Ceritasilat Novel Online

Gajah Kencana 9

02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana Bagian 9


"Dan engkau telah membekal sesuatu yang layak dan
seimbang penebus hukuman mati itu ?"
"Hamba yakin demikian, gusti"
Tumenggung Nala mengerang, serunya pula, "Hm,
rupanya maha penting sekali berita yang hendak engkau
haturkan kepada para gusti di persidangan ini"
Tanpa menunggu penyahutan bekel Dipa, tumenggung
Nalapun bsrpaling kepada ra Kuti sebagai pimpinan sidang.
"Rakryan Kuti, bekel Dipa hendak menghaturkan sebuah berita
penting dengan jaminan jiwanya. Dapatkah rakryan
meluluskan bekel itu berbicara ?"
"Bagaimana sifat berita itu?" sahut ra Kuti dengan hati2.
"Rasanya tentu mengenai sang nata. Tetapi akan
kutanyakan kepadanya" kata tumenggung Nala "rakryan tentu
mengabulkan permohonannya apabila benar menyangkut
keadaan sang nata, bukan ?"
Dalam mengajukan pertanyaan itu, sengaja tumenggung
Nala berkata-kata dengan suara lantang sehingga seluruh
yang hadir dalam paseban itu mendengar semua.
Ra Kuti terkesiap. Namun ia tak menyangka suatu apa
mengapa tiba2 tumenggung itu berkata dalam nada yang
sedemikian nyaring. "Akan kupertimbangkan adakah berita itu sesuai untuk kita
dengarkan" akhirnya meluncur jawaban yang masih
tergantung. Tumenggung Nala bertanya pula kepada bekel Dipa. "Baik,
permohonanmu telah diluluskan oleh gusti rakryan
Dharmaputera. Sekalian katakanlah, berita apa yang hendak
engkau haturkan itu"
Dengan tenang dan lantang, berserulah Dipa, "Berita yang
hendak hamba haturkan adalah berkenaan dengan sri baginda
raja, gusti" Seketika terdengarlah suara hingar bingar dari seluruh
orang yang hadir di paseban itu. Bahkan dari arah luar tempat
rakyat berkumpul terdengar kumandang yang lebih hiruk.
Diam-diam Dipa mendapat kesan bahwa segenap mentri
narapraja, seluruh lapisan kawula, masih sangat mengenang
baginda. Mereka terketuk pintu hatinya manakala mendengar
berita tentang sang nata.
Apabila Dipa sempat memperhatikan ataupun berani
membawa pandang matanya berkeliling memeriksa sekalian
mentri dan senopati yang berada di sekeliling mimbar, maka
tentulah ia akan mendapatkan suatu pemandangan yang
ganjil. Ia akan menemukan suatu pengalaman baru.
Pengalaman dari berbagai warna cahaya airmuka manusia2
yang terhormat. Perobahan cahaya muka yang jarang tampil,
kecuali pada saat2 tertentu.
Dan apabila Dipa sebelumnya sempat mempelajari tentang
ilmu menyelami perobahan cahaya muka. Tentulah ia dapat
meneropong, siapa2 mentri dan para gusti yang paling
berdebar saat itu. Dan karena cahaya wajah itu merupakan
jendela hati, tentulah Dipa dapat melongok apa sesungguhnya
yang bersemayam dalam hati masing2 para gusti itu.
Tetapi sayang saat itu Dipa lebih menekankan untuk
memusatkan seluruh perhatiannya. Kesan yang diperolehnya
dari tanggapan segenap narapraja di ruang paseban dan
seluruh lapisan rakyat yang berkerumun diluar paseban,
mengumandangkan tuntutan. Tuntutan bahwa saat ini dia
harus benar2 memberi pertanggungan jawab segera pada jiwa
raganya. Sesaat setelah suasana mereda, tumenggung
bertanya pula, "Siapakah engkau, prajurit?"
Nala Dipa agak terbeliak "Hamba bekel Dipa sebagaimana yang
gusti ketahui sebagai bekel prajurit bhayangkara keraton"
"Kutahu" jawab tumenggung Nila "yang kumaksudkan,
dalam kedudukan apakah dirimu berada di perapatan besar
ini?" Pertanyaan itu amat mengena pada hati sekalian yang
hadir. Mereka memang ingin mengetahui siapa sesungguhnya
bekel muda itu. "Gusii tumenggung" Dipa memberi penyahutan dengan
menyertakan sembah "hamba Kerta Dipa, bekel prajurit
bhayangkara yang menyertai baginda lolos dari keraton Tikta
Sripala pada malam pura Wiiwa-tikta timbul huru-hara ...."
Hiruk dan pikuk kali ini lebih menggema dari yang tadi. Di
luar paseban lebih menggempar kumandangnya. Atap
paseban Prajurit seolah bergetar getar.
Suasana sidang istimewa mulai dirangsang ketegangan.
Para prajurit penjaga berusaha keras untuk meredakan
kehirukan rakyat. Sesaat kemudian, bertanya pula tumenggung Nala, "Baik,
engkau akan menghaturkan laporan tentang keadaan sri
baginda?" "Demikianlah, gusti"
Tumenggung Nala segera berpaling menghadap ra Kuti.
"Rakryan, bekel itu hendak menghaturkan keterangan tentang
sri nata" Hampir saja meluncur kata2 dari mulut kepala
Dharmaputera itu untuk menghentikan pembicaraan bekel itu,
menyuruh prajurit untuk membawanya ke dalam keraton. Ia
merencanakan lebih baik untuk mendengar laporan itu dalam
sebuah pembicaraan tertutup daripada di depan sidang
terbuka sebesar saat itu.
Pada saat kepala Dharmaputera itu hendak membuka
mulut, tiba2 dari kerumun rakyat yang memenuhi halaman di
luar pasebun, terdengar sorak sorai menggegap gempita:
"Ceritakan ....... ! Para kawula ingin tahu bagaimana
dengan sang nata ....... !"
Terkejut ra Kuti seketika. Terlintas suatu kecurigaan
kepada para kawula yang berkerumun di luar paseban dalam
jumlah ratusan. Tidakkah teriak tuntutan mereka itu telah
diatur oleh suatu komplotan tertentu "
Seketika ra Kuti hendak bertindak tegas, memerintahkan
para prajurit yang menjaga keamanan supaya mengenyahkan
rakyat yang berteriak-teriak tak henti-hentinya itu. Ia
memandang ke sekeliling ruang sidang. Dilihatnya wajah para
mentri dan narapraja yang berada dalam ruang paseban itu
tercengkam oleh rasa kejut. Kerut2 yang menghias dahi
mereka, memantulkan getar2 perasaan hati mereka.
Ra Kuti makin tegang. Wajahnya mulai membara kemerahmerahan. Tiba2 ra Semi yang duduk di sampingnya
menggamit dan berkata dengan bisik2, "Kita perlu dukungan
mereka. Semua persiapan telah rapi, tak perlu cemas ...."
Tumenggung Nala tak tahu apa yang dibisikkan ra Semi
kepada ra Kuti. Yang diketahuinya hanyalah saat itu sikap ra
Kuti agak tenang kembali. Tumenggung itu hanya mendugaduga perobahan sikap kepala Dharmaputera itu
dikarenakan bisikan ra Semi.
tentu Ra Kuti menimang. Bisikan ra Semi memberi jaminan
bahwa keadaan di paseban Prajurit telah dijaga ketat oleh
orang2 yang telah dipersiapkan Dharmaputera. Benar, rakyat
harus mendukung Dharmaputera. Apapun yang terjadi, tak
perlu dicemaskan. Pikir kepala Dharmaputera itu.
"O, jika demikian, memang penting sekali kita
mendengarkan laporan bekel itu, ki tumenggung" cepat ra Kuti
menyelubungi kecemasan hatinya dengan nada pelahan,
"hanya mengingat rapat ini merupakan rapat istimewa yang
maha penting hendaknya laporan bekel itu terbatas pada
keadaan baginda saja. Tanpa menyinggung-nyinggung soal
lain" "Baiklah, rakryan" sahut tumenggung Nala.
"Dan itu merupakan syarat yang tak boleh dilanggar
karena setiap pelanggaran akan mendapat hukuman berat" ra
Kuti menambahkan. Walaupun ringan peringatan itu diucapkan, tetapi
mengandung suatu pembatasan yang mengancam. Tumenggung Nala tertegun. Namun ra Kuti tak memberi
kesempatan lagi karena segera kepala Dharmaputera itu
berpaling ke samping, berbicara dengan ra Semi.
"Bskel" terpaksa tumenggung Nala mengisar kearah Dipa,
"gusti rakryan Kuti sebagai pimpinan rapat, berkenan
meluluskan engkau menghaturkan laporan tentang keadaan
sang nata. Tetapi hendaknya janganlah engkau menyinggungnyinggung soal lain"
Bekel Dipa terkesiap dalam hati. Namun ia berusaha keras
untuk menenangkan kerut wajahnya. "Hamba taat akan titah
paduka" "Ingat, bekel Dipa" seru tumenggung Nala pula, "jika
engkau melanggar, engkau akan ditangkap dan dihukum"
"Hm, sikap yang mengunjuk ketakutan" dengus bekel
muda itu dalam hati. Namun ia mengiakan peringatan itu
dengan nada yang lapang. Tiba2 bekel muda itu serentak berbangkit dan berseru
kepada rakryan Kuti, para Dharmaputera dan mentri2 Panca ri
Wiiwatikta, "Gusti yang hamba muliakan, hamba mohon idin
untuk menghunjuk laporan dengan berdiri"
Sebelum para mentri2 itu, terutama ra Kuti, memberi
jawaban maka bekel muda itu pun segera melantangkan
suaranya yang nyaring dan tegas. Serentak suasana dalam
ruang paseban maupun di luar, hening lelap.
"Gusti, bendara yang mulia,
Kawan2 prajurit yang setya
Seluruh kawula Majapahit yang tercinta
Perkenankanlah hamba berbicara
Sebagai seorang bekel bhayangkara
seorang bentara utusan sang nata
Bukan maksud hamba bentara hina
hendak menimbulkan duka nestapa
hendak menjungjung dan menista
karena walaupun timbul huru hara
namun keadaan negara Wilwatikta
tetap tenang dan sejahtera
Walaupun karena goncangan mara
sang nata terpaksa lolos dari pura
Hidup di hutan belantara Namun berkat tindakan Dharmaputera
gusti rakryan Kuti yang bijaksana
para kawula tetap merasa bahagia ....
Pada saat bekel Dipa mengucapkan pidato sampai di situ,
di luar paseban terdengar suara rakyat mendesah-desah.
Samar2 bekel Dipa dapat menangkap beberapa patah kata
dari mereka "Huh, bahagia ...."
Demikian juga walaupun tak mengutarakan apa2, tetapi
wajah beberapa mentri dan nayaka, tampak berobah
cahayanya. Dipa pun melanjutkan pula kata-katanya.
Hamba bekel Kcrta Dipa yang hina
kebetulan malam itu bertugas jaga
meronda, melindungi keraton Tikta-Sripala
Tiada kuasa hamba menahan siksa
ketika huru hara menggema tiba-tiba
Hamba segera mengumpulkan pasukan jaga
Berbagai upaya telah hamba usaha
namun gagal dan sia-sia belaka
Hubungan putus, upaya tak berdaya
Tiada beda dengan sang binatara
Yang terpukau tanpa penjaga
Terhenyak raga, terguncang jiwa.
Setelah menerima laporan hamba
Para mentri, senopati, tanda dan gusti
seolah hilang lenyap ditelan prahara
Baginda murka dan merasa kecewa
Lenyapnya para mentri dan Dharmaputera
Munculnya huru hara kawula yang dicinta
Kepada mentri, senopati dan nayaka
Baginda menumpah sepenuh percaya
Terutama kepada Dharmaputera yang mulia.
Sesungguhnya pada saat itu ra Kuti hendak berseru
menghentikan pidato bekel Dipa, tetapi dikala bekel muda itu
menyebut-nyebut nama Dharmaputera dengan penyanjung
kata 'yang mulia', ra Kuti pun menelan kembali kata2 yang
sudah disiapkan. Malu bagi seorang raja Apabila takut berhadapan dengan kawula
Demikian pendirian sang prabu Jayanagara
Baginda memutuskan akan tampil ke muka
melihat dan mendengar keinginan kawula
Agar huru hara sirap mereda.
Tetapi Kerta Dipa yang hina hamba
memohon baginda mempertimbangkan bahaya
rakyat yang diamuk kemarahan jiwa
Huru hara tak mungkin membara
Bila tiada biangkeladi menjaja
Fitnah, hasut terhadap sang nata.
"Siapakah biangkeladi itu?" terdengar teriak sorak dari
arah luar paseban. Teriakan itu sahut menyahut dari belakang,
muka, samping halaman. Berkat bergaul dengan para bijaksana
Mentri2 dan Dharmaputera khususnya
Masaklah baginda dalam pengalaman
Lebih baik meninggalkan keraton sementara
Berlindung dalam kesunyian semesta
memohon doa para indera batara
Limabclas pengawal bhayangkara
mengiring perjalanan dimalam buta
dengan bekal semangat setya raja
Berat nian coba yang diderita
sang nata prabu sri Jayanagara
keturunan rajakula sri Kertarajasa
Duka dirundung petaka Aib bersandang nestapa menyentuh keagungan wibawa
Bukan karena hidup di batangkara
Bukan sedih ditinggal mewa


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukan takut ditinggal kuasa
Tetapi sendu dalam kalbu maya
teringat akan para mentri termanja
Terutama Dharmaputera yang dipercaya
Mengapa bukan musuh atau bala
melainkan para kawula yang dicinta
sampai hati merebut kuasa
Hamba Kerta Dipa bekel nan hina
sempat mendengar keluh renjana
lubuk hati sang nata berwawan sabda
Duhai, kawula praja Duhai, mentri dan nayaka Duhai, terkasih Dharmaputera
Mengapa kamu campakkan arang leta
Mengapa kamu hitamkan sejarah Wilwatikta
Mengapa kamu timbulkan huru hara
Jayanagara hanya penyambung tahta
Warisan ayahanda baginda Wijaya
Yang disertai tumbal keringat darah
Kepada puteranya, baginda bertuah mantra
Jagalah tegaknya kerajaan pusaka
Cintailah praja, lindungi kawula.
Salahkah kalau aku bersemayam di tahta
Sebagai raja Majapahit kedua
Yang memerintah seluruh bumi nuswantara
Fitnah melontar, cerca memburu
Kala Gemet putera Indreswari bunda
Putri kerajaan Dharmasraya Sriwijaya
Tetapi mereka lupa ataupun mengada-ada
bahwa Kala Geaiet sri Jayanagara
benih utama dari Wijaya sri Kertarajasa
Namun jika para mentri narapraja
Seluruh kawula, besar, kecil, tua, muda
Segenap golongan telah seia-sekata
Jayanagara harus turun tahta
Tiada cakap, tiada bijaksana
memerintah negara semena-mena
Membawa negara ke lembah hina wibawa
Menyebabkan kawula hidup sengsara
Menjerumuskan negara rusak binasa
Jayanagara rela setulus ksatria
Menyerahkan tahta singgasana
mengundurkan diri sebagai raja
Tetapi katakanlah dengan hati terbuka
demi kejayaan kerajaan Wiiwatikta
demi keutuhan dan kesatuan bangsa
Katakanlah, hai, para narapraja
Katakanlah, hai, para kawula
Sekarang jua ....... ! Dalam melantangkan kata2 terakhir itu, bekel Dipa
mengerahkan seluruh semangat dan tenaga untuk berteriak
sekuat-kuatnya seraya berputar tubuh melontar pandang ke
sekeliling paseban. Demikian titah sang nata kepada hamba
Bekel hina yang menghadap para bendara
Para rakryan2 Dharmaputera yang mulia.
"Tidak! Kami tidak membenci baginda!"
"Tidak! Kami tidak bermaksud mengusir raja"
"Tidak! Kami telah dihasut orang!"
Demikian sahut menyahut terdengar rakyat beteriak-teriak
di halaman paseban. Saat itu jumlah mereka makin meningkat
besar. Sepintas pandang, paseban Balai Prajurit itu telah
dikepung beratus ratus manusia.
Para mentri, senopati dan prajurit2 yang berada dalam
paseban mulai gelisah. Mereka sempat memperhatikan beriburibu rakyat yang mulai berjejal-jejal maju mendekati paseban.
Para penjaga keamanan berusaha untuk menahan agar
mereka jangan terlalu mendekat. Tetapi jumlah rakyat
sedemikian besar sehingga penjaga2 itu seolah terbenam
dalam genangan laut manusia.
"Kabarkan kepada kami para kawula, bagaimana keadaan
baginda!" teriak rakyat di luar paseban.
Suasana makin tegang, setegang itu pula hati Dharmaputera dan ra Kuti.
Walaupun belum menemukan suatu kesalahan
sebagai landasan untuk menghentikan pembicaraan bekel itu, namun rakryan itu
memiliki suatu naluri. Bahwa
kemunculan bekel yang mengaku sebagai bentara sang nata, akan menimbulkan sesuatu. "Jika tak lekas dicegah,
mungkin akan timbul suatu
kemungkinan" ra Kuti memutuskan. Dan keputusan
itu segera dicanangkan dalam tegur yang lantang kepada
Dipa. "Hai, bekel" serunya dengan nada keras untuk menindih
suara kegaduhan di luar paseban "sebelum engkau lanjutkan
pembicaraanmu, terlebih dahulu engkau harus membuktikan
dirimu" Seketika suasana hening lelap. Seluruh perhatian para
narapraja di dalam ruang paseban dan rakyat yang
berkerumun di sekeliling luar paseban, menuinpah ruah
kepada diri bekel Dipa. Diiring dengan sebuah sembah kepada ra Kuti, bekel muda
itu berkata "Hamba seorang bekel yang bodoh, mohon ampun
kepada gusti rakryan apabila hamba bersalah"
"Hm" dengus ra Kuti "seorang bentara nata tidak layak
berkata demikian" Bekel Dipa terkesiap. Ia tak mengerti apa yang salah
dalam ucapan maupun dalam tingkah lakunya selama
memasuki paseban persidangan itu. Ia termangu.
"Engkau tak dapat menangkap ucapanku?" tegur ra Kuti
pula. "Harap paduka melimpahkan ampun atas kebodohan
hamba, gusti" bekel itu memberi sembah pula. Ia tahu
bagaimana harus membawa diri untuk mengikis setiap rasa
tak senang atau kemarahan kepala Dharmaputera itu
kepadanya. "Sebagai seorang bentara raja, engkau harus bersikap
perwira. Jika engkau melanggar kesalahan, haruslah engkau
bersedia menerima hukuman. Mengapa engkau merendahkan
martabat seorang duta nata untuk meminta ampun" Adakah
engkau kira, karena kedudukanmu, karena mengandalkan
pengaruh jabatanmu sebagai utusan sang nata, engkau
hendak memberi tekanan atau mempengaruhi aku agar
membebaskan hukuman atas kesalahan yang engkau lakukan"
Hm, ketahuilah, bekel" berkata sampai di sini, rakryan Kuti
berhenti sejenak untuk menghimpun napas.
"Bahwa sidang besar yang berlangsung di paseban Balai
Prajurit saat ini. merupakan suatu sidang peradilan dari
seluruh mentri, hulubalang dan narapraja, dari tingkat tinggi
sampai yang rendah. Serta dihadiri dan disaksikan oleh para
kawula pura kerajaan" ra Kuti memulai pula pembicaraannya
dengan nada yang melengking keras sehingga terdengar
sampai di luar paseban, "suatu pengadilan yang syah karena
mewakili segenap lapisan narapraja dan kawula kerajaan!"
Kepala Dharmaputera itu berhenti sejenak untuk
melontarkan pandang ke sekeliling yang hadir di dalam sampai
di luar paseban. Rupanya ia hendak meniti kesan.
"Pengadilan besar ini akan memutuskan nasib kerajaan
Wilwatikta yang sedang tertimpa suatu musibah yang belum
pernah terjadi semenjak kerajaan ini didirikan. Pengadilan ini
akan mengadili biangkeladi dari huru hara yang terjadi
beberapa hari yang lalu. Pengadilan inipun akan memutuskan
tentang tindakan tindakan baginda yang telah berani
meninggalkan keraton pada saat kewibawaan baginda amat
diperlukan untuk meredakan huru hara itu. Pengadilan inipun
akan memutuskan cara untuk mengatur pimpinan
pemerintahan. Dan terakhir pengadilan ini akan memutuskan,
siapa yang harus diangkat dan siapa yang harus dipecat. Siapa
yang harus diberikan imbalan jasa dan siapa yang harus
dihukum. Hukum merupakan penertiban daripada jalannya
pemerintahan dan keamanan daripada kewibawaan pemerintahan. Tanpa hukum, negara kita akan hanyut dalam
kekacauan. Dan hukum, harus diberi tindakkan pada yang
bersalah tanpa pandang bulu. Tetapi hukum pun harus
bersumber pada keadilan yang murni!"
Kembali ra Kuti berhenti sejenak untuk mengatur napas.
"Oleh karena itu wahai bekel yang mengaku sebagai
bentara sang nata. Janganlah engkau merintih-rintih meminta
ampun apabila engkau memang bersalah. Jangan pula engkau
main gertak mengandalkan pengaruh atau kekuasaan
jabatanmu, walaupun andai benar engkau ini seorang utusan
raja," seru kepala Dharmaputera itu dengan suara berapi-api.
Bekel Dipa merah wajahnya. Diam2 ia mengakui bahwa
ucapan kepala Dharnaputera itu memang tepat dan tegas.
Dan diam2 iapun merasa malu dalam hati karena telah salah
ucap tadi. Pada hal dalam setiap ia menghadap seorang gusti,
baik nayaka maupun narapraja, selalu ia menyertai
pembicaraannya dengan kata2 begitu. Dan sesungguhnya,
ucapan2 itu merupakan suatu tata adat apabila seorang
bawahan berbicara dengan orang atasannya.
Bahwa setitikpun bekel itu tak menyangka, ucapan2 yang
sesungguhnya hanya mengunjukkan kerendahan hati itu, telah
ditafsir dan dikupas secara tajam oleh rakryan Kuti di muka
sidang besar. Namnn bekel yang muda usia itu, ternyata tidaklah muda
dalam pengalaman. Ia tetap bersikap tenang, berseri durja.
"Hamba menghaturkan terima kasih yang sebesar
besarnya atas petunjuk gusti" katanya seraya tak lupa
mengiring sembah, "hamba mohon petunjuk pula, apakah
yang sesungguhnya gusti kehendaki pada diri hamba. Bila
gusti hendak menjatuhkan hukuman atas diri hamba dengan
segala kerendahan dan kerelaan hati akan menyerahkan jiwa
raga hamba." Ra Kuti tertawa hambar. "Telah kukatakan bahwa hukum itu merupakan
pengejawantahan dari keadilan. Hukum adalah pengayoman
bagi yang benar tetapi suatu pelajaran pahit bagi yang
bersalah. Takkan kujatuhkan hukuman kepada dirimu apabila
engkau benar2 tak bersalah. Dan untuk mengatakan engkau
salah atau benar, wajiblah engkau memenuhi suatu tuntutan."
"Baik, gusti" sahut bekel Dipa "hamba bersedia untuk
memenuhi apapun yang paduka titahkan"
"Bekel" seru kepala Dharmaputera itu "tidak mudah untuk
mengaku-aku sebagai seorang pengalasan, apalagi seorang
bentara, seorang utusan sang nata, apabila tiada bukti yang
meyakinkan. Engkau mengaku sebagai utusan baginda untuk
mengabarkan firman raja kepada para mentri narapraja dan
kawula pura kerajaan. Dapatkah hal itu diterima begitu saja
oleh seluruh mentri2 dan narapraja yang hadir dalam ruang
paseban ini ?" "Tidak!" "Tidak!" Terdengar dua buah penyahutan yang menyatakan suatu
penolakan. Yang satu berasal dari deretan para
Dharmaputera. Dan yang satu dari arah deretan para nayaka.
"Ya, tidak dapat kita terima begitu saja!" tiba2
tumenggung Nala berseru lantang. Suatu sikap yang diam2
membuat para mentri Panca ri Wilwatikta terkesiap dalam hati.
Rakryan Kuti tersenyum puas.
"Nah, bekel" serunya dengan nada lebih bengis, "engkau
telah mendengar betapa hukum itu telah dihayati o!eh para
pimpinan pemerintahan. Maka kuwajibkan engkau saat ini
untuk memberikan bukti bahwa engkau benar2 seorang bekel
yang telah diutus sang nata. Apabila engkau tak membekal
bukti ataupun pembuktianmu kurarg meyakinkan, maka
segera akan kuperintahkan prajurit untuk menangkap dan
menghukum mati kepadamu"
Bekel Dipa pejamkan mata, merenung diam. Suasana pun
berobah tegang pula. Beratus-ratus pasang mata dari para
meutri dan narapraja yang hadir dalam ruang paseban, beribu
ribu pandang mata rakyat yang berjejal jejal di Juar paseban,
menumpah ruah kepada diri bekel muda itu. Mereka
terpengaruh oleh ucapan kepala Dharmaputera dan mengakui
bahwa pernyataan ra Kuti memang tepat.
Mentri2, gusti, tanda dan nayaka senopati serta para
kawula menuntut jawaban bekel Dipa. Rombongan
Dharmaputera dan mereka yang bekerja pada kepentingan
Dharmaputera, tampak cerah wajahnya. Sedangkan para
mentri dan narapraja yang merasakan suatu angin segar telah
dibawa oleh kehadiran bekel Dipa, diam2 merasa cemas.
Mereka hanya berdiam diri membenam gejolak wajah mereka.
Demikian pula dengan rakyat yang berada di sekeliling luar
paseban. Mereka berdiam diri menahan napas penuh rasa
ketegangan. Ada sementara orang yang cemas dikala
menyaksikan sikap bekel Dipa yang berdiam diri seolah
menunjukkan gejala2 bersalah.


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat dari puncak ketegangan meletup, ketika bekel muda
itu membuka mata dan menggerakkan bibirnya.
"Para gusti, bendara yang hamba hormati. Para gusti
rakryan Dharmaputera terutama gusti rakryan Kuti yang
hamba muliakan. Para gusti senopati, nayaka dan para rekan2
prajurit serta para kawula pura Wtlwatikta yang hamba
sayangi. Demi memenuhi titah gusti rakryan Dharmaputera
Kuti yang mulia serta bijaksana, pengayom seluruh kawula
kerajaan, maka perkenanlah hamba bekel Kerta Dipa yang
hina dina ini, mempersembahkan sebuah benda kehadapan
tuan2 sekalian" seru bekel muda itu dengan nada suara yang
lantang, tegas dan penuh daya penarik.
Bekel muda itu hentikan kata-katanya, lalu merogoh
kedalam baju dan mengeluarkan sebuah benda berkilat kilat
cahayanya. Benda itu diangkat dengan kedua tangannya
keatas kepala dan pertama tama ia menghadapkan benda itu
ke arah Dharmaputera, para mentri, nayaka senopati dan
segenap lapisan narapraja yang berada dalam ruang paseban
itu. "Gusti sekalian yang mulia, inilah persembahan hamba
sebagai bukti dari pengakuan hamba menjadi utusan baginda
yang mulia ..... "Lencana Minadviya ...."
Serentak berhamburan seru teriakan dari segenap
narapraja dan senopati yang berada dalam paseban.
Dharmaputera terbelalak Ra Kuti menyilangkan pandang mata
lebar2, seolah-olah tak percaya akan apa yang disaksikannya.
"Dirgahayu sri nata Jayanagara," Sserempak gegap
gempitalah sorak sorai rakyat di luar paseban demi sempat
melihat lencana itu. Ra Kuti pucat lesi wajahnya.
Setelah cukup lama mengunjukkan lencana Minadviya itu
ke hadapan sidang paseban, bekel muda itu dengan hati-hati
dan khidmat segera menyimpannya lagi ke dalam baju.
Tanpa mengunjuk sikap bangga ataupun angkuh, dengan
kerendahan hati, ia berkata, "Gusti sekalian yang mulia, hina
sekalipun diri hamba tetapi hamba seorang bekel bhayangkara
keraton. Hamba telah mewajbkan diri hamba untuk mengenal
dan menghayati hukum negara. Oleh karena itu, hambapun
takkan seberani itu untuk menyela ke dalam perapatan besar
yang sedang berlangsung dalam paseban ini, apabila tiada
tugas yang maha penting yang harus hamba persembahkan
ke hadapan gusti sekalian. Tugas sepenting yang tengah
hamba laksanakan ini, takkan berani hamba terima apabila
hamba tak membawa sesuatu pelengkap untuk pesabot diri
hamba. Dan dalam hal ini, baginda pun dengan penuh
kebijaksanaan telah menyadari dan menyerahkan lencana
agung kepada hamba" Terdengar hamburan desah napas yang panjang dan
longgar di luar paseban. Tetapi para mentri narapraja yang
hadir dalam ruang paseban tiada mengunjuk tanggapan apa2
kecuali perobahan cahaya muka mereka yang berangsurangsur mengendap tenang.
"Gusti sekalian yang hamba hormati" seru bekel Dipa "apa
yang hamba persembahkan tadi masih jauh dari lengkap.
Apakah gusti sekalian masih memperkenankan hamba untuk
menyelesaikan berita yang hamba bawa ini?"
Walaupun seharusnya para mentri2 dan senopati yang
berada dalam paseban, saat itu juga meluluskan tetapi mereka
terlalu hati2 untuk memperlihatkan sikap. Mereka menyadari
bahwa sekeliling paseban itu penuh dengan orang2 dari
Dharmaputera. Dan suatu tindakan yang cerdik dari ra Kuti
bahwa di antara mentri, senopati dan narapraja yang
berpangkat tinggi, sukar orang mengetahui mana yang
mendukung Dharmaputera dan masa yang menentang. Mana
yang bekerja pada Dharmaputera dan mana yang memusuhi.
Karena itu mereka saling menyembunyikan sikap dan
cenderung untuk saling curiga mencurigai. Demikian sikap itu
berlangsung juga di paseban sidang saat itu, di kala mereka
mendengarkan pembicaraan bekel Dipa.
"Karena engkau sudah membuktikan bahwa dirimu benar2
utusan dari sang nata, maka kurasa gusti rakryan Kuti tentu
akan mengidinkan engkau melanjutkan persembahan
laporanmu, bekel" tiba2 tumenggung Nala memecah
ketegangan yang membisu. Dan sehabis mengatakan
demikian, tumenggung itupun berpaling ke arah ra Kuti.
"Rakryan, bukankah demikian keputusan tuan ?"
Tumenggung Nala telah melancarkan suatu siasat halus
yang sukar diketahui orang. Bahkan ra Kuti yang cerdik
itupun, sukar merasakan dibalik sikap tumenggung yang saat
itu diangkat sebagai pejabat patih amancanagara, semacam
walikota yang bertanggungjawab akan keamanan pura
kerajaan Wilwatikta. Pada saat ra Kuti melancarkan desakan yang memaksa
bekel Dipa menunjukkan bukti bahwa dia benar utusan dari
sang nata maka dengan serempak tumenggung Nala pun
mendukung sepenuhnya. Dan kini setelah bekel Dipa dapat
membuktikan bahwa dia benar2 seorang bentara raja, maka
tumenggung itupun mendahului ra Kuti untuk memberi
persetujuan Dipa melanjutkan laporannya. Dalam anggapan ra
Kuti, tumenggung Nala itu sengaja hendak menyelamatkan ra
Kuti dari sikap kepukauan yang dikuatirkan akan dinilai oleh
seluruh mentri dan rakyat, sebagai seorang yang melanggar
kata-katanya sendiri. Mengancam bekel Dipa dengan landasan
hukum kerajaan tetapi kemudian ia melanggar hukum itu
sendiri setelah bekel muda itu ternyata tidak bersalah.
Diam2 kepala Dharmaputera itu bersyukur dalam hati
kepada tumenggung Nala. Serentak ia menjawab dengan
sebuah anggukan kepala. "Lanjutkan! Kami ingin mendengar berita dari baginda!"
Sesaat ra Kuti memberi anggukan, terdengarlah rakyat
berteriak-teriak diiuar paseban. Diam2 kepala Dharmaputera
itu bersyukur pula bahwa ia telah mendahului keinginan
mereka dengan langkah yang benar.
Saat itu suasana di luar paseban memang sudah
meningkat. Para penjaga keamanan hampir tak kuasa untuk
mengatasi keadaan. Diam2 ra Kuti terkejut dalam keheranan.
Mengapa rakyat yang datang di halaman paseban, sedemikian
besar jumlahnya sehingga melebihi apa yang diduganya.
Sehingga karenanya pula, penjagaan tak kuasa menampungnya. Naluri yang tajam dari kepala Dharmaputera
itu segera membayangkan suatu prasangka, bahwa
meluapnya rakyat yang mengunjungi halaman paseban Balai
Prajurit itu, seolah dianjurkan oleh orang. Seolah memang
sengaja digerakkan dan dikerahkan orang. Tetapi siapakah
gerangan orang atau golongan penggerak itu"
Namun ra Kuti tak sempat menduga-duga lebih lanjut
karena saat itu terdengar bekel Dipa mulai membuka suara
pula. Para gusti, bendara yang mulia
Para prajurit yang setya Para rakyat yang tercinta
Yang berdiri di hadapan tuan2 ini
bukanlah bekel Kerta Dipa peribadi
melainkan sang nata narpati
Hendak mempersembahkan firman murni
dari sang nata prabu bestari
Junjungan seluruh kawula, mentri senopati
Bukan maksud hamba mengeruh cakrawati
Membawa halilintar mengguncang bumi
mengabarkan berita pengoyak hati
Karena kesemuanya itu kodrat Prakitri
sesuai dengan janji setiap peribadi
kepada Batara Agung pencipta bumi
Usah berduka, usah bersedih
Jangan kecewa bimbang hati
Yang tiada relakan pergi.
Teguhkan iman, panjatkan puji
Semoga para dewata agung merestui
Pimpinan Dharmaputera gusti rakryan Kuti.
Terdengar suara berisik macam daun kering berguguran
ke tanah, ketika para mentri dan narapraja dalam ruang
paseban beringsut mengisar duduknya. Jelas kata2 bekel Dipa
yang terakhir itu mendapat tanggapan dari yang hadir. Entah
bagaimana tanggapan itu, sukar diketahui. Dan karena tak
kuasa menahan luap perasaan hati, mereka telah beringsut
dari tempat duduknya. Demikian pula dengan suasana di luar paseban. Terdengar
hiruk pikuk pelahan dan tak jelas dari rakyat yang berjejal-jejal
di halaman. Sesungguhnya saat itu, ra Kuti hendak memerintahkan
bekel Dipa supaya menyingkat pembicaraan dan langsung
mengabarkan berita dari baginda. Tetapi ketika bekel muda itu
menyebut-nyebut namanya dan dihubungkan dengan doa
kepada dewata, ra Kuti tertegun diam pula. Tanpa disadari ia
tertarik juga akan rangkaian kata2 pidato bekel muda itu.
Para gusti, bendara yang mulia
Rekan2 prajurit yang setya
Dan saudara2 para kawula yang tercinta
Malu, menimbulkan kecewa hati
Kecewa membangkit rawan dan sedih
Malu, kecewa, sedih serempak menimbun
Malu bagi seorang raja insan tinggi
Lebih menyiksa dari derita mati
Lebih sakit dari tusuk keris sakti
Demikian rasa derita yang menghuni
Dalam lubuk sanubari putera utama pertiwi
Sri Jayanagara raja seluruh negeri
Bagindapun gering beberapa hari
Walaupun tak kurang2 para bhayangkari
Menghibur dan mempersembah puji
Namun sang nata Wilwatikta puri
bertekad melimpahkan amanat suci agar para mentri dan
kawula puas dihati Semoga dewa mengampuni mereka yang ciri
dari belenggu nafsu, maya insani
yang haus kekuasaan duniawi
Kepada mereka, para kawula dan mentri
yang menginginkan baginda Jayanagari
turun tahta, meninggalkan puri
Dengan rela, lepas dan sepi hati
baginda menyerah segala yang dimiliki
kekuasaan, harta dan puri seisi
Hanya sepatah baginda ingin meminta janji
agar para kawula memanjatkan doa puji
dalam baginda menempuh perjalanan sunyi
Semoga dharma. amal dan bhakti
semasa baginda hidup simpai akhir janji
diterima selayak kehendak Hyang Widdhi
Pada saat bekel Dipa mengucap kata2 itu maka gemparlah
seluruh paseban, di dalam ruangan maupun di luar halaman.
"Hai, bekel, apa katamu" Bagaimana baginda?" selepas
hati mengekang perasaan maka meluncurlah kata2 itu dari
para mentri dan senopati yang duduk pada deretan terdepan.
Tetapi lebih gempar lagi, di luar paseban. Laksana suara
gemuruh tanah longsor, rakyat bergerak maju berdesak desak
hendak masuk ke dalam paseban seraya berteriak-teriak
"Bekel ..... hai bekel .... katakanlah yang jelas, bagaimana
keadaan junjungan kita ..."
Dharmaputera makin gelisah. Suasana makin memuncak
tegang. Para penjaga keamanan sudah tak kuasa menahan
desakan rakyat. Jika dibiarkan hal itu berkelarutan, tentu
membahayakan. Ra Kuti cepat bertindak.
"Bekel, lekas engkau selesaikan beritamu. Makin cepat
makin baik agar suasana jangan kacau" serunya kepada bekel
Dipa. "Baik, gusti, hamba akan melakukan titah paduka" sahut
Dipa lalu berpaling tubuh, mengisar arah ke hadapan rakyat.
"Saudara2" serunya nyaring. Dan seketika kegaduhan itu
sirap, suasanapun tenang pula "benarkah saudara ingin
mendengar berita tentang keadaan raja junjungan kita?"
"Ya ....." bergemuruh laksana bukit roboh menyambut
pertanyaan bekel Dipa. "Baik, saudara2, dengarkanlah sepenuh hatimu. Akan
kukabarkan sebuah berita yang penting bagimu, segenap
kawula kerajaan Wilwatikta" seru bekel Dipa lalu berhenti
sejenak untuk menyusun napas.
"Baginda sri Jayanagara yang berkuasa di seluruh kerajaan
Majapahit yang besar dan jaya, kini telah ... wafat ...."
Apabila paseban dari Bala Prajurit itu tak dibangun dengan
kokoh, saat itu tentu akan ambruk karena dilanda oleh jerit
pekik sedahsyat gunung meletus, yang berhamburan dari
beribu rakyat di rekeliling paseban. Atap berderak-derak, tiang
bergetar-getar, lantai berdegup degup serasa hendak
mencelat ke udara. Rasa kejut yang paling mengejutkan yalah apabila terjadi
halilintar meletus pada siang hari dimusim kemarau. Tetapi
rasa kejut yang diderita oleh para mentri, senopati dan rakyat
yang berada disekeliling paseban Balai Prajurit kala itu.
rasanya lebih besar daripada mendengar halilintar meletus di
siang hari. Kemudian rasa kejut itu segera berganti dengan rasa duka
dan sesal yang tak terhingga. Sedemikian besar rasa sesal dan
duka yang mencengkam hati orang2 itu sehingga mereka tak
kuasa lagi menahan luapan hatinya, Maka pecahlah targis dan
lolong jeritan dari segenap yang hadir dalam paseban dan
rakyat yang berada di luar dan di halaman paseban.
"Gusti, ampunilah dosa kami"."
"Gusti, mengapa paduka sampai hati meninggalkan para
kawula paduka ...." Demikian hiruk pikuk lolong tangis dari para mentri,
prajurit dan terutama rakyat di luar paseban. Mereka lebih
keras menumpahkan tangis sehingga ada pula yang sampai
berguling guling di tanah, mengoyak-ngoyak pakaian,
mencabik cabik rambut dan memukul-mukul kepala dan
dadanya sendiri.

02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dharmaputera dan ra Kuti terpukau dalam kekaburan
faham dan perasaan. Entah apakah berita wafatnya baginda
itu harus disambut dengan gembira atau duka. Seharusnya ra
Kuti dan para Dharmaputera menyambut berita itu dengan
rasa gembira. Gembira karena mereka seperti mendapat
sesuatu secara tak terduga-duga dan lebih dari apa yang
diharap. Pucuk dicinta ulam tiba. Cita2 ra Kuti yang hendak
disalurkan melalui sidang lengkap dari sidang mentri, senopati
dan rakyat pura kerajaan, sudah menampakkan cahaya
terang. Hanya selangkah lagi dan tercapailah yang dicita
citakan ra Kuti dan para Dharmaputera. Jalan telah rata,
perintang terbesarpun telah tiada.
Tetapi naluri ra Kuti yang tajam cepat dapat mencium
sesuatu. Suasana yang berlangsung di dalam dan di luar
paseban memberi kesan yang mengejutkan hatinya. Rasa
duka yang amat besar dari para kawula dan sementara mentri
narapraja itu menunjukkan bahwa mereka masih tetap
mengenang baginda. Masih tetap setya kepaia raja. Seketika
timbullah kegelisahan dalam hati kepala Dharmaputera itu.
Kemudian kegelisahan itu berkembang meningkatkan suatu
amarah. Kelak apabila rapat besar itu memutuskan dia
diangkat menjadi pimpinan pemerintahan, ia akan
menjalankan tindakan tangan besi untuk membersihkan sisa2
pendukung baginda Jayanagara. Ia akan membasmi mereka
sampai seakar-akarnya. Tetapi pada lain kilas, terlintas sesuatu yang lain dalam
benaknya, "Ah, kurang bijaksana apabila aku bertindak begitu.
Baginda Jayanagara dibenci karena menindakkan kekerasan
dalam pemerintahannya. Lebih baik aku mengikuti jejak
baginda Kertarajasa, yang menindakkan pemerintahan dengan
lunak. A ku harus membeli kesetyaan mereka dengan budi dan
bantuan2 serta pengayoman2 yang menyenangkan ...."
Seketika wajah kepala Dharmaputera yang mengerut
gelap, mulai berangsur-angsur cerah kembali. Yakin bahwa
sesuatu akan berjalan lancar sesuai seperti yang diharapkan,
maka iapun membiarkan saja bekel muda itu akan berbuat
dan bicara lagi melanjutkan laporannya.
Setelah menganggap bahwa sudah cukup rasanya airmata
menggenangi bumi maka bekel Dipa pun menegakkan kepala
dan berbicara pula. "Saudara2, mengapa saudara2 menangis" Apa yang
saudara2 tangisi" Bukankah baginda sudah berkenan
melimpahkan tuntutan saudara?"
"Tidak! Tidak! Kami tidak menuntut baginda turun tahta
...... !" teriak dari halaman paseban.
Bekel Dipa mendapat kesan penuh bahwa ternyata para
kawula dan sebagian besar mentri dan senopati kerajaan,
masih tetap setia kepada baginda. Namun ia tak mau berlaku
gopoh dulu. "Tidak menuntut tetapi menimbulkan huru hara, apakah
artinya itu?" serunya pula.
"Kami tidak ikut dalam huru hara!"
"Kami hanya sekedar ikut-ikutan saja ke alun2 istana!"
"Kami tidak tahu tujuan mereka yang mengajak kami ke
alun alun istana ...."
Bekel Dipa makin mendapat gambaran jelas.
"Ah, seribu alasan kalah dengan sebuah kenyataan"
serunya pula "kini baginda sudah mangkat, tiada guna saudara
menangis" "Kami sangat menyesal dan amat sedih sekali karena
ditinggal baginda" "Apakah cukup dengan menangis, saudara2 sudah merasa
dapat menebus dosa dan sesal?"
Serentak dan serempak terdengarlah pekik teriak dari
seribu rakyat yang berjejal di sekeliling paseban. "Ki bekel,
hayo. bawalah kami ke makam baginda ...."
"Ya, dimanakah baginda disemayamkan?"
"Tunjukkan tempat itu !"
"Kami ingin mengunjuk sesaji dan penghormatan yang
terakhir kepada junjungan kami....."
Bekel Dipa mengangkat kedua tangannya mengisyaratkan
agar rakyat jangan gaduh. Setelah suasana reda, maka
melontarkan kata2 dari mulut bekel muda itu.
"Baik, saudara2, aku berjanji akan membawa laudara2
berziarah ke tempat peristirahatan baginda yang terakhir.
Tetapi sebelumnya, aku ingin bertanya kepada saudara2"
"Katakan .... katakan ...."
"Telah kukatakan semula, bahwa karena malu, kecewa dan
sedih atas huru-hara itu, maka bagindapun gering dan
mangkat. Dengan begitu yang menyebabkan baginda
mangkat, adalah peristiwa huru-hara itu"
"Kami tidak ikut dalam huru hara itu !"
"Apakah saudara2 benar2 setya kepada baginda?"
"Setya ....... ! Setya ....... !" sambutan segera menggegap
gempita dari luar paseban.
"Baik" seru bekel Dipa "jika saudara2 benar2 setya, maka
aku hendak mohon dua buah permintaan kepada saudara2"
"Katakanlah !" "Pertama, carilah biangkeladi dari huru-hara itu, hukumlah
dia selayak dengan dosanya kepada junjungan saudara itu.
Dan kedua, berterima kasihlah kepada gusti rakryan
Dharmaputera dan terutama gusti rakryan Kuti yang selama ini
telah mewakili baginda menjalankan pemerintahan kerajaan
secara bijaksana" Rakryan Kuti sudah makin gelisah melihat suasana di
paseban itu. Ia harus menghentikan kelonggaran perasaannya
ketika melihat betapa pandai bekel muda itu membawa rakyat
ke dalam lingkaran pengaruhnya. Dan dikala bekel Dipa
mengutarakan permintaan yang pertama, hampir saja ra Kuti
melonjak bangun dan hendak memberi perintah agar bekel itu
cepat disingkirkan dari ruang paseban. Dan agar persidangan
dimulai lagi. Tetapi tiba2 ia serasa terpana dalam pesona ketika
mendengar permintaan bekel Dipa yang kedua kepada rakyat.
Jelas bekel muda itu hendak menganjurkan supaya para
mentri dan nara praja serta seluruh rakyat pura kerajaan, taat
pada dirinya. Bukankah ucapan bekel Dipa yang menyatakan
gusti rakryan Kuti yang bijaksana itu, mengandung makna
bahwa para nara praja dan kawula kerajaan dianjurkan supaya
menjunjung rakryan Kuti sebagai pimpinan kerajaan" Ah ....
serasa terlepas dada kepala Dharmaputera itu dari himpitan
batu yang besar. Ia batalkan rencananya dan tenangkan
duduknya pula. Terdengar sambutan yang gegap gempita dari rakyat yang
berkerumun di sekeliling paseban. Mereka menyatakan akan
meataati permintaan bekel Dipa.
"Bhakti untuk mengunjukkan rasa setya kepada baginda
kita, kurasa tiada yang lebih utama dari menumpas
biangkeladi huru hara yang menyebabkan baginda merasa dan
mangkat itu" "Benar! Benar!" teriak rakyat.
"Sudahkah saudara tahu siapa sesungguhnya biangkeladi
pemberontakan itu?" tanya bekel Dipa dengan tegas dan
lantang. "Tidak tahu !" "Apakah saudara2 ingin tahu?"
"Ingin .... ingin sekali!"
"Kalau sudah tahu, apa gunanya?"
"Akan kami bunuh!"
"Bekel" tiba2 terdengar seorang berseru nyaring. Nadanya
mengandung percik2 curahan hati yang gembira.
Bekel Dipa terkejut dan berpaling. Demi melihat rakryan
Kuti berbangkit dari tempat duduknya, cepat2 bekel itu
berputar diri menghadap kc arah kepala Dharmaputera itu.
"Adakah gusti rakryan menitahkan hamba ?"
"Ya" sahut rakryan Kuti.
"Apakah yang gusti hendak titahkan kepada hamba?"
"Bekel" kata kepala Dharmaputera itu "sesungguhnya
perapatan besar di paseban Balai prajurit ini, antara lain juga
hendak mengadili biangkeladi dari huru hara beberapa hari
yang lalu. Engkau telah mendahului acara yang sedianya akan
menjadi bahan pembicaraan rapat ini. bekel"
"O" bekel Dipa terbeliak "hamba benar2 tak tahu akan hal
itu, gusti. Mohon paduka melimpahkan hukuman kepada
hamba" Rakryan Kuti tertawa. "Engkau seorang anakmuda yang cepat menghayati
sesuatu pengalaman. Engkau tak lagi memohon ampun atas
kesalahanmu tetapi bahkan memohon hukuman atas
tindakanmu yang tak salah"
Bekel Dipa hanya mengunjuk sembah.
"Karena tak mengetahui, engkaupun tak bersalah. Bahkan
akan kurestui tindakanmu untuk mencari dan menghukum
biangkeladi huru hara itu"
"O" kembali bekel itu mengunjuk sembah "terima kasih,
gusti" Ra Kuti mengangguk. "Bekel" serunya pula "tahukah sudah engkau, siapakah
biangkeladi dari huru hara itu?"
Bekel Dipa terkesiap. Beberapa saat ia tak dapat menyahut
"Hamba masih belum tahu jelas, gusti?"
"Dan engkau berani menjanjikan kepada para kawula
untuk menunjukkan biangkeladi itu?"
Kembali bekel muda itu agak tertegun. Sesaat kemudian
baru ia menjawab "Hamba akan berusaha menyelidiki dan
menyingkap tabir yang selama ini menyelimuti peristiwa itu,
gusti" Ra Kuti kernyitkan dahi "Menyelidiki" Dimana dan
bagaimana engkau hendak melakukan penyelidikan itu,
bekel?" "Gusti" bekel Dipa mengunjuk sembah "hamba yakin yang
hadir dalam paseban ini, tentu akan mengetahui biangkeladi
itu. Dan terutama hamba sangat patuh dan percaya atas
kebijaksanaan paduka, gusti rakryan Kuti yang mulia"
Beberapa mentri dan narapraja tampak mengerut dahi.
Mereka heran dan bingung memikirkan ucapan bekel muda
itu. Sampaipun tumenggung Nala tampak tercengang juga.
"Ho, engkau percaya bahwa aku tentu tahu siapa
biangkeladi itu?" seru rakryan Kuti.
"Paduka adalah kepala Dharmaputera yang mulia dan
bijaksana. Paduka pula lah yang memimpin tampuk
pemerintahan kerajaan pada waktu baginda tiada berada di
pura. Sebesar gunung Penanggungan, sebulat buluhlah
kepercayaan hamba kepada kebijaksanaan paduka, gusti"
Rakryan Kuti tertawa. "Semuda itu usiamu, bekel, tetapi engkau tangkas bicara,
tajam menilai" seru kepala Dharmaputera itu "benar, bekel,
memang aku tahu siapa biangkeladi huru hara itu. Bahkan
saat ini dia sudah kutangkap"
Bekel Dipa terbeliak kejut. Mentri2 dan segenap yang hadir
dalam paseban, bahkan rakyat yang berjejal di luar paseban,
serempak mendesuh kaget. "Tunjukkanlah orang itu!"
"Dia harus dicincang!"
Demikian pekik teriakan yang melontar dari luar paseban.
"Gusti" Dipa mengunjuk sembari pula "rakyat sudah
menuntut ingin melihat wajah biangkeladi huru hara itu.
Mohon paduka sudi menitahkan supaya orang itu dihadapkan
di muka sidang ini" "Baik" kata ra Kuti lalu bertepuk tangan memberi perintah
"rakryan Semi, silahkan membawa dia ke dalam paseban sini."
Ra Semi berbangkit lalu menghampiri seorang prajurit
bertubuh tinggi besar dan membisikinya beberapa patah kata.
Prajurit yang berpakaian seragam bekel itu, segera menerobos
ke luar. Selama menunggu kedatangan prajurit yang akan
membawa biangkeladi huru hara, berbagai-bagai dugaan dan
tafsiran bertebaran menghinggapi benak segenap orang yang
hadir. Tak lama kemudian tampaklah prajurit itu muncul dengan
mengiring seorang lelaki yang kedua tangannya diikat ke
belakang dan kepala sampai pada mukanya ditutup dengan
kain cadar warna hitam. Kembali kegaduhan timbul baik di luar maupun di dalam
paseban. Beberapa orang segera hendak lari menyongsongnya. Tetapi seorang muda yang memelihara
kumis tebal dan janggut lebat, cepat mencegah. "Jangan
saudara2. Sebelum kita tahu siapa orang itu, sebelum terbukti
bahwa dia memang bersalah sebagai penggerak huru hara,
janganlah kita turun tangan dulu"
"Benar, benar" sambut beberapa orang sehingga orang2
yang hendak melampiaskan kemarahannya itupun hentikan
langkah. Para menteri, senopati dan segenap narapraja yang
berada dalam ruang paseban, mendesuh kejut, membelalakkan mata. Ada beberapa dari mereka yang
agaknya merasa kenal dan faham akan perawakan orang itu.
Namun mereka tak berani mengucap apa2.
Langsung orang itu dibawa ke hadapan ra Kuti. "baik,
jangan engkau pergi, jagalah di sampingnya" perintah ra Kuti
kepada prajurit tinggi besar itu.
Ra Kuti serentak berbangkit dari tempat duduk, tampil ke
tengah ruang dan membuka suara.
"Para mentri, senopati, gusti, tanda dan para nayaka,
prajurit serta seluruh kawula pura Majapahit" kepala
Dharmaputera itu memulai pidatonya.
"Sesuai dengan acara yang tercantum pada rapat paseban
hari ini dan sejalan dengan pernyataan bekel Kerta Dipa yang
menjanjikan kepada para kawula untuk menunjukkan orang
yang mengadakan huru-hara pemberontakan beberapa hari


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang lalu. Maka aku sebagai kepala Dharmaputera yang saat
ini telah dipercayakan oleh Dewan Mahkota dan seluruh mentri
kerajaan untuk memegang tampuk pimpinan pemerintahan,
akan mempersembahkan orang yang telah mengadakan
pengacauan itu sehingga menyebabkan baginda junjungan
kita wafat ..." Ra Kuti berhenti sejenak untuk menyelidik kesan dari
segenap yang hadir di dalam maupun di luar paseban. Ia
mengharap sambutan2 segera terdengar di sana sini
sebagaimana yang diberikan kepada bekel Dipa tadi. Tetapi
ternyata suasana sunyi. Hanya kerut dan cahaya wajah
mereka yang memancar dalam warna2 yang tak menentu.
"Telah kukatakan dalam pembicaraan dengan bekel Dipa
tadi, bahwa hukum dalam undang2 pemerintah kerajaan
Majapahit harus dijunjung tinggi dan ditaati sepenuhnya.
Hukum harus berlaku pada setiap orang sebagaimana keadilan
pun harus diberikan kepada setiap kawula kerajaan.
Pemberontakan yang dilancarkan dalam huru hara beberapa
hari yang lalu, merupakan suatu tindakan berhianat kepada
raja dan kerajaan. Hukum bagi seorang penghianat negara,
menurut undang2 kerajaan Majapahit, adalah hukuman mati.
Ya, mati bagi seorang penghianat!"
Sorak sorai menggemuruh dari luar paseban. Rakyat
berteriak teriak mendukung pernyataan ra Kuti.
"Entah dia seorang raja sekali pun, seorang brahmana
ataupun mentri narapnja yang berpangkat tinggi, tetapi
apabila dia berhianat, harus dihukum mati!"
"Benar, benar !" teriak ribuan rakyat di luar paseban.
"Sekarang apabila, saudara2 ingin tahu wujut dari manusia
yang menggerakkan haru-hara pemberontakan itu, akan
kubuka kain cadar yang menyelubungi mukanya ...."
Seketika siraplah susana dalam keheningan yang tegang.
Ra Kuti maju ke muka orang itu dan menyingkap kain cadar
mukanya. Seketika gemparlah suasana dalam ruang paseban
dan di halaman. Suara jeritan kejut melihat wajah orang,
bergema gemuruh bagaikan gunung rubuh.
"Mahapatih A luyuda ....... !"
"Patih Aluyuda.....!"
Lengking pekik peranjat, berhamburan meletup-letup dari
mulut setiap orang. Bekel Dipa pun ternganga mulutnya.
Tampak wajah mahapatih Aluyuda pucat lesi seperti
mayat. Tubuhnya gemetar keras. Namun ia tak dapat
membuka suara karena mulutnya tersumbat segulung kain.
Hanya biji matanya yang terbelalak, memandang ra Kuti dan
Dharmaputera dengan sorot berapi2.
"Dia adalah penghianat. Tetapi dia adalah mahapatih
kerajaan. Apakah dia tetap harus dihukum mati?" seru ra Kuti
kepada segenap yang hadir dalam paseban, kemudian ia
menghadap ke arah luar paseban.
"Bunuh! ..... Cincang ..... !" teriak rakyat di luar paseban.
"Bagaimana tuan2 sekalian?" ra Kuti ajukan pertanyaan
kepala para mentri narapraja dan senopati yang hadir dalam
ruang paseban. "Setiap penghianat harus dihukum sesuai dengan undang2
kerajaan" beberapa orang melantangkan pernyataan.
Ra Kuti mengangguk. "Baik, karena sudah jelas bahwa para kawula dan para
narapraja menghendaki hukuman mati bagi seorang
penghianat, maka engkaupun harus rela menerima hukuman
itu, ki patih Aluyuda" katanya kepada patih itu.
Ra Kuti terus hendak menitahkan prajurit untuk membawa
ke luar patih itu dan memanggil algojo untuk melaksanakan
hukuman mati. Tetapi sekonyong-konyong terdengar sebuah
suara berseru nyaring. "Gusti rakryan Kuti yang bijaksana. Perkenankanlah hamba
menghaturkan kata ke hadapan paduka"
Ra Kuti melontarkan pandang mata ke arah suara itu dan
dilihatnya bekel Dipa lah yang berbicara.
"Apa yang hendak engkau persembahkan lagi bekel?"
tegur ra Kuti dengan nada tak senang.
Namun bekel Dipa tak gentar ataupun tak terpengaruh
oleh sikap kepala Dharmaputera itu.
"Gusti rakryan yang hamba muliakan" serunya seraya
mengunjuk sembah "walaupun sudah beberapa lama hamba
bekerja sebagai bekel pasukan bhayangkara dalam keraton,
tetapi hamba jarang sekali bertemu dengan gusti patih
Aluyuda. Dan kalaupun bertemu, tak pernah bicara pula.
Selama dalam keraton, hamba hanya mengabdi kepada
baginda junjungan kita. Demikian saat ini, kedatangan hamba
ini adalah sebagai utusan sang nata. Sama sekali tak ada
hubungan atau sangkut paut dengan gusti patih A luyuda"
"Baiklah" jawab ra Kuti "lalu apa maksudmu"
"Hamba sangat terkesan dan mengindahkan sekali atas
setiap patah ucapan paduka tentang hukum yang merupakan
pengejawantahan dari keadilan" kata bekel muda itu pula "dan
keadilan itu, sebagaimana paduka amanatkan di hadapan
sidang besar ini, berlaku untuk semua kawula kerajaan
Majapahit, betapapun tinggi dan rendah kedudukan hidupnya
dan besar kecil pangkat jabatannya"
"Hm, benar" "Bahwa dalam keputusan untuk menentukan gusti patih
Aluyuda lah yang menjadi biangkeladi huru hara
pemberontakan beberapa hari yang lalu, bukanlah suatu hal
yang kecil. Sebesar peristiwa itu, sebesar pula hukuman yang
harus dijatuhkan kepada gusti patih Aluyuda"
"Tangkas benar bicaramu, bekel" puji ra Kuti.
"Gusti rakryan yang mulia" kata bekel Dipa "sebagaimana
halnya dengan sifat yang penting dari peristiwa
pemberontakan itu terhadap baginda dan kerajaan, maka
penting pula peristiwa itu harus diselesaikan dan ditindak.
Bahwa paduka telah menjatuhkan keputusan, gusti patih
Aluyuda sebagai biangkeladi dari pemberontakan itu, memang
hamba dan para gusti yang hadir di sini tak ada yang
menyangsikan kebijaksanaan paduka. Tetapi sebagaimana
paduka katakan tadi pula, sidang ini merupakan sidang
peradilan yang tertinggi. Oleh karena itu, lepas dari peribadi
gusti patih A luyuda dan lepas pula dari kadudukan beliau yang
amat tinggi dalam pemerintahan kerajaan, setiap orang yang
tertuduh dalam peristiwa besar itu, selayaknya kalau diberi
peradilan. Agar dengan tindakan itu, kebijaksanaan paduka
akan lebih semerbak harum dihati sanubari para gusti mentri,
bendara dan para kawula Majapahit."
Ra Kuti terkesiap. Seketika meluaplah rasa geramnya
terhadap bekel muda itu. Keputusan kepada patih Aluyuda
sudah dijatuhkan dan hukuman pun sudah dituntut oleh
segenap mentri narapraja dan para kawula. Tetapi mengapa
harus dimentahkan lagi"
"Benar, benar! Rakyat ingin mengetahui bagaimana
kesalahan patih Aluyuda!" teriak beberapa orang diluar
paseban. Lalu diikuti oleh berpuluh, beratus dan beribu suara
yang lainnya. Ra Kuti tergetar hatinya. Tetapi nalurinya yang tajam
cepat dapat menguasai keadaan yang dihadapinya saat itu.
Jika ia tetap bersitegang menggunakan kekerasan untuk
menolak permintaan bekel Dipa, tentu akan menimbulkan
kesan buruk kepada para narapraja dan kawula. Kepala
Dharmaputera itu menimang lebih lanjut. Bahwa ia telah
memegang bukti2 yang cukup kuat untuk menjerumuskan
Aluyuda sebagai biangkeladi dari pemberontakan. Bahwa
iapun telah mempersiapkan orang orangnya dalam sidang itu
yang akan memberi dukungan dan perlindungan, bilamana
terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Mengapa ia harus
takut meluluskan permintaan bekel muda itu" Bukankah tepat
seperti yang dikatakan bekel Dipa, peradilan atas diri patih
Aluyuda akan memberi kesan baik dan membawa keharuman
nama Dharmaputera ra Kuti di mata narapraja dan seluruh
lapisan rakyat, sebagai seorang pimpinan pemerintahan yang
bijak dan adil. Setelah masak dalam pertimbangan akhirnya kepala
Dharmaputera itu menyanggupkan untuk memberi peradilan
kepada patih Aluyuda. Maka setelah kain penyumbat mulut
dilepas, patih Aluyuda diberi kesempatan berbicara.
Beberapa saat, patih Aluyuda mengelirkan pandang mata
menelusur kesegenap ujung dan sudut dalam ruang paseban
itu, kemudian melayang ke halaman.
"Ki patih" kata ra Kuti dengan nada sarat "janganlah
membuang waktu untuk mencari pengikut2 dan pembantu2 ki
patih. Karena mereka sudah berada di tempat yang aman.
Yang penting ki patih harus dapat memanfaatkan kesempatan
ini untuk menjelaskan apa yang telah engkau lakukan dalam
huru hara itu" Merah padam wajah patih Aluyuda. Ia adalah seorang
mentri yang paling tinggi kedudukannya sejak diangkat
baginda untuk menjabat kedudukan mahapatih. Hinaan yang
dideritanya saat itu, benar2 menghanguskan dadanya. Ia ingin
mati dengan membenturkan kepalanya ke tiang paseban
ataupun pada lantai. Sepanjang hidupnya, baru pertama kali
itu ia menderita hinaan yang sehebat itu. Hinaan yang lebih
mengerikan daripada kematian.
Namun suatu pertimbangan lain melintas dalam
pikirannya. Apabila ia nekad bunuh diri, namanya tentu akan
dinista rakyat sebagai seorang penghianat. Dan yang paling
mendapat keuntungan adalah Dharmaputera. Mereka tentu
akan lebih bersimaharajalela untuk merebut kekuasaan
pemerintahan. Bahkan manusia Kuti yang telah dikenalnya itu,
tentu takkan segan2 untuk merebut tahta.
"Tidak, aku tak mau bunuh diri sebelum Dharmaputera
hancur binasa" akhirnya ia membulatkan tekad untuk
menghadapi derita dan hinaan yang betapa jauh lebih hebat
dari yang dialaminya saat itu.
Sepanjang penitian pandang matanya dalam beberapa
saat tadi., ia mendapat kesan bahwa baik mentri2 dari
kalangan narapraja maupun senopati nayaka dari kalangan
tentara, tiada seorangpun yang memancarkan sinar mata bela
sungkawa atau rasa setya ataupun sikap keprihatinan
terhadap nasib yang dideritanya.
"Hm, manusia" dengusnya dalam hati "di-waktu aku jaya
mereka menyanjung-nyanjung menyembah di bawah kakiku.
Tetapi sekarang, setelah aku dalam keadaan papa dan celaka,
mereka berpaling hati semua"
Makin keras tekad patih Aluyuda untuk mengerahkan
seluruh kepandaian bicaranya, menghadapi saat2 yang akan
menentukan nasibnya. Sekali lagi ia telah membulatkan tekad,
ia bersedia mati tetapi kematiannya itupun harus diikuti
dengan lenyapnya Dharmaputera terutama ra Kuti.
Tetapi saat itu ia telah kehilangan kekuasaan, kehilangan
pengikut, kehilangan orang2 yang dipercayainya dan
kehilangan sahabat2 yang setya. Dan bahkan pada saat itu ia
telah dijadikan tawanan, dihadapkan ke sidang besar sebagai
seorang pemimpin pemberontak. Pada hal ia merasa, sama
sekali ia tak melakukan hal itu. Bahkan pada malam itu
gedung kepatihan telah diserbu o !eh kaum perusuh. Pada saat
para penjaga kepatihan sedang bertempur menahan mereka,
ia berhasil meloloskan diri. Ia menyamar sebagai seorang
rakyat biasa dan berhasil bersembunyi di rumah seorang
prajurit sebawahannya. Memang ia tak mau lolos dari pura. Ia tetap berada dalam
pura agar dapat mengetahui berita2 tentang keadaan pura
terutama gerak-gerik Dharmaputera. Ia pun telah berusaha
untuk menyelidiki kabar tentang tempat persembunyian
baginda. Tetapi gagal. Ia tetap tak berani ke luar dari
persembunyiannya karena tahu bahwa pemerintahan telah
dikuasai oleh ra Kuti. Dan ra Kuti telah menyebar wara2,
barang siapa dapat memberitahu tempat persembunyian patih
Aluyuda, atau barangsiapa yang dapat menangkap patih itu
mati atau hidup, akan diberi hadiah besar. Tetapi barangsiapa
yang berani menyembunyikan atau melindungi, akan dihukum
tumpas seluruh keluarganya.
Prajurit, itu sebenarnya tetap setya kepada patih Aluyuda.
Tetapi tidak demikian dengan isterinya. Wanita itu ketakutan
karena mendengar wara-wara dari pemerintah. Dan
kebetulan, adik lelaki dari isteri prajurit itu, timbul nafsunya
untuk mendapat hadiah besar. Di luar pengetahuan kakak
iparnya atau si prajurit, diam2 orang itu telah memberitahu
kepada Dharmaputera. Karena penghianatan itulah maka patih
Aluyuda dapat ditangkap. Sesungguhnya ra Semi ingin membalas dendam kepada
patih A luyuda. Ia ingin seketika itu juga membunuhnya. Tetapi
ra Kuti mencegahnya. "Jangan adi Semi" kata kepala
Dharmaputera itu "sidang lengkap dari segenap mentri,
senopati dan narapraja yang akan kuselenggarakan di
paseban Balai Ksatryaan itu, amat penting sekali artinya bagi
kita. Kita harus menjadikan si Aluyuda sebagai dakwa utama
biangkeladi pemberontakan itu. Bagaimanapun jua, akhirnya si
Aluyuda pasti takkan lolos dari hukuman mati"
Ra Semi setuju. Patih Aluyuda disimpan dalam suatu
tempat yang terahasia. Memang ra Kuti sengaja tak mau
menyiarkan tentang tertangkapnya patih Aluyuda. Ia akan
menggemparkan sidang dengan memunculkan patih Aluyuda.
Disamping akan melemparkan semua tuduhan sebagai
biangkeladi pemberontakan pada diri patih itu, pun sekali gus
ra Kuti hendak merebut kepercayaan rakyat kepada
Dharmaputera. Dalam sidang besar itu, mudahlah ia mencapai
apa yang diidam-idamkannya.
Demikian apa yang telah dialami patih Aluyuda selama ia
menghilang beberapa waktu pada malam meletusnya huruhara pemberontakan di pura. Patih itu tak menyangka sama
sekali bahwa puncak kekuasaan yang telah dicapainya, dalam
sekejab saja telah tersapu lenyap bagai awan tertiup angin. Ia
memang seorang patih yang cerdik dan licin. Tetapi
Dharmaputera menggunakan cara2 kecerdikan dan kelicinan
patih itu untuk mencekiknya dalam suatu gerakan yang tak
terduga-duga. "Ki patih, waktu amat berharga. Apabila engkau mau
bicara, lekaslah utarakan. Masih banyak acara yang akan
dibicarakan dalam sidang ini" kembali ra Kuti memberi
peringatan. Aluyuda terhenyak dalam renungan. Ia telah dihadapkan
dengan kenyataan bahwa saat itu, merupakan saat yang
paling gawat dalam sejarah hidupnya.
"Baik" katanya "tidak banyak yang hendak kukatakan.


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya cukup beberapa patah kata saja. Aku tidak merasa
menggerakkan pemberontakan itu !"
Ra Kuti tertawa mengejek.
"Sudah kuduga bahwa engkau tentu menyangkal tuduhan
itu" serunya "tetapi seharusnya engkaupun mengerti bahwa
penyangkalanmu itu akan sia2 belaka. Jika engkau tak
percaya, baiklah. Akan kutanyakan kepada sidang dapatkah
mereka menerima penyangkalanmu itu"
Ra Kuti menghadap sekalian mentri dan narapraja yang
berada dalam paseban itu, serunya. "Tuan2 sekalian, dapatkah
tuan2 menerima pernyataan patih A luyuda itu ?"
"Tidak! Tidak!" teriak berpuluh suara.
"Nah, ki patih tentu sudah mendengar sendiri bagaimana
jawaban mereka" kata ra Kuti kepada patih Aluyuda pula
"sekarang apa katamu lagi?"
"Rakryan Kuti" seru patih itu dengan nada yang ingin
mengunjukkan kekuasaan, "saat ini tuanlah yang menguasai
pimpinan pemerintahan. Hitam kata tuan, mereka tentu
mengatakan hitam. Putih kata tuan, merekapun tentu
mengatakan putih. Bahkan nasib baginda junjungan kita, saat
ini pun berada di tangan tuan ...."
"Patih Aluyuda" teriak ra Kuti "engkau hanya dibenarkan
untuk membela dirimu dari tuduhan sebagai dalang
pemberontakan itu. Tidak diidinkan untuk menyangkut lain2
soal yang diluar hal itu"
Aluyuda tertawa hambar. "Tuan takut apabila rahasia tuan akan terbongkar" Ah,
tuan salah, rakryan Kuti. Bukankah sidang ini telah tuan kuasai
karena sebagian besar yang hadir adalah orang2 tuan jua"
Mengapa tuan takut akan hal itu ?"
"Aluyuda, untuk yang terakhir kali kuperingatan
kepadamu. Apabila engkau tak mengindahkan peringatan itu,
segera akan kuperintahkan prajurit untuk menyeretmu ke
lapangan dan melaksanakan hukuman mati kepadamu"
Merah wajah patih itu. "Baiklah" katanya kemudian sambil menekan perasaan,
"aku harus menerima perlakuan apapun juga dari tuan.
Karena janganlah diriku, bahkan baginda pun juga menderita
perlakuan demikian" Ra Kuti marah. "Tuan menuduh diriku sebagai biangkeladi huru-hara yang
bertujuan hendak memberontak istana" cepat2 patih Aluyuda
mendahului membuka suara sebelum ra Kuti bicara, "adakah
tuan mempunyai bukti2 untuk menguatkan tuduhan tuan itu?"
"Sudah tentu aku mempunyai bukti2 itu" sahut ra Kuti
"akan kupanggil beberapa saksi yang mengetahui tentang
perbuatan tuan itu" "Rakryan Semi" tiba2 ra Kuti berseru "silahkan tampil ke
muka memberi kesaksian atas kedosaan patih Aluyuda"
Maka bergegaslah ra Semi bangkit, lalu tampil ke muka
dan mulailah Dharmaputera itu melantangkan tuduhan kepada
patih Aluyuda. "Patih Aluyuda besar sekali nafsunya untuk meraih
kedudukan yang tinggi, haus akan kekuasaan yang tinggi,
haus akan kekuasaan yang besar. Dialah yang telah
membinasakan mahapatih Nambi dan beberapa mentri setya
serta senopati yang menyertai mahapatih itu ke Lumajang". Ia
menganjurkan kepada mahapatih Nambi agar menjenguk
ayahandanya yang sakit keras di Lumajang. Sebenarnya
mahapatih Nambi masih ragu-ragu karena mengingat tugas2
kerajaan amatlah banyaknya. Tetapi patih Aluyuda mendesak
dan bahkan menyanggupkan untuk memohonkan cuti kepada
baginda. Setelah berada di Lumajang, sesungguhnya
mahapatih Nimbi pun segera akan kembali pula ke pura
Wilwatikta tetapi patih Aluyuda datang pula dengan segala
omongan manis, menganjurkan bahwa lebih baik mahapatih
Nambi tinggal dulu barang beberapa waktu lagi di Lumajang
karena ayahanda mahapatih sedemikian gawat penyakitnya.
Patih Aluyuda mengatakan bahwa baginda telah berkenan
untuk meluluskan cuti panjang kepada mahapatih. Bahkan
baginda pun ikut perihatin atas sakit ayahanda mahapatih"
Ra Semi berhenti sejenak mengatur napas.
"Kesemuanya itu aku tahu dengan mata kepala sendiri dan
mendengar dengan jelas. Karena aku ikut dalam rombongan
maha patih Nambi ke Lumajang. Ternyata patih Aluyuda
hanya bermadu di mulut tetapi berbisa hatinya. Kepada
baginda, ia menghaturkan laporan bahwa mahapatih dan
mentri2 yang berada di Lumajang tak mau kembali lagi ke
pura. Maka murkalah sang prabu lalu menitahkan pasukan
untuk menghukum mahapatih. Mahapatih Nambi dan para
mentri senopati yang berada di Lumajang dianggap hendak
memberontak" Berhenti sejenak maka ra Semi lalu berpaling menatap
patih Aluyuda. "Patih Aluyuda, walaupun mati, tetapi matilah
sebagai seorang ksatrya. Engkau harus berani mengakui
kebenaran dari kesaksianku ini!"
Wajah patih Aluyuda pucat lesi. Sesaat kemudian dengan
lantang ia berseru, "Aku hanya seorang patih, keputusan
terakhir adalah pada baginda"
Ra Semi tertawa mengejek "Suatu pengakuan" katanya
"tetapi masih hendak melemparkan kesalahan kepada sri
baginda!" Terdengar suara berkumandang dalam paseban dan hiruk
di halaman paseban. Penuh dengan berbagai kata dan cerca
dilontarkan kepada patih A luyuda.
"Patih Aluyuda" seru ra Semi pula "sungguh berani benar
engkau hendak mencampakkan kesalahan itu kepada baginda
junjungan kita. Walaupun baginda yang menentukan
keputusan, tetapi engkaulah biangkeladi yang telah memberi
laporan sesat. Baginda percaya penuh kepadamu karena
engkau pandai bermanis mulut mengambil muka"
Kemudian ra Semi berpaling kearah ra Kuti. "Demikian
rakryan Kuti, kesaksianku atas kedosaan patih Aluyuda yang
menyebabkan kerajaan Majapahit kehilangan seorang
mahapatih, seorang mentri yang setya dalam pengabdiannya
kepada kerajaan sejak jeman rahyang ramuhun Kertarajasa"
"Baik, rakryan Semi" kata rakryan Kuti "sekarang akan
kuhadapkan pula seorang saksi lain yang akan memberi
kesaksian bagaimana tingkah laku patih Aluyuda dalam
usahanya untuk melelapkan baginda dalam kesenangan. Agar
baginda menaruh kepercayaan lebih besar kepadanya, agar
baginda tak menaruh perhatian lagi terhadap urusan
pemerintahan dan agar pula baginda menyerahkan urusan
kerajaan kepada patih Aluyuda"
Ra Kuti segera memerintahkan seorang bekel prajurit
untuk menjemput seseorang. Bekel itu bergegas meninggalkan
paseban. Tak berapa lama kemudian ia kembali dengan
mengiring dua orang lelaki.
Ketika memasuki ruang paseban, gegaplah para mentri
dan senopati berseru menyambut kedua orang itu "Rakryan
Banyak ....... !" "Selamat datang adi ra Banyak" sambut ra Kuti dengan
tertawa gembira "dan bukankah raden Kebo Taruna yang adi
bawa ini?" "Benar, kakang rakryan" sahut lelaki setengah tua itu yang
tak lain memang ra Banyak yang beberapa waktu lalu telah
menuju ke daerah barat untuk mencari Kebo Taruna. "Aku
berhasil mendapatkan anakmas Taruna di lereng gunung
Kelud" "Bagus, adi ra Banyak" seru ra Kuti pula "sekarang
silahkan anakmas Taruna memberi kesaksian apa yang
diketahuinya selama dia berada di tempat kediaman patih
Aluyuda" Kemudian ra Kuti berkata kepada sidang "Tuan2 sekalian,
anakmuda ini adalah Kebo Taruna putera dari senopati Kebo
Anabrang almarhum. Silahkan tuan2 mendengarkan kesaksiannya sendiri tentang diri patih Aluyuda."
Kebo Taruna memberi anggukan kepala kepada segenap
mentri narapraja yang hadir dalam ruang paseban itu.
Kemudian ia mulai bicara.
"Para gusti sekalian dan para tuan-tuan yang hadir dalam
paseban ini. Adapun kesaksian yang akan kuberikan, bukan
suatu dakwa, bukan pula suatu fitnah. Tetapi suatu kenyataan
yang kualami sendiri. Sejak ayahandaku rama Kebo Anabrang
binasa karena ditikam oleh paman Lembu Sora, ki patih
Aluyuda segera mendekati aku dan menjadikan diriku seolaholah sebagai putera angkatnya. Ditanamkan pengertian
kepadaku bahwa musuh besarku yalah paman Lembu Sora.
Aku harus membencinya dan berusaha untuk membalas
dendam atas kematian ramaku. Aku terpikat oleh budi
kebaikan ki patih A luyuda dan menganggap bahwa dia benar2
hendak membela keluargaku. Akupun membenci paman
Lembu Sora dan mengajukan tuntutan agar paman Lembu
Sora dihukum mati sesuai dengan bunyi kitab undang2
Kutaramanawa yang menyatakan 'hutang nyawa, bayar
nyawa'" "Tuntutanku itu telah diunjukkan oleh ki patih ke hadapan
duli baginda Kertarajasa. Atas desakan ki patih akhirnya
baginda mengambil keputusan, membebaskan Lembu Sora
dari hukuman mati tetapi memindahkannya ke Tulembang, Ki
patih sendiri yang mengantar firman baginda itu kepada
paman Sora. Paman Sora malu dan menolak kepindahan itu.
Dia lebih suka menyerahkan jiwa raganya untuk menerima
hukuman baginda" "Namun ki patih tetap belum puas dengan penyerahan
paman Sora itu. Ia menghaturkan laporan ke hadapan baginda
bahwa paman Lembu Sora hendak memberontak. Demikian
ketika paman Sora beserta para pengikutnya bertolak untuk
menyerahkan jiwanya, ki patih segera menemuinya dan
mengatakan bahwa baginda tak bersedia menerima
penyerahan Lembu Sora. Tetapi Lembu Sora tetap
melanjutkan niatnya menghadap baginda. Tiba di pura
Majapahit, Lembu Sora diserang oleh pasukan kerajaan.
Dalam perkelahian itu paman Sora, Juru Demung dan Gajah
Biru gugur" "Kematian paman Lembu Sora itu dijadikan alat untuk
membelenggu kebebasanku. Aku harus tunduk kepadanya
sebagai seorang pelindung dan pembalas musuh ramaku dan
penolongku. Kala itu aku masih muda dan menganggap
tindakan ki patih itu memang sungguh2 hendak melindungi
diriku. Kutumpahkan pengabdianku kepada ki patih. Dan ki
patih pun makin menumpahkan kepercayaan penuh kepadaku"
"Ki patih mengatakan, mahapatih Nambi tidak cakap
menjadi mahapatih kerajaan Majapahit. Harus diganti. Maka ki
patih telah menentukan dua siasat. Pertama, merebut
kepercayaan baginda. Kedua, memfitnah mahapatih Nambi.
Usaha pertama dilakukan dengan mempersembahkan seorang
wanita cantik bernama Rara Sindura. Wanita itu sebenarnya
isteri dari raden Kuda Lampeyan, putera kemanakan
mahapatih Nambi. Tetapi berkat siasat yang diatur ki patih,
dapatlah raden Kuda Lampeyan diangkat sebagai tumenggung
dan diutus baginda berkeliling daerah untuk meninjau keadaan
pemerintah di desa2. Rara Sindura diboyong ke dalam
keraton. Tetapi entah bagaimana, wanita itu berhasil
meloloskan diri" "Baginda amat murka sekali karena kehilangan wanita dari
Mandana itu. Baginda segera menitahkan pasukan untuk
menghukum buyut Mandana karena tak mampu mendidik
puterinya. Terjadilah perang dan berakhir dengan hancurnya
kebuyutan Mandana dan jatuhnya beratus-ratus jiwa orang
Mandana. Kemudian ki patih berusaha pula untuk mencarikan wanita
cantik pengganti Rara Sindura. Berhasillah ditemukan seorang
gadis cantik bernama Damayanti. Oleh karena Damayanti
masih belum akil dewasa, maka untuk sementara diasuh di
kepatihan. Aku kasihan atas nasib gadis itu. Akupun tak setuju
atas cara ki patih menggunakan gadis2 cantik untuk menanam
pengaruh atas baginda. Maka kuajaknya gadis itu lari dari
pura." Demikian kesaksian Kebo Taruna yang cukup panjang atas
sepak terjang patih Aluyuda selama ini.
"Saudara2" seru ra Kuti "dengan keterangan dari Kebo
Taruna putera senopati Kebo Anabrang ini makin jelaslah
betapa jahat patih Aluyuda menjerumuskan baginda dalam
lembah kesenangan dan kepelesiran dengan wanita2 cantik.
Itu berarti, ki patih telah mencelakai diri baginda junjungan
kita sehingga baginda segan untuk menumpahkan
perhatiannya kepada kerajaan. Urusan pemerintahan
dipercayakan kepada patih Aluyuda. Syukur kami Dharmaputera dengan gigih berhasil menciptakan suatu
keseimbangan kekuatan dengan patih itu sehingga selama itu,
patih Aluyuda masih tak berani melakukan perebutan
kekuasaan. Tetapi sejak almarhum rakryan Nambi binasa,
maka patih Aluyuda makin melonjak bintangnya. Dengan
berbagai cara yang licin, akhirnya ia berhasil diangkat baginda
sebagai pengganti mahapatih ..."
Ra Kuti berhenti sejenak untuk menghela napas. Kemudian
melanjutkan pula. "Tetapi manusia tamak seperti ki patih Aluyuda tak pernah
mengenal rasa puas. Rupanya walaupun sudah menjabat
kedudukan mahapatih, ia masih kuatir dan cemas. Rupanya ia
masih belum dapat tidur nyenyak makan enak apabila kami
Dharmaputera belum lenyap. Dharmaputera dianggap sebagai
onak dalam daging oleh patih itu. Maka dia hendak
menjalankan siasatnya yang terkenal lagi, yakni siasat
mengadu domba, menimbulkan ketakutan kepada satu fihak
agar fihak itu karena ketakutan lalu bersikap keras. Sikap
keras itu segera dilaporkan kepada baginda dan dirangkai oleh
patih A luyuda sebagai suatu gejala hendak memberontak. Apa
yang dialami oleh mahapatih Nambi, dilakukan pula kepada
Dharmaputera. Rakryan Semi telah ditekan dan ditakut-takuti
akan dihukum oleh baginda karena baginda telah mencium
jejak ra Semi ketika ikut dalam rombongan mahapatih Nambi


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di Lumajang" "Dan karena Dharmaputera tak termakan oleh tuduhan2
berbisa itu, akhirnya patih Aluyuda semakin nekad. Diam2 ia
telah mempersiapkan rencana untuk mengadakan huru-hara.
Huru-hara itu akan dilaporkan kehadapan baginda sebagai
tindakan Dharmaputera hendak berontak karena tak puas
baginda telah mengangkat dirinya sebagai mahapatih ...."
"Hebat benar siasat ki patih Aluyuda itu. Memang siasat
mengadu domba, menyebar fitnah, menimbulkan ketegangan
dan menghasut-hasut itu, sudah menjadi senjatanya yang
paling ampuh. Rakryan Sora, mahapatih Nambi telah menjadi
korban dari siasatnya yang ganas itu. Tetapi kali ini, dia
benar2 ketemu batunya karena harus berhadapan dengan
Dharmaputera. Berkat kerja sama yang erat dari
Dharmaputera dibantu dengan orang2 kepercayaan kami,
akhirnya kami mencium bau atas gerak-gerik patih Aluyuda.
Kami hadapi siasat dengan siasat. Pada saat timbul huru-hara
kami segera menyergap gedung kepatihan. Tetapi sayang,
patih Aluyuda berhasil meloloskan diri. Kami terus hendak
menuju ke istana untuk melindungi baginda tetapi kaum
perusuh yang telah disiapkan patih Aluyuda itu telah menutup
semua jalan ke istana. Keesokan harinya barulah kami berhasil
masuk keraton. Tetapi ternyata baginda sudah lolos. Kami
segera menghadap gusti ratu Indreswari dan gusti ratu
Tribuana serta gusti ratu Giyatri. Ketiga gusti ratu itu berkenan
melimpahkan kepercayaan agar Dharmaputera mengambil alih
pemerintahan guna menenteramkan keamanan."
Setelah berbicara panjang lebar untuk mengupas sepak
terjang patih Aluyuda dalam peranannya sebagai penggerak
huru hara kraman, maka rakryan Kuti segera memerintahkan
seorang pengawal untuk mengambil lagi seseorang. Tak lama
pengawal itu mengiring dua orang prajurit yang kepala dan
mukanya ditutup dengan kain cadar hitam.
Kembali sekalian orang yang berada dalam paseban itu
terlempar dalam alam reka dan duga akan orang yang dibawa
ke dalam paseban. Setelah menghadapkan orang itu kepada
rakryan Kuti maka bekel prajurit itupun .segera kembali ke
tempat penjagaannya pula.
"Inilah saudara2" seru ra Kuti kepada sidang "sebuah saksi
pula yang akan memberi kesaksian lebih lanjut tentang
perbuatan patih Aluyuda dalam rangka usahanya untuk
merebut kekuasaan" Habis berkata, ra Kuti lalu membuka kain cadar yang
menutup muka orang itu "Bhoga, berilah keterangan dengan
sejujurmu" "Bhoga ...." tiba2 patih Aluyuda berseru tertahan demi
melihat orang itu adalah Bhoga, bekel prajurit kepatihan yang
dipercayainya. "Maaf, gusti patih" seru prajurit tinggi besar yang
berpangkat bekel itu "bukan hamba hendak berhianat, bukan
pula hamba bermaksud hendak menjerumuskan gusti. Tetapi
hamba menyadari bahwa kewajiban hamba sebagai seorang
bekel prajurit, walauptn secara langsung m:ngabdi kepada
gusti patih, tetapi sesungguhnya hamba ini adalah abdi
kerajaan Majapahit. Hamba melihat dan merasakan saat ini
kerajaan telah ditimpa oleh awan musibah yang gelap
sehingga baginda junjungan kita, terpaksa harus lolos dari
pura ...." Bekel Bhoga berhenti sejenak lalu melanjut pula
"Kakek dan ayah hamba semua abdi kerajaan, sejak
baginda Kertanagara dari Singasari, baginda Kertara-jasa di
Majapahit, sehingga sampai pada diri hamba saat ini. Hamba
menyadari bahwa kewajiban seorang abdi kerajaan itu harus
mengabdi kepada baginda, kerajaan dan kawula. Kepentingan
negara harus hamba utamakan diatas kepentingan seseorang
atau diri hamba sendiri. Hamba menginsyafi bahwa apa yang
hamba lakukan ini, menjadi salah satu di antara sekian banyak
rangkaian hal yang menjadi penyebab dari malapetaka yang
menimpa kerajaan Majapahit"
Suasana paseban hening. Sekalian orang terangsang
perhatiannya untuk mendengarkan pengakuan bekel yang
bertubuh tinggi besar itu.
"Hamba Bhoga, bekerja sebagai bekel prajurit di gedung
kepatihan dibawah perintah gusti patih Aluyuda. Semula
hamba amat patuh dan taat akan segala perintah gusti patih
sehingga pada waktu gusti patih diangkat sebagai mahapatih,
hamba pun ikut mengenyam ganjaran2 dari gusti patih. Yang
terakhir hamba dititahkan oleh gusti patih untuk membawa
sekelompok prajurit kepatihan menangkap gusti rakryan Semi.
Karena gusti rakryan Semi tak berada di gedung kediamannya,
sesuai dengan titah gusti patih, hambapun segera menuju ke
gedung kediaman gusti rakryan Kuti. Perintah gusti patih
Aluyuda, hamba harus menggeledah gedung kediaman gusti
rakryan Kuti karena gusti rakryan Semi tentu bersembunyi
disitu. Apabila gusti rakryan Kuti tak mengidinkan, hamba
diwenangkan untuk menggunakan kekerasan"
"Memang seperti telah hamba duga, gusti rakryan Kuti
merasa tersinggung atas permintaan hamba untuk
menggeledah gedung kediamannya. Akhirnya terjadi
pertempuran antara penjaga2 gedung gusti rakryan Kuti
dengan anakbuah hamba. Kesudahannya hamba kalah.
Sebagai hukuman gusti rakryan Kuti menitahkan supaya
hamba dan anakbuah hamba meninggalkan sebuah daun
telinga. Inilah" bekel Bhoga menunjukkan daun telinga
kanannya yang hilang "yang telah dipapas oleh prajurit gusti
rakryan Kuti" Terdengar suara gemuruh pelahan dari luar paseban ketika
mendengar cerita bekel Bhoga.
"Bermula" bekel Bhoga melanjutkan pula "hamba dan
kawan-kawan sakit hati terhadap tindakan gusti rakryan Kuti.
Rupanya gusti patih Aluyuda tahu akan perasaan hati hamba.
Pada malam itu, hamba dititahkan gusti patih untuk
menyelundup ke gedung gusti rakryan Kuti dan
membunuhnya. Hambapun melakukan perintah itu. Tetapi
hamba telah tertangkap dan pada malam itu huru-hara
melanda pura kerajaan. Hamba tidak dibunuh oleh gusti
rakryan Kuti melainkan diberi penyadaran bahwa hamba ini
hanya diperalat belaka oleh gusti patih. Hamba diperintahkan
membunuh gusti rakryan Kuti karena malam itu gusti patih
akan mengadakan pemberontakan"
"Hamba sadar akan kesalahan hamba. Hambapun
menangis ketika diberitahukan bahwa akibat dari pemberontakan gusti patih, maka baginda sampai lolos dari
pura. Hamba mohon kepada gusti rakryan Kuti supaya
dibunuh saja agar hamba dapat menebus kedosaan hamba.
Tetapi gusti rakiyan Kuti tidak membenarkan dan hanya
menginginkan hamba menyadari kesalahan hamba. Kini
hamba benar2 insyaf dan sadar, bahwa hamba telah
berhamba pada seorang junjungan yang membawa bencana
pada kerajaan. Oleh karena itu hambapun bersedia memenuhi
permintaan gusti rakryan Kuti untuk menjadi saksi atas
tindakan gusti patih Aluyuda selama ini. Demikianlah kesaksian
hamba. Apabila hamba bohong, semoga batara Kala mencabut
nyawa hamba saat ini juga"
Terdengar gemuruh suara rakyat di luar paseban
berteriak-teriak menuntut supaya patih Aluyuda segera
dibunuh. Patih Aluyuda pucat. "Ki patih, saksi dan bukti sudah cukup, Adakah engkau
masih hendak menyangkal ?" seru ra Kuti dengan nada
kemenangan. "Aku tetap menyangkal mengadakan huru-hara untuk
memberontak" sahut patih Aluyuda "memang kesaksian yang
diberikan ra Semi, Kebo Taruna dan bekel Bhopa itu kuakui.
Tetapi aku tetap menyangkal kalau menggerakkan
pemberontakan itu!?"
"Dapatkah engkau membuktikan penyangkalanmu itu?"
tanya ra Kuti pula. "Justeru itulah kesalahanku" kata patih Aluyuda "karena
tak menyangka-nyangka aku telah disergap dan terpaksa
harus melarikan diri dari kepatihan. Aku tak berani keluar
karena Dharmaputera telah mengeluarkan wara-wara untuk
menangkap diriku. Dengan begitu jelas aku tak dapat berdaya
untuk mengumpulkan bukti2, siapa sesungguhnya yang
menjadi biangkeladi pemberontakan itu"
Ra Kuti tertawa mencemoh.
"Ki patih" serunya "sebagai seorang mentri narapraja yarg
setinggi kedudukanmu, engkau tentu maklum bahwa dalam
suatu peradilan, putusan akan dijatuhkan berdasarkan bukti2
yang meyakinkan. Hanya dengan kata2 menyangkal tetapi
tanpa suatu bukti, dapatlah engkau hendak merobah
keputusan yang telah dijatuhkan pada dirimu?"
"Ya, apapun yang hendak engkau katakan, katakanlah.
Apapun yang hendak engkau jatuhkan kepadaku, jatuhkanlah.
Hanya aku tetap menyangkal menjadi biangkeladi dari
pemberontakan yang licik itu"
"Tuan2 dan sekalian saudara yang hadir di paseban
ini"seru ra Kuti seraya menghadap ke arah mentri narapraja
dan sekalian otang "kiranya sudah cukuplah peradlan ini
mengadili dan memberi kesempatan kepada patih Aluyuda
untuk membersihkan diri. Kesimpulan telah menyatakan
bahwa patih Aluyudalah yang menjadi penggerak pemberontakan itu. Dan keputusan tetap berlaku, patih
Aluyuda harus dihukum mati!"
"Setuju ! Setuju !" teriak rakyat di luar paseban.
Walaupun sudah mendapat dukungan penuh, namun ra
Kuti masih ingin menunjukkan kebesaran jiwanya, kelapangan
dadanya. Dimabuk oleh rasa yakin tentu akan dapat
menghukum mati Aluyuda, kepala Dharmaputera itu masih
menawarkan kepada sidang.
"Tuan2 sekalian" serunya dengan nada bangga "ki Aluyuda
adalah seorang patih bahkan terakhir seorang mahapatih dari
kerajaan Majapahit. Kepada Dewan Mahkota, aku telah
mempersembahkan janji, bahwa aku akan memegang tampuk
pimpinan pemerintahan dengan sebijaksana dan seadiladilnya. Aku berjanji akan memberi pengayoman kepada
seluruh kawula, akan membawa kerajaan dan rakyat ke arah
kejayaan dan kesejahteraan yang lebih meningkat. Sebagai
tampuk pimpinan negara, aku tak mau semena-mena
menggunakan kekuasaan untuk menindas dan menghukum
orang, kecuali benar2 orang itu sudah jelas kesalahannya.
Dalam rangka melaksanakan hukum yang adil itu maka
kupersilahkan kepada tuan2 sekalian, siapa saja, untuk
menyatakan pendapat terhadap persoalan ki patih Aluyuda,
sekira tuan2 masih mempunyai pendapat atau usul lain"
Suasana lelap seketika. Tiada seorangpun yang mengunjuk
tanda2 hendak bicara. "Gusti rakryan yang mulia, perkenankanlah hamba bicara"
tiba2 terdengar seseorang berseru nyaring. Dan ketika
sekalian orang memandang ke arah oiang itu, ternyata bekel
Dipa lah yang bicara. "O, engkau bekel muda" seru ra Kuti "baiklah, aku senang
mendengar pembicaraanmu. Eigkau dapat mengupas
persoalan dengan jelas dan tegas"
"Terima kasih, gusti" Dipa menghatur sembah lalu tiba2
berbangkit, "hambapun mohon diperkenankan berbicara
dengan berdiri" "Ya, tak apalah" ra Kuti tertawa.
Demi melihat bekel muda itu berdiri pula, maka seluruh
perhatian sekalian orang, baik di dalam maupun di luar
paseban, mencurah kepadanya. Seketika merekapun seperti
diingatkan bahwa bekel muda itu adalah utusan dari baginda
Jayanagara. Berita tentang wafatnya sri baginda, seolah
terendap oleh peradilan Aluyuda. Rakyat di luar paseban mulai
teringat pula akan baginda junjungan mereka. Mereka mulai
menuntut penjelasan dari bekel itu lebih lanjut. Harapan itu
mereka curahkan sesaat bekel Dipa berdiri. Dan mulailah bekel
muda itu membuka suara. "Gusti, bendara dan tuan2 yang mulia.
Kawan2 prajurit dan kawula tercinta.
Bukan maksud hamba yang hina ini
hendak membela atau mencaci
Gusti patih yang telah diadili
oleh gusti Kuti dan para mentri.
Melainkan ingin hati bersambut kata
mempersembahkan sesuatu yang nyata
agar menambah kesemarakan nama
Gusti rakryan Kuti yang mulia.
Tiada guna membela yang palsu
Karena saksi2 telah setuju.
Dosa gusti patih segunung Meru.
Mati si hianat pembuat huru-hara.
Tetapi hukum adalah pengayoman.
Titah gusti Kuti yang budiman
Berlandas Keadilan dan Kebenaran
Berpegang pada bukti dan kenyataan
Banyak nian dosa gusti patih
selama menjabat sebagai mahapatih,
tetapi dalam pemberontakan mengambil alih
suatu keraguan timbul merintih.
Keraguan dari sesuatu yang merisau
Bukan untuk membela atau mengacau
Melainkan suara keadilan berimbau
menuntut jawaban pelepas pukau
Ada suatu keanehan yang terasa kalbu
Dalam huru hara pada malam itu
Bila gedung kepatihan diserbu
gusti patih Aluyuda lolos diburu
Bagaimana mungkin gusti patih Aluyuda
akan memimpin gerakan huru hara
akan mengerahkan sekian banyak tenaga
akan menyerbu baginda di istana
Tepat seperti titah rakryan Kuti gusti
bahwa gerakan itu kraman sejati


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak merebut kekuasaan tertinggi
hendak menduduki kraton Sripala asri
Namun menurut perasaan dan kenyataan
Tak mungkin gerakan tanpa pimpinan
Ibarat sapu lidi terlepas ikatan
tentu kacau balau dan berantakan
Maka kesimpulan dari peristiwa itu
Rasanya kurang tepat untuk menuduh
gusti patih sebagai biangkeladi huru
walaupun saksi2 menggebu-gebu.
Gemparlah seluruh paseban ketika mendengar kata2 bekel
muda itu. Bahkan Dharmaputera pun terbeliak, ra Kuti
memberingas. "Bekel" teriaknya dengan nada penuh getar2 kejut dan
geram "janganlah engkau berkata selepas lidahmu bergoyang.
Seluruh mentri, gusti, senopati dan yang hadir dalam paseban
ini, telah bulat dalam pendapat bahwa ki patih Aluyuda lah
yang menjadi biangkeladi huru hara pemberontakan itu. Dan
sudah setuju sepenuhnya bahwa ki patih harus dijatuhi
hukuman mati. Yang tidak setuju hanya ki patih Aluyuda
sendiri dan engkau. Maka engkau harus memberi keterangan
dan bukti bahwa ki patih benar2 tidak bersalah. Apabila
engkau tak mampu melakukan hal itu, jelas engkau hendak
membela ki patih Aluyuda. Atau lebih tegas lagi, engkau
berkomplot dengan ki patih Aluyuda, Samalah hukumannya
yang harus engkau terima"
Terkejut sckaliaii orang ketika mendengar keputusan ra
Kuti itu. Terutama Panca ri Wiiwatikta tampak bergelombang
airmukanya. Mengapa bekel muda itu hendak membela patih
Aluyuda yang jelas bersalah" Bukankah seharusnya bekel itu
membatasi diri dalam tugasnya sebagai seorang utusan nata
saja" Tumenggung Nala pun amat sibuk sekali. Ia berpikir
keras untuk menolong bekel Dipa dalam kesulitan yang
dihadapinya. Juga di luar paseban terdengar gemuruh desuh dan desah
rakyat. Rupanya tanpa diketahui, perhatian rakyat telah
tertumpah pada diri bekel Dipa. Karena dia seorang utusan
sang nata. Karena diapun memiliki kepcribadian yang memikat
dan pengungkapan pembicaraan yang jelas.
"Titah paduka, gusti rakryan, sangat hamba perhatikan"
sahut bekel Dipa disertai sembah "memang sejak hamba
menghayati uraian paduka tentang arti dan tujuan Hukum
dalam perundang-undangan kerajaan Majapahit, hamba akan
mewajibkan diri hamba untuk melaksanakan ketentuan2
hukum itu. Tetapi ...."
Bekel Dipa sengaja hentikan kata-katanya. Ia memandang
ke arah para mentri dan narapraja, kemudian ke arah para
senopati dan nayaka, lalu kepada prajurit2 yang memenuhi
paseban. Dan terakhir dilontarkannya pandang mata kearah
rakyat yang berjejal memenuhi sekeliling paseban.
"Mengapa, bekel" teriak ra Kuti.
"Gusti rakryan yang mulia" sembah Dipa pula "hamba
mohon perlindungan hukum kepada paduka dan sekalian
gusti, bendara2 serta para kawula yang berada di paseban ini"
Ra Kuti terkesiap, segenap narapraja yang hadir-pun
terbeliak. Rakyat tercengang pula. Mereka tak jelas akan
maksud bekel muda itu. "Apakah maksudmu, bekel" seru ra Kuti.
"Tak lain" kata bekel Dipa "hamba mencemaskan sesuatu
akan terjadi apabila hamba akan mengunjukkan ke hadapan
paduka, siapa sesungguhnya biangkeladi pemberontakan itu"
Gemuruh pula suara para yang hadir dalam paseban.
Terutama di luar paseban. Rakyat berteriak teriak meminta
supaya bekel Dipa mengatakan siapa biangkeladi pemberontakan itu. "Mengapa engkau harus meminta perlindungan hukum itu,
bekel" tanya ra Kuti pula.
"Gusti, sekali-kali bukan maksud hamba hendak
menyinggung kewibawaan paduka sebagai penguasa
pemerintahan yang tertinggi. Tidak pula hamba bermaksud
hendak menurunkan kekuasaan para gusti dan bendara yang
hadir dalam paseban ini. Jauh pula maksud hamba hendak
meremehkan kekuatan rakyat yang berada di luar paseban"
kata bekel Dipa seraya mengeliarkan pandang mata ke
segenap arah "tetapi perkenankan paduka dan para gusti serta
bendara, kesediaan para kawula untuk melindungi hamba dari
kemungkinan yang tak diinginkan, sangat hamba harapkan."
"Hm, mengapa harus begitu?" seru ra Kuti.
"Karena dengan perlindungan hukum yang paduka, para
gusti mentri, bendara dan kawula berikan itu, akan
melapangkan hati hamba dalam mengupas dan menunjuk
biangkeladi yang bersalah itu"
"Mengapa sebesar itu rasa ketakutanmu terhadap orang
yang akan engkau tunjuk sebagai biangkeladi itu, bekel!"
"Gusti" bekel Dipa memberi sembah pula "hamba hanya
seorang bekel bhayangkara. Walaupun hamba telah dipercaya
oleh sri baginda sebagai utusan, tetapi hamba hanya seorang
diri. Sedangkan orang yang akan hamba tunjuk sebagai
biangkeladi itu, berpangkat tinggi dan besar amat
kekuasaannya. Jika paduka tak berkenan melindungi hamba,
jika para gusti dan bendara tidak memberi perlindungan, jika
para kawula tak membantu hamba. Dikuatirkan hamba akan
menerima bencana dari tindak kemarahannya, gusti"
Maka berteriak-teriaklah rakyat di luar paseban. "Rakyat
akan menjagamu, bekel, jangan takut!"
Ra Kuti mengernyit dahi. Sesaat kemudian ia berkata.
"Baiklah, bekel, akan kuberimu perlindungan apabila terjadi
sesuatu ancaman yang membahayakan keselamatan jiwamu"
"Terima kasih, gusti" bekel Dipa menghaturkan sembah.
"Tetapi ingat, perlindungan hukum itu hanya dapat
kuberikan apabila keteranganmu itu benar2 berbukti
meyakinkan. Kebalikannya, apabila hanya tuduhan yang tak
berbukti dan bersifat fitnah, engkaulah yang akan menderita
hukuman" Bekel Dipa serta merta mengiakan. Kemudian ia berpaling
ke luar paseban dan berseru lantang, "Saudara-saudara
kawula Majapahit, gusti rakryan Kuti telah berkenan
melimpahkan perlindungan kepadaku. Adakah saudara2 juga
demikian?" "Kami akan menjaga keselamatanmu, ki bekel" teriak hiruk
pikuk di luar paseban. Setelah mengundang kesaksian para kawula akan
pernyataan rakiyan. Kini, setelah para kawula memberi janji
untuk menjaga keselamai annya, maka bekel Dipa-pun mulai
siap. "Gusti rakryan Kuti yang mulia" tiba2 ia berkata pula,
"apakah hamba diperkenankan untuk mengajukan pertanyaan
kepada siapapun yang berada dalam paseban ini, termasuk
para gusti dan bendara2 sekalian ?"
"Untuk apakah hal itu?" tanya ra Kuti.
"Demi melancarkan terungkapnya bukti2 yang hendak
hamba persembahkan ke hadapan paduka, gusti rakryan"
Ra Kuti mengangguk sarat. "Ya"
Bekel Dipa menghaturkan terima kasih lalu berkisar
menghadap ke arah Panca ri Wilwatika.
"Gusti kanuruhan yang mulia" serunya kepada kanuruhan
Anekakan "maafkan apabila hamba hendak mohon keterangan
dari paduka" "O" kanuruhan Anekakan terkesiap "silahkan, bekel"
"Pada malam timbulnya huru hara itu. paduka berada di
mana dan apa pula sebabnya paduka tak berkunjung ke istana
untuk menghadap baginda ?"
Kanuruhan Anekakan terbeliak dan tersipu-sipu merah
wajahnya. Ia merasa malu karena sebagai salah seorang
Panca ri Wilwatikta yang berkuasa dan dekat dengan baginda
telah tak berbuat apa2 dalam peristiwa segenting malam itu.
Namun karena pertanyaan telah diajukan, sekalian mentri,
senopati, prajurit dan bahkan kawula Majapahit telah
mendengar pertanyaan itu, maka iapun harus menjawab.
"Pada malam itu, aku berada di rumah dan tertidur. Ketika
bangun, kerusuhan sudah memuncak. Semua hubungan ke
keraton putus" sahutnya.
"Terima kasih gusti" kata bekel Dipa lalu beralih
menghadap ke arah demung Samaya. Iapun mengajukan
pertanyaan serupa dengan yang diajukan kepada kanuruhan
Anekakan. "Pada malam itu aku menerima kunjungan rakryan Semi.
Sekedar omong2 sampai agak malam. Sepeninggal rakryan
Semi, aku pun tertidur dan ketika terbangun, huru hara sudah
menggempar. Hubungan ke keraton putus, aku tak berdaya
menghadap sri baginda"
"Terima kasih gusti" kata Dipa. Kemudian ia alihkan
pertanyaan serupa kepada rangga Jalu. Dan jawaban rangga
itupun sama dengan kanuruhan Anekakan.
Terakhir, bekel Dipa meminta keterangan dari tumenggung
Nala. Pun tumenggung itu juga memberi jawaban yang sama
keadaannya dengan ketiga Panca ri Wilwatikta yang lain.
Bekel Dipa menghaturkan terima kasih kepada
tumenggung itu. Kemudian ia berkata lebih lanjut "para gusti
yang hamba hormati. Didalam menerima keterangan2 gusti
sekalian, terbetik suatu perasaan dalam hati hamba. Hamba
rasakan ada suatu persamaan langkah yang secara sadar atau
diluar kesadaran, entah sudah bersepakat atau hanya secara
kebetulan, bahwa gusti sekalian malam itu ingin menikmati
peristirahatan di kediaman gusti masing2. Adakah memang
demikian keadaan gusti pada setiap malam. Dan apakah pada
siang hari dari timbulnya peristiwa kerusuhan itu gusti sekalian
tak mengalami sesuatu ?"
Keempat mentri Panca ri Wilwatikta terkesiap.
"Ya, hampir aku lupa akan hal itu" seru kanuruhan
Anekakan "memang kecuali kesibukan2 pekerjaan pemerintahan setiap hati, pada hari itu aku telah menerima
pemberitahuan dari rakryan Kuti bahwa sri baginda berkenan
menitahkan kepada para mentri dan senopati, agar tetap
berada di kediaman masing2 guna bersemedhi memanjat doa
kepada Hyang Widdhi. Doa keselamatan dan kesejahteraan
bagi kerajaan Majapahit dari suatu bencana yang ditimbulkan
oleh kemunculan bintang sapu"
"Benar" sambut demung Samaya "akupun juga menerima
titah seperti itu" "Bahkan menjelang malam, sri baginda telah berkenan
pula untuk mengutus pengalasan memberi tuak dan buah
buahan kepada aku, sekedar untuk kawan berjaga malam itu"
seru tumenggung Nala. "Ya, memang demikianlah yang kuterima dari istana" seru
rangga Jalu pula. Suasana tetap hening. Sekalian narapraja dan nayaka yang
berada dalam paseban, hanya mendengarkan keterangan
mentri Panca ri Wilwatika dengan perasaan hampa. Mereka
tak mengerti apa hubungan hal itu dengan peristiwa huruhara.
"Para gusti dan bendara sekalian" tiba2 bekel Dipa berseru
"adakah gusti dan bendara sekalian juga mengalami hal yang
sama dengan keempat gusti yang mulia tadi ?"
Terdengar beberapa narapraja dan nayaka yang
berpangkat, memberikan keterangan tidak menerima hadiah
tuak dan buah buahan dari istana melainkan pemberitahuan
dari istana bahwa malam itu segenap mentri, senopati
narapraja supaya tetap berada di rumah kediaman masing2
untuk memohon doa keselamatan kepada Hyang Agung.
"Terima kasih, gusti dan bendara sekalian" kata bekel
Dipa. Tiba2 ia berpaling ke arah deretan Dharmaputera "gusti
rakryan Dharmaputera yang mulia, tidakkah gusti sekalian
menerima hadiah tuak dari istana juga?"
Beberapa rakryan Dharmaputera terkesiap. Tetapi secepat
itu ra Kuti menyahut "Ya, para Dharanaputera pun juga
menerima hadiah semacam itu dari sri baginda"
"O, terima kasih gusti rakryan yang hamba muliakan" seru
bekel Dipa "dengan begitu jelas bagi hamba bahwa yang
menerima hadiah tuak dan buah-buahan dari sri baginda itu
hanya terbatas pada para gusti Dharmaputera dan para gusti
Panca ri Wilwatikta" tiba2 bekel muda itu berpaling
menghadap ke arah patih Aluyuda "gusti patih termasuk pada
golongan Panca ri Wdwatikta. Adakah gusti juga menerima
hadiah dari sri baginda?"
Patih Aluyuda gelengkan kepala "Kedua-duanya, baik titah
supaya malam itu berdiam di rumah untuk memanjatkan doa
keselamatan bagi kerajaan Majapahit maupun hadiah tuak dari
istana, aku tak menerima"
"Tepat" tiba2 ra Kuti berseru tertawa "sudah tentu ki patih
Aluyuda rak perlu menerima karena kedua hal itu jelas buatan
ki patih sendiri untuk mengurung Dharmaputera dan Panca ri
Wilwatikta di rumah agar leluasa untuk menggerakkan
pemberontakan." Terdengar desah berisik dari sekalian yang hadir dalam
paseban. Juga di luar paseban.
"Apa yang diucapkan gusti rakryan Kuti yang mulia,
memang tepat" seru bekel Dipa "tetapi ada sesuatu yang
hamba rasakan agak kurang wajar. Pertama, jika benar gusti
patih yang melakukan hal itu, mengapa gusti patih memberi
jawaban demikian kepada hamba. Mengapa gusti patih tidak
menjawab saja bahwa gusti patih pun juga menerima hadiah
dari sri baginda" Bukankah dengan keterangan begitu, gusti
patih akan terhindar dari kecurigaan" Hamba merasa, dalam
hal ini gusti patih memang jujur dan kejujuran itu dapat
mengurangkan prasangka buruk terhadap diri gusti patih
dalam hubungannya dengan pemberontakan itu"
Kembali terdengar suara yang berisik bahkan agak hirak
dari dalam ruang paseban maupun di luar.
"Dan kedua kalinya" bekel Dipa menyusuli kata untuk
menindas suara2 hiruk dalam paseban "ada pula suatu
keganjilan. Jika para gusti mentri dan gusti senopati menerima


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

titah baginda supaya malam itu berada di kediaman masing2
untuk berdoa, mengapa gusti patih tidak menerima titah itu"
Ada dua kemungkinan yang dapat ditafsirkan, menurut
perasaan hamba. Pertama, hal itu sesuai dengan yang
dititahkan gusti rakryan Kuti tadi, bahwa karena tindakan itu
berasal dari gusti patih, sudah tentu gusti patih tak
menerimanya. Kemungkinan kedua, orang yang menggerakkan pemberontakan itu, memandang gusti patih
sebagai lawan yang berat sehingga apabila mendengar
ataupun menerima titah semacam itu, gusti patih tentu akan
bertindak. Menghadap sri baginda untuk memohon keterangan
tentang hal itu atau menyelidiki kebenaran dari sumber yang
memberi titah itu ...."
Berhenti sejenak, bekel itu melanjutkan pula, "Menurut
perasaan hamba, kemungkinan yang kedua itu lebih besar.
Tetapi yang lebih meyakinkan adalah apabila hamba dapat
menemukan pengalasan yang mengantarkan hadiah tuak dari
istana itu. Hamba akan dapat mengetahui, benarkah tuak dan
buah itu berasal dari istana"
Kembali terdengar suara bergemuruh.
"Gusti Panca ri Wilwatikta sekalian" cepat Dipa tak
memberi peluang untuk timbulnya kegaduhan suara "hamba
mohon gusti sekalian melimpahkan keterangan. Apa sebab
gusti sekalian pada malam itu dihinggapi oleh rasa kantuk
yang sukar ditahan sehingga gusti sekalian terlena nyenyak?"
"Hai, engkau benar bekel" seru demung Samaya yang
berwatak keras dan terus terang, "memang setelah meminum
tuak itu, beberapa waktu kemudian segera timbul rasa kantuk
yang menyerang hebat sehingga aku terkulai pulas"
Ketiga mentri Panca ri Wilwatikta lainnya pun memberi
keterangan yang sama. "Gusti rakryan Dharmaputera yang hamba muliakan" seru
bekel Dipa, "tidakkah demikian halnya yang gusti sekalian
rasakan?" "Ya" sahut ra Kuti cepat dan singkat.
"Tetapi gusti rakryan Kuti yang mulai" seru bekel Dipa
"hamba mohon paduka berkenan melimpahkan keterangan.
Mengapa tadi paduka mengatakan bahwa begitu mendengar
kerusuhan yang gempar, paduka segera menyergap gusti
patih Aluyuda di kepatihan?"
"Bukan aku sendiri yang menyergap"
"Sekalipun para pengalasan dan prajurit, tetapi merekapun
tentu atas titah paduka" sambut bekel Dipa.
Ra Kuti tertegun. Wajahnya menggelombangkan
perobahan cahaya. Sebentar merah padam, sesaat kemudian
agak pucat. "Bekel" serunya pada lain saat "memang rasa kantuk
itupun menyerang aku. Tetapi mengingat bahwa baginda
menitahkan supaya malam itu berdoa memohon keselamatan
bagi kerajaan, akupun segera minum air penawar. Itulah
sebabnya maka aku tetap dapat terjaga"
"Wahai, para kawula Majapahit, berbahagialah kamu
karena negara Majapahit dipimpin oleh gusti rakryan
Dharmaputera Kuti yang bijaksana"
Tetapi baik di dalam maupun di luar paseban tiada
sambutan yang gempar atas ucapan bekel Dipa itu kecuali
kehirukan yang mengumandang bagaikan bunyi tawon.
Sekalipun begitu namun ra Kuti amat gembira sekali
mendengar sanjungan Dipa.
"Dan gusti rakryan" bekel Dipa menyusuli pula "bukankah
paduka terus menitahkan penyergapan ke gedung kepatihan?"
"Ya" "Gusti rakryan yang hamba hormati" seru bekel Dipa
"sudilah paduka memberi keterangan kepada hamba, apakah
landasan paduka untuk menyergap gusti patih Aluyuda " Ah,
hamba percaya paduka yang bijaksana tentu sudah memiliki
bukti2 akan kesalahan gusti patih dalam huru hara itu"
"Dharmaputera sadah cukup mengumpulkan bukti2 dan
saksi2 seperti yang telah dihadapkan ke muka sidang paseban
tadi. Walaupun aku belum memiliki bukti2 akan keterlibatan ki
patih Aluyuda dalam gerakan berontak itu, namun bukti2
kesalahannya yang sudah menganak bukit itu cukup menjadi
landasan berpijak untuk melakukan penyergapan. Paling tidak,
hal itu dapat ditujukan sebagai tindak pencegahan"
Bekel Dipa tertegun. Diam2 ia harus mengakui akan
ketajaman kepala Dharmaputera menyusun kata2, merangkai
jawaban. "Bekel" tiba2 ra Kuti berseru lantang "apakah sudah selesai
pembicaraanmu" Sidang ini segera membicarakan lain2 hal
yang lebih penting" Bekel Dipa berusaha untuk menekan kegelisahannya
"Gusti rakryan yang mulia" katanya "dalam peristiwa diri
gusti patih Aluyuda sesungguhnya masih ada suatu hal yang
meragukan yalah mengapa gusti patih sebagai salah seorang
mentri yang paling tinggi kedudukannya, tak tahu menahu
soal firman sri baginda supaya para mentri dan senopati
malam itu berdiam di kediaman masing2 memanjatkan doa.
Dan mengapa pula gusti patih tak menerima hadiah tuak dari
sri baginda" "Hm" dengus ra Kuti "engkau dapat bertanya kepada ki
patih sendiri" "Kesimpulan hamba" bekel Dipa tetap melanjut "kunci
daripada peristiwa yang ganjil itu hanya terletak pada
pengalasan yang mengabarkan firman sri baginda dan
pengalasan yang mengantarkan hadiah tuak. Apabila kedua
orang itu dapat kita hadapkan ke muka sidang, tentulah
peristiwa ini akan terpecahkan"
"Uraianmu cukup baik, bekel" ra Kuti tertawa agak
mencemoh, "tetapi ketahuilah bahwa dalam peradilan itu
hanya bukti yang dapat dijadikan landasan. Hukum tidak
mengenal 'apabila' atau segala pengandaian"
Bekel Dipa terkesiap pula.
"Apabila engkau dapat menghadapkan kedua orang itu,
itulah yang paling baik" kata ra Kuti pula, "tetapi karera hanya
apabila dan engkau tak mampu melakukan hal itu, maka
kunyatakan pembelaanmu atas ki patih Aluyuda itu sudah
selesai. Dan tentang dirimu, engkaupun harus mendapat
hukuman sesuai dengan pembelaanmu kepada ki patih.
Hukuman itu akan kujatuhkan sesaat engkau telah
menyelesaikan tugasmu sebagai pengalasan sri baginda"
Ra Kuti terus hendak memberi perintah agar patih A luyuda
dibawa keluar untuk menjalankan hukuman tetapi sekonyongkonyong dari luar paseban terdengar sebuah suara yang
nyaring, "Tunggu dulu, rakryan Kuti!"
Para mentri dan yang berada dalam paseban terkejut
mendengar suara itu. Mereka segera mencurah pandang
keluar. Tampak dari kerumun rakyat yang memenuhi halaman
muka paseban bergerak-gerak menyiak ke samping untuk
membuka sebuah jalan bagi seorang lelaki tua yang rambut
dan janggutnya sudah putih. Orang tua itu diiring oleh
seorang lelaki bertubuh tegap mengenakan pakaian sebagai
seorang rakyat biasa. Sikap dan perbawa lelaki tua itu cukup besar sehingga
rakyat yang menghadang memenuhi jalan, rela menyingkir ke
samping untuk memberi jalan.
Walaupun sudah tua tetapi lelaki itu masih tampak gagah.
Terutama wajahnya berseri bersih dan tenang.
"Tumenggung Jabung Tarewes" serempak para mentri dan
narapraja, senopati serta nayaka berseru demi mengetahui
siapa pendatang itu. Lelaki tua itu memang tumenggung Jabung Tarewes, salah
seorang mentri sejak pemerintahan baginda Kertarajasa
hingga baginda Jayanagara. Tetapi setelah peristiwa Lumajang
selesai, tumenggung itupun mengajukan permohonan berhenti
dengan alasan karena sudah tua, ingin beristirahat.
Dharmaputera pun memberi hormat juga kepada
tumenggung sepuh itu. Tetapi ra Semi agak berdebar ketika
berhadapan pandang mata dengan tumenggung Tarewes!
Selesai memberi hormat, pandang mata ra Kuti dan para
Dharmaputera segera mengumpati ke arah lelaki yang
mengiring di belakang tumenggung itu.
"Engkau demang Arsanta" seru ra Kuti dengan mata
terbelalak. "Demikian, gusti rakryan" seru lelaki yang disebut demang
Arsanta seraya mengunjuk sembah.
"Mengapa engkau berada disini?" tegur
Dharmaputera itu seolah heran dan tak senang.
kepala "Mohon diampunkan, gusti" sembah demang itu pula
"hamba hanya dititahkan gusti tumenggung Jabung Tarewes
supaya mengiringkan"
"Rakryan" cepat tumenggung tua itu menyambut "demang
Arsanta hanya mengiringkan aku kemari. Janganlah rakryan
gelisah" Ra Kuti terkesiap mendengar ucapan tumenggung itu.
Namun cepat ia menindas ketegangan perasaannya dan
menegur "Tentulah membawa berita penting
tumenggung bergegas datang ke paseban ini"
maka ki "Benar" sahut tumenggung Jabung Tarewes.
"O, silahkan ki tumenggung mengabarkan kepada kami"
"Rakryan Kuti dan rakryan Dharmaputera serta sekalian
mentri, gusti, tanda dan prajurit2 yang hadir dalam paseban
ini" kata tumenggung Jabung Tarewes, "kedatanganku yang
Ajian Duribang 1 Dewi Ular Bocah Berdarah Hitam Misteri Peramal Tua 2

Cari Blog Ini