Ceritasilat Novel Online

Istana Ular Emas 1

Siluman Ular Putih 05 Istana Ular Emas Bagian 1


ISTANA ULAR EMAS Hak cipta dan Copy Right
Pada Penerbit Di bawah Lindungan Undang-Undang
Dilarang Mengcopy atau Memperbanyak Sebagian atau
Seluruh Isi Buku Ini
Tanpa Izin Tertulis dari Penerbit
Serial Siluman Ular Putih
Dalam Episode 5:
Istana Ular Emas
128 Hal.; 12 x 18 Cm
1 "Manusia-manusia tolol! Apakah kalian masih
belum mau tunduk di bawah kekuasaan Bunda Kurawa"! Ini peringatan terakhir. Sebentar lagi, tali-tali gantungan akan
melenyapkan kalian"!"
Suara bernada ancaman itu terlontar dari seorang perempuan berpakaian kuning keemasan yang
berdiri paling depan, di tengah halaman sebuah bangunan megah. Aneh sekali! Mendengar ancaman dari wanita
yang menamakan diri Bunda Kurawa, tiga orang yang
tengah menghadapi tiang gantungan malah tersenyum
dingin. Sama sekali mereka tak menjawab. Namun sinar mata mereka memancarkan keberanian luar biasa.
Bak seorang ratu, Bunda Kurawa yang berdiri di
antara seratus orang wanita di halaman depan bangunan ini tersenyum angkuh. Usianya kira-kira lima puluh lima tahun. Meski demikian, wajahnya masih tetap kelihatan cantik seperti
baru saja berusia tiga puluh tahunan. Kulit wajahnya putih bersih. Sepasang
matanya tajam. Hidungnya mancung. Bibir tipisnya, berwarna merah. Rambut hitamnya digelung ke atas. Pakaiannya indah, terbuat dari sutera berwarna kuning
keemasan. Memang karena selalu memiliki murid yang semuanya wanita sebanyak seratus orang, maka orangorang dunia persilatan pun menjulukinya Bunda Kurawa. Kurawa sendiri adalah perlambang orang-orang
berhati culas. Dan sejak suaminya, Raja Ular Emas,
hilang tak ketahuan rimbanya, maka wanita cantik itulah yang memegang tampuk
pimpinan sebuah perguruan silat yang dikenal bernama Istana Ular Emas.
Bunda Kurawa bertepuk sekali. Tak lama, beberapa orang muridnya yang juga berpakaian ketat berwarna kuning keemasan segera beringsut beberapa
langkah dari barisan.
"Bunda! Apakah hukuman gantung terhadap
orang-orang tolol itu bisa dilaksanakan sekarang?"
tanya salah seorang murid, tanpa memanggil 'guru' seperti pada dunia persilatan
kebanyakan. Murid itu adalah seorang gadis cantik berusia
dua puluh tujuh tahun. Wajahnya berbentuk bulat telur. Sepasang matanya jeli. Hidungnya mancung. Tubuhnya tinggi ramping. Rambutnya juga digelung ke
atas, mirip Bunda Kurawa. Dia adalah murid tertua.
Mendengar pertanyaan muridnya, Bunda Kurawa
hanya mengangguk angkuh.
"Cepat laksanakan, Teratai Emas! Kalau perlu,
kuliti tubuh mereka! Biar tahu rasa, tengah berhadapan dengan siapa"!"
Gadis cantik bernama Teratai Emas menjura
hormat sebentar di hadapan Bunda Kurawa, kemudian
dengan gesitnya berkelebat mendekati tiga orang yang akan menjalani hukuman
gantung. Ketiga orang itu sebenarnya bukanlah tokohtokoh sembarangan di dunia persilatan. Yang paling
kanan adalah seorang lelaki bertubuh tinggi besar.
Usianya kira-kira empat puluh tahun. Wajahnya keras
dengan rahang bertonjolan. Sepasang matanya tajam.
Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai di bahu.
Melihat pakaiannya yang berupa jubah berwarna jingga, dia adalah Ketua Perguruan Tangan Baja yang
bermarkas di puncak Gunung Tidar. Namanya, Ki Denawa. Dalam rimba persilatan dia dikenal sebagai Tangan Baja dari Gunung Tidar.
Di sebelah Ki Denawa adalah seorang perempuan
tua berusia enam puluh tahun. Rambutnya yang panjang memutih digelung keatas. Wajahnya tirus penuh
kerut-kerutan. Kedua pipinya peot. Sepasang matanya
rabun berwarna putih. Kalau melihat ciri pakaiannya
yang ringkas berwarna hijau, bisa diduga bahwa dia
adalah Ketua Perguruan Naga Laut yang menguasai
pantai utara Pulau Jawa. Namanya, Nyi Kuweni. Julukannya adalah Naga Buta dari Pantai Pemalang.
Sedang yang paling kiri adalah seorang laki-laki
bertubuh pendek gempal. Kulitnya hitam legam. Matanya bulat besar. Hidungnya bundar. Bibirnya dower
dengan gigi kuning. Rambutnya awut-awutan. Pakaiannya pun kumal berwarna hitam. Jarang sekali
orang yang mengetahui nama aslinya. Hanya yang jelas, di dunia persilatan ia sering disebut Ki Sorogompo (Untuk mengetahui tokoh
yang satu ini, silakan baca serial Siluman Ular Putih dalam episode perdana
"Miste-ri Bayi Ular").
Beberapa hari yang lalu Bunda Kurawa telah
memerintahkan murid-muridnya untuk menaklukkan
beberapa perguruan silat. Dan ketiga orang yang siap digantung adalah tokohtokoh dunia persilatan yang
telah ditaklukkan. Memang, kalau saja murid-murid
Istana Ular Emas tidak bertindak curang, belum tentu mereka dapat diringkus
dengan begitu mudahnya.
Meski dengan cara curang, bukan masalah bagi
Bunda Kurawa untuk menaklukkan mereka. Yang
penting, keinginannya untuk menguasai dunia persilatan dapat terwujud.
Kini, ketiga orang tokoh itu tak ubahnya seperti
para pesakitan yang hanya tinggal menunggu ajal. Mereka benar-benar tak berdaya. Kedua kaki mereka diikat dengan rantai baja yang saling bersambungan satu dengan lain. Di samping itu, beberapa mata pedang
murid-murid Istana Ular Emas siap pula menembus
tubuh mereka bila berusaha meloloskan diri. Kendati
begitu, mereka tak gentar sedikit pun.
"Manusia-manusia tolol! Sekali lagi kukatakan,
apakah kalian belum mau takluk di bawah kekuasaan
Bunda Kurawa?" bentak Teratai Emas galak.
"Setan alas! Siapa sudi takluk di bawah kaki
Bunda Kurawa! Ia tak ubahnya bajingan yang cuma
berani main keroyok!" teriak Ki Denawa alias Tangan Baja seraya tudingkan
telunjuknya ke arah Bunda Kurawa. Bunda Kurawa hanya tersenyum dingin. Namun
tidak demikian Teratai Emas. Mendengar tantangan
Tangan Baja, gadis itu sudah menjadi gusar.
"Percuma! Percuma saja kau tantang Bunda kami kalau akhirnya roboh juga. Bukankah itu hanya
membuang-buang waktu?"
"Babi buntung! Kalian benar-benar merendahkan
kami. Ayo, sekarang lepaskan rantai baja ini. Dan kita bertanding sampai ada
yang modar! Apa kau terlalu
pengecut untuk menerima tantanganku, Bunda Kurawa!" teriak Naga Buta kalap.
"Percuma! Apa kalian tidak dengar omonganku,
he"! Apa pun yang kalian inginkan, tetap saja percuma kalau akhirnya harus
menghadapi tiang gantungan.
Sebaiknya buang saja keinginan kalian yang anehaneh itu! Atau cepat kalian berlutut di hadapan Bunda kami. Siapa tahu beliau
mau mengampuni kesombon-gan kalian!" bentak Teratai Emas lagi, galak.
Sementara itu Ki Sorogompo hanya celingakcelinguk memperhatikan gadis-gadis cantik yang mengelilingi panggung tempat para tokoh persilatan itu
hendak digantung. Seolah-olah, ia tak memperdulikan
pertengkaran kedua orang temannya. Malah kini senyum nakalnya semakin terkembang di bibir.
"Heran" Benar-benar mengherankan! Bagaimana
Bunda Kurawa bisa mengumpulkan gadis cantik sebanyak ini" Apa... jangan-jangan dunia bagian Lembah
Kuripan ini memang ditakdirkan berisi gadis-gadis
cantik" Oh...! Alangkah menyenangkannya kalau Bunda Kurawa sudi mengizinkan ku tinggal di sini. Apalagi kalau gadis-gadis cantik
itu mau denganku, He he
he...'" oceh Ki Sorogompo seraya memamerkan gigi-giginya yang berwarna kuning.
Mendengar celotehan lelaki tua berkulit hitam legam itu, tak urung juga beberapa orang murid Istana
Ular Emas sempat tertawa cekikikan. Namun tidak demikian Teratai Emas dan Bunda Kurawa yang berwatak dingin. Kening mereka berkerut dalam dengan sepasang mata memperhatikan Ki Sorogompo.
"Lho, lho..." Kok, kalian melototi aku. Aku kan sekadar iseng memperhatikan
mereka. Bukankah
keindahan hasil ciptaan Tuhan sayang bila dilewatkan begitu saja. Bukankah
begitu, Nona Teratai Emas yang cantik dan galak?" celoteh Ki Sorogompo seenak
perutnya. Teratai Emas mengerutkan gerahamnya kuatkuat. Sepasang matanya semakin tajam memperhatikan Ki Sorogompo.
"Kematian sudah di depan mata masih bertingkah aneh!" hardik Teratai Emas gusar seraya isya-ratkan tangan kanannya kepada
adik-adik seperguruannya. Sepuluh orang murid Istana Ular Emas cepat
mendorong kasar ketiga tawanan untuk lebih dekat
pada tali-tali gantungan. Bunyi bergemerincing langsung terdengar begitu tubuh ketiga orang itu terdorong ke depan. Sementara
beberapa mata pedang di belakang ketiga tokoh itu siap siaga bila terjadi sesuatu.
Naga Buta dan Tangan Baja geram bukan main.
Tak henti-hentinya mereka menyumpah serapah. Wajah-wajah mereka pun menegang dengan rahangrahang bertonjolan. Namun tidak demikian Ki Sorogompo. Meski kematian sudah di depan mata, tapi
tampak masih saja bertingkah aneh-aneh. Malah kepalanya yang botak dijulur-julurkan masuk ke dalam lubang tali gantungan. Dan sembari menjulur-julurkan
lidahnya, orang tua berkulit hitam legam itu pun mulai berkaok-kaok.
"Ah...! Sebenarnya nyaman sekali berada di dalam tali gantungan ini. Cuma sayang, tali gantungan
ini milik nenek-nenek peot keji. Hi...! Aku jadi ngeri...,"
celoteh Ki Sorogompo seraya menarik kembali kepalanya dari dalam tali gantungan.
Tampak wajah dingin Bunda Kurawa makin kelam membesi. Kedua alisnya ditautkan dalam-dalam.
Namun belum sempat membuka suara, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan kuning keemasan yang
langsung berlutut di hadapannya.
"Bunda...! Maafkan hamba, Bunda! Hamba tidak
sanggup menjaga keselamatan Mbakyu Cantrik Tudung Pandan...," lapor satu sosok yang ternyata seorang wanita cantik.
"Ceritakan apa yang terjadi, Setan Cantik!" ujar Bunda Kurawa.
Wajah murid di hadapan Bunda Kurawa memang
cantik berbentuk bulat telur. Kulit wajahnya putih bersih. Rambutnya panjang
dibiarkan tergerai di bahu.
Sepasang matanya berbinar-binar indah. Hidungnya
mancung. Pas sekali dengan bentuk bibirnya yang merah tipis dan juga bentuk dagunya yang runcing. Sedang tubuhnya yang tinggi ramping dibalut pakaian
ketat warna kuning keemasan. Memang gadis cantik
ini tidak lain adalah Setan Cantik yang baru saja lari tunggang langgang dari
Pekarangan Terlarang, markas
Perguruan Kelelawar Putih (Untuk mengetahui lebih jelas silakan baca serial
Siluman Ular Putih dalam episode: "Pedang Kelelawar Putih").
Di hadapan Bunda Kurawa, tampak wajah cantik
Setan Cantik demikian pucat pasi. Kedua bibirnya pun bergetar-getar.
"Apa maksud ucapanmu tadi, Setan Cantik"!"
bentak Bunda Kurawa dengan kening berkerut dalam.
"Ma.... Maafkan hamba, Bunda! Mbakyu....
Mbakyu Cantrik Tudung Pandan tewas di tangan Lelaki Berkumis Kucing. Hamba... hamba tidak dapat menyelamatkannya, Bunda. Karena hamba sendiri juga
sedang menghadapi keroyokan hebat ketiga orang murid utama Lowo Kuru," ucap Setan Cantik.
"Siapa pun juga tidak boleh menghina muridmurid Istana Ular Emas! Jangankan membunuh.
Menghina saja harus kita balas. Darah dibalas darah!
Nyawa dibalas nyawa! Dan kau sendiri, Setan Cantik!
Kau pun harus bertanggung jawab atas tewasnya Cantrik Tudung Pandan. Untuk melengkapi jumlah seratus
orang muridku, kau harus secepatnya mencari seorang
gadis berbakat yang kecantikannya sama persis dengan Cantrik Tudung Pandan. Kalau kau tidak dapat
mendapatkan gadis pengganti Cantrik Tudung Pandan
dalam semalam, hm... hm...! Terpaksa kau pun tak
layak lagi hidup di muka bumi!" bentak Bunda Kurawa, murka.
"Baik, Bunda. Secepatnya hamba akan mendapatkan gadis cantik yang seperti Bunda inginkan. Dan hamba pun akan menuntut
balas atas tewasnya
Mbakyu Cantrik Tudung Pandan!" sahut Setan Cantik,
tegas. "Bagus! Itu baru namanya murid Istana Ular Emas! Tapi, tunggu dulu! Apa
selama kau berpetua-lang pernah bertemu pemuda sakti bergelar Siluman
Ular Putih yang akhir-akhir ini menggegerkan dunia
persilatan, Setan Cantik?" tanya Bunda Kurawa lagi.
"Pernah, Bunda. Bukan saja pernah bertemu,
bahkan hamba pun pernah bentrok dengannya," sahut Setan Cantik semangat.
"Hm...!"
Bunda Kurawa menggumam tak jelas seraya
mengangguk-anggukkan kepalanya angkuh.
"Setan Cantik! Kuminta kau pancing pendekar
muda itu kemari. Kalau bisa, bunuh sekalipun tak
mengapa. Pokoknya semua tokoh sakti dunia persilatan harus tunduk di bawah perintahku!"
"Hamba akan berusaha sekuat tenaga, Bunda."
"Baik! Memang itu yang kuinginkan. Sekarang,
cepat bergabung dengan teman-temanmu."


Siluman Ular Putih 05 Istana Ular Emas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik, Bunda," sahut Setan Cantik.
Kemudian setelah menjura hormat sebentar, Setan Cantik pun cepat berkelebat bergabung dengan
teman-temannya yang berbaris rapi mengelilingi tiang gantungan.
Sementara itu Bunda Kurawa maju dua tindak.
Sepasang matanya tajam memandang tiga orang tawanannya. Bibirnya pun sunggingkan senyum dingin.
"Puah...! Lagakmu bak seorang ratu saja, Perempuan Keparat! Padahal kau tak ubahnya pelayan. Memalukan sekali! Badan sudah bau tanah, masih saja
menebar dosa. Mengapa tidak cepat-cepat bertobat"!
Barangkali saja Raja Akhirat masih sudi mengampuni
nyawa busukmu," teriak Ki Denawa alias Tangan Baja garang.
"Setan alas! Beraninya kau menghina bunda kami seperti itu, he"!" bentak Teratai Emas. Tangan kanannya pun cepat mengibas
dua kali ke pipi Tangan
Baja. Plak! Plak!
Dua kali pipi Tangan Baja terkena tamparan tangan Teratai Emas tanpa dapat dihindari, membuat kepalanya bergerak ke kiri dan kanan.
Tangan Baja menggeram penuh kemarahan. Kedua pipinya terasa nyeri bukan main. Memang, tamparan Teratai Emas tadi bukanlah sembarangan tamparan. Melainkan penuh dengan tenaga dalam.
"Manusia-manusia tak tahu diri! Kalian memang
pantas mendapat hukumanku! Heaaa...!"
Habis berkata begitu, Bunda Kurawa lantas
menggerakkan tangan kanannya. Maka seketika itu tiga leret sinar kuning melesat dari jari-jari tangannya ke arah ketiga orang
tawanannya. Cras! Cras! "Aaakh..!" ,
Tangan Baja dan Naga Buta menjerit setinggi
langit. Wajahnya pucat pasi. Dada mereka yang terkena lesatan sinar kuning terasa nyeri bukan main, bagaikan diamuk puluhan jarum racun. Tubuh Tangan
Baja menggeliat-geliat dengan darah segar membasahi
sudut-sudut bibir!
Sewaktu melihat sinar kuning menyerang mereka, Ki Sorogompo sempat juga terkejut. Diam-diam tenaga dalamnya dikerahkan. Hingga sewaktu pukulan
sinar kuning Bunda Kurawa mengenai dada, dia pun
pura-pura terhuyung-huyung menahan nyeri!
"Hm...! Apa kalian masih tidak mau takluk pada
Bunda Kurawa, he"!" bentak Teratai Emas sinis.
"Siapa sudi takluk di bawah kakinya" Seandainya nenek-nenek peot itu dapat mengalahkanku saja, belum tentu aku mau takluk. Apalagi kalau aku
dapat menggebuknya. Bukankah ini terbalik namanya?" tukas Naga Buta penuh kemarahan.
Merah padamlah wajah Teratai Emas mendengar
gurunya yang tampak masih segar itu disebut sebagai
nenek-nenek peot. Maka kembali tangannya bergerak.
Plak! Plak! Kepala Naga Buta sempat oleng ke kanan kiri.
Pipinya yang terkena tamparan tadi terasa nyeri bukan main. Naga Buta
menggerutkan gerahamnya penuh kemarahan. Wajahnya menegang. Rahangnya bergemeletukkan. Sembari mendengus-denguskan hidungnya,
dia mencoba mengenali siapa penamparnya tadi.
"Teratai Emas! Kalau kucium harum tubuhmu,
aku yakin kau adalah seorang gadis cantik. Tapi, mengapa kelakuanmu tidak sesuai
kecantikanmu" Sungguh sayang! Masih muda sudah bergelimang angkara
murka!" desis Naga Buta.
"Jangan berkhotbah, Kunyuk Buta! Sekarang terima saja kematianmu hari ini kalau memang tidak
ada keinginan untuk merubah pikiran," dengus Teratai Emas. Sehabis berkata
begitu, Teratai Emas pun memalingkan kepala ke arah Bunda Kurawa.
"Yang Mulai Bunda Kurawa! Apakah hukuman
gantung ini bisa segera dimulai?"
Bunda Kurawa mengangguk-angguk angkuh. Sejenak dipandanginya muridnya yang cantik. Lalu pandangannya beralih ke arah ketiga orang tawanannya.
"Hm...! Tidak ada pilihan lain! Ketiga kunyuk tua ini. memang patut mampus! Tapi
sebelumnya aku ingin bertanya. Apakah di antara kalian ada yang ingin
meminta permintaan terakhir sebelum nyawa dijemput
Raja Akhirat?" kata Bunda Kurawa, pongah.
Naga Buta dan Tangan Baja hanya bisa menggerutkan gerahamnya penuh kemarahan. Kedua pelipisnya bergerak-gerak, saking tidak kuatnya menahan
amarah yang menggelegak. Hanya sepasang matanya
saja yang terus melotot ke arah Bunda Kurawa.
"Bagus! Memang percuma bicara dengan orangorang keras kepala. Sekarang terima saja kematian kalian hari ini!" geram Bunda
Kurawa seraya menggerakkan tangan kanannya sebagai tanda perintah.
"Eh eh eh...! Tunggu dulu, Bunda Kurawa! Aku...
aku punya keinginan yang besar sekali. Tapi... tapi aku ragu-ragu apakah kau
dapat memenuhi permintaanku
atau tidak," cegah Ki Sorogompo tiba-tiba.
"Katakan apa permintaan terakhirmu, Ki Sorogompo!" bentak Bunda Kurawa.
"He he he...! Aku... aku ingin cepat-cepat berte-mu Tuhan...."
Beberapa orang murid Istana Ular Emas kontan
tertawa mengikik begitu mendengar permintaan terakhir Ki Sorogompo. Namun tidak demikian Bunda
Kurawa. Ia yang memiliki watak kejam hanya tersenyum dingin. "Orang tua edan! Kematian sudah di depan mata,
masih saja bersikap aneh!"
"Nah, nah...! Ternyata kau tidak dapat mengabulkan permintaanku, bukan" Padahal, tadinya aku
ingin melaporkan kebobrokanmu pada Tuhan. Biar
Tuhan langsung mengirimkan malaikat maut untuk
segera mengirim nyawa busukmu ke dasar neraka."
"Setan alas! Sebaiknya hukuman gantung ini
jangan ditunda-tunda, Bunda! Buat apa meladeni ocehan orang tua sinting itu. Percuma saja!" lengking Teratai Emas penuh kemarahan.
Bunda Kurawa mengangguk-angguk.
"Cepat, laksanakan hukuman gantung!"
Tanpa diperintah sekali lagi, ketiga orang murid
Istana Ular Emas yang berada di belakang Tangan Baja, Naga Buta, dan Ki Sorogompo mengalungkan lubang tali gantungan ke leher. Namun sebelum salah
seorang murid Istana Ular Emas sempat mengalungkan tali gantungan ke leher Ki Sorogompo, orang tua
berkulit hitam legam itu sudah julurkan kepalanya ke dalam lubang tali
gantungan. "Oh...! Kerinduanku yang abadi...! Izinkanlah aku menemui-Mu! Aku ingin sekali
melihat keindahan wajah-Mu. Biar aku lebih yakin kalau wajah-Mu jauh lebih indah dibanding wajah peot manusia jahanam
Bunda Kurawa...," oceh Ki Sorogompo dengan suara bergetar.
Wajah Tangan Baja dan Naga Buta pun makin
pias. Perasaan tegang jelas menyelimuti hati kedua
orang itu. Bagaimanapun mereka menyesali mati dengan cara sekonyol itu. Mereka lebih suka mati dengan cara bertarung.
Dan sewaktu mendengar celotehan tadi, bukan
main murkanya tokoh sesat dari Istana Ular Emas itu.
Wajah dinginnya terlihat makin kelam. Bibir tipisnya mendesis-desis penuh
kemarahan. Dan saking tidak
kuat menahan amarahnya, ia sampai tidak dapat berkata-kata. Melihat kemurkaan Bunda Kurawa, tanpa banyak cakap lagi Teratai Emas segera memerintahkan
ketiga orang adik seperguruannya untuk segera melepas pengait yang diinjak para tawanannya. Dengan
demikian papan yang berada tepat di kaki ketiga orang itu akan terlepas,
menciptakan tiga buah lubang berbentuk segi empat.
"Hekkkhhh...!"
Terdengar tiga kali suara napas tertahan, serta
erangan lirih memilukan. Seketika itu juga tubuh keti-ga orang tawanan itu
langsung tergantung di atas
panggung. Tangan Baja dan Naga Buta berkelojotan. Mata
mereka terbeliak lebar dengan lidah terjulur panjang-panjang. Suasana halaman
depan Istana Ular Emas
makin dicekam ketegangan. Matahari pun malas tersenyum. Angin tak lagi berhembus. Dan selang beberapa saat tubuh kedua orang itu pun tidak lagi bergerak-gerak. Mati!
Sementara, tidak demikian halnya Ki Sorogompo.
Entah menggunakan ilmu apa, orang tua bertubuh
gempal itu tampak nyaman sekali di bawah tiang gantungan. Malah tadi sempat tersenyum nakal ke arah
Bunda Kurawa sebelum akhirnya matanya terpejam
untuk bersemadi!
Kening Bunda Kurawa berkerut dalam. Ia masih
belum mengerti, mengapa tubuh pendek gempal Ki Sorogompo itu tampak demikian nyamannya berada di
bawah tiang gantungan. Tidak seperti kedua orang temannya yang telah pergi ke akhirat.
"Coba sepuluh orang berjaga-jaga di sini. Terus terang, aku masih ragu-ragu.
Apakah orang tua bertubuh gempal itu sudah mati atau belum. Tapi, coba kalian jaga baik-baik! Kalau sampai matahari terbit besok masih tampak nyaman
seperti itu, kalian boleh langsung membunuhnya! Paham?" ujar Bunda Kurawa.
"Paham, Bunda," sahut murid-murid Istana Ular Emas serempak.
Murid-murid Istana Ular Emas masih belum beranjak dari tempatnya ketika Bunda Kurawa pergi dari
tempat ini. Mereka tetap tegak di tempatnya, sampai
Bunda Kurawa masuk ke dalam istananya diiringi Setan Cantik dan Teratai Emas.
* * * 2 Kabut perlahan-lahan tersibak oleh sinar matahari yang baru saja menampakkan diri di ufuk timur.
Kokok ayam hutan terdengar saling sambut menyapa
hari di ambang pagi. Sementara, angin dingin pegunungan terasa lembut menusuk kulit.
Dalam terpaan lembut angin pegunungan, seorang pemuda tampan berpakaian rompi dan celana
bersisik warna putih keperakan tengah asyik meringkuk di atas celah-celah pohon beringin. Tampak nyaman sekali tidurnya. Kedua tangannya di sedekapkan
di depan dada. Dan pada bagian dadanya yang terbuka
karena rompinya yang tidak memiliki kancing, tampaklah rajahan bergambar ular putih. Melihat ciri-cirinya, bisa dipastikan kalau
pemuda gondrong itu tak lain
murid tunggal Eyang Begawan Kamasetyo dari Gunung
Bucu. Soma alias Siluman Ular Putih!
Trang! Trang! Tengah Soma tertidur pulas, tiba-tiba terdengar
suara denting senjata beradu. Seperti tak peduli Soma menggeliat sebentar. Lalu
kembali tidurnya dilanjutkan dengan berbantalkan sebelah lengan.
"Heaaat...!".
Trang! Trang! Suara-suara bentakan dan denting senjata beradu makin mendekati tempat pemuda gondrong itu tidur. Kali ini Soma tidak tahan lagi. Suara-suara beri-sik itu membuatnya
terbangun. Perlahan-lahan sepasang mata birunya membuka. Lalu masih bertelekan
sebelah lengan, kepalanya melongok ke bawah. Di bawah sana tampak beberapa orang gadis cantik berpakaian kuning keemasan tengah bertempur hebat melawan seorang laki-laki gagah berjubah jingga besar.
Laki-laki itu kira-kira berusia empat puluh tahun. Wajahnya berbentuk kotak dengan kulit putih
bersih. Sepasang matanya besar, rahang-rahangnya
keras bertonjolan, Agaknya orang tua gagah berhidung mancung dengan sepasang
alis tebal itu memiliki watak keras. Buktinya saja, meski sekujur tubuhnya telah bersimbah darah masih saja memberi perlawanan
gigih. "Huh...! Dasar orang-orang kurang kerjaan! Pagi-pagi saja sudah ributribut. mencari mati!" gerutu So-ma kesal.
"Ki Bagus Jelantik! Percuma saja melawan kami!
Sebaiknya cepatlah menyerah! Dan, serahkan Tongkat
Bajamu pada kami sebagai tanda taklukmu pada Bunda Kurawa, pemilik Istana Ular Emas!" bentak salah seorang gadis cantik
berpakaian kuning itu, garang.
"Keparat! Siapa sudi takluk di bawah pengaruh
manusia laknat Bunda Kurawa! Kau bunuh sekalipun,
belum tentu arwahku takluk di bawah pengaruhnya!"
balas laki-laki gagah yang ternyata bernama Ki Bagus Jelantik itu, tak mau
kalah. Kening Soma berkerut dalam. Ia memang belum
pernah mendengar tokoh bergelar Bunda Kurawa, pemilik Istana Ular Emas itu. Namun ketika tiba-tiba melihat beberapa jarum emas
yang berkeredepan menyerang Ki Bagus Jelantik, tak urung pemuda itu jadi terkejut juga dibuatnya.
"Bukankah jarum-jarum emas itu juga digunakan Setan Cantik dan Cantrik Tudung Pandan ketika
menghadapi murid-murid Perguruan Kelelawar Putih
beberapa hari lalu" Lantas, apa hubungan mereka
dengan gadis-gadis cantik berpakaian kuning keemasan itu" Ah...! Mengapa aku jadi bodoh begini! Sudah pasti Setan Cantik dan
Cantrik Tudung Pandan juga
murid-murid Istana Ular Emas!" gumam Soma dalam hati. Soma mengangguk-angguk.
Kini tidak lagi tidu-ran seperti tadi, melainkan telah berdiri tegak di atas
ranting pohon beringin. Sejenak diperhatikannya pertarungan dibawahnya.
"Ki Bagus Jelantik! Jangan khawatir! Aku datang membantumu!" teriak Soma seraya
menjejakkan kakinya ke ranting pohon dan cepat melesat turun.
Gerakan kedua kaki si pemuda ringan sekali.
Sama sekali tidak menimbulkan suara kala kedua kakinya mendarat.
Baik Ki Bagus Jelantik maupun murid-murid Istana Ular Emas kini sama-sama terkejut. Sejenak mereka menghentikan pertarungan dengan kening berkerut. Di tengah-tengah mereka kini telah berdiri tegak seorang pemuda tampan
berpakaian rompi dan celana
bersisik berwarna putih keperakan. Dan yang membuat heran Ki Bagus Jelantik maupun murid-murid Istana Ular Emas adalah ketika melihat sebuah rajahan


Siluman Ular Putih 05 Istana Ular Emas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergambar ular putih di dada pemuda gondrong itu.
"Jangan-jangan pemuda gondrong inilah yang
bergelar Siluman Ular Putih," duga salah seorang murid Istana Ular Emas dalam
hati. "Terima kasih atas bantuanmu, Anak Muda. Siapa pun kau, mari kita hadapi murid-murid Istana Ular Emas yang pongah ini!" ucap
Ki Bagus Jelantik senang. Sekali tubuh lelaki ini berkelebat, kembali tongkat baja di tangan
kanannya bergulung-gulung menyerang murid-murid Istana Ular Emas. Meski Ki Bagus
Jelantik telah terluka cukup parah, namun seranganserangan tongkat bajanya tidak boleh dianggap ringan.
Malah belum sempat serangannya mengenai sasaran,
terlebih da-bum telah berkesiur hawa dingin menyerang murid-murid Istana Ular Emas.
"Lekaslah kalian enyah dari hadapanku sebelum
tongkat bajaku meremukkan batok kepala kalian!"
bentak Ki Bagus Jelantik, di antara gulungangulungan tongkat bajanya yang mengurung pertahanan murid-murid Istana Ular Emas.
Sementara Soma pun cepat mengerahkan jurus
'Terjangan Maut Ular Putih'. Bahkan tangan kirinya
yang berobah menjadi putih terang telah siap pula menampar dengan pukulan sakti
'Tenaga Inti Bumi', Sedang tangan kanannya yang telah berobah menjadi
merah menyala siap mematuk tubuh murid-murid Istana Ular Emas dengan pukulan sakti 'Tenaga Inti Api'.
Melihat ilmu yang dikeluarkan Siluman Ular Putih, Ki Bagus Jelantik mengangguk-angguk penuh kagum. "Hanya orang-orang yang memiliki tenaga dalam tinggi sajalah yang mampu
membagi-bagi dua tenaga
dalam yang saling berlawanan di masing-masing tangannya. Satu menimbulkan hawa panas, sedang yang
satunya menimbulkan hawa dingin. Benar-benar mengagumkan! Masih semuda ini sudah mampu menguasai dua tenaga dalam yang saling berlawanan sifatnya.
Aku sendiri yang sudah berlatih berpuluh-puluh tahun belum dapat melakukannya.
Tapi pemuda ini... hm...!
Benar-benar mengagumkan!" gumam Ki Bagus Jelantik dalam hati.
Dan kenyataannya serangan-serangan Soma
alias Siluman Ular Putih itu memang benar-benar dahsyat. Tamparan tangan kirinya menyebabkan berkesiurnya hawa dingin. Sedang patukan-patukan telapak
tangan kanannya yang membentuk kepala ular menimbulkan hawa panas, sebelum serangan sebenarnya
mengenai sasaran.
Wesss! Wesss! Hebat bukan main serangan-serangan Siluman
Ular Putih. Perlahan namun pasti, keempat orang murid Istana Ular Emas mulai terdesak hebat. Bahkan tak jarang tamparan-tamparan
dan patukan-patukannya
berhasil mendarat di tubuh lawan-lawannya.
Plak! Plak! "Aaakh...!"
Untung saja Siluman Ular Putih hanya menggunakan setengah bagian tenaga dalamnya. Sehingga,
murid-murid Istana Ular Emas yang terkena tamparan
dan patukan hanya terhuyung-huyung beberapa langkah. Namun sama sekali tidak membahayakan jiwa
mereka. Namun tidak demikian halnya Ki Bagus Jelantik.
Ia yang merasa gusar sekali dengan sepak terjang murid-murid Istana Ular Emas, tak segan-segannya menurunkan tangan mautnya. Maka sebentar saja kedua
orang pengeroyok Ki Bagus Jelantik terdesak hebat.
Jangankan untuk membalas serangan. Untuk keluar
dari kurungan gulungan-gulungan tongkat baja Ki Bagus Jelantik saja mereka tak mampu.
"Hyaaat! Hyaaat!"
Tanpa ampun Ki Bagus Jelantik terus mendesak
hebat kedua orang pengeroyoknya. Bahkan tak jarang
pula sambaran-sambaran tongkat baja di tangannya
telak mengenai beberapa bagian tubuh pengeroyoknya.
Bukkk! Bukkk! "Augh...!" pekik salah seorang pengeroyok, begitu punggungnya terkena sambaran
tongkat baja. Seketika itu juga tubuh perempuan ini terjerembab ke depan. Punggungnya yang terkena sambaran
tongkat baja tadi terasa nyeri bukan alang kepalang.
Ki Bagus Jelantik yang sedang gusar itu terus
mengamuk hebat. Gulungan-gulungan tongkat bajanya makin menggiriskan, menyerang para pengeroyok. Namun di saat tengah mendesak hebat, salah
seorang pengeroyoknya yang tadi terkena pukulan
tongkat bajanya mengeluarkan suitan panjang.
Set! Set! Bersamaan dengan itu jarum-jarum emas yang
berkeredepan kembali menyerang hebat Ki Bagus Jelantik. Cepat lelaki ini memutar tongkat bajanya menangkis rontok jarum-jarum emas itu.
Belum juga Ki Bagus Jelantik bersiap kembali,
dua orang pengeroyok telah berkelebat cepat meninggalkan tempat itu. Keadaan ini pun juga dialami Siluman Ular Putih. Disaat sibuk
menghindari jarumjarum emas yang berkeredepan, keempat orang pengeroyoknya pun telah berkelebat cepat meninggalkan
arena pertarungan.
Ki Bagus Jelantik menggeram penuh kemarahan.
Seketika dia mengempos tenaganya untuk mengejar.
Namun baru saja bergerak, mendadak orang tua bertubuh tinggi kekar itu mengerang hebat seraya mendekap dadanya kuat-kuat. Seketika itu juga wajahnya
pucat pasi. Rupanya sewaktu menangkis rontok jarum-jarum emas itu tadi, ternyata masih ada yang lolos dari tangkisannya, dan melesat menembus dadanya. Sekali lagi Ki Bagus Jelantik menggeram penuh
kemarahan. Lalu tangan kanannya bergerak mencabut
jarum emas yang menancap dadanya. Untung saja jarum emas itu belum amblas masuk ke dalam tubuhnya. Sehingga, tidak begitu membahayakan bagi keselamatannya. Namun demikian, tetap saja ia roboh tak
sadarkan diri, begitu jarum emas tercabut dari dadanya. *** Sepasang mata biru Siluman Ular Putih membeliak heran. Sejenak ia terpaku di tempatnya, tak tahu apa yang dialami Ki Bagus
Jelantik. Namun ketika
orang tua itu roboh tak sadarkan diri, Soma cepat berkelebat menghampiri. Sekali
lihat saja, pemuda ini ta-hu kalau Ki Bagus Jelantik terkena racun dari jarumjarum emas murid-murid Istana Ular Emas.
"Hm...! Sungguh keji racun jarum-jarum emas
ini. Aku harus secepatnya mengeluarkan racun dari
dalam tubuhnya," gumam Soma dalam hati.
Saat itu pula Siluman Ular Putih langsung memeriksa dada Ki Bagus Jelantik. Keningnya berkerut
dalam-dalam, pertanda mencemaskan keselamatan lelaki setengah baya ini.
"Ah... sial! Terpaksa aku harus menyedot racun
ini!" rutuk Soma.
Lalu pemuda gondrong itu pun cepat menotok
beberapa jalan darah di bagian dada Ki Bagus Jelantik agar racun yang mengeram
tidak menyebar ke bagian
lain. Dengan gerakan cepat, Siluman Ular Putih sedikit merobek baju bagian dada
Ki Bagus Jelantik yang berwarna -kuning keemasan. Kini Soma menempelkan
mulutnya ke dada lelaki itu.
"Ugh...! Kenapa darah orang tua ini jadi dingin sekali seperti es?" gumam Soma
dalam hati, sembari terus menyedot racun.
Selang beberapa saat, darah yang tersedot di mulut Soma pun tidak lagi darah dingin seperti es, tapi sebaliknya. Hal ini
pertanda racun yang mengeram dalam dada Ki Bagus Jelantik telah dapat
dikeluarkan. Soma sendiri pun cepat memuntahkan darah itu kembali. Betapa darah yang dimuntahkan tampak berwarna merah kekuning-kuningan tercampur racun keji
ular emas. Pemuda tampan ini hanya geleng-gelengkan kepala, lalu kembali menotok beberapa jalan darah di
bagian dada Ki Bagus Jelantik. Dan yang terakhir, dia menotok pada tengkuk.
"Ugh...!" keluh Ki Bagus Jelantik, perlahan-lahan membuka kelopak matanya.
"Syukurlah kau sudah sadar, Orang Tua," kata Soma lega.
Ki Bagus Jelantik tersenyum tipis. Kemudian
sambil mendekap dada dengan tangan kanan, dicoba
untuk duduk. Agak susah payah akhirnya orang tua
bertubuh tinggi kekar itu akhirnya dapat duduk bersi-la di depan Soma.
"Terima kasih, Anak Muda. Tapi... tapi kalau boleh tahu, apakah racun yang
mengeram dalam tubuhku sudah dikeluarkan...."
"Sudah, Orang Tua."
"Kok, dadaku masih terasa nyeri sekali?"
"Mungkin itulah kehebatan racun ular emas.
Meski racun itu telah dikeluarkan, tapi sebaliknya kau jangan terlalu banyak
mengerahkan tenaga dalammu,
Orang Tua. Dan untuk mempercepat kesembuhanmu,
sebaiknya carilah seorang tabib! Barangkali saja kesembuhanmu dapat di percepat."
"Sebegitu kejikah racun ular emas yang mengeram dalam tubuhku, Anak Muda?" tanya Ki Bagus Jelantik cemas.
"Aku kurang tahu, Orang Tua. Aku sendiri bukan
ahli racun. Tapi, sudahlah! Sebaiknya turuti saja kata-kataku tadi! Dan kalau
kau tidak keberatan, bolehkah aku tahu mengapa kau bisa berurusan dengan muridmurid Istana Ular Emas itu?"
Ki Bagus Jelantik tidak langsung menjawab. Ditariknya napas panjang berulang-ulang.
"Ketahuilah, Anak Muda! Semua ini disebabkan
sepak terjang Bunda Kurawa, pemilik Istana Ular
Emas yang ingin menguasai dunia persilatan. Dan untuk mewujudkan nafsu gilanya itu, tak segan-segan dia membunuh tokoh-tokoh sakti
yang tidak mau takluk
di bawah pengaruhnya. Bahkan tak jarang pula mengutus murid-muridnya untuk menculik beberapa ketua perguruan silat yang masih bersikeras tidak mau takluk. Dan satu di antara
ketua perguruan silat yang diculik murid-murid Istana Ular Emas adalah kakak
seperguruanku, Ketua Perguruan Tangan Baja atau lebih terkenal sebagai Tangan Baja dari Gunung Tidar.
Dan untuk itu pulalah aku bermaksud menyelamatkan
kakak seperguruanku. Tapi sayang. Di tengah perjalanan aku di hadang murid-murid Istana Ular Emas. Sehingga akhirnya aku bertemu denganmu di sini, Anak
Muda." "Hm...!" ujar Soma seraya menganggukanggukkan kepala.
"Jadi begitu persoalannya...."
"Ya! Dan kalau kau ingin benar-benar menolongku sekaligus menyelamatkan dunia persilatan, cepatlah selamatkan tokoh-tokoh sakti dunia persilatan
yang tertawan di Istana Ular Emas. Termasuk juga, Ki Denawa alias Tangan Baja
kakak seperguruanku itu,
Anak Muda! Syukur kalau kau dapat membunuh manusia keparat Bunda Kurawa itu."
"Baiklah, Orang Tua. Itu memang sudah menjadi
kewajibanku. Tapi, di manakah letak Istana Ular Emas itu, Orang Tua?"
"Di sana! Di Lembah Kuripan! Berjalanlah ke
arah matahari terbit! Nanti tak jauh dari muara Kali Angkrik kau pasti akan
menemukan sebuah lembah
bernama Kuripan. Dan di lembah itu pulalah kau akan
dapat menemukan Istana Ular Emas yang menjadi
markas Bunda Kurawa dan murid-muridnya."
"Baiklah, Orang Tua. Sekarang juga aku akan
pergi ke sana. Dan, jangan lupa. Kalau ingin cepat
sembuh dari lukamu, kau harus cepat mencari seorang tabib. Selamat tinggal, Orang Tua!"
"Tunggu dulu, Anak Muda!" cegah Ki Bagus Jelantik tiba-tiba.
"Ada apa lagi, Orang Tua?" tanya Soma seraya menunda langkahnya.
"Kalau melihat ciri-cirimu, apakah kau pemuda
sakti yang bergelar Siluman Ular Putih itu, Anak Muda?" "Ah...! Kau ini ada-ada saja, Orang Tua. Mana pantas aku mendapat gelar
semewah itu. Jangan-jangan, malah kau yang salah lihat! Coba perhatikan
baik-baik apa yang ada di belakangmu, Orang Tua!
Jangan-jangan dia itulah yang kau maksud Siluman
Ular Putih! Coba perhatikan baik-baik...!" ujar Soma diam-diam mulai mengerahkan
kekuatan batinnya.
Seketika itu juga suara si pemuda pun mulai
bergetar-getar aneh menyerang jalan pikiran Ki Bagus Jelantik.
Tentu saja Ki Bagus Jelantik mengikuti petunjuk
jari Soma yang menunjuk di belakangnya. Dan begitu
orang tua itu memalingkan kepalanya ke belakang, seketika juga parasnya berobah jadi pucat pasi. Sepasang matanya membelalak liar. Di hadapannya kini
tampak seekor ular putih sebesar pohon kepala dengan kedua taringnya yang berkilauan! Sedang sepasang matanya yang berwarna merah menyala terus
memandangi Ki Bagus Jelantik beringas!
"Si.... Siluman Ular Putih...!" desis Ki Bagus Jelantik gemetar saking takutnya.
Soma alias Siluman Ular Putih hanya tertawatawa. "Benar. Itulah Siluman Ular Putih, Orang Tua.
Tapi sebaiknya, menontonnya jangan terlalu dekatdekat. Jangan-jangan malah kau yang terkena terkamnya. Selamat tinggal!"
Seketika Soma pun cepat menjejakkan kakinya
ke tanah. Dan cepat pula dia berkelebat ke arah matahari terbit disertai gelak
tawa. Tidak lama kemudian, suara tawa pemuda gondrong itu pun menghilang. Sedang
Soma entah sudah berada di mana.
Namun bersamaan dengan menghilangnya suara
tawa pemuda itu, sosok memanjang sebesar pohon kepala di hadapan Ki Bagus Jelantik pun menghilang
bak asap tertiup angin!
Ki Bagus Jelantik menghela napas lega. Wajahnya tampak masih pias. Kedua bibirnya pun bergetar

Siluman Ular Putih 05 Istana Ular Emas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

getar, saking herannya.
"Pemuda hebat...! Tapi sayang, sikapnya terlalu ugal-ugalan...," desah Ki Bagus
Jelantik sebelum akhirnya berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
* * * 3 Soma terus berlari kencang menuju muara Kali
Angkrik. Gerakan kedua kakinya aneh sekali seperti
bersejingkat. Namun hebatnya, tubuh tinggi kekar pemuda gondrong itu terlihat ringan sekali laksana terbang. Dan kecepatan larinya
pun luar biasa. Itulah il-mu meringankan tubuh 'Menjangan Kencana' yang dipelajari dari eyangnya, Eyang Begawan Kamasetyo di
Gunung Bucu. Maka tak heran bila dalam waktu kurang dari setengah hari, Siluman Ular Putih pun telah sampai di
sebuah hutan jati, tak jauh dari muara Kali Angkrik.
Dan kini di hadapan pemuda gondrong ini membentang sebuah sungai. Itulah aliran sungai Kali Angkrik.
Lebarnya kurang lebih lima puluh tombak dan cukup
dalam. Namun pada saat musim kemarau seperti hari
itu arusnya tidak terlalu deras. Sehingga, mudah bagi orang yang ingin
menyeberangi menggunakan perahu.
Soma buru-buru lari mendekati tepi sungai. Dan
tiba-tiba sepasang mata birunya melihat sebuah perahu kecil tengah berjalan perlahan. Penumpangnya adalah seorang gadis cantik berpakaian ketat warna kuning keemasan. "Jangan-jangan gadis itu salah seorang murid Istana Ular Emas. Kalau iya"
Wah...! Bisa gawat...! Tapi, mengapa aku harus takut" Toh, gadis itu cuma
sendiri. Mengapa aku harus takut...?" gumam si pemuda dengan kening berkerut.
Berpikir demikian, Soma jadi ingin memancing
perhatian. Sejenak diperhatikannya gadis itu.
"Hai.... Nona dalam perahu! Tunggu sebentar!
Apa kau tidak tahu kalau di bukit seberang sana banyak ular beracun" Mengapa kau hendak ke sana" Di
seberang sana juga banyak orang jahat. Apa kau tidak takut"!" teriaknya.
Gadis berpakaian kuning keemasan itu segera
berpaling ke belakang, menatap dengan mata menyipit
pada pemuda gondrong yang tengah berdiri di tepi
sungai. Namun sebentar kemudian dia hanya menjengekkan hidungnya.
Wajah si gadis terlihat dingin sekali. Namun tetap saja tidak mengurangi kecantikannya. Wajahnya
yang berbentuk bulat telur benar-benar cantik, melebihi kecantikan gadis yang pernah dijumpai Soma selama ini. Kulitnya putih bersih. Pas sekali dengan hidungnya yang mancung dan
sepasang matanya yang
indah bak bintang kejora. Demikian pula bentuk dagunya yang runcing. Kedua bibirnya pun merah tipis.
Sedang tubuhnya yang tinggi ramping dibalut pakaian
ketat warna kuning keemasan. Benar-benar mengagumkan kecantikannya.
Untuk beberapa saat, Soma sempat dibuatnya
terpesona. Seolah-olah sukmanya terbetot oleh satu
kekuatan gaib yang kasat mata. Dan tanpa disadari,
diam-diam si pemuda mulai terpikat kecantikan gadis
itu. Sementara itu, si gadis yang melihat Soma masih berdiri terkesima di
tempatnya mulai mengayuh balik
perahunya menuju tepi sungai. Dan begitu sampai kedua kakinya menutul ke papan perahu. Maka seketika
tubuhnya melayang tinggi ke udara. Setelah membuat
salto beberapa kali, kedua kakinya menjejak tanah di depan Soma. Gerakannya
ringan sekali, sama sekali
tidak menimbulkan suara saat menjejak daun-daun
kering di depan si pemuda.
Lalu dengan sinar mata dingin, gadis cantik itu
terus menatap wajah Soma saksama. Sama sekali mulutnya tak mengumbar ocehan apa-apa.
Soma yang ditatap terus-terusan tak urung juga
jadi salah tingkah. Pipinya sebentar sudah jadi merah padam seperti kepiting
rebus. "Tolol! Mengapa aku jadi salah tingkah begini"
Aku kan laki-laki" Masa menghadapi gadis cantik saja jadi kaku begini!" rutuk si
pemuda dalam hati.
Berpikir demikian, maka Siluman Ular Putih pun
balik menatap wajah cantik gadis itu. Kini dua pasang mata saling tatap dan
sama-sama diam membisu. Tak
sepatah kata pun terucap dari bibir mereka yang bergetar-getar penuh pesona. Dan keadaan ini berlangsung cukup lama. Hingga akhirnya....
"Sebenarnya kau ini siapa" Beraninya benar
memandangi aku demikian rupa, heh"!" bentak gadis cantik itu galak.
Soma terkesiap. Sepasang mata birunya sejenak
membelalak liar..
"Kalau gadis cantik itu boleh memandang wajahku, mengapa aku harus tunduk di bawah sorot matanya?" gumam Soma dalam hati.
Tapi, sebenarnya bukan itu saja yang menjadi
pikiran pemuda gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo ini. Melainkan, ia juga heran melihat sikap
kaku gadis cantik di hadapannya. Demikian juga wajahnya yang dingin mirip orang terkena sihir!
"Namaku Soma, Nona. Dan kau sendiri siapa,
Nona" Bolehkah aku menanyakan satu hal...?"
Gadis cantik berpakaian kuning keemasan itu
tersenyum kaku. Sepasang mata jelinya tajam memandangi wajah si pemuda.
"Siapa sudi bicara dengan pemuda gondrong macam kau"! Sebaiknya cepat tinggalkan tempat ini sebelum nyawamu melayang!" hardik gadis cantik itu ketus. Ditegur ketus demikian,
Soma tidak menjadi gusar. Bibirnya tetap menyunggingkan senyum.
"Maaf, Nona! Kuharap jangan cepat tersinggung!
Soal mati hidup bukan di tanganmu. Jadi, kuharap jangan menghalang-halangi maksudku!" jawab Siluman Ular Putih, tandas.
"Kalau begitu kau kemari mau apa"!" bentak si gadis, galak.
"Hm.... Kedatanganku kemari tidak ada niat jahat secuil pun terhadapmu. Lantas kenapa kau begini
galak" Terus terang kukatakan padamu, kalau konon
bisa ular emas ampuh sekali untuk obat penyembuh
luka dalam. Maka sekarang aku hendak pergi ke Lembah Kuripan, tempat Istana Ular Emas. Bolehkah aku
pergi ke seberang sana bersama-sama?" jelas Soma berdusta.
Paras gadis cantik itu berobah seketika.
"Sungguh besar nyalimu, Pemuda Bengal"! Berapa tinggi kepandaianmu berani ke Lembah Kuripan"
Apa kau sudah bosan hidup, he"!" bentak si gadis, bengis.
"Kalau Nona berani, mengapa aku tidak berani?"
jawab Soma dengan senyum tetap terkembang di bibir.
Sambil berkata demikian, Siluman Ular Putih
pun cepat menutulkan kedua kakinya ke tanah. Seketika tubuhnya melayang tinggi ke udara. Tiga kali dia berputaran di udara, lalu
tubuh tinggi kekarnya telah tegak di atas perahu. Gerakan kedua kakinya ringan
sekali, laksana capung hinggap di dahan. Sementara
badan perahu itu pun tidak bergoyang-goyang saat
menerima berat badan Soma!
"Huh...! Hup!"
Gadis cantik itu mendengus penuh kemarahan.
Sekali kakinya menjejak tanah, tubuh tinggi rampingnya melayang menyusul Soma. Dan kini gadis cantik
itu pun telah tegak di depan si pemuda.
"Sebenarnya kau ini siapa, heh"! Cepat katakan
terus terang! Jangan kau kira Angkin Pembawa Maut
bisa gampang menerima hinaan orang! Di samping itu,
siapa pun yang berani masuk ke dalam Istana Ular
Emas berarti mati!" bentak gadis cantik yang mengaku berjuluk Angkin Pembawa
Maut dengan tangan ikut
juga bergerak dua kali. Dan....
Serrrr! Serrrr!
Seketika tiga sinar kuning keemasan yang berkerdepan cepat melesat menyerang tiga bagian jalan
darah di tubuh Soma. Kemudian menyusul sosok
bayangan tipis memanjang berwarna kuning keemasan
turut pula menyerang. Bahkan sebelum seranganserangan itu menemui sasaran, terlebih dahulu telah
berkesiur angin dingin menyerang pemuda gondrong
murid Eyang Begawan Kamasetyo dari Gunung Bucu.
Soma terkesiap kaget.
"Eh...! Kalau begitu, kau juga salah seorang murid Istana Ular Emas, Angkin
Pembawa Maut!" seru Soma seraya mengebutkan rompinya, menangkis rontok sinarsinar kuning yang ternyata jarum-jarum
emas Angkin Pembawa Maut. Sedang jari-jari tangan
kanannya cepat menyentil balik sosok bayangan tipis
memanjang yang ternyata angkin panjang milik gadis
itu. Bed! Kini angkin kuning itu pun balik menyerang
Angkin Pembawa Maut. Untung saja dia cepat melompat ke atas, lalu mendarat ringan kembali di perahu.
"He he he.... Terus terang kukatakan, tujuanku
ke Istana Ular Emas adalah untuk membebaskan tawanan...!" kata Soma, tegas.
Angkin Pembawa Maut yang baru saja terhindar
dari serangan balik angkin kuningnya hanya melotot
gusar. Apalagi melihat serangan-serangannya dapat
dimentahkan pemuda gondrong lawan dengan begitu
mudah. Dan yang lebih menjengkelkan lagi, ternyata
pemuda gondrong itu ingin membebaskan para tawanan di Istana Ular Emas.
"Membebaskan para tawanan" Huh...! Seberapa
tinggi kepandaianmu sehingga berani mencari mati untuk membebaskan para tawanan guruku?" tukas Angkin Pembawa Maut yang ternyata
murid seorang tokoh
wanita sesat yang berjuluk Bunda Kurawa.
"Sekarang kau jangan banyak tanya dulu, Angkin
Pembawa Maut!" desis Soma kalem. "Kalau kukatakan, kau tentu tidak lepas dari
rembetannya."
Angkin Pembawa Maut gusar bukan main. Wajah
dinginnya menegang penuh kemerahan. Lalu tangan
kirinya kembali mengibas, melepas jarum-jarum
emasnya ke arah Soma. Sedang tangan kanannya cepat menggerakkan angkin panjangnya yang terkadang
bisa berobah kaku seperti lempengan baja.
"Bunda Kurawa belum pernah membiarkan
orang lain masuk ke dalam Lembah Kuripan! Kau jangan coba-coba pergi ke sana, Pemuda Gondrong! Lekas
tinggalkan tempat ini!"
Set! Set! Set! Melihat serangan-serangan Angkin Pembawa
Maut yang demikian hebat, Soma tidak berani bertindak gegabah. Diam-diam mulai dikeluarkannya jurusjurus sakti 'Terjangan Maut Ular Putih'. Sedang tangan kirinya yang berwarna
putih terang, siap menangkis
angkin kuning dengan menggunakan 'Tenaga Sakti Inti
Bumi'. Sementara tangan kanannya yang telah berobah menjadi merah menyala telah bergerak cepat sekali menjentik jarum-jarum emas dengan 'Tenaga Sakti
Inti Api' Tik! Tik! Tik! Tiga kali jari-jari tangan Siluman Ular Putih cepat bergerak. Sedang tangan kirinya telah mengibas
cepat melibat angkin kuning gadis itu.
"Heaaa...!"
Sekali lagi Angkin Pembawa Maut menggeram penuh kemarahan. Angkinnya yang terlibat tangan kiri
Siluman Ular Putih cepat ditarik kuat-kuat. Sedangkan tubuhnya cepat dimiringkan
ke kiri, menghindari serangan-serangan balik jarum-jarum emasnya. Sekaligus, bermaksud melemparkan tubuh Siluman Ular Putih ke dalam air dengan tarikan angkinnya.
Wesss! Memang benar tubuh tinggi kekar Siluman Ular
Putih dapat tertarik oleh Angkin Pembawa Maut. Namun sebenarnya, diam-diam pemuda murid Eyang Begawan Kamasetyo itu punya satu rencana bagus. Begitu melayang-layang di udara, tubuhnya cepat menukik
tajam. Jari-jari tangannya yang terkembang bergerak
cepat, melepas totokan.
Tuk! Tuk! "Ah...!" pekik Angkin Pembawa Maut kaget bukan kepalang dengan tubuh lemas
seperti dilolosi tulang-tulangnya.
Serangan-serangan Siluman Ular Putih sungguh
di luar dugaan si gadis. Gerakannya pun cepat sekali, sulit diikuti pandangan
mata. Ia hanya sempat melihat berkelebatnya jari-jari tangan Siluman Ular Putih,
sebelum iganya tertotok.
Tanpa ampun tubuh tinggi ramping Angkin Pembawa Maut ambruk, menyebabkan perahu kecil itu
oleng tak mampu menahan berat badan Angkin Pembawa Maut. Apalagi jatuhnya tepat di pinggir perahu.
Maka seketika perahu itu pun terbalik. Dan bersamaan dengan itu, tubuh Soma dan Angkin Pembawa
Maut tercebur ke dalam sungai!
Byuuur! Byuuur!
Soma yang sejak kecil belum pernah meninggalkan puncak Gunung Bucu, tidak tahu bagaimana caranya harus bertindak di dalam air. Maka begitu pera-hu terbalik, si pemuda
langsung megap-megap tidak
karuan. Dan tanpa terhalangi lagi air sungai itu pun masuk ke dalam mulutnya.
Sebenarnya tadi ia bermaksud loncat ke tepian, tapi sayang perahu sudah
menjauh ke tengah.
"Jangkrik gempul! Monyet budukan! Hap...!
Hap...!" Baru saja Soma mengeluarkan sumpah serapah,
tiba-tiba air sungai yang bergelombang kembali masuk ke dalam mulutnya. Siluman
Ular Putih kewalahan
bukan main. Sebentar tubuhnya tenggelam ke dalam
air, sebentar kemudian kembali menyembul ke permukaan sungai dengan, mulut megap-megap. Meski demikian, ia tak henti-hentinya menggapai-gapaikan tangan mencari tempat bersauh.
Dan ketika melihat tubuh Angkin Pembawa Maut
belum sempat tenggelam ke dasar sungai, buru-buru
Soma menyambar lengannya. Kemudian dengan menggerak-gerakkan kaki sebisanya, segera ditariknya tu

Siluman Ular Putih 05 Istana Ular Emas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buh Angkin Pembawa Maut. Meski terkadang timbul
tenggelam di air, perlahan-lahan sembari menyeret
lengan Angkin Pembawa Maut, Soma pun mulai mendekati badan perahu.
Selang beberapa saat, si pemuda dapat meraih
badan perahu dengan lengan kiri. Sedang tangan kanannya masih berpegangan pada lengan halus Angkin
Pembawa Maut. Soma lega bukan main. Sementara itu perahu terus hanyut ke tepi seberang.
Agak lama kedua orang itu terapung-apung di
atas air. Dan Soma yang sudah mendapat pegangan
baru, entah mengapa enggan sekali melepaskan lengan
halus Angkin Pembawa Maut. Kemudian sambil menarik lengan Angkin Pembawa Maut dengan tangan kanan, si pemuda terus menggerak-gerakkan kakinya.
Hingga akhirnya, sampailah mereka ke seberang sungai. "Ah.... Setan alas! Hampir saja aku modar di dasar sungai!" geram Soma.
jengkel, begitu tiba di tepi sungai sambil membopong Angkin Pembawa Maut.
Sementara saat ini wajah Angkin Pembawa Maut
sudah pucat pasi. Dan yang membuat Soma jadi tak
habis pikir, suhu badan si gadis dingin sekali seperti es. Padahal perutnya baru
sedikit kemasukan air.
Soma hanya menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian tanpa banyak pikir lagi, segera disambarnya
kedua kaki gadis itu, dan diangkatnya tinggi-tinggi.
Seketika itu juga air segera keluar dari mulut gadis itu.
Tapi hanya sedikit. Setelah itu berhenti, tidak keluar lagi. "Aneh...! Kenapa
badannya dingin sekali" Apa mungkin ia sudah mati" Tidak! Ia tidak boleh mati!
Sayang sekali gadis cantik ini harus mati dalam usia mu-da. Tidak! Ia tidak
boleh mati!" gumam Soma dalam hati. Tapi pemuda ini tidak mungkin melanjutkan
la-munannya, karena harus menolong gadis cantik itu
terlebih dahulu. Maka, lantas telinganya didekatkan di
atas dada membusung Angkin Pembawa Maut. Ternyata detak jantungnya masih bergerak-gerak. Sekalipun
amat lemah, tapi harapan untuk hidup masih besar.
Sebenarnya Soma tidak tahu, mengapa harus
memperhatikan keselamatan gadis cantik di bawah
kakinya. Padahal ia tahu, Angkin Pembawa Maut sangat kejam dan tidak berperi kemanusiaan. Karena bagaimanapun juga, gadis ini adalah salah seorang murid Istana Ular Emas yang terkenal licik dan berhati keji. Namun keragu-raguan
Soma alias Siluman Ular
Putih hanya sebentar. Setelah termangu beberapa
saat, lantas dibukanya totokan jalan darah di tubuh
gadis cantik itu. Kemudian kantung kuning yang berisi jarum-jarum emas di
pinggang Angkin Pembawa Maut
segera diambilnya.
Setelah kantung kecil itu ditanggalkan dari tempatnya, baru Soma mulai memeriksa dan mencari-cari
letak keanehan tubuh gadis cantik itu. Namun tetap
saja si pemuda tidak berhasil. Padahal tadi ia sudah menotok beberapa jalan
darah di iga, punggung, dan
tengkuk gadis itu. Namun hasilnya" Badan Angkin
Pembawa Maut tetap dingin seperti es!
Siluman Ular Putih heran bukan main.
"Celaka...! Jangan-jangan gadis cantik ini memang berdarah dingin...," keluh Soma kebingungan.
Dan karena saking bingungnya, Soma menggarukgaruk kepala. "Ah! Bagaimana ini" Kalau dibiarkan saja, bukan mustahil ia bisa mati. Ah!
Biarlah kucoba menyalurkan tenaga dalam. Siapa tahu ada hasilnya...," gumam Soma lagi dalam hati.
Maka tanpa banyak pikir panjang lagi Siluman
Ular Putih menempelkan telapak tangan kanannya di
punggung Angkin Pembawa Maut. Langsung dikerahkannya 'Tenaga Sakti Inti Api' yang mengandung hawa
panas. Kini perlahan-lahan hawa panas dari telapak
tangan kanannya yang telah berobah menjadi merah
menyala sampai ke pangkal lengan, mulai menghangati
tubuh Angkin Pembawa Maut.
Selang beberapa saat, sekujur badan Angkin
Pembawa Maut pun mulai dijalari hawa panas. Wajahnya yang semula kepucatan kini pun mulai tampak
memerah. "Nah, nah...! Dia sudah mulai siuman...!" desah Soma, girang.
*** Ternyata apa yang diduga Siluman Ular Putih
terbukti. Perlahan-lahan Angkin Pembawa Maut pun
mulai membuka kelopak matanya yang dihiasi bulubulu mata lentik. Begitu menyadari keadaan, kedua
matanya kontan membelalak liar. Apalagi saat itu merasakan ada dua tangan panas dari seseorang tengah
meraba-raba sekujur tubuhnya.
Angkin Pembawa Maut kaget bukan kepalang.
Cepat ia melompat bangun.
"Kau..." Kau apakan aku, Kunyuk Gondrong"!"
Plak! Plak! Gadis itu membentak pemuda gondrong di hadapannya sambil melepas tamparan di kedua pipi Soma.
Siluman Ular Putih yang saat itu tengah memeriksa tubuh Angkin Pembawa Maut kaget bukan main.
Kedua pipinya yang terkena tamparan tadi terasa panas, menciptakan guratan-guratan berwarna merah di
kedua pipi. Perlahan-lahan dia bangkit berdiri.
"Lho, lho..." Kok, malah menamparku" Apa salahku" Aku kan sedang memeriksa tubuhmu yang
dingin seperti es...?" tukas Soma seraya mengelus-elus pipi kanannya dengan
telapak tangan.
Sambil bangkit berdiri Angkin Pembawa Maut
membeliakkan matanya sebentar. Diam-diam tanpa
disadari suatu perubahan besar mulai terjadi pada dirinya. Entah mengapa,
pandangan matanya tidak lagi
dingin seperti tadi. Malah kali ini tampak demikian
sendu saat menatap pemuda tampan di hadapannya.
Namun, itu hanya sebentar. Karena tiba-tiba saja
Angkin Pembawa Maut merasakan sekujur tubuhnya
gemetar mirip orang kedinginan. Wajahnya sebentar
berobah menjadi pucat pasi, sebentar kemudian kembali menjadi kemerah-merahan.
Kening Soma berkerut dalam. Ia masih belum
mengerti, mengapa wajah gadis cantik di hadapannya
sebentar-sebentar berobah seperti itu. Demikian pula sekujur tubuhnya yang
tampak gemetar mirip orang
kedinginan. Si pemuda benar-benar tidak tahu! Lalu,
perlahan-lahan mulai mendekati gadis itu.
"Apakah kau... kau masih merasa kedinginan...?"
tanya si pemuda.
Angkin Pembawa Maut melangkah mundur, menjauhi pemuda tampan di hadapannya. Sepasang mata
jelinya tampak membeliak lebar.
"Kau.... Kau...! Siapa kau sebenarnya" Kenapa
kau begitu kejam memperlakukan diriku" Sekarang,
hilang sudah semua kepandaianku serta tenaga dalamku...?" tanya si gadis dengan suara bergetar.
Sekali lagi Siluman Ular Putih hanya mengerutkan keningnya dalam-dalam. Ia sama sekali tidak
mengerti maksud gadis itu.
Kresek! "Hei..."!"
Pemuda ini tersentak ketika telinganya menangkap suara kresek dari dedaunan yang tak jauh dari
tempatnya berdiri. Cepat Soma menatap ke bawah.
Dan alangkah terkejutnya hatinya saat matanya melihat seekor ular kecil berwarna kuning keemasan tengah menjulur-julurkan lidah ke arahnya.
"Hup!"
Soma cukup tahu, bagaimana ganasnya racun
ular emas itu. Maka secepatnya kedua kakinya menjejak tanah. Tubuhnya melompat ke belakang. Dan begitu mendarat ia sudah siap siaga. Seluruh perhatiannya dipusatkan pada setiap
gerak-gerik ular emas itu.
Hina Kelana 1 Pendekar Pulau Neraka 36 Titisan Siluman Harimau Iblis Sungai Telaga 4

Cari Blog Ini