Ceritasilat Novel Online

Manusia Halilintar 1

Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar Bagian 1


Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
1 HUJAN TURUN DERAS,
halilintar menyambar ganas
dan guntur menggelegar
menggoncang bumi. Dalam
keadaan seperti itu Kebo Hijo
terus melakukan pengejaran
atas diri orang yang lari di
depannya. Tubuhnya dan
pakaiannya bukan saja telah
basah kuyup oleh air hujan, tapi juga oleh cucuran keringatnya sendiri.
"Raih Jenar keparat!" memaki Kebo Hijo seraya kepalkan tangan kanannya. "Kowe
boleh lari ke ujung dunia! Boleh terbang menembus langit! Atau mencebur ke dalam
laut! Tapi jangan harap kau bisa lolos!
Sebentar lagi akan kubekuk dan kupatahkan batang lehermu! Awas kalau kotak hitam
itu tidak kau serahkan padaku!"
Orang yang dikejar larinya sebat sekali tanda memiliki ilmu yang cukup andal.
Namun Kebo Hijo sendiri juga memiliki kepandaian. Dalam waktu singkat dia pasti
dapat mengejar orang di depannya itu.
Raih Jenar lari seperti setan. Sesekali dia menoleh kebelakang dan orang ini
memaki habis-habisan setiap Kali melihat pengejarnya tambah dekat.
Tangan kirinya menekan ke pinggang di mana tersembunyi sebuah Karya
1 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
kotak hitam terbuat dari batu. Tangan kanannya setiap saat meraba ke bagian lain
dan pinggang tempat dia menyisipkan sebilah keras.
"Berani kau mendekat, kukoyak tubuhmu!" mengancam Raih Jenar dalam hati.
Hujan tambah lebat. Kejar mengejar itu semakin seru. Raih Jenar lari ke daerah
persawahan di kaki bukit. Sepasang kakinya laksana terbang berlari di atas
pematang sawah yang licin. Tiba-tiba untuk kesekian kalinya halilintar
menyambar. Sekejapan daerah persawahan itu terang benderang menggidikkan.
Kilauan kilat yang menyambar dari langit menghunjam ke bumi jatuh tepat di
persawahan menghantam sosok tubuh Raih Jenar yang sedang lari. Suara jeritan
orang ini tenggelam ditelan suara gelegar geledek. Tubuhnya terkapar di pematang
sawah. Hangus gosong kehilaman! Kebo Hijo yang berada lima belas langkah di
belakang Raih Jenar yang malang itu merasakan ada getaran keras ketika kilat
menyambar. Tubuhnya terpental oleh dorongan satu kekuatan dahsyat.
Dadanya mendenyut sakit. Dalam keadaan terduduk di pematang sawah untuk beberapa
lama dia tak mampu berbuat apa-apa. Wajahnya pucat dan sepasang matanya melotot
memandang ke arah sosok tubuh Raih Jenar.
"Matikah si keparat itu?" Kebo Hijo bertanya pada diri sendiri. Lalu dia ingat
pada kotak batu itu. Seolah-olah mendapat satu kekuatan, Kebo Hijo mampu bangkit
dan melangkah bergegas mendekati tubuh Raih Jenar yang telah jadi mayat hangus
hitam. Air hujan yang jatuh menimpa tubuh seperti dipanggang dan melepuh panas
itu menimbulkan kepulan asap menebar bau daging matang terbakar. Merinding bulu
tengkuk Kebo Hijo.
Dia menunggu sampai kepulan asap lenyap dari tubuh mayat. Kemudian dengan ujung
kakinya dibalikkannya tubuh Raih Jenar hingga terlentang.
Karya 2 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Muka mayat itu menggidikkan untuk dilihat. Pada bagian pinggang Raih Jenar
tampak sebilah keris yang kini hanya merupakan sebuah benda bengkok leleh akibat
hantaman halilintar. Kebo Hijo mencari-cari. Dia tidak melihat benda yang
dicarinya itu. "Celaka! Jangan-jangan kotak dan isinya ikut leleh!" Memikir sampai disitu
cepat-cepat Kebo Hijo membungkuk Dan memeriksa tubuh Raih Jenar.
Benda yang dicarinya ternyata masih terselip di pinggang kirinya.
Cepat Kebo Hijo ulurkan tangan untuk mengambil oenda itu yakni sebuah kotak
terbuat dari batu berwarna hitam: Tapi begitu jarinya menyentuh batu hitam, Kebo
Hijo tersentak menjerit dan tarik tangan kanannya.
Ketika diperhatikan ternyata beberapa jari tangannya yang tadi sempat menyentuh
batu hitam yang masih sangat panas itu kini tampak melepuh!
Kebo Hijo buka belangkonnya. Dengan benda itu dia menciduk air sawah. Air dalam
blangkon kemudian diguyurkannya ke atas batu hitam.
Batu yang panas itu tampak mengepulkan asap. Setelah melakukan hal itu beberapa
kali dan batu hitam menjadi dingin baru Kebo Hijo mengambil batu itu.
"Bukan main!" menggumam kagum Kebo Hijo. "Keris yang terbuat dari besi pilihan
saja leleh! Tapi kotak batu ini rusak sajapun tidak!" Dia memandang berkeliling.
Di sebelah timur, beberapa belasan tombak tampak sebuah dangau. Kebo Hijo segera
lari menuju dangau itu. Begitu sampai di dangau kotak batu ditelitinya. Pada
bagian samping kotak terdapat celah tipis memanjang. Itulah batasan antara
bagian bawah dan bagian atas yang menjadi penutup kotak batu. Dengan tangan
gemetar Kebo Hijo membuka penutup kotak. Sulit dan keras hingga Kebo Hijo Karya
3 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
harus mengerahkan tenaga. Ketika akhirnya kotak itu terbuka di dalamnya tampak
sehelai kain putih. Dengan tangan gemetar mengambil kain putih itu dan membuka
lipatannya. Di atas kain putih itu ternyata ada sederetan tulisan dalam huruf
kuno yang dapat dimengerti dan dibaca oleh Kebo Hijo, berbunyi:
Asal manusia dari tanah, air dan api
Api dikodratkan lebih berkuasa dari
kekuatan tanah dan air.
Sumber api paling utama adalah
kilat atau petir atau halilintar.
Siapa saja manusia sakit atau sakarat,
disentuh halilintar setelah padanya
dilafatkan kata-kata hikmah dan mujarab
sebanyak 10.000 kali maka kehidupan akan
menjadi miliknya kembali.
Adapun kata-kata berhikmah itu ialah:
Walakalmati - Walakilhidup
Matiwalakal - Hidupwalakil
Setelah 10.000 kata dilafatkan, usapkan
kotak batu hitam ke wajah dan tubuh orang
yang sakit atau baru mati. Maka itulah
titik mula kehidupan. Bawa dia ke tempat
yang tinggi. Letakkan batu hitam di dadanya
Karya 4 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
di arah jantung. Bila halilintar
menyambar tubuhnya, kesembuhan dan
kehidupan menjadi miliknya kembali.
Kebo Hijo merasa tegang oleh luapan kegembiraan. Dia mendongak ke langit seraya
berteriak keras. Lalu dengan suara bergetar dia berkata :
"Akhirnya kudapat juga batu berisi jimat kehidupan ini! Aku akan menjadi orang
sakti! Bisa menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati!"
Hujan masih turun dengan deras. Kebo Hijo tak mau menunggu sampai hujan reda.
Dia sudah memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu.
Kain putih kecil dilipatnya kembali lalu dengan hati-hati dimasukkannya ke dalam
kotak batu hitam. Kotak kemudian ditutupkannya rapat-rapat lalu diselipkannya di
pinggang. Namun baru saja kotak itu menempel di pinggangnya mendadak ada satu
suara menegur, membuat Kebo Hijo serasa terbang rohnya saking kagetnya.
"Anak manusia! Serahkan kotak batu itu padaku!" Kebo Hijo berpaling ke kiri.
Astaga! Disitu, di bawah hujan lebat di samping dangau tampak berdiri seorang
lelaki tua berambut berjanggut dan berkumis putih. Dia mengenakan jubah putih
yang kuyup. Wajahnya klimis tapi mendatangkan rasa angker bagi siapa saja yang
memandangnya karena wajah itu putih pucat, seputih kain kafan!
"Manusia atau hantukah mahluk ini"!" membatin Kebo Hijo.
Bagaimana mungkin dia yang berilmu sampai tidak dapat mengetahui kemunculan
orang tua tak dikenalnya itu dan tiba-tiba saja sudah berada di situ!
"Anak manusia, aku tidak suka mengulang perintah sampai dua kali.
Karya 5 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Kalau itu kulakukan berarti nyawamu ikut kuminta!" Orang berjubah putih itu
kembali angkat bicara. Dia tidak berusaha mengindari terpaan hujan dan terus
saja tegak berbasah-basah di tepi dangau.
"Kau, kau meminta apa tadi ..?" bertanya Kebo Hijo.
"Kau tidak tuli! Sekali ini aku masih mau memberi tahu. Setelah itu jangan harap
kau bisa berdalih! Aku minta batu hitam yang kau ambil dari tubuh Raih Jenar!"
"Eh, bagaimana orang ini bisa tahu kalau aku memgambil kotak batu dari Raih
Jenar. Padahal dia tak ada di sini tadi," berpikir Kebo Hijo. Lalu dia bertanya,
"Orang tua, siapa kau ini sebenarnya?"
"Siapa aku tidak penting. Lekas serahkan benda yang kuminta!" Lalu si jubah
putih ulurkan tangan kanannya, siap menerima barang yang dimintanya.
"Kau keliru! Aku tidak memiliki benda yang kau minta itu. Barang yang kau cari
mungkin masih berada pada Raih Jenar. Coba saja kau periksa tubuhnya!" Kebo Hijo
menunjuk ke arah mayat Raih Jenar yang tergeletak di pematang sawah, lalu
memutar tubuh hendak meninggalkan tempat itu.
Si jubah putih menyeringai. Tangan kirinya di ulurkan memegang bahu Kebo Hijo.
Pegangan itu biasa-biasa saja, tapi Kebo Hip merasa seperti ada gundukan batu
besar yang menindih tubuhnya hingga dia keberatan dan tak bisa bergerak.
"Seperti katamu, mungkin aku perlu memeriksa mayat Raih Jenar. Tapi ketahuilah,
hari ini bakalan ada dua mayat di tempat ini." Orang tua itu memutar tubuh,
bersikap seperti benar-benar hendak pergi mendekati tubuh Raih Jenar. Namun
sebelum tubuhnya terputar penuh, tiba-tiba Karya
6 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
sekali tangan kananya bergerak ke arah batok kepala Kebo Hijo.
Praakkk! Kepala Kebo Hijo rengkah. Darah dan cairan otak muncrat. Tubuhnya rebah ke
lantai dangau tak berkutik dan tak beryawa lagi!
Di langit kilat menyambar dan geledek menggemuruh. Si jubah putih menyeringai
sambil usap janggul putihrrya. Dengan tangan kirinya dia menyibakkan pakaian
Kebo Hijo. Kotak batu hitam yang terselip di pinggang Kebo Hijo disambamya. Lalu
dia tinggalkan tempat itu sambil keluarkan suara tawa mengekeh. Dalam waktu
singkat sosok tubuhnya telah lenyap di kejauhan dibawah hujan yang masih mendera
lebat. *** Karya 7 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
2 KI DUKUN TAMBAK RESO membuka kedua mata dan turunkan sepasang tangannya yang
bersidekap di depan dada ketika di pintu terdengar ketukan.
"Siapa .."!" tanyanya.
"Saya, Gusdur. Pembantumu..." terdengar jawaban.
"Jika kau datang membawa apa yang kuinginkan kau boleh masuk. Jika tidak, harap
pergi saja dan jangan kembali sebelum kau mendapatkan apa yang kuminta!"
"Saya memang datang membawa apa yang Ki Dukun perintahkan. Saya memanggul seekor
anak rusa yang sakarat diterkam harimau!"
"Kalau begitu kau boleh masuk!"
Pintu tampak di dorong. Terdengar suara berkereketan. Lalu masuk sesosok tubuh
lelaki, pendek tetapi tegap berotot. Orang ini hanya mengenakan sehelai celana
pendek hitam sebatas lutut. Dia memanggul seekor anak rusa yang robek leher
serta dadanya. Binatang ini tengah sakarat, beberapa saat lagi pasti mati. Darah
mengalir dari luka di tubuh anak rusa dan membasahi bahu, punggung serta dada
Gusdur. "Letakkan binatang itu dihadapanku!" Orang tua berjubah putih bernama Ki Dukun
Tambak Reso memerintah lalu menarik sehelai tikar kulit dan menariknya
kehadapannya. Gusdur menurunkan anak rusa dari bahunya lalu meletakkan binatang itu di atas
tikar kulit. Ki Dukun memberi isyarat agar si pembantu duduk Karya
8 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
di sudut ruangan.
"Dua pumama aku menunggu dan menyiapkan diri. Sekarang baru kudapat mahluk yang
bisa dijadikan peroobaan. Mudah-mudahan hujan dan kilat datang tepat pada
waktunya." Habis berkata begitu Ki Dukun Tambak Reso keluarkan sebuah benda dad
saku jubahnya. Benda ini ternyata adalah sebuah kotak yang terbuat dad batu
berwarna hitam. Kotak batu di buka dan sehelai kain putih terlipat
dikeluarkannya dari dalam kotak lalu dikembangkannya di atas pangkuan. Pada kain
putih itu tertera tulisan kuno berbunyi: Walakalmati Walakalhidup - Matiwalakal
Hidupwalakil. Dengan suara perlahan-lahan Ki dukun mulai membaca kata-kata itu berulang kali
tiada henti-hentinya. Matanya sedikit demi sedikit terpejam, kepalanya
bergoyang-goyang. Gusdur si pembantu memperhatikan dari sudut ruangan. Dia tak
berani bergerak, bahkan berkesippun jarang-jarang.
Ada rasa ngeri didalam hatinya. Dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba saja dia
merasa begitu. Siang berganti sore dan sore mulai memasuki malam. Tambak Reso masih terus
melafatkan kata-kata Walakalmati Walakalhidup Matiwalakal - Hidupwalakil. Suaranya tidak berubah sedikitpun tanda hati dan
pikirannya sangat yakin atas apa yang tengah dikerjakannya saat itu.
Dia seperti tidak menyadari kedatangan malam bahkan ketika di luar sana angin
kencang bertiup, udara menjadi dingin dan hujan mulai turun disertai gelegar
guntur dan halilintar dia masih saja terus melafatkan kata-kata berhikmah itu.
Hujan masih terus turun, guntur masih menggelegar dan kilat masih menyambar
ketika Ki Dukun Tambak Reso selesai melafatkan 10.000 kali Karya
9 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
rangkaian empat kata bertuah itu. Tubuh dan jubahnya basah oleh keringat.
Perlahan-lahan orang tua ini bukakan kedua matanya. Sesaat dia menatap tubuh
anak rusa di atas tikar kulit. Kain putih di atas pangkuan dilipat, dimasukkan
ke dalam kotak batu lalu kotak di tutup kembali.
Dengan kotak batu itu Ki Dukun Tambak Reso kemudian mengusap kepala dan sekujur
tubuh anak rusa, termasuk ke empat kakinya. Lalu cepat-cepat kotak batu
dimasukkan ke dalam jubahnya.
"Gusdur!"
Pembantu yang hampir terlelap di sudut ruangan tersentak kaget, cepat-cepat
membungkuk seraya menyahuti, "Saya Ki Dukun..."
"Aku akan meninggalkan tempat ini menuju ke bukit Jati Arang..."
"Di luar masih hujan lebat Ki Dukun," mengingatkan Gusdur.
Maksudnya baik. Tapi si orang tua cepat menukas.
"Kau tak layak menasihatiku!"
"Maafkan saya Ki Dukun..." ujar Gusdur seraya membungkuk berulang kali.
"Ingat semua pesanku Gusdur! Jangan tinggalkan rumah ini selama aku pergi.
Jangan menerima tamu siapapun walaupun seorang malaikat! Dan jangan ceritakan
pada siapapun apa yang telah kau lihat di tempat ini!
Termasuk kepergianku ke bukit Jati Arang. Kau ingat apa hukumannya jika kau
berani melanggar pesan dan perintahku"!"
"Saya ingat Ki Dukun dan saya tak akan melanggamya," jawab Gusdur pula. Lalu
dilihatnya Ki Dukun Tambak Reso mencekal leher anak rusa yang saat itu sudah
mati, melangkah ke pintu lalu lenyap ditelan kegelapan malam dan hujan lebat di
luar sana. Sesaat udara dingin merambas masuk Karya
10 Bastian Tito

Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
ke dalam rumah membuat Gusdur menggigil kedinginan. Buru-buru dia menutupkan
pintu dan memasang palangnya sekaligus. Kuduknya merinding ketika matanya
membentur noda-noda darah pada tikar kulit bekas tempat anak rusa itu
digeletakkan. Beberapa lamanya Gusdur melangkah mundar-mandir di ruangan itu.
Dia selalu dibayangi oleh pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hatinya. Apa
sebenarnya yang tengah dilakukan oleh Ki Dukun. Mengapa pula dia malam-malam
hujan lebat begitu pergi ke bukit Jati Arang"
Selama ini dia memang sering melihat perbuatan-perbuatan aneh dilakukan orang
tua itu. Namun tak ada yang seaneh kali ini. Karena keletihan Gusdur
membaringkan dirinya di pojok ruangan. Baru saja dia melunjurkan kaki tiba-tiba
ada yang mengetuk pintu, membuatnya terkejut dan memaki setengah mati. Dia tegak
dan melangkah mendekati pintu.
"Siapa"!" bertanya Gusdur.
"Aku..." Ada suara menjawab diantara deru hujan dan angin di luar sana.
"Aku siapa"! membentak Gusdur.
"Aku kesasar dan kemalaman di jalan! Aku ingin berteduh! Tolong bukakan pintu!
Pertolonganmu pasti tak akan kulupakan...!"
"Rumah ini bukan tempat berteduh! Apalagi untuk orang kesasar. Cari saja tempat
yang lain...!" ujar Gusdur pula.
"Sobat, jangan begitu! Aku sudah sudah basah kuyup dan kedinginan setengah mati!
Aku sudah berkeliling, tapi rumah ini satu-satunya bangunan di daerah ini!"
Orang diluar sana mendesak.
"Aku tidak kenal padamu! Tak ada kewajiban bagiku untuk menolong!
Lagi pula aku tidak mau melanggar pesan majikanku pemilik rumah ini!"
Karya 11 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
"Eh, apa sih pesan majikanmu itu"!" orang di luar sana bertanya.
Gusdur hendak memaki tapi lelaki pendek kekar ini menjawab juga.
"Aku tidak diperkenankan bicara dengan siapapun! Apalagi kalau sampai membawa
masuk seseorang ke dalam rumah ini!"
"Apakah majikanmu ada di rumah saat ini?"
"Tidak. Dia sedang pergi..."
"Nah, kalau dia sedang pergi kenapa takut" Dia tak akan mengetahui kedatanganku
di rumah ini! Nah, bukalah pintu!"
"Pergi saja! Aku tak bisa menolongmu!"
"Kalau begitu pintu rumah akan kubobol paksa. Kalau majikanmu melihat pintu ini
rusak, kau pasti akan dihukumnya! Kaupilih mana"
Menolongku atau kena damprat majikanmu .."! Ha..ha..ha..!"
"Kurang ajar! Berani kau memaksa dan mendesak aku! Ingin kulihat bagaimana
tampangmu!" Gusdur menurunkan palang pintu lalu membuka pintu. Bersamaan dengan
menyeruaknya udara dingin dari luar, melompat masuk ke dalam rumah seorang
lelaki dalam keadaan basah kuyup.
Ternyata dia seorang pemuda berpakaian putih berambut gondrong. Baik rambutnya
yang gondrong maupun pakaiannya basah kuyup dan tetesan-tetesan air dari tubuh
serta pakaian pemuda ini jatuh ke bawah mambasahi lantai.
"Kau maling atau rampok atau apa"! Lekas kau tinggalkan rumah ini!
Aku tak mau menjadi susah karena kehadiranmu disini!"
Melihat pemuda itu tetap saja tegak malah sambil menyeringai dan garuk-garuk
kepala, Gusdur jadi gusar. Dia segera menyambar palang pintu dan siap menghantam
si pemuda dengan benda itu.
"Sobat, sabar dulu! Jangan cepat saja mengemplang orang!" berkata si Karya
12 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
pemuda seraya mengangkat tangan kanannya. Tiba-tiba saja Gusdur merasa palang
pintu yang dipegangnya menjadi berat luar biasa. Karena tak kuat memegangnya
lagi, lelaki pendek ini terpaksa menurunkan palang pintu itu ke lantai.
"Sahabat, aku tahu kau orang baik. Siapa sih nama majikanmu pemilik rumah ini"!"
bertanya si pemuda.
Menyangka bila diberi tahu nama majikannya si pemuda akan menjadi takut dan
buru-buru tinggalkan tempat itu maka dengan suara keras Gusdur memberi tahu.
"Majikanku adalah Ki Dukun Tambak Reso!
Dukun sakti yang terkenal di mana-mana! Siapa saja yang berani berlaku kurang
ajar terhadapnya pasti akan menyesal seumur hidup. Pemuda macammu ini mudah
sekali dibuatnya menjadi seorang pikun atau lumpuh seumur-umur!"
"Wah, wah, hebat sekali majikanmu yang dukun itu. Tapi aku kan tidak berlaku
kurang ajar padanya"!"
"Tidak berlaku kurang ajar katamu"! Buktinya saat ini kau memasuki rumahnya
tanpa izinnya." tukas Gusdur jengkel dan marah.
Pemuda berambut gondrong itu kucak-kucak rambutnya yang basah.
Sambil tertawa dia berkata. "Sobat, bukankah tadi kau sendiri yang membuka pintu
rumah.."!"
Mendengar ucapan itu Gusdur hanya bisa pelototkan mata. Si pemuda memandang geli
padanya dan bertanya, "Benar majikanmu Ki Dukun Tambak Reso dan ini rumahnya"!"
"Kau kira aku berdusta" Tunggu sajalah sampai dia muncul! Begitu kau dilihatnya
celakalah nasibmu!"
Mendengar ucapan Gusdur itu dalam hatinya si pemuda berkata, Karya
13 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
"Hem... jadi benar rupanya keterangan yang kudapat..." Dia menatap tampang Gusdur
sesaat lalu bertanya, "Di mana majikanmu sekarang"!"
"Kau bunuhpun aku tak akan memberi tahu!" sahut Gusdur.
"Aku tidak akan membunuhmu, pendek! Tapi mungkin akan menangkapmu. Juga
majikanmu!"
Mendengar kata-kata pemuda itu Gusdur jadi agak terkejut. "Siapa kau ini
sebenarnya"!"
"Namaku Wiro. Aku adalah salah seorang Kepala Perajurit Keraton!"
"Aku tidak percaya!" ujar Gusdur. "Kalau kau memang alat Kerajaan mengapa tidak
mengenakan pakaian seragam" Dan rambutmu yang gondrong! Mana ada perajurit
berambut gondrong sepertimu!"
Si pemuda yang ternyata adalah Pendekar 212 Wiro Sableng menyeringai. "Dengar,
sebenarnya ini adalah rahasia. Tapi karena aku menganggapmu sebagai seorang
kawan maka aku akan katakan padamu.
Aku sengaja menyamar. Aku tengah melakukan perjalanan rahasia untuk menangkap
orang-orang jahat dan kaki tangan pemberontak! Kalau kau tidak mau bekerjasama,
jangan heran kalau malam ini juga kau bisa kuseret ke Kotaraja!"
"Edan! Aku bukan penjahat, apalagi pemberontak!" kata Gusdur setengah berteriak.
"Kau kuanggap orang jahat jika tidak mau mengatakan di mana majikanmu..."
"Benar-benar edan! Ki Dukun akan menghajarku habis-habisan jika alau berani
menceritakan di mana dia berada!"
"Kenapa dia menghajarmu" Berarti ada rahasia yang tidak beres di tempat ini!"
ujar Wiro seraya menatap tajam pada Gusdur. "Kau mau Karya
14 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
bicara terang-terangan atau bagaimana"!" Nada suara Wiro keras mengancam.
Gusdur jadi agak takut. Namun rasa takutnya terhadap Ki Dukun Tambak Reso jauh
lebih besar. Maka diapun berkata, "Pemuda rambut gondrong! Paling tidak aku
telah memberi kesempatan padamu untuk berteduh. Sekarang tinggalkan rumah ini!"
"Aku tidak akan pergi sebelum kau menceritakan rahasia menyangkut diri
majikanmu!" sahut Wiro lalu rangkapkan kedua tangan di depan dada dan mulutnya
menyeringai dimonyong-monyongkan.
Gusdur jadi kalap. "Jika begitu katamu, kau rasakan ini!" Lalu dia menyambar
palang pintu. Seperti tadi dia kembali hendak mengemplang Wiro dengan kayu itu.
Tapi lagi-lagi dia mendadak merasakan palang pintu itu menjadi berat hingga dia
tidak kuat mengangkatnya. Terpaksa dia lepaskan dan palang pintu jatuh ke
lantai. Kini barulah Gusdur sadar kalau dia berhadapan dengan seorang
berkepandaian tinggi. Mungkin sama tinggi kepandaiannya dengan Ki Dukun. Maka
dengan suara rendah dia berkata, "Orang muda, jangan pergunakan kesaktianmu
untuk membuat susah orang kecil sepertiku. Pergilah..."
Wiro pegang bahu Gusdur seraya berkata, "Aku mana tega membuatmu susah. Justru
aku akan memberikan kesaktian padamu jika kau mau bicara banyak tentang Ki
Dukun. Juga mengatakan di mana dia berada saat ini!"
"Kesaktian" Kesaktian apa..?" tanya Gusdur terheran-heran.
"Lihat ini!" ujar Wiro seraya luruskan jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanannya. Lalu ke dua ujung jati itu ditekankan ke lantai.
Terdengar suara berderak. Perlahan-lahan ujung dua jari itu masuk menembus
lantai kayu yang berlubang!
Karya 15 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Tentu saja Gusdur jadi melengak kagum melihat kejadian itu.
"Kau juga bisa melakukan seperti yang barusan kulakukan. Cobalah!"
ujar Wiro. Meski tidak percaya tapi si pembantu lakukan juga apa yang dikatakan Wiro. Kedua
jarinya diluruskan lalu ditusukkan ke lantai kayu. Gusdur terpekik kesakitan dan
kibas-kibaskan tangan kanannya.
"Dusta besar!" teriaknya marah.
Wiro tertawa. "Untuk dapat menembus lantai kayu dengan dua jarimu, tubuhmu perlu
diisi dengan kesaktian lebih dahulu. Aku bersedia memberikannya tapi ada
syaratnya, sobatku! Tidak sulit syaratnya.
Ceritakan di mana majikanmu sekarang. Apa yang dilakukannya selama ini. Dan ..."
Wiro menoleh ke arah tikar kulit di lantai." Darah apa yang melekat di tikar
kulit itu...?"
Gusdur tampak bingung tapi juga berpiki-rpikir. Dia sangat takut terhadap Ki
Dukun majikannya itu. Tapi jika dia nanti memiliki kesaktian, apakah masih perlu
takut" Pembantu ini akhirnya memilih kesaktian.
Maka diapun berpaling pada Wiro dan berkata, "Baik, asalkan kau tidak menipuku
aku bersedia menjawab semua apa yang kau minta. Tapi berikan kesaktian itu lebih
dulu, baru kau mendapat keterangan dariku."
Wiro anggukkan kepala, melangkah mendekati Gusdur dan genggam tangan kanan
lelaki pendek itu dengan tangan kanannya. Beberapa saat berlalu. Gusdur
merasakan ada aliran hangat memasuki jari-jari tangannya, terus ke telapak,
terus ke lengan dan berhenti sampai di batas siku.
"Apa yang kau rasakan?" tanya Wiro
"Ada hawa hangat menjalar ke tanganku..."
Karya 16 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
"Bagus. Kau sudah jadi orang sakti sekarang!"
Gusdur ternganga, tak percaya.
"Coba tusuk lagi lantai itu! Kau akan melihat buktinya!" ujar Wiro.
Gusdur merasakan dadanya berdebar. Dia luruskan jari telunjuk dan jari tengah
tangan kanannya. Lalu... kedua jari itu ditusukkan ke lantai kayu.
Kraak! Dua jari tangan Gusdur masuk. Ketika ditarik, di lantai kayu tampak lubang.
Sepasang mata Gusdur terbelalak. Dia melompat dan hampir saja berteriak saking
girangnya. "Aku jadi orang sakti! Aku jadi orang sakti...!"
desahnya dan berpaling pada Wiro sambil kepalkan tangan kanan dan acungkan
tinggi-tinggi ke atas.
"Kau sudah memiliki kesaktian. Sekarang tepati janjimu..." berkata Wiro.
"Akan kutepati. Aku Gusdur berterima kasih padamu. Aku akan menganggapmu sebagai
guru! Janji akan kutepati. Aku akan memanggilmu guru! Guru, dengar. Aku akan
menceritakan semuanya padamu. Bahkan kalau kau suka, aku akan antarkan kau ke
tempat dimana saat ini Ki Dukun Tambak Reso berada! Kau tahu guru, orang tua itu
tengah mengamalkan satu ilmu kesaktian hebat luar biasa. Dengan ilmunya itu dia
bisa menyembuhkan orang sakit, bahkan menghidupkan mahluk yang sakarat atau
sudah mati..."
"Hem, sungguh luar biasa jika itu betul. Agaknya semua keterangan yang kudapat
sebelumnya memang cocok dengan apa yang aku dengar dari orang ini." Wiro
membatin. Lalu pada Gusdur dia anggukkan kepala seraya berkata. "Antarkan aku ke
tempat Ki Dukun itu berada. Sambil Karya
17 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
jalan kau bisa menerangkan segala sesuatu tentang diri dan ilmu kesaktiannya
itu." Gusdur balas mengangguk. Lalu mendahului melangkah menuju pintu.
*** Karya 18 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
3 UNTUK MENCAPAI puncak bukit Jati Arang tidak mudah. Apalagi saat itu malam gelap
gulita dan hujan turun dengan deras ditambah udara dingin bukan kepalang.
Dulunya bukit itu merupakan bukit yang penuh ditumbuhi pohon-pohon jati yang
sudah berusia puluhan tahun. Suatu ketika terjadi kebakaran hutan, bukit beserta
pohon-pohon jatinya ikut terbakar musnah, berubah menjadi bukit tandus penuh
bebatuan hitam dan gersang. Sejak itu bukit ini disebut orang sebagai bukit Jati
Arang. Gusdur berjalan di sebelah depan. "Kesaktian" yang didapatnya dari sang "guru"
membuat lelaki pendek bertubuh kekar ini mendaki bukit penuh semangat walaupun
dengan susah payah. Pendekar 212 Wiro Sableng mengikuti dari belakang.
Hujan agak mereda, tetapi guntur masih menggelegar dan kilat masih sambung
menyambung ketika mereka akhirnya sampai di puncak bukit.
Gusdur berhenti di balik sebuah batu besar lalu menunjuk ke arah atas di mana
terdapat sebuah batu besar berbentuk hampir datar. Di depan batu datar yang
terpisah beberapa belas tombak itu tampak berdiri seorang tua berjanggut putih,
berpakaian jubah putih dalam keadaan basah kuyup.
Gusdur menunjuk ke arah orang itu lalu berbisik pada Wiro.
"Itu Ki Dukun Tambak Reso. Lihat apa yang tengah dilakukannya..."
Wiro memang sudah sejak tadi melihat orang di puncak bukit itu, jauh sebelum
Gusdur memberi tahu. Orang ini duduk bersila di atas batu datar.
Di atas batu di hadapannya menggeletak sosok tubuh anak rusa yang Karya
19 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
sudah jadi bangkai. Untuk beberapa lamanya orang berjubah ini duduk menundukkan
kepala berdiam diri, mungkin tengah membaca mantera atau hanya sekedar
mengkhususkan diri. Kemudian tampak dia mengambil sesuatu dari saku jubahnya.
Benda ini diletakkannya di atas tubuh anak rusa yang mati, di bagian dada, tepat
di arah jantung. Sesaat dia menatap bangkai bintang itu dengan dada berdebar.
Dia memandang berkeliling; lalu turun dari batu datar, melangkah mundur sejauh
dua belas langkah.
Gusdur menyentuh lengan Wiro seraya berbisik, "Yang diletakkannya tadi di atas
tubuh rusa, itulah batu aneh yang kuceritakan padamu..."
Wiro mengangguk sambil meletakkan jari telunjuknya di atas bibir, memberi tanda
agar Gusdur jangan bicara karena saat itu Ki Dukun berada dekat sekali dengan
batu besar dibalik mana mereka bersembunyi.
Di kejauhan terdengar guntur menggelegar. Menyusul sambaran kilat di langit.
Suara guntur lagi, kini makin dekat dan keras menggetarkan puncak bukit Jati
Arang. Lalu halilintar berkiblat dahsyat, menerangi puncak bukit. Ujungnya
menghujam ke bawah, menghantam batu datar dimana anak rusa berada. Batu datar
dan tubuh anak rusa itu sedikitpun tidak bergeming, padahal Ki Dukun Tambak Reso
nampak terbanting jatuh duduk ke tanah. Begitu juga Gusdur dan Wiro Sableng yang
sembunyi di belakang batu besar, keduanya rubuh terduduk!
Perlahan-lahan Ki Dukun berdiri sambil kedua matanya memandang tak berkesip ke
arah batu datar. Malah kini dengan debaran jantung lebih keras dia melangkah
mendekati batu itu. Ada asap tipis menyelubungi tubuh anak rusa di atas batu.
Asap ini membubung ke atas lalu lenyap. Di atas batu anak rusa yang jelas-jelas
sudah jadi bangkai alias mati tampak Karya
20

Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
menggerakkan dua kaki belakangnya. Menyusul dua kaki depannya ikut bergerak. Ki
Dukun kini merasakan bukan saja jantungnya yang berdebar keras, tapi seluruh
tubuhnya ikut bergetar oleh goncangan luapan kegembiraan bercampur rasa hampir
tidak percaya melihat kenyataan itu.
Dari tempatnya berdiri dia melihat anak rusa membukakan kedua matanya Luka di
tubuh binatang ini tampak meninggalkan bekas hitam. Tiba-tiba terdengar anak
rusa ini menguik! Lalu binatang ini melompat dan tegak di atas batu datar.
Sesaat memandang kian kemari.
"Sungguh luar biasa! Di mana ada mujizat dan keajaiban seperti ini!
Dan aku Ki Dukun Tambak Reso yang melakukannya!" begitu si orang tua jubah putih
berucap pada dirinya sendiri. Dia melangkah lebih dekat ke batu besar. Anak rusa
di atas batu itu memandang ke arahnya. Sesaat kemudian, sebelum Ki Dukun
melangkah lebih dekat, binatang ini melompat dari atas batu, menghambur dalam
kegelapan dan lenyap!
Untuk beberapa lamanya Ki Dukun dan juga Wiro serta Gusdur menatap ke arah gelap
di jurusan menghilangnya anak rusa tadi.
Di depan batu datar, Ki Dukun kemudian tampak membungkuk untuk mengambil batu
kotak batu hitam yang tadi terlempar jatuh sewaktu anak rusa melompat bangun
dari kematiannya!
Di balik batu Gusdur berkata, "Aku harus kembali sekarang juga sebelum Ki Dukun
sampai. Jika dia mendapatkan aku tak ada di rumah, apalagi sampai mengetahui aku
ada di sini aku bisa celaka. Aku pergi sekarang..."
Wiro mengangguk. Gusdur balikkan tubuh lalu cepat-cepat tinggalkan tempat itu.
Begitu Gusdur lenyap, Ki Dukun tampak beranjak dari tempatnya setelah lebih dulu
menyimpan baik-baik kotak batu hitam ke dalam Karya
21 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
saku jubahnya. Saat dia hendak melangkah pergi dalam luapan kegembiraan dan
ketakjuban yang tiada henti-hentinya, saat itulah Pendekar 212
Wiro Sableng keluar dari balik batu dan melangkah ke hadapannya.
Tentu saja Ki Dukun Tambak Reso sangat terkejut ketika tiba-tiba melihat ada
seorang pemuda tak dikenal muncul di hadapannya di bawah hujan dan gelapnya
malam serta dinginnya udara di puncak bukit itu. Serta merta dia hentikan
langkah dan memandang meneliti. Dia tidak kenal pemuda di depannya ini. Perasaan
curiga dan tidak enak menjadi satu bercampur rasa marah karena menyadari rupanya
ada orang lain di tempat ini.
"Sejak berapa lama keparat ini berada di tempat ini" Apakah dia mengetahui dan
menyaksikan apa yang telah kulakukan" Melihat apa yang aku kerjakan?" Ki Dukun
bertanya-tanya dalam hati.
"Orang muda! Siapa kau"!" Ki Dukun Tambak Reso membentak.
Suaranya terdengar garang dibawah hujan lebat, tatapan matanya membersitkan
kemarahan. Dibentak keras-keras seperti itu murid Sinto Gendeng sesaat jadi terkesima. Ada
kekuatan aneh dalam diri orang tua ini, termasuk dalam suaranya. Meskipun
terkesima, namun dalam hatirya Wiro bertanya-tanya pula apakah dia akan menjawab
terus terang siapa dirinya, mengutarakan maksud kemunculannya di tempat itu atau
lebih dulu coba mempermainkan si jenggot putih Irn.
"Orang tua, kau datang ke puncak bukit Jati Arang ini tanpa permisi tanpa izin.
Sungguh lancang dan ceroboh tindakanmu!"
Kini Ki Dukun itulah yang terkesima mendengar ucapan orang. "Tanpa permis" Tanpa
izin..." Minta permisi dan izin pada siapa..."! Apa Karya
22 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
maksudmu"!"
"Minta izin dan permisi padaku! Karena akulah penguasa dan pemilik bukit Jati
Arang ini!" sahut Wiro seraya renggangkan kedua kaki dan tangkapkan kedua tangan
di depan dada. Mendengar ucapan itu Ki Dukun Tambak Reso keluarkan suara tertawa bergelak.
"Puluhan tahun aku tinggal di daerah ini! Baru malam ini aku mendengar kalau
bukit Jati Arang ada pemiliknya, ada penguasanya! Kau melantur atau kau
sebenarnya memang seorang berotak tidak waras"!"
"Kau berani menghina dan bermulut kotor pada penguasa bukit Jati Arang! Berarti
kau sudah pasrah tubuhmu dijadikan arang! Kecuali..."
"Kecuali apa"!" sentak Ki Dukun Tambak Reso seraya kepalkan kedua tinjunya.
Wiro tak segera menjawab, melainkan menyeringai lebih dulu lalu memencongkan
mulutnya baru berkata: "Kecuali jika kau menyerahkan kotak terbuat dari batu
hitam itu!"
"Hem ...itu rupanya maksud kehadiranmu di sini!" Karena maklum orang sudah
mengetahui kalau kotak batu itu ada padanya Ki Dukun tak mau berdalih. Maka
diapun bertanya, "Hak apa kau meminta benda itu"!"
"Karena kau ditakdirkan tidak sebagai pemiliknya. Benda itu merupakan salah satu
barang pusaka yang paling rahasia dari Keraton.
Jadi harus dikembalikan pada Kerajaan!"
"Penipu besar! Aku yakin kau seorang rampok yang memakai dalih Keraton dan
kerajaan! Dengar! Jika kau ingin selamat lekas minggat dari hadapanku!" Ki Dukun
mengancam dengan kepalkan tinju dan beliakkan kedua mata.
Dari balik pakaiannya Wiro Sableng mengeluarkan sebuah benda bulat Karya
23 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
berwarna putih berkilat terbuat dari perak murni. Melihat benda itu Ki Dukun
Tambak Reso jadi terkejut. Itu adalah cap Kerajaan yang dituangkan di atas
lempengan perak bulat. Dan merupakan suatu pertanda bahwa siapa saja yang
memegangnya berarti benar-benar tengah menjalankan suatu tugas sangat penting
dan sangat, rahasia dari Kerajaan!
Tapi apapun alasan dan siapapun adanya Wiro, tentu saja orang tua itu tidak mau
menyerahkan percuma kotak batu yang telah dimilikinya.
Apalagi dia sudah punya rencana besar dalam otaknya. Dengan memiliki batu
mijijat itu dia bisa menjadi seorang besar paling berkuasa, malah lebih berkuasa
dari Raja! Dia bisa menjadi seorang Raja Diraja!
"Orang muda, kau boleh menunjukkan seribu tanda apapun padaku!
Tapi tak akan aku menyerahkan kotak batu hitam itu padamu! Nah, silahkah pergi!"
Ketika dilihatnya Wiro tidak bergerak dari tempatnya malah cengar-cengir
seenaknya, Ki Dukun jadi jengkel. Tapi ada semacam kisikan dalam hatinya agar
tidak membuat keributan atau silang sengketa dengan pemuda ini. Maka dengan
cepat dia memutar tubuh lalu berkelebat meninggalkan tempat itu. Namun baru enam
langkah bertindak, tahu-tahu si pemuda sudah berada dihadapannya, menghadang,
lagi-lagi sambil menyeringai!
Ki Dukun Tambak Reso berkelebat ke jurusan lain. Tapi sesaat kemudian dia
kembali dapatkan dirinya dihadang oleh si pemuda. Dia mencoba sekali lagi, tetap
saja pemuda itu berhasil mencegatnya. Kini marahlah Ki Dukun. Dengan suara
bergetar dia membentak keras. "Orang muda, kau mencari penyakit sendiri! Rasakan
bekas tanganku!"
Orang tua itu hantamkan tangan kanannya ke depan, melabrak ke arah Karya
24 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
dada. Wiro cepat menangkis, malah dia berhasil menangkap lengan lawan.
Tapi ketika dia memperhatikan, yang ditangkapnya ternyata sepotong ranting kayu.
"Ilmu sihir gila!" teriak Wiro dalam hati. Memandang ke depan dilihatnya si
orang tua sudah berada di kejahuan, lari menuruni bukit dengan cepat. Dengan
geram Pendekar 212 segera mengejarnya. Ternyata Ki Dukun tak bisa lari jauh.
Dalam waktu sesaat saja dia sudah terkejar dan kembali jalannya terhadang!
"Hem, rupanya peringatanku tadi tidak membuatmu jera!" kertak Ki Dukun geram.
"Kau minta mampus maka mampuslah!" Habis berkata begitu Ki Dukun Tambak Reso
jatuhkan tubuhnya hingga tergelimpang di tanah di hadapan Wiro. Menyangka lawan
hendang menelikungnya, Pendekar 212 cepat hantamkan tumitnya ke depan. Tapi dia
mendadak sontak jadi tergagap kaget ketika yang hendak ditendangnya itu tibatiba telah berubah menjadi seekor ular besar yang siap untuk melilitnya!
Pendekar 212 melompat ke atas dan dari atas lepaskan satu pukulan mengandung
tenaga dalam panas. Binatang jejadian itu menggeliat dan mental beberapa tombak
lalu lenyap di bawah hujan lebat.
"Dukun sihir sialan! Kau mau lari kemana!" rutuk Wiro. Memandang ke depan
dilihatnya Ki Dukun Tambak Reso telah berada jauh di sebelah kiri; tengah
melompat dari atas sebuah batu. Murid Sinto Gendeng dari Gunung Gede ini
lepaskan pukulan kunyuk melempar buah. Angin deras menderu, menghantam batu
besar di mana Ki Dukun tampak berdiri siap melompat. Batu itu hancur berantakan.
Wiro memburu. Ketika dia sampai di tempat itu sang dukun sudah lenyap!
"Setan alas!" maki Wiro sambil satu tangan mengepal, satu lainnya Karya
25 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
menggaruk-garuk kepatanya yang basah kuyup.
*** Hari telah lama siang. Di dalam rumah Gusdur menunggu kedatangan sang majikan.
Dia tak tahu kalau Ki Dukun Tambak Reso tak akan pernah kembali ke rumahnya.
Setelah kejadian di puncak bukit Jati Arang orang tua ini menyadari bahwa kotak
batu hitam yang ada padanya merupakan suatu benda yang dicari dan dikejar oleh
banyak orang. Termasuk pemuda berambut gondrong yang mendapat tugas khusus dan
rahasia dad Kerajaan itu. Apa gunanya dia kembali ke tempat kediamannya kalau
akan menjadi incaran dan kejaran orang" Begitulah akhirnya malam itu juga Ki
Dukun Tambak Reso memutuskan untuk tidak kembali ke rumahnya.
Ketika perutnya mulai lapar dan hari bertambah siang sedang sang dukun tak juga
muncul, Gusdur ingat akan kesaktian yang kini dimilikinya. Timbul niat untuk
mencoba kesaktian itu kembali. Dia berlutut di lantai, luruskan dua jari tangan
kanannya lalu ditusukkan ke bawah. Begitu jarinya menghantam lantai, langsung
Gusdur menjerit kesakitan. Lantai itu bukan saja tidak tembus dan berlubang tapi
kedua tulang jarinya hampir patah dan sakitnya bukan kepalang.
"Hai! Kenapa jadi tidak mempan" Kenapa jari-jariku jadi sakit begini"!"
ujarGusdur kesakitan dan terheran-heran. Dipijit-pijitnya kedua jarinya yang
sakit itu. Meskipun sakit tapi karena ingin hendak mencoba lagi maka dia kembali
tusukkan kedua jarinya ke lantai papan. Untuk kedua kalinya pula si pendek ini
menjerit kesakitan seraya kibas-kibaskan tangan kanannya.
Karya 26 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
"Tidak mempan! Kesaktianku lenyap! Si Gondrong itu pasti telah menipuku! Kurang
ajar! Sialan!"
*** Karya 27 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
4 EMPAT ORANG TUA ahli pengobatan tegak di sekeliling tempat lidur.
Di kepala tempat tidur besar berdiri mapatih Kerajaan yang berusia hampir tujuh
puluh tahun yaitu Damar Waruseto.
Di atas tempat tidur terbaring sosok tubuh Sri Baginda. Wajahnya putih pucat,
tubuhnya sangat kurus hingga tampak hampir sama rata dengan tempat tidur.
Sepasang matanya menatap ke langit-langit kamar, memandang dingin dan kosong.
Telah hampir dua purnama Sri Baginda berada dalam keadaan seperti itu. Sakit
yang dideritanya tak kunjung diketahui, karenanya sulit mencarikan obat yang
tepat. Jelas sakit Sri Baginda tidak bersangkut paut dengan sakit yang biasa
diderita karena ada yang tidak beres dengan tubuh kasar. Sakit Raja kali ini
berkaitan erat dengan hal-hal yang lebih bersifat gaib.
Bibir Sri Baginda tampak bergerak. Tak ada suara yang keluar. Tapi semua orang
yang ada disitu segera maklum kalau Raja minta diberi minum. Maka salah seorang
dari ahli pengobatan itu segera mengambil sebuah gelas besar berisi air putih,
dua lainnya menolong menegakkan kepala Raja. Hanya seteguk yang bisa lewat di
tenggorokan Sri Baginda.
Memang hanya air putih itu sajalah menjadi pengisi perutnya sejak tiga minggu
lalu ketika dia mulai tak bisa makan dan sulit minum.
Ketika sepasang mata Sri Baginda mulai kuyu dan merapat tanda dia mulai memasuki
alam tidur, mapatih Damar Waruseto memberi isyarat, lalu keluar dari kamar tidur
Sri Baginda. Empat orang tua ahli pengobatan Karya
28 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
segera mengikuti. Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan disamping kamar Raja.
Pada seorang pengawal mapatih membisikkan sesuatu. Tak lama kemudian pengawal
ini muncul kembali bersama seorang lelaki tua berpakaian biru. Meskipun sudah
tua tapi orang ini memiliki tubuh tegap liat. Gerakannya lincah penuh wibawa dan
mantap. Dia adalah Gombong Pengestu, salah seorang yang dulunya merupakan
seorang abdi dalem yang kemudian diangkat menjadi satah seorang tokoh silat
istana yang disegani karena ketinggian ilmu silatnya luar dan dalam.
"Dimas Gombong Pangestu," berkata mapatih Damar Waruseto seraya menutup pintu
ruangan dan memandang pada empat orang ahli pengobatan. "Kita semua tahu bahwa
sakitnya Sri Baginda bukan merupakan sakit lahir, tapi adalah sakit batin karena
tekanan jiwa akibat lenyapnya batu mustika pusaka Keraton bernama Kencono Sukmo.
Inilah sumber penderitaan batin dan sumber sakit Sri Baginda. Kita semua tahu
apa akibatnya kalau benda mustika itu jatuh ke tangan orang jahat yang
mengetahui keandalannya lalu menyalah gunakannya. Bukan saja Keraton yang
terancam tapi juga keselamatan Sri Baginda dan keluarganya, keselamatan kita
semua bahkan keselamatan dan kelangsungan hidup seluruh Kerajaan. Itulah
sebabnya dua bulan yang lalu, sebelum Sri Baginda jatuh sakit akibat memikirkan
persoalan ini, beliau telah meminta kita untuk melakukan segala ikhtiar guna
mencari dan menemukan Kencono Sukmo itu kembali. Melihat keadaan lahir Sri
Baginda saat ini, yang hanya mampu meneguk air, sama sekali tidak bisa makan
apapun, aku kawatir beliau hanya bisa bertahan beberapa minggu saja lagi. Sakit
Sri baginda ini harus menjadi rahasia bagi kita semua. Kalau sampai musuh dan
kaum pemberontak yang masih bercokol di perbatasan Karya
29 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
mengetahui, berarti kita akan mendapat kesulitan baru. Aku mengerti kalian semua
sudah melakukan berbagai macam usaha yang tidak henti-hentinya. Hanya memang
petunjuk Gusti Allah masih belum kita dapatkan."
Sampai disitu patih Damar Waruseto berpaling pada Gombong Pangestu. "Dimas,
apakah ada perkembangan dengan usahamu meminta bantuan orang-orang rimba
persilatan?"
"Aku sudah melakukannya kangmas. Hanya saja beberapa tokoh silat yang kuhubungi
pertama kali tidak berhasil mendapatkan keterangan apapun, apalagi mendapat tahu
dimana benda pusaka itu berada atau siapa yang menyimpannya sekarang. Kemudian
salah seorang tokoh di timur membawa berita bahwa Kencono Sukmo terakhir sekali
diketahui berada di tangan Kebo Hijo, seorang tokoh silat yang namanya tidak
begitu bersih. Ketika dia melakukan penyelidikan lebih jauh ternyata Kebo Hijo
diketahui telah mati terbunuh. Siapa pembunuh tidak diketahui. Namun siapapun
adanya pembunuh itu pasti dialah kini yang menguasai batu Kencono Sukmo..."
"Jadi sampai saat ini kita masih tetap belum mengetahui dimana barang pusaka itu
berada...?" tanya mapatih Damar Waruseto.
"Memang belum diketahui mapatih. Tetapi satu minggu lalu orang kita berhasil
mengadakan kontak dengan dedengkot dunia persilatan yang dikenal dengan nama
julukan Dewa Tuak. Kabarnya, bukan kabarnya, maksudku secara pasti Dewa Tuak
telah menghubungi salah seorang tokoh silat muda yang dianggapnya sebagai murid
sendiri: Pendekar muda itulah yang kini tengah melakukan pengusutan dan
pengejaran.."
"Nama Dewa Tuak memang kukenal baik. Beberapa kali dia di masa Karya
30 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
silam berbuat jasa besar pada Kerajaan. Siapa nama pendekar muda yang
ditugasinya melakukan penyelidikan itu, dimas Gombong?"
"Namanya Wiro Sableng. Julukannya Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Kalau tak
salah dia adalah murid si nenek sakti bernama Sinto Gendeng yang bermukim di
Gunung Gede..."


Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, pendekar itu. Akupun pernah bertemu muka dengannya!" kata patih Damar
Waruseto pula. Salah seorang ahli pengobatan membuka mulut. "Maafkan aku, tapi barusan aku
mendengar bahwa urusan ini tengah ditangani oleh seorang pendekar bernama Wiro
Sableng. Apakah kita bisa mempercayai seorang sableng seperti itu ...?"
Mapatih Damar Waruseto tersenyum. "Kau dan mungkin juga para tua ahli pengobatan
yang ada disini hanya sibuk dengan urusan obat-mengobat, tidak tahu urusan rimba
persilatan. Nama Pendekar 212 Wiro Sableng merupakan momok nomor satu bagi para
tokoh silat sesat dan orang-orang jahat. Sebaliknya menjadi tokoh yang sangat
dikagumi oleh orang-orang silat golongan putih. Dia masih muda memang,
tingkahnya tidak terlepas dari sifat gila orang-orang muda. Namun ilmunya
segudang dan kejujurannya dapat dijadikan andalan..."
Juru obat yang tadi bicara hanya bisa angguk-anggukkan kepala mendengar
keterangan sang patih.
*** Karya 31 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
5 KI DUKUN TAMBAK RESO menatap pada tamunya yang berpakaian bagus itu sesaat lalu
mengerling ke arah kereta kuda yang berhenti di depan pintu pekarangan rumahnya.
"Katakan siapa dirimu dan ceritakan apa keperluanmu," ujar Ki Dukun.
"Nama saya Tapak Lodra, pembantu merangkap pengawal keluarga almarhum Raden Mas
Rono Wicula dari Losari di pantai utara..."
"Hemmm...pembantu saja pakaiannya begini mewah. Pasti majikannya orang kaya
raya, "kata Ki Dukun dalam hati. Lalu dia bertanya, "Maksud kedatanganmu?"
"Saya tidak datang sendirian, tapi bersama Raden Ayu Tambakdwita, istri almarhum
majikan saya. Kami mendengar Ki Dukun memiliki kesaktian yang sanggup
menyembuhkan orang sakit bahkan menghidupkan orang yang sudah mati..."
"Dari mana sampeyan mengetahui hal itu?" tanya Ki Dukun pula.
"Saya sendiri tidak paham betul. Raden Ayu Tambakdwita yang mengetahui dan
meminta saya datang kemari. Kami mengadakan perjalanan jauh selama tiga hari
tiga malam. Syukur dapat menemui Ki Dukun."
"Kau belum mengatakan maksud kedatanganmu!"
"Mengenai hal itu biar Raden Ayu Tambakdwita sendiri yang menuturkan..."
"Di mana majikanmu itu sekarang?"
Karya 32 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
"Ada di dalam kereta. Dengan perkenan Ki Dukun saya akan memanggiinya dan
membawanya kemari..." jawab Tapak Lodra.
Ki Dukun Tambak Reso mengangguk. Setiap langkah yang dibuat Tapak Lodra diikuti
dengan pandangan mata hampir tak berkesip oleh Ki Dukun. Sejak dia
menyembunyikan diri di tempat itu setiap ada orang yang datang selalu
dicurigainya, termasuk yang satu ini. Bukan mustahil mata-mata atau kaki tangan
Kerajaan yang berusaha mendapatkan batu hitam itu. Tapi ketika dari dalam kereta
dilihatnya turun seorang perempuan, hatinya menjadi lega.
Perempuan ini berusia sekitar setengah abad, namun memiliki wajah yang masih
cantik serta tubuh dan kulit yang bagus mulus tanda terawat baik. Ketika sampai
di hadapan Ki Dukun, orang tua ini semakin jelas melihat kecantikan itu dan
membuatnya menelan ludah beberapa kali.
Sejenak Ki Dukun merenung kali terakhir dia satu ketiduran dan bersenang-senang
dengan perempuan, yakni sembilan tahun yang lalu ketika istrinya yang kedua
masih hidup sementara istri pertamanya lari meninggalkannya akibat ulahnya
bermain cinta dengan istrinya yang kedua itu.
Berada dekat-dekat begitu Ki Dukun dapat mencium wangi semerbaknya bau tubuh
tamunya itu. Ki Dukun mempersilahkan tamunya duduk.
"Apakah saya berhadapan dengan Ki Dukun Tambak Reso yang sakti itu?" tanya sang
tamu. Ki Dukun tersenyum. "Aku hanya manusia biasa, tak punya kelebihan apa-apa,"
sahut Ki Dukun merendah. Matanya menjelajahi paras dan lekuk dada tamunya yang
putih membusung. "Apakah aku berhadapan dengan Karya
33 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Raden Ayu Tambakdwita, istri almarhum Raden Mas Rono Wiculo?"
"Ah, betul sekali. rupanya pembantu saya Tapak Lodra telah menceritakan tentang
diri saya pada Ki Dukun.."
"Betul, tapi belum menceritakan maksud dan tujuan kedatangan sejauh ini," ujar
Ki Dukun pula. "Saya akan ceritakan."
"Baik, aku akan mendengarkan. Tapi aku ingin kita bicara empatmata saja.
Bisa...?" "Tentu saja bisa," sahut Raden Ayu Tambakdwita. Lalu dia berpaling pada Tapak
Lodra yang tegak di tangga rumah dan menganggukkan kepalanya. Melihat isyarat
itu Tapak Lodra segera meninggalkan tempat itu, pergi ke kereta dan duduk di
samping kusir. Hatinya merasa tidak enak kalau tidak mau dikatakan tersinggung.
Melihat tampang dan sikap sang dukun sebenarnya dia tidak merasa suka terhadap
orang itu. Kini melihat majikannya berdua-dua dengan orang tua itu seperti ada
rasa cemburu dalam hatinya. Sebenarnya sejak lama memang Tapak Lodra menaruh
hati pada Tambakdwita. Sebagai orang kepercayaan yang telah bertahun-tahun
berbakti apalagi dia tidak punya istri, sebenarnya Tapak Lodra memang cukup
pantas menjadi pasangan janda cantik itu. Namun karena menyadari dirinya berasal
dari kalangan rendah saja maka Tapak Lodra tidak pernah berani mengutarakan
maksudnya itu. "Nah Raden Ayu, ceritakan maksud kedatanganmu," kata Ki Dukun Tambak Reso begitu
mereka kini hanya tinggal berdua saja di ruangan depan itu.
"Saya mempunyai seorang putera yang merupakan anak tertua, kini berusia sekitar
dua puluh satu tahun, Sejak masih berumur enam belas Karya
34 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
tahun, selagi ayahnya hidup, anak itu telah diberi berbagai pelajaran termasuk
itmu silat. Ternyata dia memang banyak lebih tertarik pada ilmu silat dan
kesaktian hingga meninggalkan begitu saja pelajaran-pelajaran lain. Dia sering
meninggalkan rumah berbulan-bulan guna mencari dan mendapatkan ilmu baru. Ilmu
silatnya memang tinggi dan kesaktiannya mengagumkan. Namun dua bulan lalu dia
jatuh sakit dan tak bisa lagi meninggalkan tempat tidur. Dua minggu lalu
keadaannya tambah parah.
Matanya setalu tertutup. Keadaannya seperti orang tidur. Mungkin pingsan. Hari
demi hari tubuhnya semakin kurus. Ki Dukun, inilah persoalan saya. Bisakah Ki
Dukun mengobati putera saya itu" Berbagai tabib dan ahli pengobatan telah
berusaha menolongnya, namun dia tetap saja tak bergerak di atas ranjang."
"Menurut para ahli yang telah coba mengobati putera Den Ayu, apakah sudah
diketahui apa sakitnya?" bertanya Ki Dukun seraya usap-usap janggut putihnya
sementara kedua matanya terus menjelajahi wajah dan dada perempuan cantik di
hadapannya. "Tak satupun mereka bisa memastikan apa penyakit putera saya.
Beberapa diantara mereka menduga, kemungkinan besar sakitnya putera sebagai
akibat terlalu banyak menguasai ilmu silat dan kesaktian dari berbagai sumber,
dicampur-campur satu sama lain yang sebenarnya merupakan pantangan... Saya tidak
tahu dan tidak mengerti tentang ilmu silat dan ilmu kesaktian. Bagaimana menurut
Ki Dukun sendiri...?"
"Hem...." Ki Dukun menggumam. "Mungkin pendapat itu ada benarnya. Namun harus
diperiksa dan diselidiki dulu. Siapakah nama puteramu itu Den Ayu ....?"
"Pati Rono," jawab Tambakdwita. Lalu dia bertanya, "Apakah Ki Karya
35 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Dukun bersedia melihatnya di Losari..." Perjalanan ke sana memang jauh.
Tapi percayalah, semua jerih payah Ki Dukun akan saya beri imbalan yang sesuai.
Apalagi kalau Pati Rono bisa disembuhkan..."
"Jangan kawatir..." kata Ki Dukun pula seraya memegang tangan Tambakdwita. "Aku
akan datang ke Losari."
"Terima kasih. Saya memang sudah menduga Ki Dukun mau menolong. Karena itu
sebelumnya saya sudah menyiapkan sebuah kereta untuk menjemput Ki Dukun. Paling
lambat petang nanti penjemput itu sudah sampai disini."
"Sebetulnya sama-sama berangkat dengan Den Ayu saat ini aku tidak keberatan.
Tapi tak jadi apa kalau Den Ayu memang sudah mengatur begitu," kata Ki Dukun
Dari dalam sebuah tas kain yang dibawanya Den Ayu Tambakdwita mengeluarkan
sebuah kantong kulit kecil. Ketika kantong itu diletakkan di atas meja terdengar
suara berdering tanda berisi uang.
"Itu sebagian dari imbalan yang saya janjikan. Sisanya akan Ki Dukun terima
setelah sampai di Losari, lalu ada tambahan istimewa jika Pati Rono bisa
disembuhkan..."
"Sebetulnya yang ada dalam kantong itu sudah lebih dari cukup, Den Ayu.
Tambahannya tidak perlu berupa harta atau uang."
"Maksud Ki Dukun?" tanya Tambakdwita pula.
"Setelah ditinggal Raden Mas Rono Wiculo dan hidup sendirian bertahun-tahun,
apakah Den Ayu tidak mempunyai keinginan untuk mencari pengganti suami yang
hilang itu?"
Pertanyaan Ki Dukun Tambak Reso itu membuat wajah Den Ayu Tambakdwita menjadi
kemerah-merahan. Apalagi ketika didengarnya si Karya
36 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
orang tua berkata, "Nama kita sama. Aku Tambak Reso, di situ Tambakdwita.
Mungkin ini satu kecocokan yang ditakdirkan Tuhan?"
"Ki Dukun," kata Tambakdwita dengan suara bergetar. Dia tak berani memandang
kedua mata orang di hadapannya itu. Karena setiap dia bertemu pandang ada
sesuatu kekuatan yang membuatnya bergetar disertai hawa aneh menjalari tubuhnya.
"Kalau Ki Dukun tidak keberatan, hal-hal lain bisa kita bicara akan lain kali
saja. Saya mohon diri. Kadatangan Ki Dukun saya nantikan di Losari," Lalu
Tambakdwita berdiri dan melangkah cepat-cepat menuju kereta. Ki Dukun Tambak
Reso mengantarkannya sampai di tangga sambil mengulum senyum.
"Perempuan satu ini harus dapat olehku. Tak pernah ada yang begitu besar daya
tariknya, membuatku sampai-sampai keringatan!"
*** Karya 37 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
6 DI DALAM KAMAR yang besar dan mewah serta harum itu ada empat orang. Pertama Ki
Dukun Tambak Reso, lalu Raden Ayu Tambakdwita bersama Tapak Lodra.
Orang yang keempat terbujur di atas tempat tidur berkasur tebal dan berseperai
bagus. Orang ini adalah Pati Rono, putera Tambakdwita yang berada dalam keadaan
sakit. wajahnya, kedua tangannya yang tersembul di atas selimut pucat pasi
seperti tiada berdarah. Wajahnya mengerikan untuk dipandang karena pipi dan
rongga matanya sangat cekung serta berwarna kebiruan.
Ki Dukun meraba tangan pemuda itu. Dingin. Lalu meraba wajah dan bagian
lehernya. Juga dingin. Ketika ditekan bagian lengannya kiri kanan, juga ketika
ditekan urat besar di lehernya, sama sekali tak ada denyutan. Si orang tua lalu
membalikkan kelopak mata kanan Pati Rono. Putih, bagian hitam lensa matanya
hanya tarlihat sedikit di sebelah bawah.
Ki Dukun Tambak Reso berpaling pada ibu si pemuda.
"Bagaimana...?" tanya Tambakdwita dengan suara tercekat.
"Puteramu sudah meninggal sejak beberapa hari lalu," menerangkan sang dukun.
Mendengar itu Tambakdwita langsung menggerung dan menubruk serta merangkul tubuh
anaknya. Tapak Lodra tertegun tak percaya dan beberapa kali menarik nafas dalam.
Ki Dukun pegang bahu Tambakdwita dan berkata; "Den Ayu, tak baik Karya
38 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
menangis. Kalau Gusti Allah sudah menghendaki kau harus rela melepas anakmu..."
"Ada satu hal yang mengherankan Ki Dukun," terdengar Tapak Lodra berucap. "Jika
memang Raden Pati meninggal cejak beberapa hari lalu, mengapa jenazahnya tidak
menebar bau...?"
Ki Dukun berpaling pada pembantu dan kepala pengawal rumah tangga almarhum Raden
Mas Rono Wiculo itu. Pertanyaan Tapak Lodra sebenarnya wajar-wajar saja, namun
sang dukun merasakan seperti hendak memojokkannya. Sejak semula memang dia tidak
suka pada orang ini.
Dan Ki Dukun sendiri, dari pandangan mata Tapak Lodra dia memaklumi kalau lelaki
itupun tidak menyukainya. Dengan suara tenang Ki Dukun menjawab pertanyaan Tapak
Lodra tadi. "Ini justru satu keajaiban yang hanya Gusti Allah yang mampu menjawabnya,"
katanya. Lalu dia menyambung. "Bukan mustahil segala macam obat yang telah
diberikan sebelumnya membuat tubuh kasarnya mampu bertahan begini rupa..."
"Tidak...! Tidak! Anakku tidak boleh mati ...! Pati...Pati anakku! Kau tidak
boleh mati...! terdengar raungan Raden Ayu Tambakdwita yang saat itu masih
merangkuli tubuh puteranya sambil menangis dan meraung tiada henti.
"Raden Ayu, sudahlah. Kau dan kita semua harus pasrah menghadapi kenyataan
ini..." ujar Tapak Lodra.
"Tidakkkk! Pati tidak boleh mati..."
Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Seorang gadis berpakaian serba kuning, berwajah
cantik sekali masuk. Dia cepat menanggapi apa yang tengah terjadi. Langsung saja
dia melompat ke tepi ranjang, memeluk tubuh Pati Karya
39 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Rono dan ikut menangis keras.
"Kakak...kakak...! Mas Pati...Jangan pergi mas...."
Ternyata gadis itu adalah puteri Tambakdwita, adik perempuan Pati Rono. Suasana
dalam ruangan itu jadi tambah mencekam. Tiba-tiba Raden Ayu Tambakdwita hentikan
tangisnya dan berpaling menghadapi Ki Dukun Tambak Reso.
"Ki Dukun! Bagaimana sekarang"! Kau bisa menghidupkan puteraku"
Kau harus bisa! Itu janjimu..." Tambakdwita berteriak seraya memukuli dada Ki
Dukun. Orang tua ini pegang pergelangan tangan perempuan itu lalu berkata,
"Tenang Den Ayu... Tenang. Aku tak pernah berjanji tapi aku akan mencoba. Semua
tergantung kekuasaan Tuhan. Untuk itu aku minta semua orang meninggalkan kamar
ini... Termasuk Den Ayu. Aku akan memulai pekerjaan ..."
"Tidak! Aku dan ibu harus menemani mas Pati di sini!" yang berteriak adalah
gadis berpakaian kuning, puteri Tambakdwita yang bernama Tambaksari.
Ki Dukun menatap wajah sang dara beberapa ketika. "Ah, gadis ini cantik sekali.
Ibunya tentu secantik ini di masa mudanya..." membatin Ki Dukun. Lalu dia
berpaling pada Tambakdwita dan anggukkan kepala.
Melihat isyarat ini Tambakdwita menoleh pada puterinya, memegang lengan gadis
itu, lalu mengajaknya melangkah menuju ke pintu mengikuti Tapak Lodra. Sebelum
Tambakdwita menghilang di balik pinlu, Ki Dukun berkata padanya, "Ingat Den Ayu,
selama aku bekerja di dalam sini, tak seorangpun boleh masuk dengan alasan atau
keperluan apapun. Aku akan akan keluar memberi tahu bilamana pekerjaan telah se!
esai. Harap kalian Karya
40 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
menyiapkan sebuah usungan dan kereta. Dan satu hal, jangan coba-coba atau ada
yang berani mengintip apa yang aku kerjakan. Akibatnya bisa parah dan puteramu
tak mungkin ditolong!"
Begitu pintu kamar ditutupkan Ki Dukun langsung menguncinya dari dalam, lalu dia
naik ke atas tempat tidur dan duduk bersila di samping tubuh Pati Rono. Kedua
matanya perlahan-lahan dipejamkan. Lalu dia mulai melafatkan kata-kata mujijat
Walakalmati - Walakalhidup Matlwalakal - Hidupwalakil, satu kali...dua kali.. sepuluh kali.. seratus kali
dan seterusnya sampai sepuluh ribu kali. Ketika akhirnya dia selesai merapal
sampai sepuluh ribu kali tubuh dan pakaiannya telah basah oleh keringat. Di luar
hari telah senja. Raden Ayu Tambakdwita, Tapak Lodra dan Tambaksari menunggu
dengan sangat tidak sabar dan harapharap cemas. Apakah yang tengah dilakukan Ki


Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dukun Tambak Reso sekian lamanya" Jika menurutkan hatinya mau Tambakdwita
melabrak pintu dan menjebol masuk.
Di dalam kamar Ki Dukun buka kedua matanya, menyeka keringat di wajahnya
beberapa kali lalu turun dari tempat tidur, berdiri untuk meluruskan kedua
kakinya. Kemudian dari saku jubahnya dikeluarkannya benda keramat, batu hitam
Kencono Sukmo. Dengan hati-hati batu ini disapukannya ke seluruh wajah dan tubuh
Raden Pati Rono. Selesai melakukan itu batu mustika disimpannya kembali,
memandang seputar kamar lalu melangkah ke pintu.
*** Karya 41 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
7 KI DUKUN TAMBAK RESO memegang bahu kusir kereta. Sang kusir yang tahu isyarat
ini segera hentikan kereta. Saat itu lewat tengah malam.
Angin bertiup kencang. Dari tempat mereka berada terdengar deburan ombak laut di
pantai. Ki Dukun memandang bekeliling. Kusir kereta menuju ke sebelah barat di
mana tampak menghitam sebuah bukit karang.
Angin bertiup lagi lebih kencang.
"Itu satu-satunya bukit karang yang paling tinggi di bagian pantai ini,"
menerangkan kusir kereta.
Ki Dukun mengangguk "Cukup kau hanya mengantar aku sampai disini. "Tunggu di
tempat ini sampai aku kembali." Lalu orang tua itu turun dari kereta, membuka
pintu disebelah belakang, menarik usungan dimana terbaring sosok tubuh Raden
Pati Rono. Kuda penarik kereta terdengar meringkik ketika Ki Dukun menaikkaft tubuh pemuda
itu ke atas bahunya dan mulai melangkah cepat ;menuju bukit karang di sebelah
barat. Kusir kereta merasakan bulu kuduknya berdiri. Dia hampir tak berani
bergerak saking merasa takut. Juga masih tetap disitu ketika hujan rintik-rintik
mulai turun. Memang daerah pantai Losari di bagian itu merupakan suatu daerah
bebukitan batu karang yang paling sering turun hujan.
Dari melangkah cepat Ki Dukun kini tampak berlari-lari. Semangatnya jadi
berkobar-kobar ketika melihat hujan mulai turun. Ini satu pertanda bahwa
kelanjsrtan usahanya untuk menghidupkan pemuda yang sudah Karya
42 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
mati di panggulannya itu akan berjalan cepat. Di timur terdengar guntur
menggelegar. Lalu kilat mulai menyambar.
Meskipun agak susah payah karena harus mendaki bukit batu karang yang licin
berlumut namun akhirnya Ki Dukun Tambak Reso sampai juga dipuncaknya. Nafasnya
meng-engah. Perlahan-lahan tubuh Raden Pati Rono dibaringkannya di bagian batu
yang agak rata. Angin laut bertiup kencang dan tajam. Hujan turun makin deras.
Ki Dukun menyeringai. Dari dalam saku jubahnya dikeluarkannya kotak batu ham
Kencono Sukmo lalu diletakkannya didada mayat, tepat di bagian jantung.
"Ahak manusia, kuberikan kehidupan padamu. Hiduplah! Hiduplah!
Dan berikan ibumu padaku!" berkata Ki Dukun dengan suara perlahan bergetar. Lalu
dia menuruni bukit karang itu, memilih tempat yang terlindung tapi tidak terlalu
jauh. Di sini dia menunggu dengan dada berdebar. Dia pernah menghidupkan seekor
binatang, menyembuhkan beberapa orang yang sakit parah. Tetapi baru kali ini dia
mencoba menghidupkan seorang yang telah meninggal. Diam-diam bulu romanya terasa
berdiri. Guntur menggelegar, kilat sambung menyambung.
"Halilintar... datanglah! Sambar batu dan tubuh itu! Halilintar ...
datanglah!" ujar Ki Dukun berulang kali. tapi dia harus menunggu lama sampai
menjelang dini hari, yaitu ketika tubuhnya berada dalam keadaan basah kuyup dan
terasa dingin seperti diselimuti es. Saat itu rangkaian halilintar tampak sambar
menyambar berkepanjangan dari arah timur.
Sambaran yang terakhir berkiblat tepat di atas bukit karang, menghantam ke
bawah, menghunjam tepat di atas tubuh Raden Pati Rono! Tubuh itu tampak
terangkat ke atas lalu jatuh kembali ke atas batu karang dan mengeluarkan
kepulan asap. Setelah itu terbujur tak bergerak. Tempat itu Karya
43 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
tiba-tiba saja sunyi seperti di pekuburan. Guntur tak terdengar lagi, kilat atau
halilintar tak tampak lagi. Bahkan angin seolah-olah berhenti bertiup dan ombak
seperti berhenti berdebur!
Dengan tubuh bergetar Ki Dukun Tambak Reso memanjat menuju bagian alas bukit
karang. Dengan mempergunakan sahelai sapu tangan dia memungut batu Kencono Sukmo
yang tercampak di atas bukit batu lalu memasukkannya ke dalam saku jubahnya. Di
atas batu karang tubuh Raden Pati Rono tampak tidak bergerak. Ki Dukun
memperhatikan dengan seksama dan mata dibesarkan. Darahnya tersirap ketika tibatiba dia melihat ibu jari kaki kanan si pemuda bergerak. Perlahan sekali tapi
dia jelas melihatnya. Ki Dukun memegang ibu jari yang bergerak itu.
Terasa panas. "Panas adalah api. Api adalah hawa kehidupan..." desis Ki Dukun. Lalu
dipegangnya betis pemuda itu. Kemudian dilihatnya jari-jari kanan Pati Rono juga
mulai bergetar. Ki Dukun cepat memegang tangan kanan itu.
Tiba-tiba jari-jari Pati Rono menggenggam mencengkeram tangannya. Ki Dukun
terpekik kaget dan cepat sentakkan lengannya untuk melepaskan cekalan itu.
Walau di hatinya ada terselip rasa ngeri namun kegembiraan sang dukun juga
melupa. "Dia hidup...Dia hidup! Batu hitam itu betul-betul batu mujijat. Gusti
Allah Maha Besar!"
Untuk memastikan bahwa Pati Rono benar-benar sudah hidup kembali Ki Dukun
membungkuk dan dekatkan telinga kanannya ke dada Pati Rono. Lapat-lapat dia
mendengar ada suara yang memukul-mukul di dasar dada itu. Itulah suara degupan
jantung! "Luar biasa...Aku sendiri hampir tak percaya!" ujar Ki Dukun dalam Karya
44 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
hati. Untuk sesaat dia masih mendekapkan telinga mendengar degupan jantung itu.
Tiba-tiba kedua tangan Pati Rono bergerak menyilang dan punggung Ki Dukun
tersikap kencang! Orang tua itu merasakan jiwanya seperti terbang. Dia
menggeliat keras-keras, dengan susah payah akhirnya berhasil meloloskan diri
dari sikapan tadi. Begitu terlepas, kedua tangan Pati Rono kembali terkulai di
kedua sisi. "Sebelum kekuatannya pulih, aku harus cepat membawanya ke
Losari...." pikir Ki Dukun. Lalu tubuh pemuda itu dipanggulnya di bahu kanan.
Dalam perjalanan menuruni bukit karang menuju di mana kereta menunggu Ki Dukun
selalu bersikap waspada. Bukan mustahil mayat yang barusan hidup kembali itu
tiba-tiba saja bergerak mencekiknya!
*** KERETA PEMBAWA Pati Rono itu sampai di Losari menjelang senja, disambut oleh
Tapak Lodra, Tambakdwita, puterinya dan beberapa pelayan. Ketika usungan
diturunkan dari kereta oleh kusir dan Tapak Lodra, kuda penarik kereta tiba-tiba
mengangkat kedua kaki depannya dan meringkik keras, membuat semua orang
tercekal. Ketika melewati ruangan tengah rumah besar mendadak terdengar suara mengeong
keras. Seekor kucing putih belanghitam melompat dari balik tirai, berusaha lari
ke arah usungan. "Belang... Belang, jangan berisik!" Tambaksari cepat mendukung
binatang peliharaannya itu. Dalam dukungan si gadis kucing ini terus mengeong.
Kedua matanya memandang tak berkesip ke arah tubuh Pati Rono di atas usungan.
Sikapnya garang sekali. "Heran, tak biasanya kau seperti ini, Belang..." Untuk
kesekian Karya 45 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
katinya si belang mengeong, menggeliat lalu menghambur dari arah gendongan
Tambaksari. Dengan sangat hati-hati tubuh Pati Rono dibaringkan di atas tempat tidur
bertilam indah. Sang ibu duduk di kiri tempat tidur. Yang lain-lain tegak
berkeliling. Sambil duduk Tambakdwita tidak hentinya mengusap wajah dan memijiti
tangan anaknya. Dia ingin agar anaknya itu segera bangun agar dia melihat
kenyataan bahwa Pati Rono benar-benar hidup.
Selagi dia memegang-megang tangan puteranya, tiba-tiba tangan itu bergerak.
Tambakdwita terpekik. Lima jari tangan Pati Rono mencengkeram lengannya. Kuat
Panji Sakti 6 Pendekar Cambuk Naga 15 Pemburu Dosa Leluhur Kisah Para Penggetar Langit 7

Cari Blog Ini