Ceritasilat Novel Online

Keris Tumbal Wilayuda 1

Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda Bagian 1


Cerita silat - Keris Tumbal Wilayuda - cersil - Keris Tumbal Wilayuda - baca
komik - Keris Tumbal Wilayuda
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN TITO
KERIS TUMBAL WILAYUDA
PROLOG SUARA beradunya berbagai macam senjata, suara bentakan garang ganas yang
menggeledek di berbagai penjuru, suara pekik jerit kematiansera suara mereka
yang merintih dalam keadaan terluka parah dan menjelang meregang nyawa, semuanya menjadi satu
menimbulkan suasana maut yang menggidikkan!
Di mana-mana darah membanjir! Di mana-mana bertebaran sosok-sosok tubuh tanpa
nyawa! Bau anyir darah memegapkan nafas, menggerindingkan bulu roma! Pertempuran
itu berjalan terus, korban semakin banyak yang bergelimpangan, mati dalam cara
berbagai rupa. Ada yang terbabat putus batang lehernya. Ada yang robek besar perutnya sampai
ususnya menjela-jela. Kepala yang hampir terbelah, kepala yang pecah, dada yang
tertancap tombak.
Kutungan-kutungan tangan serta kaki!
Di dalam istana keadaan lebih mengerikan lagi. Mereka yang masih setia dan
berjuang mempertahnkan tahta kerajaan, yang tak mau menyerah kepada kaum pemberontak
meski jumlah mereka semakin sedikit, terpaksa menemui kematian, gugur dimakan senjata
lawan! Istana yang pagi tadi masih diliputi suasana ketenangan dan keindahan, kini tak
beda seperti suasana dalam neraka! Mayat dn darah kelihatan di mana-mana. Pekik jerit
kematian tiada kunung henti. Perabotan istana yang serba mewah porak poranda. Pihak yang
bertahan semakin terdesak. Agaknya dalam waktu sebentar lagi mereka akan tersapu rata
dengan lantai yang dulu licin berkilat tapi kini dibanjiri oleh darah!
"Wira Sidolepen dan Braja Paksi, menyerahlah!," teriak seorang laki-laki
berbadan kekar dan berkumis melintang. Seperti kedua orang yang dibentaknya itu diapun
mengenakan pakaian perwira kerajaan.
Bradja Paksi -- kepala balatentara Banten -- menggerang dan balas membentak.
"Bangsat pemberontak! Meski nyawaku lepas dari tubuh, terhadapmu aku tak akan
menyerah!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Parit Wulung -- laki-laki yang berkumis melintang itu -- tertawa bergelak.
Sebelumnya dia adalah perwira pembantu atau wakil kepala balatentara Banten tapi yang hari
itu telah tersesat dan memberontak terhadap kerajaan !
"Mengingat hubungan kita sebagai ipar, aku masih mau tawarkan keselamatan buat
roh busukmu! Tapi jika kau sendiri yang hendaki kematian, jangan menyesal!"
Parit Wulung menerjang ke muka. Pedangnya menyambar mengirimkan satu serangan
yang cepat dan dahsyat. Tapi dengan sebat Bradja Paksi menangkis dengan
Pedangnya pula.
"Trang!"
Bunga api berkilauan.
Tangan Parit Wulung tergetar hebat. Dia mundur selangkah namun lawan menyusuli
dengan dua rangkai serangan berantai yang membuat gembong pemberontak ini
terdesak ke tiang besar di ujung kanan. Sebagai kepala Balatentara Banten maka ilmu silat
dan kesaktian Bradja Paksi lebih tinggi dari wakilnya yang memberontak itu. Bagaimanapun cepat
dan sebatnya Parit Wulung putar pedang tetap saja dia tak bisa ke luar dari
serangan-serangan
lawan, apalagi ketika dengan kalap Bradja Paksi sertai serangan-serangan
pedangnya dengan
pukulan-pukulan tangan kosong. Namun itu tak berjalan lama.
Seorang berbadan kate, berselempang kain putih yang kulit mukanya sangat hitam
dan berkilat serta berambut awut-awutan berkelebat ke muka. Tampangnya seperti
singa. "Parit Wulung! Biar aku yang bereskan bangsat ini!"
Melihat siapa yang berkata itu maka Parit Wulung dengan tidak menunggu lebih
lama segera ke luar dari kalangan pertempuran. "Resi Singo Ireng, rnemang dia pantas
sekali untuk jadi korbanmu! Cepat rampaslah nyawanya!"
Manusia muka hitam berbadan kate yang bernama Resi Singo Ireng tertawa buruk.
Tangan kanannya dihantamkan ke muka. Secarik sinar putih melesat ke arah kepala
balatentara Banten.
Bradja Paksi lompat tiga tombak ke atas. "Bergundal pemberontak!". makinya.
"Nyawamu di ujung pedangku!," Bradja Paksi menukik ke bawah. Pedangnya
berkelebat cepat sekali. "Bret !"
Robeklah pakaian putih Singo Ireng !
Maka marahlah Resi ini. "Manusia hina dina!. Kalau kau punya Tuhan berteriaklah
menyebut nama Tuhanmu! Ajalmu hanya sampai di sini!".
Tangan kiri Singo Ireng terangkat tinggi-tinggi ke atas dan kini berwarna hitam
legam. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Bradja Paksi awas! Itu pukulan wesi item!," terdangar teriakan seseorang yang
tengah bertempur dengan segala kehebatannya dekat pintu besar yang menuju ke ruang
tengah istana. Umurnya sudah agak lanjut namun gerakannya benar-benar tangguh dan. enteng gesit
mengagumkan! Dia adalah Wira Sidolepen, Patih Kerajaan Banten !
Terkejutlah Bradja Paksi mendangar teriakan peringatan itu. Seluruh tenaga dalam
segera dikerahkan. Pada saat tangan kiri Resi Singo Ireng turun cepat ke bawah
maka sinar hitam menyambar ke muka. Dan di saat itu pula Bradja Paksi melompat ke samping,
putar pedang dan hantamkan tangan kiri ke depan.
Namun meskipun berilmu tinggi, untuk saat itu Bradja Paksi masih belum sanggup
menerima pukulan wesi item lawan. Tubuhnya mencelat kena disambar sinar hitam,
terlempar ke dinding istana lalu terhampar di lantai penuh darah tanpa bisa berkutik lagi.
Sekujur pakaian dan tubuhnya hangus hitam!
Resi singo Ireng tertawa senang menjijikkan untuk dipandang!
Melihat kematian Bradja Paksi maka kalaplah patih Wira Sidolepen. Sekali dia
menerjang, tiga prajurit pemberontak yang menyerangnya berpelantingan dengan
tubuh patah- patah! Sebagai patih kerajaan, tingkat kepandaian Wira Sidolepen memang sudah
sempurna dan hampir setingkat dengan Singo Ireng. Gesit sekali maka tubuhnya sudah berada
di hadapan Resi itu.
"Ha... ha... kau juga mau antarkan nyawa, Wira Sidolepen..."
"Tak perlu banyak mulut. Terima ini...!" hardik sang patih. Pedangnya bergulung
dengan sebat. Putaran pedang mengeluarkan angin bersiuran yang melanda tubuh
Resi Singo Ireng. Terkejutlah Resi ini. Cepat-cepat dia gerakkan badan berkelit. Tahu bahwa
tingkat kepandaian lawan tidak berada di bawahnya rnaka pagi-pagi Singo Ireng segera
keluarkan pukulan "wesi ireng"-nya.
Melihat lawan keluarkan ilmu yang ampuh itu, Wira Sidolepen segera pindahkan
pedang ke tangan kiri. Mulutnya komat kamit dan jari tangannya mendadak sontak
berubah rnenjadi putih berkilau. Inilah ilmu pukulan "mutiara penabur nyawa!" Parit
Wulung yang tahu kehebatan ilmu pukulan ini segera pergunakan ilmu menyusupkan suara memberi
peringatan pada Singo Ireng.
"Awas, itu pukulan mutiara penabur nyawa, Resi Singo Ireng !"
Mendengar ini maka sang Resi lipat gandakan tenaga dalamnya. Dua bentakan
nyaring sama-sama terdangar menggeledek dari mulut Singo Ireng dan Wira Sidolepen. Sinar
hitam dan sinar putih berkiblat saling papas.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Akh...."
Tubuh patih itu terlempar keras ke tiang istana. Sampai di lantai tubuhnya
berkelojotan seketika lalu diam tak bergerak tanda nyawanya sudah lepas meninggalkan tubuh.
Sambil gosok-gosok tangan kirinya. Singo Ireng putar kepala ke pintu di
sampingnya. Di situ melangkah ke arahnya seorang berselempang kain biru. Mukanya coreng
moreng berbelang tiga yaitu hitam, kuning dan merah. Rambutnya tersisir licin-lincin ke
belakang. Inilah dia Resi Macan Seta, kakak kandung Resi Singo Ireng. Kalau Singo Ireng
memiliki tampang seperti singa maka kakaknya sesuai dengan namanya, memiliki tampang
persis seperti macan! "Kau tak bakal kuat menerima pukulan mutiara penabur nyawa itu Singo Ireng,
sekalipun kau pergunakan ilmu wesi item! Sekurang-kurangnya kau akan terluka di
dalam Singo Ireng tertawa buruk! Dia tak berkata apaapa karena maklum bahwa ucapan
kakaknya itu adalah betul. Dan diam-diam dia bersyukur karena Macan Seta telah
menolongnya dengan pukulan "sinar surya tenggelam" tadi!
-- == 0O0 == -SATU PADA abad ke 15, Kerajaan Demak diperintah oleh Baginda Trenggono. Di bawah
Trenggono maka Demak mencapai puncak kejayaannya. Di masa itu pula adik
perempuan Trenggono kawin dengan Fatahillah.
Untuk meluaskan daerah perdagangan serta kekuasaan Demak maka Trenggono
merasa perlu untuk menduduki Banten. Maka pada tahun 1527, di bawah pimpinan
Fatahillah menyerbulah balatentara Demak. Banten jatuh, pelabuhan Sunda Kelapa diduduki dan
sebagai wakil Demak memerintahlah Fatahillah di Banten. Sebenarnya kurang tepat kalau
dikatakan bahwa Fatahillah bertindak sebagai wakil Trenggono atau wakil kerajaan Demak
karena luas lingkup kekuasaan serta pengaruh Fatahillah tak ubahnya seperti Raja. Disamping
itu, terlepas dari Demak, Fatahillah membentuk balatentara tersendiri. Nama Fatahillah menjadi
besar dan dihormati. Namun demikian kesetiaannya terhadap kerajaan induk yaitu Demak tetap
seperti sediakala. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Sultan Hasanuddin dalam menjalankan roda pemerintahan kerajaan Banten dibantu
oleh penasihat utama seorang tua bijaksana bernama Mangkubumi Mitra serta patih
Wira Sidolepen. Disamping itu bantuan kepala balatentara Banten yang bernama Bradja
Paksi patut pula disebutkan karena segala sesuatu yang bersangkutan dengan keamanan dan
keselamatan kerajaan terletak pada tanggung jawabnya sepenuhnya. Apalagi mengingat pada masa
itu sering kali terjadi bentrokan-bentrokan dengan pihak Pajajaran. Bradja Paksi
tadinya adalah seorang prajurit biasa di kerajaan Demak. Tapi karena keberanian, kejujuran dan
kepandaiannya maka dia menjadi orang kesayangan Fatahillah. Ketika Fatahillah
pindah ke Banten, Bradja Paksi ikut serta. Kemudian dia diangkat jadi kepala balatentara
Banten. Pangkat itu terus dijabatnya sampai pada suatu hari di mana dia terpaksa
mengorbankan jiwanya sendiri untuk keselamatan kerajaan dan demi kesetiaan pengabdiannya pada
atasan! Saat itu belum lagi satu bulan Hasanuddin yang muda belia dinobatkan sebagai
Sultan atau Raja Banten. Baik patih Wira Sidolepen, maupun penasihat tua Mangkubumi
Mitra serta kepala balatentara Bradja Paksi, ataupun Sultan sendiri, mereka tak satupun yang
tahu kalau di batang tubuh kerajaan saat itu terdapat musuh dalam selimut yang berbahaya, yang
bergerak secara diam-diam!
Dan siapa yang akan menyangka kalau musuh dalam selimut itu adalah Parit Wulung,
perwira yang menjadi wakil langsung dari kepala balatentara kerajaan! Hubungan
Parit Wulung dengan Bradja Paksi bukan saja sebagai bawahan dengan atasan, tetapi juga
sebagai ipar karena adik perempuan Bradja Paksi kawin dengan Parit Wulung.
Tapi Parit Wulung telah tersesat. Lupa dia bahwa jabatan yang dipangkunya itu
adalah berkat diangkat atas kebijaksanaan Bradja Paksi. Lupa dia bahwa kerajaan yang
telah memberi pangkat kedudukan serta kehormatan dan kehidupan mewah. Nafsu hendak berkuasa
sendiri, nafsu hendak duduk ditakhta kerajaan sebagai Raja telah merangsang segenap hati
dari jiwa raganya! Dalam mencapai usahanya merebut takhta Kesultanan Banten itu sudah barang tentu
dia tak bisa bergerak sendiri. Disamping itu dia tahu pula bahwa untuk mencari
pengikut- pengikut dari kalangan pihak dalam yaitu perwira-perwira dan menteri-menteri
istana tidak mungkin karena semua perwira dan menteri, apalagi patih Wira Sidolepen sangatlah


Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setianya kepada Kerajaan dan Sultan Hasanuddin. Karenanya maka perwira pengkhianat itupun
mencari sekutu di luar Banten. Peluang yang sangat baik dilihatnya datang dari
kerajaan tetangga yaitu Pajajaran. Beberapa perwira Pajajaran secara diam-diam ditemuinya
dan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
perwira-perwira itu sesudah diberikan janji yang muluk-muluk bersedia
mengirimkan ratusan
prajurit untuk membantu pemberontakan bila saatnya sudah tiba kelak.
Ratusan prajurit masih belum dirasa mencukupi bagi Parit Wulung. Pengkhianat ini
kemudian mendatangi seorang sakti yaitu Resi Singo Ireng yang berdiam di pantai
selatan. Resi ini bukan saja mau membantu maksud busuk Parit Wulung karena dijanjikan
akan dilimpahkan harta kekayaan yang tiada terkira banyaknya, tapi juga mengikut
sertakan kakak kandungnya yang juga seorang Resi yaitu Resi Matjan Seta. Matjan Seta diam di
Teluk Keletawar. Tokoh silat ini baru saja membentuk satu partai silat yang dinamainya
Partai Api Selatan. Meski keduanya adalah Resi namun mereka telah terperangkap oleh
kesenangan duniawi sehingga masuk ke datam golongan hitam!
Pada hari yang telah ditentukan maka pecahlah pemberontakan menggulingkan
kerajaan itu! Ratusan pasukan dari Pajajaran menyerbu. Pertempuran hebat terjadi
di seantero Kotaraja dan yang paling hebat adalah sekitar halaman istana.
Sebentar saja kaum pemberontak sudah membobolkan pertahanan Banten. Istana
dikepung, prajurit-prajurit pemberontak di bawah pimpinan Parit Wulung, Singo
Ireng dan Matjan Seta menyerbu ke dalam istana. Menteri-menteri dan orang-orang cerdik
pandai yang terkurung dan tak dapat diselamatkan semuanya menemui ajal dipancung secara
kejam. Kepala balatentara Banten, patih Wira Sidolepen dan beberapa orang penting
lainnya turut serta menjadi korban keganasan kaum pemberontak itu !
Banten jatuh sebelum hari rembang petang. Prajurit-prajurit Banten yang masih
hidup dan terpaksa menyerah bersama-sama rakyat disuruh membersihkan semua mayat-mayat
yang bergeletakan di setiap pelosok. Sedangkan di satu ruangan dalam istana Banten
terjadi pertemuan panting. Pertemuan penting ini diketuai oleh Parit Wulung. Yang hadir
ialah Resi Singo Ireng, Resi Matjan Seta, Karma Dipa dan Djuanasuta. Kedua orang terakhir
ini adalah penrwira-perwira Pajajaran sekutu Parit Wulung !
"Resi Singo Ireng, Resi Matjan Seta dan saudara-saudara Karma Dipa, Djuapasuta.
Kalian lihat sendiri, berkat kerjasama kita maka apa yang kita rencanakan telah
berhasil. Kini Banten adalah milik kita bersama. Namun ada beberapa hal yang mengecewakan
dilaporkan oleh seorang perwira penghubung pihak kita. Sultan Hasanuddin lenyap tak
diketahui ke mana
perginya. Kemungkinan besar bersama penasihat tua Mangkubumi Mitra karena orang
tua inipun tak diketahui di mana dia berada saat ini...".
Sampai di situ maka Karma Dipa buka suara. "Kalau mereka hendak melarikan diri
dari Banten adalah mustahil. Seluruh perbatasan dijaga ketat oleh prajuritprajurit kita!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Itu betul sekali," jawab Parit Wulung. "Disamping orang-orang kita terus
melakukan penyelidikan atas jejak kedua orang itu maka kita juga telah menangkap tiga
orang yang diduga keras mengetahui di mana bersembunyinya Sultan!"
Parit Wulung bertepuk tiga kali. Pintu ruangan perundingan terbuka. Seorang
pengawal masuk. "Bawa ke sini Said Ulon !," kata Parit Wulung pada pengawal itu.
Pengawal ke luar dengan cepat. Sesaat kemudian masuk lagi bersama seorang
kawannya membawa seorang laki-laki tua berambut putih. Dialah Said Ulon, kepala
rumah tangga istana. Kedua pengawal ke luar lagi.
"Said Ulon, kau tahu dimana Sultan sembunyi, bukan"!" ujar Parit Wulung.
Orang tua itu memandang ke muka sebentar. Hatinya geram sekali melihat tampang
Parit Wulung. Dua orang anaknya telah menjadi korban akibat pemberontakan
manusia itu. Seperti hendak ditelannya bulat-bulat tubuh Parit Wulung saat ini. Kedua
tangannya berusaha
melepaskan ikatan tali tapi tak berhasil.
Melihat ini Parit Wulung segera berkata. "Jangan khawatir, kau akan kulepaskan
dan kujamin keselamatanmu bila memberi keterangan di mana Sultan berada...!"
"Ya... memang aku tahu..." berkata Said Ulon.
"Haaaa..." Parit Wulung tertawa lebar. "Di mana"," tanyanya.
Orang tua itu maju ke hadapan Parit Wulung. "Di sini," katanya. Dan habis
mengucapkan perkataan itu maka diludahinya muka Parit Wulung!
"Jahanam hina dina!" suara Parit Wulung menggeledek.
"Sret!" Pedangnya dicabut dan "cras!" maka putuslah leher Said Ulon. Kepalanya
menggelinding di lantai tepat di muka pintu. Darah muncrat membasahi permadani
yang menutupi sebagian dari lantai ruangan !
Resi Matjan Seta tertawa mengekeh melihat peristiwa itu.
Karma Dipa berkata dengan suara datar. "Seharusnya kita tak perlu membunuh
sekaligus manusia itu, Parit Wulung. Kita bisa siksa dia sampai mengaku di mana
adanya Sultan Hasanuddin!"
Parit Wulung tak menjawab. Noda darah dipedangnya disapukannya kepakaian Said
Ulon lalu dimasukkannya ke dalam sarungnya kembali. Kemudian Parit Wulung
bertepuk lagi tiga kali. Pintu terbuka. Pengawal yang masuk tergagau melihat adanya kepala manusia di
muka pintu. "Bawa masuk tukang kuda itu!" kata Parit Wulung.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Tak lama kemudian pengawal membawa masuk seorang pemuda bermuka pucat pasi.
Baik Parit Wulung maupun pemuda ini sebelumnya sudah saling mengenal.
"Siman Tjonet, kau lihat mayat dan kepala di lantai itu"!"
Siman Tjonet si tukang urus kuda-kuda milik istana mengangguk.
"Tentunya kau tak ingin bernasib demikian, bukan" Nah coba terangkan di mana
Sultan bersembunyi...!"
"Aku tak tahu...".
"Ah kau musti tahu. Mungkin sekali Sultan telah melarikan diri bersama beberapa
orang dengan menunggangi kuda. Betul..."
"Aku tidak tahu..," jawab Siman Tjonet lagi seperti tadi.
Maka. marahlah Parit Wulung. "Dangar Siman...," desisnya. "Aku tahu bahwa
beberapa bulan di muka kau akan kawin. Kalau kau tetap ingin merasakan
kenikmatan perkawinanmu itu, cepat beri tahu di mana Sultan berada..."
"Kalau kau kasih keterangan...," menyambung Djuanasuta, "kami akan berikan uang
serta perhiasan! Kau akan beruntung seumur hidup..."
"Aku tidak tahu..."
"Betul-betul tidak tahu..."!"
"Kalaupun tahu aku tidak akan kasih keterangan pada bergundal pemberontak dan
pengkhianat macam kau!"
Parit Wulung tertawa buruk. Pelipisnya bergerak-gerak. Tangan kanannya
bersitekan pada hulu pedang. "Jangan jadi orang tolol Siman Tjonet!" berkata Karma Dipa
sementara Resi Matjan Seta dan adiknya asyik-asyik makan buah anggur yang terhidang di
atas meja. "Bicaralah, kau akan selamat dan jadi orang kaya!"
Siman Tjonet diam saja.
"Agaknya kau lebih suka mati daripada hidup senang. Siman...?" tanya Parit Wulung.
"Disangkanya kalau dia mati akan masuk surga dan ketemu bidadari!" berkata Resi
Matjan Seta sambil tertawa dan mengunyah buah anggur dalam mulutnya.
"Aku masuk surga atau tidak itu bukan urusan kalian! Sebaliknya kalian semua
kelak akan menjadi puntung api neraka!" jawab Siman Tjonet dengan beraninya.
"Wah... kau benar-benar tidak takut mati, anak muda. Tapi bagaimana kalau sebelum
mati aku siksa kau lebih dahulu, heh"!"
"Kalian boleh siksa aku tapi di mana Sultan berada tetap kalian tak bisa tahu!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"He... he... he..," Resi Matjan Seta berdiri dari duduknya. Mulutnya masih
mengunyah buah anggur. Dia melangkah ke hadapan Siman Tjonet, Tangan kanannya
diletakkannya di
atas kepala pemuda itu.
"Manusia bermuka setan, pergi!" hardik Siman Tjonet. Pemuda ini pergunakan kaki
kanannya untuk menendang tulang kering Resi Matjan Seta. Tapi aneh! Kedua
kakinya terasa sangat berat dan sukar digerakkan. Sementara itu kepalanya yang dipegang terasa
panas bukan main. Disamping panas kepalanya juga terasa seperti dicucuki oleh ratusan jarum!
Dari kepala rasa sakit menjalar ke sekujur tubuh si pemuda.
Pemuda ini merintih kesakitan. Bila rasa sakit tak tertahankan lagi maka
mulailah dia menjerit-jerit setinggi langit. Betapa mengerikan suara jeritan itu
terdangarnya. Peluh dingin
membasahi seluruh tubuh Siman Tjonet.
"Masih belum mau bicara"!" bentak Parit Wulung.
"Pengkhianat terkutuk! Pembalasan akan datang untuk kalian semua!".
"Bikin mampus dia Resi Matjan Seta!," perintah Parit Wulung.
Sang Resi mengekeh, telapak tangannya semakin keras menekan batok kepala pemuda
tukang kuda. Asap mengepul dari telapak tangan laki-laki sakti itu.
Jeritan Siman Tjonet terdangar semakin keras dan berubah menjadi suara erangan.
Dari telinga, dari mata dan dari lubang hidung serta mulutnya mengalir darah
kental. Kedua lututnya terlipat dan sesaat kemudian tubuh pemuda itu terhempas ke lantai,
nyawanya lepas!
Resi Matjan Seta mengekeh lagi!
Dan Parit Wulung bertepuk lagi. Maka tawanan yang ketigapun dibawa masuklah.
Tawanan ini ternyata seorang perempuan muda berparas rupawan.
Begitu dia masuk ke, ruangan itu maka menjeritlah dia. Kedua tangannya yang
tidak terikat dipakai untuk menutupi muka dan matanya. Kengerian membuat tubuhnya
gemetar ketika menyaksikan kepala dan tubuh Said Ulon serta tubuh pemuda tukang kuda!
Resi Singo Ireng menunda anggur yang hendak disuapkannya ke dalam mulut.
Matanya menjalari si perempuan muda mulai dari ujung rambut sampai ke kaki.
"Ah... ah... ah...! Yang satu ini tak boleh dibunuh, Parit Wulung. Dia cukup
pantas untuk jadi peliharaanku!," kata Resi bertampang singa itu.
Parit Wulung tak ambil perhatian ucapan itu. Dia berkata pada si perempuan muda.
"Suri Intan, kau tak usah khawatir atau takut. Tidak ada yang akan menyakiti
kau..." "Aku tak percaya pada kalian! Keluarkan aku dari sini!," teriak perempuan itu.
Suri Intan adalah istri Braja Paksi kepala balatentara Banten yarig telah gugur dalam
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
mempertahankan kerajaan. Karena adik Bradja Paksi kawin dengan si pemberontak
Parit Wu- lung maka dengan sendirinya antara Parit Wulung dengan Suri Intan terdapat
hubungan keluarga yang dekat.
Parit Wulung coba tersenyum mendangar ucapan perempuan itu. "Suri, apakah kau
tahu di mana Sultan Hasanuddin bersembunyi" Juga penasihat tua Mangkubumi
Mitra..."!"
Si perempuan tiada peduli dengan pertanyaan itu. "Keluarkan aku dari sini!"
teriaknya. "Dewiku manis...!"kata Singo Ireng mengetengahi. "Kau akan ke luar dari sini,
aku yang akan bawa kau dan kita berdua akan senang-senang di tempatku di pantai
utara. Tapi apa
salahnya sebelum pergi kau suka kasih penuturan apa yang kau ketahui mengenai
Sultan..."
"Aku tidak tahu apa-apa mengenai Sultan. Yang aku tahu ialah bahwa kalian semua
manusia-manusia pengkhianat terkutuk! Balasan Tuhan akan datang kelak atas diri
kalian!" "Ah... ah... ah! Bicaramu hebat sekali manisku...!" kata Singo Ireng. Dia
berdiri dari kursinya. Sambil melangkah mendekati Suri Intan dia meneruskan. "Aku suka pada
peremppan-perempuan yang pandai bicara...". Dia berdiri dua langkah di hadapan
Suri Intan. Bola matanya berkilat-kilat memandangi perempuan berparas rupawan itu lalu dia
berpaling pada Parit Wulung. "Aku yakin betul," katanya pada Parit Wulung. "perempuan ini
pasti tidak dusta dengan keterangannya. Dia tak tahu apa-apa tentang Sultan. Parit Wulung,
biar aku minta diri saja siang-siang untuk membawa dia ke kamar sebelah.... he... he...
he...!" "Singo Ireng! Jangan ribut soal lampiaskan nafsu saja. Kita harus cari dulu
Sultan Hasanuddin sampai dapat...!" Yang bicara ini adalah Matjan Seta, kakak Singo
Ireng. "Ladalah..," menyahuti Singo Ireng. "Itu urusan kalian. Aku sudah letih. Tubuhku
pegal-pegal. Perempuan ini pasti lihay sekali memijit. Bukankah begitu dewiku...?"
Dan Singo Ireng mencubit dagu Suri Intan.
"Tua bangka hidung belang!" memaki Suri Intan. Tangannya bergerak hendak
mencakar muka Singo Ireng. Tapi sekali cekal saja maka perempuan itu sudah tak
bisa berdaya lagi! "Lepaskan aku, lepaskan!," Suri Intan meronta sekuat tenaga. Entah cekalan Singo
Ireng yang kemudian agak kurang ketat, entah karena rontakan Suri Intan yang
memang sangat keras maka perempuan itu berhasil melepaskan diri dari cekalan Singo


Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ireng. Ke- mudian secepat kilat dia lari ke pintu. Tapi nyatanya pintu dikunci dari luar
oleh pengawal. Dalam bingung dan ketakutan sementara itu Suri melihat Singo Ireng mendatanginya
dengan menyeringai dan bola mata berkilat-kilat sedang hidung kembang kempis.
"Singo Ireng! Biarkan dulu perempuan itu!" bentak Matjan Seta.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Sudah diam sajalah Seta!," menggerendang Singo Ireng. "Sekarang kau terlalu
banyak ribut, nanti kalau aku lagi asyik kau dobrak pintu kamar dan minta diberi
bagian! Puh...!" Singo Ireng maju ke muka dan ulurkan tangan. "Jangah jamah aku!," teriak Suri
Intan. Dia lari seputar ruangan dan Singo Ireng mengejarnya. Mengejar dengan tertawa
terkekeh- kekeh. "Manisku, kenapa musti main kucing-kucingan" Tampangku memang buruk. Tapi
nantilah, kalau kau sudah rasakan bagaimana pandainya aku di atas tempat tidur,
kau akan ketagihan... ha... ha... ha...!"
Suri Intan semakin kepepet ke sudut ruangan.Tiba-tiba terjadilah hal yang tidak
diduga oleh Singo Ireng dan siapapun yang ada di ruangan itu.
Suri Intan melompat ke samping, membenturkan kepalanya ke dinding ruangan!
Semua orang yang ada di ruangan itu sudah biasa dengan segala macam pemandangan
maut, sudah biasa melihat kematian manusia. Tapi mendangar suara beradunya kepala
perempuan itu dengan dinding yang keras, menyaksikan bagaimana kemudian Suri lntan
terkapar di lantai
dengan kepala rengkah berlumuran darah, semuanya sama menjadi merinding bulu
tengkuknya! Suasana di ruangan itu seperti di pekuburan sunyinya!
Kesunyian itu kemudian dipecahkan oleh suara Matjan Seta. "Aku bilang apa, Singo
Ireng! Kau lihat sendiri sekarang. Apa kau masih bernafsu terhadap perempuan
itu"!"
Singo Ireng tak menjawab. Diputarnya badannya. Dia duduk kembali ke tempatnya.
Dan seperti tak ada apa-apa dia mulai lagi mengunyah buah anggur yang terhidang
di atas meja! Sesudah para pengawal diperintahkan menyeret ketiga mayat itu maka Parit Wulung
melanjutkan pertemuan dengan membuka pembicaraan.
"Kurasa mengenai Sultan tak perlu kita bicarakan panjang lebar. Cepat atau
lambat orang-orang kita akan segera menangkapnya. Tapi apa yang menjadi pikiranku ialah
lenyapnya keris pusaka kerajaan Tumbal yang menjadi syahnya kedudukanku sebagai
seorang Raja, nanti!"
"Keris itu pasti dibawa kabur oleh Sultan Hasanuddin!" kata Resi Matjan Seta
pula. "Mungkin, tapi mungkin pula dicuri atau dilarikan oleh seorang lain!"
Singo Ireng mengetengahi. "Tanpa keris Tumbal Wilayuda itupun tak akan seorang
yang bisa menolak penobatanmu sebagai Raja Banten, Parit Wulung! Kecuali kalau
mereka mau terima nasib digerogoti cacing di liang kubur!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Soal itu aku tak khawatir. Tapi dalam hal ini kita berhadapan dengan rakyat.
Rakyat hanya akan mengakui aku sebagai raja, bila keris Tumbal Wilayuda ada di
tanganku!"
"Kenapa ambil pusing dengan rakyat"," tukas Singo Ireng. Mereka mau terima atau
tidak, mereka mau mampus sekalipun, kita tak perlu ambil peduli! Rakyat tidak
lebih dari domba-domba yang bisa kita halau sesuka hati !"
"Tapi, disamping itu keris Tumbal Wilayuda adalah satu senjata sakti dan
keramat...,"
ujar Parit Wulung.
"Sakti aku percaya, tapi kalau dikatakan keramat itu adalah takhyul!," menyahut
Singo Ireng. Parit Wulung tak berkata apa-apa namun dalam hati dia merasa tidak
senang. Maka berkatalah dia. "Aku minta pada kalian, terutama Resi Matjan Seta dan Singo
Ireng untuk mencari Sultan dan menemukan keris Tumbal Wilayuda itu sampai dapat!"
Singo Ireng mengunyah anggurnya lambat-lambat lalu berkata. "Ini tak termasuk
dalam hitungan kita Parit Wulung. Tempo hari kau hanya minta aku dan kakakku
membantu pemberontakan sampai terlaksana. Kini Banten sudah jatuh dan berada di tangamu,
perjanjian kita beres dan kami sudah saatnya menerima balas jasa!"
"Mengenai soal balas jasa Resi berdua tak usah cemas, kalian berdua boleh
membawa segala harta kekayaan apa saja dari Banten ini sebanyak yang kalian bisa bawa.
Tapi bila kalian bersedia pula membantu mencari dan menangkap Sultan serta menemukan keris
pusaka Tumbal kerajaan itu, maka bagian kalian tentu akan lipat ganda !"
Singo Ireng manggut-manggut. "Baiklah," katanya. "Soal harta aku tidak begitu
temahak. Tapi setiap perempuan cantik di Banten ini adalah milikku!"
-- == 0O0 == -DUA HARI itu adalah hari kedua sesudah jatuhnya takhta kerajaan Banten ke dalam
tangan kaum pemberontak pimpinan Parit Wulung. Suasana di Kotaraja yang sehari
sebeIumnya senantiasa diliputi kepanikan kini mulai mereda. Namun di mana-mana kelihatan
berkeliaran tentara-tentara pemberontak sedang di setiap tempat yang dianggap penting
terutama di sepanjang perbatasan senantiasa dijaga ketat oleh tentara.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Pagi itu, pagi ketiga dari berkuasanya kaum pemberontak kelihatanlah dua orang
berjalan kaki. Yang satu sudah tua dan terbungkuk-bungkuk. Yang satu lagi masih
muda. Keduanya mengenakan pakaian bertambal-tambal serta kotor. Kulit badan dan muka
merekapun coreng moreng dan rambut awut-awutan. Dari keadaan kedua orang ini,
sepintas lalu saja orang segera berkesimpulan bahwa mereka adalah pengemis-pengemis. Dan
setiap orang yang memapasi mereka tentu saja tak akan mau ambil peduli! Namun siapa
nyana kalau kedua orang ini adalah dua orang penting yang tengah dicari oleh Parit Wulung
dan pentolan- pentolan pemberontak lainnya!
Yang tua adalah penasehat istana yaitu Mangkubumi Mintra sedang yang masah
sangat muda tiada lain daripada Sultan Banten sendiri yakni Hasanuddin! Sewaktu
maletusnya pemberontakan, sewaktu istana sudah dikepung, dengan melalui jalan rahasia kedua
orang ini telah berhasil menyelamatkan diri. Dan bukan keselamatan mereka saja yang
penting, tapi keduanya juga berhasil menyelamatkan keris pusaka tumbal kerajaan yaitu keris
Tumbal Wilayuda, keris yang menjadi lambang dan ketentuan bahwa siapa pemiliknya maka
dialah pewaris syah dari takhta kerajaan Banten. Dan juga keris inilah yang pula
dicari-cari oleh Parit
Wulung bersama pemberontak-pemberontak lainnya! Masing-masing mereka sama
membawa buntalan kecil. Sebenarnya baik Mangkubumi Mintra maupun Sultan Hasanuddin
adalah orang- orang yang berkepandaian silat dan kelas tinggi. Namun menghadapi sekian banyak
pemberontakan dan demi untuk menyelamatkan keris tumbal kerajaan, keduanya
memutuskan dengan terpaksa dan berat hati untuk mengundurkan diri.
Demikianlah, dengan menyamar kedua orang itu meninggalkan Kotaraja. Matahari
pagi masih belum sanggup memupuskan butiran-butiran embun di daun-daun, namun
panasnya terasa sudah memerihkan kulit kedua orang itu. Mereka berhasil melewati pintu
gerbang Kotaraja tanpa halangan sesuatu apa meski pintu gerbang itu dijaga ketat oleh
duapuluh orang prajurit. Si orang tua Mangkubumi Mintra menarik nafas lega demikian juga Sultan. Namun
penasehat tua ini kemudian berkata dengan perlahan. "Kita masih jauh dari
selamat, Sultan.
Cuma satu pesanku, bila terjadi apa-apa yang tak diingini kau lekaslah
menghindar dan lari ke
tempat keluarganya Wirya Pranata di Ujung Kulon...."
Si pemuda anggukkan kepala. Namun pada parasnya kelihatan sekelumit rasa jengah
yang memerahkan kedua pipinya yang kotor itu. lni suatu pertanda bahwa ada
sesuatu hubungan
antara dia dengan keluarga Wirya Pranata di Ujung Kulon itu.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Pemuda atau Sultan menghela nafas lagi. "Mudah-mudahan saja kita bisa terus
selamat, bapak Mangkubumi," katanya.
"Memang itulah yang kita harapkan. Semoga Tuhan melindungi kita". Mereka
mendekati perbatasan kini. Di sepanjang perbatasan dijumpai prajurit yang
mengawal semakin
banyak. Keduanya diperiksa oleh beberapa orang prajurit. Bungkusan masing-masing
digeledah. Untunglah Sultan Hasanuddin telah menyembunyikan keris Tumbal Wilayuda di dalam
lipatan pakaiannya yang dikenakannya saat itu ! Dan kedua orang inipun selamat pula dari
pemeriksaan. Mereka bergegas menjauhi perbatasan.
"Aman sekarang..." kata Sultan Hasanuddin. Tapi baru saja dia habis berkata begitu
maka muncullah serombongan pasukan berkuda. Pimpinan rombongan, seorang perwira
pemberontak lambaikan tangan memberi isyarat berhenti pada anak-anak buahnya.
Perwira ini membawa kudanya ke hadapan kedua orang tersebut."
"Pengemis-pengemis hina dina!," bentak perwira itu. "Apa kalian lihat dua orang
pelarian melintas di sini" Keduanya adalah Mangkubumi Mintra penasihat istana
dan Sultan Hasanuddin". Sambil bertanya begitu mata sang perwira menyorot meneliti kedua
orang di hadapannya. Si orang tua menjawab . "Tak satu orangpun yang kami lihat, Yang mulia..."
Jawaban yang hormat dan mempergunakan tutur kata yang halus tinggi dari si orang
tua mencurigakan sang perwira. Biasanya pengemis-pengemis macam mereka bicara dalam
bahasa rendahan. Maka, terbitlah sekelumit kecurigaan di hati perwira itu. "Kami akan
geledah kalian!"
katanya, "Ah..., kami hanya pengemis-pengemis yang hina dan terlantar. Apa untungnya
menggeledah kami?"
"Memang tak perlu menggeledah manusia-manusia ini raden," berkata seorang
prajurit yang berada di samping sang perwira. "Hanya akan mengotorkan tangan saja! Bau
mereka sangat menusuk hidung!"
Si perwira memang menganggap betul katakata bawahannya itu. Tapi bila sepasang
matanya yang tajam melihat bagaimana telapak dan jari-jari tangan kedua orang
yang dihadapannya sangat halus, bukan seperti tapak dan jari-jari tangan yang biasa
dilihatnya pada
diri pengemis-pengemis maka memerintahlah dia. "Tangkap manusia-manusia hina
dina ini!"
Mangkubumi Mintra yang tahu bahwa penyamamaran mereka pasti akan terbuka, tanpa
membuang waktu segera maju ke muka dan berkata "Kalian keterlaluan, manusiamanusia Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
macam kamipun masih hendak kalian ganggu!" Bentakan ini, adalah juga terdorong
rasa dendam kesumat terhadap kaum pemberontak.
"Kurang ajar kau berani bicara kasar terhadapku huh!" dengus perwira itu dan
segera hunus pedangnya sementara setengah lusin bawahannya segera mengurung mereka.
Mangkubumi Mintra tidak tinggal diam. Dari balik pakaian pengemisnya
dikeluarkannya sebilah pedang.
"Hemm... bagus! Sekarang lebih jelas siapa kau adanya kunyuk tua hina-dina!"
Perwira itu tetakkan pedangnya ke kepala Mangkubumi Mintra. Si orang tua
membentak nyaring dan mundur beberapa langkah sementara enam prajurit lainnya begitu cabut
pedang masing-masing segera pula menyerbu.
Mangkubumi Mintra putar pedang dengan deras. Sinar pedang bergulung-gulung.
Trang... trang... trang... trang Terdengar suara beradunya pedang susul menyusul!
Waktu pedangnya beradu dengan pedang prajurit-prajurit, Mangkubumi Mintra tak terasa
suatu apa, tapi ketika membentur senjata sang perwira maka terkejutlah orang tua itu.
Tangannya tergetar
keras. dan panas! Mangkubumi Mintra mengeluh. Nyatanya sang perwira mempunyai
kepandai- an tingkat atas!
Maka berserulah Mangkubumi Mintra pada Su1tan Hasanuddin. "Sultan larilah
selamatkan diri. Biar aku yang hadapi bergundal-bergundal pemberontak ini!"
"Tidak!" jawab Sultan Hasanuddin. "Mati hihidup kita berdua, bapak!"
"Jangan bodoh Sultan! Lari kataku!". Si orang tua putar pedangnya lebih sebat.
Seorang lawan yang mengurung menjerit keras dan melompat nanar dengan dada robek dimakan
ujung pedang! "Keparat!," maki perwira pemberontak. Dia melompat dari kudanya. Sambil
melompat, laksana seekor alap-alap dia mengirimkan serangan ganas.


Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pedangnya menderu memepas ke arah batang leher Mangkubumi Mintra. Di saat itu si
orang tua sedang menangkis serangan seorang prajurit. Tangkisan ini terpaksa
dibatalkannya dengan melompat dan sebagai gantinya pedangnya diputar untuk menangkis pedang si
perwira! Tapi si perwira rupanya memiliki ilmu pedang dari Cabang Pantai Selatan yang
terkenal tangguh karena dengan tak terduga dan sangat cepat sekali serangan yang tadi
merupakan satu tebasan dengan tiba-tiba sekali berubah menjadi satu tusukan tajam dan cepat!
Si perwira tertawa mengekeh. Itulah jurus mematikan dari ilmu pedang yang
dianutnya, yang dinamakan jurus "menabas gunung menusuk bukit!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Tentu saja tangkisan Mangkubumi Mintra tidak mempunyai arti apa-apa. Orang tua
ini cepat rubah posisi senjatanya namun sia-sia karena ujung pedang lawan lebih
dahulu menghunjam di dadanya! Maka terdengarlah keluhan mengerikan dari tenggorokan
orang tua malang itu. Di saat itu, Sultan Hasanuddin sudah berhasil ke luar dari kurungan prajuritprajurit pemberontak dan meskipun hatinya berat namun dia terpaksa melarikan diri, bukan
saja untuk menyelamatkan diri sendiri, tapi juga menyelamatkan keris pusaka Tumbal Wilayuda
demi untuk menegakkan kembali kelak Kerajaan Banten! Namun sewaktu telinga mendengar
keluhan Mangkubumi Mintra, Sultan hentikan lari dan putar badan. Maka naik pitamlah dia
ketika me- nyaksikan bagaimana orang tua itu tersungkur di tanah bermandikan darah.
"Pemberontak-pemberontak durjana! Aku mengadu jiwa dengan kalian!," seru Sultan
Hasanuddin. Dia menyerbu ke muka namun belum lagi dia melancarkan serangan maka
terdengarlah suara mengaung seperti suara tawon. Enam benda putih aneh dan
berbentuk bintang yang berkilauan melesat deras ke arah pemberontak-pemberontak. Lima
prajurit pem- berontak coba hindarkan diri atau menangkis benda itu namun tiada ampun!
Kelimanya menjerit
keras, rebah ke tanah, kelojotan seketika lalu kaku tegang tiada nyawa!
Perwira pemberontak dalam terkejutnya dan dengan kepandaiannya yang lebih tinggi
pergunakan pedang untuk memapaki benda bintang berkilau itu.
"Trang !"
Tampang perwira itu menjadi pucat. Pedangnya memang bisa membuat mental benda
maut yang menyerangnya namun senjatanya sendiri putung dua dihantam benda
tersebut ! Baik sang perwira maupun Sultan Hasanuddin serentak putar kepala ke arah atas
pohon besar dari arah mana datangnya senjata-senjata rahasia tadi.
"Iblis keparat di atas pohon turunlah! Jangan sembunyikan diri!," bentak sang
perwira. Sebagai jawaban terdengar suara tertawa bergelak kemudian sesosok tubuh dengan
entengnya melayang turun ke tanah dari atas pohon besar itu. Nyatanya dia adalah
seorang pemuda bertampang keren dan berambut gondrong. Umurnya mungkin tiada banyak beda
dengan Sultan sendiri. Saat itu bajunya tiada terkancing dan angin yang bertiup
agak kencang menyibak-nyibakkan baju putihnya sehingga jelaslah kelihatan angka 212 tertera
di dada kanannya Pendekar 212.
Melihat si pemuda ini menghadapinya dengan tertawa mengejek demikian rupa maka
membentaklah perwira tadi. "Rupanya kau masih belum tahu dengan siapa
berhadapan! Masih
belum tahu apa akibat campur tanganmu dalam uru..." Ucapan sang perwira cuma
sampai di Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
situ. Hampir tak kelihatan Pendekar 212 telah gerakkan tangan dan lemparkan
bintang 212 ke arah perwira pemberontak yang sedang bicara itu. Maka "heggg," terdengarlah
suara tercekik dari rangkungan si perwira ketika senjata rahasia 212 dengan tepatnya masuk ke
dalam mulut. Senjata rahasia itu lenyap dan darah segera muncrat ke luar dari mulut sang
perwira. Nasibnya
kemudian tidak beda dengan nasib bawahannya yang terdahulu!
Sultan Hasanuddin segera dekati Pendekar 212. "Saudara, kau telah tolong. Aku..."
Pendekar 212 memberi isyarat. Dia melangkah cepat dan membungkuk di hadapan
Mangkubumi Mintra. Ternyata orang tua itu masih bernafas satu-satu. Mulutnya
bergerak-gerak.
"Sultan... mungkin dia mau bicara padamu," memberi tahu Pendekar 212 atau Wiro
Sableng. Mendengar itu Sultan Hasanuddin segera pula berlutut di samping tubuh
si orang tua Mangkubumi Mintra dengan sisa-sisa tenaga yang ada buka kedua matanya yang
berbinar-binar.
Bila pandangannya menyentuh paras Sultan Hasanuddin maka tersenyumlah dia.
"Sultan, kau tak apa-apa...?"
"Tidak bapak...". Sultan membelai rambut orang tua itu dan menyeka keringat di
keningnya. Keringat dan kening itu sangat dingin seperti es.
"Syukurlah..," desis Mangkubumi Mintra. "Aku yakin di bawahmu Kerajaan Banten
yang syah akan bisa ditegakkan kembali..."
Sultan Hasanuddin mengangguk. Dia hendak mengatakan sesuatu tapi tak jadi karena
dilihatnya orang tua itu memalingkan kepalanya kepada pemuda yang telah
menolongnya. "Pendekar muda... aku gembira kau datang. Lebih gembira lagi karena kau telah
berhasil menyelamatkan Sultan. Tuhan kelak akan membalas jasamu yang besar ini..." Orang
tua itu terhenti bicaranya sejenak. Agaknya dia tengah mengumpulkan tenaga baru dari
sisa-sisa tenaganya yang terakhir. Lalu mulutnya terbuka kembali.
"Yang pasti adalah, bila takhta Banten telah kembali pada pemiliknya yang syah,
maka Kerajaan dan rakyat Banten tak akan melupakan pertolongan atau jasamu ini..."
Pendekar 212 coba tersenyum. Dia tahu bahwa keadaan orang tua itu tak mungkin
lagi untuk ditolong. Maka berkatalah dia. "Menyesal orang tua, aku tak bisa berbuat
sesuatu apa dengan lukamu..."
"Ah diriku yang sudah rongsokan ini tak perlu diambil peduli. Aku gembira
menemui kematian dengan cara begini rupa... Gembira karena di saat menjelang kematian ini
aku telah dapat melihat sinar terang bahwa Banten pasti akan kembali kepada pewarisnya
yang syah..."
Mangkubumi memutar matanya pada Sultan Hasanuddin. Mulutnya terbuka untuk
mengatakan sesuatu namun malaekat maut meminta nyawanya lebih dahulu. Air mata
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
menggenang di kedua mata Sultan Hasanuddin. Digigitnya bibir sendiri untuk
menahan keluarnya suara isakan.
Tiba-tiba kening Pendekar 212 kelihatan mengerenyit. Kepalanya diputar ke
jurusan timur. "Ada apa...?" tanya Sultan yang saat itu masih belum mendengar suara apaapa. "Cecunguk-cecunguk pemberontak itu kurasa..." ujar Pendekar 212.
Beberapa ketika kemudian barulah Sultan mendengar suara derap kaki kuda yang
banyak sekali, mendatangi ke arah di mana mereka berada saat itu. Disusul
beberapa saat lagi
maka diantara pohon-pohon dan semak-semak belukar tinggi kelihatanlah kira-kira
dua puluh prajurit pemberontak yang dipimpin oleh seorang berselempang kain putih bermuka
sangat hitam dan berambut gondrong acak-acakan. "Sultan, tinggalkan tempat ini cepat!"
"Tidak bisa sobat! Mangkubumi Mintra terbujur begini rupa dan adalah pengecut
sekali meninggalkan kau seorang diri. Apalagi kau adalah tuan penolongku !," membantah
Sultan ketika dia diminta pergi. "Ini bukan soal pengecut Sultan! Yang penting adalah
keselamatan dirimu dan keselamatan keris Tumbal Wilayuda yang ada di tanganmu."
Tentu saja Sultan Hasanuddin menjadi kaget mendengar ucapan Pendekar 212.
Sewaktu pertama kali pemuda itu memanggilnya dengan sebutan "Sultan" dia telah terkejut
dan kini bahkan dia mengetahui pula bahwa keris Tumbal Wilayuda berada di tangannya!
Sementara itu rombongan penunggang-penunggang kuda semakin dekat. Wiro Sableng
atau Pendekar 212 berkata lagi. "Pergilah cepat sebelum terlambat! Soal jenazah
orang tua ini aku yang akan urus. Selama gunung masih hijau, kelak kita akan bertemu kembali!"
Mendengar itu dan lagi memang tak ada lain hal yang bisa diperbuatnya maka
Sultan Hasanuddin segera tinggalkan tempat itu.
Begitu dia lenyap di balik semak-semak maka dua puluh prajurit pemberontak di
bawah pimpinan si muka hitam sampai di tempat itu. Dia memberi isyarat. Prajuritprajurit menyebar.
Dan Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 kini terkurung di tengah lingkaran dua
puluh prajurit bersenjata lengkap, di bawah pimpinan seorang tokoh silat yang kosen!
-- == 0O0 == -TIGA Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
DIKURUNG begitu rupa Pendekar 212 tetap tenang-tenang saja seperti saat itu cuma
dua sendirian saja berada di situ. Si muka hitam yang tak lain Resi Singo Ireng
kaki tangan Parit
Wulung adanya, menyapu tebaran-tebaran mayat di hadapannya dengan pandangan
sedingin salju. Yang agak mengherankan Resi muka hitam ini ialah mengapa di antara mayatmayat pasukan Parit Wulung juga terdapat mayat Mangkubumi Mintra. Tak mungkin si
pemuda rambut gondrong itu yang telah menebar mayat kecuali jika dia mempunyai dendam
kesumat terhadap kedua belah pihak yaitu pihak pasukan dan Mangkubumi Mintra. Disamping
itu dengan adanya mayat si orang tua tergeletak di situ, pastilah sebelumnya Sultan
Hasanuddin juga berada di situ! Singo lreng memang berpikiran tajam. Melihat kepada pakaian
Mangkubumi Mintra tahulah dia bahwa penasihat istana itu berusaha melarikan diri
dari Banten dengan menyamar sebagai pengemis!
"Mana Sultan?" bertanya Singo Ireng derrgan suara lantang kasar.
Pendekar 212 tidak menjawab. Malahan dia memandang seperti tiada melihat apa-apa
berada-disekelilingnya saat itu! Dia menengadah ke atas memperhatikan matahari
yang menaik tinggi. Melihat sikap yang sangat menghina ini, apa lagi di hadapan sekian banyaknya
prajurit tentu saja Resi Singa Ireng menjadi sangat penasaran serta malu. Mukanya yang
hitam kelihatan
semakin tambah hitam. "Bocah gondrong! Apa kau tuli atau gagu" Orang bertanya
tidak dijawab"!"
Pendekar 212 masih tidak menyahut. Malah kini jari-jari tangan kirinya
mencungkil- cungkil tepi lubang hidungnya kemudian dia berbangkis dua kali berturut-turut!
"Keparat!" bentak Singo Ireng dengan- suara menggeledek.
"Eeeeh... kau memaki pada siapakah"!" bertanya Pendekar 212 sambil putar kepala
seperti baru saat itu disadarinya bahwa dia tidak berada sendirian di tempat
itu! "Prajurit-prajurit! Tangkap bocah edan ini perintah Resi Singo Ireng dengan
geramnya. Maka dua puluh prajurit pemberontak melompat turun dari kuda masing-masing,
hunus senjata dan bergerak cepat mendekati Pendekar 212.
"Bergundal pemberontak," berseru Wiro Sableng atau Pendekar 212. "Kalau kau
ingin tangkap aku mengapa tidak turun tangan sendiri"!"
Di saat itu dua puluh prajurit sudah menyerbu untuk menangkap Pendekar 212.
"Kalian kunyuk-kunyuk pemberontak hanya datang minta digebuk!" ujar Pendekar 212
dengan tersenyum. Tapi bila senyumnya itu putus maka mengumandanglah bentakan
dahsyat. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Lima prajurit yang paling dekat dan hendak turun tangan menangkapnya
terpelanting dan
bergetimpangan di tanah tiada nyawa lagi!
Tersiraplah darah Resi Singo Ireng! Tiada disangkanya pemuda gondrong bertampang
bodoh itu mempunyai kehebatan demikian rupa! Maka berserulah dia! "Tak perlu
budak hina dina ini ditangkap hidup-hidup. Cincang di tempat!"
Maka lima belas senjata tajam berkiblat ke arah Pendekar 212.
"Heiyaaah !"
Tubuh Siro Sableng mencelat tiga tombak ke atas, Seluruh serangan senjata lawan
lewat di bawah kakinya. Detik senjata-senjata itu menderu memapas angin kosong maka
detik itu pula dengan kecepatan yang hampir tak sanggup disaksikan oleh mata Pendekar 212
menukik ke bawah merampas pedang salah seorang prajurit. Dan ketika pedang itu menderu
laksana kitiran
maka lima prajurit meregang nyawa mandi darah, dua lainnya luka parah!
Dalam kejutnya menyaksikan gebrakan yang dahsyat itu Resi Singo Ireng melihat
satu bayangan berkelebat ke arahnya. Dia tarik tali kekang kuda dengan cepat. Namun
sebelum binatang tunggangannya itu sempat bergerak, tubuh kuda ini sudah angsrok ke
tanah! Keempat kakinya terbabat putus. Binatang ini berguling di tanah melejang-lejangkan
kakinya yang

Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buntung dan meringkik tiada henti! Untung saja Resi yang kosen ini Cepat
menyadari apa yang
terjadi sehingga lekas-lekas dia melompat ke samping dan berdiri dengan muka
kelam membesi, mata menyorot! Pendekar 212 tertawa gelak-gelak sementara prajurit-prajurit yang masih hidup
dengan nyali menciut segera menjauhi ini pemuda yang dianggap mereka sangat berbahaya.
"Pemuda gondrong! Kehebatanmu cukup untuk dikagumi! Tapi bila kau tahu dengan
siapa saat ini berhadapan, maka lekaslah berlutut minta ampun!" berkata Singo
Ireng. "Uh! Sama manusia jelek macam kau buat apa perlu takut!". ujar Wiro Sableng dan
tawanya semakin menjadi-jadi!
"Ah... kalau begitu kau sebutkanlah nama! Terhadap manusia-manusia yang punya
sedikit ilmu, aku tidak begitu senang jika membunuhnya tanpa tahu namanya
terlebih dahulu!"
"Kalau butuh namaku aku tak keberatan. Majulah biar kutulis dijidatmu!" kata
Wiro Sableng pula sambil acungkan jari telunjuk!
Menggeramlah sang Resi bermuka hitam itu. Selama dunia terbentang, selama malang
melintang dalam dunia persilatan, baru hari itulah dia dihina dan direndahkan
terus-terusan oleh
seseorang! Oleh seorang yang berusia jauh lebih muda dari padanya. Dari balik
pakaian Resi ini
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
keluarkan sebuah senjata berbentuk aneh yaitu sebuah besi panjang yang ujungnya
berbentuk Iingkaran. "Kalau kau punya senjata pusaka, sebaiknya lekas keluarkan supaya mampus tidak
rnenyesal!"
"Tak perlu banyak cerewet!" semprot Pendekar 212. "Majulah! Senjataku cukup
pedang butut milik cecungukmu yang sudah mampus itu!"
Resi Singo Ireng yang berbadan kate ini segera maju dan hamburkan serangan
dahsyat. Senjata anehnya mengeluarkan suara menderu, menimbulkan angin yang deras dan
tajam. Ujung senjata yang berbentuk lingkaran itu berubah laksana ratusan banyaknya! Searang
lawan yang berilmu tanggung dan bermata tidak awas akan sulit membedakan mana lingkaran
senjata yang asli
dan mana yang bukan. Dalam lawan kebingungan maka senjata itu akan menyeruak
lewat kepalanya
dan sekali putar saja pastilah patah dan putus batang leher dibuatnya! Inilah
kehebatan senjata sang
Resi dari pantai selatan itu!
Namun yang dihadapi Singo Ireng dihari itu bukanlah seorang lawan berilmu
tanggung, bukan seorang pemuda yang hanya mengenal sejurus dua ilmu silat! Begitu senjata
lawan membadai menghampiri kepalanya, Wiro Sableng cepat merunduk dan selinapkan satu tusukan
deras kearah perut sang Resi!
Kaget Singo Ireng bukan olah-olah! Cepat dia undur dua langkah dan papasi
pertengahan senjata lawan dengan tongkat besi lingkarannya.
"Trang" !
Dua senjata beradu
Karena senjata ditangan Singo Ireng adalah senjata mustika sedang pedang
ditangan Wiro hanya pedang biasa maka patahlah pedang itu! Tapi sebaliknya Singo Ireng
merasakan bagaimana
tangannya tergetar hebat dan panas pada bentrokan itu! Maklumlah dia bahwa
pemuda itu mempunyai tingkat tenaga dalam yang hebat sekali! Karenanya sang Resi tanpa
memberi peluang
segera lancarkan serangan-serangan dahsyat! Sengaja dikeluarkannya jurus-jurus
yang hebat yaitu
jurus "memetik bunga membelah buah" lalu disusul dengan jurus "delapan gunung
meletus gegap gempita"! Diserang dengan dua jurus ini berikut pecahan-pecahannya yang tak
kalah dahsyat maka
Pendekar 212 menjadi repot juga.
Namun bila dia sudah mempercepat gerakannya, bila suara siulan sudah menggema
melesat dari sela bibirnya maka kelihatanlah kini bagaimana Resi Singo Ireng menjadi
terdesak. Meski
terdesak, Resi ini dengan segala kelihayannya sanggup pertahankan diri sampai
sepuluh jurus dimuka! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Manusia bermuka jelek! Permainan silatmu baleh juga. Tapi apa kau sanggup
menerima pukulanku ini"!" tanya Pendekar 212. Kedua tangannya diangkat tinggi-tinggi ke
atas, kedua mata
dipejam. Kemudian kedua tangan itu mulai berputar-putar dengan sebat! Maka
menggemuruhlah suara angin. Debu dan pasir beterbangan, membuat gelap pemandangan!
"Pukulan angin puyuh!" seru Resi Singo Ireng sambil bersurut mundur. Mulutnya
komat kamit membaca aji penangkis. Kedua kakinya melesak kedalam tanah sampai dua dim!
Tubuhnya tergetar hebat. Pakaian putih serta rambutnya yang awut-awutan
berkibar-kibar!
Tiba-tiba Pendekar 212 Wiro Sableng hantamkan kedua tangannya kemuka. Tubuh
Singo Ireng mencelat kebelakang sampai lima tombak. Ketika dia berdiri maka
tubuhnya terbungkuk tertatih-tatih, hidungnya kembang kempis tanda nafasnya memburu tak
teratur. Nyatalah bahwa Resi kosen ini telah menderita luka parah didalam akibat pukulan
Wiro Sableng tadi. Senjatanya mental entah kemana! Wiro tertawa mengekeh.
Sebaliknya lawannya menggeram laksana harimau terluka. Mulut terkatup rapatrapat, rahang bertonjolan, pelipis bergerak-gerak sedang mata menyorot merah!
"Pemuda, hari ini aku Resi Singo Ireng biarlah mengadu jiwa pada kau!". Sang
Resi angkat tangan kirinya tinggi-tinggi. Detik demi detik tangannya itu menjadi
hitam legam. Tangan ini bergetar karena seluruh tenaga dalamnya dipusatkan kesitu!
Wiro Sableng tertawa mengejek. "Rupanya kau sengaja mau bunuh diri manusia kate
bertampang jelek! Dalam keadaan terluka di dalam, melancarkan pukulan demikian
rupa kau akan konyol sendiri!".
Singo Ireng memang memaklumi hal itu. Tapi dia sudah kepalang tanggung, sudah
teramat malu dan sudah meluap amarahnya! "Aku mati tapi kau juga mampus
ditanganku, keparat!" bentaknya.. Maka tangan kirinyapun turun kebawah dengan cepat. Selarik
sinar hitam yang menggidikkan menyambar kearah Pendekar 212! Itulah ilmu pukulan "wesi item"
yang telah membinasakan Braja Paksi, kepala balatentara Banten!
Pendekar 212 melompat ke atas sampai enam tombak. Angin pukulan "wesi item"
terasa panas seperti mau melumerkan kedua kakinya. Pendekar ini gigit bibir menahan
perih lalu 1ancarkan serangan balasan yaitu pukulan yang tak asing lagi. "kunyuk melempar
buah"! Di seberang sana tubuh Resi Singo Ireng kelihatan jungkir balik kemudian jatuh
duduk di tanah dan muntah darah, lalu rebah tiada sadarkan diri!
Sebenarnya pukulan "kunyuk melempar buah" itu belum tentu akan mencelakai sang
Resi. Namun karena dalam keadaan terluka di dalam dia telah rnelancarkan pukulan
yang keras Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
dengan mengandalkan seluruh tenaga dalam maka dia rasa sendiri akibatnya. Masih
untung nyawanya tidak terbang!
Wiro Sableng tertawa mengekeh. Dia melangkah mendekati tubuh Resi itu. Prajuritprajurit yang masih hidup, yang dedikkan mata melihat bagaimana jago mereka
dibikin babak belur demikian rupa segera bersurut menjauh.
"Resi muka arang!," kata Pendekar 212. "Kau tanya siapa aku. Inilah kutuliskan
aku punya nama!". Dan habis berkata demikian pendekar ini segera guratkan angka 212
dikulit kening yang hitam dari Singo Ireng. Kemudian nendekar ini berdiri kembali.
"Kerak-kerak
pemberontak!," katanya pada perajurit-perajurit yang masih hidup. "Kalian boleh
menggotong manusia bermuka pantat kuali ini ke Kotaraja! Jika hari ini aku tiada cabut
nyawanya dan nyawa
kalian, maka di lain hari bila bertemu kembali jangan harap aku akan lepaskan
nyawa kalian! Sampaikan ini padanya bila dia sudah siuman!". Dan sesudah bicara demikian Wiro
Sableng segera tinggalkan tempat itu dengan membawa mayat Mangkubumi Mintra.
-- == 0O0 == -EMPAT DENGAN hati penuh duka sedih mengenang kematian Mangkubumi Mintra yang sengaja
korbankan nyawa untuk selamatkan dirinya, Sultan Hasanuddin berlari sepanjang
tepi rimba belantara dikaki bukit. Perjuangan memang membutuhkan pengorbanan. Dan ini bukan
saja menambah besarnya dendam kesumat di hati Sultan terhadap Parit Wulung dan
benggolan- benggolan pemberontak lainnya tapi juga mempertebal tekatnya bahwa di suatu
ketika dia pasti akan
kembali ke Banten dan membangun Kerajaan Banten yang syah!
Menjelang senja dia mencapai sebuah kota kecil yang terletak di timur Banten.
Kota ini bernama Asoka. Dulunya hanya merupakan pangkalan-pangkalan pemberhentian para
pedagang dari pelbagai penjuru sekitar situ. Kemudian pedagang-pedagang itu banyak yang
mendirikan gudang-gudang untuk barang-barang dagangannya, kemudiannya lagi mereka juga
mendirikan rumah-rumah sehangga lambat laun dari pangkalan dagang maka berobahlah Asoka
menjadi sebuah kota. Sebagai kota dagang tentu saja sepanjang hari Asoka selalu sibuk.
Kesibukan dan keramaian
ini terus berlangsung sampai jauh malam.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Sehabis mendapatkan sebuah penginapan, Sultan mengelilingi kota melihat-lihat
keramaian dan mengisi perut disatu kedai. Ketika bulan sabit di atas langit tertutup oleh
awan tebal berwarna
gelap maka Sultanpun kembali kepenginapannya. Matanya yang tajam segera melihat
adanya ketidakberesan dalam kamar dimana dia menginap. Seperai agak kusut bantal-bantal
tidak terletak ditempatnya semula sedang bungkusan kecil yang berisi beberapa potong pakaian
serta sejumlah uang yang diletakkannya di kolong tempat tidur nyata sekali bekas dibuka dan
digeledah orang.
Namun tidak sepotong barang-barangnyapun yang hilang!
Sultan merasa masygul. Dia memandang berkeliling. Di dinding sebelah sana
terdapat sebuah jendela. Jendela itu masih tetap sebagaimana tadi ditinggalkannya. Tak
ada tanda-tanda
bekas pengrusakan. Siapa gerangan yang telah masuk ke dalam kamar dan melakukan
penggeledahan" Mungkin seseorang, mungkin beberapa orang" Kalau dia atau mereka
itu dari golongan si tangan panjang atau pencuri, mengapa tidak sepotong barang dan tak
sepeser uangnyapun yang hilang" Kekhawatiran Sultan Hasanuddin semakin besar karena dia
ber- kesimpulan bahwa siapapun manusianya yang telah memasuki kamarnya pastilah untuk
mencari dan mencuri keris pusaka Tumbal Wilayuda!
Sultan Hasanuddin merasa bersyukur karena sewaktu pergi tadi dia telah membawa
keris tumbal kerajaan itu. Kalau tidak pastilah senjata itu sudah lenyap dilarikan
orang! Malam itu Sultan sengaja tidur dengan mematikan lampu minyak di dalam kamarnya.
Matanya hampir terpicing ketika lapat-lapat sepasang telinganya mendengar suara
gemerisik di atas
loteng bangunan. Suara itu pasti sekali bukan suara kucing. Sultan pasang
telinganya lebih tajam.
Suara gemerisik tadi lenyap dan kini dia hanya mendengar suara rintik-rintik
hujan gerimis di luar
sana. Perlahan-lahan Sultan pejamkan matanya kembali. Tapi ketika hampir pulas
matanya itu terpicing, suara gemerisik tadi didengarnya kembali. Kali ini Sultan bangun dari
pembaringan dan
melangkah kesudut kamar. Dia menunggu dengan tangan kanan menempel erat-erat
dihulu pedang. Tiba-tiba pintu kamar terbuka! Sultan terkejut. Dia ingat betul bahwa pintu
kamar itu telah dikuncinya tadi, bagaimana kini bisa terbuka semudah itu tanpa suara dan
siapakah yang nlembukanya"! Sultan tak menunggu lebih lama. Sesosok tubuh manusia yang sangat
pendek masuk mengendap-endap ke dalam. Manusia ini memakai jubah panjang. Karena
tubuhnya yang kate maka jubahnya menjela-jela sampai kelantai. Tiba-tiba orang itu putar tubuh
ke kiri dan melompat. Sebuah benda besar ditangannya yaitu sebilah golok empat persegi
panjang menderu
ke arah dimana Sultan berdiri. Sultan sendiri yang saat itu memang sudah siap
siaga cabut pedangnya dengan cepat dan menangkis!
"Trang"!


Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Bunga api memercik. Karena kamar itu gelap maka sinar percikan bunga api menjadi
terang sekali dan menerangi kedua muka manusia yang berada disitu. Keduanya
saling meneliti
paras lawan masing-masing!
Terkesiaplah Sultan Hasanuddin ketika melihat bagaimana wajah manusia yang
dihadapinya itu seramnya bukan main. Rambutnya kaku berdiri laksana ijuk.
Manusia ini memelihara berewok yang meranggas lebat. Alisnya tebal, sepasang matanya besar
merah. Bibirnya sumbing dan dua buah giginya yang besar tersembul keluar. Manusia ini
boleh di- katakan tiada mernpunyai hidung karena daging hidungnya sama rata dengan pipinya
yang cekung! Dan bau badannya yang busuk sangat menusuk hidung!
"Manusia buruk! Jika kau tidak tinggalkan kamar ini dengan cepat, jangan
menyesal bila kukirim ke akhirat!" ancam Sultan.
Manusia bermuka seram itu tertawa dingin.
Dia hembuskan nafasnya yang busuk kemuka. Sultan tutup jalan nafas di hidung dan
untuk kedua kalinya pergunakan pedang guna menangkis serangan lawan. Tapi kali
ini keadaan tidak seperti tadi Iagi. Meski Sultan sanggup menangkis senjata lawan namun
pedangnya sendiri
terlepas mental, tangannya tergetar hebat. Tiba-tiba satu tangan mendorongnya
hingga dia terbanting dengan keras ke dinding!
Ketika dia imbangi diri kembali, kaget Sultan tiada kepalang. Matanya membeliak
menyaksikan bagaimana keris Tumbal Wilajuda kini sudah berada di tangan manusia
bermuka seram itu! "Maling hina dina! Kembalikan kerisku!" teriak Sultan.
Simuka buruk hamburkan tertawa mengekeh. "Masih untung aku hanya minta kerismu
ini, dan bukan nyawamu!". Habis berkata begini manusia muka seram itu sekali
gerakkan badan tubuhnya menerjang ke muka mendobrak jendela untuk kemudian lenyap lewat jendela
yang ambruk itu dikegelapan malam!
"Pencuri terkutuk!". Sultan melesat pula ke luar jendela. Dia masih sempat
melihat bayangan pencuri itu di balik sebuah gudang tua dan segera mengejar ke situ.
Kejar mengejar itu
berjalan hanya sebentar saja karena sejurus kemudian si pencuri lenyap seperti
gaib ditelan bumi! Sultan berdiri gemas memandang berkeliling. Ke mana dia harus mengejar dan
mencari si pencuri di malam buta begini" Apakah manusia tangan panjang itu bukan salah
seorang pula dari kaki tangan Parit Wulung"!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Tengah kebingungan begitu rupa tiba-tiba Sultan menangkap suara bentakanbentakan orang yang tengah berkelahi. Cepat Sultan lari ke balik sebuah bengkel kuda dan
dalam kegelapan dilihatnyalah dua manusia tengah bertempur dengan hebat. Salah seorang
tiada lain dari pada si pencuri yang tengah dicari-carinya sedang orang yang kedua sesudah
diperhatikan dengan teliti ternyata dia adalah pemuda rambut gondrong yang pagi tadi telah
menolongnya di perbatasan. "Sobat! Serahkan pencuri terkutuk ini padaku!" seru Sultan.
"Ah... selamat jumpa Sultan," menjawab si rambut gondrong alias Pendekar 212.
"Tak perlu kotorkan tangan pada manusia bau bangkai ini...!"
"Dia mencuri kerisku, sobat!" memberi tahu Sultan.
"Aku tahu. Biar aku yang ringkus dia!"
Begitu mendengar si pemuda yang menyerangnya memanggil "Sultan" 'terhadap lakilaki yang datang itu terkejutlah si mulut sumbing. Dibalik terkejut hatinya juga
senang. "Ha...
ha... jadi saat ini aku berhadapan dengan Sultan dan tukang pukulnya" Bagus!
Kerisnya aku sudah dapat, kini Sultannya sendiri datang antarkan diri untuk ditangkap hiduphidup. Pasti aku
mendapat hadiah berlipat ganda dari Parit Wulung..."
"Hem... jadi betul dugaanku bahwa kau kaki tangannya bangsat pemberontak itu
huh"! Terima pukulanku ini, pencuri hina dina!"
Sultan lepaskan tiga pukulan sekaligus! Tapi yang diserang ganda tertawa dan
kebutkan lengan pakaiannya yang bertambal-tambal. Serangkum angin dahsyat rnenyerang ke
arah Sultan. Namun angin pukulan itu buyar di tengah jalan, kena dihantam angin
pukulan lain yang
datang dari samping!
Si muka seram menggerong. "Agaknya malam ini Pengemis Bibir Sumbing musti
rampas dua jiwa sekaligus!".
Sultan tersurut sewaktu mendengar manusia kate itu kenalkan diri. Pendekar 212
sendiri juga terkejut. Nama Pengemis Bibir Sumbing memang sudah sejak lama terkenal
sepanjang pesisir Jawa Barat. Bersama dua orang lainnya maka Pengemis Bibir Sumbing
dikenal sebagai
pemegang pucuk pimpinan Perkumpulan Pengemis Darah Hitam! Tiba-tiba Pengemis
Bibir Sumbing lemparkan golok besarnya ke arah Pendekar 212. Senjata ini dengan mudah
bisa dielakkan. Begitu habis lemparkan golok, Pengemis Bibir Sumbing acungkan kedua
tangan datar-datar ke muka dengan telapak tangan menghadap ke atas.
"Telapak tangan minta sedekah nyawa!," seru Pendekar 212 begitu dia kenali
pukulan yang bakal dilancarkan lawan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Sultan mundurlah!," serunya kemudian memperingatkan.
Tapi disaat itu Pengemis Bibir Sumbing sudah mencelat ke muka dan membagi-bagi
serangan telapak tangannya pada Pendekar 212 dan Sultan!
Tahu bahwa pukulan lawan sangat berbahaya maka Pendekar 212 segera hantamkan
tangan kanannya ke muka. Gelombang angin deras memukul ke arah Pengemis Bibir
Sumbing. Meski tubuhnya sendiri kemudian terpelanting sampai tiga tombak oleh serangan
lawan namun Pengemis Bibir Sumbing sebelumnya masih sanggup hantamkan telapak tangannya ke
dada Sultan! Sultan Hasanuddin mengetuh tinggi. Tubuhnya bergoncang, dadanya seperti melesak.
Terbungkuk-bungkuk dia berbatuk. Darah segar menyembur!
Pendekar 212 bersuit keras! Tubuhnya lenyap pada detik Pengemis Bibir Sumbing
coba lepaskan pukulan "telapak tangan minta sedekah nyawa" untuk kedua kalinya.
"Sultan, cepat telan pil ini!" teriak Wiro Sableng.
Sultan Hasanuddin sambuti pil yang dilemparkan Pendekar 212 lalu menelannya
dengan cepat Kemudian segera duduk bersila mengatur jalan darah serta pernafasan, juga
alirkan tenaga dalam kebagian yang terluka.
Disaat Wiro Sableng berkelabat maka lenyaplah tubuhnya dari penglihatan Pengemis
Bibir Sumbing. Karena hanya terdengar suaranya saja, maka Pengemis Bibir Sumbing
kembali lancarkan pukulan ganas dua kali berturut-turut ke arah suara lawan. Tapi
Pendekar 212 tidak
bodoh dan Pengemis Bibir Sumbing salah perhitungan.
. "Plaak"!
Pengemis Bibir Sumbing terpental empat tombak ke belakang. Kepalanya serasa
pecah sedang kulit keningnya laksana terbakar! Dan pada kulit keningnya itu kini
kelihatan tiga buah
angka 212! Pengemis Bibir Sumbing meluap amarahnya. Tanpa hiraukan rasa sakitnya
pada keningnya dia menerpa kemuka kirimkan lima pukulan empat tendangan! Pendekar 212
mendengus dan bersiul nyaring. Tangan kanan menghantam ke muka. Angin pukulan
menderu, menyusup di antara serangan lawan!
Untuk kedua kalinya Pengemis Bibir Sumbing terpental. Kali ini sampai delapan
tombak dan kali ini terus terguling ke tanah dengan mulut memuntah darah! Tamatlah
riwayatnya! Sultan yang menyaksikan pertempuran hebat itu dalam sakitnya leletkan lidah
penuh kagum! Pendekar 212 mendekati mayat Pengemis Bibir Sumbing, memgambil keris Tumbal
Wilayuda lalu menyerahkan kemhali pada Sultan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Keris pusaka bagus! Karena senjata ini banyak yang ingini sebaiknya disimpan
lebih hati-hati, Sultan".
Sultan menghela nafas panjang. "Terima kasih," katanya. "Dua kali kau telah
menolongku sahabat. Siapakah engkau?"
"Namaku Wiro Sableng," jawab Pendekar 212. "Kalau aku boleh kasih nasihat,
baiknya kau tak usah kembali kepenginapan, tapi segera teruskan perjalanan".
"Mengapa begitu?" tanya Sultan.
"Terlalu banyak manusia-manusia macam Pengemis Bibir Sumbing ini yang mencarimu
dan inginkan keris Tumbal Wilayuda".
Sultan merenung sejurus. "Terima kasih atas nasihatmu, sahabat! Karena kau telah
berbuat baik kepadaku, perbuatan baik yang tak bakal kulupakan sebagai budi
besarmu, bagaimana kalau aku tawarkan agar ikut bersamaku meneruskan perjalanan?"
"Ah... itu satu kehormatan besar bisa seiring denganmu, Sultan" jawab Pendekar
212 ramah. "Tapi harap maafkan.. Aku masih banyak urusan. Namun demikian, aku
berjanji tidak akan berada jauh dari padamu..."
"Kalau begitu baiklah, aku tidak memaksa'," ujar Sultan. Dari balik pakaian
samarannya yang bertambal-tambal dikeluarkannya sebuah benda yang bercahaya. Diserahkannya
benda itu kepada Pendekar 212 tapi sang pendekar tak berani menyambutinya.
"Sobat, terimalah!" kata Sultan pula.
"Benda apakah ini Sultan?"
"Terimalah dulu".
Wiro menerimanya.
Benda itu ternyata sebuah bintang bersudut delapan yang terbuat dari emas dan di
tengah-tengahnya dihiasi dengan sebutir berlian yang berkilauan. "Benda itu
adalah bintang utama Kerajaan Banten, yang diserahkan kepada siapa saja yang telah membuat jasa
terhadap Raja dan rakyat Banten, Wiro..."
"Ah... mana aku pantas terima hadiah ini Sultan?" kata Wiro Sableng pula dengan
ke- rendahan. Tapi sultan memaksakan juga agar Pendekar 212 menerima anugerah itu. Wiro
menyimpan benda tersebut baik-baik dibalik pakaiannya. "Terima kasih," katanya.
"Lalu karena penyamaraanmu sebagai pengemis sudah diketahui oleh golongan rampok
dan penjahat, sebaiknya ditukar saja, Sultan"
"Aku memang sudah merencana begitu" kata Sultan pula.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Sekali lagi mereka saling ucapkan terima kasih. Pendekar 212 menjura minta diri
dan keduanyapun berpisahlah.
-- == 0O0 == -LIMA KELUARGA Wirja Pranata adalah keluarga bangsawan besar di Ujung Kulon. Selagi
muda antara Wirja Pranata dan Fatahillah terdapat jalinan persahabatan yang erat
sehingga di suatu ketika kedua sahabat itu berjanji bahwa bila mereka nanti salah satu
memiliki anak laki-laki dan anak perempuan, dikemudian hari kelak keduanya akan dijodohkan.
Puteri bangsawan Wirja Pranata yaitu Anjarsari memang sudah lama tahu bahwa
dirinya dijodohkan dengan Raja Banten. Namun sampai sebegitu jauh belum pernah sekalipun
dia bertemu muka dengan calon suaminya itu. Dan ketika Sultan Hasanuddin muncul di
sore hari itu maka terkejutlah bangsawan Wirja Pranata.
"Sultan, apakah yang telah terjadi " Mengapa datang tanpa pengiring dan dalam
pakaian begini rupa?"
Sultan Hasanuddin menggigit bibir menahan gelora hatinya. Sesudah apa yang
menggejolaki hatinya berkurang maka mulailah dia beri penuturan.
Hal itu mengejutkan seluruh keluarga bangsawan Wirja Pranata, termasuk Anjarsari
yang curi mendengar penuturan itu dari balik dinding kamar tidurnya.
Beberapa lamanya kesunyian menyeling. Bangsawan Wirja Pranata dan isterinya
duduk termanggu tanpa bisa berkata apa-apa. Sultan sendiri juga terdiam beberapa
Iamanya. Ketika
Sultan dipersilahkan kebelakang untuk membersihkan diri maka diamdiam Anjarsari
mencuri intip dari sela pintu. Hatinya berdebar dan darahnya berdebur-debur. Ah,
nyatanya Sultan yang
bakal suaminya itu seorang pemuda yang berparas gagah berkulit kuning halus,
hampir sehalus kulit perempuan! Hatinya berbunga-bunga. Kapan ayah atau ibunya akan menyuruhnya
keluar dan berkenalan dengan Sultan" Dan mengingat ini dada si gadis semakin
menggemuruh. Ketika
dia menghadap ke kaca maka jelaslah kelihatan bagaimana parasnya ke merahmerahan! Ketika senja berlalu dan hari beralih menjadi malam maka barulah Anjarsari
disuruh

Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar oleh ibunya. Pertemuan dengan Sultan benar-benar membuat lututnya
gemetar, tapi juga
membuat hatinya mekar. Gadis ini tundukkan kepala, parasnya bersemu merah.
Sultan sendiri Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
juga tundukkan kepala. Apa yang dikatakan ayahnya bahwa calon isterinya adalah
seorang gadis cantik sekarang menjadi kenyataan. Diam-diam pemuda ini melirik dengan sudut
matanya. Bangsawan Wirja Pranata berbatuk-batuk. Lalu bertanyalah dia pada calon mantunya
itu . "Apakah rencana Sultan selanjutnya?"
"Saya merencanakan untuk pergi ke. Demak dan minta bantuan pasukan serta
persenjataap selengkapnya....."
"Itu tepat sekali," kata Wirja Pranata. "Tapi mengingat Demak masih jauh dari
sini dan Sultan membawa keris pusaka pula maka sebaiknya Sultan jangan pergi seorang
diri" Ucapan calon mertuanya itu memang dirasa betul sekali oleh Sultan. Dan diam-diam
dia teringat pada Wiro Sableng, si pemuda sakti yang telah dua kali menolongnya.
Kalau pemuda itu berada bersamanya saat itu tentu dia tak usah khawatir bahaya apapun.
Sebagai orang tua yang tahu di hati anak muda dan juga pernah muda, tak lama
kemudian Wirja Pranata bersama isterinya mengundurkan diri ke dalam kamar. Maka
kini tinggallah kedua orang itu. Suasana lain sekali jadinya kini. Suasana itu
sungguh tidak enak, tapi
tidak enak yang enak! Rasa begini rupa baik oleh Anjarsari maupun oleh Sultan sendiri tak
pernah dialaminya sebelumnya. Cuma sudut-sudut mata mereka saja yang sekalisekali mencuri pandang. Ketika Anjarsari melirik untuk kesekian kalinya maka pada detik itu
pula Sultan mengerling. Beradulah dua kerlingan mata itu! Anjarsari cepat-cepat menundukkan
kepalanya menyembunyikan paras yang semu kemerahan!
Kesunyian masih juga berjalan terus sampai beberapa lamanya. Tiada satupun yang
berani untuk membuka pembicaraan. Sultan sendiri merasa tenggorokannya seperti
tersekat, lidahnya seperti kelu dan mulutnya terkancing!
Namun pada akhirnya Sultan Hasanuddin membuka mulutnya juga. "Kalau tiada
terjadi pengkhianatan Parit Wulung, mungkin sampai hari ini belum ada kesempatan bagi
kita untuk bertemu, Sari..."
"Ya... hemm..., saya sangat terkejut meindengar berita buruk itu, kakak,"
berkata Anjar- sari agak gugup. Kemudian. "Apakah kakak akan segera berangkat ke Demak...?"
Sultan mengangguk.
"Memang lebih cepat lebih baik. Ramanda di Cirebon sudah mendapat tahu peristiwa
di Banten...?"
"Mudah-mudahan sudah karena ada kukirimkan seorang utusan ke sana". Kemudian
untuk menghilangkan pembicaraan yang berjalan kaku itu maka Sultan mengajak
Anjarsari keluar rumah. Di luar ternyata malam itu berpemandangan indah. Bulan purnama
empat belas Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
hari bersinar terang, bintang-bintang bertaburan di langit yang biru cerah.
Banyak dan sering
sudah kedua remaja itu melihat bulan purnama pada malam-malam terang bulan
sebelumnya namun bagi mereka tiada seindah malam itu.
Di samping gedung besar bangsawan Wirja Pranata terdapat sebuah taman kecil. Di
dalam taman terletak satu bangku panjang. Kedua remaja ini melangkah seiring ke
bangku itu. Mendadak Sultan putar kepalanya ketika sepasang telinganya yang tajam dalam
kesunyian itu mendengar suara bergeresek di atas genting. Sesosok bayangan hitam kelihatan
berkelebat ialu
lenyap di bagian atap gedung yang lain. Meski demikian cepat lenyapnya namun
Sultan masih sempat melihat bahwa di tangan kirinya sosok tubuh hitam itu memegang sebuah
benda yang berbentuk keris.
"Celaka!" kata Sultan dalam hati. Dia berseru dengan keras. "Berhenti!" Tapi
bayangan sosok tubuh tadi sudah sejak lama lenyap. Ketika disusul kehalaman samping juga
tak kelihatan lagi. Dalam kebingungannya Sultan sampai lupakan Anjarsari. Dia lari masuk ke
dalam gedung, terus ke kamar dan melihat bagaimana kasur pembaringan berada dalam keadaan tak
karuan. Ketika ditariknya kasur itu di bagian kepala tempat tidur, maka keris Tumbal
Wilayuda yang sebelumnya disimpannya di sana, kini sudah tiada lagi! Lenyap! Dan pastilah
sosok tubuh yang
melarikan diri tadi yang telah mencurinya!
"Pencuri keparat!" maki Sultan. Dia lari lagi keluar. Ketika sampai di halaman
samping terkejutlah dia. Anjarsari tak ada lagi di dalam taman! Lenyap!
"Anjar!" memanggil Sultan. "Anjarsari!" serunya lagi. Tapi tiada jawaban!
Maka di malam itu hebohlah seisi gedung bangsawan Wirja Pranata. Sultan sendiri
sesudah memberikan penuturan, singkat segera berkelebat meninggalkan gedung.
Keris Tumbal Wilayuda lenyap! Tapi kekhawatirannya lebih lagi terhadap Anjarsari yang
hilang secara aneh itu. Maka dia memutuskan menyelidiki lenyapnya Anjarsari lebih
dahulu lalu baru
mencari jejak si pencuri keris Tumbal Wilayuda!
Sesaat sesudah kepergian Sultan, Wirja Pranata berkelabat pula ke arah yang
berlawanan. Malam dingin dan angin agak kencang bertiupnya. Wirja Pranata adalah seorang
bangsawan yang "mempunyai isi" juga. Dalam waktu yang singkat dengan ilmu
larinya yang sempurna dia telah sampai di luar kota. Karena daerah luar kota merupakan daerah
pesawangan datar di tambah bulan bersinar terang maka dengan mudah di ujung pesawangan
Wirja Pranata dapat melihat dua sosok tubuh manusia tengah berlari kencang. Yang di belakang
sebat sekali larinya dan dalam waktu yang singkat berhasil menyusul yang di muka. Kemudian
kelihatan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
terjadi pertempuran! Tanpa menunggu lebih lama bangsawan Wirja Pranata segera
lari ke sana. Dia sampai ketika pertempuran tengah berjalan hebat-hebatnya. Kedua orang yang
bertempur adalah seorang pemuda berambut gondrong berpakaian putih. Gerakannya gesit
sekali dan menimbulkan angin bersiuran. Lawannya adalah seorang laki-laki jangkung kurus
bermuka sangat seram berpakaian hitam. Salah satu matanya sangat besar sedang yang lain
hanya merupakan sebuah rongga hitam cekung yang sangat menggidikkan. Gerakannya juga
tak kalah hebat dari lawannya. Pakaiannya bertambal-tambal.
"Berhenti!" seru Wirja Pranata.
Tapi yang bertempur tidak ambil perduli. Yang bermuka seram malahan lancarkan
empat serangan dahsyat yang menimbulkan angin tajam dan panas!
Pemuda rambut gondrong berseru nyaring, lompatkan diri ke udara lalu menukik
lagi seraya hantamkan tangan kanan ke muka. Angin laksana badai menderu menyerang si
muka seram. "Pukulan kunyuk melempar buah!," seru si muka seram kaget. Buru-buru dia
kebatkan lengan pakaian hitamnya. Tapi tubuhnya terduduk di tanah karena angin pukulan
lawan nyatanya lebih dahsyat. Pemuda rambut gondrong sendiri tersurut ke belakang
beberapa langkah, dadanya terasa sakit.
"Manusia muka setan ini ilmunya tinggi sekali dan berbahaya!," membatin si
pemuda. Sebaliknya si muka setan yang tahu bahwa lawannya adalah seorang yang sangat
tangguh segera berseru pada Wirja Pranata. "Sobat! Kenapa diam saja"! Bukankah
kedatanganmu kemari untuk mencari pencuri keris" Inilah bangsat malingnya! Ayo
tunggu apa lagi, mari kita labrak!"
Si pemuda tertawa dingin. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi. Ketika tangan
itu turun, segelombang angin menggebubu menyerang tubuh si muka setan dari atas ke
bawah! Manusia ini segera kebutkan kedua ujung lengan bajunya. Pemuda gondrong sampai
melesak kedua kakinya sedalam dua senti ke tanah sedang si muka setan terguling di tanah
tapi cepat bangun lagi! Diam-diam si pemuda rambut gondrong terkejut.
Pukulan yang dilancarkan tadi bukan sembarang dan mempergunakan hampir sepertiga
tenaga dalamnya tapi lawan ternyata tidak apa-apa malahan bisa bangkit kembali!
"Wirja Pranata!" berseru si muka setan. "Kalau kau inginkan keris kembali lekas
bantu aku meringkus maling busuk ini! Apa kau tidak lihat pinggangnya menggembung"
Keris itu disembunyikannya di sana!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Orang tolol!," maki si pemuda. ''Kenapa terpengaruh omongan manusia muka setan
ini"! -Dialah Yang mencuri keris Tumbal Wilayuda!"
Wirja Pranata jadi bingung. Tapi karena sudah terlanjur maka dia teruskan juga
serangannya. Pernuda rambut gondrong tiada hentinya memaki.
"Bangsawan Wirja Pranata, sebaiknya mundurlah! Jangan sampai tertipu maling yang
berteriak pencuri ini!"
Meski terkejut karena si gondrong ketahui nmaanya namun Wirja Pranata terus juga
lancarkan serangan-serangan. Si rambut gondrong menggereng. Tiba-tiba bersuit
keras. Kedua tangannya diangkat tinggi-tinggi ke atas dan diputar-putar. Dia menghadap tepattepat pada manusia muka setan. Dan manusia ini terkejut sekali "Pukulan angin puyuh!,"
serunya, dengan
wajah tegang. Cepat-cepat dia keruk kantong baju hitamnya, lompat empat tombak
dan begitu tangannya keluar dari saku maka melesatlah lima benda bersinar hitam ke arah si
pemuda. "Paku Darah Hitam!," seru Wirja Pranata ombil surut kebelakang. Hatinya meragu
akan siapa sebenarnya manusia muka seram itu.
"Hemm... jadi kau anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam?" gertak pemuda
rambut gondrong. Sekali dia hantamkan tangan kanan ke muka maka luruhlah pakupaku biru itu ke tanah! Ketika dia hendak menyerang kembali si muka setan sudah lenyap!
-- == 0O0 == -ENAM DENGAN sangat penasaran Pendekar 212 putar tubuh. "Kalau kau tidak bertindak
gegabah pasti pencuri keparat itu sudah kena diringkus!".
Memang meski hatinya bimbang tapi Wirja Pranata sendiri juga meragu terhadap
diri Wiro Sableng. "Kau siapa"!" tanyanya.
"Sudah, saat ini bukan tempatnya untuk bertanya jawab!". Pendekar 212 segera
berkelebat ke arah larinya si muka setan yang diduganya adalah seorang anggota
Perkumpulan Pengemis Darah Hitam. Namun dibelakangnya terdengar suara berseru.
"Tunggu! Berhenti dulu!"
Karena tahu yang berseru adalah Wirja Pranata maka Wiro tidak ambil perduli
melainkan lari terus. Namun sesaat kemudian berdesing sejumlah senjata rahasia
menyerang ke Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
arahnya. Dengan beringas Pendekar 212 putar tubuh dan kebutkan tangan. Senjatasenjata rahasia itu berpelantingan. Dan pada ketika itu pula Wirja Pranata sudah berdiri
dihadapannya. "Jika kau orang baik-baik mengapa tidak berani sebutkan nama terangkan diri"!
Pastilah kau bangsanya kaki tangan gotongan hitam!".
Wiro Sableng jadi betul-betul penasaran kini. "Manusia tidak tahu diri! Tidak
tahu membedakan mana yang putih dan mana yang hitam! Tidak tahu dirinya tengah
ditolong, malah
mencap orang seenaknya! Kalau bukan mengingat bahwa kau calon mertuanya Sultan,
aku sudah tampar kau punya mulut! Sekarang pergilah!". Wiro gerakkan kedua
tangannya. Dan tahu-tahu terdoronglah tubuh Wirja Pranata ke belakang sampai empat tombak!
Wirja Pranata rupanya menjadi kalap. Melihat pemuda rambut gondrong itu hendak angkat kaki
kembali maka segera dia hunus keris dan dengan cepat kirimkan lima tusukan sekaligus!
"Manusia geblek," maki Pendekar 212 dala
m hati sambil hindarkan diri dengan cepat.
Di lain saat maka tiba-tiba muncullah satu bayangan manusia.
"Tahan!"
Kedua orang yang bertempur, yang sama-sama mengenali suara pendatang baru itu
segera hentikan pertempuran.
Pendekar 212 putar kepala pada si pendatang lalu berkata. "Sultan, semangat
calon mertuamu memang hebat! Nyalinya besar tapi sayang pikirannya keliwat pendek!".
Merahlah paras Wirja Pranata tapi dia juga heran mengetahui bahwa si rambut
gondrong mengenali Sultan Hasanuddin. Sultan kemudian memperkenalkan kedua orang itu.
Barulah saat

Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu Wiro menjura hormat.
Dengan batuk-batuk Wirja Pranata bertanya pada Sultan. "Bagaimana dengan
Anjarsari, apakah berhasil ditemui...?"
Sultan menundukkan paras kecewa lalu gelengkan kepala dengan pelahan.
"Terkutuk! Terkutuk!," maki Wirja Pranata dalam hati. Kedua tangannya terkepal
membentuk tinju. Tentu saja laki-laki ini sangat mengkhawatirkan keselamatan
diri anak gadisnya itu. Dalam pada itu Pendekar 212 mengetengahi. "Bapak Wirja, kau kembalilah ke Ujung
Kulon. Kami berdua segera akan mengejar bangsat pencuri itu,"
' Aku turut bersama kalian!" kata Wirja Pranata dengan hati keras.
"Bapak," ujar Sultan, "saya tahu bagaimana perasaan dan kecemasan hati Bapak
terhadap keselamatan Anjarsari. Sayapun lebih kawatir lagi. Tapi percayalah,
bersama sahabat
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
ini saya pasti akan dapat mencari Anjarsari dan menemukan keris Tumbal Wilayuda
serta membekuk bangsat-bangsat pencuri itu!".
"Kalau kau berkata begitu, baiklah". Wirja Pranata akhirnya mengalah. Maka
sesudah itu Wiro Sableng dan Sultan Hasanuddinpun berlalu dengan cepat.
Ketika hari pagi kedua orang itu masih juga belum berhasil meneemui jejak
pencuri yang mereka cari. Dengan perasaan lesu mereka sampai ke sebuah kota bernama
Parangwilis. Seperti
Asoka maka Parangwilis adalah juga sebuah kota dagang yang besar. Bau makanan
yang harum menghambur keluar dari sebuah warung nasi. Kedua orang inipun masuklah ke dalam
warung tersebut. Karena rambutnya yang gondrong dan potongan tubuh yang kekar dari Wiro
Sableng serta tampang yang gagah dari Sultan Hasanuddin maka kedua orang ini tentu saja
menarik perhatian isi warung. Tapi tanpa acuh Wiro dan Sultan terus saja menyantap
makanan mereka.
Mendadak suasana dalam warung nasi itu menjadi sunyi hening laksana dipekuburan!
Wiro Sableng dan Sultan segera merasakan perubahan ini. Sultan putar kepala
memandang berkeliling sedang Wiro Sableng putar bola matanya memandang cepat ke beberapa
jurus. Dari pintu muka warung masuk seorang berpakaian kotor compang camping dan
bertambal-tambal. Dari pintu belakang dua orang lagi, kemudian dari jendela di
samping kiri kanan masing-masing dua orang lainnya! Muka-muka mereka rata-rata menunjukkan
kebengisan, rambut kusut masai, kumis serta janggut kasar meranggas!
Beberapa orang tamu yang sedang makan dalam warung, melihat gelagat yang tidak
baik ini segera jauhkan diri ke pojok. Sultan dan Pendekar 212 karena merasa tidak
ada sangkut paut
apa-apa dengan kesepuluh manusia itu tanpa ambil perduli terus menyantap
hidangan mereka.
Tiba-tiba salah seorang yang datang dari pintu depan hantamkan tangan kananya ke
muka. Angin deras melanda meja makan di hadapan Wiro serta Sutan. Meja kayu yang
besar dan berat itu tak ampun lagi mental melabrak dinding warung. Piring serta gelas
di atasnya berpelantingan pecah! Namun di saat itu pula baik Pendekar 212 maupun Sultan
telah me- lompat ke samping dan berdiri saling memunggungi !
Serentak dengan itu maka sepuluh manusia yang berpakaian compang-camping sudah
mengurung keduanya dengan rapat.
"Berhari-hari dicari baru kini kutemui!," kata laki-laki yang tadi melabrak meja
dengan pukulannya yang hebat.
"Kalian siapa"," tanya Sultan sambil bersiap sedia menjaga segala kemungkinan.
Di belakang di dengarnya Wiro Sableng mulai bersiul-siul seenaknya.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Orang tadi mengekeh. Gigi-giginya hitam dan di sudut bibirnya terselip segumpal
susur tembakau. "Kami adalah anggota-anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam!," jawab
orang itu. Terkejutlah Sultan. "Kami berdua tidak merasa punya silang sengketa dengan
kalian, mengapa datang mengganggu?"
Anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam itu mengekeh lagi. "Jangan jual bacot
mengatakan tiada silang-sengketa. Salah seorang dari kalian telah membunuh
pemimpin kami Pengemis Bibir Sumbing!"
"Oh, jadi kalian anak-anak buahnya manusia jahat itu" Setiap manusia jahat akan
menemui ajalnya secara buruk! Kalian pergilah semua!"
Anggota Pengemis Darah Hitam semburkan susurnya ke muka Sultan. Meski cuma susur
tapi bahayanya besar sekali karena mengandung tenaga dalam! Dengan cepat Sultan
hantamkan tangan kanannya ke depan, maka mentallah susur itu.
Sebagian dari air susur menjiprat ke muka beberapa orang anggota Perkumpulan
Pengemis Darah Hitam termasuk laki-laki yang telah menyemburkan susur itu tadi! Maka
marahlah dia! Dan
segera membentak!
"Tangkap Sultan hidup-hidup! Yang gondrong itu cincang sampai lumat!"
Sembilan pengemis yang diberi komando segera menyerbu ke muka. Tubuh Sultan dan
Wiro Sableng lenyap. Hanya suara tertawa Pendekar 212 ini saja yang terdengar.
Dan sesaat kemudian terdengarlah suara . "bluk . . . . bluk .... bluk ... bluk . . ."
Empat anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam mencelat dan menggeletak di tanah
tanpa nyawa! Sekali lagi Pendekar 212 berkelebat dan dua lawan lagi mental ke
luar kedai! Melihat ini pengemis yang tadi berikan komando segera keluarkan senjatanya
berupa sebuah cambuk yang berwarna hitam. Melihat ini maka tiga anggota lainnya yang
masih hidup segera pula keluarkan cambuk masing-masing. Dan sesaat kemudian maka laksana
hujan menggeletarlah cambuk-cambuk itu ke arah Wiro Sableng dan Sultan. Suasana tiada
ubah seperti halilintar. Kedai itu seakan-akan hendak hancur Iuluh tenggelam oleh suara
cambuk! Dan di saat
itu tak ada satu tamu lainpun yang masih. berani berada di dalam warung sedang
pemilik warung sendiri sudah kabur entah ke mana!
Sultan melompat ke samping kiri untuk hindarkan cambuk salah seorang lawan.
Begitu terhindar segera dia kirimkan serangan balasan namun dua cambuk lainnya tahutahu sudah melibat kedua tangannya! Bagaimanapun dicoba oleh Sultan untuk lepaskan diri
namun sia-sia saja. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Di tain pihak Pendekar 212 coba keluarkan diri dari hantaman-hantaman cambuk dua
orang lawannya yang datang laksana hujan! Tapi memang permainan cambuk empat
anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam ini hebat sekali. Sementara Sultan di sebelah
sana sudah kena diringkus dan di seret ke pintu muka. Pendekar 212 dibikin sibuk dan
kepepet ke bagian
belakang warung.
Geram sekali Wiro Sableng lompat tiga tombak ke atas lalu menukik ke bawah
seraya membagi serangan tangan kiri kanan kepada dua orang lawannya.
Angin pukulan Pendekar 212 membuat kedua orang itu hanya terdorong seketika
karena kebutan cambuknya yang begitu dahsyat sanggup membendung hampir sebagian besar
angin pukulan Wiro ! Dengan penasaran Pendekar 212 begitu sampai ke tanah kembali segera menyambar
sebuah bangku panjang. Dengan bangku panjang sebagai senjatanya maka mengamuklah
Pendekar 212. Cambuk hitam anggota Pengemis Dara.h Hitam betul-betul luar biasa.
Senjata keduanya mendera bangku hitam beberapa kali. Dan hancurlah bangku hitam itu !
Wiro Sableng menggerung. Kedua tangannya bergetar dan dinaikkan tinggi-tinggi ke
atas. "Wut! Wutt.....!"
Warung nasi itu berderak derik! Kedua lawan coba putar dan pecutkan cambuk
mereka lebih deras lagi namun angin yang menyambar dari lengan Pendekar 212 tak sanggup
lagi mereka tahan. Laksana topan kedua orang itu bermentalan kian ke mari. Cambuk
mereka terlepas dan tiba-tiba. "krraakkk !" Warung nasi itupun robohlah!
Sesaat kemudian bangunan ini ambruk, maka Pendekar 212 sudah melabrak dinding
dan lolos ke luar. Dua orang anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam yang tadi
sudah konyol tersambar pukulan "angin puyuh" Pendekar 212 tertimbun mentahmentah!
Di luar warung yang rubuh, Pendekar 212 bingung sendiri karena melihat Sultan
bersama dua orang anggota Pengemis Darah Hitam sudah lenyap. Dia segera minta
beberapa keterangan pada orang-orang di luar kemana lenyapnya ketiga orang itu.
"Kawanmu kena diringkus dan dilarikan ke jurusan sana," kata seseorang sambil
menunjuk ke ujung jalan. Maka tanpa membuang waktu Wiro Sableng segera mengejar
ke arah yang ditunjukkan.
-- == 0O0 == -Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
TUJUH PADA masa itu di Jawa Barat telah sejak lama berdiri sebuah perkumpulan yang
bernama Perkumpulan Pengemis Darah Hitam. Anggotanya terdiri dari pengemispengemis yang tersebar di seluruh pelosok dan di setiap kota. Setiap anggota perkumpulan
mempunyai sebuah pecut hitam dan rata-rara memiliki ilmu silat yang tinggi. Tentu saja
karena hampir setiap tempat dan daerah anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam ada maka
segala sesuatu peristiwa besar dan rahasia dengan, sendirinya diketahui oleh mereka. Demikian
juga dengan peristiwa jatuhnya Banten ke tangan pemberontak dan lenyapnya Sultan serta keris
Tumbal Wilayuda. Yang terakhir sekali mereka juga mengetahui hubungan Sultan dengan
Andjarsari. Maka pucuk Pimpinan Perkumpulan segera menyebar anak-anak buahnya untuk
mendapatkan keris Tumbal Wilayuda mencari Sultan serta menculik Andjarsari!
Demikian besarnya hasrat mereka untuk berhasil dalam rencana tersebut maka
sampai- sampai salah seorang dari pucuk pimpinan yang terdiri dari tiga pengemis
berkepandaian tinggi,
memutuskan untuk turun tangan. Pucuk pimpinan yang seorang ini ialah Pengemis
Bibir Sumbing! Sebagaimana yang telah dituturkan sebelumnya, ketika Sultan bermalam di
satu penginapan maka Pengemis Bibir Sumbing telah mendatanginya dan hampir berhasil
membawa kabur keris Tumbal Wilayuda jika saja saat itu Pendekar 212 tidak muncul
memberikan bantuan. Bukan saja Pengemis Bibir Sumbing tiada berhasil dengan niatnya untuk
mencuri keris pusaka tumbal kerajaan tapi dia juga terpaksa serahkan jiwa! Dibanding dengan
dua pucuk pimpinan lainnya yaitu Pengemis Mata Buta dan Pengemis Kaki Pincang maka memang
kepandaian Pengemis Bibir Sumbing jauh lebih rendah sehingga setelah bertempur
beberapa gebrakan secara hebat maka akhirnya Pengemis Bibir Sumbing menemui ajalnya di
tangan Pendekar 212. Namun bahaya yang mengancam Sultan serta keris pusaka itu tidak sampai di sana
saja. Ketika Sultan bermalam di rumah Wirya Pranata, seorang anggota Perkumpulan
Pengemis Darah Hitam telah berhasil melarikan keris tersebut selagi Sultan berada di taman
dengan calon istrinya
Andjarsari! Dan Andjarsari sendiri kemudian juga telah diculik pula oleh salah
seorang anggota
lain Perkumpulan Pengemis Darah Hitam!
Adapun markas atau sarang Perkumpulan Pengemis Darah Hitam itu, terletak di
dalam hutan belantara Riungslaksa. Maka ke sanalah anggota-anggota perkumpulan yang
telah berhasil membawa orang yang mereka culik dan keris yang berhasil dicuri. Selama beberapa
hari itu kedua Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
pucuk pimpinan Perkumpulan Pengemis Darah Hitam menanti-nanti juga akan hasil
pekerjaan anggota-anggota mereka.
"Ah, lama betul sekali ini anggota-anggota kita menjalankan tugasnya...," berkata
Pengemis Mata Buta. Tubuhnya tinggi kurus macam tonggak. Pipinya cekung,
rambutnya panjang
tergerai macam perempuan, sedang kedua matanya hanya merupakan dua buah rongga
dalam yang hitam sehingga dapat dibayangkan betapa mengerikannya wajah manusia ini!
"Ya... lama sekali," jawab Pengemis Kaki Pincang seraya menghela nafas dalam. Di
sela bibirnya terselip sebuah pipa yang bau tembakaunya busuk sekali! Manusia ini
bermuka licin dan
berkulit sangat pucat laksana mayat! Kaki kanannya pincang. "Bahkan Pengemis
Bibir

Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sumbingpun tidak kelihatan mata hidungnya sampai saat ini!"
"Pengemis Bibir Sumbing macam orang yang tidak percaya saja dengan anggotaanggota kita sampai-sampai mau turun tangan sendiri..."
"Ah.., dia memang dari dulu begitu sifatnya," kata Pengemis Kaki Pincang pula.
"Saudara Pengemis Mata Buta, apakah menurutmu..."
Belum habis bicara Pengemis Kaki Pincang maka di luar terdengar seruan. "Para
Ketua, lihat apa yang aku bawa!"
Dan sesaat kemudian muncullah seorang anggota Perkumpulan yang berbadan tegap
kekar. Dibahunya terpanggul sesosok tubuh perempuan muda. Sosok tubuh perempuan
ini bukan lain Andjarsari, dibaring.kannya di atas lantai di hadapan kaki kedua pucuk
pjmpinan Perkumpulan. Saat itu Andjarsari tak dapat bergerak dan juga tidak sadarkan diri
karena telah ditotok. Tentu saja sangat gembira hati kedua Ketua Perkumpulan itu.
"Jasamu kepada Perkumpulan cukup besar Lah Simpong," kata Pengemis Kaki Pincang
seraja gosok-gosok kedua telapak tangannya.
Cuping hidung anggota Perkumpulan yang bernama Lah Simpong kelihatan membesar
dan bergerak-gerak tanda suka cita hatinya.
"Percayalah, para Ketua," kata Lah Simpong pula. "Dengan berhasilnya gadis ini
kita tawan, Sultan pasti akan datang ke sini dan kita dengan mudah bisa
meringkusnya."
"Betul sekali!" kata Pengemis Mata Buta dan Pengemis Kaki Pincang hampir
berbarengan. Lah Simpong yang dulunya adalah seorang peminta-minta di kota Menes basahkan
bibir dengan ujung lidah, "Para ketua," katanya "Apa aku boleh terima uang jasa sekaiang..."!"
"Tentu...!" jawab pengemis Kaki Pincang. Dari balik pinggang dikeluarkannya sebuah
kantong kulit dan ditemparkannya ke hadapan Lah Simpong. Benda itu jatuh dengan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
mengeluarkan suara berdering di muka kaki Lah Simpong. Dengan. menyeringai
gembira maka Lah Simpong segera membungkuk dan mengambil kantong uang itu. Dan pada saat itu
pulalah di luar terdengar seruan seseorang. "Apa artinya hasil yang dibawa Lah Simpong
dibandingkan dengan apa yang kami bawa ini wahai Para Ketua Perkumpulan"!"
Dua sosok tubuh mencelat masuk lewat jendela. Ketika mendarat dilantai
sedikitpun kaki mereka tiada mengeluarkan suara! Baik Pengemis Kaki Pincang maupun Pengemis
Mata Buta yang meskipun buta tapi mempunyai perasaan dan pendengaran yang tajam luar
biasa sama-sama bergembira.
"Siapa yang kalian bawa itu?" tanya Pengemis Mata Buta.
"Sultan! Sultan!" kata Pengemis Kaki Pincang sambil melompat dari kursinya.
Pengemis Mata Buta tertawa girang. Dari balik sabuknya dia keluarkan dua buah
kantong kulit yang besar. "Ini terima!" katanya. Dua orang anggota Pengemis
Darah Hitam tadi
segera menyambutinya. Mereka menjura girang lalu mau putar diri dari situ namun
seseorang yang melompat masuk lewat pintu muka mengejutkan mereka!
"Aha... bawaanku memang bukan manusia bernyawa! Bawaanku juga tidak besar cuma
kecil sekal ! Tapi justru apa yang kubawa ini merupakan satu tanda bahwa siapa
pemiliknya adalah mempunyai hak untuk menjadi raja di Banten!"
Pengemis Mata Buta dan Pengemis Kaki Pincang meloncat dari kursi masing-masing !
"Mata Picak! Apakah kau berhasil mencuri keris Tumbal Wilayuda"!" seru Pengemis
Mata Buta dengan nada gembira.
Anggota Perkumpulan yang bermata buta sebelah dan bertampang angker itu tertawa
mengekeh. Nama sebenarnya tak satu anggota atau pemimpin perkumpulan yang tahu.
Karena itu dia dipanggil dengan gelaran Mata Picak. Di bandingkan dengan Pengemis Bibir
Sumbing maka kepandaian Mata Picak tiga tingkat lebih tinggi, ditambah lagi bahwa dia
mempunyai keistimewaan tersendiri yaitu mempunyai senjata rahasia paku beracun!
Kepandaiannya ini juga
diturunkannya kepada anggota perkumpulan termasuk para pucuk pimpinan sehingga
lambat laun senjata rahasia itupun disebut "paku darah hitam," sesuai dengan nama
perkumpulan mereka. Dengan ketinggian ilmu silat ditambah dengan kelihayannya memainkan
senjata rahasia
"paku darah hitam" maka sebenarnya Mata Picak adalah lebih tepat untuk menjadi
pimpinan perkumpulan daripada Pengemis Bibir Sumbing. Namun Pengemis Bibir Sumbing sudah
be- lasan tahun memasuki Perkumpulan bahkan dialah yang mula-mula mempunyai prakarsa
untuk mendirikan Perkumpulan Pengemis Darah Hitam itu!
"Kita pesta tuak malam ini!" seru Pengentis Mata Buta.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Pesta tuak dan anggur!," menimpali Pengemis Kaki Pincang.
Kedua pimpinan Perkumpulan itu sama-sama mengeluarkan sebuah kantung uang dan
melemparkannya ke hadapan Mata Picak. Memang inilah yang ditunggu-tunggu oleh si
Mata Picak. Dengan segera kedua kantung uang itu disambutinya. Dia menjura. Belum
lagi sempat dia berdiri tegak dari menjuranya itu maka dari pintu muka masuklah seorang
anggota Per- kumpulan. Mukanya tak kalah bengis angker, namun di saat itu tampang itu
kelihatan sedikit
pucat, lesu dan kuyu!
Pengemis Kaki Pincang kerutkan kening melihat anggotanya ini. Tak biasanya
Kuntawana berparas semurung itu. Maka bertanyalah dia. "Kabar apakah yang
agaknya kau bawa dari luar rimba, Kutawana"!"
"Hemm... Kutawana juga sudah kembali?" ujar Pengemis Mata Buta.
Anggota yang baru datang itu menjura. Dihelanya nafas panjang lalu berkatalah
dia . "Aku membawa kabar buruk, para Ketua..."
"Kabar buruk bagaimana?" tanya Pengemis Kaki Pincang sementara yang lain-lainnya
juga tujukan perhatian terhadap Kuntawarna.
"Kemarin aku memasuki kota Asoka. Kota itu tengah berada dalam kegemparan karena
menemukan sesosok mayat di belakang bengkel kuda Ketika aku menyeruak diantara
orang banyak ternyata mayat itu adalah mayat Ketua Pengemis Bibir Surnbing!"
Terkejutlah semua orang.
"Ada keanehan dalam cara matinya...".
"Keanehan bagaimana maksudmu"!" tanya Pengemis Mata Buta.
Kulit keningnya hitam, dadanya biru. Sedang pada kulit kening yang hitam itu
tertera tiga buah angka. Angka 212!"
Terjadilah perubahan pada air muka pucuk pimpinan Perkumpulan Pengemis Darah
Hitam. Pengemis Kaki Pincang memandang pada pengemis Mata Buta. Pengemis Mata
Buta sendiri di saat itu merenung. "Bagaimana pendapatmu, Ketua Pengemis Mata Buta?"
bertanya Pengemis Kaki Pincang.
Sejurus lamanya barulah menjawab Pengemis Mata Buta itu. Nada suaranya kentara
berubah sekali kali ini. "Sesudah hampir empat puluh tahun menghilang tak tentu
rimbanya, ternyata dia muncul kem-bali. Dia adalah momok yang menakutkan bagi tokoh-tokoh
silat golongan hitam macam kita ini, Ketua Kaki Pincang. Pastilah dia muncul untuk
kembali menghancurkan golongan kita seperti empat puluh tahun yang lalu itu..."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Maksudmu Pendekar 212 Kapak Maut Naga Geni si Sinto Gendeng itu..."!" tanya
Pengemis Kaki Pincang.
"Siapa lagi!"
"Ah... kalau dia memang muncul untuk maksud yang seperti masa lampau, dia salah
perhitungah! Dunia persilatan dulu tidak sama dengan dunia persitatan masa
sekarang! Golongan hitam banyak maju pesat, banyak mempunyai tokoh-tokoh kosen serta lihay
dan sakti! Sinto Gendeng boleh datang kemari. Dan itu berarti dia antarkan nyawa
sendiri!" Pengemis Mata Buta menarik nafas dalam, "Kita tak bisa menganggap enteng momok
perempuan itu, Ketua Kaki Pincang," kata Pengemis Mata Buta pula. "Ketahuilah,
kedua mataku yang buta ini, dialah yang telah mengoreknya dulu...".
Kagetlah Pengemis Kaki Pincang. Matanya mendelik dan dipandanginya paras
rekannya itu. Akhirnya dia memandang ke jurusan lain karena merinding juga kuduknya
memandang lama-lama pada rongga rongga mata yang menggidikkan itu!
Suasana hening seketika. Dan keheningan itu dipecahkan oleh bentakan Pengemis
Mata Buta. "Kuntawana, apa yang kau telah lakukan terhadap mayat Ketua Pengemis Bibir
Sumbing..."!"
Terkejutlah Kuntawana.
"Jawab! Apa sesudah kau temui lantas kau tinggal begitu saja...."!"
"Ketua... di saat itu mayat Ketua Pengemis Bibir Sumbing dikerumuni oleh banyak
orang. Di antaranya beberapa prajurit kerajaan. Tak mungkin bagiku..."
"Tutup mulut! Kesalahanmu besar! Kau dipecat sebagai anggota Perkumpulan!"
Muka Kuntawana menjadi pucat. "Ketua..."
"Diam! Lekas angkat kaki dari sini!"
"Para Ketua...''.
"Diam! Berlalulah sebelum amarahku lebih memuncak!" bentak Pengemis Mata Buta.
Kuntawana menyuruh mundur. "Aku bersedia kembali ke Asoka untuk mengambil
mayat Ketua Bibir Sumbing..."
"Tak perlu," jawab Pengemis Mata Buta tetap keras. "Aku bisa suruh anggota yang
lain!". Maka membesilah paras Kuntawana. "Baik, aku akan pergi tapi serahkan dulu uang
jasaku". "Kurang ajar! Kau berani bicara seenaknya demikian rupa"! Ini
bagianmu!".
Pengemis Mata Buta kebutkan lengan jubah hitamnya. Satu gelombang angin dahsyat
melanda ke arah Kuntawana. Terkejutlah Kuntawana. Dia tahu betul pukulan yang
dilancarkan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
oleh si Mata Buta itu. Pukulan "seribu topan!"! Dengan cepat Kuntawana melompat
ke atas namun dia tak bisa melompat tinggi karena bangunan di mana mereka berada
mempunyai loteng
yang rendah! "Celaka, mampuslah aku!" kata Kuntawana di dalam hati.
Namun pada detik yang berbahaya itu dari jendela samping satu larikan sinar
merah menyambar memapaki angin pukulan seribu topan dan kejapan itu juga buyarlah
pukulan Pengemis Mata Buta dan selamatlah Kuntawana!
Pengemis Mata Buta seorang yang mempunyai perasaan luar biasa. Sepasang
telinganya bukan saja tajam tapi juga merupakan sebagai sepasang mata baginya.
Dia menoleh ke jendela. "Keparat yang suka ikut campur urusan orang, coba
perlihatkan diri!" bentaknya.
Di diluar terdengar suara tertawa bergelak. Sesaat kemudian sesosok tubuh
berjubah merah dan berkerundung kain merah dengan gerakan yang sangat sebat dan enteng
sudah menjejakkan kaki di lantai ruangan!
"Iblis Pencabut Sukma!" teriak Pengemis Kaki Pincang berbarengan dengan anggotaanggota Perkumpulan lainnya! Wajah mereka mengkerut tegang!
-- == 0O0 == -DELAPAN ORANG berkerundung merah keluarkan suara tertawa mengekeh kembali. Pengemis
Mata Buta rangkapkan kedua tangannya di muka dada. "Kiranya lblis Pencabut
Sukma! Pantas keras dan hebat angin pukulannya! Tapi gerangan apakah yang membuat kau
datang ke sini serta mencampuri urusan Perkumpulan kami"!"
Laki-laki berkerundung yang merupakan Wakil Ketua Perkumpulan Iblis Pencabut
Sukma lagi-lagi tertawa mengekeh. "Ketua-ketua Perkumpulan Pengemis Darah Hitam,
kuharap tanpa banyak bicara segeralah serahkan Keris Tumbal Wilayuda, Sultan
Hasanuddin dan gadis itu kepadaku....!".
"Eh... ini suatu hal yang tidak kami sangka! Rupanya kau juga inginkan semua itu
heh...?" Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
"Hidung kerbau!," maki Iblis Pencabut Sukma. "Aku bilang jangan banyak bicara!
Serahkan cepat! Atau seluruh Perkumpulanmu akan kulabrak"!"
"Ah.... Kalau tak salah kita ini masih sama-sama satu golongan. Kenapa harus
bikin persoalan begini rupa" Semua manusia berhak memang memiliki keris dan kedua
manusia yang kau katakan itu! Dan pihakku telah perhasil menguasainya, kau terlambat.
Itu adalah salahmu sen....."
"Katakan saja kau tak mau menyerahkan apa yang aku minta!," memotong lblis
Pencabut Sukma.
"Untuk mendapatkan semua itu pihakku sampai korbankan salah seorang ketuanya!
Sekarang kau seenaknya meminta! Aturan macam mana yang kau pakai"!" kata
Pengemis Kaki Pincang. "Kaki Pincang kau menentukan kematianmu sendiri dengan bicara macam begitu..!"
Pengemis Kaki Pincang tertawa tawar. "Orang lain mungkin takut pada kau! Tapi
aku Pengemis Kaki Pincang boleh dicoba nyalinya!". lblis Pencabut Sukma tertawa
gelak-gelak. Kedua kakinya merenggang. "Dalam satu jurus kau akan konyol ke akherat Pengemis
Kaki Pincang!"

Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Coba saja, aku mau lihat!" kata Pengemis Kaki Pincang dengan tertawa menghina.
Sementara itu telinganya mendengar suara rekannya si Mata Buta yang disampaikan
dengan ilmu menyusupkan suara. "Ketua Kaki Pincang, hati-hatilah. Manusia ini
berbahaya....".
Ketika Iblis Pencabut Sukma angkat tangan kanan ke atas, dan ketika Pengemis
Kaki Pincang pusatkan tenaga dalamnya ke tangan kiri tiba-tiba Kuntawana melompat
antara tengah-tengah kedua Orang itu.
"Manusia sontoloyo! Kau juga minta dikirim keakhirat"!" bentak Iblis Pencabut
Sukma. Kuntawana menghadap pada Pengemis Mata Buta dan Kaki Pincang. "Para
Ketua, harap perkenankan aku melayani dajal berkerudung ini sebagai penebus
kesalahanku!".
"Hem...". Pengemis Mata Buta merenung. "Baiklah. Kaki Pincang, kau mundurlah!"
Maka Pengemis Kaki Pincangpun mundurlah sedang Kuntawana segera cabut
cambuk hitamnya. Iblis Pencabut Sukma menyeringai. "Manusia tampangmu cukup tiga
langkah saja kulayani!". katanya.
Kuntawana putar cambuknya dengan sebat.
Iblis Pencabut Sukma maju satu langkah.
Kuntawana tiba-tiba lepaskan pukulan tangan kiri, sesudah itu laksana hujan
cambuknya bergelegaran ke arah lawan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Iblis Pencabut Sukma majukan langkah kedua. Jari-jari tangan kanannya terbentang
ke muka seperti hendak mencaakar sedang tangan kiri mengebut menahan serangan
lawan. Pada detik dia buat langkah ketiga maka tangan kanannya ditarik ke belakang dengan
keras! Inilah yang disebut ilmu pukulan pencabut sukma!
Kuntawana merasakan badannya seperti tersedot! Isi perutnya seperti dibetot!
"Huah!"
Sesaat kemudian anggota Pengemis Darah Hitam inipun muntah darahlah! Tubuhnya
terkapar di lantai tanpa nyawa!
Berdeburlah darah para anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam. Pengemis Kaki
Pincang dan Pengemis Mata Buta tergetar hati masing-masing! Kuntawana adalah
anggota Perkumpulan yang ilmu kepandaiannya tidak rendah. Tapi Iblis Pencabut Sukma
membunuhnya hanya dalam tiga langkah! Iblis Pencabut Sukma tengadahkan muka dan
tertawa bekakakan menegakkan bulu roma!.
"Siapa yang tidak senang melihat mampusnya kroco itu boleh maju segera!,"
katanya. Kemudian dia berpaling pada dua orang pimpinan Perkumpulan Pengemis Darah Hitam.
Sepasang matanya kelihatan menyorot berkilat. "Kalian berdua masih belum mau
serahkan apa- apa yang aku minta"!".
Sebelum kedua Ketua Pengemis Darah Hitam berikan jawaban sesosok tubuh dengan
gerakan enteng melompat, ke hadapan dua Ketua Pengemis Darah Hitam.
"Para Ketua, perkenankanlah aku Lah Simpong untuk membasmi iblis yang kesasar
ini!" Pengemis Mata Buta tidak memberikan sahutan. Dia tahu kepandaian Lah Simpong
memang lebih tinggi dari Kuntawana, tapi untuk menghadap lblis Pencabut Sukma,
tingkat kepandaian Lah Simpong masih belum dapat diharapkan. Sebaliknya Pengemis Kaki
Pincang setelah merenung sejurus, lalu anggukkan kepala dan berkata, "Baiklah, tapi
hati-hati. Manusia
ini benar-benar ganas seperti iblis!"
Setelah diperkenankan begitu rupa maka Lah Simpong segera putar badan. Cambuk di
tangan kiri, sebuah toya besi di tangan kanan maka diapun maju ke arah Iblis
Pencabut Sukma.
Iblis Pencabut Sukma menyeringai di balik kerundung kain merahnya. "Rupanya Para
Ketua Perkumpulan Pengemis Darah Hitam lebih suka korbankan anggotanya dari pada
maju sendiri!" "Jangan banyak mulut manusia iblis! Lihat cambuk!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Cambuk hitam di tangan kiri Lah Simpong berkelebat. Suaranya menggelegar macam
petir. Ujung cambuk dengan sangat cepat, sukar dilihat oleh mata biasa, mendera
ke muka si kerudung merah! Sebelum serangan ini sampai, Lah Simpong susul dengan serangan
toya besi hitam. Kedua ujung toya menderu berubah seperti ratusan banyaknya dan menyerang
keselusin bagian tubuh Iblis Pencabut Sukma!
Yang diserang terkekeh-kekeh. "Keluarkan seuruh kepandaianmu, Lah Simpong! Kalau
tidak setengah jurus di muka kau akan jadi mayat!".
"Tubuhmu yang akan terkapar lebih dulu, iblisl". Ujung cambuk menyambar dengan
dahsyat ke muka Iblis Pencabut Sukma sementara toya besi sedetik lagi pasti akan
menghancur luluhkan tulang-tulang anggota Iblis Pencabut Sukma!
Tapi pada kejapan mata itu Iblis Pencabut Sukma kebutkan lengan jubah merahnya.
Selarik angin pukulan yang hebat menyusup di antara deraan cambuk dan terus melabrak Lah
Simpong. Tubuh anggota Pengemis Darah Hitam ini jatuh duduk di lantai. Mukanya pucat
laksana mayat. Dia
berusaha bangun. Tubuhnya tertatih-tatih tanda dia terluka parah di dalam!
"Sekarang pasrahkan ajalmu, Lah Simpong!". Iblis Pencabut Sukma angkat tangan
kanannya lalu ditarik ke belakang dengan cepat! Tubuh Lah Simpong seperti
ditarik besi berani,
tersedot sampai dua tombak ke muka, lalu jatuh menelungkup. Darah membuih
dimulutnya. Ajalnya sampai!
Putihlah wajah dua Ketua Perkumpulan Pengemis Darah Hitam. Para anggota yang
lain berdiri laksana kaku. Mereka merasa seperti nyawa mereka sendiri yang lepas
waktu menyaksikan
kernatian Lah Simpong itu!
"Keganasanmu sudah keliwatan sekali, Iblis Pencabut Sukma!," kata Pengemis Kaki
Pincang. "Jangan harap kau bakal bisa tinggalkan tempat ini dengan selamat!".
Pengemis Kaki Pincang maju dua langkah. "Mulailah, Iblis," tantangnya.
Iblis Pencabut Sukma tertawa dingin.
Pengemis Kaki Pincang mendengus. "Kau tidak punya nyali untuk memulai"! Kalau
begitu sambut pukulanku ini!".
Pengemis Kaki Pincang angkat tangan kanan. Namun dua anggota Perkumpulan
melompat ke tengah kalangan. Mereka adalah dua kakak beradik Sepasang Cakar Garuda yang
dulunya merupakan fakir-fakir miskin di kaki gunung Salak, tapi yang kemudiannya
berhasil diseret oleh
Pengemis Kaki Pincang untuk masuk ke dalam Perkumpulan Pengernis Darah Hitam.
"Para Ketua, kalau untuk membereskan manusia ini, serahkan pada kami!," kata
Sepasang Cakar Garuda yang tertua.
" Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Keris Tumbal Wilayuda
Meskipun darahnya sudah mendidih namun Pengemis Kaki Pincang yang percaya akan
kemampuan kedua anggotanya itu segera bersurut mundur!
"Bereskanlah cepat!," katanya.
"Ah lagi-lagi bangsa-bangsa kroco yang disuruh maju!" menghina Iblis Pencabut
Sukma. "Kroco atau apa, tapi ketahuilah nyawamu hanya beberapa kejapan mata saja
Iblis!" 1blis Pencabut Sukma mendengus. "Sombongnya!," katanya.
Dan disaat itu cambuk-cambuk lawan sudah menderu laksana topan, menyerang ke
arah leher dan kaki, lalu bergantian secara teratur dan cepat membabat ke dada dan ke
perut! Dalam seketika saja maka Iblis Pencabut Sukma sudah terbungkus serangan cambuk yang
bergelegaran itu. Jubah Merah dan kerudungnya berkibar-kibar karena kerasnya sambaran cambuk
hitam kedua lawan! "Hemm... permainan cambuk kalian boleh juga! Tapi aku mau lihat apa bisa
menerima pukulan menendang langit menjungkir awan ini"!".
Habis berkata demikian Iblis Pencabut Sukma tendangkan kaki kiri ke muka dan
hantamkan telapak tangan karian dari bawah ke atas!
Disaat itu pula maka menggelindinglah kedua anggota Perkumpulan Pengemis Darah
Hitam itu. Tapi begitu terhampar begitu keduanya bangun lagi meskipun dengan
keluarkan keringat dingin dan sama menyadari bahwa diri mereka di bagian dalam terluka
parah! Keduanya sama-sama menggerung. Cambuk hitam mendera ganas. Sedang tangan kiri
yang membentuk cakar burung garuda dengan kecepatan yang luar biasa menyambar ke
muka dan ke dada Iblis Pencabut Sukma!
"Oh jadi kalian adalah Sepasang Cakar Garuda huh"!" ujar Iblis Pencabut Sukma
yang kenali permainan silat kedua lawannya.
Sebaliknya dua anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam itu rupanya tidak mau
kasih hati lagi. Serangan-serangan mereka yang dahsyat itu mereka susuli dengan
empat buah tendangan sekaligus! Iblis Pencabut Sukma bersuit keras! Serasa mau pecah
gendang-gendang
telinga mendengarnya! Begitu suitannya lenyap maka dari tangan kirinya
menyambarlah sinar
merah yang menyeruak laksana kipas menyerang Sepasang Cakar Garuda sekaligus!
Kedua anggota Perkumpulan Pengemis Darah Hitam itu mencelat ke loteng, satu amblas dan
Perawan Maha Sakti 2 Memburu Iblis Lanjutan Pendekar Penyebar Maut Karya Sriwidjono Lembah Nirmala 15

Cari Blog Ini