Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 3

09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja Bagian 3


Dengan demikian, maka orang-orang itu telah melihat
tempat-tempat serta gardu-gardu para prajurit yang bertugas
dibagian luar. Disore harinya dua orang diantara mereka telah berusaha
memasuki istana. Mereka masuk lewat pintu butulan dan
minta ijin kepada para prajurit yang bertugas untuk menemui
saudara mereka yang menjadi undagi dan tinggal di bagian
belakang istana itu. " Cobalah kau tanyakan kepada para pekerja yang
memang mendapat tempat di bagian belakang istana " jawab
prajurit di regol butulan " ada beberapa orang mendapat
tempat disana. Menurut pengertianku, disana tinggal beberapa
orang pekatik, undagi, gamel, juru madaran dan juru taman.
Mungkin masih ada yang lain. "
" Terima kasih " jawab pemimpin kelompok yang mendapat
upah untuk melihat-lihat keadaan istana itu. " Kami akan
mencarinya. " Kesempatan itu memang diharapkan. Dengan demikian
maka pemimpin kelompok yang diupah untuk melihat-lihat
keadaan istana itu mendapat kesempatan untuk berjalan
berkeliling halaman. Ia akan dapat berjalan dan melihat-lihat
kemana saja dihalaman istana. Jika prajurit penjaga istana itu
melihat dan menegurnya, maka ia akan dapat
mempergunakan kesempatan yang diberikan oleh prajurit
penjaga regol butulan itu sebagai alasan. Karena ia belum
tabu tempat orang yang dicarinya maka ia telah memasuki
lingkungan yang mungkin terlarang.
Dengan demikian, maka beberapa bagian dari halaman
istana itu sudah dilihatnya. Beberapa sudut yang dirasa aman
telah diingatnya. Sementara itu, maka bagian dalam halaman
itupun diamatinya dengan saksama.
Sebenarnyalah sebagaimana diperkirakan, bahwa dua
orang prajurit yang nganglang telah melihat mereka berdua.
Dengan serta merta prajurit itu menghentikan keduanya dan
bertanya " Apa yang kalian cari disini " "
Pemimpin kelompok itupun menjawab sambil membungkuk
hormat " Ampun tuan. Kami sedang mencari saudara kami
yang menjadi undagi di istana ini. "
" O " prajurit itu mengangguk-angguk. Katanya kemudian "
kau salah jalan. Kau harus mengikuti dinding dalam istana itu
menuju kebelakang. Di bagian belakang ada sebuah
seketheng. Nah, kau masuk keseketheng dan dibagian
samping terdapat sebuahbangunan.Disitu memang ada
beberapa orang pekerja yang tinggal. Mungkin saudaramu
ada disana" Tetapi tempat itu bukan merupakan tempat tinggal
tetap. " " Terima kasih " sahut pemimpin kelompok itu sambil
membungkuk pula. Untuk tidak menarik perhatian, maka kedua orang itupun
telah pergi ketempat yang ditunjukkan.
Sebenarnyalah kedua orang itu telah menemukan orang
yang mereka cari- Undagi itu terkejut. Ia sama sekali tidak menduga bahwa
seorang kawannya telah mencarinya di tempat pekerjaannya.
" Marilah " undagi itu mempersilahkan " tetapi tidak ada
tempat yang baik untuk menerimamu. Aku tinggal untuk
sementara disini. Setiap sepekan sekali aku pulang menengok
anak isteriku. " " Ah cukup disini " sahut pemimpin kelompok itu " hanya
satu kebetulan yang telah membawa aku kemari. Aku sedang
menengok saudara tuaku. Tiba-tiba saja aku ingat kepadamu.
Selebihnya, aku memang ingin melihat istana Mataram. Aku
belum pernah memasukinya sebelumnya.
" O " undagi itu tertawa "- aku sudah memanjat sampai
kebumbungan. " " Tentu saja karena itu pekerjaanmu " jawab pemimpin
kelompok itu. Keduanyapun kemudian tertawa.
Beberapa saat lamanya mereka saling berbincang. Namun
kemudian orang yang ingin mengamati keadaan istana itu
tidak tinggal terlalu lama, Merekapun segera minta diri untuk
keluar dari istana itu. Kawannya, yang bekerja di bagian belakang istana itu
menahannya. Tetapi pemimpin kelompok yang tidak
menyebutkan tugasnya itu berkata " Terima kasih. Mungkin
besok atau lusa jika aku masih berada di Mataram, aku akan
singgah lagi. Kawannya itu mengangguk. Katanya " Baiklah. Datanglah
kemari. Tetapi jangan terlalu sore sehingga kau mempunyai
waktu banyak untuk berbincang-bincang. "
" Bukankah kau bekerja dipagi dan siang hari" " bertanya
pemimpin kelompok itu. " Ya. Tetapi jika perlu, aku dapat berhenti barang sejenak "
jawab undagi itu " Apalagi pekerjaanku sekarang adalah
membuat perabot rumah tangga, sehingga aku akan dapat
meninggalkaniiya barang sesaat. Jika aku sedang
memperbaiki atap ramah, mungkin memang sulit untuk
berhenti, karena aku bekerja bersama beberapa orang. "
" Baiklah. Aku akan memerlukannya besok atau lusa. "
jawab tamunya " tetapi aku minta maaf, apakah kau bersedia
untuk membawaku keluar. Aku tentu akan bingung untuk
mencapai pintu butulan itu lagi. "
Undagi itu tersenyum. Katanya " Marilah, Aku antar kau
keluar. " Dengan demikian maka pemimpin kelompok itu telah
diantar oleh kawannya yang kebetulan bekerja diistana itu.
Bahkan ketika mereka berjalan menuju ke pintu butulan,
pemimpin kelompok itu * empat bertanya tentang beberapa
hal keadaan halaman istana itu.
" Dimana-mana dijaga prajurit " desis pemimpin kelompok
itu. " Tidak " jawab kawannya " hanya di tempat-tempat penting
saja Diregol dan di serambi itu memang terdapat gardu
penjagaan. Tetapi dibagian belakang hanya kadang-kadang
saja diamati oleh para prajurit yang nganglang. "
Pemimpin kelompok itu mengangguk-angguk. Namun
tanpa diduganya kawannya itu bertanya "Kau kerja dimana
sekarang" " Sejenak pemimpin kelompok itu termangu-mangu. Namun
kemudian jawabnya " Aku mendapat warisan sekeping
sawah." " Dalam waktu-waktu senggang apa yang kau lakukan" "
bertanya kawannya. Pemimpin kelompok itu masih termangu-mangu. Namun
iapun menjawab " Aku membantu pamanku yang bekerja
sebagai belandong. Sebenarnya aku ingin belajar menguasai
kayu seperti yang kau lakukan, bukan sekedar sebagai
pembelah kayu. " Kawannya itu tertawa Katanya " Kerja apapun tidak ada
bedanya asal tidak merugikan orang lain. "
Kedua orang itu mengangguk-angguk. Demikian pula orang
yang ikut bersama pemimpin kelompok itu. Namun terasa
jantungnya bagaikan tertusuk duri,karena kedua orang itu
sedang dalam tugas yang memang akan merugikan orang
lain. " Namun perasaan mereka tidak terbayang diwajah
keduanya Bahkan pemimpin kelompok itu masih saja nampak
tersenyum. Apalagi ketika mereka sudah berada dipintu
butulan. Prajurit yang berjaga-jaga dibutulan itu, yang melihat
kedatangan kedua orang yang mengaku mencari saudaranya
itupun tersenyum melihat mereka keluar dari pintu butulan.
" Nah, sudah kau ketemukan saudaramu" " bertanya
prajurit itu. " Ya Ki Sanak " jawab pemimpin kelompok itu " terima kasih
atas kesempatan yang Ki Sanak berikan. "
Kedua orang itupun kemudian telah minta diri kepada
undagi itu dan kepada para prajurit yang bertugas. Ketika
mereka melangkah pergi, sekali-sekali mereka masih juga
berpaling kearah pintu butulan itu. Sementara langitpun telah
menjadi semakin buram. " Apakah keduanya itu saudaramu" " bertanya prajurit itu
kepada undagi yang masih berdiri termangu-mangu.
" Bukan " jawab undagi itu " seorang diantara mereka
adalah kawanku sepadukuhan."
" Kawan baik barangkali, sehingga kalian sudah seperti
saudara saja" " bertanya prajuti itu pula.
" Juga bukan. Kami adalah kawan biasa saja. Akupun
heran jika tiba-tiba saja orang itu tertarik untuk mengunjungi
aku " jawab undagi itu. Namun katanya kemudian "mungkin
keinginannya untuk melihat-lihat istana telah mendorongnya
untuk mendapatkan keberanian mencari aku disini. "
" O " prajurit itu mengangguk-angguk " apakah orang itu
tidak pernah pergi ke Kota" "
" Menurut pengetahuanku ia adalah seorang petani utuh
yang tidak pernah pergi ke mana-mana. Disamping itu
kerjanya adalah membantu pamannya menjadi tukang
blandong. " " Pembelah kayu" " bertanya prajurit itu.
" Ya. Agaknya mereka sering mencari kayu dihutan untuk
dijadikan kayu bakar " jawab undagi itu.
Prajurit itu mengangguk-angguk. Sementara itu, undagi
itupun telah minta diri dan kembali kebaraknya, sementara
beberapa orang telah mulai menyalakan lampu-lampu minyak
dihalaman dan didalam istana.
Dalam pada itu diperjalanan kembali kerumah Pasak,
pemimpin kelompok itu tersenyum sambil berkata " Sebagian
dari kerja kita telah kita selesaikan. Kita sudah mendapat titik
yang paling baik untuk memasuki halaman istana. Kemudian,
tidak akan ada orang yang dapat menghalangi untuk melihatlihat
isi halaman itu dimalam hari. Kita akan dengan mudah
menemukan tempat tempat penting dari istana itu. Loronglorong
dan pintu-pintu regol serta seketheng. Gardu-gardu dan
tempat-tempat yang terlindung serta aman dari pengawasan. "
Kawannya mengangguk-angguk. Katanya "Mudahmudahan
kita dapat menyelesaikan dengan sekali memasuki
istana itu tanpa mengulanginya. Sementara itu, upahnyapun
akan segera kita terima. "
Pemimpin kelompok itu tertawa. Katanya " Yang kau pikir
hanya upahnya saja. "
" Bukankah itu yang penting bagiku" " sahutnya.
Ketika kedua orang yang baru saja kembali dari istana itu
sampai kerumah Pasak, maka merekapun telah
membicarakan satu rencana yang lebih terperinci untuk
melihat-lihat keadaan istana. Mereka berlima akan mendekati
istana itu. Tiga orang diantara mereka akan meloncat masuk,
sementara dua orang akan mengamati keadaan diluar istana.
Kedua orang itu akan menyediakan panah sendaren yang
akan dilontarkan keudara jika keadaan memaksa. Sementara
itu tiga orang yang berada didalam akan mengamati isi
seluruh lingkungan istana. Seorang diantaramerekaakan
mengamatiikeadaan.Dua orang yang lain akan berkeliling.
Yang paling penting dari tugas mereka adalah memasuki bilik
tidur Panembahan Senapati Namun merekapun harus
mengetahui lorong-lorong yang ada di lingkungan istana itu.
Pintu-pintu gerbang, regol dan seketheng serta gardu-gardu
penjagaan. " Tetapi keadaan didalam istana memungkinkan! dan
bahkan membantu sekali " berkata pemimpin kelompok yang
telah melihat-lihat serba sedikit keadaan didalam lingkungan
istana " banyak pepohonan perdu ditaman-taman yang tersebar
disamping pohon buah-buahan yang rimbun dan akan
membantu melindungi kita oleh bayangannya yang gelap. "
Namun mereka tidak akan memasuki lingkungan istana
pada malam itu. Mereka masih mempunyai waktu.
" Malam ini kita masih sempat tidur nyenyak. Kita baru
mempergunakan rumah ini semalam. Dua malam dengan
yang sedang kita jalani ini. bukankah kita mendapat
kesempatan tinggal sepekan disini" "
Pasak mengumpat. Katanya kemudian " Semakin cepat
kalian pergi akan semakin baik. Tetangga sebelah sudah
bertanya-tanya tentang kalian. "
" Apa yang mereka tanyakan" " bertanya pemimpin
kelompok itu. " Tamuku kali ini terlalu banyak menurut pendapat mereka "
jawab Pasak. " Tetangga itulah yang terlalu banyak mencampuri
urusanmu " berkata pemimpin kelompok itu " lalu apa
jawabmu" " " Aku mengatakan kepada mereka, bahwa kalian adalah
saudara-saudaraku dari tempat yang jauh yang sudah lama
tidak bertemu " berkata Pasak kemudian. Namun katanya pula
" Tetapi jika tingkah lakumu mencurigakan, maka pada suatu
saat aku tidak akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
mereka. " " Sudahlah " berkata pemimpin kelompok itu " kau akan
mendapat uang. Bukan hanya karena kau memberi kami
makan. Tetapi juga imbalan yang cukup karena kau telah
memberikan tempat kepada kami. "
Pasak termangu-mangu. Namun iapun menarik nafas
dalam-dalam. Katanya kemudian " Malam ini adalah malam
kedua. Masih ada tiga malam lagi. Aku sudah tidak
mempunyai uang untuk membeli beras dan lauk-pauk buat
kalian besok. " "Itulah yang akan kau katakan sebenarnya " berkata
pemimpin kelompok itu sambil tertawa " Baiklah. Ini uang yang
kau perlukan itu. ".
Pasak mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian
tersenyum sambil menerima uang itu. Hampir diluar sadarnya
ia bergumam " Malam nanti aku akan dapat ikut memasuki
kalangan. " Tiba-tiba saja pemimpin kelompok itu meremas bajunya
sambil menggeram " Kau akan berjudi" Aku tidak peduli jika
kau kalah dan uang itu habis. Aku tidak akan memberimu
uang lagi sampai kami pergi dari rumah ini. Jika selama itu
kau tidak dapat membeli beras lagi untuk makan kami, maka
kepala-mulah yang akan aku rebus untuk makan kami. "
Tetapi Pasak tertawa saja meskipun bajunya masih dalam


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

genggaman pemimpin kelompok itu. Katanya " Jangan takut.
Aku tidak pernah kalah berjudi. Jika aku kalah juga, aku
rampas uang mereka yang menang. "
" Gila " geram pemimpin kelompok itu sambil melepaskan
baju Pasak " jangan main-main. Tugasku adalah tugas yang
sangat penting. Kami tidak akan segan-segan membunuh
orang yang dapat menghambat tugas-tugas kami. "
" Aku tahu " Pasak masih tertawa " karena itu aku bersedia
membantumu. " Namun Pasak tidak lagi menunggu kelima tamunya Seperti
malam sebelumnya kelima tamunya itu dipersilahkan tidur
disebuah amben bambu yang besar. Sementara itu iapun
telah keluar rumah untuk memasuki sebuah kalangan
perjudian. " Setan alas " geram pemimpin kelompok itu. Tetapi
merekapun tidak mempedulikan lagi. Mereka berlima tidak
pula segera berbaring. Mereka duduk diamben yang besar itu
sambil melanjutkan pembicaraan mereka tentang rencana
yang akan mereka lakukan. Sementara itu, seorang anak lakilaki
Pasak telah menghidangkan minuman panas bagi
mereka. " Terima kasih " berkata salah seorang dari kelima orang
yang sedang berbincang itu. " Kemana ayahmu bisanya jika
berjudi" " " Di padukuhan sebelah paman " jawab anak laki-laki itu
" dipadukuhan sebelah ada tempat untuk berjudi, sabung
ayam dan adu cengkerik. "
" Adu cengkerik" " bertanya orang itu.
" Ya paman. " jawab anak laki-laki itu " tetapi ayah biasanya
menang meskipun sekali-sekali pernah kalah juga. "
" Kau tahu kapan ayahmu menang dan kapan kalah" "
bertanya pemimpin kelompok itu.
" Jika ayah pulang dan marah-marah saja, maka ayah tentu
kalah jawab anak itu. Kelima orang yang duduk diamben itu tertawa. Seorang
diantara mereka berkata " Kau pinter juga membuat minuman
panas untuk kami. " " Ayah memang berpesan, agar aku membuat minuman
panas ini. " jawab anak itu.
Pemimpin kelompok itu tiba-tiba telah mengambil sekeping
uang dari kantong ikat pinggangnya dan memberikan kepada
anak itu " Nah, ini buatmu. "
Anak itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
tersenyum sambil menerima sekeping uang itu. Katanya
" Terima kasih paman. Besok aku|dapat ikut
bermainbengkat "Dimana-mana dijaga prajurit!" desis pemimpin kelompok
itu. "Tidak", jawab kawannya, "hanya ditempat-tempat penting
saja Diregol dan diserambi itu memang terdapat gardu
penjagaan. Tetapi dibagian belakang hanya..............." dengan
taruhan. " " He,. kau juga akan ikut taruhan" " bertanya pemimpin
kelompok itu. " Tetapi tidak semata-mata judi paman. Kami harus
mengadu keprigelan dan ketrampilan. Bengkat memerlukan
kecakapan tersendiri " jawab anak itu bangga.
" Tetapi kenapa harus dengan taruhan" " bertanya salah
seorang diantara kelima orang yang menginap itu.
" Lebih menarik, Jika aku menang, maka aku akan dapat
ikut bertaruh dalam sabung ayam " jawab anak itu " ayah tidak
melarang. " Kelima orang itu saling memandang. Agaknya anak penjudi
inipun akan dapat menjadi penjudi yang ulung kelak. Ketika
anak itu pergi, maka seorang diantara mereka berkata " aku
tidak mengijinkan anakku berjudi. "
Tetapi kawannya sambil tertawa berkata " Karena kau
bukan penjudi Tetapi tentu kau ajari anakmu mencuri seperti
yang sering kau lakukan. "
Yang lain tertawa pula. Tetapi orang itu dengan sungguhsungguh
berkata " Tidak. Aku ajari anakku berkelakuan baik.
Ia tidak tahu bahwa ayahnya seorang pencuri. Biarlah semua
dosa aku tanggungkan. Yang aku lakukan semata-mata untuk
memberi makan, pakaian dan tempat tinggal bagi anak isteriku.
Tetapi aku ingin anakku kelak dapat hidup wajar. "
Kawan-kawannyapun berhenti tertawa. Pemimpin
kelompok itu kemudian bertanya " Lalu apa katamu jika kau
lama tidak pulang seperti sekarang" "
" Anakku menganggap bahwa ayahnya adalah seorang
pedagang keliling yang kadang-kadang memang harus
bermalam. Bukan hanya satu dua malam. Kadang-kadang
memang sepekan. " jawab orang itu.
" Apakah isterimu juga tidak tahu " bertanya yang lain.
" Isteriku tahu. Tetapi isterikupun sepakat, agar anak kami
tidak mengetahui pekerjaanku dan mengajarnya untuk
menjadi seorang yang baik kelak, meskipun pada suatu saat
jika ia mengetahui pekerjaanku, mungkin ialah yang akan
menangkap aku. " jawab orang itu.
Kawan-kawannya menarik nafas dalam-dalam Sementara
itu pemimpin kelompok itupun berkata " Ada juga baiknya. Jika
setiap orang yang melakukan perbuatan tercela seperti kita ini
juga menyeret anak-anaknya kedalam dunianya, maka jumlah
orang-orang yang dianggap jahat inipun akan berlipat-lipat.
Dan sawah kita akan menjadi sempit. "
" Apakah kita ini jahat" " bertanya salah seorang diantara
mereka. " Jangan membohongi diri sendiri " jawab pemimpin
kelompok itu " kita tahu mana yang baik dan mana yang tidak
baik. Tetapi kita memang sudah bertekad melakukannya. "
" Ya " sahut kawannya yang ingin anaknya menjadi orang
yang baik " justru pengetahuan dan kesadaran itulah yang
telah mendorong aku untuk mengarahkan jalan hidup anakku.
Ia tidak boleh menjadi orang seperti ayahnya. "
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Tetapi mereka
tidak mentertawakannya lagi.
Dalam pada itu, maka malampun telah menjadi semakin
malam Ketika tetes terakhir dari minuman mereka telah
melalui kerongkongan, maka pemimpin kelompok itu pun
berkata " Kita akan tidur nyenyak malam ini. Besok kita masih
dapat berjalan-jalan melihat-lihat keramaian pasar di Mataram.
Baru pada malam harinya kita akan melakukan tugas kita. "
Kelima orang itupun kemudian tidur dengan nyenyak tanpa
terganggu. Dipagi hari, mereka melihat Pasak pulang sambil
tersenyum-senyum Katanya dengan bangga " Apa kataku.
Aku memenangkan permainan semalam. Uangku menjadi tiga
kali lipat. Nanti siang kita dapat menyembelih tiga ekor ayam.
Besok kita akan menyembelih kambing di hari terakhir kau
makan dirumahku. " "Berapa kau menang, sehingga kau akan menyembelih
kambing he" " bertanya pemimpin kelompok itu.
" Sudah aku katakan. Uangku menjadi tiga kali lipat.
Sementara itu, aku sempat mencuri uang kawanku bermain
tanpa diketahuinya karena dikalangan yang lain iapun menang
tanpa hitungan. Bahkan ia dapat menggadai perhiasanperhiasan
lawannya bermain " jawab Pasak
" Gila kau " geram pemimpin kelompok itu.
" Kenapa ." Bukankah yang kita lakukan tidak ada
bedanya" " bertanya Pasak.
" Agaknya kamipun harus berhati-hati Mungkin malammalam
yang tersisa masih dapat kau pergunakan untuk
mencuri uang kami " berkata pemimpin kelompok itu. " Aku
tidak akan melakukannya atas kalian " jawab Pasak " selain
kahanjadalah sahabat-sahabatku, akupun takut bahwa kalian
akan mendendam kepadaku dan melakukan pembalasan.
Karena itu, aku bahkan akan menyuguhkan seekor kambing
bagi kalian berlima. "
" Terima kasih " jawab pemimpin kelompok kami tidak
menolak. Tetapi itu adalah berlebih-lebihan. "
Pasak tertawa Tetapi iapunkemudianpergijmemnggalkan
tamu-tamunya. Kelima orang yang mendapat upah untuk mengamati
keadaan istana Mataram Itu masih dapat mempergunakan
satu hari tertuang untuk melihat-lihat keadaan Mataram yang
semakin ramai Namun ketika matahari turun, merekapun telah
bersiap-siap. Bukan saja secara kewadagan, tetapi
merekapun telah mempersiapkan nalar dan perasaan mereka
untuk menghadapi tugas-tugas yang berat. Namun mereka
menyadari, bahwa mereka harus mempertaruhkan diri dan
nyawa mereka untuk melakukan pekerjaan yang sudah
mereka sanggupi itu. Namun pemimpin kelompok itu berkata sambil tersenyum "
Separo dari pekerjaan kita sudah aku lakukan. "
" Kita akan menyelesaikan dengan baik " jawab seorang
kawannya. Dernikianiah maka mereka berhmapun telah bersiap.
Pasak i yang menunggui mereka berkata " Hati-hatilah.
Bukankah kalian menyadaribahwa didalam istana itu ada
berpuluh-puluh orang yang memiliki ilmu yang tinggi. "
" Kami menyadari " berkata pemimpin kelompok itu "-kami
melandasi tugas kami bukan karena ilmu kami yang tinggi
Tetapi pengalaman kami sebagai pencuri yang tidak pernah
tertangkap setelah melakukan pekerjaan ini berpuluh tahun. "
?"Aku tahu. Sejak muda kau sudah mencuri. Tetapi kau
mencuri ehrumah petani-petani kaya saudagar-saudagar
ternak dan barangkali bebahu Kademangan. Tetapi kau belum
pernah melakukannya sebagaimana kau lakukan sekarang. "
" Aku pernah mencuri dirumah seorang prajurit yang
memiliki ilmu yang tinggi. Tetapi dalam tidurnya ia tidak lebih
dari seorang petani dungu. Mendekur dan tidak tahu apa-apa.
". jawab salah seorang diantara kelima orang itu.
" Tetapi para petugas itu tidak tidur " jawab Pasak " mereka
berjaga-jaga mengawasi keadaan. "
" Para peronda di padukuhan-padukuhan juga tidak tidur "
jawab pemimpin kelompok " tetapi kami mampu menempatkan
diri kami. Apalagi halaman istana itu banyak terdapat taman
yang cukup rimbun dengan pohon-pohon bunga perdu. Ceplok
piring, soka dan bahkan ada serumpun bambu cendani.
Dengan demikian menurut penglihatan kami, banyak
perlindungan yang terdapat dihalaman istana, tidak ubahnya
dikebun-kebun para petani dan saudagar kaya yang pernah
kami datangi meskipun kebun-kebun itu bukan ditanam bunga,
tetapi ditanami rumpun-rumpun garut dan ganyong serta
empon-empon. Pasak mengangguk-angguk. Tetapi iapun kemudian
berkata " Aku sebenarnya merasa sangat gelisah. Jika kalian
lengah, maka kalian akan tertangkap dan mengalami banyak
kesulitan. Mereka tentu ingin tahu siapakah yang mengupah
kalian, sehingga kalian berani memasuki istana Mataram. "
Pemimpin kelompok itu terseyum. Katanya " Kau takut
terseret kedalam kesulitan jika kami tertangkap" "
" Tidak. Bukan hanya itu. Tetapi aku lebih banyak berpikir
tentang kalian. Bukan tentang aku " jawab Pasak " aku berkata
sesungguhnya, karena kita sudah lama bersahabat. Karena
sebagaimana kau katakan, aku akan dapat ingkar atau kalian
dapat mengatakan bahwa kalian tidak berada dirumahku. "
" Terima kasih atas perhatianmu " jawab pemimpin
kelompok itu " tetapi seandainya kami tertangkap, kami akan
dapat ingkar pula bahwa kami adalah orang-orang upahan.
Kami memasuki istana untuk mencuri. Itu saja. Dengan
demikian kami tidak akan mengalami tekanan untuk menyebut
orang-orang yang mengupah kami. "
Pasak mengangguk-angguk. Katanya " Mudah-mudahan
kalian selamat. " Demikianlah ketika matahari menjadi semakin redup dan
hilang di bank bukit, maka kelima orang itu telah bersiap-siap
untuk mulai dengan tugas mereka yang sangat berbahaya,
Namun mereka masih sempat minum minuman hangat dan
makan beberapa potong makanan. Pasak telah menyuruh
keluarganya menyediakan makanan yang khusus.
" He, kau nampak gelisah sekali " berkata pemimpin
kelompok itu kepada Pasak "dan agaknya kau sudah
menghidangkan makanan yang paling enak yang dapat kau
buat. Nampaknya kau benar-benar mencemaskan nasib kami,
seakan-akan kami tidak akan pernah mendapat kesempatan
lagi untuk makan makanan yang enak seperti ini " Bukan
maksudku " jawab Pasak " mudah-mudahan dapat
memberimu ketenangan. Aku akan berdoa bagi kalian,
meskipun kau tidak yakin bahwa doa seorang penjudi masih
akan berarti. " Pemimpin kelompok itu menepuh bahu Pasak sambil
berkata " Percayalah kepada kami. Kau mengenal kami bukan
baru kemarin siang. "
Pasak mengangguk. Desisnya " Aku tahu bahwa ada orang
yang menganggap bahwa kau mempunyai Aji Panglimunan
sehingga kau dapat menghilang dari tangkapan mata wadag.
Tetapi orang-orang Mataram tentu ada yang memiliki
kekuatan untuk melihat yang tidak kasat mata kewadagan itu
dengan mata hati atau ilmunya. "
Pemimpin kelompok itu tertawa. Katanya " Sudahlah. Jika
kau masih saja gelisah, maka sikapmu itu akan
mempengaruhi kami. "
Pasak termangu-mangu. Namun iapun kemudian
mengangguk. Demikianlah, maka ketika malam turun, kelima orang itupun
telah meninggalkan rumah Pasak. Namun mereka tidak
segera menuju ke istana. Tetapi mereka sempat melihat-lihat
keadaan kota untuk melakukan pemanasan.
Mereka tidak berjalan bersama-sama, tetapi mereka telah
berpisah dan terbagi dua. Tetapi mereka telah menentukan
dimanamereka akan bertemu.
Semakin lama Kotapun menjadi semakin sepi. Anak-anak
sudah tidak lagi berada di halaman. Namun satu dua orang
masih ada yang duduk-duduk diluar regol padukuhanataudi
halaman banjar. Namun sebentar kemudian, gardulah yang
mulai menjadi ramai oleh para peronda. Sementara rumahrumahpun
telah menutup pintunya rapat-rapat.
Seperti yang disepakati, maka ketika ujung malam telah
lewat, maka kelima orang itu sudah berkumpul lagi. Mereka
telah berada di belakang istana. Menjelang tengah malam,
maka tiga orang diantara mereka akan memasuki istana,
sementara dua orang yang lain akan berada diluar. Mereka


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang menunggu diluar itupun kemudian telah memasang
sayap-sayap busur mereka yang dapat dilepas untuk
memudahkan mereka membawanya tanpa dilihat orang lain.
Sementara itu, tiga orang diantara mereka dengan selamat
telah berhasil meloncati dinding ditempai yang sudah
diperhitungkan, sehingga dengan demikian, maka tidak
seorang penjagapun yang melihat kehadiran mereka di
halaman istana. " Kita akan berusaha untuk memasuki lingkungan dalam
istana " bisik pemimpin kelompok itu " kau mengamati
keadaan " perintahnya kemudian kepada seorang diantara
mereka, seperti rencana yang sudah mereka susun
sebelumnya. Dalam pada itu, para prajurit dari Pasukan Pengawal dan
para Pelayan Dalam yang mendapat tugas rahasia dari
Panembahan Senapati hampir saja menjadi jemu menunggu.
Waktunya memang agak terlalu lama. Namun untunglah
bahwa mereka masih tetap berjaga-jaga menghadapi
kemungkinan datangnya orang-orang yang memang mereka
tunggu meskipun ada juga diantara mereka yang menganggap
bahwa jebakan mereka tidak akan berhasil. Ada yang
beranggapan bahwa orang-orang yang mengupah itu telah
mengurungkan niatnya, setelah orang-orang yang mereka
tugaskan mengamati istana itu gagal.
Namun para petugas itu masih tetap berada pada jaringjaring
yang telah mereka pasang dengan perhitungan yang
saksama dalam tugas rahasia mereka, sehingga tidak ada
seorangpun yang mengetahuinya selain kedua pasukan yang
memang mendapat tugas langsung dari Panembahan
Senapati itu. Dalam pada itu, maka kedua orang yang bergerak
dilingkungan istana itupun mulai memasuki bagian yang
semakin dekat dengan lingkungan dalam istana, sementara
seseorang yang lain berusaha untuk dapat mengamati
keadaan bagi pengamanan gerak kedua kawannya itu.
" Ternyata kita tidak banyak mendapat kesulitan " berkata
pemimpin kelompok itu sambil berbisik " sekat-sekat di
halaman istana inipun tidak banyak menahan gerakan kita.
Sementara itu, para prajurit yang bertugas terlalu yakin,
bahwa Mataram adalah kota yang aman dan tenteram, "
Kawannya mengangguk-angguk. Desisnya " Jalan yang
lapang buat kita. " Keduanya terdiam ketika mereka mendengar langkah
mendekat. Merekapun kemudian telah bergeser kebalik
sebuah gerumbul di taman yang terpelihara rapi.
Dua orang prajurit sedang meronda, mengamati keadaan
halaman itu. Namun mereka hanya berjalan saja seakan-akan
tanpa berpaling. Tanpa memperhatikan keadaan disekeliling
mereka. Demikian kedua prajurit itu menjauh, pemimpin kelompok
itu tersenyum. Katanya "mereka tidak lebih dari patung-patung
yang berjalan tanpa mengerti apa yang harus mereka lakukan.
Itulah gambaran sebenarnya dari para prajurit Mataram yang
namanya kawentar sampai keseberang lautan. "
Kawannya mengangguk-angguk pula. Tetapi ia tidak
menjawab. Demikianlah keduanya bergeser semakin mendekati istana.
Pemimpin kelompok itu telah melihat taman itu di-siang hari
ketika ia mengunjungi kawannya yang bekerja dan tinggal
untuk sementara di bagian belakang dari halaman istana itu,
Didekat sebuah regol keduanya berhenti. Eegol itu sedikit
terbuka. Namun keduanya tidak melihat prajurit yang berjagajaga
disekitarnya. " Jika kita memasuki regol ini, maka kita akan berada di
bagian samping dari halaman istana. " berkata pemimpin
kelompok itu " dari tempat itu, kita akan lebih mudah
memasuki bagian dalam yang tentu mendapat pengawasan
yang lebih ketat. " Kawannya mengangguk. Tetapi iapun telah siap untuk
melakukan tugas yang berbahaya itu.
Sejenak keduanya menunggu. Pemimpin kelompok itulah
yang kemudian mengamati regol itu lebih dekat lagi.
" Kita tidak akan melalui regol itu - berkata pemimpin
kelompok itu kemudian " meskipun tidak ada seorangpun yang
menjaganya, namun cahaya obor di regol itu berbahaya bagi
kita. " " Kita akan meloncat dinding" " bertanya kawannya.
" Ya " jawab pemimpin kelompok itu. Demikianlah maka
keduanyapun kemudian meloncati
dinding dibawah sebatang pohon buah jambu air yang
rimbun. Namun mereka tertegun ketika mereka melihat diregol
diseberang, nampak dua orang penjaga yang bertugas.
" Seperti prajurit yang lewat di taman " berkata pemimpin
kelompok itu perlahan-lahan " mereka seperti patung saja.
Bahkan mungkin mereka telah tertidur tanpa kita hembuskan
ilmu sirep. " Kawannya tersenyum. Tetapi ia tidak menjawab.
Dengan hati-hati merekapun bergerak lagi. Sebagaimana
mereka memasuki halaman samping, maka merekapun
kemudian telah memasuki bagian dalam istana serta
mendekati bangunan-bangunan pokok dilingkungan istana itu.
Dengan sangat berhati-hati mereka memperhatikan para
petugas yang ternyata tidak begitu banyak. Para prajurit yang
bertugas itu menurut penilaian kedua orang itu, sama sekali
tidak siap menghadapi bahaya yang tersembunyi yang
mungkin memasuki istana itu.
" Jika aku memiliki ilmu yang tinggi, maka aku akan
menyelesaikan tugas ini sampai tuntas " berkata pemimpin
kelompok itu didalam hatinya " mengakhiri kesombongan
Panembahan Senapati. "
Tetapi pemimpin kelompok itu tidak dapat melakukannya
karena ia menyadari kemampuan ilmunya. Namun ternyata ia
memiliki ketrampilan khusus yang sangat diperlukan.
Tanjpa banyak kesulitan, maka kedua orang itu telah
berada disebuah longkangan. Namun keduanya harus sangat
berhati-hati. Ternyata mereka telah memasuki daerah yang
mendapat penjagaan yang kuat.
" Tetapi aku tidak harus memasuki lingkungan itu " berkata
pemimpin kelompok itu didalam hatinya " aku-hanya harus
melihat dan mengamatinya. "
Demikianlah keduanya telah berhasil mendekati setiap
bangunan pokok. Namun mereka memang agak sulit untuk
menentukan, yang manakah pintu yang harus mereka pilih
untuk sampai ke bilik Panembahan Senapati, yang tentu ada
didalam bangunan induk istana Mataram.
Tetapi keduanya tidak dituntut untuk sampai kebilik itu.
Mereka hanya dituntut untuk memberikan gambaran tentang
keadaan lingkungan istana serta kemungkinankemungkinannya.
Namun keduanya dapat memperhitungkan bilik
Panembahan Senapati melihat bentuk atap istana itu.
Meskipun tidak terlalu jelas, dikeremangan malam, namun
mereka dapat memberikan keterangan dan perincian tentang
sasaran yang harus mereka lihat.
Dengan demikian, meskipun kedua orang itu masih belum memasuki bagian dalam istana dan menemukan pintu langsung bilik Panembahan Senapati, namun yang mereka lihat agaknya sudah cukup sebagai bahan keterangan bagi orang-orang yang mengupahnya. Mereka akan dapat mengurai bangunan yang nampak, dilihat dari bentuk atapnya.
Meskipun mungkin tidak tepat benar, namun yang diperlukan sebagai petunjuk telah mencukupi.
Namun demikian pemimpin kelompok itu berkata lirih " Jika kita dapat naik keatap dan melintasi satu bumbungan, maka kita tentu akan sampai keiongkangan dalam.
" Kau yakin" " bertanya kawannya.
" Aku yakin " jawab pemimpin kelompok itu.
" Jika demikian, kenapa kita tidak mencobanya " bertanya kawannya.
" Yang aku cemaskan adalah, jika kita ternyata berada diatas atap Gedung Pusaka " berkata pemimpin kelompok "kita akan dapat membeku karenanya. "
Kawannya mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian " Apakah kita tidak dapat menduga, dimanakah letak Gedung Pusaka itu" "
Pemimpin kelompok itu menggeleng. Katanya " Tidak. Dan ilmuku ternyata terlalu kerdil untuk menangkap cahaya yang mungkin terpancar dari pusaka-pusaka yang ada didaiamnya."
" Jadi bagaimana" " bertanya kawannya yang hampir tidak terdengar.
" Kita harus menemukan seketheng. " jawab pemimpin kelompok itu " tetapi kita harus benar-benar menjaga diri agar kita tidak tertangkap. "
Kawannya mengangguk-angguk. Dengan sangat berhatihati mereka merayap disepanjang dinding bangunan induk istana dibagian belakang. Namun mereka harus menahan nafas ketika dua orang prajurit nampak meronda melewati taman dibelakang bangunan induk itu. Kedua orang yang menahan nafas itu harus mengerutkan tubuhnya dibelakang serumpun pohon bunga ceplok piring yang rimbun.
ADBM Jilid 203 " TETAPI kedua orang prajurit itu tidak berpaling kearah mereka. Bahkan nampaknya keduanya sedang membicarakan sesuatu yang lucu, sehingga keduanya tertawa tertahan.
"Kita lihat, kemana keduanya pergi." berkata pemimpin kelompok itu.
Kawannya mengangguk. Sehingga sejenak kemudian, dibawah bayangan rumpun-rumpun pohon bunga, kedua orang itu telah mengikuti arah kedua orang prajurit yang sedang meronda itu.
Namun keduanya harus berhenti, ketika mereka melihat kedua prajurit itu menuju ke halaman depan melintasi sebuah seketheng di samping bangunan induk.
Dalam pada itu, maka pemimpin kelompok itupun menjadi berdebar-debar. Dilihatnya sebuah regol kecil yang tidak tertutup, namun juga tidak diterangi dengan obor.
"Tunggulah." berkata pemimpin kelompok itu, "aku akan melihat regol itu dari dekat. Mudah-mudahan kita tidak terjebak karenanya."
Kawannya mengangguk kecil. Dari kegelapan ia menyaksikan pemimpin kelompoknya itu bergeser dengan cepat menuju ke regol itu.
Sejenak ia mengamat-amatinya. Dengan sangat hati-hati ia telah mendekati regol itu. Kemudian memberanikan diri memperhatikan keadaannya. Setelah ia yakin tidak ada terdengar tarilan nafas disekitar regol itu, maka iapun telah berusaha untuk menengok ke dalam.
Orang itu menjadi berdebar-debar. Ia melihat longkangan bagian dalam. Diserambi nampak sebuah lumpu minyak yang tidak begitu terang, sementara sebuah pintu butulan nampak tertutup.
Dengan isyarat ia memanggil kawannya yang mendekatinya. Dengan memperhatikan setiap kemungkinan keduanyapun memasuki longkangan dalam itu. Di dalam longkangan itu juga terdapat beberapa jenis tanaman dalam taman yang teratur.
Dari tempat itu mereka dapat melihat serambi dalam yang dilengkapi dengan perabot-perabot yang baik. Bebe"rapa buah dingklik kayu panjang yang dialasi dengan kulit binatang buruan serta ukiran yang terpahat pada tiang dan dinding kayu, menunjukkan bahwa serambi itu merupakan bagian penting dari istana itu sebagai kediaman Panembahan Senapati.
Sejenak keduanya termenung melihat keadaan serambi itu. Memang mereka merasa heran, justru serambi itu tidak dijaga. Namun mereka menganggap bahwa para peronda tentu sering melintasi pintu regol yang terbuka itu, bahkan mungkin mereka akan memasuki longkangan dan melihat-lihat serambi itu.
Sebenarnyalah, sebelum mereka meninggalkan tempat itu, mereka telah mendengar derit pintu terbuka. Dengan cepat keduanya telah berlindung dibalik pepohonan perdu yang tumbuh hampir melekat dinding.
Dari tempat mereka bersembunyi, mereka melihat dua orang yang keluar dari sebuah pintu samping serambi itu. Keduanya agaknya prajurit khusus yang tidak bertugas meronda.
Pemimpin kelompok itu menjadi berdobar-dobar ketika ia mendengar salah seorang diantara keduanya berkata, "Oncor di regol itu mati."
"Aku ambil api." desis yang lain.
Pemimpin kelompok itu menggamit kawannya. Mereka harus cepat pergi sebelum longkangan didepan serambi itu menjadi terang karena lampu di regol. Bahkan apabila diregol kemudian dinyalakan lampu, maka mereka akan mengalami kesulitan untuk keluar.
Karena itu, selagi seorang diantara kedua orang itu masuk kedalam dan yang lain tidak begitu menghiraukan taman kecil dilongkangan itu, keduanya telah merayap mendekati regol. Bahkan kemudian keduanya mendapat kesempatan yang baik ketika orang yang berada di serambi itu bergeser menyamping.
Demikian keduanya berada diluar regol, maka kedua"nyapun telah menarik nafas dalam-dalam. Namun keduanya sadar, bahwa keduanya harus segera menjauhi regol yang lampunya akan dinyalakan.
Dengan demikian maka orang-orang yang diupah untuk melihat dan mengamati garis-garis bangunan yang ada didalam istana telah menyelesaikan tugas mereka dengan baik. Sisa tugas mereka adalah tinggal keluar dari istana itu dan melaporkan hasil pengamatan mereka.
Dan merekapun kemudian dengan tidak mendapat kesulitan apapun juga telah keluar dari halaman istana. Seorang diantara mereka yang mengamati keadaan didalam lingkungan halaman dan dua orang lainnya yang berada diluar, telah bersama-sama dengan mereka kembali kerumah Pasak.
Menjelang dini hari kelima orang itu telah memasuki regol rumah Pasak. Temyata Pasak sendiri masih duduk berkerudung kain panjang di serambi samping rumahnya. Didalam gelapnya bayangan teritisan.
Demikian ia melihat kelima orang itu memasuki regol dibawah cahaya oncor, maka iapun segera bangkit dan menyonsongnya.
"Aku tidak dapat tidur barang sekejappun." desis Pasak.
Hampir bersamaan kelima orang itu tertawa. Namun pemimpin kelompok itu bertanya, "Kenapa?"
"Aku merasa gelisah sebelum kalian kembali." berkata Pasak, "aku mencemaskan keselamatan kalian."
"Terima kasih." jawab pemimpin kelompok itu. Tetapi iapun masih melanjutkan, "tetapi mungkin juga karena kau cemas tentang dirinya sendiri. Jika kami tertangkap, maka mungkin sekali rumahmu akan dikepung oleh sekelompok pra"jurit Mataram. Namun ternyata tidak, sehingga kau tidak usaha melarikan diri meskipun kau sudah siap melakukannya."
"Tidak." jawab Pasak, "aku berkata sebenarnya. Aku tidak menggelisahkan nasibku sendiri. Tetapi aku benar-benar memikirkan kalian."
Pemimpin kelompok itu menarik nafas dalam-dalam. Na"mun kemudian katanya, "Kami sangat letih. Kami ingin tidur. Jangan kau bangunkan sebelum kami bangun sendiri, meskipun sudah tengah hari."
"Baik." jawab Pasak, "tidurlah sesuka hatimu. Aku tidak usah membelinya dari siapapun juga, jika hanya suguhan itu yang kalian kehendaki."
Setelah membersihkan dirinya dan membenahi pakaian mereka, maka kelima orang itupun telah duduk diruang dalam rumah Pasak. Sebelum mereka pergi tidur, maka Pasak telah menyediakan minuman panas bagi mereka.
"Terima kasih." desis salah seorang dari antara kelima orang itu, "segar sekali. Kami akan tidur nyenyak sekali."
"Tetapi bagaimana tugas kalian?" bertanya Pasak.
"Semua berjalan lancar sekali. Tidak ada kesulitan. Seperti yang kau duga. Mudah sekali." jawab pemimpin kelompok itu.
Pasak menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Syukurlah Aku benar-benar merasa ikut bergembira sekeluarga jika kalian semuanya selamat. Beristirahatlah. Aku akan menyediakan makan bagi kalian. Aku akan menyembelih ayam."
"Jangan berlebihan. Aku sudah memperingatkan. Aku tidak akan memberi lebih sebagaimana kita bicarakan sebelumnya." berkata pemimpin kelompok itu.
"Aku tidak akan minta lebih. Aku sudah mendapat tiga kali lipat. Malam ini aku tidak sempat berjudi karena aku me"nunggu kalian dengan gelisah. Besok jika aku berjudi lagi, aku tentu akan menang lagi." jawab Pasak.
"Tidak." sahut pemimpin kelompok itu. "besok hubungan hitungan antara hari dan namamu tidak sesuai. Sebaiknya kau tidak berjudi besok."
Pasak mengerutkan keningnya. Namun iapun tersenyum. Katanya, "Aku lebih berpengalaman dari kalian. Dalam hal judi. Tetapi sebagai pencuri, aku mengaku kalah. Kau tentu akan lebih pandai menghitung hari, arah dan saatnya daripada aku. Tetapi untuk berjudi aku tentu lebih cakap menghitung hari, waktu dan kemana kita hams menghadap selama berjudi."
Pemimpin kelompok itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun bertanya, "Apakah kau menghubungkan hari, hadap dan saat dengan namamu dan letak lintang Panjer Wengi?"
"Ah, sudahlah. Jika aku kalah, aku akan mencari uang mereka yang menang." jawab Pasak, "aku berpengalaman juga mencuri, tetapi ditempat orang berjudi. Bukan memasuki rumah-rumah dan barangkali lumbung dan bilik-bilik penyimpanan harta benda."
Pemimpin kelompok itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Terserah kepadamu. Aku tidak peduli jika kelak kau menjadi pengemis karena olahmu. Seorang pencuri mungkin akan mengalami nasib buruk. Tetapi mati di keroyok orang banyak masih lebih jantan daripada mati kelaparan."
Tetapi Pasak hanya tersenyum saja.
Demikiardah sejenak kemudian, maka kelima orang itupun telah berbaring dipembaringan mereka. Sebenarnyalah kelelahan, kantuk dan dada yang lapang karena tugas yang diselesaikan dengan baik, telah membuat mereka kemudian tidur dengan nyenyaknya. Seperti mereka katakan, maka mereka tidak mau dibangunkan sampai mereka merasa jemu dan bangun dengan sendirinya.
Dalam pada itu, pada saat kelima orang itu merasa bahwa tugas mereka telah mereka selesaikan dengun baik, maka diistana Mataram telah terjadi satu pembicaraan yang sangat khusus. Panglima Pasukan pengawal serta Senapati yang memimpin para Pelayan Dalam telah dipanggil menghadap oleh Panembahan Senapati yang telah mendapatkan laporan selengkapnya.
Lima orang telah mendekati dinding istana. Tiga orang meloncat masuk sedangkan dua orang yang lain menunggu diluar. Diantara ketiga orang yang masuk itu, seorang mengamati keadaan, sementara yang dua menelusuri halaman samping dan memasuki longkangan didepan serambi.
Atas dasar laporan itulah, maka Panembahan Senapati ingin membicarakannya, apa yang sebaiknya mereka lakukan.
Dengan nada datar Panembahan Senapati itupun kemudian berkata, "Ternyata perhitungan Agung Sedayu benar. Orang-orang itu telah meneruskan rencananya dan mengirimkan kelompok lain untuk menyelidiki istana ini."
"Ya Panembahan." berkata Panglima Pasukan Pengawal, "tetapi yang datang itu baru orang-orang upahan."
"Ya. Mereka adalah orang-orang upahan yang melanjutkan tugas kelompok yang sama sekali tidak berhasil mulai dengan tugas mereka karena mereka terbentur kekuatan Glagah Putih yang mulai tumbuh sesubur Agung Sedayu sendiri."
"Hamba Panembahan." sahut Panglima Pasukan Pengawal itu, "tugas kita sekarang adalah menunggu datangnya orang yang mengupah mereka."
"Kita tidak tahu, kapan mereka akan dating." berkata Panembahan Senapati. "Tetapi apakah sebaiknya kita memberi tahukan hal ini kepada Agung Sedayu."
"Ada juga baiknya Panembahan." jawab Senapati itu, "jika Panembahan berkenan mengutus hamba, maka hamba akan menemuinya."
"Pergilah." berkata Panembahan Senapati, "agaknya aku lebih percaya kepadamu daripada kepada siapapun. Jaga rahasia ini baik-baik Sementara itu, pimpinan Pelayan Dalam aku minta tetap tinggal diistana. Salah seorang saja diantara kalian pergi. Jika diperlukan seorang kawan diperjalanan untuk mengusir kejemuan, pilihlah kawan sendiri."
"Hampa Panembahan, hamba akan segera melaksanakan perintah panembahan. Tidak banyak orang yang mengenal hamba. Karena itu, maka hamba mempunyai dugaan, bahwa perjalanan hamba akan aman dan tidak akan ada hambatan." jawab Panglima itu.
Demikianlah, maka setelah mendapat beberapa pesan dari Panembahan Senapati, maka Panglima itupun kemudian telah bersiap-siap untuk pergi ke Tanah Perdikan Menoreh diikuti oleh seorang Senapatinya yang dipercayainya.
Keduanya tidak mengenakan pakaian yang mencerminkan kedudukan mereka. Tetapi keduanya telah mengenakan pakaian orang kebanyakan. Merekapun tidak mempergunakan kuda yang kuat tegar sebagaimana dipergunakan oleh pasukan berkuda agar tidak menarik perhatian. Tetapi mereka memper-gunakan kuda yang terbiasa dipakai oleh orang-orang Mataram yang lain. Dengan demikian maka keduanya sama sekali tidak mena"rik perhatian orang lain diperjalanan mereka menuju ke Tanah Perdikan Menoreh.
Karena itulah, maka keduanya sama sekali tidak menemui hambatan apapun juga, meskipun keduanya harus menahan hati ketika terjadi sedikit ketegangan antara keduanya dengan beberapa orang yang berebut dahulu naik rakit yang akan menyeberangkan mereka ke seberang Kali Praga.
Panglima Pasukan Pengawal itu menggamit kawannya yang hampir saja marah ketika seseorang mendorongnya ketika ia sudah siap naik keatas rakit.
"Kau naik kemudian." berkata orang yang mendorong itu.
"Aku datang lebih dahulu daripadamu." jawab Senapati itu.
"Tetapi kau membawa kuda. Tanpa kuda rakit ini masih memuat tiga atau empat orang lagi." jawab orang yang mendorongnya sambil membelalakkan matanya. Jambangnya yang lebat dan kumisnya yang tebal membuat wajahnya menjadi seram.
Demikianlah maka keduanyapun kemudian melompati dinding dibawah sebatang pohon buahjambu air yang rimbun. Namun mereka tertegun ketika
Senapati itu menarik nafas dalam-dalam untuk mengendapkan perasaannya yang hampir saja melonjak. Panglima Pasukan Pengawal yang menyamar seperti orang kebanyakan itu tersenyum kepada Senapat yang menyertainya sambil berkata, "Kau boleh marah jika kau berhadapan dengan. orang yang akan memasuki istana itu kelak. Tetapi tidak kepada orang itu."
Senapati itupun akhirnya tertawa pula sambil berdesis, "Hampir saja aku memukulnya."
"Jika kau memukulnya, orang itu akan mati meskipun ia berjambang lebat dan berkumis setebal ibu jari kakinya." jawab Panglima itu.
Senapati itu mengangguk-angguk. Iapun kemudian menuju rakit yang lain, yang masih belum seorangpun yang menumpang. Tetapi rakit itu adalah urutan berikutnya yang akan menyeberang.
Bersama kuda mereka, maka kedua orang prajurit itu telah naik keatas rakit itu. Baru setelah rakit yang terdahulu berangkat menyeberang, maka orang-orang yang datang ke"mudian telah naik ke rakit itu pula. Setelah rakit itu penuh, maka barulah rakit itu mulai bergerak.
"Rakit yang terdahulu sudah siap kembali kemari." desis Senapati yang kecewa itu.
"Bukankah kita tidak tergesa-gesa." jawab Panglima itu.
Senapati itu tidak menjawab. Tetapi ia mengerti bahwa perjalanan mereka harus tidak terganggu dengan persoalan-persoalan yang seharusnya dapat dihindari.
Demikianlah, maka beberapa saat kemudian, merekapun telah sampai keseberang. Setelah membayar upah tukang satang, maka merekapun turun ketepian.
Senapati itu menyentuh Panglima yang bersamanya sambil berdesis, "Orang itu masih disitu."
"Apa pedulimu?" bertanya Panglimanya, "bukankah ia tidak sedang menunggumu, tetapi sedang membeli dawet cendol?"
"Aku juga haus." berkata Senapati itu.
"Apakah kau akan mencari prekara?" bertanya Panglimanya.
Senapati itu tersenyum. Namun kemudian jawabnya, "Sebetulnya aku memang haus. Tetapi biarlah aku menahannya sampai kita jumpai penjual dawet cendol yang lain."
Keduanyapun tertawa. Tetapi mereka memang tidak singgah ditempat penjual rninuman itu. Keduanyapun telah meloncat kepunggung kudanya dan meneruskan perjalanan menuju ke padukuhan induk Tanah Perdikan Menoreh.
Perjalanan mereka memang tidak terhambat. Ketika mereka memasuki padukuhan induk, Panglima itupun berdesis, "Kemana kita. Kerumah Ki Gede atau mencari rumah Agung Sedayu."
"Kita pergi kerumah Ki Gede saja." jawab Senapati yang menyertainya, "ada atau tidak ada. Jika Agung Se"dayu kebetulan tidak ada dirumah Ki Gede, ia akan memanggilnya."
Panglimanya mengangguk-angguk. Karena itu, maka merekapun langsung menuju kerumah Ki Gede yang me"mang sudah diketahuinya. Tetapi mereka belum pernah melihat rumah Agung Sedayu meskipun mereka tahu bahwa rumah Agung Sedayupun berada di padukuhan induk itu pula.
Tetapi sebenarnyalah ketika mereka sampai dirumah Ki Gede, ternyata Agung Sedayu tidak ada dirumah itu. Meskipun demikian, Ki Gede yang sudah mengenal kedua orang perwira itu pula, telah menyambut mereka dan mempersilahkan mereka naik kependapa.
"Kedatangan Ki Sanak berdua telah mengejutkan kami." berkata Ki Gede.
Panglima itu tersenyum. Katanya, "Sebenarnya tidak terlalu penting. Tetapi Panembahan memerintahkan agar kami berdua datang ke Tanah Perdikan ini."
"Tentu ada yang penting." desis Ki Gede, "apalagi menilik pakaian yang Ki Sanak pakai berdua sama sekali tidak mencerminkan kedudukan Ki Sanak."
Panglima itu justru tertawa. Namun kemudian katanya, "sebenarnyalah Ki Gede, kecuali kami ingin bertemu dengan Ki Gede, kamipun ingin bertemu dengan Agung Se"dayu."
"O" Ki Gede mengangguk-angguk. Namun kemu"dian Ki Gedepun langsung menghubungkan kedatangan kedua orang perwira Mataram itu dengan persoalan yang baru saja terjadi di Tanah Perdikan Menoreh. Karena itu, maka iapun telah bertanya, "Apakah ada hubungannya dengan orang yang diantar oleh Agung Sedayu ke Mataram beberapa waktu yang lalu?"
Panglima itu mengangguk. Katanya, "Ya Ki Gede. Tetapi hanya satu pemberitahuan. Karena itu, barangkali tidak sangat penting."
"Baiklah." berkata Ki Gede, "biarlah Agung Sedayu dipanggil. Jika ia tidak ada dirumahnya, maka Ki Sanak berdua dimohon menunggu. Karena Agung Sedayu harus dicari."
"Kami tidak tergesa-gesa Ki Gede." jawab Panglima itu.
"Syukurlah. Kami akan sempat menyediakan minuman." berkata Ki Gede sambil tersenyum.
Sementara itu, Ki Gede telah memerintahkan seseorang untuk memanggil dan mencari Agung Sedayu sampai dapat seandainya ia tidak dirumah. Ada tamu yang mencarinya. Tetapi Ki Gede tidak memberikan pesan tentang tamunya itu.
Agung Sedayu yang dicari memang tidak ada dirumah. Tetapi Sekar Mirah dapat menunjukkan dimana Agung Se"dayu sedang bekerja.
"Bersama Glagah Putih dan Kiai Jayarngn ikut memperbaiki jembatan dipadukuhan sebelah." berkata Sekar Mirah.
Ketika Agung Sedayu mendapat pemberitahuan itu, maka iapun segera meninggalkan anak-anak muda yang sedang bekerja bersama Kiai Jayaraga. Tetapi Glagah Putih ditinggalkannya untuk tetap berada diantara kawan-kawannya sedang bekerja.
Agung Sedayu dan Kiai Jayaraga tidak singgah lebih dahulu kerumahnya. Tetapi merekapun langsung pergi ke rumah Ki Gede, karena mereka menganggap bahwa tentu ada yang penting yang akan disampaikan kepadanya.
Agung Sedayu menjadi berdebar-debar ketika ia me"lihat kedua orang tamunya. Meskipun belum terlalu akrab, tetapi Agung Sedayu mengenal keduanya dengan baik.
Setelah saling menyapa dan menanyakan keselamatan masing-masing maka Panglima itupun berkata, "Kami sudah mendapat hidangan minuman panas dan makanan Karena itu, biarlah kami menyampaikan pesan yang kami terima dari Panembahan Senapati."
Agung Sedayu, Kiai Jayaraga dan Ki Gede mendengarkannya dengan sungguh-sungguh apa yang kemudian dikatakan oleh utusan Panembahan Senapati itu.
Sambil mengangguk-angguk Agung Sedayupun ber"kata, "Jadi akhirnya ada juga sekelompok orang yang men"dapat tugas serupa dengan yang gagal itu."
"Ya" sahut Panglima itu, "seperti yang diperintahkan oleh Panembahan Senapati sebagaimana direncanakan bersama kalian, kami membiarkan orang-orang itu mengamati keadaan di dalam lingkungan istana. Agaknya mereka telah menemukan arah yang akan ditempuh oleh orang yang mengupah mereka."
Yang mendengarkan penjelasan itu mengangguk-angguk. Dengan nada dalam Agung Sedayu bergumam, "Mereka benar-benar akan melakukannya."
"Ya. Panembahanpun memperhitungkan demikian. Tetapi Panembahan Senapati telah siap menerima siapapun yang akan dating." berkata Panglima itu, "agaknya Panembahanpun telah membicarakannya dengan Ki Patih."
"Ki Patih yang bijaksana itu tentu akan menemukan jalan yang paling baik untuk mengatasinya jika orang itu benar-benar datang betapapun tinggi bekal yang dibawanya." berkata Ki Gede, "sebab di permukaan bumi ini jarang sekali diketemukan orang yang memiliki ilmu seba"gaimana dimiliki oleh Panembahan Senapati dan Ki Patih Mandaraka."
"Semua rencana sudah masak." berkata Panglima itu, "Namun Panembahan ingin, Ki Gede dan mereka yang berada di Tanah Perdikan ini mengetahui sebelumnya."
"Terima kasih." berkata Ki Gede, "karena peristiwa itu didahului dengan peristiwa yang terjadi disini, maka Panembahan memandang perlu untuk memberitahukan kepada kami."
"Agaknya memang demikian Ki Gede. Panembahan berharap bahwa Tanah Perdikan ini bersiap-siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi."
Ki Gede mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti pesan itu. Mungkin Tanah Perdikan Menoreh dapat dianggap menjadi sebab kegagalan jika rencana dan jebakan yang dipasang di Mataram itu berhasil.
Karena itu maka Ki Gedepun berkata, "Terima kasih atas perkenan Panembahan untuk memberitahukan hal ini kepada kami disini. Mudah-mudahan kami tidak terkejut jika terjadi sesuatu dalam hubungannya dengan usaha un"tuk berbuat jahat terhadap Panembahan Senapati. Dengan demikian kami dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya."
Utusan Panembahan Senapati itupun mengangguk-angguk pula. Namun kemudian iapun berkata, "Agaknya tugasku sudah aku lakukan dengan baik. Karena itu, maka kamipun akan segera mohon diri."
"Kenapa begitu tergesa-gesa?" bertanya Ki Gede.
"Kami harus berada di istana sebelum malam. Kami sedang dalam kesiagaan penuh, sehingga kami sebaiknya tetap berada ditempat." jawab Panglima itu, "sementara itu Panembahan tidak melihat orang lain untuk menyampaikan berita ini sehingga kerahasiaannya dapat dijaga, karena selain Pasukan Khusus Pengawal dan Pelayan Dalam tidak seorang prajuritpun yang mengetahuinya. Ka"rena itu, kamipun juga memohon agar kerahasiaan persoalan ini dapat tetap dijaga pula disini."
"Kami akan tetap memegang teguh rahasia itu Ki Sanak." jawab Ki Gede, "kesan yang timbul masih tetap sebagaimana kita kehendaki dahulu."


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demikianlah maka utusan Panembahan Senapati itu"pun kemudian mohon diri. Ketika ia berada diregol ia masih sempat berkata, "Siapa tahu, malam nanti akan terjadi sesuatu."
"Begitu cepatnya?" bertanya Ki Gede.
"Agaknya orang itu cenderung berbuat cepat." jawab Panglima itu.
Ki Gede mengangguk-angguk. Sementara itu, maka kedua orang itupun telah meloncat kepunggung kuda ma-sing-masing. Sekali lagi mereka minta diri. Kemudian kuda merekapun telah berlari meninggalkan rumah Ki Gede, menyusuri jalan padukuhan induk menuju ke Mataram.
Seperti pada saat mereka berangkat, maka pada saat mereka kembalipun, keduanya tidak mengalami hambatan apapun juga. Sehingga mereka sampai di Mataram seba"gaimana mereka rencanakan.
Keduanya tidak menunda sampai besok untuk memberikan laporan perjalanan mereka. Karena itu, maka mere"kapun segera menghadap Panembahan Senapati demikian mereka sekali berbenah diri dan mengenakan kelengkapan pakaian mereka sebagai perwira prajurit Mataram.
"Terima kasih." berkata Panembahan Senapati, "na"mun dalam pada itu kita sendiripun harus berhati-hati. Me"mang mungkin yang akan terjadi diluar perhitungan kita. Namun kita memang sudah siap."
Panglima Pasukan Pengawal itupun kemudian berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya bersama Senapati yang memimpin Pelayan Dalam. Mereka telah meningkatkan kesiagaan berlipat tanpa menarik perhatian orang lain, meskipun prajurit Mataram sendiri.
Dalam pada itu, kelima orang yang merasa bahwa usaha mereka telah berhasil itupun masih menikmati hari-hari terakhir mereka di Mataram. Pasak yang merasa mendapat keuntungan di perjudian karena kehadiran kelima orang itu, serta uang yang dipergunakah sebagai modal, masih juga mengucapkan terima kasih dengan menyuguhkan makanan dan minuman yang berlebihan. Namun akhirnya kelima orang itupun meninggalkan ru"mah Pasak untuk melaporkan hasil tugas mereka.
"Kami sudah mendapatkan apa yang kalian kehendaki." berkata pemimpin kelompok itu kepada orang yang mengupahnya.
"Kami akan meyakinkannya." jawab orang yang mengupah itu.
"Kami memerlukan uang. Kami akan minta sisa upah yang dijanjikan." minta pemimpin kelompok itu.
"Kami masih belum dapat memberikan seluruhnya. Kami akan membuktikan, apakah keteranganmu itu benar. Baru kami akan memberikan sisa upah sebagaimana kami sanggupkan." jawab orang yang mengupahnya, "nah, sekarang kami akan memberikan sebagian lagi."
Wajah pemimpin kelompok itu menegang. Katanya, "Kami sudah mempertaruhkan nyawa kami."
"Diam kau." orang yang mengupah itu membentak, "kau tidak akan dapat memaksa kami kecuali jika kau ingin agar kami membatalkan perjanjian itu. Jika kalian mengancam untuk membuka rahasia, maka kalian akan kami bunuh."
Pemimpin kelompok itu tidak dapat berbuat lain. Ia harus menerima upah yang baru sebagian itu.
Dengan demikian, maka jalan untuk sampai kebilik Pa"nembahan Senapati telah terbuka. Orang-orang yang mengupah kelompok itupun kemudian telah membuat rencananya. Tetapi mereka tidak akan langsung melakukan rencana mereka terhadap Panembahan Senapati. Tetapi mereka akan membuktikan dahulu apakah yang dikatakan oleh sekelompok orang yang mereka upah itu benar. Tetapi mereka ternyata mempunyai rencana sebagai kelengkapan rencana mereka itu.
Seorang diantara mereka berkata, "Kita harus mengalihkan perhatian orang-orang Mataram."
"Apa rencanamu?" bertanya yang lain.
"Kita akan mengacaukan Tanah Perdikan Menoreh." jawab yang pertama.
"Kenapa Tanah Perdikan Menoreh" Bukan daerah yang lain?" bertanya kawannya pula.
"Kita mempunyai alasan." jawab yang pertama, "gerakan yang kita lakukan mengatas namakan diri dengan keluarga seperguruan orang-orang yang dibunuh oleh orang-orang Mataram menganggap persoalannya terbatas dengan Tanah Perdikan Menoreh dan tidak akan menyangkut ketenangan kota Mataram. Tanah Perdikan Menoreh tentu akan membuat laporan ke Mataram, bahkan mungkin memerlukan bantuan mereka. Mataram akan dapat menjadi lengah dan tidak memperhatikan keadaan diri mereka sendiri."
Kawannya mengangguk-angguk. Dengan nada datar ia berkata, "Aku mengerti. Tetapi kita harus berusaha untuk merahasiakan langkah-langkah kita sejauh mungkin. Orang-orang yang bertugas di Tanah Perdikan Menoreh harus tahu benar apa yang mereka lakukan."
"Kita tidak akan memberitahukan rencana kita yang sebenarnya. Kita akan memerintahkan tikus-tikus itu untuk benar-benar mengacaukan Tanah Perdikan Menoreh dengan dalih seperti yang aku katakan. Dengan demikian maka pengertian mereka tentang tugas mereka adalah memang menuntut balas kawan-kawan kita yang telah dibunuh oleh orang-orang Tanah Perdikan Menoreh." berkata orang yang pertama.
"Mereka juga belum mengenal lingkungan Tanah Per"dikan itu." desis kawannya.
"Untuk mengenali lingkungan Tanah Perdikan Menoreh adalah jauh lebih mudah dari mengenali lingkungan istana Mataram. Biarlah mereka melakukannya. Mereka tidak akan berbahaya meskipun satu dua orang dapat ditangkap oleh orang-orang Tanah Perdikan. Mereka tidak akan dapat mengatakan apapun juga tentang kita. Seandainya orang-orang Tanah Perdikan akan memeras keterangan mereka yang tertangkap sampai mati seperti yang sudah terjadi itupun tidak akan menghasilkan apa-apa," jawab orang yang pertama, "semen"tara itu kita akan menghadap guru dan melaksanakan rencana induk kita. Mengakhiri kekuasaan Panembahan Senapati."
Kawannya mengangguk-angguk. Lalu katanya, "Kita harus melakukannya segera. Tetapi apakah kita akan membuktikan keadaan isi istana itu?"
"Kita akan melakukannya, sementara orang-orang kita akan menarik perhatian Mataram terhadap Tanah Perdikan yang akan menjadi kacau itu."
Demikianlah orang-orang yang telah mengupah sekelompok pencuri dan perampok untuk mengenali lingkungan di istana Mataram itu telah menyusun rencananya sebaik-baiknya. Mereka telah memanggil beberapa pengikutnya untuk membe"rikan petunjuk, apa yang harus mereka lakukan.
"Kalian harus pergi ke Tanah Perdikan Menoreh." perintah pemimpin mereka itu.
"Kami belum mengenal Tanah Perdikan itu dengan baik." desis salah seorang diantara mereka.
"Jangan dungu." bentak pemimpinnya, "bukankah kau dapat melihatnya?"
Orang yang bertanya itu terdiam. Sementara itu pemimpin merekapun berkata selanjutnya, "Kalian harus berbuat sebaik-baiknya atas nama kawan-kawan kita yang telah dihancurkan dengan cara yang paling buruk."
Wajah orang-orang itupun menjadi tegang. Sementara itu pemimpinnya telah menceriterakan peristiwa-peristiwa yang disusunnya dikepalanya untuk memanaskan hati orang-orangnya. Kemudian dengan lantang ia berkata, "Tanah Per"dikan Menoreh telah menghinakan kebesaran nama kita. Mere"ka tidak menyadari siapakah kita sebenarnya."
Para pengikutnya itu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba salah seorang diantara mereka bertanya, "Tetapi apakah hubungannya orang-orang Tanah Perdikan Menoreh itu dengan kita, sehingga salah seorang atau bahkan lebih dari antara kita telah mengalami nasib buruk di Tanah Perdikan itu" Sementara itu, apakah kepentingan kita sebenarnya berada di Mataram ini?"
Pemimpinnya itu termangu-mangu sejenak. Namun kemu"dian katanya, "Kawan-kawan kita tidak melakukan kesalahan apapun di Tanah Perdikan Menoreh. Mereka hanya ingin melihat-lihat lingkungan Tanah Perdikan itu. Namun orang-orang Tanah Perdikan mencurigainya akan menangkapnya. Tetapi kita semuanya adalah laki-laki sejati. Daripada ditangkap dan menjadi tawanan, maka bagi kita lebih baik mati sama sekali."
Para pengikutnya memang menjadi panas. Mereka merasa terhina atas tingkah laku orang-orang Tanah Perdikan Menoreh. Sementara itu, pemimpinnya berkata, "Sedangkan kedatangan kita di Mataram ini semata-mata karena berita ten"tang kesombongan Panembahan Senopati. Tetapi kita masih harus melihat-lihat apa yang sebenarnya ada di Mataram. Karena itu, aku belum dapat menentukan, apakah yang akan kita lakukan. Jika ternyata justru sebaliknya dari anggapan kita, maka kita tidak akan berbuat apa-apa disini. Tetapi itu tidak ada hubungan dengan dendam kita atas orang-orang Menoreh. Karena itu orang-orang Menoreh tidak perlu tahu. Kalian tentu tahu maksudnya."
Para pengikutnya mengangguk-angguk. Tetapi masih ada juga yang bertanya, "Kenapa kawan kita dapat terbunuh di Tanah Perdikan itu" Apakah di Tanah Perdikan itu ada orang yang memiliki ilmu yang tinggi?"
"Mereka mengerubutnya. Sejumlah laki-laki yang tidak terhitung banyaknya telah menyerang kawan kita yang hanya tiga orang itu." jawab pemimpinnya.
"Tetapi kenapa ketiga orang itu tidak mampu melepaskan diri?" bertanya yang lain.
Pemimpinnya menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Ka"lian memang harus berhati-hati. Mungkin memang ada orang-orang yang memiliki ilmu yang tinggi. Mungkin kalian sudah pernah mendengar nama Agung Sedayu."
"Ya" sahut seseorang, "nama besar itu pernah kami dengar. Tetapi apakah benar kebesaran namanya itu sesuai dengan kebesaran ilmunya yang dihadapkan kepada kita?"
"Jangan sombong." jawab pemimpinnya, "hati-hatilah. Kalian akan melakukannya di Tanah Perdikan Menoreh bukan hanya bertiga, tetapi sepuluh orang diantara kalian akan pergi."
Pemimpinnya itupun kemudian menunjuk seorang diantara sepuluh orang untuk menjadi tetua kelompok itu. Ia harus memimpin kawan-kawannya melakukan pembalasan dendam atas orang-orang Tanah Perdikan Menoreh.
Namun pemimpinnya itu masih berpesan, "Tetapi kalian bukannya menyerang Tanah Perdikan itu, tetapi kalian harus mengacaukannya."
Para pengikutnya itu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh ketika pemimpinnya itu memberikan petunjuk-petunjuk terperinci. Dengan demikian mereka mendapat gambaran, bahwa yang mereka lakukan benar-benat suatu usaha pengacauan dalam waktu yang agak lama. Bukan hanya satu serangan untuk melepaskan dendam dan kemudian ditinggalkan. Tetapi waktu yang diberikan adalah dua atau tiga pekan.
"Lakukan dalam waktu dekat." berkata pemimpinnya, "kalian mempunyai beberapa hari untuk mengamati keadaan. Kemudian kalian akan mulai dengan langkah-langkah sebagaimana harus kalian lakukan."
"Baiklah." jawab orang yang diberi tanggung jawab memimpin sembilan orang kawannya, "kami akan berusaha untuk melakukannya sebaik-baiknya."
Demikianlah sepuluh orang itupun telah bersiap-siap. Mereka segera meninggalkan tempat persembunyian mereka di hutan-hutan yang berawa-rawa dilereng pebukitan dipesisir Selatan. Namun dalam pada itu, disepanjang jalan mereka masih juga membicarakan perintah yang mereka terima itu.
"Siapakah yang mati di Tanah Perdikan Menoreh sebenarnya?" bertanya salah seorang diantara mereka.
Kawan-kawannya menggeleng-gelengkan kepala. Tidak seorangpun yang dapat menjawab. Namun orang yang diserahi pimpinan itupun berkata, "Kita harus mengerti, bahwa banyak diantara kita yang tidak saling mengenal. Tetapi dalam keadaan tertentu kita memiliki tanda pengenal itu. Meskipun kita tidak saling mengenal, tetapi jika seseorang mengenakan tanda penge"nal seperti yang kita miliki, maka kita adalah kawan dari satu sarang."
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Hampir diluar sadar, beberapa orang diantara merekapun telah meraba timang dari ikat pinggang mereka. Timang yang mempunyai bentuk yang khusus dengan gambar kepala harimau yang terbuat dari tembaga.
Namun demikian, tiba-tiba yang lainpun bertanya, "Jadi apakah tugas seperti ini yang harus kita lakukan, justru setelah kita mendekati Mataram?"
"Bukankah sudah dijelaskan." jawab pemimpin kelom"pok kecil itu, "tidak ada kepentingan yang mendesak. Namun kita tidak dapat berpangkutangan melihat perkembangan kea"daan, sehingga karena itu, pemimpin kita memerlukan diri un"tuk melihat keadaan Mataram yang sebenarnya. Sudah tentu, para pemimpin kita memerlukan kita untuk mengawal mereka. Diperjalanan banyak hal yang dapat terjadi."
Yang lain mengangguk-angguk meskipun sebenarnya mereka tidak puas dengan jawaban itu. Mereka menyadari bahwa masih ada yang disembunyikan. Tetapi hal seperti itu sudah terbiasa terjadi didalam lingkungan mereka. Mereka tidak perlu terlalu banyak mengetahui. Mereka hanya menerima perintah dan melakukannya dengan sebaik-baiknya. Kemudian mereka akan mendapat bagian mereka yang cukup banyak dan janji kedudukan, meskipun mereka tidak mengetahui pasti, kedudukan apakah yang dapat diberikan kepada mereka oleh pemimpin mereka itu.
Namun didapat kesan meskipun tidak tegas, bahwa apabila Mataram dapat dikuasai, maka semuanya akan terjadi seba"gaimana dijanjikan. Dan pertanyaan yang timbul dihati mereka kemudian adalah, "Apakah perjalanan mereka ke pesisir mendekati Mataram itu ada hubungannya dengan kesan yang pernah tersirat didalam jantung mereka itu."
Namun orang-orang itu tidak banyak mempersoalkannya. Mereka sudah banyak mendapat bagian mereka sehingga mereka merasa terikat kepada tugas-tugas mereka. Namun lebih dari itu, mereka yang sudah terlanjur terjerat kedalam kelom"pok itu, akan sulit untuk melepaskan diri. Seorang yang berani mengabaikan tugas-tugas yang diberikan, biasanya akan didapati oleh kawan-kawannya mati terbunuh tanpa diketahui sebabnya. Dan mereka pun sadar, bahwa pemimpin-pemimpin mereka adalah beberapa orang dari satu perguruan yang memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Tetapi orang-orang itu tidak akan langsung pergi ke Tanah Perdikan Menoreh. Mereka akan berada di hutan-hutan di daerah Tanah Perdikan itu sebagai tempat persembunyian. Dari tempat itu mereka akan mengaduk Tanah Perdikan Menoreh, sehingga timbul kesan, bahwa Tanah Perdikan itu menjadi kacau.
Namun orang-orang itu tidak mengetahui, bahwa Tanah Perdikan Menorehpun sudah bersiaga untuk menunggu apa yang mungkin terjadi. Apalagi setelah dua orang perwira dari Mataram memberitahukan bahwa orang-orang yang berniat un"tuk mengamati keadaan didalam lingkungan istana itu melanjutkan usaha mereka.
Setiap malam gardu-gardu di Tanah Perdikan Menoreh dipenuhi oleh anak-anak muda disamping para pengawal yang memang sedang bertugas. Meskipun diantara mereka ada yang hanya sekedar berpindah tidur dari bilik-bilik mereka ke gardu parondan, namun kehadiran mereka, dapat menambah kemeriahan gardu-gardu itu. Dengan demikian, jika saatnya para pengawal meronda berkeliling padukuhan, maka gardu-gardu masih tetap ramai oleh anak-anak muda. Ada diantara mereka yang membawa ketela pohon, jagung dan bahkan ada yang membawa beras ketan. Ada saja yang mereka lakukan dengan bahan-bahan makanan itu.
Bahkan disiang hari, setiap gardu di Tanah Perdikan Menoreh tetap terisi oleh dua orang pengawal yang tanpa memberikan kesan yang dapat menggelisahkan rakyat. Memang tidak ada kesan yang menunjukkan bahwa Tanah Perdikan terancam, sehingga karena itu kehidupan sehari-hari sama sekali tidak terpengaruh karenanya.
Dalam pada itu, sepuluh orang yang mendapat tugas untuk mengacaukan Tanah Perdikan Menoreh itupun telah berada ditempat persembunyian mereka tanpa menarik perhatian selama perjalanan. Dari tempat itu mereka berusaha untuk dapat mengamati kehidupan Tanah Perdikan. Disiang hari, dua orang diantara mereka telah berusaha melihat-lihat keadaan. Tidak hanya sekali, tetapi beberapa kali bergantian untuk meyakinkan pengamatan mereka.
Sebagaimana mereka datang ke lingkungan Tanah Per"dikan Menoreh serta tempat persembunyian mereka, maka merekapun tidak menarik perhatian orang-orang Tanah Perdikan Menoreh. Dua orang diantara mereka yang ber"gantian melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan telah berhasil mengenali jalan-jalan di Tanah Perdikan itu. Namun disiang hari mereka tidak melihat kesiagaan anak-anak muda Tanah Perdikan Menoreh yang sangat tinggi. Jika mereka melihat satu dua orang berada digardu, mereka mengira bahwa anak-anak itu adalah anak-anak yang kelelahan bekerja disawah atau dikebun dan sekedar beristirahat di gardu disudut desa. Dengan demikian, maka mereka telah menyusun rencana untuk mulai dengan pengacauan yang akan mereka lakukan dimalam hari.
Sementara itu, dua orang pemimpin mereka, orang-orang yang memiliki ilmu yang tinggi, telah membuktikan, apakah laporan orang-orang yang mereka upah melihat-lihat keadaan dilingkungan istana itu bukan sekedar mengarang ceritera untuk memancing upah yang dijanjikan, tetapi tugas yang sebenarnya tidak pernah mereka lakukan.
Namun adalah diluar dugaan, bahwa kedatangan mere"ka ternyata telah berada dibawah pengawasan para petugas di istana Mataram.
Namun para perwira dari Pasukan Khusus itupun meli"hat perbedaan bobot kemampuan kedua orang itu dengan orang-orang yang datang lebih dahulu. Karena itu, maka mereka telah melakukannya dengan sangat berhati-hati. Semula mereka mengira, bahwa kedua orang itulah yang akan langsung memasuki bilik Panembahan Senapati. Karena itu, mereka telah melakukan segala pengamatan sebagai"mana dipersiapkan. Mereka telah menarik pula tali isyarat yang memberitahukan langsung kepada Panembahan Sena"pati, bahwa dua orang yang berilmu tinggi telah memasuki dinding istana.
Tali itu telah menggerakkan sebuah bandul kecil dida"lam bilik Panembahan Senapati, sehingga Panembahan Senapatipun mengerti, bahwa orang yang ditunggunya telah datang. Dalam bilik itu, selain Panembahan Senapati terdapat pula Ki Patih Mandaraka, yang ternyata tidak sependapat jika Panembahan Senapati menunggunya seorang diri.
Tetapi ternyata kedua orang itu tidak memasuki bilik Panembahan Senapati. Menurut perhitungan Panembahan Senapati dan Ki Patih Mandaraka, jalan satu-satunya untuk memasuki bilik itu tanpa diketahui oleh para prajurit Pengawal Khusus dan Pelayan Dalam adalah melalui atap istana itu.
Namun para prajurit yang mengamati keadaan kemu"dian melihat kedua orang itu justru meninggalkan halaman istana setelah mereka berhasil mendekati bilik Panembahan Senapati.
Demikian keduanya keluar dari halaman istana dengan meloncat dinding sebagaimana ditunjukkan oleh orang-orang yang mereka upah, maka seorang diantara mereka bergumam, "Mereka tidak berbohong. Yang mereka katakan, ternyata benar-benar hasil pengamatan mereka."
Saudara seperguruannya mengangguk. Katanya, "Mereka tidak akan berani membohongi kita. Kita tentu akan segera mengetahuinya dan mereka tahu akibat apa yang akan mereka alami."
"Tetapi hasil kerja mereka cukup memuaskan. Yang mereka gambarkan ternyata tepat seperti apa yang sebe"narnya, sehingga kita dapat menempuh dan melalui jalan, lorong dan pintu-pintu regol serta seketheng dengan lancar tanpa gangguan. Merekapun dapat menyebut tempat-tempat penjagaan dengan jelas dan dengan demikian kami dengan mudah dapat menghindarinya." sahut yang lain.
"Karena itu, agaknya mereka sudah sepantasnya menerima sisa upah mereka." berkata saudara sepergu-ruannya.
"Biarlah mereka menunggu. Jika mereka sudah mene"rima seluruh upah mereka, maka mereka tidak merasa terikat lagi kepada kita. Jika mereka mendapat orang lain yang mereka anggap dapat memberikan upah lebih banyak, mereka akan berkhianat." berkata yang seorang, "semen"tara itu, merekapun akan menjadi tidak takut pula jika me"reka mendapat perlindungan atau merasa mendapat perlindungan dari pihak lain."
Saudara seperguruannya mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak menjawab.
Demikianlah, maka segala yang mereka saksikan dan mereka buktikan itu telah diberitahukannya kepada saudara-saudara seperguruannya yang lain, serta para pengikutnya, khusus yang mendapat kepercayaan tertinggi. Mereka masih harus membicarakan apa yang sebaiknya mereka lakukan. Karena langkah-langkah yang akan mereka ambil selanjutnya akan menyangkut pula guru mereka.
"Kita akan memberi tahukan semuanya kepada guru." berkata salah seorang diantara mereka, "biarlah guru yang mengambil keputusan. Mungkin guru memang memerlukan pertimbangan kita. Dan kitapun akan memberikan keterangan sejauh kita ketahui."
Saudara-saudara seperguruannya mengangguk-angguk. Kepercayaan mereka yang dianggap pantas untuk ikut dalam pembicaraan itupun agaknya sependapat. Ka"rena itu, maka saudara yang tertua diantara mereka itupun berkata, "Baiklah. Kita akan menghadap guru. Tetapi kita tidak usah berangkat semuanya kembali ke padepokan dan menghadap guru. Biarlah aku dan dua orang diantara kali"an pergi mewakili kita semuanya. Sementara itu, diantara kita yang tinggal disini harus selalu mengikuti perkembangan keadaan. Mungkin kalian perlu mendengar dan me"lihat apakah yang telah terjadi di Tanah Perdikan Menoreh. Kita harus mampu menyadap peristiwa-peristiwa yang telah terjadi disekitar Mataram. Mungkin akan menyang"kut kepentingan kita seperti yang ternyata telah terjadi di Tanah Perdikan Menoreh itu. Hal yang serupa dengan itu, mungkin dapat pula terjadi didaerah lain. Karena itu, kita akan tetap memasang telinga kita dimana-mana. Tetapi terutama di Tanah Perdikan Menoreh."
Tidak ada diantara mereka yang berkeberatan. Semen"tara itu orang tertua diantara merekapun telah menunjuk seorang dari antara saudara-saudara seperguruannya serta seorang kepercayaannya.
Ketiga orang itu telah meninggalkan pangkalan mereka untuk bergerak ke Mataram, kembali ke padepokan untuk menemui guru mereka. Mereka akan mengatur langkah-langkah yang akan mereka tempuh selanjutnya setelah mereka mendapat kepastian tentang tata letak bangunan serta keadaan istana Mataram.
Di Mataram, Panembahan Senapati, Ki Patih Mandaraka dan para perwira dari Pasukan Khusus serta Pelayan Dalam telah membicarakan kehadiran dua orang yang agaknya memiliki ilmu yang tinggi kedalam lingkungan istana. Mereka yang disangka akan langsung memasuki bilik Panembahan Senapati. Namun ternyata tidak. Kedua"nya tidak lebih melihat-lihat seperti yang dilakukan oleh orang-orang sebelumnya.
"Tetapi agaknya mereka sekedar membuktikan apa yang pernah dilihat oleh orang-orang sebelumnya dan berdasarkan atas pengamatan mereka, keduanya menelusurinya kembali." berkata seorang perwira yang mengamati lang"sung kedua orang yang datang kemudian itu.
Ki Patih Mandaraka mengangguk-angguk. Dengan sungguh, karena itu, maka kitapun harus bersungguh-sungguh. "Kita belum tahu siapakah mereka dan untuk apa sebenarnya mereka bergerak. Untuk kepentingan mereka sendiri, atau mereka sekedar menjalankan satu diantara sesusun rencana tetang Mataram. Dengan demikian maka langkah-langkah mereka akan dibarengi atau disusul dengan langkah-lang"kah yang lain."
Panembahan Senapati menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Memang satu langkah yang berani. Bukan karena aku memiliki ilmu yang sangat tinggi, tetapi mereka tentu tahu, bahwa aku telah dibayangi oleh kekuatan sejumlah para pengawal."
"Itulah sebabnya maka kita menganggap persoalan ini adalah persoalan yang bersungguh-sungguh." sahut Ki Patih, "mereka tentu bukannya tidak tahu, apakah ini Mataram. Karena itu, mereka tentu memiliki alasan dan bekal yang cukup untuk mengambil langkah-langkah seper"ti itu."
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Semen"tara itu Ki Mandarakapun berkata, "Karena itu, hamba masih tetap mohon diperkenankan untuk berada diistana ini bersama Panembahan."
Panembahan Senapati mengangguk. Katanya, "Aku jadi teringat semasa kanak-kanak. Paman sering menunggui aku menjelang tidur dan menceriterakan satu dongeng yang sangat menarik."
"Maaf Panembahan." jawab Ki Patih, "bukan maksud hamba untuk menganggap Panembahan tidak akan dapat mengatasi persoalan ini sendiri. Tetapi kita harus menyadari kelemahan kita betapapun banyak dan tinggi ilmu yang pernah kita peroleh."
"Aku tidak berkeberatan paman." sahut Panem"bahan Senapati, "paman akan tetap berada dibilik bersamaku sebelah menyebelah sekat."
"Terima kasih angger Panembahan." jawab Ki Juru, "mungkin yang terasa oleh hamba hanyalah sekedar kecemasan orang-orang tua saja."
Panembahan Senapati tersenyum. Namun kemudian katanya, "Agaknya bukan sekedar perasaan cemas orang tua saja. Tetapi kita sepakat, bahwa memang ada usaha untuk melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Karena itu, akupun minta, agar para prajurit yang secara khusus ikut menghadapi persoalan ini menjadi lebih berhati-hati."
Dengan demikian, maka kehadiran kedua orang itu merupakan satu peringatan bagi para prajurit dari Pasukan Khusus dan Pelayan Dalam, bahwa keadaan memang men"jadi semakin gawat.
Dalam pada itu, ketika Mataram semakin memperketat pengamatan, sementara tiga orang diantara mereka yang mempunyai kepentingan dengan Mataram sedang kembali ke padepokan mereka untuk melaporkan kepada gurunya bahwa persiapan terakhir telah dilakukan, maka orang-orang yang mendapat tugas untuk menarik perhatian Mata"ram atas Tanah Perdikan Menorehpun mulai bergerak.
Sepuluh orang yang ditugaskan ke Tanah Perdikan Menoreh itu, pada satu malam telah memasuki lingkungan padukuhan-padukuhan yang termasuk tlatah Tanah Perdikan. Mereka berusaha untuk menimbulkan kekacauan di Tanah Perdikan itu.
Namun ketika mereka mengamati sebuah padukuhan, maka mereka menjadi berdebar-debar. Dua orang diantara mereka ditugaskan untuk mendekati padukuhan yang akan menjadi sasaran.
"Apa yang ada di mulut regol padukuhan itu." ber"kata pemimpin kelompok itu, "nampaknya dibawah cahaya obor itu, banyak orang yang berkerumun."
Dua orang diantara mereka telah merayap mendekat, sementara yang lain, berada ditengah-tengah kegelapan di"antara tanaman yang hijau di sawah. Semakin dekat maka kedua orang itupun menjadi sema"kin jelas, bahwa yang berada dibawah cahaya obor itu ada"lah anak-anak muda yang sedang berkelakar.
"Gila." geram salah seorang dari keduanya, "Apa"kah kepentingan mereka berkelakar disitu?"
"Kita melingkari padukuhan ini. Kita akan melihat, apakah di regol yang lain juga banyak anak-anak muda di gardu." jawab yang seorang.
Keduanyapun segera kembali kepada kawan-kawannya dan melaporkan apa yang telah mereka saksikan.
"Anak-anak yang tidak tahu diri." geram pemimpin kelompok itu. Lalu katanya, "Marilah. Kita lihat regol padukuhan yang lain."
Namun ternyata bahwa di regol yang lainpun terdapat anak-anak muda yang berada di sekitar gardu. Mereka justru sedang menunggu perapian untuk merebus jagung muda.
Ketika mereka melingkar lagi, maka digardu yang lain"pun terdapat anak-anak muda pula yang sedang berkelompok.
"Apakah padukuhan ini sedang melakukan satu kegiatan tertentu?" bertanya salah seorang diantara me-reka.
"Entahlah." sahut pemimpinnya.
Namun mereka sepakat untuk melihat keadaan di padukuhan lain. Mungkin di padukuhan yang mereka amati itu memang sedang ada satu kegiatan yang tidak mereka ketahui.
Namun padukuhan-padukuhan lainpun ternyata diliputi oleh suasana yang sama.
Dengan demikian maka orang-orang itupun telah mengam"bil kesimpulan bahwa mereka harus melihat Tanah Perdikan Menoreh itu sekali lagi. Dan waktunya adalah malam hari.
Sebenarnyalah di malam berikutnya mereka telah melihat-lihat Tanah Perdikan. Mereka membagi diri menjadi bagian-bagian yang kecil, masing-masing dua orang. Mereka melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan itu dibagian yang berbeda-beda menurut garis-garis jalan yang silang menyilang di Tanah Perdikan sebagaimana mereka kenal di siang hari.
Akhirnya merekapun mendapat kesimpulan, bahwa Tanah Perdikan Menoreh memang berada dalam kesiagaan. Anak-anak muda yang berkerumun digardu-gardu itu memang sedang mengadakan pengamatan. Mereka berjaga-jaga bagi ketenangan padukuhan mereka.
"Gila." geram pemimpin kelompok itu, "aku tidak per"nah mengira bahwa Tanah Perdikan ini mempunyai kesiagaan yang demikian tinggi, meskipun mungkin mereka tidak lebih dari tikusirtikus kecil. Namun mereka akan dapat menjadi berbahaya jika mereka membunyikan tanda bahaya dan memanggil sejumlah anak-anak muda yang lebih banyak lagi. Bahkan mungkin akan datang Ki Gede Menoreh sendiri, atau orang yang memiliki nama besar Agung Sedayu, meskipun kita masih belum yakin, apakah ia memang benar-benar pantas memiliki nama besar itu."
"Lalu apakah kita akan mengurungkan tugas kita" Apakah kita akan dapat mempertanggung jawabkannya kepada pemimpin kita?" bertanya seorang di antara mereka.
"Jangan bodoh." geram pemimpin kelompok itu, "kita akan melaksanakan tugas ini. Yang perlu kita mempertimbangkan adalah caranya. Apa yang sebaiknya kita lakukan."
Yang lain mengangguk-angguk Mereka memang harus mempertimbangkannya masak-masak.
Namun akhirnya pemimpin kelompok itu berkata, "Aku memang melihat satu jalan."
"Jalan yang mana?" bertanya salah seorang kawannya.
"Kita akan membakar saja satu dua rumah. Barangkali itu satu satunya cara yang dapat kita tempuh tanpa harus mengorbankan seorangpun di antara kita." berkata pemimpin kelompok itu.
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Mereka memang tidak melihat cara yang lain yang dapat mereka tempuh. Jika mereka memberanikan diri langsung berhadapan dengan orang-orang Tanah Perdikan Menoreh, maka mereka akan menghadapi anak-anak muda yang tidak terhitung jumlahnya. Padahal mereka hanya sepuluh orang. Karena itu, maka cara yang disebut oleh pemimpin kelompok itu adalah cara yang pal"ing baik.
Dalam pada itu, pemimpin kelompok itu berkata lebih lanjut, "Jika kita menjumpai anak-anak itu, maka lebih baik kita menghindar. Kita jangan melawan, karena hal itu akan sia-sia saja. Sementara itu, jika ada diantara kita bernasib sangat buruk dan tertangkap, maka yang kita ketahui tugas kita adalah untuk melepaskan dendam karena kematian kawan-kawian kita. Dua orang kawan kita mati di sini. Seorang dibunuh oleh seorang anak muda Tanah Perdikan ini, sementara seorang lagi mati dalam pemeriksaan para pemimpin Tanah Perdikan."
"Bagaimana dengan Mataram?" bertanya salah seorang kawannya.
"Kita tidak tahu menahu." jawab pemimpinnya, "bukankah sudah diberitahukan bahwa tidak ada hubungannya antara tugas kita sekarang ini dengan persoalan Mataram yang memang tak banyak kita ketahui itu" Sekali kita menyebut Mataram, maka kita akan mengalami nasib seperti orang yang mati itu. Apakah yang dapat kita katakan tentang rencana golongan kita tentang Mataram" Agaknya kita baru dalam tingkat menjajagi. Segala sesuatunya akan diputuskan oleh para pemimpin kita, sementara kita hanya akan melaksanakannya saja di saat yang tepat."
Yang lain mengangguk-angguk. Namun merekapun membayangkan bahwa mereka akan dapat mengalami keadaan yang sama. Mati dibawah pemeriksaan para pemimpin di Tanah Perdikan ini. Sekali mereka membunuh seseorang yang tidak mau menyebut satu rahasia, atau mungkin karena ia memang belum mengetahuinya, maka hal yang serupa akan dapat terulang. Karena itu, yang terbaik bagi mereka adalah tidak tertangkap oleh orang-orang Tanah Perdikan Menoreh.
Demikianlah, maka pada malam berikutnya pula, kelom"pok itu telah bersiap untuk melakukannya. Mereka telah menyiapkan obor-obor yang cukup besar. Oncor-oncor jarak yang diikat dari beberapa rangkaian menjadi satu, belarak kering dan beberapa jenis kekayuan yang mudah terbakar.
Ketika malam menjadi semakin dalam, dan mendekati pertengahannya, maka merekapun mulai bergerak. Mereka justru mendatangi padukuhan yang agak jauh dari tempat persembunyian mereka untuk mengaburkan jejak.
Tanpa diduga bahwa malam itu akan terjadi sesuatu di Tanah Perdikan, maka anak-anak muda Tanah Perdikan itu masih dalam kesiagaan sebagaimana malam-malam sebelumnya. Mereka lebih banyak berada di gardu-gardu meskipun sekali-sekali ada juga diantara mereka yang meronda berkeliling.
Namun terjadilah malapetaka itu. Seisi Tanah Perdikan terkejut ketika api menyala dan menelan sebuah rumah yang meskipun tidak terlalu besar, tetapi termasuk rumah yang cukup baik bagi padukuhan itu.
Untunglah bahwa anak-anak muda memang sudah bersiaga. Demikian mereka melihat api, maka merekapun segera bergerak. Sebelum rumah itu menjadi gumpalan api yang menyala menjilat langit, beberapa orang anak muda sempat menerobos masuk. Mereka mendapatkan sepasang suami isteri yang terbaring pingsan di pembaringan, sementara seorang anak kecil yang kehilangan nalar berteriak-teriak sambil mengguncang-guncang tubuh ibunya.
Anak-anak muda itu sempat membawa mereka keluar meskipun tubuh mereka telah terjilat lidah api. Tubuh orang yang ditolong itu, maupun beberapa orang anak muda yang menolong. Namun luka-luka bakar itu sama sekali tidak berarti.
Seorang anak muda yang kebetulan adalah adik dari perempuan yang pingsan dan yang sehari-hari juga berada dirumah itu mengumpat-umpat dengan marah. Anak muda itu sedang berada di gardu bersama kawan-kawannya ketika sekelompok penjahat memasuki rumahnya.
Dengan kerja keras, anak-anak muda dan para tetangganya akhirnya dapat memadamkan api. Tetapi karena rumah itu terbuat dari kayu dan bambu beratap ijuk, maka hampir tidak ada yang dapat diselamatkan kecuali kedua suami istri dan anaknya yang masih kecil itu.
Dalam waktu yang singkat, maka Ki Gede Menoreh, Agung Sedayu bersama isterinya, Kiai Jayaraga dan Glagah Putih telah berada ditempat itu, karena mereka telah mendengar bunyi isyarat kentongan. Dengan dituntun oleh cahaya merah dilangit, maka merekapun dengan cepat menemukan arah dari kebakaran itu.
"Suatu peristiwa yang mengejutkan." berkata Ki Gede, "justru pada saat Tanah Perdikan ini bersiaga sepenuhnya."
Agung Sedayu memang dicengkam oleh ketegangan. Bahkan Glagah Putih berkata, "Satu tantangan bagi kita kakang."
Agung Sedayu tidak menjawab. Namun bersama beberapa orang iapun berusaha untuk melihat bekas dari kebakaran itu. Tetapi yang nampak hanyalah onggokan debu dan sedikit sisa-sisa tiang dan tulang-tulang atap rumah itu.
"Apakah kedua orang yang pingsan itu sudah mulai sadar?" bertanya Agung Sedayu.
"Mereka ada dirumah sebelah." jawab seorang anak muda.
"Kita tidak menemukan apa-apa disini." berkata Agung Sedayu, "marilah. Kita mungkin mendapatkan beberapa keterangan."
Ketika Agung Sedayu berada dirumah sebelah, Ki Gedepun sudah berada dirumah itu pula. Setelah memper silahkan orang-orang yang tidak berkepentingan keluar, maka Ki Gedepun mulai menanyakan beberapa hal tentang kebakaran yang terjadi dirumah itu.
"Bukan karena kelengahan kami Ki Gede" jawab laki-laki yang sudah sadar dari pingsannya itu.
"Kami sudah menduga." jawab Ki Gede, "karena kalian diketemukan pingsan di dalam rumah yang terbakar itu. Tentu ada sebab lain yang pantas mendapat perhatian."
Meskipun sekali-sekali laki-laki itu berdesis karena sengatan perasaan nyeri ditubuhnya, namun iapun sempat berceritera. Katanya, "Kami terbangun karena ketukan dipintu rumah kami. Kami memang sudah merasa curiga. Tetapi kami tidak dapat menolak, karena terdengar ancaman diluar. Jika kami tidak membuka pintu, maka rumah kami akan dibakar. Ketika kami membuka pintu, ternyata kami telah disakiti."
"Apa saja yang dikatakan oleh orang-orang itu" Apakah ia sekedar merampok atau ada kepentingan lain?" bertanya Ki Gede pula.
"Mereka tidak sekedar merampok Ki Gede, karena dirumah kami memang tidak terdapat sesuatu yang pantas un"tuk dirampok." jawab orang itu, "tetapi mereka telah menyebut kematian dua orang yang katanya telah dibunuh oleh orang-orang Tanah Perdikan ini. Mereka ingin menuntut balas. Mereka menganggap bahwa kematian kawannya yang sedang diperas keterangannya membuat mereka menjadi sakit hati."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada rendah ia berkata, "Satu kemungkinan yang memang sudah kita perhitungkan. Tetapi kita tidak menyangka bahwa sasaran dendamnya adalah siapapun juga di Tanah Perdikan ini. Seharusnya mereka mencari Glagah Putih atau orang-orang yang dekat dengan Glagah Putih serta pimpinan Tanah Per"dikan ini yang telah memeriksa seorang diantara mereka sehingga terbunuh karenanya."
Ki Gede mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian, "Kita harus berbuat sebaik-baiknya menghadapi akibat ini. Tetapi langkah pertama adalah penjagaan yang lebih ketat atas Tanah Perdikan ini."
Agung Sedayu mengangguk. Dengan dahi yang berkerut ia berkata, "Nampaknya mereka telah membabi buta."
"Kita akan membicarakan lebih bersungguh-sungguh." berkata Ki Gede kemudian.
Dengan demikian, maka malam itu juga dirumah Ki Gede telah diadakan pembicaraan khusus. Namun masih ada pertanyaan yang harus dijawab, "Apakah yang terjadi itu semata-mata hanya pembalasan dendam?"
Agung Sedayu yang kemudian berkata, "Aku ingin dapat menangkap mereka hidup-hidup."
"Tentu itu lebih baik Tetapi seperti yang kita cemaskan, seandainya kita menangkap hidup-hidup, apakah bukan berarti rahasia mereka akan terbuka. Apakah dengan demikian tidak akan berpengaruh terhadap langkah-langkah yang sudah mere"ka lakukan di Mataram?" sahut Ki Gede.
"Apakah yang terjadi ini memang ada hubungannya dengan Mataram atau apa yang akan terjadi di Mataram?" bertanya Agung Sedayu, "Atau benar-benar hanya satu balas dendam yang berdiri sendiri dari persoalan orang-orang yang mengupah mereka yang terbunuh itu?"
"Satu persoalan yang rumit." desis Ki Gede, "namun kita harus menemukan satu sikap."
Beberapa saat kemudian mereka berusaha untuk mene"mukan satu langkah yang paling baik. Jika mereka yakin bahwa yang terjadi itu benar-benar hanya balas dendam sa"ja, maka mereka tidak akan terlalu banyak membuat pertimbangan.
Namun akhirnya Agung Sedayupun berkata, "Ki Gede, langkah kita yang pertama adalah mencegah terulangnya kembali pembakaran rumah seperti yang sudah terjadi. Sementara itu kita dapat memperhitungkan langkah-langkah berikutnya."
Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah. Kita akan melihat perkembangannya kemudian."
Demikianlah, pada keesokan harinya, Agung Sedayu telah mengumpulkan para pemimpin pengawal dari semua padukuhan. Mereka mendapat petunjuk-petunjuk terperinci, bagaimana mereka harus mencegah terulangnya peristiwa itu. Tanah Perdikan harus berusaha untuk meringankan beban suami isteri yang telah kehilangan tempat tinggalnya.
"Kita harus membantunya." berkata Agung Sedayu, "yang terjadi itu adalah karena sikap permusuhan sekelompok orang terhadap Tanah Perdikan ini. Bukan terhadap pribadi suami isteri itu. Dengan demikian maka men"jadi kewajiban Tanah Perdikan untuk mempertanggung jawabkan."
Para pemimpin pengawal itupun kemudian mendapat perintah pula untuk menghubungi para bebahu di padukuhan-padukuhan untuk membantu keluarga yang mengalami bencana itu. Pada bebahu itu juga akan menerima perintah langsung dari Ki Gede pula, sehingga jalur dari para pemimpin pengawal dan para bebahu itu akan ber"temu. Mereka akan mengetuk pintu orang-orang yang berkedudukan di Tanah Perdikan Menoreh, sehingga beban itu terasa ringan karena diangkat oleh seluruh Tanah Per"dikan.
Anak-anak muda Tanah Perdikan memang bekerja cepat. Perintah untuk bersiaga itupun segera sampai kesetiap padukuhan. Sementara itu mereka telah mempersiapkan tenaga untuk membantu membangun sebuah rumah yang akan menggantikan rumah yang sudah terbakar itu.
Dengan demikian, maka para bebahu dan para pemim"pin pengawal Tanah Perdikan Menoreh telah menghubungi orang-orang yang dapat dan bersedia membantu, sehingga pada hari yang pertama itu, mereka telah mendapat dana yang memadai.
Karena itulah, maka dihari berikutnya anak-anak muda dan tetangga tetangga orang yang kehilangan rumahnya dan untuk sementara tinggal dibanjar itu, telah mulai mengumpulkan bahan-bahan bangunan yang diperlukan. Mereka menebangi bambu selain milik orang yang kebakar"an rumah itu sendiri, juga dari tetangga-tetangga disekitarnya. Sedangkan bahan-bahan yang harus dibelipun sudah mulai dibeli pula.
Dalam pada itu, dimalam hari, penjagapun menjadi semakin ketat. Tidak saja diregol-regol padukuhan. Tetapi anak-anak muda yang biasanya berkumpul, bergurau dan merebus jagung di gardu-gardu telah berpencar di sekitar dinding padukuhan. Seakan-akan setiap jengkal tanah tidak terlepas dari pengawasan anak-anak muda itu.
Tidak setahu siapapun kecuali Ki Gede sendiri, ter"nyata Agung Sedayu dan Kiai Jayaraga telah kembali dari Mataram. Mereka berangkat di malam hari dan kembali dimalam hari berikutnya. Mereka telah menghadap Panem"bahan Senapati untuk memohon petunjuk apa yang sebaik"nya dilakukan di Tanah Perdikan Menoreh.
Panembahan Senapati menganggap bahwa persoalan yang sesungguhnya itu berada di Mataram. Namun ketajaman penggraitanya telah menangkap maksud-maksud tertentu dari langkah-langkah orang-orang yang berniat jahat itu di Tanah Perdikan Menoreh.
"Menurut perhitungan, mereka tentu sekedar menarik perhatian agar kita semuanya berpaling ke Tanah Perdikan Menoreh." berkata Panembahan Senapati.
"Mungkin Panembahan. Mereka menyatakan pembalasan dendamnya dengan membabi buta." berkata Agung Sedayu.
"Aku memerlukan laporan berikutnya. Tanah Per"dikan Menoreh harus memberikan laporan secara terus menerus. Ketahuilah, bahwa sudah dua kali orang-orang yang tidak kita kenal itu memasuki halaman istana. Tetapi mereka belum berbuat apa-apa disini selain mengamati ling"kungan dan keadaan." sahut Panembahan Senapati.
Pembicaraan itulah yang kemudian menjadi bahan para pemimpin Tanah Perdikan Menoreh untuk mengambil langkah-langkah tertentu. Namun merekapun masih harus menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan.
Pada malam-malam berikutnya, sepuluh orang yang mendapat tugas mengacaukan Tanah Perdikan itu seakan-akan tidak mendapat kesempatan lagi untuk memasuki setiap padukuhan. Penjagaan menjadi terlalu ketat. Se"hingga dengan demikian mereka harus mengambil langkah-langkah yang lain.
Yang terjadi kemudian memang mengejutkan orang-orang Tanah Perdikan Menoreh. Orang-orang yang tidak dapat memasuki padukuhan itu ternyata telah merusak tanaman di sawah. Beberapa kotak batang padi yang hijau subur telah hancur. Parit-paritpun menjadi rusak dan dengan demikian maka airpun tidak lagi mengalir ke sawah-sawah yang memerlukan.
Ketika kerusakan itu dilihat oleh para petani di pagi harinya, maka merekapun telah mengumpat-umpat. Ter"nyata orang-orang yang mengaku mendendam itu benar-benar telah membabi buta. Berbuat apa saja untuk melepaskan perasaan sakit hati mereka.
Dengan demikian maka Ki Gede telah memerintahkan untuk mengamati bukan saja padukuhan-padukuhan, tetapi juga tanah persawahan dan pategalan diseluruh Tanah Per"dikan.
"Memang sulit sekali untuk melakukannya." berkata Ki Gede, "Agaknya tidak mungkin untuk mengamati sawah yang ada dari ujung Tanah Perdikan sampai ke"ujung. Bulak-bulak panjang yang terentang diantara padu"kuhan-padukuhan sampai kepinggir hutan dan lereng-lereng pegunungan."
Dengan demikian, maka anak-anak muda Tanah Per"dikan Menoreh telah menyiapkan pengawal berkuda. Mere"ka akan mengelilingi Tanah Perdikan Menoreh. Bukan hanya sekedar di padukuhan-padukuhan saja, tetapi juga di bulak-bulak panjang.
Dengan gerak pengamatan yang lebih banyak, maka malam berikutnya tidak terjadi sesuatu. Tidak ada tanam"an yang rusak dan tidak ada rumah yang terbakar. Namun anak-anak muda itu tidak menjadi lengah. Pada malam berikutnya mereka masih juga mengelilingi Tanah Perdikan itu. Sekelompok pasukan pengawal berkuda telah memecah diri dalam beberapa kelompok kecil untuk dapat mencapai seluruh tlatah Tanah Perdikan.
Ketika fajar menyingsing, maka para pengawal itupun telah berkumpul. Mereka tidak menjumpai sesuatu. Apalagi sekelompok orang yang merusak tanaman. Bahkan ketika kemudian matahari terbit dan orang-orang pergi kesawah, tidak seorangpun yang merasa sawahnya telah dirusakkan.
Namun para petani itu menjadi heran, bahwa air diparit tidak mengalir seperti biasanya, sehingga mereka yang mendapat giliran mengairi sawahnya menjadi kebingungan karenanya. Tanamannya sudah sangat memerlukan air, namun paritnya tetap tidak mengalir.
"Tentu ada seorang yang nakal." pikir seorang petani yang sawahnya mulai menjadi kering.
Seperti biasanya jika terjadi pelanggaran, maka petani itupun menelusuri parit yang kering untuk melihat, siapakah yang telah menutup parit itu. Mungkin tidak sengaja. Ketika ia mengairi sawahnya, ia tertidur sehingga setelah sawahnya penuh air, ia tidak membukanya.
Tetapi ia tidak menemui kesalahan pada para petani yang memiliki sawah diurutan yang lebih tinggi. Tetapi ada orang yang membendung air diparit itu. Bahkan selama ia menelusuri parit itu, ia telah bertemu dengan beberapa orang yang juga merasa heran, bahwa parit itu kering.
Beberapa orang itupun kemudian menelusuri ketempat yang lebih tinggi. Mereka merasa heran bahwa induk saluran airpun telah menj
Balas " On 16 September 2009 at 21:53 Arema Said:
Informasi bagi pembaca retype Ki Mahesa.
Retype terpotong di halaman 43.
Kados pundi Ki Ajar, dipun terusaken menopo mboten"
Balas " On 18 September 2009 at 14:00 Arema Said:
Saya nyumbang terusannya Ki Ajar.
Kasihan murid nJenengan. Lanjutan rontal 203, halaman 44-80)
Beberapa orang itu-pun kemudian menelusuri ketempat yang lebih tinggi. Mereka merasa heran bahwa induk saluran air-pun telah menjadi kering.
Karena itu, maka mereka telah bersepakat untuk pergi ke bendungan. Agaknya bendungannyalah yang salah.
Beberapa orang itu-pun telah bergegas untuk pergi ke bendungan. Sebenarnyalah, ternyata bahwa bendungan itulah yang telah rusak.
Ketika beberapa orang itu sampai di bendungan, telah banyak orang yang berkumpul. Bahkan Ki Gede, Agung Sedayu bersama Sekar Mirah, Kiai Jayaraga dan Glagah Putih-pun telah berada di tempat itu pula.
Bendungan itulah yang telah menjadi sasaran dari orang-orang yang ingin membalas dendam. Ketika mereka merasa tidak tenang lagi jika mereka merusakkan tanaman karena para pengawal berkuda sering mondar-mandir di bulak-bulak persawahan, maka yang menjadi sasaran mereka kemudian adalah bendungan.
Dengan demikian, maka para pemimpin di Tanah Perdikan Menoreh itu-pun harus menilai kembali kesiagaan yang telah mereka lakukan. Dengan gejolak kemarahan yang mengguncang jantungnya Ki Gede telah memerintahkan setiap orang untuk ikut mengamati keadaan. Para pengawal tidak hanya sekedar meronda, tetapi semua jalan masuk ke Tanah Perdikan harus diawasi. Bukan sekedar memasuki padukuhan-padukuhan, tetapi di segala jalan dan lorong masuk ke Tanah Perdikan. Mungkin di tengah sawah, di tengah pategalan atau dimanapun juga.
Dalam pada itu, ketika laporan tentang peristiwa-peristiwa itu sampai di Mataram, maka dengan ketajaman perhitungannya, Panembahan Senapati telah memerintahkan sekelompok prajurit untuk pergi ke Tanah Perdidikan Menoreh, membantu para pengawal untuk mengatasi kekacauan yang timbul di Tanah Perdikan itu.
"Kami masih belum menyerah" berkata Agurg Sedayu yang mondar-mandir dari Mataram ke Tanah Perdikan, "kami masih cukup tenaga untuk melakukan pengamatan di Tanah Perdikan. Para pengawal yang mempunyai pengalaman yang cukup itu akan mampu mengatasinya."
"Aku percaya" berkata Panembahan Senapati, "jika aku mengirimkan pasukan ke Tanah Perdikan itu sama sekali bukan karena Tanah Perdikan tidak mampu lagi mengatasinya."
"Lalu karena apa?" bertanya Agung Sedayu.
"Orang-orang yang mengacaukan Tanah Perdikan itu aku kira berniat untuk memancing perhatian Mataram ke arah Tanah Perdikan itu. Sehingga dengan demikian maka Mataram justru akan lengah. Kami seakan-akan tidak merasa bahwa kamilah yang sebenarnya diintai oleh sekelompok orang yang belum kami ketahui alasannya. Dengan demikian maka orang yang berniat untuk memasuki istana ini akan merasa langkahnya lebih aman" berkata Panembahan Senapati.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, "Hamba Panembahan. Hamba baru mengerti."
"Nah, jika demikian aku akan mengirimkan pasukan dengan upacara sehingga banyak orang yang mengetahuinya" berkata Panembahan Senapati, "dengan demikian maka akhirnya orang-orang itu tentu akan mendengarnya juga."
Seperti yang dikatakan oleh Panembahan Senapati, maka Mataram telah menyiapkan sekelompok prajurit berkuda. Dengan upacara resmi maka pasukan berkuda itu dilepas untuk berangkat ke Tanah Perdikan Menoreh.
Sebagaimana diharapkan, maka berita itu-pun telah didengar oleh orang-orang yang merasa bahwa rencana mereka berhasil, memancing perhatian Mataram kepada Tanah Perdikan Menoreh, sehingga dengan demikian mereka mengharap bahwa Mataram akan menjadi lengah.
Ki Gede sebenarnya tidak menghendaki bantuan dari Mataram. Tetapi setelah mendapat penjelasan dari Agung Sedayu, maka pasukan itu-pun diterimanya dengan senang hati.
Sepuluh orang yang mendapat tugas di Tanah Perdikan Menoreh untuk menimbulkan kekacauan itu-pun telah mendengar pula kehadiran pasukan itu, sehingga mereka-pun menjadi semakin berhati-hati.
Dalam pada itu, kehadiran pasukan dari Mataram itu memang menimbulkan banyak pertanyaan dikalangan para pengawal Tanah Perdikan. Seolah-olah Tanah Perdikan Menoreh tidak dapat menyelesaikan sendiri masalahnya.
Sekar Mirah yang pada suatu sore duduk bersama Agung Sedayu, Kiai Jayaraga dan Glagah Putih-pun bertanya pula kepada Agung Sedayu, "Kakang, apakah pasukan itu perlu sekali bagi Tanah Perdikan?"
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun sebelum ia menjawab Sekar Mirah telah berkata lebih lanjut, "Bukankah kita masih belum bersungguh-sungguh menanggapi sekelompok orang yang telah membuat Tanah Perdikan ini menjadi kacau. Aku belum melihat kakang secara khusus menyelidiki orang-orang itu. Dimana mereka bersembunyi dan seluruh kekuatannya berjumlah berapa orang. Apakah kakang tidak berminat, misalnya bersama Kiai Jayaraga dan Glagah Putih, bahkan aku-pun bersedia ikut pula, atau kita masing"masing berdua, melihat-lihat dengan lebih saksama dan tidak mengandalkan para pengawal dan anak-anak muda yang meronda itu?"
Walet Emas Perak 8 Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo Naga Dari Selatan 5

Cari Blog Ini