja."
"Bukankah itu tugasku?" sahut Raden Kuda Wereng.
Mahisa Murti mengangguk-angguk kecil. Sementara Raden
Kuda Wereng berkata selanjutnya "jika saja aku dapat bertemu
dengan kedua orang itu."
"Kedua orang y ang sedang mengamati padepokan ini?"
bertanya Mahisa Murti. "Ya" jawab Raden Kuda Wereng.
"Aku tidak selalu dapat menemui m ereka" jawab Mahisa
Murti "tetapi kita dapat mencobanya."
Dengan demikian maka Raden Kuda Wereng berniat untuk
bermalam di padepokan itu agar ia mendapat kesempatan
untuk bertemu dengan dua orang yang sedang mengamati
padepokan Bajra Seta. Di hari berikutnya, maka Mahisa Murti telah mengajak
Ra den Kuda Wereng untuk pergi ke padukuhan Ngerak.
Ternyata menurut Ki Bekel, m emang ada orang y ang sedang
mencari seseorang yang mempunyai tiga orang anak. Seorang
diantara anak-anaknya adalah Lembu Amping.
"Untunglah orang y ang ditanya telah mendengar pesan
tentang Kuda Samekta dan anaknya Lembu Amping" berkata
Ki Bekel "tetapi kedua orang itu ternyata tidak mengenal nama
Kuda Samekta. Yang dikenalnya adalah justru Lembu
Amping." Namun dengan demikian ternyata bahwa kedua orang itu
benar-benar ingin mengenal padepokan Bajra Seta lebih
dalamlagi. "Apa jawab orang itu?" bertanya Mahisa Murti kemudian.
"Seperti pesanmu. Orang y ang mendapat pertanyaan
tentang kau dan anakmu itu telah memberitahukan bahwa kau
tinggal di rumahku. Tetapi t ernyata ia tidak datang kemari,"
jawab Ki Bekel. "Apakah keduanya telah mencurigai aku?" bertanya Mahisa
Murti dengan ragu. "Entahlah" jawab Ki Bekel.
"Baiklah" jawab Mahisa Murti "aku akan mencarinya di
kedai itu. Di tempat mereka seringg singgah."
Demikianlah berdua dengan Raden Kuda Wereng y ang
berpakaian seorang petani kebanyakan keduanya pergi ke
kedai y ang pernah dikunjungi oleh Mahisa Murti dan
MahisaAmping. Tetapi ternyata keduanya tidak sedang berada di kedai itu.
Ketika hal itu ditanyakan kepada pemilik kedai, maka
pemilik kedai itu menjawab "Sudah sejak keduanya datang
beberapa hari y ang lalu, mereka belum datang lagi kemari."
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Kepada Raden Kuda
Wereng ia berkata "Mungkin keduanya menganggap bahwa
pengamatan mereka sudah dianggap cukup, sehingga m ereka
telah kembali ke Singasari untuk memberikan laporan."
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Terima kasih Ki Bekel. Selama ini kami ju stru hanya
menggelisahkan rakyat padukuhan-padukuhan disekitar
Pa depokan kami." "Tidak. Tidak. Padepokan Bajra Seta telah memberikan
banyak sekali kepada kami. Pengetahuan dan nilai-nilai
kehidupan yang semakin meningkat. Bahkan juga olah
kanuragan" jawab Ki Bekel.
"Tidak seberapa Ki Bekel, dibandingkan dengan
pengorbanan yang harus kalian berikan bagi kami." desis
Mahisa Murti. "Tetapi kehidupan kami menjadi semakin baik sejak
Pa depokan Bajra Seta berdiri" jawab Ki Bekel.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Sementara Ki
Bekel dan para Bekel y ang lain selalu bertanya Mahisa Pukat
selama tidak nampak di Padepokan.
"Mahisa Pukat bersama ayah di Singasari untuk sementara"
jawab Mahisa Murti "namun pada suatu saat, ia tentu akan
kembali ke Padepokan Bajra Seta."
Demikianlah, maka para Bekel di padukuhan-padukuhan
disekitar Padepokan Bajra Seta ternyata dengan cepat telah
bersiap pula. Tetapi seperti pesan Mahisa Murti, para Bekel
berusaha untuk tidak menggelisahkan rakyat di padukuhan
mereka. Dalam pada itu, padukuhan yang khusus dibangun oleh
orang-orang y ang pernah memusuhi Padepokan Bajra Seta,
namun kemudian justru ditempatkan di padukuhan khusus
dan mulai hidup wajar, telah menyatakan diri siap untuk
berbuat apa saja jika Mahisa Murti menghendaki.
"Kami mempunyai hutang y ang tidak dapat dibay ar dengan
apapun kepada Padepokan Bajra Seta. Bahkan dengan ny awa
kami sekalipun. Kami yang telah diangkat dari kehidupan yang
gelap, merasa telah hadir kembali sebagai manusia yang
berarti." "Terima kasih" berkata Mahisa Murti "kesediaan kalian
membantu kami, telah membesarkan hati kami."
Dengan demikian Mahisa Murtipun menjadi semakin
tenang. Meskipun y ang bakal datang mungkin lebih dari tiga
padepokan, tetapi Padepokan Bajra Setapun tidak sendiri.
Lebih dari tujuh padukuhan y ang m enyatakan kesediaannya
membantu. Dan itu berarti lebih dari kekuatan dua tiga
padepokan yang sedang. Sementara Padepokan Bajra Seta
sendiri termasuk padepokan yang besar. Dengan demikian,
maka Mahisa Murti berharap bahwa Padepokan Bajra Seta
dan padukuhan-padukuhan disekitarnya akan dapat
mengatasi jika beberapa padepokan itu benar -benar akan
datang meny erang, apapun alasannya.
Namun Mahisa Murti telah berusaha untuk m encari jalan
yang sebaik-baiknya, agar beban serangan itu terberat tetap
pada Padepokan Bajra Seta.
Dalam kesiagaan yang disusun kemudian bersama-sama
antara para pengawal dan anak-anak muda dari padukuhanpadukuhan
disekitar Padepokan Bajra Seta, Mahisa Murti
minta agar para pengawal dan anak-anak muda itu tetap
berada di padukuhan masing-masing. Pada saat diperlukan
akan dilontarkan isy arat dari padepokan kearah padukuhan
terdekat. Kemudian isy arat itu akan diteruskan ke padukuhanpadukuhan
berikutnya. Isy arat itu berarti bahwa Padepokan
Bajra Seta memerlukan bantuan.
"Dengan demikian maka kalian akan menyerang lawan dari
belakang garis pertempuran. Aku memperhitungkan bahwa
beban terberat dari tekanan lawan akan berada pada para
cantrik Padepokan Bajra Seta. Namun serangan para pengawal
dan anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan disekitar
Pa depokan akan memperingan beban kami."
Demikianlah, maka segala persiapanpun telah dilakukan.
Mahisa Murti m emperhitungkan bahwa kekuatan Padepokan
Bajra Seta bersama anak-anak muda dan para pengawal
padukuhan disekitar Padepokan menjadi cukup besar. Apalagi
anak-anak muda dan para pengawal itupun pernah mengalami
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempaan y ang cukup berat di Padepokan Bajra Seta. Meskipun
tidak seberat para cantrik, namun kemampuan anak-anak
muda dan para pengawal itu cukup memadai. Apalagi mereka
inti para pengawal dari padukuhan-padukuhan disekitar
Pa depokan Bajra Seta. Dalam masa-masa kesiagaan itupun anak-anak muda dan
para pengawal telah m emerlukan m elakukan latihan-latihan
lebih banyak dari kebia saan mereka sehari -hari. Sementara
para remaja y ang menjadi semakin mendekati masa
mudanyapun mulai menyatakan diri untuk ikut melakukan
latihan-latihan dalam olah kanuragan dan mempergunakan
senjata. Tetapi para pemimpin pengawal telah memperingatkan
bahwa para remaja itu tidak boleh ikut bersama mereka jika
kekerasan itu benar-benar akan terjadi.
"Kalian masih harus mematangkan diri" berkata para
pemimpin pengawal. Betapa para remaja itu m enyatakan kesediaannya, namun
mereka tetap tidak diperkenankan ikut.
"Jika kalian benar-benar ingin ikut melindungi padukuhan
kalian, maka kalian tetap saja berada di padukuhan. Jika ada
diantara orang-orang yang ingin berbuat jahat itu datang ke
padukuhan, barulah kalian boleh melibatkan diri." pesan para
Bekel kepada para remaja.
Sementara itu, ternyata mPu Damar benar-benar telah
mempersiapkan diri untuk pergi ke Padepokan Bajra Setan.
Ia telah memerintahkan seseorang secara khusus
mengamati, apakah Mahisa Pukat masih berada di Singasari
atau tidak. Ternyata Mahisa Pukat itu tidak meninggalkan rumah
ay ahnya, sehingga karena itu, maka mPu Damar berpendapat,
bahwa Padepokan Bajra Seta sama sekali tidak mengetahui
rencananya untuk meny erang.
Tetapi mPu Damar tidak hanya bergerak sendirian. S elain
Pa depokan Ngancas, maka masih ada tiga padepokan lagi yg
bergerak bersamanya. Padepokan yg didirikan oleh murid2
mPu Damar. Ketika mereka mendapat pemberitahuan, bahwa mereka
akan mendapat kesempatan untuk mencoba ilmu mereka
sekaligus membuktikan kebesaran Padepokan Ngancas, maka mereka menjadi bergembira. Demikian pula setiap cantrik dari padepokan2 itu, seakan-akan mereka mendapat saluran untuk mengalirkan air yg terbendung didalam diri mereka. Sementara itu mPu Damar tidak menunggu lebih lama lagi. Ketika segala persiapan telah disusun rapi, m aka mPu Damarpun benar-benar siap untuk berangkat. Dua orang yg ditugaskan untuk mengamati Pa depokan Bajra Setapun telah memberikan laporan lengkap. Mereka m emang
tidak ingkar, bahwa Padepokan Bajra Seta memang sebuah
padepokan y g besar. Tetapi mereka berpendapat, bahwa
kekuatan y g disusun oleh Padepokan Ngancas cukup memadai
untuk menghancurkan Padepokan Seta.
Pa da hari y g telah direncanakan maka para cantrik dari
ampat padepokan y g telah dipersiapkan itupun telah
berangkat pula. Mereka memilih berjalan di malam hari untuk
menghindarkan diri dari perhatian yg berlebihan. Merekapuri
berharap bahwa Padepokan Bajra Seta tidak mengetahui lebih
dahulu akan kedatangan para cantrik dari Padepokan Ngancas
dan ketiga Padepokan y g lain.
Mereka sadar, bahwa semalam mereka tidak dapat
mencapai Padepokan Bajra Seta. Seandainya dini hari mereka
sampai juga, maka mereka tidak sempat beristirahat sama
sekali. Karena itu, maka menurut petunjuk kedua orang yg
lebih dahulu telah m engamati Padepokan Bajra Seta, mereka
akan dapat m enunggu dipinggir sebuah hutan yg tidak terlalu
lebat. Seandainya ada juga harimau atau binatang buas y g lain
berani mengganggu, m aka binatang-binatang itu tentu akan
bernasib malang. Namun demikian kedua oarng itu masih juga
memperingatkan "Hati-hati dengan ular. Ditempat itu
memang terdapat ular meskipun tidak terlalu banyak. Tetapi
lebih sulit melawan seekor ular daripada seekor harimau bagi
sekelompok cantrik."
Demikianlah, dengan pesan dan bekal yg cukup, para
cantrik dari ampat padepokan y g tidak terlalu besar itu
bergerak menuju Padepokan Bajra Seta.
Keberangkatan para cantrik dari keempat padepokan itu
tidak luput dari pengamatan Arya Kuda Cemani. Karena itu,
maka ia telah m emerintahkan dua orang prajurit sandi untuk
pergi berkuda mendahului para cantrik dari keempat
padepokan yg dipimpin oleh mPu Damar sendiri dari
Pa depokan Ngancas. Gemak Langkas yg sebenarnya telah m endapat peringatan
dari ayahnya, terpaksa berangkat juga karena ia sadar, bahwa
ialah yg telah m enyulut api permusuhan antara Padepokan
Ngancas dengan Padepokan Bajra Seta.
Kedatangan kedua orang petugas sandi itu telah
menggetarkan Padepokan Bajra Seta. Ternyata Padepokan itu
benar-benar akan mendapat serangan dari kekuatan y g cukup
besar. Mahisa Murti memang tidak dapat ingkar. Meskipun ia juga
menyesali peri stiwa y g bakal terjadi itu, namun sudah tentu
bahwa Padepokan Bajra Seta harus membela diri sejauh dapat
dilakukan. Dengan cepat pula Mahisa Murti sendiri telah
menghubungi beberapa orang bekel dipadukuhan-padukuhan
disekitarnya. Dengan sangat meny esal Mahisa Murti telah
menyeret mereka kedalam benturan kekerasan.
"Seperti yg aku katakan, kami akan mengirimkan isyarat
jika kami m emerlukan bantuan dari padukuhan-padukuhan."
berkata Mahisa Murti kepada para Bekel.
Demikianlah, maka segala sesuatunya telah disiapkan
sebaik-baiknya. Para petugas sandi itu juga mengatakan,
bahwa mereka berangkat dari Singasari hampir bersamaan
waktunya dengan keberangkatan para cantrik dari Padepokan
Ngancas dan padepokan-padepokan y ang lain.
"Kami lebih dahulu datang karena kami berkuda. Siang ini
mereka tentu beristirahat di satu tempat" berkata salah
seorang petugas sandi itu.
"Jika demikian, maka agaknya besok pagi-pagi mereka
akan menyerang Padepokan Bajra Seta" berkata Mahisa Murti.
"Aku kira memang demikian. Pada saat matahari terbit,
mereka akan meny erang Padepokan Bajra Seta. Tetapi
sebaiknya sejak m alam nanti, segala kemungkinan siap untuk
dihadapi." Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Terima kasih untuk keterangan ini. Mudah-mudahan kami
dapat mempertahankan diri."
"Aku berhasil mengintai kekuatan m ereka" berkata salah
seorang petugas itu "dari segi jumlah, para cantrik y ang akan
menyerang Padepokan ini, jumlahnya aku kira lebih banyak,
tetapi aku masih belum tahu akan tingkat kemampuan
mereka." "Kami akan berusaha sebaik-baiknya" desis Mahisa Murti.
Ternyata kedua orang petugas sandi itu tidak segera
kembali ke Singasari. Mereka justru mendapat tugas untuk
mengamati pertempuran yang akan terjadi.
Namun justru karena itu, maka Mahisa Murti telah m inta
para cantrik untuk beristirahat sebanyak-banyaknya. Kecuali
yang bertugas bergantian, maka para cantrik itu harus cepat
pergi tidur. Namun mereka harus sudah mempersiapkan
segala sesuatunya y ang akan dipergunakannya untuk
mempertahankan Padepokan Bajra Seta esok pagi.
"Kalian harus mampu melepaskan ketegangan di jantung
kalian agar kalian dapat tidur nyenyak" berkata Mahisa Murti
"jika tidak, maka kalian tidak akan sempat beristirahat."
Demikianlah, maka sebagian besar dari para cantrik itupun
segera lelap demikian malam turun. Sebagian diantara mereka
memilih untuk beristirahat dan tidur diatas panggung
dibelakang dinding halaman padepokan, diantara setumpuk
anak panah dan lembing. Sedangkan beberapa orang kawankawannya
bergantian bertugas mengamati lingkungan diluar
dinding, karena tidak mustahil terjadi sesuatu sebelum saat
yang diperhitungkan itu tiba.
Pa depokan Bajra Seta memang tidak menunjukkan sesuatu
yang lain dilihat dari luar. Segalanya nampaknya tetap tenang
sebagaimana hari-hari sebelumnya.
Ketika malam menjadi semakin dalam, sebenarnyalah ada
beberapa orang y ang mengamati padepokan itu dari kejauhan.
Mereka memang tidak melihat persiapan-persiapan apapun
juga. Memang mereka m elihat satu dua orang cantrik yang
berjaga-jaga dipanggungan dibelakang dinding halaman.
Namun hal itu pernah dilaporkan juga sebelumnya, sehingga
menurut para pengamat itu, penjagaan yang dilakukan
dipanggung-panggung dibelakang dinding itu adalah tugastugas
seharian. Dengan demikian maka Padepokan Ngancas itu tidak
merubah rencana m ereka. Sejak malam turun, mereka telah
bergerak meninggalkan hutan tempat mereka beristirahat
sambil bersembuny i. Mereka kemudian telah menebar
mengepung Padepokan Bajra Seta. Mereka tidak lagi m erasa
perlu untuk bersembuny i-sembuny i justru karena Padepokan
Bajra Seta telah terkepung.
Seandainya orang-orang Bajra Seta melihat kehadiran
mereka, maka yang dapat mereka lakukan tidak lebih dari
bersiap-siap dilingkungan mereka. Meskipun demikian semua
kegiatan yang dilakukan oleh para cantrik dari Padepokan
Ngancas dan tiga padepokan lainnya, dilakukan dengan sangat
berhati-hati. Mereka memang berharap bahwa menjelang fajar
mereka akan datang meny erang dengan tiba -tiba dan
mengejutkan orang -orang Padepokan Bajra Seta.
Sementara itu, sebagaimana diperhitungkan oleh Mahisa
Murti dan para cantrik dari Padepokan Bajra Seta, para
cantrik dari Padepokan Ngancas dan ketiga padepokan yang
lain itu telah meny iapkan berpuluh-puluh tangga bambu.
Ternyata selama mereka beristirahat dan bersembunyi di
pinggir hutan, mereka telah menemukan rumpun-rumpun
bambu yang dapat mereka buat tangga-tangga y ang siap
mereka pergunakan untuk memanjat dinding Padepokan Bajra
Seta. Ketika malam kemudian menjadi semakin dalam, maka
terjadi pergantian para petugas y ang berjaga-jaga di
panggungan dibelakang dinding padepokan. Seorang cantrik
yang memimpin penjagaan malam itu telah melaporkan
kepada Mahisa Murti, bahwa para petugas telah mulai melihat
kegiatan diluar dinding Padepokan Bajra Seta. Namun seperti
yang diperintahkan, maka para cantrik dari Padepokan Bajra
Seta tidak mengambil langkah-langkah apapun selain semakin
bersiaga menghadapi segala kemungkinan.
"Baik" berkata Mahisa Murti "beristirahatlah sebaikbaiknya,
agar tenagamu besok utuh kembali."
Demikianlah, maka Mahisa Murti sendiripun pergi
beristirahat pula meskipun ia berpesan bahwa jika ada sesuatu
yang penting, ia harus dibangunkan.
Yang nampak sibuk kemudian adalah dapur Padepokan
Bajra Seta. Para cantrik itu harus makan lebih dahulu sebelum
fajar, sehingga mereka tidak akan bertempur dengan perut
lapar. Berbeda dengan kegiatan didapur Padepokan Bajra Seta,
maka para cantrik dari Padepokan Ngancas telah mendapat
bekal mereka masing-masing. Nasi jagung yang akan dapat
bertahan sampai dua atau tiga hari tanpa dipanasi lagi.
Mereka minum dimana saja ada air bersih. Bahkan belik-belik
kecil dipinggir sungai. Dalam pada itu, maka mPu Damar y ang memimpin
langsung keempat Padepokan y ang akan meny erang Bajra Seta
itu telah memberikan pesan-pesan terakhirnya.
"Kita akan menebus harga diri kita y ang telah direndahkan
oleh Mahisa Pukat, salah seorang pemimpin dari Padepokan
Bajra Seta ini. Karena Mahisa Pukat berada di istana bersama
ay ahnya, maka sasaran kita, kita arahkan kepada Padepokan
Bajra Seta. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita tentu
akan dapat menguasai seluruh padepokan ini. Jumlah kita
lebih banyak. Kitapun meragukan apakah para cantrik
padepokan Bajra Seta memiliki ilmu y ang cukup baik. Bahkan
aku mengira bahwa tidak ada seorangpun dari isi Padepokan
Bajra Seta y ang m emiliki kemampuan dan ilmu sebagaimana
Mahisa Pukat. Biarlah besok Mahisa Pukat menangis jika ia
mengetahui bahwa Padepokan Bajra Seta telah kita hancur
leburkan." Para cantrikpun tergetar hatinya, sehingga mereka berjanji
untuk benar-benar menghancurkan Padepokan Bajra Seta
yang sombong itu. Namun demikian, mPu Damar itupun masih berpesan "Jika
kalian nanti memasuki Padepokan Bajra Seta, kalian harus
tetap berhati-hati. Meskipun tidak ada seseorang yang
memiliki ilmu setinggi Mahisa Pukat, tetapi kalian sebaiknya
menghadapi pemimpin Padepokan Bajra Seta tidak seorang
diri. Aku akan berusaha menghadapinya. Seandainya aku tidak
menemukannya, tetapi salah seorang dari kalian tiba-tiba
berhadapan dengan orang itu, maka usahakan menghadapinya
dengan kelompok-kelompok kecil. Kalian dapat
melakukannya, karena kalian tidak sedang berperang
tanding." Demikianlah, waktupun merayap terus. mPu Damar
merencanakan untuk meny erang Padepokan Bajra Seta saat
04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matahari mulai membayang. mPu Damar beharap bahwa jika
matahari terbit, maka para pengikutnya sudah mulai berusaha
memanjat dinding dengan tangga serta merusakkan pintu
gerbang utama. Karena itu, menjelang fajar, mPu Damar telah
memerintahkan orang-orangnya m enempatkan diri diseputar
Pa depokan Bajra Seta. Jika kemudian isy arat dilontarkan,
maka mereka serentak akan bergerak.
Gerak-gerik para pengikut mPu Damar itu tidak luput dari
pengamatan para cantrik dari Padepokan Bajra Seta.
Meskipun para cantrik itu tidak melakukan sesuatu, tetapi
setiap kali mereka selalu memberikan laporan tentang para
pengikut mPu Damar itu. Menj elang fajar, maka para cantrik Bajra Setapun telah
siap. perhitungan Mahisa Murti memang tepat. Para
peny erang akan mulai bergerak menjelang matahari terbit.
Mahisa Murti yang telah bangun dan berbenah diri telah
siap memimpin langsung perlawanan untuk mempertahankan
diri. Wantilan telah mendapat perintah untuk berada di
belakang. Mahisa Semu disisi sebelah kiri sedangkan disisi
sebelah kanan diserahkan kepada seorang cantrik yang
dimiliki kepemimpinan y ang tinggi.
Setelah memberikan beberapa pesan, serta setelah seisi
Pa depokan Bajra Seta m akan dan m inum secukupnya, maka
para cantrik pun mulai menebar ditempat tugas mereka
masing-masing. Mereka y ang mendapat tugas naik ke
panggunganpun telah siap di tangga. Sementara para cantrik
yang diper siapkan untuk melindungi pintu gerbang utamapun
telah bersiap pula. Dibelakang pintu gerbang utama,
sekelompok cantrik telah siap bertahan jika p intu gerbang itu
terpaksa pecah. "Kita menunggu isyarat" berkata Mahisa Murti "pemimpin
Pa depokan Ngancas itu tentu akan melontarkan isyarat,
apapun ujudnya. Demikian isy arat itu diberikan, maka mereka
tentu akan bergerak. Nah, kitapun akan bergerak pula."
Para pemimpin kelompok para cantrik di Padepokan Bajra
Seta itupun telah siap pula ditempat masing-masing. Ra sarasanya
mereka menunggu terlalu lama, sementara langitpun
menjadi semakin cerah. Tetapi sebelum cahaya matahari meny entuh ujung langit,
maka telah meluncur dari arah depan Padepokan Bajra Seta
panah api y ang naik ke udara. Kemudian beberapa y ang lain
meluncur ke samping Padepokan Bajra Seta.
Panah api itupun kemudian telah ditanggapi pula oleh para
pengikut mPu Damar y ang ada disebelah meny ebelah
Pa depokan. Panah api telah m eluncur pula ke arah belakang
Pa depokan itu. Sekejap kemudian, m aka telah terdengar suara gemuruh.
Para pengikut mPu Damar disegala arah itupun telah
berteriak-teriak nyaring. Mereka berlari-larian dengan
membawa tangga-tangga bambu y ang telah mereka
persiapkan. Para cantrik y ang ada disebelah-menyebelah pintu
gerbangpun terkejut pula. Seakan-akan menguak kegelapan
dini, muncul sekelompok orang yang memanggul sebatang
kayu y ang besar dengan tali-temali.
Kayu y ang seakan-akan bergantung itu telah dipanggul
dengan potongan-potongan bambu dan tali temali mendekati
pintu gerbang utama. Namun dalam pada itu, para cantrik dari Padepokan Bajra
Setapun telah bergerak pula. Dengan tangkasny a mereka telah
memanjat tangga naik keatas panggungan yang telah
disiapkan. Di panggungan itu telah terdapat beberapa tumpuk
anak panah dan lembing bambu y ang siap dilontarkan.
Karena itu, m aka para pengikut mPu Damar juga m erasa
terkejut ketika tiba-tiba saja panggungan dibelakang dinding
padepokan itu telah penuh dengan para cantrik dengan busur
ditangan. Tetapi arus serangan para pengikut mPu Damar itu
bagaikan banjir bandang yang tidak terbendung. Beberapa
orang y ang membawa perisai telah menempatkan diri dipaling
depan, melindungi mereka y ang membawa tangga bambu
untuk memanjat dinding. Sementara itu, para pengikut mPu Damar y ang m embawa
busur dan anak panahpun telah siap pula melontarkan
serangan kebelakang dinding untuk melindungi orang-orang
yang membawa tangga dan kemudian memanjat dinding.
Demikianlah, ketika matahari mulai terbit, pertempuran
telah terjadi. Dari atas dinding padepokan, anak panah mulai
meluncur. Seperti hujan yang semakin lama m enjadi semakin
deras berterbangan menyambar orang-orang yang berlarilarian
menyerang Padepokan Bajra Seta.
Tetapi dari luar dindingpun anak panah telah meluncur
pula. Meskipun tidak sederas arus anak panah y ang datang
dari arah dinding, namun serangan anak panah dari luar itu
telah mengganggu para cantrik yang berada dipanggungan.
Sementara itu, para cantrik Padepokan Ngancas yang lain
sibuk melindungi orang-orang y ang memanggul potongan
kayu itu. Mereka telah menepis, menangkis dan melindungi
dengan perisai agar orang-orang yang memanggul sepotong
kayu yang besar dan panjang dengan potongan-potongan
bambu dan bergantung pada tali temali itu tidak terkena anak
panah dan lembing. Demikianlah, maka potongan kayu yang besar y ang
bergantung pada potongan-potongan bambu y ang dipanggul
oleh banyak orang itu telah berada di depan pintu gerbang.
Dengan aba-aba y ang melengking tinggi, maka orang-orang
yang memanggul kayu itupun membuat ancang-ancang
sejenak. Kemudian m erekapun berlari bersama-sama menuju
ke pintu gerbang. Dengan kerasnya orang-orang itu telah membenturkan
sepotong kayu besar dan panjang itu pada pintu gerbang yang
tertutup rapat dengan selarak rangkap itu.
Sekali dua kali, pintu itu seakan-akan tidak tergetar.
Namun orang -orang yang memanggul kayu itu membenturkan
kayunya tidak hanya satu dua kali. Tetapi berpuluh kali
sehingga pintu itupun akhirnya berguncang.
Tetapi sementara para cantrik Padepokan Bajra Seta
menjadi berdebar-debar melihat daun pintu yang besar dan
tebal itu mulai berderak, maka anak-anak muda dari
padukuhan-padukuhan di sekitar Padepokan sedang berlarilari
mendekati Padepokan. Di bagian-bagian lain dari dinding padepokan itu, para
Reborn Sepasang Kaos 3 Pendekar Rajawali Sakti 89 Pedang Halilintar Tirai 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama