Ceritasilat Novel Online

Iblis Berjanggut Biru 2

Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru Bagian 2


dibiarkan begitu saja. Karena kau telah berbaik hati menyerahkan peta itu, maka
aku memberi sedikit keringanan padamu. Aku tak akan bersenang-senang dengan
gadis itu di hadapanmu. Tapi aku akan membawanya ke suatu tempat. Ha. .. ha ...
ha ..." "Manusia Iblis!" teriak Rana Wulung. Seperti ada yang memberi kekuatan padanya
tubuhnya yang sejak tadi terkapar tiba-tiba bisa bangkit berdiri. Namun sebeltim
mencapai Pangeran Matahari orang tua ini roboh ke tanah dan tak sanggup lagi
bangun. "Ya Tuhan ... dosa apa yang telah kuperbuat hingga mqngalami nasib
seperti ini ..." mengeluh Rana Wulung dalam hatinya.
"Selamat tinggal orang tua tolol! Muridmu kubawa!"
Pangeran Matahari membungkuk siap untuk memanggul tubuh Ratih. Di saat itulah
terdengar suara siulan disusul bentakan menggeledek.
"Dicari-cari tidak bertemu! Ternyata kau menjual lagak di puncak Sawojajar ini!"
Bersamaan dengan itu hemhusan angin kencang menderu deras membuat Pangeran
Matahari sesaat tergontai-gontai dan hampir saja jatuh duduk kalau tidak lekas
memasang kuda-kuda pertahanan dengan merenggangkan kedua kakinya.
"Bangsat dari mana yang berani mencampuri urusan orang!" hardik Pangeran
Matahari! Sesosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu sosok tubuh Ratih yang terbaring di
tanah lenyap. Ketika berpaling ke kiri Pangeran Matahari dapatkan gadis itu kini
sudah KARYA 33 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
terbaring di lantai serambi depan rumah kayu. Tegak disampingnya seorang pemuda
berambut gondrong, berpakaian putih, bersikap seenaknya sambil menyeringai.
"Kau!" seru Pangeran Matahari. Nadanya keras dan marah. Tapi dalam hatinya dia
merasa tidak enak kalau tidak mau dikatakan takut. Beberapa kali sebelumnya dia
telah bentrokan hebat dengan pemuda yang menyandang pelar Pendekar Kapak Maut
Naga Geni 212 itu. Dan dalam setiap bentrokan dia selalu berada di pihak yang
kurang menguntungkan.
"Rupanya kau sudah rindu akan kematian hingga mencariku ke tempat ini!"
Wiro Sableng tertawa gelak gelak.
"Kalau pemuda rindukan gadis itu lumrah. Tapi kalau aku rindukan kamu untuk
mencari mati. Ha ... ha ... ha"! Terbalik perutku!" Habis berkata begitu Wiro
berlagak seperti orang mau muntah!
Paras Pangeran Matahari berubah kelam dan membesi.
Dan ejekan Wiro Sableng masih belum habis.
"Eh, sejak kapan kau pakai janggut seperti itu. Pandai juga kau mewarnainya.
Apakah kau pakai tahi kerbau atau kotoran kuda untuk mewarnai janggutmu hingga
jadi biru seperti itu ....?"
"Orang yang hendak mampus memang sering bicara ngacok!" kata Pangeran Matahari
dengan suara bergetar. Dari tempatnya berdiri dia langsung hantamkan tangan
kanan. Sinar merah, kuning dan hitam berkiblat di puncak bukit Sawojajar itu. Udara
terang benderang mengerikan karena disertai hembusan hawa panas yang luar biasa.
Sebagian atap rumah kayu langsung hangus. Daun-daun dan juga ranting-ranting
pepohonan menghitam.
"Iblis berjanggut biru ini benar-benar sakti luar biasa!" membatin Rana Wulung.
Seumur hidupnya baru sekali itu dia melihat pakulan sakti seperti yang
dilepaskan Pangeran Matahari. Sementara itu di atas serambi rumah, kalau saja
dia bisa berteriak pastilah Ratih sudah menjerit melihat bahaya yang mengancam
pemuda gondrong yang telah dua kali menyelamatkan dirinya.
Tapi gilanya dia melihat si gondrong malah masih tegak tenang.-tenang saja.
Hanya dia kemudian menyaksikan tangan kanan Wiro berubah putih berkilau seperti
perak KARYA 34 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
sampai ke siku. Dan ketika pemuda itu pukulkan tanqannya ke depan, terdengar
suara menggeledek disertai bertebarnya sinar putih menyilaukan dan panas luar
biasa! "O.. ladalah! Inikah yang dinamakan pukulan sinar matahari ...?" ujar Rana
Wulung dalam hati. Tubuhnya terguling jauh. Begitu juga Ratih, terbanting ke
dinding kamar. Asap kelabu kemudian menyungkup seantero tempat itu.
"Bangsat!" memaki Pangeran Matahari di dalam kepulan asap. Dia melompat ke kiri.
Dendam kesumatnya atas kejadian di masa lalu terhadap Wiro masih belum terbalaa.
Malam itu kembali dia tak mampu merobohkan lawan. Menimbang bahwa dia sudah
mendapatkan peti yang dicarinya maka dia mengambil keputusan untuk meninggalkan
tempat itu. Selagi asap menupi pemandangan, Pangeran Matahari berkelebat dan
lenyap dari situ.
KARYA 35 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
8 KI RANA WU LUNG duduk bersandar ke dinding kayu kamarnya. Dadanya masih sesak
dan sakit. Tapi berkat obat yang diberikan Wiro, luka di dalam yang dideritanya
menunjukkan tanda-tanda membaik. Darah tak lagi keluar setiap dia batuk dan
meludah. Ratih duduk di sampingnya, membalut potongan kayu yang ditempelkan ke lengan
kanan sang guru yang patah. Hari itu adalah hari kedua sejak terjadi bencana
akibat kejahatan Pangeran Matahari.
"Sudah .... Ikatanmu sudah cukup kencang. Kau pergilah mengurus kuburan Danu.
Kulihat dari sini timbunan tanah di sebelah kepala agak tenggelam.
"Baik guru . . . ." jawab Ratih perlahan. "Tapi sampai hari ini guru belum
memberi petunjuk apa yang hendak kita lakukan atas manusia terkutuk bernama
Pangeran Matahari itu. Jika guru setuju saya bisa meminta bantuan pamanda
Tumenggung Puro Bekasan untuk rnengirimkan pasukan Kerajaan mencari dan
menangkap orang itu ..,."
Ki Rana Wulung menarik nafas dalam. Sesaat dia melirik pada Pendekar 212 Wiro
Sableng yang duduk bersila di dekat pintu kamar lalu gelengkan kepalanya.
"Manusia iblis seperti Pengeran Matahari itu sulit untuk dikejar, apalagi
ditangkap sekalipun mengerahkan seluruh pasukan Kerajaan"."
"Sehebat itukah dia" Bukankah di Kotaraja juga banyak para tokoh silat istana
yang bisa dimintakan bantuannya ...?" ujar Ratih dengan agak kecewa.
"Menurut pendengaranku, manusia itu beberapa kali membuat keonaran di Kotaraja.
Berani mengacau sampai ke dalam Keraton ..."
"Lalu kita biarkan saja dia berbuat kejahatan" Bahkan dia telah mengambil peta
rahasia yang sangat berharga itu, guru!"
"Dunia ini memang aneh. Dalam keanehan itu aku merasa malu dan ingin minta
maaf ... Juga ingin berterima kasih."
"Eh, kau malu karena apa guru. Dan mau minta maaf pada siapa?"
KARYA 36 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
"Pada pemuda itu ...." jawab Rana Wulung seraya menggoyangkan kepalanya ke arah
Wiro. "Anak muda, kau masuklah ke mari."
Karena dipanggil Wiro masuk ke dalam.
"Sebetulnya aku ingin minta diri . . ." berkata Wiro begitu duduk di hadapan
Rana Wulung. "Jangan begitu anak muda. Kalau tidak kusampaikan rasanya akan menjadi ganjalan.
Kukatakan tadi aku malu. Malu karena telah terlanjur bersikap kasar dua hari
lalu padamu. Padahal kau yang telah menyelamatkan kedua muridku sewaktu
dihanyutkan banjir. Lalu kau juga yang menyelamatkan kami dari manusia iblis
bernama Pangeran Matahari itu?"
"Memang begitulah maunya keanehan dunia, kek!" jawab Wiro.
Rana Wulung tertawa karena untuk pertama kalinya pemuda itu memanggilnya dengan
sebutan kakek. "Guru," tiba-tiba Ratih menyelak pembicaraan. "Kau masih belum menjawab apakah
akan kita biarkan iblis berjanggut biru itu lolos membawa peta rahasia
milikmu .... ?"
Rana Wulung memegang bahu muridnya dengan tangan kiri.
"Pangeran Matahari mengagulkan dirinya sebagai seorang yang terhebat dalam
segala licik, segala akal, segala congkak dan segala akal. Kau tak perlu
mengawatirkan peta itu, muridku. Peta yang dirampasnya itu adalah peta palsu!"
Ratih dan Wiro terkejut.
"Kau cerdik guru! Jadi kau masih menyimpan peta yang asli ... ?"
"Ya, dan aku akan memberikannya pada murid Sinto Gendeng ini. Sesuai dengan
surat gurunya itu . . . . Tentang Pangeran Matahari aku percaya hukuman bakal
jatuh padanya!" Rana Wulung berpaling pada Wiro. "Syukur kau muncul kembali ke
tempat ini" "
"Kek, aku kemari bukan untuk meminta peta itu. Bukankah kau sudah memutuskan
untuk tidak memberikannya. Aku kembali kemari karena di tengah jalan secara
tidak aengaja melihat seorang berpakaian biru, berjanggut biru dengan gerakgerik mencurigakan. Ketika aku rasa-rasa kenal akan wajahnya walaupun kini
memakai janggut biru, maka diam-diam aku menguntitnya. Ternyata dia datang
kemari. Musuh KARYA
37 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
besar yang sangat licik, yang sampai hari ini selalu lolos dari tanganku ...."
"Terlepas apapun tujuanmu kembali kemari tapi aku sudah memutuskan untuk
menyerahkan peta rahasia telaga emas itu padamu. Harap kau suka menyampaikannya
pada gurumu di puncak Gunung Gede."
"Kalau begitu keputusanmu, aku hanya menurut saja," jawab Wiro.
Ki Rana Wulung membuka kain putih penutup kepalanya. Tampak rambutnya yang
berwarna kelabu tergulung membentuk sebuah sanggul kecil di atas kepalanya.
Dengan tangan kirinya orang tua ini membuka sanggul itu. Darl dalam sanggul yang
terbuka itu tampak sehelai kain berwarna hitam tergulung rapi tak lebih besar
dari jari kelingking.
Selagi Ratih dan Wiro bertanya-tanya dalam hati benda apa sebenarnya yang ada
dalam gulungan rambut Ki Rana Wulung, orang tua itu membuka gulungan kain hitam
tadi. Ternyata lebarnya kain ini hanya selebar telapak tangan. Dan di atas kain
itu terdapat sebuah lukisan telaga berwarna putih. Di bawah lukisan kecil ini
ada serangkaian tulisan putih berbunyi :
Berbiduk di atas Bengawan
Dari selatan ke arah barat
Dari utara ke arah timur
Telaga sejuk hanya satu
Beringin sakti hanya satu
Duduk bersila di atas batu merah
Menghadap lurus ke utara
Pasti terlihat pohon bersilang
Rahasia tersembunyi di bawahnya
Hanya yang mendapat berkah Ilahi aku mendapatkannya.
"Inikah peta telaga emas itu, guru?" bertanya Ratih.
Sang guru mengangguk. Lalu kain hitam kecil itu digulungnya kembali dan
diulurkannya pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Simpan baik-baik. Serahkan pada gurumu. Dia tak perlu mengembalikannya KARYA
38 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
padaku. Apa yang akan dilakukannya terhadap harta itu terserah dia. Aku sudah
terlalu tua untuk mengurus segala urusan dunia. . ."
"Terima kasih atas kepercayaanmu, kek." kata Wiro seraya mengambil gulungan kain
hitam. Benda ini kemudian dimasukkannya ke dalam ikatan ikat kepalanya di
sebelah belakang.
Rana Wulung tersenyum. "Sepintas tampangmu tampak tolol. Nyatanya otakmu
cerdik ..."
Wiro garuk-garuk kepala.
"Aku minta diri sekarang kek. Kudoakan kau lekas sembuh . . ."
"Obatmu pasti mujarab. Sekali lagi aku berterima kasih?"
Ratih tampak seperti hendak mengatakan sesuatu.
"Ada yang hendak kau sampaikan Ratih ...?"
Sang dara agak gugup. Namun akhirnya dia menggelengkan kepala.
"Kalau tak ada apa-apa lagi, tolong ampilkan Qur'anku. Di umur setua ini apa
lagi yang akan kukerjakan kalau bukan berbuat Ibadah ..."
KARYA 39 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
9 PANGERAN MATAHARI menjadi sangat heran ketika dalam rimba belantara itu tibatiba saja dia mendengar suara orang bernyanyi di kejauhan. Nyanyian itu diiringi
tabuhan gendang dan kerincingan.
"Setan atau manusia yang berpesta di hutan ini"!" ujar sang pangeran dalani
hati. Meskipun dia menempuh rimba belantara itu untuk urusan penting dan memintas
jalan, namun keanehan yang didengarnya itu membuat dia memutar langkah menuju
arah datangnya suara nyanyian dan tabuhan gendang serta kerincingan.
Di suatu tempat yang leguk, hampir menyerupai lembah kecil, Pangeran Matahari
melihat sepasang kakek-nenek asyik menyanyi sambil menari-nari dalam gerakan
berputar-putar membentuk lingkaran. Masing-masing memegang tetabuhan berbentuk
rebana yang pada pinggirannya dilingkari lembaran-lembaran kaleng tipis kecil.
Setiap rebana itu ditabuh, kerincingan ikut berbunyi.
"Dua tua bangka edan! Kalau tidak edan masakan berada di tempat ini dan menari!
Ada-ada saja."
Pangeran Matahari hendak balikkan diri guna melanjutkan perjalanan. Namun
niatnya ini dibatalkan. Kakek nenek di bawah sana dilihatnya mengeluarkan sebuah
bumbung kecil. Sambil menari keduanya kemudian mendongak ke atas dan tempelkan
mulut bumbung bambu itu ke bibirnya. Dari tempatnya berdiri Pangeran Matahari
dapat mencium harumnya bau minuman yang direguk kedua orang tua itu sambil
menari dan menyanyi.
"Mabuk .... Pantas mereka seperti orang gila. Tapi minuman itu sungguh luar
biasa.Sejauh itu bau harumnya menebar sampai ke sini. Tenggorokanku kering.
Kalau saja aku kebagian barang beberapa teguk .... Ah, aku coba menemui mereka!"
Pangeran Matahari melangkah menuruni bagian rimba yang berbentuk lembah itu.
Seperti tidak melihat kedatangan orang, dua kakek nenek tadi terus saja menarinari dan menyanyi, menabuh rebana dan meneguk minuman harum di dalam bumbung
KARYA 40 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
bambu. Tiba-tiba suara nyanyian berhenti. Tabuhan rebana dan suara gemerincing kalengkaleng lenyap. Dua kakek nenek palingkan wajah masing-masing ke arah pemuda
berjanggut hiru. Ketika Pangeran Matahari menatap wajah krrdua orang tua itu,
astaga! Hatinya tergetar. Kakek dan nenek ini memiliki sepasang mata sengat merah dan
tidak memiliki bagian mata berwarna putih!
"Jangan, jangan?" Ucapan dalam hati Pangeran Matahari terputus ketika tiba-tiba
si nenek berpakaian aneh penuh tambalan itu berkata pada temannya.
"Hai, kedatangan tamu dari jauh. Akan diajak minum atau diajak menari ?""
Kawannya si kakek yang juga berpakaian penuh tambalan menjawab setelah lebih
dulu tertawa cekikikan.
"Minum dan menari soal kedua. Tapi apakah dia pandai menyanyi ... "!"
Si nenek kini yang ganti tertawa cekikikan.
"Hai! Apakah kau pandai menyanyi"!" Si kakek ajukan pertanyaan.
Pangeran Matahari menggeleng.
"Ah, janggutmu saja yang keren tapi tak pandai menyanyi!" Si nenek tampak
kecewa. "Apa maumu datang ke mari"!" Si kakek bertanya. Rebana di tangan kiri
diletakkannya di atas kepala lalu dia menurunkan tubuh, duduk bersila di tanah.
Anehnya rebana yang tadi dijunjungnya tetap berada di batas kepalanya semula,
seolah-alah rebana itu tergantung di udara, diikat oleh tali yang tak kelihatan!
Bergetarlah hati Pangeran Matahari. Dadanya berdebar.


Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang dihadapinya saat itu mungkin bukan orang-orang gila, tetapi manusia-manusia
sakti dengan kepandaian langka!
"Hai! Di mana rebanaku"!" Tiba-tiba si kakek berseru dan menoleh kian ke mari,
lalu memegang-megang kepalanya mencari-cari. Kawannya tertawa terpingkalpingkal. "Tua bangka pikun! Itu rebanamu, bukankah kau tinggalkan di puncak gunung"!"
Mendengar kata-kata kawannya itu, si kakek mendongak ke atas. Dia melihat
rebananya mengapung di udara lalu tepuk kening sendiri seraya berkata, "Pelupa
benar aku ini. Tolong kau ambilkan rebanaku itu nek!"
KARYA 41 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Si nenek angguk-anggukkan kepalanya. Aneh sekali. Rebana yang mengapung di udara
itu bergerak turun naik lalu jring! Rebana itu hinggap kembali di atas kepala si
kakek! Kedua kakek nenek itu kemudian tertawa terpingkal-pingkal.
"Siapa gerangan dua manusia aneh luar biasa ini ...." membatin Pangeran
Matahari. Karena hatinya merasa tidak enak maka dia memutuskan untuk segera tinggalkan
tempat itu. Tapi baru saja dia membalikkan tubuh, tahu tahu si nenek sudah
menghadang langkahnya.
"Aih, datang baik-baik kini hendak pergi begitu saja. Sungguh tidak tahu
peradatan?"
"Dia mungkin tak suka kita, nek. Biar saja dia pergi!"
"Tidak bisa ... tidak bisa . . . " sahut si nenek sambil geleng-gelengkan
kepala. "Aku harus tahu dulu mengapa dia datang ke mari. Jangan-jangan membawa
maksud tersembunyi ..."
"Betul ... betul! Ayo orang muda berjanggut biru. Katakan mengapa kau datang dan
mengganggu kami di sini" Kalau kau tidak muncul nyanyi dan tarian kami tak akan
terganggu ..."
"Aku sama sekali tidak membawa niat tersembunyi. Apalagi hendak mengganggu
kalian. Hanya saja minuman yang kalian teguk itu baunya harum sekali, menebar
jauh menimbulkan selera. Apalagi aku sedang kehausan . . . ."
"Aih, itu rupanya. Mengapa kau tidak bilang dari tadi?" ujar si nenek. "Kalau
cuma sebumbung arak harum, masakan aku tidak mau memberi. Asal saja kau minum
dan habiskan di tempat ini!"
Dari balik pakaian anehnya nenek itu keluarkan sebuah bumbung bambu berisi penuh
arak lalu menyodorkannya pada Pan geran Matahari. "Nah, kau minumlah sampai
habis sepuasmu. Tapi minum di sini saja, janyan dibawa. Tabungnya aku masih
perlu!" "Terima kasih nek. Aku hanya butuh beberapa teguk. Tak perlu semuanya."
"Terserah padamu. Asal kau minum itu sudah tanda menghormat kami . . . ."
Pangeran Matahari menerima tabung bambu itu. Tiba-tiba saja saat itu hatinya
mendadak tidak enak. Ketika mulut bambu didekatkannya ke bibirnya, hidungnya
KARYA 42 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
membau sesuatu di antara keharuman arak dalam bambu. Racun!
"Hai! Kenapa kau tidak segera minum " Apa arakku tidak enak" Jangan berani
menghina . . ."
"Terima kasih. Kau ambil kembali arakmu. Aku baru ingat berpantang minum minuman
keras . . ." jawab Pangeran Matahari pula.
Kemudian dilihatnya paras si nenek membersitkan kemarahan. Sepasang matanya yang
merah seperti sambaran api.
"Kalau tidak kau minurn, kubunuh kau!" Perempuan tua itu mengancam.
"Jangan terlalu memaksa! Aku tidak suka dipaksa!" Pangeran Matahari menghardik.
Kedua tangannya diletakkan di pinggang setelah lebih dulu mencampakkan tabung
arek ke tanah. Terjadi hal yang hebat. Ketika arak dalem tabung terguyur ke
luar, tanah dan pohon-pohon kecil yang tersiram tampak menjadi hitam dan
mengepulkan asap.
Marahlah Pangeran Matahari. Duyaannya betul!
"Tua bangka keparat! Kau hendak membunuhku dengan minuman itu!"
"Hik , . . hikk ... hikkkk," si nenek tertawa cekikikan.
Pangeran Matahari cekal dada pakaian perempuan puan tua ini dan angkat tinggitinggi tubuh si nenek lalu menghempaskannya ke tanah. Tapi ternyata si nenek
jatuh dengan dua kaki lebih dulu dan tetap dalam keadaan berdiri!
Dari samping kawannya melompat marah. "Berani kau berlaku kurang ajar pada
kawanku" Nyawamu tidak akan kami ampuni! Kau memilih dibunuh atau bunuh diri"!"
Pangeran Matahari tertawa dingin.
"Kalian belum tahu berhadapan dengan siapa!" Lalu dia buka pakaian luarnya yang
berwarna biru. Di balik pakaian biru itu tampak pakaian hitam dengan gambar
puncak gunung, matahari serta garis-garis sinar berwarna merah.
"Ah, pakaian jelek begitu hendak disombongkan! Kami sudah memutuskan kau harus
mampus! Kecuali"." Si nenek menggantung ucapannya.
"Kecuali apa"!" sentak Pangerun Matahari.
"Kau menyerahkan pada kami peta rahasia telaga emas!"
Terkejutlah Pangeran Matahari mendengar kata-kata perempuan tua itu. Jelas dia
sudah kena tipu hingga datang menghampiri dua tua bangka edan itu. Tapi
bagaimana KARYA
43 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
mereka tahu kalau dia membawa peta telaga emas"
"Siapa kalian sebenarnya"!"
Kakek dan nenek tertawa panjang. Lalu sama-sama menjawab seperti sudah diatur
dan dihafal baik-baik.
"Dari utara sampai selatan, dari timur sampai barat, siapa tidak kenal Sepasang
Setan Bermata Api .... ?"
"Celaka!" keluh Pangeran Matahari dalam hati begitu mendengur dan mengetahui
siapa adanya kedua kakek nenek itu. "Kalau tidak dengan segala licik dan segala
akal aku bisa celaka ..." Lalu dia mundur selangkah seraya berkata. "Ah, tidak
tahunya aku berhadapan dengan datuk-datuk dunia hitam yang ditakuti dalam rimba
persilatan. Jika kalian yang meminta sesuatu padaku, mana aku berani menolak.
Tapi bagaimana kalau kita sama-sama memecahkan teka-teki dalam peta itu.
Hasilnya kita bagi tiga."
"Aku setuju!" ujar si kakek.
"Aku tidak!" menampik si nenek. "Peta itu harus kau serahkan padaku. Sam ini
juga!" "Kalau begitu pintamu baiklah . . . ."
Pangeran Matahari masukkan tangannya ke balik pakaian hitam. Tapi di lain kejap
tangan itu tiba-tiba melesat ke depan dalam serangan kilat berupa satu dorongan
telapak tangan. Si nenek yang rupanya juga tidak bodoh dan telah waspada, begitu
melihat tangan orang berkelebat, cepat pula gerakkan kedua tangannya sekaligus
dan memukul ke depan.
Bukk! Dua telapak tangan saling beradu. Di saat yang sama tangan kiri si nenek
berhasil mencekal lengan Pangeran Matahari. Sekali dia membuat gerakan membetot
maka tubuh Pangeran Matahari terlempar ke atas!
Meskipun berhasil membuat Pangeran Matahari jungkir balik di udara, namun si
nenek menerima nasib mengenaskan. Bentrokan telapak tangan tadi membuat tubuhnya
jatuh berlutut. Isi perutnya seperti dibetot-betot. Kepalanya seperti dihantam
palu godam. Darah mengucur dari kedua telinga, hidung dan mulut! Dia telah
menerima hantaman pukulan Merapi Meletus! Meskipun memiliki tenaga dalam tinggi,
KARYA 44 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
ternyata masih berada di bawah tingkat tenaga dalam Pangeran Matahari. Dalam
pada itu si nenek juga kalah kesaktian!
Perlahan-lahan tubuh si nenek terkulai ke depan. Akhirnya roboh ke tanah tanpa
nyawa lagi. Pukulan itulah yang beberapa hari lalu hampir menewaskan Ki Rana
Wulung di puncak bukit Sawojajar kalau saja tidak diobati oleh Pendekar 212 Wiro
Sableng! Melihat kawannya mati, si kakek berteriak marah. Kedua tangannya membuat gerakan
menggapai ke langit. Tetapi anehnya kedua tangan itu seperti mulur menjadi
panjang dan di lain saat yang kiri melesat ke tenggorokan Pangeran Matahari
sedang tangan yang kanan mencengkeram.ke arah selangkangannya!
Pangeram Matahari berseru kaget dan cepat menghindar selamatkan diri sambil
lepaskan pukulan Merapi Meletus. Tapi gerakannya setengah jaIan dipapas secara
cerdik oleh lawan dengan satu ketukan pada sikunya.Pangeran Matahari menjerit.
Sekujur tubuhnya bergeletar. Tangan kanannya terkulai seperti lumpuh. Kagetlah
si janggut biru ini. Sebelum lawan menyerbu untuk kedua kalinya dia segera
menghantam dengan pukulan Telapak Matahari. Ini merupakan satu dua tiga pukulan
sakti yang dimilikinya. Angin deras menderu panas. Si kakek menjerit ketika
dirasakannya tubuhnya seperti terpanggang. Dia memukul ke depan. Tapi semakin
dia mengerahkan tenaga semakin keras hawa panas yang membakarnya. Sekujur
tubuhnya tampak menjadi merah lalu mcngepul. Kakek bermata merah ini menjerit
keras. Itulah suara terakhir yang bisa dilakukannya. Tubuhnya roboh ke tanah,
meregang nyawa menyusul kawannya.
"Tua bangka-tua bangka keparat! Membuang-buang waktuku saja!" maki Pangeran
Matahari. Sesaat dia meraba selangkangannya. Tengkuknya terasa rasa dingin.
Kalau saja cengkeraman lawan tadi sempat menghancurkan anggota rahasianya,
sekalipun dia bisa bertahan hidup maka hidupnya sengsara selama-lamanya!
Pangeran Matahari siap melangko pergi. Mendadak matanya tertancap pada sebuah
benda dalam genggaman tangan kanan lelaki tua yang terbujur di tanah itu.
Astaga! Pangeran ini memeriksa pakaiannya. Ternyata peta rahasia telaga emas itu tak ada
lagi di tempat dia menyembunyikan di balik pakaian. Bagaimana benda itu kini
berada KARYA 45 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
dalam genggaman si kakek" Dia cepat menarik peta itu dari tangan mayat. Tapi
ketika dia membungkuk tahu-tahu kaki kanan mayat bergerak menghantam perutnya !
Pangeran Matahari terlempar dan jatuh terguling di tanah! Perutnya seperti
pecah. Nafasnya megap-megap. Bagaimana mungkin mayat bisa menendang" Kecuali kakek edan
itu memang sebenarnya belum mati"!"
Pemuda berjanggut biru ini berdiri. Baru saja berdiri, di depannya si kakek
ternyata telah terlebih dulu berdiri. Orang tua bermata merah ini dalam keadaan
tubuh seperti hangus acungkan peta rahasia di tangan kanannya.
"Peta ini palsu!" berkata si kakek sambil campakkan benda itu ke tanah. Lalu dia
melangkah pergi.
Pangeran Matahari cepat mengambil peta yang dicampakkan dan mengejar si kakek.
Secara licik dari belakang dia lepaskan pukulan Telapak Matahari. Kali ini
dengan kekuatan hampir dua pertiga tenaga dalamnya. Di depan sana tubuh si kakek
terpental jatuh. Berguling-guling beberapa kali lalu tak bergerak lagi. Sang
pangeran mendekat dan memeriksa. Tubuh si kakek sama sekali tak bergerak. Dada
dan perutnya tidak menunjukkan tanda-tanda pernafasan. Tapi dia tak mau tertipu
untuk kedua kalinya.
Tumit kaki kirinya dihantamkan ke batok kepala si kakek.
Praak! Kepala itu rengkah!
"Manusia aneh. Bagaimana tadi jelas-jelas sudah mampus bisa hidup lagi ...?"
berkata Pangeran Matahari dalam hati penuh tak mengerti. Sambil melangkah pergi
dan sesekali berpaling ke belakang. Seolah-olah khawatir kalau manusia aneh itu
tiba-tiba hidup kembali dan menyerangnya!
Sambil melangkah di dalam rimba belantara itu telinga Pangeran Matahari seperti
dingiangi terus menerus ucapan si kakek tadi. Peta itu palsu! Benarkah" Kalau
palsu di mana yang asli" Apakah Ki Rana Wulung telah menipunya" Di satu tempat
dia duduk menjelepok di tanah dan kembangkan peta rahasia telaga emas. Lama dia
memperhatikan gambar gunung, sungai dan lingkaran bengkok serta tanda silang.
Sebelumnya dia sudah meneliti peta itu berulangkali. Terus terang saja memang
sulit untuk mengerti atau mendapatkan petunjuk. Tanda silang mungkin sekali
tempat di KARYA
46 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
mana harta berupa emas itu disembunyikan. Tapi sungai dan, gunung, sungai mana
dan gunung apa"
"Gila! Jangan-jangan peta ini memang benarbenar palsu!" kata Pangeran Matahari
seraya memukulkan tinju kanannya ke dalam telapak tangan kiri. "Bangsat tua itu
telah memperdayaiku! Akan dirasakannya pembalasanku!"
KARYA 47 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
10 MATAHARI telah condong ke barat. Di dalam kamarnya Ki Rena Wulung baru saja
memasuki tahajud terakhir sembahyang Asar ketika tiba-tiba pintu kanrar itu
didobrak hancur berantakan.
Satu bentakan menggeledak. Sesosok bayangan biru berkelebat.
"Bangsat penipu! Kau akan mampus tersiksa!"
Dalam kekhusukan sembahyang Ki Rana Wulung sama sekali tidak sempat membuat
serangan mengelak ketika satu tendangan menghantam dadanya. Orang tua yang baru
saja mulai sembuh ini mencelat menghantam dinding di belakangnya.
Dinding itu bukan saja jebol tapi tubuhnyapun terlempar ke luar dan jatuh di
halaman samping bangunan!
Pangeran Matahari hantamkan kaki dan tangannya untuk menerobos dinding, langsung
melompat ke hadapan Ki Rana Wulung yanq saat itu tergeletak megap-megap
sementara darah kental menyembur tiada henti dari mulutnya.
"Manusia iblis ...." Rutuk Ki Rana Wulung. Suaranya hampir tak terdengar karena
kerongkongannya tersendat oleh darah.
Pangeran Matahari jambak rambut orang tua itu lalu hantamkan kepalanya ke tiang
serambi. Rana Wulung mengeluh pendek lalu roboh pingsan. Pangeran Matahari tarik
kain sarung yang dikenakan si orang tua. Dengan kain itu diikatnya kedua kaki
Rana Wulung lalu kakek malang ini digantungnya kaki ke atas kepala ke bawah pada
sebuah balok melintang di serambi rumah. Selesai melakukan kebiadaban itu
Pangeran Matahari memeriksa seluruh bangunan kayu bahkan sampai ke halaman.
Setiap benda termasuk batu, pepohonan dan semak belukar ditelitinya. Tapi sampai
sang surya mulai redup di ufuk barat apa yang dicarinya tidak ditemukan.
"Keparat betul! Di mana disembunyikannya peta itu." Pangeran Matahari memandang
berkeliling. Sesaat dia menatap tubuh tua yang tergantung tak bergerak itu.
Entah sudah mati entah masih hidup. Pangeran Matahari, merasa jengkel dan tidak
KARYA 48 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
puas. Dia menggeledah sekali lagi. Mengelilingi bangunan untuk ke empat kalinya
ketika tiba-tiba matanya melihat sehelai kertas lusuh terselip di bawah tikar
yang terbentang di lantai serambi bangunan. Surat itu adalah surat yang
disampaikan Pendekar 212 Wiro Sableng dan dikirimkan oleh gurunya di puncak
Gunung Gede. Lama Pangeran Matahari merenung dalam menyelidik isi dan arti surat yang aneh
itu. Di balik keanehan itu dia yakin tersembunyi sesuatu.
"Rahasia surat ini tersembunyi di balik kalimat muatan berusia tiga puluh tahun
lebih .... Hemmm..." Bergumam Pangeran Matahari sembari mengusap-usap
janggutnya. "Jangan-jangan ... Bukan mustahil yang dimaksud dengan muatan adalah peta
rahasia telaga emas itu! Bukankah peta itu sudah berumur tiga puluh tahun sejak
diketahui muncul pertama kali dalam rimba persilatan ..." Aku harus menyelidik
ke puncak Gunung Gede..."
Namun setelah memikir sampai di situ, Pangeran Matahari menjadi gelisah. Datang
ke puncak Gunung Gede sama saja masuk ke goa harimau.
Dia masih ingat akan pesan gurunya Si Muka Bangkai alias Setan Muka Pucat
sebelum dilepas pergi. Ada tiga tokoh silat muda yang harus diperhatikannya
karena memiliki ilmu kepandaian yang sulit ditandingi. Salah satu dari tiga
pendekar itu adalah Wiro Sableng. Jika Wiro sudah dilihatnya begitu hebat, tentu
sang guru jauh lebih berbahaya lagi. Mungkin dia hanya mencari mati jika muncul


Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di Gunung Gede.
Apalagi jika Wiro ada pula di sana.
"Tetapi bukan mutahil peta rahasia itu diberikannya pada murid perempuannya!
Ah, bagaimana ini!" Pangeran Matahari tenggelam dalam jalan pikiran penuh segala
duga. "Apakah aku harus menyelidiki pula ke Kotaraja dan mencari keponakan
Tumenggung Puro Bekasan itu ..." Kembali sang pangeran merenung. Otak iblisnya
bekerja. "Pemuda itu .... si gadis! Tolol! Mengapa aku tidak memanfaatkan segala
akal, segala licik, segala cerdik!"
Dengan seringai muncul di wajahnya yang keras angkuh, Pangeran Matahari
berkelebat tinggalkan tempat itu.
*** KARYA 49 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
TUMENGGUNG PURO BEKASAN tengah mereguk kopi hangat di cangkir besar ketika pagi
itu pengawal masuk memberi tahu bahwa seorang penebang kayu dari Tegal Jenar
datang menghadap. "Seorang penebang kayu... ?" mata Tumenggung Puro Bekasan
mendelik karena merasa terhina ada seorang rendahan dutang mengganggu
ketenteraman dan kenikmatan sarapan paginya.
"Betul Kanjeng Radon Tiimenggung, seorang penebang kayu dari Tegal Jenar ..."
"Apa keperluannya. Atau kau usir saja dia ..."
"Saya siap melakukan itu Kanjeng Raden. Hanya saja katanya dia datang membawa
berita penting tentang Ki Rana Weleng, guru Den Ayu Ratih Weningputri, keponakan
Kanjeng Tumenggung ..."
"Hemm ... Kalau begitu suruh dia masuk tapi panggilkan dulu keponakanku itu!"
Tak selang berapa lama Ratih datang menemui pamannya sementara dari arah halaman
depan, pengawal muncul membawa seorang lelaki setengah tua yang melangkah
terbungkuk-bungkuk. Di pinggang kanannya terselip sebuah kapak.
Pakaiannya bukan saja lusuh tapi berselimut debu, juga mukanya yang mulai
keriput bercelomong debu. Inilah si penebang kayu dari Tegal Jenar.
"Berita apa yang kau bawa ..?" Tumenggung Puro Bekasan langsung bertanya begitu
si penebang kayu menghatur sembah.
"Nama saya Timbul Karso, penebang kayu asal Tegal Jenar. Seminggu lalu saya
menebang kayu di puncak bukit Sawojajar. Tidak seperti biasanya, hidung saya
mencium bau busuk dan di langit saya lihat banyak burung gagak hitam pemakan
bangkai terbang berputar-putar, menukik lalu terbang lagi berputar-putar. Karena
merasa curiga saya naik ke puncak bukit. Saya tahu di situ diam orang tua sakti
bernama Ki Rana Wulung. Saya juga tahu kalau keponakan Kanjeng Tumenggung adalah
salah seorang muridnya . . . ."
"Dari mana kau tahu kalau keponakanku adalah muridnya .... ?"
"Saya acap kali bertemu dengan orang tua itu. Kami sering berbincang-bincang.
Satu kali dia menerangkan bahwa keponakan Tumenggung Puro Bekasan adalah salah
seorang muridnya ..."
KARYA 50 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Ratih yang merasa tidak enak ajukan pertanyaan. "Apa yang kau temukan di puncak
bukit ...?"
"Mengerikan sekali Den Ayu. Saya tak tega mengatakannya?"
"Jangan konyol!" sentak Tumenggung Puro Bekasan. "Kowe datang kemari untuk
menyampaikan berita. Sesudah sampai di sini bicara segala macam tidak tega!"
"Maafkan saya Kanjeng Raden Tumenggung ..." kata si penebang kayu seraya
membungkuk-bungkuk. "Saya menemukan kakek itu telah menjadi mayat, tergantung
kaki ke atas kepala ke bawah. Tubuhnya rusak dipatoki burung-burung gagak
dan . . . ."
"Kau tidak memberi keterangan dusta"!" Ratih ajukan pertanyaan setengah
berteriak. Matanya membelalak tapi ada genangan air mata mengambang di kelopak matanya.
"Saya bersumpah den ayu. Saya datang dari jauh membawa berita atas apa yang saya
saksikan. Saya tidak mengharapkan apa-apa?"
"Kau tahu siapa yang melakukan perbuatan keji itu?" tanya Tumenggung Puro
Bekasan. Timbul Karso gelengkan kepala. "Saya tidak tahu Kanjeng Raden Tumenggung, saya
tidak tahu . . . ."
"Saya tahu siapa yang melakukan itu paman," Ratih menyahuti. "Ingat penuturan
saya tentang manusia iblis berjanggut biru yang mengaku bernama Pangeran
Matahari" Siapa lagi kalau bukan dia yang melakukannya!'
"Tapi menurutmu, bukankan orang itu sudah pergi setelah dapatkan peta rahasia
dari gurumu?"
"Betul. Mungkin kemudian dia mengetahui peta itu palsu. Lalu kembali ke bukit
Sawojajar dan membunuh guru. Manusia iblis! Saya akan mencarinya. Saya mohon
petunjukmu paman . . ." Ratih menyeka air mau yang meluncur di pipinya.
"Soal mencari Pangeran Matahari aku bisa mengirimkan pasukan. Namun yang penting
saat ini adalah mengurus jenazah gurrnnu Ki Rana Wulung . . . ." Tumenggung Puro
Bekasan berpaling pada Timbul Karso. "Penebang kayu, aku harap kau mau membantu
mengurus dan mengubur jenazah orang tua itu?"
"Jangan saya Kanjeng Raden Tumenggung, jangan saya. Terlalu mengerikan. Saya
tidak berani."
KARYA 51 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
"Cari orang-orang desa.Minta bantuan mereka. Jerih payah mereka akan kuganjar
dengan bayaran setimpal."
"Paman," Ratih bersuara. "Izinkan saya pergi ke Sawojajar. Biar saya sendiri
yang mengurus dan mengubur jenazah guru. Kasihan orang tua itu . . ."
Tumenggung Puro Bekasan berpikir sejenak. Akhirnya dia mengangguk. "Kau boleh
pergi. Lima orang pengawal kelas satu akan mendampingimu. Bawa kuda-kuda yang
kuat. Berikan seekor kuda pada penebang kayu ini. Juga sejumlah uang atas budi
baiknya . . . ."'
"Saya tidak mengharapkan pamrih apa-apa Kanjeng Raden Tumenggung . . . ." kata
si penebang kayu sambil membungkuk.
Tumenggung Puro Bekasan tersenyum. Dia bangkit dari kvrsinya. Sesaat dia menatap
paras penebang kayu itu lalu masuk ke dalam.
KARYA 52 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
11 DI DALAM KAMARNYA setelah Ratih Weningputri meninggalkan Kotaraja, Tumenggung Puro
Bekasan duduk merenung. Seorang sebaik dan sesakti seperti Ki Rana Wulung
menemui kematian secara mengerikan begrtu rupa. Sulit bisa dipercayainya. Sekeji
itukah dunia persilatan. Hatinya risau karena keponakannya Danupaya dibunuh oleh
orang persilatan. Dan Ratih, keponakannya yang tinggal satu-satunya, apakah akan
mengalami nasib sama" Berpikir sampai ke situ akhirnya Tumenggung Puro Bekasan
memanggil perwira muda kepala pengawal gedung ketumenggungan.
"Aku merasa was-was dengan keselamatan Ratih. Bawa enam orang pengawal lagi dan
susul rombongan mereka.
Ketika pengawal itu hendak berlalu, sang Tumenggung memanggil kembali. "Ada satu
pertanyaan perwira muda. Jika ada seorang mengatakan dirinya penebang kayu, bisa
kau menyebutkan hal-hal yang membuktikan bahwa dia memang benar-benar penebang
kayu . . . ?"
"Pertanyaan Kanjeng Tumenggung cukup sulit. Saya akan menjawab sebisanya ..."
jawab perwira muda itu. "Pertama, tentu saja orang itu akan memiliki tubuh
kekar, otat-utot keras mulai dari betis sampai ke pangkal lengan ..."
"Aku setuju dengan pendapatmu!" berkata Tumenggung Puro Bekasan. "Apa lagi ..."
"Biasanya tubuhnya agak miring ke kanan, lehernya juga. Atau ke kiri. Tergantung
apakah dia kidal atau tidak. Ini karena setiap menebang sikap tubuhnya akan
tertumpu pada tangannya yang lebih kuat...."
"Yang ini aku kurang setuju. Tapi tak apa. Mungkinkah seorang penebang kayu
bertubuh bungkuk?"
Sang perwira berpikir sejenak.
"Kalau tubuhnya bungkuk .... Yang bisa dilakukannya adalah membelah kayu.
Untuk menebang pohon dia akan mengalami kesulitan ....
KARYA 53 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
"Tepat seperti apa yang ada di benakku!" kata sang Tumenggung pula. "Sekarang
tangannya. Bagaimana menurutmu bentuk tangan seorang penebang kayu?"
"Mungkin tangannya tidak besar. Tapi walaupun kecil akan tampak kukuh. Uraturatnya menonjol di antara otot-otot. Jari-jari dan telapak tangannya kekar
bahkan biasanya tebal kapalan ... Tumenggung tahu arti kapalan ... ?"
"Dugaanku tepat! Timbul Karso tidak memiliki tangan seperti itu! Dia bukan
penebang kayu!" Tumenggung Puro Bekasan hampir berteriak ketika mengucapkan
kata-kata itu. Wajahnya jelas sekali membayangkan rasa kawatir.
"Perwira, siapkan dua puluh pengawal. Aku akan memimpin sendiri rombongan
mengejar Ratih. Aku punya firasat keponakanku itu berada dalam bahaya!"
Terbungkuk-bungkuk di atas punggung kuda, penebang kayu itu ternyata cekatan
menunggang kuda. Sejak meninggalkan Kotaraja kudanya menempel terus di belakang
kuda Ratih Weningputri yang berada paling depan. Lima pengawal kelas satu memacu
kuda masing-masing di sebelah belakang.
Di satu pedataran jauh di luar Kotaraja, si penebang kayu berseru: "Den
Ayu . . . . Saya tahu jalan memintas menuju bukit Sawojajar. Kita bisa sampai satu hari
lebih cepat ...."
Ratih diam saja. Pikirannya tengah terpusat pada suatu hal yang lain.
"Tentunya jika Den Ayu setuju. Saya hanya menyarankan . . . Saya khawatir
keadaan jenazah orang tua itu akan tambah rusak oleh cuaca dan burung-burung
gagak . . ."
"Kalau memang ada jalan yang lebih pendek tentu saja aku setuju," terdengar
jawaban Ratih. "Kau silahkan memimpin di sebelah depan!" Gadis ini membawa
kudanya ke samping memberi jalan pada kuda Timbul Karso.
Sepanjang siang sampai menjelang sore rombongan itu bergerak menyusuri kaki
bukit-bukit kecil, lalu menembus hutan jati. Ketika keluar dari hutan jati
menjelang sore tahu-tahu mereka sudah sampai di seberang sebuah sungai. Ratih
terkejut. Sungai ini adalah sungai yang biasa diseberanginya bersama Danupaya
pada setiap kali mengunjungi Ki Rana Wulung di puncak Sawojajar.
"Ah, jalan memintas yang kita lalui benar-benar lebih dekat . . ." kata Ratih
pada Timbul Karso. "Kalau tahu, tentu dulu-dulu aku akan mengambil jalan ini
setiap kali KARYA
54 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
menyambangi guru. Mari kita menyeberangi sungai. Sampai di seberang kita
beristirahat dulu. Menjelang malam kita teruskan perjalanan."
"Saya mengikut saja Den Ayu ..." jawab Timbul Karso.
Karena air sungai cukup jernih dan bersih, lima pengawal dalam rombongan itu
tertarik untuk turun ke air. Mereka membuka pakaian luar masing-masing lalu
pergi mandi. Si penebang kayu duduk melepaskan lelah di bawah sebatang pohon
jati sementara Ratih mengasingkan diri di satu tempat agak ketinggian di tebing
sungai yang terlindung semak belukar.
Malam mulai turun, udara siang yang panas berubah sejuk, Ratih bangkit berdiri
dari balik semak belukar itu. Ketika dia kembali ke tempat para pengawal berada
didapatinya Timbul Karo masih duduk bersandar ke pohon jati, kedua matanya
terpejam dan dari mulutnya keluar suara mendengkur. Gadis itu memandang
berkeliling. Dia sama sekali tidak melihat para pengawal itu. Menyangka mereka
masih asyik-asyikan mandi di tikungan sungai, Ratih membangunkan si penebang
kayu. "Bangun! Sudah saatnya meneruskan perjalanan. Tolong kau panggilkan para
pengawal!"
Timbul Karso mengusap-usap kedua matanya. Lalu terbungkuk-bungkuk dia berdiri.
"Maafkan saya. Terlalu letih sampai ketiduran. Saya akan panggil pengawalpengawal itu . . . ."
Lalu penebang kayu ini melangkah ke tikungan sungai. Sesaat kemudian terdengar
teriakannya dari arah tikungan itu. Dia kemudian muncul setengah berlari.
"Den Ayu ... Den Ayu . . ." serunya berulang kali.
Ratih Weningputri segera mendatangi. "Ada apa...?"
"Celaka! Lihat sendirilah .... Mereka ...." Ratih berlari cepat menuju tikungan
sungai. Timbul Karso mengikuti terbungkuk-bungkuk dari belakang. Gadis itu serta
merta hentikan larinya ketika pandangan matanya membentur lima sosok tubuh
pengawal kelas satu malang melintang di tepi sungai. Kelimanya telah jadi mayat
dengan kepala pecah!
"Pembunuhan!" teriak Ratih marah sambil kepalkan kedua tinjunya.
"Mungkin binatang buas . . . ."
KARYA 55 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
"Tidak bisa jadi. Kalau binatang buas pasti ada bagian tubuh mereka yang lenyap
digerogot."
"Atau hantu . . . ."
"Bukan hantu! Bukan binatang buas! Mereka mati dibunuh! Benar-benar keji!" Ratih
memandang berkeliling.
"Kalau dibunuh, siapa pembunuhnya?" bertanya Timbul Karso dan ikut-ikutan
memandang berkeliling.
Tentu saja Ratih tak dapat menjawab pertanyaan itu. Dia diam saja. Mulutnya
terkancing tapi kemarahannya menggelegak. Ketika rasa amarah itu dapat
ditekannya dan pikiran sehat kembali muncul, diam-diam gadis ini merasa kawatir.
Jika ada orang yang membunuh lima pengawalnya yang berkepandaian tinggi, berarti
keselamatannya pun ikut terancam.
"Kita tinggalkan tempat ini sekarang juga!" Ratih memutuskan.
"Mayat lima pengawal itu . . . ?" tanya si penebang kayu.
"Kau ceburkan mereka ke sungai. Biar arus membawanya ke laut!"
Timbul Karso melakukan apa yang dikatakan gadis itu. Ketika dia kembali ke
tempat Ratih, dilihatnya gadis itu sudah duduk di punggung kuda.
"Lekas naik ke kudamu. Kita berangkat sekarang!"
Ratih sesaat terheran ketika dilihatnya si penebang kayu gelengkan kepala. Lalu
tubuhnya yang sejak pertama kali dilihatnya selalu terbungkuk-bungkuk kini
tampak naik melurus. Ternyata dia memiliki badan tinggi semampai.
"Hai!" seru Ratih. "Sandiwara apa yang kau lakukan ini!"
"Terserah kau menamakan sandiwara apa. Tapi sandiwara ini cukup sampai di sini!"
"Suaramupun lain. Tidak seperti sebelumnya!"
Si penebang kayu keluarkan tawa bergelak.
Ratih lebih terkejut. Dia rasa-rasa pernah mengenali atau mendengar suara
tertawa seperti itu sebelumnya.
"Ah, matamu tidak terlalu tajam untuk mengetahui siapa aku sebenarnya!" Si
penebang kayu membuka mulut sambil menanggalkan bajunya yang lusuh dan dekil.
Ternyata dia mengenakan pakaian lain di bawah pakaian kotor itu. Pakaian
berwarna KARYA 56 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
biru! Berubahlah paras Ratih. Dadanya berdebar. "Tak mungkin dia! Pakaian bisa sama
tapi wajahnya jelas bukan dia!"
Seperti membaca apa yang ada di hati si gadis, lelaki berpakaian biru yang
tadinya mengaku bernama Timbul Karso dan penebang kayu dari Tegal Jenar,
gerakkan tangan kirinya ke wajahnya. Ketika tangan itu diturunkan, ada selapis
topeng sangat tipis ikut tertarik dan tanggal. Kini kelihatan wajahnya yang
asli. Satu wajah dengan rahang menggembung membersitkan kecongkakan dan
kekerasan, tetapi juas dihiasi janggut berwarna biru pada dagunya!
Paras Ratih Weningputri seputih kain kafan! "Kau ..." desis gadis ini dengan
lidah hampir kelu.
Pangeran Matahari tertawa gelak-gelak. "Senang bertemu aku kembali . . . ?"
Tidak tunggu lebih lama Ratih gebrak pinggul kudanya. Tapi seperti kejadian


Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sewaktu bersama Danupaya dulu, kuda tunggangannya sama sekali tidak bisa
bergerak, hanya leher binatang itu saja yang menjulur-julur. Tubuh dan empat
kakinya tidak bergeming sedikitpun!
"Kau mau buru-buru ke mana gadis jelita" Perjalananmu cukup sampai di sini.
Kalaupun kita berangkat maka kau harus menurut ke mana mauku!"
"Manusia iblis! Kau pasti yang telah membunuh kelima pengawalku!"
Mereka tidak cukup pantas mengawal gadis secantik dan semulusmu! Aku lebih
layak!" Habis berkata begitu Pangeran Matahari melompat ke punggung kuda dan
duduk di belakang Ratih. Kedua tangannya langsung merangkul dada gadis itu.
Hidungnya meluncur ke tengkuk putih yang ditumbuhi rambut-rambut halus.
"Iblis terkutuk! Lepaskan!" teriak Ratih. Kedua sikutnya dihantamkarr ke
belakang. Tapi disadarinya kalau saat itu dia tak bisa menggerakkan tubuhnya lagi. Hanya
jalan suaranya yang masih terbuka. Pangeran Matahari telah menotoknya! Bahaya
besar mengancam. Dan kini agaknya tak ada seorang lainpun yang bisa menolongnya!
Tidak hantu tidak pula malaikat! Ratih menjerit-jerit sementara Pangeran
Matahari terus menciumi dan merabai dadanya.
"Hentikan jeritanmu!" bentak sang pangeran. "Dengar baik-baik! Nyawa dan KARYA
57 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
kehormatanmu ada di tanganmu! Nyawa dan kehormatanmu bagiku tidak ada harganya.
Karenanya jika ingin selamat dengar dan jawab pertanyaanku!"
"Turun dari kuda ini! Kalau tidak aku tak akan menjawab! Lepaskan totokan di
tubuhku!" "Kau tidak layak memerintah! Kau yang harus mendengar apa yang kukatakan!
Menjawab apa yang kutanyakan! Mengerti"!" hardik Pangeran Matahari. Kalau tadi
tangannya hanya meraba dari luar, kini dengan lebih kurang ajar sepuluh jari
tangannya menyelusup ke balik pakaian gadis itu. Ratih merasakan tubuhnya
seperti terbakar oleh rasa malu dan amarah yang bukan alang kepalang.
"Di mana peta telaga emas itu ...."
Pangeran Matahari ajukan pertanyaan.
"Tak ada padaku!" sahut Ratih.
"Kalau tak ada padamu dan juga tak ada pada gurumu . . . ."
"Kau telah membunuh guruku!"
"Diam!" teriak Pangeran Matahari sambil sepuluh jarinya meremas.
"Kalau peta itu tak ada padamu, juga tak ada pada gurumu, lantas di mana" Siapa
yang memegangnya"!"
"Guru telah memberikan pada pemuda bergelar Pendekar 212 Wiro Sableng itu ...!"
"Hemmm, begitu" Lalu di mana pemuda itu sekarang berada. Kau pasti tahu!"
"Dalam perjalanan ke tempat kediaman gurunya di puncak Gunung Gede! Kalau kau
inginkan peta itu silahkan pergi ke sana. Kalau saja kau mampu merampasnya!
Kalau saja kau tidak takut dia akan memecahkan kepalamu seperti kau memecahkan
kepala pengawal-pengawal itu!"
Pangeran Matahari tertawa mengekeh.
"Apa sulitnya menghadapi pemuda tolol itu!"
"Kecongkakanmu kosong belaka! Buktinya ketika dia menggebrakmu di puncak bukit
Sawojajar, kau melarikan diri.
"Diam!" hardik Pangeran Matahari. "Kau ikut aku ke Gunung Gede! Jika bangsat
bernama Wiro Sableng itu tidak mau berikan peta telaga emas padaku, kau akan
kubunuh!" KARYA 58 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Ratih hanya bisa kertakkan geraham.
Saat itulah terdengar suara siulan nyaring dari arah sungai. Lalu suara orang
keluar dari air. Sesaat kemudian sesosok tubuh yang rupanya baru saja berenang
menyeberang muncul di pinggiran sungai. Begitu muncul orang ini keluarkan
ucapan: "Siapa inginkan peta telaga emas silahkan berurusan denganku! Jangan
berlaku seperti banci hanya berani pada perempuan!"
Ratih dan juga Pangeran Matahari segera mengenali suara itu.
"Pendekar 212!" seru sang dara.
KARYA 59 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
12 YANG TEGAK, di tebinq sungai memanglah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Wiro Sableng. Dia berdiri bertolak pinggang dalam keadaan basah kuyup. Senyum
seenaknya bermain di mulutnya.
"Pangeran Banci! Turun dari kudamu!" menghardik Wiro.
Mendidih darah Pangeran Matahari dipanggil dengan sebutan "Pangeran Banci" itu.
Tapi terlalu bodoh jika dia harus memenuhi permintaan orang. Dengan menguasai
Ratih, berarti dia akan menguasai keadaan.
"Pemuda sedeng! Jika kau inginkan gadis ini selamat lekas serahkan peta telaga
emas!" "Jika begitu janjimu, aku akan memenuhi!" sahut Wiro tanpa tedeng aling-aling.
Lalu dia membuka simpul ikatan kain kepalanya.
Melihat hal ini Ratih cepat berteriak, "Jangan serahkan padanya. Demi arwah guru
aku bersedia mati dari pada peta jatuh ke tangan iblis berjanggut biru ini!"
"Jangan tolol!" menghardik Wiro. "Harta bisa dicari tapi nyawa dan kehormatan
tak ada gantinya!"
Dari ikatan kain kepalanya Wiro keluarkan segulung kain hitam. Itulah peta
telaga emas yang diterimanya dulu dari Ki Rana Wulung untuk disampaikan pada
gurunya Sinto Gendeng.
"Kau pengecut! Manusia tidak berbudi!" teriak Ratih pada Wiro. "Guru terlalu
bodoh menyerahkan peta itu padamu!"
Wiro tidak perdulikan teriakan si gadis. Dia ulurkan tangan kanannya pada
Pangeran Matahari. "Ini yang kau inginkan. Ambillah!"
Manusia segala cerdik segala licik dan segala akal seperti Pangeran Matahari
tidak sebodoh itu saja mau menerima langsung gulungan kain peta dari tangan
Wiro. "Lemparkan peta itu ke dekat batu hitam sana. Lalu melangkahkah mundur dan masuk
ke dalam sungai!"
KARYA 60 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Wiro menyeringai. Seperti yang diperintahkan Pangeran Matahari, gulungan kain
hitam berisi peta rahasia telaga emas dilemparkannya ke dekat sebuah batu hitam
yang terletak di tepi sungai. Lalu dia melangkah mundur dan perlahan-lahan masuk
ke dalam sungai sampai sebatas dada.
Sambil memeluk Ratih, Pangeran Matahari membuat lompatan dari punggung kuda.
Tetapi pada saat itu sang kuda yang sejak tadi tertegun tak bisa bergerak, tibatiba saja seperti ada yang memusnahkan kekuatan aneh yang menguasai dirinya.
Binatang ini meringkik keras sambil angkat kedua kakinya ke atas. Gerakan
melompat yang dilakukan Pangeran Matahari walaupun berhasil namun tubuh Ratih
keburu jatuh, tidak melayang bersama-sama tubuhnya. Di saat yang sama Pendekar
212 Wiro Sableng menghambur keluar dari dalam air sungai!
*** Meskipun bergerak kencang seharian suntuk tanpa istirahat tapi rombongan yang
dipimpin oleh Tumenggung Puro Bekasan masih belum dapat mengejar atau menemui
rombongan Ratih. Di satu tempat sang Tumenggung memerintahkan rombongan berhenti
dan berunding dengan perwira muda yang ikut bersamanya.
"Mereka pasti tidak menempuh jalan biasa! Ada di antara kalian mengetahui jalan
lain ?" Seorang pengawal maju ke muka.
"Setahun silam ketika saya ikut membasmi gerombolan rampok Warok Kutoireng, saya
dan sejumlah perajurit melewati jalan setapak di kakikaki bebukitan. Kalau jalan
itu masih ada, mungkin kita bisa lebih cepat sampai di Sawojajar ..."
"Tak ada pilihan lain! Ikuti jalan itu. Kau memimpin di depan!"
Jalan yang mereka lalui ternyata memang jalan yang sebelumnya telah diambil oleh
Pangeran Matahari. Ketika Wiro dan sang Pangeran saling berhadapan di tepi
sungai, rombongan ini sampai pula di tempat tersebut. Tumenggung Puro Bekasan
langsung memerintahkan puluhan perajurit mengurung tempat itu.
Saat itu Pangeran Matahari tengah berpikir keras untuk mengambil keputusan.
KARYA 61 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Apakah dia akan serta merta mengambil peta yang dicampakkan Wiro di atas tanah
atau terlebih dahulu menguasai Ratih kembali untuk jaminan keselamatan dirinya.
Namun ketika dia melihat munculnya pasukan dari Kotaraja dibawah pimpinan
Tumenggung Puro Bekasan, manusia iblis ini memutuskan untuk langsung mengambil
peta yang tercampak di tanah lalu meninggalkan tempat itu.
Maka diapun membuat lompatan kilat untuk mengambil peta yang terbuat dari kain
tergulung itu. Serambut lagi jari-jari tangannya akan menyentuh kain hitam,
mendadak sontak gulungan kain itu mencelat terbang ke arah Wiro Sableng! Kejut
sang Pangeran bukan alang kepalang. Wiro sendiri keluarkan suara tertawa
mengejek sambil gulung benang hitam yang diikatkannya ke gulungan kain hitam!
"Manusia segala lick segala cerdik segala akal! Hari ini kau tertipu oleh
selembar benang!"
"Bangsat rendah! Mampuslah!" teriak Pangeran Matahari.
Dua tangannya dihantamkan ke depan. Satu ke arah Wiro dan satu lagi ke arah
Ratih yang masih terduduk di tanah sehabis jatuh dari kuda tadi.
Sinar kuning, merah dan hitam melesat keluar dari tangan kiri kanan manusia
iblis berjanggut biru tua. Ternyata dia lepaskan pukulan maut ganas bernama
Gerhana Matahari! Terdengar suara menggelegar dahsyat disertai hawa panas luar
biasa. Ratih menjerit. Tumenggung Puro Bekasan keluarkan seruan tertahan. Orang
ini coba menyerbu ke depan untuk menolong keponakannya tetapi hawa panas
membuatnya mundur teratur. Dia tak berani mencoba lagi karena kepandaian apapun
yang dimilikinya saat itu tidak sanggup menembus sinar menggidikkan yang keluar
dari pukulan sakti Pangeran Matahari. Perwira muda dan para pengawal lainnyapun
lebih tak berdaya lagi.
Wiro berseru tegang. Dari tempatnya berdiri jarak Ratih dengan Pangeran Matahari
lebih dekat berarti pukulan lawan bisa sampai lebih dulu dari pada yang
ditujukan padanya. Tanpa pikir panjang lagi, sambil siapkan pukulan sinar
matahari di tangan kiri kanan, Wiro melompat ke depan.
Ratih kembali terdengar menjerit, ketika dua larik sinar menyilaukan yang juga
mengandung hawa panas luar biasa menggebu-gebu menyongsong sinar pukulan maut
KARYA 62 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Pangeran Matahari.
Kawasan tepi sungai itu seputar jarak dua pupuluh tombak terang benderang dan
menggelegar seperti dilanda gempa. Belasan perajurit pengawal jatuh berkaparan.
Ratih terguling-guling tapi selamat. Tumenggung Puro Bekasan dan perwira muda
yang tetap disampingnya tergontai-gontai lalu cepat-cepat berpegangan ke pohon
agar tidak terhempas jatuh.
Ketika asap hitam merah bercampur kuning musnah dilabrak cahaya dahsyat pukulan
sinar matahari, kobaran api tampak di beberapa pohon. Asap hitam bergulunggulung. Wiro tak mau tertipu oleh kelicikan lawan. Dia keluarkan Kapak Maut Naga
Geni 212 lalu melompat masuk ke dalam asap tebal dan sini putar senjata
mustikanya itu untuk mencegah kalau-kalau Pangeran Matahari tanpa kelihatan
lepaskan pukulan-pukulan sakti secara membokong. Suara seperti ribuan tawon
mengamuk keluar dari desingan kapak membuat suasana di tempat itu bertambah
rnengerikan dan menegangkan.
Perlahan-lahan asap hitam tebal mulai berkurang lalu akhirnya pupus lenyap sama
sekali. Api yang membakar dedaunan dan ranting pepohonan perlahan-lahan padam.
Semua orang memandang berkeliling dengan rasa tegang masih menyungkup.
Pendekar 212 Wiro Sableng tegak di tengah kalangan pertempuran sambil
melintangkan Kapak Naga Geni 212 di depan dada. Pangeran Matahari tak tampak
lagi di tempat itu. Tetapi di tanah kelihatan gumpalan darah kental. Wiro maklum
musuh besarnya itu telah terluka di dalam dan memuntahkan darah segar. Setelah
sekali lagi meneliti keadaan sekelilingnya untuk memastikan bahwa Pangeran
Matahari betul-betul telah melarikan diri dari situ, Wiro masukkan senjata
mustikanya ke balik pakaian.
Lalu melangkah mendapatkan Ratih yang tengah diurut-urut oleh Tumenggung Puro
Bekasan untuk melepaskan totokan yang membuat kaku sekujur tubuhnya. Tapi sang
Tumenggung ternyata tidak berkemampuan membebaskan keponakannya itu.
"Maafkan saya," kata Wiro seraya berlutut di samping Ratih. Dipegangnya urat
besar di leher sang dara. Di situ terasa darah mengalir seperti biasa. Berarti
totokan Pangeran Matahari tidak bersarang di situ. Wiro memeriksa lagi. Lalu
garuk-garuk-garuk kepala.
KARYA 63 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
"Bagaimana orana muda, kau tak bisa menolongnya?" tanya Tumenggung Puro Bekasan
dengan cemas. "Bisa Tumenggung. Tapi tidak di sini. Terlalu banyak mata yang menyaksikan ..."
Lalu Wiro mendukung tubuh Ratih dan membawanya ke balik semak belukar. Di sini
gadis itu dibaringkannya di tanah.
"Maafkan saya ..." kata Wiro sekali lagi. Lalu dengan cepat membuka dada pakaian
si gadis. Ratih mengatupkan mulutnya dan memejamkan matanya rapat-rapat.
Dirasakannya sepasang tangan pendekar itu mendekapi payudaranya. Ada hawa panas
menjalar. Lalu ada jari yang menusuk pada sebelah bawah. Setelah itu totokan
yang menguasai tubuhnya pun punah. Gadis ini melompat bangun seraya menutup dada
pakaiannya dengan cepat dan paras merah karena jengah.
"Aku tak tahu harus mengucapkan apa padamu, Wiro. Hutang budi dan hutang nyawa,
hutang kehormatan . . . ."
Wiro tertawa kecil. "Soal hutang piutang itu adalah urusannya pedagang, bukan
urusan kita orang-orang tolol! Aku harus pergi sekarang. Di lain waktu aku akan
menyambangimu di Kotaraja."
"Tidak! Kau harus ikut kami sekarang ke Kotaraja!" berkata Ratih.
Wiro gelengkan kepala. "Lain kali saja. Aku harus menemui guru guna melaporkan
semua yang terjadi. Selamat tinggal sahabat. Jaga dirimu baik-baik ...." Sehabis
berkata begitu Wiro susupkan tangan kanannya ke balik dada pakaian sang dara.
Hal ini membuat Ratih tersentak kaget. Dia sama sekali tidak marah diperlakukan
seperti itu. Tetapi sekurang ajar itukah pemuda satu ini" Sama seperti Pangeran Matahari ..."
Ratih mengusap dadanya yang tadi disentuh Pendekar 212. Terasa ada sesuatu yang
terselip antara dada dan pakaiannya. Ketika diperiksanya ternyata benda itu
adalah gulungan kain hitam yang bukan lain adalah peta rahasia telaga emas!
Mengertilah kini sang dara apa sebenarnya maksud pemuda itu tadi meraba dadanya.
Bukan untuk sesuatu yang kurang ajar, tapi guna menyelipkan benda berharga itu.
"Pemuda nakal" " desis Ratih. Di bibirnya tersimpul senyum bahagia. "Entah kapan
aku bisa melihatnya lagi?"
Semak belukar di samping kiri Ratih tiba-tiba terkuak. Satu kepala muncul.
KARYA 64 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Ternyata Tumenggung Puro Bekasan.
"Hai, mana pemuda hebat itu?" bertanya sang Tumenggung.
"Dia lenyap seperti ditelan malam . . ." sahut Ratih.
"Hanya setan yang bisa lenyap secepat itu," ujar Tumenggung Puro Bekasan.
"Atau malaikat" " sahut sang dara dan senyum masih tersimpul di bibirnya yang
merah. TAMAT KARYA 65 BASTIAN TITO Kitab Tapak Geni 2 Pendekar Romantis 06 Kitab Panca Longok Naga Sasra Dan Sabuk Inten 19

Cari Blog Ini