Ceritasilat Novel Online

Manusia Halilintar 2

Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar Bagian 2


dan sulit dilepaskan.
"Tenang saja Den Ayu. Jangan dipaksakan untuk menarik tanganmu.
Ada kalanya kehidupan mendatangkan kerinduan. Puteramu tentu sangat rindu
padamu. Itu sebabnya tanganmu dipegangnya erat- erat..." Kata-kata itu diucapkan
oleh Ki Dukun Tambak Reso walau diam-diam hati kecilnya merasa kawatir kalaukalau cekalan yang keras itu tidak bisa dilepaskan.
"Lihat! Kedua mata Raden Pati membuka!" berseru kusir kereta yang sampai saat
itu masih ikut berada dalam kamar.
Semua orang memandang, memperhatikan.
Astaga! Memang betul! Sepasang mata pemuda itu tampak terbuka perlahan-lahan.
Mula-mula tampak bagian mata yang berwarna putih.
Menyusul bagian bola mata yang berwarna hitam kecoklatan. Tidak!
Ternyata bola mata yang seharusnya berwarna hitam kecoklatan itu kini tampak
memiliki warna kelabu!
Tapak Lodra tidak sengaja saling berpandangan dengan Tambaksari.
Jelas kelihatan bayangan rasa ngeri pada wajah gadis ini. Memang memperhatikan
dua mata yang terbuka nyalang tidak berkesip dan Karya
46 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
berwarna aneh serta membersitkan sinar dingin itu terasa adanya keangkeran. Dua
bola mata itu bergerak sedikit, memandang ke arah Tambakdwita. Lalu menyeruak
senyum di wajah yang mulai kemerahan itu. Bagi Tapak Lodra senyum itu lebih
merupakan sebuah seringai yang mengerikan.
"Pati anakku...!" seru Tambakdwita. "Kau tersenyum padaku Pati. Jadi kau benarbenar kembali! Kau benar-benar hidup lagi! Gusti Allah terima kasih! Terima
kasih!" Air mata tampak berlinangan di kedua mata perempuan itu. Tangan kanan
anaknya didekatkannya kewajahnya dan diciumnya berulang-ulang.
"Ibu,..Aku haus..." Mulut Pati Rono terbuka dan suara minta minum terdengar
diucapkannya. Tambakdwita dan puterinya tersenyum. Sang ibu usut air mata yang berderai di
pipinya. Lalu terdengar lagi suara sang putera, "Aku juga lapar, bu..."
Tambakdwita peluk dan ciumi wajah puteranya. "Kau boleh minta apa saja Pati.
Pasti akan ibu berikan..." Perempuan itu ciumi lagi wajah anaknya berulangulang. Lalu dia bangkit dari tempat tidur, memegang lengan puterinya. Ibu dan
anak ini meninggalkan kamar untuk mengambilkan sendiri air serta makanan yang
diminta Pati Rono.
Pati Rono memandang dengan matanya yang kelabu satu persatu pada kusir kereta,
Tapak Lodra dan Ki Dukun Tambak Reso. Pandangan mata yang aneh dan terasa angker
ini membuat ketiga yang dipandang jadi merasa tidak enak. Kusir kereta segera
tinggalkan kamar. Tapak Lodra menyusul hendak beranjak namun Ki Dukun bergerak
lebih dulu. Terpaksa Tapak Lodra tetap berada dalam kamar karena meninggalkan Karya
47 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
putera majikannya seorang diri di tempat itu kurang sopan dirasakannya.
Untuk menghilangkan kegelisahan akibat pandangan mata Pati Rono, Tapak Lodra
pergi membuka jendela kamar. k.etika dia hendak menyingkapkan tirai jendela,
terdengar suara mengeong keras. Sesuatu melompat ke sanding jendela. Ternyata si
Belang. Binatang ini siap untuk melompat masuk. Tapi Tapak Lodra cepat mencegah
dan mengusirnya.
"Aneh sekali sikap kucing itu..." kata Tapak Lodra dalam hati. "Apa sebenarnya yang dilihat binatang itu...?" Tapak Lodra berpaling ke arah
tempat tidur. Ternyata Pati Rono masih menyorotinya dengan pandangan seperti
tadi. Dingin angker seperti hendak menembus jantungnya!
*** Karya 48 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
8 MALAM JUM'AT KLIWON, hujan turun rintik-rintik Losari diselimuti kesunyian.
Debur ombak di pantai terdengar di kejauhan. Sesekali ada suara lolongan anjing
merobek kesunyian.
Dalam ruangan depan di rumah besar itu Raden Ayu Tambakdwita duduk terdiam
beberapa lamanya sebelum kemudian dia membuka mulut bertanya, "Mengapa Ki Dukun
tak mau menerima uang dalam kantong itu" Bukankah itu tambahan pembayaran sesuai
dengan janji saya...?"
Ki Dukun Tambak Reso tersenyum. Matanya menatap wajah cantik perempuan berusia
setengah abad di hadapannya lalu menjawab, "Raden Ayu ...! Ah, aku seharusnya
memanggilmu Tambakdwita saja..."
"Saya tak keberatan dipanggil seperti itu. Bukankah Ki Dukun memang lebih tua
dari saya dan kepada siapa saya menaruh hormat..." Apalagi mengingat jasa besar
Ki Dukun...."
"Dengar... Tambakdwita, aku memang tidak mau menerima pemberianmu itu. Bahkan,
uang yang kau berikan sebelumnya mungkin akan kukembalikan..."
"Mengapa begitu" Apakah Ki Dukun tak mau menerima karena jumlahnya terlalu
kecil" Saya bersedia menambahkan."
Ki Dukun menggeleng. Malam itu, tidak seperli biasanya dia tidak lagi mengenakan
jubah putih, melainkan sehelai baju biru dan celana hitam serta sebuah blangkon
di atas kepalanya. Dengan pakaian itu dia tampak lebih gagah dan lebih muda.
"Terus terang, bukan uang itu yang aku Karya
49 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
inginkan Tambakdwita. Aku menginginkan dirimu. Aku memintamu menjadi istriku.
Sudah beberapa hari lalu hal itu kusampaikan padamu..."
"Beri saya waktu satu dua minggu lagi untuk mengambil keputusan, Ki Dukun. Saya
harus bicara dengan tua-tua keluarga. Di samping itu aku perlu memberi tahu
putera saya. Pati Rono sejak beberapa hari ini selalu mengunci diri di kamarnya.
Dia menekuni buku-buku silat dan kesaktian, berjilid-jilid banyaknya. Makanan
yang disampaikan pembantu hanya disentuhnya sedikit saja. Dia lebih banyak
menenguk minuman keras. Ada satu hal saya lihat pada dirinya. Satu hal yang dulu
tidak ada. Anak itu membawa sikap dan sifat aneh.
Pandangan matanya terasa angker tapi menyembunyikan kekosongan jiwa. Sikap acuh
diperlihatkannya pada orang-orang di sekitarnya. Tapi sebagai ibu, di balik
keacuhan itu saya merasa ada sesuatu yang disimpannya. Sesuatu yang terasa
mengerikan..."
"Tambakdwita, sebaiknya saat ini kita tidak membicarakan soal puteramu itu. Dia
sudah kembali padamu. Sembuh dan hidup..."
"Betul Ki Dukun, tapi putera saya yang kembali ini saya rasa bukan putera saya
yang dulu ...."
"Bagaimana kau bisa berkata begitu Tambakdwita" Pati Rono yang kini hidup adalah
puteramu yang dulu juga. Sama sekali tidak ada bedanya..."
"Tubuh kasarnya memang tidak ada beda, Ki Dukun. Tapi jiwa dan perasaannya ada
kelainan. Dan itu terpancar pada sepasang matanya yang membersitkan hawa aneh.
Dia seolah-olah bukan berada di tengah keluarga sendiri. Seolah-olah berada di
satu alam yang sama sekali lain.
Dan alam ini saya rasakan sangat mengerikan. Saya takut Ki Dukun..."
Karya 50 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
"Tak ada yang harus ditakuikan Tambakdwita. Apalagi selama aku berada di dekatmu
seperti saat ini. Kau belum menjawab, kau belum memberi putusan tentang
permintaanku..:"
"Saya bilang beri saya waktu dua atau tiga minggu," sahut Raden Ayu Tambakdwita.
"Satu atau dua minggu bisa berarti jadi tiga minggu. Aku tak bisa menunggu
selama itu. Aku ingin memilikimu lebih cepat dari itu. Bahkan malam ini...!" Ki
Dukun memegang tangan perempuan itu. Tambakdwita.
berusaha menarik lengannya. Tapi ada hawa aneh menjalari lengannya, terus ke
dada dan sekujur tubuhnya Dia merasa sesuatu yang menggairahkan. Ditatapnya
wajah Ki Dukun. Wajah itu tampak begitu gagah, agung dan tersenyum padanya.
"Aku ingin tidur bersamamu malam ini, Tambakdwita. Kau mau bukan...?"
Perempuan itu tak menjawab. Dia hanya menundukkan kepala, tak kuasa memandang
tatapan Ki Dukun. Melihat ini Ki Dukun berdiri dari kursinya, tegak di samping
Tambakdwita lalu membungkukkan. Kepala hendak mencium tengkuk perempuan itu.
Namun sebelum ciumannya sampai tiba-tiba terdengar suara ngeongan kucing keras
dan mengejutkan.
Ki Dukun terkesiap. Tambakdwita tersentak kaget dengan muka pucat.
Ada rasa tak enak dalam diri kedua orang itu. Ki Dukun memandang ke arah
jendela. Samar-samar lewat kain tirai jendela dia melihat ada seseorang tegak di
luar sana, memperhatikan ke dalam. Ketika Ki Dukun hendak mendatangi, orang itu
cepat bergerak pergi dan menghilang.
"Malam sudah larut, sebaiknya Ki Dukun pulang dulu ke rumah tempat menginap..."
berkata Tambakdwita. Suaranya terhenti ketika kembali Karya
51 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
terdengar suara ngeongan kucing. Suara itu datang dari arah kamar di tingkat
atas. Dan kamar di tingkat atas adalah kamar tidur Pati Rono.
Ki Dukun diam sesaat. Mantranya tadi sudah hampir mengena kalau tidak terganggu
oleh suara ngeongan kucing celaka itu.
"Baiklah, aku akan pergi Tambakdwita. Tapi besok aku akan datang lagi kemari.
Dan saat itu aku ingin kau sudah bisa memberikan jawaban..."
Janda kaya itu tidak menjawab. Dia melangkah ke pintu depan dan membukakannya
untuk Ki Dukun.
Seekor kuda tertambat dekat pintu pekarangan. Itulah kuda tunggangan milik Ki
Dukun. Ketika orang tua ini tengah melangkah ke arah kudanya, tiba-tiba sebuah
benda melayang dl udara dan jatuh tepat dekat kakinya.
Ki Dukun memandang ke bawah. Benda yang jatuh itu ternyata adalah seekor kucing
putih berbelang hitam. Si Belang, kucing kesayangan Tambaksari! Binatang ini
tidak bergerak ataupun mengeluarkan suara.
Kapalanya terkulai tanda lehernya patah!
Ki Dukun mendongak ke atas, ke arah kamar di tingkat atas bangunan rumah besar.
Dia melihat jendela kamar di tingkat atas itu terbuka dan ada nyala lampu di
atas sana. Dia merasa yakin kucing yang mati itu dilemparkan dari kamar itu.
Ki Dukun putar tubuhnya, meneruskan langkah ke arah tempat kudanya tertambat.
Sesaat ketika dia hendak menaiki binatang itu, satu tangan yang dingin tiba-tiba
memegang pundak kanannya. Ki Dukun terkejut dan menoleh. Dia berhadap-hadapan
dengan Tapak Lodra.
"Ada apa"!" tanya Ki Dukun dengan suara garang. Dia tidak suka dipegang seperti
itu dan dia sejak lama tidak senang terhadap pengawal rumah kediaman Tambakdwita
ini. Karya 52 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
"Aku hanya ingin memberikan nasihat padamu, Ki Dukun. Majikanku seorang janda.
Tidak pantas kalau kau mengunjunginya sampai larut malam begini!"
Ki Dukun menyeringai. Dia kibaskan tangan Tapak Lodra dan menjawab, "Soal
hubunganku dengan majikanmu bukan urusanmu!
Sebagai pembantu kau tidak layak mencampurinya. Dan aku tidak butuh segala macam
nasihat." "Aku. tahu siapa kau sebenarnya Ki Dukun. Lebih dari itu aku tahu apa yang ada
datam benak serta hatimu. Aku tidak suka padamu!"
"Kau bukan pemilik rumah ini. Jadi tidak pada tempatnya mengatakan suka atau
tidak. Dan satu hal harus kau ketahui Tapak Lodra. Akupun tidak suka padamu!"
"Berlalu dari sini Ki Dukun. Cepat!" desis Tapak Lodra.
Ki Dukun Tambak Reso kembali menyeringai. "Ada satu hal yang pantas kau ketahui
Tapak Lodra. Bagiku mudah menyembuhkan dan menghidupkan seseorang. Tapi lebih
mudah lagi membuat seseorang sakit atau menemui ajalnya! Ingat hal itu baik-baik
Tapak Lodra!"
"Aku akan ingat hal itu baik-baik Ki Dukun. Jika terjadi sesuatu dengan penghuni
rurhah besar ini orang yang pertama-tama kucari adalah dirimu!"
habis berkata begitu Tapak Lodra lepaskan tali tambatan kuda dan
membantingkannya ke tanah. Ketika Ki Dukun naik ke punggung binatang itu Tapak
Lodra sudah berlalu dari situ.
Di halaman depan, Tapak Lodra membungkuk mengangkat bangkai si Belang. "Kasihan
kucing ini. Siapa yang begitu tega membunuhnya?"
Tatap Lodra mendongak ke atas. Nyala lampu di kamar putera majikannya telah
padam. Tapi matanya yang tajam melihat ada sosok tubuh di Karya
53 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
belakang jendela tegak memperhatikan ke arahnya.
*** RADEN AYU TAMBAKDWITA menatap wajah puteranya lekat-lekat.
"Pati Rono, ibu tak habis pikir mengapa kau ingin memberhentikan Tapak Lodra..."
Pati Rono melahap jambu klutuk besar lalu dengan mulut penuh dia menjawab, "Aku
sudah bilang bu, kita tidak membutuhkan orang itu lagi.
Tugasnya sebagai pengawal kuambil alih. Pekerjaannya sebagai penjaga sawah
ladang serta peternakan dan perdagangan aku sendiri yang akan menangani. Nah,
apa perlunya dia bekerja lagi disini. Tanpa dia bukankah kita bisa menghemat
jumlah uang gajinya dan bisa dipergunakan untuk keperluan lain?"
"Gajinya tidak seberapa, Pati. Lagi pula dia telah bekerja puluhan tahun. Sejak
ayahmu masih hidup. Bahkan sebelum kau dilahirkan dia sudah ikut bersama kita,
mulai dari kakekmu masih ada..."
"Persetan berapa lama dia bekerja di sini! Persetan apapun jasanya. Jika ibu
tidak mau atau segan bicara padanya, aku yang akan mengatakan padanya!"
"Jangan lakukan hal itu, anakku..." ujar Tambakdwita.
"Aku tak suka dilarang!" sahut Pati Rono. "Dan apakah ibu sudah menyampaikan
pada guru mengaji bau apak itu bahwa dia tak perlu lagi datang ke sini untuk
mengajar mengaji dan segala ilmu agama yang membosankan serta dusta besar itu!"
Karya 54 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Sepasang mata Tambakdwita membesar. "Pati, jika kau minta aku memberhentikan
Tapak Lodra, mungkin masih bisa kucerna. Tapi kalau kau minta berhenti mengaji,
ini merupakan satu hal yang tidak ingin aku lakukan. Kau butuh pelajaran
agama..." "Tidak! Aku tidak butuh pelajaran agama! Jelas! Aku tidak sudi lagi melihat guru
mengaji itu!" Pati Rono berdiri dari kursinya. Jambu klutuk yang baru setengah
dimakannya dibantingkannya ke meja makan!
*** "RADEN PATI," ujar Tapak Lodra dengan suara bergetar. "Ucapanmu bahwa mulai hari
ini aku diberhentikan dari segala macam tugas sungguh mengejutkan. Apakah Raden
Ayu Tambakdwita mengetahui hal ini dan jika mengetahui bisakah Raden mengatakan
apakah kesalahanku maka aku diberhentikan...?"
"Paman Tapak Lodra. Jika aku bicara padamu maka itu adalah aku bicara atas nama
keluarga! Bahkan juga berarti atas nama almarhum ayahku. Jadi tidak usah ditanya
atau dibantah!"
"Saya benar-benar tidak mengerti Raden..."
"Jika kau tidak mengerti berarti kau seorang toiol! Justru di situlah letak
persoalannya! Aku tidak suka manusia tolol semacammu berkeliaran dalam rumah
ini! Kau kuberikan waktu untuk mengemasi pakaian dan barang-barangmu. Sebelum
tengah hari kau sudah harus pergi dari sini!"
Habis berkata begitu Raden Pati Rono tinggalkan pembantu dan pengawal
kepercayaan itu, naik ke tingkat atas dan mengunci diri dalam kamarnya.
Karena merasa tidak puas, Tapak Lodra menyusul naik ke tingkat atas Karya
55 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
dan mengetuk pintu kamar Pati Rono seraya berseru, "Raden, buka pintu.
Aku perlu bicara lebih jauh denganmu. Tolong bukakan pintunya, Raden..."
Tak ada jawaban. Pintu juga tidak terbuka. Tapak Lodra mengetuk dan berseru
lagi. Tiba-tiba pintu terbuka. Dari balik daun pintu yang terbuka itu mendadak
satu jotosan menderu menghantam dada Tapak Lodra.


Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pengawal tua ini menjerit dan terpental. Untung dia masih sempat bergayut pada
sebuah tiang, kalau tidak tubuhnya pasti akan jatuh terjungkal ke bawah! Tapak
Lodra merasakan lututnya goyah. Perlahan-lahan tubuhnya jatuh terduduk di lantai
dan dari sela bibirnya tampak darah mengucur. Nafasnya sesak, dadanya sakit
bukan main. Pukulan yang menghantamnya bukan pukulan sembarangan.
Di ambang pintu Pati Rono tegak bertolak pinggang. Sepasang matanya memandang
yang berwarna kelabu memandang buas pada Tapak Lodra.
"Jika kau masih tidak mau pergi dari sini, aku tak akan menyesal mematahkan
batang lehermu atau melempar tubuhmu kebawah sana!"
"Raden, aku perlu bicara. Benar-benar harus bicara denganmu. Berikan sedikit
waktu dan sedikit pengertian..."
"Aku tak punya waktu dan aku tak punya pengertian! Pergi dari hadapanku...!"
Raden Pati Rono melangkah ke hadapan Tapak Lodra lalu menjambak rambut orang tua
itu. Sesaat kemudian tampak tubuh Tapak Lodra melayang jatuh ke bawah lewat
jendela. Seorang pelayan yang berada di bawah dan kebetulan melihat kejadian itu
menjerit keras.
Sebagai seorang berkepandaian tinggi Tapak Lodra meskipun dalam keadaan terluka
di dalam masih sanggup bedungkir balik hingga tubuhnya tidak jatuh tergelimpang
atau kepala lebih dulu. Dia jatuh dengan kedua Karya
56 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
kaki menjejak tanah, lalu cepat kerahkan tenaga dalam ke arah dadanya yang
terluka. Di atas rumah Pati Rono menyeringai. "Tak ada salahnya tua bangka itu kujadikan
barang percobaan!" katanya dalam hati. Lalu dengan gerakan enteng, seperti
seekor burung besar dia melompat dari tingkat atas, melayang ke tanah dan
menjejak tanah tanpa mengeluarkan suara sedikitpun!
"Tapak Lodra! Aku memberikan kesempatan padamu! Jika kau mampu mengalahkanku
dalam lima jurus, kau tidak akan kusuruh pergil"
"Raden...," ujar Tapak Lodra seraya pegangi dadanya. "Aku tidak mau berlaku
kurang ajar, berkelahi denganmu..."
"Terserah padamu. Jika ingin tetap bekerja disini turut apa yang kukatakan.
Kalau tidak silahkan angkat kaki saat ini juga"
Mendengar kata-kata itu Tapak Lodra tidak melihat jalan lain. "Kalau itu
permintaanmu Raden, harap maafkan diriku. Bersiaplah..."
"Kau boleh menyerang lebih dulu Tapak Lodra!" kata Pati Rono seraya berdiri
dengan kedua kaki terkembang.
Tapak Lodra menarik nafas dalam. Tubuhnya membungkuk sedikit.
Tiba-tiba tubuh itu melesat ke depan dan tangah kanannya menghantam ke arah dada
lawan. Pati Rono angkat tangan kirinya, menangkis serangan.
Begitu tangan Tapak Lodra bentrok dengan lengannya, kelihatan seperti ada bunga
api yang berpijar. Bersamaan dengan itu Tapak Lodra terdengar menjerit. Tubuhnya
terhuyung-huyung. Jari-jari tangan kanannya sampai ke pergelangan tampak
berwarna hitam hangus dan mengepulkan asap.
Sakitnya seperti dipanggang!
"Raden... ilmu apa yang kau miliki hingga tega mencelakakan diriku Karya
57 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
sejahat ini..." ujar Tapak Lodra lalu jatuh terduduk di tanah.
Pati Rono tersenyum. "Itulah kekuatan tenaga dalam yang mengandung kekuatan
halilintar! Bukan saja mengandung hawa panas yang meng-hanguskan, tapi
mengandung racun ganas. Jika kau tidak memotong tanganmu sebatas lengan, dalam
waktu dua hari racun akan merambat ke jantungmu! Nyawamu tidak ketolongan!"
"Kau kejam sekali Raden.. Kejam sekali. Lebih baik kau membunuh diriku saat ini
juga!" Mendengar kata-kata Tapak Lodra itu Pati Rono tertawa bergelak. "Jika memang
mati yang kau inginkan, aku bersedia mengabulkannya...!" Lalu Pati Rono angkat
tangan kanannya. Ketika dia hendak menghantam tiba-tiba terdengar teriakan
keras. "Pati! Tahan! Hentikan perbuatanmu itu!" Yang berteriak dan yang kemudian
menghambur memegangi tubuh Pati Rono adalah ibunya sendiri. Perempuan ini
mendorong anaknya ke dalam rumah lalu memberi isyarat pada Tapak Lodra agar
cepat-cepat meninggalkan tempat itu.
*** Karya 58 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
9 RADEN AYU TAMBAKDWITA menyeka air mata yang mengucur di kedua pipinya. Di
hadapannya seorang lelaki tua tampak duduk dengan wajah muram. Dia adalah Ki
Guru Sendang Bogayana, guru mengaji keluarga almarhum Rono Wiculo yang telah
mengajar di situ selama lebih darisepuluh tahun yakni sejak Raden Pati Rono dan
adiknya berusia sekitar sepuluh tahun.
Setelah berdiam diri merenung beberapa lamanya Ki Guru akhirnya berkata, "Jika
betul semua apa yang Raden Ayu katakan, memang telah terjadi satu perubahan luar
biasa atas diri putera Den Ayu..."
Tambadwita mengangguk. "Sifatnya berubah sekali. Jiwanya seperti kosong dan
kekosongan itu diselimuti oleh perasaan aneh. Lebih tepat kalau dikatakan
sesuatu yang mengerikan. Perasaannya seperti tidak ada sama sekali. Berganti
dengan sikap penuh tega bahkan kejam. Dia membunuh si Belang, kucing kesayangan
adiknya. Memberhentikan Tapak Lodra, melukainya bahkan hendak membunuh orang tua
yang setia itu kalau saya tidak cepat mencegahnya. Saya kawatir ada hal-hal lain
lagi yang akan terjadi. Seisi rumah ini, termasuk saya merasakan seperti tinggal
di suatu tempat yang mengerikan. Saya sangat perlu bantuan Ki Guru..."
"Saya mengerti Den Ayu. Saya merasa perlu untuk menemui Ki Dukun Tambak Reso,
orang sakti yang katanya telah menyembuhkan dan menghidupkan putera Den Ayu itu.
Sebenarnya bagi kita orang-orang beragama memang ada kepercayaan pada orangorang beragama memang Karya
59 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
ada kepercayaan pada orang-orang tertentu akan kemampuannya untuk menyembuhkan,
suatu penyakit. Namun untuk menghidupkan seseorang yang telah mati, itu adalah
satu hal yang tidak mungkin..."
"Kenyataan itu terjadi pada anak saya Ki Guru. Bagaimana saya tidak
mempercayainya..."
Ki Guru Sendang mengusap-usap rambut tipis di bagian belakang kepalanya.
"Mungkin kehidupan yang dialami Raden Pati hanya suatu kehidupan semu. Yang sama
sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan masa lalunya. Itu sebabnya dia
memiliki sifat yang sangat berbeda kalau tidak mau dikatakan aneh. Sebelum
menemui Ki Dukun Tambak Reso, saya kira saya harus bicara dengan putera Den Ayu
itu terlebih dulu."
"Itu yang saya inginkan Ki Guru. Makin cepat makin baik. Saya akan mengatur
pertemuan itu sekarang juga."
*** "AKU TIDAK INGIN BERTEMU, apalagi bicara dengan guru agama itu," berkata Pati
Rono pada ibunya sambil naik ke punggung kuda. Pagi itu seperti biasa dia akan
berangkat ke tepi pantai guna melatih ilmu silat dan pukulan saktinya di sebuah
teluk yang sepi.
"Tapi anakku, ini penting sekali. Untuk masa depanmu..."
Pati Rono tersenyum mendengar ucapan ibunya itu lalu berkata :"Masa depanku
tidak ditentukan oieh guru agama itu. Tapi jika ibu memaksa, suruh dia menemuiku
di teluk. Aku akan bicara dengan dia di sana... "
"Kau menyuruh Ki Guru ke sana menemuimu, sungguh tidak pantas Karya
60 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
anakku!" "Yang dinamakan kesopanan itu adalah tingkah laku palsu untuk menutupi
kebobrokan seseorang. Guru agama itu tidak lebih mulia dari diriku. Jika dia
memang ingin bicara silahkan datang ke teluk. Kalau tak sudi, perduli setan!"
Habis berkata begitu Pati Rono menggebrak tali kekang kudanya.
Binatang itu melompat dan meninggalkan si ibu sendirian di halaman samping rumah
besar. Untuk beberapa lamanya Tambakdwita tertegak di tempat itu. Akhirnya dengan
langkah gontai dia masuk ke dalam rumah.
Meskipun masih pagi namun udara di pantai terasa terik. Air laut mendebur ombak
di atas pasir teluk. Raden Pati Rono mendengar suara derap kuda di belakangnya
tapi dia tidak perduli, menolehpun tidak. Derap kuda berhenti dan pemuda itu
tahu kalau si penunggang tengah memperhatikannya.
Di bawah sebatang pohon kelapa di teluk yang sunyi itu terdapat beberapa bangkai
perahu yang sudah lama ditinggal dalarn keadaan rusak dan lapuk. Raden Pati
berpaling ke arah pohon kelapa itu, perlahan-lahan mengangkat tangan kanannya
lalu tangan itu dipukulkan dibarengi oleh satu bentakan.
Terjadi satu hal yang hebat. Begitu tangan bergerak ke depan, satu jengkal
diatas tangan Raden Pati berkiblat cahaya terang disertai letupan keras seperti
sambaran halilintar kecil. Bersamaan dengan itu pohon kelapa di seberang sana
terdengar berderak, lalu tumbang dalam keadaan hangus. Perahu-perahu lapuk yang
ada di bawah pohon kelapa mental hancur lebur seperti bubuk arang!
Karya 61 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Ki Guru Sendang Bogayana letetkan lidah.
Didalam dadanya bukan rasa kagum yang dirasakannya justru ada perasaan kawatir.
Kalau ilmu kepandaian itu dipergunakan dalam kesesatan dapat dibayangkan
akibatnya. Perlahan-lahan Ki Guru Sendang turun dari kudanya. Tengah dia
melangkah ke arah Pati Rono tiba-tiba pemuda ini membalikkan tubuh seraya
mengangkat tangan seolah-olah hendak menghantam guru agama itu. Sang guru
terkesiap pucat dan hentikan langkahnya. Raden Pati Rono tertawa gelak-gelak.
"Ki Guru.... kau datang juga ke teluk ini..." ujar Pati Rono seraya bertolak
pinggang dan geleng-gelengkan kepalanya. "Pelajaran agama apa yang hendak kau
sampaikan padaku hari ini"!"
Meskipun ucapan itu jelas-jelas merupakan ejekan namun Ki Guru Sendang Bogayana
berusaha setenang mungkin dan menjawab. "Tidak ada pelajaran agama hari ini,
Raden Pati. Aku datang kemari memenuhi permintaan ibumu."
"Hemm, begitu...?" Raden Pati rangkapkan kedua tangannya di depan dada. "Lalu
apa yang ibuku ingin-kan melaluimu, Ki Guru?"
"Ibumu memberi tahu ada perubahan besar dalam dirimu sejak kau dihi...maksudku
sejak kau disembuhkan dari sakit berat tempo hari.
Mungkin ibumu keliru Raden. Namun dia memberikan beberapa contoh nyata. Misal
tindakanmu membunuh si Belang. Lalu perbuatanmu terhadap Tapak Lodra..."
"Itu baru dua Ki Guru. Yang ketiga ialah tindakanku yang tidak ingin melihatmu
lagi datang ke rumah, apalagi memberi pelajaran agama padaku!" memotong Pati
Rono dengan suara ketus.
"Raden Pati, yang namanya pelajaran itu, apapun bentuk dan macammu Karya
62 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
perlu dituntut. Termasuk pelajaran agama. Kudengar kau sering datang kemari
untuk berlatih ilmu silat dan kesaktian. Aku saksikan sendiri tadi kau menjajal
pukulan sakti itu. Nah, ilmu agamapun tidak kalah pentingnya. Matah menjadi
sumber dari segala ilmu yang ada di atas dunia ini..."
Raden Pati Rono tertawa bergelak mendengar kata-kata Ki Guru itu.
"Apakah ilmu pelajaranmu bisa membuat aku memiliki pukulan sakti halilintar
tadi?" "Memang tidak Raden Pati. Ilmu kesaktian adalah ilmu dunia.
Sebaliknya ilmu agama adalah ilrnu untuk dunia dan juga untuk akhirat guna
mendapatkan keselamatan."
"Dusta besar yang menyesatkan! Ketika aku sakit apakah ilmu agamamu yang
menyembuhkanku?"
"Memang bukan ilmu agama. Tapi Tuhan yang menjadikan agama dan kita semua,
Dialah yang menyembuhkan dirimu, Raden!"
"Aku tidak percaya pada Tuhanmu itu Ki Guru!"
"Astagafirullah! Jangan bicara seperti itu Raden. Besar dosanya. Jangan jadi
orang murtad! Inilah salah satu kelainan yang kini terdapat pada dirimu Raden.
Dulu kau seorang pemuda yang taat pada agama. Rajin sembahyang dan mengaji. Kini
mengapa tiba-tiba kau berubah...?"
"Mengapa hal itu tidak kau tanyakan saja pada Tuhanmu"!" tukas Raden Pati.
"Ya Tuhan, ampunilah anak manusia ini atas ucapan-ucapannya..." kata Ki Guru
Sendang Bogayana. "Raden Pati, ibumu dan juga aku tidak ingin kau tersesat lebih
jauh..." "Sesat" Aku tidak merasa sesat. Kalian orang-orang bodoh yang Karya
63 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
sebenarnya berada dalam kesesatan!"
"Hanya orang-orang sesat yang tega membunuh kucing! Bahkan hendak membunuh orang
tua yang telah berbakti puluhan tahun pada keluarga!" sahut Ki Guru pula dengan
suara lantang karena dia tidak dapat lagi menahan kesabaran dan hawa amarah atas
ucapan-ucapan si pemuda.
Rahang Raden Pati tampak menggembung. Kedua bola matanya yang berwarna kelabu
membersitkan sinar aneh menggidikkan. Dia maju mendekati Ki Guru. Yang didekati
tetap tegak di tempatnya.
"Jika kau menganggap aku manusia sesat tidak jadi apa. Karena itulah saat ini
aku tidak merasa bersalah jika harus membunuhmu!"
"Raden! Ingat! Aku ini gurumu yang ingin menolong dan menyelamatkan dirimu!"
teriak Ki Guru Sendang Bogayana ketika dilihatnya anak muridnya itu mengangkat
tangan kanan sambil tertawa bergelak.
"Jangan bunuh diriku Raden! Ingat Raden!" teriak Ki Guru pula kini seraya
melangkah mundur.
Gelak Pati Rono semakin keras. Tiba-tiba dia pukulkan tangan kanannya ke depan.
Terdengar suara letupan keras disertai kiblatan cahaya terang. Lalu serangkum
angin keras dan luar biasa panasnya menderu. Ki guru Sendang Bogayana terdengar
terpekik. Tubuhnya mencelat mental.
Ketika tubuh itu tercampak di atas pasir bentuknya tidak seperti tubuh manusia
lagi. Berubah menjadi seonggok benda hangus gosong dan hitam serta mengepulkan
asap berbau sangit!
*** Karya 64 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
10 OMBONG PANGESTU memacu kudanya dengan kencang, mengikuti Pendekar 212 Wiro
Sableng yang menunggangi seekor kuda coklat di sebelah depan. Tiba-tiba Wiro
menarik tali kekang kudanya kuat-kuat.
Binatang ini meringkik keras seraya angkat kedua kaki depannya tinggitinggi.
Gombong Pangestu, orang tua tokoh silat istana terkejut dan buru-buru hentikan
kudanya. "Ada apa"!" tanya Gombong Pangestu.
Murid Sinto Gendeng menunjuk ke depan dimana menggeletak sesosok tubuh di tengah
jalan, entah sudah mati entah hanya pingsan. Sosok tubuh ini hampir saja
diterjang kaki kuda kalau Wiro tidak lekas menghentikan tunggangannya. Wiro dan
Gombong Pangestu sama-sama berjongkok dan balikkan orang yang tergeletak di
tengah jalan itu. Ternyata seorang tua yang berada dalam keadaan meregang nyawa.
Tangan kanannya tampak hitam pekat sebatas pergelangan. Kedua matanya terpejam.
Dari mulutnya terdengar suara rintihan halus. Ketika Wiro membuka kelopak mata
kiri orang itu kagetlah dia. Bagian putih matanya ternyata berwarna hitam!
"Racun jahat!" desis Gombong Pangestu. Lalu dia cepat menotok empat jalan darah
di tubuh orang itu. Sambil memperhatikan wajah orang dia berkata, "Aku rasa-rasa
pernah melihat orang ini sebelumnya. Dia pernah muncul di Keraton beberapa kali.
Ah, siapa dia ini..."
"Kurasa jiwanya tak bisa diselamatkan. Yang bisa kita lakukan Karya
65 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar


Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menunda kematiannya beberapa saat, lafu berusaha mendapatkan keterangan apa yang
terjadi alas dirinya," berkata Wiro.
"Jika memang tak bisa ditolong mengapa menyiksa dirinya dan berusaha meminta
keteraragan..." kata Gombong Pangestu pula.
"Aku justru punya firasat, jangan-jangan orang ini ada sangkut pautnya dengan
masalah yang tengah kita selidiki. Bukankah tempat ini terletak di antara pantai
utara dan hutan tempat diduga menjadi kediaman Ki Dukun Tambak Reso itu?"
Gombong Pangestu memandang berkeliling. "Hem...mungkin betul juga ucapanmu. Jika
kau hendak melakukan sesuatu lekas laksanakan.
Jangan sampai dia keburu mati!"
Wirolantas menambahkan beberapa totokan di tubuh orang yang tergeletak di tengah
jalan itu yang bukan lain adalah Tapak Lodra. Lalu dia memijit kedua ibu jari
kaki Tapak Lodra dengan tangan kiri kanan.
Perlahan-lahan pendekar ini kerahkan tenaga dalam panas melalui kedua tangannya.
Mendadak dia terpental dua langkah dan jatuh duduk terjengkang. Mukanya tampak
merah. "Ada apa"! tanya Gombong Pangestu keheranan.
"Aneh, tenaga dalamku seperti didorong dan menghantam diriku sendiri. Ada rasa
panas membersit...!" Wiro menjawab sambil garuk-garuk kepala.
Gombong Pangestu merenung sejenak. "Coba kau alirkan tenaga dalam dingin!"
katanya sesaat kemudian.
Wiro kembali memijit kedua ibu jari Tapak Lodra. Kalau tadi dia mengerahkan
tenaga dalam panas maka kini dicobanya mengalirkan tenaga dalam dingin. Tidak
terjadi apa-apa. Malah sesaat kemudian Karya
66 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
terdengar rintihan orang itu menjadi lebih keras. Wiro kerahkan tenaga dalam
penuh! Lalu dia mulai menepuk-nepuk wajah orang dan dekatkan mulutnya ke telinga
kanan Tapak Lodra.
"Orang tua lekas katakan apa yang terjadi pada dirimu!"
Orang yang ditanya mengerang panjang. "Siapa bertanya siapa"!"
terdengar jawabannya.
"Jiwamu tak bisa ditolong lagi. Jadi jangan banyak tanya. Beri saja keterangan.
Siapa namamu"!" yang bertanya kini adalah Gombong Pangestu.
"Aku tidak takutkan kematian! Yang aku takutkan ialah kalau-kalau memberikan
keterangan pada manusia-manusia laknat kaki tangan Ki Dukun Tambak Reso atau
bangsat bernama Raden Pati Rono...!"
Gombong Pangestu dan Wiro Sableng saling perpandangan.
"Hai! Kau belum mengatakan siapa namamu! Apa yang terjadi"!"
"Aku Tapak Lodrat Puluhan tahun mengabdi hanya berakhir pada kematian yang
mengenaskan..."
Mendengar orang menyebutkan nama terkejutlah Gombong Pangestu.
Dia berseru keras
"Sahabatku Tapak Lodra! Aku Gombong Pangestu! Bagaimana sampai kau mengalami
nasib seperti ini" Bukankah kau bekerja pada keluarga almarhum hartawan Rono
Wiculo di Losari?"
Tapak Lodra mengerang panjang, baru bisa menjawab, "Ah Gombong, terima kasih
Gusti Allah. Kalaupun aku mati ada seorang sahabat yang menyaksikan. Jadi tidak
mati seperti anjing buduk di tengah jalan.
Gombong, nasibku sungguh buruk di akhir hayat. Aku ..." Tapak Lodra batuk
beberapa kali. Bersamaan dengan batuknya itu dia muntahkan darah Karya
67 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
berwarna hitam.
Gombong Pangestu cepat seka darah yang mengotori bibir sahabatnya.
"Kau benar, memang aku bekerja pada keluarga almarhum Rono Wiculo.
Dia orang baik. Tapi anaknya yang pernah mati lalu dihidupkan kembali oleh
seorang dukun edan, telah berubah menjadi iblis! Dialah yang mencelakaiku. Dia
memiliki pukulan sakti aneh, ganas luar biasa..."
"Apakah dukun edan katamu itu adalah Ki Dukun Tambak Reso?"
bertanya Wiro. "Betul...betul sekali. Dialah yang jadi pangkal bahala. Gombong sahabatku. Kau
harus menolong janda almarhum Raden Mas Rono Wiculo itu. Ki Dukun keparat itu
hendak menguasai dirinya. Dia memaksa memperistrikan perempuan itu. Tapi hatihati terhadap si Pati Rono. Dia manusia yang dihidupkan kembali sebagai iblis!"
"Kau tahu dimana tempat kediaman dukun sakti itu?" bertanya Pendekar 212.
Tapak Lodra batuk-batuk beberapa kali. Dari mulutnya semakin banyak darah yang
keluar. Saat itu dadanya mendenyut menyesak. Lidahnya mulai kelu tanda ajalnya
segera putus beberapa saat lagi. Kepala Tapak Lodra tampak menggeleng perlahan.
Kalian...kalian bisa menemukannya di rumah almarhum Raden Rono Wiculo.
Aku...Hek!" Kata-kata Tapak Lodra hanya sampai disitu. Dari tenggorbkannya
keluar suara seperti tercekik. Nyawanya putus sudah!
*** RADEN AYU TAMBAKDWITA terkejut sekali ketika dia memergoki pelayan perempuan
berusia enam belas tahun itu menuruni tangga dari tingkat atas dengan tergopohgopoh. Tubuhnya nyaris telanjang Karya 68 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
karena hanya tertutup sehelai kain panjang yang robek-robek di sana sini.
Pada muka, leher dan bahu serta dadanya yang tersingkap tampak luka-luka bekas
gigitan dan pukulan.
"Saminten! Dari mana kau"! Apa yang terjadi dengan dirimu"!"
Pelayan itu tergagap kaget. Begitu mengetahui kalau saat itu berhadapan dengan
majikannya pelayan ini langsung jatuhkan diri, pegangi kaki Tambakdwita dan
menangis keras. Kain di bagian dadanya merosot. Tambakdwita merasa bulu kuduknya
berdiri ketika melihat luka besar di salah satu payudara Saminten.
"Mohon ampunanmu Gusti. DO Gusti, saya mohon ampunmu..,"
"Katakan apa yang terjadi! Siapa yang menganiayamu seperti ini"!"
berianya Tambakdwita hampir berteriak.
"Saya...saya tak berani mengatakannya Gusti. Saya...saya dipaksa..."
"Kau tak usah takut! Siapa yang memaksamu" Ayo bilang!"
"Duh Gusti...Mohon maafmu. Mohon ampunmu...Puteramu, Raden Pati yang
melakukannya. Saya dipaksa melayaninya. Setelah puas sekujur tubuh saya digigit
dan dipukulinya..."
Bergetar sekujur tubuh Tambakdwita mendengar keterangan pelayan itu. "Saminten,
pergi masuk ke kamarmu. Aku segera menyusut. Jangan ceritakan pada siapapun
kejadian ini. Mengerti...?"
"Saya mengerti Gusti Ayu. Tapi saya sudah berniat untuk berhenti bekerja
disini..." jawab Saminten.
"Itu bisa kita bicarakan kemudian. Yang penting sekarang masuk dulu ke kamarmu!"
Begitu pelayan itu berlalu, seperti terbang Tambakdwita melompati tangga menuju
ke tingkat atas. Di depan pintu kamar anaknya dia Karya
69 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
mengetuk dan memanggil keras-keras.
"Pati! Buka pintu! Pati.... !"
Tak ada jawaban dari dalam. Pintu pun tidak dibukakan. Perempuan itu kembali
mengetuk dan berteriak. Lebih keras dan lebih keras. Tiba-tiba pintu terbuka.
Satu tangan menyambar keluar, mencekal lengan Tambakdwita. Di lain kejap
perempuan ini terbetot masuk ke dalam kamar! Tambakdwita sempat terpekik.
Matanya membeliak dan nafasnya memburu ketika dia melihat puteranya tegak di
depannya. "Pati! Apa yang telah kau lakukan terhadap pelayan itu" Katakan apa yang telah
kau perbuat"!"
"Bukankah dia telah mengatakan padamu...?" menyahuti Pati Rono.
"Jadi betul kau telah mengotori rumah ini dengan perbuatan mesum terkutuk! Kau
mencemari nama almarhum ayahmu!"
Pati Rono tertawa. "Apa kau tidak mengotori rumah ini sejak beberapa malam lalu"
Ketika ibu berdua-dua di atas ranjang bersama Ki Dukun..."!"
Tambakdwita menjerit keras mendengar kata-kata anak lelakinya itu lalu plaak!
Tamparannya melayang dengan keras di pipi kiri Pati Rono!
Sepasang mata kelabu Pati Rono tampak bernyala, membersitkan sinar menggidikkan.
Dia melangkah mendekati ibunya. Sang ibu yang jadi ketakutan bergerak mundur
tapi punggungnya tertahan dinding kamar.
Tiba-tiba kedua tangan Pati Rono meluncur ke depan, menyambar batang leher
Tambakdwita, langsung mencekiknya kuat-kuat. Perempuan itu masih sempat menjerit
sebelum lidahnya terjulur dan kedua matanya membeliak.
Dari tingkat bawah rumah terdengar suara orang berlari menaiki tangga. Lalu
menggeledek satu bentakan, "Pati Rono! Kau hendak Karya
70 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
membunuh ibumu sendiri"!" Lalu satu angin deras mendorong tubuh si pemuda. Dia
terjajar hampir jatuh. Tapi karena cekikannya tidak terlepas maka Tambakdwita
ikut tertarik bersamnya. Perempuan itu sudah lemas karena tak bisa bemafas. Jika
tidak tertolong dalam waktu singkat, nyawanya pasti putus!
"Pati Rono! Lepaskan! Yang kau cekik adalah dirimu sendiri!
Lepaskan!" Kembali suara yang tadi membentak berteriak keras.
Pati Rono terkejut. Yang dilihatnya di hadapannya dan yang dicekiknya dengan
kedua tangannya yang kukuh memang adalah dirinya sendiri. Dan dia merasakan
lehernya sakit sekali, sulit bernafas.
Serta merta dia melemparkan tubuh di depannya itu. Tambakdwita terbanting ke
luar pintu, jatuh dekat tangga. Kalau tidak lekas ditolong oleh Ki Dukun Tambak
Reso, perempuan ini pasti akan jatuh menggelinding ke tingkat bawah.
"Manusia iblis! Kau hendak membunuh ibumu sendiri!" hardik Ki Dukun.
"Dukun keparat! Kau akan menerima giliranmu!" teriak Pati Rono marah. Lalu
membanting pintu kamar.
Ki Dukun cepat menolong Raden Tambakdwita dan menggendongnya ke dalam kamar
tidur di tingkat bawah. Beberapa orang berlarian mendatangi, termasuk Tambaksari
puterinya. Seseorang diperintahkan mengambil segelas air putih. Setelah
membacakan mentera pada air itu dan meminumkannya pada Tambakdwita, janda
almarhum Raden Mas Rono Wiculo itu mulai sadar walau wajahnya masih pucat.
Sekilas terbayang di pelupuk malanya saat ketika puteranya hendak mencekiknya.
Langsung dia menjerit. Ki Dukun cepat mengusap kening perempuan ini.
Karya 71 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
"Tenang Den Ayu. Kau berada di tempat yang aman. Tak ada yang perlu
ditakutkan..." kata Ki Dukun perlahan. Sementara Tambaksari mengelus-elus rambut
ibunya tiada henti dan kedua matanya berkaca-kaca.
"Ki Dukun..." terdengar suara Tambakdwita perlahan antara terdengar dan tiada.
"Aku menyesal memintamu menghidupkan anak itu. Dia...dia bukan manusia. Dia
adalah penjelmaan iblis...Aku ingin ...aku ingin kau mematikannya kembali, Ki
Dukun. Bunuh anak itu dan tanam mayatnya jauh-jauh dari sini...
Ki Dukun Tambak Reso tak bisa menjawab apa-apa. Tiba-tiba terdengar Tambaksari
menangis keras dan menjatuhkan dirinya di atas dada ibunya.
"Ada apa kau menanyos Sari...?" bertanya berbisik sang ibu.
"Mas Pati... Dia memang harus disingkirkan dari rumah ini, bu. Saya takut..."
ujar Tambaksari di antara tangisnya.
"Dia melakukan sesuatu terhadapmu Sari...?"
Gadis itu tak segera menjawab melainkan menangis kencang. Setelah tangisnya reda
baru terdengar ucapannya. "Satu hari lalu dia mengajak saya ke teluk. Katanya
untuk menyaksikan bagaimana dia melatih ilmu kesaktian baru yang disebut pukulan
halilintar. Tapi di situ tiba-tiba saja dia hendak memperkosa saya..."
Semua orang yang ada disitu tentu saja sangat terkejut mendengar keterangan si
gadis. Air mata tampak mengalir di kedua pipi Tambakdwita. "Dia benar-benar melakukan
perbuatan terkutuk itu, anakku...?"
Tambaksari menggeleng. "Saat itu kebetulan ada dua orang gagah Karya
72 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
lewat. Satu tua, satu masih muda. Mereka menolong saya. Mereka kemudian hampir
bentrokan dengan Mas Pati. Tapi saya lihat keduanya sengaja mengalah dan
meninggalkan teluk. Mungkin sekali mereka berada di Losari saat ini..."
Sepasang mata Ki Dukun Tambak Reso tampak membuka lebih lebar.
Tiba-tiba saja ada perasaan tak enak dalam hatinya.
"Den Ayu Tambaksari... Dapatkah kau menerangkan lebih rinci ciri-ciri kedua
orang yang menolongmu itu...?" bertanya Ki Dukun.
"Yang muda berpakaian serba putih. Ikat kepalanya juga putih.
Sikapnya konyol, terkadang seperti orang kurang waras..."
"Hemm...aku tak kenal padanya," desis Ki dukun Tambak Reso.
"Bagaimana ciri-ciri orang yang satu lagi?"
"Sudah lanjut usia tapi gerakannya sebat sekali. Dia mengenakan pakaian biru..."
Ki Dukun merenung sejenak. Ada beberapa orang tokoh silat yang memiliki ciriciri seperti itu. Sejak beberapa waktu lalu dia mendengar kabar bahwa dirinya
dicari-cari oleh seorang utusan dan Kotaraja. Hal itu ada sangkut pautnya dengan
kotak batu hitam yang kini berada padanya.
"Ki Dukun..." terdengar suara Raden Ayu Tambakdwita. "Kau sudah mendengar
permintaanku. Singkirkan anak itu sebelum dia membunuhi penghuni rumah ini satu
demi satu..."
"Aku akan mencari jalan sebaik-baiknya Den Ayu..." ujar Ki Dukun.
Lalu dia tinggalkan kamar itu.
*** Karya 73 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
11 PENDEKAR 212 WIRO SABLENG dan Gombong Pangestu hentikan kuda tak jauh dari pintu
pekarangan rumah besar janda almarhum Rono Wiculo. Keduanya sengaja berlindung
dibalik dua batang pohon besar di seberang jalan.
"Aku mendengar ada suara perempuan menjerit dari dalam rumah. Di tingkat
atas..." ujar Wiro.
Gombong Pangestu anggukkan kepala. Sesaat dia memandang berkeliling. "Kita
langsung masuk..?" bertanya Wiro.
"Jangan kesusu. Kita tunggu dulu di sini sambil melihat situasi," jawab Gombong
Pangestu, tokoh silat Keraton yang punya segudang pengalaman itu.
Suara jeritan yang tadi mereka dengar adalah jeritan Raden Ayu Tambakdwita
ketika dicekik oleh Pati Rono.
"Aku berharap, sesuai keterangan Tapak Lodra, manusia bernama Ki Dukun Tambak
Reso itu ada di tempat ini..."
"Aku punya firasat dia memang ada di sini..." sahut Wiro seraya garuk-garuk
kepala. "Sebelum kita berhadapan dengan dukun sakti itu, ada beberapa hal yang harus kau
ingat baik-baik pendekar muda. Tambak Reso adalah dukun yang sebenarnya
mengandalkan pada ilmu sihir. Karena itu jika berhadapan jangan terlalu
memandang ke arah kedua matanya dan sekali-kali jangan mendengar apa yang
dikatakannya. Jika dia mengatakan lihat Karya
74 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
ular, maka kau benar-benar akan melihat ular. Kecuali jika kau tidak
memperdulikan maka mantera sihirnya tidak akan jadi. Kita harus mengusahakan
mendapatkan batu mustika Kencono Sukmo itu dari tangannya secara baik-baik.
Kalau tidak bisa, dengan jalan membunuhnyapun tak jadi apa!"
"Menurut dara baju kuning yang kita tolong di teluk tempo hari, kakak lakilakinya itu tinggal serumah di tempat ini. Apakah kita masih akan mengalah lagi
seperti sehari lalu ketika dia menyerang kita di teluk?"
"Ini memang satu masalah baru bagi kita. Aku melihat ada keanehan pada diri
pemuda itu. Pandangan matanya seperti iblis dan wajahnya seperti setan. Dirinya


Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seolah-olah menyimpan satu rahasia yang dahsyat.
Dan kedahsyatan itu tercium sebagai maut di hidungku."
"Bagiku dai adalah seorang manusia segala bejat. Kalau tidak masakan tega hendak
merusak kehormatan adik sendiri!" ujar Wiro pula.
"Bejat atau bukan yang pasti kita harus berhati-hati setiap saat dia muncul!
Ingat penjelasan Tapak Lodra" Pemuda itu memiliki pukulan mengandung racun
mematikan. Lagi pula..."
Pendekar 212 mengangkat tangan kirinya memberi tanda lalu berbisik,
"Ada seseorang keluar dari pintu depan rumah dan duduk di langkan...Kau kenal
padanya?" Orang yang keluar dari rumah besar dan kemudian duduk di sebuah kursi yang
terletak di langkan rumah berpakaian hijau muda, memiliki janggut, kumis serta
rambut putih dibawah blangkonnya yang terbuat dari kain bludru berwarna ungu
gelap. "Dia bangsatnya!" kertak Wiro ketika mengenali orang berbaju hijau muda itu.
"Dialah orang yang kutemui di puncak bukit Jati Arang!
Karya 75 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Manusia yang sanggup menghidupkan rusa yang telah mati dikoyak harimau. Pak tua
Gombong Pangestu, orang itu adalah Ki Dukun Tambak Reso yang kita cari-cari!"
"Keterangan Tapak Lodra betul. Ternyata dia ada disini! Mari..."
Gombong Pangestu keluar dari balik pohon besar, menyeberangi jalan dan memasuki
halaman depan rumah kediaman almarhum Rono Wiculo.
Pendekar 212 Wiro Sableng mengikuti dari belakang.
Ketika melihat ada dua penunggang kuda memasuki halaman, orang berbaju hijau
muda yang memang adalah Ki Dukun Tambak Reso serta merta berdiri dan melangkah
ke ujung langkan, berhenti di anak tangga rumah paling atas.
"Kalian siapa dan ada keperluan apa"!" membentak Ki Dukun.
Kemudian disadarinya bahwa dia rasa-rasa kenal dengan pemuda berambut gondrong
berpakaian serba putih itu. Paling tidak pernah melihatnya sebelumnya. Lalu
tiba-tiba saja dia ingat. Keparat gondrong ini adalah orang yang memata-matainya
di puncak bukit Jati Arang tempo hari! Yang mengaku membawa tugas dari istana
untuk mengambil kotak batu hitam dari tangannya. Otak cerdik dan licin Ki Dukun
segera bekerja.
Dia sunggingkan tawa lebar dan berkata. "Ah, kalian pastilah dua orang gagah
yang menolong Raden Ayu Tambaksari di teluk satu hari lalu.
Ibunda gadis itu memang tengah menunggu-nunggu kalian berdua. Ada hadiah besar
hendak diserahkannya pada kalian. Tunggulah..."
"Kami kemari bukan untuk mencari hadiah. Tapi..." ujar Gombong Pangestu.
Namun saat itu Ki Dukun Tambak Reso sudah palingkan tubuh dan melangkah masuk ke
dalam rumah. Begitu masuk ke dalam dia tidak pergi Karya
76 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
menemui Raden Ayu Tambakdwita seperti yang dikatakannya karena itu memang hanya
akal bulusnya saja. Dengan cepat dia naik ke tingkat alas di mana kamar Raden
Pati Rono berada. Dengan paksa dia mendobrak pintu dan masuk ke dalam kamar.
Pati Rono yang ada di dalam kamar itu menggereng marah, langsung melompati Ki
Dukun. Orang tua ini cepat mengangkat tangan dan berkata, "Raden, jangan marah
dulu. Di luar ada dua orang tamu mencarimu. Mereka adalah orang-orang yang
bentrokan denganmu di teluk satu hari yang lalu..."
"Bangsat! Ada keperluan apa mereka berani datang kemari"!" sentak Pati Rono.
"Mereka bilang urusan di teluk belum selesai. Mereka sengaja datang menantangmu
untuk menjajal ilmu pukulan halilintar yang kau miliki.
Bukankah waktu di teluk kau tak sempat mempergunakannya"!"
"Mereka mencari mati!" teriak Pati Rono. Tubuh Ki Dukun didorongnya hingga
terjajar. Dengan dua kali bergerak saja dia sudah berada di tingkat bawah
langsung lari ke bagian depan rumah.
Ki Dukun Tambak Reso menyeringai. "Manusia-manusia tolol!"
katanya. "Berkelahilah kalian sampai mampus semua!" Lalu dengan cepat dia
menuruni tangga menuju bagian belakang rumah besar.
Ketika Ki Dukun masuk ke dalam tadi, Gombong Pangestu berpaling pada Pendekar
212 dan berkata, "Aku kawatir, jangan-jangan dukun keparat itu melarikan diri
lewat pintu belakang."
"Kalau begitu biar aku menyelidik!" ujar Wiro pula.
"Jangan. Biar aku yang melakukan. Manusia satu itu banyak tipu muslihatnya. Kau
tetap di sini berjaga-jaga. Jika ada yang kelihatan hendak melarikan diri cepat
memberi tanda!"
Karya 77 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Wiro mengangguk. Gombong Pangestu memacu kudanya melewati halaman samping, terus
menuju bagian belakang rumah. Dia sampai dekat sebuah bangunan kecil, tepat pada
saat Ki Dukun Tambak Reso melompat naik ke atas punggung seekor kuda dan
membedal binatang ini menuju pintu belakang.
"Ki Dukun! Sampean mau lari kemana"!" seru Gombong Pangestu.
Kudanya dipacu ke samping kuda Ki Dukun. Sesaat kemudian tampak tubuhnya melesat
di udara, langsung menubruk dan merangkul tubuh Ki Dukun. Kedua orang tua itu
sama-sama jatuh ke tanah. Ki Dukun bangkit berdiri lebih dulu. Begitu berdiri
dia langsung kirimkan tendangan ke kepala Gombong Pangestu. Sambil gulingkan
diri di tanah tokoh silat Istana itu berhasil mengelak dan membalas dengan
pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi. Tapi luput karena yang
diserang sudah berkelit ke kiri.
Sambil berdiri Gombong Pangestu keluarkan sebuah benda dan mengancungkannya ke
arah Ki Dukun Tambak Reso. Benda itu berbentuk bulat putih, terbuat dari perak
murni, Itulah cap Kerajaan yang dituang dalam bentuk perak.
"Aku utusan Kerajaan. Ditugaskan untuk menangkapmu hidup atau mati!" teriak
Gombong Pangestu. "Kecuali jika kau mau menyerahkan benda pusaka kotak batu
hitam milik Keraton!"
"Kotak batu hitam milik Keraton?" ujar Ki Dukun terheran-heran.
"Jangankan memilikinya, mendengaryapun baru sekali ini!" kata orang tua itu
pula. Lalu sambungnya, "Aku orang kebanyakan, mana berani mencuri harta pusaka
Kerajaan! Kau pasti mendapat keterangan keliru dan menyesatkan!"
Karya 78 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Gombong Pangestu tersenyum. Dia tahu manusia di hadapannya ini banyak akal dan
tipu muslihatnya. Maka diapun berkata, "Mari kugeledah dulu tubuh dan
pakaianmu!"
Ki Dukun menggeleng. "Aku tidak suka digeledah. Aku bukan maling bukan pencuri!
Jangan coba-coba mendekatiku!"
"Kalau kau menolak, terpaksa aku melakukan kekerasan!" mengancam Gombong
Pangestu. "Hemm, begitu"! Silahkan kalau kau mempunyai kemampuan. Tapi ingin kutanyakan
apa perlunya kau memegang-megang kalajengking di tangan kananmu"!"
Gombong Pangestu hampir terkena sirapan mantera sihir yang diucapkan Ki Dukun.
Tanpa sadar dia memandang ke arah tangan kanannya. Meski sekilas dia sempat
melihat bagaimana cap Kerajaan yang dipegangnya dilihatnya sebagai seekor
kelajengking hitam yang siap untuk mematuknya. Untung saja dia segera ingat dan
berteriak, "Kalau ini memang milikmu, ambil dan makanlah!" Lalu Gombong Pangestu
lemparkan cap Kerajaan di tangan kanannya. Benda ini melesat ke arah Ki Dukun,
membuat dia terkejut dan buru-buru melompat selamatkan diri karena ucapan lawan
tadi membuat benda itu menjadi seperti kalajengking benaran dimatanya sendiri!
"Tua bangka satu ini berbahaya! Ilmu sihirku tampaknya tak bakal dapat
diandalkan menghadapinya!" Ki Dukun memutar otak. Tiba-tiba dia menjura seraya
berkata: "Aku maklum tak bakal menang menghadapi orang pandai sepertimu Memang
kotak batu hitam itu ada padaku. Aku tak mau membuat urusan dengan Kerajaan.
Biar benda itu kukembalikan saat ini juga...."
Karya 79 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
Seperti diketahui batu hitam itu diselipkan Ki Dukun di pinggang kirinya. Tapi
dia meraba saku jubah hijaunya sebelah kanan di mana terdapat sebuah kitab
kecil. Dengan manteranya dia sanggup membuat kitab kecil itu berubah bentuk
menjadi seperti batu hitam benda pusaka Keratori. Sekali lagi dia menjura dan
mengulurkan kotak batu itu kepada Gombong Pangestu. "Terimalah. Aku mohon
maafmu. Sesudah benda pusaka ini kukembalikan harap aku tidak diganggu lagi..."
Gombong Pangestu merasa lega ketika melihat benda pusaka yang disodorkan Ki
Dukun itu. Dia menggerakkan tangan hendak menerimanya. Namun selintas pikiran
mendadak muncul dalam benaknya.
Mengapa manusia itu tiba-tiba berubah pikiran. Mengapa mendadak semudah itu dia
mengembalikan batu Kencono Sukmo"
"Benda palsu kembali ke bentuk aslimu!" teriak Gombong Pangestu lalu dia
melompat menyergap Ki Dukun.
Batu hitam di tangan Ki Dukun serta merta berubah ke bentuk aslinya yakni sebuah
kitab kecil. Di saat yang sama serangan Gombong Pangestu sampai. Tak ada jalan
lain. Ki Dukun campakkan buku kecil itu lalu menangkis. Dua lengan saling
beradu. Ki Dukun seperti disengat api sedang Gombong Pangestu terjajar dua
langkah dengan dada berdenyut.
Perkelahian antara dua jago tua ini memang tak dapat dihindarkan lagi!
*** Karya 80 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
12 "BANGSAT GONDRONG! Berani kau datang kemari! Benar-benar mencari mati!" teriak
Pati Rono. Pendekar 212 Wiro Sableng yang enak-enakan duduk di atas kudanya tentu saja
terkejut melihat munculnya pemuda ini.
"Eh, si tua bangka edan itu lenyap entah kemana! Tahu-tahu kini pemuda sedeng
ini yang muncul!" ujar Wiro dalam hati. Hatinya tercekat juga melihat kegarangan
dan kesangaran orang.
"Kau bilang hendak menjajal pukulan halilintar! Ini kau makan dan mampuslah!"
teriak Pati Rono. Lalu tangan kanannya dipukulkan ke arah Pendekar 212 Wiro
Sableng. Murid Eyang sinto Gendeng ctari Gunusig Gede melihat ada kiblatan menyilaukan
keluar dari tangan Pati Rono disertai letupan keras tak bedanya seperti
halilintar menyambar dan guntur menggelegar. Tubuhnya yang duduk di atas kuda
bergoncang keras. Lalu ada hawa panas luar biasa yang menderu menerpanya. Sadar
kalau orang memang hendak membunuhnya dengan pukulan sakti yang ganas, Wiro
Sableng berteriak keras dan jatuhkan diri dari punggung kuda.
Wuuttt! Kuda coklat itu meringkik keras dan terpental. Terkapar di tanah tanpa berkutik
lagi. Tubuhnya sampai ke kaki hangus gosong mengepulkan asap dan menebar bau sangitnya
daging yang terpanggang.
Pendekar 212 letetkan lidah dan rasakan tengkuknya merinding. Sempat tubuhnya
yang kena di hantam pukulan sakti tadi pasti nyawanya sudah terbang saat itu
juga! "Bagus kau mampu mengelak! Coba ini sekali lagi!" teriak Pati Rono. Sepasang
matanya yang kelabu menyorotkan hawa pembunuhan. Mulutnya berkemik seperti
hendak menghisap darah Pendekar 212, geraham-gerahamnya bergemeletakan seolaholah ingin mengunyah kepala murid Sinto Gendeng itu!
Wiro tak mau menunggu sampai lawan menghantamnya untuk kedua kali. Tangan Karya
81 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
kanannya yang telah berubah menjadi putih berkilau laksana perak karena aji
pukulan matahari di angkat. Begitu lawan dilihatnya menggerakkan tangan,
Pendekar 212 hantamkan tangan kanannya!
Terjadilah hal yang luar biasa. Letupan dahsyat seperti gunung meletus
menggoncang halaman depan rumah besar. Di dalam rumah terdengar pekikan orang
ketika ada bagian atap yang ambrol dan runtuh. Dua sosok tubuh lari berusaha
menyelamatkan diri. Ternyata mereka adalah Raden Ayu Tambakdwita dan puterinya.
Kedua perempuan ini kembali jadi melengak kaget ketika melihat bagaimana tanah
dan pasir halaman muncrat berhamburan. Jambangan dan patung-patung batu, rubuh
bergulingan. Ada asap putih membubung ke udara menebar bau terbakar yang
menyesakkan pernafasan. Lalu diantara pasir debu dan kepulan asap itu ibu dan
anak ini meeihat sosok dua orang pemuda terduduk di tanah, saling terpisah
sekitar dua belas langkah satu sama lain. Yang di sebelah kiri bukan lain adalah
Pati Rono, terduduk dengan muka pucat laksana mayat. Yang satunya adalah pemuda
gondrong yang dikenal Tambaksari sebagai salah satu dari dua orang yang
menolongnya di teluk.
"Pati anakku!" seru Tambakdwita. Bagaimanapun bencinya perempuan ini, bahkan
mengingkan kematian puteranya itu kembali, tapi hati nurani seorang ibu tidak
bisa disembunyikan. Dia berseru sambil hendak berlari mendapatkan Pati Rono.
Namun puterinya cepat memegangi tangannya.
"Jangan ibu. Terlalu berbahaya. Jangan mendekat...!"
Terpaksa sang ibu hanya tegak berdiri sambil pandangi anaknya dengan kedua mata
berkaca-kaca. Wiro merasakan dadanya mendenyut sakit. Mulutnya terasa asin. Dia menyeka
bibirnya dengan belakang telapak tangan. Ada noda merah di tangan itu. Darah!
Sadarlah pendekar ini kalau bentrokan pukulan sakti tadi telah membuatnya
terluka di dalam! Dan di hadapannya dilihatnya Pati Rono tegak sambil
menyeringai. Tangan kanannya diangkat kembali, siap untuk melepaskan pukulan
halilintar. Pendekar 212 sadar dia tak bakal dapat menghadapi pukulan yang luar
biasa hebatnya itu dengan pukulan sinar matahari yang juga mengandung hawa
panas. Dan pasti akan sia-sia jika dia berusaha menghadapi dengan pukulan kunyuk
melempar buah atau orang gila mengebut lalat ataupun bertahan dengan pukulan
benteng topan melanda samudera. Semua ilmu pukulan sakti yang dimilikinya itu
bertitik tolak pada Karya
82 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
hawa panas. Di depannya Pati Rono sudah siap menghantam. Dalam saat yang sangat kritis itu
tiba-tiba Wiro ingat pengalamannya sewaktu berusaha menolong Tapak Lodra. Hawa
tenaga dalam panas yang coba dialirinya ke tubuh orang itu menimbulkan kekuatan
mendorong yang membuatnya terpental. Karena Tapak Lodra sebelumnya telah cidera
oleh pukulan halilintar, berarti ada hawa panas pukulan lawan yang masih
mendekam dalam tubuhnya bersama racun jahat dan tidak bisa dihadapi dengan
tenaga dalam panas pula. Saat itu atas nasihat Gombong Pangestu dia kemudian
mengerahkan tenaga dalam yang bersumber pada hawa dingin dan memang berhasil.
Memikir sampai disitu Pendekar 212 segera siapkan diri dengan ilmu pukulan sakti
bernama pukulan angin es. Kedua tangan diangkat tinggitinggi ke atas, lalu dua
tangan itu diputar-putar. Udara disekitar situ mendadak menjadi sejuk lalu tibatiba sekali menjadi dingin luar biasa!
Raden Ayu Tambakdwita dan puterinya merasakan tubuh mereka seperti dibungkus es.
Ibu dan anak ini langsung jatuh duduk dan menggigil kedinginan. Tambaksari
segera menyeret ibunya menjauhi tempat itu, masuk kembali ke dalam rumah dimana
hawa dingin tidak sampai mencekam.
Di halaman, Pati Rono gerakkan tangan kanannya melepaskan pukulan halilintar.
Ada letupan keras serta kiblatan sinar terang keluar dari tangan kanannya itu,
namun gerakannya hanya sampai di situ karena sesaat kemudian tangan itu tak bisa
digerakkan lagi, kaku dingin seperti dipendam dalam es!
Wiro lipat gandakan tenaga dalamnya. Kedua matanya terpejam. Dia tidak
perdulikan denyutan sakit yang menyesakkan dadanya. Keadaan kaku di tangan kanan
Pati Rono menjalar ke bagian tubuh yang lain. Gerahamnya bergemeletakan menahan
dingin yang luar biasa. Dia berteriak namun mulutnyapun sudah kaku tak bisa
digerakkan. Ketika hawa dingin itu mencucuk-cucuk otaknya, pemuda ini langsung
tergelimpang rubuh. Kedua matanya terpejam. Bersamaan dengan itu terdengar pekik
Tambakdwita yang menyangka puteranya telah menemui ajal di tangan Wiro Sableng.
Perempuan ini diikuti puterinya lari menghambur ke halaman, langsung memeluk
tubuh Pati Rono sambil meratap.


Wiro Sableng 045 Manusia Halilintar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi tiba-tiba sepasang mata yang terpejam dari Pati Rono membuka kembali. Kedua
Karya 83 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
tangannya bergerak dan tahu-tahu telah mencekik leher ibunya! Wiro terkesiap
kaget sedang Tambaksari menjerit sambil berusaha menarik kedua tangan kakaknya,
agar cekikan pada leher ibunya terlepas. Tapi sia-sia saja. Sepasang tangan Pati
Rono laksana sebuah jepitan baja yang dipegang oleh iblis! Wiro berusaha
membantu, tetap saja dua tangan yang mencekik itu tidak dapat dilepaskan!
*** Karya 84 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
13 PERKELAHfAN ANTARA Gombong Pangestu dan Tambak Reso berlangsung hebat sekali.
Selama dua puluh jurus lagi perkelahian ini berlangsung berimbang. Sebagai
seorang dukun yang banyak mengandalkan ilmu-ilmu sihir maka tingkat ilmu silat
yang dimiliki oleh Ki Dukun sedikitnya masih berada di bawah kepandaian tokoh
silat Istana. Hanya kelicikan dan akal muslihatnya saja yang membuat Ki Dukun
Tambak Reso tampak mampu menghadapi lawannya. Namun itu tidak bertahan lama.
Selewatnya jurus kedua puluh lima, orang tua yang kalah pengalaman silat ini
mulai terjepit oleh hujan gempuran lawan. Apalagi segala ilmu sihir dan mantera
jahatnya tidak mempan lagi terhadap Gombong Pangestu.
Maka Ki Oukun mulai memutar otak bagaimana caranya agar dapat melarikan diri
saja dari tempat itu. Hanya sayang sebelum maksudnya kesampaian satu jotosan
keras melabrak ulu hatinya. Manusia berjubah hijau ini tertegak dengan tubuh
tergontai-gontai. Sebelum tubuhnya roboh, Gombong Pangestu sudah menjambak
rambut dan mencekal dagunya lalu dipuntir keras-keras.
Kraak! Terdengar patahnya tulang leher Ki Dukun Tambak Reso. Nyawanya ikut amblas!
Gombong Pangestu mendorong tubuh tak bernyawa itu hingga bergelimpang di tanah
lalu cepat-cepat menggeledah tubuh dan pakaian Ki Dukun. Di pinggang kiri Ki
Dukun tokoh silat Istana ini menemukan kotak batu hitam Kencono Sukmo. Benda
pusaka Keraton itu diambilnya diletakkannya di atas keningnya seraya berkata,
"Terima kasih Gusti Allah.
Dengan perkenanMu, aku berhasil mendapatkan barang pusaka ini kembali. Berarti
Sri Baginda segera disembuhkan."
Pada saat itulah Gombong Pangestu mendengar suara jeritan Tambakdwita yang
disusul oleh jeritan anak perempuannya. Tanpa pikir panjang lagi sambil masih
memegang kotak batu hitam Kencono Sukmo di tangan kanannya, orang tua ini lari
menghambur ke halaman depan dan menyaksikan bagaimana Wiro serta Tambaksari
berusaha melepaskan cekikan Pati Rono sementara sang ibu semakin lemas. Lidahnya
sudah terjulur. Ludah membusah dan sepasang Karya
85 Bastian Tito Serial Wiro Sableng Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 045. Manusia Halilintar
matanya hanya tinggal putihnya saja yang kelihatan.
Tanpa pikir panjang Gombong Pangestu angkat tangan kirinya. Lalu dengan
mengerahkan tenaga dalam penuh batok kepala Pati Rono dihantamnya. Jangankan
kepala manusia, kepala seekor kerbaupun pasti rengkah dan pecah dihantam pukulan
itu. Tapi hebatnya, kepala Pati Rono tidak pecah, malah tangan kiri Gombong
Pangestu terpental ke atas seperti menghantam karet dan persendian bahunya
serasa copot. Sakitnya bukan main!
"Ibu...lbu!" jerit Tambaksari. "Mas Pati... Lepaskan cekikanmu! Jangan membunuh
ibu sendiri! Lepaskan cekikanmu mas...!" Akhirnya gadis ini jatuh pingsan karena
kehabisan tenaga dan putus asa tidak mampu menyelamatkan ibunya. Saat itu karena
tidak tahu harus berbuat apa lagi, secara tidak sadar Gombong Pangestu tusukkan
ujung kotak batu hitam ke leher Pati Rono. Walaupun kotak batu ini tumpul, namun
karena ditusukkan dengan tenaga luar biasa, kotak itu ambias menembus leher Pati
Rono sampai setengahnya!
Terjadilah hal yang aneh. Meskipun saat itu hari terang benderang dan matahari
bersinar terik, namun tiba-tiba berkiblat halilintar tiga kali berturut-turut
disusul oleh gelegar guntur yang membuat tanah bergetar keras!
Mulut Pati Rono terbuka tebar-lebar. Lalu terdengar jeritannya seperti lolongan
srigala. Bersamaan dengan itu langannya yang mencekik terlepas dan terkulal kebawah.
Dengan tangan gemetaran Gombong Pangestu cabut kotak batu hitam dari leher Pati
Rono. Pada bekas tusukan kotak batu hitam kelihatan luka besar menganga
berbentuk lubang mengerikan. Dari lubang ini mengalir keluar darah berwarna
hitam yang menebar bau busuk luar biasa!
Tambaksari menarik tubuh ibunya, mengguncang-guncangnya dengan keras lalu
menepuk-nepuk wajah perempuan itu sambil berseru memanggil, "Ibu... Ibu..."
Namun sang ibu tidak menjawab, bahkan tidak mendengar lagi ratap tangis
puterinya itu karena rohnya telah meninggalkan jazad kasarnya. Mati di tangan
puteranya sendiri. Putera yang sebelumnya diinginkan kehidupannya kembali.
Kehidupan yang membawa bencana dan malapetaka bahkan kematian dirinya sendiri!
TAMAT Karya 86 Bastian Tito Badai Awan Angin 21 Pengemis Binal 21 Muslihat Cinta Sang Pangeran Rahasia Sendang Bangkai 2

Cari Blog Ini