Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 25

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 25


Untara menggeram. Lalu katanya " Kita terpaksa menghancurkan setiap orang yang berusaha menghalangi kita. "
Sabungsari mengerutkan keningnya. Namun kemudian katanya " Marilah. "
Masih seorang lagi yang akan bertempur bersama mereka. Agung Sedayu. Betapapun ia menghindarkan diri dari kemungkinan membunuh namun dalam pertempuran yang menjadi semakin sengit itu, kemungkinan yang tidak diinginkan itupun terjadi.
Bersama dengan sekelompok kecil pengawal terpilih mereka telah menerobos menusuk kedalam pertahanan lawannya.
Sulit untuk menahan gerak Sabungsari dan Agung Se"dayu. Sementara pedang Untara, Ki Pranawangsa dengan para pengawal terpilihnya telah menyibakkan pertahanan lawan.
Betapa pasukan berkuda itu bertempur dengan berani"nya, tetapi kehadiran pasukan cadangan itupun terasa sangat berpengaruh. Pasukan cadangan yang kemudian mengepung dari punggung pasukan berkuda telah mem"buat pasukan berkuda itu menjadi semakin sulit kedu"dukannya.
Bahkan semakin lama merekapun menjadi semakin ter"jepit. Namun karena kematangan latihan-latihan yang telah menempa pasukan itu, maka merekapun mampu bertahan dan melawan dengan sengitnya pula.
" Kalian telah membunuh diri " geram Senapati yang memimpin pasukan cadangan itu.
Prajurit dari pasukan berkuda itu sama sekali tidak menghiraukannya. Bahkan sekali lagi seorang perwira dari pasukan berkuda itu masih berteriak " Menyerahlah. Kalian akan mendapat pengampunan dari Mataram "
" Gila kau pengkhianat " teriak Senapati dari pasukan cadangan itu.
Dengan demikian maka pertempuranpun telah menjadi semakin seru. Suara dentang senjata beradu berbaur dengan sorak yang gemuruh diantara orang kesakitan, membuat suasana pertempuran itu menjadi semakin mene"gangkan.
Pertempuran yang berkobar semakin dahsyat bukan hanya dipintu gerbang yang satu itu. Dipintu gerbang utama pasukan Mataram telah menggempur pasukan Pa"jang dan Demak. Tetapi pintu gerbang utama itupun diper"tahankan dengan kekuatan yang memadai, sehingga pertempuranpun terjadi dengan sengitnya, meskipun diba"tasi oleh jarak. Kedua belah pihak telah melontarkan anak panah dan lembing tak terhitung lagi jumlahnya. Semen"tara usaha untuk memecahkan pintu gerbang atau meman"jat dinding masih belum berhasil.
Dipintu gerbang yang lain, pasukan Sangkal Putung menyerang menghentak-hentak. Swandaru sendiri memim"pin serangan untuk mencoba memecahkan pintu gerbang. Tetapi bagaimanapun juga, mereka tidak dapat mem"biarkan anak-anak terbaiknya terbunuh dimuka pintu ger"bang tanpa perhitungan. Karena itu, maka Swandarupun berusaha untuk dapat mengurangi jumlah korban yang jatuh dimuka pintu gerbang itu. Sehingga dengan demi"kian, maka usaha pasukan pengawal kademangan Sangkal Putung itupun masih belum berhasil juga.
Dalam pada itu, maka Untara dan kelompok kecilnya berusaha terus menyuruk maju. Mereka tidak lagi berada diatas punggung kuda, tetapi mereka bertempur dengan kaki diatas tanah.
Agung Sedayu dan Sabungsari yang berada di paling depan telah membuka jalan bagi mereka. Meskipun kedua"nya tidak sempat mempergunakan ilmu mereka yang memancar lewat sorot mata mereka, namun ilmu pedang keduanya melampaui kemampuan setiap prajurit Pajang dan Demak. Bahkan dengan ilmu kebalnya. Agung Sedayu membuat lawan-lawannya menjadi bingung dan tidak per"caya akan kenyataan yang mereka hadapi. Namun Agung Sedayu itu maju terus betapapun lambatnya.
Sementara itu, prajurit Pajang dan Demak telah men"desak terus. Diatas dinding mereka bertempur melawan pasukan Tanah Perdikan Menoreh yang berusaha mene"robos masuk dari luar. Kedatangan pasukan cadangan yang membantu mereka, telah memulihkan kekuatan pasukan Pajang dan Demak yang berada diatas dinding untuk mena"han usaha pasukan Tanah Perdikan Menoreh untuk maju.
Sedangkan pasukan cadangan yang lain telah meng"himpit pasukan berkuda yang mengalami sedikit kesulitan. Tetapi pada saat-saat yang mendebarkan itu. Agung Se"dayu dan kelompok kecilnya telah menjadi semakin dekat dengan pintu gerbang. Tidak ada lagi pertimbangan yang menghambatnya. Ia harus mencapai pintu gerbang dan membukanya. Para prajurit Pajang dan Demak yang menghalanginya, terpaksa disingkirkannya. Mati atau tidak mati.
Tetapi para prajurit Pajang dan Demakpun memper"tahankan pintu gerbang itu mati-matian. Seorang perwira yang memimpin kelompok prajurit dari Demak, yang setia kepada Ki Tumenggung Wiladipa telah meneriakkan aba-aba untuk mempertaruhkan nyawa mereka agar pintu ger"bang itu dapat diselamatkan.
Kemenangan itu ternyata sampai juga kepada Ki Tumenggung Wiladipa. Sehingga dengan kemarahan yang menghentak didalam dadanya ia menggeram " Setan mana yang dapat menerobos prajurit-prajuritku itu" "
Sebenarnya, bahwa prajurit Pajang dan Demak memang tidak mampu menahan gerak maju sekelompok kecil yang dengan ujung senjata telah menyibakkan lawan-lawannya.
Dengan jantung yang berdegup keras Ki Tumenggung Wiladipa bergeser diantara pasukannya untuk berusaha mencapai sekelompok orang yang bergerak menuju kepintu gerbang. Sementara pertempuran antara pasukannya dengan pasukan berkuda masih juga berlangsung dengan sengitnya, meskipun prajurit-prajurit dari pasukan berkuda yang jumlahnya iebih sedikit dari pasukan Pajang dan Demak, apalagi setelah ditambah dengan pasukan cadang"an. Namun yang semakin lama menjadi semakin jelas bahwa para prajurit dari pasukan berkuda mengalami kesulitan.
Namun pada saat yang gawat itu, Agung Sedayu dan Sabungsari telah menghentakkan kemampuannya. Untara, Ki Pranawangsa dan sekelompok terpilih berusaha untuk mendesak maju. Sementara Agung Sedayu dan Sabungsari menahan tekanan dari sebelah menyebelah bersama Untara dan Ki Pranawangsa, maka lima orang pengawalnya telah mulai menggapai selarak pintu yang besar. " Cepat " perintah Untara.
Kelima orang itupun kemudian dengan menggerakkan -kekuatannya berusaha untuk mengangkat selarak pintu itu. Betapapun beratnya selarak pintu yang besar itu, namun perlahan-lahan selarak itu mulai terangkat.
Ki Wiladipa yang menyusup diantara pertempuran itu"pun sudah mendekati regol itu pula. Beberapa Jangkah lagi ia akan sampai untuk mencegah pintu itu terbuka. Namun iapun tertegun. Dari sela-sela ujung senjata ia melihat Un"tara berada diantara orang-orang yang berusaha membuka selarak pintu itu.
" Setan Untara " geram Ki Tumenggung Wiladipa. Jantungnya yang bergejolak keras telah mendorongnya un"tuk meloncat menerkam Untara dan orang-orangnya. Tetapi pada saat yang demikian, selarak pintu yang berat itu telah terangkat.
Dimuka pintu gerbang itu telah terjadi keributan yang membingungkan. Kekuatan diluar pintu gerbang yang sangat besar telah menekan pintu gerang yang sudah tidak berselarak lagi itu. Betapapun orang-orang Pajang dan Demak menghujani orang-orang Tanah Perdikan dengan anak panah dan lembing, namun ketika pintu mulai terbuka perlahan-lahan, maka kekuatan dari luar regol telah menga"lir memasuki pintu gerbang diiringi oleh sorak gemuruh yang bagaikan meruntuhkan langit.
Sementara itu, selapis pasukan yang khusus telah men"dapat tugas untuk melindungi pasukan yang menerobos masuk itu dengan lontaran anak panah dan lembing kearah para prajurit Pajang dan Demak yang berada diatas pintu gerbang dan sebelah menyebelahnya.
Dalam kekisruhan itu, ternyata kelompok-kelompok pasukan berkuda telah mengambil kesempatan. Mereka justru menghindar dari pertempuran. Sebagian dari mereka berusaha memanjat dinding untuk menghentikan atau seti"daknya mengurangi hambatan yang dilakukan oleh para prajurit Pajang dan Demak, sementara prajurit Pajang dan Demak yang ada dipintu gerang, ternyata tidak sempat menahan mereka karena arus pasukan yang memasuki pin"tu gerbang.
Pertempuranpun menjadi bertambah sengit. Para pra"jurit dari pasukan berkuda yang memanjat dinding tidak segera dapat berbuat sesuatu yang berarti, karena yang sempat melakukan tidak cukup banyak jumlahnya. Namun sementara itu, ternyata pasukan khusus dari Mataram yang berada di lingkungan pasukan Tanah Perdikan Meno"reh telah memanjat dinding dari luar pula dengan tangga-tangga yang sudah mereka persiapkan.
Dengan demikian, maka prajurit Pajang dan Demak yang ada diatas dinding itu menjadi seolah-olah terjepit. Sementara itu prajurit dari pasukan berkudapun semakin banyak pula yang memanjat tebing dari bagian dalam.
Akhirnya pertahanan diatas dinding itupun pecah pula. Para prajurit Pajang dan Demak tidak lagi sempat menghu"jani lawannya dengan anak panah dan lembing. Tetapi mereka harus mencabut pedang mereka dan bertempur beradu dada.
Sementara itu, pasukan Tanah Perdikan Menoreh benar-benar bagaikan air bah yang telah memecahkan ben"dungan. Meskipun tertahan-tahan, tetapi pasukan itu mengalir terus memasuki pintu gerbang. Bahkan kemudian pasukan Tanah Perdikan Menoreh yang terlatih dan memi"liki pengalaman dibeberapa benturan perang besar itupun dengan pasti telah mendesak lawan mereka. Bahkan pasukan khusus Mataram yang ada dilingkungan pasukan Tanah Perdikan itupun telah berloncatan turun pula dari atas dinding setelah mereka berhasil mematahkan perla"wanan pasukan Pajang dan Demak bersama para prajurit dari pasukan berkuda yang memanjat dari dalam.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian pertempuran pun telah membakar kota Pajang didalam pintu gerbang. Pasukan Mataram yang terdiri dari para pengawal Tanah Perdikan Menoreh, sekelompok pasukan khusus Mataram dan para prajurit dari pasukan berkuda Pajang perlahan-lahan berusaha menyusun diri sebaik-baiknya sambil men"desak pasukan lawan untuk bergeser mundur.
Ki Tumenggung Wiladipa ternyata terlambat menye"lamatkan pintu gerbang itu. Tetapi iapun memiliki keta"jaman pengamatan atas seluruh medan. Karena itu, maka yang dilakukannya kemudian adalah berusaha menemui Senapati pasukannya yang terdesak itu dan berkata " Aku tidak dapat terikat dalam satu pertempuran, karena aku harus berada disegala medan. Aku terlambat mencapai pin"tu gerbang. Tetapi sudah pasti bahwa tujuan pasukan Mataram kemudian adalah membuka pintu gerbang utama. Karena itu, tarik pasukan kepintu gerbang utama dan bantu pasukan yang ada disana untuk memper"tahankan pintu gerbang. Biarlah sebagian saja dari pasukanmu yang melayani pasukan lawan, karena menurut perhitunganku, sebagian besar dari mereka tentu akan menuju ke pintu gerbang utama. Aku akan berada disana.
Senapati yang memimpin prajurit Pajang dan Demak dipintu gerbang yang sudah terbuka itupun dengan cepat telah menarik diri. Sambil bertahan mereka beringsut surut menuju kepintu gerbang induk. Mereka akan menyatukan diri dengan pasukan yang kuat yang ada dipintu gerbang utama itu dan mempertahankannya.
Namun Senapati itu tidak melepaskan sama sekali pin"tu gerbang yang sudah terbuka itu. Ia menugaskan seke"lompok pasukannya untuk berada disekitar pintu gerbang dan mengganggu prajurit Mataram yang terdiri dari pasukan Pangawal Tanah Perdikan Menoreh, setelah seba"gian besar dari pasukan itu mengalir ke pintu gerbang utama.
Tetapi tidak semua kekuatan yang memasuki kota dari pintu gerbang yang terbuka itu menuju kepintu gerbang utama. Meskipun sebagian dari mereka memang menuju kepintu gerbang utama, tetapi sebagian yang lain telah menuju ke pintu gerbang yang lain. Kepintu gerbang yang harus bertahan melawan pasukan dari Sangkal Putung.
Kehadiran pasukan itu, memang agak kurang diper"hitungkan sebelumnya. Karena itu, maka prajurit Pajang dan Demak yang berada di pintu gerbang itu terkejut dan untuk beberapa saat mereka dicengkam oleh kebingungan. Namun para perwiranya dengan susah payah telah berhasil menguasai keadaan, sehingga perlawanan merekapun men"jadi mapan.
Apalagi ketika sebagian pasukan yang terpecah dari para prajurit Pajang dan Demak yang kemudian datang pula ke pintu gerbang itu telah membantu mereka.
Dengan demikian maka pertempuranpun telah ber"langsung dengan sengitnya. Para pengawal Tanah Perdikan Menoreh berusaha untuk memecahkan perhatian para pra"jurit Pajang dan Demak. Bahkan sebagian dari mereka telah berusaha untuk memanjat dinding dari bagian dalam untuk mengurangi perlawanan pasukan Pajang dan Demak atas pasukan pengawal Sangkal Putung.
Bagaimanapun juga kehadiran para pengawal Tanah Perdikan Menoreh itu berpengaruh atas perlawanan pasukan Pajang dan Demak. Sementara itu Swandaru telah berusaha dengan sekuat tenaganya untuk memecahkan pin"tu gerbang.
Sebenarnya Swandaru merasa agak kecewa bahwa telah datang pasukan Tanah Perdikan Menoreh ke pintu gerbang itu untuk membantu pasukannya. Sebenarnya ia ingin menunjukkan bahwa pasukannya memiliki kemampuan un"tuk memecahkan pintu gerbang itu tanpa bantuan dari siapapun. Namun agaknya pasukan Tanah Perdikan Meno"reh telah datang membantunya justru dari dalam.
Sementara itu, di pintu gerbang induk, pertem-puranpun berlangsung pula semakin sengit. Pasukan Pa"jang dan Demak yang ditarik dari pintu gerbang yang pecah, sebagian besar telah mundur ke pintu gerbang itu pula. Sementara itu sebagian besar pasukan Tanah Per"dikan Menoreh dan sekelompok prajurit Mataram dari pasukan khusus telah berusaha untuk memberikan tekanan sebesar-besarnya kepada pasukan Pajang dan Demak yang mempertahankan pintu gerbang utama. Bahkan sebagian dari pasukan Tanah Perdikan Menoreh telah berhasil memanjat dinding dan bertempur melawan mereka yang mempertahankan pintu gerbang itu dari atas dinding. Dengan demikian maka mereka yang berada diluar dinding-pun telah mendapatkan kemungkinan lebih besar untuk memanjat dinding pula.
Diluar pintu gerbang pasukan khusus Mataram bekerja dengan keras. Usaha para pengawal Tanah Perdikan untuk mengurangi tekanan atas pasukan yang menyerang pintu gerbang itu mempunyai pengaruh yang besar, sehingga pa"sukan Mataram mendapat lebih banyak kesempatan untuk berusaha memecahkan pintu gerbang dari luar.
Sebenarnyalah, pertempuran di pintu gerbang itu men"jadi semakin seru ketika Pajang melepaskan orang-orang khususnya untuk melawan para pengawal dari Tanah Per"dikan Menoreh. Mereka telah melepaskan budak-budak dan orang-orang yang dianggap tidak berharga disamping para prajurit.
Orang-orang itu tidak banyak berpengaruh. Meskipun jumlah yang besar didalam benturan kekuatan ada juga pengaruhnya, tetapi pasukan Tanah Perdikan Menoreh justru dengan cepat mampu menguasai mereka.
Tetapi yang menyusul kemudian, benar-benar telah menggetarkan jantung para pengawal. Ternyata Pajang benar-benar telah mempergunakan orang-orang yang seha"rusnya menjalani hukuman karena melakukan kejahatan. Mereka adalah perampok-perampok, bajak laut dan perom"pak, yang pada umumnya secara pribadi memiliki kemam"puan. Sehingga dengan demikian, maka orang-orang itu benar-benar telah mengguncang medan pertempuran.
Cara mereka bertempur telah mengejutkan orang-orang Tanah Perdikan Tetapi merekapun dengan cepat berusaha untuk menyesuaikan diri.
Namun ternyata bahwa Pajang benar-benar telah menempatkan pasukan yang kuat dipintu gerbang utama itu, sehingga meskipun pasukan Pengawal Tanah Perdikan Menoreh telah datang membantu dari dalam, namun mereka tidak mudah dapat memecahkan atau membuka pintu gerbang. Apalagi karena pasukan Pajang dan Demak dari pintu gerbang yang tidak berhasil dipertahankan itu tidak berada pula di pintu gerbang induk.
Sementara itu, Ki Pranawangsa dan Untara yang telah berada di pintu gerbang itu pula, serta Ki Gede Menoreh telah sepakat untuk menyusun kelompok kecil sebagaimana telah dilakukan oleh pasukan berkuda waktu membuka pin"tu gerbang, yang juga bertugas menyusup pasukan lawan membuka pintu gerbang utama itu.
Pasukan kecil itu harus terdiri dari orang-orang terpilih.
Sejenak kemudian maka telah berkumpul orang-orang yang memiliki kemampuan melampaui para pengawal yang lain. Ki Pranawangsa sendiri, Ki Gede Menoreh yang juga menyatakan kesediaannya. Untara, Agung Sedayu dan Sabungsari, bahkan kemudian akan ikut pula Sekar Mirah dan Glagah Putih.
" Kita akan menyusup diantara pasukan lawan dan membuka pintu gerbang. " berkata Untara.
Kelompok kecil itupun segera bersiap-siap. Mereka melengkapi kelompok mereka dengan beberapa orang ter"pilih, sehingga dengan demikian maka mereka akan mampu untuk menahan gelombang yang akan mendera dari sebelah menyebelah.
Namun dalam pada itu, Ki Tumenggung Wiladipa tidak mau melakukan kesalahan yang sama seperti pernah ter"jadi. Ia tidak menunggu sekelompok orang bergerak lebih dahulu. Tetapi Ki Tumenggung Wiladipa telah menunggu mereka dipintu gerbang bersama beberapa orang pengawal terpilihnya.
" Mereka tentu akan datang " berkata Ki Tumeng"gung Wiladipa " kita tunggu mereka disini. "
Sebenarnyalah, maka sekelompok kecil orang-orang ter"pilih dari pasukan Mataram itupun mulai bergerak.
Namun dalam pada itu, pasukan pengawal Tanah Per"dikan dan prajurit Mataram dari pasukan khusus kecuali bertempur didalam pintu gerbang, merekapun telah ber"hasil untuk merintis jalan memanjat dinding, sehingga dengan demikian maka orang-orang Pajang dan Demak yang berada diatas dinding harus membagi perhatian mereka. Apalagi ketika prajurit Mataram dari pasukan khusus diluar sempat juga memasang tangga dan meman"jat pula.
Dengan demikian, maka hambatan bagi para prajurit Mataram yang akan membuka pintu gerbang dari luar itu"pun menjadi jauh berkurang meskipun pertempuran di bela"kang pintu gerbang itu sendiri masih terjadi dengan sengit"nya.
Ki Tumenggung Wiladipa yang mengetahui bahwa orang-orang dalam kelompok kecil yang ingin menyusup di"antara para prajurit Pajang dan Demak itu adalah orang-orang pilihan, benar-benar telah mempersiapkan diri. Ia tidak mengenal sebagian dari mereka. Tetapi ia tahu bahwa Untara dan seorang pengawalnya adalah orang pilihan karena mereka dapat lolos dari tangan orang-orang yang dipilihnya untuk membunuhnya ketika Untara kembali dari
Pajang ke Mataram. Namun dalam pada itu, sebelum Ki Wiladipa benar-benar bertemu dengan Untara atau dengan Agung Sedayu atau Sabungsari, karena sekelompok kecil orang-orang pilihan dari Tanah Perdikan Menoreh belum sempat men"capai pintu gerbang, maka terdengar derak yang meme"kakkan telinga. Diluar pintu gerbang, dilindungi oleh lon"taran-lontaran anak panah, lembing dan bahkan mereka yang sempat memanjat dinding, maka sekelompok orang telah mengangkat sebuah kayu balok yang besar dan pan"jang. Dengan berlari kencang sebagai ancang-ancang, maka mereka membenturkan balok kayu itu kearah pintu ger"bang.
Betapapun kuatnya pintu gerbang dan selaraknya yang besar, namun ketika benturan itu dilakukan beberapa kali, maka selarak pintu gerbang itupun mulai retak.
" Gila " geram Ki Wiladipa " tahan, agar pintu itu tidak terbuka. "
Namun dalam pada itu Untara yang mendengar dan kemudian mengetahui bahwa selarak pintu yang besar itu mulai retak telah memberi peringatan kepada kawan-kawannya, untuk berhati-hati.
Sebaiknya kita menunggu sejenak " berkata Untara " kita dapat bertempur dalam jarak tertentu. Mudah-mudah"an selarak itu benar-benar akan pecah. "
Kawan-kawannyapun mengerti. Karena itu, maka me"reka telah menahan diri untuk tidak mendesak maju. Tetapi mereka telah bertempur ditempat melawan para prajurit Pajang dan Demak yang datang menyerang.
Sebenarnyalah, ketika hentakan balok kayu yang besar dan panjang itu diulangi lagi dengan ancang-ancang yang cukup jauh, maka selarak pintu gerbang itupun mulai ber"getar. Selarak pintu yang retakpun menjadi semakin retak, sehingga akhirnya selarak pintu itupun telah runtuh.
Dengan derak yang diiringi oleh sorak yang gemuruh.
maka pintu gerbang itu perlahan-lahan telah terbuka. Keha"diran pasukan Tanah Perdikan Menoreh dan sekelompok para prajurit dari pasukan khusus serta pasukan berkuda telah mampu memperkecil hambatan dari pasukan Pajang dan Demak, terutama yang berada diatas dinding, sehingga memungkinkan mereka memecahkan pintu gerbang yang kuat itu.
Sejenak kemudian, maka sebagaimana air yang men"deru diatas bendungan yang pecah, maka pasukan Mata-rampun telah mendorong pasukan Pajang dan Demak. Tan"pa dapat ditahan lagi, maka mereka telah mendesak maju, sementara pasukan Tanah Perdikan Menoreh dan seke"lompok kecil pasukan khusus serta pasukan berkuda yang dipimpin oleh Ki Pranawangsa berusaha untuk menye"suaikan diri.
Dengan demikian, maka telah terjadi hiruk pikuk di pin"tu gerbang itu. Para prajurit Pajang dan Demakpun telah dengan susah payah menyusun diri. Merekapun terdiri dari prajurit-prajurit yang berpengalaman, sehingga mereka berhasil memantapkan kembali pasukan mereka. Semen"tara itu. Pajang benar-benar telah melepaskan semua orang yang dianggapnya tidak berharga kedalam medan. Ter"utama orang-orang yang telah diambilnya dari bilik-bilik hukuman.
Namun pasukan Mataram cukup kuat untuk mendesak mereka. Perlahan-lahan pasukan Mataram berhasil mem"bangunkan landasan berpijak bagi pasukannya.
Yang terjadi kemudian adalah pertempuran yang sengit didalam lingkungan kota Pajang. Pasukan Mataram yang kuat, serta pasukan berkuda Pajang yang berpihak kepada Mataram, perahan-lahan telah mendesak pasukan Pajang dan Demak selangkah demi selangkah surut.
Dalam pada itu, hampir bersamaan waktunya, ternyata pasukan Sangkal Putungpun telah mampu memecahkan pintu gerbang. Pasukan Tanah Perdikan Menoreh yang sempat datang membantunya dari dalam dinding telah memperkecil perlawanan pasukanPajang dan Demak seba"gaimana terjadi di pintu gerang utama.
Meskipun tidak sedahsyat pertempuran di gerbang utama, namun pasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh juga mengalami perlawanan yang gigih. Para prajurit Pa"jang dan lebih-lebih para prajurit Demak yang berada di Pa"jang, telah bertempur dengan tekad yang mantap.
Dengan demikian, maka pertempuran yang terjadi di dalam kota Pajang disegala medan menjadi semakin dahsyat. Kedua belah pihak telah mengerahkan segenap kemampuan yang mungkin dapat mereka kerahkan. Mereka tidak mau mengalami kesulitan didalam pertempuran itu karena kelengahan dan kelambatan. Karena itu, maka kedua belah pihak berusaha untuk dengan cepat mengatasi kemampuan lawannya.
Dalam pada itu, ketika pasukan Mataram sebagian besar telah memasuki kota Pajang, maka ternyata bahwa kekuatan Mataram masih berada diatas kekuatan pasukan Pajang dan Demak. Perlahan-lahan pasukan Mataram ber"hasil mendesak pasukan Pajang yang menarik pasukannya menuju kepintu gerbang halaman istana Pajang Mereka berusaha untuk mempersempit medan sehingga memper"sempit pula daerah benturan antara kedua pasukan itu.
Namun dalam pada itu, pasukan Mataram dengan kewaspadaan yang tinggi, masih tetap mengawasi setiap jengkal dinding kota Pajang. Selain memasuki kota, merekapun mendapat perintah, agar tidak seorangpun yang dapat lepas dari tangan mereka. Mereka harus berhasil menangkap Ki Tumenggung Wiladipa yang telah mencoba membunuh utusan Panembahan Senapati.
Karena itu, maka disetiap pintu gerbang yang diting"galkan oleh pasukan Pajang dan, Demak masih tetap di"awasi oleh pasukan Mataram, disamping pengawasan atas dinding diseputar kota.
Sementara itu, ternyata Ki Tumenggung masih tetap berada diantara pasukannya. Ketika pasukan induknya telah terdesak semakin jauh, maka iapun telah memerin"tahkan sekelompok prajuritnya untuk menyiapkan tempat bagi pasukannya yang akan memasuki pintu gerbang dinding halaman istana. Sementara itu pasukan pengawal harus mempersiapkan diri. Pasukan Mataram mungkin akan berhasil mendesak pasukan Pajang dan Demak mema"suki halaman istana. Dalam keadaan yang demikian, maka pasukan pengawal khusus yang terdiri dari orang-orang pilihan harus turun kemedan. Tidak ada pilihan lain bagi mereka, selain bertempur dan dengan kemampuan mereka yang rata-rata melampaui kemampuan prajurit keba"nyakan, maka mereka akan dapat membantu kekuatan Pa"jang dan Demak untuk bertahan bahkan mengusir pasukan Mataram.
Sebenarnyalah bahwa Pajang dan Demak telah ber"usaha untuk menarik diri melalui ampat pintu gerbang halaman istana. Sementara itu sekelompok pasukan telah mempersiapkan pintu gerbang yang akan dilalui oleh pasukan Pajang dan Demak Sedangkan pasukan itupun telah mempersiapkan pula sekelompok prajurit yang akan berada diatas dan disebelah menyebelah pintu gerbang. Mereka akan menghambat pasukan Mataram yang akan mendesak pasukan Pajang dan Demak setelah mereka masuk kedalam pintu gerbang.
Ternyata bahwa pasukan pengawal khusus yang telah mendapat keterangan tentang pasukan Pajang dan Demak, telah mempersiapkan diri. Tetapi jumlah merekapun cukup banyak, sehingga mereka dapat membagi para pengawal khusus itu pada keempat pintu gerbang. Mereka segera memanjat dinding-dan bersiap dengan bukan saja anak panah dan lembing, tetapi mereka justru lebih percaya kepada pisau-pisau yang dapat mereka lontarkan dengan bidikan yang lebih cepat dari bidikan anak panah, meskipun harus ditunggu sampai jarak yang lebih dekat. Bahkan seandainya lawannya berusaha untuk menyembunyikan diri dibalik perisai sekalipun. Asal saja masih ada bagian tubuhnya yang nampak, maka yang nampak itu masih akan dapat dikenai nya, menyusup diantara lindungan peri"sainya.
Namun dalam pada itu telah terjadi ketegangan didalam istana. Kanjeng Adipati yang mengikuti perkem"bangan keadaan terus-menerus lewat beberapa orang
petugas yang mengamati keadaan, telah menjadi cemas juga. Ternyata bahwa Ki Tumenggung Wiladipa telah salah menilai kekuasaan Mataram dan kekuasaan Pajang yang diperkuat oleh Demak.
" Tetapi seandainya pasukan berkuda tidak berkhianat maka hamba kira, pintu gerbang samping itu tidak akan pecah Kangjeng Adipati " berkata salah seorang Senapati pasukan pengawal khususnya.
" Kenapa tidak seorangpun diantara para petugas san"di yang dapat menyadap rencana pengkhianatan pasukan berkuda itu " geram Kangjeng Adipati,
" Itulah yang membuat hamba geram " jawab Sena"pati itu. Kemudian katanya " Tetapi Kangjeng Adipati tidak usah cemas. Ki Tumenggung Wiladipa mempunyai kemampuan yang luas menanggapi setiap keadaan. Ter"nyata dalam persoalan inipun Ki Tumenggung cepat meng"ambil sikap. Sekelompok prajurit telah diperintahkan untuk mempersiapkan diri menyongsong pasukan Pajang yang akan mundur memasuki gerbang halaman istana. Semen"tara itu, pasukan pengawal khusus yang tidak tertembus oleh kekuatan yang manapun sudah dipersiapkan pula. Apakah artinya pasukan Mataram jika mereka sudah berhadapan dengan pasukan pengawal khusus" "
Kangjeng Adipati Pajang menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia merasa sangat kecewa terhadap Pangeran Benawa yang berkuasa di Jipang, karena Pangeran Benawa sama se"kali tidak menanggapi permintaannya untuk mengirimkan pasukan yang akan dapat memperkuat kedudukan Pajang.
Hampir diluar sadarnya Kangjeng Adipati itu ber"gumam " Aku tidak dapat mengerti, kenapa Adimas Pangeran Benawa tidak mau bekerja sama dengan Pajang untuk menghancurkan Mataram. Jika Panembahan Sena"pati tidak merebut tahta dari Pajang ke Mataram, maka Pangeran Benawalah yang sebenarnya berhak atas. tahta Pajang. "
Senapati yang menghadapi itupun kemudian menyahut " Ampun Kangjeng Adipati. Jipang tidak akan berarti apaapa bagi kita selain hanya akan mempersulit kedudukan sa"ja. Karena itu justru beruntunglah kita bahwa Jipang tidak melibatkan diri kedalam persoalan ini sehingga Pangeran Benawa kelak tidak akan dapat menuntut apapun juga kepada Kangjeng Adipati. Bahkan kelak, Jipang itupun akan dapat dihapuskan pengaruhnya, sehingga tidak akan mengganggu kedudukan Kangjeng Adipati. "
Kangjeng Adipati Pajang tidak menjawab. Tetapi nampak kebimbangan masih saja membayang diwajahnya. Namun de"mikian Senapati itu pun tidak berbicara lagi. Ia takut jika kemu"dian kata-katanya justru tidak berkenan dihati Kangjeng Adipa"ti.
Dalam pada itu pertempuranpun masih terjadi dengan se"ngitnya. Perlahan-lahan, masih dalam kesatuan yang utuh, pa"sukan Pajang dan Demak menarik diri. Jalan sudah dipersiap"kan, sementara sebagian dari mereka yang telah mendahului ser"ta pasukan pengawal khusus telah siap melindungi mereka jika mereka memasuki regol yang kemudian akan diselarak dari da"lam. Pasukan Mataram berusaha mencegah penarikan diri yang cermat itu. Tetapi ternyata tidak berhasil. Perlahan-lahan tetapi pasti, pasukan Pajang dan Demak telah memasuki pintu ger"bang halaman istana dan kemudian diselarak dari dalam.
Pasukan Mataram memang terhambat oleh perlindungan pasukan yang memasuki gerbang itu lebih dahulu, dibantu oleh para pengawal khusus yang memiliki kemampuan melampaui para prajurit kebanyakan.
Ketika pintu gerbang diampat penjuru itu telah tertutup maka pasukan Mataram baik pasukan khususnya, maupun para prajuritnya yang berada di Jati Anom atau yang telah ditarik dari beberapa daerah, serta para pengawal Tanah Perdikan Me"noreh dan Kademangan Sangkal Putung, terpaksa menghenti"kan pengejaran. Pintu gerbang telah tertutup rapat diselarak de"ngan pengawalan yang sangat kuat. Apalagi matahari telah menjadi semakin rendah diujung Barat.
" Pasukan Mataram tidak bersiap-siap untuk memecah"kan pintu-pintu gerbang itu " berkata salah seorang perwira " alat-alat yang ada telah ditinggal dipintu gerbang yang memasu"ki kota. "
Laporan itu akhirnya sampai kepada Panglima pasukan Mataram yang memimpin serangan itu. Ki Lurah Branjangan.
" Untuk sementara kita menarik diri " berkata Ki Lurah " sebentar lagi senja akan turun. Sebaiknya beberapa orang tertentu mencari tempat yang paling baik untuk malam nanti. Namum demikian, kita tidak boleh kehilangan kewaspadaan. Ada beberapa kemungkinan dapat terjadi. Pasukan Pajang dan Demak akan dapat mengambil sikap yang menyimpang dari paugeran perang. Mereka dapat keluar di malam hari dan me"nyerang kita. Kemudian melarikan diri kembali masuk pintu gerbang. Sedang kemungkinan lain yang tidak boleh terjadi, malam nanti Ki Tumenggung Wiladipa tidak boleh hilang dari dalam kepungan. Karena itu, tidak seorangpun yang boleh ke"luar dari dinding kota. "
Para perwirapun menyadari tugas mereka masing-masing. Karena itu maka merekapun telah mempersiapkan pasukan me"reka untuk menarik diri dari medan dan beristirahat. Namun dalam pada itu, mereka telah menunjuk orang-orang yang khu"sus untuk mencari tempat-tempat beristirahat. Tidak harus baik, tetapi harus memungkinkan mengamankannya.
Demikian, ketika saatnya tiba, maka telah terdengar suara isyarat menggema diseluruh kota. Pasukan Matarampun kemu"dian perlahan-lahan bergeser surut meninggalkan pintu-pintu gerbang dan dinding istana.
Ternyata setiap kelompok telah mendapatkan tempatnya masing-masing. Ada yang di banjar padukuhan, ada yang diru-mah-rumah yang cukup besar dan berhalaman luas, ada yang mendapat tempat pada barak-barak termasuk barak pasukan berkuda sendiri. Dan tempat-tempat lain yang memungkinkan. Namun dalam waktu singkat, para penghubung telah dapat me"ngetahui semua tempat yang dipergunakan tanpa ada yang ter"lampaui.
Ki Lurah Branjangan dan para pemimpin dari segala unsur yang ada di dalam pasukan Mataram telah menentukan tempat bagi pimpinan pasukan Mataram. Tempat yang harus diketahui oleh semua perwira dan penghubung, karena dari tempat itulah semua kebijaksanaan pertempuran itu akan diatur.
Namun dalam pada itu, semua prajurit Mataram telah me"nerima perintah untuk tidak melepaskan kewaspadaan. Setiap saat mereka harus siap untuk bertempur. Juga malam hari. Ka"rena itu maka setelah makan dan membenahi diri maka para prajurit telah berbaring berserakan ditempat tempat yang telah ditentukan, sambil memeluk senjata masing-masing apapun ujudnya, Perisai dan pedang, tombak, trisula, canggah, kapak dan jenis-jenis senjata yang lain menurut kemampuan para prajurit itu sendiri. Karena dimedan perang yang sebenarnya mereka dituntut untuk mampu mengerahkan tingkat tertinggi dari kemampuan dan ilmu senjata masing-masing.
Tetapi diantara mereka, para penjaga hilir mudik di tempat lugas masing-masing. Bergantian mereka mengawasi keadaan. Sementara itu, petugas-petugas khusus telah mengitari seluruh medan untuk menolong kawan-kawan mereka yang terluka dan mengumpulkan mereka yang terbunuh di peperangan.
Sementara itu, pasukan Mataram sama sekali tidak meng"ganggu tugas yang sama dari orang-orang Pajang dan Demak, meskipun mereka telah keluar dari pintu gerbang halaman ista"na dengan obor-obor ditangan.
" Silahkan " para petugas dari Mataram justru telah mempersilahkan mereka yang ditemui di bekas arena yang luas itu. "
" Jika ada yang terlampaui, tolong rawat kawan-kawan kami yang terluka " berkata para petugas dari Pajang.
" Kami tidak akan melepaskan kemanusiaan kami " ja"wab orang Mataram " siapapun yang memerlukan pertolongan , akan kami tolong sesuai dengan kemampuan yang ada pada kami. "
" Terima kasih- jawab orang-orang Pajang.
Namun sebenarnyalah orang-orang Pajang harus bekerja keras untuk mengangkut kawan-kawan mereka yang terluka dan tersebar diseluruh kota kedalam dinding halaman. Namun tugas itu mereka lakukan juga.
Namun dalam pada itu, setiap prajurit, Mataram yang ber"tugas menjadi sangat berhati-hati. Mungkin diantara mereka terdapat orang yang bernama Wiladipa.
Namun sampai batas waktunya orang-orang Pajang itu ditarik memasuki regol halaman istana, tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Orang-orang Pajang sekedar melakukan tugas kemanusiaan atas kawan-kawan mereka tanpa menimbul"kan persoalan lain.
Dengan demikian maka para perwira Mataram dari segala unsur menganggap bahwa Ki Wiladipa tentu masih berada dida"lam kota, kecuali jika orang itu terbunuh diluar pengetahuan para prajurit Mataram. Ki Tumenggung Wiladipa tentu memi"liki kelebihan dari prajurit kebanyakan, sehingga ia tidak akan terlalu mudah untuk terbunuh di pertempuran yang betapapun ganasnya.
Karena itu, maka perintah Ki Lurah Brangjangan masih te"tap dijalankan oleh setiap prajurit Mataram dari segala unsur"nya. Tidak seorangpun yang akan dapat lolos meninggalkan kota yang kemudian dipersempit seluas halaman istana saja.
Sementara itu, Ki Lurah Branjangan masih sempat pula un"tuk mengadakan pembicaraan dengan beberapa orang yang ber"tanggung jawab atas unsur-unsur yang ada dilingkungan pa"sukan Mataram, hanya sekedar untuk menyesuaikan agar mere"ka dapat tetap memelihara langkah-langkah mereka, karena perjuangan mereka telah mendekati babak terakhir. Jika mere"ka mampu memecahkan gerbang halaman yang manapun dari keempat pintu gerbang istana, maka mereka akan dapat mema"suki istana.
Namun tugas itu adalah tugas yang amat berat, karena dibalik dinding halaman istana itu, penuh dengan prajurit Pajang dan Demak yang siap untuk bertempur mati-matian. Seakan-akan setiap jengkal tanah akan dipertahankan oleh seorang prajurit yang bersedia mati untuk itu.
Malam itu, semua persiapan telah dilakukan sebaik-baiknya. Para prajurit Mataram telah mempersiapkan alat-alat yang akan mereka pergunakan untuk memecahkan pintu gerbang istana. Sementara itu, mereka juga menyiapkan tangga-tangga yang akan mereka pergunakan untuk mencoba memanjat dinding
halaman apabila memungkinkan.
Tengah Malam, maka semua persiapan dan usaha untuk menyingkirkan setiap orang yang terluka dan mengumpulkan mereka yang terbunuh dipeperangan telah dianggap selesai. Semua orang harus benar-benar beristirahat sebaik-baiknya, ke"cuali beberapa orang saja yang masih harus bertugas dengan pe"nuh kewaspadaan. Dipintu-pintu gerbang dan setiap jarak tertentu diseputar dinding istana dan diseputar dinding kota, agar tidak seorangpun dapat lolos.
Demikianlah, maka ternyata para prajurit dari kedua belah pihak, betapapun ketegangan mencengkam, namun mereka sempat juga melepaskannya dan dengan nyenyak tidur men-dekur, meskipun ada juga satu dua orang yang gelisah.
Tetapi pada keadaan yang demikian, maka hampir setiap orang didalam pasukan kedua belah pihak, merasa bahwa tidak akan ada kemungkinan lain daripada bertempur. Membunuh atau dibunuh, sehingga dengan demikian maka mereka tidak lagi dibayangi oleh kegelisahan lagi.
Demikianlah, waktu bergeser setapak demi setapak. Ma-lampun menjadi semakin dalam menjelang fajar.
Kesibukan mulai nampak pada kedua belah pihak ketika mereka yang mempersiapkan makan dan minum bagi para prajurit itupun mulai menyalakan api.
Ketika langit menjadi semakin terang, maka pasukan dike-dua belah pihakpun telah bersiap. Ki Lurah Branjangan telah mengadakan pertemuan sekali lagi dengan para pemimpin. Ia memberikan perintah-perintah terakhir sebelum pasukannya mulai bergerak. Karena menurut perhitungan dan harapan Ki Lurah Branjangan, maka pada hari itu mereka akan dapat memecahkan gerbang di dinding halaman.
Jangan kalian usik Kangjeng Adipati Pajang, karena bagai"manapun juga, Kangjeng Adipati adalah masih kadang sendiri " berkata Ki Lurah Branjangan " segala sesuatunya akan kami serahkan kepada Panembahan Senapati sendiri. Demikian juga kalian berhasil menangkap orang yang bernama Ki Tumenggung Wiladipa. Orang itu jika mungkin dapat ditang"kap hidup. Biarlah Panembahan Senapatj pulalah yang membe"rikan hukuman kepadanya, karena ia sudah menghina Panem"bahan Senapati dengan mencoba membunuh utusannya. Semen"tara itu,sekelompok prajurit khusus yang sudah ditunjuk harus mengamankan gedung pusaka dan gedung perbendaharaan.
Panembahan Senapati sendiri pulalah yang akan menentukan, pusaka-pusaka manakah yang akan dibawa ke Mataram dan yang manakah yang akan tetap berada di Pajang. Mungkin Panembahan Senapati harus berbicara lebih dahulu dengan Pangeran Benawa, karena meskipun Pangeran Benawa tidak menerima kedudukan sebagai Sultan di Pajang, namun ia ada"lah putera Kangjeng Sultan Hadiwijaya yang lahir laki-laki yang sebenarnya, berhak menggantikan kedudukannya. Tetapi jika tidak itu adalah karena kehendaknya sendiri.
Para Senapatipun menjadi jelas, apa yang harus mereka lakukan jika mereka nanti memasuki halaman istana. Sebagai kelengkapan pesannya, maka Ki Lurahpun berkata " Kalian adalah prajurit-prajurit Mataram yang berlandaskan sikap se"orang kesatria, karena itu, kalian tidak boleh bersikap sewe"nang-wenang atas lawan kalian yang sudah kalian kalahkan.
Kalian juga tidak boleh menyentuh semua harta benda yang ada didalam istana Pajang, karena itu bukannya hak kalian. Panem"bahan Senapatipun tidak menghendaki menaklukkan Pajang sebagaimana perang antara dua kekuatan yang memang saling bermusuhan. Tetapi yang dilakukan adalah sekedar peringatan dari keluarga sendiri terhadap anggauta keluarga yang lepas dari kebijaksanaan.
" Baik Ki Lurah " jawab seorang Senapati " kami akan berusaha untuk mengendalikan setiap orang dalam pasukan kami sebagaimana Ki Lurah kehendaki. "
Demikianlah, maka sebelum matahari terbit, para Senapati telah berada didalam pasukan masing-masing. Merekapun telah bersiap untuk melakukan serangan pada tahap-tahap terakhir.
Mereka berharap bahwa pada hari itu mereka akan dapat menyelesaikan tugas mereka yang berat.
Sementara itu, untuk mengendalikan para prajurit didalam setiap unsur pasukan Mataram, maka setiap kepala kelompok telah memberikan pesan-pesan sebagaimana mereka dengar dari para Senapati yang tumimbal.
Setiap pemimpin kelompok berkata bepada pasukannya "
Kita harus memegang sifat seorang kesatria. Jangan menodai nama Mataram dengan sikap dan tingkah laku yang tidak pan"tas bagi seorang kesatria."
Dengan demikian, maka para prajurit didalam setiap ke"lompok itupun mempunyai pegangan yang sama, karena mere"ka mempunyai pengertian yang sama tentang sifat-sifat seorang kesatria.
Demikianlah, pada saatnya maka isyaratpun telah berbu"nyi. Satu kali, setiap orang harus sudah berada ditempatnya. Dua kali bersiap-siap dan ketika terdengar isyarat untuk ketiga kalinya, maka pasukanpun mulai bergerak.
Dengan tekad yang bulat untuk memecahkan pertahanan lawan, maka pasukan Mataram maju mendekati dinding hala"man istana. Namun merekapun sadar, bahwa didalam dinding itu terdapat pasukan pengawal khusus yang terkenal. Sebagian besar mereka adalah orang-orang Demak yang memiliki ke"mampuan melampaui orang kebanyakan.
Seperti yang telah terjadi, maka pasukan Mataram telah di"bagi sesuai dengan asal mereka masing-masing sehingga dengan demikian maka mereka akan dapat bekerja sama dengan baik. Namun dalam keseluruhan pasukan Mataram itu benar-benar telah mengepung halaman istana. Sementara di pintu-pintu ger"bang telah terjadi pemusatan-pemusatan pasukan yang akan memecahkan dinding halaman.
Tetapi pasukan Pajangpun telah mengadakan pemusatan-pemusatan diatas dan diseputar regol. Mereka telah siap dengan segala macam senjata lontar. Bukan saja anak panah dan lem"bing, tetapi pasukan pengawal khusus telah siap dengan pisau-pisau-pisau kecil mereka yang dapat mereka lontarkan dengan daya bidik yang tidak akan pernah meleset dari sasaran yang dikehendaki.
Ketika pasukan Mataram telah mulai membentur dinding dan pintu gerbang maka pertempuranpun telah mulai. Anak pa"nah berterbangan ke kedua arah. Demikian pula lembing yang tajam. Sementara para prajurit dari pasukan pengawal khusus telah siap untuk melakukan tugas mereka dengan satu pegangan bahwa tidak ada pasukan manapun juga yang mampu menem"bus pertahanannya,
Sejenak kemudian maka pertempuranpun telah membakar setiap jengkal tanah dan dinding halaman. Namun tekanan dan pertahanan yang terberat berada di sekitar pintu-pintu gerbang.
Para prajurit dan pasukan Pengawal Khusus benar-benar me"miliki daya tempur yang sangat besar.
Dengan demikian maka pasukan Mataram telah mengalami kesulitan untuk memecahkan gapura-gapura yang ada didinding halaman itu. Satupun diantara gapura yang ada diampat arah itu tidak dapat didekatinya. Gelondong kayu yang besar yang sudah diangkat dan siap dibenturkan kepintu gerbang telah kan"das karena pertahanan yang tidak tertembus. Hujan anak panah dan lembing yang dilontarkan oleh para prajurit dari pasukan khusus tidak dilakukan sebagaimana prajurit-prajurit yang lain. Prajurit-prajurit yang lain sekedar hanya melontarkan anak pa"nah dan lembing kearah pasukan Mataram. Tetapi para prajurit dari pasukan khusus benar-benar telah membidik. Mereka yang melindungi dirinya dengan persiapan masih juga dapat dikenai nya. Jika yang nampak adalah sikunya, maka sikunyalah yang terkena anak panah. Sedangkan jika yang masih nampak adalah jari-jari kakinya, maka jari-jari kakinya itulah yang terkena anak panah. Bahkan semakin dekat, yang menyusup diantara perisai-perisai itu bukan saja anak panah dan lembing, tetapi ju"ga pisau-pisau kecil mereka.
Dengan demikian maka pasukan Mataram menjadi sema"kin berhati-hati. Selapis pasukannya yang melindungi kawan-kawannya dengan anak panah seakan-akan tidak berarti apa-apa. Bahkan para prajurit dari pasukan khusus Pajang itu ada yang sempat berdiri diatas dinding, sambil berteriak " Marilah orang-orang Mataram. Apa yang dapat kau lakukan dengan permainanmu yang buruk itu" Berapa orang kawanmu yang akan kau korbankan dimuka pintu gerbang ini he?"
Para Senapati dari Mataram menjadi berdebar-debar. Na"mun dalam pada itu, pasukan khusus Mataram yang berada di Tanah Perdikan Menoreh telah mengambil sikap. Terdengar Ki Lurah Branjangan sendiri meneriakkan aba-aba " Pasang gelar kura-kura."
Sekelompok pasukan khusus yang bersenjata perisai telah berkumpul. Dengan cepat mereka telah memasang satu gelar yang terlalu khusus. Gelar yang tidak banyak dikenal, tetapi seolah-olah secara khusus telah dikembangkan oleh pasukan khusus Mataram di Tanah Perdikan Menoreh.
Gelar itu kemudian merupakan bentuk yang sangat tertu"tup. Yang nampak adalah perisai-perisai yang besar yang saling berhubungan rapat, sehingga tidak ada selubang jarumpun yang akan dapat disusupi oleh anak panah dan bahkan pisau-pisau kecil.
Sementara itu didalam gelar itu, telah bersembunyi seke"lompok orang yang membawa gelondong kayu yang besar dan panjang yang akan mereka benturkan pada pintu gerbang.
Gerakan yang aneh itu telah membuat pasukan pengawal khusus dari Pajang menjadi marah. Mereka tidak lagi menghu"jani pasukan yang mempergunakan gelar yang aneh itu dengan anak panah dan lembing, bahkan pisau-pisau kecil. Tetapi me"reka kemudian menyerang gelar itu dengan batu-batu besar yang digulingkan di bibir dinding diatas regol.
Para prajurit dari pasukan khusus mencoba bertahan. Se"mentara didalam gelar itu telah terjadi gerakan-gerakan yang keras karena sekelompok prajurit mencoba memecahkan ger"bang-gerbang dengan gelombang kayu, betapapun sulitnya, ka"rena ruang gerak yang sangat sempit.
Namun dalam pada itu, ternyata seorang Senapati dari pa"sukan pengawal itu melihat, betapa pasukan Mataram telah mempergunakan gelar yang aneh. Karena itu, maka merekapun harus melawan gelar itu dengan cara yang khusus pula.
Yang kemudian berdiri diatas gerbang itu adalah Ki Tu"menggung Wiladipa sendiri. Dengan wajah yang merah mena"han kemarahan yang menghentak-hentak di dadanya, iapun berkata kepada Senapati pasukan pengawal khusus jika kalian tidak dapat memecahkan gelar itu.
" Bagaimana pendapat Ki Tumenggung" " bertanya Se"napati itu.
" Kalian memiliki kemampuan diatas orang kebanyakan. Marilah bersama aku memecahkan gelar yang gila itu " jawab Ki Tumenggung.
Senapati itu termangu-mangu. Namun kemudian katanya " Baik Ki Tumenggung Marilah. Kita pecahkan gelar yang gila itu."
Ki Tumenggung Wiladipapun kemudian mengambil anak panah dan busurnya, sebagaimana dilakukan oleh Senapati itu. Dengan wajah yang tegang Senapati itu berkata " Mudah-mu"dahan aku memiliki kekuatan sebagaimana dimiliki oleh Ki Tu"menggung meskipun barangkali berbeda bentuknya.
" Jika kau tidak mampu memecahkan gelar itu, maka sebaiknya kau meletakkan jabatanmu " berkata Ki Tumenggung.
Sejenak kemudian maka Ki Tumenggung Wiladipa itupun telah melontarkan satu diantara anak panahnya. Ternyata aki"batnya sangat mengejutkan. Sentuhan anak panah itu pada per"isai pasukan khusus Mataram, telah melontarkan bunga api yang memercik kesegala penjuru. Ternyata bahwa yang nampak itu hanya sekedar salah satu akibat saja dari benturan anak pa"nah yang dilontarkan oleh Ki Tumenggung Wiladipa. Akibat yang lain, yang ternyata sangat menentukan adalah kekuatan il"mu Ki Tumenggung yang menjalar lewat anak panah yang di"lontarkan dan kemudian menusuk kedalam perisai prajurit Ma"taram dari pasukan khusus itu. Perisai baja itu rasa-rasanya ba"gaikan telah dipanggang diatas bara. Perlahan-lahan perisai itu menjadi panas.
Akibat itu memang sangat mengejutkan. Tetapi pada satu la"pis tertentu kenaikan panas itupun berhenti. Prajurit yang me"megang perisai itupun menarik nafas dalam-dalam. Ia merasa masih mampu mengatasi panah itu dengan daya tahan tubuh"nya.
Namun yang tidak diduga-duga, sekali lagi anak panah Ki Tumenggung Wiladipa mengenai perisai itu. Dengan demikian maka panas sudah hampir menurun itu telah meningkat sema"kin tinggi.
" Gila " geram prajurit itu " panas ini tidak tertahan kan
lagi. " Ada apa" " bertanya kawannya.
Namun ternyata bahwa anak panah Ki Tumenggung telah mengenai dua tiga perisai yang lain. Setiap kali bidikannya diu"langi Dan ternyata bahwa Ki Tumenggung tidak pernah salah membidik perisai yang telah pernah disentuh oleh anak panah"nya.
Sementara Senapati pasukan pengawal khusus Pajang itu mempergunakan anak panah pula untuk menggugurkan gelar lawannya. Dengan menghentakkan ilmunya. Senapati itu telah melontarkan anak panahnya. Akibat yang timbul memang ber"beda. Anak panah itu tidak membuat perisai lawannya menjadi panas. Tetapi perisai itu bergetar dengan kerasnya seolah-olah segumpal batu hitam yang runtuh dari lereng bukit telah menim"panya.
Prajurit yang perisainya terkena anak panah Senapati itu mengaduh. Dengan nada keheranan ia berkata " Gila. Batu se"besar apakah yang telah dilemparkan keperisaiku."
Namun kawannya tidak sempat menjawab, karena anak panah berikutnya telah mengenai perisai kawannya itu.
Dengan demikian, maka gelar kura-kura yang aneh itu menjadi goncang. Beberapa orang menjadi sakit karena gon-cangan kekuatan yang tidak tertahankan.
Pemimpin dari gelar itu semula tidak menyadari apa yang terjadi. Tetapi ketika gelarnya menjadi rusak maka iapun telah meneriakkan aba-aba, agar pasukannya itu ditarik undur.
Gelar kura-kura yang aneh itupun kemudian bergerak mun"dur. Bahkan sebagian dari mereka terpaksa tertinggal, karena pada saat-saat yang sulit, anak panah lawannya berhasil menge"nainya. Bukan anak panah Ki Tumenggung dan Senapati yang mampu menggetarkan perisai pasukan khusus Mataram itu mundur, tetapi anak panah dari para pengawal yang mengejar saat-saat pasukan Mataram ditarik.
Ki Lurah yang melihat gelarnya itu mundur, telah memang"gil pemimpin gelar itu. Namun kemudian dari beberapa orang prajuritnya Ki Lurah mengetahui apa yang telah terjadi. .
" Gila " geram Ki Lurah " tetapi kita tidak boleh gagal lagi."
Namun dalam pada itu, mataharipun telah melewati pun"caknya. Pasukan Mataram yang terdiri dari para pengawal Ta"nah Perdikan Menoreh dan para pengawal dari Sangkal Putung-pun tidak mampu memecahkan pintu gerbang disisi yang lain.
Untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Maka Ki Lu-rahpun segera memanggil beberapa orang Senapati terpenting, Untara. Ki Gede Menoreh, Swandaru dari unsur yang berbeda serta Agung Sedayu.
" Para senapati Pajang telah mempergunakan ilmu yang sangat tinggi " berkata Ki Lurah.
" Tetapi kita tidak boleh berputus asa " berkata Swanda"ru " pasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh, hampir saja berhasil memecahkan pintu gerbang."
" Kita memang tidak akan berhenti " berkata Ki Lurah " tetapi yang terjadi itu mudah-mudahan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi langkah-langkah kita selanjutnya."
" Kita harus memanfaatkan kemampuannya yang me"lebihi kemampuan orang kebanyakan " berkata Ki Gede.
" Kita habiskan hari ini " berkata Agung Sedayu " jika kita gagal, kita pertimbangkan cara-cara yang akan kita tempuh esok."
" Kita biarkan anak-anak kita menjadi sasaran anak pa"nah dari pembidik-pembidik tepat dari Pajang dan Demak" " bertanya Ki Lurah.
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Pertanyaan itu memang masuk akal. Namun kesulitan jawabnya " Kita harus berhati-hati. Kita berusaha untuk memanfaatkan perisai sebaik-baiknya Tidak semua orang Pajang dan Demak mampu memba"kar perisai dan menggetarkan lengan orang-orang Mataram. Sementara itu para pembidik tepat kitapun akan ikut membantu mereka. Jika terpaksa, maka kita akan mengambil jarak dari para pemimpin mereka yang tentu berada di gerbang induk. Aku yakin hanya satu dua diantara pemimpin-pemimpin mere"ka sajalah yang mampu berbuat demikian. "
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Sementara Swandaru berkata " Aku masih akan mencoba. Aku kira kita akan dapat berbicara nanti setelah pertempuran ini diakhiri un"tuk hari ini. "
Ki Lurah masih mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Tetapi jangan lengah. Kita berhadapan dengan ilmu yang tinggi. Bukan saja dalam gelar perang, tetapi secara pribadi mereka memiliki kekuatan yang sulit untuk dilawan. "
Sementara itu, maka Swandaru dan Ki Gedepun segera kembali ke pasukan masing-masing. Sedangkan Agung Sedayu untuk sejenak masih berada bersama Ki Lurah.
Dengan nada ragu Ki Lurah bertanya kepada Agung Seda"yu " Bagaimana dengan Kiai Gringsing" "
" Guru ada disini Ki Lurah. Tetapi guru pernah berkata kepadaku bahwa guru sudah waktunya untuk mulai menyingkir dari arena seperti ini. Meskipun tidak dengan serta merta. " jawab Agung Sedayu " namun jika keadaan memang memaksa , mungkin aku akan dapat menanyakan kepada guru, setidak-tidaknya guru akan dapat memberikan petunjuk untuk menga"tasinya."
Ki Lurah mengangguk-angguk. Ia memang sudah mende"ngar niat Kiai Gringsing untuk tidak melibatkan diri lagi dalam persoalan-persoalan seperti yang terjadi saat ini. Namun baik Agung Sedayu maupun orang-orang lain tidak tahu apa yang sebenarnya tersirat dihati Kyai Gringsing. Kecuali ia memang ingin perlahan-lahan menarik diri dan mulai dengan satu kehi"dupan yang menjurus dihari-hari tuanya, maka ia ingin men"dorong agar Agung Sedayu lebih cepat untuk berusaha meng"gantikan tempatnya. Menurut pengamatan Kiai Gringsing, ilmu yang ada pada diri Agung Sedayu, baik kedalamannya maupun jenisnya, sudah pantas baginya untuk tampil menggantikannya. Hanya dalam keadaan tertentu saja, maka ia dapat keluar dari padepokan yang akan menjadi tempat tinggalnya.
" Aku memang sudah terlalu tua " berkata Kiai Gring"sing kepada diri sendiri " jika aku tidak mulai mendorong yang muda untuk menggantikan kedudukan orang-orang tua seperti aku, maka pada suatu saat akan terjadi kekosongan yang ber"bahaya. "
Dalam pada itu, maka Agung Sedayupun kemudian minta diri kepada Ki Lurah untuk sekali lagi mengamati medan. Ia masih akan berusaha untuk mencari pemecahan dari persoalan yang dihadapi oleh pasukan Mataram.
Ia tidak ingin segera menyampaikan persoalan itu kepada gurunya. Hanya jika sudah tidak ada jalan lain, maka ia akan minta petunjuk apa yang sebaiknya dilakukannya.
Bersama Ki Lurah Branjangan, maka Agung Sedayupun kembali kemedan. Namun dengan tujuan yang berbeda. Ki Lu"rah berusaha untuk dapat melihat kemungkinan-kemungkinan lain- di pintu gerbang-pintu gerbang samping. Mungkin dapat ditemukan jalan untuk memecahkan pintu gerbang itu. Tetapi jika ia mempergunakan gelar kura-kura, maka tentu akan teru"lang lagi kegagalan yang baru saja terjadi dipintu gerbang uta"ma.
Sementara itu, Agung Sedayu telah berada dipintu gerbang Utama. Untara telah menenggelamkan diri kedalam pasukan"nya. Namun Pasukan Mataram benar-benar menemui kesulitan, sehingga hal itu mereka masih belum berhasil memecahkan pin"tu gerbang yang manapun:
Disisi lain. Swandaru berusaha untuk dapat memecahkan pintu gerbang dengan cambuknya. Ia telah minta sebuah perisai kepada seseorang pengawal. Dengan perisai ditangan kiri untuk melindungi dirinya dari lontaran lembing dan anak panah,
maka ia mencoba untuk memecahkan pintu gerbang itu.
Ledakan cambuknya memang mengejutkan seluruh medan disatu sisi. Para prajurit Pajang dan Demak terkejut mende"ngarnya. Bukan merekapun menjadi berdebar-debar ketika mereka melihat seseorang berusaha memecahkan pintu gerbang dengan sehelai cambuk.
Namun ternyata usaha Swandaru tidak segera berhasil. Meskipun pintu gerbang itu bergetar, tetapi ternyata bahwa pin"tu gerbang itu benar-benar kokoh, sehingga cambuk Swandaru tidak dapat mematahkan selaraknya dibagian dalam.
Sementara itu, maka serangan prajurit Pajang dan Demak seluruhnya seakan-akan terpusat kepada Swandaru. Meskipun sekelompok pengawalnya telah melindunginya dengan lontaran anak panah dan lembing, namun ternyata bahwa Swandaru ti"dak dapat dapat bertahan terlalu lama. Ketika kakinya dan lengannya tergores ujung anak panah dan kemudian berdarah, maka iapun mengumpat sambil bergeser mundur. Ternyata bah"wa perisai yang dibawanya tidak dapat melindungi seluruh tubuhnya.
" Gila " geram Swandaru kemudian sambil mengusapi luka-lukanya dengan obat pemampat darah " kita harus mene"mukan satu cara untuk memecahkan pintu gerbang itu. "
Tetapi bagaimanapun juga, Swandaru masih mempunyai pertimbangan bahwa ia harus berusaha namun dengan tidak memberikan korban yang tidak diperhitungkan.
Disisi lain, pasukan Tanah Perdikan Menorehpun tidak berhasil memecahkan pintu gerbang. Namun Ki Gede tidak dibakar oleh gelonjak perasaan yang melonjak-lonjak. Karena itu, maka ia memang tidak ingin dengan tergesa-gesa memecah"kan pintu gerbang itu tanpa menghiraukan kemungkinan yang buruk yang dapat terjadi atas pasukannya.
Dipintu gerbang utama. Agung Sedayu berdiri termangu mangu dibelakang pasukan yang sedang bertempur dengan anak panah dan lembing.
Namun sejenak kemudian, maka Agung Sedayupun telah berkisar. Ia tidak lagi merenungi pintu gerbang utama. Tetapi ia merenungi pintu gerbang samping yang sedang bertahan mela"wan pasukan Tanah Perdikan Menoreh.
Untuk beberapa saat Agung Sedayu termangu-mangu. Namun menurut perhitungannya, pintu gerbang samping yang lainpun tidak akan banyak berbeda dengan pintu gerbang yang sedang direnunginya itu.
" Pasukan pengawal khusus memang memiliki kemampu"an yang luar biasa " desis Agung Sedayu " agaknya jika ter"jadi benturan pasukan seandainya Mataram berhasil memecah pintu gerbang, maka Mataram harus benar-benar mengerahkan segenap kemampuan yang mungkin dapat dituangkan didalam pertempuran itu.
Untuk beberapa saat Agung Sedayu masih tetap berdiri ter-mangu-mangu tanpa berbuat sesuatu. Sementara itu, langitpun menjadi semakin buram, karena matahari menjadi semakin ren"dah.
Tiba-tiba saja Agung Sedayu bergeser. Dimintanya sebuah busur dari salah seorang pengawal Tanah Perdikan. Selangkah ia maju.
" Beri aku anak panah " berkata Agung Sedayu.
Sejenak kemudian, dilambung Agung Sedayu telah tergan"tung endong dengan segenggam anak panah. Sejenak Agung Sedayu mengawasi para prajurit yang berada di atas dinding. Mereka bukan saja mampu membidik dengan cepat. Tetapi mereka mampu menangkis serangan anak panah dan lembing dengan busurnya.
" Mereka memang terlatih secara khusus " berkata Agung Sedayu didalam hatinya " melampaui pasukan khusus Mataram di Tanah Perdikan Menoreh.
Namun sejenak kemudian Agung Sedayu telah memasang sebuah anak panah. Ketika ia siap menarik anak panah itu seo"rang mendekatinya sambil berkata " Tidak ada gunanya. "
" Kenapa" " bertanya Agung Sedayu.
" Kau lihat. Anak panah yang dilontarkan oleh para pengawal Tanah Perdikan ini bagaikan hujan. Tetapi tidak satu-pun dapat mengenai mereka meskipun mereka tidak berperisai " berkata orang itu.
" Sebagian besar tubuhnya terlindung dinding ". jawab Agung Sedayu.
" Mereka mampu menangkis serangan anak panah dengan busurnya. Tidak perlu dengan perisai " jawab orang itu.
Wajah Agung Sedayu berkerut. Satu gejala kemunduran te"kad yang menyala dihati para pengawal Tanah Perdikan. Kare"na itu, maka ia merasa wajib untuk meniupnya kembali.
Sejenak Agung Sedayu termangu-mangu. Namun kemudi"an katanya " Lihatlah. Aku akan membuktikan kepadamu, bahwa mereka tidak memiliki ilmu setinggi sebagaimana kau duga. Tetapi kita sendirilah yang kurang bersungguh-sungguh, sehingga serangan-serangan kita tidak dapat mengenai sasar"an."
Orang ini tidak menjawab. Tetapi ia memang ingin mem"buktikan apa yang dapat dilakukan oleh Agung Sedayu, seorang yang dikenal memiliki kelebihan dari orang kebanyakan. Tetapi sasaran sasaran yang dibidiknya itupun bukan orang kebanyak"an pula.
Sejenak kemudian maka Agung Sedayu telah membidikkan anak panahnya. Dengan nada rendah ia berkata " Orang yang berdiri disisi pilar itu adalah orang yang sangat berbahaya. Aku akan mencoba membidiknya."
" Orang itu hanya kelihatan sebagian kecil dari tubuhnya itu" " bertanya orang yang berada didekat Agung Sedayu " kenapa tidak kau bidik orang yang berdiri dengan sombongnya diatas dinding dan mengibaskan setiap anak panah yang menga"rah kepadanya.
" Orang yang berada di samping pilar itulah yang paling berbahaya diantara mereka " berkata Agung Sedayu.
Sebenarnyalah bahwa ia adalah seorang Senopati dari pasu"kan pengawal khusus. Anak panahnya yang terlontar dari bu"surnya mempunyai daya dorong yang luar biasa. Jika anak panak itu menyentuh kulit betapapun tipisnya, kulit itu seakan-akan telah tergores oleh bara api yang menyala, yang membakar kulit daging sampai ketulang.
Sejenak kemudian maka anak panah Agung Sedayu itupun telah lepas dari busurnya. Demikian cepatnya, melampaui kece"patan anak panah yang dilontarkan oleh orang-orang kebanyak"an.
Orang yang berdiri di sampingnya menjadi keheranan. Meskipun sasarannya sebagian besar tertutup oleh pilar dinding disebelah pintu gerbang, namun anak panah Agung Sedayu sea"kan-akan mempunyai mata pada ujungnya. Anak panah itu meluncur tanpa dapat dicegah oleh siapapun. Tidak mengenai tubuh orang yang-hanya nampak sedikit di samping pilar itu, tetapi justru mengenai tanganya yang memegang busur dan siap melepaskan anak panah.
Orang itu mengaduh. Busurnya terlepas dari tangannya yang telah dikoyak oleh anak panah Agung Sedayu.
Sejenak kemudian orang itu telah hilang dibalik pilar. Orang yang berdiri di samping Agung Sedayu menarik nafas da"lam-dalam. Dengan penuh keheranan ia bertanya " Apakah kau sengaja membidik tangannya dan mengenainya" "
Agung Sedayu tidak menjawab. Tetapi ia telah memasang satu lagi anak panah pada busurnya. Dipandanginya orang yang berdiri diatas dinding istana itu dengan saksama. Seorang praju"rit pengawal yang memiliki ketrampilan yang luar biasa. Ia mampu menangkis anak panah yang meluncur kearahnya de"ngan busurnya. Sementara itu, bidikannya seakan-akan tidak pernah luput dari sasaran, meskipun akibatnya tidak separah bidikan orang yang berada disebelah pilar.
Dengan tajamnya Agung Sedayu mengamati bumbung tem"pat anak panahnya yang tergantung dipinggangnya. Namun Agung Sedayu tidak ingin menyerang dengan tatapan matanya. Ia ingin menunjukkan kepada orang Tanah Perdikan Menoreh itu, bahwa anak panah merekapun sebenarnya masih sangat berguna.
Buku 195 BEBERAPA saat lamanya Agung Sedayu masih sem"pat memandangi kesombongan orang itu. Bahkan iapun sempat berteriak-teriak " He, orang Mataram, kerahkan kemampuanmu. Hujani aku dengan semua anak panah orang-orang Mataram. Tidak seujungpun akan dapat menyentuh tubuhku. "
Namun memang sebenarnyalah demikian. Beberapa orang prajurit Mataram telah membidik orang itu bersama-sama. Bahkan anak panah merekapun terlepas hampir bersamaan pula. Tetapi tidak sebuahpun yang dapat mengenainya. Dengan tangkasnya orang itu mengibaskan busurnya dan anak panah yang meluncur berurutan ke-arahnya itupun telah berjatuhan disekitarnya.
" Nah, kau lihat " berkata orang Tanah Perdikan Menoreh itu kepada Agung Sedayu.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Orang itu memang luar biasa. Tetapi iapun tidak akan dapat mem"balas dengan anak panahnya terhadap orang-orang Mataram. "
" Kenapa" " bertanya orang Tanah Perdikan itu. Namun kemudian " lihat, ia sempat membidik dan mele"paskan anak panah. "
" Tetapi jarang sekali. Ia lebih banyak memper"gunakan busurnya untuk menangkis. Tidak untuk mele"paskan anak panahnya " jawab Agung Sedayu.
" Tetapi kawan-kawannyalah yang melontarkan anak panah " berkata orang Tanah Perdikan itu
Agung Sedayu tersenyum. Kkatanya ia akan kehi"langan bumbung anak panahnya. "
" Bagaimana mungkin " sahut orang itu.
Agung Sedayu tidak menjawab. Tetapi iapun telah memasang anak panah pada busurnya. Sementara itu orang yang sombong itu masih saja dengan tangkasnya menang"kis setiap serangan.
Namun adalah diluar dugaannya, bahwa tiba-tiba saja sebatang anak panah meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi. Namun orang itu tidak kalah cepatnya. Ia menangkis serangan anak panah itu, sehingga telah terjadi benturan antara anak panah yang meluncur itu dengan busurnya.
Tetapi yang terjadi adalah diluar perhitungannya. Bukan anak panah itu yang berhasil dikibaskannya. Tetapi justru busurnyalah yang terlepas dari tangannya meskipun anak panah itu tidak mengenai tangannya.
" Gila " orang itu berteriak. Namun tangannya terasa sakit sekali. Apalagi sebelum ia menyadari keadaan sepe"nuhnya, sekali lagi seperti lidah api dilangit. sebuah anak panah menyambarnya. Tidak pada tubuhnya, tetapi pada tali bumbung anak panahnya yang tersangkut dilambung.
Tali bumbung itupun terputus. Bumbung yang berisi anak panah itu telah terlepas dan jatuh terguling ditanah. Anak panah yang ada didalam bumbung itu telah berse"rakan berhamburan.
" Siapa yang bermain dengan ilmu iblis ini" " orang itu mengumpat geram.
Tetapi iapun harus dengun serta merta mencabut pedangnya ketika anak panah orang-orang Mataram telah menghujaninya. Bahkan ketika orang orang Mataram meli"hat keadaannya, tiba-tiba saja terdengar mereka bersorak " Pergi, atau kau mau mati?"
Tetapi orang itu tidak mau pergi. Dengan pedangnya ia menangkis serangan-serangan yang masih saja datang berurutan tidak henti-hentinya. Orang-orang Mataram yang melihat orang itu kehilangan busur dan bumbung tem"pat anak panahnya, menjadi semakin bernafsu untuk mengenainya atau setidak-tidaknya mengusirnya dari atas dinding dengan memamerkan kesombongannya itu.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun ternyata bahwa dengan pedangnya orang itu berhasil menangkis setiap serangan, sehingga sebagaimana ia mempergunakan busur, maka tidak sebatang anak panahpun yang dapat mengenainya.
Dalam pada itu, ternyata Agung Sedayu tidak tinggal diam. Sejenak kemudian, maka iapun telah menarik lagi sebatang anak panah dan memasangnya pada busurnya.
Orang Tanah Perdikan Menoreh yang berdiri disam-pingnya itupun bergumam " Sekarang aku yakin. Bahwa Agung Sedayu memang memiliki apa saja yang tidak dapat dibayangkan oleh orang lain. "
" Ah, jangan begitu " jawab Agung Sedayu " semua orang dapat melakukannya. "
" Sekarang apa yang akan kau lakukan" Kenapa kau tidak membidik saja dadanya" Bukankah itu jauh lebih mudah daripada membidik tali bumbung" " bertanya orang itu.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Aku ingin melemparkan pedangnya. "
" Bagus " orang itu menjadi gembira " biarlah ia mengerti, bahwa ia bukan orang yang paling sakti didunia ini. "
" Tetapi apakah kau untuk seterusnya hanya akan menunggui aku saja sementara orang-orang lain berusaha untuk menyerang orang-orang Pajang" " bertanya Agung Sedayu.
" Sebentar lagi pertempuran akan diakhiri. Aku ingin melihat bagaimana kau menjatuhkan pedangnya. " jawab orang itu.
Agung Sedayu tersenyum. Namun ia menjawab " Jangan kau anggap bahwa aku akan selalu berhasil. Tetapi aku akan mencobanya. "
Orang itu tidak menjawab, Ia ingin segera melihat, bagaimana pedang itu terlempar dari tangan orang yang sombong diatas dinding itu.
Agung Sedayupun kemudian menarik tali busurnya sambil membidik. Ternyata bahwa kemampuan membidik Agung Sedayu tidak susut. Kurnia yang diterima sejak muda itu, menjadi semakin masak.
Sejenak kemudian, maka Agung Sedayu telah mele"paskan tali busurnya. Anak panahnya terbang dengan kece"patan yang hampir tidak dapat diikuti oleh tatapan mata biasa. Namun anak panah itu tidak sekedar didorong oleh kekuatan wajarnya.
Orang yang sombong itu jantungnya sekali lagi ber"getar. Tetapi ia masih berusaha untuk menangkis serangan anak panah yang mendebarkan itu.
Sebuah benturan lagi telah terjadi. Pedang orang itu telah menyentuh anak panah Agung Sedayu.
Terdengar orang itu mengaduh perlahan. Tangannya terasa menjadi nyeri dan hampir saja pedangnya itu ter"lepas. Namun dengan susah payah orang itu masih berhasil menguasai pedangnya yang hampir saja terlepas itu.
Tetapi dalam kesibukannya mempertahankan pedang"nya, ia tidak sempat menghindari sebuah anak panah lagi yang meluncur. Cepat dan keras sekali. Tepat mengenai daun pedangnya.
Usahanya sama sekali tidak berhasil untuk memper"tahankan pedang itu. Kulit telapak tangannya terasa bagai"kan terkelupas ketika pedang itu terloncat dari genggaman"nya dan jatuh ditanah.
Orang itu masih mendengar kawannya yang berdiri dibawahnya mengumpat karena pedang itu hampir saja menghunjam di ubun-ubunnya.
Orang yang sombong, yang telah kehilangan busur dan pedangnya itu tidak dapat mempertahankan kesom"bongannya. Ketika beberapa anak panah meluncur lagi kearahnya, maka dengan tergesa-gesa orang itupun segera bergeser dan bersembunyi dibalik dinding. Ketika kemu"dian sambil menyeringai kesakitan ia perlahan-lahan turun, maka kawannya yang hampir saja terkena pedangnya menyambutnya dengan umpatan-umpatan " Kau tidak berhati-hati. Pedangmu hampir saja membunuhku. "
" Aku tidak sengaja melepaskannya " jawab orang
itu. " Aku mengerti. Tidak ada seorangpun yang dengan sengaja melepaskan senjatanya. Tetapi itu adalah per"tanda bahwa kau tidak berhati-hati. " geram kawannya.
" Kekuatan yang tidak terlawan telah merenggut pedangku setelah mula-mula busur dan bumbung anak panahku. " berkata orang yang kehilangan senjatanya itu.
" Bukankah kau pengawal khusus di Pajang ini" Bagaimana mungkin kau dapat kehilangan semua senjata"mu seperti itu" " bertanya kawannya.
" Naiklah. Gantikan tempatku, baru kau akan tahu jawabnya " berkata orang yang kehilangan senjatanya itu.
Tetapi kawannya itu mengangkat wajahnya. Langit sudah menjadi semakin suram dan matahari sebentar lagi akan tenggelam dibawah cakrawala. Karena itu, maka kawannya itupun menjawab " Besok aku akan mela"kukannya sebagai seorang pengawal khusus di Pajang. Aku ingin membuktikan kepada orang Mataram, bahwa mereka tidak dapat mempermainkan para prajurit dari pasukan pengawal khusus. "
Sebenarnyalah maka pertempuran itupun sebentar kemudian telah berakhir. Pasukan Mataram hari itu gagal memperoleh kemenangan dengan memasuki lingkungan halaman istana. Tidak sebuahpun dari ampat pintu gerbang diampat penjuru yang mampu dipecahkan oleh unsur-unsur pasukan Mataram.
Ketika terdengar isyarat, maka dengan kecewa Mata"ram telah menarik pasukannya. Hari itu Mataram hanya menyerahkan korban-korbannya saja. Namun Mataram tidak berhasil memasuki halaman istana Pajang.
Sementara itu, maka orang-orang Pajang dan Demak dengan bangga melaporkan kepada Kangjeng Adipati, bahwa orang-orang Mataram tidak banyak dapat berbuat menghadapi pasukan Pajang dan Demak terutama dari pasukan pengawal khusus.
" Terima kasih " berkata Kangjeng Adipati " kalian harus dapat berbuat yang sama esok pagi. "
" Jangan cemas Kangjeng Adipati " berkata Ki Tumenggung Wiladipa " betapapun tinggi ilmu orang-orang Mataram, bahkan seandainya Panembahan Senapati sendiri yang datang ke Pajang, namun mereka tidak akan dapat menembus pertahanan pasukan pengawal khusus. Betapa cerdiknya pula akal orang-orang Mataram, tetapi kemampuan dan ilmu para pengawal yang tinggi, akan dapat memecahkan kecerdikan mereka. "
Ki Tumenggungpun sempat pula menceritakan satu gelar yang khusus. Bahkan aneh menurut pengertian orang-orang Pajang terutama orang Demak. Kecerdikan orang-orang Mataram mampu melahirkan sebuah gelar yang mampu melindungi setiap orang didalam gelar itu dengan perisai.
" Tetapi gelar itu tentu merupakan gelar yang kecil sa"ja " berkata Adipati Pajang.
" Tidak terlalu kecil " jawab Ki Tumenggung Wila"dipa " tetapi gelar itu sangat berbahaya. Namun kemam"puan para perwira pada pasukan pengawal khusus mampu memecahkan gelar itu dengan ilmu yang seakan-akan dapat menyerap kekuatan api dan memanasi perisai yang dapat dikenai oleh anak panahnya. Sedangkan yang lain bagaikan tertimpa batu-batu hitam yang runtuh dari lereng per"bukitan. "
Kangjeng Adipati mengangguk-angguk. Ia percaya kepada keterangan Ki Tumenggung Wiladipa, karena pada suatu saat Kangjeng Adipati memang pernah melihat kele"bihan Ki Tumenggung dan para perwira pasukan pengawal.
Namun bagaimanapun juga, sebenarnyalah Kangjeng Adipati tidak dapat sepenuhnya melepaskan kege"lisahannya. Meskipun ia percaya bahwa Ki Tumenggung
Wiladipa memiliki kelebihan, demikian juga beberapa orang perwira yang lain dari pasukan pengawal khusus, namun Kangjeng Adipatipun tidak dapat mengingkari satu kenya"taan bahwa Matarampun memiliki beberapa orang Senapati yang berilmu tinggi, sehingga jika para Senapati itu kemu"dian bersama-sama mengerahkan kemampuan mereka, maka kekuatan itu agaknya tidak akan dapat diabaikan.
Tetapi Kangjeng Adipati tidak ingin mengecewakan Ki Tumenggung Wiladipa. Meskipun demikian, Ki Tumeng-gungpun sempat juga memperingatkan agar pasukan pengawal khusus itu selalu berhati-hati.
" Jangan menjadi lengah " berkata Kangjeng Adipati.
" Hamba Kangjeng Adipati " jawab Ki Tumenggung " kami akan berjuang sejauh dapat kami lakukan untuk mempertahankan kemandirian Pajang. "
Kanjeng Adipatipun kemudian kembali keruang dalam diikuti oleh beberapa pengawal terpilih. Sementara Ki Tumenggung Wiladipa masih mengadakan beberapa pembicaraan penting dengan para Senapati.
Sementara itu, para pemimpin prajurit Mataram pun telah mengadakan pembicaraan. Mereka berusaha untuk menemukan jalan, apakah yang sebaiknya dilakukan untuk memecahkan perlawanan orang-orang Pajang dan Demak.
" Mereka adalah orang-orang yang berilmu tinggi " berkata Ki Lurah Branjangan " mereka telah memecahkan gelar kebanggaan pasukan khusus Mataram "
" Tetapi itu belum menjadi ukuran kita sama sekali tidak akan dapat mematahkan perlawanan orang-orang Pa"jang " Jawab Untara.
" Tentu kita semua berpendapat demikian. Tetapi bagaimana kita dapat melakukannya " sahut Ki Lurah.
" Kita tentu memiliki beberapa orang yang berilmu " berkata Untara " kita yakin bahwa mereka akan dapat membantu memecahkan persoalannya. Orang-orang Pajang dan Demak telah mempergunakan para perwira yang beril"mu tinggi untuk memecahkan gelar yang mengejutkan.
yang sebenarnya merupakan gelar yang sangat baik untuk dipergunakan. Tetapi para perwira yang berilmu tinggi itu mampu memecahkannya. "
Kita memang mempunyai beberapa orang yang berilmu tinggi " berkata Ki Lurah " tetapi mereka dapat menun"jukkan kelebihannya jika mereka telah berhadapan dengan lawan dan bertempur beradu dada. "
Namun dalam pada itu, tiba-tiba seorang Senapati berkata " Agung Sedayu mempunyai kemampuan bidik yang luar biasa. "
Ki Lurah mengerutkan keningnya. Sementara itu, Ki Gede Menorehpun membenarkan " Ya. Agung Sedayu memang memiliki kemampuan bidik yang sangat tinggi. Tetapi apa artinya seorang diantara kita. "
" Tentu tidak hanya seorang " jawab Ki Lurah " kita akan mengumpulkan orang-orang yang memiliki ilmu bidik yang tinggi. Kita akan menempatkan mereka didepan pintu gerbang utama. Mereka harus melindungi orang-orang yang besok akan memecahkan pintu gerbang "
" Tetapi yang diperlukan bukan sekedar orang-orang yang mempunyai kemampuan bidik yang tinggi dan pema"nah yang tepat, karena Pajang mempunyai orang-orang yang memiliki kemampuan menangkis serangan-serangan anak panah dengan busurnya " berkata seorang Senapati.
" Itu tentu tidak banyak jumlahnya " berkata Ki Lurah " meskipun demikian, orang-orang seperti itu dapat diserahkan kepada orang khusus. "
" Kepada Agung Sedayu " berkata Senapati itu.
" Ya. Mungkin Agung Sedayu " jawab Ki Lurah.
Namun sementara itu Swandaru berguman diteliga. seorang pemimpin pengawal Sangkal Putung " Kakang Agung Sedayu adalah seorang pembidik yang luar biasa. Ia dapat mengenai sasaran yang bergerak. Tetapi aku tidak tahu, apakah ia dapat mengatasi orang-orang berilmu seper"ti yang dikatakan itu. "
" Tetapi menurut pendengaranku, Agung Sedayu
memiliki ilmu yang sangat tinggi " jawab pemimpin penga"wal itu.
" Akupun pernah mendengar, tetapi aku belum pernah membuktikan kelebihannya itu " berkata Swandaru " ia adalah saudara seperguruanku. Seharusnya aku tahu lebih banyak tentang dirinya daripada orang lain. "
" Tetapi mungkin akan dapat juga dicoba " berkata pemimpin pengawal itu.
" Besok, jika keadaan memungkinkan, aku akan meli"hat, apa yang dapat dilakukan oleh kakang Agung Sedayu " berkata Swandaru " tetapi aku berharap justru pasukan pengawal Sangkal Putunglah yang pertama-tama dapat memecahkan pintu gerbang itu. "
Mudah-mudahan " jawab pemimpin pengawal itu " tetapi sudah tentu bahwa kita tidak akan mengorbankan orang terlalu banyak. "
Dalam pada itu, beberapa orang pemimpin Mataram telah mengemukakan banyak pendapat. Ada yang berpendapat, sebaiknya dipergunakan saja pedati. Pada pedati itu dibuat dinding yang cukup lebar dan tinggi. Peda"ti itulah yang akan didorong dan dibenturkan pada pintu gerbang.
Sedangkan Senapati yang lain menambahkan " Kita tempatkan sebatang balok kayu yang besar dan panjang, yang hari ini gagal kita angkat dan kita benturkan pada pin"tu gerbang. "
Beberapa orang sependapat untuk mempergunakan pedati dengan perisai raksasa. Perisai yang dibuat dari anyaman bambu utuh yang rapat. Atau dengan kayu.
Tetapi bagaimana dengan lembu penarik pedati itu" " bertanya salah seorang diantara para Senapati.
" Tidak dipergunakan lembu " jawab Senapati yang mengusulkan penggunaan pedati itu " pedati itu akan berjalan mundur didorong oleh para prajurit yang dilindungi oleh perisai raksasa itu.
" Kalau begitu, kita memerlukan waktu " berkata
Senapati yang lain. " Ya. Sehari besok kita siapkan perisai raksasa itu. " jawab Senapati yang mempunyai gagasan tentang pedati dan perisai raksasa yang disetujui oleh banyak diantara kawan-kawannya.
Namun sementara itu, para Senapati itu sudah tentu akan berusaha mengguncang dan menghancurkan perisai yang akan dibuat dari bambu utuh itu dengan kekuatan ilmunya. Karena itu, beberapa orang pemimpin Mataram dimohon untuk melindunginya dengan cara yang sama.
" Ilmu itu harus dilawan dengan ilmu yang seimbang " berkata Senapati itu.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Ia akan minta beberapa orang untuk berada di gerbang utama itu. Tetapi pada umumnya, kelebihan para pemimpin pasukan Mataram adalah pada benturan langsung.
Karena rencana mereka dengan perisai-perisai itu, maka Mataram memutuskan bahwa sehari besok mereka tidak akan bersungguh-sungguh untuk bertempur. Karena kega"galan dihari pertama, maka mereka merasa lebih baik me"nunggu rencana mereka untuk mempergunakan perisai rak"sasa itu, yang ternyata para Senapati itu ingin membuat tidak hanya sebuah.
Tetapi dalam pada itu, Untara berkata " Baiklah. Batasan waktu yang kita berikan adalah besok lusa. Tetapi bukan berarti bahwa besok kita akan mengendorkan pertempuran. Kita harus memaksakan ketegangan kepada orang-orang Pajang dan Demak. Jadi bukan kita saja yang menjadi tegang dan gelisah. "
Ki Lurah Branjangan menyetujui. Namun dengan pesan " jangan mengorbankan orang-orang kita dengan sia-sia. Jika pertempuran itu kita perkirakan akan menjadi pertempuran berjarak dengan panah dan lembing, maka pasukan yang berperisailah yang harus berada dipaling depan, diantara pasukan panah dan lembing itu sendiri. "
Para Senapati mengangguk-angguk. Namun nampak"nya Mataram sendiri tidak begitu bergairah untuk bertem"pur dikeesokan harinya justru setelah mereka melahirkan gagasan untuk membuat perisai-perisai raksasa sehingga akan memungkinkan mereka mendekati gerbang dan din"ding istana.
Tetapi ketika pertempuran itu berakhir dan para Senapati itu akan kembali ke kesatuan masing-masing, maka sekali lagi Untara masih minta kepada Ki Lurah, agar semua pasukan tetap diperintahkan untuk berada dalam kesiagaan tertinggi.
" Ada dua kemungkinan " berkata Untara " anak-anak kita akan kehilangan gairah pertempurannya untuk selanjutnya, atau dalam keadaan yang kurang bersiaga itu justru pasukan Pajang dan Demaklah yang keluar dari pin"tu gerbang untuk menghancurkan kita. "
" Peringatan itu wajib mendapat perhatian " berkata Ki Lurah Branjangan. Namun sebenarnyalah Ki Lurah per"caya akan kemungkinan itu. Jika yang memimpin pasukan didalam dinding istana itu Untara dan melihat kelengahan pada pasukan lawannya, maka dengan pasukan yang kuat dan pilihan ia akan menerobos keluar dan menghancurkan pasukan lawan sebelum dalam waktu dekat, kembali meng"hilang kedalam regol.
Meskipun demikian, tetapi gejolak perjuangan para prajurit Mataram memang berbeda. Ketika mereka menge"tahui bahwa besok mereka tidak mempunyai rencana untuk memecahkan dinding, karena para Senapati ingin memper"siapkan alat yang lebih baik dari sebuah gelar kura-kura yang aneh itu.
Dengan demikian, maka kecuali yang bertugas, para prajurit itupun kemudian telah berbaring berserakan. Me"reka tidak banyak menghiraukan apa yang harus mereka lakukan besok.
Ketika fajar mulai membayang dilangit, maka para prajurit itupun telah bersiap. Beberapa orang Senapati memperingatkan, bahwa mereka tidak boleh lengah. Seandainya mereka hari itu tidak berhasil merebut pintu-pintu gerbang, mereka tidak usah menyesal. Tetapi jika pasukan Pajang dan Demak yang keluar dari pintu-pintu gerbang untuk menghancurkan mereka, maka mereka memang harus menyesal sekali.
" Karena itu daripada kalian harus menyesal maka lebih baik jika kalian tetap bersiaga sepenuhnya. Ber"tempur dalam kemampuan tertinggi " berkata para Sena"pati.
Para prajurit itu tidak menjawab. Tetapi mereka pada umumnya berkata didalam hati " Jika pertempuran itu te"tap pada jarak jangkau panah dan lembing, lalu apa yang dapat kami lakukan selain menguap. "
Tetapi para prajurit Mataram memang telah menyiap"kan segalanya. Senjata merekapun telah mereka teliti dengan saksama. Yang mereka pikirkan adalah, bagaimana jika justru pasukan Demak dan Pajang itulah yang menye"rang mereka.
Setelah semua persiapan selesai, serta matahari telah sampai keatas cakrawala, maka isyaratpun segera ber"bunyi. Pasukan Mataram yang mengepung istana itupun mulai bergerak. Namun ternyata bahwa sebagian kecil dari mereka telah ditinggalkan di barak-barak mereka. Seke"lompok kecil itu adalah orang-orang yang harus membuat perisai-perisai raksasa diatas pedati dengan bambu yang tidak dibelah.
Namun Sangkal Putung sama sekali tidak terpengaruh sama sekali oleh rencana pembuatan perisai-perisai raksasa itu. Swandaru masih tetap berusaha untuk dapat meme"cahkan pintu gerbang pada hari itu meskipun ia mengakui kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Ternyata bahwa Swandaru telah memperbanyak para pemanah didalam pasukannya. Semua busur yang ada telah dibawa kemedan.
" Jika ada beberapa orang pembidik tepat itu sudah cukup. Sementara yang lain saja ikut melemparkan anak panah kearah mereka. " berkata Swandaru. Namun ia sudah mengatur dengan sungguh-sungguh para pengawal yang memiliki kemampuan membidik melampaui kawan"kawannya.
" Kalian jangan asal saja melepaskan anak panah sebagaimana kawan-kawanmu yang lain " berkata Swandaru " tetapi kalian harus benar-benar membidik. Ketepatan bidik kalian akan berpengaruh atas para prajurit Pajang dan Demak yang ada dia tas dinding, karena mereka merasa bahwa mereka tidak leluasa lagi untuk melakukan serangan-serangan.
Sementara itu pasukan Tanah Perdikan Menoreh juga berusaha untuk tidak mengurangi gelora perjuangan dida"lam dada para pengawal. Namun bagaimanapun juga, memang agak terasa lain, bahwa mereka sudah berbekal satu sikap, hari itu mereka tidak bermaksud memecahkan dinding.
Dalam pada itu, maka sejenak kemudian, pertempuran antara kedua kekuatan yang dipisahkan oleh dinding istana itupun mulai berkobar lagi. Mataram mulai mengatur dan menempatkan para pembidik tepatnya ditempat-tempat yang lebih terpilih.
Sementara itu, para prajurit Pajang dan Demak berjaga-jaga dengan kesiagaan penuh sebagaimana sehari sebelumnya. Namun merekapun menjadi kecewa karena mereka tidak melihat orang-orang Mataram membawa per"alatan yang akan mereka pergunakan untuk memecahkan regol dan memasuki dinding istana.
Meskipun demikian, maka para prajurit dari pasukan pengawal khusus yang merasa bahwa pasukannya tidak akan dapat ditembus telah berusaha lagi untuk menun"jukkan kelebihan mereka. Mereka adalah pembidik-pem-bidik yang memiliki kemampuan yang tinggi. Selebihnya mereka mampu menangkis serangan anak panah dengan busur mereka.
Namun ternyata pasukan Mataram sudah menjadi lebih teratur. Apalagi pada hari itu mereka memang menempatkan diri dalam pertempuran berjarak.
Karena itu, maka Matarampun telah menempatkan para prajuritnya yang mampu membidik dengan tepat.
Untuk beberapa saat pertempuran berlangsung dengan tidak menarik sama sekali. Di depan pintu gerbang yang lain, Swandaru masih juga berusaha untuk memecahkan regol itu. Satu-satunya regol yang mendapat serangan pal"ing garang untuk hari itu. Tetapi Swandaru tidak juga dapat mengorbankan orang-orangnya tanpa perhitungan. Karena itu, maka beberapa kali ia harus menarik mundur orang-orangnya. Tetapi Swandaru sendiri telah berusaha menunjukkan kepada orang-orang Pajang dan Demak, juga dari pasukan pengawal yang khusus yang berada digerbang itu, bahwa iapun mampu melawan hujan anak panah dengan ujung cambuknya.
Anak panah yang berterbangan kearahnya telah diki"baskan dengan juntai cambuknya. Bahkan sekali-sekali Swandaru telah melecut anak panah yang meluncur se"hingga berpatahan.
Namun ia tidak dapat bertahan terlalu lama, karena dengan demikian seakan-akan ia telah mengerahkan tenaga tanpa arti.
Sementara itu Agung Sedayu masih saja memper"hatikan pertempuran itu dengan saksama dalam usahanya memecahkan persoalan. Tiba-tiba saja ia melihat Sabung-sari beringsut di medan. Karena itu, maka iapun segera memanggilnya.
" Kita dapat bekerja bersama " berkata Agung Se"dayu.
" Maksudmu" " bertanya Sabungsari.
" Kita pecahkan pintu gerbang. Aku yang meme"cahkan pintu gerbang, kau melindungiku dari serangan-se"rangan para perwira Pajang dan Demak, atau sebaliknya. " berkata Agung Sedayu.
Sabungsari menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Kau mempunyai ilmu kebal. "
"Tetapi para perwira dari Pajang dan Demak adalah orang-orang yang memiliki kelebihan. Mungkin ada satu dua orang diantara mereka yang mampu menembus ilmu kebalku jika mereka dibiarkan tanpa perlawanan. " jawab
Agung Sedayu. Lalu " karena itu, kau awasi orang-orang yang ada diatas dinding. Untuk memecahkan dinding itu aku harus mendekat, karena kekuatan ilmuku terpengaruh pula oleh jarak. "
" Baiklah " berkata Sabungsari " kita akan menco"banya. Mudah-mudahan dapat berhasil. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya " Tetapi kita harus melaporkan dahulu kepada Ki Lurah Branjangan, sementara itu pasukan harus benar-benar bersiap. Jika tidak, maka akibatnya akan memukul kita sendiri. "
Sabungsari kemudian berkata " Baiklah. Marilah. Aku akan minta ijin dahulu kepada Ki Untara. "
" Aku ikut bersamamu " berkata Agung Sedayu.
Keduanyapun kemudian menemui Untara. Mereka menyatakan keinginan mereka untuk mencoba meme"cahkan gerbang. Mereka sadar, bahwa pintu gerbang itu adalah pintu gerbang yang kuat sekali. Tetapi mudah-mudahan ilmu dan kemampuan Agung Sedayu dapat memecahkannya. "
" Agung Sedayu mampu memecahkan batu hitam " berkata Sabungsari " mudah-mudahan kekuatan gerbang itu tidak melampaui kepekatan batu hitam itu. "
Untara mengangguk-angguk. Iapun sependapat agar Agung Sedayu dan Sabungsari melaporkan lebih dahulu kepada Ki Lurah Branjangan. Setidak-tidaknya pasukan di depan pintu gerbang ini harus bersiaga sepenuhnya. Jika pintu itu benar-benar dapat pecah, maka mereka akan mem"benturkan kekuatan mereka langsung berhadapan dengan pasukan pengawal khusus Pajang dan Demak yang menurut kepercayaan mereka tidak akan terkalahkan.
" Biarlah Sekar Mirah dan Glagah Putih dipanggil ke"mari " berkata Untara pula " mereka harus memperkuat unsur dari regol ini. Mudah-mudahan Ki Gede tidak berke"beratan. "
" Bagaimana dengan Swandaru dan Pandan Wangi " bertanya Sabungsari.
" Biarlah mereka ditempatnya " Agung Sedayulah yang menyahut " pasukan pengawal Kademangan memer"lukannya. Sedangkan bagi Tanah Perdikan, masih ada Ki Gede yang memimpinnya. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Sementara itu, Un"tara berkata " Pergilah menghadap Ki Lurah. Aku akan menghubungi Ki Pranawangsa. Ia harus mempersiapkan pasukannya. Semua unsur dari pasukan khusus harus ada disini. Juga pasukan berkuda, karena yang akan dihadapi adalah pasukan pengawal khusus. Pasukan yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi. "
Agung Sedayu dan Sabungsaripun kemudian telah pergi menghadap Ki Lurah. Ternyata tanggapan Ki Lurah tidak berbeda dengan sikap Untara. Semua kekuatan serta semua orang yang memiliki kemampuan melampaui pra"jurit kebanyakan, harus berada disatu sisi, untuk mengha"dapi kemungkinan jika pintu gerbang itu benar-benar pecah.
Semua pihakpun kemudian mulai bergerak. Sementara itu, maka Ki Lurahpun telah memerintahkan memberitahu"kan kepada pimpinan pengawal Tanah Perdikan Menoreh dan Kademangan Sangkal Putung untuk bersiap-siap. Pertempuran mungkin akan meningkat.
" Siapa yang akan memecahkan pintu gerbang" " ber"tanya Swandaru " bukankah alat-alatnya baru dipersiap"kan" "
Penghubung yang datang kepada Swandaru itu ragu-ragu sejenak. Namun kemudian jawabnya " Pasukan Mataram dipintu gerbang induk. Aku tidak tahu jelas. Perintah Ki Lurah sebagaimana aku sampaikan. "
" Baiklah " jawab Swandaru " kami selalu dalam kesiagaan tertinggi. Kami tidak pernah mengendorkan pertempuran. "
Penghubung itupun kemudian meninggalkan pasukan Sangkal Putung yang memang tengah bertempur dengan gigihnya. Beberapa pemanah yang memiliki kemampuan bidik yang tinggi ternyata telah membuat orang-orang Pa"jang dan Demak tidak dapat berbuat sekehendak hati. Meskipun mereka memiliki kemampuan menghibaskan dan menangkis anak panah lawan, tetapi karena anak panah itu datang susul-menyusul demikian banyaknya, maka akhir"nya orang-orang Pajang dan Demak itu berusaha untuk menyembunyikan sebagian tubuhnya dibalik dinding.
Dibagian lain dari pertempuran itu, seorang penghu"bung telah datang pada Ki Gede. Selain memperingatkan agar pasukannya bersiaga sepenuhnya, karena pasukan didepan pintu gerbang induk akan berusaha memecahkan gerbang hari ini, maka penghubung itu juga membawa pesan, apabila Ki Gede tidak berkeberatan, maka biarlah Sekar Mirah dan Glagah Putih bertempur bersama Agung Sedayu hari ini.
Ki Gede yang tidak melihat perubahan dalam pertem"puran didalam pasukannya tidak berkeberatan. Dilepaskan"nya Sekar Mirah dan Glagah Putih untuk pergi ke gerbang induk.
Sejenak para pemimpin dan orang-orang yang memiliki kelebihan telah berkumpul. Para perwira dari pasukan berkuda dibawah pimpinan Ki Pranawangsa, kemudian Ki Lurah Branjangan dan beberapa perwira yang memiliki il"mu tertinggi diantara pasukan khusus Mataram, Agung Sedayu sendiri dan Sabungsari disamping Untara.
" Aku akan mencoba kakang. Aku mohon dilindungi. Terutama Sabungsari. Mungkin ada diantara orang-orang Pajang dan Demak yang memiliki kemampuan untuk menembus ilmu kebalku " berkata Agung Sedayu kepada Untara.
" Mulailah " berkata Untara " kami akan melindungi"mu. "
Dengan demikian maka Agung Sedayupun telah berge"rak. Ketika ia berada dilapisan terdepan, maka Sabungsa-ripun mengikutinya.
" Kau berhenti disini " berkata Agung Sedayu " awa"si orang-orang yang berada diatas dinding. Apakah ilmumu mampu menjangkau jarak sejauh ini" "
" Kita maju beberapa langkah " jawab Sabungsari " Aku akan membawa perisai. "
Sabungsari itupun kemudian telah membawa sebuah perisai yang cukup besar. Sementara itu. Sekar Mirah, Glagah Putih dan beberapa orang perwira dari pasukan berkuda Pajang dan pasukan khusus Tanah Perdikan telah ikut serta melepaskan anak panah kearah orang-orang yang berada diatas pintu gerbang.
Sebenarnyalah beberapa orang yang berdiri diatas pin"tu gerbang itupun menjadi heran. Mereka melihat seseo"rang dengan tanpa perlindungan apapun bergerak mendeka"ti pintu gerbang.
Namun mereka tidak terlalu lama merasa keheranan. Ketika seorang yang lain bergerak pula maju dengan perisai di tangan, maka orang-orang Pajang itu sudah mengira, bahwa akan terjadi sesuatu yang gawat.
Tetapi Agung Sedayu dan Sabungsari belum berbuat apa-apa, maka orang-orang Pajang dan Demak diatas dinding itupun tidak memberitahukan hal itu kepada Ki Tumeng"gung Wiladipa. Mereka masih mencoba berusaha untuk mengatasinya sendiri.
Karena itu, maka sejenak kemudian, Agung Sedayu itu telah dihujani dengan lontaran anak panah dan lembing yang tidak terhitung jumlahnya. Namun tidak sebuahpun diantara anak panah dan lembing itu melukainya.
" Kebal " geram seorang perwira " kita tidak boleh berdiam diri. Laporkan kepada Ki Tumenggung Wiladipa. Biarlah aku mencoba untuk menahannya. "
Perwira itu adalah orang yang telah mampu bersama Ki Tumenggung Wiladipa memecahkan gelar kura-kura Mata"ram. Karena itu, maka iapun telah bergeser ketengah, dengan isyarat ia memerintahkan agar orang-orang lain menghentikan serangannya.
" Tidak ada gunanya " berkata orang itu " aku akan membunuhnya. "
Sementara itu, Agung Sedayu telah berdiri tegak, beberapa langkah lagi dari pintu gerbang utama. Sabungsa"ri berdiri beberapa langkah dibelakangnya. Ia merasa heran, bahwa serangan anak panah dan lembingpun menja"di seolah-olah berhenti.
Namun dalam pada itu, ternyata Sabungsari terlambat melihat seorang yang memiliki kemampuan tinggi melepas"kan anak panahnya. Anak panah yang didorong oleh kekua"tan ilmu yang tinggi, yang telah mampu memecahkan gelar kura-kura karena sentuhan anak panah itu bagaikan rerun tuhan bongkah-bongkah batu dari lereng pegunungan.
Anak panah itu meluncur dengan derasnya. Bidikannya yang tepah telah mengarahkan anak panah itu ke dada Agung Sedayu, tepat diatas tangannya yang menyilang.
Kekuatan orang itu memang luar biasa. Namun ternya"ta bahwa kekuatan itu membentur ilmu kebal yang sangat tinggi, sehingga anak panah itu tidak mampu menembus kulit Agung Sedayu.
Meskipun demikian, terasa kekuatan yang besar telah mengguncang Agung Sedayu, sehingga ia bergeser setapak surut.
" Gila " geram orang itu " tetapi aku mampu menggungcangnya. Aku harus mengulangi serangan itu sampai orang gila itu meninggalkan tempatnya.
Tetapi ketika ia mulai memasang anak panahnya, Sabungsari telah melihatnya. Iapun melihat Agung Sedayu terguncang. Karena itu ia menyadari, bahwa orang itu tentu berilmu tinggi.
Karena itu, maka Sabungsaripun telah membangunkan ilmunya pula. Sambil melindungi sebagian besar tubuhnya dengan perisai, ia memancarkan serangan dari sorot mata"nya langsung kearah orang yang menyerang Agung Sedayu.
Agung Sedayu sendiri berdiri tegang dengan tangan bersilang didada. Setelah ia berhasil menguasai kese"imbangannya kembali, maka iapun benar-benar telah ber"siap. Kekuatan lawannya yang luar biasa itu memang mam"pu mengguncang keseimbangannya. Tetapi sama sekali tidak berhasil melukainya.
Ketika perwira itu menarik tali busurnya diarahkan sekali lagi kepada Agung Sedayu, maka tiba-tiba dadanya bagaikan disengat oleh hentakkan yang sangat kuat. Rasa-rasanya jantungnya bagaikan diremas, sehingga terdengar diluar sadarnya ia mengaduh.
" Kenapa" " bertanya seorang prajurit.
Perwira itu tidak menjawab. Tetapi ia berusaha untuk berlindung dibalik dinding.
Sabungsaripun melepaskannya. Tetapi ia tetap meng"awasi para prajurit dari pasukan pengawal khusus yang memiliki kelebihan dari para prajurit yang lain, terutama para perwira.
Sementara itu, Agung Sedayu sama sekali tidak men"dapat serangan dari lawan-lawannya, sehingga dengan demikian, maka seolah-olah ia memang diberi kesempatan untuk melakukan rencananya.
Namun sebelum Agung Sedayu berbuat sesuatu, maka perwira yang kesakitan itupun telah memerintahkan para prajuritnya untuk menyerang, sekedar mengaburkan pemu"satan ilmu orang yang masih belum diketahui dengan jelas, apa yang akan dilakukan.
Tetapi sebagaimana sebelumnya, anak-panah dan lem-bing itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap Agung Se"dayu. Meskipun demikian, Sabungsari yang tidak mem"punyai ilmu kebal itupun kemudian justru duduk bersila sambil meletakkan perisainya didepan badannya. Dengan demikian, maka yang nampak oleh lawan-lawannya tidak lebih hanyalah kepalanya saja. Namun dari sanalah serang"an-serangan Sabungsari itu dilontarkan lewat kedua sorot matanya.
Agung Sedayu dan Sabungsari ternyata telah menggemparkan para prajurit Pajang dan Demak " Untuk beberapa saat orang-orang Pajang dan Demak kebingungan untuk mengatasi kedua orang yang aneh itu.
" Apakah kita akan membuka pintu gerbang dan menyerang mereka" bertanya seorang perwira.
" Gila " geram perwira yang lain " itulah yang mereka kehendaki. Membuka pintu gerbang. "
" Lalu, apa yang akan kita lakukan" " bertanya per"wira yang pertama.
" Biarkan saja. Jika ia betah duduk disana sampai matahari terbenam, sementara yang seorang yang ingin memamerkan ilmu kebalnya, berdiri dengan tangan ber"silang sehari penuh. Bukankah kita tidak usah berbuat apa-apa" " jawab perwira yang lain.
Namun dalam pada itu, sebenarnyalah Agung Sedayu telah memusatkan segenap nalar budi, mengangkat ilmu"nya sampai kepuncak, sehingga dengan sorot matanya, maka Agung Sedayu telah berusaha untuk memecahkan pintu gerbang.
Namun pintu gerbang itu memang terlalu kuat. Bukan saja bahannya adalah keping-keping kayu yang tebal dengan lempeng-lempengan besi sebagai penyekat dan penguat, namun lebih dari itu, ternyata pintu gerbang yang dibuat oleh seorang Empu yang memiliki ilmu yang tinggi itu seakan-akan telah dilapisi oleh semacam kekuatan yang tidak kasat mata.
Itulah sebabnya, maka Agung Sedayu harus berjuang untuk menembus kekuatan yang menjadi perisai dari pintu gerbang itu. Kekuatan yang tidak berujud, namun seba"gaimana ilmu Agung Sedayu yang bukan unsur dari kewadagan, maka lapisan kekuatan itu mampu meng"hambat ilmu Agung Sedayu.
Karena itu, maka Agung Sedayu tidak dapat mela"kukannya dengan serta merta. Dengan mengerahkan kemampuannya, maka ia mencoba untuk menembus ke"kuatan itu. Iapun kemudian melandasi perjuangan itu dengan satu keyakinan, jika Yang Maha Agung membe"narkan usahanya, maka ia tentu akan berhasil.
Untuk beberapa lama Agung Sedayu berjuang dengan sepenuh kemampuan dan ilmunya.
Sementara itu, seorang penghubung telah menemukan Ki Wiladipa. Dengan gamblang ia telah melaporkan apa yang terjadi dimuka pintu gerbang.
" Dan kalian tidak dapat mengusir orang gila itu" " bertanya Ki Wiladipa.
" Jika demikian, biarkan saja ia berdiri mematung un"tuk memamerkan ilmu kebalnya. Ia hanya ingin menakut-nakuti. Namun ia dengan ilmu kebalnya itu nekad meman"jat dinding, maka bukankah kalian akan dapat mengusir"nya. "
" Anak panah seorang perwira telah mampu menggun"cangnya. Tetapi ia tidak pergi. " jawab penghubung itu.
" Jika demikian, biarlah orang itu melakukan terus-menerus. " berkata Ki Tumenggung Wiladipa.
Penghubung itu tidak menjawab lagi. Namun sambil mengangguk-angguk iapun telah mohon diri.
Tetapi sebelum ia pergi, maka penghubung berikutnya telah menemui Ki Wiladipa pula. Katanya " Orang aneh itu berusaha untuk memecahkan pintu gerbang. "
" Dengan apa" " bertanya Ki Wiladipa.
" Tentu ada kekuatan yang mampu dipancarkannya dari jarak tertentu. Orang itu berdiri saja sambil menyi"langkan tangannya didada. Namun sementara itu terdengar pintu gerbang berguncang. " jawab penghubung itu.
Wajah Ki Tumenggung Wiladipa menjadi tegang, Nampaknya keadaan benar-benar menjadi gawat. Namun kemudian katanya " Ada sesuatu yang tidak dapat kita lihat pada keempat pintu gerbang halaman istana ini ketika seorang Empu yang sakti membuatnya. "
" Apakah kita akan mempercayakannya kepada ke"kuatan gaib itu " bertanya penghubungnya.
" Baiklah. Aku akan cepat pergi kepintu gerbang in"duk itu. " berkata Ki Tumenggung kemudian.
Penghubung itu termangu-mangu. Dengan nada datar ia bertanya " Ki Tumenggung tidak pergi sekarang" Ke"adaan telah benar-benar gawat. "
" Suruhlah kawanmu yang mampu mengguncang itu melakukannya berulang kali sehingga pemusatan pikiran dan ilmunya pecah. Aku akan segera datang setelah aku menghadap Kangjeng Adipati. "
" Aku mendapat pesan, Ki Tumenggung supaya datang sekarang " berkata penghubung itu.
Ki Tumenggung menyadari, betapa gawatnya keadaan. Karena itu, maka niatnya untuk menghadap Kangjeng Adi"pati diurungkan. Ia hanya sekedar pesan kepada seorang pengawal dalam " Aku mohon, Kangjeng Adipati bersiap-siap menghadapi keadaan yang betapapun gawatnya. Tetapi di lingkungan istana ini terdapat pengawal khusus yang tidak terhitung jumlahnya. "
Sejenak kemudian maka Ki Tumenggung Wiladipapun segera pergi kepintu gerbang utama dari halaman istana Kadipaten Pajang.
Sementara itu, Agung Sedayu memang berhasil mulai menggetarkan pintu gerbang. Tetapi ilmunya masih belum menambah kepada kemungkinan untuk menghancurkan pintu gerbang itu.
Agaknya Sabungsari melihat kesulitan yang dialami oleh Agung Sedayu. Namun ia tidak dapat melepaskan tugasnya untuk melindunginya dari kemungkinan-kemung"kinan yang paling buruk. Karena itu, maka iapun menga wasi orang-orang yang berada diatas dinding. Orang-orang yang agaknya memiliki kelebihan telah disapunya dengan ilmunya, sementara para pengawal khusus yang lain harus memperhitungkan dengan saksama, anak panah yang dilon"tarkan oleh orang-orang berilmu dari Mataram.
Batu Bertuah 2 Hardy Boys Misteri Jejak Zombie Mempelai Liang Kubur 1

Cari Blog Ini