Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng Bagian 2
kematian!" jawab si nenek sambil sunggingkan serangai aneh.
"Dewa Tuak!" terdengar suara Lor Gambir Seta. "Kami ingin tahu di mana kau
berdiri. Kau telah menolong kami mencari pendekar sesat ini. setelah bertemu
apakah kau juga akan turun tangan bersama kami sesuai dengan sumpah ksatria para
pendekar golongan putih" Menegakkan keadilan menghancurkan angkara murka"!"
Dewa Tuak mengeuk tuaknya beberapa kali lalu batuk-batuk. "Aku sudah tua....
Terlalu tua untuk ikut turun tangan bersama kalian. Kalian bertujuh saja sudah
cukup, biar aku yang bangka ini menjadi saksi kematian seorang sahabat yang
sudah kuanggap anak sendiri. Mati karena perbuatannya yang keji!"
"Jadi kalian semua hendak membunuhku"!" Wiro bertanya sambil memandang
berkeliling. "Seharusnya tadi-tadi kau sudah menyadari bahwa hari ini ada Pendekar 212!"
sahut si nenek bergelar Arit Sakti Pencabut Sukma.
"Kalian semua gila!" teriak murid Sinto Gendeng. Tanpa sadar tenaga dalamnya
ikut mengalir. Akibatnya suaranya terasa menggetarkan tanah. Tujuh orang tokoh
silat terkejut, tapi hanya sesaat. Di lain kejap ke tujuhnya sudah menyerbu,
tiga senjata berkiblat. Empat orang menyerang dengan tangan kosong. Dalam
keadaan seperti itu tangan kosong bisa membunuh lebih cepat dari pada senjata!
Murid Eyang Sinto Gendeng berseru keras. Kedua kakinya dijejakkan ke tanah.
Tubuhnya melesat setinggi dua tombak ke udara.
"Ke langitpun kau lari kami kejar!" teriak Arit Sakti Pencabut Raga seraya susul
melompat dan babatkan senjatanya ke arah dua kaki Wiro. Pendekar 212
terpaksa membuang diri berjumpalitan ke kiri. Tapi dari jurusan ini menderu
lengan BASTIAN TITO
26 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
besi Malaikat Tangan Besi Dari Puputan, mencari sasaran di batok kepalanya. Wiro
lepaskan pukulan Orang Gila Mengebut Lalat. Malaikat Tangan Besi merasakan
tangannya bergetar dan tubuhnya hampir terjengkang ketika angin sakti melabrak
lengan dan sebagian tubuhnya. Cepat dia turunkan diri ke bawah sementara Wiro
saat itu harus pula menghadapi sambaran golok Harimau Pemakan Jantung yang ganas
sekali menusuk tepat ke arah jantungnya. Di saat yang bersamaan Pengemis Hantu
gerakkan kaleng rombeng berkaratnya ke atas. Sepuluh uang logam menderu mencari
sasaran di tubuh Pendekar 212.
"Mati aku....!" Teriak Wiro dalam hati. Tangan kirinya segera melepaskan pukulan
pertahanan membentengi tubuh yakni Benteng Topan Melanda Samudera.
Pemuda cerdik ini sadar sekali kalau pukulan sakti itu tidak mungkin
menyelamatkannya dari tujuh serangan maut. Maka secepat kilat tangan kanannya
bergerak ke pinggang. Maka berkiblatlah sinar putih menyilaukan di udara pagi
yang cerah itu desertai suara gaungan laksana seribu lebah mengamuk!
"Kapak Maut Naga Geni 212! Awas!" teriak Lor Gambir Seta murid si Raja Penidur.
Tring....tring....tring....tring....
Empat uang logam yang ditabur Pengemis
Hantu sempat dihantam Kapak Naga Geni 212. Enam lainnya luruh terkena sambaran
angin senjata mustika itu. menyusul suara trang! Kapak sakti beradu badan dengan
golok mustika di tangan Harimau Pemakan Jantung. Kagetlah tokoh silat ini ketika
dia merasakan tubuhnya bergoncang keras hampir terjungkal. Goloknya bahkan
nyaris lepas. Ketika dia meneliti masih untung senjatanya tidak ada yang rompal.
"Kurung yang ketat! Jangan biarkan tukang perkosa, pembunuh dan rampok ini
lolos!" teriak Arit Sakti Pencabut Raga. Di antara semua penyerang nenek ini
yang paling besar dendam kesumatnya terhadap Wiro.
Wiro putar Kapak Naga Geni dengan sebat. Tenaga dalamnya dikerahkan penuh.
Tubuhnya laksana batu karang membendung ombak raksasa. Tampaknya dia akan
sanggup menghadapi badai serangan itu. namun tujuh lawannya adalah tokoh-tokoh
silat kelas satu yang kepandaian masing-masing rata-rata sama tingginya.
Dikeroyok begitu tupa, meskipun murid Sinto Gendeng sempat menghantam roboh
Pendekar Besi Hitam dengan tendangan kaki kanan hingga pemuda itu pingsan dengan
empat tulang iga patah, namun dalam kecamuk yang luar biasa hebatnya itu dia tak
sempat mengelak atau menangkis bacokan arit si nenek bergelar Arit Sakti
Pencabut Sukma! Bahu kanannya luka besar. Darah mengucur deras. Kapak Baga Geni
212 terlepas dan jatuh ke tanah! Langsung disambar oleh Harimau Pemakan
Jangtung. Pendekar dari gunung Gede itu sadar apa artinya ini. dengan tangan kirinya dia
cepat lepaskan pukulan Sinar Matahari yang terkenal dahsyat itu. Tujuh orang
penyerang serta merta menyingkir begiut melihat ada cahaya putih menyilaukan
berkiblat diserta tebaran hawa panas luar biasa. Ketika sinar putih dan hawa
panas sirna tujuh orang yang mengejar sama mengumpat dan memaki. Pendekar 212
telah lenyap dari tempat itu. Semuanya memandang ke arah Dewa Tuak dan diam-diam
menyesalkan mengapa kakek sakti itu tidak mau turun tangan membantu!
BASTIAN TITO 27 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DELAPAN Kuda coklat itu akhirnya sampai juga ke puncak gunung Gede. "Kita berhenti di
sini Guci. Aku sudah melihat gubuk kediaman guru manusia keparat itu. Kau tunggu
di sini...." Mirasani elus-elus tengkuk kudanya lalu melompat turun. Ketika gubuk
kayu di puncak gunung itu diperiksanya ternyata kosong.
"Keparat! Tak ada siapa-siapa di sini!" maki Mirasani. Saking jengkelnya hendak
ditendangnya pintu gubuk. Namun tiba-tiba saja ada suara menegur.
"Gadis elok, siapa yang kau cari! Mengapa marah-marah dan hendak menendang pintu
gubukku"!"
Mirasani cepat berpaling. Suara itu datang dari atas pohon besar enam langkah di samping
kirinya. Ketika mendongak ke atas tampaklah sesosok tubuh kurus kering berbaring
di atas cabang pohon, seolah-olah tengah bergolek berleha-leha di atas ranjang.
Padahal cabang pohon itu hanya sebesar lengan manusia. Melihat sosok tubuh yang
tergolek di cabang pohon itu Mirasani lantas berteriak "Kau pasti Sinto Gendeng,
guru Pendekar 212 Wiro Sableng!"
Tubuh di atas cabang pohon tampak bergerak bangkit. Dari sikap berbaring kini
tubuh itu duduk berjuntal. Ternyata dia adalah seorang nenek bertubuh tinggi,
berkulit sangat hitam. Tubuhnya boleh dikatakan hanya tinggal kulit pembalut
tulang saking kurusnya. Kekurusan dan kehitaman yang luar bisa ini membuat
wajahnya angker hampir menyerupai tengkorak. Apalagi mukanya dan kedua rongga
matanya sangat cekung sementara rambut dan alis matanya putih. Rambut di
kepalanya sebenarnya tidak dapat lagi dikatakan rambut karena sangat jarang.
Anehnya enek angker ini mengenakan lima buah tusuk kundai terbuat dari perak
yang disisipkan bukan pada rambut tetapi langsung menancap di kulit kepalanya!
"Ada apa kau mencariku"!" si nenek bertanya. Ternyata dia meamng Eyang Sinto
Gendeng. Nenek yang berusia hampir seratus tahun dan merupakan tokoh silat
paling ditakuti karena ketinggian ilmu dan kesaktiannya.
"Siapa bilang aku mencarimu!" jawab Mirasani dengan ketus dan merengut.
"Aku mencari suamiku!"
"Edan! Apa kau kira aku menyembunyikan atau menyekap suamimu di sini"
Kau kesasar atau kurang waras"!"
"Muridmu yang tidak waras! Gila! Busuk! Jahat dan keji!"
"Eh, muridku siapa maksudmu"!" sepasang mata Sinto Gendeng berkilat tanda si
nenek mulai marah.
"Masih bisa bertanya! Siapa lagi kalau bukan si sableng bernama Wiro itu!
apa ada muridmu yang lain"!"
Tubuh yang duduk di cabang pohon tiba-tba saja meluncur ke tanah seolah-olah ada
tali penggelantungnya. Begitu sampai di tanah, si nenek bukannya berdiri tapi
duduk menjelepok.
"Mendekat ke sini gadis bermulut sembrono!" ujar Sinto Gendeng seraya mengoyanggoyangkan jari telunjuknya.
Mirasani hanya mendekat dua langkah.
"Kau mencari muridku atau suamimu"! Bicara yang betul!"
"Muridmu itu ya suamiku itu!"
"Gila! Muridku masih perjaka! Belum kawin! Enak saja kau mengakuinya sebagai
suami!" BASTIAN TITO 28 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Nenek pikun! Kau tahu apa tentang muridmu! Dia mengawiniku sembilan bulan yang
lalu! Ternyata dia bukan pendekar sejati. Tapi perampok! Pembunuh dan
pemerkosa...."
Plaak! Satu tamparan mendarat di pipi Mirasani. Gadis ini sampai terpekik. Bukan karena
sakit tapi karena kaget bercampur heran. Si nenek dan dirinya terpisah hampir
tiga langkah dan perempuan tua itu dalam keadaan duduk pula. Bagaimana tangannya
tiba-tiba bisa menampar sejauh itu padahal tubuhnya tidak bergerak barang
sedikitpun! "Berani kau bicara tak karuan, kupecahkan batok kepalamu!" mengancam Sinto
Gendeng. "Kau telah mengganggu ketenanganku di puncak gunung ini. lekas pergi
dari sini. Tempat ini bukan tempat tamasya orang-orang sinting macammu!"
"Guru dan murid sama sedengnya!" damprat Mirasani.
Tangan kanan Sinto Gendeng kembali berkelebat. Tapi kali ini Mirasani lebih
waspada. Begitu tangan bergerak dia cepat mengelak lalu lancarkan serangan
balasan berupa tendangan ke arah dada si nenek. Yang diserang tertawa mengekeh.
"Aku sudah lama tidak berolah raga! Serang sepuasmu! Cari tempat yang empuk.
Hik....hik....hik....!"
Ketika tendangannya hampir sampai mendadak Mirasani merasa seperti ada tenaga
yang mendorong kakinya sehingga tendangannya tidak mengena. Dia lipat gandakan
tenaganya. Kekuatan yang mendorong berubah berlipat ganda pula.
Akibatnya Mira jadi terpental dan jatuh ke tanah!
"Ah.... kau bukan kawan yang baik untuk berolah raga! Kalau begitu duduk saja di
tanah sana! Dan ceritakan padaku mengapa kau muncul di sini seperti orang gila.
Memaki dan bicara yang bukan-bukan tentang muridku!"
Panas dan marahnya Mirasani bukan kepalang. Cepat dia bergerak bangkit tapi
astaga! Seperti yang dikatakan si nenek dia hanya bisa duduk di tanah seolaholah pantatnya menjadi lengket! Betapapun dia berusaha mengerahkan tenaga untuk
berdiri tetap saja dia terduduk begitu rupa! Saking kesal akhirnya Mira hanya
bisa terisak menangis!
"Itu saja kepandaian kaum perempuan! Menangis! Sungguh memalukan!"
mengejek si nenek. "Tubuhmu boleh kaku tapi mulutmu tidak bisu! Ayo katakan
maksud kedatanganmu ke mari!"
"Aku mencari muridmu nek...." Jawab Mirasani sesenggukan. "Sembilan bulan lalu
kami kawin...."
"Sembilan bulan lalu! Lantas apa sekarang kau jadi bunting!
Hik....hik....hik"!"
Mirasani menggeleng. "Kalau sempat aku hamil, rasanya lebih baik mati saja!"
"Eh, mengapa begitu"!" tanya Sinto Gendeng.
"Aku menyesal menerimanya sebagai suami. Kalau saja aku tidak berkaul, tidak
dikalahkannya dalam pertandingan itu...."
"Tunggu dulu! Kau bilang kau dikawini muridku sembilan bulan lalu!
Betul....?"
"Betul...."
"Muridku si Wiro Sableng itu"!"
Mirasani mengangguk. "Dusta gila! Muridku betapapun edannya tak akan dia kawin begitu saja tanpa
memberi tahuku seperti anjing kawin di jalanan saja!"
BASTIAN TITO 29 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kau boleh tidak percaya! Tapi demi Tuhan aku tidak berdusta!" Lalu Mirasani
menuturkan bagaimana asal muasalnya sampai dia kawin dengan Pendekar 212 Wiro
Sableng. "Seribu kali kau berkata aku tetap tidak percaya! Muridku tidak segila itu...."
"Terserah padamu nek. Penuturanku belum habis. Beberapa bulan setelah kami kawin
baru kuketahui kalau dia ternyata seorang perampok dan pembunuh keji!
Salah seorang korbannya adalah guruku sendiri. Ki Demang Juru Gampit!"
"Ah! Ki Demang Juru Gampit katamu"! Dia adalah sahabat lamaku!"
"Dan bukan cuma guruku yang jadi korbannya. Banyak lagi tokoh-tokoh silat.
Bahkan dia juga membunuh Kiai Bangil Menggolo, ketua pesantren Tunggul Kencono!
Merampok! Menculik anak gadis orang lalu memperkosa dan membunuhnya.....!"
"Tidak.... Muridku tidak akan pernah jadi dajal seperti itu!" teriak Sinto
Gendeng. Tubuhnya yang sejak tadi duduk tiba-tiba saja berdiri. Ternyata nenek
itu tinggi sekali. Setelah berdiam diri sesaat maka Sinto Gendeng ajukan
pertanyaan "Apa maksudmu mencarinya...."!"
"Apalagi kalau bukan membunuhnya! Dia meninggalkan diriku begitu saja!
Membuat malu kedua orang tuaku! Membunuh guruku....."
"Kalau begitu kau bermaksud hendak membunuh suamimu sendiri"!"
"Dia bukan lagi suamiku, tapi iblis yang harus disingkirkan dari muka bumi!"
jawab Mirasani.
"Keliru.... Kau pasti keliru...." Si nenek gelengkan kepalanya. "Ada yang tidak
beres. Pasti ada yang tidak beres!"
"Kalau ada yang tidak beres, itu adalah muridmu sendiri!" tukas Mirasani.
"Lepaskan diriku dari pengaruh yang membuatku kaku ini!"
Sinto Gendeng tidak acuhkan permintaan orang. Dia mendongak ke langit seolaholah merenung. "Kau tidak dapat membunuhnya. Tidak seorangpun dapat
membunuhnya!"
Mirasani mendengus. "Muridmu keparat itu bukan dewa bukan malaikat!
Belasan tokoh-tokoh silat dari delapan penjuru angin mencari dan mengejarnya!
Semua ingin membunuhnya! Dan kau tahu apa yang terjadi satu setengah bulan lalu"
Beberapa tokoh silat termasuk dedengkot bergelar Dewa Tuak berhasil mengepung
muridmu itu di kaki sebuah bukit! Memang dia berhasil kabur! Tapi dalam keadaan
luka parah dan senjata mustika miliknya yaitu Kapak Naga Geni 212 dirampas!"
Mendengar kata-kata Mirasani itu berubahlah para Eyang Sinto Gendeng.
Beberapa lamanya dia melangkah mundar mandir. Lalu berpaling pada Mira dan
berkata "Aku tidak senang melihatmu di sini! Aku tidak memerlukan dirimu!
Pergilah!" Habis berkata begitu si nenek lambaikan tangan kirinya lelu melangkah
cepat-cepat memasuki gubuk kayu, membanting pintu keras-keras.
Lambaian tangan Sinto Gendeng tadi melenyapkan kekuatan aneh yang membuat
Mirasani menjadi kaku. Cepat dia bangkit. Sesaat dia memandang ke rah gubuk.
Sadar kalau tak satupun yang bisa dilakukannya terhadap si nenek, akhirnya Mira
melangkah ke tempat dia meninggalkan Guci, kuda coklatnya.
Di dalam gubuk, Eyang Sinto Gendeng untuk beberapa lamanya duduk bersila
pejamkan mata seperti tengah bertepekur. Lalu dia angkat kepala, memandang ke
sudut kamar di mana tergantung sebuah sangkar berisi seekor burung merpati abuabu bermata merah.
"Jantan Apik...." Begitu si nenek menyebut nama si burung. "Empat tahun lebih kau
menemani aku di sini dengan setia. Hari in kau boleh kembali ke tempat BASTIAN
TITO 30 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
asalmu di gunung Iyang. Ada satu pesan penting yang kau harus sampaikan pada
sahabatku Kunti Kendil....."
Di dalam sangkar Jantan Apik angguk-anggukkan kepalanya sambil mengeluarkan
suara menggeru terus menerus.
Sinto Gendeng robek bagian terbersih dari pakaiannya yang dekil. Dengan sepotong
kayu berwarna merah dia menuliskan sesuatu di atas potongan kain itu. lalu kain
digulung dan diikatkan ke kaki kanan Jantan Apik. Setelah mengelus-elus dan
menciumi binatang itu, Sinto Gendeng membawanya ke luar gubuk.
"Pergilah Jantan Apik. Terbang tinggi-tinggi agar kau lekas sampai di pegunungan
Iyang. Sampaikan pesanku dan temui betinamu!"
Sinto Gendeng lemparkan burung merpati itu ke udara. Jantan Apik melesat laksana
anak panah. Burung ini berputar tiga kali di atas kepala si nenek sebelum
melayang cepat ke arah timur.
BASTIAN TITO 31 WIRO SABLENG
Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEMBILAN Sinto Gendeng terbaring sakit di atas balai-balai kayu dalam gubuk. Dari
mulutnya kerap kali terdengar suara meracau seperti orang mengigau.
"Kalau mati terbunuh anak itu akan ku obrak abrik dunia persilatan! Kalau mati
anak itu lihat saja....! Lihat saja....!" Sinto Gendeng batuk-batuk beberapa kali.
Lalu "Ah, mengapa tak ada yang datang. Padahal semua sudah kusiapkan!" Nenek itu
mengangkat tangannya yang memegang sebuah benda. Benda ini ternyata adalah
sebuah topeng yang terbuat dari bagian terhalus perut rusa betina. Sebulan yang
lalu dia sendiri yang menangkap seekor rusa di rimba belantara di kaki gunung
Gede, menyembelihnya dan mengambil usus besarnya. Usus itu dikeringkan lalu
dijadikan sebuah topeng yang jika dipakai oleh siapa saja tidak akan kentara
saking tipisnya.
"Satu bulan sudah berlalu. Gila.... Tak ada yang muncul! Apakah Jantan Apik tidak
sampai ke sana...." Akan kutunggu tiga hari lagi.... Jika tak ada yang datang
terpaksa aku turun gunung merancah rimba persilatan, mencari anak itu! Kalau
sampai dia mati terbunuh akan ku obrak abrik dunia persilatan! Dewa Tuak..... Dewa
Tuak! Kau juga tak akan lepas dari hukumanku! Aku tidak yakin anak itu melakukan
semua kekejian itu! Aku tidak percaya. Otaknya mungkin sableng, tapi hatinya
seputih kapas! Aku tahu betul.... Aku tahu betul...."
Begitu Sinto Gendeng meracau berkata-kata seorang diri hampir setiap hari.
Dua hari setelah itu, suatu pagi, belum pupus embun di dedaunan pintu gubuk
tiba-tiba terbuka. Sinto Gendeng palingkan kepalanya. Tiba-tiba laksana ada
kekuatan yang menyembuhkannya si nenek melompat bangkit, duduk di tepi balaibalai. Matanya yang cekung memandang ke arah pintu yang terbuka, mulutnya yang perot
menyeringai. "Gusti Allah! Kau kabulkan permintaan si tua bangka buruk ini! Terima kasih
Tuhan! Mahesa Edan! Memang kaulah yang kuharapkan datang...."
Orang yang datang adalah seorang pemuda yang paling tinggi berusia sembilan
belas tahun. Wajahnya keren, tapi seperti mengantuk dan sebentar saja berada di
situ dia sudah tiga kali menguap!
"Mahesa.... Mendekat ke mari!" Sinto Gendeng melambaikan tangannya.
Pemuda itu datang mendekat. Lalu menjura "Eyang, teima salam hormatku!"
"Sudah! Jangan memakai segala macam peradatan. Urusan kita lebih penting!
Menyangkut keselamtan dan jiwa muridku si Wiro Sableng! Sahabatmu!"
"Guru menerima pesanmu yang dibawa Jantan Apik. Kebetulan saya berada di puncak
Iyang tengah menyambangi guru. Langsung saja guru memerintahkan saya ke mari...."
"Bagus.....bagus. Semuanya sesuai dengan petunjuk dan kehendak Tuhan.
Ada bantuan sangat besar kumintakan padamu Mahesa...."
Mahesa Edan menguap lebar-lebar. Sambil ucak-ucak matanya yang berair dia
bertanya "Katakan saja Eyang. Tugas darimu sama saja dengan tugas dari guruku
Kunti Kendil!"
"Kau tentu sudah mendengar apa yang terjadi di dunia persilatan. Muridku si
sableng itu dituduh telah berubah menjadi dajal namaor satu. Merampok dan
membunuh! Menculik dan memperkosa....!"
"Memang itu yang saya dengar Eyang! Tapi sulit dipercaya bahwa Wiro akan berbuat
seperti itu!"
BASTIAN TITO 32 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Itulah yang tidak masuk akal bagiku Mahesa. Apapun yang terjadi anak sableng
itu harus diselamatkan. Ini kewajibanku sebagai guru. Untuk turun tangan sendiri
dalam usia yang uzur ini rasanya sudah tak sanggup. Apalagi sakit keparat ini
menyerangku sejak dua minggu lalu. Melihat kau datang sembuh rasanya
penyakitku...."
"Syukur kalau Eyang bisa sembuh. Katakan apa yang bisa saya lakukan...."
"Kau lihat benda di tanganku ini Mahesa?" Sinto Gendeng membeberkan benda yang
dipegangnya. "Saya melihatnya Eyang. Sehelai topeng aneh...."
Sinto Gendeng lemparkan topeng itu ke arah Mahesa Edan murid Kunti Kendil
seorang nenek sakti yang diam di puncak gunung Iyang.
"Bawa topeng itu, cari Wiro. Jika bertemu suruh dia mengenakan topeng itu!
wajahnya akan berubah. Wajah aslinya akan tersembunyi. Dengan demikian tak ada
lagi yang akan mengenalinya . tak ada yang akan memburu dan menghadangnya! Kau
bisa mencari muridku itu bukan"!"
"Saya akan melakukannya Eyang!"
"Bagus! Nah, selagi hari masih pagi, pergilah!"
"Tidakkah saya harus melakukan sesuatu untuk mengurangi penyakit Eyang?"
tanya Mahesa lalu kembali menguap.
"Aku sudah sembuh!" jawab Sinto Gendeng lalu untuk pertama kalinya dia tertawa
cekikikan. Mahesa Edan merasakan tengkuknya dingin. Gurunya si Kunti Kendil
memiliki wajah sangat angker. Tapi nenek satu ini jauh luar biasa angkernya.
"Eyang tidak ada pesan-pesan lainnya untuk Wiro?"
Si nenek merenung sejenak. Lalu berkata "Bilang padanya, dalam susah
pergunakanlah akal, dalam kesulitan putarlah otak. Tak ada yang dapat
mengalahkan kebenaran akal sehat dan otak cerdik!"
"Saya akan sampaikan kata-kata Eyang itu padanya. Saya minta diri Eyang...."
Sinto Gendeng menyeringai. Lalu anggukkan kepala.
"Pergilah cepat. Berlarilah seperti dikejar setan. Hik...hik...hik....."
Gadis berpakaian ungu itu membuka kedua matanya, menatap langit-langit goa lalu
memasang telinga lebih tajam. Dia kembali menangkap suara itu. perlahan-lahan,
tanpa suara dia mengeser tubuhnya mendekati sosok tubuh pemuda yang terbaring di
samping kirinya dan berbisik "Wiro, aku mendengar langkah orang mendekati mulut
goa!" "Aku juga. Sangat samar-samar. Pasti seorang berkepandiaan tinggi. Lekas tiup
api pelita...." Balas berbisik si pemuda yang bukan lain adalah Pendekar 212
Wiro Sableng. Saat itu dia berada di dalam sebuah goa bersama Anggini murid
tunggal Dewa Tuak. Setelah kehilangan Kapak Naga Geni 212 dan terluka parah di
bagian bahu, Wiro berhasil melarikan diri tanpa menyadari bahwa Anggini
mengikutinya. Sebenarnya gadis itu ikut bersama Dewa Tuak dan tujuh tokoh silat.
Namun karena hatinya meragu bahwa Wiro benar-benar telah menjadi seorang manusia
jahat maka dia tidak turut mengeroyok si pemuda. Betapapun juga dia masih
mempercayai Wiro yang secaa diam-diam dicintainya. Ketika Wiro jatuh tersungkur
kelemasan dalam pelariannya, Anggini segera menolong muird Sinto Gendeng ini,
menaikkannya ke atas kuda yang sebelumnya memang telah ditinggalkannya di suatu
tempat. Walaupun tidak menyaksikan dengan mata kepala mereka namun tujuh tokoh
BASTIAN TITO 33 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
silat sama menduga bahwa Angginilah yang telah menolong menyelamatkan orang yang
mereka kejar. Kalau tidak masakan pemuda yang dalam keadaan terluka itu bisa
lenyap seperti itu. Akibatnya antara para tokoh dengan Dewa Tuak timbul rasa
saling tidak enak.
Lebih dari sebulan Anggini merawat dan menyembunyikan Wiro di dalam goa itu
hingga lukanya sembuh. Berdampingan sekian lama membuat rasa cinta kasih Anggini
terhadap di pendekar bersemi kembali. Sebaliknya Pendekar 212 lebih banyak
menghormati sang dara dan merasa berhutang budi dan nyawa atas pertolongannya.
Selain itu Wiro menganggap bahwa saling menolong adalah hal biasa dan kewajiban
dalam dunia persilatan. Kalau saja pikirannya tidak kacau memikirkan keadaan dan
kapak mustikanya, mungkin murid Sinto Gendeng itu tidak akan seacuh itu.
Pada saat Anggini meniup mati pelita di dalam goa, saat itu pula di mulut goa
muncul sosok tubuh seseorang. "Wiro! Aku tahu kau ada di dalam sana!" Orang di
mulut goa berseru.
Anggini memberi isyarat agar Wiro tak menjawab. Lalu gadis ini membentak
"Siapa kau"!" Tak ada orang bernama Wiro di sini!"
Orang di mulut goa terkejut karena tidak menyangka akan mendengar jawaban suara
perempuan. "Jangan berdusta, aku tahu Pendekar 212 Wiro Sableng ada di dalam sana!"
"Kau pasti tidak tuli! Sudah ditanya mengapa tidak menerangkan diri"!"
kembali Anggini membentak.
"Namaku Mahesa Edan! Aku sahabat Pendekar 212. Di utus oleh Eyang Sinto Gendeng
untuk menyerahkan sesuatu!"
Anggini saling pandang dengan Wiro. "Mungkin orang itu menipu. Jangan-jangan
salah satu dari para tokoh yang mengejarmu...." Berbisik Anggini.
"Aku seperti mengenali suaranya. Suruh dia masuk tiga langkah! Aku akan bersiapsiap dengan pukulan Sinar Matahari...." Bisik Wiro. Lalu angkat tangan kanannya.
Terasa sakit di bekas luka yang baru sembuh. Wiro menggigit bibir dan berusaha
menahan sakit. Perlahan-lahan tangannya mulai tampak menjadi keputihan tanda
pukulan sakti itu muncul dan siap dipukulkan.
"Orang di mulut goa!" seru Anggini. "Maju tiga langkah! Jika kau bukan Mahesa
Edan jangan menyesal mampus percuma di tempat ini!"
"Gila! Kalian mencurigaiku!" memaki orang di mulut goa tapi dia masuk juga
sejauh tiga langkah.
Setelah lebih dekat begitu rupa Wiro baru dapat melihat wajah orang itu agak
jelas dan dia segera mengenalinya.
"Sahabatku Mahesa Edan! Selamat datang di tempat persembunyianku ini!"
berseru Wiro lalu dia bangkit berdiri. Begitu berhadapan dua sahabat itu saling
berangkulan. Wiro memperkenalkan Anggini pada Mahesa Edan. Murid Kunti Kendil
ini tampak terheran-heran dan berkata "Adalah aneh! Gurunya si Dewa Tuak
kuketahui ikut bergabung dengan beberapa tokoh silat mengejarmu! Muridnya justru
menolongmu!"
"Pikiran manusia berbeda-beda! Apa anehnnya!" sahut Anggini.
Mahesa Edan menyeringai lalu menguap lebar-lebar.
"Bagaimana kau tahu dan bisa mencariku di sini?" tanya Wiro.
"Aku berhasil menyirap kabar dari beberapa sahabat. Setelah malang melintang
hampir satu bulan akhirnya sampai ke mari! Nasibmu malang betul sahabat! Betul
bukan kau yang jadi dajal penyebar maut dan segala kekejian yang diburu-buru
orang itu....."!"
BASTIAN TITO 34 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Jika aku percaya dia dajal yang kau maksudkan itu, sudah dulu-dulu kupenggal
batang lehernya!" Yang menjawab adalah Anggini.
"Ya....ya, aku tahu. Hati seorang sahabat bisa lebih bersih menilai. Apalagi
seorang gadis. Hatinya tentu putih bersih....."
Paras Anggini memerah di kegelapan. Tanpa disuruh dia kemudian menyalakan pelita
kembali. Mahesa Edan kemudian menuturkan riwayat pesan yang disampaikan Eyang
Sinto Gendeng. "Gurumu meminta aku menyerahkan benda ini padamu dan harus segera kau pakai saat
ini juga!"
"Apa itu....?" tanya Wiro.
"Topeng!" jawab Mahesa Edan. Lalu diserahkannya topeng yang diselipkan di balik
baju. "Topeng...." Buat apa"!" tanya Wiro lagi.
"Jangan tolol! Saat ini mungkin ada dua lusin tokoh silat yang mencari dan ingin
membunuhmu! Tampangmu yang sableng itu dikenal di mana-mana! Apa kau masih bisa
petantang-petenteng di luar tanpa dikenali" Atau kau kira kau bisa bersembunyi
di goa ini sampai seratus tahun" Sampai kau dan sahabatmu ini jadi kakek dan
nenek"!"
Wiro tertawa geli. Dia garuk-garuk kepalanya. "Aku mengerti.... Aku tahu apa
maksud Eyang Sinto Gendeng. Terima kasih kau telah menyampaikannya dengan
bersusah payah...." Wiro mengambil topeng itu, langsung memakaikannya ke wajahnya.
Karena topeng itu terbuat dari usus rusa yang sama warnanya dengan kulit muka
Wiro, sulit itu mengetahui kalau saat itu dia memakai topeng.
"Nah...nah....nah! Setan atau malaikat sekalipun kurasa tidak akan mengenalimu lagi
Wiro!" kata Mahesa.
Diam-diam Anggini memuji keahlian Eyang Sinto Gendeng membuat topeng seperti
itu. Wajah Wiro kini berubah sama sekali. Dia muncul sebagai pemuda lain!
"Ada pesan dari gurumu Wiro. Beliau minta aku menyampaikan ucapan ini Dalam
susah pergunakan akal, dalam kesulitan putarlah otak. Tak ada yang dapat
mengalahkan kebenaran akal sehat dan otak cerdik!"
"Eh, apa maksudnya itu?"
"Mana aku tahu?" jawab Mahesa. "Nah, tugasku sudah selesai. Seharusnya aku bisa
minta diri saat ini. Tapi aku lebih suka kalau dapat menyaksikan akhir dari
semua kejadian ini! Siapa sebenarnya yang menjadi biang racun! Aku menyirap
beberapa potong kabar. Mungkin ada baiknya jika kukatakan padamu. Menurut kabar
yang terisar di rimba persilatan, pemuda yang malang melintang berbuat kejahatan
itu mengaku sebagai Pendekar 212 memang memiliki wajah serta cirri-ciri
sepertimu...."
"Gila!" maki Wiro sambil kepalkan tinju.
"Bukan itu saja! Dia juga memiliki pukulan sakti Sinar Matahari!"
Wiro hampir terlonjak mendengar keterangan Mahesa Edan itu. "Ilmu kesaktian itu
hanya Eyang Sinto gendeng yang memilikinya! Jika ada orang lain yang
menguasainya berabrti dia mendapatkan dari guruku langsung...."
"Gurumu tak pernah mengambil murid lain. Berarti dia tak pernah mengajarkan pada
siapapun ilmu pukulan Sinar Matahari itu...." ujar Mahesa Edan.
Wiro garuk-garuk kepala. "Mungkin dia mencuri ilmu kepandaian itu.... Sulit
dipercaya! Apa sebenarnya yang terjadi!"
Setelah berdiam sesaat Mahesa Edan melanjutkan bicaranya. "Para tokoh yang
melakukan pemburuan terhadap Pendekar 212 palsu selama ini tak satupun yang
berhasil menangkapnya hidup atau mati. Bahkan semua tokoh silat yang
menghadangnya dikalahkan dan dibunuh! Belasan korban telah jatuh...."
BASTIAN TITO 35 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Akupun jadi korban tuduhan perbuatan bangsat itu!" ujar Wiro geram. "Ada lagi
keterangan lain yang hendak kau sampaikan Mahesa."
Murid Kunti Kendil mengagguk. "Diketahui bahwa Pendekar 212 palsu itu kabarnya
mempunyai seorang istri. Puteri seorang hartawan ternama yang tinggal di sebelah
timur Kotaraja! Sang istri kabarnya tengah mencari0carinya karena
meninggalkannya begitu saja dan membuat dirinya dan kedua orang tuanya malu
besar. Gurumu tidak menceritakan apa-apa tentang istri orang itu. tapi ada
tersiar kabar bahwa sekitar sebulan lalu istri Wiro palsu itu muncul di puncak
gunung Gede...."
"Mengapa guru tidak menghajarnya"!" uajr Wiro seenaknya saking kesalnya.
"Perempuan itu tidak punya salah apa-apa. Malah dia sengaja mencari suaminya
untuk membunuhnya...." Ujar Mahesa pula.
"Lalu apa rencana para tokhon silat terhadap keparat itu?" bertanya Wiro.
"Semua menduga bahwa dia meninggalkan istrinya begitu saja, tapi suatu ketika
dia pasti akan muncul untuk menyambanginya. Karena memang begitu sifat manusia.
Sesekali akan merasa rindu dan ingin berjumpa. Apalagi dia tidak mengetahu kalau
istrinya berniat menghajarnya sampai mati...."
"Kalau begitu ada baiknya kita melakukan pengintaian di rumah kediaman
istrinya...." Ujar Wiro. "Bagaimana pendapatmu?"
"Justru aku mendengar berita para tokoh silat yang mengejar akan melakukan hal
yang sama. Jika kita ikut muncul di sana, kita harus berhati-hati...."
"Kenapa harus berhati-hati" Bukankah mereka tidak mengenali tampangku lagi"! Aku
harus datang ke sana! Mereka merampas Kapak Naga Geni milikku!"
"Aku ikut bersamamu! Ingin aku melihat sampai di mana kehebatan pendekar itu,
yang mampu menjatuhkan semua tokoh silat!" berkata Mahesa.
"Aku juga ikut!" berkata pula Anggini.
"Jika Dewa Tuak ada di sana, kau akan dicurigainya! Dia pasti menanyakan ke mana
kau menghilang satu bulan lebih dan apa saja yang kau lakukan!" Wiro bicara
sambil menatap paras gadis jelita berbaju ungu itu.
"Soal guruku si Dewa Tuak itu, serahkan saja padaku! Pokoknya aku harus ikut!"
Wiro pegang bahu Mahesa Edan dan Anggini. Lalu berkata dengan suara agak
tercekat. "Aku merasa bersyukur dan berterima kasih. Ketika semua orang di dunia
ini mengutuk dan menginginkan kematianku, ternyata masih ada dua orang sahabat
yang berpolos hati mau menolong dan ikut bersamaku...."
Mahesa Edan balas menepuk bahu sahabatnya dan menajwab "Ada sumpah tak terucap
di antara para pendekar dunia persilatan. Makan satu piring, tidur di tikar yang
sama, mati satu kubur dalam membela kebenaran!"
BASTIAN TITO 36 WIRO SABLENG
Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEPULUH Rumah besar tempat kediaman hartawan Suto Klebet tampak sepi, kosong dan gelap.
Sejak peristiwa menghebohkan hampir setahun silam, yaitu dimulai dengan
perampokan dan pembunuhan atas diri janda almarhum Tumenggung Campak Wungu serta
perginya Mirasani tanpa diketahui arah tujuannya, maka Suto Klebet telah
mengajak istrinya pindah ke rumah mereka yang lain jauh di pedalaman. Rumah
besar yang ditinggalkan dalam keadaan tidak terawat itu bukan saja kini menjadi
sunyi dan kotor, tapi jika malam hari diselimuti kegelapan hampir tak beda
dengan sebuah rumah hantu.
Selama enam bulan pertama memang ada seorang tua yang menjagai rumah itu, namun
kemudian penjaga ini pulang ke kampungnya, hanya sesekali saja menengoki rumah
tersebut. Itupun hanya melihat-lihat belaka, tidak membersihkannya atau
melakukan apa-apa.
Suatu hari, ketika malam baru saja turun di saat kebetulan penjaga tua itu
tengah menengok rumah tersebut dan bersiap-siap untuk pergi, seorang penunggang
kuda tampak muncul di pintu gerbang. Orang ini beberapa lama berdiam diri saja
dekat pintu itu seperti merasa ragu apakah akan masuk ke dalam atau tidak.
Walaupun gelap tapi si penjaga tua segera mengenali siapa adanya penunggang kuda
itu. Buru-buru dia mendatangi seraya berseru dan menjura.
"Den Ayu Mirasani! Ya Gusti Allah.... Akhirnya den ayu kembali juga...."
Si penunggang kuda memang adalah Mirasani, puteri satu-satunya hartawan Suto
Klebet yang diperistrikan oleh Pendekar 212 Wiro Sableng palsu.
"Apa yang terjadi dengan rumah besar ini....?" tanya Mirasani dengan suara
bergetar. Si penjaga menuturkan dengan cepat.
"Kedua orang tua den ayu kini tinggal di rumah di desa Keminung. Saya siap
mengantarkan den ayu ke sana...."
"Tidak perlu. Selama rumah ini kosong apakah ada orang yang datang kemari?"
"Banyak den ayu! Banyak sekali!"
"Apa maksudmu banyak" Siapa-siapa mereka?"
"Saya tidak tahu siapa mereka. Semua tak ada yang menerangkan diri masingmasing. Tapi saya tahu mereka adalah orang-orang kalangan persilatan. Tampang
dan pakaian mereka aneh-aneh...."
"Apa yang mereka perbuat di sini?"
"Mereka menanyakan den ayu. Tapi yang paling banyak menanyakan suami den ayu.
Karena saya memang tidak tahu maka saya jawab tidak tahu. Dua bulan lalu suami
den ayu juga muncul di sini. Kebetulan saya berada di sini...."
Kagetlah Mirasani "Dua bulan lalu...." Apa yang diperbuatnya di sini...."'
"Hanya melihat dan memeriksa sebentar. Lalu pergi. Tapi dia ada meninggalkan
pesan. Pada malam hari, hari kelima bulan lima dia akan datang lagi ke mari. Dia
berpesan jika saya bertemu dengan den ayu agar mengatakannya pada den ayu...."
"Hari kelima bulan lima. Itu besok malam!" desis Mirasani.
"Astaga! Betul sekali den ayu! Saya sampai lupa menghitung hari! Untung sekali
den ayu muncul saat ini hingga saya tidak melalaikan amanat suami den ayu!"
BASTIAN TITO 37 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Jangan sebut-sebut dia suamiku! Sejak satu tahun lalu keparat itu bukan lagi
suamiku!" kata Mirasani lalu turun dari kudanya. "Sembunyikan kuda ini di kebun,
lalu kau boleh pergi...." Mirasani melangkah menuju ke rumah besar.
Masih terheran-heran mendengar ucapan Mirasani tadi, tanpa berani berkata apaapa si penjaga tua menuntun Guci menuju kebun jauh di belakang rumah besar yang
gelap dan sunyi.
Hari kelima di bulan kelima adalah hari Jum'at kliwon! Sejak sore huja turun
rintik-rintik. Cuaca gelap dan dingin. Kesunyian yang mencengkam sesekali
dirobek oleh suara halilintar yag menggelegar di kejauhan. Sebuah kamar yang
terletak di samping kanan rumah besar tiba-tiba tampak merambas sinar terang.
Lalu pada beberapa pohon besar yang banyak mengelilingi tempat itu terdengar
suara berbisik-bisik. "Ada orang menyalakan lampu...."
"Ya, kita lihat saja...." Ada jawaban berbisik.
"Apa yang ktia lakukan sekarang" Langsung menggerebek.....?" terdengar suara
berbisik lainnya.
"Jangan tolol! Siapapun yang menyalakan lampu, dia pasti bukan orang yang kita
cari. Tunggu saja....." Lalu terdengar suara cegluk-cegluk.... Suara seperti
seseorang tengah minum dengan lahap.
Malam merayap terus. Semakin larut semakin dingin dan tambah gelap.
"Ah..... jangan-jangan bangsat itu tidak datang. Dia hanya sengaja menyebar kabar
tipuan...." Kembali terdengar suara berbisik di atas sebuah pohon.
"Mungkin..... Sekarang sudah hampir lewat tengah malam. Biar kita tunggu saja
sampai menjelang pagi. Paling tidak sampai orang yang menyalakan lampu pergi
dari sini....."
"Apapun yang terjadi kita semua harus tetap di sini. Aku yakin bangsat itu akan
muncul di tempat ini. dia tak akan dapat melupakan istrinya yang cantik itu.
Walaupun sang istri akan menghadangnya dengan senjata di tangan!"
Suara bisik-bisik lenyap. Suasana kembali sunyi
Tiba-tiba. "Ada orang datang!"
"Aih.... Memang bangsat itu! Aku kenal sekali tampangnya.....!" Cegluk-ceglukcegluk..... "Tunggu sampai dia berada di jurusan kamar yang terang...."
Dari arah pintu gerbang rumah besar tampak melangkah cepat sesosok tubuh
berpakaian putih. Rambutnya yang godrong menjela bahu bergoyang-goyang ditiup
angin malam. Orang ini melangkah sambil memandang berkeliling, lalu cepat
bergerak ke jurusan rumah yang terang dan berhenti di depan sebuah jendela yang
tertutup rapat. Di sini orang ini kembali memandang berkeliling. Lalu terdengar
suara orang ini memanggil perlahan.
"Mira..... Kau di dalam kamar....?"
Sepi. Tak ada jawaban.
"Mira.... Aku suamimu. Wiro!" orang di depan jendela kembali memanggil.
Lampu di dalam rumah tiba-tiba padam. Bersamaan dengan itu jendela yang tertutup
di tendang orang dari dalam hingga hancur berantakan dan terpentang lebar.
Satu bayangan melompat melewati jendela. Satu bentakan menggeledek di kegelapan
malam. "Manusia dajal! Aku bukan istrimu! Kau bukan suamiku! Kau manusia penipu! Rampok
besar, pembunuh dan pemerkosa! Kau datang kemari menerima mampus!"
BASTIAN TITO 38 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Begitu menjejak tanah orang yang melompa langsung menyerang lelaki yang berada
dekat jendela. "Mira..... Tenang"! Kau tahu, apapun yang kau lakukan tak bakal dapat
mengalahkanku! Mari kita bicara dulu secara baik-baik...."
"Bicaralah nanti dengan malaikat maut!" teriak si penyerang yang bukan lain
adalah Mirasani. Di tangan kanannya kini terhunus sebilah pedang berkilat!
Di atas pohon terdengar suara berbisik penuh tegang.
"Memang dia!" "Nyalakan obor dan kurung tempat ini!"
Lalu terdengar suara suitan keras sebagai tanda.
Selusin obor tiba-tiba menyala. Lima di atas pohon, tujuh lainnya di bawah di
antara semak belukar. Serta merta tempat itu menjadi terang benderang oleh
cahaya obor. Dan bukan itu saja. Lebih dari selusin orang telah mengurung
halaman samping di mana Mirasani dan si gondrong berpakaian putih berada.
Keduanya terkejut bukan kepalang. Tapi ada lagi tiga orang yang lebih terkejut
dan saling pandang. Ketiganya adalah Wiro Sableng, Anggini dan Mahesa Edan yang
sejak tadi berada pula di tempat itu dan bersembunyi di tempat gelap. Begitu
cahaya obor membuat halaman samping itu terang benderang dan wajah si gondrong
berpakaian putih kelihatan jelas, Pendekar 212 Wiro Sableng yang kini mengenakan
topeng tipis jadi melengak kaget luar biasa. Potongan tubuh dan wajah si
gondrong di seberang sana sama sekali dengan dirinya!
"Gila! Bagaimana ini bisa terjadi" Aku tidak dilahirkan kembar! Mengapa bangsat
itu sama sekali tampangnya dengan diriku"!" Wiro garuk-garuk kepala dan
tangannya yang lain mengusap wajahnya sendiri. Namun dia tidak bisa tenggelam
dalam keheranan itu karena di depan sana para tokoh silat yang telah mengurung
sudah bersiap-siap membuat perhitungan. Mereka adalah Lor Gambir Seta murid si
Raja Penidur, Malaikat Tangan Besi dari Puputan lalu Pendekar Besi Hitam, Menak
Jelantra alias Harimau Pemakan Jantung, Pengemis Hantu, Dewa Tuak dan ada lagi
beberapa orang yang tak dikenal tapi dari cirri-ciri mereka jelas menunjukkan
semuanya adalah orang-orang silat berkepandaian tinggi!
"Setan dari mana yang malam-malam buta kesasar ke tampat ini"!"
membentak Mirasani sementara Wiro palsu suaminya tampak tegak tercekat.
Dewa Tuak maju satu langkah. Matanya sejak tadi menatap si gondrong tanpa
berkesip. "Urusan kapiran!" katanya dalam hati. "Tidak mungkin ada dua manusia
bernama Wiro Sableng di atas dunia ini! tapi mataku menyaksikan sendiri manusia
satu ini sama sekali dengan murid si Sinto Gendeng itu!" Lalu Dewa Tuak
berpaling pada Mirasani. Setelah berdeham beberapa kali diapun menjawab.
"Kami bukan setan-setan kesasar perempuan muda! Seperti kaupun kami muncul di
sini untuk minta nyawa busuk suamimu itu! Kami datang dua belas orang, tiga
belas dengan dirimu! Rasanya cukup pantas nyawa dajal ini dibagi tiga belas....!"
"Persetan siapapun kalian! Kalian tidak layak berada di sini! Soal nyawanya
hanyalah aku yang berhak membunuhnya!" jawab Mirasani.
"Perempuan sundal!" tiba-tiba nenek bergelar Arit Sakti Pencabut Raga muncul.
Sejak tadi dia sengaja berlindung di tempat gelap. "Jangan bicara besar di
depanku! Kau pura-pura berseteru dengan dajal itu padahal aku tahu kau pasti
akan membelanya! Jika itu kau lakukan, kau akan mampus bersamanya!"
"Nenek busuk bermulut kotor!" balas membentak Mirasani. "Siapa kau"!"
"Siapa aku tak perlu bagimu. Tapi suamimu itu telah menculik dan memperkosa
muridku Sintorukmi lalu membunuhnya secara biadab! Katakan apakah kau lebih
layak dari aku untuk membunuhnya"! Katakan! Bangsat haram jadah!"
BASTIAN TITO 39 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tidak tahan membendung amarah dan dendam kesumat si nenek langsung menyerang
Wiro Sableng palsu dengan senjatanya yaitu sebilah arit. Senjata inilah yang
tempo hari berhasil melukai bahu Wiro asli.
Melihat orang menyerang, Wiro palsu cepat berkelebat mengelak. Sepasang matanya
memperhatikan gerakan orang. Dua kali lagi si nenek menyerbu. Dua kali pula Wiro
palsu berhasil selamatkan diri. Memasuki jurus keempat, dari sikap bertahan
tiba-tiba Wiro palsu kirimkan serangan balasan dan buk....buk... Tinju kiri kanan
melabrak dan dan perut si nenek hingga perempuan tua ini terjungkal megap-megap,
merangkak di tanah tak bisa berdiri beberapa lamanya!
Belasan pasang mata terbeliak besar. Dewa Tuak sampai ternganga heran. Arit
Sakti Pencabut Raga bukanlah tokoh silat kemarin. Selama bertahun-tahun dia
dianggap sebagai dedengkot persilatan di daerah barat kali Brantas. Adalah tidak
dapat dipercaya, dalam keadaan memegang senjata andalannya dia dapat dirobohkan
hanya dalam empat jurus!
Berhasil merobohkan lawan, semangat keberanian Wiro palsu berkobar. Dia
memandang bekeliling lalu berkata "Kalian semua tokoh-tokoh silat gila
keblinger! Muncul dengan membawa maksud keji untuk membunuhku! Apa yang telah kulakukan"
Kalian pandai mengarang fitnah! Kalaupun aku mati di tangan kalian, guruku Sinto
Gendeng tidak akan berlepas tangan!"
"Anjing kurap! Pemuda jahanam itu menyebut guruku sebagai gurunya!" maki Wiro
Sableng asli sambil kepalkan tinju. Dia hampir hendak melompat kalau tidak
ditahan oleh Mahesa Edan dan Anggini.
Terdengar kembali suara Wiro palsu "Kalian datang beramai-ramai.
Mengeroyok! Itukah jiwa kesatria manusia-manusia yang katanya tokoh persilatan"!
Kalau kalian memang jantan mari berkelahi satu lawan satu sampai seribu jurus!"
"Manusia iblis! Aku lawanmu yang pertama!" teriak Pendekar Besi Hitam sambil
melintangkan tongkat bsei hitam di depan dada.
"Hemm..... Aku tidak kenal padamu!" ujar Wiro palsu sambil memperhatikan pendekar
muda itu dengan pandangan merendahkan "Fitnah apa yang hendak kau tuduhkan
padaku"!"
"Aku Pendekar Besi Hitam! Setahun lalu kau merampok rumah kediaman bibiku janda
almarhum Tumenggung Campak Wungu. Kau juga yang kemudian membunuhnya dan
meninggalkan tanda 212 di dinding kamar!"
"Fitnah keji! Aku tidak akan membiarkanmu hidup!" teriak Wiro palsu. Dia seperti
hendak menyerang tapi kedua kakinya tetap tak bergerak. Justru saat itu Pendekar
Besi Hitam sudah mendahului dengan menghantamkan tongkat besinya ke arah kepala
Wiro palsu. Yang diserang cepat mengelak dan keluarkan suara tawa mengejek.
"Tongkat Dewa Memukul Puncak Gunung!" seri Wiro palsu.
Kagetlah Pendekar Besi Hitam ketika mendengar lawan menyebut jurus serangan yang
barusan dilakukannya.
"Ha....ha! Ayo keluarkan seluruh kepandaianmu! Kalau tidak seelum empat jurus kau
akan melosoh di tanah!"
Dengan hati terbakar dan muka mengelam Pendekar Besi Hitam membentak garang lalu
menyerbu kembali. Tongkat besinya mengeluarkan suara menderu dan memancarkan
sinar hitam redup tanda dia telah mengerahkan tenaga dalam untuk menyerang itu.
"Tongkat Sakti Menusuk Karang....! Tongkat Sakti Membobol Bendungan...." Mulut Wiro
palsu tiada hentinya menyebutkan jurus-jurus serangan yang dimainkan lawan
sementara kedua matanya hampir tidak berkesip melihat BASTIAN TITO
40 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
gerakan Pendekar Besi Hitam. Memasuki jurus kelima tiba-tiba Wiro palsu membuat
gerakan aneh. Terdengar kemudian dia berseru "Lihat! Aku akan menggebukmu dengan
jurus silatmu sendiri!"
Tubuh Wiro palsu meliuk ke kanan lalu melesat ke depan. "Tongkat Sakti Menusuk
Karang!" teriaknya lalu memainkan jurus serangan yang tadi dilancarkan lawan
walaupun hanya menggunakan tangan. Pendekar Besi Hitam terkejut sekali melihat
kejadian itu. Lawan bukan saja memainkan jurus tongkat sakti menusuk karang itu
dengan sempurna, malahan gerakannya lebih cepat dan ganas. Lalu buk!
Pendekar Besi Hitam terlontar dua tombak sambil semburkan darah segar dari
mulutnya. Tulang dadanya hancur. Tubuhnya melingkar di tanah, entah mati dntah
pingsan! Dewa Tuak tak dapat menahan hatinya lagi. Sambil memegang bumbung bambu di
tangan kiri dia berkata "Mari layani aku sejurus dua jurus...."
Wiro palsu tertawa lebar. "Sudah tua bangka begini masih saja mencampuri urusan
dunia!" Dewa Tuak ganda tertawa mendengar ejekan itu lalu teguk tuaknya dua kali.
Saat itulah Menak Jalantra alias Harimau Pemakan Jantung maju mendahului.
"Dewa Tuak, biarkan aku yang menghajar dajal keparat ini. akan kucincang
tubuhnya sampai lumat!" Sret! Habis berkata begitu Harimau Pemakan Jantung cabut
golok saktinya yang berhulu kepala harimau. Melihat orang memaksa, dengan sabar
Dewa Tuak terpaksa mundur.
BASTIAN TITO 41 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Wiro palsu agak tercekat ketika melihat sinar angker yang memancar dari golok
lawan yang berpakaian serba hitam dan mengenakan caping bambu itu.
"Perkenalkan dirimu agar aku bisa menghajarmu pada bagian-bagian tubuhmu yang
empuk!" Terpancing oleh kata-kata mengejek Wiro palsu Harimau Pemakan Jantung sebutkan
gelarnya. Begitu mendengar gelar orang, Wiro palsu tertawa bergelak.
"Kau rupanya. Jurus apa yang hendak kau keluarkan manusia harimau bercaping
bambu" Jurus harimau keluar dari goa, jurus harimau mencengkeram bola dunia atau
jurus macan tutul menyamar rembulan....?"
Kagetlah Harimau Pemakan Jantung begitu mendengar lawannya menyebutkan jurusjurus paling rahasia dari ilmu silatnya.
"Bagus! Kau bisa menyebut jurus-jurus itu dank au akan mampus dalam jurus-jurus
itu!" Harimau Pemakan Jantung mengembor. Suara gemborannya tak beda seperti
suara harimau menggereng. Tubuhnya berkelebat, langsung lenyap dan kini hanya
sinar goloknya yang tampak berputar.
"Golok Sakti Memburu Harimau Sesat!" teriak Wiro palsu menyebut jurus pembuka
serangan yang dilancarkan lawan. Lalu tubuhnya menyelusup ke kiri.
Sungguh luar biasa, dia dapat berkelit dari serangan yang ganas itu padahal
Harimau Pemakan Jantung telah meyakini jurus itu selama bertahun-tahun. Dengan
Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kertakkan rahang dia kembali memburu. Enam jurus berlalu cepat. Tubuh Wiro palsu
terbungkus sinar golok dan tampaknya dia tidak bisa berbuat suatu apa.
"Kurang ajar!" Wiro palsu menyadari bahaya yang mengancam dirinya. Tiba-tiba dia
berseru keras. Tubuhnya melesat ke kiri, di arah mana Mirasani berdiri.
Sebelum tahu apa yang terjadi tahu-tahu Mira merasakan pedang yang dicekalnya
terlepas dari tangannya. Di lain kejap di depan sana Wiro palsu tampak sudah
berdiri memegang pedang dan menghambur menyongsong serangan Harimau Pemakan
Jantung. Tapi dia sama sekali tidak berusaha dekati lawan, melah dari tempatnya
berdiri dia mulai mainkan jurus-jurus ilmu silat lawannya sendiri! Hal ini
membuat lawan bukan saja kaget tapi juga bingung karena tak tahu hendak
keluarkan jurus apa untuk membobolkan jurusnya sendiri!
"Kau takut" Mengapa diam saja"!" Wiro palsu mengejek.
"Mampus!" teriak Harimau Pemakan Jantung lalu menyerbu dengan jurus simpanan
yaitu Datuk Harimau Membelah Jantung. Tapi di depan sana tiba-tiba lawannya
bergerak menghantam dengan jurus harimau keluar dari goa lalu macan tutul
menusuk matahari!
Harimau Pemakan Jantung seperti tak berdaya dalam ketersiapannya. Pedang di
tangan lawan menusuk deras pada leher di bagian bawah dagunya! Tokoh silat ini
keluarkan suara seperti ayam dipotong, darah menyembur lalu roboh ke tanah.
Kakinya menggelepar-gelepar sesaat setelah itu tak berkutik lagi alias mati!
Wiro tersentak. Bukan ngeri melihat kematian itu tapi karena ingat si Harimau
Pemakan Jantung itulah yang dulu mengambil Kapak Naga Geni 212 yang terlepas
dari tangannya ketika dia dikeroyok habis-habisan!
"Gila!" terdengar suara Mahesa Edan. "Jika begini terus-terusan tokoh silat yang
ada di sini bisa mati konyol semua!" Dia berpaling pada Wiro yang masih
memikirkan kapak saktinya. "Bagaimana pendapatmu Wiro"!"
BASTIAN TITO 42 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Manusia satu ini memang luar biasa. Tapi tunggu, aku ingat pesan guru yang kau
sampaikan. Dalam susah pergunakan akal. Dalam kesulitan putar otak. Tak ada yang
dapat mengalahkan kebenaran akal sehat dan otak cerdik! Jelas si gondrong yang
punya tampang sepertiku itu memiliki akal dan otak cerdik...."
"Maksudmu.....?" tanya Anggini.
Wiro asli garuk-garuk kepala. "Dia memang luar biasa. Tapi kalian saksikan
sendiri. Semua ilmu silat yang dikeluarkannya bukan kepandaian dia sendiri. Tapi
dia justru memainkan jurus-jurus silat lawan. Dia menirukannya. Ada sesuatu yang
rahasia di balik keluar biasan itu!"
"Apa maksudmu.....?" tanya Mahesa Edan tak mengerti.
Wiro kembali menggaruk kepala dan usap mukanya yang tertutup topeng.
"Maksudku.....enggg..... Pernahkah kau memikirkan bagaimana kalau kita diserang
lawan dengan ilmu silat kita sendiri" Kita akan kelabakan! Karena kita memang
tidak pernah mempelajari bagaimana cara bertahan jika diserang ilmu silat
sendiri. Selama ini semua ilmu silat hanya memusatkan pada bagaimana jika
diserang oleh ilmu silat lain. Tentu saja memang begitu karena mana ada pikiran
senjata mau makan tuannya sendiri! Kenyataanya kita melihat bangsat yang punya
tampang sepertiku itu merobohkan lawan-lawannya dengan mengandalkan ilmu silat
lawannya! Dia sendiri mungkin tidak memiliki dasar ilmu silat yang andal. Dia
hanya memiliki akal dan otak cerdik! Persis seperti kata Eyang Sinto Gendeng!"
"Kalau begitu apa yang akan kita lakukan. Semua orang yang ada di sini termasuk
kita pasti akan dikalahkannya jika berani menghadapinya!" berkata Anggini.
"Tunggu dulu, apa yang aku rasakan belum kusampaikan semua," kata Wiro pula.
"Ada satu keanehan dalam ilmu silat yang dimainkan orang itu. Dia tak pernah
melakukan serangan pertama kali. Tidak pernah berani melakukan bentrokan
senjata. Juga seperti menghindarkan bentrokan tangan! Mungkin dia tidak memiliki tenaga
dalam...."
"Mustahil!" bantah Mahesa. "Kalau tidak memiliki tenaga dalam mengapa dia mampu
melepaskan pukulan sakti sinar matahari yang menghanguskan itu!"
"Itu yang kepingin aku menyaksikannya!" kata Wiro.
"Aku berminat sekali untuk menjajalnya!" kata Mahesa Edan pula.
"Aku juga!" berkata Anggini.
"Tunggu, kita diam saja di sini sambil menyaksikan beberapa gebrakan lagi...."
"Kalau hanya diam, dua atau tiga tokoh silat lagi pasti akan dihancurkannya.
Aku tak mau guruku ikut jadi korban!" ujar Anggini.
Wiro garuk-garuk kepala. Di depan sana dilihatnya Dewa Tuak dan Pengemis Hantu
beserta yang lainnya bergerak dalam bentuk lingkaran, mengurung Wiro palsu.
"Kalian hendak mengeroyokku"! Pengecut!" teriak Wiro palsu yang melihat gelagat
berbahaya itu. Saat itulah Wiro menghambur dari tempat persembunyiannya.
"Tak ada yang akan mengeroyokmu Wiro! Aku yang akan menghadapimu.
Sendirian! Satu lawan satu!" Wiro asli menyeruak di antara para tokoh silat
langsung menghadapi Wiro palsu dalam jarak lima langkah.
"Siapa pula kau anak muda! Wajahmu sepucat mayat! Belum kugorok lehermu kau
sudah kelihatan seperti tidak berdarah!"
Wiro asli menyeringai. "Aku pacar istrimu itu. sejak kau meninggalkannya satu
tahun silam, dia telah mengambilku jadi pacar, jadi kekasihnya!"
"Edan, apa-apaan si Wiro itu.....!" bisik Anggini pada Mahesa Edan.
BASTIAN TITO 43 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Pemuda kurang ajar! Kenalpun tidak! Berani kau mempermalukan aku!
Mengatakan aku kekasihmu! Pacarmu!" Mirasani marah sekali sedang Wiro palsu
tampak terkesiap sambil usap-usap dagu. Hati kecilnya bertanya-tanya apa betul
pemuda pucat berambut gondrong ini kekasih istrinya" Meski jelas tadi Mirasani
membantah dengan marah tapi bukan mustahil ada semacam sandiwara dengan
kemunculan si muka pucat ini!
"Jika kau mengaku kekasih istriku, lantas apakah ada silang sengketa di antara
kita?" bertanya Wiro palsu.
"Pasti ada! Karena setelah satu tahun kabur tiba-tiba kau muncul di sini!
Kangen atau kebelet pada isterimu hah"! Sebagai seorang kekasih aku akan
mempertahankan dirinya. Kau boleh angkat kaki dari sini!"
"Kau memintaku pergi! Kau takut menghadapiku!" ujar Wiro palsu seraya rangkapkan
tangan di muka dada.
Wiro asli juga rangkapkan kedua tangan di dada. "Siapa takutkan dirimu! Jika kau
memang punya nyali silahkan menyerang lebih dulu. Kau mau keluarkan jurus apa"
Jurus kunyuk melempar buah" Atau orang gila mengebut lalat" Atau benteng topan
melanda samudera, atau jurus membuka jendela memandang rembulan yang romantis
itu" ha....ha.....ha...!" Wiro sebutkan jurus-jurus ilmu silatnya sendiri lalu tertawa
gelak-gelak. Di depannya Wiro palsu tampak membesi tampangnya. Hatinya panas.
Tapi dia tetap tak bergerak di tempatnya. Diam-diam hatinya bertanya-tanya.
Siapa sebenarnya pemud aini. Mengapa dia tahu jurus-jurus silat Pendekar 212 dan
apakah dia benar-benar menyangkanya sebagai sebagai Wiro Sableng asli murid
Sintto Gendeng dari Gunung Gede"
"Hai! Kau melamun! Atau memang tak berani melawanku!" Wiro asli berseru.
"Keluarkan seluruh kepandaianmu. Silahkan kau memilih bagian tubuhku yang paling
lunak!" sahut Wiro palsu dan tetap saja dia tidak bergerak di tempatnya.
"Bangsat satu ini tidak bisa dipancing rupanya!" kata Wiro dalam hati. Lalu
diapun mulai pasang kuda-kuda sementara para tokoh yang ada di situ seperti
terlupa akan urusan besar mereka dengan Wiro asli, dan hanya tegak memperhatikan
apa yang terjadi.
Perlahan-lahan, dengan gerakan yang amat jelas Wiro mulai mainkan beberapa jurus
serangan. Tapi dianya sendiri sama sekali tidak melakukan serangan, hanya
bersilat di tempat. Lalu sambil bersilat dia menyebutkan jurus-jurus yang
dilakukannya itu.
"Jurus Anjing Buduk Kawin Di Pasar!" seru Wiro. Kedua tangannya dihimpitkan satu
sama lain, ditusukkan ke depan lalu mulutnya keluarkan suara menggonggong.
"Lihat, jurus Monyet Tua Kegatalan!" Lalu Wiro mencak-mencak sambil kedua
tangannya menggaruk ke seluruh bagian tubuhnya mulai dari kepala sampai
selangkangan! "Dan ini jurus Nenek Sakti Kencing Di Bawah Pohon!" Kali ini Wiro
nampak berjingkrak-jingkrak lalu mengangkat tinggi-tinggi kedua kaki celananya
seperti perempuan menyingsingkan kain, setelah itu dia duduk berjongkok dengan
kaki terkembang dan dari mulutnya terdengar suara menirukan perempuan kencing
Serrrr....serrrr......serrrr.
Suasana yang tadinya tegang kini berubah. Beberapa orang tersenyum-senyum
menahan geli. "Kawan kita itu sudah gila agaknya!" Anggini berkata pada Mahesa.
"Jurus-jurus itu! Aku tahu betul itu bukan jurus silat Eyang Sinto Gendeng!
Apa sebenarnya dilakukan pendekar konyol itu!"
Dewa Tuak tampak komat kamit. "Dalam dunia persilatan hanya ada satu pendekar
konyol lucu seperti ini. Ah, apakah dia ......Jangan-jangan....." Orang tua BASTIAN
TITO 44 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
sakti itu memandang ke arah Wiro palsu dan Wiro asli. Dia melihat dua persamaan.
Pakaian putih dan rambut gondrong! Tapi wajah jauh berbeda. Ini membuat kembali
si kakek menjadi meragu.
"Hai! Ayo serang diriku! Jangan bengong saja!" Wiro asli berteriak pada Wiro
palsu. Wiro palsu menyeringai. Walaupun orang tampak seperti mempermainkannya tapi
sepasang matanya tidak berkesip memperhatikan setiap gerakan yang dibuat oleh si
gondrong di depannya itu.
"Manusia pengecut! Kau hanya berani jual lagak memperagakan ilmu silat picisan.
Tapi sama sekali tak berani menyerangku! Menyingkir dari hadapanku!"
membentak Wiro palsu.
Wiro asli tampak marah. "Pengecut"! Aku pengecut katamu! Lihat, akan kupecahkan
kepalamu dalam tiga jurus!: Wiro berkelebat. Kedua kakinya menggelusur di tanah,
kedua tangannya yang dihimpitkan satu sama lain ditusukkan ke depan.
"Jurus pertama!" serunya. "Anjing buduk kawin di pasar!"
Sesaat Wiro palsu kaget karena dia dapat merasakan tusukan dua tangan yang
saling berhimpit itu menebar hawa tenaga dalam yang kuat. Tapi dia tidak takut.
Dia sudah melihat jelas setiap liku gerakan lawan. Sambil maju selangkah dia
berseru "Aku akan menghancurkanmu dengan jurusmu sendiri!" Lalu diapun berkelebat
mengirimkan serangan dalam jurus anjing buduk kawin di pasar itu. ternyata
gerakannya lebih sebat. Tusukan kedua tangannya datang menghujam lebih dulu ke
arah kepala Wiro asli!
"Celaka!" seru Anggini.
"Ah! Dia akan kena gebuk karena kekonyolannya sendiri!" Mahesa Edan ikut
keluarkan seruan dan siap melompat dari persembunyiannya untuk membantu.
Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan semua orang. Didahului oleh
suara tawa bergelak, Pendekar 212 Wiro Sableng asli tampak membuang diri ke
samping. Apa yang disebut jurus "anjing buduk kawin di pasar" itu lenyap sama
sekali. Kini kelihatan satu gerakan silat yang mantap. Tubuhnya merunduk, tangan
kanannya menderu ke depan.
"Jurus Kunyuk Melempar Buah!" teriak Wiro asli.
Wiro palsu terkejut sekali. Sadar kalau dirinya tertipu oleh jurus palsu yang
dipakai menyerang tadi dia cepat merubah gerakan, meniru gerakan serangan yang
kini dilepaskan Wiro. Tapi kali ini dia sial dan terlambat.
Bukkk! Wiro palsu menjerit keras. Tubuhnya terpental, perut tertekuk ke depan.
Wajahnya sepucat kertas. Dia tegak dengan tubuh sempoyongan.
"Jurus monyet tua kegatalan!" teriak Wiro asli.
Dua tangannya menggaruk kian kemari. Dalam keadaan kesakitan dan terperangah
Wiro palsu coba meniru gerakan lawan tapi Wiro mendadak sontak telah merubah
lagi gerakannya seraya berseru "Jurus orang gila mengebut lalat!" Tangan kirinya
membabat ke samping, mengemplang bahu Wiro palsu dengan keras.
Terdengar suara kraak! Tanda tulang pangkal lengan orang itu patah. Tubuhnya
terpental ke kiri, di arah mana Mirasani berdiri. Perempuan muda ini yang sejak
tadi tak dapat menahan hatinya lagi melompat ke depan menjambak rambut suaminya
itu lalu menariknya keras-keras ke bawah, perempuan ini hantamkan lututnya!
Praas! Hidung dan mulut Wiro palsu remuk. Darah berkucuran.
BASTIAN TITO 45 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Jurus nenek sakti kencing di bawah pohon!" terdengar kembali teriakan Wiro
asli. Tubuhnya seperti meluncur sedang kedua kakinya terkembang. Kali ini dia
sama sekali tidak melakukan "tipuan". Apa yang disebut jurus nenek sakti kencing
di bawah pohon itu benar-benar dilakukannya. Dengan kedua kakinya dia menjepit
tubuh Wiro palsu. Begitu dia membanting diri ke samping maka tubuh Wiro palsu
ikut terhempas menghantam tanah. Mukanya makin berkelukuran.
"Mana pukulan sakti sinar mataharimu! Keluarkan pukulan saktimu itu!" Wiro asli
berteriak. Dia ingin melihat dengan mata kepala sendiri apa benar manusia yang
memiliki tampang sama dengan dia itu betul-betul memiliki kesaktian tersebut.
Wiro palsu kertakkan rahangnya. Tangan kirinya yang masih utuh bergerak lamban
ke atas. Mulutnya yang hancur mengeluarkan suara seperti menjampai. Lalu dia
memukul ke depan. Sinar putih menyilaukan dan menghambur hawa panas menderu ke
arah Wiro asli. Murid Sinto Gendeng tidak terkejut. Yang dilepaskan lawan bukan
pukulan sinar matahari wlaau sinar dan panasnya hampir menyerupai.
Dan tangan kanan yang melepas pukulan itu sama sekali tidak berubah menjadi
seperti perak sebagaimana kalau dia melepaskan pukulan sinar matahari yang asli.
Karenanya tanpa tedeng aling-aling Wiro menghantam dengan pukulan Benteng Topan
Melanda Samudera. Dia hanya mengerahkan seperempat tenaga dalamnya.
Itupun sudah cukup untuk menghancur leburkan pukulan lawan dan membuat Wiro
palsu terhempas jauh. Darah mengucur dari mulunya!
Nenek Arit Sakti Pencabut Raga yang tadi cidera tapi kini sudah mampu bangkit
berdiri tak mau ketinggalan. Senjatanya berkilauan dalam cahaya obor.
Craaassss! Arit yang tajam itu memutus bahu kanan Wiro palsu. Orang ini meraung setinggi
langit. Kedua kakinya tak sanggup lagi menopang tubuhnya yang sudah hancurhancuran itu. Namun sebelum tubuhnya benar-benar mencium tanah, dua serangan
datang menggebuk.
Yang pertama kaki kanan Mirasani yang mengahancurkan selangkangannya hingga
untuk kedua kalinya Wiro palsu menjerit keras dan mata membeliak.
Hantaman kedua adalah gebukan kaleng rombeng Pengemis Hantu yang merobek pelipis
sampai ke pipi hingga muka Wiro palsu menjadi sangat mengerikan, penuh luka dan
kucuran darah! "Tahan! Jangan menghantam membabi buta! Manusia itu sudah sekarat!"
terdengar teriakan Dewa Tuak.
Semua irang seperti tersentak sadar dan kini hanya tegak tak bergerak memandangi
tubuh yang terkapar mandi darah dan mengerang. Erangan itu hanya terdengar
beberapa saat lalu lenyap tanda nyawa orang itu putus sudah! Kesunyian mencekam.
Hanya terdengar beberapa helaan nafas. Di sebelah kiri tampak Mirasani tekapkan
kedua tangannya ke wajahnya, berusaha menahan isakan tangis.
Dewa Tuak mendekati Wiro asli.
"Anak muda bermuka pucat! Aku kagumi kehebatanmu dapat mengalahkan manusia jahat
berilmu tinggi itu!" memuji si kakek. "Aku mengundangmu minum tuak!"
"Terima kasih kek! Sebenarnya orang itu biasa-biasa saja bahkan boleh dikatakan
tidak memiliki ilmu silat apa-apa! Tapi dia memiliki satu kehebatan memang! Dia
punya akal dan otak cerdik. Dia sanggup memperhatikan dan meniru setiap gerakan
silat lawan. Lalu mempergunakan jurus-jurus silat itu untuk menumbangkan lawan!"
BASTIAN TITO 46 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Dewa Tuak manggut-manggut. Tiba-tiba dia berkata yang membuat semua orang
terkejut dan memandang dengan mata besar. "Anak nakal! Sekarang apakah kau tidak
akan menanggalkan topeng yang membungkus wajahmu itu"!"
Wiro asli tersentak kaget.
"Dan kau muridku yang suka usilan apakah masih akan terus bersembunyi di tempat
gelap bersama sahabatmu itu"!"
Menyadari gurunya telah mengetahui kehadirannya di situ Anggini diiringi Mahesa
Edan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dewa Tuak kembali berpaling
pada Wiro asli.
"Pemuda gendeng! Ayo lekas kau copot topengmu, tunjukkan tampangmu yang
Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebenarnya pada semua tokoh silat yang ada di sini!"
Wiro garuk-garuk kepala. Akhirnya kedua tangannya diangkat juga ke muka.
Perlahan-lahan dia melepas topeng yang menutupi wajahnya. Begitu wajahnya
tersingkap semua orang mengeluarkan seruan tertahan. Bahkan ada yang segera
mencekal senjata, siap menyerbu. Mirasani sendiri terpekik keras.
"Kau!" seru Mirasani dan memandang dengan mata terbeliak ke arah Wiro Sableng
asli dan Wiro palsu yang sudah jadi mayat. Seprti tak dapat mempercayai kedua
matanya sendiri! Begitu juga yang lain-lainnya. Dewa Tuak tersenyum lebar lalu
berkata "Pemuda konyol satu ini adalah Pendekar 212 Wiro Sableng yang
sebenarnya! Yang itu palsu. Hanya takdir saja yang melahirkan mereka memiliki
wajah hampir mirip. Dan kemiripan itu dimanfaatkannya untuk menjadi modal
berbuat jahat. Ditambah dengan kemampuannya menguasai setiap jurus silat orang
lain dengan hanya melihat sekali saja maka jadilah dia biang racun kejahatan
yang malang melintang selama satu tahun....."
"Lalu yang kita keroyok tempo hari siapa?" bertanya Arit Sakti Pencabut Raga.
"Memang dia juga...." Jawab Dewa Tuak. "Wiro perlihatkan bekas luka di bahumu...."
Wiro membuka baju putihnya. Mula-mula kelihatan dadanya yang berterakan angka
212. Lalu tampak bahunya yang ada bekas lukanya dan masih belum begitu kering.
"Berarti kita telah kesalahan tangan! Mencelakai kawan selongan sendiri....
Aku menyesal.....aku menyesal!" kata si nenek berulang kali.
Dewa Tuak dan Wiro hanya bisa tersenyum. Ketika dia berpaling ke kiri dilihatnya
Mirasani tegak dan menatap lekat-lekat ke wajahnya.
"Sama sekali.....sama sekali. Tidak ada bedanya!" desis perempuan yang dengan
sendirinya saat itu telah menjadi janda.
"Kalau begitu apakah kau mau mengambilku jadi pengganti suamimu itu.....?"
bertanya Wiro. Sepasang mata Mirasani melebar berkilat. "Ternyata kau tidak sama dengan dia...."
"Eh, mengapa begitu katamu sekarang. Tadi kau katakan sama sekali!" ujar Wiro.
"Dia tidak memiliki sifat konyol dan mulut ceplas ceplos sepertimu! Dia tidak
suka mengganggu orang! Tapi...."
"Tapi....." meneruskan Dewa Tuak. "Jika dia suka padamu kaupun tentu tidak
menolak!" Semua orang tertawa.
Nenek Arit Sakti mendekati Wiro. "Anak muda," kata si nenek. "Aku menyesal
sekali telah melukaimu waktu itu..... Aku mohon maafmu!"
BASTIAN TITO 47 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Apa yang terjadi semua karena kesalah pahaman belaka nek. Justru aku yang harus
minta maaf padamu!"
"Eh, mengapa terbalik begitu?" bertanya si nenek keheranan.
"Karena terus terang saja, waktu aku menyebutkan dan memainkan jurus konyol
bernama nenek sakti kencing di bawah pohon itu, aku membayangkan bahwa dirimulah
yang sedang kencing itu!"
"Anak kurang ajar!" maki Arit Sakti Pencabut Raga tapi kemudian bersama semua
orang yang ada di situ diapun turut tertawa gelak-gelak.
"Dewa Tuak....." kata Wiro. "Aku ingin minta keterangan. Waktu aku kalian serbu
tempo hari, kapakku kena rampas Harimau Pemakan Jantung. Kau tahu di mana
senjata itu sekarang?"
"Jangan kawatir. Aku simpan baik-baik," jawab Dewa Tuak. Lalu dari balik
pakaiannya dikeluarkannya Kapak Maut Naga Geni 212 dan menyerahkannya pada Wiro.
"Terima kasih. Semua telah berakhir kini. Saatnya kita meninggalkan tempat ini!"
kata Wiro. "Memang kami semua akan meninggalkan tempat ini. Tapi kau tetap di sini Wiro....."
ujar Dewa Tuak. Sebelum Wiro sempat bertanya apa maksud kata-kata kakek itu
tiba-tiba Dewa Tuak telah menotok punggungnya hingga Wiro jadi tertegun kaku,
"Hai! Mengapa kau menotokku Dewa Tuak"!"
"Seperti kataku tadi! Kami semua akan pergi tapi kau tetap di sini. Pertama
untuk mengurusi jenazah para sahabat. Kedua, yang lebih penting untuk menemani
janda cantik itu. Ha....ha.....ha.....!"
"Kalian semua konyol!" teriak Wiro.
"Konyol dan kurang ajar!" teriak Mirasani.
Dewa Tuak keluarkan suitan keras. Semua orang yang ada di tempat itu berkelebat
dan lenyap dalam kegelapan. Obor-obor dibuang dan berjatuhan di tanah.
Mirasani berpaling pada Wiro. Pendekar inipun menatap ke arah Mirasani. Dua
pandangan saling beradu. Sesaat Mira tampak tegang. Tapi ketika Pendekar 212
tersenyum, diapun ikut tersenyum.
"Tolong lepaskan totokan di punggungku...." Pinta Wiro seraya kedipkan matanya.
"Kau tidak seperti dia kan....?"
"Bukankah kau sendiri tadi mengatakan aku memang tidak sama dengan manusia paslu
itu....?" Perlahan-lahan Mirasani gerakkan tangannya untuk melepaskan totokan di punggung
Wiro. "Tunggu, totokan itu tidak bisa dilepaskan kalau tubuhku masih aterbungkus
pakaian. Kau harus membuka pakaianku dulu, baru melepaskan totokan....."
Percaya apa yang diucapkan Wiro maka Mirasani lalu membuka pakaian si pemuda
kemudian baru melepaskan totokan yang bersarang di punggung. Begitu totokannya
terlepas Wiro Sableng tertawa gelak-gelak.
"Apa yang kau tertawakan.....?" tanya Mirasani heran.
"Kau tertipu....."
"Tertipu" Tertipu bagaimana?"
"Totokan itu sebenarnya bisa dilepaskan tanpa membuka pakaianku. Aku mendustaimu
karena ingin merasakan sentuhan jari-jari tanganmu secara langsung!
Ha....ha.....ha....."
"Kalau begitu biar kutotok kau kembali!"
BASTIAN TITO 48 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Mirasani gerakkan tangan kanannya dengan cepat. Namun sebelum dia sempat menotok
Wiro sudah mencekal lengannya, langsung merangkulnya. Dan Mirasani seperti kena
sihir tidak berusaha untuk melepaskan pelukan hangat itu.
TAMAT BASTIAN TITO 49 Dendam Iblis Seribu Wajah 17 Payung Sengkala Karya S D Liong Pendekar Penyebar Maut 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama