Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 12

09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja Bagian 12


"Nah, dengarlah. Ki Demang itupun belum mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi. Karena itu beri kesempatan aku menemuinya. Nanti aku akan melaporkan hasil pembicaraanku dengan adik Ki Demang itu." ber"kata orang itu.
"Ki Sanak aneh." berkata pengawal itu pula, "Ki Sanak orang asing disini. Bagaimana mungkin Ki Sanak dapat menyadap persoalan didalam diri adik Ki Demang itu, sementara Ki Sanak menganggap bahwa Ki Demang sendiri tidak dapat melakukannya."
"Sebaiknya beri kami kesempatan, agar kami tidak mempergunakan kekerasan." berkata orang itu, "dengar. Aku adalah orang yang memiliki ilmu yang tinggi. Aku dapat berbuat apa saja atas Kademangan ini. Meskipun kami hanya dua orang, tetapi kami memiliki kelebihan yang sangat jauh dari para pengawal, sehingga jika kalian mencoba menghalangi niatku, maka kalian akan kami hancurkan."
Pemimpin pengawal itu termangu-mangu. Tetapi anak Ki Demang itu berpesan, agar kedua orang itu jangan dipermudah untuk dapat bertemu dengan adik Ki Demang mes"kipun akhirnya harus diijinkan.
Karena itu maka iapun berkata, "Ki Sanak. Seperti kalian lihat, dihalaman ini selain aku ada beberapa orang pengawal. Kalian hanya berdua. Apakah kalian akan mampu memaksakan kehendak kalian kepada kami?"
Kedua orang itu tiba-tiba tertawa tiba-tiba saja tertawa. Seorang diantara mereka berkata, "Kau sangat menggelikan Ki Sanak. Jangankan hanya mereka yang ada di tempat ini. Pengawal seluruh Kademanganpun tidak akan dapat mengalahkan kami."
"Tentu mustahil." berkata pemimpin pengawal, "betapapun tinggi ilmu kalian, jika lawan berjumlah tidak terbilang, maka kalian tentu tidak akan mampu keluar hidup-hidup dari Kademangan ini."
"Mungkin kau benar Ki Sanak. Tetapi kau tidak membayangkan bahwa korban yang akan jatuh jumlahnya tidak terbilang pula" Mungkin lebih dari separo orang Kade"mangan ini akan mati bersama kami. Atau justru kami sem"pat melarikan diri meninggalkan Kademangan ini dengan mayat yang terbujur lintang dijalan-jalan, dihalaman dan dikebun-kebun." jawab orang itu, "atau Ki Sanak memang menghendaki demikian?"
Pemimpin pengawal itu termangu-mangu. Namun tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang aneh. Udara menjadi hangat. Sementara itu kedua orang itu memandanginya dengan sorot mata yang aneh.
"Nah, kau sadar, bahwa kau dan orang-orangmu tidak dapat mencegah aku?" bertanya salah seorang dari kedua"nya, "kami dapat meningkatkan panas udara itu sampai batas membakar kulitmu."
Pemimpin pengawal itu menjadi tegang. Namun tiba-tiba saja seorang diantara kedua orang itu telah menyentuh tangannya dengan ujung jarinya. Pemimpin pengawal itu terkejut sehingga ia bergeser surut.
"Apa yang kau rasakan?" bertanya orang itu.
Pemimpin pengawal itu menjadi gemetar. Ia benar-benar merasa ketakutan. Seandainya anak Ki Demang ti"dak berpesan apapun, maka ia memang merasa tidak akan dapat mencegah orang itu. Ternyata kulitnya yang tersentuh ujung jari orang itu menjadi bagaikan tersentuh api. Panas sekali, dan bahkan juga meninggalkan luka bakar sebesar ujung jari.
"Apa katamu?" bertanya orang itu.
Pemimpin pengawal itu meraba tangannya yang luka. Kemudian dengan suaara terbata-bata ia berkata, "Sebenarnya aku tidak dapat memberikan kesempatan itu. Tetapi terserah kepadamu jika kau memaksa dengan caramu ini."
Kedua orang itu tersenyum. Seorang diantara mereka kemudian berkata, "Nah, sebaiknya kau tunjukkan. Dimanakah bilik yang dipergunakan untuk menahan adik Ki Demang itu?"
Pemimpin pengawal itupun kemudian telah membawa kedua orang itu kesebuah bilik yang tertutup rapat dan kuat. Sebuah lubang yang mengalirkan udara kedalam bilik itu dipagari dengan balok-balok kayu sebesar lengan, sehingga tidak mungkin bagi adik Ki Demang itu untuk menerobos keluar.
"Orang itu ada didalam." berkata pengawal itu.
"Terima kasih." sahut salah seorang dari keduanya.
"Masuklah. Tetapi maaf, aku harus menyelarak pintu selama kalian berada didalam Jika kalian telah selesai, panggil aku. Aku ada disini untuk membuka selarak pintu itu lagi." berkata pemimpin pengawal itu.
"O, silahkan." jawab salah seorang dari keduanya, "selarak itu tidak akan dapat menahanku didalam. Sean"dainya aku ingin keluar meskipun selarak itu masih ada, aku tidak akan mengalami kesulitan apapun juga."
Pemimpin pengawal itu mengerutkan keningnya. Teta"pi ia tidak menjawab.
Demikianlah ketika selarak pintu itu dibuka, maka ke"dua orang itupun telah memasuki bilik tahanan adik Ki De"mang itu.
Dalam pada itu, Raden Rangga, Glagah Putih dan anak Ki Demangpun telah mendekati pemimpin pengawal yang termangu-mangu itu. Sekali-sekali diamatinya luka bakar ditangannya oleh sentuhan jari-jari salah seorang dari ke"dua orang yang menemui adik Ki Demang itu.
"Kenapa tanganmu?" bertanya anak Ki Demang.
Pemimpin pengawal itu masih gemetar. Dengan suara rendah hampir berbisik ia berkata, "Kedua orang itu memiliki ilmu yang luar biasa. Seandainya kau tidak mem"berikan pesan agar aku membiarkan mereka menemui adik Ki Demang, maka aku tidak akan mampu menolak niatnya."
"Jadi, kenapa tanganmu itu?" bertanya anak Ki De"mang itu.
"Sentuhan ujung jarinya telah membakar kulitku." jawab pemimpin pengawal itu, "bukankah itu berarti bah"wa orang itu tidak akan terkalahkan jika terjadi benturan kekerasan dengan isi Kademangan ini. Celakanya jika kedua orang itu berusaha untuk membantu adik Ki De"mang. Apa yang dapat kita lakukan atas mereka?"
Raden Rangga mengangguk-angguk. Namun kemudian ia berkata, "Lihat bekas luka bakar itu."
Pemimpin pengawal itu menunjukkan tangannya yang terluka sambil berkata, "Luka ini terjadi hanya karena sen"tuhan jarinya. Ternyata jari-jari orang itu panasnya melampui bara api. Sungguh satu peristiwa yang hampir tidak dapat dipercaya."
Raden Rangga tersenyum Katanya, "Bukan satu keajaiban. Satu peristiwa yang biasa saja."
Pemimpin pengawal itu mengerutkan keningnya. Dengan nada heran ia berkata, "Jangan mengabaikan kemampuan mereka. Kau lihat sendiri, apa yang terjadi pada kulitku ini."
"Aku mengerti." jawab Raden Rangga, "tetapi itu bukan satu hal yang berlebihan. Banyak orang yang dapat berbuat seperti itu."
"Ah, aku tidak yakin." jawab pemimpin pengawal itu.
Namun Raden Rangga tertawa. Katanya, "Lihat sekali lagi lukamu itu."
Pemimpin pengawal itu sekali lagi mengulurkan tangannya yang terluka. Namun dengan serta merta ia menarik tangannya. Bahkan iapun telah bergeser selangkah mundur. Hampir saja ia mengumpat. Untunglah bahwa ia mampu menahan bibirnya.
Ternyata Raden Rangga telah menyentuh pula tangan orang itu disebelah luka bakarnya. Ujung jari Raden Ranggapun telah melukai orang itu pula. Justru lebih dalam dan lebih parah.
"Apa yang kau lakukan?" pemimpin pengawal itu mengeluh.
Raden Rangga tertawa. Katanya, "Aku hanya ingin menunjukkan kepadamu, bahwa kemampuan itu adalah kemampuan yang wajar. Banyak orang yang mampu melakukannya. Saudaraku inipun mampu pula melakukan hal seperti itu. Apakah kau ingin ia mencoba pula ditanganmu?"
"Tidak. Tidak." jawab pemimpin pengawal itu.
Raden Rangga masih tertawa. Namun katanya kemu"dian, "Jangan takut. Aku mempunyai obatnya."
"Obat apa?" bertanya pemimpin pengawal itu.
"Untuk mengobati luka bakar atau luka-luka baru lainnya." jawab Raden Rangga sambil mengambil sebuah bumbung kecil dari kampil kecil yang tergantung pada ikat pinggangnya. Ia mempunyai beberapa bumbung kecil di kampil itu yang berisi beberapa jenis obat.
Raden Rangga telah menyentuh obat itu dengan jari-jarinya. Kemudian diusapkannya pada kedua luka bakar ditangan pemimpin pengawal itu. Meskipun luka tidak sembuh dengan serta merta, tetapi luka itu sudah tidak terasa pedih.
"Besok luka itu sudah akan kering." berkata Raden Rangga, "jangan sampai tersentuh air sampai besok pagi."
Pemimpin pengawal itu menjadi keheran-heranan. Ter"nyata anak-anak muda yang disebut kawan anak Ki De"mang itupun mampu melakukannya. Bahkan ia mempunyai obat yang dapat dipergunakannya untuk menyembuhkan bekas luka bakar itu.
Sementara itu, Raden Rangga yang diikuti oleh Glagah Putih itupun bergeser dari tempatnya sambil berdesis, "Sudahlah. Tinggallah kalian disini. Kami akan mengetahui apa yang dilakukan oleh kedua orang itu."
Anak Ki Demangpun kemudian tinggal bersama pemimpin pengawal itu sementara Raden Rangga dan Gla-gah Putih telah mendekat. Dengan sangat berhati-hati keduanya mendekati bilik tempat adik Ki Demang itu ditahan. Raden Rangga telah memberikan isyarat kepada Glagah Putih untuk berusaha menyerap bunyi yang terjadi karena sentuhan tubuhnya, sehingga orang yang berada didalam tidak mengetahui bah"wa dua orang telah mendekati dan berusaha mendengarkan percakapan mereka.
Dari tempatnya Raden Rangga dan Glagah Putih sempat mendengar pembicaraan kedua orang itu dengan adik Ki Demang meskipun mereka berusaha untuk berbicara per"lahan-lahan.
Ternyata bahwa kedua orang itu telah menawarkan sesuatu kepada adik Ki Demang. Yang kemudian didengar oleh Raden Rangga dan Glagah Putih adalah suara adik Ki Demang, "Ki Sanak. Aku telah menyadari kesalahan yang telah aku lakukan. Aku telah bersumpah dihadapan ibuku untuk tidak lagi mengeraskan hatiku dalam kesalahanku."
"Jangan bodoh Ki Sanak." berkata salah seorang dari kedua orang itu, "kau memiliki hak yang sama dengan kakakmu. Kenapa tidak kau teruskan usahamu hanya kare"na kau gagal membunuh kemanakanmu itu."
"Mula-mula memang begitu. Tetapi kemudian segala-galanya telah aku lepaskan." jawab adik Ki Demang, "aku telah melihat, betapa rendahnya martabat seorang yang berkhianat kepada saudara tuanya sendiri. Kepada kampung halaman dan sanak kadang."
"Kau menjadi cengeng." berkata salah seorang dari keduanya, "jika kau tahu rencana besar yang sedang aku susun, maka kau tentu akan bersedia bekerja sama dengan kami."
"Rencana apa?" bertanya adik Ki Demang.
"Kami sedang merintis jalan dari Timur menuju ke Mataram." jawab orang itu.
" Jalan apa" - bertanya adik Ki Demang itu pula.
" Kelak kau akan mengetahuinya. " jawab orang
itu " untuk itu kami memerlukan tempat-tempat
tertentu yang dapat mendukung gerakan kami.
Kami tidak akan mengganggu daerah ini apalagi
mengisap hasilnya. Tetapi kami memerlukan
tempat untuk meletakkan lumbung-lumbung
persediaan makanan dan peralatan dalam garis
perjalanan dari Timur menuju ke Mataram. "
" Aku tidak mengerti " jawab adik Ki Demang.
" Kelak semuanya akan jelas jika kau bersedia
untuk meneruskan rencanamu. Kami akan
membantumu, merebut kedudukan kakakmu.
Tidak ada orang yang akan dapat mencegah aku
disini. Dengan dukungan kami, maka jalan yang
akan kau tempuh akan menjadi licin. " berkata
orang itu. " Bagaimana mungkin " jawab adik Ki Demang "
aku sekarang ada didalam kurungan. "
Kedua orang itu tertawa hampir bersamaan.
Salah seorang diantara mereka berkata " Apa
artinya ini buat kami. Selarak itu tidak ada
artinya, sementara ruji-ruji pada lubang udara
itupun tidak akan berarti apa-apa. "
Adik Ki Demang itu menjadi berdebar-debar.
Hampir diluar sadarnya ia bertanya " Apakah
maksudmu" Apakah kau dapat mematahkan rujiruji
itu atau selarak pintu" "
Dengan satu jari aku dapat mematahkan setiap
ruji-ruji pada lubang udara itu. Kau tidak usah
heran. Bagi kami dan kawan-kawan kami " hal itu
bukannya satu keajaiban. " jawab seorang dari
kedua orang itu. Adik Ki Demang itu menjadi gelisah. Namun
kemudian jawabnya " terima kasih atas kesediaan
Ki Sanak. Tetapi sayang sekali, bahwa telah
terjadi gejolak didalam jiwaku. Aku merasa bahwa
langkahku telah tersesat. Aku telah melangkah
surut dan dihadapan ibuku seperti yang sudah
aku katakan, aku berjanji untuk tidak
melanjutkan niatku yang terkutuk ini. "
" Kau bodoh " bentak salah seorang dari kedua
orang itu " kau akan mendapatkan kesempatan
terbaik yang tidak akan terulang kembali.
Tetapi adik Ki Demang itu menjawab " Maaf Ki
Sanak. Aku tidak akan mungkin menjilat kembali
ludah yang telah terpercik bibirku, apalagi
dihadapan ibuku. " " Apakah kau tidak membayangkan hukuman
apakah yang mungkin akan diterapkan atasmu"
Kau dianggap sebagai pengkhianat dan pantas
untuk dihukum mati. " berkata orang itu " nah,
daripada kau dihukum mati, maka lebih baik
bagimu untuk menyusun masa depan yang jauh
lebih baik bagimu dan bagi Kademangan ini. "
Tetapi adik Ki Demang itu menggeleng. Katanya "
Maaf Ki Sanak. Aku memilih menerima hukuman
itu sebagai penebus kesalahan-kesalahan yang
pernah aku lakukan. "
" Jangan keras kepala " berkata salah seorang
dari kedua orang itu " sebenarnya kau memang
tidak mempunyai pilihan. Jika kami mula-mula
datang dengan sikap yang manis, bukan berarti
bahwa kami tidak dapat berbuat lebih keras lagi.
Seharusnya kau berminat mendengar kesempatan
yang kami berikan. Tetapi kau telah melakukan
satu kebodohan sehingga kau telah menolaknya.
Tetapi itu bukan berarti bahwa kami akan
membiarkan kesempatan ini lewat. Mau tidak
mau kau harus menerima tawaranku.
Memberontak dan merebut kedudukan kakakmu
dengan bantuan kami. Tidak ada kekuatan yang
dapat mencegah kami berdua, apalagi jika
beberapa orang kawanku telah datang. "
" Jangan memaksa Ki Sanak " berkata adik Ki
Demang. " justru pada saat kesadaranku tumbuh."
" Bukan kesadaran. Tetapi kelemahan dan
kerapuhan tekad, " geram salah seorang diantara
mereka. Tetapi adik Ki Demang itu menggeleng. Katanya "
Aku sudah berketetapan hati untuk tidak
melakukannya lagi. "
" Kau tidak dapat menolak " geram salah seorang
dari kedua orang itu " karena akibatnya akan
membuatmu tidak sempat menyesal. "
Adik Ki Demang itu menjadi tegang. Namun iapun
dapat menerka, bahwa kedua orang itu tentu
orang berilmu tinggi. Tetapi ia sendiri sudah
bertekad untuk tidak lagi menjerumuskan dirinya
kedalam laku khianat terhadap saudara tuanya.
Karena itu, maka iapun kemudian justru bertanya
" Apakah sebenarnya yang kalian kehendaki
dengan Kademangan ini " Jika kalian memang,
memiliki kemampuan yang tinggi, maka kalian
akan dapat memaksa kakang Demang langsung
tanpa memperalat aku. "
" Itu tidak menguntungkan " berkata salah
seorang dari kedua orang itu " kami adalah orang
asing disini. Sementara kau adalah orang
Kademangan ini sejak lahir. Karena itu, menurut
pendapatku, bagaimanapun juga kau lebih mudah
diterima oleh orang-orang Kademangan ini
daripada aku. Mereka yang menentang
kehadiranmu sebagai Demang akan segera
menarik diri jika mereka melihat kami dan
beberapa orang kawan kami yang akan segera
datang mendukung kedudukanmu. "
Tetapi adik Ki Demang itu menggeleng " Jangan
kau paksa aku. Aku sedang mencari jalan kembali
kepada ibuku yang berduka karena tingkah
lakuku. " " Ingat Ki Sanak " berkata salah seorang diantara
keduanya " aku dapat membunuhmu disini
sekarang tanpa ada orang lain yang dapat
menolongmu. Para pengawalmu
tidak akan berani berbuat sesuatu atas kami
berdua yang mampu membakarmu didalam bilik
ini tanpa beringsut dari tempat dudukku ini.
Sementara itu kau tidak akan dapat lari membuka
pintu " berkata adik Ki Demang.
" Terlambat " geram salah seorang dari kedua
orang itu " jika mereka membuka pintu yang
mereka dapati adalah mayatmu dan pengawal
yang akan memasuki bilik ini-pun akan menjadi
mayat pula dimuka pintu. "
Adik Ki Demang itu menjadi tegang. Tetapi ia
benar-benar sudah tidak mau lagi menyakiti hati
ibunya yang tua, mengkhianati kakaknya apalagi
membunuh kemenakannya. Tekadnya yang mantap itu telah membuatnya
tidak lagi merasa takut apapun yang akan terjadi.
Bahkan kemu dian katanya " Ki Sanak. Jika kalian
ingin membunuh kami, lakukanlah. Aku akan mati
sebagai seorang penghuni Kademangan ini yang
tidak lagi mau berkhianat. Itu akan memperingan
penderitaan batinku. "
" Gila " kedua orang itu hampir bersamaan telah
mengumpat. Seorang diantara mereka
meneruskan " Kau menantang kematian he" Kau
kira aku tidak dapat benar-benar melakukannya?"
Adik Ki Demang itu menundukkan kepalanya.
Ketika kedua orang itu kemudian bergeser
disebelah menye-belahnya, maka ia sama sekali
tidak bergerak. " Katakan sekali lagi, apakah kau bersedia atau
tidak" " desak salah seorang dari keduanya.
Namun jawab adik Ki Demang itupun mantap "
Tidak. Aku tidak akan mengulangi
pengkhianatanku. " " Jika demikian aku tidak mempunyai pilihan lain.
" berkata salah seorang dari kedua orang itu "
daripada kau kelak mengganggu rencanaku,
maka lebih baik jika kau tidak melihat apa yang
akan kami lakukan. "
" Apa maksudmu" " bertanya adik Ki Demang.
" Kau menolak kerja sama. Tetapi karena kau
sudah terlanjur mengetahuinya, maka mulutmu harus
dibungkam untuk selamanya. Yang akan didapati
tinggallah didalam bilik ini. " berkata orang yang
marah itu " para pengawal diluar tidak akan
mampu berbuat apapun juga atas kami berdua,
sehingga kami akan dengan leluasa meninggalkan
tempat ini. " Wajah adik Ki Demang itu memang nampak
memucat. Tetapi ia sudah bertekad bulat untuk
tidak lagi berkhianat. Jika ia terlibat dalam
kesulitan itu adalah akibat tingkahnya sendiri.
" Hukuman itu datang juga akhirnya meskipun
tidak dari kakang Demang " berkata adik Ki
Demang itu didalam hatinya " Tetapi biarlah aku
menanggungnya. Barangkali itu memang lebih
baik dari pada kakang Demang harus mengotori
tangannya. " Ternyata bahwa adik Ki Demang itu sudah
pasrah. Ia sama sekali tidak berbuat sesuatu
ketika kedua orang itu bergeser maju.
Namun agaknya kedua orang itu masih ingin
memaksakan kehendaknya. Seorang diantaranya
telah menyentuh tubuh adik Ki Demang dengan
ujung jarinya sebagaimana dilakukannya atas
pengawal diiuar bilik itu.
Adik Ki Demang mengaduh tertahan. Sementara
itu kedua orang itu tertawa. Seorang diantaranya
berkata " Aku dapat melubangi seluruh tubuhmu
dengan luka bakar seperti itu. Jika aku
menyentuh, tubuhmu dengan telapak tanganku,
maka luka yang membekas ditubuhmu adalah
bekas telapak tanganku itu. Kau akan mati dalam
keadaan yang mengerikan. "
Tetapi adik Ki Demang ternyata memang bukan
seorang pengecut menghadapi sikapnya terakhir.
Karena itu, maka iapun kemudian justru
menggeram " Lakukan apa yang kau lakukan.


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jangan membuat aku semakin muak terhadap
tingkah laku kalian. "
Suara adik Ki Demang itu terputus. Seorang
diantara kedua orang itu telah memukul pipinya justru
ketika tangannya sedang membara. Sehingga
karena itu, maka pipi adik Ki Demang itupun
bagaikan terkelupas kulitnya, sehingga betapa
perasaan nyeri telah menyengatnya.
" Aku akan membunuhmu perlahan-lahan iblis "
geram orang itu. Adik Ki Demang yang kesakitan itu
menggeretakkan giginya untuk tetap bertahan.
Namun ia memang tidak merubah pendiriannya.
Apapun yang akan terjadi sudah ti dak lagi
menjadi persoalan lagi baginya.
Justru karena itu, maka sikapnyapun
menunjukkan sikap seorang laki-laki yang tidak
gentar menghadapi an caman yang
bagaimanapun juga, bahkan maut sekalipun.
Justru dengan dada tengadah adik Ki Demang itu
menatap kedua orang itu berganti-ganti tanpa
perasaan gentar. Bahkan adik Ki Demang itu
sempat menggeram " Kalian jangan mencoba
menjadikan kampung halaman ini menjadi salah
satu alas pemberontakan terhadap Mataram. Jika
aku berkhianat, adalah persoalan kecil yang
terjadi di Kademangan ini. tetapi aku dan isi
Kademangan ini akan tetap setia kepada
Panembahan Senapati. "
Orang itu tertawa. Katanya " Mataram yang
goncang itu sebentar lagi akan runtuh. Apa yang
kita dapatkan dari Mataram sekarang ini"
Sudahlah, bersiaplah untuk mati. "
Adik Ki Demang itu tidak menjawab lagi. Ia sudah
benar-benar bersiap untuk mati. Ia sudah pasrah
apapun yang akan dilakukan oleh kedua orang itu
atas dirinya. Adik Ki Demang itu sama sekali tidak berniat
untuk melawan. Ia sadar, bahwa hal itu tidak
akan ada gunanya. Bahkan hanya akan
menambah kesulitan pada saat-saat terakhirnya.
Namun dalam pada itu, yang tidak diduga itupun
telah terjadi. Tiba-tiba pintu bilik itu berderak
ketika selaraknya terjatuh. Sejenak kemudian
maka pintu itupun telah terbuka. Dua orang anak
muda telah berdiri dimuka pintu.
Orang-orang yang ada di dalam bilik itu
memandangi Raden Rangga dan Glagah Putih
dengan tatapan mata yang aneh. Adik Ki Demang
itupun menjadi curiga melihat kehadiran kedua
orang anak muda yang, telah menangkapnya itu.
Tetapi kedua orang yang ada didalam biliknya
itupun menjadi curiga pula melihat sikap
keduanya. Raden Rangga yang berdiri di depan memandang
kedua orang itu berganti-ganti. Kemudian tibatiba
saja ia bertanya " Kenapa pipimu itu Ki
Sanak" Adik Ki Demang itu termangu-mangu. Namun
hampir tidak sadar ia berkata " Tangan orang
inilah yang telah mengelupas kulitku.
Raden Rangga mengangguk-angguk. Katanya "
Luar biasa. Ternyata kalian memiliki kemampuan
yang sangat tinggi. Namun sayang, menilik
pembicaraan kalian, maka kalian bukan orang
yang baik. Jika adik Ki Demang itu sekedar ingin
menguasai sebuah Kademangan, maka kalian
telah bersiap-siap untuk memberontak terhadap
Mataram. " " Siapa kau anak-anak yang tidak tahu diri" "
bertanya salah seorang diantara kedua orang itu.
" Kami adalah kawan-kawan bermain anak Ki
Demang " jawab Raden Rangga " karena itu,
maka kami merasa keheranan mendengar semua
pembicaraanmu. Seolah-olah apapun yang kau
lakukan tidak akan dapat dicegah. Seandainya
adik Ki Demang itu. berkuasa, apakah kau kira ia
mau berkhianat terhadap Mataram" "
" Anak Iblis " geram salah seorang diantara
keduanya sambil melangkah mendekat " apa kau
sadari ting-kahlakumu itu he" "
" Tentu " jawab Raden Rangga " aku ingin
memper-ingatkanmu, agar kau tidak berbuat
sewenang-wenang disini" Kau kira kau
mempunyai hak untuk membunuh meskipun adik
Ki Demang itu bersalah" "
" Aku tidak ingin mendengar pendapatmu "
bentak orang itu. Namun Raden Ranggapun telah
membentak pula " Aku tidak peduli. Ingin atau
tidak ingin dengar penda patku. Pergi dari tempat
ini. Jangan ganggu ketenangan Kademangan
Sempulur yang baru saja digoncang oleh
pertentangan antara Ki Demang dan adiknya yang
nampaknya sudah dapat diselesaikan. Adik Ki
Demang sudah menyadari kesalahannya. Karena
itu jangan mengganggu lagi. "
" Kau memang harus dibungkam " geram orang
itu " jika tidak mulutmu akan menyebarluaskan
peristiwa ini melampaui adik Ki Demang itu
sendiri. " " Tentu, aku akan menyampaikan berita ini ke
Mataram secara langsung " jawab Raden Rangga.
Seperti dilakukan atas adik Ki Demang, maka
orang itu mengayunkan tangannya untuk
menampar mulut Raden Rangga. Tetapi Raden
Rangga telah bersiap menghadapinya. Ia tidak
mau dilukai seperti adik Ki Demang itu. Karena
itu, maka iapun telah meningkatkan daya
tahannya dan telah mempersiapkan
kemampuannya sebagaimana dapat dilakukan
oleh orang itu. Karena itu, ketika tangan orang itu terayun, maka
Raden Rangga telah menangkisnya.
Dua kekuatan ilmu yang mirip, telah berbenturan.
Keduanya memiliki pancaran panas yang dapat
membakar. Namun satu hal yang berbeda. Raden Rangga
tahu pasti akan kakuatan lawannya, sementara
itu, orang yang menamparnya tidak mengetahui
bahwa Raden Rangga juga memiliki kekuatan
sebagaimana dimilikinya. Karena itu, ketika terjadi benturan, maka orang
itu ber teriak mengumpat dengan kasar. Ternyata
sentuhan dengan tubuh Raden Rangga itu rasarasanya
telah membakar kulitnya. Meskipun daya
tahannya yang jauh melampaui daya tahan adik
Ki Demang telah melindungi kulitnya sehingga
tidak terkelupas, namun kulitnya itupun telah
membekas kemerah-merahan, sementara panas
yang terpancar dari tubuh Raden Rangga telah
menggigitnya. Raden Ranggapun telah disengat oleh panasnya
kekuatan orang itu. Tetapi ia telah
mempersiapkan diri jauh lebih baik dari orang itu,
sehingga ia sama sekali tidak terkejut karenanya.
Kulitnya memang juga menjadi kemerahmerahan.
Namun ia masih sempat tersenyum
sambil berkata " Nah, kau lihat, bahwa kau bukan
satu-satunya orang yang memiliki kemampuan
seperti itu, sehingga kau tidak akan dapat dengan
semena-mena membunuh disini. "
" Setan alas " geram orang itu " kalian anak-anak
ingusan merasa diri kalian mampu menghadapi
kami berdua. " " Kami akan mempersilahkan kalian pergi dan
tidak kembali lagi ke Kademangan Sempulur "
berkata Raden Rangga. " Persetan " sahut orang itu " ternyata kaulah
yang harus dibunuh lebih dahulu. Baru adikKi Demang ini. "
Tetapi Raden Rangga justru tersenyum. Katnya "
Halaman ini cukup luas untuk menentukan, sapakah diantara kita yang lebih baik. "
Orang itu menggeretakkan giginya. Kemudian
iapun berpaling kepada kawannya sambil berkata
" Kita menghadapi persoalan yang tidak pernah
kita duga sebelumnya. Marilah, kita selesaikan
anak-anak ini lebih dahulu. "
Kawannya menjadi tegang. Dengan suara garang
ia berkata " Darimana anak-anak itu mampu
memiliki ilmu yang pantas kita perhitungkan. "
" Itulah ang perlu kita ketahui nanti " berkata
orang yang pertama. " Nah " berkata Raden Rangga " apakah kita akan
turun kehalaman" "
" Persetan " geram orang itu.
Raden Rangga dan Glagah Putihpun melangkah
surut. Sementara itu kedua orang itupun telah
bergerak pula, mengikuti Raden Rangga dan
Glagah Putih turun kehalaman.
Dengan isyarat Raden Rangga minta agar pintu
itu digelarak kembali, agar adik Ki Demang tidak
ikut keluar dari ruangan itu. Bagaimanapun juga,
ia adalah seorang tawanan yang tidak boleh
berbuat sesuka hatinya. Anak Ki Demanglah yang kemudian telah
menutup dan menyelarak pintu bilik pamannya.
Sementara itu, Raden Rangga dan Glagah Putih
telah berada dihalaman sebagaimana kedua orang
yang telah mendatangi adik Ki Demang itu.
Dengan nada geram seorang diantara kedua
orang itu bertanya " Apakah kalian memang ingin
membunuh diri" "
Raden Rangga tertawa. Katanya Kau sudah tahu,
bahwa kami memiliki kemampuan sebagaimana
kau miliki. Bahkan kau bangga-banggakan. "
" Hanya pada permukaannya saja. Tetapi kau
tidak akan mampu mengimbangi kemampuan
penggunaan ilmu itu dalam benturan kekerasan.
Kau kira, jika kau sudah memiliki bekal ilmu yang
sama, maka kau tentu akan mampu mengimbangi
kami dalam pertempuran yang sebenarnya" "
bertanya salah seorang dari keduanya.
" Itulah yang akan kita coba sekarang. Siapakah
diantara kita yang memiliki kematangan dalam
perkembangan ilmu yang dasarnya kita miliki
bersama. " berkata Raden Rangga.
" Anak ingusan yang sombong " geram orang itu.
" Agaknya umur bukan satu-satunya penentu "
jawab Raden Rangga " siapa tahu kau telah
menyia-nyiakan tahun-tahun dalam perjalanan
hidupmu. " " Persetan " potong orang itu " bersiaplah. "
Raden Rangga berpaling kearah Glagah Putih
sambil berkata " Marilah kita bersiap. Kedua orang itu
akan mencoba menunjukkan kemampuannya. "
" Glagah Putih mengangguk kecil. Namun iapun
kemudian bertanya " Tetapi siapakah sebenarnya
mereka" " Mereka tidak akan mengatakannya " jawab
Raden Rangga. " Belum tentu " desis Glagah Putih " mereka
sudah menyebut serba sedikit tentang
kepentingan mereka. Mereka sedang menyiapkan
garis perjalanan dari Timur Ke Mataram.
" Hanya itu " jawab Raden Rangga pula. Namun
kemudian katanya " Tetapi baiklah. Aku akan
mencoba bertanya. " " Gila " salah seorang dari kedua orang itu
membentak " kau kira kami sedang bermain-main
dengan tugas kami" "
" Bukan begitu Ki Sanak " berkata Raden Rangga
" sebab sepengetahuan kami justru ada orangorang
yang se dang dalam perjalanan dari
Mataram ke Timur. Kini Ki Sanak justru berjalan
dari dan ke arah yang sebaliknya. "
" Aku tidak peduli " jawab orang itu " yang
penting bagi kami; kalian berdua harus mati. Adik
Ki Demang itupun harus mati pula. Kemudian
para pengawal yang ingin membantu kalian dan
adik Ki Demang itupun harus mati pula. "
" Kalian memang aneh " berkata Glagah Putih "
kalian yang ingin mencari dukungan untuk satu
gerakan tertentu, seharusnya bersikap baik dan
bersahabat. Tetapi yang kau inginkan tidak ada
lain kecuali membunuh. Apakah hal itu
menguntungkan" "
" Menguntungkan atau tidak menguntungkan, aku
tidak peduli. Tetapi aku ingin menunjukkan, siapa
yang menentang niat kami; akan kami sapu
bersih dari garis perjalanan kami. "
" Jika demikian, maka kalian tidak akan pernah
sam-, pai ke Mataram. Kekuatan kalian agar
hancur diperjalanan karena perlawanan wilayah
yang akan kalian lalui. " berkata Glagah Putih.
" Tutup mulutmu " bentak orang itu " aku tidak
memerlukan pendapatmu. Sekarang bersiaplah
untuk mati. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ketika


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia memandang berkeliling, ternyata di halaman
itu telah ba nyak berkumpul para pengawal yang
bersenjata, bahkan anak-anak muda.
Namun tiba-tiba kedua orang itu telah bergeser
mengambil jarak. Seorang diantara mereka
berkata " Marilah, siapakah yang akan ikut serta.
Semakin banyak orang yang melibatkan diri,
maka semakin banyak pula orang yang akan
mati. Sementara itu kalian tidak akan mampu
menghalangi kami kemanapun kami akan pergi. "
" Mungkin kau dapat melakukannya ditempat lain
" berkata Raden Rangga " tetapi tidak di
Kademangan Sempulur ini. "
" Omong kosong " geram orang itu " marilah, kita
akan melihat. " Raden Rangga dan Glagah Putihpun kemudian
telah bersiap. Sementara itu, anak Ki Demang
dan pemimpin pengawal yang bertugas itu berdiri
termangu-mangu. Ditangannya terdapat dua
buah luka bakar. Namun sudah tidak terasa sakit
lagi karena obat yang diberikan oleh Raden
Rangga, meskipun luka itu masih ada.
Namun dalam pada itu, bagaimanapun juga
Raden Rangga dan Glagah Putih harus benarbenar
mempersiapkan diri. Kedua orang itu
agaknya memang petugas-petugas pilihan yang
memiliki ilmu yang tinggi. Tidak sebagaimana
orang-orang yang pernah mereka jumpai
sebelumnya justru kearah yang berlawanan.
Persoalan yang terjadi itupun segera diketahui
pula oleh Ki Jagabaya. Bahkan Ki Demang yang
sakitpun telah mendengarnya pula. Namun
beberapa orang telah mena-sehatkan agar Ki
Demang tidak bangkit dahulu dari pemba
ringannya. Ki Jagabaya yang datang dengan
tergesa-gesa kepada Ki Demang itupun berkata "
Aku akan melihat apa yang terjadi Ki Demang.
Sebaiknya Ki Demang tetap saja berbaring, agar
keadaan Ki Demang yang sudah berangsur baik
itu tidak menjadi buruk kembali. "
" Tetapi nampaknya persoalannya cukup gawat "
berkata Ki Demang. " Hanya jika persoalannya tidak teratasi aku akan
memberikan laporan " berkata Ki Jagabaya.
Demikianlah Ki Jagabaya dan beberapa orang
bebahu telah pergi ketempat peristiwa yang
menegangkan itu ter jadi. Ketika mereka
memasuki halaman, maka kedua belah pihak
sudah bersiap untuk bertempur.
Ki Jagabaya menjadi termangu-mangu. Namun
seorang pengawal tiba-tiba telah datang
kepadanya sambil berkata " Anak Ki Demang itu
ingin menemui Ki Jagabaya. "
Ki Jagabaya itu tergesa-gesa datang kepada anak
Ki Demang yang termangu-mangu didepan bilik
tahanan adik Ki Demang. " Ada apa" " bertanya Ki Jagabaya.
" Paman ingin menyaksikan pertempuran itu "
desis anak Ki Demang " apakah Ki Jagabaya tidak
berkeberatan" "
Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam.
Dipandanginya wajah beberapa bebahu yang
datang bersamanya untuk mendapat
pertimbangan. Namun agaknya mereka tidak
berpendapat apapun juga. Karena itu, maka Ki Jagabayapun telah
mengambil keputusan sendiri. Karena di tempat
itu banyak terdapat pengawal dan bebahu
Kademangan, maka agaknya adik Ki Demang itu
tidak akan dapat berbuat banyak.
Dengan demikian maka Ki Jagabaya itupun
berkata Baiklah. Mungkin ia ingin menyaksikan
sesuatu yang belum pernah dilihatnya
sebelumnya. Anak Ki Demang yang telah bertemu dengan
pamannya telah melihat luka-luka diwajah
pamannya itu. Kemudian anak Ki Demang itupun
telah mendengar serba sedikit tentang kedua
orang yang telah berhadapan dengan dua orang
anak muda yangtelah menyelamatkan jiwanya
itu. " Jadi kedua orang itu termasuk orang-orang
berilmu tinggi" " bertanya Ki Jagabaya.
" Tetapi kedua anak muda itu pun memiliki ilmu
yang sama pula " jawab anak Ki Demang yang
mengetahui bahwa jari-jari Raden Rangga dapat
membuat luka dikulit pemimpin pengawal itu.
Atas persetujuan Ki Jagabaya maka adik Ki
Demang itupun telah diijinkan keluar dari biliknya.
Disisi Ki Jagabaya dan diapit oleh beberapa orang
bebahu dan pengawal, adik Ki Demang itu
menyaksikan apa yang terjadi di halaman.
Dihalaman, Raden Rangga dan Glagah Putihpun
telah bergeser saling mengambil jarak
sebagaimana dilakukan oleh kedua orang
pendatang itu. Masing-masing menghadapi
seorang lawan. Untuk beberapa saat lamanya,
kedua belah pihak nampaknya masih berusaha
untuk menduga kemampuan apakah yang
tersimpan di masing-masing pihak.
Kedua orang pendatang yang ingin memaksa adik
Ki Demang itu mengikuti perintahnya, merasa
bahwa kedua anak muda itu memang memiliki
kemampuan ditilik dari sikapnya. Meskipun
mereka masih terlalu muda, namun tanpa bekal
yang cukup mereka tidak akan berani berbuat
seperti itu. Apalagi seorang diantara mereka yang
telah bersentuhan ilmu dengan Raden Rangga.
Maka iapun yakin, bahwa anak-anak muda itu
memang memiliki kemampuan.
Tetapi dalam usia mereka, seberapa jauh ilmu
yang akan dapat dijangkaunya. Meskipun
mungkin mereka memiliki dasar dari ilmu yang
sama, tetapi jarak pengamalan yang jauh berbeda
akan mempunyai akibat yang berbeda pula.
Demikianlah, maka kedua orang yang marah
itupun kemudian telah mulai memancing
pertempuran. Keduanya mulai menyerang
meskipun mereka masih berusaha untuk
menjajagi seberapa jauh kematangan ilmu
mereka. Raden Rangga dan Glagah Putihpun masih belum
bersungguh-sungguh pula. Mereka menyadari,
bahwa lawan-lawan mereka baru dalam tataran
penjajagan, sehingga keduanyapun masih belum
mengerahkan kemampuan mereka yang
sebenarnya. Namun dengan demikian pertempuran antara
kedua orang pendatang itu melawan Raden
Rangga dan Glagah Putih itupun sudah dimulai.
Tetapi dalam pada itu Glagah Putih sempat
berbisik Kita memerlukan mereka. "
Raden Rangga tersenyum. Katanya " Jangan takut
aku akan membunuh mereka. Kecuali jika
terpaksa. " Keduanya tidak sempat berbicara lebih panjang.
Keduanya harus segera mengambil jarak kembali, karena kawan-lawan mereka bergerak semakin cepat.
Tetapi kedua orang pendatang itu mulai dibayangi oleh keheranan melihat tata gerak kedua anak muda itu. Nampaknya merekapun masih belum bersungguh-sungguh. Bahkan keduanya nampaknya masih saja bermain-main.
Namun satu hal yang selalu mendapat perhatian Raden Rangga dan Glagah Putih, meskipun kedua orang itu masih sedang menjajagi kemampuan mereka, namun mereka telah menempatkan kekuatan yang mereka sadap dari panasnya api di tangan mereka, sebagaimana tangan mereka telah menyentuh tubuh adik Ki Demang.
Karena itu, maka kedua anak itu berusaha untuk tidak tersentuh oleh serangan kedua orang lawannya. Namun
lawannya yang mengetahui bahwa anak-anak itu juga memiliki ilmu yang sama, telah menghindari juga serangan mereka.
Disaksikan oleh orang-orang padukuhan itu dan bahkan para bebahu Kademangan, maka pertempuran itu semakin lama menjadi semakin
cepat dan keras. Kedua orang pendatang itu ternyata telah meningkatkan ilmu mereka,
demikian mereka sadar sepenuhnya bahwa kedua orang anak muda itu memang memiliki
kemampuan dan ilmu yang tinggi.
Namun ternyata yang mereka hadapi telah mengejutkan mereka. Ketika mereka merasa
sudah sampai pada satu tataran yang dapat menentukan, ternyata kedua anak muda itu
masih saja melawan mereka dengan garangnya.
" Anak iblis " geram salah seorang dari kedua
orang itu " ternyata kami tidak dapat lagi
menahan diri untuk tidak melumatkan tubuhmu.
Jika kami ingin membunuh, sama sekali tidak
terbersit dihati kami untuk meninggalkan tubuh
kalian yang hangus dan tidak dapat dikenali lagi.
Kami sebenarnya ingin melihat kalian mati
dengan kewajaran seorang yang mati di
pertempuran. Namun ternyata bahwa kalian
harus diperlakukan lain. Raden Rangga dan Glagah Putih mengerti, apa
yang akan dilakukan oleh kedua orang itu.
Dengan demikian yang dicemannya justru orangorang
yang berada disekitar arena pertempuran
itu. Kedua orang itu akan dapat sengaja atau
tidak, memancarkan segala jenis ilmunya
mengenai mereka. Jika Raden Rangga sendiri dan
Glagah Putih masih mempunyai kemungkinan
untuk menghindari serangan itu, maka seranganserangan
kedua orang itu akan dapat
menaburkan maut justru kepada orang
disekitarnya. Karena itu, maka Raden Ranggapun kemudian
telah berkata " Baiklah Ki Sanak. Kita akan
bertempur dalam puncak ilmu kita masingmasing.
Tetapi kita harus sepakat, bahwa kita
akan bertempur sebagai laki-laki. Kita tidak akan
berbuat licik dengan menjebak orang-orang yang
tidak terlibat kedalam bencana. "
" Aku tidak peduli " geram salah seorang dari
kedua orang itu " jika ilmuku akan membunuh
semua orang di ha laman ini, itu adalah karena
kebodohan mereka. " " Terserahlah apa yang kalian lakukan jika kalian
memang sudah berhasil mengalahkan kami
berdua. Tetapi sebelum itu, kita akan bertempur
dengan baik, sebagaimana seorang laki-laki
bertempur. " berkata Raden Rangga.
"Persetan " geram lawannya.
Sementara itu Glagah Putihpun berkata kepada orang-orang yang berada disekitar arena itu "
Minggirlah. Pertempuran ini akan dapat menjadi keras dan liar. "
Orang-orang yang berdiri diseputar arena memang menjadi heran, bahwa arena yang menurut mereka sudah cukup luas itu, masih harus diperlukan lagi. Sementara itu, mereka masih belum melihat seorangpun diantara mereka mempergunakan senjata.
Meskipun demikian, orang-orang yang menyaksikan pertempuran, terutama para pengawal dan anak-anak muda itupun telah bergeser surut. Mereka memang melihat pertempuran itu menjadi semakin garang.
Sebagaimana diduga oleh Raden Rangga dan Glagah Putih, maka kedua orang itupun telah mengerahkan kemampuannya. Mereka tidak menarik senjata mereka, tetapi agaknya mereka akan langsung mempergunakan ilmu mereka.
Raden Rangga dan Glagah Putihpun tidak mempergunakan senjata mereka pula. Ikat pinggang Glagah Putih masih tetap melilit dilambungnya. Sementara tongkat Raden Rangga masih terselip diarah punggungnya.
Namun memang jarang sekali yang menduga, bahwa tongkat pring gading yang tidak besar itu adalah senjata Raden Rangga yang jarang ada bandingnya.
Sejenak kemudian maka pertempuran itupun menjadi semakin sengit. Kedua belah pihak telah meningkatkan kemampuan ilmu mereka yang nggegirisi.
Ternyata bahwa kedua orang pendatang itu memang memiliki sebagaimana dikatakan kepada pimpinan pengawal dan adik Ki Demang. Ketika mereka sudah terlalu lama tidak dapat
menundukkan kedua orang anak muda itu, maka merekapun telah merambah kepuncak ilmu
mereka. Ternyata bahwa kedua orang itu memang memiliki kemampuan untuk memancarkan panas, bukan saja dengan sentuhan tangannya, tetapi udara disekitarnyapun rasa-rasanya menjadi
bagaikan membakar. Karena kedua orang itu merasa tidak terlalu
mudah untuk dapat menyentuh sasarannya
dengan tangannya karena kecepatan gerak kedua
orang anak muda itu, maka keduanya telah
melontarkan udara panas untuk memperlambat
kedudukan lawannya, sehingga jika mereka sudah
kehilangan sebagian besar dari kemampuan
pengamatan diri maka serangan-serangan
berikutnya akan dengan mudah dapat dilakukan.
Anak-anak muda itu menurut perhitungan mereka
tidak akan mampu bertahan lebih lama dalam
udara yang panas. Demikianlah, maka udara di halaman itupun
semakin lama terasa menjadi semakin panas.
Bukan saja sekedar menghangatkan tubuh, tetapi
rasa-rasanya memang bagaikan terpanggang
diatas api. - Keringat mengalir dari tubuh Raden Rangga dan
Glagah Putih bagaikan terperas. Meskipun
keduanya telah mengetrapkan daya tahan mereka
pada tataran tertinggi, namun udara panas itu
masih tetap berpengaruh atas mereka, meskipun
tidak separah sebagaimana disangka kedua orang
lawannya. Dalam keadaan yang demikian, maka kedua
orang itupun telah mempercepat seranganserangan
mereka. Tetapi ternyata bahwa kedua
anak muda itu masih selalu mampu menghindar.
Jika sekali-sekali terjadi benturan, maka
kemampuan ilmu kedua anak muda itupun telah
membuat kulit mereka menjadi merah bagaikan
tersentuh air yang sedang mendidih.
Namun bagaimanapun juga. udara panas itu
memang tidak menyenangkan bagi Raden Rangga
dan Glagah Putih, Karena itulah, maka
merekapun telah meningkatkan kemampuan
mereka pula. Mula-mula Raden Rangga dan Glagah Putih masih
belum melepaskan ilmunya yang lebih berarti
daripada kemampuan mereka bertempur dengan
cepat. Sementara itu Raden Rangga telah
memanasi telapak tangannya sebagaimana
dilakukan oleh lawannya. Raden Rangga dan Glagah Putih berusaha untuk
dengan kecepatan geraknya menekan lawannya
agar mereka tidak sempat membangunkan
ilmunya memanasi udara disekitar mereka.
Tetapi ternyata usaha keduanya tidak berhasil.
Meskipun mereka mampu bergerak cepat dengan


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangan-serangan yang beruntun, namun udara
yang menjadi panas itu memang terasa sangat
mengganggu. Raden Rangga yang kemudian mulai menjadi
marah, telah bersiap-siap untuk melepaskan
ilmunya yang akan dapat mematahkan usaha
lawannya. Tetapi cara yang ditempuhnya menurut
Glagah Putih akan sangat berbahaya. Bahkan
mungkin akan dapat mengecam jiwa lawannya.
Karena itu, maka justeru Glagah Putihlah yang
mulai dengan mengurai senjatanya. Tanpa
menunggu, apa yang akan dilakukan oleh Raden
Rangga, maka Glagah Putih telah membuka ikat
pinggangnya. Raden Rangga menarik nafas dalam-dalam.
Hampir diluar sadarnya ia berkata " Kau kira
dengan senjata itu kita tidak akan dapat
membunuh" " Glagah Putih tertegun sejenak. Namun iapun
kemudian menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar,
bahwa senjata Raden Rangga merupakan senjata
yang tidak dapat diraba dengan penalarannya,
sehingga memiliki kemampuan yang seakan-akan
sulit dicari batasannya. Namun ternyata bahwa Raden Rangga masih
belum mempergunakan senjatanya, la masih
bertempur dengan ta ngannya. Namun tata
geraknyalah yang telah berubah. Raden Rangga
itu seakan-akan telah bergerak berputaran
dengan kecepatan yang sulit diikuti dengan
kemampuan yang ada pada lawannya.
Karena itulah, maka lawannya justru telah
berusaha melindungi diri dengan selubung
kekuatan panas yang memancar dari dalam
dirinya. Ia berharap bahwa lawannya tidak akan
mampu mendekatinya, apalagi menyentuhnya.
Sebenarnyalah lawan Raden Rangga memang
memiliki ilmu yang tinggi. Agaknya kedua orang
itu adalah orang-orang terpercaya yang harus
merintis jalan dari Timur menuju ke Mataram.
Karena itu. maka ia termasuk orang pada tataran
tinggi dalam kepemimpinan kelompoknya.
Namun sekali-kali Raden Rangga masih mampu
juga mengenai tubuh lawannya dengan
tangannya yang bagaikan membara. Meskipun
daya tahan lawannya cukup besar, dan iapun
memiliki ilmu yang serupa, namun lawan Raden
Rangga itu harus mengeluh juga menghadapi
kecepatan gerak lawannya yang masih sangat
muda. Tetapi dengan meningkatkan kemampuan
ilmunya sampai kepuncak; maka ia telah
membatasi gerak Raden Rangga.
Pancaran panas benar-benar telah membakar
udara disekitarnya. Sehingga dengan demikian.
Raden Rangga telah mengalami kesulitan untuk
dapat mendekati lawannya. Keringat yang
terperas dari tubuhnya telah membuat nya
bagaikan sedang mandi dan berendam didalam
telaga yang berair mendidih.
Sementara itu, Glagah Putih telah bertempur
dengan senjatanya. Dengan meningkatkan
kecepatan geraknya, ia telah menyerang
lawannya dengan garangnya. Ikat pinggangnya
berputaran bagaikan segumpal awan yang putih
ke coklat-coklatan warna asap.
Namun Glagah Putihpun akhirnya mengalami
kesulitan untuk mendekati lawannya karena
lindungan udara panas disekitarnya. Betapa
Glagah Putih meningkat kan daya tahan tubuhnya
sampai kepuncak, namun ternyata bahwa panas
itu telah membuat Glagah Putih sulit untuk tetap
bertahan. Karena itu, maka perlahan-lahan ia justru telah
terdesak. Lawannya yang merasa bahwa Glagah
Putih itu tidak tahan menghadapi kekuatan
panasnya berusaha untuk mempergunakan
kecepatan geraknya, menyerang dengan
garangnya pula. Dengan demikian ia berharap
bahwa anak muda yang kepanasan itu kehilangan
pemusatan kemampuannya dan tidak lagi mampu
mengatasinya. Sebenarnyalah bahwa Glagah Putih telah
mengalami kesulitan jika ia hanya sekedar
mempergunakan ikat pinggangnya saja, karena
serangan-serangannya tidak dapat menjangkau
tubuh lawannya jika ia tidak mau dicengkam oleh
panasnya udara. Untuk beberapa saat, Glagah Putih masih
bergeser menjauh. Sementara itu orang-orang
yang menyaksikan pertempuran itupun telah
bergeser semakin jauh pula. Bagi mereka
kemampuan kedua orang pendatang itu benarKang
Zusi - http://kangzusi.com/
benar menakjubkan. Bahkan meskipun mereka
telah semakin menjauh, namun merekapun ikut
merasa, betapa panas udara telah membakar
halaman itu. Ketika Raden Rangga melihat Glagah Putih
bergeser surut, maka iapun telah berkata lantang
" Nah, apa kata mu" Apakah kau masih akan
mempergunakan senjatamu itu untuk melawan
ilmu yang luar biasa itu" "
" Memang sulit " sahut Glagah Putih.
"Nah, bukankah bukan salah kita jika kita
melawan ilmu mereka dengan ilmu yang sepadan
pula" " bertanya Raden Rangga.
Glagah Putih mulai berdebar-debar. Tetpi rasarasanya
memang tidak ada cara lain untuk
melawannya. Terutama bagi dirinya.
Karena itu, maka iapun telah menjawab "
Apaboleh buat. Tetapi aku akan berbuat sebaikbaiknya."
Jangan terlalu sombong. Lawanmu adalah
seorang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi "
berkata Raden Rangga. Glagah Putih tidak menjawab. Namun dalam pada
itu, pembicaraan itu dianggap sebagai satu
keluhan oleh lawannya. Bahkan kecemasan
bahwa kemampuannya dianggap oleh lawannya
yang masih muda itu sulit untuk diimbangi.
Karena itu, maka orang itupun telah mendesak
Glagah Putih semakin berat. Puncak kekuatan
ilmunya memang seakan-akan telah mengelupas
kulit Glagah Putih yang harus berloncatan
mengambil jarak. Namun akhirnya seperti yang dikatakan oleh
Raden Rangga, Glagah Putih tidak dapat melawan
orang itu dengan ikat pinggangnya karena
selubung panas yang menyelimutinya.
Karena itu, maka Glagah Putih harus mengambil
cara lain. Namun Glagah Putih masih berusaha
untuk mengekang dirinya. Ia masih mencari jalan
untuk menundukkan lawannya tanpa
membunuhnya, karena menurut Glagah Putih,
orang itu akan sangat berarti bagi mereka. Penga
kuan orang itu dihadapan adik Ki Demang
memberikan harapan kepada Glagah Putih untuk
membawanya bersama Raden Rangga ke
perguruan Nagaraga. Itulah sebabnya, maka Glagah Putih telah
memilih cara yang paling lunak untuk melawan
kekuatan ilmu lawannya. Kemampuannya
menyadap kekuatan diseputar dirinya, telah
mendorongnya untuk mempergunakan kekuatan
angin, yang ditrapkan dalam kemampuan
lontaran ilmu sebagaimana diajarkan oleh Raden
Rangga. Karena itu, maka ketika Glagah Putih itu
menjadi semakin terdesak, maka iapun telah siap
untuk mempergunakan kemampuannya.
Justeru itu ia telah berusaha mengambil jarak,
agar kulitnya tidak terbakar. Kemudian Glagah
Putih telah mengenakan kembali ikat
pinggangnya. Ia harus menyerang lawannya pada
jarak tertentu untuk menghindarkan diri dari
panas udara disekitar lawannya.
Ketika -lawannya siap memburunya, maka Glagah
Putih telah mengangkat tangannya dengan
telapak tangan menghadap kearah lawannya.
Namun ternyata bahwa Glagah Putih tidak
mempergunakan kekuatan apinya yang akan
dapat menyembur dan membuat lawannya
menjadi hangus, sebagaimana lawannya bermainmain
dengan kekuatan panasnya api, tetapi
Glagah Putih telah mempergunakan kekuatan
yang disadapkan dari kekuatan udara.
Ketika tangan Glagah Putih yang terbuka itu
dihentak-kannya, maka dari telapak tangan itu
bagaikan berhembus angin prahara yang maha
dahsyat. Hanya sekilas, menyambar lawannya
yang justru sedang meloncat memburunya.
Kekuatan prahara dari tangan Glagah Putih itu
telah menerpa lawannya dan melemparkannya
beberapa langkah surut. Dadanya yang bagaikan
dihantam oleh segumpal batu padas, membuat
dadanya menjadi sesak. Lawan Glagah Putih itu terbanting ditanah.
Beberapa kali ia terguling. Namun dengan serta
merta, orang itupun telah berusaha untuk bangkit
dan berdiri tegak. Namun ternyata bahwa keseimbangannya tidak
lagi utuh. Beberapa saat ia terhuyung-huyung.
Namun kemudian iapun telah tegak kembali
dengan susah payah. Glagah Putih meloncat maju. Tetapi ia terhenti
ketika ia melihat lawannya meloncat bangkit.
Namun demikian Glagah Putih telah bersiap untuk
menyerang lagi apabila diperlukan. Bahkan dalam
keadaan yang paling gawat Glagah Putih yang
memiliki kemampuan menyadap kekuatan yang
ada didalam lingkungannya sebagainya diajarkan
oleh-Kiai Jagaraga akan mampu menyerang
lawannya bukan saja dengan kekuatan gerak udara, tetapi ia mampu
mempergunakan kekuatan panasnya api tujuh
kali panasnya bara. Sejenak Glagah Putih termangu-mangu. Namun
ketajaman penglihatannya melihat tangan
lawannya yang kemudian mampu berdiri tegak itu
bergerak cepat. Sejenak kemudian telah
menyambar sebuah pisau kecil kearah tubuh
Glagah Putih, demikian cepatnya.
Namun Glagah Putih mampu bergerak secepat
sambaran pisau kecil itu sehingga ia mampu
menghindarinya. Tetapi agaknya lawannya yang tidak lagi mampu
mendesak Glagah Putih dengan kemampuan ilmu
panasnya itu, telah mempergunakan pisau-pisau
kecil untuk menyerang lawannya dari jarak yang
lebih jauh. Lawan Glagah Putih itu tidak ingin memberi
kesempatan. Demikian Glagah Putih meloncat,
maka pisau berikutnya sudah menyusulnya,
sehingga Glagah Putih harus meloncat lagi
menghindar. Bahkan sebelum kakinya menjejak
tanah pisau berikutnya telah menyambarnya pula,
sehingga Glagah Putih harus menggeliat diudara
menghindarinya. Lawannya yang melihat kesulitan pada anak
muda itu telah bergeser mendekat. Dua pisau
kecil telah menyambar bersamaan, sehingga
Glagah Putih akan mengalami kesulitan untuk
menghindarinya. Namun ternyata Glagah Putih justru telah
menjatuhkan dirinya dan berguling sekali ditanah.
Bersamaan dengan itu, sambil berbaring Glagah
Putih telah menggerakkan tangannya. Kekuatan
yang dahsyat telah meloncat dari telapak
tangannya yang terbuka. Angin prahara yang
tidak terbendung telah meluncur kearah lawannya
yang justru sedang mengayunkan pisau kecilnya
kearah tubuh Glagah Putih yang terbaring.
Namun kekuatan angin yang berhembus dari
telapak tangan Glagah Putih telah membentur
pisau itu sehingga pisau kecil itu terlempar kearah
yang berlawanan. Bukan saja pisau kecil itu, tetapi kekuatan raksasa telah
mendera tubuh lawan Glagah Putih. Namun justru
karena Glagah Putih berbaring ditanah, maka
kekuatan praharanya telah mengangkat
lawannya, melemparkannya dan membantingnya
jatuh lebih parah dari serangan yang pertama.
Orang itu memang berusaha juga untuk segera
bangkit Tetapi tubuhnya bagaikan tidak berdaya
lagi. Tulang-tulangnya seakan-akan berpatahan.
Sehingga karena itu, maka iapun kemudian telah
terjatuh lagi pada lututnya. Tangannya mencoba
menompang tubuhnya yang terasa sangat lemah.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ketika
ia kemudian bangkit, maka ia telah mengibaskan
pakaiannya yang menjadi kotor.


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu, Raden Ranggapun telah melawan
kekuatan ilmu yang mampu melancarkan panas
itu dengan kekuatan yang dikekangnya pula. Ia
tidak dengan serta merta menghancurkan
lawannya seperti yang sering dilakukannya.
Tetapi ia telah berusaha untuk menjinakkannya.
Karena itu, maka yang dilakukan oleh Raden
Rangga adalah mengganggu pemusatan ilmu
lawannya. Ia memang menyerang lawannya dari
jarak jangkau kekuatan panasnya.
Ia tidak menghantam lawannya dengan kekuatan
badai seperti yang dilakukan oleh Glagah Putih.
Tetapi ia seakan-akan sekedar menggelitik
lawannya dengan serangan-serangannya dari luar
jangkauan panas lawannya.
Sentuhan-sentuhan serangan Raden Rangga
memang menyakitinya. Tetapi tidak melemparkan
dan membantingnya jatuh. Rasa sakit itu
menyengat dilengannya, kemudian pundaknya,
lambungnya dan bagian-bagian tubuhnya yang
lain. Dengan kemampuan kecepatan geraknya ia
berusaha untuk menghindari serangan anak muda
itu. Namun ternyata bahwa Raden Rangga
memiliki kemampuan bergerak
lebih cepat, dan perhitungan yang tepat kemana
lawannya akan menghindar. Meskipun satu dua
serangannya gagal, namun beberapa kali ia dapat
mengenai lawannya dengan hanya sebagian kecil
dari kekuatan ilmunya itu. " Gila " geram
lawannya. Dengan kemarahan yang memuncak, maka
seperti lawan Glagah Putih orang itu telah
mempergunakan senjatanya pula. Dengan
kecepatan yang tinggi, ia telah menarik pisaupisau
kecil dan melontarkannya kearah Raden Rangga.
Tetapi Raden Rangga yang sudah terlanjur
bersikap seperti seorang yang sedang bermainmain
itu telah mena rik tongkat pring gadingnya
yang terselip dipunggung. Dengan tongkat itu ia
menangkis serangan-serangan lawan nya dengan
pisau-pisau kecilnya. Lawannya mengumpat kasar. Kemarahan yang
memuncak telah membuatnya mata gelap.
Dengan tidak mempergunakan nalar yang jernih,
ia menyerang sejadi-jadinya. Tidak hanya satu
dua. Tetapi ia telah melontarkan pisau itu
bagaikan semburan air. Tetapi tongkat Raden Rangga berputar dengan
cepat, sehingga yang nampak bagaikan segumpal
awan yang berwarna kuning menyelubunginya.
Beberapa buah pisau telah membentur
tongkatnya dan terlempar jauh dari tubuh Raden
Rangga. Bahkan Raden Rangga itu sempat
berteriak kepada orang-orang yang melihat
perkelahian itu dari jarak yang agak jauh, Hatihatilah.
Pisau itu meloncat kemana-mana. "
Orang-orang yang menyaksikan pertempuran itu
terkejut. Mereka bergeser lagi menjauh.
Namun sebagian diantara mereka menyaksikan
pertempuran itu dengan jantung yang
berdebaran. Mereka seakan-akan menyaksikan
satu peristiwa yang tidak dapat dimengertinya.
Apa yang terjadi itu bagaikan gejolak anganangan
anak-anak muda, yang mendambakan
kemampuan yang tidak masuk akal.
Tetapi anak-anak muda yang telah
menyelamatkan anak Ki Demang itu benar-benar
mampu berbuat demikian. Mereka telah
melakukan sesuatu diiuar nalar orang-orang
Kademangan Sempulur. Ki Jagabaya yang dianggap memiliki pengalaman
yang luas disamping Ki Demang sendiri,
menyaksikan semua peristiwa itu dengan jantung
yang berdebaran. Apa yang disaksikan itu belum
pernah terjangkau, oleh pengalamannya.
Dalam pada itu, adik Ki Demang yang hampir saja
menjadi korban kegarangan dua orang pendatang
itupun berdiri membeku menyaksikan
pertempuran yang terjadi di halaman. Ternyata
bahwa apa yang dimilikinya, sama sekali tidak
berarti dibandingkan dengan keempat orang yang
bertempur dihalaman itu. Apalagi ketika ia
menyaksikan bagaimana Glagah Putih telah
melepaskan kekuatan yang bagaikan prahara dari
telapak tangannya. Selain sasaran yang terlempar
dan terbanting jauh, maka dedaunannya se akanakan
ikut terguncang hanya karena sentuhan
udara yang tergetar oleh serangan yang langsung
mengenai sasarannya itu. Sementara itu dengan jantung yang berdebardebar
pula ia melihat Raden Rangga yang
memang nampak sedang bermain-main. Bahkan
sekali-sekali terdengar ia tertawa.
Kemarahan lawannya tidak terkirakan lagi. Ia
memang merasa sedang dipermainkan oleh anak
ingusan itu. Namun segala usahanya memang
tidak berhasil. Pisau-pisaunya tidak mampu
menyentuh tubuh anak muda itu, karena
perlindungan senjatanya yang berputaran
disekitar tubuh nya, bagaikan segumpal awan
yang menjadi perisai yang tidak tertembus.
Agaknya ia lebih senang mengalami perlakuan
seperti kawannya yang sama sekali tidak mampu
lagi melawan. Bahkan untuk bangkit berdiripun ia
sudah tidak dapat melakukannya lagi.
Kemarahan yang tidak tertahankan lagi itu
ternyata telah membuatnya menjadi berputus
asa. Ia dengan mem-babi buta telah menyerang
lawannya. Ketika pisau-pisaunya sudah habis
dilontarkannya, maka iapun telah berusaha
memburu lawannya dan bertempur pada jarak
dekat. Raden Rangga masih menyerangnya dengan
lontaran kekuatannya yang kecil saja mengenai
tubuh orang itu. Tetapi orang itu sama sekali
tidak menghiraukannya lagi perasaan sakit yang
menyengat-nyengat. Dengan putus asa ia
memburu Raden Rangga, justru seperti laku
seseorang yang sama sekali tidak memiliki
kemampuan olah kanuragan.
Raden Rangga memang terkejut. Ia berusaha
menahan lawannya dengan serangan-serangan
pada tubuhnya sebagaimana dilakukan
sebelumnya. Tetapi seperti seekor badak yang
mengamuk orang itu maju terus memburu Raden
Rangga yang terpaksa bergeser surut.
" Orang ini menjadi gila " desis Raden Rangga.
Sebenarnyalah bahwa lawan Raden Rangga itu
memang sudah tidak dapat mempergunakan
nalarnya lagi. Itulah sebabnya, maka yang
dilakukan tidak lagi dalam batas kendali.
Raden Rangga yang tidak gentar menghadapi
lawan yang betapapun garangnya, menghadapi
orang yang putus asa ini menjadi berdebar-debar
juga. Rasa-rasanya seperti menghadapi ketidak
wajaran, sehingga Raden Rangga tidak dapat
mempergunakan ilmunya sebagaimana
seharusnya. Betapapun anehnya sifat anak muda
itu, tetapi Raden Rangga tidak sampai hati untuk
menghancurkan orang yang justru sudah menjadi
putus asa itu. Tetapi seperti seorang perempuan menghadapi
seekor cacing, terasa jantung Raden Rangga
bagaikan meremang. Tetapi Raden Rangga tidak dapat membiarkan
orang itu memburunya dengan membabi buta.
Serangan-serangannya yang menyakiti tubuh
orang itu tidak berhasil menghentikannya.
Karena itu, oleh kegelisahannya, maka Raden
Rangga telah berusaha untuk mempergunakan
cara yang lain. Ia telah meluncurkan
serangannya, tidak langsung mengenai orang itu,
tetapi ia telah mengangkat tangannya dengan
telapak tangan terbuka. Dari telapak tangannya
bagaikan meloncat sinar yang menyambar. Tidak
langsung mengenai tubuh orang itu. Bukan saja
sebagaimana dipesankan Glagah Putih bahwa
orang itu masih diperlukan, namun juga justru
karena orang itu telah menjadi berputus-asa.
Sinar yang meloncat dari telapak tangan Raden
Rangga itu telah menyambar tanah, selangkah
dihadapan orang yang sedang bagaikan menjadi
mabuk dan kehilangan akal itu.
Orang itu memang terkejut. Langkahnya terhenti.
Bahkan ia telah bergeser surut. Namun sejenak
kemudian, ketika tanah yang bagaikan meledak
dihadapan kakinya itu sudah tidak berasap lagi,
iapun telah meloncat memburu anak muda itu
pula. Raden Rangga memang kebingungan menghadapi
orang itu. Setiap kali ia menghentikan langkahnya
dengan ledakan-ledakan ditanah karena sinar
yang bagaikan menyambar dari tepalak tangan
Raden Rangga. Bahkan dalam keadaan yang
tergesa-gesa, kadang-kadang ledakan itu telah
memancarkan pasir dan debu yang mengenai
orang itu, sehingga perasaan sakit ditubuhnya
semakin bertambah-tambah.
Namun ternyata kegilaan orang itu semakin
menjadi-jadi. Bahkan kemudian mencapai
puncaknya, justru diluar dugaan. Orang yang
sudah berputus asa itu ternyata masih sempat
juga menyadari, bahwa ia tidak akan dapat
berbuat apapun juga terhadap anak muda itu.
Karena itu, dalam keputus-asaannya, orang itu
telah me rubah sasaran serangannya. Ia tidak lagi
memburu kea rah Raden Rangga. Namun ketika
diiuar sadarnya ia melihat adik Ki Demang
dibawah cahaya obor di dekat seke-theng, maka
orang itu telah meloncat justru kearah adik Ki
Demang itu. Sementara itu, orang yang bagaikan gila itu
sudah menjadi semakin dekat, Bahkan orang itu
telah melepaskan puncak kemampuan yang
masih tersisa sehingga udara disekitarnya telah
menjadi bagaikan uap yang mendidih. Seorang
yang tidak memiliki daya tahan yang memadai,
maka orang itu akan segera menjadi hangus dan
tidak akan mungkin tertolong lagi. Karena itu, jika
orang yang menjadi gila karena keputus-asaan itu
berhasil menyusup diantara orang-orang
Sempulur, maka sekelompok orang disekitarnya
akan terbunuh pada saat itu juga.
Raden Rangga dan Glagah Putih memang menjadi
bingung. Bahkan Raden Rangga merasa bersalah,
bahwa ia telah dengan sengaja mempermainkan
orang itu, sehingga akibatnya menjadi sangat
parah. Sementara itu lawan Gla gah Putih sudah
tidak berdaya lagi dan tidak mampu berbuat
sesuatu. Dalam keadaan yang tidak lagi memberi
kesempatan untuk berpikir panjang, maka Raden
Rangga dan Glagah Putih telah mengambil sikap
yang sama meskipun keduanya tidak sempat
membicarakannya. Semua orang terkejut karenanya. Raden Rangga
dan Glagah Putihpun terkejut pula.
Dalam pada itu, adik Ki Demang, Ki Jagabaya dan
orang yang ada disebelah menyebelahnya,
hatinya tergetar luar biasa. Mereka menyadari,
bahwa orang itu adalah orang yang memiliki
kemampuan ilmu yang sangat tinggi. Karena itu,
maka tidak akan ada orang yang akan mampu
mencegahnya jika orang itu berhasil mencapai
adik Ki Demang dan orang-orang yang ada
disekitarnya. Tetapi yang terjadi itu demikian cepatnya. Tidak
seorangpun yang sempat menentukan sikap
untuk mengatasinya. Tidak seorang pula yang
sempat beranjak dari tempatnya.
Kedua orang anak muda itu telah berdiri tegak
sambil menghentakkan tangannya terjulur dengan
tangan terbuka. Dua leret sinar meloncat dari dua arah. Keduanya
dengan tepat telah menyambar orang yang
sedang berlari menuju arah adik Ki Demang dan
sekelompok orang-orang yang berdiri disekitarnya
didekat seketheng. Yang terjadi ternyata berakibat dahsyat sekali.
Raden Rangga dan Glagah Putih sama sekali tidak
bermaksud melakukannya. Serangan yang
menyambar dari seorang diantaranya sudah
berakibat parah. Apalagi dua kekuatan yang
dengan tergesa-gesa dihentakkan diluar batas
kendali. Orang yang sedang berlari itu tiba-tiba saja
bagaikan telah terlempar ke udara. Terdengar
jeritan mengerikan. Namun kemudian diam
membeku ketika tubuh itu terjatuh ditanah.


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akibat kekuatan ilmu Raden Rangga dan Glagah
Putih memang dahsyat sekali. Ketika tubuh itu terbaring diam ditanah, maka barulah orangorang itu dapat melihat dibawah keremangan cahaya obor di seketheng.
Raden Rangga menundukkan kepalanya dalamdalam, sementara Glagah Putih justru telah
memutar tubuhnya membelakanginya.
Penyesalan yang dalam telah menghunjam kedalam jantung, mereka berdua. Namun yang terjadi itu benar-benar diiuar kemampuan pengendalian diri karena yang terjadi itu demikian tiba-tiba.
Jilid 211 SEORANG diantara kedua orang yang datang ke Kademangan Sempulur itu ternyata telah terhunuh. Ketika Raden Rangga kemudian mendekati Glagah Putih, maka ia pun berkata, "Bukan aku sendirilah yang telah membunuh."
Glagah Putih mengangguk. Katanya, "Aku tidak mempunyai kesempatan untuk membuat pertimbangan-pertimbangan."
Keduanyapun kemudian harus menerima peristiwa yang terjadi itu sebagai sasuatu keharusan. Namun dalam pada itu, seorang diantara kedua orang itu masih hidup. Agaknya orang itu akan dapat menjadi sumber keterangar tentang rencana mereka dan yang barangkali ada hubungannya dengan tugas mereka menelusuri perguruan Nagaraga.
Dalam pada itu, kegemparan telah terjadi di halaman itu. Pertempuran itu benar-benar merupakan satu peristiwa yang tidak dapat terjangkau oleh nalar mereka. Apalagi orang-orang kebanyakan di padukuhan itu. Ki Jagabaya dan adik Ki Demang serta beberapa bebahupun benar-benar menjadi bingung.
Sementara itu, Raden Rangga dan Glagah Putih telah mendekati orang yang telah tidak berdaya, yang telah dihempaskan oleh kekuatan Glagah Putih.
Sambil menolong orang itu tegak, Raden Rangga berkata, "Marilah. Kita masuk kedalam sebelum orang-orang padukuhan ini menjadi marah dan tidak terkendali. Kau yang dalam keadaan tidak berdaya akan dapat menjadi sasaran tanpa dapat berbuat apapun juga. Kau juga tidak akan mampu memasang kekuatan ilmu yang dapat kau sadap dari kekuatan api, karena tidak ada sisa kekuatanmu sama sekali."
Orang itu tidak dapat mengelak lagi. lapun kemudian melangkah dengan pertolongan Raden Rangga dan bahkan Glagah Putih. Mereka membawa orang itu mendekati Ki Jagabaya dan adik Ki Demang yang masih berdiri termangu-mangu. Baru ketika mereka melihat Raden Rangga dan Glagah Putih mendekat, mereka seakan-akan tersadar dari mimpi.
"Ki Jagabaya." berkata Raden Rangga, "aku mohon Ki Jagabaya memerintahkan beberapa orang untuk mengurus mayat itu."
Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Hampir diluar sadarnya ia berkata, "Dahsyat sekali. Aku tidak mengerti, apa yang telah terjadi."
"Adalah diluar kehendak kami jika orang itu terbunuh disini." berkata Raden Rangga, "sebenarnya kami memerlukan keduanya."
Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Namun kemudian sambil memandang adik Ki Demang ia berkata, "Tetapi bagaimana dengan adik Ki Demang ini?"
Raden Rangga termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian mencari anak Ki Demang yang ada diantara para bebahu. Iapun seakan-akan telah dicengkam oleh suasana yang tidak dapat dimengertinya.
"Kawani pamanmu." berkata Raden Rangga.
Anak Ki Demang itu mendekat. Namun agaknya ia masih dibayangi oleh peristiwa yang telah terjadi. Karena itu, menjadi ragu-ragu. Karena itu, maka Raden Ranggapun kemudian berkata, "Marilah, bersama kami berdua."
Anak Ki Demang itupun kemudian melangkah mendekat. Bersama pamannya dan Raden Rangga serta Glagah Putih, merekapun telah masuk kedalam bilik yang semula dipergunakan untuk menahan adik Ki Demang, sambil mengajak orang yang telah dilumpuhkan itu.
"Luar biasa." desis adik Ki Demang, "semula kedua orang itu bagiku sudah merupakan kekuatan iblis yang tidak aku mengerti. Tangannya membuat kulitku luka. Bahkan pipiku bagaikan terbakar. Namun kemudian aku melihat yang terjadi dihalaman itu benar-benar satu peristiwa yang tidak dapat dijangkau oleh nalar."
"Sudahlah." berkata Raden Rangga, "aku berharap Ki Jagabaya dapat segera menyelenggarakan mayat itu."
Adik Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Ketika kemudian ia memandang orang yang semula baginya bagaikan memiliki kekuatan iblis itu, dilihatnya orang itu menunduk. Tubuhnya nampak lemah sekali. Tenaganya bagaikan terkuras habis.
Dalam pada itu, Raden Ranggapun telah memberikan obat kepada adik Ki Demang bagi lukanya ditangan dan dipipi. Meskipun tidak sembuh seketika, namun perasaan sakit dan pedih bagaikan telah tidak terasa lagi.
"Mudah-mudahan persoalan yang terjadi di Kademangan ini segera dapat diselesaikan dengan baik." ber-kata Raden Rangga, "dengan demikian tidak akan ada kemungkihan campur tangan orang lain seperti yang terjadi ini."
Adik Ki Demang menundukkan kepalanya. Dengan nada rendah ia berkata, "Semua adalah karena kesalahanku."
"Sudahlah. Kau sudah menebus kesalahanmu dengan penyesalan yang dalam. Kau menolak campur tangan kedua orang ini yang memberikan kemungkinan yang mendekati keinginanmu. Mudah-mudahan untuk seterusnya semuanya akan berlangsung wajar di Kademangan ini." berkata Raden Rangga.
Adik Ki Demang itu tidak berkata sepatah kata pun lagi. Sementara itu, pintu bilik itupun tetap terbuka, sehingga mereka yang ada didaiam sempat melihat keluar.
Dihalaman Ki Jagabaya dengan beberapa orang telah sibuk mengurus mayat orang yang tidak diketahui dengan pasti asal-usulnya itu, namun yang hampir saja membuat Kademangan Sempulur menjadi ajang kegiatannya justru memberontak melawan Mataram. Meskipuh demikian, esok pagi mayat itu baru akan dibawa kekubur.
Dalam pada itu, segala yang terjadi telah didengar oleh Ki Demang pula. Ki Demang yang sakit itu menjadi semakin berterima kasih kepada dua orang anak muda yang kebetulan berada di Kademangannya justru pada saat Kademangannya diguncang oleh prahara yang dahsyat.
Ketika seorang bebahu datang kepadanya dan memberi tahukan apa yang telah terjadi, Ki Demang, seorang yang telah ditempa oleh tugas-tugasnya yang berat, yang tidak pernah terguncang hatinya oleh kesulitan-kesulitan, tiba-tiba saja pelupuk matanya terasa mulai menjadi hangat.
Kedua orang anak muda itu memberikan kesan yang khusus kepadanya. Meskipun ia tidak melihat apa yang dilakukan, tetapi ia dapat membayangkan, betapa kedua orang anak muda itu telah melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh anak-anak muda yang lain sebayanya. Bahkan orang-orang dewasapun tidak akan dapat melakukannya selain beberapa orang yang khusus yang memiliki limu yang tinggi.
Tiba-tiba Ki Demang itu telah teringat akan anak laki-lakinya. Anak itu tidak ada ubahnya sebagaimana anak-anak yang lain. Ia tidak memiliki kelebihan apapun juga yang dapat dibanggnkan. Meskipun anaknya bukan termasuk anak yang bodoh dan penakut, tetapi tidak lebih dari kewajaran anak-anak muda.
"Sayang, aku tidak dapat bangkit dari pembaringan." berkata Ki Demang itu kepada bebahu yang datang memberitahukan kepadanya, "sebenarnya aku ingin melihat, apa yang telah terjadi."
"Semuanya telah lewat Ki Demang," berkata bebahu itu, "kita tinggal membenahi bekas dari pertempuran yang telah mengguncangkan halaman itu."
"Lakukan sebaik-baiknya." berkata Ki Demang, "tetap ia kuminta kedua orang anak itu dating kepadaku, bersama anak laki-laki ku itu."
Bebahu itu mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah. Aku akan memberitahukan kepada mereka, agar mereka singgah."
"Aku akan berusaha untuk minta agar mereka berbuat sesuatu untuk anak laki-lakiku itu." berkata Ki Demang.
Bebahu itupun kemudian kembali ketempat peristiwa yang menggemparkan itu terjadi. Ditemuinya kedua anak muda yang telah menyelamatkan Kademangan itu masih berada didalam bilik adik Ki Demang bersama dengan anak Ki Demang itu. Sementara dihalaman orang-orang padukuhan itu masih berkumpul dan membicarakan apa yang telah terjadi.
Namun langit telah menjadi semburat merah. Ketika bebahu itu menyampaikan pesan Ki Demang, maka Raden Ranggapun menjawab, "Kami memang akan menemui Ki Demang. Kami akan mohon diri meninggalkan tempat ini. Mudah-mudahan tidak akan terjadi lagi sesuatu yang dapat mengguncangkan Kademangan ini."
Namun Glagah Putih mengerutkan keningnya. Diluar sadarnya, dipandanginya orang yang telah dikalahkannya, bahkan dilumpuhkannya itu.
Namun nampaknya perlahan-lahan keadaannya berangsur menjadi baik. Meskipun demikiaii, masih dipertanyakan apakah ia akan dapat meninggalkan padukuhan itu dan mengikuti perjalanan Raden Rangga dan Glagah Putih.
Raden Rangga mengikuti pandangan mata Glagah Putih. Iapun ternyata tanggap atas perasaan Glagah Putih itu. Karena itu, maka iapun telah menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu, anak Ki Demanglah yang kemudian berkata, "Mariiah. Ikut aku menemui ayah. Ayah yang sedang sakit itu tentu ingin mendengar langsung dari kalian apakah yang telah kalian lakukan."
Raden Rangga dan Glagah Putih saling berpandangan sejenak. Baru kemudian Raden Rangga berkata, "Mariiah. Kita menghadap Ki Demang. Apapun yang akan kita lakukan."
Ketika Raden Rangga dan Glagah Putih kemudian bersiap-siap untuk meninggalkan ruangan itu, maka adik Ki Demang itupun berdesis, "Kalian telah menyelamatkan nyawaku dalam kehidupan kekal, karena kalian telah mencegah aku membunuh kemanakanku dan kakang Demang. Mudah-mudahan kakang Demang dapat diselamatkan dari racunku yang terkutuk itu."
"Sudahlah." berkata Raden Rangga, "penyesalanmu akan menolongmu. Kita semua berharap bahwa segalanya akan menjadi baik. Yang terjadi ini merupakan satu pengalaman yang sangat pahit, yang harus selalu kau ingat. Dari pengalaman yang sangat pahit ini, Kademangan Sempulur akan dapat mengambil manfaatnya."
Adik Ki Demang itu mengangguk-angguk. Katanya, "Aku kira seisi Kademangan ini berharap agar kalian tidak segera meninggalkan Kademangan ini."
"Senang sekali jika dapat kami lakukan." jawab Raden Rangga, "tetapi sayang bahwa kami harus segera melanjutkan perjalanan."
Adik Ki Demang itu mengangguk-angguk. Namun dengan nada dalam ia berkata, "Silahkan. Kakang Demang memerlukan kalian."
Kedua anak muda itupun kemudian meninggalkan bilik itu bersama anak Ki Demang. Namun mereka telah membawa serta orang yang telah ditundukkan oleh Glagah Putin.
Dihalaman Raden Rangga berkata kepada Ki Jagabaya, "Kami akan menghadap Ki Demang sekaligus mohon diri."
"Ki Demang akan menahan kalian." berkata Ki Jagabaya. Kemudian katanya, "Orang itupun masih sangat lemah. Apakah orang itu akan kalian bawa bersama kalian atau kalian serahkan kepada siapa" Jika orang itu ditinggalkan di Kademangan ini, tidak ada tempat untuk menahannya disini, tidak ada orang yang dapat mencegahnya jika ia ingin berbuat sesuatu."
"Kami akan membawanya." jawab Raden Rangga.
"Jika masih ada kesempatan, sebaiknya kalian tinggal. Tetapi jika tidak lagi mungkin, apaboleh buat." ber-kata Ki Jagabaya.
Raden Rangga dan Glagah Putihpun kemudian telah pergi ke Kademangan bersama anak Ki Demang serta seorang tawanannya. Tawanan yang telah dilumpuhkannya. Namun yang perlahan-lahan kekuatannya bagaikan telah tumbuh kembali meskipun orang itu berusaha untuk tidak diketahui oleh orang lain.
Namun ketika mereka berjalan dari rumah yang telah menjadi ajang pertempuran itu kerumah Ki Demang, maka baik Raden Rangga maupun Glagah Putih telah tertarik perhatiannya, justru karena orang yang telah dilumpuhkan itu nampaknya telah mampu berjalan wajar. Karena itu keduanya mulai memperhatikan orang itu. Jika orang itu menemukan kekuatan dan kemampuannya kembali, maka setiap saat ia akan dapat berbuat sesuatu yang dapat mencelakai orang lain.
Karena itulah, maka Glagah Putih untuk selanjutnya telah berjalan disamping orang itu. Dengan nada dalam Glagah Putih berdesis, "Kau tahu apa yang terjadi atas kawanmu. Karena itu, kau jangan berbuat sesuatu yang dapat mencelakai dirimu."
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Ternyata anak muda itu memiliki ketajaman penglihatan. Meskipun orang itu tidak menunjukkannya, tetapi agaknya kedua anak muda itu dapat mengetahui, bahwa perlahan-lahan kekuatannya mulai tumbuh kembali.
Karena itu, maka iapun menjadi semakin yakin, bahwa kedua anak muda itu memang anak-anak muda yang memiliki ilmu yang sangat tinggi. Karena itu, maka ia tidak lagi memikirkan kemungkinan untuk melepaskan diri dengan kekerasan, karena ia tidak akan mampu mengatasi ilmu anak-anak muda itu.
Demikianlah, maka keduanyapun kemudian telah memasuki halaman rumah Ki Demang. Sementara itu, anak Ki Demanglah yang lebih dahulu masuk untuk memberitahukan kepada ayahnya, bahwa kedua orang anak muda itu telah datang.
Sementara itu, langitpun mulai menjadi terang. Kehidupan di Kademangan Sempulurpun seakan-akan tidak mulai bangun kembali. Mereka yang tinggal di padukuhan-padukuhan yang jauh dari peristiwa yang menegangkan itu mulai mencari berita, apakah yang telah terjadi semalam di salah satu padukuhan di Kademangan Sempulur.
Pada saat yang demikian, Raden Rangga dan Glagah Putih telah diajak oleh anak Ki Demang memasuki bilik dimana Ki Demang terbaring.
Namun Raden Rangga memang agak kebingungan dengan tawanannya. Jika ia membawanya masuk kedalam bilik Ki Demang, maka orang itu akan dapat melakukan sesuatu yang mengejutkan. Mungkin ia memilih untuk mati bersama-sama dengan Ki Demang yang sedang sakit itu. Karena itu, maka Raden Ranggapun kemudian memutuskan untuk meninggalkan orang itu berada diserambi.
"Kau tinggal disini?" berkata Raden Rangga.
Orang itu termangu-mangu. Ia tidak yakin akan pendengarannya, bahwa ia akan ditinggalkan di serambi tanpa pengawal, karena nampaknya kedua orang anak muda itu akan bersama-sama menghadap Ki Demang. Namun seandainya ada sepuluh pengawal sekalipun, pada saat kekuatan dan kemampuannya pulih kembali, maka para pengawal itu tidak akan berarti apa-apa lagi baginya.
Namun Raden Rangga ternyata tidak melakukan kesalahan seperti itu. Ketika orang itu sudah duduk diserambi, maka iapun telah duduk pula disampingnya. Dengan suara rendah ia berkata, "Kau duduk saja disini Ki Sanak. Kami akan menghadap Ki Demang. Namun sementara itu kekuatan dan kemampuanmu akan tumbuh kembali. Meskipun belum akan pulih sepenuhnya, namun jika kau meninggalkan tempat ini, tidak akan ada orang yang dapat mengekangmu."
Orang itu tidak menjawab. Meskipun sebenarnya ia tidak mengelak bahwa kemungkinan yang demikian akan dapat terjadi. Namun orang itu terkejut sekali ketika Raden Rangga tiba-tiba saja telah meraba punggungnya sambil berkata, "Tunggulah kami disini Ki Sanak."
Orang itu merasakan satu sentuhan pada jalur uratnya disebelah tulang punggungnya, terasa sentuhan itu seakan-akan menjalar keseluruh tubuhnya, sehingga dengan demikian, maka perkembangan didaiam dirinya telah terhenti. Kekuatan dan kemampuannya yang perlahan-lahan tumbuh didaiam dirinya telah terhenti pula, sehingga dengan demikian, maka ia tidak akan mungkin mencapai tataran kemampuannya kembali.
"Anak iblis." orang itu menggeram didalam hatinya, tetapi ia tidak dapat mengingkari satu kenyataan, bahwa anak muda yang duduk disampingnya itu benar-benar anak muda yang luar biasa.
Demikianlah, maka Raden Rangga dan Glagah Putihpun kemudian telah masuk kedalam bilik Ki Demang yang sakit. Sementara itu, anak Ki Demangpun telah memberitahukan kepada para pengawal diregol mengamati orang yang sedang duduk diserambi.
"Awasi saja." berkata anak Ki Demang, "jika orang itu tidak berbuat apa-apa, biarkan saja."
Para pengawal di regol mengangguk-angguk. Mereka memang melihat nampaknya orang itu masih sangat letih. Namun para pengawal itu tidak tahu, kenapa orang itu duduk saja ditempatnya dengan sikap seorang yang nampak sangat letih.
Ki Demang yang menerima kedua orang anak muda itu dengan susah payah berusaha untuk bangkit. Tetapi Raden Rangga telah menahannya sambil berkata, "Berbaring sajalah Ki Demang."
"Maaf Raden." berkata Ki Demang yang telah mengetahui siapakah anak muda itu, "tetapi keadaanku sudah berangsur baik."
"Meskipun demikian, Ki Demang sebaiknya tetap beristirahat. Hanya jika penting sekali Ki Demang boleh duduk." berkata Raden Rangga.
"Aku mohon maaf, bahwa aku telah memohon anak muda berdua singgah lagi. Aku sudah mendengar laporan semuanya yang telah terjadi sehingga dengan demikian, aku ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada Raden dan angger Glagah Putih." berkata Ki Demang.
"Bukan apa-apa." berkata Raden Rangga, "sudah aku katakan, adalah menjadi kewajiban kita untuk saling menolong."
"Satu hal yang telah menyentuh perasaanku, Raden. Aku juga mempunyai anak yang kira-kira sebaya dengan Raden. Tetapi dalam keadaan yang jauh sekali berbeda dengan keadaan Raden." berkata Ki Demang.
Raden Rangga menarik nafas dalam-dalam. Diluar sadarnya ia berpaling kearah anak Ki Demang yang duduk sambil menundukkan kepalanya. Namun Raden Ranggapun kemudian berkata, "Anak Ki Demang termasuk anak muda yang tumbuh secara wajar. Bahkan menurut penilaianku, anak Ki Demang termasuk anak yang cerdas, yang pada saatnya akan dapat menggantikan kedudukan Ki Demang dengan baik."
"Tetapi apa yang aku lihat, meskipun tidak secara langsung. Raden Rangga berdua memiliki kemampuan yang tidak ada bandingnya." berkata Ki Demang.
"Ki Demang." berkata Raden Rangga, "jika seseorang sudah berada pada tataran kewajarannya, maka orang itu merupakan seorang yang cukup pantas. Apalagi jika ia berada meskipun hanya selapis tipis diatas kewajaran. Maka orang itu adalah seorang yang baik. Jangan menginginkan yang berlebihan. Aku tidak bermaksud menyombongkan diri, tetapi jika terjadi sesuatu seperti aku dan Glagah Putih itu adalah kurnia yang tidak dapat digapai oleh setiap orang. Yang Maha Agung, telah menentukan apa yang akan diberikan-Nya kepada hamba-Nya seorang-seorang. Meskipun setiap orang wenang berusaha, namun akhirnya kehendak Yang Maha Agung jualah yang berlaku."
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada dalam ia berkata, "Raden benar. Aku telah terdorong kedalam satu keinginan yang berlebihan. Sifat tamak seseorang itu semakin tampak didalam diriku."
"Tetapi itu adalah hal yang sangat wajar Ki Demang. Seseorang tentu menginginkan hal yang paling baik bagi anaknya." jawab Raden Rangga.
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Namun sementara itu Glagah Putihpun mengangguk-angguk. Ia melihat Raden Rangga saat itu pada satu sisi yang matang dalam usianya yang muda.
Namun dalam pada itu, Ki Demangpun kemudian berkata, "Meskipun demikian Raden, jika pada saatnya Raden akan meninggalkan Kademangan ini, hendaknya Raden dapat memberikan sedikit tuntunan kepada anakku itu. Apapun juga, karena aku sadar, bahwa jika anakku harus berguru, mungkin dalam waktu duapuluh tahun tidak akan mampu mencapai tataran sebagaimana Raden capai sekarang."
Raden Rangga menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya Glagah Putih sejenak. Namun kemudian iapun berkata untuk sedikit memberikan ketegasan kepada Ki Demang, "Baiklah Ki Demang. Mungkin aku dapat memberikan sedikit petunjuk. Tetapi sudah tentu artinya tidak akan cukup banyak, karena waktuku hanya sedikit sekali. Hari ini kami akan mohon diri."
"Sudah tentu tidak hari ini Raden." berkata Ki Demang, "secepatnya besok. Semalam Raden tentu tidak tidur barang sekejappun. Bukankah dengan demikian Raden perlu beristirahat?"
Raden Rangga tersenyum. Katanya, "Kami adalah pengembara Ki Demang. Kami sudah terbiasa tidur dan makan tidak teratur. Jangan cemaskan kami."
Ki Demang termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya, "Tetapi bagi siapapun juga, bukankah wajar untuk sekedar beristirahat" Bukankah bagaimanapun juga ada batas-batas kemampuan jasmaniah bagi seseorang."
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun mengangguk hormat. Katanya, "Benar Ki Demang. Memang demikian. Betapapun tinggi ilmu seseorang, tetapi tentu ada batas kemampuan wadagnya. Bahkan juga kemampuan ilmunya."
"Nah" berkata Ki Demang, "jika demikian, tentu lebih baik bagi Raden untuk beristirahat."
Raden Rangga berpaling kearah Glagah Putih. Sementara itu Glagah Putihlah yang menjawab, "Baiklah Ki Demang. Kami akan beristirahat hari ini. Mungkin juga sedikit berbincang dengan anak Ki Demang itu."
"Terima kasih. Kebaikan hati kalian tidak terkirakan. Bukan saja buat aku, keluargaku, tetapi bagi seluruh Kademangan ini." berkata Ki Demang. Suaranya bagaikan tersangkut di kerongkongan.
Raden Rangga dan Glagah Putih tidak menyahut. Namun Ki Demanglah yang kemudian berkata lagi kepada anaknya, "Bawalah keduanya beristirahat. Bukankah kau sudah menyediakan tempat?"
"Sudah ayah, sejak kemarin." jawab anak Ki Demang.
Dengan demikian, maka anak Ki Demang itupun telah mengajak Raden Rangga dan Glagah Putih untuk beristirahat lagi. Seharusnya mereka sudah siap untuk minta diri dan melanjutkan perjaianan, karena perjalanan mereka telah tertunda beberapa kali. Tetapi keduanya tidak sampai hati mengecewakan lagi Ki Demang yang sedang sakit, karena ia ingin meskipun hanya sedikit, Raden Rangga dan Glagah Putih dapat memberikan tuntunan kepada anak laki-lakinya.
Diluar bilik Ki Demang, Raden Rangga melihat tawanannya masih tetap duduk ditempatnya. Karena itu, maka iapun kemudian mendekatinya sambil berkata, "Marilah. Kita akan beristirahat barang sejenak, karena mungkin kita merasa sangat letih."
Raden Rangga telah menarik lengan orang itu agar berdiri. Namun ia tidak membebaskan uratnya yang tidak disentuh dengan ujung jari dengan kemampuan ilmunya. Karena itu, maka orang itu tidak dapat melangkah dan berjalan dengan wajar, sehingga nampaknya ia memang seorang yang sangat letih.
Orang itu mengumpat didaiam hati. Tetapi ia memang tidak dapat berbuat sesuatu. Ilmu anak muda itu benar-benar telah menguasainya sehingga tidak mungkin baginya untuk mengatasinya. Demikianlah, maka mereka berempatpun kemudian telah pergi ke gandok yang memang sudah disediakan.
Namun mereka kini membawa seorang tawanan bersama mereka, Karena itu, maka merekapun harus menyesuaikan diri.
Anak Ki Demang itupun kemudian mempersilahkan tamu-tamunya untuk beristirahat. Namun katanya, "Atau barangkali kalian akan mandi dahulu?"
"Ya." jawab Raden Rangga, "aku akan ke pakiwan."
Anak Ki Demang menjadi berdebar-debar pula ketika kemudian ia dirninta untuk menunggui tawanannya. Jika tawanan itu berusaha melarikan diri, maka ia akan mengalami kesulitan. Tetapi Raden Rangga yang melihat kecemasan itupun berkata, "Jangan cemas tentang orang itu. la termasuk orang yang baik. Ia tidak akan berbuat apa-apa. Bahkan karena ia merasa sangat lelah, maka ia akan berbaring saja di amben itu."
Anak Ki Demang tidak menjawab. Tetapi ia justru menjadi terrnangu-mangu.
Namun dalam pada itu, Raden Ranggapun mendekati tawanannya sambil berdesis, "Berbaringlah. Kesempatan untuk beristirahat bagimu."
Orang itu tidak menjawab. Namun kemudian iapun telah membaringkan dirinya dibantu oleh Raden Rangga.
Meskipun orang itu masih juga mengumpat didalam hati, tetapi berbaring memang lebih baik baginya. Ia dapat melepaskan segala macam ketegangan uratnya yang seakan-akan tidak dalam keadaan wajar. Bahkan seakan-akan tidak lagi mampu untuk menggerakkan anggauta badannya.
Demikianlah maka Raden Rangga dan Glagah Putihpun kemudian telah meninggalkan orang itu untuk pergi ke pakiwan. Namun kemudian, ketika keduanya telah mandi, ternyata keduanya sama sekali tidak ingin berbaring dipembaringan. Rasa-rasanya tubuh mereka telah menjadi segar, sehingga dengan demikian maka Raden Rangga itupun kemudian berkata, "Aku sudah cukup beristirahat. Mariliah, kita bermain-main. Waktuku hanya hari ini. Karena itu, kita pergunakan waktu ini sebaik-baiknya."
Anak Ki Demang yang juga tidak tidur itupun termangu-mangu. Ialah yang sebenarnya merasa sangat letih dan ingin beristirahat barang sejenak. Namun ia menahan diri karena melihat kedua anak muda yang tidak hanya sekedar menyaksikan dengan tegang peristiwa-peristiwa yang sebelumnya belum pernah dibayangkan itu, tetapi justru terlibat didalamnya nampaknya sama sekali tidak menjadi letih.
Karena itu, maka anak Ki Demang itu tidak menolak. Meskipun demikian, ia ingin juga menjadi segar seperti Raden Rangga dan Glagah Putih. Katanya, "Jika demikian, biarlah akupun mandi dahulu."
"Sebaiknya kau tidak mandi penuh." berkata Raden Rangga, "kau sangat letih dan semalaman kau tidak tidur. Karena itu, sebaiknya kau basahi saja tubuhmu agar menjadi segar."
Anak itu mengangguk-angguk. Ayahnya juga pernah berpesan kepadanya seperti dikatakan oleh Raden Rangga itu. Sebenarnyalah, setelah membasahi tubuhnya, anak Ki Demang itu merasa dirinya menjadi segar kembali. Karena itu, maka iapun tidak menolak ketika Raden Rangga dan Glagah Putih mengajaknya ketempat yang tidak banyak dikunjungi orang, Sementara itu, Raden Rangga telah menitipkan tawanannya kepada para pengawal di Kademangan.
"Orang itu akan tidur nyenyak." berkata Raden Rangga, "ia tidak akan bangun sampai aku datang kembali."
Demikianlah, maka Raden Rangga dan, Glagah Putih telah pergi bersama anak Ki Demang itu ketepi sebuah padang perdu yang jarang disentuh kaki manusia. Mereka bahkan telah turun ketepian sebuah sungai yang agak luas berpasir dan berbatu-batu.
Sejenak kemudian, maka mereka bertigapun telah duduk diatas batu-batu besar yang berserakan.
"Kami tentu tidak akan dapat memberikan tuntunan apapun kepadamu kecuali pesan-pesan yang hanya dapat kau lakukan sendiri." berkata Raden Rangga.
Anak Ki Demang itu mengangguk. Katanya, "Apapun yang pantas dan sebaiknya aku lakukan, aku akan melakukannya. Bukan sekedar untuk menyenangkan ayahku, tetapi aku memang merasa memerlukannya."
Raden Rangga itu tiba-tiba saja berkata kepada Glagah Putih, "Glagah Putih, apa saja yang kau lakukan pada saat-saat kau mulai dengan berlatih olah kanuragan. Mungkin tataran-tataran yang pernah kau lalui berbeda dengan tataran-tataran yang aku tempuh. Agaknya jalanmulah yang lebih wajar dari jalan yang aku lalui."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ia memang telah meniti jalah setapak demi setapak. Bukan loncatan-loncatan sebagaimana pernah ditempuh oleh Raden Rangga. Tetapi ia memerlukan waktu yang panjang untuk melakukannya.
Namun ia menyadari, bahwa yang diperlukan oleh anak Ki Demang itupun sekedar petunjuk apa yang sebaiknya dilakukannya. Ia sadar bahwa ia tidak akan dengan serta merta memiliki sesuatu yang tidak akan mungkin dijangkaunya.
Karena itu, maka yang dilakukan Glagah Putihpun hanyalah sekedar memberikan jalan, apa yang harus dilakukan oleh anak Ki Demang agar mampu membentuk dirinya sendiri sehingga ia memiliki kelebihan walaupun terbatas.
Demikianlah maka Glagah Putih telah mempergunakan kesempatan yang ada untuk menuntun sejauh dapat dijangkau. Seperti yang pernah di lakukannya dahulu, maka ia menasehatkan agar anak Ki Demang itu mulai dengaii berlari-larian ditepian. Kemudian ia harus berlari-lari berloncatan dari atas batu kebatu yang lain. Mula-mula didaerah yang kering, namun kemudian diatas batu-batu yang basah.
Glagah Putih tidak minta anak Ki Demang itu melakukannya. Tetapi ia telah memberikan apa yang harus dilakukannya. Untuk meyakinkannya, maka Glagah Putih telah menunjukkan kemampuan bermain-main diatas batu betapapun licinnya. Anak Ki Demang itu hanya dapat memandanginya dengan heran. Namun Glagah Putih memberitahukan bagaimana caranya untuk mulai dengan latihan-latihan seperti itu.
"Hanya sekedar cara untuk meningkatkan ketrampilan kaki." berkata Glagah Putih yang kemudian memberikan beberapa petunjuk yang lain. Sebagaimana ia meningkatkan ketrampilan kaki, maka anak Ki Demang itu juga dituntun oleh Glagah Putih untuk memperkuat jari-jari tangannya dengan mempergunakan pasir.
"Lebih sering lebih baik kau lakukan." berkata Glagah Putih, "bahkan lebih baik diteriknya matahari jika pasir tepian menjadi pans?"
Anak Ki Demang mengangguk-angguk. Sementara Glagah Putih berkata, "Namun semuanya itu adalah sekedar dasar yang bahkan dapat disebut pelengkap dari latihan-latihan yang sebenarnya, yang hanya dapat dilakukan dengan tuntutan seorang guru."
"Seorang guru?" bertanya anak Ki Demang.
"Ya. Kau harus mendapat tuntutan seorang yang memiiiki ilmu yang pantas sehingga kau tidak justru tidak salah langkah." berkata Glagah Putih.
"Apakah kau mengenal seorang guru yang dapat mengajari aku dalam ilmu kanuragan itu?" bertanya anak Ki Demang.
Glagah Putih tersenyum. Katanya, "Besok, jika aku pulang dari bertugas, aku akan menunjukkan kepadamu. Sementara itu kau sudah mempunyai ketrampilan dasar untuk memasuki latihan-latihan yang sebenarnya."
Anak Ki Demang itu mengangguk-angguk. Tetapi ia menyadari, bahwa jalan yang harus diialui memang cukup panjang.
"Nah. kau dapat melakukannya. Semakin bersungguh-sungguh maka hasilnya akan semakin baik. Tetapi kau tidak dapat memaksa dirimu untuk melakukannya berlebih-lebihan." berkata Glagah Putih.
Anak Ki Demang itu mengangguk-angguk. Namun ia tidak dapat mengharap terlalu banyak dari latihan-latihan mula yang dilakukannya.
Namun dalam pada itu, selagi Glagah Putih sibuk memberikan beberapa petunjuk kepada anak Ki Demang, Raden Rangga telah terkejut oleh getaran di dalam dirinya. Seakan-akan ia merasakan goncangan yang keras didadanya.
Memang jarang terjadi pada seorang lain, bahwa Raden Rangga cepat tanggap pada isyarat itu, sebagaimana mampu ditangkap dan diurai oleh Ki Waskita. Karena itu, maka tiba-tiba saja Raden Rangga berkata, "Kita kembali keKademangan."
Raden Rangga tidak menunggu Glagah Putih menyahut. Tiba-tiba saja ia telah meloncat dan berlari mendahului Glagah Putih dan anak Ki Demang.
"Ada apa?" bertanya anak Ki Demang.
Glagah Putih yang telah mengenal Raden Rangga itu pun segera menyahut, "Kita kembali. Cepat. Tentu sesuatu telah terjadi."
Keduanyapun segera meloncat berlari pula. Namun rasa-rasanya anak Ki Demang itu berlari terlalu lamban. Tetapi Glagah Putih tidak dapat meninggalkannya seorang diri, karena jika terjadi sesuatu atas dirinya, maka ialah yang harus bertanggung jawab.
Dalam pada itu, Raden Rangga yang berlari nekencang angin, telah memperlambatnya ketika ia mendekati padukuhan. Namun karena itu, maka Glagah Putih dan anak Ki Demang itu mampu menyusulnya.
"Ada apa?" anak Ki Demang itu bertanya pula.
Raden Rangga tidak menjawab, sehingga karena itu, maka Glagah Putihpun telah menggamitnya.
Demikianlah, ketiga orang anak muda itu telah berjalan dengan cepat menuju ke padukuhan induk. Bahkan jika mereka berada dibulak, ketiganya telah berlari-lari kecil.
Raden Rangga menarik nafas dalam-dalam ketika ia sampai diregol padukuhan induk. Ternyata ia tidak melihat sesuatu yang dapat mendebarkan jantungnya. Orang-orang yang sedang berjalan, nampaknya berjalan saja dengan wajar. Yang berada dikebun, masih juga bekerja sebagaimana dilakukan sehari-hari.
Betapapun perasaan ingin tahu mendesak, namun Glagag Putih masih menahan diri. Diikutinya saja Raden Rangga yang berjalan semakin lambat dan bahkan kemudian ia berjalan wajar sebagaimana seseorang berjalan.
Baru ketika Raden Rangga nampak tenang, Glagah Putih bertanya, "Ada apa sebenarnya Raden?"
"Satu isyarat yang ternyata kurang aku kenal artinya." jawab Raden Rangga, "agaknya aku salah mengurai isyarat itu."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu mereka telah sampai di regol Ki Demang. Raden Rangga menjadi semakin tenang. Ternyata para penjaga diregol tidak menunjukkan sikap yang lain dari sikap mereka sehari-hari. Biasa saja. Karena agaknya memang tidak ada sesuatu yang terjadi.
Diregol Raden Rangga masih sempat juga bertanya, "Bukankah tidak terjadi sesuatu disini?"
"Apa maksud Ki Sanak?" bertanya pengawal itu.
RadenRangga justru tersenyum. Jawabnya, "Tidak. Tidak apa-apa?"
Pengawal itu mengerutkan keningnya. Sementara itu Raden Rangga berjalan langsung ke gandok tempat yang disediakan baginya dan Glagah Putih beristirahat.
Perlahan-lahan Raden Rangga membuka pintu yang tertutup meskipun tidak terlalu rapat. Namun ketika ia melangkah masuk, jantungnya serasa berhenti berdetak. Tawanannya ternyata tidak ada di tempatnya. Ruangan itu sudah kosong sama sekali, bahkan pintunyapun telah ditutup meskipun tidak terlalu rapat.
Raden Rangga yang kehilangan tawanannya itu., menggeram. Ketika ia berpaling dilihatnya Glagah Putih dan anak Ki Demang telah berada didepan pintu pula, sehingga kemudian ia berdesis, "Kita telah kehilangan."
Glagah Putihpun menjadi tegang. Iapun telah melangkah masuk disusul oleh anak Ki Demang itu. Merekapun telah terkejut pula. Tawanan itu sudah tidak ada.
"Bagaimana hal ini dapat terjadi Raden." bertanya Glagah Putih.
"Mustahil." berdesis Raden Rangga, "orang itu tidak akan mungkin dapat membebaskan dirinya sendiri."
"Jadi menurut Raden, tentu ada orang lain yang melakukannya?" bertanya Glagah Putih.
Raden Rangga ragu-ragu. Namun iapun kemudian telah mengangguk, katanya, "Ya. Agaknya ada orang lain yang telah mencampuri persoalan kita."
Glagah Putih menjadi tegang. Ketika ia memperhatikan bilik itu, tidak ada sesuatu yang menarik perhatian atau pantas dicurigai.
"Aku akan menanyakannya kepada para pengawal." berkata anak Ki Demang.
"Jangan." cegah Raden Rangga, "tidak ada yang mengetahui. Jika mereka akan mengetahui, tentu mereka telah menjadi sibuk. Sementara itu, Ki Demangpun jangan diberi tahu lebih dahulu."
"Kita akan menemui Ki Jagabaya." berkata Raden Rangga, "pagi ini Ki Jagabaya tentu sedang sibuk dengan orang yang terbunuh itu. Mudah-mudahan Ki Jagabaya telah selesai."
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi ia merasa bahwa Ki Jagabaya akan dapat membantu mengatasi persoalan menurut Glagah Putih cukup gawat. Orang yang mampu membebaskan orang itu dari keadaannya, tentu orang yang juga berilmu tinggi. Bahkan mungkin lebih tinggi dari orang yang terbelenggu karena sentuhan jari Raden Rangga dipunggungnya itu.
Raden Rangga seakan-akan mengetahui keragu-raguan itu. Sehingga karena itu ia berkata, "Kita memerlukan Ki Jagabaya. Ia harus mengetahui apa yang terjadi. Dengan demikian ia akan dapat mengatur pengamatan diseluruh Kademangan. Sekedar pengamatan meskipun mungkin orang yang telah kita tawan serta yang melepaskannya tidak ada di Kademangan ini lagi, tetapi seluruh Kademangan ini harus bersiap-siap, namun tanpa menggelisahkan penduduknya."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun kemudian berkata kepada anak Ki Demang, "Kita harus menanggapi peristiwa ini dengan sangat berhati-hati. Kita ternyata menghadapi satu kekuatan yang tidak dapat kita anggap ringan."
Anak Ki Demang itu termangu-mangu. la tidak tahu apa yang harus diiakukannya. Namun Glagah Putihpun kemudian berusaha untuk mengurangi kegelisahan anak muda itu, katanya, "Tetapi agaknya orang itu telah meninggalkan Kademangan ini."
"Mungkin sekali." sahut Raden Rangga, "orang itu datang untuk mengambil orangnya yang masih hidup. Lalu pergi untuk menghindari kemungkinan buruk yang dapat terjadi atas mereka."
"Memang satu kemungkinan." sahut anak Ki Demang yang ternyata cepat berpikir pula, "tetapi kemungkinan lain adalah justru dendam yang membara. Seorang diantara dua orang itu telah terbunuh disini. Nah, bukankah wajar jika mereka menginginkan membalas kematian itu. Mungkin orang itu bukan seorang laki-laki yang baik meskipun ia berilmu tinggi. Jika orang itu seorang yang tidak berperadaban, maka orang itu akan dapat melepaskan dendamnya kepada siapa saja di Kademangan ini."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Memang mungkin. Karena itu, kita akan mempersiapkan segala sesuatu untuk mengatasi apabila hal itu terjadi."
"Itulah sebabnya kita pergi kepada Ki Jagabaya." berkata Raden Rangga.
Demikianlah, maka merekapun telah meninggalkan halaman rumah Ki Demang itu tanpa memberikan kesan kegelisahan. Mereka juga tidak mengatakan bahwa tawanannya telah pergi tanpa diketahui. Bahkan Raden Ranggapun telah menutup pintu biliknya rapat-rapat.
Namun, demikian mereka berada di jalan, maka mereka telah berjalan dengan tergesa-gesa. Mereka memperhitungkan bahwa Ki Jagabaya masih berada dirumah yang semalam menjadi ajang pertempuran itu, karena ia baru saja menyelesaikan mayat orang yang terbunuh itu.
Ternyata perhitungan mereka benar. Ki Jagabaya memang masih berada ditempat itu. Namun ia sudah bersiap-siap untuk meninggalkan setelah berpesan tentang pengawasan terhadap adik Ki Demang kepada para pengawal.
Ketika Ki Jagabaya itu melihat Raden Rangga dan Glagah Putih diikuti oleh anak Ki Demang datang dengan tergesa-gesa, maka iapun menjadi berdebar-debar pula.
Tetapi kemudian Raden Rangga itu berkata, "Kita perlu berbicara barang sejenak."
"Apa ada sesuatu yang penting?" bertanya Ki Jagabaya.
"Kita berbicara di pendapa saja Ki Jagabaya, tanpa orang lain." sahut Raden Rangga.
Ki Jagabaya itu mengerutkan keningnya, ia merasa kegelisahan membayang di wajah anak-anak muda itu betapapun mereka menyembunyikannya.
Namun mereka tidak berbicara di tempat yang tersembunyi. Justru mereka berada di pendapa yang terbuka, maka pembicaraan diantara mereka tidak banyak menarik perhatian.
Dalam pada itu, maka Raden Ranggapun telah mengatakan apa yang terjadi di Kademangan kepada Ki Jagabaya itu.
Ki Jagabaya menjadi tegang. Sebagai seorang yang bertanggung jawab tentang ketenangan dan ketenteraman di Kademangan Sempulur maka Ki Jagabaya melihat satu kemungkinan yang suram pada Kademangannya. Sebagaimana dikatakan oleh anak-anak muda yang memiliki kelebihan itu, maka orang yang telah membebaskan tawanan mereka tentu orang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi.
"Tetapi Ki Jagabaya tidak perlu gelisah." berkata Raden Rangga, "kami berdua akan membantu mencari orang itu dari luar Kademangan ini. Jika mereka tidak kami ketemukan, itu berarti bahwa mereka telah meninggalkan Kademangan Sempulur, karena menurut perhitunganku, orang yang kita tawan itu memerlukan perawatan khusus bagi pemulihan kekuatannya. Karena itu, agaknya orang yang mengambilnya itu akan membawanya untuk menyembuhkannya."
"Meskipun demikian, maka pada suatu saat mereka kembali lagi ke Kademangan ini." berkata Ki Jagabaya.
"Dendamnya tidak ditujukan kepada kalian. Tetapi kepada kami. Karena itu, maka sebaiknya orang-orang di padukuhanan ini kelak mengetahui, siapakah aku, karena dengan demikian, maka orang-orang yang mendendam itu tahu pasti, dengan siapa mereka berhadapan." berkata Raden Rangga kemudian.
Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Sementara itu Raden Ranggapun kemudian berpesan, agar Ki Jagabaya dengan sengaja menyebarkan keterangan bahwa kedua anak muda yang berada di Kademangan itu adalah Raden Rangga, putera Panembahan Senapati dan Glagah Putih, adik sepupu Agung Sedayu dariTanah Perdikan Menoreh.
"Sebenarnya aku tidak ingin diketahui siapa aku sebenarnya." berkata Raden Rangga, "tetapi demi kepentingan Kademangan ini apaboleh buat. Tanpa mengenali aku, memang mungkin dendam orang itu akan tertuju, kepada Kademangan ini."
Meskipun demikian, Raden Rangga dan Glagah Putih minta kepada Ki Jagabaya bahwa hal itu supaya disebarkan setelah kedua anak muda itu meninggalkan Kademangan.
"Sebaiknya Raden berdua tinggal lebih lama lagi di Kademangan ini." berkata Ki Jagabaya, "mungkin keduanya masih bersembunyi disekitar Kademangan ini."
"Kami akan mencarinya." berkata Raden Rangga dan Glagah Putih, "mungkin kami memang tidak akan terlalu jauh dari Kademangan ini."
Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Ia mengerti maksud kedua anak muda itu. Karena itu, maka ia tidak menahannya lebih jauh. Semakin cepat mereka pergi dan semakin cepat keterangan tentang keduanya tersebar, maka agaknya lebih aman bagi Kademangan Sempulur, karena orang-orang itu akan tahu pasti, dengan siapa mereka berhadapan.
Demikianlah, maka Raden Rangga dan Glagah Putih telah kembali ke Kademangan. Meskipun perasaan mereka merasa berat, namun mereka merasa wajib untuk memberitahukan kepada Ki Demang apa yang terjadi. Hal itu akan lebih baik daripada jika Ki Demang baru akan mengerti kemudian jika persoalan yang lebih gawat terjadi.
Ki Demang memang menjadi tegang. Tetapi ia tidak dapat menyalahkan siapapun juga. Kedua anak muda yang sedang berusaha memberikan beberapa petunjuk kepada anak laki-lakinya itu sama sekali tidak menduga, hahwa hal itu akan terjadi.
"Ki Demang." berkata Raden Rangga, "aku harus mempercepat kepergianku dari tempat ini. Aku sudah berpesan kepada Ki Jagabaya agar diumumkan kepada semua orang siapakah aku sebenarnya sehingga dengan demikian hal itu tentu didengar oleh orang yang telah mengambil tawananku itu."
Ki Demang mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah Raden. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih. Raden telah dengan sengaja memancing perhatian orang-orang itu agar mereka tidak memusuhi kami, tetapi mereka akan menghadapkan diri kepada Raden atau bahkan langsung dengan Mataram. Merekapun tentu akan menjadi ragu-ragu untuk menjadikan Kademangan ini alas perjuangan mereka, karena tempat ini pernah dihuni oleh putera Panembahan Senapati di Mataram, sehingga bagi mereka, kehadiran Raden tentu dihubungkan dengan kepentingan mereka atas Kademangan ini."
Raden Rangga mengangguk-angguk. Katanya, "Mudah-mudahan Ki Demang. Namun kami tidak akan melepaskan begitu saja hubungan kami dengan Kademangan ini. Setiap kali ada kesempatan, kami akan melihat Kademangan ini. Mudah-mudahan tidak ada persoalan yang akan dapat membuat Kademangan ini mengalami kesulitan."
Ki Demang mengangguk kecil. Tetapi ia memang tidak dapat lagi menahan kedua anak muda itu. Karena itu, maka mereka hanya dapat mengucapkan selamal lalan.
"Kami akan selalu berdoa bagi keselamatan Raden dan angger Glagah Putih." berkata Ki Demang.
"Terima kasih." jawab Raden Rangga dan Glagah Putih hampir berbareng.
Perempuan Siluman 1 Pendekar Naga Putih 72 Pertarungan Dua Naga Wanita Keramat 2

Cari Blog Ini